skripsi - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · fiat justitia...

125
TEORI NASIKH MANSUKH IMAM AS-SYAFI’I DAN RELEVANSINYA DALAM PEMBAHARUAN FIQIH DI INDONESIA (Sebuah Kajian Ushul Fiqih) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI) Oleh : AHMAD HASANUDDIN BERUTU NIM : 04210001/S-1 FAKULTAS SYARI’AH PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SYAKHSHIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG 2008

Upload: dangkien

Post on 15-May-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

TEORI NASIKH MANSUKH IMAM AS-SYAFI’I DAN RELEVANSINYA DALAM PEMBAHARUAN FIQIH DI INDONESIA

(Sebuah Kajian Ushul Fiqih)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (S.HI)

Oleh :

AHMAD HASANUDDIN BERUTU

NIM : 04210001/S-1

FAKULTAS SYARI’AH PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SYAKHSHIYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG

2008

Page 2: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

MOTTO

Ulang Terpeddem

Fiat Justitia Pereat Mundus

(Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

(Mutiara Bahasa Pakpak & Yunani Kuno)

Page 3: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

PERSEMBAHAN

Lagi-lagi buat Ayah Bundaku yang tak terukur kasih sayangnya dan tak

terbalas jasa baiknya. Semoga Allah membalas kebaikanmu. Juga terima kasihku pada Nenekku, Saudara-saudaraku, Johan br Berutu, Azizah br Berutu, Amran Nikmatullah Berutu, Nur Pinta Syahniaty br Berutu, Bintang Ismail Berutu, Firman Berutu dan berre-berreku karinana.

Ya Allah ampunilah dosa-dosaku dan dosa-dosa kedua orangtuaku dan sayangilah mereka seperti dahulu mereka menyayangi aku sewaktu kecil. Amin

Amri Berutu dan Tinur br Padang

Njuah-Njuah Banta Karina

Page 4: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Ahmad Hasanuddin Berutu NIM : 04210001 Alamat : Jalan Runding, Sidiangkat No. 168, Dairi, Sumatera Utara 22251 menyatakan bahwa Skripsi yang saya buat untuk memenuhi persyaratan kelulusan pada Program Studi Al-Ahwal Al-Syakhshiyah Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, dengan judul:

TEORI NASIKH MANSUKH IMAM AS-SYAFI’I DAN RELEVANSINYA DALAM PEMBAHARUAN FIQIH DI INDONESIA

(Sebuah Kajian Ushul Fiqih)

adalah hasil karya saya sendiri, bukan duplikasi dari karya orang lain. Selanjutnya, apabila dikemudian hari ada claim dari pihak lain, bukan menjadi tanggung jawab Dosen Pembimbing dan atau Pengelola Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, tetapi menjadi tanggung jawab saya sendiri. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan tanpa paksaan dari siapapun. Malang, 24 Juli 2008

Penulis

Ahmad Hasanuddin Berutu NIM. 04210001

Page 5: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Pembimbing penulisan skripsi saudara Ahmad Hasanuddin Berutu, NIM 04210001,

mahasiswa Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, setelah

membaca, mengamati kembali berbagai data yang ada di dalamnya dan mengoreksi,

maka skripsi yang bersangkutan dengan judul:

TEORI NASIKH MANSUKH IMAM AS-SYAFI’I DAN RELEVANSINYA DALAM PEMBAHARUAN FIQIH DI INDONESIA

(Sebuah Kajian Ushul Fiqih)

telah dianggap memenuhi syarat-syarat ilmiah untuk disetujui dan

diajukan pada majelis dewan penguji.

Malang, 24 Juli 2008

Pembimbing

Dra. Hj. Tutik Hamidah, M.Ag NIP. 150 224 886

Page 6: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

TEORI NASIKH MANSUKH IMAM AS-SYAFI’I DAN RELEVANSINYA DALAM PEMBAHARUAN FIQIH DI INDONESIA

(Sebuah Kajian Ushul Fiqih)

SKRIPSI

Nama : Ahmad Hasanuddin Berutu

NIM : 04210001

Jurusan : Al-Ahwal As-Syakhshiyyah

Fakultas : Syari’ah

Tanggal, 24 Juli 2008

Yang mengajukan

Ahmad Hasanuddin Berutu

04210001/S-1

Telah disetujui oleh:

Pembimbing

Dra. Hj. Tutik Hamidah, M.Ag NIP. 150 224 886

Mengetahui

Dekan

Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag

NIP. 150 216 425

Page 7: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

PENGESAHAN SKRIPSI

Dewan penguji skripsi saudara Ahmad Hasanuddin Berutu, NIM. 04210001,

mahasiswa Fakultas Syari’ah angkatan 2004, dengan judul:

TEORI NASIKH MANSUKH IMAM AS-SYAFI’I DAN RELEVANSINYA DALAM PEMBAHARUAN FIQIH DI INDONESIA

(Sebuah Kajian Ushul Fiqih)

telah dinyatakan LULUS dengan nilai A (sangat memuaskan)

Dewan Penguji:

1. Fakhrudin, M.HI ( ) NIP. 150 302 236 (Ketua)

2. Dra. Hj. Tutik Hamidah, M.Ag ( )

NIP. 150 224 886 (Sekretaris)

3. Dra. Mufidah CH, M.Ag ( ) NIP. 150 240 393 (Penguji Utama)

Malang, 8 September 2008

Dekan

Drs. H. Dahlan Tamrin M.Ag. NIP. 150 216 425

Page 8: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

KATA PENGANTAR

Dengan pertolongan Allah Swt dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini sebagai tugas akhir dalam menyelesaikan study tingkat pertama

dalam jenjang akademis dengan judul “TEORI NASIKH MANSUKH IMAM AS-

SYAFI’I DAN RELEVANSINYA DALAM PEMBAHARUAN FIQIH DI

INDONESIA (Sebuah Kajian Ushul Fiqih).” Shalawat dan salam senantiasa kepada

Nabi Muhammad Saw, keluarga dan sahabat-sahabatnya yang terpilih serta pengikut-

pengikutnya yang setia sampai hari kiamat.

Penelitian ini tidak mungkin akan terwujud tanpa bantuan banyak pihak. Oleh

karena itu, maka dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan ucapan terima

kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Imam Suprayogo, selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN)

Malang.

2. Bapak Drs. H. Dahlan Tamrin M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syari’ah Universitas

Islam Negeri (UIN) Malang.

3. Ibu Dra. Hj. Tutik Hamidah M.Ag, selaku dosen pembimbing yang dengan sabar

dan tulus ikhlas telah mengorbankan waktu, pikiran serta tenaga dalam

membimbing penulisan dan penyusunan skripsi ini.

4. Segenap dosen Fakultas Syuri’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, yang

telah banyak berperan aktif dalam menyumbangkan ilmu, wawasan dan

pengetahuannya kepada penulis.

5. Seluruh keluarga besar Pondok Pesantren Sabilurrosyad, Gasek Sukun Malang,

Kang Qawim (Jombang), Kang Afif (Mojokerto), Ubeb (Lumpur Sidoarjo), Irul

Page 9: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

(Jombang), Zainuddin (Kediri), Kamsay (Arema Asli), Zen, Basyar (Jombang),

Amin (Tegal), Pak Lurah, Mbah Lurah, Muttaqin (Jambi, Muara Tebo).

6. Teman-teman satu angkatan Fakultas Syari’ah tahun 2004, Sulaeman (Cirebon),

Rahmat (Labuhan batu, Menanti), Rhamadha, Fathoni (Blitar), Pak Haji (Arema

Asli), Ali (Makassar), Adi Saputro (Surabaya).

7. Teman-teman di kontrakan, Slamet (Lumpur Sidoarjo), Shodiq (Sampang,

Camplong), Tabi’in (Magelang), Fikri (Probolinggo), Agung (Arema) dll

Penulis menyadari sepenuh hati bahwa penyelesaian tugas akhir ini masih

jauh dari sempurna karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan, wawasan dan

pengalaman penulis. Untuk itu penulis sangat berharap semoga dapat bermanfaat

bagi penulis dan bagi orang yang membacanya. Amin ya rabbal ‘alamin.

Malang, Juli 2008

Penulis

Page 10: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Halaman Motto ........................................................................................... i

Halaman Persembahan...............................................................................ii

Halaman Pernyataan................................................................................. iii

Halaman Persetujuan Pembimbing.......................................................... iv

Halaman Pengajuan Skripsi.......................................................................v

Halaman Pengesahan................................................................................. vi

Kata Pengantar..........................................................................................vii

Daftar Isi .................................................................................................... ix

Abstrak ....................................................................................................... xi

BAB I. PENDAHULUAN ...........................................................................1

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................1

B. Rumusan Masalah ............................................................................16

C. Tujuan Penelitian .............................................................................17

D. Manfaat Penelitian ...........................................................................17

E. Penelitian Terdahulu ........................................................................18

F. Metode Penelitian.............................................................................19

1. Jenis Penelitian.....................................................................19

2. Pendekatan...........................................................................20

3. Sumber Data ........................................................................20

4. Metode Pengumpulan Data...................................................22

5. Pengolahan dan Analisis data ...............................................23

6. Sistematika Pembahasan ......................................................23

BAB II. KAJIAN TEORI ..........................................................................26

A. Pandangan Ulama Ushul Tentang Nasikh Mansukh..........................26

B. Kategori Naskh Dalam Al-Kitab Dari Segi Rasm Dan Hukum .........35

1. Penghapusan Redaksi (Rasm) Dan Tetapnya Hukum............35

2. Penghapusan Hukum Dan Tetapnya Rasm ...........................36

Page 11: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

3. Penghapusan Hukum Dan Tilawah Sekaligus .......................36

C. Biografi Imam As-Syafi’i .................................................................37

1. Tempat Dan Tahun Kelahiran Imam As-Syafi’i ....................37

2. Rihlah Ilmiyah Imam As-Syafi’i ...........................................37

D. Pandangan Imam As-Syafi’i tentang Nasikh Mansukh .....................40

1. Sebab-Sebab Disyariatkannya Naskh Menurut Imam

As-Syafi’i .............................................................................40

2. Pengertian Naskh Menurut Imam As-Syafi’i.........................41

3. Naskh Kitab Bi Al-Kitab.......................................................42

4. Naskh Kitab Bi As-Sunnah ...................................................42

5. Naskh Sunnah Bi As-Sunnah ................................................46

6. Naskh Sunnah Bi Al-Kitab....................................................47

E. Pembaharuan Hukum Islam..............................................................48

Bab III. ANALISIS DATA ........................................................................55

A. Penggolongan Ulama Yang Memaknai Naskh Sebagai Izalah

Dan Ulama Yang Memaknai Naskh Sebagai Tahwil Atau Naql ......57

B. Naskh Sebagai Izalah, Raf’un Atau Ibthalul Ahkam.........................59

C. Naskh Sebagai Tahwil, Tabdil Atau Naql .........................................76

D. Analisis Relevansi Naskh Imam As-Syafi'i.......................................85

Bab IV. PENUTUP ...................................................................................103

A. Kesimpulan .....................................................................................103

B. Saran-Saran.....................................................................................106

Daftar Pustaka

Lampiran

Page 12: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

ملخص البحث

النسخ عند إمام الشافع وأثره ىف جتديد .) ٤٢١...١(أمحد حسن الدين بريوتو

كلية الشريعة شعبة األحوال ) البحث ىف أصول الفقه(األحكام ىف إندونيسيا

الشخصية اجلامعة احلكومية اإلسالمية ماالنج املشرفة توتيك محيدة املاجستري

يد األحكام و إمام الشافع نسخ و مصلحة و جتد: كلمة األساسى

النسخ نظر ىف علم أصول الفقه وحقيقته إذا وجد اتهد دليلني

املتعارضني الذي هو الميكن أن جيمع بينهما ويعرف ترتيب ترتيله فالدليل املتقدم

) أى بعد دليل املتقدم(ينسخ بالدليل الثاىن الذى أنزله اهللا على رسول اهللا بعده

علم الذى حيتاج إليه كل جمتهد ومفسر وى العلماء شخصا أن وعلم النسخ هوال

يفسر كتاب اهللا ويستنبط األحكام من أدلتها إال بعد فهمه على علم الناسخ

واملنسوخ

وىف البحث على علم أصول الفقه هذا العلم أبلغ احتياجا ملن يريد أن

ما ال يصح يستنبط األحكام ألنه يتعلق بدليل ما يصح استنباط منه ودليل

استنباط منه ألن صحة مثرة اإلجتهاد يتعلق بصحة األدلة الىت يستعملها اتهد

ند علماء األصول نشأ النسخ بعد وفاة الرسول صلى اهللا عليه وسلم وع

ختالف املصلحة الىت إقتضتها األمة من جيل واحد إىل جيل وقع النسخ بسبب ا

ر واحد إىل عصر أخرأخر أو من حال واحد إىل حال أخر أو من عص

سخ امنذ زمان املاضى قد تفرق العلماء إىل فرقتني ىف رأي على الن

فرقة منهم يقبله وفرقة منهم يدفعه لكن مجهور العلماء يقبلون النسخ واملنسوخ

علم أصول الفقه وفرقتني املذكورتني يستمر حىت اآلن جزأ من

Page 13: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

ام املذهب ىف الفقه و وإمام الشافع هو اإلمام الذى يقبل النسخ وهو اإلم

أصوله له كتاب كتبه بعد هجرته إىل مصر مسه الرسالة هذا الكتاب قد مشل على

كل جزإ من أجزاء البحث ىف علم أصول الفقه هذا الكتاب قد مشل أيضا على

موضوع علم الناسخ واملنسوخ

النسخ هو العلم الذى أبلغ نفعا ىف تفكري جتديد األحكام وجتديد األحكام هى

فكرة قد انتشر ىف زماننا هذا وإمام الشافع هو إمام عظيم إمام املذهب ىف الفقه

واملبتدأ ىف علم أصول الفقه علمه واسع دقيق وعميق علمه كماء الربيد فيه

أسرار العلم ىف علم أصول الفقه وتبحر ىف علمه إغتنام ملن أراد أن جيلب العلم

ويتفقه ىف علم أصول الفقه

Page 14: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

ABSTRAK

Ahmad Hasanuddin Berutu (04210001). Teori Nasikh Mansukh Imam As-Syafi'i Dan Relevansinya Dalam Pembaharuan Fiqih Di Indonesia (Sebuah Kajian Ushul Fiqih). Fakultas Syari'ah Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Dosen Pembimbing: Dra. Hj. Tutik Hamidah M.Ag.

Kata kunci: Naskh, Mashlahah, Pembaharuan Hukum Islam, Imam As-Syafi'i

Naskh adalah sebuah teori dalam ushul fiqih. Hakikatnya ialah jika seorang

mujtahid mendapati dua dalil yang bertentangan yang dia tidak mungkin lagi mampu untuk mengkompromikan antara keduanya dan dia mengetahui tertib turunnya dalil tersebut maka dalil yang pertama turun dinasakh dengan dalil yang lebih terkemudian masa pewahyuannya yang Allah wahyukan pada Rasul-Nya Saw. Setiap mujtahid dan mufassir butuh kepada ilmu ini. Dan para ulama melarang seseorang menafsirkan kitab Allah dan mengistinbath hukum darinya kecuali setelah ia paham akan ilmu nasikh dan mansukh. Dan di dalam pembahasan ilmu ushul fiqih orang yang hendak mengistinbath hukum lebih membutuhkannya lagi. Karena, ia terkait dengan dalil apa yang sah digunakan dan dalil mana yang tidak sah ditarik hukum darinya. Sebab keabsahan sebuah hasil ijtihad sangat tergantung pada keabsahan dalil-dalil yang digunakan oleh mujtahid. Naskh baru muncul setelah wafatnya Rasulullah Saw. Menurut ulama ushul, naskh terjadi karena perbedaan kemashlahatan yang dituntut oleh umat dari satu generasi ke generasi berikutnya, dari satu kondisi ke kondisi berikutnya atau dari satu masa ke masa berikutnya.

Sejak zaman dahulu, para ulama-dalam melihat teori naskh ini-telah terbagi ke dalam dua golongan. Segolongan dari mereka menerima kehadiran teori naskh dan segolongan yang lain menolaknya. Tetapi jumhur ulama menerima kehadian teori naskh sebagai bagian dari ilmu ushul fiqih. Dua golongan ini berlanjut sampai saat ini.

Dan Imam As-Syafi'i adalah salah satu imam yang menerima adanya teori naskh tersebut. Imam As-Syafi'i adalah imam madzhab dalam fiqih dan ushulnya. Dia memiliki sebuah kitab yang ia beri judul "Ar-Risalah". Kitab ini mencakup keseluruhan pembahasan tentang ilmu ushul fiqih.

Sedang pembaharuan hukum Islam ialah sebuah pemikiran yang berkembang di zaman kita sekarang. Inti pemikiran ini ialah melakukan usaha-usaha agar hukum Islam itu berlaku efektif di masyarakat. Imam As-Syafi'i adalah seorang imam yang besar di bidangnya, imam madzhab di dalam fiqih dan orang yang pertama kali mengusahakan sistematisasi tentang ilmu ushul fiqih. Ilmunya luas dan dalam. Keluasan ilmunya bagaikan air yang sejuk. Didalamnya terkandung rahasia-rahasia ilmu tentang ushul fiqih. Dan berkecimpung (tabahhur) dalam lautan ilmunya dalah kesempatan yang berharga bagi orang yang hendak memetik ilmu dan bertafaqquh dalam ilmu ushul fiqih.

Page 15: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum dan perubahan masyarakat adalah suatu hal yang sangat menarik dan

layak ditekuni apalagi bagi seorang, badan, atau lembaga yang selalu berkecimpung

di bidang hukum. Apabila diperhatikan citra hukum yang selalu ingin mencari dan

memberikan kepastian hukum maka banyak sekali aspek keterlibatan hukum itu

mempengaruhi masyarakat. Sebaliknya bila terjadi perubahan dalam masyarakat

maka perubahan turut membentuk perkembangan hukum, karena hukum itu

berkembang dan berubah maka masyarakat turut berubah dan berkembang.

Rangkaian perubahan itu dapat ditinjau dari beberapa segi, misalnya ada

perubahan-perubahan pada hukum dari luar. Akan tetapi, bisa juga perubahan itu dari

dalam sendiri. Keduanya bisa diamati terpisah yang datang dari luar mengandung

Page 16: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

sifat-sifat sosiopolitis, sedangkan perubahan yang datang dari dalam banyak

kaitannya dengan masalah-masalah teknis hukum.1

Tuntutan adanya perubahan hukum dalam bangunan hukum Islam adalah

salah satu fenomena sosial kontemporer yang harus direspon oleh para pemikir

hukum Islam kontemporer. Misalnya saja tuntutan akan perubahan hukum kewarisan

Islam ke arah yang lebih “adil” yang selama ini dianggap menempatkan wanita

dalam posisi marginal. Selama ini, sudah menjadi hal yang paten di kalangan para

ulama hukum Islam bahwa bagian seorang wanita dalam hal hukum kewarisan Islam

adalah 2:1. Lelaki memperoleh bagian harta warisan dua kali lebih besar dari

bagiannya wanita. Bagian dua wanita sebanding dengan bagian satu lelaki.

Di zaman kontemporer, metode ini dianggap oleh sebagian pemikir hukum

Islam tidak sesuai lagi dengan semangat kehidupan kontemporer yang menghendaki

adanya prinsip emansipasi wanita dalam semua bidang kehidupan. Tidak terkecuali

dalam agama. Adanya dalil-dalil hukum atau penafsiran terhadap satu ayat hukum

yang dianggap bias gender sering menjadi sorotan. Masalah poligami, waris, iddah,

muamalah adalah contoh-contoh cabang hukum Islam yang sangat mungkin berubah

akibat tuntutan zaman. Paham-paham pemikiran yang berkembang di masyarakat

tidak bisa dipungkiri merupakan satu faktor yang cukup besar peranannya dalam

mempercepat proses perubahan hukum. Paham pemikiran emansipasi wanita

misalnya, yang berkembang pesat di dunia modern, harus diakui sebagai paham

pemikiran yang cukup gigih memperjuangkan persamaan derajat antara laki-laki dan

1Mohd Idris Ramulyo, Asas-asas Hukum Islam: Sejarah Timbul dan Berkembangnya Kedudukan Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), 84

Page 17: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

wanita yang pastinya bisa mempengaruhi bangunan hukum apapun yang eksis di

dunia ini.

Penafsiran-penafsiran yang selama ini sudah dianggap final pun tak luput dari

sorotan. Sampai ke ranah agama sekalipun pengaruh paham pemikiran ini tidak bisa

diabaikan peranannya dalam membentuk pola pikir satu masyarakat. Masalah iddah

misalnya, jika wanita ditetapkan beriddah jika ditinggal cerai oleh suaminya (baik

cerai mati atau cerai hidup) maka kenapa pihak lelaki juga tidak diberi beban

kewajiban untuk menjalankan ketentuan ini. Ini terdengar sebagai sebuah pernyataan

aneh karena sebelumnya tidak pernah ada “model” berfikir yang seperti ini.

Para pemikir hukum Islam modern sebenarnya bukan tidak merespon dan

mengapresiasi tuntutan perubahan ini. Munawir Sjadzali adalah salah seorang

pemikir hukum Islam di Indonesia yang menyuarakan pentingnya melakukan

pembaharuan hukum Islam di bidang kewarisan. Ia memandang-seperti dalam

pendapatnya yang terkenal-kalau sudah seharusnya bagian waris dalam hukum Islam

disamakan saja antara laki-laki dan wanita. Ia berdalil tuntutan kemashlahatan di

dunia modern menghendaki metode pembagian yang seperti itu.

Pendapat ini tentu saja sangat bertentangan dengan pemikiran para ulama

sebelumnya yang memandang bahwa penunjukan hukum (dilalah) ayat-ayat hukum

mawarits adalah qhat’i. Pemikiran yang juga mencoba untuk melakukan kajian ulang

terhadap posisi wanita dalam bangunan hukum Islam juga tidak jarang menghasilkan

pemikiran yang kontroversial dan aneh jika ditinjau dari bangunan hukum Islam

klasik yang telah mapan dan bertahan selama beratus tahun sejak pertama kali

dirumuskan serta diwariskan dari satu generasi ke generasi muslim berikutnya.

Page 18: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

Semisal pemikiran batasan waktu minimal yang harus dilalui oleh suami jika ia

ingin menikah lagi setelah ditinggal oleh isterinya (baik cerai hidup atau cerai mati).

Ini adalah contoh-contoh terkini tentang perkembangan pemikiran dalam

hukum Islam yang berkembang oleh hanya satu dari sekian paham pemikiran yang

berkembang di bumi ini. Paham pemikiran yang mengedepankan HAM misalnya,

menganggap hukum-hukum pidana Islam sangat tidak relevan dengan semangat

hidup modern.

Perubahan-perubahan yang dialami oleh umat Islam juga berpengaruh dalam

pembentukan hukum Islam. Perubahan-perubahan seperti ini bukan hanya dialami

oleh umat Islam kontemporer saja, bahkan juga telah dialami oleh Nabi Saw dan

sahabatnya sejak Islam pertama kali muncul 14 abad yang lampau. Teori nasikh

mansukh adalah satu bukti nyata akan hal ini. Perubahan di masyarakat

mempengaruhi proses pembentukan, penetapan dan bahkan pembatalan satu hukum

dalam sejarah pembentukan hukum Islam.

Mayoritas ulama ushul menyepakati kemungkinan terjadinya naskh dalam

syariat. Baik naskh dalam pengertian penghapusan satu syariat Nabi terdahulu oleh

syariat Nabi yang diutus terkemudian. Namun, mereka memberi satu batasan tegas

dalam hal ini bahwa walaupun mungkin terjadi naskh (penghapusan) satu syariat

Nabi terdahulu oleh syariat Nabi yang diutus terkemudian namun dalil-dalil yang

dihapus tersebut murni masalah-masalah yang mengatur sosial kemasyarakatan

(muamalah) antar sesama manusia bukan masalah-masalah aqidah. Karena mereka

berpandangan, konsep aqidah dari satu Nabi ke Nabi berikutnya adalah satu dan

tidak mungkin berubah-ubah dari masa ke masa.

Page 19: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

Demikian pula, naskh mungkin terjadi dalam satu syariat tertentu. Dalam

pandangan ulama ushul adalah mungkin pula naskh itu terjadi dalam satu syariat

tertentu tanpa melibatkan syariat-syariat sebelumnya. Misalnya, naskh mungkin

terjadi antar dalil dalam syariat Islam.

Ulama ushul memberikan hujjah (argumen) untuk membuktikan kebolehan

terjadinya naskh dalam syariat. Menurut mereka naskh itu terjadi karena adanya

tuntutan kemashlahatan yang berbeda-beda dan berubah-ubah dari satu umat ke umat

yang lain, dari satu kondisi ke kondisi yang lain atau dari satu periode ke periode

yang lain. Mereka memberikan sebuah gambaran bahwa kemashlahatan yang

dibutuhkan oleh umat Nabi Musa As sangat mungkin berbeda dengan kemashlahatan

yang dibutuhkan oleh umat Nabi Muhammad Saw yang hidup berabad abad

kemudian. Oleh karena itu sangatlah logis dan wajar dalam wacana pemikiran

mereka jika syariat Nabi Muhammad Saw menasakh sebagian syariat nabi-nabi

terdahulu karena adanya perbedaan tuntutan kemashlahatan tersebut. Dan dalam

syariat Islam sendiri naskh itu mungkin terjadi karena adanya perbedaan situasi dan

kondisi antara masa awal pewahyuan dengan masa akhir pewahyuan yang dialami

oleh Nabi dan sahabatnya.

Para ulama menguatkan pendapat ini dengan mengajukan satu ayat yang

memang secara jelas mengatakan bahwa Allah Swt menciptakan beragam syariat

untuk masing-masing umat. Allah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 48;

!$uΖ ø9t“Ρr& uρ y7ø‹s9 Î) |=≈tGÅ3 ø9 $# Èd, ys ø9 $$Î/ $ ]%Ïd‰ |ÁãΒ $yϑ Ïj9 š÷t/ ϵ÷ƒ y‰ tƒ zÏΒ É=≈tGÅ6ø9 $# $ �Ψ Ïϑ ø‹yγ ãΒuρ ϵ ø‹n= tã ( Νà6 ÷n$$sù Οßγ oΨ ÷� t/ !$ yϑ Î/ tΑt“Ρ r& ª! $# ( Ÿω uρ ôì Î6®Ks? öΝèδu!# uθ÷δ r& $£ϑ tã x8u !%y zÏΒ Èd,ys ø9$# 4 9e≅ä3 Ï9 $ oΨ ù=yè y_

Page 20: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

öΝä3ΖÏΒ Zπtã ÷�Å° % [`$yγ÷Ψ ÏΒuρ 4 öθ s9 uρ u !$ x© ª!$# öΝà6 n= yèyf s9 ZπΒ é& Zοy‰ Ïn≡uρ Å3≈ s9uρ öΝä. uθ è=ö7uŠ Ïj9 ’ Îû !$ tΒ

öΝä38 s?#u ( (#θ à) Î7tF ó™$$ sù ÏN≡ u�ö�y‚ø9 $# 4 ’ n< Î) «! $# öΝà6ãè Å_ö�tΒ $ Yè‹Ïϑ y_ Νä3 ã∞Îm6 t⊥ ㊠sù $yϑ Î/ óΟçGΨ ä. ϵŠ Ïù tβθ à#Î= tFøƒrB

Artinya: “Dan kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.

Sebabnya ialah syariat itu sendiri disyariatkan oleh Allah sebagai Syari’

(pembuat hukum) untuk mewujudkan kemashlahatan bagi manusia. Maka jika

kemashlahatan yang dibutuhkan masyarakat telah berubah maka syariat atau hukum

yang dibutuhkan untuk mewujudkan kemashlahatan itu menjadi berubah pula.

Disinilah letak penalaran logis ulama untuk membuktikan kemungkinan terjadinya

naskh dalam syariat.

Oleh karena syariat itu di syariatkan oleh Allah Swt adalah untuk

mewujudkan kemashlahatan bagi umat manusia, maka naskh itu pun menjadi

wewenang mutlaq Allah karena hanya Dia-lah Dzat yang benar-benar mampu

mengetahui dengan tepat mashlahat apa yang dibutuhkan hamba-Nya. Maka

berkembanglah satu kaidah dalam ushul fiqih bahwa tidak ada naskh setelah

sempurnanya agama Islam atau setelah berakhirnya masa pewahyuan dan kenabian.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Yunus ayat 15;

Page 21: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

#sŒÎ) uρ 4’n? ÷G è? óΟÎγ øŠ n=tæ $ uΖè?$ tƒ#u ;M≈oΨ Éi� t/ � tΑ$ s% šÏ%©!$# Ÿω tβθã_ö�tƒ $ tΡ u !$ s)Ï9 ÏMø.$# Aβ#u ö�à) Î/ Î�ö�xî !#x‹≈yδ ÷ρr& ã&ø!Ïd‰ t/ 4 ö≅è% $ tΒ Üχθä3tƒ þ’Í< ÷βr& … ã&s!Ïd‰ t/ é& ÏΒ Ç›!$ s) ù=Ï? ûŤø# tΡ ( ÷βÎ) ßì Î7 ¨?r& āω Î) $ tΒ #yrθ ãƒ

�†n< Î) ( þ’ ÎoΤ Î) ß∃%s{r& ÷βÎ) àM øŠ|Á tã ’În1u‘ z>#x‹ tã BΘ öθ tƒ 5Ο‹Ïàtã

Artinya: “Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan kami berkata: "Datangkanlah Al-Qur’an yang lain dari ini atau gantilah dia". Katakanlah: "Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya Aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar (kiamat)”.

Secara aqliyah, jika Nabi Muhammad Saw saja tidak mempunyai hak dan

wewenang untuk mengganti-ganti Al-Qur’an dari dirinya sendiri maka lebih tidak

boleh lagi umat setelahnya. Demikianlah kesimpulan penalaran mereka.

Dari sisi kesejarahan, adanya nasikh mansukh itu sebenarnya juga

menunjukkan dialektika antara wahyu dan realitas sosial dan si penerima pesan

wahyu (manusia). Dari ilmu nasikh mansukh kita dapat mengetahui tahapan-tahapan

panjang penetapan hukum Islam sebelum hukum itu benar-benar mencapai

bentuknya yang final pada akhir masa pewahyuan dan kenabian. Karena itu, teori

nasikh mansukh tidak dikenal pada masa pewahyuan (masa ketika Nabi Muhammad

Saw masih aktif menerima wahyu). Pada saat itu wahyu diturunkan secara bertahap

sehingga memungkinkan para sahabat untuk mengamalkan tuntunan-tuntunan hukum

secara bertahap pula. Salah satu hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara bertahap

adalah untuk mewujudkan kemashlahatan bagi para sahabat agar mereka tidak

merasa berat dan terbebani untuk menjalankan perintah agama dan agar perintah-

Page 22: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

perintah agama itu tertanam kuat dalam hati mereka. Allah berfirman dalam Al-

Qur’an surat Al-Furqan ayat 32;

tΑ$ s% uρ tÏ% ©!$# (#ρã�x# x. Ÿω öθ s9 tΑÌh“ çΡ Ïµø‹n=tã ãβ#uö�à) ø9 $# \' s#÷Ηäd Zοy‰ Ïn≡ uρ 4 y7 Ï9≡x‹ Ÿ2 |MÎm7s[ãΖ Ï9 ϵ Î/ x8yŠ# xσèù ( çµ≈oΨ ù=? u‘uρ Wξ‹Ï? ö�s?

Artinya: “Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?". Demikianlah supaya kami perkuat hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).”

Teori naskh memang menarik karena ia menyangkut masalah yang sangat

penting dalam istinbath hukum karena terkait dengan “apa yang berlaku dan apa

yang tidak”. Namun di lain sisi ia justru baru muncul setelah wafatnya Nabi

Muhammad Saw. Teori naskh baru muncul setelah berakhirnya masa kenabian.

Pengakuan ada-tidaknya nasikh-mansukh dalam Al-Qur'an memiliki

implikasi yang sangat serius bagi kehidupan manusia sehari-hari. Tidak bisa

dipungkiri, bagaimana umat Islam bersikap kepada orang-orang non-muslim,

misalnya, sangat mungkin dipengaruhi oleh konsep nasikh-mansukh ini. Mereka

yang mengatakan bahwa umat Islam boleh memerangi orang-orang non-muslim

dengan tanpa alasan yang bisa dipertanggungjawabkan boleh jadi dipicu adanya ayat

"Dan perangilah orang-orang kafir dimana pun mereka kamu temui" (Qs Al-

Tawbah [9]: 5) yang dianggap oleh banyak kalangan mufassir tradisional menjadi

nasikh (penghapus) atas ayat-ayat lain yang menyerukan toleransi, memberi maaf,

bersikap sabar dan lain-lain. Pandangan seperti ini sangat banyak kita temukan dalam

kitab-kitab tafsir klasik. Permasalahannya sederhana saja, yaitu karena adanya

pengakuaan akan eksistensi naskh dalam Al-Qur'an.

Page 23: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

Demikian pula sebaliknya, orang yang tidak mengakui adanya nasikh-

mansukh boleh jadi akan beranggapan bahwa memerangi orang kafir tidak bisa

dilakukan tanpa alasan yang bisa dibenarkan. Sebab Islam, menurut mereka, hanya

diperbolehkan untuk memerangi mereka sebagai cara untuk mempertahankan diri,

sebagai cara defensif bukan ofensif. Oleh karena itulah, bukan tidak mungkin konsep

nasikh mansukh bisa sangat mempengaruhi cara berfikir umat Islam bukan saja

mengenai hubungan antar-agama, melainkan juga dalam berbagai bidang kehidupan

yang lain.2

Ini benar, karena memang dengan ilmu nasikh mansukh-lah diketahui mana

ayat yang masih berlaku ketetapan hukumnya dan mana yang sudah dibatalkan masa

pemberlakuannya. Teori nasikh mansukh adalah teori kontroversial dalam literatur

hukum Islam. Ada yang menerima ada juga yang menolak. Dan ini terjadi sejak

dahulu di kalangan para pemikir hukum Islam. Bagi para penerima teori naskh,

nasikh mansukh dianggap sebagi sebuah bentuk kebijaksanaan Allah kepada

makhluk-Nya yang mengandung hikmah yang tidak selamanya dapat ditangkap oleh

pikiran manusia. Sedangkan bagi para penolak teori naskh, teori nasikh mansukh

dianggap menjadi bumerang bagi hukum Islam karena justru menghalangi hukum

Islam untuk berdialektika dengan dunia kontemporer yang senantiasa berubah-ubah.

Menurut mereka yang menolak teori nasikh mansukh, teori naskh adalah satu

teori yang turut membuat hukum Islam menjadi statis dan beku. Mereka yang

menolak teori nasikh mansukh sering berargumen dengan mengajukan argumen

sebagai berikut; Statisnya fikih antara lain disebabkan problem penafsiran yang

2Ahmad Baidowi, Mengenal Thabathaba'i: Dan Kontroversi Nasikh Mansukh (Bandung: Nuansa, 2005), 10

Page 24: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

kurang hirau menyoroti dialektika-dinamis antara teks-teks keagamaan dengan

realitas. Teks-teks keagamaan yang dulu membumi secara gradual, kontekstual dan

dialektik, kini tidak mampu lagi berdialog secara lentur dengan kenyataan hidup

yang terus bergerak karena dipenjara oleh konsep nasikh-mansukh. Konsep nasikh-

mansukh pun mengakibatkan meluncurnya hukum-hukum penebar anarkisme ajaran

Islam, yang sejatinya mentitahkan nilai humanisme dan toleransi, spontan berubah

menjajakan terorisme dan intoleransi, lantaran ayat pedang dianggap

mengamandemen ayat-ayat lain yang mengajarkan toleransi. Dampaknya kronis,

jihad yang mula-mula hanya instrumen mempertahankan kebebasan beragama,

kemudian berubah menjadi alat bagi ekspantor untuk memaksakan Islam kepada

pihak lain. Jihad tidak lagi dipahami defensif, melainkan direduksi menjadi perang

ofensif oleh sebagian kalangan. Teori nasikh-mansukh sejatinya muncul pasca era

kenabian. Kemapanan teori ini didorong faktor sosial-politik yang menghegemoni

pengembangan fikih menuju zona ijtihad yang cenderung ahistoris. Latar belakang

kehadiran teori tersebut ialah ‘kebingungan’ ulama klasik ketika berhadapan dengan

kontradiksi antar teks-teks keagamaan; teks-teks universal makkiyyah dengan teks-

teks partikular madaniyyah. Nasikh-mansukh menunjukkan nihilnya kesadaran

ulama bahwa masing-masing teks-teks keagamaan yang diasumsikan kontradiktif

sebenarnya memiliki konteks spesifik. Dengan dioperasikannya nasikh-mansukh,

teks-teks universal makkiyyah menjadi tidak berfungsi, lantaran dianulir oleh teks-

teks partikular madaniyyah. Hukum fiqih pun akhirnya terbangun di atas teks-teks

partikular. Konsekuensinya, hukum Fikih tidak mampu lagi mencerminkan

Page 25: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

elastisitas. Ironisnya, konsep ini masih menjadi acuan ijtihad mayoritas fuqaha,

meskipun secara teoretis sangatlah rapuh.3

Bagi mereka yang menerima teori naskh, mereka juga mengajukan argumen

yang berusaha menyanggah argumen para penolak teori nasikh mansukh diatas.

Mereka mengajukan argumen sebagai berikut; Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an

surat Al-Baqarah ayat 106;

$ tΒ ô‡ |¡Ψ tΡ ôÏΒ >πtƒ#u ÷ρr& $ yγÅ¡Ψ çΡ ÏNù'tΡ 9� ö�sƒ ¿2 !$ pκ÷] ÏiΒ ÷ρr& !$ yγÎ=÷WÏΒ 3 öΝs9 r& öΝn= ÷è s? ¨βr& ©! $# 4’ n? tã Èe≅ä. & ó x«

� ω s%

Artinya: “Ayat mana saja yang kami nasakhkan, atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?”.

Asbabun nuzul ayat ini adalah sebagai berikut: “Dalam suatu riwayat

dikemukakan bahwa turunnya wahyu pada Nabi Saw kadang-kadang pada malam

hari tapi beliau lupa siang harinya. Maka Allah turunkan ayat ini sebagai jaminan

bahwa wahyu Allah tidak akan mungkin terlupakan.4

Ayat ini-dalam pandangan ulama yang menerima adanya naskh dalam Al-

Qur’an–menunjukkan kebolehan terjadinya naskh dalam Al-Qur’an hingga tidak ada

keraguan bahwa naskh memang benar dan telah terjadi dalam syariat.

Di dalam syariat telah dinyatakan kemungkinan dilakukannya naskh,

menghapus suatu hukum yang tidak efektif dan menggantikan dengan hukum baru.

Naskh terjadi sebagai bentuk kasih sayang Tuhan kepada hamba-hamba-Nya, sebagai

3Irwan Masduqi, "http://bp8.blogger.com/_ErBYsDi-, (Diakses pada 13 April 2008), 1 4Jalaluddin As-Suyuti, Lubabun Nuqul Fi Asbabin Nuzul (tt: tp, t.thn) diterjemahkan oleh Qamaruddin Shaleh, HAA. Dahlan dan M.D. Dahlan dengan judul Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur'an (Bandung: CV. Diponegoro, 1992), 36

Page 26: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

dispensasi dari Allah kepada perhatian atas kepentingan yang dibebankan bagi

mereka. Firman Allah taala: “Tiadalah kami menghapus (sebagian) dari suatu ayat

atau kami menghapusnya (kecuali) kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau

yang sepertinya”.

Pengetahuan tentang nasikh dan mansukh secara umum berlaku, baik bagi

Al-Qur’an maupun bagi hadits. Namun yang terdapat dalam Al-Qur’an masuk ke

dalam tafsir-tafsirnya, sedangkan yang khusus bagi hadits tetap kembali ke ilmu-

ilmunya. Apabila terdapat dua keterangan (khabar) saling bertentangan-yang satu

meniadakan berlakunya suatu hukum dan yang lain menetapkan-dan tidak

dimungkinkan terjadinya persesuaian antara keduanya melalui suatu takwil, tapi

diketahui mana yang datang lebih dahulu, maka ditetapkanlah bahwa keterangan

(khabar) yang datang terakhir merupakan penghapus (nasikh) atas berlakunya hukum

yang sebelumnya.5

Fiqh (hukum Islam) bisa dipahami dan diartikan sebagai kelanjutan logis atau

produk jadi dari ushul al-fiqh (metodologi hukum Islam). Ketika kita ingin

mengetahui seluk beluk hukum Islam maka menoleh kembali pada kajian metodologi

ini menjadi satu keniscayaan.

Pada dataran empiris, sebuah teori yang diidealkan rumusannya seringkali

gagal pada tingkat aplikasi, sehingga apa “yang seharusnya” menjadi lumpuh dan tak

berdaya di depan apa “yang senyatanya”. Begitu juga implikasi yang ditimbulkan

oleh metode dan pola pikir umat Islam selama ini. Dalam hal ini, historiografi Islam

telah menunjukkan bahwa kemunduran dan skeptisisme intelektual telah melanda

umat ini sejak abad pertengahan. Lebih dari itu, sejarah hukum Islam bahkan telah

5Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003) 553-554

Page 27: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

mencatat satu istilah popular, yakni tertutupnya pintu ijtihad (insidad bab al-ijtihad-

closing the gate of ijtihad) sebagai fenomena yang hampir disepakati keberadaannya.

Ini merupakan suatu bukti malaise intelektual di dalam struktur keilmuwan (hukum)

Islam secara keseluruhan.

Implikasi yang ditimbulkan oleh fenomena tertutupnya pintu ijtihad adalah

kemunduran umat Islam di hampir seluruh bidang kehidupan.

Memasuki ranah atau domain hukum Islam, cara berpikir yang demikian itu

pada akhirnya membentuk karakteristik pola fiqh klasik, yang kajiannya lebih

mengarah pada law in book daripada law in action. Hal inilah, dalam pandangan

Coulson, yang telah melahirkan semacam “konflik dan ketegangan” antara teori dan

praktik dalam sejarah hukum Islam. Semua bisa dikatakan berakar dari krisis

metodologi hukum Islam (ushul al-fiqh) yang memberikan penekanan dan perlakuan

berlebihan pada teks-teks wahyu, dan sebaliknya, kurang memperhatikan realitas

yang ada disekitarnya. Akhirnya, studi hukum Islam seolah menjadi semata-mata

studi teks. Implikasi kontra produktif dari hal ini adalah ketika fiqh (hukum Islam),

dan juga ilmu-ilmu keislaman yang lain dituntut untuk merespons perubahan dan

persoalan sosial riil.

Jika diamati lebih cermat, kekurangan metodologi inilah, diantaranya, yang

telah menggelisahkan para penggagas tema-tema pemikiran hukum Islam di

Indonesia. Dari kegelisahan ini, mereka kemudian mencoba mendesain ulang dan

membangun pola atau metode-metode penemuan hukum Islam. Upaya

Page 28: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

kontekstualisasi fiqh madzhab (klasik) dan rekonstruksi penafsiran dengan ragam

derivasinya adalah wujud dan artikulasi nyata dari kegelisahan mereka semua.6

Akan tetapi, kekurangan tersebut tidak mungkin bisa ditutup/diganti hanya

dengan pola menerapkan ilmu-ilmu sosial modern Barat. Hal ini karena metode dan

pendekatan ilmu-ilmu sosial modern Barat juga tengah mengalami krisis

epistemologis yang tidak kalah akutnya. Jika metode dan pendekatan keilmuwan

Islam terjebak pada analisis tekstual dan kurang mengapresiasi dimensi sosial-

empiris, maka sebaliknya, keilmuwan Barat terjebak pada positivisme yang tidak

pernah memperhitungkan dimensi normatif (wahyu) dalam metode dan

pendekatannya.

Dengan melihat kenyataan seperti itu, maka yang diperlukan dalam studi

hukum Islam saat ini adalah sebuah upaya mendekatkan aspek epistemologis dari

dua karakteristik keilmuwan tersebut sehingga bisa melahirkan sintesa positif yang

diharapkan bermanfaat bagi keduanya, dalam arti bahwa dimensi normatif akan bisa

masuk dalam analisis sosial keilmuwan Barat, sementara bagi ilmu-ilmu keislaman,

hal itu dapat membantu memasukkan fakta-fakta sosial empiris di dalam analisis

tekstualnya.7

Melihat kontroversi teori nasikh mansukh ini-ada yang menerima dan ada

pula yang menolak-maka penelitian ini berupaya menelusuri pemikiran Imam As-

Syafi’i mengenai teori nasikh mansukh dalam metodologi hukum Islam (ushul al-

fiqh).

6Mahsun Fuad, Hukum Islam Indonesia: Dari Nalar Partisipatoris Hingga Emansipatoris (Yogyakarta: LKiS, 2005), 254-255 7Ibid., 261

Page 29: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

Satu diantara para Imam Mujtahid mazhab itu ialah Imam As-Syafi’i. Imam

As-Syafi'i menduduki posisi yang penting dalam khazanah keilmuwan Islam

khususnya dalam bidang hukum, karena disamping ia sebagai Imam mazhab fiqih

syafi’iyah, ia juga menjadi perumus ilmu ushul fiqih yang pertama. Walaupun bukan

orang pertama yang mengembangkan fiqih namun ia diakui oleh para ulama secara

luas sebagai orang yang pertama kali merumuskan ilmu ushul fiqih sehingga menjadi

bidang ilmu tersendiri yang sebelumnya belum terspesialisai menjadi satu cabang

ilmu tertentu.

Perkembangan fiqih juga diikuti dengan perkembangan ushulnya. Bukan

berarti sebelum Imam As-Syafi’i ushul fiqih itu tidak ada. Ushul fiqih itu sudah ada

sebelum Imam As-Syafi’i lahir namun belum terspesialisasi dalam fan ilmu tertentu.

Ini tak lain karena ushul fiqih itu sebenarnya adalah metode (manhaj) berpikir yang

dipakai untuk menarik sebuah hukum. Tingkat kepentingan terhadap ushul fiqih dan

qaidah-qaidah fiqhiyyah semakin bertambah seiring semakin rumitnya persoalan

hukum yang dihadapi masyarakat Islam.

Imam As-Syafi’i, sebagai perumus ushul fiqih yang pertama, tak ketinggalan

pula membahas topik nasikh mansukh ini. Disamping ia mengkaji masalah-masalah

fiqih ia juga mendalami persoalannya ushulnya. Dalam ushul fiqihnya, ia

menjelaskan posisi qur’an, hadits serta ijma’, qiyas dalam penarikan hukum. Teori

maslahah, nasikh mansukh pun tak luput dari kajian ushulnya. Tercatat dalam

sejarah, Imam As-Syafi'i lah yang pertama kali menulis sebuah buku yang khusus

membahas tentang ushul fiqih yang ia beri judul Ar-Risalah.

Alasan utama Peneliti melakukan penelitian ini ialah karena naskh

menyangkut hal yang paling fundamental dalam penggunaan dalil yaitu apa yang

Page 30: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

berlaku dan apa yang tidak berlaku sehingga keabsahan sebuah hasil ijtihad sangat

bergantung pada keabsahan dalil yang digunakan. Karena ia merupakan hal yang

sangat fundamental maka mengetahui akibat-akibat hukum yang ditimbulkan oleh

teori ini tentulah merupakan hal yang sangat menarik.

Sebagai pendiri ilmu ushul fiqih yang juga membahas topik nasikh mansukh

dalam ushulnya, maka penelitian ini hendak mengkaji pendapat-pendapat Imam As-

Syafi’i sendiri tentang teori nasikh mansukh. Penelitian ini menjadi menarik karena

dengan mengetahui pandangan-pandangan beliau tentang teori nasikh mansukh akan

menjadi pengetahuan yang berharga bagi ilmu ushul fiqih. Disisi lain juga, seperti

yang telah dipersyaratkan oleh para ulama ushul, mengetahui nasikh mansukh adalah

syarat untuk menafsirkan qur’an dan sebagai syarat pula untuk menarik

(mengistinbat) hukum. Dengan penelitian ini tentu persyaratan itu dapat dipenuhi.

Sebagai founding father ushul fiqih, mengetahui pandangan-pandangan beliau

tentang nasikh mansukh yang dipersyaratkan oleh para ulama ushul tersebut tentu

memiliki nilai kajian yang tinggi karena mengetahui nasikh mansukh itu sendiri

sudah merupakan satu hal yang cukup penting. Imam As-Syafi’i dipilih dalam

penelitian ini karena mayoritas pemeluk agama Islam di Indonesia ini bermazdhab

syafi’iyah. Oleh karena itulah penelitian ini kami beri judul: TEORI NASIKH

MANSUKH IMAM AS-SYAFI’I DAN RELEVANSINYA DALAM

PEMBAHARUAN FIQIH DI INDONESIA (Sebuah Kajian Ushul Fiqih).

B. Rumusan Masalah

Yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Bagaimana teori nasikh mansukh Imam As-Syafi’i?

Page 31: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

2. Apa relevansi teori nasikh mansukh Imam As-Syafi’i dalam pembaharuan

fiqih di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui gambaran pemikiran Imam As-Syafi’i tentang topik

nasikh mansukh

2. Untuk mengetahui relevansi teori nasikh mansukh Imam As-Syafi’i

dalam pembaharuan fiqih di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini ada dua jenis yaitu manfaat

teoritis dan manfaat praktis.

Manfaat teoritis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah dengan

mengetahui pemikiran Imam As-Syafi’i tentang teori nasikh mansukh akan

memperkaya dan memperluas pengetahuan kita tentang teori nasikh mansukh serta

relevansinya dalam pembaharuan fiqih (hukum Islam) di Indonesia. Manfaat lainnya

adalah penelitian ini akan berguna dalam menyajikan pengetahuan mendasar yang

harus diketahui seseorang sebelum ia menarik atau menyimpulkan satu hukum.

Manfaat praktis yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: penelitian ini

akan bermanfaat praktis bagi mereka yang berkecimpung dalam proses penarikan

(istinbath) hukum Islam karena penelitian ini akan menyajikan salah satu syarat yang

harus dipenuhi dan diketahui oleh seseorang jika ia ingin melakukan istinbath

hukum.

Page 32: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

E. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang mengangkat dan meneliti tema ushul fiqih telah

dilakukan oleh Nasrullah dengan topik ‘amm serta hubungannya dalam

memunculkan perbedaan pendapat ulama dalam penarikan (istinbath) satu hukum.

Judul lengkap penelitian Nasrullah itu ialah Pengaruh Perbedaan Pendapat Tentang

Lafadz ‘Amm (Umum) Terhadap Pembentukan Fiqih (Sebuah Kajian Ushul Fiqih)

Beda antara penelitian yang telah dilakukan oleh Nasrullah itu dengan penelitian

yang kami ajukan ini ialah, Nasrullah mengangkat topik ‘amm, maka penelitian ini

akan memfokuskan diri pada topik nasikh mansukh.

Penelitian tentang relevansi sebuah konsep pengembangan hukum Islam yang

ditawarkan oleh seorang ahli juga telah dilakukan oleh Nasrun Rusli dengan judul

penelitian: Konsep Ijtihad Al-Syaukani: Relevansinya Bagi Pembaharuan Hukum

Islam Di Indonesia.

Pada mulanya judul diatas diangkat oleh Narun Rusli untuk memenuhi tugas

akhir dalam tingkat doktoral (disertasi). Namun sekarang hasil penelitian yang beliau

lakukan telah dapat dibaca oleh khalayak umum dengan diterbitkannya disertasi

tersebut.

Inti pembahasan dalam karya ini ialah Nasrun Rusli ingin melihat sejauh

mana relevansi konsep pengembangan hukum yang digagas oleh Al-Syaukani dalam

menyelesaikan problem hukum Islam di dunia modern.

Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Nasrun Rusli dengan

penelitian yang akan peneliti lakukan ialah pada tokoh yang diangkat. Nasrun Rusli

mengangkat Al-Syaukani sebagai objek kajian sedangkan peneliti mengangkat Imam

As-Syafi’i sebagai inti pembahasan.

Page 33: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

Penelitian lain tentang Imam As-Syafi’i juga telah dilakukan oleh Jaih

Mubarok untuk menyelesaikan jenjang pendidikan dalam tingkat doktoral dengan

judul: Modifikasi Hukum Islam: Studi Tentang Qawl Qadim Dan Qawl Jadid . Inti

kajian dalam penelitian ini ialah Jaih Mubarok ingin melakukan penelitian tentang

perbedaan pendapat Imam As-Syafi’i antara qaul qadim dan qaul jadid, faktor-faktor

yang menyebabkan perbedaan tersebut dan pelajaran apa yang dapat dipetik dari

kenyataan bahwa Imam Syafi’i banyak memperbarui pendapatnya.

Sekalipun sama-sama mengangkat Imam As-Syafi’i sebagai inti kajian

penelitian, namun antara penelitian yang dilakukan oleh Jaih Mubarok tersebut

dengan penelitian yang akan peneliti lakukan terdapat perbedaan, yaitu dalam fokus

kajiannya. Jika Jaih Mubarok mengangkat objek qaul qadim dan qaul jadid yang

lebih cenderung bernuansa fikih maka penelitian yang akan peneliti angkat ini akan

mengangkat objek nasikh mansukh Imam As-Syafi’i yang lebih bernuansa ushul

fikih.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian hukum dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang yang salah

satunya ialah penelitian deskriptif, jika ditinjau dari sifatnya.8 Ini karena penelitian

ini adalah penelitian normatif. Biasanya, pada penelitian hukum normatif yang

diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder.9 Kajian pustaka atau yang juga lazim

disebut Bibliographical Research ialah penelitian yang pembahasannya berkisar di

8Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI. Press, 1986), 50 9Ibid., 52

Page 34: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

pembahasan-pembahasan tertentu dalam satu buku, jurnal atau karya ilmiah lain

yang mengandung unsur penelitian.

2. Pendekatan

Terhadap pemikiran fuqaha digunakan pendekatan normatif, yakni dari sudut

pandang ilmu ushul fiqh dengan mengaplikasikan teori istinbath al-ahkam. Oleh

karena istinbath al-ahkam lebih bernuansa deduktif dan tekstual, mencakup: dalil

istinbath, dan produk pemikiran; maka, ia, dihubungkan dengan konteks posisi diri

ulama. Unsur terakhir meliputi sistem sosial, entitas kehidupan, tradisi intelektual,

dan matarantai intelektual. Unsur teks, bersifat normatif-logis; sedangkan unsur

konteks bersifat empiris. Kemunculan unsur konteks-yang tidak lazim digunakan

dalam kajian ushul fiqh, kecuali periodisasi perkembangan ushul fiqh-didasarkan

pada postulat bahwa setiap produk pemikiran, memiliki konteks sosial dan budaya.

Dengan demikian, untuk memahami dan menjelaskan pemikiran fuqaha dapat

digunakan pendekatan antropologis dan pendekatan sosiologis sebagai pendukung.

Pendekatan antropologis digunakan untuk memahami tradisi dan matarantai

intelektual yang tumbuh dan berkembang dalam lingkaran kebudayaan, atau

peradaban (civilization), ketika ulama itu terlibat dalam tradisi tersebut. Sedangkan

pendekatan sosiologis digunakan untuk memahami sistem sosial dan entitas

kehidupan ketika ulama itu memproduk pemikirannya.10

3. Sumber Data

Sumber dari bahan bacaan disebut sumber sekunder.11 Sumber-sumber

sekunder dapat dibagi menurut berbagai penggolongan.12 Dan salah satu bentuk

10Cik Hasan Bisri, Pilar-Pilar Penelitian Hukum Islam Dan Pranata Sosial (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), 305 11S. Nasution, Metode Research: Penelitian Ilmiah (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 143

Page 35: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

penggolongan yang lazim digunakan adalah membagi sumber sekunder menjadi tiga

klasifikasi yaitu sumber sekunder primer, sumber sekunder sekunder, sumber

sekunder tersier.

Dalam penelitian ini, sesuai dengan penggolongan sumber data sekunder

diatas, kitab yang ditulis oleh Imam Syafi'i akan menjadi sumber data sekunder

primer. Buku atau kitab yang kaya muatan tentang topik ini diantaranya adalah buku

yang ditulis oleh Imam As-Syafi’i yang berjudul Ar-Risalah yang memuat pokok-

pokok pikiran Imam Syafi'i tentang ushul fiqih. Buku ini membicarakan persoalan

yang sangat luas yang hampir meliputi seluruh pesoalan ushul fiqih baik yang

disetujui oleh Imam As-Syafi’i maupun tidak. Buku ini juga mebicarakan secara

merinci kedudukan Al-Qur’an, Hadits, Qiyas dan Ijma’ dalam istinbath sebuah

hukum. Imam As-Syafi’i, juga dalam kitab ini banyak membicarakan persoalan-

persoalan hukum yang terjadi dimasanya, semisal perdebatan-perdebatan tentang

mana ayat nasikh mansukh dan penjelasan merinci tentang seluk beluk gaya bahasa

Al-Qur’an yang harus dipahami seseorang untuk menarik satu hukum. Disini, ia juga

menerangkan syarat-syarat hadits yang dapat diterima sebagai dalil hukum. Seluruh

inti kajian ushul fiqih dapat ditemui di kitab ini.

Sekarang kitab ini telah dicetak dengan cetakan modern. Kitab Ar-Risalah

cetakan Darul Fikr dengan tahqiq dan syarah oleh Ahmad Muhammad Syakir adalah

kitab yang akan menjadi pegangan peneliti dalam penelitian ini

Walaupun hal ini tidak boleh diartikan sebagai langkah untuk menafikan

buku-buku yang mengulas atau mengembangkan pemikiran Imam Syafi'i tentang

12Ibid., 144

Page 36: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

ushul fiqih terutama yang dilakukan oleh para pengikutnya yang bermazhab fiqih

syafi'iyah. Namun, buku dengan klasifikasi seperti terakhir ini akan menjadi sumber

data sekunder sekunder.

Kitab Ilmu Ushul Fiqh karya Abdul Wahab Khalaf, Kitab Ushul Fiqh karya

Muhammad Abu Zahrah dan kitab-kitab ushul fiqih yang lain akan menjadi sumber

data sekunder sekunder dalam penelitian ini. Kitab Fi Ma’rifah An-Nasikh Wa

Mansukh karya Abu Abdullah Muhammad Bin Hazm juga termasuk dalam kategori

ini. Buku-buku yang tidak terkait secara langsung dengan ushul fiqih namun

menyediakan data pendukung tentang nasikh mansukh akan tetap peneliti

pergunakan. Diantaranya adalah buku-buku yang memiliki hubungan erat dengan

kajian ushul fiqih seperti Ulumul Qur'an, akan menjadi sumber data sekunder tersier

dalam penelitian ini.

4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara penelaahan terhadap isi kitab,

terutama tentang sumber hukum dan dalil yang digunakan, metode ijtihad yang

diunggulkan, dan substansi produk pemikiran ulama yang bersangkutan. Sedangkan

aspek-aspek eksternal dari pemikiran tersebut berkenaan dengan tradisi intelektual,

matarantai intelektual, dan entitas kehidupan yang menjadi pusat perhatian dan

pengkajian ulama yang bersangkutan. Data yang dikumpulkan itu dicatat secara

cermat dalam suatu lembaran kerja yang senagaja dibuat untuk keperluan penelitian.

Catatan itu berupa kutipan langsung dari sumber data yang dipilih dan ditelaah.

Page 37: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

Kemudian catatan tersebut disusun dan dikelompokkan sesuai dengan

pengelompokan data yang mengacu kepada pertanyaan penelitian.13

5. Pengolahan Dan Analisis Data

Penelitian ini bersifat kepustakaan murni (Library Research) deskriptif

analitis dengan metode pendekatan content analysis, yaitu menggambarkan secara

umum tentang objek yang akan diteliti. Analisis isi (content analysis) juga berkaitan

erat dengan penafsiran data. Penafsiran atau interpretasi tidak lain dari pencarian

pengertian yang lebih luas tentang penemuan-penemuan. Penafsiran data tidak dapat

dipisahkan dari analisis, sehingga sebenarnya penafsiran merupakan aspek tertentu

dari analisis, dan bukan merupakan bagian yang terpisah dari analisis. Secara umum,

penafsiran adalah penjelasan yang terperinci tentang arti yang sebenarnya dari materi

yang dipaparkan.14

6. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan penelitian ini menggunakan tata urutan yang telah

lazim digunakan. Hal ini dilakukan untuk menjaga satu prinsip penting yang harus

dipegang dalam penelitian ilmiah yaitu prinsip koherensi dalam penyajian penelitian.

Koherensi ialah tersusunnya uraian atau pandangan sehingga bagian-bagiannya

berkaitan satu dengan yang lain.15 Dalam pengertian yang lain koherensi juga dapat

bermakna hubungan logis antara bagian karangan atau antara kalimat dalam satu

paragraf.16 Untuk memenuhi prinsip koherensi diatas maka penelitian ini akan

dimulai dengan latar belakang penelitian dan metode penelitian yang digunakan.

Dalam latar belakang akan diutarakan alasan-alasan mengapa penelitian ini

13Cik Hasan Bisri, Op.Cit., 310 14Moh. Nazir, Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), 374 15Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), 579 16Ibid

Page 38: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

dilakukan sedang dalam penjelasan tentang metode penelitian akan diuraikan tentang

jalan (metode) apa yang akan dipergunakan dalam melakukan penelitian. Pada Bab II

akan diuraikan pokok masalah penelitian yaitu tentang nasikh mansukh. Penyajian

data akan disajikan pada Bab ini dengan mengikuti petunjuk penelitian yang telah

diuraikan pada Bab I. Setelah data terkumpul barulah analisis dilakukan pada Bab

III, dengan alasan, analisis baru dapat dilakukan jika data telah terkumpul dan

dipaparkan secara sistematis. Bab IV adalah bagian yang berisi kesimpulan dan

saran-saran. Ini merupakan bagian akhir pembahasan yang berisi kesimpulan dan

saran-saran yang dikemukakan dan dianjurkan. Analisis menempati posisi terakhir

karena suatu penelitian tidak mungkin disimpulkan tanpa adanya proses analisis.

Yang bila digambarkan akan berwujud seperti dibawah ini:

Bab I : Pendahuluan

Bab II : Kajian Teori

A. Pengertian nasikh mansukh menurut ulama ushul

B. Pandangan para ulama ushul tentang nasikh mansukh

C. Biografi singkat Imam As-Syafi’i

D. Pengertian nasukh mansukh menurut Imam As-Syafi’i

E. Pandangan Imam As-Syafi’i tentang nasikh mansukh

Bab III : Analisis Data

Bab IV : Kesimpulan dan Saran-saran

Pada Bab I akan berisi latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu, metode penelitian. Pada

Bab II akan berisi pandangan para ulama ushul secara umum tentang teori nasikh

mansukh, pengertian nasikh mansukh menurut ulama ushul, biografi singkat Imam

Page 39: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

As-Syafi'i. Lalu akan diikuti dengan penyajian pemikiran Imam As-Syafi'i tentang

teori nasikh mansukh beserta makna nasikh mansukh menurut Imam As-Syafi'i. Pada

Bab III akan berisi analisis relevansi teori naskh Imam As-Syafi'i dalam

pembaharuan fiqih. Pada Bab IV akan berisi kesimpulan dan saran seluruh isi

penelitian.

Page 40: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

BAB II

KAJIAN TEORI

PANDANGAN ULAMA USHUL DAN IMAM AS-SYAFI’I TENTANG T EORI NASIKH MANSUKH

A. Pandangan Ulama Ushul Tentang Nasikh Mansukh

Teori nasikh mansukh termasuk dalam lingkup kajian ilmu ushul fiqh dan

ulumul qur’an. Dua bidang ilmu ini sama-sama membicarakan teori nasikh mansukh.

Dalam bidang ushul fiqh, kajian tentang teori nasikh mansukh menduduki posisi

bahasan yang cukup penting karena dalam bidang ilmu inilah dijelaskan hukum apa

yang masih berlaku dan hukum mana yang telah dicabut pemberlakuan hukumnya

atau dibatalkan ketetapan hukumnya. Ulumul qur’an menjelaskan semua seluk beluk

Al-Qur’an sedangkan ushul fiqh menjelaskan seluk beluk metode penarikan

(istinbath) hukum dari satu dalil hukum. Hubungan kedua ilmu ini memang tidak

dapat dipisahkan.

Page 41: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

Dengan ilmu inilah-yakni ilmu ulumul qur’an- diketahui mana ayat makkiyah

yang lebih dahulu diturunkan dan mana ayat madaniyah yang lebih akhir

diwahyukan. Pembagian ayat Al-Qur’an kedalam dua bagian terbesar ini, yakni ayat

makkiyah dan ayat madaniyah, oleh para ulama ushul kemudian dipergunakan pula

dalam kajian ushul fiqh untuk menopang teori nasikh mansukh yang mutlak

memerlukan pengetahuan mendalam tentang mana ayat yang makkiyah dan mana

ayat yang madaniyah.

Ini mutlak karena, teori nasikh mansukh membahas masalah penetapan dan

pembatalan hukum, dan untuk mengetahui mana ayat yang ditetapkan dan mana ayat

yang dibatalkan pemberlakuannya harus pula mengetahui mana ayat yang lebih dulu

turun dan mana yang lebih akhir masa pewahyuannya. Sebab, ayat yang dinasakh

pastilah lebih awal masa pewahyuannya dari ayat yang menasakh. Yang dapat terjadi

hanyalah ayat madaniyah menghapus ayat makkiyah bukan sebaliknya. Karena ayat

madaniyah lebih akhir masa pewahyuannya dari ayat makkiyah. Mana ayat yang

lebih awal diwahyukan dan mana ayat yang lebih akhir diwahyukan inilah yang

menjadi objek kajian ilmu ulumul qur’an khususnya bab yang menjelaskan ayat

makkiyah dan ayat madaniyah.

Bila menemukan dua ayat atau dua dalil hukum yang terkesan saling

bertentangan maka dicarilah jalan untuk mengkompromikannya. Dalam konteks

seperti ini para ulama ushul kemudian mengajukan pendapat bahwa jika ada dua ayat

atau dua dalil hukum yang terkesan saling bertentangan maka ayat yang terakhir

turun, ayat madaniyah yang bersifat terperinci (tafshily), mentakhshis keglobalan

(kemujmalan) ayat yang pertama turun (ayat makkiyah). Dan bila metode takhshisul

am bil-khas ini tidak bisa digunakan untuk menyelesaikan kesan adanya

Page 42: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

pertentangan antara dua dalil tersebut karena kuatnya derajat pertentangan maka

digunakanlah metode nasikh mansukh untuk menyelesaikannya sebagai alternatif

terakhir.

Para ulama ushul kemudian mengajukan teori bahwa bila ada dua dalil

hukum yang tidak bisa dikompromikan sama sekali maka dalil yang terakhir turun

menasakh (menghapus) dalil yang lebih akhir masa pewahyuannya. Hal seperti ini,

tentunya hanya dapat diketahui dengan bantuan ulumul qur’an yang membahas mana

ayat makkiyah dan mana ayat madaniyah.

Teori nasikh mansukh dalam ushul fiqh merupakan salah satu metode

penafsiran terhadap dalil hukum yang sepintas lalu tampak bertentangan. Walaupun

semua ulama berpendapat tidak ada kontradiksi (ta’arudh) dalam Al-Qur’an. Para

ulama ushul berpendapat seperti ini dengan bersandar pada firman Allah dalam Surat

An-Nisa ayat 82 berikut;

Ÿξsù r& tβρã�−/ y‰ tF tƒ tβ#u ö�à) ø9 $# 4 öθ s9uρ tβ%x. ôÏΒ Ï‰ΖÏã Î�ö�xî «!$# (#ρ߉ y uθs9 ϵŠ Ïù $Z#≈n=ÏF ÷z $# # Z��ÏWŸ2

Artinya: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran?. Kalau sekiranya Al-Qur'an itu berasal dari selain Allah, tentulah mereka akan mendapati banyak pertentangan di dalamnya”.

Oleh karena itu, jika terkesan ada pertentangan (ta'arudh) dalam Al-Qur’an

maka dicarilah metode untuk menyelesaikannya; dan dalam hal ini, teori nasikh

mansukh adalah salah satu teori yang dipakai oleh para ulama ushul untuk

menyelesaikan pertentangan tersebut. Tapi semuanya berpendapat bahwa antara satu

ayat dengan ayat lainnya dalam al-Qur’an tidak ada kontradiksi (ta’arudh) dengan

menyandarkan pendapat pada ayat di atas. Dari asas inilah lahir metode-metode

Page 43: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

penafsiran untuk meluruskan pengertian terhadap bagian-bagian yang sepintas lalu

tampak saling bertentangan.17

Adanya gejala pertentangan ini kemudian diselesaikan dengan metode

penafsiran nasikh mansukh. Kedudukan nasikh mansukh ini begitu pentingnya dalam

kajian ulumul qur’an sampai-sampai para ulama tidak memperbolehkan bagi

seseorang menafsirkan kitab Allah kecuali setelah mengetahui nasikh dan

mansukh.18 Dalam penarikan hukum pun (istinbath hukum) para ulama ushul

mensyaratkan seseorang yang ingin menarik (mengistinbath) satu hukum harus

terlebih dahulu mengetahui nasikh mansukh yang bila tidak, akan sesat lagi

menyesatkan (halakta wa ahlakta).19

Nasikh mansukh berasal dari akar kata yang sama yaitu " نسخ ". Imam

Jalaluddin As-Suyuti meyebutkan setidaknya ada empat makna untuk kata ini, yaitu;

Pertama, naskh bermakna izalah (penghapusan, peniadaan dan pelenyapan) seperti

pada firman Allah dalam surat Al-Haj ayat 52 berikut;

حيكم اهللا آياتهفينسخ اهللا ما يلقى الشيطان مث Dan juga seperti perkataan orang Arab berikut;

نسخت الشمس الظل أى أزالته

17Ali Yafie, “Nasikh Mansukh Dalam Al-Qur’an,” dalam Budhy Munawar Rachman (ed.) et.Al., Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah (Jakarta: Paramadina, 1995), 43 18Jalaluddin As-Suyuti, Al-Itqan Fi Ulum Al-Qur’an (Beirut: Darul Fikr, t.thn), 55 19Abu Abdullah Muhammad Bin Hazm, Kitab Fi Ma’rifah An-Nasikh Wa Mansukh dalam catatan pinggir kitab Tanwirul Miqbas Min Tafsir Ibnu Abbas karya Abu Thahir Muhammad Bin Ya’qub Al-Fairuzzabadi As-Syairazy As-Syafi'i (Surabaya: Al-Hidayah, t.thn), 309

Page 44: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

Kedua, naskh bermakna tabdil (mengganti) seperti pada firman Allah dalam surat

An-Nahl ayat 101 berikut;

وإذا بدلنآ آية مكان آية Ketiga, naskh bermakna tahwil (beralih, pengalihan atau pelimpahan dari satu hal ke

hal lain) seperti jika dikatakan;

تناسخ املواريث مبعىن حتويل املرياث من واحد اىل واحد Keempat, naskh bermakna naql (memindah, berpindah atau menukil) seperti jika

dikatakan:20

ه نسخت الكتاب إذا نقلت ما فيه حاكيا للفظه النقل من موضع اىل موضع ومن

وخطه Dari keempat pengertian yang diberikan oleh Imam Jalaluddin As-Suyuti ini,

pengertian yang pertama adalah pengertian yang paling dekat dengan pengertian

naskh seperti yang diberikan oleh ulama ushul. Ulama ushul memberikan pengertian

naskh dengan beragam redaksi namun tetap dekat dengan makna izalah bukan ke

makna naskh sebagai tabdil, tahwil atau naql diantaranya ialah;

Pertama, seperti yang diutarakan oleh Imam Jalaluddin Al-Mahally berikut;

رفع احلكم الثابت باخلطاب املتقدم على وجه لواله لكان اخلطاب الدال على

ثابتا مع تراخيه عنه “Naskh ialah khitab (perintah) yang menunjukkan atas dicabutnya satu hukum yang

telah tetap (berlaku) dengan khitab yang terkemudian dengan catatan seandainya

20Jalaluddin As-Suyuti, Op.Cit., 55

Page 45: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

tidak karena khitab (perintah) yang terkemudian tersebut niscaya khitab yang

terdahulu itu akan tetap berlaku disertai dengan adanya selang waktu dari khitab

(perintah) yang pertama .”21

Kedua, seperti yang diutarakan oleh Abdul Wahab Khalaf berikut;

إبطال العمل باحلكم الشرعى بدليل متراخ عنه النسخ ىف اصطالح األصوليني هو

يدل على إبطاله صراحة او ضمنا إبطاال كليا او إبطاال جزئيا ملصلحة اقتضته او

هو إظهار دليل الحق نسخ ضمنا العمل بدليل سابق

“Naskh dalam istilah ulama ushul ialah pembatalan pengamalan satu hukum syar'iy

dengan dalil lain yang disertai dengan adanya tenggang waktu antara keduanya yang

menunjukkan atas pembatalannya baik dengan cara jelas maupun samar, baik

pembatalan itu keseluruhan maupun pembatalannya hanya pada sebagiannya saja

yang dituntut oleh adanya suatu kemaslahatan.22

Ketiga, seperti yang diutarakan oleh Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin

berikut;

رفع حكم شرعى سابق بنص الحق مع التراخى بينهما

“Menghapuskan sesuatu hukum yang telah lalu dengan sesuatu nash yang datang

kemudian dengan ada waktu perselangan antara keduanya.”23

Semua pengertian naskh yang diberikan oleh para ulama ushul diatas lebih

dekat ke makna naskh sebagai izalah (penghapusan). Untuk lebih memahami

21Jalaluddin Al-Mahally, Al-Waraqat Fi Ushul Al-Fiqh dalam matan Hasyiah Ad-Dimyati Ala Syarhil Waraqat karya Ahmad Bin Muhammad Ad-Dimyati (Indonesia: Al-Haramain, t.thn), 14 22Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh (Indonesia: Al-Haramain, 2004), 222 23Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih (t.t: Amzah, 2005), 248

Page 46: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

pengertian izalah ini ada baiknya kita melihat pejelasan yang diberikan oleh Al-

‘Amidy berikut:

واإلزالة هى اإلعدام وهلذا يقال زال عنه املرض واألمل وزالت النعمة عن فالن

هذه األشياء كلها وقد يطلق مبعىن نقل الشيء وحتويله من ويراد به االنعدام ىف

حالة اىل حالة مع بقائه ىف نفسه

“ Izalah ialah peniadaan (pelenyapan). Oleh karena inilah maka dikatakan: Sakit dan

peri telah hilang dari dirinya. Nikmat telah lenyap dari si Fulan. Yang dimaksud

dengan hal tersebut disini ialah lenyapnya keseluruhan hal tersebut. Dan lafadz

izalah itu terkadang bermakna naql (memindah) sesuatu dan memindahkannya dari

satu hal ke hal lain yang disertai dengan kekalnya hal tersebut.24

Sekalipun ada sebagian ulama ushul yang menggunakan lafadz "raf'un"

sebenarnya ini bermakna sama dengan lafadz izalah seperti telah disebutkan diatas

karena lafadz izalah dan raf’un memiliki makna yang sama.25

Contoh ayat nasikh dan mansukh yang paling sering diutarakan oleh para

ulama ushul adalah masa iddah seorang janda yang pada mulanya adalah satu tahun

berdasar pada surat Al-Baqarah ayat 240 berikut;

tÏ% ©!$#uρ šχöθ ©ùuθ tG ムöΝà6Ψ ÏΒ tβρâ‘ x‹ tƒ uρ %[`≡ uρø— r& Zπ§‹Ï¹ uρ ΟÎγ Å_≡ uρø— X{ $�è≈tGΒ ’ n<Î) ÉΑ öθ y⇔ø9 $# u�ö�xî 8l#t�÷z Î) 4 ÷βÎ* sù zô_ t�yz Ÿξsù yy$oΨã_ öΝà6ø‹n=tæ ’ Îû $tΒ š∅ù=yè sù þ’Îû �∅ÎγÅ¡ à#Ρ r& ÏΒ 7∃ρã�÷è ¨Β 3 ª! $#uρ ͕tã ×Λ Å6ym

24Saifuddin Abi Hasan Ali bin Abi Ali bin Muhammad Al-Amidy, Al-Ihkam Fi Ushul Al-Ahkam Jilid II, Juz III (Beirut: Darul Fikr, 1996), 71 25Abdul Hamid bin Muhammad Ali Qudsi, Lathaiful Isyarat (Surabaya: Al-Hidayah, t.thn), 40

Page 47: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

Artinya: “Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). Akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

Kemudian ketetapan ini dinasakh dengan ketetapan baru bahwa lama iddah

seorang janda adalah empat bulan sepuluh hari,26 berdasar pada surat Al-Baqarah

ayat 234 berikut;

tÏ% ©!$#uρ tβ öθ ©ùuθ tF ムöΝä3ΖÏΒ tβρ â‘x‹ tƒ uρ %[`≡uρø— r& zóÁ−/ u�tI tƒ £ÎγÅ¡ à#Ρr' Î/ sπ yè t/ö‘ r& 9�åκ ô−r& #Z�ô³tã uρ ( #sŒ Î* sù

zøó n=t/ £ßγ n=y_r& Ÿξsù yy$oΨ ã_ ö/ ä3øŠ n=tæ $yϑŠ Ïù zù=yè sù þ’ Îû £Îγ Å¡ à#Ρr& Å∃ρâ÷÷êyϑ ø9$$ Î/ 3 ª! $#uρ $ yϑ Î/ tβθ è=yϑ ÷è s?

×��Î6yz Artinya: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan

isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.”

Demikian pula tentang kiblat. Pada mulanya kiblat umat Islam adalah Baitul

Maqdis ketika Rasulullah Saw dan sahabatnya pertama kali hijrah ke Madinah.

Kiblat ke Baitul Maqdis ini kemudian dinasakh oleh Allah melalui firmannya dalam

surat Al-Baqarah ayat 144 berikut;

ô‰s% 3“t�tΡ |=A=s) s? y7 Îγ ô_uρ ’ Îû Ï !$ yϑ ¡¡9$# ( y7Ψ uŠ Ïj9 uθ ãΨ n=sù \' s# ö7Ï% $yγ9|Ê ö�s? 4 ÉeΑuθ sù y7 yγ ô_uρ t�ôÜx© ω Éfó¡ yϑ ø9 $# ÏΘ#t�ys ø9 $# 4 ß] øŠ ymuρ $ tΒ óΟçFΖä. (#θ —9uθ sù öΝä3yδθã_ãρ … çνt�ôÜx© 3 ¨β Î)uρ t Ï% ©!$# (#θ è?ρé&

|=≈tG Å3 ø9 $# tβθ ßϑn=÷è u‹s9 çµ‾Ρ r& ‘, ysø9 $# ÏΒ öΝÎγÎn/ §‘ 3 $tΒuρ ª!$# @≅Ï#≈tó Î/ $ £ϑ tã tβθè=yϑ ÷è tƒ

26Ali Yafie, Op. Cit., 45

Page 48: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

Artinya: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit. Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”.

Setelah Islam berkembang semakin luas baik dalam konteks perluasan

wilayah maupun jumlah pemeluk maka persoalan yang dihadapi umat Islam semakin

bertambah pula. Hal ini berpengaruh pula pada hukum Islam. Pada zaman Nabi Saw,

semua persoalan hukum yang timbul di masyarakat diserahkan pada beliau untuk

diselesaikan dan semua umat Islam wajib menerima keputusan apapun yang beliau

ambil. Allah memang memerintahkan umat Islam untuk mematuhi semua keputusan

hukum yang beliau ambil tersebut. Allah berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 36

berikut;

$ tΒ uρ tβ%x. 9ÏΒ ÷σßϑ Ï9 Ÿω uρ >π uΖÏΒ ÷σ ãΒ #sŒ Î) |Ós% ª!$# ÿ…ã& è!θ ß™u‘uρ #��øΒ r& β r& tβθä3tƒ ãΝßγ s9 äοu� z�σ ø: $# ôÏΒ öΝÏδÌ�øΒ r& 3 tΒuρ ÄÈ÷è tƒ ©!$# … ã& s!θ ß™u‘uρ ô‰ s) sù ¨≅ |Ê Wξ≈n=|Ê $ YΖ�Î7 •Β

Artinya: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat dalam kesesatan yang nyata.”

Namun setelah Nabi Saw wafat, kewenangan pengambilan dan penetapan

hukum berpindah ke sahabat-sahabat beliau, kemudian muncullah para ulama

mujtahid yang kelak melahirkan aliran (mazhab) fiqih dan metode penarikan hukum

yang beraneka ragam.

Page 49: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

B. Kategori naskh dalam Al-Kitab dari segi rasm dan hukm.

Ulama ushul membagi naskh kedalam tiga kategori jika ditinjau dari segi

rasm dan hukum yaitu;

1. Penghapusan redaksi (rasm) dan tetapnya hukum.27

Para ulama ushul berpendapat kebolehan terjadinya penghapusan bacaan atau

tilawah dalam Al-Qur'an namun hukum yang terkandung di dalam ayat yang

dinasakh itu tetap berlaku sekalipun redaksi atau tilawahnya sudah dihapus. Dengan

teori ini para ulama ushul ingin mengatakan bahwa ada ayat-ayat tertentu yang

dulunya merupakan bagian Al-Qur'an namun sekarang tidak diketemukan lagi

tilawahnya dalam mushaf yang sampai kepada kita. Sebagaimana “ayat” berikut

yang Allah Swt wahyukan pada Rasulnya namun tilawahnya sekarang tidak terdapat

dalam mushaf Al-Qur’an yang sampai pada kita. Untuk mendukung pendapat ini

para ulama ushul mengajukan dalil berikut;

الشيخ و الشيخة إذا زنيا فارمجومها البتة نكاال من اهللا

Dalam pandangan ulama ushul pada mulanya kalimat diatas adalah bagian

dari Al-Qur'an kemudian tilawahnya dihapus sehingga tidak terdapat lagi dalam Al-

Qur'an yang menjadi pegangan umat muslim sekarang namun ketentuan hukumnya

tetap berlaku bagi umat Islam. Untuk pembahasan tentang penghapusan tilawah dan

tetapnya hukum yang akan dibahas pada bab analisis. Juga pandangan lain yang coba

ditawarkan untuk menyelesaikan keganjilan penghapusan tilawah Al-Qur’an ini yang

menimbulkan kesan seolah-olah Al-Qur’an itu tidak lengkap sebab ada ayat-ayat

yang dihapus yang pada mulanya menjadi bagiannya.

27Husain Bin Ahmad Bin Muhammad Al-Kaylani As-Syafi'i Al-Makky, At-Tahqiqat (tt: Darun Nafais, 1999), 364

Page 50: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

2. Penghapusan hukum dan tetapnya rasm.28

Ulama ushul membolehkan terjadinya naskh hukum namun redaksinya tetap

terdapat dalam Al-Qur'an. Untuk mendukung pendapat ini ulama ushul memberikan

surat Al-Baqarah ayat 184 berikut sebagai contoh;

$ YΒ$−ƒ r& ;N≡yŠρ߉ ÷è ¨Β 4 yϑ sù šχ%x. Νä3Ζ ÏΒ $³ÒƒÍ÷£∆ ÷ρr& 4’ n?tã 9�x# y™ × Ïè sù ôÏiΒ BΘ$−ƒ r& t�yzé& 4 ’ n?tãuρ

šÏ% ©!$# …çµ tΡθ à)‹ÏÜム×π tƒô‰ Ïù ãΠ$ yè sÛ &Å3ó¡ ÏΒ ( yϑ sù tí§θ sÜ s? #Z�ö�yz uθßγ sù ×�ö�yz … ã&©! 4 β r&uρ

(#θ ãΒθÝÁ s? ×�ö�yz öΝà6 ©9 ( β Î) óΟçFΖä. tβθ ßϑ n=÷è s?

Artinya: “Dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan. Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui”.

Dalam pandangan ulama ushul ketentuan hukum yang terkandung dalam ayat

ini telah dihapus yakni kebolehan tidak berpuasa pada bulan Ramadhan dengan cara

membayar atau memberi fidyah.

3. Penghapusan hukum dan tilawah sekaligus.29

Para ulama ushul memberikan contoh untuk kategori ini dengan sebuah

hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Siti Aisyah bahwa pada awalnya,

sepuluh kali asupan susuan itu menjadikan adanya hubungan mahram kemudian

ketentuan ini dihapus dengan lima kali asupan susuan saja. Contoh ini termasuk

contoh yang paling sering diangkat oleh ulama-ulama ushul maupun ulama dalam

bidang ulumul qur’an untuk menunjukkan kategori naskh seperti ini.

28Ibid., 365 29Ibid

Page 51: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

C. Biografi Imam As-Syafi'i

1. Tempat dan tahun kelahiran Imam As-Syafi'i

Pendapat yang masyhur menyebutkan Imam As-Syafi'i lahir di Ghazzah,

namun ada juga yang berpendapat Imam As-Syafi'i dilahirkan di 'Asqalan. Ghazzah

dalam ejaan latin disebut dengan Gaza atau lebih terkenal dengan istilah "Jalur Gaja"

sekarang. Daerah ini termasuk ke dalam lingkungan wilayah Baitul Maqdis. Wilayah

Gaza sekarang ini sering menjadi arena pertempuran antara Negara Palestina dan

Negara Israel. Imam As-Syafi'i lahir di tanah Gazza ini pada tahun 150 H/767M.30

Nama lengkap sekaligus nasab Imam As-Syafi’i adalah sebagai berikut: Abu

Abdullah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi'i bin Saib bin

Abdullah bin Abdi Yazid bin Hasyim bin Muthalib bin Abdi Manaf bin Qushay Al-

Quraysi Al-Muthaliby As-Syafi'i Al-Hijazy Al-Makky. Nasabnya bertemu dengan

garis keturunan Rasulullah Saw di Abdul Manaf.31

2. Rihlah Ilmiyah Imam As-Syafi'i

Setelah ayahnya meninggal di perantauan, Imam As-Syafi'i dibawa ibunya

kembali ke Makkah ketika beliau berumur dua tahun. Di Makkah Imam As-Syafi'i

belajar membaca Al-Qur'an pada Syaikh Ismail bin Kustantin, seorang ahli baca Al-

Qur'an yang terkenal di Makkah pada waktu itu. Pada usia sembilan tahun, Imam As-

Syafi'i telah hafal Al-Qur'an serta menguasai sejumlah hadits.32 Imam As-Syafi'i

juga menaruh perhatian yang besar bagi bahasa Arab. Ia pergi ke perkampungan

Bani Hudzail khusus untuk mempelajari bahasa Arab. Inilah sebabnya, disamping ia

30Zainuddin Bin Abdil Aziz Al-Malibary, Fathul Mu'in bi Syarhi Qurratil 'Ain (Surabaya: Nurul Huda, t.thn), 3 31Muhammad bin Abdul Qadir, Manaqib Al-Imam As-Syafi’i (Kediri: Muhammad Utman, t.thn), 2 32Zulina Amini, Studi Perbandingan Antara Konsep Kalalah Dalam Perspektif Imam Al-Syafi'i Dan Hazairin (UIN Malang: Skrpsi, 2005), 16

Page 52: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

terkenal sebagai ulama fiqih di kemudian hari ia juga terkenal akan kemahirannya

dalam berbahasa Arab. Bahkan para penulis sejarah sastra Arab tidak segan untuk

memasukkan Imam As-Syafi'i dalam golongan para ahli sastra Arab.

Kemudian beliau mempelajari bahasa Arab fashahah di perkampungan Banu

Hudzail, karena diperkirakan masyarakat kabilah inilah yang masih memakai bahasa

Arab sebagaimana yang berkembang pada masa Nabi dan sahabat. Langkah ini

dimaksudkan oleh keluarganya agar As-Syafi'i kelak dapat mempelajari ilmu-ilmu

keagamaan dengan baik, melalui pemahaman yang mendalam terhadap Al-Qur'an

dan Al-Sunnah.

Dia tinggal tidak kurang dari tiga tahun di perkampungan Banu Hudzail

sambil menghapal syair-syair Arab, memahami ilmu bayan dan berbagai segi

kebahasaan lainnya. Kemudian ia belajar ilmu fiqh beserta kaidah-kaidah hukumnya

di Mesjid Al-Haram dari dua orang mufti besar, Muslim bin Khalid dan Sufyan bin

'Uyainah, sampai As-Syafi'i matang dalam ilmu fiqh.33 Namun, begitupun, hasratnya

untuk menuntut ilmu terus menggebu. Untuk itulah dia berangkat ke Madinah untuk

belajar dengan Imam Malik, setelah sebelumnya ia menghafal Al-Muwatha’ karya

gurunya yang baru itu. Dengan diantar walikota Madinah atas rekomendasi Walikota

Mekah, As-Syafi'i menemui Malik, dan diterima secara hormat di kediamannya.

Kemudian dia belajar dengan Malik sambil membantunya mengajar karena

penguasaannya terhadap Al-Muwatha’ sudah cukup baik. Namun pada tahun 179 H

Malik meninggal dunia, dan dia pulang ke Yaman kampung halaman ibunya dengan

maksud untuk bekerja. Di kampung halaman ibunya ini, As-Syafi'i bekerja sebagai

pegawai pemerintah dari dinasti Bani Abbas. Akan tetapi, tidak lama kemudian, ia

33Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), 148

Page 53: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

dituduh lekat dengan kelompok Alawy partai oposisi Bani Abbas, sehingga As-

Syafi'i dikirim ke Bagdad untuk diinterogasi Harun Al-Rasyid Khalifah Bani Abbas

saat itu.34 Ia dituduh condong kepada sekte Syiah.35

Namun berkat kepintarannya, As-Syafi'i bebas dari tuduhan, bahkan oleh

Harun Al-Rasyid, dia diserahkan kepada Muhammad bin Hasan al-Syaibani, salah

seorang qadhi yang beraliran Hanafiah. Dengan Al-Syaibani inilah, As-Syafi'i

mempelajari pokok-pokok pikiran madzhab Hanafi, sehingga lengkaplah

pengetahuan fiqh beliau, dari aliran tradisional, tradisionalisme Madinah dan

rasionalisme Iraq.

Setelah itu, As-Syafi'i mulai melakukan kajian hukum dan mengeluarkan

fatwa-fatwa fiqh, bahkan menyusun metodologi kajian hukum yang cenderung

memperkuat posisi tradisionalisme, serta mengkritik kajian rasional, baik aliran

Madinah maupun Kufah. Dalam kontek kajian fiqihnya, As-Syafi'i mengemukakan

pemikiran, bahwa hukum Islam itu harus bersumber pada Al-Qur'an dan Al-Sunnah,

serta Ijma'. Dan kalau ketiganya belum memaparkan ketentuan hukum yang jelas dan

pasti mengenai persoalan-persoalan furu' yang dihadapinya, As-Syafi’i mempelajari

perkataan-perkataan sahabat, dan baru terakhir melakukan qiyas dan istishab.36

Imam As-Syafi'i kemudian menikah dengan cicit Utsman bin Affan yang

bernama Humaidah binti Anbasah bin Umar bin Utsman bin Affan. Dan Imam As-

Syafi'i dikarunia dari isterinya itu dengan tiga anak yaitu Fatimah, Zainab dan

Muhammad. Imam As-Syafi'i juga memiliki seorang sariyah (budak wanita) dan dia

34Ibid., 149 35Abu Ameenah Bilal Philips, Asal-usul dan Perkembangan Fiqh: Analisis Historis Atas Madzhab, Doktrin Dan Kontribusi (Bandung: Nusamedia, 2005), 109 36Dede Rosyada,Op. Cit., 149

Page 54: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

memperoleh seorang anak dari sariyahnya tersebut.37 Berikutnya Imam Syafi'i

berangkat ke Mesir dengan tujuan hendak belajar kepada Imam Al-Laits, tetapi

sebelum ia sampai di Mesir, Imam Al-Laits wafat. Meski demikian ia tetap bisa

mendalamai Mazdhab Laitsi lewat para muridnya. Imam Syafi'i tinggal di Mesir

hingga wafatnya tahun 820 M pada masa pemerintahan Khalifah Ma'mun berkuasa

pada tahun 813-832 M.38

D. Pandangan Imam As-Syafi'i Tentang Nasikh Mansukh

1. Sebab-sebab disyariatkannya naskh menurut Imam As-Syafi’i

Imam As-Syafi'i berpendapat bahwa rahasia dibalik disyariatkannya naskh

ialah sebagai rahmat bagi manusia, baik untuk meringankan maupun untuk

meluaskan syariat tersebut bagi manusia. Imam As-Syafi'i berpandangan bahwa

sesungguhnya Allah menciptakan makhluknya namun ilmu Allah sendiri telah

mendahului penciptaan makhluk tersebut dari apa-apa yang Dia maksudkan pada

penciptaan mereka dan pada diri mereka sendiri. Tidak seorang pun yang berhak

mengganti hukum-hukum-Nya. Dan Dia-lah dzat yang maha cepat perhitungannya.

Dan Allah-setelah penciptaan makhluk tersebut-menurunkan bagi mereka Al-

Kitab sebagai penjelasan, petunjuk dan rahmat bagi segala sesuatu. Dan Dia

memfardhukan di dalam Al-Kitab tersebut beberapa kefardhuan lalu ia tetapkan dan

sebagiannya lagi Ia hapuskan sebagai rahmat bagi makhluknya, dengan cara

meringankan dan memperluas kefardhuan tersebut bagi makhluk-Nya sebagai

tambahan nikmat di dalam hal-hal yang Dia-lah yang menciptakan mereka. Dan Ia

memberi pahala bagi mereka karena telah menyudahi menjalankan satu kewajiban

(karena adanya naskh) kepada apa yang Allah tetapkan bagi mereka yaitu berupa

37 Muhammad bin Abdul Qadir, Op.Cit., 4 38Abu Ameenah Bilal Philips, Op.Cit., 110

Page 55: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

surga dan keselamatan dari siksa-Nya. Maka rahmat Allah menaungi mereka pada

apa yang Dia tetapkan dan Ia hapuskan.39

2. Pengertian Naskh Menurut Imam As-Syafi'i .

Pengertian (ta’rif ) naskh yang diberikan oleh Imam As-Syafi'i berbeda

dengan pengertian naskh yang diberikan oleh ulama ushul pada umumnya bila

ditinjau dari segi susunan redaksional kalimatnya. Bukan menggunakan lafadz

izalah, raf’un atau ibthal yang lazim digunakan oleh ulama ushul, ta’rif naskh yang

diberikan oleh Imam As-Syafi'i justru menggunakan lafadz taraka yang lebih dekat

ke makna naskh sebagai memindah (naql) atau (tahwil) pengalihan. Ini berbeda dan

merupakan kebalikan dari pendapat para ulama ushul secara umum yang lebih

cenderung memaknai naskh sebagai izalah. Pengertian naskh yang diberikan oleh

Imam As-Syafi’i adalah sebagi berikut;

ن حقا ىف وقته وتركه حقا إذا نسخه اهللا فيكون من ومعىن نسخ ترك فرضه كا

ومن مل يدرك فرضه مطيعا باتباع الفرض الناسخ له أدرك فرضه مطيعا به وبتركه

“Dan adapun makna dari lafadz nasakha ialah meninggalkan satu kefardhuan yang

pada mulanya merupakan satu kefardhuan di masanya dan meninggalkan kefardhuan

tersebut merupakan satu kefardhuan pula jika Allah telah menasakhnya. Maka

seseorang yang mendapati kewajiban tersebut dibebani kewajiban untuk mentaatinya

(jika belum dinasakh) dan juga mempunyai kewajiban untuk meninggalkan

kefardhuan tersebut (jika memang telah dinasakh) dan barang siapa yang tidak

mendapati kewajiban tersebut dibebani kewajiban untuk bersikap taat mengikuti

39Abi Abdullah Muhammad Bin Idris As-Syafi'i, Ar-Risalah (t.t:t.p, t.thn), 106

Page 56: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

(ketentuan) kefardhuan dalil nasikh baginya.40 Naskh dalam pemikiran Imam As-

Syafi'i dapat dibagi ke dalam empat kategori berikut.41

3. Naskh Kitab bi Al-Kitab

Imam As-Syafi'i berpendapat kebolehan terjadinya Naskh Kitab bi Al-Kitab.

Imam As-Syafi'i menguraikan hal ini dengan kalimat singkat berikut yang terdapat

di dalam kitab Ar-Risalah;

ا نسخ ما نسخ من الكتاب بالكتابوأبان اهللا هلم أنه إمن

“Dan Allah menjelaskan bagi mereka bahwasanya Dia (Allah) terkadang menasakh

kitab dengan kitab”.42

Tampaknya Imam As-Syafi'i menganggap kategori naskh yang pertama ini

telah cukup jelas sehingga ia tidak memberikan penjelasan yang panjang lebar.

Dengan ibarat (ungkapan) yang singkat ini Imam As-Syafi'i menjelaskan kebolehan

terjadinya Naskh Kitab bi Al-Kitab. Jumhur Ulama ushul juga berpendapat seperti

pendapatnya Imam As-Syafi'i ini. Kebolehan terjadinya Naskh Kitab bi Al-Kitab

merupakan salah satu ijma’ ulama. Contoh ayat nasikh mansukh untuk kategori

naskh yang pertama ini cukup banyak seperti ayat yang mengatur pengharaman

khamar. Ayat yang dianggap berlaku ketetapan hukumnya adalah ayat yang terakhir

turun. Juga ayat-ayat yang mengatur masa iddah seorang janda.

4. Naskh Kitab bi As-Sunnah

Imam As-Syafi’i berpendapat bahwa sunnah tidak mungkin menjadi nasikh

bagi Al-Qur’an. Dengan kata lain sunnah tidak mungkin menjadi penghapus bagi Al-

Qur’an. Imam As-Syafi’i berpandangan demikian karena lebih melihat pada peran 40Ibid., 122-123 41Ahmad Nahrawi Abdussalam, Al-Imam As-Syafi'i: Fi Madzhabihi Al-Qadim Wa Al-Jadid (tt: tp, 1994), 297 42Abi Abdullah Muhammad Bin Idris As-Syafi'i, Op.Cit., 106

Page 57: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

sunnah sebagai penjelas (mufassir) keglobalan (kemujmalan) ayat-ayat Al-Qur’an.

Karena sunnah itu dalam pandangan Imam As-Syafi’i berfungsi sebagai penjelas

bagi Al-Qur’an maka sudah seharusnya sunnah itu mengikuti ketentuan-ketentuan

yang ada dalam Al-Qur’an bukan malah menasakhnya.43 Status sunnah yang menjadi

pengikut bagi Al-Qur’an memang memustahilkan hal seperti ini terjadi. Dalam

pandangan Imam As-Syafi'i yang mengikuti tidak mungkin menyalahi apa yang

diikuti.44 Imam As-Syafi’i mengajukan dalil berikut untuk menguatkan pendapatnya.

Imam As-Syafi’i berhujjah dengan surat Yunus ayat 15 berikut;

#sŒÎ) uρ 4’n? ÷G è? óΟÎγ øŠ n=tæ $ uΖè?$ tƒ#u ;M≈oΨ Éi� t/ � tΑ$ s% šÏ%©!$# Ÿω tβθã_ö�tƒ $ tΡ u !$ s)Ï9 ÏMø.$# Aβ#u ö�à) Î/ Î�ö�xî !#x‹≈yδ ÷ρr& ã& ø!Ïd‰t/ 4 ö≅ è% $ tΒ Üχθä3tƒ þ’ Í< ÷β r& … ã& s!Ïd‰t/ é& ÏΒ Ç› !$ s)ù=Ï? ûŤø#tΡ ( ÷β Î) ßì Î7? r& āω Î) $ tΒ #yrθ ãƒ

�†n< Î) ( þ’ÎoΤ Î) ß∃%s{r& ÷βÎ) àM øŠ |Átã ’ În1u‘ z># x‹ tã BΘ öθ tƒ 5Ο‹Ïà tã

Artinya: “Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat kami yang nyata, orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan kami berkata: "Datangkanlah Al- Qur’an yang lain dari ini atau gantilah ia. Katakanlah: "Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar (kiamat)".

Dengan ayat ini-dalam pandangan Imam As-Syafi’i-Allah memberitahukan

bahwasanya Dia mewajibkan pada umatnya untuk mengikuti ketentuan yang telah

diwahyukan padanya dan Allah tidak menjadikan kewenangan bagi Nabinya untuk

mengganti-ganti Al-Qur’an dari keinginan dirinya sendiri.

Lengkapnya, Imam As-Syafi’i menulis sebagai berikut;

43Ibid 44Ibid., 109

Page 58: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

وأن السنة الناسخة للكتاب وإمنا هى تبع للكتاب مبثل ما نزل نصا ومفسرة

معىن ما أنزل اهللا منه مجال قال اهللا وإذا تتلى عليهم آياتنا بينات قال الذين

اليرجون لقاءنا ائت بقرآن غري هذا أو بدله قل ما يكون ىل أن ابدله من تلقاء

عصيت رىب عذاب يوم عظيم نفسى إن أتبع إال ما يوحى إىل إىن أخاف إن

فأخرب اهللا أنه فرض على نبيه اتباع ما يوحى إليه ومل جيعل له تبديله من تلقاء

٤٥نفسهSekalipun Imam As-Syafi’i berpendapat bahwa sunnah tidak mungkin menjadi

nasikh bagi Al-Qur’an, namun Imam As-Syafi’i sendiri tetap berpendapat bahwa

sunnah itu diperoleh Rasulullah Saw dari Allah Swt. Beliau menjelaskan bahwa

sebagian dari kewajiban yang Allah tetapkan atas manusia adalah mengikuti perintah

Rasulullah Saw dan ini dapat dijadikan sebagai dalil bahwa sunnah Rasulullah Saw

itupun diperoleh dari Allah maka barang siapa yang mengikuti sunnah maka dengan

ketentuan Al-Qur’an-lah ia mengikutinya.46 Imam As-Syafi’i berpendapat demikian

tentu saja karena banyak bunyi ayat yang menyuruh umatnya untuk taat pada

Rasululllah. Ulama ushul menguatkan pendapat Imam As-Syafi'i ini dengan

mengajukan surat An-Nisa' ayat 80 berikut;

Β Æì ÏÜムtΑθ ß™§�9$# ô‰s) sù tí$sÛr& ©!$# ( tΒuρ 4’ ‾<uθ s? !$ yϑ sù y7≈oΨ ù=y™ö‘r& öΝÎγøŠ n=tæ $ ZàŠÏ# ym

Artinya: "Barangsiapa yang menaati Rasul maka sesungguhnya ia telah menaati Allah. dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka".

Dan juga Firman Allah Swt dalam surat An-Nisa' ayat 59 berikut;

45Ibid., 106-107 46Ibid., 109

Page 59: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

$ pκš‰r' ‾≈tƒ tÏ%©!$# (#þθ ãΨ tΒ#u (#θãè‹ÏÛ r& ©!$# (#θ ãè‹ÏÛ r& uρ tΑθ ß™§�9 $# ’Í<'ρé& uρ Í÷ö∆F{$# óΟä3ΖÏΒ ( β Î* sù ÷Λ äôã t“≈uΖ s? ’ Îû & óx« çνρ–Š ã�sù ’n< Î) «! $# ÉΑθ ß™ §�9 $#uρ β Î) ÷ΛäΨ ä. tβθãΖ ÏΒ÷σ è? «!$$ Î/ ÏΘ öθ u‹ø9 $#uρ Ì�Åz Fψ $# 4 y7Ï9≡ sŒ ×�ö�yz ß|¡ ôm r& uρ

¸ξƒ Íρù' s?

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya".

Dengan kata lain Imam As-Syafi’i mengakui bahwa sunnah Rasulullah Saw

bersumber dari Allah. Imam As-Syafi’i menulis sebagai berikut;

فيما وصفت من فرض اهللا على الناس اتباع أمر رسول اهللا دليل على أن سنة

إمنا قبلت عن اهللا فمن اتبعها فبكتاب اهللا تبعها وال جند خربا ألزمه اهللا رسول اهللا

خلقه نصا بينا إال كتابه مث سنة نبيه فإذا كانت السنة كما وصفت الشبه هلا من

قول خلق من خلق اهللا مل جيز أن ينسخها إال مثلها وال مثل هلا غري سنة رسول

عل له بل فرض على خلقه اتباعهاهللا ألن اهللا مل جيعل آلدمى بعده ما ج

Di kemudian hari, dikalangan para ahli ushul madzhab Syafi’iy, pendapat

Imam As-Syafi’i yang tidak membolehkan terjadinya naskh kitab bi sunnah namun

tetap mengakui sunnah itu berasal dari Allah, menimbulkan perbedaan pendapat di

kalangan ahli ushul. Karena sunnah itupun berasal dari Allah-seperti yang telah

dikatakan Imam As-Syafi’i di atas-sebagian dari mereka berpendapat kebolehan

terjadinya sunnah menasakh kitab sebab keduanya berasal dari Allah. Dan lagi pula,

menurut mereka, Rasululllah Saw itu adalah seorang pribadi yang ma’shum hingga

Page 60: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

terjaga dari segala macam kesalahan. Mereka berdalil dengan surat An-Najm ayat 4

berikut;

÷β Î) uθ èδ āω Î) Ö óruρ 4yrθ ãƒ

Artinya: "Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)".

Mereka memaknai ayat ini sebagai petunjuk yang jelas bahwa segala sesuatu

yang Rasulullah Saw ucapkan itu semuanya berasal dari Allah oleh karenanya

sunnah itu boleh menasakh Al-Qur’an. Tetapi mereka memberi catatan bahwa

sunnah yang dapat berperan menasakh kitab hanyalah sunnah yang status

periwayatannya mutawatir. Namun, ada juga yang tetap menolak kebolehan

terjadinya naskh kitab bi al-sunnah ini bahkan ada ulama yang mendiamkannya

saja.47

Peneliti sendiri berpendapat bahwa pokok masalahnya bukanlah terletak pada

apakah sunnah itu diperoleh Rasulullah Saw dari Allah Swt atau berasal dari diri

Rasulullah Saw sendiri namun pada bagaimana status periwayatan sunnah tersebut,

apakah mutawatir, masyhur atau ahad.

5. Naskh Sunnah bi As-Sunnah

Imam As-Syafi’i berpendapat kebolehan terjadinya naskh sunnah dengan

sunnah. Imam As-Syafi'i menulis sebagai berikut;

وهكذا سنة رسول اهللا الينسخها إال سنة لرسول اهللا ولو أحدث اهللا لرسوله ىف

أمر سن فيه غري ما سن رسول اهللا لسن فيما أحدث اهللا إليه حىت يبني للناس أن

له سنة ناسخة للىت قبلها مما خيالفها

47Jalaluddin Al-Mahally, Op.Cit., 15

Page 61: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

“Dan demikian pula dengan sunnah Rasulullah Saw tidak ada yang boleh

menasakhnya kecuali dengan sunnah Rasulullah Saw pula. Seandainya Allah

menyampaikan pada Rasul-Nya satu ketentuan (hukum) dalam satu perkara yang Ia

tetapkan hukumnya lain dari apa yang telah Rasululllah Saw sunnahkan sebelumnya

di dalam perkara tersebut niscaya Rasulullah Saw mensunnahkan apa yang telah

Allah sampaikan padanya sampai Rasulullah Saw sendiri menjelaskan bahwa

baginya ada satu sunnah yang berfungsi sebagai nasikh bagi sunnah sebelumnya

yang berbeda.”48

6. Naskh Sunnah bi Al-Kitab

Pada dasarnya Imam As-Syafi’i menganut metode berfikir yang mengatakan

bahwa yang menasakh harus setara dengan dalil yang dinaskh.49 Dalam

membicarakan kategori naskh sunnah bil kitab Imam As-Syafi’i membuat

pengecualian akan kaidah ini. Karena secara akal Al-Qur’an seharusnya dapat

menasakh sunnah karena kedudukannya yang lebih tinggi dari sunnah. Namun

karena pertimbangan kalau saja naskh yang seperti ini diperbolehkan maka akan

banyak ketentuan-ketentuan khusus dan terperinci yang berasal dari Rasulullah Saw

akan mudah dikata-katakan orang “barangkali sunnah ini telah dinasakh” dengan

ketentuan-ketentuan umum yang terdapat dalam Al-Qur’an sehingga semua larangan

Rasulullah Saw yang terperinci tentang satu perkara khusus akan dengan mudah

dianggap telah dinasakh oleh keumuman lafadz Al-Qur’an. Maka dapat diapahami

kalau saja naskh yang seperti ini diperbolehkan maka akan hilanglah semua sunnah

dari tangan manusia karena sifat sunnah itu yang terperinci sedang lafazd Al-Qur’an

yang bersifat mujmal dapat dengan mudah dianggap kemujmalan lafadz Al-Qur’an

48Abi Abdullah Muhammad Bin Idris As-Syafi'i, Op.Cit., 108 49Ibid., 109

Page 62: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

ini menasakh keterperincian sunnah. Seperti misalnya, Rasulullah Saw melarang

sebagian praktik jual beli yang biasa dilakukan Arab Jahiliyah akan dengan mudah

dianggap telah dinasakh oleh keumuman lafadz Al-Qur’an yang memperbolehkan

keseluruhan jual beli tanpa ada batasan dan keterangan ada jual beli yang

diperbolehkan dan ada jual beli yang dilarang. Imam As-Syafi’i menuliskan hal ini di

dalam kitab Ar-Risalah dengan memulainya dengan format tanya jawab;

هل تنسخ السنة بالقرآن قيل لو نسخت السنة بالقرآن كانت للنىب فيه سنة تبني

أن سنته األوىل منسوخة بسنته اآلخرة حىت تقوم احلجة على الناس بأن الشئ

فما وصفت من موضعه من اإلبانة فإن قال ما الدليل على ما تقول ينسخ مبثله

صفت ىف كتاىب هذا وأنه ال عن اهللا معىن ما أراد بفرائضه خاصا وعاما مما و

يقول أبدا لشئ إال حبكم اهللا ولو نسخ اهللا مما قال حكما لسن رسول اهللا فيما

ولو جاز أن يقال قد سن رسول اهللا مث نسخ سنته بالقرآن وال يؤثر نسخه سنة

عن رسول اهللا من البيوع كلها قد حيتمل أن يكون حرمها قبل أن يرتل عليه

الربا وفيمن رجم من الزناة قد حيتمل أن يكون الرجم أحل اهللا البيع وحرم

منسوخا لقول اهللا الزانية والزاىن فاجلدوا كل واحد منهما مائة جلدة وىف املسح

على اخلفني نسخت آية الوضوء املسح

E. Pembaharuan Hukum Islam Di Indonesia

Hukum Islam telah masuk ke Indonesia bersamaan waktunya dengan

masuknya agama Islam ke Indonesia yang dibawa oleh para muballigh dari luar

negeri yang telah lebih dahulu mendapat petunjuk Islam.

Kendati hukum positif Islam yang diatur dalam lembaga peradilan terlihat

mengalami pasang surut, tetapi dalam bidang pemikiran hukum, hukum Islam

Page 63: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

mengalami perkembangan yang cukup berarti, terutama dengan semakin banyaknya

pelajar Islam yang kembali dari Mesir dan Arab Saudi pada sekitar awal abad ke-20,

yang mulai membangun madrasah-madrasah yang bercorak modern, seperti

Thawalib, sekolah-sekolah Muhammadiyah, Persis, Al-Irsyad, dan lain-lain, yang

tidak hanya mengajarkan fikih Syafi’i, tetapi juga mazhab yang empat. Ketika itu,

kepada para siswa mulai diperkenalkan pelajaran Perbandingan Mazhab, dengan

menggunakan kitab-kitab: Bidayah al-Mujtahid karya Ibnu Rusyd, Nail al-Authar

karya al-Syaukani, Subul al-Salam karya al-Shan’ani, dan lain-lain. Kajian-kajian

demikian, kemudian kelihatan mempengaruhi sebagian siswa, sehingga

menghasilkan karya-karya fikih, yang tidak lagi mengikat diri kepada satu mazhab

tertentu, seperti terlihat pada karya ‘Abd al-Hamid Hakim, al-Mu’in al-Mubin, karya

Zainuddin Labay el-Yunusi, al-Durus al-Fiqhiyyah, dan lain-lain. Kajian-kajian fikih

yang demikian, kemudian banyak mempengaruhi hukum Islam di Indonesia, kendati

secara formal lembaga-lembaga Peradilan masih memberlakukan hukum Islam

mazhab Syafi’i. Pengaruh tersebut terlihat terutama dalam aspek-aspek ibadah dan

muamalah, dimana perbedaan mazhab turut mewarnai khzanah hukum Islam di

Indonesia.

Setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, teori receptie

yang dikemukakan Snouck Hurgronye kehilangan dasar hukumnya. Berkenaan

dengan hal itu, Hazairin, pakar hukum adat dan hukum Islam, secara tegas

menyatakan bahwa setelah Indonesia merdeka dan setelah UUD 1945 dijadikan

undang-undang dasar negara, kendati aturan peralihan menyatakan bahwa hukum

yang lama masih berlaku selama jiwanya tidak bertentangan dengan UUD 1945,

Page 64: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

seluruh peraturan perundang-undangan pemerintah Hindia Belanda yang berdasarkan

teori receptie tidak berlaku lagi, karena jiwanya bertentangan dengan UUD 1945.50

Upaya-upaya pembaruan hukum Islam seperti demikian diharap akan tumbuh

dan berkembang hukum Islam yang kuat dan mampu menjawab kebutuhan

masyarakat. Hukum Islam yang demikian niscaya akan dapat memberikan

sumbangan yang besar bagi hukum nasional.

Lalu pada tahun 1980-an, ketika akan membentuk Kompilasi Hukum Islam

tentang perkawinan, kewarisan, dan perwakafan, Munawwir Sjadzali, Menteri

Agama ketika itu, memunculkan gagasan reaktualisasi ajaran Islam. Gagasan

tersebut sengaja dilontarkan dalam berbagai forum, guna menggugah para ulama

fikih di Indonesia (bahkan juga di luar Indonesia) untuk mengkaji dan berpikir lagi

tentang fikih. Salah satu contoh yang ditampilkan Munawir adalah berkenaan dengan

reaktualisasi dalam hukum kewarisan, yakni kemungkinan dijadikannya hak anak

laki-laki sama dengan hak anak perempuan dalam menerima warisan ayahnya yang

meninggal. Kendati contoh yang dikemukakan Munawir tersebut tidak diterima

secara eksplisist dalam kompilasi, ternyata telah merangsang sementara cendekiawan

dan ulama berpikir lebih mendalam dalam melihat tujuan asasi syari’at Islam sebagai

syari’at yang kekal untuk kemaslahatan manusia pada setiap tempat dan masa. Akan

tetapi, di pihak lain, upaya tersebut justru menimbulkan kecurigaan, seolah-olah ada

upaya untuk mengganti fikih dengan sesuatu paham yang berbau orientalisme.

Puncak reaktualisasi terlihat pada lokakarya Kompilasi Hukum Islam di

Jakarta, awal Februari 1988, yang dihadiri oleh para tokoh fikih dari organisasi-

50Nasrun Rusli, Konsep Ijtihad Al-Syaukani: Relevansinya Bagi Pembaruan Hukum Islam Di Indonesia (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 165-166

Page 65: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

organisasi Islam, perguruan tinggi, dan masyrakat. Kesimpulannya, menerima

reinterpretasi dalam rangka reaktualisasi, selama masih dalam wilayah bahasan fikih,

yakni di luar yang diatur secara qath’i dalam al-Qur’an maupun hadis.

Upaya reaktualisasi ajaran Islam di bidang hukum sebagai disebutkan di atas

juga merupakan bagian dari upaya pembaruan hukum Islam, terutama dalam konteks

zaman modern dewasa ini. Dari upaya demikian diharapkan terwujudnya suatu solusi

hukum yang dapat mengayomi masyarakat, sehingga apa yang mereka terapkan

dalam kehidupan sehari-hari akan senantiasa berjalan di atas dasar hukum yang

luwes dan adil.

Kalau hukum Islam telah memberikan kontribusi kepada hukum nasional

dalam hal Kompilasi Hukum Islam tentang perkawinan, kewarisan, dan perwakafan,

diharapkan pula hukum Islam dapat memberikan sumbangan dalam bidang-bidang

lain, seperti pidana, perdata, ekonomi, perdagangan, perburuhan, ketenagakerjaan,

agraria, perpajakan, dan sebagainya.51

Pembaharuan hukum Islam adalah satu wacana yang berkembang di dunia

pemikiran hukum Islam modern yang menghendaki adanya usaha terus menerus

untuk mengkaji, mengembangkan dan merumuskan hukum Islam di segala seginya,

muamalah, nikah, ibadah, tata negara hatta ushul fiqih yang selama ini telah

dianggap sebagai suatu rumusan yang lengkap, sempurna dan pembahasan

tentangnya dianggap sudah berakhir. Dalam istilah yang lain, pembaharuan hukum

Islam juga identik dengan istilah reaktualisasi hukum Islam.

Pembaruan hukum Islam dimaksudkan agar ajaran Islam tetap ada dan

diterima oleh masyarakat modern. Untuk mengembalikan aktualisasi hukum Islam

51Ibid, 173-174

Page 66: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

atau untuk menjembatani ajaran teoritis dalam kitab-kitab hasil pemikiran mujtahid

dengan kebutuhan masa kini.52

Kata "reaktualisasi" berarti penyegaran atau tindakan untuk menjadikan

aktual (baru, hangat) kembali". Kata "ajaran Islam" berarti "pedoman atau petunjuk

yang digariskan oleh agama Islam yang digali dari Al-Qur'an dan sunnah yang dapat

dibedakan antara akidah (kepercayaan kepada Tuhan Swt dengan segala sifat-Nya)

dan syariat (hukum yang berkaitan dengan aktivitas manusia sehari-hari)". Dengan

demikian reaktualisasi ajaran Islam berarti "penyegaran atau pembaruan kembali

pemahaman dan pengamalan umat Islam atas pedoman atau petunjuk yang

digariskan oleh agamanya". Reaktualisasi ajaran Islam bertujuan agar umat Islam

giat menjalankan ajaran agama yang dianutnya, baik dibidang akidah maupun di

bidang syariat (hukum), dengan tidak menutup mata terhadap realitas sosial yang

berkembang ditengah-tengah masyarakat 53

Jika memang tujuan reaktualisasi hukum Islam itu adalah agar umat Islam

kembali giat mengamalkan ajaran agamanya maka bukan hanya materi hukumnya

saja yang perlu dipersegar tapi juga meliputi ushul at-tatbiq hukum Islam itu juga

perlu dipersegar yang merupakan bagian dari ushul fiqih.

Wacana ini berkembang di dunia pemikiran hukum Islam modern disebabkan

oleh dua faktor berikut yaitu; Pertama: Adanya interaksi antara dunia Timur (Islam)

dengan Barat. Interaksi ini seakan menyadarkan umat Islam betapa tertinggalnya

umat Islam dari Barat. Ketika interaksi Timur dan Barat terjadi, umat Islam seakan-

akan melihat dengan mata kepala mereka sendiri sangat tertinggalnya diri mereka

52Abdul Azis Dahlan (ed.) et.al., Pembaruan Hukum Islam dalam Ensiklopedi Hukum Islam, Vol. 4 (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), 1378 53Abdul Azis Dahlan (ed.) et.al., Reaktualisasi Hukum Islam dalam Ensiklopedi Hukum Islam, Vol. 5 (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996), 1488-1489

Page 67: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

jika dibanding dengan kemajuan yang telah dicapai Barat, maka timbullah suatu

kesadaran baru di kalangan para pemikir muslim terpelajar untuk melakukan suatu

pembaharuan terhadap segala aspek kebudayaan Islam yang meliputi sistem

pendidikan, sistem hukum dan juga sistem dalam berpikir. Dan salah satu aspek dari

ajaran Islam yang juga hendak diperbaharui itu adalah materi dan sistem hukumnya

yang telah dianggap mapan dan paten selama beratus tahun oleh seluruh umat Islam.

Sebab kedua adalah, timbulnya kesadaran dikalangan umat Islam bahwa

pintu ijtihad tidaklah tertutup seperti yang pernah dipahami sehingga mungkin bagi

mereka untuk terus mengkaji dan mengembangkan hukum Islam. Kesempatan ini

telah membuka ruang kesadaran pemikir muslim yang lain pula yaitu antara hukum

Islam yang tertulis dalam teks (kitab-kitab fiqih) hanyalah tinggal menjadi law in

book dengan sedikit praktek dari umat Islam. Di negara-negara yang mayoritas

penduduknya muslim pun mereka banyak mengadopsi hukum dari Barat. Jadinya,

hukum Islam itu tinggal menjadi law in book bukan law in action.

Pada pertengahan dekade 1980-an H. Munawir Sjadzali, MA, ahli fikih

siyasi, mengemukakan gagasan yang disebutnya "reaktualisasi ajaran Islam".

Gagasan ini dilatarbelakangi oleh semakin membudayanya "sikap mendua" di

kalangan umat Islam dalam beragama yang, menurutnya, perlu diluruskan, seperti

mengenai bunga Bank (riba) dan pembagian harta waris. Sebagian besar umat Islam

Indonesia berpendirian bahwa bunga Bank adalah riba yang diharamkan oleh Islam.

Akan tetapi, dalam kenyataan sehari-hari, mereka banyak memanfaatkan jasa

perbankan dan mengambil bunga deposito. Dalam kasus lain, Munawir Sjadzali

mengemukakan bahwa dalam pembagian harta warisan, sebagian besar keluarga

Page 68: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

muslim merasa enggan melaksanakannya menurut ketentuan faraid. Mereka lebih

menyukai pemberlakuan sistem pembagian yang lain.54

Realitas yang telah berubah drastis dari masa ketika fiqih itu dirumuskan

turut mempercepat tumbuhnya kesadaran ini. Jika di dalam kitab-kitab fiqih itu umat

Islam dan juga sistem hukumnya digambarkan sebagai sebuah bangunan yang

sangat ideal, maka tidak demikian keadaannya dengan realitas umat Islam yang

sesungguhnya. Bahkan tidak sedikit diantara umat Islam itu yang tidak menjalankan

perintah-perintah agamanya. Seperti shalat dan zakat misalnya-yang merupakan tiang

agama Islam-mudah sekali kita melihat di masyakat bahwa banyak diantara mereka

yang tidak menjalankannya. Padahal ini adalah dua tiang agama maka dapat kita

bayangkan berapa banyak perintah hukum Islam yang bersifat sosial (muamalah)

yang ditinggalkan. Dari sini muncullah kesadaran akan pentingnya melakukan

reaktualisasi hukum Islam itu.

54Ibid., 1491

Page 69: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

BAB III

ANALISIS DATA

Analisis dalam bab ini akan mengangkat kembali contoh-contoh dalil yang

dianggap mansukh dan yang dianggap nasikh oleh ulama ushul. Menganalisis

pengertian-pengertian naskh yang mereka ajukan serta melihat akibat hukum yang

ditimbulkan oleh pengertian tersebut. Perbedaan antara naskh sebagai izalah dan

naskh sebagai tahwil, tabdil atau naql.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, munculnya teori naskh dilatarbelakangi

oleh adanya pertentangan antar dalil hukum yang tidak mungkin lagi dapat

dikompromikan. Teori naskh hanyalah salah satu alternatif penyelesaian adanya

pertentangan dalil hukum tersebut. Bahkan, teori naskh ini menempati posisi

alternatif terakhir jika memang dua dalil yang saling bertentangan tersebut tidak

dapat dikompromikan lagi dengan metode-metode penyelesaian pertentangan antar

dalil yang tersedia. Oleh karena itu, para ulama ushul kemudian mengembangkan

Page 70: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

beragam teori untuk menyelesaikan pertentangan antar dalil tersebut. Misalnya, para

ulama ushul mengembangkan teori takhshisul 'am, taqyidul muthlaq atau tabyinul

mujmal55 untuk menyelesaikan pertentangan antar dalil itu. Barulah, jika teori-teori

ini tidak mampu lagi menyelesaikan pertentangan antar dalil tersebut, digunakanlah

teori naskh sebagai alternatif terakhir. Posisi teori naskh dalam hierarki penyelesaian

pertentangan antar dalil hukum menempati hierarki penggunaan terakhir dimana dalil

yang terakhir turun dianggap menggugurkan ketentuan dalil hukum yang terdahulu.

Selama dua dalil yang bertentangan tersebut masih dapat dikompromikan maka tidak

boleh menggugurkan salah satunya. Selama teori-teori ini masih mampu

menyelesaikan pertentangan yang terjadi antar dalil hukum maka teori naskh

dihindari penggunaannya sesuai dengan kaidah fiqih berikut;56

العمل بالدليلني املتعارضني اوىل من الغاء احدمها

Itulah sebabnya para ulama ushul menciptakan beragam teori diatas untuk

menghindari penggunaan teori naskh secara membabi buta. Hal ini jelas karena-

seperti yang disebutkan diatas-mengamalkan satu dalil lebih disukai daripada

menggugurkan salah satunya. Oleh karena itu, eksistensi teori naskh dalam

metodologi hukum Islam (ushul fiqh) sebenarnya sangat bergantung pada sejauh

mana kemampuan ketiga metode penyelesaian ta'arudh al-adillah diatas dalam

menyelesaikan pertentangan antar dalil hukum. Jika ternyata ketiga metode

penyelesaian ini tidak mampu menyelesaikan pertentangan tersebut maka eksistensi

teori naskh dalam metodologi hukum Islam akan tetap bertahan. Namun, jika ketiga

55Ahmad Baidowi, Op.Cit., 71 56Firdaus, Ushul Fiqih: Metode Mengkaji Dan Memahami Hukum Islam Secara Komprehensif (Jakarta: Zikrul Hakim, 2004), 194

Page 71: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

teori ini mampu menyelesaikan seluruh pertentangan antar dalil hukum maka

eksistensi teori naskh dalam ushul fiqih perlu dipertanyakan. Namun dalam

kenyataannya, diantara dua kemungkinan ini, yang pertamalah yang benar-benar

terjadi. Yaitu, dalam pandangan ulama ushul, tidak semua pertentangan yang terjadi

dalam dalil-dalil hukum dapat dikompromikan sehingga teori naskh menjadi urgen

dalam kajian ushul fiqih.

Satu dalil dikatakan nasikh dan yang lain dikatakan mansukh jika ketiga

metode diatas tidak mampu lagi untuk menyelesaikan pertentangan yang terjadi.

Bahkan bukan tidak mungkin akan muncul beragam teori baru untuk

menyelesaikan pertentangan tersebut. Dalam melihat mana ayat nasikh dan mana

ayat yang mansukh pun sebenarnya tidak ada kesepakatan diantara sesama ulama

ushul karena adanya naskh ditentukan oleh faktor lain lagi yaitu kemampuan

intelektual seorang ulama dalam mengkompromikan dalil hukum yang bertentangan

tersebut. Itulah sebabnya terkadang ada dalil yang dianggap mansukh oleh seorang

ulama sedang menurut ulama lain tidak karena ia masih melihat adanya peluang

untuk mengkompromikannya. Oleh karena itu sering terjadi, ayat-ayat yang oleh

sebagian ulama dianggap bertentangan, tidak dianggap bertentangan oleh ulama yang

lain karena mereka telah mampu mengkompromikannya.57

A. Penggolongan ulama yang memaknai naskh sebagai izalah dan ulama

yang memaknai naskh sebagai tahwil atau naql.

Bersebab kata naskh itu digunakan untuk menunjuk setidaknya pada empat

makna, maka para ulama ushul berbeda pendapat tentang dimana diantara empat

makna itu yang bermakna hakiki dan mana yang bermakna majazi. Qadhi Abu Bakar

57Ahmad Baidowi, Op.Cit., 77

Page 72: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

dan pengikutnya seperti Al-Ghazali dan lainnya berpendapat bahwa kata nasakh itu

“musytarak” (mengandung arti ganda) antara memindahkan dan menghilangkan.58

Abu Husein Al-Bashri dan ulama lainnya berpendapat bahwa kata nasakh

secara hakiki berarti menghilangkan, sedangkan pemakaiannya untuk maksud lain

adalah secara majazi (arti kiasan).59

Al-Qaffal (bermazhab Syafi’iyyah) berpendapat bahwa nasakh digunakan

secara hakiki untuk “memindahkan” atau “mengalihkan”.60

Al-Sarakhsi dari ulama Hanafiyah berpendapat bahwa kata nasakh dalam arti

“menyalin” atau “memindahkan”, “meniadakan” atau “membatalkan” bukan dalam

arti hakiki, tetapi hanya majazi. Dalam kalimat “menasakhkan buku” tidak mungkin

dalam arti “memindahkan”, karena sesudah dinasakhkan ternyata buku itu masih

tetap di tempat semula; yang terjadi hanyalah membuat hal yang sama di tempat lain.

Menasakhkan hukum juga tidak berarti “meniadakan”, karena hukum semula masih

tetap ada; yang berlaku hanyalah mensyari’atkan hukum yang semisal dengan hukum

itu untuk masa mendatang.61 Sekarang mari kita lihat apa saja yang menjadi

implikasi hukum dari pandangan-pandangan ini. Antara ulama yang memilih makna

naskh sebagai izalah yang diwakili oleh Abu Husein Al-Bashri sebagai makna hakiki

dan ulama yang memilih makna naskh sebagai memindahkan atau mengalihkan yang

diwakili oleh Al-Qaffal (bermazhab Syafi’iyyah) sebagai makna hakiki sedang

penggunaan lainnya selain makna ini adalah makna majazi. Sekarang mari kita uji

apa saja yang menjadi implikasi hukum dalam pemilihan kata ini. Melihat akibat-

58Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1997), 211 59Ibid 60Ibid 61Ibid

Page 73: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

akibat hukum yang ditimbulkannya dan menggambarkannya secara jelas.

B. Naskh sebagai izalah, raf'un atau ibthalul ahkam

Jika naskh diartikan sebagai sebuah pencabutan dan penghapusan sebuah

dalil hukum (naskh sebagai izalah) yang tidak mungkin dapat lagi dioperasionalkan

seperi yang dikembangkan oleh para ulama ushul maka teori naskh yang berciri

seperti ini tidak relevan dalam upaya pembaharuan dan reaktualisasi hukum Islam.

Alasannya ialah pendapat ulama ushul dengan kategori pertama ini (naskh sebagai

izalah) sebenarnya bertentangan dengan teori ushul fiqih yang lain yaitu teori tadrij

dalam penetapan hukum. Teori tadrij-seperti yang kita pahami-menghendaki hukum

itu dilaksanakan secara bertahap dan sesuai dengan kemampuan si penerima pesan

hukum atau orang yang diberi beban hukum (mukallaf).

Adanya prinsip tadrij ini meniscayakan diturunkannya wahyu sesuai dengan

kondisi si mukallaf sebagai penerima pesan-pesan firman Tuhan. Kondisi mukallaf

yang terus berkembang dan berubah meniscayakan pula adanya perubahan dalil-dalil

hukum. Perubahan-perubahan pada kondisi si mukallaf inilah yang menyebabkan

perubahan pada dalil-dalil hukum. Ada kalanya kondisi pertama yang dihadapi si

mukallaf bertolak belakang dengan kondisi kedua yang dihadapi si mukallaf sehingga

dalil pertama yang diwahyukan untuk mengatur kondisi pertama yang dihadapi si

mukallaf pun menjadi bertentangan dengan dalil kedua yang diwahyukan untuk

mengatur kondisi kedua yang dihadapi si mukallaf. Para ulama ushul-yang hidup

rata-rata jauh setelah masa kenabian dan pewahyuan-kemudian memahami hal ini

sebagai sebuah pertentangan antar dalil hukum bukan sebagai sebuah proses

penetapan hukum. Hal ini setidaknya disebabkan oleh dua hal berikut. Pertama, cara

penerimaan Al-Qur'an dan Sunnah. Para ulama ushul dan juga semua umat muslim

Page 74: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

yang hidup setelah masa sahabat-menerima kehadiran Al-Qur’an dan Sunnah bukan

sebagai sebuah proses pewahyuan tapi sebagai sebuah teks suci yang terkodifikasi

dalam sebuah mushaf. Ini tentu saja berbeda dengan para sahabat yang menerima

kehadiran Al-Qur’an dan Sunnah pada masa kenabian bukan sebagai teks yang

diturunkan dari langit yang terkodifikasi dalam sebuah mushaf namun sebagai

sebuah proses panjang pewahyuan yang memakan waktu sampai 22 tahun. Inilah

sebabnya teori naskh itu baru muncul setelah masa sahabat. Dalam arti mereka dapat

mengikuti tahapan-tahapan pewahyuan. Bedanya dengan umat Islam yang hidup

setelah mereka, kita hari ini menerima Al-Qur’an dan Sunnah bukan sebagai sebuah

proses dan pentahapan namun sebagai sebuah teks yang telah lengkap dan

terkodifikasi dalam sebuah mushaf. Allah Swt berfirman dalam surat Al-Furqan ayat

32 berikut;

tΑ$ s% uρ tÏ% ©!$# (#ρã�x# x. Ÿω öθ s9 tΑÌh“ çΡ Ïµø‹n=tã ãβ#uö�à) ø9 $# \' s#÷Ηäd Zοy‰ Ïn≡ uρ 4 y7 Ï9≡x‹ Ÿ2 |MÎm7s[ãΖ Ï9 ϵ Î/ x8yŠ# xσèù ( çµ≈oΨ ù=? u‘uρ Wξ‹Ï?ö�s?

Artinya: Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al-Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?". Demikianlah supaya kami perkuat hatimu dengannya dan kami membacanya secara tartil (teratur dan benar).

Ayat ini menjelaskan tentang alasan mengapa Al-Qur’an itu diturunkan

secara bertahap dan sekaligus sebagai sebuah penolakan atas keinginan orang-orang

Yahudi agar kitab suci ini diturunkan secara keseluruhan sekaligus. Ayat ini hanya

dapat dipahami dengan benar oleh umat Islam yang hidup di zaman sekarang jika ia

menyeting pikirannya untuk kembali ke masa pewahyuan bukan memahaminiya

dengan konteks di zaman dimana ia hidup. Jika tidak, pernyataan Al-Qur'an ini tidak

bisa dianggap benar sebab bagaimanapun alasannya setiap bayi muslim yang lahir

Page 75: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

ke dunia ini atau seorang muallaf yang baru memeluk Islam menerima kehadiran Al-

Qur’an bukan sebagai proses pewahyuan yang diturunkan secara tartil tetapi dalam

bentuk mushaf yang terkodifikasi dalam satu kitab yang diterima secara jumlatan

wahidatan (satu kesatuan utuh yang diterima sekaligus). Umat Islam yang hidup di

luar masa pewahyuan menerima kehadiran Al-Qur’an bukan sebagai sebuah proses

tapi sebagai sebuah kitab yang telah lengkap dan tekodifikasi dalam satu kesatuan

mushaf.

Karena para ulama ushul sebagian besarnya juga hidup diluar masa

pewahyuan maka mereka juga memahami Al-Qur’an dan juga sunnah Nabi Saw

dengan kerangka berpikir seperti ini. Al-Qur’an mereka pahami sebagai sebuah teks

bukan sebagi sebuah proses. Bertolak dari kerangka berpikir seperti inilah maka dua

dalil hukum yang berbeda yang pada mulanya disebabkan oleh perbedaan kondisi si

mukallaf yang mengakibatkan adanya dua dalil hukum yang berbeda pula, karena

memang dimaksudkan untuk mengatur kondisi umat yang berbeda, oleh para ulama

ushul kemudian dipahami sebagai sebuah pertentangan antar dalil yang dicoba

diselesaikan dengan mengikuti metode-metode penyelesaian yang tidak dapat lepas

dari metode berpikir yang lekat dengan kajian teks. Karena teks itu adalah bahasa

maka metode penggalian hukum (istinbath hukum), metode pemahaman terhadap Al-

Qur’an, metode penyelesaian pertentangan antar dalil hukum yang dikembangkan

oleh para ulama ushul juga akhirnya lekat dengan kajian kebahasaan yang berkisar

pada permasalahan bahasa dalam teks. Hiduplah kajian-kajian tekstualis di sepanjang

sejarah pengembangan hukum Islam. Dan khusus untuk bab ta'arudh al-adillah

berkembanglah teori taqyidul mutlaq, takhshisul 'am bil khas, tabyinul mujmal yang

Page 76: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

berdiri diatas kajian kebahasaan untuk menyelesaikan pertentangan antar dalil

hukum.

Sunnah juga mengalami hal yang sama. Setelah sunnah terkodifikasi dalam

bentuk kitab-kitab maka permasalahan kajian hukum Islam kemudian berkisar di

tema-tema tekstual yang lekat dengan kajian kebahasaan. Untuk nasikh mansuk,

sebuah teori yang dikembangkan khusus untuk menyelesaikan pertentangan antar

dalil hukum, juga merupakan metode penyelesaian yang tekstualis yang lekat dengan

kajian teks.

Para ulama ushul mengatakan ayat ini menasakh ayat yang lain. Maksudnya

ayat ini telah menghapus ayat yang lain. Sekalipun para ulama ushul juga

berpendapat tidak selamanya naskh itu berarti penghapusan teks sama sekali namun

adakalanya naskh itu hanya berarti penghapusan ketentuan hukumnya saja sedang

teksnya sendiri masih bisa dibaca sampai sekarang namun bukan berarti ini bisa

lepas dari kajian teks. Pendapat ulama ushul yang mengatakan adakalanya naskh itu

berarti penghapusan tilawah Al-Qur'an sebenarnya dapat menimbulkan permasalahan

yang serius bagi Al-Qur’an. Seperti misalnya contoh berikut;

حدثين مالك عن حيىي بن سعيد عن سعيد بن املسيب أنه مسعه يقول ملا صدر

عمر بن اخلطاب من مىن أناخ باألبطح مث كوم كومة بصحاء مث طرح عليها

رداءه واستلقى مث مد يديه اىل السماء فقال اللهم كربت سين وضعفت قويت

دم املدينة فخطب الناس وانتشرت رعييت فاقبضين إليك غري مضيع وال مفرط مث ق

فقال أيها الناس قد سنت لكم السنن وفرضت لكم الفرائض وتركتم على

الواضحة إال أن تضلوا بالناس ميينا ومشاال وضرب بإحدى يديه على األخرى مث

قال إياكم أن لكوا عن آية الرجم أن يقول قائل ال جند حدين ىف كتاب اهللا

Page 77: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

ه وسلم ورمجنا والذي نفسي بيده لوال أن فقد رجم رسول اهللا صلى اهللا علي

يقول الناس زاد عمر بن اخلطاب ىف كتاب اهللا تعاىل لكتبتها الشيخ والشيخة

٦٢فارمجومها ألبتة فإنا قد قرأناها

Dengan bersandar pada hadits, ulama ushul mengatakan adakalanya teks

(tilawah) Al-Qur’an itu sendiri telah dihapus sehingga tidak lagi menjadi bagian dari

Al-Qur’an. Permasalahannya adalah bila memang dahulu kalimat "asy-syaikhu was-

syaikhatu idza zanaya farjumuhuma al-battata nakalam minallahi" ini adalah bagian

dari Al-Qur’an mengapa dalam mushaf yang kita terima sekarang ini tidak

diketemukan lagi. Para ulama ushul mengatakan telah terjadi naskh antar dalil

hukum dan juga naskh antar teks Al-Qur’an. Namun jawaban yang seperti ini

sebenarnya kurang memuaskan akal. Sebab jika memang dahulunya kalimat diatas

adalah bagian dari Al-Qur’an dan sekarang tidak lagi maka ini berarti Al-Qur’an

yang kita baca hari ini tidaklah lengkap, dan sama persis seperti Al-Qur’an yang

diwahyukan pada Nabi Saw. Jika pendapat ulama ushul ini diikuti, maka

kesimpulannya ialah ternyata tidak semua ayat Al-Qur’an yang diwahyukan kepada

Nabi Saw tertulis dalam mushaf dan sampai kepada umat Islam hari ini. Ada ayat Al-

Qur’an yang tidak kita ketahui. Al-Qur’an di zaman Nabi Muhammad Saw berbeda

dengan Al-Qur’an kita sekarang karena bahkan bukan tidak mungkin banyak ayat-

ayat Al-Qur'an yang dianggap mansukh kemudian tidak dicantumkan di dalam

mushaf. Ini tentu saja tidak bisa dibenarkan oleh akal karena mustahil menurut

standar keimanan yang paling rendah sekalipun Al-Qur’an yang kita baca hari ini

62Malik bin Anas, Al-Muwattha' Imam Malik (Pustaka Azzam: Jakarta, 2007), 368

Page 78: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

tidak lengkap. Perhatikanlah definisi Al-Qur'an seperti yang diberikan oleh Abdul

Wahab Khalaf berikut;63

القرآن هو كالم اهللا الذي نزل به الروح األمني على قلب رسول اهللا حممد ابن

عبد اهللا بألفاظه العربية ومعانيه احلقة ليكون حجة للرسول على أنه رسول اهللا

ودستورا للناس يهتدون داه وقربة يتعبدون بتالوته وهو املدون بني دفيت

ة الناس املنقول الينا بالتواتر كتابة املصحف املبدوء بسورة الفاحتة املختوم بسور

مشافحة جيال عن جيل حمفوظا من أي تغيري أو تبديل

Jika teori naskh diatas diterima, yang mengatakan bahwa telah terjadi naskh

telah terjadi dalam tilawah Al-Qur'an, maka Al-Qur'an seperti yang didefinisikan

Abdul Wahab Khalaf ini tidak akan terpenuhi karena telah terjadi perubahan

(taghyir) atau penggantian (tabdil) dalam Al-Qur'an.

Peneliti berpendapat bahwa kalimat "asy-syaikhu was-syaikhatu idza zanaya

farjumuhuma al-battata nakalam minallahi" diatas sejak mulanya bukan bagian dari

Al-Qur'an yang diwahyukan pada Nabi Muhammad Saw, namun merupakan wahyu

Allah Swt yang tertulis di dalam kitab Taurat dan ketetapan hukumnya masih berlaku

sampai pada masa Nabi Saw, sahabat dan tabi'in. Hanya saja, sekalipun kalimat

diatas hanya tertulis di dalam kitab Taurat, para sahabat dan juga Nabi Saw masih

mengakuinya sebagai firman Allah Swt. Peneliti bersandar pada keterangan berikut

yang juga diriwayatkan Imam Malik dalam kitab Muwattha' dalam bab yang sama.

اهللا بن عمر أنه قال جاءت اليهود إىل رسول اهللا حدثنا مالك عن نافع عن عبد

صلى اهللا عليه وسلم فذكروا له أن رجال منهم وامرأة زنيا فقال هلم رسول اهللا

63Abdul Wahab Khalaf, Op.Cit., 23

Page 79: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

صلى اهللا عليه وسلم ما جتدون ىف التوراة ىف شأن الرجم فقالوا نفضحهم

ها وجيلدون فقال عبد اهللا بن سالم كذبتم إن فيها الرجم فأتوا بالتوراة فنشرو

فوضع أحدهم يده على آية الرجم مث قرأ ما قبلها وما بعدها فقال له عبد اهللا بن

سالم ارفع بدك فرفع يده فإذا فيها آية الرجم فقالوا صدق يا حممد فيها آية

الرجم فأمر ما رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم فرمجا فقال عبد اهللا بن عمر

حلجارة قال مالك يعين حيين يكب عليها فرأيت الرجل حيين على املرأة يقيها ا

٦٤حىت تقع احلجارة عليه

Dalam hadits ini disebutkan perbuatan orang-orang Yahudi yang mencoba

menutup-nutupi adanya ayat rajam dalam Taurat. Mereka berusaha menyembunyikan

ayat rajam tersebut dengan mengubah ketentuan hukum yang mengatur hukuman

bagi pezina. Sebelum adanya kitab Al-Qur'an ayat rajam telah tertulis dalam kitab

Taurat. Nabi Saw kemudian memerintahkan umatnya untuk melaksanakan ketentuan

ayat rajam dalam kitab Taurat tersebut. Besar kemungkinan ayat yang mereka tutupi

itu-seperti yang tergambar dalam catatan historis diatas- adalah ayat yang berbunyi

"asy-syaikhu was-syaikhatu idza zanaya farjumuhuma al-battata nakalam minallahi"

yang disebut sebagai ayat rajam bukan tertulis dalam Al-Qur'an tapi tertulis dalam

kitab Taurat. Namun Nabi Saw dan para sahabat masih menganggapnya sebagai ayat

yang bersumber dari Allah Swt yang masih berlaku ketentuan hukumnya oleh karena

itulah mereka masih mempraktekkannya.

Karena memahami Al-Qur'an bukan sebagai sebuah proses tetapi sebagai

sebuah teks yang utuh dalam satu kodifikasi maka jika terjadi dua dalil yang

bertentangan digunakanlah metode penyelesaian yang juga dekat dengan kajian- 64Malik bin Anas, Op.Cit., 359

Page 80: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

kajian teks seperti takhsis, mujmal, muthlaq, muqayyad, yang jika metode-metode ini

tidak sanggup lagi menyelesaikan pertentangan antar dalil hukum maka

digunakanlah teori naskh sebagai alternatif terakhir dimana ayat yang pertama turun

dianggap telah dihapus oleh ayat yang terkemudian.

Dsinilah letak pertentangan antara teori naskh dan teori tadrij. Jika naskh

diartikan sebagai sebuah pengguguran, pencabutan atau peniadaan hukum maka

hikmah dibalik diturunkannya ayat-ayat hukum secara bertahap yang sering

diutarakan oleh para ulama hanya dapat dirasakan oleh para sahabat terdahulu yang

menerima Al-Qur’an secara bertahap sehingga mereka mengikuti proses pentahapan

tersebut. Dan ini lagi-lagi berbeda dengan umat Islam sekarang yang menerima Al-

Qur’an bukan melalui sebuah proses tapi sebagai sebuah teks yang telah terkodifikasi

dalam satu mushaf. Alasannya ialah karena dengan adanya teori naskh ini ayat

hukum yang dianggap berlaku ketetapan hukumnya, jika terjadi pertentangan antar

dalil hukum, adalah ayat yang terakhir masa pewahyuannya sedang teori tadrij

menghendaki adanya tahapan-tahapan dalam penetapan hukum dari hal yang paling

sederhana ke hal yang paling kompleks. Teori naskh telah memotong rangkaian

tahapan penetapan hukum ini karena yang dianggap berlaku hanyalah ayat-ayat

terakhir atau ayat-ayat final keislaman.

Sebabnya, dengan teori nasakh ini, dalil hukum yang dipakai adalah dalil

hukum yang paling akhir masa pewahyuannya dengan mengabaikan realitas orang

yang diberi beban hukum mukallaf. Dengan teori naskh manusia dibuat sama rata

tanpa memperhatikan tingkat keragaman keberagamaan masyarakat.

Sejak munculnya teori naskh yang bermakna izalah ini, tadrij dalam

penetapan hukum Islam seakan tinggal sejarah dalam tarikh hukum Islam sebab

Page 81: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

proses panjang penetapan satu hukum telah dipotong oleh teori naskh dengan

menganggap ayat yang berlaku hanyalah ayat-ayat hukum yang terakhir di turunkan.

Hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara bertahap tidak dapat dirasakan oleh umat

Islam yang hidup sekarang karena dengan diperkenalkannya teori naskh dengan

makna izalah menyebabkan umat hanya disuguhi ayat-ayat yang terakhir diturunkan.

Mengabaikan proses panjang penetapan hukum ini telah menyebabkan

hukum Islam sulit berinteraksi atau berdialektika dengan tingkat keberagamaan umat

yang cukup beragam. Padahal adanya nasikh mansukh itu sendiri menjadi bukti

bahwa hukum Islam itu pada masa pewahyuan selalu berdialektika dengan

masyarakat penerima pesan-pesan wahyu.

Sekarang, mari kita analisis kembali contoh-contoh ayat nasikh mansukh

yang paling sering diutarakan oleh para ulama ushul dengan paradigma diatas yaitu

tentang proses panjang penetapan hukum keharaman khamr. Ada tiga ayat yang

menggambarkan proses pentahapan penetapan hukum haramnya khamr yang dengan

teori naskh yang diartikan ulama sebagai izalah, ibthal atau raf’un maka ayat yang

terakhir turun sajalah yang dianggap masih berlaku ketetapan hukumnya. Yang

tersaji berikut ini merupakan kutipan ayat nasikh mansukh yang termasuk paling

sering diajukan oleh ulama ushul karena mereka beranggapan pertentangan dalil

dalam ketiga ayat ini tidak mungkin dapat dikompromikan. Ayat-ayat itu ialah

sebagai berikut;

Page 82: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

y7 tΡθ è=t↔ ó¡ o„ Ç∅ tã Ì�ôϑ y‚ø9 $# Î�Å£÷� yϑ ø9 $#uρ ( ö≅ è% !$ yϑ ÎγŠ Ïù ÖΝøO Î) ×��Î7Ÿ2 ßì Ï#≈oΨ tΒ uρ Ĩ$ ¨Ζ=Ï9 !$ yϑ ßγßϑ øO Î)uρ

ç�t9ò2 r& ÏΒ $yϑ Îγ Ïèø# ‾Ρ 3 š� tΡθ è=t↔ ó¡ o„uρ #sŒ$tΒ tβθà) Ï#ΖムÈ≅è% uθ ø#yèø9 $# 3 š�Ï9≡ x‹ x. ß Îit7ムª! $# ãΝä3s9

ÏM≈tƒ Fψ $# öΝà6‾=yè s9 tβρã�©3x# tF s?

Artinya: "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir."

$ pκš‰r' ‾≈tƒ tÏ%©!$# (#θãΨ tΒ#u Ÿω (#θç/ t�ø) s? nο4θ n=¢Á9$# óΟçFΡ r& uρ 3“t�≈s3 ß™ 4®L ym (#θ ßϑn= ÷ès? $tΒ tβθ ä9θ à)s? Ÿω uρ $ �7 ãΨã_

āω Î) “ Ì�Î/$ tã @≅‹Î6 y™ 4®L ym (#θ è=Å¡ tFøó s? 4 β Î)uρ Λ äΨ ä. #yÌ ó÷£∆ ÷ρr& 4’ n? tã @�x# y™ ÷ρr& u !$ y_ Ó‰tn r& Νä3Ψ ÏiΒ zÏiΒ ÅÝÍ←!$ tó ø9 $# ÷ρr& ãΛ ä ó¡ yϑ≈ s9 u !$ |¡ÏiΨ9 $# öΝn=sù (#ρ߉ Åg rB [ !$ tΒ (#θ ßϑ £ϑ u‹tF sù #Y‰‹Ïè |¹ $Y7 ÍhŠ sÛ (#θßs |¡øΒ $$sù öΝä3 Ïδθ ã_âθ Î/

öΝä3ƒÏ‰ ÷ƒ r& uρ 3 ¨β Î) ©!$# tβ% x. #‚θ à# tã # �‘θà# xî

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun."

$ pκš‰r' ‾≈tƒ tÏ% ©!$# (#þθãΨ tΒ#u $yϑ ‾Ρ Î) ã�ôϑ sƒ ø: $# ç� Å£øŠyϑ ø9 $#uρ Ü>$ |ÁΡ F{$#uρ ãΝ≈ s9 ø—F{$#uρ Ó§ô_Í‘ ôÏiΒ È≅ yϑ tã

Ç≈sÜø‹¤±9 $# çνθç7 Ï⊥tG ô_$$ sù öΝä3 ª= yès9 tβθ ßsÎ=ø#è?

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan".

Page 83: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

Teori naskh yang dimaknai ulama ushul sebagai izalah, ibthal atau raf’un

menyebutkan ayat terakhir diatas sajalah yang dianggap masih berlaku ketetapan

hukumnya sedang dua ayat sebelumnya dianggap mansukh oleh ayat yang terakhir.

Sebabnya ialah karena para ulama ushul melihat bahwa antara satu ayat dengan ayat

yang lain diatas tidak mungkin lagi dapat dikompromikan dengan cara apapun.

Mereka berpendapat demikian karena mereka memahami keseluruhan ayat diatas

bukan sebagai sebuah proses penetapan atau tadrij hukum yang berinteraksi dengan

tingkat keberagamaan umat yang beragam yang membutuhkan dalil-dalil hukum

yang berbeda pula tapi sebagai sebuah pertentangan antar dalil hukum dalam teks-

teks suci keagamaan yang terpisah dari sejarah penurunan teks yang panjang.

Pendapat para ulama ushul ini dapat dipahami karena memang antara satu ayat

dengan ayat yang lain dalam ayat diatas tidak mungkin lagi dapat dikompromikan

jika hanya dipahami dengan metode tekstualis. Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 219

diatas dapat dipahami sebagai dalil yang justru membolehkan meminum khamr

karena memang di dalam ayat tersebut tidak ada larangan untuk meminumnya,

bahkan yang ada adalah penjelasan bahwa dalam khamr itu terdapat sebagian

manfaat bagi manusia dan sebagian zatnya yang lain dapat menjadi mudharat.

Sedang kandungan Al-Qur'an surat Al-Maidah ayat 90 diatas justru menjadi

kebalikan dari surat Al-Baqarah ayat 219 yaitu melarang meminum khamr dengan

larangan yang jelas dan tegas bahwa umat muslim diharamkan meminum khamar.

Padahal dalil-dalil diatas sama-sama berbicara tentang status minuman khamr.

Karena saling bertentangan dan tidak mungkin lagi dapat dikompromikan karena Al-

Qur'an surat Al-Baqarah ayat 219 terkesan tidak melarang umat Islam untuk

meminum khamr sedang surat Al-Maidah ayat 90 terakhir melarang dengan tegas

Page 84: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

meminum khamr maka para ulama ushul menetapkan telah terjadi fenomena naskh

dalam ayat-ayat ini. Para ulama ushul kemudian menetapkan bahwa surat Al-

Baqarah ayat 219 dan surat An-Nisa' ayat 43 diatas telah dinasakh oleh surat Al-

Maidah ayat 90 walaupun redaksi ayatnya masih dapat dibaca sampai hari ini. Dalam

pandangan ulama ushul, surat Al-Baqarah ayat 219 dan surat An-Nisa' ayat 43 diatas

dianggap sebagai ayat mansukh oleh surat Al-Maidah ayat 90.

Bukankah ini sama saja dengan memotong proses panjang penetapan hukum

keharaman khamr?. Sesungguhnya, ayat-ayat diatas bila ditinjau dari sisi teori tadrij

dalam ushul fiqh tidak memiliki pertentangan. Keseluruhan ayat diatas sangat tepat

dioperasionalkan pada zaman sekarang karena beragamnya tingkat keberagamaan

umat muslim. Bagi seseorang yang baru mengenal Islam yang sebelumnya

mempunyai kebisaaan "mabuk-mabukan" tentu lebih baik bagi seorang mujtahid

untuk mempergunakan ayat pertama diatas. Setelah melalui proses pembinaan

keimanan dan keimanannya semakin bertambah barulah beranjak ke ayat kedua,

begitulah seterusnya sampai pada ayat terakhir yang melarang meminum khamr

dengan tegas. Dalam ayat diatas yang menjadi pegangan ialah ayat yang

mengharamkan khamr secara tegas namun untuk mencapai ayat ini harus melalui

proses dan tahapan panjang penetapan hukum haram tersebut bukan malah

menganggap surat Al-Baqarah ayat 219 dan surat An-Nisa' ayat 43 diatas dinasakh

oleh surat Al-Maidah ayat 90.

Bila kerangka berpikir yang seperti ini diterapkan dalam memahami ayat

diatas maka tidak ada nasikh mansukh dalam ketiga ayat diatas karena semuanya

berfungsi menurut kondisinya masing-masing. Seorang mujtahid harus memiliki

kemampuan untuk meletakkan satu dalil di konteks yang benar. Mujtahid yang

Page 85: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

mengerti benar dalam penempatan dalil hukum tidak mungkin akan memberikan

jawaban yang sama pada "Pemabuk berat" yang buta akan hukum-hukum syari'at

yang bertanya tentang hukum khamr dan seorang "Kiyai" di pesantren yang juga

bertanya tentang hukum khamr. Jika dia memberikan jawaban yang sama maka dapat

dipastikan dia tidak mengerti proses tadrij penetapan hukum. Dan ia salah dalam

memahami dalil-dalil hukum. Kerangka berpikir yang seperti ini dalam memahami

dalil-dalil hukum sesuai dengan apa yang telah dilakukan Rasulullah Saw pada

sahabat dahulu yang tergambar cukup jelas dalam kutipan berikut;

"Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika Rasulullah Saw datang ke

Madinah didapatinya kaumnya suka minum arak dan makan hasil judi. Mereka

bertanya kepada Rasulullah Saw tentang hal itu. Maka turunlah ayat "yas alunaka

anil khamri wal maisiri qul fi hima itsmun kabirun wa manafi'u linnasi" sampai akhir

ayat. Mereka berkata: "Tidak diharamkan kepada kita minum arak hanyalah dosa

besar. Dan mereka terus minum arak. Pada suatu hari ada seorang dari kaum

muhajirin menjadi imam bagi para sahabat pada waktu shalat Maghrib. Bacaannya

salah (karena mabuk). Maka Allah menurunkan ayat yang lebih keras daripada ayat

yang tadi, yaitu ayat "ya ayyuhalladzina amanu la taqrabus shalata wa antum sukara

hatta ta'lamu ma taqulun".

Kemudian turun ayat yang lebih keras lagi yaitu yang memberikan kepastian

akan haramnya. Sehingga mereka berkata: "Cukuplah, kami akan berhenti".65

65Jalaluddin As-Suyuti, Lubabun Nuqul Fi Asbabin Nuzul (tt: tp, t.thn) diterjemahkan oleh Qamaruddin Shaleh, HAA. Dahlan dan M.D. Dahlan dengan judul Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur'an (Bandung: CV. Diponegoro, 1992), 196

Page 86: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

Ketiga dalil yang mengatur pengharaman khamar diatas seharusnya juga

dipahami dalam konteks turunnya ayat seperti yang tergambar dalam catatan historis

pewahyuan ayat diatas.

Kesalahan kerangka berpikir dalam memahami dalil-dalil hukum juga terjadi

dalam memahami fenomena pertentangan dalil hukum tentang hubungan muslim

dengan non muslim yang satu menyuruh untuk saling memaafkan dan berdamai

dengan non muslim dan ayat lain yang menyuruh umat Islam untuk memerangi

orang-orang non muslim. Ulama ushul yang mengartikan naskh sebagai izalah,

raf'un atau ibthal berpendapat bahwa ayat-ayat yang menganjurkan umat Islam untuk

berdamai dan bertoleransi dengan umat non muslim semuanya telah dinasakh oleh

ayat-ayat yang meyuruh umat Islam untuk memerangi non muslim di setiap waktu

dan tempat (ayat pedang). Bahkan ayat-ayat yang menjunjung tinggi prinsip

kebebasan beragama dianggap telah dinasakh oleh ayat-ayat pedang. Misalnya ialah

ayat-ayat berikut;

ö/ä3s9 ö/ ä3ãΨƒ ÏŠ u’ Í<uρ ÈÏŠ Artinya: "Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku."

Iω oν#t�ø.Î) ’ Îû ÈÏe$!$# ( ‰ s% t ¨t6 ¨? ߉ô© ”�9 $# zÏΒ Äc xö ø9$# 4 yϑsù ö�à# õ3tƒ ÏNθ äó≈ ©Ü9$$ Î/ -∅ÏΒ ÷σ ãƒuρ «! $$Î/ ω s)sù

y7|¡ ôϑtG ó™$# Íοuρó� ãè ø9 $$Î/ 4’ s+ øOâθ ø9 $# Ÿω tΠ$ |ÁÏ#Ρ$# $ oλ m; 3 ª!$#uρ ìì‹Ïÿ xœ îΛ Î=tæ

Artinya: "Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui".

Page 87: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

#sŒ Î*sù y‡ n=|¡Σ $# ã�åκ ô−F{$# ãΠ ã�çt ø:$# (#θ è=çG ø%$$ sù tÏ. Î�ô³ßϑø9 $# ß] ø‹ym óΟèδθ ßϑ ›?‰ y uρ óΟèδρä‹ äz uρ

öΝèδρç�ÝÇ ôm$#uρ (#ρ߉ ãèø% $#uρ öΝßγs9 ¨≅ à2 7‰ |¹ó÷ s∆ 4 β Î* sù (#θç/$ s? (#θ ãΒ$ s%r&uρ nο 4θn= ¢Á9$# (#âθ s?#u uρ nο 4θŸ2“9$#

(#θA= y⇐sù öΝßγn=‹Î;y™ 4 ¨βÎ) ©! $# Ö‘θ à# xî ÒΟ‹Ïm §‘

Artinya: "Apabila sudah habis bulan-bulan haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".

Ayat yang berbunyi "la ikraha fiddin" diatas yang mengajarkan

ketidakbolehan adanya paksaan dalam beragama dalam pandangan ulama ushul

adalah mansukh oleh Al-Qur'an surat At-Tawbah ayat 566 yang menyuruh untuk

berperang jika orang-orang non-muslim menolak ajaran Islam. Demikian pula ayat

yang berbunyi "lakum dinukum waliyadin" dalam pandangan ulama ushul adalah

mansukh oleh "ayat pedang".67

Ulama ushul yang berpendapat bahwa ayat-ayat toleransi terhadap non

muslim telah dihapus oleh ayat-ayat pedang jelas sekali memperlihatkan bahwa

mereka yang berpendapat seperti ini hidup di masa kejayaan Islam. Pandangan ini

mendapat tempat dalam sejarah hukum Islam karena diutarakan ketika umat Islam

masih dalam posisi sebagai umat yang superior sehingga mereka dapat dengan gagah

mengatakan bahwa umat Islam harus senantiasa memerangi non muslim dimana saja

mereka ditemui.

Teori naskh inipun kemudian berimplikasi sangat luas pada pembentukan

fiqih yang terumus dalam kitab-kitab fiqih dengan selalu menempatkan posisi non

66Abu Abdullah Muhammad Bin Hazm, Op.Cit., 325 67Ibid., 396

Page 88: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

muslim di bawah muslim. Dalam kitab-kitab fiqih klasik, yang sebagian besarnya

ditulis di masa kejayaan Islam, para pengarangnya selalu mendudukkan umat non

muslim sebagai bangsa yang harus mendapat perlindungan dari umat muslim. Bila

mereka berlindung di Negara Muslim mereka diharuskan membayar jizyah. Dan

inilah yang tergambar dalam kitab-kitab fiqih klasik yang kita warisi sampai hari ini.

Pertanyaan lanjutan untuk teori naskh dalam ayat-ayat ini adalah "fiqih

apakah yang harus dipergunakan jika ternyata zaman berubah". Fiqih apa yang harus

digunakan jika kemudian muncul suatu zaman dimana umat non muslim menjadi

bangsa yang superior dan umat Islam sendiri berbalik menjadi umat yang imperoir.

Inilah yang terjadi sekarang. Kita mewarisi kitab-kitab fiqih yang mewajibkan umat

non-muslim untuk selalu patuh dan tunduk pada umat Islam, membayar jizyah pada

Negara Muslim, memerangi mereka jika memberontak, sedang zaman dimana kita

hidup menunjukkan realitas lain dimana umat Islamlah yang justru dituntut untuk

“patuh” pada umat non-muslim, membayar utang ke institusi-institusi ekonomi Barat

yang mayoritas non-muslim dan ini menjadi kebalikan dari isi kitab-kitab fiqih itu.

Dalam bahasa Noul J Coulson, dari sinilah kemudian timbul ketegangan antar teori

dan praktek dalam hukum Islam. Karena apa yang menjadi teori dalam kitab-kitab

hukum Islam itu berbanding terbalik dengan realitas umat Islam.

Dengan kondisi yang seperti ini maka metode pemahaman terhadap dalil-dalil

hukum hendaknya dipahami dalam konteks sosial yang tepat. Ayat-ayat yang

memberi toleransi terhadap non-muslim dan ayat-ayat yang menyuruh umat Islam

untuk memerangi mereka tidak perlu dipahami sebagi sebuah pertentangan antar

dalil hukum jika masing-masing dalil hukum itu diletakkan pada konteks yang tepat

dalam kondisi yang bagaimana seharusnya dalil tersebut dipergunakan.

Page 89: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

Dalam pandangan ulama ushul-seperti yang sering dikutip oleh para penulis

kitab ushul fiqih-Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 240 berikut telah dihapus oleh Al-

Qur'an surat Al-Baqarah ayat 234.

tÏ% ©!$#uρ šχöθ ©ùuθ tG ムöΝà6Ψ ÏΒ tβρâ‘ x‹ tƒ uρ %[`≡ uρø— r& Zπ§‹Ï¹ uρ ΟÎγ Å_≡ uρø— X{ $�è≈tGΒ ’ n<Î) ÉΑ öθ y⇔ø9 $# u�ö�xî 8l#t�÷zÎ) 4 ÷βÎ* sù zô_t� yz Ÿξsù yy$oΨã_ öΝà6 ø‹n=tæ ’ Îû $ tΒ š∅ ù=yè sù þ’ Îû �∅ÎγÅ¡ à#Ρr& ÏΒ 7∃ρã�÷èΒ 3 ª!$#uρ ͕ tã ×ΛÅ6ym

Artinya: "Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya). akan tetapi jika mereka pindah (sendiri), maka tidak ada dosa bagimu (wali atau waris dari yang meninggal) membiarkan mereka berbuat yang ma'ruf terhadap diri mereka. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana".

Ayat ini dalam pandangan ulama ushul telah dinasakh oleh Al-Qur'an surat

Al-Baqarah ayat 234 berikut;

tÏ% ©!$#uρ tβ öθ ©ùuθ tF ムöΝä3ΖÏΒ tβρ â‘x‹ tƒ uρ %[`≡uρø— r& zóÁ−/ u�tIƒ £ÎγÅ¡ à#Ρr' Î/ sπ yè t/ö‘r& 9�åκ ô−r& #Z�ô³tã uρ ( #sŒ Î* sù

zøó n=t/ £ßγ n=y_r& Ÿξsù yy$oΨ ã_ ö/ ä3øŠ n=tæ $yϑŠ Ïù zù=yè sù þ’ Îû £Îγ Å¡ à#Ρr& Å∃ρâ÷÷êyϑ ø9$$ Î/ 3 ª! $#uρ $ yϑ Î/ tβθ è=yϑ ÷è s?

×��Î6yz Artinya: "Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan

isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis masa 'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat".

Menurut pendapat kami, sebenarnya dalam ayat tersebut tidak terjadi naskh,

karena kedua ayat tersebut masih dapat dikompromikan. Yaitu; bahwa Al-Qur'an

surat Al-Baqarah ayat 234 menunjukkan atas kewajiban para isteri yang ditinggal

Page 90: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

mati suaminya, untuk menjalankan 'iddah selama empat bulan sepuluh hari. Sedang

Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 240, menunjukkan atas hak para isteri tersebut

untuk menempati rumah suaminya yang telah meninggal, selama setahun. Sehingga

para ahli waris dari suami tersebut tidak boleh mengusir sang isteri dari rumah suami

selama satu tahun. Akan tetapi jika sang isteri sendiri yang ingin berpindah dari

rumah suami, maka para ahli waris yang tidak tertimpa dosa.68

Jika demikian, apakah teori naskh akan kehilangan relevansi dalam wacana

pembaharuan hukum Islam?. Relefan atau tidaknya teori naskh ini diukur dari sejauh

mana teori ini mampu memberikan landasan yang tepat bagi kemaslahatan umat,

ruang gerak yang luas bagi pengembangan hukum, transformasi hukum dan

pembinaan masyarakat ke arah sistem sosial yang lebih baik dan Islami.

C. Naskh sebagi tahwil, tabdil atau naql.

Berbeda dengan pengertian naskh yang diberikan oleh ulama ushul yang

mengidentikkan naskh sebagai izalah, ibthal atau raf'un hukum, Imam As-syaf'i

memberikan definisi naskh yang lebih dekat ke makna naskh sebagai pengalihan

(tahwil) atau perpindahan (naql) dari satu hal ke hal lain. Imam As-Syafi'i lebih

memilih lafadz taraka dari pada izalatul ahkam Perpindahan dari satu dalil hukum ke

dalil hukum yang lain akibat adanya perbedaan tuntutan kemashlahatan dan

perbedaaan kondisi yang melingkupi si mukallaf sebagai orang yang diberi beban

hukum memiliki dasar yang cukup di dalam nash. Seperti dalam firman Allah dalam

surat Al-Maidah ayat 6 berikut;

68Muhamad Abu Zahrah, Ushul Fiqih (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), 297-298

Page 91: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

$ pκš‰r' ‾≈tƒ šÏ%©!$# (#þθ ãΨtΒ#u #sŒ Î) óΟçF ôϑè% ’ n<Î) Íο 4θn= ¢Á9$# (#θ è=Å¡ øî $$sù öΝä3yδθã_ãρ öΝä3tƒ ω ÷ƒr& uρ ’ n<Î) È, Ïù#t�yϑ ø9 $#

(#θ ßs|¡øΒ $#uρ öΝä3 Å™ρâ ã�Î/ öΝà6 n=ã_ö‘r& uρ ’ n<Î) È÷t6÷è s3 ø9 $# 4 βÎ)uρ öΝçGΖä. $Y6 ãΖã_ (#ρã�£γ©Û $$ sù 4 β Î)uρ ΝçGΨ ä.

# yÌó÷ £∆ ÷ρr& 4’n? tã @�x# y™ ÷ρr& u !%y Ó‰ tnr& Νä3Ψ ÏiΒ zÏiΒ ÅÝÍ←!$ tó ø9 $# ÷ρr& ãΜ çGó¡ yϑ≈s9 u !$|¡ ÏiΨ9 $# öΝn=sù (#ρ߉ Åg rB [ !$ tΒ

(#θßϑ £ϑ u‹tF sù #Y‰‹Ïè |¹ $ Y6 ÍhŠsÛ (#θ ßs |¡øΒ$$ sù öΝà6 Ïδθã_âθ Î/ Νä3ƒ ω÷ƒ r& uρ çµ÷Ψ ÏiΒ 4 $tΒ ß‰ƒÌ�ムª!$# Ÿ≅ yè ôf uŠ Ï9

Νà6 ø‹n=tæ ôÏiΒ 8l t�ym Å3≈ s9uρ ߉ƒÌ�ムöΝä. t�ÎdγsÜ ãŠ Ï9 §ΝÏG㊠Ï9 uρ … çµ tGyϑ ÷è ÏΡ öΝä3 ø‹n= tæ öΝà6 ‾=yè s9 šχρã�ä3ô± n@

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur".

Ayat diatas menunjukkan kebolehan bagi seseorang untuk berpindah atau

beralih dari satu dalil hukum ke dalil hukum yang lain akibat adanya perbedaan

kondisi yang melingkupi si mukallaf tanpa harus menerapkan pengertian naskh

sebagai izalah, raf'un atau ibthalul ahkam. Naskh jika dimaknai sebagi sebuah naql

atau tahwil dapat diterapkan untuk memahami dalil nash diatas. Dengan definisi ini,

yaitu naskh sebagai naql atau tahwil, memungkinkan bagi si mujtahid untuk

berpindah atau beralih dari satu dalil hukum ke dalil hukum yang lain jika ada

perbedaan kondisi yang menuntut hal itu dilakukan.

Umpamakan si A berada dalam kondisi normal maka dalil hukum yang

sesuai untuk diterapkan padanya adalah ketentuan-ketentuan kewajiban wudhu',

namun jika kondisi menjadi tidak normal karena sakit dan sebagainya maka dalil

hukum yang diterapkan padanya beralih/atau berpindah ke dalil hukum tayammum.

Page 92: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

Teori naskh jika dimaknai sebagai izalatul ahkam tentu tidak dapat berlaku dalam

contoh kasus ini. Karena izalah itu sama dengan i'dam dan i'dam itu sendiri adalah

peniadaan hukum. Namun jika teori naskh dimaknai sebagai tahwil atau naql maka

teori naskh sangat tepat jika di terapkan pada contoh kasus diatas. Perpindahan dari

satu tempat ke tempat lain yang dalam konteks tulisan ini berarti perpindahan dari

satu dalil hukum ke dalil hukum yang lain karena adanya tuntutan yang

mengharuskan hal itu dilakukan.

Memang, yang berlaku umum dikalangan ahli ushul adalah naskh sebagai

izalah bukan sebagai tahwil, tabdil atau naql. Padahal, jika dibuat satu inferensi

penggunaan istilah, akan mempunyai pengaruh yang luas dalam memahami dalil.

Naskh setidaknya mempunyai empat alternatif arti yaitu izalah, tahwil, tabdil atau

naql. Disinilah letak kekeliruan para penolak teori naskh.

Mereka yang menolak teori naskh berargumen bahwa teori naskh itulah yang

membuat hukum Islam itu kaku dan anarkis terhadap agama lain karena mengajarkan

peperangan terhadap non-muslim dengan menganggap ayat-ayat yang mengajarkan

toleransi telah dihapus oleh ayat-ayat pedang. Sebabnya ialah karena mereka tidak

membedakan naskh sebagai izalah dan naskh sebagai tahwil dan naql. Mereka

misalnya menuding, teori naskh telah membuat hukum Islam itu menjadi hukum

yang anarkis karena mengajarkan bahwa ayat-ayat yang berlaku ketetapan hukumnya

hanyalah ayat-ayat yang mengajarkan peperangan terhadap non-muslim. Ini benar

jika naskh itu diartikan sebagai izalatul ahkam yang berarti peniadaan ayat-ayat yang

menyuruh umat Islam untuk bertoleransi dengan umat non-muslim. Naskh yang

dimaknai sebagai izalah memang menutup peluang untuk memberlakukan kembali

Page 93: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

ayat-ayat yang telah dianggap naskh. Ayat yang dianggap mansukh untuk selamanya

dianggap mansukh dan untuk selamanya pula tidak berlaku lagi ketetapan hukumnya.

Namun jika pendapat para penolak teori naskh ini diikuti berarti kita harus

bersikap toleran selamanya pula pada non-muslim karena-dalam anggapan mereka-

ayat pedang tidak sesuai lagi dengan semangat pluralisme dan demokrasi modern

yang menjunjung tinggi kebebasan beragama. Masalahnya adalah bagaimana jika

umat non-muslim tersebut menyerang umat Islam, bukankah seharusnya pula umat

Islam berpindah dari dalil hukum yang mengajarkan toleransi ke dalil hukum yang

menyuruh berperang?. Adalah sangat tidak tepat misalnya bila ada seorang mujtahid

berpendapat umat Islam harus memerangi umat Kristiani padahal situasi Islam dan

Kristen pada saat itu sedang hidup rukun dan damai dalam satu daerah hanya karena

alasan "ayat-ayat toleransi telah dihapus oleh ayat-ayat pedang". Namun adalah

sangat tidak tepat pula jika ada seorang mujtahid berpendapat bahwa umat Islam

harus tetap bersikap toleran, sabar dan "tenggang rasa" padahal umat non-muslim

telah membantai umat Islam hanya karena alasan- seperti yang diungkapkan para

penolak teori naskh-yang harus kita amalkan adalah perintah dalil-dalil hukum yang

mengajarkan toleransi karena itulah yang sesuai dengan semangat kehidupan modern

karena menjunjung tinggi pluralisme".

Kedua mujtahid yang seperti dalam gambaran ini tidak piawai dalam

menggunakan dalil-dalil hukum pada konteks yang tepat. Yang harus diingat oleh

para penolak teori naskh ialah teori naskh muncul karena adanya pertentangan antar

dalil hukum. Ini tidak boleh diingkari. Dan pertentangan itu nyata terlihat dalam

dalil-dalil hukum. Oleh karena itu para ulama ushul kemudian menciptakan beragam

teori untuk menyelesaikan pertentangan tersebut. Ayat pedang secara mutlaq

Page 94: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

bertentangan dengan ayat-ayat yang mengajarkan toleransi jika dipahami menurut

teksnya dalam Al-Qur'an. Dan pertentangan itu tidak akan hilang hanya dengan cara

menolak teori naskh lalu menganggap masalahnya telah selesai. Karena bertentangan

dan tidak mungkin lagi dikompromikan maka para ulama ushul mengatakan bahwa

ayat-ayat pedang adalah nasikh terhadap ayat-ayat yang memberi toleransi bagi

mereka yang non-muslim.

Para penolak teori naskh, karena melihat ayat pedang ini telah berubah

menjadi dalil hukum yang mengajarkan anarkisme maka mereka menolak teori naskh

mentah-mentah. Mereka ini, walaupun mengklaim dirinya sebagai penolak teori

naskh namun pada hakikatnya menjadi orang yang paling keras menerapkan teori ini

karena dengan menolak teori naskh dan menganggap hanya ayat-ayat yang

menyuruh bertoleransi sajalah yang berlaku sedang ayat-ayat pedang tidak relefan

maka mereka telah melakukan penganuliran terhadap ayat-ayat pedang. Dan

bukankah penganuliran dalil hukum perang yang mereka lakukan dengan

menerapkan dalil hukum yang menyuruh umat Islam untuk bertoleransi merupakan

salah satu bentuk dari naskh dimana satu dalil menganulir atau membatalkan dalil

hukum yang lain?. Mengganti ayat-ayat pedang dengan ayat-ayat yang menyuruh

bertoleransi merupakan satu bentuk dari makna naskh yaitu naskh sebagai tabdil.

Pertentangan antar dalil hukum tidak akan selesai hanya dengan cara menolak

teori naskh. Malah, jika teori naskh itu ditolak kita tidak memiliki metode apapun

untuk menyelesaikan pertentangan tersebut dan semua dalil hukum yang

bertentangan satu sama lain akan mengambang begitu saja tanpa ada metode untuk

menyelesaikannya. Yang dibutuhkan oleh naskh ialah redefinisi terhadap teori naskh.

Setiap usaha yang dilakukan untuk menyingkirkan teori naskh dari khazanah ushul

Page 95: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

fiqih adalah sama artinya dengan membiarkan ayat-ayat yang bertentangan secara

nyata dalam teks-teks hukum tanpa metode penyelesaian. Naskh hanyalah satu teori

yang diciptakan para ulama untuk mencoba menyelesaikan pertentangan tersebut.

Yang benar adalah menerapkan dalil hukum sesuai dengan kondisi tuntutan

kemashlahatan umat. Seorang mujtahid harus mengerti kapan waktu yang tepat

menerapkan ayat pedang dan kapan saatnya menerapkan ayat yang menyuruh untuk

bertoleransi. Ini berarti menerapkan teori naskh sebagai naql (perpindahan) atau

tahwil (pengalihan) yakni berpindah atau beralih dari satu dalil hukum ke dalil

hukum yang lain jika kedua dalil hukum tersebut saling bertentangan karena adanya

perbedaan tuntutan kemashlahatan umat.

Para ulama ushul merumuskan persyaratan-persyaratan agar naskh dapat

terjadi yakni sebagai berikut;69

a) Bahwa yang dibatalkan itu merupakan sesuatu yang menerima pembatalan.

Ada sejumlah hukum yang tidak boleh dibatalkan, seperti hukum-hukum

yang terkait dengan pokok-pokok agama dan keyakinan.

b) Bahwa yang dibatalkan tersebut adalah hukum syara'.

c) Pembatalan itu datang dari khitab (tuntutan) syara'.

d) Bahwa yang membatalkan terpisah dan datang kemudian dari yang

dibatalkan. Apabila antara yang membatalkan dan dibatalkan itu berkaitan,

seperti syarat, sifat dan istisna, maka tidak dapat disebut sebagai naskh.

e) Bahwa yang membatalkan sama kuatnya atau lebih kuat dari yang dibatalkan.

f) Bahwa yang dibatalkan tidak terkait dengan waktu tertentu.

69Firdaus, Op.Cit., 208

Page 96: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

Persyaratan ini dibuat oleh ulama ushul tentu untuk mendukung naskh

sebagai izalah bukan naskh sebagai tahwil atau naql.

Disamping persyaratan-persyaratan diatas ada satu persyaratan lagi yang

tidak disebutkan oleh para ulama yaitu terpenuhinya syarat kondisi yang

memungkinkan diterapkannya satu dalil hukum yang jika syarat kondisi tersebut

tidak terpenuhi maka berpindah ke dalil lain yang mengatur hal yang sama namun

dengan petunjuk hukum yang berbeda yang sekiranya dalil yang dituju tersebut

syarat-syarat kondisi yang memungkinkan diterapkannya dalil tersebut telah

terpenuhi. Yang kami jelaskan ini juga dapat menjadi teori lain untuk menyelesaikan

pertentangan antar dalil hukum selain teori-teori lain yang telah dirumuskan oleh

para ulama ushul.

Contoh dalil lain yang sering diutarakan oleh para ulama ushul untuk

menunjukkan contoh dalil nasikh dan mansukh adalah bunyi hadits berikut yang jika

dipahami dengan kerangka berpikir seperti yang telah kami gambarkan diatas tidak

memiliki pertentangan. Hadits itu ialah hadits yang melarang dan membolehkan

ziarah kubur berikut;70

عن ابن مسعود أن رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم قال كنت يتكم عن زيارة

القبور فزوروها فإا تزهد يف الدنيا وتذكر األخرة

Hadits ini sering dikutip untuk menunjukkan adanya pertentangan antar dalil

hukum yang tidak mungkin lagi dapat dikompromikan kecuali dengan menerapkan

teori naskh yakni dengan menggugurkan salah satunya. Instrumen-instrumen lain

yang berfungsi sama sebagai alat untuk menyelesaikan pertentangan antar dalil

70Evra Willya, "Nasikh Dan Mansukh," El Qisth, 1 (September, 2005), 74.

Page 97: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

hukum seperti takhshisul am bil khas dan mutlak dan muqayyad memang tidak

mungkin lagi mampu menyelesaikan pertentangan dalam dalil hukum diatas. Dan

teori naskh yang dimaksud oleh para ulama ushul dalam memahami hadits ini

tentunya adalah naskh yang bermakna izalah bukan naskh sebagi tahwil, tabdil

apalagi naql. Jika naskh dipahami sebagai tahwil, tabdil atau naql dalam memahami

hadits diatas akan timbul pemahaman lain. Pemahaman yang timbul itu akan

tergambar seperti penjelasan berikut ini: Para ulama ushul menyebutkan bahwa

dahulu penduduk jazirah Arab mempunyai kebiasaan menuhankan arwah nenek

moyang mereka sendiri dengan menziarahi kubur-kubur mereka dan menyembahnya

sebagai Tuhan. Mereka juga memiliki kebiasaan menyediakan persembahan-

persembahan (sesajen) untuk arwah itu dengan keyakinan bahwa arwah nenek

moyang mereka itu akan menerimanya. Kepercayaan ini telah berlangsung lama dan

berlaku turun temurun dari satu generasi ke generasi Arab berikutnya. Kepercayaan

dan praktik yang demikian ini membuat mereka jatuh kedalam kemusyrikan yang

sangat dalam. Ketika Nabi Muhammad Saw mendakwahkan Islam dan penduduk

jazirah Arab satu persatu mulai masuk Islam sedang iman mereka masih lemah maka

Rasululllah Saw mengambil keputusan dengan melarang mereka untuk berziarah

kubur karena Beliau khawatir penduduk Arab itu akan kembali lagi ke kemusyrikan.

Namun setelah iman para sahabat bertambah kuat, Rasulullah Saw mencabut

larangannya dan sebagi ketetapan hukum yang baru Rasulullah Saw membolehkan

para sahabat untuk berziarah kubur dengan tujuan agar selalu menjadi pengingat

akan kematian yang dapat menguatkan keimanan.

Kelak dikemudian hari, setelah sunnah nabi terkodifikasi menjadi teks-teks

dalam kitab-kitab hadits, larangan dan pembolehan ziarah kubur ini memang seakan

Page 98: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

bertentangan satu sama lain. Jika hadits ini dipahami dalam teks-teks hadits memang

saling bertentanganlah adanya. Sehingga dalam teks-teks hadits itu terlihat Nabi Saw

seakan-akan pertama melarang ziarah kubur kemudian mencabut larangan itu

kemudian membolehkannya. Padahal hadits ini menjelaskan dua keadaan yang

berbeda hingga membutuhkan penyelesaian hukum yang berbeda pula. Sabda Nabi

Saw "kuntu nahaitukum an ziaratil kuburi ala fazuruha" tidak muncul dalam satu

waktu-sekalipun dalam teks terlihat demikian-tapi hadits ini menggambarkan dua

masa yang berbeda sehingga membutuhkan dua penyelesaian hukum yang berbeda

pula. Ucapan Nabi Saw "kuntu nahaitukum an ziaratil kuburi" adalah untuk

menggambarkan masa lalu para sahabat yang masih lemah imannya hingga Nabi

Saw mengambil kebijakan melarang ziarah kubur karena Beliau khawatir mereka

akan kembali jatuh ke kemusyrikan. Sedang sabda Nabi Saw "ala fazuruha" adalah

untuk menggambarkan masa dimana iman para sahabat sudah semakin kuat hingga

Nabi membolehkan mereka ziarah kubur. Dalam teks-teks hadits dan juga Al-Qur’an

proses panjang penetapan hukum seperti inilah yang terlepas darinya.

Jika asbabul wurud hadits ini adalah seperti dalam gambaran diatas maka

adanya larangan dan pembolehan ziarah kubur yang terkandung dalam dalil hukum

diatas seharusnya tidak perlu dipahami sebagai sebuah pertentangan antar dalil

hukum.

Seorang mujtahid harus memiliki kepiawaian untuk meletakkan

pemberlakuan satu dalil hukum dalam konteks yang tepat. Di zaman ini, bahkan

mungkin juga di masa-masa mendatang, dengan tingkat keberagamaan masyarakat

yang beragam, jika iman masyarakat kembali melemah maka tentunya dalil hukum

yang melarang ziarah kubur kembali berlaku dan dioperasionalkan dan jika iman

Page 99: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

masyarakat kembali menguat dalil hukum yang berlaku adalah dalil hukum yang

membolehkan ziarah kubur seperti yang tergambar dalam asbabul wurud hadits

diatas. Dalam hal ini, teori naskh yang berarti naql (berpindah) atau tahwil (beralih)

dapat berlaku. Artinya seorang mujtahid yang menyaksikan perubahan masyarakat

tersebut berpindah dari satu dalil hukum ke dalil hukum yang lain karena adanya

tuntutan kemashlahatan.

Maka, yang juga harus diperhatikan dalam menyelesaikan adanya

pertentangan dalam dalil-dalil hukum adalah bagaimana dan faktor-faktor apa saja

yang melatarbelakangi turunnya satu ayat atau hadits. Selama sebab-sebab

munculnya dalil-dalil hukum itu masih diketahui maka dalam penerapannya,

pemberlakuan dalil hukum tersebut harus disesuaikan dengan faktor-faktor yang

mengiringi kemunculan dalil-dalil hukum tersebut dalam konteksnya masing-masing.

Jika faktor atau sebab tersebut hilang maka dalil tersebut divakumkan. Namun jika

sebab atau faktor tersebut kembali muncul dan berulang maka ketetapan hukum

yang dipakai adalah apa yang ditunjukkan oleh dalil hukum itu secara langsung.

D. Analisis relevansi naskh Imam As-Syafi’i

Secara khusus sub bab dalam analisis ini akan mengkaji relevansi teori naskh

Imam As-Syafi’i dalam wacana pembaharuan hukum Islam. Untuk mempertajam

analisis ini, maka Peneliti akan mengutarakan sekali lagi bahwa naskh yang

dimaksud oleh Imam As-Syafi’i adalah naskh sebagai taraka bukan naskh sebagai

izalah. Akibat-akibat hukumnya dan kemungkinan-kemungkinan pengembangan

hukum Islam darinya. Dan juga untuk menguji teori naskh Imam As-Syafi’i ini

diutarakan sekali lagi bahwa pembaharuan hukum Islam bertujuan untuk

menjembatani hukum Islam yang tertulis dalam kitab-kitab (law in book) agar dapat

Page 100: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

menjadi hukum yang hidup dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari (law in

action). Nah, apakah teori naskh yang dikembangkan oleh para ulama ushul

tersebut dan juga teori naskh seperti yang dikemukakan oleh Imam As-Syafi’i masih

memiliki relevansi dalam upaya pembaharuan hukum Islam di dunia modern ini

khususnya di Indonesia?. Di bab II sebelumnya telah disajikan bahwa ide-ide

pembaharuan hukum Islam di Indonesia didominasi oleh keinginan kuat untuk

melakukan reaktualisasi hukum Islam. Dan reaktualisasi hukum Islam itu sendiri

dapat diartikan sebagai sebuah upaya agar hukum Islam itu kembali hidup, aplikatif

dan diamalkan secara kontinu oleh masyarakat muslim kontemporer.

Demikian pula, seperti telah disebutkan sebelumnya, naskh memiliki

beragam makna dan arti alternatif. Setidaknya, lafadz naskh itu memiliki empat arti

yaitu izalah, tahwil, tabdil dan naql yang semuanya akan berimplikasi hukum

berbeda sesuai dengan pemilihan makna terhadap naskh diantara keempat alternatif

arti ini. Pemilihan satu lafadz diantara keempat makna alternatif naskh ini akan

menyebabkan pengaruh hukum yang berbeda pula. Hanya saja, makna naskh yang

dipakai secara luas oleh ulama ushul ialah naskh sebagai izalah, bukan sebagai

tahwil, tabdil apalagi naskh sebagai naql.

Mari kita analisis kembali pengertian (ta'rif) naskh yang diberikan oleh para

ulama sebelumnya. Abdul Wahab Khalaf memberikan pengertian naskh sebagai

berikut;71

71Abdul Wahab Khalaf, Op.Cit., 222

Page 101: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

الشرعى بدليل متراخ عنه النسخ ىف اصطالح األصوليني هو إبطال العمل باحلكم

يدل على إبطاله صراحة او ضمنا إبطاال كليا او إبطاال جزئيا ملصلحة اقتضته او

هو إظهار دليل الحق نسخ ضمنا العمل بدليل سابق Imam Jalaluddin Al-Mahally memberikan pengertian naskh sebagai berikut;72

طاب الدال على رفع احلكم الثابت باخلطاب املتقدم على وجه لواله لكان اخل

ثابتا مع تراخيه عنه Keseluruhan pendapat ulama diatas yang telah kita kutip pendapatnya

mendefinisikan naskh sebagai izalah yang dalam bahasa Arab dekat maknanya

dengan kata i'dam yang dalam bahasa Indonesia dapat berarti peniadaan sama sekali

(nihil). Antonym lafadz 'adam dalam bahasa Arab adalah dari lafadz wujud yang

berarti "ada".73 Ini sesuai pula dengan pendapat Imam Al-Amidy berikut;74

واإلزالة هى اإلعدام وهلذا يقال زال عنه املرض واألمل وزالت النعمة عن فالن

ويراد به االنعدام ىف هذه األشياء كلها

Penghapusan hukum disini dimaksudkan sebagai hilangnya kekuatan hukum

satu dalil yang dihapus oleh dalil hukum lain yang lebih terkemudian masa

pewahyuannya yang dalam hal ini ayat yang terakhir turun itulah yang dianggap

berlaku ketetapan hukumnya sampai dalil hukum yang pertama itu tidak memiliki

implikasi dan kekuatan hukum sama sekali karena dianggap telah gugur penunjukan

72Jalaluddin Al-Mahally, Op.Cit., 14 73A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir: Arab-Indonesia Terlengkap (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), 906 74Saifuddin Abi Hasan Ali bin Abi Ali bin Muhammad Al-Amidy, Op.Cit., 71

Page 102: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

hukumnya. Orang Arab misalnya berkata: "Nasakhatis Syamsu adz-Dzillu"

maksudnya, matahari menghapus bayangan itu sampai sirna. Makna naskh yang

seperti inilah yang dipergunakan oleh para ulama ushul untuk mendefinisikan naskh

yang identik dengan izalah. Meskipun para ulama ushul mengatakan ada kalanya

naskh itu hanya terjadi pada penghapusan hukumnya saja bukan penghapusan

ayatnya sekaligus karena adakalanya ayat yang mansukh masih tetap bisa dibaca

dalam mushaf sampai sekarang, namun pada intinya mereka beranggapan bahwa ayat

yang dianggap mansukh itu tidak memiliki kekuatan hukum sama sekali karena telah

digugurkan oleh ayat lainnya. Dengan kata lain ayat mansukh tersebut telah

kehilangan kekuatan penunjukan hukumnya sekalipun tilawahnya masih utuh dalam

mushaf.

Berbeda dengan definisi yang diberikan oleh ulama ushul diatas, yang

mengidentikkan naskh sebagai izalah, Imam As-Syafi'i memberikan pengertian

naskh yang berbeda. Ia memberikan definisi naskh sebagai berikut;75

ومعىن نسخ ترك فرضه كان حقا ىف وقته وتركه حقا إذا نسخه اهللا فيكون من

ومن مل يدرك فرضه مطيعا باتباع الفرض الناسخ له وبتركهأدرك فرضه مطيعا به

Dari definisi ini terlihat perbedaan pemikiran Imam As-Syafi'i tentang nasikh

mansukh dengan para ulama ushul lainnya. Imam As-Syafi'i lebih memilih memakai

kata taraka (bukan izalah, raf'un atau ibthal yang dekat ke makna i'dam (peniadaan)

seperti yang lazim digunakan oleh para ulama ushul). Dari segi bahasa pemilihan

kata taraka ini memiliki pengaruh yang luas dalam memberikan pengertian apa

sebenarnya naskh itu. Lafadz izalah, rafun atau ibthal sepeti yang dipergunakan oleh

75Abi Abdullah Muhammad Bin Idris As-Syafi'i, Op.Cit., 122-123

Page 103: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

para ulama ushul bermakna penghapusan hukum secara mutlak karena lafadz izalah,

rafun dan ibthal memiliki kedekatan makna dengan lafadz i'dam. Dan lafadz i'dam

itu sendiri bermakna peniadaan yang jika kata ini dipergunakan untuk

mendefinisikan naskh maka artinya ialah peniadaan hukum. Sedang lafadz taraka–

seperti yang dipergunakan oleh Imam As-Syafi'i untuk mendefinisikan naskh-lebih

bermakna "meninggalkan" namun tidak tertutup sama sekali untuk diambil,

digunakan dan dioperasionalkan kembali. Karena sesuatu yang ditinggalkan itu bisa

jadi tetap berwujud dan tidak sirna secara mutlak.

Dengan memilih lafadz taraka, Imam As-Syafi'i sebenarnya lebih

mendekatkan makna naskh ke lafadz naql (pindah), tahwil (pengalihan) atau tabdil

(penggantian). Diantara tiga lafadz ini yang paling dekat ke makna taraka adalah

naql. Karena kata taraka (meninggalkan) secara langsung akan merujuk ke kata naql

(pindah) sebab meninggalkan sesuatu berarti berpindah dari sesuatu tersebut ke

sesuatu yang lain. Pandangan Imam As-Syafi'i ini tentu berbeda dengan pandangan

mayoritas ulama ushul yang mendekatkan makna naskh ke izalah sedang izalah itu

sendiri berarti i'dam yang berarti peniadaan secara murni. Sedang lafadz taraka yang

dekat ke makna naql (pindah) yang dapat berarti sekalipun sesuatu tersebut telah

ditinggalkan namun bukan berarti sesuatu tersebut menjadi hilang namun pokok

sesuatu tersebut ('ainus syai-nya) masih tetap berwujud. Orang Arab misalnya

berkata sebagai berikut;

نسخت الكتاب إذا نقلت ما فيه حاكيا للفظه وخطه Dan juga seperti firman Allah Swt dalam Surat Al-Baqarah ayat 180 berikut;

Page 104: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

|= ÏGä. öΝä3ø‹n=tæ #sŒ Î) u�|Ø ym ãΝä. y‰tn r& ßNöθ yϑ ø9 $# β Î) x8t�s? #��ö�yz èπ §‹Ï¹ uθø9 $# Ç÷ƒ y‰Ï9≡ uθ ù=Ï9 tÎ/ t�ø% F{$#uρ

Å∃ρã�÷èyϑ ø9 $$ Î/ ( $ ˆ)ym ’ n?tã tÉ) −Fßϑ ø9 $#

Artinya: "Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa".

Makna taraka dalam ayat ini lebih bermakna meninggalkan sesuatu dan

sesuatu itu akan terus berkembang karena pokok ('ain) sesuatu itu sendiri masih tetap

berwujud yang dalam konteks ayat ini yang ditinggalkan itu adalah harta warisan

orang yang akan meninggal. Dan kalaupun sesuatu itu tidak berkembang namun

wujud sesuatu yang ditinggalkan itu tidak hilang sama sekali. Ini berbeda dengan

lafadz izalah yang dekat ke makna i'dam yang berarti peniadaan. Untuk memperjelas

perbedaan penggunaan lafadz taraka dan izalah ini dalam kalimat, Imam Al-Amidy

menulis sebagi berikut;76

واإلزالة هى اإلعدام وهلذا يقال زال عنه املرض واألمل وزالت النعمة عن فالن

ويراد به االنعدام ىف هذه األشياء كلهاContoh relevansi praktis penggunaan teori naskh Imam As-Syafi’i ini dalam

mengistinbath sebuah hukum adalah sebagai berikut; Pertama, masalah pembagian

harta.

Salah satu bab hukum Islam yang paling banyak mendapat sorotan adalah

masalah pembagian waris. Berkembangnya paham “kesetaraan” dalam masyarakat

modern mengakibatkan bab-bab hukum yang mengunggulkan laki-laki atas

perempuan dianggap tidak lagi sesuai dengan semangat hidup kemoderenan yang

76Saifuddin Abi Hasan Ali bin Abi Ali bin Muhammad Al-Amidy, Op.Cit., 71

Page 105: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

menghendaki persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan. Hukum waris

Islam-pun menjadi salah satu sasarannya.

Hukum waris Islam yang telah dipraktekkan selama berabad-abad yang

lampau dianggap tidak lagi adil karena memberikan porsi bagian 2:1 antara anak

laki-laki dan perempuan.

Sebenarnya, pendapat yang mengatakan pola pembagian 2:1 ini tidak adil

tidak perlu muncul jika semua umat Islam bisa memahami dua hal berikut: Pertama,

konteks penerapan hukum. Sesungguhnya munculnya pandangan-pandangan yang

menyatakan pola pembagian 2:1 ini tidak adil dilatarbelakangi oleh adanya

perubahan-perubahan sistem sosial di masyarakat yang berbanding terbalik dengan

sistem sosial ketika pola pembagian 2:1 itu pertama kali disyariatkan. Antara sistem

sosial yang berlaku di masyarakat ketika pola pembagian 2:1 itu disyariatkan kira-

kira 1400 yang lampau berbanding terbalik dengan sistem sosial yang berlaku di

zaman kita sekarang.

Dulu, ketika Islam pertama kali muncul, perempuan tidak mendapat bagian

waris sedikitpun. Perempuan pada masa itu menduduki posisi yang sedemikian

rendahnya hingga ia tidak berhak mendapatkan apapun. Sistem sosial yang berlaku

pada masa itu memang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah demikian

itu. Ketika Islam muncul dengan membawa pola pembagian 2:1 ini maka hal ini

telah dianggap sebagai sebuah gebrakan besar terhadap sistem sosial yang berlaku

pada masa itu dimana perempuan pada waktu itu tidak berhak mendapat warisan

tiba-tiba-dengan cahaya Islam-memperoleh hak untuk mendapat harta warisan.

Sekalipun porsi pembagiannya masih 2:1, hal ini-pada masa itu, pada masa 1400

tahun yang lewat-dapat kita anggap benar-benar telah mewakili rasa keadilan dan

Page 106: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

meninggikan derajat kaum wanita yang pada mulanya tidak mendapat apapun. Itulah

sebabnya kita tidak mendapati adanya suara menolak atas pola pembagian ini dari

para pemikir hukum pada zaman dahulu. Apalagi pada masa itu yang bekerja pada

umumnya adalah laki-laki. Laki-lakilah yang bertanggungjawab secara penuh

terhadap “dapur” rumah tangganya.

Nah, ketika sistem sosial berubah, yang bekerja bukan hanya laki-laki namun

juga para wanita, yang berhak mendapat pendidikan bukan hanya putra tapi juga

putri, yang berhak aktif di ruang publik bukan hanya kaum Adam namun juga kaum

Hawa, telah menimbulkan perubahan-perubahan yang fundamental pada sistem

sosial dan pandangan-pandangan terhadap rasa keadilan. Maka menurut logika yang

sehat adalah memang sangat tidak adil jika pola pembagian 2:1 ini tetap diterapkan

pada sistem sosial yang telah jauh berbeda dengan sistem sosial ketika hukum itu

pertama kali disyariatkan. Peneliti berpendapat pola pembagian ini tetap memiliki

relevansi jika syarat kondisi yang mengiringi penerapan hukum tersebut terpenuhi.

Syarat kondisi yang kami maksud ialah sistem sosial yang hidup ketika hukum itu

pertama kali disyariatkan kembali hidup di zaman kita sekarang.

Kedua, jika memang masyarakat muslim sudah tidak menghendaki pola

pembagian 2:1 ini dan menghendaki pola pembagian yang lain maka metode wakaf

terhadap harta sebenarnya bisa dilakukan untuk menghindari silang sengketa.

Dengan metode ini orangtua dapat melihat siapa diantara anaknya yang paling pantas

menerima bagian yang lebih banyak tanpa membedakan laki-laki dan perempuan

atau bahkan orangtua dapat menyamaratakan pembagian harta antara semua anak-

anaknya. Keterangan ini terdapat dalam kitab Fathul Qarib berikut yang kami kutip

seutuhnya;

Page 107: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

لبعض املوقوف عليهم ) من تقدمي(فيه ) الوقف على ما شرط الواقف(أى ) وهو(

كوقفت على أوالدى فإذا ) أو تأخري(كوقفت على أوالدى األورع منهم

كوقفت على أوالدى بالسوية بني ذكورهم ) أوتسوية(انفرضوا فعلى أوالدهم

لبعض االوالد على بعض كوقفت على أوالدى للذكر ) أو تفضيل (واناثهم

٧٧منهم مثل حظ االنثينيKalimat-kalimat diatas menunjukkan kewenangan orangtua untuk membagi

hartanya menurut cara yang ia senangi dan menurut kebijaksanaannya. Terutama

kalimat terakhir diatas jelas menunjukkan bahwa pola pembagian harta 2:1 (mitslu

hadzdzil untsayaini) hanyalah salah satu metode pembagian harta, tanpa menutup

pola pembagian yang lain. Padahal, seperti kita ketahui, pola pembagian 2:1 adalah

pola pembagian yang didasarkan pada nash yang qath’iyud dalalah.

Disinilah letak relevansi teori naskh Imam As-Syafi’i. Dalam contoh diatas

sebenarnya kita telah “meninggalkan” hukum waris dengan “beralih” pada hukum

wakaf karena memang terdapat alasan untuk melakukan perpindahan tersebut. Inilah

yang kita sebut naskh sebagai taraka, tabdil, tahwil atau naql.

Untuk mengalihkan tuntutan ketentuan hukum waris yang bersifat qath’iy

dengan alasan pola pembagian ini dianggap kurang memberi rasa kepuasan keadilan

terhadap para wanita, kita membutuhkan sebuah teori pengalihan hukum yang juga

harus syar’iy yaitu suatu teori hukum yang berakar dari ajaran Islam sendiri,

sehingga umat Islam tidak perlu berpindah ke sistem hukum lain-misal ke sistem

hukum Barat-yang sudah pasti bukan dirumuskan atas turats ajaran Islam. Maka,

dalam contoh kasus waris ini teori naskh Imam As-Syafi’i yang Beliau maknai

77Muhammad Bin Qasim Al-Ghazy, Fathul Qarib Mujib (Indonesia: Haramain, 2005), 39

Page 108: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

sebagai tarku fardhihi, bukan izalatu fardhihi, terlihat relevansinya. Jika memang

umat Islam sekarang tidak menghendaki lagi pola pembagian harta 2:1 itu yang telah

digariskan syariat maka umat Islam boleh berpindah ke dalil syar’iy yang lain yang

sama-sama mengatur pembagian harta seperti metode wakaf diatas. Sehingga

walaupun umat Islam melakukan pembaruan atau reaktualisasi hukum Islam namun

tetap berada dalam lingkup hukum Islam tanpa perlu berpindah ke sistem hukum

lainnya yang belum tentu di bangun diatas landasan dan kajian syar’iy.

Contoh kedua adalah dalam hal penetapan khamar. Secara khusus ada tiga

ayat yang membicarakan tentang hukum khamar dalam Al-Qur’an. Satu sama lain

saling bertentangan. Itulah sebabnya para ulama ushul menyatakan telah terjadi

naskh (yang mereka maknai dengan izalah) dalam contoh-contoh ayat ini. Ayat-ayat

itu ialah sebagai berikut;

y7 tΡθ è=t↔ ó¡ o„ Ç∅ tã Ì�ôϑ y‚ø9 $# Î�Å£÷� yϑ ø9 $#uρ ( ö≅ è% !$ yϑ ÎγŠ Ïù ÖΝøO Î) ×��Î7Ÿ2 ßì Ï#≈oΨ tΒ uρ Ĩ$ ¨Ζ=Ï9 !$ yϑ ßγßϑ øO Î)uρ

ç�t9ò2 r& ÏΒ $yϑ Îγ Ïèø# ‾Ρ 3 š� tΡθ è=t↔ ó¡ o„uρ #sŒ$tΒ tβθà) Ï#ΖムÈ≅è% uθ ø#yèø9 $# 3 š�Ï9≡ x‹ x. ß Îit7ムª! $# ãΝä3s9

ÏM≈tƒ Fψ $# öΝà6‾=yè s9 tβρã�©3x# tF s?

Artinya: "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir."

$ pκš‰r' ‾≈tƒ tÏ%©!$# (#θãΨ tΒ#u Ÿω (#θç/ t�ø) s? nο4θ n=¢Á9$# óΟçFΡ r& uρ 3“t�≈s3 ß™ 4®L ym (#θ ßϑn= ÷ès? $tΒ tβθ ä9θ à)s? Ÿω uρ $ �7 ãΨã_

āω Î) “ Ì�Î/$ tã @≅‹Î6 y™ 4®L ym (#θ è=Å¡ tFøó s? 4 β Î)uρ Λ äΨ ä. #yÌ ó÷£∆ ÷ρr& 4’ n? tã @�x# y™ ÷ρr& u !$ y_ Ó‰tn r& Νä3Ψ ÏiΒ zÏiΒ

Page 109: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

ÅÝÍ←!$ tó ø9 $# ÷ρr& ãΛ ä ó¡ yϑ≈ s9 u !$ |¡ÏiΨ9 $# öΝn=sù (#ρ߉ Åg rB [ !$ tΒ (#θ ßϑ £ϑ u‹tF sù #Y‰‹Ïè |¹ $Y7 ÍhŠ sÛ (#θßs |¡øΒ $$sù öΝä3 Ïδθ ã_âθ Î/

öΝä3ƒÏ‰ ÷ƒ r& uρ 3 ¨β Î) ©!$# tβ% x. #‚θ à# tã # �‘θà# xî

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun."

$ pκš‰r' ‾≈tƒ tÏ% ©!$# (#þθãΨ tΒ#u $yϑ ‾Ρ Î) ã�ôϑ sƒ ø: $# ç� Å£øŠyϑ ø9 $#uρ Ü>$ |ÁΡ F{$#uρ ãΝ≈ s9 ø—F{$#uρ Ó§ô_Í‘ ôÏiΒ È≅ yϑ tã

Ç≈sÜø‹¤±9 $# çνθç7 Ï⊥tG ô_$$ sù öΝä3 ª= yès9 tβθ ßsÎ=ø#è?

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan".

Namun, jika kita mengikuti teori naskh Imam As-Syafi’i, naskh sebagai

izalah tidak perlu diterapkan dalam contoh ayat-ayat diatas. Namun, naskh sebagai

tahwil, tabdil atau naql sesuai jika diterapkan dalam contoh ayat-ayat ini. Maka, hal

pertama yang harus kita lakukan untuk menerapkan ayat ini adalah sebagai berikut;

Pertama, identifikasi mukallaf. Yang dimaksud dengan identifikasi mukallaf dalam

hal ini ialah memperhatikan kondisi si mukallaf. Apakah ia baru mengenal Islam,

Apakah ia sudah cukup paham akan ajaran Islam atau Apakah ia masih memerlukan

pembinaan-pembinaan agar ia semakin dekat dengan ajaran Islam. Karena

sesungguhnya, sebuah jawaban hanya dapat dianggap tepat jika disesuaikan dengan

kondisi si penanya.

Seorang mujtahid yang bijak dalam menggunakan dalil tidak mungkin

menyamakan jawaban pada semua lapisan umat dengan tingkat keberagamaan yang

Page 110: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

beragam. Lagi-lagi, disinilah letak relevansi teori naskh Imam As-Syafi’i. Di negara

kita Indonesia ini, dengan tingkat keberagamaan yang beragam, maka seorang

mujtahid harus jeli dalam menggunakan dalil, sangat tergantung dengan bagaimana

kondisi umat yang ia hadapi. Ia boleh berpindah dari satu dalil ke dalil lain jika ada

hal yang mengharuskan hal itu dilakukan. Di negara kita ini ada banyak umat Islam

yang suka mabuk-mabukan, berjudi atau berzina, maka dalam menggunakan dalil

harus benar-benar memperhatikan realitas umat ini. Bukan berarti mereka itu lantas

dibiarkan terus menerus dalam kemaksiatannya tersebut, namun disinilah letak

hubungan antara fiqhul ahkam dengan fiqhud dakwah. Hukum itu diterapkan sesuai

kondisi mukallaf namun dakwah harus tetap digerakkan agar umat bergerak ke arah

yang semakin baik yang dengan sistem sosial dan perilaku yang telah terbina itu

dengan perlahan-lahan pesan-pesan hukum dapat ditingkatkan ke tingkat yang lebih

tinggi, tegas dan keras agar mereka tidak kembali ke kemaksiatan tersebut.

Meskipun Imam As-Syafi’i membolehkan terjadinya naskh kitab bil kitab

tidak ada kepastian lebih lanjut apakah yang ia maksudkan itu adalah naskh kitab

yang diberikan pada satu Nabi oleh kitab yang diberikan pada Nabi yang diutus

sesudahnya atau yang ia maksudkan adalah naskh ayat bil ayat dalam satu syariat

seperti yang dipahami oleh jumhur ulama yang memberikan contoh naskh antar ayat

dalam satu kitab.

Dalam pandangan ulama ushul yang dimaksud dengan naskh kitab bil kitab

adalah naskh ayat bil ayat dalam satu kitab. Itulah sebabnya para ulama ushul

memberikan contoh-contoh naskh antar ayat dalam Al-Qur’an seperti yang telah

kami paparkan sebelumnya.

Page 111: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

Kami berpendapat yang dimaksudkan oleh Imam As-Syafi’i dengan naskh

kitab bil kitab adalah naskh satu kitab yang diberikan pada satu Nabi terdahulu oleh

kitab yang diberikan pada Nabi yang diutus setelahnya. Misal, naskh kitab Zabur

yang diberikan pada Nabi Dawud oleh kitab Taurat yang diberikan pada Nabi Musa

kemudian naskh kitab Taurat oleh kitab Injil yang diberikan pada Nabi Isa dan yang

terakhir naskh kitab Injil oleh kitab Al-Qur’an sebagai kitab terakhir yang diberikan

Allah kepada hambanya di dunia. Ini lebih dapat diterima akal daripada naskh

tilawah dalam Al-Qur’an seperti yang telah disebutkan oleh sebagian ulama ushul.

Sebab jika naskh tilawah telah terjadi dalam Al-Qur’an maka ini berarti menyalahi

kesepakatan seluruh umat Islam sepanjang masa, dari masa Rasulullah Saw sampai

pada masa kita hari ini, bahwa Al-Qur’an diriwayatkan secara mutawatir dan

sempurna tanpa ada satu ayat pun yang dirubah, diganti atau dibuat-buat oleh tangan

manusia. Imam As-Syafi’i sendiri menggunakan lafadz naskh kitab bil kitab bukan

naskh ayat bil ayat.

Ini lebih sesuai dengan firman Allah berikut yang mengatakan bahwa Ia

memberikan bagi masing-masing umat jalannya masing-masing. Allah berfirman

dalam surat Al-Maidah ayat 48;

!$uΖ ø9t“Ρr& uρ y7 ø‹s9 Î) |=≈tG Å3 ø9 $# Èd, ysø9 $$Î/ $]%Ïd‰ |ÁãΒ $yϑ Ïj9 š ÷t/ ϵ ÷ƒ y‰ tƒ zÏΒ É=≈tG Å6ø9 $# $ �Ψ Ïϑø‹yγãΒ uρ ϵ ø‹n=tã

( Νà6 ÷n$$ sù Οßγ oΨ÷� t/ !$ yϑ Î/ tΑt“Ρr& ª! $# ( Ÿω uρ ôì Î6 ®Ks? öΝèδ u !#uθ ÷δr& $£ϑ tã x8u !% y zÏΒ Èd, ysø9 $# 4 9e≅ä3 Ï9

$oΨ ù= yèy_ öΝä3Ζ ÏΒ Zπ tã ÷�Å° %[`$yγ÷Ψ ÏΒ uρ 4 öθs9 uρ u !$ x© ª! $# öΝà6 n=yè yf s9 ZπΒ é& Zο y‰Ïn≡ uρ Å3≈s9 uρ öΝä. uθ è=ö7uŠ Ïj9 ’ Îû !$ tΒ öΝä38 s?# u ( (#θ à)Î7tFó™$$ sù ÏN≡ u�ö�y‚ ø9 $# 4 ’ n<Î) «! $# öΝà6ãè Å_ö�tΒ $ Yè‹Ïϑ y_ Νä3 ã∞Îm6 t⊥ ㊠sù $yϑÎ/ óΟçGΨ ä. ϵŠ Ïù

tβθ à#Î= tFøƒrB

Page 112: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

Artinya: “Dan kami telah turunkan kepadamu Al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu kami berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu. Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.

Menurut Peneliti, Imam As-Syafi’i lebih memilih lafadz taraka daripada

lafadz izalah karena ia memiliki kemampuan berbahasa Arab yang mumpuni yang

memungkinkan ia memilih kata terbaik yang dapat mencakup semua kemungkinan

hukum. Termasuk kemungkinan perubahan-perubahan sistem sosial yang

mengharuskan adanya usaha reaktualisasi hukum Islam.

Berikut ini adalah tabel perbandingan teori naskh Imam As-Syafi’i dan Imam

lain serta implikasi hukum yang ditimbulkan oleh perbedaan tersebut.

Perbandingan Teori Naskh Imam As-Syafi'i dan Imam-Imam Lain Dan Implikasi-Implikasi Hukum Yang Ditimbulkan Oleh Teori Tersebut

Imam As-Syafi'i Imam-Imam Lain Implikasi Hukum Naskh sebagai taraka Naskh sebagai izalah Jika naskh diartikan

sebagai sebuah pencabutan dan penghapusan sebuah dalil hukum (naskh sebagai izalah) yang tidak mungkin dapat lagi dioperasionalkan seperi yang dikembangkan oleh para ulama ushul maka teori naskh yang berciri seperti ini tidak relevan dalam upaya pembaharuan dan reaktualisasi hukum Islam. Alasannya ialah pendapat ulama ushul dengan kategori pertama ini (naskh sebagai izalah)

Page 113: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

sebenarnya bertentangan dengan teori ushul fiqih yang lain yaitu teori tadrij dalam penetapan hukum. Teori tadrij-seperti yang kita pahami-menghendaki hukum itu dilaksanakan secara bertahap dan sesuai dengan kemampuan si penerima pesan hukum atau orang yang diberi beban hukum (mukallaf).

Naskh transformatif Naskh sebagai raf'un Berbeda dengan

pengertian naskh yang diberikan oleh ulama ushul yang mengidentikkan naskh sebagai izalah, ibthal atau raf'un hukum, Imam As-syaf'i memberikan definisi naskh yang lebih dekat ke makna naskh sebagai pengalihan (tahwil) atau perpindahan (naql) dari satu hal ke hal lain. Imam As-Syafi'i lebih memilih lafadz taraka dari pada izalatul ahkam Perpindahan dari satu dalil hukum ke dalil hukum yang lain akibat adanya perbedaan tuntutan kemashlahatan dan perbedaaan kondisi yang melingkupi si mukallaf sebagai orang yang diberi beban hukum memiliki dasar yang cukup di dalam nash. Dari definisi ini terlihat perbedaan pemikiran Imam As-Syafi'i tentang nasikh mansukh dengan para ulama ushul lainnya. Imam As-Syafi'i lebih memilih memakai kata taraka (bukan izalah, raf'un atau ibthal yang dekat ke makna i'dam (peniadaan) seperti yang lazim digunakan oleh para ulama ushul). Dari segi bahasa pemilihan kata taraka ini memiliki pengaruh yang luas dalam memberikan pengertian

Page 114: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

apa sebenarnya naskh itu. Lafadz izalah, rafun atau ibthal sepeti yang dipergunakan oleh para ulama ushul bermakna penghapusan hukum secara mutlak karena lafadz izalah, rafun dan ibthal memiliki kedekatan makna dengan lafadz i'dam. Dan lafadz i'dam itu sendiri bermakna peniadaan yang jika kata ini dipergunakan untuk mendefinisikan naskh maka artinya ialah peniadaan hukum. Sedang lafadz taraka–seperti yang dipergunakan oleh Imam As-Syafi'i untuk mendefinisikan naskh-lebih bermakna "meninggalkan" namun tidak tertutup sama sekali untuk diambil, digunakan dan dioperasionalkan kembali. Karena sesuatu yang ditinggalkan itu bisa jadi tetap berwujud dan tidak sirna secara mutlak.

Naskh substitutif Naskh eliminatif Teori naskh inipun

kemudian berimplikasi sangat luas pada pembentukan fiqih yang terumus dalam kitab-kitab fiqih dengan selalu menempatkan posisi non muslim di bawah muslim. Dalam kitab-kitab fiqih klasik, yang sebagian besarnya ditulis di masa kejayaan Islam, para pengarangnya selalu mendudukkan umat non muslim sebagai bangsa yang harus mendapat perlindungan dari umat muslim. Bila mereka berlindung di Negara Muslim mereka diharuskan membayar jizyah. Dan inilah yang tergambar dalam kitab-kitab fiqih klasik yang kita warisi sampai hari ini. Dengan

Page 115: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

memilih lafadz taraka, Imam As-Syafi'i sebenarnya lebih mendekatkan makna naskh ke lafadz naql (pindah), tahwil (pengalihan) atau tabdil (penggantian). Diantara tiga lafadz ini yang paling dekat ke makna taraka adalah naql. Karena kata taraka (meninggalkan) secara langsung akan merujuk ke kata naql (pindah) sebab meninggalkan sesuatu berarti berpindah dari sesuatu tersebut ke sesuatu yang lain. Pandangan Imam As-Syafi'i ini tentu berbeda dengan pandangan mayoritas ulama ushul yang mendekatkan makna naskh ke izalah sedang izalah itu sendiri berarti i'dam yang berarti peniadaan secara murni. Sedang lafadz taraka yang dekat ke makna naql (pindah) yang dapat berarti sekalipun sesuatu tersebut telah ditinggalkan namun bukan berarti sesuatu tersebut menjadi hilang namun pokok sesuatu tersebut ('ainus syai-nya) masih tetap berwujud.

Naskh sebagai tahwil

Naskh sebagai ibthal Nasikh mansukh dalam

ayat mawarits daapat kita angkat sebagai contoh. Disinilah letak relevansi teori naskh Imam As-Syafi’i. Dalam contoh diatas sebenarnya kita telah “meninggalkan” hukum waris dengan “beralih” pada hukum wakaf karena memang terdapat alasan untuk melakukan perpindahan tersebut. Inilah yang kita sebut naskh sebagai taraka, tabdil, tahwil atau naql.

Page 116: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

Catatan: Istilah-istilah naskh substitutif, naskh eliminatif dan naskh transformatif

Peneliti kutip dari skripsi M. Firdaus (2003) yang berjudul: Membongkar Formalisasi Islam (Sebuah Upaya Rekonstruksi Fiqh Islam Tradisional)

Page 117: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Setelah melakukan pendalaman, peneliti menyimpulkan bahwa teori naskh

Imam As-Syafi’i masih berlaku untuk konteks ke-Indonesia-an dengan pertimbangan

beragamnya tingkat pemahaman masyarakat terhadap agamanya sendiri, tingkat

pengamalan ajaran agama yang berbeda-beda dan perbedaan budaya yang dari satu

daerah ke daerah lain dalam lingkup teritorial negara Indonesia yang harus di

apresiasi pula, juga termasuk di dalamnya masalah hubungan muslim dengan non

muslim yang kerap menjadi isu hangat di Indonesia ini.

Naskh adalah satu teori dalam ushul fiqih yang khusus digunakan untuk

menyelesaikan pertentangan antar dalil. Naskh memiliki empat arti yaitu naskh

sebagai izalah, naskh sebagai tabdil, naskh sebagai tahwil dan naskh sebagai naql.

Page 118: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

Naskh dalam istilah ulama ushul ialah pembatalan pengamalan satu dalil hukum

syar'iy dengan dalil lain yang disertai dengan adanya tenggang waktu antara

keduanya yang menunjukkan atas pembatalannya baik dengan cara jelas maupun

samar, baik pembatalan itu keseluruhan maupun pembatalannya hanya pada

sebagiannya saja yang dituntut oleh adanya suatu kemashlahatan.

Walaupun naskh itu memiliki empat alternatif arti namun pengertian naskh

sebagai izalah adalah makna naskh yang dianggap tepat oleh ulama ushul untuk

mendefinisikan naskh dalam istilah kajian ushul fiqih. Izalah itu sendiri bermakna

i'dam yang dapat berarti peniadaan. Peniadaan yang dimaksud oleh ulama ushul

dalam dalil-dalil syar'iy bisa bermakna peniadaan teks (izalatut tilawah) atau

peniadaan kandungan hukum (izalatul ahkam) dalil itu saja. Dalam melihat teori

naskh ini, ulama ushul terbagi ke dalam dua golongan. Sebagian ulama ushul ada

yang menolak teori naskh dan sebagian ulama yang lain menerima eksistensi teori

naskh dalam ushul fiqih sebagai alternatif terakhir untuk menyelesaikan pertentangan

antar dalil hukum.

Peneliti sendiri tidak terjebak dalam perdebatan antara menerima dan

menolak teori naskh ini. Peneliti mengajukan pendapat yang perlu dilakukan adalah

melakukan redefinisi terhadap teori naskh. Yang semula naskh itu identik dengan

izalah (baik itu izalatut tilawah maupun izalatul ahkam) ke makna naskh sebagai

tahwil atau naql. Sehingga pengertian teori naskh itu digeser dari naskh sebagai

izalah ke naskh sebagai tahwil atau naql. Naskh dalam pengertian yang terakhir ini

dapat didefinisikan sebagai peralihan hukum (tahwilul ahkam) atau perpindahan

hukum (naqlul ahkam) dari satu dalil ke dalil ke dalil yang lain karena ada mashlahat

Page 119: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

bagi umat yang menuntut mujtahid untuk melakukan perpindahan atau peralihan

hukum tersebut.

Imam As-Syafi'i sendiri mendefinisikan naskh bukan sebagai izalatut tilawah

atau izalatul ahkam tapi naskh sebagai meninggalkan satu kefardhuan (tarku

fardhin). Definisi naskh seperti yang diberikan oleh Imam As-Syafi’i lebih

mendekati kebenaran dan dapat diterapkan pada kondisi umat sekarang yang

menuntut seorang praktisi hukum Islam untuk melakukan perpindahan hukum itu.

Pertentangan antar dalil itu terjadi karena adanya perbedaan kondisi ketika

wahyu itu diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw yang membuat kesan-ketika

wahyu tersebut telah terkodifikasi dalam satu kesatuan teks-saling bertentangan. Hal

ini terjadi karena memahami wahyu itu bukan sebagai sebuah proses tapi sebagai

sebuah satu kesatuan teks (jumlatan wahidatan). Naskh itu sendiri jika dimaknai

sebagai sebuah izalatut tilawah bertentangan dengan kesepakatan seluruh umat Islam

baik yang hidup di masa lampau maupun sekarang bahwa Al-Qur'an yang sampai

kepada kita hari ini adalah sama persis seperti apa yang diwahyukan kepada Nabi

Muhammad Saw kemudian dijaga para sahabat kemudian disampaikan kepada kita

dengan jalan mutawatir tanpa ada pengurangan, penambahan atau penggantian

sedikitpun. Dan jika naskh diartikan sebagai izalatul ahkam bertentangan dengan

teori tadrij dalam ushul fiqih yang menghendaki hukum itu diterapkan bertahap.

Sedang naskh sebagai izalatul ahkam telah memotong proses panjang penetapan

hukum ini dengan hanya mengamalkan dalil-dalil yang turun di masa-masa akhir

pewahyuan. Disinilah letak pentingnya melakukan redefinisi terhadap naskh dengan

cara berpindah ke makna lain naskh dari naskh sebagai izalah ke naskh sebagai

tahwil atau naql.

Page 120: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

B. SARAN-SARAN

Hendaknya, seorang mujtahid atau praktisi hukum Islam dalam memahami

dalil-dalil syari'iy ditopang oleh pengetahuan tentang sejarah kenabian, sejarah

penetapan hukum dan sejarah pembinaan hukum Islam yang lengkap. Terutama

sejarah penetapan dan pembinaan hukum ketika masa kenabian masih berlangsung.

Ini untuk menyokong pengetahuan lainnya yaitu pengetahuan tentang kebahasaan.

Sebab jika tidak menguasai pengetahuan sejarah ini dengan baik, maka pemahaman

yang tertanam didalam benak adalah pemahaman dalil yang terlepas dari proses.

Melihat Al-Qur'an bukan sebagai sebuah proses tetapi sebagai sebuah kitab satu

kesatuan yang seakan-akan diturunkan dalam bentuk jumlatan wahidatan.

Pengetahuan sosiologi dan antropologi juga penting dikuasai oleh seorang

mujtahid atau praktisi hukum Islam. Terutama kondisi sosial Arab pada masa

kenabian. Seperti yang digambarkan pada Bab Analisis adakalanya Nabi Muhammad

Saw memberi putusan hukum bukan semata-mata dari wahyu Allah yang

diwahyukan padanya namun juga melalui wahyu Allah Swt yang telah tertulis di

dalam kitab Taurat. Ini terjadi dalam masalah hukum rajam pada pezina. Ayatnya

telah terdapat dalam kitab Taurat dan Nabi Saw menyuruh orang-orang untuk

mengamalkan ketentuan rajam yang masih tertulis di kitab Taurat tersebut.

Hendaknya seorang mujtahid atau praktisi hukum Islam mengamalkan satu

dalil hukum dalam konteksnya masing-masing dengan memperhatikan tiga segi yaitu

bagaimana kondisi yang mengiringi dalil tersebut diturunkan, bagaimana kondisi si

penerima pesan hukum dan bagaimana situasi dan kondisi hidup si penerima pesan

hukum tersebut.

Page 121: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

Di akhir penelitian ini peneliti menyarankan agar dilakukan penelitian

lanjutan dari penelitian ini yaitu penelitian yang berkisar di sekitar pertanyaan

mengapa mayoritas ulama ushul lebih memilih mengartikan naskh sebagi izalah

bukan naskh sebagai naql, tahwil atau tabdil.

Page 122: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

DAFTAR PUSTAKA Kitab atau Buku-buku Al-Qur'an Al-Karim. Abdussalam, Ahmad Nahrawi (1994) Al-Imam As-Syafi'i: Fi Madzhabihi Al-Qadimi

Wa-Al-Jadidi. t.t: t.p Abdul Qadir, Muhammad bin (t.thn) Manaqib Al-Imam As-Syafi'i. Kediri:

Muhammad Utsman Abu Zahrah, Muhamad (1999) Ushul Fiqih. Jakarta: Pustaka Firdaus Al-Amidy, Saifuddin Abi Hasan Ali bin Abi Ali bin Muhammad (1996) Al-Ihkam Fi

Ushul Al-Ahkam Jilid II, Juz III. Beirut: Darul Fikr Al-Ghazy, Muhammad Bin Qasim (2005) Fathul Qarib Mujib. Indonesia: Haramain Al-Kaylani As-Syafi'i Al-Makky, Husain Bin Ahmad Bin Muhammad (1999) At-

Tahqiqat. t.t: Darun Nafais Al-Mahally, Jalaluddin (t.thn) Al-Waraqat Fi Ushul Al-Fiqh dalam matan Hasyiah

Ad-Dimyati Ala Syarhil Waraqat karya Ahmad Bin Muhammad Ad-Dimyati. Indonesia: Al-Haramain

Al-Malibary, Zainuddin Bin Abdil Aziz (t.thn) Fathul Mu'in bi Syarhi Qurratil 'Ain.

Surabaya: Nurul Huda Ali Qudsi, Abdul Hamid bin Muhammad (t.thn) Lathaiful Isyarat. Surabaya: Al-

Hidayah Anas, Malik bin (2007) Al-Muwattha' Imam Malik. Pustaka Azzam: Jakarta Amini, Zulina (2005) Studi Perbandingan Antara Konsep Kalalah Dalam Perspektif

Imam Al-Syafi'i Dan Hazairin. UIN Malang: Skrpsi As-Syafi'i, Abi Abdullah Muhammad Bin Idris (t.thn) Ar-Risalah. t.t: t.p As-Suyuti, Jalaluddin (t.thn) Al-Itqan Fi Ulum Al-Qur’an. Beirut: Darul Fikr ----- (1992) Lubabun Nuqul Fi Asbabin Nuzul diterjemahkan oleh Qamaruddin

Shaleh, HAA. Dahlan dan M.D. Dahlan dengan judul Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur'an. Bandung: CV. Diponegoro

Baidowi, Ahmad (2005) Mengenal Thabathaba'i: Dan Kontroversi Nasikh Mansukh.

Bandung: Nuansa

Page 123: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

Bilal Philips, Abu Ameenah (2005) Asal-usul dan Perkembangan Fiqh: Analisis

Historis atas Madzhab, Doktrin dan Kontribusi. Bandung: Nusamedia Bisri, Cik Hasan (2004) Pilar-Pilar Penelitian Hukum Islam Dan Pranata Sosial.

Jakarta: Rajawali Pers Firdaus, (2004) Ushul Fiqih: Metode Mengkaji Dan Memahami Hukum Islam Secara

Komprehensif. Jakarta: Zikrul Hakim Fuad, Mahsun (2005) Hukum Islam Indonesia: Dari Nalar Partisipatoris Hingga

Emansipatoris. Yogyakarta: LKiS Ibn Hazm, Abu Abdullah Muhammad (t.thn) Kitab Fi Ma’rifah An-Nasikh Wa

Mansukh dalam catatan pinggir kitab Tanwirul Miqbas Min Tafsir Ibnu Abbas karya Abu Thahir Muhammad Bin Ya’qub Al-Fairuzzabadi As-Syairazy As-Syafi'i. Surabaya: Al-Hidayah

Jumantoro, Totok dan Samsul Munir Amin (2005) Kamus Ilmu Ushul Fikih. t.t:

Amzah Khalaf, Abdul Wahab (2004) Ilmu Ushul Fiqh. Indonesia: Al-Haramain, 2004 Masduqi, Irwan (t.thn) "http://bp3.blogger.com/_ErBYsDi-, (Diakses pada 13 April

2008) Munawwir, A.W (1997) Kamus Al-Munawwir: Arab-Indonesia Terlengkap.

Surabaya: Pustaka Progressif Nasution, S (2006) Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara Nazir, Moh (2005) Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia Ramulyo, Mohd Idris (2004) Asas-asas Hukum Islam: Sejarah Timbul dan

Berkembangnya Kedudukan Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika

Rosyada, Dede (1999) Hukum Islam dan Pranata Sosial. Jakarta: Raja Grafindo

Persada Syarifuddin, Amir (1997) Ushul Fiqh. Ciputat: Logos Wacana Ilmu Soekanto, Soerjono (1986) Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI. Press Rusli, Nasrun (1999) Konsep Ijtihad Al-Syaukani: Relevansinya Bagi Pembaruan

Hukum Islam Di Indonesia. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Page 124: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

Yafie, Ali (1995) “Nasikh Mansukh Dalam Al-Qur’an,” dalam Budhy Munawar Rachman (ed.) et.Al., Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah. Jakarta: Paramadina

Jurnal dan Ensiklopedia Willya, Evra (2005) "Nasikh Dan Mansukh," El Qisth. t.t: t.p Abdul Azis Dahlan (ed.) et.al., Pembaruan Hukum Islam dalam Ensiklopedi Hukum Islam, Vol. 4: Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996 Abdul Azis Dahlan (ed.) et.al., Reaktualisasi Hukum Islam dalam Ensiklopedi Hukum Islam, Vol. 5: Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996

Page 125: SKRIPSI - etheses.uin-malang.ac.idetheses.uin-malang.ac.id/4315/1/04210001.pdf · Fiat Justitia Pereat Mundus (Jangan Tertidur, Tegakkanlah Keadilan Sekalipun Langit akan Runtuh)

DEPARTEMEN AGAMA RI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG

JURUSAN SYARI’AH Jl. Gajayana 50 Telp. 0341-553477 Fax. 0341-572553

BUKTI KONSULTASI

Nama Mahasiswa : Ahmad Hasanuddin Berutu NIM : 04210001 Pembimbing : Dra. Hj. Tutik Hamidah M.Ag Judul Skripsi :

TEORI NASIKH MANSUKH IMAM AS-SYAFI’I DAN RELEVANSINYA DALAM PEMBAHARUAN FIQIH DI INDONESIA

(Sebuah Kajian Ushul Fiqih)

No TANGGAL MATERI KONSULTASI TANDA TANGAN PEMBIMBING

1 10 Maret 2008 Konsultasi Proposal

2 15 Maret 2008 Seminar Proposal

3 7 April 2008 Konsultasi Bab I

4 23 April 2008 Revisi Bab I

5 15 Mei 2008 Konsultasi Bab I, II

6 29 Mei 2008 Revisi Bab I, II

7 18 Juni 2008 Konsultasi Bab I, II, III, IV

8 25 Juni 2008 Revisi Bab I, II, III, IV

9 8 Juli 2008 Revisi Bab I, II, III, IV

10 24 Juli 2008 ACC Bab I, II, III, IV

Mengetahui

Dekan Fakultas Syari'ah

Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag

NIP. 150 216 425