skripsi analisa sifat mekanik serat kelapa pada material ...repository.unmuhpnk.ac.id/579/1/skripsi...

80
SKRIPSI ANALISA SIFAT MEKANIK SERAT KELAPA PADA MATERIAL KOMPOSIT Disusun oleh : DHARMA HERMAWAN 11.121.0455 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK 2017

Upload: ledieu

Post on 02-Jul-2019

250 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SKRIPSI

ANALISA SIFAT MEKANIK SERAT KELAPA PADA

MATERIAL KOMPOSIT

Disusun oleh :

DHARMA HERMAWAN

11.121.0455

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK

2017

PENGESAHAN SIDANG TUGAS AKHIR

Tugas akhir ini telah disidangkan dan dipertahankan didepan tim penguji dan dapat

diterima sebagai salah satu syarat akhir studi pada jurusan teknik mesin dakultas teknik

universitas muhammadiyah Pontianak

Tim Pembimbing

Dosen pembimbing I Dosen pembimbing II

(FUAZEN, ST., MT) (MASRUM. H. Spd, ST., MT)

NIDN. 1122087301 NIDN.1128085802

Tim Penguji

Penguji I Penguji II

(WASPODO, ST., MT) (Ir. ZAM ZAMI., MT)

NIDN.1114067602 NIDN. 1110105201

Pontianak, 17 Juni 2017

Universitas Muhammadiya Pontianak

Dekan Fakultas teknik

FUAZEN. ST., MT

NIDN. 1122087301

PERNYATAAN

ANALISA SIFAT MEKANIK SERAT KELAPA PADA MATERIAL KOMPOSIT

SKRIPSI

Saya mengakui skripsi ini hasil kerja dari saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang

sudah dicantumkan masing-masing sumbernya.

Pontianak, 26 Juni 2017

Dharma Hermawan

111210455

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto

Penolong terbaik di alam semesta ini adalah Allah subhanauwata’ala

Teladan paling baik didunia ini adalah Rasulullah Muhammad

sallalahualaihiwasallam

Tidak ada kata pintar dan bodoh, yang ada hanyalah rajin dan malas

Kegagalan bukan akhir dari segalanya, tetap berusaha, berdo’a dan tawakal kepada

Allah SWT. Never give up!!

Niat, tekad, Mencoba, dan tekun adalah empat rumus keberhasilan, Tetapkan pilihan

jangan menyerah untuk mendapatkannya.

Persembahan

Untuk kedua orang tua dan adik - adikku yang telah menjadi motivasi dan

tiada henti memberikan dukungan dan do’a.

Yuni kartika yang selalu memberikan dorongan dan semangat.

Terimakasih yang tak terhingga untuk dosen – dosen ku, terutama

pembimbing yang tak pernah lelah dan sabar memberikan bimbingan.

Teman – teman angkatanku yang telah membantu, berbagi keceriaan dan

melewati setiap suka dan duka selama kuliah, “tiada hari yang indah tanpa

kalian semua”.

Almamaterku.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat rahmatNya, sehingga penulis

dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul : “ANALISA SIFAT MEKANIK

SERAT KELAPA PADA MATERIAL KOMPOSIT”.

Karya tulis yang sederhana ini merupakan skripsi yang diajukan kepada Fakultas

Teknik Universitas Muhammdiyah Pontianak sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Gelar Sarjana Teknik Mesin di Universitas Muhammadiyah Pontianak. Penulis menyadari

sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan,

walaupun waktu, tenaga, dan pikiran telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan

kemampuan penulis miliki, demi terselesainya skripsi ini agar bermanfaat bagi penulis dan

bagi pembaca umumnya.

Sebelumnya penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat yang setinggi-

tingginya kepada kedua orang tua penulis, dengan curahan cinta dan kasih sayangnya telah

mengantarkan penulis sehingga menjadi sarjana. Semoga semua jasa yang diberikan menjadi

berkat dan diterima oleh Allah SWT.

Selama penyusunan skripsi ini dan selama belajar di Fakultas Teknik Jurusan Teknik

Mesin, penulis banyak mendapatkan bantuan, motivasi, serta bimbingan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Bapak Helman Fachri, SE, MM. selaku Rector Universitas Muhammadiyah Pontianak.

2. Bapak Fuazen,ST., MT. Selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Pontianak Dan Selaku Dosen Pembimbing I skripsi, terimakasih segala waktu, tenaga

dan ilmu serta kesabaran dalam membimbing dan mengarahkan penulis, dalam

menyusun skripsi.

3. Bapak Masrum. H., S.Pd., ST., M.T. Selaku Dosen Teknik Mesin Fakultas Teknik

Universitas Muhammadiyah Pontianak. beserta staf-stafnya. dan Selaku Dosen

Pembimbing II skripsi, terimakasih segala waktu, tenaga dan ilmu serta kesabaran dalam

membimbing dan mengarahkan penulis, dalam menyusun skripsi.

4. Bapak Waspodo, ST., M.T. Selaku Kajur Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas

Muhammadiyah Pontianak. beserta staf-stafnya. dan Selaku Dosen Penguji I skripsi,

terimakasih segala waktu, tenaga dan ilmu serta kesabaran dalam membimbing dan

mengarahkan penulis, dalam menyusun skripsi.

5. Bapak Ir. Zam Zami, MT Selaku Dosen Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Pontianak. dan Selaku Dosen Penguji I skripsi, terimakasih segala waktu, tenaga dan

ilmu serta kesabaran dalam membimbing dan mengarahkan penulis, dalam menyusun

skripsi.

6. Bapak dan ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama penulis mengikuti

perkuliahan, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat dan dapat menjadi penerang serta

petunjuk bagi penulis dalam berbagi kasih dengan sesama.

7. Kawan-kawan jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiayah Pontianak angkatan

2011, yang selalu menghiasi hari-hariku selama masih aktif kuliah.

8. Kedua Orang Tua ayahnda Aidin dan Ibunda Misnayati serta keluarga dan juga semua

pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam

menyelesaikan skripsi ini. Kepada semuanya penulis mengucapkan terima kasih yang tak

terhingga, semoga Allah SWT membalas kebaikan yang mereka berikan. Apabila penulis

memiliki kesalahan, kekurangan serta kekhilafan mohon dimaafkan. Penulis menyadari

bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari sistematika, bahasa, maupun dari

segi materi. Atas dasar ini, komentar, saran dan kritik dari pembaca sangat penulis

harapkan. Semoga skripsi ini dapat membuka cakrawala yang lebih luas bagi pembaca

sekalian dan semoga bermanfaat untuk kita semua. Amin.....

Pontianak, 26 Juni 2017

Penulis

Dharma Hermawan

Nim: 11.121.0455

Analisa Sifat Mekanik Serat Kelapa Pada Material Komposit

Dharma Hermawan Nim 11.121.0455

Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Pontianak

Abstrak

Sebagai negara kepulauan dan berada di daerah tropis dan kondisi agroklimat yang

mendukung, Indonesia merupakan negara penghasil kelapa yang utama di dunia, dengan luas

areal tanaman kelapa di Indonesia mencapai 3,76 juta Ha, dengan total produksi diperkirakan

sebanyak 14 milyar butir kelapa, yang sebagian besar (95 persen) merupakan perkebunan

rakyat.Secara tradisional serat sabut kelapa hanya dimanfaatkan untuk bahan pembuat sapu,

keset, tali dan alat-alat rumah tangga lain. Perkembangan teknologi, sifat fisika-kimia serat,

dan kesadaran konsumen untuk kembali ke bahan alami, membuat serat sabut kelapa

dimanfaatkan menjadi bahan baku industri karpet, jok dan dashboard kendaraan, kasur,

bantal, dan hardboard. Serat sabut kelapa juga dimanfaatkan untuk pengendalian erosi. Serat

sabut kelapa diproses untuk dijadikan Coir Fiber Sheet yang digunakan untuk kz lapisan kursi

mobil, Spring Bed dan lain-lain. Maka dari itu dalam penelitian ini, akan diteliti seberapa

jauh kekuatan material serat sabut kelapa bahan penguat pembuatan papan dengan matrix

berupa polyster dengan tipe (Bayesian Quantitative Trait Nucleontide) BQTN 157.

mengetahui kekuatan dari bahan uji maka dilakukan beberapa pengujian yaitu uji tensile

strenght, impak dan bending.Bagaimana memvariasikan prosentase antara polyster tipe

BQTN 157 dengan serat sabut kelapa untuk memperoleh hasil yang baik.Bagaimana

menentukan ukuran terbaik serat sabuk kelapa yang dijadikan bahan uji. Bagaimana

membentuk serat sabuk kelapa dengan metode acak. Dari hasil pengujian tersebut maka dapat

diketahui bahwa kekuatan tarik tertinggi terjadi pada perbandingan 20 : 80 pada lamina 1

dengan panjang serat 5 cm dan 10 cm secara acak yaitu sebesar 10,77 N/mm². nilai tegangan

tarik terendah terjadi pada perbandingan 10 : 90 pada lamina 3 dengan panjang serat 5 cm

dan 10 cm secara acak yaitu 8,27 N/mm². Pada material komposit serat yang dipotong 5 cm

dan 10 cm secara acak, dari hasil pengujian menunjukan banyak nya serat sangat berpegaruh

pada hasil pengujian yang di lakukan yaitu uji tarik, uji bending dan uji tekan.

Kata kunci : Bahan Komposit, Kelapa, Sabut kelapa, Serat alami, Uji Tarik, Uji bending

Analysis Of Mechanical Properties Of Coconut Fiber In Composite Material

Dharma Hermawan Nim 11.121.0455

Faculty Of Engineering University Of Muhammadiyah Pontianak

Abstract

Being an archipelagic country and residing in tropical and favorable agroclimate conditions,

Indonesia is a major coconut producing country in the world, with coconut plantation area in

Indonesia reaching 3.76 million Ha, with total production estimated at 14 billion coconut,

Large (95 percent) is a smallholder plantation. Traditionally coco fiber is only used for broom

making materials, mats, ropes and other household appliances. The development of

technology, the physics-chemical properties of fiber, and consumer awareness to return to

natural materials, making coco fiber used as raw material for carpet industry, car seats and

dashboard, mattress, pillow, and hardboard. Coconut fiber is also used for erosion control.

Coconut fiber is processed to be used as Coir Fiber Sheet which is used for car seat coating,

Spring Bed and others. Therefore, in this research, will be examined how far the material

strength of coco fiber reinforcement making board with matrix in the form of a polyster with

type (Bayesian Quantitative Trait Nucleontide) BQTN 157. knowing the strength of the test

material then do some testing that is tensile strenght test, impact And bending.How to vary

the percentage between BQTN 157 type polymers with coco fiber to obtain good results.

How to determine the best size of coconut fiber belt used as test material. How to form

coconut fiber belt by random method. From the test results it can be seen that the highest

tensile strength occurs in a ratio of 20: 80 in lamina 1 with a fiber length of 5 cm and 10 cm

at random that is equal to 10.77 N / mm². The lowest tensile stress value occurred at a ratio of

10: 90 in lamina 3 with a 5 cm random and 10 cm random fiber length of 8.27 N / mm². In

the fiber composite material cut 5 cm and 10 cm randomly, from the test results showed that

many fibers are highly influential on the results of tests conducted are tensile tests, bending

tests and press tests.

Keywords: Composite Material, Coconut, Coconut fiber, Natural fiber, Drag test, bending

test

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii

HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................ iv

KATA PENGANTAR .................................................................................... v

ABSTRAK ...................................................................................................... vi

DAFTAR ISI................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii

DAFTAR TABEL.................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2. Masalah ..................................................................................................... 3

1.3. Tujuan ....................................................................................................... 4

1.4. Manfaat ...................................................................................................... 4

1.5. Metode Penulisan ..................................................................................... 5

1.6. Sitematika penulisan .................................................................................. 6

BAB II DASAR TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka ...................................................................................... 8

2.2. Dasar Teori ............................................................................................... 21

2.2.1. Definisi Komposit ....................................................................... 21

2.2.1.1. Penguat (reinforcement) ................................................. 21

2.2.1.2 Matrix .............................................................................. 22

2.2.2. Klasifikasi Material Komposit Berdasarkan. ............................... 23

2.2.2.1. Komposit Serat ( Fibrous Composites) .......................... 23

2.2.2.2. Komposit Partikel ( Particulate Composites) ................. 25

2.2.2.3. Komposit Lapis ( Laminates Composites) ...................... 25

2.2.2.4. Komposit Lapis serat ...................................................... 27

2.2.3. Unsur-unsur Utama Pembentuk Komposit FRP ......................... 27

2.2.3.1 Serat .............................................................................. 27

2.2.3.2 Matrix ........................................................................... 29

2.2.4. Aspek Geometri ............................................................ 31

2.2.4.1 Pengujian kekuatan Bending ....................................... 31

2.2.4.2 Pengujian Kekuatan Tarik ............................................. 33

2.3 Water Absorption ....................................................................................... 35

2.4 Bilangan Random atau Bilangan Acak ....................................................... 36

2.4.1 Pengertian Bilangan Random Atau Bilangan Acak ............................ 36

2.4.2 Prosedur Bilangan Acak ................................................ 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Eksperimen ...................................................................................... 39

3.2. Bahan Yang Digunakan .............................................................................. 39

3.3. Alat Yang Digunakan .................................................................................. 40

3.4. Pengujian Yang Dilakukan ......................................................................... 41

3.4.1. Uji tarik ......................................................................................... 41

3.4.2. Uji Bending ................................................................................... 41

3.5. Diagram alur Penelitian ............................................................................. 43

3.6. Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 .Pengujian Tarik .......................................................................................... 45

4.1.1.Pengaruh Kekuatan Tarik Terhadap Lamina 20 : 80 .......................... 46

4.1.2.Pengaruh Kekuatan Tarik Terhadap Lamina 15 : 85 ........................... 47

4.1.3.Pengaruh Kekuatan Tarik Terhadap Lamina 10 : 90 ........................... 48

4.2 Pengujian Bending ................................................................... 49

4.2.1 Pengaruh Kekuatan Bending Terhadap Lamina 20 : 80 ...................... 50

4.2.2 Pengaruh Kekuatan Bending Terhadap Lamina 15 : 85 ...................... . 52

4.2.3 Pengaruh Kekuatan Bending Terhadap Lamina 10 : 90... 53

4.3 .Pengujian Tekan .......................................................................................... 54

4.3.1 Pengaruh Kekuatan Tekan Terhadap Lamina 20:80 ........................ 55

4.3.2 Pengaruh Kekuatan Tekan Terhadap Lamina 15:85 ........................ 57

4.3.3 Pengaruh Kekuatan Tekan Terhadap Lamina 10:90 ........................ 58

4.4 .Pola Patahan Komposit ............................................................................... 60

4.5 .Water Absorption ........................................................................................ 62

4.6 .Pembahasan ...................................................................... 65

BAB V PENUTUP

5.1. KESIMPULAN ............................................................................................ 67

5.2. SARAN ........................................................................................................ 69

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar-2.1. Continous fiber composite (Gibson, 1994)

Gambar 2.2. Woven fiber composite (Gibson, 1994)

Gambar 2.3. Chopped fiber composite (Gibson, 1994).

Gambar 2.4. Hybrid composite (Gibson, 1994)

Gambar 2.5. Particulate Composite (www.kemahasiswaan.its.ac.id)

Gambar 2.6. Laminated Composites (www.kemahasiswaan.its.ac.id)

Gambar 2.7. Penampang Uji bending (Standart ASTM D 790-02)

Gambar 3.1. Spesimen bahan uji untuk uji tarik Standar JIZ

Gambar 3.2. Spesimen bahan uji untuk uji bending Standar JIZ

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Sifat mekanik dari beberapa jenis serat.( Dieter H.Mueller)

Tabel 3.1. Pengujian Tarik

Tebel 3.2. Pengujian Bending

Tebel 3.3. Pengujian Tekan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai negara kepulauan dan berada di daerah tropis dan kondisi agroklimat yang

mendukung, Indonesia merupakan negara penghasil kelapa yang utama di dunia, dengan luas

areal tanaman kelapa di Indonesia mencapai 3,76 juta Ha, dengan total produksi diperkirakan

sebanyak 14 milyar butir kelapa, yang sebagian besar (95 persen) merupakan perkebunan

rakyat. Kelapa mempunyai nilai dan peran yang penting baik ditinjau dari aspek ekonomi

maupun sosial budaya.

Sabut kelapa merupakan hasil samping, dan merupakan bagian yang terbesar dari

buah kelapa, yaitu sekitar 35 persen dari bobot buah kelapa. Dengan demikian, apabila secara

rata-rata produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar 5,6 juta ton, maka berarti terdapat

sekitar 1,7 juta ton sabut kelapa yang dihasilkan. Potensi produksi sabut kelapa yang

sedemikian besar belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapat

meningkatkan nilai tambahnya.

Serat sabut kelapa, atau dalam perdagangan dunia dikenal sebagai Coco Fiber, Coir

fiber, coir yarn, coir mats, dan rugs, merupakan produk hasil pengolahan sabut kelapa. Secara

tradisional serat sabut kelapa hanya dimanfaatkan untuk bahan pembuat sapu, keset, tali dan

alat-alat rumah tangga lain. Perkembangan teknologi, sifat fisika-kimia serat, dan kesadaran

konsumen untuk kembali ke bahan alami, membuat serat sabut kelapa dimanfaatkan menjadi

bahan baku industri karpet, jok dan dashboard kendaraan, kasur, bantal, dan hardboard. Serat

sabut kelapa juga dimanfaatkan untuk pengendalian erosi. Serat sabut kelapa diproses untuk

dijadikan Coir Fiber Sheet yang digunakan untuk kz lapisan kursi mobil, Spring Bed dan

lain-lain.

Serat sabut kelapa bagi negara-negara tetangga penghasil kelapa sudah merupakan

komoditi ekspor yang memasok kebutuhan dunia yang berkisar 75,7 ribu ton pada tahun

1990. Indonesia walaupun merupakan negara penghasil kelapa terbesar di dunia, pangsa

pasar serat sabut kelapa masih sangat kecil. Kecenderungan kebutuhan dunia terhadap serat

kelapa yang meningkat dan perkembangan jumlah dan keragaman industri di Indonesia yang

berpotensi dalam menggunakan serat sabut kelapa sebagai bahan baku/bahan pembantu,

merupakan potensi yang besar bagi pengembangan industri pengolahan serat sabut kelapa.

Hasil samping pengolahan serat sabut kelapa berupa butiran-butiran gabus sabut

kelapa, dikenal dengan nama Coco Peat. Sifat fisika-kimianya yang dapat menahan

kandungan air dan unsur kimia pupuk, serta dapat menetralkan keasaman tanah menjadikan

hasil samping ini mempunyai nilai ekonomi. Coco Peat digunakan sebagai media

pertumbuhan tanaman hortikultur dan media tanaman rumah kaca.

Dari aspek teknologi, pengolahan serat sabut kelapa relatif sederhana yang dapat

dilaksanakan oleh usaha-usaha kecil. Adapun kendala dan masalah dalam pengembangan

usaha kecil/menengah industri pengolahan serat sabut kelapa adalah keterbatasan modal,

akses terhadap informasi pasar dan pasar yang terbatas, serta kualitas serat yang masih belum

memenuhi persyaratan.

Dalam rangka menunjang pengembangan industri serat sabut kelapa yang potensial

ini, diperlukan acuan yang dapat dimanfaatkan pihak perbankan, investor serta pengusaha

kecil dan menengah sehingga memudahkan semua pihak dalam mengimplementasikan

pengembangan usaha pengolahan serat sabut kelapa ini. Hasil penelitian yang disusun dalam

bentuk Lending Model ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut.

Salah satu usaha dalam mengatasi hal tersebut adalah memanfaatkan pengolahan serat

sabut kelapa menjadi produk berguna dan bernilai tambah, antara lain diolah menjadi papan

serat berkerapatan sedang medium density fiberboard (MDF). MDF banyak digunakan untuk

keperluan bahan konstruksi, peralatan listrik, dan produk-produk panel lainnya. Peranan

MDF di Indonesia cukup nyata. Dewasa ini terdapat 6 pabrik MDF yang aktif beroperasi

dengan total produksi mencapai 550.000 m3 per tahun (Anonim, 2000; dan Syafii dan

Sudohadi. 1996). Karena kita ketahui kalau serat sabut kelapa memiliki potensi untuk

dikembangkan menjadi produk-produk yang bernilai komersial (Tejano, 1985).

Maka dari itu dalam penelitian ini, akan diteliti seberapa jauh kekuatan material serat sabut kelapa

bahan penguat pembuatan papan dengan matrix berupa polyster dengan tipe (Bayesian Quantitative Trait

Nucleontide) BQTN 157. Untuk mengetahui kekuatan dari bahan uji maka dilakukan beberapa pengujian yaitu

uji tensile strenght, impak dan bending.

1.2. Masalah

Adapun masalah yang timbul pada penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana memvariasikan prosentase antara polyster tipe BQTN 157 dengan serat sabut kelapa untuk

memperoleh hasil yang baik.

2. Bagaimana menentukan ukuran terbaik serat sabuk kelapa yang dijadikan bahan uji.

3. Bagaimana membentuk serat sabuk kelapa dengan metode acak.

1.3. Tujuan

Ada beberapa tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu:

1. Untuk membuat material baru tentang karakter material.

2. Untuk Mengetahui berapa komposisi terbaik dari campuran polyster tipe BQTN 157 dan serat sabut

kelapa

3. Untuk mengetahui ukuran terbaik serat sabut kelapa sebagai bahan uji.

4. Mengetahui seberapa besar hasil pengujian tarik dan bending dari bahan uji.

1.4. Manfaat

Manfaat yang didafatkan dari penelitian ini yaitu:

1. Meningkatkan nilai guna pengolahan serat sabut kelapa yang selama ini dijadikan sampah pabrik, atau

perkebunan yang kurang memiliki nilai ekonomis.

2. Membuat bahan dasar sabut kelapa yang lebih efisien dari segi berat dan ekonomisnya jika dibandingkan

dengan papan yang berasal dari kayu alam yang ketersediaannya mulai berkurang.

1.5. Metode penulisan

Ada dua metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini yaitu:

1. Metode literatur

Untuk menyelesaikan beberapa masalah yang ada, maka penulis mengambil beberapa referensi

masing-masing tentang polyster tipe BQTN 157 dan pengolahan serat sabut kelapa uji bahan, serta statistik data.

Penulis akan mengambil referensi yang dapat dipertanggung jawabkan keabsahannya.

2. Metode observasi

Dalam penelitian ini penulis melakukan peninjauan langsung terhadap proses pembuatan bahan uji

serta proses pengujiannya. Proses awal penelitian ini yaitu melakukan pemisahan antara serat dengan kayu

tandan kemudian di potong dengan ukuran 1-2 cm. Untuk menghasilkan ikatan yang kuat serat harus dijaga

kadar airnya menjadi 10% maka dilakukan oven dengan suhu konstan 50 0C, agar serat yang dijadikan

campuran komposit seragam dilakukan pengayakan dengan ukuran 30 dan 40 mesh.

Setelah dilakukan perlakuan terhadap serat, maka selanjutnya yaitu proses pembuatan papan

spesimen, bahan yang direncanakan untuk matrik yaitu polyster tipe BQTN 157, matrik tersebut akan digabung

dengan serat yang telah mendapatkan perlakuan dengan beberapa prosentasi, 50:50, 40:60 dan 30:70 dalam %

volume. Pemerataan campuran polyster dan serat pengolahan serat sabut kelapa dilakukan dengan proses

pengadukan (blending). Papan spesimen memerlukan kepadatan untuk mendapatkan kekuatan yang diharapkan

maka pada proses pencetakan papan spesimen perlu dilakukan casting.

Proses akhir dilakukan pengujian papan spesimen untuk mengetahui kekuatan mekanik dari papan

spesimen itu sendiri, dalam hal ini dilakukan tiga macam pengujian yaitu, uji tarik dan bending. Dari hasi

pengujian tersebut didapatkan data dari masing-masing pengujian, untuk selanjutnya dilakukan analisa data,

hasil analisa data akan menyimpulan karaktristik dari papan spesimen berbahan dasar serat tandan sawit dan

polyster BQTN 157.

1.6. Sistematika penulisan

Untuk memecahkan masalah dalam penelitian ini, maka disusunlah

sistematika skripsi sebagai berikut :

1. Bagian Awal Skripsi

Halaman judul, abstraksi, halaman pengesahan, motto, persembahan, kata pengantar, daftar

isi, daftar tabel, daftar gambar, daftar lampiran.

2. Bagian Isi Skripsi

BAB I : Pendahuluan;

Berisi tentang latar belakang, permasalahan, tujuan, metode penulisan,

sistematika penulisan, manfaat penulisan.

BAB II : Landasan teori;

Berisi tentang, tinjauan pustaka (jurnal ilmiah), landasan teori sebagai telaah

kepustakaan.

BAB III : Metodologi penelitian;

Berisi tentang Desain eksperimen, bahan dan alat, waktu dan tempat

penelitian, variabel penelitian, alur penelitian, metode pengumpulan data, metode

analisis data.

BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan;

Berisi tentang hasil penelitian,laporan hasil analisis penelitian

BAB V : Penutup;

Berisi tentang kesimpulan dan saran.

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Sebagai negara kepulauan dan berada di daerah tropis dan kondisi agroklimat yang mendukung,

Indonesia merupakan negara penghasil kelapa yang utama di dunia. Pada tahun 2000, luas areal tanaman kelapa

di Indonesia mencapai 3,76 juta Ha, dengan total produksi diperkirakan sebanyak 14 milyar butir kelapa, yang

sebagian besar (95 persen) merupakan perkebunan rakyat. Kelapa mempunyai nilai dan peran yang penting baik

ditinjau dari aspek ekonomi maupun sosial budaya. Sabut kelapa merupakan hasil samping, dan merupakan

bagian yang terbesar dari buah kelapa, yaitu sekitar 35 persen dari bobot buah kelapa. Dengan demikian, apabila

secara rata-rata produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar 5,6 juta ton, maka berarti terdapat sekitar 1,7 juta

ton sabut kelapa yang dihasilkan. Potensi produksi sabut kelapa yang sedemikian besar belum dimanfaatkan

sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapat meningkatkan nilai tambahnya. Serat sabut kelapa, atau dalam

perdagangan dunia dikenal sebagai Coco Fiber, Coir fiber, coir yarn, coir mats, dan rugs, merupakan produk

hasil pengolahan sabut kelapa. Secara tradisionil serat sabut kelapa hanya dimanfaatkan untuk bahan pembuat

sapu, keset, tali dan alat-alat rumah tangga lain. Perkembangan teknologi, sifat fisika-kimia serat, dan kesadaran

konsumen untuk kembali ke bahan alami, membuat serat sabut kelapa dimanfaatkan menjadi bahan baku

industri karpet, jok dan dashboard kendaraan, kasur, bantal, dan hardboard. Serat sabut kelapa juga

dimanfaatkan untuk pengendalian erosi. Serat sabut kelapa diproses untuk dijadikan Coir Fiber Sheet yang

digunakan untuk lapisan kursi mobil, Spring Bed dan lain-lain. Serat sabut kelapa bagi negara-negara tetangga

penghasil kelapa sudah merupakan komoditi ekspor yang memasok kebutuhan dunia yang berkisar 75,7 ribu ton

pada tahun 1990. Wiro Fansuri Putra, tahun 2011 dan 2012

Indonesia walaupun merupakan negara penghasil kelapa terbesar di dunia, pangsa pasar serat sabut

kelapa masih sangat kecil. Kecenderungan kebutuhan dunia terhadap serat kelapa yang meningkat dan

perkembangan jumlah dan keragaman industri di Indonesia yang berpotensi dalam menggunakan serat sabut

kelapa sebagai bahan baku/ bahan pembantu, merupakan potensi yang besar bagi pengembangan industri

pengolahan serat sabut kelapa. Hasil samping pengolahan serat sabut kelapa berupa butiran-butiran gabus sabut

kelapa, dikenal dengan nama Coco Peat. Sifat fisika-kimianya yang dapat menahan kandungan air dan unsur

kimia pupuk, serta dapat menetralkan keasaman tanah menjadikan hasil samping ini mempunyai nilai Sabut

kelapa merupakan hasil samping, dan merupakan bagian yang terbesar dari buah kelapa, yaitu sekitar 35 persen

dari bobot buah kelapa. Dengan demikian, apabila secara rata-rata produksi buah kelapa per tahun adalah

sebesar 5,6 juta ton, maka berarti terdapat sekitar 1,7 juta ton sabut kelapa yang dihasilkan. Potensi produksi

sabut kelapa yang sedemikian besar belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk kegiatan produktif yang dapat

meningkatkan nilai tambahnya. Serat sabut kelapa, atau dalam perdagangan dunia dikenal sebagai Coco Fiber,

Coir fiber, coir yarn, coir mats, dan rugs, merupakan produk hasil pengolahan sabut kelapa. Secara tradisionil

serat sabut kelapa hanya dimanfaatkan untuk bahan pembuat sapu, keset, tali dan alat-alat rumah tangga lain.

Perkembangan teknologi, sifat fisika-kimia serat, dan kesadaran konsumen untuk kembali ke bahan alami,

membuat serat sabut kelapa dimanfaatkan menjadi bahan baku industri karpet, jok dan dashboard kendaraan,

kasur, bantal, dan hardboard. Serat sabut kelapa juga dimanfaatkan untuk pengendalian erosi. Serat sabut kelapa

diproses untuk dijadikan Coir Fiber Sheet yang digunakan untuk lapisan kursi mobil, Spring Bed dan lain-lain.

Serat sabut kelapa bagi negara-negara tetangga penghasil kelapa sudah merupakan komoditi ekspor yang

memasok kebutuhan dunia yang berkisar 75,7 ribu ton pada tahun 1990. Indonesia walaupun merupakan negara

penghasil kelapa terbesar di dunia, pangsa pasar serat sabut kelapa masih sangat kecil. Kecenderungan

kebutuhan dunia terhadap serat kelapa yang meningkat dan perkembangan jumlah dan keragaman industri di

Indonesia yang berpotensi dalam menggunakan serat sabut kelapa sebagai bahan baku/ bahan pembantu,

merupakan potensi yang besar bagi pengembangan industri pengolahan serat sabut kelapa. Hasil samping

pengolahan serat sabut kelapa berupa butiran-butiran gabus sabut kelapa, dikenal dengan nama Coco Peat. Sifat

fisika-kimianya yang dapat menahan kandungan air dan unsur kimia pupuk, serta dapat menetralkan keasaman

tanah menjadikan hasil samping ini mempunyai nilai ekonomi. Coco Peat digunakan sebagai media

pertumbuhan tanaman hortikultur dan media tanaman rumah kaca. Dari aspek teknologi, pengolahan serat sabut

kelapa relatif sederhana yang dapat dilaksanakan oleh usaha-usaha kecil. Adapun kendala dan masalah dalam

pengembangan usaha kecil/menengah industri pengolahan serat sabut kelapa adalah keterbatasan modal, akses

terhadap informasi pasar dan pasar yang terbatas, serta kualitas serat yang masih belum memenuhi persyaratan.

Dalam rangka menunjang pengembangan industri serat sabut kelapa yang potensial ini, diperlukan acuan yang

dapat dimanfaatkan pihak perbankan, investor serta pengusaha kecil dan menengah sehingga memudahkan

semua pihak dalam mengimplementasikan pengembangan usaha pengolahan serat sabut kelapa ini. Hasil

penelitian yang disusun dalam bentuk Papan Model ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Wiro

Fansuri Putra, tahun 2011 dan 2012.

Potensi dari serat sabut kelapa (mattress fibre atau coir fibre) yang merupakan hasil dari pengolahan

sabut kelapa sebenarnya dapat digunakan menjadi a) penahan panas pada industri pesawat terbang, b) bahan

pengisi jok atau bantalan kursi pada industri mobil, c) bahan geotekstil untuk perbaikan tanah pada bendungan,

d) bahan cocosheet sebagai pengganti busa pada industri spring bed, e) bahan untuk membuat berbagai

kebutuhan rumah tangga seperti tali atau tambang, sapu, sikat, keset, pot bunga, gantungan bunga, isolator,

karpet, gumpalan benang ikat, filter air, dan bahan pewarna batik, f) selain itu kemampuan sabut kelapa

ditambah dengan karet daur ulang dapat dimanfaatkan sebagai peredam suara (Mahzan et al, 2010), dan g)

meningkatkan stabilitas dan ketahanan struktur jalan apabila digunakan sebagai bahan pencampur dalam

pengaspalan (Thulasirajan dan Narasimha, 2011).

Selain dari produk-produk di atas, serat sabut kelapa dapat dikembangkan menjadi produk yang dikenal

dengan sebutan serat sabut kelapa berkaret (sebutret). Produk ini merupakan kombinasi antara serat sabut kelapa

dengan karet alam. Pada dasarnya produk serat sabut kelapa berkaret ini telah diproduksi dan dimanfaatkan oleh

negara lain seperti India, Srilanka, Philipina dan Thailand menjadi produk yang bernilai tinggi, bahkan hasil

produksi tersebut telah diekspor ke negara-negara Eropa dan Amerika. Di Indonesia, penelitian, pengembangan

dan pemanfaatan produk sebutret mulai dilakukan pada tahun 2000 di Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK)

Bogor. Produk serat sabut kelapa berkaret (sebutret) ini sangat berpotensi untuk dikembangkan, terutama untuk

bahan baku pembuatan kasur. Simon George (2006) mengatakan bahwa kasur yang berasal dari serat sabut

kelapa berkaret merupakan sebuah evolusi dari kasur tradisional yang berasal atau terbuat dari kapas. Selain itu,

produk sebutret dapat dikembangkan untuk pembuatan jok, kursi, tas laptop, kopiah, bantal dan guling pada

industri furnitur. Selain menciptakan nilai tambah, serat sabut kelapa berkaret mempunyai beberapa keunggulan

jika dibandingkan dengan produk serupa yang berbahan baku busa sintetis yang ada sekarang ini di pasaran.

Adapun keunggulan dari produk serat sabut kelapa berkaret ini adalah relatif lebih ringan, bersifat lebih sejuk

dan dingin, lebih tahan terhadap bakteri, lebih sedikit menampung debu, tidak berisik karena mampu meredam

bunyi, mempunyai elastisitas atau kepegasan yang baik, dan kerapatan atau densitasnya dapat divariasi karena

bentuknya dapat disesuaikan dengan kemauan konsumen, lebih ramah terhadap lingkungan dan kesehatan

(Sinurat, 2003, Maspanger et al, 2005 dan Pujiastuti, 2007).

Untuk mengembangkan agroindustri sebutret diperlukan ketersediaan sumber bahan baku dari tanaman

kelapa dan karet. Kedua komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Sambas, dengan

jumlah produksi masing-masing sebesar 14.888 ton/tahun dan 20.192 ton/tahun, sehingga sebutret sangat

berpotensi untuk dikembangkan untuk agroindustri yang dapat menopang perekonomian masyarakat dan

meningkatkan pendapatan pemerintah daerah. Komoditas kelapa dan karet ini tersebar di 19 Kecamatan, yaitu

Kecamatan Semparuk, Sambas, Sejangkung, Teluk Keramat, Selakau, Pemangkat, Tebas, Tekarang, Paloh,

Sajingan, Galing, Subah, Jawai, Jawai Selatan, Sebawi, Sajad, Tangaran, Selakau Timur, dan Salatiga, kecuali

Kecamatan Jawai Selatan dan Pemangkat untuk komoditas karet dan Kecamatan Galing, Sambas, Sajad dan

Teluk Keramat untuk komoditas Kelapa. Sebagian besar hasil produksi dari komoditas tersebut masih belum

dapat menciptakan nilai tambah yang lebih besar, karena kelapa hanya dimanfaatkan untuk pembuatan minyak

kelapa, dan sabutnya dianggap limbah yang dibuang, sedangkan karet hanya dijual dalam bentuk bokar (bahan

olahan karet) sehingga daya tawar petani sangat rendah. Berdasarkan gambaran di atas sangat penting untuk

dilakukan suatu upaya untuk meningkatkan pendapatan petani dari komoditas kelapa dan karet. Selain itu

kegiatan pengembangan ini diharapkan dapat menciptakan agroindustri yang berdaya saing bagi produk

domestik. Oleh karena itu, diperlukan suatu perumusan strategi pengembangan agroindustri serat sabut kelapa

berkaret di Kabupaten Sambas. Pengembangan ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam

meningkatkan pendapatan daerah. Pengembangan sebutret ini dapat dianggap sebagai alternatif pengganti bagi

komoditas unggul jeruk yang mengalami kegagalan dalam budidayanya karena penyakit Citrus Vein Phloem

Degeneration (CVPD) yang menyerang tanaman jeruk petani.

Salah satu usaha dalam mengatasi hal tersebut adalah memanfaatkan pengolahan serat sabut kelapa

menjadi produk berguna dan bernilai tambah, antara lain diolah menjadi papan serat berkerapatan sedang

medium density fiberboard (MDF).MDF banyak digunakan untuk keperluan bahan konstruksi, peralatan listrik,

dan produk-produk panel lainnya. Peranan MDF di Indonesia cukup nyata. Dewasa ini terdapat 6 pabrik MDF

yang aktif beroperasi dengan total produksi mencapai 550.000 m3 per tahun (Anonim, 2000; dan Syafii dan

Sudohadi. 1996).

Serat sabut kelapa memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi produk-produk yang bernilai

komersial (Tejano, 1985). Potensi dari serat sabut kelapa (mattress fibre atau coir fibre) yang merupakan hasil

dari pengolahan sabut kelapa sebenarnya dapat digunakan menjadi a) penahan panas pada industri pesawat

terbang, b) bahan pengisi jok atau bantalan kursi pada industri mobil, c) bahan geotekstil untuk perbaikan tanah

pada bendungan, d) bahan cocosheet sebagai pengganti busa pada industri spring bed, e) bahan untuk membuat

berbagai kebutuhan rumah tangga seperti tali atau tambang, sapu, sikat, keset, pot bunga, gantungan bunga,

isolator, karpet, gumpalan benang ikat, filter air, dan bahan pewarna batik, f) selain itu kemampuan sabut kelapa

ditambah dengan karet daur ulang dapat dimanfaatkan sebagai peredam suara (Mahzan et al, 2010), dan g)

meningkatkan stabilitas dan ketahanan struktur jalan apabila digunakan sebagai bahan pencampur dalam

pengaspalan (Thulasirajan dan Narasimha, 2011).

Selain dari produk-produk di atas, serat sabut kelapa dapat dikembangkan menjadi produk yang

dikenal dengan sebutan serat sabut kelapa berkaret (sebutret). Produk ini merupakan kombinasi antara serat

sabut kelapa dengan karet alam. Pada dasarnya produk serat sabut kelapa berkaret ini telah diproduksi dan

dimanfaatkan oleh negara lain seperti India, Srilanka, Philipina dan Thailand menjadi produk yang bernilai

tinggi, bahkan hasil produksi tersebut telah diekspor ke negara-negara Eropa dan Amerika. Di Indonesia,

penelitian, pengembangan dan pemanfaatan produk sebutret mulai dilakukan pada tahun 2000 di Balai

Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor. Produk serat sabut kelapa berkaret (sebutret) ini sangat berpotensi

untuk dikembangkan, terutama untuk bahan baku pembuatan kasur. Simon George (2006) mengatakan bahwa

kasur yang berasal dari serat sabut kelapa berkaret merupakan sebuah evolusi dari kasur tradisional yang berasal

atau terbuat dari kapas. Selain itu, produk sebutret dapat dikembangkan untuk pembuatan jok, kursi, tas laptop,

kopiah, bantal dan guling pada industri furnitur. Selain menciptakan nilai tambah, serat sabut kelapa berkaret

mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan produk serupa yang berbahan baku busa sintetis

yang ada sekarang ini di pasaran. Adapun keunggulan dari produk serat sabut kelapa berkaret ini adalah relatif

lebih ringan, bersifat lebih sejuk dan dingin, lebih tahan terhadap bakteri, lebih sedikit menampung debu, tidak

berisik karena mampu meredam bunyi, mempunyai elastisitas atau kepegasan yang baik, dan kerapatan atau

densitasnya dapat divariasi karena bentuknya dapat disesuaikan dengan kemauan konsumen, lebih ramah

terhadap lingkungan dan kesehatan (Sinurat, 2003, Maspanger et al, 2005 dan Pujiastuti, 2007).

Untuk mengembangkan agroindustri sebutret diperlukan ketersediaan sumber bahan baku dari tanaman

kelapa dan karet. Kedua komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Sambas, dengan

jumlah produksi masing-masing sebesar 14.888 ton/tahun dan 20.192 ton/tahun, sehingga sebutret sangat

berpotensi untuk dikembangkan untuk agroindustri yang dapat menopang perekonomian masyarakat dan

meningkatkan pendapatan pemerintah daerah. Komoditas kelapa dan karet ini tersebar di 19 Kecamatan, yaitu

Kecamatan Semparuk, Sambas, Sejangkung, Teluk Keramat, Selakau, Pemangkat, Tebas, Tekarang, Paloh,

Sajingan, Galing, Subah, Jawai, Jawai Selatan, Sebawi, Sajad, Tangaran, Selakau Timur, dan Salatiga, kecuali

Kecamatan Jawai Selatan dan Pemangkat untuk komoditas karet dan Kecamatan Galing, Sambas, Sajad dan

Teluk Keramat untuk komoditas Kelapa. Sebagian besar hasil produksi dari komoditas tersebut masih belum

dapat menciptakan nilai tambah yang lebih besar, karena kelapa hanya dimanfaatkan untuk pembuatan minyak

kelapa, dan sabutnya dianggap limbah yang dibuang, sedangkan karet hanya dijual dalam bentuk bokar (bahan

olahan karet) sehingga daya tawar petani sangat rendah. Berdasarkan gambaran di atas sangat penting untuk

dilakukan suatu upaya untuk meningkatkan pendapatan petani dari komoditas kelapa dan karet. Selain itu

kegiatan pengembangan ini diharapkan dapat menciptakan agroindustri yang berdaya saing bagi produk

domestik. Oleh karena itu, diperlukan suatu perumusan strategi pengembangan agroindustri serat sabut kelapa

berkaret di Kabupaten Sambas. Dalam pembuatan papan dibutuhkan perekat, seperti 8% lateks, 10% lem kanji,

atau 12% polivinil akrilik. Cara pemberian perekat dengan penyemprotan. Partikel serat tandan kelapa sawit

yang telah diberi perekat dibuat lembaran papan dengan ukuran 20 cm x 20 cm dan dikempa dingin dengan

kekuatan 20 kg/cm2 selama 15 menit. Kemudian dikempa panas 103

oC selama 15 menit dengan tekanan kempa

90 kg/cm2. Selanjutnya papan didiamkan 24 jam dalam ruangan pada suhu kamar. ( Andriati Amir Husin 2007)

Hasilnya, papan partikel yang dihasilkan memiliki kadar air 8,0-8,8%. Nilai itu masih berada dalam kisaran

standar nasional Indonesia (SNI) papan partikel yang mensyaratkan kadar air maksimal 14%. Dari segi

kerapatan, papan partikel serat sabut kelapa termasuk berkerapatan tinggi antara 0,86-0,98 g/cm3. Bandingkan

dengan papan partikel asal batang kelapa sawit, 0,59-0,66 g/cm3. ( Andriati Amir Husin 2007)

Hasil pengujian sifat mekanik papan partikel seperti keteguhan lentur, keteguhan patah, keteguhan

rekat, dan kuat pegang sekrup menunjukkan TKKS lebih baik. Misalnya, keteguhan papan partikel tandan

kelapa sawit atau kekuatan untuk menahan beban sehingga dapat kembali ke bentuk semula tanpa rusak

mencapai 111-200,49 kg/cm2. Nilai itu lebih tinggi daripada SNI papan partikel yang mewajibkan nilai

kelenturan di atas 100 kg/cm2. Elastisitas papan partikel 1.809,66-4.131,17 kg/cm2, di atas nilai SNI minimal

yang hanya 100 kg/cm2.( Andriati Amir Husin 2007)

Keteguhan rekat alias kemampuan ikatan antarpartikel tandan kelapa sawit berkisar 6,20-8,10 kg/cm2;

standar SNI 6 kg/cm2. Kuat pegang sekrup alias kemampuan papan untuk manahan sekrup sebagai pengikat

sebesar 49,00 kg. Itu lebih tinggi 9 kg dibandingkan SNI yang mencapai 40 kg.( Andriati Amir Husin 2007).

Menurut Dr Siswanto setiap 1 m2 papan partikel hanya butuh 3-5 kg tandan kosong kelapa sawit.

Sedangkan jika dari batang kayu kelapa sawit, paling tidak menghasilkan 0,3 m2 papan partikel. Jika dalam 1 ha

kebun sawit menghasilkan 70 ton kayu kelapa sawit kering, berarti bisa diperoleh 35 m3 papan partikel dengan

kerapatan 0,6 kg/dm3.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Feris Firdaus Fajriyanto, 2005 - 2006 menyatakan bahwa sampah

plastik (thermoplastic) dan limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) memiliki potensi yang sangat besar

sebagai bahan baku produksi fiberboard. Selanjutnya penelitian yang dilakukan Basuki Widodo, 2008 bahwa

komposisi dengan bahan pengisi ijuk di dapatkan kekuatan kekuatan tarik tertinggi sebesar 5,538 Kgf/mm2pada

fraksi berat ijuk 40%. Rata – rata kekuatan tarik tertinggi 5,128 Kgf/mm2fraksi berat ijuk 40%. Kekuatan impak

komposit tertinggi sebesar 33,395 joule/mm2 dengan kekuatan impak rata-rata 11,132 joule/mm

2pada fraksi

berat ijuk 40%.

Tanaman kelapa merupakan tanaman yang banyak dijumpai di seluruh pelosok Nusantara, sehingga

hasil alam berupa kelapa di Indonesia sangat melimpah. Sampai saat ini pemanfaatan limbah berupa sabut

kelapa masih terbatas pada industriindustri mebel dan kerajinan rumah tangga dan belum diolah menjadi produk

teknologi. Limbah serat buah kelapa sangat potensial digunakan sebagai penguat bahan baru pada komposit.

Beberapa keistimewaan pemanfaatan serat sabut kelapa sebagai bahan baru rekayasa antara lain menghasilkan

bahan baru komposit alam yang ramah lingkungan dan mendukung gagasan pemanfaatan serat sabut kelapa

menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi dan teknologi tinggi. kekuatan tarik, modulus dan regangan dari

komposit serat sabut kelapa-polyester, meneliti pengaruh fraksi volume serat terhadap struktur mikro komposit

serat sabut kelapapolyester dan mengoptimalkan penggunaan komposit serat sabut kelapa-polyester 1) Tegangan

tarik yang paling optimum dimiliki oleh bahan komposit polyester yang diperkuat serat sabut kelapa yaitu

dengan fraksi volume 60% serat sabut kelapa yaitu sebesar 14,7 MPa. 2) Regangan bahan komposit poliester

berpenguat serat sabut kelapa juga menunjukkan adanya optimum yaitu pada penambahan 60% fraksi volume

serat yang diperoleh harga sebesar 0,42 %. 3) Serat sabut kelapa memiliki keuletan yang lebih tinggi dari pada

matriknya yaitu polyester 4) Modulus elastisitas komposit semakin meningkat seiring dengan penambahan

fraksi volume serat. Peningkatan modulus elastisitas secara signifikan terjadi pada fraksi volume 42 % yaitu

sebesar 3,85 GPa.

Penelitian yang dilakukan oleh Karnani et. al., 1997 bahwa kekuatan tarik komposit serat alam kenaf-

polipropilene (PP) dengan penambahan maleic anhydride grafited polypropylene (MAPP) 2% dengan panjang

serat 1,58 cm. Kekuatan tarik komposit kenaf-PP tanpa MAPP pada prosentase berat (20, 40 dan 60)% adalah

26,9 Mpa, 27,1 Mpa dan 27,4 Mpa. Pada penambahan prosentase berat yang sama, penambahan MAPP mampu

meningkatkan kekuatannya menjadi 32,7 Mpa, 41,3 Mpa dan 53,8 Mpa. Penelitian yang senada dilakukan oleh

Rowel et al., 1999 yang meneliti komposit serat alam kenaf yang dipotong sepanjang 1 cm dengan matrik

polipropilene (PP) yang dihasilkan bahwa kekuatan dan modulus tarik komposit memiliki lebih tinggi dari pada

dengan PP saja. Dan sifat mekanis tersebut dapat ditingkatkan lagi dengan penambahan maleic anhydride

grafited polypropylene (MAPP) sebagai coupling agent. MAPP ini berfungsi meningkatkan kompatibilitas dan

adhesive antara matrik dengan serat. Pada fraksi berat serat 60 % kekuatan tarik komposit kenaf-PP tanpa dan

dengan MPP 2% adalah 3,5 Mpa dan 7,5 Mpa. Dari hasil kedua penelitian diatas menunjukkan bahwa pada

komposit kenaf acak panjang dengan matrik unsaturated polyester (UPRs) dengan melakukan penambahan

panjang serat akan meningkatkan sifat mekanis dari komposit. Hal ini juga dibenarkan oleh (Gibson, 1994) yang

menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan dari komposit adalah jenis serat dan matrik.

Pasangan serat dan matrik yang baik akan meningkatkan sifat material tersebut. Disamping itu faktor lain yang

berperan serta dalam kekuatan komposit adalah diameter serat, panjang serat, orientasi sudut serat, distribusi

serat dan kandungan serat. Jamasri (2005) melakukan penelitian komposit serat buah sawit acak bermatrik

polyester. Limbah serat sawit dicuci dengan air dan dikeringkan secara alami didalam ruangan. Untuk

mengetahui kandungan air serat dilakukan dengan pemanasan dalam oven pada suhu 62oC. Serat dengan

diamater 1 mm dengan panjang 4-6 cm dipergunakan sebagai penguat pada komposit dengan matrik unsaturated

polyester dengan resin 157 BQTN (UPRs) dan 1% (w/w) hardener metil etil keton peroksid (MEKPO).

Pembuatan komposit dilakukan dengan metode cetak tekan untuk variasi fraksi berat serat (19, 27, 30, 36 dan

42)%. Semua sampel dilakukan post cure pada suhu 62oC selama 4 jam. Sampel uji tarik dibuat dari komposit

flat hasil pencetakan, yang dipotong dengan gerinda tangan. Spesimen tersebut dibentuk dengan mangacu pada

standard ASTM D 638 (ASTM, 2002) dengan panjang ukur spesimen 50 mm. Dari hasil pengujian diperoleh

bahwa peningkatan kekuatan tarik secara linier untuk penambahan fraksi berat serat. Sedangkan harga modulus

dan regangan patah untuk fraksi berat serat sampai 30% tidak memberikan peningkatan yang signifikan dan

terjadi peningkatan yang signifikan pada fraksi berat serat diatas 36%. Arif (2008) meneliti pengaruh fraksi

volume serat kelapa pada komposit matrik poliester terhadap kekuatan tarik, impak dan bending dengan

mempersiapkan serat kelapa dengan panjang 1 cm. Serat kelapa dengan panjang 1 cm dicampur dengan matrik

polyester dengan variasi farksi volume serat sebesar 5%, 10%, 20% dan 30%. Dari hasil pengujian didapatkan

kekuatan mekanik terbaik tensile strength 3,63 kg/mm² pada komposit dengan fraksi volume 30%, modulus

elastisitas 40,33 kg/mm² pada fraksi volume 30%, elongation 0,19 pada fraksi volume 5%, flexural strength 3,18

kg/mm² pada fraksi volume 30%, flexural modulus 118,18 kh/mm² pada fraksi volume 30% dan impact strength

2,61J/m² pada komposit dengan fraksi volume 30%.

2.2. Dasar teori

1. Definisi Komposit

Kata komposit berasal dari kata “to compose” yang berarti menyusun atau menggabung. Secara

sederhana bahan komposit berarti bahan gabungan dari dua atau lebih bahan yang berlainan. Jadi komposit

adalah suatu bahan yang merupakan gabungan atau campuran dari dua material atau lebih pada skala

makroskopis untuk membentuk

material ketiga yang lebih bermanfaat. Komposit dan alloy memiliki perbedaan dari cara

penggabungannya yaitu apabila komposit digabung secara makroskopis sehingga masih kelihatan serat maupun

matrixnya (komposit serat) sedangkan pada alloy / paduan digabung secara mikroskopis sehingga tidak

kelihatan lagi unsur-unsur pendukungnya ( Jones, 1975).

Sesungguhnya ribuan tahun lalu material komposit telah dipergunakan dengan memanfaatkannya serat

alam sebagai penguat. Dinding bangunan tua di Mesir yang telah berumur lebih dari 3000 tahun ternyata terbuat

dari tanah liat yang diperkuat jerami (Jamasri, 2008). Seorang petani memperkuat tanah liat dengan jerami, para

pengrajin besi membuat pedang secara berlapis dan beton bertulang merupakan beberapa jenis komposit yang

sudah lama kita kenal. Komposit dibentuk dari dua jenis material yang berbeda, yaitu:

1. Penguat (reinforcement), yang mempunyai sifat kurang ductile tetapi lebih rigid serta lebih kuat.

2. Matrix, umumnya lebih ductile tetapi mempunyai kekuatan dan rigiditas yang lebih rendah.

Pada material komposit sifat unsur pendukungnya masih terlihat dengan jelas, sedangkan pada alloy /

paduan sudah tidak kelihatan lagi unsur-unsur pendukungnya. Salah satu keunggulan dari material komposit bila

dibandingkan dengan material lainnya adalah penggabungan unsur-unsur yang unggul dari masing-masing unsur

pembentuknya tersebut. Sifat material hasil penggabungan ini diharapkan dapat saling melengkapi kelemahan-

kelemahan yang ada pada masing-masing material penyusunnya. Sifat-sifat yang dapat diperbaharui

(Jones,1975) antara lain :

Sifat-sifat yang dapat diperbaiki antara lain:

1. kekuatan (Strength)

2. kekakuan (Stiffness)

3. ketahanan korosi (Corrosion resistance)

4. ketahanan gesek/aus (Wear resistance)

5. berat (Weight)

6. ketahanan lelah (Fatigue life)

7. Meningkatkan konduktivitas panas

8. Tahan lama

Secara alami kemampuan tersebut diatas tidak ada semua pada waktu yang bersamaan

(Jones, 1975). Sekarang ini perkembangan teknologi komposit mulai berkembang dengan

pesat. Komposit sekarang ini digunakan dalam berbagai variasi komponen antara lain untuk

otomotif, pesawat terbang, pesawat luar angkasa, kapal dan alat-alat olah raga seperti ski,

golf, raket tenis dan lain-lain.

2. Klasifikasi Material Komposit Berdasarkan bentuk komponen srukturalnya

1. Komposit serat (Fibrous Composites)

Komposit serat adalah komposit yang terdiri dari fiber dalam matrix. Secara alami serat yang panjang

mempunyai kekuatan yang lebih dibanding serat yang berbentuk curah (bulk). Merupakan jenis komposit yang

hanya terdiri dari satu lamina atau satu lapisan yang menggunakan penguat berupa serat / fiber. Fiber yang

digunakan bisa berupa fibers glass, carbon fibers, aramid fibers (poly aramide), dan sebagainya. Fiber ini bisa

disusun secara acak maupun dengan orientasi tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks

seperti anyaman. Serat merupakan material yang mempunyai perbandingan panjang terhadap diameter sangat

tinggi serta diameternya berukuran mendekati kristal. serat juga mempunyai kekuatan dan kekakuan terhadap

densitas yang besar (Jones, 1975).

Kebutuhan akan penempatan serat dan arah serat yang berbeda menjadikan komposit diperkuat serat

dibedakan lagi menjadi beberapa bagian diantaranya:

1. Komposit diperkuat dengan serat kontinyu (Continous fiber composite )

Gambar2.1Continous fiber composite (Gibson, 1994)

2. Komposit diperkuat dengan serat anyaman (Woven fiber composite)

Gambar 2.2. Woven fiber composite (Gibson, 1994)

3. Komposit diperkuat seratpendek/acak (Chopped fiber composite).

Gambar 2.3. Chopped fiber composite (Gibson, 1994)

4. Komposit diperkuat serat kontinyu dan serat acak (Hybrid composite)

Gambar 2.4. Hybrid composite (Gibson, 1994)

2. Komposit Partikel (Particulate Composites)

Merupakan komposit yang menggunakan partikel serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusi secara

merata dalam matrixnya.

Gambar 2.5. Particulate Composite

(www.kemahasiswaan.its.ac.id)

Komposit ini biasanya mempunyai bahan penguat yang dimensinya kurang lebih

sama, seperti bulat serpih, balok, serta bentuk-bentuk lainnya yang memiliki sumbu hampir

sama, yang kerap disebut partikel, dan bisa terbuat dari satu atau lebih material yang

dibenamkan dalam suatu matrix dengan material yang berbeda. Partikelnya bisa logam atau

non logam, seperti halnya matrix. Selain itu adapula polymer yang mengandung partikel

yang hanya dimaksudkan untuk memperbesar volume material dan bukan untuk kepentingan

sebagai bahan penguat (Jones, 1975).

3. Komposit Lapis (Laminates Composites)

Merupakan jenis komposit terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap

lapisnya memiliki karakteristik sifat sendiri.

Gambar 2.6. Laminated Composites

(www.kemahasiswaan.its.ac.id)

Komposit ini terdiri dari bermacam-macam lapisanmaterial dalam satu matrix. Bentuk nyata

dari kompositlamina adalah:( Jones, 1999)

1. Bimetal

Bimetal adalah lapis dari dua buah logam yang mempunyai koefisien ekspansi

thermal yang berbeda. Bimetal akan melengkung seiring dengan berubahnya suhu sesuai

dengan perancangan, sehingga jenis ini sangat cocok untuk alat ukur suhu.

2. Pelapisan logam

Pelapisan logam yang satu dengan yang lain dilakukan untuk mendapatkan sifat terbaik dari keduanya.

3. Kaca yang dilapisi

Konsep ini sama dengan pelapisan logam. Kaca yang dilapisi akan lebih tahan terhadap

cuaca.

4. Komposit lapis serat

Dalam hal ini lapisan dibentuk dari komposit serat dan disusun dalam berbagai orientasi

serat. Komposit jenis ini biasa digunakan untuk panel sayap pesawat dan badan pesawat.

3. Unsur-unsur Utama Pembentuk Komposit FRP

FRP (Fiber Reinforced Plastics) mempunyai dua unsur bahan yaitu serat (fiber)

dan bahan pengikat serat yang disebut dengan matrix. Unsur utama dari bahan komposit

adalah serat, serat inilah yang menentukan karakteristik suatu bahan seperti kekuatan,

keuletan, kekakuan dan sifat mekanik yang lain. Serat menahan sebagian besar gaya yang

bekerja pada material komposit, sedangkan matrix mengikat serat, melindungi dan

meneruskan gaya antar serat (Van Vlack, 2005).

Secara prinsip, komposit dapat tersusun dari berbagai kombinasi dua atau lebih bahan,

baik bahan logam, bahan organik, maupun bahan non organik. Namun demikian bentuk dari

unsur-unsur pokok bahan komposit adalah fibers, particles, leminae or layers, flakes fillers

and matrix. Matrix sering disebut unsur pokok body, karena sebagian besar terdiri dari

matrix yang melengkapi komposit (Van vlack, 2005).

1. Serat

Serat atau fiber dalam bahan komposit berperan sebagai bagian utama yang menahan beban, sehingga

besar kecilnya kekuatan bahan komposit sangat tergantung dari kekuatan serat pembentuknya. Semakin kecil

bahan (diameter serat mendekati ukuran kristal) maka semakin kuat bahan tersebut, karena minimnya cacat pada

material (Triyono,& Diharjo k, 2000). Selain itu serat (fiber) juga merupakan unsur yang terpenting, karena

seratlah nantinya yang akan menentukan sifat mekanik komposit tersebut seperti kekakuan, keuletan, kekuatan

dsb. Fungsi utama dari serat adalah:

Sebagai pembawa beban. Dalam struktur komposit 70% - 90% beban dibawa oleh serat.

Memberikan sifat kekakuan, kekuatan, stabilitas panas dan sifat-sifat lain dalam komposit.

Memberikan insulasi kelistrikan (konduktivitas) pada komposit, tetapi ini tergantung dari serat yang

digunakan.

Tabel 2.1. Sifat mekanik dari beberapa jenis serat.( Dieter H.Mueller)

2. Matrix

Menurut Gibson (1994), bahwa matrix dalam struktur komposit dapat berasal dari bahan polymer,

logam, maupun keramik. Syarat pokok matrix yang digunakan dalam komposit adalah matrix harus bisa

meneruskan beban, sehinga serat harus bisa melekat pada matrix dan kompatibel antara serat dan matrix.

Umumnya matrix dipilih yang mempunyai ketahanan panas yang tinggi (Triyono & Diharjo, 2000).

Matrix yang digunakan dalam komposit adalah harus mampu meneruskan beban sehingga serat harus

bisa melekat pada matrix dan kompatibel antara serat dan matrix artinya tidak ada reaksi yang mengganggu.

Menurut Diharjo (1999) pada bahan komposit matrix mempunyai kegunaan yaitu sebagai berikut :

Matrix memegang dan mempertahankan serat pada posisinya.

Pada saat pembebanan, merubah bentuk dan mendistribusikan tegangan ke unsur utamanya yaitu serat.

Memberikan sifat tertentu, misalnya ductility, toughness dan electrical insulation.

1. Polymer.

Polymer merupakan bahan matrix yang paling sering digunakan. Adapun jenis polymer yaitu:

Thermoset, adalah plastik atau resin yang tidak bisa berubah karena panas (tidak bisa di daur ulang).

Misalnya : epoxy, polyester, phenotic.

Termoplastik, adalah plastik atau resin yang dapat dilunakkan terus menerus dengan pemanasan atau

dikeraskan dengan pendinginan dan bisa berubah karena panas (bisa didaur ulang). Misalnya :

Polyamid, nylon, polysurface, polyether.

2. Keramik.

Pembuatan komposit dengan bahan keramik yaitu Keramik dituangkan pada serat yang telah diatur

orientasinya dan merupakan matrix yang tahan pada temperatur tinggi. Misalnya : SiC dan SiN yang sampai

tahan pada temperatur 1650 C.

3. Karet.

Karet adalah polymer bersistem cross linked yang mempunyai kondisi semi kristalin dibawah

temperatur kamar.

4. Matrix logam.

Matrix cair dialirkan ke sekeliling sistem fiber, yang telah diatur dengan perekatan difusi atau

pemanasan.

5. Matrix karbon.

Fiber yang direkatkan dengan karbon sehingga terjadi karbonisasi.

Pemilihan matrix harus didasarkan pada kemampuan elongisasi saat patah yang lebih

besar dibandingkan dengan filler. Selain itu juga perlunya diperhatikan berat jenis, viskositas,

kemampuan membasahi filler, tekanan dan suhu curring, penyusutan dan voids.

Voids (kekosongan) yang terjadi pada matrix sangatlah berbahaya, karena pada

bagian tersebut fiber tidak didukung oleh matrix, sedangkan fiber selalu akan mentransfer

tegangan ke matrix. Hal seperti ini menjadi penyebab munculnya crack, sehingga komposit

akan gagal lebih awal. Kekuatan komposit terkait dengan void adalah berbanding terbalik

yaitu semakin banyak void maka komposit semakin rapuh dan apabila sedikit void komposit

semakin kuat.

Dalam pembuatan sebuah komposit, matrix berfungsi sebagai pengikat bahan

penguat, dan juga sebagai pelindung partikel dari kerusakan oleh faktor lingkungan.

Beberapa bahan matrix dapat memberikan sifat-sifat yang diperlukan sebagai keliatan dan

ketangguhan. Pada penelitian ini matrix yang digunakan adalah polymer thermoset dengan

jenis resin polyester.

Matrix polyester paling banyak digunakan terutama untuk aplikasi konstruksi ringan,

selain itu harganya murah, resin ini mempunyai karakteristik yang khas yaitu dapat diwarnai,

transparan, dapat dibuat kaku dan fleksibel, tahan air, tahan cuaca dan bahan kimia. Polyester

dapat digunakan pada suhu kerja mencapai 79 0C atau lebih tergantung partikel resin dan

keperluannya (Schward, 1984). Keuntungan lain matrix polyester adalah mudah

dikombinasikan dengan serat dan dapat digunakan untuk semua bentuk penguatan plastik.

4. Asfek geometri

1. Pengujian Kekuatan Bending

Material komposit mempunyai sifat tekan lebih baik dibanding tarik, pada perlakuan

uji bending spesimen, bagian atas spesimen terjadi proses tekan dan bagian bawah terjadi

proses tarik sehingga kegagalan yang terjadi akibat uji bending yaitu mengalami patah bagian

bawah karena tidak mampu menahan tegangan tarik. Dimensi balok dapat kita lihat pada

gambar 2.7. berikut ini : (Standar ASTM D 790-02 ).

Gambar 2.7. Penampang Uji bending (Standart ASTM D 790-02)

Momen yang terjadi pada komposit dapat dihitung dengan persamaan :

Menentukan kekuatan bending menggunakan persamaan (Standart ASTM D790-02) :

Sedangkan untuk menentukan modulus elastisitas bending menggunakan rumus

sebagai berikut (Standart ASTM D790- 02) :

Dimana:

B = kekuatan bending (MPa)

P = beban yang diberikan(N)

L = jarak antara titik tumpuan (mm)

B = lebar spesimen (mm)

D = tebal spesimen (mm)

D = defleksi (mm)

Eb = modulus elastisitas (MPa)

........................................................................4.24

............................................................................4.25

...............................................................4.25

Sedangkan kekakuan dapat dicari dengan persamaan (Lukkassen, D., Meidel, A., 2003) :

Dimana:

D = Kekakuan (N/mm2)

E = Modulus elastisitas (N/mm2)

I = Momen inersia (mm2)

B = lebar (mm)

H = tinggi (mm)

2. Pengujian Kekuatan Tarik

Pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui tegangan, regangan, modulus elastisitas

bahan dengan cara menarik spesimen sampai putus. Pengujian tarik dilakukan dengan meshin

uji tarik atau dengan universal testing standar.(Standar ASTM D 638-02).

Hal-hal yang mempengaruhi kekuatan tarik komposit antara lain:(Surdia, 1995).

1. Temperatur

Apabila temperatur naik, maka kekuatan tariknya akan turun

2. Kelembaban

Pengaruh kelembaban ini akan mengakibatkan bertambahnya absorbsi air, kibatnya

akan menaikkan regangan patah, sedangkan tegangan patah dan modulus elastisitasnya

menurun.

3. Laju Tegangan

Apabila laju tegangan kecil, maka perpanjangan bertambah dan mengakibatkan

kurva tegangan-regangan menjadi landai, modulus elastisitasnya rendah. Sedangkan kalau

laju tegangan tinggi, maka beban patah dan modulus elastisitasnya meningkat tetapi

regangannya mengecil.

..............................................................................4.26 ....................................................................................4.26

Hubungan antara tegangan dan regangan pada beban tarik ditentukan dengan rumus sebagai berikut

(Surdia, 1995).

Dimana:

P = beban (N)

A = luas penampang (mm)

𝜎= tegangan (MPa).

Besarnya regangan adalah jumlah pertambahan panjang karena pembebanan

dibandingkan dengan panjang daerah ukur (gage length). Nilai regangan ini adalah regangan

proporsional yang didapat dari garis. Proporsional pada grafik tegangan-tegangan hasil uji

tarik komposit.(Surdia, 1995)

Dimana:

𝜀= Regangan (mm/mm)

ΔL = pertambahan panjang (mm)

lo = panjang daerah ukur (gage length), mm

Pada daerah proporsional yaitu daerah dimana tegangan-regangan yang terjadi masih

sebanding, defleksi yang terjadi masih bersifat elastis dan masih berlaku hukum Hooke.

Besarnya nilai modulus elastisitas komposit yang juga merupakan perbandingan antara

tegangan dan regangan pada daerah proporsional dapat dihitung dengan persamaan (Surdia,

1995)

....................................................4.29

..........................................................................4.30

Dimana:

E = Modulus elastisitas tarik (MPa)

𝜎 = Kekuatan tarik (MPa)

𝜀= Regangan (mm/mm)

2.3. Water Absorption

Water Absorption adalah jumlah air yang diserapakan oleh material komposit ketika direndam dalam

air selama jangka waktu yang ditetapkan waktu. Rasio berat air diserap oleh material, dengan berat bahan

kering, semua bahan polimer organik akan menyerapkan kelembaban sampai batas tertentu sehingga terjadi

pembengkakan, melarutkan, pencucian, plasticizing dan atau hidrolis peristiwa yang dapat menyebabkan

perubahan warna, embrittlement, hingganya sifat mekanik dan listrik, resistensi yang lebih rendah terhdap panas

dan pelapukan dan retak stres

2.4. Bilangan Random atau Bilangan Acak 2.4.1. Pengertian Bilangan Random atau Bilangan Acak

Berikut ini adalah beberapa pengertian dari Bilangan Random atau bilangan acak.

1. Semula dihasilkan secara manual atau mekanis, misal :

Melempar dadu

Mengocok kartu

2. Pendekatan modern menggunakan komputer.

3. Bilangan acak yaitu barisan angka Ui ( 0 ≤ Ui ≤ 1 ) yang dihasilkan dengan algoritma tertentu.

4. Algoritma tersebut disebut dengan pembangkit bilangan acak/random number generator.

2.4.2. Prosedur Bilangan Acak

1. Bilangan acak yang dibangkitkan oleh komputer

2. Merupakan bilangan acak semu, karena dibangkitkan dengan operasioperasi aritmatika

3. Metode untuk membangkitkan bilangan acak, misal :

Metode Kongruen Campuran

...........................................................................4.30

Metode Multiplikatif

Metode Kongruen Campuran

Rumus :

Zi = (aZi-1 + c) mod m

a : konstanta pengali ( a < m )

c : konstanta pergeseran ( c < m )

m : konstanta modulus ( > 0 )

Z0 : bilangan awal ( bilangan bulat ≥ 0 , Z0 < m

Ui :bilangan acak ke i dan Ui(0,1) = Zi / m

Contoh Metode Kongruen Campura

U17 mempunyai nilai yang sama dengan U1 Jika kita menginginkan bilangan acak dalam

jumlah yang banyak, maka nilaim hendaknya sebesar 2b dengan b adalah jumlah bit pada

komputer yang akan digunakan.

- Metode Metode Multiplikatif

Rumus : Zi = (aZi-1 ) mod m

a : konstanta pengali

m : konstanta modulus

Z0 : bilangan awal

Ui : bilangan acak ke i dan Ui(0,1) = Zi / m

Contoh Metode Multiplikatif

Variabel acak (random variable)

- Variabel yang nilainya ditentukan oleh hasil sebuah eksperimen.

- Variabel acak merepresentasikan hasil yang tidak pasti.

Variabel acak diskrit:

- Variabel acak yang nilainya dapat dicacah (dihitung).

Contoh:

- Jumlah pembeli yang memasuki sebuah toko.

- Jumlah televisi yang terjual pada periode tertentu.

Variabel acak kontinu:

- Variabel acak yang nilainya tidak dapat dicacah.

Contoh:

◦ Perpanjangan pegas jika ditarik.

◦ Berat segenggam strawberry.

Bernardus Budi Hartono Web : http://pakhartono.wordpress.com/ E-mail: pakhartono at

gmail dot com, budihartono at acm dot org, Teknik Informatika [Gasal 2009 – 2010]

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Eksperimen

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Adapun yang dimaksud eksperimen

yaitu dengan sengaja dan secara sistematis mengadakan perlakuan atau tindakan pengamatan

yang dilakukan peneliti untuk melihat efek yang terjadi pada tindakan tersebut (Suharsimi

Arikunto, 1993: 189). Adapun yang menjadi objek penelitian disini yaitu berupa serat kelapa

yang dipadukan dengan bahan matrik berupa polyster BQTN 157 sebagai bahan dasar

pembuatan papan fiber (fiber board) Penelitian ini akan dilakukan di bengkel fakultas teknik

mesin Universitas Muhammadiyah Pontianak (Unmuhpnk) dan Untuk beberapa pengujian

mekanik bahan akan dilakukan di Politeknik Negeri Pontianak (POLNEP).

3.2. Bahan Yang Digunakan

1. Pada proses pembentukan bahan uji

2. Bahan

Serat Kelapa

sabut kelapa (gonofu) direndam dalam air setelah itu dipisahkan serat-seratnya,sebagian serat di rendam di

air murni (H2O) setelah itu dikeringkan sampai benar-benar kering. Langkah berikutnya serat dipotong

sesuai ukuran spesimen lalu dicetak dicetakkan.

Polyster BQTN 157

Matrik yang digunakan Resin Polyester BQTN tipe 157dengan bahan tambahan katalis yang

berfungsi sebagai pengeras resin.

3.3. Alat yang Gunakan

Oven

oven digunakkan untuk menghilangkan vioid pada permukaan material komposit serat sabut kelapa dengan

pemanasan 110°C selama 2 jam.

Alat bantu lain

Alat Bantu lain yang digunakan, meliputi : sendok, cutter, gunting, kuas, pisau, spidol, penggaris lurus, dan

gelas ukur.

Timbangan

Alat yang dipakai melakukan pengukuran massa sabut kelapa dan BQTN tipe 157.

Alat casting

Alat / wadah untuk mencetak bahan yang akan dibuat.

Peralatan penekan (pemberat)

Alat untuk menekan bahan sabut kelapa dan BQTN tipe 157, sehingga dapat merekat dengan baik.

Wadah

Alat untuk menyimpan hasil pencampuran sabut kelapa dan BQTN tipe 157.

2. Pada proses pengujian

3.4. Pengujian yang Dilakukan

3.4.1. Uji Tarik

Tujuan dilakukanya uji tarik yaitu untuk mengetahui kekuatan tarik bahan. Mesin yang digunakan

dalam uji tarik yaitu Universal Testing Machine

1) Spesimen bahan uji.

Gambar 3.1. Spesimen bahan uji untuk uji tarik Standar JIZ

3.4.2. Uji bending

Tujuan dilakukanya uji bending yaitu untuk, Mengetahui defleksi yang tejadi pada bahan uji,

Mengetahui pengaruh momen inersia, Megetahui pengaruh pembebanan dan letak

tumpuan,Mengetahui modulus elastisitas bahan, Sebagai dasar pembuatan diagram pembebanan dan

defleksi. Mesin yang digunakan dalam uji tarik yaitu Universal Testing Machine

1) Spesimen bahan uji.

Gambar 3.2. Spesimen bahan uji untuk uji bending Standar JIZ

Proses penelitian juga ditulis dalam bentuk flow chart yaitu sebagai berikut:

3.5. Diagram Alur Penelitian

Bahan Kelapa

Serat dipotong

5 cm dan 10 cm di Acak

Oven 110 oC s/d 2 jam

Matrix Polyster

BQTN 157

Pengujian

Uji Mekanik

1. Uji Tarik,

2. Uji Impak,

3. Uji Bending

Analisa Data

Studi Literatur

Pembuatan Material Komposit

Uji Water Absorption

Lamina 1 Lamina 2 Lamina 3

Mulai

Seles

ai

Y/

N

Pembuatan serat Kelapa dengan

10%,15% Dan 20% dalam volume

Penimbangan Matrix

90%,85%, dan 80 % dalam volume

3.6. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini yaitu metode eksperimen dimana

dalam penelitian ini akan diambil data berupa variasi prosentase hasil pengepresan bahan uji campuran polyster

BQTN 157 dan serat sabut kelapa. Setelah didapatkan bahan uji maka dilakukan beberapa pengujian untuk

mengetahui kekuatan mekanik bahan.

Berikut merupakan tabel data hasil penelitian:

Tabel 3.1. Pengujian Tarik

Bahan uji Gaya (F)

(N)

1 ...........

2 ...........

3 ...........

Tebel 3.2. Pengujian Impak

Bahan uji Gaya (F)

(N)

1 ...........

2 ...........

3 ...........

Tebel 3.2. Pengujian Bending

Bahan uji Gaya (F)

(N)

1 ...........

2 ...........

3 ...........

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengujian Tarik

Tujuan dilakukannya pengujian tarik yaitu untuk mendapatkan nilai tegangan tarik dari

bahan uji. Spesimen bahan uji dalam penelitian ini yaitu berasal dari serat sabut kelapa dan

BTQN 157. Kedua bahan tersebut digunakan untuk melakukan eksperimen berupa

pembentukan papan dengan matrix berupa polyester dengan tipe (Bayesian Quantitative

Trait Nucleontide) BQTN 157. Untuk mengetahui berapa komposisi terbaik dari kedua

bahan maka dilakukan beberapa variasi prosentase yaitu sebagai berikut :

Untuk menghitung tegangan tarik bahan dari berbagai perlakuan maka digunakan

persamaan sebagai beikut.

𝜎𝑡 =𝐹𝑚𝑎𝑘𝑠

𝐴0

Di mana :

𝜎𝑡 : Tegangan tarik

Fmaks : Beban maksimum

Ao : Penampang mula-mula

4.1.1. Pengaruh Kekuatan Tarik Terhadap Jumlah Lamina Pada Perbandingan

20 : 80

Tabel 4.1.1 hasil tarik pada berbandingan 20 : 80 ditabelkan sebagai berikut.

Perlakuan Ukuran

Serat

Luasan (A)

(mm2)

Gaya Tarik

(F) (N)

Tegangan Tarik (𝜎𝑡) (N/mm

2)

Lamina 1 5 cm dan

10 cm

750 8080 10,77

Lamina 2 5 cm dan

10 cm

750 7600 10,13

Lamina 3 5 cm dan

10 cm

750 7920 10,56

Pada data tabel 4.1.1. Pengaruh Kekuatan Tarik Terhadap Jumlah Lamina Pada

Perbandingan 20 : 80 di atas dapat dibentuk grafik untuk ketiga sampel pengujian

yang menjelaskan pada lamina 1 tegangan tarik 10,77, lamina 2 tegangan tarik

10,13,dengan penurunan 0,64 lamina 3 tegangan tarik 10,56 dari masing-masing

perlakuan tersebut perbandingan pada lamina 2 dan lamina 3 dengan kenaikan – 0,43

Tegangan tarik pada perbandingan 20 : 80 sangat signifikan dan ditampilakan pada

Grafik terlihat seperti gambar di bawah ini.

Gambar 4.1. Grafik Tegangan tarik presentase 20 : 80

Berdasarkan Grafik 4.1 Grafik Tegangan tarik presentase 20 : 80, terlihat perbandingan

kekuatan tarik pada lamina 1 mengalami kenaikan kekuatan tarik sebesar 10,77 N/mm3,

sedangkan pada lamina 2 kekutan tarik 10,13 N/mm3

mengalami penurunan signifikan

5 cm dan 10 cm; Bqtn 157;

6,61

5 cm dan 10 cm; Lamina 1;

10,77

5 cm dan 10 cm; lamina 2;

10,13

5 cm dan 10 cm; lamina 3;

10,56

Te

ga

ng

an

ta

rik

N/

mm

²

dan pada lamina ke 3 mengalami kenaikan yang signifikan pada perbandingan lamina 2

dan lamina 3 kekuatan tarik mengalami kenaikan dengan nilai kekutan tarik 10,56

N/mm3

4.1.2. Pengaruh Kekuatan Tarik Terhadap Jumlah Lamina Pada Perbandingan

15 : 85

Tabel 4.1.2. hasil tarik pada berbandingan 15 : 85 ditabelkan sebagai berikut.

Perlakuan Ukuran

Serat

Luasan (A)

(mm2)

Gaya Tarik (F)

(N)

Tegangan Tarik (𝜎𝑡)

(N/mm2)

Lamina 1 5 cm dan

10 cm

750 7400 9,87

Lamina 2 5 cm dan

10 cm

750 7560 10,08

Lamina 3 5 cm dan

10 cm

750 7200 9,60

Berdasarkan tabel 4.1.2. Pengaruh Kekuatan Tarik Terhadap Jumlah Lamina Pada

Perbandingan 15 : 85 pada perbandingan kekuatan tarik lamina 1 mengalami kenaikan tarik

9,87 N/mm3, sedangkan pada lamina 2 mengalami kenaikan kekuatan tarik 10,08 N/mm

3 dan

pada lamina ke 3 mengalami penurunan yang signifikan dengan nilai kekutan tarik 9,60

N/mm3

.

Dari data di atas dapat dibentuk grafik untuk ketiga sampel pengujian yang menjelaskan

tegangan tarik dari masing-masing perlakuan tersebut perbandingan 15 : 85 lebih baik

perbandingan terhadap lamina dengan perbandingan 10 : 90 Grafik terlihat seperti gambar di

bawah ini.

Gambar 4.2. Grafik Tegangan tarik presentase 15 : 85

4.1.3.Pengaruh Kekuatan Tarik Terhadap Jumlah Lamina Pada Perbandingan

10 : 90

Tabel 4.1.3. hasil tarik pada berbandingan 10 : 90 ditabelkan sebagai berikut.

Perlakuan Ukuran

Serat

Luasan (A)

(mm2)

Gaya Tarik (F)

(N)

Tegangan Tarik (𝜎𝑡)

(N/mm2)

Lamina 1 5 cm dan

10 cm

750 6400 8,53

Lamina 2 5 cm dan

10 cm

750 6560 8,75

Lamina 3 5 cm dan

10 cm

750 6200 8,27

Berdasarkan Tabel 4.1.3. Pengaruh Kekuatan Tarik Terhadap Jumlah Lamina Pada

Perbandingan 10 : 90, Terlihat perbandingan kekuatan tarik pada lamina 1 8,53 N/mm3

mengalami kenaikan kekuatan tarik, sedangkan pada lamina 2 kekutan tarik 8,75 N/mm3

mengalami kenaikan signifikan dan pada lamina ke 3 mengalami penurunan yang signifikan

dengan nilai kekutan tarik 8,27 N/mm3

.

5 cm dan 10 cm; Bqtn 157;

6,61

5 cm dan 10 cm; Lamina 1;

9,87

5 cm dan 10 cm; lamina 2;

10,08

5 cm dan 10 cm; lamina 3;

9,6 T

eg

an

ga

n T

ari

k N

/m

Dari data di atas dapat dibentuk grafik untuk ketiga sampel pengujian yang menjelaskan

tegangan tarik dari masing-masing perlakuan tersebut pada perbandingan 10 : 90 kurang baik

perbandingan seratnya terhadap perbandingan 15 : 85. Pada Grafik terlihat seperti gambar di

bawah ini.

Gambar 4.3. Grafik Tegangan tarik presentase 10 : 90

4.2. Pengujian Bending

Tujuan dilakukannya pengujian bending yaitu untuk mendapatkan nilai tegangan

bengkok dari bahan uji. Spesimen bahan uji dalam penelitian ini yaitu berasal dari serat sabut

kelapa dan BTQN 157. Kedua bahan tersebut digunakan untuk melakukan eksperimen

berupa pembentukan papan dengan matrix berupa polyester dengan tipe (Bayesian

Quantitative Trait Nucleontide) BQTN 157. Untuk mengetahui berapa komposisi terbaik

dari kedua bahan maka dilakukan beberapa variasi prosentase yaitu sebagai berikut :

Untuk menghitung tegangan bending bahan dari berbagai perlakuan maka digunakan

persamaan sebagai beikut.

5 cm dan 10 cm; Bqtn 157;

6,61

5 cm dan 10 cm; Lamina 1;

8,53

5 cm dan 10 cm; lamina 2;

8,75

5 cm dan 10 cm; lamina 3;

8,52

Te

ga

ng

an

Ta

rik

N/

mm

²

𝜎𝐵 =𝐹𝑚𝑎𝑘𝑠

𝐴0

Di mana :

𝜎𝐵 : Tegangan bengkok

Fmaks : Beban maksimum

Ao : Penampang mula-mula

4.2.1. Pengaruh Kekuatan Bending Terhadap Jumlah Lamina Pada Perbandingan

20 : 80

Tabel 4.2.1.Hasil bending pada berbandingan 20:80 ditabelkan sebagai berikut.

Perlakuan Ukuran

Serat

Momen

Tahanan

(Wp)

(mm3)

Jarak

Tumpu (L)

(mm)

Gaya

Bengkok

(F) (N)

Tegangan

Bengkok

(𝜎𝐵) (N/mm

2)

Lamina 1 5 cm dan

10 cm

337500 140 2760,00 1,14

Lamina 2 5 cm dan

10 cm

337500 140 3200,00 1,33

Lamina 3 5 cm dan

10 cm

337500 140 2960.00 1,23

Berdasarkan Tabel 4.2.1. Pengaruh Kekuatan Bending Terhadap Jumlah Lamina Pada

Perbandingan 20 : 80, dengan nilai perbandingan lamina dan perlakuan didapatlah nilai

kekuatan bending. Terlihat perbandingan kekuatan bending pada lamina 1 mengalami

kenaikan kekuatan bending sebesar 1,14 N/mm3, sedangkan pada lamina 2 kekutan

bending mengalami kenaikan signifikan sebesar 1,33 N/mm3

Dari perbandingan lamin1 1,14 N/mm3, dan lamina 2 sebesar 1,33 N/mm

3 kenaikan

perbandingan ini sangat nya dengan perbadingan sebesar 0,19 kenaikan kekuatan

bendingnya pada perlakuan di lamina 2 pada lamina ke 3 mengalami penurunan yang

signifikan dengan nilai kekutan bending 1,23 N/mm3

. penurunan anatara lamina 2 dan

perlakuan lamina 3 sebesar 0,10 hal ini di pengaruhi ikatan kimia antara serat dan matrik

tidak sempuna.

Dari data tabel 4.2.1 di atas dapat dibentuk grafik untuk ketiga sampel pengujian

yang menjelaskan tegangan bending dari masing-masing perlakuan tersebut baik dengan

perlakuan lamina 1, perlakuan pada lamina 2 perlakuan pada lamina 3 dapat ditampilkan

pada Grafik terlihat seperti gambar di bawah ini.

Grafik 4.4. Grafik Tegangan Bending presentase 20 : 80

4.2.2. Pengaruh Kekuatan Bending Terhadap Jumlah Lamina Pada Perbandingan

15 : 85

Tabel 4.2.2.hasil bending pada berbandingan 15:85 ditabelkan sebagai berikut.

Perlakuan Ukuran

Serat

Momen

Tahanan

(Wp)

(mm3)

Jarak

Tumpu (L)

(mm)

Gaya

Bengkok

(F) (N)

Tegangan

Bengkok

(𝜎𝐵) (N/mm

2)

Lamina 1 5 cm dan

10 cm

337500 140 2460,00 1,02

Lamina 2 5 cm dan 337500 140 2340,00 0,97

5 cm dan 10 cm; Bqtn 157;

22,85

5 cm dan 10 cm; Lamina 1;

1,14

5 cm dan 10 cm; lamina 2;

1,33

5 cm dan 10 cm; lamina 3;

1,23

Te

ga

ng

an

Be

nd

ing

N/

mm

²

10 cm

Lamina 3 5 cm dan

10 cm

337500 140 2280,00 0,95

Berdasarkan Tabel 4.2.2. Pengaruh Kekuatan Bending Terhadap Jumlah Lamina Pada

Perbandingan 15 : 85, dapat kita perbandingan perlakuan pada perbandingan 20 : 80 lebih

baik dibandingan dengan perbandingandan perlakuan 15 : 85 hal ini Terlihat pada

perbandingan kekuatan bending pada lamina 1 1,02 N/mm3

mengalami kenaikan kekuatan

bending, sedangkan pada lamina 2 kekutan bending 0,97 N/mm3

mengalami penurunan

nilai kekutan bending signifikan dan pada lamina ke 3 mengalami penurunan yang

signifikan dengan nilai kekutan bending 0,95 N/mm3

. sedangkan pada perbandingan 20 :

80 jauh lebih baik dibandingkan 15 : 85 terlihat pada pada lamina 1 mengalami kenaikan

kekuatan bending sebesar 1,14 N/mm3, sedangkan pada lamina 2 kekutan bending

mengalami kenaikan signifikan sebesar 1,33 N/mm3

lamina ke 3 mengalami penurunan

yang signifikan dengan nilai kekutan bending 1,23 N/mm3

dari nilai perbandingan

dengan dua perlakuan dan perbandingan ini kita dapat melihat kekuatan bendinganya.

Grafik 4.5. Grafik Tegangan Bending presentase 15 : 85

5 cm dan 10 cm; Bqtn 157;

22,85

5 cm dan 10 cm; Lamina 1;

1,02

5 cm dan 10 cm; lamina 2;

0,97

5 cm dan 10 cm; lamina 3;

0,9

Te

ga

ng

an

Be

nd

ing

N/

mm

²

4.2.3. Pengaruh Kekuatan Bending Terhadap Jumlah Lamina Pada Perbandingan

10 : 90

Tabel 4.2.3. hasil bending pada berbandingan 10:90 ditabelkan sebagai berikut.

Perlakuan Ukuran

Serat

Momen

Tahanan

(Wp)

(mm3)

Jarak

Tumpu (L)

(mm)

Gaya

Bengkok

(F) (N)

Tegangan

Bengkok

(𝜎𝐵) (N/mm

2)

Lamina 1 5 cm dan

10 cm

337500 140 1920,00 0,80

Lamina 2 5 cm dan

10 cm

337500 140 1920,00 0,80

Lamina 3 5 cm dan

10 cm

337500 140 2080,00 0,86

Berdasarkan Tabel 4.2.3. Pengaruh Kekuatan Bending Terhadap Jumlah Lamina Pada

Perbandingan 10 : 90, Terlihat perbandingan kekuatan bending pada lamina 1 0,80 N/mm3

mengalami kenaikan kekuatan bending, sedangkan pada lamina 2 kekutan bending 0,80

N/mm3

tidak mengalami penurunan dan kekanaikan nilai kekutan bending signifikan dan

pada lamina ke 3 mengalami kenaikan yang signifikan dengan nilai kekutan bending 0,86

N/mm3

. dari perbandingan serat dan matrik bahwa perbandingan 20 : 80 jauh lebih baik

kekuatan bendingnya di bandingkan dengan perlakuan 10 : 90 kita dapat melihat

perbandingan kekuatan bendingnya bahwa semakin banyak serat akan mempengaruhi

hasil pengujian.

Dari data di atas dapat dibentuk grafik untuk ketiga sampel pengujian yang

menjelaskan tegangan bending rata-rata dari masing-masing perlakuan tersebut. Grafik

terlihat seperti gambar di bawah ini.

Grafik 4.6. Grafik Tegangan Bending presentase 10 : 90

4.3. Pengujian Tekan

Tujuan dilakukannya pengujian tekan yaitu untuk mendapatkan nilai tegangan tekan

dari bahan uji. Spesimen bahan uji dalam penelitian ini yaitu berasal dari serat sabut kelapa

dan BTQN 157. Kedua bahan tersebut digunakan untuk melakukan eksperimen berupa

pembentukan papan dengan matrix berupa polyster dengan tipe (Bayesian Quantitative Trait

Nucleontide) BQTN 157. Untuk mengetahui berapa komposisi terbaik dari kedua bahan

maka dilakukan beberapa variasi prosentase yaitu sebagai berikut :

Untuk menghitung tegangan tekan bahan dari berbagai perlakuan maka digunakan

persamaan sebagai beikut.

𝜎𝑃 =𝐹𝑚𝑎𝑘𝑠

𝐴0

Di mana :

𝜎𝑃 : Tegangan tekan

Fmaks : Beban maksimum

Ao : Penampang mula-mula

5 cm dan 10 cm; Bqtn 157;

22,85

5 cm dan 10 cm; Lamina 1;

0,80

5 cm dan 10 cm; lamina 2;

0,80

5 cm dan 10 cm; lamina 3;

0,86 Te

ga

ng

an

Be

nd

ing

N/

mm

²

4.3.1. Pengaruh Kekuatan Tekan Terhadap Jumlah Lamina Pada Perbandingan

20 : 80

Tabel 4.3.1. hasil uji tekan pada berbandingan 20 : 80 ditabelkan sebagai berikut.

Perlakuan Ukuran

Serat

Luasan (A)

(mm2)

Gaya Tekan

(F)(N)

Tegangan Tekan (𝜎𝑃)

(N/mm2)

Lamina 1

5 cm

dan 10

cm

750 9220 12,29

Lamina 2

5 cm

dan 10

cm

750 10400 13,87

Lamina 3

5 cm

dan 10

cm

750 11800 15,73

Berdasarkan Tabel 4.3.1. Data hasil pengujian tekan dengan perbandingan 20 : 80 Terlihat

perbandingan kekuatan tekan pada lamina 1 12,29 N/mm3

mengalami kenaikan kekuatan

tekan, sedangkan pada lamina 2 kekutan tekan 13,87 N/mm3

mengalami kenaikan dan

kenaikan niai kekutan tekan signifikan dan pada lamina ke 3 mengalami kenaikan yang

signifikan dengan nilai kekutan tekan 15,73 N/mm3

Dari data di atas dapat dibentuk grafik untuk ketiga sampel pengujian yang

menjelaskan tegangan tekan rata-rata dari masing-masing perlakuan tersebut. Grafik terlihat

seperti gambar di bawah ini.

Grafik 4.7. Grafik Tegangan tekan presentase 20 : 80

4.3.2. Pengaruh Kekuatan Tekan Terhadap Jumlah Lamina Pada Perbandingan

15 : 85

Tabel 4.3.2. hasil uji tekan pada berbandingan 15 :85 ditabelkan sebagai berikut.

Perlakuan Ukuran

Serat

Luasan (A)

(mm2)

Gaya Tekan

(F)(N) Tegangan Tekan (𝜎𝑃)

(N/mm2)

Lamina 1

5 cm

dan 10

cm

750 8800 11,73

Lamina 2

5 cm

dan 10

cm

750 7800 10,40

Lamina 3

5 cm

dan 10

cm 750 9800 13,07

Berdasarkan Tabel 4.3.2. Data hasil pengujian tekan dengan perbandingan 15 : 85 Terlihat

perbandingan kekuatan tekan pada lamina 1 11,73 N/mm3

mengalami kenaikan kekuatan

tekan, sedangkan pada lamina 2 kekutan tekan 10,40 N/mm3

mengalami penurunan dan

5 cm dan 10 cm; Bqtn 157;

6,61

5 cm dan 10 cm; Lamina 1;

12,29

5 cm dan 10 cm; lamina 2;

13,87

5 cm dan 10 cm; lamina 3;

15,73 T

eg

an

ga

n T

ek

an

N/

mm

²

kenaikan niai kekutan tekan seknifikan dan pada lamina ke 3 mengalami kenaikan yang

signifikan dengan nilai kekutan tekan 13,07 N/mm3

dari hasil pengujian perbandingan 20 :

80 kekuatan tekan memiliki nilai yang baik di bandingkan dengan perbandingan 15 : 85 jadi

hal ini kita dapat membaca bahawa semakin banyak serat mempengaruhi kekutan tekan

semampunya bahan lamina dengan perbandingan perlakuan terhadap beban tekan yang

dihasilkan dan dapat kita lihat terbaca pada tabel bahwa perbadingan 20 : 80 jauh lebih baik

uji tekannya.

Dari data di atas dapat dibentuk grafik untuk ketiga sampel pengujian yang

menjelaskan tegangan tekan rata-rata dari masing-masing perlakuan tersebut. Grafik terlihat

seperti gambar di bawah ini.

Grafik 4.8. Grafik Tegangan tekan presentase 15 : 85

5 cm dan 10 cm; Bqtn 157;

6,61

5 cm dan 10 cm; Lamina 1;

11,73 5 cm dan 10

cm; lamina 2; 10,4

5 cm dan 10 cm; lamina 3;

13,07

Te

ga

ng

an

Te

ka

n N

/m

4.3.3. Pengaruh Kekuatan Tekan Terhadap Jumlah Lamina Pada Perbandingan

10 : 90

Tabel 4.3.3. hasil uji tekan pada berbandingan 10:90 ditabelkan sebagai berikut.

Perlakuan Ukuran

Serat

Luasan (A)

(mm2)

Gaya Tekan

(F)(N)

Tegangan Tekan (𝜎𝑃)

(N/mm2)

Lamina 1

5 cm

dan 10

cm

750 7400 9,87

Lamina 2

5 cm

dan 10

cm

750 6000 8,00

Lamina 3

5 cm

dan 10

cm

750 8800 11,73

Berdasarkan Tabel 4.3.3. Data hasil pengujian tekan dengan perbandingan 10 : 90 Terlihat

perbandingan kekuatan tekan pada pada perlakuan perbandingan 20 : 80 dan perlakuan 15 :

85 dan perlakuan perbandingan 10 : 90 lamina 1 9,87 N/mm3

mengalami kenaikan kekuatan

tekan, sedangkan pada lamina 2 kekutan tekan 8,00 N/mm3

mengalami penurunan dan

kenaikan niai kekutan tekan seknifikan dan pada lamina ke 3 mengalami kenaikan yang

signifikan dengan nilai kekutan tekan 11,73 N/mm3

dari perlakuan tersebut dapat kita

ketahui nilai kekuatan tekan bahwa samakin banyak serat jauh lebih baik dibandingakan

dengan kurang serat hal ini dapat dibuktikan dan di baca pada pengujian dan perlakuan dari

masing- masing perbandingan dan perlakuan ternyata perbandingan dengan nilai serat tinggi

atau banyak jauh lebih baik dibandingkan dengan yang kurang serat ini di buktikan pada

pengujian tekan dari ketiga perlakuan dan perbandingan bahwa semakin banyak serat jauh

lebih baik nilai pengujiannya.

Dari data di atas dapat dibentuk grafik untuk ketiga sampel pengujian yang

menjelaskan tegangan tekan rata-rata dari masing-masing perlakuan tersebut. Grafik terlihat

seperti gambar di bawah ini.

Grafik 4.9. Grafik Tegangan tekan presentase 10 : 90

4.4. Pola Patahan Komposit

Gambar. 4.1. Foto Permukaan Pola Patahan Komposit Hasil Pengujian dengan

perbandingan Serat 10 dan 90 Metrik.

5 cm dan 10 cm; Bqtn 157;

6,61

5 cm dan 10 cm; Lamina 1;

9,87 5 cm dan 10 cm; lamina 2;

8,00

5 cm dan 10 cm; lamina 3;

11,73

Te

ga

ng

an

Te

ka

n N

/m

Gambar. 4.2. Foto Permukaan Pola Patahan Komposit Hasil Pengujian dengan

perbandingan Serat 15 dan 85 Metrik

Gambar. 4.3. Foto Permukaan Pola Patahan Komposit Hasil Pengujian dengan

perbandingan Serat 20 dan 80 Metrik

Mengacu pada standar ASTM D -3039 Tentang Jenis- jenis patahan maka,

patahan komposit berpenguat serat sabut kelapa dengan perlakuan 10 serat 90 Matrik

dalam % Volume, perlakuan 15 serat 85 Matrik dalam % Volume, dan perlakuan 20

serat 80 Matrik dalam % Volume, Berdasarkan pengamatan secara makrokospik

pada pada penampang patahan hampir seragam daan dikatagorikan komplek brake

berbeda dengan kondisi patahan yang terjadi, dimana pada unjung patahan terlihat ada

pemutusan serat bahkan kondisi serat tercabut dari metriknya. Mekanisme ini terjadi

akibat ikatan antar muka pada metrik dan serat kurang maksimal sehingga mengakibat

serat tercabut ketika komposit di beri beban tarik bending. Komposit mengalami putus

baik metrik maupun seratoada satu titk (gauge Lenght). Hal ini mengindukasikan

bahwa serat maupun metrik mampu bekerja sama menerima beban tarik dan bending

dengan kata lain mempuanyai kata ikat anatar serat dan metrik yang cukup baik.

Susunan dan penyebaran serat juga sangat berpengaruh terhadap sifat mekanis

komposit.

4.5. Water Absorption

Water Absorption adalah jumlah air yang diserapa oleh material komposit ketika

direndam dalam air selama jangka waktu yang ditetapkan waktu. Rasio berat air diserap

oleh material, dengan berat bahan kering, semua bahan polimer organik akan

menyerapkan kelembaban sampai batas tertentu sehingga terjadi pembengkakan,

melarutkan, pencucian peristiwa yang dapat menyebabkan perubahan warna, hingganya

sifat mekanik dan listrik, resistensi yang lebih rendah terhadap panas dan pelapukan.

4.5.1. Water absorprion adalah sifat yang dimiliki oleh komposit yakni kemampuan

komposit untuk menyerap air dari lingkungan, pengujian dilakukan mengacuh pada

prosedur ASTM D570-99 (ASTM 1999) yang besarnya dapat dihitung

menggunakan persamaan berikut :

dimana : Mt = Water absorption (%)

Wi = Berat komposit mula-mula (gram)

Wc = Berat akhir composit (gram)

Tabel 4.5.1. Hasil pengujian water absorption waktu 1 minggu .

No Tanggal

Pengujian Perbandingan

Berat komposit

awal komposit

(gram) (Wi)

Berat akhir

komposit

(gram) (Wc)

Water

absorption (%)

(Mt)

1 10-10-

2016 10 : 90 1 L 900 800 -11.11

2 10-10-

2016 10 : 90 2 L 600 600 0.00

3 10-10-

2016 10 : 90 3 L 800 700 -14,28

4 10-10-

2016 15 : 85 1 L 600 600 0,00

5 10-10-

2016 15 : 85 2 L 700 650 -7,14

6 10-10-

2016 15 : 85 3 L 800 700 -14,28

7 10-10-

2016 20 : 80 1 L 1000 950 -5,26

8 10-10-

2016 20 : 80 2 L 900 800 -11,11

9 10-10-

2016 20 : 80 3 L 1000 1000 0,00

%100xW

WWM

c

ic

t

Dari Tabel 4.5.1. Hasil perendaman komposit tersebut untuk penyerapan air selama 1 minggu

nilai keserapan air tertinggi dari rata-rata water absorption yaitu sebesar -7,02 %.

Tabel 4.5.2. Hasil pengujian water absorption waktu 2 minggu .

No Tanggal

Pengujian Perbandingan

Berat

komposit

awal

komposit

(gram)

(Wi)

Berat akhir

komposit

(gram) (Wc)

Water

absorption (%)

(Mt)

1 10-10-

2016 10 : 90 1 L 900 900 0,00

2 10-10-

2016 10 : 90 2 L 600 700 16,7

3 10-10-

2016 10 : 90 3 L 800 800 0,00

4 10-10-

2016 15 : 85 1 L 600 600 0,00

5 10-10-

2016 15 : 85 2 L 700 700 0,00

6 10-10-

2016 15 : 85 3 L 800 800 0,00

7 10-10-

2016 20 : 80 1 L 1000 1100 10,0

8 10-10-

2016 20 : 80 2 L 900 1000 11,12

9 10-10-

2016 20 : 80 3 L 1000 1100 10,0

Dari Tabel 4.5.2. Hasil perendaman komposit tersebut untuk penyerapan air selama 2 minggu

nilai keserapan air tertinggi dari rata-rata water absorption yaitu sebesar 5,31 % .

4.6. Pembahasan

Uji tarik, Pengaruh Kekuatan Tarik Terhadap Jumlah Lamina Pada Perbandingan 20 :

terdapat pada lamina 1 tegangan tarik 10,77 karena pencampuran matrik dan serat sangat baik

sehingga mencapai patahan yang maksimal. Penyebab patahannya dapat dilihat pada pola

patahan.

Uji bending, . Pengaruh Kekuatan Bending Terhadap Jumlah Lamina Pada Perbandingan 20

: 80, pada lamina 2 kekutan bending 1,33 N/mm3

mengalami patahan yang maksimal, karena

pencampuran matrik dan serat mengalami ikatan kimia yang sangat baik, Penyebab

patahannya dapat dilihat pada pola patahan.

Uji tekan, hasil pengujian tekan dengan perbandingan 20 : 80 Terlihat pada lamina ke 3

mempunyai nilai kekutan tekan 15,73 N/mm3 karena pencampuran matrik dan serat sangat

baik sehingga mencapai patahan yang maksimal. Penyebab patahannya dapat dilihat pada

pola patahan.

water absorption, Hasil perendaman komposit tersebut untuk penyerapan air selama 1 minggu

nilai keserapan air tertinggi dari rata-rata water absorption yaitu sebesar -7,02 %,

dikarenakan bahan uji mengalami perubahan beban sedangkan Hasil perendaman komposit

tersebut untuk penyerapan air selama 2 minggu nilai keserapan air tertinggi dari rata-rata

water absorption yaitu sebesar 5,31 %, dikarenakan , semua bahan polimer organik akan

menyerapkan kelembaban sampai batas tertentu selama dalam perendaman, sehingga

mengalami perubahan beban.

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisa dan pembahasan yang telah dilakukan, maka disimpulkan beberapa hal

diantaranya yaitu:

1. Dari hasil pengujian tersebut maka dapat diketahui bahwa kekuatan tarik tertinggi

terjadi pada perbandingan 20 : 80 pada lamina 1 dengan panjang serat 5 cm dan 10 cm

secara acak yaitu sebesar 10,77 N/mm². Untuk nilai tegangan tarik terendah terjadi

pada perbandingan 10 : 90 pada lamina 3 dengan panjang serat 5 cm dan 10 cm secara

acak yaitu 8,27 N/mm². Pada material komposit serat yang dipotong 5 cm dan 10 cm

secara acak, dari hasil pengujian menunjukan banyak nya serat sangat berpegaruh

pada hasil pengujian yang di lakukan yaitu uji tarik, uji bending dan uji tekan.

2. Perbandingan dengan bahan uji yang menggunakan matrix BQTN 157 tegangan tarik

yang didapatkan jauh lebih rendah dari pada bahan uji yang tergabung dari matrix dan

serat. Adapun nilai tegangan tarik dari matrix murni BQTN 157 yaitu 6,61 N/mm2.

Namun sebaliknya terjadi pada uji tekan, nilai modulus elastisitas bahan murni BQTN

157 memiliki modulus elastisitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan

modulus elastisitas yang diperoleh dari gabungan bahan serat dan metriks. dari

penelitian ini dapat disimpulkan bahwa nilai kekuatan tarik dari bahan gabungan serat

dan metriks lebih bisa diunggulkan dari pada modulus elastisitasnya.

3. Data hasil pengujian tekan dengan perbandingan 20 : 80 Terlihat perbandingan

kekuatan tekan pada lamina 1 12,29 N/mm3

mengalami kenaikan kekuatan tekan,

sedangkan pada lamina 2 kekutan tekan 13,87 N/mm3

mengalami kenaikan dan

kenaikan niai kekutan tekan signifikan dan pada lamina ke 3 mengalami kenaikan

yang signifikan dengan nilai kekutan tekan 15,73 N/mm3 jauh lebih baik dibandingan

dengan perban dingan dan perlakuan 15 : 85 dan 10 : 90.

4. water absorption, Hasil perendaman komposit tersebut untuk penyerapan air selama 1

minggu nilai keserapan air tertinggi dari rata-rata water absorption yaitu sebesar -

7,02 %, dikarenakan bahan uji mengalami perubahan beban sedangkan Hasil

perendaman komposit tersebut untuk penyerapan air selama 2 minggu nilai keserapan

air tertinggi dari rata-rata water absorption yaitu sebesar 5,31 %, dikarenakan ,

semua bahan polimer organik akan menyerapkan kelembaban sampai batas tertentu

selama dalam perendaman, sehingga mengalami perubahan beban.

5.2. SARAN

1. Penelitian Ini Jauh Dari Kesempurnaan, maka dari itu untuk penelitian ini saya

harapkan bisa di teruskan dan di kembangkan sehingga penelitian ini bisa bermanfaat

dan berguna baik dari si penulis maupun dari kalangan industri.

2. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang akurat dengan intelejensi yang tinggi dan

ketelitian maka prosedur penelitian di lakukan dengan seksama dan seteliti mungkin

3. Sebaiknya penelitianya ini harus di kembangkan baik dari campuran lamina dan

matrik sehingga menghasilkan produk – produk yang lebih baik.

4. Sebaiknya campuran ini bisa lebih banyak bervariasi karena indonesia negara yang

kaya akan serat alam maka bisa melakukan dengan serat-serat selain serat kelapa.

5. Penelitian bisa diteruskan adan menggunakan pengujian dan perendaman air laut

secara langsung dan dalam kurun yang cukup lama sehingga mendapatkan hasil water

absorption Yang Akuarat.

DAFTAR PUSTAKA

Andriati. 2007 .Pemanfaatan Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit Untuk Papan Serat Semen.UNS.

Semarang

Arikunto S, 1993.Metode Penelitian.Erlangga. Jakarta

Isroi dkk . 2008.Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2005.Jakarta

Hartanto L. 2009.Study Perlakuan Alkali Dan Fraksi Volume Serat Terhadap Kekuatan Bending, Tarik, Dan

Impak Komposit Berpenguat Serat Rami Bermatrik Polyester BQTN 157. Universitas Muhammadiyah

Surakarta. Surakarta.

Http//:www.Komposit.imrag.media ilmu.co.id-manufaktur.(diunduh pada tgl 24 Maret 2012, pada pukul 23:22)

Politeknik Negeri Pontianak.2008. Job Sheet Pengujian Destruktif. Pontianak

Schey J.2009:Proses Manufaktur.Andi.Yogyakarta.

Umar K.2009.Pengaruh Perlakuan Permukaan Serat Dan Peredaman Air Laut Terhadap Sifat Fisik Dan Mekanis

Sifat Kompisit Serat Alami Batang Melinjo (Gnetum Gnemon) Dengan Resin Efoksi. Universitas

Gadjah Mada. Djogdjakarta.

Yusron, Muhammad .2007.Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Pada Pembuatan Papan Komposit.

PNUP. Makassar.

http://www.karyatulisilmiah.com/industri-serat-sabut-kelapa.html

“Pengantar Sistem Simulasi”, Thomas J. Kakiay, Penerbit Andi,

Yogyakarta, 2004.

http://farm1.static.flickr.com/175/471825532_cf49ab4395.jpg

“Simulasi Teori dan Aplikasinya”, Bonett Satya Lelono Djati, Penerbit Andi,

Yogyakarta, 2007.

Lampiran 1.

Gambar 1- Serat Sabut Kelapa Yang sudah di Sabut

Gambar 2- Cetakan

Gambar 3. Resin

LAMPIRAN II

ALAT-ALAT PENELITIAN

Timbangan Digital

Casting

Cetakan

Gelas ukur

LAMPIRAN III

PROSES PENCETAKAN PAPAN

SPESIMEN

LAMPIRAN 4

PROSES PENGUJIAN BAHAN

Gambar 1. Pengujian Tarik Bahan Serat Sabut Kelapa dan BTQN 157

Gambar 2. Pengujian UJI Bending Bahan Serat Sabut Kelapa dan BTQN 157

Gambar 3. Pengujian UJI Tekan Bahan Serat Sabut Kelapa dan BTQN 157

LAMPIRAN V

BAHAN UJI

LAMPIRAN VI

BAHAN UJI SETELAH PROSES UJI