sintaksis
TRANSCRIPT
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia membutuhkan komunikasi, dan bahasa
dibutuhkan manusia di dalam berkomunikasi. Komunikasi yang berlangsung
dapat secara lisan maupun tulisan. Kedua bentuk komunikasi ini tentunya
membutuhkan keterampilan berbahasa yang memadai untuk menghasilkan sebuah
komunikasi yang efektif dan efisien. Efektifitas dan efisiensi dalam berbahasa
akansangat dipengaruhi oleh keterampilan berbahasa khususnya keterampilan
dalam penyusunan kalimat yang akan digunakan untuk berkomunikasi.
Penyusunan kalimat, akan berawal dari pemahaman mengenai makna kata
sebagai penyusun kalimat tersebut, yang selanjutnya akan membentuk
sebuahnfrasa, klausa, dan pada akhirnya terbentuklah sebuah kalimat untuk
berkomunikasi. Sehingga pentinglah pemahaman mengenai sintaksis sebagai
sebuah cabang linguistik atau ilmu bahasa untuk diketahui para penutur bahasa
Indonesia agar komunikasi menjadi efektif dan efisien.
Bagi guru sekolah dasar, memiliki keterampilan berbahasa merupakan suatu
modal untuk mengembangkan kompetensi siswa-siwanya dalam berkomunikasi,
pemahaman mengenai tata kalimat dalam bahasa Indonesia sudah tentu menjadi
suatu kebutuhan dasar. Untuk itulah dalam makalah ini kami membahas mengenai
sintaksis beserta struktur internal kalimatnya yang berupa frasa, klausa, dan
kalimat itu sendiri.
2
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, dapat diambil
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian dari sintaksis?
2. Apa saja cakupan lingkup sintaksis bahasa Indonesia?
3. Bagaimana hubungan antara frasa, klausa, dan kalimat?
4. Apakah yang dimaksud dengan frasa, klausa, dan kalimat?
5. Apa sajakah ciri-ciri dari frasa, klausa dan kalimat?
6. Apa sajakah macam-macam frasa, klausa dan kalimat dan beserta
contohnya?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian sintaksis.
2. Mengetahui cakupan lingkup dalam sintaksis.
3. Mengetahui hubungan frasa, klausa dan kalimat.
4. Mengetahui pengertian frasa, klausa dan kalimat.
5. Mengetahui ciri-ciri frasa, klausa dan kalimat.
6. Mengetahui macam-macam frasa, klausa dan kalimat beserta contohnya.
3
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sintaksis
1. Pengertian Sintaksis secara Etimologi
Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti
’dengan’ dan kata tattein yang berarti ’menempatkan’. Jadi, secara
etimologi berarti: menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok
kata atau kalimat. Selain dari bahasa Yunani, sintaksis juga berasal dari
bahasa Belanda yaitu syntaxis. Sintaksis juga berasal dari bahasa Inggris
yaitu syntax. Istilah sintaksis (Belanda, Syntaxis) ialah bagian atau cabang
dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa
dan frase (Ramlan 2001:18).
2. Pengertian Sintaksis dalam Linguistik
Di dalam linguistik, sintaksis (dari Yunani Kuno: συν- syn-,
"bersama", dan τάξις táxis, "pengaturan") adalah ilmu mengenai prinsip dan
peraturan untuk membuat kalimat dalam bahasa alami. Selain aturan ini,
kata sintaksis juga digunakan untuk merujuk langsung pada peraturan dan
prinsip yang mencakup struktur kalimat dalam bahasa apapun, sebagaimana
"sintaksis Irlandia Modern."
3. Pengertian dari Berbagai Ahli
Menurut Gleason (1955) “Syntax maybe roughly defined as the
principles of arrangement of the construction (word) into large constructions
of various kinds.” Artinya adalah sintaksis mungkin dikaitkan dari definisi
4
4
prinsip aransemen konstruksi (kata) ke dalam konstruksi besar dari
bermacam-macam variasi. Berbeda dengan Robert (1964:1) yang
berpendapat bahawa sintaksis adalah bidang tata bahasa yang menelaah
hubungan kata-kata dalam kalimat dan cara-cara menyusun kata-kata itu
untuk membentuk sebuah kalimat. Sejalan dengan itu Ramlan (1976:57)
menyebutkan bahawa sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang
membicarakan struktur farase dan kalimat.
Sintaksis adalah bagian dari pengetahuan linguistik yang menelaah
struktur kalimat (Fromkin dan Rodman 1983:200). Sejalan dengan itu,
Kridalaksana (1993) berpendapat bahwa sintaksis adalah subsistem bahasa
yang mencakup tentang kata yang sering dianggap bagian dari gramatika,
yaitu morfologi dan cabang linguistik yang mempelajari tentang kata. Selain
itu, beliau juga mendefinisikan sintaksis sebagai pengaturan dan hubungan
antara kata dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar itu
dalam bahasa. Satuan terkecil dalam bidang ini adalah kata. Menurut aliran
struktural, sintaksis diartikan sebagai subdisiplin linguistik yang
mempelajari tata susun frasa sampai kalimat. Dengan demikian ada tiga
tataran gramatikal yang menjadi garapan sintaksis, yakni: frasa, klausa, dan
kalimat (Suparno 1993: 81).
“The system of the rules and categories that underlines sentence
formation in human language” (O’ Grady, et. al. 1997). Artinya adalah
aturan dalam sistem pola kalimat dasar dalam bahasa manusia. Sedangkan
Verhaar (1999:161) mendefinisikan bahwa sintaksis adalah tata bahasa yang
5
5
membahas hubungan antar kalimat dalam tuturan. Pendapat tersebut
diperkuat oleh Arifin dan Junaiyah (2008:1) bahwa sintaksis membicarakan
hubungan antarkata dalam tuturan.
Pendapat lain tentang pengertian sintaksis bahwa sintaksis merupakan
bidang subdisiplin linguistik yang mempelajari hubungan antarkata dalam
tuturan yang meliputi tata susun frase, tata susun klausa, dan tata susun
kalimat dalam suatu bahasa (Arifin 2009).
Dari beberapa pernyataan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan
bahwa sintaksis adalah cabang linguistic yang membahas struktur internal
kalimat. Struktur internal kalimat yang dibahas adalah frasa, klausa, dan
kalimat.
B. Cakupan Lingkup Sintaksis
Cakupan Sintaksis menurut Ramlan (1987:21) meliputi frasa, klausa,
kalimat, dan wacana. Sedangkan menurut Chaer (1994 : 219) satuan terkecil
adalah kata, yang secara hierarkial menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis
yang lebih besar yaitu frasa, klausa dan kalimat. Sedangkan unsur penbentuk
wacana adalah kalimat.
Berdasarkan pengertian sintaksis di atas, jelas bahwa sintaksis adalah
cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan
frase. Dalam pembahasan sintaksis yang biasa dibicarakan adalah (1) struktur
sintaksis, mencakup masalah fungsi, kategori, dan peran sintaksis serta alat-alat
yang digunakan dalam membangun struktur itu, (2) satuan-satuan sintaksis berupa
kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana; dan (3) hal-hal lain yang berkenaan
dengan sintaksis seperti masalah modus, aspek, dan sebagainya.
Satuan wacana terdiri dari unsur-unsur yang berupa kalimat, satuan kalimat
terdiri dari unsur yang berupa klausa, satuan klausa terdiri dari unsur yang berupa
6
6
frase, dan frase terdiri dari unsur yang berupa kata. Sintaksis sebagai bagian dari
ilmu bahasa berusaha menjelaskan unsur-unsur suatu satuan serta hubungan antara
unsur-unsur itu dalam suatu satuan, baik hubungan fungsional maupun hubungan
maknawi.
C. Hubungan Frasa, Klausa, dan Kalimat
Dilihat dari bentuknya, kalimat dapat dirumuskan sebagai konstruksi
sintaksis terbesar yang terdiri atas dua kata atau lebih. Hubungan struktural antara
kata dan kata, atau kelompok kata dan kelompok kata yang lain, berbeda-beda.
Sementara, kedudukan tiap kata atau kelompok kata dalam kalimat itu berbeda-
beda pula. Antara “kalimat” dan “kata” terdapat dua satuan sintaksis antara, yaitu
“klausa” dan “frasa”. Klausa merupakan satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata
atau lebih yang mengandung unsur predikasi, sedangkan frasa adalah satuan
sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak mengandung unsur
predikasi.
D. Pengertian Frasa, Klausa, dan Kalimat
1. Pengertian Frasa
Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang
bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi
salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 1994:22). Menurut
Ramlan (1987:151) frasa adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata
atau lebih yang tidak melebihi batas unsur klausa. Adapun Verhaar
(1999:292) mendefinisikan frasa sebagai kelompok kata yang merupakan
bagian fungsional dari tuturan yang lebih panjang. Sementara itu, menurut
Koentjoro (dalam Baehaqie, 2008: 14), frasa adalah satuan gramatikal yang
terdiri atas dua kata atau lebih dari dua kata yang tidak berciri klausa dan
pada umumnya menjadi pembentuk klausa. Contohnya adalah frasa-frasa
7
7
dalam kalimat (1) Saya sedang menulis artikel kebahasaan. Dalam kalimat
(1) terdapat dua frasa yakni sedang menulis dan artikel kebahasaan.
2. Pengertian Klausa
Klausa adalah satuan gramatikal yang memiliki tataran di atas frasa
dan di bawah kalimat, berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya
terdiri atas subjek dan predikat, dan berpotensi untuk menjadi kalimat
(Kiridalaksana, 1993:110). Dikatakan mempunyai potensi untuk menjadi
kalimat karena meskipun bukan kalimat, dalam banyak hal klausa tidak
berbeda dengan kalimat, kecuali dalam hal belum adanya intonasi akhir atau
tanda baca yang menjadi ciri kalimat.
Dalam konstruksinya yang terdiri atas S dan P klausa dapat disertai
dengan O, Pel, dan Ket, ataupun tidak. Dalam hal ini, unsur inti klausa
adalah S dan P. tetapi, dalam praktiknya unsur S sering dihilangkan.
Misalnya dalam kalimat majemuk (atau lebih tepatnya kalimat plural) dan
dalam kalimat yang merupakan jawaban. (Ramlan 1987:89).
Misalnya : (1) Bersama dengan istrinya, Bapak Soleh datang
membawa oleh-oleh. Kalimat (1) terdiri atas tiga klausa, yaitu klausa (a)
bersama dengan istrinya, klausa (b) Bapak Soleh datang, dan klausa (c)
membawa oleh-oleh. Klausa (a) terdiri atas unsur P, diikuti Pel, klausa (b)
terdiri atas S dan P, dan klausa (c) terdiri atas P diikuti O. Akibat
penggabungan ketiga klausa tersebut, S pada klausa (a) dan (c) dilesapkan.
3. Pengertian Kalimat
Kalimat adalah satuan bahasa berupa kata atau rangkaian kata yang
dapat berdiri sendiri dan menyatakan makna yang lengkap. Kalimat adalah
satuan bahasa terkecil yang mengungkapkan pikiran yang utuh, baik dengan
cara lisan maupun tulisan. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan
suara naik turun, dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi
akhir. Sedangkan dalam wujud tulisan berhuruf latin, kalimat dimulai
dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.) untuk menyatakan
kalimat berita atau yang bersifat informatif, tanda tanya (?) untuk
8
8
menyatakan pertanyaan dan tanda seru (!) untuk menyatakan kalimat
perintah. Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan
maupun tertulis, harus memiliki sebuah subjek (S) dan sebuah predikat (P).
Kalau tidak memiliki kedua unsur tersebut, pernyataan itu bukanlah kalimat
melainkan hanya sebuah frasa. Itulah yang membedakan frasa dengan
kalimat.
E. Ciri-ciri Frasa, Klausa, dan Kalimat
1. Ciri-ciri Frasa
Frasa memiliki beberapa ciri yang dapat diketahui, yaitu :
a. Terbentuk atas dua kata atau lebih dalam pembentukannya.
b. Menduduki fungsi gramatikal dalam kalimat.
c. Mengandung satu kesatuan makna gramatikal.
d. Bersifat Non-predikatif.
e. Bagian-bagian frasa tidak boleh dipertukarkan atau di balik.
f. Frasa dapat diperluas dengan tambahan kata di depan, di tengah, atau di
belakang.
2. Ciri-ciri Klausa
Adapun ciri-ciri klausa adalah sebagai berikut:
a. Dalam klausa terdapat satu predikat, tidak lebih dan tidak kurang.
b. Klausa dapat menjadi kalimat jika kepadanya dikenai intonasi final.
c. Dalam kalimat plural, klausa merupakan bagian dari kalimat.
d. Klausa dapat diperluas dengan menambahkan atribut fungsi-fungsi
yang belum terdapat dalam klausa tersebut; selain dengan
penambahan konstituen atribut pada salah satu atau setiap fungsi
sintaktis yang ada.
3. Ciri-ciri Kalimat
Susilo (1990:2) mengemukakan lima ciri kalimat bahasa Indonesia
kelima ciri tesebut ialah: bermakna, bersistem urutan frase, dapat berdiri
sendiri dalam hubungannya dengan kalimat yang lain, berjeda dan berhenti
dengan berakhirnya intonasi. Kelima ciri tersebut ialah ciri umumsebuah
9
9
kalimat. kalimat yang memenuhi kelima ciri tersebut ialah kalimat bahasa
Indonesia, namun hal itu belum menjamin bahwa kalimat itu ialah kalimat
bahasa Indonesia baku.
Contoh kalimat:
di tempat itu dijadikan tempat pertemuan bagi pihak yang bertikai di Poso.
Kalimat ini bukanlah kalimat baku meskipun memiliki kelima ciri
kalimat diatas. Hal itu karena tidak terlihat unsur subjek di dalam kalimat
tersebut. Ciri kalimat baku menurut Susilo (1990:4), yaitu: gramatikal,
masuk akal, bebas dari unsur mubazir, bebas dari kontaminasi, bebas dari
interfensi, sesuai dengan ejaan yang berlaku dan sesuai dengan lafal bahasa
Indonesia.
F. Macam-macam Frasa, Klausa, dan Kalimat beserta Contohnya
1. Macam-macam Frasa
a. Berdasarkan Jenis/Kelas Kata
1) Frasa Nominal, yaitu frasa yang unsur pembentukannya berinti
kata benda. Dapat berfungsi menggantikan kata benda.
Contoh : buku tulis, lemari besi, ibu bapak
2) Frasa Verbal, yaitu frasa yang unsur pembentukannya berinti
kata kerja. Dapat berfungsi menggantikan kedudukan kata kerja
dalam kalimat.
Contoh : sedang belajar, akan datang, belum muncul
3) Frasa Ajektiva, yaitu frasa yang unsur pembentukannya berinti
kata sifat.
Contoh : cukup pintar, hitam manis, agak jauh
4) Frasa Preposisional, yaitu frasa yang unsur pembentukannya
menggunakan kata depan.
Contoh : di rumah, dari Bandung, ke pantai
10
10
b. Berdasarkan Unsur Pembentuknya
1) Frasa Endosentris, yaitu frasa yang unsur-unsurnya berfungsi
diterangkan (D) dan menerangkan (M) atau menerangkan (M)
dan diterangkan (D).
Contoh : anak ayam (DM), dua orang (MD)
Macam-macam frasa endosentris :
a) Frasa Atributif, yaitu frasa yang unsur pembentukannya
menggunakan pola DM atau MD.
Contoh : ibu kandung (DM), seorang anak (MD)
b) Frasa Apositif, yaitu frasa yang salah satu unsurnya (pola
menerangkan) dapat menggantikan kedudukan unsur
intinya (pola diterangkan).
Contoh : Farah si penari ular sangat cantik
D M
2) Frasa Eksosentris, yaitu frasa yang salah satu unsur
pembentuknya menggunakan kata tugas.
Contoh : dari Bandung, kepada teman
3) Frasa Koordinatif, yaitu frasa yang unsur-unsur pembentuknya
menduduki fungsi inti (setara).
Contoh : warta berita, sunyi sepi
c. Berdasarkan Satuan Makna yang Dikandung/Memiliki Unsur-unsur
Pembentuk
1) Frasa Biasa, yaitu frasa yang hasil pembentukannya memiliki
makna sebenarnya (denotasi).
Contoh : ayah membeli kambing hitam
2) Frasa Idiomatik, yaitu frasa yang hasil pembentukannya
menimbulkan/memiliki makna baru atau makna yang bukan
sebenarnya (makna konotasi).
Contoh : Pak Aldin banting tulang demi memenuhi kebutuhan
keluarganya
11
11
3) Frasa Ambigu, yaitu kegandaan makna yang menimbulkan
keraguan atau mengaburkan maksud kalimat.
Contoh : Perusahaan pakaian itu milik perancang busana wanita
terkenal
Frasa perancang busana wanita menimbulkan pengertian ganda :
a) Perancang busana wanita berjenis kelamin wanita
b) Perancang busana yang menciptakan model baju untuk
wanita.
2. Macam-Macam Klausa
a. Berdasarkan Kelengkapan Unsur Internalnya
1) Klausa Lengkap dan Klausa Tak Lengkap
Klausa lengkap ialah klausa yang memiliki unsur internal
lengkap, yaitu S dan P. Klausa lengkap ini berdasarkan struktur
internalnya, dibedakan lagi menjadi dua yaitu klausa susun
biasa dan klausa lengkap susun balik.
Klausa lengkap susun biasa ialah klausa lengkap yang S-
nya terletak di depan P. Adapun klausa lengkap susun balik
atau klausa lengkap inversi ialah klausa lengkap yang S-nya
berada di belakang P, misalnya :
(1) Tulisan Hendi sangat berbobot.
Klausa (1) disebut klausa lengkap susun biasa karena S-
nya yaitu tulisan Hendi berada di depan P, sangat berbobot.
Klausa tak lengkap atau dalam istilah Verhaar
(1999:279) klausa buntung merupakan klausa yang unsur
internalnya tidak lengkap karena di dalamnya tidak terdapat
unsur S dan hanya terdapat unsur P, baik disertai maupun tidak
disertai unsur P, Pel, dan Ket. Misalnya :
(2) terpaksa berhenti bekerja di perusahaan itu
Klausa (2) bisa berubah menjadi klausa lengkap jika di
sebelah kirinya ditambah S, misalnya ditambah frasa istri
12
12
saya sehingga menjadi (3) Istri saya terpaksa berhenti bekerja
di perusahaan itu.
2) Klausa Negatif dan Klausa Positif
Berdasarkan ada tidaknya kata negatif pada P, klausa
dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu klausa negatif dan
klausa positif. Klausa negatif ialah klausa yang di dalamnya
terdapat kata negatif, yang menegaskan P. Menurut Ramlan
(1987: 137), yang termasuk kata negatif, yang menegasikan P
ialah tidak, tak, tiada, bukan, dan belum. Berikut ini adalah
contoh klausa negatif :
(3) Deni tidak mengurus kenaikan pangkatnya.
Klausa (3) merupakan klausa negatif karena terdapat
kata tidak yang menegaskan mengurus.
3) Klausa Verbal dan Klausa Nonverbal
Berdasarkan kategori primer kata atau frasa yang
menduduki fungsi P pada konstruksinya, klausa dibedakan atas
klausa verbal dan klausa nonverbal. Klausa verbal ialah klausa
yang P-nya terdiri atas kata atau frasa golongan V. dilihat dari
golongan verbanya klausa verbal dibagi lagi menjadi klausa
verbal intransitif dan klausa verbal transitif. Klausa verbal
transitif ialah klausa yang mengandung verba transitif, dan
klausa verbal intransitif ialah klausa yang mengandung verba
intransitif.
Contoh klausa verbal intransitif ialah sebagai berikut :
(4) Taufik Hidayat tampil tidak maksimal di Jepang.
(5) Pengidap AIDS bertambah.
Klausa verbal transitif, dilihat dari wujud ketransitifan P-
nya dapat dibedakan menjadi (1) klausa aktif, (2) klausa pasif,
(3) klausa reflektif, dan (4) klausa resiprokal (Ramlan, 1987:
145-149). Klausa aktif ialah klausa yang P-nya berupa verba
transitif aktif. Klausa pasif ialah klausa yang P-nya berupa verba
13
13
transitif pasif. Klausa reflektif ialah klausa yang P-nya berupa
verba transitif reflektif, yaitu verba yang menyatakan
“perbuatan’ yang mengenai ‘pelaku’ perbuatan itu sendiri. Pada
umumnya verba itu berprefiks meng- yang diikuti kata diri.
Adapun klausa resiprokal adalah klausa yang P-nya berupa
verba transitif resiprokal, yaitu verba yang menyatakan
kesalingan.
Klausa nonverbal ialah klausa yang berpredikat selain
verba. Klausa nonverbal masih bisa dibedakan lagi menjadi (1)
klausa nominal, (2) klausa adjektival, (3) klausa preposisional,
(4) klausa numeral, dan (5) klausa adverbial. Contoh:
(6) Yang kita bela kebenaran
(7) Budi pekertinya mulia
(8) Aku bagai nelayan yang kehilangan arah
(9) Yang dikorupsi 300 juta rupiah
(10) Kedatangannya kemarin sore
4) Klausa Mandiri dan Klausa Tergabung
Klausa mandiri atau klausa bebas merupakan klausa yan
kehadirannya dapat berdiri sendiri. Klausa mandiri berpotensi
untuk menjadi kalimat tunggal. Misalnya:
Merokok dapat menyebabkan kanker
Nirina sedang belajar
Klausa tergabung atau klausa terikat adalah klausa yang
kehadirannya untuk menjadi sebuah kalimat plural tergabung
dengan klausa lainnya. Dalam kalimat plural, klausa tergabung
dapat berupa klausa koordinatif, atau klausa subordinatif.
Contoh:
(1) Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung,
impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin.
(2a) Nirina sedang belajar ketika terjadi gempa itu.
14
14
(2b) Karena baru pulang sesudah tugasnya selesai, Sri tidak
dapat menghadiri rapat.
Jika dicermati, konstruksi (1) berbeda dengan konstruksi
(2). Dalam konstruksi (1) terdapat klausa-klausa tergabung
secara koordinatif, sedangkan dalam konstruksi (2) terdapat
klausa-klausa tergabung secara subordinatif.
a) Klausa Koordinatif
Klausa koordinatif dapat dijumpai dalam kalimat plural
atau majemuk setara. Dalam kalimat plural atau majemuk setara,
semua klausanya berupa klausa koordinatif. Klausa tersebut
dinamakan klausa koordinatif karena secara gramatik
dihubungka secara koordinatif oleh penghubung-penghubung
koordinatif dan, atau, tetapi, lagi pula, lalu, namun, sebaliknya,
malahan, dan lain-lain.
Klausa koordinatif terdiri atas (1) koordinasi netral, (2)
koordinasi kontrastif, (3) koordinasi alternatif, (4) koordinasi
konsekutif, yang berturut-turut dapat dilihat dalam contoh-
contoh kalimat berikut.
(1) Saya menulis artikel itu, menyunting, dan mengirimkannya
ke media massa
(2) Mencari ilmu itu sulit, tetapi mengamalkannyajauh lebih
sulit
(3) Saudara mau bekerja atau melanjutkan studi ke jenjang S-2?
(3) Harga sepeda motor itu relative mahal, jadi perlu diangsur.
b) Klausa Subordinatif
Klausa subordinatif dapat dijumpai dalam kalimat plural
bertingkat. Jadi, dalam kalimat plural bertingkat selain terdapat
klausa atasan yang biasa dikenal dengan klausa induk, Klausa
inti, atau klausa matriks terdapat pula klausa bawahan atau
klausa sematan atau klausa subordinatif. Klausa bawahan dapat
15
15
dibedakan lagi menjadi klausa berbatasan dan klausa
terkandung.
Klausa berbatasan, merupakan klausa bawahan yang tidak
wajib hadir dalam kalimat plural. Klausa berbatasan dapat
dibedakan menjadi enam tipe yaitu klausa-klausa berbatasan:
(1) Final, contoh
Irfan rajin mengaji agar tidak menyesal dalam kehidupan
setelah mati.
(2) Kausal, contoh
Rombongan Suciwati merasa kecewa karena tidak
diperkenankan menjenguk Presiden Soeharto
(3) Kondisional, contoh
Jika diundang, ia mau datang.
(4) Konsekutif, contoh
Pendapatannya kecil, sehingga sampai sekarang belum
mampu membeli mobil.
(5) Konsesif, contoh
Orang itu tetap rendah hati meskipun telah menyandang
banyak prestasi.
(6) Temporal, contoh
Rui Costa, playmaker asal Portugal datang ke La
Viola setelah tiga musim memperkuat Benfica.
Dalam contoh-contoh tersebut, klausa yang dimulai
dengan konjungsi subordinatif seperti agar, karena, jika,
sehingga, meskipun, dan setelah-lah yang berturut-turut
dinamakan sebagai klausa berbatasan.
Klausa terkandung, merupakan klausa bawahan yang
kehadirannya bersifat wajib. Berdasarkan fungsinya dalam
kalimat plural bertingkat, klausa terkandung dapat
dikelompokkan menjadi klausa pewatas atau klausa modifikasi
dan klausa pemerlengkap.
16
16
(1) Klausa Pewatas
Klausa pewatas atau klausa pewatasan ialah klausa
subordinatif yang kehadirannya berfungsi mewatasi atau
mempertegas makna kata atau frasa yang diikutinya.
Contohnya ialah beberapa klausa dari sejumlah klausa
dalam kalimat plural berikut:
Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan
kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan
melainkan kepada orang-orang yang mempunyai
keberuntungan yang besar.
-Rombongan Suciwati tidak diperkenankan menjenguk
mantan presiden Soeharto yang sedang berbaring di
Rumah Sakit Pusat Pertamina Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan.
(2) Klausa Pemerlengkap
Klausa pemerlengkap atau klausa pemerlengkapan
merupakan klausa yang berfungsi melengkapi (atau
menerangkan spesifikasi hubungan yang terkandung
dalam) verba matriks. Klausa pemerlengkap dibedakan
lagi menjadi: (1) klausa pemerlengkap preposisional, (2)
klausa pemerlengkap eventif, (3) klausa pemerlengkap
perbuatan.
Klausa pemerlengkap dikatakan bersifat
preposisional karena klausa tersebut biasanya berpenanda
kata bahwa yang menyatakan suatu proposisi. Contoh:
Dokter berkata, “ASI sangat baik untuk anak.”
Dokter berkata bahwa ASI sangat baik untuk anak.
Berita bahwa mahasiswa Unnes juara I dalam LKTIM
bidang sosial, tingkat wilayah B, pada tanggal 22-23 Mei
2006 menjadi sorotan media kampus.
17
17
Klausa eventif meliputi klausa yang menyatakan
peristiwa dan klausa yang menyatakan proses. Misalnya
ialah klausa yang dimulai dengan kata peristiwa dan
proses pada kalimat-kalimat berikut :
Peristiwa Joko mengundurkan diri (Peristiwa
pengunduran diri Joko) dari pekerjannya sudah terduga
sebelumnya.
Proses orang menyusun sebuah artikel (Proses
penyusunan sebuah artikel) hanya diketahui oleh para
penulis.
Adapun klausa perbuatan dapat dibedakan lagi menjadi
klausa perbuatan yang dilakukan, klausa perbuatan yang
tidak dilakukan, dan klausa perbuatan yang mungkin
dilakukan.
Klausa perbuatan yang dilakukan dapat ditandai oleh
verba melihat, menyaksikan, mengetahui, berhasil,
berhenti, dan mulai. Misalnya:
-Saya melihat (perbuatan) Zahra mendorong Ela
Klausa perbuatan yang tidak dilakukan dapat ditandai oleh
verba mencegah, menolak, gagal, dan lupa. Misalnya:
-Ayah mencegah kami membawa uang saku ke sekolah
Adapun klausa perbuatan yang mungkin dilakukan dapat
ditandai oleh verba bermaksud, berniat, bertekad,
merencanakan, menganjurkan, dan menyarankan.
Misalnya:
-Farah bermaksud memohon izin untuk tidak datang ke
kampus
18
18
3. Macam-macam Kalimat
a. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua
unsur inti pembentukan kalimat (subjek dan predikat) dan boleh
diperluas dengan salah satu atau lebih unsur-unsur tambahan (objek
dan keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk
pola kalimat baru. Contohnya :
Kalimat Tunggal Susunan Pola Kalimat
Nina bernyanyi S-P
Adik minum susu S-P-O
Ibu menyimpan uang di dalam laci S-P-O-K
b. Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat yang mengandung dua
pola kalimat atau lebih. Kalimat majemuk dapat terjadi dari :
1) Sebuah kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas
sedemikian rupa sehingga perluasan itu membentuk satu atau
lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada.
Misalnya: Anak itu membaca puisi (kalimat tunggal)
Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang
membaca puisi.
(subjek pada kalimat pertama diperluas)
2) Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga
kalimat yang baru mengandung dua atau lebih pola kalimat.
Misalnya: Susi menulis surat (kalimat tunggal I)
Bapak membaca koran (kalimat tunggal II)
Susi menulis surat dan Bapak membaca koran.
Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat
dibedakan atas kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat,
dan kalimat majemuk campuran.
19
19
1) Kalimat Majemuk Setara
Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang
hubungan antara pola-pola kalimatnya sederajat. Kalimat
majemuk setara terdiri atas:
a) Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya
menggunakan kata-kata tugas : dan, serta, lagipula, dan
sebagainya.
Misalnya: Sisca anak yang baik lagi pula sangat pandai.
b) Kalimat majemuk setara memilih. Biasanya memakai kata
tugas: atau, baik, maupun.
Misalnya: Bapak minum teh atau Bapak makan nasi.
c) Kalimat majemuk setara perlawanan. Biasanya memakai
kata tugas: tetapi, melainkan.
Misalnya: Dia sangat rajin, tetapi adiknya sangat pemalas.
2) Kalimat Majemuk Bertingkat
Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat
tunggal, bagian kalimat yang diperluas sehingga membentuk
kalimat baru yang disebut anak kalimat. Sedangkan kalimat asal
(bagian tetap) disebut induk kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat
yang mengalami perluasan dikenal adanya:
a) Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat
pengganti subjek.
Misalnya: Diakuinya hal itu
P S
Diakuinya bahwa ia yang memukul anak itu.
anak kalimat pengganti subjek
b) Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat
pengganti predikat.
Misalnya: Katanya begitu
Katanya bahwa ia tidak sengaja menjatuhkan gelas itu.
anak kalimat pengganti predikat
20
20
c) Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat
pengganti objek.
Misalnya: Mereka sudah mengetahui hal itu.
S P O
Mereka sudah mengetahui bahwa saya yang mengambilnya.
anak kalimat pengganti objek
d) Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat
pengganti keterangan.
Misalnya: Ayah pulang malam hari
S P K
Ayah pulang ketika kami makan malam
anak kalimat pengganti keterangan
3) Kalimat majemuk campuran
Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk hasil
perluasan atau hasil gabungan beberapa kalimat tunggal yang
sekurang-kurangnya terdiri atas tiga pola kalimat.
Misalnya: Ketika ia duduk minum-minum (pola atasan), datang
seorang pemuda berpakaian bagus (pola bawahan I),
dan menggunakan kendaraan roda empat (pola
bawahan II).
c. Kalimat Inti, Luas dan Transformasi
1) Kalimat Inti
Kalimat inti adalah kalimat mayor yang hanya terdiri atas
dua kata dan sekaligus menjadi inti kalimat.
Ciri-ciri kalimat inti:
a) Hanya terdiri atas dua kata
b) Kedua kata itu sekaligus menjadi inti kalimat
c) Tata urutannya adalah subjek mendahului predikat
d) Intonasinya adalah intonasi ”berita yang netral”.
Artinya : tidak boleh menyebabkan perubahan atau
pergeseran makna laksikalnya..
21
21
2) Kalimat Luas
Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah diperluas
dengan kata-kata baru sehingga tidak hanya terdiri dari dua kata,
tetapi lebih.
3) Kalimat Transformasi
Kalimat transformasi merupakan kalimat inti yang sudah
mengalami perubahan atas keempat syarat di atas yang berarti
mencakup juga kalimat luas. Namun, kalimat transformasi
belum tentu kalimat luas.
Contoh kalimat Inti, Luas, dan Transformasi
1) Kalimat Inti. Contoh: Adik menangis.
2) Kalimat Luas. Contoh: Radha, Arief, Shinta, Mamas, dan Mila
sedang belajar dengan serius, sewaktu pelajaran matematika.
3) Kalimat transformasi. Contoh: Adik menangis tersedu-sedu
kemarin pagi
d. Kalimat Mayor dan Minor
1) Kalimat Mayor
Kalimat mayor adalah kalimat yang sekurang-kurangnya
mengandung dua unsur inti.
Contoh : Amir mengambil buku itu.
Ibu segera pergi ke rumah sakit menengok paman, tetapi
ayah menunggu kami di rumah Rati karena kami masih
berada di sekolah.
2) Kalimat Minor
Kalimat minor adalah kalimat yang hanya mengandung
satu unsur inti atau unsur pusat.
Contoh : Diam!
Sudah siap?
22
22
e. Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat berisikan gagasan pembicara atau
penulis secara singkat, jelas, dan tepat. Contoh : Amara pergi ke
sekolah, lantas kerumah temannya untuk belajar
f. Kalimat Tidak Efektif
Kalimat tidak efektif adalah kalimat yang tidak memiliki atau
mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada kalimat efektif. Contoh :
Amara pergi ke sekolah, lantas amara pergi ke rumah temannya untuk
belajar
23
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sintaksis adalah cabang linguistik yang membahas struktur internal kalimat.
Struktur internal kalimat yang dibahas adalah frasa, klausa, dan kalimat.
Cakupan Sintaksis menurut Ramlan (1987:21) meliputi frasa, klausa,
kalimat, dan wacana.
Hubungan struktural antara kata dan kata, atau kelompok kata dan
kelompok kata yang lain, berbeda-beda. Sementara, kedudukan tiap kata atau
kelompok kata dalam kalimat itu berbeda-beda pula. Antara “kalimat” dan “kata”
terdapat dua satuan sintaksis antara, yaitu “klausa” dan “frasa”.
Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat
nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu
fungsi sintaksis di dalam kalimat. Klausa adalah satuan gramatikal yang memiliki
tataran di atas frasa dan di bawah kalimat, berupa kelompok kata yang sekurang-
kurangnya terdiri atas subjek dan predikat, dan berpotensi untuk menjadi kalimat.
Sedangkan kalimat adalah satuan bahasa berupa kata atau rangkaian kata yang
dapat berdiri sendiri dan menyatakan makna yang lengkap.
Frasa memiliki beberapa ciri yang dapat diketahui, yaitu : terbentuk atas dua
kata atau lebih dalam pembentukannya, menduduki fungsi gramatikal dalam
kalimat, mengandung satu kesatuan makna gramatikal, bersifat Non-predikatif.
Adapun ciri-ciri klausa adalah sebagai berikut: dalam klausa terdapat satu
predikat, tidak lebih dan tidak kurang dan klausa dapat menjadi kalimat jika
kepadanya dikenai intonasi final. Kalimat memiliki beberapa cirri yaitu:
bermakna, bersistem urutan frase, dapat berdiri sendiri dalam hubungannya
dengan kalimat yang lain, berjeda dan berhenti dengan berakhirnya intonasi.
Macam-macam frasa berdasarkan jenis/kelas kata yaitu: frasa nominal, frasa
verbal, frasa ajektiva, frasa preposisional. Berdasarkan unsur pembentuknya yaitu:
frasa endosentris, frasa eksosentris, frasa koordinatif. Berdasarkan satuan makna
24
24
yang dikandung/memiliki unsur-unsur pembentuk yaitu frasa biasa, frasa
idiomatik, dan frasa ambigu.
Macam-macam klausa berdasarkan kelengkapan unsur internalnya yaitu
klausa lengkap dan klausa tak lengkap, klausa negatif dan klausa positif, klausa
verbal dan klausa nonverbal, klausa mandiri dan klausa tergabung.
Macam-macam kalimat yaitu: kalimat tunggal, kalimat majemuk, kalimat
inti, luas dan transformasi, kalimat mayor dan minor, kalimat efektif, kalimat
tidak efektif.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyarankan kepada para pembaca
khususnya kepada mahasiswa yang mengambil jurusan PGSD jenjang S1 untuk
dapat meningkatkan pemahamannya mengenai sintaksis (tatakalimat Bahasa
Indonesia) guna terwujudnya pelaksanaan proses pembelajaran yang baik
khususnya pembelajaran bahasa di Sekolah Dasar.
25
25
DAFTAR PUSTAKA
Baehaqie, Imam. 2008. Sintaksis Teori dan Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Emji. 2013. Sintaksis. Diunduh dari
http://emji8.blogspot.com/2013/06/sintaksis.html pada tanggal 23
September 2014.
Hasan Alwi, dkk. 2013. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka
Lanin, Ivan. 2011. Kata, Frasa, Klausa, dan Kalimat. Diunduh dari
http://www.bahasakita.com/kata-frasa-klausa-dan-kalimat/ pada tanggal
23 September 2014.
Syarifudin. 2013. Jenis-jenis Frasa dalam Bahasa Indonesia. Diunduh dari
http://syafruddin41.blogspot.com/2013/11/jenis-jenis-frasa-dalam-
bahasa-indonesia.html pada tanggal 23 September 2014.