skripsi - corepariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan...

61
ANALISIS PENGARUH FEEDING FRENZY TERHADAP KEMUNCULAN IKAN HIU MELALUI METODE BAITED REMOTE UNDERWATER VIDEO (BRUV) DI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) SELAT DAMPIER KABUPATEN RAJA AMPAT SKRIPSI Oleh: HASTUTI PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017 brought to you by CORE View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk provided by Hasanuddin University Repository

Upload: others

Post on 01-May-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

i

ANALISIS PENGARUH FEEDING FRENZY TERHADAP KEMUNCULAN IKAN HIU MELALUI METODE

BAITED REMOTE UNDERWATER VIDEO (BRUV) DI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD)

SELAT DAMPIER KABUPATEN RAJA AMPAT

SKRIPSI

Oleh:

HASTUTI

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

brought to you by COREView metadata, citation and similar papers at core.ac.uk

provided by Hasanuddin University Repository

Page 2: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

ii

ANALISIS PENGARUH FEEDING FRENZY TERHADAP KEMUNCULAN IKAN HIU MELALUI METODE

BAITED REMOTE UNDERWATER VIDEO (BRUV) DI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD)

SELAT DAMPIER KABUPATEN RAJA AMPAT

Oleh:

HASTUTI

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Ilmu Kelautan Departemen Ilmu Kelautan

Fakultas ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Page 3: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

iii

ABSTRAK

HASTUTI. L111 10 901. Analisis Pengaruh Feeding Frenzy terhadap Kemunculan Ikan Hiu melalui Metode Baited Remote Underwater Video (BRUV) di Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Selat Dampier Kabupaten Raja Ampat. Dibimbing oleh A. IQBAL BURHANUDDIN sebagai Pembimbing Utama dan AIDAH A. A. HUSAIN sebagai Pembimbing Anggota.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menghitung jenis-jenis hiu yang berada di Selat Dampier berdasarkan zona/kawasan dan kedalaman, serta menganalisis pengaruh feeding frenzy terhadap kemunculan hiu. Hasil penelitian diharapkan berguna sebagai referensi dalam pembuatan regulasi dan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan.

Penelitian ini dilaksanakan di KKLD Selat Dampier Kabupaten Raja Ampat, pada bulan Januari 2014. Penelitian menggunakan metode BRUV (Baited Remote Underwater Video) yang berorientasi pada umpan yang digunakan untuk menarik perhatian hiu dan kamera untuk merekam. Penelitian ini dibatasi pada jenis individu, kedalaman, zona/kawasan, dan jenis umpan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah jenis hiu yang ditemukan sebanyak 4 jenis yaitu Carcharhinus melanopterus, Hemipristis elongate, Sphyrna lewini, dan Eucrossorhinus dasypogon. Dari keempat jenis tersebut, hiu Carcharhinus melanopterus paling banyak terekam kamera. Dari 45 video, jumlah hiu yang terekam berdasarkan zona/kawasan lebih banyak ditemukan di KP (Kawasan Pemanfaatan) yaitu sebanyak 15 kali, sedangkan di KLT (Kawasan Larang Tangkap) ditemukan sebanyak 12 kali. Dari 30 video, jumlah hiu yang terekam berdasarkan kedalaman lebih banyak ditemukan di daerah Shallow dan Mid yaitu sebanyak 11 kali, sedangkan untuk daerah Deep ditemukan sebanyak 5 kali. Berdasarkan keberadaan feeding frenzy, tingkah laku hiu jenis Hemipristis elongata bolak-balik mendekati umpan, sementara jenis Sphyrna lewini lebih suka memakan umpan. Sementara tingkah laku tanpa feeding frenzy pada jenis Carcharhinus melanopterus biasanya hanya lewat saja tanpa mendekati umpan, dan jenis Eucrossorhinus dasypogon mendekati umpan lalu menjauh. Kata kunci : hiu, BRUV, feeding frenzy, KKLD, Selat Dampier, Raja Ampat

Page 4: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Analisis Pengaruh Feeding Frenzy terhadap Kemunculan Ikan Hiu melalui Metode Baited Remote Underwater Video (BRUV) di Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Selat Dampier Kabupaten Raja Ampat

Nama : Hastuti

Nomor Pokok

Program Studi

:

:

L111 10 901

Ilm u Kelautan

Telah diperiksa dan disetujui oleh:

Pembimbing Utama,

Prof. A. Iqbal Burhanuddin, Ph.D

NIP. 19691215 199403 1 002

Pembimbing Anggota,

Dr. Ir. Aidah A. A. Husain, M.Sc

NIP. 19670817 199103 2 005

Mengetahui:

Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc

NIP. 19670308 199003 1 001

Ketua Program Studi Ilmu Kelautan

Dr. Mahatma Lanuru, ST, M.Sc

NIP. 19701029 199503 1 001

Tanggal Lulus : 18 November 2014

Page 5: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Juni 1992 di Desa

Bojo, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, merupakan anak

bungsu dari 3 bersaudara dari pasangan Alm. Sabrang dan

Hawa. Sebelum masuk ke tingkat universitas penulis

menyelesaikan pendidikan formal di SD Inpres Bojo Selatan pada tahun 1998-2004,

kemudian melanjutkan di SMPN 5 Parepare tahun 2004-2007, dan menyelesaikan

sekolah menengah akhir di SMAN 2 Parepare pada tahun 2007-2010. Pada tahun

2010 penulis diterima di Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan, Universitas Hasanuddin melalui jalur POSK.

Selama menjalani status kemahasiswaan penulis aktif di beberapa lembaga

kemahasiswaan yaitu sebagai Bendahara Umum pada periode 2011-2012 di HMI

Komisariat Ilmu Kelautan, sebagai Anggota Divisi Dana dan Usaha Senat

Mahasiswa Ilmu Kelautan pada periode 2011-2012, dan sebagai Bendahara Umum

organisasi pada periode 2012-2013 di MSDC–UNHAS (Marine Science Diving Club

– Universitas Hasanuddin).

Selama kuliah, telah dipercaya menjadi asisten pada mata kuliah

Penginderaan Jauh, Oseanografi Fisika, Vertebrata Laut, dan Widya Selam. Penulis

juga pernah menjadi relawan di VSO (Voluntary Service Overseas) Indonesia tahun

2013 di Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan. Selain itu, penulis pernah

memperoleh Juara II LKTM tingkat Universitas Hasanuddin tahun 2013 dengan judul

”Rantai Perdagangan Hiu Skala Minor: Studi Kasus Makassar dan Takalar”. Pada

tahun 2014 penulis menjadi enumerator hiu pada WWF Indonesia di Banyuwangi.

Page 6: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

vi

Penulis menyelesaikan rangkaian tugas akhir yaitu Kuliah Kerja Nyata

Profesi di Desa Miangas Kecamatan Khusus Miangas Kabupaten Talaud Provinsi

Sulawesi Utara pada tahun 2013 dengan judul “Analisis Besar Butir Sedimen di

Pantai Racuna Desa Miangas Kecamatan Khusus Miangas Kabupaten Talaud”.

Hingga tiba pada saat penulis menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Analisis

Pengaruh Feeding Frenzy terhadap Kemunculan Ikan Hiu melalui Metode

Baited Remote Underwater Video (BRUV) di Kawasan Konservasi Laut Daerah

(KKLD) Selat Dampier Kabupaten Raja Ampat”.

Page 7: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

vii

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat

rahmat, kasih, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh

rangkaian penelitian hingga penulisan skripsi dengan lancar yang berjudul ”Analisis

Pengaruh Feeding Frenzy terhadap Kemunculan Ikan Hiu melalui Metode Baited

Remote Underwater Video (BRUV) di Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD)

Selat Dampier Kabupaten Raja Ampat”. Tak lupa pula shalawat serta salam penulis

haturkan pada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, yang merupakan suri

tauladan bagi umat manusia.

Selama penelitian hingga akhir penulisan skripsi ini, penulis banyak

mengalami kesulitan, namun berkat arahan, bimbingan, dukungan, partisipasi, saran

dan kritik dari berbagai pihak, maka dapat terselesaikan dengan baik. Oleh

karenanya melalui skripsi ini penulis ingin mengucapkan ucapan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. A. Iqbal Burhanuddin, Ph.D dan Dr. Ir. Aidah A. A. Husain, M.Sc yang

telah berkenan meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan,

memberi saran, dan perhatiannya kepada penulis dalam merampungkan skripsi

ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Budimawan, DEA, Prof. Dr. Ir. Chair Rani, M.Si dan Dr. Ir.

Muh. Rijal Idrus, M.Sc atas waktu yang diluangkan untuk memberikan

masukan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Page 8: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

viii

3. Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa selaku Dekan Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan dan Bapak Mahatma Lanuru, ST. M.Sc selaku Ketua Jurusan ilmu

Kelautan atas segala arahan serta petunjuk bagi penulis.

4. Ayahku tercinta Alm. Sabrang dan Ibuku Hawa. Terima kasih atas segala

pengorbanan kalian, doa-doa dalam sujudmu adalah senjata setiap langkahku.

5. Hj. Rahma yang telah mengasuh saya dari kecil dan menyekolahkan saya

hingga saat ini saya dapat meraih gelar sarjana. Terima kasih atas segala

pengorbanan baik materil dan non-materil.

6. Kakak-kakakku Iswan Sabrang dan Siswanti Sabrang atas segala dukungan

dan motivasi kepada adikmu.

7. Kak Ondo (Kla„00), kak Yasser (Kla„01), dan kak Abdi (Kla„07) atas segala

saran dan bantuannya hingga penulis dapat melakukan penelitian ini.

8. Conservation International Indonesia (CII) office Sorong terkhusus kepada

Mas Ismu, Mba Meity, Ange, dan seluruh Kru Kapal Imbekwan yang telah

membantu dan memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.

9. KONSERVASI 2010 (Ifha, Nisa, Zusan, Eky, Zulfi, Dhillah, Dian, Ria, Cia,

Hesty, Fhyra, Nenni, Ikram, Saldi, Budy, Ulil, Andri, Tenri, Wendri, Asan, Hans,

Frans, Iswan, Mudin, Wahid, Candra, Ulli, Ipul, Ashar, Mardi, Mangando, Cute,

Asri, Eka, Putra, Janu, Roni, Talib) atas segala canda tawa dan kebersamaan

yang kalian torehkan selama 4 tahun lebih.

10. MSDC-UH yang telah menjadikan penulis seorang penyelam dan banyak hal di

luar bangku kuliah yang penulis dapatkan selama ini.

11. Semua pihak yang dengan ikhlas telah membantu penulis selama menjadi

mahasiswa Ilmu Kelautan yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Page 9: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

ix

Semoga dengan kehadiran tulisan yang sederhana ini kiranya membawa

manfaat bagi penulis dan semua pihak yang membacanya. Penyusunan skripsi ini

mungkin masih sangat jauh dari sempurna, karena itu saran dan kritik pembaca

sangat dibutuhkan oleh penulis sebagai bahan perbaikan untuk penulisan

selanjutnya, terima kasih.

Penulis

HASTUTI

Page 10: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ix

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xii

DAFTAR TABEL ................................................................................................... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xv

I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................................. 1

B. Tujuan ............................................................................................................... 3

C. Ruang Lingkup .................................................................................................. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 4

A. Biologi Ikan Hiu.................................................................................................. 4

1. Sistematika Hiu.................................................................................................. 4

2. Morfologi Hiu ..................................................................................................... 4

3. Jenis-Jenis Hiu di Raja Ampat ........................................................................... 5

B. Raja Ampat ...................................................................................................... 11

C. BRUV (Baited Remote Underwater Video) ...................................................... 12

1. Pengertian ....................................................................................................... 12

2. Model BRUV .................................................................................................... 12

III. METODE PENELITIAN ................................................................................... 16

A. Waktu dan Tempat .......................................................................................... 16

Page 11: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

xi

B. Alat dan Bahan ................................................................................................ 16

C. Prosedur Penelitian ......................................................................................... 21

1. Tahap Persiapan ............................................................................................. 21

2. Penentuan Titik Stasiun ................................................................................... 21

3. Pengambilan Data ........................................................................................... 23

4. Pengolahan Data Lapangan ............................................................................ 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 26

A. Jenis-Jumlah Hiu dan Frekuensi Kemunculan ................................................. 26

B. Feeding Frenzy................................................................................................ 31

C. Analisis Tingkah Laku Hiu ............................................................................... 35

D. Kondisi Oseanografi ........................................................................................ 40

1. Kecerahan ....................................................................................................... 40

2. Salinitas ........................................................................................................... 41

3. Suhu ................................................................................................................ 41

4. Arus ................................................................................................................. 41

V. SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 42

A. Simpulan ......................................................................................................... 42

B. Saran ............................................................................................................... 42

C. Ucapan Terima Kasih ...................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 44

LAMPIRAN ............................................................................................................ 46

Page 12: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 1. Morfologi hiu…………………………………………………………………. 5

Gambar 2. Blacktip reef shark…………………………………………………………… 7

Gambar 3. Scalloped hammerhead…………………………………………………….. 23

Gambar 4. Tasselled wobbegong………………………………………………………. 10

Gambar 5.Snaggletooth shark………………………………………………………….. 25

Gambar 6. HBRUVS……………………………………………………………………… 13

Gambar 7. HBRUVS……………………………………………………………………... 13

Gambar 8. VBUV…………………………………………………………………………. 14

Gambar 9. SBRUVS……………………………………………………………………… 29

Gambar 10. Peta lokasi penelitian………………………………………………………16

Gambar 11. Kerangka BRUV……………………………………………………………. 18

Gambar 12. Keranjang BRUV…………………………………………………………… 18

Gambar 13. Deep log BRUV…………………………………………………………….. 18

Gambar 14. Struktur BRUV……………………………………………………………… 18

Gambar 15. Menuju titik statsiun…………………………………………. 18

Gambar 16. Pengambilan data video…………………………………………………… 18

Gambar 17. Penurunan BRUV di titik stasiun…………………………………………. 19

Gambar 18. Kerangka BRUV saat diturunkan…………………………………………19

Gambar 19. Penarikan BRUV…………………………………………………………..19

Gambar 20. Disain BRUV…………………………………………………………..…… 33

Gambar 21. Penempatan BRUV di dasar perairan………………………………….... 20

Gambar 22. Umpan cakalang………………………………………………………….... 34

Page 13: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

xiii

Gambar 23. Umpan yang sudah dipotong……………………………………………...20

Gambar 24.Skema penentuan stasiun penelitian…………………………………….. 22

Gambar 25. Sebaran frekuensi kemunculan hiu berdasarkan zona/kawasan…….. 28

Gambar 26. Sebaran frekuensi kemunculan hiu berdasarkan kedalaman………… 43

Gambar 27. a. Cirrhilabrus sp.; b. Thalassoma lunare;c. Pentapodus caninus; d. P.

emeryii; e. P. setosus; f. Scolopsis sp.; g. S. trivittatus; h. Lethrinus atkinsoni; i. L.

semicinctus; j. Balistapus undulatus; k. Sufflamen chrysopterus; l. unidentification 1;

m. unidentification 2……………………………………………………………………… 47

Gambar 28. Sebaran frekuensi feeding frenzy ikan non-hiu…………………………. 34

Gambar29. Tingkah laku hiu berdasarkan keberadaan feeding frenzy……………. 35

Gambar 30. Tingkah laku Carcharhinus melanopterus yang hanya lewat saja….... 50

Gambar31. Tingkah laku Hemipristis elongata yang bolak-balik mendekati umpan…

………………………………………………………………………………………………. 37

Gambar 32. Tingkah laku Sphyrna lewini yang hanya lewat tanpa memakan

umpan……………………………………………………………………………………… 52

Gambar 33. Tingkah laku Sphyrna lewini saat memakan umpan…………………… 39

Gambar 34. Tingkah laku Eucrossorhinus dasypogon yang melewati umpan……... 40

Page 14: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 1. Klasifikasi jenis-jenis hiu yang ditemukan di Raja Ampat ............................ 5

Tabel 2. Alat-alat penelitian .................................................................................... 17

Tabel3. Kategori tingkah laku hiu dan kondisi umpan saat hiu muncul ................... 25

Page 15: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Lampiran 1. Data kemunculan hiu berdasarkan zona/kawasan. ............................. 46

Lampiran 2. Data kemunculan hiu berdasarkan kedalaman. ................................... 46

Lampiran 3. Data kemunculan feeding frenzy ikan non-hiu. .................................... 46

Lampiran 4. Tim Survey BRUV CII. ........................................................................ 46

Page 16: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikan hiu merupakan salah satu kelompok hewan laut yang terancam

keberadaannya dan hanya sedikit yang mengetahui sejarah hidup, populasi, dan

ekologinya. Terancamnya hewan laut ini adalah akibat dari kegiatan manusia seperti

penangkapan yang berlebihan (Brooks et al., 2009).

Dengan terancamnya ikan hiu maka dibutuhkan perlindungan tentang ikan

ini. Daerah yang pertama kali mengumumkan tentang perlindungan ikan hiu adalah

Raja Ampat. Selama adanya perlindungan ikan hiu di Raja Ampat, mulai terlihat

tanda-tanda pemulihan populasi ikan hiu, sehingga Raja Ampat memiliki potensi

pariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan

penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu.

Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan hiu ini masih sangat minim,

bahkan di Indonesia sangat jarang diperoleh referensi mengenai perilaku ikan hiu.

Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang ikan hiu agar ke depannya akan

banyak referensi mengenai ekologi ikan hiu di Indonesia.

Manfaat dari penelitian tingkah laku ikan hiu salah satunya adalah untuk

melihat perbedaan agresivitas ikan hiu. Setiap jenis ikan hiu memiliki agresivitas

yang berbeda tergantung dari kemampuan penciuman dan pendengarannya. Salah

satu metode yang dapat digunakan untuk meneliti tingkah laku ikan hiu adalah

metode BRUV (Baited Remote Underwater Video). Metode dengan orientasi umpan

dan kamera ini merupakan metode yang non-destruktif, dapat digunakan pada

kedalaman tinggi dan sudah digunakan dalam penelitian ikan hiu di seluruh dunia,

serta memiliki korelasi signifikan dengan metode long line (Meekan and Cappo,

2004; Brooks et al., 2009). Selain itu, metode ini sangat efektif untuk melihat perilaku

Page 17: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

2

hiu dibandingkan dengan menyelam karena dapat menghindari dari bahaya

agresivitas ikan hiu. Dengan menggunakan metode ini, perbedaan tingkah laku ikan

hiu dapat dilihat berdasarkan keberadaan feeding frenzy atau ikan non-hiu yang

memakan umpan. Dari perbedaan tersebut dapat diketahui alat tangkap atau umpan

yang tidak boleh digunakan, sehingga akan ada referensi untuk pembuatan regulasi

perlindungan ikan hiu.

Di Indonesia sendiri, regulasi perlindungan ikan hiu melalui Peraturan

Menteri sedang disiapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), untuk

membatasi penangkapan tiga spesies ikan hiu martil (Sphyrna sp) dan satu spesies

ikan hiu koboi (Carcharhinus longimanus), serta melarang total penangkapan dua

spesies manta yaitu Manta birostis dan M. alfredi (Adlina dkk., 2013). CITES telah

mengumumkan 12 jenis ikan hiu yang termasuk dalam Appendiks 1, 2, dan 3. Ke-12

jenis tersebut adalah enam jenis Pristidae spp (sawfish) dalam Appendiks 1,

Pristidae microdon (sawfish), Cetorhinus maximus (basking shark), Carcharodon

carcharias (great white shark), dan Rhincodon typus (whale shark) dalam Appendiks

2, serta Sphyrna lewini (scalloped hammerhead) dan Lamna nasus (porbeagle)

dalam Appendiks 3.

Dalam membuat regulasi tentunya dibutuhkan data-data penelitian. Hasil dari

penelitian ini diharapkan menjadi salah satu pertimbangan dalam membatasi

penggunaan alat tangkap yang menjadi penyebab tertangkapnya ikan hiu. Sebab

bisa jadi jenis ikan hiu yang sudah masuk dalam Appendiks 1, 2, maupun 3 akan

benar-benar punah akibat kurangnya penelitian yang bisa mendukung dalam

pembuatan regulasi.

Page 18: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

3

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi dan menghitung jenis-jenis ikan hiu yang berada di Selat

Dampier berdasarkan zona/kawasan konservasi dan kedalaman.

2. Menganalisis pengaruh feeding frenzy ikan non-hiu terhadap kemunculan

dan tingkah laku ikan hiu.

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai referensi dalam pembuatan

regulasi dan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan.

C. Ruang Lingkup

Penelitian ini dibatasi pada beberapa bagian yaitu jenis individu, kedalaman,

zona/kawasan, dan keberadaan feeding frenzy.

Page 19: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Biologi Ikan Hiu

1. Sistematika Ikan Hiu

Ikan hiu termasuk dalam kelas Chondrichthyes, merupakan ikan bertulang

rawan yang terdiri dari sekitar 500 jenis, dikelompokkan dalam 30 famili dan 8 ordo.

Adapun sistematika taksonomi dari ikan hiu adalah sebagai berikut (Compagno et

al., 1999 dalam Raharjo, 2009):

Kingdom:Animalia

Filum:Chordata

Klas:Chondrichthyes

Subklas :Elasmobranchii

2. Morfologi Ikan Hiu

Ikan hiu termasuk ikan bertulang rawan (Elasmobranchii), dimana biasanya

memiliki bentuk tubuh yang lonjong dan memanjang, ekor berujung runcing, dan

celah insang yang terletak di sisi kepala yang berjumlah 5-7 celah (Gambar 1). Ikan

hiu harus terus menerus berenang agar tidak tenggelam karena tidak memiliki

gelembung renang. Hal ini menyebabkan badan ikan hiu menjadi langsing dan sisik

dadanya besar yang berfungsi sebagai hidrofoil, sehingga memberi daya apung

yang besar. Ikan hiu berenang dengan gerakan berkelok-kelok dari badannya dan

siripnya yang tidak lentur berfungsi sebagai pengendali arah. Tubuh ikan hiu ditutupi

oleh sisik plakoid yang berupa duri halus dan tajam dengan posisi yang condong ke

belakang. Bentuk gigi ikan hiu mirip dengan gigi biasa dengan struktur yang sama

dalam beberapa deret. Gigi ikan hiu berganti secara terus menerus selama hidupnya

(Raharjo, 2009).

Page 20: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

5

Gambar 1. Morfologi hiu (sumber: White et al., 2006).

3. Jenis-Jenis Ikan Hiu di Raja Ampat

Berdasarkan data perikanan tangkap DKP (White et al., 2006) dan List of

Species Reef Fishes of the Bird’s Head Peninsula, West Papua, Indonesia (Allen

and Erdmann, 2009), terdapat 19 jenis ikan hiu yang ditemukan di Raja Ampat.

Jenis-jenis ikan hiu tersebut disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi jenis-jenis ikan hiu yang ditemukan di Raja Ampat (White et al., 2006; Allen and Erdmann, 2009).

No Ordo Famili Nama Spesies Nama

Perdagangan

1

Carcharhiniformes Carcharhinidae

Carcharhinus

albimarginatus Silvertip shark

2 Carcharhinus

amblyrhynchos Grey reef shark

3 Carcharhinus

falciformis Silky shark

Page 21: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

6

Lanjutan Tabel 1.

No Ordo Famili Nama Spesies Nama

Perdagangan

4

Carcharhinidae

Carcharhinus leucas Bull shark

5 Carcharhinus

melanopterus

Blacktip reef

shark

6 Galeocerdo cuvier Tiger shark

7 Triaenodon obesus Whitetip reef

shark

8 Scyliorhinidae Atelomycterus

marmoratus Coral catshark

9 Sphyrnidae Sphyrna lewini Scalloped

hammerhead

10 Sphyrna mokarran Great

hammerhead

11

Orectolobiformes

Ginglymostoma

tidae Nebrius ferrugineus

Tawny nurse

shark

12

Hemiscylliidae

Chiloscyllium

punctatum

Brownbanded

bamboo shark

13 Hemiscyllium

freycineti

Indonesian

speckled

carpetshark

14 Hemiscyllium galei Bamboo shark

15 Hemiscyllium henryi Bamboo shark

16 Hemiscyllium

ocellatum Epaulette shark

17 Orectolobidae Eucrossorhinus

dasypogon

Tasselled

wobbegong

18 Rhincodontidae Rhincodon typus Whale shark

19 Stegostomatida

e

Stegostoma

fasciatum Zebra shark

Page 22: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

7

Dari 19 jenis ikan hiu tersebut, terdapat 3 jenis yang dideskripsikan sebagai

berikut:

a. Carcharhinus melanopterus (Blacktip Reef Shark)

Ikan hiu karang sirip hitam atau blacktip reef shark merupakan jenis ikan hiu

yang tersebar di perairan tropis dan hidup di daerah terumbu karang serta perairan

dangkal. Ukuran ikan hiu jenis ini berkisar antara 70-142 cm. Moncongnya sangat

pendek dan berbentuk bundar melebar, gigi atas agak miring dengan taring tipis dan

taring-taring kecil yang pangkalnya rendah. Antara sirip punggung tidak ditemukan

gurat. Bagian belakang berwarna kuning coklat dan semua ujung siripnya berwarna

hitam (Gambar 2). Makanan ikan hiu karang sirip hitam ini berupa ikan kecil,

krustasea, moluska, dan kelompok cumi. Jenis ikan hiu ini tidak membahayakan

perenang dan penyelam, tetapi pernah tercatat menyerang nelayan pencari kerang

dan nelayan tradisional. Dalam daftar merah IUCN, ikan hiu ini termasuk dalam

daftar hampir terancam (NT) (Raharjo, 2009).

Gambar 2. Blacktip reef shark (sumber: www.daff.qld.gov.au).

Page 23: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

8

Jenis ini berkembang biak dengan cara vivipar dengan yolk-sac plasenta dan

menghasilkan 2-4 anak tetapi biasanya 4 anak dengan periode 16 bulan. Ikan hiu ini

merupakan ikan hiu yang aktif dan perenang yang kuat (Compagno, 1984).

b. Sphyrna lewini (Scalloped Hammerhead)

Ikan hiu ini merupakan salah satu jenis ikan hiu martil yang tersebar di

daerah tropis dan subtropis. Ikan hiu ini memiliki kepala yang melebar ke samping

dan melengkung pada bagian depan, pangkal sirip perut lebih panjang daripada

pangkal sirip punggung (Gambar 3). Jumlah anak yang dilahirkan 12–41 ekor setiap

dua tahun dengan lama kandungan 10 bulan. Makanan dari ikan hiu martil ini berupa

cumi, ikan hiu, dan pari. Ikan hiu ini dikenal sangat berpotensi membahayakan

manusia dan penyelam. Dalam daftar merah IUCN, ikan hiu ini termasuk dalam

daftar hampir terancam (NT) (Raharjo, 2009).

Gambar 3. Scalloped hammerhead (sumber: www.dpi.nsw.gov.au).

Jenis ikan ini hidup dari daerah intertidal dan permukaan hingga kedalaman

275 m dengan ukuran maksimum antara 370-420 cm dimana pada ikan jantan

memiliki ukuran maksimum saat dewasa sekitar 140-165 cm, sedangkan pada ikan

Page 24: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

9

betina memiliki ukuran saat dewasa sekitar 212 cm. Sementara pada saat lahir,

ukuran ikan hiu ini berkisar antara 42-55 cm (Compagno, 1984).

Ikan hiu scalloped hammerhead sangat mobile dan sering berimigrasi dalam

kondisi schooling besar meskipun juga ditemukan soliter baik pada ikan hiu muda

dan ikan hiu dewasa. Namun fungsi dari schooling ini belum diketahui secara pasti

dan diperkiraan bukan untuk reproduksi karena ikan hiu muda juga ada dalam

kelompok schooling, dan bukan juga untuk pertahanan karena tidak ada

kemungkinan predator pada ikan hiu martil. Selain itu, individu betina dewasa dan

jantan dewasa hidup terpisah pada fase-fase tertentu dalam siklus hidupnya. Pada

ikan Sphyrna lewini betina sering ditemukan bekas luka pada bagian kepala akibat

agresi (Compagno, 1984).

c. Eucrossorhinus dasypogon (Tasselled Wobbegong)

Wobbegong atau ikan hiu berkumis adalah jenis ikan hiu bentik yang bersifat

nokturnal. Ikan hiu ini berukuran maksimal 300 cm. Ikan hiu berkumis memiliki

kamuflase dengan memanfaatkan warna-warna kulit tubuh yang menyerupai karpet.

Ikan hiu berkumis memiliki organ yang menyerupai kumis di sekitar mulutnya yang

berguna dalam menarik perhatian ikan (Gambar 4). Kumis ini digunakan untuk

berkamuflase dan menangkap ikan-ikan kecil dengan cara menyergap (Queensland

Primary Industries and Fisheries dalam Sianipar, 2012).

Page 25: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

10

Gambar 4. Tasselled wobbegong (http://www.dpi.nsw.gov.au).

d. Hemipristis elongate (Snaggletooth Shark)

Jenis ikan ini tidak termasuk dalam 19 jenis dalam Tabel 1, namun teramati

selama penelitian. Ikan hiu Hemipristis elongata ditemukan pertama kali pada tahun

1871 oleh Klunzinger, dan masuk ke dalam ordo Carchariniformes, famili

Hemigaleidae.

Distribusi ikan hiu ini ditemukan di Afrika Selatan, Madagaskar, Mozambique,

Tanzania, Aden, Laut Merah, Pakistan, India, Thailand, Vietnam, China, Australia,

dan Filipina. Ikan hiu ini hidup di perairan tropis pada kedalaman 1 hingga 30 m.

Panjang maksimum dari jenis ini mencapai 240 cm, dimana ukuran pada ikan jantan

berkisar antar 73-106 cm dan pada saat dewasa mencapai 120-145 cm, sedangkan

ikan betina pada saat dewasa berukuran antara 170-218 cm. Ukuran pada saat lahir

sekitar 45 cm (Compagno, 1984).

Jenis ikan ini berkembang biak secara vivipar dengan yolk-sac plasenta dan

dapat menghasilkan 6-8 anak. Ikan hiu ini memakan cephalopoda, cumi-cumi dan

ikan (termasuk beberapa jenis Elasmobranchii). Sirip ikan hiu jenis ini

diperdagangkan, termasuk minyak hati dari ikan ini juga digunakan (Gambar 5).

Daging ikan hiu jenis ini merupakan jenis yang paling baik dikonsumsi (Compagno,

1984).

Page 26: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

11

Gambar 5. Snaggletooth shark (sumber: www.fishbase.org).

B. Raja Ampat

Kabupaten Raja Ampat merupakan salah satu kabupaten yang terletak di

Provinsi Papua Barat. Kabupaten ini berada di antara Samudera Pasifik di sebelah

utara dan Laut Seram di sebelah selatan dengan letak geografis 2°25’ LU – 4°25’ LS

dan 130° – 132°55’ BT. Kabupaten Raja Ampat terdiri atas empat pulau besar yaitu

Pulau Waigeo, Pulau Batanta, Pulau Salawati, dan Pulau Misool, dan terbagi

menjadi 10 distrik yaitu Distrik Kepulauan Ayau, Waigeo Utara, Waigeo Selatan,

Waigeo Barat, Samate, Misool Timur Selatan, Misool, Kofiau, Waigeo Timur, dan

Teluk Mayalibit. Kabupaten Raja Ampat memiliki ekosistem yang sangat beragam

dari hutan hujan tropis dan padang savana, ekosistem mangrove, padang lamun,

dan terumbu karang (Widayatun dkk., 2007).

Daerah Raja Ampat merupakan daerah dengan pusat keanekaragaman

hayati terumbu karang dunia masuk dalam Coral Triangle, dimana terdapat 75%

spesies karang dari seluruh spesies karang di dunia. Oleh karena itu, Pemerintah

bekerjasama dengan LSM Conservation International (CI) dan The Nature

Conservancy (TNC) telah berupaya mempertahankan sumberdaya alam dengan

Page 27: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

12

membantu memelihara dan mengelola jaringan Kawasan Perlindungan Laut atau

Marine Protection Areas (MPA).

C. BRUV (Baited Remote Underwater Video)

1. Pengertian

BRUV merupakan metode yang berorientasi pada umpan dan kamera.

Kamera ini dapat merekam video berjam-jam dengan umpan yang digunakan untuk

menarik perhatian ikan. Teknik ini memiliki potensi besar untuk merekam komposisi

komunitas, kelimpahan relatif, habitat, dan ukuran ikan. Selain itu, kelebihan dari

metode ini yaitu dapat digunakan pada kedalaman yang tidak dapat dijangkau

dengan menyelam (Cappo et al., 2004).

2. Model BRUV

Menurut Cappo et al. (2006), ada 3 model studi kamera yang menggunakan

umpan yaitu HBRUVS (Horizontal Baited Remote Underwater Video Station), VBUV

(Vertical Baited Underwater Video), dan SHBRVS (Stereo Horizontal Baited Remote

Underwater Stations).

a. HBRUVS (Horizontal Baited Remote Underwater Video Station)

Model ini memiliki cakupan pandangan secara horizontal dengan kerangka

yang terletak di dasar laut (Cappo et al., 2004). Metode ini dapat digunakan untuk

menentukan panjang ikan, namun masih terbatas untuk melihat habitat serta dasar

perairan. Beberapa contoh gambar dari HBRUVS terdapat pada Gambar 6 dan 7.

Page 28: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

13

Gambar 6. HBRUVS (Langlois et al., 2006).

Gambar 7. HBRUVS (Cappo et al., 2011).

b. VBUV (Vertical Baited Underwater Video)

Model VBUV menggunakan kamera yang posisi merekamnya secara

horizontal di dasar laut (Cappo et al., 2006). Metode ini cocok digunakan untuk

melihat hewan-hewan dasar serta habitat dan dasar perairan. Model VBUV disajikan

dalam Gambar 8.

Page 29: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

14

Gambar 8. VBUV (Langlois et al., 2006).

c. SBRUVS (Stereo Horizontal Baited Remote Underwater Stations)

Model ini memiliki dua kamera yang merekam secara horizontal. Sistem

stereonya memiliki akurasi yang bagus, dapat mendeteksi perbedaan panjang dan

biomassa. Model SBRUVS disajikan dalam Gambar 9.

Gambar 9. SBRUVS (sumber: www.pifsc.noaa.gov).

Page 30: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

15

Teknik stereo ini sangat berguna untuk melihat umpan secara horizontal

karena ukuran panjang ikan dapat diketahui secara akurat dan menentukan area

sampling dengan melakukan pengukuran jarak ke kamera (Harvey et al., 2010).

Selain itu, teknik ini dapat menangkap gambar yang rinci mengenai habitat dan ikan

yang bersifat berpindah tempat seperti ikan hiu, ikan pari, dan ular laut yang

biasanya menghindari penyelam (www.aims.gov.au).

Page 31: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

16

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 di Selat Dampier

Kabupaten Raja Ampat, tepatnya di perairan Pulau Batanta. Pengamatan dilakukan

pada wilayah Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Selat Dampier, Kabupaten

Raja Ampat (Gambar 10).

Gambar 10. Peta lokasi penelitian.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan selama pengambilan data video disajikan pada Tabel 2.

Page 32: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

17

Tabel 2. Alat-alat yang digunakan selama penelitian.

No. Nama Alat Kegunaan

1. Sturktur BRUV:

Kamera Merekam kejadian

Keranjang Tempat umpan

Pipa PVC 1,5 m Tempat untuk menempelkan keranjang

umpan

2. Depth sounder Mengukur kedalaman

3. GPS Menentukan titik pengambilan data

4. Handrefractometer Mengukur salinitas

5. Komputer/laptop + program Event

Measure

Menganalisis data

6. Layang-layang arus Mengukur kecepatan arus

7. Pelampung Sebagai penanda

8. Sechi disk Mengukur kecerahan

9. Tali ukuran 12 m, 45 m,dan 110

m

Mengikat kerangka BRUV

10. Termometer Mengukur suhu

Struktur BRUV terdiri dari kerangka baja anti karat berukuran 0.5 m x 0.6 m

dengan bentuk piramida (Gambar 14), dengan kamera dan deep log (Gambar 13)

yang dipasang pada bagian atas rangka BRUV serta pipa PVC yang dipasang

memanjang di depan kamera. Setiap ujung pipa PVC dipasang keranjang umpan

semi-permanen yang terbuat dari kawat (Gambar 12). Tali dengan ukuran panjang 3

kali dari kedalaman titik stasiun diikatkan pada kerangka BRUV, dimana pada ujung

tali dipasangkan pula pelampung (Gambar 14). Disain alat BRUV ini dapat dilihat

Page 33: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

18

pada Gambar 11, sementara Gambar 21 memperlihatkan alat BRUV yang dipasang

di dasar perairan.

Gambar 11. Kerangka BRUV. Gambar 12. Keranjang BRUV.

Gambar 13. Deep log BRUV. Gambar 14. Struktur BRUV.

Gambar 15. Menuju titik stasiun Gambar 16. Pengambilan data video.

Page 34: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

19

Gambar 17. Penurunan BRUV di titik stasiun

Gambar 18. Kerangka BRUV saat diturunkan.

Gambar 19. Penarikan BRUV.

Gambar 20. Disain BRUV (dirancang oleh Tertius/Papua Divers).

Page 35: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

20

Gambar 21. Penempatan BRUV di dasar perairan (Foto:Steven Lindfield).

Bahan umpan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari jenis ikan

cakalang dengan berat 800 gr – 1 kg (Gambar 22, 23) pada setiap titik stasiun yang

digunakan untuk menarik perhatian ikan hiu dan non-hiu. Pemberian umpan ikan

cakalang berdasarkan dari hasil pengamatan sebelumnya bahwa ikan hiu cenderung

menyukai ikan cakalang.

Gambar 22. Umpan cakalang (Katswonus pelamis).

Gambar 23. Umpan cakalang yang

sudah dipotong-potong.

Page 36: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

21

C. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan

Sebelum melakukan kegiatan di lapangan, terlebih dahulu dilakukan

pengumpulan literatur mengenai metode yang digunakan dan referensi yang terkait

dengan judul penelitian. Selanjutnya, melakukan persiapan alat dan bahan yang

akan digunakan di lapangan.

2. Penentuan Titik Stasiun

Penentuan stasiun disajikan berdasarkan zonasi kawasan konservasi dan

kedalaman. Kawasan konservasi terdiri dari Kawasan Larang Tangkap (KLT) dan

Kawasan Pemanfaatan (KP). Pada setiap kawasan konservasi ditentukan 5 stasiun,

dimana setiap stasiun terbagi atas 3 kedalaman yaitu Deep (50-80 m), Mid (20-30

m), dan Shallow (2-10 m). Pengambilan video pada setiap kedalaman tersebut

dilakukan dengan 3 kali pengulangan. Setiap stasiun berjarak minimal 1,5 km dari

stasiun lainnya, sementara setiap titik replikasi berjarak 500m dari titik replikasi

lainnya. Adapun skema penentuan stasiun penelitian ini disajikan pada Gambar 24.

Page 37: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

22

Gambar 24. Skema penentuan stasiun penelitian (Ket.: D = KKLD Selat Dampier; KLP/KP = zona/kawasan; 01–05 = stasiun; S–M–D = kedalaman; 1–2–3 = ulangan; =titik stasiun dimana teramati ikan hiu).

Page 38: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

23

3. Pengambilan Data

Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan kamera yang merekam video selama maksimal 1 jam 40 menit pada setiap

stasiun.

4. Pengolahan Data Lapangan

a. Analisis video

Setiap video dianalisis selama 60 menit dimulai sejak alat BRUV berada di

dasar perairan. Analisis video ini menggunakan software khusus yaitu Event

Measure. Dari analisis video ini dilihat setiap jenis ikan hiu yang muncul dan perilaku

yang ditunjukkan. Jumlah rekaman video yang terkumpul adalah sebanyak 90 video,

namun video yang menampakkan hiu hanya sebanyak 24 video saja. Ke-24 video ini

selanjutnya diamati secara intensif dengan memperhatikan tingkah laku hiu terhadap

umpan dan keberadaan feeding frenzy.

b. Parameter lingkungan

1. Kecerahan

Pengukuran kecerahan menggunakan alat sechi disk dengan cara

menurunkan alat tersebut yang diikat dengan tali hingga cakramnya tidak

terlihat, kemudian menaikkan sechi disk kembali, lalu diukur panjang tali yang

diulur, dengan persamaan sebagai berikut:

Kecerahan =

2. Salinitas

Pengukuran salinitas menggunakan alat handrefractometer dengan cara

mengambil air sampel dengan pipet tetes dan meneteskan air sampel pada

Page 39: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

24

permukaan alat, selanjutnya melihat batasan antara bidang putih dan bidang gelap

yang menunjukkan angka yang tertera pada alat tersebut.

3. Suhu

Suhu diukur menggunakan termometer dengan cara mengambil sampel air

dalam sebuah wadah kemudian mencelupkan termometer pada air sampel tadi.

4. Arus

Arus diukur menggunakan layang-layang arus dengan cara merentangkan

layang-layang arus di atas permukaan laut, selanjutnya dicatat waktu dan jarak saat

tali pengikat layang-layang arus menegang.

c. Analisis data

Analisis data yang digunakan untuk membandingkan antara zona (jenis dan

jumlah) dan kedalaman adalah secara deskriptif. Sedangkan untuk frekuensi

kemunculan digunakan persamaan berikut (Hyslop, 1980 dalam Warsa dan

Purnomo, 2011):

Frekuensi kemunculan =

Data frekuensi dikelompokkan berdasarkan zona/kawasan dan kedalaman

yang disajikan dalam bentuk grafik dan tabel.

Analisis tingkah laku ikan hiu juga digunakan secara deskriptif. Untuk tingkah laku

dibagi atas 5 kategori, sementara kondisi umpan saat ikan hiu muncul dibagi atas 2

kategori yang disajikan dalam Tabel 3.

Page 40: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

25

Tabel 3. Kategori tingkah laku hiu dan kondisi umpan saat hiu muncul.

Kondisi Umpan Saat Ikan Hiu

Muncul Tingkah Laku Ikan Hiu

A. Terdapat feeding frenzy ikan

non-hiu pada umpan

B. Tidak terdapat feeding frenzy

ikan non-hiu pada umpan

1. Bolak-balik mendekati umpan

2. Bolak-balik tapi tidak mendekati

umpan

3. Mendekati umpan lalu menjauh

4. Hanya lewat saja tanpa mendekati

umpan

5. Memakan umpan

Page 41: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Jenis-Jumlah Hiu dan Frekuensi Kemunculan

Berdasarkan hasil rekaman dari 24 video, teramati ada 4 jenis ikan hiu yaitu

Carcharhinus melanopterus sebanyak 23 ekor, Hemipristis elongate 1 ekor, Sphyrna

lewini 2 ekor, dan Eucrossorhinus dasypogon 1 ekor. Dari keempat jenis hiu

tersebut, jenis hiu Hemipristis elongata adalah jenis hiu yang baru ditemukan

distribusinya di Raja Ampat selain dari 19 jenis yang terdapat pada data perikanan

tangkap DKP (White et al., 2006) dan List of Species Reef Fishes of the Bird’s Head

Peninsula, West Papua, Indonesia (Allen and Erdmann, 2009). Berdasarkan data

IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources),

status konservasi keempat jenis hiu tersebut masuk ke dalam daftar merah IUCN.

Dalam daftar merah IUCN, populasi Carcharhinus melanopterus dianggap

belum berada dalam status bahaya dan belum mengalami penurunan yang

signifikan sehingga masuk dalam kategori NT (Near Threatened) atau hampir

terancam. Status NT ini diberikan kepada spesies yang mungkin berada dalam

keadaan terancam atau mendekati terancam kepunahan, meski tidak masuk ke

dalam status terancam (Heupel, 2009). Dalam penelitian ini, kemunculan

Carcharhinus melanopterus mendominasi dan masih banyak jumlah yang

ditemukan.

Berbeda halnya dengan ikan hiu jenis Hemipristis elongata yang dianggap

mengalami penurunan populasi akibat penangkapan dan diduga akan terus berlanjut

ke depannya, sehingga dalam status konservasi IUCN dimasukkan dalam daftar VU

(Vulnerable) atau rentan. Status VU ini diberikan kepada spesies yang sedang

menghadapi risiko kepunahan di alam liar pada waktu yang akan datang (White,

Page 42: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

27

2003). Kemunculan ikan hiu ini jauh lebih sedikit bahkan hanya sekali saja terekam

dalam kamera.

Status konservasi Sphyrna lewini tidak hanya masuk dalam daftar merah

IUCN, tetapi juga masuk dalam daftar Appendix II CITES (Convention on

International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna). Ikan hiu ini

mengalami penurunan populasi yang signifikan sehingga masuk dalam kategori EN

(Endangered) atau terancam. Status EN diberikan kepada spesies yang sedang

menghadapi resiko kepunahan di alam liar yang tinggi pada waktu yang akan datang

(Baum et al., 2007). Ikan hiu ini mendapatkan perlindungan yang lebih serius dari

CITES sehingga sejak tanggal 14 September 2014 masuk dalam daftar Appendix II

yaitu spesies yang tidak terancam kepunahan, tetapi mungkin akan terancam punah

apabila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan (WWF Indonesia,

2014). Kemunculan Sphyrna lewini yang terekam kamera hanya 2 kali.

Berikutnya, ikan hiu Eucrossorhinus dasypogon dalam data IUCN diduga

mengalami penurunan populasi yang signifikan dan masih berlanjut dalam jangka

waktu yang lama sehingga masuk dalam kategori NT (NearThreatened) (Pillans,

2003). Dari keseluruhan titik stasiun, ikan hiu ini hanya muncul sekali dalam

pengamatan video.

Jumlah kemunculan ikan hiu berdasarkan zona/kawasan pada KLT

(Kawasan Larang Tangkap) adalah sebanyak 12 ekor, terdiri dari 10 ekor

Carcharhinus melanopterus dengan frekuensi kemunculan 20%, 1 ekor Hemipristis

elongata dan 1 ekor Eucrossorhinus dasypogon atau masing-masing dengan

frekuensi kemunculan 2.22% (Gambar 25, Lampiran 1). Sedangkan untuk zona KP

(Kawasan Pemanfaatan) ditemukan sebanyak 15 ekor yang terdiri dari 13 ekor

Carcharhinus melanopterus yang mendominasi dengan frekuensi kemunculan

Page 43: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

28

43.33%, dan 2 ekor Sphyrna lewini dengan frekuensi kemunculan 6.67%. Dominasi

dari ikan jenis Carcharhinus melanopterus di setiap kawasan, dikarenakan ikan hiu

ini merupakan apex predator yang paling melimpah di ekosistemnya (Papastamatiou

et al., 2009 dalam Sianipar, 2012).

Gambar 25. Sebaran frekuensi kemunculan hiu berdasarkan zona/kawasan.

Jumlah ikan hiu yang didapatkan di KP lebih banyak dibandingkan dengan

jumlah ikan hiu di KLT. Pada umumnya KP merupakan tempat pemijahan bagi ikan-

ikan, dimana setelah dewasa ikan-ikan tersebut akan keluar dari KLT menuju ke KP,

sehingga ikan-ikan berukuran besar yang banyak ditemukan di KP. Hal ini

menyebabkan ikan hiu lebih banyak datang ke zona KP karena banyaknya ikan-ikan

besar yang merupakan mangsa dari hiu tersebut.

Berdasarkan kedalaman, jumlah ikan hiu yang ditemukan di kedalaman

Shallow sebanyak 11 ekor, namun terdiri dari 1 jenis saja yaitu Carcharhinus

Page 44: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

29

melanopterus. Pada kedalaman Mid juga ditemukan 11 ekor, namun terdiri atas 3

jenis yakni Carcharhinus melanopterus 9 ekor, Sphyrna lewini 1 ekor, dan

Eucrossorhinus dasypogon 1 ekor.

Untuk kedalaman Deep hanya ditemukan 5 ekor ikan hiu yang terdiri dari 2

jenis yaitu Carcharhinus melanopterus sebanyak 4 ekor dan Hemipristis elongate

sebanyak 1 ekor (Lampiran 2).

Sebaran frekuensi kemunculan ikan hiu didominasi oleh jenis Carcharhinus

melanopterus pada setiap kedalaman. Pada kedalaman Deep, ikan hiu ini memiliki

frekuensi kemunculan sebanyak 33.33% dan untuk kedalaman Mid sebanyak 30%,

sedangkan pada kedalaman Shallow sebanyak 10%. Jenis Hemipristis elongata

hanya muncul di kedalaman Deep dengan frekuensi 3.33%. Untuk jenis Sphyrna

lewini muncul pada 2 kedalaman yaitu Mid dan Deep dengan frekuensi sama yaitu

3.33%. Sedangkan jenis Carcharhinus melanopterus muncul pada kedalaman Mid

juga dengan frekuensi 3.33% (Gambar 26). Pada sebaran frekuensi ini, kemunculan

Carcharhinus melanopterus juga mendominasi. Hal ini disebabkan karena spesies

ini merupakan spesies yang paling sering dijumpai pada daerah terumbu karang di

daerah tropis (Randall and Hoover, 1995).

Page 45: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

30

Gambar 26. Sebaran frekuensi kemunculan hiu berdasarkan kedalaman.

Dominasi jenis Carcharhinus melanopterus di setiap kedalaman dikarenakan

ikan hiu jenis ini mampu hidup di daerah terumbu karang dari perairan dangkal

hingga kisaran kedalaman 75 m (Myers, 1999).

Jenis Hemipristis elongata hanya ditemukan di kedalaman Deep karena hiu

jenis ini hidup di kedalaman bawah hingga sekitar 135 m (Last and Stevens, 1994).

Untuk jenis Eucrossorhinus dasypogon dapat hidup pada kisaran kedalaman 2-40m

sehingga masih ditemukan pada kedalaman Mid (Lieske and Myers, 1994). Selain

itu, jenis ikan hiu ini merupakan hewan nokturnal atau aktif pada malam hari

sehingga kemunculannya hanya sedikit yang terekam video.

Jenis Sphyrna lewini ditemukan pada kedalaman Mid. Hiu ini dapat hidup

pada kisaran kedalaman 0-512 m tetapi biasanya ditemukan di kedalaman 0-25 m

(Sanches, 1991). Ikan hiu ini ditemukan pada titik stasiun yang merupakan daerah

teluk. Hal ini merujuk pada Compagno (1984) bahwa ikan hiu jenis Sphyrna lewini

sering mendekati perairan dekat pantai dan memasuki teluk tertutup dan muara.

Ikan hiu yang masih muda biasanya berada di daerah pantai dekat teluk tetapi pada

Page 46: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

31

saat dewasa berpindah ke perairan yang lebih dalam hingga akhirnya berpindah ke

perairan terbuka (Compagno, 1984).

B. Feeding Frenzy

Feeding frenzy merupakan perilaku makan yang kompetitif. Feeding frenzy

dapat terjadi karena umpan yang digunakan akan menarik perhatian ikan sehingga

dapat dilakukan perhitungan dan pengukuran melalui penciuman, pendengaran, dan

isyarat perilaku (Armstrong et al.,1992 dalam Cappo et al., 2006). Jenis ikan seperti

hiu, pari dan ular laut datang bukan hanya untuk memakan umpan tetapi

dipengaruhi oleh aktifitas ikan lain yang berada di sekitar kamera. Beberapa spesies

ikan seperti ikan napoleon (Labridae) bersifat teritorial, jika kamera diturunkan maka

akan bergerak ke kamera. Selain itu, ikan kakatua (Scaridae) dan ikan kepe-kepe

(Chaetodontidae) biasanya acuh terhadap umpan, namun tertarik pada aktifitas ikan

lain di sekitar kamera. Perilaku makan dari ikan lain pada umpan mempengaruhi

atau memancing ikan lain untuk mendekati umpan (Watson et al., 2005 dalam

Cappo et al., 2006). Kemungkinan lainnya, beberapa ikan kuweh (Carangidae) dan

ikan barrakuda (Sphyraenidae) tertarik dengan kehadiran mangsa kecil. Ikan hiu dan

pari biasanya datang karena adanya ikan kuweh (Carangidae) dan ikan cakalang

(Scombridae). Hanya 58% dari spesies yang benar-benar menyentuh keranjang

umpan (Cappo et al., 2004).

Dari keseluruhan video, terdapat 6 scene video dimana ditemukan feeding

frenzy ikan non-hiu. Jenis ikan non-hiu yang melakukan feeding frenzy pada umpan

adalah Cirrhilabrus sp. dan Thalassoma lunare dari famili Labridae, Pentapodus

emeryii, P. caninus, P. setosus, Scolopsis sp. dan S. trivittatus dari famili

Nemipteridae, Lethrinus atkinsoni dan L. semicinctus dari famili Lethrinidae,

Page 47: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

32

Balistapus undulatus dan Sufflamen chrysopterus dari famili Balistidae, dan 2 jenis

ikan yang tidak teridentifikasi (Gambar 27).

a b

c d e

g f

Page 48: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

33

Gambar 27. a.Cirrhilabrus sp.; b. Thalassoma lunare; c. Pentapodus caninus; d. P. emeryii; e. P. setosus; f. Scolopsis sp.; g. S. trivittatus; h. Lethrinus atkinsoni; i. L. semicinctus; j. Balistapus undulatus; k. Sufflamen chrysopterus; l. unidentification 1; m. unidentification 2.

Rata-rata frekuensi kemunculan setiap spesies berdasarkan kedalaman

adalah 3.33%, kecuali untuk jenis Balistapus undulatus yang muncul sebanyak 3 kali

di kedalaman Shallow dengan persentase 10% (Gambar 28). Hal ini berarti sebaran

k

m l

j

h i

Page 49: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

34

frekuensi kemunculan setiap spesies tergolong rendah karena setiap spesies hanya

muncul pada satu jenis kedalaman.

Gambar 28. Sebaran frekuensi feeding frenzy ikan non-hiu.

Jumlah ikan yang muncul sekali pada kedalaman Shallow paling sering

adalah Cirrhilabrus sp. 20 ekor, disusul Scolopsis trivittatus 10 ekor, selanjutnya

Thalassoma lunare 8 ekor, Pentapodus caninus 5 ekor, P. emeryii 4 ekor, dan

Sufflamen chrysopterus 2 ekor. Sedangkan Balistapus undulatus yang muncul 3 kali

pada kedalaman Shallow masing-masing 3 ekor, 1 ekor, dan 1 ekor. Pada

kedalaman Mid tidak terdapat feeding frenzy ikan non-hiu.

Sedangkan pada kedalaman Deep, jumlah ikan yang paling banyak muncul

yaitu unidentification-1 sebanyak 15 ekor, lalu Scolopis sp. 4 ekor, Lethrinus

semicinctus dan unidentification-2 masing-masing 3 ekor, Lethrinus atkinsoni dan

Pentapodus setosus masing-masing 2 ekor.

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

Fre

kue

nsi

fe

ed

ing

fre

nzy

ikan

no

n-h

iu (

%)

Jenis ikan non-hiu

S

M

D

Page 50: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

35

C. Analisis Tingkah Laku Ikan Hiu

Jenis ikan hiu yang ditemukan pada saat terdapat feeding frenzy pada

umpan (kategori A) adalah Carcharhinus melanopterus dan Hemipristis elongata.

Sedangkan ikan hiu yang ditemukan saat tanpa feeding frenzy (kategori B) adalah

Carcharhinus melanopterus, Sphyrna lewini, dan Eucrossorhinus dasypogon

(Gambar 29).

Gambar 29. Tingkah laku hiu berdasarkan keberadaan feeding frenzy.

Jenis Carcharhinus melanopterus lebih dominan hanya lewat saja tanpa

mendekati umpan dengan kondisi umpan tidak terdapat feeding frenzy (kategori B4)

(Gambar 30). Meskipun ikan hiu ini juga muncul pada saat feeding frenzy, namun

keberadaan feeding frenzy tersebut tidak membuat ikan hiu ini tertarik mendekati

umpan tetapi hanya bolak-balik (kategori A2). Menurut Compagno (1984), ikan hiu

jenis ini umumnya kurang agresif dalam mengambil umpan dan memangsa ikan

yang terluka. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sianipar (2012), ikan hiu

0

2

4

6

8

10

12

14

16

Carcharhinusmelanopterus

Hemipristiselongata

Sphyrna lewini Eucrossorhinusdasyopogon

Jum

lah

hiu

(e

kor)

Kategori tingkah laku hiu

A1

A2

A3

A4

A5

B1

B2

B3

B4

B5

Page 51: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

36

Carcharhinus melanopterus tidak memangsa ikan yang terluka akibat penembakan.

Ikan hiu ini hanya terus-menerus berenang di wilayah penembakan ikan selama

darah ikan masih terdapat di air.

Gambar 30. Tingkah laku Carcharhinus melanopterus yang hanya lewat saja.

Tidak tertariknya ikan hiu ini terhadap umpan dikarenakan umpan bukan

merupakan jenis makanannya yang berupa ikan kecil dan invertebrata, termasuk

ikan belanak, kerapu, butana, sotong, cumi-cumi, gurita, dan udang. Jenis

Carcharhinus melanopterus adalah salah satu dari 3 jenis hiu yang paling umum

ditemui pada terumbu karang (selain jenis Triaenodon obesus dan Carcharhinus

amblyrhynchos). Ikan hiu ini lebih menyukai perairan dangkal dekat pantai dengan

kedalaman hanya beberapa meter saja dan biasanya muncul di zona intertidal.

Selain itu, kekuatan renangnya tergolong kuat dan aktif namun tidak kuat untuk

schooling (Compagno, 1984).

Jenis Hemipristis elongate (Gambar 31) hanya ditemukan saat terdapat

feeding frenzy pada umpan. Tingkah laku yang ditunjukkan yaitu bolak-balik

mendekati umpan (kategori A1). Dari 6 scene video yang terdapat feeding frenzy,

Page 52: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

37

video yang terekam ikan hiu ini memiliki jenis ikan non-hiu terbanyak yang

melakukan feeding frenzy yakni sebanyak 4 spesies.

Gambar 31. Tingkah laku Hemipristis elongata yang bolak-balik mendekati umpan.

Pada umumnya, ikan hiu ini memakan berbagai jenis ikan seperti ikan teri,

harpadon, makarel, croakers, grey shark, dan gymnura. Dengan ukuran yang dapat

mencapai 240 cm, ikan hiu ini dianggap berpotensi berbahaya dengan tubuhnya

yang besar walaupun belum pernah tercatat menyerang manusia. Ikan hiu ini

memiliki habitat di pesisir tropis, perairan pantai lepas, dan landasan kontinen

(Compagno, 1984).

Jenis Sphyrna lewini terekam memakan umpan saat terdapat feeding frenzy

(kategori A5) dan saat tanpa feeding frenzy ikan hiu ini hanya lewat saja tanpa

mendekati umpan (kategori B4) (Gambar 32). Hal ini berarti, tingkah laku ikan hiu

Sphyrna lewini diperngaruhi oleh keberadaan feeding frenzy. Hal yang baru dari

penelitian ini adalah ikan hiu Sphyrna lewini terekam memakan umpan pada siang

Page 53: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

38

hari (Gambar 33). Hal ini berbeda dengan yang dilaporkan oleh Compagno (1984)

sebelumnya bahwa ikan hiu jenis ini belum pernah terlihat untuk makan di siang hari

melalui pengamatan buatan.

Gambar 32. Tingkah laku Sphyrna lewini yang hanya lewat tanpa memakan umpan.

Page 54: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

39

Gambar 33. Tingkah laku Sphyrna lewini saat memakan umpan.

Ikan hiu yang juga dikenal dengan nama scalloped hammerhead ini

memangsa berbagai jenis ikan seperti sarden, haring, teri, Elopidae, belut kebun,

barakuda, makarel, kakatua, ikan kepe-kepe, butana, ikan gobi, bahkan ikan hiu

sharpnose (Rhizoprionodon), hiu karang sirip hitam (Carcharhinus melanopterus),

angleshark, dan ikan pari, serta invertebrata seperti cumi, gurita, siput, udang, udang

mantis, kepiting, lobster dan isopoda (Compagno, 1984). Ikan hiu ini tergolong

vivipar dengan jumlah anak 12 hingga 41 ekor dengan masa kandungan 9-10 bulan

(White et al., 2006).

Jenis Eucrossorhinus dasypogon menunjukkan tingkah laku mendekati

umpan lalu menjauh dengan kondisi umpan tanpa feeding frenzy (kategori B3)

(Gambar 34). Jenis ikan hiu ini memangsa ikan demersal dan invertebrata sehingga

kurang tertarik dengan umpan. Keberadaan umpan sempat menarik perhatian hiu

Page 55: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

40

ini, tetapi kemudian pergi karena bukan merupakan mangsa dan waktu makan dari

hiu ini.

Gambar 34. Tingkah laku Eucrossorhinus dasypogon yang melewati umpan.

Jenis Eucrossorhinus dasypogon atau tasseled wobbegong ini merupakan

hiu yang nokturnal atau aktif pada malam hari sehingga mangsanya juga berupa

ikan-ikan demersal seperti squirrelfish dan soldierfish (famili Holocentridae) serta

famili Pempheridae dan invertebrata nokturnal (Compagno, 1984).

D. Kondisi Oseanografi

1. Kecerahan

Kecerahan yang didapatkan di lokasi penelitian rata-rata mencapai 20 m.

Kisaran kecerahan di perairan Raja Ampat antara 4-23 m (Mambrisaw dkk., 2006).

Nilai kecerahan yang didapat tergolong tinggi. Hal ini disebabkan karena

pengamatan dilakukan sekitar pukul 15.00 WIT dimana kondisi cuaca cerah

sehingga menyebabkan tingginya penetrasi cahaya yang masuk ke perairan.

Page 56: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

41

2. Salinitas

Salinitas rata-rata perairan di lokasi penelitian yaitu 34.5‰. Menurut

Mambrisaw dkk. (2006), kisaran salinitas di perairan Raja Ampat pada lapisan

permukaan yaitu 30-35‰. Tingginya kadar salinitas ini dipengaruhi oleh massa air

dari Samudera Pasifik.

3. Suhu

Suhu rata-rata permukaan perairan di lokasi penelitian adalah 28.5°C. Hal ini

sesuai dengan data dalam Mambrisaw dkk.(2006) bahwa kisaran suhu di perairan

Raja Ampat pada bulan Januari adalah 28.5-29.0°C. Penyebaran suhu di Raja

Ampat bagian utara dipengaruhi oleh Samudera Pasifik sedangkan di bagian selatan

dipengaruhi oleh Laut Banda. Suhu permukaan perairan di Raja Ampat relatif hangat

dengan variasi tahunan yang cukup kecil.

4. Arus

Rata-rata kecepatan arus yang didapatkan di lokasi penelitian adalah

0,11m/s. Menurut Mambrisaw dkk. (2006), kisaran arus di perairan Raja Ampat

berkisar antara 0-0,88m/s. Arus sangat berpengaruh dalam penelitian ini. Bau dari

umpan yang digunakan akan terbawa oleh arus. Bau tersebut akan menarik

perhatian ikan hiu sehingga akan mengikuti bau tersebut dan berenang melawan

arus yang membawa bau itu, atau berenang secara zig-zag atau menyilang. Arus

juga dapat mempengaruhi perilaku ikan hiu. Perilaku yang disebabkan oleh arus

tersebut disebut rheotaksis, dimana perilaku yang ditunjukkan yaitu melawan arus.

Hal ini dapat meningkatkan laju respirasi atau meningkatkan kewaspadaan terhadap

predator (Heupel and Bennet, 1999).

Page 57: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

42

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian ini, maka kesimpulan yang diperoleh yaitu:

1. Jenis ikan hiu yang ditemukan sebanyak 4 jenis yaitu Carcharhinus

melanopterus, Hemipristis elongate, Sphyrna lewini, dan Eucrossorhinus

dasypogon. Dari keempat jenis tersebut, jenis Carcharhinus melanopterus

paling banyak terekam kamera dan Hemipristis elongata merupakan jenis

yang baru ditemukan distribusinya di Raja Ampat.

2. Jumlah ikan hiu berdasarkan zona/kawasan lebih banyak ditemukan di

Kawasan Pemanfaatan daripada di Kawasan Larang Tangkap. Jumlah hiu

berdasarkan kedalaman lebih banyak ditemukan di kedalaman Shallow dan

Mid dibanding kedalaman Deep.

3. Tingkah laku hiu berdasarkan keberadaan feeding frenzy yaitu jenis

Carcharhinus melanopterus biasanya hanya lewat saja tanpa mendekati

umpan dengan kondisi umpan tanpa feeding frenzy. Jenis Hemipristis

elongata bolak-balik mendekati umpan saat terdapat feeding frenzy. Jenis

Sphyrna lewini lebih suka memakan umpan saat terdapat feeding frenzy.

Sedangkan Eucrossorhinus dasypogon mendekati umpan lalu menjauh saat

tanpa feeding frenzy.

B. Saran

1. Untuk lokasi yang terdapat ikan hiu sebaiknya diberi tanda/papan informasi

agar setiap orang yang berkunjung dapat lebih waspada.

Page 58: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

43

2. Mengingat populasi ikan hiu jenis Sphyrna lewini yang semakin menurun,

maka perlu dilakukan pembatasan penggunaan umpan jenis cakalang pada

penangkapan hiu guna untuk menghindari hiu jenis ini semakin banyak

tertangkap dan semakin menurun populasinya.

C. Ucapan Terima Kasih

Kepada seluruh tim Survey CII (Lampiran 4), para Kru Kapal Imbekwan, dan

seluruh pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian.

Page 59: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

44

DAFTAR PUSTAKA

Adlina, A., N. Asriani dan Hastuti. 2013. Rantai Perdagangan Sirip Hiu Skala Minor: Studi Kasus Makassar dan Takalar. Laporan/Makalah. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Allen, G. R. and M. V. Erdmann. 2009. List of Species Reef Fishes of the Bird's

Head Peninsula, West Papua, Indonesia. Check List, Issue 5. p.587-628. Baum, J., S. Clarke, A. Domingo, M. Ducrocq, A. F. Lamónaca, N. Gaibor, R.

Graham, S.Jorgensen, J. E. Kotas, E. Medina, J. Martinez-Ortiz, J. Monzini Taccone di Sitizano, M. R. Morales, S. S. Navarro, J. C. Pérez-Jiménez, C. Ruiz, W. Smith, S. V. Valenti, and C. M. Vooren. 2007. Sphyrna lewini. The IUCN Red List of Threatened Species. Version 2014.2. http://www. iucnredlist.org (Diakses pada tanggal 27 Oktober 2014).

Brooks, E., A. Oronti, J. Wilchcombe, A. Vellacott, C. Berry, and A. Danylchuk. 2009.

Are Baited Remote Underwater Video Surveys (BRUVS) an Alternative to Conventional Longline Surveys for Determining the Diversity and Relative Abundance of Sharks? Cape Eleuthera Institute, Bahamas.

Cappo, M., P. Speare, and G. D’eath. 2004. Comparison of Baited Remote

Underwater Video Stations and prawn (shrimp) trawls for assessments of fish biodiversity in inter‐reefal areas of the Great Barrier Reef Marine Park. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology, 302:123-152.

Cappo, M., E. Harvey, and M. Shortis. 2006. Counting and measuring fish with

baited video techniques-an overview. In: Australian Society for Fish Biology Workshop Proceedings 1: 101-114.

Cappo, M. C., M. J. Stowar, C. Syms-Johansson, and T. F.Cooper. 2011. Fish

habitat associations in the region offshore from James Price Point – a rapid assessment using Baited Remote Underwater Video Stations (BRUVS). J.

Roy. Soc. Wa., 94: 303-321. Compagno, L. J. V. 1984. Sharks of the world. An annotated and illustrated

catalogue of shark species known to date. Part 2. Carcharhiniformes. FAO Fish.Synop., 4(125): 251–655.

Heupel, M. 2009. Carcharhinus melanopterus. The IUCN Red List of Threatened

Species. Versi 2014.2. http://www.iucnredlist.org (Diakses pada tanggal 27 Oktober 2014).

Heupel, M. R. and M. B. Bennet. 1999. The occurrence, distribution and pathology

associated with gnathiid isopod larvae infecting the epaulette shark, Hemiscyllium ocellatum. International Journal of Parasitology, 29: 321-330.

Page 60: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

45

Langlois, T., P. Chabanet, D. Pelletier, and E. Harvey. 2006. Baited underwater video for assessing reef fish populations in marine reserves. Fisheries Newsletter – South Pasific Commission, 118: 53.

Last, P. R. and J. D. Stevens, 1994. Sharks and Rays of Australia. CSIRO, Australia.

513 pp. Lieske, E. and R. Myers. 1994. Collins Pocket Guide. Coral Reef Fishes. Indo-Pacific

and Caribbean Including the Red Sea. Harper Collins Publishers, Princeton University Press, Princeton. 400 pp.

Mambrisaw, A., B. Wurliyanty, F. Liuw, S. Hamel, Y. Lamatenggo, I. Rumbekwan, A.

H. Muljadi, A. Sukmara, H. Sumantri, dan J. Omkarsba. 2006. Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Kabupaten Raja Ampat Provinsi Irian Jaya Barat 2006. Pemda Kabupaten Raja Ampat, Akademi Perikanan Sorong, Ditjen PHKA BKSDA Papua II Departemen Kehutanan, Eco Papua Alliance Raja Ampat, WWF, TBC, CI Indonesia, Raja Ampat.

Meekan, M. and M. Cappo. 2004. Non-destructive Techniques for Rapid

Assessment of Shark Abundance in Northern Australia. Australian Government and AIMS, Townsville.

Myers, R. F. 1999. Micronesian Reef Fishes: a Comprehensive Guide to the Coral

Reef Fishes of Micronesia. Third Revised and Expanded Edition. Coral Graphics, Barrigada, Guam. 330 pp.

Pillans, R. 2003. Eucrossorhinus dasypogon. The IUCN Red List of Threatened

Species. Versi 2.014.2. SSG Australia and Oceania Regional Workshop, Maret 2003. http://www.iucnredlist.org (Diakses pada tanggal 27 Oktober 2014).

Raharjo, P. 2009. Hiu dan Pari Indonesia. Balai Riset Kelautan dan Perikanan,

Jakarta. Randall, J. E. and J. P. Hoover. 1995. Coastal Fishes of Oman. University of Hawaii

Press, Honolulu. Sanches, J. G. 1991. Catálogo dos principais peixes marinhos da República de

Guiné-Bissau. Publicações Avulsas do I.N.I.P. No. 16. 429 pp. Sianipar, A. B. 2012. Keanekaragaman dan kelimpahan jenis-jenis hiu di Kawasan

Konservasi Laut Daerah (KKLD) Selat Dampier, Raja Ampat, Papua. Skripsi. Sekolah llmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung, Bandung. 90 hal.

Warsa A. dan K. Purnomo. 2011. Potensi Produksi Ikan dan Status Perikanan di

Waduk Mahalayu, Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Balai Riset Pemulihan Sumberdaya Ikan Jatiluhur, Jawa Barat.

Page 61: SKRIPSI - COREpariwisata ikan hiu yang besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan penelitian mengenai tingkah laku ikan hiu. Penelitian dan survei mengenai tingkah laku ikan

46

White, W. T. 2003. Hemipristis elongata. The IUCN Red List of Threatened Species (SSG Australia and Oceania Regional Workshop, March 2003). Version 2014.2. http://www.iucnredlist.org (Diakses pada tanggal27 Oktober 2014).

White, W. T., P. R. Last, J. D. Stevens, G. K. Yearsley, Fahmi and Dharmadi. 2006.

Economically Important Sharks and Rays of Indonesia. Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR).

Widayatun, A. Situmorang, dan I. G. P. Antariksa. 2007. Kondisi Sosial-Ekonomi

Masyarakat di Lokasi Coremap II Kasus Kabupaten Raja Ampat. Coremap LIPI, Jakarta.

WWF Indonesia. 2014. Hiu dan Pari Manta Kini Resmi Dilindungi!.Siaran pers

www.wwf.or.id (Diakses pada tanggal 25 Oktober 2014). www.aims.gov.au www.daff.qld.gov.au www.dpi.nsw.gov.au www.fishbase.org www.pifsc.noaa.gov