sindrom nefrotik idiopatik
DESCRIPTION
pblTRANSCRIPT
Sindrom Nefrotik IdiopatikNella1
NIM : 102011185
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Pendahuluan
Sindrom nefrotik adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak. Penyakit ini merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesteronemia serta edema. Sindrom nefrotik dapat dibagi menjadi Sindrom nefrotik primer (idiopatik) yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengan sebab tidak diketahui dan Sindrom nefrotik sekunder yang disebabkan oleh penyakit tertentu.
Pada anak penyebab Sindrom nefrotik tidak jelas sehingga disebut Sindrom Nefrotik Idiopatik ( SNI ). Kelainan histologis SNI menunjukkan kelainan-kelainan yang tidak jelas atau sangat sedikit perubahan yang terjadi sehingga disebut Minimal Change Nephrotic Syndrome atau Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM).
Didalam makalah ini akan dibahas lebih terperinci mengenai gejala, pemeriksaan serta penanganan Sindrom Nefrotik Idiopatik. Sehingga diharapkan dengan dapat menambah pengetahuan kita tentang penyakit ini.
1 Alamat Korespondensi:
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
Telephone: (021) 5694-2061
Email: [email protected]
1
Pembahasan
1. Anamnesis
Anamnesis merupakan salah satu cara untuk mendiagnosis suatu penyakit. Secara umum anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara yang dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis), hal ini dilakukan bila pasien dalam kondisi tidak sadar atau terjadi penurunan kesadaran serta pasien dengan usia anak-anak. Pada anamnesis umum pediatrik, yang harus ditanyakan kepada pasien (keluarganya) ialah:
a. Identitas pasien
Nama
Umur/ usia
Jenis kelamin
Alamat
b. Keluhan Utama
Menanyakan apa keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien datang berobat.
c. Riwayat penyakit sekarang
Cerita kronologis yang terperinci dan jelas tentang keadaan pasien sebelum ada keluhan sampai dibawa berobat
Pengobatan sebelumnya dan hasilnya
Perkembangan penyakitd. Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya serta riwayat penyakit lain yang pernah diderita pasien.
e. Riwayat kehamilan dan kelahiranf. Riwayat pertumbuhan dan perkembangang. Riwayat makananh. Riwayat penyakit keluarga.
Pada anamnesis pada sindroma nefrotik, hal pertama yang ditanyakan adalah
onset dari gejala (gejala yang paling tampak pada pemeriksaan klinis adalah edema).
Setelah itu kita tanyakan ada atau tidaknya gejala lain sebelum terjadinya edema
karena pada perlu dicuragai kemungkinan sindroma nefrotik sekunder, misalnya
2
misalnya nyeri tenggorokan disertai demam (post streptococcal infection), bintik-
bntik merah pada kulit. Perlu juga ditanyakan mengenai peningkatan berat badan
secara cepat untuk membedakan pertumbuhan dan edema. Perlu juga ditelusuri
mengenai keluhan penyerta lainnya misalnya sesak napas (edema paru) ataupun diare
(edema usus). Penulusuran mengenai konsumsi obat tertetu dan riwayat alergi obat
juga penting untuk menyingkirkan diagnosa banding.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Keadaan sakit
Kesadaran
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah
Suhu tubuh
Heart rate
Frekuensi nafas
c. Antropometri anak
Berat badan
Tinggi badan
Lingkar lengan atas
3. Pemeriksaan penunjang
a. Histopatologi
Pemeriksaan untuk klasifikasi pada sindroma nefrotik penting untuk
menentukan prognosis adalah dengan pemeriksaan histopatologis, walaupun tidak
selalu dilakukan, misalnya pada anak yang kurang dari delapan tahun tidak perlu
dilakukan biopsi ginjal kecuali tidak responsif terhadap steroid. Berdasarkan
histopatologi, sindroma nefrotik primer dapat diklasifikasi menjadi,2 yaitu:
Sindroma nefrotik perubahan minimal (MCNS- Minimal Change Nephrotic
Syndrome) memperlihakan morfologi yang pada pemeriksaan mikroskop cahaya
memperlihatkan sedikit perubahan dibandingkan glomerulus normal. Mungkin
tampak sedikit perubahan pada mesangeal, tapi imunoglobulin biasanya tidak ada, dan
pada mikroskop elekrton tidak tampak ada endapan. Satu-satunya perubahan yang
tampak pada tahap ini adalah fusi kaki podosit. Pada populasi tidak diseleksi, 77%
3
penderita sindroma nefrotik memiliki gambaran histologik ini. Klas ini juga memiliki
prognosis paling baik.4
Glomerulosklerosis global fokal (FGGS- Focal Global Glomerulosclerosis) adalah
glomerulus yang mengalami sklerosi global di beberapa fokus daerah, dengan
glomerulus sisa yang normal.4
Glomerulosklerosis segmental fokal (FSGS- Focal Segmental Glomerulosclerosis)
menggambarakan lesi yang sejumlah glomerulusnya terkena sklerosis segmental (satu
lobulus atau bagian di dalam glomerulus), denga glomerulus sisa yang normal.
Karena hanya bersifat fokal dan sering hanya terbatas pada nefron juxtamedular, lesi
ini dapat luput dari pemeriksaan biopsi ginjal. Mikroskop imunofluoresesn
memperlihatkan beberapa gambaran: pada beberapa pasien semua imunoglobulih dan
komplemen tampak terdeposit di dalam sklerotik tersebut. Sekitar 7% dari anak yang
diseleksi pada awitan sindrom nefrotik memiliki lesi ini, dan 80% tidak responsif
terhadap terapi steroid standar.4
Glomerulonefritis proliperatif mesangeal (MPN- Mesangeal Proliferative
Glomerulonephritis) Terjadi pada 8% dari kasus sindrom nefrotik, dan >95% tidak
responsif terhadap terapi stereoid standar.4
Glomerulonefritis membranosa (MGN, Membranous Glomerulonephritis) hanya pada
1-2% sindroma nefrotik pada anak. Pada pasien yang mempunyai lesi ini memiliki
onset klinis mirip dengan MCNS, tetapi tidak responsif terhadap terapis steroid.4
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan urinalisis ditemukan albumin secara kualitatif +2 sampai +4.
Secara kuantitatif > 50 mg/kgBB/hari ( diperiksa memakai reagen ESBACH ). Pada
sedimen ditemukan oval fat bodies yakni epitel sel yang mengandung butir-butir
lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, toraks hialin dan toraks eritrosit.
Pada pemeriksaan darah didapatkan protein total menurun (N:6,2-8,1 gm/100ml),
albumin menurun (N: 4-5,8 gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), α2
globulin meninggi (N:0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N: 0,5-09 gm/100ml), γ
globulin normal (N:0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen
C3 normal/rendah (N:80-120 mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin
normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal, hiperkolesterolemia, dan laju endap darah
yang meningkat.
4
4. Working diagnosisa. Sindrom Nefrotik Primer atau Idiopatik
Diagnosa SN harus ditegakkan secara cermat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, termasuk pemeriksaan urin. Anamnesis riwayat pemakaian obat, kemungkinan berbagai infeksi, dan riwayat penyakit sistemik. Pemeriksaan lab seperti kadar albumin dalam serum, kadar koleserol, dan trigliserida, serta protein dalam urin 24 jam. Untuk mengetahui jenis SN primer, maka perlu dilakukan biosi ginjal. Sindrom Nefrotik Primer atau Idiopatik Faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Kelainan glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi
5. Diagnosis Differential
Pasien dengan edema, perlu didiadgnosa banding dengan gagal jantung kongesti,
sirosis hepatis, glomerulonefritis akut, serta alergi obat.
Pada penderita gagal jantung kongestif pada anak, pada umumnya merupakan
sekuel dari penyakit jantung kogenital. Yang berujung pada gagal jantung kanan, yaitu
ketidakmampuan jantung kanan untunk memompa darah ke paru. Penderita gagal jantung
kongestif biasanya akan mengalami edema pada tungkai, distensi vena jugularis, dan bisa
juga menyebabkan asites, tetapi tidak menyebabkan edema facial.
Pada penderrita Sirosis hepatis terjadi edema pada tungkai dan asites. Hal ini
disebabkan penurunan faal sintesis hati, yaitu penurunan sintesis albumin sehingga akan
terjadi penurunan tekanan onkotik intrakapiler, serta terjadinya hipertensi porta yang
menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik kapiler-kapiler di sekitar abdomen, yang
mengakibatkan kebocoran plasma ke rongga peritonium. Pada penderita sirosis hepatis
tidak menderita edema facial. Dengan anamnesis yang cermat tentang riwayat penyakit
dan pemeriksaan fisik, edema dan asites pada sirosis hepatis dapat dibedakan dari
penyebab lainnya.
Pada glomerulonefritis akut(GNA), terdapat edema pada tungkai dan tidak disertai
asites karena albuminuria pada GNA tidak semasif pada SN. Selain itu, GNA lebih
cenderung mengalami hipertensi dibandingkan SN. Pada SN biasanya normotensi/
5
hipotensi. Hematuria makroskopik juga lebih sering ditemukan pada GNA dibanding SN.
Pada pemeriksaan lab dapat ditemukan penurunan komplemen dan tidak terjadi
peningkatan kolesterol, hal ini penting untuk membedakan GNA dan SN.
Angioedema mirip dengan urtikaria yang merupakan gatal-gatal, bekas merah
(pembengkakan atau bercak) dari berbagai ukuran, yang tiba-tiba muncul dan menghilang
pada kulit. Angioedema merupakan jenis bengkak, bilur-bilur besar dan melibatkan
lapisan kulit yang lebih dalam, terutama di dekat bibir dan mata. Peradangan di kulit
dapat mengakibatkan gatal-gatal dan angioedema. Gatal-gatal dan angioedema dipicu
ketika sel mast melepaskan histamin ke dalam aliran darah dan kulit. Pada reaksi alergi
ini, tidak terjadi edema pada tungkai, dengan anamnesis tentang riwayat konsumsi obat
dan riwayat alergi dapat membedakannya dari edema yang disebabkan penyebab lainnya.
6. Patogenesis
a. Proteinuria
Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom
nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu
teori yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat
di sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan
negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar
menembus sawar kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari
proteinuria yang hebat. Edema muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang
menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi
ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.1,3,5
Pada SN, proteinuria umumnya bersifat masif yang berarti eksresi protein > 50 mg/kgBB/hari atau >40 mg/m2/jam. Oleh karena proteinuria paralel dengan kerusakan membran basal glomerulus , maka proteinuria dapat dipakai sebagai petunjuk sederhana untuk menentukan derajat kerusakan glomerulus.
b. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh
penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai
perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan
ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali
normal. Dikatakan hiperlipidemia karena bukan hanya kolesterol saja yang meninggi (
6
kolesterol > 250 mg/100 ml ) tetapi juga beberapa konstituen lemak meninggi dalam
darah. Konstituen lemak itu adalah kolesterol, Low Density Lipoprotein(LDL), Very
Low Density Lipoprotein(VLDL), dan trigliserida (baru meningkat bila plasma
albumin < 1gr/100 mL. Akibat hipoalbuminemia, sel-sel hepar terpacu untuk
membuat albumin sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan sintesis albumin ini, sel
sel hepar juga akan membuat VLDL. Dalam keadaan normal VLDL diubah menjadi
LDL pleh lipoprotein lipase. Tetapi, pada SN aktivitas enzim ini terhambat oleh
adanya hipoalbuminemia dan tingginya kadar asam lemak bebas. Disamping itu
menurunnya aktivitas lipoprotein lipase ini disebabkan pula oleh rendahnya kadar
apolipoprotein plasma sebagai akibat keluarnya protein ke dalam urine. Jadi,
hiperkolesteronemia ini tidak hanya disebabkan oleh produksi yang berlebihan , tetapi
juga akibat gangguan katabolisme fosfolipid.1,3,5
c. Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia terjadi apabila kadar albumin dalam darah < 2,5 gr/100 ml.
Hipoalbuminemia pada SN dapat disebabkan oleh proteinuria, katabolisme protein
yang berlebihan dan nutrional deficiency. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan
tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi
ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang
interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma atau volume
sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal. Retensi
natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar
volume dan tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya
mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan
onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang
interstitial.1,3,5
Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu
rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium
dan air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah.
Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan bahwa
peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia.
Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena
tersebut. Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan
volume plasma dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga
7
timbullah konsep baru yang disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal
natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada
stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi
volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat
overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat
menerangkan volume plasma yang meningkat dengan kadar renin plasma dan
aldosteron rendah sebagai akibat hipervolemia.5
d. Edema
Pembentukan edema pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang
dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan
atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit
glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari
satu.3Edema mula-mula nampak pada kelopak mata terutama waktu bangun tidur.
Edema yang hebat / anasarca sering disertai edema genitalia eksterna. Edema anasarca
terjadi bila kadar albumin darah < 2 gr/ 100 ml. Selain itu, edema anasarca ini dapat
menimbulkan diare dan hilangnya nafsu makan karena edema mukosa usus. Akibat
anoreksia dan proteinuria masif, anak dapat menderita PEM. Hernia umbilikalis,
dilatasi vena, prolaps rekstum dan sesak nafas dapat pula terjadi akibat edema
anasarca ini. 1,3,4,5
Pada umumnya tipe SNKM mempunyai gejala-gejala klinik yang disebut
diatas tanpa gejala-gejala lain. Oleh karena itu, secara klinik SNKM ini dapat
dibedakan dari SN dengan kelainan histologis tipe lain yaitu pada SNKM dijumpai
hal-hal sebagai berikut pada umunya :
Anak berumur 1-6 tahun
Tidak ada hipertensi
Tidak ada hematuria makroskopis atau mikroskopis
Fungsi ginjal normal
Titer komplemen C3 normal
Respons terhadap kortikosteroid baik sekali.
7. Manifestasi klinik
8
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar ( 74% ) dijumpai pada
anak-anak dengan perbandingan wanita dan pria 1:2. Pada remaja dan dewasa rasio ini
berkisar 1:1.
Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah edema, yang
tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali edema timbul secara
lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal edema
sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai
resistensi jaringan yang rendah (misalnya daerah periorbita, skrotum atau labia).
Akhirnya edema menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).1,2,4,5
Edema berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai edema muka pada
pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah
pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting
edema). Pada penderita dengan edema hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami
oozing. Edema biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-
pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan
hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM.2,5
Edema paling parah biasanya dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal
(SNKM). Bila ringan, edema biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi
jaringan yang rendah, misal daerah periorbita, skrotum, labia. Edema bersifat
menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka.
Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi
berupa tachypnea. Akibat edema kulit, anak tampak lebih pucat.
8. Penatalaksaana. Perbaiki keadaan umum penderita :
Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Protein 1-2
gr/kgBB/hari, bila ureum dan kreatinin meningkat diberi protein 0,5-1 gr. Kalori
rata-rata 100 kalori/kgBB/hari. Garam dibatasi bila edema hebat. Bila tanpa edema,
diberi 1-2 mg/hari. Pembatasan cairan bila terdapat gejala-gejala gagal ginjal.
Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien
dengan penurunan fungsi ginjal.
Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin
konsentrat.
Berantas infeksi.
9
Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.
Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka.
Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Metode
yang lebih efektif dan fisiologik untuk mengurangi edema ialah merangsang
diuresis dengan pemberian albumin (salt poor albumin) 0,5-1 mg/kgBB selama 1
jam disusul kemudian oleh furosemid IV 1-2 mg/kbBB/hari. Pengobatan ini dapat
diulang setiap 6 jam kalau perlu. Diuretik yang biasa dipakai ialah diutetik jangka
pendek seperti furosemid atau asam etakrinat. Jika ada hipertensi, dapat
ditambahkan obat antihipertensi.1,2,3,4,5
b. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.
9. Komplikasi a. Infeksi
Infeksi adalah komplikasi nefrosis utama. Komplikasi ini akibat meningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri selama kambuh. Penjelasan yang disusul meliputi penurunan kadar imunoglobin, cairan edema yang berperan sebagai media biakan.
b. Keseimbangan Nitrogen
`Proteinuria masif pada SN akan menyebabkan keseimbangan nitrogen menjadi negative. Penurunan masa otot sering ditemukan tetapi gejala ini tertutup oleh gejala edema anasarka dan baru tampak setelah edema menghilang. Kehilangan massa otot sebesar 10-20% dari masa tubuh (lean body mass) tidak jarang dijumpai pada SN.
c. Hiperlipidemia dan Lipiduria
Hiperlipidemia merupakan keadaan yang sering menyertai SN. Kadar kolesterol umumnya meningkat sedangkan trigliserid bervariasi dari normal sampai sedikit meninggi. Peningkatan kadar kolesterol disebabkan meningkatnya LDL (low density lipoprotein), lipoprotein terutama pengangkut kolesterol. Kadar trigliserid yang tinggi dikaitkan dengan peningkatan VLDL (very low density lipoprotein). Selain itu ditemukan pula peningkatan IDL (intermediate density lipoprotein) dan lipoprotein (Lp)a, sedangkan HDL cenderung normal atau rendah. Mekanisme hiperlipidemia pada SN dihubungkan dengan peningkatan sintesis lipid dan protein hati, dan menurunnya katabolisme. `Tingginya kadar LDL pada SN disebabkan
10
peningkatan sintesis hati tanpa gangguan katabolisme. Peningkatan sintesis hati dan gangguan konversi VLDL dan IDL menjadi LDL menyebabkan kadar VLDL tinggi pada SN. Menurunnya aktivitas enzim LPL (lipoprotein lipase) diduga merupakan penyebab berkurangnya katabolisme VLDL pada SN. Penurunan kadar HDL pada SN diduga akibat berkurangnya aktivitas enzim LCAT (lecithin cholesterol acyltransferase) yang berfungsi katalisasi pembentukan HDL. Enzim ini juga berperan mengangkut kolesterol dari sirkulasi menuju hati untuk katabolisme . Lipiduria sering ditemukan pada SN dan ditandai dengan akumulasi lipid pada debris sel dan cast seperti badan lemak berbentuk oval dan fatty cast.
d. Metabolism Kalsium dan TulangVitamin D merupakan unsur penting dalam metabolism kalsium dan tulang
pada manusia. Vitamin D yang terikat protein akan disekresikan melalui urin sehingga menyebabkan penurunan kadar plasma. Kadar 25 (OH) D dan 1,25 (OH)2D plasma juga ikut menurun sedangkan kadar vitamin D bebas tidak mengalami gangguan. Karena fungsi ginjal pada SN umumnya normal. Pada SN juga terjadi kehilangan hormone tiroid yang terikat protein melalui urin dan penurunan kadar tiroksin plasma. Tiroksin yang bebas dan hormone yang menstimulasi tiroksin tetap normal sehingga secara klinis tidak menimbulkan gangguan.
10. Prognosis
11. Kesimpulan
11
12