skenario 4 (hiv-aids)

29
Syafira Kusuma Wardhanie (1102012287) Skenario 4 LI .1. Memahami dan menjelaskan Imunodefisiensi LO.1.1. Definisi Penyakit defisiensi imun adalah sekumpulan aneka penyakit yang karena memiliki satu atau lebih ketidak normalan sistem imun, dimana kerentanan terhadap infeksi meningkat. Defisiensi imun primer tidak berhubungan dengan penyakit lain yang menggangu sistem imun, dan banyak yang merupakan akibat kelainan geneteik dengan pola bawaan khusus. Defisiensi imun sekunder terjadi sebagai akibat dari penyakit lain, umur, trauma, atau pengobatan. Meskipun kemungkinan defisiensi imun harus dipikirkan pada seseorang yang sering mengalami infeksi, tetapi sejatinya penyakit imunodefisiensi angka kejadiannya tidak tinggi. Karena itu selalu pertimbangan kondisi lain yang membuat seseorang lebih rentan terhadap infeksi, seperti penyakit sickle cell, diabetes, kelainan jantung bawaan, malnutrisi, splenoktomi, enteropati, terapi imunosupresif dan keganasan. LO.1.2. Etiologi Penyebab defisiensi imun sangat beragam dan penelitian berbasis genetik berhasil pengidentifikasi lebih dari 100 jenis defisiensi imun primer dan pola menurunnya terkait pada X-linked recessive, resesif autosomal, atau dominan autosomal : Defek genetik, defek gen-tunggal yang diekspresikan di banyak jaringan (ex. Ataksia-teleangiektasia, defisiensi deaminase adenosin) defek tunggal khusus pada sistem imun (ex. Defek tirosin kinase pada X- linked agammaglobulinemia, abnormalitas rantai epsilon pada reseptor sel T) kelainan multifaktorial dengan kerentanan genetik (ex. Common variable immunodeficiency) Obat atau toksin imunosupresan, (kortekosteroid, siklosporin) antikonvulsan (fenitoin) Penyakit nutrisi dan metabolic, malnutrisi (ex. Kwashiorkor) protein losing enteropathy (ex. 1

Upload: syafira-kusuma-wardhanie

Post on 28-Dec-2015

134 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hiv aids

TRANSCRIPT

Syafira Kusuma Wardhanie (1102012287) Skenario 4

LI .1. Memahami dan menjelaskan Imunodefisiensi

LO.1.1. Definisi

Penyakit defisiensi imun adalah sekumpulan aneka penyakit yang karena memiliki satu atau lebih ketidak normalan sistem imun, dimana kerentanan terhadap infeksi meningkat. Defisiensi imun primer tidak berhubungan dengan penyakit lain yang menggangu sistem imun, dan banyak yang merupakan akibat kelainan geneteik dengan pola bawaan khusus. Defisiensi imun sekunder terjadi sebagai akibat dari penyakit lain, umur, trauma, atau pengobatan.

Meskipun kemungkinan defisiensi imun harus dipikirkan pada seseorang yang sering mengalami infeksi, tetapi sejatinya penyakit imunodefisiensi angka kejadiannya tidak tinggi. Karena itu selalu pertimbangan kondisi lain yang membuat seseorang lebih rentan terhadap infeksi, seperti penyakit sickle cell, diabetes, kelainan jantung bawaan, malnutrisi, splenoktomi, enteropati, terapi imunosupresif dan keganasan.

LO.1.2. Etiologi

Penyebab defisiensi imun sangat beragam dan penelitian berbasis genetik berhasil pengidentifikasi lebih dari 100 jenis defisiensi imun primer dan pola menurunnya terkait pada X-linked recessive, resesif autosomal, atau dominan autosomal :

Defek genetik, defek gen-tunggal yang diekspresikan di banyak jaringan (ex. Ataksia-teleangiektasia, defisiensi deaminase adenosin) defek tunggal khusus pada sistem imun (ex. Defek tirosin kinase pada X-linked agammaglobulinemia, abnormalitas rantai epsilon pada reseptor sel T) kelainan multifaktorial dengan kerentanan genetik (ex. Common variable immunodeficiency)

Obat atau toksin imunosupresan, (kortekosteroid, siklosporin) antikonvulsan (fenitoin)

Penyakit nutrisi dan metabolic, malnutrisi (ex. Kwashiorkor) protein losing enteropathy (ex. Limfangiektasia intestinal) defisiensi vitamin (ex.biotin, atau transkobalamin II) defisiensi mineral (ex. Seng pada Enteropati Akrodermatitis)

Kelainan kromosom. Anomali DiGeorge (delesi 22q11) Defisiensi IgA selektif (trisomi 18)

Infeksi Imunodefisiensi, transien (pada campak dan varicella) imunodefisiensi permanen ( infeksi HIV, infeksi rubella congenital)

LO.1.3. Klasifikasi

Defisiensi imun non spesifik Defisiensi komplemen

Berhubungan dengan peningkatan insidens infeksi dan penyakit autoimun seperti LES. Komponen komplemen diperlukan untuk membunuh kuman, opsonisasi, kemotaksis, pencegahan penyakit

1

Syafira Kusuma Wardhanie (1102012287) Skenario 4

autoimun dan eliminasi kompleks antigen antibodi. Kebanyakan defisiensi komplemen adalah : Defisiensi komplemen congenital

Defisiensi inhibitor esterase C1Berhubungan dengan angioedem herediter, penyakit yang di tandai dengan edema lokal sementara tetapi seringkali defek tersebut menimbulkan aktivasi C1 yang tidak dapat di kontrol dan produksi kinin yang meningkatkan permeabilitas kapilar.

Defisiensi C2 dan C4 Dapat menimbulkan menyakit serupa LES, mungkin disebabkan kegagalan eliminasi kompleks imun yang komplemen dependen.

Defisiensi C3 Dapat menimbulkan reaksi berat yang fatal terutama yang berhubungan dengan infeksi mikroba piogenik seperti streptokok dan stapilokok.

Defisiensi C5 Menimbulkan kerentanan terhadap infeksi bakteri yang berhubungan dengan gangguan kemotaksis.

Defisiensi C6,C7 dan C8 Akan meningkatkan kerentanan terhadap septikemi meningokok dan gonokok.

Defisiensi komplemen fisiologik Hanya ditemukan pada neonatus yang disebabkan karena kadah C3,C5 dan faktor B yang masih rendah.

Defisiensi komplemen didapatDisebabkan oleh depresi sintesis, ex. Pada sirosis hati dan malnutrisi protein/kalori Defisiensi Clq,r,s

Terjadi bersamaan dengan penyakit autoimun, terutama pada penderita LES.

Defisiensi C4Ditemukan pada beberapa penderita LES

Defisiensi C2Merupakan defisiensi komplemen yang paling sering terjadi. Defisiensi tersebut tidak menunjukan gejala seperti telah dijelaskan terlebih dahulu dan terdapat pada penderita LES.

Defisiensi C3 Menunjukan infeksi bakteri rekuren. Pada beberapa penderita disertai dengan glomerulonefritis kronik.

Defisiensi C5-C8 Menunjukan kerentanan yang meningkat terhadap infeksi terutama nesseria.

Defisiensi C9Sangat jarang di temukan.

Defisiensi interferon dan lisozim Defisiensi interferon congenital

Defisiensi interferon congenital dapat menimbulkan infeksi mononukleosis yang fatal.

Defisiensi interferon dan lisozim didapat

2

Syafira Kusuma Wardhanie (1102012287) Skenario 4

Defisiensi interferon dan lisozim dapat ditemukan pada malnutrisi protein/kalori.

Defisiensi sel NK Defisiensi congenital

Defisiensi sel NK congenital telah ditemukan pada penderita dengan osteopetrosis (defek oskeoklas dan monosit). Kadar IgG,IgA dan kekerapan autoantibody biasanya meningkat.

Defisiensi didapatDefisiensi sel NK yang di dapat akibat imunosupresi atau radiasi.

Defisiensi sistem fagositFagosit dapat menghancurkan mikroorganisme dengan atau tanpa bantuan komplemen. Defisiensi fagosit sering disertai dengan infeksi berulang. Kerentanan terhadap infeksi piogenik berhubungan langsung dengan jumlah neutrofil yang menurun. Defisiensi juga terjadi pada PMN. Defisiensi kuantitatif

Neutropenia atau granulositopenia dapat disebabkan oleh penurunan produksi atau peningkatan destruksi penurunan produksi neutrofil dapat disebabkan oleh pemberian depresan sumsum tulang (kemoterapi pada kanker), leukemia, kondisi genetik yang menimbulkan defek dalam perkembangan semua sel progenitor dalam sumsum tulang termasuk precursor meiloid (disgenesis reticular)

Defisiensi kualitatif Defisiensi kualitatif dapat mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis, menelan/memakan dan membunuh mikroba intraselular. Chronic Granulomatous Disease

CGD adalah infeksi rekuren berbagai mikroba, baik negatif-gram ( Escherichia, serratia,klebsiela) maupun positive-gram (stafilokok). Pada CGD ditemukan defek neutrofil dan ketidakmampuan membentuk peroksid hydrogen atau metabolit oksigen toksis lainnya.

Defisiensi Glukosa-6-phospate dehydrogenaseDefisiensi G6PH adalah penyakit imunodefisiensi yang X-linked dengan gambaran klinis seperti CGD. Pada defisiensi ini, juga ditemukan anemia hemolitik. Penyakit ini diduga disebabkan oleh defisiensi generasi NADPH.

Defisiensi mieloperoksidasePada beberapa penderita dengan DMP di temukan infeksi mikroba rekuren terutama K.albikans dan S.aureus. Peroksidase ditemukan dalam granul sitoplasma dan dilepas ke fagosom melalui proses degranulisasi yang diikuti dengan fagositosis. Pada DMP proses tersebut terganggu sehingga kemampuan membunuh neutrofil terganggu.

Sindrom Chediak-HigashiPada SCH ditemukan neutrofil dengan kemotaksis dan kemampuan membunuh yang abnormal dengan aktivasi sel NK dan kadar enzim lisosom menurun.

Sindrom Job

3

Syafira Kusuma Wardhanie (1102012287) Skenario 4

Sindrom job berupa pilek yang berulang (tidak terjadi inflamasi normal). Abses stafilokokus, eksim kronis dan otitis media. Kadar IgE serum sangat tinggi dan dapat ditemukan eosinofilia.

Sindrom leukosit malas (lazy leucocyte) Sindrom leukosit malas berupa kerentanan terhadap infeksi mikroba yang berat. Jumlah neutrofil menurun, respons kemotaksis (asal nama sindrom) dan respon inflamasi terganggu.

Defisiensi adhesi leukosit Defisiensi adhesi leukosit merupakan penyakit imunodefisiensi yang di tandai dengan infeksi bakteri danjamur rekuren dan gangguan penyembuhan luka.

Defisiensi imun spesifik Defisiensi congenital atau primer

Defisiensi imun primer sel BDitandai dengan infeksi rekuren oleh bakteri, yaitu berupa gangguan perkembangan sel B.

Defisiensi imun primer sel T Penderita dengan defisiensi sel T congenital sangat rentan terhadap infeksi virus, jamur, dan protozoa.

Defisiensi kombinasi sel B dan sel T yang berat Severe combined immunodeficiency disease Sindrom nezelof Sindrom wiskott-aldrich Ataksia telengiektasi Defisiensi adenosin deaminase

Defisiensi imun spesifik fisiologik Kehamilan

Defisiensi imun selular dapat di temukan pada kehamilan. Keadaan ini mungkin di perlukan untuk kelangsungan hidup fetus yang merupakan allograft dengan antigen parentral. Hal tersebut antara lain di sebabkan karena terjadi peningkatan aktivasi sel Ts atau efek supresif faktor humoral yang dibentuk trofoblst. Wanita hamil memproduksi IgG yang meningkat atas pengaruh estrogen. IgG di angkut melewati plasenta oleh reseptor Fc pada akhir hamil 10 minggu.

Usia tahun pertama Sistem imun pada anak usia 1-5 tahun masih belum matang.

Usia lanjut Golongan usia lanjut sering mendapat infeksi disbanding usia muda. Hal ini disebabkan oleh karena terjadi atrofi timus dengan fungsi yang menurun.

Defisiensi imun di dapat atau sekunder Infeksi Malnutrisi Stress Obat,trauma,tindakan kateterisasi dan bedah Penyinaran Penyakit berat

4

Syafira Kusuma Wardhanie (1102012287) Skenario 4

Kehilangan immunoglobulin Agamaglobulinemia dengan timoma AIDS

LO.1.4. Patofisiologi

LO.1.5. Diagnosis

LI.2. Memahami dan menjelaskan HIV/AIDS

LO.2.1. Definisi

AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dapat di artikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi virus HIV ( Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.

LO.2.2. Virus HIV

Struktur HIV Virus HIV-1 terdiri atas 2 untaian RNA identik yang merupakan

genom virus yang merupakan genom virus yang berhubungan dengan p17 dan p24 berupa inti polipeptida. Semua komponen tersebut diselubungi envelop membran pospolipid yang berasal dari sel pejamu. Protein gpl 120 dan gp41 yang disandi virus ditemukan dalam envelop. Retrovirus HIV terdiri dari lapisan envelop luar glikoprotein yang mengelilingi suatu lapisan ganda lipid. Kelompok antigen internal menjadi protein inti atau penunjang.

RNA-directed DNA polymerase (reverse transcriptase) adalah polymerase DNA dalam retrovirus seperti HIV dan virus Sarkoma Rouse yang dapat digunakan RNA template untuk memproduksi hybrid DNA. Transverse transcriptase diperlukan dalam sintesis first strand cDNA.

Antigen p24 adalah core antigen virus HIV, yang merupakan petanda terdini adanya infeksi HIV-1, di temukan beberapa hari-minggu sebelum terjadi serokonversi sintesis antibody terhadap HIV-1. Antigen gp120 adalah glikoprotein permukaan HIV-1 yang mengikat reseptor CD4 pada sel T dan makrofag. Usaha sintesis reseptor CD4 ini telah di gunakan untuk mencegah antigen gp120 menginfeksi sel CD4.

Gen envelop sering bermutasi. Hal tersebut menyebabkan perubahan sebagai berikut : jumlah CD4 perifer menurun, fungsi sel T yang tergagu terlihat in vivo (gagal memberikan respons terhadap antigen recall) dan uji invitro aktivasi poliklonal sel B menimbulkan hipergamaglobulinemia, antibody yang dapat menetralkan antigen gpl120 dan gp41 diproduksi tetapi tidak mencegah proses penyakit oleh karena kecepatan mutasi virus yang tinggi, sel Tc dapat mencegah infeksi (jarang) atau memperlambat progress. Protein envelop adalah produk yang menyandi gpl120, digunakan dalam usaha memproduksi antibody yang efektid dan produktif oleh pejamu.

5

Syafira Kusuma Wardhanie (1102012287) Skenario 4

LO.2.3. Epidemiologi

Kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan dari Bali pada bulan April tahun 1987. Penderitanya adalah seorang wisatawan Belanda yang meninggal di RSUP Sanglah akibat infeksi sekunder pada paru-parunya. Sampai dengan akhir tahun 1990, peningkatan kasus HIV/AIDS menjadi dua kali lipat (Muninjaya, 1998).

Sejak pertengahan tahun 1999 mulai terlihat peningkatan tajam akibat penggunaaan narkotika suntik. Fakta yang mengkhawatirkan adalah pengguna narkotika ini sebagian besar adalah remaja dan dewasa muda yang merupakan kelompok usia produktif. Pada akhir Maret 2005 tercatat 6789 kasus HIV/AIDS yang dilaporkan (Djauzi dan Djoerban, 2007). Berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes) pada periode Juli-September 2006 secara kumulatif tercatat pengidap HIV positif di Indonesia telah mencapai 4.617 orang dan AIDS 6.987 orang.

Sampai akhir Desember 2008, jumlah kasus sudah mencapai 16.110 kasus AIDS dan 6.554 kasus HIV. Sedangkan jumlah kematian akibat AIDS yang tercatat sudah mencapai 3.362 orang. Dari seluruh penderita AIDS tersebut, 12.061 penderita adalah laki-laki dengan penyebaran tertinggi melalui hubungan seks (Depkes RI, 2008).

Perkembangan epidemi HIV di Indonesia, termasuk yang tercepat di kawasan Asia, meskipun secara nasional angka prevalensinya masih termasuk rendah. Diperkirakan pada tahun 2006 prevalensi HIV sekitar 0,16% pada orang dewasa. Salah satu masalah dalam epidemiologi HIV di Indonesia adalah variasi antar wilayah, baik dalam hal jumlah kasus maupun factor-faktor yang mempengaruhi. Epidemic HIV di Indonesia berada pada kondisi epidemic terkonsentrasi dengan kecenderungan menjadi epidemic meluas pada beberapa provinsi.

Seperti diketahui, pasien HIV/AIDS adalah orang yang sangat rentan dengan berbagai penyakit termasuk TB. Dari data yang diketahui bahwa epidemik HIV menunjukan pengaruhnya terhadap peningkatan epidemic TB di seluruh dunia yang berakibat meningkatnya jumlah kasus TB di masyarakat.pandemi ini merupakan tantangan terbesar dalam pengendalian TB dan banyak bukti menunjukan bahwa pengendalian TB tidak akan berhasil dengan baik tanpa keberhasilan pengendalian HIV. Sebliknya TB merupakan infeksi oportunistik terbanyak dan penyebab utama kematian pada ODHA (Orang dengan HIV/AIDS).

Tiap tahun diperkirakan terjadi 239 kasus TB baru per 100.000 penduduk dengan perkiraan prevalensi HIV diantara pasien TB sebesar 0,8% secara nasional (WHO Report 2007). Sammpai saat ini belum ada angka nasional yang menunjukkan gambaran HIV di antara psien TB. Hasil studi tentang sero prevalensi yang dilaksanakan di Yogyakarta pada tahun 2006 menunjukan angka prevalensi HIV sebesar 2% diantara pasien TB. Sedangkan survey yang sama di propinsi Papua

6

Syafira Kusuma Wardhanie (1102012287) Skenario 4

menunjukan angka sebesar 15,4% Jawa Timur sebesar 1,8% dan di Bali sebesar 3,9%. Berdasarkan Laporan Triwulan, pengidap Inveksi HIV dan Kasus AIDS sampai dengan 31 Maret 2008 (Kemkes RI), infeksi oportunistik terbanyak dilaporkan adalah TB, yaitu sebesar 6367 kasus di antara 118.868 kasus AIDS.(Depkes RI, 2010)

LO.2.4. Transmisi

LO.2.5. Patogenesis

7

Syafira Kusuma Wardhanie (1102012287) Skenario 4

Virus biasanya masuk tubuh dengan menginfeksi sel Langerhans di mukosa rectum atau mukosa vagina yang kemudian bergerak dan bereplikasi di KGB setempat. Virus kemudian disebarkan melalui viremia yang di sertai dengan sindrom dini akut berupa panas, mialgia dan artralgia. Pejamu memberikan respons seperti terhadap infeksi virus pada umumnya. Virus menginfeksi sel CD4, makrofag dan sel dendritik dalam darah dan organ limfoid.

Antigen virus nukleokapsid, p24 dapat di temukan dalam darah selama fase ini. Fase ini kemudian di kontrol sel T CD8 dan antibody dalam sirkulasi terhadap p42 fan protein envelop gpl120 dab gp41. Efikasi sel Tc dalam mengkontrol virus telihat dari menurunnya kadar virus. Respons imun kemudian menghancurkan HIV dalam KGB yang merupakan reservoir utama HIV selama fase selanjutnya dan fase laten.

Dalam folikel limfoid, virus terkinsentrasi dalam bentuk kompleks imun yang diikat SD. Meskipun hanya kadar rendah virus diproduksi dalam fase laten, destruksi sel CD4 berjalan terus dalam kelenjar limfoid. Akhirnya jumlah sel CD4 dalam sirkulasi menurun. Hal itu dapat memerlukan beberapa tahun. Kemudian menyusul faseprogresif kronis dan penderita menjadi rentan terhadap berbagai infeksi oleh kuman nonpatogenik.

Setelah HIV masuk ke dalam sel dan terbentuk dsDNA, intergrasi DNA viral ke dalam genom sel pejamu membentuk provitus. Provirus tetap laten sampai kejadian dalam sel infeksi memcetuskan aktivasinya, yang mengakibatkan terbentuk dan pelepasan partikel virus. Walau CD4 beikatan dengan envelop glikoprotein HIV-1, diperlukan reseptor kedua supaya dapat masuk dan terjadi infeksi. Galur tropik sel T HIV-1 menggunakan koresepptor CXCR4, sedangkan galur tropik makrofag menggunakan CCR5.

LO.2.6. Manifestasi

Menurut KPA (2007) gejala klinis terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum terjadi):

Gejala Klinis

Gejala Mayor a. Berat badan menurun lebih dari 10%dalam 1 bulan

b. Diare kronis yang berlangsung lebihdari 1 bulan

c. Demam berkepanjangan lebih dari 1bulan

d. Penurunan kesadaran dan gangguanneurologis

e. Demensia/ HIV ensefalopatiGejala Minor a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan

8

Syafira Kusuma Wardhanie (1102012287) Skenario 4

b. Dermatitis generalisatac. Adanya herpes zoster multisegmental

dan herpes zoster berulangd. Kandidiasis orofaringeale. Herpes simpleks kronis progresiff. Limfadenopati generalisatag. Renitis virus Sitomegalo

Gejala klinis dari HIV/AIDS dibagi atas beberapa fase.

a. Fase awal Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening. Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat menularkan virus kepada orang lain.

b. Fase lanjutPenderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih. Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh, penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare, berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.

c. Fase akhirSelama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.

Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS pada umumnya ada 2 hal antara lain:a. Manifestadi tumor diantaranya;

1) Sarkoma kaposi ; kanker pada semua bagian kulit dan organ tubuh. Frekuensi kejadiannya 36-50% biasanya terjadi pada kelompok homoseksual, dan jarang terjadi pada heteroseksual serta jarang menjadi sebab kematian primer.

2) Limfoma ganas ; terjadi setelah sarkoma kaposi dan menyerang syaraf, dan bertahan kurang lebih 1 tahun.

b. Manifestasi Oportunistik diantaranya 1) Manifestasi pada Paru

a) Pneumonia Pneumocystis (PCP)Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS merupakan infeksi paru PCP dengan gejala sesak nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan demam.

9

Syafira Kusuma Wardhanie (1102012287) Skenario 4

b) Cytomegalo Virus (CMV)Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial pada paru-paru tetapi dapat menyebabkan pneumocystis. CMV merupakan penyebab kematian pada 30% penderita AIDS.

c) Mycobacterium Avilum Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium akhir dan sulit disembuhkan.

d) Mycobacterium TuberculosisBiasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi miliar dan cepat menyebar ke organ lain diluar paru.

2) Manifestasi pada GastroitestinalTidak ada nafsu makan, diare khronis, berat badan turun lebih 10% per bulan.3) Manifestasi NeurologisSekitar 10% kasus AIDS nenunjukkan manifestasi Neurologis, yang biasanya timbul pada fase akhir penyakit. Kelainan syaraf yang umum adalah ensefalitis, meningitis, demensia, mielopati dan neuropari perifer (Siregar, 2008).

LO.2.7. Pemeriksaan

Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang

Strategi IHanya dilakukan satu kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan reaktif, maka

dianggap sebagai kasus terinfeksi HIV dan bila hasil pemeriksaan nonreaktif dianggap tidak terinfeksi HIV. Reagensia yang dipakai untuk pemeriksaan pada strategi ini harus memiliki sensitivitas yang tinggi (>99%).

10

Syafira Kusuma Wardhanie (1102012287) Skenario 4

Strategi IIMenggunakan dua kali pemeriksaan jika serum pada pemeriksaan pertama

memberikan hasil reaktif. Jika pada pemeriksaan pertama hasilnya nonreaktif, maka dilaporkan hasilnya negatif. Pemeriksaan pertama menggunakan reagensia dengan sensitivitas tertinggi dan pada pemeriksaan kedua dipakai reagensia yang lebih spesifik serta berbeda jenis antigen atau tekniknya dari yang dipakai pada pemeriksaan pertama. Bila hasil pemeriksaan kedua juga reaktif, maka disimpulkan sebagai terinfeksi HIV. Namun jika hasil pemeriksaan yang kedua adalah nonreaktif, maka pemeriksaan harus diulang dengan kedua metode. Bila hasil tetap tidak sama, maka dilaporkan sebagai indeterminate. Strategi III

Menggunakan tiga kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan pertama, kedua, dan ketiga reaktif, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut memang terinfeksi HIV. Bila hasil pemeriksaan tidak sama, misalnya hasil tes pertama reaktif, tes kedua reaktif, dan tes ketiga nonreaktif, atau tes pertama reaktif, sementara tes kedua dan ketiga nonreaktif, maka keadaan ini disebut sebagai equivokal atau indeterminate bila pasien yang diperiksa memiliki riwayat pemaparan terhadap HIV atau berisiko tinggi tertular HIV. Sedangkan bila hasil seperti yang disebut sebelumnya terjadi pada orang tanpa riwayat pemaparan terhadap HIV atau tidak berisiko tertular HIV, maka hasil pemeriksaan dilaporkan sebagai nonreaktif. Perlu diperhatikan juga bahwa pada pemeriksaan ketiga dipakai reagensia yang berbeda asal antigen atau tekniknya, serta memiliki spesifisitas yang lebih tinggi.

Jika pemeriksaan penyaring menyatakan hasil yang reaktif, pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi untuk memastikan adanya infeksi oleh HIV, yang paling sering dipakai saat ini adalah teknik Western Blot (WB).

LO.2.8. Diagnosis banding

LO.2.9. Tatalaksana

Pengobatan

Pengobatan suportif Yaitu pengobatan untuk meningkatkan keadaan umum penderita. Pengobatan ini terdiri dari pemberian gizi yang baik, obat sintomatik, vitamin dan dukungan psikososial agar penderita dapat melakukan aktivitas seperti semula/seoptimal mungkin.

Pengobatan infeksi oportunistikYaitu pengobatan yang ditujukan untuk infeksi oportunistik dan dilakukan secara empiris.

Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretrovira (ARV)

TERAPI ANTIRETROVIRAL

11

Syafira Kusuma Wardhanie (1102012287) Skenario 4

Pengobatan ODHA dewasa dengan antiretroviral dibagi menjadi dua kelompok:

1. Regimen ARV Lini Pertamaa. Golongan Nucleoside RTI (NRTI):

Abacavir (ABC) 400 mg sekali sehari Didanosine (ddl) 250 mg sekali sehari (BB<60 kg) Lamivudine (3TC) 300 mg sekali sehari Stavudine (d4T) 40 mg setiap 12 jam Zidovudine (ZDV atau AZT) 300 mg setiap 12 jam

b. Nucleotide RTI Tenofovir (TDF) 300 mgsekali sehari (obat baru)

c. Non-nucleoside RTI (NNRTI) Efavirenz (EFV)600 mg sekali sehari Nevirapine (NPV) 200 mg sekali sehari selama 14 hari, selanjutnya

setelah 12 jamd. Protease Inhibitor (PI)

Indinavir/ritronavir (IDV/r) 800 mg/100 mg setiap 12 jam Lopinavir/ritonavir (LPV/r) 400 mg/100 mg setiap 12 jam Nelfinavir (NFV) 1250 mg setiap 12 jam Sequinavir/r (SQV/r) 1000 mg/100 mg setiap 12 jam Ritonavir (RTV, r) 100 mg

Pilihan pengobatan adalah kombinasi 2 NRTI + 1 NNRTI:

1. AZT + 3TC + NVP2. AZT + 3TC +EVP3. d4T + 3TC + NVP4. d4T +3TC + EFV

2. Regimen ARV Lini KeduaIni merupakan alternative pengobatan apabila yang pertama gagal:1. AZT atau d4T diganti dengan TDF atau ABC2. 3TC diganti dengan ddl3. NVP atau EFV diganti dengan LPV/r atau SQV/r

Obat ARV menjadi pilihan terapi karena:

ARV memperlambat progresivitas penyakit dan dapat memperpanjang daya tahan tubuh

Obat ini aman, mudah, dan tidak mahal. Angka transmisi dapat diturunkan sampai mendekati nol melalui identifikasi dini ibu hamil dengan HIV positif dan pengelolaan klinis yang agresif

12

Syafira Kusuma Wardhanie (1102012287) Skenario 4

Imunisasi belum memuaskan

Tujuan Terapi ARV

Menurunkan angka kematian dan angka perawatan di rumah sakit Menurunkan viral load Meningkatkan CD4 (pemulihan respons imun) Mengurangi resiko penularan Meningkatkan kualitas hidup

Kriteria untuk memberikan terapi antiretrovirus sebagai berikut :

Tes HIV secara sukarela disertai konseling yang mudah dijangkau untuk mendiagnosis HIV secara dini.

Tersedia dana yang cukup untuk membiayai Anti Retrovirus Terapi (ART) selama sedikitnya 1 tahun

Konseling bagi pasien dan pendamping untuk memberikan pengertian tentang ART, pentingnya kepatuhan pada terapi, efek samping yang mungkin terjadi, dll.

Konseling lanjutan untuk memberi dukungan psikososial dan mendorong kepatuhan serta untuk menghadapi masalah nutrisi yang dapat timbul akibat ART

Laboratorium untuk memantau efek samping obat termasuk Hb, tes fungsi hati, dll.

Kemampuan untuk mengenal dan menangani penyakit umum dan infeksi oportunistik akibat HIV

Tersedianya obat yang bermutu dengan jumlah yang cukup, termasuk obat untuk infeksi oportunistik dan penyakit yang berhubungan dengan HIV.

Tersedianya tim kesehatan termasuk dokter, perawat, konselor, pekerja sosial, dukungan sebaya. Tim ini seharusnya membantu pembentukan kelompok dukungan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dan pendampinya.

Adanya pelatihan, pendidikan berkelanjutan, pemantauan dan umpan balik tentang penatalaksanaan penyakit HIV yang efektif termasuk sistem untuk menyebar luaskan informasi dan pedoman baru.

Pencegahan

o Selalu menerapkan kewaspadaan mengenai seks aman (artinya :

hubungan seks yang tidak memungkinkan tercampurnya cairan kelamin, karena hal ini memungkinkan penularan HIV)

o Bila ibu hamil dalam keadaan HIV positif sebaiknya diberitahu tentang

semua resiko dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya sendiri dan bayinya, sehingga keputusan untuk menyusui bayi dengan ASI sendiri bisa dipertimbangkan.

13

Syafira Kusuma Wardhanie (1102012287) Skenario 4

o Abstinensi ( puasa, tidak melakukan hubungan seks)

o Melakukan prinsip monogami yaitu tidak berganti-ganti pasangan dan

saling setia kepada pasangannya o Untuk yang melakukan hubungan seksual yang mengandung risiko,

dianjurkan melakukan seks aman termasuk menggunakan kondom Ada dua hal yang perlu diperhatikan:

Semua alat yang menembus kulit dan darah (jarum suntik, jarum tato, atau pisau cukur) harus disterilisasi dengan benar

Jangan memakai jarum suntik atau alat yang menembus kulit bergantian dengan orang lain

LO.2.10. Komplikasi

Kebanyakan komplikasi HIV terjadi akibat dari surpresi sel T. Karena sel T yang diserang, kekebalan tubuh menuruh hingga dapat terjadi infeksi oportunistik. Komplikasi-komplikasi pada pasien yang terjangkit HIV menyebabkan AIDS. Obat anti-retroviral, yang dikenal sebagai Highly Active Anti-Retroviral Therapy (ART), sekarang tersedia untuk menghambat replikasi dari virus HIV. Obat-obat ini membantu untuk memperpanjang hidup, mengembalikan sistem kekebalan pasien hingga mendekati aktivitas normal dan mengurangi kemungkinan infeksi oportunistik. Kombinasi dari tiga atau lebih obat-obatan diberikan untuk mengurangi kemungkinan resistensi.

Komplikasi-komplikasi umum pada pasien HIV/AIDS akibat infeksi oportunistik:

Tuberkulosis (TB)Di negara-negara miskin, TB merupakan infeksi oportunistik yang paling umum yang terkait dengan HIV dan menjadi penyebab utama kematian di antara orang yang hidup dengan AIDS. Jutaan orang saat ini terinfeksi HIV dan TBC dan banyak ahli menganggap bahwa ini merupakan wabah dua penyakit kembar.

SalmonelosisKontak dengan infeksi bakteri ini terjadi dari makanan atau air yang telah terkontaminasi. Gejalanya termasuk diare berat, demam, menggigil, sakit perut dan, kadang-kadang, muntah. Meskipun orang terkena bakteri salmonella dapat menjadi sakit, salmonellosis jauh lebih umum ditemukan pada orang yang HIV-positif.

14

Syafira Kusuma Wardhanie (1102012287) Skenario 4

Cytomegalovirus (CMV)Virus ini adalah virus herpes yang umum ditularkan melalui cairan tubuh seperti air liur, darah, urine, semen, dan air susu ibu. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat menonaktifkan virus sehingga virus tetap berada dalam fase dorman (tertidur) di dalam tubuh. Jika sistem kekebalan tubuh melemah, virus menjadi aktif kembali dan dapat menyebabkan kerusakan pada mata, saluran pencernaan, paru-paru atau organ tubuh lainnya.

KandidiasisKandidiasis adalah infeksi umum yang terkait HIV. Hal ini menyebabkan peradangan dan timbulnya lapisan putih tebal pada selaput lendir, lidah, mulut, kerongkongan atau vagina. Anak-anak mungkin memiliki gejala parah terutama di mulut atau kerongkongan sehingga pasien merasa sakit saat makan.

Cryptococcal MeningitisMeningitis adalah peradangan pada selaput dan cairan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang (meninges). Cryptococcal meningitis infeksi sistem saraf pusat yang umum terkait dengan HIV. Disebabkan oleh jamur yang ada dalam tanah dan mungkin berkaitan dengan kotoran burung atau kelelawar.

ToxoplasmolisisInfeksi yang berpotensi mematikan ini disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Penularan parasit ini disebabkan terutama oleh kucing. Parasit berada dalam tinja kucing yang terinfeksi kemudian parasit dapat menyebar ke hewan lain.

KriptosporidiosisInfeksi ini disebabkan oleh parasit usus yang umum ditemukan pada hewan. Penularan kriptosporidiosis terjadi ketika menelan makanan atau air yang terkontaminasi. Parasit tumbuh dalam usus dan saluran empedu yang menyebabkan diare kronis pada orang dengan AIDS.

Kanker yang biasa terjadi pada pasien HIV/AIDS:

Sarkoma KaposiSarkoma Kaposi adalah suatu tumor pada dinding pembuluh darah. Meskipun jarang terjadi pada orang yang tidak terinfeksi HIV, hal ini menjadi biasa pada orang dengan HIV-positif. Sarkoma Kaposi biasanya muncul sebagai lesi merah muda, merah atau ungu pada kulit dan mulut. Pada orang dengan kulit lebih gelap, lesi mungkin terlihat hitam atau coklat gelap. Sarkoma Kaposi

15

Syafira Kusuma Wardhanie (1102012287) Skenario 4

juga dapat mempengaruhi organ-organ internal, termasuk saluran pencernaan dan paru-paru.

LimfomaKanker jenis ini berasal dari sel-sel darah putih. Limfoma biasanya berasal dari kelenjar getah bening. Tanda awal yang paling umum adalah rasa sakit dan pembengkakan kelenjar getah bening ketiak, leher atau selangkangan.

Komplikasi lainnya:

Wasting SyndromePengobatan agresif telah mengurangi jumlah kasus wasting syndrome, namun masih tetap mempengaruhi banyak orang dengan AIDS. Hal ini didefinisikan sebagai penurunan paling sedikit 10 persen dari berat badan dan sering disertai dengan diare, kelemahan kronis dan demam.

Komlikasi NeurologisWalaupun AIDS tidak muncul untuk menginfeksi sel-sel saraf, tetapi AIDS bisa menyebabkan gejala neurologis seperti kebingungan, lupa, depresi, kecemasan dan kesulitan berjalan. Salah satu komplikasi neurologis yang paling umum adalah demensia AIDS yang kompleks, yang menyebabkan perubahan perilaku dan fungsi mental berkurang.

LO.2.11. Prognosis

Tanpa pengobatan, waktu hidup bersih rata-rata setelah terinfeksi HIV diperkirakan 9 sampai 11 tahun, tergantung pada subtipe HIV, di daerah-daerah dimana banyak tersedia, pengembangan ARV sebagai terapi efektif untuk infeksi HIV dan AIDS mengurangi kematian tingkat dari penyakit dengan 80%, dan meningkatkan harapan hidup untuk orang yang terinfeksi HIV baru didiagnosis sekitar 20 tahun.

Tanpa terapi antiretroviral, kematian biasanya terjadi dalam waktu satu tahun. Laju perkembangan penyakit klinis sangat bervariasi antara individu dan telah terbukti dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kerentanan host dan fungsi kekebalan tubuh

LI.3. Memahami dan menjelaskan hukum & etika sebagai dokter dalam menangani HIV/AIDS

KODEKIPasal 8Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

16

Syafira Kusuma Wardhanie (1102012287) Skenario 4

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIENPasal 12Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 13Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

Kaidah Dasar Bioetik Prinsip Autonomy, menghormati hak-hak pasien, hak otonomi pasien. Melahirkan

informed consent Prinsip Beneficence, Tindakan untuk kebaikan pasien. Memilih lebih banyak

manfaatnya daripada buruknya. Prinsip Non-maleficence, Melarang tindakan yang memperburuk kedaan pasien.

Primum non nocere atau above all do no harm. Prinsip Justice, mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam

mendistribusikan sumber daya (distributiv justice)

UUD yang BerhubunganPasal 6Informasi yang diperoleh dari kegiatan konseling, tes HIV, pengobatan, perawatan dan kegiatan lainnya harus dijaga kerahasiaannya seperti yang berlaku bagi data rekam medis. Dalam kaitannya aspek hukum kerahasiaan pasien HIV AIDS , kode etik administrator perekammedis dan informasi kesehatan ( PORMIKI, 2006) adalah :

Selalu menyimpan dan menjaga data rekam medis serta informasi yang terkandung di dalamnya sesuai dengan ketentuan prosedur manajemen, ketetapan pimpinan institusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selalu menjunjung tinggi doktrin kerahasiaan dan hak atas informasi pasien yang terkait dengan identittas individu atau sosial. Administrator informasi kesehtan wajib mencegah terjadinya tindakan yang menyimpang dari kode etik profesi. Perbuatan / tindakan yang bertentangan dengan kode etik adalah menyebarluaskan informasiyang terkandung dalam laporan rekam medis HIV AIDS yang dapat merusak citra profesi rekam administrator informasi kesehatan. Disisi lain rumah sakit sebagai institusi tempatdilaksanakannya pelayanan medis, memiliki Kode Etik Rumah Sakit (Kodersi) dalam kaitannya manajemen informasi kesehatan :

Pasal 9Rumah sakit harus mengindahkan hak-hak asasi pasien

Pasal 10Rumah sakit harus memberikan penjelasan apa yang diderita pasien dan tindakan apa yang hendak dilakukan.

Tujuan dari rahasia kedokteran dalam kasus HIV AIDS, selain untuk kepentingan jabatan adalahuntuk menghindarkan pasien dari hal-hal yang merugikan karena terbongkarnya statuskesehatan. Menurut Declaration on the Rights of the Patients yang dikeluarkan oleh WMA memuat hak pasien terhadap kerahasiaan sebagai berikut:

17

Syafira Kusuma Wardhanie (1102012287) Skenario 4

Semua informasi yang teridentifikasi mengenai status kesehatan pasien, kondisi medis,diagnosis, prognosis, dan tindakan medis serta semua informasi lain yang sifatnya pribadi, harus dijaga kerahasiaannya, bahkan setelah kematian. Perkecualian untuk kerabat pasien mungkin mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang dapat memberitahukan mengenai resiko kesehatan mereka.

ETIKA MENGHADAPI ODHAMengingat HIV/AIDS sering diasosiasikan dengan seks, penggunaan narkoba

dan kematian, banyak orang yang tidak peduli, tidak menerima, dan takut terhadap penyakit ini di hampir seluruh lapisan masyarakat. Stigma sering kali menyebabkan terjadinya diskriminasi dan akan mendorong munculnya pelanggaran HAM bagi ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) dan keluarganya. (Kesrepro, 2007).

Diskriminasi terjadi ketika pandangan-pandangan negatif mendorong orang atau lembaga untuk memperlakukan seseorang secara tidak adil yang didasarkan pada prasangka mereka akan status HIV seseorang. Contoh-contoh diskriminasi meliputi para staf rumah sakit atau penjara yang menolak memberikan pelayanan kesehatan kepada ODHA; atasan yang memberhentikan pegawainya berdasarkan status atau prasangka akan status HIV mereka; atau keluarga/masyarakat yang menolak mereka yang hidup, atau dipercayai hidup, dengan HIV/AIDS. Tindakan diskriminasi semacam itu adalah sebuah bentuk pelanggaran hak asasi manusia (Kesrepro, 2007)

LI.4. Memahami dan menjelaskan pandangan islam tentang penyebab HIV/AIDS

Transmisi utama (media penularan yang utama) penyakit HIV/AIDS adalah seks bebas. Oleh karena itu pencegahannya harus dengan menghilangkan praktik seks bebas tersebut. Hal ini meliputi media-media yang merangsang (pornografi-pornoaksi), tempat-tempat prostitusi, club-club malam, tempat maksiat dan pelaku maksiat.

1. Islam telah mengharamkan laki-laki dan perempuan yang bukanmuhrim berkholwat (berduaan/pacaran).

Sabda Rasulullah Saw:‘Laa yakhluwanna rojulun bi imroatin Fa inna tsalisuha syaithan’artinya: “Jangan sekali-kali seorang lelaki dengan perempuan menyepi (bukan muhrim) karena sesungguhnya syaithan ada sebagai pihak ketiga”. (HR. Baihaqy)

2. Islam mengharamkan perzinahan dan segala yang terkait dengannya.Allah Swt berfirman:

18

Syafira Kusuma Wardhanie (1102012287) Skenario 4

“Janganlah kalian mendekati zina karena sesungguhnya zina itu perbuatan yang keji dan seburuk-buruknya jalan” (QS al Isra’[17]:32)

3. Islam mengharamkan perilaku seks menyimpang, antara lain homoseks (laki-laki dengan laki-laki) dan lesbian (perempuan dengan perempuan ).

Firman Allah Swt dalam surat al A’raf ayat 80-81 : “ Dan (kami juga telah mengutus) Luth ( kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: Mengapa kamu mengerjakan perbuatan kotor itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun manusia (didunia ini) sebelummu? Sesungghnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu ( kepada mereka ), bukan kepada wanita, Bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. ( TQS. Al A’raf : 80-81)

4. Islam melarang pria-wanita melakukan perbuatan-perbuatan yang membahayakan akhlak dan merusak masyarakat, termasuk pornografi dan pornoaksi.

Islam melarang seorang pria dan wanita melakukan kegiatan dan pekerjaan yang menonjolkan sensualitasnya. Rafi’ ibnu Rifa’a pernah bertutur demikian: ’ Nahaana Shallallaahu ’alaihi wassalim’an kasbi; ammato illa maa ’amilat biyadaiha. Wa qaala: Haa kadza bi’ashobi’ihi nakhwal khabzi wal ghazli wan naqsyi.’artinya: “Nabi Saw telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan oleh kedua tangannya. Beliau bersabda “Seperti inilah jari-jemarinya yang kasar sebagaimana halnya tukang roti, pemintal, atau pengukir.”

5. Islam mengharamkan khamr dan seluruh benda yang memabukkan serta mengharamkan narkoba.

Sabda Rasulullah Saw :“Kullu muskirin haraamun” artinya : “Setiap yang menghilangkan akal itu adalah haram (HR. Bukhori Muslim) “Laa dharaara wa la dhiraara” artinya : ”Tidak boleh menimpakan bahaya pada diri sendiri dan kepada orang lain.” (HR. Ibnu Majah). Narkoba termasuk sesuatu yang dapat menghilangkan akal dan menjadi pintu gerbang dari segala kemaksiatan termasuk seks bebas. Sementara seks bebas inilah media utama penyebab virus HIV/AIDS.

6. Amar ma’ruf nahi munkarYang wajib dilakukan oleh individu dan masyarakat.

7. Tugas Negara memberi sangsi tegas bagi pelaku mendekati zina. Pelaku zina muhshan (sudah menikah) dirajam, sedangkan pezina ghoiru

muhshan dicambuk 100 kali. Adapun pelaku homoseksual dihukum mati; dan penyalahgunaan narkoba dihukum cambuk. Para pegedar dan pabrik narkoba diberi sangsi tegas sampai dengan mati. Semua fasilitator seks bebas yaitu pemilik media porno, pelaku porno, distributor, pemilik tempat-tempat maksiat, germo, mucikari, backing baik oknum aparat atau bukan, semuanya diberi sangsi yang tegas dan dibubarkan.

19