skripsi - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan...

58
HUBUNGAN ANTARA KONDISI LINGKUNGAN RUMAH DAN PERILAKU MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN WONOLOPO KECAMATAN MIJEN KOTA SEMARANG SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Oleh: NUR HUDA NIM. 6411411067 JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN 2015

Upload: hoanganh

Post on 01-May-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

HUBUNGAN ANTARA KONDISI LINGKUNGAN RUMAH DAN

PERILAKU MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DENGAN

KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN

WONOLOPO KECAMATAN MIJEN

KOTA SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

NUR HUDA

NIM. 6411411067

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

2015

Page 2: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

ii

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Ilmu Keolahragaan

Universitas Negeri Semarang

Agustus 2015

ABSTRAK

Nur Huda

Hubungan antara Kondisi Lingkungan Rumah dan Perilaku Merokok Anggota

Keluarga dengan Kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan

Mijen Kota Semarang

xx + 78 halaman + 24 tabel + 3 gambar +17 lampiran

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang disebabkan

oleh bakteri, virus dan jamur. Berdasarkan data rekam medis Puskesmas Mijen,

Kelurahan Wonolopo merupakan kelurahan yang mempunyai angka kejadian ISPA

tertinggi dari 10 kelurahan yang berada di wilayah kerja Puskesmas Mijen. Penelitian ini

bertujuan menganalisis hubungan antara kondisi lingkungan rumah dan perilaku merokok

anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan

Mijen Kota Semarang.

Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional.

Pada penelitian ini proportional random sampling digunakan untuk memperoleh sampel

sejumlah 86 sampel.

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara kepadatan hunian kamar (p

value= 0,005), pencahayaan alami kamar (p value= 0,012), dan perilaku merokok anggota

keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan

antara luas ventilasi kamar (p value=0,178) dan kelembaban alami kamar (p value=

0,366) dengan kejadian ISPA. Saran yang peneliti rekomendasikan adalah lebih

memperhatikan lagi kondisi lingkungan rumahnya, menyesuaikan kepadatan hunian

kamar untuk balita dan menghindari perilaku merokok untuk mencegah timbulnya

penyakit ISPA.

Kata kunci: Kondisi lingkungan rumah, perilaku merokok, ISPA.

Kepustakaan: 40 (1995-2015)

Page 3: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

iii

Public Health Departement

Sport Science Faculty

Semarang State University

August 2015

ABSTRACT

Nur Huda

The Relationship between The House Environment Condition and Smoking

behavior Home Family Members with ISPA Incident which Attact Children under 5

Years Old in The Wonolopo Mijen Subdistrict, Semarang City

xx + 78 pages + 24 tables + 3 images + 17 attachments

Acute Respiratory Infection (ARI) is a disease caused by bacteria, viruses and

fungi. From the medical records in the Mijen health center, Wonolopo village is the

highest incidence of acute respiratory infection of 10 village that are in the working area

Mijen health centers. The purpose of this study was to analyze the relationship between of

house physical condition and smoking behavior of family members with ARI incident in

the children under 5 years old in Wonolopo Village Mijen subdistrict of Semarang city.

This research is analytic survey research with cross sectional approach. In this

study proportional random sampling was used to obtain a sample of 86 samples.

The results showed that there were significant value for variables the density of

room occupancy (p value = 0,005), the natural lighting children room (p value = 0,012),

and smoking behavior of family members (p value = 0,000) with the ISPA incident which

attact children under 5 years old and width of room ventilation (p value 0,178), and the

density of room occupancy (p value = 0,366) did not effect with the ISPA incident which

attact children under 5 years old. The advice can be given that is more attention again

enviromental condition home, adjusting the density of residential room for children under

5 years old and avoiding smoking behavior for prevent respiratory disease.

Key words: house environment condition, smoking behavior, ISPA.

References: 40 (1995-2015)

Page 4: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

iv

Page 5: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

v

Page 6: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:

Keramahtamahan dalam perkataan menciptakan keyakinan, keramahtamahan

dalam pemikiran menciptakan kedamaian, keramahtamahan dalam memberi

menciptakan kasih (Benjamin Franklin).

PERSEMBAHAN:

Karya ini Ananda persembahkan

untuk:

1. Bapak (H. Sunardi) dan Ibu (Hj.

Sunarwati) sebagai Dharma Bakti

Ananda.

2. Almamaterku UNNES.

Page 7: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi yang berjudul “Hubungan antara

Kondisi Lingkungan Rumah dan Perilaku Merokok Anggota Keluarga

dengan Kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan

Mijen Kota Semarang” dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun

untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

di Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragan Universitas

Negeri Semarang.

Skripsi ini dapat terselesaikan dengan bantuan berbagai pihak, dengan

rendah hati disampaikan rasa terimakasih kepada yang terhormat:

1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Bapak Dr.

H. Harry Pramono, M.Si., atas surat penetapan Dosen Pembimbing Skripsi

dan atas ijin penelitian.

2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan

Universitas Negeri Semarang, Bapak Irwan Budiono, S.KM, M.Kes (Epid).,

atas persetujuan penelitian.

3. Pembimbing Skripsi, Bapak Rudatin Windraswara, S.T., M.sc., atas

bimbingan, arahan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

4. Penguji 1 Sidang Proposal Skripsi, Ibu Arum Siwiendrayanti, S.KM., M.Kes.,

atas saran dan masukan dalam perbaikan skripsi ini.

Page 8: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

viii

5. Penguji II Sidang Proposal Skripsi, Ibu drg. Yunita Dyah Puspita Santik,

M.Kes (Epid)., atas saran dan masukan dalam perbaikan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas

Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, atas bekal, bimbingan dan

bantuannya.

7. Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Semarang atas ijin

penelitian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

8. Lurah Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang, Bapak Nujuladin Anto,

A.Md., atas ijin penelitian sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

9. Ayahnda H. Sunardi dan Ibunda Hj. Sunarwati, atas doa, cinta, ketulusan,

pengorbanan, dorongan dan motivasinya sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

10. Kakak saya Sri Rofiati, Muhammad Kamaludin, dan Rofiq Afandi, atas doa,

dan motivasinya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

11. Sahabatku (Mukhlis, Afri Wahyu, Novan, Totok) atas bantuan, semangat dan

motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.

12. Teman Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat angkatan 2011, atas masukan

serta motivasinya dalam penyusunan skripsi ini.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuan dan

masukkannya dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan pahala yang berlipat

ganda dari Allah SWT. Disadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

Page 9: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

ix

karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan guna

penyempurnaan karya selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Semarang, Agustus 2015

Penulis

Page 10: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

x

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ............................................................................................................ i

ABSTRAK ...................................................................................................... ii

ABSTRACT ...................................................................................................... iii

PERNYATAAN .............................................................................................. iv

PENGESAHAN .............................................................................................. v

MOTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................... vi

KATA PENGANTAR .................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xix

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xx

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 6

1.2.1 Rumusan Masalah Umum ................................................................... 6

1.2.2 Rumusan Masalah Khusus .................................................................. 6

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 7

1.3.1 Tujuan Umum ..................................................................................... 7

1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................................... 7

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 7

1.4.1 Bagi Peneliti ........................................................................................ 7

Page 11: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

xi

1.4.2 Bagi Institusi ....................................................................................... 8

1.4.3 Bagi Masyarakat .................................................................................. 8

1.5 Keaslian Penelitian .................................................................................. 8

1.6 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 11

1.6.1 Ruang Lingkup Tempat ....................................................................... 11

1.6.2 Ruang Lingkup Waktu ........................................................................ 11

1.6.3 Ruang Lingkup Keilmuan ................................................................... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 12

2.1 Pengertian ISPA ...................................................................................... 12

2.2 Epidemiologi .......................................................................................... 13

2.3 Etiologi Penyakit ISPA .......................................................................... 14

2.4 Etiologi Pneumonia ................................................................................ 15

2.5 Patogenesis ............................................................................................. 15

2.6 Patofisiologi ........................................................................................... 16

2.7 Klasifikasi ISPA ..................................................................................... 18

2.7.1 Lokasi Anatomik ................................................................................. 18

2.7.1.1 ISPA Atas ......................................................................................... 18

2.7.1.2 ISPA Bawah ..................................................................................... 18

2.7.2 Klasifikasi Penyakit Menurut Kelompok Umur ................................. 18

2.7.2.1 Golongan Umur Kurang dari 2 Bulan .............................................. 18

2.7.2.1.1 Pneumonia Berat ........................................................................... 18

2.7.2.1.2 Batuk Bukan Pneumonia ............................................................... 19

2.7.2.2 Golongan Umur 2 Bulan - <5 Tahun ............................................... 19

Page 12: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

xii

2.7.2.2.1 Pneumonia Berat ........................................................................... 19

2.7.2.2.2 Pneumonia ..................................................................................... 19

2.7.2.2.3 Bukan Pneumonia ......................................................................... 19

2.8 Faktor-Faktor Risiko yang Mempengaruhi Terjadinya ISPA ................ 20

2.8.1 Faktor Lingkungan .............................................................................. 20

2.8.1.1 Pencemaran Udara dalam Rumah .................................................... 20

2.8.1.2 Ventilasi Rumah ............................................................................... 21

2.8.1.3 Pencahayaan ..................................................................................... 23

2.8.1.4 Kualitas Udara .................................................................................. 23

2.8.1.5 Suhu ................................................................................................. 24

2.8.1.6 Kepadatan Hunian ............................................................................ 24

2.8.2 Faktor Individu Anak .......................................................................... 25

2.8.2.1 Umur Anak ....................................................................................... 25

2.8.2.2 Berat Badan Lahir ............................................................................ 25

2.8.2.3 Status Gizi ........................................................................................ 26

2.8.2.4 Pemberian vitamin A ....................................................................... 26

2.8.2.5 Status Imunisasi ............................................................................... 27

2.8.3 Faktor Perilaku .................................................................................... 27

2.8.3.1 Pemakaian Bahan Bakar Memasak .................................................. 28

2.8.3.2 Pemakaian Obat Nyamuk Bakar ...................................................... 28

2.8.3.3 Perilaku Merokok Anggota Keluarga .............................................. 28

2.8.4 Tingkat Sosial Ekonomi yang Rendah ................................................ 30

2.9 Pencegahan Penyakit ISPA ................................................................... 30

Page 13: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

xiii

2.10 Pengobatan Penyakit ISPA ................................................................... 31

2.11 Kunjungan Rumah untuk Pneumonia ................................................... 32

2.12 Kerangka Teori ...................................................................................... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 34

3.1 Kerangka Konsep .................................................................................... 34

3.2 Variabel Penelitian .................................................................................. 34

3.2.1 Variabel Bebas .................................................................................... 34

3.2.2 Variabel Terikat .................................................................................. 35

3.2.3 Variabel Perancu ................................................................................. 35

3.3 Hipotesis Penelitian ................................................................................ 36

3.3.1 Hipotesis Mayor .................................................................................. 37

3.3.2 Hipotesis Minor ................................................................................... 37

3.4 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ............................ 37

3.5 Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................................. 40

3.6 Populasi dan Sampel .............................................................................. 40

3.6.1 Populasi ............................................................................................... 40

3.6.2 Sampel ................................................................................................. 41

3.6.3 Metode Perolehan Sampel ................................................................... 42

3.7 Sumber Data ........................................................................................... 44

3.8 Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data .............................. 44

3.8.1 Instrumen Penelitian............................................................................. 44

3.8.1.1 Lembar Kuesioner ............................................................................ 44

3.8.1.2 Lembar Observasi ............................................................................. 44

Page 14: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

xiv

3.8.1.3 Rollmeter .......................................................................................... 45

3.8.1.4 Luxmeter .......................................................................................... 45

3.8.1.5 Hygrometer ...................................................................................... 45

3.8.2 Teknik Pengambilan Data .................................................................... 46

3.9 Prosedur Penelitian.................................................................................. 46

3.9.1 Tahap Pra Penelitian ........................................................................... 46

3.9.2 Tahap Penelitian .................................................................................. 47

3.9.3 Tahap Pasca Penelitian ........................................................................ 47

3.10 Teknik Analisis Data ............................................................................ 47

3.10.1 Teknik Pengolahan Data ................................................................... 47

3.10.2 Analisis Data ..................................................................................... 48

3.10.2.1 Analisis Univariat ........................................................................... 48

3.10.2.2 Analisis Bivariat ............................................................................. 49

BAB IV HASIL PENELITIAN ....................................................................... 51

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................................ 51

4.1.1 Keadaan Geografi.................................................................................. 51

4.1.2 Keadaan Demografi .............................................................................. 53

4.1.3 Distribusi Frekuensi Penduduk berdasarkan Kelompok Umur ............. 53

4.1.4 Distribusi Frekuensi Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian ........... 54

4.1.5 Distribusi Frekuensi Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan ........ 54

4.1.6 Karakteristik Responden ...................................................................... 55

4.1.6.1 Umur Responden ................................................................................ 55

4.1.6.2 Pendidikan Responden ...................................................................... 55

Page 15: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

xv

4.1.6.3 Pekerjaan Responden ........................................................................ 56

4.1.6.4 Distribusi Balita berdasarkan Jenis Kelamin ..................................... 56

4.1.6.5 Distribusi Balita berdasarkan Kelompok Umur ................................ 57

4.1.6.6 Distribusi Balita berdasarkan Berat Badan ........................................ 57

4.2 Hasil Penelitian ........................................................................................ 58

4.2.1 Analisis Univariat.................................................................................. 58

4.2.1.1 Kepadatan Hunian Kamar .................................................................. 58

4.2.1.2 Luas Ventilasi Kamar ......................................................................... 58

4.2.1.3 Pencahayaan Alami Kamar ................................................................ 59

4.2.1.4 Kelembaban Udara Kamar ................................................................. 59

4.2.1.5 Perilaku Merokok Anggota Keluarga ................................................ 60

4.2.1.6 Kejadian ISPA .................................................................................... 60

4.2.2 Analisis Bivariat .................................................................................... 61

4.2.2.1 Kejadian ISPA pada Balita berdasarkan Kepadatan Hunian Kamar . 61

4.2.2.2 Kejadian ISPA pada Balita berdasarkan Luas Ventilasi Kamar ........ 62

4.2.2.3 Kejadian ISPA pada Balita berdasarkan Pencahayaan Alami Kamar

............................................................................................................ 62

4.2.2.4 Kejadian ISPA pada Balita berdasarkan Kelembaban Udara Kamar

............................................................................................................ 63

4.2.2.5 Kejadian ISPA pada Balita berdasarkan Perilaku Merokok Anggota

Keluarga ............................................................................................ 64

BAB V PEMBAHASAN ................................................................................ 66

Page 16: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

xvi

5.1 Hubungan antara Kepadatan Hunian Kamar dengan Kejadian ISPA pada

Balita ...................................................................................................... 66

5.2 Hubungan antara Luas Ventilasi Kamar dengan Kejadian ISPA pada

Balita ....................................................................................................... 67

5.3 Hubungan antara Pencahayaan Alami Kamar dengan Kejadian ISPA pada

Balita ....................................................................................................... 68

5.4 Hubungan antara Kelembaban Udara Kamar dengan Kejadian ISPA pada

Balita ....................................................................................................... 69

5.5 Hubungan antara Perilaku Merokok Anggota Keluarga dengan Kejadian

ISPA pada Balita .................................................................................... 71

5.6 Hambatan dan Kelemahan Penelitian ...................................................... 72

5.6.1 Hambatan .............................................................................................. 72

5.6.2 Kelemahan............................................................................................. 72

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 74

6.1 Simpulan ................................................................................................. 74

6.2 Saran ........................................................................................................ 75

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 76

LAMPIRAN .................................................................................................... 79

Page 17: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1: Keaslian Penelitian ........................................................................ 8

Tabel 3.1: Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak .............................. 36

Tabel 3.1: Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ................... 38

Tabel 3.2: Distribusi Sampel Penelitian .......................................................... 43

Tabel 4.1: Distribusi Frekuensi Penduduk berdasarkan Kelompok Umur ..... 53

Tabel 4.2: Distribusi Frekuensi Penduduk berdasarkan Mata Pencaharian .... 54

Tabel 4.3: Distribusi Frekuensi Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan .. 54

Tabel 4.4: Distribusi Responden berdasarkan Kelompok Umur .................... 55

Tabel 4.5: Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan

......................................................................................................... 55

Tabel 4.6: Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pekerjaan

Responden ...................................................................................... 56

Tabel 4.7: Distribusi Balita berdasarkan Jenis Kelamin ................................. 56

Tabel 4.8: Distribusi Balita berdasarkan Kelompok Umur ............................. 57

Tabel 4.9: Distribusi Balita berdasarkan Berat Badan .................................... 57

Tabel 4.10: Distribusi Frekuensi Kepadatan Hunian Kamar .......................... 58

Tabel 4.11: Distribusi Frekuensi Luas Ventilasi Kamar ................................. 59

Tabel 4.12: Distribusi Frekuensi Pencahayaan Alami Kamar ........................ 59

Tabel 4.13: Distribusi Frekuensi Kelembaban Udara Kamar ......................... 60

Tabel 4.14: Distribusi Frekuensi Perilaku Merokok Anggota Keluarga.......... 60

Tabel 4.15: Distribusi Responden berdasarkan Status Kejadian ISPA ............ 61

Page 18: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

xviii

Tabel 4.16: Hasil Tabulasi Silang antara Kepadatan Hunian Kamar dengan

Kejadian ISPA pada Balita .......................................................... 61

Tabel 4.17: Hasil Tabulasi Silang antara Luas Ventilasi Kamar dengan

Kejadian ISPA pada Balita ........................................................... 62

Tabel 4.18: Hasil Tabulasi Silang antara Pencahayaan Alami Kamar

dengan Kejadian ISPA pada Balita .............................................. 63

Tabel 4.19: Hasil Tabulasi Silang antara Kelembaban Alami Kamar

dengan Kejadian ISPA pada Balita .............................................. 64

Tabel 4.20: Hasil Tabulasi Silang antara Perilaku Merokok Anggota Keluarga

dengan Kejadian ISPA pada Balita .............................................. 65

Page 19: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

xix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1: Kerangka Teori............................................................................ 33

Gambar 3.1: Kerangka Konsep ........................................................................ 34

Gambar 4.1: Peta Kelurahan Wonolopo ......................................................... 52

Page 20: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1: Surat Tugas Pembimbing ........................................................... 80

Lampiran 2: Surat Permohonan Ijin Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen . 81

Lampiran 3: Surat Keterangan telah Melakukan Uji Validitas dan Reabilitas

Instrumen oleh Kepala Kelurahan Kedungpane ......................... 82

Lampiran 4: Surat Permohonan Ijin Penelitian kepada Kesbangpolinmas

Kota Semarang ........................................................................... 83

Lampiran 5: Surat Permohonan Ijin Penelitian Kepada Kepala Kelurahan

Wonolopo ................................................................................... 85

Lampiran 6: Surat Keterangan Selesai Penelitian oleh Kepala Kelurahan

Wonolopo ................................................................................... 86

Lampiran 7: Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian ................ 87

Lampiran 8: Lembar Observasi ...................................................................... 89

Lampiran 9: Lembar Kuesioner ...................................................................... 93

Lampiran 10: Data Mentah Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner .............. 97

Lampiran 11: Karakteristik Responden Penelitian di Kelurahan Wonolopo .. 98

Lampiran 12: ISPA dan Perilaku Merokok .................................................... 101

Lampiran 13: Data Pengukuran ...................................................................... 104

Lampiran 14: Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Kuesioner ........................... 107

Lampiran 15: Hasil Analisis Univariat ........................................................... 108

Lampiran 16: Hasil Analis Bivariat ............................................................... 110

Lampiran 17: Dokumentasi Penelitian ............................................................ 120

Page 21: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering

terjadi pada anak. World Health Organization (WHO) memperkirakan insiden

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka

kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15% - 20% per tahun

pada golongan usia balita. Menurut WHO, 13 juta anak balita di dunia meninggal

setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang

(WHO, 2011).

Penyakit ISPA merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di

Indonesia terutama pada balita dengan angka kesakitan 3 – 6 kali per tahun.

Infeksi saluran pernafasan akut disebabkan oleh virus dan bakteri. Penyakit ini

diawali dengan panas disertai salah satu gejala: tenggorokan sakit atau nyeri telan,

pilek, batuk kering atau berdahak. Period prevalence ISPA dihitung dalam kurun

waktu 1 bulan terakhir. Di provinsi Jawa Tengah period prevalence ISPA

mencapai 15,7 - 26,6 % (RISKESDAS, 2013:65).

Pada tahun 2013, menurut profil kesehatan Kota Semarang jumlah

penderita pneumonia < 1 tahun mengalami peningkatan 292 kasus dari 1075 kasus

pada tahun 2012 menjadi 1367 kasus, penderita pneumonia 1 - 4 tahun meningkat

68 kasus dan pneumonia berat < 1 dan 1 - 4 tahun masing-masing 43 dan 59

kasus. Dari data puskesmas yang ada di Kota Semarang tahun 2012 Insiden Rate

Page 22: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

2

(IR) ISPA terutama pneumonia terdapat pada 11 puskesmas yang melebihi target

300 per 10.000 balita yaitu Puskesmas Candi lama (1257), Halmahera (1064),

Mijen (620), Ngesrep (596), Lamper tengah (531), Poncol (456), Bugangan (452),

Karangayu (375), Karangdoro (377), Bangetayu (313), Karanganyar (325). Dari

data tersebut didapatkan bahwa data penderita ISPA di Mijen masih melebihi

target pemerintah.

Menurut laporan tahunan Puskesmas Mijen, data 10 besar penyakit di

Puskesmas Mijen tahun 2014 yaitu: infeksi saluran nafas atas akut menduduki

peringkat pertama dengan 3774 kasus sedangkan wilayah kerja Puskesmas Mijen

mencangkup 10 kelurahan di antaranya adalah Kelurahan Cangkiran, Jatisari,

Tambangan, Wonolopo, Mijen, Wonoplumbon, Ngadirgo, Pesantren,

Kedungpane, dan Jatibarang. Kelurahan Wonolopo merupakan kelurahan yang

mempunyai angka kejadian ISPA tertinggi di wilayah kerja Puskesmas Mijen

dalam kasus kejadian ISPA pada balita. Kondisi tempat tinggal di Kelurahan

Wonolopo terdiri dari komplek perumahan, rumah asli penduduk, kos/ kontrakan

dan pondok pesantren untuk para santri. Pada tahun 2014 berdasarkan laporan

kunjungan balita di Puskesmas Mijen, jumlah balita di Kelurahan Wonolopo yang

berkunjung yaitu 762 kunjungan balita, dengan jumlah kunjungan balita yang

menderita ISPA adalah 451 kasus. Pada tahun 2015, dari bulan Januari – Maret

terjadi peningkatan penderita ISPA di setiap bulannya yaitu bulan Januari 33

kasus, bulan Februari 35 kasus dan Bulan Maret 55 kasus dengan jumlah

kunjungan keseluruhan balita yang berkunjung dari bulan Januari - Maret adalah

Page 23: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

3

sebanyak 200 kunjungan balita dengan kunjungan balita yang menderita ISPA

adalah sebanyak 128 kasus.

Secara umum ada 3 (tiga) faktor risiko terjadinya ISPA yaitu faktor

lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku. Faktor lingkungan

meliputi pencemaran udara dalam rumah, kondisi fisik rumah, dan kepadatan

hunian rumah. Faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status

gizi, vitamin A, dan status imunisasi. Sedangkan faktor perilaku yang dapat

menimbulkan risiko terjadinya ISPA adalah penggunaan bahan bakar memasak,

penggunaan obat nyamuk bakar, dan perilaku merokok. Praktek penanganan ISPA

di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya sangat

penting untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi dan

balita (Departemen Kesehatan RI, 2001:19).

Kondisi lingkungan rumah yang sehat erat kaitannya dengan santitasi

rumah. Sanitasi rumah adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan

pada pengawasan terhadap struktur fisik, di mana orang menggunakannya sebagai

tempat berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Sarana sanitasi

tersebut antara lain ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan hunian, penerangan

alami, konstruksi bangunan, sarana pembuangan sampah, sarana pembuangan

kotoran manusia dan penyediaan air bersir (Azwar (1990), dalam Triska S. N dan

Lilis S., 2005:44). Sanitasi rumah sangat erat kaitannya dengan angka kesakitan

penyakit menular, terutama ISPA. Lingkungan perumahan sangat berpengaruh

pada terjadinya dan tersebarnya ISPA. Pada komunitas Aborigin prevalensi

penyakit yang tinggi disebabkan oleh sanitasi yang buruk, kontrol kondisi

Page 24: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

4

lingkungan yang buruk, kepadatan yang tinggi dan penyediaan air bersih yang

tidak memadai (Taylor (2002) dalam Triska S. N dan Lilis S., 2005:44). Rumah

yang jendelanya kecil menyebabkan pertukaran udara tidak dapat berlangsung

dengan baik, akibatnya asap dapur dan asap rokok dapat berkumpul dalam rumah.

Bayi dan anak yang sering menghisap asap lebih mudah terserang ISPA. Rumah

yang lembab dan basah karena banyak air yang terserap di dinding tembok dan

matahari pagi sukar masuk dalam rumah juga memudahkan anak-anak terserang

ISPA (Ranuh (1997), dalam Triska S. N dan Lilis S., 2005:44). Dari hasil

observasi di Kelurahan Wonolopo, tempat tinggal penduduk terdiri dari area

komplek perumahan, rumah pemukiman penduduk, kos atau kontrakan, dan

terdapat sebuah pondok pesantren yang digunakan untuk tempat tinggal untuk

para santrinya. Hasil survei pada rumah pemukiman penduduk dan rumah kos/

kontrakan dari 12 rumah yang telah dikunjungi secara acak ditemukan 3 rumah

sehat dan 9 rumah tidak sehat. Dari 9 rumah yang tidak sehat tersebut dua di

antaranya berada di area kos/kontrakan. Kondisi lingkungan fisik rumah yang

mempengaruhi seperti kepadatan hunian kamar, luas ventilasi yang kurang,

pencahayaan alami kamar yang kurang, dan kelembaban udara yang bervariasi

menjadikan rumah menjadi tidak sehat.

Penelitian yang dilakukan oleh Safitri Liana Rahyuni tahun 2009 di

wilayah kerja Puskesmas Jekulo Kabupaten Kudus dengan pendekatan cross

sectional didapatkan hasil bahwa kejadian ISPA disebabkan oleh kondisi fisik

rumah yang meliputi langit-langit, lubang asap dapur, kepadatan hunian,

pencahayaan, dan ventilasi kamar tidur balita.

Page 25: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

5

Faktor lingkungan juga dapat disebabkan dari pencemaran udara dalam

rumah seperti asap rokok. Kebiasaan kepala keluarga yang merokok di dalam

rumah dapat berdampak negatif bagi anggota keluarga khususnya balita. Salah

satu prioritas masalah dalam 16 indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah

perilaku merokok. Menurut laporan dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah

tahun 2009, perilaku anggota rumah tangga yang tidak merokok baru mencapai

33% dan 67% rumah tangga belum bebas rokok (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Tengah, 2009:97).

Pada penelitian Bautista et. al (2008) menyatakan bahwa asap yang yang

dihasilkan saat memasak dari bahan bakar biomassa (misalnya dari arang, kayu,

dan minyak tanah) meningkatkan risiko masalah pernafasan seperti batuk terus-

menerus pada orang dewasa dan infeksi pernafasan bawah akut pada anak-anak

sedangkan untuk infeksi pernafasan atas tidak terlalu meningkat signifikan

risikonya.

Dari hasil studi pendahuluan dari 12 rumah di Kelurahan Wonolopo,

perilaku masyarakat terkait merokok sangat tinggi dibuktikan dengan hasil dari 12

rumah yang telah dikunjungi, 10 rumah di antaranya mempunyai anggota

keluarga yang memiliki kebiasaan merokok.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ike Suhandayani pada tahun 2007

tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di

Puskesmas Pati 1 Kabupaten Pati didapatkan bahwa keberadaan anggota keluarga

yang merokok mempengaruhi kejadian ISPA pada balita, selain pemberian ASI

Page 26: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

6

eksklusif, kepadatan hunian kamar tidur, ventilasi ruang tidur, dan keberadaan

anggota keluarga yang menderita ISPA.

Berdasarkan uraian di atas, maka judul penelitian ini adalah hubungan

antara kondisi lingkungan rumah dan perilaku merokok anggota keluarga dengan

kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota

Semarang.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Rumusan Masalah Umum

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah penelitian

yaitu, “Adakah hubungan kondisi lingkungan rumah dan perilaku merokok

anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Wonolopo

Kecamatan Mijen Kota Semarang”.

1.2.2 Rumusan Masalah Khusus

1. Adakah hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian ISPA pada

balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang.

2. Adakah hubungan antara luas ventilasi kamar dengan kejadian ISPA pada

balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang.

3. Adakah hubungan antara pencahayaan alami kamar dengan kejadian ISPA

pada balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang.

4. Adakah hubungan antara kelembaban udara kamar dengan kejadian ISPA pada

balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang.

5. Adakah hubungan antara perilaku merokok anggota kelurga dengan kejadian

ISPA pada balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang.

Page 27: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

7

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara

kondisi lingkungan rumah dan perilaku merokok anggota keluarga dengan

kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota

Semarang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian ISPA

pada balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang.

2. Mengetahui hubungan antara luas ventilasi kamar dengan kejadian ISPA pada

balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang.

3. Mengetahui hubungan antara pencahayaan alami kamar dengan kejadian ISPA

pada balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang.

4. Mengetahui hubungan antara kelembaban udara kamar dengan kejadian ISPA

pada balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang.

5. Mengetahui hubungan antara perilaku merokok anggota keluarga dengan

kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota

Semarang.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dalam penelitian ini adalah:

1.4.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan meningkatkan

ilmu pengetahuan penulis dan sebagai sarana dalam menerapkan teori yang telah

Page 28: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

8

di peroleh selama mengikuti kuliah serta hasil penelitian ini juga sebagai

pengalaman meneliti.

1.4.2 Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada Puskesmas

Mijen khususnya di Bidang Tatalaksana P2 ISPA dan Bidang Pengelola Program

Kesehatan Lingkungan tentang data hasil penelitian yang meliputi luas ventilasi

kamar, pencahayaan alami kamar, kelembaban udara kamar, kepadatan hunian

kamar, dan perilaku merokok anggota keluarga pada balita penderita ISPA.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat

tentang ISPA serta perawatan ISPA pada balita.

1.5 Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian ini merupakan matrik yang memuat tentang judul

penelitian, nama peneliti, tahun dan tempat penelitian, rancangan penelitian,

variabel yang diteliti dan hasil yang diteliti dengan membandingkan dua

penelitian sebelumnya (Tabel 1.1).

Tabel 1.1: Keaslian Penelitian

No Judul

Penelitian

Nama

Peneliti

Tahun dan

Tempat

Penelitian

Rancangan

Penelitian

Variabel

Penelitian

Hasil

Penelitian

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1. Hubungan

sanitasi

rumah,

perilaku

penduduk

dan faktor

intern

anak

balita

Suryaniti

Mila

Wulandari

Surabaya

Tahun 2003

Cross

sectional

- Ventilasi

- Kepadatan

hunian

- Pencahaya

an alami

- suhu

- Bahan

bakar

masak

- Ada

hubungan

kepadatan

hunian,

pencahayaan,

suhu,

bahan bakar

masak,

imunisasi dan

Page 29: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

9

Lanjutan (Tabel 1.1)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

dengan

tingkat

kejadian

ISPA di

Kota

Surabaya.

- Obat

nyamuk

bakar

- Imunisasi

- PHBS

- Kejadian

ISPA

PHBS

dengan

kejadian

ISPA.

- Tidak ada

hubungan

Antara

ventilasi,

suhu, obat

nyamuk

bakar dengan

kejadian

ISPA

2. Hubungan

antara

kondisi

fisik

rumah

dengan

kejadian

ISPA pada

balita di

wilayah

kerja

Puskesmas

Jekulo

Kudus.

Safitri

Liana

Rahyuni

Kudus

Tahun

2009

Jenis

penelitian

adalah

survei

analitik

dengan

pendekata

n

cross

sectional.

- Variabel

bebas:

dinding,

lantai,

langit-langit,

Lubang asap

dapur,

kepadatan

hunian tidur

balita,

pencahayaa

n, ventilasi.

- Variabel

terikat:

kejadian

ISPA pada

balita.

- Ada

hubungan

antara

langit-langit,

kepadatan

hunian tidur,

asap dapur,

dan ventilasi

kamar tidur

balita dengan

kejadian

ISPA

- Tidak ada

hubungan

antara jenis

dinding dan

lantai dengan

kejadian ISPA

pada balita.

Faktor-

faktor

yang

berhubung

an dengan

kejadian

ISPA

pada balita

di

Ike

Suhanda

yani

Pati Tahun

2006

Jenis

penelitian

ini adalah

deskriptif

analitik

dengan

pendekata

n case

control

- Variabel

Bebas:

- Status gizi

- Pemberian

asi eksklusif

- Umur

- Kelengkapan

imunisasi

- Kepadatan

- Ada

hubungan

pemberian

asi ekslusif,

kepadatan

hunian ruang

tidur,

ventilasi

ruang tidur,

Page 30: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

10

Lanjutan (Tabel 1.1)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Puskesmas

Pati 1

Kabupaten

Pati

hunian

- Ventilasi

- Jenis lantai

Kepemilikan

lubang asap

- Jenis bahan

bakar

- Keberadaan

anggota

keluarga

yang

merokok

- Keberadaan

anggota yang

menderita

ISPA

- Variabel

terikat:

Kejadian ISPA

anggota

keluarga

yang

merokok,

keberadaan

anggota

keluarga

yang

menderita

ISPA dengan

kejadian

ISPA pada

balita.

- Tidak ada

hubungan

antara status

gizi, status

imunisasi,

lantai ruang

tidur,

kepemilikan

lubang asap

dapur, dan

penggunaan

jenis bahan

bakar dengan

kejadian ISPA

pada balita.

Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya adalah:

1. Tahun dan Tempat Penelitian: Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan

Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang tahun 2015, sedangkan

penelitian Ike Suhandayani dilaksanakan wilayah kerja Puskesmas Pati 1

Page 31: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

11

Kabupaten Pati Tahun 2007 dan Penelitian Safitri Liana Rahyuni

dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Jekulo Kudus Tahun 2009.

2. Pada penelitian ini, peneliti mencangkup status pengusaan tempat yang

meliputi komplek perumahan rumah asli penduduk, dan kos/ kontrakan yang

ada di Kelurahan Wonolopo.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

1.6.1 Ruang Lingkup Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen

Kota Semarang.

1.6.2 Ruang Lingkup Waktu

Waktu penelitian dilaksanakan pada tahun 2015.

1.6.3 Ruang Lingkup Keilmuan

Penelitian ini termasuk dalam lingkup Ilmu Kesehatan Masyarakat

Konsentrasi Keselamatan Kerja dan Kesehatan Lingkungan.

Page 32: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian ISPA

Infeksi pada sistem pernafasan dideskripsikan sesuai dengan areanya.

Pernafasan atas atau saluran pernafasan atas (upper airway), yang meliputi hidung

dan faring. Sistem pernafasan bawah meliputi bronkus, bronkeolus (bagian reaktif

pada saluran pernafasan karena ototnya yang halus dan kemampuan untuk

membatasi), dan alveolus (Hartono dan Rahmawati, 2012:1).

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yaitu infeksi akut yang

menyerang salah satu bagian/lebih dari saluran nafas mulai hidung sampai alveoli

termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura). Infeksi Saluran

Pernafasan Akut (ISPA) dibedakan menjadi dua, ISPA atas dan bawah. Infeksi

saluran pernafasan atas adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dan bakteri

termasuk nasopharyngitis atau common cold, pharyngitis akut, uvulitis akut,

rhinitis, nasopharyngitis kronis sinusitis. Sedangkan infeksi saluran pernafasan

akut bawah merupakan infeksi yang telah didahului oleh infeksi saluran atas yang

disebabkan oleh bakteri sekunder, yang termasuk dalam penggolongan ini adalah

bronkhitis akut, bronkhitis kronis, bronkiolitis dan pneumonia aspirasi (Nelson,

2002:1456-1483).

Menurut Myrnawati (2000) dalam Ida Raihana (2011), infeksi saluran

pernafasan akut mengandung 3 unsur:

1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia

dan berkembangbiak sehingga menimbulkan penyakit.

Page 33: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

13

2. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung alveoli, beserta organ

adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari (batas 14

hari untuk menunjukkan proses akut, walaupun proses ISPA dapat berlangsung

lebih dari 14 hari).

ISPA bagian atas di antaranya adalah batuk pilek (common cold),

peradangan pada faring (faringitis), peradangan pada tonsil dan kriptanya

(tonsilitis). Sedangkan ISPA bagian bawah adalah bronchiolitis dan pneumonia.

Pneumonia adalah infeksi yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) dan

mempunyai gejala batuk, sesak nafas, ronki, dan infiltrat pada foto rontgen.

Terjadinya pneumonia pada anak sering bersamaan dengan terjadinya proses

infeksi akut pada bronkus yang disebut Bronko pneumonia. Bronko pneumonia

seringkali terjadi setelah bronkiolitis, infeksi virus dan rejan. Gambaran klinis

berupa nafas cepat, batuk kering, demam, dan gelisah. Menurut letak anatomi,

pneumonia dibagi menjadi pneumonia lobaris, pneumonia lobularis

(bronchopneumonia), dan pneumonia interstialis.

2.2 Epidemiologi

Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit batuk pilek

pada balita di Indonesia diperkirakan 3-6 kali per tahun (rata-rata 4 kali per

tahun), artinya seorang balita rata-rata mendapatkan serangan batuk pilek

sebanyak 3-6 kali setahun. Dari hasil pengamatan epidemiologi dapat diketahui

bahwa angka kesakitan di kota cenderung lebih besar daripada di desa. Hal ini

Page 34: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

14

mungkin disebabkan oleh tingkat kepadatan tempat tinggal dan pencemaran

lingkungan di kota yang lebih tinggi daripada di desa.

Pneumonia adalah pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak

dibanding dengan gabungan penyakit AIDS, malaria, dan campak. Di dunia setiap

tahun diperkirakan lebih dari 2 juta balita meninggal karena pneumonia (1

balita/20 detik) dari 9 juta total kematian balita. Di antara 5 kematian balita, 1 di

antaranya disebabkan oleh pneumonia. Di negara berkembang 60% kasus

pneumonia disebabkan oleh bakteri, menurut hasil Riskesdas 2007 proporsi

kematian balita karena pneumonia menempati urutan kedua (13,2%) setelah diare.

Sedangkan berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004

proporsi kematian balita karena pneumonia menempati urutan pertama sementara

di negara maju umumnya disebabkan virus (Kementrian Kesehatan RI, 2011).

2.3 Etiologi Penyakit ISPA

Penyakit ISPA bisa disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, dan aspirasi.

Penyakit ISPA yang disebabkan oleh virus antara lain grup Mixovirus (virus

infuenza, Parainfluenza, Respiratory Syncytial Virus), Enterovirus (Coxsackie

virus, Echovirus), Adenovirus, Rhinovirus, Herpesvirus, Sitomegalovirus, virus

Epstein-Barr. Penyebab ISPA dari golongan bakteri antara lain dari genus

Streptococcus, Haemophylus, Stafilococcus, Pneumococcus, Diplococcus

pneumoniae, Bordetella, dan Corynebakterium. Jamur penyebab ISPA antara lain

Aspergillus sp, Candida albicans, Blastomyces dermatitidis, Histoplasma

capsulatum, Coccidioides immitis, Cryptococcus neoformans. Penyebab ISPA

dari aspirasi antara lain dari asap kendaraan bermotor, Bahan Bakar Minyak

Page 35: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

15

(BBM) biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, benda asing (biji-

bijian, mainan plastik kecil dan lain-lain) (Widoyono, 2008:156).

2.4 Etiologi Pneumonia

Secara etiologis pneumonia dapat disebabkan oleh bakteri, virus,

Mycoplasma pneumonia, jamur, aspirasi, Pneumonia hypostatic, dan sindrom

Loeffer. Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sulit dibedakan (Nursalam dkk,

2005: 114).

Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang timbul secara

primer atau sekunder setelah infeksi virus. Penyebab pneumonia dari golongan

bakteria antara lain: Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae,

Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, Mycobacterium tuberculosis.

Pneumonia lainnya yang disebabkan oleh virus (misalnya Influenza,

Parainfluenza, Adenovirus), pneumonia disebabkan oleh jamur (Candida

albicans), Asprasi (lambung). Pneumonia karena virus bisa menerima infeksi

primer atau komplikasi dari suatu penyakit virus, seperti mobili atau varicella.

Virus tidak hanya merusak sel epitel bersilia tetapi juga merusak sel golbet dan

kelenjar mukus pada bronkus sehingga merusak clearance mukosilia (Nursalam

dkk, 2005:114).

2.5 Patogenesis

Saluran pernapasan selama hidup selalu terpapar dalam dunia luar

sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif

dan efisien. Ketahanan saluran pernapasan terhadap infeksi maupun partikel dan

Page 36: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

16

gas yang ada di udara amat tergantung pada 3 unsur alami yang selalu terdapat

pada orang sehat yaitu:

1. Keutuhan epitel mukosa

2. Makrofag alveoli

3. Antibodi setempat

Penyebaran infeksi pada ISPA dikenal melalui 3 cara yaitu:

1. Melalui aerosol yang lembut terutama karena batuk

2. Melalui aerosol yang lebih basah terjadi pada waktu batuk dan bersin-bersin

3. Melalui kontak langsung atau tidak langsung dari benda yang telah dicemari

jasad renik.

Pada infeksi virus transmisi diawali dengan penyebaran virus ke daerah

sekitar terutama melalui bahan sekresi hidung. Virus yang menyebabkan ISPA

terdapat 10-100 kali lebih banyak di dalam mukosa hidung dari pada mukosa

faring (Hood Alsaqaff, 2006:111-112).

2.6 Patofisiologi

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dari interaksi bibit penyakit

dengan tubuh pejamu, dan tubuh penjamu berusaha untuk mengeluarkan,

membatasi atau membasmi bibit penyakit tersebut melalui mekanisme pertahanan

tubuh baik sistemik atau lokal (Depkes RI, 1996).

Virus merupakan penyebab utama ISPA yang menginfeksi mukosa,

hidung, trachea, dan bronkus. Infeksi virus akan menyebabkan mukosa

membengkak dan menghasilkan banyak lendir, jika pembekakan tersebut tinggi

maka akan menghambat aliran udara melalui pipa-pipa pada saluran pernafasan.

Page 37: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

17

Jika seseorang batuk merupakan tanda bahwa paru-paru tersebut sedang berusaha

mendorong lendir keluar, dan membersihkan pipa saluran pernafasan. Adanya

infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Infeksi

sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat

menyumbat saluran pernafasan sehingga timbul sesak nafas dan juga

menyebabkan batuk yang produktif. Penderita akan menularkan kuman penyakit

kepada orang lain melalui udara atau percikan ludah. Kuman ISPA yang ada di

udara akan terhirup oleh orang yang berada di sekitarnya dan masuk ke dalam

saluran pernafasan, dari saluran pernafasan akan menyebar ke seluruh tubuh.

Tahap-tahap perjalanan penyakit ISPA yaitu:

1. Tahap prepatogenesis: dimulai dengan keberadaan agen penyakit (bakteri:

Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophilus

influenzae, Bordetella pertusis, dan Corinebacterium dan virus: golongan

Miksovirus, Adenovirus, Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma,

Herpesvirus).

2. Tahap inkubasi: virus dan bakteri merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.

Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya

rendah.

3. Tahap dini penyakit: dimulai dari munculnya gejala penyakit, timbul gejala

demam dan batuk untuk pnemonia ringan.

4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh sempurna,

sembuh dengan cacat, menjadi kronos dan meninggal akibat pneumonia.

Page 38: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

18

2.7 Klasifikasi ISPA

Untuk kepentingan program pencegahan dan pemberantasan ISPA, maka

penyakit ISPA dapat dibedakan menurut lokasi anatomik dan klasifikasi penyakit

menurut kelompok umur (Depkes RI, 2000):

2.7.1 Lokasi Anatomik

2.7.1.1 ISPA Atas

ISPA atas adalah batuk pilek (common cold), peradangan pada faring

(faringitis), peradangan pada tonsil dan kriptanya (Tonsilitis), otitis media dan

sinusitis, dan epiglotitis akut.

2.7.1.2 ISPA Bawah

ISPA bawah di antaranya bronkitis, bronchiolitis dan pneumonia yang

sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian.

2.7.2 Klasifikasi Penyakit Menurut Kelompok Umur

Menurut Depkes RI (2007), klasifikasi ISPA menurut golongan umur

dibedakan menjadi:

2.7.2.1 Golongan Umur Kurang dari 2 Bulan terdiri dari:

2.7.2.1.1 Pneumonia Berat

Seorang bayi berumur < 2 bulan diklasifikasikan menderita pneumonia

berat bila dari pemeriksaan ditemukan:

1. Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang kuat (TDDK kuat) atau

2. Adanya nafas cepat: 60 x/menit atau lebih.

Page 39: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

19

2.7.2.2.2 Batuk Bukan Pneumonia

Bayi yang diklasifikasikan menderita batuk bukan pneumonia adalah yang

menderita batuk pilek biasa tanpa adanya tanda bahaya ataupun tanda pneumonia.

Seorang bayi berumur < 2 bulan diklasifikasikan menderita batuk bukan

pneumonia apabila dari pemeriksaan :

1. Tidak ada TDDK kuat.

2. Tidak ada nafas cepat, frekuensi nafas kurang dari 60 x/menit.

2.7.2.2 Golongan Umur 2 Bulan – <5 Tahun

2.7.2.2.1 Pneumonia Berat

Seorang anak berumur 2 bulan - <5 tahun diklasifikasikan menderita

pneumonia berat apabila dari pemeriksaan ditemukan tarikan dinding dada bagian

bawah ke dalam (TDDK).

2.7.2.2.2 Pneumonia

Seorang anak berumur 2 bulan – <5 tahun diklasifikasikan menderita

pneumonia apabila dari pemeriksaan:

1. Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.

2. Adanya nafas cepat 50 x/menit atau lebih pada anak umur 2 - <12 bulan.

3. Adanya nafas cepat 40 x/menit atau lebih pada umur 12 bulan - <5 tahun.

2.7.2.2.3 Bukan Pneumonia

Seorang anak berumur 2 bulan - <5 tahun diklasifikasikan menderita batuk

bukan pneumonia apabila dari pemeriksaan:

1. Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.

Page 40: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

20

2. Tidak ada nafas cepat, frekuensi nafas kurang dari 50 x/menit pada anak umur

2- <12 bulan dan kurang dari 40 x/menit pada umur 12 bulan- <5 tahun.

2.8 Faktor-Faktor Risiko yang Mempengaruhi Terjadinya ISPA Pada Balita

Menurut Depkes RI (2001), faktor risiko terjadinya ISPA secara umum

yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku.

2.8.1 Faktor Lingkungan

2.8.1.1 Pencemaran Udara dalam Rumah

Pencemaran udara dalam ruang (indoor air pollution) terutama rumah

sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, karena pada umumnya orang lebih

banyak menghabiskan waktu untuk melakukan kegiatan di dalam rumah menjadi

sangat penting sebagai lingkungan mikro yang berkaitan dengan risiko dari

pencemaran udara.

Dampak dari adanya pencemar udara dalam ruang rumah terhadap

kesehatan dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Gangguan

kesehatan secara langsung dapat terjadi setelah terpajan, antara lain yaitu iritasi

mata, iritasi hidung dan tenggorokan, serta sakit kepala, mual dan nyeri otot

(fatigue), termasuk asma, hipersensitivitas pneumonia, flu dan penyakit-penyakit

virus lainnya. Sedangkan gangguan kesehatan secara tidak lansung dampaknya

dapat terjadi beberapa tahun kemudian setelah terpajan, antara lain penyakit paru,

jantung, dan kanker, yang sulit diobati dan berakibat fatal (Kepmenkes Nomor

1077: 2011).

Selain penyakit tersebut di atas, Bronkhitis kronis, Penyakit Paru

Obstruktif Kronik (PPOK), kanker paru, kematian Berat Bayi Lahir Rendah

Page 41: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

21

(BBLR), kematian bayi usia kurang dari satu minggu, otitis media dan ISPA,

tuberculosis sering dijumpai pada lingkungan dengan kualitas udara dalam ruang

yang tidak baik.

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak

dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga

akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang

ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar

tidur, ruang tempat bayi dan balita bermain.

Bahan partikel yang terdapat di dalam ruangan dapat saja sama di luar

ruangan, hanya saja kadarnya yang berbeda. Partikel di dalam ruangan dapat

terdiri dari partikel debu rumah, partikel asap rokok, aero allergin, dan bahan alat

kecantikan. Sedangkan bahan polutan berupa gas, dan partikel di dalam ruangan

(indoor), adalah sebagai berikut: gas CO, gas SO2, gas CO2, gas NO2, gas NH3,

aerosol propellant, dan polutan partikel hidup (Mukono, 2000:18).

Selain asap rokok, pencemaran udara dalam rumah dapat berasal dari asap

pembakaran bahan bakar biomassa seperti asap dapur dari bahan bakar kayu,

kebiasaan menggunakan obat nyamuk bakar, maupun asap dari bahan bakar

transportasi yang ada di dalam rumah.

2.8.1.2 Ventilasi Rumah

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk

menjaga agar aliran udara dalam rumah tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan

O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan

menyebabkan kurang O2 dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun

Page 42: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

22

bagi penghuninya menjadi meningkat. Di samping itu tidak cukupnya ventilasi

akan menyebabkan kelembaban udara dalam ruangan naik karena terjadinya

proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini merupakan

media yang baik untuk bakteri patogen (bakteri penyebab penyakit).

Fungsi kedua dari ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari

bakteri-bakteri terutama bakteri patogen. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga

agar ruangan rumah selalu tetap dalam kelembaban (humidity) yang optimum.

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2007:170), ada 2 macam ventilasi yaitu:

1. Ventilasi alamiah

Aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui

jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada dinding.

2. Ventilasi buatan

Untuk mengalirkan udara di dalam ruangan dengan menggunakan alat-alat

khusus seperti kipas angin, dan mesin penghisap udara.

Berdasarkan Kepmenkes Nomor 1077 Tahun 2011, ventilasi dikatakan

baik dan memenuhi syarat bila memenuhi kriteria berikut:

1. Luas lubang ventilasi tetap minimal 5% dari luas lantai ruangan,

sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup)

minimal 5 % dari luas lantai. Jumlah keduanya menjadi 10% dari luas

lantai ruangan.

2. Udara yang masuk ke dalam ruangan harus bersih, tidak dicemari asap

kendaraan bermotor, asap pembakaran sampah serta debu.

Page 43: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

23

3. Aliran udara diusahakan cross ventilation. Cross ventilation adalah dengan

menempatkan lubang ventilasi berhadapan antar dua dinding. Aliran udara

tersebut tidak boleh terhalang oleh barang-barang besar seperti dinding,

lemari, sekat rumah.

2.8.1.3 Pencahayaan

Pencahayaan yang baik adalah pencahayaan yang bisa menerangi seluruh

ruangan. Jika cahaya tidak dapat masuk ke dalam rumah, terutama cahaya

matahari, di samping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang

baik untuk hidup dan berkembangnya bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak

cahaya dalam rumah akan menyebabkan silau, dan akhirnya dapat merusak mata.

Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2007: 171), cahaya dapat dibedakan menjadi 2

yaitu:

1. Cahaya alamiah, yaitu matahari. Cahaya ini sangat penting karena dapat

membunuh bakteri patogen dalam rumah, misalnya baksil TBC. Oleh karena

itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.

2. Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah,

seperti lampu minyak tanah, listrik dan sebagainya.

Pencahayaan yang baik adalah pencahayaan yang bisa menerangi seluruh

ruangan. Berdasarkan Kepmenkes Nomor 1077 Tahun 2011, pencahayaan alami

dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh

ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan.

2.8.1.4 Kualitas Udara

Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut:

Page 44: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

24

1. Suhu udara nyaman, antara 18° - 30° Celsius.

2. Kelembaban udara, antara 40 - 70%.

3. Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam.

4. Pertukaran udara 5 kali 3 per menit per penghuni.

5. Konsentrasi gas formaldehid tidak melebihi 120 mg/m3.

6. Gas CO kurang dari 100 ppm per 8 jam.

2.8.1.5 Suhu

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan rumah tinggal menyebutkan bahwa

suhu udara yang nyaman berkisar antara 18°C sampai 30°C. Dampak suhu dalam

rumah yang terlalu rendah dapat menyebabkan gangguan kesehatan hingga

hypotermis, sedangkan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan dehidrasi

sampai dengan heat stroke.

2.8.1.6 Kepadatan Hunian

Kepadatan hunian merupakan luas lantai dalam rumah dibagi dengan

jumlah anggota kelompok penghuni (Mukono, 2000). Kepadatan hunian tempat

tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada.

Begitu juga keadaan jumlah kamar yang penghuninya lebih dari dua orang.

Karena bisa menghalangi proses pertukaran udara bersih sehingga menjadi

penyebab terjadinya ISPA. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Rumah, kepadatan

hunian ruang tidur minimal luasnya 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih

dari 2 orang kecuali anak di bawah umur 5 tahun.

Page 45: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

25

2.8.2 Faktor Individu Anak

2.8.2.1 Umur Anak

Insiden penyakit pernafasan oleh virus melonjak pada bayi dan usia dini

pada anak-anak dan tetap menurun terhadap usia. Insiden ISPA tertinggi pada

umur 6 - 12 bulan. Pada bayi baru lahir, pneumonia seringkali terjadi karena

aspirasi, infeksi virus Varicella-zoster dan infeksi berbagai bakteri gram negatif

seperti bakteri Coli, TORCH, Streptokokus dan Pneumokokus. Pada Bayi,

pneumonia biasanya disebabkan oleh berbagai virus, yaitu Adenovirus, Coxsackie,

Parainfluenza, Influenza A or B, Respiratory Sincytial Virus (RSV), dan bakteri

yaitu B. streptococci, E. coli, P. aeruginosa, Klebsiella, S. pneumoniae, S. aureus,

Chlamydia. Pneumonia pada balita dan anak pra-sekolah disebabkan oleh virus,

yaitu Adeno, Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai bakteri yaitu: S.

pnemoniae, Hemophilus influenzae, Streptococci A, Staphyloccus aereus,

Chlamydia. Pada anak usia sekolah dan usia remaja, pneumonia disebabkan oleh

virus, yaitu Adeno, Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai bakteri yaitu S.

pneumoniae, Streptococcus A dan Mycoplasma (Cissy B. Kartasasmita, 2010).

2.8.2.2 Berat Badan Lahir

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling

sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk

mendiagnosis bayi normal atau BBLR. Dikatakan BBLR apabila berat bayi lahir

di bawah 2500 gram atau di bawah 2,5 kg. Pada masa bayi-balita, berat badan

dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizi

kecuali terdapat kelainan klinis seperti dehidrasi, asites, edema adanya tumor. Di

Page 46: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

26

samping itu pula berat badan dapat dipergunakan sebagai dasar perhitungan dosis

obat dan makanan (I Dewa Nyoman S. dkk, 2001:39).

Anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah akan mengalami lebih

berat infeksi pada saluran pernafasan. Hal ini dikarenakan pembentukan zat anti

kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi,

terutama pneumonia dan sakit saluran pernafasan lainnya.

2.8.2.3 Status Gizi

Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA

dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan tubuh yang

kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu

makan dan mengakibatkan kekurangan gizi. Kekurangan gizi akan berpengaruh

terhadap daya tahan tubuh dan respon imunologis terhadap suatu penyakit ataupun

kejadian keracunan (Juli Soemirat, 2000:68).

Asupan gizi yang kurang merupakan risiko untuk kejadian dn kematian

balita dengan infeksi saluran pernafasan. Perbaikan gizi seperti pemberian ASI

eksklusif dan pemberian mikro-nutrien bisa membantu pencegahan penyakit anak

(Cissy B. Kartasasmita, 2010).

2.8.2.4 Pemberian Vitamin A

Vitamin A adalah zat gizi yang penting dan tidak dapat disintesa tubuh

sehingga perlu dipenuhi dari luar melalui makanan atau tablet. Vitamin A esensial

untuk kesehatan dan kelangsungan hidup karena dapat meningkatkan daya tahan

tubuh terhadap penyakit infeksi. Pada keadaan menderita ISPA, suplai vitamin A

dalam hati cepat terkuras. Keadaan ini menyebabkan perubahan pada jaringan

Page 47: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

27

epitel paru-paru sehingga mudah mengalami keratinisasi. Keadaan inilah yang

mudah dimasuki oleh kuman penyebab ISPA. Untuk mengembalikannya ke

kondisi normal maka perlu konsumsi zat gizi terutama vitamin A. Program

pemberian vitamin A setiap 6 bulan untuk balita telah dilaksanakan di Indonesia.

Vitamin A bermanfaat untuk meningkatkan imunitas dan melindungi saluran

pernapasan dan infeksi kuman (Cissy B. Kartasasmita, 2010).

2.8.2.5 Status Imunisasi

Imunisasi merupakan salah satu bentuk intervensi yang sangat efektif

menurunkan angka kematian dan kesakitan bayi serta balita dari berbagai jenis

penyakit. Makin lengkap status imunisasi, makin kecil risiko terkena penyakit

yang dapat dicegah. Sebaliknya risiko terkena penyakit infeksi juga akan lebih

besar, bila imunisasi pada anak tidak lengkap.

Pemberian imunisasi dapat menurunkan risiko untuk terkena pneumonia.

Imunisasi yang berhubungan dengan kejadian penyakit pneumonia adalah

imunisasi pertusis (DPT), campak, Haemophilus influenzae dan pneumococcus

(Cissy B. Kartasasmita, 2010).

2.8.3. Faktor Perilaku

Faktor perilaku yang dapat menyebabkan risiko timbulnya penyakit ISPA

adalah kebiasaan pemakaian obat nyamuk bakar, bahan bakar memasak, dan

Perilaku merokok anggota keluarga. Praktik penanganan ISPA di keluarga baik

yang dilakukan oleh ibu ataupun oleh anggota keluarga sangat penting karena

penyakit ISPA merupakan penyakit yang ada sehari-hari di dalam masyarakat atau

keluarga. Hal itu perlu mendapat perhatian serius oleh kita semua karena penyakit

Page 48: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

28

ini banyak menyerang balita dan anggota keluarganya yang sebagian besar dekat

dengan balita.

2.8.3.1 Pemakaian Bahan Bakar Memasak

Penggunaan bahan bakar memasak seperti arang, kayu, minyak bumi, dan

batu bara dapat mengakibatkan risiko terjadinya pencemaran udara di dalam

rumah, yang mana dapat menjadikan sumber pencemaran kimia seperti Sulfur

dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2), Carbon monoksida (CO),

Carbondioksida (CO2), serta partikel debu diameter 2,5 µ (PM 2,5) dan partikel

debu diameter 10 µ (PM 10) yang bisa meningkatkan risiko terjadinya ISPA

(Kemenkes RI, 2011).

2.8.3.2 Pemakaian Obat Nyamuk Bakar

Asap yang dihasilkan dari obat nyamuk bakar dapat menyebabkan polusi

udara yang berasal dari dalam rumah (indoor). Pencemaran udara tersebut dapat

berupa partikel debu diameter 2,5 µ (PM2,5) dan partikel debu diameter 10 µ

(PM10) yang dapat menimbulkan ISPA (Kemenkes RI, 2011)

2.8.3.3 Perilaku Merokok Anggota Keluarga

Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim ditemui dalam

kehidupan sehari-hari. Rokok merupakan salah satu produk industri dan komoditi

internasional yang mengandung sekitar 3.000 bahan kimiawi. Unsur-unsur yang

penting antara lain: tar, nikotin, benzoprin, metil-kloride, aseton, amonia, dan

Carbon monoksida.

Tembakau sebagai bahan baku pembuatan rokok berada pada tingkat

pertama penyebab kematian yang dapat dicegah di dunia. Tembakau

Page 49: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

29

menyebabkan satu dari 10 kematian orang dewasa di seluruh dunia, dan

mengakibatkan 5,4 juta kematian pada tahun 2006. Hal ini menunjukkan bahwa

rata-rata terjadi satu kematian setiap 6,5 detik. Jika hal ini terus berlanjut, maka

diperkirakan kematian pada tahun 2020 akan mendekati dua kali jumlah kematian

saat ini (Evy Rahmawati, 2008:2).

Merokok merupakan salah satu faktor risiko penting untuk beberapa

penyakit di antaranya batuk menahun, penyakit menahun seperti penyakit paru

obstruktif menahun (PPOM), bronkhitis, dan empisema, ulkus peptikum, infertili,

gangguan kehamilan, artherosklerosis sampai penyakit jantung koroner, beberapa

jenis kanker seperti kanker mulut, kanker paru, dan kanker sistem pernapasan

lainnya (Buston, 2007:209).

Menurut (Buston, 2007:210), variabel merokok sebagai variabel

independen dalam suatu penelitian mempunyai variasi yang cukup luas dalam

kaitannya dengan dampak yang diakibatkannya. Oleh karena itu, paparan rokok

perlu diidentifikasi selengkapnya dari berbagai segi di antaranya:

1. Jenis perokok: perokok aktif atau perokok pasif.

2. Jumlah rokok yang dihisap: dalam satu batang, bungkus, atau pak perhari.

3. Jenis rokok yang dihisap: keretek, cerutu, atau rokok putih, pakai filter atau

tidak.

4. Cara menghisap rokok: menghisap dangkal, di mulut saja atau isap dalam.

5. Alasan mulai merokok: sekedar ingin hebat, ikut-ikutan, kesepian, pelarian,

sebagai gaya, meniru orang tua.

6. Umur mulai merokok: sejak umur 10 tahun atau lebih.

Page 50: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

30

Berdasarkan hal tersebut jenis perokok juga dapat dibagi atas perokok

ringan sampai berat di antaranya:

1. Perokok ringan jika merokok kurang dari 10 batang perhari.

2. Perokok sedang jika menghisap rokok antara 10-20 batang perhari.

3. Perokok berat jika merokok lebih dari 20 batang per hari.

Dalam melakukan aksinya, rokok bisa menjadi lebih agresif bila ditemani

faktor-faktor lain. Interaksi rokok dengan asbes dapat memberikan peningkatan

sepuluh kali terjadinya kanker paru. Rokok dan hipertensi akan meningkat 2 kali

lipat untuk penyakit jantung koroner (Buston, 2007:210).

2.8.4 Tingkat Sosial Ekonomi yang Rendah

Bayi yang lahir di keluarga yang tingkat sosial ekonominya rendah maka

pemenuhan gizi dan pengetahuan tentang kesehatannya juga rendah sehingga akan

mudah terjadi penularan penyakit termasuk ISPA (Juli Soemirat Slamet, 2002:13).

2.9 Pencegahan Penyakit ISPA

Untuk mencegah penyakit ISPA perlu partisipasi aktif dari masyarakat

atau keluarga terutama ibu rumah tangga. Adapun langkah-langkah untuk

mencegah penyakit ISPA antara lain:

1. Peningkatan gizi balita

Peningkatan gizi balita untuk menghindari malnutrisi di antaranya

defisiensi vitamin A. Vitamin A merupakan vitamin yang larut dalam lemak atau

minyak dan mempunyai beberapa fungsi dalam tubuh manusia karena vitamin A

merupakan komponen dari retina (selaput jala).

2. Pemberian imunisasi

Page 51: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

31

Pemberian imunisasi merupakan salah satu langkah yang dapat digunakan

untuk mengurangi angka kesakitan ISPA. Untuk mencegah ISPA dapat dilakukan

dengan pemberian imunisasi yaitu imunisasi campak pada anak usia 9 bulan,

imunisasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus) yang diberikan sebanyak 3 kali pada

umur 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan.

3. Program KIA (Peningkatan Gizi Ibu hamil dan Pemberian Asi Eksklusif)

Program KIA yang menangani kesehatan ibu hamil dan mencegah BBLR,

seperti peningkatan gizi ibu hamil serta pendidikan dan perilaku ibu terhadap cara

menjaga dan mengasuh anak. Pemberian ASI dari ibu sangat membantu untuk

menghidari dari berbagai penyakit termasuk ISPA.

4. Pendidikan Ibu

Pendidikan ibu sangat berpengaruh terhadap ketepatan dan ketelitian

dalam pencegahan dan pengelolaan penyakit yang terjadi pada anak balitanya.

Tingkat pendidikan ibu, dalam hal ini lebih dikaitkan dengan kemampuan

seseorang ibu yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi pada umumnya

memiliki pengetahuan yang lebih luas, sehingga dapat lebih mudah dalam

menyerap dan menerima informasi serta aktif berperan serta dalam mengatasi

masalah kesehatannya dan keluarganya.

2.10 Pengobatan ISPA

1. Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parental,

oksigen dan sebagainya.

2. Pneumonia: diberi obat antibiotik Kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak

mungkin diberikan kotrimoksasol atau mungkin dengan pemberian

Page 52: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

32

kotrimoksasol keadaan penderita menetap, dapat diberikan obat antibiotik

pengganti seperti ampisilin, amoksilin atau penisilin prokain.

3. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di

rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk

lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,

dekstrometorfan dan antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas

yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila ada pemeriksaan

tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran

kelenjar getah bening di leher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh

kuman streptococcus dan harus diberi antibiotik selama 10 hari. Tanda

bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan perawatan

khusus untuk pemerikasaan selanjutnya (Hood Alsagaff, 2006:120).

2.11 Kunjungan Rumah untuk Pneumonia

Dalam upaya pemberdayaan masyarakat tentang pneumonia balita maka

Subdit ISPA memiliki kegiatan Care seeking Program P2 ISPA berupa kunjungan

rumah pada:

1. Balita pneumonia yang tidak datang kembali untuk kunjungan ulang.

Kunjungan rumah berfungsi untuk memastikan bahwa balita tersebut tidak

jatuh dalam klasifikasi yang lebih berat dan memerlukan pertolongan segera.

2. Balita yang berulang kali menderita pneumonia. Pada saat melakukan

kunjungan rumah tenaga kesehatan dapat mengidentifikasi dan memberikan

penyuluhan tentang faktor risiko yang ada pada balita tersebut dan

lingkungannya (Depkes RI, 2007).

Page 53: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

33

2.12 Kerangka Teori

Berdasarkan hasil penelaah kepustakaan dan mengacu pada konsep dasar

tentang faktor risiko penyakit ISPA, maka kerangka teoritis dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut (Gambar 2.1)

Keterangan:

(*) : Variabel yang diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Teori

(Sumber: Depkes RI, 2001 ; Menkes RI, 2011; Bustan, 2007: 210-211)

Imunitas

Tubuh

Karakteristik Balita:

1. Umur

2. Berat badan lahir

rendah

3. Status imunisasi

4. Status Gizi

5. Pemberian

Vitamin A

Kejadian Infeksi

Mikroorganisme

Kondisi Lingkungan

Rumah:

1. Kepadatan hunian

kamar (*)

2. Luas ventilasi (*)

Kualitas

Udara

Indoor

Perilaku Anggota

Keluarga:

1. Kebiasaan Merokok

dalam ruangan (*)

2. Kebiasaan

mengunakan obat

nyamuk bakar

3. Penggunaan bahan

bakar memasak /

dapur

Keberadaan polutan

dalam rumah

Kelancaran

sirkulasi

udara

Kondisi Lingkungan

Rumah:

1. Suhu

2. Pencahayaan

alami kamar (*)

Jumlah agen

Kelembaban

udara (*)

Kejadian

iritasi

Kejadian ISPA

Karakteristik Ibu:

1. Pendidikan

2. Pengetahuan

3. Status ekonomi

Page 54: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

74

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian hubungan antara kondisi lingkungan rumah dan

perilaku merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di

Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang didapatkan simpulan

sebagai berikut:

1. Ada hubungan antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian ISPA pada

balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang tahun 2015 (p

value = 0,005).

2. Ada hubungan antara pencahayaan alami kamar dengan kejadian ISPA pada

balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang tahun 2015 (p

value = 0,012).

3. Ada hubungan antara perilaku merokok anggota keluarga dengan kejadian

ISPA pada balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang

tahun 2015 (p value = 0,000).

4. Tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar dengan kejadian ISPA pada

balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang tahun 2015 (p

value = 0,178).

5. Tidak ada hubungan antara kelembaban udara kamar dengan kejadian ISPA

pada balita di Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang tahun

2015 (p value = 0,366).

Page 55: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

75

6.2 Saran

6.2.1 Bagi Puskesmas Mijen

Sebaiknya untuk petugas kesehatan agar dengan rutin melakukan

pemeriksaan rumah sehat yang meliputi kepadatan hunian kamar, luas ventilasi

kamar, pencahayaan alami kamar, kelembaban alami kamar, dan memberikan

penyuluhan mengenai bahaya asap rokok terutama bagi keluarga yang memiliki

balita yang mempunyai anggota keluarga yang merokok. Selain itu bisa membuat

pusat layanan / klinik berhenti merokok bagi warga yang ingin berhenti merokok.

6.2.2 Bagi Masyarakat

Bagi masyarakat di Kelurahan Wonolopo, sebaiknya berusaha menjadikan

kondisi lingkungan rumah menjadi sehat dengan membuka jendela setiap pagi

sampai sore agar udara dan sinar matahari dapat masuk, mengubah perilaku

merokok anggota keluarganya sehingga berhenti merokok, jika luas ruangan

kamar tidur balita < 8 m2 maka dianjurkan untuk tidak lebih dari 2 orang tidur.

6.2.3 Bagi Ibu Balita

Untuk mencegah penyakit ISPA pada anak balita diharapkan ibu balita

lebih memperhatikan lingkungan sekitar seperti menjauhkan perokok dari balita,

lebih lama membuka pintu atau jendela sebagai sarana pertukaran udara,

menyusupkan genteng kaca agar cahaya matahari dapat masuk.

Page 56: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

76

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H dan Mukty, A. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga

University Press, Surabaya.

Arikunto S, 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta,

Jakarta.

Badan Meteorologi, Klimatoligi, dan Geofisika, Prakiraan Cuaca di Indonesia,

diakses tanggal 18 Agustus 2015,

(http://meteo.bmkg.go.id/prakiraan/indonesia)

Bautista L.E etc, 2008, Indoor Charcoal Smoke and Acute Respiratory Infection

in Young Children in the Dominican Republic, American Journal of

Epidemiologi.

Bustan, 2007, Epidemiologi: Penyakit Tidak Menular, PT Rineka Cipta, Jakarta.

Cissy B. Kartasasmita, 2010, Pneumonia Pembunuh balita. Buletin Jendela

Epidemiologi Volume 3, September 2010.

Data Monografi Kelurahan Wonolopo Kecamatan Mijen Kota Semarang Tahun

2015.

Depkes RI, 1996, Pedoman Progam Pemberantasan Penyakit ISPA untuk

Penanggulangan Pneumonia pada Balita dalam Pelita VI, Depkes RI

Jakarta.

, 2000, Pedoman Program Pemberantasan Penyakit Infeksi

Saluran Pernafasan Akut, Direktorat PPM&PL, Jakarta.

, 2001, Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA, Depkes RI,

Jakarta.

, 2007, Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita, Depkes RI,

Jakarta.

Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2005, Pedoman Teknis Penilaian Rumah

Sehat untuk Puskesmas. Dinas Kesehatan Kesehatan Provinsi Jawa

Tengah, Jakarta.

, 2009, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Kesehatan

Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Semarang.

Page 57: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

77

, 2005, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

829/Menkes/SK/VII/1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan,

Dinkes Provinsi Jateng, Semarang.

Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, 2011, Keputusan

Menteri Kesehatan RI No. 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar

Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, Mentri Kesehatan RI, Jakarta.

Hartono dan Rahmawati, 2012, ISPA: Gangguan Pernapasan pada Anak, Nuha

Medika, Yogyakarta.

I Dewa Nyoman S. dkk, 2001, Penilaian Status Gizi, ECG, Jakarta.

Ike Suhandayani, 2006, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA

pada Balita di Puskesmas Pati 1 Kabupaten Pati, Skripsi, Universitas

Negeri Semarang.

Juli Soemirat, 2000, Epidemiologi Lingkungan, Gajah Mada University Press,

Yogyakarta.

, 2002, Kesehatan Lingkungan, Gajah Mada University Press,

Yogyakarta.

Menteri Kesehatan RI, 2011, Perarutan Menteri Kesehatan RI No.

1077/Menkes/PER/V/2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam

Ruang Rumah, Menteri Kesehatan RI, Jakarta.

Mukono, 2000, Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan, Airlangga University

Press, Surabaya.

, 2008, Pencemaran Udara dan Pengaruhnya terhadap Gangguan

Saluran Pernafasan, Airlangga University Press, Surabaya.

Myrnawati, 2000 dalam ida Raihana, 2011 (Skripsi. Faktor-faktor yang

berhubungan dengan penyakit infeksi saluaran pernafasan akut pada

balita di wilayah kerja puskesmas kecamatan Trienggadeng Kabupaten

Pidie Jaya. STIKES U’budiyah Banda Aceh).

Nelson, 2002, Ilmu Kesehatan Anak, EGC, Jakarta.

Notoatmodjo, S, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta.

, 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.

, 2007, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Rineka Cipta, Jakarta.

Page 58: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/27991/1/6411411067.pdf · keluarga (p value= 0,000) dengan kejadian ISPA pada balita dan tidak ada hubungan antara luas ventilasi kamar (

78

, 2012, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.

Nursalam dkk, 2005, Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk Perawat dan

Bidan), Salemba Medika, Jakarta.

Profil Kesehatan Kota Semarang Tahun 2013

Profil Kesehatan Puskesmas Mijen Tahun 2014

Rachmawati, Evi, 2008, Jumlah Perokok Pemula Meningkat. diakses tanggal 25

februari 2015,

(http://nasional.kompas.com/read/2008/06/07/17531289/Jumlah.Perokok.

Pemula)

Safitri Liana Rahyuni, 2009, Hubungan antara Kondisi Fisik Rumah dengan

Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Jekulo Kudus,

Skripsi, Universitas Negeri Semarang.

Sudigdo dan Ismail, 1995, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Binarupa

Aksara, Jakarta.

Sugiyono, 2007, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dab R&D, Alfabeta,

Bandung.

Suryaniti Mila Wulandari, 2003, Hubungan antara Sanitasi Rumah, Perilaku

Penduduk dan Faktor Intern Anak dengan Timgkat Kejadian ISPA pada

Anak Balita, Skripsi, Universitas Airlangga,Surabaya.

Trihono, 2013, Riset Kesehatan Dasar, Badan Penelelitian dan Pengembangan

Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.

Triska S. N., dan Lilis S., 2005, Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Anak Balita, Jurnal

Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No. 1.

Widoyono, 2008, Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &

Pemberantasannya, Erlangga, Jakarta.