sindrom nefrotik dependen steroid

Upload: billy-untu

Post on 05-Oct-2015

258 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Laporan Kasus

TRANSCRIPT

PENDAHULUANSindrom nefrotik adalah suatu sindrom klinis yang ditandai dengan dengan proteinuria berat, hipoalbuminemia (albumin 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstik 2+), hipoalbuminemia 200 mg/dL.5 Pada kasus ini, gejala edema pada seluruh tubuh, terutama pada palpebra atau periorbita, wajah, dan kedua tungkai memang ditemukan lagi. Pasien memiliki riwayat bengkak di seluruh tubuh sejak 1 tahun 7 bulan sebelum masuk rumah sakit (Mei 2013). Edema tergantung gaya gravitasi, berlokasi pada ekstremitas bawah saat posisi tegak dan berlokasi pada bagian dorsal tubuh saat posisi berbaring. Edema ini teraba lembut dan meninggalkan bekas tekanan jari atau pakaian.8Batasan-batasan pada sindrom nefrotik antara lain, remisi, relaps, relaps jarang, relaps sering, dependen steroid, resisten steroid, dan sensitif steroid. Sindrom nefrotik dependen steroid adalah sindrom nefrotik yang mengalami relaps 2 kali berurutan pada saat dosis steroid diturunkan (alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan.7Pada kasus ini, pasien telah di diagnosis dengan sindrom nefrotik dependen steroid sejak tanggal 17 Juni 2014. Hal ini menandakan telah terjadi relaps 2 kali berurutan pada saat dosis steroid diturunkan (alternating) atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan. Hasil laboratorium saat masuk rumah sakit tanggal 19 Desember didapatkan protein +4 (500 mg/dL), LDL 188 mg/ dL kolesterol total 259 mg/ dL.Kelainan utama pada sindrom nefrotik adalah hilangnya protein melalui urin yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler glomerulus. Glomerulus diketahui memiliki muatan negatif akibat adanya residu asam sialat pada epitel maupun endotel serta proteoglikan heparan sulfat pada membrana basalis. Pada SN, muatan negatif tersebut sangat berkurang atau hilang sehingga charge barrier yang menahan protein yang bermuatan negatif menjadi tidak ada. Hiperlipidemia akibat dari peningkatan sintesis kolesterol, trigliserida, dan lipoprotein, menurunnya katabolisme lipoprotein karena menurunnya aktivitas lipase lipoprotein, yang secara normal mengubah very-low-density lipoproteins (VLDLs) menjadi low-density lipoproteins (LDLs); dan menurunnya aktivitas reseptor LDL dan meningkatnya kehilangan HDL dalam urin.8Anak dengan manifestasi klinis SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orang tua. Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal, kecuali bila ada kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau prednisolon.5 Prednison merupakan pengobatan SN idiopatik pertama sesuai anjuran ISKDC (International Study on Kidney Diseases in Children. Pemberian prednison pada pasien sindrom nefrotik anak terbukti menurunkan tingkat kematian penderita sindrom nefrotik hingga 35%. Hal ini disebabkan, prednison mampu menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi serius.9Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan berikut: Pengukuran berat badan dan tinggi badan. Pengukuran tekanan darah. Pemeriksaan fisis untuk mencari tanda atau gejala penyakit sistemik, seperti lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schonlein. Mencari fokus infeksi di gigi-geligi, telinga, ataupun kecacingan. Setiap infeksi perlu dieradikasi lebih dahulu sebelum terapi steroid dimulai. Melakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis. INH selama 6 bulan bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat antituberkulosis (OAT).5Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan bahkan sekarang dianggap kontraindikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis glomerulus. Jadi cukup diberikan diet protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgBB/hari. Diet rendah protein akan menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan anak. Diet rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.7Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop diuretic seperti furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-3 mg/kgBB/hari. Pada pemakaian diuretik lebih lama dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit darah (kalium dan natrium).5 Di beberapa negara, pasien SN dengan edema dan asites diberikan antibiotik profilaksis dengan penisilin oral 125-250 mg, 2 kali sehari, sampai edema berkurang. Di Indonesia tidak dianjurkan pemberian antibiotik profilaksis, tetapi perlu dipantau secara berkala, dan bila ditemukan tanda-tanda infeksi segera diberikan antibiotik. Biasanya diberikan antibiotik jenis amoksisilin, eritromisin, atau sefaleksin.10Pada kasus ini penderita sudah pernah mendapatkan terapi prednison full dose 5-9-5 selama 1 bulan pada Maret 2014. Penderita juga mendapatkan terapi furosemid pada saat perawatan hari kedua (20 Desember 2014) karena balans cairan 100 ml (+520 ml). Penderita juga mendapatkan terapi diet protein 1,5 g/kgBB/hari dan diet garam 1 gr/hari. Terdapat 4 opsi pengobatan sindrom nefrotik dependen steroid, yaitu pemberian steroid jangka panjang, pemberian levamisol, pengobatan dengan sitostatik, pengobatan dengan siklosporin atau mikofenolat mofetil. Selain itu, perlu dicari fokus infeksi seperti tuberkulosis, infeksi di gigi, radang telinga tengah, atau kecacingan.5 Pada kasus ini pilihan untuk pengobatan sindrom nefrotik dependen steroid, yaitu dengan pemberian steroid jangka panjang dan pengobatan dengan sitostatika CPA (Cyclophospamide) intravena atau puls. Penderita sedang menjalani terapi CPA siklus ketujuh. Prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu), kemudian dilanjutkan dengan siklofosfamid puls dengan dosis 500-750 mg/m2 LPB diberikan melalui infus satu kali sebulan selama 6 bulan dan prednison intermittent atau alternating (AD) 40 mg/m2 LPB/hari selama 12 minggu. Kemudian prednison ditapering-off dengan dosis 1 mg/kgbb/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgbb/hari selama 1 bulan (lama tapering off 2 bulan).5,7Opsi lain yaitu, prednison dosis penuh (FD) setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu), kemudian dilanjutkan dengan siklofosfamid oral 2-3 mg/kgbb/hari dosis tunggal selama 12 minggu dan prednison alternating (AD) 40 mg/m2 LPB/hari selama 12 minggu. Kemudian prednison ditapering-off dengan dosis 1 mg/kgbb/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgbb/hari selama 1 bulan (lama tapering off 2 bulan).5,7Siklofosfamid dapat diberikan peroral dengan dosis 2-3 mg/kgbb/hari dalam dosis tunggal maupun secara intravena atau puls. CPA puls diberikan dengan dosis 500 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan interval 1 bulan (total durasi pemberian CPA puls adalah 6 bulan). Efek samping CPA adalah mual, muntah, depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis hemoragik, azospermia, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan keganasan. Oleh karena itu perlu pemantauan pemeriksaan darah tepi yaitu kadar hemoglobin, leukosit, trombosit, setiap 1-2 x seminggu. Bila jumlah leukosit 100.000/uL.5Pada kasus ini juga terdapat pemberian hiperhidrasi dengan Nacl dan natrium bikarbonat, mesna, deksametason, diazepam, dan ondansentron. Mesna diberikan dengan maksud untuk mencegah efek samping CPA setelah pemberian dengan dosis tinggi dan jangka panjang, yaitu hemmorrgahe cystitis. Pemberian mesna dan hidrasi yang kuat untuk memelihara output urin pada 100 mL/jam secara umum di rekomendasikan untuk mengurangi urotoxocitas. Pemberian ondansentron, deksametason, diazepam merupakan protokol yang bertujuan untuk menekan mual dan muntah (antiemetik) karena sitostatika misalnya CPA.11Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI) dan angiotensin receptor blocker (ARB) telah banyak digunakan untuk mengurangi proteinuria. Cara kerja kedua obat ini dalam menurunkan ekskresi protein di urin melalui penurunan tekanan hidrostatik dan mengubah permeabilitas glomerulus. ACEI juga mempunyai efek renoprotektor melalui penurunan sintesis transforming growth factor (TGF)-1 dan plasminogen activator inhibitor (PAI)-1, keduanya merupakan sitokin penting yang berperan dalam terjadinya glomerulosklerosis.12 Dalam kepustakaan dilaporkan bahwa pemberian kombinasi ACEI dan ARB memberikan hasil penurunan proteinuria lebih banyak.13Pada anak dengan SNSS relaps sering, dependen steroid dan SNRS dianjurkan untuk diberikan ACEI saja atau dikombinasikan dengan ARB, bersamaan dengan steroid atau imunosupresan lain. Jenis obat ini yang bisa digunakan adalah: Golongan ACEI: kaptopril 0.3 mg/kgbb diberikan 3 x sehari, enalapril 0.5 mg/kgbb/hari dibagi 2 dosis, lisinopril 0,1 mg/kgbb dosis tunggal. Golongan ARB: losartan 0,75 mg/kgbb dosis tunggal.5Pada SN sensitif steroid, karena peningkatan kolesterol LDL, VLDL, trigliserida dan lipoprotein bersifat sementara dan tidak memberikan implikasi jangka panjang, maka cukup dengan pengurangan diit lemak. Dapat dipertimbangan pemberian obat penurun lipid seperti inhibitor HMgCoA reduktase (statin), tetapi manfaat pemberian obat tersebut masih diperdebatkan.14 Pada kasus ini diberikan captopril dengan tujuan untuk mengurangi proteinuria, sedangkan pemberian simvastatin pada kasus ini bertujuan untuk mengurangi kadar kolesterol yang meningkat.Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari dan responnya terhadap pengobatan.15 Pada hari terakhir perawatan, penderita tidak ada keluhan lagi. Hasil pemeriksaan urinalisis pun menunjukkan hasil normal, dimana protenuria mulai berkurang menjadi hanya +1. Pada kasus ini prognosisnya dubia ad bonam dikarenakan pasien di diagnosis dengan sindrom nefrotik yang dalam perjalanan penyakitnya masih sensitif terhadap pengobatan steroid ditandai dengan kondisi pasien sampai pulang mengalami perbaikan.

DAFTAR PUSTAKA1. Wong W, Prestidge C. Nephrotic syndrome in childhood. Starship Childrens Health Clinical Guideline. April 2013.

2. Lennon R, Watson L, Webb NJA. Nephotic syndrome in children. Paediatrics and Child Health. 2010;20(1):36-42.

3. Rosita IR. Perbedaan kualitas hidup anak dengan sindrom nefrotik resisten steroiddan sindrom nefrotik relaps [skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2011.

4. Wirya IW. Sindrom nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editor. Buku ajar nefrologi anak. Edisi kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2010; h.383-426.

5. Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Konsensus tata laksana sindrom nefrotik idiopatik pada anak. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan dokter Indonesia; 2012. h.1-22.

6. Bagga A, Menon S. Idiopathic nephrotic syndrome: initial management. In: Chiu MC, Yap HK, editors. Practical paediatric nephrology an update of current practices. Hong Kong: Medcom Limited; 2005. p.109-15.

7. Noer MS. Sindrom nefrotik idiopatik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, Hidayati EL, Sekarwana N, dkk editor. Konpendium nefrologi anak. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan dokter Indonesia; 2011.h.72-91.

8. Rachmadi D. Sindrom nefrotik resisten steroid. Pendidikan Ilmu Kesehatan Anak Berkelanjutan (PIKAB).Bandung.Oktober, 2009.

9. Baskoro AG. Kadar kolesterol darah anak penderita sindrom nefrotik sensitif steroid sebelum dan sesudah terapi prednison dosis penuh [skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2011.

10. Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Konsensus tata laksana sindrom nefrotik idiopatik pada anak. Jakarta: Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan dokter Indonesia; 2008. h.1-18.

11. Stone JH. General principles of the use of cyclophosphamide in rheumatic and renal disease. August 27, 2014.12. Pudjiastuti P. Kadar transforming growth factor (TGF)-1 urin pada berbagai keadaan proteinuria dan efek penambahan losartan dan lisinopril terhadap kadar TGF-1 urin pada anak dengan sindrom nefrotik resisten steroid: suatu uji klinis acak terkontrol [disertasi]. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 28 Nopember 2007.

13. Juarez GF, Luno J, Barrio V, Vinuesa SG, Praga M, Goicoechea M, Cachofeiro V, Nieto J, et al. Effect of dual blockade of the renin-angiotensin system on the progression of type 2 diabetic nephropathy: a randomized trial. Am J Kidney Dis. 2013;61(2):211-18.

14. Presscot WA, Streetman DA, Streetman DS. The potential role of HMG-CoA reductase inhibitors in pediatric nephrotic syndrome. An Pharmacother 2008;38:2105-14.

15. Siburian A. Analisis praktik klinik keperawatan anak kesehatan masyarakat pada pasien sindrom nefrotik di lantai 3 selatan RSUP Fatmawati. [skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2013.

Lampiran

1