skripsi ana sma 6 padang.doc

50
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam ( IPA ) yang tidak mudah untuk didefinisikan karena luasnya bidang yang dikaji (Effendy, 2002:2). Kimia juga merupakan salah satu bidang studi yang di pelajari di sekolah menengah tingkat atas. Pengajaran ilmu kimia pada siswa sekolah menengah, memberikan suatu tantangan yang besar bagi para pengajarnya. Hal ini di sebabkan oleh sejumlah besar materi ilmu kimia, yang sebagian besar merupakan materi yang abstrak, harus di ajarkan dalam waktu yang relatif terbatas (William, Turner, Dubreuil, Fast dan Berestiansky dalam Wiseman dalam Effendy, 2002 : 2 ) Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UUSPN No.20 tahun 2003 dalam Sagala, 1

Upload: bacrit-cirutu

Post on 26-Oct-2015

106 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Skripsi

TRANSCRIPT

Page 1: skripsi ana sma 6 padang.doc

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam ( IPA ) yang

tidak mudah untuk didefinisikan karena luasnya bidang yang dikaji (Effendy,

2002:2). Kimia juga merupakan salah satu bidang studi yang di pelajari di sekolah

menengah tingkat atas.

Pengajaran ilmu kimia pada siswa sekolah menengah, memberikan suatu

tantangan yang besar bagi para pengajarnya. Hal ini di sebabkan oleh sejumlah besar

materi ilmu kimia, yang sebagian besar merupakan materi yang abstrak, harus di

ajarkan dalam waktu yang relatif terbatas (William, Turner, Dubreuil, Fast dan

Berestiansky dalam Wiseman dalam Effendy, 2002 : 2 )

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UUSPN No.20 tahun 2003 dalam

Sagala, 2003:62). Dalam pembelajaran terjadi proses komunikasi dua arah,

membelajarkan dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar

dilakukan oleh peserta didik atau siswa. Pembelajaran sebagai proses belajar yang

dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat

meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan penguasaan

terhadap materi pelajaran.

Pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu: pertama dalam proses

pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya

1

1

Page 2: skripsi ana sma 6 padang.doc

menuntut siswa sekedar mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas

siswa dalam proses berpikir. Kedua, dalam pembelajaran membangun suasana

dialogis dan proses tanya jawab terus-menerus yang diarahkan untuk memperbaiki

dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan

berpikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka

konstruksi sendiri (Sagala, 2003:63).

Konstruktivis beranggapan bahwa pengetahuan itu merupakan konstruksi

(bentukan) dari orang yang mengetahui sesuatu. Siswa mengkonstruksi pengetahuan

mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman dan

lingkungan mereka. Suatu pengetahuan akan diterima bila pengetahuan itu dianggap

relevan dan konsisten untuk menghadapi dan memecahkan persoalan atau fenomena

yang sesuai. Bagi konstruktivis, pengetahuan tidak ditransfer begitu saja dari seorang

guru kepada siswa, tetapi harus diinterpretasikan dan dikonstruksi sendiri oleh

masing-masing siswa lewat pengalamannya. Hal ini merupakan proses penyesuaian

konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang telah ada dalam pikiran-

pikiran mereka (Suparno, 1997:28). Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi,

melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus.

Menurut Dahar (1989:78) hasil utama pendidikan yang harus kita

capai yaitu belajar konsep. Belajar konsep ini menurut kaum konstruktivisme

merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi arti entah teks, dialog, pengalaman

fisis dan lain–lain. Dalam mengkonstruksi konsep, siswa mengasimilasi dan

mengakomodasi dalam menghubungkan pengalaman atau materi yang dipelajari

2

Page 3: skripsi ana sma 6 padang.doc

dengan pengertian yang sudah terdapat dalam struktur kognitif siswa. Dalam proses

ini siswa sudah membawa makna tertentu dari pengalaman yang telah mereka temui,

sehingga tercipta suatu anomali saat mereka harus melakukan asimilasi ataupun

akomodasi konsep (Suparno:1997, 59). Penanaman konsep yang benar dalam proses

pembelajaran akan menghasilkan mutu pendidikan yang berkualitas.

Salah pengertian dalam memahami sesuatu ,menurut teori konstruktivisme

dan teori perubahn konsep bukanlah akhir dari segala galanya karena setiap saat

siswa dapat mengubah pengertian tersebut sehingga miskonsepsi tidak terus

berlanjut.Kesalahan-kesalahan dalam pemahaman konsep (miskonsepsi) akan

memberikan penyesatan lebih jauh jika tidak dilakukan pembenahan. Anehnya

miskonsepsi itu sering sekali tidak disadari oleh pengajar kimia.

Miskonsepsi siswa dalam pembelajaran kimia perlu diidentifikasi dan

diperbaiki. Terjadinya miskonsepsi pada suatu konsep, dapat menyebabkan

miskonsepsi pada pokok bahasan lain, sebab konsep-konsep dalam ilmu kimia

memiliki keterkaitan

Untuk melihat miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat dilakukan dengan

memberikan tes diagnostik. Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk

mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-

kelemahan tersebut dapat dilberikan perlakuan yang tepat (Arikunto, 1999:34).

Beberapa penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Pendidikan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Padang

beberapa tahun terakhir telah mengidentifikasi miskonsepsi siswa pada berbagai

3

Page 4: skripsi ana sma 6 padang.doc

konsep dalam ilmu kimia. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan

mahasiswa pendidikan kimia seperti yang dilakukan oleh Afrida (2009),

menyimpulkan bahwa: terdapat miskonsepsi siswa kelas X1 yang terdaftar semester

Januari – Juni tahun ajaran 2008/2009 di SMA Negeri 11 Padang terhadap konsep-

konsep dalam pokok bahasan ikatan kimia, diantaranya konsep konfigurasi elektron

sebesar 57,14% dan konsep struktur lewis sebesar 82,86%.Selaian itu penelitian yang

telah dilakukan Seprianto (2010), menyimpulkan bahwa : terdapat miskonsepsi di

kelas XI IA 1 SMA Negeri 13 Padang pada masing-masing konsep dalam pokok

bahasan larutan penyangga yaitu: konsep asam Bronsted-Lowry 64,86%, konsep basa

Bronsted-Lowry 78,38%, dan konsep larutan penyangga asam 66,22%. Disini terlihat

bahwa masih banyak nya terdapat miskonsepsi pada pembelajaran kimia.

Berdasarkan wawancara dengan guru bidang studi kimia di SMAN 6

Padang dinyatakan bahwa hasil belajar kimia siswa kelas X belum memuaskan. Hal

itu terlihat dari nilai rata-rata mata pelajaran kimia pada pokok bahasan ikatan kimia

belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hasil belajar yang rendah

dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor seperti motivasi, metode mengajar

guru, kesiapan belajar,serta media yang digunakan. Pada penelitian kali ini penulis

ingin melihat seberapa besar miskonsepsi mempengaruhi hasil belajar siswa.

Berdasarkan latar belakang diatas maka akan dilakukan penelitian yang

berjudul “Analisis Miskonsepsi Siswa Pada Pokok Bahasan Ikatan Kimia di

Kelas X SMA Negeri 6 Padang”.

4

Page 5: skripsi ana sma 6 padang.doc

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan, maka permasalahan

dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Dalam proses pembelajaran, pengetahuan dikonstruksi atau diinterpretasikan

sendiri oleh siswa untuk pengembangan konsepnya, sehingga sering terjadi

salah pengertian dalam memahami suatu konsep yang mereka pelajari.

2. Terjadinya miskonsepsi siswa terhadap konsep-konsep prasyarat dan konsep-

konsep yang harus dikuasai siswa pada pokok bahasan ikatan kimia

menyebabkan tujuan pembelajaran ikatan kimia tidak tercapai yang terlihat

dari rendahnya hasil belajar siswa.

3. Miskonsepsi yang di alami oleh siswa pada suatu konsep, dapat menyebabkan

miskonsepsi pada konsep lain, sebab pokok konsep-konsep dalam ilmu kimia

memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: pada konsep-konsep apakah

siswa mengalami miskonsepsi dan berapakah persentase miskonsepsi tersebut?

D. Batasan Masalah

1. Konsep-konsep yang diteliti dibatasi pada materi ikatan kimia.

2. Data mengenai miskonsepsi siswa diperoleh dari hasil tes diagnostik

bertingkat dua.

5

Page 6: skripsi ana sma 6 padang.doc

E.Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan pada konsep-konsep mana saja siswa mengalami

miskonsepsi dalam pokok bahasan ikatan kimia.

2. Mengungkap berapa persen siswa mengalami miskonsepsi pada tiap-tiap

konsep dalam pokok bahasan ikatan kimia.

F.Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi guru tentang gambaran miskonsepsi yang terjadi

dalam diri siswa pada pokok bahasan ikatan kimia yang mungkin tidak

disadari selama ini.

2. Bahan pertimbangan bagi guru untuk merencanakan pelaksanaan

pembelajaran yang sesuai agar miskonsepsi pada pokok bahasan ikatan kimia

bisa diminimalkan.

6

Page 7: skripsi ana sma 6 padang.doc

BAB II

KAJIAN TEORI

A.KONSEP

1. Pengertian Konsep

Dalam belajar kimia, pemahaman konsep merupakan syarat mutlak untuk

mencapai keberhasilan belajar kimia. Dahar ( 1989 : 79 ) mengemukakan bahwa

“Konsep-konsep merupakan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk

merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Untuk memecahkan

masalah, seorang siswa harus menegtahui aturan-aturan yang relevan, dan aturan-

aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya”.

Amien (1987 :19 ) mendefinisikan “ Konsep adalah suatu ide atau gagasan

yang relative sempurna dan bermakna”. Nasution ( 1989 : 164 ) menyatakan bahwa “

konsep dapat digunakan untuk mengkomunikasikan pengetahuan”. Hal ini seiring

dengan pendapat Dahar (1989 : 179 ) yang menjelaskan bahwa “ konsep merupakan

dasar berfikir , konsep sangat penting bagi manusia karena konsep digunakan dalam

komunikasi berfikir dan belajar”.

Berg dalam Effendy ( 2002 : 3 ) mengemukakan bahwa konsep adalah

abstraksi dari cirri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antar manusia dan

memungkinkan manusia berfikir. Lebih jauh Effendy ( 2002 : 3 ) menuliskan bahwa

konsep adalah abstraksi / gagasan yang menggambarkan ciri-ciri umum suatu objek

atau peristiwa yang memungkinkan manusia untuk berfikir.

7

Page 8: skripsi ana sma 6 padang.doc

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan suatu

abstraksi ide pikiran atau gambaran mental dari suatu objek atau peristiwa yang

memiliki ciri-ciri yang sama secara umum, yang diwakili oleh satu frasa kata atau

simbol. Suatu konsep dapat membantu manusia untuk berpikir dan menyusun suatu

pengetahuan berdasarkan kesamaan ciri-ciri yang dimiliki secara umum, sehingga

dapat memudahkan manusia untuk berkomunikasi antar sesamanya. Suatu konsep

dikatakan telah dipahami secara benar adalah bila konsep tersebut sesuai dengan

pemahaman masyarakat ilmiah. Gagne (dalam Effendi 2002) membagi konsep dalam

dua kategori yaitu konsep konkrit dan konsep terdefinisi. Konsep konkrit adalah

abstraksi atau gagasan yang ditemukan dari obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa

konkrit. Konsep konkrit contohnya: konsep tentang peleburan, misalnya es bila

dipanaskan akan melebur. Konsep terdefinisi merupakan gagasan yang diturunkan

dari objek-objek atau peristiwa yang bersifat abstrak. Contoh konsep terdefinisi

contohnya konsep atom, ion dan molekul. Konsep terdefinisi yang diturunkan dari

obyek-obyek abstrak disebut juga dengan konsep mikroskopik.

Vygotsky (dalam Effendi 2002) membedakan konsep menjadi dua kategori,

konsep spontan dan konsep ilmiah. Konsep spontan yaitu konsep yang diperoleh

siswa dari kehidupan sehari-hari (diluar sekolah). Konsep ilmiah yaitu konsep yang

diperoleh siswa dari pelajaran disekolah. Dua konsep ini akan selalu berhubungan

dan saling mempengaruhi secara terus menerus.

8

Page 9: skripsi ana sma 6 padang.doc

2.Perolehan Konsep

Seseorang dapat membentuk konsep berdasarkan pemikiran dan pengalaman.

Konsepsi merupakan pandangan seseorang terhadap konsep. Menurut Piaget

pemerolehan konsep berkaitan dengan proses pembentukan skema. Skema

merupakan struktur mental atau struktur kognitif yang dengan seseorang secara

intelektual beradaptasi dengan mengkoordinasi lingkungan nya( Suparno,1996 : 30 ).

Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan skema di sebut dengan adaptasi.

Adaptasi ini meliputi dua hal yaitu assimilasi dan akomodasi.

Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan

persepsi, konsep, ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang telah ada

di dalam pikirannya (Suparno, 1997:31). Asimilasi terjadi bila ciri-ciri perangsang

atau pengalaman baru masih bersesuaian dengan skema yang telah dipunyai

seseorang (Effendy, 2002:5). Dapat terjadi dalam menghadapi rangsangan atau

pengalaman baru, seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru itu

dengan skema yang telah ia punyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali

tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan seperti ini orang itu akan

mengadakan akomodasi, yaitu (1) membentuk skema baru yang dapat cocok dengan

rangsangan yang baru atau (2) memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan

rangsangan itu (Suparno, 1997:32).

Dalam perkembangan intelektual seseorang ,diperlukan keseimbannngan

antara assimilasi dan akomodasi proses itu disebut ekuilibrasi,yakni pengaturan diri

9

Page 10: skripsi ana sma 6 padang.doc

secara mekanis untuk mengatur keseimbangan proses assimilasi dan akomodasi

(Suparno,1997)

Suparno (1997:51) menjelaskan bahwa supaya terjadi perubahan radikal atau

akomodasi, dibutuhkan beberapa keadaan dan syarat sebagai berikut: 1)Harus ada

ketidakpuasan terhadap konsep yang telah ada.2)Konsep yang baru harus dapat

dimengerti, rasional, dan dapat memecahkan persoalan atau fenomena baru.3)Konsep

yang baru harus masuk akal, dapat memecahkan dan menjawab persoalan yang

terdahulu, dan juga konsisten dengan teori-teori atau pengetahuan yang sudah ada

sebelumnya.4) Konsep baru harus lebih baik daripada pandangan lama (yang salah).

B. Miskonsepsi

1. Pengertian Miskonsepsi

Tafsiran konsep seseorang atau konsepsi kadang sesuai dengan tafsiran yang

dimaksud oleh para ilmuwan atau pakar dalam bidang itu kadang pula tidak sesuai.

Konsepsi yang tidak sesuai dengan yang diterima para pakar dalam bidang itu disebut

salah konsep atau miskonsepsi.

Miskonsepsi dapat diartikan sebagai perbedaan pemahaman antara individu

dengan masyarakat ilmiah (Helm dalam Effendi, 2002). Perbedaan tersebut terjadi

karena berbagai faktor diantaranya adalah: proses pembelajaran, termasuk dalam hal

ini metoda dan media belajar. Selain itu lingkungan pergaulan juga dapat menjadi

faktor penyebab miskonsepsi pada siswa.

Suparno (1998 : 95) memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat

akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah,

10

Page 11: skripsi ana sma 6 padang.doc

kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang

tidak benar.

Menurut pendapat Osborn yang di kutip effendi (2002) beberapa fakta yang

ditemukan tentang kesalahan konsep (miskonsepsi) antara lain : a)miskonsepsi sulit

diperbaiki b) seringkali “sisa” miskonsepsi terus menerus mengganggu ,soal soal

sederhana dapat dikerjakan, tetapi pada soal yang lebih sulit miskonsepsi muncul

kembali tanpa disadari. c) seringkali terjadi regresi ,yaitu siswa yang sudah pernah

mengalami miskonsepsi setelah beberapa bulan akan kambuh lagi. d) dengan ceramah

yang bagus, miskonsepsi belum dapat dengan sepenuhnya dihilasngkan. e) guru

umumnya tidak mengetahui miskonsepsi yang terjadi pada siswa, sehingga proses

belajar mengajar tidak disesuaikan dengan prakonsepsi yang dimiliki siswa. f) siswa

yang pandai maupun yang kurang pandai keduanya dapat mengalami miskonsepsi.

2. Penyebab terjadinya miskonsepsi

Miskonsepsi akan terbentuk bila konsepsi seseorang mengenai suatu materi

tidak sesuai dengan konsepsi yang diterima oleh ilmuwan atau pakar dibidangnya.

Suatu miskonsepsi siswa bisa berasal dari beberapa sebab. Miskonsepsi siswa bisa

berasal dari siswa sendiri, yaitu siswa salah menginterpretasi gejala atau peristiwa

yang dihadapi dalam hidupnya. Selain itu, miskonsepsi yang dialami siswa bisa juga

diperoleh dari pembelajaran dari gurunya. Pembelajaran yang dilakukan gurunya

mungkin kurang terarah sehingga siswa melakukan interpretasi yang salah terhadap

suatu konsep, atau mungkin juga gurunya mengalami miskonsepsi terhadap suatu

konsep sehingga apa yang disampaikannya juga merupakan suatu miskonsepsi.

11

Page 12: skripsi ana sma 6 padang.doc

Menurut Berg dalam Effendy (2002) terjadinya miskonsepsi dapat disebabkan

oleh gagasan gagasan yang muncul dari pikiran siswa yang bersifat pribadi. Gagasan

ini umumnya kurang bersifat ilmiah, akan tetapi bila pengajar tidak berupaya

untukmelihat gagasan yang dimiliki oleh siswa sebelum mengenalkan konsep yang

berhubungan akan memungkinkan terjadinya salah konsep.

Menurut Kirkwood dan Symington (dalam Effendy, 2002:12), penyebab

terjadinya miskonsepsi dalam belajar kimia dapat ditinjau dari sisi siswa, pengajar

dan materi pelajaran. Dari sisi siswa penyebab terjadinya miskonsepsi antara lain:

pengetahuan yang telah diperoleh siswa dari hasil belajar sebelumnya, pengalaman,

kemampuan berpikir, motivasi belajar dan kesiapan belajar. Dari sisi pengajar,

miskonsepsi mungkin disebabkan metode dan pendekatan belajar yang digunakan.

Dari sisi materi penyebab terjadinya miskonsepsi antara lain: konsep-konsep yang

kompleks dan abstrak dan materi kajian yang terlalu padat dalam waktu yang relatif

terbatas.

3. Cara mengatasi miskonsepsi

Effendy (2002:17) mengemukakan langkah-langkah pokok dalam strategi

mengatasi miskonsepsi pada siswa antara lain:

1) Identifikasi miskonsepsi yang dimiliki siswa

Langkah ini dapat diakukan dengan pemberian tes diagnostik. Tes diagnostik

didefinisikan sebagai tes yang dilaksanakan untuk menentukan secara tepat,

jenis kesukaran yang dihadapi oleh para peserta didik dalam suatu mata

pelajaran tertentu (Sudijono, 1998:70). Tes diagnostik ini sebaiknya diberikan

12

Page 13: skripsi ana sma 6 padang.doc

segera setelah proses pembelajaran selesai. Setelah tes diagnostik diberikan,

jawaban siswa dianalisis untuk mengetahui kesalahan konsep (miskonsepsi)

yang dimiliki siswa.

2) Penciptaan kondisi konflik

Hal ini bertujuan untuk menimbulkan rasa ketidakpuasan pada diri siswa

terhadap konsep awal mereka atau dengan kata lain terjadi ketidakseimbangan

(disekuilibrium) dalam pikiran siswa (Carey dalam Suparno, 1997:52). Upaya

yang dapat dilakukan guru antara lain: pemberian suatu peristiwa yang

bertentangan dengan pikiran siswa (suatu anomali), dan pemberian

pengalaman langsung (seperti fakta eksperimen) yang menimbulkan

kontradiksi dengan pemahaman siswa (Chin dalam Suparno,1997:51). Pada

langkah ini siswa akan mulai mempersoalkan mengapa pemikiran awal

mereka tidak benar.

3) Pemberian bantuan untuk terjadinya ekuilibrasi

Dalam hal ini, guru dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan pemberian

informasi yang dapat mengarahkan siswa dalam mengatasi dan atau

menyelesaikan konflik yang ada.

4) Rekonstruksi pemahaman siswa

Pada langkah ini, siswa mengubah pemahamannya yang salah terhadap suatu

konsep menjadi pemahaman yang benar akibat adanya konflik kognitif yang

menantang siswa untuk lebih berpikir.

13

Page 14: skripsi ana sma 6 padang.doc

C. Tes diagnostic

Tes diagnostik adalah suatu model tes yang digunakan untuk mengetahui

kesulitan belajar siswa dalam mempelajari suatu materi pada bidang studi tertentu.

Materi yang ditanyakan pada tes diagnostik ditekankan pada konsep-konsep tertentu

yang dianggap sulit dipahami oleh siswa. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh

Arikunto (1999;34) bahwa tes diagnotik digunakan untuk mengetahui kelemahan-

kelemahan siswa, sehingga berdasarkan kelemahan tersebut dapat dilakukan

pemberian perlakuan yang tepat.

Menurut Arikunto (1999: 44), fungsi tes diagnostik antara lain:a. Menentukan apakah bahan prasyarat telah dikuasai atau belum.b. Menentukan tingkat penguasaan siswa terhadap bahan yang

dipelajari.c. Mengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan dalam menerima

pelajaran yang akan dipelajari.d. Menentukan kesulitan-kesulitan belajar yang dialami siswa untuk

menentukan cara yang khusus untuk mengatasi dan memberikan bimbingan.

Bentuk tes diagnostik yang sering digunakan adalah tes pilihan ganda.

Tes ini pada pokoknya menghadapkan kepada siswa sejumlah alternatif

jawaban, umumnya antara tiga sampai lima alternatif untuk setiap soal dan

tugas siswa adalah memilih salah satu diantara alternatif tersebut berdasarkan

suatu dasar pertimbangan tertentu (kadang-kadang sebagai variasi, tidak

ditentukan harus memilih satu, tetapi dimana perlu, harus lebih dari satu yang

dipilih) (Slameto, 2001:59).

Tes pilihan ganda mempunyai beberapa kebaikan, diantaranya: lebih

fleksibel dan efektif, mencakup hampir seluruh bahan pelajaran, koreksi dan

14

Page 15: skripsi ana sma 6 padang.doc

penilaiannya mudah dan objektif, serta dapat dipakai berulang-ulang. Akan

tetapi, tes pilihan ganda juga mempunyai beberapa kelemahan. Selain sulit

serta membutuhkan waktu yang lama dalam menyusun soalnya, jawaban siswa

belum tentu menunjukkan hasil/kemampuan yang sebenarnya. Sebab, siswa

kemungkinan hanya kira-kira saja (Slameto, 2001:41).

Treagust (dalam Irwan, 2009:13) merancang model tes pilihan ganda untuk

mengidentifikasi miskonsepsi siswa secara lebih sensitif dan efektif, dimana Treagust

menyebutnya sebagai two-tier diagnostic test atau tes diagnostik bertingkat dua.

Dalam model tes tersebut, setiap item tes terdiri dari dua tingkat soal. Tingkat

pertama berupa suatu pertanyaan dengan dua sampai lima pilihan jawaban. Namun,

pada tingkat kedua terdiri dari beberapa pilihan jawaban yang merupakan alasan

pemilihan jawaban pada tingkat pertama. Diantara beberapa pilihan jawaban pada

tingkat kedua ini, terdapat jawaban yang benar dan selainnya merupakan jawaban

yang mengidentifikasikan miskonsepsi yang dialami siswa. Pada tes diagnostik

bertingkat dua ini, identifikasi miskonsepsi siswa pada batasan-batasan dan konteks

yang jelas lebih mudah dilakukan. Pengelompokkan tingkat pemahaman siswa

berdasarkan kriteria penilaian tes diagnostik bertingkat dua ditampilkan pada tabel 1.

15

Page 16: skripsi ana sma 6 padang.doc

Tabel 1. Kriteria Pengelompokan Tingkat Pemahaman Siswa berdasarkan Tes

Diagnostik Bertingkat Dua.

No. Tingkat pemahamanKriteria Penilaian

Tingkat pertama Tingkat kedua

1. Paham Benar Benar

2. Miskonsepsi Benar

Salah (Kosong)

Salah (Kosong)

Benar

3. Tidak paham Salah (Kosong) Salah (Kosong)

D. Deskripsi Materi

Ikatan kimia adalah gaya tarik-menarik yang kuat antara atom-aton tertentu di

dalam suatu zat. Perubahn kimia atau reaksi kimia terjadi karena penggabungan atau

pemisahan atom-atom dengan cara tertentu sehingga terbentuk zat yang lebih stabil.

1. Susunan Electron Stabil

a. Susunan elektron yang stabil mempunyai 8 elektron pada kulit terluar ( octet )

sebagaimana yang dimimiliki oeleh atom-atom unsure gas mulia,kecuali

helium ( dua electron atau duplet )

b. Menurut Kossel dan Lewis (1916) ,keadaan seperti ini merupakan keadaan

paling stabil yang dimiliki atom-atom unsure gas mulia ( octet ).

c. Atom dari unsur-unsur lain berusaha memiliki konfigurasi elektron yang

stabil seperti konfigurasi elektron atom unsure gas mulia.

16

Page 17: skripsi ana sma 6 padang.doc

d. Kecendrungan memiliki konfigurasi electron stabil merupan salah satu factor

penyebab terjadinya ikatan kimia.

Konfigurasi Electron Unsure-Unsur Gas Mulia

Unsur Konfigurasi elektron Electron valensi

2He

10Ne

18Ar

36Kr

54Xe

86Rn

2

2 8

2 8 8

2 8 18 8

2 8 18 18 8

2 8 18 32 18

2

8

8

8

8

8

e. Cara mendapatkan konfigurasi electron yang stabil:

1) Melepaskan electron valensi nya sehingga terbentuk ion positif yang

bermuatan sejumlah electron yang dilepaskannya.

Na : 2e 8e 1e Na+ : 2e 8e + 1e

Mg : 2e 8e 2e Mg2+ : 2e 8e + 2e

17

Unsur-unsur yang cenderung melepaskan elektronadalah unsure logam yang berada pada golongan IA,IIA, dan IIIA ( elektron valensi 1, 2,dan 3 )

Page 18: skripsi ana sma 6 padang.doc

2) Menarik electron dari luar sehingga bermuatan negative sebesar electron

yang ditariknya.

F : 2e 7e + 1e F- : 2e 8e

O : 2e 6e + 2e O2- : 2e 8e

3) Pemilikan bersama pasangan elektron, yaitu :

Penggunaan bersama pasangan electron dari dua atom yang berikatan

sehingga terbentuk pasangan electron terikat sebanyak electron yang

saling dipinjamkan.

2. Ikatan Ion

a. Ikatan ion adalah ikatan kimia yang terbentuk akibat gaya tarik-menerik

antara ion positif ( kation ) dengan ion negative ( anion ) atau akibat serah

terima se-elektron dari satu atom ke atom yang lain.

b. Ikatan ion terjadi antara atom logam ( golongan IA, kecuali H dan golongan

IIA ) dengan unsure non logam ( golongan VIA dan golongan VIIA ).

18

Unsur-unsur yang cenderung menarik electron adalah unsure nonlogam yang berada pada golongan VA,VIA, dan VIIA ( elektron valensi 5, 6,dan 7 )

Page 19: skripsi ana sma 6 padang.doc

c. Pelepasan dan penerimaan electron tersebut dapat digambarkan sebagai

berikut :

Kekuatan ikatan ion

Kekuatan ikatan ion suatu senyawa dapat diprediksikan dari perbedaan skala

keelektronegatifan unsur pembentuknya. Makin besar beda skala

keelektronegatifannya makin kuat ikatan ionnya.

3. Ikatan Kovalen

a. Ikatan kovalen adalah ikatan yang terjadi akibat pemakaian bersama pasangan

elektron oleh dua atom yang berikatan.

19

Page 20: skripsi ana sma 6 padang.doc

b. Ikatan kovalen terbentuk diantara dua atom yang sama-sama ingin menangkap

elektron (semilogam dan bukan logam )

c. Dalam melukiskan ikatan kovalen , kita menggunakan apa yang disebut rumus

LEWIS, yaitu setiap electron valensi ( electron pada kulit terluar )

dilambangkan dengan tanda ( titik, silang, kros atau yang lain ).

Contoh :

Untuk memudahkan pemikiran rumus Lewis perlu diperhatikan :

Pembentukan ikatan kimia merupakan upaya atom suatu unsure untuk

mencapai susnan octet ( 8 elektron terluar ) atau duplet ( dua electron

terluar )

Pasangan electron terikat digambarkan di antara dua atom yang

berikatan.

Sepasang electron dapat digambarkan dengan satu garis.

20

Page 21: skripsi ana sma 6 padang.doc

Berdasarkan jumlah pasangan electron yang digunakan bersama,

ikatan kovalen dapat dibedakan menjadi :

Ikatan tunggal ( dilambangkan dengan satu garis ikatan )

melibatkan sepasang elektron.

Ikatan kovalen rangkap ( melibatkan lebih dari sepasang

electron )

- Dua (2) pasang electron disebut ikatan rangkap dua .

- Tiga (3) pasang electron disebut ikatan rangkap tiga.

4. Sifat-Sifat Senyawa Ion Dan Senyawa Kovalen

1. Ikatan ion jauh lebih kuat dari pada ikatan kovalen karena ikatan ion terjadi

akibat gay Coulomb ( gaya elektrostatis ) , sedangkan ikatan kovalen terjadi

karena pemakaian bersama pasangan electron ikatan.

2. Perbandingan sifat fisika senyawa ion dengan senyawa kovalen.

Senyawa ion Senyawa kovalen

Mempunyai titik didih dan titk

leleh yang tinggi.

Cairan dan larutannya dapat

menghantar listrik ( bersifat

elektrolit )

Semua senyawa elektrovalen pada

suhu kamar berwujud padat.

Mempunyai titik didih dan titk

leleh yang rendah.

Cairan tidak dapat menghantar

listrik.

Pada suhu kamar ada yang

berwujud padat ,cair maupun gas.

21

Page 22: skripsi ana sma 6 padang.doc

5. Ikatan Kovalen Koordinasi

a. Ikatan kovalen koordinasi adalah ikatan kovalen dengan pasangan electron

yang digunakan secara bersama hanya berasal dari salah satu atom yang

berikatan.

b. Ikatan kovalen koordinasi hanya dapat terbentuk apabila salah satu atom

mempunyai Pasangan Electron Bebas (PEB)

Contoh : senyawa SO3 memiliki 1 ikatan rangkap dan 2 ikatan kovalen

koordinasi.

6. Kepolaran Ikatan

a. Ikatan Kovalen Polar

.Ikatan kovalen polar terjadi jika pasangan electron yang dipakai bersama ,

tertarik lebih kuat ke salah satu atom berikatan.

Kepolaran senyawa akan bertambah jika beda keelektronegatifan atom-atom

yang berikatan semakin besar.

22

Page 23: skripsi ana sma 6 padang.doc

b. Ikatan Kovalen Nonpolar

Ikatan kovalen plar terjadi jika pasangan electron yang dipakai bersama,

tertarik sama kuat ke semua atom yang berikatan.

Perbedaan Senyawa Polar dan Nonpolar

Senyawa Polar Senyawa Nonpolar

1. Ikatan yang terjadi adalah

ikatan polar.

2. Terjadi gaya elektrostatika

(antar muatan positif dan

negatif )

3. Senyawa yang terbentuk

berwujud cair/ padat.

4. Titik didih relative tinggi

5. Tertarik ke medan magnet dan

listrik.

1. Ikatan yang terjadi adalah

ikatan nonpolar.

2. Terjadi gaya Van der Waals

karena adanya dipole induksi.

3. Ikatan tidak begitu kuat ,

sehingga berwujud cair.

4. Titik didih rendah

5. Tidak tertarik ke medan

magnet dan listrik.

7.Ikatan Logam

a. Atom-aton logam mempunyai electron valensi yang kecil, sehingga electron

valensi dapat bergerak bebas dan sangat mudah dilepaskan, akibatnya

electron-elektron valensi tersebut bukan hanya milik salah satu ion logam ,

23

Page 24: skripsi ana sma 6 padang.doc

tetapi merupakan milik bersama ion-ion logam yang berada dalam kisi Kristal

logam.

b. Elektron valensi dalam logam, membaur membentuk awan electron yang

menyelimuti ion-ion positif logam yang telah melepaskan sebagian electron

valensi nya. Akibatnya terjadi interaksi antara kedua muatan ( electron

bermuatan negative dengan ion logam bermuatan positif ) yang berlawana dan

membentuk ikatan logam.

c. Unsur-unsur logam menunjukkan sifat yang khas, seperti umumnya berupa

zat padat pada suhu kamar, dapat ditempa dan merupakan penghantar listrik

dan panas yang baik.

d. Gaya tarik-menarik ini cukup kuat, sehingga pada umumnya unsure logam

mempunyai titik didih dan titik leleh yang tinggi.

Kekuatan ikatan logam dipengaruhi oleh :

1. Jari-jari atom, makin besar jari-jari atom menyebabkan ikatan logam

semakin lemah.

2. Jumlah electron valensi, makin banyak electron valensinya ikatan logam

semakin kuat.

3. Jenis electron s, p, atau d. Logam-logam blok s ikatannya paling lemah

dan logam-logam blok d ikatan logamnuya paling kuat.

24

Page 25: skripsi ana sma 6 padang.doc

E. Kerangka Konseptual

Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang telah dikemukakan

terdahulu, dapat dibuat suatu kerangka konseptual,yakni di dalam proses

pembelajaran terjadi interaksi antara guru dengan siswa, dimana dalam kegiatan

tersebut guru berperan sebagai pemberi informasi kepada sekelompok siswa.

Pengetahuan yang akan diperoleh siswa dalam kegiatan pembelajaran tersebut berupa

konsep-konsep, jadi dalam hal ini dituntut pemahaman siswa terhadap konsep-

konsep. Pemahaman siswa terhadap suatu konsep mungkin berbeda dengan

pemahaman yang secara umum diterima masyarakat ilmiah yang disebut

miskonsepsi. Miskonsepsi siswa pada suatu konsep dapat mengganggu siswa dalam

menerima konsep berikutnya yang berhubungan. Disini peneliti menganalisis

kesalahan konsep (miskonsepsi) siswa. Jika siswa mengalami miskonsepsi, dapat

diupayakan perbaikan misalnya saat pelaksanaan program remedial, agar proses

pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan konsep siswa

25

Page 26: skripsi ana sma 6 padang.doc

Sehubungan dengan hal tersebut maka kerangka konseptual tersebut dapat

digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1.Kerangka Konseptual

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian deskriptif. Penelitian

deskriptif bertujuan menggambarkan dan menginterpretasikan suatu gejala, peristiwa

atau kejadian dengan apa adanya tanpa memberikan perlakuan dan manipulasi

variabel (Arikunto, 1997:9). Dalam hal ini, penelitian deskriptif memiliki data atau

gejala data tersebut masih ada sekarang (Zafri, 2000:17). Dalam penelitian ini

fenomena fenomena yang ditemukan apa adanya tidak diberi perlakuan. Miskonsepsi

dilihat dari data tes diagnostik.

26

Proses Pembelajaran

Pemahaman Siswa terhadap Suatu Konsep

Miskonsepsi

Perlu Diketahui / Didiagnosa

SiswaGuru

Tidak PahamPaham

Mengganggu

Tingkat Penguasaan Konsep Siswa Lebih Baik

Page 27: skripsi ana sma 6 padang.doc

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 6 Padang yang

terdaftar semester Juli– Desember tahun ajaran 2010/2011 yang terdiri dari dua kelas.

Penelitian ini dilakukan di kelas X3 dan X5 , dimana kelas ini tidak homogen dengan

guru yang sama.

C. Variabel dan Data

1. Variabel Penelitian

Variabel merupakan gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati

(Sugiyono, 2007:2). Variabel dalam penelitian ini adalah miskonsepsi siswa

terhadap konsep-konsep pada pokok bahasan ikatan kimia.

2. Data Penelitian

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah berupa hasil tes diagnostik

bertingkat dua yang diberikan kepada siswa.

D. Kerangka Operasional

Dalam mengungkap miskonsepsi yang terjadi pada siswa ada beberapa tahap

penelitian yang dilakukan. Tahap-tahap tersebut lebih jelasnya diringkaskan dalam

kerangka operasional pada gambar berikut

27

Menentukan konsep

Penyusunan instrumen (tes diagnostik)

Validasi tes

Pemberian tes

Analisis data

Kesimpulan

Analisis materi pelajaran kimia

Analisis kurikulum

Page 28: skripsi ana sma 6 padang.doc

Gambar 2. Skema Kerangka Operasional Penelitian

E.Teknik Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah tes diagnostik bertingkat

dua. Dengan mengggunakan tes ini, diketahui tingkat pemahaman siswa terhadap

konsep-konsep prasyarat dan konsep-konsep yang harus dikuasai siswa pada pokok

bahasan ikatan kimia. Tes tersebut berupa pilihan ganda dengan beberapa pilihan

jawaban disertai beberapa alternatif alasan siswa berdasarkan jawaban pertamanya.

Instrumen disusun berdasarkan indikator pembelajaran yang terdapat dalam silabus

pembelajaran kimia kelas X khususnya pada pokok bahasan ikatan kimia. Sebelum

diberikan kepada siswa, instrumen ini divalidasi terlebih dahulu.

28

Page 29: skripsi ana sma 6 padang.doc

Validasi instrumen yang dilakukan adalah dari segi validitas isi. Sebuah

instrumen dikatakan memiliki validitas isi jika isi instrumen merupakan materi

pelajaran yang telah diajarkan (Sugiyono, 2007:272). Instrumen yang akan digunakan

pada penelitian ini divalidasi ke beberapa orang dosen kimia sebagai validator. Dalam

hal ini instrumen divalidasi dengan mendiskusikannya bersama beberapa orang dosen

kimia. Dengan demikian, layak atau tidak layaknya instrumen tersebut ditentukan

berdasarkan pertimbangan beberapa orang dosen kimia.

F. Teknik Analisis Data

Data hasil tes dikelompokkan menjadi tiga kelompok pemahaman, yaitu :

paham, miskonsepsi dan tidak paham. Teknik analisis data dalam penelitian ini

menggunakan analisis statistik deskriptif dengan menggunakan perhitungan

persentase (%) untuk mengetahui besarnya miskonsepsi siswa pada masing-masing

konsep.

% Jawaban = × 100 %

Keterangan: P = Jumlah Siswa pada Kelompok Pemahaman, yaitu: paham,

miskonsepsi dan tidak paham.

N = Jumlah Seluruh Siswa yang Mengikuti Tes.

29

Page 30: skripsi ana sma 6 padang.doc

DAFTAR PUSTAKA

Afrida, Monalisa. 2009. Analisis Miskonsepsi Siswa pada Pokok Bahasan Ikatan Kimia Kelas X di SMAN 11 Padang. Padang: FMIPA UNP.

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

Rineka cipta.

. 1999. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi aksara.

Dahar, Ratna Wilis. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

30

Page 31: skripsi ana sma 6 padang.doc

Effendy. 2002. Upaya untuk Mengatasi Kesalahan Konsep dalam Pengajaran Kimia

dengan Menggunakan Strategi Konflik Kognitif. Media Komunikasi kimia,

Jurnal Ilmu Kimia dan Pembelajaran, 2(6)1-22

Hamalik, Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Purba, Michael. 2006. Kimia untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga.

Slameto. 1991. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka

Cipta.

. 2001. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Seprianto.2010.Analisis Miskonsepsi Siswa pada Pokok Bahasan Larutan Penyangga

di Kelas XI SMA Negeri 13 Padang.Padang : FMIPA UNP

Sudijono, Anas. 1998. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta. PT. Raja Grafindo

Persada.

Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta.

Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta:

Kanisius.

Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT. Gramedia.

Zafri. 2000. Metoda Penelitian Pendidikan. Padang: FIS UNP.

31