skrip si
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DENGAN
PERILAKU KEWIRAUSAHAAN :
(Penelitian Pada Peserta Program Mahasiswa Wirausaha
Universitas Negeri Semarang Periode Tahun 2011)
SKRIPSI
Disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Psikologi pada Universitas Negeri Semarang
oleh
Adhi Nugroho
1550407054
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012
ii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi dengan judul
“Hubungan Adversity Quotient dengan Perilaku Kewirausahaan pada Peserta
Program Mahasiswa Wirausaha Universitas Negeri Semarang Periode Tahun
2011” benar-benar hasil karya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik
sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam
skripsi ini dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, 1 Mei 2012
Adhi Nugroho
NIM. 1550407054
iii
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “Hubungan antara Adversity Quotient dengan
Perilaku Kewirausahaan Pada Peserta Program Mahasiswa Wirausaha Universitas
Negeri Semarang Periode Tahun 2011” ini telah dipertahankan di hadapan panitia
Penguji Skripsi Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Semarang pada tanggal 1 Mei 2012.
Panitia Ujian Skripsi:
Ketua, Sekretaris,
Drs. Hardjono, M.Pd Dr. Edy Purwanto, M. Si
NIP 19510801 197903 1 007 NIP 19630121 198703 1 001
Penguji Utama,
Rulita Hendriyani, S.Psi.,M.Si.
NIP. 19720204 200003 2 001
Penguji/Pembimbing I Penguji/Pembimbing II
Rahmawati Prihastuty, S.Psi., M.Si Dr. Nugroho, M.Psi.
NIP 19790502 200801 2 018 NIP 19620706198703 1 002
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto :
Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada
seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka
tidak seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dia-lah
Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Faathir (35) : 2)
Seorang yang meyakini bahwa dia akan berhasil di masa depan, akan mudah
dalam mencapai keberhasilan dibandingkan seorang yang menghilangkan haknya
untuk berhasil. ( Mario Teguh)
Keyakinan yang kuat terhadap apa yang kita kerjakan akan memberikan kekuatan
luar biasa untuk mengatasi kegagalan. (Soichiro Honda)
Persembahan :
Ku persembahkan karya sederhana ini kepada:
Bapak dan Ibu tercinta yang senantiasa memberikan
cinta dan kasih sayang serta doa untukku ditiap waktu
Kakakku Mas Singgih yang selalu memberikan
dukungan, perhatian dan nasehat
Adikku tersayang Putri yang memberiku senyum
semangat penuh ketulusan
Almamaterku jurusan Psikologi Universitas Negeri
Semarang yang kubanggakan
v
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan nikmat dan rahmat-Nya sehingga penelitian dan penulisan skipsi
yang berjudul “Hubungan antara Adversity Quotient Dengan Perilaku
Kewirausahaan Pada Mahasiswa Yang Mengikuti Program Mahasiswa Wirausaha
Unnes” dapat diselesaikan.
Ucapan terimakasih atas bimbingan, bantuan, motivasi, arahan dan
perhatian kepada :
1. Drs. Hardjono, M.Pd Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Semarang.
2. Dr. Edy Purwanto, M. Si Ketua Jurusan Psikologi Universitas Negeri
Semarang.
3. Rahmawati Prihastuty, S.Psi., M.Si. sebagai dosen pembimbing I yang telah
sabar dan tulus memberikan bimbingan, arahan dan nasehat selama menyusun
skripsi.
4. Dr. Nugroho, M.Psi sebagai pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, nasehat, motivasi dan masukan selama menyusun skripsi.
5. Segenap dosen Psikologi FIP UNNES yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, informasi dan pengalaman selama penulis menempuh kuliah.
6. Kabag kemahasiswaan BAAKK UNNES, yang telah memberikan kesempatan
dan bantuan kepada penulis untuk melakukan penelitian.
vi
7. Ayahku (Nur Suhud) dan Ibuku (Sawaliyah) tercinta, terimakasih atas
perhatian, nasehat, kasih dan sayangnya.
8. Kakak dan Adikku yang selalu memberiku motivasi untuk meraih
keberhasilan dalam segala hal.
9. Keluarga Besar Yudhadiharja, terimakasih atas dukungan, nasehat dan
dukungannya pada penulis.
10. Keluarga Besar Martha Hudiyono, terimakasih atas dukungan dan nasehatnya
kepada penulis.
11. Sahabat-sahabat terbaikku anak-anak wisma raka (Edi, Pras, Agung, Ruri,
Hendra, Dino, Sinwan dan Galih) anak-anak psikologi khususnya angkatan
2007 (Alyani, Sindes, Sintri, Meifi, Bima, Eulin, Nene, Pundani, Tika, Heri,
Singgih dkk.) semua sahabatku yang tidak dapat kusebutkan satu per satu
terimakasih atas semangat yang diberikan selama menyusun skripsi.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan menjadi
bahan informasi untuk bidang terkait.
Semarang,
Penulis
vii
ABSTRAK
Nugroho, Adhi. 2012. Hubungan Adversity Quotient dengan Perilaku
Kewirausahaan pada Peserta Program Mahasiswa Wirausaha Universitas Negeri
Semarang Periode Tahun 2011. Skripsi. Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Rahmawati Prihastuty,
S.Psi., M.Si. dan Pembimbing II Dr. Nugroho, M.Psi.
Kata Kunci: Perilaku Kewirausahaan, Adversity Quotient
Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah perilaku kewirausahaan
yang ada pada diri peserta Program Mahasiswa Wirausaha Universitas Negeri
Semarang. Fenomena yang muncul adalah banyak peserta PMW (Program
Mahasiswa Wirausaha) yang gagal berwirausaha dikarenakan memiliki hambatan
dalam pelaksanaan usahanya. Salah satu faktor yang dicurigai mempengaruhi
perilaku kewirausahaan peserta PMW (Program Mahasiswa Wirausaha) adalah
ketahanan wirausahawan dalam menghadapi kesulitan, hal ini berkaitan dengan
adversity quotient. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
Adversity Quotient (X) dengan Perilaku Kewirausahaan (Y) pada mahasiswa yang
mengikuti PMW (Program Mahasiswa Wirausaha) Universitas Negeri Semarang.
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh mahasiswa peserta PMW (Program Mahasiswa
Wirausaha) Universitas Negeri Semarang periode tahun 2011. Populasi dalam
penelitian ini adalah 83 mahasiswa peserta PMW (Program Mahasiswa
Wirausaha). Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 62 mahasiswa, teknik
sampling digunakan adalah total sampling. Total sampling merupakan teknik
pengambilan sampel dimana semua individu dalam populasi diberikan
kesempatan yang sama untuk menjadi anggota sampel. Data penelitian diambil
menggunakan Skala Perilaku Kewirausahaan dan Skala Adversity Quotient.
Metode analisis data yang digunakan dengan korelasi Product Moment. Skala
Perilaku Kewirausahaan terdiri dari 53 aitem valid dengan kisaran koefisien
validitas dari 0,266 sampai dengan 0,668 dan koefisien reliabilitasnya 0,936.
Skala Adversity Quotient dari 35 aitem valid dengan kisaran koefisien validitas
dari 0,258 sampai dengan 0,587 dan koefisien reliabilitasnya 0,894. Berdasarkan
analisis korelasi diperoleh nilai r = 0,661 dengan nilai signifikansi atau p = 0,000.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa korelasi antara variabel X dan Y tergolong
sangat signifikan.
Peneliti menyimpulkan bahwa adversity quotient yang tinggi dalam diri
individu menimbulkan perilaku kewirausahaan yang tinggi. Peneliti menyarankan
kepada mahasiswa untuk lebih meningkatkan dan mempertahankan adversity
quotient yang masih tergolong tinggi seperti jika melakukan kesalahan tidak
terlalu larut untuk menyesalinya, tidak mudah menyalahkan diri jika gagal dan
bertahan terhadap kesulitan sehingga perilaku kewirausahaan dapat meningkat
yang tercermin dengan kuatnya aspek-aspek perilaku kewirausahaan.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN .......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xvii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xix
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 13
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 13
1.4 Kontribusi Penelitian .......................................................................... 13
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 15
2.1 Perilaku Kewirausahaan ...................................................................... 15
2.1.1 Pengertian Perilaku Kewirausahaan ................................................... 15
2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Kewirausahaan ........... 17
2.1.3 Indikator Perilaku Kewirausahaan ...................................................... 24
ix
2.1.4 Proses Kewirausahaan ........................................................................ 26
2.1.5 Resiko Untuk Menjadi Wirausahawan.................................... ........... 30
2.1.6 Penyebab Kegagalan Dalam Berwirausaha................................... ..... 32
2.2 Adversity Quotient ............................................................................... 35
2.2.1 Pengertian Adversity Quotient ............................................................ 35
2.2.2 Dimensi Adversity Quotient (AQ) ....................................................... 36
2.2.3 Tipe-Tipe Orang Menurut Adversity Quotient .................................... 41
2.2.4 Tiga Faktor Pembangun Adversity Quotient ....................................... 43
2.2.5 Hubungan Antara Adversity Quotient dengan
Perilaku Kewirausahaan...................................................................... 45
2.2.6 Kerangka Berpikir ............................................................................... 48
2.2.7 Hipotesis.... ............................................................................................ 53
BAB 3 METODE PENELITIAN.................................................................... 54
3.1 Jenis Penelitian.................................................................................... 54
3.2 Variabel Penelitian .............................................................................. 54
3.2.1 Identifikasi Variabel Penelitian........................................................... 54
3.2.2 Definisi Operasional ........................................................................... 55
3.2.3 Hubungan Antar Variabel Penelitian .................................................. 56
3.3 Populasi dan Sampel ........................................................................... 57
3.3.1 Populasi ............................................................................................... 57
3.3.2 Sampel................................................................................................. 58
3.4 Metode Pengumpulan Data ................................................................. 59
3.4.1 Skala Perilaku Kewirausahaan ............................................................ 60
x
3.4.2 Skala Adversity Quotient..................................................................... 62
3.5 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ................................................... 63
3.5.1 Validitas .............................................................................................. 63
3.5.2 Reliabilitas .......................................................................................... 64
3.6 Metode Analisis Data .......................................................................... 65
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................. 66
4.1 Persiapan Penelitian ............................................................................ 66
4.1.1 Orientasi Kancah Penelitian ................................................................ 66
4.1.2 Proses Perijinan ................................................................................... 68
4.1.3 Penentuan Sampel ............................................................................... 69
4.2 Penyusunan Instrumen ........................................................................ 69
4.3 Pelaksanaan Penelitian ........................................................................ 71
4.3.1 Pengumpulan Data .............................................................................. 71
4.3.2 Pelaksanaan Skoring ........................................................................... 72
4.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas..................................................... 72
4.4.1 Validitas .............................................................................................. 72
4.4.2 Reliabilitas .......................................................................................... 75
4.5 Hasil Penelitian ................................................................................... 76
4.5.1 Analisis Deskriptif .............................................................................. 76
4.5.1.1 Gambaran Perilaku Kewirausahaan Mahasiswa Yang
Mengikuti Program Mahasiswa Wirausaha UNNES ........................ 77
4.5.1.1.1 Gambaran Umum Perilaku Kewirausahaan Mahasiswa Yang
Mengikuti Program Mahasiswa Wirausaha UNNES ...................... 78
xi
4.5.1.1.2 Gambaran Umum Perilaku Kewirausahaan Mahasiswa
Yang Mengikuti PMW Tiap Aspek ............................................... 80
4.5.1.1.2.1 Gambaran Perilaku Kewirausahaan Mahasiswa PMW
Berdasarkan Aspek Komitmen dan Determinasi ......................... 80
4.5.1.1.2.2 Gambaran Perilaku Kewirausahaan Mahasiswa PMW
Berdasarkan Aspek Rasa Bertanggungjawab............................... 82
4.5.1.1.2.3 Gambaran Perilaku Kewirausahaan Mahasiswa PMW
Berdasarkan Aspek Ambisi Untuk Mencari Peluang................... 84
4.5.1.2.2.4 Gambaran Perilaku Kewirausahaan Mahasiswa PMW
Berdasarkan Aspek Menerima Resiko,
Kebimbangan dan Ketidakpastian................................................ 86
4.5.1.2.2.5 Gambaran Perilaku Kewirausahaan Mahasiswa PMW
Berdasarkan Aspek Percaya Diri ................................................. 88
4.5.1.2.2.6 Gambaran Perilaku Kewirausahaan Mahasiswa PMW
Berdasarkan Aspek Kreatif dan Fleksibel .................................... 90
4.5.1.2.2.7 Gambaran Perilaku Kewirausahaan Mahasiswa PMW
Berdasarkan Aspek Keinginan Mendapat Umpan Balik ............. 92
4.5.1.2.2.8 Gambaran Perilaku Kewirausahaan Mahasiswa PMW
Berdasarkan Aspek Tingkat Energi yang Tinggi ......................... 94
4.5.1.2.2.9 Gambaran Perilaku Kewirausahaan Mahasiswa PMW
Berdasarkan Aspek Motivasi Untuk Unggul ............................... 96
4.5.1.2.2.10 Gambaran Perilaku Kewirausahaan Mahasiswa PMW
Berdasarkan Aspek Berorientasi Terhadap Masa Depan ............. 98
xii
4.5.1.2.2.11 Gambaran Perilaku Kewirausahaan Mahasiswa PMW
Berdasarkan Aspek Belajar dari Kegagalan ................................. 100
4.5.1.2.2.12 Gambaran Perilaku Kewirausahaan Mahasiswa PMW
Berdasarkan Aspek Kemampuan dalam Memimpin..................... 102
4.5.1.2 Gambaran Adversity Quotient Mahasiswa Yang
Mengikuti Program Mahasiswa Wirausaha UNNES.................... 107
4.5.1.2.1 Gambaran Umum Adversity Quotient Mahasiswa Yang
Mengikuti Program Mahasiswa Wirausaha UNNES.................... 107
4.5.1.2.2 Gambaran Umum Adversity Quotient Mahasiswa Yang
Yang Mengikuti PMW Tiap Aspek............................................... 109
4.5.1.2.2.1 Gambaran Adversity Quotient Mahasiswa PMW
Berdasarkan Aspek Control........................................................... 109
4.5.1.2.2.2 Gambaran Adversity Quotient Mahasiswa PMW
Berdasarkan Aspek Origin and Ownership................................... 111
4.5.1.2.2.3 Gambaran Adversity Quotient Mahasiswa PMW
Berdasarkan Aspek Reach.............................................................. 113
4.5.1.2.2.3 Gambaran Adversity Quotient Mahasiswa PMW
Berdasarkan Aspek Endurance...................................................... 115
4.5.2 Hasil Uji Asumsi........................................................................... . 119
4.5.2.1 Uji Linieritas................................................................................... 119
4.5.2.2 Uji Hipotesis................................................................................... 120
4.6 Pembahasan .................................................................................. 121
xiii
4.6.1 Pembahasan Hasil Analisis secara Deskriptif Hubungan
Adversity Quotient dengan Perilaku Kewirausahaan ................... 121
4.6.1.1 Perilaku Kewirausahaan ............................................................... 121
4.6.1.2 Adversity Quotient ........................................................................ 124
4.6.2 Pembahasan Hasil Analisis secara Inferensial Adversity Quotient
Dengan Perilaku Kewirausahaan Mahasiswa PMW .................... 125
4.7 Keterbatasan Penelitian .................................................................... 135
BAB V PENUTUP ..................................................................................... 136
5.1 Simpulan ...................................................................................... 136
5.2 Saran ............................................................................................. 137
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 139
LAMPIRAN ...................................................................................................... 142
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 : Sebaran Jenis Wirausaha Tiap Fakultas.......................................... 8
Tabel 1.2 : Studi Pendahuluan Perilaku Kewirausahaan................................... 10
Tabel 3.1 : Sebaran Mahasiswa Berdasarkan
Karakteristik Sampel yang Sesuai .................................................. 57
Tabel 3.2 : Blue Print Skala Perilaku Kewirausahaan ..................................... 61
Tabel 3.3 : Blue Print Skala Adversity Quotient .............................................. 62
Tabel 4.1 : Hasil Sebaran Aitem pada Skala Perilaku Kewirausahaan ............ 73
Tabel 4.2 : Hasil Sebaran Aitem pada Skala Adversity Quotient ..................... 74
Tabel 4.3 : Penggolongan Kriteria Analisis berdasar Mean Hipotetik............. 77
Tabel 4.4 : Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirausahaan ............................... 79
Tabel 4.5 : Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirauahaan ditinjau
Dari Komitmen dan Determinasi ................................................... 81
Tabel 4.6 : Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirauahaan ditinjau
Dari Aspek Rasa Bertanggungjawab ............................................ 83
Tabel 4.7 : Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirauahaan ditinjau
Dari Aspek Ambisi Untuk Mencari Peluang ................................. 85
Tabel 4.8 : Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirauahaan ditinjau
Dari Aspek Menerima Resiko,
Kebimbangan dan Ketidaktentuan ................................................. 87
Tabel 4.9 : Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirauahaan ditinjau
xv
Dari Aspek Percaya Diri................................................................. 89
Tabel 4.10 : Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirauahaan ditinjau
Dari Aspek Kreatif dan Fleksibel........................................ ......... 91
Tabel 4.11 : Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirauahaan ditinjau
Dari Aspek Keinginan Mendapatkan Umpan Balik...................... 93
Tabel 4.12 : Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirauahaan ditinjau
Dari Aspek Tingkat Energi Yang Tinggi ..................................... 95
Tabel 4.13 : Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirauahaan ditinjau
Dari Aspek Motivasi Untuk Unggul ............................................ 97
Tabel 4.14 : Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirauahaan ditinjau
Dari Aspek Berorientasi Terhadap Masa Depan............................. 99
Tabel 4.15 : Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirauahaan ditinjau
Dari Aspek Belajar Dari Kegagalan ............................................. 101
Tabel 4.16 : Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirauahaan ditinjau
Dari Kemampuan dalam Memimpin.............................................. 103
Tabel 4.17 : Ringkasan Analisis Perilaku Kewirausahaan Tiap Aspek.............. 104
Tabel 4.18 : Perbandingan Mean Empirik
Tiap Aspek Perilaku Kewirausahaan........................................... 106
Tabel 4.19 : Distribusi Frekuensi Adversity Quotient....................................... 108
Tabel 4.20 : Distribusi Frekuensi Adversity Quotient
Berdasarkan Aspek Control (Kendali).......................................... 110
Tabel 4.21 : Distribusi Frekuensi Adversity Quotient
Berdasarkan Aspek Origin dan Ownership.................................. 112
xvi
Tabel 4.22 : Distribusi Frekuensi Adversity Quotient
Berdasarkan Aspek Reach............................................................. 114
Tabel 4.23 : Distribusi Frekuensi Adversity Quotient
Berdasarkan Aspek Endurance...................................................... 116
Tabel 4.24 : Ringkasan Analisis Adversity Quotient Tiap Aspek...................... 117
Tabel 4.25 : Perbandingan Mean Empirik Tiap Aspek Adversity Quotient....... 118
Tabel 4.26 : Tabel Hasil Uji Linieritas............................................................... 119
Tabel 4.27 : Hasil Uji Korelasi Variabel Adversity Quotient
dan Perilaku Kewirausahaan............................................................. 120
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 : Bagan Timmons Tentang Proses Kewirausahaan ..................... 28
Gambar 2.2 : Model Kerangka Berfikir Adversity Quotient
dengan Perilaku Kewirausahaan................................................ 49
Gambar 4.1 : Diagram Umum Perilaku Kewirausahaan Responden .............. 79
Gambar 4.2 : Diagram Perilaku Kewirausahaan Responden ditinjau
dari Aspek Komitmen dan determinasi ..................................... 82
Gambar 4.3 : Diagram Perilaku Kewirausahaan Responden ditinjau
Dari Aspek Rasa Bertanggungjawab ........................................ 84
Gambar 4.4 : Diagram Perilaku Kewirausahaan Responden ditinjau
Dari Aspek Ambisi Untuk Mencari Peluang ............................ 86
Gambar 4.5 : Diagram Perilaku Kewirausahaan Responden ditinjau
Aspek Menerima Resiko, Kebimbangan, Dan Ketidaktentuan. . 88
Gambar 4.6 : Diagram Perilaku Kewirausahaan Responden ditinjau
Diagram Perilaku Kewirausahaan
Berdasarkan Aspek Percaya Diri .............................................. .. 90
Gambar 4.7 : Diagram Perilaku Kewirausahaan Responden ditinjau
Berdasarkan Aspek Kreatif dan Fleksibel ................................. 92
Gambar 4.8 : Diagram Perilaku Kewirausahaan Responden ditinjau
Berdasarkan Aspek Keinginan Mendapatkan Umpan Balik ..... 94
Gambar 4.9 : Diagram Perilaku Kewirausahaan Responden ditinjau
Berdasarkan Aspek Tingkat Energi yang Tinggi ...................... 96
xviii
Gambar 4.10 : Diagram Perilaku Kewirausahaan Responden ditinjau
Berdasarkan Aspek Motivasi Untuk Unggul.... ........................ 98
Gambar 4.11 : Diagram Perilaku Kewirausahaan Responden ditinjau
Berdasarkan Aspek Berorientasi Terhadap Masa Depan.......... 100
Gambar 4.12 : Diagram Perilaku Kewirausahaan Responden ditinjau
Berdasarkan Aspek Belajar dari Kegagalan.............................. 102
Gambar 4.13 : Diagram Perilaku Kewirausahaan Responden ditinjau
Berdasarkan Aspek Kemampuan dalam Memimpin.................. 104
Gambar 4.14 : Diagram Adversity Quotient Mahasiswa Peserta PMW............ 109
Gambar 4.15 : Diagram Adversity Quotient Berdasarkan Aspek Control ........ 111
Gambar 4.16 : Diagram Adversity Quotient berdasarkan
Aspek Origin and Ownership..................................................... 113
Gambar 4.17 : Diagram Adversity Quotient Berdasarkan Aspek Reach .......... 115
Gambar 4.18 : Diagram Adversity Quotient berdasarkan Aspek Endurance...... 117
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 : Skala Perilaku Kewirausahaan .................................................. 144
Lampiran 2 : Skala Adversity Quotient ........................................................... 149
Lampiran 3 : Tabulasi Data Hasil Skoring Skala Perilaku Kewirausahaan ... 152
Lampiran 4 : Tabulasi Data Hasil Skoring Skala Adversity Quotient ............ 155
Lampiran 5 : Hasil Uji Validitas Skala Perilaku Kewirausahaan ................... 157
Lampiran 6 : Hasil Uji Validitas Skala Adversity Quotient ............................ 162
Lampiran 7 : Hasil Uji Reliabilitas Skala Perilaku Kewirausahaan ............... 166
Lampiran 8 : Hasil Uji Reliabilitas Skala Adversity Quotient ........................ 167
Lampiran 9 : Hasil Uji Liniearitas .................................................................. 168
Lampiran 10 : Hasil Uji Hipotesis ................................................................... 169
Lampiran 11 : Surat ijin Penelitian .................................................................. 170
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pengangguran adalah sebuah masalah serius yang dihadapi oleh bangsa
Indonesia. Salah satu penyebab terjadinya masalah ini dikarenakan lulusan
mahasiswa dari perguruan tinggi yang begitu banyak tidak diimbangi dengan
jumlah lapangan kerja bahkan kenyataannya lapangan kerja justru semakin
menyempit. Menurut hasil survei Badan Pusat Statistik (Berita Resmi Statistik,
2011) diperoleh data jumlah pengangguran Indonesia lulusan sarjana mencapai
805.950 orang padahal setiap tahunnya lulusan sarjana baru selalu bertambah.
Berdasarkan hasil survei tersebut, maka pemerintah seharusnya segera mencari
solusi untuk mengatasi masalah pengangguran khususnya pengangguran yang
berasal lulusan perguruan tinggi.
Kondisi semakin banyaknya pengangguran tersebut juga didukung oleh
kenyataan bahwa sebagian besar lulusan Perguruan Tinggi cenderung lebih
memilih sebagai pencari kerja (job seeker) daripada pencipta lapangan pekerjaan
(job creator). Hal ini kemungkinan disebabkan sistem pembelajaran yang
diterapkan di berbagai perguruan tinggi saat ini lebih terfokus pada bagaimana
menyiapkan para mahasiswa yang cepat lulus dan mendapatkan pekerjaan, bukan
lulusan yang siap menciptakan pekerjaan. Sebenarnya ada salah satu pilihan karir
yang menjanjikan yaitu berwirausaha.
2
Menurut Nasution dkk (2007:4) mengemukakan bahwa entrepreneur atau
wirausaha adalah segala hal yang berkaitan dengan sikap, tindakan, dan proses
yang dilakukan oleh para entrepreneur dalam merintis, menjalankan, serta
mengembangkan usaha mereka. Berwirausaha adalah pekerjaan yang dapat
dijadikan pilihan seseorang ketika harus memutuskan untuk memasuki dunia
kerja. Namun sayangnya masih belum menjadi pilihan yang menarik, apalagi bagi
kalangan generasi muda. Padahal dunia kewirausahaan adalah suatu bidang
lapangan kerja yang sangat luas dengan tidak dibatasi oleh usia dan jenis kelamin.
Kenyataanya sebagian besar mahasiswa tidak mempunyai rencana untuk
berwirausaha dan lebih cenderung untuk bekerja di sebuah perusahaan besar. Oleh
karena itu, perlu dilakukan suatu usaha untuk meningkatkan jiwa kewirausahaan
mahasiswa dengan memperhatikan faktor yang sekiranya berpengaruh terhadap
kewirausahaan.
Masyarakat Indonesia dituntut untuk mampu menciptakan kerja dan usaha
sendiri, oleh karena itu pemerintah dan masyarakat Indonesia harus bisa mencetak
wirausahawan-wirausahawan baru. Perlu dilakukan usaha-usaha untuk
menanamkan nilai-nilai kewirausahaan terutama bagi kalangan terdidik, terlebih
bagi yang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Penanaman nilai
kewirausahaan tersebut sangat penting jika seorang ingin memperoleh kesuksesan
dalam berwirausaha. Menurut Machfoedz dan Machfoedz (2008:12) mengatakan
wirausahawan yang sukses adalah wirausahawan yang memiliki pengalaman
wirausaha dan pengetahuan yang diperlukan untuk memulai suatu usaha.
3
Wirausahawan yang berhasil menyadari kelemahan dan kemudian mencari
ketrampilan yang mereka perlukan untuk menjamin keberhasilan usahanya.
Astamoen (2005:18) mengatakan untuk menjadi seorang wirausaha tidak
dituntut memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, akan tetapi terdapat beberapa
kelebihan dari wirausahawan yang tingkat pendidikannya berasal dari sarjana
dibandingkan individu dengan tingkat pendidikan di bawahnya. Kelebihan-
kelebihan tersebut diantaranya sarjana relatif memiliki wawasan yang luas dalam
berbagai bidang, sarjana relatif lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan kerja
dan tuntutan kerja, sarjana relatif mampu dan mudah bersosialisasi dengan
kemampuannya dalam berkomunikasi serta untuk mengembangkan pergaulan
dalam jaringan usaha (personal network), sarjana lebih mudah mempelajari hal-
hal yang baru dan sarjana mudah mencari, mengakses dan mengolah informasi
yang sangat berguna untuk pengembangan usaha (dari buku, majalah, internet
dll). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sapar dkk (2006:66) diperoleh
kesimpulan bahwa perilaku kewirausahaan dipengaruhi oleh pengetahuan akan
kewirausahaan yang didapatkannya melaui pendidikan baik formal misalnya
melalui perkuliahan kewirausahaan, workshop kewirausahaan, program
mahasiswa wirausaha dan lain sebagainya. Pengetahuan kewirausahaan juga dapat
didapatkan melalui pendidikan non formal misalnya dengan pelatihan-pelatihan
berwirausaha maupun kursus-kursus. Bila memilih menjadi wirausaha maka
diperlukan persiapan seperti mental, pola pikir, tingkah laku dan penampilan,
perlengkapan dan pengetahuan serta selalu berusaha dalam segala hal.
4
Selain faktor tersebut, faktor yang berpengaruh terhadap tinggi rendahnya
perilaku kewirausahaan antara lain self efficacy, etos kerja, manajemen diri dan
lain sebagainya. Faktor lain yang juga berpengaruh dalam berwirausaha adalah
ketahanan mental dari wirausahawan dalam memajukan usahanya. Ketahanan
mental ini dalam kajian ilmu psikologi erat hubungannya dengan variabel
psikologi yaitu Adversity Quotient. Stoltz (2000:8) adversity quotient (AQ) adalah
kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan, kemampuan bertahan dalam
berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami. Adversity Quotient (AQ)
merupakan sikap menginternalisasi keyakinan. Adversity Quotient (AQ) juga
merupakan kemampuan untuk menggerakkan tujuan hidup ke depan. Masykur
(2007:39) mengemukakan bahwa mahasiswa sebagai seorang intelektual diyakini
memiliki adversity quotient yang memadai. Adversity quotient, patut diduga
memiliki korelasi dengan kewirausahaan. Seorang mahasiswa yang memiliki niat
menekuni dunia kewirausahaan dituntut untuk memiliki adversity quotient yang
memadai. Penelitian terdahulu mengenai adversity quotient dengan
kewirausahaan yang dilakukan oleh Masykur (2007:37) diperoleh hasil bahwa
terdapat korelasi positif yang signifikan antara adversity quotient dengan
kewirausahaan pada mahasiswa Universitas Diponegoro.
Stoltz (2000:140) mengatakan bahwa salah satu dimensi dalam Adversity
Quotient (AQ) adalah dimensi control. Individu dengan dimensi control (kendali),
selalu berpikir optimis, selalu ada jalan, serta berupaya menyelesaikan masalah.
Jika dikaitkan dengan kewirausahaan, maka pada mahasiswa yang berpikir
optimis selalu ada jalan keluar dalam menghadapi masalah dan berupaya untuk
5
menyelesaikannya, serta dapat meningkatkan sikap kerja keras dalam
kewirausahaan. Optimisme dan kegigihan untuk menyelesaikan masalah
mengakibatkan mahasiswa tertantang untuk melakukan kerja keras mencari cara-
cara baru untuk memperbaiki kinerjanya, terbuka pada gagasan, pandangan, dan
penemuan-penemuan baru yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
kinerjanya.
Sebaliknya apabila mahasiswa tidak berpikir optimis dalam menghadapi
masalah dan tidak berupaya untuk menyelesaikannya, maka dirinya mudah
menyerah dan enggan untuk mencari cara-cara baru untuk menyelesaikan
masalahnya guna meningkatkan kemajuan usahanya. Akibatnya sifat
kewirausahaan terutama pada sifat kerja keras dan inovatif pada mahasiswa dapat
melemah sehingga semangat kewirausahaan juga menurun.
Beberapa penyebab mahasiswa tidak berminat dalam wirausaha
diantaranya karena mereka takut dengan resiko kegagalan, tidak memiliki modal
dan tidak mengerti harus berwirausaha di bidang apa. Semestinya mahasiswa
tidak boleh beranggapan bahwa usia muda merupakan hambatan bagi kesuksesan.
Mahasiswa seharusnya dapat belajar dari biografi-biografi para wirausahawan
muda yang sukses. Kao (1991:17) mengatakan faktor lain yang memotivasi
kewirausahaan adalah pengaruh dari pengetahuan yang didapat melalui media,
terutama informasi tentang penerapan strategi berwirausaha yang baik dan
mengambil pelajaran dari kisah sukses wirausahawan. Beberapa wirausahawan
muda sukses yang bisa dijadikan teladan antara lain Elang Gumilang (mahasiswa
sekaligus direktur utama sebuah usaha pengembang perumahan), Chairul Tanjung
6
(pemilik dua stasiun televisi terkemuka di Indonesia dan sebuah bank ternama,
juga mengawali wirausaha saat masih berkuliah), Purdi E Chandra (berawal dari
usaha bimbingan belajar yang didirikannya ketika berkuliah yang kemudian usaha
bimbingan belajarnya menjadi maju dan terkenal di Indonesia kini terus
mengembangkan usahanya di berbagai bidang, antara lain : restoran, biro
perjalanan, kesehatan, telekomunikasi dan properti), wirausahawan muda yang
sukses berikutnya adalah Hendy Setiono (Seorang yang berani mengambil resiko
untuk membuka usaha kuliner kebab padahal tidak banyak orang awam yang tahu
tentang kuliner kebab tersebut, akan tetapi dengan kerja keras dan pantang
menyerah Hendy berhasil mengembangkan usahanya dan saat ini usaha kuliner
kebabnya telah dikenal di seluruh pelosok nusantara). (http://anneahira_mengenal
pengusaha sukses di Indonesia.com diunduh pada 18 November 2011).
Menilik profil wirausahan muda sukses tersebut diharapkan mahasiswa
mendapatkan inspirasi bahwa berwirausaha merupakan suatu pekerjaan yang
menjanjikan. Akan tetapi, mahasiswa juga harus memperhatikan segala resiko
yang ada dan dapat membuat strategi dalam pengembangan usahanya.
Longenecker dkk (2001:9) mengatakan meskipun keuntungan dalam
berwirausaha menggiurkan, tetapi dalam memulai dan mengoperasikan usaha
biasanya memerlukan kerja keras, menyita banyak waktu dan membutuhkan
kekuatan emosi. Wirausaha mengalami tekanan tekanan pribadi yang tidak
menyenangkan seperti kebutuhan untuk menginvestasikan lebih banyak waktu
dan tenaganya. Banyak wirausaha menggambarkan karirnya menyenangkan,
tetapi sangat menyita segalanya.
7
Salah satu upaya yang dilakukan untuk menumbuhkan mental
berwirausaha pada mahasiswa yaitu melalui Program Mahasiswa Wirausaha
(PMW). PMW bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan
jiwa wirausaha (entrepreneurship) berbasis IPTEKS kepada para mahasiswa agar
menjadi pengusaha yang tangguh dan sukses menghadapi persaingan global.
Program ini juga bertujuan mengembangkan kelembagaan pada perguruan tinggi
yang dapat mendukung pengembangan program-program kewirausahaan. Sebagai
hasil akhir, diharapkan terjadinya penurunan angka pengangguran lulusan
pendidikan tinggi yang pada kenyataannya menunjukkan peningkatan dari tahun
ke tahun (Kemendiknas, 2010). Keberhasilan program ini setidak-tidaknya dilihat
dari tiga indikator yaitu jumlah mahasiswa yang berhasil menjalankan usaha
(sebagai wirausaha), terbentuknya model pendidikan kewirausahaan di perguruan
tinggi dan terbentuknya lembaga pengembangan pendidikan kewirausahaan yang
tangguh dan mandiri yang mengkordinasikan berbagai kegiatan terkait
kewirausahaan di perguruan tinggi yang bersangkutan (Kemendiknas, 2010).
Program Mahasiswa Wirausaha (PMW), sebagai bagian dari strategi
pendidikan di Perguruan Tinggi, dimaksudkan untuk memfasilitasi para
mahasiswa yang mempunyai minat berwirausaha dan memulai usaha dengan basis
ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Fasilitas yang diberikan meliputi
pendidikan dan pelatihan kewirausahaan magang, penyusunan rencana bisnis,
dukungan permodalan dan pendampingan usaha. Program ini diharapkan mampu
mendukung visi-misi pemerintah dalam mewujudkan kemandirian bangsa melalui
penciptaan lapangan kerja dan pemberdayaan (Kemendiknas, 2010). Berdasarkan
8
data Bussines Plan Program Mahasiswa Wirausaha Universitas Negeri Semarang
2011 maka diperoleh data mengenai berbagai jenis usaha yang dilakukan oleh
mahasiswa peserta PMW. Bidang usaha yang dijalankan mahasiswa meliputi
empat kategori yaitu jasa, perdagangan, agribisnis, dan industri kreatif. Berikut
tabel mengenai penyebaran bidang wirausaha yang dijalankan oleh para peserta
PMW Universitas Negeri Semarang tahun 2011 yang dibagi berdasarkan
kelompok peserta PMW.
Tabel 1.1
Sebaran Jenis Wirausaha Tiap Fakultas
Sumber : Rekap Data Bussines Plan Program Mahasiswa Wirausaha Universitas
Negeri Semarang 2011
Berdasarkan tabel 1.1 diperoleh hasil dari total 50 kelompok usaha yang
mengikuti PMW yaitu sebanyak 14 kelompok usaha berwirausaha dalam bidang
jasa (laundry, penjualan pulsa, persewaan, rental dll), 10 kelompok usaha
NO. FAKULTAS
BIDANG USAHA Jumlah
Per-
Fakultas Jasa perdagangan agribisnis
Industri
kreatif
1. FIP 1 - 1 - 2
2. FBS 2 - - 4 6
3. FE 3 3 2 1 9
4. FMIPA 3 4 6 5 18
5. FT 1 - 1 - 2
6. FIK 3 3 3 2 11
7. FH 1 - - 1 2
TOTAL 14 10 13 13 50
9
berwirausaha dalam bidang perdagangan (menjual pakaian, makanan, alat
kosmetik dll) , 13 kelompok usaha berwirausaha dalam bidang agribisnis
(perikanan, peternakan, pertanian) dan 13 kelompok usaha bergerak dalam bidang
industri kreatif (alat peraga pendidikan, souvenir berbahan limbah, software dll).
Gambaran mengenai perilaku kewirausahaan mahasiswa yang mengikuti
PMW Universitas Negeri Semarang tahun 2011 dapat dilihat menggunakan studi
pendahuluan terhadap 20 mahasiswa yang mengikuti program mahasiswa
wirausaha ini. Berdasarkan pada hasil studi pendahuluan kepada 20 mahasiswa
yang mengikuti PMW menggunakan metode angket yang berjumlah lima item
yang mewakili dua aspek perilaku kewirausahaan yaitu aspek percaya diri dan
pengambil resiko. Aspek percaya diri tersebut sesuai dengan pendapat Alma
(2004:39) yang mengatakan bahwa syarat agar seseorang berhasil dalam
berwirausaha adalah memiliki rasa percaya diri yang tinggi yang ditunjukkan
dengan tidak mudah terpengaruh oleh pendapat dan saran orang lain, akan tetapi
pendapat dan saran itu tidak ditolak begitu saja namun dijadikan masukan sebagai
pertimbangan, kemudian dapat diputuskan. Aspek percaya diri dan pengambil
resiko dipilih dikarenakan dalam proses berwirausaha melibatkan adanya
kepercayaan diri dari individu dalam kaitannya dalam pengambilan keputusan
usaha sedangkan dalam pengambilan keputusan tersebut dapat dipastikan
berhubungan dengan sejauhmana individu berani menerima resiko ketidakpastian
yang ada dalam proses wirausaha. Sedangkan pengambilan resiko tersebut sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Segal dkk (2005:54) yang diperoleh hasil
faktor pendorong individu untuk melakukan wirausaha antara lain keberanian
10
mengambil resiko. Aspek percaya diri dan pengambil resiko berhubungan dengan
adversity quotient yaitu ketika seseorang menghadapi kesulitan yang ditemui
maka mereka membutuhkan keberanian dalam mengambil resiko kegagalan yang
ada untuk menyelesaikan hambatan - hambatan tersebut. Seseorang dalam
menyelesaikan kesulitan yang ada perlu menginternalisasi keyakinan dalam
dirinya hal ini terkait dengan aspek percaya diri yaitu sejauh mana individu yakin
dapat menyelesaikan hambatan yang ditemuinya. Berikut data hasil studi
pendahuluan kepada 20 subyek mahasiswa peserta Program Mahasiswa
Wirausaha periode tahun 2011:
Tabel 1.2
Studi Pendahuluan Perilaku Kewirausahaan
Respon Keterangan Jumlah
jawaban
mahasiswa
Persentase
Jawaban
Negatif Mahasiswa memiliki masalah dan
hambatan dalam berwirausaha
15 75%
Positif Mahasiswa tidak memiliki
masalah dan hambatan dalam
berwirausaha
5 25%
Berdasarkan studi pendahuluan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
perbandingan mahasiswa yang memiliki kendala dan masalah dengan yang
berwirausaha secara lancar adalah 15 : 5, Hal ini menunjukkan kenyataan masih
banyak hambatan pada mahasiswa yang berwirausaha. Setiap pelaku usaha
11
memiliki cara dan kreatifitas yang berbeda-beda dalam menghadapi hambatan
tersebut. Fenomena rendahnya perilaku kewirausahaan tersebut diperkuat dengan
data laporan pelaksanaan PMW tahun 2009-2011 yang menunjukkan bahwa pada
tahun 2009 kelompok usaha yang mampu mengembalikan modal sebesar 27,5%,
mengangsur modal sebesar 35% dan tidak mengembalikan modal sebesar 37,5%.
Kondisi rendahnya perilaku kewirausahaan semakin diperparah dengan data
persentase pengembalian modal kelompok usaha tahun 2010 yang diperoleh hasil
mahasiswa mampu mengembalikan modal sebesar 8,33%, mengangsur modal
sebesar 13,09% dan tidak mengembalikan modal sebesar 78,57%. Berdasarkan
data tersebut dapat disimpulkan bahwa kegagalan mahasiswa dalam menjalankan
usaha tergolong tinggi yang ditunjukkan dengan tingginya persentase mahasiswa
yang tidak mampu mengembalikan modal.
Mereka yang bisa bertahan dengan kerasnya persaingan dan kendala dalam
wirausaha tentunya dilatarbelakangi oleh dua faktor diantaranya faktor dari luar
diri individu (faktor eksternal) penyebab kegagalan berdasarkan faktor eksternal
antara lain usaha yang dijalankan bersifat coba-coba (trial and error), sehingga
tidak ada minat dan usaha khusus untuk menekuni usaha disamping
menyelesaikan kuliah, perencanaan yang kurang matang sehingga mengakibatkan
kerugian, dan kemungkinan usaha yang dijalankan tidak linier dengan bidang
keahlian. Sedangkan faktor kedua adalah faktor dari dalam diri individu (faktor
internal) : self confidence, motivasi, kreativitas, high level energy, leadership
ability dll. Wijaya (2008:102) dalam penelitiannya mengenai perilaku
kewirausahaan mengambil kesimpulan bahwa faktor internal yang perlu menjadi
12
perhatian dalam perilaku kewirausahaan yaitu sikap berwirausaha dan efikasi diri.,
sedangkan faktor lain yang perlu ditanamkan dalam perilaku kewirausahaan
adalah nilai inovatif dan kreatif dalam menanggapi peluang, menciptakan peluang
serta ketrampilan dan pengetahuan. Efikasi diri sebagai faktor internal yang
berpengaruh terhadap perilaku kewirausahaan juga diperkuat dari hasil penelitian
yang dilakukan oleh Segal dkk (2005:54) diperoleh hasil bahwa faktor pendorong
individu untuk melakukan wirausaha antara lain keberanian mengambil resiko,
motivasi dan self efficacy.
Hasil studi pendahuluan berupa wawancara mengenai adversity quotient
yang dilakukan peneliti dengan beberapa subjek menjelaskan bahwa peserta
Program Mahasiswa Wirausaha pesimis dapat mengembangkan usahanya. Hal
tersebut dikarenakan ketidakyakinan untuk bisa bersaing dan melakukan strategi
yang salah dalam menjalankan usahanya, namun enggan untuk membuat
perencanaan usaha yang baru dikarenakan kehabisan ide. Hasil wawancara
tersebut dapat diartikan bahwa adversity quotient subyek tergolong rendah dan
mahasiswa tersebut termasuk dalam tipe quitter dalam adversity quotient.
Peserta Program Mahasiswa Wirausaha yang lain mengungkapkan
memiliki hambatan dalam pemasaran produknya. Meskipun sudah melakukan
beberapa upaya tetapi belum menemukan strategi yang tepat untuk memasarkan
produknya. Berdasarkan wawancara tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
subyek cenderung menyerah dan tidak dapat menyelesaikan masalah dalam
usahanya. Sikap subyek tersebut menunjukkan subyek memiliki adversity
quotient yang rendah.
13
Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian dan membuktikan hubungan antara adversity quotient dengan perilaku
kewirausahaan pada mahasiswa yang mengikuti Program Mahasiswa Wirausaha
(PMW) Universitas Negeri Semarang.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalah di atas, maka dapat di
rumuskan permasalahan yang akan peneliti ungkap yaitu : Apakah ada hubungan
antara adversity quotient dengan perilaku kewirausahaan pada mahasiswa yang
mengikuti Program Wirausaha Mahasiswa (PMW) UNNES?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain :
1.3.1 Untuk mendiskripsikan perilaku kewirausahaan yang dimiliki mahasiswa
yang mengikuti PMW.
1.3.2 Untuk mendiskripsikan adversity quotient yang dimiliki oleh mahasiswa
yang mengikuti PMW.
1.3.3 Untuk mendiskripsikan secara empirik hubungan antara adversity quotient
dengan perilaku kewirausahaan.
1.4 Kontribusi Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam berbagai
bidang, yaitu :
14
1.4.1 Manfaat Teoritis
Memberi sumbangan pada khasanah psikologi industri dan organisasi
tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan kewirausahaan dalam
kaitannya dengan adversity quotient.
1.4.2 Manfaat Praktis
1) Bagi Peneliti
Dapat menjadi salah satu rujukan dan bahan perbandingan apabila
penelitian yang sama dilakukan diwaktu-waktu mendatang.
2) Bagi Subjek Penelitian
Subjek penelitian diharapkan dapat mengetahui pentingnya kemampuan
untuk bertahan dalam menghadapi segala macam hambatan hal ini terkait
dengan adversity quotient terhadap keberhasilan usaha yang mereka
jalankan.
3) Bagi Pengelola Program Mahasiswa Wirausaha UNNES
Sebagai acuan terhadap pihak terkait dalam memberikan pendampingan
yang tepat terkait dengan aspek adversity quotient peserta Program
Mahasiswa Wirausaha dalam proses berjalannya usaha. Pendampingan
yang baik dan tepat akan meminimalisir kegagalan dalam proses
berwirausaha mahasiswa.
15
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Perilaku Kewirausahaan
2.1.1 Pengertian Perilaku Kewirausahaan
Perilaku merupakan respon apapun yang dilakukan organisme (Chaplin
2011:53). Perilaku adalah segala sesuatu yang seseorang katakan atau lakukan
(Martin dan Pear 1996:3). Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme
(makhluk hidup) yang bersangkutan. Jadi yang dimaksud perilaku manusia pada
hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan sangat luas antara lain, berjalan, berbicara, menangis,
tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya (Notoatmodjo 2003:
114). Notoatmodjo ( 2003:120) mengatakan meskipun perilaku merupakan bentuk
respon atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme, akan
tetapi dalam memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-
faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal tersebut berarti bahwa meskipun
stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respon tiap-tiap orang berbeda-
beda.
Kaitannya dengan perilaku wirausaha, menurut Suryana (2003:1)
mengatakan bahwa kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang
dijadikan dasar, kiat, dan sumberdaya untuk mencari peluang menuju sukses.
Kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan
16
berbeda (create new and different) melalui berpikir kreatif dan bertindak inovatif
untuk menciptakan peluang.
Menurut Longenecker dkk. (2001:4) mengemukakan bahwa wirausaha
adalah seorang pembuat keputusan yang membantu terbentuknya sistem ekonomi
perusahaan yang bebas. Sebagian besar pendorong perubahan, inovasi, dan
kemajuan di perekonomian akan datang dari wirausaha. Wirausahawan yang baik
adalah orang-orang yang memiliki kemampuan untuk mengambil resiko dan
mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Kewirausahaan merupakan penerapan kreatifitas dan inovasi untuk
memcahkan masalah dan upaya untuk memanfaatkan peluang yang dihadapi
setiap hari. Kewirausahaan merupakan gabungan dari kreatifitas, inovasi dan
keberanian menghadapi resiko yang dilakukan dengan cara kerja keras untuk
membentuk dan memelihara usaha baru (Zimmerer 2001:51). Sedangkan menurut
Kao (1991:14) mengemukakan bahwa kewirausahaan adalah upaya untuk
menciptakan nilai melalui pengakuan peluang bisnis, manajemen risiko yang
tepat untuk mengambil peluang yang ada dan melalui keterampilan komunikatif
serta pengaturan dalam memobilisasi sumber daya manusia, keuangan, dan
material yang diperlukan untuk membawa ke hasil yang diinginkan.
Wirausaha merupakan proses dinamis yang dilakukan individu sebagai
pelaku wirausaha untuk menciptakan penghasilan tambahan. Penghasilan tersebut
didapatkan oleh individu dari keterampilannya mengolah dan memberikan nilai
untuk beberapa produk maupun layanan atau jasa. Produk atau jasa yang
dihasilkan tidak harus baru atau unik akan tetapi harus memiliki nilai sehingga
17
produk yang dihasilkan dapat bersaing dengan produk lainnya (Hisich dan Peters
1998:9).
Mengacu pada beberapa pendapat mengenai perilaku dan kewirausahaan
maka dapat disimpulkan bahwa perilaku kewirausahaan adalah aktivitas maupun
respon yang dilakukan oleh manusia dalam mengorganisasikan semua faktor-
faktor produksi (tanah, tenaga kerja dan modal) yang dituangkan dalam suatu
usaha (baik barang maupun jasa) guna memperoleh pendapatan melalui cara-cara
yang unik, kreatif, inovatif bahkan beresiko guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kewirausahaan
Secara garis besar terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi
kewirausahaan, yaitu faktor eksternal yang berasal dari luar individu seperti
lingkungan keluarga dan masyarakat, sistem pendidikan, dan faktor internal yang
berasal dari dalam diri individu seperti faktor fisik dan faktor psikis atau
kepribadian. Burgess dan Steinhof (dalam Suryana, 2001: 27) mengemukakan
bahwa wirausaha yang berhasil pada umumnya memiliki sifat-sifat kepribadian
sebagai berikut:
a. Memiliki kepercayaan diri untuk dapat bekerja keras secara independen dan
berani menghadapi resiko untuk memperoleh hasil.
b. Memiliki kemampuan berorganisasi, dapat mengatur tujuan, berorientasi hasil,
dan tanggung jawab keras.
c. Kreatif dan mampu melihat peluang yang ada dalam kewirausahaan.
d. Menikmati tantangan dan mencari kepuasan pribadi dalam memperoleh ide.
18
Alma (2004:39) mengatakan bahwa syarat agar seseorang berhasil dalam
berwirausaha adalah sebagai berikut:
a. Percaya diri
Tidak mudah dipengaruhi oleh pendapat dan saran orang lain, akan tetapi
pendapat dan saran itu tidak ditolak begitu saja namun dijadikan masukan
sebagai pertimbangan, kemudian dapat diputuskan. Sikap yang optimis sangat
penting untuk dimiliki. Orang yang tingkat kepercayaan diri yang tinggi adalah
orang yang sudah matang jasmani dan rohaninya. Pribadi yang seperti ini
adalah pribadi yang independen dan sudah mencapai maturity. Karakteristik
kematangan seseorang adalah memiliki tanggung jawab yang tinggi, objektif,
kritis, emosi yang stabil, dan tingkat sosialnya tinggi.
b. Berorientasi tugas dan hasil
Seharusnya orang lebih mengutamakan pada prestasi, baru kemudian
setelah berhasil maka prestisenya akan naik. Berbagai motivasi akan muncul
dalam bisnis jika berusaha menyingkirkan prestise. Apabila seseorang terlalu
mementingkan prestise, maka dia memilih-milih tugas yang memiliki prestise
tinggi dan meninggalkan tugas yang tidak memiliki prestise sehingga usaha
yang dilakukannya tidak akan mencapai hasil yang diinginkan. Seseorang yang
lebih mengutamakan hasil yang baik akan memiliki motivasi untuk selalu
mempertahankan hasil tersebut dan terus berupaya mencapai hasil yang lebih
baik.
19
c. Pengambil resiko
Resiko yang dihadapi dalam berwirausaha adalah persaingan, harga yang
naik dan turun, barang yang tidak laku dan lain sebagainya. Tantangan itu
harus dihadapi dengan penuh pertimbangan. Wirausahawan tidak boleh
mengambil keputusan dalam berwirausaha sesuka hati mereka sendiri. Mereka
perlu mempertimbangkan resiko baik dan buruk terhadap keputusan yang
mereka ambil, dikarenakan pengambilan resiko yang tidak perhitungkan
tingkat kegagalannya tinggi. Begitu pula seorang wirausahawan yang tidak
berani mengambil resiko, mengakibatkan usaha mereka tidak bisa berkembang.
d. Kepemimpinan
Sifat kepemimpinan dimiliki oleh semua orang, tetapi tergantung pada
masing-masing individu dalam penyesuaian dirinya dengan organisasi atau
orang yang dia pimpin. Banyak pemimpin yang disenangi, disegani, diikuti,
dan dipercaya oleh bawahannya, tetapi tidak sedikit juga pemimpin yang tidak
disenangi bawahannya. Pemimpin yang baik harus mau menerima kritik
bawahan dan bersifat responsif. Seorang wirausahawan yang berhasil memiliki
kemampuan untuk memimpin dan mengorganisir orang-orang (bawahan) yang
terlibat dalam proses wirausahanya. Wirausahawan selaku pemimpin dalam
sebuah wirausaha perlu bekerjasama dengan bawahannya dalam membuat
perencanaan usaha. Sebagai pemimpin yang baik, dia mau menerima kritik dan
mempertimbangkan saran dari bawahannya agar tidak salah dalam
pengambilan keputusan usaha.
20
e. Keorisinilan
Sifat ini tidak semua orang memilikinya. Orisinil disini adalah dia tidak
hanya mengekor pada orang lain, tetapi memiliki pendapat sendiri, ada ide
yang orisinil, dan ada kemampuan untuk melaksanakan sesuatu. Orisinil disini
bukan berarti baru, tetapi produk tersebut mencerminkan hasil kombinasi baru
atau reintegrasi dari komponen-komponen yang sudah ada sehingga
menghasilkan sesuatu yang baru. Kreatifitas orisinil yang membedakan dari
apa yang sudah ada sebelumnya.
f. Berorientasi ke masa depan
Seorang wirausaha harus memiliki visi ke depan, apa yang harus
dilakukan, dan apa yang ingin dicapai. Oleh sebab itu perencanaan dan strategi
yang matang sangat penting agar langkah-langkah yang akan dilakukan jelas.
Adanya visi ke depan yang jelas dan perencanaan terhadap hal yang akan
dilakukan akan membuat proses wirausaha berjalan dengan lancar.
Dikarenakan wirausahawan mampu mengambil keputusan usaha yang sesuai
dengan apa yang telah direncanakannya. Memiliki tujuan dan target yang
terencana membuat wirausahawan memiliki motivasi untuk selalu maju dan
berpikir ke depan.
g. Kreatifitas
Sifat keorisinilan seorang entrepreneur menuntut adanya kreatifitas dalam
pelaksanaan tugasnya. Salah satu sifat kepribadian yang dimiliki wirausahawan
yang berhasil adalah kepribadian yang kreatif. Kreatifitas merupakan hal utama
yang diperlukan seorang wirausahawan dalam menjalankan dan
21
mengembangkan usahanya. Usaha yang baru dijalankan maupun usaha yang
telah berjalan di dalam pengembangan usaha tersebut perlu adanya upaya
untuk melakukan sebuah inovasi dalam menjalankannya. Sebuah inovasi
tersebut ditemukan dengan proses pemikiran kreatif dari wirausahawan.
Steinhof dan Burgess (dalam Suryana 2003:16) mengemukakan beberapa
faktor yang diperlukan untuk menjadi wirausaha yang berhasil, meliputi:
a. Memiliki visi dan tujuan usaha yang jelas.
b. Bersedia menanggung resiko waktu dan uang.
c. Berencana, mengorganisir.
d. Kerja keras sesuai dengan tingkat kepentingannya.
e. Mengembangkan hubungan dengan pelanggan, pemasok, pekerja dan yang
lainnya.
f. Bertanggungjawab terhadap keberhasilan maupun kegagalan.
Sedangkan menurut Timmons (1999:220) faktor yang harus dimiliki oleh
setiap wirausahawan untuk mencapai keberhasilan dalam berwirausaha antara
lain:
a) Komitmen dan determinasi, komitmen dan determinasi adalah faktor yang
paling penting dibandingkan dengan faktor yang lainnya. Faktor komitmen dan
determinasi ini membuat wirausahawan dapat mengatasi hambatan yang
ditemui dan dapat menutupi kelemahan dan kekurangannya dalam
berwirausaha. Komitmen penuh dibutuhkan oleh seluruh wirausaha yang
memiliki tantangan usaha yang tinggi. Komitmen dan determinasi
berwirausaha dapat diciptakan melaui beberapa cara antara lain melalui
22
kesediaan mengambil suatu kesempatan dalam sebuah tantangan, melalui
kesediaan mengambil resiko yang ada, dan melalui pengorbanan lain yaitu
berwirausaha mengganggu kehidupan dan hubungan dengan keluarga.
Wirausahawan yang sukses memiliki keberanian, disiplin kerja yang tinggi,
kerja keras dalam usahanya dan tahan terhadap kesulitan.
b) Kepemimpinan, untuk menjadi wirausahawan yang sukses dibutuhkan banyak
pengalaman dalam berwirausaha, pengetahuan yang baik tehadap pasar,
memiliki keterampilan dalam mengatur strategi berwirausaha. Wirausahawan
yang sukses memiliki ide untuk memulai menggerakkan usahanya dan
memiliki kontrol yang baik terhadap dirinya. Wirausahawan yang sukses
adalah mereka yang sabar dalam memimpin usahanya dan memiliki
kemampuan dalam menerapkan idenya menjadi kenyataan.
c) Ambisi untuk mencari peluang, wirausaha yang berhasil adalah yang selalu
memanfaatkan peluang yang ada. Kesungguhan dari wirausahawan dalam
menjalankan usahanya ditunjukkan dengan sejauhmana mereka memanfaatkan
peluang yang ada. Wirausahawan sukses memiliki kreatifitas dalam mengambil
peluang yang ada.
d) Menerima resiko, kebimbangan, and ketidaktentuan, wirausahawan yang
berhasil bukanlah seorang penjudi yang mengambil keputusan bisnis sesuka
mereka. Akan tetapi wirausaha yang berhasil adalah mereka yang membuat
keputusan dengan mempertimbangkan resiko berwirausaha. Wirausahawan
yang berhasil juga nyaman dan tahan terhadap ketidakpastian usaha.
23
e) Kreatifitas, percaya diri, dan kemampuan beradaptasi, wirausahawan yang
berhasil selalu percaya terhadap kemampuan dirinya sendiri. Wirausahawan
tidak takut terhadap kegagalan dan selalu berusaha untuk mencapai
keberhasilan dengan melihat kenyataan yang ada. Wirausahawan sukses
memiliki kemampuan untuk menjadikan kegagalan menjadi sebuah pelajaran.
Pengalaman kegagalan ini membuat individu mampu mengatasi masalah yang
muncul dengan mengatasi masalah yang ada menggunakan cara yang sesuai.
f) Motivasi untuk menjadi unggul, wirausahawan yang berhasil memiliki
motivasi untuk menjadi unggul dan lebih baik dibandingkan dengan
wirausahawan yang lain. Wirausahawan memiliki keinginan yang tinggi untuk
mencapai keberhasilan, mereka memiliki kemampuan dalam memilih dan
mengambil peluang dan tahu kapan waktu yang tepat untuk mengatakan tidak
terhadap suatu peluang.
Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi kewirausahaan adalah faktor internal antara lain
komitmen dan determinasi, kepemimpinan, obsesi terhadap peluang, menerima
resiko, kreatifitas, percaya diri, and kemampuan beradaptasi, motivasi untuk
menjadi unggul, faktor fisik, faktor psikis atau kepribadian, faktor ketahanan
dalam menghadapi tekanan (adversity quotient) dan faktor eksternal antara lain
lingkungan keluarga dan masyarakat, lokasi wirausaha dan pendidikan
wirausahawan. Apabila faktor-faktor tersebut terdapat dalam diri seorang
wirausahawan, maka dapat dikatakan perilaku wirausahawan tersebut berhasil.
24
2.1.3 Indikator Perilaku Kewirausahaan
Zimmerer dan Scarborough (2001:6) mengemukakan tentang karakteristik
sikap dan perilaku kewirausahaan yang berhasil dengan diperluas sebagai berikut:
a. Komitmen dan determinasi, yaitu memiliki komitmen dan tekad yang bulat
untuk mencurahkan semua perhatiannya dalam usaha. Sikap yang setengah hati
akan memungkinkan kegagalan dalam berwirausaha.
b. Rasa bertanggungjawab, yaitu memiliki rasa tanggung jawab baik dalam
mengontrol sumber daya yang digunakan maupun tanggung jawab terhadap
keberhasilan berwirausaha.
c. Ambisi untuk mencari peluang, yaitu selalu berambisi untuk mencari peluang.
Keberhasilan wirausaha selalu diukur oleh keberhasilan untuk mencapai
tujuan. Pencapaian tujuan terjadi apabila ada peluang.
d. Menerima resiko, kebimbangan, and ketidaktentuan, yaitu tahan terhadap
resiko dan ketidakpastian. Wirausaha harus belajar untuk mengelola resiko
dengan cara mentransfer resiko ke pihak lain seperti banker, investor,
konsumen, pemasok, dan lain-lain. Wirausaha yang berhasil biasanya memiliki
toleransi terhadap pandangan yang berbeda dan ketidakpastian.
e. Percaya diri, yaitu percaya diri dan cenderung optimis serta memiliki
keyakinan yang kuat dengan kemampuan yang dimilikinya untuk berhasil.
f. Kreatif dan fleksibel, adalah kemampuan untuk menghadapi perubahan
ekonomi dunia yang serba cepat seringkali membawa kegagalan. Kemampuan
untuk merespons perubahan yang cepat dan fleksibel tentu saja memerlukan
kreatifitas yang tinggi.
25
g. Keinginan mendapatkan umpan balik, yaitu selalu memerlukan umpan balik
yang segera. Selalu ingin mengetahui hasil dari apa yang dikerjakannya. Oleh
karena itu, dalam memperbaiki kinerjanya, ia selalu memiliki kemauan untuk
menggunakan ilmu pengetahuan yang telah dimilikinya dan selalu belajar dari
kegagalan.
h. Tingkat energi yang tinggi, yaitu memiliki tingkat enerjik yang tinggi.
Wirausaha yang berhasil biasanya memiliki daya juang yang lebih tinggi
dibanding rata-rata orang lainnya, sehingga ia lebih suka kerja keras walaupun
dalam waktu yang lebih lama.
i. Motivasi untuk unggul, yaitu memiliki dorongan untuk selalu unggul. Ia selalu
ingin lebih unggul, lebih berhasil dalam mengerjakan apa yang dilakukannya
dengan melebihi standar yang ada. Motivasi ini muncul karena dari dalam diri
internal dan jarang dari eksternal.
j. Berorientasi terhadap masa depan, yaitu berorientasi pada masa yang akan
datang. Untuk tumbuh dan berkembang, ia selalu berpandangan ke masa depan
yang jauh lebih baik.
k. Belajar dari kegagalan, yaitu selalu belajar dari kegagalan. Wirausaha yang
berhasil tidak takut gagal dan bisa mengambil pelajaran dari kegagalan
sehingga dia tidak terjerumus ke kegagalannya lagi. Dia selalu
mengkonsentrasikan kemampuannya pada keberhasilan.
l. Kemampuan dalam memimpin, yaitu kemampuan dalam kepemimpinan.
Wirausaha yang berhasil memiliki kemampuan untuk menggunakan pengaruh
26
tanpa kekuatan (power), wirausahawan harus memiliki taktik mediator dan
negosiator daripada diktator.
Berdasarkan pendapat mengenai karakteristik wirausahawan di atas, maka
dapat disimpulkan perilaku kewirausahaan dikatakan positif dan berhasil apabila
dalam diri wirausahawan terdapat dua belas aspek antara lain: komitmen dan
determinasi, rasa bertanggungjawab, Ambisi untuk mencari peluang, menerima
resiko, kebimbangan, and ketidaktentuan, percaya diri, kreatif dan fleksibel,
keinginan mendapatkan umpan balik, tingkat energi yang tinggi, motivasi untuk
unggul, berorientasi terhadap masa depan, belajar dari kegagalan, dan kemampuan
dalam memimpin.
2.1.4 Proses Kewirausahaan
Barringer dan Ireland (2010:47) menyatakan bahwa dalam kewirausahaan
terdapat empat proses yang harus dilewati, antara lain:
a) Memutuskan Untuk Menjadi Seorang Pengusaha
Seseorang yang memutuskan menjadi pengusaha secara tidak langsung
mereka menjadi atasan bagi dirinya sendiri. Sejauh mana mereka dalam
menghasilkan dan melakukan ide-ide dan meraih keuntungan finansial.
Beberapa peristiwa bisa memicu atau mendorong seorang individu untuk
menjadi seorang pengusaha. Sebagai contoh, seseorang ketika kehilangan
pekerjaan dan memutuskan untuk memulai bisnis sendiri. Atau seseorang
mungkin menerima warisan dan untuk pertama kali dalam hidupnya memiliki
uang untuk memulai berwirausaha sendiri. Gaya hidup juga mempercepat
pengembangan karir berwirausaha. Sebagai contoh seseorang yang telah
27
memulai usahanya waktu usia muda dan masih sekolah. Dia akan memiliki
pengalaman dan pengetahuan usaha yang banyak sehingga kemungkinan besar
dia pasti menjadi wirausahawan yang berhasil.
b) Mengembangkan Ide Yang Telah Sukses
Banyak bisnis baru gagal bukan karena wirausahawan tidak bekerja keras
akan tetapi karena tidak ada kesempatan nyata untuk memulai merealisasikan
ide. Mengembangkan sebuah ide bisnis yang sukses termasuk analisis
kelayakan, menulis rencana bisnis, analisis industri dan pengembangan model
bisnis yang efektif akan membantu dalam mengembangkan usaha.
c) Merealisasikan Ide-Ide Untuk Menumbuhkan Wirausaha
Langkah pertama dalam mengubah ide menjadi kenyataan adalah dengan
menyiapkan strategi pemasaran yang tepat dalam berwirausaha. Pemasaran
yang tepat akan mempermudah wirausahawan untuk melakukan berbagai ide
dalam usahanya. Kreatifitas adalah hal utama yang berpengaruh terhadap
strategi pemasaran yang dilakukan oleh wirausahawan.
d) Mengelola Dan Menumbuhkan Wirausaha
Mengingat lingkungan berwirausaha pada saat ini semakin kompetitif,
semua wirausahawan harus dapat mengelola dan mengatur strategi dengan
benar untuk memastikan keberhasilan mereka. Mengelola dan menumbuhkan
wirausaha adalah tahap akhir dari proses kewirausahaan. Pada tahapan
diperlukan adanya sikap kerja keras dari wirausahawan. Karena dalam proses
menumbuhkan dan mengelola sebuah wirausaha, wirausahawan akan
menemukan berbagai hambatan dan tantangan usaha.
28
Menurut Timmons (1999:38) , proses kewirausahaan digambarkan sebagai
tiga buah bola kekuatan yang harus diramu, sehingga terjadi kesesuaian dan
keseimbangan. Timmons menggambarkan interaksi ketiga kekuatan tersebut
dengan bagan di bawah ini:
Gambar 2.1 Bagan Timmons Tentang Proses Kewirausahaan
Sumber : Timmons (1999:38) New Venture Creation
Berdasarkan bagan di atas, Timmons menganalisis bahwa bentuk, ukuran,
dan dalamnya peluang usaha menentukan bentuk, ukuran dan dalamnya kondisi
sumber daya dan tim wirausahawan. Peluang usaha merupakan inti dari proses
kewirausahaan. Suatu peluang usaha dianggap baik jika memiliki permintaan
pasar, struktur pasar dan ukuran pasar yang baik. Ringkasnya, suatu peluang
dikatakan memiliki kekuatan apabila wirausahawan mendapatkan modalnya
29
kembali. Sumber daya, yaitu potensi dan kompetensi yang didukung oleh
kreatifitas dan penghematan. Wirausahawan yang sukses adalah yang dapat
menghemat modal dan memanfaatkannya dengan cerdik. Tim Kewirausahawan,
dipimpin oleh wirausahawan yang sudah memiliki pengalaman kerja yang sukses.
Menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat, menghargai yang berhasil
tetapi juga membantu yang gagal. Hubungan antara ketiga kekuatan bagan
Timmons harus diwarnai oleh konsep kesesuaian dan keseimbangan. Dengan
demikian, tugas wirausahawan dan timnya adalah menjalankan dengan sebaik-
baiknya semua faktor yang ada sehingga terjadi suatu keseimbangan.
Kesimpulannya, tim wirausahawan harus bisa menguasai keadaan sehingga bisa
mencapai keberhasilan usaha.
Timmons (1999:43) mengemukakan dasar dari proses kewirausahaan ada
dua, yaitu logika dan trial and error dengan menggunakan intuisi dan
perencanaan. Tidak ada waktu yang paling tepat untuk memulai sebuah proses
kewirausahaan. Oleh karena itu, kesiapan dalam melihat suatu peluang dan
keputusan untuk meraihnya memiliki nilai tersendiri dalam proses kewirausahaan.
Berdasarkan uraian tentang proses terbentuknya perilaku kewirausahaan
maka dapat disimpulkan bahwa ada empat tahapan utama yang harus dilewati
dalam berwirausaha antara lain memutuskan untuk menjadi seorang pengusaha,
mengembangkan ide yang telah sukses, merealisasikan ide-ide untuk
menumbuhkan wirausaha, dan mengelola dan menumbuhkan wirausaha. Apabila
tahapan-tahapan dalam proses wirausaha tersebut dapat dilalui dengan baik oleh
wirausahawan, maka wirausaha yang dijalankan akan berjalan dengan baik.
30
2.1.5 Resiko Untuk Menjadi Wirausahawan
Zimmerer ( 2001:5) mengemukakan bahwa dalam berwirausaha terdapat
beberapa resiko yang diperhatikan, resiko tersebut antara lain:
a. Pendapatan yang tidak tentu
Membuka dan menjalankan usaha baru tidak menjamin bahwa seorang
wirausaha dapat memiliki cukup uang untuk bertahan hidup. Beberapa usaha
kecil kadang menghasilkan keuntungan yang tidak tetap. Artinya dalam
berwirausaha kita tidak bisa memprediksi pendapatan yang akan
diperoleh.berdasarkan kurun waktu tertentu. Pendapatan tersebut bergantung
pada jumlah barang ataupun jasa yang dihasilkan maupun dijual. Seorang
wirausaha perlu memperhitungkan resiko pendapatan yang tidak tentu ini
dengan memiliki persediaan modal agar wirausaha tetap berjalan sebelum
berkembang.
b. Resiko untuk kehilangan modal
Resiko kegagalan dalam menciptakan usaha baru relatif tinggi.
Kenyataannya dari penelitian yang dilakukan di Amerika sebanyak 24 % usaha
baru dalam jangka waktu dua tahun dipastikan tutup. Modal merupakan faktor
utama dari berjalannya suatu usaha. Apabila seseorang dalam menjalankan
usahanya menemui kegagalan, maka dia harus bersiap-siap untuk kehilangan
modal usahanya. Resiko kehilangan modal merupakan resiko yang membuat
wirausahawan sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan usaha dan
mengatur strategi usahanya. Dikarenakan sekali mereka gagal dan kehilangan
modal maka wirausaha yang mereka jalankan tutup.
31
c. Membutuhkan waktu yang lama dan kerja keras
Usaha yang baru membutuhkan waktu lama untuk berkembang.
Diperlukan kerja keras dan konsistensi dari pelaku wirausaha dalam
memajukan usaha yang dijalankannya. Kesabaran dan keuletan merupakan
faktor utama dalam mengembangkan suatu usaha. Kerja keras diperlukan untuk
menghadapi hambatan dan tantangan yang ditemui dalam proses berwirausaha.
d. Kualitas hubungan sosial rendah sebelum usaha dapat berkembang
Waktu yang lama dan intensitas kerja yang begitu banyak dalam
menjalankan usaha baru membuat hubungan wirausahawan dengan lingkungan
sosial maupun keluarga menjadi berkurang. Perhatian mereka terhadap
hubungan sosial akan menjadi berkurang, dikarenakan wirausahawan fokus
terhadap usaha yang dijalankan. Kondisi ini akan berlangsung lama, sebelum
wirausaha yang dijalankan telah berkembang dengan baik.
e. Tanggung jawab yang menyeluruh
Seorang wirausaha harus dapat bertahan dari tekanan dalam persaingan
bisnis. Pengambilan keputusan yang tepat akan membuat usahanya dapat
bertahan, sebaliknya apabila pengetahuannya dalam berwirausaha kurang dan
wirausaha ragu dalam membuat keputusan dalam bisnis dapat menghancurkan
usahanya sehingga tidak akan mencapai sukses.
Kesimpulan dari resiko menjadi seorang wirausahawan yaitu seseorang
sebelum memasuki dunia wirausaha perlu memperhatikan berbagai resiko antara
lain pendapatan yang tidak tentu dari seoran wirausahawan, besar kemungkinan
kehilangan modal usaha, perkembangan usaha membutuhkan waktu yang lama
32
dan dibutuhkan kerja keras untuk mencapai keberhasilan, hubungan sosial
menjadi berkurang dikarenakan kesibukan dalam berwirausaha, dan tanggung
jawab secara menyeluruh dalam usaha yang dilakukannya.
2.1.6 Penyebab Kegagalan Dalam Berwirausaha
Tingkat kegagalan usaha yang baru lebih besar dibandingkan usaha yang
besar dan telah mapan, hal tersebut dikarenakan keterbatasan sumber daya,
kurangnya pengalaman manajemen dan kurang stabilnya keuangan. Zimmerer dan
Scarborough (2008:39) menjelaskan mengenai sebab-sebab kegagalan dalam
berwirausaha, antara lain:
a. Ketidakmampuan melakukan manajemen
Manajemen yang buruk merupakan penyebab utama kegagalan
berwirausaha. Penerapan sistem manajemen yang tidak tepat, pengambilan
keputusan usaha yang salah kepemimpinan yang kurang tegas membuat
wirausaha yang dilakukan menjadi terhambat dan tidak berkembang.
Manajemen usaha yang buruk membuat wirausahawan tidak mengetahui apa
yang seharusnya dia lakukan dalam menjalankan usahanya.
b. Kurangnya pengalaman berwirausaha
Pengusaha perlu memiliki pengalaman dan pengetahuan tentang jenis
wirausaha yang dijalankan. Pengalaman dan pengetahuan tersebut dapat
dijadikan sebagai landasan bagi pengusaha untuk menentukan keputusan usaha
dan sebagai pertimbangan dalam pengambilan resiko. Apabila wirausahawan
kurang berpengalaman dengan usaha barunya, maka dia cenderung kurang
yakin terhadap pengambilan resiko usaha yang besar.
33
c. Pengendalian keuangan yang buruk
Keberhasilan dalam berwirausaha memerlukan pengendalian sisteem
keuangan yang baik. Wirausahawan yang baru memulai usahanya cenderung
sangat optimis dan sering salah menilai uang yang dibutuhkan dalam
mengelola usahanya. Akibatnya usaha yang dijalankan menjadi terhambat
dikarenakan pengaturan keuangan yang bermasalah.
d. Lemahnya usaha pemasaran
Penyusunan strategi pemasaran yang baik dan kuat merupakan salah satu
cara memajukan usaha. Wirausahawan dituntut untuk memiliki inovasi dan
kreatifitas dalam melakukan pemasaran usahanya. Pemasaran yang berhasil
ditunjukkan dengan kembalinya pelanggan. Lemahnya usaha pemasaran
menjadikan sebuah usaha tidak berkembang.
e. Kegagalan mengembangkan perencanaan bisnis
Tanpa strategi yang ditentukan dengan jelas, wirausahawan tidak memiliki
dasar yang berkesinambungan untuk menciptakan dan memelihara keunggulan
usahanya sendiri. Membangun perencanaan bisnis memaksa wirausahawan
untuk selalu berpikir agar produk yang dihasilkan lebih unggul dibandingkan
produk dari pesaing usahanya.
f. Pertumbuhan yang tidak terkendali
Wirausahawan terkadang mendorong pertumbuhan usahanya secara pesat,
hal tersebut akan berdampak negatif apabila hal tersebut melewati kemampuan
wirausahawan dalam mengelola usahanya. Semakin besar usaha yang
dijalankan, maka hambatan yang akan ditemui oleh wirausahawan akan
34
semakin besar. Persaingan usaha juga akan semakin berat dikarenakan harus
bersaing dengan usaha besar yang telah lebih dulu berkembang.
g. Lokasi berwirausaha yang buruk
Pemilihan lokasi yang tepat dalam berwirausaha merupakan hal yang
penting. Lokasi yang tepat dan strategis akan mendorong kemajuan dalam
berwirausaha, hal tersebut dikarenakan pelanggan cenderung kembali apabila
lokasi dari tempat berwirausaha cukup strategis dan mudah dijangkau. Tempat
wirausaha yang buruk akan berdampak para pelanggan tidak nyaman untuk
melakukan transaksi usaha.
h. Pengendalian persediaan yang tidak tepat
Pengendalian dalam cadangan barang wirausaha diperlukan agar
pelanggan tidak kecewa apabila kehabisan stok. Akan tetapi banyak
wirausahawan yang menyia-nyiakan uang yang dimilikinya untuk menimbun
persediaan yang tidak bermanfaat. Persediaan tidak tepat tersebut dikarenakan
wirausahawan kurang mempertimbangkan strategi pemasaran.
i. Penetapan harga yang tidak tepat
Wirausahawan harus dapat menentukan harga yang sesuai terhadap
produknya, berdasarkan besarnya biaya untuk membuat produk, memasarkan
dan mendistribusikan barang dan dalam penetapan harga juga perlu
memperhatikan pesaing. Apabila harga barang yang ditawarkan terlalu tinggi,
maka pelanggan akan mencari barang yang sama dengan harga lebih murah
dengan kualitas yang sama.
35
j. Ketidakmampuan membuat transisi kewirausahaan
Setelah sebuah wirausaha sudah mulai berkembang maka secara tidak
langsung terjadi perubahan yang drastis dalam gaya manajemen. Pertumbuhan
mendorong para wirausahawan ke dalam wilayah yang tidak dikuasainya
sehingga kemungkinan terjadinya resiko kegagalan semakin besar.
Berdasarkan faktor-faktor penyebab kegagalan tersebut, dapat ditarik
kesimpulan bahwa faktor penyebab utama kegagalan berwirausaha kebanyakan
berasal dari keterampilan individu (ketidakmampuan melakukan manajemen,
kurangnya pengalaman berwirausaha, pengendalian keuangan yang buruk,
lemahnya usaha pemasaran, kegagalan mengembangkan perencanaan bisnis,
pertumbuhan yang tidak terkendali, pengendalian persediaan yang tidak tepat,
penetapan harga yang tidak tepat dan ketidakmampuan membuat transisi
kewirausahaan). Sedangkan penyebab kegagalan berwirausaha yang bersumber
dari lingkungan adalah lokasi berwirausaha yang buruk.
2.2 Adversity Quotient
2.2.1 Pengertian adversity quotient
Adversity quotient (AQ) adalah sebuah gambaran dari kebiasaan respon
seseorang dari kesulitan, suatu ukuran pola bawah sadar yang konsisten yang
dikembangkan selama bertahun-tahun. Adversity quotient (AQ) adalah kecerdasan
untuk menghadapi kesulitan atau hambatan, kemampuan bertahan dalam berbagai
kesulitan hidup dan tantangan yang dialami. Adversity quotient (AQ) merupakan
sikap menginternalisasi keyakinan. Adversity quotient (AQ) juga merupakan
kemampuan untuk menggerakkan tujuan hidup ke depan (Stoltz, 2000:8).
36
Stoltz (2000:7) mengatakan bahwa adversity quotient adalah skor yang
dicapai seseorang dalam merespon instrument adversity, skor adversity mampu
memprediksi keberhasilan karena skor adversity mencerminkan kemampuan
seseorang dalam menghadapi tantangan. Adversity Quotient meramalkan seberapa
jauh seseorang mampu bertahan menghadapi kesulitan dan kemampuan untuk
mengatasinya, meramalkan siapa yang mampu mengatasi kesulitan dan siapa yang
akan hancur. Adversity quotient meramalkan siapa yang akan melampaui harapan
atas kinerjanya dan potensi mereka serta mereka yang akan gagal. Adversity
Quotient juga meramalkan siapa yang akan bertahan dan siapa yang akan
menyerah.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa adversity quotient
adalah skor yang menunjukkan kemampuan seseorang dalam menghadapi dan
bertahan terhadap kesulitan hidup, tantangan yang dialaminya dan perubahan-
perubahan yang terus menghadang serta menghadapi kesulitan tersebut sebagai
proses untuk menghadapi potensi-potensi yang dimilikinya.
2.2.2 Dimensi Adversity Quotient (AQ)
Stoltz (2000 :140) mengemukakan dimensi-dimensi Adversity Quotient
yang terdiri dari RE yaitu:
a. C = Control (kendali)
C adalah singkatan dari konrol atau kendali. C mempertanyakan : Berapa
banyak kendali yang seseorang rasakan terhadap sebuah peristiwa yang
menimbulkan kesulitan? Dimensi Adversity Quotient ini merupakan salah satu
awal yang paling penting. Control atau kendali berhubungan langsung dengan
37
pemberdayaan dan mempengaruhi semua dimensi RE lainnya. Teori ini
menjelaskan mereka yang Adversity quotient-nya tinggi merasakan kendali
yang lebih besar atas peristiwa-peristiwa dalam hidup daripada mereka yang
Adversity Quotient-nya lebih rendah. Akibatnya mereka akan mengambil
tindakan, yang akan menghasilkan lebih banyak kendali lagi. Mereka yang
memiliki Adversity Quotient yang tinggi lebih cenderung melakukan
pendakian, sedangkan mereka yang Adversity Quotient-nya rendah akan
cenderung berhenti.
Semakin tinggi Adversity Quotient dan skor seseorang dalam dimensi ini,
semakin besar kemungkinan seseorang merasa bahwa dia memiliki tingkat
kendali yang sangat kuat atas peristiwa-peristiwa yang buruk. Semakin tinggi
skor C seseorang, semakin besar kendali untuk menghadapi kesulitan-
kesulitan, dan tetap teguh dalam niatnya serta pendekatannya untuk mencari
suatu penyelesaian yang tepat. Semakin rendah Adversity Quotient dan skor
seseorang dalam dimensi ini, semakin besar kemungkinan seseorang merasa
peristiwa-peristiwa yang buruk di luar kendalinya dan sedikit yang dapat dia
lakukan untuk mencegahnya. Rendahnya kendali yang dirasakan memiliki
pengaruh yang sangat merusak terhadap kemampuannya untuk mengubah
situasi. Orang-orang yang sangat rendah kemampuan pengendaliannya sering
menjadi tidak berdaya saat menghadapi kesulitan.
b. = Origin dan Ownership (asal-usul dan pengakuan)
merupakan kependekan dari Origin (asal-usul) dan Ownership
(pengakuan). mempertanyakan dua hal: Siapa atau apa yang menjadi asal-
38
usul kesulitan? dan sampai sejauh manakah saya mengakui akibat-akibat
kesulitan itu? Orang yang Adversity Quotient-nya rendah cenderung
menempatkan rasa bersalah yang tidak semestinya atas peristiwa-peristiwa
buruk yang terjadi. Mereka melihat dirinya sendiri sebagai satu-satunya
penyebab atas asal-usul (origin) dari kesulitan tersebut. Adversity Quotient
memberikan pelajaran kepada seseorang untuk meningkatkan rasa tanggung
jawab mereka sebagai salah satu cara memperluas kendali, pemberdayaan, dan
motivasi dalam mengambil tindakan.
Rasa bersalah yang dialami individu memiliki dua fungsi penting. Fungsi
yang pertama, rasa bersalah membantu individu untuk belajar. Rasa bersalah
yang dialami memaksa individu untuk merenungkan, belajar, dan
menyesuaikan tingkah laku untuk memperbaiki kesalahannya. Fungsi yang
kedua, rasa bersalah tersebut menjurus pada penyesalan. Penyesalan memaksa
individu untuk meneliti dan mempertimbangkan apa yang dirasakan hati dalam
hubungannya dengan orang lain. Penyesalan dan rasa bersalah hanya
bermanfaat dalam kadar atau dosis yang terukur. Apabila berlebihan, perasaan
tersebut dapat berakibat sangat melemahkan semangat dan menjadi destruktif.
Rasa bersalah yang menjadi destruktif dapat menghancurkan energi, harapan,
harga diri dan sistem kekebalan individu.
Semakin tinggi Adversity Quotient dan skor seseorang dalam dimensi ini,
semakin besar kemungkinan dia memandang kesuksesan dengan pekerjaan dan
kesulitan sebagai sesuatu yang terutama berasal dari dirinya sendiri. Skor yang
lebih tinggi dalam dimensi ini, mencerminkan kemampuan untuk menghindari,
39
perilaku menyalahkan diri sendiri yang tidak perlu sambil menempatkan
tanggung jawab orang itu sendiri pada tempat yang tepat.
Sebaliknya, semakin rendah Adversity Quotient dan skor seseorang dalam
dimensi ini semakin besar dia menganggap kesulitan sebagai sesuatu yang
merupakan kesalahannya dan menganggap peristiwa-peristiwa yang baik
sebagai keberuntungan yang di akibatkan kekuatan-kekuatan dari luar.
Menganggap diri sendiri sebagai awal mula peristiwa-peristiwa buruk bisa
berakibat parah pada tingkat stres, ego, dan motivasi seseorang.
c. R = Reach (jangkauan)
Dimensi ini mempertanyakan : Sejauhmanakah kesulitan akan
menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan saya? Respon-respon dengan
adversity quotient rendah akan membuat kesulitan bergerak menuju segi-segi
yang lain dalam kehidupan individu. Menganggap suatu kesulitan sebagai
bencana yang akan menyebar dengan cepat bisa sangat berbahaya. Hal tersebut
dikarenakan dapat menimbulkan kerusakan terhadap fisik maupun psikis dari
diri individu apabila perasaan tersebut dibiarkan tidak terkendali.
Semakin tinggi adversity quotient dan skor seseorang dalam dimensi ini,
semakin besar kemungkinan seseorang merespon kesulitan sebagai sesuatu
yang spesifik dan terbatas. Semakin efektif seseorang menahan dan membatasi
jangkauan kesulitan, dia akan merasa semakin lebih berdaya dan perasaan
kewalahan akan berkurang. Menjaga kesulitan agar tetap berada di tempatnya
akan membuat frustasi, kesulitan dan tantangan hidup menjadi lebih mudah
ditangani. Sebaliknya, semakin rendah Adversity Quotient dan skor seseorang
40
dalam dimensi ini, semakin besar kemungkinan dia memandang kesulitan
sebagai sesuatu yang merasuki wilayah-wilayah lain kehidupannya.
Masalah yang dibiarkan menjangkau wilayah-wilayah lain kehidupan
seseorang akan meningkatkan bobot beban yang dirasakan. Akibatnya,
pandangan yang menimpang dari kesulitan ini, kadang-kadang membuat dia
tidak berdaya untuk mengambil suatu tindakan.
d. E = Endurance (daya tahan)
E atau Endurance (daya tahan) merupakan dimensi terakhir dalam
Adversity Quotient seseorang. Dimensi ini mempertanyakan dua hal yang
berkaitan: Berapa lamakah kesulitan akan berlangsung? Berapa lamakah
penyebab kesulitan itu akan berlangsung?.
Seligman (dalam Stoltz, 2000:163) menemukan bahwa orang yang melihat
kemampuan mereka sebagai penyebab kegagalan (penyebab yang stabil)
cenderung kurang bertahan dibandingkan orang yang mengaitkan kegagalan
sebagai suatu usaha (penyebab yang sifatnya sementara) mereka lakukan.
Semakin tinggi Adversity Quotient dan skor seseorang dalam dimensi ini,
semakin besar kemungkinan dia memandang kesuksesan sebagai sesuatu yang
berlangsung lama atau bahkan permanen. Demikian sesuatu yang bersifat tidak
sementara cepat berlalu dan kecil kemungkinan terjadi lagi. Hal ini akan
meningkatkan energi, optimisme, dan kemungkinan seseorang untuk bertindak.
Kesimpulan dari dimensi-dimensi adversity quotient yang dikemukakan di
atas adalah yang pertama di dalam adversity quotient mengandung dimensi
control (kendali) yaitu kendali seseorang dalam menghadapi kesulitan, yang
41
kedua yaitu dimensi origin dan ownership (asal-usul dan pengakuan) yaitu
seseorang mengetahui sumber dari kesulitannya dan menyadari akibat dari
kesulitan yang dihadapinya, reach (jangkauan) yaitu mengetahui sejauhmana
kesulitan menjangkau sisi-sisi kehidupan seseorang sehingga seseorang mampu
mengatasinya, dan yang terakhir endurance (daya tahan) yaitu sejauhmana
seseorang bertahan terhadap kesulitan yang dihadapinya.
2.2.3 Tipe-tipe Orang Menurut Adversity Quotient
Stoltz (2000:18) mengelompokkan orang ke dalam tiga tipe pendakian,
orang-orang tersebut memiliki respon yang berbeda-beda terhadap pendakian dan
sebagai akibatnya, dalam hidup mereka menikmati berbagai macam tingkat
kesuksesan dan kebahagiaan. Tipe-tipe orang tersebut yaitu:
a. Quitter (Mereka yang berhenti), orang yang memilih untuk keluar menghindari
kewajiban, mundur dan berhenti. Mereka menghentikan pendakian. Orang
dengan tipe ini selalu meninggalkan banyak hal yang ditawarkan dalam
kehidupan. Quitter menjalani kehidupan tidak menyenangkan. Mereka
meninggalkan impian-impiannya dan memilih jalan yang dianggap datar dan
lebih mudah. Ironisnya seiring dengan berlalunya waktu, quitter mengalami
penderitaan yang jauh lebih pedih daripada yang diinginkan mereka. Sebagai
akibatnya quitter sering menjadi sinis, murung, dan mati perasaannya atau
mereka menjadi pemarah dan frustasi, menyalahkan orang di sekelilingnya.
Quitter mungkin menjalani kehidupan dengan penuh kecemasan atau mungkin
sama sekali mati rasa terhadap kemungkinan-kemungkinan yang dahulu
pernah ada.
42
b. Campers (mereka yang berkemah), seperti halnya quitter, campers juga
menjalani kehidupan yang tidak lengkap. Campers melepaskan kesempatan
untuk maju yang sebenarnya dapat dicapai jika energi dan sumberdayanya
diarahkan dengan semestinya. Mereka puas dengan mencukupkan diri dan
tidak ingin mengembangkan diri. Campers tidak memanfaatkan potensi dengan
sepenuhnya, akibatnya campers kurang berhasil dalam belajar, tumbuh, dan
berprestasi. Campers bisa melakukan hal yang menuntut kreatifitas yang tinggi
dengan penuh perhitungan, tetapi biasanya mereka mengambil jalan yang
aman. Kreatifitas dan kesediaan mengambil resiko hana dilakukan dalam
bidang-bidang yang amannya kecil sekali.
c. Climbers (para pendaki), Climbers menjalani hidupnya secara lengkap. Mereka
benar-benar mengetahui tujuan dan merasakan manfaat dari semua hal yang
dikerjakannya. Mereka mengetahui perasaan gembira yang sesungguhnya dan
mengenalinya sebagai anugerah. Climbers tahu bahwa hasil dari pendakian
datang dalam bentuk manfaat-manfaat jangka panjang dan langkah-langkah
kecil sekarang ini akan membawanya pada kemajuan-kemajuan yang lebih
lanjut di kemudian hari. Climbers selalu menanggapi tantangan yang
ditemuinya. Climbers yakin bahwa segala sesuatu akan dapat terlaksana
meskipun orang lain bersikap negatif dan sudah memutuskan jalannya tidak
mungkin ditempuh. Kata berhenti tidak terdapat dalam kamus para climber.
Climbers menempuh kesulitan-kesulitan hidup dengan penuh keberanian dan
disiplin. Mereka bisa memotivasi diri sendiri, memiliki semangat yang tinggi
dan berjuang untuk mendapatkan yang terbaik dalam hidup.
43
Berdasarkan uraian mengenai tipe orang menurut adversity quotient maka
dapat diambil kesimpulan bahwa tipe orang dikelompokkan berdasarkan jenis
pendakian atau ketahanannya. Tipe-tipe tersebut antara lain quitter, campers, dan
climbers.
2.2.4 Tiga Faktor Pembangun Adversity Quotient
Tiga faktor utama yang paling menentukan kemampuan pendakian
individu didasarkan pada terobosan tiga bidang ilmu pengetahuan yang berbeda.
Masing-masing mewakili sebuah faktor pembangun yang apabila digabungkan
akan membentuk seberapa besar tingkat adversity quotient individu
(Stoltz,1997:53). Ketiga faktor pembangun tersebut diantaranya:
a. Psikologi Kognitif
Dasar pembentukan adversity quotient yang pertama ini mencakup
beberapa konsep penting untuk memahami motivasi, efektifitas dan kinerja
individu. Hal-hal yang berkaitan dalam ranah psikologi kognitif tersebut antara
lain ketidakberdayaan yang dipelajari oleh individu. Seligman dalam Stoltz
(1997:55) mengemukakan bahwa ketidakberdayaan yang dialami individu
tersebut menginternalisasi keyakinan bahwa hal yang individu kerjakan tidak
ada manfaatnya. Hal ini melenyapkan kemampuan seseorang untuk memegang
kendali. Apabila individu dapat mengatasi ketidakberdayaannya tersebut, maka
individu memiliki kendali yang baik terhadap dirinya dan ini berpengaruh
terhadap tinggi rendahnya adversity quotient yang ada pada diri individu.
Stoltz (1997:58) dalam penelitiannya menemukan bahwa
ketidakberdayaan yang dialami oleh individu tersebut memiliki dampak negatif
44
antara lain: mengurangi kinerja, produktifitas, motivasi, energi, kemauan untuk
belajar, perbaikan diri, keberanian mengambil resiko, kreatifitas, kesehatan,
vitalitas, keuletan dan ketekunan. Ketidakberdayaan tersebut menciptakan
individu untuk menjadi campers dan quitters.
b. Ilmu Kesehatan yang Baru
Penelitian dalam bidang kesehatan menemukan bahwa terdapat kaitan
langsung yang dapat diukur antara apa yang individu pikirkan dan rasakan
dengan apa yang terjadi di dalam tubuh individu yang bersangkutan. Cara
individu merespon peristiwa-peristiwa dalam hidup bisa menimbulkan akibat-
akibat yang mendalam terhadap kesehatan dan kemampuan individu untuk
mendaki dalam hal ini berhubungan dengan adversity quotient. Pola respon
yang lemah dari individu dalam menghadapi kesulitan dapat menyebabkan
depresi.
c. Ilmu Pengetahuan tentang Otak
Berbagai perkembangan ilmu pengetahuan baru tentang otak membuat
gambaran tentang adversity quotient menjadi lebih jelas dan dapat memberikan
pengetahuan tentang bagaimana untuk mengubah dan mengembangkan
kebiasaan-kebiasaan mental individu climber. Otak idealnya diperlengkapi
untuk menciptakan kebiasaan-kebiasaan. Kebiasaan-kebiasaan tersebut
menjadi semakin kuat pada bagian tidak sadar otak. Kebiasaan-kebiasaan
bawah sadar seperti adversity quotient dapat segera diubah dan dengan mudah
akan membentuk kebiasaan-kebiasaan baru yang semakin lama semakin kuat.
45
Berdasarkan uraian mengenai tiga faktor pembangun adversity quotient
maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga faktor utama yang melandasai
terbentuknya adversity quotient. Faktor tersebut antara lain psikologi kognitif,
ilmu kesehatan yang baru dan ilmu pengetahuan tentang otak. Masing-masing
faktor ilmu pengetahuan tersebut memiliki pengaruh tersendiri terhadap adversity
quotient.
2.2.5 Hubungan Antara Adversity Quotient dengan Perilaku Kewirausahaan
Stoltz ( 2000: 8) menyatakan bahwa adversity quotient adalah kecerdasan
menghadapi kesulitan atau hambatan, kemampuan bertahan dari kesulitan hidup
dan tantangan yang dialami. Adversity Quotient merupakan sikap
menginternalisasi keyakinan. Adversity Quotient juga merupakan kemampuan
untuk menggerakkan tujuan hidup ke depan. Adversity quotient pada seseorang
termasuk mahasiswa dapat dilihat melalui dimensi adversity quotient yang
diungkapkan Stoltz (2000 :141) bahwa dimensi-dimensi Adversity Quotient
terdiri dari RE, yaitu C = Control (kendali), = Origin dan Ownership
(Asal-usul dan pengakuan), R = Reach (jangkauan), dan E = Endurance (daya
tahan).
Stoltz (2000: 140) mengatakan bahwa individu dalam dimensi control
(kendali), dirinya selalu berpikir optimis, selalu ada jalan, serta berupaya
menyelesaikan masalah. Jika dikaitkan dengan kewirausahaan, maka pada
mahasiswa yang selalu berpikir optimis selalu ada jalan keluar dalam menghadapi
masalah dan dapat menyelesaikan segala hambatan dalam berwirausaha.
Mahasiswa yang memiliki dimensi control yang tinggi mengindikasikan bahwa
46
dia memiliki komitmen dan tekad yang kuat dalam mencurahkan perhatiannya
pada wirausaha. Optimisme dan kegigihan mahasiswa dalam menyelesaikan
masalah juga berhubungan dengan aspek perilaku kewirausahaan yaitu
berorientasi pada masa yang akan datang. Mahasiswa selalu berpandangan ke
masa depan yang jauh lebih baik. Dimensi control juga berhubungan dengan sifat
kerja keras dalam kewirausahaan. Sifat kerja keras tersebut yaitu tidak mudah
menyerah, tidak pernah memberi kesempatan dirinya untuk berpangku tangan,
mencurahkan perhatian sepenuhnya pada pekerjaan, dan memiliki tenaga untuk
terlibat terus menerus dalam kerja. Mahasiswa yang selalu berpandangan ke masa
depan yang lebih baik mengakibatkan mahasiswa tersebut tertantang untuk
melakukan kerja keras mencari cara-cara baru untuk memperbaiki kinerjanya,
terbuka pada gagasan, pandangan dan penemuan-penemuan baru yang dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerjanya. Hal ini termasuk ke dalam sifat
inovatif kewirausahaan.
Sebaliknya jika mahasiswa tidak berpikir optimis selalu ada jalan keluar
dalam menghadapi masalah dan tidak berupaya untuk menyelesaikannya, maka
dirinya mudah menyerah, dan enggan untuk menyelesaikan masalah yang
dialaminya. Akibatnya sifat kewirausahaan terutama pada sifat kerja keras dan
inovatif pada mahasiswa dapat melemah sehingga semangat kewirausahaan juga
menurun.
Dimensi kedua dari adversity quotient adalah origin dan ownership yaitu
berisi tentang pertanyaan siapa yang menyebabkan asal-usul kesulitan serta
sampai sejauh mana orang tersebut mengakui akibat dari kesulitan tersebut.
47
Kaitannya dengan perilaku kewirausahaan, dimensi ini menekankan bahwa
kegagalan dalam berwirausaha bukan disebabkan pihak dari luar individu
melainkan karena diri sendiri. Hal ini dapat meningkatkan tanggung jawab pribadi
dengan usaha yang sedang digeluti. Rasa tanggung jawab dalam hubungannya
dengan perilaku kewirausahaan mencerminkan adanya sifat memiliki rasa
tanggung jawab baik dalam mengontrol sumber daya yang digunakan maupun
tanggung jawab terhadap keberhasilan maupu kegagalan dalam berwirausaha.
Berbeda dengan mahasiswa yang kurang memiliki dimensi ini, kesalahan dan
kegagalan dalam berwirausaha selalu dikaitkan dengan pihak luar. Artinya
mahasiswa tidak bertanggungjawab penuh terhadap kesalahan yang dialami
melainkan melemparkan tanggung jawabnya dengan menyalahkan pihak di luar
dirinya.
Individu yang memiliki reach maka dirinya merespon kesulitan sebagai
sesuatu yang spesifik dan terbatas sehingga dirinya merasa dirinya semakin
berdaya dan perasaan kewalahan akan berkurang. Jika dikaitkan dengan
wirausaha maka mahasiswa merasa lebih bisa mengatasi masalah dan
mengendalikan usahanya. Dimensi reach juga berhubungan dengan aspek
perilaku kewirausahaan yaitu selalu berambisi untuk mencari peluang.
Keberhasilan wirausaha selalu diukur oleh keberhasilan untuk mencapai tujuan,
sedangkan pencapaian tujuan terjadi apabila ada peluang. Individu yang memiliki
reach yang baik mengindikasikan sifat kerja keras pada kewirausahaan yang
tinggi serta tidak mudah menyerah dan mencurahkan perhatian sepenuhnya pada
pekerjaan. Mahasiswa dengan reach rendah akan semakin besar kemungkinanya
48
untuk menganggap peristiwa-peristiwa buruk sebagai bencana yang nantinya akan
berpengaruh pula terhadap sifat kewirausahaan terutama pada sifat pengambilan
resiko yang diperhitungkan yaitu mudah khawatir dalam menghadapi situasi yang
serba tidak pasti dan kurang ada keberanian mengambil resiko kegagalan karena
menganggap sesuatu yang tidak pasti bisa saja dipersepsikan sebagai sesuatu yang
berbahaya.
Dimensi lain dari adversity quotient adalah endurance. Mahasiswa yang
memiliki daya tahan yang baik dalam menghadapi masalah maka dirinya berani
untuk melakukan bisnis karena memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya
dalam menjalankan bisnis. Mahasiswa yang memiliki daya tahan ini dapat
menguatkan sifat kewirausahaan terutama pada sifat tahan terhadap resiko dan
ketidakpastian. Banyak resiko dan tantangan yang harus dihadapi wirausahawan
dalam proses usahanya, apabila mahasiswa sebagai wirausahawan memiliki
dimensi endurance yang baik maka dia akan dapat bertahan dalam kesulitan yang
dihadapi dan bisa menyelesaikan masalah tersebut. Mahasiswa peserta Program
Mahasiswa Wirausaha yang memiliki keempat dimensi dari adversity quotient
meliputi control, origin and ownership, reach dan endurance yang tinggi
cenderung memiliki perilaku kewirausahaan yang baik begitu juga sebaliknya.
2.2.6 Kerangka Berpikir
Hubungan antara adversity quotient dengan perilaku kewirausahaan dalam
penelitian ini dapat digambarkan dengan kerangka berpikir sebagai berikut:
49
tinggi
rendah
Gambar 2.2 Model Kerangka Berfikir Adversity Quotient dengan Perilaku
Kewirausahaan
Berdasarkan teori tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
kewirausahaan maka dapat diketahui bahwa terdapat dua faktor yang berpengaruh
terhadap perilaku kewirausahaan yaitu faktor eksternal dan internal. Di dalam
Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku
Kewirausahaan
Faktor Internal
a) percaya diri
b) berorientasi pada masa depan
c) kreatifitas
d) faktor psikis atau kepribadian
e) faktor ketahanan dalam
menghadapi tekanan dan
kesulitan (adversity quotient)
Hipotesis Penelitian
Ada hubungan positif antara adversity quotient dengan perilaku kewirausahaan
Adversity quotient tinggi
Adversity quotient rendah
Keberhasilan perilaku
kewirausahaan semakin tinggi
Keberhasilan perilaku
kewirausahaan semakin rendah
Dimensi Adversity Quotient
a) control
b) origin and ownership
c) reach
d) endurance
Faktor Eksternal
a) lingkungan keluarga dan
masyarakat
b) lokasi wirausaha
c) pendidikan wirausahawan
d) Manajemen usaha yang
bagus
Perilaku Kewirausahaan Baik
Perilaku Kewirausahaan
Buruk
50
faktor internal terdapat berbagai faktor yang salah satunya adalah faktor
ketahanan dalam menghadapi tekanan dan kesulitan yang erat hubungannya
dengan variabel psikologis yaitu adversity quotient. Menurut Stoltz terdapat
empat aspek dalam adversity quotient antara lain aspek control, origin and
ownership, reach dan endurance. Pada dimensi control mengindikasikan seberapa
banyak kendali yang seseorang rasakan terhadap sebuah peristiwa yang
menimbulkan kesulitan. Semakin tinggi skor C seseorang, semakin besar kendali
untuk menghadapi kesulitan-kesulitan, dan tetap teguh dalam niatnya serta
pendekatannya untuk mencari suatu penyelesaian yang tepat. Hubungan dimensi
control dengan perilaku kewirausahaan adalah semakin tinggi dimensi control
yang terdapat pada diri wirausahawan maka dalam menghadapi kesulitan dan
hambatan dalam berwirausaha, wirausahawan cenderung bertahan dan melakukan
berbagai upaya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada, sehingga
perilaku kewirausahaan dikatakan baik. Wirausahawan yang sangat rendah
kemampuan pengendaliannya sering menjadi tidak berdaya saat menghadapi
kesulitan, sehingga perilaku kewirausahaanya dikatakan buruk.
Dimensi Origin dan Ownership (asal-usul dan pengakuan)
mengindikasikan kesadaran mengenai sumber atau asal-usul suatu kesulitan
adalah dari dirinya sendiri dan sampai sejauh manakah akibat-akibat dari kesulitan
tersebut. Semakin tinggi Adversity Quotient dan skor Origin dan Ownership
seseorang dalam dimensi ini, semakin besar kemungkinan dia memandang
kesuksesan dengan pekerjaan dan kesulitan sebagai sesuatu yang terutama berasal
dari dirinya sendiri. Skor yang lebih tinggi dalam dimensi ini, mencerminkan
51
kemampuan untuk menghindari, perilaku menyalahkan diri sendiri yang tidak
perlu dan menempatkan tanggung jawab orang itu sendiri pada tempat yang tepat.
Hubungan dimensi Origin dan Ownership dengan perilaku kewirausahaan adalah
semakin tinggi dimensi Origin dan Ownership dalam diri wirausahawan
menjadikan wirausahawan tersebut dapat mengatasi segala kesulitan yang
bersumber dari dirinya sendiri dan wirausahawan memiliki rasa percaya diri
bahwa segala kesuksesan berwirausaha adalah atas usahanya sendiri dan bukan
merupakan faktor keberuntungan sehingga perilaku kewirausahaan dikatakan
baik. Sebaliknya, semakin rendah skor seseorang dalam dimensi ini semakin besar
dia menganggap kesulitan sebagai sesuatu yang merupakan kesalahannya dan
menganggap peristiwa-peristiwa yang baik sebagai keberuntungan yang di
akibatkan kekuatan-kekuatan dari luar sehingga rasa percaya diri dalam
mengambil keputusan usaha menjadi berkurang. Hal tersebut mencerminkan
perilaku kewirausahaan yang buruk.
Sedangakan dimensi R = Reach (jangkauan) mengindikasikan sejauh mana
kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan. Semakin tinggi
Adversity Quotient dan skor seseorang dalam dimensi ini, semakin efektif
seseorang menahan dan membatasi jangkauan kesulitan, dia akan merasa semakin
lebih berdaya dan perasaan kewalahan akan berkurang. Hubungan dimensi reach
dengan perilaku kewirausahaan adalah semakin tinggi dimensi reach dalam diri
seorang wirausaha, membuat kesulitan dan tantangan usaha akan lebih mudah
diselesaikan. Menjaga kesulitan agar tetap berada di tempatnnya akan membuat
frustasi, kesulitan dan tantangan berwirausaha menjadi lebih mudah ditangani,
52
sehingga dapat disimpulkan bahwa perilaku kewirausahaan baik. Kesulitan dalam
berwirausaha yang dibiarkan menjangkau wilayah-wilayah lain kehidupan
seseorang akan meningkatkan bobot beban yang dirasakan. Akibatnya membuat
wirausahawan tidak berdaya untuk mengambil suatu keputusan bisnis, dapat
disimpulkan perilaku kewirausahaan buruk.
Dimensi yang terakhir yaitu E = Endurance (daya tahan) mengindikasikan
seberapa lama kesulitan akan berlangsung dan seberapa lama penyebab kesulitan
itu akan berlangsung. Semakin tinggi skor endurance seseorang, semakin besar
kemungkinan dia memandang kesuksesan sebagai sesuatu yang berlangsung lama
atau bahkan permanen sedangkan kesulitan dan kegagalan hanya bersifat
sementara dan sebentar saja. Hubungan dimensi endurance dengan perilaku
kewirausahaan yaitu dengan selalu berpikir optimis bahwa kesulitan hanya
berlangsung sementara dan mudah diselesaikan maka akan meningkatkan energi
dan optimisme dalam mengembangkan sebuah usaha, sehingga disimpulkan
perilaku kewirausahaan baik. Sebaliknya, apabila wirausahawan memandang
kesulitan usaha merupakan hal yang sulit ditangani dan berlangsung lama, maka
dia cenderung pesimis, sehingga dikatakan perilaku kewirausahaannya rendah.
Berdasarkan penjelasan mengenai hubungan dimensi-dimensi adversity quotient
dengan perilaku kewirausahaan maka dapat disusun hipotesis yang berbunyi ada
hubungan positif antara adversity quotient dengan perilaku kewirausahaan.
Artinya individu yang memiliki aspek atau dimensi adversity quotient yang tinggi
cenderung memiliki perilaku kewirausahaan yang baik sehingga keberhasilan
perilaku kewirausahaan pada mahasiswa semakin tinggi begitu juga sebaliknya.
53
2.2.7 Hipotesis
Berdasarkan pada landasan teori dan analisa teoritik yang telah
dikemukakan di atas, maka disusun hipotesis penelitian yaitu: “Ada hubungan
positif antara adversity quotient dengan perilaku kewirausahaan. Semakin tinggi
adversity quotient maka keberhasilan perilaku kewirausahaan pada mahasiswa
semakin tinggi, demikian juga sebaliknya”.
54
BAB 3
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah sesuatu yang penting dalam suatu penelitian.
Penelitian dilakukan untuk mengumpulkan data secara objektif dan dilakukan
dengan prosedur yang jelas berdasarkan bukti-bukti empiris. Untuk mendapatkan
hasil yang optimal metode yang digunakan dalam penelitian harus tepat serta
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penelitian yang bertujuan
mengetahui hubungan antara Adversity Quotient dengan Perilaku Kewirausahaan
menggunakan metode sebagai berikut :
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunkan pendekatan kuantitatif korelasional karena
dalam pelaksanaannya mencari data sebanyak-banyaknya dan kemudian berusaha
untuk mendeskripsikan sejelas-jelasnya. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian dengan menggunakan
pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka)
yang diolah dengan metode statistika (Azwar, 2007:5).
3.2 Variabel Penelitian
3.2.1 Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel adalah simbol yang nilainya dapat bervariasi, yang itu angkanya
dapat berbeda-beda dari satu subjek ke subjek yang lain atau dari satu objek ke
objek yang lain (Azwar, 2007:20) .Variabel dalam penelitian ini terdiri dari
55
variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen). Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Variabel Independen
Variabel Independen adalah variabel yang variasinya mempengaruhi
variabel lain. Dapat pula dikatakan bahwa variabel independen adalah variabel
yang pengaruhnya terhadap variabel lain ingin diketahui (Arikunto, 2006:119).
Variabel independen dalam penelitian ini adalah adversity quotient.
b. Variabel Dependen
Variabel Dependen adalah variabel penelitian yang diukur untuk
mengetahui besarnya efek atau pengaruh variabel lain (Arikunto, 2006:119).
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku kewirausahaan.
3.2.2 Definisi Operasional Variabel
Untuk menghindari salah pengertian dari data yang akan dikumpulkan,
maka batasan operasional variabel penelitian perlu dikemukakan.
a. Perilaku Kewirausahaan
Perilaku kewirausahaan adalah usaha yang dilakukan oleh individu
untuk menciptakan nilai tambah dengan cara mengkombinasikan sumber-
sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan
guna memperoleh keuntungan yang lebih besar. Perilaku kewirausahaan ini
diungkap melalui skala perilaku kewirausahaan yang terdiri dari: komitmen
dan determinasi, rasa bertanggungjawab, ambisi untuk mencari peluang,
menerima resiko, kebimbangan, dan ketidaktentuan, percaya diri, kreatif dan
fleksibel, keinginan mendapatkan umpan balik, tingkat energi yang tinggi,
56
motivasi untuk unggul, berorientasi terhadap masa depan, belajar dari
kegagalan, dan kemampuan dalam memimpin. Semakin tinggi skor yang
diperoleh maka perilaku kewirausahaan semakin baik, demikian juga
sebaliknya.
b. Adversity Quotient
Adversity quotient adalah kemampuan seseorang dalam menghadapi
dan bertahan terhadap kesulitan hidup dan tantangan yang dialami serta
perubahan-perubahan yang terus menghadang. Juga menjadikan kesulitan
tersebut sebagai proses untuk mengembangkan potensi-potensinya dan
mencapai tujuannya. Adversity quotient ini diukur menggunakan skala
adversity quotient yang terdiri atas dimensi-dimensi adversity quotient yang
meliputi control (kendali), origin and ownership (asal-usul dan pengakuan),
reach (jangkauan) dan endurance (daya tahan). Semakin tinggi skor yang
diperoleh maka semakin tinggi adversity quotient begitu juga sebaliknya.
3.2.3 Hubungan Antar Variabel Penelitian
Hubungan antar variabel adalah hal yang paling penting untuk dilihat dalam
suatu penelitian. Di dalam pengaruh hubungan variabel ini kita akan melihat satu
variabel dalam mempengaruhi variabel lain. Variabel penelitian ini adalah
Perilaku Kewirausahaan sebagai variabel tergantung sedangkan Advertisy
Quotient sebagai variabel bebas. Kerangka hubungan antar variabel dapat dilihat
sebagai berikut :
Hubungan Antar Variabel Penelitian
Advertisy Quotient (X)
Perilaku
Kewirausahaan
(Y)
57
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002:108).
Populasi didefinisikan sebagai kelompok subjek yang hendak dikenai generalisasi
hasil penelitian (Azwar, 2009:77). Mahasiswa yang mengikuti program PMW
UNNES berjumlah 83 mahasiswa. Populasi dalam penelitian memiliki
karakteristik sudah ikut dalam Program Mahasiswa Wirausaha selama enam bulan
atau lebih dan mahasiswa dengan nomor kontak telepon yang bisa dihubungi.
Populasi penelitian didasarkan pada karakteristik sudah ikut dalam
Program Mahasiswa Wirausaha selama enam bulan atau lebih didasarkan pada
asumsi bahwa mahasiswa yang telah ikut dalam PMW lebih dari enam bulan
sudah dapat dilihat bagaimana perilaku mereka dalam berwirausaha termasuk
kemampuan mempertahankan usaha mereka. Karakteristik populasi mahasiswa
yang mencantumkan kontak nomor telepon yang bisa dihubungi dimaksudkan
agar mempermudah kerja peneliti dalam menemui mahasiswa yang bersangkutan
guna melakukan penelitian. Berikut data sebaran mahasiswa yang bisa dihubungi
berdasarkan asal fakultasnya.
Tabel 3.1
Sebaran Mahasiswa Berdasarkan Karakteristik Sampel yang Sesuai
No. Asal Fakultas Kontak Aktif Kontak Tidak Aktif
1 FIP 3 3
2 FBS 5 6
3 FE 18 5
58
Lanjutan Tabel 3.1
4 FMIPA 17 4
5 FT 3 3
6 FIK 11 -
7 FH 5 -
Jumlah 62 21
Berdasarkan karakteristik populasi diatas, maka mahasiswa yang
mengikuti PMW yang sesuai dengan karakteristik populasi terdapat 62 subyek
dikarenakan memiliki data yang lengkap sehingga bisa dihubungi sedangkan
sebanyak 21 mahasiswa yang lain memiliki kontak nomor telepon yang tidak
aktif.
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Dinamakan
penelitian sampel apabila kita bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil
penelitian sampel (Arikunto, 2002:109). Proeses menggeneralisasi minimal harus
memiliki satu karakteristik yang sama. Karakteristik sampel pada penelitian ini
adalah sampel merupakan anggota dari program PMW (Program Mahasiswa
Wirausaha) periode tahun 2011.
Besar kecilnya sampel yang harus diambil untuk penelitian sebenarnya
tidak ada ketetapan mutlak. Arikunto (2006:134) menyatakan untuk sekedar
ancer-ancer, maka apabila subyeknyakurang dari 100, lebih baik diambil semua
sehingga penelitiannya berupa penelitian populasi. Selanjutnya bila jumlah
subyeknya besar dari 100 dapat diambil 10-15% atau 20-25% atau lebih.
59
Teknik pengambilan sampel yang digunkan dalam penelitian ini adalah
total sampling. Pada metode total sampling, semua individu dalam populasi
diberikan kesempatan yang sama untuk menjadi anggota sampel, namun dalam
penelitian ini terdapat 21 mahasiswa yang tidak dimasukkan dikarenakan peneliti
kesulitan untuk menghubungi mahasiswa tersebut. Subjek yang akan diambil
sebagai sampel penelitian ini sebanyak 62 orang.
3.4 Metode dan Alat Pengumpul Data
Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan data yang
diperlukan adalah dengan menggunakan skala. Bentuk skala yang digunakan
dalam penelitian ini adalah skala likert, yaitu skala yang diisi langsung oleh
responden dan sudah ada jawaban yang di tentukan. Bentuk pernyataannya yang
digunakan adalah pernyataan yang jawabannya dan isiannya telah dibatasi atau
ditentukan, sehingga subjek tidak dapat memberikan respon seluas-luasnya.
Skala adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau
hal-hal yang ia ketahui. Pertanyaan yang sudah disediakan jawabannya sehingga
responden tinggal memilih disebut skala tertutup. (Azwar, 2009:46). Skala
sebagai salah satu alat ukur yang banyak digunakan dalam penelitian mempunyai
beberapa keuntungan antara lain :
a. Tidak memerlukan hadirnya peneliti.
b. Dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden.
c. Dapat dijawab oleh responden menurut kecepatannya masing-masing, dan
menurut waktu senggang responden.
60
d. Dapat dibuat terstandar sehingga bagi semua responden dapat diberi
pertanyaan yang benar-benar sama.
e. Dapat dibuat anonim sehingga responden bebas jujur dan tidak malu-malu
menjawab.
(Arikunto, 2006:157)
Dalam penelitian ini menggunakan dua skala yaitu : skala perilaku
kewirausahaan dan skala adversity quotient.
3.4.1 Skala Perilaku Kewirausahaan
Skala perilaku kewirausahaan disusun berdasarkan karakteristik dan sifat
perilaku kewirausahaan yang terdiri dari komitmen dan determinasi, rasa
bertanggungjawab, ambisi untuk mencari peluang, menerima resiko,
kebimbangan, and ketidaktentuan, percaya diri, kreatif dan fleksibel, keinginan
mendapatkan umpan balik, tingkat energi yang tinggi, motivasi untuk unggul,
berorientasi terhadap masa depan, belajar dari kegagalan, dan kemampuan dalam
memimpin.
Skala yang akan disajikan tersebut dibedakan menjadi dua kelompok item
(pernyataan), yaitu item favourable dan unfavourable. Item favourable yaitu item
yang sesuai dengan pernyataan, sedangkan item yang unfavourable yaitu item
yang bertentangan dengan pernyataan.
Sistem penilaian skala perilaku kewirausahaan bergerak dari satu sampai
empat. Pernyataan yang tergolong favourable, subjek, subjek akan memperoleh
skor 4 jika menjawab SS (Sangat Sesuai), nilai 3 jika menjawab S (Sesuai), nilai 2
jika menjawab TS (Tidak Sesuai) dan nilai 1 jika menjawab STS (Sangat Tidak
61
Sesuai). Pernyataan yang tergolong unfavourable, subyek akan memperoleh skor
4 jika menjawab STS (Sangat Tidak Sesuai), nilai 3 jika menjawab TS (Tidak
Sesuai), skor 2 jika menjawab S (Sesuai) dan skor 1 jika menjawab SS (Sangat
Sesuai).
Tabel 3.2
Blue Print Skala Perilaku Kewirausahaan
Sifat-sifat
kewirausahaan
Favourable Unfavourable Total
komitmen dan
determinasi
1,3,5 2,4,6 6
Rasa bertanggungjawab 7,9,11 8,10,12 6
Ambisi untuk mencari
peluang
13,15,17 14,16,18 6
menerima resiko,
kebimbangan, dan
ketidaktentuan
19,21,23 20,22,24 6
percaya diri 25,27,29 26,28,30 6
kreatif dan fleksibel 31,33,35 32,34,36 6
keinginan mendapatkan
umpan balik
37,39,41 38,40,42 6
tingkat energi yang
tinggi
43,45,47 44,46,48 6
motivasi untuk unggul 49,51,53 50,52,54 6
62
Lanjutan Tabel 3.2
berorientasi terhadap
masa depan
55,57,59 56,58,60 6
belajar dari kegagalan 61,63,65 62,64,66 6
kemampuan dalam
memimpin
67,69,71 68,70,72 6
Total 36 36 72
3.4.2 Skala Adversity Quotient
Skala adversity quotient disusun berdasarkan dimensi-dimensi adversity
quotient yang meliputi control (kendali), origin (asal-usul) dan ownership
(pengakuan), reach (jangkauan), dan endurance (daya tahan). Skala adversity
quotient dibedakan menjadi dua kelompok item (pernyataan), yaitu item
favourable dan unfavourable. Item favaourable yaitu item yang sesuai dengan
pernyataan, sedangkan item yang unfavourable yaitu item yang bertentangan
dengan pernyataan.
Sistem penilaian skala adversity quotient bergerak dari satu sampai
empat. Pernyataan yang tergolong favourable, subjek, subjek akan memperoleh
skor 4 jika menjawab SS (Sangat Sesuai), nilai 3 jika menjawab S (Sesuai),
nilai 2 jika menjawab TS (Tidak Sesuai) dan nilai 1 jika menjawab STS
(Sangat Tidak Sesuai). Pernyataan yang tergolong unfavourable, subyek akan
memperoleh skor 4 jika menjawab STS (Sangat Tidak Sesuai), nilai 3 jika
63
menjawab TS (Tidak Sesuai), skor 2 jika menjawab S (Sesuai) dan skor 1 jika
menjawab SS (Sangat Sesuai).
Tabel 3.3
Blue Print Skala Adversity Quotient
Dimensi AQ Favourable Unfavourable Total
control (kendali) 1,3,5,7,9,11 2,4,6,8,10,12 12
origin (asal-usul) dan
ownership (pengakuan)
13,15,17,19,
21,23
14,16,18,20,
22,24
12
reach (jangkauan) 25,27,29,31,
33,35
26,28,30,32,
34,36
12
endurance (daya tahan) 37,39,41,43,
45,47
38,40,42,44,
46,48
12
Total 24 24 48
3.5 Validitas dan Reliabilitas
3.5.1 Validitas
Suatu alat ukur dikatakan valid bila alat ukur tersebut sejauh mana
mengukur ketepatan dan kecermatan apa yang sebenarnya hendak diukur (Azwar,
2009 : 5). Arikunto (2006) mendukung pernyataan ini dengan mengatakan
validitas menunjukkan tingkatan kavalidan atau kesahihan sesuatu instrumen.
64
Koefisien korelasi antara skor aitem dengan skor total harus signifikan dan untuk
memperoleh koefisien korelasi antara aitem dengan skor totalnya digunakan
teknik korelasi Product Moment dari Karl Pearson dengan rumus sebagai berikut
(Arikunto, 2006 : 170)
)})(.)()(.{(
))(()(
2222 YYNXXN
YXXYNrxy
Keterangan :
xyr = koefisien korelasi antara skor tiap aitem dengan skor total
= jumlah nilai masing-masing aitem
= jumlah nilai total
= jumlah nilai aitem dengan skor total
N = jumlah subjek
3.5.2 Reliabilitas
Reliabilitas alat ukur menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tersebur
dapat dipercaya dan sebagai keajegan suatu alat ukur (Azwar, 2009 : 4). Pada
penelitian ini koefisien reliabilitas skala dihitung dengan menggunakan teknik
keandalan Alpha Cronbach (Arikunto, 2006: 198)
. Rumusnya adalah sebagai berikut :
rK
rK
)1(1
.
65
Keterangan :
= koefisien alpha cronbach
r = rerata korelasi antar butir
K = Jumlah aitem
1 = bilangan konstan
3.6 Metode Analisis Data
Data yang sudah diperoleh dari suatu penelitian tidak dapat
disempurnakan begitu saja. Agar data tersebut memberikan keterangan yang
dapat dipahami tepat dan teliti maka dibutuhkan suatu pengelolaan data yang
lebih lanjut. Data yang dikumpulkan dianalisis secara statistik. Metode
analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah korelasi Product
Moment.
xyr 2222 YYNXXN
YXXYN
Keterangan:
rxy = Koefisien Korelasi Product Moment
N = Jumlah responden
ΣXY = Jumlah perkalian X dan Y
ΣY = Jumlah total skor item
NΣX2 = Jumlah kuadrat X
66
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas hal yang berkaitan dengan proses penelitian, hasil
analisis data dan pembahasan mengenai hubungan adversity quotient dengan
perilaku kewirausahaan pada mahasiswa yang mengikuti PMW (Program
Mahasiswa Wirausaha) Universitas Negeri Semarang. Penelitian ini diharapkan
akan memperoleh hasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, oleh
karenanya diperlukan analisis data yang tepat serta pembahasan mengenai analisis
data tersebut secara jelas agar tujuan dari penelitian yang telah ditetapkan dapat
tercapai.
Data yang dipakai dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan
skala psikologi. Data tersebut akan dianalisis menggunakan metode yang telah
ditentukan. Hal yang berkaitan dengan proses, hasil dan pembahasan hasil
penelitian akan diuraikan sebagai berikut.
4.1 Persiapan Penelitian
4.1.1 Orientasi Kancah Penelitian
Penelitian ini mengambil tempat pelaksanaan di Universitas Negeri
Semarang. Subjek penelitian adalah mahasiswa yang mengikuti Program
Wirausaha Mahasiswa (PMW) tahun 2011. Peserta Program Mahasiswa
Wirausaha (PMW) adalah mahasiswa yang sedang aktif mengikuti pendidikan
sarjana maupun diploma. Mahasiswa yang mengikuti Program Mahasiswa
Wirausaha (PMW) dapat berasal dari berbagai program studi yang berbeda atau
67
dari program studi yang sama, bergantung pada bidang kegiatan dan topik yang
akan dilaksanakan namun masih dalam satu perguruan tinggi yang sama. PMW
yang diikuti oleh mahasiswa Universitas Negeri Semarang terdapat 50 judul yang
terdiri dari 83 mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu. Masing-masing usaha
diserahkan pada 2-3 orang namun ada beberapa mengambil PMW (program
Mahasiswa Wirausaha) secara individu. Tiap-tiap usaha didampingi oleh dosen
pembimbing yang memiliki kemampuan sesuai dengan bidangnya.
Penelitian yang bertempat di Universitas Negeri Semarang ini bertujuan
untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara adversity quotient dengan
perilaku kewirausahaan. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang telah
melakukan usaha secara mandiri, yaitu mengelola modal atau sumber daya
finansial, bahan mentah atau material dan mengelola tenaga kerja atau karyawan.
Pertimbangan melakukan penelitian di Universitas Negeri Semarang adalah
sebagai berikut:
a. Ciri-ciri subjek yang akan diteliti memenuhi syarat tercapainya tujuan
penelitian.
b. Fenomena adanya usaha yang tidak berkembang pada pelaksanaan
Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) Universitas Negeri Semarang
tahun 2011.
c. Di Universitas Negeri Semarang belum pernah dilakukan penelitian
mengenai “Hubungan antara Adversity Quotient dengan Perilaku
Kewirausahaan pada Mahasiswa yang Mengikuti PMW.”
68
4.1.2 Proses Perijinan
Agar dapat melaksanakan penelitian terhadap para peserta PMW (Program
Mahasiswa Wirausaha) di Universitas Negeri Semarang, peneliti melakukan
beberapa tahap perijinan. Pertama, untuk melakukan observasi awal pengambilan
data peserta PMW 2011, peneliti meminta surat permohonan izin penelitian awal
dari Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang ditanda tangani
oleh a.n Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Pembantu Dekan Bidang Akademik
yang ditujukan kepada Kabag Kemahasiswaan BAAKK Universitas Negeri
Semarang. Setelah mendapatkan izin dari Kabag Kemahasiswaan BAAKK
peneliti diberi memo untuk kemudian diserahkan ke manajer UNSEC (UNNES
Student Entrepreneurship Center) setelah itu peneliti mendapatkan data lengkap
para peserta PMW berupa Nama, Fakultas, dan Nama usaha.
Kedua, setelah meminta data peserta PMW 2011 dan melakukan
penyusunan instrumen penelitian, peneliti kembali ke Bidang Kemahasiswaan
untuk melakukan penelitian dengan meminta surat izin dari Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Semarang yang ditanda tangani oleh a.n Dekan
Fakultas Ilmu Pendidikan, Pembantu Dekan Bidang Akademik yang ditujukan
kepada Kabag Kemahasiswaan BAAKK Universitas Negeri Semarang. Setelah
mendapatkan izin dari Kabag Kemahasiswaan BAAKK Universitas Negeri
Semarang, peneliti kemudian melakukan penelitian. Peneliti melakukan
penyebaran skala dengan menghubungi subyek penelitian satu per satu sesuai
dengan nomor telepon yang tertera pada data peserta PMW 2011.
69
Penelitian ini dilakukan dalam rentang waktu kurang lebih 11 hari, yaitu
mulai tanggal 21 Februari 2012 hingga 2 Maret 2012. Setelah melakukan
penelitian, peneliti mendapatkan surat keterangan telah melakukan penelitian dari
Bidang Kemahasiswaan dengan nomor : 2865/UN37/PL/2012
4.1.3 Penentuan Sampel
Subjek dari penelitian ini adalah seluruh peserta PMW periode 2011,
namun ada sembilan data usaha yang nomor teleponnya tidak aktif. Sehingga
peneliti tidak bisa menghubungi mereka, dikarenakan tidak dapat menghubungi
ketua, anggota maupun penanggung jawab ke sembilan kelompok tersebut maka
peneliti menetapkan jumlah subyek adalah 62 mahasiswa dari total 83 mahasiswa.
Peneliti menggunakan studi populasi, dimana jumlah subjek yang dijadikan
sampel adalah seluruh jumlah populasi. Penelitian ini menggunakan studi populasi
dikarenakan jumlah seluruh peserta PMW 2011 Universitas Negeri Semarang
kurang dari 100 subjek, yaitu 83 subjek.
4.2 Penyusunan Instrumen
Penyusunan instrumen dalam penelitian ini dilakukan dalam beberapa
tahap, yaitu:
a. Menyusun layout penelitian
Instrument dikembangkan dengan cara menentukan terlebih dahulu
variabel penelitian untuk kemudian dijabarkan dalam beberapa aspek, kemudian
aspek tersebut diuraikan lagi menjadi indikator, kemudian indikator tersebut
diuraikan menjadi deskriptor yang selanjutnya disusun menjadi item-item dalam
sebuah skala psikologi.
70
b. Menentukan karakteristik jawaban yang dikehendaki
Jawaban dari tiap item dibuat menurut skala kontinum yang terdiri dari
empat alternatif jawaban dan mempunyai skor yaitu (4, 3, 2, 1 untuk item
favorable dan 1, 2, 3, 4 untuk item unfavorable).
c. Menyusun format instrumen
Format skala dalam penelitian ini disusun untuk memudahkan responden
dalam mengisi skala. Format skala ini terbagi atas dua bagian yaitu, skala bagian
satu yang merupakan skala untuk perilaku kewirausahaan, dan skala bagian dua
yang merupakan skala untuk adversity quotient pada mahasiswa yang mengikuti
PMW (Program Mahasiswa Wirausaha) Universitas Negeri Semarang. Format
skalanya terdiri atas:
1. Halaman sampul skala
Pada halaman sampul skala berisi judul skala yang digunakan dalam
penelitian ini, namun judul tidak dituliskan secara eksplisit mengenai variabel
apa yang diukur, melainkan hanya ditulis Skala Psikologi. Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari responden menjawab skala dengan tidak apa
adanya atau dibuat-buat.
2. Identitas Responden
Identitas Responden meliputi : inisial, fakultas dan nama usaha.
3. Petunjuk pengisian
Petunjuk pengisian memberikan penjelasan kepada responden mengenai
cara mengisi skala yang benar, meminta untuk membaca dengan seksama,
memberikan jawaban yang tidak dibuat-buat, petunjuk mengganti jawaban
71
apabila terdapat kekeliruan dalam menjawab serta contoh memberikan
jawaban dengan tepat.
4. Butir instrumen
Butir item merupakan serangkaian pernyataan mengenai perilaku
kewirausahaan dan adversity quotient yang masing-masing skala terdiri atas
72 item dan 48 item
4.3 Pelaksanaan Penelitian
4.3.1 Pengumpulan Data
Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 21 Februari 2012 hingga 2 Maret
2012. Pengumpulan data menggunakan Skala Perilaku Kewirausahaan dan Skala
Adversity Quotient yang memiliki empat alternatif jawaban yaitu Sangat Sesuai
(SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Kedua skala
tersebut menggunakan metode try out terpakai, artinya skala tersebut disebar
hanya sekali kepada responden dan dianalisis hasilnya tanpa melakukan
perubahan terhadap item-itemnya.
Selama proses pengumpulan data, penyebaran skala dilakukan dengan cara
peneliti menghubungi satu per satu nomor telepon peserta PMW 2011 dan
membuat janji untuk bertemu. Namun Apabila tidak bisa bertemu maka skala
akan peneliti kirimkan lewat email untuk diisi dan dibalas oleh subyek. Peneliti
mengusahakan sebisa mungkin untuk bertemu dan akhirnya peneliti berhasil
menemui 46 subyek secara langsung di beberapa lokasi yang berbeda namun
masih di sekitar daerah Semarang. Sedangkan yang tidak bisa peneliti temui dan
mengisi skala melalui email terdapat 16 subyek dikarenakan mereka berada di luar
72
kota Semarang. Sembilan nama usaha yang nomor teleponnya tidak aktif tidak
peneliti sertakan sebagai subyek.
4.3.2 Pelaksanaan Skoring
Setelah pengumpulan data dilakukan, selanjutnya skala yang telah diisi
responden kemudian dilakukan penyekoran. Langkah-langkah penyekoran
dilakukan sebagai berikut:
a. Memberikan skor pada masing-masing jawaban yang telah diisi oleh
responden dengan rentang skor satu sampai dengan empat pada Skala Perilaku
Kewirausahaan dan Skala Adversity Quotient, yang selanjutnya ditabulasi.
b. Melakukan olah data yang meliputi uji validitas instrument, uji reliabilitas
instrument, uji normalitas, uji linieritas, dan uji hipotesis.
4.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
4.4.1. Validitas
Tipe validitas dalam penelitian ini adalah validitas konstrak. Validitas
konstrak yaitu tipe validitas yang menunjukkan sejauhmana tes mengungkap
suatu trait atau konstrak teoritik yang hendak diukurnya. Pengujian validitas
konstrak diperlukan analisis statistika (Azwar, 2007: 175). Teknik yang
digunakan yaitu teknik Korelasi Product Moment dari Pearson. Hasil perhitungan
validitas dengan taraf signifikansi 5% dan 1% dengan bantuan SPSS versi 17.00,
diperoleh hasil sebagai berikut:
73
1) Skala Perilaku Kewirausahaan
Berdasarkan uji validitas, diperoleh hasil bahwa skala perilaku
kewirausahaan yang terdiri dari 72 item terdapat 53 item yang valid dan 19 item
yang tidak valid. Untuk lebih jelas, dapat kita lihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.1
Hasil Sebaran Aitem Pada Skala Perilaku Kewirausahaan
Sifat-sifat
kewirausahaan
F UF
Total Aitem
Valid Gugur
komitmen dan
determinasi
1,3*,5 2,4,6* 4 2
Rasa
bertanggungjawab
7,9,11* 8,10*,12* 3 3
Ambisi untuk
mencari peluang
13*,15,17 14*,16,18 4 2
menerima resiko,
kebimbangan, dan
ketidaktentuan
19,21*,23* 20,22*,24 3 3
percaya diri 25,27*,29 26,28*,30 4 2
kreatif dan fleksibel 31,33*,35 32*,34,36 4 2
keinginan
mendapatkan umpan
balik
37*,39,41* 38,40,42 4 2
tingkat energi yang
tinggi
43,45,47 44,46,48 6 -
74
Lanjutan Tabel 4.1
(*) item yang tidak valid
2) Skala Adversity Quotient
Berdasarkan uji validitas, diperoleh hasil bahwa skala adversity quotient
yang terdiri dari 48 item terdapat 35 item yang valid dan 13 item yang tidak valid.
Untuk lebih jelas, dapat kita lihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.2
Hasil Sebaran Aitem pada Skala Adversity Quotient
motivasi untuk
unggul
49,51,53* 50,52,54 5 1
berorientasi
terhadap masa
depan
55,57,59 56*,58,60 5 1
belajar dari
kegagalan
61,63,65 62,64,66 6 -
kemampuan dalam
memimpin
67*,69,71 68,70,72 5 1
Jumlah 53 19
Dimensi AQ F UF Total Aitem
Valid Gugur
control (kendali) 1*,3*,5
7,9,11*
2,4,6*
8,10,12
8 4
origin (asal-usul) dan
ownership
(pengakuan)
13,15,17,
19*,21*,23
14,16,18
20, 22,24
10 2
75
Lanjutan tabel 4.2
(*) item yang tidak valid
Berdasarkan tabel validitas tersebut menunjukkan tidak adanya aspek yang
tidak terwakili oleh item yang ada pada skala perilaku kewirausahaan dan
adversity quotient, maka dapat diartikan bahwa validitas konstruk dari dua
variabel tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
4.4.2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya.
Semakin tinggi koefisien reliabilitas, maka semakin tinggi pula reliabilitas alat
ukur tersebut. Uji reliabilitas skala perilaku kewirausahaan dan skala adversity
quotient ini menggunakan teknik statistik dengan rumus Alpha Cronbach.
Menurut Azwar (2007: 96) reliabilitas telah dianggap memuaskan jika
koefisiennya mencapai minimal r = 0,900.
Pada skala perilaku kewirausahaan diperoleh koefisien reliabilitas sebesar
0,936 (mendekati 0,900). Artinya perbedaan (variasi) yang tampak pada skor
skala perilaku kewirausahaan mampu mencerminkan 93% dari variasi yang terjadi
pada skor murni kelompok subjek dan 7% dari perbedaan yang tampak
disebabkan oleh variasi error atau kesalahan pengukuran tersebut (Azwar, 2007:
reach (jangkauan) 25,27*,29
31,33,35*
26,28,30
32, 34,36*
9
3
endurance (daya
tahan)
37,39,41
43*,45*,47*
38,40,42
44, 46,48*
8
4
Jumlah 35 13
76
96). Berdasarkan koefisien reliabilitas sebesar 0,936, dapat dikatakan bahwa skala
perilaku kewirausahaan ini memiliki tingkat reliabilitas yang tergolong tinggi.
Pada skala adversity quotient diperoleh koefisien reliablitas sebesar 0,897.
Artinya perbedaan (variasi) yang tampak pada skor skala adversity quotient
mampu mencerminkan 89% dari variasi yang terjadi pada skor murni kelompok
subjek dan 11% dari perbedaan yang tampak disebabkan oleh variasi error atau
kesalahan pengukuran tersebut (Azwar, 2007: 96). Berdasarkan koefisien
reliabilitas sebesar 0,897, dapat dikatakan bahwa skala adversity quotient ini
memiliki reliabilitas yang tergolong tinggi.
4.5 Hasil Penelitian
4.5.1. Analisis Deskriptif
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Untuk menganalisis
hasil penelitian, peneliti menggunakan angka yang dideskripsikan dengan
menguraikan kesimpulan yang didasari oleh angka yang diolah dengan metode
statistik. Metode statistik digunakan untuk mencari tahu besarnya Mean Teoritik,
dan Standard Deviasi (σ) dengan mendasarkan pada jumlah item, dan skor
maksimal serta skor minimal pada masing-masing alternatif jawaban. Kriteria
yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kategorisasi berdasarkan
model distribusi normal (Azwar, 2007: 108). Penggolongan subjek ke dalam lima
kategori adalah sebagai berikut:
77
Tabel 4.3
Penggolongan Kriteria Analisis berdasar Mean Hipotetik
NO Interval Kriteria
1 X < µ -1,5 σ Sangat Rendah
2 µ – 1,5 σ ≤ X µ - 0,5 σ Rendah
3 µ - 0,5 σ ≤ X < µ + 0,5 σ Sedang
4 µ + 0,5 σ ≤ X < µ + 1,5 σ Tinggi
5 µ + 1,5 σ < X Sangat Tinggi
Keterangan:
µ = Mean Teoritis
σ = Standar deviasi
X = Skor
Deskripsi data di atas memberikan gambaran penting mengenai distribusi
skor skala pada kelompok subjek yang dikenai pengukuran dan berfungsi sebagai
informasi mengenai keadaan subjek pada aspek atau variabel yang diteliti.
4.5.1.1 Gambaran Perilaku Kewirausahaan Pada Mahasiswa Yang
Mengikuti PMW (Program Mahasiswa Wirausaha) Universitas
Negeri Semarang
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Perilaku
Kewirausahaan, skala tersebut disusun berdasarkan aspek-aspek yang
menyusunnya. Gambaran perilaku kewirausahaan dapat ditinjau baik secara
umum maupun secara spesifik (ditinjau dari tiap aspek). Berikut merupakan
gambaran Perilaku Kewirausahaan yang ditinjau secara umum dan spesifik.
78
4.5.1.1.1 Gambaran Umum Perilaku Kewirausahaan Pada Mahasiswa Yang
Mengikuti PMW (Program Mahasiswa Wirausaha) Universitas Negeri
Semarang
Berdasarkan penggolongan kategori analisis yang sudah disajikan pada
tabel 4.3 diperoleh gambaran umum dari Perilaku Kewirausahaan sebagai berikut:
Jumlah Item = 53
Skor tertinggi = 53 X 4 = 212
Skor terendah = 53 X 1 = 53
Mean Teoritik = (Skor Tertinggi + Skor Terendah) : 2
= (212 + 53) : 2
= 132,5
Standar Deviasi = (Skor Tertinggi – Skor Terendah) : 6
= (212 - 53) : 6
= 26,5
Gambaran secara umum Perilaku Kewirausahaan responden berdasarkan
perhitungan di atas diperoleh M = 132,5 dan SD = 26,5. Selanjutnya dapat
diperoleh perhitungan sebagai berikut:
X < µ -1,5 σ = X < 93
µ – 1,5 σ ≤ X < µ - 0,5 σ = 93 ≤ X < 119
µ - 0,5 σ ≤ X < µ + 0,5 σ = 119 ≤ X < 146
µ + 0,5 σ ≤ X < µ + 1,5 σ = 146 ≤ X < 172
µ + 1,5 σ ≤ X = 172 ≤ X
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh distribusi frekuensi Perilaku
Kewirausahaan responden sebagai berikut:
79
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirausahaan Responden
NO Interval Kriteria f %
1 X < 93 Sangat Rendah 0 0
2 93 ≤ X < 119 Rendah 0 0
3 119 ≤ X < 146 Sedang 14 22,58
4 146 ≤ X < 172 Tinggi 32 51,61
5 X ≤ 172 Sangat Tinggi 16 25,81
Total 62 100
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden memiliki Perilaku Kewirausahaan yang tergolong tinggi . Hal tersebut
ditunjukkan dengan persentase responden yang tergolong kriteria tinggi berjumlah
51,61%, sedangkan 22,58% tergolong krtiteria sedang dan sisanya sebesar
25,81% masuk dalam kriteria sangat tinggi. Lebih jelasnya dapat dilihat pada
diagram persentase di bawah ini:
Gambar 4.1
Diagram Umum Perilaku Kewirausahaan Responden
26%
52%
22%
0%
Gambaran Umum Perilaku Kewirausahaan
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
80
4.5.1.1.2 Gambaran Perilaku Kewirausahaan Pada Mahasiswa Yang Mengikuti
PMW (Program Mahasiswa Wirausaha) Universitas Negeri Semarang
Tiap Aspek
Perilaku Kewirausahaan dapat dilihat dari dua belas aspek, yaitu dari
aspek komitmen dan determinasi, rasa bertanggungjawab, ambisi untuk mencari
peluang, menerima resiko, kebimbangan, and ketidaktentuan, percaya diri, kreatif
dan fleksibel, keinginan mendapatkan umpan balik, tingkat energi yang tinggi,
motivasi untuk unggul, berorientasi terhadap masa depan, belajar dari kegagalan,
dan kemampuan dalam memimpin. Gambaran setiap aspek dari perilaku
kewirausahaan dijelaskan sebagai berikut.
4.5.1.1.2.1 Gambaran Perilaku Kewirausahaan Pada Mahasiswa Yang Mengikuti
PMW (Program Mahasiswa Wirausaha) Universitas Negeri Semarang
Berdasarkan Aspek Komitmen dan Determinasi
Gambaran Perilaku Kewirausahaan responden berdasarkan aspek
Komitmen dan Determinasi dijelaskan sebagai berikut:
Jumlah Item Valid dalam aspek Komitmen dan Determinasi = 4
Skor tertinggi = 4 X 4 = 16
Skor terendah = 4 X 1 = 4
Mean Teoritik = (Skor Tertinggi + Skor Terendah) : 2
= (16 + 4) : 2
= 10
Standar Deviasi = (Skor Tertinggi – Skor Terendah) : 6
= (16 - 4) : 6
= 2
81
Gambaran Perilaku Kewirausahaan responden ditinjau dari aspek
Komitmen dan Determinasi berdasarkan perhitungan di atas diperoleh M = 10 dan
SD = 2. Selanjutnya dapat diperoleh perhitungan sebagai berikut:
X < µ -1,5 σ = X < 7
µ – 1,5 σ ≤ X < µ - 0,5 σ = 7 ≤ X < 9
µ - 0,5 σ ≤ X < µ + 0,5 σ = 9 ≤ X < 11
µ + 0,5 σ ≤ X < µ + 1,5 σ = 11 ≤ X < 13
µ + 1,5 σ ≤ X = 13 ≤ X
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh distribusi frekuensi Perilaku
Kewirausahaan responden ditinjau dari aspek Komitmen dan Determinasi adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirausahaan Responden Ditinjau Dari Aspek
Komitmen dan Determinasi
NO Interval Kriteria f %
1 X < 7 Sangat Rendah 0 0
2 7 ≤ X < 9 Rendah 7 11,29
3 9 ≤ X < 11 Sedang 17 27,42
4 11 ≤ X < 13 Tinggi 23 37,10
5 13 ≤ X Sangat Tinggi 15 24,19
Total 62 100
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden memiliki Perilaku Kewirausahaan yang ditinjau dari aspek Komitmen
dan Determinasi yang tergolong tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan
82
persentase responden yang tergolong kriteria tinggi berjumlah 37,10%, sedangkan
27,42% tergolong sedang, 24,19% tergolong sangat tinggi dan sisanya sebesar
11,29% masuk dalam kriteria rendah. Lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram di
bawah ini:
Gambar 4.2
Diagram Perilaku Kewirausahaan Responden ditinjau dari Aspek Komitmen dan
Determinasi
4.5.1.1.2.2 Gambaran Perilaku Kewirausahaan Responden ditinjau dari Aspek
Rasa Bertanggungjawab
Gambaran Perilaku Kewirausahaan berdasarkan aspek rasa
bertanggungjawab dijelaskan sebagai berikut:
Jumlah Item Valid dalam aspek rasa bertanggungjawab = 3
Skor tertinggi = 3 X 4 = 12
Skor terendah = 3 X 1 = 3
Mean Teoritik = (Skor Tertinggi + Skor Terendah) : 2
= (12 + 3) : 2
= 7,5
Standar Deviasi = (Skor Tertinggi – Skor Terendah) : 6
= (12 - 3) : 6
= 1,5
24%
37%
28%
11% 0%
Komitmen dan Determinasi
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
83
Gambaran Perilaku Kewirausahaan berdasarkan aspek rasa
bertanggungjawab berdasarkan perhitungan di atas diperoleh M = 7,5 dan SD =
1,5. Selanjutnya dapat diperoleh perhitungan sebagai berikut:
X < µ -1,5 σ = X < 5
µ – 1,5 σ ≤ X < µ - 0,5 σ = 5 ≤ X < 7
µ - 0,5 σ ≤ X < µ + 0,5 σ = 7 ≤ X < 8
µ + 0,5 σ ≤ X < µ + 1,5 σ = 8 ≤ X < 10
µ + 1,5 σ ≤ X = 10 ≤ X
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh distribusi frekuensi adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirausahaan Responden Ditinjau Dari Aspek
Rasa Bertanggungjawab
NO Interval Kriteria f %
1 X < 5 Sangat Rendah 0 0
2 5 ≤ X < 7 Rendah 0 0
3 7 ≤ X < 8 Sedang 5 8,06
4 8 ≤ X < 10 Tinggi 33 53,23
5 10 ≤ X Sangat Tinggi 24 38,71
Total 62 100
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden memiliki Perilaku Kewirausahaan berdasarkan aspek rasa
bertanggungjawab yang tergolong tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan
persentase responden yang tergolong kriteria tinggi berjumlah 53,23%, sedangkan
84
8,06% tergolong dalam kriteria sedang dan sisanya sebesar 38,71% masuk dalam
kriteria sangat tinggi. Lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram persentase di
bawah ini:
Gambar 4.3
Diagram Perilaku Kewirausahaan Berdasarkan Aspek Rasa Bertanggungjawab
4.5.1.1.2.3 Gambaran Perilaku Kewirausahaan berdasarkan aspek Ambisi Untuk
Mencari Peluang
Gambaran Perilaku Kewirausahaan responden berdasarkan aspek Ambisi
Untuk Mencari Peluang dijelaskan sebagai berikut:
Jumlah Item Valid dalam aspek Ambisi Untuk Mencari Peluang = 4
Skor tertinggi = 4 X 4 = 16
Skor terendah = 4 X 1 = 4
Mean Teoritik = (Skor Tertinggi + Skor Terendah) : 2
= (16 + 4) : 2
= 10
Standar Deviasi = (Skor Tertinggi – Skor Terendah) : 6
= (16 - 4) : 6
= 2
38.71%
53.23%
8.06%
0
Aspek Rasa Bertanggungjawab
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
85
Gambaran Perilaku Kewirausahaan responden ditinjau dari aspek Ambisi
Untuk Mencari Peluang berdasarkan perhitungan di atas diperoleh M = 10 dan SD
= 2. Selanjutnya dapat diperoleh perhitungan sebagai berikut:
X < µ -1,5 σ = X < 7
µ – 1,5 σ ≤ X < µ - 0,5 σ = 7 ≤ X < 9
µ - 0,5 σ ≤ X < µ + 0,5 σ = 9 ≤ X < 11
µ + 0,5 σ ≤ X < µ + 1,5 σ = 11 ≤ X < 13
µ + 1,5 σ ≤ X = 13 ≤ X
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh distribusi frekuensi Perilaku
Kewirausahaan responden ditinjau dari aspek Ambisi Untuk Mencari Peluang
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirausahaan Responden Ditinjau Dari Aspek
Ambisi Untuk Mencari Peluang
NO Interval Kriteria f %
1 X < 7 Sangat Rendah 0 0
2 7 ≤ X < 9 Rendah 5 8,06
3 9 ≤ X < 11 Sedang 21 33,87
4 11 ≤ X < 13 Tinggi 23 37,10
5 13 ≤ X Sangat Tinggi 13 20,97
Total 62 100
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden memiliki Perilaku Kewirausahaan yang ditinjau dari aspek Ambisi
Untuk Mencari Peluang yang tergolong tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan
86
persentase responden yang tergolong kriteria tinggi berjumlah 37,10%, sedangkan
33,87% tergolong sedang, 20,97% tergolong sangat tinggi dan sisanya sebesar
8,06% tergolong rendah. Lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram di bawah ini:
Gambar 4.4
Diagram Perilaku Kewirausahaan Berdasarkan Aspek Ambisi Untuk
Mencari Peluang.
4.5.1.1.2.4 Gambaran Perilaku Kewirausahaan Responden ditinjau dari Aspek
Menerima Resiko, Kebimbangan, dan Ketidaktentuan
Gambaran Perilaku Kewirausahaan berdasarkan aspek menerima resiko,
kebimbangan, dan ketidaktentuan dijelaskan sebagai berikut:
Jumlah Item Valid dalam aspek menerima resiko, kebimbangan, dan
ketidaktentuan = 3
Skor tertinggi = 3 X 4 = 12
Skor terendah = 3 X 1 = 3
Mean Teoritik = (Skor Tertinggi + Skor Terendah) : 2
= (12 + 3) : 2
= 7,5
Standar Deviasi = (Skor Tertinggi – Skor Terendah) : 6
= (12 - 3) : 6
= 1,5
20.97%
37.10%
33.87%
8.06% 0%
Aspek Ambisi Untuk Mencari Peluang
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
87
Gambaran Perilaku Kewirausahaan berdasarkan aspek menerima resiko,
kebimbangan, dan ketidaktentuan berdasarkan perhitungan di atas diperoleh M =
7,5 dan SD = 1,5. Selanjutnya dapat diperoleh perhitungan sebagai berikut:
X < µ -1,5 σ = X < 5
µ – 1,5 σ ≤ X < µ - 0,5 σ = 5 ≤ X < 7
µ - 0,5 σ ≤ X < µ + 0,5 σ = 7 ≤ X < 8
µ + 0,5 σ ≤ X < µ + 1,5 σ = 8 ≤ X < 10
µ + 1,5 σ ≤ X = 10 ≤ X
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh distribusi frekuensi adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirausahaan Responden Ditinjau dari Aspek
Menerima Resiko, Kebimbangan, Dan Ketidaktentuan
NO Interval Kriteria f %
1 X < 5 Sangat Rendah 0 0
2 5 ≤ X < 7 Rendah 4 6,45
3 7 ≤ X < 8 Sedang 10 16,13
4 8 ≤ X < 10 Tinggi 40 64,52
5 10 ≤ X Sangat Tinggi 8 12,90
Total 62 100
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden memiliki Perilaku Kewirausahaan berdasarkan aspek menerima resiko,
kebimbangan, dan ketidaktentuan yang tergolong tinggi. Hal tersebut ditunjukkan
dengan persentase responden yang tergolong kriteria tinggi berjumlah 64,52%,
88
sedangkan 16,13% tergolong dalam kriteria sedang, 12,90% masuk dalam kriteria
sangat tinggi dan sisanya sebesar 6,45% tergolong rendah. Lebih jelasnya dapat
dilihat pada diagram persentase di bawah ini:
Gambar 4.5
Diagram Perilaku Kewirausahaan Berdasarkan Aspek Menerima Resiko,
Kebimbangan, Dan Ketidaktentuan.
4.5.1.1.2.5 Gambaran Perilaku Kewirausahaan berdasarkan aspek Percaya Diri
Gambaran Perilaku Kewirausahaan responden berdasarkan aspek Percaya
diri dijelaskan sebagai berikut:
Jumlah Item Valid dalam aspek Percaya diri = 4
Skor tertinggi = 4 X 4 = 16
Skor terendah = 4 X 1 = 4
Mean Teoritik = (Skor Tertinggi + Skor Terendah) : 2
= (16 + 4) : 2
= 10
Standar Deviasi = (Skor Tertinggi – Skor Terendah) : 6
= (16 - 4) : 6
= 2
12.90%
64.52%
16.13%
6.45%
Aspek Menerima Resiko, Kebimbangan, dan
Ketidaktentuan
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
89
Gambaran Perilaku Kewirausahaan responden ditinjau dari aspek Percaya
diri berdasarkan perhitungan di atas diperoleh M = 10 dan SD = 2. Selanjutnya
dapat diperoleh perhitungan sebagai berikut:
X < µ -1,5 σ = X < 7
µ – 1,5 σ ≤ X < µ - 0,5 σ = 7 ≤ X < 9
µ - 0,5 σ ≤ X < µ + 0,5 σ = 9 ≤ X < 11
µ + 0,5 σ ≤ X < µ + 1,5 σ = 11 ≤ X < 13
µ + 1,5 σ ≤ X = 13 ≤ X
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh distribusi frekuensi Perilaku
Kewirausahaan responden ditinjau dari aspek percaya diri adalah sebagai berikut:
Tabel 4.9
Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirausahaan Responden Ditinjau Dari Aspek
Percaya Diri
NO Interval Kriteria f %
1 X < 7 Sangat Rendah 0 0
2 7 ≤ X < 9 Rendah 1 1,61
3 9 ≤ X < 11 Sedang 5 8,06
4 11 ≤ X < 13 Tinggi 40 64,52
5 13 ≤ X Sangat Tinggi 16 25,81
Total 62 100
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden memiliki Perilaku Kewirausahaan yang ditinjau dari aspek Percaya diri
yang tergolong tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan persentase responden
yang tergolong kriteria tinggi berjumlah 64,52%, sedangkan 25,81% tergolong
90
sangat tinggi, 8,06% masuk dalam kriteria sedang dan sisanya sebesar 1,61%
tergolong rendah. Lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram di bawah ini:
Gambar 4.6
Diagram Perilaku Kewirausahaan Berdasarkan Aspek Percaya Diri
4.5.1.1.2.6 Gambaran Perilaku Kewirausahaan berdasarkan aspek Kreatif dan
Fleksibel
Gambaran Perilaku Kewirausahaan responden berdasarkan aspek Percaya
diri dijelaskan sebagai berikut:
Jumlah Item Valid dalam aspek kreatif dan fleksibel = 4
Skor tertinggi = 4 X 4 = 16
Skor terendah = 4 X 1 = 4
Mean Teoritik = (Skor Tertinggi + Skor Terendah) : 2
= (16 + 4) : 2
= 10
Standar Deviasi = (Skor Tertinggi – Skor Terendah) : 6
= (16 - 4) : 6
= 2
25.81%
64.52%
8.06% 1.61%
Aspek Percaya Diri
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
91
Gambaran Perilaku Kewirausahaan responden ditinjau dari aspek Kreatif
dan fleksibel berdasarkan perhitungan di atas diperoleh M = 10 dan SD =2.
Selanjutnya dapat diperoleh perhitungan sebagai berikut:
X < µ -1,5 σ = X < 7
µ – 1,5 σ ≤ X < µ - 0,5 σ = 7 ≤ X < 9
µ - 0,5 σ ≤ X < µ + 0,5 σ = 9 ≤ X < 11
µ + 0,5 σ ≤ X < µ + 1,5 σ = 11 ≤ X < 13
µ + 1,5 σ ≤ X = 13 ≤ X
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh distribusi frekuensi Perilaku
Kewirausahaan responden ditinjau dari aspek Kreatif dan fleksibel adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.10
Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirausahaan Responden Ditinjau Dari Kreatif
dan Fleksibel
NO Interval Kriteria f %
1 X < 7 Sangat Rendah 0 0
2 7 ≤ X < 9 Rendah 0 0
3 9 ≤ X < 11 Sedang 1 1,61
4 11 ≤ X < 13 Tinggi 36 58,06
5 13 ≤ X Sangat Tinggi 25 40,33
Total 62 100
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden memiliki Perilaku Kewirausahaan yang ditinjau dari aspek Kreatif dan
fleksibel yang tergolong tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan persentase
92
responden yang tergolong kriteria sangat tinggi berjumlah 40,33%, sedangkan
1,61% tergolong sedang. Lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram di bawah ini:
Gambar 4.7
Diagram Perilaku Kewirausahaan Berdasarkan Aspek Kreatif dan Fleksibel
4.5.1.1.2.7 Gambaran Perilaku Kewirausahaan berdasarkan aspek Keinginan
Mendapatkan Umpan Balik
Gambaran Perilaku Kewirausahaan responden berdasarkan aspek
Keinginan Mendapatkan Umpan Balik dijelaskan sebagai berikut:
Jumlah Item Valid dalam aspek Keinginan Mendapatkan Umpan Balik = 4
Skor tertinggi = 4 X 4 = 16
Skor terendah = 4 X 1 = 4
Mean Teoritik = (Skor Tertinggi + Skor Terendah) : 2
= (16 + 4) : 2
= 10
Standar Deviasi = (Skor Tertinggi – Skor Terendah) : 6
= (16 - 4) : 6
= 2
40.33%
58.06%
1.61% 0%
Aspek Kreatif dan Fleksibel
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
93
Gambaran Perilaku Kewirausahaan responden ditinjau dari aspek
Keinginan Mendapatkan Umpan Balik berdasarkan perhitungan di atas diperoleh
M = 10 dan SD =2. Selanjutnya dapat diperoleh perhitungan sebagai berikut:
X < µ -1,5 σ = X < 7
µ – 1,5 σ ≤ X < µ - 0,5 σ = 7 ≤ X < 9
µ - 0,5 σ ≤ X < µ + 0,5 σ = 9 ≤ X < 11
µ + 0,5 σ ≤ X < µ + 1,5 σ = 11 ≤ X < 13
µ + 1,5 σ ≤ X = 13 ≤ X
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh distribusi frekuensi Perilaku
Kewirausahaan responden ditinjau dari aspek Keinginan Mendapatkan Umpan
Balik adalah sebagai berikut:
Tabel 4.11
Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirausahaan Responden Ditinjau Dari Keinginan
Mendapatkan Umpan Balik
NO Interval Kriteria f %
1 X < 7 Sangat Rendah 0 0
2 7 ≤ X < 9 Rendah 0 0
3 9 ≤ X < 11 Sedang 4 6,45
4 11 ≤ X < 13 Tinggi 30 48,39
5 13 ≤ X Sangat Tinggi 28 45,16
Total 62 100
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden memiliki Perilaku Kewirausahaan yang ditinjau dari aspek Keinginan
Mendapatkan Umpan Balik yang tergolong tinggi. Hal tersebut ditunjukkan
94
dengan persentase responden yang tergolong kriteria tinggi berjumlah 48,39%,
sedangkan 45,16% tergolong sangat tinggi dan sisanya sebesar 6,45% tergolong
sedang. Lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram di bawah ini:
Gambar 4.8
Diagram Perilaku Kewirausahaan Berdasarkan Aspek Keinginan Mendapatkan
Umpan Balik
4.5.1.1.2.8 Gambaran Perilaku Kewirausahaan Berdasarkan Aspek Tingkat
Energi Yang Tinggi
Gambaran Perilaku Kewirausahaan responden berdasarkan aspek tingkat
energi yang tinggi dijelaskan sebagai berikut:
Jumlah Item Valid dalam aspek tingkat energi yang tinggi = 6
Skor tertinggi = 6 X 4 = 24
Skor terendah = 6 X 1 = 6
Mean Teoritik = (Skor Tertinggi + Skor Terendah) : 2
= (24 + 6) : 2
= 15
Standar Deviasi = (Skor Tertinggi – Skor Terendah) : 6
= (24 - 6) : 6
= 3
45.16%
48.39%
6.45% 0%
Aspek Keinginan Mendapatkan Umpan Balik
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
95
Gambaran Perilaku Kewirausahaan responden ditinjau dari aspek tingkat
energi yang tinggi berdasarkan perhitungan di atas diperoleh M = 15 dan SD =3.
Selanjutnya dapat diperoleh perhitungan sebagai berikut:
X < µ -1,5 σ = X < 11
µ – 1,5 σ ≤ X < µ - 0,5 σ = 11 ≤ X < 14
µ - 0,5 σ ≤ X < µ + 0,5 σ = 14 ≤ X < 17
µ + 0,5 σ ≤ X < µ + 1,5 σ = 17 ≤ X < 20
µ + 1,5 σ ≤ X = 20 ≤ X
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh distribusi frekuensi Perilaku
Kewirausahaan responden ditinjau dari aspek tingkat energi yang tinggi adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.12
Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirausahaan Responden Ditinjau Dari Tingkat
Energi Yang Tinggi
NO Interval Kriteria f %
1 X < 11 Sangat Rendah 0 0
2 11 ≤ X < 14 Rendah 1 1,61
3 14 ≤ X < 17 Sedang 16 25,81
4 17 ≤ X < 20 Tinggi 33 53,23
5 20 ≤ X Sangat Tinggi 12 19,35
Total 62 100
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden memiliki Perilaku Kewirausahaan yang ditinjau dari aspek tingkat
energi yang tinggi yang tergolong tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan
96
persentase responden yang tergolong kriteria tinggi berjumlah 53,23%, sedangkan
25,81% tergolong tinggi, 19,35% tergolong sangat tinggi dan sisanya sebesar
1,61% masuk dalam kriteria rendah. Lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram di
bawah ini:
Gambar 4.9
Diagram Perilaku Kewirausahaan Berdasarkan Aspek Tingkat Energi yang Tinggi
4.5.1.1.2.9 Gambaran Perilaku Kewirausahaan Berdasarkan Aspek Motivasi
Untuk Unggul
Gambaran Perilaku Kewirausahaan responden berdasarkan aspek Motivasi
Untuk Unggul dijelaskan sebagai berikut:
Jumlah Item Valid dalam aspek Motivasi Untuk Unggul = 5
Skor tertinggi = 5 X 4 = 20
Skor terendah = 5 X 1 = 5
Mean Teoritik = (Skor Tertinggi + Skor Terendah) : 2
= (20 + 5) : 2
= 12,5
Standar Deviasi = (Skor Tertinggi – Skor Terendah) : 6
= (20 - 5) : 6
= 2,5
19.35%
53.23%
25.81%
1.61% 0%
Aspek Tingkat Energi yang Tinggi
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
97
Gambaran Perilaku Kewirausahaan responden ditinjau dari aspek Motivasi
Untuk Unggul berdasarkan perhitungan di atas diperoleh M = 12,5 dan SD = 2,5.
Selanjutnya dapat diperoleh perhitungan sebagai berikut:
X < µ -1,5 σ = X < 9
µ – 1,5 σ ≤ X < µ - 0,5 σ = 9 ≤ X < 11
µ - 0,5 σ ≤ X < µ + 0,5 σ = 11 ≤ X < 14
µ + 0,5 σ ≤ X < µ + 1,5 σ = 14 ≤ X < 16
µ + 1,5 σ ≤ X = 16 ≤ X
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh distribusi frekuensi Perilaku
Kewirausahaan responden ditinjau dari aspek Motivasi Untuk Unggul adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.13
Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirausahaan Responden Ditinjau dari Motivasi
Untuk Unggul
NO Interval Kriteria f %
1 X < 9 Sangat Rendah 0 0
2 9 ≤ X < 11 Rendah 1 1,61
3 11 ≤ X < 14 Sedang 20 32,26
4 14 ≤ X < 16 Tinggi 17 27,42
5 16 ≤ X Sangat Tinggi 24 38,71
Total 62 100
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden memiliki Perilaku Kewirausahaan yang ditinjau dari aspek Motivasi
Untuk Unggul yang tergolong sangat tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan
98
persentase responden yang tergolong kriteria sangat tinggi berjumlah 38,71%,
sedangkan 32,26% tergolong sedang, 27,42 tergolong dalam kriteria tinggi dan
sisanya sebesar 1,61% masuk dalam kriteria rendah. Lebih jelasnya dapat dilihat
pada diagram di bawah ini:
Gambar 4.10
Diagram Perilaku Kewirausahaan Berdasarkan Aspek Motivasi Untuk Unggul
4.5.1.1.2.10 Gambaran Perilaku Kewirausahaan Berdasarkan Aspek
Berorientasi Terhadap Masa Depan
Gambaran Perilaku Kewirausahaan responden berdasarkan aspek
berorientasi terhadap masa depan dijelaskan sebagai berikut:
Jumlah Item Valid dalam aspek berorientasi terhadap masa depan = 5
Skor tertinggi = 5 X 4 = 20
Skor terendah = 5 X 1 = 5
Mean Teoritik = (Skor Tertinggi + Skor Terendah) : 2
= (20 + 5) : 2
= 12,5
Standar Deviasi = (Skor Tertinggi – Skor Terendah) : 6
= (20 - 5) : 6
= 2,5
38.71%
27.42%
32.26%
1.61% 0%
Aspek Motivasi Untuk Unggul
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
99
Gambaran Perilaku Kewirausahaan responden ditinjau dari aspek
berorientasi terhadap masa depan berdasarkan perhitungan di atas diperoleh M =
12,5 dan SD = 2,5. Selanjutnya dapat diperoleh perhitungan sebagai berikut:
X < µ -1,5 σ = X < 9
µ – 1,5 σ ≤ X < µ - 0,5 σ = 9 ≤ X < 11
µ - 0,5 σ ≤ X < µ + 0,5 σ = 11 ≤ X < 14
µ + 0,5 σ ≤ X < µ + 1,5 σ = 14 ≤ X < 16
µ + 1,5 σ ≤ X = 16 ≤ X
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh distribusi frekuensi Perilaku
Kewirausahaan responden ditinjau dari aspek berorientasi terhadap masa depan
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.14
Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirausahaan Responden Ditinjau Dari
Berorientasi Terhadap Masa Depan
NO Interval Kriteria f %
1 X < 9 Sangat Rendah 0 0
2 9 ≤ X < 11 Rendah 0 0
3 11 ≤ X < 14 Sedang 7 11,29
4 14 ≤ X < 16 Tinggi 29 46,77
5 16 ≤ X Sangat Tinggi 26 41,94
Total 62 100
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden memiliki Perilaku Kewirausahaan yang ditinjau dari aspek berorientasi
terhadap masa depan yang tergolong tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan
100
persentase responden yang tergolong kriteria tinggi berjumlah 46,77%, sedangkan
41,94% tergolong sangat tinggi, 11,29% tergolong sedang. Lebih jelasnya dapat
dilihat pada diagram di bawah ini:
Gambar 4.11
Diagram Perilaku Kewirausahaan Berdasarkan Aspek Berorientasi
Terhadap Masa Depan
4.5.1.1.2.11 Gambaran Perilaku Kewirausahaan berdasarkan aspek Belajar
Dari Kegagalan
Gambaran Perilaku Kewirausahaan responden berdasarkan aspek belajar
dari kegagalan dijelaskan sebagai berikut:
Jumlah Item Valid dalam aspek belajar dari kegagalan = 6
Skor tertinggi = 6 X 4 = 24
Skor terendah = 6 X 1 = 6
Mean Teoritik = (Skor Tertinggi + Skor Terendah) : 2
= (24 + 6) : 2
= 15
Standar Deviasi = (Skor Tertinggi – Skor Terendah) : 6
= (24 - 6) : 6
= 3
41.94%
46.77%
11.29% 0%
Aspek Berorientasi Terhadap Masa Depan
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
101
Gambaran Perilaku Kewirausahaan responden ditinjau dari aspek belajar
dari kegagalan berdasarkan perhitungan di atas diperoleh M = 15 dan SD =3.
Selanjutnya dapat diperoleh perhitungan sebagai berikut:
X < µ -1,5 σ = X < 11
µ – 1,5 σ ≤ X < µ - 0,5 σ = 11 ≤ X < 14
µ - 0,5 σ ≤ X < µ + 0,5 σ = 14 ≤ X < 17
µ + 0,5 σ ≤ X < µ + 1,5 σ = 17 ≤ X < 20
µ + 1,5 σ ≤ X = 20 ≤ X
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh distribusi frekuensi Perilaku
Kewirausahaan responden ditinjau dari aspek belajar dari kegagalan adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.15
Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirausahaan Responden Ditinjau dari Aspek
Belajar Dari Kegagalan
NO Interval Kriteria f %
1 X < 11 Sangat Rendah 0 0
2 11 ≤ X < 14 Rendah 0 0
3 14 ≤ X < 17 Sedang 9 14,52
4 17 ≤ X < 20 Tinggi 34 54,84
5 20 ≤ X Sangat Tinggi 19 30,64
Total 62 100
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden memiliki Perilaku Kewirausahaan yang ditinjau dari aspek belajar dari
kegagalan yang tergolong tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan persentase
102
responden yang tergolong kriteria sangat tinggi berjumlah 30,64%, sedangkan
54,84% tergolong tinggi dan sisanya sebesar 14,52 masuk dalam kriteria sedang.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram di bawah ini:
Gambar 4.12
Diagram Perilaku Kewirausahaan Berdasarkan Aspek Belajar dari Kegagalan
4.5.1.1.2.12 Gambaran Perilaku Kewirausahaan Berdasarkan Aspek
Kemampuan Dalam Memimpin
Gambaran Perilaku Kewirausahaan responden berdasarkan aspek
kemampuan dalam memimpin dijelaskan sebagai berikut:
Jumlah Item Valid dalam aspek kemampuan dalam memimpin = 5
Skor tertinggi = 5 X 4 = 20
Skor terendah = 5 X 1 = 5
Mean Teoritik = (Skor Tertinggi + Skor Terendah) : 2
= (20 + 5) : 2
= 12,5
Standar Deviasi = (Skor Tertinggi – Skor Terendah) : 6
= (20 - 5) : 6
= 2,5
30.64%
54.84%
14.52%
0%
Aspek Belajar dari Kegagalan
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
103
Gambaran Perilaku Kewirausahaan responden ditinjau dari aspek
kemampuan dalam memimpin berdasarkan perhitungan di atas diperoleh M =
12,5 dan SD = 2,5. Selanjutnya dapat diperoleh perhitungan sebagai berikut:
X < µ -1,5 σ = X < 9
µ – 1,5 σ ≤ X < µ - 0,5 σ = 9 ≤ X < 11
µ - 0,5 σ ≤ X < µ + 0,5 σ = 11 ≤ X < 14
µ + 0,5 σ ≤ X < µ + 1,5 σ = 14 ≤ X < 16
µ + 1,5 σ ≤ X = 16 ≤ X
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh distribusi frekuensi Perilaku
Kewirausahaan responden ditinjau dari aspek kemampuan dalam memimpin
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.16
Distribusi Frekuensi Perilaku Kewirausahaan Responden Ditinjau Dari
Kemampuan dalam Memimpin
NO Interval Kriteria f %
1 X < 9 Sangat Rendah 0 0
2 9 ≤ X < 11 Rendah 0 0
3 11 ≤ X < 14 Sedang 1 1,61
4 14 ≤ X < 16 Tinggi 25 40,32
5 16 ≤ X Sangat Tinggi 36 58,07
Total 62 100
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden memiliki Perilaku Kewirausahaan yang ditinjau dari aspek kemampuan
dalam memimpin yang tergolong sangat tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan
104
persentase responden yang tergolong kriteria sangat tinggi berjumlah 58,07%,
sedangkan 40,32% tergolong tinggi, 1,61% masuk dalam kriteria sedang. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada diagram di bawah ini:
Gambar 4.13
Diagram Perilaku Kewirausahaan Berdasarkan Aspek Kemampuan dalam
Memimpin
Secara keseluruhan, ringkasan analisis Perilaku Kewirausahaan tiap aspek
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.17
Ringkasan Analisis Perilaku Kewirausahaan Tiap Aspek
58.07%
40.32%
1.61% 0%
Aspek Kemampuan dalam Memimpin
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
Aspek
Kriteria
Sangat
Tinggi
(%)
Tinggi
(%)
Sedang
(%)
Rendah
(%)
Sangat
Rendah
(%)
komitmen dan
determinasi
27,42
37,10
24,19
11,29
0
rasa
bertanggungjawab
53,23 38,71
8,06
0 0
ambisi untuk
mencari peluang
33,87
37,10
20,97
8,06
0
105
Lanjutan Tabel 4.17
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa terdapat tujuh aspek
yang tergolong memiliki tingkat persentase yang tinggi. Sedangkan lima aspek
perilaku kewirausahaan mahasiswa masuk dalam kriteria sangat tinggi. Sisanya
berada dalam kriteria yang sedang dan rendah. Sedangkan untuk menentukan
aspek mana yang paling berpengaruh terhadap tinggi rendahnya variabel perilaku
kewirausahaan dapat ditentukan dengan membandingkan mean empirik tiap
menerima resiko,
kebimbangan, dan
ketidaktentuan
64,52
12,90
16,13
6,45
0
percaya diri 25,81 65,42 8,06 1,61
0
kreatif dan
fleksibel
58,06
40,33
1,61
0 0
keinginan
mendapatkan
umpan balik
45,16
48,39
6,45
0 0
tingkat energi yang
tinggi
25,81
53,23
19,35
1,61
0
motivasi untuk
unggul
27,42
38,71
32,26
1,61
0
berorientasi
terhadap masa
depan
41,94
46,77
11,29
0 0
belajar dari
kegagalan
54,84
30,64
14,52
0 0
kemampuan dalam
memimpin
58,07 40,32 1,61 0 0
106
aspek. Cara untuk menentukan nilai mean empirik dapat dicari dengan membagi
jumlah skor item pada tiap aspek dengan jumlah subjek. Adapun perbandingan
mean empirik tiap aspek dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.18
Perbandingan Mean Empirik Tiap Aspek Perilaku Kewirausahaan
Aspek Mean Empirik
komitmen dan determinasi 10,97
rasa bertanggungjawab 9,26
ambisi untuk mencari peluang 11,16
menerima resiko, kebimbangan, dan
ketidaktentuan
8,27
percaya diri 11,95
kreatif dan fleksibel 12,39
keinginan mendapatkan umpan balik 12,87
tingkat energi yang tinggi 17,92
motivasi untuk unggul 14,63
berorientasi terhadap masa depan 15,18
belajar dari kegagalan 18,56
kemampuan dalam memimpin 16,15
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa aspek yang mempunyai
nilai mean empirik terbesar adalah aspek belajar dari kegagalan dengan nilai mean
empirik sebesar 18,56, yang berarti aspek belajar dari kegagalan mempunyai
107
pengaruh terbesar dalam menentukan tinggi rendahnya variabel perilaku
kewirausahaan
4.5.1.2 Gambaran Adversity Quotient Mahasiswa Yang Mengikuti PMW
(Program Mahasiswa Wirausaha) Universitas Negeri Semarang
Salah satu skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala
Adversity Quotient, dimana skala tersebut disusun berdasarkan aspek-aspek yang
menyusunnya. Oleh karenanya, gambaran adversity quotient dapat ditinjau baik
secara umum maupun secara spesifik (ditinjau dari tiap aspek). Berikut
merupakan gambaran adversity quotient yang ditinjau secara umum dan spesifik.
4.5.1.2.1 Gambaran Umum Adversity Quotient Mahasiswa Yang Mengikuti PMW
(Program Mahasiswa Wirausaha) Universitas Negeri Semarang
Dari penggolongan kategori analisis berdasarkan mean hipotetik yang
sudah disajikan pada tabel 4.3 diperoleh gambaran umum dari Adversity Quotient
sebagai berikut:
Jumlah Item = 35
Skor tertinggi = 35 X 4 = 140
Skor terendah = 35 X 1 = 35
Mean Teoritik = (Skor Tertinggi + Skor Terendah) : 2
= (140 + 35) : 2
= 87,5
Standar Deviasi = (Skor Tertinggi – Skor Terendah) : 6
= (140 - 35) : 6
= 17,5
108
Gambaran secara umum Adversity Quotient responden berdasarkan
perhitungan di atas diperoleh M = 87,5 dan SD = 17,5. Selanjutnya dapat
diperoleh perhitungan sebagai berikut:
X < µ -1,5 σ = X < 61
µ – 1,5 σ ≤ X < µ - 0,5 σ = 61 ≤ X < 79
µ - 0,5 σ ≤ X < µ + 0,5 σ = 79 ≤ X < 96
µ + 0,5 σ ≤ X < µ + 1,5 σ = 96 ≤ X < 114
µ + 1,5 σ ≤ X = 114 ≤ X
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh distribusi frekuensi Adversity
Quotient responden sebagai berikut:
Tabel 4.19
Distribusi Frekuensi Adversity Quotient
NO Interval Kriteria f %
1 X < 61 Sangat Rendah 0 0
2 61 ≤ X < 79 Rendah 1 1,61
3 79 ≤ X < 96 Sedang 12 19,36
4 96 ≤ X < 114 Tinggi 44 70,97
5 114 ≤ X Sangat Tinggi 5 8,06
Total 62 100
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden memiliki Adversity Quotient yang tergolong tinggi. Hal tersebut
ditunjukkan dengan persentase responden yang tergolong kriteria tinggi berjumlah
70,97%, sedangkan 19,36% sisanya tergolong krtiteria sedang, 8,06% masuk
109
dalam kriteria sangat tinggi dan sisanya sebesar 1,61% tergolong rendah. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada diagram persentase di bawah ini:
Gambar 4.14
Diagram Adversity Quotient Mahasiswa Peserta PMW
4.5.1.2.2 Gambaran Adversity Quotient mahasiswa yang mengikuti PMW
(Program Mahasiswa Wirausaha) Universitas Negeri Semarang
Berdasarkan Tiap Aspek
Adversity Quotient dapat dilihat dari beberapa aspek, yakni dari aspek
control (kendali), origin (asal-usul) dan ownership (pengakuan), reach
(jangkauan), dan endurance (daya tahan). Gambaran setiap aspek dari Adversity
Quotient dijelaskan sebagai berikut:
4.5.1.2.2.1 Gambaran Adversity Quotient berdasarkan Aspek Control (Kendali)
Gambaran Adversity Quotient berdasarkan Aspek Control dijelaskan
sebagai berikut:
Jumlah Item Valid dalam aspek Control (kendali) = 8
Skor tertinggi = 8 X 4 = 32
Skor terendah = 8 X 1 = 8
8.06%
70.97%
19.36%
1.61%0%
Gambaran Umum Adversity Quotient
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
110
Mean Teoritik = (Skor Tertinggi + Skor Terendah) : 2
= (32 + 8) : 2
= 20
Standar Deviasi = (Skor Tertinggi – Skor Terendah) : 6
= (32 - 8) : 6
= 4
Gambaran Adversity Quotient responden ditinjau dari aspek control
(kendali) berdasarkan perhitungan di atas diperoleh M = 20 dan SD = 4.
Selanjutnya dapat diperoleh perhitungan sebagai berikut:
X < µ -1,5 σ = X < 14
µ – 1,5 σ ≤ X < µ - 0,5 σ = 14 ≤ X < 18
µ - 0,5 σ ≤ X < µ + 0,5 σ = 18 ≤ X < 22
µ + 0,5 σ ≤ X < µ + 1,5 σ = 22 ≤ X < 26
µ + 1,5 σ ≤ X = 26 ≤ X
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh distribusi frekuensi Adversity
Quotient berdasarkan Aspek control (kendali) adalah sebagai berikut:
Tabel 4.20
Distribusi Frekuensi Adversity Quotient Berdasarkan Aspek Control (Kendali)
NO Interval Kriteria f %
1 X < 14 Sangat Rendah 0 0
2 14 ≤ X < 18 Rendah 0 0
3 18 ≤ X < 22 Sedang 14 22,58
4 22 ≤ X < 26 Tinggi 36 58,06
5 26 ≤ X Sangat Tinggi 12 19,36
Total 62 100
111
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden memiliki Adversity Quotient berdasarkan aspek control (kendali) yang
tergolong tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan persentase responden yang
tergolong kriteria tinggi berjumlah 58,06%, sedangkan 22,58% tergolong sedang
dan sisanya sebesar 19,36% tergolong sangat tinggi. Lebih jelasnya dapat dilihat
pada diagram persentase di bawah ini:
Gambar 4.15
Diagram Adversity Quotient Berdasarkan Aspek Control (Kendali)
4.5.1.2.2.2 Gambaran Adversity Quotient berdasarkan Aspek Origin (Asal-usul)
dan Ownership (Pengakuan)
Gambaran Adversity Quotient berdasarkan Aspek origin (asal-usul) dan
ownership (pengakuan) dijelaskan sebagai berikut:
Jumlah Item Valid dalam aspek origin (asal-usul) dan ownership (pengakuan)= 10
Skor tertinggi = 10 X 4 = 40
Skor terendah = 10 X 1 = 10
Mean Teoritik = (Skor Tertinggi + Skor Terendah) : 2
= (40 + 10) : 2
= 25
19.36%
58.06%
22.58%
0%
Aspek Control
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
112
Standar Deviasi = (Skor Tertinggi – Skor Terendah) : 6
= (40 – 10) : 6
= 5
Gambaran Adversity Quotient berdasarkan Aspek origin (asal-usul) dan
ownership (pengakuan) berdasarkan perhitungan di atas diperoleh M = 25 dan SD
= 5. Selanjutnya dapat diperoleh perhitungan sebagai berikut:
X < µ -1,5 σ = X < 18
µ – 1,5 σ ≤ X < µ - 0,5 σ = 18 ≤ X < 23
µ - 0,5 σ ≤ X < µ + 0,5 σ = 23 ≤ X < 28
µ + 0,5 σ ≤ X < µ + 1,5 σ = 28 ≤ X < 33
µ + 1,5 σ ≤ X = 33 ≤ X
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh distribusi frekuensi Adversity
Quotient berdasarkan Aspek origin (asal-usul) dan ownership (pengakuan) adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.21
Distribusi Frekuensi Adversity Quotient Berdasarkan Aspek Origin (Asal-usul)
dan Ownership (Pengakuan)
NO Interval Kriteria f %
1 X < 18 Sangat Rendah 1 1,61
2 18 ≤ X < 23 Rendah 4 6,45
3 23 ≤ X < 28 Sedang 21 33,87
4 28 ≤ X < 33 Tinggi 30 48,39
5 33 ≤ X Sangat Tinggi 6 9,68
Total 62 100
113
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden memiliki Adversity Quotient berdasarkan Aspek origin (asal-usul) dan
ownership (pengakuan) yang tergolong tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan
persentase responden yang tergolong kriteria tinggi berjumlah 48,39%, sedangkan
33,87% masuk dalam kriteria sedang, 9,68% masuk dalam kriteria sangat tinggi,
6,45% masuk dala kriteria rendah dan sisanya sebesar 1,61%. Lebih jelasnya
dapat dilihat pada diagram persentase di bawah ini:
Gambar 4.16
Diagram Adversity Quotient berdasarkan Aspek Origin (Asal-usul) and
Ownership (Pengakuan)
4.5.1.2.2.3 Gambaran Adversity Quotient berdasarkan Aspek Reach (Jangkauan)
Gambaran Adversity Quotient berdasarkan Aspek Reach (jangkauan)
dijelaskan sebagai berikut:
Jumlah Item Valid dalam aspek Reach = 9
Skor tertinggi = 9 X 4 = 36
Skor terendah = 9 X 1 = 9
Mean Teoritik = (Skor Tertinggi + Skor Terendah) : 2
= (36 + 9) : 2
= 22,5
9.68%
48.39%
33.87%
6.45% 1.61%
Aspek Origin and Ownership
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
114
Standar Deviasi = (Skor Tertinggi – Skor Terendah) : 6
= (36 - 9) : 6
= 4,5
Gambaran Adversity Quotient berdasarkan Aspek Reach (jangkauan)
berdasarkan perhitungan di atas diperoleh M = 22.5 dan SD = 4,5. Selanjutnya
dapat diperoleh perhitungan sebagai berikut:
X < µ -1,5 σ = X < 16
µ – 1,5 σ ≤ X < µ - 0,5 σ = 16 ≤ X < 20
µ - 0,5 σ ≤ X < µ + 0,5 σ = 20 ≤ X < 25
µ + 0,5 σ ≤ X < µ + 1,5 σ = 25 ≤ X < 29
µ + 1,5 σ ≤ X = 29 ≤ X
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh distribusi frekuensi Adversity
Quotient berdasarkan Aspek Reach (jangkauan) adalah sebagai berikut:
Tabel 4.22
Distribusi Frekuensi Adversity Quotient Berdasarkan Aspek Reach (Jangkauan)
NO Interval Kriteria f %
1 X < 16 Sangat Rendah 0 0
2 16 ≤ X < 20 Rendah 0 0
3 20 ≤ X < 25 Sedang 12 19,35
4 25 ≤ X < 29 Tinggi 36 58,07
5 29 ≤ X Sangat Tinggi 14 22,58
Total 62 100
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden memiliki Adversity Quotient berdasarkan Aspek Reach (jangkauan)
115
yang tergolong tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan persentase responden
yang tergolong kriteria tinggi sebesar 58,07%, yang tergolong kriteria sangat
tinggi sebesar 22,58% dan sisanya sebesar 19,35% masuk dalam kriteria sedang.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram persentase di bawah ini:
Gambar 4.17
Diagram Adversity Quotient Berdasarkan Aspek Reach
4.5.1.2.2.4 Gambaran Adversity Quotient berdasarkan Aspek Endurance (Daya
tahan)
Gambaran Adversity Quotient berdasarkan Aspek Endurance (Daya tahan)
dijelaskan sebagai berikut:
Jumlah Item Valid dalam aspek Endurance (Daya tahan)= 8
Skor tertinggi = 8 X 4 = 32
Skor terendah = 8 X 1 = 8
Mean Teoritik = (Skor Tertinggi + Skor Terendah) : 2
= (32 + 8) : 2
= 20
Standar Deviasi = (Skor Tertinggi – Skor Terendah) : 6
= (32 – 8) : 6
= 4
22.58%
58.07%
19.35%
0%
Aspek Reach
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
116
Gambaran Adversity Quotient berdasarkan Aspek Endurance (daya tahan)
berdasarkan perhitungan di atas diperoleh M = 20 dan SD = 4. Selanjutnya dapat
diperoleh perhitungan sebagai berikut:
X < µ -1,5 σ = X < 14
µ – 1,5 σ ≤ X < µ - 0,5 σ = 14 ≤ X < 18
µ - 0,5 σ ≤ X < µ + 0,5 σ = 18 ≤ X < 22
µ + 0,5 σ ≤ X < µ + 1,5 σ = 22 ≤ X < 26
µ + 1,5 σ ≤ X = 26 ≤ X
Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh distribusi frekuensi Adversity
Quotient berdasarkan Aspek Endurance (daya tahan) adalah sebagai berikut:
Tabel 4.23
Distribusi Frekuensi Adversity Quotient berdasarkan Aspek Endurance
NO Interval Kriteria f %
1 X < 14 Sangat Rendah 0 0
2 14 ≤ X < 18 Rendah 1 1,61
3 18 ≤ X < 22 Sedang 15 24,19
4 22 ≤ X < 26 Tinggi 33 53,23
5 26 ≤ X Sangat Tinggi 13 20,97
Total 62 100
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa sebagian besar
responden memiliki Adversity Quotient berdasarkan Aspek Endurance (daya
tahan) yang tergolong tinggi. Hal tersebut ditunjukkan dengan persentase
responden yang tergolong tinggi sedang berjumlah 53,23%, sedangkan 24,19%
tergolong krtiteria sedang, 20,97% tergolong sangat tinggi dan sisanya sebesar
117
1,61% tergolong rendah. Lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram persentase di
bawah ini:
Gambar 4.18
Diagram Adversity Quotient berdasarkan Aspek Endurance (Daya tahan)
Secara keseluruhan, ringkasan analisis Adversity Quotient berdasarkan tiap
aspek dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 4.24
Ringkasan Analisis Adversity Quotient Tiap Aspek
Aspek
Adversity Quotient
Sangat
Tinggi
(%)
Tinggi
(%)
Sedang
(%)
Rendah
(%)
Sangat
Rendah
(%)
control (kendali) 22,58
58,06
19,36
0 0
origin (asal-usul)
dan ownership
(pengakuan)
33,87
48,39
9,68
6,45
1,61
reach (jangkauan)
22,58 58,07 19,35 0 0
endurance (daya
tahan)
53,23
20,97
24,19
1,61
0
20.97%
53.23%
24.19%
1.61%
Aspek Endurance
Sangat Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat Rendah
118
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa semua aspek pada
variabel Adversity Quotient memiliki kriteria yang tinggi yang besarnya berkisar
antara 20,97% sampai 58,07%. Sedangkan pada aspek endurance (daya tahan),
adversity quotient mahasiswa masuk dalam kriteria sangat tinggi yaitu sebesar
53,23%. Sedangkan untuk menentukan aspek mana yang paling berpengaruh
terhadap tinggi rendahnya variabel adversity quotient dapat ditentukan dengan
membandingkan mean empirik tiap aspek. Untuk menentukan nilai mean empirik
dapat dicari dengan membagi jumlah skor item pada tiap aspek dengan jumlah
subjek. Adapun perbandingan mean empirik tiap aspek dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.25
Perbandingan Mean Empirik Tiap Aspek Adversity Quotient
Aspek Control
Origin and
Ownership
Reach Endurance
Mean empirik 23,35 28,19 26,87 23,23
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa aspek yang mempunyai
nilai mean empirik terbesar adalah aspek origin (asal-usul) and ownership
(pengakuan) dengan nilai mean empirik sebesar 28,19, yang berarti aspek origin
and ownership mempunyai pengaruh terbesar dalam menentukan tinggi
rendahnya variabel adversity quotient.
119
4.5.2. Hasil Uji Asumsi
4.5.2.1 Uji Linieritas
Uji linieritas dilakukan untuk menguji apakah pola sebaran variabel X dan
Y membentuk garis linier ataukah tidak. Alat untuk menguji linieritas tersebut,
digunakan program SPSS 17.0. Linier atau tidaknya sebaran adalah jika p < 0,05
maka sebaran dinyatakan linier dan jika p > 0,05 maka sebaran dinyatakan tidak
linier. Hasil perhitungan diperoleh F sebesar 43,770 dengan p = 0,000.
Dikarenakan nilai p < 0,05 maka pola hubungan antara variabel Adversity
Quotient dengan Perilaku Kewirausahaan adalah linier. Hasil uji linieritas
disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.26
Hasil Uji Linieritas
ANOVA Table
Adversity Quotient * Perilaku Kewirausahaan
Between Groups Within Groups Total
(Combined) Linearity Deviation from Linearity
Sum of
Squares 10123.044 6418.788 3704.256 4546.133 14669.177
Df 30 1 29 31 61
Mean Square 337.435 6418.788 127.733 146.649
F 2.301 43.770 .871
Sig.
.012 .000 .644
120
4.5.2.2 Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan metode korelasi
Product Moment Pearson untuk menguji hubungan antara variabel X, yaitu
variabel Adversity Quotient dengan variabel Y, yaitu variabel Perilaku
Kewirausahaan. Taraf signifikansi yang digunakan sebesar 1% (0,01).
Berdasarkan analisis korelasi diperoleh nilai r = 0,661 dengan nilai signifikansi
atau p = 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa korelasi antara variabel X dan
Y tergolong signifikan (Arikunto, 2006: 276). Nilai signifikansi yang kurang dari
0,01 menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara variabel X dan Y.
Berdasarkan hasil perhitungan korelasi tersebut, hipotesis kerja yang
diajukan yaitu ada hubungan antara Adversity Quotient dengan Perilaku
Kewirausahaan pada Mahasiswa Yang Mengikuti PMW (Program Mahasiswa
Wirausaha) Universitas Negeri Semarang diterima, sehingga hal tersebut
menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara variabel X dan Y.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.27
Hasil Uji Korelasi Variabel Adversity Quotient dan Perilaku Kewirausahaan
Correlations
**Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Perilaku
Kewirausahaan
Adversity
Quotient
Perilaku Kewirausahaan Pearson Correlation 1 .661(**)
Sig. (2-tailed) . .000
N 62 62
Adversity Quotient Pearson Correlation .661(**) 1
Sig. (2-tailed) .000 .
N 62 62
121
4.6 Pembahasan
4.6.1 Pembahasan Hasil Analisis secara Deskriptif Hubungan Adversity
Quotient dengan Perilaku Kewirausahaan
4.6.1.1 Perilaku Kewirausahaan
Perilaku kewirausahaan merupakan segala aktivitas yang dilakukan oleh
individu dalam menjalankan suatu usaha. Keberhasilan suatu usaha lebih
dipengaruhi oleh bagaimana perilaku kewirausahaan yang dimiliki oleh seseorang
yang menjalankan usaha tersebut. Para wirausahawan dalam menjalankan
usahanya hendaknya memiliki ketrampilan untuk menyusun strategi dan rencana
usaha yang baik untuk mencapai kesuksesan usaha. Kemampuan dalam menyusun
rencana usaha tersebut selalu melibatkan pemikiran yang kreatif dan inovatif dari
wirausahawan, karena tanpa kreativitas dan inovasi usaha kemungkinan besar
usahanya akan kalah bersaing dengan usaha lain yang sejenis. Hal tersebut sejalan
dengan pendapat Nandram dan Samsom (2006: 20) yang mengatakan bahwa
kewirausahaan adalah tentang visi, mimpi, semangat, dorongan, jiwa, kreativitas,
keberanian, pengetahuan, sumber daya, fakta dan angka. Hal terpenting dalam
kewirausahaan adalah tentang merancang peluang yang imajinasi dan kemauan
yang kuat.
Awalnya peneliti menduga bahwa perilaku kewirausahaan mahasiswa
yang mengikuti PMW (Program Mahasiswa Wirausaha) Universitas Negeri
Semarang yang rendah pada studi pendahuluan lebih disebabkan karena
mahasiswa tidak memiliki ketahanan mental dalam menghadapi kegagalan dan
hambatan yang ditemui dalam proses pengembangan usahanya apalagi usaha yang
122
dijalankan mahasiswa sebagian besar merupakan usaha baru yang rentan menemui
kegagalan. Rata-rata mahasiswa juga kurang memiliki pengalaman dalam
mengembangkan usahanya. Padahal pengalaman tersebut perlu dimiliki untuk
menunjang jalannya suatu usaha, sesuai dengan pendapat Cassis dan Minoglou
(2005:59) menjelaskan bahwa faktor usia dan pengalaman usaha merupakan
faktor penting dalam kesuksessan seorang wirausaha.
Hasil penelitian yang menunjukkan kategori perilaku kewirausahaan
mahasiswa yang tinggi tidak sejalan dengan fenomena penelitian yaitu banyaknya
kegagalan usaha yang dijalankan dan sebesar 75% mahasiswa memiliki hambatan
dalam pengembangan usahanya. Peneliti berasumsi bahwa ketidaksesuaian antara
fenomena dengan hasil penelitian dikarenakan ketidakjelian peneliti dalam
menangkap fenomena yang ada. Kesalahan peneliti ketika melakukan studi
pendahuluan yang hanya mengambil 20 subyek sebagai sampel penelitian studi
pendahuluan ternyata sampel tersebut tidak representatif. Seharusnya peneliti
menjadikan semua peserta Program Mahasiswa Wirausaha sebagai sampel
penelitian pada studi pendahuluan tersebut. Peneliti juga kurang menggali lebih
jauh faktor internal selain adversity quotient yang kemungkinan menjadi faktor
penyebab kegagalan mahasiswa peserta Program Mahasiswa Wirausaha dalam
menjalankan usahanya. Faktor internal lain yang kemungkinan berpengaruh
terhadap perilaku kewirausahaan antara lain self efficacy, etos kerja, self
management, self confidence dan lain sebagainya.
Beberapa penyebab lain yaitu mahasiswa cenderung menampilkan kesan
yang baik atau faking good saat dilakukan pengambilan data menggunakan skala
123
psikologi sehingga diperoleh hasil bahwa mahasiswa memiliki semua aspek-aspek
perilaku kewirausahaan yang tinggi. Faktor lain yang menyebabkan
ketidaksesuain antara fenomena dengan studi pendahuluan kemungkinan juga
disebabkan jarak waktu antara studi pendahuluan dengan penyebaran instrumen
penelitian cukup lama yaitu 5 bulan sehingga kemungkinan usaha yang dijalankan
sudah mulai berkembang dengan baik dan perilaku kewirausahaan mahasiswa
juga telah meningkat.
Aspek yang memiliki peran terbesar dalam perilaku kewirausahaan adalah
aspek belajar dari kegagalan dikarenakan memiliki mean empirik yang paling
besar dibandingkan mean empirik aspek lainnya yaitu sebesar 18,56. Aspek
belajar dari kegagalan berkaitan dengan bagaimana seorang wirausahawan belajar
dari berbagai pengalaman usaha yang pernah dijalankannya, baik dalam
pengalaman menemui hambatan, kendala maupun kegagalan. Wirausaha yang
berhasil tidak takut gagal dan bisa mengambil pelajaran dari kegagalan sehingga
dia tidak terjerumus ke kegagalannnya kembali. Aspek belajar dari kegagalan
merupakan aspek yang penting dimiliki oleh para wirausahawan dikarenakan
aspek ini menentukan sejauhmana wirausahawan dapat bertahan terhadap
kegagalan yang dilaminya. Apakah wirausahawan akan mengambil pelajaran dan
dapat membuat perencanaan usaha yang lebih baik atau wirausahawan justru
menjadi enggan untuk melanjutkan usahanya dikarenakan kegagalan tersebut.
Hasil penelitian ini semakin relevan dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Cassis dan Minoglou yang menyatakan faktor pengalaman memiliki peran yang
besar terhadap kewirausahaan. Pengalaman usaha yang telah wirausahan peroleh
124
dapat dijadikannya sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan
usaha yang penuh akan resiko dan ketidakpastian.
Apabila dibandingkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Segal dkk
(2005:54) yang diperoleh hasil bahwa faktor pendorong individu untuk
melakukan wirausaha antara lain keberanian mengambil resiko, motivasi dan self
efficacy. Apabila keberanian mengambil resiko pada penelitian Segal dikaitkan
dengan aspek menerima resiko, kebimbangan dan ketidaktentuan maka dapat
diambil kesimpulan bahwa dalam hal tersebut sejalan dengan penelitian ini,
namun aspek menerima resiko, kebimbangan, dan ketidaktentuan memiliki mean
teoritik yang paling rendah dibandingkan yang lain yaitu hanya sebesar 8,27.
Berdasarkan penjelasan tersebut perilaku kewirausahaan pada mahasiswa
yang mengikuti PMW (Program Mahasiswa Wirausaha) Universitas Negeri
Semarang tergolong tinggi dikarenakan mereka banyak belajar dari pengalaman
usaha yang mereka peroleh.
4.6.1.2 Adversity Quotient
Adversity quotient merupakan kemampuan seseorang dalam menghadapi
dan bertahan terhadap kesulitan hidup, tantangan yang dialaminya dan perubahan-
perubahan yang terus menghadang serta menghadapi kesulitan sebagai proses
untuk menggunakan potensi-potensi yang dimilikinya. Hasil adversity quotient
yang tergolong tinggi menunjukkan bahwa mahasiswa berada pada tingkat
climbers pada tipe adversity quotient. Climbers menjalani kehidupan secara
lengkap. Mereka benar-benar mengetahui tujuannya dan merasakan manfaat dari
hal apapun yang dikerjakannya (Stoltz, 2000:18). Sebagai climbers, mahasiswa
125
mampu menempuh kesulitan-kesulitan hidup termasuk dalam proses berwirausaha
dengan penuh keberanian dan disiplin. Mereka memiliki semangat dan motivasi
yang tinggi serta selalu berjuang untuk mendapatkan yang terbaik. Pandangan
climbers mengenai keberlangsungan sebuah kesulitan, mereka cenderung
memandang kesulitan dan penyebab timbulnya kesulitan adalah suatu yang
bersifat sementara dan pasti bisa diselesaikan. Pandangan mahasiswa dalam
menanggapi kesulitan merupakan dimensi endurance dari adversity quotient.
Mahasiswa yang memiliki aspek endurance yang tinggi akan bertahan dalam
segala macam kesulitan termasuk kesulitan dalam menjalankan usaha mereka.
Variabel adversity quotient terdiri atas empat aspek yang mendukungnya,
yaitu aspek control (kendali), origin (asal-usul) dan ownership (pengakuan),
reach (jangkauan) dan endurance (daya tahan). Berdasarkan perhitungan mean
empirik tiap aspek, aspek yang memperoleh nilai mean empirik terbesar adalah
aspek origin (asal-usul) dan ownership (pengakuan) dengan nilai mean empirik
sebesar 28,19. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang
pernah dilakukan oleh Markman (2002:21) yang menunjukkan bahwa terdapat
tiga pengaruh utama yang mempengaruhi kewirausahaan usaha baru salah satunya
dimensi ownership pada adversity quotient.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa origin (asal-usul) dan ownership
(pengakuan) memiliki peran terbesar dalam adversity quotient pada mahasiswa
yang mengikuti PMW (Program Mahasiswa Wirausaha) dan selanjutnya diikuti
oleh aspek reach (jangkauan) sebesar 26,87, aspek control (kendali) sebesar 23,35
dan endurance (daya tahan) dengan besar 23,23.
126
4.6.2 Pembahasan Hasil Analisis secara Inferensial Adversity Quotient
dengan Perilaku Kewirausahaan Mahasiswa yang Mengikuti PMW
(Program Mahasiswa Wirausaha) Universitas Negeri Semarang
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yang berbunyi ada hubungan
antara Adversity Quotient dengan Perilaku Kewirausahaan, yang dibuktikan
dengan nilai r = 0,661 dan p = 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa korelasi
antara variabel X dan Y tergolong signifikan (Arikunto, 2006: 276). Nilai
signifikansi yang kurang dari 0,01 menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan
antara variabel X dan Y.
Berdasarkan koefisien korelasi dan nilai signifikansi seperti yang telah
dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara Adversity Quotient
dengan Perilaku Kewirausahaan pada mahasiswa memiliki korelasi yang positif.
Mahasiswa peserta PMW (Program Mahasiswa Wirausaha) Universitas Negeri
Semarang yang memiliki adversity quotient yang tinggi akan memiliki perilaku
kewirausahaan yang tinggi, begitu juga sebaliknya mahasiswa yang memiliki
adversity quotient yang rendah akan memiliki perilaku kewirausahaan yang
rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu mengenai
adversity quotient dengan kewirausahaan yang dilakukan oleh Masykur (2007:37)
diperoleh hasil bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan antara adversity
quotient dengan kewirausahaan pada mahasiswa Universitas Diponegoro. Hasil
penelitian yang sejalan tersebut lebih dikarenakan subyek penelitian memiliki
karakteristik yang sama.
127
Karakteristik subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang
mengelola wirausaha secara individu maupun kelompok yang modalnya berasal
dari Program Mahasiswa Wirausaha. Beberapa usaha yang didanai dalam
Program Mahasiswa Wirausaha merupakan pengembangan dari suatu usaha yang
telah berjalan sebelumnya sedangkan beberapa ada usaha yang baru dirintis (start
up bussiness). Latar belakang pembentukan usaha tersebut kemungkinan besar
ikut berpengaruh terhadap perilaku kewirausahaan pada para mahasiswa. Sejalan
dengan pendapat Staw (Riyanti 2004:9) yang mengemukakan bahwa pengalaman
berwirausaha dapat diperoleh dari bimbingan sejak kecil yang diberikan orang tua
yang berprofesi sebagai wirausahawan. Peneliti berasumsi bahwa mahasiswa yang
mengikuti Program Mahasiswa Wirausaha untuk mengembangkan usaha yang
telah dijalankan memiliki perilaku kewirausahaan yang tinggi, hal tersebut
dikarenakan mereka memiliki pengalaman usaha yang lebih dibandingkan mereka
yang baru memulai usaha baru. Sedangkan mahasiswa yang baru memulai
usahanya cenderung memiliki banyak hambatan dalam mengelola usahanya.
Latarbelakang lingkungan keluarga maupun sosial juga ikut berperan
dalam hal keputusan mahasiswa untuk memulai suatu usaha dengan mengikuti
Program Mahasiswa Wirausaha (PMW). Beberapa alasan keputusan tersebut
dilatarbelakangi oleh mahasiswa yang ingin mencari pengalaman usaha, faktor
kebutuhan ekonomi, dan orangtua yang juga berprofesi sebagai seorang
wirausaha. Apabila dikaitkan dengan penelitian ini, pengaruh latar belakang
keluarga dari peserta PMW justru kurang berpengaruh terhadap perilaku
kewirausahaan. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Cassis dan Minoglou
128
(2005:33) mengemukakan bahwa kewirausahaan dapat diwariskan dibuktikan
pada usaha keluarga yang diwariskan secara turun temurun menunjukkan bahwa
anak-anak dari seorang wirausahawan biasanya kurang memiliki inisiatif dalam
mengelola usaha dibandingkan dengan orangtuanya. Peneliti berasumsi bahwa
mahasiswa yang menjadi wirausaha dikarenakan warisan dari orang tuanya
cenderung memiliki perilaku kewirausahaan yang rendah dikarenakan mereka
menjalankan usaha dengan terpaksa dan mereka kurang memiliki inisiatif dan
perencanaan usaha ke depan. Mereka cenderung mengikuti perencanaan usaha
yang sudah diterapkan oleh orang tuanya. Hal tersebut dikarenakan hanya
sebagian kecil saja dari subyek yang memiliki latar belakang dari keluarga
pengusaha maupun yang telah menjalankan suatu usaha.
Berdasarkan data dari Tim Unnes Student Entrepreneurship Centre
(Unsec) (2012:20) mahasiswa yang memiliki latar belakang dari keluarga
wirausahawan yang telah mengembangkan usahanya hanya sebesar 10%
sedangkan 90% mahasiswa PMW (Program Mahasiswa Wirausaha) bersifat new
comer dalam dunia wirausaha, yang artinya mereka tidak memiliki pengetahuan
dan pengalaman wirausaha. Kategori perilaku kewirausahaan pada mahasiswa
peserta PMW (Program Mahasiswa Wirausaha) yang termasuk tinggi lebih
disebabkan dari faktor internal dari mahasiswa. Penelitian antara adversity
quotient terhadap pembentukan usaha baru juga pernah dilakukan oleh Markman
dkk (2002:25) diperoleh hasil bahwa dimensi adversity quotient pada dimensi
control dan dimensi ownership memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
keberhasilan usaha baru. Berdasarkan penelitian tersebut maka faktor internal
129
yaitu adversity quotient juga memiliki pengaruh bagi perilaku kewirausahaan
mahasiswa dalam menjalankan usahanya yang bersifat start up bussiness.
Faktor gaya hidup berwirausaha juga ikut berpengaruh terhadap keputusan
seseorang untuk menjadi wirausahawan. Gaya hidup erat hubungannya dengan
faktor lingkungan keluarga yang kemungkinan juga menekuni dunia wirausaha.
Sehingga mahasiswa sudah terbiasa mengikuti gaya hidup para wirausahawan.
Barringer dan Ireland (2010:47) mengemukakan bahwa gaya hidup juga
mempercepat pengembangan karir berwirausaha. Gaya hidup seseorang sebagai
wirausahawan akan berbeda dengan orang lain yang terjun dalam hal lain.
Wirausahawan memiliki gaya hidup kerja keras, pantang menyerah apabila gagal,
selalu yakin dan percaya akan kemampuannya dalam mengambil resiko.
Seseorang yang telah memulai usahanya waktu usia muda dan masih sekolah. Dia
akan memiliki pengalaman dan pengetahuan usaha yang banyak sehingga
kemungkinan besar dia pasti menjadi wiraushawan yang berhasil.
Adanya korelasi positif yang signifikan antara variabel adversity quotient
dengan perilaku kewirausahaan dikarenakan tiap aspek pada variabel adversity
quotient memiliki pengaruh terhadap tiap aspek pada perilaku kewirausahaan pada
mahasiswa yang mengikuti PMW (Program Mahasiswa Wirausaha) Universitas
Negeri Semarang. Dimensi adversity quotient meliputi control (kendali), origin
dan ownership (asal-usul dan pengakuan), reach (jangkauan), dan endurance
(daya tahan). Mahasiswa yang selalu berpikir optimis selalu ada jalan keluar
dalam menghadapi masalah, dirinya tidak mudah menyerah dalam menyelesaikan
masalah usahanya. Adanya mahasiswa yang tidak mudah menyerah dalam
130
menyelesaikan masalahnya dan dapat fokus sepenuhnya pada pekerjaan
mengindikasikan bahwa mahasiswa memiliki tingkat energi yang tinggi pada
aspek perilaku kewirausahaan. Kerja keras merupakan karakteristik psikologi
perilaku kewirausahaan, hal tersebut sejalan dengan kajian empiris dan teoritis
yang dilakukan oleh Sukardi tentang sifat-sifat wirausaha. Sukardi dalam Riyanti
(2004:53) mengemukakan sifat kerja keras seorang wirausahawan yaitu tidak
pernah memberi kesempatan dirinya untuk berpangku tangan, mencurahkan
perhatian sepenuhnya pada pekerjaan dan memiliki tenaga untuk terlibat terus-
menerus dalam kerja.
Mahasiswa dengan aspek control (kendali) yang baik akan memiliki
motivasi untuk unggul dan kemampuan dalam memimpin yang baik dalam
menjalankan usahanya. Kepemimpinan dalam usaha juga dikemukakan oleh
Nandram dan Samsom (2006:20) yang menjelaskan bahwa hal yang terpenting
dalam sebuah usaha adalah kemampuan memimpin, karena dalam usaha tidak
hanya melibatkan pribadi melainkan tim dan orang banyak. Terkait dengan
motivasi untuk unggul diperkuat dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh
Hechavarria (2010:14) yang menemukan bahwa semua tindakan yang dilakukan
dalam proses berwirausaha dipengaruhi oleh faktor motivasi. Faktor motivasi
tersebut tentunya adalah motivasi untuk unggul dan lebih baik dalam mengelola
dan menghasilkan produk dari usahanya.
Apabila dimensi control rendah akan mengakibatkan aspek perilaku
kewirausahaan terutama pada aspek tingkat energi yang tinggi dan berpikir kreatif
serta fleksibel pada mahasiswa dapat melemah sehingga perilaku kewirausahaan
131
juga menurun. Wijaya (2008:102) dalam penelitiannya mengenai perilaku
kewirausahaan mengambil kesimpulan bahwa faktor faktor lain yang perlu
ditanamkan dalam perilaku kewirausahaan adalah nilai inovatif dan kreatif dalam
menanggapi peluang, menciptakan peluang serta ketrampilan dan pengetahuan.
Creativity and flexibility, yaitu berdaya cipta dan luwes salah satu kunci penting
dalam mengembangkan usaha. Kreatif dan fleksibel merupakan kemampuan yang
harus dimiliki untuk menghadapi perubahan ekonomi dunia yang serba cepat
seringkali membawa kegagalan. Aspek kreatifitas tersebut sesuai dengan
(Nandram dan Smasom, (2006:20) yang menjelaskan bahwa kewirausahaan yang
sukses melibatkan tentang perjuangan batin sebelum mengambil langkah pertama
untuk menjadi seorang pengusaha atau menggunakan teknik kewirausahaan dalam
organisasi untuk meningkatkan budaya inovasi usaha Pendapat Nandram dan
Samsom terkait budaya inovasi menjelaskan bahwa inovasi sangat penting dalam
suksesnya wirausaha, dimensi control yang tinggi membuat mahasiswa mampu
berpikir kreatif untuk menemukan sebuah inovasi.
Mahasiswa yang memiliki adversity quotient pada dimensi origin dan
ownership, dirinya menganggap bahwa kegagalan dalam berwirausaha bukan
disebabkan pihak dari luar melainkan karena dirinya sendiri. Artinya mahasiswa
tersebut menyadari bahwa dirinya berperan aktif dalam memajukan usahanya. Hal
ini dapat meningkatkan rasa tanggung jawab pribadi terhadap usaha yang sedang
dilakukan. Berbeda dengan mahasiswa yang kurang memiliki dimensi ini,
kesalahan dan kegagalan dalam berwirausaha selalu dikaitkan dengan pihak luar.
Artinya mahasiswa tidak bertanggungjawab penuh terhadap kesalahan yang
132
dialami melainkan melemparkan tanggung jawabnya dengan menyalahkan pihak
di luar dirinya. Mahasiswa yang memiliki aspek origin dan ownership yang baik
juga akan memiliki keinginan mendapatkan umpan balik secara segera dari
pekerjaan yang dilakukannya sehingga dia dapat melakukan evaluasi terhadap
hasil pekerjaan yang dilakukannya. Penelitian yang dilakukan Markman dkk
(2002:21) menjelaskan bahwa di atas variabel self efficacy, dalam menentukan
keberhasilan usaha baru dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu efektivitas diri,
dimensi control dan dimensi ownership adversity quotient. Hasil penelitian
Markman mempetegas bahwa aspek control dan ownership ikut berpengaruh
terhadap perilaku kewirausahaan.
Dimensi reach yang dimiliki mahasiswa, yaitu dirinya merespon kesulitan
sebagai sesuatu yang spesifik dan tidak mempengaruhi aspek kehidupan lainnya
sehingga dirinya merasa semakin mampu dan berdaya. Mahasiswa yang merasa
lebih berdaya dalam masalah akan meningkatkan percaya diri dan berorientasi
terhadap masa depan pada aspek perilaku kewirausahaan. Sebaliknya, mahasiswa
dengan reach rendah akan semakin besar kemungkinanya untuk menganggap
peristiwa-peristiwa buruk sebagai bencana yang akan berpengaruh pula terhadap
aspek perilaku kewirausahaan terutama pada aspek ambisi untuk mencari peluang
dan mengambil resiko. Resiko kewirausahaan yang sangat tinggi dikemukakan
oleh Druker (2002:30) yang mengatakan bahwa kewirausahaan adalah hal yang
penuh dengan resiko terutama bagi mereka yang baru memulai usaha dan tidak
tahu bagaimana membuat perencanaan usaha yang baik. Mampu menerima resiko
yang diperhitungkan yaitu tidak mudah khawatir dalam menghadapi situasi yang
133
serba tidak pasti dan kurang ada keberanian mengambil resiko kegagalan karena
menganggap sesuatu yang tidak pasti bisa saja dipersepsikan sebagai sesuatu yang
berbahaya. Pendapat Longenecker dkk (2001:9) mengatakan bahwa resiko
kemungkinan gagal dalam usaha adalah ancaman yang selalu ada bagi
wirausahawan dan tidak ada jaminan kesuksesan dalam wirausaha. Resiko yang
dihadapi dalam berwirausaha adalah persaingan, harga yang naik dan turun,
barang yang tidak laku dan lain sebagainya. Hal tersebut sejalan dengan hal
dikemukakan Timmons (1999:220) yang mengatakan bahwa wirausahawan yang
berhasil bukanlah seorang penjudi yang mengambil keputusan bisnis sesuka
mereka, akan tetapi wirausaha yang berhasil adalah mereka yang membuat
keputusan dengan mempertimbangkan resiko berwirausaha. Hal tersebut
menunjukkan wirausahawan yang berhasil juga nyaman dan tahan terhadap
ketidakpastian usaha.
Dimensi terakhir dari adversity quotient yaitu endurance, mahasiswa yang
mengikuti PMW (Program Mahasiswa Wirausaha) yang memiliki daya tahan
yang baik dalam menghadapi masalah maka dirinya berani untuk melakukan
usaha karena memiliki keyakinan akan kemampuan dirinya dalam menjalankan
usaha. Mahasiswa yang memiliki daya tahan ini dapat menguatkan aspek perilaku
kewirausahaan terutama pada komitmen dan determinasi serta tingkat energi yang
tinggi, yaitu tidak mudah menyerah sebelum pekerjaan selesai dan meningkatkan
rasa percaya diri bahwa dia bisa menjalankan usahanya dengan baik.
Wirausahawan yang berhasil memiliki rasa percaya diri dan cenderung optimis
serta memiliki keyakinan yang kuat dengan kemampuan yang dimilikinya untuk
134
berhasil. Alma (2004:39) mengatakan bahwa syarat agar seseorang berhasil dalam
usaha adalah memiliki percaya diri, mereka tidak mudah dipengaruhi oleh
pendapat dan saran orang lain, akan tetapi pendapat dan saran itu tidak ditolak
begitu saja namun dijadikan masukan sebagai pertimbangan, kemudian dapat
mengambil keputusan usaha. Namun untuk mengambil keputusan yang penting
diperlukan adanya faktor eksternal untuk mendorong munculnya kepercayaan diri
individu dalam berwirausaha. Dipertegas dengan pendapat Cassis dan Minoglou
(2005:33) mengatakan bahwa orang harus didorong untuk menjadi lebih percaya
diri dalam mengambil resiko yang lebih besar, dorongan tersebut dapat berasal
dari orang tua, guru dalam hal wirausaha, rekan kerja dan lain sebagainya.
Kepercayaan diri wirrausahawan akan semakin kuat apabila dia telah memperoleh
reputasi atau kesan baik dari pelanggan maupun masyarakat. Sesuai dengan
pendapat yang dikemukakan oleh Cassis dan Minoglou (2005:59) mengatakan
bahwa kesuksesan wirausaha juga didukung dengan reputasi dari wirausahawan
yang baik sehingga semakin lancarnya dalam jalannya interaksi usaha. Interaksi
usaha yang lancar dan baik akan membuat wirausahawan menjadi yakin dan tidak
ragu dalam mengambil keputusan usaha.
Adversity quotient merupakan kuantifikasi dari kemampuan seseorang untuk
merubah semua tantangan menjadi sebuah peluang akan ikut berpengaruh
terhadap karakteristik perilaku kewirausahaan. Kemampuan membaca peluang,
meghadapi tantangan, hambatan dan kesulitan adalah suatu keharusan ketika
seseorang mulai terjun dalam dunia wirausaha sehingga bisa menjadi
wirausahawan yang tangguh.
135
4.7 Keterbatasan Penelitian
Setiap penelitian pasti memiliki keterbatasan yang tidak dapat dikontrol,
keterbatasan tersebut diharapkan dapat menjadi pertimbangan dan masukan bagi
peneliti selalanjutnya, adapun keterbatasan dari penelitian ini adalah:
1. Peneliti tidak mampu mengontrol semua subjek yang diberi instrumen
penelitian.
2. Subjek bisa saja melakukan faking good atau menampilkan hal yg baik saja.
3. Subjek penelitian yang jumlahnya sangat terbatas hanya 62 orang sehingga
hasil penelitian yang didapat kurang dapat mewakili populasi yang
sebenarnya, terhadap peserta PMW (Program Mahasiswa Wirausaha) di
universitas yang lain.
4. Adanya faktor lain yang tidak terungkap yang berhubungan dengan Perilaku
Kewirausahaan, misal etos kerja, manajemen diri, self efficacy dll.
136
BAB 5
PENUTUP
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan penelitian dapat disimpulkan hal-hal
sebagai berikut:
1) Mahasiswa yang mengikuti PMW (Program Mahasiswa Wirausaha)
Universitas Negeri Semarang tahun 2011 memiliki adversity quotient yang
termasuk dalam kategori tinggi, dengan rata-rata kategori sebesar 54,84%.
2) Mahasiswa yang mengikuti PMW (Program Mahasiswa Wirausaha)
Universitas Negeri Semarang tahun 2011 memiliki perilaku kewirausahaan
yang termasuk dalam kategori tinggi, dengan rata-rata kategori sebesar
46,67%.
3) Ada hubungan positif antara adversity quotient dengan perilaku
kewirausahaan pada mahasiswa yang mengikuti PMW (Program Mahasiswa
Wirausaha) Universitas Negeri Semarang. Semakin tinggi adversity quotient
maka perilaku kewirausahaan pada mahasiswa akan semakin tinggi.
4) Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh beberapa temuan
yang penting, diantaranya aspek yang memiliki peran terbesar dalam
perilaku kewirausahaan mahasiswa adalah aspek belajar dari kegagalan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa origin (asal-usul) dan ownership
(pengakuan) memiliki peran terbesar dalam adversity quotient pada
mahasiswa yang mengikuti PMW (Program Mahasiswa Wirausaha).
137
Kategori perilaku kewirausahaan pada mahasiswa peserta PMW (Program
Mahasiswa Wirausaha) yang termasuk tinggi disebabkan dari faktor internal
dari mahasiswa. Apabila dikaitkan dengan tipe individu menurut adversity
quotient maka berdasarkan hasil penelitian mahasiswa yang mengikuti
Program Mahasiswa Wirausaha Periode Tahun 2011, tingginya adversity
quotient menunjukkan bahwa mahasiswa termasuk dalam tipe climbers.
Climbers merupakan tipe yang menunjukkan kemampuan individu dalam
menempuh kesulitan-kesulitan hidup dengan penuh keberanian dan disiplin.
Mereka bisa memotivasi diri sendiri, memiliki semangat yang tinggi dan
berjuang untuk mendapatkan yang terbaik dalam hidup.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan penelitian, analisis data dan kesimpulan di
atas, maka peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut:
1) Bagi Mahasiswa Peserta PMW (Program Mahasiswa Wirausaha)
Mahasiswa peserta PMW yang diketahui memiliki adversity quotient
yang tergolong tinggi hendaknya menambah ketrampilan dan aspek lain selain
adversity quotient yang kemungkinan mendukung kompetensi untuk
berwirausaha. Mahasiswa sebaiknya juga menambah pengetahuan tentang
kewirausahaan. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh melalui workshop-
workshop maupun buku-buku tentang kewirausahaan. Apabila pengetahuan
dalam berwirausaha meningkat maka kemampuan mereka dalam menyusun
dan merencanakan strategi usaha akan menjadi lebih baik.
138
2) Bagi pihak Bidang Kemahasiswaan Universitas Negeri Semarang
Bidang Kemahasiswaan perlu merencanakan program yang
komprehensif terkait faktor internal yang dipandang perlu dalam kesuksesan
usaha disamping menguatkan faktor adversity quotient. Kemampuan potensial
lain selain adversity quotient yang berubungan dengan perilaku kewirausahaan
diantaranya self efficacy, self management, self confidence dan lain
sebagainya. Mahasiswa juga perlu diberikan pengetahuan baru tentang
bagaimana mengelola usahanya. Pengetahuan baru dapat diberikan melalui
workshop misalnya atau melalui pelatihan usaha secara intensif dari ahli. Hal-
hal tersebut dimaksudkan sebagai langkah keberlanjutan PMW (Program
Mahasiswa Wirausaha) agar semakin baik.
3) Bagi peneliti lain
Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti maupun
mengembangkan penelitian serupa mengenai adversity quotient dengan
perilaku kewirausahaan, peneliti sarankan agar peneliti selanjutnya
mengungkap beberapa variabel selain variabel adversity quotient yang diduga
berpengaruh terhadap perilaku kewirausahaan. Variabel lain yang tidak
terungkap dalam penelitian ini yang menurut peneliti penting dan
berhubungan dengan perilaku kewirausahaan antara lain self efficacy, etos
kerja, manajemen diri dan lain sebagainya.
139
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari. 2004. Kewirausahaan. Bandung : Alfabeta.
Arikunto,Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Astamoen, H. M. P. 2005. Entrepreneurship dalam Perspektif Kondisi Bangsa
Indonesia. Bandung : Alfa beta
Azwar, Saifuddin. 2009. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset.
Azwar, Saifuddin.2007. Psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Azwar, Saifuddin.2009. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Barringer dan Ireland. 2010. Entrepreneurship: Successfully Launching New
Ventures. USA: Pearson Education.
Berita Resmi Statistik. 2011. Keadaan Ketenagakerjaan Februari 2011. Berita
Resmi Statistik No. 33/05/Th. XIV
Chaplin J.P. 2011. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Cassis dan Minoglou. 2005. Entrepreneurship in Theory and History.New York:
Palgrave Macmillan.
Druker. 1985. Inovation and Entrepreneurship. Australia: Harper Collins.
Frinces, Z. H . 2004. Kewirausahaan dan Inovasi Bisnis. Yogyakarta: Darussalam
Offset.
Hechavarria M.D., Renko M and Matthews C.H. 2010. The Nascent
Entrepreneurship Hub: Goals, Entrepreneural, Self Efficacy, And Start-Up
Outcomes. Springer Science+Business Media Journal. LLC. 2011.
Hisich dan Peters 1998. Entrepreneurship. North America: McGraw-Hill.
Kao. 1991. The Entrepreneur. USA: Prentice Hall .
Kemendiknas. 2010. Pedoman Mahasiswa Wirausaha. Jakarta : Kementrian Pendidikan Nasional.
Longenecker, J.G, Moore C.W and Petty,J.W. 2001. Kewirausahaan, Manajemen
Usaha Kecil. Jakarta: Salemba Empat.
Mahfoedz dan Mahfoedz. 2008. Kewirausahaan: Metode, Manajemen, dan
Implementasi. Yogyakarta: BPFE.
140
Markman D G, Baron A Robert, dan Balkin B David. 2002. Adversity Quotient:
Perceived Perseverance and NewVenture Formation. Athens: University of
Georgia.
Martin G and Pear.J. 1996. Behaviour Modification: What It Is and How To Do It.
USA: Prentice Hall International Inc.
Masykur. 2007. Kewirausahaan Pada Mahasiswa Ditinjau Dari Adversity
Quotient. Jurnal Psikologi Proyeksi. Volume 2 No 2.
Nandram dan Samsom.2006. The Spirit of Entrepreneurship. Germany: Springer
Nasution, A H,Noer B.A dan Suef,M. 2007. Entrepreneurship, Membangun Spirit
Teknopreneurship. Yogyakarta: Andi Offset.
Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Profil Pengusaha Sukses di Indonesia. On line pada www.anneahira.com
(Diunduh 18/11/2011)
Riyanti, B. P. D. 2003. Kewirausahaan dari Sudut Pandang Psikologi
Kepribadian. Jakarta : PT.Grasindo.
Sapar, Lumintang R.W. dan Susanto Djoko. 2006. Faktor-Faktor Yang Berkaitan
Dengan Perilaku Kewirausahaan Pedagang Kakilima. Jurnal Penyuluhan.
Vol. 2 No. 2.
Segal G, Borgia D, dan Shcoenfeld J. 2005. The motivation to become an
entrepreneur. International Journal of Entrepreneurial Behaviour
&Research. Vol. 11 No. 1.
Stoltz, Paul. G. 1997. Adversity Quotient: Turning Obstacles Into Opportunities.
USA: Jhon Wiley & Sons Inc.
Stoltz, Paul. G. 2000. Advertising Quotient. Mengubah Hambatan Menjadi
Peluang. Alih bahasa : Hermaya T. Jakarta: PT.Grasindo.
Suryana, 2003. Kewirausahaan, Edisi Revisi. Jakarta: Salemba Empat.
Suryana, 2001. Kewirausahaan,Pedoman Praktis: Kiat dan Proses Menuju
Sukses. Jakarta: Salemba Empat.
Timmons, Jeffry.A. 1999. New Venture Creation: Entrepreneurship For The 21st
Century. USA:Mc Graw-Hill.
Wijaya. 2008. Kajian Model Empiris Perilaku Berwirausaha UKM Daerah
Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Jurnal Manajemen dan
Kewirausahaan. vol.10 no. 2.
Zimmerer dan Scarborough. 2001. Entrepreneurship and The New Venture
Formation. USA : Prentice-Hall International, Inc .
141
Zimmerer dan Scarborough. 2008. Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil.
Jakarta: Salemba Empat.
Tim Unnes Student Entrepreneurship Centre (Unsec). 2012. Laporan
Pelaksanaan Program Mahasiswa Wirausaha. UNNES. (Tidak Diterbitkan)
142
143
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)
JURUSAN PSIKOLOGI
Alamat : Gedung A1, Kampus Sekaran Gunungpati,
Semarang
Assalamualaikum Wr.Wb
Saya mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang pada saat
ini tengah menempuh semester akhir sedang melakukan penelitian untuk skripsi
sebagai salah satu syarat kelulusan jenjang pendidikan sarjana. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perilaku sehari-hari saudara. Penelitian ini semata-
mata untuk tujuan ilmiah. Tidak ada jawaban yang dianggap salah atau benar
sejauh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan tidak akan berpengaruh
terhadap laporan PMW saudara. Identitas saudara sebagai respoden akan
dirahasiakan.
Atas kesediaan saudara meluangkan waktu mengisi skala ini saya ucapkan
banyak terima kasih.
Wassalamualikum Wr.Wb
Hormat saya
Adhi Nugroho
144
I. Identitas Responden
Inisial :
Fakultas :
Nama usaha :
II. Petunjuk Pengisian Skala
a. Berilah identitas Saudara pada lembar yang telah disediakan.
b. Pada lembar berikut terdapat pernyataan-pernyataan yang harus Saudara
jawab.
c. Bacalah pernyataan-pernyataan tersebut dengan dan jawablah dengan jujur
dan teliti.
Cara menjawab adalah :
1. Saudara diminta untuk memilih salah satu dari empat pilihan yang
tersedia, yaitu :
SS : Bila pernyatan “Sangat Sesuai” dengan diri Saudara
S : Bila pernyataan “Sesuai” dengan diri Saudara
TS : Bila pernyataan “Tidak Sesuai” dengan diri Saudara
STS: Bila pernyataan “Sangat Tidak Sesuai” dengan diri Saudara
2. Berilah tanda checklist (√) pada skala pilihan yang sesuai dengan kondisi
Saudara pada kolom yang telah disediakan. Contohnya :
Jika pernyataan Sangat Sesuai dengan kondisi Saudara sekarang maka
beri tanda checklist pada kolom yang bertuliskan SS (Sangat Sesuai)
PENYATAAN SS S TS STS
Saya menyediakan waktu tersendiri
untuk konsentrasi dalam menjalankan
usaha.
√
3. Bila Saudara ingin mengoreksi jawaban, berilah dua garis datar (=) pada
jawaban yang salah, kemudian berilah tanda checklist (√) pada jawaban
yang benar. Contohnya :
PENYATAAN SS S TS STS
Saya menyediakan waktu tersendiri
untuk konsentrasi dalam menjalankan
usaha.
√ √
4. Kerjakan dengan sungguh-sungguh berdasarkan perasaan Saudara sendiri,
tanpa dipengaruhi oleh orang lain.
5. Teliti kembali pekerjaan Saudara, jangan sampai ada nomor yang
terlewati.
6. Jawaban Saudara merupakan informasi yang sangat penting dan
membantu penelitian saya.
7. Terima kasih atas bantuan dan kerja sama Saudara.
SELAMAT MENGERJAKAN
145
Isilah sesuai dengan keadaan anda yang sebenarnya!
NO. PERNYATAAN SS S TS STS
1. Saya mengerahkan semua kemampuan saya untuk
menjalankan usaha ini.
2. Saya hanya menangani hal-hal yang penting saja dalam usaha
yang saya kelola.
3. Saya fokus terhadap usaha yang saya jalankan.
4. Konsentrasi saya dalam menjalankan usaha sering terpecah
oleh kegiatan lain yang menarik.
5. Saya menyusun berbagai strategi untuk kemajuan usaha.
6. Dalam menjalankan usaha, saya meniru strategi usaha orang
lain yang sudah sukses.
7. Saya berusaha sepenuh tenaga untuk meningkatkan
pengembangan usaha saya meskipun terasa sulit.
8. Apabila mendapatkan tantangan usaha yang berat saya mudah
menyerah.
9. Apabila ada masalah dalam usaha, saya akan terus berupaya
mencari jalan keluar menyelesaikan.
10. Apabila ada masalah dalam usaha, saya meminta teman
kelompok PMW yang menyelesaikannya..
11. Saya berusaha untuk tetap berkonsentrasi dalam pekerjaan
meskipun fisik saya sudah lelah.
12. Apabila saya mengalami kelelahan saat mengerjakan suatu
pekerjaan dalam usaha maka saya menjadi kurang fokus
terhadap penyelesaian pekerjaan tersebut.
13. Saya mampu mengambil keputusan usaha tanpa tergantung
pengaruh dari orang lain.
14. Saya mudah terpengaruh anggota kelompok PMW dalam
mengambil keputusan usaha.
15. Saya mampu mengambil keputusan usaha tanpa ragu-ragu.
16. Saya ragu dengan kemampuan diri saya ketika mengambil
keputusan usaha.
17. Saya yakin bahwa saya akan berhasil dalam usaha.
18. Sejujurnya saat ini saya masih ragu akan keberhasilan usaha
saya.
19. Meskipun ada potensi kegagalan namun saya
memperjuangkannya dengan melakukan tindakan pencegahan.
20. Apabila ada potensi kegagalan dalam usaha, maka saya
membiarkannya dan mengharapkan keberuntungan agar
SKALA 1
146
terhindar dari resiko.
21. Saya berusaha melakukan sesuatu yang sudah menjadi pilihan
saya meskipun beresiko.
22. Jika memungkinkan saya cenderung memilih usaha yang
resikonya kecil.
23. Saya siap untuk menghadapi adanya potensi kegagalan
berwirausaha yaitu kehilangan modal.
24. Apabila terdapat potensi kegagalan yang tinggi terhadap
keputusan usaha yang saya ambil maka saya akan cemas.
25. Saya berusaha memperluas jaringan usaha untuk
memperbesar kemungkinan mendapat keuntungan.
26. Saya sudah merasa nyaman dan aman dalam usaha ini
sehingga saya membiarkan peluang usaha yang datang bukan
saya yang mencari.
27. Meskipun tingkat keberhasilan dalam suatu peluang usaha
rendah saya akan tetap mengambil peluang tersebutnya.
28. Apabila tingkat keberhasilan suatu peluang usaha rendah,
maka saya akan mencari peluang usaha yang lain.
29. Apabila ada situasi yang mendukung kemajuan usaha, saya
akan memanfaatkannya.
30. Saya memanfaatkan peluang usaha yang menarik bagi saya
saja.
31. Saya berupaya memahami ide-ide baru untuk memperkaya
pengetahuan saya dalam menjalankan usaha.
32. Saya mempertahankan cara-cara lama dalam menyelesaikan
masalah.
33. Apabila saya kalah bersaing dengan usaha lain yang sejenis,
maka saya mencari inovasi baru untuk meningkatkan kualitas
produk usaha saya.
34. Apabila persaingan usaha semakin tinggi, saya enggan
mencari ide baru untuk menghadapinya.
35. Apabila terdapat hambatan usaha, saya mencoba mencari
cara-cara yang baru agar hasilnya optimal.
36. Saya nyaman terhadap hal yang menjadi rutinitas usaha tanpa
memiliki keinginan mencoba hal yang baru, meskipun ada
kesulitan yang belum teratasi.
37. Apabila terjadi kegagalan berwirausaha yang disebabkan
anggota kelompok PMW, maka saya juga ikut
menanggungnya.
38. Apabila terjadi kegagalan berwirausaha yang disebabkan
anggota kelompok PMW, maka saya lepas tangan dan
menyalahkan teman PMW saya.
39. Keberhasilan usaha merupakan hasil kerja bersama antara
saya dan kelompok PMW.
40. Keberhasilan usaha merupakan hasil kerja saya sedangkan
147
anggota kelompok hanya sedikit mendukung.
41. Apabila terdapat konsumen yang menegur hasil produk dari
usaha saya, maka saya akan meminta maaf dan memberikan
ganti rugi.
42. Apabila ada teguran dari konsumen terhadap hasil produk dari
usaha saya, saya akan mengabaikannya.
43. Saya belum puas terhadap apa yang dihasilkan oleh usaha
saya sehingga saya berusaha lebih meningkatkannya.
44. Saya sudah puas terhadap jalannya usaha saya sehingga saya
cukup bertahan dengan cara-cara saya dalam berwirausaha
saat ini.
45. Saya memiliki kemauan yang tinggi untuk memenangkan
berbagai persaingan dalam usaha.
46. Sulit bagi saya untuk mencapai hasil yang lebih dari pesaing
usaha saya.
47. Agar mampu bersaing, saya berusaha meningkatkan kualitas
produk dari usaha yang saya hasilkan.
48. Saya pesimis dapat menghasilkan produk yang lebih baik dari
pesaing saya.
49. Saya membuat perencanaan usaha ke depan dalam
mengembangkan usaha saya.
50. Saya menjalankan usaha dengan mengalir begitu saja, tanpa
melihat perencanaan usaha ke depan.
51. Meskipun dalam waktu mendatang semakin banyak saingan
usaha namun saya berusaha untuk menjadi lebih baik.
52. Saya pesimis terhadap keberhasilan usaha saya ketika melihat
persaingan usaha yang bertambah banyak.
53. Tuntutan pasar terhadap kualitas produk yang semakin tinggi
membuat saya berpikir bagaimana meningkatkan dan
mempertahankan kualitas.
54. Tuntutan pasar terhadap kualitas produk yang semakin tinggi
membuat saya bingung apakah produk saya akan laku.
55. Saya tetap menjalankan usaha saya, meskipun banyak orang
yang gagal dengan usaha yang sama.
56. Apabila banyak orang yang gagal dalam usaha yang sejenis
dengan usaha saya membuat saya ragu dalam meraih
keberhasilan.
57. Saya mengevaluasi kegagalan yang terjadi untuk mencari
penyebab kemudian memperbaikinya.
58. Kegagalan berulang yang saya alami membuat saya enggan
untuk melanjutkan usaha.
59. Saya berfikir kegagalan usaha akan menambah pengalaman
bagi saya dalam proses berwirausaha selanjutnya.
60. Pengalaman akan kegagalan usaha membuat saya takut dan
khawatir dalam melakukan usaha.
148
61. Saya memberikan semangat kepada anggota kelompok PMW
ketika menghadapi tekanan dalam hambatan usaha.
62. Saya membiarkan anggota kelompok PMW saya yang sedang
tertekan menghadapi hambatan usaha, yang penting saya bisa
menyelesaikan pekerjaan saya.
63. Saya mengajak teman kelompok PMW untuk bekerja sesuai
rencana usaha.
64. Saya cenderung mengikuti pemikiran usaha teman PMW saya
saja tanpa memahami rencana usaha yang telah dibuat.
65. Apabila terdapat perbedaan pendapat dalam strategi usaha,
saya mencoba menengahi dengan bermusyawarah.
66. Apabila terjadi penyimpangan dari perencanaan usaha yang
telah dibuat, saya tetap mengikutinya meskipun berpotensi
terjadi kegagalan.
67. Saya ingin segera melihat hasil strategi yang diterapkan dalam
usaha,sehingga mengetahui sudah tepat atau belum.
68. Saya takut untuk melihat hasil dari strategi usaha yang saya
terapkan.
69. Apabila respon terhadap hasil produk usaha banyak yang
negatif, maka saya akan mencoba lebih meningkatkan kualitas
produk dengan berbagai cara.
70. Apabila banyak repon negatif dari konsumen terhadap produk
yang saya hasilkan membuat saya enggan melanjutkan usaha.
71. Saya menerima kritik terhadap produk yang dihasilkan dalam
usaha.
72. Saya cenderung mengabaikan terhadap kritik yang
menyangkut produk saya.
149
Isilah sesuai dengan keadaan anda yang sebenarnya!
NO. PERNYATAAN SS S TS STS
1. Kegagalan usaha yang saya alami dapat saya sikapi secara
positif.
2. Kegagalan dalam berwirausaha membuat saya putus asa.
3. Ketika melakukan kesalahan usaha, saya tidak berlarut-larut
terlalu lama untuk menyesali.
4. Sulit bagi saya untuk cepat bangkit ketika gagal dalam
berwirausaha.
5. Saya berusaha menahan emosi saya ketika muncul masalah
dalam usaha.
6. Apabila banyak masalah usaha membuat saya tertekan dan
stress.
7. Ketika ada masalah dalam usaha saya segera mencari solusi
pemecahannya.
8. Ketika ada masalah dalam usaha saya menunda
menyelesaikan masalah tersebut.
9. Apabila terjadi kegagalan maka saya akan mempersiapkan
perencanaan usaha baru dengan sebaik-baiknya.
10. Strategi yang saya miliki tidak sebanding dengan tingkat
persaingan usaha ke depan.
11. Saya mampu membagi waktu antara kuliah dan berwirausaha.
12. Kegiatan berwirausaha banyak menyita waktu kuliah saya.
13. Saya percaya setiap masalah usaha yang saya alami pasti ada
jalan keluarnya.
14. Kegagalan usaha yang terjadi sebagian besar akibat faktor
lingkungan.
15. Keberhasilan dalam usaha tergantung pada usaha saya sendiri.
16. Faktor utama tercapainya keberhasilan adalah dengan adanya
keberuntungan.
17. Ketika mengalami kegagalan usaha, saya mencoba untuk
tenang dan tidak mempersalahkan diri sendiri maupun orang
lain.
18. Ketika mengalami kegagalan, saya cenderung menyalahkan
diri saya sendiri sehingga saya menjadi tertekan.
19. Kegagalan usaha terjadi karena saya kurang kerja keras.
20. Kegagalan usaha yang saya alami dikarenakan faktor
lingkungan yang kurang mendukung.
SKALA 2
150
21. Saya bersedia menerima masukan dari teman PMW terhadap
hasil kerja saya.
22. Bagi saya masukan dari teman PMW terhadap hasil kerja saya
tidak penting karena saya merasa telah melakukan hal yang
benar.
23. Saya segera melakukan peninjauan kembali terhadap
kesalahan usaha.
24. Usaha yang saya lakukan mengalir begitu saja apa adanya.
25. Menurut saya, kegagalan adalah batu loncatan untuk
menggapai sukses.
26. Berbagai kegagalan dalam berwirausaha membuat saya
pesimis untuk mengembangkan usaha.
27. Saya menjadikan kegagalan usaha sebagai pengalaman yang
berharga.
28. Kegagalan yang saya alami cukup membuat saya stres.
29. Masalah yang ada dalam usaha memicu saya untuk mencari
cara baru dalam penyelesaiannya.
30. Apabila strategi saya gagal untuk mengatasi masalah, maka
enggan untuk memikirkan strategi baru.
31. Saya cepat kembali dari keterpurukan akibat kegagalan dan
segera memulai rencana baru.
32. Pada saat terpuruk karena gagal saya sulit untuk mencari
rencana lain.
33. Saya menyikapi masalah usaha dengan tenang dan mencoba
mencari solusinya.
34. Apabila ada masalah usaha yang sulit maka saya menganggap
hal itu merupakan hal di luar kemampuan saya sehingga saya
lebih baik membiarkan masalah tersebut.
35. Bila saya gagal dalam berwirausaha tertentu bukan berarti
saya gagal dalam hidup.
36. Saya yakin kegagalan dalam usaha akan berpengaruh ke
seluruh rencana hidup saya.
37. Walaupun banyak hambatan dalam berwirausaha namun saya
tetap optimis usaha saya dapat maju.
38. Saat berbagai masalah dalam usaha muncul saya jadi panik.
39. Saya tetap fokus terhadap usaha walaupun banyak masalah
yang terjadi.
40. Banyaknya pekerjaan yang belum selesai membuat saya
kurang konsentrasi.
41. Banyaknya saingan usaha memicu saya untuk semakin
berusaha menjadi yang terbaik.
42. Persaingan usaha membuat saya kurang nyaman dalam
melakukan usaha.
43. Ketika biaya produksi naik, saya tetap berusaha
mempertahankan kualitas.
151
44. Saya ragu untuk dapat mempertahankan kualitas produk saya
apabila terjadi kenaikan biaya produksi..
45. Apabila saya kalah bersaing dengan lawan usaha, saya segera
mencari inovasi untuk bangkit.
46. Saya kehabisan ide untuk mengembangkan usaha saya.
47. Meskipun banyak waktu dan tenaga yang dibutuhkan dalam
berwirausaha, namun saya dapat mengaturnya.
48. Saya mengalami kesulitan dalam melakukan manajemen
waktu antara kuliah dan berwirausaha.
152
153
154
155
156
157
Correlations
totalkewirausahaan
VAR00001 Pearson Correlation .527**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00002 Pearson Correlation .344**
Sig. (2-tailed) .006
N 62
VAR00003 Pearson Correlation .222
Sig. (2-tailed) .083
N 62
VAR00004 Pearson Correlation .594**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00005 Pearson Correlation .551**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00006 Pearson Correlation .152
Sig. (2-tailed) .238
N 62
VAR00007 Pearson Correlation .411**
Sig. (2-tailed) .001
N 62
VAR00008 Pearson Correlation .668**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00009 Pearson Correlation .625**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00010 Pearson Correlation -.230
Sig. (2-tailed) .072
N 62
VAR00011 Pearson Correlation .067
Sig. (2-tailed) .606
N 62
VAR00012 Pearson Correlation .181
Sig. (2-tailed) .158
N 62
VAR00013 Pearson Correlation .116
Sig. (2-tailed) .368
N 62
VAR00014 Pearson Correlation .052
Sig. (2-tailed) .688
158
N 62
VAR00015 Pearson Correlation .460**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00016 Pearson Correlation .398**
Sig. (2-tailed) .001
N 62
VAR00017 Pearson Correlation .449**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00018 Pearson Correlation .481**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00019 Pearson Correlation .271*
Sig. (2-tailed) .033
N 62
VAR00020 Pearson Correlation .378**
Sig. (2-tailed) .002
N 62
VAR00021 Pearson Correlation -.112
Sig. (2-tailed) .384
N 62
VAR00022 Pearson Correlation .087
Sig. (2-tailed) .499
N 62
VAR00023 Pearson Correlation .059
Sig. (2-tailed) .647
N 62
VAR00024 Pearson Correlation .504**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00025 Pearson Correlation .402**
Sig. (2-tailed) .001
N 62
VAR00026 Pearson Correlation .266*
Sig. (2-tailed) .037
N 62
VAR00027 Pearson Correlation -.017
Sig. (2-tailed) .895
N 62
VAR00028 Pearson Correlation .218
Sig. (2-tailed) .089
N 62
VAR00029 Pearson Correlation .405**
159
Sig. (2-tailed) .001
N 62
VAR00030 Pearson Correlation .370**
Sig. (2-tailed) .003
N 62
VAR00031 Pearson Correlation .554**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00032 Pearson Correlation .161
Sig. (2-tailed) .213
N 62
VAR00033 Pearson Correlation .165
Sig. (2-tailed) .201
N 62
VAR00034 Pearson Correlation .456**
Sig. (2-tailed) .000
N
62
VAR00035 Pearson Correlation .514**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00036 Pearson Correlation .371**
Sig. (2-tailed) .003
N 62
VAR00037 Pearson Correlation .116
Sig. (2-tailed) .368
N 62
VAR00038 Pearson Correlation .572**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00039 Pearson Correlation .357**
Sig. (2-tailed) .004
N 62
VAR00040 Pearson Correlation .513**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00041 Pearson Correlation -.103
Sig. (2-tailed) .427
N 62
VAR00042 Pearson Correlation .614**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00043 Pearson Correlation .558**
Sig. (2-tailed) .000
160
N
62
VAR00044 Pearson Correlation .426**
Sig. (2-tailed) .001
N 62
VAR00045 Pearson Correlation .586**
Sig. (2-tailed) .000
N
62
VAR00046 Pearson Correlation .486**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00047 Pearson Correlation .432**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00048 Pearson Correlation .638**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00049 Pearson Correlation .608**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00050 Pearson Correlation .501**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00051 Pearson Correlation .620**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00052 Pearson Correlation .617**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00053 Pearson Correlation .217
Sig. (2-tailed) .091
N 62
VAR00054 Pearson Correlation .587**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00055 Pearson Correlation .344**
Sig. (2-tailed) .006
N 62
VAR00056 Pearson Correlation .127
Sig. (2-tailed) .326
N 62
VAR00057 Pearson Correlation .415**
Sig. (2-tailed) .001
161
N 62
VAR00058 Pearson Correlation .346**
Sig. (2-tailed) .006
N 62
VAR00059 Pearson Correlation .647**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00060 Pearson Correlation .605**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00061 Pearson Correlation .555**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00062 Pearson Correlation .460**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00063 Pearson Correlation .265*
Sig. (2-tailed) .037
N 62
VAR00064 Pearson Correlation .541**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00065 Pearson Correlation .567**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00066 Pearson Correlation .367**
Sig. (2-tailed) .003
N 62
VAR00067 Pearson Correlation .113
Sig. (2-tailed) .380
N 62
VAR00068 Pearson Correlation .570**
Sig. (2-tailed) .000
N
62
VAR00069 Pearson Correlation .496**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00070 Pearson Correlation .523**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00071 Pearson Correlation .317*
Sig. (2-tailed) .012
N 62
VAR00072 Pearson Correlation .455**
162
Sig. (2-tailed) .000
N 62
totalkewirausahaan Pearson Correlation 1
Sig. (2-tailed)
N 62
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Correlations
Total
Adversity Quotient
VAR00002 Pearson Correlation .534**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00001 Pearson Correlation .197
Sig. (2-tailed) .124
N 62
VAR00003 Pearson Correlation -.025
Sig. (2-tailed) .847
N 62
VAR00004 Pearson Correlation .472**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00005 Pearson Correlation .278*
Sig. (2-tailed) .028
N 62
VAR00006 Pearson Correlation .240
Sig. (2-tailed) .060
N 62
VAR00007 Pearson Correlation .560**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00008 Pearson Correlation .548**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00009 Pearson Correlation .444**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00010 Pearson Correlation .466**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00011 Pearson Correlation .186
Sig. (2-tailed) .148
163
N 62
VAR00012 Pearson Correlation .336**
Sig. (2-tailed) .007
N 62
VAR00013 Pearson Correlation .564**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00014 Pearson Correlation .308*
Sig. (2-tailed) .015
N 62
VAR00015 Pearson Correlation .383**
Sig. (2-tailed) .002
N 62
VAR00016 Pearson Correlation .564**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00017 Pearson Correlation .258*
Sig. (2-tailed) .043
N 62
VAR00018 Pearson Correlation .517**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00019 Pearson Correlation .080
Sig. (2-tailed) .536
N 62
VAR00020 Pearson Correlation .385**
Sig. (2-tailed) .002
N 62
VAR00021 Pearson Correlation .231
Sig. (2-tailed) .071
N 62
VAR00022 Pearson Correlation .347**
Sig. (2-tailed) .006
N 62
VAR00023 Pearson Correlation .366**
Sig. (2-tailed) .003
N 62
VAR00024 Pearson Correlation .576**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00025 Pearson Correlation .456**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00026 Pearson Correlation .574**
164
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00027 Pearson Correlation .230
Sig. (2-tailed) .072
N 62
VAR00028 Pearson Correlation .476**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00029 Pearson Correlation .354**
Sig. (2-tailed) .005
N 62
VAR00030 Pearson Correlation .515**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00031 Pearson Correlation .465**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00032 Pearson Correlation .499**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00033 Pearson Correlation .359**
Sig. (2-tailed) .004
N 62
VAR00034 Pearson Correlation .587**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00035 Pearson Correlation .088
Sig. (2-tailed) .495
N 62
VAR00036 Pearson Correlation .154
Sig. (2-tailed) .233
N 62
VAR00037 Pearson Correlation .346**
Sig. (2-tailed) .006
N 62
VAR00038 Pearson Correlation .478**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00039 Pearson Correlation .449**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00040 Pearson Correlation .563**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
165
VAR00041 Pearson Correlation .527**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00042 Pearson Correlation .570**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00043 Pearson Correlation .056
Sig. (2-tailed) .666
N 62
VAR00044 Pearson Correlation .457**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00045 Pearson Correlation -.040
Sig. (2-tailed) .759
N 62
VAR00046 Pearson Correlation .454**
Sig. (2-tailed) .000
N 62
VAR00047 Pearson Correlation .013
Sig. (2-tailed) .923
N 62
VAR00048 Pearson Correlation .133
Sig. (2-tailed) .303
N 62
totalAQ Pearson Correlation 1
Sig. (2-tailed)
N 62
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
166
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 62 100.0
Excludeda 0 .0
Total 62 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.936 53
167
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N %
Cases Valid 62 100.0
Excludeda 0 .0
Total 62 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.894 35
168
ANOVA Table
Perilaku kewirausahaan * Adversity Question
Between Groups
Within Groups Total (Combined) Linearity
Deviation from
Linearity
Sum of Squares 10123.044 6418.788 3704.256 4546.133 14669.177
df 30 1 29 31 61
Mean Square 337.435 6418.788 127.733 146.649
F 2.301 43.770 .871
Sig. .012 .000 .644
Measures of Association
R R Squared Eta Eta Squared
Perilaku
kewirausahaan *
Adversity Question
.661 .438 .831 .690
169
Correlations
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
Perilaku kewirausahaan 159.3065 15.50736 62
Adversity Question 101.6452 10.10129 62
Correlations
Perilaku
kewirausahaan
Adversity
Question
Perilaku kewirausahaan Pearson Correlation 1 .661**
Sig. (2-tailed) .000
N 62 62
Adversity Question Pearson Correlation .661** 1
Sig. (2-tailed) .000
N 62 62
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).