skripsi kinerja dinas pengendalian penduduk dan …

101
SKRIPSI KINERJA DINAS PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA DI KABUPATEN BONE Disusun Oleh: RAHMATIA Nomor Induk : 105610550915 PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

Upload: others

Post on 12-Nov-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SKRIPSI KINERJA DINAS PENGENDALIAN PENDUDUK

DAN KELUARGA BERENCANA DI KABUPATEN BONE

Disusun Oleh:

RAHMATIA

Nomor Induk : 105610550915

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

SKRIPSI

KINERJA DINAS PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA DI KABUPATEN BONE

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi dan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negera (S.Sos)

Disusun dan Diajukan Oleh:

RAHMATIA

Nomor Stambuk: 105610550915

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2020

iv HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Rahmatia

Nomor Spanduk : 105610550915

Program Studi : Ilmu Administrasi Negara

Menyatakan bahwa benar skripsi ini adalah karya saya sendiri dan bukan hasil

plagiat dari sumber lain. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan

apabila dikemudian hari peryataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima

sanksi akademik berupa pencabutan gelar akademik dan pemberian sanksi lainnya

sesuai dengan aturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, 2 Januari 2020

Yang menyatakan,

Rahmatia

v ABSTRAK

Rahmatia, Anwar Parawangi dan Adnan Ma’ruf. Kinerja Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana di Kabupaten Bone. (dibimbing oleh Anwar Parawangi dan Adnan Ma’ruf).

Penelitian ini dilatar belakangi oleh sebuah masalah Kinerja Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana di Kabupaten Bone. Pertumbuhan penduduk di kabupaten Bone setiap tahun bertambah jumlahnya

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Kinerja Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana di Kabupaten Bone. Dasar penelitian ini adalah bersifat kualitatif dengan tipe penelitian secara deskriptif. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah telaah dokumen, observasi dan wawancara. Kemudian data dan hasil wawancara yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa Kinerja Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana di Kabupaten Bone belum berjalan secara maksimal dalam menjalankan programnya di masyarakat dikarenakan masih ada beberapa daerah yang belum bisa terjangkau disamping itu pegawai penyuluh belum maksimal dalam melaksanakan tugas serta masyarakat sendiri masih banyak yang belum mengerti dan mengetahui program yang dilaksanakan oleh PPKB.

Kata Kunci : Kinerja, Program, PPKB

vi KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan rasa syukur yang tidak terhingga kehadirat Allah SWT,

yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kinerja Dinas Pengendalian Penduduk dan

Keluarga Berencana Di Kabupaten Bone”.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud

tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada

kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang

terhormat:

1. Bapak Dr. Anwar Parawangi, M.Si selaku Pembimbing I dan Bapak

Adnan Ma’ruf, S.Sos., M.Si selaku Pembimbing II yang senantiasa

meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga

skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Ibu Dr. Hj. Ihyani Malik, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

3. Bapak Nasrulhaq, S.Sos., MPA selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi

Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah

Makassar.

4. Para dosen dan staf yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu persatu

yang telah memotivasi, mendorong dan berdiskusi dengan penulis hingga

menyelesaikan program studi pada Jurusan Ilmu Administrasi Negara di

UNISMUH Makassar.

5. Ucapan terima kasih kepada seluruh informan yang berada pada Kantor Dinas

Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana di Kabupaten Bone atas

kesediannya memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengambil data

dalam rangka merampungkan penelitian.

6. Penulis berterima kasih secara istemewa atas segala doa, keikhlasan, cinta,

kasih sayang, motivasi dan segala pengorbanannya untuk kesuksesan

vii penulis kepada kedua orang tua saya tercinta, ayahanda Lanna dan ibunda

Hj. Sanatang, saudara-saudaraku Alimuddin, Darmawati, Sultan,

Amiruddin dan Anriani, serta seluruh keluarga besar saya yang tidak

sempat saya sebutkan namanya satu persatu, terima kasih banyak atas

segala dukungan dan doanya selama ini.

7. Teman-teman dari kelas G 2015, teman-teman seperjuangan Jurusan Ilmu

Administrasi Negara 2015 dan teman-teman DPK Kepmi Bone Kom Tatg

2015, Penulis ucapkan terima kasih.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu yang

telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini baik secara langsung

maupun tidak langsung.

Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun

sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat

memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.

Makassar, 2 Januari 2020

RAHMATIA

viii DAFTAR ISI

Halaman Pengajuan Skripsi ...............................................................................i

Halaman Persetujuan ..........................................................................................ii

Halaman Penerimaan Tim ..................................................................................iii

Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah .....................................................iv

Abstrak ...............................................................................................................v

Kata Pengantar ...................................................................................................vi

Daftar Isi .............................................................................................................viii

Daftar Tabel ........................................................................................................xi

Daftar Gambar ....................................................................................................xii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...........................................................................................1

B. Rumusan Masalah ......................................................................................4

C. Tujuan Penelitian .......................................................................................4

D. Kegunaan Penelitian ..................................................................................5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kinerja .....................................................................................6

B. Model Kinerja ............................................................................................8

C. Kinerja Organisasi .....................................................................................11

ix D. Indikator Kinerja ........................................................................................14

E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Organisasi ...........................18

F. Pengukuran Kinerja ...................................................................................20

G. Syarat-Syarat Indikator Kinerja Ideal ........................................................32

H. Upaya Peningkatan Kinerja ......................................................................34

I. Tugas dan fungsi Badan Kependudukan dan Keluarga

Berencana Nasional (BKKBN)..................................................................36

J. Kerangka Pikir ...........................................................................................37

K. Fokus Penelitian.........................................................................................39

L. Deskripsi Fokus Penelitian .......................................................................39

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian .....................................................................41

B. Jenis Dan Tipe Penelitian ..........................................................................41

C. Informan ...................................................................................................42

D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................42

E. Teknik Pengabsahan Data .........................................................................43

F. Teknik Analisis Data .................................................................................44

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian .......................................................................45

B. Hasil Penelitian ..........................................................................................58

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................79

B. Saran ..........................................................................................................81

x DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................82

LAMPIRAN

xi DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Bone

Tahun 2018 48

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Kabupaten

Bone Tahun 2018 49

Tabel 4.3 Angka Kelahiran Menurut Jenis Kelamin, Kecamatan dan

Puskesmas Kabupaten Bone Tahun 2018 50

Tabel 4.4 Jumlah Pegawai Pada Dinas Pengendalian Penduduk dan

Keluarga Berencana Kabupaten Bone 56

Tabel 4.5 Jumlah Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan 57

Tabel 4.6 Jenis dan Alat Kontrasepsi 61

Tabel 4.7 Jenis cakupan pelayanan 70

Table 4.8 Pencapaian peserta KB aktif PER MIX Kontrasepsi

Kabupaten Bone tahun 2016-2018 76

Tabel 4.9 Pencapaian Peserta KB Baru Per Mix Kontrasepsi

Kabupaten Bone Tahun 2016-2018 76

xii DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian .............................................................. 38

Gambar 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bone .................................................. 45

1 BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Keluarga Berencana atau yang lebih akrab disebut KB adalah program skala nasional untuk menekan angka kelahiran dan mengendalikan pertambahan penduduk di suatu negara. Sebagai contoh, Amerika Serikat punya program KB yang disebut dengan Planned Parenthood. Program KB juga secara khusus dirancang demi menciptakan kemajuan, kestabilan, dan kesejahteraan ekonomi, sosial, serta spiritual setiap penduduknya. Program KB di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Tentang “Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga Sejahtera” (UU Nomor 10 Tahun 1992). Wujud dari program Keluarga Berencana adalah pemakaian alat kontrasepsi untuk menunda/mengatur kehamilan. Tujuan dilaksanakan program KB yaitu untuk membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (Sulistyawati, 2013). Keluarga berencana merupakan usaha untuk mengukur jumlah anak dan jarak kelahiran anak yang diinginkan. Maka dari itu, Pemerintah mencanangkan program atau cara untuk mencegah atau menunda kehamilan.

2 Program KB dan tingkat kesejahteraan penduduk memiliki hubungan yang erat dan dapat saling mempengaruhi satu sama lain. Program KB akan mempengaruhi kependudukan (jumlah, Komposisi, dan Pertumbuhan penduduk). Sebaliknya, Tingkat kesejahteraan penduduk akan mempengaruhi kependudukan dan program KB. Pada penduduk dengan tingkat kesejahteraan rendah, jumlah anak akan dilahirkan semakin banyak (Wiknjosastro,2010). Pertambahan dan proporsi penduduk sedang mengarah kepada penduduk urban dengan kecepatan yang tinggi. Pertambahan penduduk urban itu bukan hanya karena adanya migrasi penduduk perdesaan ke kota, tetapi juga karena desa-desa bertambah maju termasuk pertumbuhan penduduk di Desa itu, karena “desaya” berubah menjadi “kota”. Yang pada gilirannya juga berubah menjadi “penduduk kota”. Dinamika perkembangan penduduk desa menjadi penduduk kota yang terjadi dengan cepat bukan hanya terjadi di Indonesia saja. Penomena itu adalah suatu kejadian luar biasa pada akhir abad ke-20 yang terjadi di banyak negara berkembang. Kejadian ini, dengan segala implikasi sosial, budaya dan politik yang cukup rumit, kurang mendapat perhatian para ahli, politisi dan penyelenggara negara. Kabupaten Bone adalah salah satu Daerah otonom di provinsi Sulawesi selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di kota Watampone. Berdasarkan data Kabupaten Bone dalam angka tahun 2016-2018 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bone.

3 Penduduk Kabupaten Bone pada tahun 2016 sebanyak 742.912 jiwa yang terdiri atas 354.502 jiwa penduduk laki-laki dan 388.410 jiwa penduduk perempuan. Sedangkan Penduduk Kabupaten Bone pada tahun 2017 sebanyak 746.973 jiwa yang terdiri atas 356.691 jiwa penduduk laki-laki dan 390.282 jiwa penduduk perempuan. Begitupun dengan tahun 2018 yang selalu mengalami peningkatan, yaitu 754.894 jiwa yang terdiri atas 360.971 jiwa penduduk laki-laki dan 393.923 jiwa penduduk perempuan. Hal ini dapat dilihat dari presentase laju angka pertumbuhan penduduk Kabupaten Bone dalam kurun waktu 3 tahun terakhir (2016-2018). Hal ini menjadi pekerjaan rumah (PR) kepada DPPKB Kabupaten Bone untuk lebih meningkatkan kinerja serta lebih berperan besar dalam masyarakat Indonesia terkhusus masyarakat di Kabupaten Bone untuk menekan laju pertmubuhan penduduk di Kabupaten Bone itu sendiri. Masalah utama yang mempengaruhi tidak efektifnya penyuluhan program Keluarga Berencana di Kabupaten Bone adalah pemikiran masyarakat yang menganut Stigma menikah pada umur yang masih muda, sehingga mengurangi kesadaran masyarakat tentang pentingnya program KB. Hal ini yang membuat DPPKB harus memikirkan strategi baru dalam upaya penyuluhan program KB untuk menekan pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bone terutama di daerah-daerah yang terpencil. Pengukuran keberhasilan maupun kegagalan sebuah organisasi (instansi pemerintah) dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sulit dilakukan secara

4 obyektif, disebabkan oleh karena belum diterapkannya sistem pengukuran kinerja, yang dapat menginformasikan tingkat keberhasilan secara obyektif dan terukur dari pelaksanaan program-program di suatu instansi pemerintah. Dilihat dari kondisi tersebut penulis menganggap bahwa kinerja DPPKB Kabupaten Bone belum berjalan secara maksimal, hal ini dapat dilihat dari data Kabupaten Bone dalam angka tahun 2016-2018 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bone. Berlatar pokok pikiran tersebut penelitian ini bermaksud melihat sejauh mana pengaruh komponen–komponen tersebut dalam menentukan kinerja dinas pengendalian penduduk dan keluarga berencana di kabupaten Bone. Oleh karena itu penulis mengangkat judul “ Kinerja Dinas Pengendalian Penduduk dan

Keluarga Berencana Di Kabupaten Bone”

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti dapat menentukan rumusan masalah, yaitu: Bagaimana Kinerja Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana di Kabupaten Bone ?

C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka peneliti dapat menentukan tujuan penelitian, yaitu: Untuk mengetahui Kinerja Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Di Kabupaten Bone.

5 D. Kegunaan Penelitian Berdasarkan penelitian di atas, maka kegunaan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti Penelitian ini sangat penting dan berguna untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan peneliti mengenai kinerja DPPKB di Kabupaten Bone sehingga peneliti dapat lebih tanggap terhadap keadaan dan kondisi yang dihadapi dilapangan serta menjadi pedoman bagi peneliti sebagai calon sarjana. 2. Bagi DPPKB Dengan adanya penelitian ini dapat di jadikan sebagai masukan dan bahan evaluasi dalam meningkatkan kinerja DPPKB dalam menekan laju angka penduduk di Kabupaten Bone.

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kinerja Menurut Hasibuan (2002:105) menyatakan bahwa, “kinerja adalah suatu hasil yang didapat dari seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta waktu. Sedangkan menurut Anwar Prabu (2005;67) pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Performance atau kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu proses sehingga bisa menghasilkan sebuah hasil akhir (nurlaila, 2012:71). Menurut pendekatan perilaku dalam manajemen, kinerja adalah kuantitas atau kualitas tertentu yang dihasilkan atau jasa yang diberikan oleh seseoran yang melakukan pekerjaan (Luthans, 2005:165). Dalam melakukan suatu pekerjaan, seorang pegawai hendaknya memiliki kinerja yang tinggi, akan tetapi hal tersebut sulit untuk dicapai bahkan banyak pegawai yang memiliki kinerja yang rendah atau semakin menurun walaupun telah banyak memiliki pengalaman kerja dan lembaga pun telah banyak melakukan pelatihan maupun pengembangan terhadap sumber daya manusia untuk dapat meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja pegawainya. Kinerja pegawai yang rendah akan menjadi sutau permasalahan bagi sebuah organisasi 6

7 atau lembaga, karena kinerja yang dihasilkan pegawai tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh organisasi, untuk memberikan gambaran tentang kinerja pegawai, berikut ini adalah beberapa penjelasan yang berkaitan dengan kinerja pegawai. Husein Umar (2004:76) menyatakan bahwa pengertian kinerja adalah keseluruhan kemampuan seseorang untuk bekerja sedemikian rupa sehingga mencapai tujuan kerja secara optimal dan berbagai sasaran yang telah diciptakan dengan pengorbanan rasio kecil dibandingkan yang secara dengan hasil yang dicapai. Istilah kinerja mengandung berbagai macam pengertian. Kinerja ditafsirkan sebagai arti pnting suatu pekerjaan dilain pihak menurut Hennry Simamora (2003:14) kinerja adalah tingkat pencapaian pekerjaan oleh pelaksana atau petugas. Menurut Veithzal Rivai (2004:275), ada beberapa faktor yang berhubungan dengan kinerja, yaitu persepsi peran, norma, status, ukuran, kelompok, serta tugas kelompok. Sehingga kepuasan anggota dipengaruhi oleh hubungan persepsi, peran kinerja antara atasan dan bawahan. Kinerja juga dapat diartikan sebagai prestasi yang dapat dicapai organisasi dalam suatu periode tertentu, prestasi yang dimaksud adalah efektivitas operasional organisasi baik dari segi manajerial maupun ekonomis operasional. Dengan kinerja kita dapat mengetahui sampai seberapa besar peringkat prestasi keberhasilan atau bahkan mungkin kegagalan seseorang karyawan dalam menjalankan amanah yang diterimanya. Sedangkan Robbins mendefinisikan

8 kinerja sebagai ukuran dari hasil sebagai ukuran dari hasil kerja yang dilakukan dengan menggunakan kriteria yang di setujui bersama. B. Model Kinerja Proses kinerja organisasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Hersey, Blanchard dan Johnson menggambarkan hubungan antara kinerja dengan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam bentuk satelit model. Menurut satelit model, kinerja organisasi diperoleh dari terjadinya integrasi dan faktor-faktor pengetahuan, sumber daya manusia posisi strategis, proses sumber daya manusia, dan struktur. Kinerja dilihat sebagai pencapaian tujuan dan tanggung jawab bisnis dan sosial dari perspektif puhak yang mempertimbangkan. Pendapat lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, antara lain dikemukakan Amstrong dan Barong (1998:16), yaitu sebagai berikut: 1. personal faktor, ditunjukkan oleh tingkat keterampilan, kompetensi yang dimiliki, motivasi dan komitmen individu. 2. Leadership faktor, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan dukungan yang dilakukan manajer dan team leader. 3. Tim faktor, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan sekerja. 4. Sistem faktor, ditunjukkan oleh adanya sistem kerja dan fasilitas yang diberikan organisasi. 5. Situasional faktor, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.

9 The Achieve Model oleh Hersey dan Blanchard dari beberapa pendapat pakar John W. Atkinson mendikasikan bahwa kinerja merupakan fungsi motivasi dan kemampuan. Dengan demikian model persamaan kinerja = ƒ Sementara itu, (Lymaan Porter dan Edward Lawer dalam bukunya wibowo) berpendapat bahwa kinerja merupakan fungsi dari keinginan melakukan pekerjaan, keterampilan yang perlu untuk menyelesaikan tugas, pemahaman yang jelas atas apa uang dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Dengan demikian, dapat dirumuskan model persamaan kinerja = ƒ (keinginan melakukan pekerjaan,

keterampilan, pemahaman apa dan bagaimana melakukannya). Sementara itu Jay Lorsch dan Paul Laurence menggunakan pemahaman bahwa kinerja adalah fungsi atribut individu, organisasi dan lingkungan sehingga dirumuskan model persamaan kinerja = ƒ (atribut individu, organisasi,lingkungan). Berdasarkan pendapat diatas, Hersey, Blanchard dan Johnson merumuskan adanya faktor kinerja yang mempengaruhi kinerja dan dirumuskan dengan akronim ACHIEVE. a) A ˗ Ability (Knowledge dan skill) b) C ˗ Clarity (understanding atau role perception) c) H ˗ Help (organizational support d) I ˗ Inceptive (motivation atau willingness) e) E ˗Evaluation (coaching dan performance feedback) f) V ˗ Validity (valid dan legal personnel practices) g) E ˗ Environment (environmental fil)

10 Pelaksanaa kinerja akan sangan dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang bersumber dari pekerjaan sendiri maupun yang bersumber dari organisasi. Dari pekerjaan sangan dipengaruhi oleh kemampuan atau kompetensinya. Sementara itu, dari segi organisasi dipengaruhi oleh seberapa baik pemimpin memperdayakan pekerjanya bagaimana mereka membantu meningkatkan kemampuan kinerja pekerja melalui coacing, mentoring, dan counselling. Sedangkan menurut Prawirosentono, 1999:27 Tinggi rendahnya kinerja pegawai tergantung kepada faktor-faktor yang mempengaruhinya diantara lain: a. Efektivitas dan efesiensi Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat yang tidak dicari kegiatan menilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan kepuasa walaupun efektif dinamakan tidak efesien. Sebaliknya bila akibat yang dicari tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut efesien (Prawirosentono, 1999:27). b. Otoritas (wewenang) Otorita menurut adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam suatu organisasi formal yang dimiliki seorang anggota yang lain untuk mrlakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan konstribusinya (Prawirosentono, 1999:27). Perintah tersebut mengatakan apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dalam organisasi tersebut.

11 c. Disiplin Disiplin adalah taat kepada hukum dan peraturan yang berlaku (Prawirosentono, 1999:27). Jadi, disiplin karyawan adalah kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi dimana ia bekerja. d. Inisiatif Inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreatifitas dalam membentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. C. Kinerja Organisasi Kinerja organisasi merupakan indikator tingkatan prestasi yang dapat dicapai dan mencerminkan keberhasilan suatu organisasi, serta merupakan hasil yang dicapai dari perilaku anggota organisasi. Kinerja bisa juga dikatakan sebagai sebuah hasil (output) dari suatu proses tertentu yang dilakukan oleh seluruh komponen organisasi terhadap sumber - sumber tertentu yang digunakan (input). Selanjutnya, kinerja juga merupakan hasil dari serangkaian proses kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu organisasi. Bagi suatu organisasi, kinerja merupakan hasil dari kegiatan kerjasama diantara anggota atau komponen organisasi dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi. Menurut Baban Sobandi kinerja organisasi merupakan sesuatu yang telah dicapai oleh organisasi dalam kurun waktu tertentu, baik yang terkait dengan input, output, outcome, benefit, maupun impact (Sobandi, 2006:176).

12 Hasil kerja yang dicapai oleh suatu instansi dalam menjalankan tugasnya dalam kurun waktu tertentu, baik yang terkait dengan input, output, outcome, benefit, maupun impact dengan tanggung jawab dapat mempermudah arah penataan organisasi pemerintahan. Adanya hasil kerja yang dicapai oleh instansi dengan penuh tanggung jawab akan tercapai peningkatan kinerja yang efektif dan efisien. Organisasi pemerintahan menggunakan alat, teori yang digunakan yaitu teori kinerja dari Baban Sobandi dan para ahli lainnya dalam bukunya yang berjudul Desentralisasi dan Tuntutan Penataan Kelembagaan Daerah, berikut adalah indikator kinerja organisasi menurut Baban Sobandi (Sobandi ,2006 : 179-181) : 1. Keluaran (output) 2. Hasil 3. Kaitan usaha dengan pencapaian 4. Informasi penjelas Pertama, keluaran (output) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang berupa fisik atau pun non fisik. Suatu kegiatan yang berupa fisik maupun non fisik yang diharapkan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Kelompok keluaran (output) meliputi dua hal. Pertama, kualitas pelayanan yang diberikan, indikator ini mengukur kuantitas fisik pelayanan. Kedua, kuantitas pelayanan yang diberikan yang memenuhi persyaratan kualitas tertentu. Indikator ini mengukur kuantitas fisik pelayanan yang memenuhi uji kualitas.

13 Kedua, hasil adalah mengukur pencapaian atau hasil yang terjadi karena pemberian layanan.segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Maka segala sesuatu kegiatan yang dilakukan atau dilaksanakan pada jangka menengah harus dapat memberikan efek langsung dari kegiatan tersebut. Kelompok hasil, mengukur pencapaian atau hasil yang terjadi karena pemberian layanan, kelompok ini mencakup ukuran persepsi publik tentang hasil. Ukuran keluaran disebut sangat bermanfaat jika disajikan secara komparatif dengan hasil tahun sebelumnya, target, tujuan, atau sasaran, norma, atau standar yang diterima secara umum. Efek sekunder dari pelayanan atas penerimaan atau pengguna bias teridentifikasi dan layak dilaporkan. Ukuran itu mencakup akibat tidak langsung yang signifikan, dimaksud atau tidak dimaksud, positif atau negatif, yang terjadi akibat pemberian pelayanan yang diberikan. Ketiga, kaitan usaha dengan pencapaian adalah ukuran efisiensi yang mengkaitkan usaha dengan keluaran pelayanan. Berdasarkan pengertian di atas, maka Mengukur sumber daya yang digunakan atau biaya per unit keluaran, danmemberi informasi tentang keluaran di tingkat tertentu dari penggunaan sumber daya, menunjukan efisiensi relatif suatu unit jika dibandingkan dengan hasil sebelumnya, tujuan yang ditetapkan secara internal, norma atau standar yang bisa diterima atau hasil yang bisa dihasilkan setara. Indikator yang mengaitkan usaha dengan pencapaian, meliputi dua hal. Pertama, ukuran efisiensi yang mengaitkan usaha dengan keluaran pelayanan, indikator ini mengukur sumber daya yang digunakan atau biaya per unit keluaran, dan memberi informasi tentang

14 keluaran ditingkat tertentu dari penggunaan sumber daya di lingkungan organisasi. Kedua, ukuran biaya hasil yang menghubungkan usaha dan hasil pelayanan, ukuran ini melaporkan biaya per unit hasil, dan mengaitkan biaya dengan hasil sehingga managemen publik dan masyarakat bias mengukur nilai pelayanan yang telah diberikan. Keempat, informasi penjelas adalah suatu informasi yang harus disertakan dalam pelaporan kinerja yang mencakup informasi kuantitatif dan naratif. Membantu pengguna untuk memahami ukuran kinerja yang dilaporkan, menilai kinerja suatu organisasi, dan mengevaluasi signifikansi faktor yang akan mempengaruhi kinerja yang dilaporkan. Ada dua jenis informasi penjelas yaitu pertama, faktor substansial yang ada diluar kontrol seperti karakteristik lingkungan dan demografi. Kedua, faktor yang dapat dikontrol seperti pengadaan staf. D. Indikator Kinerja

Menurut Wibowo (2010:101), indikator kinerja atau performance

indicators kadang-kadang dipergunakan secara bergantian dengan ukuran kinerja (performance measures), tetapi banyak pula yang membedakannya. Terdapat tujuh indikator kinerja. Dua diantaranya yang mempunyai peran sangat penting, yaitu tujuan dan motif. Kinerja ditentukan oleh tujuan yang hendak dicapai dan untuk melakukannya diperlukan adanya motif. Tanpa dorongan motif untuk mencapai tujuan, kinerja tidak akan berjalan. Dengan demikian tujuan dan motif menjadi indikator utama dari kinerja. Namun, kinerja memerlukan adanya

15 dukungan sarana, kompetensi, peluang, standar dan umpan balik oleh Hersey, Blancard, dan jonhson sebagai berikut: 1. Tujuan Tujuan merupakan keadaan yang berbeda yang secara aktif dicari oleh seorang individu atau organisasi untuk dicapai. Pengertian tersebut mengandung makna bahwa tujuan bukanlah merupakan persyaratan, juga bukanlah merupakan sebuah keinginan. Tujuan merupakan sesuatu keadaan yang lebih baik yang ingin dicapai dimasa yang akan datang. Dengan demikian, tujuan menunjukkan arah kemana kinerja harus dilakukan. Untuk mencapai tujuan, diperlukan kinerja individu, kelompok dan organisasi berhasil apabila dapat mencapai tujuan yang di inginkan. 2. Standar Standar mempunyai arti penting karena memberitahukan kapan suatu tujuan dapat diselesaikan. Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan tercapai. Standar menjawab pertayaan tentang kapan kita tahu bahwa kita sukses atau gagal. Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu mencapai standar yang ditentukan atau disepakati bersama antara atasan dan bawahan.

16 3. Umpan Balik Antara tujuan, Standar dan Upan balik bersifat saling terkait. Umpan balik melaporkan kemajuan, baik kualitas maupun kuantitas, dalam mencapai tujuan yang didefinisikan oleh standar. Umpan balik terutama penting ketika kita mempertimbangkan “real goals” atau tujuan sebenarnya. Tujuan yang dapat diterima oleh pekerjaan adalah tujuan yang bermakna dan berharga. Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan umpan balik dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja. 4. Alat atau Sarana Alat atau sarana merupakan sumber daya yang dapat dipergunakan untuk membantu penyelesaian tujuan dengan sukses. Alat atau sarana merupakan faktor penunjang untuk mencapai tujuan. Tanpa alat atau sarana, tugas pekerjaan spesifik tidak dapat dilakukan dan tujuan tidak dapat diselesaikan sebagaimana seharusnya. Tanpa alat tidak mungkin dapat melakukan pekerjaan. 5. Kompetensi Kompetensi merupan persyaratan utama dalam kinerja. Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik. Orang harus melakukan lebih dari sekedar belajar tentang sesuatu, orang harus dapat melakukan pekerjaan dengan baik.

17 6. Motif Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Manajer memfasilitasi motivasi kepada karyawan dengan insentif berupa uang, memberikan pengakuan, menetapkan tujuan menantang, menetapkan standar terjangkau, meminta umpan balik, memberikan kebebasan melakukan pekerjaan termasuk waktu melakukan pekerjaan, menyediakan sumber daya yang diperlukan dan menghapuskan tindakan yang mengakibatkan disintensif. 7. Peluang Pekerja perlu mendapatkan kesempatan untuk menunjukan prestasi kerjanya. Terdapat dua faktor yang menyumbangkan pada adanya kekurangan kesempatan untuk memenuhi syarat. Surya Dharma (2005:101) menyebutkan indikator yang digunakan untuk melakukan pengukuran terhadap kinerja pegawai adalah : a. Pemahaman pengetahuan b. Keahlian c. Kepegawaian d. Perilaku yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik Menurut Mahsun dalam Sedarmayanti (2009:198) bahwa indikator evaluasi kinerja terdiri dari : 1. Pelayanan yang tepat waktu dan berkualitas 2. Tingkat keterampilan pendidikan yang sesuai dengan bidang kerja

18 3. Kehadiran/keterlambatan. E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Organisasi Kinerja dalam lingkup organisasi adalah hasil kerja yang telah dicapai oleh suatu organisasi dalam melakukan suatu pekerjaan dapat dievaluasi tingkat kinerjanya. Berhasil tidaknya tujuan dan cita-cita dalam organisasi tergantung bagaimana proses kinerja itu dilaksanakan. Kinerja organisasi tidak lepas dari faktor-faktor yang dapat mempengaruhi. Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi (Ruky, 2001:7): 1. Teknologi yang meliputi peralatan kerja dan metode kerja yang digunakan untuk mengahasilkan produk atau jasa yang dihasilkan oleh organisasi. semakin berkualitas teknologi yang digunakan, maka akan semakin tinggi tingkat kinerja organisasi tersebut. 2. Kualitas input atau material yang digunakan oleh organisasi. 3. Kualitas lingkungan fisik yang meliputi keselamatan kerja, penataan ruangan, dan kebersihan. 4. Budaya organisasi sebagai pola tingkah laku dan pola kerja yang ada dalam organisasi yang bersangkutan. 5. Kepemimpinan sebagai upaya untuk mengendalikan anggota organisasi agar bekerja sesuai dengan standar dan tujuan organisasi. 6. Pengelolaan sumber daya manusia yang meliputi aspek kompensasi, imbalan, promosi dan lainnya. Diatas menjelaskan mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja organisasi dalam pencapaian pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh

19 sebuah organisasi atau instansi pemerintahan. Meningkatkan kinerja dalam sebuah organisasi atau instansi pemerintah merupakan tujuan atau target yang ingin dicapai oleh organisasi dan instansi pemerintah dalam memaksimalkan suatu kegiatan yang telah di tetapkan sebelumnya. Berhasil tidaknya tujuan dan cita-cita dalam organisasi pemerinthan tergantung bagaimana proses kinerja itu dilaksanakan. Kinerja tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi sebagaimana yang dikemukakan oleh Keith Davis dalam buku Anwar Prabu Mangkunegara. 1. Faktor kemampuan ability secara psikologis, kemampuan ability terdiri dari kemampuan potensi IQ dan kemampuan reality

knowledge+skill. Artinya pimpinan dan karyawan yang memiliki IQ superior, very superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatan dan terampil dalam menjalankan pekerjaan sehari-hari maka akan mudah menjalankan kinerja maksimal. 2. Faktor motivasi Motivation Motivasi diartiakan sebagai suatu sikap attitude piminan dan karyawan terhadap situasi kerja situation dilingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif pro terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka berpikir negatif kontra terhadap situasi kerjanya akan menunjukan pada motivasi kerja yang rendah. Situasi yang dimaksud meliputi hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja,

20 kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja (Mangkunegara, 2006:13). Berdasarkan pengertian diatas bahwa suatu kinerja organisasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung dan penghambat berjalannya suatu pencapaian kinerja yang maksimal faktor tersebut meliputi faktor yang berasal dari intern maunpun ekstern. F. Pengukuran Kinera 1. Definisi Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa diserahkan kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan). hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan (Robertson, 2002). Sementara menurut Lohman (2003) pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target-target tertentu yang diderivasi dari tujuan strategis organisasi. Whittaker (dalam BPKP, 2000) menjelaskan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Simons (dalam BPKP,

21 2000) menyebutkan bahwa pengukuran kinerja membantu manajer dalam memonitor implementasi strategi bisnis dengan cara membandingkan antara hasil aktual dengan sasaran dan tujuan strategis. Jadi pengukuran kinerja adalah suatu metode atau alat yang digunakan untuk mencatat dan menilai pencapaian pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan, sasaran, dan strategi sehingga dapat diketahui kemajuan organisasi serta meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran terhadap kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah pelaksannan kinerja terdapat deviasi dari rencana yang telah di tentukan,atau apakah kinerja dapat dilakukan sesuai dengan jadwal waktu yang di tentukan atau apakah hasil kinerja telah di capai sesuai dengan yang di harapkan. Untuk melakukan pengukuran tersebut, kita harus mengetahui apa yang menjadi definisi dari pengukuran kinerja tersebut . Pengukuran kinerja adalah proses di mana organisasi menetapkan parameter hasil untuk dicapai oleh program, investasi, dan akusisi yang dilakukan. Proses pengukuran kinerja seringkali membutuhkan penggunaan bukti statistik untuk menentukan tingkat kemajuan suatu organisasi dalam meraih tujuannya. Tujuan mendasar di balik dilakukannya pengukuran adalah untuk meningkatkan kinerja secara umum (wahimore).

22 Pengukuran Kinerja juga merupakan hasil dari suatu penilaian yang sistematik dan didasarkan pada kelompok indikator kinerja kegiatan yang berupa indikator-indikator masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak.. Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi. Pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Pengukuran kinerja juga digunakan untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran. (James Whittaker, 1993) Sedangkan menurut Junaedi (2002 : 380-381) pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun proses. Artinya, setiap kegiatan perusahaan harus dapat diukur dan dinyatakan keterkaitannya dengan pencapaian arah perusahaan di masa yang akan datang yang dinyatakan dalam misi dan visi perusahaan. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sistem pengukuran kinerja adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer perusahaan menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur keuangan dan non keuangan. Hasil pengukuran

23 tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian. 2. Indikator Pengukuran Kinerja Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan (BPKP, 2000). Sementara menurut Lohman (2003), indikator kinerja (performance indicators) adalah suatu variabel yang digunakan untuk mengekspresikan secara kuantitatif efektivitas dan efisiensi proses atau operasi dengan berpedoman pada target-target dan tujuan organisasi. Jadi jelas bahwa indikator kinerja merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai keberhasilan pencapaian tujuan organisasi yang diwujudkan dalam ukuran-ukuran tertentu. Indikator kinerja (performance indicator) sering disamakan dengan ukuran kinerja (performance measure). Namun sebenarnya, meskipun keduanya merupakan kriteria pengukuran kinerja, terdapat perbedaan makna. Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja, sehingga bentuknya cenderung kualitatif. Sedangkan ukuran kinerja adalah kriteria kinerja yang

24 mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, sehingga bentuknya lebih bersifat kuantitatif. Indikator kinerja dan ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran, dan strategi. Dwiyanto (2002) mengemukakan terdapat 5 indikator untuk mengukur kinerja organisasi, yaitu: a) Produktivitas Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umunya dipahami sebagai rasio antara input dan output. Produktivitas adalah suatu tingkat prestasi organisasi dalam mencapai tujuan, artinya sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. b) Kualitas layanan Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam menjalankan kinerja organisasi publik. Banyak pandangan yang negatif yang muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima organisasi publik. Dengan demikian kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik.

25 c) Responsivitas Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat menyusun agenda dan prioritas pelayanan dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Sebagai salah satu indikator kinerja responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik. d) Responsibilitas Menjelaskan/mengukur kesesuaian pelaksanaan kegiatan organisasi public yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi. e) Akuntabilitas Seberapa besar kebijakan dan kegiatan publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat atau ukuran yang menunjukkan tingkat 20 kesesuaian penyelenggaraan

26 pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma eksternal yang ada di masyarakat atau yang dimiliki para stakeholders. Selanjutnya menurut Kumorotomo, merumuskan 4 indikator penilaian terhadap kinerja organisasi, yaitu: a) Efisiensi: menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan factor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. Apabila diterapkan secara objektif, kriteria seperti likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas merupakan kriteria efisiensi yang sangat relevan. c) Efektivitas: menyangkut rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi serta fungsi agen pembangunan. Keadilan: menyangkut distribusi dan alokasi layanan diselenggarakan organisasi pelayanan publik. kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercakupan atau kepantasan. Keduanya mempersoalkan apakah efektivitas tertentu, kebutuhan dan nilai-nilai dalam masyarakat dapat terpenuhi. d) Daya tanggap: daya tanggap terhadap kebutuhan vital masyarakat, dan dapat dipertanggungjawabkan secara transparan. Salim dan Woodward, (Nasucha 2004:108) melihat kinerja berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ekonomi, efisiensi, efektivitas dan persamaan pelayanan.

27 a) Aspek ekonomi, diartikan sebagai strategi untuk menggunakan sumber daya yang seminimal mungkin dalam proses penyelenggaraan kegiatan pelayanan publik. b) Efisiensi kinerja pelayanan publik juga dilihat untuk menunjuk suatu kondisi tercapainya perbandingan terbaik (proporsional) antar input pelayanan dengan output pelayanan. c) Aspek efektivitas kinerja pelayanan ialah untuk melihat tercapainya pemenuhan tujuan atau target pelayanan yang telah ditentukan. d) Persamaan pelayanan (keadilan). Prinsip keadilan dalam pemberian pelayanan publik juga dilihat sebagai ukuran untuk menilai seberapa jauh suatu bentuk pelayanan telah memperhatikan aspek-aspek keadilan dan membuat publik memiliki akses yang sama terhadap system pelayanan yang ditawarkan. 3. Pengembangan Indikator Kinerja Penggunaan indikator kinerja sangat penting untuk mengetahui apakah suatu aktivitas atau program telah dilakukan secara efisien dan efektif. Indikator untuk tiap-tiap unit organisasi berbeda-beda tergantung pada tipe pelayanan yang dihasilkan. Penentuan indikator kinerja perlu mempertimbangkan komponen berikut (dalam buku Pengukuran Kinerja Sektor Publik oleh Mohamat Mahsun SE,M.Si,Ak):

28 1. Biaya pelayanan (cost of service) Indikator biaya biasanya diukur dalam bentuk biaya unit (unit

cost) misalnya biaya per unit pelayanan. Beberapa pelayanan mungkin tidak dapat ditentukan biaya unitnya karena output yang dihasilkan tidak dapat dikuantifikasi atau tidak ada keseragaman tipe pelayanan yang diberikan. Kondisi tersebut dapat dibuat indikator kinerja produksi, misalnya belanja per kapita. 2. Penggunaan Fasilitas (utilization) Indikator penggunaan pada dasarnya membandingkan antara jumlah pelayanan yang ditawarkan (supply of service) dengan permintaan publik (public demand). Indikator ini harus mempertimbangkan preferensi public sedangkan pengukurannya biasanya berupa volume absolut atau persentase tertentu, misalnya persentase penggunaan kapasitas. Contoh lain adalah rata-rata jumlah penumpang setiap bus yang dioperasikan. Indikator kinerja ini digunakan untuk mengetahui frekuensi operasi atau kapasitas kendaraan yang digunakan pada tiap-tiap jalur. 3. Kualitas dan standar pelayanan (quality and standards) Indikator kualitas dan standar pelayanan merupakan indicator yang paling sulit diukur, karena menyangkut pertimbangan yang sifatnya subyektif. Penggunaan indikator kualitas dan standar pelayanan harus dilakukan secara hati-hati karena kalau terlalu

29 menekankan indikator ini justru dapat menyebabkan kontra produktif. Contoh indikator kualitas dan standar pelayanan misalnya perubahan jumlah komplain masyarakat atas pelayanan tertentu. 4. Cakupan pelayanan (coverage) Indikator cakupan pelayanan perlu dipertimbangkan apabila terdapat kebijakan atau peraturan perundangan yang mensyaratkan untuk memberikan pelayanan dengan tingkat pelayanan minimal yang telah ditetapkan. 5. Kepuasan (satisfaction) Indikator kepuasan biasanya diukur melalui metode jajak pendapat secara langsung. Bagi pemerintah daerah, metode penjaringan aspirasi masyarakat (need assessment), dapat juga digunakan untuk menetapkan indicator kepuasan. Namun demikian, dapat juga digunakan indicator proksi misalnya jumlah komplain. Pembuatan indikator kinerja tersebut memerlukan kerja sama antar unit kerja. 4. Elemen Pokok Pengukuran Kinerja Berdasarkan berbagai fungsi definisi di atas, dapat disimpulkan elemen pokok suatu pengukuran kinerja antara lain :

30 1. Menetapkan Tujuan, Sasaran dan Strategi Organisasi Tujuan adalah penyataan yang secara umum (belum secara ekplisit) tentang apa yang ingin dicapai organisasi. Sasaran merupakan tujuan organisasi yang sudah dinyatakan secara eksplisit dengan disertai batasan waktu yang jelas. Strategi adalah cara atau teknik yang digunakan oraganisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran. Tujuan, sasaran, dan strategi tersebut ditetapkan dengan berpedoman pada visi dan misi organisasi. Berdasarkan tujuan, sasaran dan strategi tersebut selanjutnya dapat ditentukan indikator dan ukuran kinerja secara tepat. 2. Merumuskan Indikator dan Ukuran Kerja Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja. Ukuran kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara langsung. Indikator kinerja dan ukuran kerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran dan strategi. Indikator kinerja dapat dapat berbentuk faktor-faktor keberhasilan utama (critical success factors) dan indikator kinerja kunci (key performance indicator). Faktor keberhasilan utama adalah suatu area yang mengindikasikan kesuksesan kinerja unit kerja organisasi. Area ini menggambarkan preferensi manajerial dengan memperhatikan variabel-variabel kunci finansial dan nonfinansial pada kondisi waktu tertentu. Faktor keberhasilan utama ini harus secara konsisten

31 mengikuti perubahan yang terjadi dalam organisasi. Sedangkan indikator kinerja kunci merupakan sekumpulan indikator yang dapat dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik yang bersifat finansial maupun nonfinansial untuk melaksanakan operasi dan kinerja unit bisnis. Indikator ini dapat digunakan oleh manajer untuk mendeteksi dan memonitor capaian kerja. 3. Mengukur Tingkat Ketercapaian Tujuan dan Sasaran-Sasaran Organisasi Jika kita sudah mempunyai indikator dan ukuran kinerja yang jelas, maka pengukuran kinerja dapat diimplementasikan. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan, sasaran dan strategi adalah membandingkan hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja yang telah ditetapkan. Analisis antara hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja ini menghasilkan penyimpangan positif, penyimpangan negatif, atau penyimpangan nol. Penyimpangan positif berarti pelaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai serta melampaui indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan. Penyimpangan negatif berarti pelaksanaan kegiatan belum berhasil mencapai indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan. Penyimpngan nol berarti pelaksanaan kegiatan sudah berhasil mencapai atau sama dengan indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan.

32 G. Syarat-Syarat Indikator Kinerja Ideal

Indikator kinerja bisa berbeda untuk setiap organisasi, namun setidaknya ada persyaratan umum untuk terwujudnya suatu indikator yang ideal. Menurut Palmer (1995), syarat-syarat indikator yng ideal adalah sebagai berikut: a. Consitency. Berbagai definisi yang digunakan untuk merumuskan indikator kinerja harus konsisten, baik antara periode waktu maupun antar unit-unit organisasi. b. Comparibility. Indikator kinerja harus mempunyai daya banding secara layak. Clarity. Indikator kinerja harus sederhana, didefinisikan secara jelas dan mudah dipahami. c. Controllability. Pengukuran kinerja terhadap seorang manajer publik harus berdasarkan pada area yang dapat dikendalikannya. d. Contingency. Perumusan indikator kinerja bukan variaabel yang independen dari lingkungan internal dan eksternal. Struktur organisasi, gaya manajemen, ketidakpastian dan kompleksitas lingkungan eksternal harus dipertimbangkan dalam perumusan indikator kinerja. e. Comprehensiveness. Indikator kinerja harus merefleksikan semua aspek perilakuyang cukup penting untuk pembuatan keputusan manajerial.

33 f. Boundedness. Indikator kinerja harus difokuskan pada faktor-faktor utama yang merupakan keberhasilaan organisasi. g. Relevance. Berbagai penerapan membutuhkan indikator spesifik sehingga relevan untuk kondisi dan kebutuhan tertentu. h. Feasibility. Target-target yang digunakan sebagai dasar perumusan indikator kinerja harus merupakan harapan yang realistik dan dapat dicapai. Sementara itu, syarat indikator kinerja menurut BPKP (2000) adalah sebagai berikut : a. Spesifik dan jelas, sehingga dapat dipahami dan tidak ada kemungkinan kesalahan interpretasi. b. Dapat di ukur secara obyektif baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, yaitu dua atau lebih mengukur indikator kinerja mempunyai kesimpulan yang sama. Relevan, indikator kinerja harus menangani aspek-aspek obyektif yang relevan. c. Dapat dicapai, penting dan harus berguna untuk menunjukkan keberhasilan masukan, keluaran, hasil, manfaat dan dampak serta proses. d. Harus cukup fleksibel dan sensitif terhadap perubahan/penyesuaian pelaksanaan dan hasil pelaksanaan kegiatan

34 e. Efektif. Data/informasi yang berkaitan dengan indikator kinerja yang bersangkutan dapat dikumpulkan, diolah dan dianalisis dengan biaya yang tersedia. H. Upaya Peningkatan Kinerja

Menurut Hendi Haryadi (2009:81), peningkatan kinerja karyawan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan output dari setiap karyawan. Kenyamanan lingkungan kerja, teknologi yang digunakan, dan efisiensi proses kerja akan mempengaruhi kinerja dari setiap masing-masing individu pegawai dalam menyelesaikan beban tugas yang harus diselesaikan mereka. Beberapa teknik yang dapat meningkatkan kinerja pegawai sebagai berikut : a. Teknik Pembagian Kerja Teknik ini merupakan teknik yang membagi sebuah pekerjaan kepada dua orang pegawai. Gaji tiap pegawai dan keuntungan lain dibagi berdasarkan jumlah konstribusi masing-masing pegawai kepada pekerjaan yang dimaksud. Teknik ini sangat diminati oleh pegawai yang berumur karena mereka dapat membagi pekerjaannya dengan pegawai yang lain, mengingat kemampuannya yang semakin menurun. Keuntungan dalam pembagian kerja ini adalah kombinasi output dari dua individu yang membagi satu pekerjaana akan melebihi output yang diharapkan dari satu orang pegawai penuh. Alasannya, pembagian kerja seperti membuat tingkat keletihan mereka menjadi lebih kecil daripada pegawai yang melakukan pekerjaan sendirian.

35 b. Teknik Rotasi Kerja Teknik ini memberikan kesempatan bagi pegawai untuk selalu mengembangkan diri dan memperluas pengetahuannya mengenai pekerjaan yang dilakukan. c. Teknik Komunikasi Teknik ini dilakukan dengan meningkatkan kualitas dan kualitas komunikasi antara manajemen dan karyawan, sehingga kritik dan saran antara kedua belah pihak dapat diterima dengan baik. Saat ini e-mail lebih sering digunakan oleh setiap perusahaan secara luas untuk melakukan teknik ini. Keuntungannya, lebih banyak dibaca dan efesiensi waktu dibandingkan dengan komunikasi menggunakan memo. Wibowo (2010:16), mengatakan bahwa dalam pengembangan atau peningkatan kinerja suatu organisasi tergantung pada sumber daya manusia didalamnya, baik sebagai individu maupun sebagai tim. Sumber daya manusia adalah aset bagi organisasi. Untuk itu, organisasi yang cerdas dan berkeinginan meningkatkan kinerjanya, harus berupaya mengembangkan sumber daya manusianya secara berkesinambungan. Kepada mereka yang mempunyai kelebihan kemampuan dapat diberikan tugas yang lebih berat dan menantang sehingga memberikan konstribusi lebih besar terhadap lembaga maupun organisasi. Kemudian tanggung jawab merupakan prinsip dasar dalam meningkatkan kinerja. Dengan memahami dan menerima tanggung jawab atas apa yang mereka kerjakan untuk mencapai tujuan mereka, pegawai belajar tentang apa-apa yang perlu diperbaiki. Pengembangan

36 atau peningkatan kinerja didasarkan pada anggapan bahwa pegawai dapat mempengaruhi hasilnyadengan memperbaiki kecakapan dalam kompetensi perilaku. Oleh karena itu, peningkatan kinerja sumber daya manusia merupakan hal yang sangat penting di dalam usaha memperbaiki pelayanan kepada masyarakat, sehingga perlu diupayakan secara terus menerus dan berkesinambungan dalam menghadapi tuntutan masyarakat. I. Tugas dan fungsi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Nasional (BKKBN) Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah Lembaga Pemerintah Nonkementerian yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Kesehatan. BKKBN mempunyai tugas “melaksanakan tugas pemerintahan dibidang pengendalian penduduk dan penyelenggaraan keluarga berencana”. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, BKKBN menyelenggarakan fungsi. 1. Melaksanakan advokasi dan koordinasi di bidang pengendalian penduduk dan KB 2. Penyelenggaraan komunikasi, informasi dan edukasi di bidang KKB 3. Penetapan perkiraan pengendalian penduduk secra nasional 4. Penyusunan desain Program KKBPK 5. Pengelolaan dan penyediaan alat dan obat kontrasepsi untuk kebutuhan Pasangan Usia Subur (PUS) nasional

37 6. Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan tingkat nasional dalam pengendalian pelayanan dan pembinaan kesertaan ber-KB dan Kesehatan Reproduksi (KR) 7. Pemberdayaan dan peningkatan peran serta organisasi kemasyarakatan tingkat nasional dalam pembangunan keluarga melalui ketahanan dan kesejahteraan keluarga J. Kerangka Pikir

Berbicara mengenai kinerja maka tuntutan terhadap perbaikan kinerja sektor publik semakin tinggi mengingat dalam era demokrasi dan revolusi informasi ini, masyarakat akan semakin cerdas, mudah memperoleh informasi dan semakin banyak tuntutannya. Oleh karena itu, perbaikan kinerja sektor publik perlu terus dikembangkan dan disesuaikan dengan tuntutan masyarakat. Selain itu perhatian terhadap kualitas menjadi sangat penting karena ini akan menggambarkan pencapaian kepuasan pengguna layanan sehingga peningkatan pelayanan sangat terkait dengan peningkatan kinerja. Kinerja (peformance) dapat didefinisikan sebagai tingkat pencapaian hasil atau “degree of

accoumplishment” atau dengan kata lain, kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi (Rue & Byars). Penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya. Informasi tentang kinerja organisasi dapat digunakan untuk mengevaluasi apakah proses kerja

38 yang dilakukan organisasi selama ini sudah sejalan dengan tujuan yang diharapkan atau belum. Namun, pengukuran keberhasilan maupun kegagalan sebuah organisasi (instansi pemerintah) dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sulit dilakukan secara obyektif, disebabkan oleh karena belum diterapkannya sistem pengukuran kinerja, yang dapat menginformasikan tingkat keberhasilan secara obyektif dan terukur dari pelaksanaan program-program di suatu instansi pemerintah.

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Di Kabupaten Bone Iindikator Penilaian Kinerja

1. Biaya Pelayanan 2. Penggunaan Fasilitas 3. Kualitas Standar

Pelayanan 4. Cakupan Pelayanan 5. Kepuasan

Kinerja Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Di

Kabupaten Bone

39 K. Fokus Penelitian

Fokus penelitian digunakan sebagai dasar dalam pengumpulan data, Untuk menyamakan pemahaman dan cara pandang terhadap karya ilmiah ini, maka fokus penelitian ini yakni untuk mengetahui kinerja DPPKB di Kabupaten Bone. L. Deskripsi Fokus Penelitian 1. Biaya Pelayanan Biaya biasanya diukur dalam bentuk biaya unit, misalnya biaya per unit pelayanan. Beberapa pelayanan pelayanan mungkin tidak dapat ditentukan biaya unitnya, karena output yang dihasilkan tidak dapat dikuantifikasi atau tidak ada keseragaman tipe pelayanan yang diberikan. Biaya pelayanan yang penulis maksud yaitu biaya yang dikenakan kepada masyarakat dalam pelaksanaan PPKB. Jenis biaya pelayanan yang dikenakan dan sumber anggaran pembiayaan pelayanan program PPKB. Contoh lain adalah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk pemasangan Alakon yaitu berbeda-beda sesuai dengan jenis Alakon yang digunakan. 2. Penggunaan Fasilitas Penggunaan pada dasarnya membandingkan antara jumlah pelayanan yang ditawarkan dengan penggunaan publik. Indikator ini harus mempertimbangkan preferensi publik, sedangkan pengukurannya biasanya berupa volume absolud atau presentase tertentu, misalnya presentase penggunaan kapasitas. Contoh lain adalah rata-rata jumlah

40 pengguna layanan per layanan yang telah disediakan. Indikator kinerja ini digunakan untuk mengetahui frekuensi operasi atau kapasitas pelayanan yang digunakan. 3. Kualitas dan Standar Pelayanan Kualitas dan standar pelayanan merupakan indikator yang paling sulit diukur, karena menyangkut pertimbangan yang sifatnya subyektif. Penggunaan indikator kualitas dan standar pelayanan harus dilakukan secara hati-hati karena terlalu menekankan indikator ini justru dapat menyebabkan kontra produktif. Contoh kualitas dan standar pelayanan misalnya prubahan jumlah komplain masyarakat atas pelayanan tertentu. 4. Cakupan Pelayanan Cakupan pelayanan perlu dipertimbangkan apabila terdapat kebijakan atau peraturan perundangan yang mensyaratkan untuk memberikan pelayanan dengan tingkat pelayanan minimal yang telah ditetapkan. Contoh lain adalah cakupan pelayanan yang dapat diberikan oleh PPKB oleh kepada masyarakat. 5. Kepuasan Kepuasan biasanya diukur melalui metode jajak pendapat secara langsung. Bagi pemerintah daerah, metode penjaringan aspirasi masyarakat, dapat juga digunakan untuk menetapkan indikator kepuasan. Namun demikian, dapat juga digunakan indikator proksi misalnya jumlah komplain. Pembuatan indikator kinerja tersebut memerlukan kerja sama antar unit kerja.

41 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu penelitian ini berlangsung selama dua bulan mulai pada tanggal 7 November 2019 s/d 7 Januari 2020 . Unit penelitian ini adalah organisasi, yaitu Kantor Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana di Kabupaten Bone yang beralamat di jl. Mayjen Azis Bustam No.3 Watampone dan berfokus pada kinerja organisasi. B. Jenis dan Tipe Penelitian 1. Jenis penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Tujuan penelitian dari deskriptif adalah untuk menggambarkan atau melukiskan secara sistematis,faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang di selidiki, khusus pada sejauh mana penerapan kinerja Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana di Kabupaten Bone, telah di laksanakan secara optimal atau tidak. 2. Tipe penelitian Tipe penelitian ini adalah tipe fenomenologi yang dimaksud untuk memberi gambaran mengenai masalah-masalah yang diteliti berdasarkan pengalaman oleh informan. 41

42 C. Informan Informan adalah orang yang berada pada lingkup penelitian, artinya orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Untuk memperoleh data yang secara representatif, maka diperlukan informan kunci yang memahami dan mempunyai kaitan dengan permasalahan yang sedang dikaji. Adapun informan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kepala DPPKB Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan 2. Pegawai DPPKB Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan 3. Masyarakat pengguna layanan D. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang penulis lakukan ada 3 (tiga) cara yaitu : 1) Observasi Dalam observasi ini penulis turun langsung kelapangan untuk mengambil data, baik data sekunder maupun data primer, serta melihat secara langsung kondisi real yang terjadi dilapangan. 2) Wawancara Wawancara dilakukan kepada informan kunci serta informan-informan lain yang berkaitan dengan judul penelitian tersebut. 3) Dokumentasi Penelitian ini diperkuat dengan dokumen-dokumen berupa buku-buku, pasal-pasal, serta dokumen-dokumen yang dianggap relevan dengan

43 penelitian tersebut. Selain itu, akan di dokumentasikan dengan cara mengambil gambar secara langsung di lapangan. E. Teknik Pengabsahan Data Kredibilitas data sangat mendukung hasil penelitian, oleh karena itu diperlukan teknik untuk memeriksa keabsahan data. Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi bermakna silang yakni mengadakan pengecekan akan kebenaran data yang akan dikumpulkan dari sumber data dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang lain serta pengecekan pada waktu yang berbeda yaitu: 1. Triangulasi sumber Triangulasi sumber untuk menguji kreadibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Dengan mengacu William Wiersma, (1986) dalam sugiono, (2012:273), maka pelaksanaan teknis dari langkah pengujian 2. Triangulasi Teknik Triangulasi teknik untuk menguji kreadibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. 3. Triangulasi Waktu Untuk itu dalam rangka pengujian kreadibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji

44 menghasilkan data yang berbeda, dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya F. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini teknik analisis data ada 3 cara yaitu : 1) Reduksi data Teknik ini dilakukan dengan cara memilih-milih data yang paling penting dan data yang tidak terlalu penting sehingga dengan demikian data tersebut bisa memberikan gambaran tentang data yang sesungguhnya. 2) Penyajian data Setelah dipilah-pilah maka tindakan penulis selanjutnya adalah memaparkan dan mendeskripsikan data-data yang telah dipilih serta menjelaskan hubungan antara data yang satu dengan data yang lainnya dalam bentuk narasi. 3) Penarikan kesimpulan/verifikasi Langkah selanjutnya dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kreadibel.

45 BAB 1V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

1. Letak Geografis Kabupaten Bone Gambar 4.1

Letak Geografis Kabupaten Bone 45

46 Kabupaten Bone merupakan salah satu kabupaten di pesisir timur provinsi Sulawesi Selatan yang berjarak sekitar 174 km dari Kota Makassar. Mempunyai garis pantai sepanjang 138 km dari arah selatan kearah utara. Secara astronomis terletak dalam posisi 4�13� − 5�06′ Lintang selatan dan antara 119�42� − 120040′ Bujur Timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Wajo dan Soppeng b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sinjai dan Gowa c. Sevelah Timur berbatasan dengan Teluk Bone d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Maros, Pangkep dan Barru. Daerah Kabupaten Bone terletak pada ketinggian yang bervariasi mulai dari 0 meter (tepi pantai) hingga lebih dari 1.000 meter dari permukaan laut. Ketinggian daerah digolongkan sebagai berikut: a. Ketinggian 0-25 meter seluas 81.925,2 Ha (17,97%) b. Ketinggian 25-100 meter seluas 101.620 Ha (22,29%) c. Ketinggian 100-250 meter seluas 202.237,2 Ha (44,36%) d. Ketinggian 250-750 meter seluas 62.640,6 Ha (13,74%) e. Ketinggian 750 meter keatas seluas 40.080 Ha (13,76%) f. Ketinggian 1000 meter keatas seluas 6.900 Ha (1,52%)

47 Wilayah Kabupaten Bone termasuk daerah beriklim sedang. Kelembaban udara berkisar antara 77% - 86% dengan temperatur berkisar 24,4�C − 27,6�C. pada periode April-September, tertiup angin timur yang membawa hujan. Sebaliknya pada bulan Oktober-Maret tertiup angin Barat, saat dimana mengalami musim kemarau di Kabupaten Bone. Selain kedua wilayah yang terkait dengan iklim tersebut, terdapat juga wilayah peralihan, yaitu : kecamatan Bontocani dan kecamatan Libureng yang sebagian mengikuti wilayah barat dan sebagian lagi mengikuti wilayah timur. Rata-rata curah hujan tahunan diwilayah Bone bervariasi, yaitu berkisar 0 – 638 mm. Pada wilayah kabupaten Bone terdapat juga pegunungan dan perbukitan yang dari celah-celahnya terdapat aliran sungai. Disekitarnya terdapat lembah yang cukup dalam. Kondisi sungai yang berair pada musim hujan kurang lebih 90 buah. Namun pada musim kemarau sebagian mengalami kekeringan, kecuali sungai yang cukup besar, seperti sungai Walanae, Cenrana, Palakka, Jaling, Bulu-bulu, Salomekko, Tobunne dan sungai Lekoballo. 2. Struktur Penduduk Penduduk Kabupaten Bone Berdasarkan proyeksi Penduduk tahun 2018 sebanyak 754.894 jiwa yang terdiri atas 360.971 jiwa penduduk laki-laki dan 393.923 jiwa penduduk perempuan.

48 Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Bone

Tahun 2018 No Kecamatan penduduk jumlah Sex Rasio Laki-laki Perempuan 1 Bontocani 7.884 7.933 15.817 99 2 Kahu 18.825 20.299 39.124 93 3 Kajuara 18.044 18.885 36.929 96 4 Salomekko 7.737 7.954 15.691 97 5 Tonra 6.733 7.141 13.874 85 6 Patimpeng 8.174 8.648 16.822 85 7 Libureng 15.177 14.930 30.107 102 8 Mare 13.221 13.947 27.168 95 9 Sibulue 16.369 18.252 34.621 90 10 Cina 12.815 13.904 26.719 92 11 Barebbo 13.017 14.881 27.898 87 12 Ponre 6.874 7.181 14.055 96 13 Lapparija 11.460 12.533 23.993 91 14 Lamuru 11.705 13.440 25.145 87 15 Tellulimpoe 7.117 7.068 14.185 101 16 Bengo 12.310 13.232 25.542 93 17 Ulaweng 11.577 13.214 24.791 88 18 Palakka 10.576 12.207 22.783 87

49 19 Awangpone 13.772 15.827 29.599 87 20 Tellu Siattinge 18.707 21.473 40.180 87 21 Amali 9.471 11.307 20.778 84 22 Ajangale 12.787 14.717 27.504 87 23 Dua Boccoe 13.981 16.294 30.275 86 24 Cenrana 11.589 12.777 24.366 91 25 Tanete Riattang Barat 23.986 25.835 49.821 93 26 Tanete Riattang 25.009 28.152 53.161 89 27 Tanete Riattang Timur 22.054 21.892 43.946 101 TOTAL 360.971 393.923 754.894 Sumber : BPS Kabupaten Bone, 2018 Jika dilihat data jumlah penduduk Kabupaten Bone pada tahun 2018 jumlah penduduk perempuan lebih banyak yakni sebesar 393.923 jiwa dibanding jumlah penduduk laki-laki yakni sebesar 360.971 jiwa. Tabel 4.2

Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Kabupaten Bone Tahun 2018 No kelompok umur jumlah penduduk laki-laki Perempuan JUMLAH 1 0‒4 34.111 32.254 66.365 2 5‒9 35.728 33.874 69.602 3 10‒14 35.429 33.504 68.933 4 15‒19 33.812 31.596 65.408 5 20‒24 27.805 28.545 56.350 6 25‒29 25.212 27.440 52.652 7 30‒34 24.042 27.261 51.303 8 35‒39 24.344 27.928 52.272 9 40‒44 23.515 26.949 50.464 10 45‒49 21.703 25.954 47.657

50 11 50‒54 19.942 24.797 44.739 12 55‒59 16.197 20.802 36.999 13 60‒64 14.037 16.848 30.885 14 65+ 23.012 34.385 57.397 Sumber : Bone dalam angka, 2018 Tabel 4.3

Angka Kelahiran Menurut Jenis Kelamin, Kecamatan dan Puskesmas Kabupaten Bone

Tahun 2018 No Kecamatan puskesmas jumlah kelahiran Jumlah Laki-laki perempuan 1 Bontocani Bontocani 137 114 251 2 Kahu Kahu 166 141 307 Palakka 172 174 346 3 Kajuara Kajuara 343 363 706 4 Salomekko Salomekko 163 127 290 5 Tonra Tonra 132 124 256 6 Patimpeng Patimpeng 167 142 309 7 Libureng Libureng 193 190 383 tana batue 66 82 148 8 Mare Mare 188 159 347 Sumaling 58 39 97 9 Sibulue Sibulue 245 211 456 tunreng tellue 74 87 161 10 Cina Cina 264 233 497 11 Barebbo Barebbo 150 135 285 Kading 110 111 221 12 Ponre Bakunge 59 52 111 Lonrong 77 64 141 13 Lappariaja lappa riaja 225 215 440 14 Lamuru Lamuru 233 203 436 15 tellu limpoe gaya baru 116 108 224 16 Bengo Koppe 240 246 486 17 Ulaweng Ulaweng 204 193 397 18 Palakka Palakka 92 64 156 Usa 114 106 220 19 Awangpone Awaru 148 125 273 Paccing 149 135 284 20 tellu siattinge tellu siattinge 210 181 391

51 Lamurukung 198 193 391 21 Amali Taretta 161 143 304 22 Ajangale ajang ale 208 167 375 Timurung 50 59 109 23 dua boccoe dua boccoe 128 128 256 pattiro mampu 130 122 252 24 Cenrana Cenrana 238 196 434 25 tanete riattang barat Watampone 465 459 924 26 tanete riattang Biru 481 482 963 27 tanete riattang timur Bajoe 415 402 817 Total 6969 6475 13444 Sumber : Kantor Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Bone, 2018 3. Profil Singkat Dinas Pengendalian Penduduk Dan KB Kabupaten

Bone

a. Gambaran Umum Organisasi Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Bone dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2016 tentang Kependudukan dan Susunan Perangkat Daerah yang ditindak lanjuti dengan Peraturan Bupati Bone Nomor 74 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana. Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Bone sebagai salah satu satuan kerja perangkat daerah Kabupaten Bone dalam menjalankan roda organisasi sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya dan perlengkapan yang dimilikinya sebagai elemen penting dalam menggerakkan roda organisasi sekaligus sebagai faktor yang berpengaruh dan menentukan dalam mencapai tujuan organisasi.

52 b. Tugas Pokok dan Fungsi Tugas pokok dinas pengendalian penduduk dan KB Kabupaten Bone sebagai Berikut: 1. Tugas Pokok Melaksanakan tugas pemerintah dibidang keluarga berencana dan keluarga sejahtera sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku 2. Fungsi DPPKB 1. Pembinaan, pembimbing dan fasilitas pelaksanaan kebijakan nasional dibidang pengendalian penduduk, penyelenggaraan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, keluarga sejahtera dan pemberdayaan keluarga. 2. Pembinaan, pembimbingan, dan fasilitas pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengendalian penduduk, penyelenggaraan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, keluarga sejahtera dan pemberdayaan keluarga. 3. Penyelenggaraan pemantauan dan evaluasi di bidang pengendalian penduduk, penyelenggaraan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, keluarga sejahtera dan pemberdayaan keluarga. 4. Pelaksanaan advokasi, komunikasi, informasi, dan edukasi, penggerakan hubungan antar lembaga, bina lini lapangan serta pengelolaan data dan informasi di bidang pengendalian penduduk,

53 penyelenggaraan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, keluarga sejahtera dan pemberdayaan keluarga. 5. Penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan pengembangan di bidang pengendalian penduduk, penyelenggaraan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, keluarga sejahtera dan pemberdayaan keluarga. 6. Pelaksanaan tugas administrasi umum. 7. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawabnya. 8. Pembinaan dan fasilitasi terbentuknya badan kependudukan dan keluarga berencana daerah provinsi, kabupaten, kota. c. Visi dan Misi Visi : “Masyarakat Bone yang Mandiri, Berdaya Saing dan Sejahtera” Misi : Misi dalam dokumen RJMD ini diartikan sebagai upaya umum untuk mewujudkan visi. Setiap rumusan misi ini memiliki keterkaitan dengan pokok visi tertentu yang di dukung pencapaiannya. Selain itu, rumusan misi ini juga berfungsi sebagai dasar dalam merumuskan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam perspektif lima tahun ke depan. Dengan pemahaman tentang misi yang demikian dan berdasarkan pokok-pokok visi yang tercakup dalam rumusan visi, maka misi beserta

54 penjelasan misi RPJMD Kabupaten Bone 2018-2023 adalah sebagai berikut. 1. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) 2. Mengembangkan kemandirian ekonomi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. 3. Meningkatkan akses, pemerataan, dan kualitas pelayanan kesehatan, pendidikan, dan sosial dasar lainnya 4. Mengoptimalkan akselerasi pembangunan daerah berbasis desa dan kawasan perdesaan 5. Mendorong penciptaan iklim investasi yang kondusif untuk pengembangan usaha dan mengembangkan inovasi daerah dalam peningkatan pelayanan publik. 6. Meningkatkan budaya polotik, penegakan hukum, dan seni budaya dalam keajemukan masyarakat.

55 d. Struktur Organisasi Dinas Pengendalian Penduduk Dan Keluargan Berencan Kabupaten Bone

56 e. Sumber Daya Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Bone sebagai salah satu satuan kerja perangkat daerah Kabupaten Bone dalam menjalankan roda organisasi sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya yang dimilikinya sebagai elemen penting dalam menggerakkan roda organisasi sekaligus sebagai faktor yang berpengaruh dan menentukan dalam mencapai tujuan organisasi. Berikut data Sumber Daya Manusia (SDM) pada Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana tahun 2019 Tabel 4.4

Jumlah Pegawai pada Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Bone No Sumber daya Jumlah Jumlah Aparatur Laki-laki % Perempuan % 1 ASN 36 21,95 38 23,17 2 PLKB/PKB (ASN Pusat) 37 22,56 20 12,2 3 Honorer 9 5,49 24 14,63 JUMlAH 28 50 82 50 Sumber : Sub Bagian Umum dan Kepegawaian DPPKB, 2018 Dari tabel 4.4 diatas menunjukka Jumlah Sumber Daya Aparatur pada Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kebupaten Bone sebanyak 164 yang terdiri dari ASN Daerah sebanyak 74 orang, ASN Pusat sebanyak 57 orang, dan tenaga Honorer 33 orang.

57 Bila dilihat dari jumlah dan komposisi sumber daya manusia, jumlah penyuluh KB masih sangat kurang dibanding dengan kebutuhan, dimana saat ini 1 (satu) PLKB/PKB masih memegang wilayah kerja 5 (lima) Desa sedangkan untuk idealnya 1 PLKB/PKB seharusnya membawahi wilayah kerja 1 atau 2 Desa. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pencapaian kinerja organisasi. Tabel 4.5

Jumlah Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidikan Jumlah Jumlah Laki-laki % Perempuan % 1 Strata Dua 4 5,41 5 6,76 2 Strata Satu 13 17,57 14 18,92 3 Diploma Tiga 0 0 1 1,35 4 Diploma Dua 0 0 0 0 5 SMA/SMK 19 25,68 18 24,32 Jumlah 36 48,65 38 51,35 Sumber : Sub Bagian Umum dan Kepegawaian DPPKB, 2018 Sementara dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa jumlah perempuan yang perempuan yang berpendidikan Strata Satu dan Strata Dua masih lebih banyak perempuan di banding dengan laki-laki.

58 B. HASIL PENELITIAN

Untuk melihat kinerja Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Bone, Penulis menggunakan lima indikator penilaian kinerja organisasi menurut Mohamat Mashun (dalam buku pengukuran kinerja sektor publik), yaitu 1. Biaya Pelayanan Indikator biaya biasanya diukur dalam bentuk biaya unit, misalnya biaya per unit pelayanan. Beberapa pelayanan mungkin tidak dapat ditentukan biaya unitnya, karena output yang dihasilkan tidak dapat dikuantifikasi atau tidak ada keseragaman tipe pelayanan yang diberikan. Biaya pelayanan yang penulis maksud yaitu biaya yang dikenakan kepada masyarakat dalam pelaksanaan PPKB. Jenis biaya pelayanan yang dikenakan dan sumber anggaran pembiayaan pelayanan program PPKB. Biaya menurut Supriyono (2000;16), adalah harga perolehan yang dikorbankan atau digunakan dalam rangka memperoleh penghasilan atau revenue yang akan dipakai sebagai pengurang penghasilan. Menurut Henry Simamora (2002;36), biaya adalah kas atau nilai setara kas yang dikorbankan untuk barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat pada saat ini atau di masa mendatang bagi organisasi. Menurut Mulyadi (2001;8) biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi, sedang terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu.

59 Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia, pelayanan adalah menolong menyediakan segala apa yang diperlukan orang lain seperti tamu atau pembeli. Menurut Kotler (1994), pelayanan adalah aktivitas atau hasil yang dapat ditawarkan oleh sebuah lembaga kepada pihak lain yang biasanya tidak kasat mata, dan hasilnya tidak dapat dimiliki oleh pihak lain tersebut. Hadi Pranata (1980) berpendapat bahwa, pelayanan adalah aktivitas tambahan di luar tugas pokok (job description) yang diberikan kepada konsumen-pelanggan, nasabah, dan sebagainya serta dirasakan baik sebagai penghargaan maupun penghormatan. Untuk mengetahui biaya pelayanan kepada masyarakat, jenis biaya pelayanan dan sumber anggaran pembiayaan pelayanan program PPKB berikut ini hasil wawancara yang dilakukan penulis oleh penulis dengan kepasa Dinas PPKB Kabupaten Bone Drs. H. Rusli Saleh, M.Si yang mengatakan ada sedikitnya tiga program utama PPKB dan pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah. Berikut kutipan wawancara dengan kepala Dinas PPKB Kabupaten Bone: “program pokok PPKB ada tiga antara lain 1.pengendalian penduduk, 2.keluarga berencana, 3.pembangunan keluarga. Terkait program pelayanan program KB di biayai oleh pemerintah, ada yang bersumber dari APBD dan APBN untuk pengadaan karena tanggung jawab dari PPKB yaitu pengadaan Alat Obat Kontrasepsi (ALAKON) tetapi yang melayani itu dari dinas kesehatan, karena tampa adanya kerjasama dengan dinas Kesehatan PPKB ini tidak bekerja secara maksimal. Akan tetapi biaya yang dikenakan untuk masyarakat berupa jasa yang ditetapkan oleh dinas kesehatan (BIDAN) kepada masyarakat tergantung dari jenis ALAKON yang mau dipasang”. (Hasil wawancara pada tanggal 25 November 2019)

60 Berdasarkan wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa ada 3 (tiga) program pokok dari PPKB yaitu pengendalian penduduk, keluarga berencana dan pembangunan keluarga. Biaya pelayanan program Keluarga Berencana dibiayai oleh pemerintah yaitu bersumber APBD dan APBN. Anggaran tersebut untuk pengadaan alat kaena memang merupakan tanggung jawab dari PPKB untuk pengadaan alat dan obat kontrasepsi (ALAKON). Namun untuk prlayanannya dilakukan oleh pihak Dinas Kesehatan karena tanpa adanya kerjasama dengan dinas Kesehatan, PPKB ini tidak dapat bekerja secara maksimal. Adapun biaya yang dikeluarkan hanya biaya jasa pemasangan ALAKON yang dilakukan oleh Bidan. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh salah satu pegawai Kantor P2KB Kabupaten Bone mengenai biaya pelayanan yang mengatakan bahwa: “terkait biaya pelayanan yang dikenakan kepada masyarakat di kantor ini tidak ada, karena sudah ada anggarannya dari pusat. Namun terdapat biaya jasa dari bidan yang dikenakan kepada masyarakat, kami di sini hanya memfasilitasi masyarakat. Yang melakukan pemasangan ALAKON yaitu Bidan”. (Hasil wawancara pada tangggal 26 November 2019) Jadi, biaya pelayanan yang dikenakan kepada masyarakat di kantor PPKB tidak ada, karena sudah ada anggarannya dari pusat. Adapun biaya yang dkeluarkan hanya biaya jasa untuk bidan yang melakukan pemasangan ALAKON kepada masyarakat.

61 Adapun biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk pemasangan Alakon yaitu berbeda-beda sesuai dengan jenis Alakon yang digunakan, yaitu : TABEL 4.6

JENIS DAN ALAT KONTRASEPSI NO ALAKON HARGA JASA PASANG+ALAT KETERANGAN 1 Implan (susuk) 220.000 500.000 Efektif hingga 4 tahun, efektivitas 99,95%. Efektif untuk mengatur jarak antar anak. Sifatnya tidak permanen dan dapat mencegah terjadinya kehamilan hingga 4 tahun. 2 IUD (Intrauterine Device) 40.000 400.000 Efektif hinggan 10 tahun, efektivitas 99,4%. Efektif untuk mengatur jaraak anak. Bukan alat kontrasepsi permanen dan efektif mencegah kehamilan hingga 10 tahun. 3 Vasektomi (Steril Pria) 6-7 jt Bersifat permanen, Efektivitas 98%. Merupakan metode kontrasepsi mantap (permanen). Sangat efektif untuk membatasai jumlah anak jika sudah dirasa cukup. 4 Tubektomi (Steril Wanita) 6-7 jt Metode ini juga bersifat permanen, efekyivitas 99,5%. Sangat efektif untuk membatasi jumlah anak jika sudah dirasa cukup. 5 Pil 150.000 efektivitas 92%. Metode kontrasepsi yang menuntut pemakainya untuk rutin mengkomsumsinya secara rutin tanpa boleh sekalipun terlewatkan. 6 Suntik 40.000 efektivitas 97%. Jika digunakan dalam 4 tahun (durasi yang sama dengan efektivitas implan), 7 Kondom 20.000 Efektivitas hanya selama durasi pemakaian, digunakan setiap kali berhubungan. Sumber : Bidan Puskesmas Desa Palakka Kec Kahu Kab Bone, 2020

62 Berikut ini pendapat lain masyarakat terkait biaya pelayanan dari pihak PPKB Kabupaten Bone kepada masyarakat, berikut ini petikan wawancara dengan masyarakat yang berinisial KM yang mengatakan bahwa tidak ada pungutan biaya jasa di Kantor PPKB, ALAKON yang diberikan pihak PPKB bersifat gratis karena sudah dianggarkan oleh pemerintah. Berikut petikan wawancara dengan salah seorang masyarakat pengguna layanan: “pihak PPKB Kabupaten Bone tidak memungut biaya pelayanan kepada masyarakat karena mereka hanya menfasilitasi kami, dan yang memberikan pelayanan lanjutan yaitu pihak dinas Kesehatan (Bidan) seperti pemasangan implant KB” (Hasil wawancara pada tanggal 21 November 2019). Berdasarkan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa pihak PPKB Kabupaten Bone tidak memungut biaya pelayanan terhadap masyarakat karena PPKB hanya memfasilitasi ALAKONnya, biaya yang dikeluarkan hanya biaya jasa pemasangan hanya dilakukan oleh bidan. Dalam pelayanan yang dilakukan oleh pihak PPKB, terkadang ada masyarakat yang menggunakan kartu BPJS dalam memperoleh pelayanan sehingga untuk biaya pemasangan yang dilakukan oleh bidan juga digratiskan. Salah seorang masyarakat yang merinisial A.N mengatakan bahwa: “masyarakat yang mempunyai kartu BPJS digratiskan biaya pemasangan KB, namun yang tidak memiliki kartu dikenakan biaya jasa yang diberikan oleh Bidan” (hasil wawancara pada tanggal 21 November 2019)

63 Bagi masyarakat yang memiliki kartu BPJS sudah digratiskan untuk biaya jasa pemasangan KB oleh dinas kesehatan dalam hal ini adalah Bidan. Hal ini juga diungkapkan oleh masyarakat yang berinisial S. Yang pada saat wawancara mengatakan bahwa: “kalau saya berkunjung di kantor PPKB dan ingin melakukan pemasangan KB, atau alat kontrasepsi mereka langsung menfasilitasi saya dan tidak ada biaya yang di pungut oleh pihak PPKB tetapi untuk pemasangan implan berupa spiral saya harus membayar ke bidan untuk pemasangannya”. (hasil wawancara pada tanggal 22 November 2019) Dapat disimpulkan bahwa tidak ada biaya pelayanan yang dikenakan oleh pihak PPKB Kabupaten Bone dalam hal pemberian ALAKON kepada masyarakat karena anggaran yang digunakan bersumber dari APBN dan APBD. Setiap biaya yang dikeluarkn oleh masyarakat hanyalah biaya pemasangan Alakon yang dikenakan oleh Bidan karena biaya Alakon telah di tanggung oleh pihak PPKB. 2. Penggunaan Fasilitas Indikator penggunaan pada dasarnya membandingkan antara jumlah pelayanan yang ditawarkan dengan permintaan publik. Indikator ini harus mempertimbangkan preferensi publik, sedangkan pengukurannya biasanya berupa volume absolud atau persentase tertentu, misalnya persentase penggunaan kapasitas.

64 Fasilitas adalah sarana untuk melancarkan dan memudahkan pelaksanaan fungsi. Fasilitas merupakan komponen individual dari penawaran yang mudah ditumbuhkan atau dikurangi tanpa mengubah kualitas dan model jasa. Untuk mengetahui penggunaan fasilitas pelayanan program PPKB, berikut ini hasil dari wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan Kepala Dinas PPKB Kabupaten Bone yang mengatakan bahwa: “kalau fasilitas untuk pelayanan KB sudah ada sarana seperti Puskesmas, Pustu, Posyandu, dan Polindes yang tersebar diseluruh Kecamatan yang ada di Kabupaten Bone, dan peralatan yang ada sudah cukup bagus. Kalau Tubektomi harus di bawah ke Rumah Sakit karena disana peralatan jauh lebih lengkap daripada di Puskesmas dan lainnya”. (hasil wawancara pada tanggal 25 November 2019) Untuk fasilitas pelayanan PPKB Kabupaten Bone sudah cukup memadai ini dibuktikan dengan tersedianya fasilitas-fasilitas pelayanan dasar tersebut di Puskesmas, Pustu, Posyandu, dan Polindes. Adapun untuk fasilitas Tubektomi khusus tersedia di Rumah Sakit. Sedangkan menurut salah satu pegawai yang berinisial K yang mengatakan bahwa: “fasilitas yang tersedia di PPKB yaitu berupa kendaraan angkutan peserta KB dan mobil unit pelayanan KB. Jadi kalau ada masyarakat yang berminat melakukan pemasangan alat Kontrasepsi kami memfasilitasinya dan mengantarkan ke Rumah sakit atau ke Dinas Kesehatan. Karena PPKB bekerja sama dengan Dinas Kesehatan” (hasil wawancara pada tanggal 26 November 2019) Adapun untuk pelayanan Tubektomi yang khusus tersedia di Rumah sakit, PPKB hanya bertugas menfasilitasi masyarakat yang ingin

65 melakukan Tubektomi ke Rumah Sakit dimana ketersediaan alat yang lebih memadai. Berikut ini wawancara yang dilakukan peneliti dengan masyarakat terkait fasilitas yang di sediakan oleh PPKB Kabupaten Bone yang berinisial K.M yang mengatakan bahwa: ”kalau menurut saya fasilitas yang disediakan oleh pihak PPKB Kabupaten Bone lumayan lengkap dan pihaknya sigap dalam melayani dan saya merasa puas terkait pelayanan yang diberikan” (hasil wawancara pada tanggal 22 November 2019) Pihak PPKB telah menyediakan fasilitas yang baik, dalam pelayanan terhadap masyarakat juga sudah baik dan sigap. Hal ini senada yang diungkapkan oleh peserta KB yang berinisial A.N yang mengatakan bahwa : “pihak PPKB Bone cepat dalam menfasilitasi masyarakat yang ingin melakukan pemasangan Alat Kontrasepsi dan menyediakan mobil angkutan peserta KB serta mengantarkan ke Rumah Sakit” (hasil wawancara pada tanggal 21 November 2019) Dapat disimpulkan bahwa fasilitas yang disediakan oleh pihak sudah lengkap dan tersebar di seluruh wilayah Kecamatan yang ada di kabupaten Bone. Fasilitas tersebut seperti kendaraan operasional berupa mobil dinas, motor dinas, pustu, posyandu dan polindes. 3. Kualitas dan Standar Pelayanan Indikator kualitas dan standar pelayanan merupakan indikator yang paling sulit diukur, karena menyangkut pertimbangan yang sifatnya subyektif. Penggunaan indikator kualitas dan standar pelayanan harus dilakukan secara hari-hati karena terlalu menekankan indikator ini justru

66 dapat menyebabkan kontra produktif. Contoh indikator kualitas dan standar pelayanan misalnya perubahan jumlah komplain masyarakat atas pelayanan tertentu. Tjiptono (2004:11), mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian untuk digunakan (fitness untuk digunakan). Definisi lain yang menekankan orientasi harapan pelanggan pertemuan. Kadir (2001:19), Menyatakan bahwa kualitas adalah tujuan yang sulit dipahami, karena harapan para konsumen akan selalu berubah. Setiap standar baru ditemukan, maka konsumen akan menuntuk lebih untuk mendapatkan standar baru lain yang lebih baru dan lebih baik. Dalam pandangan ini, kualitas adalah proses dan bukan hasil akhir (meningkatkan kualitas kontinuitas). Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi salah satunya yaitu kualitas atau material yang digunakan oleh organisasi, sehingga perlu untuk memperhatikan kualitas dari suatu organisasi. Untuk mengetahui kualitas pelayanan program PPKB berikut ini hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan kepala PPKB Kabupaten Bone yang mengatakan bahwa: “prosedur secara teknis sudah diatur dalam SOP yang dibuat oleh P2KB dan bekerja sama dengan dinas kesehatan. Namun yang mengatur jalannya SOP itu Dinas Kesehatan. Penggunaan fasilitas untuk PPKB yang diberikan kepada masyarakat masih kurang di respon masyarakat apalagi di daerah yang terpencil misalnya di desa yang berada di Kecamatan Bontocani masyarakat tersebut masih kurang menginginkan program KB. Akan tetapi disamping itu penyebabnya juga adalah pegawai penyulu KB tidak maksimal

67 dalam melakukan penyuluhan, karena jarak dan waktu.” (hasil wawancara pada tanggal 25 November 2019) Dari penjelasan kepala PPKB dikatakan bahwa Standar Operasional pelayanan yang dibuat oleh PPKB, namun dalam pelaksanaan seperti pemasangan alat kontrasepsi sepenuhnya dilakukan oleh Dinas Kesehatan sebagai bentuk kerjasama antara PPKB dan Dinas Kesehatan. Akan tetapi masyarakat belum tentu merespon pelayanan dari PPKB tersebut, hal ini disebabkan disamping karena memang kesadaran masyarakat terhadap program dari PPKB semisal program KB yang masih kurang, juga disebabkan oleh belum maksimalnya petugas penyuluh dari PPKB dalam menjalankan sosialisai dari program itu sendiri karena terkendala jarak dan waktu. Hal ini senada dengan yang diungkapkan salah satu pegawai PPKB yang mengatakan bahwa: “Kinerja PPKB selama ini belum maksimal karena pihak penyuluh belum maksimal dalam melakukan tugasnya, ini juga dikarenakan pemahaman masyarakat tentang banyak anak banyak rejeky masih kuat dan lokasi masyarakat sangat jauh dari jangkauan penyuluh.” (hasil wawancara pada tanggal 26 November 2019) Selain itu, hal yang menjadi kendala dari petugas penyuluh dalam dalam mensosialisasikan program PPKB adalah masih kuatnya pemahaman lama ditengah masyarakat yakni pemahaman semakin banyak anak berarti semakin banyak rejeki yang akan meraka dapatkan.

68 Terkait penilaian masyarakat terhadap kualitas dan standar pelayanan kinerja PPKB berikut petikan wawancara dengan masyarakat yang berinisial A.N yang mengatakan bahwa: “kualitas yang diberikan dalam hal pelayanan sudah bagus karna sigap dalam menfasilitasi masyarakat yang ingin ikut dalam program PPKB terutama dalam hal program Keluarga Berencana(KB). (Hasil wawancara pada tanggal 21 November 2019) PPKB dalam melayani masyarakat yang ingin mengikuti program sudah baik, hal ini dibuktikan dengan kesigapan dalam melayani mayarakat tersebut, seperti dalam program KB Hal ini senada yang diungkapkan oleh masyarakat yang berinisial K.M yang menyatakan bahwa: “Petugas PPKB sudah cakap dan ramah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat karna penyuluh KB sangan sering memberikan penyuluhan tentang KB dan kesehatan reproduksi” (hasil wawancara pada tanggal 22 November 2019) Dari kutipan wawancara di atas dapat dikatakan bahwa petugas PPKB cakap dan ramah dalam memberikan layanan, sosialisasi yang dilakukan oleh penyuluh juga sudah berjalan. Sedangan menurut masyarakat yg berinisial S yang mengatakan bahwa: “menurut saya kualitas pelayanan yang diberikan melum maksimal karena belum bisa menjangkau semua wilayah kecamatan yang ada di kabupaten Bone, terutama di daerah terpencil” (hasil wawancara pada tanggal 22 November 2019)

69 Kualitas pelayanan yang diberikan PPKB belum maksimal, hal ini dikarenakan program dari PPKB belum bisa menjangkau kesemua wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Bone, terutama di wilayah terpencil. Tidak maksimalnya program ini di sebabkan karena penyuluh yang ditugaskan di wilayah tersebut masih belum memaksimalkan tugasnya dikarenakan faktor jarak serta kemalasan dari petugas penyuluh tersebut. Dapat disimpulkan bahwa kualitas dan standar pelayanan yang diberikan belum maksimal, karena belum mampu menjangkau daerah tertentu di Kabupaten Bone. Hal ini disebabkan karena petugas penyuluh PPKB tidak memaksimalkan tugasnya, dikarenakan kendala yang dihadapi oleh penyuluh adalah persoalan jarak yang terlalu jauh dan sulit di jangkau, karena rata-rata penyuluh berdomisili di daerah perkotaan. Cara mengukur kaulitas standar pelayanan dengan melakukan evaluasi dan perbaikan-perbaikan yang dilakukan secara berkala. Diantaranya melakukan survey setelah meberikan pelayanan. Kualitas standar pelayanan yang dilakukan oleh PPKB belum maksimal dan berjalan dengan baik. Hal itu dikarenakan oleh kurangnya kesadaran oleh penyuluh akan pentingnya peran mereka terhadap masyarakat. Dan belum memaksimalkan pelayanannya dikarenakan terkendala oleh jarak dan aktu. 4. Cakupan Pelayanan Indikator cakupan pelayanan perlu dipertimbangkan apabila terdapat kebijakan atau peraturan perundangan yang masyarakatnya untuk

70 memberikan pelayanan dengan tingkat pelayanan minimal yang telah ditetapkan. Berikut ini cakupan pelayanan yang diberikan oleh PPKB kabupaten Bone: Tabel 4.7

Jenis cakupan pelayanan

NO Jenis Cakupan Pelayanan 1. Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 2. Cakupan Peserta KB Aktif 3. Cakupan Peserta KB Baru 4. Institusi Masyarakat Pedesaan (PPKB – Sub PPKBD) 5. Bina Keluarga Balita (BKB) 6. Bina Keluarga Remaja (BKR) 7. Bina Keluarga Lansia (BKL) Sumber : Data PPKB Kabupaten Bone, 2018 Cakupan pelayanan PPKB berdasarkan tabel diatas terdiri dari tujuh jenis pelayanan yang kesemuanya merupakan program dari PPKB Kabupaten Bone Untuk mengetahui cakupan pelayanan yang diberikan oleh PPKB berikut ini hasil dari wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan Kepala PPKB yang mengatakan bahwa : “Program di PPKB itu mengenai pembangunan keluarga, pertumbuhan keluarga. BKB, BKR, BKL, dan ditambah dengan program KPPS, peningkatan penghasilan keluarga sejahtera. Kemudian untuk remaja yang menikah di usia dini kami mempunyai program PUP (pendewasaan usia pernikahan), saya melihat sudah ada peningkatan pelayanan yang diberikan tapi

71 kinerja belum maksimal.” (hasil wawancara pada tanggal 25 November 2019) Pelaksanaan program yang dijalankan oleh PPKB belum terlaksana secara maksimal, karena dari ketujuh program PPKB ada satu program yakni program PUP (Pendewasaan Usia Pernikahan) belum berjalan secara maksimal, dikarenakan pernikahan di usia muda yang terjadi dikalangan masyarakat belum mendapatkan pemahaman secara maksimal tentang pernikahan yang dilakukan secara dini karena banyak faktor yang harus diperhatikan oleh masyarakat yang melakukan pernikahan di usia muda seperti pemahaman dalam membina keluarga dan hal ini banyak terjadi dikalangan masyarakat. Hal ini juga senada dengan yang diungkapkan salah satu pegawai yang mengatakan bahwa: “untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat kami dari PPKB mensosialisasikan di lapangan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait bahaya atau dampak dari pernikahan dini terhadap reproduksi serta keluarga berencana (KB)/program dua anak cukup.” (hasil wawancara pada tanggal 26 November 2019) Terkait penilaian masyarakat terhadap cakupan pelayanan yang diberikan oleh P2KB Kabupaten Bone masih banyak masyarakat yang belum memahami bahaya atau dampak dari pernikahan dini terhadap sistem reproduksi yang dimiliki oleh ibu muda. Berikut petikan wawancara dengan masyarakat yang berinisial S. Yang mengatakan bahwa:

72 “Cakupan pelayanan yang diberikan oleh PPKB sudah bagus, namun petugas lapangan (penyuluh) belum maksimal dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat terkait KB, kami juga selaku masyarakat masih belum memahami sepenuhnya dari tiap program yang diberikan, kami perlu pemahaman secara mendalam dan dibarengi dengan praktek” (hasil wawancara pada tanggal 22 November 2019) Ini menunjukkan bahwa penyuluh PPKB memang belum menjalankan tugasnya secara maksimal, karena masih banyak masyarakat yang belum memahami setiap program yang diberikan, salah satu contohnya dampak pernikahan dini terhadap sistem reproduksi ibu muda. Sedangkan menurut masyarakat yang berinisial K.M yang mengatakan bahwa: “kalau saya melihat pelayanan yang ditawarkan PPKB semuanya bagus dan menarik akan tetapi masih ada beberapa hal yang kurang dan harus ditingkatkan terkhusus mengenai pemahaman masyarakat yang mengatakan banyak anak banyak rezeki, hal ini yang harus di hilangkan dari masyarakat dan PPKB lewat penyuluhnya tiap kecamatan yang di Bone lebih maksimal lagi dalam melakukan penyuluhan dari program.” (hasil wawancara pada tanggal 22 November 2019) Disamping itu PPKB masih belum memaksimalkan sosialisasi lanjutan dari program yang dijalankan, karena masih banyak masyarakat yang belum memahami program tersebut, dan juga mitos di masyarakat yang mengatakan banyak anak banyak rezeki belum mampu di minimalisir oleh pihak PPKB melalui sosialisasi lanjutan dari program KB itu sendiri. Dapat disimpulkan bahwa cakupan pelayanan yang diberikan PPKB Kabupaten Bone sudah berjalan namun belum maksimal, hal ini

73 dikarenakan masih ada cakupan pelayanan yang tidak berjalan dengan baik seperti Pendewasaan Usia Pernikahan, hal ini dibuktikan dengan masih tingginya tingkat pernikahan dini di usia muda di Kabupaten Bone. Selain itu, salah satu hal yang menghambat program cakupan pelayanan adalah masih kurangnya tingkat partisipasi masyarakat dalam program PPKB dikarenakan paham masyarakat yang berpikir bahwa banyak anak banyak rezeki masih kental di kepala masyarakat di Kabupaten Bone itu sendiri. 5. Kepuasan Indikator kepuasan biasanya diukur melalui metode jajak pendapat secara langsung. Bagi pemerintah daerah, metode penjaringan aspirasi masyarakat (need assessment), dapat juga digunakan untuk menetapkan indikator kepuasan. Namun demikian, dapat juga digunakan indikator proksi misalnya jumlah komplain. Pembuatan indikator kinerja tersebut memerlukan kerja sama antar unit kerja. Tjiptono dan Chandra mendefinisikan kepuasan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai. Kotler mendefinisikan kepuasan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang dialami setelah membandingkan antara persepsi kinerja atau hasil suatu produk dengan harapan-harapannya. Keluhan adalah salah satu bagian dari ekspresi negatif yang dihasilkan karena ketidaksesuaian kenyataan dengan keinginan seseorang (James, 2006:20).

74 Untuk mengetahui kepuasan pelayanan program PPKB berikut ini hasil dari wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan kepala PPKB Kabupaten Bone yang mengatakan bahwa: “saya merasa ada peningkatan kinerja PPKB, meskipun saya belum puas dengan semua itu masih perlu di tingkatkan lagi.” (hasil wawancara pada tanggal 25 November 2019) Untuk persoalan kinerja secara keseluruhan sudah dirasa mengalami peningkatan, namun ada beberapa hal yang masih dianggap kurang maksimal, salah satunya adalah keterbatasan dalam menjangkau wilayah tertentu. Hal ini senada dengan yang diungkapkan salah satu pegawai PPKB yang mengatakan bahwa: “kinerja PPKB selama ini masih belum maksimal hal ini dikarenakan penyuluh yang berada di tiap lokasi belum maksimal dalam menjalankan tugasnya karena kebanyakan penyuluh tinggal di daerah perkotaan tapi tempat tugasnya di daerah terpencil.” (hasil wawancara pada tanggal 26 November 2019) Salah satu penyebab dari tidak maksimalnya kinerja PPKB di karenakan penyuluh yang tidak maksimal dalam menjalankan tugasnya, terkhusus untuk wilayah daerah yang pedalaman, hal ini di sadari sebagai kendala sebab para penyuluh berdomisili di daerah pedesaan/kecamatan. Terkait penilaian masyarakat terhadap kepuasan kinerja PPKB berikut petikan wawancara dengan masyarakat yang berinisial A.N yang mengatakan bahwa:

75 “selama saya mengikuti Program PPKB yang ditawarkan saya merasa puas dengan pelayanan yang diberikan kepada saya.” (hasil wawancara pada tanggal 21 November 2019) Menurut wawancara di atas masyarakat puas dengan pelayanan yang diberikan selama mengikuti program dari PPKB. Hal ini senada dengan yang diungkapkan dengan salah satu masyarakat yang berinisial K.M yang mengatakan bahwa: “kalau menurut penilaian saya, kinerja PPKB sudah lumayan memuaskan tapi masih perlu ditingkatkan dari segi sosialisasinya karena itu masyarakat masih banyak yang kurang paham dari program yang ditawarkan.” (hasil wawancara pada tanggal 22 November 2019) Pelayanan dari program yang diberikan oleh PPKB sudah lumayan memuaskan, akan tetapi dari segi sosialisasi masih kurang maksimal, akibatnya masih banyak masyarakat yang belum memahami Program dari PPKB dan pada akhirnya tidak mengikuti program tersebut karena ketidak pemahaman mereka.

76 Tabel 4.8 PENCAPAIAN PESERTA KB AKTIF PER MIX KONTRASEPSI KABUPATEN BONE TAHUN 2016-2018 TAHUN PUS PROYEKSI PUS LAPANGAN REALISASI PENCAPAIAN PER MIX KONTRASEPSI IUD MOW MOP IMPL STK PIL KDM 2016 133897 125745 83055 3114 813 69 23896 30720 21558 2885 2017 152910 128901 86631 3329 842 105 20787 35008 23781 2779 2018 148206 135084 97876 3401 920 171 21754 40963 27335 3332 Sub : Kantor Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga berencana Kabupaten Bone

Tabel 4.9

PENCAPAIAN PESERTA KB BARU PER MIX KONTRASEPSI KABUPATEN BONE NO TAHUN PPM PB REALISASI %Thd PPM KB BARU 1 2016 22800 19374 89,97 2 2017 20320 22934 112,86 3 2018 26456 27153 102,63 IUD MOW MOP IMP STK PIL KDM PPM PENC % PPM PENC % PPM PENC % PPM PENC % PPM PENC % PPM PENC % PPM PENC % 920 295 32,07 324 93 28,7 27 3 11,11 2892 3268 113 9411 9467 100,6 8386 5773 68,84 840 475 56,55 307 247 80,46 68 73 107,35 10 29 290 3078 2645 85,93 9388 12856 136,94 6485 6703 103,36 984 381 38,72 273 226 82,78 53 166 313,21 24 62 258,33 3461 2595 74,98 13863 15363 110,82 8425 8361 99,24 355 380 107,04 Sub : Kantor Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga berencana Kabupaten Bone

77 Dari hasil wawancara dan data yang di dapatkan oleh penulis dapat disimpulkan bahwa walaupun program P2KB sudah berjalan, namun masih ada masyarakat yang tidak puas terhadap kinerja tersebut. Hal ini dikarenakan masih ada beberapa daerah yang belum tersentuh oleh proram PPKB, seperti pelayanan KB. Selain itu masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap program PPKB tersebut menyebabkan pencapaian kinerja PPKB dalam meningkatkan Peserta KB belum maksimal hal ini terlihat dari tahun 2016-2018 belum mencapai target yang ditentukan. Berdasarkan 5 indikator pengukuran kinerja menurut Mohamat Mashun, Pada PPKB Kabupaten Bone dapat dikatakan bahwa secara umum kinerja dari PPKB Kabupaten Bone masilah kurang maksimal, walaupun pada kenyaaannya bahwa program-program PPKB yang berjalan secara tidak maksimal. Seperti pada indikator biaya pelayanan, walaupun tidak melakukan pungutan biaya kepada masyarakat, akan tetapi masyarakat masih harus mengeluarkan biaya dalam hal pemasangan alat kontrasepsi KB, pungutan biaya memang dilakukan Dinas Kesehatan selaku instansi kerja sama dalam hal ini oleh Bidan, akan tetapi program KB masih merupakan Program dari PPKB, sehingga masyarakat memahami masih ada biaya yang dikeluarkan untuk menikmati program layanan PPKB. Kemudian pada indikator Kualitas dan standar pelayanan, yang menjadi kendala adalah ketidakmaksimalan PPKB dalam menjangkau daerah-daerah tertentu, disebabkan kendala jarak yang dialami penyuluh.

78 Hal ini tentunya akan berimplikasi pada kualitas layanan yang diberikan oleh PPKB sendiri, dimana dengan tidak maksimalnya penyuluh dalam melakukan penyuluhan akan berdampak pada tidak maksimalnya masyarakat dalam mengikuti program PPKB. Selain itu pada pada indikator Cakupan pelayanan dimana masih adanya program yang tidak berjalan dengan baik seperti program PUP (pendewasaan usia pernikahan), bisa dilihat dari banyaknya pernikahan usia dini di Kabupaten Bone, merupakan dampak dari kurangnya pemahaman dari masyarakat akan bahaya pernikahan usia dini terhadap kesehatan reproduksi ibu muda. Terakhir dari indikator kepuasan, dengan tidak berjalan maksimalnya program dari PPKB Kabupaten Bone berdampak kepada ketidakpuasan masyarakat. Hal ini juga disadari oleh pihak PPKB sehingga kedepannya Pihak PPKB tetap berusaha memberikan pelayanan maksimal. Yang menjadi persoalan utama dari tidak maksimalnya seluruh indikator pengukuran kinerja PPKB Kabupaten Bone adalah kurangnya pemahaman masyarakat terhadap program yang dilaksanakan, hal ini menurut penulis disebabkan oleh tidak maksimalnya petugas penyuluh dalam mensosialisasikan program-program PPKB tersebut. Sebagaimana dipahami bahwa penyuluh PPKB merupakan pihak yang bersentuhan secara langsung dengan masyarakat, secara otomatis ujung tombak dari keberhasilan program PPKB terletak pada keberhasilan penyuluh dalam memaksimalkan tugasnya.

79 BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN Berdasarkan lima indikator pengukuran menurut Mohamat Mashun, pada PPKB Kabupetn Bone dapat dikatakan bahwa secara umum kinerja dari PPKB masih kurang maksimal, walaupun pada kenyataannya bahwa program-program dari PPKB Kabupaten Bone sudah berjalan. Hal ini dikarenakan masih terdapatnya program-program yang berjalan secara tidak maksimal. Pada indikator biaya pelayanan, PPKB Kabupaten Bone tidak melakukan pungutan biaya kepada masyarakat, karena anggaran yang digunakan bersumber dari APBN dan APBD. Anggaran ini digunakan untuk pembelian Alat kesehatan dan Obat Kontrasepsi (ALAKON). Akan tetapi masyarakat masih harus mengeluarkan biaya dalam hal pemasangan alat kontrasepsi KB, pungutan biaya memang dilakukan Dinas Kesehatan selaku instansi kerja sama PPKB, sehingga masyarakat memahami masih ada biaya yang dikeluarkan untuk menikmati program layanan PPKB. Terkhusus untuk masyarakat pengguna kartu BPJS selain tidak dikenakan biaya pembelian alat dan obat kontrasepsi, juga tidak dikenakan biaya jasa pemasangan alat kontrasepsi. Kemudian pada indikator kualitas dan standar pelayanan, yang menjadi kendala adalah ketidakmaksimalan PPKB dalam menjangkau daerah-daerah tertentu, disebabkan kendala jarak yang dialami penyuluh, seperti daerah pedalaman. Hal ini disebabkan karena petugas penyuluh tidak memaksimalkan tugasnya, dikarenakan kendala yang dihadapi oleh penyuluh adalah persoalan 79

80 jarak yang sangat terlalu jauh dan sulit dijangkau. Karena kurangnya sosialisasi program PPKB oleh penyuluh itu sendiri mengakibatkan adanya peningkatan jumlah komplain yang diterima oleh PPKB. Selain itu pada indikator cakupan layanan dimana masih adanya program yang tidak berjalan dengan baik seperti program PUP (Pendewasaan Usia Pernikahan), bisa dilihat dari masih banyaknya pernikahan usia dini di Kabupaten Bone, merupakan dampak dari kurangnya pemahaman dari masyarakat akan bahaya pernikahan usia dini terhadap kesehatan reproduksi ibu muda, belum lagi pemahaman lama yang masih melekat kuat di masyarakat Kabupaten Bone. Terakhir dari indikator kepuasan, dengan tidak berjalan maksimalnya program dari PPKB Kabupaten Bone berdampak kepada ketidakpuasan masyarakat. Hal ini juga disadari oleh pihak PPKB sehingga kedepannya tetap memberikan pelayanan maksimal. Yang menjadi persoalan utama dari tidak maksimalnya seluruh indikator pengukuran kinerja adalah kurangnya pemahaman masyarakat terhadap program yang dilaksanakan oleh PPKB Kabupaten Bone itu sendiri, hal ini menurut penulis disebabkan oleh tidak maksimalnya petugas penyuluh PPKB dalam mensosialisasikan program-program PPKB tersebut, sebagaimana dipahami bahwa penyuluh P2KB merupakan pihak yang bersentuhan secara langsung dengan masyarakat, secara otomatis ujung tombak dari keberhasilan program PPKB terletak pada keberhasilan penyuluh dalam memaksimalkan tugasnya.

81 B. SARAN Berdasarkan kesimpulan di atas penulis kemudian memberikan beberapa saran yang diharapkan menjadi masukan untuk lebih meningkatkan kinerja PPKB Kabupaten Bone, antara lain: 1) Sebaiknya pihak PPKB juga memiliki bidan internal yang bertugas melakukan pemasangan alat dan obat kontrasepsi kepada masyarakat di kantor PPKB sehingga masyarakat tidak perlu lagi pergi ke Rumah Sakit untuk melakukan pemasangan alat kkontrasepsi. 2) Sebaiknya pihak PPKB merekrut tenaga penyuluh yang berasal dari tiap kecamatan yang ada di Kabupaten Bone agar bisa bekerja secara maksimal dan tidak terkendala jarak dan waktu lagi. 3) Sebaiknya PPKB Kabupaten Bone melakukan sosialisasi yang intens agar masyarakat tahu program-program yang ada di PPKB sehingga bisa berpartisipasi pada program tersebut. 4) Memberikan teguran atau sanksi kepada penyuluh yang kurang maksimal menjalankan kinerjanya. 5) Sebaiknya PPKB lebih intens dalam melakukan sosialisasi program-program yang ditawarkan kepada masyarakat, agar masyarakat lebih paham dan berpartisipasi pada setiap kegiatan yang dilakukan oleh PPKB di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Bone.

82 DAFTAR PUSTAKA Amstrong, M. Dan Barong, A. 1998. Manajemen Kinerja-Realitas Baru. Lomdon

: Institute of Personalia dan Pembangunan. Bastian. 2001. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia. Yogyakarta: BPFE. Dharma, Surya. 2005. Manajemen kinerja: falsapah, Teori dan Penerapannya.

Yogyakarta: PUSTAKA BELAJAR, Celeban Timur UH III. Haryadi Hendi, 2009. Administrasi Perkantoran Untuk Manajer dan Staf.

Visimedia. Jakarta. Hasibuan, SP. Melayu. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia (Edisi Revisi 1),

Bandung : Bumi Aksara. Luthans, fred. 2005. Pelaku organisasi (Ahli Bahasa V.A Yuwono, dkk).

Yogyakarta : ANDI. Mangkunegara, Prabu A. 2005. Evaluasi Kinerja sumber daya Manusia. Bandung

: PT Refika Aditama. Nurlaila. 2010. Manajemen sumber daya manusia. Ternate : Lepkhair. Paul Hersey and Kenneth H. Blanchad. 1996. manajement and Organizational

Behavior Engleewood Cliffs,. NJ : Prentice-Hall. Prawirosentono, S. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Kebijakan Kinerja

Karyawan. Yogyakarta : BPFE. Rivai Veithzal, 2004. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta : Raja

Grafindo Persada. Ruky, S. Achmad. 2001. Sistem Manajemen Kinerja. Panduan Praktis Untuk

Merancang dan Meraih Kinerja Prima. Jakarta: Gramedia. Sedarmayanti, 2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, Bandung :

penerbit Mandar Maju. Sobandi, Baban dkk. 2006. Desentralisasi dan Tuntutan Penataan. Bandung :

Kelembagaan Daerah. Sulistyawati. 2013. Pelayanan Keluarga Berencana, Jakarta : Selemba Medika Umar, Husein. 2004. Evaluasi Kinerja Perusahaan, Jakarta : PT. Gramedia

Pustaka.

83 Wibowo. 2010. Manajemen Kinerja, Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Undang-Undang : Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 Tentang Perkembangan Kependudukan

Dan Pembangunan Keluarga Sejahtera Internet : http : www //Henry Simamora; Hersey, Blancard dan Johnson; Surya Dharma //

Evaluasi Kinerja Pegawai Negeri Sipil

L A M P I R A N

Wawancara Dengan Pengawai Dinas Pengendalian

Penduduk Dan Keluarga Berencana Kabupaten Bone

Wawancara Dengan Staf Kepala Bidang Pengendalian Penduduk

Wwancara Dengan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Bencana

Wawancara Dengan Sub Bagaian Umum Dan Kepengawaian

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap Rahmatia, disapa Tia. Lahir pada

tanggal 08 Oktober 1997, Desa Palakka Kecamatan

Kahu Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Anak kelima

dari enam bersaudara oleh pasangan suami istri Lanna

dan Hajja Sanatang. Penulis menempuh pendidikan di

SD Neg 280 Palakka Kecamatan Kahu Kabupaten

Bone dan selesai pada tahun 2009, penulis melanjutkan pendidikan di SMP

Negeri 3 Kahu Kabupaten Bone dan selesai pada tahun 2012, pada tahun yang

sama penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri

1 Kahu Kabupaten Bone dan selesai pada tahun 2015. Kemudian penulis

melanjutkan pendidikan pada Perguruan Tinggi di Universitas Muhammadiyah

Makassar (Unismuh Makassar) pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan

Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Peneliti sangat bersyukur, karena telah

diberikan kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan yang nantinya dapat

diamalkan dan memberi manfaat.