karya tulis ilmiah beny saputra ttg ham orang rimba jambi fh unja

59
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. 1 Maka meskipun setiap orang terlahir dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan yang berbeda-beda, ia tetap mempunyai hak-hak tersebut. Selain bersifat universal, hak-hak itu juga tidak dapat dicabut (inalienable). Artinya seburuk apapun perlakuan yang telah dialami seseorang atau betapapun bengisnya perlakuan seseorang, ia tidak akan berhenti menjadi manusia dan karena itu tetap memiliki hak-hak tersebut. Dengan kata lain, hak-hak itu melekat 1 Jack Donnely, Universal Human Rights in theory and practice, Cornell University Press, Ithaca and London, 2003, hlm. 7-12. juga Maurice Cranston, What are Human Rights? Taplinger, New York, 1973, hlm.70 2 2

Upload: benyfh

Post on 14-Jun-2015

2.265 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

HAM orang rimba di jambi

TRANSCRIPT

Page 1: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-

mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan

kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-

mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.1 Maka meskipun setiap orang

terlahir dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan

yang berbeda-beda, ia tetap mempunyai hak-hak tersebut. Selain bersifat

universal, hak-hak itu juga tidak dapat dicabut (inalienable). Artinya seburuk

apapun perlakuan yang telah dialami seseorang atau betapapun bengisnya

perlakuan seseorang, ia tidak akan berhenti menjadi manusia dan karena itu tetap

memiliki hak-hak tersebut. Dengan kata lain, hak-hak itu melekat pada dirinya

sebagai mahluk insani, dan siapapun wajib menghormatinya termasuk negara.2

Keberadaan negara adalah menjamin HAM dalam peraturan perundang-

undangannya serta memastikan terpenuhinya HAM tersebut dalam tataran

implementasi. Dalam konteks ini memanusiakan manusia atau memperlakukan

manusia sesuai dengan kodratnya merupakan suatu keharusan bagi penyelenggara

negara yaitu pemerintah dan pemerintah daerah termasuk memberikan perlakuan

lebih kepada kelompok khusus. Kelompok khusus adalah kelompok yang secara

sosial, ekonomi, budaya dan politik rentan karena ketidakmampuan kelompok ini

dalam berhadapan dengan kelompok lain dalam masyarakat. Hak kelompok

khusus merujuk pada ketentuan Pasal 5 ayat (3) Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999 tentang HAM: “Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang

1 Jack Donnely, Universal Human Rights in theory and practice, Cornell University Press, Ithaca and London, 2003, hlm. 7-12. juga Maurice Cranston, What are Human Rights? Taplinger, New York, 1973, hlm.702 Rhona K.M. Smith et al, Hukum Hak Asasi Manusia, Pusham UII, Yogyakarta, 2008. hlm 11.

2

2

Page 2: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

rentan berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan

kekhususannya”.

Salah satu kelompok rentan atau sering disebut kelompok defable itu

adalah Orang Rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) atau Suku Kubu yang telah

hidup menetap dan menjalani kehidupan dalam kawasan hutan selama ratusan

tahun yang lalu, di lokasi-lokasi yang kaya sumber daya alam. Lokasi-lokasi

tersebut diantaranya adalah kawasan pesisir dan hutan di Provinsi Jambi yang

sekarang dikenal sebagai Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD). Berdasarkan

ketentuan Undang-undang Nomor 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber

Daya Alam Hayati dan Ekosistem ditentukan bahwa tidak boleh ada aktivitas

kehidupan di TNBD. Kebijakan taman nasional ini telah mengancam eksistensi

dan hak hidup Orang Rimba yang jumlahnya mencapai 2950 jiwa.3

Pembangunan Taman Nasional Bukit Dua Belas yang dibentuk melalui

Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 258/Kpts-II/2000,

dipermasalahkan oleh Orang Rimba. Taman Nasional Bukit Dua Belas sendiri

mempunyai luas wilayah 65.300 hektar dan secara administratif berada di tiga

kabupaten, yaitu Batang Hari, Tebo, dan Sarolangun di Provinsi Jambi. Selain

Taman Nasional ada bentuk pengelolaan kawasan konservasi lainya yaitu Cagar

alam dan Suaka Marga satwa. Salah satu aturan dalam taman nasional adalah

pembentukan Zonasi, yaitu Zona Inti, Zona Rimba, Zona Pemanfaatan, dan Zona

lainnya, yang menyesuaikan kebutuhan setempat. Zona inti menurut aturannya

adalah kawasan yang tidak boleh dimasuki, diakses dan dimanfaatkan oleh

masyarakat, termasuk masyarakat adat. Demikian pula dengan zona rimba.

Sedangkan zona lain dapat dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya dengan

tidak merubah fungsi pokok kawasan. Ketentuan zonasi ini masuk dalam Rencana

Pengelolaan Taman Nasional Bukit Dua Belas (RPTNBD) yang disusun oleh

3 Komnas HAM, Laporan Akhir Pemantauan Dugaan Pelanggaran Hak Masyarakat Adat Orang Rimba, Jakarta, 2007, hlm.17.

2

2

Page 3: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi yang menimbulkan

keresahan bagi Orang Rimba, karena zonasi membatasi ruang hidup Orang

Rimba, baik untuk kegiatan ekonomi, sosial, maupun budaya.4

Sebagai kelompok khusus Orang Rimba merupakan kelompok minoritas

secara sosial, ekonomi, budaya, politik, dan pembangunan, dibandingkan dengan

masyarakat lainnya. Posisi minoritas tersebut mengakibatkan Orang Rimba sangat

rentan sebagai obyek pelanggaran hak asasi manusia. Orang Rimba juga tidak

tahu bahwa hak asasinya telah dilanggar karena belum mempunyai kemampuan

secara mandiri membela hak-haknya. Karena kekhususan ini, maka Orang Rimba

berhak mendapat perlakuan yang khusus atas setiap kebijakan yang ada sehingga

mendukung pola kehidupan yang mereka jalani, sekaligus untuk menghindari

kerugian bagi mereka. Setiap kebijakan yang ada seharusnya menyesuaikan

dengan pola hidup dan kebudayaan mereka, bukan sebaliknya agar tidak akan

menimbulkan gejolak dan keresahan sosial.5

Kebijakan taman nasional menurut sejarahnya bukan merupakan kebijakan

yang genuine dari masyarakat Indonesia, namun diadopsi dari model konservasi

Negara Amerika Serikat yang dimulai dari pada abad 18. Secara sosial, ekonomi,

budaya, masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat adat mempunyai pola

pelestarian hutan yang berbasis kearifan lokal. Pola kebijakan taman nasional

dengan demikian akan berseberangan dan melanggar kekhususan Orang Rimba,

yang sudah mempunyai pola pelestarian hutan yang mandiri dan khas. Dalam

Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan

“Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam

masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum,

masyarakat, dan Pemerintah”.

Terkait dengan adanya ketidaksinkronan berbagai instrumen hukum

mengenai kebijakan Taman Nasional dan jaminan hak asasi orang rimba, apabila

4 Komnas HAM, Ibid..5 Komnas HAM, Ibid.

2

2

Page 4: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

merujuk pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundangan-undangan maka Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan

Perkebunan Nomor: 258/Kpts-II/2000 tersebut dapat dianggap bertentangan

dengan Undang-undang Nomor 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya

Alam dan Ekosistem. Di sisi lain, terdapat Surat Keputusan Menteri Kehutanan

dan Perkebunan Nomor: 258/Kpts-II/2000 yang menjamin hak asasi orang rimba

untuk hidup di TNBD. Persoalan potensi pelanggaran HAM Orang Rimba antara

lain berupa hak hidup, hak atas tanah ulayat dan hak untuk hidup bermartabat

dalam kaitannya dengan kebijakan taman nasional yang mengatur tidak boleh ada

aktivitas kehidupan pada zonasi tertentu, tempat dimana Orang Rimbo telah hidup

sejak lama perlu ditelaah dalam karya tulis ini dengan merumuskan judul

Kebijakan Pemerintah dalam Pemenuhan HAM Orang Rimba di Provinsi Jambi.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan paparan di latar belakang maka masalah dalam karya tulis ini

dititikberatkan pada tiga persoalan berikut:

1. Bagaimanakah status perlindungan dan pemenuhan HAM Orang Rimba

dalam kaitannya dengan kebijakan taman nasional di Provinsi Jambi.?.

2. Bagaimanakah kebijakan Pemerintah ke depan dalam upaya perlindungan

dan pemenuhan HAM Orang Rimba di Provinsi Jambi?.

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan karya tulis ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menelaah status perlindungan dan pemenuhan

HAM Orang Rimba dalam kaitannya dengan kebijakan taman nasional di

Provinsi Jambi.

2

2

Page 5: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

2. Untuk menelaah dan merumuskan kebijakan Pemerintah ke depan dalam

upaya perlindungan dan pemenuhan HAM Orang Rimba di Provinsi

Jambi?

1. 4 Manfaat

Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari karya tulis ini adalah:

1.4.1 Secara teoritis meningkatkan pengetahuan dan pemahaman penulis

berkaitan dengan mata kuliah Hukum HAM

1.4.2. Secara praktis memberikan alternatif kebijakan bagi pihak terkait dalam

perlindungan dan pemenuhan HAM kelompok khusus pada umumnya,

Orang Rimba di provinsi jambi khususnya.

2

2

Page 6: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

BAB II

TELAAH PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Hak Asasi Manusia

Asal-usul gagasan mengenai hak asasi manusia (HAM) bersumber dari

teori hak kodrati (natural rights theory). Teori kodrati mengenai hak itu bermula

dari teori hukum kodrati (natural law theory), yang terakhir ini dapat dirunut

kembali sampai jauh ke belakang hingga ke zaman kuno dengan filsafat stoika

hingga ke zaman modern melalui tulisan-tulisan hukum kodrati santo thomas

aquinas.6 Selanjutnya, Hugo de Groot mengembangkan lebih lanjut teori hukum

kodrati aquinas dengan memutus asal-usulnya yang teistik dan membuatnya

menjadi produk pemikiran sekuler yang rasional. Dengan landasan inilah

kemudian pada perkembangan selanjutnya oleh John Locke dikemukakan

pemikiran mengenai teori hak-hak kodrati.

Gagasan locke mengenai hak-hak kodrati diadakan melalui suatu kontrak

sosial (social contract), perlindungan atas hak yang tidak dapat dicabut ini

diserahkan kepada negara. Tetapi, menurut Locke, apabila penguasa negara

mengabaikan kontrak sosial itu dengan melanggar hak-hak kodrati individu, maka

rakyat di negara itu bebas menurunkan sang penguasa dan menggantikannya

dengan suatu pemerintah yang bersedia menghormati hak-hak tersebut. Melalui

teori hak-hak kodrati ini, maka eksistensi hak-hak individu yang pra-positif

mendapat pengakuan yang kuat dalam suatu kontrak sosial yang disebut

konstitusi.7

Menurut John Locke seorang individu memiliki hak-hak alamiah yang

terpisah dari pengakuan politis yang diberikan negara pada mereka. Hak-hak

alamiah ini dimiliki secara terpisah dan dimiliki lebih dahulu dari pembentukan

6 Rona K.M. Smith, op cit, hlm. 127

? Ibid.

2

2

Page 7: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

komunitas politik manapun. Tujuan utama pelantikan pejabat politis di suatu

negara berdaulat seharusnya adalah untuk melindungi hak-hak mendasar individu.

Bagi Locke, perlindungan dan dukungan pemerintahan bagi hak individu

merupakan justifikasi tunggal dalam pembentukan pemerintahan. Negara hadir

untuk melayani kepentingan dan hak-hak alamiah masyarakatnya, bukan untuk

melayani sistem.8

Gagasan HAM kemudian mengalami perkembangan yang progresif pasca

Perang Dunia II. Pengalaman buruk dunia internasional dengan peristiwa

Holocaust Nazi, membuat dunia merancang instrumen internasional yang

dipergunakan sebagai standar pencapaian HAM, terlebih dengan terbentuknya

perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Dituangkannya prinsip menegaskan kembali

kepercayaan terhadap HAM, terhadap martabat manusia, terhadap kesetaraan hak

laki-laki dan perempuan dan kesetaraan negara besar dan kecil. Seturut dengan itu

dirumuskan pula kewajiban negara untuk melindungi, menghormati dan

memenuhi HAM. Dari sinilah dimulai internasionalisasi HAM. Sejak saat itulah

masyarakat internasional bersepakat termasuk Indonesia menjadikan HAM

sebagai ”suatu tolok ukur pencapaian bersama bagi semua rakyat dan semua

bangsa (a commond standard of achievement for all peoples and all nations)”

melalui instrumen Deklarasi Umum HAM atau International Bill of Human

Rights, berikut dua Kovenannya yaitu Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

(International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights) disebut hak

ekosob serta Kovenan Hak Sipil dan Politik (hak sipol). Kedua Kovenan

Internasional dimaksud telah pula diratifikasi oleh Indonesia.

Daftar hak sipil dan politik (sipol) sebagaimana dimuat dalam Kovenan

Sipol menjamin suatu ruang kebebasan dimana individu sendirilah yang berhak

menentukan dirinya sendiri. Termasuk dalam hak ini adalah hak hidup, hak

8 Scott Davidson, Hak Asasi Manusi : Sejarah, Teori, dan Praktek dalam Pergaulan Internasional, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1994, hlm 36.

2

2

Page 8: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

kebebasan bergerak, hak perlindungan terhadap hak milik, hak kebebasan

berkumpul dan menyatakan pikiran, hak bebas dari hukum yang berlaku surut dan

hak memperoleh peradilan yang fair. Negara tidak boleh berperan aktif

terhadapnya karena akan mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak dan

kebebasan tersebut.9

Berbeda dengan hak sipol, hak ekosob berawal mula dari tuntutan agar

negara menyediakan pemenuhan terhadap kebutuhan dasar setiap orang, mulai

dari makan sampai pada kesehatan. Negara dengan demikian dituntut bertindak

lebih aktif, agar hak-hak tersebut dapat terpenuhi. Karena itu hak ekonomi sosial

dan budaya ini dirumuskan dalam bahasa yang positif ”hak atas” (rights to) bukan

dalam bahasa yang negatif ”bebas dari” (freedom from). Hak-hak ini adalah hak

atas pekerjaan dan upah yang layak, hak atas jaminan sosial, hak atas pendidikan,

hak atas kesehatan, hak atas pangan, hak atas perumahan, hak atas tanah, hak atas

lingkungan yang sehat dan hak atas perlindunngan hasil karya ilmiah, kesusatraan

dan kesenian.

Hak-hak ekonomi, sosial dan budaya ini sering dikatakan sebagai hak-hak

positif. Yang dimaksud dengan hak-hak positif di sini adalah bahwa pemenuhan

hak-hak tersebut sangat membutuhkan peran aktif negara. Keterlibatn negara di

sini harus menunjukan tanda plus (positif), tidak boleh menunjukan tanda minus

(negatif). Jadi untuk memenuhi hak-hak yang dikelompokkan hak ekonomi, sosial

dan budaya, negara diwajibkan untuk menyusun dan menjalankan program dan

mengevaluasinya bagi pemenuhan hak-hak tersebut. Sejumlah negara telah

memasukkan hak ini ke dalam Konstitusi mereka termasuk Indonesia.

2.2. Instrumen Hukum HAM bagi Perlindungan Kelompok Khusus

Komitmen bangsa Indonesia sebagai negara hukum tersebut diwujudkan

dalam satu bab khusus tentang hak asasi manusia di Undang-undang dasar 1945

9 Rona K.M. Smith, 2009, hlm. 37.

2

2

Page 9: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

yakni pasal 28 dan pasal 28A sampai pasal 28 J. Selain pada bab khusus pada

undang – undang dasar 1945 juga terdapat pada Undang-undang Nomor.39 Tahun

1999 tentang HAM, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan

Kovenan Hak Ekonomi Sosial dan Budaya serta Undang-undang Nomor 12

Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Hak Sipil dan Politik.

Secara normatif jaminan hak hidup sebagai HAM di Indonesia berlaku

bagi seluruh warga negara indonesia tanpa terkecuali seperti yang disebutkan

dalam pasal 28A Undang Undang Dasar 1945 bahwa ”Setiap orang berhak untuk

hidup serta berhak me mpertahankan hidup dan Kehidupannya”. Perumusan

”setiap orang” dalam konstitusi tersebut mengindikasikan hak yang dimaksud

berlaku bagi seluruh warga negara komponen bangsa tanpa terkecuali termasuk di

dalamnya masyarakat adat. Hak kelompok khusus merujuk pada ketentuan Pasal

5 ayat (3) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999: “Setiap orang yang termasuk

kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh perlakuan dan

perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya”. Kemudian, dalam Pasal 6

ayat (1) disebutkan: “Dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan

dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi

oleh hokum, masyarakat, dan Pemerintah”. Pasal 6 ayat (2) yaitu : “Identitas

budaya masyarakat huku adat”, termasuk hak atas tanah ulayat dilindungi,

selaras dengan perkembangan zaman.

Seterusnya, kewajiban, dan tanggung jawab negara berdasarkan pada

Undang-undang Nomor. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yaitu:

Pasal 8 : Perlindungan, Pemajuan, Penegakan, dan Pemenuhan hak asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab pemerintah.

Pasal 71 : Pemerintah Wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang ini, peraturan perUndang-undangan lain, dan hokum international tentang Hak asasi manusia yang diterima oleh Negara Republik Indonesia.

2

2

Page 10: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

Pasal 72 : Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 71, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hokum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan Negara, dan bidang lain.

Suatu terobosan historis terhadap kebuntuan yang dialami selama berpuluh

dalam perjuangan melindungi, mengakui, dan menghormati hak masyarakat

hukum adat ini tercapai sewaktu Sidang Umum PBB mensahkan U.N.

Declaration on the Rights of the Indigenous Peoples, 13 September 2007. Sudah

barang tentu, sebagai dokumen yang non-legally binding, deklarasi ini tidak

memerlukan ratifikasi, namun norma-norma yang terkandung di dalamnya

bermanfaat sebagai salah satu rujukan, termasuk bagi Indonesia dalam pengakuan dan

pernghormatan terhadap masyarakat adat termasuk Orang Rimba.10

Orang Rimba atau Suku Kubu atau Suku Anak Daalam (SAD) merupakan

suku minoritas yang termarginalkan dalam tatanan masyarakat provinsi Jambi.

Dalam keseharian kehidupan mereka pada umumnya menggantungkan kebutuhan

hidup dan berpenghidupan di tengah hutan, tepatnya di kawasan hutan yang kini

ditentukan oleh negara sebagai Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD).

Perlindungan dan jaminan pemenuhan HAM Orang Rimba sebagai kelompok

khusus secara normatif memiliki posisi yang kuat namun kebijakan menentukan

tanah mereka sebagai taman nasional di satu pihak justru berpotensi mengancam,

mengurangi dan membatasi HAM Orang Rimba.

10 Saafroedin Bahar, op cit, hlm. 9.

2

2

Page 11: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian mengenai kebijakan pemerintah dalam pemerintah dalam

rangka pemenuhan HAM Orang Rimba merupakan penelitian yuridis normatif

(legal research) yang didukung peneltian empiris.Menurut Soerjono Soekanto dan

Sri Mamudji bahwa “Penelitian hukum normatif mencakup: (1) penelitian

terhadap asas-asas atau prinsip-prinsip hukum; (2) penelitian terhadap sistematika

hukum; (3) penelitian taraf sinkronisasi vertikal dan horisontal; (4) perbandingan

hukum; dan (5) sejarah hukum.” (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji:1985: 15)

Bertalian dengan penelitian normatif dilakukan dengan pendekatan

perUndang-undangan (Statute Approach), penelitian ini dilakukan dengan

menelaah kerangka normatif dari berbagai instrumen HAM berupa konstitusi,

peraturan perUndang-undangan, panduan pelaporan, concluding observation

tentang prinsip-prinsip dan standar-standar HAM terkait kebijakan pemenuhan

HAM HAM kelompok khsuss. Seterusnya, penelitian ini juga meliputi taraf

sinkronisasi yaitu bagaimana kesesuaian hukum antara peraturan yang mengatur

perlindungan dan pemenuhan HAM kelompok khusus Orang Rimba dengan

hukum yang mengatur mengenai kebijakan taman nasional di Provinsi Jambi.

Melalui pendekatan peraturan perUndang-undangan (Statute Approach)

akan ditelaah aspek sinkronisasi peraturan perUndang-undangan antara instrumen

hukum Undang-undang Nomor 05 Tahun 1999 tentang Sumber Daya Hayati dan

Ekosistem mengenai kebijakan taman nasional dengan instrumen Hukum HAM

yang diatur dalam Konstitusi, Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang

HAM dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan

Hak Ekonomi Sosial dan Budaya dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005

tentang Pengesahan Kovenan Hak Sipil, United Nations Declaration on the rights

2

2

Page 12: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

of Indigenous Peoples dan Politik serta Keputusan Menteri Kehutanan dan

Perkebunan Nomor 258/3/Kpts-II/2000 yang antara lain mengatur jaminan hak

hidup Orang Rimba.

3.2 Teknik Pengumpulan dan Sumber bahan hukum

Bahan hukum dikumpulkan melalui studi dokumen dan studi pustaka.

Studi dokumen dilakukan atas bahan hukum yang terdiri dari:

1. Bahan hukum primer yaitu:

- Undang-undang Dasar 1945;

- United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples;

2. Bahan hukum sekunder yaitu:

- Undang-undang Nomor 05 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya

Alam Hayati dan Ekosistemnya;

3. Bahan hukum tersier

- Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 258/Kpts-

II/2000

- Laporan dari Komnas HAM dan KKI-Warsi berkaitan dengan pemantauan

dugaaan pelanggaran HAM terhadap Orang Rimba.

Studi pustaka dilakukan terhadap literatur yang berkaitan dengan perlindungan

dan pemenuhan HAM kelompok khusus berupa buku, jurnal, maupun kertas

kerja.

3 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum dan Data

Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui dua cara yaitu:

a. studi kepustakaan

b. studi dokumen

Sedangkan teknik pengumpulan data primer dilakukan melalui studi

lapangan dengan cara wawancara terstruktur pada pemangku kebijakan dan

2

2

Page 13: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

kuesioner pada pemangku hak. Selanjutnya dalam penelitian ini, prinsip dan

standar HAM, pandangan-pandangan serta isi kaidah hukum HAM mengenai

pemenuhan HAM pendidikan diperoleh melalui dua referensi utama yaitu:bersifat

umum yaitu buku-buku yang membahas standar pemenuhan HAM pendidikan,

bersifat khusus, yaitu jurnal, laporan tahunan, hasil penelitian, terbitan berkala dan

lain-lain. Adapun studi dokumen sebagai sarana pengumpulan bahan hukum

ditujukan pada dokumen yang bersifat publik berkaitan dengan kebijakan

pemenuhan HAM pendidikan.

3. 4. Teknik Analisis Bahan Hukum

Bahan hukum dan data primer yang terkumpul yang bersifat prinsip,

standar dan norma HAM hukum nasional dan internasional mengenai

perlindungan dan pemenuhan HAM kelompok khusus Orang Rimba dianalisis

secara kualitatif. Analsis kualitatif tersebut lalu diuraikan secara deskritif dan

perspektif. Analisis deskriftif perspektif ini bertitik tolak dari analisis yuridis

sistematis mengenai kebijakan Pemerintah dalam perlindungan dan pemenuhan

HAM Orang Rimba di Provinsi Jambi.

2

2

Page 14: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

BAB IVANALISIS SINTESIS

4. 1. Status Perlindungan dan Pemenuhan HAM Orang Rimba di Provinsi Jambi

Orang rimba atau sering disebut sebagai suku anak dalam atau suku kubu

telah menetap dan menjalani kehidupannya dalam kawasan hutan bukit dua belas

selama ratusan tahun yang lalu. Seperti diketahui, lokasi masyarakat zaman

dahulu adalah dilokasi-lokasi yang kaya akan sumber daya alam, mengingat

kehidupan mereka yang masih sangat tergantung pada anugerah alam. Lokasi-

lokasi tersebut diantarannya adalah kawasan pesisir dan hutan. Ada banyak

pendapat mengenai sejarah lahir dan terbentuknya orang rimba bukit dua belas.

Pendapat pertama menyatakan bahwa nenek moyang Orang Rimba adalah

seorang perantau asal Pagar Ruyung. Di dalam hutan perantau tersebut bertemu

dengan seorang putri yang berasal dari buah kelumpang. Singkat Cerita akhirnya

mereka menikah, dan keturunan mereka inilah yang sekarang disebut sebagai

Orang Rimba.11

Pendapat kedua menyatakan bahwa nenek moyang Orang Rimba adalah

sekelompok tentara Pagar Ruyung yang tidak berani lagi pulang ke tanah airnya

karena misinya gagal. Kelompok tentara ini pada akhirnya memutuskan untuk

tinggal di hutan dan menikah dengan perempuan desa di sekitar hutan. Keturunan

para tentara inilah yang sekarang disebut sebagai Orang Rimba. Kemudian

pendapat lain yang mengatakan nenek moyang Orang Rimba adalah sisa sisa

tentara Kesultanan Jambi dan tentara Kesultanan Palembang yang terlibat perang

di wilayah Air Hitam. Setelah menjalani perang yang berkepanjangan dan

melelahkan kedua pasukan itu sepakat untuk berdamai. Ternyata kedua pasukan

tersebut tidak mau kembali ke kesultanan masing masing, mereka memilih untuk

tinggal di sekitar hutan Air hitam dan menikah dengan perempuan perempuan

11 Komnas HAM, op cit, hlm. 8.

2

2

Page 15: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

Desa Air Hitam. Keturunan para tentara inilah yang sekarang disebut sebagai

Orang Rimba.

Pendapat ketiga mengatakan bahwa nenek moyang Orang Rimba adalah

kelompok masyarakat Desa Kubu Karambia kerajaan Pagar Ruyung yang

menolak untuk menerima ajaran Agama Islam dan melarikan diri kekawasan

hutan Bukit 12. Keturunan masyarakat inilah yang sekarang disebut sebagai

Orang Rimba. Selanjutnya ada Pendapat yang mengatakan bahwa nenek moyang

Orang Rimba adalah Imigran gelombang pertama yang datang ke Indonesia dari

wilayah utara. Mereka datang pada tahun 2000 SM. Mata pencaharian mereka

adalah bercocok tanam, berburu dan mengumpulkan hasil hutan. 1500 tahun

kemudian datang gelombang imigran kedua ke Indonesia. Imigran gelombang

kedua ini dalam segala hal jauh lebih unggul. Dengan mudah imigran gelombang

kedua ini menaklukan imigran gelombang pertama. Menurut beberapa sejarawan,

imigran gelombang pertama dijadikan budak oleh imigran gelombang kedua.

Tidak tahan di perbudak akhirnya imigran gelombang pertama ini memutuskan

untuk melarikan diri ke dalam hutan dan membentuk komunitas baru sebagai

orang rimba. Keturunan imigran pertama inilah yang sekarang disebut sebagai

Orang Rimba.

Dari pendapat-pendapat diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa nenek

moyang Orang Rimba pada awalnya tidak tinggal di hutan. Mereka dipaksa

tinggal di hutan oleh satu keadaan tertentu. Nenek moyang Orang Rimba

memutuskan untuk tinggal di hutan sebagai bagian dari mekanisme pertahanan

diri. Pada akhirnya hutan menjadi identitas diri bagi komunitas ini. Dari sini

muncullah sebutan suku kubu yang artinya pertahanan diri, untuk

membedakannya dengan Orang Terang yang tinggal di dusun. Salah satu tempat

hidup orang rimba adalah bukit duabelas, yang terletak dipropinsi Jambi. Tempat

2

2

Page 16: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

lain dimana keberadaan orang rimba masih eksis adalah di hutan bukit tiga puluh

provinsi Riau dan Jambi.12

Orang rimba Bukit duabelas adalah masyarakat adat yang tinggal secara

semi nomaden dikawasan hutan bukit duabelas. Orang rimba disebut sebagai

komunitas semi nomaden karena kebiasaannya berpindah dari satu tempat ke

tempat lainnya. Perpindahan orang rimba dari satu tempat ke tempat lainnya

disebabkan oleh beberapa hal seperti ;

1. Melangun, karena ada anggota keluarga yang meninggal.2. Menghindari musuh, dan3. Membuka ladang baru.

Bukit Duabelas terletak diperbatasan tiga kabupaten yaitu Batang Hari,

Tebo, dan Sarolangun, Provinsi Jambi. Saat ini, berdasarkan keterangan yang

diberikan oleh tokoh masyarakat adat Orang Rimba pada pertemuan adat di Kota

Bangko bulan April 2006, Paling sedikit terdapat 59 Rombong kecil atau

kelompok kecil Orang Rimba yang hidup di kawasan hutan bukit

duabelas.Diantara 59 kecil rombong tersebut, beberapa ada yang mulai hidup dan

menyatukan diri dengan kehidupan desa sekitarnya. Tetapi sebahagian besar

masih tinggal di hutan dan masih menerapkan hukum adat sebagaimana nenek

moyangnya dahulu. Jumlah Orang Rimba di Bukit Dua Belas, sampai saat ini

belum diketahui secara pasti, tetapi seandainya disetiap rombong terdapat 10

kepala keluarga dan disetiap keluarga terdiri dari lima orang jiwa maka jumlah

Orang Rimb bisa mencapai 2950 jiwa.13

Berkaitan dengan budaya orang dan adat Orang Rimba seperti dijelaskan

diatas, maka pembangunan Taman Nasional Bukit Dua Belas yang dibentuk

melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 258/Kpts-

II/2000, dipermasalahkan oleh Orang Rimba. Taman Nasional Bukit Dua Belas

12 Ibid.13 Kompas, Orang Rimba Terancam, Selasa 17 Maret 2009, hlm. 14.

2

2

Page 17: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

sendiri mempunyai luas wilayah 65.300 hektar dan secara administratif berada di

tiga kabupaten, yaitu Batang Hari, Tebo, dan Sarolangun, Provinsi Jambi.

Taman nasional dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1990

tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistim. Selain Taman

Nasional ada bentuk pengelolaan kawasan konservasi lainya yaitu Cagar alam dan

Suaka Marga satwa. Salah satu aturan dalam taman nasional adalah pembentukan

Zonasi, yaitu Zona Inti, Zona Rimba, Zona Pemanfaatan, dan zona lainnya yang

menyesuaikan kebutuhan setempat. Zona inti menurut aturannya adalah kawasan

yang tidak boleh dimasuki, diakses dan dimanfaatkan oleh masyarakat, termasuk

masyarakat adat. Demikian pula dengan zona rimba. Sedangkan zona lain dapat

dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya dengan tidak merubah fungsi pokok

kawasan. Ketentuan zonasi ini masuk dalam Rencana Pengelolaan Taman

Nasional Bukit Duabelas (RPTNBD) yang disusun oleh BKSDA Jambi, yang

menimbulkan keresahan bagi Orang Rimba. Zonasi akan membatasi ruang hidup

Orang Rimba, baik untuk kegiatan ekonomi, sosial, maupun budaya.

Hak kelompok khusus, dimana diduaga belum ada perlakuan dan

perlandungan lebih terhadap Orang Rimba sebagai kelompok Khusus. Hak atas

Adat-istiadat, dimana diduga kebijakan Taman Nasional dan pemerintah secara

umum akan memnghambat, mengurangi, dan menghapus hak atas adat istiadat

Orang Rimba. Hak atas Tanah Ulayat, dimana diduga ada upaya dan/atau

tidndakan untuk tidak mengakui hak ulayat Orang Rimba. Hak untuk hidup secara

bermartabat, dimana diduga terjadi pembatasan, pengurangan, dan pelarangan

terhadap aktivitas kehidupan Orang Rimba di dalam Taman Nasional.

Masyarakat adat, termasuk Orang Rimba, adalah kelompok khusus yang

wajib mendapatkan perlakukan khusus dan perlindungan lebih dari negara. Hal ini

disebabkan posisi mereka yang sangat lemah secar sosial, ekonomi, politik, dan

pembangunan. Untuk itu mereka sangat rentan terhadap pelanggaran Hak asasi

manusia. Namun diduga previlege ini tidak dihormati, dilindungi, dan dipenuhi

2

2

Page 18: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

oleh pemegang kebijakan sehingga terjadi perlakukan yang tidak semestinya atau

terjadi diskriminasi perlakuan dengan kelompok masyarakat lain. Pola

kepamilikan dan pemanfaatan tanah Orang Rimba secara komunal, dimana

pemimpin adat yang akan mengalokasikan tanah untuk dimanfaatkan, bukan

untuk dimiliki. Tanah ulayat Orang Rimba menyebar didalam kawasan yang saat

ini sudah ditunjuk sebagai Taman nasional, yang artinya dalam pengelolaan

nagara, dalam hal ini Departemn Kehutanan. Akibatnya akan terjadi overlapping

klaim kepemilikan anatara tanah ulayat dan kawasan taman nasional maupun

dengan ekspansi perkebunan kelapa sawit yang berkembang cepat di kawasan

hidup Orang Rimba yang berpotensi terjadi pelanggaran hak atas tanah ulayat.

Menurut pengaduan awal dan temuan lapangan maupun bukti-bukti yang

disampaikan oleh pengadu, diduga telah terjadi pembatasan, pengurangan, dan

pelarangan terhadap aktivitas kehidupan Orang Rimba didalam taman nasional

oleh staf BKSDA. Hal ini menyebabkan terganggunya kehidupan Orang Rimba

karena beberapa dari mereka tidak dapat lagi berladang, memanfaatkan hasil

hutan, maupun aktifitas lain didalam kawasan taman nasional. Disamping

persoalan didalam taman nasional, ditemukan juga kasus dimana Orang Rimba

yang telah direlokasi didesa tidak mendapatkan jaminan hidup yang layak sebagai

syarat mendasar memenuhi kehidupannya. Padahal semula mereka dijanjikan

fasilitas dasar untuk memulai kehidupa diluar kawasan hutan.

Tuntutan global mendesak negara di berbagai belahan dunia untuk

melakukan pembangunan berbasis HAM (right-based development) sebagai suatu

standar internasional HAM yang diarahkan untuk mendukung dan melindungi

HAM. Pembangunan berbasis HAM itu sendiri pada hakikatnya memadukan

norma-norma dan standar-standar (perjanjian, konvensi dan deklarasi) serta

prinsip-prinsip (kesetaraan, keadilan, pemberdayaan, akuntabilitas dan partisipasi)

sistem internasional HAM ke dalam perencanaan, kebijakan dan proses-proses

pembangunan. Karena itu, strategi ini mengandung elemen-elemen: a)

2

2

Page 19: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

menunjukkan kaitan langsung dengan HAM, b) akuntabilitas, c) pemberdayaan,

d)partisipasi, dan e) tidak diskriminatif dan memberi perhatian kepada kelompok-

kelompok rentan.14(Nicola Colbran:2009:6)

Negara tidak dapat diartikan hanya pemerintah pusat, sebab negara

merupakan representasi institusi yang mewakili rakyat mengelola kepentingannya

baik di level pemerintahan pusat maupun daerah. Dengan demikian, tidak ada

dikotomi antara pemerintah pusat dan daerah. Keduanya memiliki porsi tanggung

jawab yang sama untuk melayani warga dengan pedoman kewenangan dan

kewajiban yang dirumuskan dalam sistem hukum yang berlaku (peraturan

perUndang-undangan dan hukum tidak tertulis). Masalahnya, negara yang

direpresentasikan oleh pemerintah pusat dan daerah seringkali gagal atau

setidaknya abai terhadap pemenuhan HAM warganya.

Sampai sekitar tahun 1960, pengakuan konstitusional terhadap masyarakat

hukum adat ini tidak banyak dipersoalkan, apalagi digugat. Sebagian faktor

penyebabnya adalah oleh karena jaminan tersebut dianggap sudah seyogyanya

demikian, sebagian lagi oleh karena Republik masih sibuk dengan perang

kemerdekaan. Namun perlindungan terhadap eksistensi dan hak masyarakat

hukum adat ini merosot tajam sejak tahun 1960, seiring dengan meningkatnya

kepentingan negara terhadap sumber daya alam, yang bagaimanapun juga berada

dalam wilayah ulayat masyarakat hukum adat, terutama di luar pulau Jawa.

Dengan berbagai peraturan perundang-undangan, Negara mengembangkan

berbagai kebijakan, yang intinya adalah mengurangi, menghalangi, membatasi,

dan atau mencabut hak-hak tradisional serta hak sejarah masyarakat hukum adat

yang ada, nota bene tanpa memberikan ganti rugi sama sekali. Secara retrospektif

dapat dikatakan bahwa sengaja atau tidak sengaja, seluruh kebijakan Negara yang

mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak-hak tradisional serta

14 Nicola Colbran, 2009, hlm. 6

2

2

Page 20: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

hak sejarah masyarakat hukum adat tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak

asasi manusiai.15

Sesungguhnya, pengakuan secara eksplisit terhadap suatu kelompok atau

suku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat menimbulkan masalah jika

ditinjau dari perspektif hak asasi manusia serta dari faham nasionalisme, oleh

karena pengakuan eksplisit terhadap suatu suku atau kelompok bias ditafsirkan

sebagai suatu diskriminasi terhadap suku atau kelompok lainnya. Walaupun

demikian, pengakuan secara eksplisit terhadap Orang rimba atau Suku Kubu atau

Suku Anak Dalam ini juga bisa ditafsirkan secara positif sebagai affirmative

action, yaitu sebagai suatu kebijakan khusus untuk memperbaiki kesenjangan

yang selama ini berlangsung terhadap Orang Rimba tersebut.

Secara khusus, terdapat sikap ambivalen yang dianut oleh Undang-undang

Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Agraria terhadap hukum adat dan

masyarakat hukum adat. Pada suatu sisi, Undang-undang ini secara tegas menyatakan

bahwa hukum adat merupakan sumber dari hukum agraria nasional kita. Namun pada

sisi lain, eksistensi masyarakat hukum adat yang merupakan konteks sosio cultural

lahirnya hukum adat tersebut dibebani dengan beberapa kondisionalitas, yang cepat

atau lambat membuka peluang untuk dinafikannya masyarakat hukum adat tersebut.16

Sudah barang tentu, masyarakat hukum adat tidak berdiam diri terhadap

pengurangan, pengambilalihan, atau pencabutan hak-hak tradisionalnya itu. Di

seluruh Nusantara telah terjadi kritik, protes, bahkan perlawanan terbuka, dari

warga masyarakat hukum adat, yang pada umumnya gagal untuk dalam

mempertahankan esksistensi dan hak-hak tradisionalnya itu. Seperti dapat diduga,

mereka tidak berada pada posisi yang dapat membela diri, karena tidak

mempunyai akses pada kekuasaan, baik pada cabang legislatif, eksekutif, ataupun

yudikatif.

15 Saafroedin Bahar, Mendorong Pengakuan, Penghormatan & Perlindungan Hak Masyarakat Adat di Indonesia, Makalah pada Workshop Hasil Penelitian Di Tiga Wilayah , Lombok, 21 - 23 Oktober 2008, Pusham UII Yogyakarta, hlm. 7.16 Ibid.

2

2

Page 21: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

Suatu terobosan historis terhadap kebuntuan yang dialami selama berpuluh

dalam perjuangan melindungi, mengakui, dan menghormati hak masyarakat

hukum adat ini tercapai sewaktu Sidang Umum PBB mensahkan U.N.

Declaration on the Rights of the Indigenous Peoples, 13 September 200713. Sudah

barang tentu, sebagai dokumen yang non-legally binding, deklarasi ini tidak

memerlukan ratifikasi, namun norma-norma yang terkandung di dalamnya

bermanfaat sebagai salah satu rujukan hokum internasional yang

Rencana pengelolaan taman nasional menurut Undang-undang No. 5

/1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya adalah

kewenangan pusat. Dengan demikian pengelolaan dalam kawasan taman nasional

menjadi kewenangan penuh dari pemerintah pusat, padahal dalam kawasan

terdapat tanah ulayat Orang Rimba. Orang rimba khawatir bahwa kebijakan taman

nasional akan meniadakan pengakuan atas tanah ulayat.

Merujuk pada pasal 9 ayat (1) dimana “setiap Orang berhak untuk hidup,

mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya”. Seperti

disampaikan oleh pengadu bahwa dalam rencana pengelolaan taman ansional

bukit duabelas akan diterapkan pengaturan kawasan zona-zona berdasar Undang-

undang Nomor. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

dan Ekosistemnya. Zona inti menurut aturan Undang-undang tersebut tidak boleh

dimasuki apalagi dimanfaatkan oleh masyarakat, seperti ditegaskan dalan

Undang-undang tersebut dipasal 33 ayat (1) : “ setiap orang dilarang melakukan

kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti

taman nasioanal”. Padahal Orang Rimba hidup semi nomaden dan berpindah-

pindah, Walaupun zonasi belum dijalankan, pembatasan, pelarangan, dan

ancaman bagi Orang rimba yang menjalani kehidupannya sudah berlangsung.

4.2. Kebijakan Pmerintah ke Depan dalam Rangka Pemenuhan HAM Orang

Rimba.

2

2

Page 22: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

Dalam penegakan hak asasi manusia, pemerintah adalah pemegang

kewajiban dan tanggung jawab (duty holderr) dan masyarakat, secara individu

dan kolektif, adalah pemegang hak (right holder). Relasi ini menjadi jelas karena

pemerintah mempunyai kewenangan melalui kebijakan, regulasi, program, dan

anggaran untuk merealisasikan kewajiban dan tanggung jawabnya, untuk

memenuhi hak warga Negara. Tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak

menegakkan hak asasi manusia (no execuse). Pemerintah berkewajiban

mendayagunakan sumber dayanya untuk menghormati, melindungi, memenuhi,

dan memajukan hak asasi manusia.

Kemudian pelanggaran hak asasi manusia dapat dilakukan melalui tiga bentuk,

yaitu:

1. Pelanggaran hak asasi manusia dengan tindakan (by commission), dimana

pemerintah dengan sengaja bertindak melalui kebijakan dan regulasi

sehingga melanggar hak asasi manusia.

2. Pelanggaran hak asasi manusia dengan pembiaran (by omission), dimana

pemerintah dengan sengaja membiarkan terjadinya pelanggaran hak asasi

manusia padahal mempumyai kemampuan untuk mencegah dan menindak

pelanggaran tersebut.

3. Pelanggaran hak asasi manusia berupa ketidakpatuhan (non compliance),

dimana pemerintah tidak mematuhi aturan hak asasi manusia di tingkat

nasional maupun internasional yang telah diratifikasinya.

2

2

Page 23: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

Sejak awal perlu disadari bahwa status hukum kawasan hidup Orang

Rimba di akui melalui status hukum Taman Nasional, akan menimbulkan

problema hukum yang berimplikasi luas terhadap pengelolaan kawasan.

Walaupun alasan keputusan SK Taman Nasional itu adalah perlindungan wilayah

kehidupan dan penghidupan Orang Rimba sebagaimana disebutkan dalam SK

Penetapannya. Karena itu pula sejak awal Keluarga Konservasi Indonesia Warsi

sebagai lembaga swadaya masyarakat yang selama ini menaruh kepedulian

terhadap keberadaan Orang Rimba tidak pernah mengusulkan kawasan ini dengan

status hukum sebagai Taman Nasional tetapi Warsi mengusulkan perluasan Cagar

Biosfir Bukti Duabelas. Status hukum Cagar Biosfir dinilai lebih sesuai untuk

mendukung kehidupan Orang Rimba. Akan tetapi menurut pandangan pemerintah

melalui Departemen Kehutanan, status Cagar Biosfir tidak memiliki landasan

hukum di Indonesia, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum. Karena itu

pemerintah secara sepihak memutuskannya menjadi Taman Nasional.

Lemahnya legitimasi hak hidup merka dalam kawasan Taman Nasional

yang hanya diatur lewat sebuah SK Menhutbun. Dalam Undang-undang Nomor

05 Tahun 1990 Bab VII pasal 31 disebutkan, ”Di dalam Taman Nasional, taman

hutan raya, dan taman wisata alam dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan

penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, dan

wisata alam.”

Pasal 33 ayat (1) ”setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat

mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional”.

Berdasarkan bunyi ketentuan pasal tersebut bahwa dalam kawasan Taman

Nasional di Indonesia tidak diperkenankan adanya aktivitas selain yang disebut

dalam pasal 31 tersebut. Selain itu dalam kawasan Taman nasional tidak

diperkenankan adanya aktivitas kegiatan (kehidupan) yang dapat mengakibatkan

perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional. Sedang fakta dilapangan,

dalam beraktivitas orang rimba kebanyakan berada dalam kawasan zona inti

2

2

Page 24: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

Taman Nasional yang sebenarnya dilarang. Penetapan mengenai zona inti sangat

membatasi hak Orang Rimba terhadap akses hutan karena hutan larangan yang

selama ini sangat dihormati Orang Rimba malah tidak dimasukkan dalam zona

inti, sedangkan dalam kawasan tersebut terdapat inumon yaitu kawasan berupa

sumber mata air di puncak-puncak bukit yang diyakini sebagai tempat tinggalnya

dewa-dewa.

Jika Undang-undang Nomor 05 Tahun 1990 tersebut diterapkan secara

konsekuen di seluruh Taman Nasional di Indonesia maka efek sosial yang terjadi

pada orang rimba ialah keharusan untuk meninggalkan kawasan yang selama

beratus tahun mereka gunakan sebagai tempat hidup dan mempertahankan

hidupnya. Kebijakan Pemerintah selanjutnya mengatur hak hidup orang rimba

SK Menhutbun No.258/KPTS-II/2000. Dalam SK tersebut

mengakui adanya kekhasan komunitas masyarakat asli di

dalamnya, yaitu Orang Rimba atau Suku Anak Dalam (SAD).

Dengan legitimasi hak hidup ”hanya” diatur dalam SK

menhutbun yang secara fakta bertentangan dengan undang–

undang maka dapat dikatakan bahwa kedudukan dan hak hidup

orang rimba rentan akan pelanggaran dan konflik jika ada

kepentingan pihak-pihak tertentu.

Berdasarkan paparan tersebut di atas maka perlu diambil langkah

menyusun suatu ketentuan berupa adanya perubahan dari Undang-undang nomor

05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem

dengan menambahkan ketentuan pengecualian. Pasal diskresi dalam tatanan

hukum sekarang merupakan suatu keniscayaan mengingat makin dinamis dan

berkembangnya masyarakat pada periode ini.

Penambahan pasal diskresi pada Undang-undang Nomor 05 Tahun 1990

dimungkinkan mengingat dalam pembentukan perUndang-undangan di indonesia

dikenal adanya affirmative action. Affirmative action adalah suatu tindakan

2

2

Page 25: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

khusus untuk suatu kelompok tertentu yang bertujuan menjamin kemajuan dan

perlindungan suatu kelompok masyarakat tertentu. Dalam kasus ini tentu orang

rimba di propinsi Jambi, pengaturan dari affirmative action di atur dalam pasal 1

ayat (4) dan pasal 2 ayat (2) konvensi internasional tentang penghapusan segala

bentuk diskriminasi rasial (1965).

Kalimat Pasal diskresi pada Undang-undang ini ditempatkan dalam pasal 33

ayat (3), dengan bunyi :

“ Pelarangan aktivitas kehidupan dalam zona inti kawasan Taman Nasional seperti

yang dimaksud pada ayat (1) di kecualikan terhadap masyarakat adat yang jika

dalam kawasan tersebut sebelum Undang-undang ini diberlakukan telah lama

berdiam dan melakukan aktivitas kehidupan dalam kawasan zona inti kawasan

taman nasional “.

Penambahan Pasal diskresi dapat dilakukan melalui mekanisme revisi

terhadap Undang-undang Nomor 05 tahun 1990. Revisi terhadap Undang-undang

ini juga penting mengingat Undang-undang tentang Konservasi Sumber Daya

Alam Hayati dan Ekosistem ini mengandung banyak kelemahan, antara lain:

1. Masih mengacu kepada Undang-undang 1945 yang belum diamandemen.

2. Mengacu pada Undang-undang Nomor. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-

ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang sudah tidak berlaku

lagi.

3. Mengacu kepada Undang-undang Nomor 5 tahun1967 tentang Ketentuan-

ketentuan Pokok Kehutanan yang sudah tidak berlaku lagi.

4. Tidak ada satu pasal pun yang mengatur masalah keberadaan Masyarakat

Hukum Adat beserta hak-hak tradisionalnya.

5. Penerapan Undang-undang Nomor. 5 Tahun 1990 ini di banyak tempat

telah melahirkan penderitaan bagi masyarakat hukum adat yang tempat

tinggalnya ditetapkan sebagai kawasan konservasi

2

2

Page 26: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

Dengan penambahan pasal diskresi pada pasal 33 tersebut maka secara

yuridis hak masyarakat adat yang berdiam di kawasan Taman Nasional menjadi

jelas. Bagi orang rimba sendiri pasal diskresi berarti jaminan hukum yang

memiliki legitimasi yang kuat dan jelas tentang pemenuhan hak hidup mereka

dalam kawasan hutan Taman Nasional bukit duabelas (TNBD). Pasal Diskresi

pada Undang-undang Nomor 05 Tahun 1990 sekaligus dapat mengakhiri

ketidaksinkronan SK Menhutbun No.258/Kpts-II/2000 dengan

ketentuan Undang-undang Nomor 05 Tahun 1990 tentang

Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem.

Keseriusan pemerintah merumuskan kebijakan yang

memberikan kepastian perlindungan dan pemenuhan HAM Orang

Rimba akan bermakna sebagai bagian dari pelaksanaan

kewajiban dan tanggung jawabnya dalam pemenuhan HAM

Orang Rimba. Sebaliknya ketidaksungguhan pemerintah dalam

merumuskan kebijakan yang berpihak pada pemenuhan HAM

Orang Rimba dapat dianggap bahwa pemerintah melakukan

pengabaian dan penundaan HAM Orang Rimba yang merupakan

bentuk dari pelanggaran HAM dengan tindakan (by commission), dimana

pemerintah dengan sengaja bertindak melalui kebijakan dan regulasi taman

nasional di Provinsi Jambi sehingga melanggar HAM Orang rimba, padahal

mempumyai kemampuan untuk mencegah dan menindak pelanggaran tersebut.

2

2

Page 27: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan.

Berdasarkan analisis sintesis pada karya tulis ini maka dapat di ambil kesimpulan

sebagai berikut:

a. Pemberlakuan kebijakan taman nasional di hutan tempat Orang Rimba

hidup telah melanggar hak hidup, hak tanah ulayat dan hak martabat

Orang Rimba yang merupakan kelompok khusus yang wajib mendapatkan

perlakukan dan perlindungan lebih dari pemerintah sesuai dengan

peraturan perUndang-undangan yang berlaku. Pemerintah secara umum

belum memberikan perlakuan dan perlindungan lebih terhadap Orang

Rimba sebagai kelompok khusus dalam kebijakan pembangunan melalui

penetapan kebijakan, program, dan anggaran yang berpihak pada HAM

Orang Rimba.

b. Alternatif kebijakan yang perlu ditempuh oleh pemerintah ke depan adalah

merumuskan penambahan pasal diskresi atau pengecualian pada ketentuan

Pasal 33 Undang-undang Nomor 05 tahun 1990 tentang Konservasi

Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem mengenai jaminan dan

perlindungan masyarakat adat yang telah hidup sebelum adanya kebijakan

taman nasional tetap diakui dan dilindungi untuk hidup dan menetap di

taman nasional.

5.2 Saran

1. Ke depan dalam rangka pengakuan, penghormatan dan pemenuhan HAM

Orang Rimba perlu diadopsi kebijakan affirmatif bagi kelompok khusus ini

2

2

Page 28: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

yang dituangkan dalam Peraturan Daerah yang bertujuan pemberdayaan Orang

Rimba dengan menetapkan kebijakan yang berbasis HAM Orang Rimba

2. Pemerintah dan pemerintah daerah agar melakukan melaksanakan tanggung

jawab dan kewajibannya termasuk memulihkan HAM Orang Rimba yang telah

dilanggar dengan kebijakan taman nasional bukit dua belas di Provinsi Jambi.

2

2

Page 29: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Franz Magnis Suseno. 2008. Sepuluh Tahun HAM di Indonesua Pasca Reformasi: Sebuah Refleksi (Butir-Butir Pokok Pembahasan), Makalah pada peluncuran Buku Ajar Hukum HAM tanggal 19 April 2008, Pusham UII Yogyakarta.

Jack Donnely. 2003. Universal Human Rights in Theory and Practice, University Press Ithaca London.

Nicola Colbran. 2008. Seminar Hasil Penelitian Hak Ekosob Status dan Kondisi Pemenuhan Hak Atas Pendidikan dan Perumahan di Tiga Wilayah (Aceh, Yogyakarta dan Kalimantan Timur), Makalah pada Workshop Hak Ekosob diselenggarakan oleh Pusham UII kerja sama dengan Norwegian Centre for Human Rights, Yogyakarta 16-18 Desember 2008)

Rhona K.M. Smith et al. 2009. Hukum Hak Asasi Manusia, Pusham UII, Yogyakarta

Scott Davidson. 1994. Hak Asasi Manusia Sejarah, Teori dan Praktik dalam Pergaulan Internasional, Grafiti Press, Jakarta.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji.1985. Penelitian Hukum Normatif, Grafiti Press, Jakarta.

MakalahSaafroedin Bahar, Kebijakan Negara Dalam Rangka Penghormatan,

Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat (Hukum) Adat di Indonesia, Makalah pada Workshop Hasil Penelitian Di Tiga Wilayah “Mendorong Pengakuan, Penghormatan & Perlindungan Hak Masyarakat Adat di Indonesia” Lombok, 21 - 23 Oktober 2008, Pusham UII Yogyakarta.

LaporanKomnas HAM, Laporan Akhir Pemantauan Pelanggaran Hak Masyarakat Adat

Orang Rimba, Jakarta, Maret 2007.

Surat KhabarKompas, Orang Rimba Terancam, 17 Maret 2009.

2

2

Page 30: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

Peraturan PerUndang-undangan

Undang-undang Dasar Tahun 1945

Undang-undang Nomor. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem

Undang-undang Nomor. 39 Tahun 1999 tentang HAM

2

2

Page 31: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan................................................................................i

Kata Pengantar. . ....................................................................................ii

Daftar Isi................................................................................................iii

Ringkasan..............................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah............................................................................6

1.3 Tujuan Penulisan..............................................................................8

1.4 Manfaat Penelitian............................................................................8

BAB II TELAAH PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Hak Asasi Manusia...................................................9

2.2 Hak Untuk Hidup............................................................................12

2.3 Hak Asasi Masyarakat Adat............................................................13

2.4 Sinkronisasi. ....................................................................................15

2.5 Undang – Undang............................................................................17

2.6 Surat Keputusan .............................................................................18

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian.....................................................................19

3.2 Teknik Pengumpulan dan Sumber Data..........................................20

BAB IV ANALISIS SINTESIS

4.1 Efek Hukum UNDANG-UNDANG Nomor 05 Tahun 1990 terhadap Orang

rimba

di Propinsi Jambi.............................................................................21

4.2 Taman Nasional Bukit Duabelas untuk Perlindungan

Hak hidup Orang Rimba................................................................22

4.3 Sinkronisasi UNDANG-UNDANG Nomor 05 tahun 1990 dengan SK

Menhutbun

2

2

Page 32: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

No.258/KPTS-II/2000 sebagai solusi...............................25

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan................................................................. 28

5.2 Saran .......................................................................28

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

2

2

Page 33: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

LEMBAR PENGESAHAN

KARYA TULIS ILMIAH dengan Judul:

ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM RANGKA PEMENUHAN HAM ORANG RIMBA

DI PROPINSI JAMBI

NAMA PENULIS : Beny Saputra (B10007241)

Chris januardi (B10008085)

Jambi, 27 April 2009

Disahkan oleh:

Pembantu Dekan III Dosen PembimbingFakultas Hukum Universitas Jambi

Khabib Nawawi, S.H, M.H. Retno Kusniati, S.H, M.H.

NIP. 131654138 NIP. 132093589

2

2

Page 34: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

Kata Pengantar

Puji syukur atas segala nikmat dari Allah SWT, dengan perkenan dan

rahmatNYA maka akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah

dengan judul Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Rangka Pemenuhan

HAM Orang Rimba Di Propinsi Jambi, dalam kesempatan ini penulis

menghaturkan ucapan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah banyak

membantu dalam proses penyusunan karya tulis ini, antara lain :

1. Bapak Khabib Nawawi, S.H, M.H selaku Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Jambi yang memberikan kesempatan kepada penulis

untuk terus berkarya.

2. Ibu Retno Kusniati, S.H, M.H selaku dosen pembimbing yang dengan

kesabaran dan perhatian membimbing penulis dalam pembuatan karya

tulis ini.

3. Keluarga Konservasi Indonesia-Warsi Jambi selaku LSM yang bergerak

dalam usaha penyelamatan Orang Rimba di Propinsi Jambi yang banyak

memberikan data dan informasi kepada kami dalam penyelesaian karya

tulis ini.

4. Kedua orang tua penulis yang senantiasa mendoakan penulis untuk

berprestasi.

5. Rekan-rekan dan semua pihak yang membantu dalam proses pembuatan

karya tulis ini.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati dan selalu mengharapkan keridhoan

Allah SWT semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi peningkatan

2

2

Page 35: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

pemahaman tentang mata kuliah Hukum HAM umumnya, pemenuhan Hak

Hidup kelompok defable Orang Rimba di Provinsi Jambi khususnya.

Jambi, 27 April 2009

Penulis

2

2

Page 36: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

KARYA TULIS ILMIAH

ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM RANGKA PEMENUHAN HAK HIDUP ORANG RIMBA

DI PROPINSI JAMBI

Beny Saputra B10007241Chris Januardi B10008085

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS JAMBI

2

2

Page 37: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

2009

Ringkasan

Karya tulis ilmiah ini dilatarbelakangi bahwa Orang rimba atau sering disebut sebagai suku anak dalam atau suku kubu yang telah menetap dan menjalani kehidupan dalam kawasan hutan selama ratusan tahun yang lalu, dilokasi-lokasi yang kaya sumber daya alam. Lokasi-lokasi tersebut diantaranya adalah kawasan pesisir dan hutan di Provinsi Jambi yang sekarang dikenal sebagai Taman Nasional Bukit Dua Belas (TNBD). Namun, berdasarkan ketentuan Undang Undang Nomor 05 Tahun 1990 tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Konservasi ditentukan bahwa tidak boleh ada aktivitas kehidupan di TNBD.

Kebijakan taman nasional telah menimbulkan keresahan bagi Orang Rimba untuk menjalani kehidupannya dan berpotensi terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Di samping itu, Pemerintah secara secara umum dan pemerintah daerah khususnya, belum memberikan perlakuan dan perlindungan terhadap Orang Rimba sebagai kelompok khusus. Potensi pelanggaran HAM antara lain adalah hak hidup dan hak ulayat Orang Rimba, berupa pembatasan, pengurangan, dan pelarangan terhadap aktivitas kehidupan Orang Rimba sebagai akibat kebijakan taman nasional bukit dua belas.

Guna menjamin hak hidup Orang Rimba di TNBD, Pemerintah kemudian mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.258/KPTS-II/2000 yang mengatur tentang jaminan untuk tinggal dan hak hidup Orang Rimba. Keputusan ini tidak sinkron dengan aturan yang lebih tinggi yang mengatur sebaliknya yaitu Undang Undang Nomor 05 Tahun 1990 tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Konservasi, dalam konteks ini aturan yang lebih rendah sudh tentu tidak boleh bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi. Pertanyaannya upaya apa yang perlu dilakukan untuk melindungi dan memenuhi HAM Orang Rimba yang hidup di taman nasional bukit dua belas?. Lalu dimanakah posisi hukum dalam kerangka upaya tersebut?. Seterusnya bagaimanakah kebijakan Pemerintah ke depan dalam upaya perlindungan dan pemenuhan HAM Orang Rimba.

Melalui penelitian normatif penelitian ini, penelitian ini bertujuan menganalisis upaya apa yang perlu dilakukan untuk melindungi dan memenuhi HAM Orang Rimba yang hidup di taman nasional bukit dua belas?. Lalu dimanakah posisi hukum dalam kerangka upaya tersebut?. Seterusnya bagaimanakah kebijakan Pemerintah ke depan dalam upaya perlindungan dan

2

2

Page 38: Karya tulis ilmiah beny saputra ttg HAM orang rimba jambi FH UNJA

pemenuhan HAM Orang Rimba. Hasil penelitian menunjukan bahwa HAM orang Rimba sebagai kelompok khusus dan sebagai masyarakat adat telah dijamin perlindungan dan pemenuhan HAMnya melalui Konstitusi dan Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, namun perlindungan dan perlakuan lebih kepada kelompok khusus ini dalam kenyataanya belum terlaksana terlebih dengan adanya Undang Undang Nomor 05 Tahun 1990 tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Konservasi. Sedangkan jaminan hak hidup bagi Orang Rimba yang diatur melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.258/KPTS-II/2000 sangat lemah. Oleh karena itu seharusnya pengaturan mengenai kebijakan taman nasional memuat ketentuan pengecualian dalam melalui perubahan Undang Undang Nomor 05 Tahun 1990 tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem dengan mengadopsi pasal mengenai hak hidup kelompok khusus yang sejak dulu ada ini tetap dijamin dan dilindungi. Ke depan pemerintah daerah yaitu penyelengara pemerintahan di kabupaten Batang hari, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, pemerintah Provinsi Jambi, Balai konservasi sumber Daya alam Jambi dan Balai Taman Nasional Bukit Duabelas perlu menjamin hak hidup Orang Rimba melalui penyusun Peraturan Daerah serta mendorong revisi Undang-undang Nomor 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem dengan merumuskan ketentuan pengecualian bagi masyarakat adat yang telah hidup di taman nasional tetap dijamin dan dilindungi haknya.

2

2