skripsi - core.ac.uk · pemeriksaan barang bukti secara teknis kriminalistik di tkp guna...
TRANSCRIPT
SKRIPSI
PERANAN LABORATORIUM FORENSIK CABANG
MAKASSAR DALAM PENYELESAIAN KASUS NARKOTIKA
DI PARE-PARE
OLEH
ISMAIL
B 111 09 500
BAGIAN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
i
HALAMAN JUDUL
PERANAN LABORATORIUM FORENSIK CABANG
MAKASSAR DALAM PENYELESAIAN KASUS NARKOTIKA
DI PARE-PARE
OLEH:
ISMAIL
B 111 09 500
SKRIPSI
Diajukan sebagai Tugas Akhir dalam rangka penyelesaian studi sarjana
pada Bagian Hukum Pidana Program Studi Ilmu Hukum
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
PERANAN LABORATORIUM FORENSIK CABANG
MAKASSAR DALAM PENYELESAIAN KASUS NARKOTIKA
DI PARE-PARE
Disusun dan diajukan oleh
ISMAIL
B 111 09 500
Telah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Skripsi yang Dibentuk dalam rangka Penyelesaian Studi Program Sarjana
Bagian Hukum Pidana Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
Dan Dinyatakan Diterima
Panitia Ujian
Ketua
Sekretaris
Prof. Dr. M. Syukri Akub, S.H.,M.H NIP. 195708011985031005
Kaisaruddin Kamaruddin, S.H. NIP. 196603201991031005
A.n. Dekan Wakil Dekan Bidang Akademik,
Prof. Dr. Ir. Abrar Saleng, S.H.,M.H. NIP. 19630419 198903 1003
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Menerangkan bahwa skripsi mahasiswa:
Nama : Ismail
No. Pokok : B 111 09 500
Bagian : HUKUM PIDANA
Judul Skripsi : Peranan Laboratorium Forensik Cabang Makassar
Dalam Penyelesaian Kasus Narkotika di Pare-Pare
Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan dalam ujian skripsi.
Makassar, 2 Oktober 2013
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. M. Syukri Akub, S.H.,M.H NIP. 195708011985031005
Kaisaruddin Kamaruddin, S.H. NIP. 196603201991031005
iv
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI
Menerangkan bahwa skripsi mahasiswa:
Nama : Ismail
No. Pokok : B 111 09 500
Bagian : HUKUM PIDANA
Judul Skripsi : Peranan Laboratorium Forensik Cabang Makassar Dalam
Penyelesaian Kasus Narkotika di Pare-Pare
Memenuhi syarat dan disetujui untuk diajukan dalam ujian skripsi sebagai ujian
akhir program studi.
Makassar, Oktober 2013
a.n Dekan
Wakil Dekan Bidang Akademik,
Prof. Dr. Ir. Abrar Saleng, S.H., M.H.
NIP. 19630419 198903 1 003
v
ABSTRAK
Ismail (B 111 09 500). Peranan Laboratorium Forensik Cabang Makassar Dalam Penyelesaian Kasus Narkotika Di Pare-Pare, dibimbing oleh H.M.Syukri Akub, dan Kaisaruddin K.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan laboratorium forensik cabang makassar dalam mengungkap kasus narkotika di pare-pare. dan untuk mengetahui apa sajakah yang menjadi faktor penghambat laboratorium forensik dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Forensik Cabang Makassar dan Kantor Kepolisian Resor Pare-pare.metode penelitian yang digunakan dalam penelitian meliputi Data Primer sebagai data utama yaitu data mengenai jumlah barang bukti yang diperiksa di Laboratorium Forensik Cabang Makassar. Data Skunder merupakan data pelengkap atau pendukung terhadap data utama yang meliputi, buku-buku, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.
Berdasarkan hasil analisis fakta dan data yang ada, maka Penulis mengambil kesimpulan yaitu : A.)Laboratorium forensik pada umumnya sudah dapat dikatakan sangat efektif dilihat dari peranannya sebagai tempat pemeriksaan barang bukti di Laboratorium Forensik dan pemeriksaan barang bukti secara teknis kriminalistik di TKP guna kepentingan penyidikan tindak pidana khususnya narkotika. Tidak sampai disitu saja peranan Laboratorium Forensik sangat penting dalam hal menentukan kandungan dari jenis narkotika, dari hasil uji Labfor tersebut dapat diketahui golongan narkotika dari kandungannya, dari hasil pemeriksaan penyidik dapat menentukan pasal yang akan disangkakan bagi para tersangka atau terdakwa penyalahgunaan narkotika.B.) Laboratorium Forensik dalam menjalankan tugas dan fungsinya tidak terlepas dari hambatan, yaitu dalam surat permintaan pemeriksaan sering tidak jelasnya maksud dan tujuan dilakukannya pemeriksaan, seringnya tidak terpenuhi syarat formal berupa kelengkapan berkas administrasi dan syarat materil berupa jumlah barang bukti yang tidak cukup untik diperiksa, atau barang bukti dalam keadaan rusak sehingga memperlambat proses pemeriksaan secara laboratoris.
Penulis merekomendasikan yakni : Laboratorium Forensik dalam menjalankan tugas dan fungsinya agar senantiasa tetap meningkatkan pelayanannya terhadap masyarakat khususnya pihak yang meminta pemeriksaan secara Laboratoris, mengingat pentingnya peranan yang diberikan dalam proses pembuktian perkara di pengadilan
vi
ABSTRACT
Ismail ( B 111 09 500 ) . Role of the Forensic Laboratory Branch Makassar In Narcotics Case Settlement In Pare - Pare , guided by H.M.Syukri Akkub and Kaisaruddin K.
This study aims to determine how the forensic laboratoriumn role in exposing Makassar branch / completion of narcotics cases in pare - pare . and to find out what are the factors that inhibit the forensic laboratory in carrying out its duties and functions .
This research was conducted at the Laboratory of Forensic Branch and the Office of Police Makassar - Pare pare.metode research used in the study include Primary Data as the main data is data on the number of items of evidence were examined or investigated in Makassar Branch Forensic Laboratory . Secondary data is the data complement or support the main data which includes , books , laws and regulations relating to the issues discussed
Based on the analysis of existing facts and data , the authors conclude that : A. ) Forensic Laboratory in general can be said to be very effective 've seen of its role as a laboratory examination of evidence in forensic and technical examination of the evidence at the crime scene for the purpose of Criminal investigation especially narcotics offenses . Does not end there Forensic Laboratory crucial role in determining the content of the type of drug , the results of the test can be known Labfor narcotic class of its contents , then after knowing the narcotic group of investigators can determine the results of the article alleged to be suspected or accused narkotika.B abuse . ) Forensic Laboratory in carrying out its duties and functions not in spite of obstacles , namely the examination request letter is often not clear intention and objective examination , often not fulfilled formal requirements such as administrative records and the completeness of the material terms such as the amount of evidence that was not checked recycle enough , or evidence in a state of disrepair so slow inspection process in laboratory .
The author recommends that : Forensics Laboratory in carrying out its duties and functions in order to always keep improving its service to the community, especially the party requesting inspection by laboratories , given the important role given in the process of proving the case in court
vii
KATA PENGANTAR
AssalamuAlaikumWr.Wb.
Puji syukur alhamdullilah Penulis panjatkan pada Allah SWT atas
rahmat dan karuniaNya yang telah memberikan kekuatan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Peranan Laboratorium
Forensik Cabang Makassar dalam Penyelesaian Kasus Narkotika di Pare-
pare” dengan kesabaran dan kesehatan yang merupakan persyaratan
untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin Makassar.
Berbagai hambatan dan kesulitan penulis hadapi selama
penyusunan skripsi ini. Namun berkat bantuan, semangat, dorongan,
bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak sehingga hambatan,
kesulitan tersebut dapat teratasi untuk itu perkenankanlah Penulis
mengucapkan terimakasih. Terlebih kepada Kedua orangtuaku,
H.Haeruddin, Hj.Nahariah yang telah melahirkan, mengasuh,
membimbing, memberikan kasih sayang serta perhatian dan membiayai
Penulis sampai selesai studi Penulis. Dan untuk saudara dan saudari
yang selalu membantu dan memberi dukungan kepada Penulis sehingga
mampu menyelesaikan Tugas Akhir ini. Dan Kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Idrus Paturusi, selaku Rektor Universitas
Hasanuddin Makassar.
2. Bapak Prof. Dr. Aswanto SH,. MS,. DFM. Selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin Makassar
viii
3. Prof. Dr. H. M. Syukri Akub S.H M.H. Kaisaruddin Kamarudin SH.
selaku Pembimbing I dan Pembimbing II
4. Dr.Padma D Liman SH., MH,. Selaku Penasihat Akademik atas
segala bimbingannya dan perhatiannya yang telah deiberikan
kepada penulis
5. Teman KKN Gelombang 82 Univesitas Hasanuddin di Kabupaten
Pinrang, Kacamatan Suppa desa Wiring Tasi khususnya satu
Posko : Apandi Miswari Nasution ( abang), Suryadi syam ( lame’),
Andi Eka Rizkika Pratama, Steven, Taufik, Elisa Tuken
Lilinpadang, Jumniati, Risqah, Mhala, ijcha, dan juga terima kasih
buat anaknya pak desa ikha, serta anak dari posko sebelah.
6. Untuk Teman-teman Kelas E Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin : Iin fatimah SH, Dias, Fadil, Hidayatullah SH, Rara,
Cindy, Anca, Kurniadi Saranga SH, Rocxy SH Hasmibar SH,
Suhaeni Rosa SH, Alfianty Alimudin SH, Teten Susmihara SH, Vita
Sulvitri Y Haya SH, Hardianto Maspul SH, Mohammad Ali Khan
SH,Andi Dedy Herfiawan SH, Sartono Nur Said SH, Anny Eka Putri
SH, Ilham SH, Aditya Toding SH, Aan Pratama Hikman SH, Ishak,
Reza Prasetya SH, dan lain-lain yang tidak bisa disebutkan satu
persatu terimakasih atas kebersamaannya selama ini, karena
kalian penulis mendapatkan pengalaman yang sangat berarti dan
berharga selama penulis menempuh studi di fakultas hukum
universitas hasanuddin.
ix
7. Teman-teman Doktrin Angkatan 2009 Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin
8. Kasat Narkotika kota Pare-pare serta jajaran pengurus yang
membantu dan memberikan izin dalam rangka kegiatan penelitian
dan memberikan informasi yang dibutuhkan penulis
9. Kepala Laboratorium Forensik Cabang Makassar , AKBP Sugiharti ,
serta jajaran pengurus yang membantu dan memberikan izin dalam
rangka kegiatan penelitian dan memberikan informasi yang
dibutuhkan penulis
10. Seluruh staf akademik yang telah membantu kelancaran akademik
penulis
11. Seluruh dosen fakultas hukum universitas hasanuddin khususnya
dosen bagian pidana.
12. Dan seluruh pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya
skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu
Penulis sadari bahwa dalam skripsi ini masih begitu banyak
kekurangan, olehnya itu dengan senang hati Penulis harapkan kritik dan
saran yang membangun dari para penguji dan para pembaca yang
sempat membaca skripsi ini
Wassalamu Alaikum Wr.Wb
Makassar, 16 Nopember 2013
Ismail
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................... iii
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI ................................. iv
ABSTRAK .......................................................................................... v
ABSTRACT ........................................................................................ vi
KATA PENGANTAR .......................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................... 3
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................... 6
A. Laboratorium Forensik ............................................... 6
1. Sejarah Laboratorium Forensik ............................ 6
2. Kewenangan Formal laboratorium Forensik ......... 15
3. Jenis Pelayanan Laboratorium Forensik Polri ...... 15
4. Produk Hasil Pemeriksaan Laboratorium Forensik
Polri ...................................................................... 17
B. Pengertian Laboratorium Forensik ............................. 18
C. Gambaran Umum Laboratorium Forensik .................. 20
D. Pembagian Ilmu Forensik Dan Tujuan Laboratorium
Forensik .................................................................... 23
E. Narkotika dan Psikotropika ........................................ 28
1. Narkotika .............................................................. 29
2. Psikotropika ......................................................... 33
F. Jenis Narkoba Secara Umum .................................... 36
xi
BAB III METODE PENELITIAN ................................................... 45
A. Lokasi Penelitian ........................................................ 45
B. Jenis dan Sumber Data .............................................. 45
C. Teknik Pengumpulan Data.......................................... 45
D. Analisis Data............................................................... 46
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................... 47
A. Peranan Laboratorium Forensik Dalam Penyelesaian
Kasus Narkotika................................ .......................... 47
B. Hambatan Laboratorium Forensik Dalam
Melaksanakan Tugas dan Fungsinya. ......................... 55
C. Hal-Hal Tentang Pemeriksaan Laboratorium Forensik
Untuk Kasus Narkotika ............................................... 56
BAB V PENUTUP........................................................................ 60
A. Kesimpulan. ................................................................ 60
B. Saran .......................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 62
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia pada saat ini sedang membangun, mengadakan
pembangunan jasmaniah dan rohaniah. Semua warga negara dan
pemerintah ikut bersama dalam membangun semesta yang merupakan
suatu proses moderenisasi yang tentunya akan menimbulkan dampak
positif maupun dampak negatif. Ini berarti bahwa pada setiap peserta
pembangunan baik pihak pemerintah maupun pihak swasta, baik secara
kelompok maupun individu ikut bertanggungjawab terhadap terjadinya
akibat-akibat yang positif maupun negatif, baik dilakukan secara sengaja
maupun tidak sengaja.
Sebagaimana diketahui bahwa akibat perkembangan pengetahuan
teknologi saat ini, tidak terlepas dari dampak positif dan negatif.
Mengenai dampak positif tidaklah perlu kiranya Penulis bahas dalam
Penulisan ini. Salah satu dampak negatif yang timbul dari perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi adalah timbulnya peningkatan tipe dan
modus operandi kejahatan, sehingga proses penyidikan dan
penyelidikannya perlu pula cara menggunakan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang moderen. Salah satu usaha untuk menaggulangi masalah
tersebut yakni dibentuknya laboratorium forensik.
Laboratorium forensik adalah suatu lembaga yang bertugas dan
berkewajiban menyelenggarakan fungsi kriminalistik dan melaksanakan
2
segala usaha pelayanan serta membantu mengenai kegiatan pembuktian
perkara pidana dengan memakai teknologi dan ilmu-ilmu penunjang
lainnya.
Seperti diketahui, bahwa laboratorium forensik Polri adalah salah
satu unsur bantuan tehnik laboratories kriminalistik dalam rangka tugas
sebagai penyidik. Adapun pelaksanaan tugasnya meliputi bantuan
pemeriksaan laboratories, baik terhadap barang bukti maupun terhadap
tempat kejadian perkara (TKP) serta kegiatan bantuan lainnya terhadap
unsur-unsur operasional kepolisian terutama reserse.
Adapun mengenai tindak kejahatan biasanya meninggalkan bukti-
bukti atau bekas-bekas dari tindak kejahatan itu sendiri yang dapat
diungkap baik melalui alat bukti berupa keterangan saksi maupun
keterangan tersangka atau terdakwa sendiri dan dapat pula melalui
pemeriksaan barang bukti yang dapat diperiksa secara laboratories.
Peranan laboratorium forensik penting artinya dalam mengungkap
kasus kejahatan melalui proses pemeriksaan barang bukti, karena sistem
pembuktian menurut ilmu forensik yaitu adanya bukti segi tiga TKP maka
terdapat rantai antara korban, barang bukti dan pelaku. Oleh karena itu,
tidak semua kejahatan dapat diketahui dan diungkap melalui keterangan
saksi dan tersangka atau terdakwa saja, tetapi barang bukti juga dapat
memberi petunjuk atau keterangan atas suatu tindak kejahatan yang
telah terjadi, karena hasil pemeriksaan barang bukti dari laboratorium
forensik terdapat tiga alat bukti yang dapat dipenuhi laboratorium tersebut
dari lima alat bukti yang sah berdasarkan undang-undang No. 8 Tahun
3
1981 tentang KUHAP Pasal 184 ayat (1) yaitu keterangan ahli, surat, dan
petunjuk.
Dikaitkan dengan peranan laboratorium forensik, salah satu objek
pemeriksaan yang marak dan sering dilakukan yaitu terkait dengan
narkotika. Narkotika telah menjadi sorotan publik dan sangat meresahkan
masyarakat. Hal ini diperkuat dengan munculnya berbagai kasus terkait
dengan penyalahgunaan narkotika, termasuk di wilayah Pare-pare.
Untuk itulah Penulis merasa tertarik untuk mengkaji dan
mengadakan penelitian tentang peranan Laboratorium Forensik cabang
dan mekanisme/cara pengujian agar seseorang dapat diketahui bahwa ia
menggunakan narkotika Makassar dalam mengungkap kasus narkotika di
Pare-pare dengan judul penelitian : “Peranan Laboratorium Forensik
Cabang Makassar dalam Penyelesaian Kasus Narkotika Di Pare-
Pare”
B. Rumusan Masalah
Mengenai permasalahan, Penulis menyadari pula adanya
permasalahan sehubungan apa yang telah diuraikan sebelumnya. Adapun
yang menjadi masalah dalam Penulisan ini yakni menyangkut beberapa
pertanyaan pokok, yaitu :
1. Bagaimanakah peranan Laboratorium Forensik cabang Makassar
dalam mengungkap kasus narkotika di Pare-pare ?
2. Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat Laboratorium
Forensik dalam melaksanakan tugas dan fungsinya ?
4
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Seperti Penulis paparkan sebelumnya, bahwa di samping adanya
alasan maupun masalah yang akan dihadapi, juga Penulis akan
mengemukakan beberapa tujuan dari Penulisan ini, antara lain :
1. Laboratorium Forensik merasa perlu untuk diketahui oleh Penulis
selaku mahasiswa Fakultas Hukum yang tidak menutup
kemungkinan kelak akan besar pengaruhnya bagi diri si Penulis.
2. Penulis menyadari pula bahwa laboratorium forensik seyogyanya
diketahui oleh seorang calon sarjana hukum, khususnya dari
hukum pidana yang kelak akan menjadi seorang penegak hukum.
3. Untuk memperoleh gambaran tentang laboratorium forensik dalam
pelaksanaan tugas dan fungsinya.
4. Untuk mengetahui jenis pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak
laboratorium forensik, yang mana hasil pemeriksaannya dapat
mendukung keyakinan hakim dalam proses pemeriksaan perkara
di pengadilan.
Adapun manfaat/ kegunaan yang diharapkan dari Penulisan ini
adalah sebagai berikut :
1. Setelah mengetahui bentuk pelaksanaan tugas dan fungsi
laboratorium forensik maka diharapkan dapat memberi masukan
bagi pihak yang berkepentingan, khususnya bagi penyidik dalam
hal penanganan barang bukti.
2. Setelah pemeriksaan yang dilakukan secara laboratories, maka
akan tercipta suatu kepastian hukum oleh karna barang bukti tidak
5
dapat berbohong atau disuruh berbohong, karena hal ini diakui oleh
pakar forensik dimana apabila pembuktian di pengadilan tidak
ditemukan bukti maka hasil pemeriksaan barang bukti laboratorium
forensik menjadi alat bukti yang utama.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Laboratorium Forensik
1. Sejarah Laboratorium Forensik
Seiring pesatnya dinamika masyarakat moderen yang ditandai
dengan berkembangnya hasil – hasil teknologi, ternyata berdampak
sosiologis yang bersifat regional, nasional bahkan internasionalpun
semakin komplek. Namun di samping memberikan dampak perubahan
yang bersifat positif, tak kalah pentingnya dinamika masyarakat moderen
yang semakin mengglobal itu, ternyata menghasilkan pula dampak negatif
berupa kejahatan semakin terstruktur dari segi metode dan lintas negara,
lintas benua jaringannya. Dari kejahatan transnasional telah mengawali ke
kejahatan internasional.
Tantangan pelaksanaan tugas kepolisian selalu berkait dengan
keadaan dan perkembangan lingkungannya, kejadian besar teror dunia
yaitu kejadian bencana teror bom Word Trade Centre (WTC) di New york
Amerika Serikat tanggal 11 September 2001 telah mengguncang dunia,
karena korbannya lebih dari 3000 orang. Tanpa diduga, pada tanggal 12
Oktober 2002 (tanggal, bulan dan tahun masing – masing di tambah satu)
teror bom terbesar kedua terjadi di Indonesia, tepatnya di pulau Bali yang
menewaskan 202 orang dari berbagai negara. Kemudian disusul
pengeboman hotel JW Marriot Jakarta tanggal 5 Agustus 2003,
pengeboman di depan Kedubes Australia, Bom Bali II dan lain - lainnya.
7
Apabila ditengok kasus – kasus teror bom yang menggonjang
berbagai negara dunia sebelumnya seperti di Amerika Serikat, Inggris,
India, pakistan dan sebagainya dimana kepolisiannya mempunyai sarana
dan prasarana yang moderen dan lengkap ternyata belum mampu
mengungkap kasus – kasus tersebut, lebih ironis Amerika Serikat
menggunakan “pasal gregetan“ menuduh Osamah bin Laden dengan
kelompoknya Al-Qaedanya tanpa proses hukum yang valid dan tanpa
pengadilan yang fair.
Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan segala keterbatasan
sarana dan prasaran ternyata mampu mengungkap kasus – kasus besar
teror bom yang telah terjadi ditanah air. Sebagai contoh keberhasilan
pengungkapan kasus bom periode 1999 – 2001 tercatat 163 kasus bom
terungkap 104 kasus (70%), periode 2002 – 2004 terjadi 37 kasus berhasil
diungkap 42 kasus (125%), keberhasilan tersebut di samping
mengharumkan Polri dimata dunia internasional tetapi juga bangsa dan
negara Indonesia.
Salah satu pengalaman Polri yang sangat spektrakuler adalah
pengungkapan kasus – kasus bom dengan menggunakan metode
scientific crime investigation (penyidikan secara ilmiah). Pengungkapan
Kasus Bom Bali pada awalnya banyak diragukan berbagai pihak, apa
mungkin Polri mampu mengungkapnya? Bahkan ketika setahap demi
setahap mulai menapak mengungkap bom bali langsung terdengar
tuduhan tak sedap, Polri telah merekayasa kasusnya.
8
Keberhasilan tersebut tentunya tidak lepas dari keterpaduan fungsi
dan peran para ahli forensik dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang berawal dari pengolahan Tempat Kejadian Perkara
(TKP) dengan melakukan pemeriksaan dan menghubungkan micro
evidence (barang bukti mikro), seperti pengungkapan identitas korban
menggunakan pemeriksaan sidik jari (daktiloskopi), pemeriksaan
deoxirybose nucleic acid (DNA), Serologi / darah, Odontologi Forensik
(pemeriksaan gigi), disaster victimiIdentification (DVI) dan lain lain.
Pengungkapan dengan menggunakan ilmu kimia, fisika dan lain – lain
termasuk proses pelacakan salah satu tersangka yang didasarkan nomor
seri kendaraan bermotor (nomor rangka dan nomor mesin) dengan
metode penimbulan kembali (re-etching) nomor – nomor tersebut yang
telah dirusak dengan reaksi kimia tertentu, serta penentuan bahan isian
bom yang ditemukan di TKP yang identik dengan bahan yang ada di
tubuh, pakaian, rumah, kendaraan tersangka.
Sebagaimana di ucapkan oleh Kepala Kepolisian Federal Australia
(AFP = Australian Federal Police) Commisioner Mc. Keelty bahwa
keberhasilan Polri dalam menangani teror bom adalah prestasi standar
internasional, karena kepolisian berbagai negara tidak berhasil
mengungkap teror bom dalam waktu relatif singkat.
Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan salah satu
tugas kepolisian adalah melakukan penyidikan. Penyidikan diatur dalam
Pasal 1 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang
9
menjelaskan bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik
dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya.
Dalam upaya mencari dan mengumpulkan bukti dalam proses
penyidikan, penyidik diberi kewenangan seperti yang tersirat dalam Pasal
7 ayat (1) huruf h KUHAP yang menyatakan bahwa mendatangkan orang
ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara
dan Pasal 120 ayat (1) KUHAP menyatakan dalam hal penyidik
menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang
memiliki keahlian khusus.
Pengertian mendatangkan para ahli / memiliki keahlian khusus
tersebut salah satunya dapat dipenuhi oleh Laboratorium Forensik,
dimana sesuai dengan Keputusan KaPolri No : Kep / 22 / VI / 2004
tanggal 30 Juni 2004 tentang perubahan atas Keputusan kaPolri No. Pol. :
KEP / 30 / VI / 2003 tanggal 30 Juni 2003 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Satuan-satuan Organisasi pada Tingkat Markas Besar Kepolisian
Negara Republik Indonesia lampiran ”G” Bareskrim Polri Laboratorium
Forensik mempunyai tugas membina dan melaksanakan kriminalistik /
forensik sebagai ilmu dan penerapannya untuk mendukung pelaksanaan
tugas Polri yang meliputi : kimia forensik, narkotika forensik, biologi
forensik, toksiologi forensik, fisika forensik, ballistik forensik serta fotografi
forensik.
10
Untuk menanggulangi kejahatan yang memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi seperti tersebut di atas hanya dapat
ditanggulangi dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi
pula. Proses penyidikan kejahatan dengan menggunakan teknologi yang
lazim disebut penyidikan secara ilmiah atau “scientific crimeiInvestigation /
SCI penyidikan secara ilmiah) dimana peran dan fungsi tersebut sebagian
diemban oleh Laboratorium Forensik. Dan ”term” scientific crime
investigation telah teruji dalam proses pengungkapan kasus – kasus yang
menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana dibahas
sebelumnya.
Kalimat bijak mengatakan ”tak kenal maka tak sayang ..”, untuk itu
agar kita lebih mengenal Laboratorium Forensik khususnya bagi anggota,
umumnya bagi siapa saja yang mempunyai keinginan untuk mengetahui
lebih jauh, berikut adalah catatan kecil tentang Laboratorium Forensik
Bareskrim Polri :
a. Periode 1954 – 1959
Kelahiran Labfor tidak terlepas dari sejarah berdirinya NCB /
Interpol. Dimana pada bulan Mei 1952, dua utusan dari Kejaksaan Agung
dan Djawatan Kepolisian Negara menghadiri sidang ke-21 Majelis Umum
ICPO / Interpol sebagi peninjau dan pada tahun yang sama Indonesia
memutuskan untuk masuk menjadi anggota ICPO / Interpol.
Sebagai syarat diterimanya Polri menjadi anggota Interpol, salah satunya
Indonesia harus sudah menerapkan atau menggunakan Ilmu Forensik.
Dengan ditunjuknya DKN sebagai Biro Pusat Nasional Indonesia (NCB
11
Indonesia) maka pada tanggal 15 Januari 1954 dengan order Kepala
Kepolisian Negara Nomor : 1 / VIII / 1954, dibentuklah Seksi Interpol dan
Seksi Laboratorium, di bawah Dinas Reserse Kriminil. Dan Seksi
Laboratorium pada saat itu bertugas melakukan pemeriksaan surat-surat /
dokumen dan pemeriksaan senjata api / Balistik.
Pada tanggal 16 april 1957 didirikan Laboratorium Kriminil Cabang
Surabaya dengan Surat Keputusan Kepala Kepolisian Negara Nomor : 26
/ Lab / 1957 dan ditempatkan secara adiministratif di bawah Kantor
Komisariat Jawa Timur. Dan dengan bekerja sama Depot Pharmasi
Depkes di Surabaya dan kamar mayat di Rumah Sakit Dr. Soetomo
Surabaya maka dimulailah kegiatan-kegiatan pemeriksaan ilmiah
laboratoris di bidang kimia.
b. Periode 1959 – 1963
Dengan peraturan Menteri Muda Kepolisian Nomor : 1 / PRT / MMK
/ 1960 tanggal 20 Januari 1960, Seksi Laboratorium dipisahkan dari Dinas
Reserse Kriminil Markas Besar Polisi Negara dan ditempatkan langsung di
bawah Komando dan Pengawasan Menteri Muda Kepolisian dengan
nama Laboratorium Departemen Kepolisian. Hal ini dimaksud agar semua
dinas operasional di dalam lingkungan Kepolisian Negara dapat
memanfaatkan jasa-jasa Laboratorium Kriminil.
c. Periode 1963 – 1964
Dengan Instruksi Menteri / Kepala Staf Angkatan Kepolisian No.
Pol : 4 / Instruksi / 1963 tanggal 25 Januari 1963, dilakukan
penggabungan Laboratorium Departemen Kepolisian dengan Direktorat
12
identifikasi menjadi Lembaga Laboratorium dan Identifikasi Departemen
Kepolisian.
d. Periode 1964 – 1970
Dengan semakin meningkatnya kualitas dan kuantitas kegiatan,
maka dengan Surat Keputusan Menteri / Panglima Angkatan Kepolisian
No. Pol : 11 / SK / MK / 1964 tanggal 14 Pebruari 1964, Lembaga
Laboratorium dan Identifikasi dipecah kembali menjadi Direktorat
Laboratorium Kriminil dan Direktorat Identifikasi.
e. Periode 1970 – 1977
Dengan Surat Keputusan Menteri Pertahanan Keamanan /
Panglima Angkatan Bersenjata Nomor: Skep / A / 385 / VIII / 1970,
Direktorat Laboratorium Kriminil yang tadinya di bawah Kepala Kepolisian
menjadi berada di bawah Komando Utama Pusat Reserse dengan nama
Laboratorium Kriminil Koserse.
Pada tahun 1972 Laboratorium Kriminil Koserse dipercayakan oleh
Pimpinan Polri untuk melaksanakan Operasi Narkotik “B”. Di sini terlihat,
bahwa Laboratorium Kriminil bukan saja hanya dibebani tugas bantuan
teknik penyidikan (represif), tetapi juga diberi tugas dalam bidang preventif
dan pembinaan masyarakat.
Dan pada tahun 1972 dibentuklah Labforcab Medan yang melayani Aceh,
Sumut, Padang, dan Riau.
f. Periode 1977 – 1984
Sejak tanggal 1 Juli 1977 dengan Surat Keputusan
MENHANKAM/PANGAB Nomor : SKEP / 15 / IV / 1977 dan Surat
13
Keputusan KAPOLRI No. Pol. : SKEP / 50 / VII / 1977, Laboratorium
Kriminil ditetapkan sebagai Badan Pelaksana Pusat di Tingkat Mabes
Polri yang berkedudukan langsung di bawah KaPolri.
Pada tanggal 9 Desember 1982 dibentuk Labforcab Semarang yang
melayani Jawa Tengah dan Yogyakarta serta tugas khusus sebagai
teaching laboratory bagi taruna Akpol dan pendidikan sejenis lainnya
g. Periode 1984 -1992
Pada tahun 1984 terjadi perubahan tentang kedudukan
Laboratorium Kriminal Polri yaitu dari langsung di bawah KaPolri menjadi
berkedudukan di dalam Direktorat Reserse. Tetapi pada tahun yang sama
terjadi perubahan lagi kembali menjadi berkedudukan di bawah KaPolri,
dengan tugas membina Fungsi Khusus Kriminalistik, dan
menyelenggarakan serta melaksanakan fungsi tersebut dalam rangka
mendukung pelaksanaan tugas fungsi Reserse Kepolisian dan fungsi-
fungsi operasional lainnya serta pelayanan umum Polri.
Pada tahun 1985 dibentuklah Labforcab Makassar yang melayani
Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.
h. Periode 1992 – 2001
Berdasarkan Surat Keputusan Pangab No. Kep/11/X/1992, tanggal
5 Oktober 1992 Laboratorium Kriminil berubah nama menjadi Pusat
Laboratorium Forensik.
Dan pada tanggal 3 Maret 1999 dengan Keputusan KaPolri No. Pol
: Kep / 11 / III / 1999 dibentuk dan disahkan Laboratorium Forensik
Cabang Palembang dan Denpasar.
14
i. Periode 2001 – 2010
Berdasarkan Surat Keputusan KaPolri No. Pol. : Kep / 9 / V /2001,
tanggal 25 Mei 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Mabes Polri,
Puslabfor kembali menjadi bagian dari Korserse Polri dan dengan Surat
Keputusan KaPolri No. Pol. : Kep / 53 / X / 2002 dengan perubahan
Korserse menjadi Bareskrim maka sampai sekarang Puslabfor
berkedudukan di bawah Bareskrim Polri atau menjadi Puslabfor Bareskrim
Polri.
j. Periode 2010 – sekarang
Berdasarkan Peraturan KaPolri nomor 21 tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Mabes Polri, Puslabfor tetap berada dibawah
struktur Bareskrim Polri bersama Pusinafis dan Pusiknas. Dalam
organisasi baru terdapat beberapa perubahan dan penambahan antara
lain penambahan bidang baru yaitu bidang Narkobafor, penambahan
subbid Komputer Forensik serta beberapa perubahan nomeklatur dan
titelaturnya.
Saat ini Puslabfor Bareskrim Polri telah mempunyai 6 Labforcab yang
tersebar di Medan, Palembang, Semarang, Surabaya, Makasar dan
Denpasar. Dalam rangka peningkatan pelayanan sesuai tugas pokok,
fungsi dan perannya, Dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi akan
segera di bangun Labfor cab.Balikpapan, Pontianak, Pekanbaru dan
Papua.
15
2. Kewenangan formal Laboratorium forensik
Dalam pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan peran Labfor Polri
selama ini antara lain didasarkan kepada :
a. UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
b. UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI.
c. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1173 / Menkes / SK / X /
1998 tentang Penunjukan Laboratorium pemeriksa Narkoba dan
Psikotropika.
d. Surat Edaran Jaksa Agung RI No. 5 / KRI / 2589 perihal
penunjukan Labkrim Polri untuk pemeriksa tulisan.
e. Surat Ketua Mahkamah Agung RI No. 808 / XII / 1983 perihal
penunjukan Labkrim Polri sebagai pemeriksa barang bukti
kasus kasus pidana umum.
f. Surat edaran Jaksa Agung RI No. SE / 003/SA/2/1984 tentang
keterangan ahli mengenai tanda tangan dan tulisan sebagai alat
bukti.
g. Peraturan KaPolri nomor 21 tahun 2010 tentang susunan
organisasi dan tata kerja satker Mabes Polri.
h. Peraturan KaPolri nomor 10 tahun 2009 tentang tata cara
permintaan bantuan kepada Labfor Polri
3. Jenis Pelayanan Laboratorium Forensik Polri
Laboratorium Forensik memberikan pelayanan bagi Aparat
Penegak Hukum serta masyarakat umum yang memerlukan jasa
pemeriksaan / pelayanan umum untuk mendapatkan rasa keadilan dan
atau keperluan lainnya.
16
a. Bidang Dokumen dan Uang Palsu Forensik (Biddokupalfor)
Bertugas menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan teknis
kriminalistik TKP dan pemeriksaan laboratoris kriminalistik barang bukti
dokumen (tulisan tangan, tulisan ketik, dan tanda tangan), uang palsu
(uang kertas RI, uang kertas asing, dan uang logam) dan produk cetak
(produk cetak konvensional, produk cetak digital, dan cakram optik) serta
memberikan pelayanan umum forensik kriminalistik.
b. Bidang Balistik dan Metalurgi Forensik (Bidbalmetfor)
Bertugas menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan teknis
kriminalistik TKP dan pemeriksaan laboratoris kriminalistik barang bukti
senjata api (senjata api, peluru dan selongsong peluru), bahan peledak
(bahan peledak, komponen-komponen bom, dan bom pasca ledakan (post
blast) ) dan metalurgi (bukti nomor seri, kerusakan logam), dan
kecelakaan konstruksi serta memberikan pelayanan umum forensik
kriminalistik.
c. Bidang Fisika dan Komputer Forensik (Bidfiskomfor)
Bertugas menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan teknis
kriminalistik TKP dan pemeriksaan laboratoris kriminalistik barang bukti uji
kebohongan (lie detector), jejak, radioaktif, konstruksi bangunan,
peralatan teknik, kebakaran/pembakaran, dan komputer (suara dan
gambar (audio/video), komputer & telepon genggam (computer & mobile
phones), dan kejahatan jaringan internet/intranet (cyber network)) serta
memberikan pelayanan umum forensik kriminalistik.
17
d. Bidang Kimia, Toksikologi, dan Biologi Forensik (Bidkimbiofor)
Bertugas menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan teknis
kriminalistik TKP dan laboratoris kriminalistik barang bukti kimia (bahan
kimia yang belum diketahui (unknown material), dan bahan kimia produk
industri), biologi/serologi (serologi, biologi molecular, dan bahan-bahan
hayati) dan toksikologi atau lingkungan hidup (toksikologi,
mikroorganisme, dan pencemaran lingkungan hidup), serta memberikan
pelayanan umum forensik kriminalistik.
e. Bidang Narkotika, Psikotropika dan obat berbahaya forensik
(Bidnarkobafor)
Bertugas menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan teknis
kriminalistik TKP dan pemeriksaan laboratoris kriminalistik barang
bukti narkotika (narkotika bahan alam, bahan sintesa & semi sintesa, dan
cairan tubuh), psikotropika (bahan & sediaan psikotropika, laboratorium
illegal (clandestine labs) bahan psikotropika) dan obat (bahan kimia obat
berbahaya, bahan kimia adiktif, dan prekursor). Serta memberikan
pelayanan umum forensik kriminalistik.
4. Produk hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik Polri
Jenis pelayanan Laboratorium Forensik Polri tersebut di sajikan
dalam bentuk produk pemeriksaan Laboratorium Forensik Polri yang
dikategorikan sesuai kepentingannya sebagai berikut :
a. Kepentingan Peradilan (PRO JUSTICIA).
Jenis pelayanan ini hanya diberikan berdasarkan permintaan dari
Aparat Penegak Hukum (Polri, Jaksa, Hakim, POM TNI, PPNS dan
18
instansi terkait lainnya) dalam rangka proses penegakan hukum (Tahap
Penyidikan, Penuntutan serta Peradilan) untuk suatu Perkara Pidana
dalam bentuk berita acara pemeriksaan teknis kriminalistik TKP dan
pemeriksaan laboratoris kriminalistik barang bukti.
b. Kepentingan Non Peradilan (NON JUSTICIA).
Jenis pelayanan ini dapat diberikan kepada / diminta masyarakat
dalam rangka proses penegakan aturan internal kelompok / masyarakat
atau untuk meredam terjadinya konflik atau untuk kepentingan terapi
(bukan kepentingan penegakan hukum). Biasanya dilakukan untuk suatu
Perkara Perdata, Perkara dalam rumah tangga atau kepentingan terapi
apabila ada kecurigaan terhadap anggota keluarga yang diduga terlibat
narkoba, dalam bentuk surat keterangan pemeriksaan contoh uji.1
B. Pengertian Laboratorium Forensik
Forensik dalam bahasa hukum (Pius A. Partanto : 1994) dapat
diartikan sebagai hasil pemeriksaan yang diperlukan dalam proses
pengadillan. Sedangkan forensik dalam pengertian bahasa Indonesia
berarti berhubungan dengan pengadilan.(Balai Pustaka : 1988).
Ilmu forensik ( Forensik Science) adalah meliputi semua ilmu
pengetahuan yang mempunyai kaitan dengan masalah kejahatan, atau
dapat dikatakan bahwa dari segi perannya dalam penyelesaian kasus
kejahatan maka ilmu-ilmu forensik memegang peranan penting. Adapun
semua peranan ilmu-ilmu pengetahuan yang mempunyai kaitan dengan
masalah kejahatan tersebut, ialah:
1 http://wartalabfor.blogspot.com/2010/05/mengenal-lebih-dekat-puslabfor.html Diakses
tanggal 06 februari 2013.
19
1. Hukum pidana
2. Hukum acara pidana.
3. Ilmu kedokteran forensik
4. Psikologi forensik dan psikiatri (Neurologi) forensik2
Kata forensik berasal dari bahasa latin yakni dari kata forum,yang
Untuk memahami pokok permasalahannya yang menhadi objek kajian
dari skripsi ini, maka perlu diketahui pengertiannya.Dengan harapan agar
dapat diketahui arti dan maksud serta tujuan dari istilah tersebut
mengandung pengertian sebagai suatu tempat pertemuan umum di kota-
kota pada zaman Romawi kuno yang pada umumnya dipakai untuk
berdagang atau kepentingan lain termasuk suatu siding
peradilan.Sedangkan arti forum itu sendiri adalah suatu tatacara
perdebatan di depan umum dan hal-hal yang merupakan bagian atau ada
hubungannya dengan.3
Untuk jelasnya dapat kita lihat apa yang dikemukakan oleh Susetio
Pramusinto yakni :4
Forensik ialah ilmu pengetahuan yang menggunakan ilmu multi
disiplin untuk menerapkan ilmu pengetahuan alam, kimia, kedokteran,
biologi, psikologi dan krominologi dengan tujuan membuat terang guna
membuktikan ada tidaknya kasus kejahatan/pelanggaran dengan
memeriksa barang bukti atau physical evidence dalam kasus tersebut.
2 Tolib Setiady, Pokok-Pokok Ilmu Kedokteran Kehakiman,(Alfabeta :Bandung, 2009), hlm. 6. 3 Susetio Pramusinto, Himpunan Karangan Ilmu Forensik Suatu Sumbangan Bagi Wiyata
Bhayangkara, (PT. Karya Unipres: Jakarta), 1984), hlm. 19. 4 Ibid. hlm. 43
20
Adapun pengertian laboratorium forensik yang dimaksud dalam
tulisan ini adalah suatu pelaksanaan pusat tinggi Markas Besar Polri
yang berbentuk suatu badan yang bertugas dan berkewajiban
menyelenggarakan fungsi kriminalistik dan melaksanakan segala usaha
pelayanan dan kegiatan untuk membantu mengenai pembuktian suatu
tindak pidana yang terjadi dengan menggunakan teknologi dan ilmu
kedokteran kehakiman, ilmu forensik, ilmu kimia forensik serta ilmu
penunjang lainnya.
Berdasarkan atas pengertian tersebut, maka laboratorium forensik
sebagai salah satu fungsi kepolisian yang merupakan unsur bantuan
teknis laboratorik kriminalistik dalam rangka tugas Polri sebagai penyidik.
Adapun pelaksanaan tugasnya maliputi bantuan pemeriksaan teknis
laboratories terhadap barang bukti maupun terhadap tempat kejadian
perkara(TKP)serta kegiatan bantuan lainnya terhadap unsure operasional
terutama reserse.
C. Gambaran umum Laboratorium Forensik
Di dalam sistem pembuktian, praktek menemukan hal-hal yang
harus diperiksa secara laboratories, lebih dahulu adalah penelitian
terhadap zat, kotoran atau jenis rambut ,jenis darah, bekas noda darah
dan sebaginya.
Kegiatan penyidikan dengan menggunakan laboratorium telah
dikenal orang sejak tahun 1920. Para ahli yang bertugas di dalam
laboratorium tersebut biasanya menghadapi masalah-masalah yang
menyangkut pembunuhan, misalnya usaha untuk mempelajari sebab-
21
sebab kematian atau mengenaisifat daripada yang digunakan untuk
mematikan korban ataupun penelitian mengenai bubuk-bubuk yang
mengandung narkotika atau jenis-jenis candu atau minuman keras dan
racun. Penelitian demikian itu akan dipergunakan sebagai dasar
penuntutan dan bilamana mampu memberikan keyakinan kepada hakim,
maka berdasar itupula putusan hakim dapat dijatuhkan.
Menurut Klotter-Meier bahwa :
Laboratorium kriminal menjadi demikian penting oleh karena tidak semua terdakwa melakukan pengakuan atas perbuatan yang dibuatnya. Oleh karena itu pembuktian-pembuktian dilakukan dengan menggunakan ahli-ahli yang berkecimpung di dalam dunia laboratorium kriminal. Sama halnya dengan ahli-ahli di bidang lain, maka keahlian pada laboratorium kriminal setelah mengikuti pendidikan khusus, kemudian latihan-latihan serta pengalaman.5 Sesuai dengan kemajuan teknologi yang sedang berkembang saat
itu, para ahli berupaya mengenali dan membuktikan kejahatan dari benda-
benda yang dapat ditemukan di tempat kejadian perkara, di samping
korban yang ditemukan. Dari sejumlah nama tokoh para ahli dapat
disebutkan diantaranya :
1. Alberth S. Osborn (1858-1946), pada tahun 1910 menulis
sebuah buku tentang dokumen yang merupakan buku referensi
utama bagi para pemeriksa dokumen palsu/asli.
2. Edmond Locard (1877-1966) mendapat pendidikan formal
dalam bidang kedokteran dan hokum. Dengan prinsip
pertukaran dua buah benda yang saling bertemu. Ia yaki bahwa
5 Bawengan, G.W, Penyelidikan Perkara Pidana dan Teknik Inetroasi, (Pradnya Paramita. Jakarta, 1989), hlm. 137.
22
setiap kejahatan dapat dihubungkan dengan benda yang
terbawa atau ditinggalkan oleh pelaku.
3. Leone Lettes (1887-1954) pada tahun pada tahun 1915 dapat
menentukan golongan darah A, B, AB, dan O pada darah
kering. Golomgan darah tersebut dapat dikerjakan oleh Karl
Lansteir. Cara yang dipakai Lettes tersebut sampai kini masih
digunakan.
4. Calvin Goddard (1891-1955) seorang colonel tentara amerika
yang telah memberi sumbangan dengan menciptakan dan
mengembangkan ilmu balistik untuk mempelajari senjata api
dengan keseluruhan bagian-bagiannya untuk penyidikan
terhadap kejahatan dengan menggunakan senjata api.
Laboratorium forensik telah dikenal di Indonesia sejak tahun 1920,
dimana identifikasi dan laboratorium forensik digabung menjadi satu yang
disebut Lembaga Laboratorium dan Identifikasi. Kemudian pada tahun
1964 dipisahkan tersendiri antara Laboratorium forensik dengan
identifikasi.
Adapun laboratorium forensik yang kita kenal saat ini, sebelumnya
sebelumnya menggunakan laboratorium criminal namun berdasarkan
surat perintah No. Pol: Sprin/295/II/1993 tentang validasi Organisasi Polri
yang dikeluarkan pada tanggal 7 Februari1993 oleh kepala kepolisian RI,
maka sejak itu nama Laboratorium kriminal Polri menjadi Laboratorium
Forensik Polri.
23
Laboratorium Forensik berpusat di Jakarta yang mempunyai empat
cabang Laboratorium Forensik di Indonesia yaitu :
1. Laboratorium Forensik cabang Surabaya
2. Laboratorium Forensik cabang Semarang
3. Laboratorium Forensik cabang Medan
4. Laboratorium Forensik cabang Makassar
D. Pembagian Ilmu Forensik dan Tujuan Laboratorium Forensik
1. Pembagian Ilmu Forensik
Dilihat dari sisi peranannya dalam menyelesaikan kasus-kasus
kejahatan, maka ilmu forensik dibagi menjadi 3 golongan :
1. Ilmu forensik yang menangani masalah kejahatan sebagai
masalah yuridis, yaitu :
a) Hukum pidana, dan
b) Hukum acara pidana
2. Ilmu forensik yang menangani kejahatan sebagai masalah
teknis, yaitu :
a) Ilmu kedokteran forensik
b) Ilmu kimia forensik termasik Teksikologi, dan
c) Ilmu fisika forensik ( Balistik, Daktiloskopi, Identifikasi, dan
fotografi ) identifikasi tersebut lazim disebut dengan
Kriminalistik.
3. Ilmu forensik yang menangani kejahatan sebagai masalah
manusia, yaitu :
a) Kriminologi
24
b) Psikologi forensik, dan
c) Psikiatri ( neurologi forensik)
Ditinjau dari ketiga aspek tersebut di atas maka dapat dikatakan
pula bahwa suatu kejahatan di samping merupakan masalah yuridis
sekaligus juga merupakan masalah teknis dan masalah manusia. Menurut
Musa Perdanakusuma menguraikan hal-hal sebagai berikut:
Kejahatan sebagai masalah yuridis, merupakan kegiatan manusia yang melanggar ketentuan-ketentuan(peraturan hukum pidana yang berlaku) (hukum positif). Sebagai perbuatan yang melanggar hukum, maka ilmu yang digunakan dalam menangani masalah tersebut adalah hukum pidana dan hukum acara pidana, sehingga kedua ilmu tersebut merupakan soko guru atau ilmu yang pokok dalam penyelesaian kasus kejahatan tanpa mengurangi peranan penting dari ilmu-ilmu lainya di atas.6
Guna mengungkapkan fakta tindak Kriminalitas secara tuntas
diperlukan berbagai ilmu dan pengalaman, sarana ilmu dan cara teknis
berdasarkan ilmu pengetahuan termasuk Kriminalistik untuk
mengungkapkan berbagai permasalahan yang timbul misalnya mengenai:
Peristiwa kejahatan apa
Waktu dan tempatnya dilakukan oleh si pelaku
Bagaimana motivasi dan latar belakangnya
Akibat ( sasaran/objek dan akibatnya ) beserta pengaruh yang
ada pada si pelaku
Kerugian materil yang mungkin terjadi dan dampaknya terhadap
korban dan atau lingkungan
Dan sebagainya termasuk nyawa manusia
6 Musa Perdana Kusuma, 1983. Bab-bab Tentang Kedokteran Forensik, (Ghalia Indonesia :
Jakarta, 1983) hlm. 205-208.
25
Dengan demikian sebenarnya meskipun hukum pidana dan hukum
acara pidana memegang peranan penting dalam penyelesaian
penanganan masalah kasus Kriminal akan tetapi tidaklah berarti dengan
mempergunakan kedua ilmu itu dalam penyelesaian yang benar-benar
tuntas, sehingga mencerminkan tegaknya kebenaran dan keadilan. Oleh
karena itu, maka suatu kasus kriminal sebenarnya tidak semata-mata
harus ditangani dari aspek yuridis saja melainkan harus ditangani juga
dari aspek teknis dan aspek manusianya, oleh sebab salah satu aspek
kriminalitas adalah sebagai masalah manusia dan aspek yang yain adalah
dari segi teknisnya, maka ilmu-ilmu forensik amat membantu didalam
tugas-tugas tersebut guna mengungkap suatu kasus kriminal, supaya
menjadi lebih jelas.
2. Tujuan Laboratorium Forensik
Sebagaimana diketahui bahwa laboratorium forensik dibentuk untuk
membantu proses penyidikan dengan melalui pemeriksaan barang bukti
dari suatu tindak pidana yang terjadi.
Laboratorium forensilk sebagai sarana pembantu dalam proses
penyidikan dan melaksanakan tugasnya, yakni, melakukan pemeriksaan
terhadap barang bukti jika ada permintaan pemeriksaan, jika tidak ada
permintaan pemeriksaan barang bukti maka pihak laboratorium forensik
tidak berwenang melakukan pemeriksaan walaupun barang bukti sudah
ada.
Mengingat dalam proses penyidikan, untuk mengungkapkan suatu
tindak pidana tidak mutlak harus berpedoman pada keterangan saksi dan
26
keterangan tersangka atau terdakwa saja, akan tetapi penting pula dan
bahkan dapat membantu terungkapnya suatu tindak pidana dengan
melalui pemeriksaan barang bukti.
Menurut James W. Osterberg, bahwa kriminalitas adalah suatu
profesi dan disiplin ilmu yang bertujuan untuk mengenal, identifikasi,
individualism dan evaluasi bukti-bukti fisik dengan jalan menerapkan ilmu-
ilmu dalam masalah hukum dan ilmu.7
Dengan demikian bukti-bukti fisik dengan penilaiannya, secara ilmu
merupakan bidang kriinalistik. Berikut ini kita juga akan melihat apa yang
dikemukakan oleh Goenawan Gotomo, bahwa kriminalistik adalah ilmu
yang dapat dipakai untuk mencari, mengimpun, menyusun bahan-bahan
guna peradilan.8
Identifikasi menurut kriminalistik ditujukan kepada teori dasar
bahwa semua objek dapat dibagi dan kemudian dibagi lagi atas sub yang
didasarkan kepada keadaan objek itu. Ini berarti apakah suatu obyek
menjadi bagian atau sub bagian sesuatu. Sidik jari, tanda-tanda, bekas-
bekas, noda darah, rambut, gat dan sebagainya dapat diklasifikasikan.
Misalnya, di tempat kejadian perkara (TKP) terdapat bagian-bagian
tersebut, maka hal ini dapat menjadi bahan yang sangat berharga, bagian-
bagian atau sub bagian itu berasal dari mana. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa kriminalistik berkaitan dengan keadaan atau asal
sesuatu. Jika terdapat darah, maka ahli kriminalistik dihadapkan pada
pertanyaan yang harus dijawabnya, darah itu berasal dari mana. Jika 7 Andi Hamzah, Pengusutan Perkara Kriminal melalui Sarana Teknik dan Sarana Hukum, (Ghalia Indonesia : Jakarta, 1986), hlm. 12. 8 Ibid.
27
sebuah peluru ditemukan pada tubuh korban, ahli tersebut harus
menjawab peluru itu berasal dari senjata apa dan yang mana. Jika suatu
potongan tulang itu tulang manusia atau binatang, kalau sudah dipastikan
bahwa itu tulang manusia maka diperiksa umur berapa orang itu, tingginya
berapa, tentu semua itu semua itu berguna bagi suatu identifikasi.
Identifikasi melalui bukti-bukti fisik ini sering sangat menyulitkan tersangka
untuk melepaskan diri atau membela diri.
Pemeriksaan laboratories ini akan membantu terungkapnya suatu
tindak pidana yang telah terjadi, karena barang bukti ini tidak dapat
berbohong sedangkan alat bukti berupa keterangan saksi dan keterangan
tersangka atau terdakwa dapat saja berbohong atau disuruh berbohong.
Hal ini sesuai dengan pendapat Musa Perdana Kusuma adalah sebagai
berikut :
1. Tidak semua peristiwa kejahatan disaksikan oleh saksi mata.
2. Saksi mata dapat berbohong atau disuruh berbohong.
3. Bukti fisik yang jumlahnya tidak terbatas yang tidak dapat
berbohong atau disuruh untuk berbohong karena sifatnya dan
bukti fisik9
Tujuan selanjutnya dari laboratorium forensik adalah untuk diri
penjahat dan masyarakat. Oleh karena itu bagaimanapun cermatnya
melakukan kejahatan, kemungkinan barang bukti tetap ada. Barang bukti
inilah yang akan diperiksa secara laboratories oleh pihak laboratorium
forensik.
9 Musa Perdana Kusuma, Op. cit. hlm. 110.
28
Kejahatan yang terungkap melalui pemeriksaan barang bukti,
secara physikologi masyarakat akan berpikir bila akan melakukan
kejahatan. Dengan berfungsinya laboratorium forensik secara efektif,
masyarakat akan mengalami perkembangan dalam arti perkembangan
prilaku dalam masyarakat. Dengan demikian tatanan hokum dalam proses
perkembangannya lambat laun diharapkan tercermin dalam jiwa para
individu sebagai anggota masyarakat.
E. Narkotika Dan Psikotropika
Istilah narkoba merupakan istilah yang sering dipergunakan dalam
masyarakat saat ini. Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat
terlarang. Sebagian juga mengartikannya sebagai narkotika dan obat
berbahaya.
Narkoba juga biasa diistilahkan sebagai napza. Napza merupakan
singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Kedua istilah
ini sudah menjadi istilah yang umum dalam masyarakat.
Berdasarkan asal zat/bahannya narkoba dibagi menajdi 2 yaitu:
1) Tanaman
a. Opium atau candu/morfin yaitu olahan getah tanaman
papaver somniferum tidak terdapat di Indonesia, tetapi
diselundupkan di Indonesia.
b. Kokain, yaitu olahan daun koka diolah di Amerika (Peru,
Bolivia, Kolumbia).
c. Cannabis Sativa atau marihuana atau ganja banyak di tanam
di Indonesia.
29
2) Bukan Tanaman
a. Semi sintetik : adalah zat yang diproses secara ektraksi,
isolasi disebut alkaloid opium. Contoh : heroin, kodein, dan
morfin.
b. Sintetik : diperoleh melalui proses kimia bahan baku kimia,
menghasilkan zat baru yang mempunyai efek narkotika dan
diperlukan medis untuk penelitian serta penghilang rasa sakit
(analgesic) seperti penekan batuk (antitusif). Contoh :
amfetamin, metadon, petidin, dan deksamfetamin.10
1. Narkotika
Narkotika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani narkoum,
yang berarti membuat lumpuh atau membuat mati rasa. Pada dasarnya
narkotika memiliki khasiat dan bermanfaat digunakan dalam bidang
kedokteran, kesehatan, dan pengobatan serta berguna bagi penelitian
perkembangan, ilmu pengetahuan farmasi atau farmakologi itu sendiri.
Sedangkan dalam bahasa Inggris narcotic lebih mengarah ke obat yang
membuat penggunanya kecanduan.11
Narkotika berasal dari kata “narkoties” yang sama artinya dengan
kata “narcosis” yang berarti membius.12 Narkotika adalah jenis zat yang
dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi orang-orang yang
menggunakannya, yaitu dengan cara memasukkan ke dalam tubuh. 13
10 Julianan Lisa, Nengah Sutrisna, Narkoba, Psikotropika, Dan Gangguan Jiwa : Tinjauan Kesehatan Dan Hukum, (Nuha Medika : Yogyakarta, 2013), hlm. 4-5. 11 Ibid. hlm. 1. 12 Taufik Makarao, Tindak Pidana Narkotika, (Ghalia Indonesia : Jakarta, 2003). Hlm. 21. 13 Ibid. hlm. 16.
30
Sudarto mengemukaka bahwa perkataan narkotika berasal dari bahasa
Yunani “Narke” yang ebrarti terbius sehingga tidak merasakan apa-apa.14
Defenisi lain dari Biro Bea dan Cukai Amerika Serikat, antara lain
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan narkotika adalah candu,
ganja, cocaine, zat-zat yang bahan mentahnya diambil dari benda-benda
tersebut, yakni morphine, heroin, codein, hashish, cocain, dan termasuk
juga narkotika sintetis yang menghasilkan zat-zat, obat-obat yang
tergolong dalam hallucinogen, depressant, dan stimulant.15
Secara limitatif, pengertian narkotika dimuat dalam Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dalam
Pasal 1 butir 1 undang-undang tersebut dinyatakan bahwa :
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini.16 Narkotika adalah zat yang dapat menimbulkan pengaruh tertentu
bagi mereka yang menggunakannya dengan cara memasukkan obat
tersebut ke dalam tubuhnya, pengaruh tersebut berupa pembiasan,
hilangnya rasa sakit rangsangan, semangat, dan halusinasi. 17 Efek
halusinasi tersebut merupakan salah satu yang menarik bagi kelompok
masyarakat dan para remaja untuk menggunakan narkotika, meskipun
tidak menderita apa-apa.
14 Ibid. hlm. 17. 15 Hari Sasangka, Narkotika Dan Psikotropika, (Mandar Maju : Bandung, 2003), hlm. 33. 16 Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika & Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, (Anfaka Perdana: Surabaya, 2010), hlm. 4. 17 Julianan Lisa, Nengah Sutrisna, Loc. cit.
31
Penggunaan yang demikian itulah yang menimbulkan adanya
penyalahgunaan narkotika. Dikatakan penyalahgunaan narkotika apabila
penggunaan narkotika tersebut di luar yang telah ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan.
Penyalahgunaan narkotika berdampak pada timbulnya
ketergantungan obat. Masyarakat biasa menyebutnya dengan istilah
ketagihan. Namun, istilah medis yang sering dipakai akibat
penyalahgunaan narkotika untuk menunjukkan adanya ketergantungan
atau ketagihan obat adalah adiksi.
Ketergantungan narkotika adalah kondisi yang ditandai oleh
dorongan untuk menggunakan narkotika secara terus-menerus dengan
takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang sama dan apabila
penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-tiba,
menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.18
Adiksi adalah suatu kelainan obat yang bersifat kronik/periodik
sehingga penderita kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menimbulkan
kerugian terhadap dirinya dan masyarakat. 19 Orang yang telah
menyalahgunakan narkotika umumnya pada awalnya masih
menggunakan dosis yang seharusnya (normal). Setelah mengalami masa
tertentu akan menjadi kebiasaan. Lama-kelamaan akan kebutuhan akan
narkotika akan lebih tinggi dosisnya dengan efek yang sama. Hal inilah
yang kemudian berlanjut menjadi ketagihan, dan timbullah rasa pada diri
pengguna untuk tidak dapat hidup tanpa narkotika.
18 Op. cit. hlm. 6. 19 Op. cit. hlm. 2.
32
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997
tentang Narkotika, didefenisikan secara limitatif bahwa :
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis. Zat tersebut menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, menghilangkan rasa, mengurangi hingga menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan (adiktif).
WHO sendiri memberikan defenisi tentang narkotika sebagai
berikut :”Narkotika merupakan suatu zat yang apabila dimasukkan ke
dalam tubuh akan memengaruhi fungsi fisik dan/atau psikologi (kecuali
makanan, air, atau oksigen).”20
Narkotika secara farmakologik adalah opioida, seiring berjalannya
waktu keberadaan narkoba bukan hanya sebagai penyembuh namun
justru menghancurkan. Awalnya narkoba masih digunakan sesekali dalam
dosis kecil dan tentu saja dampaknya tidak terlalu berarti. Namun
perubahan jaman dan mobilitas kehidupan membuat narkoba menjadi
bagian dari gaya hidup, dari yang tadinya hanya sekedar perangkat
medis, kini narkoba mulai tenar digaungkan sebagai dewa dunia,
penghilang rasa sakit.21
Narkotika terdiri atas :
a) Narkotika golongan I
Narkotika yang hanya digunakan untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contohnya : ganja, heroin, kokain, opium.
20 Ibid. 21 Ibid. hlm. 3.
33
b) Narkotika golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau
tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh :
morfina, pentanin, dan turunannya.
c) Narkotika golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan. Contohnya : kodein dan turunannya, metadon,
naltrexon, dan sebagainya.22
2. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan prilaku.23
Psikotropika menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997
meliputi ecstasy, shabu-shabu, LSD, obat penenang/obat tidur, obat anti
depresi dan anti psikosis. Zat Psikotropika yang sering disalahgunakan
(menurut WHO 1992) adalah :
1) Alkohol : semua minuman beralkohol yang mengandung etanol
(etil alkohol).
22 Ibid. hlm. 5-6. 23 Ibid.
34
2) Opioida : heroin, morfin, pethidin, dan candu.
3) Kanabinoida : ganja, hashish.
4) Sedativa/hipnotika : obat penenang/obat tidur.
5) Kokain : daun koka, serbuk kokain, crack.
Stimulansia lain, termasuk kafein, ecstasy, dan shabu-shabu.
Halusinogenika, LSD, mushroom, mescalin.
Tembakau (mengandung nikotin). Pelarut yang mudah menguap
seperti aseton dan lem. Multipel (kombinasi) dan lain-lain, misalnya
kombinasi heroin dan shabu-shabu, alkohol dan obat tidur. Zat adiktif lain
termasuk inhalansia (aseton, thinner chat, lem, nikotin, dan kafein).24
Psikotropika terdiri atas :
a) Golongan I
Adalah psikotropika yang hanya digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan, contohnya : MDMA/ekstasi, LSD, dan STP.
MDMA/Ecstasy LSD (Lysergic Acid Diethylamide).
b) Golongan II
Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat
digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan
sindroma ketergantungan, contohnya : amfetamin, metilfenidat,
atau Ritalin.
24 Ibid. hlm. 3-4.
35
c) Golongan III
Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan
sindroma ketergantungan, contohnya : lumibal, buprenorsina,
pentobarbital, flunitrazepam
d) Golongan IV
Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat
luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan, contohnya : nitrazepam (BK, mogadon,
dumolid), diazepam.25
F. Jenis-Jenis Narkotika Secara Umum
1. Heroin
Heroin adalah derivative 3.6-diasetil dari morfin (karena itulah
namanya diasetilmorfin) dan disintesiskan darinya melalui asetilasi. Heroin
murni adalah serbuk putih dengan rasa pahit. Bentuk Kristal putihnya
umumnya adalah garam hidroklorida, diamorfin hidroklorida. Heroin
terlarang dapat berbeda warna, dari putih hingga coklat tua, disebabkan
oleh kotoran-kotoran yang tertinggal dari proses pembuatan atau hadirnya
zat-zat tambahan seperti pewarna makanan, cacao, atau gula merah.
Heroin dapat menyebabkan kecanduan. Heroin atau diamorfin (INN)
adalah jenis opioid alkaloid.
25 Ibid. hlm. 6-7.
36
2. Ganja
Istilah lain yang biasa digunakan untuk menyebut ganja adalah
cannabis sativa. Di Amerika Utara dan Selatan, ganja dikenal sebagai
marihuana atau mariyuana. Daun ganja mengandung zat THC yaitu suatu
zat sebagai elemen aktif yang oleh para ahli dinaggap sebagai
hallucinogenio substance atau zat factor penyebab terjadinya halusinasi.
Cara penggunaannya dihisap dengan cara dipadatkan menyerupai
rokok atau dengan menggunakan pipa rokok. Reaksinya :
Denyut jantung atau nadi lebih cepat
Mulut dan tenggorokan kering
Merasa lebih santai, banyak bicara dan bergembira.
Sulit mengingat sesuatu kejadian
Kesulitan kinerja yang membutuhkan konsentrasi, reaksi yang
cepat dan koordinasi.
Kadang-kadang menjadi agresif bahkan kekerasan.
Bilamana pemakaian dihentikan dapat diikuti dengan sakit
kepala, mula yang berkepanjangan, rasa letih/capek.
Gangguan kebiasaan tidur
Sensitive dan gelisah
Berkeringat
Berfantasi
Selera makan bertambah.26
26 Ibid. hlm. 9-10.
37
3. Narkotika
Pengaruh narkotika dapat berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit,
rangsangan semangat, halusinasi, atau timbulnya khayalan-khayalan
yang menyebabkan efek ketergantungan bagi pemakainya. Sensasi diikuti
rasa menyenangkan seperti mimpi penuh kedamaian dan kepuasan atau
ketenangan hati (euphoria). Ingin selalu menyendiri menikmatinya.
Reaksinya yaitu :
Denyut nadi melambat
Tekanan darah menurun
Otot-otot menjadi lemas/relaks
Diafragma mata (pupil) mengecil (pin point)
Mengurangi bahkan menghilangkan kepercayaan diri
Membentuk dunia sendiri (dissosial), tidak bersahabat
Penyimpangan prilaku : berbohong. Menipu, mencuri, criminal
Ketergantungan dapat terjadi dalam beberapa hari
Efek samping timbul kesulitan dorongan seksual, kesulitan
membuang hajat besar, jantung berdebar-debar, kemerahan
dan gatal di sekitar hidung, timbul gangguan kebiasaan tidur.
Jika sudah toleransi, semakin mudah depresi dan marah
sedangkan efek euphoria semakin ringan atau singkat.27
4. Opiat/opium (candu)
Zat ini kadang di.gunakan dalam ilmu kedokteran sebagai analgesic
atau penghilang rasa sakit. Opium dibagi 3 (tiga) :
27 Ibid. hlm. 11-12.
38
Opium alami : morfin, kodein, tebain.
Opium semi sintetis : heroin, hidromorfon.
Opium sintetis : meperidin dan propoksifen.
Zat ini merupakan golongan narkotika alami yang sering digunakan
dengan cara dihisap (inhalasi). Reaksinya berupa :
Menimbulkan rasa kesibukan (rushing sensation)
Menimbulkan semangat
Merasa waktu berjalan lambat
Pusing, kehilangan keseimbangan/mabuk
Merasa rangsang birahi meningkat (hambatan seksual hilang)
Timbul masalah kulit di sekitar mulut dan hidung.28
5. Morfin
Kata morfin berasal dari Morpheus, dewa mimpi dalam mitologi
Yunani. Morfin adalah alkaloid analgesik yang sangat kuat dan merupakan
agen aktif utama yang ditemukan pada opium. Morfin bekerja langsung
pada sistem saraf pusat untuk menghilangka sakit. Morfin dapat pula
diartikan zat aktif (narkotika) yang diperoleh dari candu melalui
pengolahan secara kimia. Morfin tidak berbau, rasanya pahit dan
berwarna gelap semakin tua. Cara pemakaiannya disuntikkan secara Intra
Cutan (di bawah kulit), Intra Mascular (ke dalam otot) atau secara Intra
Vena (ke dalam pembuluh darah). Reaksinya yaitu :
Menimbulkan euphoria
Mual, muntah, sulit buang hajat besar (konstipasi)
28 Ibid. hlm. 12-13.
39
Kebingungan (konfusi)
Berkeringat
Dapat menyebabkan pingsan, jantung berdebar-debar.
Gelisah dan perubahan suasana hati
Mulut kering dan warna muka berubah.29
6. LSD atau Lysergic acid atau acid, trips, tabs
LSD dibuat dari asam lysergic, suatu zat yang dibuat dari cendawan
ergot yang hidup di gandum hitam atau dibuat dari lysergic acid amid,
suatu bahan kimia yang terdapat dalam benih bunga morning glory. LSD
digunakan sebagai alat riset untuk mengkaji mekanisme penyakit mental.
LSD diterima untuk pembudidayaan obat bius. LSD termasuk golongan
halusinogen (membuat khayalan) yang biasa diperoleh dalam bentuk
kertas berukuran kotak kecil sebesar seperempat perangko dalam banyak
warna dan gambar. Ada juga yang berbentuk pil atau kapsul. Cara
menggunakannya dengan meletakkan LSD pada permukaan lidah dan
bereaksi setelah 30-60 menit kemudian dan berakhir setelah 8-12 jam.
Rekasinya dapat berupa :
Timbulnya rasa yang disebut tripping atau seperti halusinasi
tempat, warna, dan waktu.
Biasanya halusinasi ini digabung menjadi satu hingga timbul
obsesi terhadap yang dirasakan dan ingin hanyut di dalamnya.
Menjadi sangat indah atau bahkan menyeramkan dan lama-
kelamaan membuat perasaan khawatir yang berlebihan
(paranoid).
29 Ibid. hlm. 13-14.
40
Denyut jantung dan tekanan darah meningkat.
Diafragma mata melebar dan demam.
Disorientasi.
Depresi
Pusing
Panik dan rasa takut berlebihan
Flashback (mengingat masa lalu) selama beberapa minggu
atau bulan kemudian.
Gangguan persepsi seperti mereasa kurus atau kehilangan
berat badan.30
7. Kokain
Kokain diklasifikasikan sebagai suatu narkotika, bersama morfin
dan heroin karena efek adiktif. Nama jalanan kadang disebut koka, coke,
happy dust, snow, Charlie, srepet, salju putih. Disalahgunakan dengan
cara menghirup, yaitu membagi setumpuk kokain menjadi beberapa
bagian berbaris lurus di atas permukaan kaca dan benda yang
mempunyai permukaan datar. Kemudian dihirup dengan menggunakan
penyedot atau gulungan kertas. Cara lain adalah dibakar bersama
tembakau yang sering disebut cocopuf. Menghirup kokain beresiko luka
pada sekitar lubang hidung bagian dalam. Reaksi terhadap pengguna
kokain yaitu :
Menimbulkan keriangan, kegembiraan yang berlebihan.
Hasutan (atigasi), kegelisahan, kewaspadaan, dan dorongan
seks. 30 Ibid. hlm. 16-17.
41
Pengguna jangka panjang mengurangi berat badan.
Timbul masalah kulit.
Kejang-kejang, kesulitan bernafas.
Sering mengelurkan dahak atau lender
Merokok kokain merusak paru (emfisema).
Memperlambat pencernaan dan menutupi selera makan.
Paranoid
Merasa seperti ada kutu yang merambat di atas kulit (cocaine
bugs)
Gangguan penglihatan (snow light)
Kebingungan (konfusi)
Bicara seperti menelan (slurred speech).31
8. Amfetamin
Amfetamin berupa bubuk warna putih dan keabu-abuan. Ada 2
(dua) jenis amfetamin yaitu MDMA (metal dioksi metamfetamin) dikenal
dengan nama ekstasi. Nama lain fantacy pils, inex, metamfetamin bekerja
lebih lama dibandingkan MDMA (dapat mencapai 12 jam) dan efek
halusinasinya lebih kuat. Nama lainnya shabu, SS, ice. Cara penggunaan
dalam bentuk pil diminum. Dalam bentuk Kristal dibakar dengan
menggunakan botol kaca yang dirancang khusus (bong). Dalam bentuk
Kristal yang dilarutkan dapat juga melalui suntikan ke dalam pembuluh
darah (intravena). Reaksinya yaitu :
Jantung terasa sangat berdebar-debar (hearts thumps)
31 Ibid. hlm. 18-19.
42
Suhu badan naik/demam
Tidak bisa tidur
Merasa sangat bergembira (euphoria)
Menimbulkan hasutan (agitasi)
Banyak bicara (talkativeness)
Menjadi lebih berani/agresif
Kehilangan nafsu makan
Mulut kering dan merasa haus
Berkeringat
Tekanan darah meningkat\
Mual dan merasa sakit
Sakit kepala, pusing, tremor/gemetar
Timbul rasa letih, takut, dan depresi dalam beberapa hari
Gigi rapuh, gusi menyusut karena kekurangan kalsium.32
9. Sedative-hipnotik (benzodiazepine/BDZ)
Sedative merupakan obat penenang dan hipnotikum merupakan
obat tidur. Nama jalanan BDZ antara lain BK, lexo, MG, Rohip, Dum. Cara
pemakaian BDZ dapat diminum, disuntik intravena, dan melalui dubur.
Dosis mematikan / letal tidak diketahui dengan pasti. Bila BDZ dicampur
dengan zat lain seperti alcohol, putaw dapat berakibat fatal karena
menekan sistem pusat pernapasan. Umumnya dokter member obat ini
untuk mengatasi kecamasan atau panic serta pengaruh tidur sebagai efek
utamanya, misalnya aprazolam/xanax/alvis. Reaksinya dapat berupa :
32 Ibid. hlm. 19-20.
43
Akan mengurangi pengendalian dir dan pengambilan
keputusan.
Menjadui sangat acuh atau tidak peduli dan bila disuntika akan
menambah resiko terinfeksi HIV/AIDS dan hepatitis B dan C
akibat pemakaian jarum bersama. Obat tidur/hipnotikum
terutama golongan barbiturate dapat disalahgunakan misalnya
seconal.
Terjadi gangguan konsentrasi dan keterampilan yang
berkepanjangan.
Mengehilangkan kekhawatiran dan ketegangan (tension).
Perilaku aneh atau menunjukkan tanda kebingungan proses
berpikir
Nampak bahagia dan santai
Bicara seperti sambil menelan (slurred speech)
Jalan sempoyongan
Tidak bisa member pendapat dengan baik.33
10. Alkohol
Alcohol diperoleh atas peragian fermentasi madu, gula, sari buah
atau umbi-umbian. Dari peragian tersebut dapat diperoleh alcohol sampai
15% tetapi dengan proses penyulingan (destilasi) dapat dihasilkan kadar
alcohol yang lebih tinggi bahkan mencapai 100%. Kadar alcohol dalam
darah maksimum dicapai 30-90 menit. Setelah diserap, alcohol/etanol
disebarluaskan ke seluruh jaringan dan cairan tubuh. Dengan peningkatan
33 Ibid. hlm. 21-22.
44
kadar alcohol dalam darah orang akan menjadi euphoria, namun dengan
penurunannya orang tersebut menjadi depresi.
Dikenal 3 golongan minuman beralkohol yaitu golongan A; kadar
etanol 1%-5% (bir), golongan B; kadar etanol 5%-20% (minuman
anggur/wine) dan golongan C; kadar etanol 20%-45% (whiskey, vodka,
TKW, manson house, johny walker, kamput).
Pada umumnya alkoho :
Akan menghilangkan perasaan yang menghambat atau
merintangi
Merasa lebih tegar berhubungan secara social (tidak emnemui
masalah)
Merasa senang dan banyak tertawa
Menimbulkan kebingungan
Tidak mampu berjalan.34
11. Inhalansia atau solven
Inhalansia atau solven adalah bahan yang mudah menguap yang
dihirup. Contohnya aerosol, aica aibon, isi korek api gas, cairan untuk dry
cleaning, tinner, uap bensin. Umumnya digunakan oleh anak di bawah
umur atau golongan kurang mampu/anak jalanan. Penggunaan menahun
toluene yang terdapat pada lem dapat menimbulkan kerusakan fungsi
kecerdasan otak.35
34 Ibid. hlm. 22-23. 35 Ibid. hlm.23.
45
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Untuk pelaksanaan penelitian ini, di pilih di Laboratorium Forensik
cabang Makassar yang terletak di Jl.Sultan Alauddin No.8 Pa’baeng-
Baeng Makassar.
Adapun alasan peneliti memilih lokasi penelitian tersebut karena
selain berkaitan langsung dengan masalah yang dibahas dalam Penulisan
skripsi, penentuan lokasi ini juga untuk menganalisis pelaksanaan kinerja
Laboratorium forensik cabang Makassar dalam melakukan pemeriksaan
atau analisa yang diduga ada kaitannya tindak pidana yang terjadi
khususnya tindak pidana narkotika.
B. Jenis dan Sumber Data
Data yang Penulis gunakan dalam Penulisan skripsi ini adalah data
primer dan data sekunder yang diperoleh dari hasil kajian langsung dan
kajian kepustakaan berupa beberapa literatur dan dokumen-dokumen,
buku, makalah, artikel, serta peraturan perundang-undangan dan bahan
tertulis lainnya yang terkait dengan pembahasan dalam skripsi ini.
C. Teknik Pengumpulan Data
Adapun tehnik pengumpulan data yang dilakukan adalah:
1. Observasi, yaitu melakukan pengamatan secara langsung dan
cermat terhadap perilaku umpan balik antara masyarakat dan
aparat hukum di Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan,
46
2. Wawancara, yaitu Tanya-jawab secara langsung yang dianggap
dapat memberikan keterangan yang diperlukan dalam pembahasan
objek penelitian,
3. Dokumen, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mencatat
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang
dikaji.
D. Analisis Data
Data yang diperoleh dan dikumpulkan dari hasil penelitian disusun
secara sistematis kemudian dianalisis dengan menggunakan metode
analisis kualitatif. Metode analisis data adalah suatu metode dimana data-
data yang diperoleh dari hasil penelitian dikelompokkan dan dipilih,
kemudian dihubungkan dengan masalah yang akan diteliti menurut
kualitas dan kebenarannya, sehingga akan dapat menjawab
permasalahan yang ada. Kemudian hasil analisis dipaparkan secara
deskriptif yaitu dengan cara menjelaskan, menguraikan dan
menggambarkan permasalahan serta penyelesaiannya yang berkaitan
erat dengan Penulisan ini.
47
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Peranan Laboratorium Forensik Dalam Penyelesaian kasus
narkotika
Sebelum mengurai lebih lanjut peranan Laboratorium Forensik
dalam penyelasaian kasus narkotika, maka ada baiknya dikemukakan
sekilas tentang tahap untuk mendapatkan pemeriksaan teknis
kriminalistik.
1. Tata Cara Permintaan Pemeriksaan Laboratorium Forensik
Tata cara permintaan pemeriksaan yang dimaksud di sini adalah
tata cara yang harus ditempuh untuk mendapatkan pemeriksaan
Laboratorium Forensik. Selanjutnya untuk memperoleh pemeriksaan
secara Laboratoris harus memenuhi adanya :
a. Surat Permintaan Pemeriksaan
Adapun yang maksud dari pada surat permintaan ini ditujukan
kepada Kepala Laboratorium Forensik dengan maksud untuk
mendapatkan pemeriksaan secara laboratoris dari pihak Laboratorium
Forensik dengan menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan secara
tertulis. Permintaan pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik barang bukti
dapat dipenuhi berdasarkan permintaan tertulis dari :
1. Penyidik Polri
2. PPNS
3. Kejaksaan
4. Pengadilan
48
5. POM ,TNI ,dan
6. Instansi lain yang sesuai dengan lingkup kewenangannya.
(Perkap Kepolisian Negara Repoblik Indonesia No.10 Tahun
2009, Pasal 9 )
b. Laporan Polisi
Yang dimaksud dengan laporan polisi di sini adalah laporan yang
menyangkut keadaan atau peristiwa tindak pidana yang terjadi
sehubungan dengan pengambilan-pengambilan barang bukti tersebut.
Dalam laporan ini menggambarkan keadaan atau situasi pada saat
pengambilan barang bukti, misalnya tempat dimana tersangka dan barang
bukti pertama kali ditemukan yang di sebut TKP pertama. Kadang-kadang
lokasi ini tidak berdiri sendiri, dalam kasus seperti ini selain TKP masih
terdapat lokasi-lokasi lain dimana barang-barang bukti lainnya dapat
ditemukan seperti tempat penyimpana barang(narkoba) yang jumlahnya
banyak, alat-alat yang digunakan dalam melakukan tindak pidana,dan
tempat lain yang perlu dan kadang sering memberi banyak informasi yang
dapat membantu dalam proses pencarian barang bukti.
c. Berita Acara Penyitaan Barang Bukti
Jika barang bukti berada dalam jumlah yang cukup besar, maka
untuk pemeriksaan laboratoris cukup mengambil beberapa bagiab saja
yang digunakan sebagai sampel yang dianggap dapat mewakili dari
keseluruhan barang bukti. Oleh karena itu seandainya barang bukti
berjumlan 10 kg, untuk pemeriksaan tentunya agak sulit untuk dilakukan
oleh karna itu cukup mengaambil beberapa bagian saja dari barang bukti
49
tersebut untuk dilakukan pemeriksaan secara laboratoris. Penyisihan
barang bukti tersebut dilakukan dalam bentuk berita acara penyisihan
barang bukti.
d. Berita Acara Pembungkusan dan Penyegelan Barang Bukti
Berita acara pembungkusan ini dilakukan setelah ada barang bukti,
dimana berita acara pembungkusan ini berisi tentang keterangan yang
menerangkan tentang segala tindakan yang dilakukan oleh petugas di
lapangan. Dalam rangka pembungkusan barang bukti, pembungkusan
dilakukan dengan maksud pengamanan dalam proses pemeeriksaan
selanjutnya. Barang bukti yang sudah dibungkus selanjutnya dilakukan
penyegelan atas barang bukti tersebut, hal ini dilaakukan untuk menjaga
kemurnian dan keamanan barang bukti yang akan dikirim ke Laboratorium
Forensik guna untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut.
e. Visum Et Repertum Bila Terdapat Korban Luka atau Meninggal
Dunia.
Yang dimaksud dengan Visem et repertum di sini adalah suatu
laporan tertulis dari dokter yang telah disumpah tentang apa yang dilihat
dan ditemukan pada barang bukti yang diperiksanya serta memuat pula
kesimpulan dari pemeriksaan tersebut guna kepantinga peradilan.
Pada suatu proses peradilan dimulai penyidikan di tempat kejadian
sampai pada persidangandi pengadilan, maka barang-barang buktilah
yang memegang peranan utama. Tubuh manusia yang hidup ataupun
mati dapat merupakan barang bukti dan akan ditunjukkan kepada hakim
yang akan mengadili perkaranya. Akan tetapi tubuh manusia sudah mati
50
dan barang bukti yang di dapat tentulah tidak dapat memberikan
kesaksian maka, hal tersebut dibutuhkan pengetahuan Kedokteran
Kehakiman dan Petugas dari Forensik yang nantinya akan memberikan
jawaban atau laporan tentang hasil pemeriksaan terhadap,tersangka,
korban, dan barang bukti yang telah diperiksa.
2. Tahap Penyelidikan
Pada proses penyelidikan, penyelidik mempunyai wewenang untuk
mencari keterangan dan barang bukti, selain itu penyelidik bersama-sama
penyidik yang telah menerima laporan segera datang ke TKP dan
melarang setiap orang untuk meninggalkan tempat itu selagi pemeriksaan
itu belum selesai. Dalam rangka penanganan TKP ini penyelidik maupun
penyidik berusaha antara lain mencari barang bukti yang nantinya akan
dilakukan pemeriksaan di Laboratorium Forensik. Untuk mengenali,
mencari, mengambil dan mengumpulkan barang bukti tersebut
memerlukan ketelitian, kecermatan dan pengetahuan atau keahlian
mengenai bahan atau barang bukti, oleh karena Tahap itu perlu dilibatkan
Laboratorium Forensik. Sebagai contoh pada kasus pemalsuan produk
industri, kebakaran, pembunuhan, peledak dan pada kasus
penyalahgunaan narkotika dimana barang buktinya sering bersifat mikro
yang keberhasilan penemuan dan pemeriksaan sangat tergantung
terhadap teknologi yang dipergunakan.
3. Tahap Penindakan
Salah satu kegiatan penindakan adalah melakukan melakukan
penyitaan terhadap barang bukti atau benda yangada hubungannya
51
dengan tindak pidana yang terjadi, dalam hal melakukan penyitaan
terhadap benda atau barang yang berbahaya dan mudah terkontaminasi
atau pengambilannya memerlukan peralatan atau penanganan khusus
maka diperlukan dukungan teknis dari Laboratorium Forensik untuk
menangani barang bukti tersebut. Dengan demikian diharapkan bahwa
barang bukti yang kemudian hari akan dilakukan pemeriksaan di
Laboratorium Forensik tidak mengalami perubahan atau terkontaminasi
sehingga hasil pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan sifat asli
barang bukti. Peranan Laboratorium Forensik dalam hal peninndakan
sangat diperlukan yaitu pada pengambilan barang bukti atau sampling
serta pengamanan atau pengawetan barang bukti yang akan diperiksa di
Laboratorium Forensik.
4. Tahap Pemeriksaan
Tahap pemeriksaan merupakan kegiatan untuk mendapatkan
keterangan,kejelasan dan keidentikan tersangka dan saksi ataupun
barang bukti sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun
barang bukti di dalam tindak pidana tersebut menjadi jelas. Salah satu
kegiatan pada tahap pemeriksaan yang berhubungan dengan
laboratorium forensik antara lain bahwa penyidik dapat meminta pendapat
orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Sepanjang pendapat
orang ahli yang diminta oleh penyidik tersebut berhubungan dengan
barang bukti, maka ahli tersebut akan melakukan pemeriksaan atau
analisa barang bukti di Laboratorium. Sebagai contoh pemeriksaan
kandungan zat aktif dalam narkotika sebagaimana pemeriksaan tersebut
52
memerlukan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki
oleh Laboratorium Forensik.
5. Tahap Penyelesaian dan Penyerahan Berkas
Pada tahap ini merupakan tahap akhir dari proses penyidikan
dimana dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan maka
penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara itu kepada penuntut
umum. Susunan berkas antara lain Berita Acara Pemeriksaan Ahli
mengenai barang bukti. Dengan demikian peran Laboratorium Forensik
Pada tahap ini adalah melakukan pembuatan Berita Acara Pemeriksaan
mengenai barang bukti secara Laboratoris Kriminalistik dan
menyerahkannya kepada Penyidik.
6. Peran Laboratorium Forensik Dalam Tahap Penuntutan
Dalam hal proses penuntutan, penuntut umum dapat melakukan
konsultasi dengan pemeriksa ahli dari Laboratorium Forensik tentang
hasil pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik, sehingga unsur pidana yang
didakwakan menjadi lebih akurat. Selain itu dalam hal jaksa melakukan
penyidikan kasus tindak pidana khusus, maka jaksa sebagai penyidik
dapat mengirimkan barang bukti untuk diperiksa oleh ahli di Laboratorium
Forensik.
7. Peran Laboratorium Forensik Polri Dalam Tahap Peradilan
Menurut KUHAP Pasal 184 ayat 1, ada 5(lima)alat bukti yang sah
yaitu :
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
53
3. Surat
4. Petunjuk dan
5. Keterangan terdakwa
Dari kelima alat bukti tersebut di atas, 3 diantaranya yaitu
keterangan ahli, surat dan petunjuk dapat berasal dari produk
Laboratorium Forensik Polri yang berdasarkan pemeriksaan barang bukti
di Laboratorium.
Peran dan fungsi Laboratorium Forensik berdasarkan Undang-
undang No. 22 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia yaitu Pasal 14 ayat 1 huruf H ”menyelenggarakan identifikasi
kepolisian, Kedokteran Kepolisian, Laboratorium Forensik dan Psikologi
Kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian.”
Rumusan tugas pada Pasal di atas merupakan dasar bagi
penyelenggaraan fungsi teknis kriminalistik/forensik pemeriksaan
laboratorium yang meliputi kimia, narkotika, tosikologi, biologi, fisika,
balistik, metalurgi, dan dokumen serta uang palsu forensik.
Berikut data jenis tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang
telah diteliti atau diperiksa di Laboratorium Forensik Cabang Makassar.
Table.1 Data jumlah kasus penyalahgunan narkotika di pare-pare yang telah
diperiksa di Laboratorium Forensik Cabang Makassar.
No Tahun Jumlah kasus penyalahgunaan narkotika Ket
1. 2. 3.
2010 2011 2012
31 kasus 32 kasus 43 kasus
Sumber : Laboratorium Forensik cabang makassar,13 september 2013
54
Tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat jenis penyalahgunaan
narkotika di Pare-pare yang telah diperiksa oleh Laboratorium Forensik
selama periode 2010 s/d 2012 mengalami peningkatan.
Dilihat dari tabel di atas, bahwa jenis kejahatan penyalahgunaan
narkotika yang diperiksa di Laboratorium Forensik, dimana pada sistem
pembuktian dalam persidangan produk Laboratorium Forensik sangat
berperan dalam mengungkap atau penyelasaian kasus, serta dalam
menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa.
Dalam penelitian ini diambil sampel salah satu terdakwa kasus
penyalahgunaan narkotika di Pare-pare atas nama VIVI DAMAYANTI
alias VIVI Binti MUSTAMIN dan FRANY ANGGRAINI Alias RANI Binti
CORNELIS KACO. Dimana barang bukti yang diperiksa/diteliti di
Laboratorium Forensik Cabang Makassar berupa Urine para terdakwa
yang positif mengandung bahan aktif berupa Methamphetamine yang
termasuk dalam daftar Narkotika Gol I Undang-undang No. 35 Tahun
2009 dan barang bukti bungkus kristal bening(sachet plastik), kristal
bening(pipet kaca/pireks) tersebut benar mengandung Metamfetamine
golongan I lampiran Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang
narkotika. Dan hakim menyatakan bawa terdakwa I Vivi damayanti Alias
Vivi dan terdakwa II Frany Anggraini Alias Rani, telah terbukti decara sah
melakukan tindak pidana secara bersama-sama menyalahgunakan
narkotika golongan I , dengan itu menjatuhkan pidana oleh karena itu
kepada para terdakwa dengan pidana penjara masing-masing selama 1
tahun.
55
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dari hasil pemeriksaan
melalui Laboratorium Forensik jelas bahwa peranan Laboratorium
Forensik sangat penting dalam proses persidangan dalam menjatuhkan
putusan kepada para terdakwa.
B. Hambatan Laboratorium Forensik Dalam Melaksanakan Tugas
dan Fungsinya
Yang dimaksud hambatan dalam hal ini adalah hal-hal atau
keadaan yang menjadi faktor penghambat berkembangnya Laboratorium
Forensik pada umumnya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Adapun faktor-faktor penghambat tersebut adalah :
1. Surat permintaan untuk mendapatkan permintaan secara
laboratories kriminalistik sering tidak disebutkan secara jelas
apa yang dikehendaki untuk mendapatkan pemeriksaan.
2. Lambatnya penyelesaian Tempat Kejadian Perkara dan proses
investigasi sehingga mengakibatkan terlambatnya pengiriman
barang bukti ke Laboratorium Forensik untik dimintakan
pemeriksaan secara laboratoris.
3. Seringnya alat instrumen Laboratorium Forensik mengalami
gangguan atau mengalami kerusakan sehingga proses
pemeriksaan barang bukti menjadi terlambat dan memerlukan
penangana khusus untuk memperbaikinya.
4. Barang bukti yang dikirim oleh penyidik terlalu sedikit atau rusak
karena pemeriksaan yang dilakukan di secara bertahap dan
memerlukan waktu untuk memeriksa barang bukti tersebut.
56
5. Kurangnya tenaga ahli yang dimiliki oleh pihak Laboratorium
Forensik sehingga barang bukti yang di kirim ke laboratorium
untik diperiksa menjadi terlambat.
6. Terbatasnya instrumen atau alat yang canggih yang dimiliki oleh
Labroratorium Forensik Cabang sehingga terdapat kasus yang
memerlukan instrumen teknologi yang canggih harus di kirim ke
Laboratorium Forensik Pusat guna mendapatkan pemeriksaan
lebih lanjut.
7. Sering terlambatnya barang bukti dan kurang lengkapnya
persyaratan yang mestinya harus dipenuhi untuk mendapatkan
pemeriksaan secara laboratoris kriminalistik.
8. Timbulnya opini dalam masyarakat yang mementingkan arti
bukti hidup berupa keterangan saksi, sedangkan alat bukti
dianggap kurang penting sehingga kurang mendapat perhatian.
Padahal barang bukti inilah sebagai kunci kearah usaha
penyelesaian suatu perkara ilmiah dan diaanggap penting
perananya dalam proses pembuktian.
C. Hal-Hal Tentang Pemeriksaan Laboratorium Forensik Untuk
Kasus Narkotika
Sebelum melangkah ketahap pencarian barang bukti adabaiknya
bila kita mengenal tanaman yang tergolong dalam kelompok narkotika
yaitu :
Ganja
Coca/kokain
Tanaman Papaver Somniferum atau biasa disebut Candu
57
Ganja (Marihuana, Cannabis Indical) merupakan tanaman yang
tumbuh subur di Negara kita, baik di dataran rendah maupun di dataran
tinggi. Tanaman ini dapat tumbuh mencapai ketinggian 2 meter, bila
tanaman ini diremas dengan jari-jaru maka akan tercuim bau yang khas
dan menyegarkan.
Coca/kokain (Erythroxylon Coca) adalah zat yang adiktif yang
sering disalah gunakan dan merupakan zat yang berbahaya.kokain
merupakan alkaloid yabf didapatkan dari tanaman belukar Erythroxylon
Coca.
Papaver Somniferum, jenis tanaman ini yang digunakan adalah
getahnya yang didapat dari buah yang hendak masak , getah yang keluar
berwarna putih dan dinamai “Lates”. Getag ini dibiarkan kering pada
permukaan buah sehingga berwarna coklat kehitaman dan sesudah diolah
akan menjadi suatu adonan yang menyerupai aspal lunak,inilah yang
dinamakan candu mentah atau candu kasar. Candu mentah mengandung
banyak zat-zak aktif yang sering disalahgunakan. Candu masak warnanya
coklat tua yang cara pemakaiannya dengan cara dihisap.
1. Pencarian Barang Bukti
Dimulai dari pencarian barang bukti dari jenis ganja yaitu melihat
dari bentuknya, seperti dalam bentuk tangkai, daun, bunga, dan buah
yang dikemas dalam plastik kecil atau kemasan besar. Sering juga dalam
bentuk rokok yang dicampur dengan tembakau, dalam bentuk yang telah
dihaluskan sehingga merupakan barang yang kompak dengan warna
kehijauan. Dan atau pun berbentuk sari dari tanaman ganja yang berupa
58
minyak ganja dengan bentuk kental padat dengan warna coklat kehitaman
dan bau yang khas yang biasa disebut Hasbish.
Selanjutnya dari jenis Coca dimana jenis tanaman ini yang
diperdagangkan adalah daun yang sudah dikeringkan yang sudah diolah
untuk diambil sarinya. Sedangkan untuk jenis Papaver Somniferum jenis
tanaman ini dalam peredaran perdagangannya berbantuk Candu yang
terdiri dari candu mentah dan candu masak.
2. Pengumpulan/Pengambilan Barang Bukti
Bilamana barang bukti berupa tanaman maka yang diambil sebagai
barang bukti tanaman itu adalah akar, batang, tangkai,daun, dan buah.
Selanjutnya dikeringkan dahulu agar dalam pengirimannya tidak
mengalami pembusukan atau rusak, maka setelah kering dikemas dengan
cara yaitu bila terlalu panjang dapat dipotong menjadi dua atau tiga
bagian, kemudian disimpan dalam map atau dijepit dengan kertas
kemudian dimasukkan ke dalam karton, kemudian dilakukan
pembungkusan. Hal ini berlaku untuk semua barang bukti yang berupa
tanaman.
Bila barang bukti berupa bentuk narkotika yang bersal dari tanaman
maka diambil sekitar sekitar 50 Gram, namun bila jumlahnya cukup besar
maka diambil dari permukaan atas, bagian tengan, dan bagian bawah.
Selanjutnya ditempatkan kedalam wadah yaang bersih dan diusahakan
memakai kantong plastik yang baru. Untuk setiap bagian yang diambil
ditempatkan kedalam wadah yang terpisah dan diberi label.
59
3. Pengamanan/Pembungkusan Barang Bukti
Untuk pengamanannya, maka dari kumpulan barang bukti itu
ditempatkan dalam satu wadah yang cukup kuat yang tidak mudah rusak
bila dalam perjalan pengirimannya. Setelah dimasukkan dalam wadah
yang baik kemudian dibungkus pula dengan baik dan diikat dengan tali
yang cukup kuat dimana pada setiap tali pengikatnya diberi segel.
4. Pengiriman Barang Bukti
Dalam pengiriman barang bukti ini selain permohonan bantuan
pemeriksaan Laboratoris yang berisi pengiriman barang bukti dan
dilampirkan pula :
1. Laporan polisi
2. Bila barang bukti merupakan perwakilan (mewakili dari jumlah
yang lebih besar) maka dicantumkan pula berupa jumlah
keseluruhannya dalam berita acara pengambilan/pengumpulan
barang bukti.
3. Berita acara penyegelan barang bukti dan berita acara
pembungkusan barang bukti.
4. Surat permohonan pemeriksaan Laboratoris yang jelas
60
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Peranan Laboratorium forensik dalam penyelesaian kasus pada
umumnya sudah dapat dikatakan sangat efektif dilihat dari
peranannya sebagai tempat pemeriksaan barang bukti di
Laboratorium Forensik guna kepentingan penyidikan tindak pidana
khususnya narkotika. Tidak sampai disitu saja peranan
Laboratorium Forensik sangat penting dalam hal menentukan
kandungan dari jenis narkotika, dari hasil uji Labfor tersebut dapat
diketahui golongan narkotika dari kandungannya, kemudian setelah
mengetahui golongan narkotika tersebut dari hasil pemeriksaan
penyidik dapat menentukan pasal yang akan disangkakan bagi
para tersangka atau terdakwa penyalahgunaan narkotika.
Pemeriksaan yang dilakukan melalui Laboratorium Forensik sangat
besar pengaruhnya dalam mendukung keyakinan hakim, dalam hal
membantu hakim dalam memutus suatu perkara dengan adanya
peran Labfor dalam sistem pembuktian atau sebagai alat bukti di
persidangan.
2. Laboratorium Forensik dalam menjalankan tugas dan fungsinya
tidak terlepas dari hambatan, yaitu dalam surat permintaan
pemeriksaan sering tidak jelasnya maksud dan tujuan dilakukannya
pemeriksaan, seringnya tidak terpenuhi syarat formal berupa
61
kelengkapan berkas administrasi dan syarat materil berupa jumlah
barang bukti yang tidak cukup untuk diperiksa, atau barang bukti
dalam keadaan rusak karena dilakukan pemeriksaan secara
bertahap sehingga memperlambat proses pemeriksaan secara
Laboratoris.
B. Saran
1. Laboratorium Forensik dalam menjalankan tugas dan fungsinya
agar senantiasa tetap meningkatkan pelayanannya terhadap
masyarakat khususnya pihak yang meminta pemeriksaan secara
Laboratoris, mengingat pentingnya peranan yang diberikan dalam
proses pembuktian perkara di pengadilan.
2. Hendaknya laboratorium forensik lebih banyak memiliki staf ahli
dalam pemeriksaan barang bukti sehingga proses pemeriksaan
dapat berjalan dengan cepat.
3. Dalam pengiriman barang bukti, sebaiknya pihak yang meminta
pemeriksaan terlebih dahulu harus memperhatikan segala
kelengkapan dan kesempurnaan barang bukti, agar proses
pemeriksaan berjalan dengan baik dan waktu yang digunaka juga
efesien.
62
DAFTAR PUSTAKA
Andi Hamzah. 1986. Pengusutan Perkara Kriminal melalui Sarana Teknik
dan Sarana Hukum. Ghalia Indonesia: Jakarta. Bawengan, G.W. 1989. Penyelidikan Perkara Pidana dan Teknik
Interogasi. PT.Pradnya Paramita: Jakarta. Hari Sasangka. 2003. Narkotika Dan Psikotropika. Mandar Maju:
Bandung. Julianan Lisa, Nengah Sutrisna. 2013. Narkoba, Psikotropika, dan
Gangguan Jiwa. Nuhamedika : Yogyakarta. Musa Perdana Kusuma. 1983. Bab-bab Tentang Kedokteran Forensik.
Ghalia Indonesia: Jakarta. Abdul Mun’im Idris.1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik.Binarupa
Aksara : Jakarta Barat. Susetio Pramusinto. 1984. Himpunan Karangan Ilmu Forensik Suatu
Sumbangan Bagi Wiyata Bhayangkara. PT. Karya Unipres: Jakarta.
Taufik Makarao. 2003. Tindak Pidana Narkotika. Ghalia Indonesia:
Jakarta. Tolib Setiady.2009. Pokok-Pokok Ilmu Kedokteran Kehakiman.
Alfabeta:Bandung. Westra, Prajita, K. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka:
Jakarta. Pius A Partanto, M. Dahlan Al-Barry. 1994. Kamus Hukum. Arkola:
Surabaya. Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika & Undang-
undang RI Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. 2010. Anfaka Perdana: Surabaya.
Undang –Undang No. 22 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Repoblik Indonesia. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 tahun
2009 Tentang Tata Cara Dan Persyaratan Permintaan Pemeriksaan Teknis Kriminalistik Tempat Kejadian Perkara
63
Dan Laboratoris Kriminalistik Barang Bukti Kepada Laboratorium Forensik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
http://wartalabfor.blogspot.com/2010/05/mengenal-lebih-dekat-
puslabfor.html diakses tanggal 06 Pebruari 2013.