skripsi -...

85
1 SKRIPSI Praktik Dzikir Sufi Tarekat Maulawiyyah Dalam Perspektif Hukum Islam Oleh: Annisul Muttaqin NIM: 106043101285 KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/ 2011 H

Upload: lekiet

Post on 02-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

1

SKRIPSI

Praktik Dzikir Sufi Tarekat Maulawiyyah

Dalam Perspektif Hukum Islam

Oleh:

Annisul Muttaqin

NIM: 106043101285

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQH

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/ 2011 H

Page 2: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................................ 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................. 7

D. Metode Penelitian ...................................................................................... 8

E. Kajian Pustaka .............................................................................................9

F. Sistematika Penulisan ................................................................................ 9

BAB II DZIKIR DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Dzikir ....................................................................................... 11

B. Macam-macam Dzikir ................................................................................ 15

C. Keutamaan Dzikir ...................................................................................... 21

D. Adab Berdzikir ........................................................................................... 27

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG TARIAN SUFI MENURUT

JALALUDIN RUMI

A. Biografi Rumi (Pendiri Tarekat Maulawiyyah) .......................................... 34

1. Karya-karya Rumi ................................................................................. 38

B. Tarekat Mawlawi ....................................................................................... 40

Page 3: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

iii

C. Tarian Sufi ................................................................................................. 42

1. Makna Filosofis Tarian Sufi ........................................................... 45

2. Tujuan Melakukan Tarian Sufi........................................................ 47

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG DZIKIR DENGAN

TARIAN SUFI (SAMA’)

A. Persesuaian Tarian Sufi Dengan Nash (Al-Qur‟an Dan Hadis) ................. 66

B. Pandangan Ulama Terhadap Praktek Dzikir Dengan Tarian Sufi (Pro Kontra). .. 71

C. Sabab Ikhtilaf ............................................................................................. 77

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................ 79

B. Saran-Saran ................................................................................................ 80

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 81

Page 4: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dzikir kepada Allah merupakan salah satu meditasi komunikasi antara

hamba dan Tuhan. Dzikir kepada Allah bernilai tidak lebih besar dibanding

ibadah lainnya, sebab dzikir itu sendiri merupakan ibadah dan bertujuan

mendekatkan diri kepada Allah. Dalam Islam, ada berbagai macam cara dan

metode untuk melakukan dzikir, sesuai dengan aturan yang telah diberikan oleh

sang guru spiritual, hal ini disebabkan Rasulullah SAW tidak pernah menetapkan

suatu aturan atau metode yang khusus tentang tata cara berdzikir, sehingga

banyak shahabat, Tabi‟in dan para ulama setelahnya dalam berdzikir tidak

terpaku oleh suatu aturan. Rasulullah SAW hanya memberikan gambaran secara

global tentang cara berdzikir, sebab dzikir sangat erat kaitannya dengan sisi

esoteric, yaitu suatu hal yang berhubungan dengan dunia bathin atau bersifat

mistis.

Ada tiga jenis orang yang berdzikir. Orang yang berdzikir kepada Allah

dengan lisannya sedangkan hatinya lalai, dzikir semacam ini adalah zalim, yang

tidak mengetahui apapun tentang dzikirnya, dan tidak mengetahui apapun tentang

yang disebutnya (madzkur). Orang yang berdzikir yang disertai dengan hadirnya

hati, dzikir semacam ini adalah dzikir penuh perhitungan (muqtasid). Jenis yang

Page 5: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

2

ketiga adalah orang yang berdzikir kepada Allah dengan hatinya, hatinya

dipenuhi dengan Allah, dan lisannya tidak mengucapkan apapun.1

Dunia mistis adalah dunia yang sangat berkaitan dengan pengalaman

batin. Pengalaman-pengalaman batin yang dialami beberapa tokoh sufi, agaknya

menjadi tanda tanya besar bagi kalangan orang awam, tidak jarang apa yang

mereka lakukan sangat menaruh perhatian bagi kalangan ulama syariah adalah

melakukan sebuah dzikir dengan tarian yang diiringi oleh musik.

Para kaum sufi seringkali melakukan tarian tatkala mereka sedang

melakukan sebuah ritual untuk menggapai suatu ekstase.2 Tarian adalah gerakan-

gerakan berirama, yang mulai diperlihatkan, ketika mendengar musik.

Biasanya kaum sufi melakukan tarian dengan diiringi oleh musik, tarian

ini pertama kali dilakukan oleh seorang ulama sufi besar yang bernama Maulana

Jalaludin Rûmi bin Hasin al Khattabi al-Bakri atau biasa disebut dengan

Jalaluddin Rûmi, adalah seorang penyair sufi yang lahir di Balkh (sekarang

menjadi Afganistan) pada tanggal 6 Rabi‟ul Awwal tahun 604 Hijriah, atau pada

tanggal 30 September 1207 M. Rûmi seorang tokoh yang pertama kali

membumikan metode pendekatan seorang hamba untuk menuju Tuhan dengan

melakukan sebuah tarian. 3

1 Warisan Sufi (Pustaka Sufi Yogyakarta 2002), Cet.I, hal 611

2 Syekh Ibrahim Gajur, Mengungkap misteri besar Mansur Al-hallaj (Rajawali pers, Jakarta

1986), Cet. pertama, h. 165

3 Idris syah, Jalan sufi reportase dunia ma‟rifat (Risalah gusti 2001), cet II, h. 1

Page 6: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

3

Sebenarnya tarian telah dipraktekan oleh sufi-sufi awal, tetapi bagaimana

tarian ini diperaktekan tidak begitu jelas digambarkan oleh sumber-sumber awal,

karena sumber-sumber ini lebih banyak membicarakan tentang perdebatan boleh

tidaknya tarian menurut syariat. Menurut Ahmad Al-Ghazali, menari, berputar

dan melompat, dan masing-masing gerakan tersebut memiliki fungsi sebagai

symbol dari realitas spiritual.4 “Menari,” kata Ahmad Al-Ghazali, “merujuk pada

perputaran ruh (jiwa) di seputar lingkaran benda-benda yang ada ketika menerima

pengaruh dari mukasyafah atau pewahyuan, dan ini keadaan mental (hal) seorang

arif. 5” Gerakan berputar merujuk kepada berdirinya sang ruh (jiwa) dengan

Allah dalam kerahasiaan (sir) dan wujudnya.

Beda halnya dengan pendapat Syekh Junaid yang menyatakan tarian

orang-orang mahir tak mempunyai gerakan-gerakan ritmis (berirama) zahir, dia

hanya mempunyai gerakan-gerakan dalam. Titik Wahdah menjadi keseragaman

Khatraat dalam tarinya yang sirkular (tak berujung pangkal), tari ini juga adalah

dzat dari internaliti dalam proses kun fayakun.

Bagaimana dengan tarian yang dilakukan oleh kaum sufi sebagai metode

dzikir untuk pendekatan dirinya kepada Tuhan dengan diiringi oleh musik. Dalam

hal ini penganut tarekat Maulawiyyah yang melakukan zikir dengan tarian, dan

ada juga tarekat lain yang sama persis melakukan zikir dengan tarian, seperti

4 Dr. Mulyadi Kertanegara, Menyelami lubuk Tasawuf, (Erlangga, Jakarta, 2006), Cet,

pertama, h. 260

5 Ibid

Page 7: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

4

tarekat Naqsyabandiyah Haqqoni dalam melakukan ritual dzikir bersama sering

memperaktikan tarian-tarian ritmis dengan keyakinan akan lebih mendekatkan

diri kepada Tuhan. Tarekat Naqsyabandiyyah haqqoni adalah Tarekat

Naqsyabandiyah yang diperbaharui oleh Syekh Muhammad Nazim Adil ibn al-

Sayyid Ahmad ibn Hasan Yashil Bash al-Haqqani bisa disebut dengan Syekh

Nazim Haqqoni, Beliau dilahirkan pada tahun 1341 H (1922 M) di kota Larnaka,

Siprus (Qubrus) dari suatu keluarga Arab dengan akar-akar budaya Tartar.

Sebenarnya Tarekat Naqsyabandiyyah sudah ada, dan didirikan oleh Syekh

Bahauddin Annaqsyabandi6. Akan tetapi dalam pembahasan ini penulis akan

membahas tarian sufi yang dilakukan dalam tradisi Tarekat Maulawi.

Banyaknya polemik tentang peribadatan dikalangan umat Islam (pada

umumnya) sangat ketat sekali menyikapi permasalahan ibadah apalagi yang

sudah berkenaan tentang hubungan antara manusia dengan Tuhan, para fuqoha

banyak yang menentang landasan argumentasi yang digunakan oleh kaum sufi

dalam melakukan ritual dzikir kepada Allah dengan menggunakan tarian, fuqoha

menganggap bahwa tidak ada riwayat rajih yang membahas tentang bolehnya

melakukan tarian disaat melakukan pendekatan diri kepada Tuhan7.

Tatkala seseorang dalam melakukan dzikir ada sebuah adab di dalamnya.

yaitu melakukan zikir dalam keadaan khusu, dengan duduk berdiam sambil

6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah, Surabaya,

1998), cet I, h. 49

7 Ensiklopedi tasawuf disusun oleh tim penulis UIN syarif hidayatullah (Angkasa Bandung

2008), cet I, Jilid III, h. 1077

Page 8: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

5

melafazkan kalimat-kalimat toyibah. karena esensi dalam berzikir adalah

mengingat Allah.

Akan tetapi para sufi menyadari bahwa argumentasinya kepada riwayat

yang menyatakan bahwa Nabi SAW pernah mengatakan kepada Ja‟far Ibn Abi

Thalib, bahwa diantara semua keluarganya yang menyerupai ia dalam banyak hal

adalah Ja‟far Ibn Abi Thalib. “kau adalah seperti aku dalam air muka maupun

dalam sifat” mendengar ucapan itu tak terkira senangnya dan dia menari-nari

dihadapan Nabi SAW 8. Demikian pula tari tarian yang pernah dilakukan oleh

utusan habsy, di hadapan Nabi SAW di depan masjid Madinah.

Sebagian besar tradisi religius telah memandang tarian sebagai suatu jalan

melepaskan seseorang dari kecondongan terikat pada dunia sehingga dapat

menyatu dengan dunia ruhaniyah. Kaum sufi menganggap hal yang seperti itu

sebagai usaha pencapaian yang tertinggi dengan bisa melebur kedalam sifat-sifat

Tuhan yang Maha Agung, walupun metode yang digunakan dengan cara menari.

Akan tetapi ulama fuqaha lebih menekankan adanya tata cara untuk bisa

mendekatkan diri dengan Tuhan sesuai yang diajarkan oleh Rosulullah SAW,

tidak diperbolehkan seorang membuat sebuah dzikir yang tidak dicontohkan

Rasulullah dan menjadikannnya sebagai ibadah ritual yang dilakukan oleh

manusia secara rutin seperti rutinitas sholat lima waktu. Ini jelas kebid‟ahan

dalam agama yang tidak diperkenankan Allah, Adapun mengambil wirid-wirid

8Ibid

Page 9: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

6

(ma’tsurat) yang tidak disyariatkan dan membuat-buat dzikir yang tidak syar‟i

maka ini terlarang. Sudah demikianpun, dzikir syar‟i berisi permintaan yang

agung lagi benar. Tidak meninggalkannya dan beralih kepada dzikir-dzikir bid‟ah

yang dibuat-buat kecuali orang bodoh atau lemah atau melampaui batas (Majmu‟

Al fataawa Ibnu Taimiyah, juz 22/ 510-511]).9

Oleh karena itu dzikir-dzikir yang telah diajarkan Rasulullah (adzkaar

nabawiyah) memiliki kedudukan dan arti penting yang tinggi dalam diri seorang

muslim, sehingga banyak ditulis kitab dan karya tulis yang beraneka ragam

tentang permasalahan ini. Namun seorang muslim diperintahkan untuk berdzikir

kepada Allah dengan dzikir yang telah disyari‟atkannya, karena dzikir adalah

bagian dari ibadah dan ibadah dibangun di atas dasar tauqifiyah (berdasar kepada

dalil wahyu) dan ittiba‟ (mencontoh Rasulullah), tidak menurut hawa nafsu dan

kehendak hati semata.

Mengingat ketertarikan penulis mengenai uraian di atas, dan melihat

belum adanya yang membahas tentang konsep dzikir dengan menggunakan tarian,

maka penulis mencoba untuk mengangkat sebuah judul dalam sebuah karya

ilmiah tentang “PRAKTIK DZIKIR SUFI TAREKAT MAULAWIYYAH

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM”

9 http//www.adab dzikir.comDiakses Pada Tanggal 09 Maret 2010

Page 10: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

7

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan masalah

Untuk memudahkan penelitian ini dan tidak menimbulkan penafsiran yang

berbeda-beda, disamping karena terlalu banyaknya pembahasan-pembahasan,

maka penulis memberikan batasan yaitu bagaimana tarian sufi dijadikan sebagai

mediasi zikir.

2. Perumusan masalah

a. Bagaimana hukum Islam memandang tentang tarian sufi?

b. Apakah tarian sufi bisa dijadikan mediasi zikir?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui perbedaan dan persamaan antara fiqih dan tasawuf dalam

memandang metode berdzikir.

2. Dapat mengetahui hukum berdzikir dengan mengunakan tarian dalam fiqih

dan tasawuf.

3. Mengetahui lebih dalam tentang konsep berdzikir dengan tarian dalam dunia

tasawuf.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini yaitu :

1. Tersedia data tentang penyelesaian status hukum berdzikir dengan

menggunakan tarian secara hukum fiqih maupun tasawuf.

Page 11: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

8

2. Sebagai subangsih dalam pengambilan keputusan dan yurisprudensi

hukum terutama mengenai status hukum tarian sufi yang dipakai untuk

mediasi berdzikir dalam hal ini komunitas tarekat Maulawiyyah.

3. Untuk memberikan konstribusi positif dari akademisi dalam rangka

sebagai sosialisasi hukum Islam, dari dua sudut pandang yang berbeda

antara fiqih dan tasawuf.

4. sebagai bentuk khazanah keilmuaan dan pengembangan keIslaman

serta wawasan bagi siapa saja yang membaca hasil penelitian ini.

D. Metode Penelitian

Pembahasan skripsi ini dilakukan dengan cara deskriptif analisis dengan

melakukan pendekatan kualitatif. Penulis menggunakan dokumentasi naskah

dengan menelusuri buku-buku, artikel dan karya ilmiah lainnya yang berkenaan

dengan tema bahasan ini.

Data yang diperoleh tersebut disusun secara teratur dan sistematis lalu

dianalisis secara kualitatif, dengan demikian jenis penelitian dalam karya ilmiah

ini adalah penelitian kualitatif. Adapun teknik penulisan, penulis menggunakan

buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta 2009”.

Page 12: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

9

E. Kajian Pustaka

Berdasarkan telaah yang dilakukan terhadap beberapa sumber

kepustakaan penulis melihat ada yang membahas tentang Tarekat Maulawiyyah,

seperti pada skripsi dibawah ini:

Zaenal Abidin.10

(Musik Dalam Tradisi Tasawuf: Studi Sama‟ Dalam

Tarekat Maulawiyyah)

Pada skripsi diatas membahas tentang Tradisi Tarekat Maulawiyyah yang

menimbulkan banyak kontroversi dikalangan syariah dalam melakukan sebuah

ritual. Dan dalam skripsi diatas tidak menerangkan tentang hukum melakukan

sebuah zikir dengan tarian, akan tetapi lebih kepada tradisi musik (sama‟), yang

dilakukan oleh para pengikut Tarekat Maulawiyyah dari sudut pandang umum.

Tetapi yang dibahas dalam skripsi ini adalah tentang metode zikir tarekat

maulawiyyah yang menggunakan tarian dilihat dari sudut pandang hukum Islam,

dan juga makna yang ada didalam tarin itu sendiri, kenapa para pengikut tarekat

maulawiyyah menggunakan metode tarian untuk melakukan sebuah ritual zikir,

jadi disinilah letak perbedaan dengan skripsi sebelumnya.

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab Pertama Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, pembatasan

dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode

penelitian dan teknik penulisan, serta sistematika penulisan.

10 Fakultas Ushuluddin Dan Filsafat, Jurusan Akidah Filsafat

Page 13: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

10

Bab Kedua Berisi tentang Dzikir dalam hukum islam, pengertian dzikir,

macam-macam dzikir, keutamaan dzikir dan adab dzikir.

Bab Ketiga Berisi tentang tinjauan umum tentang tarian sufi menurut

jalaluddin rumi, biografi rumi, karya-karya rumi, tarekat

maulawiyyah, tarian sufi, makna filosis tarian sufi dan tujuan

melakukan tarian sufi.

Bab Keempat Pada bab ini membahas tentang tinjauan hukum islam tentang

dzikir dengan tarian sufi, persesuaian nash, pandangan ulama

tentang praktik dzikir dengan tarian sufi (pro kontra), sebab

ikhtilaf.

Bab Kelima Bab ini merupakan bab penutup, dalam bab ini berisikan

kesimpulan hasil penelitian dan rekomendasi atau saran-saran,

selain itu juga dilengkapi dengan daftar pustaka.

Page 14: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

11

BAB II

DZIKIR DALAM HUKUM ISLAM

A. Pengertian Zikir

Kata zikir diambil dari bahasa Arab yang berarti “ingat atau mengingat”.

Zikir juga sesuatu yang mengalir di atas lisan, sedangkan menurut istilah zikir

adalah suatu perbuatan atau pekerjaan yang dilakaukan oleh seseorang untuk

mengingat Tuhan yang telah menciptakannya.

Kata mengingat dan menyebut adalah dua kata yang sering digunakan

untuk memahami kata zikir. Karena mengingat dan menyebut dalam bahasa zikir

bersifat komplementer (saling terkait dan melengkapi). Ditemukan dalam Al-

Qur‟an kata zikir dalam berbagai bentuknya tidak kurang dari 200 ayat yang

menyebutkan kata yang berakar dari kata zikir, semuanya bermuara pada proses

zikrullah itu sendiri, walaupun sejumlah ayat menyebutnya dengan kata yang

disandarkan langsung pada Allah SWT, pada nama-Nya, pada nikmat,

peringatan, atau ayat-ayat-Nya.11

Ibn Hajar As-qalany mendefiniskan zikir dengan segala lafal yang

dianjurkan untuk banyak membacanya seperti tasbih, tahmid, tahlil, takbir,

hawqalah, basmalah, hasbalah, istighfar, dan sebagainya. Disamping itu, beliau

menjelaskan bahwa melakukan perbuatan yang diwajibkan dan yang

disunnahkan termasuk pula dalam pengertian zikir, hal ini senada dengan

pendapat Said bin Zubair, yang tidak membatasi pengertian zikir. Menurutnya,

11

Qomaruddin SF, (ed.), Zikir Sufi: Menghampiri Ilahi Lewat Tasawuf, (Jakarta, Serambi,

2002), cet. Ke-3, h. 19.

Page 15: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

12

segala bentuk ketaatan kepada Allah SWT adalah zikir. Orang yang tidak taat

kepada Allah SWT berarti dia tidak berzikir.12

Sedangkan zikir menurut pendapat yang lain diistilahkan dengan kata

meditasi, yang tujuannya semata-mata untuk memudahkan pemahaman awal dan

membandingkan zikir dengan bentuk meditasi lainnya,

Dengan menyebut zikir sebagai meditasi dasar, maka dapat memberi

gambaran bahwa :

1. Zikir dengan menyeru nama-nama Dzat Allah (zikir ismu Dzat) sebagai zikir

dasar yang akan menjadi pondasi zikir selanjutnya.

2. Adapun zikir lanjutan antaran lain Tasbih, Doa, Tadabbur Qura‟an, Tadabbur

Alam, Tafakur, dan yang lebih sempurna dan yang paling luar biasa adalah

shalat.

Zikir disebut dasar karena sederhana, terbuka, dan telah diajarkan sejak

Nabi Adam sampai Rasulullah SAW, dan terus tumbuh dan berkembang dalam

berbagai bentuk meditasi untuk berbagai tujuan13

Dalam pandangan Sayyid Sabiq, zikir adalah apa yang diucapkan oleh

lisan dan hati berupa tasibih atau mensucikan Allah SWT, memuji dan

12

Ibn Hajar al-Asqalany, Fath al-Bary, (Beirut, Dar al-Ma‟rifah, 1379 H), juz 11, h.209

13

HM Munadi bin Zubaidi, The Power Of Zikir: Terapi Dzikir Untuk Kesembuhan dan

Ketenangan, (Klaten: Image Press, 2007), cet. Ke-1, h. xi

Page 16: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

13

menyanjung-Nya, menyebutkan sifat-sifat kebesaran dan keagungan sertan sifat-

sifat keindahan dan kesempurnaan yang telah dimiliki-Nya.14

Kemudian ada juga yang berpendapat bahwa zikir adalah mengulang-

ulang nama Allah dalam hati maupun lewat lisan. Ini bisa dilakukan dengan

mengingat lafal jalalah (Allah), sifat-Nya, perbuaatan-Nya, atau suatu tindakan

yang serupa.15

Mengutip dari kitab al-Mawsu‟ah al-Fiqhiyyah dan al-Futuhat ar-

Rabbaniyyah, al-Khumais menyimpulkan pengertian zikir sebagain berikut :

Zikir menurut syariah adalah setiap ucapan yang dirangkai untuk tujuan

memuji dan berdoa. Yakni lafal yang kita gunakan untuk beribadah kepada Allah

SWT, berkaitan dengan pengagungan terhadap-Nya dan pujian terhadap-Nya,

dengan menyebut nama-nama-Nya atau sifat-Nya, dengan memuliakan dan

mengesakan-Nya, dengan bersyukur dan mengagungkan Dzat-Nya, dengan

membaca kitab-Nya, dengan memohon pada-Nya dan berdoa kepada-Nya.16

Sedangkan pelaksanaanya sama sekali tak ada batasannya baik dalam

metode, jumlah, atau waktu berzikir. Pembatasan terhadap metode yang

berkaitan dengan beberapa amalan wajib tertentu tidak dibahas disini, misalnya

shalat. Syariat cukup jelas dan semua orang mengetahui kewajiban ini, bahkan

14

Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, (t.t., Dar al-Hadits, 2004), h. 384.

15

Ibn „Atha‟ilah, Zikir: Penentram Hati, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006), cet. Ke-

2, h. 29

16

Muhammad bin Abdurrahman, Adz-Dzikr al-Jama‟I Bain al-Ittiba‟ wa al-Ibtida‟,

terjemahan Abu Harkaan, (solo, At-Thibyan, t.th) h.,27.

Page 17: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

14

Rasulullah SAW bersabda bahwa para penghuni surga hanya menyesali satu hal,

yakni tidak cukup mengingat Allah selama di dunia.17

Usman Najaty mengatakan bahwa dalam realitasnya semua ibadah adalah

zikir atau membutuhkan zikir.18

Tatkala manusia sedang melakukan hubungan

yang intens dengan sang Khalik tidak terlepas dari zikir karena dengan wahana

zikir manusia dapat mendekatkan diri kepada Allah, menurut Ahmad Mahmud

Subhy, zikir bukan sekedar repetisi lisan, melainkan memikirkan keagungan

Allah SWT, nikmat-nikmat-Nya, dan memikirkan kekurangan diri sendiri dalam

bersyukur dan kelemahannya dalam memenuhi hak-hak Allah SWT, serta

mengakui nikmat-nikmat lahiriah dan batiniah. Jadi dalam zikir terdapat

pemikiran dan perenungan.19

Seperti halnya dalam praktek zikir yang dijalankan oleh kaum sufi, pada

prinsipnya seluruh praktek kaum sufi bermuara ke Hadirat Ilahi Rabbi.

Perbedaan terletak pada metode dan sikap dalam merefleksikan kebutuhan

pengakomodasian keanekaragaman para murid.

Berdasarkan pemaparan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa

zikir memiliki makna umum dan makna khusus. Makna umum dari zikir ialah

17

Syekh Muhammad Hisyam Kabbani, Energi Zikir dan Salawat, (Jakarta: PT Serambi Ilmu

Semesta, 2007), h. 10

18

Muhammad Usman Najaty, Al-Qur‟an wa Ulum an-Nafs, terjemahan ibn Ibrahim, (Jakarta

Cendekia Sentra Mulia, 2001), h. 331

19

Ahmad Mahmud shubhy, Al-Falsafah al-Akhlaqiyyah fi al-Fikr al-Islamy, terjemah Yunan

Askaruzzaman Ahmad, (Jakarta, Serambi, 2001), h. 251

Page 18: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

15

mengingat Allah SWT dalam bentuk ketaatan maupun penghambaan, baik

dilakukan secara hati, lisan, maupun anggota tubuh yang lain.

Dengan zikir yang seperti ini bisa diartikan bahwa zikir dapat dilakukan

dalam kondisi apapun, baik dalam kondisi duduk, berdiri, berbaring, diam,

bicara, maupun berjalan dan seseorang dapat berzikir selagi di dalam hatinya

masih ingin mengingat Allah, dan bahkan seorang tatkala hembusan nafasnya

bisa dikatakan zikir selagi ingin selalu menyebut nama Allah SWT, dan pada

waktu hembusan nafasnya menjadikan dia mengingat kepada Allah SWT.

Zikir kepada Allah merupakan komunikasi antara hamba dengan Tuhan

dalam berbagai bentuk ibadah, sujud dan tasbih. Nash (Al-Quran dan Hadis)

menyebut zikir merupkan mukjizat ilmiah tersendiri, sebab ia menghubungkan

ingatan manusia akan Tuhan-Nya.

B. Macam-macam Zikir

Telah kita ketahui dari uraian di atas bahwa banyaknya seluruh ketaatan

kepada Allah SWT. Hati, lisan dan anggota tubuh manusia sebagai mediasi untuk

berzikir kepada Allah SWT, adapun macam-macam zikir banyak ragamnya

dengan mengacu dari pemaparan di atas, dengan demikian zikir terdiri dari enam

macam yaitu :

1. Zikir Seluruh Indra

Yang dimaksud dengan zikir seluruh indra ialah dengan mengaplikasikan

seluruh indra tubuhnya hanya untuk mengingat kepada Allah, seperti pada waktu

mata memandang ciptaan Tuhan yang indah, lalu lisan menyebut Alhamdulillah,

Page 19: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

16

dan selalu menjaga seluruh indra yang ada dalam dirinya untuk tidak berpaling

dari mengingat Allah „azza wazalla. Firman Allah SWT :

Artinya : Dan Allah mengeluakan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak

mengetahui sesuatupun, dan Dia memberimu pendengaran dan

penglihatan. dan hati agar kamu bersyukur. (Qs. Al-Nahl: 78)

Bersyukur kepada Allah merupakan salah satu bentuk zikir kepada-Nya.

dalam ayat ini zikir dihubungkan dengan indra.

2. Zikir dalam bentuk shalat

Firman Allah SWT:

Artinya : Hai orang-orang beriman, apabila diserukan sembahyang pada hari

Jumat, bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah

jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Apabila telah ditunaikan sembahyang, bertebarnlah kamu di muka

bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak

supaya kamu beruntung (QS. Al-Jumu‟ah: 8-9)

Kita lihat dalam ayat di atas, di satu sisi zikir bermakna shalat dan di sisi

lain bermakna interaksi dengan sesama manusia. masuk ke masjid untuk shalat

berjamaah dan keluar masjid untuk bekerja dan berusaha sama-sama

dihubungkan dengan Allah SWT. Artinya, kedua hal itu dipandang sebagai zikir

Page 20: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

17

kepada Allah, bahkan di ujung ayat terdapat perintah untuk berzikir kepada Allah

dalam segala situasi.

3. Zikir dengan lisan

Zikir dengan lisan merupakan salah satu zikir yang cara praktiknya

dengan lisan, yaitu dengan mngucapkan lafaz-lafaz yang berisi pujian kepada

Allah, dan zikir tersebut berupa tasbih, tahmid dan tahlil.

Zikir yang hanya terucap dengan lisan adalah tingkatan zikir yang paling

rendah, pada waktu lisan berzikir sedangkan hatinya lalai, dan bahkan Sarraj dan

Kalabadhi mengatakan bahwan zikir yang semacam ini adalah zalim, yang tidak

mengetahui apapun tentang zikirnya, dan tidak mengetahui tentang yang

disebutnya.

Zikir yang seperti ini akan tetap mendapatkan pahala dari Allah, selama

itu dilakukan masih mengharapkan ridha dari Allah, dan zikir tersebut bukan

untuk tujuan yang lain, seperti mengharapkan pujian ataupun sanjungan dari

orang lain. Firman Allah SWT :

Artinya : “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji

atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon

ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat

mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak

meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (al-

Imran: 135)

4. Zikir dalam jiwa

Page 21: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

18

Firman Allah SWT

Artinya : “Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan

diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu

pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang

lalai. (al-A‟raf: 205)

Zikir dalam jiwa ini ditegaskan dalam hadis Qudsi, Nabi SAW bersabda

dalam hadis qudsi, Allah „Azza wa Jalla berfirman, “Aku mengikuti persangka

hamba-ku terhadap-Ku dan Aku selalu bersamanya bila ia mengingat-Ku. Jika

ia mengingat-Ku dalam jiwanya, Aku pun mengingatnya dalam jiwa-Ku.”

Dari Firman Allah dan hadis qudsi diatas betapa seseorang begitu mudah

untuk berzikir, bahkan Allah selalu mengingat dalam jiwa-Nya, tatkala ada

seorang hamba yang mengingat Allah dalam jiwanya.

5. Zikir dengan Hati

Zikir hati ialah zikir yang menghadirkan sifat-sifat Tuhan dalam diri

seorang hamba, dan memikirkan seluruh aturan, keutamaan, dan kenikmatan

dari-Nya. Seseorang yang hatinya berzikir dia tidak akan lalai dari segala

perintah-Nya dan selalu akan menjauhi segala larangan-Nya, karena dia

menyadari bahwa Allah SWT, Maha Melihat lagi Maha Mengetahui segala apa

saja yang dilakukan oleh hamba-Nya. Hati yang berzikir senantiasa selalu

Page 22: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

19

memikirkan aturan-aturan atau hukum-hukum yang dibuat oleh Allah SWT dan

telah ditetapkan di alam jagad raya ini. Dalam Al-Qur‟an Allah SWT berfirman :

(ال عمران)

Artinya : (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk

atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang

penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami,

Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau,

Maka peliharalah Kami dari siksa neraka. (QS. Al-Imran: 191)

Zikir dari hati mengakibatkan keakraban yang semakin besar, dan

akhirnya pelaku menjadi seakan seluruhnya terdiri atas hati. Setiap anggota

tubuhnya adalah sebuah hati yang mengingat Tuhan.

Menurut Fakhrurrazy yang berpendapat bahwa, zikir itu terdiri dari tiga

macam yaitu:

a. Memikirkan dan merenungkan berbagai dalil tentang zat dan sifat Allah

SWT, serta mendapat jawaban atas berbagai kekeliruan dalam

memahami dalil tersebut.

b. Memikirkan dan merenungi dalil-dalil tentang berbagai kewajiban dari-

Nya, hukum-hukum-Nya, perintah dan larangan-Nya, serta janji dan

ancaman-Nya.

Page 23: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

20

c. Memikirkan dan merenungi seluruh rahasia berbagai ciptaaan Allah

SWT.20

6. Zikir amal

Zikir dengan amal adalah berzikir dengan cara menjadikan anggota tubuh

melaksanakan ketaatan kepada Allah, dan selu bersyukur atas apa-apa nikmat

yang telah diberikan-Nya kepada kita, sebagaimana dalam Firman-Nya:

Artinya : “Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah

Pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu

dari langit dan bumi ? tidak ada Tuhan selain dia; Maka

Mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan). (al-Fathir/35:3)

Menurut Ahmad Bahjat, zikir kepada Allah haruslah ada dampak

pengaruh dalam kehidupan dan memberikan keutamaan bagi seluruh kehidupan

manusia, dan ini semua tidak akan terjadi kecuali dengan zikir alam, yang mana

di dalamnya seseorang tegak berdiri, sebagaimana fungsinya dimuka bumi

sebagai khalifah untuk menjaga dan melestarikan kelangsungan alam semesta21

.

C. Keutamaan Dzikir

Zikir kepada Allah adalah perbuatan yang paling baik bagi siapa orang

yang ingin mendekatkan diri kepada Allah dan ingin mendapatkan pahala yang

20

Fahrurrazy, Tafsir Kabir wa Mafatih al-Ghaib, (Baerut, darul Fikr, 1985), Jilid 2, cet. Ke-3,

h. 158-159.

21

Ahmad Bahjat, Allah fi al-Aqidah al-Islamiyyah, (terj) Abdul Ghaffar, (Bandung, Pustaka

Hidayah, 1998), h.222.

Page 24: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

21

besar, dan zikir itu sesuatu yang sangat besar yang diperintahkan oleh Allah

dalam Al-Qur‟an.22

Zikir adalah salah satu aktivitas manusia sebagai intropeksi diri yang

mana bertujuan untuk menyucikan manusia dan membuat faqr, maka kemiskinan

yang mulia, mengendalikan diri, zikir, mengucapkan firman Allah merupakan

sarana untuk menyampaikan kepada faqr itu kekayaan-Nya yang tidak terbatas.

Sesuai dengan perintah Al-Quran untuk memperbanyak zikir, karena

dzikir adalah sebaik-baik amalan yang mendekatkan diri seorang muslim kepada

Rabbnya, bahkan ia merupakan kunci semua kebaikan yang diinginkan seorang

hamba didunia dan akhirat, kapan saja yang Allah berikan kunci ini pada seorang

hamba maka Allah inginkan ia membukanya dan jika Allah menyesatkannya

maka pintu kebaikan tersisa jauh darinya, sehingga hatinya gundah gulana,

bingung, pikiran kalut, depresi dan lemah semangat dan keinginannya, apabila ia

menjaga zikirnya serta terus berlindung kepada Allah maka hatinya akan selalu

tenang. Sebagaimana Allah SWT berfirman:

Artinya : (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi

tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan

mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra‟d:

28)

22

Abdul Aziz Fathi Sayyid Nada, al-Adab al-Islamiyyah, (Riyadh: Daar Thoyyibah linnasar

wattauji‟, 2007), h. 327

Page 25: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

22

Begitu pentingnya berzikir kepada Allah maka banyak sekali manfaat dan

kegunaannya bagi siapapun yang mengerjakannya, Ibn Qoyyim al-Jawziyyah

menjelaskan dalam kitabnya al-Wabil as-Shayyib Wa Raafi’ al-Kalimi al-

Thoyyib, beliau menyebutkan bahwa ada seratus keutamaan bagi orang yang

mengerjakan zikir, dan beliau merinci tujuh puluh tiga keutamaan saja.23

Diantara keutamaan zikir yang akan dijelaskan oleh penulis, disini penulis

hanya menjelaskan sepuluh keutamaan. Adalah sebagai berikut:

1. Zikir dapat mengusir syetan dan dapat melindungi orang yang berdzikir, Allah

SWT berfirman:

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-

was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, Maka ketika itu juga

mereka melihat kesalahan-kesalahannya. (QS. al-„Araf:201)

2. Dzikir dapat menghilangkan kesedihan, kegundahan dan depresi dan dapat

mendatangkan ketenangan, kebahagian dan kelapangan hidup, hal ini sesuai

dengan firman Allah SWT:

Artinya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram

dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah

hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra‟d: 28)

23

Ibn Qoyyim al-Jawjiyyah, al-Wabil as-Shayyib, (terj) abd. Rohim Mu‟thi dan Zulqarnain,

(Jakarta, Akbar media Eka, 2004), cet. Ke.I, h.65

Page 26: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

23

Sahl bin Abdullah berkata jika hati seorang hamba merasa senang dan

tenang kepada Tuhannya, maka kondisi spiritualnya akan menjadi kuat. Jika

kondisi spiritualnya kuat maka segala sesuatu akan senang dan simpati

kepadanya.24

3. Dzikir dapat menghidupkan hati

Bahkan dzikir itu sendiri pada hakekatnya adalah kehidupan bagi hati

tersebut, apabila hati kehilangan zikir maka seakan-akan kehilangan

kehidupannya sehingga tidak hidup sebuah hati tanpa dzikir kepada Allah.

Rasulullah saw bersabda:

25

Artinya : Dari Abu Musa ra berkata, bahwa Nabi saw telah bersabda:

Perumpamaan orang yang berzikir kepada Tuhannya dan orang

yang tidak berzikir kepada Tuhannya seperti orang yang hidup dan

orang yang mati. (HR. Bukhari)

4. Dzikir menghapus dosa dan menyelamatkannya dari adzab Allah

Karena zikir merupakan suatu kebaikan yang besar dan diampuninya

segala dosa-dosa, tentu hal ini dapat menyelamatkan orang yang berdzikir dari

azab Allah SWT, sebagaimana Rasulullah saw bersabda:

26

24

Dikutip dari Syekh Abu nashr as-Sarraj al-Thusi, al-luma‟ (t.t: Tsaqafa al-Dhiniyyah), h. 98

25

Muhammad Ibn Ismail abu Abdillah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut, Dar Ibn Katsir,

1987), juz 5, h. 2353 26

Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, (Amman, al-Khatib) juz 2, h. 1345

Page 27: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

24

Artinya : Dari Muadz bin Jabal berkata, sesungguhnya Rasulullah saw

bersabda: tidak ada amal yang dapat dilakukan oleh seseorang dari

siksa Allah kecuali berzikir kepada Allah. (HR. Ibn Majah)

5. Zikir menghasilkan pahala, keutamaan dan karunia Allah

Padahal sangat mudah mengamalkannya, karena gerakan lisan lidah

mudah dari pada gerakan tubuh, diantara pahala zikir yang disebutkan Rasulullah

saw adalah:

)27

Artinya: telah menceritakan kepada kami Abullah bin Yusuf, telah mengabarkan

kepada kami, Malik dari Sumai maula, Abi Bakrin, dari Abi Shaleh,

dari Abi Hurairah RA. Sesungguhnya Nabi saw bersabda: orang yang

mau mengucapkan “Laailaha illallah wahdahu laa syarikalahu lahul

mulku walahulhamdu wa huwa ala kulli say‟in kodiir”. Pada setiap

hari sebanyak seratus kali, maka orang itu seperti membebaskan

sepuluh hamba sahay, dan baginya ditulis seratus kebaikan dan

baginya dihapus seratus kejelekan, dan baginya terjaga dari setan

pada hari itu sampai sore, dan tidak ada orang yang bisa melebihi

kemuliannya dari pada orang yang mau mengamalkan kalimat yang

diatas yang lebih banyak. (HR. Bukhari)

27

http://www.maktabah-syamilah.com

Page 28: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

25

6. Zikir dapat menjadi cahaya penerang bagi yang berzikir di dunia, di alam

kubur, dan di akhirat.

Orang yang berzikir dapat menerangi dalam kehidupan di dunia dan di

akhirat, sehingga tidaklah hati dan kuburan memiliki cahaya seperti cahaya

dzikrullah. Allah SWT berfirman:

Artinya: dan Apakah orang yang sudah mati kemudian Dia Kami hidupkan dan

Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu

Dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa

dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang

sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami

jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka

kerjakan. (QS. al-An‟am:122)

7. Zikir menjadikan seseorang termasuk kepada golongan yang istimewa dan

terkemuka.

Rasulullah saw bersabda:

28 Artinya: Dari Abu Hurairah: Rasulullah saw bersabda: Telah mendahului

orang-orang yang istimewa! Mereka bertanya: Siapakah orang-orang

yang istimewa wahai Rasulullah? Beliau menjawab: mereka ialah

orang-orang yang berzikir kepada Allah SWT, baik laki-laki maupun

wanita. (HR. Muslim)

8. Zikir menjadi sebab mendapatkan shalawat dari Allah dan para malaikat-Nya

28

Silsilah al-„Alim wa al-Muta‟lim, Muslim: Sahih Muslim, (Amman, al-Khatib), juz 4, h.

2062

Page 29: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

26

Allah SWT berfirman:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama)

Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. dan bertasbihlah kepada-Nya

diwaktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan

malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia

mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan

adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (QS.

al-Ahzab:41-43)

9. Zikir mencegah orang dari sifat kemunafikan

Orang yang berzikir kepada Allah SWT akan terpelihara dirinya dari sifat

kemunafikan, karena salah satu ciri orang munafik adalah jarang sekali berzikir

kepada Allah SWT, Allah SWT berfirman:

Artinya : Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan

membalas tipuan mereka dan apabila mereka berdiri untuk shalat

mereka berdiri dengan malas. mereka bermaksud riya (dengan shalat)

di hadapan manusia. dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali

sedikit sekali. (QS. an-Nisa: 142)

Dalam ayat di atas telah disebutkan bahwa tipuan orang-orang munafik

dan segala fitnahnya yang bisa menjerumuskan manusia ke dalam jurang

kemunafikan sebagaimana Allah SWT berfirman :

Page 30: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

27

Artinya : Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu

melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat

demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi.

10. Zikir menjadikan seseorang diingat Allah SWT

Allah SWT berfirman:

Artinya: Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula)

kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu

mengingkari (nikmat)-Ku. (QS. al-Baqarah: 152)

D. Adab Berzikir

Zikir memiliki adab-adab yang perlu diperhatikan bagi siapapun yang

melakukan zikir kepada Allah SWT, untuk bisa menghantarkan seorang hamba

untuk bisa dekat dengan Allah.

1. Dengan niat yang ikhlas

Allah SWT berfirman :

Artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan

memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang

lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat;

dan yang demikian Itulah agama yang lurus. (QS. al-Bayyinah:5)

Page 31: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

28

Berkata dzun nun al-misri tanda orang yang ikhlas itu ada tiga : yang

pertama jika dipuji dan dicela orang tidak berpengaruh baginya, yang kedua jika

ia beramal tidak riya‟ dan yang ketiga jika amal yang dilakukan semata hanya

untuk mengharapkan ridho Allah SWT.29

2. Adab Batin

Apabila seseorang ingin berzikir hendaknya ia menghadirkan hatinya,

mengkadirkan kehadiran Illahi dalam hatinya, mengosongkan hatinya dari hal-

hal yang bisa membawanya untuk lalai mengingatnya. Amr bin Utsman al-Makki

berkata: kehadiran hati ialah kegaiban yang ditemukan oleh hati dengan kegaiban

yang tidak dijadikan sebagai sesuatu yang terlihat dan tidak pula penghayatan

hati nurani.30

Sehingga pengetahuan tentang perbuatan senantiasa menyertainya

dan pikiran tidak berkeliaran kepada selain-Nya, selagi pikiran tidak berpaling

kepada selain-Nya, hati akan selalu mengingat dengan apa yang sedang

diingatnya, karena kehadiran hati kesinambungan antara penglihatan hati dengan

penglihatan mata. Allah SWT berfirman :

...

Artinya : Dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu. (QS. Saba‟: 47)

29

Di Kutip dari Syekh Abu nashr as-Sarraj al-Thusi, al-luma‟ (t.t: Tsaqafa al-Dhiniyyah), h.

99

30

Ibid, h. 101

Page 32: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

29

Begitu pentingnya kehadiran hati dalam melakukan zikir yang

mengkibatkan kekhusuan bagi seorang hamba dalam melakukan sebuah aktivitas

zikir, faktor yang menyebabkan kehadiran hati memerlukan kosentrasi dan

perhatian yang sangat penuh. Perhatian yang utama terhadap zikir tidak akan

terwujud apabila tidak diketahui manfaat dan keutamaan dalam melakukan zikir,

karenanya memahami manfaat dan keutamaan dalam berzikir memberikan kunci

utama dalam menghadirkan hati.

3. Adab lahir

a. Sebelum melakukan zikir hendaknya badan suci dari hadas besar maupun

hadas kecil, dan juga tempat yang akan digunakan untuk beerzikir

haruslah suci dari segala yang meragukan. Rasulullah saw bersabda:

31 Artinya : berkata Abu Daud: menceriyakan kepada saya Muhammad bin

Matan, menceritakan kepada saya „Abd al-„Ala, menceritakan

kepada saya Sa‟id dari Qotadah, dari hasan, dari Khudain bin

Assandari, Abi Sasan dari Muhazir, Muhazir menemui Rasul,

sesungguhnya Nabi saw sedang buang air kecil, Muhazir salam

kepada Nabi maka Nabi tidak menjawab salam, sehingga Rasul

berwudhu, kemudian beralasan, Nabi bersabda: Saya itu benci

31

Abu Daud, Sunan abu Daud, Kitab ath-Tharah, Sebagaimana dikutip oleh Luqmanul

Hakim, Hak Cipta dalam kaarya tulis Kualitas hadist-hadist Zikir, Disertasi Sekolah pasca sarjana UIN

syarif hidayatullah Jakarta, (Jakarta, tidak diterbitkan, 2008), h. 73

Page 33: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

30

ketika saya menyebut Dzikir (Menyebut Allah) Azza Wajalla,

sampai keadaan suci. (HR. Abu Daud)

b. Hendaknya orang yang berzikir bersikap tertib, jika ia duduk hendaknya

ia menghadap ke arah kiblat dengan khusuk, menghinakan diri kepada

Allah, dengan tenang, penuh dengan rasa takut dan dengan menundukan

kepala.

c. Orang yang ingin melakukan zikir hendaknya membersihkan mulutnya

sebelum berzikir.

4. Adab lahir batin.32

a. Ikhlas karena Allah di dalam zikir

b. Memperbanyak zikir disetiap keadaan

c. Menyatukan zikir dengan hati dan lisan

d. Berkumpul untuk berdzikir

e. Menangis dan hati lemah dalm berdzikir

f. Meringankan suara dalm berdzikir

g. Memperbanyak membaca al-Quran

h. Memperbanyak istighfar

i. Medahulukan zikir yang umum dan yang khusus

Ada 20 adab sebelum zikir dalam melakukan zikir berjamaah, dibagi

menjadi 5 adab sebelum zikir, 12 adab selama zikir dan 3 adab setelah zikir.33

32

Abdul Aziz Fathi Sayyid Nada, al-Adab al-Islamiyyah, h. 387

Page 34: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

31

1) Lima adab sebelum zikir

a) Niat taubat nasuha, dengan bersungguh-sungguh.

b) Mandi atau bewudhu, kemudian memakai wangi-wangian, bersiwak

dan mengharumkan mulut. Dianjurkan menjaga wudhu, tetapi mandi

jauh lebih baik.

c) Duduk diam dan mulai zikir kalbu dengan lafaz Allah...Allah...Allah

d) Menyatukan hati dengan Mursyid dan memohon dukungannya

(Rabitah).34

e) Menyatukan diri ke Rasulullah saw dengan perantara Syaikh/Guru

(guru sebagai perantara).35

2) Dua belas adab selama zikir

a) Duduk di atas alas yang suci

b) Meletakan tangan di atas paha dengan jari telunjuk dan jempol

dilingkarkan, kemudian berbentuk lingkaran bila berjamaah, bila zikir

sendiri sebaiknya menghadap kiblat, bila berjamaah membuat

lingkaran.

33

Syaikh Ahmad Khumuskhanawy al-Naqsyabandi, Jami‟ al-Ushul fi al-Awliya, (Surabaya: al-

Haramayn, 2006), h.24

34

Rabitah berarti seorang murid secara terus menerus “bertatap muka” dengan syaikh (surah-

iasy-syaikh) dalam pikirannya, tidak saja supaya dia dapat mencapai tingkatan penuh kepatuhan pada

syaikh tetapi juga agar dia merasa seolah-olah terus bersamanya. Praktis seketika itu serang murid

kehilangan dirinya dan menyatu dalam diri sang syaikh, dan seketika itu ia akan mencapai tingkat

“peleburan diri dalam diri sang syaikh” (fana fi asy-syaikh), yang pada akhirnya akan membawa

mereka pada “peleburan diri dalam diri Tuhan” (fana bi Allah). Nashr, Warisan sufi abad pertengahan,

(Yogyakarta, pustaka sufi 2003), h.551

35

Syaikh Ahmad Khumuskhanawy al-Naqsyabandi, Jami‟ al-Ushul fi al-Awliya, (Surabaya: al-

Haramayn, 2006), h.30

Page 35: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

32

c) Memberikan wewangian pada majelis zikir, Rasulullah saw.

Menyenangi wewangian, malaikat dan awliya menyenangi

wewangian. Adab ini merupakan adab yang sudah disepakati oleh para

Mursyid Tarekat

d) Memakai pakaian yang halal dan suci

e) Menggelapkan atau mematikan lampu untuk memudahkan untuk

menutup indra lahiriyah menuju indra batiniyah. Konsentrasi dan

menjaga pandangan serta lebih khusyu.

f) Memejamkan mata, karena dengan memejamkan mata, maka jalan-

jalan indra lahiriyah akan tertutup sedikit demi sedikit. Tertutupnya

indra tersebut akan merupakan jalan sumber penyingkapan bagi indra

batiniyah atau hati.

g) Membayangkan kehadiran Mursyid dalam majlis zikir, hal ini

merupakan adab yang sangat ditekankan.

h) Zikir berjamaah lebih baik dengan suara keras namun lembut, dengan

kekuatan yang sempurna hingga seluruh sel-sel tubuh dari kepala

hingga ujung kaki terisi oleh asma Allah, hal ini menunjukan keadaan

di mana pezikir memiliki keinginan yang kuat.

i) Keikhlasan dan ketulusan dalam beerzikir dengan mengharapkan ridha

Allah semata.

j) Ketika berzikir La ilaha illallah panjang pendeknya sesuai dengan

bacaan al-Quran, karena kalimat ini berasal dari al-Quran.

Page 36: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

33

k) Menghadirkan makna zikir dalam hati

l) Mengosongkan hati dari msetiap maujud, yaitu menghindarkan selain

Allah masuk dalam hati.36

c) Tiga adab setelah zikir

1) Setelah zikir diam sejenak sambil mengawasi warid dari wirid/zikir

yang dilakukan.

2) Menahan nafas berulang-ulang antara 3 hingga 7 tarikan nafas.

3) Tidak segera minum yang dingin, karena panasnya zikir akan

menghancurkan karat-karat hati.37

36

Syaikh Ahmad Khumuskhanawy al-Naqsyabandi, Jami‟ al-Ushul fi al-Awliya, (Surabaya: al-

Haramayn, 2006), h.32

37

Ibid, h.35

Page 37: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

34

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG TARIAN SUFI JALALUDIN RÛMI

Nama tarian itu adalah Mevlevi Sema Ceremony atau lebih akrab dengan

sebutan sema‟ (dalam bahasa arab berarti mendengar atau jika diterapkan dalam

definisi yang lebih luas ialah bergerak dalam suka cita cita sambil mendengarkan

nada-nada musik sambil berputar-putar sesuai dengan arah putaran alam semesta). Di

barat tarian ini lebih dikenal sebagai “Whirling Dervishes”, atau para darwis yang

berputar-putar dan digolongkan sebagai devine dance.

Secara historis tarian ini tarian yang telah di praktekan oleh sufi-sufi awal,

akan tetapi tidak mendapat penjelasan bagaimana bagaimana tarian ini dipraktekan

dalam sumber-sumber sufi awal.38

Lalu tarian ini kembali muncul beberapa abad

setelahnya yang dilakukan oleh Maulana Jalaludin Rûmi, seorang sufi yang juga

merasakan suka cita kepada gurunya Syamsudi al-Tibriz, atau Syams-i- Tabriz.

Kemudian tarian ini terus di ramaikan oleh Tarekat Maulawiyah atau Mevlevi.

A. Biografi Rûmi (Pendiri Tarekat Maulawiyyah)

Jalaluddin Rûmi lahir di balkh, sekarang Afghanistan, pada 6 Rabi‟ Al-

Awwal tahun 604 H/ 30 November 1207 M.39

Dan wafat pada 5 Jumad Al-

Tsaniyah 672 H/17 Desember 1273 M Ayahnya, Baha‟ Walad, adalah seorang

ulama yang terkenal, ahli fiqh sekaligus seorang Sufi yang menempuh jalan

38

Mulyadhi Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, (Jakarta, Erlangga, 2006), cet. I, h. 259

39

William C. Chittick, Jalan Cinta Sang Sufi (terj), (Yogyakarta, Qolam, 2001), cet. III, h. 1.

Page 38: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

35

Tasawuf, sebagaimana Ahmad Ghazali, saudara Muhammad Ghazali, seorang

sufi terkenal dan „Ayn al Qhudat Hamdani.40

Menurut tradisi nenek moyangnya,

Rûmi tergolong masih begitu muda ketika mulai belajar ilmu-ilmu eksoterik. Dia

mempelajari berbagai keilmuan meliputi dari tata bahasa arab, ilmu persajakan,

Al-Qur‟an, fiqh, ushul fiqh, tafsir, sejarah, teologi, filsafat, logika, matematika,

dan astronomi.

Pada saat ayahnya meninggal dunia pada tahun 628 H/1231 M, dia telah

menguasai bidang keilmuan tersebut, Namanya pada waktu itu sudah dapat

dijumpai dalam sederatan para ulama ahli dibidang hukum pada mazhab hanafi.

Karena keilmuan tersebut tidak diherankan pada usia 24 tahun, dia sudah diminta

untuk menggantikan tugas ayahnya untuk menjadi dai sekaligus menjadi rujukan

hukum Islam.

Ketika Rûmi telah menggantikan kedudukan ayahnya nampaknya dia

telah menguasai ilmu-ilmu disiplin kerohanian dan ilmu-ilmu eksoterik sufisme,

bahkan terdorong kearahnya, sampainya bertemu dengan seorang yang bernama

Burhan al-Din tirmidzi, dia murid kesayangan ayahnya, dia datang ke Konya

pada tahun 629 H/1232 M hingga wafatnya pada tahun 638 H/1240 M. Di bawah

bimbingannyalah Rûmi menjalani disiplin-disiplin rohani.

Setelah kematian Tirmidzi, Rûmi terus menjalankan tugasnya, terus

mengajak dan membimbing orang-orang Konya. Dia menjadi begitu terkenal dan

paling dihormati di kalangan ahli hukum (fuqaha). Meskipun demikian, dia tetap

40

Ibid

Page 39: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

36

menjalani kehidupan rohani sebagai seorang sufi, bahkan pada masa itu, sebagai

mana yang disebutkan oleh S.H. Nashr, Rûmi telah menjadi seorang guru sufi

sejati.41

Kendati dalam kehidupan sehari-harinya, dia tetap menjalani kehidupan

sebagaimana sebelumnya, sebagai seorang ahli hukum yang dihormati.

Kadang-kadang dia juga menyinggung masalah “keajaiban-keajaiban

rohani,” walaupun tidak pernah menunjukan tanda-tanda bahwa dia pernah

mengalaminya. Hal itu berubah manakala seorang yang berpenampilan aneh,

yang bernama Maulana Syamsudin al-Tibrizi, datang ke Konya pada tahun 642

H/1244 M.42

Syams-i Tibriz sangat besar pengaruhnya terhadap Rûmi, dialah

yang menyebabkan Rûmi berubah dari seorang ahli hukum yang tenang menjadi

seseorang yang mabuk akan Cinta Tuhan.

Setelah kurang lebih satu atau dua tahun, Syams senantiasa mendampingi

Rûmi, suatu ketika tiba-tiba Syams pergi meninggalkan kota Konya. Hal itu

menyebabkan Rûmi dilanda kecemasan. Kemudian Rûmi membujuknya dan

pada akhirnya Syams kembali ke Konya, namun tidak lama kemudian Syams

kembali meninggalkan Rûmi sekitar tahun 645 H/1247 M, dia kembali

menghilang. Dan disinilah puncak dimana Rûmi merasa kehilangan seorang guru

spritual yang sangat dicintainya, Syamsuddin Tabrizi. Ia adalah seorang guru sufi

misterius yang bagaikan magnet mampu menyedot seluruh perhatian Rûmi,

41

Dikutip dari William C. Chittick, Jalan Cinta Sang Sufi, (terj) (Yogyakarta, Qolam, 2001), cet.

III, h. 3.

42

Ibid

Page 40: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

37

hingga orientasi spiritual Rûmi berubah secara dramatis, dari seorang teolog

dialektis menjadi seorang penyair-sufi.

Setelah kepergian Syams seorang yang dianggap Rûmi yang berpengaruh

dalam perjalanan spiritualnya, Rûmi selalu melakukan Tarian ditengah-tengah

kota Konya pada waktu pagi hari, Tarian ini salah satu ritual yang dilakukan

Rûmi utnuk mengenang kepergian Syams dan juga rasa Cintanya kepada Tuhan

yang begitu mendalam, Bagi Rûmi menari adalah Cinta. Dan Rûmi tak berhenti

menari karena ia tak pernah berhenti mencintai Tuhan. Hingga tiba saatnya di

suatu senja 17 Desember 1273,43

ia dipanggil Sang Maha Kuasa dalam keadaan

diliputi Cinta Ilahi.

Kemudian tarian ini terus di kembangkan oleh Tarekat Maulawiyah atau

mevlevi yang kemudian menjadi seni yang dipertontonkan pada setiap bulan

Desember, khususnya pada tanggal 12 desember yang mana untuk mengenang

sang maestro Maulana jalaludin Rûmi, terhadap karya-karyanya.

1. Karya-karya Rûmi

Karya-karya Rûmi adalah Diwan Syams Tabrizi yang memuat lebih dari

40.000 syair dan kitab karang Rûmi yang paling monumental ialah Matsnawi

43

Ibid, h. 5

Page 41: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

38

yang terdiri dari 6 jilid berisikan 25.000 untaian bait syair. Yang mana kitab ini

disebut juga sebagai Quran yang berbahasa Persia.44

Maulana Jalaludin Rûmi pun meninggalkan buah karya prosa yang relatif

pendek, dengan judul Fihi ma Fihi, meliputi tema yang sama seperti Matsnawi.

Majalis Sab‟ah jelas merupakan karya yang ditulis sebelum kedatangan Syams

ke Konya.45

Diwan (kumpulan syair), terdiri dari kurang lebih 3.230 ghazal, yang

jumlah keseluruhannya mencapai 35.000 syair; 44 ta‟rif, sebuah bentuk puisi

yang terdiri dari dua atau lebih ghazal, yang seluruhnya berjumlah 1.700 syair,

ruba‟iyyat, “sajak-sajak yang terdiri dari empat baris.” Diwan lebih mencakup

dari keseluruhan syair Rûmi dari pada Matsnawi, yang disusun dalam rentang

waktu lebih dari tiga puluh tahun sejak kedatangan Syams di Konya hingga

menjelang akhir hayat Rûmi.46

Sebenarnya masih ada karya-karya Rûmi yang lain, seperti Ruba‟iyat

(syair empat baris dari Rûmi), berisikan sekitar 1.600 kuatren orisinal, yang

mencakup ide-ide Rûmi tentang Tasawuf, seperti tawakal, ikhlas, cinta, iman,

akal, dan penyatuan. Al-Maktubat, karya Rûmi yang lain berisikan 145 surat

44

Ibid, h. 6

45

Ensiklopedi Tematis Spritual Islam (terj), (Bandung, Mizan, 2003), cet, II, h. 149

46

Ibid

Page 42: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

39

yang rata-rata sepanjang dua halaman, yang ditujukan kepada para keluarga raja

dan bangsawan Konya, tetapi karya ini tidak begitu terkenal dan berpengaruh.47

Maqalat-i Syams-i Tabriz (Percakapan Syamsi Tabriz), karya Rûmi yang

lain, dianggap sebagai buah persahabatan Rûmi dengan guru dan sahabatnya,

Syams al-Din Tabriz. Ia berisikan beberapa dialog mistik antara Syams sebagai

guru dan murid.48

Sekalipun karya tersebut menjelaskan prihal kehidupan, namun menurut

Mulyadhi, mengutip Nicholson, mengatakan bahwa karya ini menerangkan

beberapa ide dan doktrin sang penyair.49

Majlis-i Sab‟ah (Tujuh Pembahasan), karya Rûmi yang merupakan

bentuk prosa juga, yang berisikan sejumlah Khutbah Rûmi dan kuliah Rûmi yang

diberikan bukan saja untuk kalangan kaum Sufi, akan tetapi juga khalayak umu.

Khutbahnya kebanyakan dalam bentuk nasehat dan konseling, dan agaknya

disampaikan sebelum bertemu dengan Syams al-Din Tabriz.50

Karya-karya Rûmi sangat berpengaruh teerhadap perkembangan dan

popularitas tarekat Maulawiyyah, baik yang ditulis oleh Rûmi sendiri, maupun

47

Mulyadhi Kartanegara, Tarekat Maulawiyah: Tarekat Kelahiran Turki, dalam Sri Mulyati, ed.,

Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Mukhtabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h.

336

48

Ibid

49

Mulyadhi Kartanegara, Jalal al-Din Rûmi: Guru Sufi dan Penyair Agung. (Jakarta, Teraju,

2004), h. 10-11

50

Ibid, h. 14

Page 43: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

40

para pengikutnya, baik pada masa lalu maupun pada masa kini. Popularitas

Tarekat Maulawiyyah tentu sangat terikat dengan karya utama Rûmi, yang

berjudul Matsnawi al-Ma‟nawi, atau Matsnawi Jalal al-Din Rûmi. Ini adalah

mahakarya yang sangat agung, yang telah mendapat pujian dari „Abd al-Rahman

Jami sebagai al-Quran yang berbahasa persia.51

B. Tarekat Maulawi

Membahas tentang tarian sufi pastilah kita dibawa untuk mengetahui

siapa yang mepopulerkan tarian mistik ini, tidak lain ialah Tarekat Maulawi,

sebuah tarekat yang didirikan oleh penyair besar Maulana Jalaluddin Rûmi.

Nama Maulawi berasal dari nama “Maulana” (Guru kami), yaitu gelar

yang diberikan murid-murid Jalal- mal-Din Rûmi. Oleh karena itu jelas bahwa

pendiri Tarekat Maulawi adalah Rûmi, yang didirikan sekitar 15 tahun terakhir

hidup Rûmi. Walaupun tidak terlalu besar dibandingkan dengan Tareka

Naqsyabandiyyah, tetapi tarekat ini masih bertahan hidup hingga akhir-akhir ini

dan salah satu mursyid (spiritual guide) dan sekaligus wakil yang terkenal secara

internasional dari tarekat ini adalah Syekh Kabir Helminski, yang bermarkas di

California, Amerika Serikat.52

51

Mulyadhi Kartanegara, Tarekat Maulawiyah: Tarekat Kelahiran Turki, dalam Sri Mulyati, ed.,

Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Mukhtabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h.

321

52

Ibid, h. 321

Page 44: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

41

Setelah Rûmi wafat, pimpinan tarekat Maulawi diambil alih oleh sahabat

karibnya dan Khalifahnya, Syaikh Husamuddin Hasan bin Muhammad, salah

seorang sahabat karibnya, yang juga dijadikan Rûmi sebagai khalifah. Lalu

Sultan Walad, pada akhir abad ke 13, putra sulung penyair besar Maulana Jalal

al-Din Rûmi, yang sangat berperan penting dalam mengembangkan Tarekat

Maulawi dan juga menyebarkan ajaran-ajaran Rûmi.

Hasanudin memipin tarekat ini sampai akhir hayatnya sepuluh tahun

kemudian, setelah itu para murid berkumpul mengelilingi sultan walad dan

mentahsbikannya menjadi penggantinya, dia memimpin upaya perluasan besar-

besaran dengan mengirimkan para Khalifah ke pelbagai penjuru anatolia, dirinya

pun mengodifikasi ritual serta peraturan dalam berpakaian serta bertingkahlaku

khas Maulawi.53

Disinilah kemajuan pesat tarekat Maulawi setelah dipegang oleh

sultan Walad, dan mempunyai ciri dalam tarekat ini ialah dengan melakukan

ritual Tarian sebagai mediasi zikir yang diiringi oleh instrumen musik.

Ciri utama Tarekat ini adalah konser spiritual, sama‟ yang diperkenalkan

oleh Rûmi pertama kali setelah hilangnya gurunya yang sangat dicintai, Syams

al-Din Tabriz. Peristiwa ini menjadikan Rûmi sangat sensitif terhadap musik,

sehingga tempaan palu seorang pandai besi mampu membuat Rûmi menari dan

53

Ensiklopedi Tematis Spritual Islam (terj), (Bandung, Mizan, 2003), cet, II, h. 151

Page 45: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

42

beerpuisi.54

Sekalipu sama‟ dalam bentuk tarian berputar akan tetapi tarian ini

ialah tarian spiritual yang dijadikan sebagai mediasi zikir, oleh para pengikut

Tarekat Maulawi yaitu zikir yang dibarengi dengan tarian yang diiringi oleh

instrument musik. Walupun telah banyak dimainkan oleh banyak tarekat sufi,

akan tetapi Rûmi menjadikan cirri khas dasar dari Tarekatnya. Karena itu tarekat

Maulawi dikenal di Barat sebagai Para Darwis yang Berputar (the Whirling

Darvish). Bahasan tentang tarian yang dijadikan mediasi zikir dalam tradisi sufi

dalam perspekrif hukum Islam akan dijelaskan pada Bab IV.

C. Tarian Sufi

Mungkin tidak ada aspek yang paling kontroversial, dan sekaligus

populer, dibanding praktik musik dan tarian, Musik dan tari tidak dianut secara

universal dikalangan kaum sufi, karena tarekat-tarekat seperti Naqsyabandiyyah

dan Qodiriyyah tidak setuju dengan pertujukan (meskipun ada pengecualian

dalam kedua kelompok tersebut).55

Disini saya tidak membahas tentang musik akan tetapi lebik kepada

praktik tarian yang digunakan sebagai media zikir. Kebanyakan tarekat modus

berdzikir kolektif yang diiringi oleh gerakan-gerakan jasmani. Tarekat

Maulawiyah para darwis menari, menyebutnya sebagai sama‟, konser spritual

54

Mulyadhi Kartanegara, Tarekat Maulawiyah: Tarekat Kelahiran Turki, dalam Sri Mulyati, ed.,

Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Mukhtabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h.

337 55

Carl W. Ernst, Ajaran dan amaliah Tasawuf (terj), (Jogjakarta, Pusti Sufi, 2003), cet, I, h. 231

Page 46: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

43

karena ia merupakan sebuah upacara di mana tarian diiringi oleh esembel musik

lengkap, instrumental dan ritme.56

Musik itu sendiri dianggap sebagai salah satu zikir, ritual-ritual tarian

yang dilakukan oleh kaum sufi dilakukan dalam sebuah atmosfir yang dipenuhi

dalam simbolisme kosmik.57

Mereka para darwis (pelaku yang melakukan tarian sufi), yang berputar

seraya memutari atom-atom alam jagad raya semesta keseluruhan kosmos

merupakan manifestasi Tuhan, menurut Ibn „Arabi, pada hakikatnya tidak ada

yang bereksistensi kecuali nama-nama-Nya.58

Garis penalaran di sini sangatlah

jelas. Dia mengatakan bahwa segala yang berasal dari Allah, segala sesuatu

memanifestasikan Allah, segala sesuatu menjadi tanda Allah, “Semuanya adalah

Dia”.

Tarian itu sendiri yang diajarkan oleh Rûmi kepada murid-muridnya,

dalam bentuk yang direalisasikan oleh Rûmi sendiri, yang mendapatkan makna

kekuatannya dari simbiolisme yang kaya lagi fasih pada saat yang sama ketika

tindakannya berkonsentrasi dan memfokus pada daya-daya manusia.59

Lalu para darwis berkumpul menempatkan diri mereka untuk menari

dalam beberapa konsentris, seraya membentuk planet-planet dilangit, seorang

56

Ensiklopedi Tematis Spritual Islam (terj), (Bandung, Mizan, 2003), cet, II, h. 380

57

Carl W. Ernst, Ajaran dan amaliah Tasawuf (terj), (Jogjakarta, Pusti Sufi, 2003), cet, I, h.

237

58

William C. Cittick, Tasawuf di mata kaum sufi (tej), (Bandung, Mizan, 2002), cet, I, h. 59

Ensiklopedi Tematis Spritual Islam (terj), (Bandung, Mizan, 2003), cet, II, h. 383

Page 47: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

44

darwis yang tertua menempati posisi tengah dalam posisi lingkaran dimana ia

mempresentasikan “kutb”, Dia berputaar perlahan-lahan di tempat, sementara

yang lainnya menyusun lingkaran sebuah mahkota berputar pada saaat

beerbarangan berkeliling di orbit-orbit di mana mereka ditempatkan.60

Setelah menjadi seperti persilangan yang berputar, dia bergerak perlahan

kepalanya agak ditundukkan, kedua bahunya tegak rata. Mantel putihnya yang

tergulung bagaikan lingkarana mahkota bunga, menjadi citra kesempurnaan

(„ardh) alam semesta yang dirasuki Kearifan Ilahi (al-hikmah). Poros vertikal

dari tubuhnya yang diperpanjang oleh torbus yang tinggi merupakan tanda

keagungan (thul) yang baru dapat ditembus oleh seorang salik yang mencoba

untuk fana di dalam diri Yang Mahakuasa (al-qudrah).

Dengan menirukan di atas bumi gerakan bintang-bintang yang dengan

sendirinya merupakan lambang dan kekuatan hierarki malaikat, para darwis itu

sadar akan keikutsertaannya dalam keselarasan dalam keselarasan universal dan

memberi dorongan untuk membuat apa yang berlaku di langit berlaku juga

dibawah sini, dengan membiarkan dirinya hanyut dalam ritme keselarasan langit

dia menjadi alat dengan melaluinya Cinta Ilahi dapat berkomunikasi dengan

penderitaan mahluk akibat perpisahan dan ilusi kosmik.61

Melalui rotasi ini, Dia menegaskan kehadiran unik dari Allah di segenap

penjuru angkasa. Allah SWT berfirman:

60

Ibid, h. 380 61

Ibid, h. 381

Page 48: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

45

Artinya : Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu

menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas

(rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui.(QS. Al-Baqarah: 115)

1. Makna Filosofis Tarian Sufi

Para darwis istilah peserta tari sufi yang dilakukan para pengikut tarekat

Maulawiyah, sebelum melakukan sebuah Tarian para darwis masuk dengan

memakai topi lakan berbentuk krucut yang berasal dari asia Tengah, topi lakan

yang juga melambangkan batu nisan, selain jubah hitam yang dilepas ketika

menari untuk memperlihatkan baju dalam berwarna putih. Filosofis dari cara

berpakian itu melambangkan kematian dan kebangkitan kembali (setelah mati).

Pada sesi ini darwis bersenandung :

Busana pusuranku, topi batu nisanku...

Mengapa sosok mayat tidak mau menari di dunia ini

Ketika suara trompet kematian

Membangkitkannya untuk menari ?62

Pada awal zikir ritmik ini, seluruh peserta berdiri berjejer dan

berpegangan tangan, seraya membentuk satu atau atau lebih lengkaran konsentris

atau dalam baris yang saling berhadapan.63

Pada bagian tengahnya berdiri

seorang syekh atau asistenya, penataan ini merupan simbolisme lingkarana atau

barisan malaikat yang mengelilingi Singgasana Ilahi.

62

Ensiklopedi Tematis Spritual Islam (terj), (Bandung, Mizan, 2003), cet, II, h. 382

63

Ibid h. 380

Page 49: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

46

Para penari menyebutkan nama Ilahi secara serempak, seraya

membungkukan badan dengan cepat dan penuh saat mengucapkan suku kata

kedua Lah. Ketika menarik nafas, mereka kembali berdiri tegak, lalu sambil

berputar-putar para darwis sambil mempertahankan tangan kanan mengarah

kelangit, sementara tangan kiri mengarah ke bumi.64

Makna filosofis dari gerakan tangan kanan ke atas menandakan menerima

rahmat Allah, dan tangan kiri ke bawah menandakan memberikan rahmat yang

telah diterima kepada seluruh mahluk ciptaaan Allah. Gerakan-gerakan yang

dilakukan bertempo lambat serta tetap, lama-kelamaan langkah kaki menjadi

semakin cepat mengikuti tempo musik.

Tempo iramanya meningkat sedikit demi sedikit, dan gerakan tubuh

selalu dibarengi dengan dua tahap pernapasan. Tidak lama kemudian nama Allah

tidak lagi terdengar dan hanya huruf terakhir “Ha”, yang masih terdengar yang

terucap oleh para darwis yang sedang berputar, dan dihembuskan kuat-kuat oleh

seluruh dada. Setiap embusan nafas ini melambangkna hembusan terakhir

manusia, saat jiwa individu dipersatukan kembali dengan nafas kosmik yaitu

kedalan ruh Illahi.65

Dengan mengikuti gerakan dada, tubuh membungkuk dan tegag secara

bergantian seakan-akan setiap saat ia ditarik ke langit dan dihempaskan kembali

ke bumi, kedua belah mata dipejamkan; wajah mengekspresikan gairah yang

64

Ibid, h. 381 65

Ensiklopedi Tematis Spritual Islam (terj), (Bandung, Mizan, 2003), cet, II, h. 380

Page 50: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

47

getir. Orang yang menyaksikannya tidak perlu takut menyatakan bahwa, jika

perlu pernafasan dalam zikir ini menimbulkan kegairahan dalam tatanan yang

lebih sensual.

2. Tujuan Melakukan Tarian Sufi

Berbagai cara dilukan umtuk mencapai Sang Khalik, mereka para darwis

mencoba melukan sebuah tarian yang mana maksud tujuannya untuk bisa

mencapai kondisi spritual. Ada banyak kondisi spritual yang dialami oleh para

pencari Cinta Ilahi, tapi disini penulis mencoba memaparkan beberapa kondisi

spritual (al-ahwal), secara garis besar.

Kondisi spiritual yang pertama ialah kondisi Muraqabah, di mana kondisi

spritual (hal), yang seperti ini kondisi yang sangat mulia. Allah SWT berfirman :

...

Artinya : Dan adalah Allah Maha mengawasi segala sesuatu. (QS. Al- ahzab:

52)

Menurut bahasa, Muraqabah berarti mengamati tujuan. Sedangkan secara

terminologi, berarti melestarikan pengamatan kepada Allah SWT. Dengan

hatinya sehingga manusia mengamati pekerjaan dan hukum-hukum-Nya, dan

dengan penuh perasaan-Nya, Allah SWT. Melihat dirinya dalm gerak dan

diamnya.66

66

Imam Abul Qosim al-Qusyairy, ar-Risalatul Qusyiriyah fi „ilmi at-Tasawufi, (beirut, Daar al-

kotob al-Ilmiyah, 1426H), h. 224

Page 51: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

48

Maka muraqabah bagi seorang hamba adalah pengetahuan dan

keyakinannya, bahwa Allah SWT selalu Melihat apa yang ada dalam hati

nuraninya dan Maha Mengetahui. Maka dalam kondisi yang seperti ini seorang

darwis terus meneliti dan mengoreksi bersitan-bersitan hati atau fikiran-fikiran

tercela yang hanya akan menyibukan hati sehingga lupa akan mengingat

Tuhannya.

Sebagaimana yang telah dikatakan oleh Abu Sulaiman ad-Daraini

rahimahullah, “Barangsiapa ada sesuatu dalam hati yang bisa disembunyikan dari

penglihatan-Nya, sementara apa yang terbesit di dalam hati adalah Dia yang

meletakkan di dalamnya. Maka apakah mungkin apa yang datang dari-Nya

tersembunyi dari pantau-Nya.67

Orang-orang yang meraqabah dibedakan menjadi tiga tingkatan: Pertama

sebagaiman yang dikatan oleh al-Hasan bin Ali, “ bahwa dimana seseorang wajib

menjaga rahasia-rahasia hati, sebab Dia Allah selalu melihat hati nurani. Dimana

tingkatan ini adalah tingkatan kondisi spritual para pemula dalam muraqabah.68

Tingkatan yang kedua ialah sebagaimana yang diceritakan oleh Ahmad

bin „Atha rahimahullah yang mengatakan, “sebaik-baik kalian ialah orang yang

selalu muraqabah kepada al-Haq dengan al-Haq dalam kefanaan apa yang selain

67

Di kutip dari Syekh Abu nashr as-Sarraj al-Thusi, al-luma‟ (t.t: Tsaqafa al-Dhiniyyah), h. 82

68

Ibid

Page 52: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

49

al-Haq dan mengikuti Sang Nabi saw, dalam segala perbuatan, ahlak dan adab

beliau.69

Lalu adapun selanjutnya dalam tingkatan ketiga adalah tingkatan orang-

orang besar. Mereka selalu bermuraqabah kepada Allah SWT, dan memohon

kepada-Nya agar Dia selalu menjaga hati dan selalu memelihara hati ini untuk

selalu bermuraqbah.70

Karena Allah telah mengistimewakan orang-orang pilihan-

Nya dan orang-orang khusus dengan tidak menyerahkan mereka dalam kondisi

spritualnya kepada seorang pun, Sebab Dialah Yang menguasai dan melindungi

segala urusan mereka. Allah SWT berfirman:

Artinya : Sesungguhnya pelindungku ialahlah yang telah menurunkan Al kitab

(Al Quran) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh. (QS. Al-

A‟raf)

Lalu seorang darwis dalam melakukan ritual tariannya untuk selalu

merasakan kedekatan (Qurbah) dirinya dengan Sang Kekasih.

Dalam kondisi spritual seperti ini para darwis merasakan dengan mata

hatinya akan kedekatan Allah SWT dengannya. Sehingga ia akan melakukan

pendekatan diri kepada-Nya dengan ketaatan-ketaatan dan seluruh perhatiannya

selalu terpusat dihadapan Allah dengan selalu mengingat-Nya dalam segala

kondisinya, baik secara lahiriah maupun secara hati.

69

Ibid 70

Ibid

Page 53: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

50

Qurb merupakan maqam kesempurnaan. al-Muqarrabun adalah hamba-

hamba yang telah mencapai kedekatan seperti ini. Salah satu kebingungan

(hayrah) dalam perjalanan ini adalah bahwa dengan mempunyai pengetahuan

tentang kejauhan (bu‟d)-nya dari Allah, sang hamba sesungguhnya didekatkan

(qurb).71

Orang-orang yang memiliki kondisi spritual qurbah dibedakan menjadi

tiga kondisi72

: Pertama diantara mereka ada yang mendekatkan diri kepada Allah

SWT. Dengan melakukan berbagai macam ketaatan sebab mereka tahu bahwa

Allah Maha mengetahui mereka, dekat dengan meereka dan kekuasaan-Nya di

atas mereka.Kedua ada orang-orang yang sanggup mengaktualisasikannya secara

hakiki, sebaagimana yang diucapkan oleh Amir bin Abdul Qais, “Setiap kali saya

melihat sesuatu tentu saya melihat Allah lebih dekat dengannya dari pada saya

sendiri.73

Selanjutnya Syekh Junaid al-Baghdadi rahimahullah berkata, “Perlu

anda ketahui, bahwa Dia dekat dengan hati para hamba-Nya sesuai dengan kadar

kedekatan hati para hamba dengan-Nya, maka lihatlah apa yang dekat dengan

hati anda. Allah SWT berfirman:

Artinya: Dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya. (QS. Qaf:16)

71

Drs. Totok Juman toro, MA, dan Drs. Samsul Munir Amin, M.Ag, Kamus Ilmu Tasawuf,

(Amzah, Sinar Grafika Offset, 2005), cet.I, h. 185

72

Syekh Abu nashr as-Sarraj al-Thusi, al-luma‟ (t.t: Tsaqafa al-Dhiniyyah), h. 85

73

Ibid

Page 54: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

51

Kedekatan seorang hamba (Qurb) hanya dapat terjadi melalui keimanan

atas al-Haqq, kedekatan kepada al-Haqq terbuka bagi semua orang yang mampu

melalui ilmunya, kepada mukmin melalui rahmat dan berkah, dan kepada auliya

dengan penyeleksian melalui keakraban. 74

Adapun tingkatan kondisi spritual ketiga ialah para tokoh dan orang-

orang yang sanggup mencapai tingkatan puncak sebagaimana yang pernah

dikatakan oleh Abu Ya‟qub as-Susi, “Selagi seorang hamba masih berada dalam

kedekatan, maka sebenarnya dia belum mencapai kedekatan, sehingga ia sirna

dari kedekatannya dengan Allah karena kedekatan Allah denganya. Maka ababila

ia tidak melihat kedekatannya denagan Allah karena dekat-Nya dengan hamba,

maka pada saat itulah kedekatannya dengan Sang Hakiki. Sebagaimana Allah

SWT berfirman:

Artinya : Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka

(jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. (QS. Al-Baqarah: 186)

Sementara ada seorang sufi yang mengatakan bahwa “Sesungguhnya

Allah SWT memiliki para hamba yang Dia dekatkan dengan sesuatu, dimana

dengan sesuatu itu Allah dekat dengannya. Seperti halnya dengan para darwis

dengan melakukan tarian untuk lebih dekat lagi dengan Sang Khalik.

Kondisi spritual Mahabbah inilah yang dilakukan para darwis ketika

menari, merasakan suatu kecintaan yang mendalam (mahabbah), melakukan

74

Michael A. Sells, Terbakar Cinta Tuhan, Kajian Ekslusif Spiritual Islam Awal (terj) (Bandung,

Mizan, 2004), cet. I, h. 185

Page 55: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

52

sebuah tarian karena kecintaannya kepada Sang Kekasih yang Maha kekal.

Dalam kondisi ini para darwis merana karena kecintaannya yang begitu

mendalam kepada Sang Kekasih yang mengakibatkan dirinya mabuk dalam

anggur Cinta-Nya.

Cinta (Mahabbah) adalah kondisi yang sangat mulia yang telah

disaksikan Allah SWT. Melalui cinta itu bagi hamba, dan Dia memprmaklumkan

Cinta-Nya kepada hambanya pula. Dan karenanya Allah SWT, disifati sebagai

Yang Mencintai hamba, dan si hamba disifati sebagai yang mencintai Allah

SWT.75

Syekh Abu Nashr as-Sarraj berkata: Adapun kondisi spritual Mahabbah

banayak disebutkan dalam beberapa tempat dalam al-Qur‟an.76

Sementara itu

sifat cinta ini adalah sebagaimana jawaban atas Dzun-Nun al-Mishri tatkala

ditanya, “Apa cinta yang murni dan tidak bernoda itu?”Ia menjawabnya, “Cinta

kepada Allah yang murni tanpa setitik noda pun, ialah hilangnya rasa cinta dari

dalam hati dan anggota tubuhnya, sehingga di dalamnya tidak ada lagi rasa cinta,

yang ada segala sesuatu hanyalah Allah dan untuk Allah dan inilah orang-orang

yang benar mencintai Allah yang Maha mutlak.77

Allah SWT berfirman :

75

Imam Abul Qosim al-Qusyairy, ar-Risalatul Qusyiriyah fi „ilmi at-Tasawufi, (beirut, Daar al-

kotob al-Ilmiyah, 1426H), h. 348

76

Syekh Abu nashr as-Sarraj al-Thusi, al-luma‟ (t.t: Tsaqafa al-Dhiniyyah), h. 87

77

Ibid,

Page 56: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

53

Artinya : Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai

mereka dan merekapun mencintaiNya. (QS.Al-Maidah: 54)

Melihat dari kondisi spiritual Mahabbah bagi seorang darwis ketika

mencapai tingkatan ini, ia melihat dengan kedua matanya terhadap nikmat yang

Allah berikan kepadanya. Dan dengan hati nuraninya ia melihat kedekatan

Allah SWT denganya, segala perlindungan, pejagaan dan perhatian-Nya yang

dilimpahkan kepadanya. Maka dengan keyakinan dan hakikat keimanannya ia

melihat perlindungan („inayah), petunjuk (hidayah) dan Cinta-Nya yang

dicurahkan kepadanya, dimana seluruhnya telah ditetapkan terlebih dahulu

sejak zaman azali, karenanya ia mencintai Allah „Aza wa Jalla.

Orang-orang yang memiliki kondisi spiritual Mahabbah ini

sebagaimana telah disebutkan diatas para pencari cinta ilahi meraka

beranggapan bahwa cinta yang hakiki ialah menemukan Cinta Ilahi. Ini dapat

dibedakan menjadi tiga bagian sebagaiman Syekh Abu nashr as-Sarraj dalam

kitab al-Luma‟ yang mengatakan bahwa Ahwal Mahabah dibedakan menjadi

tiga bagian.78

Pertama ialah orang yang memiliki kondisi spritual Mahabah yang

dimiliki oleh orang awam. Dimana Mahabah ini lahir dari kasih sayang Allah

SWT, kepada mereka. Sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Nabi Saw

yang bersabda:

78

Ibid

Page 57: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

54

Artinya : Hati manusia diciptakan menurut kodratinya untuk mencaintai

kepada orang yang berbuat baik kepadanya, dan membenci kepada

orang yang beerbuat jahat kepadanya.

Kondisi spritual Mahabbah ini memerlukan syarat, sebagaimana yang

telah biasa kita saksikan jika seseorang mencintai pastilah ia akan selalu

menyebut-nyebut namanya, seperti halnya para sufi ketika menapaki maqom

Mahabbah seketika ia rindu ingin selalu beerdekatan dengan Sang Kekasih

yang Maha Kekal pastialah dia selalu menyebut-nyebut nama-Nya.

Yang kedua kondisi Mahabbah yang keluar dari dalam hati yang selalu

melihat dalam Keagungan-Nya, Kebesaran-Nya, dan Kekuasaan-Nya. Dimana

Dia Mahakaya Yang tidak membutuhkan apapun, adapun kondisi spritual ini

kondisi yang dimiliki oleh orang-orang jujur dan orang-orang yang sanggup

mengaktualisasikan kebenaran yang hakiki.

Dan kondisi spritual Mahabbah yang ketiga ialah kondisi spritual

Mahabbah yang dimiliki oleh orang-orang yang benar-benar jujur (ash-

shiddiqin) dan orang-orang arif (al-„arifin). Dimana ia melihat, mengetahui dan

menyaksikan keqadiman Cinta Allah yang tanpa sebab dan alasan apapun.

Maka demikian pula ia harus mencintai Allah tanpa sebab dan alasan apapun.

Hal ini searti dengan sabda Nabi saw dalam sebuah Hadist Qudsinya :

... , 79

79 Dikutip dari Syekh Abu nashr as-Sarraj al-Thusi, al-luma‟ (t.t: Tsaqafa al-Dhiniyyah), h.88

Page 58: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

55

Artinya : ... sehingga Aku mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka

Aku menjadikan matanya yang ia gunakan untuk melihat, telinganya

yang ia gunakan untuk mendengar dan tangannya yang ia gunakan

untuk menangkap (memegang). (HR. Bukhari dari Abu Hurairah,

Ahmad dari Aisyah dan ath-Thabrani dari Abu Umamah).

Selanjutnya para darwis mengalami kondisi spiritual takut (Khauf),

seketika para darwis merasakan kondisi qurbah (ketakutan), sebab kondisi ini

menyebabkan munculnya rasa cinta (Mahabbah) dan takut (Khauf). Ada

diantara mereka yang rasa takut (Khauf) menguasai hatinya karena melihat

kedekatannya kepada Allah, tapi ada pula kedekatannya karena adanya rasa

cinta yang mendalam kepada Allah.

Imam abul Qosim al-Qusyiry mengatakan bahwa rasa takut (khauf)

adalah masalah yang berkaitan dengan kejadian yang akan datang, sebab

seseorang hanya merasa takut jika apa yang dibenci tiba dan yang dicintai sirna.

Dan realita demikian hanya terjadi di masa depan. Takut kepada Allah, berarti

takut kepada hukum-huku-Nya.80

Hal itu terjadi sesuai dengan pembenaran (tashdiq), hakikat keyakinan

dan rasa takut yang dibagikan oleh Allah dalam hati hamba-Nya. Kondisi

spiritual ini terjadi karena dibukakan bermacam-macam kegaiban.81

Jika dalam

kedakatan dengan Tuhannya, hatinya menyaksikan Kebesaran, Keagungan dan

Kekuasaa-Nya maka hal itu dapat menyebabkan ia takut, malu dan gemetar.

80

Imam Abul Qosim al-Qusyairy, ar-Risalatul Qusyiriyah fi „ilmi at-Tasawufi, (beirut, Daar al-

kotob al-Ilmiyah, 1426H), h. 161

81

Syekh Abu nashr as-Sarraj al-Thusi, al-luma‟ (t.t: Tsaqafa al-Dhiniyyah), h. 91

Page 59: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

56

Jika dalam kedekatan dengan Tuhannya, hatinya menyaksikan kelembutan

Tuhannya, keqadiman Kasih Sayang-Nya, Kebaikan yang telah diberikan

kepadanya dan Cinta-Nya, maka hal ini akan mengakibatkan rasa cinta,

kerinduan, kegelisahan, cinta yang membara dan bosan untuk tetap hidup. Ini

semua terjadi karena Ilmu, Kehendak, dan Kekuasaan-Nya. Itulah Kekuasaan

Dzat Yang MahaAgung lagi Maha Mengetahui. Sebagaimana dalam Allah

SWT berfirman :

Artinya: dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua

syurga. (QS. Ar-Rahman: 46)

Selanjutnya kondisi spiritual yang dialami oleh para darwis disaat

menari ialah kondisi Raja‟ (Harapan). Yaitu harapan tercurahkannya rahmat

yang diberikan oleh Allah SWT. Sebagaimana Allah SWT berfirman:

Artinya : ... dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya (QS: al-

Isra: 57)

Dalam kamus ilmu Tasawuf Raja‟ (Harapan) adalah mengharapkan

rahmat Allah SWT (yang sesungguhnya selalu mengelilingi kita, tetapi jarang

diperhatikan), selama pengasingan dan perpisahan (Bu‟d) sang pecinta

Page 60: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

57

merentangkan harapannya sedemikian rupa sehingga sang Kekasih akan tiba

atau berbicara atau menghampiri atau hanya sekedar memandang.82

Sebagian kaum sufi mengatakan, “Khauf dan raja‟ adalah dua sayap

amal, dimana tidak akan bisa terbang kecuali dengannya.83

Berharap pahala

Allah dan keluasan rahmat-Nya adalah tingkatan seorang hamba (murid) yang

berkeinginan merambah “jalan” Allah. Dimana ia telah mendengar bahwa

Allah menjanjikan pemberian dan anugrah, kemudian ia mengharapkannya. Ia

pun tahu bahwa Kemurahan hati, Kemuliaan dan Kedermawanan adalah

termasuk diantara sifat-sifat Allah., sehingga hatinya senang dan merasa

optimis kepada Dzat Yang bisa diharapkan untuk mendapatkan kedermawanan

dan Keutamaan-Nya.

Harapan (Raja‟) suatu keterkaitan hati kepada sesuatu yang

diinginkannya terjadi di masa yang akan datang, sebagaimana halnya takut

adalah berkaitan dengan apa yang terjadi di masa yang akan mendatang.84

Orang yang berharap kepada Allah SWT. Adalah seorang hamba yang

sanggup mengaktualisasikan harapannya kepada Allah secara hakiki. Maka ia

tidak berharap apa pun dari Allah selain berharap Allah. Sebagai mana doa

kaum sufi yang dikutip dalam kitab al-Luma‟ sebagai berikut :

82

Drs. Totok Juman toro, MA, dan Drs. Samsul Munir Amin, M.Ag, Kamus Ilmu Tasawuf,

(Amzah, Sinar Grafika Offset, 2005), cet.I, hal. 188

83

Syekh Abu nashr as-Sarraj al-Thusi, al-luma‟ (t.t: Tsaqafa al-Dhiniyyah), h. 91

84

Imam Abul Qosim al-Qusyairy, ar-Risalatul Qusyiriyah fi „ilmi at-Tasawufi, (beirut, Daar al-

kotob al-Ilmiyah, 1426H), h. 167

Page 61: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

58

, , ,

. 85 Artinya : Tuhanku Engkau Mahalembut kepada orang yang bermaksud kepada-

Mu dalam keinginan-Nya, dan berharap kepada-Mu dalam segala

bencana yang menimpanya. Wahai Dzat yang menjadi ujung

harapan orang-orang yang berharap. Berilah kami harapan sesuatu

yang menyenangkan dengan segera untuk menghantarkan kami

kepada tempat-tempat untuk meneguk kesenangan (ridha)-Mu dan

menghantarkan kami untuk dekat dengan-Mu.

Selanjutnya para darwis merasakan rasa Syauq (Kerinduan), karena

dengan melakukan ritual tarian mereka meerasakan kerinduan yang begitu

mendalam kepada Sang Khaliq, kerinduan ingin bertemu dengan-Nya, dan

ketika di akhirat nanti kerinduan ingin melihat Wajah-Nya. Syekh Abu Nasahr

as-sharraj mengatakan didalam kitabnya al-Luma‟ bahwa kondisi spritual

Syauq (kerinduan) adalah suatu kondisi spiritual yang sangat mulia. Sebagai

mana yang diriwayatkan oleh Rasulullah saw dalam doa‟nya:

.86 Artinya : “Saya memohon kepada-Mu (ya Allah) nikmat menatap Wajah-Mu

yang Mulia dan rindu untuk bertemu dengan-Mu”. (HR. An-Nasai

dan al-Hakim dari „Ammarah)

Syauq (kerinduan) seorang hamba adalah kejenuhan untuk tetap tinggal

di dunia, karena ia sangat rindu untuk bertemu dengan Sang Kekasih. Sebagian

kaum sufi ditanya tentang Syauq, lalu ia menjawab bahwa Syauq adalah suatu

85 Syekh Abu nashr as-Sarraj al-Thusi, al-luma‟ (t.t: Tsaqafa al-Dhiniyyah), h. 92 86 Ibid, h. 94

Page 62: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

59

kerinduan yang meluapnya rasa cinta dalam hatinya ketika Sang Kekasih

disebut.87

Seorang sufi yang rasa cinta yang telah memenuhi kalbu, maka mereka

melanglang buana bersama Tuhannya, dan mereka bergegas untuk mencari

jalan-Nya karena rasa kerinduannya ingin bertemu dengan-Nya, karena mereka

tidak ada lagi tempat berteduh dan mengaduk kecuali kepada-Nya. Maka

dengan kerinduan itu ia tidak lagi melihat pada kerinduan, Akhirnya ia menjadi

orang yang merindukan sesuatu tempat kerinduan.

Seketika para darwis sedang merasakan kondisi kerinduan mangka

muncullah rasa suaka cita (Uns) dari seorang darwis, karena disaat

kesendiriannya mereka lebih beersuka cita dengan Allah, dengan bersuka cita

kepada Allah segala ketergantungan diri hanaya kepada-Nya, menaruh segala

keperccayaan hanya kepada-Nya, dan meminta bantuan hanya kepada-Nya.

Uns (bersuka cita) dengan Allah bagi seorang hamba adalah tingkatan

paripurna kesuciannya dan kejernihan dzikirnya, sehingga ia merasa cemas dan

gelisah dengan segala sesuatu yang bisa melupakan-Nya untuk mengingat

Allah, maka pada saat itulah ia sangat bersuka cita dengan Allah SWT.

Ada diantara hamba yang merasakan suka cita di saat berdzikir kepada

Allah dan merasa gelisah disaat lalai, ada juga diantara mereka merasa senang

dengan Allah dan gelisah terhadap bisikan-bisikan hati, pikiran, dan segala

87

Ibid

Page 63: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

60

sesuatu selain Allah yang menghalangi dan melupakan-Nya untuk bermesrahan

dengan-Nya.

Ada juga mereka yang sudah tidak lagi melihat suka cita karena

disebkan adanya wibawa, kedekatan, kemulian, dan menngagungkan disertai

dengan suka cita. Sebagaimana yang disebutkan oleh orang-orang ma‟rifat,

“Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba, dimana Dia wujudkan

kewibawaan kepada mereka, sebagaimana Dia hilngkan rasa senang dengan

selain Tuhannya.88

Seketika para darwis sedang merasakan kondisi spiritual uns (suka cita)

muncul dalam dirinya rasa ketenangan (thuma‟ninah), dengan selalu berdekatan

kepada Allah mereka merasakan ketenangan yang begitu mendalam, segala

urusan selalu diserahkan kepada Allah. Thuma‟ninah (ketenangan) suatu

kondisi spiritual yang tinggi, jarang seorang hamba yang mencapai kondisi

spiritual seperti ini dalam ibadah maupun dalam kedekatannya kepada-Nya.

Dimana seorang hamba yang sudah mencapai keetenangan dalam ibadahnya

merupakan kondisi spiritual yang kokoh akalnya, imannya kuat, ilmunya

mendalam, dzikirnya jernih, dan hakikatnya tertancap kokoh. Sebagaimana

Allah Azza wa Jalla berfirman:

Artinya : (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram

dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-

lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra‟d:28)

88

Ibid, h. 96

Page 64: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

61

Mereka yang merasa tentaram dan mantap dengan firman-Nya yang

menyatakan “kebersamaan” maka ketenangan mereka bercampur dengan

penglihatan mereka pada penglihatan yang mereka lakukan. Sebab disaat

mereka berdzikir mereka merasakan ketenangan dengan berdzikir kepada-Nya,

maka bagian yang mereka dapati dari zikir tersebut adalah dikabulkannya doa-

doa mereka dengan diperluas rezekinya dan dihindarkan dari bencana, dengan

meyakini bahwa tidak ada yang sanggup menolak dan mencegah kecuali semua

atas izin Allah Azza wa Jalla.

Pada saat para darwis merasakan ketenangan dalam jiwa dan hatinya

timbulah rasa kehadiran hati (Musyahadah) dimana kondisi spiritul seperti ini

adalah suatu penyaksian segala sesuatu dengan pendangan yang penuh ibrah

(pelajaran), dan menatapnya dengan mata pikir, sebagai mana Allah SWT

berfirman :

Artinya : Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat

peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang

menggunakan pendengarannya, sedang Dia menyaksikannya. (QS.

Qaf. 37)

Sementara oarang-orang yang bermusyahadah dibedakan menjadi tiga

kondisi.89

Pertama kelompok pemula yaitu mereka para murid “mereka yang

melihat sesuatu dengan penuh Ibrah dan mata pikir. Lalu pada tingkatan kedua

89

Ibid, h. 100

Page 65: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

62

yaitu kelompok menengah sebagai mana yang telah diisyaratkan oleh Abu Said

al-Kharraz yang mengatakan bahwa “Semua mahluk ada dalam Genggaman al-

Haq dan menjadi milik-Nya, sehingga ketika menjadi Musyahadah antara Allah

dengan hamba-Nya maka tidak ada lagi yang tersisa dalam rahasia hati dan

imajinasinya kecuali Allah SWT.

Lalu tingkatan yang ketiga tingkatan orang-orang Khas yaitu kelompok

orang-orang arif yang hatinya menyaksikan Allah dengan kesaksian yang

menetapkan. Mereka menyaksikan Kemahaesaan al-Haq dalam hadir dan

ghaib. Mereka menyaksikan Allah secara lahir dan batin.

Pada saat darwis menapaki kondisi Musyahadah dengan kesemangatan

spiritual yang sangat tinggi yang mengakibatkan lahirnya kondisi spiritul

keyakinan sejati (Yaqin), disinilah kondisi spiritual seorang darwis yang mana

terungkapnya segala kerahasiaan.

Menurut para ahli tasawuf, yaqin adalah sesuatu pengetahuan yang

terletak di dalam hati seseorang. Pada mulanya yakin itu dapat diperoleh

dengan perantara khabar dan penyelidikan, tetapi akhirnya ia menjelma di

dalam hati menurut kadar iman. Menurut Abu Bakar al-Warraq berkata: yakin

terdiri dari tiga macam, yaitu Yaqin Khabar, Yaqin Dalalah, dan Yakin

Musyahadah. Adapun yang dimaksud dengan yaqin kahabar ialah kepercayaan

hati dalam menerima suatu berita. Yaqin dalalah ialah pengetahuan yang

Page 66: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

63

didapat dengan penyelidan akal. Dan yaqin musyahadah ialah pengetahuan

yang dicapai dengan pelantaraan hidayah Allah SWT.90

Dari yaqin bentuk pertama di atas, orang naik kepada kekayaan bentuk

kedua, yakni yaqin dalalah, yakin dengan pelantaraan dalil. Keraguan orang di

tingkat kedua ini tidak akan hilang kalau tidak ada bukti-bukti yang nyata

tentang sesuatu.

Keyakinan datang setelah adanya penyelidikan dan diperoleh bukti-

bukti. Manusia di tingkat ini berbeda-beda keyakinannya terhadap sesuatu yang

kuat dan lmahnya dalil yang ditanggapi dan dihayati oleh akalnya. Bentuk

ketiga dari keyakinan ialah yakin musyahadah, yakin yang diperoleh dengan

pelantaraan hidayah ilahi, sehingga mata hati terbuka lebar untuk memandang

nur ilahi, yang tak sanggup dipandang oleh mata lahir.91

90

Prof. DR. Yunasril Ali, MA, pilar-pilar tasawuf, (Jakarta, Kalam mulia, 2005), cet. VI, h. 301

91

Ibid, h. 302

Page 67: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

64

BAB IV

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG DZIKIR

DENGAN TARIAN SUFI (Sama’)

A. Persesuaian Dzikir Menggunakan Tarian Sufi Dengan Nash (Al-Qura’n dan

Hadist)

Di dalam Al-Quran tidak disebutkan secara implisit tarian yang dilakukan

para kaum sufi khususnya dalam tradisi tarekat Maulawi sebagai mediasi zikir,

akan tetapi para sufi bersandar kepada dalil Al-Quran surat Ali Imran ayat 190-

191, didalamnya Allah berfirman:

Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih

bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang

yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil

berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka

memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya

Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha

suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka. (QS. Ali

Imran: 190-191)

Menurut Muhammad Jamalludin al-Qishi dalam kitab Tafsirnya

mempunyai dua pendapat. Pertama berpendapat bahwasanya berzikir kepada

Allah tidak melihat waktu dan tempat akan tetapi pada waktu zikir dihati

menghadirkan kehadiran Allah dengan adanya rasa kedekatan antara seoarang

Page 68: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

65

hamba dengan Tuhan pada waktu berzikir.92

Lalu pendapat kedua tentang

ketentuan waktu, yaitu adanya keterikatan antara tempat dan waktu, yaitu

Maksud terikat tempat dan waktu ialah untuk menghilangkan kelalaian untuk

mengingat Allah, oleh karenanya ada pengkhususan waktu yang terikat dengan

zikir (mengingat Allah).

Menurut Abi Farraj Jamalludin „Abdurrahman bin Ali bin Muhammad al-

Baghdadi, beliau berpendapat bahwa dalam surat al-Imran ayat 191 menjelaskan

bahwasanya zikir yang dimaksud ialah keadaan zikir dalam shalat, apabila tidak

mampu dengan berdiri maka boleh bersandar.93

Syekh Nawawi al-Bantani al-Jawi dalam tafsir Munir, berpendapat

maksud ayat ini orang yang tidak pernah lalai kepada Allah dalam setiap

waktunya untuk menenangkan hatinya dengan berzikir, yang dimaksud zikir

disini mutlak hanya untuk Allah, sama seperti halnya dari segi Dzat maupun

sifat-Nya94

dan perbuatan-Nya. Sama halnya perbedaan zikir dengan lisan atau

tidak di khususkan dalam keadaan tertentu dalam berzikir, dalam artian tidak ada

bentuk pengkhususan tertentu waktu berzikir, karena keadaan teertentuan suatu

kebiasaan yang tidak terlepas oleh lisan yang lalai. Dalam hal ini Rasulullah

SAW bersabda :

92

Muhammad Jamalludin al-Qishi, Tafsir al-Qoshi, (Baerut: daar el-fikr, 1978), Juz. 2, h. 322

93

Farraj Jamalludin „Abdurrahman bin Ali bin Muhammad al-Baghdadi, Zaad al-Musayyar fii

Ilmi al-Tafsir,(Baerut daar el-fikr, 1987), Juz, 2, h. 72

94

Syekh Nawawi al-Bantani al-Jawi, Tafsir an-Nawawi, (Baerut Daar el-fikr, t.th), Juz 1, h. 135

Page 69: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

66

Artinya : Barang siapa yang cinta dalam mendapatkan surga-Nya Allah maka

perbanyaklah zikir kepada Allah.95

Menurut Rasyid Ridha, zikir yang dimaksud dalam ayat di atas adalah

zikir hati, yaitu menghadirkan Allah SWT di dalam dirinya, serta memikirkan

hukum, keutamaan, dan kenikmatan dari-Nya dalam keadaan berdiri, duduk dan

berbaring. Seorang hamba yang tidak terlepas dari tiga keadaan berzikir tadi akan

mendapat langit dan bumi bersamanya tidak terpisahkan. Dan tanda-tanda

kekuasaan Allah SWT di langit dan di bumi hanya tampak bagi ahli zikir.96

Melihat dari sebagian ulama salaf yang menafsirkan ayat diatas bisa

dijadikan sebuah hujjah dalam mengambil hukum bahwa berzikir dapat

dilakukan dalam berbagai kondisi. Dan juga dalam hadist yang diriwayatkan oleh

Aisyah Radhiallahuanha pernah melaporkan bahawa “Rasulullah SAW

berzikrullah (berzikir kepada Allah) dalam semua keadaan. Sedang berjalan,

menaiki kenderaan, berbaring, duduk, dan bermacam-macam lagi pernah

dilaksanakan oleh Rasulullah SAW”.97

Dan juga sebagaimana yang telah disebutkan dalam pemaparan pada bab

sebelumnya bahwa kaum sufi yang melakukan ritual, bersandar juga pada hadis

yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad di dalam Musnadnya dan al-Hafiz al-

95

Ibid

96

Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, (Beirut, Darul Fikr, t.th), cet. Ke-3, Jilid 4,

h.298-299

97

http://www.al-amindaud.blogspot.com/Diakses Pada Tanggal 09 Oktober 2010

Page 70: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

67

Maqdisi dengan rijal sahih dari hadis Anas Radiallahu Anhu telah berkata:

“orang habsyah berjoget atau menari di hadapan Rasulullah SAW dan sambil

mereka berkata Muhammad hamba yang soleh. Bertanya Rasulullah SAW: Apa

yang mereka katakan? maka dikatakan kepada Rasulullah SAW sesungguhnya

mereka berkata Muhammad hamba yang soleh. ketika Rasulullah melihat mereka

dalam keadaan itu Rasulullah tidak mengingkari mereka dan membenarkan

perkara tersebut”.98

Diriwayatkan oleh Syaikh Hisyam Kabbani. “Pada suatu hari saat

Rasullullah SAW khutbah Jum‟at, datanglah seorang baduy seraya bertanya

kepada Rasulullah, “Ya Rasullullah, kapankah kiamat itu datang?”. Rasulullah

tidak menjawab, beliau hanya diam. Baduy itu terus bertanya sampai 3 kali

sehingga Jibril datang menghadap Rasullah dan berkata, “Tanyakanlah padanya

apakah bekal yang dia bawa untuk menyambut hari kiamat itu?”. Lalu Rasulullah

menyampaikannya dan orang baduy arab itu menjawab, “Bukankah aku memiliki

Cinta kepadaMu Ya Rasulullah.” Dan Rasulullah berkata, “Cukuplah itu

membuatmu berdekatan dengan orang yang engkau cintai seperti dua jari yang

berdekatan.” Dan seketika itu juga orang baduy Arab itu pergi tanpa mengikuti

shalat jum‟at.

Saat mendengar percakapan itu, Abu bakar yang selama ini risau akan

pertanyaan yang sama, bertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, apakah

cukup hanya dengan Cinta?”. Kemudian Rasulullah menjawab, “Syarat yang

98

Ibid

Page 71: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

68

utama adalah Cinta!”. Mendengar jawaban itu hati Abu bakar sangat gembira,

begitu bahagia hingga ia mulai berputar dengan jubahnya. Gerakan memutar

inilah yang kemudian dikembangkan oleh Maulana Jalaluddin Rumi sebagai

metode zikir, yang disebut sebagai Whirling Dervishes.99

Imam As-Saadah As-Syafiiyyah di Makkah, Al-Allamah Al-Kabir

Ahmad Zaini Dahlan Rahimahullah menyebut di dalam kitabnya yang masyhur

yaitu As-Sirah An-Nabawiyyah wal Aasar Al-Muhammadiyyah hadis yang

dirawayatkan oleh Imam Bukhari di dalam sahihnya pada (كتاب الصلح ) : bahwa

Ja‟far bin Abi Thalib seusai pulang dari fath khaibar kembali dari habsyah,

Ja‟far Bin Abi Tolib dan bersamanya dengan kaum muslimin yang lain. Nabi

SAW menemui Ja‟faar dan mengucup dahinya dan memeluknya. Rasulullah

berdiri kepada Sofwan bin Umayyah dan „Udayy bin Hatim Radiallahu „Anhuma

dan Rasulullah SAW bersabda : Aku tidak tahu dengan dua sebab aku gembira,

apa sebab fath khaibar ataupun dengan karena kepulangan Ja‟faar? Dan

bersabada Nabi SAW kepada Ja‟faar : Kamu yang paling mirip denganku dan

akhlakku. Maka Ja‟far menari dengan kelazatan perkataan Nabi SAW

kepadanya.100

Ayat dan riwayat hadist diatas menyebutkan bahwa orang-orang yang

mengingat Allah dalam keadaan berdiri atau duduk atau dalam keadaan

99

http://www.haqqanirabbani.asia/home-id.htmlDiakses Pada Tanggal 15 November 2010

100

http://www.al-amindaud.blogspot.com/Diakses Pada Tanggal 09 Desember 2010

Page 72: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

69

berbaring, dapat dilakukan, para sufi sering melakukan zikir dengan berbagai

cara, seperti yang dilakukan oleh Rasulullah yang di riwayatkan oleh „Aisyah

radiyallahuanha, yang mepraktikan zikir dalam keadaan apapun, dan para sufi

mempraktekannya, selagi zikir itu bisa menghantarkan dirinya pada Tuhannya.101

Segolongan kaum sufi ketika mereka mendapat kelazatan yang dirasakan

pada waktu di dalam majlis zikir dan mereka menari-nari dengan sebab sesuatu

rasa nikmat yang dirasakan pada waktu zikir yang timbul dalam hati-hati mereka

ketika mengingati Allah.

Pada prinsipnya kaum sufi melakukan seluruh praktek zikir bermuara

kepada ke Hadirat Ilahi, Perbedaan terletak pada metode dan sikap dalam

merefleksikan kebutuhan pengakomodasian keanekaragaman para murid dalam

mempraktekan zikir.

B. Pandangan Ulama Terhadap Praktek Dzikir Dengan Tarian Sufi (sama’)

(pro dan kontra)

Para ulama madzhab berbeda pendapat tantang pelaksanaan dalam praktik

berzikir, ada yang melarang pada waktu berzikir dengan suara yang zahar, Imam

Hasan Bishri yang dinukil dalam kitab Jami‟ al-Adab karya Ibn Qoyyim, Imam

Bishri mengatakan bahwa pada waktu berzikir dengan mengeraskan suara adalah

sesuatu perbuatan yang bid‟ah.102

Yang menjadikan landasan hasan bishri adalah

surat al-Araf ayat 205

101 http://www.haqqanirabbani.asia/home-id.htmlDiakses Pada Tanggal 15 Desember 2010 102

Ibn Qoyyim Azaujiyyah, Jami‟ al-Adabi, (Baerut: Daar el-wafa, 2002), Juz. 2, h. 250

Page 73: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

70

Artinya : dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan

diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu

pagi dan petang, dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang

lalai. (QS. Al-„Araf: 205)

Begitu pula dengan pendapat Imam Ahmad dan Imam Qois Ibn I‟bad dari

pembesar Tabi‟in berkata bahwasanya boleh mengangkat suara ketika zikir

dengan syarat pada waktu ta‟ziyah dan pada waktu menyembelih.103

Selain dari

itu semua berzikir dengan mengangkat suara adalah bid‟ah hukumnya.

Pernah diceritakan dalam suatu riwayat dalam kitab Jami‟ al-Adab bahwa

Abi Musa pernah berjalan bersama Rasul dan kami selalu mengangkat suara

ketika bertakbir pada waktu adzan dan talbiyah, akan tetapi makruh mengangkat

suara dalam zikir.104

Tanggapan al-Ghazali tentang tarian sufi

Disini penulis mencoba memaparkan pendapat al-Ghazali tentang praktik

sufi berzikir dengan tarian (sama‟), dalam kitab Ihya ulumuddin, al-Ghazali

mencoba memberikan pemaparan tentang prakti sufi ini, diantara perbedaan pro

103

Ibid, h. 250

104

Ibid, h. 249

Page 74: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

71

dan kontranya para ulama yang mempermasalahkan tentang praktik zikir dan

hikmah yang terkandung dalam tarian sufi (sama‟) tersebut.

Al-Ghazali berpendapat bahwa sahnya seseorang yang sedang melakukan

praktik zikir dengan tarian (sama‟), al-Ghazali berpendapat bahwa sesungguhnya

manausia akan menemukan satu rasa yang bisa menghanyutkan dengan di

dahului dari kesepian apapun maka ketika orang tidak mampu untuk menafikan

segala sesuatu dari Allah, maka dia tidak akan menemukan jati dirinya kepada

Allah.105

Adapun kesunyain itu bisa diperoleh karena keberadaan seorang hamba

yang sudang menghilangkan sifat-sifat nasuhatnya, dan di dalam dirinya terdapat

sifat-sifat Tuhan, maka apabila seorang hamba yang sudah terbebas dari sifat-

sifat nasuhatnya maka dengan mudah dia menerima sifat-sifat Tuhan secara

menyeluruh.106

Dan barang siapa yang sudah bisa menghilangkan sifat-sifat nasuhatnya

dan tidak memikirkan apapun kecuali selain Allah maka orang itu bisa

menemukan jati dirinya kepada Allah. Maka hati itu bisa bersih dari segala

sesuatu yang bisa mengotorkan hati dan hati itu bisa memantulkan sifat-sifat

Tuhan. Maka tarian sufi itu adalah suatu mediasi zikir yang di lakukan oleh kaum

sufi.

105

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya ulumuddin, (Daar al-dayan, t.th), h.

153

106

Ibid, h. 153

Page 75: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

72

Menurut Imam Hasyri seorang tidak akan mendapatkan kerendahan (rasa

tawajju‟ kepada Allah), dengan apa yang ia inginkan sehingga ada penggerak

yang menggerakan apa yang dibutuhkan yang membangkitkan, orang itu akan

menemukan kesunyian diri dengan Allah. Dengan cara mendengar sesuatu yang

benar (yang datang dari Allah), itu bisa menemukan jati diri seseorang.107

Seperti halnya tarian sufi (sama‟) sebuah zikir dengan menggunakan

tarian yang diiringi dengan musik, para darwis mencoba hanyut dalam putaran

dan nyanyian menggajak seseorang untuk lebih dekat lagi mendekatkan diri

kepada Allah dengan menghilangkan sifat-sifat nasuhatnya.

Sudah dijelaskan diatas bahwa tarian ini adalah sebuah tarian sakral,

sebuah zikir yang dilakukan dengan tarian yang diiringi dengan musik. Dalam

tradisi kaum sufi praktik-praktik zikir yang dilakukan, seperti zikir dengan

menggunakan tarian yang diiringi dengan musik, dan praktik ini ada makna

tersendiri, seperti halnya musik, dalam praktik sama‟ yang dilakukan para darwis

dia hanyut dalam lautan Cinta-Nya yang ia rasakan dan melepas segala sesuatu

yang bersifat dengan keduniaan dalam mendengar. Seperti halnya sesuai apa

yang dikatakan oleh Imam Hasyri yang sudah dijelaskan tadi, yaitu seseorang

yang mendapatkan jati diri yaitu salah satunya dengan mendengar.

Senada dengan al-Ghazali tentang praaktik (sama‟) zikir dengan

menggunakan tarian dan mendengar musik, seorang sufi pada waktu melakukan

sebuah gerakan tarian sufi, pada awalnya dia mendengarkan sebuah nyanyian

107

Ibid

Page 76: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

73

yang mana nyanyian tersebut bisa menggerakan seorang sufi untuk hanyut dalam

sebuah zikir. bahwa sebenarnya mendengar sesuatu tidak menimbulkan apapun

dalam hatinya, akan tetapi dapat menggerakan sesuatu dalam hatinya.108

Dan

barang siapa yang mahabbah kepada Allah dia akan menemukan kehendaknya

dengan kehendak hatinya, tampa hati tersebut tidak terkontaminasi hati dengan

selain Allah.

Ditambahkan lagi oleh al-Ghazali bahwasanya siapa saja orang yang

tidak bisa meniadakan sesuatu selain Allah dengan selalu menyatakan dirinya

dengan kesaksian, dan bisa menghindari dari beberapa wujud-wujud selain

Allah, maka orang itu tidak bisa mendengar yang mana dengan mendengar itu

bisa menggerakan hati dan mendapatkan kesunyian diri kepada Allah.109

Zikir yang diiringi dengan tarian itu adalah mencari dengar suara yang

indah yang bisa dihiasi yang bisa di fahami hatinya (manusia itu sendiri), dan

tidak ada satu penjelasan apapun mengenai diatas, kecuali suatu kenikmatan

yang dirasakan dengan panca indra pendengaran yang mengakibaatkan suatu

pergeerakan berputar yang dilakukan kaum sufi pada waktu berzikir dengan

tarian.110

Dan juga kenikmatan hati itu bisa dirasakan dengan adanya iringan tarian

dengan sama‟ sesungguhnya Allah SWT telah berfirman:

108

Ibid

109

Ibid

110

Abu hamid al-Ghazali, Mukhtashar Ihya ulumuddin, (Baerut: Daar-el fikr, 1993), h. 116

Page 77: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

74

Artinya : segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan

Malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam

urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga

dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang

dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala

sesuatu. (QS.al-Faathir: 1)

Maka alim ulama menafsirkan ayat ini dengan suara yang bagus.111

Al-

Ghazali menambahkan dalam kitabnya Ihya Ulumuddin bahwasanya,

mendengarkan musik sambil menari adalah hukumnya mubah, sebab kata beliau:

“Para sahabat pernah melakukan sebuah tarian pada saat bahagia. Imam al-

Ghazali menyebutkan bahwa Ali bin Abi Thalib pernah menari tatkala

mendengarkan Rasulullah SAW bersabda: “Engkau tergolong kedalam

golonganku, dan aku tergolong kedalam golonganmu”

Menurut al-Ghazali bahwa seseorang yang sedang melakukan tarian sufi

(sama‟), mereka hanyut dalam ektase zikir, dan mampu menggerakan sesuatu

didalam hatinya yang mengakibatkan dia menjadi fana.

C. Sebab-sebab ikhtilaf

Dalam hal ini para ulama mempermasalahkan tentang dalil al-Qur‟an

yang dipakai oleh kaum sufi, yaitu pada surat Ali Imran ayat 191-192,

111

Ibid

Page 78: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

75

banyaknya penafsiran dari kalangan mufasir yang menafsirkan ayat tersebut,

sebagai mana penulis yang telah dijelaskan diatas.

Dan juga perbedaan yang terletak pada hadis yang menyatakan bahwa

orang-orang habsya pernah menari dihadapan Rasul, akan tetapi Rasul tidak

mengomentarinya. Disinilah letak perbedaan para ulama dalam menggambil

sikap, untuk menentukan sebuah hukum boleh tidaknya melakukan sebuah zikir

dengan menggunakan tarian.

Seperti pendapatnya Imām Ibnu Hajar menentang pengertian Hadīts yang

membolehkan tarian. Beliau berkata: "Sekelompok sufi telah berdalīl kepada

Hadīts tersebut untuk membolehkan tari-tarian dan mendengarkan alat-alat

musik. Padahal jumhur ulama telah menegur pendapat ini dalam hal perbedaan

maksud dan tujuan. Tujuan orang-orang Habsyah yang bermain-main dengan

perisai dan tombak merupakan bagian dari latihan yang biasa mereka lakukan

untuk berperang. Oleh karenanya, hal ini tidak bisa dijadikan sebagai hujjah

untuk membolehkan tari-tarian yang tujuannya untuk menghibur diri."112

Pernyataan Imam Ibnu Haajar yang menentang pernyataan al-Ghazali

yang menjadikan landasan tentang bolehnya sebuah tarian, akan tetapi maksud

al-Ghazali disini ialah pada waktu seseorang melihat Rasul maka timbulnya rasa

rindu kegembiraan yang sangat mendalam, yang menyebabkan orang-orang

habsyah melakukan sebuah tarian.

112

http//.www.kitabklasikislamonlinelibrary.com Diakses Pada Tanggal 27 Desember 2010

Page 79: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

76

Kaum sufi sadar betul akan lemahnya landasan yang dijadikan hujjah,

akan tetapi kaum sufi melakukan sebuah tarian itu dengan maksud ingin lebih

dekat lagi mendekatkan diri kepada Tuhan, dan menampakkan kegembiraannya

dengan bentuk tarian, dan juga kaum sufi melakukan sebuah tarian tidak adanya

campur baur antara laki-laki dan perempuan.

Dan tidak mungkin seorang sufi melakukan sebuah zikir dengan tarian

kalau tidak ada landasan dalilnya, dan juga dilakukan oleh orang yang awam,

bisa jadi zikir yang dilakukan seorang sufi yang sudah kepada tingkatan kasyf

yang hanya bisa dirasakan oleh sufi itu sendiri.

Page 80: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

77

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pemaparan diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa bolehnya

melakukan sebuah zikir dengan mediasi tarian, yang dilakukan oleh kaum sufi

asalkan didampingi oleh seorang mursyid, dan harus adanya niat yang mana niat

dan tujuannya tersebut benar dan tidak melanggar ketentuan syariah, kerana

kaedah menyebut األمور بمقاصدها “setiap perkara itu mengikut tujuannya” Adapun

jika niat dan tujuannya baik tetapi caranya diharamkan oleh Allah maka ia tetap

haram tetapi dalam masalah ini ada nas yang membenarkan zikir sambil

menggerakkan badan dan menari seperti yang telah dinyatakan di atas dan

tujuannya juga baik maka ia mubah di sisi syara‟.

Adapun tarian yang dilarang oleh syara‟ ialah tarian yang bercampur baur

antara wanita dan laki-laki didalamnya yang bukan mahram, lebih-lebih lagi ia

diadakan dalam sebuah tempat yang kemaksiatannya terlihat jelas, seperti

berpakaian tidak menutup aurat, diiringi dengan musik dan suasana yang

mengundang syahwat dan lain-lain. Itulah yang disebut haram. Haram bukan soal

tarian, tetapi dilihat dari aspek cara, suasana dan dilihat dengan jelas

kemaksiatan.

Adapun tarian dalam zikrullah, adalah tarian khusus yang lahir karena

adanya sebuah rasa kesyahduan dan kerinduan yang mendalam yang dirasakan

oleh kaum sufi kepada Allah, dengan kenikmatan munajat dan bertaladdud.

Page 81: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

78

Perasaan nikmat yang tiadatara itu yang diketahui oleh orang yang mengetahui,

merupakan anugerah Allah kepada mereka. Mereka hendak menunjukkan bahasa

badan (body language) mereka dengan menari-nari tanda kenikmatan mereka

pada saat berzikir, tetapi dilakukan kerana Allah SWT.

B. Saran-saran

Penulis menyarankan bahwa untuk melakukan zikir sebaiknya dengan

cara biasa seperti halayaknya kebanyakan orang melakukan zikir yaitu dengan

cara biasa, dan juga melihat hadist Rasul bagaimana beliau melakukan sebuah

zikir, dan juga tidak perlu ikut-ikutan dalam melakukan sebuah zikir yang belum

sampai pada tingkatan maqamnya.

Untuk kalangan seorang sufi yang melakukan zikir dengan menggunakan

sebuah mediasi tarian, mungkin zikir mereka sudah kepada tahapan yang mana

orang awam belum kepada tingkatan tersebut.

Page 82: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

79

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur‟an al-Karim

„Atha‟ilah, Ibn, Zikir: Penentram Hati, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006),

cet. Ke-2

Abdurrahman, Muhammad, Adz-Dzikr al-Jama‟I Bain al-Ittiba‟ wa al-Ibtida‟,

terjemahan Abu Harkaan, (solo, At-Thibyan, t.th)

Al-Bantani, Nawawi, Tafsir an-Nawawi, (Baerut Daar el-fikr, t.th), Juz 1

Ali, Yunasril, MA, Prof. DR. pilar-pilar tasawuf, (Jakarta, Kalam mulia, 2005), cet.

VI

Al-Syathibi, Abu Ishaq, al-Muwafaqat fil ushul al-Syariah, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah,

Baerut.

Bahjat, Ahmad, Allah fi al-Aqidah al-Islamiyyah, terjemah Abdul Ghaffar, (Bandung,

Pustaka Hidayah, 1998)

Bengin, Burhan, (Ed.), Metedologi Penelitian kualitatif; Aktualisasi metedologis ke

arah ragam Varian Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001 Chittick, William C., Jalan Cinta Sang Sufi (terjemah), (Yogyakarta, Qolam, 2001),

cet. III

------------------------- Tasawuf di mata kaum sufi (tej), (Bandung, Mizan, 2002), cet, I

Ensiklopedi tasawuf disusun oleh tim penulis UIN syarif hidayatullah (Angkasa

Bandung 2008), cet I, Jilid III

Ensiklopedi Tematis Spritual Islam (terj), (Bandung, Mizan, 2003), cet, II

Ernst, Carl W., Ajaran dan amaliah Tasawuf (terj), (Jogjakarta, Pusti Sufi, 2003), cet,

I

Fahrurrazy, Tafsir Kabir wa Mafatih al-Ghaib, (Baerut, darul Fikr, 1985), Jilid 2, cet.

Ke-3

Page 83: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

80

Fathi Sayyid Nada, Abdul Aziz, al-Adab al-Islamiyyah, (Riyadh: Daar Thoyyibah

linnasar wattauji‟, 2007)

Gajur, Syekh Ibrahim Mengungkap Misteri besar Mansur Al-hallaj (Rajawali pers,

Jakarta 1986), Cet. Pertama

Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin, Ihya ulumuddin, (Daar al-dayan)

------------------------, Mukhtashar Ihya ulumuddin, (Baerut: Daar-el fikr, 1993)

Hajar al-Asqalany, Ibn, Fath al-Bary, (Beirut, Dar al-Ma‟rifah, 1379 H), juz 11

Hakim, luqmanul, Kualitas hadist-hadist zikir, Disertasi sekolah pascasarjana UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. (Tidak diterbitkan, 2008)

http://www.al-amindaud.blogspot.com/

http://www.haqqanirabbani.asia/home-id.html

http://www.maktabah-syamilah.com

Ismail, Muhammad. Abu Abdillah al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, (Beirut, Dar Ibn

Katsir, 1987), juz 5

Jamalludin al-Qishi, Muhammad, Tafsir al-Qoshi, (Baerut: daar el-fikr, 1978), Juz. 2

Jamalludin, Farraj, „Abdurrahman bin Ali bin Muhammad al-Baghdadi, Zaad al-

Musayyar fii Ilmi al-Tafsir,(Baerut daar el-fikr, 1987), Juz, 2

Juman toro, Totok, MA, dan Drs. Samsul Munir Amin, M.Ag, Kamus Ilmu Tasawuf,

(Amzah, Sinar Grafika Offset, 2005), cet.I

Kabbani, Muhammad Hisyam, Energi Zikir dan Salawat, (Jakarta: PT Serambi Ilmu

Semesta, 2007)

Karisman, Aqib, Drs., M.Ag., Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah. (al-

Hikmah, Surabaya, 1998), cet I

Kartanegara, Mulyadhi, Jalal al-Din Rûmi: Guru Sufi dan Penyair Agung. (Jakarta,

Teraju, 2004), h. 10-11

----------, Menyelami Lubuk Tasawuf, (Jakarta, Erlangga, 2006), cet. I

Page 84: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

81

----------, Tarekat Maulawiyah: Tarekat Kelahiran Turki, dalam Sri Mulyati, ed.,

Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Mukhtabarah di Indonesia,

(Jakarta: Kencana, 2006)

---------, Jalal al-din Rumi guru sufi dan penyair agung, mizan, cet, I, mei 2004

Kholaf, Abdul wahab, Ilmu Ushul Al-Fiqh, Daar Al-Qolam, 1978

Khumuskhanawy, Ahmad, al-Naqsyabandi, Jami‟ al-Ushul fi al-Awliya, (Surabaya:

al-Haramayn, 2006)

Mahmud, shubhy Ahmad, Al-Falsafah al-Akhlaqiyyah fi al-Fikr al-Islamy, terjemah

Yunan Askaruzzaman Ahmad, (Jakarta, Serambi, 2001)

Majah, Ibn, Sunan Ibn Majah, (Amman, al-Khatib) juz 2

Nashr, Abu, as-Sarraj al-Thusi, al-luma‟ (terj), (Surabaya: Risalah Gusti, 2002)

Nashr, Warisan sufi abad pertengahan, (Yogyakarta, pustaka sufi 2003)

-------, Warisan Sufi (Pustaka Sufi Yogyakarta 2002), Cet.I

Nata, Abuddin, Prof., Dr, H., M.A., Akhlak Tasawuf, PT. RajaGrafindo Persada,

Jakarta, 1996.

Qomaruddin SF, (ed.), Zikir Sufi: Menghampiri Ilahi Lewat Tasawuf, (Jakarta,

Serambi, 2002), cet. Ke-3

Qosim al-Qusyairy, Abul, ar-Risalatul Qusyiriyah fi „ilmi at-Tasawufi, (beirut, Daar

al-kotob al-Ilmiyah, 1426H)

Qoyyim al-Jawjiyyah, Ibn, al-Wabil as-Shayyib, terjemahan abd. Rohim Mu‟thi dan

Zulqarnain, (Jakarta, Akbar media Eka, 2004), cet. Ke.I

---------, Jami‟ al-Adabi, (Baerut: Daar el-wafa, 2002), Juz. 2

Rasyid Ridha, Muhammad, Tafsir al-Manar, (Beirut, Darul Fikr, t.th), cet. Ke-3, Jilid

4

Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, (t.t., Dar al-Hadits, 2004)

Sells, Michael A., Terbakar Cinta Tuhan, Kajian Ekslusif Spiritual Islam Awal

terjemah (Bandung, Mizan, 2004), cet. I

Page 85: SKRIPSI - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5106/1/ANNISUL... · 6 Karisman Aqib, Teosofi Tarekat Qodariyah wa Naqsyabandiyyah, (al-Hikmah,

82

Silsilah al-„Alim wa al-Muta‟lim, Muslim: Sahih Muslim, (Amman, al-Khatib), juz 4

Syah, Idris, Jalan sufi reportase dunia ma‟rifat (Risalah gusti 2001), cet II

Usman Najaty, Muhammad, Al-Qur‟an wa Ulum an-Nafs, terjemahan ibn Ibrahim,

(Jakarta Cendekia Sentra Mulia, 2001)

Zubaidi, HM Munadi, The Power Of Zikir: Terapi Dzikir Untuk Kesembuhan dan

Ketenangan, (Klaten: Image Press, 2007), cet. Ke-1