sinergi pemberdayaan masyarakat dalam kemampuan kewirausahaan dengan konsep .... - dianmas hal 118 -...
TRANSCRIPT
SINERGI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM KEMAMPUAN KEWIRAUSAHAAN DENGAN KONSEP
EKOWISATA DI KECAMATAN PETUNGKRIYONO, KABUPATEN PEKALONGAN
Beny Diah Madusari, Anwar Fauzan, Siti As’adah Hijriwati
UNIKAL Pekalongan
Abstrak
Pengembangan ekowisata di Petungkriyono dihadapkan pada berbagai faktor internal mapun eksternal yang makin kompleks, seperti rendahnya pendidikan, infrastruktur yang terbatas dan adanya faktor pembatas pengembangan wilayah yang tidak boleh mengganggu keberadaan hutan lindung. Untuk memecahkan persoalan tersebut diperlukan kebijakan terarah dengan perencanaan pengembangan yang matang melalui penerapan konsep pembangunan sistem dan usaha pendukung ekowisata sehingga, masyarakat juga tidak hanya sebagai obyek tapi sekaligus subyek dalam pembangunan yang berkelanjutan. Untuk itu UNIKAL Pekalongan dan STIEPARI Semarang, melaksanakan pengabdian masyarakat untuk membantu pemerintah dalam mengembangkan ekowisata berbasis kewirausahaan denagn mengoptimalkan potensi lokal. kegiatan ini menggunakan dua metode yakini Metode RRA dan PRA. Metode RRA ( Rapid Rural Appraisal ) ini adalah metode pengumpulan informasi yang dikumpulkan oleh pihak luar (outsiders) kemudian data dibawa pergi, dianalisis dan peneliti membuat perencanaan tanpa menyertakan masyarakat. Metode PRA (Participatory Rapi Aprpraisal)dini merupakan metode pemahaman lokasi dengan cara belajar dari, untuk dan bersama dengan masyarakat untuk mengetahui, menganalisis dan mengevaluasi hambatan dan kesempatan melalui multi disiplin dan keahlian untuk menyusun informasi serta pengambilan keputusan sesuai dengan kebutuhan. Simpulan yang dapat diambil dari serangkaian kegiatan IbW Ekowisata adalah masyarakat Petungkriyono sangat antusias dan bersungguh-sungguh untuk mewujudkan kawasan Petungkriyono sebagai daerah Ekowisata ; telah terbentuk paket-paket wisata di kawasan Ekowisata Petungkriyono.Perlu keseriusan Pemkab Pekalongan guna mewujudkan Petungkriyono sebagai kawasan Ekowisata guna peningkatan PAD dan kesejahteraan masyarakat maka dibuat situs dengan alamat www.petungkriyono.com, dengan harapan masyarakat dalam dan luar negeri tertarik dengan potensi alam yang ada untuk menikmati keindahannya sekaligus menanamkan modal.
Kata kunci : Ekowisata, Petungkriyono
A. PENDAHULUAN
Kabupaten Pekalongan terletak di sepanjang pantai utara Laut Jawa, memanjang
ke selatan berbatasan dengan wilayah eks-Karesidenan Banyumas. Terletak antara 6° – 7°
23’ Lintang Selatan dan di antara 109° – 109° 78’ Bujur Timur dengan topografi wilayah
mulai dari dataran rendah (pantai) di sebelah utara dan Pegunungan di sebelah selatan.
Luas wilayah + 836,13 km2. Potensi yang dimiliki Kabupaten Pekalongan dalam
pengembangan pembangunan adalah bidang pertanian, perikanan dan kehutanan.
Kabupaten Pekalongan juga berpotensi dalam bidang industri dan seni, terutama batik.
118 Beny Diah Madusari, Anwar Fauzan, Siti As’adah Hijriwati
Kebijakan pembangunan daerah pada masa lalu yang dikonsentrasikan di daerah
utara menyebabkan beberapa wilayah kecamatan bagian Selatan Kabupaten Pekalongan
sangat tertinggal dibandingkan dengan daerah lainnya, terutama Kecamatan
Petungkriyono. Lokasinya yang paling jauh dari ibukota kabupaten dan sebagian besar
wilayahnya berupa hutan lindung dan hutan rakyat adalah salah satu kendala dalam
pemerataan pembangunan di daerah ini.
Kecamatan Petungkriyono dengan total luas wilayah 7.358,527 Ha, 75%-nya
berupa hutan (hutan lindung dan hutan rakyat), sedangkan bangunan /pekarangan hanya
menempati 1,63% dari luas wilayah. Petungkriyono tidak hanya tertinggal dalam
pembangunan fisik, tetapi juga tertinggal dalam pembangunan sumber daya manusianya.
Selain adanya kendala tersebut, ternyata Kecamatan Petungkriyono memiliki potensi
sumber daya alam yang khas dan tidak dimiliki oleh wilayah lainnya, seperti panorama
alam, sumber daya air yang melimpah dan iklim yang sesuai untuk pengembangan
tanaman hortikultura.
Gambar 1. Prosentase alokasi penggunaan lahan di Kec. Petungkriyono (BPS, 2006)
Sawah; 3,19%Bangunan/pekaangan; 1,63%
tegalan; 18,75%
Gulma; 0,86%
Padang rumput; 0,03%
Kolam; 0,09%
Hutan lindung & hutan rakyat; 75,16%
lain; 0,29%
Beny Diah Madusari, Anwar Fauzan, Siti As’adah Hijriwati 119
B. SUMBER INSPIRASI
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu tantangan
terbesar pada Era Otonomi Daerah di Indonesia. Berbagai kebijakan telah banyak diambil
oleh para Pimpinan Daerah, baik tingkat Kabupaten / Kota maupun Propinsi. Upaya yang
lazim diterapkan daerah adalah dengan menaikkan biaya retribusi dan pajak yang dapat
dikelola daerah, penanaman saham dari berbagai insvestor, pengembangan wisata daerah
dan lain sebagainya. Tidak sedikit kebijakan tersebut tak bermakna dan justru menjadi
beban masyarakat, karena banyak Pimpinan Daerah yang berfikir pragmatis dan instan.
Oleh karena itu sebagai bentuk sumbangsih dunia akademisi dalam rangka
pembangunan daerah, kami mencoba merumuskan Pengembangan Ekowisata
Petungkriyono Kabupaten Pekalongan melalui program IPTEK bagi Pengembangan
Wilayah (IbW) dengan mengajak tim dari STIEPARI Semarang dan bekerja sama dengan
Pemerintah Kabupaten Pekalongan.
Pengembangan ekowisata di Petungkriyono dihadapkan pada berbagai faktor
internal mapun eksternal yang makin kompleks, seperti rendahnya pendidikan,
infrastruktur yang terbatas dan adanya faktor pembatas pengembangan wilayah yang tidak
boleh mengganggu keberadaan hutan lindung. Untuk memecahkan persoalan tersebut
diperlukan kebijakan terarah dengan perencanaan pengembangan yang matang melalui
penerapan konsep pembangunan sistem dan usaha pendukung ekowisata sehingga
pengembagan ekowista tersebut lebih dipandang sebagai serangkaian berbagai kegiatan
yang mengimplementasikan konsep wisata yang tetap menjaga keseimbangan alam secara
utuh terkait dengan pembangunan wilayah pedesaan dengan memanfaatkan sumberdaya
dan budaya lokal
Karakteristik agroekologi suatu wilayah merupakan komponen dasar utama dalam
merakit dan menerapkan teknologi di wilayah itu. Oleh karena itu, pemahaman terhadap
kondisi agroekologi suatu wilayah merupakan kunci keberhasilan dalam pemecahan
masalah ini. Oleh karena itu dalam identifikasi permasalahan dan solusi pemecahannya
akan digunakan metode Rapid Rural Appraisal (RRA) dan metode Participatory Rural
Appraisal (PRA).
120 Beny Diah Madusari, Anwar Fauzan, Siti As’adah Hijriwati
DIAN MAS, Volume 1, Nomor 2, September 2012
C. METODE
1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
IbW ekowisata Petungkriyono telah dilaksanakan mulai Maret 2009 sampai
dengan Desember 2010, mencakup tiga desa di Kecamatan Petungkriyono. Ketiga desa
tersebut adalah desaYosorejo, Desa Tlogopakis dan Desa Gumelem.
2. Metode Kegiatan
Guna tercapainya tujuan kegiatan ini maka dalam pelaksanaan IbW telah
dilaksanakan dalam beberapa tahapan, yaitu:
Metode RRA ini adalah metode pengumpulan informasi yang dikumpulkan oleh
pihak luar (outsiders) kemudian data dibawa pergi, dianalisis dan peneliti membuat
perencanaan tanpa menyertakan masyarakat. Dalam kegiatan ini Perguruan Tinggi sebagai
pelaksana akan menggali berbagai informasi dari sumber Pemerintah Daerah khususnya
dari Data Dalam Angka (DDA), Dinas Pariwisata, Dinas Pertanian, Dinas Perikanan serta
instansi terkait lainnya di wilayah Kabupaten Pekalongan. Selain itu penggalian data juga
diperoleh dari berbagai laporan, kajian ilmiah maupun pustaka lainnya. Data tersebut
kemudian dikompilasi meliputi potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, serta
informasi potensi lainnya yang berkaitan dengan wisata alam.
Metode ini merupakan metode pemahaman lokasi dengan cara belajar dari, untuk
dan bersama dengan masyarakat untuk mengetahui, menganalisis dan mengevaluasi
hambatan dan kesempatan melalui multi disiplin dan keahlian untuk menyusun informasi
serta pengambilan keputusan sesuai dengan kebutuhan. Kegiatan ini dengan menerjunkan
para mahasiswa Universitas Pekalongan dan STIEPARI Semarang agar diperoleh
informasi lengkap di lokasi. Data yang dikumpulkan melalui Direct Observation agar
dapat diperoleh cross check terhadap jawaban-jawaban masyarakat agar menghasilkan
MAPPING yang dapat menggambarkan secara lengkap sarana fisik, kondisi sumber daya
alam pertanian, perikanan dan panorama alam serta sumber daya manusia. Hasil pemetaan
ini akan digunakan untuk teknik PRA yang lain. Tahapan PRA ini diharapkan mampun
mengumpulkan informasi yang lengkap dan mendalam sehingga dapat direncanakan dan
dijalankan program-program sesuai kebutuhan masyarakat Petungkriyono.
Beny Diah Madusari, Anwar Fauzan, Siti As’adah Hijriwati 121
Sinergi Pemberdayaan Masyarakat dalam Kemampuan Kewirausahaan...
D. KARYA UTAMA DAN ULASAN KARYA
Pada tahapan ini merupakan tindakan lebih lanjut dari kesimpulan awal yang
dapat diambil melalui dua tahapan awal, yaitu menumbuhkembangkan kewirausahaan
pendukung program ekowisata yang telah dicanangkan.
Program akhir dari kegiatan IbW ini adalah mewujudkan Petungkriyono sebagai
daerah kunjungan wisata. Guna mewujudkan hal ini perlu dibentuk IbW dan serangkaian
promosi maupun pameran wisata.
Gambar 2. Pola pendekatan program IbW di Kec. Petungkriyono
E. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari serangkaian kegiatan IbW Ekowisata
adalah :
1. Masyarakat Petungkriyono sangat antusias dan bersungguh-sungguh untuk
mewujudkan kawasan Petungkriyono sebagai daerah Ekowisata.
2. Telah terbentuk paket-paket wisata di kawasan Ekowisata Petungkriyono.
122 Beny Diah Madusari, Anwar Fauzan, Siti As’adah Hijriwati
DIAN MAS, Volume 1, Nomor 2, September 2012
3. Telah diluncurkan akses ekowisata didunia maya melalui www.petungkriyono.com
Perlu keseriusan Pemkab Pekalongan guna mewujudkan Petungkriyono sebagai kawasan
Ekowisata guna peningkatan PAD dan kesejahteraan masyarakat .
F. DAMPAK DAN MANFAAT
Kegiatan IbW yang telah berlangsung selama dua tahun, sedikit banyak telah
memberikan warna dan pengaruh positif dalam percepatan pembentukan kawasan
Petungkriyono sebagai daerah Ekowisata. beberapa hal yang telah dicapai dari pelaksanaan
kegiatan tersebut adalah :
1. Terbentuknya Kelompok Kerja Sadar Wisata (Pokdarwis)
2. Terbentuknya Kelompok Kerja Sadar Hukum (Pokdarkum)
3. Terbangunnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian alam dan potensi
wisata yang ada
4. Terlatihnya Karangtaruna sebagai Guide Tour Ekowisata
5. Terbentuknya koperasi wanita sebagai produsen cinderamata makanan dan soufenir di
Petungkriyono
6. Website ekowisata petungkriyono www.petungkriyono.com
7. Terbentuk paket-paket wisata Petungkriyono
8. Terbangunnya kesadaran masyarakat untuk berwirausaha sebagai pendukung paket
ekowisata : jasa boga, makanan ringan/khas petungkriyono, pertanian beras hitam
organik, perikanan air tawar
9. rintisan pembantukan BPW
Banyaknya keberhasilan yang telah terwujud bukan berarti tidak ada kendala yang
berarti. Kendala utama yang dihadapi dalam pelaksanaan IbW in iadalah masih minimnya
dukungan dari Pemkab dan perubahan struktural yang sering terjadi di Pemkab Pekalongan
menyebabkan sulitnya penyamaan pemahaman antara tim dengan Pemkab. Pekalongan.
G. DAFTAR PUSTAKA
(1) BPS Kabupaten Pekalongan. 2006
Beny Diah Madusari, Anwar Fauzan, Siti As’adah Hijriwati 123
Sinergi Pemberdayaan Masyarakat dalam Kemampuan Kewirausahaan...
(2) Chamber Robert, 2006. Rappid Rural Appraisal. Public Administration .Vol 1, Issue 2, page 95-105. On line 13 september 2006. 10.1002/pad.4230010202
(3) Dawys, 2000. Environmental Conservation . Vol 24,Issue 02. (4) UU No 10 tahun 2009. Tentang Kepariwisataan.
H. PENGHARGAAN
Pada kesempatan ini pula kami mengucapkan syukur Alhamdulillah atas
terlaksananya IbW Ekowisata dan ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada :
DP2M DIKTI atas kesempatan yang telah diberikan kepada Tim.
124 Beny Diah Madusari, Anwar Fauzan, Siti As’adah Hijriwati
DIAN MAS, Volume 1, Nomor 2, September 2012