sintaksis

25
1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia membutuhkan komunikasi, dan bahasa dibutuhkan manusia di dalam berkomunikasi. Komunikasi yang berlangsung dapat secara lisan maupun tulisan. Kedua bentuk komunikasi ini tentunya membutuhkan keterampilan berbahasa yang memadai untuk menghasilkan sebuah komunikasi yang efektif dan efisien. Efektifitas dan efisiensi dalam berbahasa akansangat dipengaruhi oleh keterampilan berbahasa khususnya keterampilan dalam penyusunan kalimat yang akan digunakan untuk berkomunikasi. Penyusunan kalimat, akan berawal dari pemahaman mengenai makna kata sebagai penyusun kalimat tersebut, yang selanjutnya akan membentuk sebuahnfrasa, klausa, dan pada akhirnya terbentuklah sebuah kalimat untuk berkomunikasi. Sehingga pentinglah pemahaman mengenai sintaksis sebagai sebuah cabang linguistik atau ilmu bahasa untuk diketahui para penutur bahasa Indonesia agar komunikasi menjadi efektif dan efisien. Bagi guru sekolah dasar, memiliki keterampilan berbahasa merupakan suatu modal untuk mengembangkan kompetensi siswa-siwanya dalam berkomunikasi, pemahaman mengenai tata kalimat dalam bahasa Indonesia sudah tentu menjadi suatu kebutuhan dasar. Untuk itulah dalam makalah ini kami membahas mengenai sintaksis beserta struktur internal kalimatnya yang berupa frasa, klausa, dan kalimat itu sendiri.

Upload: hariyatunnisa-ahmad

Post on 19-Jul-2015

175 views

Category:

Education


3 download

TRANSCRIPT

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan manusia membutuhkan komunikasi, dan bahasa

dibutuhkan manusia di dalam berkomunikasi. Komunikasi yang berlangsung

dapat secara lisan maupun tulisan. Kedua bentuk komunikasi ini tentunya

membutuhkan keterampilan berbahasa yang memadai untuk menghasilkan sebuah

komunikasi yang efektif dan efisien. Efektifitas dan efisiensi dalam berbahasa

akansangat dipengaruhi oleh keterampilan berbahasa khususnya keterampilan

dalam penyusunan kalimat yang akan digunakan untuk berkomunikasi.

Penyusunan kalimat, akan berawal dari pemahaman mengenai makna kata

sebagai penyusun kalimat tersebut, yang selanjutnya akan membentuk

sebuahnfrasa, klausa, dan pada akhirnya terbentuklah sebuah kalimat untuk

berkomunikasi. Sehingga pentinglah pemahaman mengenai sintaksis sebagai

sebuah cabang linguistik atau ilmu bahasa untuk diketahui para penutur bahasa

Indonesia agar komunikasi menjadi efektif dan efisien.

Bagi guru sekolah dasar, memiliki keterampilan berbahasa merupakan suatu

modal untuk mengembangkan kompetensi siswa-siwanya dalam berkomunikasi,

pemahaman mengenai tata kalimat dalam bahasa Indonesia sudah tentu menjadi

suatu kebutuhan dasar. Untuk itulah dalam makalah ini kami membahas mengenai

sintaksis beserta struktur internal kalimatnya yang berupa frasa, klausa, dan

kalimat itu sendiri.

2

2

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan di atas, dapat diambil

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah pengertian dari sintaksis?

2. Apa saja cakupan lingkup sintaksis bahasa Indonesia?

3. Bagaimana hubungan antara frasa, klausa, dan kalimat?

4. Apakah yang dimaksud dengan frasa, klausa, dan kalimat?

5. Apa sajakah ciri-ciri dari frasa, klausa dan kalimat?

6. Apa sajakah macam-macam frasa, klausa dan kalimat dan beserta

contohnya?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengertian sintaksis.

2. Mengetahui cakupan lingkup dalam sintaksis.

3. Mengetahui hubungan frasa, klausa dan kalimat.

4. Mengetahui pengertian frasa, klausa dan kalimat.

5. Mengetahui ciri-ciri frasa, klausa dan kalimat.

6. Mengetahui macam-macam frasa, klausa dan kalimat beserta contohnya.

3

3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sintaksis

1. Pengertian Sintaksis secara Etimologi

Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti

’dengan’ dan kata tattein yang berarti ’menempatkan’. Jadi, secara

etimologi berarti: menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok

kata atau kalimat. Selain dari bahasa Yunani, sintaksis juga berasal dari

bahasa Belanda yaitu syntaxis. Sintaksis juga berasal dari bahasa Inggris

yaitu syntax. Istilah sintaksis (Belanda, Syntaxis) ialah bagian atau cabang

dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa

dan frase (Ramlan 2001:18).

2. Pengertian Sintaksis dalam Linguistik

Di dalam linguistik, sintaksis (dari Yunani Kuno: συν- syn-,

"bersama", dan τάξις táxis, "pengaturan") adalah ilmu mengenai prinsip dan

peraturan untuk membuat kalimat dalam bahasa alami. Selain aturan ini,

kata sintaksis juga digunakan untuk merujuk langsung pada peraturan dan

prinsip yang mencakup struktur kalimat dalam bahasa apapun, sebagaimana

"sintaksis Irlandia Modern."

3. Pengertian dari Berbagai Ahli

Menurut Gleason (1955) “Syntax maybe roughly defined as the

principles of arrangement of the construction (word) into large constructions

of various kinds.” Artinya adalah sintaksis mungkin dikaitkan dari definisi

4

4

prinsip aransemen konstruksi (kata) ke dalam konstruksi besar dari

bermacam-macam variasi. Berbeda dengan Robert (1964:1) yang

berpendapat bahawa sintaksis adalah bidang tata bahasa yang menelaah

hubungan kata-kata dalam kalimat dan cara-cara menyusun kata-kata itu

untuk membentuk sebuah kalimat. Sejalan dengan itu Ramlan (1976:57)

menyebutkan bahawa sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang

membicarakan struktur farase dan kalimat.

Sintaksis adalah bagian dari pengetahuan linguistik yang menelaah

struktur kalimat (Fromkin dan Rodman 1983:200). Sejalan dengan itu,

Kridalaksana (1993) berpendapat bahwa sintaksis adalah subsistem bahasa

yang mencakup tentang kata yang sering dianggap bagian dari gramatika,

yaitu morfologi dan cabang linguistik yang mempelajari tentang kata. Selain

itu, beliau juga mendefinisikan sintaksis sebagai pengaturan dan hubungan

antara kata dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar itu

dalam bahasa. Satuan terkecil dalam bidang ini adalah kata. Menurut aliran

struktural, sintaksis diartikan sebagai subdisiplin linguistik yang

mempelajari tata susun frasa sampai kalimat. Dengan demikian ada tiga

tataran gramatikal yang menjadi garapan sintaksis, yakni: frasa, klausa, dan

kalimat (Suparno 1993: 81).

“The system of the rules and categories that underlines sentence

formation in human language” (O’ Grady, et. al. 1997). Artinya adalah

aturan dalam sistem pola kalimat dasar dalam bahasa manusia. Sedangkan

Verhaar (1999:161) mendefinisikan bahwa sintaksis adalah tata bahasa yang

5

5

membahas hubungan antar kalimat dalam tuturan. Pendapat tersebut

diperkuat oleh Arifin dan Junaiyah (2008:1) bahwa sintaksis membicarakan

hubungan antarkata dalam tuturan.

Pendapat lain tentang pengertian sintaksis bahwa sintaksis merupakan

bidang subdisiplin linguistik yang mempelajari hubungan antarkata dalam

tuturan yang meliputi tata susun frase, tata susun klausa, dan tata susun

kalimat dalam suatu bahasa (Arifin 2009).

Dari beberapa pernyataan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan

bahwa sintaksis adalah cabang linguistic yang membahas struktur internal

kalimat. Struktur internal kalimat yang dibahas adalah frasa, klausa, dan

kalimat.

B. Cakupan Lingkup Sintaksis

Cakupan Sintaksis menurut Ramlan (1987:21) meliputi frasa, klausa,

kalimat, dan wacana. Sedangkan menurut Chaer (1994 : 219) satuan terkecil

adalah kata, yang secara hierarkial menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis

yang lebih besar yaitu frasa, klausa dan kalimat. Sedangkan unsur penbentuk

wacana adalah kalimat.

Berdasarkan pengertian sintaksis di atas, jelas bahwa sintaksis adalah

cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan

frase. Dalam pembahasan sintaksis yang biasa dibicarakan adalah (1) struktur

sintaksis, mencakup masalah fungsi, kategori, dan peran sintaksis serta alat-alat

yang digunakan dalam membangun struktur itu, (2) satuan-satuan sintaksis berupa

kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana; dan (3) hal-hal lain yang berkenaan

dengan sintaksis seperti masalah modus, aspek, dan sebagainya.

Satuan wacana terdiri dari unsur-unsur yang berupa kalimat, satuan kalimat

terdiri dari unsur yang berupa klausa, satuan klausa terdiri dari unsur yang berupa

6

6

frase, dan frase terdiri dari unsur yang berupa kata. Sintaksis sebagai bagian dari

ilmu bahasa berusaha menjelaskan unsur-unsur suatu satuan serta hubungan antara

unsur-unsur itu dalam suatu satuan, baik hubungan fungsional maupun hubungan

maknawi.

C. Hubungan Frasa, Klausa, dan Kalimat

Dilihat dari bentuknya, kalimat dapat dirumuskan sebagai konstruksi

sintaksis terbesar yang terdiri atas dua kata atau lebih. Hubungan struktural antara

kata dan kata, atau kelompok kata dan kelompok kata yang lain, berbeda-beda.

Sementara, kedudukan tiap kata atau kelompok kata dalam kalimat itu berbeda-

beda pula. Antara “kalimat” dan “kata” terdapat dua satuan sintaksis antara, yaitu

“klausa” dan “frasa”. Klausa merupakan satuan sintaksis yang terdiri atas dua kata

atau lebih yang mengandung unsur predikasi, sedangkan frasa adalah satuan

sintaksis yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak mengandung unsur

predikasi.

D. Pengertian Frasa, Klausa, dan Kalimat

1. Pengertian Frasa

Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang

bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi

salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 1994:22). Menurut

Ramlan (1987:151) frasa adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata

atau lebih yang tidak melebihi batas unsur klausa. Adapun Verhaar

(1999:292) mendefinisikan frasa sebagai kelompok kata yang merupakan

bagian fungsional dari tuturan yang lebih panjang. Sementara itu, menurut

Koentjoro (dalam Baehaqie, 2008: 14), frasa adalah satuan gramatikal yang

terdiri atas dua kata atau lebih dari dua kata yang tidak berciri klausa dan

pada umumnya menjadi pembentuk klausa. Contohnya adalah frasa-frasa

7

7

dalam kalimat (1) Saya sedang menulis artikel kebahasaan. Dalam kalimat

(1) terdapat dua frasa yakni sedang menulis dan artikel kebahasaan.

2. Pengertian Klausa

Klausa adalah satuan gramatikal yang memiliki tataran di atas frasa

dan di bawah kalimat, berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya

terdiri atas subjek dan predikat, dan berpotensi untuk menjadi kalimat

(Kiridalaksana, 1993:110). Dikatakan mempunyai potensi untuk menjadi

kalimat karena meskipun bukan kalimat, dalam banyak hal klausa tidak

berbeda dengan kalimat, kecuali dalam hal belum adanya intonasi akhir atau

tanda baca yang menjadi ciri kalimat.

Dalam konstruksinya yang terdiri atas S dan P klausa dapat disertai

dengan O, Pel, dan Ket, ataupun tidak. Dalam hal ini, unsur inti klausa

adalah S dan P. tetapi, dalam praktiknya unsur S sering dihilangkan.

Misalnya dalam kalimat majemuk (atau lebih tepatnya kalimat plural) dan

dalam kalimat yang merupakan jawaban. (Ramlan 1987:89).

Misalnya : (1) Bersama dengan istrinya, Bapak Soleh datang

membawa oleh-oleh. Kalimat (1) terdiri atas tiga klausa, yaitu klausa (a)

bersama dengan istrinya, klausa (b) Bapak Soleh datang, dan klausa (c)

membawa oleh-oleh. Klausa (a) terdiri atas unsur P, diikuti Pel, klausa (b)

terdiri atas S dan P, dan klausa (c) terdiri atas P diikuti O. Akibat

penggabungan ketiga klausa tersebut, S pada klausa (a) dan (c) dilesapkan.

3. Pengertian Kalimat

Kalimat adalah satuan bahasa berupa kata atau rangkaian kata yang

dapat berdiri sendiri dan menyatakan makna yang lengkap. Kalimat adalah

satuan bahasa terkecil yang mengungkapkan pikiran yang utuh, baik dengan

cara lisan maupun tulisan. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan

suara naik turun, dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi

akhir. Sedangkan dalam wujud tulisan berhuruf latin, kalimat dimulai

dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.) untuk menyatakan

kalimat berita atau yang bersifat informatif, tanda tanya (?) untuk

8

8

menyatakan pertanyaan dan tanda seru (!) untuk menyatakan kalimat

perintah. Sekurang-kurangnya kalimat dalam ragam resmi, baik lisan

maupun tertulis, harus memiliki sebuah subjek (S) dan sebuah predikat (P).

Kalau tidak memiliki kedua unsur tersebut, pernyataan itu bukanlah kalimat

melainkan hanya sebuah frasa. Itulah yang membedakan frasa dengan

kalimat.

E. Ciri-ciri Frasa, Klausa, dan Kalimat

1. Ciri-ciri Frasa

Frasa memiliki beberapa ciri yang dapat diketahui, yaitu :

a. Terbentuk atas dua kata atau lebih dalam pembentukannya.

b. Menduduki fungsi gramatikal dalam kalimat.

c. Mengandung satu kesatuan makna gramatikal.

d. Bersifat Non-predikatif.

e. Bagian-bagian frasa tidak boleh dipertukarkan atau di balik.

f. Frasa dapat diperluas dengan tambahan kata di depan, di tengah, atau di

belakang.

2. Ciri-ciri Klausa

Adapun ciri-ciri klausa adalah sebagai berikut:

a. Dalam klausa terdapat satu predikat, tidak lebih dan tidak kurang.

b. Klausa dapat menjadi kalimat jika kepadanya dikenai intonasi final.

c. Dalam kalimat plural, klausa merupakan bagian dari kalimat.

d. Klausa dapat diperluas dengan menambahkan atribut fungsi-fungsi

yang belum terdapat dalam klausa tersebut; selain dengan

penambahan konstituen atribut pada salah satu atau setiap fungsi

sintaktis yang ada.

3. Ciri-ciri Kalimat

Susilo (1990:2) mengemukakan lima ciri kalimat bahasa Indonesia

kelima ciri tesebut ialah: bermakna, bersistem urutan frase, dapat berdiri

sendiri dalam hubungannya dengan kalimat yang lain, berjeda dan berhenti

dengan berakhirnya intonasi. Kelima ciri tersebut ialah ciri umumsebuah

9

9

kalimat. kalimat yang memenuhi kelima ciri tersebut ialah kalimat bahasa

Indonesia, namun hal itu belum menjamin bahwa kalimat itu ialah kalimat

bahasa Indonesia baku.

Contoh kalimat:

di tempat itu dijadikan tempat pertemuan bagi pihak yang bertikai di Poso.

Kalimat ini bukanlah kalimat baku meskipun memiliki kelima ciri

kalimat diatas. Hal itu karena tidak terlihat unsur subjek di dalam kalimat

tersebut. Ciri kalimat baku menurut Susilo (1990:4), yaitu: gramatikal,

masuk akal, bebas dari unsur mubazir, bebas dari kontaminasi, bebas dari

interfensi, sesuai dengan ejaan yang berlaku dan sesuai dengan lafal bahasa

Indonesia.

F. Macam-macam Frasa, Klausa, dan Kalimat beserta Contohnya

1. Macam-macam Frasa

a. Berdasarkan Jenis/Kelas Kata

1) Frasa Nominal, yaitu frasa yang unsur pembentukannya berinti

kata benda. Dapat berfungsi menggantikan kata benda.

Contoh : buku tulis, lemari besi, ibu bapak

2) Frasa Verbal, yaitu frasa yang unsur pembentukannya berinti

kata kerja. Dapat berfungsi menggantikan kedudukan kata kerja

dalam kalimat.

Contoh : sedang belajar, akan datang, belum muncul

3) Frasa Ajektiva, yaitu frasa yang unsur pembentukannya berinti

kata sifat.

Contoh : cukup pintar, hitam manis, agak jauh

4) Frasa Preposisional, yaitu frasa yang unsur pembentukannya

menggunakan kata depan.

Contoh : di rumah, dari Bandung, ke pantai

10

10

b. Berdasarkan Unsur Pembentuknya

1) Frasa Endosentris, yaitu frasa yang unsur-unsurnya berfungsi

diterangkan (D) dan menerangkan (M) atau menerangkan (M)

dan diterangkan (D).

Contoh : anak ayam (DM), dua orang (MD)

Macam-macam frasa endosentris :

a) Frasa Atributif, yaitu frasa yang unsur pembentukannya

menggunakan pola DM atau MD.

Contoh : ibu kandung (DM), seorang anak (MD)

b) Frasa Apositif, yaitu frasa yang salah satu unsurnya (pola

menerangkan) dapat menggantikan kedudukan unsur

intinya (pola diterangkan).

Contoh : Farah si penari ular sangat cantik

D M

2) Frasa Eksosentris, yaitu frasa yang salah satu unsur

pembentuknya menggunakan kata tugas.

Contoh : dari Bandung, kepada teman

3) Frasa Koordinatif, yaitu frasa yang unsur-unsur pembentuknya

menduduki fungsi inti (setara).

Contoh : warta berita, sunyi sepi

c. Berdasarkan Satuan Makna yang Dikandung/Memiliki Unsur-unsur

Pembentuk

1) Frasa Biasa, yaitu frasa yang hasil pembentukannya memiliki

makna sebenarnya (denotasi).

Contoh : ayah membeli kambing hitam

2) Frasa Idiomatik, yaitu frasa yang hasil pembentukannya

menimbulkan/memiliki makna baru atau makna yang bukan

sebenarnya (makna konotasi).

Contoh : Pak Aldin banting tulang demi memenuhi kebutuhan

keluarganya

11

11

3) Frasa Ambigu, yaitu kegandaan makna yang menimbulkan

keraguan atau mengaburkan maksud kalimat.

Contoh : Perusahaan pakaian itu milik perancang busana wanita

terkenal

Frasa perancang busana wanita menimbulkan pengertian ganda :

a) Perancang busana wanita berjenis kelamin wanita

b) Perancang busana yang menciptakan model baju untuk

wanita.

2. Macam-Macam Klausa

a. Berdasarkan Kelengkapan Unsur Internalnya

1) Klausa Lengkap dan Klausa Tak Lengkap

Klausa lengkap ialah klausa yang memiliki unsur internal

lengkap, yaitu S dan P. Klausa lengkap ini berdasarkan struktur

internalnya, dibedakan lagi menjadi dua yaitu klausa susun

biasa dan klausa lengkap susun balik.

Klausa lengkap susun biasa ialah klausa lengkap yang S-

nya terletak di depan P. Adapun klausa lengkap susun balik

atau klausa lengkap inversi ialah klausa lengkap yang S-nya

berada di belakang P, misalnya :

(1) Tulisan Hendi sangat berbobot.

Klausa (1) disebut klausa lengkap susun biasa karena S-

nya yaitu tulisan Hendi berada di depan P, sangat berbobot.

Klausa tak lengkap atau dalam istilah Verhaar

(1999:279) klausa buntung merupakan klausa yang unsur

internalnya tidak lengkap karena di dalamnya tidak terdapat

unsur S dan hanya terdapat unsur P, baik disertai maupun tidak

disertai unsur P, Pel, dan Ket. Misalnya :

(2) terpaksa berhenti bekerja di perusahaan itu

Klausa (2) bisa berubah menjadi klausa lengkap jika di

sebelah kirinya ditambah S, misalnya ditambah frasa istri

12

12

saya sehingga menjadi (3) Istri saya terpaksa berhenti bekerja

di perusahaan itu.

2) Klausa Negatif dan Klausa Positif

Berdasarkan ada tidaknya kata negatif pada P, klausa

dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu klausa negatif dan

klausa positif. Klausa negatif ialah klausa yang di dalamnya

terdapat kata negatif, yang menegaskan P. Menurut Ramlan

(1987: 137), yang termasuk kata negatif, yang menegasikan P

ialah tidak, tak, tiada, bukan, dan belum. Berikut ini adalah

contoh klausa negatif :

(3) Deni tidak mengurus kenaikan pangkatnya.

Klausa (3) merupakan klausa negatif karena terdapat

kata tidak yang menegaskan mengurus.

3) Klausa Verbal dan Klausa Nonverbal

Berdasarkan kategori primer kata atau frasa yang

menduduki fungsi P pada konstruksinya, klausa dibedakan atas

klausa verbal dan klausa nonverbal. Klausa verbal ialah klausa

yang P-nya terdiri atas kata atau frasa golongan V. dilihat dari

golongan verbanya klausa verbal dibagi lagi menjadi klausa

verbal intransitif dan klausa verbal transitif. Klausa verbal

transitif ialah klausa yang mengandung verba transitif, dan

klausa verbal intransitif ialah klausa yang mengandung verba

intransitif.

Contoh klausa verbal intransitif ialah sebagai berikut :

(4) Taufik Hidayat tampil tidak maksimal di Jepang.

(5) Pengidap AIDS bertambah.

Klausa verbal transitif, dilihat dari wujud ketransitifan P-

nya dapat dibedakan menjadi (1) klausa aktif, (2) klausa pasif,

(3) klausa reflektif, dan (4) klausa resiprokal (Ramlan, 1987:

145-149). Klausa aktif ialah klausa yang P-nya berupa verba

transitif aktif. Klausa pasif ialah klausa yang P-nya berupa verba

13

13

transitif pasif. Klausa reflektif ialah klausa yang P-nya berupa

verba transitif reflektif, yaitu verba yang menyatakan

“perbuatan’ yang mengenai ‘pelaku’ perbuatan itu sendiri. Pada

umumnya verba itu berprefiks meng- yang diikuti kata diri.

Adapun klausa resiprokal adalah klausa yang P-nya berupa

verba transitif resiprokal, yaitu verba yang menyatakan

kesalingan.

Klausa nonverbal ialah klausa yang berpredikat selain

verba. Klausa nonverbal masih bisa dibedakan lagi menjadi (1)

klausa nominal, (2) klausa adjektival, (3) klausa preposisional,

(4) klausa numeral, dan (5) klausa adverbial. Contoh:

(6) Yang kita bela kebenaran

(7) Budi pekertinya mulia

(8) Aku bagai nelayan yang kehilangan arah

(9) Yang dikorupsi 300 juta rupiah

(10) Kedatangannya kemarin sore

4) Klausa Mandiri dan Klausa Tergabung

Klausa mandiri atau klausa bebas merupakan klausa yan

kehadirannya dapat berdiri sendiri. Klausa mandiri berpotensi

untuk menjadi kalimat tunggal. Misalnya:

Merokok dapat menyebabkan kanker

Nirina sedang belajar

Klausa tergabung atau klausa terikat adalah klausa yang

kehadirannya untuk menjadi sebuah kalimat plural tergabung

dengan klausa lainnya. Dalam kalimat plural, klausa tergabung

dapat berupa klausa koordinatif, atau klausa subordinatif.

Contoh:

(1) Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung,

impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin.

(2a) Nirina sedang belajar ketika terjadi gempa itu.

14

14

(2b) Karena baru pulang sesudah tugasnya selesai, Sri tidak

dapat menghadiri rapat.

Jika dicermati, konstruksi (1) berbeda dengan konstruksi

(2). Dalam konstruksi (1) terdapat klausa-klausa tergabung

secara koordinatif, sedangkan dalam konstruksi (2) terdapat

klausa-klausa tergabung secara subordinatif.

a) Klausa Koordinatif

Klausa koordinatif dapat dijumpai dalam kalimat plural

atau majemuk setara. Dalam kalimat plural atau majemuk setara,

semua klausanya berupa klausa koordinatif. Klausa tersebut

dinamakan klausa koordinatif karena secara gramatik

dihubungka secara koordinatif oleh penghubung-penghubung

koordinatif dan, atau, tetapi, lagi pula, lalu, namun, sebaliknya,

malahan, dan lain-lain.

Klausa koordinatif terdiri atas (1) koordinasi netral, (2)

koordinasi kontrastif, (3) koordinasi alternatif, (4) koordinasi

konsekutif, yang berturut-turut dapat dilihat dalam contoh-

contoh kalimat berikut.

(1) Saya menulis artikel itu, menyunting, dan mengirimkannya

ke media massa

(2) Mencari ilmu itu sulit, tetapi mengamalkannyajauh lebih

sulit

(3) Saudara mau bekerja atau melanjutkan studi ke jenjang S-2?

(3) Harga sepeda motor itu relative mahal, jadi perlu diangsur.

b) Klausa Subordinatif

Klausa subordinatif dapat dijumpai dalam kalimat plural

bertingkat. Jadi, dalam kalimat plural bertingkat selain terdapat

klausa atasan yang biasa dikenal dengan klausa induk, Klausa

inti, atau klausa matriks terdapat pula klausa bawahan atau

klausa sematan atau klausa subordinatif. Klausa bawahan dapat

15

15

dibedakan lagi menjadi klausa berbatasan dan klausa

terkandung.

Klausa berbatasan, merupakan klausa bawahan yang tidak

wajib hadir dalam kalimat plural. Klausa berbatasan dapat

dibedakan menjadi enam tipe yaitu klausa-klausa berbatasan:

(1) Final, contoh

Irfan rajin mengaji agar tidak menyesal dalam kehidupan

setelah mati.

(2) Kausal, contoh

Rombongan Suciwati merasa kecewa karena tidak

diperkenankan menjenguk Presiden Soeharto

(3) Kondisional, contoh

Jika diundang, ia mau datang.

(4) Konsekutif, contoh

Pendapatannya kecil, sehingga sampai sekarang belum

mampu membeli mobil.

(5) Konsesif, contoh

Orang itu tetap rendah hati meskipun telah menyandang

banyak prestasi.

(6) Temporal, contoh

Rui Costa, playmaker asal Portugal datang ke La

Viola setelah tiga musim memperkuat Benfica.

Dalam contoh-contoh tersebut, klausa yang dimulai

dengan konjungsi subordinatif seperti agar, karena, jika,

sehingga, meskipun, dan setelah-lah yang berturut-turut

dinamakan sebagai klausa berbatasan.

Klausa terkandung, merupakan klausa bawahan yang

kehadirannya bersifat wajib. Berdasarkan fungsinya dalam

kalimat plural bertingkat, klausa terkandung dapat

dikelompokkan menjadi klausa pewatas atau klausa modifikasi

dan klausa pemerlengkap.

16

16

(1) Klausa Pewatas

Klausa pewatas atau klausa pewatasan ialah klausa

subordinatif yang kehadirannya berfungsi mewatasi atau

mempertegas makna kata atau frasa yang diikutinya.

Contohnya ialah beberapa klausa dari sejumlah klausa

dalam kalimat plural berikut:

Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan

kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan

melainkan kepada orang-orang yang mempunyai

keberuntungan yang besar.

-Rombongan Suciwati tidak diperkenankan menjenguk

mantan presiden Soeharto yang sedang berbaring di

Rumah Sakit Pusat Pertamina Kebayoran Baru, Jakarta

Selatan.

(2) Klausa Pemerlengkap

Klausa pemerlengkap atau klausa pemerlengkapan

merupakan klausa yang berfungsi melengkapi (atau

menerangkan spesifikasi hubungan yang terkandung

dalam) verba matriks. Klausa pemerlengkap dibedakan

lagi menjadi: (1) klausa pemerlengkap preposisional, (2)

klausa pemerlengkap eventif, (3) klausa pemerlengkap

perbuatan.

Klausa pemerlengkap dikatakan bersifat

preposisional karena klausa tersebut biasanya berpenanda

kata bahwa yang menyatakan suatu proposisi. Contoh:

Dokter berkata, “ASI sangat baik untuk anak.”

Dokter berkata bahwa ASI sangat baik untuk anak.

Berita bahwa mahasiswa Unnes juara I dalam LKTIM

bidang sosial, tingkat wilayah B, pada tanggal 22-23 Mei

2006 menjadi sorotan media kampus.

17

17

Klausa eventif meliputi klausa yang menyatakan

peristiwa dan klausa yang menyatakan proses. Misalnya

ialah klausa yang dimulai dengan kata peristiwa dan

proses pada kalimat-kalimat berikut :

Peristiwa Joko mengundurkan diri (Peristiwa

pengunduran diri Joko) dari pekerjannya sudah terduga

sebelumnya.

Proses orang menyusun sebuah artikel (Proses

penyusunan sebuah artikel) hanya diketahui oleh para

penulis.

Adapun klausa perbuatan dapat dibedakan lagi menjadi

klausa perbuatan yang dilakukan, klausa perbuatan yang

tidak dilakukan, dan klausa perbuatan yang mungkin

dilakukan.

Klausa perbuatan yang dilakukan dapat ditandai oleh

verba melihat, menyaksikan, mengetahui, berhasil,

berhenti, dan mulai. Misalnya:

-Saya melihat (perbuatan) Zahra mendorong Ela

Klausa perbuatan yang tidak dilakukan dapat ditandai oleh

verba mencegah, menolak, gagal, dan lupa. Misalnya:

-Ayah mencegah kami membawa uang saku ke sekolah

Adapun klausa perbuatan yang mungkin dilakukan dapat

ditandai oleh verba bermaksud, berniat, bertekad,

merencanakan, menganjurkan, dan menyarankan.

Misalnya:

-Farah bermaksud memohon izin untuk tidak datang ke

kampus

18

18

3. Macam-macam Kalimat

a. Kalimat Tunggal

Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua

unsur inti pembentukan kalimat (subjek dan predikat) dan boleh

diperluas dengan salah satu atau lebih unsur-unsur tambahan (objek

dan keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk

pola kalimat baru. Contohnya :

Kalimat Tunggal Susunan Pola Kalimat

Nina bernyanyi S-P

Adik minum susu S-P-O

Ibu menyimpan uang di dalam laci S-P-O-K

b. Kalimat Majemuk

Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat yang mengandung dua

pola kalimat atau lebih. Kalimat majemuk dapat terjadi dari :

1) Sebuah kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas

sedemikian rupa sehingga perluasan itu membentuk satu atau

lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada.

Misalnya: Anak itu membaca puisi (kalimat tunggal)

Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang

membaca puisi.

(subjek pada kalimat pertama diperluas)

2) Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga

kalimat yang baru mengandung dua atau lebih pola kalimat.

Misalnya: Susi menulis surat (kalimat tunggal I)

Bapak membaca koran (kalimat tunggal II)

Susi menulis surat dan Bapak membaca koran.

Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat

dibedakan atas kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat,

dan kalimat majemuk campuran.

19

19

1) Kalimat Majemuk Setara

Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang

hubungan antara pola-pola kalimatnya sederajat. Kalimat

majemuk setara terdiri atas:

a) Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya

menggunakan kata-kata tugas : dan, serta, lagipula, dan

sebagainya.

Misalnya: Sisca anak yang baik lagi pula sangat pandai.

b) Kalimat majemuk setara memilih. Biasanya memakai kata

tugas: atau, baik, maupun.

Misalnya: Bapak minum teh atau Bapak makan nasi.

c) Kalimat majemuk setara perlawanan. Biasanya memakai

kata tugas: tetapi, melainkan.

Misalnya: Dia sangat rajin, tetapi adiknya sangat pemalas.

2) Kalimat Majemuk Bertingkat

Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat

tunggal, bagian kalimat yang diperluas sehingga membentuk

kalimat baru yang disebut anak kalimat. Sedangkan kalimat asal

(bagian tetap) disebut induk kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat

yang mengalami perluasan dikenal adanya:

a) Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat

pengganti subjek.

Misalnya: Diakuinya hal itu

P S

Diakuinya bahwa ia yang memukul anak itu.

anak kalimat pengganti subjek

b) Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat

pengganti predikat.

Misalnya: Katanya begitu

Katanya bahwa ia tidak sengaja menjatuhkan gelas itu.

anak kalimat pengganti predikat

20

20

c) Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat

pengganti objek.

Misalnya: Mereka sudah mengetahui hal itu.

S P O

Mereka sudah mengetahui bahwa saya yang mengambilnya.

anak kalimat pengganti objek

d) Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat

pengganti keterangan.

Misalnya: Ayah pulang malam hari

S P K

Ayah pulang ketika kami makan malam

anak kalimat pengganti keterangan

3) Kalimat majemuk campuran

Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk hasil

perluasan atau hasil gabungan beberapa kalimat tunggal yang

sekurang-kurangnya terdiri atas tiga pola kalimat.

Misalnya: Ketika ia duduk minum-minum (pola atasan), datang

seorang pemuda berpakaian bagus (pola bawahan I),

dan menggunakan kendaraan roda empat (pola

bawahan II).

c. Kalimat Inti, Luas dan Transformasi

1) Kalimat Inti

Kalimat inti adalah kalimat mayor yang hanya terdiri atas

dua kata dan sekaligus menjadi inti kalimat.

Ciri-ciri kalimat inti:

a) Hanya terdiri atas dua kata

b) Kedua kata itu sekaligus menjadi inti kalimat

c) Tata urutannya adalah subjek mendahului predikat

d) Intonasinya adalah intonasi ”berita yang netral”.

Artinya : tidak boleh menyebabkan perubahan atau

pergeseran makna laksikalnya..

21

21

2) Kalimat Luas

Kalimat luas adalah kalimat inti yang sudah diperluas

dengan kata-kata baru sehingga tidak hanya terdiri dari dua kata,

tetapi lebih.

3) Kalimat Transformasi

Kalimat transformasi merupakan kalimat inti yang sudah

mengalami perubahan atas keempat syarat di atas yang berarti

mencakup juga kalimat luas. Namun, kalimat transformasi

belum tentu kalimat luas.

Contoh kalimat Inti, Luas, dan Transformasi

1) Kalimat Inti. Contoh: Adik menangis.

2) Kalimat Luas. Contoh: Radha, Arief, Shinta, Mamas, dan Mila

sedang belajar dengan serius, sewaktu pelajaran matematika.

3) Kalimat transformasi. Contoh: Adik menangis tersedu-sedu

kemarin pagi

d. Kalimat Mayor dan Minor

1) Kalimat Mayor

Kalimat mayor adalah kalimat yang sekurang-kurangnya

mengandung dua unsur inti.

Contoh : Amir mengambil buku itu.

Ibu segera pergi ke rumah sakit menengok paman, tetapi

ayah menunggu kami di rumah Rati karena kami masih

berada di sekolah.

2) Kalimat Minor

Kalimat minor adalah kalimat yang hanya mengandung

satu unsur inti atau unsur pusat.

Contoh : Diam!

Sudah siap?

22

22

e. Kalimat Efektif

Kalimat efektif adalah kalimat berisikan gagasan pembicara atau

penulis secara singkat, jelas, dan tepat. Contoh : Amara pergi ke

sekolah, lantas kerumah temannya untuk belajar

f. Kalimat Tidak Efektif

Kalimat tidak efektif adalah kalimat yang tidak memiliki atau

mempunyai sifat-sifat yang terdapat pada kalimat efektif. Contoh :

Amara pergi ke sekolah, lantas amara pergi ke rumah temannya untuk

belajar

23

23

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sintaksis adalah cabang linguistik yang membahas struktur internal kalimat.

Struktur internal kalimat yang dibahas adalah frasa, klausa, dan kalimat.

Cakupan Sintaksis menurut Ramlan (1987:21) meliputi frasa, klausa,

kalimat, dan wacana.

Hubungan struktural antara kata dan kata, atau kelompok kata dan

kelompok kata yang lain, berbeda-beda. Sementara, kedudukan tiap kata atau

kelompok kata dalam kalimat itu berbeda-beda pula. Antara “kalimat” dan “kata”

terdapat dua satuan sintaksis antara, yaitu “klausa” dan “frasa”.

Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat

nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu

fungsi sintaksis di dalam kalimat. Klausa adalah satuan gramatikal yang memiliki

tataran di atas frasa dan di bawah kalimat, berupa kelompok kata yang sekurang-

kurangnya terdiri atas subjek dan predikat, dan berpotensi untuk menjadi kalimat.

Sedangkan kalimat adalah satuan bahasa berupa kata atau rangkaian kata yang

dapat berdiri sendiri dan menyatakan makna yang lengkap.

Frasa memiliki beberapa ciri yang dapat diketahui, yaitu : terbentuk atas dua

kata atau lebih dalam pembentukannya, menduduki fungsi gramatikal dalam

kalimat, mengandung satu kesatuan makna gramatikal, bersifat Non-predikatif.

Adapun ciri-ciri klausa adalah sebagai berikut: dalam klausa terdapat satu

predikat, tidak lebih dan tidak kurang dan klausa dapat menjadi kalimat jika

kepadanya dikenai intonasi final. Kalimat memiliki beberapa cirri yaitu:

bermakna, bersistem urutan frase, dapat berdiri sendiri dalam hubungannya

dengan kalimat yang lain, berjeda dan berhenti dengan berakhirnya intonasi.

Macam-macam frasa berdasarkan jenis/kelas kata yaitu: frasa nominal, frasa

verbal, frasa ajektiva, frasa preposisional. Berdasarkan unsur pembentuknya yaitu:

frasa endosentris, frasa eksosentris, frasa koordinatif. Berdasarkan satuan makna

24

24

yang dikandung/memiliki unsur-unsur pembentuk yaitu frasa biasa, frasa

idiomatik, dan frasa ambigu.

Macam-macam klausa berdasarkan kelengkapan unsur internalnya yaitu

klausa lengkap dan klausa tak lengkap, klausa negatif dan klausa positif, klausa

verbal dan klausa nonverbal, klausa mandiri dan klausa tergabung.

Macam-macam kalimat yaitu: kalimat tunggal, kalimat majemuk, kalimat

inti, luas dan transformasi, kalimat mayor dan minor, kalimat efektif, kalimat

tidak efektif.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis menyarankan kepada para pembaca

khususnya kepada mahasiswa yang mengambil jurusan PGSD jenjang S1 untuk

dapat meningkatkan pemahamannya mengenai sintaksis (tatakalimat Bahasa

Indonesia) guna terwujudnya pelaksanaan proses pembelajaran yang baik

khususnya pembelajaran bahasa di Sekolah Dasar.

25

25

DAFTAR PUSTAKA

Baehaqie, Imam. 2008. Sintaksis Teori dan Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Emji. 2013. Sintaksis. Diunduh dari

http://emji8.blogspot.com/2013/06/sintaksis.html pada tanggal 23

September 2014.

Hasan Alwi, dkk. 2013. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka

Lanin, Ivan. 2011. Kata, Frasa, Klausa, dan Kalimat. Diunduh dari

http://www.bahasakita.com/kata-frasa-klausa-dan-kalimat/ pada tanggal

23 September 2014.

Syarifudin. 2013. Jenis-jenis Frasa dalam Bahasa Indonesia. Diunduh dari

http://syafruddin41.blogspot.com/2013/11/jenis-jenis-frasa-dalam-

bahasa-indonesia.html pada tanggal 23 September 2014.