skrip si

50
1 I.PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dinoflagellata merupakan suatu kelompok besar fitoplankton yang memiliki rambut getar. Kebanyakan dinoflagellata menghuni lautan, walaupun juga ada yang menempati perairan tawar, merupakan organisme kedua yang paling banyak di jumpai di ekosistem laut dan air tawar setelah diatom. Selain itu, dapat juga ditemukan di perairan bentik maupun perairan kutub. Populasi Dinoflagellata ini terbagi bergantung pada suhu, kadar garam dan kedalaman laut. Dinoflagellata merupakan penyebab dari "pasang merah", peristiwa memerahnya perairan laut karena ledakan populasi plankton ini yang berakibat kematian massal organisme laut lainnya karena mengalami keracunan. Menurut (Fukuyo, 1981) spesies dinoflagellata yang paling sering menyebabkan keracunan di perairan adalah Gambirdiscus, Prorocentrum, dan Ostreopsis yang tersebar di perairan dangkal tropis maupun subtropis. Organisme ini banyak ditemukan di daerah

Upload: martua-earthscience-manullang

Post on 31-Dec-2015

71 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

okokok

TRANSCRIPT

1

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Dinoflagellata merupakan suatu kelompok besar fitoplankton yang

memiliki rambut getar. Kebanyakan dinoflagellata menghuni lautan, walaupun

juga ada yang menempati perairan tawar, merupakan organisme kedua yang

paling banyak di jumpai di ekosistem laut dan air tawar setelah diatom. Selain itu,

dapat juga ditemukan di perairan bentik maupun perairan kutub. Populasi

Dinoflagellata ini terbagi bergantung pada suhu, kadar garam dan kedalaman laut.

Dinoflagellata merupakan penyebab dari "pasang merah", peristiwa

memerahnya perairan laut karena ledakan populasi plankton ini yang berakibat

kematian massal organisme laut lainnya karena mengalami keracunan. Menurut

(Fukuyo, 1981) spesies dinoflagellata yang paling sering menyebabkan keracunan

di perairan adalah Gambirdiscus, Prorocentrum, dan Ostreopsis yang tersebar di

perairan dangkal tropis maupun subtropis. Organisme ini banyak ditemukan di

daerah terumbu karang dan lamun yang merupakan organisme bentik. Peranannya

terhadap lingkungan belum diketahui tetapi berpengaruh negatif terhadap ikan dan

manusia. Gambirdiscus, Prorocentrum, dan Ostreopsis merupakan racun pada

hewan, dicurigai sebagai penyebab penurunan sistem imun yang menyebabkan

penyakit pada manusia atau yang lebih dikenal ciguatera fish poisoning (CFP).

Ciguatera adalah penyakit pada makanan yang berasal dari ikan. Daging

ikan akan terkontaminasi dengan racun setelah memakan dinoflagellata seperti

Gambierdiscus toxicus. Dinoflagellata ini hidup di daerah karang, ganggang dan

rumput laut, dan dimakan oleh ikan herbivora yang selanjutnya dimakan lagi oleh

2

ikan karnivora besar. Dengan cara ini racun akan tersebar ke rantai makanan

melalui proses bioakumulasi. Gambierdiscus toxicus adalah jenis dinoflagellata

utama yang dapat menghasilkan sejumlah racun dan dapat menyebabkan

Ciguatera. Ciguatoxin tidak berbau, hambar dan sangat tahan panas, sehingga

ciguatoxin pada ikan tidak dapat didetoksifikasi dengan memasak.

Penelitian tentang bentik dinoflagellata beracun sudah banyak dilakukan

diseluruh dunia, seperti di Amerika (Loeblich, 1968; Norris et al., 1985),

Mediterranean (Aligizaki and Nikolaidis, 2006; Ismael and Halim, 2006), di

Australia (Pearce et al., 2001; Murray et al., 2006), di Jepang (Watanabe et al.,

2000; Yamatogi et al., 2005; ), di Vietnam (Iwataki et al., 2009), di Singapura

(Holmes, 1998), di Malaysia (Chui-Pin et al., 2010, 2011; Al-Has dan

Mohammad-Noor, 2011), namun secara umum penelitian yang berhubungan

dengan bentik dinoflagellata masih sangat terbatas di Indonesia, dan khususnya di

pantai cerocok mungkin belum pernah dilakukan.

Daerah Pantai Cerocok merupakan daerah kawasan objek wisata. Terletak

di Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat. Daerah ini memiliki

ekosistem lamun, yang merupakan habitat salah satu organisme bentik seperti

Dinoflagellata. (Pemerintah Daerah Pesisir Selatan, 2008).

Mikro algae epibentik dinoflagellata dapat ditemukan di pasir, patahan

karang mati dan seagrass (lamun) dan dapat ditemukan di seluruh perairan dunia.

Perairan Pantai Cerocok memiliki terumbu karang, namun sebagian besar telah

mengalami degradasi. Pada terumbu karang yang telah rusak umumnya memiliki

seaweed/sea grass lebih dominan. Peningkatan dinoflagellata beracun

diperkirakan memiliki hubungan dengan degradasi terumbu karang (Kaly and

3

Jones 1994). Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang kelimpahan

dinoflagellata di perairan pantai Cerocok.

I.2. Perumusan Masalah

Keberadaan spesies dinoflagellata terutama Gambirdiscus, Prorocentrum,

dan Ostreopsis dalam keadaan berlimpah di perairan dapat menyebabkan penyakit

/keracunan (CFP) dan gangguan ekosistem perairan. Jumlah dinoflagellata yang

berlebihan akan menutupi permukaan perairan dan akan menghambat penetrasi

cahaya masuk ke kolom air, sehingga merusak proses fotosintesis dan

mengganggu keseimbangan ekosistem perairan. Oleh sebab itu perlu dilakukan

pengamatan mengenai analisis bentik dinoflagellata diperairan, khususnya di

perairan pantai cerocok painan provinsi sumatera barat.

I.3. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini diantaranya adalah untuk :

1. Membandingkan kelimpahan epibentik dinoflagellata (prorocentrum sp,

ostreopsis sp, dan gambierdiscus sp) pada jenis alga dan lamun.

2. Melihat perbedaan individu dinoflagellata pada jenis Padina sp dan

Halophila sp.

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi dan data

dasar yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian berikutnya.

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Fitoplankton

Plankton merupakan organisme mikroskopis yang hidup melayang di

perairan. Pergerakannya terbatas dan selalu mengikuti arus air (Sachlan, 1974).

Farid (2002) mengemukakan bahwa plankton merupakan organisme yang sangat

kecil. Memiliki ukuran 0,45 µm yang tak nampak oleh mata telanjang dan tersebar

luas diperairan tawar dan laut.

Plankton ada dua jenis yaitu zooplankton yang memiliki karakteristik

seperti hewan dan fitoplankton yang memiliki karakteristik seperti tumbuhan,

misalnya melakukan fotosintesis. Menurut Fachrul (2007) fitoplankton adalah

mikroorganisme nabati yang hidup melayang di dalam air, relatif tidak

mempunyai alat gerak dan mampu berfotosintesis.

Nama fitoplankton diambil dari istilah Yunani, phyton atau "tanaman" dan

planktos berarti "pengembara" atau "penghanyut". Sebagian besar fitoplankton

berukuran kecil untuk dapat dilihat dengan mata telanjang. Akan tetapi, ketika

berada dalam jumlah yang besar, mereka dapat tampak sebagai warna hijau di air

karena mereka mengandung klorofil dalam sel-selnya (walaupun warna

sebenarnya dapat bervariasi untuk setiap spesies fitoplankton karena kandungan

klorofil yang berbeda – beda atau memiliki tambahan pigmen seperti

phycobiliprotein) (Thurman, 1997).

Fitoplankton memperoleh energi melalui proses yang dinamakan

fotosintesis sehingga mereka harus berada pada bagian permukaan permukaan

(disebut sebagai zona euphotic) lautan, danau atau kumpulan air yang lain.

5

Melalui fotosintesis, fitoplankton menghasilkan banyak oksigen yang memenuhi

atmosfer Bumi (Thurman, 1997).

Kemampuan mereka untuk mensintesis sendiri bahan organiknya

menjadikan mereka sebagai dasar dari sebagian besar rantai makanan di ekosistem

lautan dan di ekosistem air tawar (Richtel, 2007).

Disamping cahaya, fitoplankton juga sangat tergantung dengan

ketersediaan nutrisi untuk pertumbuhannya. Nutrisi-nutrisi ini terutama

makronutrisi seperti nitrat, fosfat dan silikat, yang ketersediaannya diatur oleh

kesetimbangan antara mekanisme yang disebut pompa biologis dan upwelling

pada air bernutrisi tinggi dan dalam. Akan tetapi, pada beberapa tempat di

Samudra Dunia seperti di Samudra bagian Selatan, fitoplankton juga dipengaruhi

oleh ketersediaan makro nutrien besi (FeCl3). Hal ini menyebabkan beberapa

ilmuan menyarankan penggunaan pupuk besi untuk membantu mengatasi

karbondioksida akibat aktivitas manusia di atmosfer (Richtel, 2007).

2.1.1. Habitat

Fitoplankton dapat ditemukan di beberapa jenis perairan, yaitu laut, danau,

sungai, kolam dan waduk. Fitoplankton dapat hidup di berbagai kedalaman,

asalkan masih terdapat cahaya matahari yang mencukupi untuk melakukan

fotosintesis (Fachrul, 2007). Sifat khas fitoplankton menurut Nontji (1974) dalam

Fachrul (2007) adalah mampu berkembang secara berlipat ganda dalam waktu

yang relatif singkat, tumbuh dengan kerapatan tinggi, melimpah dan terhampar

luas. Fitoplankton memperoleh energi melalui proses yang dinamakan

fotosintesis, sehingga harus berada pada bagian permukaan laut, danau atau

perairan lainnya.

6

2.1.2. Morfologi

Struktur morfologi fitoplankton bermacam-macam, ada yang uniseluler

dan multiseluler, berbentuk benang , bulat, oval, hidup tunggal maupun

berkelompok (Reynolds, 1984). Sel dari fitoplankton memiliki dinding sel,

membran plasma, membran nukleus, mitokondria, lisosom, badan golgi,

retikulum endoplasma, pyrenoid dan plastid tetapi memiliki ribosom (Reynolds,

1984). Dinding sel pada fitoplankton ada yang terdiri dari selulosa, silika, pektin

dsb. Fitoplankton dapat bergerak sedikit, dengan silia ataupun flagela, tetapi tidak

mempunyai daya untuk melawan arus air dan fitoplankton umumnya berwarna,

hal ini dikarenakan fitoplankton memiliki klorofil yang terkandung dalam

kloroplas (Sachlan, 1974).

2.2. Biologi Dinoflagellata Epibentik

Para pakar biologi telah lama mengetahui pentingnya dinoflagellata

sebagai produser utama di laut yang telah dipelajari sejak 35 tahun yang lalu

dalam studi paleontologi, khususnya dalam biostratigrafi untuk mencari

tambang minyak. Saat ini para ilmuwan tersebut sedang mempelajari biogeografi

dinoflagellata berdasarkan distribusi jenis beracun (toxic dinoflagellates) yang

kemungkinan menyebar keseluruh dunia dan distribusi kehidupan kistanya (cyst)

untuk memperdalam paleobiogeografi serta paleoenvironment dari fosil

tersebut (Backus 1986).

Menurut Fukuyo & Taylor (1989), dinoflagellata merupakan sel

tunggal yang pre-dominan, eukariyotik, termasuk organisme kelompok berflagel

baik yang berfotosintesis dan non-fotosintesis. Tercatat sedikitnya 2000 jenis dan

2000 fosil sudah dideskripsikan, dimana diantaranya hanya 80 jenis yang

7

mempunyai kista (resting cyst), dimana dalam siklusnya mengalami proses

pembelahan menjadi zigot (diploid stage).

Gambar 1. Ostreopsis, Prorocentrum, dan Gambirdiscus (Fukuyo, 1981)

Bentuk tubuh dari Ostreopsis berbentuk bulat lebar, pada bagian depan

berbentuk pipih, bergerak menggunakan bagian dorsal. Didalam tubuh memiliki

katup atas dan bawah yang hampir sama, cingulum yang sempit dan mendalam

(Fukuyo, 1981).

Prorocentrum memiliki distribusi yang luas di perairan seluruh dunia, dari

daerah beriklim subtropis sampai tropis, mampu berfotosintesis dan jarang

membentuk red tide (Fukuyo, 1981).

Umumnya Gambierdiscus menyukai habitat yang lebih banyak

dipengaruhi air laut dengan salinitas tinggi dan menghindari habitat dekat mulut

sungai (Taylor, 1985 dalam Anderson dan lobel, 1987). Menurut Carlson dan

Tindal (1984) dalam Anderson dan Lobel (1987), Gambierdiscus menempel pada

banyak substrat tanpa melihat strukturnya, hanya saja umumnya cenderung

menghindari substrat karang dan padang lamun (Nitajohan, 2008).

Dinoflagellata epibentik merupakan istilah untuk dinoflagellata yang

hidupnya menempel pada substrat yang ada di perairan laut. Dinoflagellata

epibentik umumnya hidup dan menetap di pasir, detritus yang mengapung,

8

menempel di permukaan makroalga dan lamun, serta sisanya kadang berenang

bebas tetapi masih dekat dengan permukaan tempat berasosiasi (Fukuyo, 1981).

Faust (2000) menambahkan bahwa dengan keberadaannya yang bisa ditemukan di

berbagai tempat tersebut, maka dinoflagellata epibentik mempunyai sifat ekologi

yang kompleks. Dinoflagellata epibentik secara spesifik berasosiasi dengan lamun

dan makroalga dimana konsentrasi nutrien yang tinggi tersedia untuk tumbuh.

Spesies dinoflagellata epibentik meliputi Gambierdiscus toxicus,

Prorocentrum sp., Ostreopsis sp., Amphidinium sp., dan Coolia monotis, semua

spesies tersebut dapat melakukan fotosintesis. Spesies dinoflagellata epibentik

dapat dikatakan bersifat autotrof, tetapi tiga diantaranya, yaitu Ostreopsis,

Gambierdiscus, dan Prorocentrum merupakan mixotrof, yaitu hidup sebagai

autotrof dan heterotrof (Faust, 2000). Selanjutnya Jacobson dan Anderson (1986)

dalam Faust (2000) menambahkan bahwa mixotrof dapat dijelaskan sebagai suatu

fenomena yang dapat menyediakan energi untuk pertumbuhan sel, dan sebagai

upaya perkembangan potensial pada dinoflagellata pada saat kondisi nutrien

sedikit di perairan laut.

Blooming dinoflagellata epibentik terjadi ketika spesies tersebut tumbuh

dan berkembang sangat pesat dengan jumlah yang melebihi rata-rata produksi

bulanan dalam keadaan normal serta berlangsung dalam waktu singkat (beberapa

hari). Blooming menyebabkan perubahan warna air laut menjadi merah, merah

kecoklatan hijau atau kuning hijau, bahkan putih. Blooming tersebut juga dapat

menghasilkan racun dan dapat mengurangi oksigen di perairan setempat, maka

peristiwa tersebut dapat disebut dengan istilah Harmful Algal Bloom (HAB).

Adanya HAB akan mengakibatkan kematian massal pada ikan dan biota lainnya,

9

mencemari makanan laut dengan racun, yang selanjutnya menyebabkan masalah

kesehatan manusia secara serius dan berlanjut pada perubahan ekosistem secara

global (GEOHAB, 2012).

Semua spesies dinoflagellata epibentik dapat berpotensi menghasilkan

racun. Penelitian yang dilakukan Nakajima et al. (1981), Tindall et al. (1984),

Yasumoto (1987), mendapatkan hasil bahwa banyak dinoflagellata di daerah

tropis yang hidup atau berasosiasi dengan makroalga, lamun atau permukaan lain

adalah beracun. Survei terhadap dinoflagellata epibentik dari Okinawa, Jepang,

menunjukkan adanya racun disemua (sembilan) spesies yang diamati. Lebih

lanjut, spesies-spesies tersebut menghasilkan toksin polyeter (ciguatoxin dan

maitotoxin) yang dapat masuk kedalam rantai makanan di perairan dan

menyebabkan penyakit Ciguatera fish Poisoning (CFP) pada manusia akibat

memakan ikan yang terakumulasi oleh racun tersebut (Steidinger, 1983 in Vila et

al., 200l). Penyakit CSP tersebut menyerang pencernaan dan lebih parah lagi,

mengakibatkan kematian.

2.2.1. Reproduksi Dinoflagellata

Pada kondisi lingkungan yang sesuai reproduksi aseksual dinoflagellata

dapat berlangsung dengan singkat. Pembelahan ganda yang tergantung dari

jenisnya berlangsung dengan kisaran waktu antara 1-15 hari. Dale (1986) telah

membuat siklus hidup dinoflagellata yang bersifat non-motile resting (Gambar 1).

10

Gambar 2. Siklus pembelahan sel Dinoflagellata (Fukuyo, 1981)

Keterangan :

(A) : asexsual plankton vegetatif periode motile(1) : pembelahan beganda(10) : membentuk kist (non-motile)(11) : pengaruh lingkungan(B) : sexual plankton vegetatif periode motile(1) : gamet(2) : planozigot(3a) : reduksi(9) : terbentuk kista(4) : proses berlangsung(5) : hypnozigot(6) : exysmant(7) : membentuk planozigot(8a) : proses tahap 3; 9 : 1(8b) : jenis lain proses reduksi langsung saat encysment

11

Dinoflagellata mempunyai sifat khusus, yaitu dinamika

pertumbuhan organisme ini dapat secara cepat berlipat ganda dalam waktu

yang relatif singkat, tumbuh dengan kerapatan tinggi, melimpah dan

terhampar luas atau wring disebut peledakan populasi (blooming) (Thoha 1991).

Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi dinamika diatom dan

dinoflagellata, disuatu perairan adalah cahaya, suhu, salinitas dan zat hara

(Nybakken 1988).

2.2.2. Distribusi Dinoflagellata

Secara umum distribusi tanaman dan hewan pada ekosistem pelagis

dipengaruhi oleh kondisi fisik dan biotik. Batas biogeografi di laut disebabkan

adanya perbedaan massa air dan distribusi planktonik yang dapat dibedakan secara

mendasar (horizontal distribution) dan tegak (vertical distribution). Kolom suatu air

laut mempunyai karakteristik tegak yang sangat erat dengan hubungannya dengan

faktor abiotik, seperti kondisi kimia dan fisika perairan yang mencakup

faktor suhu, kecerahan, oksigen (Angel 1986).

Menurut Yentsch & Garside (1986), distribusi biogeografi pada proses

biologi di laut sangat mempengaruhi produktifitas primer suatu perairan

dengan faktor-faktor pembatas sebagai berikut: hubungan perbandingan antara

faktor fotosintesa dan respirasi (P:R) diberbagai kedalaman, kandungan nitrat dan

nitrogen dan perubahan kepadatan fitoplankton akibat perbedaan garis lintang

(Latitude).

12

2.2.3 Distribusi Dinoflagellata Pada Halophila sp dan Padina sp

Jumlah jenis tumbuhan berbunga (angiospermae) di laut tidak banyak

yaitu sekitar 52 jenis. Di Indonesia hanya terdapat 12 jenis yang tergolong dalam

tujuh marga. Ke tujuh marga lamun di Indonesia terdiri dari 3 marga dari suku

Hydrocharitaceae yaitu Enhalus, Thallassia, dan Halophila, serta 4 marga dari

suku Pomatogetonaceae yaitu Halodule, Cymodocea, Syringodium dan

Thalassodendron (Tomascik et al, 1997).

Halophila sp merupakan lamun yang hidup di daerah aquatik dengan

mempunyai ciri-ciri dan fungsi yakni memiliki pucuk yang berdaun tegak dan

mempunyai batang yang menjalar/rhizome, yang efektif untuk berkembang biak.

Bunga lamun membentuk buah dan menghasilkan biji, juga memiliki akar sejati

dalam suatu internal untuk transportasi gas dan nutrien. Daun Halophila sp ada

yang berbentuk bulat panjang menyerupai telur, pisau wali, bulan, atau bentuk

taji. Panjang daun 5-15 mm, permukaan daun licin, mempunyai 4 – 7 pasang

tulang daun. Halophila sp dapat tumbuh di perairan dangkal dengan substrat

berpasir dan berlumpur atau kadang – kadang di terumbu karang. Mempunyai

akar rimpang yang berbuku-buku (Endarwati, H. 2010).

Dinoflagellata epibentik berasosiasi dengan lamun, bertujuan untuk

memperoleh substansi organik dan nutrien lain yang biasanya dikeluarkan oleh

lamun, yang nantinya digunakan untuk pertumbuhan. Di ekosistem lamun,

individu dinoflagellata epibentik bersaing dengan organisme heterotropik dalam

memperebutkan sumber makanan yang sama (Bochstahler dan Coats, 1993 in

Faust, 2000).

13

Padina sp merupakan spesies dari filum Phaeyophyta (ganggang coklat)

yang pada umumnya hidup di perairan laut, dari perairan laut dangkal hingga

perairan dalam. Padina sp biasanya ditemukan di pingiran pantai, dan biasanya

jumlahnya paling banyak. Ukuranya lebih besar dari gangang coklat lainnya.

Ganggang ini berwarna transparan, dan berbentuk seperti jamur yang saling

menyatu (Juliana, 2010). Ganggang ini berwarna coklat karena di dalam talusnya

terkandung pigmen fikosantin (coklat) dan xantofil. Selain fikosantin, ganggang

ini juga memiliki klorofil a dan c, fikosantin dan klorofil itu terdapat di dalam

plastid talusnya. Padina sp memiliki berbentuk seperti batang, berdaun banyak

atau seperti pedang, berbentuk seperti kipas dan mempunyai warna cokelat.

Akarnya berbentuk serabut yang disebut holdfast untuk menempel kuat pada

substrat sehingga dapat digunakan untuk beradaptasi terhadap gerakan ombak

pada daerah intertidal (Serigana, 2009).

2.3. Faktor lingkungan yang mempengaruhi dinoflagellata epibentik

Dinoflagellata epibentik merupakan jenis fitoplankton yang

keberadaannya dipengaruhi dan saling berinteraksi dengan lingkungan di

sekitarnya dalam tumbuh dan mempertahankan hidupnya. Faktor-faktor

lingkungan yang mempengaruhi keberadaan dinoflagellata epibentik sebagai

fitoplankton yang menempel di lamun seperti berikut ini:

2.3.1. Suhu

Menurut Pescod (1973), suhu air mempengaruhi sifat fisika, kimia, dan

biologi perairan. Kenaikan suhu akan mempengaruhi kecepatan metabolisme dan

respirasi organisme air yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan konsumsi

oksigen.

14

Suhu akan mempengaruhi keberadaan fitoplankton disuatu tempat.

Adanya fluktuasi suhu akan menyebabkan turunnya kelimpahan kelompok

fitoplankton. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di perairan

adalah 20-30 0C (Effendi, 2003). Suhu optimum bervariasi pada masing-masing

jenis fitoplankton. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh adanya intensitas cahaya

dan konsentrasi nutrien.

2.3.2. Salinitas

Salinitas adalah jumlah semua garam dalam air setelah semua karbonat

diubah menjadi oksida-oksidanya, semua bromida dan iodida digantikan oleh

klorida dan dinyatakan dalam satuan perseribu (Effendi, 2003). Menurut Nontji

(2006), salinitas berpengaruh penting terhadap organisme dalam mempertahankan

tekanan osmosis antara protoplasma dengan perairan. Salinitas tinggi akan

mengakibatkan tekanan osmosis tubuh terhadap lingkungan meningkat sehingga

energi yang diperlukan untuk menyesuaikan diri juga meningkat.

Salinitas berpengaruh langsung terhadap laju pembelahan sel, distribusi,

dan produktivitas fitoplankton. Fitoplankton laut dapat berkembang secara

optimum pada salinitas 350/00. Penurunan salinitas menyebabkan penurunan laju

fotosintesis dan pertumbuhan.

2.3.3. Kedalaman

Kedalaman perairan dapat mempengaruhi penetrasi cahaya matahari

menembus kolom perairan yang nantinya akan mempengaruhi laju fotosintesis.

Menurut Nybakken (1992), fitoplankton dapat melakukan aktivitas produksi

15

hanya pada kedalaman penetrasi cahaya. Dengan semakin bertambahnya

kedalaman, maka penetrasi dan intensitas cahaya akan semakin berkurang.

2.3.4. Nitrat

Nitrat merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan dan perkembangan

fitoplankton. Nitrat digunakan sebagai salah satu bahan pembentukan protein dan

metabolisme seluler. Ketersediaan nitrat juga menentukan perkembangan lamun

di komunitasnya.

Mackentum (1969) menyatakan bahwa kadar nitrat yang dibutuhkan oleh

fitoplankton laut adalah 0,203 – 0,790 mg/l. Effendi (2003) menambahkan bahwa

kadar nitrat yang melebihi 0,2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi

perairan, yang selanjutnya mempercepat pertumbuhan alga dan tumbuhan air

secara cepat (blooming).

2.3.5. Fosfat

Sumber utama fosfat di laut berasal dari sungai, penguraian sisa organisme

dan pengadukan di dasar laut (Odum, 1998). Selain itu juga berasal dari

pelapukan batuan yang masuk ke laut terutama melalui transportasi sungai,

degradasi bahan organik, serta buangan limbah deterjen dari daratan juga akan

menghasilkan fosfat (Sanusi, 2006).

Mackentum (1969) menjelaskan bahwa senyawa ortofosfat merupakan

kadar pembatas bila kadarnya di bawah 0,009 mg/l, sementara pada kadar lebih

dari 1 mg/l fosfat dapat menimbulkan blooming. Terjadinya blooming tersebut

akan merangsang perairan menjadi bersifat anaerob yang akan menyebabkan

kematian massal organisme perairan.

16

Jika konsentrasi fosfat di kolom air padang lamun cukup tinggi karena

menerima masukan unsur hara dari luar perairan padang lamun (dekat sungai),

maka dapat memacu perkembangan epifit yang hidup di daun lamun.

2.3.6. Arus

Pergerakan fitoplankton sangat tergantung dari pergerakan air. Arus

perairan dapat membantu penyebaran dan migrasi horizontal fitoplankton.

Keberadaan padang lamun dapat mengurangi pengaruh arus, sehingga mengurangi

transpor sedimen.

Arus perairan yang kecil menyebabkan daun lamun dipadati oleh alga

epifitik dan partikel halus sedimen yang terperangkap diantara alga epifitik. Hicks

(1986) dan Armonies (1988) dalam Susetiono (1994) membuktikan bahwa laju

penempelan biota terhadap lamun dipengaruhi oleh adanya gaya-gaya

hidrodinamika didalam massa air seperti arus dan gelombang yang menyebabkan

pengadukan sedimen.

2.3.7. pH

pH perairan merupakan aktivitas ion hidrogen dan digambarkan sebagai

logaritma dari timbal balik aktivitas ion hidrogen dalam mol per liter pada

temperatur tertentu. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain

aktivitas biologis seperti fotosintesis dan respirasi organisme, suhu dan

keberadaan ion-ion dalam perairan (Pescod, 1973).

Perubahan nilai pH air laut mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas

biologis. Kisaran pH yang baik untuk fitoplankton adalah pH yang mendekati

basa. Perairan dengan pH tinggi merupakan perairan yang produktif dan dapat

17

mengubah bahan organik dalam air menjadi mineral-mineral yang dapat

diasimilasikan oleh fitoplankton (Musa, 1992 in Widhiasari, 2003).

18

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2013. Pengambilan dilakukan

di sekitar perairan Pantai Cerocok Pesisir Selatan Sumatera Barat. Setelah itu

dilanjutkan dengan analisis di Laboratorium Kimia Laut Jurusan Ilmu Kelautan

dan Laboratorium Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Universitas Riau.

III.2. Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan parameter

fisika, kimia dan biologi dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Bahan dan Alat di LapanganParameter (satuan) Alat Bahan

FISIKA

1. Suhu (0C) Thermometer Air sampel2. Kecepatan arus (m/s)3. Kecerahan

Current drogueSecchi disk

Air sampelAir sampel

KIMIA1. Derajat keasaman (pH)2. Salinitas (ppt)3. Nitrat (ppm)4. Posfat (ppm)

pH meterHand refractometerBotol sampel 100 mlBotol sampel 100 ml

Air sampelAir sampelAir sampel,H2SO4

Air sampel

BIOLOGI1. Sampel Dinoflagellata

bentik (Cells g-1 algae)Vacum pump, corong, kertas saring, timbangan, kantong plastik, ice box, botol sampel, dan Scuba set.

Aquades dan lugol 4%

Tabel 2. Bahan dan Alat di Laboratorium

19

Parameter (satuan) Alat Bahan

BIOLOGI1. Sampel

Dinoflagellata

KIMIA1. Nitrat

2. Posfat

Mikroskop binokuler, Sedgwick-Rafter, pipet makro, tissue, dan buku identifikasi

Spektrofotometer, kertas saring

Spektrofotometer, erlenmeyer

Sampel Dinoflagellata

Air sampel, buffer nitrat, larutan hidrazin sulfat, larutan kupri sulfat, larutan aseron, dan larutan sulfanilamide, dan larutan nepthylenediamine (Saeni dan Latifah dalam Anggiat, 2008)Air sampel, H2SO4, potasium antymonil tartrat/ PAT, amonium molibdat, dan asam absorbat (Saeni dan Latifah dalam Anggiat, 2008)

III.3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survey dengan

melakukan pengambilan sampel dinoflagellta secara langsung di lapangan,

kemudian dilanjutkan dengan analisis di Laboratorium Kimia Laut Jurusan Ilmu

Kelautan dan Laboratorium Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan, Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau. Penelitian ini difokuskan pada 3 jenis bentik

dinoflagellata (Ostreopsis sp, Prorocentrum sp, Gambierdiscus sp) pada

Halophila sp dan Padina sp.

20

III.4. Prosedur Penelitian

III.4.1. Penentuan Lokasi Sampling

Lokasi pengambilan sampel Dinoflagellata ditentukan secara purposive

sampling pada kawasan lamun di daerah perairan Pantai Cerocok yang dibagi

menjadi 2 (dua) stasiun berdasarkan kondisi kawasan tersebut. Stasiun 1 pada

daerah yang hanya di tumbuhi oleh lamun dan stasiun 2 pada daerah lamun yang

berasosiasi dengan karang. Pada setiap stasiun dilakukan pengambilan sampel

sebanyak 7 (tujuh).

III.4.2.Pengambilan Sampel

Sampel dinoflagellata diambil pada perairan yang memiliki alga. Dalam

hal ini alga yang diambil berjenis halophila sp dan padina sp. Pengambilan

sampel diambil mulai dari batang sampai daun dan pengambilannya dengan

mengunakan pisau. Setiap stasiun dilakukan tujuh pengambilan sampel agar data

yang diperoleh lebih akurat. Sampel diambil secara acak, dengan prosedur

(GEOHAB, 2012) dan (YESOU, 2013) sebagai berikut:

Lamun dan makro alga yang diambil langsung dimasukan kedalam

kantong plastik

Kantong plastik berisi lamun dan makro alga yang air laut dibawa ke darat

Kantong plastik berisi sampel dikocok 3-5 detik untuk memisahkan bentik

dinoflagellata dari lamun dan makro alga.

Kemudian disaring dengan saringan bertingkat 350 mikron, kemudian 150

mikron dan terakhir disaring dengan kertas saring ukuran 20 mikron

mengunakan vacum pump

Lamun dan makro alga yang didapat ditimbang beratnya

21

Volume air dan berat yang didapat dicatat kedalam lembaran data untuk

digunakan menghitung kelimpahan

Masukan kertas saring kedalam botol, lalu tambahkan air laut yang

tersaring sebanyak 15 ml lalu tutup rapat

Untuk mengawetkan sampel ditambahkan 2 tetes larutan lugol 4%, sampel

disimpan pada ice box

Sebelum menghitung sampel terlebih dahulu kocok botol secara perlahan

untuk memberikan kesempatan yang sama saat diamati di mikroskop.

III.4.3.Pengukuran Parameter kualitas Air

Pengukuran parameter lingkungan perairan dilakukan pada saat siang hari

(10.00 – 15.00 wib) pengukuran ini hanya dilakukan 1 kali pengulangan setiap

stasiun. Adapun yang diukur meliputi suhu, pH, salinitas, nitrat, fosfat, kecerahan

dan kecepatan arus. Parameter ini diukur pada permukaan perairan di sekitar

stasiun penelitian. Tujuannya adalah untuk menggambarkan kondisi fisika kimia

pada perairan yang menjadi faktor pembatas kehidupan dinoflagellata.

3.4.3.1. Salinitas

Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan Handrefraktometer.

Cara kerja pengukuran adalah sebagai berikut :

a. Handrefractometer terlebih dahulu dikalibrasi dengan Aquades hingga garis

biru yang tampak pada lensa okuler tepat pada posisi 0 0/00.

b. Air laut diteteskan pada permukaan kaca pada Handrefractometer.

c. Handrefractometer dihadapkan ke arah cahaya, lalu diamati dari lensa okuler.

d. Nilai salinitas ditunjukkan oleh garis biru horizontal yang akan menunjuk

pada suatu nilai dalam satuan permil.

(Jarak hilang + Jarak tampak )2

22

3.4.3.2. Suhu

Pengukuran suhu perairan yaitu dengan mencelupkan Thermometer ke

permukaan perairan selama 1 menit, kemudian dilihat batas naiknya air raksa pada

Thermometer dan dilihat angka yang ditunjuk oleh air raksa tersebut.

3.4.3.3. Kecerahan

Pengukuran kecerahan perairan diukur dengan menggunakan Secchi disk

yang diturunkan ke dalam perairan. Kemudian, diukur jarak panjang tali Secchi disk

dari permukaan secchi disk yang masih tampak hingga kedalaman Secchi disk tidak

terlihat. Untuk menghitung kecerahan digunakan Rumus :

Jarak tampak adalah jarak dari permukaan perairan ditambah dengan jarak

mata peneliti ke permukaan perairan sampai lempengan Secchi disk terlihat,

sedangkan jarak hilang adalah jarak antara permukaan perairan sampai lempengan

secchi disk tidak terlihat.

3.4.3.4. Kecepatan Arus

Kecepatan arus diukur dengan memberikan tali pada current drouge dan

diletakkan pada permukaan perairan kemudian diukur jarak tempuh current

drogue tersebut dalam satuan waktu yaitu meter per detik (m/det) dari jarak awal

diletakkan.

Nilai kecerahan diperoleh dengan rumus:

Dimana : v : Kecepatan (m/det) s : Jarak Tempuh (m)

t : Waktu (det)

v=st

23

3.4.3.5. Derajat Keasaman (pH)

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Caranya yaitu

dengan mencelupkan pH meter ke perairan, kemudian nilai pH dapat dilihat pada

layar pH meter.

3.4.3.6. Pengambilan dan Penanganan Sampel Nitrat dan Fosfat

Pengambilan sempel nitrat dan fosfat yaitu dengan menggunakan botol

sampel. Untuk nitrat ditambahkan dengan H2SO4 sebagai pengawetnya.

Sementara untuk sempel posfat tidak diberikan perlakuan apapun. Kedua sampel

nitrat dan posfat tersebut diberi label sesuai dengan lokasi pengambilan sampel

dan disimpan dalam ice box. Kemudian sampel dianalisis di laboratorium

menggunakan spektrofotometer.

Analisis sampel nitrat dilakukan dengan sampel air diambil sebanyak 12,5

ml dan disaring menggunakan kertas saring, kemudian ditambah buffer nitrat 0,4

ml. Sampel air ditambahkan larutan pereduksi sebanyak 0,2 ml (larutan hidrazin

sulfat dan kupri sulfat dengan perbandingan1:1), kemudian dibiarkan selama satu

malam. Keesokan harinya larutan ditambah dengan larutan aseron 0,4 ml dan

dicampur dengan baik dan ditambah larutan sulfanilamide 1,2 ml, kemudian

dicampur dengan baik. Larutan sampel ditambahkan larutan nepthylenediamine

1,2 ml kemudian dicampur dengan baik, setelah 15 menit dilihat hasilnya pada

pembacaan spektrofotometer gelombang 543 nm.

Analisis sampel fosfat dilakukan dengan mengambil sampel air sebanyak

12,5 ml untuk disaring dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Sampel air

ditambahkan combined reagent masing-masing 1,6 ml yang terdiri dari campuran

H2SO4 (10ml), potasium antymonil tartrat/ PAT (1 ml), amonium molibdat (3 ml)

24

dan asam absorbat (6 ml), kemudian larutan didiamkan selama 30 menit. Setelah

itu dilakukan pengamatan optik pada spektrofotometer dengan panjang

gelombang 880 nm (Saeni dan Latifah dalam Anggiat, 2008).

3.4. Pengolahan Data

3.4.3. Identifikasi dan Penghitungan Kelimpahan

Identifikasi dilakukan sampai tingkat genus. Pengamatan dinoflagellata

menggunakan mikroskop Olympus CX 21 dengan perbesaran 10 x 10 dan

melakukan pengulangan 3 kali setiap botol sampel. Sampel air dinoflagellata

epibentik diaduk agar dinoflagellata tersebar secara merata dan mempunyai

kesempatan yang sama untuk terambil. Dinoflagellata yang diamati diidentifikasi

menggunakan Omura (2012).

Nilai kelimpahan dinoflagellata dihitung dengan menggunakan rumus

YESOU (2013) :

Cells g-1 algae = avgcells

Vol . Counted (ml)x

Vol .Tubed (ml)Vol. Filltered (ml)

xVol . Sample (ml)

Mass of Algae (g)x100

Keterangan :

Avg cells : Rata-rata sell

Vol counted : Volume satu tetes (1 ml)

Vol tube : Volume botol sempel (20 ml)

Vol filltered : Volume air yang tersaring (300 ml)

Vol sample : Volume air yang diambil (550 ml)

Mass of algae : Berat alga yang diambil (18 g)

25

3.5. Analisis Data

Data yang diperoleh dari pengambilan sampel disajikan dalam bentuk

tabel, kemudian dilakukan uji t, selanjutnya dibahas secara deskriptif. Uji-t

dilakukan untuk melihat perbedaan kelimpahan antara yang menempel pada

Padina sp dan Halophila sp, serta antara kedua stasiun pada Halophila sp.

3.6. Asumsi

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penempatan stasiun dianggap mewakili wilayah perairan yang diteliti.

2. Dinoflagellata mempunyai kesempatan yang sama untuk terambil pada saat

pengamatan di bawah mikroskop.

3. Parameter yang tidak diukur dianggap memberikan pengaruh yang sama.

26

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Kondisi Umum Daerah Penelitian

Pantai Cerocok adalah salah satu kawasan wisata yang terletak di Painan

Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat. Secara geografis, Pantai

Cerocok berada pada titik 1°22'1.0" LS dan 100°33'50.4" BT. Didaerah ini tidak

terdapat pabrik atau industri yang membuang limbah ke perairan. Hal tersebut

menyebabkan kondisi lingkungan Pantai Cerocok masih terkategori baik. Limbah

yang ada hanya dihasilkan dari aktifitas manusia yaitu pariwisata dan nelayan.

4.1.2. Komposisi Dinoflagellata Pada Halophila sp Dan Padina sp

Komposisi Dinoflagellata yang diperoleh saat penelitian dari Perairan

Pantai Cerocok dari masing-masing stasiun dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Dinoflagellata pada masing-masing stasiun

No Nama GenusDinoflagellata Yang Ditemukan (ind/sel)

stasiun 1 stasiun 2

Halophila sp Padina sp Halophila sp Padina sp

1 Prorocentrum sp 68 200 142 0

2 Ostreopsis sp 21 95 60 0

3 Gambierdiscus sp 0 3 2 0

  Total 89 298 204 0

Sumber : data primer 2013

Tabel diatas merupakan hasil perhitungan jumlah individu pada masing-

masing stasiun. Pada stasiun 1 ditemukan Halophila sp dan Padina sp, dengan

total individu terbanyak ditemukan pada Padina sp (298 ind/sel) sedangkan pada

27

stasiun 2 hanya ditemukan Halophila sp (204 ind/sel). Pada stasiun 2 hanya

terdapat Halophila sp diduga karena pada stasiun 2 kondisi terumbu karang rusak

tidak sama halnya dengan stasiun 1 yang kondisi terumbu karangnya bagus.

Habitat dari spesies Padina sp adalah di laut khususnya di perairan pantai dan

hidup menempel pada batu karang (Ellysapurfianti, 2011).

4.1.3. Kelimpahan Dinoflagellata

Kelimpahan dinoflagellata yang didapat pada saat penelitian di perairan

pantai cerocok dari masing-masing stasiun dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kelimpahan Dinoflagellata

No Nama Genus

Kelimpahan Dinoflagellata (sel/g)stasiun 1 stasiun 2

Halophila sp Padina sp Halophila sp Padina sp

1 Prorocentrum sp 14,59 38,04 15,24 0

2 Ostreopsis sp 5,05 19,47 7,51 0

3 Gambierdiscus sp 0 0,87 0,21 0

  Total 19,64 58,38 22,96 0Sumber: data primer 2013

Tabel diatas merupakan nilai kelimpahan dinoflagellata. Nilai yang paling

tinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu jenis padina sp dengan total 58,38 sel/g dan

individunya Prorocentrum sp dengan nilai 38,04 sel/g, sedangkan kelimpahan

yang terendah di temukan pada stasiun 1 jenis Halophila sp dengan total 19,64

sel/g dan individunya Gambierdiscus dengan nilai 0 sel/g.

Hasil tabel diatas menunjukan individu yang paling sering di temukan

adalah Prorocentrum sp dan yang paling jarang ditemukan Gambierdicus sp.

Total individu setiap alga pada stasiun dengan masing-masing pengulangan dan

perhitungan jumlah kelimpahan individu dinoflagellata dapat di lihat pada

lampiran 6.

28

4.1.4. Parameter Kualitas Perairan

Parameter kualitas air dijadikan sebagai data pendukung, pengukuran

dilakukan disekitar kawasan stasiun untuk pengambilan sampel dinoflagellata.

Pengukuran kualitas air hanya dilakukan satu (1) kali. Nilai yang diukur dapat

dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Parameter Kualitas AirNo.

Parameter Kualitas AirStasiun

1 21 pH 8 82 Suhu 0C 29 29

3 Kecepatan arus (m/det) 0,22 0,20

4 Salinitas (ppt) 33 33

5 Fosfat (mg/l) 0,02 0,03

6 Nitrat (mg/l) 0,04 0,05Sumber : Data Primer 2013

Hasil pengukuran parameter kualitas perairan diperoleh data untuk pH (8),

suhu (29 0C), kecepatan arus (0,2 - 0,22 m/det), salinitas (33 ppt), fosfat (0,02 -

0,03 mg/l), dan nitrat (0,14 - 0,15 mg/l).

4.2. Pembahasan

Komposisi dinoflagellata Pada stasiun 1 ditemukan Halophila sp dan

Padina sp, dengan total individu terbanyak ditemukan pada Padina sp (298

ind/sel). Stasiun 2 hanya ditemukan Halophila sp dengan total individu 204

ind/sel. Jumlah dinoflagellata yang paling banyak terdapat pada stasiun 1, dimana

pada stasiun 1 terdapat alga berjenis Padina sp dan Halophila sp sedangkan

stasiun 2 tidak terdapat Halophila sp. Dinoflagellata yang paling banyak

ditemukan pada masing – masing alga adalah Prorocentrum. Kelimpahan yang

paling tinggi yaitu Padina sp pada stasiun 1, dengan kelimpahan 16,83 sel/g dan

29

yang paling jarang dijumpai Gambierdiscus 0,49 sel/g pada stasiun 1 yang

lamunnya berjenis Halophila sp.

Pada stasiun 1 terdapat Halophila sp dan padina sp dimana stasiun 1

berada dekat di daerah terumbu karang yang masih baik. stasiun 2 hanya terdapat

Halophila sp karena stasiun 2 berada di daerah terumbu karang dimana keadaan

karangnya telah banyak mati.

Jenis Prorocentrum mendominasi pada setiap stasiun penelitian,

dibandingkan dengan jenis Gambierdiscus. Hal ini menunjukan lingkungan pada

stasiun penelitian tidak sesuai bagi kehidupan jenis Gambierdiscus. Menurut

Yasumoto (1977) Dinoflagellata jarang ditemukan pada kedalaman perairan yang

dangkal atau pada tempat dengan intensitas cahaya tinggi. Spesies Gambierdiscus

biasanya ditemukan pada makrofita, pasir detritus, dan permukaan terumbu

karang bersama dengan spesies dinoflagellata lain dari ostreopsis genera, Coolia,

Prorocentrum dan Amphidinium (Fukuyo, 1981).

Berdasarkan perhitungan kelimpahan, kelimpahan dinoflagellata tertinggi

di jumpai pada stasiun 1 berjenis padina sp sebanyak 32,94 sel/gr serta yang

terendah pada stasiun 1 berjenis Halophila sp sebanyak 2,76 sel/gr. Perbedaan

kelimpahan disebabkan oleh perbedaan jenis alganya dimana daun halophila sp

berukuran kecil sedangkan daun padina sp berukuran lebih besar dari pada

halophila sp. Kelimpahan dinoflagellata berhungan dengan kekayaan nutrien yang

dipengaruhi topografi dan komponen biotik setempat (Rutzler dan Feller, 1996

dalam Nitajohan, 2008). Selain dipengaruhi oleh kondisi stasiun dan kerapatan

lamun yang berbeda, kelimpahan dinoflagellata juga di pengaruhi oleh kandungan

nutrien dan kondisi lingkungan di sekitarnya (Nitajohan, 2008).

30

Dengan sedikitnya Gambierdiscus di temukan maka peluang

berkembangnya racun ciguatera juga semakin rendah. Kondisi ini akan

menguntungkan lingkungan sekitarnya, karena Gambierdiscus merupakan

konstributor utama penyebab penyakit ciguatera fish poisoning (CFP) pada

manusia. Biasanya Ciguatera dapat muncul pada daerah yang sebelumnya belum

pernah terjangkit penyakit ini (Anderson dan Lobel, 1987).

Nitrat merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga

(Effendi, 2003). Nilai konsentrasi nitrat pada saat penelitian adalah 0,04 mg/l

untuk stasiun 1 dan 0,05 mg/l untuk stasiun 2. Fosfat digunakan oleh

dinoflagellata untuk fotosintesis dan metabolisme (Nitajohan, 2008). Nilai kadar

konsentrasi fosfat yang di dapat adalah 0,02 mg/l untuk stasiun1 dan 0,03 mg/l

untuk stasiun 2. Effendi (2003) mengatakan bahwa kadar nitrat yang lebih dari

0,2 mg/l dapat menimbulkan eutrofikasi (pengayaan) perairan sehingga dapat

menstimulasi pertumbuhan algae dan pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara

pesat (blooming), sedangkan kandungan fosfat pada perairan umum tidak lebih

dari 0,1 mg/l kecuali mendapat penambahan dari air buangan dan pelimpahan

daerah pertanian.

Suhu permukaan air yang optimal bagi organisme perairan berkisar antara

28-31oC dan kisaran di daerah tropis yang layak mendukung kehidupan organisme

akuatik adalah 25-32oC (Nontji, 2006). Suhu yang diukur pada stasiun penelitian

berada pada suhu 29oC. Suhu pada masing – masing stasiun masih tergolong

optimal untuk pertumbuhan dinoflagellata. Namun ada beberapa spesies

dinoflagellata epibientik, seperti Gambierdiscus toxicus, tumbuh pada suhu

optimum 26 0C, dengan cepat akan membunuh sel, dan umumnya

31

pertumbuhannya lambat pada suhu di bawah 22 0C. Kisaran suhu untuk

pertumbuhan optimum biasanya terbatas, kemungkinan tergantung pada kondisi

asli tempat ditemukannya spesies dinoflagellata epibentik, dimana biasanya terjadi

sedikit variasi suhu (Clement, 1987).

Kecepatan arus sangat berperan penting dalam sebaran spesies

dinofllagelata. Pada penelitian ini kecepatan arus yang diperoleh pada lokasi

penelitian adalah 0,20-0,22 m/detik. Kecepatan arus yang besar dapat mengurangi

jenis organisme. Sifat dinoflagellata epibentik yang menempel pada substrat, tetap

di pengaruhi oleh arus karena pada dasarnya adalah fitoplankton diamana

memiliki ukuran yang sangat kecil sehingga pergerakannya sangat tergantung

pada arus.

Salinitas berpengaruh penting terhadap keberadaan dinoflagellata

epibentik dalam mempertahankan tekanan osmosis antara protoplasma dengan

perairan. Pertahanan tersebut digunakan untuk penyesuaian diri terhadap

lingkungan di sekitarnya. Dari hasil pengukuran salinitas didapat salinitas 33 0/00,

sedangkan fitoplankton laut dapat berkembang secara optimum pada salinitas 35

0/00 (Nitajohan, 2008). Hal tersebut berarti nilai salinitas yang terukur sudah cukup

sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan dinoflagellata epibentik.

Nilai pH yang didapat pada saat penelitian adalah 8. Nilai pH dapat

menunjukkan kualitas perairan sebagai lingkungan hidup, walaupun kualitas

perairan dipengaruhi dari sebagai faktor lainnya. Organisme air memiliki

kemampuan yang berbeda dalam mentolelir pH perairan. Hasil dari pengukuran

pH masih dalam kategori baik untuk pertumbuhan dinoflagellata karena

mendekati basa. Menurut Nitajohan (2008) semakin tinggi nilai pH di suatu

32

perairan maka kelimpahan dinoflagellata epibentik diperairan tersebut akan

bertambah.

Hasil perhitungan statistik dengan menggunakan uji-t untuk komposisi dan

jumlah dinoflagellata diperoleh data tidak berbeda nyata dengan nilai sig > 0,05.

Terjadinya perbedaan komposisi dinoflagellata pada setiap stasiun karena

dinoflagellata yang ditemukan memiliki perbedaan habitat.

33

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka kelimpahan

dinoflagellata paling banyak dijumpai pada stasiun 1 dengan total 387 individu,

sedangkan total yang dijumpai untuk stasiun 2 adalah 204 individu. Perbedaaan

kelimpahan pada stasiun 1 dan stasiun 2 dikarenakan pada stasiun 1 terdapat

makro alga (Padina sp) dan lamun (Halophila sp), sedangkan stasiun 2 tidak

terdapat makro alga hanya lamun. Berdasarkan dari hasil perhitungan statistik

dengan menggunakan uji-t, didapat bahwa jumlah dinoflagellata tidak berbeda

nyata dengan nilai sig > 0,05.

5.2. Saran

Untuk penyempurnaan skripsi disarankan bagi peneliti yang ingin

melakukan penelitian tentang analisis epibentik dinoflagellata agar dikaitkan

dengan kerapatan lamun apakah berpengaruh terhadap kelimpahannya.