skripsi
DESCRIPTION
struktur kepemilikanTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perusahaan memiliki berbagai alternatif sumber pendanaan. Pendanaan
dari dalam perusahaan diperoleh dari laba yang ditahan perusahaan. Pendanaan
dari luar perusahaan berasal dari kreditur berupa utang maupun pendanaan yang
bersifat penyertaan dalam bentuk saham (equity). Pendanaan melalui mekanisme
penyertaan, dilakukan dengan menjual saham perusahaan kepada masyarakat atau
sering dikenal dengan go public (Hikmawan, 2007). Perusahaan publik akan
memiliki dana yang lebih besar yang didapat dari penjualan sahamnya ke
masyarakat dan diharapkan kinerja perusahaan mengalami peningkatan.
Perusahaan go public membutuhkan pengelolaan corporate governance
yang baik atau yang lebih dikenal dengan good corporate governance. Good
corporate governance adalah sebuah konsep yang menekankan pentingnya hak
pemegang saham untuk memperoleh informasi yang akurat, benar dan tepat
waktu. Selain itu juga menunjukkan kewajiban perusahaan untuk mengungkapkan
(disclosure) semua informasi keuangan kinerja perusahaan secara akurat, tepat
waktu dan transparan (Tjager, dkk. 2003). Oleh karena itu, perusahaan publik
harus memandang good corporate governance sebagai upaya peningkatan kinerja
dan nilai perusahaan karena penerapan Good Corporate Governance dalam
perusahaan dapat membantu mengurangi resiko,
1
2
meningkatkan kinerja keuangan perusahaan serta dapat meningkatkan
kepercayaan investor.
Chinn (2000) dan Shaw (2003), mengemukakan terdapat dua teori
utama yang terkait dengan Corporate Governance yaitu stewardship theory
dan agency theory. Stewardship theory dibangun diatas asumsi filosofis
mengenai sifat manusia yakni bahwa manusia pada hakekatnya dapat
dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki
integritas, dan kejujuran terhadap pihak lain. Dengan kata lain, stewardship
theory memandang manajemen sebagai dapat dipercaya untuk bertindak
dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan publik pada umumnya maupun
shareholders pada khususnya.
Agency theory memandang bahwa manajemen sebagai ”agents‟ bagi
para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi
kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang bijaksana serta adil
terhadap pemegang saham sebagaimana diasumsikan dalam stewardship
model. Bertentangan dengan stewardship theory, agency theory memandang
bahwa manajemen tidak dapat dipercaya untuk bertindak dengan sebaik-
baiknya bagi kepentingan publik pada umumnya maupun shareholders pada
khususnya (Murwaningsari, 2009).
Jatuhnya perusahaan-perusahaan besar dunia seperti Lehman
Brothers Holdings, Inc yang merupakan Bank Investasi terbesar keempat di
Amerika di tahun 2008, skandal keuangan Satyam Computer Services yang
mengguncangkan Bursa Saham India di tahun 2009, penyelewangan dana
3
akuisisi oleh perusahaan kamera Olympus tahun 2011, terungkapnya kasus
kriminal oleh Bank Wegelin tahun 2013, serta adanya skandal kasus Diebold,
Inc di tahun 2013 semakin mendorong reformasi tata kelola perusahaan di
dunia, termasuk juga di Indonesia.
Untuk negara Indonesia sendiri, permasalahan Corporate Governance
mengemuka selain sejak terjadi krisis ekonomi yang melanda negara-negara
Asia, menjadi perhatian banyak ekonom dan terutama investor akibat banyak
terungkapnya kasus-kasus manipulasi laporan keuangan. Terungkapnya
kasus-kasus seperti rekayasa laporan keuangan oleh PT. Waskita Karya yang
overstated di tahun 2009, kasus PT. Katarina Utama, Tbk (2010) yang mana
terjadinya penyimpangan dana hasil IPO oleh manajemen PT. Katarina serta
ditemukannya pelanggaran kepatuhan PT. Jamsostek atas laporan keuangan
2011 di tahun 2012 menyiratkan akan betapa pentingnya penerapan good
corporate governance.
Rendahnya corporate governance, hubungan investor yang lemah,
kurangnya tingkat transparansi, ketidak efisienan dalam laporan keuangan,
dan masih kurangnya penegakan hukum atas perundang-undangan dalam
menghukum pelaku dan melindungi pemegang saham minoritas, menjadi
pemicu dan alasan beberapa perusahaan di Indonesia runtuh. Akumulasi
permasalahan yang terjadi menyebabkan timbulnya perhatian yang besar
terhadap kebutuhan untuk meningkatkan kepedulian terhadap standar
pengelolaan perusahaan, meningkatkan transparansi dan memperbaiki
4
hubungan investor, lembaga regulator seperti BAPEPAM dan BEI harus
menekan pentingnya penegakan hukum yang lebih efektif (Sekaredi, 2011).
Permasalahan yang timbul dalam corporate governance selain terletak
pada struktur pengelolaannya juga akibat adanya masalah yang berkaitan
dengan struktur kepemilikan. Struktur kepemilikan merupakan bagian dari
corporate governance yang mana menggambarkan komposisi kepemilikan
saham baik pemerintah, institusional ataupun publik, asing, keluarga
ataupun manajerial dari suatu perusahaan. Struktur kepemilikan dipercaya
mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya
berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan
yang memaksimalisasi nilai perusahaan. Hal ini disebabkan karena adanya
kontrol yang mereka miliki (Wahyudi dan Pawestri, 2006).
Perilaku manipulasi oleh manajer yang berawal dari konflik
kepentingan tersebut dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme
monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan (alignment) berbagai
kepentingan tersebut. Pertama, dengan memperbesar kepemilikan saham
perusahaan oleh manajemen (managerial ownership) (Jensen dan Meckling,
1976), sehingga kepentingan pemilik atau pemegang saham akan dapat
disejajarkan dengan kepentingan manajer. Kedua, kepemilikan saham oleh
investor institusional. Amba (2014) menyatakan bahwa kepemilikan
institusional lebih peduli akan return dari investasi mereka sehingga mereka
akan berkontribusi dalam meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.
5
Corporate governanace merupakan salah satu elemen kunci dalam
meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan
antara dewan direksi, dewan komisaris, para pemegang saham dan
stakeholders lainnya. Corporate governance juga memberikan suatu struktur
yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan
sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja (Darmawati,
dkk 2005).
Implementasi prinsip-prinsip good corporate governance secara
konsisten di perusahaan akan menarik minat para investor, baik domestik
maupun asing (Effendi, 2009:2). Penerapan corporate governance diyakini
akan dapat membantu meningkatkan kinerja keuangan perusahaan yang
berdampak pada harga saham perusahaan. Kinerja laporan keuangan yang
baik akan meningkatkan nilai dari perusahaan sehingga investor tertarik
untuk melakukan investasi dengan pembelian saham perusahaan.
Hubungan antara manajemen (agents) dan pemilik perusahaan
(principal) atau yang sering dikaitkan dengan teori agensi sering memicu
perselisihan yang berakibat pada berpengaruhnya laporan keuangan dan
tentunya berimbas pada kinerja laporan tersebut. Untuk itulah diyakini
diperlukan sebuah tata kelola perusahaan yang mana dapat membuat para
investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka,
yakin bahwa manajer tidak akan menggelapkan atau menginvestasikan ke
dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan modal
yang telah ditanamkan oleh investor (Hardikasari, 2011).
6
Kinerja keuangan sebagai hasil akhir dari implementasi corporate
governance dapat dianalisis dengan berbagai cara. Pertumbuhan pendapatan,
laba bersih, dan aset merupakan ukuran kinerja yang biasa digunakan. Salah
satu cara yang dapat dilakukan untuk menilai kinerja keuangan sebuah
perusahaan adalah dengan menggunakan rasio profitabilitas (Subramanyam
& Wild, 2011:142).
Sartono (2001:119) mendefinisikan profitabilitas sebagai kemampuan
perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan, total
aktiva produktif maupun modal sendiri. Rasio profitabilitas ini akan
memberikan gambaran tentang tingkat efektifitas pengelolaan perusahaan.
Semakin besar profitabilitas berarti semakin baik, karena kemakmuran
pemilik perusahaan meningkat dengan semakin besarnya profitabilitas.
Rasio profitabilitas terdiri atas Profit Margin, Basic Earning Power, Return On
Assets, dan Return On Equity.
Return on Assets (ROA) merupakan salah satu dari rasio profitabilitas.
Dalam analisis rasio keuangan, ROA mempunyai arti yang sangat penting
sebagai salah satu teknik analisis keuangan yang bersifat menyeluruh atau
komprehensif. Rasio ini mengukur efektivitas perusahaan dengan
keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang akan digunakan untuk
operasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (Munawir, 2010:89).
Semakin besar nilai ROA berarti suatu perusahaan mempunyai kinerja yang
bagus dalam menghasilkan laba bersih untuk pengembalian total aktiva yang
dimiliki sehingga berpengaruh terhadap harga saham, yaitu harga saham
7
akan naik. Sunariyah (2006:21) menyatakan bahwa apabila perusahaan
diperkirakan mempunyai prospek yang akan datang, nilai saham menjadi
tinggi.
Dalam penelitian kali ini alasan peneliti menggunakan ROA untuk
mengukur kinerja keuangan perusahaan karena rasio ROA ini dalam analisis
keuangan merupakan indikator pengukuran yang komprehensif untuk
melihat keadaan suatu perusahaan berdasarkan laporan keuangan yang ada.
Return on Assets atau ROA juga memiliki keunggulan mudah dihitung,
dipahami, dan sangat berarti dalam nilai absolut (Anthony dan Govindarajan
(2002:349)).
Penelitian yang dilakukan oleh Amba (2014) mengenai pengaruh
corporate governance terhadap kinerja keuangan perusahaan. Corporate
governance yang diproksi oleh dualitas CEO, ukuran dewan direksi, proporsi
direksi non-eksekutif, struktur kepemilikan, komite audit, dan leverage.
Kinerja keuangan diproksikan oleh Return On Assets (ROA). Hasil
menunjukkan jika Dualitas CEO tidak berpengaruh terhadap ROA. Ukuran
dewan direksi, struktur kepemilikan, dan komite audit memberikan
pengaruh positif terhadap ROA. Proporsi direksi non-eksekutif dan leverage
memberikan pengaruh negatif terhadap ROA. Penelitian yang dilakukan oleh
Kabigting (2011) memperoleh hasil bahwa good corporate governance yang
diproksikan oleh kepemilikan insider dan ukuran direksi berpengaruh pada
peningkatan nilai asset pada bank yang terdaftar di Philipine Stock Exchange.
8
Penelitian Martsila dan Meiranto (2013) yang meneliti tentang
pengaruh corporate governance terhadap kinerja keuangan perusahaan non
financial di BEI. Pada penelitian ini, corporate governance diproksikan
Independensi Dewan Komisaris, Ukuran Dewan Komisaris, Kepemilikan
Manajerial, Konsentrasi kepemilikan dan leverage. Kinerja keuangan
diproksikan dengan ROA, ROE, PER, dan Tobins’Q. Penelitian menunjukkan
Corporate Governance memberikan pengaruh positif terhadap kinerja
keuangan yang diproksikan oleh ROA dan ROE, namun memberikan
pengaruh negatif pada kinerja keuangan yang diproksikan oleh PER dan
Tobins’ Q.
Walaupun beberapa penelitian terkait hubungan good corporate
governance (gcg) terhadap kinerja keuangan perusahaan seperti yang telah
disebutkan sebelumnya menunjukkan adanya pengaruh, beberapa penelitian
lain menunjukkan sebaliknya. Penelitian yang dilakukan Prasinta (2012)
dengan pengaruh GCG yang diproksikan dengan skor CGPI terhadap kinerja
keuangan yang diproksikan dengan ROA, ROE dan Tobin’s Q memberikan
hasil jika GCG dengan proksi skor CGPI tidak berpengaruh signifikan pada
ROA, dan Tobin’s Q. GCG dengan proksi skor CGPI berpengaruh signifikan
terhadap ROE.
Ferdiana (2012) melakukan penelitian dengan menggunakan skor
CGPI dan kinerja keuangan yang diproksikan dengan leverage ratio, liquidity
ratio, Asset Management Ratios, profitability ratio dan market-value ratio.
Penelitian menunjukkan tidak semua dari kelima rasio tersebut dipengaruhi
9
oleh penerapan good corporate governance, good corporate governance,
bahkan ada yang tidak berpengaruh sama sekali.
Dari sekian banyak hasil penelitian mengenai mekanisme Corporate
Governance terhadap kinerja tersebut, terlihat hasil yang cukup beragam.
Akan tetapi, hasil yang beragam tersebut juga dipengaruhi perbedaan
variabel yang digunakan oleh masing-masing peneliti (Darmawati, dkk
2005). Perbedaan variabel yang digunakan para peneliti untuk merefleksikan
beragamnya indikator mekanisme Corporate Governance disebabkan luasnya
definisi mekanisme Corporate Governance tersebut yang dapat
diterjemahkan ke dalam tiga elemen mekanisme, yaitu struktur, sistem dan
proses (Bukhori dan Raharja , 2012).
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Martsila dan
Meiranto (2013). Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan variabel yang digunakan dari penelitian
sebelumnya. Penelitian ini menggunakan Ukuran Dewan Komisaris,
Ukuran Dewan Direksi, Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan
Institusional sebagai variabel independen yang memproksikan
corporate governance dan ROA sebagai variabel dependen yang
memproksikan kinerja keuangan. Penelitian Martsila dan Meiranto
(2013) menggunakan variabel independen yaitu Independensi Dewan
Komisaris, Ukuran Dewan Komisaris, Kepemilikan Manajerial,
10
Konsentrasi kepemilikan dan leverage serta ROA, ROE, PER, dan
Tobins’Q sebagai variabel dependennya.
Penelitian sebelumnya belum ada batasan jelas mengenai apa
saja variabel yang termasuk struktur, sistem dan proses, maka
penelitian ini hanya menggunakan variabel yang terfokus pada
mekanisme internal Corporate governance yakni struktur. Struktur ini
terbagi menjadi struktur pengelola dan struktur kepemilikan. Hal ini
dikarenakan mekanisme struktur yang dianggap lebih berperan
utama dalam pelaksanaan corporate governance yang baik (Bukhori
dan Raharja, 2012).
Peneliti menggunakan proksi Ukuran Dewan Komisaris,
Ukuran Dewan Direksi, Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan
Institusional untuk mewakili struktur pengelola dan struktur
kepemilikan karena mekanisme ini dianggap paling mempengaruhi
kinerja perusahaan (KNKG 2006). Peneliti juga hanya menggunakan
ROA sebagai variabel dependennya dikarenakan ROA lazim digunakan
untuk mengukur tingkat efektivitas keseluruhan operasi perusahaan
dan adanya saran penelitian sebelumnya untuk memfokuskan pada
satu variabel kinerja keuangan saja.
2. Penambahan periode penelitian dari yang sebelumnya tiga tahun
menjadi 5 tahun yaitu dari tahun 2009 hingga 2013. Alasan
penambahan periode ini karena peneliti ingin melihat pengaruh
corporate governance terhadap kinerja keuangan perusahaan apakah
11
terpengaruh adanya penambahan periode penelitian yang lebih lama
(Prasinta, 2012).
3. Peneliti mengambil populasi menggunakan perusahaan perusahaan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan termasuk daripada Indeks
LQ 45. Penelitian Martsila dan Meiranto (2013) menggunakan
populasi perusahaan-perusahaan non-financial. Alasan peneliti
memilih perusahaan yang dalam indeks LQ 45 karena indeks ini
menunjukkan 45 emiten paling aktif diperdagangkan dalam BEI dan
merupakan saham-saham unggulan yang di pilih sehingga dapat lebih
akurat dalam analisisnya secara runtut waktu. (Silviyani dan Sujana).
Berdasarkan latar belakang dan uraian yang telah peneliti sampaikan,
peneliti mengambil judul “PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE (CG)
TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN (Studi Empiris pada
Perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia Indeks LQ 45 Periode
2009-2013).
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah Ukuran Dewan Komisaris memiliki pengaruh terhadap
Kinerja Keuangan?
2. Apakah Ukuran Dewan Direksi memiliki pengaruh terhadap Kinerja
Keuangan?
3. Apakah Kepemilikan Manajerial memiliki pengaruh terhadap Kinerja
Keuangan?
12
4. Apakah Kepemilikan Institusional memiliki pengaruh terhadap
Kinerja Keuangan?
5. Seberapa besarkah pengaruh Ukuran Dewan Komisaris, Ukuran
Dewan Direksi, Kepemilikan Manajerial, dan Kepemilikan
Institusional terhadap Kinerja Keuangan?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah Ukuran Dewan Komisaris memiliki
pengaruh terhadap Kinerja Keuangan.
2. Untuk mengetahui apakah Ukuran Dewan Direksi memiliki pengaruh
terhadap Kinerja Keuangan.
3. Untuk mengetahui apakah Kepemilikan Manajerial memiliki pengaruh
terhadap Kinerja Keuangan.
4. Untuk mengetahui apakah Kepemilikan Institusional memiliki
pengaruh terhadap Kinerja Keuangan.
5. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Ukuran Dewan
Komisaris, Ukuran Dewan Direksi, Kepemilikan Manajerial, dan
Kepemilikan Institusional terhadap Kinerja Keuangan
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia
13
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi bahan kajian
tentang manfaat penerapan dan mekanisme corporate governance
dalam meningkatkan kinerja keuangan di perusahaan.
2. Bagi Investor
Diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan dasar pertimbangan
dalam pengambilan keputusan kepada investor untuk menilai kinerja
keuangan perusahaan sebelum melakukan investasi.
3. Bagi Peneliti
Diharapkan penelitian ini mampu memberikan wawasan serta
pengetahuan tambahan kepada peneliti mengenai pengaruh corporate
governance di Indonesia, khususnya terhadap kinerja keuangan
perusahaan.
4. Bagi Akademisi
Diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan dan dapat
mendukung penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan corporate
governance dan kinerja keuangan perusahaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Signalling Theory (Teori Sinyal)
14
Menurut Wolk, et al. (2001) teori sinyal menjelaskan alasan
perusahaan menyajikan informasi untuk pasar modal. Teori sinyal
menunjukkan adanya asimetri informasi antara manajemenperusahaan dan
pihak-pihak yang berkepentingan dengan informasi tersebut. Teori sinyal
mengemukakan tentang bagaimana seharusnya perusahaan memberikan
sinyal-sinyal pada pengguna laporan keuangan.
Menurut Jama’an (2008) Signaling Theory mengemukakan tentang
bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada
pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang
sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik.
Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa
perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain. Teori sinyal
menjelaskan bahwa pemberian sinyal dilakukan oleh manajer untuk
mengurangi asimetri informasi. Manajer memberikan informasi melalui
laporan keuangan bahwa mereka menerapkan kebijakan akuntansi
konservatisme yang menghasilkan laba yang lebih berkualitas karena prinsip
ini mencegah perusahaan melakukan tindakan membesar-besarkan laba dan
membantu pengguna laporan keuangan dengan menyajikan laba dan aktiva
yang tidak overstate.
Menurut Maria Immaculatta (2006) kualitas keputusan investor
dipengaruhi oleh kualitas informasi yang diungkapkan perusahaan dalam
laporan keuangan. Kualitas informasi tersebut bertujuan untuk mengurangi
asimetri informasi yang timbul ketika manajer lebih mengetahui informasi
15
internal dan prospek perusahaan di masa mendatang dibanding pihak
eksternal perusahaan.
Teori signal juga dapat membantu pihak perusahaan (agent), pemilik
(principal), dan pihak luar perusahaan mengurangi asimetri informasi
dengan menghasilkan kualitas atau integritas informasi laporan keuangan.
Untuk memastikan pihak-pihak yang berkepentingan meyakini keandalan
informasi keuangan yang disampaikan pihak perusahaan (agent), perlu
mendapatkan opini dari pihak lain yang bebas memberikan pendapat
tentang laporan keuangan (Jama’an, 2008)
2.2. Agency Theory (Teori Agensi)
Dasar dari pembahasan mengenai corporate governance adalah teori
agensi atau Agency Theory. Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak
antara principal dengan agent. Menurut Darmawati, dkk (2005), inti dari
hubungan keagenan adalah adanya pemisahan antara kepemilikan
(principal/investor) dan pengendalian (agent/manajer). Kepemilikan
diwakili oleh investor yang mendelegasikan kewenangan kepada agen dalam
hal ini manajer untuk mengelola kekayaan investor. Investor mempunyai
harapan bahwa dengan mendelegasikan wewenang pengelolaan tersebut,
mereka akan memperoleh keuntungan dengan bertambahnya kekayaan dan
kemakmuran investor.
Teori agensi ini muncul setelah fenomena terpisahnya kepemilikan
perusahaan dengan pengelolaan khususnya pada perusahaan-perusahaan
16
besar yang modern, sehingga teori perusahaan yang klasik tidak bisa lagi
dijadikan basis analisis perusahaan seperti itu. pada teori perusahaan klasik,
pemilik perusahaan yang berjiwa wiraswasta, mengendalikan sendiri
perusahaannya, mengambil keputusan demi kehidupan perusahaannya,
sehingga yang diharapkan adalah maksimum profit sebagai syarat mati atau
bisa bertahan hidup dan berkembang. (Sutedi, 2011:15)
Dalam suatu korporasi, principal mengacu pada pemilik sedangkan
agent mengacu pada pengelola. Dalam menjalankan usahanya, pemilik akan
memberikan wewenang kepada pihak lain (agent) untuk mengelola jalannya
perusahaan dengan harapan agent akan memberikan yang terbaik untuk
mencapai tujuan dari pemilik yakni memaksimalkan kinerja dari perusahaan.
Oleh karena itu, pemilik memberi wewenang kepada agent untuk mengelola
perusahaan dan mengambil keputusan atas nama pemilik. Namun,
terpisahnya kepemilikan dengan pengelolaan menimbulkan suatu
permasalahan tersendiri. Permasalahan tersebut sering disebut sebagai
masalah agensi. Permasalahan tersebut dapat diminimalisir melalui suatu
mekanisme yang dapat mengurangi kesempatan manajer melakukan
tindakan yang merugikan principal. (Martsila dan Meiranto, 2013)
Untuk memahami corporate governance, jalan yang paling dekat
adalah dengan memahami teori agensi. Teori ini memberikan wawasan
analisis untuk bisa mengkaji dampak dari hubungan agent dengan principal
atau principal dengan principal. Diharapkan teori agensi ini dapat berfungsi
sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa
17
mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan.
Corporate governance berkaitan dengan bagaimana investor yakin bahwa
manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer
tidak akan mencuri, menggelapkan atau menginvestasikan kedalam proyek-
proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana atau kapital yang
telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para
investor mengontrol para manajer (Shleifer dan Vishny, 1997).
Setyapurnama dan Norpratiwi (2004) menyatakan hubungan
keagenan dapat menimbulkan masalah pada saat pihak-pihak yang
bersangkutan mempunyai tujuan yang berbeda. Pemilik modal menghendaki
bertambahnya kekayaan dan kemakmuran para pemilik modal, sedangkan
manajer juga menginginkan bertambahnya kesejahteraan bagi para manajer.
Dengan demikian muncullah konflik kepentingan antara pemilik (investor)
dengan manajer (agen). Pemilik lebih tertarik untuk memaksimumkan return
dan harga sekuritas dari investasinya, sedangkan manajer mempunyai
kebutuhan psikologis dan ekonomi yang luas, termasuk memaksimumkan
kompensasinya.
Teori keagenan mengemukakan Jika antar pihak principal (pemilik)
dan agents (manajer) memiliki kepentingan yang berbeda, muncul konflik
yang dinamakan konflik keagenan (agency conflict). Pemisahan fungsi antara
pemilik dan manajemen ini memiliki dampak negatif yaitu keleluasaan
manajemen (pengelola) perusahaan untuk memaksimalkan laba. Kondisi ini
terjadi karena asymmetry information antara manajemen dan pihak lain yang
18
tidak memiliki sumber dan akses yang memadai untuk memperoleh
informasi yang digunakan untuk memonitor tindakan manajemen
(Richardson, 1998; DuCharme et al, 2000 dikutip dalam Hastuti 2005).
Teori agensi juga menyatakan bahwa konflik kepentingan antara agen
dan prinsipal dapat dikurangi dengan mekanisme pengawasan yang dapat
menyelaraskan berbagai kepentingan yang ada dalam perusahaan (Ibrahim,
2007:24). Mekanisme pengawasan yang dimaksud dalam teori agensi dapat
dilakukan dengan mekanisme Good Corporate Governance (GCG). Good
Corporate Governance sebagai sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan diharapkan dapat memberikan kepercayaan terhadap
manajemen dalam mengelola kekayaan pemilik (pemegang saham), sehingga
dapat meminimalkan konflik kepentingan dan meminimumkan biaya
keagenan. Herawaty (2008) juga menyatakan bahwa Good Corporate
Governance (GCG) menghasilkan berbagai mekanisme yang bertujuan untuk
meyakinkan bahwa tindakan manajemen selaras dengan kepentingan
pemegang saham (terutama minority interest).
Alijoyo dan Zaini dalam Pakarinti (2012) beranggapan bahwa
pemisahan fungsi eksekutif dan fungsi pengawasan pada teori keagenan
menciptakan “checks and balances”, sehingga terjadi independensi yang sehat
bagi para manajer untuk menghasilkan kinerja perusahaan yang maksimum
dan return yang memadahi bagi para pemegang saham.
Konsep Good Corporate Governance berkaitan dengan bagaimana para
pemilik (pemegang saham) yakin bahwa manajer akan memberikan
19
keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan melakukan
kecurangan-kecurangan yang akan merugikan para pemegang saham
(Waryanto, 2010). Dengan kata lain dengan penerapan Good Corporate
Governance diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan
biaya keagenan (agency cost). Selanjutnya, dengan meningkatnya kinerja
keuangan akan dapat meningkatkan nilai perusahaan.
2.3. Stewardship Theory (Teori Stewardship)
Stewardship Theory mempunyai akar psikologi dan sosiologi yang
didesain untuk menjelaskan situasi dimana manajer sebagai steward dan
bertindak sesuai kepentingan pemilik (Donaldson & Davis, 1989, 1991).
Dalam stewardship theory manajer akan berperilaku sesuai kepentingan
bersama. Ketika kepentingan steward dan pemilik tidak sama, steward akan
berusaha bekerja sama daripada menentangnya, karena steward merasa
kepentingan bersama dan berperilaku sesuai dengan perilaku pemilik merupakan
pertimbangan yang rasional karena steward lebih melihat pada usaha untuk
mencapai tujuan organisasi.
Stewardship theory mengasumsikan hubungan yang kiat antara
kesuksesan organisasi dengan kepuasan pemilik. Steward akan melindungi
dan memaksimalkan kekayaan organisasi dengan kinerja perusahaan,
sehingga dengan demikian fungsi utilitas akan maksimal. Asumsi penting dari
stewardship adalah manajer meluruskan tujuan sesuai dengan tujuan
20
pemilik. Namun demikian tidak berarti steward tidak mempunyai kebutuhan
hidup. (Raharjo, 2007)
Menurut Murwaningsari (2009) stewardship theory dibangun pada
asumsi filosofis mengenai sifat manusia bahwa manusia pada dasarnya dapat
dipercaya bertanggung jawab dan manusia merupakan individu yang
berintegritas. Teori ini menyimpulkan bahwa manajemen sebuah
perusahaan layak untuk dipercaya dalam bertindak atas kepentingan publik
dan pemegang saham.
2.4. Stakeholder theory (Teori Stakeholder)
Stakeholder theory merupakan kumpulan kebijakan dan praktik yang
berhubungan dengan stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum,
penghargaan masyarakat dan lingkungan, serta komitmen dunia usaha untuk
berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan. Jones dalam buku
Ismail Solihin (2008) menjelaskan bahwa stakeholders dibagi dalam dua
kategori:
a. Inside stakeholders, terdiri atas orang-orang yang memiliki
kepentingan dan tuntutan terhadap sumber daya perusahaan serta
berada di dalam organisasi perusahaan. Pihak-pihak yang termasuk
dalam kategori inside stakeholders ini adalah pemegang saham
(stockholders), manajer, dan karyawan.
b. Outside stakeholders, terdiri atas orang-orang maupun pihak-pihak
yang bukan pemilik perusahaan, bukan pemimpin perusahaan, serta
21
bukan pula karyawan perusahaan , namun memiliki kepentingan
terhadap perusahaan dipengaruhi oleh keputusan serta tindakan yang
dilakukan oleh perusahaan. Pihak-pihak yang termasuk dalam
kategori outside stakeholders ini adalah pelanggan (customers),
pemasok (supplier), pemerintah, masyarakat lokal, dan masyarakat
secara umum.
Menurut Deegan (2004), dalam perspektif teori legitimasi, suatu
perusahaan akan secara sukarela melaporkan aktifitasnya jika manajemen
menganggap bahwa hal ini adalah yang diharapkan komunitas. Dengan kata
lain teori ini menempatkan persepsi dan pengakuan publik sebagai dorongan
utama dalam pengungkapan suatu informasi dalam laporan keuangan.
2.5. Corporate Governance (CG)
2.5.1 Pengertian Corporate Governance (CG)
Istilah corporate governance pertama kali diperkenalkan Cadburry
Comitte tahun 1992 dalam laporan yang dikenal dengan cadburry report.
Laporan ini sebagai titik balik yang menentukan bagi praktik corporate
governance di seluruh dunia. Definisi corporate governance menurut Cadbury
adalah mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai
keseimbangan antaranya kepada kekuatan serta kewenangan perusahaan
dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada shareholders khususnya,
dan stakeholders pada umumnya. (Sutedi, 2011:1)
22
Corporate governance telah menjadi salah satu bahasan penting yang
menarik sejak krisis yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 (Swa
sembada, 2005). Penyebab terjadinya krisis keuangan adalah lemahnya
penerapan corporate governance, salah satu cirinya adalah tindakan para
manajer perusahaan yang mementingkan diri sendiri dan mengabaikan
kepentingan investor, sehingga akan menyebabkan jatuhnya harapan para
investor tentang pengembalian (return) atas investasi yang telah ditanamkan
(Johnson et al, 2000).
Indonesian Stock Exchange (IDX) atau Bursa Efek Indonesia
mendefinisikan Tata Kelola Perusahaan atau Corporate Governance sebagai
suatu sistem yang dirancang untuk mengarahkan pengelolaan perusahaan
secara profesional berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas,
tanggung jawab, independen, kewajaran dan kesetaraan.
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2006)
mendefenisikan Corporate Governance sebagai suatu proses dan struktur
yang digunakan oleh organ perusahaan guna memberikan nilai tambah pada
perusahaan secara berkesinambungan dalan jangka panjang bagi pemegang
saham, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakehonders lainnya,
berlandaskan peraturan perundang-undangan dan norma yang berlaku.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendefinisikan
Corporate Governance sebagai seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara pemegang saham, pengelola saham, kreditor, pemerintah,
karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang
23
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka untuk menggatur dan
mengendalikan perusahaan.
Menurut Price Waterhouse Coopers, Corporate Governance terkait
dengan pengambilan keputusan yang efektif. Dibangun melalui kultur
organisaasi, nilai-nilai, sistem, berbagai proses, kebijakan-kebijakan dan
struktur organisasi, yang bertujuan untuk mencapai bisnis yang
menguntungkan, efisien, dan efektif dalam mengelola risiko dan bertanggung
jawab dengan memerhatikan kepentingan stakeholders (Surya dan
Yustiavandana 2006:26).
Corporate Governance dapat disimpulkan adalah struktur, rangkaian
proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang memengaruhi
pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau
korporasi. Corporate Governance juga mencakup hubungan antara para
pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan
perusahaan. (Wikipedia.com)
Keberhasilan dari praktik corporate governance perusahaan publik
tidak terlepas dari adanya sebuah peraturan. Ada tiga tantangan fundamental
yang saat ini dihadapi oleh pembuat peraturan publik (Coglianese, et al,
2004). Pertama adalah siapa yang seharusnya membuat peraturan,
pemerintah atau self-regulation misalnya BEI. Tantangan kedua adalah
bagaimana mengaturnya. Pembuat peraturan menghadapi dua pilihan yaitu
membuat prinsip atau peraturan corporate governance. Tantangan ketiga
24
adalah bagaimana caranya agar prinsip atau peraturan tersebut
dilaksanakan.
Penerapan komitmen Corporate Governance yang baik atau biasa
disebut Good Corporate Governance (GCG) terkandung pada misi Perusahaan
yaitu menciptakan daya saing untuk menarik investor dan emiten melalui
pemberdayaan anggota Bursa dan Partisipan, penciptaan nilai tambah,
efisiensi biaya serta penerapan good governance. Manfaat dari penerapan
GCG dapat berdampak positif pada terciptanya akuntabilitas Perusahaan,
transaksi yang wajar dan independen, serta kehandalan dan peningkatan
kualitas informasi kepada publik (http://www.idx.co.id).
Tujuan penerapan good corporate governance menurut Bursa Efek
Indonesia (BEI) adalah sebagai berikut:
1) Sebagai pedoman bagi Dewan Komisaris dalam melaksanakan
pengawasan dan pemberian saran-saran kepada Direksi dalam
pengelolaan Perusahaan.
2) Sebagai pedoman bagi Direksi agar dalam menjalankan kegiataan sehari-
hari Perusahaan dilandasi dengan nilai moral yang tinggi dengan
memperhatikan Anggaran Dasar, etika bisnis, perundang-undangan dan
peraturan yang berlaku lainnya.
3) Sebagai pedoman bagi jajaran manajemen dan karyawan BEI dalam
melaksanakan kegiatan maupun tugasnya sehari-hari sesuai dengan
prinsip-prinsip Corporate Governance
25
Upaya untuk menegakkan prinsip good corporate governance pada
perusahaan yang telah go-public oleh BAPEPAM terus berlangsung.
Tujuannya adalah (a) menjaga kelangsungan usaha perusahaan dengan
pengelolaan yang lebih baik, struktur organisasi yang jelas, dan sistem
informasi manajemen yang akurat, (b) mengurangi adanya Asymmetry
Information antara menajemen dan pemilik perusahaan, dan (c) menjaga
kepercayaan publik dengan pengungkapan informasi yang berkualitas dalam
laporan tahunannya (Arifin, 2005:23)
Meskipun upaya penerapan good corporate governance terus
berlangsung, namun praktik good corporate governance di perusahaan di
Indonesia masih terdapat kelemahan. Menurut Herwidayatmo (2000),
praktik-praktik di Indonesia yang bertentangan dengan konsep GCG dapat
dikelompokkan menjadi (a) adanya konsentrasi kepemilikan oleh pihak
tertentu yang memungkinkan terjadinya hubungan afiliasi antara pemilik,
pengawas, dan direktur perusahaan, (b) tidak efektifnya dewan komisaris,
dan (c) lemahnya law enforcement.
2.5.2 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2006) menguraikan
prinsip-prinsip dari good corporate governance yang selanjutnya dikenal dengan
istilah TARIF. Prinsip tersebut yaitu:
1) Transparasi (Transparancy)
26
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang
mudah diakses dan dipahami. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk
mengungkapkan tidak hanya masalah yang diisyaratkan oleh peraturan
perundang- undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan
keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan
lainnya.
2) Akuntabilitas (Accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan Akuntabilitasnya
secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara
benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan
untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
3) Responsibilitas (Responsibility)
Perusahaan harus memenuhi peraturan perundang-undangan serta
melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan
sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang
dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
4) Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan atas good corporate governance,
perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing
27
organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi
oleh pihak lain.
5) Kewajaran (Fairness)
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa
memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan
lainnya berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran.
2.5.3. Mekanisme Corporate Governance
Mekanisme Corporate Governance merupakan suatu mekanisme
berdasarkan pada aturan main, prosedur dan hubungan yang jelas antara
pihak-pihak yang ada dalam suatu perusahaan untuk menjalankan peran dan
tugasnya. Mekanisme Corporate Governance ini terbagi menjadi 2 (dua) yaitu
mekanisme internal dan mekanisme eksternal. Mekanisme internal terdiri
dari struktur pengelola dan struktur kepemilikan sementara mekanisme
eksternal terdiri dari pihak-pihak yang berasal dari luar perusahaan seperti
pasar modal, pasar uang, regulator dan juga undang-undang (Bukhori dan
Raharja, 2012).
Penelitian ini difokuskan pada mekanisme internal dari corporate
governance saja, karena mekanisme internal ini yang dianggap memiliki
pengaruh langsung terhadap kinerja keuangan perusahaan (KNKG, 2006).
Mekanisme internal seperti telah disebutkan sebelumnya dipisahkan menjadi
struktur pengelola dan struktur kepemilikan. Menurut Bainbridge (2008)
28
pemisahan pengelolaan atau kontrol dan kepemilikan menjadi salah satu
atribut penting perusahaan.
Struktur Pengelola perusahaan menurut Komite Nasional Kebijakan
Governance (2006) terdiri dari dewan komisaris, dewan direksi dan komite
audit. Menurut Martsila dan Meiranto (2013), dewan komisaris dapat diukur
melalui independensi Dewan Komisaris independen serta ukuran dari Dewan
Komisaris sedangkan untuk dewan direksi dapat diukur dengan ukuran
dewan direksi dan dualitas CEO (Amba, 2014). Peneliti memilih ukuran
dewan komisaris dan dewan direksi karena dari beberapa penelitian
sebelumnya kedua variabel ini memberikan hasil yang berbeda.
Mekanisme internal kedua yaitu struktur kepemilikan. Struktur
Kepemilikan memiliki beberapa indikator yang dapat mewakilinya. Menurut
Saleh, et al, (2008) dan Wiranata dan Nugrhanti (2013) struktur kepemilikan
dapat diproksikan dengan kepemilikan insider, kepemilikan asing,
kepemilikan pemerintah, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional,
dan kepemilikan keluarga. Peneliti sendiri memilih kepemilikan manajerial
dan institusional sebagai proksi struktur kepemilikan. Menurut Jensen dan
Meckling (1976), kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional
adalah dua mekanisme corporate governance utama yang membantu
mengendalikan masalah keagenan.
2.5.4. Struktur Kepemilikan
29
Struktur kepemilikan merupakan bagian dari mekanisme internal
corporate governance. Struktur kepemilikan adalah komposisi pemegang
saham dalam suatu perusahaan berdasarkan jumlah saham yang dimiliki
dibagi dengan seluruh jumlah saham yang ada. Proporsi dalam kepemilikan
saham ini akan menentukan jumlah mayoritas dan minoritas kepemilikan
saham. Teori yang dikembangkan Stulz (1988) tentang struktur kepemilikan
dan mendapatkan bahwa hubungan antara kepemilikan manajer dan nilai
perusahaan adalah non motorik.
Struktur kepemilikan di Indonesia memiliki karakteristik yang
berbeda dari perusahaan-perusahaan di Negara lain. Sebagian besar
perusahaan di Indonesia memiliki kecenderungan terkonsentrasi sehingga
pendiri juga dapat duduk sebagai dewan direksi atau komisaris, selain itu
konflik keagenan dapat terjadi antara manajer dan pemilik juga antara
pemegang saham mayoritas dan minoritas (Wiranata dan Nugrahanti, 2013).
Struktur kepemilikan dapat dijelaskan dari dua sudut pandang yaitu
pendekatan keagenan dan pendekatan informasi asimetri (Itturiaga dan
Sanz, 2001). Menurut pendekatan keagenan, struktur kepemilikan
merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi konflik kepentingan antara
manajer dengan pemegang saham.
2.5.2.1 Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh manajemen
perusahaan yang diukur dengan presentase jumlah saham yang dimiliki oleh
manajemen. Kepemilikan manajerial atau Manajerial ownership adalah
30
pemegang saham yang merupakan pihak internal perusahaan yang ikut aktif dalam
kegiatan operasional perusahaan. Struktur kepemilikan manajerial dapat
dijelaskan melalui dua sudut pandang, yaitu pendekatan keagenan dan
pendekatan ketidakseimbangan (Sujoko dan Soebiantoro, 2007).
Pendekatan keagenan menganggap struktur kepemilikan manajerial
sebagai suatu instrument atau alat yang digunakan untuk mengurangi konflik
keagenan diantara beberapa klaim terhadap sebuat perusahaan. Berdasarkan
teori keagenan, perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang
saham mengakibatkan timbulnya konfik yang biasa disebut agency conflict.
Konflik kepentingan yang sangat potensial ini menyebabkan pentingnya
suatu mekanisme yang diterapkan yang berguna untuk melindungi
kepentingan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976).
Kepemilikan saham manajerial merupakan kepemilikan saham yang
dimiliki oleh eksekutif dan direktur. Persentase kepemilikan ditentukan oleh
besarnya prosentase jumlah saham terhadap keseluruhn saham perusahaan.
Seseorang yang memiliki saham suatu perusahaan dapat dikatakan sebagai
pemilik perusahaan walaupun jumlah sahamnya hanya beberapa lembar
saja. (Faisal dan Firmansyah, 2005).
Kepemilikan saham manajerial akan mendorong manajer untuk
berhati-hati dalam mengambil keputusan karena mereka ikut merasakan
secara langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan ikut menanggung
kerugian sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah
(Listyani, 2003).
31
Kepemilikan manajerial adalah persentase kepemilikan saham pada
perusahaan oleh pihak manajerial. Manajer yang sekaligus pemegang saham
akan berusaha bekerja secara optimal dan tidak hanya mementingkan
kepentingannya sendiri. Manajemen selalu berupaya meningkatkan kinerja
dan nilai perusahaan karena dengan meningkatkan kinerja dan nilai
perusahaan maka kekayaannya yang dimiliki sebagai pemegang saham akan
meningkat, sehingga kesejahteraan pemegang saham akan meningkat pula
(Putra dan Wirawati, 2013).
Herawaty (2008) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial dapat
berfungsi sebagai mekanisme corporate governance karena merupakan
sarana pengawasan yang efektif sehingga dapat mengurangi tindakan
manajemen laba dari manajer. Hal yang juga diharapkan dari adanya
kepemilikan manajerial adalah manajemen dalam menjalankan perusahaan
akan lebih konsisten dengan kepentingan pemilik perusahaan sehingga dapat
meningkatkan kinerja.
Semakin meningkat proporsi kepemilikan saham manajerial maka
semakin baik kinerja perusahaan. Pemusatan kepentingan dapat dicapai
dengan memberikan kepemilikan saham kepada manajer. Jika manajer
memiliki saham perusahaan, mereka akan memiliki kepentingan yang sama
dengan pemilik. Jika kepentingan manajer dan pemilik sejajar (aligned) dapat
mengurangi konflik keagenan. Jika konflik keagenan dapat dikurangi,
manajer termotivasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Namun tingkat
kepemilikan manajerial yang tinggi dapat menimbulkan masalah pertahanan.
32
Artinya jika kepemilikan manajerial tinggi, mereka mempunyai posisi yang
kuat untuk mengendalikan perusahaan dan pihak eksternal akan mengalami
kesulitan untuk mengendalikan tindakan manajer. Hal ini disebabkan karena
manajer mempunyai hak voting yang besar atas kepemilikan manajerial
(Siswantaya, 2007).
2.5.2.2 Kepemilikan Institusional
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan
institusional memiliki peranan yang penting dalam meminimalisasi konflik
keagenan yang terjadi diantara pemegang saham dengan manajer.
Keberadaaan investor institusional dianggap mampu mengoptimalkan
pengawasan kinerja manajemen dengan memonitoring setiap keputusan
yang diambil oleh pihak mana-jemen selaku pengelola perusahaan.
Pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional sangat bergantung
pada besarnya investasi yang dilakukan.
Kepemilikan institusional ditunjukkan dengan tingginya persentase
saham perusahaan yang dimiliki oleh pihak institusi. Yang dimaksud dengan
pihak institusi dalam hal ini berupa LSM, perusahaan asuransi, bank,
perusahaan investasi maupun perusahaan swasta. Kepemilikan institusional
pada umumnya memiliki proporsi kepemilikan dalam jumlah yang besar
sehingga proses monitoring terhadap manajer menjadi lebih baik. Tingkat
kepemilikan institusional yang tinggi akan menimbulkan usaha pengawasan
yang lebih besar oleh pihak investor institusional sehingga dapat
33
menghalangi perilaku opportunistic manajer (Wiranata dan Nugrahanti,
2013).
Penelitian Balsam et al., 2002 dalam Veronica dan Utama (2005)
menyatakan bahwa kepemilikan institusional yang tinggi dapat
meminimalisir praktik manajemen laba, namun tergantung pada jumlah
kepemilikan yang cukup signifikan, sehingga akan mampu memonitor pihak
manajemen yang berdampak mengurangi motivasi manajer untuk
melakukan manajemen laba. Menurut Wening (2009) kepemilikan
institusional adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kinerja
keuangan perusahaan. Terdapatnya kepemilikan oleh investor institusional
dapat meningkatkan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja
manajemen, karena kepemilikan saham mewakili kekuasaan yang dapat
digunakan untuk mendukung atau menjatuhkan terhadap kinerja keuangan.
Keberadaan investor institusional dapat menunjukkan mekanisme
corporate governance yang kuat yang dapat digunakan untuk memonitor
manajemen perusahaan. Pengaruh manajemen perusahaan menjadi sangat
penting serta dapat digunakan untuk menyelaraskan kepentingan
manajemen dengan para pemegang saham (Solomon dan Solomon, 2004
dalam Sutojo 2005).
Kepemilikan institusional dalam perusahaan dirasa sangat penting,
karena meningkatkan pengawasan yang lebih optimal terhadap cara
manajemen menjalankan kegiatan perusahaan. Shleifer and Vishny (1999)
mengemukakan bahwa kepemilikan institusional memiliki insentif untuk
34
memantau pengambilan keputusan perusahaan. Hal ini akan berpengaruh
positif bagi perusahaan tersebut, baik dari segi peningkatan nilai perusahaan
maupun peningkatan kinerja usaha.
Komposisi kepemilikan saham memiliki dampak yang penting pada
sistem kendali perusahaan. Banyaknya jumlah non eksekutif pada dewan
direksi dan fungsi terpisah dari CEO dan pimpinan perusahaan dapat
meningkatkan perputaran direktur pelaksana pada perusahaan yang
memiliki kinerja buruk (Soepriyatno 2004). Di Indonesia, kebanyakan
perusahaan emiten di Indonesia, memiliki pemegang saham dalam bentuk
institusi bisnis seperti Perseroan Terbatas yang terkadang merupakan
representasi dari pendiri perusahan.
Menurut Swandari (2008) pada kasus Indonesia,
kepemilikan institusional cukup mampu menjadi alat monitoring
yang baik. Hal ini dikarenakan pemegang saham institusi telah
memiliki kemampuan dan sarana yang memadai untuk
memonitor perusahaan dimana saham mereka miliki sehingga
terjadi peningkatan nilai perusahaan dengan meningkatkan
kepemilikan institusional dapat mengurangi masalah keagenan,
sehingga dengan kepemilikan institusional yang tinggi dapat
membantu kinerja perusahaan.
Pengaruh investor institusional terhadap manajemen perusahaan dapat
menjadi sangat penting serta dapat digunakan untuk menyelaraskan kepentingan
manajemen dengan pemegang saham (Solomon dalam Sabrinna (2010). Hal ini
35
disebabkan karena jika tingkat kepemilikan manajeral tinggi, dapat berdampak
buruk terhadap perusahaan karena menimbulkan masalah pertahanan, yang berarti
jika kepemilikan manajerial tinggi, para manajer memiliki memiliki posisi yang
kuat untuk melakukan suatu kontrol terhadap perusahaan dan pihak pemegang
saham eksternal akan mengalami kesulitan untuk mengendalikan tindakan para
manajer tersebut.
2.5.3 Struktur Pengelola
Struktur pengelola juga merupakan bagian dari mekanisme Corporate
Governance. Penelitian ini difokuskan pada struktur pengendalian internal.
Penelitian ini difokuskan pada struktur pengendalian internal yaitu Dewan
Komisaris dan Dewan Direksi.
2.5.3.1 Dewan Komisaris
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2006)
mendefinisikan Dewan komisaris sebagai mekanisme penggendalian internal
tertinggi yang bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan
pengawasan dan memberi masukan kepada direksi serta memastikan bahwa
perusahaan melaksanakan GCG. KNKG membedakan dewan komisaris
menjadi dua kategori. Pertama adalah dewan komisaris independen dan yang
kedua adalah dewan komisaris non independen. Dewan komisaris
independen merupakan komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi
dengan pihak perusahaan. Sedangkan komisaris non-independen merupakan
komisaris yang memiliki hubungan afiliasi dengan perusahaan. Hal yang
dimaksud dengan terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis
36
dan hubungan kekeluargaan dengan controlling shareholders, anggota direksi
dan Dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Mantan
anggota direksi dan dewan komisaris yang terafiliasi serta karyawan
perusahaan, untuk jangka waktu tertentu termasuk dalam kategori terafiliasi
(Bukhori dan Raharja, 2012).
Undang-undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007 pasal 1
ayat 6 menjelaskan bahwa dewan komisaris adalah organ perseroan yang
bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai
dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi. Pengawasan
dan pemberian nasihat dilakukan untuk kepentingan perusahaan sesuai
dengan maksud dan tujuan perusahaan. Menurut Undang-Undang Perseroan
Terbatas Nomor 40 tahun 2007 ini, pada pasal 108 ayat (5) dijelaskan bahwa
bagi perusahaan berbentuk perseroan terbatas, maka wajib memiliki paling
sedikitnya 2 (dua) anggota Dewan komisaris. Oleh karena itu, jumlah anggota
Dewan komisaris disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap
memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan.
Forum for Corporate Governance Indonesia (FCGI) mendefinisikan
Dewan komisaris sebagai inti Corporate Governance (tata kelola perusahaan)
yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan,
mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan serta mewajibkan
terlaksananya akuntabilitas. Secara umum dewan komisaris merupakan
wakil pemilik kepentingan (shareholder) dalam perusahaan berbentuk
perseroan terbatas yang memiliki fungsi mengawasi pengelolaan perusahaan
37
yang dilakukan manajemen (direksi), dan bertanggung jawab untuk menilai
apakah manajemen memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengelola dan
mengembangkan perusahaan, serta menyelenggarakan pengendalian intern
perusahaan.
Dewan komisaris diyakini memiliki peran penting dalam pengelolaan
perusahaan, khususnya dalam memonitor manajemen puncak. Perusahaan yang
mempunyai persentase dewan komisaris eksternal lebih rendah akan mempunyai
pengawasan yang rendah terhadap kinerja perusahaan (Astuti dan Zuhrohtun,
2007). Peran komisaris ini diharapkan dapat meminimalisir permasalahan agensi
yang timbul antara dewan direksi dengan pemegang saham karena dewan
komisaris yang menjalankan corporate governance dan bertanggung jawab
terhadap pemegang saham (Ruvinsky, 2005).
Dewan komisaris merupakan salah satu fungsi kontrol yang terdapat
dalam suatu perusahaan. Fungsi kontrol yang dilakukan oleh Dewan
komisaris merupakan salah satu bentuk praktis dari teori agensi. Dewan
komisaris dapat memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola
perusahaan agar tercipta kinerja perusahaan yang lebih baik. Memiliki fungsi
pengawasan, dewan komisaris dapat mengawasi pengelolaan perusahaan
yang dilakukan manajemen secara umum dan manajemen diharapkan dapat
lebih memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengelola dan
mengembangkan perusahaan. Selain itu, sebagai penyelenggara
pengendalian internal perusahaan, dewan komisaris dapat meningkatkan
standar kinerja manajemen dalam perusahaan (Bukhori dan Raharja, 2012).
38
Fungsi monitoring yang dilakukan oleh dewan komisaris dipengaruhi
oleh jumlah atau ukuran dewan komisaris. Dengan makin banyaknya anggota
dewan komisaris maka badan ini akan mengalami kesulitan dalam
menjalankan perannya, diantaranya kesulitan dalam berkomunikasi dan
mengkoordinir kerja dari masing-masing anggota dewan itu sendiri,
kesulitan dalam mengawasi dan mengendalikan tindakan dari manajemen,
serta kesulitan dalam mengambil keputusan yang berguna bagi perusahaan.
Adanya kesulitan dalam perusahaan dengan anggota dewan komisaris yang
banyak ini membuat sulitnya menjalankan tugas pengawasan terhadap
manajemen perusahaan yang nantinya berdampak pula pada kinerja
keuangan perusahaan yang semakin menurun (Siallagan dan Machfoedz,
2006).
2.5.3.2 Dewan Direksi
Dewan Direksi adalah board of directors yaitu pimpinan perusahaan
yang dipilih oleh para pemegang saham untuk mewakili kepentingan mereka
dalam mengelola perusahaan (Jahja, 2011). Menurut Undang-Undang
Perseroan Terbatas, yang dapat diangkat menjadi anggota dewan direksi
adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum
dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota dewan direksi atau
komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan perusahaan dinyatakan
pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana
39
yang merugikan keuangan negara dalam waktu lima tahun sebelum
pengangkatan.
Di Negara Indonesia, tidak terdapat batasan jumlah dewan direksi.
Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas yang tercantum pada bab
VI (enam) mengenai direksi dan komisaris, jumlah anggota dewan direksi
minimal satu orang. Jumlah dewan direksi sendiri disesuaikan dengan
kebutuhan operasional perusahaan. Semakin banyak dan kompleks
perusahaan, untuk menghasilkan kinerja yang maksimal tentu memerlukan
jumlah dewan direksi yang sesuai. Apabila jumlah dewan direksi lebih dari
satu, maka peraturan mengenai pembagian tugas dan wewenang setiap
anggota dewan direksi, serta besar dan jenis penghasilannya ditentukan oleh
RUPS yang diwakili oleh dewan komisaris (Bukhori dan Raharja, 2012).
Undang-Undang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa dewan
direksi memiliki hak untuk mewakili perusahaan dalam urusan di luar
maupun di dalam perusahaan. Artinya, jika hanya terdapat satu orang dewan
direksi, maka dewan direksi tersebut dapat dengan bebas mewakili
perusahaan dalam berbagai urusan di luar maupun di dalam perusahaan. Hal
yang mungkin akan berbeda jika jumlah dewan direksi memiliki nominal
jumlah tertentu. Jumlah dewan direksi secara logis akan sangat berpengaruh
terhadap kecepatan pengambilan keputusan perusahaan. Karena tentu saja
dengan adanya sejumlah dewan direksi, perlu dilakukan kordinasi yang baik
antar anggota dewan komisaris yang ada.
40
Dalam mekanisme corporate governance, dewan direksi merupakan pihak
yang melakukan fungsi operasional perusahaan sehari-hari. Pada dasarnya,
corporate governance mengacu pada sekumpulan mekanisme yang
mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh manajer ketika ada pemisahan
antara kepemilikan dan pengendalian. Pengendalian tersebut terletak pada fungsi
dari dewan direksi (Hutapea, 2013).
2.6. Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan adalah prestasi kerja yang telah dicapai oleh
perusahaan dalam suatu periode tertentu dan tertuang pada laporan
keuangan perusahaan yang bersangkutan (Munawir, 2004). Kinerja
keuangan merupakan hasil akhir dari implementasi corporate governance
yang meliputi kinerja jangka pendek maupun kinerja jangka panjang, yang
merupakan alat pertanggungjawaban manajemen yang menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam mengolah dan mengalokasikan sumberdaya
yang dimilikinya, serta digunakan investor dan stakeholder lainnya sebagai
dasar dalam pengambilan keputusan (Kumaat, 2013).
Pengukuran kinerja keuangan dapat dilakukan dengan penilaian analisis
laporan keuangan. Dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan, dibutuhkan
beberapa rasio keuangan. Najib (2010) menyatakan ada dua kelompok yang
menganggap penting rasio keuangan. Kelompok pertama adalah para manajer yang
menggunakan rasio keuangan untuk mengukur dan melacak kinerja keuangan
sepanjang waktu. Kelompok kedua adalah pihak analis perusahaan yang
41
membutuhkan ukuran yang pasti agar mampu memberikan saran maupun penilaian
terhadap klien.
Secara umum, ada banyak teknik analisis dalam melakukan penilaian
investasi, tetapi yang paling banyak dipakai adalah analisis yang bersifat
fundamental, analisis teknikal, analisis ekonomi, dan analisis rasio keuangan
(Anoraga dan Pakarti, 2003:108). Analisis Rasio Keuangan dapat
dikelompokkan menjadi 5 jenis berdasarkan ruang lingkupnya, yaitu: (Ang,
1997).
a) Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas adalah rasio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan untuk menyeleseikan kewajiban jangka pendeknya. Rasio
likuiditas terdiri dari: Current Ratio, Quick Ratio, dan Net Working
Capital.
b) Rasio Solvabilitas
Rasio Solvabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka panjang. Rasio solvabilitas terdiri dari:
Debt Ratio, debt to Equity Ratio, Long Term Debt to equity Ratio, long
Term Debt to Capitalization Ratio, Times Interest Earned, Cash Flow
Interest Coverage, Cash Flow Interest Coverage, Cash Flow to Net Income,
dan Cash Return on Sales.
c) Rasio Aktivitas
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan
harta yang dimilikinya. Rasio Aktivitas terdiri dari: Total Asset
42
Turnover, Fixed Asset Turnover, Account Receivable Turnover, Inventory
Turnover, Average Collection Period, dan Day’s Sales in Inventory.
d) Rasio Rentabilitas/Profitabilitas
Rasio Profitabilitas adalah ratio yang menggambarkan kemampuan
perusahaan mendapatkan laba melalui seluruh kemampuan, dan
sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal jumlah
karyawan dan sebagainya. Rasio rentabilitas terdiri dari: Gross Profit
Margin, Net Profit Margin, Return on Assets, Return on Equity, dan
Operating Ratio.
e) Rasio Pasar
Rasio ini menunjukkan informasi penting perusahaan dan diungkapkan
dalam basis per saham. Rasio pasar terdiri dari: Dividend Yield, Dividend
Per Share, Dividend Payout Ratio, Price Earning Ratio, Earning Per Share,
Book Value Per Share, dan Price to Book Value.
Munawir (2004:86) menjelaskan bahwa profitabilitas atau
rentabilitas digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal dalam
suatu perusahaan dengan memperbandingkan antara laba dengan modal
yang digunakan dalam operasi, oleh karena itu keuntungan yang besar tidak
menjamin atau bukan merupakan ukuran bahwa perusahaan itu rentable.
Bagi manajemen atau pihak-pihak yang lain, rentabilitas yang tinggi lebih
penting daripada keuntungan yang besar.
Investor dalam menentukan nilai suatu perusahaan masih
menggunakan indikator rasio keuangan untuk melihat tingkat pengembalian
43
yang dapat diberikan oleh perusahaan kepada investor. Para investor
menggunakan rasio profitabilitas untuk dapat mengukur pengembalian yang
ada. Rasio profitabilitas adalah pendapatan atau keberhasilan operasi suatu
perusahaan pada periode tertentu (Kieso, et al, 2008:222). Salah satu alat
ukur finansial yang umum digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian
investasi adalah Return on Assets (ROA).
Menurut Mardiyanto (2009:196) ROA adalah rasio yang digunakan
untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang
berasal dari aktivitas investasi. Menurut Dendawijaya (2003:120) rasio ini
digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam memperoleh
keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA, semakin besar
pula tingkat keuntungan yang dicapai oleh perusahaan tersebut dan semakin
baik pula posisi perusahaan tersebut dari segi penggunaan asset.
Menurut Lestari dan Sugiharto (2007:196) ROA adalah rasio yang
digunakan untuk mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari
penggunaan aktiva. Dengan kata lain, semakin tinggi rasio ini maka semakin
baik produktivitas asset dalam memperoleh keuntungan bersih. Hal ini
selanjutnya akan meningkatkan daya tarik perusahaan kepada investor.
Peningkatan daya tarik perusahaan menjadikan perusahaan tersebut
semakin diminati oleh investor, karena tingkat pengembalian atau deviden
akan semakin besar. Hal ini juga akan berdampak pada harga saham dari
perusahaan tersebut di pasar modal yang akan semakin meningkat sehingga
44
ROA akan berpengaruh terhadap harga saham perusahaan. Menurut Lestari
dan Sugiharto (2007:196) angka ROA dapat dikatakan baik apabila > 2%.
Menurut Anthony dan Govindarajan (2005:345) ROA atau ROI adalah
rasio keuangan perusahaan yang berhubungan dengan aspek earning atau
profitabilitas. ROA berfungsi untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam
menghasilkan laba dengan memanfaatkan aktiva yang dimiliki. Semakin
besar ROA yang dimiliki oleh sebuah perusahaan maka semakin efisien
penggunaan aktiva oleh perusahaan untuk beroperasi sehingga akan
memperbesar laba. Laba yang besar akan menarik investor karena
perusahaan tersebut memiliki tingkat pengembalian yang semakin tinggi.
Indikator profitabilitas yang berdasarkan ROA ataupun ROI
mempunyai keunggulan (Anthony dan Govindarajan, 2005:349) yaitu:
1. merupakan indikator pengukuran yang komprehensif untuk melihat
keadaan suatu perusahaan berdasarkan laporan keuangan yang ada.
2. mudah dihitung, dipahami, dan sangat berarti dalam nilai absolut.
3. merupakan denominator yang dapat diterapkan pada setiap unit
organisasi yang bertanggung jawab terhadap profitabilitas dan unit
usaha
2.7. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1.
45
Penelitian Terdahulu
No Peneliti dan Sumber Judul Variabel Indikator Kesimpulan
1 Ika Surya Martsila dan Wahyu Meiranto
(Diponegoro Journal Of Accounting, Vol. 2, No. 4, Tahun 2013)
Pengaruh Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan
Independensi Komisaris Independen, Ukuran Dewan Komisaris, Kepemilikan Manajerial, Konsentrasi Kepemilikan, leverage, Return On Assets, Return On Equity, Return On Investment, Price Earning Ratio, Tobin’s Q
Independensi dewan komisaris berpengaruh positif tidak signifikan pada ROA dan Tobins’Q, berpengaruh negatif tidak signifikan pada ROE dan PER.
Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap ROA, ROE, dan Tobins’Q, berpengaruh negatif terhadap nilai PER
Kepemilikan manajerial berpengaruh positif tidak signifikan terhadap ROA, ROE dan Tobins’Q, namun berpengaruh negatif tidak signifikan pada nilai PER
Pengaruh konsentrasi kepemilikan memberikan pengaruh positif signifikan pada kinerja keuangan yang diproksi oleh ROA dan ROE, berpengaruh negatif signifikan pada nilai PER serta berpengaruh positif tidak signifikan pada Tobins’Q
Leverage berpengaruh negatif signifikan pada ROA, ROE, dan Tobins’Q, berpengaruh positif
46
tidak signifikan pada PER
No Peneliti dan Sumber Judul Variabel Indikator Kesimpulan
2 Sekhar Muni Amba
(Journal of Academic and Business Ethics ISSN Online: 1941-336X) tahun 2014.
Corporate governance and firms’ financial performance
Dualitas CEO, Proporsi direksi non-eksekutif, Komite audit, Konsentrasi Kepemilikan, Kepemilikan Institusional, leverage, Return On Assetss
Dualitas CEO tidak berpengaruh terhadap ROA.
Ukuran dewan direksi, struktur kepemilikan, dan komite audit memberikan pengaruh positif terhadap ROA.
Proporsi direksi non-eksekutif dan leverage memberikan pengaruh negatif terhadap ROA
3 Lusye Corvanty Kumaat
(Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol.17, No.1, Januari 2013, hlm. 11–20Terakreditasi SK. No.64a/DIKTI/Kep/ 2010
Corporate Governance dan Struktur KepemilikanTerhadap Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan
Kepemilikan Manajerial, Dewan Komisaris Independen, Komite Audit, Struktur Kepemilikan,Manajemen Laba, Kinerja Keuangan (CFROA)
Kepemilikan manajerial, komisaris independen serta komite audit, belum dapat mengurangi praktek manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen.
Kepemilikan manajerial, dan komite audit tidak dapat meningkatkan kinerja keuangan.
Komisaris independen mampu meningkatkan kinerja keuangan.
Struktur kepemilikan yang ada dalam perusahaan belum dapat mengurangi praktek manajemenLaba
Struktur kepemilikan dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.
4 Norma Ferdiana
(Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi –
Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Pertambangan di Bei
Good Corporate Governance (CGPI indeks skor), Leverage Ratio, Liquidity Ratio, Efficiency Ratio,
Hasil dari penelitian ini Good Corporate Governance tidak mempengaruhi semua rasio-rasio keuangan tersebut, bahkan ada
47
Vol. 1, No. 2, Maret 2012)
Profitability Ratio, Market-Value Ratio
rasio yang tidak memiliki berpengaruh sama sekali. Dalam setiap rasio memiliki berbagai macam komponen didalamnya.
No Peneliti dan Sumber Judul Variabel Indikator Kesimpulan
5 Iqbal Bukhori dan Raharja
Diponegoro Journal Of Accounting tahun 2012
Pengaruh Good Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di BEI 2010)
Ukuran dewan direksi, Ukuran dewan komisaris, Ukuran perusahaan, Kinerja keuangan perusahaan (CFROA)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran dewan direksi, ukuran dewan komisarisdan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.
6 Yulius Ardy Wiranata dan Yeterina Widi Nugrahanti
(Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 15,No. 1, Mei 2013, 15-26 ISSN 1411-0288 print / ISSN 2338-8137 online)
Pengaruh Struktur Kepemilikan terhadap Profitabilitas PerusahaanManufaktur di Indonesia
Kepemilikan Asing, Kepemilikan Pemerintah, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Keluarga, Kinerja Keuangan (ROA)
Kepemilikan asing berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja perusahaan.
Kepemilikan pemerintah tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Kepemilikan institusional tidak
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Kepemilikan keluarga berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan.
Ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
leverage berpengaruh positif ter-hadap kinerja perusahaan manufaktur.
7 Dian Prasinta
Accounting
Pengaruh Good Corporate Governanceterhadap Kinerja
CGPI indeks skor, Kinerja Keuangan (ROA, ROE, Tobin’s
Good Corporate Gover-nance yang diproksikan skor CGPI tidak berpen-
48
Analysis Journal 1 (2) (2012) ISSN 2252-6765
Keuangan Q) garuh terhadap ROA, skor CGPI berpengaruh positif terhadap ROE, dan skor CGPI tidak berpengaruh terhadap Tobin’s Q.
Sumber: Penelitian terdahulu
2.8. Kerangka Pemikiran
2.8.1. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Kinerja Keuangan
(ROA)
Penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari dan Ernawati (2010) serta
Martsila dan Meiranto (2013) yang menggunakan variabel ukuran dewan
komisaris dalam meneliti kinerja keuangan dan memberikan hasil jika
ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan
yang diproksi oleh Return on Assets.
Ukuran Dewan Komisaris yang lebih besar juga dianggap mampu
menstimulus pertukaran pengetahuan dan informasi antar anggota Dewan
Komisaris (Isshaq et al., 2009). semakin banyaknya anggota dewan
komisaris, pengawasan terhadap dewan direksi jauh lebih baik, masukan
atau opsi yang akan didapat direksi akan jauh lebih banyak. Untuk itu masih
diperlukan penelitian yang dapat membuktikan pengaruh ukuran dewan
komisaris ini terhadap kinerja perusahaan di Indonesia (Bukhori dan
Raharja, 2012). Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis penelitian yang
akan dilakukan yang dikemukakan adalah sebagai berikut:
49
H1: Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh secara parsial terhadap
Kinerja keuangan perusahaan (ROA)
2.8.2. Pengaruh Ukuran Dewan Direksi terhadap Kinerja Keuangan (ROA)
Penelitian yang dilakukan oleh Amba (2014) menunjukkan bahwa
ukuran dewan direksi memberikan pengaruh positif terhadap Return on
Assets, sedangkan penelitian Bukhori dan Raharja (2012) memberikan hasil
sebaliknya. Penelitian Bukhori dan Raharja memberikan hasil jika ukuran
dewan direksi tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan.
Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, disebutkan bahwa dewan
direksi memiliki hak untuk mewakili perusahaan dalam urusan di luar
maupun di dalam perusahaan. Artinya, jika hanya terdapat satu orang dewan
direksi, maka dewan direksi tersebut dapat dengan bebas mewakili
perusahaan dalam berbagai urusan di luar maupun di dalam perusahaan. Hal
yang mungkin akan berbeda jika jumlah dewan direksi memiliki nominal
jumlah tertentu. Jumlah dewan direksi secara logis akan sangat berpengaruh
terhadap kecepatan pengambilan keputusan perusahaan. Tentu saja hal ini
karena adanya sejumlah dewan direksi, perlu dilakukan kordinasi yang baik
antar anggota dewan komisaris yang ada.
Adanya perbedaan temuan para peneliti dalam penelitian sebelumnya, maka
bukti yang diperlukan masih diperdebatkan. Penelitian ini dimaksudkan untuk
memberikan bukti yang lebih komprehensif dalam melihat peran ukuran dewan
direksi terhadap kinerja keuangan perusahaan (Bukhori dan Raharja, 2012).
50
Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis penelitian yang akan dilakukan
yang dikemukakan adalah sebagai berikut:
H2: Ukuran Dewan Direksi berpengaruh signifikan terhadap Kinerja
keuangan perusahaan (ROA)
2.8.3. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Kinerja Keuangan
(ROA)
Jensen dan Meckling (1976) menyebutkan bahwa semakin besar
kepemilikan saham oleh manajemen maka berkurang kecenderungan
manajemen untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya sekaligus
mengurangi biaya agensi akibat adanya perbedaan kepentingan. Hal ini
terjadi karena, manajer yang memiliki keterlibatan dalam perusahaan
melalui kepemilikan manajerial akan ikut merasa memiliki perusahaan
sehingga segala keputusan yang diambil oleh manajer akan dilakukan dengan
lebih hati-hati mengingat segala konsekuensi yang terjadi akibat keputusan
yang diambil akan berdampak pula pada manajer dan kinerja keuangan
perusahaan.
Penelitian Martsila dan Meiranto (2013) serta penelitian Puspitasari dan
Ernawati (2010) yang menemukan hubungan positif antara kepemilikan manajerial
dengan kinerja keuangan perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut maka
51
hipotesis penelitian yang akan dilakukan yang dikemukakan adalah sebagai
berikut:
H3: Kepemilikan Manajerial berpengaruh signifikan terhadap
Kinerja keuangan perusahaan (ROA)
2.8.4. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kinerja Keuangan
(ROA)
Penelitian yang dilakukan oleh Amba dengan menggunaka kepemilikan
institusional sebagai variabel yang mewakili struktur kepemilikan memberikan hasil
bahwa kepemilikan institusional memberikan pengaruh positif terhadap kinerja
keuangan (ROA). Amba (2014) menyatakan bahwa kepemilikan institusional
lebih peduli akan return dari investasi mereka sehingga mereka akan
berkontribusi dalam meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan
institusional memiliki peranan yang penting dalam meminimalisasi konflik
keagenan yang terjadi diantara pemegang saham dengan manajer.
Keberadaaan investor institusional dianggap mampu mengoptimalkan
pengawasan kinerja manajemen dengan memonitoring setiap keputusan
yang diambil oleh pihak mana-jemen selaku pengelola perusahaan.
Pengawasan yang dilakukan oleh investor institusional sangat bergantung
pada besarnya investasi yang dilakukan.
Shleifer and Vishny (1999) mengemukakan bahwa kepemilikan
institusional memiliki insentif untuk memantau pengambilan keputusan
52
perusahaan. Hal ini akan berpengaruh positif bagi perusahaan tersebut, baik
dari segi peningkatan nilai perusahaan maupun peningkatan kinerja
perusahaan. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis penelitian yang
akan dilakukan yang dikemukakan adalah sebagai berikut:
H4: Kepemilikan Institusional berpengaruh signifikan terhadap
Kinerja keuangan perusahaan (ROA)
Berdasarkan uraian kerangka pemikiran di atas, berikut ini merupakan
gambaran dari kerangka pemikiran penelitian ini:
Gambar 2.1.Kerangka Pemikiran
Corporate Governance
Perusahaan - perusahaan yang listed di Bursa Efek Indonesia
Berdampak Tidak Berdampak
Struktur Kepemilikan
Struktur Pengelola
Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan Institusional
Ukuran Dewan Komisaris
Ukuran Dewan Direksi
53
2.9. Model Penelitian
Berdasarkan tinjauan pustaka serta penelitian terdahulu, maka
peneliti mengindikasikan faktor corporate governance dengan struktur
pengelola dan struktur kepemilikan yang diproksi dengan ukuran Dewan
Komisaris, Ukuran Dewan Direksi. Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan
Institusional. Peneliti ingin melihat apakah terdapat pengaruhnya terhadap
kinerja keuangan. Kinerja keuangan sendiri diproksikan dengan Return on
Assets. Dari landasan teori yang telah diuraikan di atas, kemudian disusunlah
hipotesis yang digambarkan dalam model penelitian yang disusun sebagai
berikut:
Gambar 2.2.Model Penelitian
Return On Assets
Kinerja Keuangan
Indeks LQ 45
Uji Asumsi Klasik
Uji Multikolonieritas
Analisis Regresi
Uji Normalitas
Uji Autokorelasi
Uji Heteroskedastisitas
Uji Hipotesis
Uji Parsial (t test)
Uji Pengaruh Simultan (F test)
Koefisien Determinasi (R2)
54
= Pengaruh masing-masing variabel X1, X2, X3, X4 (Ukuran Dewan Komisaris, Ukuran Dewan Direksi, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional) terhadap variabel Y (Kinerja Keuangan Perusahaan (ROA)).
= Pengaruh variabel X1, X2, X3, X4 (Ukuran Dewan Komisaris, Ukuran Dewan Direksi, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional) terhadap variabel Y (Kinerja Keuangan Perusahaan (ROA)).
2.10. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan yang ada dan tujuan yang ingin dicapai,
maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
H1: Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh secara parsial terhadap Kinerja
keuangan perusahaan (ROA)
X1
Ukuran Dewan Komisaris
X2
Ukuran Dewan Direksi
X3
Kepemilikan Manajerial
X4
Kepemilikan Institusional
Y
Kinerja Keuangan
(ROA)
55
H2: Ukuran Dewan Direksi berpengaruh secara parsial terhadap Kinerja
keuangan perusahaan (ROA)
H3: Kepemilikan Manajerial berpengaruh secara parsial terhadap Kinerja
keuangan perusahaan (ROA)
H4: Kepemilikan Institusional berpengaruh secara parsial terhadap Kinerja
keuangan perusahaan (ROA)
H5: Ukuran Dewan Komisaris, Ukuran Dewan Direksi, Kepemilikan
Manajerial, Kepemilikan Institusional secara bersama berpengaruh terhadap
Kinerja keuangan perusahaan (ROA)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sampel
56
merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.
Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada
pada populasi, maka peneliti dapat menggunakan sampel (Sugiyono,
2010:61-62).
Populasi untuk penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar pada
Bursa Efek Indonesia atau Indonesian Stock Exchange dari periode tahun
2009 hingga tahun 2013 yang peneliti lampirkan pada lampiran 2 sampai
dengan lampiran 11. Metode pengambilan sampel yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Dengan metode ini pemilihan
sampel yang peneliti lampirkan pada lampiran 1 dilakukan dengan
mengambil sampel yang telah ditentukan dulu sebelumnya berdasarkan
maksud dan tujuan penelitian dengan kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan-perusahaan yang tercatat dalam Bursa Efek Indonesia
atau Indonesian Stock Exchange yang konsisten menempati indeks LQ
45 untuk periode tahun 2009 hingga tahun 2013.
2. Menerbitkan laporan tahunan (annual report) lengkap dari tahun
2009 hingga tahun 2013.
3.2. Jenis Data dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder karena data yang
diperoleh oleh peneliti untuk penelitian ini secara tidak langsung yaitu
melalui perantara atau pihak lain. Sumber data pada penelitian ini diperoleh
dari situs resmi Efek www.idx.co.id dan sahamok.com karena kedua situs ini
57
memiliki data terlengkap untuk laporan keuangan tahunan dan laporan
tahunan (annual report).
3.3. Variabel Penelitian dan Definisi
3.3.1. Variabel Dependen (Y)
Kinerja keuangan yang diproksikan oleh ROA menjadi Variabel terikat
(Dependen) diukur dengan menggunakan Return On Asset (ROA). ROA
dihitung dari laba sebelum bunga dan pajak ditambah depresiasi dibagi
dengan total aset. Return on Assets (ROA) merupakan suatu indikator yang
membagi antara laba bersih setelah pajak dengan rata-rata aset pada awal
periode dan akhir periode. Rasio ini digunakan untuk melihat kemampuan
perusahaan dalam mengelola setiap nilai aset yang mereka miliki untuk
menghasilkan laba bersih setelah pajak. Semakin tinggi nilai ROA sebuah
perusahaan maka semakin baik pula kemampuan perusahaan dalam
mengelola asetnya. (Hanafi dan Halim, 2009:158).
Rumus untuk menghitung ROA (Hanafi dan Halim, 2009:84) adalah
sebagai berikut :
ROA =
3.3.2. Variabel Independen (X)
Variabel independen pada penelitian ini adalah ukuran Struktur
pengelola yang terdiri dari yaitu ukuran dewan komisaris, serta ukuran
LababersihTotalaset
58
dewan direksi, dan struktur kepemilikan yang terdiri dari kepemilikan
manajerial dan kepemilikan institusional.
1. Ukuran Dewan Komisaris
Ukuran dewan komisaris (X1) adalah jumlah total anggota dewan
komisaris, baik yang berasal internal perusahaan maupun dari eksternal
perusahaan sampel. Ukuran dewan komisaris diukur dengan menggunakan
indikator jumlah anggota dewan komisaris suatu perusahaan (Darwis, 2009).
Ukuran Dewan Komisaris = ∑ anggota dewan komisaris
2. Ukuran Dewan Direksi
Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggung jawab
secara legal dalam mengelola perusahaan. Ukuran dewan direksi (X2) diukur
dengan menggunakan jumlah anggota dewan direksi dalam suatu
perusahaan. Pengukuran ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh
Wolf (2007).
Ukuran Dewan Direksi = ∑ anggota dewan direksi
3. Kepemilikan Manajerial
59
Kepemilikan manajerial (X3) merupakan proposi kepemilikan saham
yang dimiliki oleh manajer eksekutif. Pengukuran ini mengacu pada Saleh et
al. (2008). Manajer eksekutif ini memiliki kekuatan untuk mengendalikan
seluruh keputusan di dalam perusahaan yang mencerminkan keputusan
bisnis. Manajer eksekutif ini meliputi manajer, direksi, dan dewan komisaris
(Saleh et al., 2008).
Kepemilikan Manajerial = ∑ Kepemilikan saham oleh pihak manajemen
∑ saham yang beredar
4. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional (X4) merupakan proposi kepemilikan saham
oleh institusi dalam hal ini institusi pendiri perusahaan, bukan institusi
pemegang saham publik. Kepemilikan institusi diukur dengan skala rasio
melalui jumlah saham yang dimiliki oleh investor institusi dibandingkan
dengan total saham perusahaan yang beredar. Pengukuran ini mengacu dari
penelitian Ujiyantho dan Pramuka (2007).
Kepemilikan Institusional = ∑ Kepemilikan saham oleh pihak institusional
∑ saham yang beredar
Secara garis besar definisi operasional variabel digambarkan pada tabel
3.1. sebagai berikut:
60
Tabel 3.1.Definisi Operasional Variabel
No Variabel Definisi Variabel Indikator Variabel Skala1. Kinerja Keuangan
Return on Assets (ROA)
prestasi kerja yang telah dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu dan tertuang pada laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan.
ROA= Laba bersihTotal aset
Rasio
2. Ukuran Dewan Komisaris
jumlah total anggota dewan komisaris, baik yang berasal internal perusahaan maupun dari eksternal perusahaan sampel
∑ anggota dewan komisaris Rasio
3. Ukuran Dewan Direksi
jumlah anggota dewan direksi dalam suatu perusahaan
∑ anggota dewan direksi Rasio
4. Kepemilikan Manajerial
proposi kepemilikan saham yang dimiliki oleh manajer eksekutif. Manajer eksekutif ini meliputi manajer, direksi, dan dewan komisaris
∑ kepemilikansaham oleh manajemen
∑ saham yangberedar
Rasio
5. Kepemilikan Institusional
proporsi kepemilikan saham oleh institusi seperti LSM, Perusahaan swasta, perusahaan efek, dana pensiun, perusahaan asuransi, bank dan perusahaan-perusahaan investasi
∑ kepemilikan saham olehinstitusional
∑ saham yang beredar
Rasio
61
Sumber: Hanafi dan Halim (2009:84); Darwis (2009); Wolf (2007); Saleh et al (2008); Ujiyantho dan Pramuka (2007);
3.4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode dokumentasi. Metode dokumentasi merupakan metode
pengumpulan data dengan cara mempelajari catatan-catatan atau dokumen.
Dalam hal ini, catatan atau dokumen perusahaan yang dimaksud adalah
laporan keuangan dan annual report perusahaan.
3.5. Metode Analisis Data
3.5.1. Analisis Regresi
Analisis yang digunakan dalam pengolahan data penelitian adalah
analisis regresi linier berganda (multiple linear regression). Analisis regresi
berganda digunakan untuk menguji pengaruh dari beberapa variabel bebas
terhadap satu variabel terikat. Analisis regresi dapat memberikan jawaban
mengenai besarnya pengaruh setiap variabel independen terhadap variabel
dependennya. Sebelum melakukan analisis regresi linier berganda terlebih
dahulu dilakukan uji statistik deskriptif dan uji asumsi klasik. Untuk
mempermudah dalam menganalisis digunakan software SPSS (Statistical
Package for Social Science).
Hipotesis yang akan diuji dalam dalam penelitian ini adalah pengaruh
Corporate Governance terhadap Kinerja keuangan perusahaan (ROA).
62
Corporate Governance terdiri dari ukuran dewan komisaris, dan ukuran
dewan direksi, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional.
Model pengujian dalam penelitian ini dinyatakan dalam persamaan
dibawah ini :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 +b4X4 + e
Keterangan:
Y : Return on Assets a : Konstanta
X1 : Ukuran Dewan Komisaris b : Koefisien regresi
X2 : Ukuran Dewan Direksi e : Standard error
X3 : Kepemilikan Manajerial
X4 : Kepemilikan Institusional
3.5.2. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik harus dilakukan dalam penelitian ini, untuk menguji
apakah data memenuhi asumsi klasik. Hal ini dilakukan untuk menghindari
terjadinya estimasi yang bias, mengingat tidak pada semua data dapat
diterapkan dalam metode regresi. Pengujian yang dilakukan dalam penelitian
ini adalah uji Normalitas, uji Multikolonieritas, uji Autokorelasi dan uji
Heteroskedastisitas.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Dalam uji
normalitas ini ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi
63
normal atau tidak, yaitu dengan analisis grafik dan uji statistik (Ghozali,
2011). Alat uji yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan analisis
grafik histogram dan grafik normal probability plot dan uji statistik dengan
Kolmogorov-Smirnov Z (1- Sample K-S).
Dasar pengambilan keputusan dengan analisis grafik normal
probability plot adalah (Ghozali, 2011):
1. Jika titik menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2. Jika titik menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti
arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi
normalitas.
Dasar pengambilan keputusan uji statistik dengan Kolmogorov-
Smirnov Z (1-Sample K-S) adalah (Ghozali, 2011):
a) Data berdistribusi normal, jika nilai Asymp. Sig (2-tailed) hasil uji statistik
lebih dari nilai signifikansi (α) yang digunakan, dengan nilai α = 0,05.
b) Data berdistribusi normal, jika nilai Asymp. Sig (2-tailed) hasil uji statistik
kurang dari nilai signifikansi (α) yang digunakan, dengan nilai α = 0,05.
2. Uji Multikolonieritas
Menurut Imam Ghozali (2011) uji ini berutujuan menguji apakah pada
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Pada model
regresi yang baik seharusnya antar variabel independen tidak terjadi kolerasi.
Untuk mendeteksi ada tidaknya multikoloniearitas dalam model regresi, dapat
64
dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflantion Factor (VIF). Dasar acuan
dari nilai tolerance dan Variance Inflantion Factor (VIF) adalah:
a) Jika nilai tolerance > 0,10 dan nilai VIF < 10, maka dapat disimpulkan
bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model
regresi.
b) Jika nilai tolerance < 0,10 dan nilai VIF > 10, maka dapat disimpulkan
bahwa ada multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi.
3. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan asumsi klasik autokorelasi, yaitu adanya korelasi antar
anggota sampel yang diurutkan berdasar waktu. Penyimpangan asumsi ini
biasanya terjadi pada pada observasi yang menggunakan data times
series (Algifari,2010: 88).
Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-
Watson (DW) (Falahi, 2010), dimana hasil pengujian ditentukan berdasarkan
nilai Durbin-Watson (DW). Uji Durbin-Watson (DW) dihitung berdasarkan
jumlah selisih kuadrat nilai taksiran faktor gangguan yang berurutan.
4. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan
ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2011). Uji heteroskedastisitas dapat
65
dilihat menggunakan grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat dengan
residual
Dasar pengambilan keputusan yaitu (Ghozali, 2011):
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit),
maka mengindikasikan telah terjadi heterokdastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas.
3.6. Pengujian Hipotesis
1. Uji Parsial T (t test)
Pengujian ini bertujuan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh
satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam
menerangkan variasi variabel dependen. Dasar pengambilan keputusan adalah:
1) Jika t hitung < t tabel, maka Ha ditolak
Jika t hitung > t tabel, maka Ha diterima
2) Berdasarkan nilai probabilitas (signifikan) dasar pengambilan keputusan
adalah:
Jika probabilitas > 0,05 maka Ha ditolak
Jika probabilitas < 0,05 maka Ha diterima
2. Uji Pengaruh Simultan (F test)
66
Pengujian ini bertujuan untuk menunjukkan apakah semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara
bersama-sama terhadap variabel dependen. Dasar pengambilan keputusan
adalah:
1) Jika F hitung < F tabel, maka Ha ditolak
Jika F hitung > F tabel, maka Ha diterima
2) Berdasarkan nilai probabilitas (signifikan) dasar pengambilan keputusan
adalah:
Jika probabilitas > 0,05 maka Ha ditolak
Jika probabilitas < 0,05 maka Ha diterima
3. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan model dapat menerangkan variasi variabel dependen. Nilai
koefisien determinasi adalah antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nilai R2 yang kecil
berarti kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel
dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen (Ghozali, 2011).
Banyak ahli peneliti menganjurkan untuk menggunakan
nilai Adjusted R2 pada saat mengevaluasi mana model regresi yang
terbaik. Nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu
67
variabel independen ditambahkan ke dalam model penelitian
(Ghozali, 2011) atau dapat dikatakan nilai Adjusted R2 digunakan
jika variabel independen lebih dari satu. Namun, dalam prateknya nilai
Adjusted R2 dapat bernilai negatif, walaupun yang dikehendaki
harus bernilai positif. Menurut Ghozali (2011) jika uji empiris
didapat nilai Adjusted R2 negatif, maka nilai Adjusted R2 dianggap
bernilai nol.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskriptif Statistik Variabel Penelitian
Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif, maka berikut tabel 4.1
akan ditampilkan karakteristik sampel yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi jumlah sampel (N), rata-rata sampel (mean), nilai maksimum, nilai
minimum, serta standar deviasi untuk masing-masing variabel.
Tabel 4.1.
Deskriptif Statistik Variabel Penelitian
68
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Dewan Komisaris 105 4 12 6.90 1.759
Dewan Direksi 105 5 12 7.39 1.998
Kepemilikan Manajerial 105 ,0000 ,2368 ,007624 ,0350810
Kepemilikan Institusional 105 ,0000 ,7970 ,182583 ,2424218
Kinerja Keuangan 105 -,0338 ,4038 ,131697 ,0997171
Valid N (listwise) 105
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015
Pada tabel 4.1. diatas menunjukkan bahwa jumlah data yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 20 sampel yang diambil dari
laporan tahunan perusahaan yang konsisten berada dalam indeks LQ 45
pada periode 2009-2013.
Data ukuran dewan komisaris terendah (minimum) adalah 4 pada
perusahaan Unilever Indonesia, Tbk pada tahun 2009 dan tahun 2010, dan
yang tertinggi (maksimum) sebesar 12 yaitu pada perusahaan Astra
Internasional, Tbk ditahun 2012 dan pada perusahaan Vale Indonesia, Tbk
ditahun 2013, kemudian rata-ratanya (mean) sebesar 6,90 sementara
standar deviasinya sebesar 1,759. Hal ini menunjukkan simpangan data yang
relatif kecil karena nilainya yang lebih kecil daripada nilai rata-ratanya, yaitu
sebesar 6,90.
Data ukuran dewan direksi terendah (minimum) adalah 5 dan yang
tertinggi (maksimum) sebesar 12 yaitu pada perusahaan Bank Danamon, Tbk
ditahun 2011, kemudian rata-ratanya (mean) sebesar 7,39 sementara
69
standar deviasinya sebesar 1,998. Hal ini menunjukkan simpangan data yang
relatif kecil karena nilainya yang lebih kecil daripada nilai rata-ratanya, yaitu
sebesar 7,39
Data kepemilikan manajerial terendah (minimum) adalah 0,000 dan
yang tertinggi (maksimum) sebesar 0,237 yaitu pada perusahaan Adaro
Energy, Tbk kemudian rata-ratanya (mean) sebesar 0,007624 sementara
standar deviasinya adalah sebesar 0,035081. Hal ini menunjukkan
simpangan data yang relatif besar karena nilainya yang lebih besar daripada
nilai rata-ratanya, yaitu sebesar 0,007624.
Data kepemilikan institusional terendah (minimum) adalah 0,000 dan
yang tertinggi (maksimum) sebesar 0,797 yaitu pada perusahaan Astra Agro
Lestari, Tbk kemudian rata-ratanya (mean) adalah sebesar 0,182583
sementara standar deviasinya sebesar 0,2424218. Hal ini menunjukkan
simpangan data yang relatif besar karena nilainya yang lebih besar daripada
nilai rata-ratanya, yaitu sebesar 0,182583.
Data kinerja keuangan terendah (minimum) adalah -0,0338 yaitu pada
perusahaan Semen Gresik (Persero), Tbk ditahun 2013 dan yang tertinggi
(maksimum) sebesar 0,4038 yaitu pada Unilever Indonesia, Tbk ditahun
2012 kemudian rata-ratanya (mean) sebesar 0,131697 sementara standar
deviasinya sebesar 0,0997171. Hal ini menunjukkan simpangan data yang
relatif kecil karena nilainya yang lebih kecil daripada nilai rata-ratanya, yaitu
sebesar 0,131697.
70
4.2. Hasil Uji Asumsi Klasik
4.2.1. Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel residual memiliki distribusi normal. Untuk menguji apakah
distribusi data normal atau tidak, ada dua cara untuk mendeteksinya, yaitu
dengan analisis grafik dan uji statistik. Analisis grafik diuji dengan
menggunakan grafik histogram dan grafik normal probability plot sedangkan
uji stastistik dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov Z (1-
Sample K-S).
Hasil uji menggunakan analisis grafik histogram dan grafik normal
probability plot dapat dilihat pada gambar 4.1. dan gambar 4.2. pada bagian
lampiran 13. Dari gambar 4.2. tersebut terlihat adanya titik menyebar di
sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal sehingga dapat
dikatakan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas. Namun,
kesimpulan normal tidaknya data tidak hanya dilihat dari analisis grafik saja
maka juga dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Kolmogorov-
Smirnov Z (1- Sample K-S).
Tabel 4.2.
Hasil Uji Normalitas dengan Uji Kolmogorov-Smirnov Z (1- Sample K-S)
71
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 105
Normal Parametersa,,b Mean .0000000
Std. Deviation .35705706
Most Extreme
Differences
Absolute .087
Positive .059
Negative -.087
Kolmogorov-Smirnov Z .890
Asymp. Sig. (2-tailed) .407
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015
Berdasarkan tabel 4.2. hasil uji menunjukkan nilai Z hitung sebesar
0,890 dengan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,407. Nilai Asymp. Sig. (2-
tailed) lebih dari nilai signifikan yang digunakan yaitu 0,05 menunjukkan
data terdistribusi secara normal atau asumsi normalitas terpenuhi.
4.2.2. Hasil Uji Multikolonieritas
Uji Multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah pada model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Pada model regresi yang
baik seharusnya antar variabel independen tidak terjadi kolerasi. Dalam penelitian
ini, uji multikolonieritas dilakukan dengan melihat pada nilai tolerance dan
Variance Inflantion Factor (VIF). Apabila nilai tolerance < 0,1 dan nilai VIF > 10
maka terdapat multikolonieritas. Hasil pengujian multikolonieritas dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
72
Tabel 4.3.
Hasil Uji Multikolonieritas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 1.039 .373
Dewan Komisaris -1.013 .354 -.257 .933 1.072
Dewan Direksi -1.311 .310 -.371 .969 1.032
Kepemilikan Manajerial .029 .022 .117 .970 1.030
Kepemilikan Institusional .094 .059 .142 .936 1.068
a. Dependent Variable: Kinerja Keuangan
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015
Tabel 4.2. menunjukkan jika keempat variabel independen yang digunakan
memiliki nilai tolerance lebih dari 0,1 dan nilai VIF kurang dari 10. Jadi dapat
dinyatakan dalam model regresi ini tidak terdapat adanya multikolonieritas.
4.2.3. Hasil Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson
(DW test). Pengambilan keputusan untuk menentukan apakah terjadi
autokorelasi atau tidak, dapat dilihat dari nilai DW dan dibandingkan dengan
nilai tabel dengan menggunakan nilai signifikansi 0,05, jumlah sampel (n)
dan jumlah variabel independen (k) (Ghozali, 2011). Berikut adalah hasil
pengujian autokorelasi dengan uji Durbin-Watson (DW test).
73
Tabel 4.4.
Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .502a .252 .222 ,3641282 1.793
a. Predictors: (Constant), Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Dewan
Direksi, Dewan Komisaris
b. Dependent Variable: Kinerja Keuangan
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015
Berdasarkan tabel 4.12 di atas, menunjukkan bahwa nilai DW sebesar
1,793 lebih besar dari batas atas (du) 1,741 dan kurang dari 4 – 1,741 (4 –
du), maka dengan demikian tidak terjadi autokorelasi.
4.2.4. Hasil Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan
ke pengamatan yang lain. Uji heteroskedastisitas dapat dilihat menggunakan
grafik scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat dengan residual. Pada
grafik scatterplot untuk mendapatkan model regresi yang layak dan tidak
terjadi heterokedastisitas, maka titik-titik pada grafik harus menyebar secara
acak, dan tersebar baik di atas maupun dibawah angka pada sumbu Y. Hasil
uji heterokedastisitas penelitian ini dapat dilihat pada gambar 4.3.
74
Gambar 4.3.
Hasil Uji Heterokedastisitas (grafik Scatterplot)
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015.
Berdasarkan analisis grafik scatterplot pada gambar di atas menunjukkan
tidak adanya pola yang jelas dan titik-titik juga menyebar di atas maupun dibawah
angka 0 pada sumbu Y bahwa data pada penelitian ini, sehingga dapat dinyatakan
bahwa data pada model regresi penelitian ini tidak terjadi heterokedastisitas.
4.3. Hasil Uji Hipotesis
Penelitian ini menguji hipotesis-hipotesis dengan metode analisis
regeresi berganda (multiple regression). Analisis regresi berganda digunakan
untuk menguji pengaruh dari beberapa variabel bebas terhadap satu variabel
terikat. Analisis regresi dapat memberikan jawaban mengenai besarnya
pengaruh setiap variabel independen terhadap variabel dependennya.
75
Analisis ini digunakan untuk menghitung besarnya pengaruh ukuran dewan
komisaris, ukuran dewan direksi, kepemilikan manajerial dan kepemilikan
institusional yang merupakan variabel independen terhadap Kinerja
keuangan yang merupakan variabel dependen.
4.3.1 Hasil Uji Parsial t (t test)
Pengujian ini bertujuan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh
satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam
menerangkan variasi variabel dependen. Dasar pengambilan keputusan
dilihat dari nilai thitung dan ttabel serta nilai signifikansi (probabilitas). Nilai ttabel
dapat dilihat pada tabel statistik untuk signifikansi 0,05 dengan menentukan
derajat kebebasan df (n-k-1) atau 105 – 4 – 1 (n adalah jumlah variabel dan k
adalah jumlah variabel independen) (Puriyatno, 2011:91). Hipotesis atau Ha
akan diterima jika thitung > ttabel atau –thitung < -ttabel. Hasil pengujian variabel
independen dengan melihat nilai thitung dan ttabel pada tabel 4.5.
Tabel 4.5.
Hasil Uji Parsial t menggunakan thitung dan ttabel
Variabel Penelitian thitung ttabel Hasil
Dewan Komisaris -2.865 1,984 H1 diterima
Dewan Direksi -4.224 1,984 H2 diterima
Kepemilikan Manajerial 1.328 1,984 H3 ditolak
Kepemilikan
Institusional1.590
1,984H4 ditolak
Dependent Variable: Kinerja Keuangan.
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015.
76
Hasil pengujian variabel independen dengan menggunakan nilai
signifikansi (probabilitas) dapat dilihat pada tabel 4.6. Hipotesis akan atau Ha
akan diterima jika nilai signifikansi (probabilitas) < 0,05.
Tabel 4.6.
Hasil Uji Parsial t (t test)
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.B Std. Error Beta
1 (Constant) 1.039 .373 2.786 .006
Dewan Komisaris -1.013 .354 -.257 -2.865 .005
Dewan Direksi -1.311 .310 -.371 -4.224 .000
Kepemilikan Manajerial .029 .022 .117 1.328 .187
Kepemilikan Institusional .094 .059 .142 1.590 .115
a. Dependent Variable: Kinerja Keuangan
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015.
Dari hasil perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa variabel
kinerja keuangan (ROA) dipengaruhi oleh ukuran dewan komisaris, ukuran
dewan direksi, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional dengan
persamaan sebagai berikut:
Y = 1,039 – 1,013 X1 – 1,311 X2 + 0,029 X3 + 0,094 X4 + e
Dari persamaan di atas dapat diartikan :
1. Nilai Konstanta sebesar 1,039.
Hal ini berarti bahwa tanpa adanya pengaruh ukuran dewan komisaris,
ukuran dewan direksi, kepemilikan manajerial, kepemilikan institutional, maka
77
akan terjadi peningkatan ROA sebesar 1,039 atau dengan kata lain jika variabel
independen dianggap konstan, maka kinerja keuangan (ROA) sebesar 1,039.
2. Koefisien regresi variabel ukuran dewan komisaris (X1) sebesar -
1,013.
Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan ukuran dewan komisaris dengan
asumsi variabel lainnya tetap (cateris paribus), maka kinerja keuangan (ROA)
akan mengalami perubahan dengan arah yang berbeda.
3. Koefisien regresi variabel ukuran dewan direksi (X2) sebesar -1,311.
Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan ukuran dewan direksi dengan asumsi
variabel lainnya tetap (cateris paribus), maka kinerja keuangan (ROA) akan
mengalami perubahan dengan arah yang berbeda.
4. Koefisien regresi variabel kepemilikan manajerial (X3) sebesar 0,029.
Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan kepemilikan manajerial dengan
asumsi variabel lainnya tetap (cateris paribus), maka kinerja keuangan (ROA)
akan mengalami perubahan dengan arah yang sama.
5. Koefisien regresi variabel kepemilikan institusional (X4) sebesar
0,094.
Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan kepemilikan institusional dengan
asumsi variabel lainnya tetap (cateris paribus), maka kinerja keuangan (ROA)
akan mengalami perubahan dengan arah yang sama.
Adapun penjelasan terhadap masing-masing variabel adalah sebagai berikut:
78
4.3.1.1 Ukuran Dewan Komisaris
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran dewan
komisaris (DK) secara parsial terhadap kinerja keuangan. Koefisien regresi
ukuran dewan direksi sebesar -1,013. thitung sebesar -2,865 dan nilai ttabel
sebesar 1,984 ( = 0,05, df = 99). -tα hitung lebih kecil daripada - ttabel, hal ini
menunjukkan tingkat ukuran dewan komisaris memiliki pengaruh terhadap
kinerja keuangan. Nilai signifikansi menunjukkan lebih kecil dari 0,05 yaitu
sebesar 0,005, artinya bahwa variasi variabel ukuran dewan direksi secara
parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan.
Arah koefisien dari variabel ukuran dewan direksi menunjukkan arah yang
negatif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama (H1)
yang menyatakan ukuran dewan direksi secara signifikan berpengaruh
terhadap kinerja keuangan (ROA) tidak dapat ditolak atau diterima.
4.3.1.2 Ukuran Dewan Direksi
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran dewan
direksi (DD) secara parsial terhadap kinerja keuangan. Koefisien regresi
ukuran dewan direksi sebesar -1,311. thitung sebesar -4,224 dan nilai ttabel
sebesar 1,984 ( = 0,05, df = 99). -tα hitung lebih kecil daripada - ttabel, hal ini
menunjukkan tingkat ukuran dewan direksi memiliki pengaruh terhadap
kinerja keuangan. Nilai signifikansi menunjukkan lebih kecil dari 0,05 yaitu
sebesar 0,000, artinya bahwa variasi variabel ukuran dewan direksi secara
parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja keuangan.
Arah koefisien dari variabel ukuran dewan direksi menunjukkan arah yang
79
negatif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua (H2)
yang menyatakan ukuran dewan direksi secara signifikan berpengaruh
terhadap kinerja keuangan (ROA) tidak dapat ditolak atau diterima.
4.3.1.3 Kepemilikan Manajerial
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemilikan
manajerial (KM) secara parsial terhadap kinerja keuangan. Koefisien regresi
kepemilikan manajerial sebesar 0,029. thitung sebesar 1,328 dan nilai ttabel
sebesar 1,984 ( = 0,05, df = 99). tα hitung lebih besar daripada ttabel, hal ini
menunjukkan tingkat kepemilikan manajerial tidak memiliki pengaruh
terhadap kinerja keuangan. Nilai signifikansi menunjukkan lebih besar dari
0,05 yaitu sebesar 0,187, artinya bahwa variasi variabel kepemilikan
manajerial secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kinerja keuangan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
hipotesis ketiga (H3) yang menyatakan kepemilikan manajerial secara
signifikan berpengaruh terhadap kinerja keuangan (ROA) tidak dapat
diterima atau ditolak.
4.3.1.4 Kepemilikan Institusional
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemilikan
institusional (KI) secara parsial terhadap kinerja keuangan. Koefisien regresi
80
kepemilikan institusional sebesar 0,094. thitung sebesar 1,590 dan nilai ttabel
sebesar 1,984 ( = 0,05, df = 99). tα hitung lebih kecil daripada ttabel, hal ini
menunjukkan tingkat kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh
terhadap kinerja keuangan. Nilai signifikansi menunjukkan lebih besar dari
0,05 yaitu sebesar 0,115, artinya bahwa variasi variabel kepemilikan
institusional secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kinerja keuangan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
hipotesis keempat (H4) yang menyatakan kepemilikan institusional secara
signifikan berpengaruh terhadap kinerja keuangan (ROA) tidak dapat
diterima atau ditolak.
4.3.2. Hasil Uji Simultan (F test).
Uji Simultan atau F test ini bertujuan untuk menunjukkan apakah
semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Pengambilan
keputusan dilihat berdasarkan nilai Fhitung dan Ftabel. Nilai Ftabel dapat dilihat
pada tabel statistik pada tingkat signifikansi 0,05 kemudian memnentukan df
1 (jumlah variabel – 1) yaitu 4 dan df 2 (n-k-1) atau 105 – 4 – 1 (n adalah
jumlah variabel dan k adalah jumlah variabel independen) (Priyatno, 2011:89).
Hasil yang diperoleh untuk Ftabel adalah sebesar 2,463. Hipotesis atau Ha akan
diterima jika Fhitung > Ftabel yang dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7.
Hasil Uji Simultan menggunakan Fhitung dan Ftabel.
Variabel Penelitian Fhitung Ftabel Hasil
81
Dewan Komisaris, Dewan
Direksi, Kepemilikan
Manajerial, Kepemilikan
Institusional.
8.421 2,463 H5 diterima
Dependent Variable: Kinerja Keuangan.
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015.
Hasil pengujian variabel independen dengan menggunakan nilai
signifikansi (probabilitas) dapat dilihat pada tabel 4.8. Hipotesis akan atau Ha
akan diterima jika nilai signifikansi (probabilitas) < 0,05.
Tabel 4.8.
Hasil Uji Simultan (F test)
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 4.466 4 1.117 8.421 .000a
Residual 13.259 100 .133
Total 17.725 104
a. Predictors: (Constant), Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Dewan Direksi,
Dewan Komisaris
b. Dependent Variable: Kinerja Keuangan
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015.
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa nilai Fhitung sebesar 8,421 lebih besar
dari nilai Ftabel yaitu 2,463. Berdasarkan uji ANOVA diperoleh tingkat
signifikan 0,000 lebih kecil dari nilai signifikansi (probabilitas) 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris, ukuran dewan direksi,
82
kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional berpengaruh secara
bersama-sama atau secara simultan terhadap kinerja keuangan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis kelima (H5) tidak dapat ditolak
atau diterima.
4.3.3. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2).
Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengukur seberapa jauh
kemampuan model dapat menerangkan variasi variabel dependen. Nilai
koefisien determinasi adalah antara 0 (nol) dan 1 (satu). Nilai R2 yang kecil
berarti kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel
dependen amat terbatas. Banyak ahli peneliti menganjurkan untuk
menggunakan nilai Adjusted R2 pada saat mengevaluasi mana
model regresi yang terbaik. Hasil uji koefisien determinasi (R2)
dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.9.
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .502a .252 .222 ,3641282
a. Predictors: (Constant), Kepemilikan Institusional, Kepemilikan
Manajerial, Dewan Direksi, Dewan Komisaris
b. Dependent Variable: Kinerja Keuangan
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2015.
83
Berdasarkan tabel di atas diperoleh angka adjusted R2 sebesar 0,222
atau 22,2%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan variabel ukuran dewan
komisaris, ukuran dewan direksi, kepemilikan manajerial dan kepemilikan
institusional mempengaruhi atau menjelaskan terhadap kinerja keuangan
adalah sebesar 22,2% dan sisanya sebesar 77,8% dipengaruhi atau
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam penelitian ini.
Sehingga dapat disimpulkan penelitian ini memiliki kemampuan variabel
independen untuk menjelaskan proprosi variabel dependen terbatas atau
lemah.
4.4. Pembahasan
4.4.1. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Kinerja Keuangan
(ROA).
Hasil pengujian hipotesis pertama (H1) menunjukkan bahwa variabel
ukuran dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan
(ROA). Ini dapat dilihat dari nilai koefisien variabel ukuran dewan komisaris
yaitu -1,013 serta nilai -thitung yang lebih kecil dari –ttabel sebesar -2,865
dengan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,005. Hal ini
menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris dapat memberikan pengaruh
84
negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Artinya, adanya dewan
komisaris dapat mengurangi kinerja keuangan perusahaan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sanda et al. (2005), dan
Yang et al. (2006). Demikian pula dengan penelitian yang dilakukan oleh
Martsila dan Meiranto (2013) yang meneliti adanya pengaruh negatif dari
ukuran dewan komisaris terhadap kinerja keuangan yang diproksi dengan
nilai PER. Menurut Jensen (1993) dan Yermack (1996) ukuran atau jumlah
dewan komisaris yang kecil akan lebih efektif dalam mengawasi kerja
manajemen.
Ukuran atau jumlah dewan komisaris yang terlalu besar dapat
menyebabkan lambatnya proses pengambilan keputusan. Hal ini
dikarenakan keputusan yang diambil harus didiskusikan terlebih dahulu dan
diambil kesepakatan bersama dari semua anggota dewan komisaris. Selain
dari keputusan yang tidak bersifat dinamis, karena akan diperlukan waktu
yang lama untuk berunding dan mengambil kesepakatan untuk suatu
keputusan, juga menyebabkan berkurangnya efektivitas pengambilan
keputusan dan dapat menurunkan kinerja keuangan perusahaan (Puspitasari
dan Ernawati, 2010).
4.4.2. Pengaruh Ukuran Dewan Direksi terhadap Kinerja Keuangan
(ROA).
Hasil pengujian hipotesis kedua (H2) menunjukkan bahwa variabel
ukuran dewan direksi berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan
(ROA). Ini dapat dilihat dari nilai koefisien variabel ukuran dewan direksi
85
yaitu -1,311 serta nilai –thitung yang lebih kecil dari –ttabel sebesar -4,224
dengan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,000. Hal ini
menunjukkan bahwa ukuran dewan direksi dapat memberikan pengaruh
negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Purnama Sari dan Ardiana (2010) yang melakukan penelitian ukuran dewan
direksi terhadap nilai perusahaan dan juga Shakir (2008). Ada beberapa
kekurangan dalam besarnya ukuran dewan direksi. Ukuran dewan direksi
dengan jumlah yang besar dapat memberikan kerugian dan lebih mahal
untuk perusahaan. Efektivitas dari dewan direksi tidak diukur dari berapa
banyak anggota yang duduk di dalamnya, namun jumlah direksi yang kecil
namun berpengalaman dan memiliki kemampuan akan lebih vital
dibutuhkan (Shakir (2008)
Ukuran dewan direksi yang besar juga akan berakibat pada kurangnya
diskusi yang berarti, sebab mengekspresikan pendapat dalam kelompok besar
umumnya memakan waktu, sulit dan mengakibatkan kurangnya kekompakan pada
dewan direksi.
4.4.3. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Kinerja Keuangan
(ROA).
Hasil pengujian hipotesis ketiga (H3) menunjukkan bahwa variabel
kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan (ROA).
Ini dapat dilihat dari nilai koefisien variabel kepemilikan manajerial yaitu
0,029 serta nilai thitung yang lebih kecil dari ttabel sebesar 1,328 dengan tingkat
86
signifikansi lebih besar dari 0,05 yaitu 0,187. Hal ini menunjukkan bahwa
kepemilikan manajerial tidak dapat memberikan pengaruh terhadap kinerja
keuangan perusahaan.
Rata-rata kepemilikan manajerial dalam sampel penelitian ini sangat
rendah yaitu 2.3%, sehingga kinerja manajer sebagai pihak minoritas
dianggap belum optimal. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Wulandari dan Budiartha (2014), Wiranata dan Nugrahanti
(2013), Hapsoro (2008), dan Christiawan dan Tarigan (2007). Penolakan
hipotesis ini kemungkinan terjadi dikarenakan kepemilikan manajerial
terlalu rendah sehingga kinerja manajer dalam mengelola perusahaan
kurang optimal dan manajer sebagai pemegang saham minoritas belum
dapat berpartisipasi aktif dalam membuat suatu keputusan diperusahaan,
sehingga tidak mempengaruhi kinerja keuangan. Rasa memiliki manajer atas
perusahaan sebagai pemegang saham tidak cukup mampu membuat
perbedaan dalam pencapaian kinerja dibandingkan dengan manajer murni
sebagai tenaga professional yang digaji perusahaan (Christiawan dan
Tarigan, 2007).
4.4.4. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Kinerja Keuangan
(ROA).
Hasil pengujian hipotesis keempat (H4) menunjukkan bahwa variabel
kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan
(ROA). Ini dapat dilihat dari nilai koefisien variabel kepemilikan institusional
87
yaitu 0,094 serta nilai thitung yang lebih kecil dari ttabel sebesar 1,590 dengan
tingkat signifikansi lebih besar dari 0,05 yaitu 0,115. Hal ini menunjukkan
bahwa kepemilikan institusional tidak dapat memberikan pengaruh terhadap
kinerja keuangan perusahaan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wiranata dan
Nugrahanti (2013), Ardianingsih dan Ardiyani (2010), dan Hapsoro (2008).
Menurut Wulandari (2006), serta Hapsoro (2008) menyatakan kepemilikan
institusional tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan disebabkan
karena pemilik mayoritas institusi ikut dalam pengendalian perusahaan
sehingga cenderung bertindak untuk kepentingan mereka sendiri meskipun
dengan mengorbankan kepentingan pemilik minoritas.
Menurut Modigliani adanya asimetri informasi antara pihak
pemegang saham dengan manajer menyebabkan manajer selaku pengelola
perusahaan akan bisa mengendalikan perusahaan karena memiliki informasi
lebih mengenai perusahaan dibandingkan pemegang saham. Sehingga
adanya kepemilikan institusi tidak menjamin monitoring kinerja manajer
dapat berjalan efektif.
4.4.5. Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris, Ukuran Dewan Direksi,
Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional secara
Bersama terhadap Kinerja Keuangan (ROA).
Hasil pengujian hipotesis kelima (H5) menunjukkan bahwa variabel
ukuran dewan komisaris, ukuran dewan direksi, kepemilikan manajerial dan
88
kepemilikan institusional secara bersama-sama berpengaruh terhadap
kinerja keuangan (ROA). Ini dapat dilihat dari nilai Fhitung yang lebih besar
dari Ftabel sebesar 8,421 dengan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu
0,000. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris, ukuran dewan
direksi, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional dapat
memberikan pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Ukuran dewan komisaris, ukuran dewan direksi, kepemilikan
manajerial dan kepemilikan institusional Nilai adjusted R² sama dengan
0,222 yang berarti bahwa 22,2% variabel kinerja keuangan (ROA) dapat
dijelaskan oleh variabel ukuran dewan komisaris, ukuran dewan direksi,
kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional, sisanya 78,8%
dijelaskan oleh faktor lain diluar model regresi.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
89
Penelitian ini berusaha untuk menguji pengaruh corporate governance yang
diproksikan dengan variabel ukuran dewan komisaris, ukuran dewan direksi,
kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional terhadap kinerja keuangan
yang diproksikan dengan Return on Assets (ROA) pada perusahaan yang termasuk ke
dalam Indeks LQ 45 di Indonesia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel ukuran dewan komisaris,
ukuran dewan direksi berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan sedangkan
variabel kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh
terhadap kinerja keungan. Adapun hasil penelitian secara ringkas dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1. Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh negatif signifikan terhadap
kinerja keuangan (ROA). Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya
jumlah anggota dewan komisaris tidak dapat meningkatkan kinerja
keuangan (ROA). Semakin banyak anggota dewan komisaris malah
menurunkan tingkat kinerja keuangan. Hal ini dikarenakan sulitnya
koordinasi yang akan terjadi di antara para dewan komisaris dalam
melakukan pengawasan.
2. Ukuran Dewan Direksi berpengaruh negatif signifikan terhadap
kinerja keuangan (ROA). Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya
jumlah anggota dewan direksi tidak dapat meningkatkan kinerja
keuangan (ROA). Semakin banyak anggota dewan direksi malah akan
menurunkan kinerja keuangan. Hal ini dikarenakan kurang efektifnya
pengambilan keputusan yang membutuhkan seluruh partisipasi
90
anggota direksi dan perbedaan kepentingan yang kadang menjadi
benturan.
3. Kepemilikan Manajerial tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan
(ROA). Hal ini dikarenakan rasa memiliki manajer atas perusahaan
sebagai pemegang saham tidak cukup mampu membuat perbedaan
dalam pencapaian kinerja dibandingkan dengan manajer murni
sebagai tenaga professional yang digaji perusahaan. Rendahnya
jumlah kepemilikan saham dalam perusahaan pun belum dapat
membuat manajemen berpartisipasi aktif dalam membuat suatu
keputusan diperusahaan sehingga belum mempengaruhi kinerja
keuangan.
4. Kepemilikan Institusional tidak berpengaruh terhadap kinerja
keuangan (ROA). Hal ini disebabkan karena pemilik mayoritas
institusi ikut dalam pengendalian perusahaan sehingga cenderung
bertindak untuk kepentingan mereka sendiri meskipun dengan
mengorbankan kepentingan pemilik minoritas dan belum dapat
mempengaruhi kinerja keuangan dan belum dapat menjamin
pengawasan oleh pihak kepemilikan institusional.
5.2. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yang mungkin
mempengaruhi hasil penelitian. Adapun beberapa keterbatasan tersebut adalah:
91
1. Jumlah pengamatan yang digunakan didalam penelitian ini relatif sedikit,
yakni terbatas pada perusahaan yang konsisten masuk ke dalam indeks LQ 45
dari tahun 2009 hingga 2013 saja.
2. Variabel corporate governance yang ada kurang dapat mengukur secara
menyeluruh praktik corporate governance pada perusahaan di Indonesia.
3. Variabel kepemilikan institusional dalam penelitian ini hanya
berdasarkan pada total persentase kepemilikan saham oleh pihak
institusional dalam negeri saja, tanpa mengelompokkan kepemilikan
institusional asing juga.
5.3. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk penelitian sejenis
berikutnya yaitu:
1. Menggunakan proksi corporate governance yang lain karena melihat
dari uji koefisien determinasi, cukup besar angka pengaruh dari
variabel lain terhadap kinerja keuangan selain dari variabel yang
digunakan dalam penelitian ini. Beberapa variabel yang dapat
digunakan yaitu kepemilikan pemerintah, frekuensi kehadiran rapat,
komite audit, dan kepemilikan asing.
2. Menggunakan variabel kinerja keuangan yang lain selain dari Return
on Assets.
3. Menggunakan sampel penelitian pada sektor tertentu yang lebih
spesifik lagi di luar indeks LQ 45.
92
4. Memperpanjang periode tahun pengamatan dengan periode atau
rentang waktu yang berbeda.
Daftar Pustaka
Algifari. 2010. Analisis Regresi, Teori Kasus dan Solusi. BPFE.
Yogyakarta.
Amba, Sekhar Muni. 2014. Corporate Governance and Firms’s
Financial Performance. Journal of Academic and Business Ethics
ISSN Online: 1941- 336X.
Ang, Robert. 1997. Buku Pintar Pasar Modal Indonesia. Mediasoft
Indonesia. Jakarta.
Anoraga, Pandji dan Pakarti, Piji, 2003. Buku Pintar Pasar Modal
Indonesia. Mediasoft Indonesia. Jakarta.
Anthony, Robert N. dan Govindarajan, Vijay. 2005. Management
Control System: Sistem Pengendalian Manajemen. Salemba Empat.
Jakarta.
Ardianingsih, Arum dan Ardiyani, Komala. 2010. Analisis Pengaruh
Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Perusahaan. Jurnal Pena, Vol.
19 No. 2, September 2010.
Arifin. 2005. Peran Akuntan Dalam Menegakkan Prinsip Good
Corporate Governance Pada Perusahaan di Indonesia (Tinjauan
Perspektif Teori Keagenan). 13 Oktober 2009.
Bainbridge, Stephen M. 2008. The New Corporate Governance in
Theory and Practice. Published by Oxford University Press, Inc.,
93
Bukhori, Iqbal dan Raharja. 2012. Pengaruh Good Corporate
Governance dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja Perusahaan
(Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bei 2010).
Diponegoro Journal of Accounting (2012).
Che Haat, Mohd Hassan, Rashidah A.R. dan Sakthi M. (2008).
Corporate, Governance Transparency and Performance of Malaysian
Companies. Managerial Auditing Journal Vol. 23 No. 8 pp. 744-778.
Chinn, Richard. 2000. Corporate Governance Handbook. Gee
Publishing Ltd, London.
Christiawan, Y. J. dan Tarigan, J. 2007. Kepemilikan Manajerial:
Kebijakan Hutang, Kinerja dan Nilai Perusahaan, Jurnal Akuntansi dan
Keuangan, 9(1), 1-8.
Coglianese, Carry., Healey Thomas J., Keating Elizabeth K, dan Michael
Michael L. 2004, The Role of Goverment in Corporate Governance,
RWP04-045. Havard University.
Coombes Paul dan Watson Mark. “Three surveys on corporate
governance”. The Mckinsey Quarterly 2000 Number 4: Asia Revalued.
Darmawati, Deni, Khamsiyah dan Rika Gelar Rahayu. 2005. Hubungan
Corporate Gover¬nance dan Kinerja Perusahaan. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia, Vol.8 No.1 Januari.
Deegan, Craig. 2004. “Financial Accounting Theory”. McGraw-Hill
Book Company. Sydney.
94
Dendawijaya, Lukman. 2003. Manajemen Perbankan Edisi kedua.
Ghalia Indonesia. Jakarta.
Donaldson, L dan Davis J.H. 1989. CEO Governance and Shareholder
returns: Agency theory or Stewardship theory. Paper dipresentasikan
pada The Annual Meeting of The Academy of Management,
Washington, DC.
Effendi, Muhammad Arief. 2009. The Power of Good Corporate
Governance: Teori dan Implementasi. Salemba Empat. Jakarta.
Faisal & Firmansyah. 2005. Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan
Institusional, Komposisi Dewan Direksi: Analisis Persamaan Simultan.
Media Ekonomi dan Bisnis. Vol. XVI, No. 2, Desember.
Ferdiana, Norma. 2012. Pengaruh Good Corporate Governance
terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Pertambangan di BEI. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Akuntansi – Vol. 1, No. 2, Maret 2012.
Ghozali, Imam, 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program
IBM SPSS 19. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Hardikasari, Eka. 2011. Pengaruh Penerapan Corporate Governance
Terhadap Kinerja Keuangan pada Industri Perbankan yang Terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2008. Skripsi yang
dipublikasikan. Universitas Diponegoro. Semarang.
95
Hastuti, Theresia Dwi. 2005. Hubungan antara Good Corporate
Governance dan Struktur Kepemi¬likan Dengan Kinerja Keuangan
(Studi Kasus pada Perusahaan yang listing di Bursa Efek Ja¬karta).
Simposium Nasional Akuntansi VIII. IAI.
Herawaty, Vinola. 2008. Peran Praktek Corporate Governance Sebagai
Moderating Variable dari Pengaruh Earnings Management Terhadap
Nilai Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 10, No. 2,
November 2008: 97-108.
Herwidayatmo, 2000, “Implementasi Good Corporate Governance
Untuk Perusahaan Publik Indonesia”, Usahawan No 10 Th XXIX
Oktober 2000.
Hikmawan, Hidayat. 2007. Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan
Sesudah Go-Public. Skripsi S1. Universitas Negeri Semarang.
Huafang, Xiao dan Yuan Jianguo. 2007. Ownership structure, board
composition and corporate voluntary disclosure: Evidence from listed
companies in China. Managerial Auditing Journal Vol. 22 No. 6, 2007
pp. 604-619.
Hutapea, Amanda J. 2013. Analisis Pengaruh Corporate Governance
terhadap Kinerja Keuangan Sektor Perbankan (Studi Pada
Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI tahun 2007-2011).
Skripsi yang dipublikasikan. Universitas Diponegoro. Semarang.
96
Ibrahim, Majid. 2007. Pengaruh struktur internal governance
terhadap earning management. Skripsi. Unversitas Diponegoro.
Isshaq, Zangina, Godfred A. Bokpin, Joseph Mensah Onumah. 2009.
Corporate Governance, Ownership Structure, Cash Holdings, and Firm
Value on the Ghana Stock Exchange. The Journal of Risk Finance, Vol.
10 Iss: 5 pp. 488 - 499
Iskander, Magdi R dan Nadereh Chamlou. 2000. Corporate
Governance: A Framework for Implementation. The International
Bank for Reconstruction and Development. Washington, D.C.
Itturiaga, Felix J.L. dan Sanz, Juan Antonio R. 2000. Ownership
Structure, Corporate Value and Firm Investment: A spanish Firms
Simultaneous Equation Analysis, Working Paper Universidad de
Valladolid. pp. 1-32.
Jama’an. 2008. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance, dan
Kualitas Kantor Akuntan Publik terhadap Integritas Informasi
Laporan Keuangan. Masters thesis, program Pascasarjana Universitas
Diponegoro.
Jensen, M. C. and William H. M. 1976. Theory of The Firm: Managerial
Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial
97
Economics, 3, pp. 305-360. Journal Management Governance, 14, pp.
145–166. Jour-nal of Business Research, 61, pp. 609–614.
Jensen, M.C, 1993, The Modern Industrial Revolution, Exit and The
Failure of Internal Control System, Journal Of Finance 48 (Juli): pp.
831-880.
Johnson, Simon, La Porta Rafael, Silanes Florencio Lopez de, Andrei
Shleifer. 2000. Tunnelling. NBER Working Paper Series.
Kabigting, Leila C. 2011. Corporate Governance Among Banks Listed in
The Philippine Stock Exchange. Journal of International Business
Research, Volume 10, Special Issue, Number 2, 2011.
Keputusan Menteri BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 Tentang
Penerapan Praktik Good Corporate Governance Pada Badan Usaha
Milik Negara
Kieso, Donald E., Jerry J. Weygandt, dan Terry D. Warfield. 2008.
Akuntansi Intermediate Edisi Kedua belas Jilid 1. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
Komite Nasional Kebijakan Governance (2006). Pedoman Umum
Corporate Governance.
Kumaat, Lusye. C. 2013. Corporate Governance dan Struktur
Kepemilikan terhadap Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan. Jurnal
Keuangan dan Perbankan, Vol.17, No.1 Januari 2013, hal. 11–20.
98
Lestari, Maharani Ika dan Sugiharto, Toto. 2007. Kinerja Bank Devisa
dan Bank Non Devisa dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.
PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek & Sipil). 21-22 Agustus,
Vol.2. Fakultas Ekonomi. Universitas Gunadarma.
Listyani, T. T. 2003. Kepemilikan Manajerial dan Pengaruhnya
Terhadap Kepemilikan Saham Institusional. Jurnal Politeknik Negeri
Semarang.
Hanafi, Mamduh. M dan Halim, Abdul. 2009. Analisis Laporan
Keuangan. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
Hapsoro, Dody. 2008. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance
Terhadap Kinerja Perusahaan : Studi Empiris di Pasar Modal
Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Manajemen, Vol. 19, No. 3 Desember
2005, hal. 155-172.
Mardiyanto, Handono. 2009. Intisari Manajemen Keuangan. Grasindo.
Jakarta.
Martsila, Ika Surya dan Meiranto, Wahyu. 2013. Pengaruh Corporate
Governance Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. Diponegoro
Journal Of Accounting, Vol. 2, No. 4, Tahun 2013.
Munawir. 2004. Analisa Laporan Keuangan. Liberty. Yogyakarta.
Murwaningsari, Etty. 2009. Hubungan Corporate Governance,
Corporate Social Responsibilities dan Corporate Financial
99
Performance dalam Satu Continuum. Jurnal Akuntansi dan Keuangan,
Vol. 11, No. 1, Mei 2009: 30-41.
Pakarinti, Adia. 2012. Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial,
Kepemilikan Instistusional, Kualitas Auditor, Profitabilitas, Likuiditas
dan Leverage Terhadap Peringkat Obligasi pada Perusahaan Go Public
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Skripsi yang dipublikasikan.
Universitas Diponegoro.
Prasinta, Dian. 2012. Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap
Kinerja Keuangan. Accounting Analysis Journal 1 (2) (2012).
Purnama Sari, A.A Pt. Agung Mirah dan Ardiana, Putu Agus. 2010.
Pengaruh Board Size Terhadap Nilai Perusahaan. E-Jurnal Akuntansi
Universitas Udayana 7.1 (2014): hal. 177-191. ISSN: 2302-8556.
Putra, I Komang D. A dan Wirawati, Ni Gusti P. 2013. Pengaruh
Kepemilikan Manajerial terhadap Hubungan antara Kinerja dengan
Nilai Perusahaan. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 5.3
(2013):639-651, ISSN: 2302-8556.
Raharjo, Eko. 2007. Teori Agensi dan Teori Stewardship dalam
Perspektif Akuntansi (Agency Theory Vs Stewardship Theory in the
Accounting Perspective). Fokus Ekonomi Vol. 2 No. 1 Juni 2007: hal.
37 46.
100
Ruvinsky, Jessica. 2005. Building a Better Board: How Nonprofit Board
Size and Independence Relate to Board Performance. Social Stanford
Innovation Review.
Sabrinna, Anindhita Ira. 2010. Pengaruh Corporate Governance dan
Struktur Kepemilikan Terhadap Kinerja Perusahaan. Skripsi yang
dipublikasikan. Universitas Diponegoro.
Saleh, et al. 2008. “Ownership Structure and Intellectual Capital
performance in Malaysia Companies Listed on MESDAQ.”
Sam’ani. 2008. Pengaruh Good Corporate Governance dan Leverage
terhadap Kinerja Keuangan pada Perbankan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) tahun 2004-2007. Tesis Magister Manajemen
yang dipublikasikan. Program Studi Magister Manajemen Program
Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
Sanda, Ahmadu, Aminu S. Mikaliu, dan Tukur Garba, 2005, “Corporate
Governance Mechanism and Firm Financial Performance in Nigeria”,
African Economic Research Consortium, Nairobi, Maret 2005,
Department of Economics, Usmanu Danfodiyo University, Sokoto,
Nigeria.
Sartono Agus. 2001. Manajemen Keuangan Teori Dan Aplikasi.
Penerbit BPFE. Yogyakarta.
101
Sekaredi, Sawitri. 2011. Pengaruh Corporate Governance Terhadap
Kinerja Keuangan (Studi Pada Perusahan yang Terdaftar di LQ 45
Tahun 2005- 2009). Skripsi yang dipublikasikan. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Setyapurnama, Yudi. S dan Norpratiwi, A.M Vianey. 2004. Pengaruh
Corporate Governance terhadap peringkat Obligasi dan Yield Obligasi.
Paper.
Shakir, Roselina. Board size, Executive Directors and Property Firm
Performance in Malaysia. Pacific Rim Property Research Journal,
Volume 14, Nomor 1, Hal 66-80.
Shaw, John. C. 2003. Corporate Governance and Risk: A System
Approach. John Wiley & Sons, Inc, New Jersey.
Shleifer, A. dan Vishny, R. W. 1997. A Survey of Corporate Governance.
The Journal of Finance, LII(2), pp. 737-783.
Siallagan, Hamonangan, dan Machfoedz, M. (2006). Mekanisme
Corporate Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan.
Simposium Nasonal Akuntansi IX, Padang.
Silviyani, Ni Luh N.T dan Sujana, Edi. 2014. Pengaruh Likuiditas
Perdagangan Saham dan Kapitalisasi Pasar Terhadap Return Saham
Perusahaan Yang Berada pada Indeks LQ 45 di Bursa Efek Indonesia
Periode Tahun 2009-2013 (Studi Empiris Pada Perusahaan LQ 45 di
102
Bursa Efek Indonesia). e-Journal Akuntansi Universitas Pendidikan
Ganesha.
Siswantaya, Gede I. 2007. Mekanisme Corporate Governance dan
Manajemen Laba Studi Pada Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar
di Bursa Efek Jakarta. Tesis Magister Sains Akuntansi yang
dipublikasikan. Program Studi Magister Sains Akuntansi Program
Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang.
Soepriyatno, Budi. 2004. Pengaruh Struktur Kepemilikan Manajerial
dan Publik, Ukuran Perusahaan, EBIT/Sales dan Total Debt/Total
Assets Terhadap Nilai Perusahaan yang Telah Go Public dan Tercatat
di BEJ. Tesis: Program Magister Manajemen STIE STIKUBANK.
Semarang.
Solihin, Ismail. 2008. Corporate Social Responsibility: From Charity to
Sustainability. Salemba Empat. Jakarta
Stulz, R.M. 1988. On Takeover Resistance, Managerial Discretion, and
Shareholder Wealth. Journal of Financial Economics, this issue.
Subramanyam, K. R dan Wild John J. (2011). Analisis Laporan
Keuangan Edisi 10, Buku 2. Salemba Empat. Jakarta.
103
Suhardjanto dan Apreria. 2010. “Analisis Karakteristik Dewan
Komisaris dan Komite Audit Serta Pengaruhnya terhadap Kinerja
Keuangan”. Jurnal Akuntansi XIV/2/ Mei 2010.
Sujoko dan Soebiantoro, Ugy. 2007. Pengaruh Struktur Kepemilikan
Saham, Leverage, Faktor Intern dan Faktor Ekstern terhadap Nilai
Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur dan Non
Manufaktur di Bursa Efek Jakarta), Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan. Vol 9: hal. 41-48.
Sunariyah. 2006. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. UMP AMP
YKPN. Yogyakarta.
Surya, Indra dan Yustiavandana, Ivan. 2006. Penerapan Good
Corporate Governance: Mengesampingkan Hak-hak Istimewa Demi
Kelangsungan Usaha. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Sutedi, Adrian. 2011. Good Corporate Governance. Sinar Grafika.
Jakarta.
Sutojo, Siswanto dan E. John Aldridge, (2005), Good Corporate
Governance (Tata Kelola Perusahaan yang Sehat) Cetakan pertama.
PT. Damar Mulia Pustaka. Jakarta.
Swandari, Fifi. 2008. Pengaruh Struktur Kepemilikan Terhadap
Tingkat Resiko dan Implikasinya Terhadap Kesulitan Keuangan Bank
Umum di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol 9, No.1, hal. 15-23.
104
Tjager, I.N., A. Alijoyo H.R. Djemat, dan B. Sembodo. 2003. Corporate
governance: Tantangan dan kesempatan bagi komunitas bisnis
Indonesia. Forum Corporate Governance in Indonesia (FCGI).
Ujiyantho, Arief. M dan Pramuka, B. A. 2007. Mekanisme Corporate
Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan. Simposium
Nasional Akuntansi X. AKPM-01: hal. 1-26. Universitas Diponegoro.
Semarang.
Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Veronica, N.P dan Utama, Sidharta (2006). Pengaruh Struktur
Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance
Terhadap Pengelolaan laba (Earnings Management). Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia Vol. 9, No. 3, September 2006 hal. 307-326.
Wahyudi, Untung dan Pawestri, Hartini P. 2006. Implikasi Struktur
Kepemilikan terhadap Nilai Perusahaan dengan Keputusan Keuangan
sebagai Variabel Intervening. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) 9
Padang.
Waryanto. (2010). Pengaruh Karakteristik Good Corporate
Governance (GCG) Terhadap Luas Pengungkapan Corporate Social
Responsibility (CSR) Di Indonesia. Skripsi yang dipublikasikan.
Universitas Diponegoro.
Wiranata, Yulius A dan Nugrahanti Yeterina W. 2013. Pengaruh
Struktur Kepemilikan Terhadap Profitabilitas Perusahaan Manufaktur
105
di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 15, No. 1, Mei 2013,
15-26 ISSN 1411-0288 print / ISSN 2338-8137 online
Wolf, Patricia M. 2007. Board Performance in a Post Sarbanes-Oxley
Environment: An Examination of The Relationships among Board
Processes, Board Intellectual Capital and Board Changes. Dissertation
for the Degree Doctor of Philosophy Capella University.
Wolk, H.I., M.G. Tearney, dan J.L. Dodd. 2001. “Accounting Theory: A
Conceptual and Institutional Approach.” Fifth Edition. Ohio: South-
Western College Publishing.
Wulandari, Ndaruningpuri. 2006. Pengaruh Indikator Mekanisme
Corporate Governance terhadap Kinerja Perusahaan Publik di
Indonesia. Fokus Ekonomi: Vol. 1 No.2 Desember 2006, 120-136.
Wulandari, N.P Yani dan Budiartha I Ketut. 2014. Pengaruh Struktur
Kepemilikan, Komite Audit, Komisaris Independen dan Dewan Direksi
terhadap Integritas Laporan Keuangan. E-Jurnal Akuntansi
Universitas Udayana 7.3 (2014): 574-586 ISSN: 2302-8556.
Yang, Ya-Wan, DeWayne L. Searcy, dan Kay W. Tatum, 2006, “The Role
of Corporate Governance on Long Term Financial Performance and
Market Valuation of R&D Invesment in the Biotechnology Industry”.
Yermack, D., 1996, Higher Market Valuation of Companies with Small
Board of Directors, Journal of Financial Economics, Vol. 40, 185-211.
106
Zhuang, et.al. 2000. Corporate Governance and Finance in East Asia:
Astudy of Indonesia, Republic of Korea, Malaysia, Philippines and
Thailand. Asian Development Bank Volume one.
Sumber internet:
BBC News. Kasus criminal Bank Wegelin.
http://www.bbc.co.uk/indonesia/majalah/2013/01/130104_wegelin
_bank_business diakses pada 26 Desember 2014.
Bursa Efek Indonesia. Tata Kelola Perusahaan.
http://www.idx.co.id/id/beranda/
diakses pada 26 Desember 2014.
Bursa Efek Indonesia. Laporan Keuangan dan Tahunan.
http://www.idx.co.id/id-id/beranda/perusahaantercatat/laporankeu
angandantahunan.aspx diakses pada 02 Desember 2014.
Kontan. Skandal kasus Diebold Inc.
http://keuangan.kontan.co.id/news/skandal-diebold-sanksi-bi-
menanti-bank-bumn diakses pada 26 Desember 2014.
Majalah Swa-sembada, 2005, Edisi 09 / XXI / 28 April – 11 Mei.
http://e-library.msd.ac.id/index.php?p=show_detail&id=2270.
107
Maria Immaculatta. Teori Sinyal.
http://ekonomi.kabo.biz/2011/07/teori-sinyal.html,2006 diakses
pada 26 November 2014.
Saham Ok. Annual Report Perusahaan.
http://www.sahamok.com/annual-report/ diunduh pada 27
November 2014.
Saham Ok. Indeks LQ 45 (untuk tahun 2009 hingga 2013)
http://www.sahamok.com/bei/lq-45/ diakses pada 18 Desember
2014.
Saham Ok. Laporan Keuangan Perusahaan.
http://www.sahamok.com/laporan-keuangan/ diunduh pada 29
November 2014.
VibizNews. 33 Kasus Pelanggaran teradi di Pasar Modal selama 2013.
http://vibiznews.com/2013/12/31/33-kasus-pelanggaran-terjadi-di-
pasar-modal-selama-2013/ diakses pada 4 Januari 2015.
Wening, Kartikawati. 2009. “Pengaruh Kepemilikan Institusional
Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan”.
http://hana.wordpres/2009/05/17/pengaruh-kepemilikan-
institusionalterhadap-kinerja-keuangan-perusahaan/, diakses tanggal
19 Desember 2014.