sistem imunologii

115
1 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Laporan ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “imunologi dasar”, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Laporan ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Walaupun Laporan ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada Tutor yaitu dr. Baktiansyah yang telah membimbing penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimana cara kami menyusun laporan. Semoga laporan ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun laporan ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.

Upload: balqis-basbeth

Post on 21-Jan-2016

35 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sistem Imunologii

1

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT dan semua pihak yang telah membantu dalam

menyelesaikan makalah ini. Laporan ini disusun agar pembaca dapat memperluas

ilmu tentang “imunologi dasar”, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari

berbagai sumber. Laporan ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan.

Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Walaupun

Laporan ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas

bagi pembaca.

Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada Tutor yaitu dr.

Baktiansyah yang telah membimbing penyusun agar dapat mengerti tentang

bagaimana cara kami menyusun laporan. Semoga laporan ini dapat memberikan

wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun laporan ini memiliki

kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima

kasih.

Page 2: Sistem Imunologii

1

LATAR BELAKANG

Pengertian awal imunitas adalah perlindungan terhadap penyakit dan lebih

spesifik lagi perlindungan terhadap infeksi. Sel dan molekul yang bertanggung

jawab atas imunitas disebut system imun dan respons komponennya secara

bersama dan terkoordinasi disebut respon imun. Kemudian terungkap bahwa

substansi asing non-infeksius pun dapat menyulut respon imun dan ternyata pula

bahwa mekanisme yang biasanya melindungi seseorang terhadap infeksi dan

berfungsi menyingkirkan substansi asing, pada keadaan tertentu dapat

mengakibatkan kerusakan jaringan dan penyakit.

Karena itu definisi respon imun secara inklusif adalah reaksi terhadap

komponen mikroba maupun makromolekul seperti protein dan polisakarida, dan

zat kimia yang dikenalo sebagai asing, tanpa melihat konsekuensi fisiologis atau

patologis daari reaksi tersebut. Jadi imunologi menurut pengertian saat ini adalah

ilmu yang mempelajari respon imun dalam arti luas dan mempelajari peristiwa

seluler dan makromolekuler asing.

Page 3: Sistem Imunologii

1

DAFTAR ISI

Kata pengantar………………………………………………………………1

Latar belakang……………………………………………………………….2

Daftar isi……………………………………………………………………..3

Skenario……………………………………………………………………...4

Kata sulit & kata kunci………………………………………………………4

Pertanyaan …………………………………………………………………..5

ISI

Faktor yang mempengaruhi system imun……………………………………6

Fungsi dari system imun……………………………………………………..7

System imun………………………………………………………………….7

Immunologi humoral…………………………………………………………11

Awal mula system imun pada manusia………………………………………38

Responimun terhadap inflamasi……………………………………………...39

Organ & jaringannya…………………………………………………………47

Komponen system imunologi & perbedaan pada orang dewasa dengan anak-anak…………………………………………………………………………..50

Mekanisme imun terhadap infeksi virus……………………………………..58

Reaksi antigen & antibody…………………………………………………...65

Penyebab reaksi imunitas pada skenario tersebut……………………………69

Penyebab adanya benjolan pada lipatan paha………………………………...70

Interaksi antigen dan antibody……………………………………………......72

Referensi ……………………………………………………………………...79

Page 4: Sistem Imunologii

1

SKENARIO

Seorang anak laki-laki usia 10 tahun dibawa ke rumah sakit di telapak kaki kanan yang terasa nyeri, panas dan kemerahan disertai nanah. Sehari sebelumnya anak tersebut terkena pecahan kaca di telapak kaki kanannya. Setelah dilakukan pemeriksaan ditemukan benjolan pada lipat paha kanan yang terasa nyeri. Suhu badan penderita 380. Pada pemeriksaan darah rutin ditemukkan leukosit 13.000 ribu/mm3 dengan hitung jenis leukosit shift to the left.

KATA SULIT

- Hitung jenis leukosit shift to the left

KATA KUNCI

- Anak laki-laki usia 10 tahun- Luka ditelapak kaki kanan- Terasa nyeri, panas dan kemerahan disertai nanah- Sehari sebelumnya terkena pecahan kaca ditelapak kaki kanan- Benjolan pada lipat paha kanan terasa nyeri- Suhu badan 38 derajat- Leukosit 13.000 ribu/ mm3

PERTANYAAN

Page 5: Sistem Imunologii

1

1. Faktor apa saja yang mempengaruhi imunologi ?2. Fungsi apa saja yang ada didalam system imun ?3. Sebutkan dan jelaskan apa saja yang termasuk ke dalam system imun

bawaan ?4. Sebutkan dan jelaskan apa saja yang termasuk ke dalam system imun yang

didapat?5. Pada umur berapakah system imun mulai sempurna ?6. Bagaimana mekanisme respon imun pada scenario ?7. Sel dan jaringan apa saja yang berpengaruh terhadap system imun ?8. Berapa nilai normal dari komponen-komponen system imun?

Dan Jelaskan perbedaan system imun dewasa dan anak-anak ?9. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis mekanisme respon imun10. Bagaimana reaksi antibody terhadap antigen?11. Apakah penyebab terjadinya reaksi imunitas pada scenario?12. Mengapa terjadi benjolan pada lipatan paha?13. Jelaskan interaksi imun antara saraf dan endokrin dalam menjaga

homeostasis tubuh

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Page 6: Sistem Imunologii

1

SISTEM IMUN

1. Genetik: 

Kerentanan seseorang thd penyakit ditentukan oleh gen hla/mhc

2. Umur   :  

Hipofungsi sistim imun pd bayi mudah infeksi, pada orang

tuaautoimun & kanker

3. Metabolik:

Penderita penyakit metabolik/ pengobatan kortikosteroid rentan

terhadap infeksi

4. Lingkungan dan nutrisi : 

Mudah terkena penyakit infeksi kran: 

A. Eksposur

B. Berkurang daya tahan karena malnutrisi

5. Anatomis:  pertahanan terhadap invasi m.oleh : kulit, mukosa

6. Fisiologis : 

- Cairan lambung

- Silia trakt. Respon

- Aliran urin

- Sekresi kulit bersifat bakterisid

- Enzim

- Antibody

7. Mikrobial

FUNGSI DARI SISTEM IMUN

Page 7: Sistem Imunologii

1

a. Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan &

menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit,

jamur, dan virus, serta tumor) yang masuk ke dalam tubuh

b. Menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau rusak (debris sel) untuk

perbaikan jaringan.

c. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal

SISTEM IMUN

Terbagi atas dua bagian, yaitu : Non-spesifik dan Spesifik

Non-Spesifik terbagi atas tiga bagian, yaitu :

Fisik Larut Seluler

LARUT

Biokimia : Lisozim (keringat), Sekresi Sebaseus, Asam lambung, Laktoferin, Asam Neuraminik

Humoral : Komplemen, Interferon, CRP

HUMORAL

Imunoglobulin = Gama Globulin

Imunoglobin terdiri atas lima kelompok, diantaranya yaitu :IgG, IgA, IgM, IgD, IgE

IgG

Dalam serum orang dewasa normal, IgG merupakan 75% dari imunoglobin total, dan dijumpai dalam bentuk monometer. IgG merupakan imunoglobin utama yang dibentuk atas rangsangan antigen. IgG dapat menembus plasenta dan masuk ke dalam peredaran darah janin, sehingga pada bayi baru lahir IgG yang berasal dari ibulah yang melindungi bayi terhadap infeksi. Diantara semua kelas imunoglobin. IgG paling mudah berdifusi kedalam jaringan ekstravaskular dan melakukan

Page 8: Sistem Imunologii

1

aktivitas antibodi di jaringan. IgG pulalah yang umumnya melapisi mikroorganisme sehingga partikel itu lebih mudah difagositosis, disamping itu IgG juga mampu menetralisasi toksin dan virus. IgG dapat melekat pada reseptor Fc yang terdapat pada permukaan sel sasaran dan memungkinkan terjadinya proses ADCC; bila melekat pada reseptor Fc pada permukaan trombosit ia dapat merangsang penglepasan vasoactive amine dan menyebabkan agregasi trombosit. Di dalam darah, IgG mempunyai half life sekitar 23hari.

IgA

Kelas imunoglobulin kedua terbanyak dalam serum adaslah IgA. Walaupun demikian IgA terutama berfungsi dalam cairan sekresi dan diproduksi dalam jumlah besar oleh sel plasma dalam jaringan limfoid yang terdapat sepanjangsaluran cerna, saluran nafas dan saluran urogenital dalam bentuk dinner. Karena itu IgA dpt dijumpai dalam saliva, air mata, kolostrum dan juga dalam sekret bronkus, vagina dan postat. Sejenak sebelum IgA dilepaskan oleh se; plasma, kedua unit dasar imunoglobulin dirangkaikan satu dengan lain rantai J, kemudian didalam epitel mukosa kelenjar, IgA menembus epitel mukosa dengan cara endositosis. Setelah dirangkaikan dengan komponen sekretorik, IgA dilepas kedalam cairan sekresi.

Komponen sekretorik memudahkan transport IgA dalam cairan sekresi dan melindungi molekul IgA terhadap enzim proteolitik yang terdapat dalam dalam cairan itu. IgA dapat mengikat virus maupun bakteri sehingga dengan demikian mencegah mikroorga-nisme tersebut melekat pada permukaan mukosa. IgA tdk mengaktivasi komplemen melalui jalur klasik tetapi aktivasi komplemen dilakukan melalui jalur alternatif. Salah satu komponen komplemen yang dilepaskan pada aktivasi ini, yaitu C3b, dapat melakukan opsoniasi mikroorganisme sehingga mikroorganisme itu mudah difagositosis. Walaupun IgA tidak dapat menembus plasenta, kehadirannya dalam kolostrum absorpsi antigen yang berasal dari makanan. Reseptor terhadap IgA dijumpai pada permukaan limfosit, PMN dan monosit. Dalam darah IgA umumnya dijumpai dalam bentuk monomer dan merupakan 15% dari kadar imunoglobulin total. Half life IgA adalah 5-6hari.

IgM

Page 9: Sistem Imunologii

1

Molekul IgM terdapat dalam bentuk pentamer, karena itu merupakan imunoglobulin yang berukuran paling besar. Karena ukuran yang bear ini, IgM terutama terdapat intravaskular dan merupakan 10% dari imunoglobulintotal dalam serum. Makromolekul ini dapat menyebabkan aglutinasi berbagai partikel dan fiksasi komplemen dengan efisiensi yang sangat tinggi, yaitu 20 kali lebih efektif dalam aglutinasi dan 1000 kali lebih efektif dalam aktivasi penghancuran bakteri dibanding IgG.Anto bpdi IgM cenderung menunjukan afinitas rendah terhadap antigen dengan determinan tunggal (hapten) tetapi karena molekul IgM multivalen, molekul IgM dapat menunjukan afiditas yang tinggi terhadap antigen yang mempunyai banyak epitop.

Dilihat dengan mikroskop elektron, IgM berbentuk seperti bintang, tetapi apabila ia melekat pada antigen, bagianbagian Fab akan melekat pada permukaan antigen sehingga bentuk molekul tampak seperti kepiting. IgM adalah kelas imunoglobin yang pertama dibentuk atas rangsangan antigen, tetapi respons igM umumnya pendek yaitu hanya beberapa hari untuk kemudian menurun. Fenomena ini digunakan untuk menentukan apakah suatu infeksi yang di derita oleh seseorang akut atau tidak. Selain itu karena IgM tidak dapat menembus plasenta, adanya antibodi kelas IgM dalam darah bayi baru lahir menunjukkan bahwa IgM dibentuk oleh bayi sebagai respon terhadap infeksi. Isohemaglutinin misalnya anti-A dan anti-B umumnya terdiri dari IgM, dan makroglobulin yang terdapat pada penyakit Waldenstrom merupakan produksi IgM monoklonal.

IgD

IgD merupakan monomer dan konsentrasinya dalam serum hanya sedikit, tetapi konsentrasinya da;am darah tali pusat cukup tinggi. Peran biologiknya sebagai antibodi humoral belum jelas; yang telah diketahui adalah perannya sebagai antibodi dalam reaksi hipersensitifitas terhadap penisilin. IgD dapat dijumpai pada permukaan sel B neonatus dalam jumlah jauh lebih banyak dibanding konsentrasinya dalam serum. Karena itu IgD diduga merupakan reseptor antigen pertama pada permukaan sel B, dan bahwa IgD berperan dalam mengawali respons imun. Tidak ada bukti-bukti yang menyatakan bahwa IgD adalah precursor dari IgM, tetapi keberadaannya bersama IgM pada permukaan limfosit menimbulkan dengan bahwa kedua jenis imunoghlobulin ini saling berinteraksi atau saling membantu sebagai reseptor antigen dalam mengembalikan aktivasi dan penenkanan limfosit.

Page 10: Sistem Imunologii

1

Sel plasma yang memproduksi IgM banyak dijumpai dalam tonsil dan adenoid. Salah satu sifat IgD berbeda dengan imunoglobulin yang lain adalah bahwa IgD lebih lentur dibanding imunoglobin lain karena mempunyai bagian engsel yang lebih panjang sehingga dapat melakukan ikat-silang dengan antigen polivalen secara lebih efisien. Selain itu IgD sangat peka terhadap enzim proteolitik; hal inilah yang mungkin menyebabkan umur IgD yang pendek (2-3hari).

IgE

IgE dapat dijumpai dalam serum dengan kadar amat rendah, dan hanya merupakan 0,0004% saja dari kadar imunoglobulin total. Selain itu IgE dapat dijumpai dalam cairan sekresi. Salah satu sifat penting dari IgE adalah kemampuannya melekat secara erat pada permukaan mastosit atau basofil melalui reseptor Fc.

Sistem kekebalan Non-spesifik :

Dapat mendeteksi adanya benda asing & melindungi tubuh dari kerusakan yang diakibatkannya, namun tdk dpt mengenali benda asing yang masuk ke dalam tubuh.

Yang termasuk dlm sistem ini:1. komplemen

2. interferon

3. CRP

Komplemen :

Komplemen merupakan mediator terpenting dalam antigen-antibodi dan terdiri atas sekitar 20jenis protein yang berbeda satu dengan yang lain baik dalam sifat kimia maupun reaksi imunologik. Protein ini di bentuk dalam sel hati dan sel-sel retikuloendotel misalnya limfosit dan monosit.

Diproduksi oleh hepatosit dan monosit

Berperan sbg opsonin yang meningkatkan fagositosis, sebagai faktor kemotaksis dan menimbulkan destruksi/lisis bakteri dan parasit.

Komplemen dpt diaktifkan dgn 2 cara

Page 11: Sistem Imunologii

1

Cara langsung oleh mikroba atau produknya (jalur alternatif dlm imunitas nonspesifik)

Oleh antibodi (jalur klasik dlm imunitas spesifik)

Interferon :

Glikoprotein

Sel yang terinfeksi virus akan mengeluarkan interferon

Interferon mengganggu replikasi virus (antivirus)

Interferon juga memperlambat pembelahan & pertumbuhan sel tumor dgn meningkatkan potensi sel NK & sel T sitotoksik (antikanker)

Peran interferon yg lain: meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag & merangsang produksi antibodi

C-Reactive protein :

Infeksimakrofag aktifsitokinmerangsang hati mensintesis CRP

Meningkat pada infeksi akut

Mengikat mikroorganismemengaktifkan komplemen jalur klasik

IMUNOLOGI HUMORAL 

Respon imun humoral (HIR) adalah aspek imunitas yang dimediasi oleh

disekresikan antibodi (sebagai lawan imunitas diperantarai sel , yang melibatkan

limfosit T ) yang diproduksi dalam sel-sel B limfosit garis keturunan ( sel B ). B

Cells (with co-stimulation) berubah menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi.

The co-stimulation sel B dapat berasal dari sel lain antigen menyajikan, seperti sel

dendritik . Seluruh proses ini dibantu oleh CD4 + T-helper 2 sel, yang

menyediakan co-stimulasi. Antibodi disekresikan mengikat antigen pada

permukaan mikroba seperti virus atau bakteri

Studi tentang komponen molekuler dan seluler yang terdiri dari sistem

kekebalan tubuh , termasuk fungsi dan interaksi . Sistem kekebalan tubuh dibagi

menjadi  primitive innate immune system, dan acquired atau adaptive immune

sistem vertebra, masing-masingmengandung komponen humoral dan selular.

Page 12: Sistem Imunologii

1

Kekebalan humoral mengacu pada produksi antibodi dan proses aksesori

yang menyertainya, termasuk: Th2 aktivasi dan produksi sitokin, pusat germinal

pembentukan isotipe switching, pematangan afinitas dan memori sel generasi. 

Hal ini juga mengacu pada efektor fungsi antibodi, yang mencakup netralisasi

patogen dan racun, classical complement activation, and opsonin phagocytosis

dan eliminasi patogen

SEL LlMFOSIT B

Progenitor sel limfosit B adalah sel stem hematopoietik pluripoten.

Dinamakan pluripoten karena sel ini juga merupakan progenitor sel

hematopoietik lainnya, seperti sel polimorfonuklear, sel monosit dan sel

makrofag.

Pada masa embrio sel ini ditemukan pada yolk sac, yang kemudian

bermigrasi ke hati, limpa dan sumsum tulang. Setelah bayi lahir, sel asal (stem

cell) hanya ditemukan pada sumsum tulang. Dinamakan limfosit B karena

tempat perkembangan utamanya pada burung adalah bursa

fabricius, sedangkan pada manusia tempat perkembangan utamanya adalah

sumsum tulang.

Page 13: Sistem Imunologii

1

Sel pertama yang dapat dikenal sebagai prekursor (pendahulu) sel limfosit

B adalah sel yang sitoplasmanya mengandung rantai berat µ, terdiri atas

bagian variabel V dan bagian konstan C tanpa rantai ringan L, dan tanpa

imunoglobulin pada permukaannya. Sel ini dinamakan sel pro-limfosit B.

Selain rantai µ, sel pro-limfosit B juga memperlihatkan molekul lain pada

permukaannya, antara lain antigen HLA-DR, reseptor komplemen C3b dan

reseptor virus Epstein-Barr (EBV). Pada manusia sel pro-limfosit B sudah

dapat ditemukan di hati fetus pada masa gestasi minggu ke-7 dan ke-8.

Sel pro-limfosit B ini berkembang menjadi sel limfosit B imatur. Pada

tahap ini sel limfosit B imatur telah dapat membentuk rantai ringan L

imunoglobulin sehingga mempunyai petanda imunoglobulin pada permukaan

membran sel yang berfungsi sebagai reseptor antigen. Bila sel limfosit B

sudah memperlihatkan petanda rantai berat H dan rantai ringan L yang

Page 14: Sistem Imunologii

1

lengkap, maka sel ini tidak akan dapat memproduksi rantai berat H dan rantai

ringan L lain yang mengandung bagian variabel (bagian yang berikatan

dengan antigen) yang berbeda.

Jadi setiap sel limfosit B hanya memproduksi satu macam bagian variabel

dari imunoglobulin. lni berarti imunoglobulin yang dibentuk hanya ditujukan

terhadap satu determinan antigenik saja. Sel B imatur mempunyai sifat yang

unik. Jika sel ini terpajan dengan ligannya (pasangan kontra imunoglobulin

yang ada pada permukaan membran sel), sel ini tidak akan terstimulasi,

bahkan mengalami proses yang dinamakan apoptosis sehingga sel menjadi

mati (programmed cell death). Jika ligannya itu adalah antigen diri (self

antigen), maka sel yang bereaksi terhadap antigen diri akan mengalami

apoptosis sehingga tubuh menjadi toleran terhadap antigen diri. Hal ini terjadi

pada masa perkembangan di sumsum tulang.

Oleh karena itu, sel limfosit B yang keluar dari sumsum tulang merupakan sel

limfosit B yang hanya bereaksi terhadap antigen asing. Kemudian sel limfosit

B imatur yang telah memperlihatkan imunoglobulin lengkap pada

permukaannya akan keluar dari sumsum tulang dan masuk ke dalam sirkulasi

perifer serta bermigrasi ke jaringan limfoid untuk terus berkembang menjadi

sel matur. Sel B ini memperlihatkan petanda imunoglobulin IgM dan IgD

dengan bagian variabel yang sama pada permukaan membran sel dan

dinamakan sel B matur.

Perkembangan dari sel asal (stem cell) sampai menjadi sel B matur tidak

memerlukan stimulasi antigen, tetapi terjadi di bawah pengaruh lingkungan

mikro dan genetik. Tahap perkembangan ini dinamakan tahapan generasi

keragaman klon (clone diversity), yaitu klon yang mempunyai imunoglobulin

permukaan dengan daya ikat terhadap determinan antigen tertentu.

Tahap selanjutnya memerlukan stimulasi antigen, yang dinamakan tahapan

respons imun. Setelah distimulasi oleh antigen, maka sel B matur akan

menjadi aktif dan dinamakan sel B aktif. Sel B aktif kemudian akan berubah

menjadi sel blast dan berproliferasi serta berdiferensiasi menjadi sel plasma

yang akan memproduksi imunoglobulin.

Page 15: Sistem Imunologii

1

Beberapa progeni sel B aktif tersebut akan mulai mensekresi

imunoglobulin kelas lain seperti IgG, IgA, dan IgE dengan bagian variabel

yang sama yang dinamakan alih isotip atau alih kelas rantai berat (isotype

switching).

Beberapa progeni sel B aktif lainnya ada yang tidak mensekresi

imunoglobulin melainkan tetap sebagai sel B yang memperlihatkan petanda

imunoglobulin pada permukaannya dan dinamakan sel B memori. Μ

Sel B memori ini mengandung imunoglobulin yang afinitasnya lebih

tinggi. Maturasi afinitas ini diperoleh melalui mutasi somatik. Sel B matur

yang tidak distimulasi, jadi yang tidak menemukan ligannya, akan mati

dengan waktu paruh 3-4 hari. Sedangkan sel B memori akan bertahan hidup

lebih lama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan tanpa stimulasi antigen.

Sel B memori ini akan beresirkulasi secara aktif melalui pembuluh darah,

pembuluh limfe, dan kelenjar limfe.

Bila antigen dapat lama disimpan oleh sel dendrit di kelenjar limfe, maka sel

dendrit ini pada suatu waktu akan mengekspresikan antigen tersebut pada

permukaannya. Antigen yang diekspresikan oleh sel dendrit ini akan

merangsang sel B memori menjadi aktif kembali, berproliferasi dan

berdiferensiasi menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi. Dalam hal ini,

kadar antibodi terhadap suatu antigen tertentu dapat bertahan lama pada kadar

protektif, sehingga kekebalan yang timbul dapat bertahan lama.

Page 16: Sistem Imunologii

1

Aktivasi dan fungsi sel B

Bila sel limfosit B matur distimulasi antigen ligannya, maka sel B akan

berdiferensiasi menjadi aktif dan berproliferasi. Ikatan antara antigen dan

imunoglobulin pada permukaan sel B, akan mengakibatkan terjadinya ikatan

silang antara imunoglobulin permukaan sel B. Ikatan silang ini mengakibatkan

aktivasi enzim kinase dan peningkatan ion Ca++ dalam sitoplasma. Terjadilah

fosforilase protein yang meregulasi transkripsi gen antara lain protoonkogen

(proto oncogene) yang produknya meregulasi pertumbuhan dan diferensiasi

sel. Aktivasi mitosis ini dapat terjadi dengan atau tanpa bantuan sel T,

tergantung pada sifat antigen yang merangsangnya. Proliferasi akan

mengakibatkan ekspansi klon diferensiasi dan selanjutnya sekresi antibodi.

Fungsi fisiologis antibodi adalah untuk menetralkan dan mengeliminasi

antigen yang menginduksi pembentukannya.

Dikenal 2 macam antigen yang dapat menstimulasi sel B, yaitu antigen

yang tidak tergantung pada sel T (TI = T cell independent) dan antigen yang

tergantung pada sel T (TD = T cell dependent).

Page 17: Sistem Imunologii

1

 Antigen TI dapat merangsang sel B untuk berproliferasi dan mensekresi

imunoglobulin tanpa bantuan sel T penolong (Th = T helper). Contohnya

adalah antigen dengan susunan molekul karbohidrat, atau antigen yang

mengekspresikan determinan antigen (epitop) identik yang multipel, sehingga

dapat mengadakan ikatan silang antara imunoglobulin yang ada pada

permukaan sel B.

Ikatan silang ini mengakibatkan terjadinya aktivasi sel B, proliferasi, dan

diferensiasi. Polisakarida pneumokok, polimer D-asam amino dan polivinil

pirolidin mempunyai epitop identik yang multipel, sehingga dapat

mengaktifkan sel B tanpa bantuan sel T. Demikian pula lipopolisakarida

(LPS), yaitu komponen dinding sel beberapa bakteri Gram negatif dapat pula

mengaktifkan sel B. Tetapi LPS pada konsentrasi tinggi dapat merupakan

aktivator sel B yang bersifat poliklonal. Hal ini diperkirakan karena LPS tidak

mengaktifkan sel B melalui reseptor antigen, tetapi melalui reseptor mitogen.

Antigen TD merupakan antigen protein yang membutuhkan bantuan sel

Th melalui limfokin yang dihasilkannya, agar dapat merangsang sel B untuk

berproliferasi dan berdiferensiasi.

Terdapat  dua macam respons antibodi, yaitu respons antibodi primer dan

sekunder. Respons antibodi primer adalah respons sel B terhadap pajanan

antigen ligannya yang pertama kali, sedangkan respons antibodi sekunder

adalah respons sel B pada pajanan berikutnya, jadi merupakan respons sel B

memori. Kedua macam respons antibodi ini berbeda baik secara kualitatif

maupun secara kuantitatif. Perbedaan tersebut adalah pada respons antibodi

sekunder terbentuknya antibodi lebih cepat dan jumlahnya pun lebih banyak.

Pada respons antibodi primer, kelas imunoglobulin yang disekresi

terutama adalah IgM, karena sel B istirahat hanya memperlihatkan IgM dan

IgD pada permukaannya (IgD jarang disekresi). Sedangkan pada respons

antibodi sekunder, antibodi yang disekresi terutama adalah isotip lainnya

seperti IgG, IgA, dan IgE sebagai hasil alih isotip. Afinitas antibodi yang

dibentuk pada respons antibodi sekunder lebih tinggi dibanding dengan

respons antibodi primer, dan dinamakan maturasi afinitas.

Page 18: Sistem Imunologii

1

Respons sel B memori adalah khusus oleh stimulasi antigen TD,

sedangkan stimulasi oleh antigen TI pada umumnya tidak memperlihatkan

respons sel B memori dan imunoglobulin yang dibentuk umumnya adalah

IgM. Hal ini menandakan bahwa respons antibodi sekunder memerlukan

pengaruh sel Th atau limfokin yang disekresikannya.

 

STRUKTUR IMUNOGLOBULIN

Imunoglobulin atau antibodi adalah sekelompok glikoprotein yang

terdapat dalam serum atau cairan tubuh pada hampir semua mamalia.

Imunoglobulin termasuk dalam famili glikoprotein yang mempunyai struktur

dasar sama, terdiri dari 82-96% polipeptida dan 4-18% karbohidrat.

Komponen polipeptida membawa sifat biologik molekul antibodi tersebut.

Molekul antibodi mempunyai dua fungsi yaitu mengikat antigen secara

spesifik dan memulai reaksi fiksasi komplemen serta pelepasan histamin dari

sel mast.

Pada manusia dikenal 5 kelas imunoglobulin. Tiap kelas mempunyai

perbedaan sifat fisik, tetapi pada semua kelas terdapat tempat ikatan antigen

spesifik dan aktivitas biologik berlainan. Struktur dasar imunoglobulin terdiri

atas 2 macam rantai polipeptida yang tersusun dari rangkaian asam amino

Page 19: Sistem Imunologii

1

yang dikenal sebagai rantai H (rantai berat) dengan berat molekul 55.000 dan

rantai L (rantai ringan) dengan berat molekul 22.000. Tiap rantai dasar

imunoglobulin (satu unit) terdiri dari 2 rantai H dan 2 rantai L.

Kedua rantai ini diikat oleh suatu ikatan disulfida sedemikian rupa sehingga

membentuk struktur yang simetris. Yang menarik dari susunan imunoglobulin

ini adalah penyusunan daerah simetris rangkaian asam amino yang dikenal

sebagai daerahdomain, yaitu bagian dari rantai H atau rantai L, yang terdiri

dari hampir 110 asam amino yang diapit oleh ikatan

disulfid interchain, sedangkan ikatan antara 2 rantai dihubungkan oleh ikatan

disulfid interchain. Rantai L mempunyai 2 tipe yaitu kappa dan lambda,

sedangkan rantai H terdiri dari 5 kelas, yaitu rantai G (γ), rantai A (α), rantai

M (μ), rantai E (ε) dan rantai D (δ). Setiap rantai mempunyai jumlah domain

berbeda. Rantai pendek L mempunyai 2 domain; sedang rantai G, A dan D

masing-masing 4 domain, dan rantai M dan E masing-masing 5 domain.

Rantai dasar imunoglobulin dapat dipecah menjadi beberapa fragmen.

Enzim papain memecah rantai dasar menjadi 3 bagian, yaitu 2 fragmen yang

terdiri dari bagian H dan rantai L. Fragmen ini mempunyai susunan asam

amino yang bervariasi sesuai dengan variabilitas antigen.

Fab memiliki satu tempat tempat pengikatan antigen (antigen binding

site) yang menentukan spesifisitas imunoglobulin. Fragmen lain disebut Fc

yang hanya mengandung bagian rantai H saja dan mempunyai susunan asam

amino yang tetap. Fragmen Fc tidak dapat mengikat antigen tetapi memiliki

sifat antigenik dan menentukan aktivitas imunoglobulin yang bersangkutan,

misalnya kemampuan fiksasi dengan komplemen, terikat pada permukaan sel

makrofag, dan yang menempel pada sel mast dan basofil mengakibatkan

degranulasi sel mast dan basofil, dan kemampuan menembus plasenta.

Enzim pepsin memecah unit dasar imunoglobulin tersebut pada gugusan

karboksil terminal sampai bagian sebelum ikatan disulfida (interchain) dengan

akibat kehilangan sebagian besar susunan asam amino yang menentukan sifat

antigenik determinan, namun demikian masih tetap mempunyai sifat

Page 20: Sistem Imunologii

1

antigenik. Fragmen Fab yang tersisa menjadi satu rangkaian fragmen yang

dikenal sebagai F(ab2) yang mempunyai 2 tempat pengikatan antigen.

 

KLASIFIKASI IMUNOGLOBULIN

Klasifikasi imunoglobulin berdasarkan kelas rantai H. Tiap kelas mempunyai

berat molekul, masa paruh, dan aktivitas biologik yang berbeda. Pada manusia

dikenal 4 sub kelas IgG yang mempunyai rantai berat γl, γ2, γ3, dan γ4. Perbedaan

antar subkelas lebih sedikit dari pada perbedaan antar kelas.

IMUNOGLOBULIN G

IgG mempunyai struktur dasar imunoglobulin yang terdiri dari 2 rantai

berat H dan 2 rantai ringan L. IgG manusia mempunyai koefisien sedimentasi

7 S dengan berat molekul sekitar 150.000. Pada orang normal IgG merupakan

75% dari seluruh jumlah imunoglobulin.

Imunoglobulin G terdiri dari 4 subkelas, masing-masing mempunyai

perbedaan yang tidak banyak, dengan perbandingan jumlahnya sebagai

berikut: IgG1 40-70%, IgG2 4-20%, IgG3 4-8%, dan IgG4 2-6%. Masa paruh

IgG adalah 3 minggu, kecuali subkelas IgG3 yang hanya mempunyai masa

paruh l minggu. Kemampuan mengikat komplemen setiap subkelas IgG juga

Page 21: Sistem Imunologii

1

tidak sama, seperti IgG3 > IgGl > IgG2 > IgG4. Sedangkan IgG4 tidak dapat

mengikat komplemen dari jalur klasik (ikatan C1q) tetapi melalui jalur

alternatif. Lokasi ikatan C1q pada molekul IgG adalah pada domain CH2.

Sel makrofag mempunyai reseptor untuk IgG1 dan IgG3 pada fragmen Fc.

Ikatan antibodi dan makrofag secara pasif akan memungkinkan makrofag

memfagosit antigen yang telah dibungkus antibodi (opsonisasi). Ikatan ini

terjadi pada subkelas IgG1 dan IgG3 pada lokasi domain CH3.

Bagian Fc dari IgG mempunyai bermacam proses biologik dimulai dengan

kompleks imun yang hasil akhirnya pemusnahan antigen asing. Kompleks

imun yang terdiri dari ikatan sel dan antibodi dengan reseptor Fc pada

sel killer memulai respons sitolitik (antibody dependent cell-mediated

cytotoxicity = ADCC) yang ditujukan pada antibodi yang diliputi sel.

Kompleks imun yang berinteraksi dengan sel limfosit pada reseptor Fc pada

trombosit akan menyebabkan reaksi dan agregasi trombosit. Reseptor Fc

memegang peranan pada transport IgG melalui sel plasenta dari ibu ke

sirkulasi janin.

Page 22: Sistem Imunologii

1

Imunoglobulin M

Imunoglobulin M merupakan 10% dari seluruh jumlah imunoglobulin,

dengan koefisien sedimen 19 S dan berat molekul 850.000-l.000.000. Molekul

ini mempunyai 12% dari beratnya adalah karbohidrat. Antibodi IgM adalah

antibodi yang pertama kali timbul pada respon imun terhadap antigen dan

antibodi yang utama pada golongan darah secara alami. Gabungan antigen

dengan satu molekul IgM cukup untuk memulai reaksi kaskade komplemen.

IgM terdiri dari pentamer unit monomerik dengan rantai μ dan CH.

Molekul monomer dihubungkan satu dengan lainnya dengan ikatan disulfida

pada domain CH4 menyerupai gelang dan tiap monomer dihubungkan satu

dengan lain pada ujung permulaan dan akhirnya oleh protein J yang berfungsi

sebagai kunci.

Page 23: Sistem Imunologii

1

Imunoglobulin A

IgA terdiri dari 2 jenis, yakni IgA dalam serum dan IgA mukosa. IgA

dalam serum terdapat sebanyak 20% dari total imunoglobulin, yang 80%

terdiri dari molekul monomer dengan berat molekul 160.000, dan sisanya 20%

berupa polimer dapat berupa dua, tiga, empat atau lima monomer yang

dihubungkan satu dengan lainnya oleh jembatan disulfida dan rantai tunggal

J . Polimer tersebut mempunyai koefisien sedimentasi 10,13,15 S. 

Page 24: Sistem Imunologii

1

SEKRETORI igA

Sekretori imunoglobulin A (sIgA) adalah imunoglobulin yang paling

banyak terdapat pada sekret mukosa saliva, trakeobronkial, kolostrum/ASI,

dan urogenital. IgA yang berada dalam sekret internal seperti cairan sinovial,

amnion, pleura, atau serebrospinal adalah tipe IgA serum.

SIgA terdiri dari 4 komponen yaitu dimer yang terdiri dari 2 molekul

monomer, dan sebuah komponen sekretori serta sebuah rantai J. Komponen

sekretori diproduksi oleh sel epitel dan dihubungkan pada bagian Fc

imunoglobulin A oleh rantai J dimer yang memungkinkan melewati sel epitel

mukosa. SIgA merupakan pertahanan pertama pada daerah mukosa dengan

cara menghambat perkembangan antigen lokal, dan telah dibuktikan dapat

menghambat virus menembus mukosa.

Page 25: Sistem Imunologii

1

IMUNOGLOBULIN D

Konsentrasi IgD dalam serum sangat sedikit (0,03 mg/ml), sangat labil

terhadap pemanasan dan sensitif terhadap proteolisis. Berat molekulnya

adalah 180.000. Rantai δ mempunyai berat molekul 60.000 – 70.000 dan l2%

terdiri dari karbohidrat. Fungsi utama IgD belum diketahui tetapi merupakan

imunoglobulin permukaan sel limfosit B bersama IgM dan diduga berperan

dalam diferensiasi sel ini.

Page 26: Sistem Imunologii

1

Imunitas seluler

Kekebalan selular adalah respon imun yang tidak mengikutsertakan

antibodi, tetapi mengikutsertakan aktivasi makrofaga, sel NK, sel T

sitotoksik yang mengikat antigen tertentu, dan dikeluarkannya berbagai

sitokina sebagai respon terhadap antigen. Sistem imun terbagi menjadi dua

cabang: imunitas humoral, yang merupakan fungsi protektif imunisasi dapat

ditemukan pada humor dan imunitas selular, yang fungsi protektifnya

berkaitan dengan sel. Imunitas selular didefinisikan sebagai suatu respons

imun terhadap antigen yang diperankan oleh limfosit T dengan atau tanpa

bantuan komponen sistem imun lainnya.

Imunitas seluler merupakan bagian dari respons imun didapat yang berfungsi

untuk mengatasi infeksi mikroba intraseluler. Imunitas seluler diperantarai oleh

limfosit T. Terdapat 2 jenis mekanisme infeksi yang menyebabkan mikroba dapat

masuk dan berlindung di dalam sel. Pertama, mikroba diingesti oleh fagosit pada

awal respons imun alamiah, namun sebagian dari mikroba tersebut dapat

menghindari aktivitas fagosit.

Bakteri dan protozoa intraseluler yang patogen dapat bereplikasi di dalam vesikel

fagosit. Sebagian mikroba tersebut dapat memasuki sitoplasma sel dan

bermultiplikasi menggunakan nutrien dari sel tersebut.

Page 27: Sistem Imunologii

1

Mikroba tersebut terhindar dari mekanisme mikrobisidal. Kedua, virus dapat

berikatan dengan reseptor pada berbagai macam sel, kemudian bereplikasi di

dalam sitoplasma sel. Sel tersebut tidak mempunyai mekanisme intrinsik untuk

menghancurkan virus. Beberapa virus menyebabkan infeksi laten, DNA virus

diintegrasikan ke dalam genom pejamu, kemudian protein virus diproduksi di sel

tersebut.

Masuknya antigen ke dalam tubuh akan mengakibatkan suatu seri kejadian

yang sangat kompleks yang dinamakan respons imun. Secara garis besar,

respons imun terdiri atas respons imun selular dan humoral.

Sebenarnya kedua macam respons imun ini tidak dapat dipisahkan satu

dengan yang lain, oleh karena respons yang terjadi pada umumnya merupakan

gabungan dari kedua macam respons tersebut. Hanya saja pada keadaan

tertentu imunitas selular lebih berperan daripada respons humoral, sedang

pada keadaan lainnya imunitas humoral yang lebih berperan.

Page 28: Sistem Imunologii

1

Eliminasi mikroba yang berada di vesikel fagosit atau sitoplasma sel

merupakan fungsi utama limfosit T pada imunitas didapat. Sel

T helper CD4+ juga membantu sel B memproduksi antibodi. Dalam

menjalankan fungsinya, sel T harus berinteraksi dengan sel lain seperti fagosit,

sel pejamu yang terinfeksi, atau sel B. Sel T mempunyai spesifisitas terhadap

peptida tertentu yang ditunjukkan dengan major histocompatibility

complex (MHC). Hal ini membuat sel T hanya dapat merespons antigen yang

terikat dengan sel lain.

Page 29: Sistem Imunologii

1

SEL LIMFOSIT T

Pada mulanya kita hanya mengenal satu macam limfosit. Tetapi dengan

perkembangan di bidang teknologi kedokteran, terutama sejak ditemukannya

antibodi monoklonal, maka kita mengetahui bahwa ada 2 macam limfosit,

yaitu limfosit T dan limfosit B. Keduanya berasal dari sel asal (stem cell) yang

bersifat multipotensial, artinya dapat berkembang menjadi berbagai macam sel

induk seperti sel induk eritrosit, sel induk granulosit, sel induk limfoid, dan

lain-lain. Sel induk limfoid kemudian berkembang menjadi sel pro-limfosit T

dan sel pro-limfosit B. Sel pro-limfosit T dalam perkembangannya

dipengaruhi timus yang disebut juga organ limfoid primer, oleh karena itu

dinamakan limfosit T. Sedangkan sel pro-limfosit B dalam perkembangannya

dipengaruhi oleh organ yang pada burung dinamakan bursa fabricius atau gut-

associated lymphoid tissue, karena itu dinamakan limfosit B.

Page 30: Sistem Imunologii

1

Perkembangan sel limfosit T intratimik membutuhkan asupan sel asal

limfoid terus-menerus yang pada fetus berasal dari yolk sac, hati, serta

sumsum tulang; dan sesudah lahir dari sumsum tulang. Sel yang berasal dari

hati fetus dan sumsum tulang yang bersifat multipotensial itu dalam

lingkungan mikro timus akan berkembang menjadi sel limfosit T yang matur,

toleran diri (self tolerant) dan terbatas MHC diri (major histocompatibllity

complex restricted). Di dalam timus, dalam proses menjadi limfosit matur

terlihat adanya penataan kembali gen yang produk molekulnya merupakan

reseptor antigen pada permukaan limfosit T (TCR) dan juga ekspresi molekul-

molekul pada permukaan limfosit T yang dinamakan petanda permukaan

(surface marker)limfosit T.

Dinamakan petanda permukaan limfosit T karena molekul tersebut dapat

membedakan limfosit T dengan limfosit lainnya. Di dalam timus, sebagian

besar sel limfosit T imatur akan mati dengan proses yang dinamakan

apoptosis. Apoptosis adalah kematian sel yang diprogram (fisiologis) demi

kebaikan populasi sel lainnya. Sedangkan nekrosis atau disebut juga kematian

sel accidental adalah kematian sel karena kerusakan berat (patologis),

misalnya akibat infeksi mikroorganisme, trauma fisis, zat kimia, hipertermia,

iskemia, dan lain-lain.

TCR merupakan kompleks glikoprotein yang terdiri atas rantai α, β atau γ,

δ. Sebagian besar TCR matur merupakan dimer α, β sedangkan dimer γ, δ

merupakan TCR limfosit T awal (early).  Hanya 0,5-10% sel T matur perifer

mempunyai TCR, yaitu limfosit T yang tidak memperlihatkan petanda

permukaan CD4 dan CD8 yang dinamakan sel limfosit T negatif ganda

(double negative = DN). Sel DN matur ini dapat mengenal aloantigen kelas I,

mungkin juga aloantigen kelas II, dengan mekanisme yang belum jelas. Masih

belum jelas pula apakah sel DN matur juga dapat mengenal antigen asing.

Page 31: Sistem Imunologii

1

Gen yang mengkode TCR terletak pada kromosom 14 (α,γ) dan kromosom 7

(β,δ). Gen ini merupakan anggota dari superfamili gen imunoglobulin, karena

itu molekul TCR mempunyai struktur dasar yang sama dengan struktur dasar

imunoglobulin. Segmen gen ini ada yang akan membentuk daerah variabel M

dari TCR, daerah diversitas (D), daerah joining (J), dan daerah konstan (C).

Karena segmen gen ini terletak terpisah, maka perlu diadakan penataan

kembali gen VDJC atau VJC agar dapat ditranskripsi dan menghasilkan

produk berupa TCR. Penataan kembali segmen DNA ini akan memungkinkan

keragaman (diversity) spesifisitas TCR yang luas. Setiap limfosit T hanya

mengekspresikan satu produk kombinasi VDJC atau VJC, yang membedakan

klon yang satu dari klon lainnya.

Limfosit T yang mempunyai TCR antigen diri (self antigen) akan

mengalami apoptosis karena ia telah terpajan secara dini pada antigen diri dan

mati insitu dengan mekanisme yang belum jelas. Karena itu, limfosit matur

yang keluar dari timus adalah limfosit yang hanya bereaksi dengan

antigen non self dan dinamakan toleran diri. Di dalam timus, limfosit T juga

mengalami pengenalan antigen diri hanya bila berasosiasi dengan molekul

MHC diri, melalui proses yang juga belum diketahui dengan jelas yang

dinamakan terbatas MHC diri. Molekul TCR III diekspresikan pada membran

sel T bersama molekul CD3, yaitu salah satu molekul petanda permukaan sel

T.

Reseptor antigen sel limfosit T (TCR)

Molekul TCR terdapat pada membran sel T berasosiasi dengan molekul

CD3, merupakan kompleks glikoprotein transmembran. Sebagian besar dari

molekul ini berada ekstraselular dan merupakan bagian pengenal antigen.

Sedangkan bagian transmembran merupakan tempat berlabuhnya TCR pada

membran sel yang berinteraksi dengan bagian transmembran molekul CD3.

Molekul CD3 mempunyai segmen intrasitoplasmik yang agak panjang

sesuai dengan perannya untuk sinyal intraselular. Demikian pula molekul TCR

mempunyai segmen intrasitoplasmik yang akan mentransduksi sinyal ke

Page 32: Sistem Imunologii

1

dalam sel. Bagian distal ekstraselular TCR merupakan bagian variabel yang

dapat mengenal antigen, yang membedakan satu klon sel T dari klon lainnya.

AKTIVASI SEL T

Sel limfosit T biasanya tidak bereaksi dengan antigen utuh. Sel T baru

bereaksi terhadap antigen yang sudah diproses menjadi peptida kecil yang

kemudian berikatan dengan molekul MHC di dalam fagosom sitoplasma dan

kemudian diekspresikan ke permukaan sel. Sel limfosit T hanya dapat

mengenal antigen dalam konteks molekul MHC diri. Molekul CD4 dan CD8

merupakan molekul yang menentukan terjadinya interaksi antara CD3/TCR

dengan kompleks MHC/antigen. Sel T CD4 akan mengenal antigen dalam

konteks molekul MHC kelas II, sedang sel T CD8 akan mengenal antigen

dalam konteks molekul MHC kelas I.

Untuk dapat mengaktifkan sel T dengan efektif, perlu adanya adhesi antara

sel T dengan sel APC atau sel sasaran (target). Adhesi ini, selain melalui

kompleks CD4/CD8-TCR-CD3 dengan MHC kelas II/kelas I-ag, dapat juga

ditingkatkan melalui ikatan reseptor-ligan lainnya. Reseptor-ligan tersebut

antara lain, CD28-B7, LFA-I-ICAM1/2 (molekul asosiasi fungsi limfosit 1 =

lymphocyte function associated 1, molekul adhesi interselular l = inter cellular

adhesion molecule 1), CD2-LFA3, CD5-CD72

Terjadinya ikatan antara antigen dan TCR dinamakan tahapan primer.

Aktivasi sel T juga memerlukan adanya stimulasi sitokin, seperti interleukin 1

(IL-1) yang dikeluarkan oleh sel APC yang dinamakan ko-stimulator. Sinyal

adanya ikatan TCR dengan antigen akan ditransduksi melalui bagian TCR dan

CD3 yang ada di dalam sitoplasma (lihat Gambar 10-3). Sinyal ini akan

mengaktifkan enzim dan mengakibatkan naiknya Ca++ bebas intraselular,

naiknya konsentrasi c-GMP dan terbentuknya protein yang dibutuhkan untuk

transformasi menjadi blast. Terjadilah perubahan morfologis dan biokimia.

Tahapan ini dinamakan tahapan sekunder. Kemudian terjadilah diferensiasi

menjadi sel efektor/sel regulator dan sel memori.

Page 33: Sistem Imunologii

1

Sebagai akibat transduksi sinyal, juga terjadi ekspresi gen limfokin dan

terbentuklah berbagai macam limfokin. Melalui pembentukan limfokin, sel

regulator akan meregulasi dan mengaktifkan sel yang berperan dalam

eliminasi antigen, sedangkan sel efektor akan melisis antigen/sel sasaran atau

menimbulkan peradangan pada tempat antigen berada, agar antigen

tereliminasi. Tahapan ini dinamakan tahapan tersier. Tahapan ini dapat

dipakai untuk menilai fungsi sel T.

Fase-fase respons sel T

Respons limfosit T terhadap antigen mikroba terdiri dari beberapa fase yang

menyebabkan peningkatan jumlah sel T spesifik dan perubahan sel T naif menjadi

sel efektor. Limfosit T naif terus bersirkulasi melalui organ limfoid perifer untuk

mencari protein antigen asing. Sel T naif mempunyai reseptor antigen dan

molekul lain yang dibutuhkan dalam pengenalan antigen. Di dalam organ limfoid,

antigen diproses dan ditunjukkan dengan molekul MHC pada antigen-presenting

cell (APC), kemudian sel T bertemu dengan antigen tersebut untuk pertama

kalinya. Pada saat itu, sel T juga menerima sinyal tambahan dari mikroba itu

sendiri atau dari respons imun alamiah terhadap mikroba.

Sebagai respons terhadap stimulus tersebut, sel T akan mensekresi sitokin.

Beberapa sitokin bekerja sama dengan antigen dan sinyal kedua dari mikroba

untuk menstimulasi proliferasi sel T yang spesifik untuk antigen. Hasil dari

proliferasi ini adalah penambahan jumlah limfosit spesifik antigen dengan cepat

yang disebut clonal expansion. Fraksi dari limfosit ini menjalani proses

diferensiasi dimana sel T naif (berfungsi untuk mengenal antigen mikroba)

berubah menjadi sel T efektor (berfungsi untuk memusnahkan mikroba). Sebagian

sel T efektor tetap di dalam kelenjar getah bening dan berfungsi untuk

memusnahkan sel terinfeksi atau memberikan sinyal kepada sel B untuk

menghasilkan antibodi.

Page 34: Sistem Imunologii

1

Sebagian sel T berkembang menjadi sel T memori yang dapat bertahan lama. Sel

ini tidak aktif dan bersirkulasi selama beberapa bulan atau tahun, serta dapat

merespons dengan cepat apabila terjadi paparan berulang dengan mikroba. Setelah

sel T efektor berhasil mengatasi infeksi, stimulus yang memicu ekspansi dan

diferensiasi sel T juga berhenti. Klon sel T yang sudah terbentuk akan mati dan

kembali ke keadaan basal. Hal ini terjadi pada sel T CD4 + dan CD8+, namun

terdapat perbedaan pada fungsi efektornya.

Peran ko-stimulasi dalam aktivasi sel T

Aktivasi penuh sel T tergantung dari pengenalan ko-stimulator di APC. Ko-

stimulator merupakan “sinyal kedua” untuk aktivasi sel T. Istilah “ko-stimulator”

menunjukkan bahwa molekul tersebut memberikan stimuli kepada sel T bersama-

sama dengan stimulasi oleh antigen. Contoh ko-stimulator adalah B7-1 (CD80)

dan B7-2 (CD86). Keduanya terdapat pada APC dan jumlahnya meningkat bila

APC bertemu dengan mikroba. Jadi, mikroba akan menstimulasi ekspresi B7 pada

APC. Protein B7 dikenali oleh reseptor bernama CD28 yang terdapat pada sel T.

Sinyal dari CD28 bekerja bersama dengan sinyal yang berasal dari pengikatan

TCR dan ko-reseptor kompleks peptida-MHC pada APC yang sama.

Mekanisme ini penting untuk memulai respons pada sel T naif. Apabila tidak

terjadi interaksi CD28-B7, pengikatan TCR saja tidak mampu untuk mengaktivasi

sel T sehingga sel T menjadi tidak responsif. Antigen presenting cell (APC) juga

mempunyai molekul lain yang struktur dan fungsinya serupa dengan B7-1 dan

B7-2. Molekul B7-likeini penting pada aktivasi sel T efektor.

Molekul lain yang turut berperan sebagai ko-stimulator adalah CD40 pada APC

dan ligan CD40 (CD154) pada sel T. Kedua molekul ini tidak berperan langsung

dalam aktivasi sel T. Interaksi CD40 dengan ligannya menyebabkan APC

membentuk lebih banyak ko-stimulator B7 dan sitokin seperti IL-12. Interaksi ini

secara tidak langsung akan meningkatkan aktivasi sel T.

Page 35: Sistem Imunologii

1

Pentingnya peran ko-stimulator dalam aktivasi sel T dapat menjelaskan mengapa

antigen protein yang digunakan dalam vaksin tidak dapat menimbulkan respons

imun sel T, kecuali jika antigen tersebut diberikan bersama dengan bahan lain

untuk mengaktivasi makrofag dan APC. Bahan ini disebut adjuvant dan berfungsi

untuk merangsang pembentukan ko-stimulator pada APC, serta untuk

menstimulasi produksi sitokin dari APC. Sebagian besar adjuvant merupakan

produk mikroba atau bahan yang menyerupai mikroba. Adjuvant akan mengubah

protein antigen inert agar menyerupai mikroba patogen.

Aktivasi sel T CD8+ distimulasi oleh pengenalan peptida yang berhubungan

dengan MHC kelas I, serta membutuhkan kostimulasi dan/atau sel T helper.

Perkembangan sel T sitotoksik CD8+ pada infeksi virus membutuhkan sel T helper

CD4+. Pada infeksi virus, sel yang terinfeksi dicerna oleh APC khususnya sel

dendrit, kemudian antigen virus akan dipresentasikan silang (cross-presented)

oleh APC. Antigen presenting cell (APC) akan mempresentasikan antigen dari

sitosol sebagai kompleks dengan MHC kelas I, dan antigen dari vesikel sebagai

kompleks dengan MHC kelas II.

Oleh sebab itu, sel CD4+ dan sel CD8+yang spesifik untuk antigen virus tersebut

akan bekerja secara berdekatan. Sel TCD4+memproduksi sitokin atau molekul

membran untuk mengaktivasi sel TCD8+, sehingga ekspansi klonal dan

diferensiasi sel TCD8+ menjadi sel T sitotoksik (TC) efektor dan memori

tergantung dari bantuan sel TCD4+. Hal ini dapat menjelaskan terjadinya defek

respons sel TC terhadap virus pada pasien human immunodeficiency virus (HIV).

Selain respons yang telah dijelaskan di atas, terdapat pula respons sel TC terhadap

beberapa virus yang tidak bergantung kepada bantuan sel T CD4+.

Page 36: Sistem Imunologii

1

FUNGSI IMUNITAS SELULAR

Imunitas selular berfungsi untuk mengorganisasi respons inflamasi

nonspesifik dengan mengaktivasi fungsi makrofag sebagai fagosit dan

bakterisid, serta sel fagosit lainnya; selain itu juga mengadakan proses sitolitik

atau sitotoksik spesifik terhadap sasaran yang mengandung antigen.

Imunitas selular berfungsi pula untuk meningkatkan fungsi sel B untuk

memproduksi antibodi, juga meningkatkan fungsi subpopulasi limfosit T baik

sel Th/penginduksi maupun sel Tc/sel supresor. Fungsi lainnya adalah untuk

meregulasi respons imun dengan mengadakan regulasi negatif dan regulasi

positif terhadap respons imun.

RESPONS IMUN SELULAR DALAM KLINIK

Dalam klinik respons imun selular ini dapat kita lihat berupa hipersensitivitas

kulit tipe lambat, imunitas selular pada penyakit infeksi mikroorganisme

intraselular (bakteri, virus, jamur) serta penyakit parasit dan protozoa, imunitas

selular pada penyakit autoimun, reaksi graft versus host, penolakan jaringan

transplantasi, dan penolakan sel tumor.

Hipersensitivitas kulit tipe lambat (reaksi tipe IV) Dalam klinik reaksi

tipe IV dapat kita lihat berupa reaksi pada kulit bila seseorang yang pernah

kontak dengan antigen tertentu (seperti bakteri mikobakterium, virus, fungus,

obat atau antigen lainnya) kemudian dipaparkan kembali dengan antigen

tersebut pada kulitnya. Terlihat reaksi berupa eritema, indurasi pada kulit atau

peradangan pada tempat antigen berada setelah satu sampai beberapa hari

kemudian.  Secara histologis kelainan kulit ini terdiri atas infiltrasi sel

mononuklear yaitu makrofag, monosit dan limfosit di sekitar pembuluh darah

dan saraf. Reaksi tipe IV ini umumnya dapat terlihat pada respons imun

infeksi mikroorganisme intraselular, juga pada reaksi penolakan jaringan yang

memperlihatkan peradangan pada tempat transplantasi, dan pada reaksi

penolakan tumor.

Page 37: Sistem Imunologii

1

Imunitas selular pada infeksi bakteri Imunitas selular pada infeksi

bakteri misalnya terlihat berupa pembentukan kavitas dan granuloma pada

infeksi denganMycobacterium tuberculosis, demikian pula lesi granulomatosa

pada kulit penderita lepra. Limfokin yang dilepaskan sel Td mengakibatkan

terjadinya granuloma dan sel yang mengandung antigen akan mengalami lisis

oleh sel Tc dan sel killer lainnya.

Reseptor antigen sel limfosit T (TCR) Molekul TCR terdapat pada

membran sel T berasosiasi dengan molekul CD3, merupakan kompleks

glikoprotein transmembran. Sebagian besar dari molekul ini berada

ekstraselular dan merupakan bagian pengenal antigen. Sedangkan bagian

transmembran merupakan tempat berlabuhnya TCR pada membran sel yang

berinteraksi dengan bagian transmembran molekul CD3.

Imunitas selular pada infeksi virus Imunitas selular pada infeksi virus

sangat berperan pada penyembuhan yaitu untuk melisis sel yang sudah

terinfeksi. Ruam kulit pada penyakit campak, lesi kulit pada penyakit cacar

dan herpes simpleks juga merupakan reaksi tipe IV dan lisis oleh sel Tc.

Imunitas selular pada infeksi jamur Peradangan pada infeksi jamur

seperti kandidiasis, dermatomikosis, koksidiomikosis dan histoplasmosis

merupakan reaksi imunitas selular. Sel TC berusaha untuk melisis sel yang

telah terinfeksi jamur dan limfokin merekrut sel-sel radang ke tempat jamur

berada.

Imunitas selular pada penyakit parasit dan protozoa Peradangan yang

terlihat pada penyakit parasit dan protozoa juga merupakan imunitas selular.

Demikian pula pembentukan granuloma dengan dinding yang menghambat

parasit dari sel host sehingga penyebaran tidak terjadi.

Imunitas selular pada penyakit autoimun Meskipun dalam ontogeni sel

T autoreaktif dihancurkan dalam timus, dalam keadaan normal diperkirakan

bahwa sel T autoreaktif ini masih tetap ada, tetapi dalam jumlah kecil dan

dapat dikendalikan oleh mekanisme homeostatik. Jika mekanisme homeostatik

ini terganggu dapat terjadi penyakit autoimun.

Page 38: Sistem Imunologii

1

Kunci sistem pengendalian homeostatik ini adalah pengontrolan sel T

penginduksi/Th. Sel T penginduksi/Th dapat menjadi tidak responsif terhadap

sel T supresor, sehingga merangsang sel T autoreaktif yang masih bertahan

hidup atau sel Tc kurang sempurna bekerja dalam penghapusan klon antara

lain karena gagalnya autoantigen dipresentasikan ke sel T. Jika ada gangguan

sel T supresor atau gagal menghilangkan sel T autoreaktif atau gagal

mempresentasikan autoantigen pada masa perkembangan, maka dapat terjadi

penyakit autoimun.

Imunitas selular pada reaksi graft versus host Pada reaksi graft versus

host, kerusakan yang terlihat disebabkan oleh sel imunokompeten donor

terhadap jaringan resipien. Reaksi tersebut berupa kelainan pada kulit seperti

makulopapular, eritroderma, bula dan deskuamasi, serta kelainan pada hati

dan traktus gastrointestinal. Kelainan yang timbul juga disebabkan oleh

imunitas selular.

Imunitas selular pada penolakan jaringan Pada transplantasi jaringan

dapat terlihat bahwa jaringan yang tadinya mulai tumbuh, setelah beberapa

hari berhenti tumbuh. Ini disebabkan oleh reaksi imunitas selular yang timbul

karena adanya antigen asing jaringan transplantasi. Organ transplantasi

menjadi hilang fungsinya. Secara histologis terlihat adanya infiltrasi intensif

sel limfoid, sel polimorfonuklear dan edema interstisial. Dapat dilihat

terjadinya iskemia dan nekrosis. Peradangan ini disebabkan karena sel T

resipien mengenal antigen kelas I dan II donor yang berbeda dengan antigen

diri. Pengenalan ini sama seperti pengenalan antigen asing di antara celah

domain molekul MHC. Terjadi lisis alograft oleh sel TC resipien. Demikian

pula limfokin yang dilepaskan sel T akan merusak alograft dengan merekrut

sel radang.

Page 39: Sistem Imunologii

1

Imunitas selular pada penolakan tumor Imunitas selular pada

penolakan tumor sama dengan imunitas selular pada penolakan jaringan

transplantasi. Tentu saja imunitas selular ini bukanlah satu-satunya cara untuk

menghambat pertumbuhan sel tumor, imunitas humoral juga dapat berperan.

Adanya ekspresi antigen tumor akan mengaktifkan sel Tc host demikian pula

interferon yang dilepaskan sel T juga akan mengaktifkan sel NK (natural

killer) untuk melisis sel tumor. Limfokin akan merekrut sel radang ke tempat

tumor berada dan menghambat proliferasi tumor serta melisis sel-sel tumor.

AWAL MULA SYSTEM IMUN PADA MANUSIA:

System imun pada tubuh manusia sudah siap sejak pertama kali manusia

dilahirkan. System imun tersebut sudah memproteksi manusia dari zat asing

(allergen), dan berbagai macam infeksi. Akan tetapi system imun yang sudah siap

sejak kita dilahirkan hanyalah system imun bawaan atau system imun non

spesifik.

System imun non spesifik meliputi :

Fisik

Kulit

Selaput lender

Silia

Batuk

Bersin

Seluler

Fagosit (mononuclear dan polimorfonuklear)

Sel NK

Sel mast

Sel basophil

Page 40: Sistem Imunologii

1

Larutan

Biokimia (Lisozim / keringat, kelenjar sebaseus, asam lambung, laktoferin,

asam neuraminik)

Humoral ( komplemen, interferon, CRP)

Sedangkan system imun tubuh spesifik harus melalui proses adaptasi untuk

membuat suatu mekanisme pertahanan terhadap zat asing dan infektan.

RESPON IMUN TERHADAP INFLAMASI

Inflamasi adalah respon dari suatu organisme terhadap patogen dan

alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat

jaringan yang mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi. Tidak

spesifik hanya untuk infeksi mikroba, tetapi respons yg sama juga terjadi pada

perlukaan akibat suhu dingin, panas, atau trauma Pemeran utama: fagosit, a.l:

neutrofil, monosit, dan makrofag

Radang atau inflamasi adalah satu dari respon utama sistem kekebalan

terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh faktor kimia (histamin,

bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh sel

yang berperan sebagai mediator radang di dalam sistem kekebalan untuk

melindungi jaringan sekitar dari penyebaran infeksi.

Peradangan adalah sinyal-dimediasi menanggapi penghinaan seluler oleh

agen infeksi, racun, dan tekanan fisik. Sementara peradangan akut adalah penting

bagi respon kekebalan tubuh, peradangan kronis yang tidak tepat dapat

menyebabkan kerusakan jaringan ( autoimunitas, neurodegenerative, penyakit

kardiovaskular).

Radang mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap infeksi:

memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi

untuk meningkatkan performa makrofaga

menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi

mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.

Page 41: Sistem Imunologii

1

Respon peradangan dapat dikenali dari rasa sakit, kulit lebam, demam dll,

yang disebabkan karena terjadi perubahan pada pembuluh darah di area infeksi:

pembesaran diameter pembuluh darah, disertai peningkatan aliran darah di

daerah infeksi. Hal ini dapat menyebabkan kulit tampak lebam kemerahan

dan penurunan tekanan darah terutama pada pembuluh kecil.

aktivasi molekul adhesi untuk merekatkan endotelia dengan pembuluh

darah.

kombinasi dari turunnya tekanan darah dan aktivasi molekul adhesi, akan

memungkinkan sel darah putih bermigrasi ke endotelium dan masuk ke

dalam jaringan. Proses ini dikenal sebagai ekstravasasi.

Bagian tubuh yang mengalami peradangan memiliki tanda-tanda sebagai

berikut :

Rubor (kemerahan) terjadi karena banyak darah mengalir ke dalam

mikrosomal lokal pada tempat peradangan.

Kalor (panas) dikarenakan lebih banyak darah yang disalurkan pada

tempat peradangan dari pada yang disalurkan ke daerah normal.

Dolor (Nyeri) dikarenakan pembengkakan jaringan mengakibatkan

peningkatan tekanan lokal dan juga karena ada pengeluaran zat histamin

dan zat kimia bioaktif lainnya.

Tumor (pembengkakan) pengeluaran cairan-cairan ke jaringan interstisial.

Functio laesa (perubahan fungsi) adalah terganggunya fungsi organ tubuh

Mekanisme terjadinya Inflamasi dapat dibagi menjadi 2 fase yaitu:

Perubahan vaskular

Respon vaskular pada tempat terjadinya cedera merupakan suatu yang

mendasar untuk reaksi inflamasi akut. Perubahan ini meliputi perubahan

aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah. Perubahan aliran darah

karena terjadi dilatasi arteri lokal sehingga terjadi pertambahan aliran

darah (hypermia) yang disusul dengan perlambatan aliran darah.

Akibatnya bagian tersebut menjadi merah dan panas.

Page 42: Sistem Imunologii

1

Sel darah putih akan berkumpul di sepanjang dinding pembuluh darah

dengan cara menempel. Dinding pembuluh menjadi longgar susunannya

sehingga memungkinkan sel darah putih keluar melalui dinding pembuluh.

Sel darah putih bertindak sebagai sistem pertahanan untuk menghadapi

serangan benda-benda asing.

Pembentukan cairan inflamasi

Peningkatan permeabilitas pembuluh darah disertai dengan keluarnya sel

darah putih dan protein plasma ke dalam jaringan disebut eksudasi. Cairan

inilah yang menjadi dasar terjadinya pembengkakan. Pembengkakan

menyebabkan terjadinya tegangan dan tekanan pada sel syaraf sehingga

menimbulkan rasa sakit (Mansjoer, 1999).

Penyebab inflamasi dapat disebabkan oleh mekanik (tusukan), Kimiawi

(histamin menyebabkan alerti, asam lambung berlebih bisa menyebabkan

iritasi), Termal (suhu), dan Mikroba (infeksi Penyakit.

Tahapan 3 fase inflamasi

Perubahan dalam sel-sel dan sistem sirkulasi, ada cedera pada bagian

tubuh terjadi penyempitan pembuluh darah untuk mengendalikan

perdarahan, sehingga terlepaslah histamin yang gunanya untuk

meningkatkan aliran darah ke daerah yang cedera. Pada saat yang sama

dikelurkan kinin untuk meningkatkan permeabilitas kapiler yang akan

memudahkan masuknya protein, cairan, dan leukosit untuk suplai daerah

yang cedera. Setelah cukup aliran darah setempat menurun untuk menjaga

leukosit agar tetap di daerah yang cedera.

pelepasan eksudat, terjadi setelah leukosit memakan bakteri2 yang ada di

daerah cedera, kemudian eksudat dikeluarkan.

regenerasi, yaitu fase pemulihan perbaikan jaringan atau pembentukan

jaringan baru.

Page 43: Sistem Imunologii

1

Respon Inflamasi

Respon inflamasi distimulasi oleh trauma atau infeksi, pusat pada

inflamasi adalah menghambat inflamasi dan meningkatkan penyembuhan. Selama

tahap awal dari infeksi virus, sitokin diproduksi ketika pertahanan kekebalan

bawaan diaktifkan. Pelepasan sitokin yang cepat di tempat infeksi memulai

tanggapan baru dengan konsekuensi yang luas yang meliputi peradangan.

Salah satu yang paling awal sitokin yang dihasilkan tumor necrosis factor

alpha (TNF-α), yang disintesis oleh monosit dan makrofag teraktivasi. Sitokin ini

mengubah kapiler di dekatnya sehingga sirkulasi sel darah putih dapat dengan

mudah dibawa ke tempat infeksi. TNF-α juga dapat mengikat reseptor pada sel

yang terinfeksi dan merangsang respon antivirus. Dalam hitungan detik,

serangkaian sinyal mulai ada yang menyebabkan kematian sel, sebuah usaha

untuk mencegah penyebaran infeksi.

Ada empat tanda-tanda khas peradangan: eritema (kemerahan), panas,

bengkak, dan nyeri. Ini adalah konsekuensi dari meningkatnya aliran darah dan

permeabilitas kapiler, masuknya sel-sel fagositik, dan kerusakan jaringan.

Peningkatan aliran darah ini disebabkan oleh penyempitan kapiler yang membawa

darah dari daerah yang terinfeksi, dan menyebabkan pembengkakan dari jaringan

kapiler. Eritema dan peningkatan suhu jaringan menemani penyempitan kapiler.

Selain itu, permeabilitas kapiler meningkat, sel-sel dan cairan yang

memungkinkan untuk pergi dan memasuki jaringan di sekitarnya. Cairan ini

memiliki kandungan protein lebih tinggi dari cairan biasanya ditemukan dalam

jaringan, menyebabkan pembengkakan.

Fitur lain dari peradangan adalah adanya sel-sel kekebalan tubuh, fagosit

mononuklear sebagian besar, yang tertarik pada daerah yang terinfeksi oleh

sitokin. Neutrofil adalah salah satu jenis yang paling awal dari sel-sel fagositik

yang masuk ke situs infeksi, dan tanda klasik dari respon inflamasi (ilustrasi). Sel-

sel ini berlimpah dalam darah, dan biasanya absen dari jaringan. Bersama dengan

sel yang terinfeksi, sel dendritik, dan makrofag, mereka menghasilkan sitokin

yang dapat lebih membentuk respon terhadap infeksi, dan juga memodulasi

respon adaptif yang dapat mengikuti.

Page 44: Sistem Imunologii

1

Sifat yang tepat dari respon inflamasi tergantung pada virus dan jaringan

yang terinfeksi. Virus yang tidak membunuh sel – virus noncytopathic - tidak

menyebabkan respon inflamasi yang kuat. Karena sel-sel dan protein dari respon

inflamasi berasal dari aliran darah, jaringan dengan akses pada darah tidak

mengalami kehancuran yang terkait dengan peradangan. Namun, hasil dari

infeksi sedemikian ’istimewa’ situs – otak, misalnya - mungkin sangat berbeda

dibandingkan dengan jaringan lain.

Salah satu komponen penting adalah ’inflammasome’ – struktur

sitoplasma yang sangat besar dengan sifat reseptor pola dan pemrakarsa sinyal

(misalnya MDA-5 dan RIG-I ). Temuan eksperimental terakhir menunjukkan

bahwa inflammasome sangat penting dalam respon imun bawaan terhadap infeksi

virus influenza, dan moderator paru patologi pada pneumonia influenza.

Urutan kejadian inflamasi adalah:

Stimulasi oleh trauma atau patogen → reaksi fase akut

sitokin dilatasi vaskular diinduksi aferen (vasodilatasi menyebabkan

peningkatan aliran darah (kemerahan, panas lokal) untuk terinfeksi / rusak

daerah

aktivasi sistem komplemen , sistem pembekuan darah , sistem fibrinolitik ,

dan sistem kinin

Page 45: Sistem Imunologii

1

leukocyte adhesion cascade celah endotel meningkatkan permeabilitas

pembuluh darah dan memungkinkan ekstravasasi protein serum (eksudat)

dan leukosit (→ neutrofil → makrofag → limfosit ) dengan jaringan yang

dihasilkan pembengkakan

fagositosis dari bahan asing dengan pembentukan nanah

Respon inflamasi adalah bagian dari respon imun bawaan , dan

mempekerjakan agen seluler dan plasma yang diturunkan ( jalur ):

complement system

interferon (IFN)

cytokines , lymphokines , monokines

sitokin , limfokin , monokines

prostaglandins and leukotrienes – arachidonic acid derivatives

prostaglandin dan leukotrien

platelet activating factor atau faktor pengaktif trombosit (PAF)

histamin

kinins ( bradikinin → nyeri )

Nyeri membangkitkan mediator proinflamasi termasuk sitokin , kemokin ,

proton, faktor pertumbuhan saraf , dan prostaglandin , yang diproduksi dengan

menyerang leukosit atau sel lokal.

Ketika jaringan hancur atau diserang oleh leukosit dalam peradangan,

banyak mediator yang disampaikan oleh sirkulasi dan / atau dibebaskan dari

penduduk dan berimigrasi sel pada situs. Mediator Proalgesic termasuk sitokin

pro inflamasi, kemokin, proton, faktor pertumbuhan saraf, dan prostaglandin,

yang diproduksi dengan menyerang leukosit atau sel penduduk. Mediator

analgesik, yang melawan rasa sakit, juga diproduksi di jaringan meradang. Ini

termasuk anti-inflamasi sitokin dan peptida opioid.

Interaksi antara leukosit yang diturunkan dari peptida opioid dan reseptor

opioid dapat menyebabkan ampuh, penghambatan klinis yang relevan dari nyeri

(analgesik). Reseptor opioid yang hadir pada ujung perifer dari neuron sensorik.

Peptida opioid disintesis dalam sirkulasi leukosit, yang bermigrasi ke jaringan

meradang disutradarai oleh kemokin dan molekul adhesi. Dalam kondisi stres atau

Page 46: Sistem Imunologii

1

dalam menanggapi melepaskan agen (misalnya kortikotropin-releasing factor,

sitokin, noradrenalin), leukosit dapat mengeluarkan opioid. Mereka mengaktifkan

reseptor opioid perifer dan menghasilkan analgesia dengan menghambat

rangsangan saraf sensorik dan / atau pelepasan neuropeptida rangsang. Konsep

generasi nyeri dengan mediator dikeluarkan dari leukosit dan analgesia oleh

kekebalan tubuh yang diturunkan opioid.

Pada skenario dijelaskan bahwa luka di telapak kaki kanan karena terkena

pecahan kaca menimbulkan nyeri, panas dan kemerahan bahkan disertai nanah.

Hal tersebut disebabkan oleh adanya kerja dari sistem imun terhadap adanya

mikroorganisme yang masuk ketubuh melalui kulit yang terluka.

Tahap pertama pertahanan tubuh terhadap mikroba diperaankan oleh

mekanisme barrier pada permukaan tubuh, misalnya kulit dan permukaan epitel

yang mempunyai akses dengan dunia luar. Pada umumnya respon imun pada

bagian tubuh ini merupakan mekanisme respon imun bawaan atau non-spesifik.

Page 47: Sistem Imunologii

1

Respon non-spesifik alamiah selain mencakup barrier pada permukaan

tubuh, juga mencakup sekresi substansi-substansi tertentu, misalnya asam lemak

yang diproduksi oleh kulit yang biasanya toksik untuk sebagian besar mikroba,

lisozim dan saliva air mata dan secret hidung, IgA, aktivitas fagosit dan

komplemen serta aktivitas flora normal yang merupakan sistem pertahanan

eksternal. Flora normal dapat memproduksi asam laktat dan protein antimikroba

yang disebut colisin. Mekanisme barrier dn sistem pertahanan tubuh eksternal

terbukti sangat efektif. Kulit dan permukaan epitek atau mukosa merupakan

sistem proteksi yang sangat potensial yang menghambat masuknya

mikroorganisme ke dalam tubuh.

Pada hakekatnya hanya sebagian mikroorganisme patogen disekitar kita

mempunyai akses ke jaringan, kecuali bila terjadi gangguan pada fungsi barrier.

Di lain pihak beberapa jenis mikroorganisme patogen mengekspresikan atau

menghasilkan substansi tertentu pada permukaannya yang menyebabkan

mikroorganisme tersebut dapat melekat pada permukaan epitel atau mukosa

kemudian merusaknya. Melekatnya mikroorganisme pada epitel tidak selalu

diikuti oleh pnetrasi, walaupun berbagai upaya dilakukan oleh mikroorganisme

untuk melawan barrier tersebut, misalnya dengan mengeluarkan protease yang

merusak IgA dll.

Namun ketika kulit terluka, mikroorganisme sangat mudah masuk ke

dalam tubuh. Kemudian mikroorganisme berusaha untuk masuk menembus

pertahanan tubuh. Respon jaringan sekitar agen serta sel nekrotik di daerah

radang akan menghasilkan mediator inflamasi seperti histamine(berperan dalam

pelebaran pembuluh darah) dll. Mediator Inflamasi menginduksi vascula, aliran

darah, dan mengaktifkan leukosit. Terjadinya vaso dilatasi arterioli maupun

kapiler disekitar daerah radang menyebabkan peningkatan aliran darah

(kemerahan, panas lokal)dan leukosit mengalir ditepi lumen vasculer. Endothel

kapiler meregang, timbul rongga, permiabilitas meningkat, plasma darah keluar

terakumulasi di jaringan perivasculer.

Page 48: Sistem Imunologii

1

Endothel menjadi lengket, leukosit menggelinding ( Rolling ) kemudian

melekat ( adhesi ) pada permukaan endothel. Leukosit masuk ruang antar endothel

(diapedesis) dan keluar dari vasculer (ekstravasasi). Leukosit akan bergerak

(migrasi) menuju agen causatif inflamasi . Leucosit memfagosit baik agen asing,

sel inang terinfeksi, maupun jaringan inang yang nekrotik .

Proses fagositosis oleh makrofag dan neutrofil terjadi pada sel leucosit

dengan membentuk fagolisosum dan mendegradasi agen secara enzymatic.

Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-

sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam

melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri,

sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk

nanah, yang mengisi rongga tersebut.

ORGAN DAN JARINGANNYA

Sistem imun mencakup struktur tunggal (misalnya kelenjar getah bening, limpa)

dan sel-sel bebas, seperti limfosit, granulosit dan sel-sel dari system fagosit

mononuclear yang terdapat dalam darah, limfe dan jaringan ikat. Unsur penting

lainnya dari system imun adalah sel-sel penyaji antigen, yang tidak hanya

ditemukkan di jaringan limfoid, namun juga ditemukkan di organ laiun, seperti

kulit (yang terpapar luas terhadap antigen asing). Sel-sel dari system imun saling

berkomunikasi dan berkomunikasi juga dengan sel-sel system lain terutama

melalui protein penanda yang dikenal sebagai sitokin.

ORGAN LIMFOID

Struktur anatomis utama yang berpartisipasi dalam respon imun adalah organ

limfoid: timus, limpa dan kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening merupakan

kumpulan jaringan limfoid yang terutama terdiri atas agregat nodular dalam

mukosaa system pencernaan (tonsil,plak peyer dan apendiks), system pernapasan,

system reproduksi dan system urinaria yang membentuk MALT (mucosa-

associated lymphoid tissue). Distribusi struktur yang luas dan sirkulasi sel limfoid

Page 49: Sistem Imunologii

1

yang konstan didalam darah, limfe dan jaringan ikat membuat tubuh memiliki

system pertahanan dan perlindungan yang efisien dan rumit, yang dihasilkan sel-

sel imunokompeten.

Semua limfosit berasal dari sumsum tulang; akan tetapi, limfosit T mengalami

pematangan lebih lanjut dalam timus, sedangkan limfosit B meninggalkan

sumsum tulang sebagai sel matang. Oleh sebab itu, sumsum tulang dan timus

disebut organ limfoid primer atau sentral. Limfosit bermigrasi dari organ-organ

ini ke dalam darah dan organ limfoid primer (limpa, kelenjar getah bening, nodul

soliter, tonsil, apendiks dan plak peyer di ileum) tempat limfosit berpoliferasi dan

menuntaskan diferensiasinya.

KELENJAR GETAH BENING

Kelenjar getah bening adalah organ berbentuk lonjong dan bersimpai yang terdiri

atas jaringan limfoid yang tersebar diseluruh tubuh sepanjang pembuluh limfe.

Kelenjar getah bening ini ditemukkan di ketiak, lipat paha, sepanjang pembuluh

besar di leher dan banyak dijumpai di toraks dan abdomen khususnya dalam

mesentrium. Kelenjar getah bening membentuk sederetan saringan yang penting

untuk pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme dan penyebaran sel-sel tumor.

Semua limfe yang berasal dari cairan jaringan, disaring oleh sekurang-kurangnya

satu kelenjar getah bening sebelum masuk ke sirkulasi.

Kelenjar getah bening mempunyai sisi konveks dan lekukan konkaf, yakni hilus.

Tempat masuknya arteri dan saraf serta kelurnya vena dan pembuluh limfe dari

organ. Suatu simpai jaringna ikat mengelilingi kelenjar getah bening, dan

menjulurkan trabekula ke bagian dalam organ. Setiap kelenjar getah bening

memiliki sebuah korteks luar, korteks dalam dan medulla.

Page 50: Sistem Imunologii

1

THYMUS

Thymus adalah organ limfoepitelial yang terletak di mediastinum, organ ini

mencapai perkembangan puncaknya semasa usia muda. Jika organ limfoid

nontimus hanya berasal dari mesenkim (mesoderm) maka timus memiliki asal

embriologik ganda. Limfositnya berasal dari sel-sel mesenkim yang memasuki

primordium epitel yang telah berkembang dari lapisan mesoderm kantong

faringeal ketiga dan keempat.

timus mencapai perkembangan maksimum, sehubungan dengan berat badannya,

segera setelah lahir; organ ini mengalami involusi setelah pubertas sel dari

sumsum tulang menambah populasinya secara berlanjut. Sel induk yang akan

menjadi sel T berasal dari sumsum janin dan bermigrasi ke timus selama masa

kehidupan janin dan dewasa. Setelah memasuki timus, sel T atau timosit yang

berkembang, mula-mula mendiami korteks.

Timus adalah tempat perkembangan akhir dan seleksi limfosit T. selama proses

ini berlangsung, limfosit timus mengalami mitosis berulang kali. Akan tetapi,

lebih dari 95% limfosit tersebut akan dihilangkan melalui apoptosis. Limfosit

yang disingkirkan adalah limfosit yang tidak bereaksi terhadap antigen dan

karenanya tidak berguna, dan limfosit yang bereaksi terhadap antigen sendiri. Bila

limfosit yang bereaksi terhadap antigen sendiri tidak disingkirkan, maka penyakit

autoimun akan timbul.

LIMPA

Limpa adalah organ limfoid terbesar di tubuh. Karena banyaknya sel fagositik dan

kontak sel-sel ini yang erat dengan darah , limpa menjadi pertahanan penting

terhadap mikroorganisme yang berhasil memasuki peredaran darah. Limpa juga

merupakan tempat produksi bagi limfosit aktif yang masuk ke dalam darah.

Limpa segera bereaksi terhadap antigen yang terbawa darah dan menjadi suatu

saringan imunologis darah yang penting serta organ pembentuk antibody.

Page 51: Sistem Imunologii

1

SUMSUM TULANG

Sumsum tulang adalah asal dari semua sel darah. Sumsum tulang juga merupakan

tempat proses pematangan untuk limfosit B yang berguna untuk mempersiapkan

melaksanakan reaksi imun yang spesifik.

KOMPONEN SISTEM IMUNOLOGI

DAN PERBEDAAN PADA ORANG DEWASA DENGAN ANAK-ANAK

LEUKOSIT (SEL DARAH PUTIH)

Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan hemopoetik

yang berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai penyakit infeksi sebagai

bagian dari sistem kekebalan tubuh.

Nilai normal :  

Bayi baru lahir 9000 -30.000 /mm3

Bayi/anak 9000 - 12.000/mm3

Dewasa 4000-10.000/mm3

Peningkatan jumlah leukosit (disebut Leukositosis) menunjukkan adanya

proses infeksi atau radang akut,misalnya pneumonia (radang paru-paru),

meningitis (radang selaput otak), apendiksitis (radang usus buntu), tuberculosis,

tonsilitis, dan Iain-Iain. Selain itu juga dapat disebabkan oleh obat-obatan

misalnya aspirin, prokainamid, alopurinol, antibiotika terutama ampicilin,

eritromycin, kanamycin, streptomycin, dan Iain-Iain. Penurunan jumlah Leukosit

(disebut Leukopeni) dapat terjadi pada infeksi tertentu terutama virus, malaria,

alkoholik, dan Iain-Iain.

Page 52: Sistem Imunologii

1

Selain itu juga dapat disebabkan obat-obatan, terutama asetaminofen

(parasetamol), kemoterapi kanker, antidiabetika oral, antibiotika (penicillin,

cephalosporin, kloramfenikol), sulfonamide (obat anti infeksi terutama yang

disebabkan oleh bakteri).

Hitung Jenis Leukosit (Diferential Count)

Nilai normal hitung jenis

Basofil 0-1% (absolut 20-100 sel/mm3)

Eosinofil 1-3% (absolut 50-300 sel/mm3)

Netrofil batang 3-5% (absolut 150-500 sel/mm3)

Netrofil segmen 50-70% (absolut 2500-7000 sel/mm3)

Limfosit 25-35% (absolut 1750-3500 sel/mm3)

Monosit 4-6% (absolut 200-600 sel/mm3)

Penilaian hitung jenis tunggal jarang memberi nilai diagnostik, kecuali untuk

penyakit alergi di mana eosinofil sering ditemukan meningkat.

Peningkatan jumlah netrofil (baik batang maupun segmen) relatif dibanding

limfosit dan monosit dikenal juga dengan sebutan shift to the left. Infeksi yang

disertai shift to the left biasanya merupakan infeksi bakteri dan malaria.

Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to the left antara lain asma

dan penyakit-penyakit alergi lainnya, luka bakar, anemia perniciosa,

keracunan merkuri (raksa), dan polisitemia vera.

Sedangkan peningkatan jumlah limfosit dan monosit relatif dibanding netrofil

disebut shift to the right. Infeksi yang disertai shift to the right biasanya

merupakan infeksi virus. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to

the right antara lain keracunan timbal, fenitoin, dan aspirin.

Page 53: Sistem Imunologii

1

Fungsi sel pada sistem imun terhadap Leukosit terdiri dari :

1. Basophils dan Mast Cell

Merembeskan kimia semasa berlaku inflamasi dan alergik

2. Neutrofil

Sel fagositik yang dapat memakan dan menghancurkan bahan- bahan yang

tidak perlu

3. Eosinofil

Mengeluarkan zat zat kimiawi yang menghancurkan cacing parasite dan

berperan dalam manifestasi alergi

Page 54: Sistem Imunologii

1

4. Monocytes dan Macrophages

Memusnahkan benda asing kemudian berubah menjadi makrofag Semua

leukosit berasal dari sumsum tulang kecuali limfosit

Limfosit : dari jaringan limfoid

Jaringan Limfoid mencakup : Kel. Limfe, limpa, timus, tonsil, adenoid, apendiks,

bercak

peyer (GALT)

5. Lymphocytes dan plasma

Tindakan spesifik pada penyerang termasuk pengeluaran antibodi

a. Limfosit B

Berubah menjadi sel plasma yang mengeluarkan antibody yang secara tidak

langsung menyebabkan destruksi zat asing.

b. Limfosit T

Berperan dalam imunitas selular dengan destruksi langsung melalui cara

nonfagosit

6. Dendritic cells

Mengenal patogen yang hadir dan mengaktifkan selimun lain

apabila kehadiran antigen

ERITROSIT

Sel darah merah atau eritrosit berasal dari Bahasa Yunani yaitu erythros

berarti merah dan kytos yang berarti selubung. Eritrosit adalah jenis sel darah

yang paling banyak dan berfungsi membawa oksigen ke jaringan tubuh. Sel darah

merah aktif selama 120 hari sebelum akhirnya dihancurkan. Pada orang yang

tinggal di dataran tinggi yang memiliki kadar oksigen rendah maka cenderung

memiliki sel darah merah lebih banyak.

Page 55: Sistem Imunologii

1

Nilai normal eritrosit : 

Pria 4,6 - 6,2 jt/mm3

Wanita 4,2 - 5,4 jt/mm3

Hitung eritrosit

Nilai normal dewasa wanita 4.0-5.5 juta sel/mm3, pria 4.5-6.2 juta sel/mm3.

Nilai normal bayi 3.8-6.1 juta sel/mm3, anak 3.6-4.8 juta sel/mm3.

Peningkatan jumlah eritrosit ditemukan pada dehidrasi berat, diare, luka

bakar, perdarahan berat, setelah beraktivitas berat, polisitemia, anemia

sickle cell.

Penurunan jumlah eritrosit ditemukan pada berbagai jenis anemia,

kehamilan, penurunan fungsi sumsum tulang, malaria, mieloma multipel,

lupus, konsumsi obat (kloramfenikol, parasetamol, metildopa, tetrasiklin,

INH, asam mefenamat)

Masa Perdarahan

Pemeriksaan masa perdarahan ini ditujukan pada kadar trombosit, dilakukan

dengan adanya indikasi (tanda-tanda) riwayat mudahnya perdarahan dalam

keiuarga.

Nilai normal : 

dengan Metode Ivy 3-7 menit

dengan Metode Duke1-3 menit

Page 56: Sistem Imunologii

1

Waktu perdarahan memanjang terjadi pada penderita trombositopeni

(rendahnya kadar trombosit hingga 50.000 mg/dl), ketidaknormalan fungsi

trombosit, ketidaknormalan pembuluh darah, penyakit hati tingkat berat, anemia

aplastik, kekurangan faktor pembekuan darah, dan leukemia. Selain itu

perpanjangan waktu perdarahan juga dapat disebabkan oleh obat misalnya salisilat

(obat kulit untuk anti jamur), obat antikoagulan warfarin (anti penggumpalan

darah), dextran, dan Iain-Iain.

Masa Pembekuan

Merupakan pemeriksaan untuk melihat berapa lama diperlukan waktu untuk

proses pembekuan darah. Hal ini untuk memonitor penggunaan antikoagulan oral

(obat-obatan anti pembekuan darah). Jika masa pembekuan >2,5 kali nilai normal,

maka potensial terjadi perdarahan. Normalnya darah membeku dalam 4 - 8 menit

(Metode Lee White).

Penurunan masa pembekuan terjadi pada penyakit infark miokard (serangan

jantung), emboli pulmonal (penyakit paru-paru), penggunaan pil KB, vitamin K,

digitalis (obat jantung), diuretik (obat yang berfungsi mengeluarkan air, misal jika

ada pembengkakan). Perpanjangan masa pembekuan terjadi pada penderita

penyakit hati, kekurangan faktor pembekuan darah, leukemia, gagal jantung

kongestif.

TROMBOSIT (PLATELET)

Trombosit adalah fragmen atau kepingan-kepingan tidak berinti dari

sitoplasma megakariosit yang berukuran 1-4 mikron dan beredar dalam sirkulasi

darah selama 10 hari.

Nilai normal dewasa 150.000-400.000 sel/mm3, anak 150.000-450.000 sel/mm3.

Penurunan trombosit (trombositopenia) dapat ditemukan pada demam

berdarah dengue, anemia, luka bakar, malaria, dan sepsis. Nilai ambang

bahaya pada

Page 57: Sistem Imunologii

1

Peningkatan trombosit (trombositosis) dapat ditemukan pada penyakit

keganasan, sirosis, polisitemia, ibu hamil, habis berolahraga, penyakit

imunologis, pemakaian kontrasepsi oral, dan penyakit jantung. Biasanya

trombositosis tidak berbahaya, kecuali jika >1.000.000 sel/mm3.

Dikatakan trombositopenia ringan apabila jumlah trombosit antara 100.000 –

150.000 per mmk darah. Apabila jumlah trombosit kurang dari 60.000 per mmk

darah maka akan cenderung terjadi perdarahan. Jika jumlah trombosit di atas

40.000 per mmk darah biasanya tidak terjadi perdarahan spontan, tetapi dapat

terjadi perdarahan setelah trauma. Jika terjadi perdarahan spontan kemungkinan

fungsi trombosit terganggu atau ada gangguan pembekuan darah. Bila jumlah

trombosit kurang dari 40.000 per mmk darah, biasanya terjadi perdarahan spontan

dan bila jumlahnya kurang dari 10.000 per mmk darah perdarahan akan lebih

berat. Dilihat dari segi klinik, penurunan jumlah trombosit lebih memerlukan

perhatian daripada kenaikannya (trombositosis) karena adanya resiko perdarahan.

Jika didapatkan jumlah trombosit dalam darah di atas nilai 450.000 per mm3

maka kondisi tersebut disebut dengan trombositosis. Secara umum terjadinya

trombositosis ini disebabkan oleh adanya gangguan dari proses pembentukan di

dalam sumsum tulang atau sering disebut dengan gangguan mieloproliferatif

(kondisi ini sering disebut juga sebagai esensial trombositosis), sedangkan yang

kedua adalah trombositosis yang disebabkan oleh proses reaksi terhadap kondisi

tertentu (misalnya: peradangan, infeksi, neoplasma atau kanker, akibat

penggunaan obat seperti: vincristine, hormon pertumbuhan, asam retinoid, dsb.).

Dalam sistem imun, trombosit tidak boleh dilupakan. Trombosit yang

sebenarnya bukan sel melainkan pecahan2 sitoplasma leukosit ini sangat

memegang peranan dalam mengatasi infeksi dengan melancarkan aliran darah dan

permeabilitas kapiler. Trombosit penting untuk pembekuan darah.

Page 58: Sistem Imunologii

1

CRP

C-reactive protein (CRP) adalah protein yang dihasilkan oleh hati pada proses

kerusakan jaringan dan peradangan. Hati merupakan tempat utama sintesis protein

fase akut. C-reactive protein(CRP) merupakan salah satu protein fase akut.

Dinamakan CRP oleh karena pertama kali protein khas ini dikenal karena sifatnya

yang dapat mengikat protein C dari pneumokok. Interaksi CRP ini juga akan

mengaktivasi komplemen jalur alternatif yang akan melisis antigen. Kadarnya

akan meningkat di dalam darah 6 – 10 jam setelah peradangan akut atau

kerusakan jaringan dan mencapai puncak 24 – 72 jam. Peningkatan kadar CRP

dapat terjadi pada arthritis rheumatoid, infeksi akut, infark jantung, dan

keganasan. Kadar CRP akan menjadi normal 3 hari setelah kerusakan jaringan

membaik. Makin tinggi kadar CRP, maka makin luas proses peradangan atau

kerusakan jaringan. Pemeriksaan CRP lebih dini menunjukkan hasil yang

abnormal dibanding dengan pemeriksaan laju endap darah.

Orang yang sehat biasanya memiliki kadar CRP di bawah 5 mg/l, sedangkan

adanya proses inflamasi ditunjukkan dengan kadar CRP sebesar 20-500 mg/l.

Peranan fundamental yang dimiliki CRP adalah dalam inflamasi, yaitu sebuah

proses yang sangat penting untuk penyembuhan luka, untuk menghilangkan

bakteri dan virus, dan untuk berbagai proses kunci yang penting bagi

kelangsungan hidup.

Table 20.1 Nilai normal immunoglobulin serum

Usia IgG (g/I) IgA (g/I) IgM (g/I)

Waktu lahir 5.2 – 18.0 < 0.02 0.02 – 0.2

0-2 minggu 5.0 – 17.0 0.01 – 0.08 0.05 – 0.2

2-6 minggu 3.9 – 13.0 0.02 – 0.15 0.08 – 0.4

6-12 minggu 2.1 – 7.7 0.05 – 0.4 0.15 – 0.7

3-6 bulan 2.4 – 6.8 0.1 – 0.5 0.2 – 1.0

6-9 bulan 3.0 – 10.9 0.15 – 0.7 0.4 – 1.6

9-12 bulan 3.0 – 10.9 0.2 – 0.7 0.6 – 2.1

Page 59: Sistem Imunologii

1

1-2 tahun 3.1 – 13. 0.3 – 1.2 0.5 – 2.2

2-3 tahun 83.7 – 15.8 0.3 – 1.3 0.5 – 2.2

3-6 tahun 4.9 – 16.1 0.4 – 2.0 0.5 – 2.0

6-12 Ahun 5.4 – 16.1 0.5 – 2.5 0.5 – 1.8

≥ 12 tahun 7.0 – 16 0.8 – 4.7 0.5 – 3.0

Table 20.5 Nilai normal jumlah limfosit dan subsetnya pada berbagai

golongan

Jumlah sel pada berbagai golongan usia (x 109 sel/I (%)

Sel < 1 tahun 1 – 6 tahun 7 – 17 tahun > 18 tahun

Limfosit total 2.7 – 5.4 2.9 – 5.1 2.0 – 2.7 1.6 – 2.4

CD3 1.7 – 3.6 1.8 – 3.0 1.4 – 2.0 0.7 – 2.4

CD4 1.7 – 2.8 1.0 – 1.8 0.7 – 1.1 0.5 – 1.6

CD8 0.8 – 1.2 0.8 – 1.5 0.6 – 0.9 0.2 – 0.7

CD19 0.5 – 1.5 0.7 – 1.3 0.3 – 0.5 0.003 – 0.3

Sel NK 0.3 – 0.7 0.2 – 0.6 0.2 – 0.3 0.2 – 0.4

MEKANISME IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS

Ada dua mekanisme utama respon non spesifik terhadap virus, yaitu

1. Infeksi virus secara langsung merangsang produksi IFN oleh sel-

sel terinfeksi; IFN berfungsi menghambat replikasi virus

2. Sel NK melisiskan berbagai jenis sel terinfeksi virus. Sel NK

mampu melisiskan sel terinfeksi virus, walaupun virus

mengahambat presentasi antigen dan ekspresi MHC 1, karena sel

NK cenderung diaktivasi oleh sel sasaran yang MHC-negatif 1

Page 60: Sistem Imunologii

1

Untuk membatasi penyebaran virus dan mencegah reinfeksi,

system imun harus mampu menghambat masuknya virion ke dalam sel dan

memusnahkan sel yang terinfeksi. Antibody spesifik mempunyai peran

pentin pada awal terjadinya infeksi, dimana ia dapat menetralkan antigen

virus dan melawan virus sitopatik yang dilepaskan oleh sel yang

mengalami lisis. Peran antibody dalam menetralkan virus terutama efektif

untuk virus yang bebas atau virus dalam sirkulasi.

Proses netralisasi virus dapat dilakukan dengan beberapa cara,

diantaranya dengan cara mengahambat perlekatan virus pada reseptor yang

terdapat pada permukaan sel, dengan demikian replikasi virus dapat

dicegah. Antibody juga dapat menghancurkan virus derngan cara aktivasi

komplemen melalui jakur klasik atau menyebabkan agregasi virus

sehingga mudah difagositosisnya dan dihancurkan melalui proses yang

sama seperti diuraikan diatas. Antibody dapat mencegah penyabaran virus

yang dikeluarkan dari sel yang telah hancur.

Tetapi seringkali antibody tidak cukup mampu untuk

mengendalikan virus yang telah mengubah struktur antigennya dan yang

melepaskan diri melalui membran sel sebagai partikel yang terinfeksius,

sehingga virus dapat menyebar ke dalam sel yang berdekatan secara

langsung.

Jenis virus yang mempunyai sifat seperti ini diantaranya virus

oncorna (termasuk didalamnya virus leukomogenik), virus dengue, virus

herpes, rubella dll. Walaupun tidak cukup mampu menetralkan virus

secara langsung, antibody dapat berfungsi dalam reaksi ADCC.

Disamping respon antibody, respon imun seluler merupakan respon

yang paling penting, terutama pada infeksi virus yang non-sitopatik.

Respon imun seluler melibatkan T-sitotoksik, sel NK, ADCC dan interaksi

dengan MHC kelas 1. Peran IFN sebagai anti virus cukup besar,

khususnya IFN-α dan IFN-β.

Page 61: Sistem Imunologii

1

Dampak anti virus dari IFN terjadi melalui: a) peningkatan

ekspresi MHC kelas 1; b) aktivasi sel NK dan makrofag; c) menghambat

replikasi virus. Ada juga yang menyatakan bahwa IFN menghambat

penetrasi virus ke dalam sel maupun budding virus dari sel yang terinfeksi.

Seperti halnya pada infeksi dengan mikroorganisme lain, sel T-

sitotoksik selain bersifat protektif juga dapat merupakan penyebab

kerusakan jaringan, misalnya yang terlihat pada infeksi dengan virus

LCMV (lymphocyte choriomeningitis virus) yang menginduksi inflamsi

pada selaput susunan saraf pusat.

Pada infeksi virus makrofag juga dapat membunuh virus seperti

halnya ia membunuh bakteri. Tetapi pada infeksi dengan virus tertentu,

makrofag tidak membunuhnya bahkan sebaliknya virus memperoleh

kesempatan untuk replikasi didalamnya, telah diketahui bahwa virus hanya

dapar berkembang biak intraseluler karena ia memerlukan DNA-pejamu

untuk replikasi. Akibatnya ialah bahwa virus selanjutnya dapat merusak

sel-sel organ tubuh yang lain terutama apabila virus itu bersifat sitopatik.

Apabila virus itu bersifat non sitopatik ia menyebabkan infeksi kronik

dengan menyebar ke sel-sel lain.

Pada infeksi secara langsung ditempat masuknya virus (port

d’entre), misalnya di paru virus tidak sempat beredar dalam sirkulasi dan

tidak sempat menimbulkan respon primer dan antibody yang dibentuk

seringkali terlambat intuk mengatasi infeksi. Pada keadaan ini respon imun

seluler mempunyai peran lebih menonjol, karena sel T sitotoksik pada

penderita yang tersensitiasi bersifat sitotoksik langsung terhadap sel yang

terinfeksi virus, sel T sitotoksik mampu mendeteksi virus melalui reseptor

terhadap antigen virus sekalipun struktur virus telah berubah.

Page 62: Sistem Imunologii

1

Sel T sitotoksik kurang spesifik dibandingkan antibody dan dapat

melakukan reaksi silang dengan spectrum yang lebih luas. Namun ia tidak

dapat menghancurkan sel sasaran yang menampilkan MHC kelas 1 yang

berbeda.

MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI JAMUR

Tidak banyak yang diketahui mengenai mekanisme respon imun

yang pasti terhadap infeksi dengan jamur, tetapi diduga mekanisme reaksi

itu tidak berbeda dengan reaksi pada infeksi bacterial. Infeksi jamur pada

manusia digolongkan dalam; 1) mikosis superfisial; 2) mikosis subkutan;

3) mikosis respiratorik; 4) candida albanicans

Respon imun seluler merupakan mediator utama perlawanan

terhadap infeksi jamur. Mediator utama system imun bawaan dalam

melawan jamur adalah neutrofil dan makrofag. Dari system imun didapat

sel T CD4+ dan CD8+ bekerja sama untuk menghilangkan jamur. Dari

subset sel T CD4+, respon sel Th1 merupakan respon protektif , sedangkan

respon sel Th2 merugikan pejamu. Tidak heran bahwa inflamasi

granulomatosa sering merupakan penyebab kerusakan jaringan pada

pejamu yang terinfeksi jamur intraseluler.

Infeksi kulit pafa umumnya dapat membatasi diri dan biasanya

sembuh dengan menimbulkan resistensi terhadap infeksi berikutnya.

Resistensi ini diduga berdasarkan reaksi imunitas seluler, karena penderita

umumnya menunjukan reaksi hipersensivitas tipe IV terhadap jamur

bersangkutan. Gangguan dalam reaksi hipersensivitas tipe IV

menyebabkan terjadinya infeksi kronik atau kepekaan untuk kandidiasis;

hal ini sering dijumpai akibat pemberian obat imonusupresif. Selain itu

diduga sel T mempunyai peran besar dalam menimbulkan resistensi,

karena diketahui sel T memproduksi limfokin yang merangsang makrifag

untuk menghancurkan jamur bersangkutan.

Page 63: Sistem Imunologii

1

Timbulnya kandidiasis pada penderita imunodefisiensi merupakan

bukti berperannya sel T dalam menimbulkan resistensi terhadap infeksi

dengan jamur. Disamping limfosit T, diduga bahwa sel-sel PMN

(neutrofil) juga berperan dalam menimbulkan imunitas terhadap infeksi

jamur. Seperti halnya pada infeksi bacterial, juga pada infeksi jamur

mekanisme untuk menyingkirkan jamur berbeda beda tergantung dari jenis

jamur yang menginfeksi

MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI PARASIT

Mekanisme pertahanan terhadap protozoa yang bertahan hidup

dalam makrofag berlangsung melalui reaksi imun seluler, khususnya

aktiviasi makrofag oleh sitokin yang diproduksi oleh sel T CD4+. Infeksi

dapat diatasi dengan bantuan IFN-ϒ yang diproduksi oleh sel TH1, dilain

pihak aktivasi sel TH2 oleh protozoa menyebabkan peningkatan daya

hidup protozoa dan kekambuhan, karena sitokin yang diproduksi oleh sel

TH2, diantaranya IL-4, menekan aktivitas makrofag . protozoa yang

berkembang biak dalam sel dan melisiskan sel tersebut menginduksi

respon spesifik sel Tc (sitotoksik), seperti halnya yang terjadi pada inveksi

virus sitopatik.

Kompleksitas respon imun terhadap infeksi parasite tampak jelas

pada infeksi malaria, karena respon imun terhadap parasite ini khas untuk

setiap stadium (stage specific) dalam siklus malaria. Respon umun bawaan

maupun respon imun didapat mengalami modulasi pada berbagai stadium

infeksi. Telah diketahui bahwa sporozoit malaria masuk ke dalam tubuh

melalui gigitan nyamuk. Sporozoit dengan cepat menghilang dari sirkulasi

lalu masuk ke dalam sel-sel parenkim hepar. Dalam hepatosit pecah dan

melepaskan beribu-ribu merezoit, dan hal ini merupakan awal dari stadium

eritrosit dari siklus hidup malaria.

Page 64: Sistem Imunologii

1

Merezoit masuk kedalam eritrosit melalui proses interaksi berbagai

ligand-reseptor, di antaranya melalui pengikatan protein EBA-175 yang

terdapat pada permukaan parasite dengan glikoforin A yang terdapat pada

permukaan eritrosit. Merezoit berkembang menjadi bentuk cincin,

trofozoit dan schizont. Siklus eritrosit berlangsung hingga eritrosit pecah

dan melepaskan merozoit yang kemudian menginfeksi erotrosit yang lain.

Dengan demikian, respon imun yang terjadi hanya protektif terhadap

antigen yang merangsang pada setiap stadium tertentu.

Antibody terhadap circumsporozit (CS) hanya protektif terhadap

fase invasi parasite ke dalam sel hepar. Sel T CD8+ memegang peranan

penting pada stadium hepatic dengan melisiskan hepatosit yang

terinfeksim atau memproduksi IFN-ϒ dan aktivasi hepatosit untuk

memproduksi nitrit oksida atau subtansi lain yang dapat membunuh

parasite.

Mekanisme pertahanan terhadap infeksi cacing yang hidup

ekstraseluler terjadi melalui respon antibody IgE dan eosinofil. Diduga

bahwa IgE berfungsi merangsang mastosit untuk melepaskan granula dan

menyulut reaksi inflamasi, eksudasi protein yang mengandung

immunoglobulin dan melepaskan eosinophil chemotactic factor (ECF),

sehingga eosinofil diketahui dapat melepaskan peroksidase dan enzim

proteolitik lain yang merusak parasite.

Mekanisme ini merupakan respon ADCC yang khas, dimana IgE

melekat pada permukaan cacing, eosinofil kemudian melekat melalui

reseptor Fc, sehingga eosinofil teraktivasi dan melepaskan granula enzim

yang dapat merusak parasite bersangkutan. Respon ini terjadi karena

cacing dapat merangsang sel Th2 untuk memproduksi IL-4 dan IL-5.IL-4

merangsang produksi IgE, sedangkan IL-5 merangsang pembentukan dan

perkembangan eosinofil.

Page 65: Sistem Imunologii

1

Eosinofil lebih potent untuk membunuh cacing dibanding leukosit

lain karena granula eosinofil berupa major basic protein (MBP) lebih

toksik bagi cacing dibanding enzim proteolitik dan ROI yang diproduksi

oleh neutrofil dan makrofag. Untuk menyingkirkan cacing dalam saluran

cerna diperlukan proses yang lebih rumit memerlukan gabungan respon

humoral dan menghindar dari reaksi imunologik dengan mengubah

antigen permukaannya demikian rupa sehingga mirip antigen penjamu

atau malapisi permukannya dengan protein penjamu, misalnya dengan

glikoprotein, molekul MHC dan IgG pejamu.

Cara lain adalah mengubah struktur parasite sehingga setiap kali

menunjukan determinan antigen yang baru. Parasite tetap dapat hidup

walaupun dalam darah terdapat antibody spesifik, karena antibody itu

tidak dapat berinteraksi dengan parasite yang setiap kali menunjukan

variasi antigen yang baru. Berbagai jenis cacing dapat merangsang sel B

untuk memproduksi IgE poliklonal. Produksi IgE poliklonal ini tidaj

menguntungkan pejamu karena IgE akan melekat pada sebagian besar

permukaan mastosit sehingga tidak ada tempat lagi bagi IgE spesifik yang

diperlukan untuk respon imun spesifik. Interaksi antigen antibodipada

infeksi parasite seringkali menyebabkan penyakit autoimun, sebagian

besar parasite dapat menimbulkan imunosupresi sehingga pejamu peka

terhadap infeksi bacterial atau virus. Dari uraian diatas jelas bahwa respon

imun bawaan (nonspesifik) dan respon imun didapat (spesifik) saling

meningkatkan efektifitas untuk mengatasi infeksi.

Page 66: Sistem Imunologii

1

REAKSI ANTIGEN DAN ANTIBODI

Antigen adalah zat-zat asing yang pada umumnya merupakan protein

yang berkaitan dengan bakteri dan virus yang masuk ke dalam tubuh. Beberapa

berupa olisakarida atau polipeptida, yang tergolong makromolekul dengan BM >

10.000. Antigen bertindak sebagai benda asing atau nonself oleh seekor ternak

dan akan merangsang timbulnya antibodi.

Antibodi merupakan protein-protein yang terbentuk sebagai respon

terhadap antigen yang masuk ke tubuh, yang bereaksi secara spesifik dengan

antigen tersebut. Konfigurasi molekul antigen-antibodi sedemikian rupa sehingga

hanya antibodi yang timbul sebagai respon terhadap suatu antigen tertentu saja

yang ccocok dengan permukaan antigen itu sekaligus bereaksi dengannya.

Sel-sel kunci dalam respon antigen-antibodi adalah sel limfosit. Terdapat

dua jenis limfosit yang berperan, yaitu limfosit B dan T. Keduanya berasal dari sel

tiang yang sama dalam sumsum tulang. Pendewasaan limfosit B terjadi di Bursa

Fabricius pada unggas, sedangkan pada mamalia terjadi di hati fetus, tonsil, usus

buntu dan jaringan limfoid dalam dinding usus. Pendewasaan limfosit T terjadi di

organ timus.

Sistim kebal atau imun terdiri dari dua macam, yaitu sistim kebal humoral

dan seluler. Limfosit B bertanggung jawab terhadap sistim kebal humoral.

Apabila ada antigen masuk ke dalam tubuh, maka limfosit B berubah menjadi sel

plasma dan menghasilkan antibodi humoral. Antibodi humoral yang terbentuk di

lepas ke darah sebagai bagian dari fraksi - globulin. Antibodi humoral ini

memerangi bakteri dan virus di dalam darah. Sistem humoral merupakan

sekelompok protein yang dikenal sebagai imunoglobulin (Ig) atau antibodi (Ab).

Limfosit T bertanggung jawab terhadap kekebalan seluler. Apabila ada

antigen di dalam tubuh, misalnya sel kanker atau jaringan asing, maka limfosit T

akan berubah menjadi limfoblast yang menghasilkan limphokin (semacam

antibodi), namun tidak dilepaskan ke dalam darah melainkan langsung bereaksi

dengan antigen di jaringan. Sistim kekebalan seluler disebut juga “respon yang

diperantarai sel”.

Page 67: Sistem Imunologii

1

Gambar 1. Diagram Perkembangan Dua Sistim Imun (Soegiri, Soegiri,

1988).

Apabila ada antigen masuk ke dalam tubuh ternak maka tubuh akan

terangsang dan memunculkan suatu respon awal yang disebut sebagai respon

imun primer. Respon ini memerlukan waktu lebih lama untuk memperbanyak

limfosit dan membentuk ingatan imunologik berupa sel-sel limfosit yang lebih

peka terhadap antigen. Kalau antigen yang sama memasuki tubuh kembali maka

respon yang muncul dari tubuh berupa respon imun sekunder. Respon ini

muncul lebih cepat , lebih kuat dan berlangsung lebih lama daripada respon imun

primer.

Page 68: Sistem Imunologii

1

Gambar.2. Aktifitas Sel B dalam Reaksi Antigen-antibodi (Soegiri, Soegiri, 1988).

Imunisasi

Imunisasi adalah cara untuk membuat ternak kebal terhadap penyakit

menular. Imunisasi dibagi menjadi dua macam yaitu imunisasi pasif dan imunisasi

aktif. Kedua macam imunisasi tersebut berbeda dalam beberapa aspek

berdasarkan cara memperolehnya, sifat resistensi yang dihasilkan, cepat –

lambatnya kemunculan antibodi maupun katabolismenya.

Page 69: Sistem Imunologii

1

Gambar .3. Klasifikasi tipe imunitas dan cara yang digunakan untuk membuat perlindungan (Tizard, 1988)

Imunisasi Pasif

Imunisasi pasif adalah suatu usaha untuk mendapatkan kekebalan tubuh

ternak dengan cara memindahkan antibodi dari ternak resisten kepada ternak

yang.rentan. Ternak rentan tidak perlu secara aktif berbuat sesuatu untuk menjadi

kebal, di dalam tubuh terna ktidak terjadi reaksi antara antigen dengan antibodi.

Resistensi yang dihasilkan hanya bersifat sementara, memberi perlindungan yang

cepat namun cepat pula dikatabolisme, sehingga ternak resipien menjadi rentan

kembali terhadap infeksi ulang. Tidak ada sel ingatan yang akan melindungi

ternak apabila antibodi telah habis. Pada ayam, imunitas pasif diturunkan dari

induk kepada anak ayam melalui kuning telur.

Page 70: Sistem Imunologii

1

Contoh-contoh imunisasi pasif, antara lain adalah (1) antibodi dalam

kolustrum yang diberikan oleh induk sapi kepada pedet yang baru lahir. (2)

antibodi yang diberikan induk ternak lewat plasenta saat fetus masih dalam

kandungan. (3) antitoksin tetanus yang diberikan pada ternak untuk memberi

perlindungan segera terhadap tetanus. (4) Antiserum anthrax yang diberikan

kepada ternak untuk memberi perlindungan segera terhadap penyakit anthrax.

Imunisasi Aktif

Imunisasi aktif adalah suatu usaha untuk mendapatkan kekebalan tubuh

pada ternak melalui pemberian antigen pada ternak sehingga ternak

menanggapinya dengan meningkatkan tanggap kebal protektif berperantaraan sel

atau antibodi atau kedua-duanya. Pada imunisasi aktif, kekebalan tidak terbentuk

secara cepat, namun sekali terbentuk akan bertahan lama dan terbentuk sel

ingatan, sehingga memiliki kemampuan perangsangan ulang. Imunitas aktif bisa

diperoleh melalui infeksi alami atau buatan dengan vaksinasi. Imunitas aktif bisa

dirusak oleh sesuatu yang berdampak negatif terhadap sistim kebal humoral

maupun seluler yang mengakibatkan hilangnya kemampuan tubuh ternak

berespon terhadap antigen.

PENYEBAB REAKSI IMUNITAS PADA SKENARIO TERSEBUT

Pada skenario pasien terkena pecahan kaca dan menyebabkan luka di kaki.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa kulit ada salah satu sistem imun bawaan

yang merupakan barrier paling luar dalam sistem imun. Saat terjadi luka di kaki

maka barrier tersebut telah rusak maka tidak ada pertahanan lagi hingga dengan

mudah antigen masuk ke dalam tubuh. Sel-sel imun tersebar di seluruh tubuh,

tetapi bila terjadi infeksi di satu tempat perlu upaya memusatkan sel-sel sistem

imun itu dan produk-produk yang dihasilkannya ke lokasi infeksi. Selama respons

ini berlangsung peningkatan aliran darah di area infeksi, peningkatan

permeabilitis kapiler akibat retraksi sel-sel endotel yang mengakibatkan molekul-

molekul besar menembus dinding vaskular, dan migrasi leukosit ke vaskular.

Page 71: Sistem Imunologii

1

Reaksi ini terjadi karena dilepaskan mediator-mediator radang tertentu oleh

beberapa jenis sel misalnya histamin yang dilepaskan oleh basofil. Mediator-

mediator radang ini antara lain merangsang bergeraknya sel-sel polimorfonuklear

(PMN) menuju lokasi masuknya antigen sert meningkatkan permeabilitas dinding

vaskular yang mengakibatkan eksudasi protein plasma dan cairan. Ini disebut

respons inflmasi akut. Nanah pun terbentuk akibat campuran yang terdapat dalam

jaringan yang meradang akan terdapat rongga yang mengandung berbagai bagian

jaringan nekrotik, netrofil mati, makrofag mati dan cairan jaringan. Apabila

netrofil dan makrofag menelan sejumlah besar bakteri dan jaringan nekrotik,

maka semua netrofil dan kebanyakan makrofag akhirnya akan mati

PENYEBAB TERJADINYA BENJOLAN PADA LIPATAN PAHA

Adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Tubuh kita memiliki kurang

lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya di daerah:

submandibular (bagian bawah rahang bawah; sub:

bawah;mandibula:rahang bawah),

ketiak

leher

perut

panggul

lipat paha yang teraba normal pada orang sehat.

Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan

tubuh dan merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-

pembuluh getah bening yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan

mengalir ke KGB sehingga dari lokasi KGB akan diketahui aliran pembuluh

limfe yang melewatinya.

Page 72: Sistem Imunologii

1

Oleh karena dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa

antigen (mikroba, zat asing) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila ada

antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan sel-sel

pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut sehingga

kelenjar getah bening membesar.

Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel

pertahanan tubuh yang berasal dari KGB itu sendiri seperti: 

limfosit , 

sel plasma ,

monosit  dan histiosit, atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil)

untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening (limfadenitis), infiltrasi

(masuknya) sel-sel ganas atau timbunan dari

penyakit metabolit makrofaga (gaucher disease)

Hal – hal yang dapat menyebabkan pembengkakan :

Infeksi : dengan cara memperbanyak sel limfosit atau multiplikasi sebagai

respon dari adanya zat asing dalam tubuh (antigen)

Virus : biasanya disertai demam pada pembengkakannya

Peradangan

kanker

mekanisme terjadinya pembengkakan pada KGB yang terletak pada paha adalah

ketika pertama kali penderita terkena sayatan pada kaki kanannya, ada zat asing

dan bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh setelah melewati system imun

bawaan, lalu system imun yang didapat melakukan pembuatan sel2 limfosit di sel

dendritic lalu dialirkan ke KGB yang selanjutnya melakukan pengenalan zat asing

dan “pembasmian zat – zat tsb oleh limfosit. Limfosit – limfosit tersebut yang

membuat KGB pada lipatan paha membengkak.

Page 73: Sistem Imunologii

1

INTERAKSI ANTIGEN DAN ANTIBODI

Gambar 06. Jalur Perkembangan Limfosit

(sumber: Kimball, 1983:542)

Pada gambar 06 dapat dilihat jalur perkembangan limfosit. Antibodi diproduksi

oleh Limfosit B. Limfosit B memerlukan bantuan dari anak perangkat limfosit T

agar dapat bereaksi terhadap antigen-antigen tertentu. Antibodi merupakan suatu

zat kimia (protein plasma) yang dapat mengidentifikasi antigen. Ketika sel

limfosit B mengidentifikasi antigen, dengan cepat sel akan bereplikasi untuk

menghasilkan sejumlah besar sel plasma. Sel plasma lalu menghasilkan antibodi

dan melepaskan ke dalam cairan tubuh. Antibodi memiliki struktur seperti huruf

Y dengan dua lengan dan satu kaki. Struktur tiga dimensi suatu molekul antibodi

dapat dilihat pada gambar 07.

Page 74: Sistem Imunologii

1

Gambar 07. Skematik Struktur Tiga Dimensional Suatu Molekul Antibodi

(sumber: Kimball, 1983:545)

Antibodi (bahasa Inggris: antibodi, gamma globulin)

adalah glikoprotein dengan struktur tertentu yang disekresi dari

pencerap limfosit-B yang telah teraktivasi menjadi sel plasma, sebagai respon

dari antigen tertentu dan reaktif terhadap antigen tersebut.

Sistem imunitas manusia ditentukan oleh kemampuan tubuhuntuk

memproduksi antibodi untuk melawan antigen. Antibodi dapat ditemukan

pada darah atau kelenjar tubuh vertebrata lainnya, dan digunakan oleh sistem

kekebalan tubuh untuk mengidentifikasikan dan menetralisasikan benda

asing seperti bakteri dan virus. Molekul antibodi beredar di dalam pembuluh

darah dan memasuki jaringan tubuh melalui proses peradangan. Mereka

terbuat dari sedikit struktur dasar yang disebut rantai. Tiap antibodi memiliki

dua rantai berat besar dan dua rantai ringan.Rantai berat dan rantai ringan

dapat dilihat pada gambar 07.

Terdapat beberapa tipe berbeda dari rantai berat antibodi, dan beberapa tipe

antibodi yang berbeda, yang dimasukan ke dalam kelas (en:isotype) yang

berbeda berdasarkan pada tiap rantai berat. Lima isotype antibodi yang

berbeda diketahui berada pada tubuh mamalia dan memainkan peran yang

berbeda dan menolong mengarahkan respon imun yang tepat untuk tiap tipe

benda asing berlainan yang masuk ke dalam tubuh,

yaitu: IgG, IgM, IgA, IgD dan IgE, yang mempunyai perbedaan area C.

IgG merupakan antibodi yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia.

Dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari dan memiliki masa hidup

beberapa minggu sampai beberapa tahun. IgG banyak terdapat pada darah,

sistem getah bening, dan usus.

Page 75: Sistem Imunologii

1

Mengikuti aliran darah, IgG akan langsung menuju benda asing dan

menghambatnya begitu berhasil mendeteksi. Antibodi ini mempunyai efek

antibakteri yang kuat dan penghancur antigen.lgG melindungi tubuh dari

bakteri dan virus, serta menetralkan asam yang ada dalam racun.

lgA yaitu antibodi yang terdapat pada bagian yang peka, misalnya air mata,

liur, ASI, darah, lendir, getah lambung, dan usus. Kepekaan daerah tersebut

berhubungan langsung dengan kecenderungan bakteri dan virus yang suka

pada media lembab. IgM merupakan antibodi yang terdapat pada darah dan

getah bening. Pada saat tubuh bertemu dengan benda asing, IgM yang pertama

dihasilkan tubuh untuk melawan benda asing tersebut. Janin mampu

memproduksi IgM pada usia kehamilan enam bulan.

Jika ada kuman atau bakteri yang coba menyerang, produksi IgM janin akan

meningkat. Untuk mengetahui apakah janin telah terinfeksi atau tidak, bisa

dilihat kadar IgM dalam darah. Imunoglobulin D (IgD)juga terdapat dalam

darah dan getah bening. IgD tak mampu bekerja sendiri, tetapi menempelkan

diri ke permukaan sel-sel T, lalu membantu sel T menangkap antigen.

Imunoglobulin E (IgE) merupakan antibodi yang beredar dalam aliran darah

dan bertanggung jawab “memanggil” antibodi lain untuk berperang melawan

zat asing. IgE kadang menimbulkan reaksi alergi. Karena itu, pada tubuh

orang yang sedang alergi, kadar IgE-nya tinggi.

Antibodi memiliki kemampuan spesifik untuk mengikat determinat site dari

antigen atau yang disebut dengan determinan antigenik. Untuk lebih jelasnya

ikatan antara dua molekul antigen dengan dengan situs pengikatan antigen di

daerah-daerah variabel pad anti bodi dapat dilihat pada gambar 08.

Page 76: Sistem Imunologii

1

Gambar 08. Skematik Ikatan Antara 2 Molekul Antigen dengan Situs pengikat

Antigen

(sumber: Kimball, 1983:548)

Antigen merupakan zat kimia yang masuk ke dalam tubuh dan dapat merangsang

terbentuknya antibodi.Antigen memiliki struktur tiga dimensi dengan dua atau

lebih determinant site.Determinant site merupakan bagian dari antigen yang dapat

melekat pada bagian sisi pengikatan pada antibodi.Antigen dapat berupa protein,

sel bakteri, atau zat kimia yang dikeluarkan oleh suatu mikroorganisme.

Antibodi adalah molekul protein (immunoglobulin) yang memiliki satu atau lebih

tempat perlekatan (combining sites) yang disebut paratope (Brownlee, 2007).

Antigen adalah molekul asing yang mendatangkan suatu respon spesifik dari

limfosit. Salah satu cara antigen menimbulkan respon kekebalan adalah dengan

cara mengaktifkan sel B untuk mensekresi protein yang disebut antibodi. Istilah

antigen sendiri merupakan singkatanantibodi-generator (pembangkit antibodi).

Masing-masing antigen mempunyai bentuk molekuler khusus dan merangsang

sel-sel B tertentu untuk mensekresi antibodi yang berinteraksi secara spesifik

dengan antigen tersebut (Campbell, 2004).Interaksi antigen antibodi merupakan

interaksi kimiawi yang dapat dianalogikan dengan interaksi enzim dengan

substratnya.Spesifitas kerja antibodi mirip dengan enzim (Sadewa, 2008).

Kompleksitas antara antigen-antibodi terjadi saat antiserum dicampur dalam

perbandingan 1:1 dengan antigen.

Page 77: Sistem Imunologii

1

Ikatan antara antigen-antibodi terjadi karena  kekuatan kimia dan molekuler yang

dibangkitkan antara faktor antigen dan area pengikat antigen pada Fab end

molekul antibodi. Faktor antigen berasal dari permukaan molekul dan dalam

reaksinya dengan imunoglobulin akan cocok dengan salah satu reseptor

imunoglobulin. Ikatan yang terjadi antara antigen dan molekul imunoglobulin

walaupun sangat spesifik namun ikatannya lemah dan reversibel. Ikatan

elektrostatik yang didapatkan dari interaksi antara beban positif dan negatif dalam

molekul antigen dan antibodi, ikatan hidrogen, dan kekuatan intermolekul tipe

Van der Waals adalah yang terpenting.

Beberapa contoh penerapan adanya reaksi antigen-antibodi :

a) Golongan darah dan transfusi darah

Tes aglutinasi adalah pendiagnosa yang berguna untuk mendeteksi dan

mengukur antibodi spesifik dalam serum pasien, untuk mengidentifikasi

antigen seperti bakteri dan virus (yang dikenal dengan antisera) serta untuk

menentukan golongan darah.Hemaglutinasi adalah aglutinasi sel darah merah

oleh antibodi yang spesifik untuk antigen membran sel. Pemeriksaan golongan

darah adalah contoh dari hemaglutinasi. Molekul antibodi dengan satu

reseptor pengikat dan satu reseptor bebas terikat pada antigen membentuk

jembatan (linkage) antara 2 mokelul antigen.Ikatan silang antigen-antibodi ini

berlanjut membentuk pola geometris komplek tiga dimensi sampai

menghasilkan satu kelompok besar.Aglutinasi ini terjadi bila ukuran antigen

lebih dari 2 μm (Nolte, 1977).

Golongan darah ditentukan oleh kehadiran atau ketidakhadiran

antigen.Struktur kimia antigen golongan darah disusun oleh rantai gula

panjang berulang-ulang yang disebut fukosa, yang dengan sendirinya

membentuk antigen O bagi golongan darah O. Fukosa juga berperan sebagai

dasar dari golongan darah lainnya. Golongan darah A adalah antigen O

(fukosa) ditambah gula yang disebut N-asetil galactosamin yang ditambahkan

pada ujungnya. Golongan darah B adalah fukosa ditambah gula berbeda, D-

galactosamin, pada ujungnya.

Page 78: Sistem Imunologii

1

Golongan darah AB adalah fukosa ditambah N-asetil galactosamin dan D-

galactosamin.Rantai gula panjang berulang-ulang ini seperti antena, yang

memproyeksi keluar dari permukaan sel-sel kita, mengawasi antigen asing.

Masing-masing golongan darah memproduksi antibodi terhadap golongan

darah lainnya.Inilah mengapa kita bisa menerima transfusi dari sebagian

golongan darah tetapi tidak dari yang lainnya.

Antibodi golongan darah ini tidak berada di sana untuk memperumit transfusi,

tetapi lebih untuk melindungi tubuh dari zat-zat asing, seperti bakteri, virus,

dsparasit dan beberapa makanan nabati yang mirip antigen golongan darah

asing. Ketika sistem kekebalan tubuh berusaha mengidentifikasi karakter yang

mencurigakan, salah satu hal pertama yang dicarinya adalah antigen golongan

darah. Jika sistem kekebalan tubuh bertemu salah satu zat yang mirip

golongan darah yang berbeda, ia akan menciptakan antibodi untuk

melawannya.

Reaksi antibodi ini dikarakteristikkan oleh proses yang disebut aglutinasi

(penggumpalan sel). Ini berarti antibodi melekat pada antigen dan

menjadikannya sangat lengket. Ketika sel, virus, parasit dan bakteri

digumpalkan, mereka melekat satu sama lain dan “menggumpal”, yang

menjadikan tugas pembuangan mereka lebih mudah. Ini lebih seperti

memborgol kriminal menjadi satu. Mereka menjadi tidak berbahaya daripada

ketika dibiarkan bergerak dengan bebas. Aglutinasi merupakan konsep

penting dalam analisis golongan darah. Antibodi golongan darah ini, yang

seringkali disebut isohemaglutinin, merupakan antibodi paling kuat dalam

sistem kekebalan tubuh, dan kemampuan mereka untuk menggumpalkan sel-

sel golongan darah yang berbeda sangat kuat sehingga bisa diamati dengan

cepat di slide kaca dengan mata biasa.

Page 79: Sistem Imunologii

1

b) Pencangkokan jaringan dan transplantasi organ

Kompleks histokompatibilitas mayor (MHC), yang merupakan sidik jari

protein yang unik untuk setiap individu, bertanggung jawab atas stimulasi

penolakan pencangkokan jaringan dan transplantasi organ.

Molekul MHC asing bersifat antigenik dan menginduksi respon kekebalan

melawan jaringan atau organ yang didonorkan itu. Untuk meminimalkan

penolakan, upaya-upaya telah dilakukan untuk sedekat mungkin

mencocokkan MHC jaringan donor dengan MHC jaringan resipien

(penerima)

Page 80: Sistem Imunologii

1

REFERENSI

Kresno, Siti Boedina, 2010. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium ed.5. Jakarta: FK UI

Subowo, 2010. Imunologi klinik ed.2. Jakarta: Sagung Seto http://www.sentra-edukasi.com/2011/09/sistem-imun-imunitas.html