sistem pengoperasian bank wakaf mikro (bwm)...
TRANSCRIPT
SISTEM PENGOPERASIAN BANK WAKAF MIKRO (BWM)
MENURUT UU NO. 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA
KEUANGAN MIKRO DAN UU NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG
WAKAF
(Studi Kasus BWM Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Ekonomi Syariah (S.H)
Oleh :
Winarti
11150490000024
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
iii
iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan untuk memenuhi gelar strata satu (S1) di Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 08 April 2019
Winarti
11150490000024
v
ABSTRAK
Winarti. NIM 11150490000024. SISTEM PENGOPERASIAN BANK WAKAF
MIKRO (BWM) MENURUT UNDANG–UNDANG NO. 1 TAHUN 2013
TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DAN UNDANG–UNDANG NO. 41
TAHUN 2004 TENTANG WAKAF. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
(Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidatullah
Jakarta, 1441 H/2019 M.
Studi ini bertujuan untuk menjelaskan kesesuaian operasional Bank Wakaf
Mikro (BWM) dari sisi UU No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro dan
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, BWM ini merupakan lembaga keuangan yang
memunculkan banyak perdebatan terhadap legalitas BWM yang secara operasional
tunduk dan patuh pada UU No. 01 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
dengan izin usaha Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Syariah yang dinilai menerapkan
model penghimpunan dana melalui wakaf sebagai permodalan dan konsep wakaf
dalam operasional BWM sebagai esensi permodalan dan penamaan lembaga, maka
BWM juga harus tunduk pada UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf
Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif dan Field Research
(lapangan) dengan melakukan wawancara kepada informan dengan menyesuaikan
sumber data sekunder dalam bentuk perundang – undangan.
Hasil penelitian menujukkan bahwa secara rasional BWM dari sisi UU No. 1
Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro dan UU No. 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf, BWM Tebuireng Mitra Sejahtera secara operasional lebih sesuai pada UU No.
1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro dan kedua regulasi tersebut tidak
saling bersinergi dalam praktik operasional BWM meskipun lembaga ini memiliki
esensi penamaan atau merek wakaf didalamnya.
Kata Kunci : Operasional, Bank Wakaf Mikro, Lembaga Keuangan Mikro,Wakaf
Pembimbing : Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, M.A.
Daftar Pustaka : 2000 s.d 2018
vi
ABSTRACK
Winarti. NIM 11150490000024. SISTEM PENGOPERASIAN BANK WAKAF
MIKRO (BWM) MENURUT UNDANG–UNDANG NO. 1 TAHUN 2013
TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DAN UNDANG–UNDANG NO. 41
TAHUN 2004 TENTANG WAKAF. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
(Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidatullah
Jakarta, 1441 H/2019 M.
This study aims to explain the operational suitability of the Micro Waqf Bank
(BWM) in terms of Law No. 1 of 2013 concerning Microfinance Institutions and Law
No. 41 of 2004 concerning Waqf, this BWM is a financial institution that raises a lot
of debate on the legality of BWM which is operationally submissive and obedient to
Law No. 01 of 2013 concerning Microfinance Institutions with business licenses of
Sharia Micro Finance Institutions (MFIs) which are considered to apply the model of
fund collection through waqf as capital and waqf concepts in BWM operations as the
essence of capital and institution naming, BWM must also comply with Law No. 41 of
2004 concerning endowments
This study uses normative juridical research and Field Research (field) by
conducting interviews with informants by adjusting secondary data sources in the form
of legislation.
The results of the study show that rationally BWM from the side of Law No. 1
of 2013 concerning Microfinance Institutions and Law No. 41 of 2004 concerning
Waqf, the BWM Tebuireng Mitra Sejahtera is operationally more appropriate in Law
No. 1 of 2013 concerning Microfinance Institutions and the two regulations do not
synergize in BWM operational practices even though this institution has the essence of
naming or waqf brands in it.
Keywords: Operations, Micro Waqf Banks, Microfinance Institutions, Endowments
Advisor : Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, M.A.
Bibliography : 2000 as of 2018
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Rabb semesta alam
Allah SWT yang telah memberikan nikmat tak terhitung hingga penulis mampu
menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam tak lupa tercurah pada junjungan
baginda Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan ajaran ilahi untuk
membawa manusia dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang dan lebih baik.
Skripsi yang berjudul “Sistem Operasional Bank Wakaf Mikro (BWM)
Menurut Undang – Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
dan Undang – Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf (Studi Kasus BWM
Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang).” Merupakan hasil karya penulis yang
diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta untuk mendapat gelas Sarjana Hukum (S.H)
Selama proses penulisan skripsi ini, tidak lerpas dari segala bantuan baik berupa
bimbingan maupun motivasi dari orang – orang sekitar. Pada kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya kepada :
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H.,M.H., M.A, selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. A. M. Hasan Ali, M.A, selaku Ketua Prodi Hukum Ekonomi Syariah dan Dr.
Abdurrauf, M.A selaku Sekretaris Prodi Hukum Ekonomi Syariah
3. Dr. Phil Asep Saepudin Jahar, M.A, selaku Pembimbing Skripsi yang telah
meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga kepada penulis dalam penyusunan
penelitian ini. Semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan dan keberkahan
kepada bapak. Amiin
4. Ir. M. Nadratuzzaman Hosen, M.Sc, M. Ec., Ph.D selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang selalu meluangkan waktu guna motivasi dan kelancaran Akademik
selama masa perkuliahan. Semoga Allah SWT selalu memberikan kesehatan dan
keberkahan kepada bapak. Amiin
viii
5. Segenap Bapak dan Ibu dosen dilingkungan Fakultas Syariah dan Hukum yang
telah memberiakn ilmu dan motivasi selama masa perkuliahan. Semoga Allah SWT
membalas kebaikan bapak dan ibu semua.
6. Manager dan Staff BWM Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang, terutama Bapak
Ahmad Dawam Anwar, Mas Hilmi, dan Mbak Ummu yang telah menerima penulis
untuk melakukan riset dan membantu memberikan data yang diperlukan guna
penyelesaian skripsi.
7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Sukardi (Alm.) dan Ibunda Rukianah yang
telah tulus mendidik, selalu mendokan yang terbaik, memberikan kasih sayang
yang tak mampu dituliskan dengan kata – kata dan dukungan serta motivasi dalam
penyelesaian skripsi ini. Semoga ayah bangga atas pencapaian ini dan selalu
mendoakan yang terbaik untuk ibunda. Semoga Allah SWT kelak memberikan
balasan berupa Surga Firdaus. Amin. Amin Ya Robbal ‘alamin.
8. Kepada kaka saya Zulianah, M.Pd, yang juga selalu memberikan dukungan dan
doa, semoga Allah SWT selalu memberikan kemudahan dalam setiap urusan dan
diberkahi Allah SWT.
9. Sahabat – Sahabat Duta Kesehatan Remaja Provinsi Jawa Timur, Ari Wahyu Aji
Pamungkas, Kevin Pratama Surya Mustafa Putra, Syahrinaldi Timur Erlangga,
Rizki Julian Permana, Vicky Afrilliano, Satrio Maheswara, Ahmad Fauzi yang
selalu memberi dukungan, kerja sama serta doa kalian. Semoga kalian tetap ada
untuk penulis dan semakin erat persaudaran kita.
10. Seluruh teman – teman Prodi Hukum Ekonomi Syariah Angkatan 2015, terima
kasih kalian telah memberikan warna tersendiri selama masa kuliah. Semoga
silaturahim kita tetap erat sampai kapanpun dan segala kenangan bersama kalian
tidak akan terlupakan.
11. Teman – teman KKN 155 “BERES” 2018, terima kasih pada kalian semua telah
berbagi kebersamaan.
12. Kepada Mbak Nila, Mas Amik, Kak Dita, Kaka Nur, Mbak Nihau terima kasih
selama di kosan selalu menjadi kakak terbaik untuk penulis.
ix
13. Seluruh pihak – pihak terkait lainnya yang telah membantu, menyemangati dan
menghibur selama penyelesaian skripsi ini.
Akhirnya penulis mengucapkan banyak – banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berperan dalam penyelesaian tugas akhir ini. Semoga kita selalu
berada lindungan dan keberkahan
Jakarta, 08 April 2019
Winarti
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................................... v
ABSTRACK ................................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identikasi Masalah ........................................................................................ 5
2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 6
3. Pembatasan Masalah..................................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat .......................................................................................... 6
D. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian ............................................................................................. 7
2. Pendekatan Penelitian ................................................................................... 8
3. Sumber Data ................................................................................................. 8
4. Teknik pengumpulan Data............................................................................ 8
xi
5. Teknik Analisis data ................................................................................... 10
6. Teknik Penulisan Data ................................................................................ 11
E. Tinjauan Kajian Terdahulu ............................................................................. 11
F. Sistematika penulisan ...................................................................................... 15
G. Kerangka pemikiran ........................................................................................ 17
BAB II LANDASAN TEORI
A. Lembaga Keuangan Mikro
1. Pengertian Lembaga Keuangan Mikro ....................................................... 18
2. Dasar Hukum Lembaga Keuangan Mikro .................................................. 19
3. Prinsip dan Karakteristik Lembaga Keuangan Mikro ............................... 21
4. Jenis – Jenis Lembaga Keuangan Mikro .................................................... 22
5. Peran Lembaga Keuangan Mikro ............................................................... 23
6. Sumber Permodalan Lembaga Keuangan Mikro........................................ 24
7. Model Lembaga Keuangan Mikro .............................................................. 26
B. Wakaf
1. Pengertian Wakaf ....................................................................................... 27
2. Dasar Hukum Wakaf .................................................................................. 29
3. Rukun dan Syarat Wakaf ............................................................................ 32
4. Manfaat dan Tujuan Wakaf ........................................................................ 35
5. Harta Benda Wakaf .................................................................................... 36
6. Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf Uang .......................................... 38
BAB III GAMBARAN BANK WAKAF MIKRO (BWM) TEBUIRENG MITRA
SEJAHTERA
A. Sejarah dan Perkembangan Bank Wakaf Mikro
1. Profil Singkat BWM Tebuireng Mitra Sejahtera ........................................ 46
2. Latar Belakang Kemunculan BWM Tebuireng Mitra Sejahtera ................ 47
3. Karakteristik BWM Tebuireng Mitra Sejahtera ......................................... 48
xii
B. Visi dan Misi ................................................................................................... 49
C. Struktur Organisasi ........................................................................................ 50
D. Produk – Produk Pembiayaan ......................................................................... 59
E. Bentuk Interaksi .............................................................................................. 61
F. Bentuk Pelaporan ............................................................................................ 62
BAB IV ANALISIS OPERASIONAL BWM TEBUIRENG MITRA
SEJAHTERA DARI SISI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DAN WAKAF
A. Penghimpunan Dana ....................................................................................... 67
B. Pengelolaan Dana ............................................................................................ 72
C. Laporan Rutin (Regular Report) ..................................................................... 79
D. Penyelesaian Non Performing Loan ............................................................... 81
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 85
B. Saran ................................................................................................................ 86
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 88
LAMPIRAN - LAMPIRAN
xiii
DAFTAR GAMBAR
Tabel 2.1 Bentuk Badan Hukum Beserta Permodalan .............................................. 24
Tabel 2.2 Skema Lembaga Keuangan Mikro ............................................................ 27
Tabel 2.3 Skema Pengelolaan Dana Wakaf Uang .................................................... 41
Tabel 3.1 Struktur Organisasi BWM ........................................................................ 50
Tabel 3.2 Alur Pembiayan Bank Wakaf Mikro Tebuireng Mitra Sejahtera ............. 59
Tabel 3.3 Skema Produk Qard .................................................................................. 61
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbedaan Wakaf Dari sisi jangka Waktu.................................................. 39
Tabel 3.1 Laporan Laba Rugi..................................................................................... 63
Tabel 3.2 Laporan Neraca .......................................................................................... 64
Tabel 4.1 Sumber Permodalan BWM Tebuireng Mitra Sejahtera ............................ 65
Tabel 4.2 Jumlah Nasabah BWM Tebuireng Mitra Sejahtera ................................... 74
Tabel 4.3 Simulasi Pembiayaan Qard pada BWM Tebuireng Mitra Sejahtera ......... 75
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Pencairan Deposito
Lampiran 2 Keputusan Menteri Koperasi Republik Indonesia
Lampiran 3 Pemberian Izin Usaha Oleh OJK
Lampiran 4 Jadwal Pra PWK dan PWK
Lampiran 5 Jadwal Halmi (Halaqoh Mingguan)
Lampiran 6 Surat Permohonan Wawancara dan Pengambilan Data
Lampiran 7 Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 8 Lampiran Wawancara
Lampiran 9 Dokumentasi Penelitian
Lampiran 10 Undang – Undang No. 01 Tahun 2013 tentang LKM
Lampiran 11 Undang – Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia kemiskinan dan ketimpangan menjadi salah satu permasalahan
ekonomi yang cukup pelik. Hal tersebut dibuktikan dengan data BPS ( Badan Pusat
Statistika) pada bulan Maret 2018 penduduk dengan pengeluaran per kapita per
bulan di bawah Garis Kemiskinan mencapai 25,95 juta jiwa atau 9,82 persen.1
Sektor keuangan menjadi salah satu sektor yang sangat penting dalam
meningkatkan perekonomian nasional dan perekonomian masyarakat. Sehingga
sampai saat ini pemerintah terus berupaya mencari jalan dengan membuat
terobosan-terobosan baru untuk mengurangi ketimpangan sosial dan kesenjangan,
serta mewujudkan pemerataan pembangunan di seluruh pelosok tanah air.
Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) bisa menjadi suatu solusi
alternatif bagi perekonomian bangsa Indonesia yang kebanyakan masyarakatnya
bergerak di bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Hal ini dikarenakan LKMS
lebih fleksibel dan bisa menjangkau masyarakat kecil dibandingkan dengan bank
yang hanya bisa menjangkau kalangan menengah ke atas.2 LKMS juga
diharapakan dapat menjadi solusi alternatif yang ampuh bagi masyarakat agar
dapat terhindar dari praktik riba yang banyak di terapkan oleh para rentenir di
sekitar lingkungan tempat tinggal. Cara ini diharapkan dapat menggantikannya
dengan prinsip muamalah sesuai dengan ajaran Islam dikarenakan LKMS memang
menjunjung tinggi asas-asas syariah.
1Berita Resmi Statistik No. 57/07/Th. XXI, 16 Juli 2018 2Aam S. Rusydiana, Irman Firmansyah, Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro
Syariah di Indonesia : Pendekatan Matriks EFAS IFES, Jurnal Ekonomi Islam Volume 9, Nomor 1,
November 2018
2
Berkaitan dengan hal tersebut Pemerintah bersama Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) dan Bank Indonesia (BI) membuat satu terobosan baru yang bertujuan untuk
mengurangi ketimpangan dalam akses permodalan terutama akses permodalan
untuk menjangkau usaha mikro, kecil, dan menengah yang selama ini belum
tersentuh secara luas dalam layanan kredit perbankan.3
Pada bulan Oktober 2017 pemerintah meresmikan satu program baru besutan
OJK bersama Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil
(PINBUK) tersebut yang dinamakan dengan Bank Wakaf Mikro (BWM) yang
tujuannya yaitu untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan ketimpangan yang ada
di Indonesia. Dan sampai saat ini program BWM mengalami perkembangan yang
cukup signifikan, begitu pun dengan OJK terus mendorong penyebaran BWM
diseluruh wilayah di Indonesia.4
Sejak diresmikan BWM oleh pemerintah sampai pada bulan Mei 2018 secara
keseluruhan ke-20 Bank Wakaf Mikro (BWM) tersebut mengalami peningkatan
pelayanan sebanyak 4.152 nasabah dengan total pinjaman lunak senilai Rp4,18
miliar dibandingkan dengan capaian pada akhir 2017, jumlah nasabah terlayani
bertambah 402,1% atau 3.325 nasabah dari sebelumnya hanya 827 nasabah.
Adapun dari sisi nilai pinjaman, angkanya bertambah 525,3% atau Rp3,52 miliar
dari sebelumnya hanya Rp658 juta.5
Peningkatan, perkembangan, dan ketertarikan masyarakat, berdirinya BWM
ini tak luput dari banyaknya perdebatan, hal tersebut dilihat dari legalitas BWM
yang secara operasional tunduk dan patuh pada Undang-Undang No. 01 Tahun
3Inovasi era jokowi bank wakaf atasi upaya ketimpangan sosial, shariah news.com/ 2017/01/25/
https://www.suara.com/news/2017/01/25/213418/inovasi-era-jokowi-bank-wakaf-upaya-atasi-
ketimpangan-sosial 4DSN belum keluarkan fatwa pedoman bank wakaf mikro , shariah
new.com/2018/08/08/https://sharianews.com/posts/azharuddin-lathif-dsn-belum-pernah-keluarkan-
fatwa-pedoman-bank-wakaf-mikro 5Prabowo, Anto, Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik Otoritas Jasa
Keuangan, pada acara Diskusi Press Tour Bank Wakaf Mikro di Yogyakarta (Sabtu, 05 Mei 2018)
3
2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro dengan izin usaha Lembaga Keuangan
Mikro (LKM) Syariah. Secara eksplisit BWM ini tidak diatur dalam Undang–
Undang tersebut akan tetapi harus BWM tunduk dan patuh pada aturan lembaga
keuangan mikro terutama pada aspek-aspek mekanisme pendirian, kegiatan usaha,
pertanggungjawaban, pengawasan dan banyak lainnya dengan merujuk pada
peraturan lainnya seperti POJK No. 62/POJK.05/2015 tentang Perubahan Atas
POJK No. 13/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan
Mikro.6
Hal tersebut juga disampaikan oleh Instruktur DSN–MUI dan Dewan
Pengawas Syariah untuk Bank Wakaf Mikro Ah. Azharuddin Lathif., M.H.M.Ag
pada wawancara bersama sharianews.com yang menyampaikan mengenai status
pendirian dan mekanisme BWM yang masih berpedoman pada peraturan OJK
tentang Lembaga Keuangan Mikro (LKM) syariah karena BWM merupakan
lembaga keuangan mikro syariah yang berbadan hukum koperasi jasa.7
Selain mengenai regulasi dan legalitas kelembagaan BWM, pendanaan dan
penamaan BWM juga memunculkan banyak spekulasi dari berbagai kalangan
yang dinilai menerapkan model penghimpunan dana melalui wakaf sebagai
permodalan. Karena BWM dinilai mampu berperan penting sebagai alternatif
pemanfaat wakaf berupa wakaf uang atau wakaf tunai. Jika praktek wakaf atau
konsep wakaf dikelola dalam BWM sebagai esensi permodalan pembiayaan dan
penamaan lembaga, maka BWM juga harus tunduk dan merujuk pada Undang–
6 Sutrisna, Kajian Yuridis Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Menurut Undang – Undang No. 1
Tahun 2013 Tentang Lembaga keuangan Mikro dan Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Menurut Undang
– Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, Jurnal Penelitian Fakultas Hukum Universitas
Slamet Riyadi Surakarta 2017 7DSN belum keluarkan fatwa pedoman bank wakaf mikro , shariah
new.com/2018/08/08/https://sharianews.com/posts/azharuddin-lathif-dsn-belum-pernah-keluarkan-
fatwa-pedoman-bank-wakaf-mikro
4
Undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf sebagai regulasi dalam pengelolaan
dan sistem operasionalnya dalam menggunakan dana wakaf tersebut.8
Penerapan wakaf sendiri bukan merupakan hal baru dalam dunia Lembaga
Keuangan Syariah (LKS) baik secara penghimpunan maupun pembiayaan, karena
dalam LKS wakaf merupakan salah satu produk yang penting. Wakaf uang
memiliki potensi yang sangat besar di Indonesia bila dikalkulasi berdasarkan
populasi muslim yang mecapai 87,2 persen atau sekitar 207. 176.162 orang.9
Badan Wakaf Indonesia (BWI), menyatakan potensi wakaf tanah saja di atas
Rp 370 triliun, sementara wakaf tunai Rp 180 triliun. Ini belum termasuk
menghitung potensi wakaf tanah yang masih belum muncul, yang bisa mencapai
Rp 2.000 triliun.10
Seperti kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada saat meresmikan salah satu
BWM di Provinsi Jawa Timur, bahwa Wakaf saat ini mampu berevolusi dari
aktivitas sosial, keagamaan, menjadi kegiatan ekonomi seperti membangun jalan,
jembatan, menggarap lahan pertanian, perkebunan, hingga perdagangan. Bahkan
dari wakaf banyak potensi besar yang bisa digali. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
dan Bank Indonesia (BI) kini mulai menjadikan wakaf atau dalam bahasa sehari-
hari berupa pemberian harta (tanah maupun uang) untuk diambil manfaatnya bagi
kepentingan umat sebagai program prioritas pembangunan ekonomi. Wakaf
produktif menjadi menu utama Pemerintah Jokowi dalam mengangkat derajat
masyarakat miskin menjadi lebih baik, mereka yang tidak punya menjadi
8 Ani Faujiah, Bank Wakaf Mikro dan Pengaruhnya Terhadap Inklusi Keuangan Pelaku Usaha
Kecil dan Mikro (UKM), 2nd Annual Conference From Muslim Scholars, 2018 9Yudhi Rachman, Arah Bank Wakaf Mikro, Faculty Member Lembaga Pengembangan
Perbankan Indonesia (LPPI) ,Mahaka Group, Republika Edisi 7 Desember 2018, h. 4 10“Direktur Utama Inisiatif Wakaf, Romdlon Hidayat, mengatakan, wakaf merupakan bagian
dari syariat Islam yang sangat dianjurkan, dalam keterangan persnya yang diterima SINDOnews/Selasa
(9/1/2018)”. Dalam https://nasional.sindonews.com/read/1272072/15/potensi-aset-wakaf-di-indonesia-
capairp2000-triliun-1515446944
5
produktif, dan perekonomian bergerak dari bawah. Bank wakaf pun dibentuk OJK,
sementara BI membangun Waqaf Core Principles bersama BWI.11
Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti bermaksud untuk melakukan
penelitian yang menjadi perbincangan menarik untuk dibahas mengenai
keberadaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah Bank Wakaf Mikro dengan
mengkaji sistem pengoperasian atau pengelolahan Bank Wakaf Mikro menurut
Undang–Undang Nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro dan
Undang–Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf Oleh karena itu penulis
mencoba meneliti dengan judul “Sistem Pengoperasian Bank Wakaf Mikro
(BWM) Menurut Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga
Keuangan Mikro dan Undang – Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf ( Studi Kasus BWM Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang)”.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Bank Wakaf Mikro merupakan Lembaga Keuangan Mikro yang lahir guna
mengembangankan pemberdayaan usaha kecil yang berada dilingkungan
pesantren yang menitik beratkan pada sisi menyebarluaskan ekonomi syariah
dengan meninggalkan riba dan berorientasi pada ekonomi kerakyatan.
Dalam mendirikan Bank Wakaf Mikro perlu adanya regulasi sebagai legalitas
dan standarisasi dalam menjalankan kegiatan lembaga BWM tersebut.
Berdasarkan latar belakang diatas perlu adanya identifikasi masalah terkait
dengan penelitian ini, permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut :
a. Bagaimana skema model bisnis dan sumber pendanaan Bank Wakaf Mikro ?
11Presiden Joko Widodo meresmikan bank wakaf mikro di Pesantren Assalafi Al Fithrah
Surabaya,CNNIndonesia.com/2018/03/10/https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180310064906-
78-281918/ojk-beri-izin-usaha-20bank-wakaf-mikro
6
b. Bagaimana kesesuaian sistem pengoperasian Bank Wakaf Mikro menurut
Undang–Undang nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro ?
c. Bagaimana kesesuaian sistem pengoperasian Bank Wakaf Mikro menurut
Undang–Undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf ?
d. Bagaimana pertanggungjawaban penggunaan dana bila bank wakaf mikro
dibubarkan ?
e. Bagaimana konsep wakaf dalam operasional Bank Wakaf Mikro Tebuireng
Mitra Sejahtera?
2. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan yang di kaji menjadi fokus dan terarah dan
mempermudah agar permasalahan tidak melebar dalam penulisan ini
membahas mengenai Mekanisme Bank Wakaf Mikro dalam menjalankan
operasional dikaji dari sisi Undang –Undang No. 1 Tahun Tentang Lembaga
Keuangan Mikro dan Undang-Undang No. 41 tahun 2004 Tentang Wakaf
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan ruang lingkup penelitian yang telah ditetapkan tersebut,
maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
Bagaimana sistem pengoperasian BWM Tebuireng Mitra Sejahtera dari
sisi Undang–Undang Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro
dan Undang–Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan uraian diatas penelitian ini ditunjukkan untuk mendapatkan
data dan informasi atau keterangan guna :
7
a. Mengetahui kesesuaian sistem pengoperasian BWM Tebuireng Mitra
Sejahtera dari sisi Undang–Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang lembaga
keuangan mikro
b. Mengetahui kesesuaian sistem pengoperasian BWM Tebuireng Mitra
Sejahtera menurut Undang–Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf
2. Manfaat Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus kajian penelitan ini dapat
manfaat sebagai berikut :
a. Secara Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapan memberikan
sumbangan pemikiran ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan
dibidang hukum pada umumnya dan hukum islam, serta memberikan
pemikiran ilmiah terkait sistem pengoperasian BWM
b. Secara Praktis
1) Dengan adanya penelitian ini bisa menjadi referensi kepustakaan bagi
lembaga yang berkaitan dengan BWM yaitu Pemerintah Otoritas Jasa
Keuangan
2) Dapat memberikan gagasan serta masukan mengenai regulasi BWM
yang ada dalam hal pengembangan BWM secara komprehensif
3) Memberikan pengetahuan serta informasi kepada masyarakat tentang
lembaga BWM serta penyampaian kritik yang bisa dijadikan referensi.
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif empiris.
Cakupan penelitian ini meliputi penelitian terhadap asas-asas hukum baik
hukum konvensional maupun hukum syariah, sistematika hukum dan
8
sinkronisasi hukum yang secara keseluruhannya tergabung dalam suatu
pendekatan konseptual penelitian.12
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif, yaitu tatacara penelitian yang menghasilkan data deskriptif, yaitu
informasi yang dinyatakan oleh informan secara tertulis atau lisan, dan
perilaku nyata.13
Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif deskriptif , Dalam hal ini
analisis data menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif proses
pengorganisasian dan mengurutkan data kedalam kelompok, kategori, dan
kesatuan. Pengelolaan data ini dilakukan terus-menerus selama pengumpulan
data berlangsung maupun setelah data terkumpul. Sehingga mampu
mengungkap fakta, keadaan, fenomena, dan keadaan yang terjadi saat
penelitian berjalan dan menemukan penemuan yang tidak dapat dicapai
dengan menggunakan prosedur statistik dengan cara kuantifikasi lainnya.
3. Sumber Data
Dalam penelitian ini menggunakan dua macam bahan hukum yang
digunakan sebagai berikut:
a) Data Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif berupa peraturan perundang-undangan. Peraturan
perundang–undangan yang digunakan adalah peraturan perundang-
undangan yang memiliki kaitan dengan penelitian yang dilakukan.14
12 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Pertama, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2005), Cet. 3, h. 35. 13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 2015), Cet. Ketiga,
h.32. 14 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Pertama (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2005), Cet.3, h. 141
9
1) Wawancara Data BWM Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang.
2) Undang-Undang Nomor 01 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan
Mikro.
3) Undang–Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
4) POJK Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro.
5) POJK Nomor 61/POJK.05/ 2015 tentang Perubahan Atas POJK
Nomor POJK Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro.
6) POJK Nomor 62 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas POJK Nomor
13 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keungan
Mikro.
7) POJK Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Lembaga Keuangan Mikro.
8) Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 4 Tahun 2009
tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang.
9) Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 01 Tahun 2009 tentang
Pedoman Pengelolahan dan pengembangan Harta Benda Wakaf
Bergerak Berupa Uang.
10) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan
Undang–Undang No. 41 Tahun 2004.
11) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan
Undang–Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
12) Undang-Undang Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian.
b) Data Sekunder
Bahan hukum sekunder biasanya berupa pendapat hukum / doktrin/
teori-teori yang diperoleh dari literatur hukum, hasil penelitian, artikel
10
ilmiah, maupun website yang terkait dengan penelitian. Bahan hukum
sekunder pada dasarnya digunakan untuk memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer. Dengan adanya bahan hukum sekunder
maka peneliti akan terbantu untuk memahami/menganalisis bahan
hukum primer.
Termasuk pula dalam bahan hukum sekunder adalah wawancara
dengan narasumber. Pada penelitian hukum normatif, wawancara
dengan narasumber dapat dilakukan dan digunakan sebagai salah satu
data sekunder yang termasuk sebagai bahan hukum sekunder. Hal
tersebut karena wawancara dengan narasumber digunakan sebagai
pendukung untuk memperjelas bahan hukum primer. Dalam penelitian
ini melakukan wawancara ini dilakukan dengan in depth interview
terhadap Lembaga BWM, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Wakaf
Indonesia, dan Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS).
4. Teknik pengumpulan Data
a. Library Research, yaitu suatu metode dengan mengkaji data-data yang
diperoleh dari buku-buku, bahan-bahan presentasi, artikel, brosur dan
bahan bacaan lainnya yang berkaitan dengan pembahasan skripsi ini.
b. Field Research (lapangan) dengan wawancara, yaitu teknis dalam upaya
menghimpun data yang akurat untuk keperluan melakukan proses
pemecahan masalah tertentu sesuai dengan data. Teknik yang digunakan
adalah berupa interview bebas terpimpin yaitu penulis mengajukan
beberapa pertanyaan yang telah dipersiapkan, kemudian langsung dijawab
oleh informan dengan bebas terbuka. Dalam hal ini penulis memberikan
pertanyaan kepada narasumber dari masing-masing pihak yang
bersangkutan.15
15 Irwan Soeharto, Metode Penelitian Sosial ,(Bandung : PT Raja Grafindo, 2004) , cet.6, h.72
11
c. Studi Dokumentasi, yaitu dilakukan dengan mengumpulkan data
berdasarkan pada laporan keterangan BWM dan keterangan wawancara
lainnya yang terkait dengan masalah penelitian.
5. Teknik Analisis Data
Metode dalam menganalisa bahan hukum tersebut adalah deskriptif
kualitatif, yaitu bahan hukum yang diperoleh dari penelitian dan diolah secara
kualitatif dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Bahan hukum yang diperoleh dari penelitian diklasifikasi sesuai dengan
permasalahan yang terdapat dalam penelitian.
b. Hasil klasifikasi bahan kemudian selanjutnya akan di sistemasikan
c. Bahan hukum yang telah disistemasikan kemudian dianalisis untuk
dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan kesimpulan.
6. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dan pedoman yang digunakan dalam penulisan ini
adalah buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta 2017.16
E. Tinjauan Kajian Terdahulu
Bank Wakaf Mikro dan Pengaruhnya Terhadap Inklusi Keuangan
Pelaku Usaha Kecil dan Mikro (UKM), jurnal ini di tulis oleh Ani Faujiah tahun
2018 dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menarik
kesimpulan pentinganya pengembangan wakaf di Indonesia melalui lembaga
wakaf yang dinilai mampu menggerakkan perekonomian masyarakat dengan
menggunakan wakaf uang yang telah di atur dalam Undang–Undang No. 41 Tahun
2004 tentang Wakaf.
16 Fakultas Syariah dan Hukum, “Pedoman Penulisan Skripsi”, 2017.
12
Penelitian ini membahas mengenai lembaga baru yang dicetus oleh OJK untuk
masyarakat miskin di lingkungan pesantren untuk merintis usaha mikro dan dilihat
peran lembaga ini dalam pengelolahan wakaf uang inklusi keuangan UKM
ditingkat pesantren. Penelitian ini berebda dengan penelitian yang akan dikaji
meskipun memiliki objek yang sama yaitu BWM, perbedaan terletak pada metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengkaji pada sisi yuridis
dalam sistem pengoperasian BWM.17
Analisis Pengelolahan Wakaf Uang pada Koperasi Jasa Keuangan
Syariah (Pendekatan Analytical Network Process), jurnal ditulis oleh Arie Haura,
Lukan M Bagal, dan Hendri Tanjung tahun 2016 dengan metode analisis proses
kerja yang membagi faktor internal dan eksternal dalam mengkaji pengelolahah
wakaf uang di lembaga yang berbadan hukum koperasi jasa yang terdiri dari tiga
pihak yaitu kementrian koperasi dan UKM, BWI, dan KJKS yang berperan
sebagai nazhir.
Dalam penelitian mengkaji lembaga berbadan hukum koperasi jasa dalam
mengelolah dana wakaf tunai sebagai permodalan dengan menggunakan analisis
internal dan sisi eksternal namun lebih memprioritaskan elemen masyarakat dan
prinsip syariah. Berdasarakan penjelasan tersebut penelitian yang akan dikaji
memiliki objek yang sama yang terletak pada lembaga berbadan hukum koperasi
jasa dengan perbedaan pada analisis yang digunakan. Penelitian ini melihat dari
sisi regulasi yang ada dalam pengelolahan sistem permodalan lembaga.18
Pengembangan Produk – Produk Lembaga Keuangan Mikro Syariah,
jurnal yang ditulis oleh Meuthiya Athifa Arifin tahun 2014 dengan metode
penelitian kualitatif dengan kesimpulan LKMS memiliki prinsip syariah yang
17Ani Faujiah, Bank Wakaf Mikro dan Pengaruhnya Terhadap Inklusi Keuangan Pelaku Usaha
Kecil dan Mikro (UKM), 2nd Annual Conference From Muslim Scholars, 2018 18Arie Haura, Lukan M Bagal, dan Hendri Tanjung, Analisis Pengelolahan Wakaf Uang pada
Koperasi Jasa Keuangan Syariah (Pendekatan Analytical Network Process), Institut Pertanian Bogor,
Jurnal Al – Muzara’ah Vol. 6 No. 1, 2016
13
terdiri produk atau kegiatan usaha himpunan dan penyaluran dana. Dimana
produk–produk LKMS sudah memenuhi syarat sebagai produk yang digunakan
masyarakat Indonesia dan sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia dan kelayakan produk serta operasional yang telah diatur oleh
Otoritas Jasa Keuangan.
Dalam penelitian ini sedikit menyinggung mengenai BMT sebagai lembaga
keuangan mikro yang diteliti dalam pandangan fatwa DSN-MUI sehingga secara
jelas penelitian ini berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan baik secara
objek maupun lembaganya namun sedikit persamaan dari pembahasan ini terletak
pada operasional yang tela diatur ole OJK.19
Lembaga Keuangan Mikro Syariah : Eksistensi dan Aksebilitasnya Bagi
Pembiayaan Usaha Tani di Sumatera Barat ( Studi Kasus : Koperasi Jasa
Keuangan Syariah (KJKS) Baitul Maal Wal Tamwil (BMT), merupakan jurnal
agribisnis Indonesia dengan penulis Widya Fitrianitahun tahun 2016 yang meneliti
mengenai Eksistensi Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) dengan mengambil
data dari para petani yang sudah mendapat pembiayaan dari KJKS tersebut yang
menyimpulkan bahwasannya KJKS BMT banyak diminati dan mendapat
tanggapan positif dari masyarakat, begitu pula dengan aksesibilitas dan realisasi
atau praktek pembiayaan dalam KJKS BMT usaha tani ini secara keseluruhan
sesuai dengan indikator dan menunjukan hasil yang baik.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan
data primer melalukan kuisioner. Penelitian ini sedikit menyinggung mengenai
Koperasi jasa keuangan syariah (KJKS) yang sekarang sudah diubah menjadi
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) mengenai
19Athifa Arifin Meuthiya, pengembangan Produk – Produk Lembaga Syariah, Jurnal
Equilibrum, Vol. 2, No, 1, Juni 2014
14
BMT sedangkan penelitian yang akan dilakukan mengenai Kegiatan Usaha
Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) pada BWM.20
Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia, jurnal karya I Gede Kajeng
Baskara tahun 2013 yang meneliti mengenai LKM di Indonesia yang dirasa kuat
akan berdampak pada nilai positif untuk usaha mikro kecil di Indonesia ditambah
dengan adanya penguatan legalitas peraturan perundang - undangan tenag LKM
menjadi payung hukum yang komprehensif dan membuat semakin kuat dan
berkembang dengan keberadaan lembaga ini.
Dalam penelitian ini juga membahas mengenai LKM yang ada di Indonesia
saat ini. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan dan dalam
penelitian ini belum menyebutkan adanya lembaga BWM dalam jenis lembaga
LKM di Indonesia dan hanya sedikit menyinggung mengenai lembaga BMT.21
Stategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus
pada BMT Tawfin Jakarta), merupakan jurnal karya Ahmad Sapudin,
Mukhamad Najib, dan Setiadi Djohar tahun 2017, yang meneliti mengenai
pengembangan LKMS pada BMT Tawfin di Jakarta yang menjelaskan pada
kinerja BMT dalam berbagai penilaian mulai dari pengawasan sampai dengan
standar operasional dan yang lainnya dengan menggunakan metode penelitian
kuantitatif.
Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian yang yang akan di kaji
karena objek dalam penelitian ini adalah BWM sedangkan dalam penelitian
20Fitriani Widya, Lembaga Keuangan Mikro Syariah : Eksistensi dan Aksebilitasnya Bagi
Pembiayaan Usaha Tani di Sumatera Barat ( Studi Kasus : Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS)
Baitul Maal Wal Tamwil (BMT), Jurnal Agribisni Indonesia , Universitas Andalas, Vol. 4 No. 2,
Desember 2016 21I Gede Kajeng Baskara, Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia, Jurnal Buletin Studi
Ekonomi, Universitas Udayana, Vol. 18 No. 2 , Agustus 2013
15
tersebut adalah BMT namun secara aspek beberapa memiliki kesamaan aspek
yang akan diteliti yakni aspek pengelolahan , pengawasan, dan sebagainnya.22
Kajian Yuridis Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Menurut Undang -
Undang No.1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro dan Baitul
Maal Wat Tamwil Menurut Undang - Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
Koperasi Indonesia, merupakan penelitian dalam bentuk skripsi yang ditulis oleh
Sutrisno tahun 2017 dengan metode penelitian deskriptif kualitatif yang membahas
analisa yuridis BMT berdasarkan Undang - Undang yang telah diatur baik
mengenai badan hukum maupun operasional pada BMT ini yang merupakan
lembaga berbadan hukum koperasi serta pembahasan kesesuaian pengelolahan
BMT di Indonesia.
Dalam penelitian ini objek yang diteliti merupakan operasional BMT terhadap
Undang–Undang Koperasi dan Undang–Undang Lembaga keuangan Mikro
mengenai kesesuian pengelolahan atau operasional BMT secara regulasi dan yang
menjadi pembeda pada penelitian yang akan dikaji terletak pada objek yang akan
diteliti. 23
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini dibagi menjadi 5 bab, secara keseluruhan kelima bab tersebut
merupakan satu rangkaian pembahasan yang salin terintegrasi dan saling
berkaitan. Dengan demikian sistematika penyusunan sebagai berikut :
22Saepudin Ahmad, Mukhamad Najib, Setiadi Djohar, Stategi Pengembangan Lembaga
Keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus pada BMT Tawfin Jakarta), Jurnal al - Muzara’ah, Vol. 5 No. 1
2017 23Sutrisna, Kajian Yuridis Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Menurut Undang - Undang No.1
Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro dan Baitul Maal Wat Tamwil Menurut Undang - Undang
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi Indonesia, Jurnal Penelitian Skripsi, Universitas Slamet Riyadi,
2017
16
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini memuat latar belakang penelitian, identifikasi
masalah, ruang lingkup masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan temuan berdasarkan tinjuaan kepustakaan
tentang definisi, prinsip dan karakteristik, regulasi, sumber permodalan,
dan skema lembaga keuangan mikro syariah, dan konsep perwakafan
dengan mengkaji unsur–unsur wakaf, pengelolahan dan pengembangan
BAB III GAMBARAN UMUM BANK WAKAF MIKRO (BWM)
Dalam bab ini menjelaskan tentang sejarah singkat dan
perkembangan BWM Tebuireng Mitra Sejahtera yang terdiri dari profil
singkat, latar belakang dan perkembangan BWM, visi dan misi, struktur
organisasi, produk pembiayaan BWM Tebuireng Mitra Sejahtera,
bentuk interaksi, dan laporan rutin (regular report).
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan BWM menurut Undang – Undang Nomor 1
Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro dan menurut Undang –
Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dalam sistem
pengoperasian penghimpunan dana, pengelolaan dana, laporan rutin,
dan penyeleseian sengketa Non Performing Loan.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
17
G. Kerangka Pemikiran
Sistem Pengoperasian Bank Wakaf Mikro
BWM Tebuireng Mitra Sejahtera
( Undang – Undang No. 01 Tahun 2013 tentang LKM
Dan
Undang – Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Implementasi dari sistem
pengoperasian Bank Wakaf
Mikro:
- Sesuai
- Tidak Sesuai
Implementasi dari sistem
pengoperasian Bank Wakaf
Mikro:
- Sesuai
- Tidak Sesuai
PENGUMPULAN DATA
Wawancara dan data
kepustakaan
Analisis Data Primer dan
Sekunder
1. Wawancara BWM
Tebuireng Mitra Sejahtera
Jombang
2. Undang - Undang No. 01
Tahun 2013 tentang LKM
3. Undang – Undang No. 41
Tahun 2004 tentang Wakaf
4. POJK Nomor
12/POJK.05/2014
5. POJK Nomor 61/POJK.05/
2015
6. PBWI No. 01 Tahun 2009
Analisis dan Pembahasan
1. Pengumpulan Dana
2. Pengelolahan Dana
3. Laporan Rutin (Regular
Report)
4. Penyelesaian Non
Performing Loan
Simpulan
dan Saran
18
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Lembaga Keuangan Mikro
1. Pengertian Lembaga Keuangan Mikro
Dalam kutipan Andri Soemitra, Lembaga keuangan mikro merupakan
lembaga yang berperan penting dalam mengangkat tingkat perekonomian
masyarakat kecil.1
Menurut Undang–Undang No.1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan
Mikro, Lembaga Keuangan Mikro adalah lembaga keuangan yang khusus
didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan
masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro
kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian
jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari
keuntungan.2
Sedangkan yang dimaksud Lembaga keuangan mikro syariah adalah
kegiatan usaha LKM berupa penyaluran pinjaman atau pembiayaan dan
pengelolaan simpanan berdasarkan prinsip syariah dan wajib dilaksanakan
sesuai dengan fatwa syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional,
Majelis Ulama Indonesia.3
Berdasarkan beberapa definisi dapat disimpulkan, bahwa lembaga
keuangan mikro adalah lembaga yang didirikan dengan meiliki kegiatan usaha
berupa pembiayaan berdasarakan prinsip konvensional maupun syariah (wajib
1Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta : Kencana 2017, Edisi Kedua,
cet.7, h. 469. 2Pasal 1 ayat (1) Undang–Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. 3Bab IV Pasal 12 Undang–Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.
19
berprinsip syariah dan sesuai fatwa DSN MUI apabila menggunakan prinsip
syariah).
2. Dasar Hukum Lembaga Keuangan Mikro
Dasar hukum LKM adalah UU LKM, peraturan pemerintah, dan peraturan
OJK. Undang-undang yang melatarbelakangi lembaga keuangan mikro adalah:
a. Pasal 16 Ayat (1) UU No 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan jo. UU No 10
Tahun 1998, yang berbunyi “Setiap pihak yang melakukan kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih
dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan
Rakyat dari pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan
menghimpun dana dari masyarakat diatur dengan Undang-undang
tersendiri.”
b. Pasal 58 UU No 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan jo. UU No 10 Tahun
1998, yang berbunyi “Lembaga Dana Kredit Pedesaan (Bank Desa,
Lumbung Desa), Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari,
dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu) diberikan
status sebagai Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan Undang-undang ini
dengan memenuhi persyaratan tata cara yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.”
c. Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1992 tentang BPR yang
berbunyi “Lembaga-lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 yang
belum memperoleh izin usaha sebagai BPR wajib mengajukan izin usaha
selambat-lambatnya tanggal 30 Oktober 1997.”4
d. Dalam rangka memberikan landasan hukum yang kuat atas beroperasinya
LKM yang belum berbadan hukum, pada tanggal 8 Januari 2013 telah
4I Gede Kajeng Baskara, Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Udayana, 2013, Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Vol. 18. No.2, h. 4
20
diundangkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro. Dan beberapa regulasi yang menjadi dasar hukum :
1) Peraturan Pemerintah Nomor 89 Tahun 2014 tentang Suku Bunga
Pinjaman Atau Imbal Hasil Pembiayaan dan Luas Cakupan Wilayah
Usaha Lembaga Keuangan Mikro.
2) Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK), SEOJK Nomor
29/SEOJK.05/2015 tentang Laporan Keuangan Lembaga Keuangan
Mikro.
3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK):
a) POJK Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro.
b) POJK Nomor 13/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha
Lembaga Keuangan Mikro.
c) POJK Nomor 14/POJK.05/2014 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Lembaga Keuangan Mikro.
d) POJK Nomor 61/POJK.05/2015 tentang Perubahan atas Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perizinan
Usaha dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro.
e) POJK Nomor 62/POJK.05/2015 tentang Perubahan atas Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/POJK.05/2014 tentang
Penyelenggaraan Usaha Lembaga Keuangan Mikro.5
e. Lembaga keuangan mikro tidak bisa menjalankan usaha bila tidak memiliki
legalitas, adapun yang menjadi badan hukum lembaga keuangan mikro :
5https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/Pages/Lembaga-Keuangan-Micro.aspx
21
1) Badan Hukum Koperasi dengan berpedoman pada Undang–Undang
Nomor Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
2) Badan Hukum PT dengan berpedoman pada Undang–Undang Nomor
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.6
3. Prinsip dan Karakteristik Lembaga Keuangan Mikro
Suatu lembaga memiliki sebuah prinsip dan karateristik untuk bisa
menjalankan kegiatan usaha, LKM memiliki dua prinsip yaitu :
a. Lembaga Keuangan Mikro Syariah, yaitu Lembaga keuangan mikro yang
berpedoman pada aturan syarian dan merujuk pada aturan POJK tentang
lembaga keuangan mikro syraiah dan fatwa DSN MUI dalam menjalankan
kegiatan usahanya
b. Lembaga Keuangan Mikro Konvensional, yaitu lembaga keuangan mikro
yang tidak menerapkan sistem ke syariahan dalam melaksanakan
operasional dan hanya berpedoman pada Undang–Undang No. 1 Tahun
2013 tentang Lembaga keuangan Mikro.
Sehingga memunculkan perbedaan antara LKM syariah dan LKM
konvensional diantaranya :
1) LKM Syariah menerapkan sistem bagi hasil dengan nasabahnya tidak
menggunakan sistem bunga
2) LKM syariah bekerja diatas pengawasan DPS Syariah
3) LKM syariah berguna sebaga lembaga keuangan multiguna sebagai
LKM komersial, LKM investasi dan pembangunan
6Pasal 5 Undang – Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
22
4) LKM syariah membedakan kedua jenis pendanaan supaya dapat
dibedakan antara dana yang diperoleh dari dana sendiri dan dana hasil
pembiayaan .7
Adapun karakteristik dari lembaga keuangan mikro dari segi badan
hukum dan tujuan LKM, diantaranya :
a. LKM syariah dan konvensional memiliki dua badan hukum yaitu
koperasi dan perseroan terbatas.
b. Meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat;
c. Membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas
masyarakat; dan
d. Membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
terutama masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.8
4. Jenis – Jenis Lembaga Keuangan Mikro
Jenis LKM sangat bervariasi, baik ditinjau dari sisi kelembagaan tujuan
pendirian, budaya masyarakat, kebijakan pemerintah maupun sasaran lainnya.
Secara umum, LKM di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu
:9
a. LKM formal terdiri dari bank yaitu Badan Kredit Desa (BKD), Bank
Prekreditan Rakyat (BPR), dan BRI Unit, sementara LKM formal non bank
mencakup Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP), Koperasi
(Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi Unit Desa) dan Pegadaian.
b. LKM informal terdiri dari berbagai kelompok dan Lembaga Swadaya
Masyarakat (KSM dan LSM), Baitul Maal wat Tamwil (BMT), Lembaga
7Ahmad Sapudin dkk, Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikrp Syariah (Studi
Kasus pada BMT Tawfin Jakarta), Institut Pertanian Bogor, Jurnal Al - Muzara’ah Vol. 5 No. 1 , 2017,
h. 17 8Bab II pasal 3, Undang–Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro 9I Gede Kajeng Baskara, Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia, Jurnal Buletin Studi
Ekonomi, Universitas Udayana, Vol. 18 No. 2 , Agustus 2013, h. 118
23
Ekonomi Produktif Masyarakat Mandiri (LEPM), Unit Ekonomi Desa
Simpan Pinjam (UEDSP) serta berbagai bentuk kelompok lainnya
5. Peran Lembaga Keuangan Mikro
Pada dasarnya, peran lembaga keuangan mikro sama dengan peran
yang dimiliki oleh lembaga keuangan pada umumnya yaitu:10
a. Pengalihan asset (asset transmutation) mengalihkan aset dari unit surplus ke
unit defisit.
Bank dan lembaga keuangan bukan bank akan memberikan pinjaman
kepada pihak yang membutuhkan dana dalam jangka waktu tertentu yang
telah disepakati. Sumber dana pinjaman tersebut diperoleh dari pemilik dana
yaitu unit surplus yang jangka waktunya dapat diatur sesuai keinginan
pemilik dana. Dalam hal ini bank dan lembaga keuangan bukan bank
berperan sebagai pengalih asset dari unit surplus (lenders) kepada unit defisit
(borrowers). Dalam kasus yang lain, pengalihan asset dapat pula terjadi jika
bank dan lembaga keuangan bukan bank menerbitkan sekuritas sekunder
(giro, deposito berjangka, dana pensiun, dan sebagainya) yang kemudian
dibeli oleh unit surplus dan selanjutnya ditukarkan dengan sekuritas primer
(saham, obligasi, commercial papper dan sebagainya) yang diterbitkan oleh
unit defisit.
b. Transaksi (transaction) memberikan kemudahan transaksi barang dan jasa
Bank dan lembaga keuangan bukan bank memberikan berbagai
kemudahan kepada pelaku ekonomi untuk melakukan transaksi barang dan
jasa. Produk-produk yang dikeluarkan oleh bank dan lembaga keuangan
bukan bank (giro, tabungan, deposito, saham, dsb) merupakan pengganti dari
uang dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran.
10Y. Sri Susilo, dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta: Penerbit Salemba Empat,
2000), h. 8
24
c. Likuiditas (liquidity) menawarkan produk dana dengan berbagai alternatif
tingkat likuidasi
Unit surplus dapat menempatkan dana yang dimilikinya dalam bentuk
produk-produk berupa giro, tabungan, deposito, dan sebagainya. Produk-
produk tersebut masing-masing mempunyai tingkat likuiditas yang berbeda-
beda. Untuk kepentingan likuiditas pemilik dana, mereka dapat
menempatkan dananya sesuai dengan kebutuhan.
d. Efisiensi (efficiency)
Bank dan lembaga keuangan bukan bank dapat menurunkan biaya
transaksi dengan jangkauan pelayanannya. Peranan bank dan lembaga
keuangan bukan bank sebagai broker (brokerage) adalah mempertemukan
pihak-pihak yang saling membutuhkan. Adanya informasi yang tidak
simetris antara peminjam dan investor menimbulkan masalah insentif.
6. Sumber Permodalan Lembaga Keuangan Mikro
Sumber permodalan Lembaga keuangan mikro berdasarkan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan sesuai dengan badan hukumnya.
Berikut bagan permodalan berdasarkan badan hukum LKM :
Gambar 2.1 Bentuk Badan Hukum Beserta Permodalan
1. Modal Sendiri
2. Modal Pinjaman
25
a. Badan Hukum Koperasi
Modal Koperasi terdiri dari dua, yaitu :
1) Modal sendiri, modal yang berasal dari :
a) Simpanan Pokok
Sejumlah uang yang sama banyaknya yang wajib dibayarkan oleh
anggota kepada koperasi pada saat menjadi anggota
b) Simpanan Wajib ;
Jumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama yang wajib dibayat
oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan
tertentu.11
c) Cadangan ;
Bagian dari sisa hasil usaha yang disisihkan sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar atau ketetapan rapat anggota12
d) Hibah
Dana yang bisa berupa zakat, infaq, dan shadaqoh yang
penggunaannya diperuntukkan untuk kepentingan sosial. Dalam
lembaga keuangan mikro yang berprinsip pada syariah modal ini
dinamakan sebagai modal sumbangan dengan maksud sejumlah
uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang
diterima dari pihak lain yang bresifat hibah dan tidak mengikat.
Modal berupa sumbangan ini tidak dapat dibagikan kepada anggota
selama koperasi belum dibubarkan. Donasi ini tidak dapat diakui
sebagai modal atau ekuitas apabila disertai dengan persyaratan
tertentu yang mengikat dengan substansinya.13
11Ahmad Subagyo, Manajemen Operasi Lembaga Keuangan Mikro Syariah, (Jakarta : Mitra
Wacana Media, 2015), h. 30 12Ahmad Subagyo, Manajemen Operasi Lembaga Keuangan Mikro Syariah, (Jakarta : Mitra
Wacana Media, 2015), h. 31 13Ahmad Subagyo, Manajemen Operasi Lembaga Keuangan Mikro Syariah, (Jakarta : Mitra
Wacana Media, 2015), h. 31
26
2) Modal pinjaman, modal Pinjaman dapat berasal dari :
a) Anggota;
b) operasi lainnya dan/atau anggotanya;
c) Bank dan lembaga keuangan lainnya ;
d) Penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e) Sumber lain yang sah.14
b. Badan Hukum Perseroan
Sahamnya paling sedikit 60 persen dimiliki oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota atau badan usaha milik desa/kelurahan, sisa kepemilikan
saham PT dapat dimiliki oleh WNI atau koperasi dengan kepemilikan WNI
paling banyak sebesar 20 persen.
Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Modal LKM terdiri dari
modal disetor untuk LKM yang berbadan hukum PT atau simpanan pokok,
simpanan wajib, dan hibah untuk LKM yang berbadan hukum Koperasi dengan
besaran:
1) Wilayah usaha desa/kelurahan : Rp 50.000.000
2) Wilayah usaha kecamatan : Rp 100.000.000
3) Wilayah usaha kabupaten/kota : Rp 500.000.00015
7. Skema Lembaga Keuangan Mikro
Dalam menjalankan operasionalnya LKM memiliki skema dalam
melakukan kegiatan usaha.
14 Bab VII, pasal 41 ayat (1) (2) (3), Undang–Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian 15 Bab IV, Pasal 16, Undang–Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
27
Gambar 2.2 Skema Lembaga Keuangan Mikro16
Skema lembaga keuangan mikro syariah berbadan hukum koperasi dan
perseroan terbatas dengan dana modal sesuai dengan aturan badan hukum yang ada
yang bertujuan untuk program pemberdayaan masyarakat dan jasa pengembangan
usaha secara syariah . Dengan melakukan beberapa kegitan usaha berupa :17
1) Pinjaman/ pembiayaan
2) Pengelolahan simpanan,
3) Jasa konsultasi pengembangan usaha dalam skala mikro
Dengan cakupan wilayah usaha Cakupan wilayah usaha suatu LKM berada
dalam satu wilayah desa/kelurahan, kecamatan, atau kabupaten/kota18
B. Wakaf
1. Pengertian Wakaf
Wakaf secara etimologis, waqf adalah sesuatu yang berhenti. Waqf
diserapan dalam bahasa Indonesia menjadi wakaf. Secara terminologis dalam
kutipan Dr. Hendi Suhendi, wakaf adalah penahanan harta yang memungkinkan
16 Kesimpulan Undang – Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro 17 Undang–Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro pasal 11 ayat (1) 18 Undang–Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro pasal 16 ayat (1)
28
untuk dimanfaatkan disertai dengan kekalnya dzat benda dengan memutuskan
(memotong) tasharuf (penggolongan) dalam penjagaannya atau mushrif
(pengelola) yang dibolehkan adanya.19
Menurut Dr. Mardani, wakaf adalah perbuatan hukum seorang mukalaf
(orang yang sudah cakap hukum) untuk menyerahkan sebagian hartanya ( tidak
boleh lebih dari 1/3 dalam jangka waktu yang tak terbatas (selamanya) atau untuk
jangka waktu tertentu untuk kepentingan ibadah atau kepentingan dan
kesejahteraan umat menurut hukum Islam.20
Menurut Kompilasi Hukum Islam, wakaf adalah perbuatan hukum seseorang
atau sekelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda
miliknya dan melembagakannya untuk selama – lamanya guna kepentingan
ibadat atau keperluan umum lainnya, sesuai dengan ajaran Islam.21
Menurut Undang–Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, wakaf adalah
perbuatan hukum wakif untuk memisahakan dan/atau menyerahkan sebagian
harta benda miliknya untuk dimanfaatkan lamanya atau untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah atau kesejahteraan
umum menurut syariah.22
Dari definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa wakaf adalah perbuatan
hukum seorang wakif (perorangan, kelompok, atau badan hukum) menyerahkan
sebagian harta untuk kepentingan umat atau guna keperluan ibadat dana
kesejahteraan umum menurut ajaran hukum islam.
19 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Rajawali Press, 2008), h.239 20Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia, (Jakarta : Prenadamedia
Group, 2015), Edisi pertama, cet. Ke-1, h. 278. 21 Pasal 215, Kompilasi Hukum Islam 22 Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
29
2. Dasar Hukum Wakaf
Berikut ini ada beberapa dasar hukum tentang wakaf yaitu :
a. Al- qur’an
Para ulama menjadikan dalil atau dasar hukum wakaf dalam alquran
dengan memperhatikan maksud umum dari wakaf kemudian mencocokkan
dengan ayat-ayat Al-Qur-an yang ternyata ayat tersebut jugamerupakan dasar
hukum islam yang lima yang berarti harus ditunaikan (wajib hukumnya)
sesuai hal dengan yang berkaitan dengannya, sementara wakaf bukan salah
satu rukun islam yang harus di penuhi melainkan suatu kebajikan yang sangat
perlu untuk di perhatikanuntuk terbantunya para fakir miskin dan kepentingan
lainnya. Oleh karena itu, ayat al-qur”an tentang wakaf telah dirumuskan oleh
para ulama sebagai berikut :
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan dan sebagian dari apa yang
kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu menafkahkannya daripadanya, padahal kamu sendiri
tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya, dan ketahuilah, bahwa allah maha kaya lagi maha terpuji.”23
23Al-qur’an Surat Al – Baqarah ayat 267
30
Dalam hal berwakaf, dianjurkan agar yang diwakafkan itu dari hal yang
baik-baik, bukan dari yang jelek-jelek. Kalau seorang mewakafkan harta yang
tidak di sukainya berarti belum tampak keseriusan maksimal dan ini sangat
berbeda dengan orang yang mewakafkan hartanya yang sangat disukainya.
Dalam perjalanan kehidupan dianjurkan agar kecintaan terhadap harta di
letakkan diujung jari (tidak terlalu cinta), sedangkan kecintaan terhadap iman
diletakkan didalam hati (cinta yang maksimal). Namun dari kedua hal tentang
berwakaf yaitu dengan harta yang baik maupun yang jelek, kalaupun dari
hartanya yang jelek tetap lebih bagus dari yang tidak mau berwakaf sama
sekali dan harta yang diwakafkan itu adalah milik sendiri tanpa merugikan
orang lain khusunya ahli warisnya.
b. Hadist
Artinya : dari Ibnu Umar ra. Berkata, bahwa sahabat Umar Ra. Memperoleh
sebidang tanah di Khaibar kemudian menghadap kepada Rasulullah untukm
memohon petunjuk Umar berkata : Ya Rasulullah, saya mendapatkan
sebidang tanah di Khaibar, saya belum pernah mendapatkan harta sebaik itu,
maka apakah engkau perintahkan kepadaku ? Rasulullah menjawab: Bila
31
kamu suka, kamu tahan (pokoknya) tanah itu, dan kamu sedekahkan
(hasilnya). Kemudian Umar menyedekahkannya kepada orangorang fakir,
kaum kerabat, budak belian, sabilillah, ibnu sabil dan tamu. Dan tidak
mengapa atau tidak dilarang bagi yang menguasai tanah wakaf itu
(pengurusnya) makan dari hasilnya dengan cara yang baik (sepantasnya)
atau makan dengan tidak bermaksud menumpuk harta (HR. Muslim).24
c. Regulasi
Di Indonesia perkembangan wakaf sudah ada sejak masa sebelum
kemerdekaan begitupun dengan perkembangan regulasi atau peraturan yang
mengatur mengenai perwakafan diantaranya peraturan wakaf pada masa era
penjajahan dan diantaranya peraturan wakaf pada masa era kemerdekaan atau
sampai saat ini. Berikut adalah regulasi perwakafan saat ini :25
1) Undang – Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
2) Keputusan bersama Menteri Agama RI dan Kepala Badan Pertanahan
Nasional No. 442 Tahun 2004 tentang Sertifikat Tanah Wakaf.
3) Peraturan pemerintah No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang–
Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
4) Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang
– Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
5) Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 01 Tahun 2009 tentang Pedoman
Pengelolaan dan pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa
Uang.
6) Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 4 tahun 2009 tentang
Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang.
24Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji, Pedoman
Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, tahun 2003, h. 28 25Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia, (Jakarta : Prenadamedia
Group, 2015), Edisi pertama, cet. Ke-1, h. 285
32
3. Rukun dan Syarat Wakaf
Dalam wakaf terdapat empat rukun yang harus dipenuhi dalam paraktek
perwakafan diantaranya :
a. Wakif, yaitu orang atau orang–orang ataupun badan hukum yang
mewakafkan sebagian harta miliknya.26 Adapun syarat–syarat wakif adalah
sebagi berikut :27
1) Berakal
2) Memiliki secara penuh harta yang akan diwakafkan
3) Baligh
4) Orang yang mampu secara hukum
b. Nazhir, yaitu kelompok orang atau badan hukum yang diserahitugas
pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf.28 Dalam hal ini yang dimaksud
dengan perorangan, organisasi atau badan hukum, hukum Indonesia
berikut persyaratannya :29
1) Warga Indonesia
2) Beragama Islam
3) Dewasa
4) Amanah
5) Mampu secara jasmani dan rohani
6) Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum
Adapun persyaratan organisasi menjadi nazhir yaitu :
1) Pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratn nazhir
perorangan
26Pasal 215 ayat (2) , Kompilasi Hukum Islam 27Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Kencana 2017), Edisi
Kedua, cet.7, h. 457 28Pasal 215 ayat (5), Kompilasi Hukum Islam 29Penjelasan bagian kelima Pasal 9 Undang – Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
33
2) Oraganisasi yang bergerak dibidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan, dan/atau keagamaan.
Persyaratan bandan hukum dapat menjadi nazhir yaitu :
1) Pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan
nazhir perorangan
2) Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan perundang –
undangan yang berlaku
3) Badan hukum yang bersangkutan bergerak dalam bidang dibidang
sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan.
Ketentuan tentang nazhir ini kemudian diperluas dalam kompilasi
hukum Islam, sebagai berikut :
1) Nazhir dalam bentuk perorangan, organisasi, dan/atau badan hukum
harus didaftarkan pada Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan
setempat setelah mendengar saran dari camat dan Majelis Ulama’
kecamatan untuk mendapat pengesahan.
2) Nazhir sebelum melaksanakan tugas harus mengucap sumpah
dihadapan kepala KUA kecamatan disakiskan sekurang – kurangnya
oleh dua orang saksi
3) Jumlah Nazhir yang diperbolehkan untuk satu unit perwakafan,
sekurang–kurangnya 3 orang dan sebanyak–banyaknya 10 orang yang
diangkat oleh Kepala KUA kecamatan atas saran camat dan Majelis
Ulama’ kecamatan.
Nazhir memiliki tugas sebagai berikut :
1) Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf
2) Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan
tujuan, fungsi, dan peruntukannya
34
3) Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf
4) Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia (BWI)
Selain tugas tersebut diatas menurut Andri Soemitra dalam bukunya
mengutip dari Prof. Dr. Said Agil Husin Al-Munawar, tugas akhir nazhir
diantaranya :
1) Menyewakan, nazhir boleh menyewakan tanah (benda wakaf) ini
kepada pihak lain untuk diperoleh manfaat dari harta wakaf itu.
2) Memelihara harta wakaf, upaya pemeliharaan wakaf dapat diambilkan
dari harta wakaf yang dimaksud atau diambil dari sumber lain.
Mengenai sumber pembiayaan ini bergantung pada persyaratan yang
dikemukakan oleh wakif.
3) Membagikan hasil, nazhir berkewajiban mengembnagkan harta wakaf
kepada pihak yang berhak menerimanya.
Dalam melaksanakan tugasnya nazhir berhak menerima imbalan dari
hasil bersih atas pengelolahan dan pengembangan harta benda wakaf yang
besarnya tidak melebihi 10 % (sepuluh persen).30
c. Harta Benda Wakaf
Harta yang diwakafkan tidak sah bilah dipindah milikkan, kecuali
memenuhi beberapa persyaratan diantaranya :
1) Barang yang diwakafkan merupakan barang berharga
2) Barang yang diwakafkan diketahui kadarnya
3) Barang yang diwakafkan adalah milik wakif
30Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia, (Jakarta : Prenadamedia
Group, 2015), Edisi pertama, cet. Ke-1, h. 288
35
4) Barang yang diwakafkan berdiri sendiri tidak melekat pada harta
lain.31
Harta benda wakaf dalam pemanfaatannya memliki daya tahan lama
dan dalam jangka waktun yang panjang serta memiliki nilai ekonomi
secara syariah. Dalam hal ini harta wakaf dapat berupa benda bergerak
maupun benda tidak bergerak.
d. Sighah (Ijab dan Qabul)
Sighah merupakan ucapan yang berkaitan dengan suatu penyerahan
yang perlu adanya beberapa syarat diantaranya :
1) Mengandung kata – kata yang menunjukkan kekalnya
2) Dapat direalisasikan segera
3) Bersifat pasti
4) Tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan.32
Dalam sighah ini seorang wakif tidak dapat menarik kembali apa yang
telah diucapkan dan penguasaan harta wakaf adalah seorang penerima wakif,
secara umum dianggap sebagi pemiliknya.
4. Manfaat dan Tujuan Wakaf
Adanya wakaf bukan semata sebagai perilaku terpuji semata, wakaf juga
memiliki tujuan memanfaatkan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai
dengan fungsinya dan Wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat
31Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Kencana 2017), Edisi
Kedua, cet.7, h. 458 32Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Kencana 2017), Edisi
Kedua, cet.7, h. 458
36
ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan
kesejahteraan umum.33
Adapun manfaat dari pelaksanaan wakaf antara lain :
a. Membuka jalan ke arah ibadah kepada Allah SWT
b. Merealisasikan minat orang beriman yang suka mmeberi wakaf dan
berlomba–lomba dalam amal kebajikan dan mengharapkan pahala
c. Untuk kebaikan Islam, seperti membina masjid , surau , dan tanah makam
d. Membantu mengurangi penderitaan masyarakat akibat bencana, orang
fakir dan miskin.34
e. Membantu dalam perekonomiam masyarakat ekonomi syariah dalam segi
pembiayaan untuk usaha mikro.
5. Harta Benda Wakaf
Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 menyatakan bahwa harta
benda wakaf terdiri dari :
a. Benda tidak bergerak, yang meliputi :
1) Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
2) Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah
sebagaimana dimaksud pada huruf
3) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
4) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
5) Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
33Bagian Kedua Tujuan dan Fungsi Wakaf, Bab II pasal 4 dan 5, Undang – Undang No. 41
Tahun 2004 tentang Wakaf 34Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia, (Jakarta : Prenadamedia
Group, 2015), Edisi pertama, cet. Ke-1, h. 294
37
b. Benda bergerak, wakaf benda bergerak merupakan harta benda yang tidak
bisa habis karena dikonsumsi meliputi :
1) Uang
2) Logam mulia
3) Surat berharga;
4) Kendaraan;
5) Hak atas kekayaan intelektual
6) Hak sewa; dan
7) Benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.35
Yang dimaksud dengan benda bergerak lain, benda yang sifatnya bisa
diwakafkan meliputi :36
1) Kapal
2) Pesawat terbang
3) Kendaraan bermotor
4) Mesin atau alat industri yang tertancap pada bangunan
5) Logam dan batu mulia
6) Benda lainnya yang sifatnya memiliki jangka panjang
Benda bergerak selain uang karena peraturan perundang – undangan yang
dapat diwakafkan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagai
berikut :37
1) Surat Berharga yang meliputi :
a) Saham
b) Surat utang negara
35Pasal 16, Undang – Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf 36Pasal 20 Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun
2004 37Pasal 11 Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun
2004
38
c) Obligasi pada umumnya
d) Surat berharga lainnya yang dapat dinilai dengan uang
2) Hak Atas Kekayaan Intelektual yang berupa :
a) Hak cipta
b) Hak merek
c) Hak paten
d) Hak desain industri
e) Hak rahasia dagang
f) Hak sirkuit terpadu
g) Hak perlindungan varietas tanaman
h) Hak lainnya
3) Hak benda bergerak lainnya berupa :
a) Hak sewa, hak pakai, dan hak pakai hasil atas benda beregrak
b) Perikatan, tuntutan atas jumlah uang yang dapat ditagih atas benda
bergerak
6. Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf Uang
a. Pengertian Wakaf Uang
Yang dimaksud wakaf uang adalah perbuatan hukum wakif untuk
menyerahkan atau memisahkan sebagian uang miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingan ibadah atau kesejahteraan sosial menurut aturan syariah.
Jenis wakaf uang Dari jangka waktunya, wakaf uang bisa dibagi
menjadi:
1) Wakaf uang dengan jangka waktu tertentu
2) Wakaf uang dengan jangka waktu selamanya
39
Perbedaan ke dua jenis wakaf uang tersebut di atas dapat dilihat dari tabel
berikut 38ini:
Tabel 2.1
Perbedaan Wakaf dari sisi Jangka Waktu
No. Perbedaan Wakaf uang jangka
waktu tertentu
Wakaf uang jangka
waktu selamanya
1. Nominal
wakaf
Minimal Rp 10 juta Tidak ada batasan
2. Jangka waktu Minimal 5 tahun Selamanya
3. Investasi Produk LKS PWU di
tempat sektor wakaf
Produk syariah
4. Pokok wakaf
Bisa kembali ke
Wakif
Tidak bisa kembali ke
Wakif
b. Manfaat dan Tujuan Wakaf Uang
1) Manfaat Wakaf Uang
a) Wakaf uang jumlahnya bervariasi, seseorang yang memiliki dana
tak terbatas sudah bisa memberikan dana wakafnya tanpa harus
menunggu jadi tuan tanah.
b) Melalui wakaf uang, aset – aset wakaf yang berupa tanah – tanah
kosong bisa mulai dimanfaatkan dengan pembanguna gedung atau
diolah untuk lahan pertanian
38Junaidi Abdullah, Tata cara dan Pengelolahan Wakaf Uang di Indonesia, Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus, ZISWAF, Vol. 4, No. 1, Juni 2017, h. 3
40
c) Dana wakaf uang bisa digunakan untuk membantu lembaga–
lembaga pendidikan islam yang cash–flow nya terkadang kembang
kempis dan menggaji civitas akademiknya alakadarnya.
d) Pada gilirannya, umat islam dapat lebih mandiri dalam
mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus terlalu bergantung
pada anggaran pendidikan negara yang semakin lama semakin
terbatas
2) Tujuan Wakaf Uang
a) Melengkapi perbankan Islam dengan produk wakaf uang yang
berupa suatu sertifikat berdenominasi tertentu yang diberikan
kepada para wakif sebagai bukti keikutsertaan
b) Membantu penggalangan dana tabungan sosial melalui sertifikat
wakaf tunai
c) Meningkatkan investasi sosial dan mentransformasikan tabungan
sosial menjadi modal sosial dan membantu pengembangan
ekonomi
d) Menciptakan kesadaran sosial terhadap orang–orang yang memiliki
dana lebih untuk kedamaian sosial.39
c. Pengelolahan dan Pengembangan Wakaf Uang
Sebagaimana dalam Undang–Undang No. 41 Tahun 2004 telah
memperluas benda yang dapat diwakafkan oleh wakif yaitu wakaf benda
bergerak berupa uang yang diatur secara khusus pada pasal 28 sampai
dengan 31 dalam Undang–Undang tersebut yang kemudian dijabarkan
pada pasal 27 sampai dengan 43 Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2006
tentang Pelaksanaan Undang–Undang No. 1 Tahun 2004.
39 Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia,( Jakarta : Sinar Grafika, 2013), Edisi 1,
Cet. 2, h. 114
41
Dijelaskan bahwa wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa
uang yang dialukan melalui Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang
ditunjuk sebagai Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS
–PWU)
Gambar 2.3 Skema Pengelolaan Dana Wakaf Uang
Pengelolaan wakaf uang di Indonesia berdasarkan UU No. 41/2004
menentukan bahwa ada tiga pihak yang terkait dalam pengelolaan wakaf
uang, yakni BWI sebagai pihak yang melakukan pengelolaan dan
pengembangan, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) sebagai lembaga
penghimpun dan penyalur dana dan nazhir sebagai pengelola dana wakaf
uang.
Investasi
Soft Loan
Dana Wakaf Yang
Terkumpul dan
Dikelola
Dana Pada Pokoknya
tetap Dijaga ( Dana
Abadi)
Hasil Keuntungan
Disalurkan
Masyarakat yang
Membutuhkan
Kesehatan dan
Sanitasi
Pendidikan
Pelayanan
Sosial
42
Dalam hal ini nazhir bertindak sebagai manajemen investasi. Para wakif
tersebut mensyaratkan kemana lokasi pendistribusian keuntungan investasi
wakaf nantinya. Kemudian dana wakaf tersebut dikelola dan diinvestasikan
sebagian pada instrumen keuangan syariah, sebagian lagi diinvestasikan
langsung ke badan usaha yang bergerak sesuai syariah, dapat juga di
investasikan untuk mendanai pendirian usaha baru.40 Peraturan Badan Wakaf
Indonesia No. 01 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan dan
pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang.
Pada pedoman tersebut menyebutkan dapat melakukan Investasi Wakaf
Uang secara tidak langsung dapat dilakukan melalui lembaga, diantaranya :41
1. Bank Syariah
2. Baitul Mal Wa Tamwil (BMT)
3. Koperasi yang menjalankan usahanya sesuai syariah
4. Lembaga keuangan syariah lain.
Dan dalam Penyaluran manfaat hasil investasi Wakaf Uang secara tidak
langsung dapat dilakukan melalui lembaga, diantaranya : 42
1. Badan Amil Zakat Nasional
2. Lembaga kemanusiaan nasional
3. Lembaga pemberdayaan masyarakat nasional
4. Yayasan/organisasi kemasyarakatan
5. Perwakilan BWI
6. LKS khususnya LKS-PWU, melalui program CSR (Corporate Social
Responsibility);
40Rachmadi Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), Edisi 1,
Cet. 2, h. 117 41Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 01 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolahan dan
pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang, Pasal 12 ayat (1) 42Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 01 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolahan dan
pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang, Pasal 15 ayat (1)
43
7. Lembaga lain baik berskala nasional maupun internasional yang
melaksanakan program pembinaan dan pemberdayaan masyarakat sesuai
dengan syariah.
d. Model – Model Pembiayaan Wakaf Tunai produktif secara institusional
Dalam pengelolaan terdapat empat model yang membolehkan
pengelolahan wakaf (produktif), diantaranya yaitu :43
1. Model pembiayaan Murabahah
Penerapan pembiayaan murabahah pada harta proyek mengharuskan
pengelolah harta wakaf (nazhir) mengambil fungsi sebagai pengusaha
(enterpreneur) yang mengendalikan proses investasi yang membelikan
peralatan dan material yang diperlukan melalui surat kontrak murabahah dan
pembiayaannya datang dari suatu bank Islami.
Dalam menerapkan model pembiayaan ini pengelolah harta wakaf
menjadi penghutang kepada lembaga perbankan untuk harga pearalatan dan
materila yanh dibeli ditambah mark up pembiayaanya, dan hutang tersebut
akan dibayar dari pendapatan hasil pengembangan harta wakaf.
2. Model pembiayaan Isthisna
Penerapan pembiayaan isthisna memungkinkan pengelola harta wakaf
untuk memesan pengembangan harta wakaf yang diperlukan kepada
lembaga pembiayaan melalui suatu kontrak isthisna. Lembaga pembiayaan
atau bank kemudian membuat kontrak dengan kontraktor untuk memenuhi
pesanan pengelola harta wakaf atas nama lembaga pembiayan tersebut.
Model pembiayan ini menimbulkan hutang bagi pengelolah harta wakaf
(nazhir) dan dapat diselesaikan dari hasil pengelolaan dan pengembangan
harta wakaf dan penyedia pembiayaan (investor) tidak mempunyai hak
untuk turut campur dalam pengelolaan harta wakaf.
43Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam,
2006, Pedoman pengelolaan Wakaf Tunai, h. 77
44
3. Model pembiayaan Ijarah
Dalam pelaksanaan pembiayaan model ijarah pengelolah wakaf
memegang kendali penuh atas manajemen proyek pembiayaan wakaf
termasuk dalam meberikan ijin yang berlaku hanya untuk beberapa tahun
kepada penyedia dana untuk mendirikan gedung ditanah wakaf.
Pada prakteknya pembiayaan jenis ini apabila berakhir dengan penyewa
memiliki banguna dnegan kebaikan menjadi pemilik tanah yang dibangun
maka ijin yang diberikan mungkin menjadi permanen pula atau sepanjang
proyek tersebut berlangsung.
4. Mudharabah oleh Pengelola Harta Wakaf dengan Penyedia Dana
Dalam operasional model pembiayaan mudharabah oleh pengelolah
harta wakaf berasumsi bahwa peranannya sebagai pengusaha (mudharib)
dan menerima dana likuid dari lembaga pembiayaan untuk mendirikan
banguna diatas tanah wakaf dengan manajemen tetap berada ditangan
pengelolah harta wakaf secara ekslusif dan tingkat bagi hasil diterapkan
sedemikian rupa untuk menutup biaya usaha untuk manajemen sebagaimana
juga penggunaan tanah.
5. Model Pembiayaan berbagai kepemilikan
Dalam operasional pembiayaan berbagi kepemilikan dapat
dipergunakan apabila dua pihak secara individual dan bebas memiliki dua
benda yang saling berkaitan satu sama lain tanpa mempunyai perjanjian
kemitraan secara formal. Pada model pembiayaan ini, manajemen dapat
ditetapkan dalam jumlah uang tertentu atas kesepakatan bersama.
6. Model bagi hasil (Output)
Dalam pembiayaan model bagi hasi, wakaf menyediakan tanah dan
harta tetap lainnya yang dimiliki wakaf dan lembaga pembiayaan hanya
menyediakan biaya operasional dan manajemen. Model bagi hasil seperti ini
dapat diartikan sebagai suatu kontrak dimana satu pihak menyediakan harta
45
tetap seperti tanah untuk lain dan berbagi hasil dinatara keduanya sesuai
dengan kesepakatan yang telah disepakati.
7. Model sewa berjangka panjang dan hukr
Model pembiayaan ini merupakan salah satu manajemen yang berada
ditangan lembaga pembiayaan yang menyewa harta wakaf untuk periode
jangka panjang. Penanggung jawab kontruksi dan manajemen serta
membayar sewa secara periodek kepada pengelola harta wakaf seluruhnya
ditanggung oleh penyedia dana.
Adapun dalam sub model hukr, lembaga pembiayaan memberikan suatu
pembayaran lump sum tunai sebagai tambahan dari membayar sewa yang
dicantumkan dalam ketentuan tambahan dalam kontrak.
46
BAB III
GAMBARAN BANK WAKAF MIKRO (BWM) TEBUIRENG MITRA
SEJAHTERA
A. Sejarah dan Latar Belakang BWM Tebuireng Mitra Sejahtera
1. Profil Singkat Bank Wakaf Mikro
Bank Wakaf Mikro merupakan lembaga keuangan mikro syariah
dilingkungan pondok pesantren Tebuireng Jombang berbadan hukum
koperasi jasa dengan mendapat izin usaha dari OJK berupa pembiayaan.
Dimana kegiatan usahanya merujuk pada konsep LKM yang diatur dalam
Undang – Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keungan Mikro.
Bank Wakaf Mikro akan berfokus pada pembiayaan mikro kecil dan
menggunakan sistem jemput bola dan menawarkan kepada pesantren yang ada
diseluruh Indonesia yang berkompeten untuk menjadi Bank Wakaf Mikro.
Selain itu OJK juga menerima apabila ada pesantren yang berinisiatif untuk
ikut serta, tentunya akan dilihat dari potensi masyarakat dalam membutuhkan
pembiayaan mikro atau tidak.
Komponen dalam bank wakaf mikro diantaranya donatur, pesantren dan
masyarakat produktif, dengan melakukan seleksi sebelum menjadi nasabah,
dengan target masyarakat yang berada dilingkungan pesantren dan memiliki
kemauan untuk meningkatkan kesejahteraan.1
1SOP dan SOM, Buku 1 LKM Syariah – Bank Wakaf Mikro Tebuireng Mitra Sejahtera
Jombang, Jawa Timur ( 17 Januari 2019)
47
2. Latar Belakang Kemunculan Bank Wakaf Mikro Tebuireng Mitra
Sejahtera
Mengacu pada hasil sensus 2010 jumlah penduduk besar di Indonesia
diketahui bahwa sebagian besar penduduk miskin adalah mayoritas umat
muslim. Sehingga memunculkan cara termudah untuk penanggulangan
dengan memperdayakan usaha – usaha produktif yang dapat dikelola langsung
dan oleh keluarga miskin. Tentu selama proses pemberdayaan harus ada
pendampingan secara intens penuh istiqomah dan perhatian dari lembaga–
lembaga di masyarakat yang memiliki kepedulian tinggi untuk mengangkat
derajat ekonomi umat khususnya keluarga miskin.2
Menjadikan pesantren sebagai lembaga yang potensial dimasyarakat
sebagai lembaga pemberdayaan selain menjadi lembaga pendidikan umat
islam. Keterlibatan lembaga pesantren secara aktif terhadap pemberdayaan
masyarakat, merupakan wujud dari komitmen pesantren terhadap masyarakat
sekitar dalam peningkatan masyarakat baik secara individu maupun secara
kelompok. Hal ini bertujuan untuk mencapai tingkat sumber daya yang
optimum sehingga dapat meningkatan kesejahteraan dan mutu masyarakat yang
bertumpu pada kemandirian.
Pondok pesantren Tebuireng menjadi salah satu lembaga yang ditunjuk
sebagai lembaga untuk mengoperasikan lembaga keuangan mikro – BWM,
pada tanggal BWM Tebuireng Mitra Sejahtera yang beralamat di jalan Irian
Jaya 10 Tromol Pos 5, Kel. Cukir, Kec. Diwek , Jombang – Jawa Timur
mendapat izin usaha operasional oleh Otoritas Jasa Keuangan pada tanggal 23
2 SOP dan SOM, Buku 1 LKM Syariah – Bank Wakaf Mikro Tebuireng Mitra Sejahtera
Jombang, Jawa Timur ( 17 Januari 2019)
48
Januari 2018 dengan Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan
Nomor : Kep.18/ KR. 04/2018.
Awalnya nama lembaga keuangan mikro BWM Tebuireng Mitra Sejahtera
awalnya bukanlah BWM melainkan LKM syariah Tebuireng Mitra Sejahtera
sehingga badan hukumnya yang terdaftar adalah koperasi dan sudah berjalan
beberapa bulan namun terdapat kehendak pemerintah untuk memberi nama
wakaf pada lembaga tersebut maka lembaga ini berganti nama menjadi Bank
Wakaf Mikro meskipun lembaga ini bukan merupakan program pemerintah dan
dananya pun bukan alokasi dari dana pemerintah. Sehingga pada saat
peresmian pertama di Tanara nama BWM sudah resmi digunakan.
Sejak saat itu kini BWM Tebuireng Mitra Sejahtera dikelolah oleh
Pengurus Pondok Pesantren dan nasabah mencapai 460 orang dengan jumlah
Kelompok Usaha Masyarakat Sekitar Pesantren Indonesia (KUMPI) mencapai
54 KUMPI dengan kegiatan mingguan yang dinamakan dengan HALMI (
Halaqoh Mingguan).3
3. Karakteristik Bank Wakaf Mikro Tebuireng Mitra Sejahtera
Bank Wakaf Mikro memiliki karakteristik tersendiri diantaranya :4
a. Tidak diperkenankan menghimpun dan mengelolah dana baik tabungan
atau simpanan dari masyarakat ( Non Deposit Taking)
b. Menggunakan sumber dana dari hasil pengelolahan dana wakaf untuk
mendukung operasionalnya.
c. Menyediakan pendampingan dengan pembiayaan sesuai dengan prinsip
syariah.
3Hasil wawancara kepada Ahmad Dawam Anwar selaku manager – Bank Wakaf Mikro
Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang, Jawa Timur ( 17 Januari 2019)
49
d. Segmen pasar utama masyarakat miskin potensial produktif sekitar
pesantren.
e. Penyaluran pinjaman atau pembiayaan menggunakan pendekatan
kelompok dengan sistem tanggung renteng.
f. Para calon nasabah akan mendapat pelatihan dasar terlebih dahulu sebelum
diberikan pembiayaan.
g. Nasabah akan diberikan pendampingan secara berkala mengenai
pengembangan usaha, manajemen ekonomi rumah tangga disertai
pendidikan agama.
h. Imbal hasil pembiayaan ekuivalen margin 2,5 % - 3% pertahun.
i. Pembiayaan diberikan tanpa agunan.
B. Visi dan Misi
Dalam rangka mendorong tumbuh kembang BWM maka sebagai sebuah
organisasi memiliki visi dan misi yang jelas dalam menjalankan operasionalnya,
diantaranya :5
1. Visi
Menjadi lembaga keuangan yang mandiri, sehat, dan kuat, yang kualitas
ibadah anggotanya meningkat sedemikian rupa sehingga mampu berperan
menjadi wakil pengabdi Allah memakmurkan kehidupan anggota pada
khususnya dan umat manusia.
2. Misi
a. Mewujudkan gerakan pembebasan anggota dan masyarakat dari
belenggu rentenir, jerat kemiskinan, dan ekonomi ribawi.
b. Mewujudkan gerakan pemberdayaan meningkatkan kapasitas dalam
kegiatan ekonomi riil dan kelembagaannya menuju tatanan
perekonomian yang makmur dan maju.
5Dokumentasi BWM Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang , 17 Januari 2019
50
c. Mewujudkan gerakan keadilan membangun struktur masyarakat madani
yang adil berkemakmuran–berkemajuan, serta berkeadilan berlandaskan
syariah dan ridhah Allah SWT.
3. Tujuan dan Sasaran
Adapun tujuan dari BWM adalah untuk meningkatkan kualitas usaha
ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Dengan sasaran masyarakat yang berada disekitar pondok
pesantren yang jaraknya tidak lebih dari 5 km dari lingkungan pesantren.
C. Struktur Organisasi Bank Wakaf Mikro Tebuireng Mitra Sejahtera
Berdasarkan sistem operasional lembaga BWM, maka struktur organisasi
BWM dapat dilihat seperti gambar dibawah ini : 6
Struktur Kepengurusan
BWM Tebuireng Mitra Sejahatera
Gambar 3.1 Struktur Organisasi BWM
6BWM Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang ( Profil Lembaga 2017)
51
1. Anggota Pendiri dan Pengurus
BWM Tebuireng Mitra Sejahtera pertama kali didirikan mengikuti
tahap kedua secara serentak di Indonesia oleh OJK dengan berbadan hukum
koperasi pada tanggal 27 September 2017 kemudian melakukan sosialisasi
kepada masyarakat sekitar pesantren. Dengan kesempatan untuk menjadi
anggota minimal terdiri dari 3 kelompok dengan jumlah masing – masing
kelompok berjumlah 5 orang. Dan sampai pada bulan Januari 2019, tercatat
sebagai anggota BWM Tebuireng Mitra Sejahtera sebanyak 460 orang yang
keseluruhan merupakan masyarakat sekitar pesantren Tebuireng Jombang.
Adapun pengelolah BWM Tebuireng Mitra Sejahtera :
a) Ahmad Dawam Anwar (Manajer)
b) Nur Kholiq ( Supervisor )
c) Samsul Arifin ( Supervisor)
d) Rizka Hilmi Achmad Syifa ( Admin)
e) Ummu Khoirotul Ummah ( Teller)
Pengurus BWM Tebuireng Mitra Sejahtera :
a) Slamet Habib ( Ketua )
b) Iskandar ( Sekretaris)
c) Umbaran ( Bendahara)
Pengawas BWM Tebuireng Mitra Sejahtera :
a) Ir. H. Abdul Ghofar
b) H. Eli Setiawan
Dewan Pengawas Syariah : a) H. Lukman
2. Deskripsi jabatan pada BWM Tebuireng Mitra Sejahtera
a. Rapat Anggota
1) Fungsi Rapat Anggota
52
Dalam rapat anggota berfungsi untuk menetapkan aturan – aturan
strategis berupa penetapan anggran dasar, anggaran rumah tangga,
rencana kerja, dan berbagai kebijakan lain seperti memilih,
mengangkat, dan memberhentikan pengurus, pengawas, dan dewan
syariah .
2) Wewenang
a) Menetapkan kebijakan umum dibidang organisasi, manajemen,
dan organisasi usaha serta keuangan koperasi
b) Menetapkan dan mengubah anggaran dasar
c) Memilih, mengangkat, dan memberhentikan pengurus dan
pengawas
d) Menetapkan rencana kerja, rencana anggaran pendapatan, dan
belanja koperasi, serta pengesahan laporan keuangan
e) Meminta keterangan dan mengesahakn pertanggungjawaban
pengawas dan pengurus dalam menjalankan tugasnya
f) Menetapkan pembagian sisa hasil
b. Pengawas
1) Fungsi Utama
Pengawas memiliki tiga fungsi utama yaitu memeriksa buku – buku/
catatn lembaga dan semua kegiatan lembaga secara efektif,
pemantauan/ pemeriksaan , merencanakan, dan mengorganisir
kegiatan di BWM Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang.
2) Tanggung Jawab
Pengawas bertanggung jawab secara penuh dengan melakukan
pemeriksaan terhadap semua kegiatan, pembukuan tahunan, buku
anggota, dan penilaian terhadap jalannya roda usaha yang ada di
dalam BWM Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang.
3) Wewenang
a) Mencari dan mengusulkan audit eksternal
53
b) Mengkaji dan merekomendasikan laporan keuangan akhir tahun
c) Melakukan pertemuan secara teratur
d) Menyampaikan rekomendasi kepada pengurus terkait kebijakan
yang ada
e) Melaporkan kepada pengurus setiap perubahan yang terjadi dalam
prinsip dan praktek akutansi yang dianut
c. Dewan Pengawas Syariah
1) Fungsi Utama
Fungsi utama DPS dalam BWM Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang
untuk memberikan nasihat dan saran kepada pengurus, mengawasi
aspek syariah kegiatan operasional, dan memberikan opini syariah
kepada pengurus dan pengelolah tentang produk dan proses sesuai
dengan fatwa DSN MUI, serta sebagai wakil lembaga pada Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.
2) Tanggung Jawab
DPS dalam BWM Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang bertanggung
jawab untuk memastikan, menilai serta mengawasi kesesuaian
kegiatan operasional BWM Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang dan
terselenggaranya pembinaan anggota yang dapat mencerahkan dan
membangun kesadaran bersama dalam konsistensi bermuamalah
secara islami.
3) Wewenang
a) Membantu terlaksananya pendidikan anggota dan nasabah yang
dapat meningkatkan kualitas aqidah, syariah, dan akhlak anggota
dan nasabah BWM Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang
b) Membuat opini syariah atas permintaan, pertanyaan, dan temuan
di lembaga BWM Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang
c) Melaporkan hasil pengawasan kepada DSN – MUI dua kali dalam
satu tahun.
54
d. Manager
1) Fungsi Utama
Memimpin BWM Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang dengan
merencanakan, mengkoordinir, dan mengendalikan seluruh aktivitas
BWM Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang dan melindungi aset
perusahaan.
2) Tanggung Jawab
a) Bertanggung jawab atas selesainya tugas dan kewajiban harian
seluruh bagian anggota BWM Tebuireng Mitra Sejahtera
Jombang
b) Bertanggung jawab atas seluruh aspek keusahaan BWM
Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang terutama terkait keuangan
dan perkembangan aset
c) Menyusun dan mengasilkan rancangan anggaran rencana jangka
pendek, rencana jangka panjang, serta proyeksi (finacial non
finacial) kepada pengurus
3) Wewenang
a) Memimpin, mengelola, dan mengendalikan seluruh aspek
operasional BWM Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang terkait
keorganisasian dan keusahaan
b) Menyetujui/ menolak pengajuan dan pencairan pembiayaan
dengan alasan yang jelas
c) Menyetujui pengeluaran uang untuk pengeluaran kas dan biaya
operasional sesuai dengan kewenangan
d) Memberikan teguran dan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan
bawahan
55
e. Administrasi
1) Fungsi Utama
Mengelolah administrasi keuangan hingga ke pelaporan keuangan
BWM Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang sesuai prosedur yang
berlaku.
2) Tanggung Jawab
a) Bertanggungjawab penuh secara langsung kepada manager
b) Bertanggungjawab atas pengelolah yang berada pada bidang
administrasi dan pembukuan
c) Bertanggungjawab atas keuangan BWM Tebuireng Mitra
Sejahtera Jombang
d) Membuat laporan keuangan BWM Tebuireng Mitra Sejahtera
Jombang
e) Bertanggungjawab pada dokumen – dokumen akutansi
f) Melakukan kegiatan pengarsipan laporan keuangan dan berkas –
berkas BWM Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang
g) Menyiapkan laporan untuk keperluan analisis keuangan BWM
Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang
3) Wewenang
a) Meminta kelengkapan administrasi pada pertanggungjawaban
keuangan
b) Tidak memberikan berkas kepada pihak – pihak yang tidak
berkepentingan
c) Menerbitkan laporan keuangan atas persetujuan manager untuk
keperluan publikasi
d) Melakukan tugas manager apabila yang bersangkutan
berhalangan melaksanakan tugasnya.
f. Supervisor Pembiayaan
1) Fungsi Utama
56
Merencanakan, mengarahkan, serta mengevaluasi target
pembentukan KUMPI, pencairan pembiayaan, pendampingan usaha
bagi nasabah, melakukan konsultasi pengembangan usaha , dan
melayani pengajuan pembiayaan.
2) Tanggung jawab
a) Tercapainya fungsi utama sebagai supervisor
b) Memastikan terlaksanya proses pengajuan pembiayaan serta
pendidikan nasabah anggota kumpi
c) Melaksanakan monitoring atas ketepatan alokasi dana serta
ketepatan angsuran dengan sistem jemput bola
d) Pengarsipan bukti debet dan nota kredit
3) Wewenang
a) Memberikan usulan untuk pengembangan pasar kepada manager
b) Menentukan target pembentukan kumpi, pelaksanaan halmi, dan
penyaluran pinjaman bersama manager.
g. Teller
1) Fungsi Utama
Merencanakan dan melaksanakan segala transaksi yang sifatnya
tunai.
2) Tanggung Jawab
a) Mengelola fisik kas dan terjaganya keamanan kas
b) Menyelesaikan laporan kas harian
c) Tersedianya laporan cashlow pada akhir bulan untuk evaluasi
d) Menerima angsuran dan imbal hasil pinjaman dari anggota
melalui supervisor
3) Wewenang
a) Menerima transaksi tunai dan transaksi yang terjadi di BWM
Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang
b) Memegang kas tunai sesuai dengan kebijakan
57
c) Mengeluarkan transaksi tunai pada batas nominal yang diberikan
dengan persetujuan yang berwenang
d) Meminta pertanggungjawaban kas kecil jika batas waktu
pertanggungjawaban telah tiba.
3. Legalitas dan Badan Hukum
a. Status Hukum : Koperasi Syariah
b. Nomor Domisili : AHU-39. AH.02.01 Tahun 2009
c. Pengesahan Akta : 006896/BH/M.KUKM.2/1/2018
d. Izin Usaha : Keputusan, Kep. 18/ KR.04/2018
e. Pencairan Deposit : 0042/ LKMS. TBI/ III/2018
4. Budaya Kerja
Budaya kerja BWM Tebuireng Mitra Sejahtera didasarkan pada
keyakinan inti yaitu keyakinan dan prinsip program BWM dalam upaya
mencapai visi dan menjalankan misi BWM , sedangkan Nilai Dasar yaitu nilai
– nilai yang dijaga dan dikembangkan untuk mengawal segala keputusan yang
telah , sedang, dan akan diambil.
Adapun keyakinan inti BWM Tebuireng Mitra Sejahtera adalah sebagai
berikut :7
a) Pemberdayaan Masyarakat Miskin
Dalam pelaksanaan program ini mengutamakan kepada upaya
pemberdayaan masyarakat miskin.
b) Pendampingan Sesuai Prinsip Syariah
Pemberdayaan masyarakat miskin selalu dilakukan proses
pendampingan dengan berkewajiban membentuk kelompok
c) Ta’awun Pembiayaan Kelompok
7BWM Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang ( Profil Lembaga 2017)
58
Dalam pembiayaan ini menumbuhkan sikap tolong – menolong dalam
anggota kelompok sehingga anggota satu dengan yang lainnya
muncul rasa saling memiliki dan kebersamaan
d) Amanah
Dalam hal ini pelaksanaan program melaksanakan prinsip – prinsip
manajemen secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan
e) Keberlanjutan Program
Agar tidak menjadi lembaga atau program musiman, maka secara
sadar mampu melestarikan, memelihara, dan mengembangkan
program secara terus menerus
f) Keberkahan
Mekanisme dan keberlanjutan program diselenggrakan sebagai
bentuk kepedulian dan pendidikan usaha terhadap masyarakat miskin
sehingga dapat dapat membawa keberkahan.
Sedangkan Nilai Dasar yang dikembangkan BWM Tebuireng Mitra
Sejahtera adalah sebagai berikut :
a) Amanah
Berusaha untuk melayani dengan kesungguhan dan bertanggung
jawab dalam setiap pengajuan pembiayaan baik pengurus ataupun
nasabah
b) Sabar
Karena mendasar pada mekanisme pencairan deposit membutuhkan
waktu yang cukup lama, nilai kesabaran menjadi nilai penting dalam
pengajuan pembiayaan
c) Disiplin
Disiplin dalam membayaran angsuran setiap minggunya, serta patuh
terhadap aturan – aturan yang berlaku
d) Jujur
59
Jujur dalam pelayanan dan pengajuan pembiayaan, serta mencitrakan
BWM yang transparan dan dapat dipercaya.
D. Produk – Produk BWM Tebuireng Mitra Sejahtera
Adapun produk yang digunakan dalam kegiatan usaha hanyalah Pembiayaan
untuk modal usaha masyarakat sekitar pesantren yang dinyatakan lulus dalam
Pelatihan Wajib KUMPI (PWK).8 Terkait prosedur yang dijelaskan mengenai
prosedur pengajuan pembiayaan qard pada BWM Tebuireng Mitra Sejahtera :
Gambar 3.2 Alur Pembiayan Bank Wakaf Mikro Tebuireng Mitra Sejahtera
8SOP dan SOM, Buku 1 LKM Syariah – Bank Wakaf Mikro Tebuireng Mitra Sejahtera
Jombang, Jawa Timur ( 17 Januari 2019)
60
Untuk mendapatkan pembiayaan dari BWM Tebuireng Mitra Sejahtera
Jombang terdapat beberapa tahap dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh
nasabah diantaranya :
1. Nasabah dapat mengajukan pembiayan dalam bentuk kelompok usaha mikro
kecil dengan jumlah minimal 3 (tiga) kelompok dengan jumlah masing –
masing kelompok maksimal 5 (lima) orang atau bila dijumlahkan minimal 15
(lima belas) orang untuk bisa mengajukan pembiayaan yang disebut dengan
KUMPI
2. Nasabah harus memenuhi kelengkapan dokumen berupa :
a) Fotocopy KTP ( Kartu Tanda Penduduk)
b) Fotocopy KK ( Kartu Keluarga)
c) Mengisi Formulir Pendaftaran Pembiayaan
3. Nasabah yang dirasa sudah memenuhi persyaratan baik secara umum maupun
perindividu akan mengikuti pendampingan berupa pra PWK yang itu wajib
diikuti oleh KUMPI dalam pendampingan ini sekaligus melakukan survei
kepada KUMPI yang bertujuan untuk mengetahui seluk beluk usaha karena
ditakutkan bilamana KUMPI melakukan hal – hal yang tidak diinginkan dalam
pengajuan pembiayaan.
4. Setelah melakukan Pra PWK, nasabah setiap KUMPI wajib untuk mengikuti
PWK bertujuan untuk menentukan apakah KUMPI ini layak untuk
mendapatkan pembiayan dari BWM Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang.
5. Nasabah dinyatakan lulus dalam PWK maka akan direalisasikan
pembiayaannya
61
Adapun skema pembiayaan qard :
Gambar 3.3 Skema Produk Qard
BWM Tebuireng Mitra Sejahtera dan Nasabah yang telah lulus PWK
mengajukan pembiayaan dengan akad qard (pemberian utang) sesuai dengan
paket pembiayaan yang diajukan dengan pengembalian qard tersebut ditambah
dengan infaq yang telah ditentukan oleh yaitu 3% dari pembiayaan sebagai
bentuk jasa pendampingan yang dilaukan setiap satu minggu sekali.
E. Bentuk Interaksi
BWM Tebuireng Mitra Sejahtera membentuk interkasi dengan nasabahnya
dengan tujuan mendampingi dan menguatkan nilai – nilai agama yang disebut
HALMI ( Halaqoh Mingguan), kegiatan ini berlangsung selama tenor pembayaran
dan dilaukan selama 1 (satu) minggu sekali dan waktu 30 menit dengan kegiatan
sebagai berikut :9
1. Membaca manaqib
2. Istighosah
3. Membaca Asmaul Husna
4. Tausyiah
5. Diskusi Usaha
9 Kegiatan BWM Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang ( Profil Lembaga 2017)
62
6. Diskusi Manajemen Rumah Tangga
7. Pembacaan Ikrar
8. Pembayaran Angsuran
F. Bentuk Pelaporan
BWM Tebuireng Mitra Sejahtera melakukan pelaporan secara rutin dengan
mengikuti pedoman dan aturan yang diatur dalam standar operasional dan
ketentuan OJK.
BWM Tebuireng Mitra Sejahtera secara umum melakukan pelaporan
keuangan sebanyak 4 (empat) kali laporan rutin, diantaranya :
1. Laporan Mingguan
2. Laporan Bulanan
3. Laporan 4 (empat) bulanan
4. Laporan Tahunan
Secara umum, laporan rutin tersebut menggambarkan fungsi dari BWM
Tebuireng Mitra Sejahtera sebagai lembaga keuangan yang mengelola dana,
mekanisme yang digunakan dsesuai dengan pedoman atau SOP (Standar
Operasional dan Prosedur) BWM Tebuireng Mitra Sejahtera, laporan keuangan
tersebut meliputi :
a. Laporan posisi keuangan
b. Laporan laba rugi
c. Laporan penggunaan dana qardh
Berikut merupakan format laporan rutin keuangan BWM Tebuireng Mitra
Sejahtera, sebagai berikut :
63
1. Laporan laba rugi
Tabel 3.1
Laporan laba rugi
BWM Tebuireng Mitra Sejahtera
KODE
PERKIRAAN PENDAPATAN JUMLAH
5 PENDAPATAN
501 Pendapatan Operasional
50199 Pendapatan Operasional Lainnya
5019903 Pendapatan Adm Pembiayaan
5019904 Pend. Penempatan Lembaga Syariah
5019906 Pendapatan Jasa Konsultasi
TOTAL PENDAPATAN
KODE
PERKIRAAN BIAYA JUMLAH
7 BIAYA
701 Biaya Operasional
70102 Beban Tenaga Kerja
7010201 Gaji Karyawan
7010202 Honorarium Pengurus
64
7010204 Tunjangan
70103 Beban Penyusutan
7010302 Beban Penyusutan
Kendaraan
7010303 Beban Penyusutan elektronik
7010304 Beban Penyusutan Inventrais
70106 Beban Operasional Lainnya
7010601 Beban Administrasi Bank
7010602 Beban Listrik
7010605 Beban Transportasi
7010606 Beban Konsumsi
7010607 Beban BBM
7010608 Beban Pemeliharaan dan
Perbaikan Iventaris
7010609 Beban Alat Tulis Kantor
7010610 Beban Benda Pos
7010611 Beban Sewa
7010612 Beban Rapat
7010613 Beban Internet/Data
7010699 Beban Lainnya
702 Beban Non Operasional
70299 Lainnya
TOTAL BIAYA
Sumber : Adminitrasi BWM Tebiureng Mitra Sejahtera
2. Laporan Neraca
Tabel 3.2
Laporan Neraca
BWM Tebuireng Mitra Sejahtera
AKTIVA
Kode
Perk Nama Perkiraan
SALDO
AWAL DEBET KREDIT
SALDO
AKHIR
1 ASET
101 Kas
65
10101 Kas Khasanah
10102 Kas Teller
102 Penempatan Dana :
10201 a. Tabungan Pd Bank
10202 b. Deposito Berjangka
Pd Bank
105 Piutang Pembiayaan
Lainnya
10501 Qord
108 Persedian
10802 Persedian Materai
10803 Persedian Barang
Cetakan
10804 Persedian Buku
Tabungan
110 Aset Tetap &
Inventaris
11003 Kendaraan
11004 Elektronik
11005 Inventaris
111 (Akumulasi
Penyusutan)
11102 (Akum. Penyus.
Kendaraan)
11103 (Akum. Penyus.
Elektonik)
11104 (Akum. Penyus.
Inventaris)
112 Aset Lain-Lain
11202 BDD Operasional
11203 BDD Pra Operasional
11205 BDD Software
11206 BDD Training & Up
Grading
11207 BDD Iklan/ Promosi
TOTAL AKTIVA
PASIVA
Kode
Perk Nama Perkiraan
SALDO
AWAL DEBET KREDIT
SALDO
AKHIR
4 EKUITAS
401 Modal
40101 a. Simpanan Pokok
66
40102 b. Simpanan Wajib
403 Hibah
405 Saldo Laba/(Rugi)
40502 b. Laba/(Rugi) Tahun
Berjalan
TOTAL PASIVA
Sumber : Bagian Administrasi BWM Tebuireng Mitra Sejahtera.
67
BAB IV
ANALISIS OPERASIONAL BWM TEBUIRENG MITRA SEJAHTERA DARI
SISI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DAN WAKAF
Pada analisis dan pembahasan mengenai kesesuaian sistem operasional BWM
Tebuireng Mitra Sejahtera dari sisi Undang – Undang No. 1 Tahun 2013 tentang
Lembaga Keuangan Mikro dan Undang – Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
dengan mengkaji kesesuaian operasional berdasarkan model bisnis BWM Tebuireng
Mitra Sejahtera.
BWM Tebuireng Mitra Sejahtera merupakan lembaga keuangan dengan merek
wakaf yang dibentuk pada tahun 2017 yang sistem operasional sebagai berikut :
A. Penghimpunan Dana
Dalam sistem operasional sumber pendanaan yang dimaksud dalam BWM
Tebuireng Mitra Sejahtera merupakan sebagai bentuk sumber permodalan BWM
Tebuireng Mitra Sejahtera menjalankan kegiatan usahanya dan operasional BWM
Tebuireng Mitra Sejahtera setelah mendapat izin usaha dari OJK.
Ditinjau secara umum BWM Tebuireng Mitra Sejahtera merupakan lembaga
keuangan mikro yang berbadan hukum koperasi dengan izin usaha lembaga
keuangan mikro syariah. Mengenai pendanaan tersebut, menurut Ahmad Dawam
Anwar selaku manager BWM Tebuireng Mitra Sejahtera, menjelaskan,
“BWM Tebuireng Mitra Sejahtera mendapat sumber pendanaan modal awal
BWM Tebuireng Mitra Sejahtera berasal para donatur yang diberikan kepada
LAZNAS yang dibentuk oleh Bank Syariah Mandiri sebagai bentuk dana hibah
bersyarat kemudian di gunakan untuk memberdayakan ekonomi masyarakat
sekitar pesantren melalui Bank Wakaf Mikro di Tebuireng ini dengan jumlah dana
68
sebesar Rp. 4.250.000.000-, ( Empat miliar dua ratus lima puluh juta rupiah)
kemudian dana itu digunakan sebagai modal kerja dan dalam hal ini kami tidak
mendapat modal tersebut bukan dari menghimpun dana dari anggota atau
nasabah BWM Tebuireng Mitra Sejahtera”.1 Adapun rincian jumlah dana tersebut
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1
Sumber Permodalan BWM Tebuireng Mitra Sejahtera
Jumlah Dana Keterangan
Rp. 250.000.000-, Dihibahkan untuk Simpanan Wajib dan
Pokok ( modal operasional awal untuk
renovasi dan pembelian perlengkapan alat di
BWM Tebuireng Mitra Sejahtera atau
pembentukan Bank Wakaf Mikro Tebuireng
Mitra Sejahtera.)
Rp. 100.000.000-, Masuk Buku Tabungan BWM sebagai
modal awal usaha
Rp. 900.000.000-, Deposito I ( Bisa dicairkan sebanyak 9 kali
apabila pengajuan pembiayaan bertambah
dan dana awal dirasa kurang)
Rp. 3.000.000.000-, Deposito II ( Dikelolah dan wajib disimpan
oleh LAZ BSM Umat) dan di lock oleh OJK
Sumber : BWM Tebuireng Mitra Sejahtera
1 Wawancara Ekslusif dengan Manager BWM Tebuireng Mitra Sejahtera, ahmad Dawam
Anwar, Jombang 17 Januari 2019
69
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa keseluruhan jumlah dana yang
diterima BWM Tebuireng Mitra Sejahtera adalah dana sumbangan yang
dikategorikan sebagai hibah dengan rincian sebagai berikut :2
1. Simpanan wajib dan simpanan pokok sebagai bentuk ketentuan dan
kesesuaian bentuk badan hukum yang kemudian digunakan untuk biaya pra
operasional, aset tetap (inventaris) dan aset lain diantaranya renovasi kantor
lembaga, pembelian komputer, sepeda motor dan juga perangkat lain untuk
menunjang kinerja BWM Tebuireng Mitra Sejahtera dalam menjalankan
kegiatan usahanya.
2. Modal awal usaha yang langsung dicairkan untuk disalurkan dalam bentuk
pembiayaan sebagai bentuk modal kerja jumlah dari modal awal yang
diberikan adalah Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah)
3. Deposit sebagai bentuk dana abadi yang dikelolah oleh Lembaga Amil Zakat
Bank Syariah Mandiri Umat ( LAZ BSM Umat) yang dibagi menjadi dua,
diantaranya :
a. Deposit I dengan jumlah dana senilai Rp. 900 .000.000 ( sembilan ratus
juta) wajib disimpan di BSM Umat dicairkan sebanyak 9 kali dengan
besaran satu kali cair Rp. 100.000.000 (seratus juta) dan dapat dicairkan
apabila pengajuan pembiayan oleh nasabah semakin bertambah dan modal
awal yang berjumlah Rp. 100.000 000 (seratus juta) beserta ujrah yang
didapat selama beroperasi tidak cukup untuk disalurkan dalam bentuk
pembiayaan.
2 Wawancara Ekslusif dengan Manager BWM Tebuireng Mitra Sejahtera, ahmad Dawam
Anwar, Jombang 17 Januari 2019
70
b. Deposit II
Deposito yang disebut sebagai dana abadi yang dikelolah oleh Lembaga
Amil Zakat Bank Syariah Mandiri Umat ( LAZ BSM Umat) dan dapat di
cairkan apabila terdapat persetujuan dari OJK.3
BWM Tebuireng Mitra Sejahtera tidak menghimpun dana sedikitpun dari
anggota maupun nasabah BWM Tebuireng Mitra Sejahtera sebagai bentuk
permodalan BWM Tebuireng Mitra Sejahtera, seluruhnya berasal dari LAZNAS
BSM yang di dapat dari para donatur yang tidak terikat.
Dana tersebut diserahkan kepada BWM Tebuireng Mitra Sejahtera sebagai
dana hibah bersyarat yang dirinci dalam bentuk simpanan wajib, simpanan
pokok, modal awal, dan deposit. Adapun maksud bersyarat dalam dana hibah ini
adalah :
1. Bahwa modal awal tidak boleh berkurang dan harus berlanjut untuk produk
pembiayaan
2. Digunakan pembiayaan dalam bentuk modal usaha untuk masyarakat sekitar
pesantren dan berfungsi secara berkelanjutan.
3. Penyimpanan deposit dana hibah seluruhnya di BSM Umat
Menurut Undang – Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro pada pasal 7 ayat (1) dan (2) menyebutkan “sumber
permodalan LKM disesuaikan dengan ketentuan bentuk badan hukumnya”
dan “mengenai syarat sebagai permodalan diatur dalam POJK”
Sumber pendanaan BWM Tebuireng Mitra Sejahtera sudah sesuai
menurut Undang – Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan
Mikro yang menjelaskan bahwasannya permodalan LKM disesuaikan dengan
3Wawancara Ekslusif dengan Manager BWM Tebuireng Mitra Sejahtera, ahmad Dawam
Anwar, Jombang 17 Januari 2019
71
bentuk badan hukumnya dan lembaga yang mengawasi bentuk lembaga ini
dengan sumber permodalan salah satunya berasal dari dana hibah dan bukan
termasuk dari pinjaman maupun tindak pencucian uang.
Dalam Undang – Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
sebagai bentuk badan hukum pada pasal 41 ayat (2) menyebutkan “Modal
sendiri dapat berasal dari : (a) Simpanan Pokok, (b) Simpanan Wajib, (c)
Dana Cadangan, (d) Hibah.”
Begitu juga Dalam POJK Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perizinan
Usaha dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro yang kemudian pada
tahun 2015 di ubah dalam POJK Nomor 61/POJK.05/ 2015 tentang Perubahan
Atas POJK Nomor POJK Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro mengenai simpanan wajib,
simpanan pokok, atau hibah dijelaskan pada pasal 9 ayat (4) menjelaskan
bahwa “modal kerja tersebut harus memenuhi 2 syarat yaitu (a) tidak berasal
dari pinjaman dan (b) tidak berasal dari dan atau tindak pencucian uang”
Menurut Undang – Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf, pada
bagian kesepuluh pasal 28 menyebutkan “Wakif dapat mewakafkan benda
bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh
Menteri” dan pada pasal 29 “Wakaf benda bergerak berupa uang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dilaksanakan oleh Wakif dengan
pernyataan kehendak Wakif yang dilakukan secara tertulis”
Dari sisi Undang – Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf sumber
pendanaan tersebut tidak sesuai karena dalam wakaf uang seorang wakif
hanya dapat mewakafkan uang melalui lembaga syariah yang ditunjuk oleh
menteri dengan membuat pernyataan kehendak atau keinginan peruntukkan
wakaf dan untuk siapa wakaf tersebut diberikan yang biasanya di lakukan
pada saat pelaksanaan ikrar wakaf.
72
Dalam Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 01 Tahun 2009 tentang
Pedoman Pengelolahan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak
Berupa uang pada pasal 3 ayat (4) menyebutkan “Penerimaan Wakaf Uang
dimana Wakif menentukan sendiri Mauquf alaih ditetapkan paling kurang
sejumlah Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).”
Dalam Sistem operasional penghimpunan dana BWM Tebuireng Mitra
Sejahtera dari sisi Undang–Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro dan Undang–Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf,
menjelaskan kedua regulasi tersebut saling bertolak belakang dalam sistem
operasional sumber pendanaan BWM Tebuireng Mitra Sejahtera dana
tersebut merupakan dana hibah bukan dana wakaf.
Salah satu bentuk penghimpunan dana adalah dana tersebut berasal dari
dana hibah bersyarat yang kemudian dijadikan modal awal BWM Tebuireng
Mitra Sejahtera dan sumber pendanaan yang di kategorikan sebagai sumber
dana wakaf apabila dana tersebut telah didaftarkan sebagai bentuk wakaf uang
diperuntukkan untuk apa dana tersebut dan waqif bisa menentukan sendiri
penerima manfaat dana bila dana wakaf yang diberikan mencapai Rp.
1.0000.0000.0000 (satu milyar).
B. Pengelolaan Dana
Dalam praktik operasional pengelolaan dana yang dilakukan oleh BWM
Tebuireng Mitra Sejahtera dalam bentuk kegiatan usaha yang memberi
keuntungan dan berprinsip pada syariah. Berdasarkan operasional mekanisme
yang ada, dan wawancara kepada manager BWM Tebuireng Mitra Sejahtera,
mengungkapkan,
“BWM Tebuireng Mitra Sejahtera mengelolah dana tersebut dengan
kegiatan usahanya hanya berupa bentuk pembiayaan qard dengan infaq
73
untuk biaya operasional sebesar 2,5% - 3% dalam satu tahun, begitupun
dengan besaran pinjamannya pun dibatasi mulai dari Rp. 1.000.000 (satu juta
rupiah) sampai dengan Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah) dengan pembayaran
angsuran secara mingguan namun BWM Tebuireng Mitra Sejahtera
memberlakukan batasan maksimal Rp. 2.000.000 (dua juta rupiah) untuk saat
ini dan yang paling penting pembiayaan ini tanpa agunan.”4
Adapun kegiatan usaha yang dilakukan oleh BWM Tebuireng Mitra
Sejahtera hanya ada satu produk pembiayaan yang berprinsip pada syariah
yaitu pembiayan qard sebagai pembiayaan modal usaha skala mikro dengan
biaya jasa operasional mencapai 2,5% – 3% dalam satu tahun dan tanpa
agunan dengan simulasi angsuran secara mingguan dan jumlah besaran
pembiayaan berkala dengan batasan mulai dari dibatasi mulai dari Rp.
1.000.000 (satu juta rupiah) sampai dengan Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah).
Dalam memberikan pinjaman BWM Tebuireng Mitra Sejahtera
membatasi dengan maksimal peminjaman mencapai Rp. 2.000.000 (dua juta
rupiah). Dan pembiaayaan tersebut hanya diberikan kepada masyarakat yang
berada dilingkungan pesantren dengan radius kurang lebih 5 kilometer (km).
Seiring berjalannya waktu pembiayaan dimungkinkan bisa mencapai
jumlah besaran maksimal apabila para nasabah dapat membayar dengan tepat
waktu atau track record pembayarannya baik dan usahanya terus
berkembang.5
Berikut ini merupakan jumlah nasabah pembiayaan pada BWM
Tebuireng Mitra Sejahtera :
4Wawancara Ekslusif dengan Manager BWM Tebuireng Mitra Sejahtera, ahmad Dawam
Anwar, Jombang 17 Januari 2019 5Wawancara Ekslusif dengan Manager BWM Tebuireng Mitra Sejahtera, ahmad Dawam
Anwar, Jombang 17 Januari 2019
74
Tabel 4.2
Jumlah Nasabah BWM Tebuireng Mitra Sejahtera
Jumlah Keterangan
54 Kelompok Usaha Mikro Pesantren Indonesia (KUMPI)
15 Jumlah Halaqoh Mingguan (HALMI)
270 Jumlah Nasabah Keseluruhan
Sumber : BWM Tebuireng Mitra Sejahtera
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah HALMI terdapat 15 yang
masing – masing terdiri antara 3 sampai 4 KUMPI, dan masing – masing
KUMPI berjumlah 5 orang sehingga keseluruhan jumlah nasabah sejak
sosialisasi sampai sekarang mencapai 270 portofolio nasabah. Keseluruhan
jumlah nasabah merupakan berjenis kelamin perempuan atau dominan dengan
ibu–ibu yang memiliki usaha di sekitar pondok pesantren tebuireng, Jombang
yang memiliki usaha toko klontong, warung, dan juga penjual disekitar
pemakaman keluarga KH. Hasyim Asyari.
BWM Tebuireng Mitra Sejahtera menyalurkan pembiayaan qard tersebut
kepada nasabah tersebut yang telah lulus Pelatihan Wajib Kumpi (PWK)
dengan pinjaman awal sebesar Rp. 1.000.000 (Satu juta rupiah) dan ujrah
menjadi bentuk keuntungan dari BWM Tebuireng Mitra Sejahtera.
Berikut ini merupakan simulasi angsuran pembiayaan qard pada untuk
nasabah beserta angsuran dan ujrahnya :
75
Tabel 4.3
Simulasi Pembiayaan Qard pada BWM Tebuireng Mitra Sejahtera
Pinjaman 3%
Minggu
40 30 20
Angsuran Ujrah Angsuran Ujrah Angsuran Ujrah
Rp. 2.000.000 Rp. 60.000 Rp. 50.000 Rp. 1.500 Rp. 66.666 Rp. 2000 Rp. 100.000 Rp. 4000
Rp. 1.900.000 Rp. 57.000 Rp. 47. 500 Rp. 1. 425 Rp. 63.333 Rp. 1900 Rp. 95.000 Rp. 3.800
Rp. 1.800.000 Rp. 54.000 Rp. 45.000 Rp. 1. 350 Rp. 60.000 Rp. 1800 Rp. 90.000 Rp. 3.600
Rp.1. 700.000 Rp.51.000 Rp. 42. 500 Rp. 1.275 Rp. 56.666 Rp. 1.700 Rp. 85.000 Rp. 3. 400
Rp.1. 600.000 Rp. 48.000 Rp. 40.000 Rp. 1. 200 Rp. 53.333 Rp. 1.600 Rp. 80.000 Rp. 3. 200
Rp.1. 500.000 Rp. 45.000 Rp. 37.500 Rp. 1. 125 Rp. 50.000 Rp. 1. 500 Rp. 75.000 Rp. 3.000
Rp.1. 400.000 Rp. 42.000 Rp. 35.000 Rp. 1.050 Rp. 46. 666 Rp. 1. 400 Rp. 70.000 Rp. 2.800
Rp.1. 300.000 Rp. 39. 000 Rp. 32. 500 Rp. 975 Rp. 43. 333 Rp. 1. 300 Rp. 65.000 Rp. 2.600
Rp.1.200. 000 Rp. 36.000 Rp. 30. 000 Rp. 900 Rp. 40.000 Rp. 1. 200 Rp. 60.000 Rp. 2. 400
Rp. 1.100.000 Rp. 33.000 Rp. 27. 500 Rp. 825 Rp.36. 666 Rp. 1. 100 Rp. 55.000 Rp. 2. 200
Rp. 1.000.000 Rp. 30.000 Rp. 25.000 Rp. 750 Rp. 33.333 Rp. 1. 000 Rp. 50.000 Rp. 2.000
Sumber : BWM Tebuireng Mitra Sejahtera
Tabel tersebut menjelaskan bahwa dalam sistem operasional pembayaran
angsuran pembiayaan dilakukan secara mingguan dengan tiga pilihan yaitu 20,
30, dan 40 minggu. Apabila pembiayaan sebesar Rp. 1.000.000 maka jasa yang
harus dibayar adalah 3% dari jumlah pembiayaan yaitu Rp. 30.000 banyaknya
pembayaran jasa tidak ditentukan oleh berapa lama nasabah dalam melakukan
angsuran pembayaran melainkan ditentukan berdasarkan pada jumlah
pembiayaan yang diajukan. Dalam hal ini mendiskripsikan mulai pembiayaan
76
Rp. 1.000.000, ujrah tersebut berlaku sampai pada pembiayaan maksimal Rp.
3.000.000.
Apabila ditinjau dari produk pembiayaan qardh yang dimiliki oleh BWM
Tebuireng Mitra Sejahtera, berdasarkan jumlah nasabah yang mengajukan
pembiayaan adalah sebagai berikut :6
Jumlah Nasabah : 270 orang
Jumlah Pembiayaan : Rp. 1.000.000
Biaya Jasa : 3% = 30.000
Maka
Modal pembiayaan : Jumlah Nasabah x Jumlah pembiayaan
= 270 x 1.000.000
= 270.0000
Profit atau Keuntungan : Biaya jasa x Jumlah Nasabah
= 30.000 x 270
= 8.100.000
Adapun profit yang didapat dalam setiap 20 minggu sekali atau setara selama 5
(lima) bulan BWM Tebuireng Mitra Sejahtera mendapat profit sejumlah Rp.
8.100.000. dan profit tersebut digunakan sebagai biaya operasional atau
administrasi selama masa pembiayaan setiap nasabah dengan kegiatan HALMI
yang dilakukan setiap minggunya.
Dalam melaksanakan kegiatan usaha oleh BWM Tebuireng Mitra
Sejahtera yang berdasarkan prinsip syariah telah dibentuk Dewan Pengawas
Syariah (DPS) yang bertugas untuk mengawasi dan memberi nasihat kepada
manager BWM Tebuireng Mitra Sejahtera agar kegiatan usaha yang di
laksanakan sesuai dengan prinsip syariah dan menilai aspek pedoman
operasional yang telah ditetapkan oleh DSN MUI.
6Perhitungan Administrasi BWM Tebuireng Mitra Sejahtera, ahmad Dawam Anwar, Jombang
17 Januari 2019
77
Menurut Undang – Undang No.1 tahun 2013 tentang LKM, pasal 11 ayat
(1) menjelaskan “Kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan
pemberdayaan masyarakat, baik melalui Pinjaman atau Pembiayaan dalam
usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan Simpanan,
maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha.” Dan pada pasal 13
ayat (1) menyebutkan “untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah LKM wajib membentuk dewan pengawas syariah.”
Kegiatan usaha yang dilakukan oleh BWM Tebuireng Mitra Sejahtera
sebagai bentuk pengelolahan dana telah sesuai dengan Undang – Undang No.1
tahun 2013 tentang LKM, yang menyebutkan kegiatan usaha dapat berupa
pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat dan
membentuk dewan pengawas syariah sebagai penasihat dan pengawas dalam
menjalankan kegiatan usahanya.
Dalam Undang – Undang Undang – Undang No. 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian pasal 43 ayat (3) menyebutkan “Koperasi menjalankan kegiatan
usaha dan berperan utama di segala bidang kehidupan ekonomi rakyat.”
Dalam Dalam POJK Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha
dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro yang kemudian pada tahun 2015
di ubah dalam POJK Nomor 61/POJK.05/ 2015 tentang Perubahan Atas POJK
Nomor POJK Nomor 12/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro pada pasal 12 ayat (5) menyebutkan
“Tugas pengawasan dan pemberian nasihat dilakukan dalam bentuk: (a)
memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional LKM terhadap
fatwa yang telah ditetapkan oleh DSN MUI; (b) menilai aspek Syariah terhadap
pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan LKM; (c) mengkaji produk
dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN
MUI”.
78
Menurut Undang – Undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf, bahwa
wakaf dalam bentuk wakaf uang dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan
Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 01 Tahun 2009 tentang Pedoman
Pengelolahan dan pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang
yang di jelaskan pada pasal 9 ayat (5) yang berbunyi “Pengelolaan dan
pengembangan Wakaf Uang atas setoran Wakaf Uang dan investasi Wakaf
Uang oleh Nazhir wajib ditujukan untuk optimalisasi perolehan keuntungan
dan/atau pemberdayaan ekonomi ummat.”
Pengelolaan dana oleh BWM Tebuireng Mitra Sejahtera menurut Undang
– Undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf berdasarkan Peraturan Badan
Wakaf Indonesia No. 01 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolahan dan
pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang tidak sesuai dengan
regulasi tersebut meskipun secara dana tersebut digunakan untuk
pemberdayaan ekonomi ummat karena secara operasional laporan apabila dana
yang disalurkan merupakan dana wakaf maka pengelolaan dana tersebut adalah
nazhir dengan melaporkan seluruh laporan yang berkaitan dengan pengelolaan
dan dana pengembangan kepada BWI.
Dalam Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 01 Tahun 2009 tentang
Pedoman Pengelolaan dan pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak
Berupa Uang pasal 13 ayat (2) yang menyebutkan “Penyaluran manfaat hasil
investasi Wakaf Uang secara langsung adalah program pembinaan dan
pemberdayaan masyarakat yang secara langsung dikelola oleh Nazhir.”
Pengelolaan dana oleh BWM Tebuireng Mitra Sejahtera menurut Undang
– Undang No. 01 Tahun 2013 tentang LKM dan Undang – Undang No. 41
Tahun 2004 tentang wakaf, dalam operasionalnya kedua undang – undang
tersebut saling bertolak belakang meskipun keduanya bertujuan untuk
pemberdayaan masyarakat skala mikro, dimana pengelolaan dana tersebut lebih
sesuai dengan UU LKM yang menyalurkan dana tersebut dalam bentuk
79
kegiatan usaha berupa pembiayaan berprinsip pada syariah (penasehat oleh
DSN-MUI).
Apabila dilihat dari sisi wakaf penyaluran dana tersebut dilakukan dalam
bentuk manfaat investasi yang secara langsung dikelola oleh nazhir dengan
pembinaan dan pengawasan oleh BWI
C. Laporan Rutin (Regular Report)
Dalam operasional pengelolahan dana, BWM Tebuireng Mitra Sejahtera
wajib melakukan laporan rutin (regular report), diantaranya :7
1. Laporan mingguan yaitu laporan yang disampaikan secara mingguan atau
setiap dua minggu sekali dengan format laporan berupa setor neraca, laba
rugi dan history pembiayaan atau berita acara pembiayaan. Laporan
mingguan ini dilaporkan kepada LAZNAS.
2. Laporan bulanan yaitu laporan yang disampaikan setiap 1 (satu) bulan sekali
sekali dengan format laporan berupa setor neraca, laba rugi dan history
pembiayaan atau berita acara pembiayaan. Laporan bulanan ini dilaporkan
kepada LAZNAS dan OJK.
3. Laporan 4 (empat) bulanan yaitu laporan yang disampaikan setiap 4 (empat)
bulan sekali dengan format laporan berupa setor neraca, laba rugi dan history
pembiayaan atau berita acara pembiayaan. Laporan empat bulanan ini
dilaporkan kepada OJK.
4. Laporan Tahunan yaitu laporan yang disampaikan setiap akhir tahun dengan
format laporan berupa setor neraca, laba rugi dan history pembiayaan atau
berita acara pembiayaan. Laporan tahunan ini dilaporkan kepada OJK dan
7Wawancara Ekslusif dengan Manager BWM Tebuireng Mitra Sejahtera, ahmad Dawam
Anwar, Jombang 17 Januari 2019
80
pada laporan ini sekaligus laporan akhir tahun atau tutup buku. Dan pada
saat laporan tahunan akan diselenggarakan rapat tahunan.
Operasional laporan rutin (regular report) oleh BWM Tebuireng Mitra
Sejahtera melaporkan seluruh pengelolaan dana kepada LAZNAS sebagai
manajemen pengelola dana donasi program BWM Tebuireng Mitra Sejahtera
dan OJK sebagai sebagai regulator pengaturan dan pengawasan BWM
Tebuireng Mitra Sejahtera.
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro pada pasal 30 ayat (1) berbunyi “ LKM wajib menyampaikan
keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan : (a) Laporan keuangan setiap 4
(empat) bulan; dan/atau (b) laporan lain yang ditetapkan dalam peraturan
Otoritas Jasa Keuangan.”
Dari sisi Undang – Undang No. 1 tentang LKM bentuk laporan rutin
(regular report)yang dilakukan oleh BWM Tebuireng Mitra Sejahtera telah
sesuai dengan Undang-Undang tersebut yang menyebutkan LKM wajib
menyampaikan laporan kepada ojk setiap 4 (empat) bulan sekali dan
ketentuan lain yang diatur oleh OJK.
Menurut Undang- Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf pada
pasal 71 ayat (1) berbunyi “Pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Badan
Wakaf Indonesia dilakukan melalui laporan tahunan yang diaudit oleh
lembaga audit independen dan disampaikan kepada Menteri”. Dan ayat (2)
berbunyi “Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diumumkan kepada masyarakat.”
Dari sisi Undang- Undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf bentuk
bentuk laporan rutin (regular report)yang dilakukan oleh BWM Tebuireng
Mitra Sejahtera tidak sesuai karena berdasarkan pada Undang – Undang
tersebut menyatakan bahwa laporan wajib di sampaikan kepada BWI yang
81
kemudian BWI bertanggungjawab atas laporan yang telah diaudit oleh
lembaga audit independen dan diumumkan kepada masyarakat.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 42 Tahun 2006
tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf pada
pasal 56 ayat (3) menyatakan “Pengawasan pasif dilakukan dengan melakukan
pengamatan atas berbagai laporan yang disampaikan Nazhir berkaitan dengan
pengelolaan wakaf”.
Operasional laporan rutin (regular report) oleh BWM Tebuireng Mitra
Sejahtera menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang LKM dan
Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf secara jelas menunjukkan
salaing bertolak belakang.
Dalam implementasi operasionalnya BWM Tebuireng Mitra Sejahtera
lebih sesuai dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang LKM yang
melaporkan keuangan setiap 4 (empat) bulan kepada OJK dan ketentuan lain
yang diatur oleh OJK yaitu BWM Tebuireng Mitra Sejahtera melaporkan
dalam laporan mingguan, bulanan, dan tahunan yang disampaikan kepada
LAZNAS dan OJK bukan melaporkan kepada BWI yang kemudian
diumumkan kepada masyarakat.
D. Penyelesaian Non Performing Loan
Dalam penyaluran sumber pendanaan kepada kelompok usaha
lingkungan pesantren dalam bentuk pembiayaan dapat mendorong
penyimpangan dalam realisasi pembiayaan yang dapat berupa Non
Performing Loan (Nasabah tidak mampu membayar) atau disebut sebagai
salah satu resiko pembayaran macet oleh nasabah kepada lembaga keuangan.
Menurut manager BWM Tebuireng Mitra Sejahtera, Ahmad Dawam
Anwar mengungkapkan,
82
“Untuk mengenai pembayaran macet oleh nasabah, karena sejak awal
mengajukan pembiayaan syaratnya harus membentuk kelompok minimal 15
(lima belas) orang maka dalam hal ini jika salah satu nasabah melakukan
tindakan Non Performing Loan atau lari dari tanggung jawab pembayaran
angsuran pembiayaan maka pembayaran angsuran ditanggung secara
bersama oleh kelompok tersebut atau biasa disebut dengan sistem tanggung
renteng sesuai dengan mekanisme operasional yang ada” 8
BWM Tebuireng Mitra Sejahtera dalam menyelesaikan Non Performing
Loan dilakukan sesuai dengan mekanisme yang telah ada, pembiayaan di
BWM Tebuireng Mitra Sejahtera berbentuk kelompok maka dalam
penyelesaian sengketa atau kasus nasabah yang sudah tidak sanggup untuk
membayar atau lari dari tanggungjawab pembayaran angsuran pembiayaan
maka kelompok yang menaungi nasabah tersebut harus bertanggungjawab
bersama – sama untuk membayar atau melunasi pembiayaan nasabah yang
melakukan tindakan tersebut dengan melakukan musyawarah saja tanpa harus
diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.
Menurut Undang –Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro secara isi tidak ada pasal yang menyebutkan mengenai
penyelesaian perkara atau kasus penyimpangan Non Performing Loan.
Berdasarkan mekanisme pembiayaan pada BWM Tebuireng Mitra
Sejahtera yang menggunakan akad qardh maka dalam penyelesaian kasus
penyimpangan Non Performing Loan dapat dilaksanakan menurut Fatwa DSN
MUI No. 19/ DSN – MUI/IV/2001 tentang Al – qardh pasal 4 ayat (1)
8Wawancara Ekslusif dengan Manager BWM Tebuireng Mitra Sejahtera, ahmad Dawam
Anwar, Jombang 17 Januari 2019
83
menyatakan “ jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrasi Syari'ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah”
Langkah yang diambil oleh BWM Tebuireng Mitra Sejahtera tidak sesuai
menurut Fatwa DSN MUI No. 19/ DSN – MUI/IV/2001 tentang Al – qardh
meskipun dalam praktik operasional penyelesaian sengketa non performing
loan diselesaikan melalui langkah musyawarah dan membebankan
pembayaran angsuran pada anggota kumpi yang menaungi nasabah yang
bermasalah tersebut tanpa harus ke Badan Arbitrase Syariah meskipun dalam
musyawarah tersebut tidak mencapai mufakat.
Menurut Undang – Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, pada
pasal 62 menyebutkan “Penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui
musyawarah untuk mencapai mufakat, Apabila penyelesaian sengketa tidak
mencapai mufakat, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase,
atau pengadilan”
Dalam penyelesaian non performing loan pada BWM Tebuireng Mitra
Sejahtera menurut Undang – Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf tidak
sesuai dalam menyelesaikan penyelesaian sengketa non performing loan oleh
BWM Tebuireng Mitra Sejahtera meskipun langkah yang ditempuh melalui
musyawarah terlebih dahulu untuk mencapai mufakat, karena BWM
Tebuireng Mitra Sejahtera meskipun tidak mencapai mufakat tidak akan
melanjutkan perkara ini sampai ke ranah mediasi, arbitrase, atau pengadilan.
Operasional BWM Tebuireng Mitra sejahtera dalam menyelesaikan
perbuatan penyimpangan berupa Non Performing Loan tidak berlandasakan
pada Undang – Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
dan Undang – Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf meskipun kedua
84
regulasi tersebut menyebutkan langkah penyelesainnya melalui musyawarah
terlebih dahulu untuk mencapai mufakat sebelum melanjutkan keranah yang
lebih tinggi yaitu jalur litigasi taupun non- litigasi.
BWM Tebuireng Mitra sejahtera memiliki mekanisme operasional
sendiri dalam penyelesaian kasus Non Performing Loan tersebut ditanggung
secara bersama – sama oleh anggota kelompok yang terbentuk dalam
kelompok usaha yang menaungi nasabah yang tidak sanggup membayar atau
lari dari tanggung jawab membayar angsuran pembiayaan yang telah
diajukan.
Mekanisme yang di praktikan BWM Tebuireng Mitra sejahtera tersebut
dilandasi pada pengajuan pembiayaan yang berbentuk kelompok atau
KUMPI, jumlah paket pembiayaan yang tidak terlalu besar, dan tidak adanya
jaminan dalam mengajukan pembiayaan sehingga penyelesaian tersebut
dilaksanakan secara tanggung renteng.
85
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab
sebelumnya, maka terdapat hal – hal pokok yang dapat dijadikan kesimpulan,
diantaranya sebagai berikut :
Sistem operasional BWM Tebuireng Mitra Sejahtera menurut Undang –
Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro dan Undang –
Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
1. Sumber pendanaan BWM Tebuireng Mitra Sejahtera dari sisi dengan Undang
No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro dan Undang – Undang
No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf lebih sesuai dengan UU LKM yang
menyebutkan dana tersebut merupakan dana hibah bukan dana wakaf sebagai
bentuk sumber pendanaan dan kedua regulasi tersebut saling bertolak belakang
apabila dijadikan sebagai landasan mekanisme operasional BWM Tebuireng
Mitra Sejahtera.
2. Pengelolahan dana oleh BWM Tebuireng Mitra Sejahtera dari sisi dengan
Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro dan
Undang–Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dalam sistem
operasionalnya lebih sesuai terhadap UU LKM dengan melakukan kegiatan
usaha berupa pembiayaan modal usaha skala mikro berupa pembiayaan qard
dan berprinsip pada syariah dengan membentuk dewan pengawas syariah
sebagai penasehat.
3. Laporan rutin (regular report) oleh BWM Tebuireng Mitra Sejahtera dari sisi
dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
dan Undang–Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dalam sistem
operasionalnya lebih sesuai terhadap UU LKM karena dalam praktiknya BWM
86
Tebuireng Mitra Sejahtera menyampaikan laporan rutin kepada LAZNAS dan
OJK terkait pengelolaan dana tersebut bukan melaporkan kepada BWI lalu
diumumkan kepada masyarakat.
4. Penyelesaian Non performing Loan di BWM Tebuireng Mitra Sejahtera dari
sisi dengan Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro dan
Undang – Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dalam sistem
operasionalnya kedua undang – undang tersebut tidak bersinergi terhadap
implemetasi operasional BWM Tebuireng Mitra Sejahtera meskipun kedua
regulasi tersebut menyebutkan langkah yang melalui musyawarah terlebih
dahulu untuk mencapai mufakat sebelum melanjutkan keranah yang lebih
tinggi yaitu jalur litigasi maupun non-litigasi. Pasalnya BWM Tebuireng Mitra
Sejahter memiliki ketentuan mekanisme operasional dalam kasus tersebut yang
diselesaikan secara tanggung renteng oleh KUMPI yang menaungi nasabah,
ketentuan tersebut dibuat mendasar pada pengajuan pembiayaan yang
berbentuk kelompok atau KUMPI, jumlah paket pembiayaan yang tidak terlalu
besar, dan tidak adanya jaminan dalam mengajukan pembiayaan.
B. Saran
Berdasarkan dari pembahasan yang telah ada, terdapat beberapa saran yang
perlu dipertimbangan dan tidak lanjut mengenai kelembagaan BWM agar
kedepannya semakin baik, berikut beberapa sarannya :
1. Perlunya dilakukan sosialisasi mengenai kelembagan Bank Wakaf Mikro
(BWM) Tebuireng Mitra Sejahtera guna mengubah mindset masyarakat
awam mengenai lembaga BWM sebagai bentuk lembaga keuangan karena
lembaga BWM bukan merupakan lembaga perbankan maupun lembaga
wakaf
87
2. Perlu adanya tranparansi oleh pihak yang mempelopori lembaga ini terkait
sumber pendanaan itu berasal sehingga tidak menyebabkan kerancuan asal
sumber dana tersebut sebagai bentuk permodalan.
3. Perlu dilakukan kajian terhadap instansi – instansi terkait lembaga Bank
Wakaf Mikro (BWM) Tebuireng Mitra Sejahtera baik dari OJK, DSN MUI,
dan lembaga itu sendiri mengenai konsep mekanisme bentuk permodalan
dan model bisnis yang digunakan Bank Wakaf Mikro (BWM) Tebuireng
Mitra Sejahtera agar tidak terjadi kerancuan antara kelembagaan Bank
Wakaf Mikro (BWM) Tebuireng Mitra Sejahtera sebagai bentuk LKM atau
lembaga wakaf sehingga dalam pengelolahan dan operasional sumber
pendanaan, jenis investasi, dan penyelesaian apabila terjadi sengketa pada
lembaga tersebut dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan
undang – undang atau regulasi yang berlaku.
88
DAFTAR PUSTAKA
Al- Qur’an
Surat Al – Baqarah Ayat 267
Buku – Buku
Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam, Pedoman pengelolaan Wakaf Tunai, Jakarta : Kementrian Agama, 2006
Direktorat Pemberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam, Perkembangan Pengelolaan Wakaf di Indonesia, Jakarta : Kementrian
Agama, 2006
Fakultas Syariah dan Hukum, Pedoman Penulisan Skripsi”, Jakarta : FSH, 2017.
Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia, Edisi Pertama, Cet.
1. 2015
Peter, Marzuki Mahmud, Penelitian Hukum, Cet. 2, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2006
Subagyo, Ahmad, Manajemen Operasi Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Jakarta
Mitra Wacana Media, 2015
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta : Rajawali Press, 2008
Susilo, Y. Sri, dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta : Salemba Empat, 2000
Soeharto, Irwan, Metode Penelitian Sosial, Cet.6, Bandung : PT Raja Grafindo, 2004
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. 3, Jakarta : UI – Press, 2015
Soemitra, Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Edisi Kedua, Cet. 7, Jakarta :
Kencana, 2017
89
Usman, Rachmadi, Hukum Perwakafan di Indonesia, Edisi Pertama, Cet. 2, Jakarta :
Sinar Grafika, 2013
Jurnal
Arie Haura, Lukan M Bagal, dan Hendri Tanjung, Analisis Pengelolahan Wakaf Uang
pada Koperasi Jasa Keuangan Syariah (Pendekatan Analytical Network Process),
Institut Pertanian Bogor, Jurnal Al – Muzara’ah Vol. 6 No. 1 (2016) : h. 89 - 105
Baskara, I Gede Kajeng, Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia, Jurnal Buletin Studi
Ekonomi, Universitas Udayana, Vol. 18 No. 2 (2013) : h. 114 - 125
Faujiah, Ani, Bank Wakaf Mikro dan Pengaruhnya Terhadap Inklusi Keuangan Pelaku
Usaha Kecil dan Mikro (UKM), 2nd Annual Conference From Muslim
Scholars,(2018) : h.373 - 381
Meuthiya, Athifa Arifin, pengembangan Produk – Produk Lembaga Syariah, Jurnal
Equilibrum, Vol. 2, No, 1 (Juni 2014) : h. 157 - 173
Rusydiana, Aam S., Irman Firmansyah, Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan
Mikro Syariah di Indonesia : Pendekatan Matriks EFAS IFES, Jurnal Ekonomi
Islam Volume 9, Nomor 1 (November 2018) : h. 48 - 73
Sapudin, Ahmad, dkk, Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro Syariah
(Studi Kasus pada BMT Tawfin Jakarta), Institut Pertanian Bogor, Jurnal Al -
Muzara’ah Vol. 5 No. 1 (2017) : h. 21 - 34
Sutrisna, Kajian Yuridis Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Menurut Undang – Undang
No. 1 Tahun 2013 Tentang Lembaga keuangan Mikro dan Baitul Maal Wat
Tamwil (BMT) Menurut Undang – Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang
90
Perkoperasian, Jurnal Penelitian Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi
Surakarta, (2017) : h. 1 - 21
Widya, Fitriani, Lembaga Keuangan Mikro Syariah : Eksistensi dan Aksebilitasnya
Bagi Pembiayaan Usaha Tani di Sumatera Barat ( Studi Kasus : Koperasi Jasa
Keuangan Syariah (KJKS) Baitul Maal Wal Tamwil (BMT), Jurnal Agribisni
Indonesia , Universitas Andalas, Vol. 4 No. 2 (Desember 2016) : h. 149 - 161
Interview
Interview pribadi dengan Ahmad Dawam Anwar selaku Manager BWM Tebuireng
Mitra Sejahtera, Jombang, 17 Januari 2019
Perundang – Undangan
Undang–Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
Undang–Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Undang–Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
Kompilasi Hukum Islam
Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 01 Tahun 2009 tentang Pedoman
Pengelolahan dan pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang
Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang –
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Berita dan Artikel dalam Koran
Berita Resmi Statistik No. 57/07/Th. XXI, 16 Juli 2018
91
Yudhi Rachman, Arah Bank Wakaf Mikro, Faculty Member Lembaga Pengembangan
Perbankan Indonesia (LPPI) ,Mahaka Group, Republika, 7 Desember 2018
Situs Internet
OJK.id, Regulasi Lembaga Keuangan Mikro, diakses pada 11 Agustus 2019 dari
https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/Pages/Lembaga-Keuangan-Micro.aspx
Sindo News.com, Romdlon Hidayat, Direktur Utama Inisiatif Wakaf mengatakan,
wakaf merupakan bagian dari syariat Islam yang sangat dianjurkan, Berita
diakses pada 01 September 2018” dari
https://nasional.sindonews.com/read/1272072/15/potensi-aset-wakaf-di-
indonesia-capairp2000-triliun-1515446944
Shariah news.com, DSN belum keluarkan fatwa pedoman bank wakaf mikro, Berita
diakses pada 08 Agustus 2018 dari https://sharianews.com/posts/azharuddin-
lathif-dsn-belum-pernah-keluarkan-fatwa-pedoman-bank-wakaf-mikro
Shariah news.com, Presiden Joko Widodo meresmikan bank wakaf mikro di Pesantren
Assalafi Al Fithrah Surabaya, Berita diakses pada 28 Agustus 2018 dari
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20180310064906-78-281918/ojk-beri-
izin-usaha-20bank-wakaf-mikro
LAMPIRAN - LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Pencairan Deposito
Lampiran 2 Keputusan Menteri Koperasi Republik Indonesia
Lampiran 3 Pemberian Izin Usaha Oleh OJK
Lampiran 4 Jadwal Pra PWK dan PWK
JADWAL PRA PWK & PWK LKMS TEBUIRENG MITRA SEJAHTERA
TAHUN 2018
NO HARI/JAM 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00
1 SENIN PWK
DEMPOK
ISTIRAHAT
KAYANGAN
2 SELASA PWK
DEMPOK KAYANGAN
3 RABU PWK
DEMPOK KAYANGAN
4 KAMIS PWK
DEMPOK KAYANGAN
5 JUM'AT PWK
DEMPOK KAYANGAN
Lampiran 5 Jadwal Halmi (Halaqoh Mingguan)
JADWAL HALMI LKMS TEBUIRENG MITRA SEJAHTERA
TAHUN 2018
NO HARI/JAM 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00
1 SENIN REVIEW AR RAHMAN (GROGOL) 15
KHUSNUL
KHOTIMAH (KWARON) 15
ISTI
RA
HA
T
SAKINAH (KAYANGAN) 25
1. ISTIQOMAH (SEBLAK) 15
2. AR-ROZAQ
(KAYANGAN) 25
2 SELASA REVIEW
1. BERSYUKUR
(KAYANGAN) 15
AL-UMMI (DEMPOK) 20
BAROKAH (TEBUIRENG) 20
2. FIRDAUS
(SUMOYONO) 15
3 RABU REVIEW
AL-IKHLAS (KAYEN) 25
AL-HIDAYAH (KAYANGAN) 15
AN-NUR (DEMPOK) 15
4 KAMIS REVIEW
KAROMAH (TEBUIRENG) 15
RIZQINA (CUKIR) 14
AL-KAUTSAR (JATIREJO) 20
5 JUM'AT LAPORAN
Lampiran 6 Surat Permohonan awancara dan Pengambilan Data
Lampiran 7 Surat Keterangan Pengambilan Data
Lampiran 8 Lampiran Wawancara
Lampiran Wawancara
1. Darimana sumber pendanaan modal awal kerja BWM Tebuireng Mitra
Sejahtera ?
Jawaban :
“Sumber pendanaan modal awal kerja BWM Tebuireng Mitra Sejahtera berasal
dari dana hibah yang digulirkan oleh LAZ BSM Umat kepada lembaga modal
awal kerja BWM Tebuireng Mitra Sejahtera sebagai bentuk dana hibah
bersyarat kemudian di gunakan untuk memberdayakan ekonomi masyarakat
sekitar pesantren melalui Bank Wakaf Mikro di Tebuireng ini dengan jumlah
dana sebesar Rp. 4.250.000.000-, ( Empat miliar dua ratus lima puluh juta
rupiah) kemudian dana itu digunakan sebagai modal kerja dan dalam hal ini
kami tidak mendapat modal tersebut bukan dari menghimpun dana dari anggota
atau nasabah BWM Tebuireng Mitra Sejahtera”
2. Dari jumlah dana hibah yang diberikan oleh LAZ BSM Umat, bagaimana
perincian penggunaan dana tersebut ?
Jawaban :
“Dana sejumlah nilai tersebut dibagi menjadi 3 bagian diantaranya :
a. Simpanan wajib dan simpanan pokok sebagai bentuk ketentuan dan
kesesuaian bentuk badan hukum
b. Modal awal usaha yang langsung dicairkan untuk disalurkan dalam bentuk
pembiayaan sebagai bentuk modal kerja jumlah dari modal awal yang
diberikan adalah Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah)
c. Deposit sebagai bentuk dana abadi yang dikelolah oleh Lembaga Amil Zakat
Bank Syariah Mandiri Umat ( LAZ BSM Umat) yang dibagi menjadi dua,
diantaranya :
1) Deposit I dengan jumlah dana senilai Rp. 900 .000.000 ( sembilan ratus
juta) wajib disimpan di BSM Umat dicairkan sebanyak 9 kali dengan
besaran satu kali cair Rp. 100.000.000 (seratus juta)
2) Deposit II
Deposito yang disebut sebagai dana abadi yang dikelolah oleh Lembaga
Amil Zakat Bank Syariah Mandiri Umat ( LAZ BSM Umat) dan dapat
di cairkan apabila terdapat persetujuan dari OJK.”
3. Bagaimana BWM Tebuireng Mitra Sejahtera dalam mengelolah dana yang
diberikan oleh LAZ BSM Umat sebagai dana modal kerja ?
Jawaban :
“BWM Tebuireng Mitra Sejahtera mengelolah dana tersebut dengan kegiatan
usahanya hanya berupa bentuk pembiayaan qard dengan infaq untuk biaya
operasional sebesar 2,5% - 3% dalam satu tahun, begitupun dengan besaran
pinjamannya pun dibatasi mulai dari Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) sampai
dengan Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah) dengan pembayaran angsuran secara
mingguan namun BWM Tebuireng Mitra Sejahtera memberlakukan batasan
maksimal Rp. 2.000.000 (dua juta rupiah) untuk saat ini dan yang paling
penting pembiayaan ini tanpa agunan.”
4. Dalam pengelolahan dana dengan melakukan kegiatan usaha yang dilakukan
oleh BWM Tebuireng Mitra Sejahtera apakah ada pengawasan dan
pendampingan ?
Jawaban :
“Untuk pengawasan kegiatan usaha lembaga BWM Tebuireng Mitra Sejahtera
dilakukan oleh OJK dan DSN – MUI baik pusat atau DSN tingkat kabupaten
dan untuk pendampingan kami melakukan pendampingan kepada nasabah yang
disebut KUMPI dengan melakukan kegiatan HALMI ( Halaqoh Mingguan)
dengan kegiatan meliputi istighosah, pengembangan usaha, dan pembayaran.”
5. Bagaimana BWM Tebuireng Mitra Sejahtera dalam melaporkan kepada
pengawas dalam pengelolahan dana yang dilakukan oleh BWM Tebuireng
Mitra Sejahtera?
Jawaban :
“Pengelolahan dana, BWM Tebuireng Mitra Sejahtera wajib melakukan
laporan rutin (regular report) yaitu :
a. Laporan mingguan yaitu laporan yang disampaikan secara mingguan dan
dilaporkan kepada LAZNAS.
b. Laporan bulanan yaitu laporan yang disampaikan setiap 1 (satu) bulan
sekali dan dilaporkan kepada LAZNAS dan OJK.
c. Laporan 4 (empat) bulanan yaitu laporan yang disampaikan setiap 4
(empat) bulan sekali dan dilaporkan kepada OJK.
d. Laporan Tahunan yaitu laporan yang disampaikan setiap akhir tahun
kepada OJK dan pada laporan ini sekaligus laporan akhir tahun atau tutup
buku. Dan pada saat laporan tahunan akan diselenggarakan rapat tahunan.”
6. Dalam kegiatan usaha yang dilakukan oleh BWM Tebuireng Mitra Sejahtera
bila terjadi masalah Non Performing Loan bagiamana proses penyelesainnya ?
Jawaban :
“Lembaga BWM Tebuireng Mitra Sejahtera untuk mengenai pembayaran
macet oleh nasabah, karena sejak awal mengajukan pembiayaan syaratnya
harus membentuk kelompok minimal 15 (lima belas) orang maka dalam hal ini
jika salah satu nasabah melakukan tindakan Non Performing Loan atau lari dari
tanggung jawab pembayaran angsuran pembiayaan maka pembayaran angsuran
ditanggung secara bersama oleh kelompok tersebut atau biasa disebut dengan
sistem tanggung renteng sesuai dengan mekanisme operasional yang ada”
Lampiran 9 Dokumentasi Penelitian
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2013
TENTANG
LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa untuk menumbuhkembangkan perekonomian rakyat menjadi tangguh, berdaya, dan mandiri yang
berdampak kepada peningkatan perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional;
b. bahwa masih terdapat kesenjangan antara permintaan dan ketersediaan atas layanan jasa keuangan mikro yang
memfasilitasi masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah, yang bertujuan untuk
memberdayakan ekonomi masyarakat;
c. bahwa untuk memberikan kepastian hukum dan memenuhi kebutuhan layanan keuangan terhadap
masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah, kegiatan layanan jasa keuangan mikro dan kelembagaannya perlu diatur secara Iebih komprehensif
sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Undang-Undang tentang Lembaga Keuangan
Mikro;
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 ayat (1)
dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945;
Dengan . . .
- 2 -
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG LEMBAGA KEUANGAN
MIKRO.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Lembaga Keuangan Mikro yang selanjutnya disingkat
LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau
pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang
tidak semata-mata mencari keuntungan.
2. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada LKM dalam bentuk tabungan dan/atau deposito berdasarkan perjanjian penyimpanan
dana.
3. Pinjaman adalah penyediaan dana oleh LKM kepada
masyarakat yang harus dikembalikan sesuai dengan yang diperjanjikan.
4. Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh LKM kepada masyarakat yang harus dikembalikan sesuai dengan
yang diperjanjikan dengan prinsip syariah.
5. Penyimpan adalah pihak yang menempatkan dananya
pada LKM berdasarkan perjanjian.
6. Pemerintah . . .
- 3 -
6. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
7. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
8. Otoritas Jasa Keuangan adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang
Otoritas Jasa Keuangan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
LKM berasaskan:
a. keadilan;
b. kebersamaan;
c. kemandirian;
d. kemudahan;
e. keterbukaan;
f. pemerataan;
g. keberlanjutan; dan
h. kedayagunaan dan kehasilgunaan.
Pasal 3
LKM bertujuan untuk:
a. meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi masyarakat;
b. membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas masyarakat; dan
c. membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
terutama masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.
BAB III . . .
- 4 -
BAB III
PENDIRIAN, KEPEMILIKAN, DAN PERIZINAN
Bagian Kesatu
Pendirian
Pasal 4
Pendirian LKM paling sedikit harus memenuhi persyaratan:
a. bentuk badan hukum;
b. permodalan; dan
c. mendapat izin usaha yang tata caranya diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 5
(1) Bentuk badan hukum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf a adalah:
a. Koperasi; atau
b. Perseroan Terbatas.
(2) Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, sahamnya paling sedikit 60% (enam puluh
persen) dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau badan usaha milik desa/kelurahan.
(3) Sisa kepemilikan saham Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dimiliki oleh:
a. warga negara Indonesia; dan/atau
b. koperasi.
(4) Kepemilikan setiap warga negara Indonesia atas saham
Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a paling banyak sebesar 20% (dua puluh persen).
Pasal 6
LKM dilarang dimiliki, baik langsung maupun tidak langsung, oleh warga negara asing dan/atau badan usaha
yang sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh warga negara asing atau badan usaha asing.
Pasal 7 . . .
- 5 -
Pasal 7
(1) Sumber permodalan LKM disesuaikan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan sesuai dengan badan
hukumnya.
(2) Ketentuan mengenai besaran modal LKM diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Bagian Kedua Kepemilikan
Pasal 8
LKM hanya dapat dimiliki oleh:
a. warga negara Indonesia;
b. badan usaha milik desa/kelurahan;
c. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan/atau
d. koperasi.
Bagian Ketiga
Perizinan
Pasal 9
(1) Sebelum menjalankan kegiatan usaha, LKM harus
memiliki izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Untuk memperoleh izin usaha LKM sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), harus dipenuhi persyaratan paling sedikit mengenai:
a. susunan organisasi dan kepengurusan;
b. permodalan;
c. kepemilikan; dan
d. kelayakan rencana kerja.
Pasal 10 . . .
- 6 -
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai permodalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, kepemilikan LKM
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, dan tata cara perizinan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
BAB IV KEGIATAN USAHA DAN CAKUPAN WILAYAH USAHA
Bagian Kesatu Kegiatan Usaha
Pasal 11
(1) Kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui Pinjaman
atau Pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan Simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan
usaha.
(2) Ketentuan mengenai suku bunga Pinjaman atau imbal
hasil Pembiayaan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
(1) Penyaluran Pinjaman atau Pembiayaan dan pengelolaan
Simpanan oleh LKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilaksanakan secara konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah.
(2) Kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan sesuai dengan fatwa syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional, Majelis Ulama Indonesia.
Pasal 13
(1) Untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2),
LKM wajib membentuk dewan pengawas syariah.
(2) Dewan . . .
- 7 -
(2) Dewan pengawas syariah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi atau pengurus serta mengawasi kegiatan LKM agar sesuai dengan prinsip syariah.
Pasal 14
Dalam melakukan kegiatan usaha, LKM dilarang:
a. menerima Simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran;
b. melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing;
c. melakukan usaha perasuransian sebagai penanggung;
d. bertindak sebagai penjamin;
e. memberi pinjaman atau pembiayaan kepada LKM lain, kecuali dalam rangka mengatasi kesulitan likuiditas bagi
LKM lain dalam wilayah kabupaten/kota yang sama; dan
f. melakukan usaha di luar kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).
Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan usaha LKM
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 14 diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Bagian Kedua
Cakupan Wilayah Usaha
Pasal 16
(1) Cakupan wilayah usaha suatu LKM berada dalam satu wilayah desa/kelurahan, kecamatan, atau
kabupaten/kota.
(2) Luas cakupan wilayah usaha sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disesuaikan dengan skala usaha LKM yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 17 . . .
- 8 -
Pasal 17
Dalam hal terjadi pemekaran wilayah:
a. Pinjaman atau Pembiayaan yang telah disalurkan LKM di luar wilayah usahanya tetap dapat dilanjutkan sampai
dengan jangka waktu Pinjaman atau Pembiayaan berakhir; dan
b. Simpanan yang telah diterima LKM dari Penyimpan di luar wilayah usahanya tetap dapat dilanjutkan sampai dengan penutupan Simpanan.
Pasal 18
LKM yang tempat kedudukan dan cakupan wilayah usahanya mengalami perubahan sebagai akibat dari
pemekaran wilayah harus memberitahukan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
BAB V
PENJAMINAN SIMPANAN
Pasal 19
(1) Untuk menjamin Simpanan masyarakat pada LKM,
Pemerintah Daerah dan/atau LKM dapat membentuk lembaga penjamin simpanan LKM.
(2) Dalam hal diperlukan, Pemerintah bersama Pemerintah Daerah dan LKM dapat mendirikan lembaga penjamin simpanan LKM.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI INFORMASI
Pasal 20
Pengurus LKM dapat melakukan tukar-menukar informasi dan data mengenai penerima Pinjaman atau Pembiayaan dengan LKM lain.
Pasal 21 . . .
- 9 -
Pasal 21
(1) Anggota dewan komisaris atau pengawas, direksi atau
pengurus, pegawai, dan pihak terafiliasi LKM wajib
merahasiakan informasi Penyimpan dan Simpanan.
(2) Kewajiban merahasiakan informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal informasi Penyimpan dan Simpanan untuk:
a. kepentingan perpajakan;
b. kepentingan peradilan dalam perkara pidana;
c. kepentingan peradilan dalam perkara perdata; atau
d. hal lain yang ditetapkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
(3) Anggota direksi atau pengurus, dan pegawai LKM wajib
memberikan informasi Penyimpan dan Simpanan untuk kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara untuk
memperoleh informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan.
BAB VII
PENGGABUNGAN, PELEBURAN, DAN PEMBUBARAN
Pasal 22
(1) LKM dapat melakukan penggabungan atau peleburan
dengan 1 (satu) atau lebih LKM lainnya dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau
peleburan LKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 23
(1) Dalam hal LKM mengalami kesulitan likuiditas dan
solvabilitas yang membahayakan keberlangsungan usahanya, Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan tindakan agar:
a. pemegang saham atau anggota koperasi menambah modal;
b. pemegang . . .
- 10 -
b. pemegang saham mengganti dewan komisaris atau
pengawas dan/atau direksi atau pengurus LKM;
c. LKM menghapusbukukan Pinjaman atau Pembiayaan
yang macet dan memperhitungkan kerugian LKM dengan modalnya;
d. LKM melakukan penggabungan atau peleburan dengan LKM lain;
e. kepemilikan LKM dialihkan kepada pihak lain yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban;
f. LKM menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan LKM kepada pihak lain; atau
g. LKM menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau
kewajiban LKM kepada LKM atau pihak lain.
(2) Dalam hal tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
belum cukup untuk mengatasi kesulitan likuiditas dan solvabilitas LKM, Otoritas Jasa Keuangan mencabut izin usaha LKM dan memerintahkan direksi atau pengurus
LKM untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham, Rapat Anggota atau rapat sejenis guna
membubarkan badan hukum LKM dan membentuk tim likuidasi.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembubaran LKM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
BAB VIII PERLINDUNGAN PENGGUNA JASA LKM
Pasal 24
Untuk kepentingan pengguna jasa, LKM harus menyediakan informasi terbuka kepada masyarakat paling sedikit mengenai:
a. wewenang dan tanggung jawab pengurus LKM;
b. ketentuan dan persyaratan yang perlu diketahui oleh Penyimpan dan Peminjam; dan
c. kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi LKM dengan pihak lain.
Pasal 25 . . .
- 11 -
Pasal 25
Untuk perlindungan Penyimpan dan masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan tindakan pencegahan
kerugian Penyimpan dan masyarakat yang meliputi:
a. memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik dan kegiatan usaha LKM;
b. meminta LKM untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat; dan
c. tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan Undang-Undang ini.
Pasal 26
Otoritas Jasa Keuangan melakukan pelayanan pengaduan Penyimpan yang meliputi:
a. menyiapkan perangkat untuk pelayanan pengaduan Penyimpan yang dirugikan oleh LKM;
b. membuat mekanisme pengaduan Penyimpan yang dirugikan oleh LKM; dan
c. memfasilitasi penyelesaian pengaduan Penyimpan yang dirugikan oleh LKM.
BAB IX
TRANSFORMASI LKM
Pasal 27
LKM wajib bertransformasi menjadi bank jika:
a. LKM melakukan kegiatan usaha melebihi 1 (satu) wilayah kabupaten/kota tempat kedudukan LKM; atau
b. LKM telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
BAB X
PEMBINAAN, PENGATURAN, DAN PENGAWASAN
Pasal 28
(1) Pembinaan, pengaturan, dan pengawasan LKM dilakukan
oleh Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Dalam . . .
- 12 -
(2) Dalam melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan koordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan koperasi dan Kementerian Dalam Negeri.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
(4) Dalam hal Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota belum siap, Otoritas Jasa Keuangan dapat mendelegasikan
pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pihak lain yang ditunjuk.
(5) Ketentuan mengenai hal yang berkaitan dengan pembinaan dan pengawasan yang didelegasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan pihak lain yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 29
(1) LKM wajib melakukan dan memelihara pencatatan dan/atau pembukuan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku.
(2) Dalam melakukan dan memelihara pencatatan dan/atau pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), direksi
atau pengurus LKM dilarang:
a. membuat pencatatan palsu dalam pembukuan
dan/atau laporan keuangan tanpa didukung dengan dokumen yang sah;
b. menghilangkan atau tidak memasukkan informasi
yang benar dalam laporan kegiatan usaha, laporan keuangan, atau rekening LKM; dan
c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan keuangan,
maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha.
Pasal 30
(1) LKM wajib menyampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan:
a. laporan keuangan setiap 4 (empat) bulan; dan/atau
b. laporan . . .
- 13 -
b. laporan lain yang ditetapkan dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan.
(2) LKM wajib mengumumkan laporan keuangan dalam
rangka menerapkan prinsip keterbukaan.
Pasal 31
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan melakukan pemeriksaan terhadap LKM.
Pasal 32
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan, pengaturan, dan pengawasan LKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 31 diatur dalam Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan.
BAB XI
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 33
(1) Setiap LKM yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 12 ayat
(2), Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 18, Pasal 24, Pasal 27, Pasal 29 ayat (1), dan Pasal 30 dikenai sanksi administratif berupa:
a. denda uang;
b. peringatan tertulis;
c. pembekuan kegiatan usaha;
d. pemberhentian direksi atau pengurus LKM dan
selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi mengangkat pengganti
yang tetap dengan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan; atau
e. pencabutan izin usaha.
(2) Pengenaan . . .
- 14 -
(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata laksana dan
penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan.
BAB XII KETENTUAN PIDANA
Pasal 34
(1) Setiap orang yang menjalankan usaha LKM tanpa izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan
terbatas atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau
yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya.
Pasal 35
(1) Setiap orang yang dengan sengaja memaksa LKM untuk memberikan informasi Penyimpan dan Simpanan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat
(2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Anggota dewan komisaris atau pengawas, direksi atau pengurus, pegawai, dan pihak terafiliasi LKM yang dengan sengaja memberikan informasi yang wajib
dirahasiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana
denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
Pasal 36 . . .
- 15 -
Pasal 36
Anggota direksi atau pengurus, atau pegawai LKM yang dengan sengaja tidak memberikan informasi yang wajib
dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 37
(1) Setiap direksi atau pengurus LKM yang:
a. membuat pencatatan palsu dalam pembukuan atau
laporan keuangan dan/atau tanpa didukung dengan dokumen yang sah;
b. menghilangkan atau tidak memasukkan informasi
yang benar dalam laporan kegiatan usaha, laporan keuangan, atau rekening LKM; dan
c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, dan/atau menghilangkan suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan
keuangan, dan dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling
sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Anggota dewan komisaris atau pengawas, direksi atau
pengurus, dan/atau pegawai LKM yang dengan sengaja:
a. meminta atau menerima suatu imbalan, baik berupa uang maupun barang untuk keuntungan pribadi atau keluarganya:
1. dalam rangka orang lain mendapatkan uang muka atau fasilitas Pinjaman atau Pembiayaan
dari LKM;
2. dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang
lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas Pinjaman atau Pembiayaan pada
LKM;
b. tidak . . .
- 16 -
b. tidak melaksanakan langkah-langkah yang
diperlukan untuk memastikan ketaatan LKM terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya
yang berlaku bagi LKM
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 38
Pemegang saham atau pemilik LKM yang dengan sengaja
menyuruh dewan komisaris atau pengawas, direksi atau pengurus, anggota koperasi, atau pegawai LKM untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang
mengakibatkan LKM tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan
LKM terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi LKM, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 39
(1) Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Bank Desa,
Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Badan Kredit
Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD),
Badan Usaha Kredit Pedesaan (BUKP), Baitul Maal wa Tamwil (BMT), Baitul Tamwil Muhammadiyah (BTM),
dan/atau lembaga-lembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu tetap dapat beroperasi sampai dengan 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini berlaku.
(2) Lembaga . . .
- 17 -
(2) Lembaga-lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini berlaku.
(3) Lembaga Perkreditan Desa dan Lumbung Pitih Nagari
serta lembaga sejenis yang telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku, dinyatakan diakui keberadaaannya berdasarkan hukum adat dan tidak tunduk pada
Undang-Undang ini.
Pasal 40
(1) Otoritas Jasa Keuangan, kementerian yang
menyelenggarakan urusan koperasi, dan Kementerian Dalam Negeri harus melakukan inventarisasi LKM yang belum berbadan hukum.
(2) Inventarisasi LKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini berlaku.
(3) Dalam melakukan inventarisasi LKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Otoritas Jasa Keuangan, kementerian yang menyelenggarakan urusan koperasi,
dan Kementerian Dalam Negeri dapat bekerja sama dengan pihak lain yang memiliki infrastruktur memadai.
BAB XIV KETENTUAN PENUTUP
Pasal 41
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 42
Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 2 (dua) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar . . .
- 18 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 8 Januari 2013
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 8 Januari 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 12
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Asisten Deputi Perundang-undangan Bidang Perekonomian,
ttd
Lydia Silvanna Djaman
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2013
TENTANG
LEMBAGA KEUANGAN MIKRO
I. UMUM
Sektor keuangan di Indonesia merupakan salah satu sektor yang memiliki
peranan penting dalam mendorong peningkatan perekonomian nasional
dan ekonomi masyarakat. Perkembangan dan kemajuan pada sektor keuangan, baik bank maupun lembaga keuangan bukan bank perlu dipertahankan. Dalam aspek kelembagaan, organisasi, regulasi (kebijakan),
dan sumber daya manusia (SDM) perlu adanya peningkatan dan perbaikan, khususnya pada lembaga keuangan bukan bank.
Di Indonesia banyak berkembang lembaga keuangan bukan bank yang melakukan kegiatan usaha bidang keuangan yang banyak membantu kepada masyarakat. Lembaga-lembaga tersebut perlu dikembangkan
terutama secara kelembagaan dan legalitasnya karena telah banyak membantu peningkatan perekonomian masyarakat, khususnya masyarakat
miskin dan/atau berpenghasilan rendah.
Perkembangan dalam masyarakat saat ini, lembaga keuangan yang menyediakan dana atau modal bagi usaha skala mikro dan usaha skala
kecil sangatlah penting dan urgent. Lembaga keuangan skala mikro ini memang hanya difokuskan kepada usaha-usaha masyarakat yang bersifat
mikro. Lembaga keuangan berskala mikro ini dikenal dengan sebutan Lembaga Keuangan Mikro (LKM).
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)
Pasal 33 ayat (1) menegaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Selanjutnya Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan
berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta
dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
LKM . . .
- 2 -
LKM pada dasarnya dibentuk berdasarkan semangat yang terdapat dalam Pasal 27 ayat (2) serta Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) UUD 1945. Keberadaan LKM pada prinsipnya sebagai lembaga keuangan yang
menyediakan jasa Simpanan dan Pembiayaan skala mikro, kepada masyarakat, memperluas lapangan kerja, dan dapat berperan sebagai instrumen pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.
Berdasarkan hal tersebut, untuk memenuhi kebutuhan layanan keuangan terhadap masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah, perlu disusun suatu undang-undang tentang lembaga keuangan mikro untuk
memberikan landasan hukum dan kepastian hukum terhadap kegiatan lembaga keuangan mikro.
Penyusunan Undang-Undang ini bertujuan:
1. mempermudah akses masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah untuk memperoleh Pinjaman/Pembiayaan mikro;
2. memberdayakan ekonomi dan produktivitas masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah; dan
3. meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat miskin
dan/atau berpenghasilan rendah.
Undang-Undang ini memuat substansi pokok mengenai ketentuan lingkup
LKM, konsep Simpanan dan Pinjaman/Pembiayaan dalam definisi LKM, asas dan tujuan. Undang-Undang ini juga mengatur kelembagaan, baik yang mengenai pendirian, bentuk badan hukum, permodalan, maupun
kepemilikan. Bentuk badan hukum LKM menurut Undang-Undang ini adalah Koperasi dan Perseroan Terbatas. LKM yang berbentuk badan
hukum Perseroan Terbatas, kepemilikan sahamnya mayoritas dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau badan usaha milik desa/kelurahan.
Selain itu, Undang-Undang ini mengatur juga mengenai kegiatan usaha LKM meliputi jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui Pinjaman atau Pembiayaan dalam skala mikro kepada anggota
dan masyarakat, pengelolaan Simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha, serta cakupan wilayah usaha suatu LKM
yang berada dalam satu wilayah desa/kelurahan, kecamatan, atau kabupaten/kota sesuai dengan perizinannya (multi-licensing). Untuk memberikan kepercayaan kepada para penyimpan, dapat dibentuk lembaga
penjamin simpanan LKM yang didirikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan/atau LKM. Dalam hal diperlukan, Pemerintah dapat
pula ikut mendirikan lembaga penjamin simpanan LKM bersama Pemerintah Daerah dan LKM.
Undang . . .
- 3 -
Undang-Undang ini mengatur pula ketentuan mengenai tukar-menukar informasi antar-LKM. Undang-Undang ini juga mengatur mengenai penggabungan, peleburan, dan pembubaran. Di dalam Undang-Undang ini,
perlindungan kepada pengguna jasa LKM, pembinaan dan pengawasan LKM, diserahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan, dengan didelegasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau pihak lain yang ditunjuk
oleh Otoritas Jasa Keuangan. Agar implementasi Undang-Undang ini dapat terlaksana dengan baik, Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Dalam
Negeri, termasuk Pemerintah Daerah, kementerian yang membidangi urusan perkoperasian, dan kementerian yang membidangi fiskal, perlu bekerja sama untuk melakukan sosialisasi Undang-Undang ini.
Undang-Undang ini mulai berlaku 2 (dua) tahun sejak diundangkan.
Jangka waktu 2 (dua) tahun tersebut dimaksudkan antara lain untuk menyiapkan infrastruktur yang diperlukan seperti sumber daya manusia Otoritas Jasa Keuangan selaku pembina dan pengawas LKM dan sumber
daya manusia Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota selaku pihak yang menerima pendelegasian wewenang pembinaan dan pengawasan LKM, peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini dan pedoman teknis
pembinaan, pengawasan LKM, dan teknologi informasi.
Selanjutnya, LKM yang belum berbadan hukum tetap dapat beroperasi sampai dengan 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku dan wajib memperoleh izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan paling lama 1 (satu)
tahun terhitung sejak Undang-Undang ini berlaku. II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah memberikan
kesempatan yang sama kepada masyarakat, terutama masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah untuk mendapatkan pelayanan dari LKM.
Huruf b Yang dimaksud dengan “asas kebersamaan” adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama untuk
kepentingan bersama.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas kemandirian” adalah suatu kegiatan yang dilakukan tanpa banyak tergantung kepada pihak lain, baik dari aspek sumber daya manusia maupun
permodalan.
Huruf d . . .
- 4 -
Huruf d Yang dimaksud dengan “asas kemudahan” adalah bahwa prosedur pembiayaan dan penyimpanan dana dalam LKM dibuat
sesederhana mungkin.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas keterbukaan” adalah suatu kegiatan usaha yang proses pengelolaannya dapat diketahui oleh
masyarakat.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas pemerataan” adalah pemberian Pinjaman atau Pembiayaan yang menjangkau seluruh masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas keberlanjutan” adalah suatu usaha yang dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan yang tidak dibatasi oleh waktu tertentu.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas kedayagunaan dan kehasilgunaan” adalah suatu kegiatan pemberdayaan sekaligus mendayagunakan usaha dan layanan keuangan mikro untuk
masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.
Pasal 3 Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1) Huruf a
Yang dimaksud dengan “koperasi” adalah koperasi jasa.
Huruf b Cukup jelas.
Ayat (2) Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7 . . .
- 5 -
Pasal 7 Cukup jelas.
Pasal 8 Cukup jelas.
Pasal 9 Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas. Pasal 11
Cukup jelas. Pasal 12
Cukup jelas. Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14 Cukup jelas.
Pasal 15 Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20 Cukup jelas.
Pasal 21 . . .
- 6 -
Pasal 21 Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”pihak terafiliasi” adalah:
a. pemegang saham, anggota, dan pihak yang memberikan jasanya kepada LKM, antara lain akuntan publik, penilai, dan konsultan hukum; dan
b. pihak yang turut serta mempengaruhi pengelolaan LKM, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga
komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi, atau keluarga pengurus.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas. Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25 Cukup jelas.
Pasal 26 Cukup jelas.
Pasal 27 Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas. Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31 . . .
- 7 -
Pasal 31 Cukup jelas.
Pasal 32 Cukup jelas.
Pasal 33 Cukup jelas.
Pasal 34 Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas. Pasal 36
Cukup jelas. Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38 Cukup jelas.
Pasal 39 Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41 Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5394
1
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 2004
TENTANG
WAKAF
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi
dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara efektif dan efisien untuk
kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum;
b. bahwa wakaf merupakan perbuatan hukum yang telah lama hidup dan
dilaksanakan dalam masyarakat, yang pengaturannya belum lengkap serta
masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan
huruf b, dipandang perlu membentuk Undang-Undang tentang Wakaf;
Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 29, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG WAKAF.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian
harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum
menurut syariah.
2. Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
2
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
3. Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau
tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.
4. Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan
dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
5. Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat
jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh
Wakif.
6. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, selanjutnya disingkat PPAIW, adalah pejabat
berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat akta ikrar wakaf.
7. Badan Wakaf Indonesia adalah lembaga independen untuk mengembangkan perwakafan
di Indonesia.
8. Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas
Presiden beserta para menteri.
9. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang agama.
BAB II
DASAR-DASAR WAKAF Bagian Pertama
Umum
Pasal 2
Wakaf sah apabila dilaksanakan menurut syariah.
Pasal 3
Wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan.
Bagian Kedua
Tujuan dan Fungsi Wakaf
Pasal 4
Wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya.
Pasal 5
Wakaf berfungsi mewujudkanpotensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk
kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
Bagian Ketiga
Unsur Wakaf
Pasal 6
Wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf sebagai berikut:
a. Wakif;
3
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
b. Nazhir;
c. Harta Benda Wakaf;
d. Ikrar Wakaf;
e. peruntukan harta benda wakaf;
f. jangka waktu wakaf.
Bagian Keempat
Wakif
Pasal 7
Wakif meliputi:
a. perseorangan;
b. organisasi;
c. badan hukum.
Pasal 8
(1) Wakif perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a hanya dapat melakukan
wakaf apabila memenuhi persyaratan:
a. dewasa;
b. berakal sehat;
c. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum; dan
d. pemilik sah harta benda wakaf.
(2) Wakif organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b hanya dapat melakukan
wakaf apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik
organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan.
(3) Wakif badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c hanya dapat melakukan
wakaf apabila memenuhi ketentuan badan hukum untuk mewakafkan harta benda wakaf
milik badan hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan.
Bagian Kelima
Nazhir
Pasal 9
Nazhir meliputi:
a. perseorangan;
b. organisasi; atau
c. badan hukum.
Pasal 10
(1) Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a hanya dapat menjadi Nazhir
apabila memenuhi persyaratan :
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
4
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
c. dewasa;
d. amanah;
e. mampu secara jasmani dan rohani; dan
f. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
(2) Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b hanya dapat menjadi Nazhir
apabila memenuhi persyaratan:
a. pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b. organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau
keagamaan Islam.
(3) Badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c hanya dapat menjadi Nazhir
apabila memenuhi persyaratan :
a. pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b. badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku; dan
c. badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
Pasal 11
Nazhir mempunyai tugas :
a. melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;
b. mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan
peruntukannya;
c. mengawasi dan melindungi harta benda wakaf;
d. melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 12
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir dapat menerima
imbalan dari hasil bersih atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang
besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh persen).
Pasal 13
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir memperoleh
pembinaan dari Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.
5
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Pasal 14
(1) Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Nazhir harus terdaftar
pada Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10,
Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Harta Benda Wakaf
Pasal 15
Harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh Wakif secara
sah.
Pasal 16
(1) Harta benda wakaf terdiri dari :
a. benda tidak bergerak; dan
b. benda bergerak.
(2) Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
b. bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada
huruf a;
c. tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
d. hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
e. benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(3) Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda yang
tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi :
a. uang;
b. logam mulia;
c. surat berharga;
d. kendaraan;
e. hak atas kekayaan intelektual;
f. hak sewa; dan
g. benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Bagian Ketujuh
Ikrar Wakaf
Pasal 17
(1) Ikrar wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada Nadzir di hadapan PPAIW dengan disaksikan
oleh 2 (dua) orang saksi.
6
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
(2) Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara lisan dan/atau tulisan
serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW.
Pasal 18
Dalam hal Wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara lisan atau tidak dapat hadir dalam
pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan oleh hukum, Wakif dapat menunjuk
kuasanya dengan surat kuasa yang diperkuat oleh 2 (dua) orang saksi.
Pasal 19
Untuk dapat melaksanakan ikrar wakaf, wakif atau kuasanya menyerahkan surat dan/atau
bukti kepemilikan atas harta benda wakaf kepada PPAIW.
Pasal 20
Saksi dalam ikrar wakaf harus memenuhi persyaratan:
a. dewasa;
b. beragama Islam;
c. berakal sehat;
d. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
Pasal 21
(1) Ikrar wakaf dituangkan dalam akta ikrar wakaf.
(2) Akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat :
a. nama dan identitas Wakif;
b. nama dan identitas Nazhir;
c. data dan keterangan harta benda wakaf;
d. peruntukan harta benda wakaf;
e. jangka waktu wakaf.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedelapan
Peruntukan Harta Benda Wakaf
Pasal 22
Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya dapat
diperuntukan bagi:
a. sarana dan kegiatan ibadah;
b. sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
c. bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa;
d. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau
7
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
e. kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 23
(1) Penetapan peruntukan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilakukan
oleh Wakif pada pelaksanaan ikrar wakaf.
(2) Dalam hal Wakif tidak menetapkan peruntukan harta benda wakaf, Nazhir dapat
menetapkan peruntukan harta benda wakaf yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan
fungsi wakaf.
Bagian Kesembilan
Wakaf dengan Wasiat
Pasal 24
Wakaf dengan wasiat baik secara lisan maupun secara tertulis hanya dapat dilakukan apabila
disaksikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi yang memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20.
Pasal 25
Harta benda wakaf yang diwakafkan dengan wasiat paling banyak 1/3 (satu pertiga) dari
jumlah harta warisan setelah dikurangi dengan utang pewasiat, kecuali dengan persetujuan
seluruh ahli waris.
Pasal 26
(1) Wakaf dengan wasiat dilaksanakan oleh penerima wasiat setelah pewasiat yang
bersangkutan meninggal dunia.
(2) Penerima wasiat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertindak sebagai kuasa wakif.
(3) Wakaf dengan wasiat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan
sesuai dengan tata cara perwakafan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 27
Dalam hal wakaf dengan wasiat tidak dilaksanakan oleh penerima wasiat, atas permintaan
pihak yang berkepentingan, pengadilan dapat memerintahkan penerima wasiat yang
bersangkutan untuk melaksanakan wasiat.
8
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Bagian Kesepuluh
Wakaf Benda Bergerak Berupa Uang
Pasal 28
Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah
yang ditunjuk oleh Menteri.
Pasal 29
(1) Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dilaksanakan
oleh Wakif dengan pernyataan kehendakWakif yang dilakukan secara tertulis.
(2) Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan
dalam bentuk sertifikat wakaf uang.
(3) Sertifikat wakaf uang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dan disampaikan
oleh lembaga keuangan syariah kepada Wakif dan Nazhir sebagai bukti penyerahan harta
benda wakaf.
Pasal 30
Lembaga keuangan syariah atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang
kepada Menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya Sertifikat Wakaf
Uang.
Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
PENDAFTARAN DAN PENGUMUMAN HARTA BENDA WAKAF Pasal 32
PPAIW atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf kepada Instansi yang berwenang
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak akta ikrar wakaf ditandatangani.
Pasal 33
Dalam pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, PPAIW
menyerahkan:
a. salinan akta ikrar wakaf;
b. surat-surat dan/atau bukti-bukti kepemilikan dan dokumen terkait lainnya.
9
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Pasal 34
Instansi yang berwenang menerbitkan bukti pendaftaran harta benda wakaf.
Pasal 35
Bukti pendaftaran harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 disampaikan oleh
PPAIW kepada Nazhir.
Pasal 36
Dalam hal harta benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya, Nazhir melalui PPAIW
mendaftarkan kembali kepada Instansi yang berwenang dan Badan Wakaf Indonesia atas harta
benda wakaf yang ditukar atau diubah peruntukannya itu sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dalam tata cara pendaftaran harta benda wakaf.
Pasal 37
Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengadministrasikan pendaftaran harta benda wakaf.
Pasal 38
Menteri dan Badan Wakaf Indonesia mengumumkan kepada masyarakat harta benda wakaf
yang telah terdaftar.
Pasal 39
Ketentuan lebih lanjut mengenai PPAIW, tata cara pendaftaran dan pengumuman harta benda
wakaf diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PERUBAHAN STATUS HARTA BENDA WAKAF Pasal 40
Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang:
1. dijadikan jaminan;
2. disita;
3. dihibahkan;
4. dijual;
5. diwariskan;
6. ditukar; atau
7. dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
10
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Pasal 41
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf f dikecualikan apabila harta benda
wakaf yang telah diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana
umum tata ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan setelah
memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia.
(3) Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan pengecualian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan
nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula.
(4) Ketentuan mengenai perubahan status harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN HARTA BENDA WAKAF Pasal 42
Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi,
dan peruntukannya.
Pasal 43
(1) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf oleh Nazhir sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah.
(2) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara produktif.
(3) Dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dimaksud pada ayat
(1) diperlukan penjamin, maka digunakan lembaga penjamin syariah.
Pasal 44
(1) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir dilarang melakukan
perubahan peruntukan harta benda wakaf kecuali atas dasar izin tertulis dari Badan Wakaf
Indonesia.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan apabila harta benda wakaf
ternyata tidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam ikrar
wakaf.
Pasal 45
(1) Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir diberhentikan dan
diganti dengan Nazhir lain apabila Nazhir yang bersangkutan :
a. meninggal dunia bagi Nazhir perseorangan;
11
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
b. bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku untuk Nazhir organisasi atau Nazhir badan hukum;
c. atas permintaan sendiri;
d. tidak melaksanakan tugasnya sebagai Nazhir dan/atau melanggar ketentuan larangan
dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
(2) Pemberhentian dan penggantian Nazhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
oleh Badan Wakaf Indonesia.
(3) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dilakukan oleh Nazhir lain karena
pemberhentian dan penggantian Nazhir, dilakukan dengan tetap memperhatikan
peruntukan harta benda wakaf yang ditetapkan dan tujuan serta fungsi wakaf.
Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 45 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB VI
BADAN WAKAF INDONESIA
Bagian Pertama
Kedudukan dan Tugas
Pasal 47
(1) Dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional, dibentuk Badan
Wakaf Indonesia.
(2) Badan Wakaf Indonesia merupakan lembaga independen dalam melaksanakan tugasnya.
Pasal 48
Badan Wakaf Indonesia berkedudukan di ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
dapat membentuk perwakilan di Provinsi dan/ atau Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 49
(1) Badan Wakaf Indonesia mempunyai tugas dan wewenang:
a. melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta
benda wakaf;
b. melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan
internasional;
c. memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta
benda wakaf;
d. memberhentikan dan mengganti Nazhir;
12
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
e. memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf;
f. memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan
di bidang perwakafan.
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Badan Wakaf Indonesia
dapat bekerjasama dengan instansi Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, organisasi
masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang dipandang perlu.
Pasal 50
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Badan Wakaf Indonesia
memperhatikan saran dan pertimbangan Menteri dan Majelis Ulama Indonesia.
Bagian Kedua
Organisasi
Pasal 51
(1) Badan Wakaf Indonesia terdiri atas Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan.
(2) Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan unsur pelaksana tugas
Badan Wakaf Indonesia.
(3) Dewan Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan unsur pengawas
pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 52
(1) Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan Badan Wakaf Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 51, masing-masing dipimpin oleh 1 (satu) orang Ketua dan 2 (dua)
orang Wakil Ketua yang dipilih dari dan oleh para anggota.
(2) Susunan keanggotaan masing-masing Badan Pelaksana dan Dewan Pertimbangan Badan
Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh para anggota.
Bagian Ketiga
Anggota
Pasal 53
Jumlah anggota Badan Wakaf Indonesia terdiri dari paling sedikit 20 (dua puluh) orang dan
paling banyak 30 (tiga puluh) orang yang berasal dari unsur masyarakat.
Pasal 54
(1) Untuk dapat diangkat menjadi anggota Badan Wakaf Indonesia, setiap calon anggota harus
memenuhi persyaratan :
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. dewasa;
13
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
d. amanah;
e. mampu secara jasmani dan rohani;
f. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum;
g. memiliki pengetahuan, kemampuan, dan/atau pengalaman di bidang perwakafan
dan/atau ekonomi, khususnya di bidang ekonomi syariah; dan
h. mempunyai komitmen yang tinggi untuk mengembangkan perwakafan nasional.
(2) Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan mengenai persyaratan
lain untuk menjadi anggota Badan Wakaf Indonesia ditetapkan oleh Badan Wakaf
Indonesia.
Bagian Keempat
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 55
(1) Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(2) Keanggotaan Perwakilan Badan Wakaf Indonesia di daerah diangkat dan diberhentikan
oleh Badan Wakaf Indonesia.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan Badan Wakaf
Indonesia.
Pasal 56
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diangkat untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun dan
dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.
Pasal 57
(1) Untuk pertama kali, pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia diusulkan kepada
Presiden oleh Menteri.
(2) Pengusulan pengangkatan keanggotaan Badan Wakaf Indonesia kepada Presiden untuk
selanjutnya dilaksanakan oleh Badan Wakaf Indonesia.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pemilihan calon keanggotaan Badan Wakaf Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur oleh Badan Wakaf Indonesia, yang
pelaksanaannya terbuka untuk umum.
Pasal 58
Keanggotaan Badan Wakaf Indonesia yang berhenti sebelum berakhirnya masa jabatan diatur
oleh Badan Wakaf Indonesia.
14
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Bagian Kelima
Pembiayaan
Pasal 59
Dalam rangka pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia, Pemerintah wajib membantu biaya
operasional.
Bagian Keenam
Ketentuan Pelaksanaan
Pasal 60
Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, tugas, fungsi, persyaratan, dan tata cara
pemilihan anggota serta susunan keanggotaan dan tata kerja Badan Wakaf Indonesia diatur
oleh Badan Wakaf Indonesia.
Bagian Ketujuh
Pertanggungjawaban
Pasal 61
(1) Pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia dilakukan melalui laporan
tahunan yang diaudit oleh lembaga audit independen dan disampaikan kepada Menteri.
(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan kepada masyarakat.
BAB VII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 62
(1) Penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai
mufakat.
(2) Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhasil,
sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 63
(1) Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan wakaf untuk
mewujudkan tujuan dan fungsi wakaf.
(2) Khusus mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri
mengikutsertakan Badan Wakaf Indonesia.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan
dengan memperhatikan saran dan pertimbangan Majelis Ulama Indonesia.
15
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Pasal 64
Dalam rangka pembinaan, Menteri dan Badan Wakaf Indonesia dapat melakukan kerja sama
dengan organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang dipandang
perlu.
Pasal 65
Dalam pelaksanaan pengawasan, Menteri dapat menggunakan akuntan publik.
Pasal 66
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk pembinaan dan pengawasan oleh Menteri dan Badan
Wakaf Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63, Pasal 64, dan Pasal 65 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama
Ketentuan Pidana
Pasal 67
(1) Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan,
mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah
diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 atau tanpa izin menukar harta benda
wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja mengubah peruntukan harta benda wakaf tanpa izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta
rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil
pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf melebihi jumlah yang ditentukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta
rupiah).
Bagian Kedua
Sanksi Administratif
Pasal 68
(1) Menteri dapat mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran tidak didaftarkannya
harta benda wakaf oleh lembaga keuangan syariah dan PPAIW sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 dan Pasal 32.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
16
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara atau pencabutan izin kegiatan di bidang wakaf bagi lembaga
keuangan syariah;
c. penghentian sementara dari jabatan atau penghentian dari jabatan PPAIW.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 69
(1) Dengan berlakunya Undang-Undang ini, wakaf yang dilakukan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum diundangkannya Undang-Undang
ini, dinyatakan sah sebagai wakaf menurut Undang-Undang ini.
(2) Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan dan diumumkan paling
lama 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 70
Semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perwakafan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan yang baru
berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 71
(1) Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
(2) Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 27 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 27 Oktober 2004
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
PROF. DR. YUSRIL IHZA MAHENDRA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 159
17
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004
TENTANG WAKAF
I. UMUM
Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 antara lain adalah memajukan
kesejahteraan umum. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu menggali dan mengembangkan
potensi yang terdapat dalam pranata keagamaan yang memiliki manfaat ekonomis.
Salah satu langkah strategis untuk meningkatkan kesejahteraan umum, perlu
meningkatkan peran wakaf sebagai pranata keagamaan yang tidak hanya bertujuan
menyediakan berbagai sarana ibadah dan sosial, tetapi juga memiliki kekuatan ekonomi yang
berpotensi, antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga perlu dikembangkan
pemanfaatannya sesuai dengan prinsip syariah.
Praktik wakaf yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belum sepenuhnya berjalan tertib
dan efisien sehingga dalam berbagai kasus harta benda wakaf tidak terpelihara sebagaimana
mestinya, terlantar atau beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan
demikian itu, tidak hanya karena kelalaian atau ketidakmampuan Nazhir dalam mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf tetapi karena juga sikap masyarakat yang kurang peduli
atau belum memahami status harta benda wakaf yang seharusnya dilindungi demi untuk
kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf.
Berdasarkan pertimbangan di atas dan untuk memenuhi kebutuhan hukum dalam rangka
pembangunan hukum nasional perlu dibentuk Undang-Undang tentang Wakaf. Pada dasarnya
ketentuan mengenai perwakafan berdasarkan syariah dan peraturan perundang-undangan
dicantumkan kembali dalam Undang-Undang ini, namun terdapat pula berbagai pokok
pengaturan yang baru antara lain sebagai berikut :
1. Untuk menciptakan tertib hukum dan administrasi wakaf guna melindungi harta benda
wakaf, Undang-Undang ini menegaskan bahwa perbuatan hukum wakaf wajib dicatat
dan dituangkan dalam akta ikrar wakaf dan didaftarkan serta diumumkan yang
pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan tata cara yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai wakaf dan harus dilaksanakan.
Undang-Undang ini tidak memisahkan antara wakaf-ahli yang pengelolaan dan
pemanfaatan harta benda wakaf terbatas untuk kaum kerabat (ahli waris) dengan
wakaf-khairi yang dimaksudkan untuk kepentingan masyarakat umum sesuai dengan
tujuan dan fungsi wakaf.
2. Ruang lingkup wakaf yang selama ini dipahami secara umum cenderung terbatas
pada wakaf benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan, menurut Undang-
Undang ini Wakif dapat pula mewakafkan sebagian kekayaannya berupa harta
benda wakaf bergerak, baik berwujud atau tidak berwujud yaitu uang, logam mulia,
surat berharga, kendaraan, hak kekayaan intelektual, hak sewa, dan benda bergerak
lainnya.
Dalam hal benda bergerak berupa uang, Wakif dapat mewakafkan melalui Lembaga
Keuangan Syariah.
18
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariah adalah badan hukum Indonesia
yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang
bergerak di bidang keuangan syariah, misalnya badan hukum di bidang perbankan
syariah.
Dimungkinkannya wakaf benda bergerak berupa uang melalui Lembaga Keuangan
Syariah dimaksudkan agar memudahkan Wakif untuk mewakafkan uang miliknya.
3. Peruntukan harta benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan sarana ibadah dan
sosial tetapi juga diarahkan untuk memajukan kesejahteraan umum dengan cara
mewujudkan potensi dan manfaat ekonomi harta benda wakaf. Hal itu memungkinkan
pengelolaan harta benda wakaf dapat memasuki wilayah kegiatan ekonomi dalam arti
luas sepanjang pengelolaan tersebut sesuai dengan prinsip manajemen dan ekonomi
Syariah.
4. Untuk mengamankan harta benda wakaf dari campur tangan pihak ketiga yang
merugikan kepentingan wakaf, perlu meningkatkan kemampuan profesional Nazhir.
5. Undang-Undang ini juga mengatur pembentukan Badan Wakaf Indonesia yang dapat
mempunyai perwakilan di daerah sesuai dengan kebutuhan. Badan tersebut merupakan
lembaga independen yang melaksanakan tugas di bidang perwakafan yang melakukan
pembinaan terhadap Nazhir, melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf berskala nasional dan internasional, memberikan persetujuan atas perubahan
peruntukan dan status harta benda wakaf, dan memberikan saran dan pertimbangan
kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
19
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Yang dimaksud dengan perseorangan, organisasi dan/atau badan hukum adalah perseorangan
warga negara Indonesia atau warga negara asing, organisasi Indonesia atau organisasi asing
dan/atau badan hukum Indonesia atau badan hukum asing.
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Yang dimaksud dengan perseorangan, organisasi dan/atau badan hukum adalah perseorangan
warga negara Indonesia, organisasi Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia.
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Dalam rangka pendaftaran Nazhir, Menteri harus proaktif untuk mendaftar para Nazhir yang
sudah ada dalam masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas
20
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Yang dimaksud benda bergerak lain sesuai dengan syariah dan peraturan yang berlaku, antara
lain mushaf, buku, dan kitab.
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
21
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Pasal 19
Penyerahan surat-surat atau dokumen kepemilikan atas harta benda wakaf oleh Wakif atau
kuasanya kepada PPAIW dimaksudkan agar diperoleh kepastian keberadaan harta benda
wakaf dan kebenaran adanya hak Wakif atas harta benda wakaf dimaksud.
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Yang dimaksud dengan pengadilan adalah pengadilan agama.
Yang dimaksud dengan pihak yang berkepentingan antara lain para ahli waris, saksi, dan
pihak penerima peruntukan wakaf.
Pasal 28
Yang dimaksud dengan Lembaga Keuangan Syariah adalah badan hukum Indonesia yang
bergerak di bidang keuangan syariah.
22
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Pasal 29
Ayat (1)
Pernyataan kehendak Wakif secara tertulis tersebut dilakukan kepada Lembaga Keuangan
Syariah dimaksud.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Instansi yang berwenang di bidang wakaf tanah adalah Badan Pertanahan Nasional. Instansi
yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang adalah instansi yang terkait
dengan tugas pokoknya.
Instansi yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang yang tidak terdaftar
(unregistered goods) adalah Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Instansi yang berwenang di bidang wakaf tanah adalah Badan Pertanahan Nasional. Instansi
yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang adalah instansi yang terkait
dengan tugas pokoknya.
Instansi yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang yang tidak terdaftar
(unregistered goods) adalah Badan Wakaf Indonesia.
Yang dimaksud dengan bukti pendaftaran harta benda wakaf adalah surat keterangan yang
dikeluarkan oleh instansi Pemerintah yang berwenang yang menyatakan harta benda wakaf
telah terdaftar dan tercatat pada negara dengan status sebagai harta benda wakaf.
23
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Instansi yang berwenang di bidang wakaf tanah adalah Badan Pertanahan Nasional. Instansi
yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang adalah instansi yang terkait
dengan tugas pokoknya.
Instansi yang berwenang di bidang wakaf benda bergerak selain uang yang tidak terdaftar
(unregistered goods) adalah Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Yang dimaksud dengan mengumumkan harta benda wakaf adalah dengan memasukan data
tentang harta benda wakaf dalam register umum. Dengan dimasukannya data tentang harta
benda wakaf dalam register umum, maka terpenuhi asas publisitas dari wakaf sehingga
masyarakat dapat mengakses data tersebut.
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
24
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf dilakukan secara produktif antara lain
dengan cara pengumpulan, investasi, penanaman modal, produksi, kemitraan, perdagangan,
agrobisnis, pertambangan, perindustrian, pengembangan teknologi, pembangunan gedung,
apartemen, rumah susun, pasar swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan ataupun
sarana kesehatan, dan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariah.
Yang dimaksud dengan lembaga penjamin syariah adalah badan hukum yang
menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas suatu kegiatan usaha yang dapat dilakukan antara
lain melalui skim asuransi syariah atau skim lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Pembentukan perwakilan Badan Wakaf Indonesia di daerah dilakukan setelah Badan Wakaf
Indonesia berkonsultasi dengan pemerintah daerah setempat.
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
25
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
26
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan mediasi adalah penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga
(mediator) yang disepakati oleh para pihak yang bersengketa. Dalam hal mediasi tidak
berhasil menyelesaikan sengketa, maka sengketa tersebut dapat dibawa kepada badan arbitrase
syariah. Dalam hal badan arbitrase syariah tidak berhasil menyelesaikan sengketa, maka
sengketa tersebut dapat dibawa ke pengadilan agama dan/atau mahkamah syar’iyah.
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
27
UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
Pasal 71
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4459