skripsi m tohir 072211024

113
TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMBERIAN REMISI KEPADA PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN ( Studi Analisis Keppres RI No 174 Tahun 1999 Tentang Remisi ) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Syariah Oleh : MUHAMAD THOHIR NIM. 072211024 JURUSAN JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH IAIN WALISONGO SEMARANG 2012

Upload: kipanji

Post on 25-Jun-2015

3.134 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Skripsi m tohir 072211024

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAPPEMBERIAN REMISI KEPADA PELAKU TINDAK PIDANA

PEMBUNUHAN( Studi Analisis Keppres RI No 174 Tahun 1999 Tentang Remisi )

SKRIPSIDiajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1Dalam Ilmu Syari’ah

Oleh :

MUHAMAD THOHIR

NIM. 072211024

JURUSAN JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH

IAIN WALISONGO SEMARANG

2012

Page 2: Skripsi m tohir 072211024

ii

Akhmad Arif Junaidi, M.AgJl. Raya Sedayu Indah, Bangetayu Wetan RT 5/II, Genuk Semarang.Briliyan Erna Wati, SH. M.HumJl. Bukit Agung E.41 Semarang.

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Lamp : 4 ( empat ) eks.

Hal : Naskah skripsi

An. Sdr. Muhamad Thohir

Kepada Yth.

Dekan fakultas syariah

IAIN Walisongo Semarang

Di Semarang

Assalamualaikum Wr. Wb.

Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya bersama ini

saya kirim naskah skripsi saudara :

Nama : MUHAMAD THOHIR

Nim : 072211024

Jurusan : Siyasah Jinayah

Judul skripsi : Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Pemberian

Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (

Studi Analisis Keppres RI No 174 Tahun 1999

Tentang Remisi )

Dengan ini mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera

dimunaqosahkan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima diucapkan terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Semarang, 9 Mei 2012

Page 3: Skripsi m tohir 072211024

iii

KEMENTRIAN AGAMAINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

FAKULTAS SYARI’AH SEMARANGJl.Raya Boja Km.2 Ngaliyan Telp/Fax. (024) 7601291 Semarang 50185

PENGESAHAN

Nama : MUHAMAD THOHIR

Nim : 072211024

Jurusan : Siyasah Jinayah

Judul skripsi : Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Pemberian Remisi

Kepada Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan ( Studi Analisis

Keppres RI No 174 Tahun 1999 Tentang Remisi ).

Telah dimunaqosahkan oleh dewan penguji Fakultas Syariah Institut Agama Islam

Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude / baik /

cukup, pada tanggal : 11 Juni 2012

Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana strata 1 tahun

akademik 2012/2013.

Page 4: Skripsi m tohir 072211024

iv

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis

menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah

atau pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Dengan

demikian skripsi ini tidak berisi satupun pikiran orang lain,

kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang

menjadi bahan rujukan.

Semarang, 11 Mei 2012

Deklarator,

Muhamad Thohir

NIM. 072211024

Page 5: Skripsi m tohir 072211024

v

MOTTO

... ...

Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya,

hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan

hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diyat) kepada yang

memberi ma'af dengan cara yang baik (pula)....

( QS. Al Baqarah : 178)

Page 6: Skripsi m tohir 072211024

vi

ABSTRAK

Remisi merupakan pengampunan hukuman yang diberikan kepadaseseorang yang dijatuhi hukuman pidana yang berupa pengurangan masahukuman. Remisi diberikan kepada nara pidana dan anak pidana yang melakukantindak pidana salah satunya pelaku tindak pidana pembunhan, Kewenanganpemberi remisi dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Remisidiberikan kepada anakpidana maupun narapidana yang berkelakuan baik sesuaidengan peraturan yang berlaku..Remisi di Indonesia diatur dalam Keppres RI No174 Tahun 1999 yang didalamnya mengatur tentang jenis, syarat, banyaknyaremisi yang diterima, dan sebagainya.Dengan adanya remisi maka putusan hakimyang mempunyai ketetapan akan menjadi berubah. Karena pada akhirnyaterpidana atau pelaku tindak pembunuhan tidak harus menjalani secara penuhhukuman yang dijatuhkan kepadannya asalkan dia memenuhi syarat untukmendapatkan remisi. Tentu ini kurang adil jika dilihat dari pihak korban.

Dalam skripsi ini mencoba menggali dan mengkaji remisi pembunuhanmenurut Keppres RI No 174 Tahun 1999 maupun dalam fiqh jinayah. Penelitianini bertujuan untuk mengetahui Bagaimana ketentuan remisi yang terdapat dalamKeppres RI No 174 tahun 1999 dan Bagaimana tinjauan hukum pidana Islamterhadap Keppres RI No 174 tahun 1999 terhadap pemberian remisi kepadapelaku tindak pidana pembunuhan.

Penelitian ini bersifat deskriptif analilitik dan content analitik karenametode yang dipakai dalam penelitian ini dengan cara mengumpulkan data-data,menyusun, menjelaskan dan menganalisa yang kemudian diinterpretasikan dandisimpulkan. Jenis penelitian ini adalah library reseach atau penelitiankepustakaan dimana data primernya adalah Keppres RI No 174 tahun 1999

Hasil dari penelitian ini pada dasarnya pemberian remisi pembunuhanmenurut Keppres RI No 174 tahun 1999 ini diberikan kepada pelaku setelah iamendapatkan putusan atau dengan kata lain setelah ia melaksanakan hukumannya,remisi penulis kategorikan sebagai mashlahah mursalah karena perbedaan remisidengan pengampunan dalam jarimah qishas diyat. Pengampunan dalam jarimahqishas dan diyat menyerahkan hukuman kepada pihak ahli waris korban meskipuntetap dalam pengawasan ulil amri sedangkan remisi dari pihak korban tidakmempunyai kewengan menjatuhkan hukuman karena sudah ada hakim yangmenjalankan proses peradilannya. Selain itu secara tidak langsung putusan hakimyang mempunyai ketetapan hukum dapat berubah dengan adanya penguranganhukuman, tentu dirasa kurang adil bagi pihak korban yang nyata-nyata telahkehilangan nyawa keluarganya.

Kata kunci: remisi, qishas diyat, hukum islam

Page 7: Skripsi m tohir 072211024

vii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

Bapak dan Ibu tersayang yang selalu mendoakan dan mendukung dengan

sepenuh hati dan tiada henti.

Teruntuk seseorang yang selalu membantu dan memotivasi penulis “Siti

Aisah”

Kakak-kakakku : Siti Zubaedah, Abdul Azis, Mahfud Saefudin.

Kedua pembimbingku Bapak Arif Junaidi dan Ibu Briliyan Erna Wati

Teman-teman senasib seperjuanganku khususnya angkatan 2007 IAIN

Walisongo Semarang.

Teman-Teman yang membantu terseleseikannya skripsi ini, penulis hanya bisa

berterima kasih banyak semoga amal perbuatan kalian dibalas sebanyak-

banyaknya oleh gusti Allah SWT.

Dan untuk semua keuarga besar IAIN Walisongo Semarang.

Page 8: Skripsi m tohir 072211024

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Puji syukur Alhamdulillahirobbil’alamin penulis ucapkan kehadirat Allah

SWT atas rahmat, hidayah dan karuniaNya, shalawat serta salam penulis haturkan

kepada junjungan kita Nabiullah Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat-

sahabat dan para pengikutnya yang telah membawa Islam dalam memberikan

pencerahan hidup bagi seluruh umat di bumi ini, Sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul: Tinjauan Hukum Pidana

Islam Terhadap Pemberian Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana

Pembunuhan ( Studi Analisis Keppres RI No 174 Tahun 1999 Tentang

Remisi ), dengan baik tanpa banyak kendala yang berarti.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini bukanlah hasil jerih

payah penulis secara pribadi. Tetapi semua itu merupakan wujud akumulasi dari

usaha dan bantuan, pertolongan serta do’a dari berbagai pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi tersebut. Oleh karena itu, sudah

sepatutnya penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Prof. DR. Muhibbin. M.Ag, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang

2. DR. Imam Yahya, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo

Semarang dan pembantu-pembantu Dekan yang telah memberikan ijin kepada

penulis untuk menulis skripsi tersebut dan memberikan fasilitas belajar hingga

kini.

3. Drs. M. Solek, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Jinayah Siyasah dan Rustam

DKAH, M.Ag., selaku Sekretaris Jurusan Jinayah Siyasah Fakultas Syari’ah

IAIN Walisongo Semarang.

4. Kedua Pembimbing penulis, Bapak Akhmad Arif Junaidi. M.Ag dan Ibu

Briliyan Erna Wati. SH. M.Hum yang telah memberikan bimbingan dan

pengarahan dengan sabar dan tulus ikhlas.

5. Kedua orang tua penulis beserta segenap keluarga, atas segala doa, perhatian

dan arahan kasih sayangnya yang tidak dapat penulis ungkapan dalam untaian

kata-kata.

Page 9: Skripsi m tohir 072211024

ix

6. Teman-teman senasib seperjuangan jurusan Siyasah Jinayah angkatan 2007 ;

Arif, Anita, Fachrudin, Faqeh, Fajrin, Gufron, Ibad, Kholisudin, Khumaeni,

Nasron, Nunik, Khasan, Setyanto, Tegar, Zeni, Farid, Himam, Muhayati, Tri

Wuryani, Mustofa, dll , biarpun kalian berbeda tempat namun tetap dihati.

7. Teman-teman di UKM Binora. Rofik, Aufa, Duki, Rouf, Wuri, Tegar, Olif,

Tresno, Sulaeman dan masih banyak lagi yang penulis tidak dapat sebutkan.

Sukses slalu buat kalian.

8. Dan Seluruh Keluarga Besar Institut Agama Islam Negeri Walisongo

Semarang yang selalu saya banggakan.

Penulis juga menyadari dengan segala kerendahan hati bahwa penulisan

skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, semua kritik dan saran yang

membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini

dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca yang budiman

pada umumnya. Amin.

Semarang, 11 Mei 2011

Penulis

Muhamad ThohirNIM. 072211024

Page 10: Skripsi m tohir 072211024

x

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB – LATIN

Sesuai dengan SKB Menteri Agama RI, Menteri Pendidikan

dan Menteri Kebudayaan RI

No. 158/1987 dan No. 0543 b/U/1987

Tertanggal 22 Januari 1988

A. Konsonan Tunggal

Huruf Arab Nama Huruf Latin N a m a

ا alif tidak dilambangkan Tidak dilambangkan

ب ba b -

ت ta t -

ث sa s s (dengan titik di atas)

ج jim j -

ح ha’ h h (dengan titik di bawah)

خ kha’ kh -

د dal d -

ذ zal ż z (dengan titik di atas)

ر ra r -

ز za ż -

س sin s -

ش syin sy -

Page 11: Skripsi m tohir 072211024

xi

ص sad S s (dengan titik di bawah)

ض dad D d (dengan titik di bawah)

ط ta T t (dengan titik di bawah)

ظ za Z z (dengan titik di bawah)

ع ‘ain ‘ koma terbalik ke atas

غ gain G -

ف fa F -

ق qaf Q -

ك kaf K -

ل lam L -

م mim M -

ن nun N -

و wawu W -

ه ha H -

ء hamzah ◌ apostrof

ي ya’ Y

B. Konsonan Rangkap

Konsonan rangkap, termasuk tanda syaddah, ditulis rangkap. contoh :

حـمدا یــھ ditulis Ahmadiyyah

C. Ta’ Marbutah di Akhir Kata

Page 12: Skripsi m tohir 072211024

xii

1. Bila dimatikan ditulis h, kecuali untuk kata-kata Arab yang sudah terserap

menjadi Bahasa Indonesia, seperti salat, zakat dan sebagainya. Contoh :

عـة جـما ditulis jama’ah

2. Bila dihidupkan ditulis t, contoh :

ولیـاء األ مـة كرا ditulis karamatul-auliya’

D. Vokal Pendek

Fathah ditulis a, kasrah ditulis i, dan dammah ditulis u.

E. Vokal Panjang

Panjang ditulis ā, i panjang ditulis ī dan u panjang ditulis ū, masing-masing

dengan tanda hubung (-) di atasnya.

F. Vokal Rangkap

1. Fathah + ya’ mati ditulis ai, contoh :

بیـنكـم ditulis bainakum,

2. Fathah + wawu mati ditulis au, contoh :

قـو ل ditulis qaul

G. Vokal-vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan

apostrof (‘)

أانتـم ditulis a’antum مؤ نـث ditulis mu’annas

H. Kata Sandang Alif + Lam

1. Bila diikuti huruf Qamariyyah, contoh :

القـران ditulis al-Qur’an القیـاس ditulis al-Qiyas

2. Bila didikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggunakan huruf

Syamsiyyah yang mengikutinya, serta menghilangkan huruf l (el)-nya.

السـماء ditulis as-Sama الشـمس ditulis asy-Syams

I. Penulisan huruf kapital

Meskipun dalam sistem tulisan arab huruf kapital tidak dikenal, dalam

trasliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan itu seperti yang

berlaku pada EYD, diantara huruf kapital digunakan untuk menuliskan huruf

awal, nama diri dan permulaan kalimat. Bila nama diri diawali dengan kata

sandang maka yang ditulis menggunakan huruf kapital tetap huruf awal nama

diri tersebut bukan huruf awal kata sandang.

Page 13: Skripsi m tohir 072211024

xiii

J. Kata dalam rangkaian Frasa dan Kalimat

1. Ditulis kata per kata, contoh :

ذوى الفـروض ditulis zawi al-furud

2. Ditulis menurut bunyi atau pengucaspan dalam rangkaian tersebut,

contoh:

أھـل السـنھ ditulis ahl as-Sunnah

السـالمشـیخ ا ditulis Syaikh al-Islam atau Syaikhul-Islam

Page 14: Skripsi m tohir 072211024

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ………..…………………….…... ii

HALAMAN PENGESAHAN..............................................................….iii

HALAMAN DEKLARASI .................................................................….iv

HALAMAN MOTTO .........................................................................….v

HALAMAN ABSTRAK ....................................................................….vi

HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................….vii

HALAMAN KATA PENGANTAR ................................................…viii

HALAMAN TRANSLITERASI ......................................................…...x

HALAMAN DAFTAR ISI ................................................................…xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah……………………………............... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................... 7

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ............................................... 7

D. Kajian Pustaka …………………………….……………… 8

E. Metode Penelitian ……………………………………....…… 9

F. Sistematika Penulisan ............................................................ 11

BAB II REMISI DALAM HUKUM PIDANA ISLAM

A. Pengertian Remisi Menurut Hukum Pidana Islam ................ 13

B. Dasar Hukum Remisi dalam Hukum Pidana Islam .............. 14

C. Tindak Pidana Pembunhaan Dalam Hukum Pidana Islam ....18

1. Pengertian Pembunuhan menurut Hukum Pidana Islam ...19

2. Macam-Macam Pembunuhan Menurut Hukum

Pidana Islam ..................................................................... 20

3. Hukuman terhadap pelaku jarimah pembunuhan

menurut hukum pidana islam ............................................ 22

Page 15: Skripsi m tohir 072211024

xv

BAB III REMISI BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM

KEPPRES RI NO 174 TAHUN 1999

A. Ketentuan tentang Remisi Menurut Keppres RI No 174

Tahun 1999 ....................................................................... . 34

B. Pengertian Tindak Pidana Pembuunhan Menurut

Hukum Positif ....................................................................... 40

C. Pembagian Jenis-Jenis Tindak Pidana Pembunuhan

di dalam KUHP ..................................................................... 41

D. Sanksi Pidana menurut Hukum Positif ................................ 51

E. Ketentuan Pemberian Remisi Kepada Pelaku Tindak

Pidana Pembunuhan menurut Keppres Ri No 174

Tahun 1999 ............................................................................ 61

BAB IV ANALISIS PEMBERIAN REMISI TERHADAP PELAKU

TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

A. Analisis Pemberian Remisi Terhadap Pelaku Tindak

Pidana Pembunuhan menurut Keppres RI No 174

Tahun 1999............................................................................. 65

B. Analisis Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap

Keppres RI No 174 Tahun 1999 tentang Pemberian

Remisi kepada Pelaku Tindak Pidana

Pembunuhan .......................................................................... 74

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................... ............................... 85

B. Saran-Saran ........................................................................... 86

C. Penutup .................................................................................. 87

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 16: Skripsi m tohir 072211024

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hidup tenteram, damai, tertib serta berkeadilan merupakan dambaan setiap

orang yang hidup di dunia ini. Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan tersebut

perlu adanya suatu aturan yang dibuat untuk ditaati dan dijalankan oleh setiap

individu yang tergabung dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. Aturan yang

menyangkut kehidupan orang banyak biasa disebut dengan hukum.

Salah satu hukum yang mengatur tentang kehidupan bermasyarakat adalah

hukum pidana. Banyak pengertian mengenai arti dari hukum pidana salah satunya

adalah menurut Pompe yang mengatakan “ Hukum pidana adalah semua aturan

hukum yang menentukan terhadap tindakan apa yang seharusnya dijatuhkan

pidana dan apa macam pidananya yang bersesuaian"1. Sedangkan di dalam Islam,

hukum pidana Islam merupakan terjemahan dari kata fiqh jinayah yaitu segala

ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan

oleh orang-orang mukallaf, sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum

yang terperinci dari Al Qur’an dan hadis.2

Tujuan hukum pada umumnya adalah menegakkan keadilan berdasarkan

kemauan Pencipta manusia sehingga terwujud ketertiban dan ketentraman

1 Siantury, Kanter, Asas-Asas hukum Pidana Di Indonesia Dan Penerapannya, Jakarta :Storia Grafika, 2002. h. 14.

2 Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam , Jakarta : Sinar Grafika, 2009. h. 1

Page 17: Skripsi m tohir 072211024

2

masyarakat. Oleh karena itu putusan hakim haruslah mengandung rasa keadilan

agar dipatuhi oleh masyarakat.3

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) maupun di dalam

hukum pidana Islam, tindak pidana mempunyai macam-macam bentuknya,

ancaman hukuman yang diberikanpun berbeda antar satu tindak pidana, baik dari

pidana yang paling ringan maupun yang terberat sekalipun, Salah satu contohnya

adalah tindak pidana pembunuhan. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana ( KUHP ) hukuman bagi tindak pidana pembunuhanpun berbeda antara

pasal satu dengan pasal yang lain, seperti halnya dalam Pasal 338 KUHP

disebutkan “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain diancam

karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun

penjara”,4 tetapi akan berbeda pula hukumannya jika pembunuhan itu didahului

dengan perencanaan seperti dalam Pasal 339 yang diancam dengan hukuman

seumur hidup.

Di dalam KUHP pidana itu terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan

seperti yang telah tercantum dalam Pasal 10 KUHP bahwa pidana pokok terdiri

dari pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda , pidana tutupan,

dan juga pidana tambahan yang berupa pencabutan hak tertentu, perampasan

barang-barang, dan pengumuman putusan hakim.5 Sedang di dalam hukum pidana

Islam jenis hukuman dibedakan menjadi dua yaitu jarimah hudud dan jarimah

ta’zir. Hudud adalah ketentuan hukuman yang pasti mengenai berat ringannya

hukuman termasuk qishas dan diyat yang tercantum dalam Al Qur’an dan hadis,

3 Ibid. h. 114 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, Jakarta ; Rineka Cipta, 2006. h. 1345 Ibid. h. 6

Page 18: Skripsi m tohir 072211024

3

sedangkan ta’zir adalah ketentuan hukuman yang dibuat oleh hakim melalaui

putusannya.6 Pembunuhan termasuk jarimah atau tindak pidana yang diancam

dengan hukuman qishash.

Di dalam hukum pidana Islam pembunuhan dikelompokkan menjadi tiga

yaitu pembunuhan sengaja, pembunuhan tidak sengaja, dan pembunuhan semi

sengaja. Hukum pidana Islam menjatuhkan sanksi pidana yang sangat berat bagi

pelaku pembunuhan yang disengaja. yaitu dengan tindakan hukuman pidana mati

atau hukuman qishash. Namun pelaksanaan hukuman itu diserahkan pada putusan

keluarga si terbunuh, pilihannya apakah tetap dilaksanakan hukuman qishash atau

dimaafkan dengan penggantian berupa diyat atau denda sebesar yang ditetapkan

oleh keluarga si terbunuh. Meskipun keputusan diserahkan kepada keluarga si

terbunuh, tapi adanya hukuman qishash ini ternyata efektif untuk meminimalisir

terjadinya pembunuhan nyawa orang yang tidak bersalah.7

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al Qur’an surat Al Baqarah

ayat 178 :

.... Artinya. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash

berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh..

Qishash ialah mengambil pembalasan yang sama. Qishash itu tidak

dilakukan, bila yang membunuh mendapat pema'afan dari ahli waris yang

terbunuh yaitu dengan membayar diat (ganti rugi) yang wajar. Pembayaran diat

6 Zainudin Ali. Op. cit. h.117 Muhammad Amin Suma, Pidana Islam Di Indonesia Peluang, Prospek, Dan Tantangan,

Jakarta:Pustaka Firdaus, 2001. h. 88

Page 19: Skripsi m tohir 072211024

4

diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan

yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, umpamanya tidak

menangguh-nangguhkannya. Bila ahli waris si korban sesudah Tuhan menjelaskan

hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau membunuh si

pembunuh setelah menerima diat, maka terhadapnya di dunia diambil qishaash

dan di akhirat dia mendapat siksa yang pedih. Jadi qishash itu berarti

memberlakukan seseorang sebagaimana orang itu memperlakukan orang lain.8

Didalam hukum pidana Islam juga dikenal dengan adanya gugurnya

hukuman karena sebab tertentu. Gugurnya hukuman disini adalah tidak dapat

dilaksanakannya hukuman-hukuman yang telah dijatuhkan atau diputuskan oleh

hakim, berhubung tempat ( badan atau bagiannya ) untuk melaksanakan hukuman

sudah tidak ada lagi, atau waktu untuk melaksanakannya sudah lewat. Adapun

sebab-sebab gugurnya hukuman tersebut salah satunya adalah adanya

pengampunan.9 Kasus pembunuhanpun, hukum Islam mengenal asas pemaafan

sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT dalam penggalan surat Al

Baqarah 178 yang berbunyi :

.... ....

Artinya :Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan darisaudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan carayang baik,

8 Ibid. h. 909 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Huum Pidana Islam Fiqh Jinayah, Jakarta :

Sinar Grafika, 2006, h.173

Page 20: Skripsi m tohir 072211024

5

Memang dalam sejarah hukum pidana di Indonesia, pelaksanaan pidana mati

masih sangat jarang terjadi, dengan alasan kemanusiaan hukuman mati sering

digantikan dengan hukuman penjara. Pidana penjara merupakan salah satu bentuk

pidana perampasan kemerdekaan.10Pidana penjara atau pidana lain yang

menghilangkan kemerdekaan bergerak seseorang, pada akhir tujuannya adalah

melindungi masyarakat dari segala bentuk kejahatan.11 Tetapi apakah demikian

yang terjadi di dalam masyarakat, karena dengan berjalannya masa hukuman,

Presiden melalui Menteri Hukum dan HAM setiap tahun ketika hari hari besar

kenegaraan dan hari besar agama memberikan suatu pengurangan masa tahanan

atau yang sering disebut dengan Remisi. Pengertian remisi adalah sebagai

pembebasan hukuman untuk seluruhnya atau sebagian atau dari seumur hidup

menjadi hukuman terbatas yang diberikan setiap tanggal 17 Agustus.12 Sedangkan

remisi menurut Keppres RI No 174 tahun 1999 adalah pengurangan masa pidana

yang diberikan kepada setiap narapidana bila yang bersangkutan berkelakuan baik

selama menjalani pidananya.13 Dengan demikian maka nararpidana tidak akan

menjalankan hukuman yang diberikan secara penuh sehingga dengan adanya

remisi ini apakah akan membuat jera bagi pelaku tindak pidana untuk tidak

mengulangi perbuatannya lagi atau menjadi residifis.

KUHP dalam penerapannya sudah mulai disesuaikan dengan prinsip

keadilan bagi masyarakat Indonesia, tetapi mengapa putusan seorang hakim yang

mempunyai putusan tetap dapat berubah dan berkurang dengan adanya remisi ini.

10 Sianturi,. Kanter, op.cit. h.46711 Widiada Gunakaya, Sejarah Dan Konsepsi Pemasyarakatan, Bandung:CV ARMICO,

1988. h.4212 Andi Hamzah, Kamus Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1986. h. 50313 Keppres RI No 174 tahun 1999 pasal 1.

Page 21: Skripsi m tohir 072211024

6

Padahal pemberian remisi ini tidak melihat dari jenis tindak pidana yang

dilakukan, akan tetapi hanya pada lamanya masa tahanan yang akan dijalani dan

berperilaku baik selama menjalani hukuman. Seperti pada tindak pidana

pembunuhan sekalipun yang tetap mendapat remisi, padahal tindak pidana

pembunuhan ini telah nyata merampas hak hidup orang lain. Tentu muncul

pertanyaan adilkah remisi ini dilihat dari pihak korban? Tentu ini menjadi

persoalan yang tidak hanya dilihat dari satu sudut pandang semata.

Berdasarkan latar belakang yang penulis sampaikan di atas, menarik minat

penulis untuk mengetahui bagimana remisi itu diberikan mengingat hanya

narapidana yang mempunyai syarat-syarat tertentu saja yang bisa mendapatkan

remisi itu lebih-lebih untuk kasus seperti pembunuhan. Selain itu penulis marasa

tertarik untuk mengetahui remisi itu ditinjau dari sudut pandang atau perspektif

hukum pidana Islam ( Fiqh Jinayah ), kemudian penulis mencoba menganalisis

dalam bentuk karya ilmiah yang disusun dalam bentuk skripsi yang berjudul

Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Pemberian Remisi Kepada Pelaku Tindak

Pidana Pembunuhan ( Studi Analisis Keputusan Presiden RI Nomor 174 Tahun

1999 tentang Remisi )

Page 22: Skripsi m tohir 072211024

7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka penulis

merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Dapatkah ketentuan remisi yang terdapat dalam Keppres RI No 174 tahun

1999 diterapkan kepada pelaku tindak pidana pembunuhan ?

2. Bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap Keppres RI No 174 tahun

1999 terhadap pemberian remisi kepada pelaku tindak pidana pembunuhan ?

C. Tujuan dan Manfaat Analisa

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam kajian ini adalah :

1. Untuk mendapatkan pengetahuan mengenai ketentuan remisi yang terdapat

dalam Keppres RI No 174 tahun 1999.

2. Untuk mengetahui tinjauan hukum pidana Islam terhadap Keppres RI No

174 tahun 1999 terhadap pemberian remisi kepada pelaku tindak pidana

pembunuhan.

Dengan tercapainya tujuan di atas, diharapkan hasil penelitian ini akan

memperoleh manfaat dan kegunaan sebagai berikut :

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah dapat memberikan ilmu

pengetahuan baru mengenai pemberian remisi baik dari sudut pandang

hukum pidana Islam maupun hukum pidana di Indonesia.

2. Menjadikan sumber inspirasi dalam rangka memberikan kontribusi ilmiah

mengenai masalah pemberian remisi, sejalan dengan menjunjung tinggi hak

asasi manusia. Dan memperkaya ilmu pengetahuan khususnya mengenai

Page 23: Skripsi m tohir 072211024

8

masalah remisi bagi masyarakat awam umumnya yang kurang begitu jelas

tentang pemberian remisi.

D. Kajian Pustaka

Dalam kajian pustaka ini, penulis akan memaparkan tentang beberapa

sumber yang membicarakan masalah tersebut di antaranya :

Skripsi karya Inayatur Rahman mahasiswi Fakultas Syariah Institut Agama

Islam Sunan Ampel Surabaya yang berjudul, ”Tinjauan Filsafat Hukum Islam

Terhadap Pelaksanaan Remisi Bagi Pelaku Tindak Pidana ( Analisis Yuridis

Keppres RI No 174 Tahun 1999 )”. Skripsi ini memberikan gambaran pemberian

remisi menurut filsafat hukum Islam sehingga memberikan perbedaan dengan

skripsi yang penulis buat karena berbeda dalam sudut pandangnya.14

Skripsi Zaenal Arifin, mahasiswa fakultas syariah Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap

Pemberian Remisi pada Narapidana”. Skripsi ini memberikan gambaran tentang

remisi pada umumnya sehingga belum ada klasifikasi secara khusus terutama

mengenai tindak pidana yang dilakukan. Dengan kata lain skripsi ini hanya

memberikan gambaran umum tentang remisi baik dilihat dari sudut pandang

hukum Islam.15

Skripsi karya Lasiyo mahasiswa Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul “ Pemberian Remisi Terhadap

Koruptor dalam Sudut Pandang Fiqh Jinyah”. Skripsi ini merupakan karya tulis

14 Inayatur Rahman, ” skripsi Tinjauan Filsafat Hukum Islam Terhadap PelaksanaanRemisi Bagi Pelaku Tindak Pidana ( Analisis Yuridis Keppres RI No 174 Tahun 1999)”, Surabaya : IAIN Sunan Ampel : 2009.

15 Zaenal Arifin, “skripsi Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Remisi PadaNarapidana, ,Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2009.

Page 24: Skripsi m tohir 072211024

9

yang cukup memberikan gambaran mengenai remisi, terutama yang menyangkut

tentang tindak pidana korupsi.16

Dari berbagai kajian di atas jelas membedakan dengan penelitian yang

penulis buat. Hal ini nampak jelas dari permasalahan yang diangkat. Peneliti

dalam tulisan ini mengangkat pemberian remisi terhadap suatu tindak pidana

pembunuhan. Sehingga penelitian tentang Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap

Pemberian Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan ( Studi Analisis

Keputusan Presiden RI Nomor 174 Tahun 1999 tentang Remisi ) diharapkan

dapat menambah khasanah ilmu dan wawasan baru terutama di bidang ilmu

hukum pada umumnya.

E. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif, yang juga

sering disebut dengan penelitian kepustakaan ( Library Research ), yaitu dengan

melakukan penelitian terhadap sumber-sumber tertulis, maka penelitian ini

bersifat kualitatif. Menurut Bambang Sunggono,SH.,M.S pada penelitian ini

peneliti mencari landasan teoritis dari perrmasalahan penelitiannya sehingga

penelitian yang dilakukan bukanlah aktivitas yang bersifat ” trial and error”.17

Penelitian ini dilakukan dengan mengkaji dokumen atau sumber tertulis seperti

buku, majalah, jurnal dan berbagai sumber lainnya.

2. Sumber Data

16 Lasiyo, Skripsi Pemberian Remisi Terhadap Koruptor Dalam Sudut Pandang FiqhJinyah, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2011.

17 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum , Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.1998. h. 114

Page 25: Skripsi m tohir 072211024

10

Sumber data merupakan bahan-bahan yang diperoleh berdasarkan dari data-

data primer dan sekunder.

1) Data Primer : Keppres RI nomor 174 tahun 1999. sebagai data pokok yang

dianalisis dalam skripsi ini.

2) Data Sekunder : berupa buku-buku atau bahan-bahan hukum yang diambil

dari pendapat atau tulisan-tulisan para ahli dalam bidang remisi untuk

digunakan dalam membuat konsep-konsep hukum yang berkaitan dengan

penelitian ini dan dianggap sangat penting.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini, pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan metode Studi kepustakaan yaitu mendapatkan data melalui bahan-

bahan kepustakaan yang dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari

peraturan perundang-undangan, teori-teori atau tulisan-tulisan yang terdapat

dalam buku-buku literatur, catatan kuliah, surat kabar, dan bahan-bahan bacaan

ilmiah yang mempunyai hubungan dengan permasalahan yang diangkat.18

4. Analisis Data

Adapun untuk menganalisis data, penulis menggunakan deskriptif analisis,

karena sebagian sumber data dari penelitian ini berupa informasi dan berupa teks

dokumen. Maka penulis dalam menganalisis menggunakan teknik analisis

dokumen yang sering disebut content analisys. Disamping itu data yang dipakai

adalah data yang bersifat deskriptif, yang mengungkapkan peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian

18 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit UniversitasIndonesia,1986. hlm.21

Page 26: Skripsi m tohir 072211024

11

dan analisis data yang dipergunakan dengan pendekatan kualitatif terhadap data

primer dan data sekunder.

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Sistematika penulisan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai hal

yang akan penulis bahas dalam penulisan skripsi ini, yaitu menguraikan isi

penulisan dalam lima bab, dengan sistematika sebagai berikut.

BAB I : Pendahuluan

Dalam bab ini diuraikan mengenai Latar Belakang Masalah, Rumusan

Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kajian Pustaka, Metodologi Penelitian,

Sistematika Penulisan Skripsi

BAB II : Remisi Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Islam

Pada bab dua ini diuraikan Remisi dari sudut pandang Islam yaitu

Pengertian Remisi dalam hukum Islam, Dasar hukum Remisi dalam hukum

pidana Islam, Tindak Pidana Pembunuhan dalam Hukum Pidana Islam

BAB III : Pemberian Remisi Bagi Tindak Pidana Pembunuhan Menurut

Keppres RI No 174 Tahun 1999

Dalam bab tiga ini diuraikan Ketentuan tentang Remisi menurut Keppres

RI No 174 Tahun 1999 , Pengertian tindak pidana Pembunuhan Menurut Hukum

Positif, Pembagian Jenis-Jenis Tindak Pidana Pembunuhan di dalam KUHP,

Sanksi pidana Menurut Hukum Positif

Page 27: Skripsi m tohir 072211024

12

BAB IV : Analisis Hukum Pidana Islam Tentang Pemberian Remisi

Terhadap Tindak Pidana Pembunuhan.

Dalam bab empat ini berisikan tentang Analisis Ketentuan Pemberian

Remisi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan menurut Keppres RI No 174

tahun 1999 dan Analisis Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Keppres RI No

174 Tahun 1999 Tentang Pemberian Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana

Pembunuhan.

BAB V : Penutup

Bab yang terakhir ini merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan

dari hasil pembahasan serta saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian yang

dilakukan.

Page 28: Skripsi m tohir 072211024

13

BAB II

REMISI DALAM HUKUM PIDANA ISLAM

A. Pengertian Remisi Menurut Hukum Pidana Islam

Kata remisi berasal dari bahasa Inggris yaitu remission. Re yang berarti

kembali dan mission yang berarti mengirim, mengutus. Remisi diartikan

pengampunan atau pengurangan hukuman. Dari pengertian tersebut, Remisi

merupakan kata serapan yang diambil dari bahasa asing yang kemudian

digunakan dalam pengistilahan hukum di Indonesia. Sebagaimana Remisi

menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengurangan hukuman yang

diberikan kepada orang yang terhukum.1 Selain itu menurut kamus hukum karya

Soedarsono, remisi mempunyai arti pengampunan hukuman yang diberikan

kepada seseorang yang dijatuhi hukuman pidana.2

Dalam istilah Arab memang tidak dijumpai pengertian yang pasti mengenai

kata remisi, tetapi ada beberapa istilah yang hampir sepadan dengan makna remisi

itu sendiri, yaitu al-Afu’ (maaf, ampunan), ghafar (ampunan), rukhsah

(keringanan), syafa’at (pertolongan), tahfif (pengurangan). Selain itu menurut

Sayid Sabiq memaafkan disebut juga dengan Al-Qawdu’ “menggiring” atau

memaafkan yang ada halnya dengan diyat atau rekonsiliasi tanpa diyat walau

melebihinya.3 Dalam hukum pidana Islam istilah yang sering digunakan dan

memiliki makna hampir menyerupai istilah remisi adalah tahfiful uqubah

1 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : BalaiPustaka, 2005. h. 945

2 Soedarsono, Kamus Hukum, Jakarta : Rhineka Cipta, 1992. h.4023 Sayyid Sabiq (ed.), Fiqih Sunah, Diterjemahkan Oleh Nor Hasanuddin Dari ”Fiqhus

Sunah”, Jakarta : Pena Pundi Aksara.2006.h.419

Page 29: Skripsi m tohir 072211024

14

(peringanan hukuman). Dalam Ensiklopedi Hukum Pidana Islam peringanan atau

pengampunan hukuman merupakan salah satu sebab pengurungan (pembatalan)

hukuman, baik diberikan oleh korban, walinya, maupun penguasa.4

B. Dasar Hukum Remisi dalam Hukum Pidana Islam

Dasar pengampunan hukuman yang menjadi hak korban/walinya terdapat

dalam Al-Qur’an dan Hadis. Dasar dari Al-Qur’an adalah firman Allah SWT

dalam surat Al Baqaarah ayat 178 yaitu:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamuqishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orangmerdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanitadengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afandari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengancara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar(diyat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula).yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dansuatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu,Maka baginya siksa yang sangat pedih.”5

Adapun sebab diturunkannya ayat ini adalah riwayat yang berasal dari

Qatadah yang menceritakan bahwa penduduk jahiliyah suka melakukan

penganiayaan dan tunduk kepada setan. Jika terjadi permusuhan di antara mereka

4 Abdul Qadir Audah ( ed ), Ensiklopedia Hukum Pidana Islam, Diterjemahkan OlehAhsin Sakho Muhammad dkk dari. “Al tasryi’ Al-jina’I Al-Islami” Jakarta: PTKharisma Ilmu. 2008. h.168

5 Departeman Agama RI, Al Qur’an Dan Terjemahannya, Semarang : Cv Asy Syifa’,2000. h.21

Page 30: Skripsi m tohir 072211024

15

maka budak mereka akan membunuh budak orang yang dimusuhinya. Mereka

juga sering mengatakan , “ kami hanya akan membunuh orang merdeka sebagai

ganti dari budak itu.” Sebagai ungkapan bahwa mereka lebih mulia dari suku lain.

Seandainya seorang wanita dari mereka membunuh wanita lainnya, merekapun

berkata, “ kami hanya akan membunuh seorang lelaki sebagai ganti wanita

tersebut”, maka Allah menurunkan firman-Nya yang berbunyi ” Orang merdeka

dengan orang merdeka , hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.” 6

Diriwayatkan juga dari Said bin Jubair rahimahullah bahwa sesaat sebelum

Islam datang, bangsa Arab Jahiliyah terbiasa membunuh. Terjadi pembunuhan

dan saling melukai diantara mereka hingga merekapun membunuh budak dan

kaum wanita. Mereka tidak menerapkan qishas dalam pembunuhan tersebut

hingga mereka masuk Islam, bahkan salah seorang dari mereka melampaui batas

dengan melakukan permusuhan dan mengambil harta orang lain. Mereka juga

bersumpah untuk tidak merelakan sampai dapat membunuh orang yang merdeka

sebagai ganti budak yang terbunuh, dan membunuh seorang laki-laki sebagai

ganti dari wanita yang terbunuh, maka Allah menurunkan firman-Nya, ” Hai

orang-orang yang beriman, diwajibbkan atas kamu Qishash berkenaan dengan

orang-orang yang dibunuh.”7

Selain mewajibkan Qishash , Islam juga lebih menganjurkan pemberian

maaf, dan mengatur tata cara ( hududnya ), sehingga sikap pemberian maaf ini

terasa sangat adil dan muncul setelah penetapan Qishash . Anjuran pemberian

maaf ini bertujuan untuk mencapai kemuliaan , bukan suatu keharusan , sehingga

6 Abdurrahman Kasdi Dan Umma Farida , Tafsir Ayat-Ayat Yaa Ayyuhal-LadziinaAamanuu 1, Jakarta : Pustaka Al Kautsar, 2005. h. 63

7 Ibid, h. 64

Page 31: Skripsi m tohir 072211024

16

bertentangan dengan naluri manusia dan membebani manusia dengan hal-hal di

luar kemampuan mereka. Allah SWT berfirman, ” Maka Barangsiapa yang

mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan)

mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar

(diyat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula)”.

Selain itu terdapat juga dalam surat Al Maaidah ayat 45 :

Artinya : Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (AtTaurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata,hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, danluka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hakkisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya.Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkanAllah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (Q.S. al-Ma’idah: 45)8

Ayat ini menekankan bahwa ketetapan hukum diyat tersebut ditetapkan

kepada mereka mareka Bani Isra’il di dalam kitab Taurat. Penekanan ini

disamping bertujuan membuktikan betapa mereka melanggar ketentuan-ketentuan

hukum yang ada dalam kitab suci mereka, juga untuk menekankan bahwa prinsip-

prinsip yang ditetapkan oleh Al Qur’an ini pada hakekatnya serupa dengan

prinsip-prinsip yang ditetapkan Allah terhadap umat-umat yang lalu. Dengan

8 Departeman Agama RI, op. cit. h.92

Page 32: Skripsi m tohir 072211024

17

demikian diharapkan ketentuan hukum tersebut dapat diterima dan dilaksanakan

oleh semua umat termasuk umat Islam.9

Penafsiran dalam penutupan ayat ini, ” Barangsiapa tidak memutuskan

perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-

orang yang zalim” mengesankan bahwa anjuran memberi maaf bukan berarti

melecehkan hukum Qishas karena hukum ini mengandung tujuan yang sangat

agung, antara lain menghalangi siapapun melakukan penganiayaan, mengobati

hati yang teraniaya atau keluarganya, menghalangi adanya balas dendam dan lain-

lain. Sehingga jika hukum ini dilecehkan maka kemaslahatan itu tidak akan

tercapai dan ketika itu dapat terjadi kedzaliman. Oleh sebab itu putuskanlah

perkara sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah, memberi maaf atau

melaksanakan qishash. Karena barang siapa yang tidak melaksanakan hal tersebut

yakni tidak memberi maaf atau tidak menegakkan pembalasan yang seimbang,

maka dia termasuk orang yang zalim.

Disamping dasar pengampunan dari Al Qu‘ran Selain itu terdapat pula

dalam hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik ra dan HR Ahmad, Abu

Daud, An Nasa-Ydan Ibnu Majah; Al Muntaqa yaitu :

ن الك بن أنس ع اقال م أیت م ر لىالنبي ص لیھ هللا لم ع س فع و ء إلیھ ر ي فیھ ش

اص قص ر إال ف فیھ أم .10وبالع

Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il berkata, telahmenceritakan kepada kami Abdullah bin bakr bin Abdullah Al Muzanidari Atha bin Abu Maimunah dari Anas bin Malik ia berkata, "Akutidak pernah melihat Nabi shallAllahu 'alaihi wasallam mendapat

9 M. Quraishi Shihab, Tafsir Al Misbah, Pesan, Kesan Dan Keserasian Al Quran, Jakarta :Lentera Hati, 2002. h.107

10 Abu Daud Sulaiman, Sunan Abi Daud, Beirut-Lebanon: Dar Al-Kotob Al Ilmiyah 173

Page 33: Skripsi m tohir 072211024

18

pengaduan yang padanya ada Qishas, kecuali beliau menganjurkanuntuk memaafkan." ( HR.Ahmad Abu Daud 4497 )

C. Tindak Pidana Pembunuhan dalam Hukum Pidana Islam

Di dalam hukum pidana Islam perbuatan yang dilarang oleh syara’ biasa

disebut dengan jarimah, sedangkan hukumannya disebut dengan uqubah. Jarimah

ditinjau dari segi hukumannya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu jarimah hudud,

jarimah qishas dan diyat serta jarimah ta’zir.11 Jarimah hudud merupakan jarimah

yang diancam dengan hukuman had, sedangkan jarimah qishas dan diyat

merupakan jarimah yang diancam dengan hukuman qishas atau diyat, dan jarimah

ta’zir merupakan jarimah yang diancam dengan hukuman ta’zir . Perbedaan dari

ketiga jarimah itu adalah jika hukuman had merupakan hak Allah sepenuhnya

sedangkan qishas dan diyat serta ta’zir merupakan hak individu ( hak manusia ).

Jarimah pembunuhan termasuk kedalam jarimah qisas dan diyat karena terdapat

hak individu disamping hak Allah SWT.

Setiap jarimah harus mempunyai unsur-unsur yang harus dipenuhi yaitu;

a) Nas yang melarang perbuatan dan mengancam hukuman terhadapnya, dan

unsur ini biasa disebut dengan Unsur Formil

b) Adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik berupa perbuatan-

perbuatan nyata ataupun sikap tidak berbuat, dan unsur ini biasa disebut

dengan Unsur Materiil .

11 Ahmad Wardi Muslich, op. cit. h. IX

Page 34: Skripsi m tohir 072211024

19

c) Pembuat adalah orang mukallaf, yaitu orang yang dapat dimintai

pertanggunganjawab terhadap jarimah yang diperbuatnya, dan unsur ini

biasa disebut dengan Unsur Moriil

1. Pengertian Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Islam.

Tindak pidana pembunuhan termasuk kedalam ketegori jarimah qisas dan

diyat. Dalam bahasa arab, pembunuhan disebut قتل) ) yang sinonimya (امت)

artinya mematikan. Para ulama mempunyai definisi yang berbeda-beda walaupun

kesimpulannya sama yaitu tentang menghilangkan nyawa orang lain.

Berbagai ulama’ yang mendefinisikan pembunuhan dengan suatu

perbuatan manusia yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Yang

pertama adalah didefiniskan oleh Wahbah Az-Zuhayliy yang mengutip pendapat

Khatib Syarbini sebagai berikut ”Pembunuhan adalah perbuatan yang

menghilangkan atau mencabut nyawa seseorang”, Selain itu Abdul Qadir Al

Audah menerangkan bahwa pembunuhan adalah perbuatan seseorang yang

menghilangkan kehidupan, yang berarti menghilangkan jiwa anak adam oleh

perbuatan anak adam yang lain.12 Sedangkan menurut Ahmad Wardi Muslich

definisi pembunuhan adalah perbuatan seseorang terhadap orang lain yang

mengakibatkan hilangnya nyawa, baik perbuatan tersebut dilakukan dengan

sengaja maupun tidak sengaja,13 Pengertian jarimah pembunuhan menurut

Zainudin Ali dalam bukunya yang berjudul Hukum Pidana Islam adalah suatu

aktivitas yang dilakukan seseorang dan atau beberapa orang yang mengakibatkan

12 Abdul Qadir Audah ( ed ), op. cit. h.17713 Ahmad Wardi Muslich,.Hukum Pidana Islam, op.cit h.137

Page 35: Skripsi m tohir 072211024

20

seseorang dan/atau beberapa orang meninggal dunia.14 Jadi, banyak sekali

pengertian-pengertian yang dapat ditarik kesimpulan bahwa pembunuhan itu

merupakan aktifitas menghilangkan nyawa orang lain yang dapat dilihat dari

berbagai aspek tinjauan hukum.

2. Macam-Macam Pembunuhan dalam Hukum Pidana Islam

Tidak semua tindakan kejam terhadap jiwa membawa konsekuensi untuk

hukum Qishas. Sebab, diantara tindakan kejam itu ada yang disengaja, ada yang

menyerupai kesengajaan, ada kalanya kesalahan, dan ada kalanya diluar itu

semua. Jarimah Qishas dan Diyat sebenarnya dibagi menjadi dua, yaitu

pembunuhan dan penganiayaan. Para fuqahapun membagi pembunuhan dengan

pembagian yang berbeda-beda sesuai dengan cara pandang masing-masing. Tetapi

apabila dilihat dari segi sifat perbuatannya pembunuhan dapat dibagi lagi menjadi

tiga15, yaitu :

a. Pembunuhan Disengaja ( amd ),

Yaitu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan tujuan untuk

membunuh orang lain dengan menggunakan alat yang dipandang layak untuk

membunuh. Sedangkan unsur-unsur dari pembunuhan sengaja yaitu korban yang

dibunuh adalah manusia yang hidup, kematian adalah hasil dari perbuatan pelaku,

pelaku tersebut menghendaki terjadinya kematian.16Dalam hukum Islam

pembunuhan disengaja termasuk dosa paling besar dan tindak pidana paling jahat.

Terhadap pelaku pembunuhan yang disengaja pihak keluarga korban dapat

14 Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam, op. cit. h. 2415 Ibid , h 2416 Ahmad Wardi muslich, Hukum Pidana Islam, op.cit. h. 141

Page 36: Skripsi m tohir 072211024

21

memutuskan salah satu dari tiga pilihan hukuman yaitu qishas, diyat, atau pihak

keluarga memaafkannya apakah dengan syarat atau tanpa syarat.17. selain itu

pembunuhan sengaja akan membawa akibat selain dari tiga hukuman tersebut

yaitu dosa dan terhalang dari hak waris dan menerima wasiat.

b. Pembunuhan semi sengaja ( syibul amd )

Yaitu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja tetapi tidak

ada niat dalam diri pelaku untuk membunuh korban. Sedangkan unsur-unsur yang

terdapat dalam pembunuhan semi sengaja adalah adanya perbuatan dari pelaku

yang mengakibatkan kematian, adanya kesengajaan dalam melakukan perbuatan,

kematian adalah akibat perbuatan pelaku.18. Dalam hal ini hukumannya tidak

seperti pembunuhan sengaja karena pelaku tidak berniat membunuh. Hukuman

pokok dari pembunuhan semi sengaja selain dosa karena ia telah membunuh

seseorang yang darahnya diharamkan Allah dialirkan, kecuali karena haq ( Alasan

syari’ ) adalah diyat dan kafarat, dan hukuman penggantinya adalah ta’zir dan

puasa dan ada hukuman tambahan yaitu pencabutan hak mewaris dan pencabutan

hak menerima wasiat19

c. Pembunuhan tidak disengaja ( khata )

Yaitu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan tidak ada unsur

kesengajaan yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Sedangkan unsur-

unsur dari pembunuhan karena kesalahan yaitu sebagaimana yang dikemukakan

17 Ali, Zainudin, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: SinarGrafika. 2006. h.127

18 Ahmad Wardi Muslich. Hukum Pidana Islam, op.cit. h 14219 Abdul Qadir Audah ( ed ), op. cit. h.338

Page 37: Skripsi m tohir 072211024

22

oleh Abdul Qadir Al Audah ada tiga bagian, yaitu adanya perbuatan yang

mengakibatkan matinya korban, perbuatan tersebut terjadi karena kesalahan

pelaku, antara perbuatan kekeliruan dan kematian korban terdapat hubungan

sebab akibat. Hukuman bagi pembunuhan tersalah hampir sama dengan

pembunuhan menyerupai sengaja yaitu hukuman pokok diyat dan kafarat, dan

hukuman penggantinya adalah ta’zir dan puasa dan ada hukuman tambahan yaitu

pencabutan hak mewaris dan pencabutan hak menerima wasiat.

3. Hukuman Terhadap Pelaku Jarimah Pembunuhan Menurut Hukum

Pidana Islam.

Pembunuhan dalam syariat Islam diancam dengan beberapa macam

hukuman, sebagian hukuman pokok dan dan pengganti. Berikut ini akan

dijelaskan macam-macam hukuman bagi tindak pidana pembunuhan menurut

hukum pidana Islam.

a. Hukuman Qishas

1) Pengertian Qishas

Qishas dalam arti bahasa adalah االثر تتبع artinya menyelusuri jejak. Selain

itu qishas dapat diartikan keseimbangan dan kesepadanan. Sedangkan menurut

istilah syara, Qishash adalah memberikan balasan yang kepada pelaku sesuai

dengan perbuatannya. Karena perbuatan yang dilakukan oleh pelaku adalah

menghilangkan nyawa orang lain ( membunuh ), maka hukuman yang setimpal

adalah dibunuh atau hukuman mati.

Page 38: Skripsi m tohir 072211024

23

2) Dasar Hukum Qishash

Dasar dari hukuman qishas dalam jarimah pembunuhan yaitu Al-Qur’an

surat Al Baqaarah ayat 178 dan al maaidah ayat 45 yang telah tercantum dalam

halaman diatas. Selain dari dua ayat tersebut dasar hukum dari hukum qishash

juga terdapat dalam Al-Qur’an surat Al Baqaarah ayat 179 yang berbunyi :

Artinya : Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup

bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (QS.Al Baqaarah 179)

Selain itu hukuman Qishash ini dijelaskan dalam hadits An-Nas’i yang

berbunyi :

ارث قال كین بن الح س ة م اء لیھ قر أناع ع و م فیان عن أس روعن س م ن ع ع

اھد ج باس ن اب عن م ان قالع ائیل بنيفيك ر اص إس لم القص فیھم تكن و

یة ل الد فأنز ز هللا ل ع ج تب (و لیكم ك اص ع القتلىفيالقص ر الح ر بالح

بد الع بد و نثىبالع األ نثىو لھ إلىباأل في ن فم قو ن لھ ع یھ م ء أخ ي فاتباع ش

وف ر ع اء بالم أد ان إلیھ و س فو )بإح فالع یة یقبل أن د فيالد م اتباع الع و

وف ر ع ایتبع یقول بم وف ھذ ر ع اء بالم أد ان إلیھ و س ديبإح یؤ او ان ھذ س بإح

لك فیف ذ ن تخ بكم م ة ر م ح ر او م تب م لىك ن ع ان م اقبلكم ك ھو إنم

اص یة لیس القص 20الد

20 Imam Abdurrrohman Ahmad Syuaib Nasa’i, Kitab Sunan Al-Kubro, Beirut-Lebanon :Dar Al-Kotob Al Ilmiyah.1991. h.229

Page 39: Skripsi m tohir 072211024

24

(NASAI - 6983) : Al Harits bin Miskin berkata denganmembacakan riwayat dan saya mendengar dari Sufyan dari'Amru dari Mujahid dari Ibnu Abbas, dia berkata; dahulu padaBani Israil terdapat hukum qishas namun tidak ada diyat padamereka, lalu Allah Azza wa jalla menurunkan ayat: (Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaandengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orangmerdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan darisaudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengancara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar(diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula)).Pemberian maaf itu adalah menerima diyat pada pembunuhandengan sengaja, dan hendaklah (yang mema'afkan) mengikutidengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af)membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yangbaik (pula)), serta melaksanakan ini dengan kebaikan. Yangdemikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suaturahmat dari apa yang diwajibkan atas kaum sebelum kalian,sesungguhnya hal tersebut adalah qishas bukan diyat.

3) Syarat-syarat Qishas

Untuk melaksanakan hukuman qishas perlu adanya syarat-syarat yang harus

terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi syarat-syarat untuk pelaku ( pembunuh

), korban ( yang dibunuh ), perbuatan pembunuhannya dan wali dari korban21 .

adapun penjelasannya adalah sebagai berikut ;

a) Syarat-Syarat Pelaku ( Pembunuh )

menurut Ahmad Wardi Muslich yang mengutip dari Wahbah Zuhaily

mengatakan ada syarat yang harus terpenuhi oleh pelaku ( pembunuh ) untuk

diterapkannya hukuman Qishash , syarat tersebut adalah pelaku harus mukallaf,

yaitu baligh dan berakal, pelaku melakukan pembunuhan dengan sengaja, pelaku (

pembunuh ) harus orang yang mempunyai kebebasan.22

21 Zainudin Ali,Hukum Pidana Islam .op. cit h. 15122 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam. op.cit. h.152

Page 40: Skripsi m tohir 072211024

25

b) Korban ( yang dibunuh ),

Untuk dapat diterapkannya hukuman qishas kepada pelaku harus memenuhi

syarat-syarat yang berkaitan dengan korban, syarat-syarat tersebut adalah korban

harus orang orang yang ma’shum ad-dam artinya korban adalah orang yang

dijamin keselamatannya oleh negara Islam, korban bukan bagian dari pelaku,

artinya bahwa keduanya tidak ada hubungan bapak dan anak, adanya

keseimbangan antara pelaku dengan korban ( tetapi para jumhur ulama saling

berbeda pendapat dalam keseimbangan ini).

c) Perbuatan Pembunuhannya

Dalam hal perbuatan menurut hanafiyah pelaku diisyaratkan harus perbuatan

langsung ( mubasyaroh), bukan perbuatn tidak langsung ( tasabbub ). Apabila

tassabub maka hukumannya bukan qishas melainkan diyat. Akan tetapi, ulama-

ulama selain hanafiyah tidak mensyaratkan hal ini, mereka berpendapat bahwa

pembunuhan tidak langsung juga dapat dikenakan hukuman Qishash.

d) Wali ( Keluarga ) dari Korban

Wali dari korban harus jelas diketahui, dan apabila wali korban tidak

diketahui keberadaanya maka Qishash tidak bisa dilaksankan. Akan tetapi ulama-

ulama yang lain tidak mensyaratkan hal ini.

4) Hal-Hal yang Menggugurkan Hukuman Qishas

Ada beberapa sebab yang dapat menjadikan hukuman itu gugur, tetapi sebab

ini tidaklah dapat dijadikan sebab yang bersifat umum yang dapat membatalkan

seluruh hukuman, tetapi sebab-sebab tersebut memiliki pengaruh yang berbeda-

Page 41: Skripsi m tohir 072211024

26

beda terhadap hukuman.23 Adapun sebab-sebab yang dapat menggugurkan

hukuman adalah :

a) Meninggalnya pelaku tindak pidana,

b) Hilangnya tempat melakukan qishas

c) Tobatnya pelaku tindak pidana,

d) Perdamaian,

e) Pengampunan,

f) Diwarisnya qishas,

g) Kadaluarsa ( at-taqadum )

Dari beberapa sebab-sebab yang dapat menggugurkan hukuman yang paling

mendekati dengan Remisi adalah sebab yang ke lima yaitu pengampunan.

b. Hukuman Diyat

1) Pengertian Diyat

Pengertian diyat yang sebagaimana dikutip dari sayid sabiq adalah harta

benda yang wajib ditunaikan karena tindakan kejahatan yang diberikan kepada

korban kajahatan atau walinya.24

Diyat diwajibkan dalam kasus pembunuhan sengaja dimana kehormatan

orang yang terbunuh lebih rendah dari pada kehormatan pembunuh, seperti

seorang laki-laki merdeka membunuh hamba sahaya. Selain itu diyat diwajibkan

atas pembunuh yang dibantu oleh para Aqilahnya ( saudara-saudara laki-laki dari

pihak ayah ), hal ini bilamana pembunh mempunyai saudara. Ini diwajibkan atas

23 Soedarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, Jakarta; PT. Rineka Cipta, 1993.24 Sayyid Sabiq (ed.), op. cit. h.451

Page 42: Skripsi m tohir 072211024

27

kasus pembunuhan serupa kesengajaan dan pembunuhan karena suatu

kesalahan.25

2) Jenis Diyat Dan Kadarnya

Menurut Imam Abu Yusuf, Imam Muhammad Ibn Hasan, dan Imam Ahmad Ibn

Hanbal, jenis diat itu ada 6 macam, yaitu ;26

1. Unta,

2. Emas

3. Perak,

4. Sapi,

5. Kambing, atau

6. Pakaian.

Diyat itu ada kalanya berat dan adakalanya ringan. Diyat yang ringan

dibebankan atas pembunhan yang tidak disengaja, dan diyat yang berat

dibebankan atas pembunhan yang serupa kesengajaan.

3) Sebab-Sebab Yang Menimbulkan Diyat

Menurut H. Moh Anwar, sebab-sebab yang dapat menimbulkan diyat

ialah:27

a) Karena adanya pengampunan dari qishas oleh ahli waris korban, maka dapat

diganti dengan diyat.

b) Pembunuhan dimana pelakunya lari akan tetapi sudah dapat diketahuai

orangnya, maka diyatnya dibebankan kepada ahli waris pembunuh. Ini

25 Ibid. h.45626 Ahmad Wardi Muslich. Hukum Pidana Islam .op.cit. h16827 Soedarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, Jakarta; PT. Rineka Cipta, 1993. h.536

Page 43: Skripsi m tohir 072211024

28

dikarenakan untuk memperbaiki adat kaun jahiliyah dahulu yang di mana jika

terjadi pembunuhan yang disebabkan oleh kesalahan mereka suka membela

pembunuhagar dibebaskan dari diyat dan secara logika untuk menjamin

keamanan yang menyeluruh, sehingga para setiap anggaota keluarga saling

menjaga dari kekejaman yang dapat menimbulkan penderitaan orang lain.

c) Karena sukar atau susah melakasanakan Qishas.

Bila wali memberi maaf atau ampunan terhadap pembunhan yang disengaja

maka menurut imam syafi’i dan hanbali berpendapat harus diyat yang diperberat.

Tetapi menurut Abu Hanifah berpendapat bahwa dalam kasus pembunuhan

sengaja tidak ada diyat , tetapi yang wajib adalah berdasarkan persetujuan dari

kedua belah pihak ( wali korban dengan pelaku pembunuh) dan wajib dibayar

seketika dengan tidak boleh ditangguhkan.28

c. Hukuman Ta’zir

Ta’zir adalah suatu istilah untuk hukuman atas jarimah-jarimah yang

hukumannya belum ditentukan oleh syara’29Dengan kata lain ta’zir adalah

hukuman yang bersaifat edukatifyang ditenukan oleh hakim.30

Adapun jenis dari hukuman ta’zir bermacam-macam, menurut H. Zainudin

Ali jenis hukuamn yang termasuk ta’zir antara lain hukuman penjara, skors atau

pemecatan, ganti rugi, pukulan, teguran dengan kata-kata, dan jenis-jenis

hukuman lain yang dipandang sesuai dengan pelanggaran dari pelakunya. Bahkan

menurut abu hanifah , pelanggaran ringan yang dilakukan oleh seseorang berulang

28 Sayyid Sabiq (ed.), op. cit. h.45429 Ahmad Wardi Muslich. Hukum Pidana Islam op.cit. h.24930 Sayyid Sabiq (ed.), op. cit. h.491

Page 44: Skripsi m tohir 072211024

29

kali, hakim dapat menjatuhkan hukuman mati, seperti seorang pencuri yang

dipenjara tetapi masih tetap mengulangi perbuatan tercela itu ketika ia dipenjara,

maka hakim berwenang menjatuhi hukuman mati kepadanya.

Hukuman pengganti yang ke dua setelah diyat yaitu ta’zir. Apabila hukuman

diyat gugur karena sebab pengampunan atau lainnya, hukuman tersebut diganti

dengan hukuman ta’zir. Seperti halnya dalam pembunhan sengaja, dalam

pembunuhan yang menyerupai sengaja ini, hakim diberi kebebasan untuk memilih

jenis hukuman ta’zir yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku.

d. Pidana Penjara Dalam Hukum Pidana Islam

Dalam bahasa Arab ada dua istilah untuk hukuman penjara pertama Al-

Habsu; kedua As-sijnu. Pengertian Al-Habsu menurut bahasa adalah Al-Man’u

yang artinya mencegah atau menahan. Menurut imam ibn al qayyim al jauziyah

yang dimaksud dengan al-habsu menurut syara’ bukanlah menahan pelaku

ditempat yang sempit, melainkan menahan seseorang dan mencegahnya agar ia

tidak melakukan perbuatan hukum, baik penahanan tersebut di dalam rumah, atau

masjid, maupun tempat lainnya, penahanan seperti itulah yang dilakukan pada

masa Nabi dan Abu Bakar. Pada masa Nabi dan Abu Bakar tidak ada tempat yang

khusus disediakan untuk menahan seaorang pelaku tindak pidana. Dan barulah

pada masa Pemerintahan Khalifah Umar menyediakan penjara dengan cara

membeli rumah Shafwan Ibn Umayah sebagai penjaranya.31

Hukuman penjara dalam syariat Islam dibagi menjadi dua, yaitu ;

a) Hukuman Penjara Terbatas

31 Ahmad Wardi Muslich. Hukum Pidana Islam .op.cit. h.261

Page 45: Skripsi m tohir 072211024

30

Hukuman penjara terbatas adalah hpukuman penjara yang lama waktunya

dibatasi secara tegas. Tentang batas tertinggi dan terendah dari hukuman penjara

dikalangan ulama’pun tidak ada yang bersepakat. Dengan tidak adanya ketentuan

yang pasti ini maka para ulama hanya menyerahkan kepada ijtihat Imam ( Ulil

Amri ) tentang batas terendah dan tertinggi untuk hukuman penjara.32

Sebagai akibat dari perbedaan pendapat tersebut banyak orang yang

mendapatkan hukuman kawalan pada negara-negara yang memakai hukum

positif, sedang pada Negara yang memakai hukum Islam akan lebih sedikit

jumlahnya.33

b) Hukuman Penjara Tidak Terbatas

Yaitu hukuman penjara yang tidak dibatasi waktunya, melainkan

berlangsung terus menerus sampai orang yang terhukum mati atau sampai ia

bertobat. Dalam istilah lain dapat disebut dengan hukuman seumur hidup.

e. Pengampunan Dalam Jarimah Pembunuhan.

Pengampunan bagi tindak pelaku pembunuhan merupakan hak dari wali

korban. Wali diberi wewenang untuk mengampuni hukuman qishas. Apabila ia

memaafkan maka gugurlah hukuman qishas tersebut. Dalam hal pemberian

ampunan bisa saja dari ahli waris korban memberikan dengan Cuma-Cuma atau

dengan meminta diyat. Tetapi meskipun demikian tidaklah menjadi penghalang

bagi penguasa untuk menjatuhkan hukuman takzir yang sesuai terhadap pelaku.

Wali korban boleh memaafkan secara cuma-cuma dan inilah yang lebih

utama, oleh karena Allah SWT. telah berfirman dalam surat Al Baqarah 237 ;

32 Ibid, h.26333 Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta:PT Bulan Bintang , 1993, h.309

Page 46: Skripsi m tohir 072211024

31

....

“Dan pema'afan kamu itu lebih dekat kepada takwa. dan janganlahkamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya AllahMaha melihat segala apa yang kamu kerjakan.”

Menurut madzab syafi’i dan madzab hambali, pengampunan dari qishas

mempunyai pengertian ganda, yaitu pengampunan dari qishas saja atau

pengampunan dari qishas dan diganti dengan diyat. Kedua pengertian tersebut

merupakan pembebasan hukuman dari pihak korban tanpa menunggu persetujuan

dari pihak pelaku.34Sedangkan menurut imam malik dan abu hanifah,

pengampunan itu hanya pembebasan dari hukuman qishas saja sedangkan diyat

menurut keduanya hanya bersifat perdamaian ( Sulh ).

Memang pada dasarnya di dalam perkara pidana umum korban dan walinya

tidak mempunyai wewenang untuk memberikan pengampunan tetapi lainnya

halnya dalam pidana qishas dan diyat, korban dan walinya diberi wewenang

untuk memberikan pengampunan terhadap pelaku sebagai pengecualian karena

tindak pidana ini sangat erat hubungannya dengan pribadi korban, selain itu tindak

pidana ini lebih banyak menyentuh pribadi korban dari pada keamanan

masyarakat, sehingga pihak korban atau walinya diberikan hak tersebut.

Selain itu dalam jarimah hudud pengampunan tidak memiliki pengaruh

apapun bagi tindak piadana yang dijatuhi hukuamna hudud, baik itu diberikan

oleh wali korbannya maupun penguasa. Karena hukuman dalam hudud bersifat

34 Ahmad Wardi Muslich. Hukum Pidana Islam. op cit. h. 195

Page 47: Skripsi m tohir 072211024

32

wajib dan harus dilaksanakan. Para ulama menyebut tindak pidana hudud sebagai

hak Allah sehingga tidak boleh diampuni atau dibatalkan.35

Begitu juga dalam tindak pidana ta’zir sudah disepakati bahwa penguasa

memiliki hak pengampunan yang sempurna pada tindak pidana ta’zir. Karena itu

penguasa boleh memberi ampunan dan hukumannya baik sebagian maupun

keseluruhannya. 36

Adapun yang berhak memberikan pengampunan adalah korban itu sendiri

apabila ia telah baligh dan berakal. Apabila dia belum baligh dan akalnya tidak

sehat menurut madzab Syafi’i dan madzab Hambali, hak itu dimiliki oleh walinya.

Sedangkan menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah, wali dan washi (

pemegang wasiat ) tidak memiliki hak maaf, melainkan hanya hak untuk

mengadakan perdamaian ( shulh) saja37.

Pengampunan terhadap qishas dibolehkan menurut kesepakatan para fuqaha,

bahkan lebih utama dibandingkan dengan pelaksanaannya. Hal ini didasarkan

kepada firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 178.

.... ...

…Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan darisaudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan carayang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diyat)kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula)....( QS. AlBaqarah : 178)38

35 Abdul Qadir Audah ( ed ), op.cit. h.16936 Ibid.h.17137 Ahmad Wardi Muslich. Hukum Pidana Islam. op cit. h. 19538 Departeman Agama RI, Al Qur’an Dan Terjemahannya,h.21

Page 48: Skripsi m tohir 072211024

33

Selain itu dalam surat AL Maidah ayat 45 tentang pelukaan disebutkan :

... ...

Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hakitu (menjadi) penebus dosa baginya. ..( QS Al maaidah : 45 )39

Dalam hadits Nabi melalui Anas ibn Malik, ia berkata;

ن الك بن أنس ع اقال م أیت م ر ل النبي ىص لیھ هللا لم ع س فع و ء إلیھ ر ي فیھ ش

اص قص ر إال فو فیھ أم 40بالع

( HR.Ahmad Abu Daud : 4497 ) Telah menceritakan kepada kamiMusa bin Isma'il berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullahbin bakr bin Abdullah Al Muzani dari Atha bin Abu Maimunah dariAnas bin Malik ia berkata, "Aku tidak pernah melihat NabishallAllahu 'alaihi wasallam mendapat pengaduan yang padanya adaQishas, kecuali beliau menganjurkan untuk memaafkan."

Pernyataan untuk memberikan pengampunan tersebut dapat dilakukan secar

lisan maupun tertulis. Redaksinya bisa dengan lafaz ( kata ) memaafkan,

membebaskan, menggugurkan, melepaskan, memberikan dan sebagainya.

39 Ibid.h.9240 Abu Daud Sulaiman, Sunan Abi Daud. Beirut-Lebanon: Dar Al-Kotob Al Ilmiyah.

1996.h.173

Page 49: Skripsi m tohir 072211024

34

BAB III

REMISI BAGI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN DALAM KEPPRES RI

NO 174 TAHUN 1999

A. Ketentuan tentang Remisi menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999

1. Pengertian Remisi

Pengertian Remisi memang tidak hanya terpaku dalam satu pengertian saja.

Banyak pengertian yang diberikan oleh para ahli maupun yang sudah tercantum

dalam peraturan perundang-undangan. Walaupun dalam KeppresRI No 174 Tahun

1999 tidak memberikan pengertian Remisi dengan jelas karena di dalam keppres

ini hanya menyebutkan “ setiap Narapidana dan Anak Pidana yang menjalani

pidana penjara sementara dan pidana kurungan dapat diberikan Remisi apabila

yang bersangkutan berkelakuan baik selama menjalani pidana “.

Remisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengurangan

hukuman yang diberikan kepada orang yang terhukum.1 Kamus Hukum karya Drs

Soedarsono SH memberikan pengertian bahwa Remisi adalah pengampunan

hukuman yang diberikan kepada seseorang yang dijatuhi hukuman pidana.2

Sedangkan yang dikemukakan oleh Andi Hamzah dalam dalam Kamus Hukum

karyanya, beliau memberikan pengertian Remisi adalah sebagai suatu pembebasan

untuk seluruhnya atau sebagian atau dari hukuman seumur hidup menjadi

hukuman terbatas yang diberikan setiap tanggal 17 agustus3. Selain itu pengertian

Remisi juga terdapat dalam peraturan Pemerintah republik Indonesia no 32 tahun

1 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Op. Cit. h. 9452 Soedarsono, Op. Cit h.4023 Andi Hamzah, Kamus Hukum , Op. Cit. h.503

Page 50: Skripsi m tohir 072211024

35

1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan,

dalam pasal 1 ( satu ) ayat 6 ( enam ) yang berbunyi ; “Remisi adalah pengurangan

masa menjalani pidana yang diberikan kepada nara pidana dan Anak Pidana yng

memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.

Dari berbagai pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan tentang pengertian

Remisi, yaitu pengampunan atau pengurangan masa hukuman kepada Narapidana

atau Anak Pidana yang sedang menjalakan hukumannya sesuai dengan syarat-

syarat yang berlaku.

2. Dasar Hukum Pemberian Remisi

Dasar hukum pemberian Remisi sudah mengalami bebrapa kali perubahan,

bahkan untuk tahun 1999 telah dikeluarkan Keppres No. 69 tahun 1999 dan belum

sempat diterapkan akan tetapi kemudian dicabut kembali dengan Keppres No. 174

Tahun 1999. Remisi yang belaku dan pernah berlaku di Indonesia sejak jaman

belanda sampai sekarang adalah berturut-turut sebagai berikut :

a. Gouvernement besluit tanggal 10 agustus 1935 No. 23 bijblad N0. 13515 jo.

9 juli 1841 No. 12 dan 26 januari 1942 No. 22 : merupakan yang diberikan

sebagai hadiah semata-mata pada hari kelahiran sri ratu belanda.

b. Keputusan Presiden nomor 156 tanggal 19 April 1950 yang termuat dalam

Berita Negara No. 26 tanggal 28 April 1950 Jo. Peraturan Presiden RI No.1

tahun 1946 tanggal 8 Agustus 1946 dan Peraturan Menteri Kehakiman RI

No .G.8/106 tanggal 10 Januari 1947 jo. Keputusan Presiden RI No. 120

tahun 1955, tanggal 23 juli 1955 tentang ampunan.

c. Keputusan Presiden No.5 tahun 1987 jo. Keputusan Menteri Kehakiman RI

No. 01.HN.02.01 tahun 1987 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden No.5

Page 51: Skripsi m tohir 072211024

36

tahun 1987, Keputusan Menteri Kehakiman Ri No. 04.HN.02.01 tahun 1988

tanggal 14 mei 1988 tentang Tambahan Remisi Bagi Narapidana Yang

Menjadi Donor Organ Tubuh Dan Donor Darah Dan Keputusan Menteri

Kehakimanri No.03.HN.02.01 tahun 1988 tanggal 10 maret 1988 tentang

Tata Cara Permohonan Perubahan Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi

Pidana Penjara Sementara Berdasarkan Keputusan Presiden RI N0. 5 tahun

1987.

d. Keputusan Presiden No. 69 tahun 1999 tentang pengurangan masa pidana (

Remisi );

e. Keputusan Presiden No 174 tahun 1999 jo. Keputusan Menteri Hukum Dan

Perundang-Undangan RI No . M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang

Pelaksanaan Keputusan Presiden No. 174 Tahun 1999, Keputusan Menteri

Hukum Dan Perundang-Undangan No. M.10.HN.02.01 Tahun 1999 tentang

Pelimpahan Wewenang Pemberian Remisi Khusus.

Ketentuan yang masih berlaku adalah ketentuan yang terbaru, yaitu nomor

lima (e) tetapi ketentuan tersebut masih ditambahkan dengan beberapa ketentuan

yang lain, sehingga ketentuan yang masih berlaku untuk Remisi saat ini adalah4 :

a) Keputusan Presiden RI No 120 Tahun 1955, Tanggal 23 Juli 1955 tentang

Ampunan Istimewa.

b) Keputusan Menteri Kehakiman RI No. 04.HN.02.01 Tahun 1988 Tanggal 14

Mei Tahun 1988 Tentang Tambahan Remisi Bagi Narapidana Yang Menjadi

Donor Organ Tubuh Dan Donor Darah.

4 Dwidja Priyatno, op. cit. h.135

Page 52: Skripsi m tohir 072211024

37

c) Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan RI No.

M.09.HN.02.01 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden No

174 Tahun 1999.

d) Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-Undangan RI No.

M.10.HN.02.01 Tahun 1999 Tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian

Remisi Khusus.

e) Surat Edaran No. E.PS.01-03-15 Tanggal 26 Mei 2000 tentang Perubahan

Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Penjara Sementara.

f) Surat Edaran No. W8-Pk.04.01-2586, Tanggal 14 april 1993 tentang

pengangkatan pemuka kerja.

3. Klasifikasi dan syarat-syarat pemberian Remisi

Remisi menurut KeppresRI No 174 Tahun 1999 dibagi menjadi tiga (3)

yaitu 5:

a. Remisi umum yaitu Remisi yang diberikan pada hari peringatan Proklamasi

Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus

b. Remisi khusus yaitu Remisi yang diberikan pada hari besar keagamaan yang

dianut oleh Narapidana dan Anak Pidana yang bersangkutan, dengan

ketentuan jika suatu agama mempunyai lebih dari satu hari besar keagamaan

dalam setahun, maka yang dipilih adalah hari besar yang paling dimuliakan

oleh penganut agama yang bersangkutan.

c. Remisi tambahan yaitu Remisi yang diberikan apabila Narapidana atau

Anak Pidana yang bersangkutan selama menjalani pidana berbuat jasa

kepada negara, melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau

5 Indonesia, Keputusan Presiden RI No 174 Tahun 1999

Page 53: Skripsi m tohir 072211024

38

kemanusiaan , atau melakukan perbuatan yang membantu kegiatan

pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan.

4. Prosedur dalam pemberian Remisi

a. Remisi umum

Pemberian Remisi umum dilaksanakan sebagai berikut:

1) pada tahun pertama diberikan Remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat

satu (1);

2) pada tahun kedua diberikan Remisi 3 (tiga) bulan;

3) pada tahun ketiga diberikan Remisi 4 (empat) bulan;

4) pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan Remisi 5 (lima)

bulan; dan

5) pada tahun keenam dan seterusnya diberikan Remisi 6 (enam bulan) setiap

tahun.

Besarnya Remisi umum adalah:

1) 1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani

pidana selama 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan; dan

2) 2 (dua) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani pidana

selama 12 (duabelas) bulan atau lebih.

b. Remisi khusus

Pemberian Remisi khusus dilaksanakan sebagai berikut:

1) pada tahun pertama diberikan Remisi sebagaimana dimaksudkan dalam

ayat (1);

Page 54: Skripsi m tohir 072211024

39

2) pada tahun kedua dan ketiga masing-masing diberikan Remisi 1 (satu)

bulan;

3) pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan Remisi 1

(satu) bulan 15 (lima belas) hari; dan

4) pada tahun keenam dan seterusnya diberikan Remisi 2 (dua) bulan setiap

tahun.

Besarnya Remisi khusus adalah:

1) 15 (lima belas) hari bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah

menjalani pidana selama 6. (enam) sampai 12 (dua belas) bulan; dan

2) 1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani

pidana selama 12 (dua belas) bulan atau lebih.

c. Remisi tambahan

Besarnya Remisi tambahan adalah:

1) 1/2 (satu perdua) dari Remisi umum yang diperoleh pada tahun yang

bersangkutan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang berbuat jasa

kepada negara atau melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara

atau kemanusiaan; dan

2) 1/3 (satu pertiga) dari Remisi umum yang diperoleh pada tahun yang

bersangkutan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah melakukan

perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lembaga

Pemasyarakatan sebagai pemuka.

Page 55: Skripsi m tohir 072211024

40

B. Pengertian tindak pidana Pembunuhan Menurut Hukum Positif

Pembunuhan secara terminologi adalah perkara membunuh; perbuatan (hal,

dsb) membunuh.6 Sedangkan dalam istilah KUHP pembunuhan adalah

kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain.7 Pembunuhan adalah perbuatan

yang menyebabkan hilangnya nyawa seseorang, di mana perbuatan tersebut

merupakan kejahatan yang telah diatur dalam ketentuan yang ada dalam KUHP.

Unsur-unsur pembunuhan adalah :

a. Barang siapa: ada orang tertentu yang melakukan.

b. Dengan sengaja : dalam ilmu pidana di kenal tiga jenis bentuk sengaja, yaitu:

1) Sengaja sebagai maksud.

2) Sengaja dengan keinsafan.

3) Menghilangkan nyawa orang lain.8

Untuk menghilangkan nyawa orang lain seorang harus melakukan sesuatu

atau serangkaian tindakan yang berakibat dengan meninggalnya orang lain dengan

catatan opzet (kesengajaan) dari pelakunya harus ditujukan pada akibat yang

berupa meninggalnya orang lain itu. Jadi tindak pidana pembunuhan itu

merupakan suatu delik materiil yang artinya delik yang baru dapat dianggap

sebagai telah selesai dilakukan oleh pelakunya dengan timbulnya akibat yang

dilarang atau yang tidak dikehendaki oleh undang-undang.9

6 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, cet. 5 ,Jakarta: Balai Pustaka,1982, h.169.

7 P.A.F. Lamintang, Delik-delik Khusus, cet. 1, Bandung: Bina Cipta, 1986, h. 1.8 Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, h. 229 P.A.F Lamintang, Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, & Kesehatan:Op. Cit..h. 2

Page 56: Skripsi m tohir 072211024

41

C. Pembagian Jenis-Jenis Tindak Pidana Pembunuhan di dalam KUHP

Dalam KUHP, ketentuan-ketentuan pidana tentang kejahatan yang ditujukan

terhadap nyawa orang lain diatur dalam buku II bab XIX, yang terdiri dari 13

Pasal, yakni Pasal 338 sampai Pasal 350. Ketentuan yang dirumuskan dalam pasal

338 KUHP itu merupakan suatu ketentuan pidana umum, sedang ketentuan yang

dirumuskan dalam pasal 339 sampai 349 merupakan ketentuan-ketentuan pidana

khusus.10

Kejahatan terhadap nyawa adalah berupa penyerangan terhadap nyawa orang

lain. Kepentingan hukum yang dilindungi dan yang merupakan objek kejahatan ini

adalah nyawa manusia. Ada 2 kelompok kejahatan terhadap

nyawa, ialah:

a. Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja adalah yang dimuat

dalam bab XIX KUHP pasal 338 s/d 350.

b. Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan tidak dengan sengaja adalah dimuat

dalam bab XXI pasal 359

1. Pembunuhan Biasa

Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 338 KUHP merupakan tindak

pidana dalam bentuk yang pokok, yaitu delik yang telah dirumuskan secara

lengkap dengan semua unsur-unsurnya.11 Adapun rumusan Pasal 338 KUHP

adalah : “barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam,

karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama limabelas tahun”.

Sedangkan Pasal 340 KUHP menyatakan ”Barang siapa dengan sengaja dan

10 Ibid. h. 2311 P.A.F. Lamintang, Delik-delik khusus., Op. Cit . h..17.

Page 57: Skripsi m tohir 072211024

42

dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena

pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup

atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Dari ketentuan dalam Pasal tersebut, maka unsur-unsur dalam pembunuhan

biasa adalah sebagai berikut :

a) Unsur subyektif : perbuatan dengan sengaja ,

b) Unsur obyektif : perbuatan menghilangkan, nyawa, dan orang lain.

Kesengajaan di sini ditujukan kepada hilangnya nyawa orang lain, inilah

yang membedakan dengan penganiayaan yang mengakibatkan kematian, karena

dalam penganiayaan tidak ada maksud atau kesengajaan untuk menghilangkan

nyawa orang lain.12 Sedangkan yang dimaksud sengaja dalam Pasal 340 adalah

suatu perbuatan yang disengaja untuk menghilangkan nyawa orang lain yang

terbentuk dengan direncanakan terlebih dahulu13. Dengan demikian unsur-unsur

dalam pasal 340 ini adalah unsur obyektifnya selain menghilangkan nyawa orang

lain tetapi juga ada unsur dengan direncanakan terlebih dahulu.

2. Pembunuhan Dengan Pemberatan

Ketentuan pidana tentang tindak pidana pembunuhan dengan keadaan-

keadaan yang memberatkan dalam hal ini diatur Pasal 339 KUHP yang bunyinya

sebagai berikut :

“Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh suatu delik, yangdilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudahpelaksanaanya, atau untuk melepaskan dirisendiri maupun peserta lainnyadari pidana dalam hal tertangkap tanga, ataupun untuk memastikanpenguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum, diancam

12 Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu ( Special Delicten) Di Dalam KUHP, Jakarta SinarGrafika 2010, h. 45

13 P.A.F. Lamintang, Delik-delik khusus., Op. Cit.h. 30-31.

Page 58: Skripsi m tohir 072211024

43

dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, palinglama 20 tahun.”

Yang menjadikan perbedaan unsur dengan unsur pembunuhan Pasal 338

KUHP ialah :unsur obyektifnya terdapat “diikuti, disertai, atau didahului oleh

tindak pidana”. Unsur didahului oleh perbuatan lain berarti pembunuhan

dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan agar perrbuatan lain dapat

dilakukan atau mungkin dilakukan, sedang unsur disertai oleh perbuatan lain yang

dapat dihukum berarti pembunuhan dilakukan dengan maksud untuk

mempermudah pelaksanaan perrbuatan tindak pidana lain, dan unsur diikuti oleh

perbuatan lain dapat dihukum berarti pembunuhan dengan maksud agar ketika

tertangkap tangan pelaku atau peserta lain dapat menghindarkan diri dan jaminan

untuk memperoleh barang yang diperolehnya dengan melawan hukum.14

3. Pembunuhan Berencana

Tindak pidana pembunuhan dengan direncanakan terlebih dahulu yang oleh

undang-undang disebut dengan moord diatur dalam pasal 340 KUHP yang

berbunyi :

“Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulumerampas orang lain, diancam karena pembunuhan berencana denganpidana mati atau dengan pidana seumur hidup, atau selama waktu tertentu,paling lama dua puluh tahun.”

Dalam pasal 340 diatas mempunyai unsur-unsur :

a) Unsur subyektif : dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu.

b) Unsur obyektifnya : menghilangkan nyawa orang lain.

14 H.A.K Moch. Anwar, Hukum Pidana Bagian Khusus, Bandung: PT Citra Aditya Bakti.1989. h. 92

Page 59: Skripsi m tohir 072211024

44

Tentang apa yang sebenarnya dimaksud dengan direncanakan terlebih

dahulu ternyata undang-undang tidak memberikan penjelasannya, sehingga timbul

suatu masalah apakah jangka waktu tertentu antara waktu seorang pelaku

menyusun rencananya dengan waktu pelaksanaan dari rencana tersebut

merupakan syarat untuk memastikan tentang adanya suatu perencanaan terlebih

dahulu (voorbedachte raad )15.

4. Tindak Pidana Pembunuhan Anak ( kinder-doodslag )

Tindak pidana anak yang oleh undang-undang disebut dengan

kinderdoodslag diatur dalam pasal 341 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :

“Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada saatanak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawaanaknya, diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjarapaling lama tujuh tahun”.

Unsur pokok dalam Pasal 341 di atas adalah :

a) Unsur subyektifnya : dengan sengaja

b) Unsur obyektifnya : seorang ibu dan menghilangkan nyawa anaknya.

Berdasarkan unsur unsur tersebut, perbuatan yang dengan sengaja

menimbulkan hilangnya jiwa seorang anak, dengan kekhususan pembunuhan

dilakukan oleh seorang ibu dan sedang atau tidak lama dilahirkan dengan alasan

atau motif ketakutan karena takut diketahui melahirkan maka alasan ini

memberikan keringanan hukuman karena membunuh anaknya sendiri dan seorang

ibu disini adalah wanita yang belum menikah.16

15 P.A.F. Lamintang, Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, Dan Kesehatan. Jakarta; SinarGrafika.2010. h 53

16 H.A.K. Moch Anwar, Op. Cit. h.94

Page 60: Skripsi m tohir 072211024

45

5. Pembunuhan Anak Dengan Direncanakan Lebih Dahulu ( kinder-moord )

Hal ini diatur oleh Pasal 342 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :

“Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takutakan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkanatau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karenamelakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan penjarapaling lama Sembilan tahun”.

Adapun unsur daripada pasal 342 adalah sebagai berikut :

a) Unsur subyektifnya : dengan sengaja.

b) Unsur obyektifnya : seorang ibu menghilangkan nyawa anaknya, dan atau

untuk melaksanakan keputusan yang diambilnya

Unsur yang terdapat dalam pasal 342 sebenarnya tidak jauh beda dengan

pasal 341, hanya saja bahwa perbuatan menghilangkan nyawa anaknya sendiri

oleh seorang ibu di dalam pembunuhan anak dengan direncanakan terlebih

dahulu. Dengan motif terdorong oleh perasaan takut akan ketahuan bahwa ia

melahirkan seorang anak.17

6. Keturutsertaan Dalam Tindak Pidana Anak

Keturutsertaan atau deelneming pada tindak pidana pembunuhan anak itu

pertanggungjawaban para peserta atau deelnemer, yang tercantum dalam pasal

343 KUHP yang berbunyi :

“Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi oranglain yang turut serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhananak berencana”.

Dari ketentuan yang diatur dalam pasal 343 KUHP tersebut, orang dapat

mengetahui bahwa keringanan yang berlaku bagi pelaku dari tindak pidana

17 P.A.F. Lamintang,. Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, Dan Kesehatan. Op. Cit. h 67

Page 61: Skripsi m tohir 072211024

46

pembunuhan anak atau tindak pidana anak dengan direncanakan terlebih dahulu

itu tidak diberlakukan terhadap mereka yang telah turut serta dalam tindak-tindak

pidana tersebut. Jika turut serta dalam tindak pembunuhan biasa seperti yang

diatur dalam pasal 338 KUHP hingga sesuai dengan ketentuan pasal 55 KUHP,

maka keturutsertaanya tersebut dapat diancam pidana penjara selama-lamanya

lima belas tahun, sedangkan mereka yang turut serta dalam pembunuhan anak

dengan direncanakan lebih dulu seperti dalam pasal 342, pasal 340 dan pasal 55

KUHP mereka dapat diancam dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau

pidana sementara selama-lamanya dua puluh tahun.18

7. Pembunuhan Atas Permintaan Sendiri

Pembunhan atas permintaan korban terdapat dalam pasal 344 KUHP yang

berbunyi :

“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiriyang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidanapenjara paling lama dua belas tahuan.”

Dari rumusan di atas dapat diketahui bahwa pasal tersebut tidak mempunyai

unsur obyektif melainkan hanya mempunyai unsur obyektif yaitu menghilangkan

nyawa atas permintaan orang itu sendiri. Tidak disebutkannya “dengan sengaja”

dalam pasal ini tidak berarti tidak diisyaratkan adanya kesengajaan. Kesengajaan

sudah terbenih di dalam rumusan itu sendiri.19 Unsur adanya permintaan yang

sifatnya tegas dan sungguh-sungguh dari korban merupakan dasar yang

18 Ibid. h. 6919 Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu, Op. cit h. 60

Page 62: Skripsi m tohir 072211024

47

meringankan pidana bagi tindak pidana pembunuhan seperti yang diatur dalam

pasal 344 KUHP.20

8. Kesengajaan Mendorong Orang Lain Melakukan Bunuh Diri.

Kesengajaan mendorong orang lain melakukan bunuh diri, merupakan

perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, sesuai

dengan yang tercantum dalam pasal 345 KUHP yang berbunyi :

“Barang siapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri,menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu,diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadibunuh diri”.

Ketentuan pidana yang diatur dalam pasal ini memiliki unsur-unsur :

a) Unsur subjektifnya : dengan sengaja.

b) Unsur objektifnya : mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya

dalam perbuatan itu atau memberi sarana untuk itu, atau orang iru jadi

bunuh diri.

Mendorong orang dengan sengaja untuk bunuh diri merupakan larangan,

jika itu dilakukan maka ia melanggarnya dan mempunyai akibat hukum yaitu

dapat dipidananya pelanggar itu yang tentunya tergantung kepada kenyataan

apakah sesuatu kejadian yang dilarang itu kemuadian benar-benar timbul atau

tidak, yaitu terjadinya bunuh diri.21

9. Tindak Pidana Menyebabkan Atau Menyuruh Menyebabkan Gugurnya

Kandungan Atau Matinya Janin Yang Berada Dalam Kandungan.

20 P.A.F. Lamintang,. Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, Dan Kesehatan.Op. cit. h 7721 Ibid. h 83

Page 63: Skripsi m tohir 072211024

48

Tindak pidana menyebabkan atau menyuruh menyebabkan gugurnya

kandungan atau matinya janin yang berada dalam kandungan oleh wanita yang

mengandung janin itu telah diatur dalam pasal 346 KUHP yang rumusannya

sebagai berikut :

“Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikankandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu. Diancam denganpidana penjara paling lama empat tahun.”

Ketentuan pidana yang diatur dalam pasal ini memiliki unsur-unsur :

a) Unsur subjektifnya : dengan sengaja.

b) Unsur objektifnya : menggugurkan kandungan atau membiarkan orang lain

untuk itu.

Dari unsur subjektif yang pertama diatas dapat diketahui bahwa laranga

untuk melakukan tindakan-tindakan seperti yang disebutkan dalam pasal 346

KUHP itu sebenarnya ditujukan kepada wanita yang mengandung janin, yang

menjadi objek dari tindak pidana pengguguran atau pembunuhan seperti

dimaksudkan oleh pembentuk undang-undang didalam ketentuan pidana yang

telah dirumuskan dalam pasal 346 KUHP. Karena perbuatan menyebabkan gugur

atau matinya janin didalam kandungan, ketentuan pidana tersebut juga dapat

dilakukan orang lain yang suruh untuk berbuat demikian. Orang lain yang

menyebabkan gugur atau matinya janin yang dikandung oleh seorang wanita itu

tidak dapat dituntut karena telah melakukan sesuatu bentuk keturutsertaan

(deelneming) dalam tindak pidana menurut pasal 346 KUHP, melainkan ia dapat

dituntut karena bersalah telah melanggar larangan-larangan yang diatur dalam

pasal 347, pasal 348 dan pasal 349 KUHP, yakni pada kenyataan apakah ia

Page 64: Skripsi m tohir 072211024

49

merupakan orang yang secara limitatif telah disebutkan dalam pasal 349 KUHP

(dokter, bidan atau peramu obat-obatan) atau tidak.22

10. Tindak Pidana Menyebabkan Gugurnya Tanggunggan Atau Matinya Janin

Yang Berada Dalam Kandungan, Dengan Ijin Atau Tanpa Ijin Wanita Yang

Mengandung .

Undang-undang telah mengatur hal ini dalam pasal 347 ayat (1) yang

berbunyi :

“Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandunganseorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjarapaling lama dua belas tahun.”

Adapun tindak pidana yang menyebabkan gugurnya kandungan atau

matinya janin yang berada dalam kandungan seorang wanita dengan ijin wanita

itu sendiri, oleh undang-undang telah diatur dalam pasal 348 ayat (1) yang

berbunyi

“Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandunganseorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjarapaling lama lima tahun enam bulan.”

Dilihat dari rumusan kedua ketentuan pidana diatas mempunyai unsur yang

sama yaitu :

a) Unsur subjektif: dengan sengaja.

b) Unsur objektif: menyebabkan gugur, menyebabkan mati

Perbedaan dari kedua pasal tersebut dilakukan tanpa ijin dan dilakukan

dengan seijin wanita yang bersangkutan. Menurut rumusannya didalam undang-

undang terletak dibelakang unsur dengan sengaja (opzettelijk) hingga unsur-unsur

22 P.A.F. Lamintang,. Loc, cit

Page 65: Skripsi m tohir 072211024

50

pertama itu harus dianggap sebagai diliputi juga oleh unsur opzet, artinya bahwa

pelaku harus mengetahui dengan pasti bahwa wanita yang mengandung itu

dengan tegas telah memberikan ijinnya atau telah menyatakan penolakannya

terhadap maksud pelaku untuk menggugurkan atau menyebabkan matinya janin di

dalam kandungan maka jika tidak terbukti dengan tegas memberikan ijinnya atau

tegas menyatakan penolakannya, perbuatan menggugurkan atau menyebabkan

matinya janin yang berada dalam kandungan wanita itu harus dipandang sebagai

telah dilakukan oleh pelaku tanpa seijin wanita yang bersangkutan.23

11. Keterlibatan Seorang Dokter, Bidan atau Ahli Meramu Obat-Obatan dalam

Tindak Pidana Pengguguran Kandungan atau Menyebabkan Matinya Janin

yang Berada dalam Kandungan

Masalah ini diatur dalam pasal 349 KUHP yang rumusannya berbunyi:

“Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatanberdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salahsatu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan pasal 348 maka pidanayang ditentukan dalam pasal ini dapat ditambah dengan sepertiga dan dapatdicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatandilakukan. “

Dalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 349 KUHP diatas,

pembentuk undang-undang hanya ingin mengatakan bahwa pidana-pidana yang

diancam dalam pasal 346, pasal 347, dan pasal 348 KUHP itu dapat diperberat

dengan sepertinganya bagi dokter, bidan atau ahli meramu obat-obatan jika

mereka itu:

a) Dengan sengaja telah memberikan bantuan mereka pada waktu seorang

wanita dengan sengaja menyebabkan gugur atau matinya janin yang ada

23 Ibid ,. h 106

Page 66: Skripsi m tohir 072211024

51

dalam kandungannya, atau pada waktu wanita tersebut menyuruh orang lain

menyebabkan gugur atau matinya janin yangnberada dalam kandungannya

ataupun dengan sengaja telah memberikan kesempatan, sarana, atau

keterangan kepada wanita itu untuk melakukan kejahatan-kejahatan tersebut

diatas.

b) Dengan sengaja telah menyebabkan gugurnya kandungan atau menyebabkan

matinya janin yang berada dalam kandungan seorang wanita, baik perbuatan

itu telah mereka lakukan dengan seijin maupun tanpa izin dari wanita yang

bersangkutan.

c) Dengan sengaja telah memberikan bantuan mereka pada waktu orang lain

menyebabkan gugurnya kandungan atau menyebabkan matinya janin yang

berada dalam kandungan seorang wanita ataupun dengan sengaja telah

memberikan kesempatan, sarana atau keterangan kepada orang lain untuk

melakukan perbuatannya tanpa seizin maupun tanpa izin dari wanita yang

bersangkutan.24

D. Sanksi pidana Menurut Hukum Positif

Pada dasarnya kepada seseorang pelaku suatau tindak pidana harus

dikenakan akibat suatu hukum. Akibat hukum itu pada umumnya berupa

hukluman pidana. Akan tetapi ada kalanya dikenakan suatu hukuman yang

sebenarnya tidak merupakan pidana, melainkan suatu tindakan tertentu atau suatu

kewajiban yang mirip dengan hukuman perdata.25

24 Ibid. h 10925 E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, op. Cit.. h.452.

Page 67: Skripsi m tohir 072211024

52

Di dalam KUHP, pidana-pidana yang ditentukan ada dua jenis, yaitu pidana

pokok dan pidana tambahan. Sistem hukuman yang tercantum dalam Pasal 10

KUHP menyatakan bahwa hukuman yang dapat dikenakan kepada seseorang

pelaku tindak pidana terdiri dari :

1. Hukuman Pokok (hoofdstraffen).

a. Hukuman mati.

b. Hukuman penjara.

c. Hukuman kurungan.

d. Hukuman denda.

e. Pidana tutupan (berdasarkan Undang-undang RI No. 20 Tahun 1946 Berita

Negara RI tahun kedua No. 24 tanggal 1 dan 15 November 1946)26

2. Hukuman Tambahan (bijkomende straffen)

a. Pencabutan beberapa hak tertentu.

b. Perampasan barang-barang tertentu.

c. Pengumuman putusan Hakim.27

Adapun penjelasan masing-masing dari hukuman di atas adalah sebagai

berikut :

1) Hukuman mati.

Pidana mati adalah pidana yang terberat dari semua pidana, sehingga hanya

diancam kepada kejahatan yang amat berat saja. Tujuan dari menjatuhkan dan

menjalankan hukuman mati selalu diarahkan kepada khalayak ramai agar mereka,

dengan ancaman hukuman mati, akan takut melakukan perbuatan-perbuatan

26 Rudy T. Erwin dan J.T.Prasetyo, Himpunan Undang-undang dan Peraturan-peraturanHukum Pidana, Jilid I ,Jakarta: Aksara Baru, 1980,, h. 236-238.

27 Leden Marpaung, Asas,Teori, Praktek, Hukum Pidana, op. Cit. h. 107

Page 68: Skripsi m tohir 072211024

53

kejam yang akan mengakibatkan mereka dihukum mati. Berhubung dengan inilah

pada zaman dahulu hukuman mati dilaksanakan di muka umum.28kejahatan yang

dijatuhi ancaman hukuman mati antara lain pembunuhan berencana dalam pasal

340 KUHP.

2) Hukuman penjara.

Menurut P A F Lamintang, yang dikutip oleh Dwija Prayitna

mengemukakan Pidana penjara adalah suatu pidana berupa pembatasan kebebasan

bergerak dari seorang terpidana yang dilakukan dengan menutup orang tersebut di

dalam lembaga pemasyarakatan, dengan mewajibkan orang itu untuk mentaati

semua peraturan tata tertib yang berlaku di dalam lembaga pemasyarakatan , yang

dikaitkan dengan suatu tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar

peraturan tersebut.29 Penjara adalah suatu tempat yang khusus dibuat dan

digunakan para terhukum dalam menjalankan hukumannya sesuai putusan Hakim.

Pemerintah Indonesia mengubah fungsi penjara menjadi “Lembaga

Pemasyarakatan”. Artinya para terhukum ditempatkan bersama dan proses

penempatan serta kegiatannya sesuai jadwal sejak terhukum masuk lembaga di

samping lamanya menjalani hukuman itu. Kegiatan sehari-hari dilakukan secara

terstruktur seperti kewajiban mengikuti bimbingan mental rohani dan ketrampilan.

Pidana penjara adalah seumur hidup atau selama waktu tertentu ( pasal 12

ayat (1) KUHP ), penjara selama waktu tertentu paling pendek adalah satu hari

dan paling lama lima belas tahun berturut-turut ( pasal 12 ayat (2) KUHP ).

28 Wiryono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, Bandung: Eresco,1989. h. 163

29 Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Bandung: RefikaAditama, 2006. h.71

Page 69: Skripsi m tohir 072211024

54

3) Pidana Kurungan

Hukuman kurungan lebih ringan daipada hukuman penjara.lebih ringan

antara lain dalam melakukan pekerjaan yang diwajibkan dan kebolehan membawa

peralatan yang dibutuhkan terhukum sehari-hari. Hukuman kurungan

dilaksanakan dengan batasan paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun,

sesuai dengan pasal 18 KUHP yang merumuskan sebagai berikut :

a) lamanya hukuman kurungan sekurang-kurangnya satu hari dan paling lama

satu tahun.

b) Hukuman tersebut dapat dijatuhkan untuk paling lama satu tahun empat bulan

jika ada pemberatan pidana yang disebabkan karena gabungan kejahatan atau

pengulangan, atau ketentuan pada pasal 52 dan 52a.

c) Hukuman kurungan itu sekali-sekali tidak boleh melebihi waktu tahun empat

bulan.

4) Hukuman denda.

Pidana denda adalah hukuman berupa kewajiban, seseorang untuk

mengembalikan keseimbangan hukum atau menebus dosa-sosanya dengan

pembayaran sejumlah uang tertentu.30 Jumlah yang dapat dikenakan pada

hukuman denda ditentukan minimum dua puluh lima sen sedang ketentuan

maksimumnya tidak ada ketentuan. Mengenai hukuman denda diatur dalam pasal

30 KUHP yang berbunyi sebagai berikut :

a) Denda paling sedikit adalah dua puluh lima sen.

b) Jika denda tidak dibayar lalu diganti dengan kurungan.

30 E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, op. cit. h.479

Page 70: Skripsi m tohir 072211024

55

c) Lamanya kurungan pengganti paling sedikit adalah satu hari dan paling lama

enam bulan.

d) Dalam putusan hakim lamanya kurungan pengganti ditetapkan demikian; jika

dendanya lima puluh sen atau kurang dihitung satu hari; jika lebih dari lima

puluh sen , tiap-tiap lima puluh sen dihitung paling banyak satu hari,

demikian pula sisanya yang tidak cukup lima puluh sen.

e) Jika ada pemberatan denda, disebabkan karena pemberatan atau pengulangan,

atau karena ketentuan pasal 52 dan 52a, maka kurungan pengganti paling

lama dapat menjadi delapan bulan.

f) Kurungan pengganti sekali-sekali tidak boleh lebih dari delapan bulan.31

5) Pidana Tutupan

Pidana tutupan sebagai pidana pokok muncul melalui UU No 2 Tahun 1946

Berita RI.II. No 24. dalam pasal 1 Undang-undang tersebut ditambahkan jenis

pidana tutupan untuk KUHP dan KUHPM. Pidana ini ditujukan bagi pelaku yang

melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara, akan tetapi

terdorong oleh maksud yang patut dihormati. Jika tindakan, cara, dan akibat

tindakan itu wajar dijatuhi hukuamn penjara, maka pidana tutupan tidak berlaku.32

Sedangkan untuk Hukuman Tambahan (bijkomende straffen) menurut aturan

umum kodifikasi hukum pidana tambahan ini dijatuhkan bersama-sama dengan

pidana pokok, sesuai dengan kata “tambahan” yang diletakkan di belakang kata

pidana, maka pidana tambahan itu hanya dapat ditetapkan di samping pidana

utama atau pidana pokok. Penjatuhan hukuman tambahan ini biasanya bersifat

31 Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta; PT Bumi Aksara, 2007. h.1632 E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Op. Cit. h.477

Page 71: Skripsi m tohir 072211024

56

fakultatif, artinya dapat dijatuhkan dalam hal-hal yang ditentukan oleh Undang-

undang, tetapi tidaklah merupakan suatu keharusan. Dan hakimpun tidak harus

menjatuhkan hukuman tambahan.

a) Pencabutan beberapa hak tertentu.

Dalam hal pencabutan beberapa hak tertentu telah diatur dalam pasal 35

KUHP yang berbunyi :

( 1 ) Hak-hak terpidana yang putusan hakim dapat dicabut dalam hal-hal yang

ditentukan dalam kitab undang-undang ini, atau dalam aturan umum yang

lain ialah :

1. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu;

2. Hak memasuki angkatan bersenjata;

3. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan

aturan-aturan umum;

4. Hak menjadi penasehat hukum atau pengurus atas penetapan

pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu, atau

pengampu pengawas, atas orang yang bukan anak sendiri;

5. Hak menjalankan kekuasaan bapak atau pengampuan atas anak sendiri;

6. Hak menjalankan mata pencaharian tertentu.

( 2 ) Hakim tidak berwenang memecat seorang pejabat dari jabatannya, jika

dalam aturan-aturan khusus ditentukan penguasa lainuntuk pemecatan itu.

Di luar hak-hak yang ditentukan dalam pasal 35 tersebut, hakim tidak

berwenang mencabutnya sebagai pidana tambahan. Hak menjadi suami istri, hak

memeluk agama, hak berpolitik, dan lain sebagainya. Bagi mereka yang dicabut

Page 72: Skripsi m tohir 072211024

57

haknya seperti tersebut di atas, akan tetapi masih melakukan hak tersebut,

diancam dengan pidana penjara maksimum sembilan bulan atau denda maksimum

15 x Rp. 600,-.( pasal 227 KUHP )33 . sedangkan lamaya pencabutan hak ini

ditentukan dalam pasal 38 KUHP yaitu dalam hal hukuman mati atau penjara

seumur hidup adalah selama hidupnya, dalam hal pidana penjara untuk waktu

tertentu atau pidana kurungan , lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan

paling banyak lima tahun lebih lama dari pidana pokoknya, dan untuk hal pidana

denda lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun.

b) Perampasan barang-barang tertentu.

Karena putusan suatu perkara mengenai diri terpidana, maka barang yang

dirampas itu adalah barang hasil kejahatan atau barang milik terpidana yang

digunakan untuk melaksanakan kejahatannya.34 Hal ini telah diatur dalam pasal 39

KUHP yang berbunyi sebagai berikut ;

1. Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau

sengaja dipergunakan untuk kejahatan, dapat dirampas;

2. Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan

disengaja, atau karena pelanggaran, dapat juga dirampas seperti di atas,

tetapi hanya dalam hal-hal yang ditentukan dalam undang-undang.

3. Perampasan dapat juga dilakukan terhadap orang yang bersalah yang oleh

hakim diserahkan kepada Pemerintah , tetapi hanya atas barang-barang yang

telah disita.35

c) Pengumuman Keputusan Hakim

33 Ibid. h. 48334 Leden Marpaung, Asas,Teori, Praktek, Hukum Pidana, h. 112.35 Moeljatno, Op. Cit. h. 20.

Page 73: Skripsi m tohir 072211024

58

Hukuman tambahan ini dimaksudkan untuk mengumumkan kepada

khalayak ramai agar dengan demikian masyarakat umum lebih berhati-hati

terhadap si terhukum. Pada akhirnya pasal 43 KUHP menentukan apabila

diputuskan pengumuman putusan hakim, maka harus ditentukan pula cara

mengumumkan ini dan biayanya harus dipikul oleh si terhukum.36

Dari penjelasan-penjelasan diatas dapat diperinci lagi bahwa Sanksi bagi

pelaku tindak pidana pembunuhan adalah sebagai berikut:

a. Pembunuhan Sengaja

1) Pembunuhan pasal 338

2) Pembunuhan dengan pemberatan pasal 339, dengan hukuman penjara seumur

hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.

3) Pembunuhan berencana pasal 340, dengan hukuman mati atau hukuman seumur

hidup atau penjara selama-lamanya dua puluh tahun.

4) Pembunuhan bayi oleh ibunya pasal 341, dengan hukuman selamalamanya

tujuh tahun.

5) Pembunuhan bayi berencana pasal 342, dengan hukuman selamalamanya

sembilan tahun.

6) Pembunuhan atas permintaan yang bersangkutan pasal 344, dengan penjara

selama-lamanya dua belas tahun.

7) Membujuk atau mengajak orang agar bunuh diri pasal 345, dengan hukuman

penjara selama-lamanya empat tahun.

8) Pengguguran kandungan dengan izin ibunya pasal 346, dengan hukuman

penjara selama-lamanya empat tahun.

36 Wiryono Prodjodikoro, Op. Cit. h. 76

Page 74: Skripsi m tohir 072211024

59

9) Pengguguran kandungan tanpa izin ibunya pasal 347, dengan hukuman penjara

selama-lamanya dua belas tahun. Dan kalau perempuan itu yang mati maka,

dijatuhi hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.

10) Matinya kandungan dengan izin perempuan yang mengandungnya pasal 348,

dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan. Jika

perempuan itu mati , ia dihukum dengan hukuman selama-lamanya tujuh tahun.

11) Dokter/bidan/tukang obat yang membantu pengguguran/ matinya kandungan

Pasal 349, maka pidana yang ditentukan dalam pasal 346,347,348 dapat di

tambah dengan sepertiga dan dapat di cabut hak untuk menjalankan pencaharian

dalam mana kejahatan di lakukan.

b. Pembunuhan Tidak Sengaja

Untuk pembunuhan tidak sengaja atau pembunuhan karena kesalahan

ditentukan dalam pasal 359, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun.

Apabila ketentuan di atas juga dibuat sebuah daftar, maka hasilnya adalah

sebagai berikut :

No Jenis Pembunuhan Pasal Akibat Sanksi

1 Pembunuhan biasa 338 Kematian 15 tahun

2 Pembunuhan dengan

pemberatan

339 Kematian seumur hidup

atau 20 tahun

3 Pembunuhan berencana 340 Kematian hukuman mati

atau seumur hidup

atau 20 tahun

4 Pembunuhan bayi oleh 341 Kematian 7 tahun

Page 75: Skripsi m tohir 072211024

60

Ibunya

5 Pembunuhan bayi oleh

Ibunya secara berencana

342 Kematian 9 tahun

6 Pembunuhan atas

Permintaan sendiri

344 Kematian 12 tahun

7 Penganjuran agar bunuh

Diri

345 Kematian 4 tahun

8 Pengguguran kandungan :

- oleh si Ibu

- oleh orang lain tanpa izin

perempuan yang

mengandung

- oleh orang lain dengan

izin perempuan yang

mengandung

346

347

348

-Kematian

bayi

-Kematian

bayi

-Kematian ibu

-Kematian

bayi

-Kematian ibu

4 tahun

12 tahun

15 tahun

5 tahun 6 bulan

7 tahun

9 Dokter/bidan/tukang obat

yang membantu

pengguguran/ matinya

kandungan

349 -Kematian

bayi

-Kematian ibu

pidana yang

ditentukan dalam

pasal 346,347,348

di tambah dengan

1/3 dan dapat di

cabut hak untuk

Page 76: Skripsi m tohir 072211024

61

menjalankan

pencaharian

10 Pembunuhan karena

kesalahan / tidak sengaja

359 -kematian 5 tahun

E. Ketentuan Pemberian Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan

menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999

Memang Keppres RI No. 174 Tahun 1999 tidak mengkhususkan pemberian

remisi kepada tindak pidana pembunuhan semata, tetapi pasal-pasal yang

terkandung dalam keppres ini menjelaskan remisi untuk tindak pidana umum

termasuk di dalamnya adalah tindak pidana pembunuhan. Sehingga dari

penjelasan yang sudah dijelaskan sebelumnya pembunuhan mencakup hukuman

pidana sementara dan pidana mati atau seumur hidup, sedangkan pembunuhan

yang mencakup ancaman hukuman pidana sementara adalah pembunuhan yang

sudah dijelaskan di KUHP mulai pasal 338 sampai pasal 349, lain pasal 339 dan

340, karena ancaman pidana yang diancamkan bersifat pidana seumur hidup,

bahkan bisa juga terkena hukuman pidana mati dengan alasan pembunuhannya

yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu. Dalam pelaksanaanya, remisi bisa

diberikan kepada pelaku pembunuhan dengan syarat mempunyai kelakuan baik

Page 77: Skripsi m tohir 072211024

62

ketika dalam masa penahanan, untuk ketentuan remisinya terdapat pada pasal 4

ayat (1) dan (2), pasal 5 ayat (1) dan (2) keppres RI No. 174 Tahun 1999.

Dalam hal pemberian remisi terhadap tindak pidana pembunuhan terhadap

tindak pidana yang diancam dengan pidana sementara dapat di jelaskan dalam

Pasal empat ( 4 ) Keppres RI No. 174 Tahun 1999 yaitu :

(1) Besarnya remisi umum adalah:

1. 1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani

pidana selama 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan; dan

2. 2 (dua) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani

pidana selama 12 (duabelas) bulan atau lebih.

(2) Pemberian remisi umum dilaksanakan sebagai berikut:

1. pada tahun pertama diberikan remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1);

2. pada tahun kedua diberikan remisi 3 (tiga) bulan;

3. pada tahun ketiga diberikan remisi 4 (empat) bulan;

4. pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan remisi 5 (lima)

bulan; dan

5. pada tahun keenam dan seterusnya diberikan remisi 6 (enam bulan)

setiap tahun.

Selain itu pemberian remisi terhadap tindak pidana pembunuhan terhadap

tindak pidana yang diancam dengan pidana sementara dapat di jelaskan dalam

Pasal lima (5) Keppres RI No. 174 Tahun 1999 yaitu :

(1) Besarnya remisi khusus adalah:

Page 78: Skripsi m tohir 072211024

63

1. 15 (lima belas) hari bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah

menjalani pidana selama 6. (enam) sampai 12 (dua belas) bulan; dan

2. 1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telah menjalani

pidana selama 12 (dua belas) bulan atau lebih.

(2) Pemberian remisi khusus dilaksanakan sebagai berikut:

1. pada tahun pertama diberikan remisi sebagaimana dimaksudkan dalam

ayat (1);

2. pada tahun kedua dan ketiga masing-masing diberikan remisi 1 (satu)

bulan;

3. pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan remisi 1 (satu)

bulan 15 (lima belas) hari; dan

4. pada tahun keenam dan seterusnya diberikan remisi 2 (dua) bulan setiap

tahun.

Sedangkan Pelaksanaan remisi bagi kasus pembunuhan dengan masa tahanan

seumur hidup yaitu Tindak pidana pembunuhan dengan direncanakan terlebih

dahulu yang diatur dalam pasal 340 yang berbunyi :

Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas

orang lain, diancam karena pembunuhan berencana dengan pidana mati atau

dengan pidana seumur hidup, atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh

tahun.

Ketentuan remisinya terdapat pada pasal 9 ayat 1 sampai 4 Keppres RI No.

174 Tahun 1999, yaitu :

Page 79: Skripsi m tohir 072211024

64

(1) Narapidana yang dikenakan pidana penjara seumur hidup dan telah

menjalani pidana paling sedikit 5 (lima) tahun berturut-turut serta

berkelakuan baik, dapat diubah pidananya menjadi pidana penjara

sementara, dengan lama sisa pidana yang masih harus dijalani paling lama

15 (lima belas) tahun.

(2) Perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjara sementara

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan

Presiden.

(3) Permohonan perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana

penjara sementara diajukan oleh Narapidana yang bersangkutan kepada

Presiden melalui Menteri Hukum dan Perundang-undangan.

(4) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan permohonan perubahan pidana

seumur hidup menjadi pidana sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat

(3) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-

undangan.

Page 80: Skripsi m tohir 072211024

65

BAB IV

ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TENTANG PEMBERIAN REMISI

TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN.

A. Analisis Pemberian Remisi Terhadap Pelaku Tindak Pidana

Pembunuhan menurut Keppres RI No 174 tahun 1999.

Pada dasarnya penjatuhan pidana ( hukuman ) bukan semata-mata

pemberian efek jera tetapi juga sebagai bimbingan dan pembinaan. Hukuman

terhadap pelanggar hukum dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan ( Lapas ),

yang dikenal sebagai pembinaan dalam lembaga, dengan tujuan agar para

pelanggar hukum dapat menyadari kesalahannya dan tidak mengulangi

perbuatannya kembali, serta dapat kembali ke masyarakat dan menjalani fungsi

sosialnya dengan baik. Seseorang yang diputus pidana penjara berkedudukan

sebagai narapidana. Dalam hal ini pidana penjara seseorang ditempatkan di

Lembaga Pemasyarakatan guna mendapatkan pembinaan.

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia adalah

Departemen Pemerintah yang mengurusi pelayanan publik kepada masyarakat.

Dimana Departemen Hukum Dan HAM membawahi Direktorat Jenderal

Pemasyarakatan yang membawahi Lapas. Lapas merupakan bagian Pemerintah

yang menjalankan pelayanan publik. Sejarah kepenjaraan yang berkembang dari

zaman penjara sampai pada sistem pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan

merupakan bentuk penegakan hak asasi manusia yang mengutamakan pelayanan

hukum dan pembinaan narapidana. Pelayanan hukum dan pembinaan narapidana

Page 81: Skripsi m tohir 072211024

66

ini merupakan suatu pelayanan publik Pemerintah yang diberikan kepada

masyarakat

Adapun hak-hak yang dimiliki oleh Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)

yang diatur dalam Pasal 14 ayat (1 ) Undang- undang No.12 tahun 1995 yaitu :

a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya.

b. Mendapatkan perawatan baik perawatan jasmani maupun perawatan

rohani.

c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran.

d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak.

e. Menyampaikan keluhan.

f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media masa lainnya

yang tidak dilarang.

g. Mendapatkan upah dan premi atas pekerjaan yang dilakukan.

h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu

yang lainnya.

i. Mendapatkan pengurangan masa pidana ( remisi ).

j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi

keluarga.

k. Mendapatkan pembebasan bersyarat

Page 82: Skripsi m tohir 072211024

67

l. Mendapatkan cuti menjelang bebas dan;

m. Mendapatkan hak- hak lain sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Bagi narapidana yang berkelakuan baik berhak mendapatkan pengurangan

masa pidana ( remisi ) seperti terdapat dalam ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf I

Undang- undang Nomor 12 Tahun 1995 tersebut. Remisi diberikan setelah

seseorang telah dihukum terlebih dahulu. Hukuman yang dimaksud disini yaitu

hukuman penjara menurut PAF Lamintang pidana penjara adalah suatau pidana

berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana yang dilakukan

dengan menutup orang tersebut dalam suatu lembaga pemasyarakatan1. Setiap

narapidana dan anak pidana yang menjalani pidana penjara sementara dan pidana

kurungan dapat diberi remisi apabila yang bersangkutan berkelakuan baik selama

menjalani pidana, inilah setidaknya yang tercantum dalam pasal 1 ayat ( 1)

Keppres RI. No 174 tahun 1999. Yang berbunyi “ Setiap narapidana dan anak

pidana yang menjalani pidana penjara sementara dan pidana kurungan dapat

diberikan remisi apabila yang bersangkutan berkelakuan baik selama menjalani

pidana”. Sehingga jika ditafsirkan maka jika narapidana atau anak pidana yang

berkelakuan baik dapat menerima remisi tanpa harus dia meminta. Pertanyaannya

apakah semudah itu untuk mendapatkan remisi dengan berkelakuan baik

sedangkan berkelakuan baik itu tidak dijelaskan dalam keppres ini.

Remisi diberikan karena merupakan salah satu sarana hukum yang

penting dalam rangka mewujudkan tujuan sistem pemasyarakatan, selain itu

1 Dwidja priyatno, op. cit. h. 71

Page 83: Skripsi m tohir 072211024

68

remisi diberikan karena negara Indonesia menjamin kemerdekaan tiap–tiap

penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing, termasuk setiap narapidana,

sehingga tidak terjadi diskriminasi dalam hal hak asasi manusia. Dalam rangka

pelaksanaan hak-hak narapidana, Pemerintah memberikan kesempatan kepada

narapidana untuk memperbaiki diri selama menjalani hukumannya sehingga

diharapkan dapat menyesali dan ketika keluar dari penjara dapat diterima kembali

ke tengah-tengah kehidupan bermasyarakat.

Di Indonesia sendiri Pemerintah mempunyai tiga jenis remisi menurut

Keppres RI No 174 tahun 1999 , yaitu remisi umum yang mana diberikan setiap

tanggal 17 Agustus atau hari proklamasi kemerdekaan RI, yang kedua yaitu remisi

khusus yang mana diberikan pada tiap hari besar keagamaan, dan yang ketiga

yaitu remisi tambahan yang mana diberikan jika berbuat jasa kepada negara

ataupun melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara ataupun

kemanuusiaan, selain itu juga membantu kegiatan pembinaan di Lembaga

Pemasyarakatan.

Jika kita melihat lagi tentang syarat pemberian remisi di bab sebelumnya

dapat diperjelas lagi melalui tabel dibawah ini :

Jenis remisi Banyaknya

remisi

Syarat-Syarat

( Lama Menjalani Hukuman )

Remisi Umum 1 bulan

2 bulan

3 bulan

4 bulan

6 sampai12 bulan

12 bulan / lebih

2 tahun

3 tahun

Page 84: Skripsi m tohir 072211024

69

5 bulan

6 bulan

4 atau 5 tahun

6 tahun dan seterusnya

Remisi

Khusus

15 hari

1 bulan

1 bulan 15 hari

2 bulan

6 sampai 12 bulan

12 bulan atau lebih

4 sampai dengan 5 tahun

6 tahun dan seterusnya

Remisi

tambahan

½ dari remisi

umum

1/3 dari remisi

umum

-Berbuat jasa kepada negara

-berbuat yang bermanfaat bagi negara

dan kemanusiaan.

-membantu kegiataan pembinaan di

lembaga pemasyarakatan sebagai

pemuka.

Dengan melihat kriteria yang harus dipenuhi oleh setiap narapidana

ataupun anak pidana maka kretiria yang paling jelas yaitu narapidana ataupun

anak pidana tersebut telah menjalani hukuman minimal enam bulan. Dengan

demikian bagi narapidana yang dijatuhi hukuman dibawah enam bulan tentu tidak

akan pernah mendapatkan remisi. Tentu jika dilihat dari segi keadilan dirasa

kurang karena sama-sama menjalani hukuman tetapi tidak mendapat remisi.

Sehingga menurut penulis seharusnya perlu adanya peraturan khusus bagi

narapidana maupun anak pidana yang mendapat hukuman dibawah 6 bulan seperti

halnya tidak diletakkan di dalam penjara tetapi diletakkan di tempat yang

Page 85: Skripsi m tohir 072211024

70

memberikan pelatihan ketrampilan seperti halnya balai latihan kerja tetapi

tetap harus mendapat pengawasan dari pihak yang berwenang.

Jelas bahwa yang perlu dicermati dari tabel diatas adalah adanya batas

minimum hukuman bagi narapidana atau anak pidana untuk mendapatkan remisi

yaitu sudah menjalani hukuman minimal 6 bulan penjara. Jadi bagi narapidana

dan anak pidana yang mendapat hukuman dibawah 6 bulan tidak akan

mendapatkan remisi. Didalam Keppres RI No. 174 Tahun 1999 tidak

mengkhususkan pemberian remisi kepada tindak pidana pembunuhan semata,

tetapi pasal-pasal yang terkandung dalam keppres ini menjelaskan remisi untuk

semua tindak pidana umum termasuk di dalamnya adalah tindak pidana

pembunuhan.

Jika melihat di dalam pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) khususnya pasal-pasal tentang pembunuhan, sanksi yang

diancamkan minimal 4 tahun ( pasal 345 dan 346 KUHP ) dan maksimal

hukuman mati atau seumur hidup ( pasal 339 dan 340 KUHP ) sehingga dengan

demikian sudah jelas bahwa setiap narapidana atau anak pidana yang melakukan

tindak pidana pembunuhan pasti mendapat remisi jika dilihat dari lamanya

hukuman yang dijalani yakni lebih dari 6 bulan penjara asalkan ia berkelakuan

baik selama menjalani hukumannya.

Tetapi didalam Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-Undangan

Republik Indonesia Nomor : M.09.Hn.02.01 Tahun 1999 Tentang Pelaksanaan

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 174 Tahun 1999 Tentang Remisi

terutama pada pasal 1 ayat 5 yang berbunyi : ” Narapidana yang berkelakuan baik

Page 86: Skripsi m tohir 072211024

71

ialah Narapidana yang mentaati peraturan yang berlaku dan tidak dikenakan

tindakan disiplin yang dicatat dalam buku register F selama kurun waktu yang

diperhitungkan untuk pemberian remisi.”2 Menurut penulis perbuatan baik itu

mempunyai makna yang luas, karena bisa saja perbuatan baik itu ditafsirkan

berbuat baik kepada kalapas atau sipir-sipir penjara yang tiap hari bersinggungan

sehingga muncul celah untuk melakukan hal-hal yang curang seperti penyuapan

kepada petugas agar ia mendapatkan remisi. Tentu ini bukanlah perbuatan yang

bisa disebut berkelakuan baik untuk benar-benar mendapat remisi. Sehingga perlu

adanya spesifikasi berkelakuan baik dan jika perlu bagi terpidana yang tertangkap

melakukan kerja sama dengan petugas harus diberi sanksi berupa penambahan

masa hukuman sehingga dia benar-benar jera. Termasuk sanksi kepada aparat

yang bersangkutan bila perlu diberhentikan secara tidak hormat karena telah

membantu seseorang yang telah bersalah dan sedang menjalani hukuman.

Dengan adanya remisi umum dan remisi khusus menurut Keppres RI No

174 tahun 1999 maka menurut penulis terpidana bisa saja dalam satu tahun

dimungkinkan mendapat dua kali remisi, ini karena selain berkelakuan baik remisi

umum diberikan setiap tanggal 17 agustus atau hari kemerdekaan negara, dan

remisi khusus diberikan setiap hari besar agama yang dianut oleh terpidana

sehingga menurut penulis dengan mendapatkan dua kali remisi maka jelas akan

mengurangi hukuman yang telah dijatuhkan oleh hakim, dengan demikian putusan

hakim yang bersifat tetap dalam palaksanaannya dapat berubah dengan pemberian

remisi ini, menurut penulis perlu adanya pengetatan pemberian remisi ini agar

2 Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor :M.09.Hn.02.01 Tahun 1999 Tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden RepublikIndonesia Nomor : 174 Tahun 1999 Tentang Remisi

Page 87: Skripsi m tohir 072211024

72

tidak ada kecemburuan di antara narapidana karena jelas tidak mungkin semua

narapidana akan mendapatkan remisi dua kali dalam setahun sehingga gesekan

antar narapidana dapat dihindarkan,

Selain itu Pemerintah juga memberikan remisi tambahan, untuk

mendapatkan remisi tambahan setiap narapidana ataupun anak pidana harus

berbuat jasa,3 dan melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara dan

kemanusiaan,4 serta melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di

Lembaga Pemasyarakatan5. Yang mana perbuatan-perbuatan tersebut tidak

dijelaskan secara terperinci di dalam keppres RI no 174 tahun 1999. Tetapi

dijelaskan di dalam Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-Undangan

Republik Indonesia Nomor : M.09.Hn.02.01 Tahun 1999 pasal 1 ayat 6 dan 7.

Tetapi apakah demikian kenyataannya, sedangkan ia sendiri masih terbatas ruang

geraknya karena hidup didalam penjara sehingga untuk ikut menanggulangi

bencana dirasa tidak mungkin dilakukan diluar penjara. Sehingga menurut penulis

kegiatan-kegiatan kemanusiaan ataupun perbuatan yang bermanfaat bagi negara

yang dilakukan diluar penjara sebaiknya dikhususkan bagi narapidana yang telah

menjalani lebih dari dua pertiga masa hukumannya tentunya sudah mendapat

3 Yang dimaksud dengan berbuat jasa kepada negara adalah jasa yang diberikan dalamperjuangan untuk mempertahankan kelangsungan hidup negara.

4 Perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan antara lain :a. Menghasilkan karya dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

berguna untuk pembangunan dan kemanusiaan.b. Ikut menangg ulangi bencana alam.c. Mencegah pelarian dan gangguan keamanan serta ketertiban di Lembaga

Pemasyarakatan, Rumah Tahanan Negara atau Cabang Rumah Tahanan Negara.d. Menjadi donor organ tubuh dan sebagainya.

5 Yang dimaksud dengan perbuatan yang membantu kegiatan dinas LembagaPemasyarakatan adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seorang Narapidana yangdiangkat sebagai Pemuka Kerja oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan/Rumah TahananNegara/Cabang Rumah Tahanan Negara

Page 88: Skripsi m tohir 072211024

73

predikat berkelakuan baik, sehingga selain berinteraksi dengan dunia luar

narapidanapun diberi kesempatan untuk pencitraan baik bagi dirinya sehingga

setelah bebas nanti dapat diterima dikehidupan masyarakat terlebih bagi

narapidana kasus pembunuhan yang pada umumnya telah di cap sebagai seorang

pembunuh.

Sedangkan syarat ketiga remisi tambahan menurut Keppres RI No 174

tahun 1999, yaitu melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan

dilembaga pemasyarkatan dalam hal ini hanya bagi pemuka kerja yang diangkat

oleh kepala lembaga pemasyarakatan. Menurut penulis syarat ini merupakan

perlakuan khusus karena hanya pemuka kerja yang mendapatkan remisi, itupun

diangkat oleh kepala Lembaga Pemasyarkatan sedangkan kriteria untuk menjadi

pemuka kerja tidak dijelaskan, alangkah lebih baiknya jika narapidanalah yang

menunjuk pemuka kerja tersebut karena bisa saja orang yang diangkat sebagai

pemuka kerja belum tentu dapat diterima oleh narapidana lainnya, sehingga

didalam membantu kegiatan pembinaan bisa berjalan efektif tanpa ada yang iri

dikalangan narapidana.

Sedangkan menurut Keppres RI No 174 Tahun 1999 yang berwenang

memberikan remisi adalah menteri hukum dan ham. Ini sesuai dengan Keputusan

Menteri Hukum Dan Perundang-Undangan RI Nomor : M.09.HN.02.01 Tahun

1999 tentang pelaksanaan Keppres RI No 174 Tahun 1999 Tentang Remisi pasal

2 yakni :

( 1 ) Dalam hal pemberian remisi, Menteri dapat mendelegasikan pelaksanaannya

kepada Kepala Kantor Wilayah.

Page 89: Skripsi m tohir 072211024

74

( 2 ) Penetapan pemberian Remisi seperti dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan

dengan Keputusan Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri.

( 3 ) Segera setelah mengeluarkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(2), Kepala Kantor Wilayah wajib menyampaikan laporan tentang

penetapan pengurangan masa pidana tersebut kepada Menteri cq. Direktur

Jenderal Pemasyarakatan.6

Menurut hemat penulis dengan kewenangan diberikan kepada otoritas

birokrasi maka akan dapat dimungkinkah celah untuk melakukan hal-hal yang tak

sepatutnya dilakukan oleh para napi dengan pemegang otoritas untuk melakukan

suatu kerja sama sehingga mempermudah bagi napi untuk memperoleh remisi

dengan jalan penyuapan dengan sejumlah harta sebagai timbal balik guna

memperoleh remisi. Sehingga perlu adanya pengawasan yang ketat dari pemegang

otoritas tertinggi agar tidak terjadi pelanggaran tersebut.

B. Analisis Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Keppres RI No 174

Tahun 1999 Tentang Pemberian Remisi Kepada Pelaku Tindak Pidana

Pembunuhan.

Memang di dalam hukum pidana Islam tidak dijumpai pengertian remisi

yang sesuai dengan pengertian yang ada di dalam hukum positif di Indonesia.

Karena remisi ini diambil dari serapan bahasa asing yang kemudian digunakan

dalam istilah hukum di Indonesia. Selain itu sistem atau kitab hukum pidana

6 Kepmenhum No : M.09.HN.02.01 Tahun 1999

Page 90: Skripsi m tohir 072211024

75

Indonesia masih mengadopsi dari warisan Belanda, di hukum positif Indonesia

sendiri pengertian remisi diantara kalangan ahli hukum pun berbeda-beda namun

pada dasarnya mempunyai arti yang sama. Tetapi dari beberapa pengertian yang

diberikan di dalam bab sebelumnya itu dapat ditarik kesimpulan sebagai

keringanan / pengurangan / pengampunan hukuman.

Di dalam Islam dikenal dengan adanya syafa’at. Salah satunya adalah yang

dikemukakan oleh Murtadha Muthahari dalam buku karangannya yang berjudul

Keadilan Illahi : Asas Pandangan Dunia Islam, menjelaskan bahwa syafaat dibagi

menjadi dua yaitu syafaat qiyadah ( kepemimpinan )dan syafaat magfirah (

ampunan ). Menurutnya Rasullullah SAW menjadi syafi’ ( perantara syafaat )

bagi amir al-mu’minin dan fathimah al-zahra dan keduanya mnejadi syafi’ bagi

hasan dan husain. Setiap imam menjadi syafi’ bagi imam yang lain, murid-

muridnya dan semua pengikutnya. Hierarki ini tetap terjaga sehingga semua yang

dimiliki oleh para imam ma’shum mereka peroleh melalui perantaraan Rasulullah

yang mulia.7Secara garis besar syafa’at yang datang dari rahmat Allah, sumber

kebaikan dan rahmat disebut sebagai ampunan ( magfiroh) dan yang datang

melalui perantara-perantara rahmat disebut dengan Syafaat.8 Melihat penjelasan

yang dijelaskan di atas penulis sependapat dengan pendapat Murtadha Muthahari,

sehingga penulis memasukkan remisi dalam Islam termasuk juga syafaat.

Hukuman penjara sebenarnya telah ada sejak masa Rasulullah, Ibnu

Qayyim berkata “ penjara secara syara’ bukanlah tahanan ditempat yang sempit,

7 Murtadha Muthahari, Keadilan Ilahi ; Asas Pandangan Dunia Islam, Editor,diterjemahkan oleh Agus Efendi Dari” At adl Al-ilahiy ” Bandung : PT MizanPustaka. 2009.h.254

8 Ibid. h. 262

Page 91: Skripsi m tohir 072211024

76

melainkan tahanan untuk merintangi dan menghalangi tindakan itu sendiri, baik

dirumah, dimasjid, atau berada dikekuasaan lawan, menyerahkannya kepada

lawan dan diawasi oleh lawan. Sedangkan menurut para ahli hukum Indonesia

memaknai penjara sebagai pidana perampasan kemerdekaan tetapi juga

menimbulkan akibat negatif terhadap hal-hal yang berhubungan dirampasnya

kemerdekaan itu sendiri, inilah setidakya yang dikatakan oleb Prof. Barda

Nawawi Arief . Dengan demikian seberapakah efektifkah pidana penjara di

Indonesia bagi perbaikan pelaku mengingat ukuran apakah yang digunakan untuk

menentukan telah adanya tanda-tanda perbaikan atau perubahan sikap pada diri si

pelaku.

Semula penulis menggunakan metode pengqiyasan dengan empat rukunnya

yaitu Pertama, ashal ( asal ), yaitu sesuatu yang dinashkan hukumnya yang

menjadi ukuran atau tempat menyerupakan / mengqiyaskan. Di dalam ushul fiqh

disebut dengan ashal atau (االصل) maqis ‘alaih atau (المقیس علیھ) musyabbah bih ( بھ

Dalam masalah ini yang menjadi ashalnya adalah pembunuhan yang .(مشبھ

diancam qishas dapat gugur dengan adanya suatu pemaafan ataupun

pengampunan dari pihak wali korban. Adapun dalil syar’i nya adalah QS. Al

baqarah 178.

Kedua, Far’u (cabang); yaitu sesuatu yang tidak dinashkan hukumnya

yang diserupakan atau yang diqiyaskan. Di dalam istilah ushul disebut al-far’u

atau (الفرع) al-maqis atau (المقیس) al-musyabbah Remisi merupakan .(المشبھ)

pengurangan masa hukuman kepada Narapidana atau Anak Pidana yang sedang

menjalakan hukumannya sesuai dengan syarat-syarat yang berlaku.

Page 92: Skripsi m tohir 072211024

77

Ketiga, Hukum ashal حكم) yaitu hukum syara’ yang dinashkan pada ;(االصل

pokok yang kemudian akan menjadi hukum pula bagi cabang. Dalam QS Al

Baqarah 178 dijelaskan bahwa Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas

kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka

dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka

Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang

mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af)

membayar (diyat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang

demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat.

Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat

pedih, jadi qishas itu wajib tetapi barang siapa yang mendapat pemaafan atupun

pengampunan maka gugurlah hak qishas tersebut.

Keempat, ‘illat yaitu sebab yang menyambungkan pokok dengan ;(العلة)

cabangnya atau suatu sifat yang ada pada ashal dan sifat yang dicari pada far’u.

Dalam hal ini penulis mengambil beberapa illat dari keduanya antara lain dalam

remisi pembunuhan dengan pengampunan jarimah qishas diyat yaitu sama-sama

meringankan hukuman baik itu berupa penghapusan, pengurangan, memaafkan,

membebaskan, menggugurkan, melepaskan, memberikan dan sebagainya selain

itu itu baik wali korban maupun Presiden sama-sama subyek yang mempunyai

kewenangan untuk memberikan pengampunan kepada pelaku tindak pidana

pembunuhan.

Setelah penulis melakukan metode pengqiyasan ternyata terdapat kelemahan

khususnya mengenai illat dari remisi pembunuhan dengan pengampunan dalam

Page 93: Skripsi m tohir 072211024

78

jarimah qishas diyat, kelemahan itu antara lain pertama dari sifatnya yaitu

pengurangan ( remisi ) dengan pengampunan tidak dapat disamakan mengingat

dari pengertian masing-masing berbeda yakni jika remisi mengurangi tetapi

ampunan jarimah qishas diyat mengampuni ataupun memaafkan meskipun sama-

sama suatu keringanan hukuman, kedua dari waktu pelaksanaan, pemberian remisi

dilakukan setelah terpidana menjalankan hukumannya sedangkan pengampunan

dalam jarimah qishas diyat dapat diberikan secara langsung tanpa harus

menunggu pelaku menjalankan hukuman, ketiga yaitu mengenai subyek pemberi

kewenangan, jika remisi diberikan oleh Presiden melalui Menteri Hukum dan

HAM sedangkan pengampunan diberikan oleh wali korban, padahal antara

Presiden dan wali korban tidak dapat disamakan kedudukannya sebagai wali

karena Presiden bukanlah wali korban.

Berangkat dari pengertian mashlahah murshalah yaitu sesuatu yang

dipandang baik oleh akal, sejalan dengan tujuan syara’ dalam menetapkan hukum

namun tidak ada petunjuk syara’ yang memperhitungkannya dan tidak adapula

petunjuk syara’ yang menolaknya.9 Seperti yang dikemukakan oleh Abd Al

Wahab Al Khallaf yang menyatkan bahwa mashlahah mursalah adalah

mashlahat yang tidak ada dalil syara’ yang datang untuk mengakuinya atau

menolaknya10. Dengan alasan inilah penulis mengkategorikan remisi ini ke dalam

mashlahah mursalah dengan beberapa alasan yaitu hukum remisi tidak tersebut

secara jelas dalam Al Qur’an karena remisi ini bersifat keringanan hukuman

seperti halnya seseorang yang melakukan pembunuhan maka dalam hukum pidana

9 Amir Syarifudin, Ushul Fiqh jilid 2, Jakarta : Kencana , 2009. h. 35410 Ibid, h. 356

Page 94: Skripsi m tohir 072211024

79

islam ada keringanan baginya setelah dia mendapatkan pemaafan ataupun

pengampunan dari pihak wali korban, adapun dalil atau nash Al Qur’an yang

mendukung adalah QS. Al Baqarah ayat 178 yang telah dipaparkan dalam bab II

sebelumnya. Remisi diberikan karena narapidana dinilai berbuat baik dan

menyesali perbuatannya, ini juga sejalan dengan tujuan syara’ yaitu

menghindarkan umat manusia dari kerusakan dan keburukan karena selama

menjalankan hukuman di lembaga pemasyarakatan narapidana diberi bimbingan

maupun pelatihan dan lain-lain dengan maksud agar ia tidak mengulangi dan juga

mau menyesali perbuatannya yang telah dilakukan sebelumya sehingga muncul

rasa tobat, ini iuga menandakan adanya perlindungan jiwa sebagai salah satu

tujuan penetapan hukum yakni memelihara agama,jiwa,akal, keturunan dan harta.

Selain itu penulis juga belum menemukan hukum syara’ yang menolak tentang

penerapan remisi ini.

Perlu dicermati mengenai subjek pemberi ampunan yaitu Presiden, dan

terpidana harus mengajukan sendiri, lain halnya dengan remisi yang mana

merupakan pengurangan masa menjalani pidana yang diberikan kepada

Narapidana dan Anak Pidana yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam

peraturan perundang-undangan dengan pengawasan Kalapas dan dengan

persetujuan Menteri Hukum dan HAM. Dengan kata lain remisi ini diberikan

karena terpidana dinilai telah melakukan perbuatan yang baik selama menjalani

hukumannya dan menyesali perbuatan yang dilakukannya. Remisi yang diberikan

kepada pelaku tindak pidana pembunuhan maka di dalam Al Qur’an pun telah

dijelaskan tentang anjuran untuk memberikan ampunan kepada pelaku tindak

Page 95: Skripsi m tohir 072211024

80

pidana pembunuhan yang diancam dengan hukuman qishas, hal ini sesuai dengan

firman Alla SWT dalam Qs. Al baqarah 178 dan Qs. Al Maidah 45 yang telah

dijelaskan dalam bab sebelumya.

Selain itu demi mengimplementasikan bahwa pelaku benar-benar

menyesali maka Allah SWT menyuruh untuk bertobat bagi orang-orang yang

telah melakukan kedzaliman, artinya orang-orang yang melakukan perbuatan yang

dilarang oleh syariat agama, karena Allah SWT mau memberikan ampunan

kepada orang-orang yang benar-benar menyadari dan menyesali atas apa yang

mereka perbuat. Hal ini sesuai firman Allah SWT dalam QS Al Furqaan ayat 70 :

Artinya : Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman danmengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allahdengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi MahaPenyayang.

Selain itu juga terdapat dalam QS.Al Furqaan 71:

Artinya: Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal

saleh, Maka Sesungguhnya Dia bertaubat kepada Allah dengantaubat yang sebenar-benarnya.

Hukuman bagi pelaku pembunuhan dalam hukum pidana Islam terbagi

dalam tiga jenis, yaitu hukuman pokok, hukuman pengganti, dan hukuman

tambahan. Hukuman pokok pembunuhan adalah qishas dan bila dimaafkan oleh

wali korban maka hukuman penggantinya adalah diyat. Jika sanksi qishas dan

Page 96: Skripsi m tohir 072211024

81

diyat dimaafkan maka hukuman penggantinya adalah ta’zir. Hukuman tambahan

bagi jarimah ini adalah terhalangnya hak atas warisan dan wasiat.11

Dalam Keppres RI No 174 tahun 1999 terutama dalam pasal 1 disebutkan

bahwa “ setiap narapidana dan anak pidana yang menjalani pidana penjara

sementara dan pidana kurungan dapat diberikan remisi apabila yang bersangkutan

berkelakuan baik selama menjalani pidana” Sebagaimana yang telah

dikemukakan oleh Al-Ghazali, bahwa orang yang bertaubat dikatakan sempurna

bila ia tidak hanya menyesali perbuatannya saja, tetapi ia harus mengikuti dan

mengganti perbuatan tersebut dengan perbuatan baik.12 Kriteria syarat tersebut

diatas secara umum sejalan dan erat hubungannya dengan salah satu prinsip

hukuman dalam hukum pidana Islam, dimana hukuman adalah sebagai upaya

pencegahan , media mendidik dan pengajaran, upaya menimbulkan efek jera.

Terlebih pengurangan hukuman (Remisi) tersebut dilaksanakan secara

bertahap dan bertingkat oleh Lembaga Pemasyarakatan, hal ini untuk menegatahui

sejauh mana Narapidana tersebut terbukti menunjukkan kesungguhan bertaubat.

Pendapat lain dari Ibn Abidin dalam kitabnya Hasyiyah Ibn Abidin, yang

mengatakan seseorang dianggap bertaubat menurut para ulama bila ia

memperlihatkan tanda-tanda perbaikan prilakunya, karena taubat dalam hati

itu,tidak dapat diamati. Sebagaimana telah dinukil Djazuli.13

11 Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam : Penegakan Syariat Dalam WacanaDan Agenda, Jakarta : Gema Insani Press, 2003. h.37

12 Al-Ghazali, Taubat, Sabar dan Syukur, alih bahasa Nur Hikmah dan RHA Suminta(Jakarta:Tinta Mas, 1983), hlm. 22.

13 Djazuli, Fiqh Jinayah; Upaya Menanggulangi kejahatan dalam Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1997), hlm. 204.

Page 97: Skripsi m tohir 072211024

82

Pemaafan ataupun pengampunan dalam Islam khususnya dalam tindak

pidana pembunuhan merupakan salah satu faktor pengurungan hukuman, baik

diberikan oleh wali korban atau oleh penguasa negara.14 Pemberian ampunan

dalam bentuk Remisi dalam tindak pidana pembunuhan adalah hak dari wali

korban yang mempunyai wewenang untuk memberikan ampunan. Inilah yang

membedakan dengan pengampunan dalam hukum positif. Hukum Islam

memberikan hak pengampunan kepada wali korban berdasarkan pertimbangan

yang logis dan praktis karena pada dasarnya hukuman ditetapkan untuk

memberantas tindak pidana, tetapi pada banyak keadaaan hukuman tidak selalu

dapat mencegah terjadinya tindak pidana, sedangkan pengampunan sering kali

mencegah terjadinya tindak pidana. Ini karena pengampunan baru akan terjadi

setelah adanya perdamaian dan kebersihan hati antara kedua belah pihak dari

unsur-unsur yang mendorong terjadinya tindak pidana.15

Seperti halnya firman Allah SWT dalam QS.Asy Syuura ayat 40 :

Artinya : Dan Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yangserupa, Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik Makapahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidakmenyukai orang-orang yang zalim.

Dalam hal ini, Allah telah memberikan wewenang kepada ahli waris

terbunuh, tetapi tidak boleh melampaui batas dalam melaksanakan pembalasan

14 Ahmad hanafi,op. cit. h.34815 Abdul Qadir Audah ( ed ), op. cit.. h.69

Page 98: Skripsi m tohir 072211024

83

darah tersebut. Yang dimaksud wewenang di sini adalah justifikasi untuk

menuntut qishash. Dari sinilah timbul suatu prinsip hukum Islam bahwa dalam hal

pembunuhan di mana pelaku pembalas bukanlah negara melainkan ahli waris dari

orang yang terbunuh, oleh karena itu negara sendiri tidak berhak untuk

memberikan ampunan. Akan tetapi jika korban tidak cakap di bawah umur atau

gila sedang ia tidak punya wali, maka kepala negara bisa menjadi walinya dan

bisa memberikan pengampunan. Jadi kedudukannya sebagai wali Allah yang

memungkinkan dia mengampuni, bukan kedudukannya sebagai penguasa Negara.

Menurut imam Asy Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal ampunan atas qishas

menggugurkan qishas secara cuma-cuma atau dengan diat, orang yang melepas

hak qishas secara cuma-cuma dari orang yang membunuh berarti ia telah

memaafkan, orang yang melepaskan hak qishasnya dengan imbalan diyat

dianggap terlaksana tanpa perlu kerelaan pelaku, tetapi menurut Imam Malik dan

Abu Hanifah ampunan menggugurkan qishas secara cuma-cuma, adapun

melepaskan qishas dengan imbalan diyat menurut keduanya bukanlah ampunan

tetapi akad damai.16

Sedangkan orang yang berhak memiliki pengampunan menurut Imam Abu

Hanifah, Asy Syafi’i, dan Ahmad Bin Hanbal yang memiliki hak ampunan adalah

orang-orang yang memiliki hak qishas yaitu semua ahli waris yang mempunyai

hubungan nasab dan sebab, baik laki-laki, perempuan, anak kecil, maupun orang

dewasa.masing-masing dari mereka mempunyai hak mengampuni jika mereka

sudah dewasa dan berakal. Sedang menurut Imam Malik yang mempunyai hak

16 Ibid, h. 311

Page 99: Skripsi m tohir 072211024

84

ampunan yaitu ahli waris ashabah laki-laki yang lebih dekat derajatnya dengan

korban dan perempuan yang mempunyai hak waris yang tidak bersama dengan

asabah laki-laki yang sederajat.17

Dilihat dari sisi logika pengampunan tindak pidana pembunuhan adalah

karena tindak pidana pembunuhan bersifat perseorangan yang berasal dari motif

perseorangan pula. Tindak pidana ini lebih banyak menyentuh kehidupan dan fisik

korban daripada menyentuh masyarakat. Karena itu selama suatu tindak pidana

memiliki keterkaitan dengan perseorangan korban, penjatuhan hukumannya pun

menjadi hak korban. Inilah salah satu kelebihan dari hukum Islam dibanding

hukum konvensional.

Dari keterangan-keterangan di atas, tampak bahwa syarat atau kriteria

pokok dari pemberian pengurangan hukuman (remisi) di Indonesia (dalam Hukum

Pidana Positif) pada dasarnya tidak terlepas dari prinsip-prinsip pokok hukum

pidana dalam Islam. Hal ini dapat kita cermati dari kriteria atau syarat yang harus

di penuhi oleh pelaku, yakni, berbuat baik selama di dalam tahanan, menyesalinya

dan berniat untuk tidak mengulanginya lagi.

17. Ibid, h.312

Page 100: Skripsi m tohir 072211024

87

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan.

Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan oleh penulis, maka penulis

ambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Remisi merupakan pengampunan yang berupa pengurangan masa tahanan

yang diberikan kepada terpidana yang telah dianggap memenuhi ketentuan

syarat-syarat menurut Keppres RI No 174 tahun 1999, yaitu terpidana harus

berkelakuan baik selama menjalani hukuman, berbuat jasa kepada negara,

melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara dan kemanusiaan,

melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan di Lembaga

Pemasyarkatan dan syarat ini berlaku untuk semua tindak pidana umum

termasuk kepada pelaku tindak pidana pembunuhan.

2. Ditinjau dari hukum pidana Islam pemberian remisi kepada pelaku tindak

penulis kategorikan kepada mashlalah mursalah karena remisi ini dipandang

baik oleh akal, sejalan dengan tujuan syara’ meski tidak ada nash yang

secara tekstual membicarakan remisi sehingga penulis mengkategorikan

remisi ini ke dalam mashlahah mursalah. Syarat untuk mendapatkan remisi

tidak terlepas dari prinsip-prinsip pokok hukum pidana dalam Islam. Hal ini

dapat dicermati dari kriteria atau syarat yang harus di penuhi oleh

narapidana yakni, berbuat baik selama di dalam tahanan, menyesalinya dan

berniat untuk tidak mengulanginya lagi. Menurut penulis hukum pidana

Page 101: Skripsi m tohir 072211024

88

Islam dirasa lebih adil daripada hukum yang ada di Indonesia saat ini. Ini

dapat terlihat dari diberikannya hak atau kewenangan melaksanakan ataupun

tidak melaksanakan qishas oleh ahli waris khususnya pada jarimah

pembunuhan, ini karena pada dasarnya di dalam perkara pidana umum

korban dan walinya tidak mempunyai wewenang untuk memberikan remisi

tetapi lainnya halnya dalam pidana qishas dan diyat, korban dan walinya

diberi wewenang untuk memberikan pengampunan terhadap pelaku sebagai

pengecualian karena tindak pidana ini sangat erat hubungannya dengan

pribadi korban, selain itu tindak pidana ini lebih banyak menyentuh pribadi

korban dari pada keamanan masyarakat. Sehingga pihak korban atau

walinya diberikan hak tersebut

B. Saran-Saran

1. Dilihat dari Keppres RI No 174 tahun 1999, remisi ini berlaku untuk pidana

umum, padahal kejahatan itu berbeda-beda terlebih bagi tindak pidana

pembunuhan yang jelas nyata menghilangkan nyawa manusia sehingga perlu

adanya pembedaan, seperti halnya tindak pidana korupsi yang mepunyai

undang-undang tersendiri tetapi peraturan untuk mendapatkan remisi

menginduk pada peraturan yang sama yaitu Keppres RI No 174 tahun 1999.

2. Lembaga pemasyarakatan sebenarnya mempunyai tujuan yang baik tetapi

akan lebih baik lagi jika aparat yang berada didalamnya mempunyai

dedikasi untuk benar-benar menegakkan dan memberikan pembinaan yang

Page 102: Skripsi m tohir 072211024

89

baik pula sehingga tidak ada lagi narapidana yang bisa kelauar jalan-jalan

dengan cara menyogok aparat terkait.

C. Penutup

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayahnya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Pemberian Remisi Kepada Pelaku

Tindak Pidana Pembunuhan ( Studi Analisis Keputusan Presiden Ri Nomor 174

Tahun 1999 Tentang Remisi ) ”.

Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab

itu, penulis mengharap saran dan kritik yang membangun, guna menjadikan

skripsi ini bermanfaat bagi pembacanya.

Page 103: Skripsi m tohir 072211024

DAFTAR PUSTAKA

Al Audah, Abdul Qadir, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam/Editor, diterjemahkanoleh Muhammad,Ahsin Sakho Dari” At Tasri Al Fiqh Al Jian’I ”.Jakarta: PT Kharisma Ilmu. 2008.

Al-Ghazali, Taubat, Sabar dan Syukur. alih bahasa Nur Hikmah dan RHASuminta. Jakarta :Tinta Mas. 1983.

Ali, Zainudin, Hukum Pidana Islam , Jakarta : Sinar Grafika, 2009.

---------------- Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta:Sinar Grafika. 2006.

Anwar , H.A.K Moch., Hukum Pidana Bagian Khusus, Bandung: PT Citra AdityaBakti. 1989.

Arifin, Zaenal,“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemberian Remisi PadaNarapidana. Yogyakarta: Uin Sunan Kalijaga. 2009.

Sulaiman, Abu Daud , Sunan Abi Daud. Beirut-Lebanon: Dar Al-Kotob AlIlmiyah. 1997.

Departeman Agama RI, Al Qur’an Dan Terjemahannya. Semarang : Cv AsySyifa’. 2000.

Djazuli, Fiqh Jinayah; Upaya Menanggulangi kejahatan dalam Islam. Jakarta:Raja GrafindoPersada. 1997.

Erwin, Rudy T. dan J.T.Prasetyo, Himpunan Undang-undang dan Peraturan-peraturan Hukum Pidana. Jilid I. Jakarta : Aksara Baru.1980.

E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia DanPenerapannya. Jakarta : Storia Grafika. 2002.

Gunakaya, Widiada, Sejarah Dan Konsepsi Pemasyarakatan. Bandung: CVARMICO. 1988.

Hamzah, Andi ,Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta ; Rineka Cipta. 1991.

---------------, Kamus Hukum. Jakarta: Ghalia Inonesia. 1986.

---------------, KUHP Dan KUHAP. Jakarta ; Rineka Cipta. 2006.

Page 104: Skripsi m tohir 072211024

---------------, Delik-Delik Tertentu ( Special Delicten) Di Dalam KUHP. Jakarta:Sinar Grafika. 2010.

Hanafi, Ahmad , Asas-Asas Hukum Pidana Islam. Jakarta:PT Bulan Bintang.1993.

Khallaf, Abdul Wahhab , Ilmu Ushul Fiqh. Semarang : Toha Putra Group. 1994.

Kasdi, Abdurrahman Dan Umma Farida , Tafsir Ayat-Ayat Yaa Ayyuhal-LadziinaAamanuu 1. Jakarta : Pustaka Al Kautsar. 2005.

Keputusan Presiden Republik Indonesia No 174 Tahun 1999 tentang Remisi.

Keputusan Menteri Hukum Dan Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomor: M.09.Hn.02.01 Tahun 1999 Tentang Pelaksanaan Keputusan PresidenRepublik Indonesia Nomor : 174 Tahun 1999 Tentang Remisi

Lamintang ,P.A.F., Delik-delik Khusus. cet. 1. Bandung: Bina Cipta. 1986.

-------------- Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, & Kesehatan: Jakarta: SinarGrafika, 2010.

Lasiyo, Pemberian Remisi Terhadap Koruptor Dalam Sudut Pandang FiqhJinyah. Yogyakarta: Uin Sunan Kalijaga. 2011.

Marpaung, Leden, Asas,Teori, Praktek, Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.2005.

---------------------, Unsur-unsur Perbuatan yang dapat Dihukum .Jakarta:Grafika.1991.

--------------------Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, Jakarta:Grafika.2007.

Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta; PT Bumi Aksara.2007.

Muslich, Ahmad Wardi , Hukum Pidana Islam. Jakarta : Sinar Grafika. 2005.

------------ Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqh Jinayah. Jakarta :Sinar Grafika. 2006.

Nasa’I, Imam Abdurrrohman Ahmad Syuaib, Kitab Sunan Al-Kubro, Beirut-Lebanon : Dar Al-Kotob Al Ilmiyah.1991.

Poerwadarminta W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia. cet.5. Jakarta: BalaiPustaka. 1982.

Page 105: Skripsi m tohir 072211024

Priyatno, Dwidja, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia. Bandung:Refika Aditama. 2006.

Prodjodikoro,Wiryono, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia. Bandung:Eresco.1989.

Sabiq ,Sayyid (ed.), Fiqih Sunah, Diterjemahkan Oleh Nor Hasanuddin Dari”Fiqhus Sunah”. Jakarta : Pena Pundi Aksara. 2006.

Santoso, Topo, Membumikan Hukum Pidana Islam : Penegakan Syariat DalamWacana Dan Agenda. Jakarta : Gema Insani Press. 2003.

Shihab, M. Quraishi, Tafsir Al Misbah, Pesan, Kesan Dan Keserasian Al Quran.Jakarta : Lentera Hati. 2002.

Syarifudin, Amir, Ushul Fiqh jilid 2, Jakarta : Kencana , 2009. h. 354

Soedarsono, Kamus Hukum. Jakarta : Rhineka Cipta. 1992.

--------------, Pokok-Pokok Hukum Islam. Jakarta; PT. Rineka Cipta. 1993.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit UniversitasIndonesia. 1986.

Suharsimi, Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT.Rineka Cipta. 2006.

Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum , Jakarta : PT Raja GrafindoPersada. 1998.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :Balai Pustaka. 2005.

Page 106: Skripsi m tohir 072211024

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 174 TAHUN 1999

TENTANG

REMISI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:

1. bahwa remisi merupakan salah satu sarana hukum yang pentingdalam rangka mewujudkan tujuan sistem pemasyarakatan;

2. bahwa negara Indonesia menjamin kemerdekaan tiap pendudukuntuk memeluk agamanya masing-masing, termasuk setiapNarapidana;

3. bahwa ketentuan mengenai remisi sebagaimana diatur dalamKeputusan Presiden Nomor 69 Tahun 1999 tentang PenguranganMasa Pidana (Remisi) perlu disesuaikan dengan hak dan kewajibansetiap Narapidana sebagai pemeluk agama karena agamamerupakan sendi utama kehidupan masyarakat;

4. bahwa sebagai pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 32Tahun 1999 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan HakWarga Binaan Pemasyarakatan, pengaturan mengenai remisiditetapkan dengan Keputusan Presiden;

5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalamhuruf a, b, dan c perlu menetapkan Keputusan Presiden RepublikIndonesia tentang Remisi.

Mengingat:

1. Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945;2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 77,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3614);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat DanTata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 69, Tambahan LembaranNegara Nomor 3846).

Page 107: Skripsi m tohir 072211024

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG REMISI

Pasal 1

1. Setiap Narapidana dan Anak Pidana yang menjalani pidanapenjara sementara dan pidana kurungan dapat diberikan remisiapabila yang bersangkutan berkelakuan baik selama menjalanipidana.

2. Remisi diberikan oleh Menteri Hukum dan Perundang-undanganRepublik Indonesia.

3. Remisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkandengan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan.

Pasal 2

Remisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 terdiri atas:

a. remisi umum, yang diberikan pada hari peringatan ProklamasiKemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus; dan

b. remisi khusus, yang diberikan pada hari besar keagamaan yangdianut oleh Narapidana dan Anak Pidana yang bersangkutan,dengan ketentuan jika suatu agama mempunyai lebih dari satuhari besar keagamaan dalam setahun, maka yang dipilih adalahhari besar yang paling dimuliakan oleh penganut agama yangbersangkutan.

Pasal 3

1. Remisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat ditambahdengan remisi tambahan apabila Narapidana atau Anak Pidanayang bersangkutan selama menjalani pidana:a. berbuat jasa kepada negara;b. melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau

kemanusiaan; atauc. melakukan perbuatan yang membantu kegiatan pembinaan

di Lembaga Pemasyarakatan.2. Ketentuan lebih lanjut mengenai berbuat jasa dan melakukan

perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau bagi kegiatanpembinaan di Lembaga Pemasyarakatan sebagaimana

Page 108: Skripsi m tohir 072211024

dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan MenteriHukum dan Perundang-undangan.

Pasal 4

(1) Besarnya remisi umum adalah:

a. 1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telahmenjalani pidana selama 6 (enam) sampai 12 (dua belas) bulan;dan

b. 2 (dua) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telahmenjalani pidana selama 12 (duabelas) bulan atau lebih.

(2) Pemberian remisi umum dilaksanakan sebagai berikut:

a. pada tahun pertama diberikan remisi sebagaimana dimaksuddalam ayat (1);

b. pada tahun kedua diberikan remisi 3 (tiga) bulan;c. pada tahun ketiga diberikan remisi 4 (empat) bulan;d. pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan remisi

5 (lima) bulan; dane. pada tahun keenam dan seterusnya diberikan remisi 6 (enam

bulan) setiap tahun.

Pasal 5

(1) Besarnya remisi khusus adalah:

a. 15 (lima belas) hari bagi Narapidana dan Anak Pidana yangtelah menjalani pidana selama 6. (enam) sampai 12 (dua belas)bulan; dan

b. 1 (satu) bulan bagi Narapidana dan Anak Pidana yang telahmenjalani pidana selama 12 (dua belas) bulan atau lebih.

(2) Pemberian remisi khusus dilaksanakan sebagai berikut:

a. pada tahun pertama diberikan remisi sebagaimanadimaksudkan dalam ayat (1);

b. pada tahun kedua dan ketiga masing-masing diberikan remisi 1(satu) bulan;

c. pada tahun keempat dan kelima masing-masing diberikan remisi1 (satu) bulan 15 (lima belas) hari; dan

d. pada tahun keenam dan seterusnya diberikan remisi 2 (dua)bulan setiap tahun.

Page 109: Skripsi m tohir 072211024

Pasal 6

Besarnya remisi tambahan adalah:

a. 1/2 (satu perdua) dari remisi umum yang diperoleh pada tahunyang bersangkutan bagi Narapidana dan Anak Pidana yangberbuat jasa kepada negara atau melakukan perbuatan yangbermanfaat bagi negara atau kemanusiaan; dan

b. 1/3 (satu pertiga) dari remisi umum yang diperoleh pada tahunyang bersangkutan bagi Narapidana dan Anak Pidana yangtelah melakukan perbuatan yang membantu kegiatanpembinaan di Lembaga Pemasyarakatan sebagai pemuka.

Pasal 7

(1) Penghitungan lamanya masa menjalani pidana sebagai dasaruntuk menetapkan besarnya remisi umum dihitung sejak tanggalpenahanan sampai dengan hari peringatan ProklamasiKemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus.

(2) Penghitungan lamanya masa menjalani pidana sebagai dasaruntuk menetapkan besarnya remisi khusus dihitung sejak tanggalpenahanan sampai dengan hari besar keagamaan yang dianut olehNarapidana dan Anak Pidana yang bersangkutan.

(3) Dalam hal masa penahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)dan ayat (2) terputus, perhitungan penetapan lamanya masamenjalani pidana dihitung dari sejak penahanan yang terakhir.

(4) Untuk penghitungan sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, 1(satu) bulan dihitung sama dengan 30 (tiga puluh) hari.

(5) Penghitungan besarnya remisi khusus sebagaimana dimaksuddalam ayat (2) didasarkan pada agama Narapidana dan AnakPidana yang pertama kali tercatat dalam buku register LembagaPemasyarakatan.

Pasal 8

(1) Dalam hal Narapidana dan Anak Pidana pada suatu tahun tidakmemperoleh remisi, besarnya remisi pada tahun berikutnyadidasarkan pada remisi terakhir yang diperolehnya.

Page 110: Skripsi m tohir 072211024

(2) Penghitungan remisi bagi Narapidana dan Anak Pidana yangmenjalani pidana lebih dari satu putusan Pengadilan secaraberturut-turut dilakukan dengan cara menggabungkan semuaputusan pidananya.

(3) Pidana kurungan sebagai pengganti pidana denda tidakdiperhitungkan didalam penggabungan putusan pidanasebagaimana dimaksud dalam ayat (2).

Pasal 9

(1) Narapidana yang dikenakan pidana penjara seumur hidup dantelah menjalani pidana paling sedikit 5 (lima) tahun berturut-turutserta berkelakuan baik, dapat diubah pidananya menjadi pidanapenjara sementara, dengan lama sisa pidana yang masih harusdijalani paling lama 15 (lima belas) tahun.

(2) Perubahan pidana penjara seumur hidup menjadi pidana penjarasementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkandengan Keputusan Presiden.

(3) Permohonan perubahan pidana penjara seumur hidup menjadipidana penjara sementara diajukan oleh Narapidana yangbersangkutan kepada Presiden melalui Menteri Hukum danPerundang-undangan.

(4) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan permohonan perubahanpidana seumur hidup menjadi pidana sementara sebagaimanadimaksud dalam ayat (3) diatur lebih lanjut dengan KeputusanMenteri Hukum dan Perundang-undangan.

Pasal 10

Dalam hal pidana penjara seumur hidup telah diubah menjadi pidanapenjara sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, maka untukpemberian remisi berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 1 sampai dengan Pasal 6.

Pasal 11

Remisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 jugadiberikan kepada:

Page 111: Skripsi m tohir 072211024

a. Narapidana dan Anak Pidana yang mengajukan permohonangrasi sambil menjalankan pidananya; dan

b. Narapidana dan Anak Pidana Warga Negara Asing.

Pasal 12

Remisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 tidakdiberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana yang:

a. dipidana kurang dari 6 (enam) bulan;b. dikenakan hukuman disiplin dan didaftar pada buku

pelanggaran tata tertib Lembaga Pemasyarakatan dalam kurunwaktu yang diperhitungkan pada pemberian remisi;

c. sedang menjalani Cuti Menjelang Bebas; ataud. dijatuhi pidana kurungan sebagai pengganti pidana denda.

Pasal 13

(1) Usul remisi diajukan kepada Menteri Hukum dan Perundang-undangan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala RumahTahanan Negara, atau Kepala Cabang Rumah Tahanan Negaramelalui Kepala Kantor Departemen Hukum dan Perundang-undangan.

(2) Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan tentangremisi diberitahukan kepada Narapidana dan Anak Pidana padahari peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesiatanggal 17 Agustus bagi mereka yang diberikan remisi padaperingatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia atau padahari besar keagamaan yang dianut oleh Narapidana dan AnakPidana yang bersangkutan.

(3) Jika terdapat keraguan tentang hari besar keagamaan yang dianutoleh Narapidana atau Anak Pidana, Menteri Hukum danPerundang-undangan mengkonsultasikannya dengan MenteriAgama.

Pasal 14

Remisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6dicatat di dalam daftar tersendiri.

Page 112: Skripsi m tohir 072211024

Pasal 15

Pada saat Keputusan Presiden ini mulai berlaku, Keputusan PresidenRepublik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 tentang Pengurangan MasaPidana (Remisi) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 16

Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agarsetiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundanganKeputusan Presiden ini dengan penempatannya dalam LembaranNegara Republik Indonesia.

Ditetapkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 23 Desember 1999

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ttd,

ABDURRAHMAN WAHID

Diundangkan Di Jakarta,

Pada Tanggal 23 Desember 1999

SEKRETARIS NEGARA

REPUBLIK INDONESIA

Ttd.

ALIRAHMAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 223

Page 113: Skripsi m tohir 072211024

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI:

Nama Lengkap : MUHAMAD THOHIR

Tempat, Tanggal Lahir : Kendal, 1 September 1985

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat : Ds. Wungurejo RT 03 RW 03 Ringinarum Kendal

No. HP : 085640071148

RIWAYAT PENDIDIKAN FORMAL :

SD Negeri 01 Wungurejo, Kendal Lulus tahun 1999

SMP Negeri 02 Gemuh, Kendal Lulus tahun 2002

SMA Negeri 01 Cepiring, Kendal Lulus tahun 2005

RIWAYAT PENDIDIKAN NON FORMAL :

D1 Asisiten Paramedis Magistra Utama Semarang Lulus tahun 2006

Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya,

untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Semarang, 11 Juni 2011

Penulis,

Muhamad Thohir

NIM. 072211024