skripsi

33
I. PENDAHULUAN Rumput laut merupakan salah satu komoditas andalan dalam program Departemen Kelautan dan Perikanan, karena usaha budidaya rumput laut teknologinya sangat sederhana dibandingkan dengan komoditas lainnya, daya serap pasarnya yang sangat tinggi serta biaya produksinya yang relatif rendah (Juneidi, 2004). Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah kelas Rhodophyceae karena mengandung agar-agar, karaginan, porpiran, furcelaran maupun pigmen fikobilin yang merupakan cadangan makanan yang mengandung banyak karbohidrat. Data Badan Pusat Statistik yang diolah Departemen Kelautan dan Perikanan memperlihatkan terjadi peningkatan ekspor rumput laut setiap tahunnya. Data tahun 2005 mencatat ekspor rumput laut meningkat menjadi 60,22 juta ton. Jumlah tersebut naik pada tahun 2006 menjadi 95,58 juta ton, tetapi tahun 2007 volume ekspor rumput laut mengalami penurunan menjadi 87,74 juta ton. Produksi rumput laut hingga saat ini masih mengandalkan hasil panen alami (Mubarak, 2005). Pengambilan rumput laut di alam secara terus menerus akan mengakibatkan terancamnya kelestarian rumput laut.

Upload: maycaesaria-berry

Post on 03-Jul-2015

1.082 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: skripsi

I. PENDAHULUAN

Rumput laut merupakan salah satu komoditas andalan dalam program

Departemen Kelautan dan Perikanan, karena usaha budidaya rumput laut

teknologinya sangat sederhana dibandingkan dengan komoditas lainnya, daya serap

pasarnya yang sangat tinggi serta biaya produksinya yang relatif rendah (Juneidi,

2004). Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah kelas Rhodophyceae karena

mengandung agar-agar, karaginan, porpiran, furcelaran maupun pigmen fikobilin

yang merupakan cadangan makanan yang mengandung banyak karbohidrat. Data

Badan Pusat Statistik yang diolah Departemen Kelautan dan Perikanan

memperlihatkan terjadi peningkatan ekspor rumput laut setiap tahunnya. Data tahun

2005 mencatat ekspor rumput laut meningkat menjadi 60,22 juta ton. Jumlah tersebut

naik pada tahun 2006 menjadi 95,58 juta ton, tetapi tahun 2007 volume ekspor

rumput laut mengalami penurunan menjadi 87,74 juta ton. Produksi rumput laut

hingga saat ini masih mengandalkan hasil panen alami (Mubarak, 2005).

Pengambilan rumput laut di alam secara terus menerus akan mengakibatkan

terancamnya kelestarian rumput laut. Langkah awal yang strategis untuk mengatasi

masalah tersebut antara lain dengan cara membudidayakan rumput laut yang

mempunyai nilai ekonomis penting (Kadi, 2004).

Gracilaria gigas Harvey merupakan salah satu jenis rumput laut yang

berpotensi dikembangkan untuk ekspor karena mengandung agar-agar sangat tinggi

yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, seperti sebagai bahan baku

gelatin, bahan baku industri obat, farmasi, cat, roti, keju, susu, es krim, sabun, dan

kosmetik. Kegunaan lainnya sebagai media agar untuk medium pertumbuhan kultur

mikroorganisme, serta dapat juga sebagai campuran dalam pembuatan pasta gigi

(Kadi, 2004; Rasyid, 2004). Selain itu talus Gracilaria gigas dapat dibuat sayur.

Page 2: skripsi

Talus G. gigas berbentuk silindris dan ada pula yang pipih, bercabang dua

atau tidak teratur. Talus G. gigas berwarna hijau atau hijau kekuningan, merah atau

merah kecoklatan (Wisman et al., 2000). Diameter talus berkisar 0,5-2 mm dan dapat

mencapai panjang 30 cm. Percabangannya memusat ke pangkal, berselang-seling dan

berulang serta ujungnya meruncing, dan jarak antar cabang kurang lebih 5-25 mm

(Atmadja et al., 1996). Pigmen (zat warna) yang terkandung di dalam talus alga

merah ini terdiri dari klorofil–a, α dan β karoten, fikobiliprotein, r-fikosianin, dan r-

fikoeritrin (Susanto, 2002). Menurut Steward (1974) pigmen lain yang terdapat

dalam rumput laut G. gigas yaitu karotenoid yang berupa zeaxantin, antheroxantin,

β cryptoxantin, neoxantin, dan lutein; serta fikobilin atau biliprotein yanng berupa c-

fikosianin, c-allofikosianin dan c-fikoeritrin. G. gigas di alam hidup berkoloni, serta

melekat pada substrat karang, pecahan cangkang kerang, karang yang sudah mati

maupun batu atau holdfast berbentuk cakram kecil. G. gigas mampu hidup hingga

kedalaman 10 sampai 15 meter di bawah permukaan air laut dengan salinitas 12‰

sampai 30‰.

Menurut Loban and Harisson (1994), klasifikasi dari Gracilaria gigas adalah

sebagai berikut:

Divisi : Rhodophyta

Classis : Rhodophycae

Ordo : Gracilariales

Familia : Gracilariaceae

Genus : Gracilaria

Spesies : Gracilaria gigas Harvey

Kebutuhan rumput laut G. gigas yang semakin meningkat memerlukan

perhatian dan penanganan yang serius yaitu dengan usaha budidaya rumput laut yang

2

Page 3: skripsi

lebih intensif dan efisien. Banyak metode budidaya rumput laut diterapkan untuk

mendapatkan produksi yang tinggi. Metode yang dipilih hendaknya dapat

memberikan pertumbuhan yang menguntungkan, mudah pelaksanaannya dan

dilakukan dengan bahan yang murah dan mudah didapat (Insan dan Widyartini,

2001). Aslan (2006) menyatakan bahwa budidaya rumput laut di lapangan (field

culture) dapat dilakukan dengan tiga macam metode berdasarkan posisi tanam

terhadap dasar perairan, yaitu bottom method (metode dasar), off bottom method

(metode lepas dasar), dan floating method (metode apung). Suyoto (2001)

menyatakan bahwa rumput laut tumbuh lebih baik pada metode apung bila

dibandingkan dengan metode dasar dan metode lepas dasar. Kedalaman dan

intensitas cahaya yang berbeda di permukaan dan di dasar perairan akan

mempengaruhi proses fotosintesis. Menurut Sujatmiko dan Angkasa (2003), metode

apung lebih menguntungkan karena rumput laut cukup menerima sinar matahari

yang akan digunakan untuk fotosintesis, sehingga pertumbuhannya lebih cepat dan

kualitas rumput laut yang dihasilkan baik. Selain itu rumput laut akan terbebas dari

hama yang biasanya menyerang dari dasar perairan.

Menurut Aslan (2006), sistem penanaman pada metode apung dapat

dilakukan dengan sistem tali tunggal dan sistem jaring. Metode budidaya sistem tali

tunggal adalah metode budidaya dengan menggunakan tali panjang yang

dibentangkan di dalam air permukaan. Sistem tali tunggal ini dapat dimodifikasi

menjadi tali tunggal (longline) dan rakit tali tunggal. Sistem budidaya dengan tali

tunggal merupakan teknik yang relatif mudah dilakukan dan tidak memerlukan

banyak biaya karena hanya menggunakan tali nilon dan tiang pancang. Selain tali

nilon juga dapat menggunakan tali plastik, bambu atau galah yang memanjang.

Rumput laut akan tumbuh lebih baik dengan sistem tali tunggal sebab jarak antar

3

Page 4: skripsi

tanaman dapat teratur dan rumput laut mendapatkan unsur-unsur yang dibutuhkan

dalam pertumbuhannya dengan merata (Aslan, 1995; Susanto, 2002). Azizah (2001)

menyatakan bahwa pada metode budidaya sistem tali tunggal dengan bertambahnya

beban maka tali akan melengkung sehingga intensitas cahaya yang didapat

berkurang. Tali tunggal yang kurang stabil lebih menguntungkan karena membantu

dalam penyediaan hara.

Pada metode apung tali tunggal umumnya menggunakan jarak tanam 20-25

cm supaya memberikan ruang tumbuh yang luas sehingga penyerapan cahaya

matahari dan zat hara dapat optimal. Hasil penelitian Triana (2004) menunjukan

bahwa jarak tanam dengan metode apung tali tunggal menghasilkan laju

pertambahan berat basah relatif tinggi dan produksi Gracilaria verucosa berbeda di

Tambak Goa Petruk, Kebumen. Jarak tanam 25 cm menghasilkan laju pertambahan

berat basah 4,677 g/hari dengan produksi basah 744, 3208 g/m2. Menurut

Sulistyawati (2003) ukuran talus Gracilaria gigas yang kecil dan pendek akan

memberikan ruang tumbuh yang luas di semua jarak tanam dan dapat menekan

persaingan. Percabangan rumput laut pada setiap titik tanam tidak saling menutupi,

sehingga proses fotosintesis berjalan dengan baik dan pertumbuhan Gracilaria

menjadi optimal.

Keberhasilan budidaya rumput laut juga ditentukan oleh lokasi yang

digunakan untuk budidaya. Menurut Sujatmiko dan Angkasa (2003); Insan dan

Widyartini (2001); Susanto (2002); (Kadi dan Atmadja, 1988), Aslan (1998) syarat

pemilihan lokasi budidaya rumput laut G. gigas sebagai berikut:

a. Lokasi sebaiknya tidak mengalami fluktuasi salinitas dan suhu air yang besar.

b. Dasar perairan pasir atau karang, batu, lumpur atau campuran.

4

Page 5: skripsi

c. Kedalaman perairan tidak boleh kurang dari 60 cm pada saat surut terendah dan

tidak boleh lebih dari 210 cm saat pasang tertinggi.

d. Intensitas cahaya cukup dengan tingkat kecerahan antara 1 – 5 m.

e. Lokasi budidaya yang dipilih harus mengandung zat hara untuk tumbuhnya

rumput laut.

f. pH air antara 7-8,5 dengan kisaran optimum 7,3-8,2.

g. Suhu air berkisar 20-30oC dengan fluktuasi harian maksimal 4 oC.

h. Kisaran kadar garam 18 ‰ sampai 32 ‰, optimal pada kadar garam 25 ‰.

i. Lokasi budidaya harus dekat dengan tenaga kerja.

j. Lokasi budidaya harus mudah dijangkau, sehingga biaya transportasi tidak terlalu

besar.

Daerah Selok termasuk daerah pesisir pantai selatan yang masuk ke dalam

kabupaten Cilacap. Perairan Selok, Cilacap memenuhi beberapa persyaratan sebagai

lokasi budidaya rumput laut. Hasil survei pendahuluan menunjukkan kedalaman air

saat pasang mencapai 140 cm sedangkan saat surut 100 cm. Salinitas air laut berkisar

30 ‰ sampai 37 ‰, sedangkan untuk pH berkisar 7-8. Substrat dasar perairan berupa

pasir dan lumpur. Arus di lokasi budidaya juga tidak terlalu kuat sehingga meski

substrat dasar lokasi berupa pasir berlumpur, air cukup jernih dengan demikian

cukup memenuhi persyaratan untuk budidaya G. gigas.

Lokasi yang sesuai maka pertumbuhan rumput laut optimal. Pertumbuhan

merupakan pertambahan berat, panjang, dan tinggi tanaman (Kadi dan Atmadja,

1988). Menurut Krishnamoorthy (1981) pertumbuhan merupakan perubahan secara

kuantitatif pada ukuran sel maupun organ tanaman. Pertumbuhan pada dasarnya

tergantung pada pembesaran dan pembelahan sel pada daerah meristematik.

5

Page 6: skripsi

Tingginya laju pertumbuhan dan produksi rumput laut G. gigas juga

dipengaruhi kemampuan adaptasi rumput laut pada lingkungannya (faktor biotik dan

abiotik). Faktor biotik meliputi ikan herbivora, penyu, bulu babi, udang. Faktor

abiotik yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi Gracilaria adalah:

a. Zat hara

Menurut Insan dan Widyartini (2001) zat hara di perairan pantai

mempengaruhi proses reproduksi, perkembangan, morfologi dan distribusi rumput

laut. Nitrat dan orthofosfat merupakan unsur penting dalam tumbuhan. Menurut

Aslan (1998), untuk pertumbuhan dan perkembangan rumput laut sangat diperlukan

zat hara yang cukup seperti nitrat dan orthofosfat yang digunakan sebagai bahan

dasar penyusunan protein dan pembentukan klorofil dalam proses fotosintesis. Nitrat

di perairan laut, digambarkan sebagai senyawa mikronutrien pengontrol

produktivitas primer di lapisan permukaan daerah eufotik. Nitrat juga merupakan

faktor pembatas bagi pertumbuhan dan konsentrasi kadar karaginan rumput laut.

Nitrat di perairan berada pada kisaran 0,01-0,7 mg/1 (Lee et al.,1978). Jika kadar

nitrat lebih besar dari 0,2 mg/1, maka akan mengakibatkan eutrofikasi (pengayaan)

yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat.

Orthofosfat merupakan nutrisi yang esensial bagi pertumbuhan suatu organisme

perairan. Khul (1974) dalam Susanto et al., (2001) menjelaskan bahwa orthofosfat

sangat penting dan diperlukan oleh algae dalam banyak proses seluler khususnya

dalam transformasi energi simbolis dan dapat meningkatkan kandungan ATP dalam

algae serta berperan dalam penyerapan ion oleh algae.

b. Substrat

Kemampuan Gracilaria melekat pada substrat tergantung pada kondisi

substrat yang ada. Substrat ini dipengaruhi oleh tingkat kekerasan substrat, salinitas

6

Page 7: skripsi

air laut dan faktor topografi substrat (Sulistyawati, 2003). Menurut Afrianto dan

Liviawati (1989), perairan dengan substrat pasir dan lumpur yang terlalu dangkal

akan menghambat pertumbuhan rumput laut, karena berpotensi menimbulkan

kekeruhan yang dapat mengganggu proses fotosintesis.

c. Cahaya matahari

Cahaya memberikan pengaruh pada respon fungsional dan struktur

tumbuhan. Respon fungsional misalnya toleransi, aktivitas metabolisme, reproduksi

dan distribusi, sedangkan respon struktural misalnya terbentuknya senyawa-senyawa

proteksi (lignin, suberin), tertutupnya porus stomata dengan polutan, yang nantinya

akan mengarah ke respon histologis (jaringan). Rendahnya intensitas sinar dapat

menghambat laju fotosintesis rumput laut. Terhambatnya laju fotosintesis akan

menurunkan produktifitas sumber energi bagi rumput laut, yang menghambat

pertumbuhan rumput laut (Nurul, 2001 dan Luning, 1990). Semakin dalam perairan

maka intensitas cahaya semakin berkurang, sehingga fotosintesis tidak optimal.

d. Temperatur

Rumput laut dari marga Gracilaria mempunyai kemampuan adaptasi yang

baik terhadap suhu. Suhu optimum untuk pertumbuhan rumput laut sekitar 26-31oC.

(Natsir dan Sutikna, 2001). Suhu air berpengaruh terhadap fungsi fisiologis pada

organisme perairan, karena suhu yang ekstrim dapat menyebabkan kematian,

sedangkan suhu yang optimal dapat berpengaruh mengatur fotosintesis dan respirasi,

serta pertumbuhan dan pembiakan (Rahayu dan Sutisna, 2001).

e. Salinitas

Salinitas atau kadar garam berpengaruh terhadap penyebaran dan kelimpahan

organisme di perairan. Menurut Nurul (2001) umumnya rumput laut tumbuh pada

perairan dengan salinitas berkisar antara 15-35 ‰, salinitas optimum 25 ‰.

7

Page 8: skripsi

f. Derajat keasaman (pH)

Rumput laut Gracilaria tumbuh baik pada pH antara 6,8 sampai 8,2

(OHAMA, 2002).

Menurut Sugiarto et al. (1999) pertumbuhan harian rumput laut juga

dipengaruhi berat bibit yang digunakan dalam budidaya. Berat bibit yang lebih kecil

akan memberikan pertumbuhan yang lebih cepat. Pengaruh tersebut dikarenakan

berat bibit yang kecil mempunyai ruang tumbuh yang lebih luas sehingga rumput

laut dapat lebih optimal dalam menyerap nutrisi serta cahaya matahari yang

diperlukan dalam fotosintesis yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Dalam

penelitiannya Ernawati (2004) menyatakan bahwa berat bibit yang kecil

menghasilkan pertambahan berat paling tinggi dibandingkan dengan berat bibit yang

lebih tinggi.

Pemilihan bibit Gracilaria sangat menentukan perolehan produksi. Kualitas

dan kuantitas yang baik dapat dilihat dari bibit rumput laut. Menurut Susanto (2002)

ciri bibit yang bermutu adalah elastis, memiliki banyak cabang dan pangkal lebih

besar dari cabang, talusnya agak tebal, agak keras dan berat serta bila dipotong terasa

getas dan bebas dari tanaman lain. Murti (2005) berpendapat bahwa produksi rumput

laut yang dihasilkan tergantung dari berat awal penanaman, hal ini terkait dengan

kecepatan untuk melakukan pertumbuhan, yang dapat mempengaruhi produksi

rumput laut yang dihasilkan.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut :

1. Apakah perbedaan sistem budidaya dan berat awal akan menghasilkan

pertumbuhan dan produksi basah G. gigas Harv. yang berbeda di perairan Selok,

Cilacap?.

8

Page 9: skripsi

2. Sistem budidaya mana dan berat awal berapa yang akan menghasilkan

pertambahan dan produksi basah G. gigas Harv. paling tinggi yang ditanam di

Perairan Selok, Cilacap?

Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pertumbuhan dan produksi basah rumput laut G. gigas Harv.

menggunakan sistem budidaya dengan berat awal yang berbeda di perairan Selok,

Cilacap.

2. Menentukan sistem budidaya dan berat awal yang menghasilkan pertumbuhan

dan produksi basah yang paling tinggi pada budidaya rumput laut G. gigas Harv.

di perairan Selok, Cilacap.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang sistem

budidaya dan berat awal yang dapat menghasilkan pertumbuhan terbaik dan produksi

yang tertinggi pada budidaya G. gigas Harv. di Perairan Selok Adipala Cilacap.

Berat bibit akan mempengaruhi banyak sedikitnya jumlah rumpun. Menurut

Aslan (2006) berat awal bibit dalam budidaya rumput laut harus disesuaikan dengan

metode yang digunakan. Berat bibit mempengaruhi perbedaan jumlah nutrisi yang

terdapat berdasarkan banyak sedikitnya jumlah rumpun serta adanya persaingan

menyerap zat hara dari lingkungannya. Pada metode sebar berat awal rumput laut

yang umum digunakan antara 25-30 g, pada metode lepas dasar berat awal rumput

laut kurang lebih 100 g, sedangkan pada metode apung berat bibit antara 50-100 g.

Penanaman rumput laut dengan berat bibit yang sesuai akan menghasilkan

produksi yang maksimal. Hasil penelitian Khafidz (2006) menunjukkan rumput laut

G. verrucosa dengan berat awal 10 gram dan jarak tanam 25 cm, pada sistem rakit

tali tunggal menghasilkan pertumbuhan tertinggi sebesar 3,577g/hari dan produksi

basah tertinggi sebesar 526,67 g/m2. Penelitian Ernawati (2004) menunjukkan

9

Page 10: skripsi

bahwa pada berat awal 10 g rumput laut tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan

berat awal 20 dan 30 g. Rumput laut dengan berat awal kecil mempunyai kesempatan

yang lebih luas dalam menyerap zat hara dari lingkungan yang dibutuhkan untuk

proses fotosintesisnya.

Berat bibit untuk tumbuh optimal perlu disesuaikan dengan sistem budidaya.

Hasil penelitian Amalia (2006) menunjukkan bahwa sistem budidaya rumput laut

menggunakan rakit tali tunggal apung pada perlakuan berat bibit 5 g, 10 g, 15 g

menghasilkan pertumbuhan dan produksi G. gigas tertinggi pada berat awal 5 g

sebesar 0,555 g/hari dan 69,990 g/m2. Purnomo (2008) dengan sistem budidaya

rumput laut menggunakan tali tunggal apung pada perlakuan berat bibit 50 g

menghasilkan pertambahan berat basah E. cotonii yang lebih tinggi yaitu sebesar

5,333 g/hari dan menghasilkan produksi tertinggi sebesar 316,160 g/m2. Penelitian

ini akan menggunakan sistem tali tunggal dan rakit tali tunggal apung dengan berat

awal yaitu 50 g, 100 g, dan 150 g.

Berdasarkan landasan pemikiran tersebut muncul hipotesis :

1. Sistem budidaya dan berat awal yang berbeda akan menghasilkan pertumbuhan

dan produksi basah rumput laut G. gigas Harv. yang berbeda.

2. Sistem rakit tali tunggal dengan berat awal 50g dapat menghasilkan pertumbuhan

dan produksi basah tertinggi pada G. gigas Harv. di perairan Selok, Cilacap.

10

Page 11: skripsi

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

1. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian

1.1. Materi Penelitian

Materi penelitian terdiri dari alat dan bahan. Peralatan yang digunakan

dalam penelitian ini antara lain tali nilon, tali rafia, kantong plastik, bambu,

hand refraktometer, pH indikator universal, termometer, keping Secchi,

gunting, timbangan, pisau, kamera, kantong plastik dan alat tulis. Bahan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah rumput laut Gracilaria gigas Harv.

1.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di perairan laut Cilacap pada bulan

Desember 2008 sampai bulan Januari 2009.

2. Metode Penelitian

2.1. Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak

Kelompok (RAK) dengan Split Plot Design yang diulang sebanyak empat kali.

Adapun perlakuan-perlakuan yang dicobakan adalah sebagai berikut :

a. Main Plot adalah sistem budidaya (A) yaitu :

T1 = sistem tali tunggal (Longline)

T2 = sistem rakit tali tunggal

b. Sub Plot adalah berat bibit (B) yaitu :

B1 = 50 g

B2 = 100 g

B3 = 150 g

Kombinasi perlakuan yang dicobakan berturut-turut sebagai berikut : T1B1, T1B2,

T1B3, T2B1, T2B2, dan T2B3.

11

Page 12: skripsi

Variabel-variabel yang diamati adalah variabel utama dan variabel

pendukung. Variabel utama adalah pertambahan berat basah dan produksi rumput

laut, sedangkan variabel penunjang adalah derajat keasaman (pH), salinitas, suhu,

kecerahan, kandungan nitrat dan orthofosfat.

2.2. Cara Kerja

2.2.1. Persiapan

Lahan untuk budidaya terletak di perairan laut Adipala, Cilacap. Bibit

rumput laut Gracilaria gigas Harv. diambil dari perairan Cilacap. Rumput

laut diambil yang segar dan dicuci dengan air laut, bibit kemudian

ditimbang dengan berat 50 g, 100 g dan 150 g.

2.2.2. Penanaman

a.Sistem tali tunggal (longline)

1). Rumput laut ditanam dengan menggunakan metode apung tali tunggal

(longline), yaitu menggunakan tali nilon yang diikatkan pada bambu

pancang.

2). Tali tunggal disiapkan untuk menanam bibit rumput laut dengan tali

nilon sepanjang 1000 cm setiap perlakuan (lampiran 6), sehingga

jumlah tali yang diperlukan adalah 6 buah dengan masing-masing

panjangnya adalah 1000 cm.

3). Bibit rumput laut ditimbang dengan berat 50g, 100g, 150g. Masing-

masing rumput laut tersebut diikatkan pada tali nilon dengan

menggunakan rafia dengan jarak tanam 25 x 30 cm dan setiap perlakuan

terdiri atas 78 titik tanam (jumlah ikat bibit), sehingga seluruhnya ada

234 titik tanam.

12

Page 13: skripsi

b. Sistem rakit tali tunggal

1). Rakit disiapkan sebanyak 3 buah dengan ukuran 3,5 x 2 m untuk

perlakuan T2B1, T2B2, dan T2B3 dengan jumlah titik tanam setiap

perlakuan adalah 78 titik tanam (lampiran 7).

2). Tali nilon direntangkan pada kedua sisi lebar yang saling berhadapan.

Jarak antara tali nilon yang satu dengan yang lainnya 30 cm.

3). Rumput laut ditimbang sebesar 50 g, 100g dan 150 g dimana setiap

perlakuan sebanyak 78 titik tanam, sehingga seluruhnya ada 234 titik

tanam.

4). Rumput laut yang telah ditimbang kemudian diikatkan pada tali nilon

dengan jarak tanam 25 x 30 cm.

2.2.3 Pemeliharaan

Rumput laut dibersihkan dari tanaman lain, binatang predator, dan kotoran

yang mengganggu pertumbuhan rumput laut setiap 10 hari sekali.

2.2.4 Pengamatan

2.2.4.1 Variabel Utama

Pengamatan dan pengambilan data pertambahan berat basah dilakukan

pada 10, 20, 30, dan 40 hari setelah tanam (hst). Sampel diambil 3 titik

tanam secara destruktif yang diulang sebanyak 4 kali dan ditimbang

berat basahnya untuk mengetahui pertumbuhannya. Pengamatan

produksi di lakukan pada hari ke 60 setelah tanam.

Adapun cara pengamatannya adalah sebagai berikut:

a). Pertambahan berat basah (lampiran 1).

Sampel tanaman diambil sebanyak 3 titik tanam secara destruktif untuk

masing-masing perlakuan dan kemudian ditimbang. Pengambilan sampel ini

13

Page 14: skripsi

diulang sebanyak 4 kali. Data hasil penimbangan dimasukkan ke dalam

rumus sebagai berikut:

keterangan :

G = Pertumbuhan (g/hari)Wt1 = Berat rumput laut pada umur t1 (g)Wt2 = Berat rumput laut pada Umur t2 ( g)t 1 = Waktu pengambilan sampel ke-1t2 = Waktu pengambilan sampel ke-2

(Sumber: Heddy, 2001)

b). Produksi rumput laut (lampiran 2).

Pada umur 60 hst, rumput laut dipanen semua untuk masing-masing

perlakuan dan kemudian ditimbang. Data hasil penimbangan kemudian

dimasukkan kedalam rumus sebagai berikut:

Keterangan:

Pr = Produksi rumput laut pada umur tertentu (g/cm2)Wo = Berat bibit rumput laut (g)Wt = Berat saat panen rumput laut (g)A = Luas rakit/lahan (cm2) B = Jumlah titik tanam

(Sumber: Samawi dan Zainuddin, 1996)

2.2.4.2 Variabel Penunjang

Variabel penunjang adalah pH, salinitas, suhu, kecerahan, kandungan N

dan P (lampiran 5). Pengukuran dilakukan pada 0 hari setelah tanam (hst),

10 hst, 20 hst, 30 hst, 40 hst dan 60 hst. Pengukuran dilakukan pada setiap

hari sebanyak 3 kali 08.00 WIB, 12.00 WIB dan 16.00 WIB.

a). Pengukuran suhu air

Suhu diukur dengan cara memasukkan termometer ke dalam air laut

selama 5 menit, kemudian suhu yang teramati dicatat.

14

Page 15: skripsi

b). Pengukuran kecerahan

Pengukuran kecerahan air laut dilakukan dengan menggunakan keping

secchi yang dicelupkan ke dalam laut sampai tepat keping secchi tidak

terlihat lagi, jarak tersebut dicatat sebagai x meter.

c). Pengukuran salinitas

Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan hand refraktometer,

dengan cara meneteskan air laut pada kaca refraktometer, kemudian

dilihat skala salinitasnya.

d). Pengukuran derajat keasaman (pH)

Pengukuran derajat keasaman (pH) dilakukan dengan menggunakan pH

indikator universal ke dalam air, ditunggu sesaat, warna yang timbul

dicocokkan dengan warna pada petunjuk penggunaan yang menunjukkan

besarnya pH air.

e). Pengukuran Kandungan Nitrat (NO3)

Pengukuran kandungan nitrat dilakukan dengan mengambil sampel air

sebanyak 50 ml dan ditambahkan 1 ml HCL 1 N. Absorbansi diukur

menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 220 nm.

f). Pengukuran Kandungan orthofosfat (PO4)

Pengukuran kandungan orthofosfat dilakukan dengan mengambil sampel

air sebanyak 50 ml dan ditambahkan indikator pp dan NaOH sampai

berwarna merah muda. Sampel ditambahkan 8 ml reagen campuran dan

tunggu selama 2 menit sampai berwarna biru jernih. Absorbansi diukur

menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 880 nm.

15

Page 16: skripsi

3. Metode Analisis

Data hasil pengamatan dianalisis dengan mengunakan uji F dengan taraf

kepercayaan 95% dan 99% yaitu untuk mengetahui pengaruh faktor yang dicobakan.

Apabila hasilnya menunjukkan perbedaan yang nyata, dilanjutkan dengan Uji Beda

Nyata Terkecil (BNT) untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.

16

Page 17: skripsi

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pertumbuhan

Hasil Pengamatan pertumbuhan rumput laut Eucheuma cottonii Doty dengan

perlakuan berat awal dan sistem budidaya apung berbeda di perairan selok Cilacap,

menunjukkan bahwa dengan bertambahnya umur tanam pertumbuhan rumput laut

semakin meningkat. Hal ini terkait dengan semakin lamanya talus dalam penyerapan

cahaya matahari dan unsur hara untuk pertumbuhan. Pertumbuhan berat basah

tertinggi pada umur 0-7 hst sebesar 1,429 g/hr dan terendah sebesar 0,476 g/hr.

Pertumbuhan berat basah tertinggi umur 7-14 hst diperoleh sebesar 3,143 g/hr dan

terendah sebesar 1,191 g/hr. Umur 14-21 hst diperoleh pertumbuhan berat basah

tertinggi sebesar 4,952g/hr dan terendah sebesar 2,048 g/hr dan pada umur 21-28 hst

diperoleh pertambahan berat basah tertinggi sebesar 7,095 g/hr sedang terendah

sebesar 3,238 g/hr (Lampiran 1, Gambar 3.1).

B. Produksi basah Gracilaria gigas Harvey

17

Page 18: skripsi

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan

bahwa:

1. Sistem budidaya apung dan berat awal yang berbeda menghasilkan pertumbuhan

rumput laut dan produksi basah Eucheuma cottonii Doty yang berbeda.

2. Sistem jaring tubuler dengan berat awal 50 g (A2B1) menghasilkan pertumbuhan

tertinggi sebesar 7,095 g/hr dan produksi basah tertinggi sebesar 395,200 g/m²

rumput laut Eucheuma cottonii Doty.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka perairan Selok Adipala Cilacap dapat

digunakan untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii Doty. Untuk mendapatkan

pertumbuhan dan produksi rumput laut yang baik dapat menggunakan sistem jaring

tubuler dan berat awal 50 g.

18

Page 19: skripsi

DAFTAR REFERENSI

Amalia, U. 2006. Pertumbuhan dan Produksi Rumput Laut Gracilaria dengan Jenis dan Berat Awal yang Berbeda di Perairan Karanganyar Cilacap. Laporan Skripsi (tidak dipublikasikan) Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Amini, S. A., Machludin dan D. Nancy. 1994. Pengaruh Asal Benih dan Kedalaman Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut G. verucosa di Perairan Pantai Baru, Sulawesi Selatan. Warta Balitdita 6 (1) : 4-7.

Aslan, L.M. 1995. Budidaya Rumput Laut. Kanisius, Yogyakarta.

. 2006. Budidaya Rumput Laut. Kanisius, Yogyakarta.

Atmadja, W. S., A. Kadi dan R. Satari. 1996. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput Laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi LIPI, Jakarta.

Azizah, N. 2001. Laju Pertumbuhan Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Doty Pada Berbagai Metode Budidaya Di Perairan Nusakambangan Cilacap. Laporan Skripsi (tidak dipublikasikan) Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Ernawati. 2004. Laju Pertambahan Berat dan Produksi Gracilaria gigas Harvey dengan Berbagai Metode Budidaya dan Berat Awal di Tambak Goa Petruk Gombong. Laporan Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Heddy, S. 2001. Ekofisiologi Tumbuhan: Suatu Kajian Kuantitatif Pertumbuhan Tanaman. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Insan, I. A. dan D. S. Widyartini. 2001. Makroalga. Fakultas Biologi, Universitas Jenderal soedirman, Purwokerto.

Juneidi, W. 2004. Teknik Budidaya Rumput Laut. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.

Kadi, A. dan W. S. Atmadja. 1988. Rumput Laut (Algae) Jenis Reproduksi, Budidaya dan Pasca Panen. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi LIPI, Jakarta.

Kadi, A. 2004. Potensi Rumput Laut di Beberapa Perairan Pantai Indonesia. Oseana XXIX (4) : 25-36.

Khafidz, A. 2006. Pertumbuhan dan Produksi Gracilaria verrucosa Menggunakan Metode Tali Tunggal pada Berat Awal dan Jarak Tanam Berbeda di Tambak Karang Anyar, Cilacap. Laporan Skripsi (tidak dipublikasikan) Fakultas Biologi, Universitas Jenderal soedirman, Purwokerto.

19

Page 20: skripsi

Krishnamoorthy, H. N. 1981. Plant Growth Substances Including Aplication in Agriculture. Tata Mc Graw-Hill Publishing Company Limited, New Delhi.

Lobban, C.S and P.J. Harisson. 1994. Seaweed Ecology and Physiology. Cambridge University Press.

Luning, K. 1990. Seaweed Their Environment, Biogeography and Ecophysiology. John Wiley and Sons Inc.

Mubarak, H. 2005. Budidaya Rumput Laut (Training Workshop on Seafarming). http: //www.fao.org/docrep/field/003/AB873E/AB873E02.HTM. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2007.

Murti, NAD. 2005. Pertumbuhan Dan Produksi Kappaphycus alvarezii Doty Dengan Stek Bagian Talus Dan Berat Awal Yang Berbeda Pada Sistem Jaring Tabung Di Cilacap. Laporan Skripsi (tidak dipublikasikan) Fakultas Biologi, Universitas Jenderal soedirman, Purwokerto.

Natsir, M. N. dan N. I. Sutikna. 2001. Budidaya Rumput Laut (Gracilaria sp.) di Tambak Sulawesi Selatan; Status, Masalah Dan Prospek Pengembangannya. Pusat dan Pengembangan Perikanan. Balitan, Ujung Pandang.

Nurul, D. M. S. 2000. Percobaan Penanaman Rumput Laut (G. gigas Harv.) dalam Tambak di Bali , Universitas Jakarta, Jakarta.

OHAMA. 2002. Budidaya Rumput laut Gracilaria sp. di Tambak Disampaikan pada Pertemuan Lintas UPT, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan dan Perikanan. Surabaya 25-29 oktober 2002.

Purnomo, S. 2008. Pertumbuhan dan Produksi Eucheuma cottonii Doty Pada Berat Awal dengan Sistem Budidaya Apung Berbeda Di Perairan Selok Cilacap. Laporan Skripsi (tidak dipublikasikan) Fakultas Biologi, Universitas Jenderal soedirman, Purwokerto.

Rahayu, A. Y. dan M. Sutisna. 2001. Laju Pertumbuhan, Biomassa Dan Kandungan Karagenan Rumput Laut Kappaphycus Alvarezi (Doty) Doty Yang Ditanam Dengan Variasi Bagian Talus Dan Jarak Tanam Yang Berbeda Di Perqairan Pantai Sayang Heulang Pameungpeuk, Garut. Majalah Ilmiah Unsoed. Tahun XXVII No. 22-12

Rasyid, A. 2004. Beberapa Catatan Tentang Agar. Puslitbang Oseanologi LIPI, Jakarta.

Samawi, F dan Zaenudin. 1996. Studi Penggunaan Pupuk Cair Sitto Terhadap Pertumbuhan Rumput Laut Gracilaria lichenoides. Buletin Ilmu Kelautan, 6 (1) Januari-Maret.

Sugiarto, A. Sulistijo, Atmadja dan H. Mubarak.1999. Rumput Laut (Algae) Manfaat, Potensi dan Usaha Budidaya. Puslitbang Oseanologi, LIPI, Jakarta.

20

Page 21: skripsi

Sujatmiko, W dan W, I. Angkasa. 2003. Teknik Budidaya Rumput Laut dengan Metode Tali Panjang. URL : http://www.Iptek.net.id/ttg/artlkp/artikel18. htm. Diakses pada tanggal 28 Juni 2008.

Sulistyawati, H. 2003. Pertumbuhan dan Produksi Berat Basah G. gigas dengan Jarak Tanam dan Kedalaman yang Berbeda di Perairan Sentolo Kawat Cilacap. Laporan Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Supriningsih, A. 2004. Pertumbuhan dan Produksi Berat Basah Gracilaria verucosa dengan Berat Awal dan Jarak Tanam Berbeda di Tambak Rowokele Kebumen. Laporan Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Biologi Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto.

Susanto, A.B., Sarjito , A. Djunaedi dan Safuan. 2001. Studi Aplikasi Tehnik Semprot dengan Penambahan Nutrien dalam Budidaya Rumput Laut Gracilaria verrucosa (huds) papenf. Kelompok Studi Rumput Laut-Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro.

Susanto, A.B. 2002. Selintas Tentang Godir si Rumput Laut Gracilaria. Fakultas Perikanan UNDIP. http: //Nakula/rvs/bielefeld.de/majalah/laut/abertikel. Diakses 15 Agustus 2008.

Suyoto, 2001. Studi Perbandingan Pertumbuhan Kappaphycus alvarezii Doty pada Berbagai Jarak Tanam dan Metode Apung di Perairan Nusakambangan. Laporan Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Triana, Y. 2004. Pertambahan Berat Basah dan Produksi Gracilaria verucosa Pada Berbagai Jarak Tanam Dengan Metode Apung Di Tambak Goa Petruk Kebumen. Laporan Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Biologi Universitas Jendral Soedirman, Purwokerto.

Wisman, I. A., H. Purwoto dan J.T Anggadireja. 2000. Teknik Budidaya Rumput Laut, Bahan Pembuat Agar-Agar di Dalam Tambak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Balitan, Jakarta.

21