simbol-simbol keagamaan dalam -...

156

Click here to load reader

Upload: doanduong

Post on 03-Mar-2019

297 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif
Page 2: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM

SYAIR JAHILIYAH

(KAJIAN HERMENEUTIK SASTRA)

Oleh: Dr. Cahya Buana, MA

Page 3: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

KATA PENGANTAR

Sebagai manusia biasa, terkadang kesibukan selalu menjadi alasan kita agar

diberi maaf untuk menunda atau bahkan meninggalkan kewajiban. Di sisi lain, kita

juga terkadang tidak menyadari bahwa ada kekuatan lain di luar batas kemanusiaan

yang membantu kita dalam menyelesaikan segala beban kehidupan, selagi kita tetap

mau berusaha dan berdoa. Sebuah kekuatan supranatural yang diyakini oleh hampir

semua makhluk di muka bumi ini, kekuatan yang disebut dengan keyakinan Ilahiyah.

Untuk itulah puji dan syukur kami panjatkan pada Sang Empunya kekuatan

Allah SWT yang tidak pernah segan untuk membantu manusia yang dikehendakiNya

sehingga penulisan buku ini akhirnya dapat diselesaikan, meski jauh dari

kesempurnaan. Kebahagiaan dan kesejahteraan yang abadi semoga selalu tercurah

untuk hamba terbaikNya, Nabi Muhammad saw. yang telah membawa pesan dari

langit melalui simbol-simbol yang kita maknai sebagai ajaran agama.

Penelitian ini pada dasarnya tidak mungkin terealisasikan, tanpa bantuan dari

berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih pada Dr. H. Abdul Wahid

Hasyim, MA selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora dan seluruh jajaran

dekanat periode 2010-2014 yang telah memberikan motivasi, baik secara mental

maupun financial pada kami untuk melakukan penelitian sebagai salah satu wujud

dari tridharma perguruan tinggi. Ucapan terima kasih ini juga kami sampaikan untuk

semua karyawan perpustakaan Utama dan fakultas yang telah membantu

memperlancar proses penelitian. Dan semua pihak yang telah membantu kelancaran

penelitian ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkap simbol-simbol agama yang

terdapat dalam syair-syair Jahiliyah, serta sejauh mana simbol-simbol tersebut

mampu mengungkap realitas kehidupan beragama masyarakat Arab pada masa

Jahiliyah.

Melalui kajian tafsir sastra atau yang lebih dikenal dengan istilah

hermeneutik sastra, penelitian ini berhasil mengungkapkan beberapa realitas

kehidupan beragama pada masa Jahiliyah, di antaranya, masyarakat Arab pada masa

Jahiliyah sudah memiliki keyakinan terhadap wujud supranatural, hal ini dibuktikan

dengan banyaknya simbol-simbol lafaz Allah yang digunakan dalam berbagai konteks dalam

Page 4: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

syair mereka, seperti untuk bersumpah, mencela, berdoa, maupun sebagai kekuatan ghaib

yang mampu menolong mereka di saat sulit. Namun demikian, mereka khususnya

masyarakat Arab Badawi baru sampai pada tahap keyakinan dan emosional keagamaan

belum pada makna agama yang sebenarnya. Lafaz Allah yang sering mereka

ucapkan sepertinya hanya sebuah simbol bahasa yang mereka gunakan untuk wujud

supranatural yang dianggap memberikan kekuatan pada mereka, atau bila melihat

dari aspek sejarah, lafaz Allah telah familier di telinga mereka dengan telah

masuknya agama Yahudi dan Nasrani di wilayah Jazirah Arab, tanpa mereka

bermaksud untuk menganut kedua agama tersebut.

Di sisi lain, simbol-simbol kehidupan beragama dalam karya penyair Nasrani

dan Yahudi tampak jelas, dan membuktikan bahwa mereka adalah penganut ajaran

samawi. Hal ini terbukti dari simbol-simbol keagamaan yang mereka ungkapkan

dalam syair yang pada dasarnya hanya dapat diketahui melalui wahyu-wahyu ilahi,

seperti pemahaman akan takwa, akhirat, malaikat dan tugasnya, wahyu dan lain

sebagainya.

Kepercayaan bangsa Arab Jahiliyah adalah sebuah kepercayaan yang sangat

sederhana, sesederhana kehidupan mereka. Namun demikian, mereka adalah

manusia-manusia yang berakal yang mampu menangkap bahwa ada kekuatan lain di

luar kekuatan mereka.

Semoga tulisan ini dapat memberi manfaat bagi yang membacanya. Amiiin!!!

Wassalam

Penulis

Page 5: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR…………………………………………………………...

DAFTAR ISI ………………………………………………………………….....

BAB I : PENDAHULUAN

BAB II : AGAMA DAN HERMENEUTIKA SASTRA

A. Agama: Pengertian dan Ruang Lingkup ………………………

B. Hermeneutika dalam Kajian Sastra ………………………......

C. Bahasa Agama sebagai simbol……………………………..….

D. Posisi Hermeneutik dalam penelitian ini ……………………..

BAB III : SYAIR DALAM STRUKTUR SOSIAL BANGSA ARAB

JAHILIYAH

A. Syair Jahiliyah Sebagai Teks Sejarah …………………………….

B. Definisi dan Karakteristik Syair Jahiliyah …………………….....

BAB IV : SEJARAH SOSIAL BANGSA ARAB JAHILIYAH

A. Makna Jahiliyah ………………………………………………...

B. Letak dan Kondisi Geografi Bangsa Arab …………………..….

C. Asal Usul Bangsa Arab dan Bahasanya ……………………..….

D. Sistem Sosial Politik Bangsa Arab Jahiliyah …………………….

E. Kontak bangsa Arab dengan bangsa asing ………………………..

F. Tradisi Perang (Ayyâm al-Arab)………………………………...

G. Konstruksi Ekonomi dan Keilmuan pada Masa Jahiliyah ……...

BAB V : SIMBOL-SIMBOL AGAMA DALAM SYAIR JAHILIYAH

A. Kategorisasi Syair Jahiliyah………………………...……….

B. Simbol-simbol Agama Dalam Syair Badawi ……………….

C. Simbol-simbol Agama dalam syair Nasrani …………….....

D. Simbol-simbol Agama dalam Syair Yahudi …………….....

BAB VI : PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………....

Page 6: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

BAB I

PENDAHULUAN

Menelusuri sejarah agama, tidak ubahnya dengan menelusuri kembali sejarah

penciptaan manusia. Sepertinya ada kesepakatan tidak tertulis, bahwa manusia tercipta

dan lahir dengan sebuah agama, meski tanpa disebutkan jenis agamanya. Bahkan sejak

penciptaan Adam sebagai manusia pertama, tercatat bahwa ia terlempar ke dunia

dengan berbekal sebuah keyakinan akan adanya sang Pencipta yang harus ia sembah.

Lalu apa sesungguhnya yang dimaksud dengan agama itu sendiri?

Kata agama pada dasarnya adalah sebuah kata yang sangat mudah diucapkan,

namun sulit untuk didefinisikan. Hal tersebut menurut W.H.Clark oleh karena

pengalaman beragama pada dasarnya lebih bersifat subyektif, intern dan individual,

sehingga setiap orang akan merasakan pengalaman agama yang berbeda dengan orang

lain.1 Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dipastikan bahwa agama bukanlah hak

mutlak suatu golongan atau kelompok, namun merupakan hak universal setiap manusia

di setiap masa.

Pada saat membicarakan tentang sejarah agama, maka bagi umat Islam masa

Jahiliyah adalah sebuah masa yang tidak dapat dipisahkan dari konteks sejarah Islam.

Dan mungkin yang terlintas pertama kali dalam benak kita tentang realitas keagamaan

pada masa Jahiliyah adalah sebuah masa di mana manusia tidak mengenal Tuhan

dengan baik. Hal ini dapat kita lihat dari ungkapan beberapa penulis seperti Philip K.

Hitti yang menyatakan bahwa berdasarkan syair-syair Jahiliyah, orang Arab Badawi

tidak banyak yang memeluk agama. Mereka kurang antusias, atau bahkan bersikap

tidak peduli terhadap nilai-nilai religius-spiritual. Ritual-ritual yang mereka lakukan

hanyalah untuk menuruti tradisi yang diwariskan nenek moyang mereka secara turun

1 Heny Narendrany Hidayati dan Andri Yudiantoro, Psikologi Agama, (Jakarta: UIN Press, 2007), hal. 3, dari Walter Housten Clark, The Psychology of Religion, (America: Macmilan Company). Meskipun kata agama itu sulit untuk didefinisikan, namun beberapa ahli teologi tetap berusaha memberikan pengertian dan batasan-batasan agama. Pembahasan ini akan dibahas pada bab berikutnya, sebagai batasan dari pengertian agama.

1

Page 7: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

temurun.2 Selain itu penulis buku Buhûts fi al-Adab al-Jâhili, menganalogikan

masyarakat Arab Jahili dengan lautan yang bergelombang, atau bagai gunung berapi

yang mendidih, mereka tidak memeluk satu agama atau ideologi yang menjadi

pegangan. Sebagian menyembah matahari3, sebagian lainnya menyembah bulan4 dan

bintang5, ada juga yang menyembah malaikat atau dewa dan lain sebagainya, atau

bahkan ada yang tidak memegang kepercayaan apapun seperti atheis. Namun demikian

yang paling dominan adalah kepercayaan mereka terhadap berhala (watsaniyah).

Kehidupan bangsa Arab sangat dipengaruhi oleh berhala-berhala tersebut. Untuk itu

mereka rela memberinya persembahan dan kurban, dan bersumpah atas namanya. Hal

itu berlangsung hingga kedatangan Islam. 6

Agama masyarakat Arab Badawi mempresentasikan pola keyakinan bangsa

Semit paling awal dan primitif. Sebagaimana keyakinan bangsa primitif, maka mereka

sesungguhnya adalah pemeluk kepercayaan animisme. Perbedaan yang nyata antara

kehidupan oasis dan gurun pasir, telah memberikan mereka konsep ideologi awal yang

paling penting, yaitu kepercayaan mereka terhadap dewa yang dianggap sebagai

penentu. Roh pemilik tanah yang subur kemudian dipandang sebagai dewa pemberi

kebajikan, sementara roh pemilik tanah yang gersang dipuja sebagai dewa jahat yang

harus ditakuti.7

Kondisi ideologi yang terdapat dalam masyarakat Arab ini tidak banyak

diceritakan dalam syair-syair Jahiliyah. Hal itu menurut penulis buku Buhûts fi al-Adab

al-Jâhili disebabkan para penyair lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat konkrit dan

kasat mata dan sulit untuk mempercayai hal-hal yang di luar kemampuan akal mereka.

Biasanya mereka menyebut berhala dalam syair untuk bersumpah, dan itu pun

2 Philip K. Hitti., History of The Arabs, (terjemah), (Jakarta: Serambi, 2006), hal. 120 3 Terkadang di dalam masyarakat Arab seseorang diberi nama Abd. Al-Syams (hambanya

matahari)4 kabilah yang terkenal dengan menyembah bulan adalah Kinanah5 Sebagian dari kabilah Lakhm, Khuza’ah dan Quraisy menyembah bintang Sirius (Dog Star)6 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-Jâhili,

(tp: al-Bayân al-‘Arabi, 1961), cet. 1, hal. 26. lih. Juga Al-Iskandari dkk., al-Mufashshal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 34

7 Philip K. Hitti., History of The Arabs, (terjemah), hal. 121

2

Page 8: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

jumlahnya tidak banyak, seperti menyebut nama Latta dan Uzza dalam syair Aus ibn

Hajar berikut ini:

وبالله إنوباللتا والعزى ومن دان دينها

الله منهن أكبرDemi Latta dan Uzza dan orang yang mempercayainyaDemi Allah, sesungguhnya Allah lebih agung dari mereka (berhala-berhala itu) 8

Atau syair yang diungkapkan al-Nâbighah al-Dzubyâni berikut ini:

وليس وراءحلفت فلم أترك لنفسك ريبة

الله للمرء مذهبAku bersumpah tidak pernah aku ragu padamuKarena tidak ada yang bisa diyakini seseorang selain Allah9

Bait syair tersebut menunjukkan bahwa bersumpah dengan nama Allah tidak

berarti seseorang beriman dan mengesakan Allah, serta mengeluarkan mereka dari

kekafiran dan kemusyrikan. Untuk itu, sebagaimana diungkapkan Philip K. Hitti, salah

satu konsep keagamaan penting yang dikenal di kawasan Hijaz adalah konsep tentang

Tuhan. Bagi masyarakat Hijaz, Allah adalah Tuhan yang paling utama, meskipun bukan

satu-satunya. Al-Ilah itu sendiri berasal dari bahasa kuno. Tulisannya banyak muncul

dalam tulisan-tulisan Arab Selatan, yaitu tulisan orang Minea di al-Ula, dan tulisan

orang Saba, tetapi nama tersebut mulai berbentuk dengan untaian huruf HLH dalam

tulisan-tulisan Lihyan pada abad ke-5 S.M.10

Di samping kepercayaan yang telah disebutkan tersebut, ada juga beberapa

orang yang memeluk agama Yahudi dan Nasrani, hanya saja jumlah mereka sangat

sedikit dan jarang muncul di tengah khalayak. Pemeluk agama Yahudi menempati kota

8 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-Jâhili, (tp: al-Bayân al-‘Arabi, 1961), cet. 1, hal. 26

9 `Abbâs `Abd al-Sâtir, Dîwân al-Nâbighah al-Dzubyâni, (Beirut: Dâr al-Kutub al-`Ilmiyah, 1416 H/1996 M), cet. 3, hal. 27

10 dikutip oleh Philip K. Hitti., History of The Arabs, (terjemah), hal. 126 dari Winnet

3

Page 9: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Yatsrib yang kemudian dinamakan Madinah. Mereka terdiri dari Bani Nadhîr, Bani

Qainuqâ, dan Bani Quraizhah. Mereka menempati kota Madinah bersama-sama dengan

suku Aus dan Khazraj. Hubungan mereka terkadang bersahabat, namun juga terkadang

bermusuhan.11

Agama Nasrani tersebar di kabilah Rabi’ah dan Ghassan, serta sebagian kabilah

Qudla’ah, hal ini karena mereka sering berhubungan dengan bangsa Romawi. Di

kerajaan Hirah sendiri dari berbagai suku yang mendiaminya terdapat sebuah kabilah

Arab yang biasa dipanggil dengan ‘al-‘Ibad’, yang merupakan keturunan Bani Taghlib

yang memeluk agama Nasrani. Kota yang paling terkenal yang tempati pemeluk

Nasrani adalah Nejran yang terletak di Yaman. Di antara penyair yang terkenal dari

wilayah ini yaitu Qiss, ‘Adi ibnu Zaid dan Umayah ibnu abi al-Shilat. Dari sekian

banyak penduduk Arab, terdapat kelompok yang mempercayai adanya Tuhan dan

menyembahnya secara murni tanpa menyekutukannya, seperti Waraqah ibn Naufal. 12

Menurut Zurji Zaedân ada tiga sumber rujukan (mashâdir akhbâr al-`Arab)

yang dapat dijadikan sebagai landasan untuk menelusuri sejarah bangsa Arab Jahiliyah,

pertama syair Jahiliyah, kedua peninggalan-peninggalan bangsa Himyar, ketiga sejarah

kaum Yahudi di Hijaz dan Yaman, serta gereja-gereja kristiani yang terdapat di Irak.

Dalam hal ini Jurji Zaedan menempatkan syair Arab Jahiliyah sebagai sumber rujukan

pertama sejarah bangsa Arab Jahiliyah. 13 Hal itu karena syair pada masa Jahiliyah

menempati posisi penting di kalangan masyarakat Arab, sehingga pada masa itu penyair

memperoleh penghormatan dari masyarakat lebih dari seorang orator (khâtib).14

Meskipun dalam paparan sebelumnya dijelaskan, bahwa bangsa Arab Jahiliyah

tidak begitu mengenal Tuhan dengan baik, namun hal itu bukan berarti mereka sama

sekali tidak menganut sistem ideologi, sebab berdasarkan contoh syair tersebut dan juga

11 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-Jâhili, hal. 26

12 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-Jâhili, hal. 27

13 Jurzi Zaedân, al-`Arab Qabla al-Islâm, (Kairo: Dâr al-Hilâl, tth), hal. 19. Sesuai dengan judulbukunya yang membahas tentang kondisi bangsa Arab sebelum Islam, dalam bukunya pun Jurji Zaedân tidak mencantumkan dalil-dalil al-Qur’an sebagai sumber informasi sejarah bangsa Arab Jahiliyah.

14 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, hal. 340

4

Page 10: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

syair sebelumnya, dapat dipastikan bahwa mereka memiliki sebuah keyakinan akan

sesuatu hal yang bersifat ghaib. Maka syair Jahiliyah, dalam hal ini adalah sebuah

media informasi yang dapat digunakan untuk meneliti berbagai aspek kehidupan bangsa

Arab termasuk aspek agama.

5

Page 11: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

BAB II

AGAMA DAN HERMENEUTIKA SASTRA

A. Agama: Pengertian dan Ruang Lingkup

Para peneliti agama maupun para ahli agama, sepertinya sepakat untuk

mengatakan sulit ketika harus memberikan definisi yang tepat pada kata agama.

Menurut penulis Psikologi Agama, kesulitan tersebut disebabkan oleh karena, pertama

agama itu bersifat sangat etnosentris, yaitu selalu diterima dan dialami secara subyektif.

Oleh karena itu, orang sering mendefinisikan agama sesuai dengan pengalaman dan

penghayatannya pada agama yang dianutnya. Kedua, agama bersifat kompleks, artinya

setiap definisi agama selalu tidak pernah komprehensif. Definisi-definisi yang ada

hanya menangkap sebagian dari realitas agama, sedangkan definisi adalah batasan

sesuatu, dan istilah agama sangat sulit untuk dibatasi.15

Dalam bahasa Indonesia, kata agama itu sendiri berasal dari bahasa Sangsakerta

yang pada mulanya masuk ke Indonesia sebagai nama kitab suci golongan Hindu Syiwa

yang diberi nama Agama. Akan tetapi saat ini, kata tersebut tidak lagi mengacu pada

kitab suci tersebut, namun dipahami sebagai nama jenis bagi keyakinan hidup tertentu

yang dianut oleh suatu masyarakat, sebagaimana kata dharma yang juga dari bahasa

Sangsakerta, d nỉ dari bahasa Arab, dan religi dari bahasa Latin. Kata agama diambil

dari dua akar suku kata yakni a yang bertarti tidak dan gama yang berarti kacau. Untuk

itu, secara etimologi kata agama dalam bahasa Indonesia memiliki tiga arti, yaitu tidak

kacau16, tidak pergi17, dan jalan bepergian atau jalan hidup.18

15 Heni Narendrany Hidayati dan Andri Yudiantoro, Psikologi Agama, (Ciputat: Lemlit UINJakarta, 2007), hal. 4-5.

16 Hal itu mengandung arti bahwa agama adalah suatu peraturan yang mengatur kehidupanmanusia agar tidak kacau. Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, (Bandung: Rosdakarya, 2002), cet. 2, hal.13

17 Yang dimaksud dengan tidak pergi yakni bersifat diwariskan secara turun temurun. Timpenulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), hal. 63

18 Ensiklopedi Islam Indonesia, hal. 63. Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, hal. 13

6

Page 12: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Dalam bahasa Arab kata agama dikenal dengan istilah al-din dan al-millah.

Dalam kamus, kata al-din mengandung banyak arti, seperti: hukum, peraturan, undang-

undang, tuntunan, disiplin, tunduk, patuh, taat, tingkah laku, adat kebiasaan,

perhitungan, hutang, balasan, dan ibadat kepada Tuhan.19

Secara terminologi, Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan agama

sebagai ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan

kepada yang Tuhan Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan

manusia dan manusia dengan lingkungannya.20 Tidak jauh berbeda dengan Kamus

Besar bahasa Indonesia, Amsal Bahtiar dalam bukunya Filsafat Agama, menyebutkan

bahwa agama adalah suatu sistem kepercayaan kepada Tuhan yang dianut oleh

sekelompok manusia dengan selalu mengadakan interaksi denganNya. Adapun pokok

persoalan yang dibahas adalah eksistensi Tuhan, manusia, dan hubungan manusia

dengan Tuhan.21 Sedangkan Mahmud Syaltut menyatakan bahwa agama adalah

ketetapan-ketetapan ilahi yang diwahyukan kepada Nabinya untuk menjadi pedoman

hidup manusia.22

Definisi-definisi tersebut pada dasarnya lebih bersifat theo-oriented, sehingga

apa yang telah disebutkan sebelumnya bahwa definisi agama biasanya sesuai dengan

pengalaman dan penghayatan si pembuat adalah benar. Maka ada baiknya juga penulis

mengemukakan definisi agama yang diberikan oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia

sebelum revisi terakhir pada tahun 2008, edisi cetak 1995, menurutnya agama adalah

sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa

atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian

dengan kepercayaan tersebut.23

Definisi lain yang lebih universal adalah definisi yang biasa diberikan oleh para

sosiolog. Menurut mereka agama adalah suatu jenis sistem sosial yang dibuat oleh

19 Ensiklopedi Islam Indonesia, hal. 218. Sa’di Abu Jaib, al-Qamus al-Fiqhi Lughatan waishthilahan, (Beirut: Dar al-Fikr: 1988), cet. 2, hal. 132. Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, hal. 13

20 Tim penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), hal. 1221 Amsal Bahtiar, Filsafat Agama, (Ciputat: Logos, 1999), hal. 222M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1993), hal. 209 23 Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal. 10

7

Page 13: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

penganutnya yang berporos pada kekuatan-kekuatan non-empiris yang dipercayainya

dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi mereka dan masyarakat luas

umumnya.24 Dua definisi agama yang terakhir, baik yang dilontarkan oleh Kamus Besar

Bahasa Indonesia edisi lama maupun definisi yang diberikan para sosiolog, tampaknya

lebih bersifat terbuka dan tidak bersifat primordial.

Meskipun definisi agama sulit dipastikan, The Encyilopedi of Philoshophy

menyebutkan ciri-ciri dari agama sebagai berikut:

1. Kepercayaan kepada wujud supranatural (Tuhan)

2. Perbedaan antara obyek sakral dan profane

3. Tindakan ritual yang berpusat pada obyek sakral

4. Tuntutan moral yang diyakini ditetapkan oleh Tuhan

5. Perasaan yang khas agama (ketakjuban, perasaan misteri, rasa bersalah,

pemujaan) yang cenderung bangkit di tengah-tengah obyek sakral atau

ketika menjalankan ritual, dan yang dihubungkan dengan gagasan ketuhanan

6. Sembahyang dan bentuk-bentuk komunikasi lainnya dengan Tuhan.

7. Pandangan dunia atau gambaran umum tentang dunia secara keseluruhan

dan tempat individu di dalamnya.

8. Pengelolaan kehidupan yang bersifat menyeluruh yang didasarkan pada

pandangan dunia tersebut.

9. Kelompok sosial yang diikat bersama oleh hal-hal di atas.25

Berdasarkan hal tersebut, maka hampir semua agama mengandung empat (4)

unsur penting berikut:

1. Pengakuan bahwa ada kekuatan ghaib yang menguasai atau mempengaruhi

kehidupan manusia.

2. Keyakinan bahwa keselamatan hidup manusia tergantung pada adanya

hubungan baik antara manusia dengan kekuatan ghaib itu.

3. Sikap emosional pada hati manusia terhadap kekuatan ghaib itu, seperti

sikap takut, hormat, cinta, penuh harapan, pasrah, dan lain-lain.

24 Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hal. 34 25 Heny Narendrany, Psikologi Agama, hal. 5

8

Page 14: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

4. Tingkah laku tertentu yang dapat diamati seperti shalat, sembahyang, doa,

puasa, suka menolong, tidak korupsi dan lain-lain, sebagai buah dari tiga

unsur pertama.

Menurut Ensiklopedi Islam Indonesia, tiga unsur pertama itu merupakan jiwa

agama, sedangkan unsur keempat merupakan bentuk lahiriahnya.26

Pada intinya, manusia perlu beragama karena manusia memiliki kemampuan

terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannnya menjadikan keyakinan bahwa

ada sesuatu yang luar biasa diluar dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari

sumber yang luar biasa juga. Dan sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam

sesuai dengan bahasa manusianya sendiri. Misal Tuhan, Dewa, God, Syang-ti, Kami-

Sama dan lain-lain atau hanya menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa,

Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige dll.27

Keyakinan atau pengakuan adanya kekuatan ghaib, merupakan keyakinan pokok

dalam semua agama, kecuali dalam agama Budha Hinayana. Masyarakat primitive

umumnya meyakini adanya tiga macam kekuatan ghaib, yaitu: kekuatan sakti (mana),

roh-roh (terutama roh-roh manusia yang telah wafat), dan dewa-dewa atau Tuhan.

Mereka dapat sekaligus berfaham dinamisme, yakni mempercayai bahwa tiap-tiap

benda dapat ditempati oleh kekuatan sakti, yang bias memberikan manfaat atau

malapetaka kepada manusia; berfaham animisme, yakni mempercayai bahwa tiap-tiap

benda dapat ditempati oleh ro-roh, terutama roh-roh manusia yang dapat menolong

atau mengganggu manusia; dan berfaham politeisme, yakni mempercayai dan

menyembah banyak dewa yang mereka anggap mempunyai kekuatan yang lebih besar

dari roh-roh; atau berfaham monoteisme, yakni menyembah satu dewa atau satu Tuhan,

tapi tidak mengingkari adanya para dewa atau Tuhan-tuhan lain yang menjadi saingan

bagi dewa atau Tuhan yang mereka sembah. Pada masyarakat primitive, sebenarnya

juga terdapat keyakinan tentang adanya dewa atau Tuhan tertinggi, yang menciptakan

para dewa dan alam semesta semuanya; akan tetapi sebagian mereka cenderung

26 Tim penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan,1992), hal. 63

27 Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas. Halaman terakhir diubah pada 20:16, 20Agustus 2010

9

Page 15: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

menyembahnya dan sekaligus menyembah dewa-dewa yang lain, bahkan sebagian lagi

cenderung tidak menyembahnya, karena dianggap terlalu jauh untuk disembah, seperti

perlakuan masyarakat Arab Jahiliyah terhadap Allah.28

Masyarakat maju atau modern yang beragama, pada umumnya cenderung pada

faham monoteisme, yakni meyakini hanya ada satu Tuhan yang menciptakan segenap

alam; tidak ada Tuhan selain Dia, seperti rumusan Syahadat Umat Islam. Umat Islam,

Yahudi, Kristen, Hindu, Budha Mahayana, mengaku bahwa agama masing-masing

adalah agama monoteisme.

Secara teologis, ulama Islam membagi agama-agama yang ada di dunia ini

menjadi dua kelompok. Pertama, adalah agama wahyu, yakni agama yang diwahyukan

Tuhan kepada para Rasulnya yang banyak seperti kepada Nabi Nuh, Ibrahim, Musa,

Daud, Isa, dan terakhir pada Nabi Muhammad SAW. Keyakinan sentral dalam agama

wahyu yang diajarkan para Rasul Tuhan itu, pada masa hidup masing-masing, tidak lain

dari Tauhidullah (mengesakan Allah), yakni mengakui tidak ada Tuhan selain Allah, dan

hanya kepadanya saja ubudiyah serta ketaan ditunjukkan secara langsung. Kedua adalah

bukan wahyu, yakni agama-agama yang muncul sebagai hasil budaya imajinasi,

perasaan, atau fikiran manusia.29

Setiap agama, tentu saja memiliki cara atau dalam istilah Islam syariat tersendiri

dalam menjalankannya. Berdasarkan hasil penelitian, ada empat cara yang biasa

digunakan para penganut agama, yaitu:

1. Tradisional, yaitu cara beragama berdasar tradisi. Cara ini mengikuti cara

beragamanya nenek moyang, leluhur atau orang-orang dari angkatan sebelumnya. Pada

umumnya kuat dalam beragama, sulit menerima hal-hal keagamaan yang baru atau

pembaharuan. Apalagi bertukar agama, bahkan tidak ada minat. Dengan demikian

kurang dalam meningkatkan ilmu amal keagamaanya.

2. Formal, yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di lingkungannya

atau masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara beragamanya orang yang

berkedudukan tinggi atau punya pengaruh. Pada umumnya tidak kuat dalam beragama.

28 Ensiklopedi Islam Indonesia, hal. 63-6429 Ensiklopedi Islam Indonesia, hal. 64

10

Page 16: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Mudah mengubah cara beragamanya jika berpindah lingkungan atau masyarakat yang

berbeda dengan cara beragamnya. Mudah bertukar agama jika memasuki lingkungan

atau masyarakat yang lain agamanya. Mereka ada minat meningkatkan ilmu dan amal

keagamaannya akan tetapi hanya mengenai hal-hal yang mudah dan nampak dalam

lingkungan masyarakatnya.

3. Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk

itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan

pengetahuan, ilmu dan pengamalannya. Mereka bisa berasal dari orang yang beragama

secara tradisional atau formal, bahkan orang tidak beragama sekalipun.

4. Metode Pendahulu, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan akal dan hati

(perasaan) dibawah wahyu. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan

menghayati ajaran agamanya dengan ilmu, pengamalan dan penyebaran (dakwah).

Mereka selalu mencari ilmu dulu kepada orang yang dianggap ahlinya dalam ilmu

agama yang memegang teguh ajaran asli yang dibawa oleh utusan dari Sesembahannya

semisal Nabi atau Rasul sebelum mereka mengamalkan, mendakwahkan dan bersabar

(berpegang teguh) dengan itu semua.30

Menurut Prof. Dr. Koetjaraningrat yang dikutip oleh Rusmin Tumanggor, ada

beberapa komponen yang terkait dengan sistem religi, yaitu (1) emosi keagamaan, (2)

sistem keyakinan, (3) sistem ritus dan upacara, (4) peralatan ritus dan upacara, dan (5)

umat beragama.31

Hal-hal yang terkait dengan agama ini, sangat penting untuk dibahas oleh

peneliti, untuk dijadikan sebagai landasan teoritis dalam penelitian selanjutnya.

B. Hermeneutika dalam Kajian Sastra

a. Pengertian Hermeneutika dan Tokoh-tokohnya

Hermeneutik berasal dari bahasa Yunani “hermeneuein” atau Ερμηνεύω

hermēneuō yang berarti menerangkan, atau menafsirkan, atau mengungkapkan pikiran

seseorang ke dalam kata-kata. Semula Hermeneutik digunakan untuk menafsirkan

30 http://id.wikipedia.org/wiki/Agama, Halaman terakhir diubah pada 20:16, 20 Agustus2010

31 Heny Narendrany, Psikologi Agama, hal. 6

11

Page 17: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Alkitab, sehingga lebih banyak berkembang di kalangan Gereja dan dikenal sebagai

gerakan eksegesis atau penafsiran teks-teks agama. Secara historis, kata hermeneutik

terkait erat dengan dewa Hermes, salah seorang dewa dalam mitologi Yunani yang

bertugas mentransfer pesan-pesan Tuhan yang notabene berbahasa langit kepada

manusia yang berbahasa bumi.32

Tuhan oleh masyarakat Yunani disimbolkan dengan nama Jupiter. Tugas Hermes

adalah menterjemahkan pesan-pesan dari dewa di Gunung Olympus ke dalam bahasa

yang dapat dimengerti manausia. Oleh karena itu, fungsi Hermes sangat penting sebab

bila terjadi kesalahfahaman tentang pesan dewa-dewa, akibatnya akan fatal bagi seluruh

umat manusia. Hermes harus mampu menginterpretasikan atau menyadur sebuah pesan

ke dalam bahasa yang dipergunakan oleh pendengarnya. Dan sejak itu, Hermes menjadi

Simbol seorang duta yang dibebani dengan sebuah misi tertentu. Berhasil tidaknya misi

tersebut, sepenuhnya tergantung pada cara bagaimana pesan itu disampaikan.33 Menurut

Seyyed Hossein Nasr, Hermes tersebut tiada lain adalah Nabi Idris as sebagai manusia

pertama yang mengetahui tulisan, teknologi tenun, kedokteran dan astrologi.34

Dari latar belakang historis tersebut ditarik sebuah kesimpulan awal, bahwa

hermeneutik adalah proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi

mengerti. Batasan umum ini menurut Richard E. Palmer selalu dianggap benar, baik

dalam pandangan hermeneutik klasik maupun modern.35 Menurut Palmer definisi

hermeneutika hingga saat ini masih terus berkembang. Definisi hermeneutika

setidaknya dapat dibagi menjadi enam:

32 Dewan Redaksi, Ensiklopedi Sastra Indonesia, (Bandung: Titian Ilmu, 2004), hal. 307 .http://id.wikipedia.org/wiki/Hermeneutika dari Bernard Ramm, Protetant Biblical Interpretation, trans.Silas C.Y. Chan (Monterey Park, Ca.: Living Spring, 1983), hal. 10. Arndt and Gingrich, A Greek-EnglishLexicon of The New Testament and Other Early Christian Literature (Chicago: The Univ, of ChicagoPress, 1957), hal. 309-310. Petura Manuaba, Hermeneutika dan Interpretasi Sastra, (FSU: in theLimelight Vol. 8, No. 1, Juli 2001). Mudjia Rahardjo, Hermeneutika Gadamerian; Kuasa Bahasa dalamWacana Politik Gus Dur, (Malang: UIN-Malang Press, 2007), hal. 88

33 E. Sumaryono, Hermeneutik; sebuah Metode Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hal. 2434 Pembahasan panjang mengenai hubungan Hermes dan Nabi Idris as, baca Komarudin

Hidayat, Memahami Bahasa Agama, (Jakarta: Paramadina, 1996), hal. Sukron Kamil, Teori KritikSastra Arab, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hal. 221, dikutip dari Abdul Hadi WM, Hermeneutik,Estetika, dan Religiusitas, (Yogayakarta: Matahari, 2004), hal. 70-89

35 E. Sumaryono, Hermeneutik; sebuah Metode Filsafat, hal. 24

12

Page 18: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

1) Pengertian yang paling populer adalah ilmu tentang penafsiran (science of

interpretation) atau lebih spesifik lagi yaitu teori penafsiran Kitab Suci

(theory of biblical exegesis). 2) Hermeneutika didefinisikan sebagai metodologi filologi umum (general

philological methodology). 3) Hermeneutika sebagai ilmu tentang semua pemahaman bahasa (science of

all linguistic understanding). 4) Hermeneutika sebagai landasan metodologis dari ilmu-ilmu kemanusiaan

(methodological foundation of Geisteswissenschaften).5) Hermeneutika sebagai pemahaman eksistensial dan fenomenologi eksistensi

(phenomenology of existence dan of existential understanding). 6) Hermeneutika sebagai sistem penafsiran (system of interpretation).36

Keenam definisi tersebut bukan sebatas urutan fase sejarah hermeneutika,

namun masing-masing menunjukkan pendekatan yang sangat penting dalam problem

penafsiran suatu teks. Keenam definisi tersebut, masing-masing, mewakili berbagai

dimensi yang sering disoroti dalam hermeneutika. Setiap definisi membawa nuansa

yang berbeda, namun demikian dapat dipertanggungjawabkan pada saat seseorang

menafsirkan sesuatu, terutama dalam penafsiran teks.37

Definisi lain yang lebih konkrit diungkapkan oleh Habermas sebagaimana

dikutip MudjiaRahadjo, bahwa hermeneutika adalah suatu seni memahami makna

komunikasi linguistik dan menafsirkan simbol yang berupa teks atau sesuatu yang

diperlakukan sebagai teks untuk dicari arti dan maknanya. Metode ini mensyaratkan

adanya kemampuan untuk menafsirkan masa lampau yang tidak dialami untuk

kemudian dibawa ke masa sekarang.38 Berdasarkan pengertian tersebut, maka syair

Jahiliyah termasuk salah satu objek kajian dalam dunia hermeneutika.

E. Sumaryono dalam bukunya Hermeneutik; Sebuah Metode Filsafat,

menyebutkan sebanyak enam tokoh hermeneutik lengkap dengan konsep pemikiran

masing-masing, seperti F.D.E. Schleiermacher, Wilhelm Dilthey, Hans-Georg Gadamer,

36 Reza Antonius Wattimena, Definisi Hermeneutika,(rezaantonius.multiply.com./jurnal/item/46) Rabu, 4 Nopember 2009.

37 Reza Antonius Wattimena, Definisi Hermeneutika, Rabu, 4 Nopember 200938 MudjiaRahardjo, Hermeneutika Gadamerian; Kuasa Bahasa dalam Wacana Politik Gus Dur,

(Malang: UIN-Malang Press, 2007), hal. 88

13

Page 19: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Jurgen Habermas, Paul Ricouer, dan Jacques Derrida. F.D.E. Schleiermacher39 yang

dianggap sebagai Bapak hermeneutik menggunakan hermeneutik sebagai landasan

filsafat dan teologi. Untuk itu bagi Schleiermacher hermeneutik adalah sebuah teori

tentang penjabaran dan interpretasi teks-teks mengenai konsep-konsep tradisional kitab

suci dan dogma. Ia menerapkan metode philologi untuk membahas tulisan-tulisan

biblis40 dan menerapkan metode hermeneutik teologis untuk teks-teks yang tidak

berhubungan dengan Injil (Bible).41

Tokoh hermeneutik lainnya Wilhelm Dilthey42 seorang filsuf yang cukup

terkenal di Jerman lebih menekankan aspek historis dalam teori hermeneutiknya. Untuk

itu, ia berambisi untuk menyusun sebuah dasar epistemologis baru bagi pertimbangan

sejarah. Hermeneutik Dilthey meliputi interpretasi tentang objek dan subjek sejarah,

peristiwa dan pelaku sejarah, serta interpreter dan yang dinterpretasikannya. Menurut

Sumaryono, hal-hal tersebut semuanya dalam keadaan tumpang tindih dalam pengertian

dan pemahaman manusia.43

Hans-Georg Gadamer44 adalah tokoh hermeneutik yang cukup terkenal.

Karyanya Wahrheit und Methode (Kebenaran dan Metode) menegaskan bahwa

hermeneutik bukanlah sebuah metode namun pemahaman. Pemahaman yang ia

inginkan adalah pemahaman yang mengarah pada tingkat ontologis, bukan metodologis.

Untuk itu, hermeneutik lebih merupakan usaha memahami dan menginterpretasi sebuah

teks. Hermeneutik merupakan bagian dari keseluruhan pengalaman mengenai dunia.

Hermeneutik berhubungan dengan suatu teknik atau teche tertentu, dan berusaha

kembali ke susunan tata bahasa, aspek kata-kata retorik dan aspek dialektik sesuatu

bahasa. Untuk itu pemahaman pada dasarnya berkaitan dengan hubungan antar makna

39 Friedrich Ernst Daniel Schleiermacher dilahirkan di Breslau pada tanggal 21 November1768dari keluarga yang taat dalam agama Protestan. Di bawah bimbingan Johann August Eberhard, iamempelajari filsafat Kant melalui tulisannya yang berjudul Kritik atas Akal Murni dan mengevaluasinya.E. Sumaryono, Hermeneutik; Sebuah Metode Filsafat, hal. 35

40 Biblis adalah segala hal yang terkait dengan kitab suci Bible. 41 E. Sumaryono, Hermeneutik; Sebuah Metode Filsafat, hal. 3742 Wilhelm Dilthey lahir pada tanggal 19 November 1833. Ayahnya seorang pendeta Protestan

di Biebrich dan ibunya seorang putri dirigen yang mewarisinya bakan di bidang musik. 43 Lebih lengkap tentang pemikiran Wilhelm Dilthey, lih. E. Sumaryono, Hermeneutik; Sebuah

Metode Filsafat, hal. 45-6544 Hans-Georg Gadamer lahir di Marburg pada tahun 1900.

14

Page 20: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

dalam sebuah teks, serta pemahaman tentang realitas yang kita perbincangkan.

Sumaryono menyebut Gademer dengan hermeneut sejati.45

Tokoh hermeneutik lainnya yang juga terkenal adalah Paul Ricoeur. Tokoh ini

banyak berbicara tentang teori simbol dalam hermeneutik. Untuk itu, peneliti membahas

secara khusus teori dan pemikirannya dalam ruang tersendiri.

b. Teori Simbol dalam hermeneutik Sastra

Penelitian ini diberi judul Simbol-simbol agama dalam syair Jahiliyah, untuk itu

kajian tentang simbol merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dikemukakan

terlebih dahulu sebagai landasan teoritis.

Sebagaimana diungkapkan Mudjirahardjo, istilah hermeneutika sebagai ilmu

tafsir pertama kali diperkenalkan oleh seorang teolog Jerman bernama Johann Konrad

Dannhauer (1603-1666), sekitar abad ke-17 dengan dua pengertian, yaitu hermeneutika

sebagai seperangkat prinsip metodologis penafsiran dan hermeneutik sebagai

penggalian filosofis dari sifat dan kondisi yang tak bisa dihindarkan dari kegiatan

memahami.46

Hermeneutik yang pada mulanya berkembang di kalangan gereja dan dikenal

sebagai gerakan eksegesis atau penafsiran teks-teks agama, kemudian berkembang

menjadi ‘filsafat penafsiran’ kehidupan sosial. Di kemudian hari F.D.E. Schleiermacher

yang dianggap sebagai Bapak Hermeneutika, membangkitkan kembali hermeneuitik

dan membakukannya sebagai metode interpretasi yang tidak hanya terbatas pada kitab

suci, tetapi juga seni, sastra dan juga sejarah.47

Sebagai bagian ilmu humaniora, sastra termasuk salah satu bidang yang sangat

membutuhkan konsep hermeneutika ini. Sebab, kajian sastra, apa pun bentuknya,

berkaitan dengan suatu aktivitas yakni interpretasi (penafsiran). Kegiatan apresiasi

sastra dan kritik sastra, pada awal dan akhirnya, terkait erat dengan karya sastra yang

harus diinterpreatasi dan dimaknai. Semua kegiatan kajian sastra, terutama dalam

prosesnya, pasti melibatkan peranan konsep hermeneutika. Oleh karena itu,

45 Lebih lengkap tentang pemikiran Hans-Georg Gadamer, lih. E. Sumaryono, Hermeneutik;Sebuah Metode Filsafat, hal. 67-85

46 MudjiaRahardjo, Hermeneutika Gadamerian; hal. 8947 MudjiaRahardjo, Hermeneutika Gadamerian; Ibid

15

Page 21: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

hermeneutika menjadi hal yang prinsip dan tidak mungkin diabaikan dalam penafsiran

teks sastra.48

Sebagai sebuah metode penafsiran, hermeneutika tidak hanya memandang teks,

tetapi juga berusaha menyelami kandungan makna literalnya. Lebih dari itu,

hermeneuitika berusaha menggali makna dengan mempertimbangkan horison-horison

yang melingkupi teks tersebut, yakni horison teks, pengarang dan pembaca. Dengan

kata lain, sebagai sebuah metode penafsiran, hermeneutika memperhatikan tiga hal

sebagai komponen pokok dalam upaya penafsiran, yakni teks, konteks, dan upaya

kontekstualisasi. Berdasarkan hal tersebut, hermeneutika menempatkan bahasa sebagai

bagian sangat penting dalam kajiannya. Sebab, bahasa dianggap sebagai bagian yang

tak terpisahkan dari kehidupan manusia.49

Menurut Paul Ricoeur50, Bahasa pada hakekatnya adalah simbol-simbol, karena

menggambarkan hal lain yang sifatnya tidak langsung, tidak begitu penting serta

figuratif dan hanya dapat dimengerti melalui simbol-simbol tersebut. Oleh karena itu,

simbol-simbol dan interpretasi merupakan konsep-konsep yang mempunyai pruralitas

makna yang terkandung di dalam simbol-simbol atau kata-kata, sehingga setiap kata

pada hakekatnya adalah sebuah simbol yang penuh dengan makna dan intensi yang

tersembunyi. Untuk itu, menurut Ricoeur hermeneutik bertujuan untuk menghilangkan

misteri yang terdapat dalam simbol-simbol tersebut. 51

Menurut Ricoeur, salah satu sasaran yang hendak dituju oleh berbagai macam

hermeneutik adalah “perjuangan melawan distansi kultural” yaitu penafsir harus

mengambil jarak supaya ia dapat membuat interpretasi dengan baik. Kita baru bisa

mengkritik jika kita membuat jarak dengan objek kritik. Namun demikian, orang yang

mengajukan kritik itu, tetap harus memiliki bekal awal yang berupa hipotesa sementara,

48 Putera Manuaba, Hermeneutika dan Interpretasi Sastra, (FSU in the Limelight), vol. 8, No. 1,Juli 2001

49 MudjiaRahardjo, Hermeneutika Gadamerian; Kuasa Bahasa dalam Wacana Politik Gus Dur,hal. 90-91

50 Paul Ricoeur lahir di Valence, Prancis Selatan pada tahun 1913. Ia berasal dari keluarga Kristen Protestan yang saleh dan dipandang sebagai cendekiawan Protestan terkemuka di Prancis.

51 E. Sumaryono, Hermeneutik; Sebuah Metode Filsafat, hal. 106

16

Page 22: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

sehingga sebagaimana dikatakan Gadamer, pengkritik tidak sepenuhnya absurd atau

bahkan menipu.52

Syair sebagai sebuah seni yang menggunakan bahasa sebagai medianya atau

menurut para pencinta sastra Arab adalah untaian kata (kalâm) yang fasih yang

berdasarkan pada wazan dan qâfiyah, dan biasanya mengungkapkan tentang gambaran-

gambaran imajinasi yang indah, pada hakekatnya adalah simbol-simbol yang dibuat

oleh penyair yang sarat akan makna dan membutuhkan penafsiran-penafsiran.

C. Bahasa Agama sebagai simbol

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa definisi keenam dari hermeneutika

menurut Richard E. Palmer adalah sebagai sistem penafsiran (system of interpretation).

Dan hermeneutika sebagai sistem penafsiran dapat diterapkan, baik secara kolektif

maupun secara personal, untuk memahami makna yang terkandung dalam mitos-mitos

ataupun simbol-simbol.

Menurut Mudjahirin Thohir, agama dapat didefinisikan sebagai “seperangkat

aturan dan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan dunia gaib, khususnya

dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan manusia, dan mengatur

manusia dengan lingkungannya”. Sebagai seperangkat aturan dan peraturan, agama

menjadi pedoman moral dan etika yang terwujud sebagai nilai-nilai budaya, yang

mengintegrasikan dan menjiwai setiap upaya pemenuhan kebutuhan biologi dan sosial

dari warga masyarakat. Aturan dan peraturan itu diturunkan dan diperkenalkan ke

dalam sistem-sistem simbol.53

Simbol-simbol keagamaan itu menjadi perantara pemikiran manusia dengan

kenyataan yang ada di luarnya. Sebagai perantara, simbol-simbol keagamaan itu

diperlukan dan diperlakukan sebagai “model dari” (model of) dan “model untuk”

(model for). Sebagai “model dari”, simbol-simbol itu berisi nilai-nilai yang menyelimuti

perasaan-perasaan emotif, kognitif, dan evaluatif manusia sehingga mereka menerima

kenyataan. Berdasarkan pada pengetahuan dan keyakinan keagamaan seperti itu, maka

52 E. Sumaryono, Hermeneutik; Sebuah Metode Filsafat, hal. 10753 Mudjahirin Thohir, Agama dan Simbol, Posted on April 19th, 2009

17

Page 23: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

agama lantas menjadi “model untuk” manusia mengekspresikan nilai-nilai keagamaan.

Apa yang diekspresikan dan bagaimana mengekspresikan, adalah melalui suatu proses

sembolik.54

Untuk itu, menurut Thohior, kajian mengenai simbol-simbol dan bagaimana

simbol-simbol itu dimanfaatkan untuk mengkaji masalah agama dan keagamaan, sangat

menarik dan penting. Menarik karena pendekatan sembolik terhadap masalah agama

dan keagamaan ternyata menghadirkan peluang yang sangat besar untuk lebih bisa

memahami makna-makna yang tersembunyi di balik simbol-simbol agama, baik yang

ada di balik isi teks-teks agama maupun dalam perilaku keagamaan. Penting karena

ternyata pendekatan semiotik ini bisa memberi suatu model pemecahan baru yang

berbeda dengan ketika agama dan keagamaan didekati secara normatif yang cenderung

doktriner.

Kesalahan terbesar manusia dalam memahami simbol adalah menganggap

bahwa simbol adalah substansi. Sehingga mereka kerap kali terjebak pada pembenaran

terhadap semua hal yang hanya bersifat kasat mata sebagai kebenaran hakiki. Muara

dari kesalahan itu adalah fanatisme. Contoh kasus: Agama X menyebut kata Tuhan

dengan sebutan X1, sedangkan agama Y menyebutnya dengan Y1. Masing-masing

agama mengklaim bahwa penyebutan yang benar adalah menurut cara mereka masing-

masing. Di luar penyebutan itu, dianggap sebagai ajaran sesat.

Begitu pula dengan bahasa yang dipakai. Agama A menggunakan bahasa A1

baik dalam kitab sucinya, maupun dalam tata cara ibadah. Di lain pihak, agama B

memilih menggunakan bahasa B1. Perbedaan simbolik yang hanya terletak pada

permukaan itu dijadikan alasan untuk saling membenci, dan memusuhi satu sama lain.55

Agama memberi lambang-lambang kepada manusia. Dengan lambang-lambang

tersebut mereka dapat mengungkapkan hal-hal yang susah diungkapkan, meskipun

hakikat pengalaman keagamaan selamanya tidak dapat diungkapkan. Ide tentang Tuhan

telah membantu member semangat kepada manusia dalam menjalankan tugas-tugasnya

54 Mudjahirin Thohir, Agama dan Simbol, Staff.undip.ac.id weblog55 Mudjahirin Thohir, Ibid

18

Page 24: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

sehari-hari, menerima nasibnya yang tidak baik, atau bahkan berusaha mengatasi

kesukaran-kesukaran yang banyak dan berusaha mengakhirinya.56

Karena inti emosi keagamaan dipandang tidak dapat diekspresikan, maka semua

upaya untuk itu semata-mata merupakan perkiraan-perkiraan yang bersifat simbolik.

Salah satu cara menghidupkan benda-benda dan makhluk sacral yang ghaib dalam

fikiran dan jiwa para pemeluk agama, maka simbolisme memiliki tempat yang

istimewa. Karena lambaing-lambang itu mampu membangkitkan perasaan dan

keterikatan lebih sekedar formulasi verbal dari benda-benda yang mereka percayai

sebagai lambing tersebut. Lambang-lambang tersebut sepanjang sejarah sampai

sekarang merupakan pendorong-pendorong yang paling kuat bagi timbulnya perasaan

manusia. Karena itu tidak sukar untuk difahami bahwa dimilikinya lambang bersama

merupakan cara yang sangat efektif untuk empererat persatuan di antara pemeluk.57

Terkait dengan bahasa agama, Komaruddin Hidayat membaginya ke dalam dua

bagian, pertama bersifat teologis (theo-oriented), bahwa yang dimaksud dengan bahasa

Agama adalah kalam ilahi yang kemudian terabadikan ke dalam Kitab suci. Dalam teori

ini, term Tuhan dan Kalamnya lebih ditekankan, sehingga pengertian bahasa Agama

yang paling mendasar adalah bahasa kitab suci. (h. 50) kedua, bersifat antropologis

(antropo-oriented), bahwa yang dimaksud dengan bahasa agama adalah ungkapan serta

perilaku keagamaan dari seseorang atau sebuah kelompok social. Dalam pengertian

yang kedua, bahasa agama merupakan wacana keagamaan yang dilakukan oleh umat

beragama maupun sarjana ahli agama, meskipun tidak selalu menunjuk serta

menggunakan ungkapan-ungkapan kitab suci.58

Hampir tidak berbeda dengan Komarudin Hidayat, Akhmad Muzakki membuat

karakterisasi tentang bahasa agama, sebagai berikut, pertama, obyek bahasa agama

adalah metafisis, berpusat pada Tuhan dan kehidupan baru di balik kematian dunia.

Kedua, sebagai implikasi dari yang pertama, format dan materi pokok narasi keagamaan

56 Elizabeth K Nottingham (terjemah Abdul Muis Naharong), Agama dan Masyarakat, (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 1994), hal. 4

57 Elizabeth K Nottingham (terjemah Abdul Muis Naharong), Agama dan Masyarakat, hal. 16-17

58 Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, hal. 50

19

Page 25: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

adalah kitab suci. Ketiga, bahasa agama mencakup ungkapan dan ekspresi keagamaan

secara pribadi maupun kelompok, meskipun ungkapannya menggunakan bahasa ibu.59

Adapun yang dimaksud bahasa metafisik adalah bahasa ataupun ungkapan serta

pernyataan yang digunakan untuk menjelaskan obyek yang bersifat metafisikal,

terutama tentang Tuhan. Karena berbagai pernyataan tentang Tuhan tidak bisa

diverfikasi atau difalsivikasi secara obyektif dan empiris, maka dalam memahami kitab

suci seseorang cenderung menggunakan standar ganda. Yaitu, seseorang berfikir dalam

kapasitas dan berdasarkan pengalaman kemanusiaan namun diarahkan untuk suatu

obyek yang diimani yang berada di luar jangkauan nalar dan inderanya. Dengan kata

lain, ia berfikir dengan kerangkan iman dan dia beriman sambil mencoba mencari

dukungan dari pikirannya.60

Bahasa agama memiliki hakikat yang khusus, berbeda dengan bahasa-bahasa

lainnya. Bahasa agama bukan hanya mengacu pada dunia melainkan melampaui ruang

dan waktu, sehingga bahasa agama mengacu pada:

1. Dunia, yang meliputi dua hal, pertama dunia human, yang meliputi dunia

kemanusiaan. Kedua dunia infra human, yaitu yang berkaitan dengan dunia binatang,

tumbuhan dan dunia fisik lainnya, dengan segala hukum dan sifat masing-masing.

2. Aspek metafisik, yaitu suatu hakikat makna di balik hal-hal yang bersifat

fisik. Aspek metafisik ini tidak terjangkau oleh indera manusia, sehingga hanya dapat

dipahami, dipikirkan dan dihayati.

3. Adikodrati, yaitu suatu wilayah di balik dunia manusia yang hanya

diinformasikan oleh Tuhan, melalui wahyu, misalnya surga, neraka, ruh, hari kiamat,

dan sebagainya.

4. Ilahiyah, yaitu aspek yang berkaitan dengan hakikat Allah, bahwa Allah itu

memiliki asma al-husna, seperti al-‘Aziz, al-Hakim, al-Ghani, dan lain sebagainya.

59 Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, (Malang: UINMalang Press, 2007), hal. 51

60 Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, (Malang: UINMalang Press, 2007), hal. 51

20

Page 26: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

5. Mengatasi dimensi ruang dan waktu, seperti yang berkaitan dengan waktu,

contohnya sejarah para Nabi dan RasulNya, atau yang berkaitan dengan dimensi ruang

seperti dunia jin, alam kubur, alam ruh, dan lain sebagainya.61

Teks-teks keagamaan pada hakekatnya adalah simbol-simbol yang dibuat untuk

membuat sesuatu yang dianggap absurd menjadi sesuatu yang dapat dirasa dan

dimakna. Dan kajian tentang simbol sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, adalah

bagian dari kajian hermeneutik. Dan syair adalah bagian dari Sastra, sehingga kajian ini

dinamakan dengan kajian hermeneutik Sastra.

D. Posisi Hermeneutik dalam penelitian ini

Berdasarkan pemaparan teori-teori di atas, dapat disimpulkan beberapa kaidah

umum tentang hermeneutik yang akan dijadikan landasan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Secara umum hermeneutik adalah ilmu yang secara khusus mengkaji teks.

Teks dalam penelitian ini adalah syair-syair hasil karya para penyair pada

masa Jahiliyah.2. Pembacaan teks dalam teori hermeneutik adalah dengan cara menafsirkan

teks-teks tersebut. Sebagai sebuah metode penafsiran, hermeneutika tidak

hanya memandang teks, tetapi juga berusaha menyelami kandungan makna

literalnya.3. Dalam hermeneutik ada beberapa cara untuk memahami kandungan makna

literal teks. Dalam kajian teks puisi Arab, bahasa tentu saja menjadi unsur

penting dalam memahami makna. Untuk itu pemahaman makna secara

gramatikal, leksikal dan juga kontekstual adalah sebuah keharusan dalam

kajian ini. 4. Di sisi lain, antara teks, pengarang dan pembaca dalam kajian hermeneutik

memiliki hubungan yang sangat erat. Teks dalam kajian ini adalah syair

Jahiliyah, sedangkan pengarang adalah penyair Arab Jahiliyah, adapun yang

61 Akhmad Muzakki, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, hal. 52-53

21

Page 27: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

dimaksud dengan pembaca adalah peneliti sendiri yang bertugas sebagai

penafsir. Jika pemahaman terhadap teks dapat dilakukan melalui pemahaman

secara gamatikal, leksikal dan kontekstual, maka pemahaman terhadap

pengarang dapat dilakukan melalui kajian sejarah yang melingkupinya. Dan

pembaca yang dalam hal ini peneliti memiliki peran besar dalam

menafsirkan teks yang dalam hal ini adalah teks-teks syair yang

mengandung simbol agama di dalamnya. 5. Syair adalah seni yang menggunakan bahasa sebagai media. Bahasa sendiri

terdiri dari rangkaian kata. Setiap kata pada hakekatnya adalah sebuah

simbol yang penuh dengan makna dan intensi yang tersembunyi. Untuk itu,

hermeneutik bertujuan untuk menghilangkan misteri yang terdapat dalam

simbol-simbol tersebut.6. Hermeneutik pada dasarnya adalah interpretasi tentang objek dan subjek

sejarah, peristiwa dan pelaku sejarah, serta interpreter dan yang

dinterpretasikannya.

Dari pointer-pointer tersebut, hermeneutika dianggap sebagai metode yang tepat

untuk menfasirkan simbol-simbol keagamaan yang terdapat pada masa Jahiliyah yang

terdapat dalam teks sastra yang ada saat itu yakni syair Jahiliyah yang dianggap sebagai

cermin kehidupan bangsa Arab saat itu.

22

Page 28: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

BAB III

SYAIR DALAM STRUKTUR SOSIAL BANGSA

ARAB JAHILIYAH

Syair dalam tradisi dan budaya Arab Jahiliyah, selain sebagai karya sastra juga

sebagai fakta sejarah yang tak terbantahkan, hal ini semakin mengukuhkan bahwa syair

Jahiliyah selain sebagai karya sastra, juga sebagai teks sejarah bagi bangsa Arab

Jahiliyah. Meskipun demikian, wacana tentang kehidupan beragama dalam syair

Jahiliyah bukanlah suatu hal yang mudah ditemukan. Fenomena tersebut menunjukkan

dan menjadi simbol bahwa kehidupan mereka saat itu kurang bersentuhan dengan nilai-

nilai religius. Namun demikian, sampai sejauh mana kondisi kehidupan beragama

mereka saat itu, perlu dibuktikan melalui penelitian yang mendalam. Pentingnya

kedudukan syair sebagai media untuk menggali informasi kehidupan beragama pada

masa Jahiliyah, dalam bab ini secara khusus dibahas tentang berbagai hal yang terkait

dengan syair Jahiliyah, dimulai dari latar belakang sejarah, kedudukan dan fungsi syair

bagi bangsa Arab dan lain sebagainya.

E. Syair Jahiliyah Sebagai Teks Sejarah

Syair bagi bangsa Arab bukan semata-mata sebagai media untuk

mengekspresikan perasaan dan fikiran, lebih dari itu syair adalah kebanggaan dan

identitas mereka selama berabad-abad lamanya, sehingga tidak salah bila ada yang

menyatakan bahwa bangsa Arab Jahiliyah tidak memiliki seni dan budaya apapun selain

dari syair. Syair, sebagaimana dinyatakan oleh Umar ibnu al-Khathâb, adalah

pengetahuan bangsa Arab dan tidak ada ilmu lain selain syair yang melebihi

kebenarannya.62 Maka syair selain sebagai karya sastra, bagi masyarakat Arab Jahiliyah

adalah representasi dari pola fikir, sikap, sejarah dan realitas kehidupan. Sehingga

untuk mengetahui kondisi keagamaan pada masa Jahiliyah, pembahasan tentang syair

Jahiliyah itu sendiri adalah hal yang sangat urgen.

62 Badawi Thabâbah, Dirâsat fi al-Naqd al-Adabî, (Kairo: Maktabah al-Enjelo al-Mishriyah,1965), cet. 4, hal. 43, dikutip dari Ibnu Salâm al-Jamahi, Thabaqât al-Syu’arâ, hal. 17

23

Page 29: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Syair selain berfungsi sebagai media untuk mengekspresikan imajinasi dan

emosi, oleh bangsa Arab digunakan juga untuk menginformasikan hal-hal yang

berhubungan dengan kehidupan mereka, seperti untuk melukiskan peperangan yang

mereka alami, kondisi lingkungan yang mereka tempati, hal-hal yang membanggakan,

dan lain sebagainya, sehingga selain disebut dengan istilah syair ia juga dinamakan

dengan dîwan al-Arab atau catatan sejarah bangsa Arab.63 Zurji Zaedân, sebagaimana

disebutkan dalam Pendahuluan, bahkan menempatkan syair Jahiliyah sebagai mashâdir

akhbâr al-`Arab (sumber rujukan sejarah bangsa Arab) yang pertama, di samping

peninggalan-peninggalan bangsa Himyar, sejarah kaum Yahudi di Hijaz dan Yaman,

serta gereja-gereja kristiani yang terdapat di Irak.64

a. Sejarah perkembangan Syair Jahiliyah dan kedudukannya bagi bangsa Arab

Syair Jahiliyah lahir dari atas punggung unta dan kuda, di bawah bayang-bayang

oase pohon kurma, di atas debu gurun pasir, di bawah naungan langit yang kering, serta

irama alam padang sahara lainnya.65 Menurut penulis buku al-Mufashshal fi Târikh al-

Adab al-Arabi, secara historis sangat sulit menentukan kapan syair Arab Jahili mulai

muncul dalam tradisi masyarakat Arab, sebab biasanya setiap ilmu atau suatu kreatifitas

seni, muncul pertama kalinya dalam ketidaksempurnaan dan banyak kekurangan yang

kemudian secara perlahan-lahan berproses menuju kesempurnaan, sedangkan syair

Jahiliyah sampai ke tangan kita dengan performa dan gaya bahasa yang matang dan

sempurna, baik dari aspek wazan (matra), lafaz, maupun maknanya.66

Tradisi bersyair di kalangan masyarakat Arab ini, diduga telah ada jauh sebelum

agama Islam lahir, sekitar dua abad sebelum Hijriyah, yang saat ini lebih dikenal

dengan istilah syair Jahiliyah.67 Menurut penulis al-Mufashshal, syair pertama yang

63 Zaghlûl Salâm, Atsâr al-Qur’an fi Tathawwur al-Naqd al-Arabi ila Âkhir al-Qarn al-Râbi’al-Hijri, (Mesir: Dâr al-Ma’ârif , 1961), hal. 193, lih. Juga Ensiklopedi Islam, , hal. 340

64 Jurzi Zaedân, al-`Arab Qabla al-Islâm, (Kairo: Dâr al-Hilâl, tth), hal. 19. Sesuai dengan judulbukunya yang membahas tentang kondisi bangsa Arab sebelum Islam, dalam bukunya pun Jurji Zaedântidak mencantumkan dalil-dalil al-Qur’an sebagai sumber informasi sejarah bangsa Arab Jahiliyah.

65 Tim penulis (Lajnah), al-Mûjaz fi al-Adab al-Arabi wa Târikhihi; al-Adab al-Jâhili,(Libanon: Dâr al-Ma’ârif, 1962), hal. 56

66 Al-Iskandari dkk, al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, (tp: Maktabah al-Adab, tth), hal. 4167 .Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,

1999), jilid 4, hal. 340

24

Page 30: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

sampai ke tangan kita adalah syair Ayyâm Harb al-Basûs atau kisah perang Basus. Dari

data tersebut, syair Jahiliyah diperkirakan lahir sekitar 130 tahun sebelum Hijrah

sebelum munculnya syair tersebut.68

Para penyair Arab Jahiliyah biasanya menggubah syair untuk mengungkapkan

peristiwa yang terjadi, atau perasaan yang mereka alami yang kemudian mereka

dendangkan. Menurut sebagian riwayat, penyair pertama Arab Jahiliyah yang

melakukan hal itu adalah al-Muhalhil ibn Rabî’ah paman Umru al-Qais dan Umru al-

Qais sendiri pada akhir abad ke-5 Masehi.69 Al-Muhalhil sendiri menggubah syairnya

untuk mengekspresikan perasaannya saat ditinggal saudaranya Kulaib dan korban

lainnya yang mati terbunuh pada perang yang terjadi antara Bani Bakr dan Taghlib.

Menurut pendapat lain, syair Jahiliyah awal menggunakan bahr Rajaz yang dianggap

sebagai performa syair yang paling sederhana, yaitu menggunakan wazan mustaf’ilun-

mustaf’ilun-mustaf’ilun, lalu setelah itu para penyair bereksplorasi dengan bahr-bahr

lainnya.70

Syair Arab selain berfungsi sebagai media untuk mengekspresikan imajinasi dan

emosi, oleh bangsa Arab digunakan juga untuk menginformasikan hal-hal yang

berhubungan dengan kehidupan mereka, seperti untuk melukiskan peperangan yang

mereka alami, kondisi lingkungan yang mereka tempati, hal-hal yang membanggakan,

dan lain sebagainya, sehingga sebagaimana telah disebutkan di atas, selain disebut

dengan istilah syair ia juga dinamakan dengan dîwan al-Arab atau catatan sejarah

bangsa Arab.71

Syair bagi bangsa Arab memiliki pengaruh yang sangat kuat, untuk itu

keberadaan penyair merupakan sebuah keharusan bagi setiap kabilah. Fungsinya adalah

untuk menginformasikan segala hal yang berhubungan dengan kabilah. Selain itu syair

68 Al-Iskandari dkk, al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 4169 Al-Iskandari dkk, al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal.4170 Wazan dinamakan juga dengan bahar atau al-buhûr al-syi’riyah, yakni bentuk-bentuk pola

irama yang membentuk corak musik yang beranekaragam dalam syair Arab. Wazan dinamakan denganbahr karena menyerupai lautan yang tidak pernah kehabisan meskipun terus dikuras, demikian pulahalnya dengan syair Arab. Ibrâhîm Anîs, Mûsiqâ al-Syi’r, hal. 50

71 Zaghlûl Salâm, Atsâr al-Qur’an fi Tathawwur al-Naqd al-Arabi ila Âkhir al-Qarn al-Râbi’al-Hijri, (Mesir: Dâr al-Ma’ârif , 1961), hal. 193

25

Page 31: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

juga biasa digunakan untuk membalas intrik-intrik yang dilakukan musuh, menjadi

penyemangat dalam peperangan, dan juga untuk misi perdamaian. Kedudukan syair

pada masa Jahiliyah tidak ubahnya dengan media propaganda yang biasa digunakan

saat ini oleh partai-partai dalam rangka membentuk opini publik. Setiap media

menjelaskan pandangan partai masing-masing, mempertahankan pendapatnya, dan juga

membantah serangan lawan.72

Syair dalam budaya Arab Jahiliyah ibarat musik heroik yang mampu

membangkitkan semangat juang seorang prajurit, oleh karena itu, syair memberi effek

yang luar biasa, sebab ia mampu mengendalikan fikiran para prajurit untuk senantiasa

maju berperang, membunuh musuh-musuh lalu kembali dengan membawa

kemenangan. Untuk itu setiap kabilah pasti mengharapkan lahir darinya seorang penyair

yang kelak akan melindungi dan membela kabilahnya. Ibnu Rasyîq dalam kitab al-

Umdahnya menyatakan bahwa bila lahir seorang penyair dari suatu kabilah, maka

kabilah-kabilah lainnya akan berdatangan untuk merayakannya dan memberinya

selamat, lalu disedikan berbagai makanan untuk berpesta. Para gadis memainkan rebana

(semacam alat tabuh), seperti biasa mereka lakukan dalam pesta perkawinan. Kaum

laki-laki dan anak-anak laki-laki mereka bersuka ria dan bergembira dengan lahirnya

seorang penyair yang akan membela kabilahnya, melindungi keturunannya,

mengabadikan segala yang mereka miliki, serta menebar pujian untuk kabilahnya.73

Untuk itu, masyarakat Arab Jahili berlomba-lomba untuk menghormati dan memuliakan

para penyairnya.

Selain itu, para penyair juga dianggap sebagai manusia yang memiliki

kecerdasan di atas rata-rata dan juga memiliki sensitivitas yang tinggi, karena dipercaya

mampu mengetahui realitas kehidupan, dan merasakan apa yang mereka rasakan. Para

penyair pada masa itu, bagaikan filsuf dan cendekiawan pada masa modern yang dapat

membuka mata seseorang untuk mengetahui kebenaran dan realitas kehidupan di

sekitarnya.74

72 Al-Iskandari dkk, al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal.4273 Al-Iskandari dkk, al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal.4274 Al-Iskandari dkk, al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal.43

26

Page 32: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Hal lain yang tidak kalah urgen yang membuat seorang penyair Jahiliyah amat

dihormati dan dihargai adalah karena ia dianggap sebagai orang yang memiliki

kekuatan supernatural yang mereka yakini berasal dari Jin. Untuk itu mereka yakin

bahwa setiap penyair telah dibekali dengan kekuatan magis yang ia peroleh dari para Jin

dan melalui kemampuan seninya tersebut ia diberi tanggung jawab untuk

menyampaikan pesannya bagi manusia. Jika yang menguasainya merupakan Jin yang

baik, maka sang penyair akan mampu menggubah syair yang bagus dan menakjubkan,

namun sebaliknya bila yang menguasainya adalah jin yang jahat, maka yang

dihasilkannya pun syair-syair yang tidak bermutu dan buruk. Berdasarkan keyakinan

inilah yang kemudian menjadikan para penyair memiliki kedudukan yang sangat tinggi

dalam tradisi masyarakat Jahili, yang bahkan saking tingginya kedudukannya terkadang

melebihi pemimpin kabilah itu sendiri. Penyair adalah tempat bertanya tentang segala

hal, baik persoalan publik maupun individu. 75

b. Peranan pasar ‘Ukâzh dan al-mu’allqât al-Sab’ah dalam Syair Jahiliyah

Sebagai media apresiasi dan ekspresi terhadap syair, pada masa tersebut dibuka

sebuah pasar sebagai ajang pentas syair. Pasar dalam tradisi masyarakat Arab Jahili

memiliki peranan sosial yang sangat besar. Selain dijadikan sebagai tempat transaksi,

pasar juga dijadikan sebagai tempat untuk unjuk kebolehan, seperti untuk berorasi,

berdebat, bermusyawarah, dan yang paling penting adalah unjuk kebolehan dalam

mendeklamasikan syair, sehingga mirip dengan pasar seni dan budaya.

Sûq (pasar) ‘Ukâzh adalah satu tempat pertemuan terpenting yang selenggarakan

oleh bangsa Arab untuk berbagai kepentingan. Diselenggarakan setiap awal bulan Dzul

Qa’dah hingga hari kedua puluh. Pasar ini didirikan setelah tahun Gajah,76 mampu

bertahan hingga lima belas tahun lamanya, hingga datangnya Islam, meskipun

kemudian fungsinya tidak seperti semula lagi. Biasanya di Pasar ini berkumpul para

pembesar Arab, baik untuk berniaga, menebus tawanan, menyelesaikan pertikaian,

75 Ismail Hamid, Arabic and Islamic Literary Tradtion, (Kuala Lumpur: Utusan Publications &Distributors Sdn. Berhad, 1982), hal. 19-20, dari Hannâ al-Fakhûrî, Târikh al-Adab, (Beirut: Maktabahal-Buhutsiyah, 1965), hal. 65

76 Tahun Gajah adalah tahun yang bertepatan dengan dilahirkannya Nabi Muhammad saw., 571M, saat Abrahah raja kerajaan Habasyah menyerang Mekah untuk menghancurkan Ka’bah.

27

Page 33: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

mendeklamasikan dan memamerkan syair, orasi tentang harta, keturunan, kehormatan,

kefasihan, kecantikan dan keberanian. Hal itu baru akan berhenti bila sudah ada

pemenangnya. Juri syair (muhâkim) yang paling terkenal saat itu adalah al-Nâbighah

al-Dzubyâni, sedangkan orator paling handal adalah Qissa bin Sâ’adah al-Iyâdi.77

Pasar ‘Ukazh sangat terkait erat dengan istilah al-Mu’allaqât78 yakni syair-syair

pemenang festifal yang biasa diadakan setiap tahun di pasar tersebut pada bulan Haram.

Syair-syair yang menang ditulis dengan tinta emas lalu digantungkan di dinding

Ka’bah. Syair-syair karya ketujuh orang penyair yang menjadi juara, dikenal dengan al-

sab’ al-mu’allaqât atau tujuh syair yang digantung.79

Dengan demikian Al-Mu’allaqât adalah julukan yang diberikan untuk syair

papan atas dan berkualitas pada masa Jahiliyah. Menurut sebagian riwayat, istilah

tersebut diberikan, karena kebiasaan bangsa Arab saat itu untuk memilih sebanyak tujuh

syair yang berkualitas lalu ditulis dengan tinta emas di atas kain Qibthi yang bagus, lalu

digantungkan di tirai Ka’bah. Maka timbullah istilah al-Mudzahhabât (karya emas)

Umru al-Qais, al-Mudzahhabât Zuhair dan al-Mudzahhabât tujuh lainnya.80

Al-Sab’ al-Mu’allaqât adalah syair-syair karya emas dari tujuh penyair Arab

Jahili, dan menjadi simbol kebesaran syair pada masa itu. Adapun penyair-penyair

tersebut adalah; Umru’ al-Qais, Tharfah ibn al-Abd, Zuhair ibn Abi Sulma, Labîd ibn

Rabî’ah, Amr ibn Kaltsûm, ‘Antarah ibn Syaddâd, dan al-Harits ibn Halzah.81

F. Definisi dan Karakteristik Syair Jahiliyah

77 Ahmad al-Iskandari dan Mushtafa ‘Inâni, al-Wasîth fi al-Adab al-Arabi wa Târikhihi, (Mesir:Dâr al-Mâ’arif , tth), hal.12-13

78 Al-Mu’allaqâh, secara etimologis berarti yang tergantung. Al-Mu’allaqât itu sendiri memilikibanyak nama, seperti; al-Mudzahhabât, al-Sab’u al-Thiwâl, dan al-Samûth, namun nama yang palingterkenal adalah al-Mu’allaqât. Ada beberapa pendapat tentang penamaan al-Mu’allaqât itu sendiri,sebagian berpendapat bahwa dinamakan demikian syair-syair yang terbaik diumpamakan dengan benangmutiara yang tergantung di leher. Pendapat ini didukung oleh Ibnu Abd. Rabbah penulis al-‘Aqd al-Farid,Ibn al-Rasyiq penulis al-‘Umdah, dan Ibnu Khaldun dalam kitab Muqaddimahnya.

79 Philip K. Hitti., History of The Arabs, (terjemah), (Jakarta: Serambi, 2006), hal. 100, footnot80 al-Iskandari dkk, al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, (tp: Maktabah al-Adab, tth), hal. 49. lih.

al-Mûjaz fi al-Adab al-Arabi wa Târikhihi; al-Adab al-Jâhili, hal. 61-6281 Kumpulan dari tujuh syair al-Mu’allaqât dapat dilihat pada Syarah al-Mu’allaqât al-Sab’

yang ditulis oleh Ibnu ‘Abdillah al-Husein ibn Ahmad ibn al-Husein al-Zauzani, (Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 1405 H/1985 M)

28

Page 34: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

a. Pengertian Syair

Syair adalah sebuah seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya,

sebagaimana musik dengan iramanya, gambar dengan aneka warnanya, tarian dengan

gerakannya, dan lain-lain.82 Banyak definisi diberikan oleh para kritikus sastra agar

dapat memahami syair dengan benar. Definisi klasik yang diberikan para sastrawan

Arab terhadap syair selalu merujuk pada makna yang diberikan para ahli Arûdh,83

sebagai contoh definisi yang diberikan oleh Qudâmah ibn Ja’far, yaitu ‘al-kalâm al-

mauzûn al-muqaffâ’, yakni untaian kata yang disusun dengan berdasarkan wazan dan

qâfiyah.84 Definisi ini pada dasarnya dibuat untuk membedakan antara jenis puisi dan

prosa dalam sastra Arab, sehingga hanya menampilkan aspek fisik semata.

Bila pada awal perkembangannya, definisi syair hanya mengacu pada bentuk

fisiknya saja, Setelah mengalami perkembangan, definisi tersebut ditambahkan dengan

aspek lainnya yang turut mempengaruhi syair. Definisi klasik oleh para fakar sastra

Arab dianggap kurang representatif, karena tidak menunjukkan makna syair yang

sebenarnya, namun hanya mengacu pada aspek bentuk semata. Untuk itu, beberapa

fakar sastra merumuskan definisi lain untuk menyempurnakannya, sehingga tidak

terbatas pada makna performa saja. Sebagai contoh, menurut al-Âmadi, syair tidak lain

adalah ungkapan yang bagus, mudah dipahami, pemilihan kata yang tepat, meletakkan

lafaz sesuai dengan maknanya, dan meletakkan makna sesuai dengan konteksnya, di

samping menggunakan metafora (isti’ârah) dan perumpamaan (tamtsîl) secara tepat.

Untuk itu, sebuah syair tidak dianggap bagus dan elegan bila belum memenuhi

persyaratan tersebut.85 Menurut Ahmad Hasan al-Zayyat, syair adalah ungkapan yang

82 Muhammad Zaghlûl Sallâm, Târikh al-Naqd al-Adabi wa al-Balâghah, (al-Iskandariyah:Mansya’ah al-Ma’ârif, 1996), hal. 34

83 Arudh adalah ilmu yang mempelajari tentang wazan-wazan yang benar dan yang salah dalamsyair. Chatîb al-Umam, al-Muyassar fi ‘Ilm al-‘Arûdl, (Jakarta: Syirkat Hikmat Syahîd Indah, 1992),cet.2, hal. 4

84 Muhammad Zaghlûl Salâm, Târikh al-Naqd al-Adabi wa al-Balâghah, (Iskandariah:Mansya’ah al-Ma’ârif, 1996), hal. 34. Definisi ini juga diadopsi oleh Emil Badi’ Ya’qub dalam al-Mu’jam al-Mufashshal fi ‘Ilm al-‘Arûdl wa al-Qûfiyah wa Funûn al-Syi’r, (Beirut: Dâr al-Kutubal-‘Ilmiyah, 1991 M/1411 H), hal. 376

85 Muhammad Zaghlûl Sallâm, Târikh al-Naqd al-Adabi wa al-Balâghah, hal. 34

29

Page 35: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

disusun dengan berdasarkan wazan dan qâfiyah, untuk menggambarkan imajinasi

dengan cara yang indah dan menarik”.86

Hal senada diungkapkan oleh penulis buku al-Wasîth fi al-Adab al-Arabi wa

Târikhihi, bahwa syair adalah untaian kata (kalâm) yang fasih yang berdasarkan pada

wazan dan qâfiyah, dan biasanya mengungkapkan tentang gambaran-gambaran

imajinasi yang indah.87 Untuk itu menurut kesusateraan Arab, syair adalah ucapan atau

susunan kata-kata yang fasih yang terikat pada rima (pengulangan bunyi) dan matra

(unsur irama yang berpola tetap) dan biasanya mengungkapkan imajinasi yang indah,

berkesan dan memikat.88

Definisi syair seperti di atas, tidak jauh berbeda dengan definisi yang diberikan

fakar sastra Indonesia, misalnya Herman J. Waluyo, menurutnya, puisi adalah salah satu

bentuk kesusastraan yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara

imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa yakni

dengan mengkonsentrasikan struktur fisik dan stuktur batinnya. Untuk itu puisi terdiri

atas dua unsur pokok pembentuk yakni struktur fisik dan struktur batin. Kedua bagian

itu terdiri atas unsur-unsur yang saling mengikat keterjalinan dan semua unsur tersebut

membentuk totalitas makna yang utuh.89

Secara garis besar ada dua unsur pembangun sebuah puisi, yaitu unsur fisik dan

unsur batin. Adapun yang dimaksud dengan unsur fisik yaitu unsur estetik yang

membangun struktur luar dari puisi. Unsur-unsur estetik tersebut pada dasarnya dapat

dikaji secara terpisah, meskipun merupakan satu kesatuan utuh. Menurut Herman J.

Waluyo, yang termasuk unsur-unsur fisik sebuah puisi, yaitu: diksi, pengimajian, kata

konkret, bahasa piguratif (majas), ferifikasi, dan tata wajah puisi.90

86 Ahmad Hasan al-Zayyât, Târikh al-Adab al-‘Arabi, (Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1422 H / 2001M), cet. 7, hal. 25

87 Ahmad al-Iskandari dan Mushtafa ‘Inâni, al-Wasîth fi al-Adab al-Arabi wa Târikhihi, (Mesir:Dâr al-Mâ’arif , tth), hal. 42

88 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,1999), jilid 4, hal. 340

89 Herman J. Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, (ttp: Erlangga, 1995), hal. 28-2990 .Keterangan lengkap lih. Herman J. Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, hal. 71-101

30

Page 36: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Dengan demikian, syair dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu aspek bentuk dan

aspek kandungan. Dari definisi di atas dapat disimpulkan, bahwa syair terbentuk dari

beberapa unsur, yaitu: wazan, qâfiyah, al-ghardh (tujuan) dan khayâl (imajinasi).

Wazan dan qafiyah, keduanya adalah unsur pembentuk syair dari aspek fisik atau

performace, sedangkan al-ghardh atau tema dan unsur khayal merupakan unsur

pembangun batin atau kandungan syair. Unsur-unsur inilah yang membangun sebuah

syair dan menjadi karakteristiknya.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan syair

Jahiliyah adalah ucapan atau susunan kata-kata yang fasih yang terikat pada rima

(pengulangan bunyi) dan matra (unsur irama yang berpola tetap) dan biasanya

mengungkapkan imajinasi yang indah, berkesan dan memikat yang ada pada masa

Jahiliyah.

b. Tema Dalam Syair Jahiliyah (Aghrâd al-Syi’r)

Para ahli sastra Eropa, biasanya membagi puisi ke dalam tiga jenis, yang

pertama adalah puisi kepahlawanan (syi’r a/-malhamah atau heroic poem) atau disebut

juga dengan epik (al-syi’r al-qashasi atau epic poetry) 91. Kedua adalah puisi lirik (al-

syi’r al-ghinâ’i / lyric, lirique)92, yaitu puisi dalam bentuk nyanyian yang digubah

penyair untuk mengekspresikan perasaannya dan segala emosi yang berkecamuk di

dadanya, seperti puisi ghazal (percintaan) dan fakhr (narsisisme)93 dalam sastra Arab.

Ketiga adalah puisi drama atau teatrikal (al-syi’r al-tamtsîli / dramatic poetry), yaitu

91 Epik (epic, epique) adalah sajak kisahan panjang yang bercerita tentang seorang pahlawan,biasanya berdasarkan peristiwa dalam sejarah. Ada yang termasuk tradisi lisan, ada yang termasuk sastratulisan. Beberapa cirri khasnya, tokoh utama yang harum namanya dan luar biasa sifatnya, petualanganyang berbahaya, pengaruh adikodrati yang menyelamatkan atau menghukum, pengulangan dalam uraian,digresi, gaya yang melambung. Istilah lain: epos dan wiracarita. Panuti Sudjiman, Kamus Istilah Sastra,(Jakarta: UI-Press, 1990), hal. 28

92 Lirik (lyric, lirique) adalah (1) sajak yang merupakan susunan kata yang berbentuk nyanyian.(2) karya sastra yang berisi curahan perasaan pribadi yang mengutamakan lukisan perasaan. PanutiSudjiman, Kamus Istilah Sastra, hal. 49

93 Narsisisme (narcissism) adalah kekaguman yang berlebih-lebihan akan sifat fisik atau watakdiri sendiri. Narcissus adalah nama seorang pemuda –dalam mitologi Barat klasik- yang tertarik sekalikepada bayangannya sendiri dalam sebuah kolam. Panuti Sudjiman, Kamus Istilah Sastra, hal. 54

31

Page 37: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

puisi yang digunakan untuk menggambarkan suatu peristiwa yang diperankan oleh

berbagai tokoh atau lakon dengan menggunakan puisi sebagai alat komunikasinya.94

Sebagaimana kita ketahui sebelumnya, bahwa kehidupan masyarakat Arab Jahili

tidak pernah terlepas dari peperangan antar kabilah, namun demikian, di dalam

khazanah sastra Arab tidak ditemukan puisi-puisi heroik (malhamah) yang panjang. Hal

ini menurut al-Iskandari dkk., disebabkan keterbatasan daya imajinasi dan pengetahuan

mereka, di samping peradaban mereka yang masih rendah, sehingga tidak semua orang

mampu mengungkapkan perasaan mereka ke dalam susunan puisi yang indah dan

berkesinambungan. Namun berdasarkan bentuknya yang lebih mengutamakan matra

dan rima, maka bisa dipastikan bahwa mayoritas syair Arab Jahili masuk ke dalam

kategori puisi lirik (al-syi’r al-ghina’i), yaitu puisi yang lebih mengutamakan aspek

keindahan irama dan musik.95

Para ahli sastra Arab biasanya membagi jenis syair Arab ke dalam beberapa

bagian yang dikenal dengan istilah aghradl al-syi’r. Adapun yang dimaksud dengan

aghrâd al-syi’r di dalam syair Jahili adalah tema yang dibuat para penyair yang

berkaitan dengan tujuan mereka dalam menggubah syairnya atau secara singkat tujuan

pembuatan syair. Sebagai contoh, jika penyair menggubah syairnya dengan tujuan untuk

meagung-agungkan dirinya atau sukunya, maka syairnya disebut dengan fakhr, namun

bila penyair menggubah syairnya untuk menyanjung dan mengagumi seseorang, baik

keberaniannya, kedermawanannya, atau sifat lainnya, maka syairnya tersebut disebut

madh, dan lainnya.96 Tema-tema tersebut terkait erat dengan kondisi sosiologi dan

budaya bangsa Arab saat itu. Ada beberapa tema yang biasanya digemari oleh penyair

Jahili, di antaranya; ghazal, madh, hijâ, hamâsah, ritsâ, fakhkhar, dan washaf.

94 al-Iskandari dkk, al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 4395 al-Iskandari dkk, al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 43 dan 45 96 Nabilah Lubis, al-Mu’în fi al-Adab al-‘Arabi wa Târikhihi, (Jakarta: Kuliyyat al-Adab wa

al-‘Ulûm al-Insâniyah Jâmiah Syarîf Hidâyatullah, 2005), hal. 27

32

Page 38: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Ghazal97 merupakan salah satu tema syair Jahili yang sangat terkenal. Ghazal,

menurut Husein ‘Athwan merupakan muqadimah syair Jahili yang paling populer. Oleh

sebab itu, setiap penyair dianggap kurang afdal bila belum mengucapkan ghazal dalam

pembukaan syairnya.98 Ghazal sendiri secara bahasa mengandung arti menyebut atau

membicarakan tentang perempuan99, yang kemudian di dalam istilah sastra Arab lebih

cenderung pada rayuan, cinta dan asmara. Ghazal sangat erat kaitannya dengan nasîb

atau tasybîb. Ketiga istilah tersebut, sering kali dipadankan artinya. Ketiga istilah

tersebut secara semantik memiliki keterkaitan makna yaitu sama-sama membicarakan

berbagai hal tentang perempuan, baik kecantikannya maupun tingkah lakunya, lahir

maupun batin. Namun sebagian para kritikus berupaya membedakan kedua istilah

tersebut, sebagai contoh Qudâmah ibn Ja’far memberikan definisi ghazal dengan trik-

trik merayu perempuan dengan menggunakan elemen-elemen perempuan itu sendiri

sebagai mediatornya. Rayuan tersebut dimaksudkan untuk menarik perhatian

perempuan, sehingga akhirnya menyukainya. Adapun yang dimaksud dengan nasîb

adalah berbagai upaya yang dilakukan seorang laki-laki untuk memperoleh cinta

perempuan dengan menunjukkan bukti-bukti kecintaannya tersebut, seperti dengan cara

menyebutkan hal-hal yang berhubungan dengan kerinduan, mengingat tempat-tempat

percintaan dengan semilir angin, kilat yang berkilau, burung merpati pembawa kabar,

mimpi-mimpi yang hadir, puing-puing bangunan yang masih tersisa, serta benda-benda

lainnya yang mulai menghilang.100

Nasîb dalam literature sastra Arab Jahili memiliki peranan yang sangat penting,

dan menempati posisi awal dalam tema-tema syair lainnya. Sehingga meskipun yang

diinginkan adalah tema-tema lain, namun nasîb akan disajikan terlebih dahulu sebagai

97 Menurut Abu al-Faraj al-Ishfahâni, al-Muhalhil ibn Rabî’ah adalah orang yang pertama kalimenggunakan ghazal sebagai mukadimah dalam syairnya. Pendapat ini juga didukung oleh ‘Abd al-Qâdiral-Baghdâdi. Husein ‘Athwân, Muqaddimah al-Qasîdah al-‘Arabiyah fi al-‘Ashr al-Jâhili, (Mesir: Dâral-Ma’ârif, tth), hal. 92

98 Husein ‘Athwân, Muqaddimah al-Qasîdah al-‘Arabiyah fi al-‘Ashr al-Jâhili, hal. 9299 Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lâm, hal. 550100 Muhammad Ridla Marawwah, Umru al-Qais; al-Malik al-Dlillîl, (Beirut: Dâr al-Kutub al-

Ilmiyah, 1411 H/ 1990 M), cet. 1, hal. 45-46

33

Page 39: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

prolog101. Nasîb dianggap sebagai hiburan hati dan kesenangan jiwa, karena spiritnya

adalah cinta, dan cinta adalah rahasia dalam setiap kehidupan manusia. Dan masyarakat

Badawi adalah kelompok manusia yang paling merindukan cinta, karena perasaan sepi

yang selalu meliputi mereka, pertemuan dengan beraneka macam suku baik pada saat

musim panas maupun musim semi. Maka pada saat perpisahan terjadi, setiap pecinta

menguntai kata cintanya, lalu di kemudian hari mereka kembali ke tempat tersebut dan

membangkitkan perasaan duka akibat perpisahan, lalu kembali menguntai kata dengan

syair untuk mengingat kembali hal yang telah terjadi di antara mereka pada saat melihat

jejak-jejak dan puing-puing yang ditinggalkan kekasihnya.102

Untuk itu menurut Yusuf Khalif, perempuan menempati posisi yang sangat

penting dalam tradisi sastra Arab Jahili, sehingga dalam budaya tersebut, ia ibarat ruh

yang menghidupkan sebuah syair. Tasybîb103 dalam syair Jahili sudah dianggap sebagai

tardisi sakral yang tidak boleh terlewatkan.104 Syair dalam bentuk seperti ini sangat

disukai para penyair Arab Jahili bahkan hingga saat ini105

Tradisi ghazal, nasîb ataupun tasybîb ini, biasanya hanya dilakukan oleh para

penyair pria, untuk itu saya (penulis) menganggap bahwa inilah salah satu corak syair

feminis yang terdapat dalam syair Jahili, yaitu syair hasil karya kaum laki-laki yang

secara khusus berbicara tentang perempuan, sikap dan cara pandang mereka terhadap

perempuan, baik mewakili individu masing-masing ataupun hal-hal yang

menggambarkan perilaku sosial secara umum. Berikut ini contoh ghazal dari penyair

Badawi terkenal ‘Antarah ibn Syaddad untuk sang kekasih ‘Ablah:

101 Prolog (prologue) adalah pembukaan atau permulaan yang mengantarkan karya sastra danyang merupakan bagian karya sastra tersebut, namun sifatnya berbeda dari prakata. Dalam bahasa Arabdisebut dengan mukadimah.

102 Ahmad al-Iskandari dan Mushtafa ‘Inani, al-Wasîth fi al-Adab al-Arabi wa Târikhihi, hal. 47103 Yusuf Khalif menyebut al-tasybib dengan sebutan al-muqaddimat al-gharamiyah yang

artinya pendahuluan syair cinta.104 Yusuf Khalîf, Dirâsat fi al-Syi’r al-Jâhili, (ttp: Maktabah Gharîb, tth), hal. 74105 Muhammad Sa’ad ibnu Husain, al-Adab al-‘Arabi wa Tarikhihi, (al-Mamlakah al-‘Arabiyah

al-Su’udiyah: Wuzarat al-Ta’lim al-‘Ali, 1410 H), hal.

34

Page 40: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

تت الفؤاد مليحة عذراء ظظ106رم لح بسهام

نن دواء 107ما له

Gadis cantik nan rupawan itu memanah hatikuDengan panah (kerlingan) matanya yang tidak ada obatnya

نن العيد بين نواهد نرتا أوا م108مثل

ظظهن ظباء للحا الشموس

Pada hari raya ia berjalan di antara gadis-gadisBagai mentari-mentari, kerlingan mata mereka bagaikan kijang

Madh adalah sejenis syair yang dibuat dengan tujuan untuk memuji sesuatu atau

seseorang. Pada dasarnya ada kemiripan antara syair madh dan fakhr, yaitu keduanya

sama-sama berisikan pujian. Akan tetapi jika madh merupakan pujian untuk orang lain,

fakhr adalah pujian yang digunakan untuk membanggakan diri sendiri (narsis).109

Di dalam syair Jahili, tradisi madh biasanya tidak dilakukan kecuali jika orang

yang dijadikan objek pujian itu memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari sang penyair.

Untuk itu, madh seperti ini, biasanya dibuat secara berlebih-lebihan dengan tujuan

untuk mengambil hati seseorang atau mencari muka agar orang tersebut tertarik dan

memberikan imbalan padanya. Corak syair seperti ini, mayoritas dilakukan oleh para

penyair istana.110 Sebagai contoh, syair madh yang dibuat al-Nâbighah al-Dzubyâni

penyair istana (penyair komersil) yang ditujukan untuk al-Nu’mân ibn al-Mundzir saat

ia mohon pengampunan atas kesalahan yang ia lakukan, yang salah satunya bait berikut

ini:

106 ‘Adzrâ adalah gadis yang belum disentuh laki-laki (virgin)107 Bahr kâmil: mutafâ’ilun-mutafâ’ilun, dengan qâfiyah mutawâtir108 Nawâhid adalah bentuk jamak dari nâhid atau nâhidah yang artinya anak gadis dengan

payudara yang bulat dan membusung, artinya gadis remaja yang sedang ranum.109 Ibrâhîm ‘Alî Abu al-Khasyâb dan Ahmad ‘Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-

Jâhili, hal. 54110 Ibrâhîm ‘Alî Abu al-Khasyâb dan Ahmad ‘Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-

Jâhili, hal. 55-56

35

Page 41: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

نلألم تر أن الله أعطاك سورة ك ترى

ملك، دونها يتذبذبTidakkah engkau melihat, bahwa Allah telah memberikan kedudukan yang

tinggi padamu, Sehingga dengan itu semua, engkau dapat menyaksikan semua rajayang lebih rendah merasa tergoncang

تتفإنك شمس والملوك كواكب طلع إذا

نن كوكب 111لم يبد منه

Sesungguhnya engkau adalah mentari, dan raja-raja itu bintangnyaJika mentari terbit, tidak ada satupun bintang yang tampak Syair hijâ adalah syair yang dibuat untuk membangkitkan permusuhan,

kemarahan, kebencian, kedengkian, perselisihan, perpecahan, fanatisme kesukuan,

membela seseorang, dan yang paling popular pada masa Jahiliyah adalah untuk

mengobarkan api peperangan.112

Penulis buku al-Hija, membagi jenis syair ini ke dalam lima bagian, yaitu al-

hijâ al-syakhshî, al- hijâ al-akhlâqî, al- hijâ al-siyâsî, al- hijâ al-dînî, dan al- hijâ al-

ijtimâ’î. Al- hijâ al-syakhshî adalah syair yang dibuat untuk mengejek pribadi seseorang

dari segi fisik seperti mulut, gigi, mata, jenggot, rambut, kulit yang hitam, suara, dan

lain sebagainya. Al- hijâ al-akhlâqî digunakan untuk mengejek seseorang dari segi

mental, seperti sifat pengecut, pelit, dungu, dan sifat-sifat negative lainnya. Al- hijâ al-

siyâsî adalah syair yang dibuat untuk kepentingan politik. Pada masa Jahiliyah syair

seperti ini sangat digemari oleh masyarakat karena terkait erat dengan fanatisme

kesukuan sebagai salah satu sistem politik yang mereka anut, di samping itu tentu saja

untuk membangkitkan semangat peperangan dan balas dendam di antara mereka.

111 ‘Abbâs ‘Abd al-Sâtir, Dîwân al-Nâbighah al-Dzubyâni, (Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah,1416 H/1996 M), hal. 28

112 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-Jâhili, (tp: al-Bayân al-‘Arabi, 1961), cet. 1, hal. 56

36

Page 42: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Al- hijâ al-dînî adalah bentuk syair yang dibuat dalam rangka membela dan

mempertahankan agama. Jenis ini lebih banyak dilakukan pasca kedatangan agama

Islam, sebab pada masa Jahiliyah, agama bukanlah suatu elemen yang dapat memicu

suatu peperangan. Sebagaimana kita ketahui, peperangan pada masa itu biasanya lebih

disebabkan oleh persoalan ekonomi. Al- hijâ al-ijtimâ’î adalah syair yang dibuat untuk

mengkritisi kondisi sosial yang tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan dan

harapkan. Sebagaimana diketahui bahwa masyarakat Arab Jahili memiliki tradisi yang

mengagungkan keberanian, kedermawanan, memelihara kehormatan tetangga, dan

membalas dendam, maka jika ada anggota masyarakat yang tidak melakukan hal-hal

seperti itu, inilah yang kemudian menjadi sasaran dari Al- hijâ al-ijtimâ’î (kritik

sosial).113

Sebagai contoh syair yang diucapkan oleh Ubaid ibn al-Abrash untuk Umru al-

Qais, setelah kaumnya membunuh ayah Ubaidh:

نجههم إلينانحن اللى فاجمع جمو عك ثم وKamilah yang terbaik, maka kumpulkanlah pasukanmuLalu hadapkan pada kami

لماولقد أبحنا ما حميـ ظمبيح ول نتا

114حمينا

Kami halalkan yang kamu lindungiNamun tidak halal (bagimu) apa yang kami lindungi

Syair ini adalah salah satu contoh dari al-hija al-siyasi yang dibuat oleh penyair

untuk menantang seseorang atau kelompoknya yang dalam hal ini adalah kaum dari

Umru al-Qais untuk berperang.

113 Keterangan lengkap tentang syair hijâ , lih., Tim Penulis, al-Hijâ, (ttp: Dâr al-Ma’arif, tth),hal. 5-91

114 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-Jâhili, hal. 57

37

Page 43: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Secara umum yang dimaksud dengan hamâsah adalah syair kepahlawanan. Di

dalam sastra Arab yang dimaksud dengan hamâsah adalah salah satu jenis syair yang

bertemakan tentang peristiwa peperangan yang sangat terkenal, tempat peristiwa

peperangan, kisah kepahlawanan yang fenomenal, kemenangan yang terus menerus,

kekuatan dan keberanian, intrik dan strategi perang, pertahanan dan perlindungan

terhadap kabilah, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan dunia perang. Dunia

padang pasir yang sangat keras juga tradisi mereka yang suka berperang, menjadikan

hamâsah sebagai salah satu corak syair yang digemari di kalangan masyarakat Arab

Jahili.115

Syair hamâsah terkait erat dengan syair fakhr, bedanya adalah jika fakhr

merupakan syair yang digunakan untuk membanggakan diri secara umum, sedangkan

hamâsah digubah secara khusus sebagai spirit saat maju ke medan perang, mengahadapi

marabahaya. Sebagai contoh syair Shafiyyah binti Tsa’labah al-Syaibâniyah yang

bergelar al-Hujajiyah116, saat ia datang pada Kabilah Dzuhl mengajak mereka untuk

memerangi Kisrâ117 berikut ini:

نز ل يوم الندم وجياداليوم يوم الع رماح يوم

تم وخدHari ini adalah hari kemenangan, bukan hari penyesalanHari bagi orang-orang yang bersenjata lembing, para pahlawan, dan prajurit

ترىيوم به الرواح جهرا تصطلم سوف

تم نس نت تب ظم نض غداة ال البيHari di mana para arwah terpisah dengan jelasKalian pasti akan melihat bangsa ini esok pagi tersenyum bahagia

115 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-Jâhili, hal. 61

116 al-Hujajiyyah berasal dari kata hujjah yang berarti argumen. Gelar ini diberikan padaShafiyyah karena kemampuannya dalam berdiplomasi politik, sehingga ia mampu mempersatukankabilah-kabilah Arab untuk menyerang raja Persia.

117 Gelar bagi raja Persia

38

Page 44: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

مم نزى اليوم ت ظل فع ته تتا ذ إن صبرAndai Bani Dzuhl bersabar, pasti kemenangan hari ini akan sempurna

Jenis syair ritsâ telah dikenal lama di dalam perjalanan sastra Arab Jahili. Di

dalam sastra dunia, ritsâ dikenal dengan istilah elegi, yaitu sajak atau lagu yang

mengungkapkan rasa duka atau keluh kesah karena sedih, rindu, atau murung, terutama

karena kematian seseorang.118 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan ritsâ dalam syair Arab adalah syair ratapan. Syair ini biasanya

digubah sebagai ungkapan bela sungkawa atas kejadian yang menyedihkan.

Menurut tim penulis buku al-Ritsâ119, ada tiga jenis ritsâ yang biasanya dibuat

oleh penyair, yaitu al-nadb, al-ta’bîn, dan al-‘azâ. Al-nadb adalah ritsâ yang dibuat

untuk meratapi dan menangisi orang yang meninggal dunia sebagai ungkapan duka cita,

dengan menggunakan kata-kata yang menyayat hati, sehingga mampu membuat luluh

hati yang keras dan melelehkan air mata yang beku. Bagaimana tidak, sebab biasanya

ritsâ ini diungkapkan secara berlebihan, diucapkan dengan suara yang keras dan

menyayat hati, disertai dengan cucuran air mata yang tiada henti. Al-nadb banyak

dijumpai dalam syair-syair Jahili. Biasanya para perempuan sengaja berkumpul untuk

meratapi mayat, tradisi ini masih dilakukan setelah datangnya Islam. Pada masa

Jahiliyah, para penyair perempuan biasa membuat syair jenis ini untuk meratapi

kematian seseorang.120

Fakhr121 adalah jenis syair yang digubah untuk tujuan membanggakan diri,

nasab, keluarga, maupun kabilah, serta sifat-sifat istimewa yang mereka miliki. Sebagai

contoh syair fakhr ‘Antarah ibn Syaddad, saat membanggakan dirinya sebagai prajurit

yang gagah berani:

118 Istilah lain dalam bahasa Indonesia adalah puisi ratapan atau sajak ratap. Panuti Sudjiman,Kamus Istilah Sastra, hal. 27

119 Tim Penulis, al-Ritsâ, (ttp: Dâr al-Ma’ârif, tth). Penjelasan lengkap mengenai ritsâ, dapatdilihat dalam buku tersebut.

120 al-Ritsâ, hal. 12121 Di dalam satra dunia dikenal dengan istilah narsisisme (narcissism), yaitu kekaguman yang

berlebihan akan sifat fisik atau watak diri sendiri. Narcissus adalah nama pemuda dalam mitologi Baratklasik yang tertarik sekali pada bayangannya sendiri dalam sebuah kolam. Kamus Istilah Sastra, hal. 54

39

Page 45: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

الرأس وكم من فارس أضحى بسيفى هشيم

مخضوب اليدينBerapa banyak prajurit yang kubunuh dengan pedangkuDengan kepala yang remuk dan tangan terpenggal

حولهيحوم عليه عقبان المنايا ظجل وتح

122غربان بين

Ia dikelilingi rajawali kematian Dan sekelilingnya berlalu lalang gagak-gagak kematian

Washf adalah jenis syair yang dibuat untuk mendeskripsikan atau

menggambarkan sesuatu, seperti keindahan alam, pemandangan, kehancuran,

peperangan, dan lain sebagainya. Pada masa Jahiliyah, selain alam, objek lain yang

paling dominan dalam washf adalah perempuan.123 Tema ini termasuk tema yang sangat

disukai dan biasanya dijadikan sebagai mukadimah (prolog) syair, sebelum

membicarakan tema-tema lainnya. Syair ini banyak berkembang dari waktu ke waktu

karena lebih imajinatif dan inspiratif. Untuk itu, gaya bahasa pada syair washf banyak

menggunakan tasybih, majas dan isti’arah. Sebagai contoh, syair Amru al-Qais berikut

ini:

ةة بيضاء غير مفاضة نف نه تف نه رائبهاظم

نجل تن نج 124مصقولة كالس

Langsing, putih, rampingDadanya berkilau bagai cermin

122 Syarh Dîwan ‘Antarah ibn Syaddâd, hal. 172-173123 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-

Jâhili, hal. 64124 Sajanjal: Kaca (Yunani)

40

Page 46: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

ند وتبدى عن أسيل وتتقى بناظرة منتص

لفل ظمط وحش وجرة Ia berpaling, menampakan pipinya yang ranum, dan ia jauhkan pandangannyadari buasnya mata sapi ( yang telah beranak)125

ظد كجيد الرئم ليس بفاحش ذا هى نصتهوجي

مطل ول بمعLehernya bagaikan leher kijang yang putih tanpa noda, Saat ia biarkan terbuka dengan perhiasan yang menghiasinya

c. Bahasa Dan Karakteristik Syair Jahiliyah Lainnya.

Pada saat membicarakan bahasa yang digunakan dalam syair Jahiliyah, maka hal

yang perlu diketahui adalah, bahwa syair Jahiliyah yang sampai ke tangan kita,

semuanya menggunakan bahasa Adnan, dan tidak ada satupun yang menggunakan

bahasa Yaman. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa bahasa Adnan sangat

berbeda dengan bahasa Yaman dalam segala hal. Penyeragaman bahasa ini diduga

terjadi oleh karena pusat-pusat syair Jahiliyah terletak di bagian Utara Jazirah,

sedangkan Yaman terletak di bagian Selatan. Selain itu, jauh sebelum Islam lahir,

terdapat faktor-faktor lainnya yang menyebabkan terjadinya penyeragaman dialek ini,

sehingga mengerucut pada dialek Quraisy. Di antara faktor-faktor tersebut adalah:

1. Hijrahnya sebagian besar bangsa Yaman (selatan) ke dalam Kabilah Mudlar

(utara) yang kemudian menggunakan bahasa Mudlar sebagai bahasa

komunikasi. Kabilah-kabilah yang beragam tersebut, terbiasa datang ke

Mekah untuk mengunjungi Ka’bah.

2. Kabilah-kabilah yang datang dari seluruh penjuru Jazirah tersebut terbiasa

berkumpul di pasar-pasar, selain untuk berniaga juga untuk

125 dalam bait ini perempuan diumpamakan bagai kijang yang sedang melihat sapi yang galak,lalu dengan perlahan-lahan ia memalingkan lehernya darinya.

41

Page 47: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

memperdengarkan syair-syair dan orasi-orasi dari masing-masing kabilah.

Pasar terbesar dan sangat terkenal yaitu pasar Ukazh yang letaknya tidak

jauh dari Mekah.

3. Tidak adanya atensi terhadap periwayatan syair berbahasa Yaman, karena

bahasanya dianggap tidak mencerminkan bahasa al-Qur’an, dan dianggap

tidak bermanfaat ketika menjadikannya sebagai argumen kebahasaan, sebab

bahasa Himyar (Yaman) oleh bangsa Arab Utara dianggap sebagai bahasa

asing termasuk oleh kabilah Mudlar sendiri yang menampung mereka saat

migrasi. Sedangkan syair orang-orang Yaman tidak terlepas dari bahasa

Himyar, seperti ucapan Imru al-Qais, berikut ini: عبرة) وإن شفائى

kata ,(مهراقة muharâqah berasal dari kata kerja (fi’il) ,(Himyar) هراق

sedangkan dalam bahasa Mudlar adalah أراق.

Faktor-faktor tersebut perlahan tapi pasti membawa bahasa Arab pada satu

dialek.126 Untuk itu, bisa dipastikan bahwa bahasa yang digunakan di dalam syair Jahili,

adalah gabungan dialek yang ada di Jazirah Arab, dan yang paling banyak digunakan

adalah dialek Quraisy.

Syair Arab Jahili dianggap sebagai catatan sejarah (dîwan) bangsa Arab pada

masa Jahiliyah yang menggambarkan perjalanan hidup mereka, dari tradisi, norma

maupun budaya. Secara bahasa, syair Arab Jahili memiliki karakteristik tersendiri,

seperti bersifat natural dan tidak terkesan dipaksakan. Hal ini merupakan cermin

kehidupan masyarakat badawi yang biasa hidup bebas tanpa ada aturan yang

mengikatnya. Untuk itu jarang sekali didapati suatu syair yang terlihat dipaksakan,

kalau pun ada hanyalah untuk mubâlaghah (hiperbola).

Penyair Arab Jahili cenderung memilih kata-kata yang simpel, singkat, dan

padat (ijâz). Untuk menggambarkan suatu objek, biasanya mereka mengambil kata yang

terdekat maknanya sehingga tidak terasa asing di telinga. Jika ditemukan kata-kata

126 Al-Iskandari dkk, al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal.48

42

Page 48: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

asing di telinga kita, hal itu disebabkan jarak waktu yang memisahkan antara masa itu

dengan masa sekarang, di samping kita tidak mengetahui dengan pasti kehidupan yang

bagaimana yang mereka jalani selama ini, selain dari peninggalan yang mereka

tinggalkan yang tidak mungkin bisa dipahami secara utuh. Syair Jahiliyah tidak banyak

yang memperdulikan aksesoris-aksesoris seni yang menambah keindahan, untuk itu

tidak banyak digunakan jinâs127 maupun aksesoris badi’ lainnya. 128

Ciri khas lainnya yang tedapat dalam syair Jahili adalah hampir selalu didahului

dengan kata-kata rayuan untuk perempuan atau menyebutkan hal-hal yang berbau

perempuan (tasybîb), dengan melukiskan perempuan saat bepergian dan berpindah dari

satu tempat ke tempat lain, kemudian penyair berhenti di atas puing-puing yang

ditinggalkannya dan menangisinya. Terkadang tasybîb tersebut digunakan untuk

melukiskan kecantikan perempuan dan perasaan cinta sang penyair pada perempuan

tersebut. Selanjutnya penyair melukiskan kuda dan unta yang dikendarai perempuan,

serta cepat maupun mudahnya perjalanan mereka. Terkadang para penyair tersebut

mengibaratkan perempuan dengan binatang-binatang liar seperti kambing hutan, kijang

dan lain sebagainya. Untuk itu mereka terbiasa membuat perumpamaan-perumpamaan

untuk perempuan sesuai dengan tradisi dan adat istiadat mereka.

Penulis buku Buhuts fi al-Adab al-Jahili secara singkat menyebutkan

karakteristik bahasa yang terdapat pada syair Jahili sebagai berikut, pertama

menggunakan bahasa yang simpel terutama pada syair-syair hamasah (patriotisme),

fakhr (membanggakan diri) dan tawa’ud (ancaman). Kedua, konten pembicaraan

didominasi tentang kehidupan badawi, seperti, binatang buruan, kijang, binatang buas,

gunung, di samping itu hal-hal yang berkaitan dengan kedermawanan, perlindungan,

bepergian, dan lain sebagainya. Ketiga, dari segi gaya bahasa, banyak digunakan

kosakata-kosakata asing jika dibandingkan dengan bahasa saat ini. Keempat daya

imajinasi mereka yang masih sangat minim, menjadikan makna yang mereka gunakan

mudah untuk dipahami. Selain hal tersebut, syair Jahili adalah syair yang natural tidak

127 Penggunaan lafaz yang sama atau serupa, namun untuk makna yang berbeda (homonim),seperti kata sâ’ah yang bermakna waktu dan hari kiamat.

128 al-Iskandari dkk, al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, (tp: Maktabah al-Adab, tth), hal. 47

43

Page 49: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

banyak yang dipaksakan seperti pada syair-syair setelahnya. Hal ini mencerminkan

kehidupan mereka yang bebas alamiah.129

129 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-Jâhili, hal. 47

44

Page 50: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

BAB IV

SEJARAH SOSIAL BANGSA

ARAB JAHILIYAH

Mengkaji simbol-simbol agama yang terdapat dalam syair Jahiliyah, pada

hakekatnya adalah mengkaji bahasa yang terdapat dalam syair itu sendiri. Komaruddin

Hidayat, mengutip dari apa yang dikatakan Trigg menyatakan bahwa dunia di sekitar

kita mempunyai makna karena diberi makna oleh sistem bahasa yang dimiliki manusia.

Untuk itu, bahasa dan pemikiran membentuk kategori-kategori untuk membangun dan

kemudian menafsirkan realitas di sekeliling kita. Konsekuensinya, jika bahasa dan

pemikiran menentukan pemaknaan terhadap dunia sekelilingnya, maka memahami

sebuah teks mensyaratkan untuk juga memahami tradisi di mana teks itu dilahirkan.130

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka penulis dalam bab ini secara khusus mengkaji

tradisi dan kondisi sosiologis bangsa Arab pada masa Jahiliyah.

A. Makna Jahiliyah

Para sejarawan sepakat bahwa yang dimaksud dengan Jahiliyah adalah periode

sejarah bangsa Arab sebelum datangnya agama Islam. Definisi ini dijumpai di hampir

setiap buku yang membahas tentang sejarah Islam maupun sejarah sastra Arab. Istilah

Jahiliyah itu sendiri muncul setelah agama Islam datang. Definisi ini disimpulkan dari

beberapa ungkapan yang beredar di kalangan masyarakat Arab sendiri, seperti ungkapan

Umar Ibn al-Khathab ra., إنى نذرتا فى الجاهلية أن أعتكف , “aku bernazar

pada saat Jahiliyah untuk melaksanakan i’tikaf131 ”. Ungkapan lain disampaikan oleh

Aisyah ra., كان النكاح فى الجاهلية على أربعة أنحاء, “ Nikah pada masa

Jahliyah dilakukan dengan empat cara”, dan lain sebagainya. Dalam al-Qur’an sendiri

banyak ayat yang menyebutkan kata jahiliyah seperti “أفحكم الجاهلية تبغون “,

130 Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, hal. 128131 I’tikaf adalah mengasingkan diri dengan tujuan beribadah

45

Page 51: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Apa hukum Jahiliyah yang kamu inginkan?. Istilah yang muncul tersebut selanjutnya

disimpulkan bahwa Jahiliyah adalah sebuah masa di mana bangsa Arab tidak mengenal

Tuhan dan ajaran-ajaran Agama yang benar.132

Namun demikian, terjadi perbedaan pendapat ketika istilah tersebut lalu

diartikan sebagai masa kebodohan dan kebiadaban (time of ignorance and barbarism)

sebagaimana dipahami dari maknanya secara leksikologi yang berasal dari kata ja-hi-la

yang berarti bodoh dan tidak berperadaban. Pemahaman seperti ini menjadikan

masyarakat Arab Jahiliyah secara umum identik dengan masyarakat yang bodoh, biadab

dan tanpa peradaban. Padahal menurut Philip K. Hitti sebagaimana dikutip oleh Ismail

Hamid, istilah Jahiliyah adalah masa sebelum diutusnya Nabi Muhammad saw. menjadi

Rasul dan belum memiliki Kitab suci sebagai pedoman hidup. Apabila Jahiliyah

dimaknai sebagai jaman kebodohan, hal itu jelas tidak relevan dengan situasi dan

kondisi Arab bagian selatan yang sangat maju dan memiliki peradaban yang tinggi.133

Menurut Goldziher, mengartikan zaman Jahiliyah dengan zaman kebodohan adalah

sebuah konsepsi yang salah dan tidak beralasan, sebab apa yang diekpresikan oleh Nabi

Muhammad dengan istilah tersebut tidak lebih dari kondisi masyarakat Arab

sebagaimana yang terdokumentasi dalam puisi-puisi Arab Jahili. Nabi Muhammad saw.

diutus bukan untuk menghapus tradisi dan budaya bangsa Arab, namun untuk

memperbaiki moral mereka, seperti kesombongan kabilah, permusuhan yang terus

menerus, memuja dendam, tidak mau memaafkan dan watak buruk lainnya sebelum

kedatangan Islam. Menurut Goldziher, istilah Jahiliyah diberikan oleh Nabi Muhammad

saw. hanya untuk membedakan waktu sebelum dan sesudah kedatangan agama Islam.134

Untuk mendukung pendapatnya tersebut, Goldziher memberikan argumentasi

lain dari sisi kebahasaan. Menurutnya dalam dokumen bahasa Arab klasik terdapat kata

ilm (knowladege) yang dikonfrontasikan dengan kata jahl (ignorance), sehingga jahl

merupakan antonim dari ilm. Namun istilah ilm hanyalah makna antonim kedua dari

132 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-Jâhili, (tp: al-Bayân al-‘Arabi, 1961), cet. 1, hal. 12

133 Yang dimaksud dengan Arab bagian selatan adalah negeri Yaman. Ismail Hamid, Arabic andIslamic Literary Tradtion, (Kuala Lumpur: Utusan Publications & Distributors Sdn. Berhad, 1982), hal. 1

134 Ismail Hamid, Arabic and Islamic Literary Tradtion, hal. 2

46

Page 52: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

suku kata ja-hi-la, sebab makna antonim yang pertama adalah hilm, yang berarti tegas,

kuat, kekuatan fisik, sehat, integritas moral, stabil, matang, sikap yang halus. Maka

seorang halîm secara singkat diartikan sebagai seseorang yang berperadaban.135

Namun Ibrâhîm Ali al-Khasyab dan Ahmad Abd. Al-Mun’im al-Bahâ

berpendapat, bahwa sama saja apakah Jahiliyah itu diartikan sebagai antonim kata ilm

(knowledge), hilm (firmness) atau diartikan langsung dengan kebodohan, karena hal

tersebut memang pantas untuk orang-orang yang hidup di sebuah jazirah, menyembah

berhala, mengotori akidah, dan menyekutukan Allah, memuja hawa nafsu, senang

menumpahkan darah, fanatik kesukuan yang amat berlebihan, dan sifat biadab

lainnya.136

Menurut penulis kedua pendapat tersebut adalah benar, hanya persepsi sejarah

dan sudut pandang mereka yang berbeda. Jika istilah Jahiliyah diberlakukan kepada

bangsa Arab secara luas, meliputi semua keturunan Semit (Qahthân dan Adnân), jelas

kata Jahiliyah itu tidak tepat, karena salah satu keturunannya yaitu Qahthan yang lebih

dikenal dengan bangsa Arab Selatan menempati suatu wilayah yang memiliki peradaban

yang tinggi yaitu Yaman dan sebagian dari mereka sudah memeluk agama Samawi.

Sedangkan argumen yang menyatakan bahwa istilah Jahiliyah adalah tepat bagi bangsa

Arab, maka sesungguhnya bangsa Arab yang dimaksud adalah bangsa Arab Utara

keturunan Adnan yang menempati Jazirah Arab dan wilayah Hijaz lainnya tempat Nabi

Muhammad saw. dilahirkan. Kedua ras besar tersebut memiliki garis kehidupan yang

berbeda satu sama lain, baik secara sosiologi, ekonomi, politik, maupun tingkat

intelektual.

B. Letak dan Kondisi Geografi Bangsa Arab

Jazirah Arab, demikian Bangsa Arab menamakan negeri mereka atau terkadang

mereka cukup menyebutnya dengan ‘al-Jazîrah’. Istilah Jazirah pada dasarnya kurang

tepat diberikan pada negeri ini, sebab ia bukanlah sebuah pulau melainkan hanya

sebuah semenanjung, karena sebelah utara negeri ini tidak dibatasi oleh perairan (laut).

135 Ismail Hamid, Arabic and Islamic Literary Tradtion, hal. 1136 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-

Jâhili, (tp: al-Bayân al-‘Arabi, 1961), cet. 1, hal. 11

47

Page 53: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Bangsa Arab menamakannya demikian hanya sekedar tajâwuz (melebih-lebihkan).137

Jazirah adalah satu-satunya tempat yang dihuni oleh bangsa Arab asli.138

Jazirah Arab terletak di sebelah selatan benua Asia. Sebelah Utara negeri ini

berbatasan dengan negeri Syam, Jazirah, dan Irak, sedangkan bagian Timur berbatasan

dengan Teluk Persia (the Persian Gulf) dan Laut Oman, sebelah selatan dibatasi oleh

Samudera Hindia, dan bagian Barat dibatasi oleh Teluk Arab atau yang dikenal dengan

Laut Merah. Luasnya sekitar seperempat luas Eropa, atau sepertiga wilayah Amerika,

atau dua setengah kali lipat luas Mesir.139

Para geolog Arab membagi Jazirah ke dalam lima bagian, yang berbeda satu

dengan lainnya, baik dari segi kondisi geografi, iklim, maupun tradisi penduduknya.

yaitu:

a. Yaman di sebelah Selatan, disebut juga dengan al-Khadlra’ (negeri Hijau)

dan al-Sa’îdah (negeri menyenangkan) karena banyak ladang, perkebunan,

pepohonan, padang rumput, dan mata air. Wilayah ini terdiri dari Hadramaut,

Mehra, Syahr, Oman, dan Nejran.

b. al-Arudl140, meliputi Yamamah dan Bahrain. Wilayah ini dinamakan dengan

al-‘Arudl karena terletak memanjang membentang antara Yaman dan Najed.

Wilayah ini memiliki banyak sumber air, terutama di daerah Ihsa’.

Penduduknya terkenal sebagai penambak garam dan penyelam mutiara.

c. Tihamah. Terletak di tepi pantai Laut Merah antara Yaman dan Hijâz. Di

wilyah ini terdapat sebuah jalan yang biasa dilintasi Kafilah dagang menuju

Syam. Kotanya yang terkenal adalah Mekah yang di dalamnya terdapat

137 .Jazirah sebenarnya adalah terjemahan dari pulau yang biasanya seluruh wilayahnya dibatasiperairan/laut. Oleh karena itu sebenarnya wilayah Arab tidak dapat disebut sebagai pulau (jazirah)melainkan hanya sebuah peninsula (semenanjung) yang menyerupai pulau, karena sebelah Utara tidakdibatasi oleh laut melainkan berbatasan dengan negeri lain. Lih. Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, (tp: Maktabah al-Adab, tth), hal. 5

138 Muhammad ‘Ali al-Shabbah, ‘Antarah ibn Syaddâd; Hayâtuhu wa Syi’ruhu, (Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 1411 H/1990 M), hal. 7

139 Muhammad Yusuf Farran, Zuhair ibn Abi Sulma; Hayâtuhu wa Syi’ruhu, (Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 1411 H/1990 M), hal. 7, lih. Juga Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi,hal. 5. lihat juga Muhammad ‘Ali al-Shabbah, ‘Antarah ibn Syaddâd; Hayâtuhu wa Syi’ruhu, hal. 7, lih.juga Philip K. Hitti, History of the Arabs, (terjemah), (Jakarta: Serambi, 2006), cet. 1, hal. 3

140 Secara bahasa Arudl berarti sesuatu yang lebar dan memanjang

48

Page 54: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Ka’bah dan Gua Hira yang sangat terkenal dalam sejarah Islam. Wilayah ini

memiliki tanah yang sangat gersang dan penuh dengan pasir dengan cuaca

yang sangat panas.

d. Hijâz. Terletak antara Najed dan Tihâmah. Kotanya yang sangat terkenal

adalah Yatsrib (Madinah), Thâif, dan Khaibar. Selain itu juga terdapat pasar

‘Ukazh yang terkenal dan Sumur Badar.

e. Najed. Terletak antara Irak di sebelah Timur, gurun Syâm di sebelah Utara,

Hijâz sebelah Barat dan Yamâmah sebelah Selatan. Najed adalah sebuah

wilayah yang terletak di dataran tinggi dengan kondisi hawa yang sejuk.141

Secara umum, para sejarawan Arab biasanya membagi Jazirah Arab ke dalam

dua wilayah besar, yakni Hijaz di sebelah Utara, dan Yaman di sebelah selatan. Hijaz

dinamakan demikian karena di dalamnya terdapat gunung Sarah yang terbentang mulai

dari Yaman hingga ujung kota Syam, sehingga orang Arab menyebutnya dengan hijâz

yang berarti pembatas, karena gunung tersebut membatasi negeri-negeri Mekah.

Gunung tersebut terbentang hingga tepi pantai, menjulang tinggi, mengelilingi Hijaz

dan kota-kota sekitarnya yang berada di dataran rendah, yang disebut dengan negeri

Mekah (Tihâmah).142

Hijaz merupakan kota yang gersang, tidak subur dan jarang hujan, namun

terkadang muncul air bah memenuhi lembah-lembah, lalu mengalir dan selanjutnya

tumpah ke laut. Di Hijaz juga terdapat beberapa padang pasir- terutama sekitar Mekah-

di mana cahaya matahari langsung menyengatnya sehingga memberi efek panas yang

sangat luar biasa. Selain itu terdapat pula lembah-lembah kering yang terkadang

ditumbuhi rerumputan tempat digembalakannya binatang ternak. Ada juga tempat yang

sangat subur dan biasanya dijadikan tempat tinggal oleh kelompok tertentu. Di tempat

seperti ini tumbuh tumbuh-tumbuhan, seperti pohon tin, anggur, delima dan zaitun.143

Salah satu kota yang sangat terkenal di Hijaz adalah Mekah yang terletak di

sebuah lembah tanpa tumbuhan. Panjang antara utara dan selatan sekitar dua mil,

141 Muhammad Yusuf Farran, Zuhair ibn Abi Sulma; Hayâtuhu wa Syi’ruhu, hal. 7-8, lihat jugaMuhammad ‘Ali al-Shabbah, ‘Antarah ibn Syaddâd; Hayâtuhu wa Syi’ruhu, hal. 7-8

142 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 5143 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 5-6

49

Page 55: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

sedangkan lebarnya sekitar satu mil, sebelah timur dimulai dari kaki gunung Abi Qubais

hingga gunung Qu’aiqi’an di sebelah barat.144

Di kota Mekah terdapat Ka’bah (Baitul Haram) tempat ibadah haji masyarakat

Arab Jahili, yang kemudian diwajibkan dalam Islam dan menjadi kiblat shalat kaum

muslimin. Di Mekah juga terdapat sebuah sumur yang memancarkan air Zamzam yang

sangat terkenal. Di situ pula lahir nabi Muhammad saw. Tempat yang sangat terkenal

yang ada di kota Mekah adalah Shafa dan Marwah, keduanya merupakan tempat tinggi

yang terletak di gunung Qubais. Kota lainnya adalah Wadi Mina, Jabal Arafat, dan

Muzdalifah. Semuanya merupakan tempat yang biasa disebut-sebut dalam ibadah

haji.145

Selain Mekah, kota lain yang terletak di Hijaz adalah Madinah yang sebelumnya

lebih dikenal dengan sebutan Yatsrib. Kota ini terletak di tengah-tengah lembah yang

sangat luas. Sebelah Utaranya gunung Uhud. Kota ini banyak ditumbuhi pohon korma

dan memiliki banyak sumur yang dijadikan sebagai sumber air mereka. Madinah adalah

tempat yang dituju Nabi saw saat hijrah dari Mekah dan juga tempat Nabi

menghembuskan nafasnya yang terakhir. Sebelah Barat kota Madinah adalah kota

Khaibar yang didiami oleh kaum Yahudi, sebagaimana terdapat di sebagian kota

Madinah lainnya.146

Dengan demikian, Hijaz ditempati oleh beberapa kabilah Arab, di Madinah

ditempati oleh Kabilah Arab dari suku Aus dan Khazraj, sedangkan di Mekah oleh suku

Quraisy, di Thaif oleh suku Tsaqif, sedangkan suku Hudzail menempati bukit-bukit di

sebelah selatan kota Mekah. Suku Hudzail ini terkenal dengan syair-syairnya yang

halus.147

Bagian selatan Jazirah Arab adalah Yaman sebuah negeri lama yang terkenal

dengan kekayaan dan peradabannya. Kota ini seperti juga Hijaz terdiri dari dataran-

dataran rendah yang terletak di tepi pantai, yang terkadang disebut juga dengan

Tihâmah (negeri Mekah), sedangkan dataran tingginya disebut dengan Najed al-Yaman.

144 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 6145 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 6146 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 6147 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 6

50

Page 56: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Di antara kota-kotanya adalah Nejran sebelah timur Yaman yang dikenal pada masa

Jahiliyah sebagai tempat pemeluk agama kristiani. Di sana terdapat uskup-uskup dan

juga Ka’bah yang mereka agungkan menyerupai Ka’bah yang ada di Mekah.

Tersebarnya agama Nasrani di Nejran menjadi salah satu faktor terjadinya hubungan

bilateral antara Habasyah dan Nejran, hal itu dikarenakan keduanya merasa disatukan

oleh ideologi yang sama.148

Di Yaman terdapat sebuah kota yang disebut Ma’rab, terletak di sebelah Timur

Laut kota Shan’a bernama Saba’. Penduduknya dinamakan juga dengan Saba. Kota

lainnya yang terkenal adalah Shan’a itu sendiri. Kota ini terletak di tengah-tengah dekat

dengan istana yang megah yang disebut Ghumdan. Sejarah menyebutkan bahwa Saef

ibn Dzi Yazn pada masa Jahiliyah meminta istana tersebut dikembalikan dari Habasyah,

pada saat mereka menguasai negeri Yaman.149

Di sebelah selatan kota Shan’a terdapat reruntuhan kota yang diduga sebagai

peninggalan kaum Himyar. Reruntuhan ini dinamakan dengan Zhaffar. Dari istilah

tersebut muncul sebuah peribahasa (amtsâl) terkenal ‘نر yang ’من دخل ظفار حم

artinya ‘siapa yang masuk ke Zhaffar maka ia telah menjadi Himyar’, atau berarti ia

mampu berbahasa Himyar.150

Kabilah terbesar bangsa Arab yang mendiami negeri Yaman adalah Hamdan

yang terkenal pada masa Jahiliyah karena menyembah dua berhala yang bernama

Yagûts dan Ya’ûq sebagaimana diceritakan dalam al-Qur’an al-Karim. Selain kabilah

Hamdan, kabilah lainnya yang mendiami Yaman adalah kabilah Madzhij dan Murâd.151

Sebelah selatan Jazirah Arab terdapat negeri Hadramaut. Sebuah daerah

pegunungan yang di sela-selanya terdapat banyak lembah. Penduduknya dinamakan

dengan al-Hadhâramah yang terkenal dengan keuletan dan kegigihannya dalam

berdagang. Pada saat penaklukan Islam (al-fath al-islâmi) di antara mereka banyak yang

148 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 6-7149 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 7150 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 7151 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 7

51

Page 57: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

datang ke Mesir. Penduduk yang paling terkenal pada masa Jahiliyah yang menempati

wilayah ini adalah keturunan Kindah yang dikenal dengan sebutan ‘Tujîb’.152

Perbatasan sebelah Utara Hadramaut adalah negeri Ahqâf yang didiami oleh

kaum ‘Âd. Kisah tentang Negeri ini diceritakan dalam al-Qur’an berulang kali, di

antaranya “ dan ceritakanlah tentang (Hud) saudara ‘Âd pada saat ia memberi

peringatan pada kaumnya di al-Ahqâf”.153 Dan salah satu surat dalam al-Qur’an diberi

nama al-Ahqaf.154

Di sudut bagian tenggara al-Jazirah adalah Oman, sebuah wilayah pegunungan

di pinggir pantai. Penduduknya terkenal sebagai nelayan. Diceritakan bahwa setelah

hancurnya Saddama’rab, sebagian kabilah bani Azad masuk ke Oman dan

mendiaminya. Selain kabilah Azad wilayah ini juga ditempati oleh sebagian bangsa

Thoyy, dan yang paling terkenal adalah kabilah Nabhân.155

Bagian yang terbentang di timur al-Jazirah yang dimulai dari Oman hingga

perbatasan Irak dinamakan ‘Bahrain’. Di antara kotanya yang terkenal adalah Hajar.

Kota ini banyak menghasilkan korma, sehingga muncul ungkapan ‘laksana orang yang

membawa korma ke kota Hajar’.156 Selain Hajar, kota lainnya adalah Qatar.

Penduduknya terkenal sebagai penyelam dan penghasil mutiara. Bahrain itu sendiri

didiami oleh kabilah-kabilah dari Bani Abd al-Qais dan Tamîm.157

Di sisi lain, berbicara tentang kondisi geografi Jazirah Arab, berarti

membicarakan situasi dan kondisi tanah dan cuaca yang dimilikinya. Jazirah bagian

tengah terdiri dari gurun pasir (sahara) yang jarang dicurahi hujan, sehingga sedikit

sekali tumbuhan yang tumbuh. Di sela-sela padang pasir tersebut banyak dijumpai

wahah yakni tanah subur di tengah padang pasir. Di tanah seperti ini dalam bulan-bulan

tertentu tumbuh rerumputan yang biasanya dijadikan sebagai tempat menggembalakan

ternak. Ada beberapa jenis padang pasir, setiap jenis memiliki nama tersendiri. Padang

152 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 7153 QS. Al-Ahqaf ayat 21154 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 7155 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 8156 Istilah ini mungkin berarti pekerjaan yang sia-sia atau kurang bermanfaat. 157 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 8

52

Page 58: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

pasir yang terletak antara Timur Yaman dan Barat Laut Hadramaut dinamakan

‘Shaihada’, sedangkan yang terletak di utara Hadramaut dinamakan ‘al-Ahqâf’, dan

yang ada di utara Mehra dinamakan ‘al-Dahnâ’.158

Sebelah utara gurun pasir terbentang dataran tinggi yang disebut ‘Najda’, sebuah

tempat terbaik yang dimiliki bangsa Arab karena udaranya yang sejuk dan

pemandangannya yang indah.

Bagian lain yang terletak di sebelah tenggara Najed adalah Yamamah, sebuah

tempat yang paling subur di wilayah Arab. Diriwayatkan bahwa tempat ini adalah

tempat tinggal Thasm dan Jadwis. Jika Yamamah dan Bahrain keduanya digabungkan,

namanya menjadi ‘al-Arûdh’.159

Gurun pasir bagian utara yang letaknya berdekatan dengan Syam dinamakan

dengan Gurun Syam, sedangkan yang berdekatan dengan Irak dinamakan Gurun Irak,

dan yang berdekatan dengan al-Jazirah (Utara Irak) dinamakan dengan Gurun Jazirah.160

Adapun cuaca, sebagian besar Jazirah Arab memiliki cuaca yang sangat panas.

Namun demikian, di dataran-dataran tinggi meskipun musim panas pada malam harinya

udara terasa sejuk dan pada musim dingin udara sangat dingin sehingga terkadang

disertai turunnya salju di sebagian puncak gunung seperti di Thaif. Puncak-puncak

gunung diselimuti salju dan air pun membeku. Selanjutnya panas melelehkan kembali

gumpalan salju tersebut, dan terciptalah dari balik gunung-gunung tersebut aliran-aliran

sungai kecil yang mengairi kebun dan sawah mereka.161

Adapun angin, para penyair membaginya ke dalam dua tipe, yakni angin Timur

(shabâ) dan angin panas (samûm). Adapun yang dimaksud angin shaba yakni angin

sejuk yang berhembus dari arah Timur. Para penyair sangat suka menjadikannya sebagai

bahan rayuan karena kesejukkan dan kelembutan semilirnya. Dari kata tersebut

terbentuk sebuah derivasi, untuk itu mereka mengatakan: صبت الريح-تصـبو

158 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 8159 menurut Muhammad Ali Shabbah dinamakan dengan ‘Arudl (penghalang) karena kedua

kota ini jika disatukan menjadi pembatas antara Yaman dan Najed. Muhammad ‘Ali al-Shabbah,‘Antarah ibn Syaddâd; Hayâtuhu wa Syi’ruhu, hal. 8

160 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 8161 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 9

53

Page 59: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

نو اصب “ Angin Timur bertiup meniupkan kasih sayang”. Bila shabâ adalah angin sejuk,

sebaliknya samûm, ia adalah angin panas. Dari kata tersebut muncul derivasi dalam

bentuk ungkapan: نم و مسموم Hari yang berangin panas”.162 “يوم سا

Wilayah Arab sama sekali tidak memiliki sungai besar yang mengalir, kecuali

anak-anak sungai yang airnya terkadang mengalir namun terkadang kering. Untuk itu

mereka sangat tergantung pada curah hujan, yang mereka sebut dengan ‘al-ghaits’163.

Musim semi adalah saat-saat terbaik mereka, pada saat di mana tumbuh-tumbuhan

mulai bersemi setelah musim hujan berlalu. Pada saat seperti itu, mereka keluar menuju

ke ghaits (tempat subur yang ditumbuhi banyak pepohonan) dengan unta dan binatang

ternak lainnya. Beberapa gunung dan lembah tampak terlihat indah setelah mendapat

curahan hujan. Di atasnya tumbuh phon-pohon dan rerumputan. Di antara nama pohon

yang terkenal adalah ‘al-thalh164, al-atsl165, al-sidr (bidara), al-hinâ’ (pacar), al-rummân

(delima), al-tuffâh (apel), al-Lemûn (lemon), dan yang paling banyak adalah pohon

korma yang biasa mereka konsumsi.166

Adapun daerah yang paling subur tanahnya adalah Yaman, hal itu sebabkan oleh

karena Yaman memiliki curah hujan yang banyak dan kondisi tanah yang subur, oleh

karena itu pula orang Yunani dan Romawi menyebutnya dengan negeri hijau (al-

Hadhrâ) atau ‘negeri Arab yang menyenangkan (al-sa’îdah) untuk membedakannya

dengan negeri-negeri Arab Timur lainnya yang tandus.167

Dari gambaran tersebut tampak perbedaan-perbedaan yang nyata antara satu

wilayah dengan wilayah lainnya, di mana sebagian wilayah berada di lokasi dataran dan

yang lainnya berada di daerah pegunungan, bagian lain memiliki tanah yang subur dan

162 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 9163 Ada dua makna dari al-ghaits, yaitu hujan dan rerumputan yang tumbuh setelah turun hujan.164 Thalh adalah sebangsa pohon besar yang berduri. Thalhah: sepohon thalh.165 Atsl, atslah jamak Atslât, âtsâl, atsûl adalah sejenis tumbuhan yang banyak tumbuh dekat air

di daerah-daerah padang pasir, daunnya tipis dengan bunga yang berbentuk gugusan atau serangkai,biasanya dijadikan sebagai hiasan. Kayunya sangat keras dan bagus, dan biasanya digunakan untukmembuat pasu atau piring dan mangkuk besar.

166 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 9167 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 9, lihat juga Muhammad ‘Ali al-

Shabbah, ‘Antarah ibn Syaddâd; Hayâtuhu wa Syi’ruhu, hal. 7

54

Page 60: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

yang lainnya tandus, sebagian beriklim panas dan sebagian dingin, beberapa wilayah

terletak di tepi pantai dan sebagian lainnya jauh dari lautan, sebagian negeri berbatasan

dengan penduduk berperadaban dan berinteraksi dengan mereka, sedangkan lainnya

tertahan di padang pasir, ataupun bila ada interaksi dengan wilayah yang berperadaban

itu pun dengan alasan tertentu. Dan perbedaan-perbedaan ini pada akhirnya sangat

berpengaruh terhadap kondisi intelektual, cara pandang, tradisi, bahasa, dialek, agama

serta sistem politik penduduknya.

C. Asal Usul Bangsa Arab dan Bahasanya

Adapun yang dimaksud dengan Bangsa Arab yaitu sebuah bangsa yang berasal

dari dua orang keturunan Semit (Sam),168 yaitu Qahthan dan Ismail. Untuk itu dalam

catatan sejarah, bangsa Arab terbagi menjadi dua bagian yaitu Arab Qahthan

(Qahthâniyyin) atau disebut juga dengan Arab ‘Âribah, dan Arab keturunan Ismail atau

Arab Musta’ribah yang disebut juga dengan Arab Adnaniyah. Keturunan Qahthan

menempati sebelah selatan semenanjung Arab, sehingga mereka dinamakan juga

dengan Arab Selatan. Dua dari keturunannya sangat terkenal yakni Bani Jurhum dan

Bani Ya’rub. Sebagian riwayat mengatakan bahwa kata Arab dinisbatkan pada Ya’rub,

dan Ya’rub merupakan moyang dari Arab Yaman, yang kemudian regenerasi dan

melahirkan Yasyjub. Yasyjub melahirkan Saba yang kemudian berkembang darinya

seluruh kabilah Arab Qahthan.169

Berdasarkan hal itu, bangsa Arab terbagi ke dalam dua ras besar, yaitu Arab

bagian Utara atau disebut juga dengan bangsa Hijaz dan Arab bagian Selatan atau

168 Menurut Philip K. Hitti, istilah Semit berasal dari kata Syem yang tertera pada perjanjianlama (Kitab Kejadian, 10: 1) dengan menggunakan bahasa Latin dalam Vulgate. Menurut al-Iskandaridkk., Sam sendiri adalah nama yang diberikan oleh para sejarawan bagi keturunan Sam bin Nuh. Ras inimencakup etnik Babilonia, Suriah, Ibrani, Poenik, Armenia, Habsyi, Saba dan Arab, Sebenarnya para ahlisejarah masih berbeda pendapat tentang keturunan Sam ini, sebagaimana mereka juga berbeda pendapattentang di mana letak geografi sesungguhnya dari masing-masing ras tersebut sebelum mereka terpisah-pisah. Sebagian berpendapat bahwa mereka pertama kali tinggal di wilayah Asia. Asia sendiri masihdiperselisihkan apakah yang dimaksud adalah jazirah Arab, Armenia, ataukah di bagian paling bawahEuphrat. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa mereka berdomisili di Afrika lalu berimigran ke Asia.Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 10, lihat juga Muhammad ‘Ali al-Shabbah,‘Antarah ibn Syaddâd; Hayâtuhu wa Syi’ruhu, hal. 7

169 Tim penulis (Lajnah), al-Mâjaz fi al-Adab al-‘Arabi wa Tarikhihi; al-Adab al-Jâhili,(Libanon: Dâr al-Ma’ârif, 1962), hal. 9

55

Page 61: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

disebut dengan bangsa Yaman. Arab bagian Utara biasanya disebut juga dengan kaum

Adnan karena mereka –sebagaimana disebutkan para genealogis- berasal dari keturunan

Adnan, dan Adnan keturunan Ismail bin Ibrahim as. Selain itu dinamakan juga dengan

Arab musta’ribah170 (Arabist), karena Ismail bukan keturunan asli bangsa Arab dan

bahasanya pun bukan bahasa Arab original. Ia mulai berbahasa Arab pada saat

melakukan perjalanan bersama ayahnya ke Hijaz dan menikahi keturunan Jurhum yang

berasal dari Kabilah Yamâniyah, lalu mempelajari bahasa mereka dan berkomunikasi

dengan bahasa mereka.171

Adapun Arab bagian Selatan dinamakan dengan kaum Qahthan. Hal ini

berdasarkan keterangan para geneologis yang menyebutkan bahwa Arab Yaman

seluruhnya berasal dari keturunan Qahthan, dan mereka juga menyebutnya dengan

‘Arab Âribah’(Arab murni), karena bahasa Arab pada dasarnya adalah bahasa asli dan

alat komunikasi mereka.172

Secara garis besar dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa bangsa Arab berasal

dari dua ras besar yakni keturunan Adnan dan Qahthan. Kaum Adnan kemudian terbagi

menjadi dua cabang besar, yaitu: Rabi’ah dan Mudhar, dan dari keduanya lahir kabilah-

kabilah.

Antara kedua suku tersebut yakni Rabî’ah dan Mudhar terjadi permusuhan yang

sangat tajam selama berabad-abad lamanya, sampai-sampai suku Rabî’ah mengadakan

persekutuan dengan Yaman demi mengalahkan suku Mudhar.

Kelompok ini dinamakan Bani Adnan dinisbatkan pada ‘Adnan bin Udad. Dari

‘Adnan lahir ‘Akk dan Ma’add. Dari Ma’add lahir delapan orang anak dan yang paling

terkenal adalah Nizâr. Dari Nizâr lahir Iyâd, Anmâr, Rabî’ah dan Mudhar. Dari Rabî’ah

lahir di antaranya Dhabî’ah dan Asad. Dari Asad lahir di antaranya Wâ’il bin Qâsith,

dari Wa’il lahir Bakr dan Taghlib. Sedangkan dari Mudhar yang terkenal adalah

Khindif, Qais ‘Ailan. Dari keduanya lahir Ghathfan yang melahirkan ‘Abas, Dzubyan,

170 Orang di luar Arab yang masuk ke dalam lingkungan Arab atau disebut Arab keturunan.171 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 10172 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 10, lihat juga Muhammad ‘Ali al-

Shabbah, ‘Antarah ibn Syaddâd; Hayâtuhu wa Syi’ruhu, hal. 10

56

Page 62: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Tamim, Hudzail, dan Kinanah. Dari Kinanah inilah lahir suku Quraisy. Suku Yaman dan

Qahthan pun terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Kahlan dan Himyar.

Semua suku tersebut menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa komunikasi,

baik lisan maupun tulisan. Bahasa Arab merupakan salah satu cabang bahasa Semit

(Sâmiyah). Menurut penulis al-Mufashshal dinamakan bahasa Semit untuk

membedakannya dari bahasa Hamiyah dan Ariyah.173

Berdasarkan ras di atas, bahasa Arab secara garis besar terbagi dua bagian, yaitu

bahasa Arab Selatan yang terdapat di Yaman dan bahasa Arab Utara yaitu yang terdapat

di Hijâz. Bahasa Arab Selatan meliputi bahasa Saba dan Himyar, namun untuk

memudahkan biasanya mereka cukup menyebutnya dengan bahasa Himyar. Bahasa ini

dianggap lebih dulu eksis dibandingkan dengan bahasa Utara. Fakta adanya bahasa ini

ditemukan pertama kali di Yaman melalui prasasti yang bertuliskan bahasa Himyar

tahun 80 SM dengan tulisan (khat) Musnad. Bahasa Himyar memiliki huruf yang

berbeda dengan bahasa Arab yang selama ini dikenal. Bangsa Yaman menggunakan

bahasa ini sebagai alat komunikasi baik lisan maupun tulisan hingga kedatangan

Islam.174

Karena bahasa-bahasa Semit berasal dari satu rumpun –sebagaimana

diperkirakan- banyak di antara lafaz-lafaznya yang sama, atau terkadang hanya berbeda

sedikit saja, seperti yang terdapat dalam bahasa Ibrani (Ibriyah) dan Arab. Sebagian

lafaz yang menggunakan syin dalam bahasa Arab, di dalam bahasa Ibrani menggunakan

sin, sedangkan alîf yang ada dalam bahasa Arab, di dalam bahasa Ibrani menggunakan

waw. Kata salâm dalam bahasa Arab menjadi syalûm dalam bahasa Ibrani, dan tsa

menjadi syin, sehingga kata tsaur menjadi syaur. Sedangkan yang di dalam bahasa Arab

menggunakan dlad, di dalam bahasa Ibrani menggunakan shad, seperti ardh menjadi

arsh, dan lain sebagainya. Akibat kedekatan genetik tersebut terjadi asimilasi antar

bahasa. Maka oleh karena berdekatan dan sering berinteraksi, penduduk Yaman

173 Al-Iskandari dkk, al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, (tp: Maktabah al-Adab, tth), hal. 15174 Al-Iskandari dkk, al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, (tp: Maktabah al-Adab, tth), hal. 15,

lihat juga Nabilah Lubis, al-Mu’in fi al-Adab al-‘Arabi wa Tarikhihi, (Jakarta: Kuliyyah al-Adab waal-‘Ulum al-Insaniyah Jami’ah Syarif Hidayatullah, 2005), hal. 15

57

Page 63: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

terpengaruh oleh bahasa Habsyi, seperti halnya penduduk Hijaz terpengaruh oleh

bahasa Ibrani.175

Bahasa Semit memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya dari

bahasa lainnya, seperti; tulisannya yang bersifat limited yaitu hanya berupa huruf tanpa

harakat, tanpa fathah, kasrah ataupun dhammah, seperti yang terdapat dalam bahasa

Aria. Selain itu bahasa Arab juga memiliki jumlah huruf yang lebih banyak

dibandingkan dengan bahasa Aria, selain memiliki bentuk derivasi (isytiqâq) yang lebih

banyak. Namun demikian, bahasa-bahasa Semit tersebut memiliki persamaan dalam

gaya bahasa, struktur kalimat, dan kosakata yang berhubungan dengan anggota badan

dan kata ganti orang (dhamîr).176

Bahasa Arab itu sendiri terbagi lagi menjadi dua macam, yaitu bahasa Arab

Yaman yang ada di sebelah Selatan, dan bahasa Arab Hijaz yang terdapat di Utara.

Bahasa Selatan (Yaman) meliputi bahasa Saba dan Himyar. Untuk mempermudah

penyebutan mereka cukup menyebutnya dengan bahasa Himyar. Bahasa Himyar

dianggap lebih dulu keberadaannya dibanding bahasa Utara (Hijaz). Hal ini dibuktikan

dengan ditemukannya lukisan yang bertuliskan bahasa Himyar. Bahasa Himyar

memiliki huruf-huruf yang berbeda dengan bahasa Arab yang kita kenal sekarang.

Selain itu ia juga memiliki pola tanwîn, jama’mudzakar salîm, adât ma’rifah, dan lain

sebagainya yang berbeda dengan bahasa Arab Hijaz. Contoh lainnya adalah adanya

perbedaan pada huruf-huruf kata, seperti, hamzah pada kata af’ala (أفعل) di sebagian

bahasa Himyar menggunakan ha (هـ). Keberadaan bahasa Himyar dan Saba ini

diketahui melalui hasil penemuan para ilmuwan modern yang diperoleh dari hasil

tulisan dan tempat tinggal mereka, sehingga diketahui struktur bahasa masing-masing.177

Adapun bahasa Utara (Hijaz) merupakan bahasa kabilah Adnan. Bahasa ini lebih

muda keberadaannya dibandingkan bahasa Himyar. Perlu diketahui bahwa bahasa yang

digunakan dalam syi’ir-syi’ir Arab Jahili yang sampai ke tangan kita menggunakan

bahasa ini. Hal ini diketahui dari ungkapan para penyair yang menyatakan bahwa syair

175 Al-Iskandari dkk, al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal.15176 Al-Iskandari dkk, al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal.15177 Al-Iskandari dkk, al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal.15-16

58

Page 64: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

ini berasal dari Rabi’ah atau Mudhar. Sebagaimana kita ketahui sebelumnya bahwa

kedua nama tersebut adalah cabang dari Kabilah Adnan. Atau juga yang berasal dari

kabilah-kabilah Yaman yang rihlah ke Utara seperti kabilah Tha’i, Kindah dan

Tanukh.178

Bahasa Arab Adnani –sebagaimana dikemukakan oleh para ahli bahasa Semit-

merupakan cabang bahasa Semit yang tingkat orisinilitas paling dekat dibandingkan

cabang-cabang lainnya. Hal itu disebabkan oleh karena bangsa Arab adalah bangsa yang

tidak banyak terkontaminasi oleh bangsa lainnya, tidak pernah dijajah dan diperintah

bangsa lain seperti yang terjadi pada bangsa-bangsa Semit lainnya, seperti kaum Ibrani,

Babilonia, dan Assyiria. Bangsa Arab dilindungi oleh gurun pasir dari serbuan musuh

dan penjajahan bangsa asing, sehingga bahasa mereka pun tetap terjaga tanpa banyak

dipengaruhi bahasa asing lainnya.

Bahasa Arab juga dianggap sebagai bahasa Semit yang sangat progresif, karena

memiliki karakteristik yang fleksibel, derivatif, dan kaya akan makna. Mereka tidak

hanya membuat satu kata untuk satu makna, namun banyak kata. Mereka ciptakan kata

baru setiap mendapatkan makna baru. Kondisi seperti ini dilegitimasi dan

dikembangkan dengan diturunkannya al-Qur’an al-Karim, yang kemudian eksistensinya

mulai meluas ke seluruh penjuru dunia.179

Berkaitan dengan tulisan, berdasarkan bukti-bukti sejarah yang ditemukan,

maupun argumentasi-argumentasi logis pada masa kenabian, maka bisa dipastikan

bahwa pada dasarnya bangsa Arab Jahili telah mengenal tulisan secara baik.180 Untuk

mendukung pendapat tersebut, penulis kemukakan syair berikut ini:

178 Al-Iskandari dkk, al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal.16179 Al-Iskandari dkk, al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal.16180 Ada tiga pendapat tentang asal usul tulisan Arab, pertama berpendapat bahwa tulisan

tersebut didapat secara tauqifi (wahyu Ilahi) yang diajarkan langsung oleh Allah pada Adam as. lalumengenai Nabi isma`il as., setelah terjadinya bencana yang menenggelamkan kaum Nuh. Ibn Fâris, al-Shâhibi, hal. 7. kedua berpendapat bahwa bahasa Arab merupakan hasil kreativitas bangsa Arab, namunia juga dipengaruhi oleh tulisan kerajaan Hîrah, Hîrah mengadopsi dari Anbar, dan Anbar dari Yaman. Halini berarti bahasa Arab diadopsi dari bahasa Arab `Aribah yang penduduknya eksodus ke negeri Adnan.Ibn Nadm, al-Fahrasât, hal. 6-7. Pendapat terakhir yang diusung oleh kaum orientalis adalah bahwabahasa Arab adalah pecahan dari Khath Arami dan khat Nabathi. Nâshir al-Dîn al-Asad, Mashâdir al-syi`r al-Jâhili wa Qîmatuhâ al-Târikhiyyah, (Beirut: Dâr al-Jail, 1988), hal. 24

59

Page 65: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

أعطكمأبا منذر! كانت غرورا صحيفتى ولم

181بالطوع مالى ول عرضى

Wahai Abu Mundzir, suratku ini adalah bukti penipuanDan aku tak akan menuruti perintah kalian, tidak dengan harta maupun kehormatanku

Syair ini digubah oleh Tharfah ibn al-`Abd dan ditujukan kepada `Amr ibn Hind

yang bergelar Abu Mundzir. Shahîfah yang terdapat dalam syair tersebut adalah surat

yang dititipkan Abu Mundzir pada Tharfah untuk Mak`abar Abu Karb Rabi’ah ibn al-

Harits, pemimpin salah satu wilayah kekuasaannya yang terletak di Bahrain. Di dalam

surat tersebut, Abu Mundzir menyuruh bawahannya tersebut untuk membunuh Tharfah

setibanya di tempat. Tharfah mengetahui isi surat tersebut dan membuat syair yang ia

tujukan kepada ibn Mundzir yang salah satu baitnya tertulis di atas.

Dari bukti tersebut, maka dapat dipastikan bahwa tulisan pada masa Jahiliyah

telah dikenal luas terutama di kalangan kerajaan.

D. Sistem Sosial Politik Bangsa Arab Jahiliyah

Di sisi lain, masyarakat Arab Jahili memiliki dua struktur sosial yang sangat

kontradiktif satu sama lain. Pertama penduduk perkotaan (hadhari) yang hidup

menetap, dan memiliki kehidupan yang mapan dan menyenangkan, kurang memiliki

keberanian, dan lebih mencintai kekayaan, mereka terutama penduduk Yaman yang

menurut sejarawan lebih suka bersenang-senang dan berpoya-poya, bangga

menggunakan kain sutra, makan di piring emas dan perak, yang biasa mereka peroleh

dari hasil berbisnis dan pertanian.182 Bangsa Arab Yaman pada dasarnya adalah

masyarakat holtikultural yaitu masyarakat yang sudah menetap dan menggunakan

sistem bercocok tanam di ladang.

Kedua adalah masyarakat nomaden (badawi), yang memiliki kehidupan

sebaliknya, mereka selalu berpindah-pindah tempat, dengan kehidupan yang tidak

181 Mahdi Muhammad Nâshir al-Dîn, Dîwan Tharfah ibn al-`Abd, (Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 1407 H/1987 M), hal. 53

182 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-Jâhili, (tp: al-Bayân al-‘Arabi, 1961), cet. 1, hal. 24

60

Page 66: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

pernah lepas dari gejolak. Hal itu disebabkan oleh karena kondisi tanah Arab yang

tandus, tidak ada mata air maupun sungai yang mengalir, sehingga tidak cocok untuk

bercocok tanam. Kondisi seperti ini memaksa penduduk Arab Badawi untuk selalu

mencari sungai-sungai dan daerah-daerah yang dicurahi hujan yang terdapat di gurun

pasir, yang banyak ditumbuhi rerumputan, sehingga pada saat menemukan tempat

seperti itu, seluruh kabilah keluar untuk mendapatkannya. Bila sudah habis, mereka

mulai mencari tempat lain sebagai penggantinya. Kondisi seperti ini banyak

digambarkan dalam syair-syair Arab Jahili. Para penyair banyak menyenandungkan

tentang tumbuh-tumbuhan, musim semi, rerumputan, dan bunga, yang mampu

membakar semangat bagaikan rasa panas yang menyengat.183

Kondisi seperti itu mengharuskan mereka untuk selalu membangun

perkemahan-perkemahan sebagai tempat tinggal sementara yang selalu mereka bawa

setiap berpindah tempat. Kemah-kemah tersebut biasanya terbuat dari bulu unta dan

kambing. Dalam syair Jahili, tema tentang kemah menjadi topik yang banyak

dibicarakan, seperti pada saat mereka menangisi bakas-bekas yang mereka tinggalkan

atau puing-puing yang memberikan mereka kenangan.184

Karena mereka selalu berpindah-pindah tempat, maka unta merupakan tonggak

kehidupan bangsa Arab Badawi, baik sebagai kendaraan maupun untuk dikonsumsi

susunya. Mereka dalam istilah sosiologi termasuk dalam kategori masyarakat pastoral,

yaitu masyarakat yang menggembala sekawanan binatang ternak.185 Unta termasuk

binatang yang paling tahan haus dan lapar, untuk itu dibandingkan binatang lainnya,

unta memiliki makna tersendiri bagi bangsa Arab, karena selain digunakan sebagai

183 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-Jâhili, (tp: al-Bayân al-‘Arabi, 1961), cet. 1, hal. 24. Menurut K.Hitti, pada dasarnya tidak ada garis tegasyang memisahkan antara kelompok nomad dan kelompok urban, sebab selalu ada tahapan seminomadendan tahapan semi urban. Masyarakat perkotaan tertentu yang sebelumnya merupakan orang-orang Baduimenyangkal asal usul nomaden mereka, sementara di sisi lain, beberapa kelompok Badui lainnyaberusaha menuju tahap masyarakat perkotaan. Sehingga dengan demikian, darah orang-orang perkotaanterus mendapat penyegaran dari darah-darah orang nomad. Philip K. Hitti, History of the Arabs,(terjemah), hal. 28

184 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-Jâhili, (tp: al-Bayân al-‘Arabi, 1961), cet. 1, hal. 24

185 Amin Nurdin dan Ahmad Abrori, Mengerti Sosiologi, (Jakarta: UIN Press, 2006), cet. 1,hal. 39

61

Page 67: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

kendaraan, unta juga digunakan untuk aktivitas kehidupan mereka sehari-hari lainnya,

seperti untuk menebus tawanan, membayar diyat dalam kasus pembunuhan, dijadikan

sebagai mahar perkawinan, dan lain sebagainnya. Untuk itu bangsa Arab dalam syair-

syairnya juga banyak berbicara tentang unta, perjalanan bersamanya,

menggembalakannya, atau juga tentang kesetiaannya. Selain unta mereka juga memiliki

kuda, hanya saja hewan ini jarang dimiliki karena termasuk kendaraan mewah yang

mungkin hanya bisa dimiliki oleh kaum bangsawan saja. Untuk itu wacana tentang kuda

tidak banyak didapati dalam bahasa dan sastra Arab, seperti halnya wacana unta.186

Masyarakat pastoral biasanya tetap hidup secara nomadik, sementara masyarakat

holtikultural menjalani kehidupannya dengan cara menetap.187

Selain sistem sosial hadlari dan badawi, sistem sosial lainnya yang tidak kalah

penting dalam struktur sosial bangsa Arab adalah sistem kabilah. Kabilah adalah

kelompok atau unit yang dibentuk berdasarkan sistem sosial masyarakat Arab. Kabilah

merupakan keluarga besar yang meyakini bahwa mereka berasal dari ayah dan ibu yang

sama.188 Biasanya kabilah diberi nama dengan nama ayah seperti Rubai’ah, Mudhar,

Aus, dan Khazraj. Mereka adalah nama-nama laki-laki yang dari mereka muncul

generasi-generasi baru sebagai keturunan untuk kemudian dinasabkan kepadanya, dan

hanya sedikit kabilah yang dinasabkan pada ibu seperti kabilah Khindaf dan Bajilah.

Terkadang nama kabilah juga diambil dari suatu kejadian tertentu. Sebagai contoh,

kabilah yang menetap dekat sumur air bernama Ghassan, ia dipanggil dengan kabilah

Ghassan. Akan tetapi secara mayoritas mereka menasabkan kabilahnya pada ayah.189

Terkadang pemimpin kabilah memiliki banyak anak, sehingga kemudian muncul

darinya kabilah-kabilah baru dengan nama lain namun tetap dinasabkan padanya.

186 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-Jâhili, (tp: al-Bayân al-‘Arabi, 1961), cet. 1, hal. 25

187 Amin Nurdin dan Ahmad Abrori, Mengerti Sosiologi, (Jakarta: UIN Press, 2006), cet. 1,hal. 117

188 Dalam ilmu sosiologi pola hubungan antar masyarakat seperti ini disebut dengan kinship(kekerabatan) yaitu ikatan sosial di antara individu yang terbentuk karena adanya hubungan perkawinanatau karena adanya pertalian darah melalui garis keturunan.

189 Berdasarkan hal itu maka bangsa Arab Jahili pada dasarnya merupakan sebuah bangsapenganut patrialkal murni yaitu sebuah keyakinan bahwa suami atau anak laki-laki tertua adalah penentukebijakan keluarga

62

Page 68: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Kemudian antara kabilah inti dan kabilah cabangnya tersebut terjalin hubungan

kekerabatan yang erat. Adapun faktor yang menjadikan terbentuknya nama baru dalam

kabilah adalah popularitas yang dimiliki bapak dari cabang tersebut, baik karena

kepemimpinannya, keberaniannya, ataupun karena banyak melahirkan anak.190

Di dalam sistem kabilah itu terdiri dari beberapa stratifikasi191, yaitu:

1. Abnâ al-Qabîlah, yaitu anggota kabilah yang memiliki ikatan darah

dan keturunan. Kelompok ini merupakan ujung tonggak suatu kabilah.

2. Abîd, yaitu hamba sahaya yang biasanya sengaja didatangkan dari

Negeri tetangga terutama dari Habasyah.

3. al-Mawâli, yaitu hamba sahaya yang sudah dimerdekakan termasuk

al-Khulâ`a (orang-orang yang dikeluarkan dari kabilah) seperti kelompok

Sha`âlik yang sangat terkenal.192

Adanya masyarakat hadlari dan badawi, serta stratifikasi sosial dalam kabilah,

memegang peranan penting terhadap seluruh aspek kehidupan bangsa Arab Jahili,

termasuk cara pandang mereka terhadap kaum perempuan.193

Stratifikasi sosial tersebut sangat mempengaruhi sistem Politik Masyarakat Arab

Jahiliyah.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa Bangsa Arab adalah sebuah bangsa

yang berasal dari dua orang keturunan Semit (Sam), yaitu Qahthan dan Ismail atau lebih

dikenal dengan keturunan Adnan. Dari Adnan dan Qahthan selanjutnya terbagi menjadi

beberapa kabilah seperti telah dijelaskan sebelumnnya.

190 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 11191 Stratifikasi sosial adalah tingkatan kedudukan sosial dalam masyarakat yang ditentukan oleh

perbedaan privilege/property (kekayaan), pertige (kehormatan), dan power (kekuasaan).192 Syauqi Dlaif, Târikh al-Adab al-Arabi; al-‘Ashr al-Jâhili, (tp: Dâr al-Ma’ârif, 1965), cet. 2,

hal. 67. lih. Juga Muhammad Ridla Marwah, Amru al-Qais al-Malik al-Dlillil, (Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 1411 H/1990 M), hal. 9

193 Sistem stratifikasi seperti ini hampir sama dengan sistem stratifikasi kasta yang bersifattertutup dan berdasarkan prestise. Stratifikasi tertutup biasanya membuat sebagian golongan kehilanganhak-hak politik, ekonomi, pendidikan dan lainnya, seperti halnya yang terjadi pada minoritas kulit putihyang berkuasa karena prestise rasial, di sisi lain mayoritas kulit hitam kehilangan hak-hak politik,ekonomi, dan pendidikan. Sistem seperti ini dikenal dengan istilah apartheid. Lih. Amin Nurdin danAhmad Abrori, Mengerti Sosiologi, (Jakarta: UIN Press, 2006), cet. 1, hal. 117

63

Page 69: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Di dalam kabilah terdapat seorang tetua (syaikh) yang diangkat sebagai

pemimpin kabilah. Ia bertanggungjawab dalam menyelesaikan setiap perbedaan atau

pertikaian yang terjadi dengan berdasarkan kepada adat dan tradisi yang dibuat kabilah.

Pemimpin diangkat berdasarkan kemuliaan dan rasa hormat dari anggota kelompok.

Sedikit sekali yang dibangun dengan berdasarkan pemaksaan dan penindasan. Oleh

karena itu sikap berpura-pura para pemimpin lebih banyak dibanding sikap berpura-

pura anggota terhadap para pemimpinnya. Dalam bingkai sistem seperti ini, kebebasan

individu terhadap sistem kepemimpinan menjadi lebih leluasa. Selain ketua, terdapat

hakim-hakim agung dari kaum pria yang memiliki kecerdasan dan kecermatan.

Terkadang mereka juga dihadapkan pada persoalan pertikaian di dunia sastra, seperti

saling membanggakan keturunan dan lain sebagainya. 194

Setiap kabilah mempunyai penyair tersendiri yang secara khusus

mendendangkan puji-puijian untuk kabilahnya serta menginformasikan sifat-sifat dan

kebaikan yang dimiliki kabilahnya. Dan sebagaimana telah disebutkan sebelumnya,

bahwa hubungan yang terjadi di antara mereka adalah hubungan darah, oleh karena itu

mereka sangat fanatik terhadap kabilah masing-masing, untuk itu mereka selalu memuji

dan membanggakannya serta menyebarkan berbagai kebaikan yang mereka miliki.

Setiap anggota kabilah wajib menjaga anggota kabilah lainnya, dan

mempertahankannya, serta berhak menuntut dengan darahnya. Mereka juga berhak

meminta perlindungan terhadap kabilahnya di saat mengahadapi marabahaya dan

kesulitan. Terkadang di antara anggota kabilah didapati seseorang yang banyak

melakukan kesalahan (dosa-dosa), sehingga menimbulkan berbagai persoalan bagi

kabilahnya. Untuk anggota seperti itu, kabilah segera mengambil tindakan dengan tidak

mengakui lagi sebagai anggota. Anggota kabilah yang mendapat sangsi seperti itu

disebut dengan ‘al-khalî’, atau yang terbuang. Terkadang orang seperti ini meminta

perlindungan kepada kabilah lain, sehingga dinamakan dengan ‘halîf (yang bersekutu)

atau ‘maulâ’ (sekutu).195

194 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 11195 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 11-12

64

Page 70: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Bila hubungan di dalam kabilah adalah hubungan darah, maka hubungan yang

terjadi antar kabilah biasanya hubungan permusuhan. Kemungkinan yang terjadi antara

kabilah tersebut hanya dua, menyerang atau diserang, kecuali kabilah-kabilah yang

mengadakan perjanjian dan kesepakatan perdamaian. Oleh karena itu kisah peperangan

antar kabilah ini menyita sebagian besar sejarah bangsa Arab, sehingga diriwayatkan

bahwasanya Duraid ibn al-Shamah berusia hingga seratus tahun dan ia mengalami

peperangan sebanyak seratus kali pula. Oleh karena itu pula tema-tema tentang perang,

kemenangan, penyerangan, dan lain sebagainya, mendominasi sebagian besar syair-

syair jahili. Oleh karena itu pula, untuk memahami syair dan peristiwa-peristiwa

bersejarah yang terjadi pada masa Arab Jahili seseorang harus memahami benar

kabilah-kabilah yang ada di wilayah Arab, termasuk semua bentuk permusuhan dan

perjanjian perdamaian antar mereka.196

Tidak adanya stabilitas kehidupan, ketentraman dan keamanan yang selalu

mengancam, kesulitan dan kekurangan yang mengintai, serta rintangan dan tantangan

yang selalu mereka hadapi, maka demi mempertahankan eksistensi kehidupannya,

bangsa Arab Badawi hidup dengan cara saling menyerang dan merampas. Hubungan

yang terjadi antar kabilah adalah hubungan permusuhan dan peperangan, meskipun

terkadang ada angin segar yang menghembuskan perdamaian, sebagaimana terdapat

dalam mu’alaqahnya syair Zuhair ibnu Abi Sulma. Oleh karena itu syair-syair yang

mereka gubah biasanya tidak terlepas dari gambaran-gambaran peristiwa yang terjadi

antar mereka, seperti menuntut balas, bangga karena menang, memberi julukan pada

senjata-senjata yang digunakan perang, seperti panah, baju besi, dan pedang. Pola hidup

yang seperti ini sangat mempengaruhi karakteristik mereka dan membuat mereka

bangga dengan watak-watak peperangan, seperti kekuatan, keberanian, menepati janji,

dan menjaga harga diri. Hal itu juga menjadikan sebagian dari mereka hobi berburu.197

196 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 12197 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-

Jâhili, (tp: al-Bayân al-‘Arabi, 1961), cet. 1, hal. 25

65

Page 71: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Gambaran tersebut adalah gambaran umum bangsa Arab Jahiliyah, namun

demikian gambaran tersebut cenderung pada kehidupan masyarakat Badawi atau

kelompok Bani Adnan. Lalu bagaimana sistem politik bangsa Arab Yaman.

Bangsa Arab Yaman (Selatan) seluruhnya dinasabkan pada Qahthan. Bangsa

Arab Yaman ini pada mulanya terbagi ke dalam beberapa kelompok yang tersebar di

beberapa wilayah. Setiap kelompok menempati sebuah wilayah semacam propinsi yang

disebut dengan “mikhlâf”, yaitu wilayah yang terdiri dari beberapa kota kecil (qura) dan

desa-desa. Setiap mikhlaf dipimpin oleh seorang pemimpin yang mereka sebut dengan

qail. Masing-masing qail tidak ada hubungannya dengan qail-qail lainnya. Terkadang

jika ada qail yang kuat, ia akan menyerang qail lainnya dan mengalahkannya lalu

merampas kekayaannya, dan kembali ke wilayahnya semula sebagaimana kehidupan

badawi lainnya.198

Seiring dengan perkembangan zaman dan peradaban, atau mungkin juga hasil

seleksi alam siapa yang kuat dia yang menang, di Yaman kemudian muncul sebuah

kerajaan yang dikenal dengan nama Saba’. Kerajaan ini banyak diberitakan baik dalam

Taurat, maupun dalam buku-buku geografi Yunani dan Romawi, bahkan diceritakan

juga dalam al-Qur’an. Kerajaan ini mengalami masa kejayaannya sekitar beberapa abad

sebelum masehi tepatnya pada abad ke-8 sebelum masehi, sebagaimana terdapat dalam

prasasti peninggalan masa itu.199

Selain kerajaan Saba’, di Yaman juga muncul kerajaan Himyar dengan Zhafar

sebagai pusat ibukotanya . Bangsa Himyar pada dasarnya adalah pecahan atau cabang

dari kaum Saba’. Kerajaan ini berlangsung dari akhir abad kedua sebelum Masehi

hingga awal abad keenam Masehi. Kerajaan ini sangat terkenal dengan ekspansi dan

serbuannya ke kerajaan Persia dan Habasyah.200 Kerajaan Himyar di dalam sejarah

dikenal juga dengan sebutan al-Tabâbi’ah (jamak dari Tubba’). Rajanya yang terakhir

198 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 18199 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 18200 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 20

66

Page 72: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

bernama Dzû Nuwâs seorang Yahudi yang sangat fanatik dan hidup pada masa Jahiliyah

menjelang datangnya Islam.201

Pada masa kepemimpinannya tersebut agama Kristen sudah mulai tersebar di

Jazirah Arab terutama di Nejran. Untuk mengantisipasi tersebarnya agama Kristen lebih

jauh, ia memerintahkan agar mengusir pemeluknya, membakar buku-bukunya, serta

menyiksa para pemeluknya dengan cara dibakar. Dialah yang dimaksud dalam al-

Qur’ân al-Karîm dengan Shâhib al-Ukhdûd.202 Habasyah kemudian menyerang Yaman

(kerajaan Himyar) untuk membantu kaum Nasrani, dan akhirnya Dzû Nuwâs dapat

dikalahkan dan Yaman dikuasai kerajaan Habasyah. Kerajaan mereka pun akhirnya

dihancurkan. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 525 M.203

Bila bangsa Arab Selatan yang merupakan keturunan Qahthan dan lebih dikenal

dengan bangsa Yaman sempat memiliki beberapa kerajaan dan sistem pemerintahan

yang permanen, tidak demikian halnya dengan bangsa Arab Utara yang merupakan

keturunan ‘Adnan mereka sama sekali tidak memiliki sistem pemerintahan.

Masyarakat Arab badawi selain berdampingan dengan kerajaan Habasyah di

Yaman dan sekitarnya, juga berdampingan dengan dua kerajaan besar lainnnya, yaitu

kerajaan Romawi yang berkedudukan di Syam dan sekitarnya dan kerajaan Persia di

Irak dan sekitarnya. Untuk itu arus politik mereka tergantung pada angin yang

berhembus, terkadang masuk di bawah kekuasaan Irak, namun terkadang masuk di

bawah kekuasaan Syam sesuai dengan kepentingan masing-masing. Hal itu disebabkan

karena Jazirah Arab saat itu tidak memiliki pemerintahan yang permanen yang bisa

memimpin, mengarahkan, dan menyatukan keanekaragaman mereka. Tidak adanya

pemerintahan yang permanen dalam kehidupan mereka disebabkan banyak faktor, di

antaranya adalah kehidupan mereka yang bersifat kesukuan, persaingan antar suku, dan

senang memamerkan kekuatan satu sama lain, sehingga siapa kuat dia menang dan pada

akhirnya timbul dendam yang berkepanjangan.204

201 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 20, lih. Juga Nabilah Lubis, al-Mu’in fi al-Adab al-Arabi wa Tarikhuhu, hal. 20

202 Nabilah Lubis, al-Mu`în fi al-Adab al-Arabi wa Târikhihi, hal. 20203 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 20-21204 Muhammad ‘Ali al-Shabbah, ‘Antarah ibn Syaddâd; Hayâtuhu wa Syi’ruhu, , hal. 26

67

Page 73: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Meskipun demikian, beberapa kabilah yang berada di sekitar Hijaz memiliki

sebuah pemerintahan kecil, yang dikenal dengan pemerintahan Quraisy. Pemerintahan

ini berfungsi untuk mengatur pemeliharaan Masjid al-Haram, menjaga berhala dan

patung mereka, mengatur ibadah haji, serta menjaga Baitullah. Hanya saja pemerintahan

ini tidak terlalu kuat untuk dapat mempengaruhi kehidupan bangsa Arab. Bahkan

ketidakberdayaannya tersebut tampak nyata pada saat kerajaan Habasyah bermaksud

menyerang dan menghancurkan Ka’bah. Meskipun pada akhirnya peristiwa ini

memberi dampak politik yang positif bagi bangsa Arab, sebab dengan adanya kejadian

tersebut mereka berbondong-bondong menuju al-Haram demi mempertahankan Ka’bah

dari serangan Abrahah.205

Kekuasaan dalam pemerintahan Quraisy yang berada di Mekah ini terbagi

menjadi dua bagian yang pertama bagian yang mengurus masalah keagamaan dan yang

kedua bagian yang mengurus urusan umum (duniawi).

E. Kontak bangsa Arab dengan bangsa asing

Pada saat membahas kontak bangsa Arab dengan bangsa lainnya, maka

pembahasan tidak bisa dilepaskan dari tiga kerajaan kecil (imârah), yang terletak di

wilayah Utara dan Tengah, yaitu; kerajaan Ghassan yang merupakan aliansi dari

Binzantium (Romawi), kerajaan Manâdzirah/Lakhmi (Hirah) di Irak yang merupakan

protektorat kerajaan Persia, serta kerajaan Kindah yang merupakan protetorat kerajaan

Himyar di Yaman.206

Bangsa Arab kontak dengan bangsa asing melalui berbagai cara, pertama,

melalui jalur perdagangan, terutama bangsa Yaman dan suku Quraisy di Mekah. Bangsa

Yaman telah lama mengenal sistem perdagangan, mereka mengangkut hasil pertanian

dari Hadramaut dan Zhaffar, dan menyalurkan produk-produk India ke Syam dan Mesir.

Dari India, mereka biasanya mengangkut emas, batu mulia, kayu cendana, rempah-

rempah, dan bahan-bahan pewangi. Selain itu mereka juga mengangkut minyak wangi,

kayu hitam, dan emas dari pinggir kota Afrika. Di samping itu, mereka juga menjual

205 Muhammad ‘Ali al-Shabbah, ‘Antarah ibn Syaddâd; Hayâtuhu wa Syi’ruhu, , hal. 26206 Muhammad Ridla Marawwah, Imru al-Qais; al-Malik al-Dlalil, hal. 7

68

Page 74: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

hasil produksi negerinya seperti kemenyan dan minyak wangi, serta mutiara yang

mereka datangkan dari Bahrain. Begitulah bangsa Yaman berinteraksi dengan bangsa

lain yang ada di sekitarnya.207

Pada saat perekonomian Arab Yaman mengalami kemunduran, posisi tersebut

diambil alih oleh Arab Hijaz. Hal ini terjadi pada abad ke-6 Masehi. Kabilah Quraisy

pun akhirnya mengambil alih jalur perdagangan tersebut, mereka mulai membeli

barang-barang dari Yaman dan Habasyah, lalu menjualnya kembali di pasar-pasar yang

ada di Mesir dan Syam. Pada saat permusuhan antara Romawi dan Persia semakin

memuncak – menjelang datangnya Islam- Mekah telah menjadi pusat perdagangan yang

besar. Pada saat itu roda pemerintahan bangsa Romawi sangat mengandalkan hasil

perniagaan kerajaan hingga hal-hal yang menyangkut persoalan kemewahan. Kaum

Quraisy memiliki dua corak perniagaan, yaitu perjalanan musim dingin ke negeri

Yaman dan perjalanan musim panas ke Syam. Kaum Quraisy selalu merasa nyaman dan

aman dalam melakukan perjalanan niaganya, hal ini disebabkan karena kaum Quraisy

sebagai ahl al-harâm (keluarga Bait al-Haram) dan penjaga Ka’bah merupakan kabilah

yang sangat dihormati oleh bangsa Arab.208

Perdagangan inilah yang menjadi faktor utama terjadinya kontak bangsa Arab

dengan bangsa asing di sekitarnya. Dari sinilah, para pedagang Arab akhirnya banyak

mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan urusan kerajaan dan pemerintahan. Untuk

itu, selain membawa barang dagangan, mereka juga kembali dengan membawa bahasa

asing seperti Persia, Romawi, Mesir, dan Habasyah yang kemudian diserap ke dalam

bahasa Arab dan disesuaikan dengan kaidahnya.209

Kedua, kerajaan-kerajaan yang ada di sekitar perbatasan merupakan faktor

kedua terjadinya kontak bangsa Arab dengan bangsa asing, seperti kerajaan Lakhmi di

Hirah yang bertetangga dengan Persia dan kerajaan Gassan di Syam yang

berdampingan dengan Romawi. Kedua kerajaan tersebut (Lakhmi dan Gassan) menurut

para geneolog adalah keturunan bangsa Yaman.210

207 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 25208 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 25209 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 25210 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 25-26

69

Page 75: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Dibangunnya kedua kerajaan tersebut bukan tanpa alasan. Sebagaimana

diketahui bahwa kerajaan Persia dan Romawi berbatasan dengan bangsa Arab. Bangsa

Arab ini selalu mengancam kedua kerajaan tersebut dengan peperangan yang dirancang

secara teratur, tiba-tiba menyerang, lalu merampas dan kembali. Tidak mudah bagi

kedua kerajaan tersebut menghadapi serangan-serangan bangsa Arab yang seperti itu

dan menaklukkannya, karena sulitnya perjalanan di atas gurun pasir. Selain itu kedua

kerajaan tersebut tidak tertarik untuk menaklukkannya, karena di dalamnya tidak ada

kekayaan yang menarik yang menguntungkan bagi mereka. Untuk itu, mereka

beranggapan bahwa dengan membangun kerajaan Arab di perbatasan akan dapat

menghalangi kedua kerajaan tersebut dari serangan-serangan mereka dan akan aman

dari tipu dayanya, lalu membuat perjanjian dengan kabilah-kabilah di sekitarnya. Untuk

itulah kemudian Persia membangun kerajaan Hirah, dan Romawi membangun kerajaan

Gassan.211

Kerajaan Hirah terletak sekitar tiga mil dari Kufah, di ujung kota Irak. Irak pada

masa pemerintahan kerajaan Lakhmi merupakan kota yang sangat ramai. Di sana

terdapat istana-istana yang megah. Kota ini terkenal dengan udaranya yang sejuk,

karena dekat dengan padang pasir. Raja pertama yang menduduki tahta kerajaan

Lakhmi di Hirah adalah Umar ibn ‘Addi sekitar tahun 268 M pada masa Sabur ibn

Ordesyir pertama. Kerajaan ini bertahan hingga tahun 633 M, berakhir dengan

penaklukan Khâlid ibn al-Walîd.212

Raja Hirah didukung oleh raja-raja Persia dari kabilah Lakhm. Kerajaan Lakhmi

bersifat semi independen, sebab sistem pemerintahan Persia mirip dengan system

feodalisme. Kerajaan Arab Hirah dalam hal ini dijadikan sebagai connecting link

(penghubung) antara Persia dan bangsa Arab Jazirah, menghubungkan perdagangan

antara keduanya, memperkenalkan Persia dengan segala kebudayaannya, serta

menceritakan informasi dan kisah-kisah tentang mereka. Dan hal ini menjadikan sastra

Arab sangat terpengaruh oleh segala hal yang berkaitan dengan kerajaan Hirah. Salah

seorang raja Hirah yang sangat terkenal adalah al-Nu’mân kelima, suami dari Hindun

211 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 26212 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 26

70

Page 76: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

yang bergelar Abu Qabûs yang banyak dipuji oleh al-Nâbighah al-Dzubyâni dalam

syair-syairnya. Bangsa Arab banyak membicarakan tentang al-Khawarnaq dan al-Sadir,

keduanya adalah istana yang mirip benteng yang terletak di dekat kerajaan Hirah,

sebagaimana mereka juga sering membicarakan tentang Sinimar arsitek dari istana al-

Khawarnaq, yang kemudian dijadikan sebagai perumpamaan oleh bangsa Arab. Mereka

juga mengenal dua hari al-Nu’man (gelar raja Hirah), yaitu hari keberuntungan dan hari

sial, sebagaimana bangsa Hirah juga yang mengajarkan suku Quraisy untuk berbuat

zindik (ingkar terhadap agama) pada masa Jahiliyah, di samping mereka pula yang

mengajarkan Tulisan pada masa awal Islam.213

Penyair yang terkenal dari Hirah adalah ‘Addi ibn Zaid al-‘Ibadi yang

dinasabkan pada ‘Ibad, salah satu kabilah yang ada di Hirah yang menyebarkan agama

Nasrani.

Jika Persia mendirikan kerajaan Hirah, Romawi mendirikan sebuah kerajaan di

perbatasan Syam yang dinamakan dengan kerajaan Gassan. Kekuasaan kerajaan ini

mencakup dua wilayah, yaitu Hauran dan Balqa. Dibandingkan dengan sejarah bangsa

Lakhmi, sejarah kerajaan Gassan lebih kabur lagi, sebab bangsa Persia banyak

merampas sejarah setiap wilayah yang berdekatan dengannya. Namun dari ungkapan

para penyair terkadang disebutkan bahwa ibukota kerajaan ini adalah Joulan atau

Jayyah, namun terkadang mereka menyebutkan nama Jilq sebuah wilayah dekat

Damaskus.214

Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-enam Masehi. Pada

abad ini, al-Harits II yakni Ibnu Jabalah dari kerajaan Gassan, dan Ibn al-Mundzir III

yakni Ibn Mâ’ al-Sama’ dari Hirah (Alamundarus, w. 554 M) mendominasi sejarah

Arab. Al-Harits yang dijuluki dengan al-A’raj (si cacat) oleh para sejarawan Arab adalah

nama pertama yang otentik dan hingga kini dianggap nama yang paling terkenal dalam

catatan sejarah Jafna. Sebagai hadiah atas keberhasilannya mengalahkan musuh

besarnya dari kerajaan Lakhmi (al-Mundzir III), Justine melantiknya (529) sebagai

penguasa atas seluruh suku Arab di Suriah dan mengangkatnya sebagai patrik dan raja

213 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 26-27214 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 27

71

Page 77: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

kecil (jabatan tertinggi setelah raja), yang dalam bahasa Arab gelar ini sederajat dengan

malik.215

Jika kerajaan Gassan menjadi sekutu dan protektorat Binzantium (Romawi) dan

kerajaan Lakhmi menjadi sekutu Persia, kerajaan Kindah yang terletak di bagian tengah

Arab, menjalin hubungan politik dengan kerajaan Tubba’, kerajaan terakhir di Yaman.

Kerajaan Kindah dipimpin seorang raja yang bergelar malik. Kindah satu-satunya

kerajaan yang menggunakan gelar malik untuk para penguasanya, biasanya gelar malik

digunakan oleh bangsa Arab untuk para penguasa asing.216

Meskipun berasal dari Arab Selatan dan –menjelang masa kelahiran Islam-

mendiami kawasan sebelah barat Hadramaut, bangsa Kindah yang kuat itu tidak

disebutkan dalam berbagai tulisan-tulisan Arab Selatan paling awal; mereka pertama

kali disebutkan dalam sejarah pada abad keempat Masehi. Pendirinya yang terkenal,

Hujr, yang dijuluki Akil al-Murar, menurut sebuah riwayat adalah saudara tiri Hassan

ibn Tubba` dari Himyar, dan diangkat olehnya pada 480 M. sebagai penguasa suku-suku

tertentu yang telah ditaklukkan oleh Tubba` di Arab bagian tengah.217 Hujr kemudian

digantikan oleh anaknya, `Amr. Selanjutnya anak `Amr, al-Harits, raja Kindah paling

bengis, menjadi raja yang setelah meninggalnya raja Persia, Qubadz, segera

mengangkat dirinya sebagai penguasa Hirah, yang kemudian (sekitar 529) jatuh ke

tangan al-Mundzir II dari kerajaan Lakhmi. Al-Mundzir menghukum mati al-Harits

(529) beserta sekitar 50 anggota keluarga kerajaan, yang kemudian menjadi pukulan

mematikan terhadap kekuasaan Kindah. Al-Harits mungkin pernah menetap di al-

Anbar, sebuah kota di kawasan Efrat sekitar 40 mil sebelah barat laut Baghdad.218

Sengketa di antara anak-anak al-Harits, yang masing-masing memimpin suku,

mengakibatkan pecahnya konfederasi dan jatuhnya kerajaan itu. Sisa-sisa kekuatan

kerajaan Kindah terpaksa mundur ke pemukiman mereka semula di Hadramaut.

Peristiwa itu menandai berakhirnya salah satu kerajaan pesaing Hirah dalam perebutan

supremasi antara tiga kerajaan di kawasan Arab Utara; pesaing lainnya adalah kerajaan

215 Philip K. Hitti, History of The Arabs, (terjemah), hal. 97216 Philip K. Hitti., History of The Arabs, (terjemah), hal. 105217 Philip K. Hitti., History of The Arabs, (terjemah), hal. 105218 Philip K. Hitti., History of The Arabs, (terjemah), hal. 105

72

Page 78: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Gassan. Penyair terkenal, Umru` al-Qays, salah satu penyair emas,219 adalah keturunan

keluarga kerajaan Kindah, yang berkali-kali gagal untuk memperoleh kembali

warisannya. Puisi-puisi bernada pedas, memancarkan nuansa perlawanan pada kerajaan

Lakhmi. Dalam rangka mencari bantuan, ia pergi ke Konstantinopel, berharap

memperoleh simpati Justine, musuh Hirah. Dalam perjalanan pulang, demikian menurut

riwayat, ia di racun (sekitar 540) di Ankara oleh seorang utusan kaisar.220

Pada awal Islam, sejumlah orang Kindah memiliki peran penting. Salah seorang

yang paling penting di antara mereka adalah al-Asy`ats ibn Qays, seorang pemimpin

suku Hadramaut yang kondang pada masa penaklukan Suriah dan Irak. Berkat jasa-

jasanya ia diangkat sebagai gubernur di salah satu provinsi Persia. Keturunan al-Asy`ats

menduduki jabatan penting pada pemerintahan Dinasti Umayah di Suriah. Al-

Muqanna`,221 seorang Khurasan yang mengaku nabi, dan inkarnasi dewa, serta selama

bertahun-tahun menentang khalifah Abbasiyah, al-Mahdi, kemungkinan adalah orang

Persia, bukan orang Kindah. Selain itu, suku ini juga melahirkan seorang filsuf Arab

paling awal yaitu Ya`kub ibn Ishaq al-Kindi.222 Pada 1962, satu millenium kelahirannya

diperingati di Baghdad.

Kemunculan Kindah dianggap menarik tidak hanya karena sejarahnya sendiri,

tetapi juga menggambarkan upaya pertama orang-orang Arab untuk menyatukan

sejumlah suku ke dalam sebuah kepemimpinan tunggal yang terpusat. Dengan

demikian, pengalaman itu menjadi contoh bagi Hijaz dan Muhammad.

F. Tradisi Perang (Ayyâm al-Arab)

Menurut Philip K. Hitti, salah satu fenomena sosial yang menggejala di Arab

menjelang kelahiran agama Islam adalah apa yang dikenal dengan sebutan Ayyâm al-

Arab. Ayyâm al-Arab merupakan cara alami untuk mengendalikan jumlah populasi

orang-orang Badui yang biasanya hidup dalam kondisi semi kelaparan, dan yang telah

menjadikan peperangan sebagai jati diri dan watak sosial. Berkat ayyâm al-Arab itulah

219 Philip K. Hitti., History of The Arabs, (terjemah), hal. 106220 Philip K. Hitti., History of The Arabs, (terjemah), hal. 106.221 Philip K. Hitti., History of The Arabs, (terjemah), hal. 107.222 Philip K. Hitti., History of The Arabs, (terjemah), hal. 107.

73

Page 79: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

pertarungan antar suku menjadi salah satu institusi sosial keagamaan dalam kehidupan

mereka.223

Perang bagi bangsa Arab Jahili adalah tradisi. Tiada hari tanpa perang antar

kabilah. Tercatat dalam sejarah mereka bermacam-macam perang yang dipicu oleh

berbagai faktor. Untuk itu, sebelum datangnya Islam, perang merupakan bagian dari

kehidupan masyarakat Arab Jahili. Diriwayatkan bahwa, Duraid yang berumur hingga

seratus tahun menyatakan bahwa ia ikut berperang sebanyak hampir seratus kali pula.

Perang telah menyita separuh dari hidupnya. Setiap tahun ia ikut berperang sebanyak

dua kali.224 Namun demikian, dalam bulan-bulan tertentu yang dianggap suci mereka

menghentikan peperangan, meski terkadang kesepakatan ini mereka langgar sendiri.225

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa bangsa Adnan terbagi menjadi

beberapa kelompok yang disebut kabilah. Kabilah terbesar adalah cabang dari Rabî’ah

dan Mudhar. Kabilah Rabî’ah dan Mudhar adalah dua kabilah terkuat sepanjang dua

abad terakhir sebelum datangnya Islam. Antara kedua kabilah besar ini terjadi

perseteruan yang berkepanjangan. Perseteruan tersebut bisa terjadi antara kabilah

Rabi’ah dan Mudhar atau pun sesama cabang kabilah, baik dalam rumpun kabilah yang

sama atau pun berbeda.226

Perang Basus adalah salah satu perang paling terkenal yang pernah terjadi di

Zaman Jahiliyah di dalam Kabilah Rabi’ah. Perang ini terjadi antara Kabilah Bakr dan

Taghlib227, dua kabilah besar dalam rumpun Rabi’ah. Perang ini berlangsung hampir

empat puluh tahun lamanya pada akhir abad ke-5 Masehi. Adapun faktor penyebab

perang ini, diceritakan bahwa Kulaib ibn Rabi’ah pemuka Bani Taghlib karena

kebesarannya, ia memiliki sebuah tempat terlarang (himâ) yang disebut dengan

223 Philip K. Hitti., History of The Arabs, (terjemah), hal. 110224 Sebagaimana dikutip oleh K. Hitti dari Charles James Lyall, Ancient Arabian Poetry,

(London: William & Norgate, 1985), hal. xxii225 Ismail Hamid, Arabic and Islamic Literary Tradition, (Kuala Lumpur: Utusan Publications

& Distributors SDN. BHD, 1982), hal. 7226 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 22227 Taghlib ibn Wâ’il adalah anak keturunan dari Rabi’ah dari Adnan. Ia adalah saudara

kandung dari Bakr. Di antara penyair kabilah Taghlib yang sangat terkenal adalah al-Muhalhil, Amr ibnKultsum dan al-Akhthal. Kabilah ini menganut agama Nasrani. Ferdinand, Al-Munjid fi al-Lughah waal-‘Alâm, (Beirut: Dâr al-Masyriq, 1986), hal. 177

74

Page 80: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

al-‘Âliyah yang tidak boleh diinjak tanpa seijinnya. Tidak seorang pun diperbolehkan

minum dari ontanya dan tidak boleh menyalakan api dari apinya. Kulaib menikahi

seorang perempuan dari Bani Syaibân salah seorang keturunan Bâkr. Basûs bibi dari

Jassas ibn Murrah al-Syaibâni memiliki seekor onta yang diberi nama Sarâbi. Pada

suatu ketika Kulaib ibn Wâ’il melihat onta tersebut berada di himânya dan

menghancurkan telur burung merpati yang telah ia selamatkan. Lalu ia pun melepaskan

anak panahnya tepat di susu onta tersebut. Pada saat Jassas melihat kejadian tersebut, ia

meloncat dan membunuh Kulaib. Semenjak itu perang antara kedua kabilah tersebut

terus berkecamuk, sehingga menjadi legenda dalam sejarah bangsa Arab dan peristiwa

tersebut dijadikan sebuah perumpamaan.228

Selain perang-perang tersebut, masih banyak perang-perang lainnya yang terjadi

di dalam kabilah Rabi’ah dan Mudlar, atau antara Tamim (Mudlar) dan Bakr ibn Wa’il

(Rabi’ah). Perang tersebut saling bergantian, sehari untuk kabilah Tamim dan hari

lainnya untuk kabilah Bakr. Peperangan yang terjadi di dalam kabilah-kabilah Arab ini

didokumentasikan dalam buku-buku sejarah dan sastra, dan banyak cerita yang dilebih-

lebihkan. Dalam sastra Arab Jahili, kisah tentang perang mendominasi tema-tema yang

terdapat dalam syair.229

Selain perang Basus, perang yang sangat terkenal lainnya adalah perang Dâhis

wa al- Ghabrâ’, yakni peristiwa peperangan yang terjadi dalam kabilah Mudlar, antara

Bani ‘Abs dan Dzubyân. Faktor penyebabnya adalah Qais ibn Zuhair bertaruh dengan

Hudzaifah ibn Badr al-Fazari dalam sebuah perlombaan semacam pacuan kuda. Al-

Fazari melepaskan kudanya yang bernama al- Ghabrâ’, sedangkan al-‘Absi melepaskan

kudanya yang bernama Dâhis. Pada pertandingan tersebut, Dahis seharusnya

memenangkan perlombaan, kalau saja bukan karena jebakan yang dipasang oleh Bani

Fazarah sebelum mencapai garis finis. Masing-masing pihak akhirnya mengaku sebagai

228 Keterangan lengkap mengenai sejarah perang Basus, lih. Yusuf Khalif, Dirâsat fi al-syi’r al-Jâhili, (Kairo: Maktabah Gharib, 1981), hal. 200-202, atau lih. Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adabal-‘Arabi, hal. 22

229 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 23

75

Page 81: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

pemenang, dan sejak itu peperangan antar dua kabilah mulai berlangsung hingga empat

puluh tahun lamanya.230

Selain perang Dâhis wa al- Ghabrâ’, perang lainnya yang terjadi di dalam

kabilah Mudlar adalah perang Fijâr. Perang ini terjadi antara suku Quraisy dengan

Kinanah yang terjadi menjelang lahirnya Islam. Perang ini terjadi selama empat kali,

pertama disebabkan oleh peristiwa saling membangga-banggakan diri antara keduanya

di Pasar Ukazh. Kedua terjadi akibat seorang pemudi Quraisy menyindir perempuan

lain dari Bani ‘Âmir ibn Sha’sha’ah di Pasar Ukazh. Penyebab ketiga masih di Pasar

Ukzh, seseorang menagih hutang dengan disertai hinaan. Penyebab terakhir yaitu bahwa

Urwah al-Rahhal (orang yang biasa bepergian), menjamin barang dagangan al-Nu’man

ibn al-Mundzir tiba di Pasar Ukazh dengan selamat, namun pada kenyataannya di jalan

ia dibunuh oleh al-Barâdl.

G. Konstruksi Ekonomi dan Keilmuan pada Masa Jahiliyah

Kehidupan sosial bangsa Arab Jahiliyah yang terbagi ke dalam masyarakat

perkotaan (hadlari) dan masyarakat pedesaan (badawi), turut mempengaruhi sistem

perekonomian yang mereka jalani. Perekonomian Arab Badawi sangat bergantung pada

pemeliharaan unta, selain dari mengandalkan hasil perang, berburu, dan mengawal

kafilah (rombongan pedagang). Adapun penduduk perkotaan, mata pencaharian mereka

lebih luas. Mereka telah mengenal tiga prinsip dasar ekonomi, yakni: perdagangan

(tijârah), pertanian (zirâ’ah) dan industri/profesi keahlian (shinâah).

Pada saat itu, Yaman adalah negeri yang paling maju dan makmur. Sedangkan

penduduk Arab Utara meskipun kehidupan mereka nomaden dan keras, namun mereka

tidak menghindar dari aktivitas perdagangan. Untuk itu Mekah yang terletak di tengah-

tengah dan menjadi pusat keagamaan, menjadi tempat persinggahan para kafilah yang

berasal dari Syam maupun Yaman dan juga menjadi pasar yang menguntungkan untuk

dijadikan ajang pameran barang dagangan. Suku Quraisy sebagai penduduk asli kota

Mekah sangat terkenal dengan perjalanan niaga mereka. Dalam setahun mereka

memiliki dua macam perjalanan niaga yang dikenal dengan istilah rihlah al-Syitâ’

230 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 22-23

76

Page 82: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

(perjalanan niaga di waktu musim hujan) dan rihlah al-Shaif (perjalanan niaga di musim

panas). Begitu pula halnya dengan penduduk Madinah, terutama kaum Yahudinya.231

Di Mekah sendiri terdapat beberapa pasar yang biasa diselenggarakan pada

waktu-waktu tertentu. Pasar tersebut biasa digunakan untuk transaksi jual beli dan

demonstrasi puisi. Pasar terbesar adalah Pasar ‘Ukâzh232, Daumat al- Jandal, Dzû Majâz,

dan al-Majnah. Di pasar-pasar tersebut bangsa Arab Hirah biasanya bertransaksi dengan

pedagang Persia atau menawarkan jasa untuk menjadi pengawal kafilah dalam

menghadapi kerasnya gurun pasir.233

Pertanian juga merupakan andalan sebagian penduduk Arab perkotaan bagian

utara seperti, Thaif, Yatsrib, Khaibar, Wadi al-Qura, dan Tîma’. Adapun profesi keahlian

penduduk badawi sangat minim dan terbatas, bahkan menurut Ibnu Khaldun mereka

adalah bangsa yang sangat jauh dari hal-hal seperti itu. Namun meskipun demikian

mereka telah mengenal pandai besi, seni pahat, menjahit dan pandai emas. Hal itu bisa

ditemui di beberapa lokasi yang ramai seperti Mekah, Yatsrib dan Thaif.234

Dengan demikian maka bisa dipastikan bahwa kondisi perekonomian dan

peradaban penduduk Arab Utara secara global tidak sama dengan penduduk Arab

Selatan (Yaman). Faktor penyebabnya adalah tingkat kemakmuran yang sangat berbeda

antara keduanya. Untuk itu, masyarakat Arab Badawi berusaha mengatasi dengan jalan

perang, merampas, menawan, dan memelihara unta dengan sebaik mungkin. Karena

unta bagi penduduk Arab Badawi adalah problem solver yang membantu menyelesaikan

setiap persoalan, seperti digunakan sebagai alat transportasi, dikonsumsi daging dan

susunya, bulunya digunakan untuk membuat pakaian dan membangun kemah-kemah,

menebus tawanan, transaksi jual beli, sebagai mahar perkawinan, membayar diyat serta

untuk membayar utang.235

231 Muhammad ‘Ali al-Shabbah, ‘Antarah ibn Syaddâd; Hayâtuhu wa Syi’ruhu, hal. 21232 Pasar Ukazh selain digunakan sebagai tempat transaksi jual beli, ia juga berfungsi sebagai

tempat untuk berorasi dan mendeklamasikan puisi. Tempat ini adalah tempat pertemuan para pembesarArab dalam membicarakan berbagai persoalan mereka. Tidak jauh dari pasar Ukazh terdapat pasar Dzual-Majâz. Muhammad Ridla Marwah, Umru al-Qais al-Malik al-Dlillil, hal. 13

233 Muhammad ‘Ali al-Shabbah, ‘Antarah ibn Syaddâd; Hayâtuhu wa Syi’ruhu, hal. 21234 Muhammad ‘Ali al-Shabbah, ‘Antarah ibn Syaddâd; Hayâtuhu wa Syi’ruhu, hal. 21-22235 Muhammad ‘Ali al-Shabbah, ‘Antarah ibn Syaddâd; Hayâtuhu wa Syi’ruhu, hal. 22

77

Page 83: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Bebicara tentang kondisi intelektualitas bangsa Arab, pada hakekatnya adalah

hal yang aneh dan mengherankan. Karena konstruksi intelektualitas suatu bangsa erat

kaitannya dengan ilmu dan wawasan yang mereka miliki. Dan hal itu biasanya hanya

dimiliki oleh bangsa yang berperadaban. Menurut Muhammad Hasyim ‘Athiyyah: Para

peneliti memastikan bahwa penduduk Utara dari kerajaan Ghasâsinah, Manâdzirah, dan

penduduk Yaman seperti kerajaan tababi’ah, mereka memiliki peradaban sesuai dengan

kerajaan yang mereka dirikan. Mereka memiliki ilmu arsitektur, pengairan, bangunan-

bangunan, kedokteran, matematika, pertanian, kedokteran hewan, meskipun tidak

banyak peninggalan peradaban tersebut yang dapat disaksikan.

Penulis al-Wasîth fi al-Adab al-‘Arabi wa Târikhihi, menyebutkan beberapa

ilmu yang berkembang di masyarakat Arab Jahili, yaitu:

1. Ilmu Nujum, yaitu ilmu perbintangan yang digunakan

dengan cara mengetahui kondisi bintang pada saat terbit dan terbenam,

warna dan jenisnya, posisi dan hubungannya dengan yang lain, juga pada

saat sendiri maupun berkumpul dengan yang lainnya. Kondisi bintang

tersebut kemudian dihubungkan dengan kondisi negeri saat itu, dari panas

dan dingin, hujan dan angin, ketenangan dan kedamaian, binatang

melahirkan, dan lain sebagainya sesuai dengan kebutuhan mereka.

Dibandingkan dengan ilmu lainnya, ilmu Nujum adalah ilmu yang paling

menonjol di kalangan masyarakat Arab dan hampir dikuasai oleh semua

orang, namun yang paling terkenal adalah Banu Hâritsah ibn Kalb dan Banu

Murrah ibn Hammâm al-Syaibani.

2. Ilmu kedokteran dan ilmu Kesehatan hewan (al-thibb wa al-

baitharah). Ilmu ini banyak dikuasai oleh bangsa Arab yang mereka peroleh

dari kecerdasan dan eksperimen mereka sendiri atau dari bangsa lainnya. Hal

ini terbukti dengan banyaknya kosakata yang berkaitan dengan dunia

kesehatan seperti nama-nama obat, nama-nama penyakit, nama-nama

anggota tubuh bagian luar maupun dalam, serta bagian masing-masing

anggota tersebut. Mereka terbiasa mengobati pasien dengan ramuan

78

Page 84: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

tumbuhan, benda pusaka atau azimat, mantera atau ruqiyyah, bekam, dan

dipanaskan dengan api. Tokoh pengobatan yang paling terkenal adalah al-

Harits ibn Kildah al-Tsaqafi dan Ibnu Hudzaim al-Taimi.

3. Ilmu Nasab (Genealogi), yaitu ilmu yang secara khusus

mempelajari silsilah keluarga atau keturunan dalam kabilah untuk

mengetahui asal usul suatu kabilah. Tujuannya adalah untuk menjaga

fanatisme kabilah, sehingga satu sama lain bias saling membantu dalam

peperangan. Tokoh yang paling terkenal dalam ilmu nasab adalah Daghfal

ibn Hanzhalah al-Syaibâni, Zaid ibn al-Kabsy al-Namari, dan Ibnu Lisân al-

Hummarah.

4. Ilmu sejarah dan kisah, yaitu ilmu yang digunakan untuk

mengetahui hal ihwal orang-orang terdahulu dan peristiwa-peristiwa penting

yang terjadi pada para leluhurnya. Namun, sebagaimana sejarah klasik

lainnya, beritanya terkadang benar namun terkadang hanyalah sebuah

khurafat atau dongeng belaka. Hal ini terbukti dengan banyaknya puisi,

prosa, maupun amtsal yang berbicara tentang hal tersebut. Seperti kisah al-

fîl (gajah) yang sangat terkenal, perang Dâhis dan Ghubarâ, perang Basûs,

kisah hari Dzî Qâr, dan perang Fijâr.

5. Ilmu bumi (geografi). Ilmu ini mereka gunakan untuk

mengetahui kondisi tanah yang subur dan cara mencapainya. Hal ini terlihat

dari syair-syair yang mereka buat yang menceritakan tentang musim hujan,

tumbuhan, puing-puing yang mereka singgahi dan lain sebagainya.

6. Ilmu firasat atau physiognomi, yaitu mencari petunjuk dari

kondisi manusia, bentuk, warna, dan ucapan yang dihubungkan dengan

tingkah lakunya baik yang positif maupun negatif. Bangsa Arab sangat

menyukai ilmu ini, sehingga tidak terhitung jumlahnya yang menguasai ilmu

ini.

7. ilmu qiyafah. Ilmu ini pada dasarnya adalah bagian dari ilmu

firasat, hanya saja lebih mengandalkan kekuatan imajinasi, ingatan dan

79

Page 85: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

kecerdasan. Seperti mencari petunjuk dari jejak kaki pemiliknya, atau

mengidentifikasi seseorang dari cirri-ciri yang dimiliki keluarganya.

Tokohnya yang terkenal adalah Bani Mudlaj dan Bani Lahab. Ilmu ini

hingga kini masih bertahan, terutama di Arab Bawadi.

8. Ramalan (kahânah dan ‘arâfah), yaitu mengetahui hal-hal

yang gaib. Kahânah ramalan untuk masa yang akan datang, sedangkan

‘arâfah terawang terhadap hal-hal yang sudah berlalu. Tokoh kahânah yang

terkenal adalah Tharifah al-Khair dan Salma al-Hamdaniyah, sedangkan

tokoh ‘arâfah adalah al-Ablaq al-Asadi dari Najed dan Rabbâh ibn ‘Ajalah

dari Yamamah.

9. al-Jazar, yaitu meramal dengan suara dan gerakan binatang,

atau segala hal yang berkaitan dengan tingkah laku binatang yang kemudian

dihubungkan dengan peristiwa yang terjadi dengan kekuatan imajinasi.

Tokoh yang terkenal adalah bani Lahab, Abu Dzuaib al-Hudzaili, dan

Murrah al-Asadi.236

Demikian, sekilas tentang pembahasan kondisi sosiologis bangsa Arab Jahiliyah

yang dimulai dari makna Jahiliyah, latar belakang sosial politik, kondisi keilmuan

mereka. Hal ini perlu diungkapkan di sini sebagai gambaran awal dari kehidupan

bangsa Arab Jahiliyah.

236 Ahmad al-Iskandari dan Mushtafa ‘Inâni, al-Wasîth fi al-Adab al-“Arabi wa Târikhihi,(Mesir: Dâr al-Ma’ârif, tth), hal. 38-41

80

Page 86: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

BAB V

SIMBOL-SIMBOL AGAMA DALAM SYAIR JAHILIYAH

Bagi bangsa Arab Jahiliyah, persoalan agama mungkin bukan termasuk

persoalan yang sangat urgen dalam kehidupan mereka, sehingga tidak banyak, atau

bahkan jarang sekali syair-syair Jahiliyah yang berbicara tentang kehidupan beragama.

Kemungkinan lainnya adalah, ajaran agama saat itu belum sampai ke tangan mereka.

Namun demikian, hal ini tidak berarti mereka sama sekali tidak menganut sistem

kepercayaan terhadap sesuatu yang bersifat ghaib, sebab terbukti dalam syair mereka

dijumpai beberapa simbol keagamaan meski dalam bentuk yang paling sederhana.

Namun sebelum membahas lebih lanjut tentang simbol-simbol keagamaan dalam syair

Jahiliyah, terlebih dahulu dibahas tentang kategorisasi syair Jahiliyah. Masing-masing

kategori mewakili struktur sosial yang berkembang di kehidupan masyarakat Arab

Jahiliyah saat itu.

A. Kategorisasi Syair Jahiliyah

Berdasarkan struktur sosial, masyarakat Arab Jahiliyah terbagi ke dalam dua

unsur yang satu sama lain sangat kontradiktif. Pertama penduduk perkotaan (Hadhari)

yang hidup menetap, dan memiliki kehidupan yang mapan dan menyenangkan.237

Kedua adalah masyarakat pedesaan (Badawi), yang memiliki kehidupan sebaliknya.

Mereka selalu berpindah-pindah tempat, dengan kehidupan yang tidak pernah lepas dari

gejolak.238 Sedangkan secara genealogis239 dan geografis, bangsa Arab terbagi ke dalam

237 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-Jâhili, (tp: al-Bayân al-‘Arabi, 1961), cet. 1, hal. 24

238 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-Jâhili, (tp: al-Bayân al-‘Arabi, 1961), cet. 1, hal. 24. Menurut K.Hitti, pada dasarnya tidak ada garis tegasyang memisahkan antara kelompok nomad dan kelompok urban, sebab selalu ada tahapan seminomadendan tahapan semi urban. Masyarakat perkotaan tertentu yang sebelumnya merupakan orang-orang Baduimenyangkal asal usul nomaden mereka, sementara di sisi lain, beberapa kelompok Badui lainnyaberusaha menuju tahap masyarakat perkotaan. Sehingga dengan demikian, darah orang-orang perkotaanterus mendapat penyegaran dari darah-darah orang nomad. Philip K. Hitti, History of the Arabs,(terjemah), hal. 28

239 Genealogis atau ilmu nasab, yaitu Ilmu yang digunakan untuk mengetahui silsilah atauketurunan seseorang.

81

Page 87: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

dua ras besar, yaitu Arab bagian Utara yang disebut juga dengan bangsa Hijaz dan Arab

bagian Selatan yang disebut dengan bangsa Yaman. Arab bagian Utara biasanya disebut

juga dengan kaum Adnan karena mereka berasal dari keturunan Adnan, dan Adnan

keturunan Ismail bin Ibrahim as.240 Bangsa Yaman (Arab Selatan) inilah yang oleh

penulis buku ‘Buhûts fi al-Adab al-Jâhili’ dikategorikan sebagai kelompok hadlari

dalam struktur sosial bangsa Arab.241 Sedangkan bangsa Arab Utara (Hijaz) meskipun di

dalamnya terdapat beberapa kerajaan kecil (keturunan Adnan) seperti; kerajaan Gassan

di Syam (protektorat kerajaan Romawi), kerajaan Hirah di Irak (protektorat kerajaan

Persia), dan kerajaan Kindah di Hadlramaut (Arab Tengah), menurut Jurji Zaidan

sebagian besar kabilahnya masih bersifat badawi, kecuali yang berada di pusat-pusat

kerajaan.242 Berdasarkan hal tersebut, maka bisa dipastikan bahwa mayoritas penduduk

Arab Jahili, selain bangsa Yaman adalah masyarakat yang hidup secara nomaden

(badawi).

Penduduk badawi sendiri, oleh sejarawan dibagi menjadi dua bagian, yaitu

Ghair Sha`âlîk dan Sha`âlîk. Pembagian seperti ini terkait erat dengan sistem kabilah

yang mereka anut, yaitu adanya stratifikasi sosial antara satu golongan dengan golongan

lainnya, yang terdiri dari; abnâ’ al-qabîlah243, abîd244, dan al-mawâlî.245 Al-mawâlî

sendiri terdiri dari hamba sahaya yang sudah dimerdekakan dan juga al-Khulâ’â (orang-

orang yang dikeluarkan dari kabilah) yang di antaranya adalah kelompok Sha’alik.246

Berdasarkan kategorisasi-kategorisasi sosiologi di atas, para ahli sastra Arab

akhirnya mengklasifikasikan para penyair Jahili ke dalam beberapa kelompok, sebagai

240 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 10241 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-

Jâhili, (tp: al-Bayân al-‘Arabi, 1961), cet. 1, hal. 24242 Keterangan lengkap mengenai ketiga kerajaan tersebut, lih. Jurji Zaidan, Al-‘Arab Qabla al-

Islam, (tp: Dar al-Hilal, tth), hal. 185-248243 Kelas tertinggi dalam struktur kabilah, dan menjadi ujung tombak setiap kabilah. 244 Abîd atau hamba sahaya merupakan kelas paling rendah dalam struktur kabilah, karena

kelompok ini tidak memiliki kemerdekaan dan berhak diperjual belikan, biasanya mereka diimpor darinegeri Habasyah (Ethiopia). Sedangkan dari Arab sendiri, biasanya budak berasal dari hasil tawananperang.

245 Keterangan lengkap lih. bab III, hal. 21246 Syauqi Dlaif, Tarikh al-Adab al-Arabi; al-‘Ashr al-Jahili, (tp: Dar al-Ma’arif, 1965), cet. 2,

hal. 67. lih. Juga Muhammad Ridla Marwah, Imru al-Qais al-Malik al-Dlalil, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1411 H/1990 M), hal. 9

82

Page 88: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

contoh penulis buku Al-Mûjaz fi al-Adab al-Arabi wa Tarikhihi menyebutkan sebanyak

delapan belas penyair Arab Jahili yang kemudian ia bagi ke dalam enam kategori, yaitu:

penyair Badawi yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu Sha’âlîk dan ghair Sha’âlîk,

penyair bangsawan, penyair istana atau penyair komersil, penyair filsuf (hikmah),

penyair religi (madzhab), dan penyair perempuan.247 Selain berdasarkan pertimbangan

kandungan syair, tampak jelas bahwa pembagian tersebut juga terutama didasarkan

pada aspek-aspek sosial dan budaya.

Adapun yang dimaksud dengan penyair bangsawan atau Raja, yaitu penyair

yang berasal dari kalangan atas dan keturunan kerajaan, bukan penyair kerajaan yang

biasanya menjadikan syair sebagai alat mencari nafkah. Para ahli sastra biasanya hanya

menyebutkan satu nama untuk kategori ini, yaitu Umru al-Qais248 (500-540 M).

Meskipun kurang representatif249, Umru al-Qais dapat mewakili satu sisi kehidupan

kelompok hadlari. Ia mewakili sisi gelap kehidupan istana yang serba gemerlap dan

hidup bersenang-senang.

Dalam dunia sastra, Umru al-Qais memiliki sejumlah syair yang terangkum

dalam Dîwan Umru al-Qais. Syair-syair Umru al-Qais sendiri banyak yang dijadikan

sebagai syair al-mu’allaqat. Dalam syairnya Umru al-Qais memiliki karakteristik

tersendiri seperti, banyak menggunakan tasybîh, isti’ârah, dan kinâyah250.

Kategori penyair yang kedua adalah penyair Sha’alik. Masyarakat Badawi

merupakan mayoritas penduduk bangsa Arab Jahiliyah. Mereka adalah kabilah yang

247 Karl Brookman, dikutip oleh Tim penulis (Lajnah), al-Mûjaz fi al-Adab al-Arabi waTârikhihi; al-Adab al-Jâhili, (Libanon: Dâr al-Ma’ârif, 1962), hal. 64

248 Nama lengkapnya adalah Umru al-Qais ibn Hujr ibn al-Harits ibn ‘Amr ibn Hujr Âkil al-Murâr ibn Mu’awiyah ibn al-Harits al-Akbar (yang agung) ibn Ya’rab ibn Tsaur ibn Murti’ ibnMu’awiyah ibn Kindah. Sebagian mengatakan bahwa namanya adalah Hunduj ibn Hujr, namun namaUmru al-Qais lebih dikenal di masyarakat baik dulu maupun sekarang. Ia dijuluki dengan al-Malik al-Dlillîl atau raja yang banyak melakukan kasalahan. Selain itu ia juga dijuluki dengan Abu Wahab, AbuZaid, Abu Harits, dan Dzu al-Qurûh.

249 Umru al-Qais -menurut penulis - tidak bisa mewakili cara pandang seluruh unsur kelompokhigh class (kerajaan), karena berdasarkan biografinya, ia termasuk salah seorang raja yang kurang baik,bahkan ia dijuluki sebagai al-Malik al-Dlillil, yaitu raja yang sesat, karena banyak melakukan banyakkesalahan, dan semasa hidupnya selalu dihabiskan untuk bersenang-senang dan berpoya-poya.

250 Kinayah adalah gaya bahasa sejenis kiasan yang tidak menutup kemungkinan untukdiartikan sebagaimana makna aslinya, seperti kata panjang tangan yang dapat diartikan sebagai kebiasaanseseorang yang suka mencuri atau makna yang sesungguhnya yaitu seseorang yang memiliki tangan yangpanjang.

83

Page 89: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

biasa hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya yang dianggap subur

dan menjanjikan kehidupan yang lebih baik. Kondisi seperti ini menimbulkan fanatisme

kesukuan yang sangat berlebihan, sehingga ketika bersentuhan dengan kabilah lain dan

merasa dirugikan yang terjadi adalah perang antar kabilah. Perang bagi mereka adalah

makanan sehari-hari.

Di antara masyarakat Badawi ini muncul kelompok baru yang disebut dengan

al- Sha’âlîk yang memiliki norma dan aturan tersendiri. Sebagaimana disebutkan dalam

bab tiga sebelumnya bahwa, di suatu kabilah terdiri dari beberapa stratifikasi sosial,

yaitu: abnâ al-qabîlah, yakni anggota kabilah yang memiliki ikatan darah dan

keturunan dan merupakan pilar kabilah, Abîd atau hamba sahaya, al-Mawâlî yaitu

hamba sahaya yang sudah dimerdekakan dan termasuk dalam kelompok ini al-Khulâ`â

yaitu orang-orang yang dikeluarkan atau diusir dari kabilah karena melanggar norma-

norma yang ditetapkan kabilah. Di antara al-Khula’a adalah kelompok Sha’âlîk yang

sangat terkenal.251

Secara terminologi kata Sha’lakah berarti fakir atau kondisi di bawah garis

kemiskinan. Sha’lûk (singular) atau Sha’âlîk (plural) dalam Lisân al-Arab diartikan

sebagai orang-orang fakir yang tidak memiliki harta benda.252 Dalam sejarah sastra Arab

kata Sha’âlîk bukan semata-mata diartikan sebagai orang-orang fakir, namun di

samping itu ia juga memiliki makna tambahan yaitu orang-orang yang fakir namun

memiliki keberanian dan kekuatan yang luar biasa serta perasaan dan fikiran yang

sangat sensitif yang timbul karena faktor perbedaan antara kehidupan mereka yang

sangat miskin di satu sisi dengan orang-orang kaya di sisi lain. Hal inilah yang

kemudian menjadikan mereka berada dalam perasaan sakit dan teraniaya yang tumbuh

karena ketiadaan harta benda dan tidak mampu memperoleh kehidupan yang mereka

impikan.253

251 Syauqi Dlaif, Târikh al-Adab al-Arabi; al-‘Ashr al-Jâhili, (tp: Dâr al-Ma’arif, 1965), cet. 2,hal. 67. lih. Juga Muhammad Ridla Marwah, Umru al-Qais al-Malik al-Dlillil, (Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 1411 H/1990 M), hal. 9

252 Ibnu Manzhûr, Lisân al-Arab, materi pembahasan -dikutip oleh Yûsuf Khalîf, al ,صعلك Syu`arâ al-Sha`âlîk fi al-`Ashr al-Jâhili, (Mesir: Dâr al-Ma`ârif, tth), cet. 2, hal. 21

253 Asmâ’ Abu Bakr Muhammad, Dîwan ‘Urwah ibn al-Ward; Amîr al-Shâ’alîk, (Beirut: Dâral-Kutub al-Ilmiyah, 1412 H/1992 M), cet. 1, hal. 34

84

Page 90: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Penulis buku Dîwan Urwah ibn al-Ward menyebutkan beberapa karekateristik

syair Sha’âlîk, seperti:

1. Dari segi isi, syair Sha’âlîk adalah gambaran dari tingkah laku, sikap dan

kepribadian, serta tendensi mereka.

2. Syair Sha’âlîk menggambarkan aspek psikologis yang dirasakan oleh kaum

Sha’alik

3. Syair Sha’âlîk menggambarkan realitas kehidupan mereka dari aspek

pekerjaan dan perbuatan.

4. Syair mereka terkenal dengan tema tunggal, atau kesatuan tema. Di

dalamnya tidak terdapat muqadimah (pendahuluan syair), seperti ghazal

(rayuan), bukâ’ al-athlal (menangisi puing-puing kenangan), washaf li al-

rahîl (menggambarkan orang yang sedang bepergian), dan lainnya.

5. Mayoritas syair Sha’âlîk berbentuk maqtha`ât (penggalan-penggalan), bukan

qashîdah (rangkaian syair). Hal ini memberi gambaran tentang kehidupan

mereka yang tidak suka bertele-tele, namun lugas sesuai sasaran.

6. Dalam syair Sha’âlîk tidak terdapat ghazal atau rayuan terhadap perempuan.

7. Mayoritas syair yang berbicara tentang perempuan, adalah pembicaraan

suami terhadap istrinya.254

Beberapa penyair Sha’âlîk yang sangat terkenal adalah Ta’abbath Syarran255,

Syanfara256, dan ‘Urwah ibn al-Ward.

Selain penyair sha’alik, kategori yang juga tidak kalah terkenalnya adalah

penyair Badawi Ghair Sha`âlîk. Berdasarkan kategorisasi sosial yang membagi

masyarakat Arab Jahili ke dalam kelompok hadlari (perkotaan) dan badawi (nomaden)

dan juga komponen kabilah yang terdiri dari abnâ’ al-qabîlah, abd, dan mawâlî, juga

klasifikasi syair sebelumnya, maka bisa dipastikan bahwa yang dimaksud dengan syair

254 Asmâ’ Abu Bakr Muhammad, Dîwan ‘Urwah ibn al-Warad; Amîr al-Shâ’alîk, hal., 40-41255 Ta’abbath Syarran adalah Tsabit ibn Jabir al-Fahmi. Fahm adalah salah satu kabilah

keturunan Qais ‘Aylan al-Mudlariyah. Banyak mitos seputar kehidupannya, namun yang pasti ia adalahseorang Arab Badawi dari kelompok Sha’âlîk yang sangat terkenal karena sifat-sifat antagonisnya.

256 Syanfara (diperkirakan hidup pada akhir abad ke-5 hingga awal abad ke-6 Masehi).Namanya adalah Tsâbit ibn Aus al-Azadi yang bergelar al-Syanfara.

85

Page 91: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

ghair Sha`âlîk adalah syair-syair yang lahir dari kelompok badawi murni, bukan berasal

dari kelompok kerajaan, Sha`âlîk, maupun para penyair kerajaan dan juga penyair filsuf.

Biasanya penyair Ghair Sha`âlîk merupakan abnâ’ al-qabîlah (anggota kabilah papan

atas).

Tim penulis buku al-Mûjaz fi al-Adab al-‘Arabi wa Târikhihi, menyebutkan

sebanyak empat orang penyair Badawi Ghair Sha`âlîk, yaitu; al-Muhalhil257, al-Harits

ibn Halzah258, Amr ibn Kaltsum259 dan ‘Antarah ibn Syaddad.260 Keempatnya adalah

Shâhib al-Mu’allaqât (tokoh syair Mu’allaqah) yang syairnya digantungkan di atas

Ka’bah.261

Di antara keempat penyair badawi tersebut, Antarah adalah penyair yang paling

terkenal dan memiliki dîwan syair. Antarah262 ibn ‘Amr ibn Syaddâd al-‘Abasi adalah

seorang panglima perang dan penyair Arab yang sangat terkenal. Lahir di Najed.

Ayahnya, adalah salah seorang tetua Bani Abas263, sedangkan ibunya seorang budak

berkulit hitam yang berasal dari Habasyah bernama Zabibah. Karena itu ‘Antarah

memiliki kulit hitam legam seperti ibunya, sehingga ia dijuluki dengan “aghrabah al-

arab’ (burung Jalak dari Arab).264

257 Al-Muhalhil (wafat sekitar tahun 531 M), ia adalah ‘Addi ibn Rabî’ah al-Taghlibi, paman dari Umrual-Qais. Ia dijuluki dengan al-Muhalhil karena syair-syairnya dianggap mudah. Selain al-Muhalhil,julukan lain yang diberikan untuknya adalah al-Zir (orang yang lancung dan banyak berbuat maksiat),karena hobinya yang berlebihan bersama perempuan di kedai-kedai minuman. Ia juga terkenal sebagaipahlawan dalam perang Basus yang terjadi antara kabilah Taghlib dan Bakr.

258 Harits ibn Halzah al-Yasykuri al-Bakri diperkirakan wafat pada akhir abad ke 6 M.Diriwayatkan bahwa saat ia mendendangkan syair mu’allaqahnya ia berusia 135 tahun.

259 Ia adalah Abu al-Aswad ‘Amr ibn Kaltsum ibn Malik al-Taghlibi. Ibunya Lalila binti al-Muhalhil saudara dari Kulaib. Ia adalah salah seorang panglima perang dan termasuk pemuka kabilahyang disegani. Ia diperkirakan wafat pada tahun 600 M di usianya yang ke-150.

260 Lajnah (tim penulis), al-Mûjaz fi al-Adab al-Arabi wa Târikhihi, hal. 80261 Keempat penyair tersebut dapat dilihat dalam Syarah al-Mu’allaqat al-Sab’ yang ditulis

oleh Ibn `Abdillah al-Husein al-Zauzani, (Beirut: Dar al-Kutub al-`Ilmiyah, 1985 M)262 Sebagian orang menyebutnya dengan Antara tanpa ta marbuthah (ة) seperti ia menyebutkan

dirinya dalam syair, namun mayoritas menyatakan bahwa menggunakan ta marbuthah (ة) lebih valid. 263 Bani Abas merupakan salah satu kabilah yang sangat disegani di Jazirah Arab. Di kabilah

inilah Antarah dilahirkan dan dibesarkan. Bani Abas adalah saudara dari bani Dzubyan kabilah daripenyair Arab terkenal al-Nabighah al-Dzubyani. Keduanya adalah keturunan dari Bani Ghathfan ibnSa’ad ibn Qais ‘Ailân. Qais ‘Ailan adalah suku kedua dari kabilah Mudhar yang sangat besar.(Muhammad Ali al-shabbah, ‘Antarah ibn Syaddad; Hayatuhu wa Syi’ru, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiya, 1411 H/ 1990 M), hal. 45

264 Lajnah (tim penulis), al-Mûjaz fi al-Adab al-Arabi wa Târikhihi, (Libanon: Dâr al-Ma’ârif,1962), hal. 97, lih. Juga Muhammad Ali al-Shabbah, ‘Antarah ibn Syaddad; Hayatuhu wa Syi’ruhu, hal.

86

Page 92: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Dalam dunia sastra, Antarah termasuk dalam jajaran penyair Badawi yang

sangat terkenal dan disegani. Syair-syairnya banyak berbicara tentang hamasah (spirit

dalam berperang), fakhr, peristiwa-peristiwa yang terjadi, dan ghazl yang menceritakan

penderitaannya dalam bercinta yang sangat halus. Syair-syairnya banyak yang menjadi

syair Mu’allaqah.

Pada masa Jahiliyah, keberadaan penyair Istana merupakan suatu keharusan.

Bagi sebagian penyair Jahiliyah, komersialisasi syair (al-takassub bi al-syi’r) dan

kehidupan mewah dalam istana (al-bilâth) adalah keuntungan lain yang dapat diperoleh

dari kemahiran mereka dalam menggubah syair. Hal ini terjadi, karena tingginya nilai

jual syair dalam tradisi dan budaya bangsa Arab Jahili. Syair pada saat itu dianggap

mampu menunjukkan kehebatan dan kewibawaan para raja, sekaligus menjadi alat

propaganda dan media diplomasi kerajaan. Damai atau perang, maju atau mundur, kalah

atau menang, semuanya tergantung dari kehebatan para penyair. Kebutuhan akan

adanya penyair dalam setiap kabilah, adalah suatu hal yang tidak dapat ditawar lagi. Hal

inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh sebagian penyair untuk mengais rizki dari

kepandaian mereka dalam bersyair. Adanya hubungan komersialisme antara penyair dan

para pejabat kerajaan, sebagian penyair memilih syair sebagai profesi yang

menjanjikan.265

Sebanyak lima nama disebutkan oleh tim penulis al-Mûjaz fi al-Adab al-‘Arabi

wa Târikhihi, yaitu Tharfah ibn al-‘Abd266, ‘Ubeid ibn al-Abrash267, al-Nâbighah al-

50, atau Abd. Al-Mun’im Abd. Al-Ra’uf Sulma dan Ibrahim al-Ibyari, Syarh Dîwan Antarah ibn Syaddâd,(Libanon: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 1400 H/1980 M), hal. tha

265 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-Jâhili, hal. 74

266 Nama aslinya adalah ‘Amr ibn al-‘Abd al-Bakri. Lahir di Bahrain, keturunan dari kabilahBakr ibn Wâ’il dari Rabî’ah. Tharfah merupakan penyair andalan kabilah Rabî’ah.

267 ‘Ubeid ibn al-Abrash al-Asadi, sebagai penyair istana, semasa hidupnya ia hilir mudikantara istana Hujr al-Kindi ayah Umru al-Qais dan istana kerajaan Hirah. Ia mati terbunuh sekitar tahun554 M oleh al-Mundzir ibn Mâ’ al-Samâ’ pada saat perang Bu’sah.

87

Page 93: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Dzubyâni, al-A’syâ al-Akbar268, dan al-Huthai’ah269.270 Secara kuantitatif jumlah penyair

istana yang disebutkan relative lebih banyak jika dibandingkan dengan kelompok

penyair lainnya.

Al-Nâbighah al-Dzubyâni adalah penyair yang sangat terkenal dalam kelompok

ini. Nama lengkapnya Abu Umâmah Ziyâd ibn Mu’âwiyah al-Dzubyânî atau dikenal

dengan nama al-Nâbighah al-Dzubyânî, seorang penyair dari kabilah Dzubyân271 yang

menghabiskan hidupnya dengan mondar mandir antara kabilahnya dan dua istana

kerajaan, Hîrah dan Ghassan. Memiliki penampilan yang menawan, cerdas dan

berbakat. Ia adalah salah seorang penyair yang diuntungkan akibat terjadinya pertikaian

yang berkepanjangan antara kerajaan Hirah dan Gassan.272

Syair-syair al-Nabighah terkenal sangat elegan dan indah, bahasa yang padat

berisi, dan tidak banyak takalluf (dipaksakan). Syair-syairnya merupakan cermin dari

perjalanan hidupnya. Di kalangan para penyair, syair i’tidzâr273 al-Nâbighah sangat

terkenal dan dianggap tidak ada yang menyamainya. Selain itu ia juga terkenal dengan

syair washfnya.274 Demikian sekilas tentang gambaran penyair istana dan penyair

komersil.

Kategori yang erat hubungannya dengan kajian ini sebenarnya ada pada kategori

penyair filsuf (hikmah) dan penyair madzhab (religi). Di dalam syair Jahiliyah, ada dua

268 Al-A’sya al-Akbar, nama lengkapnya adalah Abu Bushair Maimun ibn Qais al-Bikri yanglebih dikenal dengan julukan al-A’sya. Ia lahir di sebuah kampung kecil di Yamamah. Masa remajanya iahabiskan untuk bersenang-senang dan mabuk-mabukan. Al-A’sya adalah penyair yang memiliki diwansyair yang banyak di samping al-Nabighah al-Dzubyani. Ia juga salah seorang dari al-Sab’ al-Mu’allaqat.

269 Nama lengkapnya Abû Malîkah Jarwal, lebih dikenal dengan julukan al-Huthai’ah. Iamerupakan keturunan dari kabilah Abas. Lahir dari seorang budak perempuan bernama al-Dlarra,sehingga ia akhirnya menjadi seorang budak pula.

270 Keterangan lengkap tentang para penyair, lih. Lajnah (tim penulis), al-Mûjaz fi al-Adab al-Arabi wa Târikhihi, hal. 127-171

271 Kabilah Dzubyân merupakan turunan dari kabilah Qais, dan Qais adalah turunan darikabilah Mudlar.

272 Tim penulis (Lajnah), al-Mûjaz fi al-Adab al-Arabi wa Târikhihi; al-Adab al-Jâhili,(Libanon: Dar al-Ma’arif, 1962), hal. 143

273 Syair i’tidzâr adalah salah satu jenis syair yang digunakan untuk memohon pengampunandan maaf seseorang. Di dalam syair Jahili, corak ini tidak terlalu disukai, karena menunjukkan kelemahandan kekurangan seseorang, sehingga tidak sesuai dengan watak bangsa Arab yang keras. Satu-satunyapenyair yang memiliki banyak syair i;tidzar adalah al-Nâbighah al-Dzubyâni saat ia memohonpengampunan pada al-Nu’mân al-Mundzir. Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-Jâhili, hal. 67

274 Al-Iskandari dkk, al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 79

88

Page 94: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

nama yang biasanya dikategorikan sebagai penyair hikmah, yaitu Zuhair ibn Abî Sulmâ

dan Labîda ibn Rabî’ah al-‘Âmirî275. Di antara keduanya yang paling terkenal adalah

Zuhair ibn Abi Sulma. Sedangkan pada penyair madzhab (penyair religi)276, ada tiga

nama yang disebutkan dalam buku tersebut, yaitu; al-Samual277, ‘Iddi ibn Zaid278, dan

Umayyah ibn Abi al-Shalt.279

Agar lebih jelas tentang apa yang dimaksud dengan penyair madzhab oleh

penulis, sebagai sampel, berikut gambaran salah seorang penyair madzhab, yaitu

Umayyah ibn Abi al-Shalt wafat pada tahun 624 M. Umayyah ibn Abi al-Shalt ibn Abi

Rabî`ah dari Qais ‘Ailan, seorang penyair Jahiliyah yang banyak mendedikasikan

hidupnya untuk mengkaji buku-buku klasik terutama Kitab Taurat. Ia adalah orang yang

sangat terbuka terhadap agama, hal itu terbukti pada saat ia melakukan perjalanan niaga

ke Syam dan bertemu dengan sejumlah ahli agama, yang menganjurkannya agar

menjauhi dunia. Ia akhirnya memilih jalan zuhud (hidup sederhana), mensucikan diri

dan mengabdi pada Tuhan. Dalam syair-syairnya ia menyebutkan nama-nama seperti

Ibrahim, Isma’il, dan agama hanif, selain itu ia juga menyebutkan hal-hal seperti surga

275 Nama lengkapnya adalah Abu ‘Uqail Labida ibn Rabi’ah al-‘Amiri, satu dari tujuh ashabal-mu’allaqat. Ia tumbuh di lingkungan keluarga yang terhormat, suka menolong orang yang lemah.Pada saat Islam datang, ia memeluk agama Islam pada tahun 629, lalu pindah ke Kufah danmenghabiskan waktunya di sana hingga akhir hayatnya.

276 Tim penulis al-Mûjaz fi al-Adab al-‘Arabi wa Târikhihi, sebagaimana pada kategorisasisebelumnya, sama sekali tidak menyebutkan alasan mengapa ada kategorisasi penyair religi. Namunberdasarkan nama-nama yang disebutkan, latar belakang kehidupan mereka, serta contoh-contohsyairnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan penyair madzhab adalah parapenyair yang berasal dari kalangan ahli agama, seperti Yahudi Nasrani maupun agama hanîf (Ibrahim).

277 Al-Samual ibn Gharîdl ibn ‘Âdiyâ’, seorang penyair beragama Yahûdi, pemilik kuda pacuanyang diberi nama Ablaq yang sangat terkenal di Taimâ. Ia sangat terkenal dengan sifatnya yang selalumenjaga amanah, sehingga namanya menjadi perumpamaan bagi orang yang selalu menjaga amanah (al-wafa’). Ia wafat sekitar tahun 560 M. al-Mûjaz fi al-Adab al-Arabi wa Târikhihi; al-Adab al-Jâhili, hal.191

278 ‘Addi ibn Zaid ibn Hamâd ibn Ayyûb, dari keturunan Zaid Munât ibn Tamîm. Ia seorangpenyair yang beragama Nasrani dan tinggal di kerajaan Hirah. Ia sering berhubungan dengan kerajaanPersia dan banyak mempelajari bahasa Persia, sehingga syair-syairnya banyak terkontaminasi bahasaPersia. Untuk itu para ulama bahasa Arab, biasanya tidak menjadikan syair-syair ‘Addi sebagai argumenkebahasaan. al-Mûjaz fi al-Adab al-Arabi wa Târikhihi; al-Adab al-Jâhili, hal. 195

279 Keterangan lengkap mengenai penyair-penyair tersebut, lih. Tim penulis (Lajnah), al-Mûjazfi al-Adab al-Arabi wa Târikhihi; al-Adab al-Jâhili, hal. 191-204

89

Page 95: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

dan neraka, larangan untuk meminum khamr, meragukan keberadaan berhala-berhala,

dan juga rindu akan nubuwwat (kenabian).280

Kategorisasi penyair yang terakhir adalah penyair perempuan. Dalam buku al-

Mûjaz ada satu nama penyair perempuan yang disebutkan yaitu al-Khansa. Al-Khansa

memang memiliki sebuah dîwan syair, hanya saja ia lebih banyak bercerita tentang

kesedihannya saat ditinggalkan kedua saudara laki-laki yang mati terbunuh dalam

peperangan. Untuk itu, penulis mengambil beberapa sampel lain yang termuat dalam

Mu’jam al-Nisâ al-Syâ’irât fi al-Jâhiliyah wa al-Islâm yang banyak menulis tentang

syair-syair perempuan Jahiliyah, seperti Shafiyyah binti Tsa’labah al-Syaibaniyah yang

bergelar al-Hujaijah281 (ahli debat), dua bersaudara Jum’ah dan Hindun binti al-Khuss

yang juga banyak menggubah syair-syair hikmah, dan tidak kalah penting adalah

Aminah binti Abd al-Wahab Ibunda dari Rasulullah saw, dan masih banyak lagi.

Berdasarkan kategorisasi tersebut, agar penelitian ini lebih komprehensif dan

mendalam, penulis berusaha mengambil sampel dari masing-masing kelompok yang

berbeda latar belakang sosialnya dan menjadikan karya mereka sebagai pintu masuk

untuk menganalis kehidupan beragama saat itu.

B. Simbol-simbol Agama Dalam Syair Badawi

a. Latar Belakang sejarah agama masyarakat Arab Jahiliyah

Sebelum Islam lahir, di Jazirah Arab telah berkembang berbagai jenis agama,

baik agama asli maupun agama yang berasal dari pengaruh wilayah lain, seperti Yahudi

dan Nasrani. Namun demikian, bedasarkan data sejarah, kedua agama tersebut tidak

berpengaruh banyak pada sistem kepercayaan bangsa Arab Jahiliyah yang tinggal di

Mekah tempat agama Islam lahir. Masyarakat Arab pada masa Jahiliyah mempercayai

agama pagan, yakni penyembahan berhala. Kepercayaan asli mereka pada dasarnya

adalah gabungan antara pengkultusan nenek moyang, fetisisme, totemisme, dan

animisme.282

280 Tim penulis (Lajnah), al-Mûjaz fi al-Adab al-Arabi wa Târikhihi; al-Adab al-Jâhili, hal. 201 الحجيجة 281282 Tim Penyusun, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam; Akar dan Awal, (Jakarta: PT Ichtiar Baru

Van Hoeve, 2002), hal. 27

90

Page 96: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Fetisisme adalah suatu kepercayaan yang diwujudkan dalam bentuk

penyembahan terhadap benda, seperti kayu dan batu. Oleh bangsa Arab, batu diyakini

mempunyai kekuatan berupa roh yang menempati batu. Rohlah yang disembah mereka,

bukan batunya. Batu dan benda lainnya, hanyalah tempat bersemayam roh. Maka dapat

dipahami ketika Aus ibn Hajar dalam syairnya menyebut nama Latta dan Uzza dengan

didahului kata Allah:

وبالله إنوباللتا والعزى ومن دان دينها

283الله منهن أكبر

Demi Latta dan Uzza dan orang yang mempercayainyaDemi Allah, sesungguhnya Allah lebih agung dari mereka (berhala-berhala itu)

284

Hal ini membuktikan bahwa pada dasarnya mereka percaya pada kekuatan yang

ada dalam batu (berhala-berhala), bukan pada berhala itu sendiri. Fetisisme adalah

kepercayaan Arab kuno yang paling banyak berkembang di Jazirah Arab.

Selain fetisisme, kepercayaan lain yang juga berkembang di Jazirah Arab kuno

adalah totemisme. Totemisme adalah pengkultusan terhadap hewan dan tumbuhan yang

dianggap suci. Pengkultusan ini mungkin disebabkan oleh ketergantungan mereka

terhadap hewan dan tumbuhan-tumbuhan yang dianggap suci. Oleh karena itu, mereka

melarang membunuh, memotong, atau makan daging hewan dan tmbuh-tumbuhan

tersebut. Salah satu bentuk pengkultusan mereka terhadap binatang dan tumbuhan,

tampak pada pemberian nama Kabilah yang disandarkan pada hewan dan tumbuhan,

seperti Bani Asad (keturunan Singa), Bani Fahd (singa), Bani Namir (harimau), Bani

Dhabbah (Biawak), Bani Kalb (anjing), Bani Handalah (Timun) dan lain sebagainya.285

Kepercayaan lainnya yang dianut masyarakat Arab Kuno adalah animisme,

yakni kepercayaan terhadap roh. Mereka percaya bahwa roh itu ada yang baik dan ada

283 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-Jâhili, (tp: al-Bayân al-‘Arabi, 1961), cet. 1, hal. 26

284 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-Jâhili, (tp: al-Bayân al-‘Arabi, 1961), cet. 1, hal. 26

285 Ensiklopedi Tematis Dunia Islam; Akar dan Awal, hal. 28

91

Page 97: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

yang jahat, sehingga baik air, udara, api, kayu, dan lainnya memiliki roh baik dan buruk.

Keyakinan lainnya adalah percaya terhadap Jin, bintang, matahari, dan bulan.286

Namun apakah yang digambarkan dalam Ensiklopedi Dunia Islam tersebut,

seluruhnya benar dan terbukti dalam syair-syair Jahiliyah, maka perlu sebuah kajian

mendalam terhadap syair-syair yang berkembang saat itu.

b. Simbol-simbol ketuhanan Dalam syair Jahiliyah

Bila di atas, bebicara banyak mengenai kondisi keagamaan dan keyakinan

masyarakat Jazirah Arab pada masa Pra Islam, dalam syair-syair Jahiliyah sendiri tidak

banyak simbol keagamaan yang bisa kita temukan, padahal sebagaimana telah

dijelaskan sebelumnya bahwa syair adalah satu dari tiga bukti sejarah yang tertinggal

dari masa pra Islam. Hal ini membuktikan, bahwa kehidupan beragama pada saat itu

belum banyak dikenal oleh bangsa Arab. Namun demikian, hal ini bukan berarti bangsa

Arab Jahiliyah sama sekali tidak memiliki kepercayaan terhadap wujud supranatural.

Hal ini dapat dibuktikan dari banyaknya ungkapan yang menggunakan kata Allah (الله)

dalam syair mereka.

Kata Allah (الله) dalam bahasa Arab berasal dari kata a-la-ha (أله). Menurut ibnu

al-Manzhur dalam kitab Lisan al-‘Arab disebutkan bahwa al-Ilah (الله) berarti Allah (

,(الله dan setiap yang disembah oleh selainnya, maka ia adalah Tuhan bagi

penyembahnya. Jamak dari Ilah (إله) adalah alihah (آلهة). Dan al-Alihah (اللهة)

diartikan oleh Ibnu al-Manzhur dengan berhala (الصنام). Dinamakan demikian, karena

keyakinan bangsa Arab saat itu, bahwa yang berhak disembah adalah berhala. Nama

tersebut mengikuti keyakinan mereka, bukan pada makna yang ada dalam hakekatnya.

Kata Allah menurut Ibnu Atsir diambil dari kata Ilah dari wazan ulhaniyah (ألهانية)

dengan asal kata aliha ya’lahu ( يأله - نير) yang berarti tahayyara ,(أله Kata tersebut .(تح

berarti apabila seseorang terjatuh dalam pengagungan Allah atau sifat-sifat ketuhanan

lainnya, atau seseorang yang abghadha (أبغض) sehingga hatinya tidak pernah berpaling

pada yang lain.287

286 Ensiklopedi Tematis Dunia Islam; Akar dan Awal, hal. 28-29287 Lebih lengkap tentang asal-usul dan makna kata Allah, lih. Ibnu al-Mazhur, Lisan al-Arab,

(Beirut: Dar Shadir, tth), Jilid, 13, hal. 467-470

92

Page 98: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Dalam syair Jahiliyah, kata Allah cukup banyak ditemukan di hampir setiap

kategorisasi sebagaimana disebutkan di atas. Penggunaan lafaz Allah digunakan untuk

berbagai konteks, di antaranya:

1. Alat sumpah. Ada beberapa jenis sumpah yang diidhafatkan (disandarkan)

pada lafaz Allah, seperti yang terdapat dalam syair Imru al-Qais berikut ini:

ظتا إليها والنجوم كأنها رهباننظر مصابيح

نفال بب لق نش ظتKutatap dia, bintang-bintangpun bagaikan pelita para Rahib yang menerangi mereka yang kembali dari perang

ظتا إليها بعد ما نام أهلها تو نم نو حباب الماءنس ظم س

حال على حالAkupun bangkit menuju padanya, setelah keluarganya terlelapseperti buih air yang semakin meninggi

السمارفقالت سباك الله إنك فاضحى نت ألس

والناس أحوالىIapun berkata, semoga Allah melemparmu, engkau sungguh memalukanBukankah engkau salah seorang sumar288, dan orang-orang ada di sekitarku

ظت قطعوا أبرح قاعدايمين اللهفقل ولو

رأسى لديك أوصالىAkupun berkata; Demi Allah aku masih duduk di siniAndai mereka memotong kepalaku, pasti tidak sampai

288 Samar adalah percakapan yang biasa dilakukan oleh bangsa Arab di malam hari, jugadiartikan sebagai tempat melakukan percakapan. Sedangkan Summar adalah orang yang bercakap-cakapdalam kelompok tersebut.

93

Page 99: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

ظت لها إن حلفة فاجرباللهحلف فما لناموا

289من حديث ول صال

Aku bersumpah padanya layaknya sumpah orang fasiq290

Bahwa mereka semua telah terlelap, dan tak ada seorangpun yang bercakap-cakap dan berdiang291

Dalam syair tersebut, sebanyak tiga kali kata Allah digunakan. Yang pertama

diungkapkan oleh seorang tokoh perempuan yang terdapat dalam syair Imru al-Qais

dalam ungkapannya الله yang artinya semoga Allah menjauhkanmu dariku dan سباك

melemparkanmu. Tokoh perempuan dalam syair tersebut sepertinya tahu betul

karakteristik Imru al-Qais yang selalu tergila-gila dan bermain-main dengan perempuan.292 Untuk itu penyebutan kata Allah dalam ungkapan tersebut pada hakekatnya adalah

sebuah wujud kejijikan dan keheranannya akan kenekatan Imru al-Qais dalam

mendekati perempuan. Untuk itu, penyebutan kata Allah dalam ungkapan tersebut

sepertinya hanyalah retorika percakapan yang biasa mereka gunakan dalam ungkapan-

ungkapan hiperbola, tanpa merujuk pada makna metafisik, seperti halnya ungkapan

dalam bahasa Inggris oh my God, yang tidak memiliki tendensi pada makna baik atau

buruk.

Berikutnya, masih dalam syair yang sama, kita menemukan dua ungkapan

sumpah yang disandarkan pada kata Allah yaitu يمين الله dan ظت بالله yang حلف

artinya sama-sama sumpah demi Allah. Tidak jauh berbeda dari kata الله ,سباك

kedua ungkapan inipun hanyalah sebuah retorika bahasa yang tidak memiliki makna

spiritual bagi penggunanya, selain untuk meyakinkan lawan bicaranya. Dan hal ini lebih

ditegaskan lagi oleh ungkapan penyair sendiri, bahwa sumpahnya tidak lebih dari

289 Musthafa ‘Abd al-Syafi, Diwan Imri al-Qais, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, tth), hal124-125

290 sumpah yang dilakukan oleh orang fasiq atau orang-orang yang banyak melakukan dosa dankebohongan, bukan sumpah yang sebenarnya.

291 Berdiang atau menghangatkan tubuh di depan perapian292 Untuk memahami latar belakang gaya kehidupan Imru al-Qais dapat dilihat pada penjelasan

sebelumnya.

94

Page 100: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

sumpah seorang keparat yang biasa berdusta dan berbuat dosa. Hal ini berarti, bahwa

lafaz Allah dalam syair tersebut, bukanlah sebuah simbol keagungan Tuhan, namun

lebih merujuk pada makna budaya berbahasa yang biasa menjadikan kata Allah sebagai

media untuk bersumpah.

Selain itu, masih banyak lagi syair Imru al-Qais yang menggunakan lafaz Allah

sebagai media sumpahnya, seperti yang terdapat dalam syair berikut ini:

يذهبتاللهيا لهف هند إذ خطئن كاهل ل

شيخى باطلSungguh engkau rugi hai Hindun293, karena telah menyerang Bani KahilDemi Tuhan, masa tuaku tidak akan berlalu dengan sia-sia

الملكحتى أبير مالكا وكاهل القاتلين

294الحلحل

Hingga Raja dari Bani Kahil yang menyerang sang Raja yang mulia295 hancur

Bait syair di atas, diungkapkan oleh Imru al-Qais pada saat menyerang Bani

(suku) Asad yang menyerang Bani Kinanah. Ketika Bani Asad mengetahui, bahwa Imru

al-Qais sangat menginginkan mereka untuk membalaskan dendam, mereka kabur pada

malam harinya, sehingga Imru al-Qais tidak menemukan seorang pun di antara mereka.

Maka iapun melampiaskan kemarahannya melalui bait syair di atas.296

Dalam bait syair tersebut, Imru al-Qais menggunakan kata تالله (tallahi) sebagai

alat sumpah. Ia menggunakan lafaz Allah sebagai alat untuk melampiaskan segala

bentuk kekecewaan, kekesalan dan kemarahannya atas semua kenyataan yang tidak

diinginkannya. Tuhan dalam hal ini menjadi simbol kemarahan dan kekecewaan

293 Dalam syarah diwan Imri al-Qais dijelaskan bahwa Hindun adalah nama saudara perempuanImru al-Qais, namun ada juga yang menyatakan bahwa ia adalah istri dari ayahnya.

294 Musthafa ‘Abd al-Syafi, Diwan Imri al-Qais, hal. 136295 Yang dimaksud denga Al-Halahil (Raja yang mulia nan suci) oleh Imru al-Qais adalah

ayanya sendiri. 296 Musthafa ‘Abd al-Syafi, Diwan Imri al-Qais, hal. 136

95

Page 101: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Bentuk sumpah lainnya yang disandarkan pada lafaz Allah adalah kata wallahi (

له :sebagaimana yang terdapat dalam syair Antarah berikut ini (والل

لت واجهدى فى عدواتى وعنادى ههأن لموالل

ممى ببالى 297تل

Teruslah memusuhiku dan menentangkuEngkau (Ablah) 298 Demi Allah tak akan pernah menyakiti perasaanku

Ada kemiripan antara sumpah yang dibuat oleh Imru al-Qais dengan sumpah

yang dibuat oleh Antarah, yaitu kedua-duanya sama-sama menggunakan sumpah atas

nama Tuhan untuk meyakinkan perasaan mereka terhadap perempuan. Namun demikian

apabila kita merujuk pada latar belakang historis kedua penyair tersebut, maka diketahui

perbedaan makna dari kedua sumpah tersebut. Imru al-Qais menggunakan sumpah

hanya sebatas retorika sebagai seorang playboy, sedangkan Antarah menjadikan sumpah

sebagai wujud kesungguhan perasaannya yang mendalam terhadap kekasihnya.

Lepas dari persoalan apakah sumpah atas nama Allah yang dilakukan oleh

bangsa Arab pada masa Jahiliyah adalah sebuah bentuk keseriusan tentang apa yang

disampaikannya, atau hanya sebatas retorika dalam percakapan, namun demikian kita

dapat menyimpulkan bahwa ada 4 bentuk sumpah yang biasa digunakan oleh bangsa

Arab pada masa Jahiliyah yang disandarkan pada lafaz Allah, yaitu kata , الله يمين

بالله ظت تالله, atau cukup حلف له dan ,بالله .yang semuanya berarti sumpah demi Allah والل

2. Simbol do’a dan cerca.

Selain digunakan untuk bersumpah, lafaz Allah oleh bangsa Arab Jahiliyah juga

biasa digunakan dalam retorika bersyair. Lafaz ini ada yang mengandung makna do’a,

namun tidak sedikit yang mengandung makna cerca. Artinya lafaz tersebut digunakan

tergantung dari niat pembicara. Hal ini tampak dalam beberapa syair di bawah ini:

297 Syarah Diwan ‘Antarah, hal. 136298 Ungkapan ini ditujukan Antarah untuk seorang gadis yang sangat ia cintai yang bernama

‘Ablah

96

Page 102: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

من لى على كؤوسنديمى -رعاك الله- قم غ

ظم حين أشرب 299المنايا من د

Kawanku –semoga Allah menjagamu- bangunlah, bernyanyilah untukkuDi atas gelas-gelas kematian dari darah yang kuminum

بم - أنى300ألم تعلم -لحاك الله نج 301أ

ظت ذوى الرماح 302إذا لقي

Tidakkah engkau tahu –semoga Allah menghancurkanmu dan melaknatmu- bahwa aku, tak perlu bersenjata saat bertemu dengan mereka yang bersenjata

نتفقالت -سباك الله- إنك فاضحى ألس

303السمار والناس أحوالى

Iapun berkata - semoga Allah melemparmu- engkau sungguh memalukanBukankah engkau salah seorang sumar304, dan orang-orang ada di sekitarku

Pada ketiga syair di atas ada tiga lafaz Allah yang disandarkan pada kata kerja (

(فعل yaitu الله الله, رعاك لحاك , dan الله .سباك Yang pertama diartikan

sebagai (semoga) Allah menjagamu, yang kedua (semoga) Allah menghancurkanmu dan

malaknatimu, dan yang ketiga (semoga) Allah menjauhkanmu (dari) dan

melemparkanmu. Arti sesungguhnya dari ketiga istilah tersebut, pada dasarnya terlepas

299 Syarah Diwan ‘Antarah, hal. 15300 Dalam Syarah Diwan ‘Antarah dijelaskan bahwa kata الله diartikan dengan لحاك أهللك

.yang artinya semoga Allah menghancurkanmu dan melaknatimu ولعنه301 Kata dalam Syarah Diwan ‘Antarah diartikan dengan seseorang yang tanpa senjata saat

berperang. Penyair dalam hal ini ingin menegaskan bahwa dirinya adalah seorang pemberani yang takperlu senjata untuk maju ke medan perang.

302 Syarah Diwan ‘Antarah, hal. 41303 Musthafa ‘Abd al-Syafi, Diwan Imri al-Qais, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, tth), hal

124-125304 Samar adalah percakapan yang biasa dilakukan oleh bangsa Arab di malam hari, juga

diartikan sebagai tempat melakukan percakapan. Sedangkan Summar adalah orang yang bercakap-cakapdalam kelompok tersebut.

97

Page 103: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

dari kata semoga. Kata ini diartikan oleh penulis dengan menggunakan semoga

berdasarkan pada konteks kalimat pada syair tersebut.

Dalam struktur tata bahasa Arab ketiga istilah tersebut dikategorikan sebagai al-

jumlah al-I’tiradhiyyah yaitu kalimat yang menyelip di antara dua unsur kalimat yang

tidak dapat dipisahkan seperti antara subjek dengan predikat, syarat dan jawab, subjek

dan objek, dan lain sebagainya.

Ketiga ungkapan jumlah I’tiradhiyyah di atas yang di dalamnya terdapat lafaz

Allah, oleh para penyair Arab Jahiliyah digunakan sebagai simbol-simbol do’a dan

cerca. Artinya bisa dijadikan sebagai simbol do’a dan harapan yang baik untuk lawan

bicara atau juga sebagai alat untuk melaknatnya.

3. Simbol keyakinan dan pengakuan akan adanya kekuatan ghaib yang

menguasai atau mempengaruhi kehidupan manusia.

Bangsa Arab Jahiliyah memang dikenal sebagai bangsa yang belum banyak

tersentuh ajaran-ajaran agama Samawi. Namun demikian, sebagaimana dituliskan oleh

para sejarawan muslim, bahwa di antara mereka sudah ada yang menganut suatu

keyakinan ilahiyah. Namun demikian, syair-syair di bawah ini bukan berarti sebuah

bukti bahwa para penyairnya adalah para penganut agama samawi (wahyu), akan tetapi

hal ini membuktikan akan adanya suatu keyakinan pada suatu hal yang ghaib yang

mereka panggil dengan nama Allah. Berikut ini beberapa syair

ندرإذا كان أمر الله أمر نر يق فكيف يف

المرء منه ويحذرJika ketentuan Allah itu suatu hal yang pastiLalu mengapa seseorang harus lari dan takut darinya

ند القضا أو يدفع المرء منه الموتاومن ذا ير

تربته 305 ليس تعثرمحتومةوض

305 Syarah Diwan ‘Antarah, hal. 82

98

Page 104: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Siapa yang dapat menolak kematian atau menghalangi qadhanya (ketentuannya)

Terjadinya adalah sebuah kepastian yang tidak dapat dihindari

بل الناسوكان نل قتيل وقد غداقدرا أج أج

306زار أهل المقابر

Ajal manusia adalah sebuah takdirSeorang yang terbunuh (pada hakekatnya) mengunjungi kuburan lebih dahulu

Ada dua hal penting dalam bait-bait syair di atas yang menyangkut simbol

keagamaan, yaitu istilah qadla dan qadar. Sepertinya penyair paham betul tentang

qadla dan qadar sebagaimana diimani oleh kaum muslimin. Penyair dalam syairnya

jelas-jelas menyandarkan kepastian akan kematian dengan ketentuan Tuhan, sehingga

manusia tidak perlu untuk merasa takut atau menghindar darinya.

Qadla secara bahasa berarti menentukan, memutuskan dan memerintahkan

sesuatu. Istilah qadla dalam agama Islam didapati dalam dua terma, yakni terma ibadat

khususnya di bidang fikih307 dan terma aqidah (keyakinan). Syair di atas terkait erat

dengan keyakinan yang ada masyarakat Arab pra Islam, sehingga term Qadla dalam hal

ini lebih pada makna akidah. Yang dimaksud dengan qadla dalam akidah keagamaan

adalah ketentuan Tuhan. Kata ini menurut Ensiklopedi Aqidah Islam, sering

digandengkan dengan kata qadar atau lebih popular dengan kata takdir.308

Berdasarkan pada makna qadha tersebut, maka makna qadar sebenarnya

merupakan sinonim dari kata qadha. Namun demikian, dalam aqidah Islam kedua

istilah tersebut dibedakan, qadha adalah keputusan Tuhan dan ketetapannya, yang

berarti manusia tidak punya harapan untuk campur tangan di dalamnya. Sedangkan

qadar atau takdir adalah rencana atau keadaan yang dikehendaki Allah kepada umat

manusia. Sehingga qadha adalah sebuah istilah yang dimaksudkan untuk ketentuan

306 Syarah Diwan ‘Antarah, hal. 84307 Salah satu ibadah yang menggunakan terma qadha dalam fikih adalah puasa. 308 Tim penyusun, Syahrin Harahap dan Hasan Bakti Nasution (Editor), Ensiklopedi Aqidah

Islam, (Jakarta: Kencana: 2003), hal. 325

99

Page 105: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Tuhan yang tidak akan berubah, sedangkan qadar adalah ketentuan Tuhan yang

sewaktu-waktu dapat berubah.

Merujuk pada apa yang dijelaskan dalam Ensiklopedi tersebut, maka dalam

syair di atas tampak jelas penggunaan kata qadla, qadar, dan yuqaddir yang

bergandengan antara satu dengan yang lainnya, merujuk pada kata al-maut (kematian)

dan ajal al-nas (ajal manusia). Kedua kata ini kemudian ditegaskan dalam bait yang

lainnya dengan kata yang محتوـمـة berarti sesuatu yang dipastikan. Hal ini

membuktikan bahwa keyakinan akan adanya ketentuan dari yang Maha Kuasa (Tuhan)

telah ada sejak masa sebelum Islam datang. Namun demikian, baik pemahaman

terhadap qadha maupun qadar dalam syair tersebut adalah sama, belum pada makna

seperti yang dipahami dalam aqidah Islam. Dalam syair di atas, kematian manusia

(maut atau ajal) merupakan qadha sekaligus qadar Tuhan.

Namun, demikian ada hal penting yang perlu dicermati, berdasarkan latar

belakang kehidupan penyair, Antarah ibn Abi Syadad, meskipun Ayahnya tetua Bani

Abas309 seorang Arab tulen, namun ibunya yang bernama Zabibah seorang budak

berkulit hitam yang berasal dari Habasyah. Dan dari fakta sejarah, Habasyah (sekarang

Ethopia) saat itu sudah memeluk agama Nasarani. Sehingga bukan suatu hal yang

mustahil, jika kemudian anaknya diajarkan nilai-nilai agama Nasrani oleh ibunya,

meskipun kemudian tidak menjadikannya sebagai penganut agama Nasrani, namun

nilai-nilai kristiani pada dasarnya telah sampai pada sebagian masyarakat Arab Badawi.

Hal ini tampak dalam syair-syair lainnya, seperti:

ظس لقد نسلوا نر بنى عب الكارملله د من

ظسل العرب ما قد تنKabilah Bani Abas adalah milik Allah, terlahir

309 Bani Abas merupakan salah satu kabilah yang sangat disegani di Jazirah Arab. Di kabilahinilah Antarah dilahirkan dan dibesarkan. Bani Abas adalah saudara dari bani Dzubyan kabilah daripenyair Arab terkenal al-Nabighah al-Dzubyani. Keduanya adalah keturunan dari Bani Ghathfan ibnSa’ad ibn Qais ‘Ailân. Qais ‘Ailan adalah suku kedua dari kabilah Mudhar yang sangat besar.(Muhammad Ali al-shabbah, ‘Antarah ibn Syaddad; Hayatuhu wa Syi’ru, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiya, 1411 H/ 1990 M), hal. 45

100

Page 106: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

dari orang-orang mulia yang darinya bangsa Arab lahir

لللئن يعيبوا سوادى فهو لى نسب النزا يوم

310إذا ما فاتنى النسب

Jika mereka menghina kehitamanku, aku ini punya nasabSaat aku dilahirkan, meskipun nasab itu meninggalkanku311

لن بفضلها ظنعمى واث نى فل تكفر ال تن مال نن ول تأم

يحدث الله فى غدJanganlah kamu mengingkari nikmat, tapi syukurilahDan janganlah kamu berharap pada apa yang akan Allah berikan esok hari

يردون خالفإن يك عبد الله لقى فوارسا

312العارض المتوقد

Jika seorang hamba Allah bertemu dengan pasukan perangMempertahankan bendera pasukan simbol semangat

Makna pada bait syair di atas, pada hakekatnya adalah sama dengan ajaran Islam

yang menyuruh manusia untuk selalu mensyukuri nikmat yang dianugerahkan pada

mereka dan tidak mengingkarinya, sebab dengan itu seseorang tidak berfikir tentang apa

yang akan Tuhan berikan esok hari. Pada bait selanjutnya, Antarah lebih menegaskan

keyakinannya dengan menamakan dan mengibaratkan dirinya sebagai abdullah yang

berarti hamba Allah, dan hal ini menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang meyakini

akan kebesaran dan kekuasaan Tuhan.

310 Syarah Diwan ‘Antarah, hal. 10311 Antarah Ibn Syadad meski dilahirkan dari seorang ayah yang asli keturunan Arab, namun ibunyaadalah seorang budak yang berkulit hitam yang diimpor dari Habasyah. Berdasarkan latar belakangtersebut, maka ketika ia diejek sebagai seorang kulit hitam yang juga konotasinya adalah budak, iamembalas ejekan tersebut dengan menyebutkan asal usul keturunannya yang dianggap oleh bangsa Arabsebagai kabilah yang terhormat yakni Bani Abbas. Lebih jelas lagi lihat biografi antarah sebelumnya.

312 Syarah Diwan ‘Antarah, hal. 46

101

Page 107: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Bila dalam Ensiklopedi Islam Indonesia disebutkan empat (4) unsur penting

dalam agama, yaitu:

5. Pengakuan bahwa ada kekuatan ghaib yang menguasai atau mempengaruhi

kehidupan manusia.

6. Keyakinan bahwa keselamatan hidup manusia tergantung pada adanya

hubungan baik antara manusia dengan kekuatan ghaib itu.

7. Sikap emosional pada hati manusia terhadap kekuatan ghaib itu, seperti

sikap takut, hormat, cinta, penuh harapan, pasrah, dan lain-lain.

8. Tingkah laku tertentu yang dapat diamati seperti shalat, sembahyang, doa,

puasa, suka menolong, tidak korupsi dan lain-lain, sebagai buah dari tiga

unsur pertama.

Maka sesungguhnya sebagian dari masyarakat Arab pada masa Jahiliyah baru

sampai pada tahapan yang ketiga, yakni timbulnya sikap emosional pada hati mereka

terhadap kekuatan ghaib itu, seperti sikap takut, hormat, cinta, penuh harapan, pasrah,

dan lain-lain. Menurut Ensiklopedi Islam Indonesia, tiga unsur pertama itu merupakan

jiwa agama, sedangkan unsur keempat pada dasarnya merupakan bentuk lahiriahnya.313

Bentuk keempat ini pada dasarnya hanya bisa dilakukan bila wahyu telah sampai pada

manusia.

Salah satu contoh sikap emosional yang ada pada hati manusia terhadap

kekuatan ghaib sebagaimana diungkapkan oleh Antarah dalam syairnya:

إذ لمإلى الله أشكو جور قومى وظلمهم

نل على البعد يعضد 314أجد خ

Kuadukan semua perlakuan jahat kaumku pada TuhanTak kutemukan seorang pun teman yang dapat menolong

313 Tim penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan,1992), hal. 63

314 Syarah Diwan ‘Antarah, hal. 74

102

Page 108: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Pernyataannya إلى الله أشكو (pada Allah aku mengadu) yang dilontarkan

penyair adalah suatu simbol kelemahan yang dimiliki manusia, dan juga simbol akan

kebutuhan pada sesuatu yang gaib yang dapat menolongnya dan memberinya kekuatan

yang tidak dapat diberikan oleh manusia. Dalam syair Antarah, sangat jelas kalau

penyair merasa sangat lemah dan butuh terhadap kekuatan gaib atas segala persoalan

yang ia hadapi dan ia merasa bahwa hanya kekuatan gaib yang ia seru yang dapat

merasakan penderitaannya.

Menurut Harun Nasution dalam bukunya Islam Ditinjau dari Berbagai

Aspeknya, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kekuatan ghaib adalah kondisi

manusia yang merasa lemah dan butuh pada kekuatan gaib sebagai tempat meminta

tolong. Oleh karena itu, manusia merasa harus mengadakan hubungan baik dengan

kekuatan gaib tersebut. Hubungan baik itu dapat diwujudkan dengan mematuhi perintah

dan larangan kekuatan gaib tersebut.315

Bangsa Arab Jahiliyah sebagaimana tersirat dalam syair tersebut, tampaknya

baru sampai pada tahapan lemah dan butuh pada kekuatan gaib, namun belum sampai

pada tahap mengadakan hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut yang diwujudkan

dengan mematuhi perintah dan larangan kekuatan gaib tersebut, karena wahyu pada

hakikatnya belum sampai pada mereka.

4. Alat pujian dan simbol-simbol agama Samawi

Selain digunakan untuk bersumpah, berdoa, dan juga mencerca, lafaz Allah

dalam syair Jahiliyah juga dijadikan sebagai alat untuk memuji seseorang. Sebagai

contoh syair yang digubah oleh al-Nabighah al-Dzubyani berikut ini:

فضل على الناسفتلك تبلغنى النعمان، إن له

فى الدنى وفى البعدSemua itu telah sampai kepadaku, bahwa yang Mulia (raja) punyakeistimewaan di banding manusia lainnya, (di kalangan) dekat maupun jauh

315 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI-Press, 1985), hal. 11

103

Page 109: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

ول أحاشى منول أرى فاعل فى الناس يشبههالقوام من أحد

Dan aku tidak menemukan seorang pun yang menyamainyaDari kaum manapun tanpa kecuali

قم فى البريةإل سليمان إذ قال الله له

فأحددها عن الفندSelain Nabi Sulaiman, saat Tuhan bersabda padanyaJadilah pemimpin manusia, maka Aku jauhkan meraka dari kufur nikmat

يبنون تدمروخيس الجن! إنى أذنت لهم

بالصفاح والعمدTundukkankah jin! Telah Kuijinkan mereka membangun Tadmur dengan Dengan rusuk dan tiang316

كما أطاعكفمن أطاعك فانفعه بطاعته

تلــــه على الرشد وادلـSiapa yang taat padamu, manfaatkanlah ketaatannyaDan tunjukkanlah ia pada jalan kebenaran

تنهى الظلوم ولومن عصاك فعاقبه معاقبة

317تقعد على ضمد

Dan bagi yang mendurhakaimu, hukumlah ia dengan hukuman yang Dapat mencegahnya dari berbuat jahat, dan janganlah kamu merendahkan diri

316 Yang dimaksud dengan rusuk di sini adalah batu-batu yang disusun dengan rapid an kokohlayaknya tulang rusuk manusia.

317 ‘Abbas Abd al-Satir (Penghimpun dan pensyarah), Diwan al-Nabighah al-Dzubyani,(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1996), hal. 12-13

104

Page 110: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Jika dianalisis berdasarkan aghrad al-syi’ir (tujuan syair), bait-bait syair al-

Nabighah al-Dzubyani di atas jelas dibuat untuk memuji al-Nu’man. 318Maka kata Ilâh

(Tuhan) dalam syair tersebut jelas-jelas digunakan sebagai alat untuk memuji penguasa

saat itu, meskipun penyair menggunakannya dalam gaya bahasa perumpamaan. Sang

penyair mengumpamakan al-Nu’man (Sang raja) dengan Nabi Sulaiman as dengan

segala keistimewaan yang diberikan oleh Allah.

Selain lafaz Allah, hal lain yang menarik dalam bait-bait syair di atas adalah

kisah tentang Nabi Sulaiman as yang juga banyak disebutkan dalam al-Qur’an. Dalam

al-Qur’an kisah Nabi Sulaiman as selalu dibahas dengan keistimewaannya sebagai

seorang raja yang juga juga mampu menundukkan bangsa Jin. Dan apa yang

disampaikan dalam al-Qur’an tentang Nabi Sulaiman as, pada hakekatnya sama dengan

apa yang disampaikan al-Nabighah al-Dzubyani penyair Arab Jahiliyah, meskipun ia

menceritakannya sebagai perumpamaan bagi al-Nu’man.

Berdasarkan hal tersebut, timbul dalam benak kita pertanyaan besar, jika

demikian mungkinkah bangsa Arab Jahiliyah itu telah mengenal Tuhan dan juga cerita-

cerita tentang kenabian? Jawabannya tidak dapat dijawab secara langsung, namun harus

ditelusuri berdasarkan latar belakang penyair itu sendiri. Apakah ia seorang Arab

Badawi tulen ataukah bukan. Berdasarkan riwayat hidup al-Nabighah al-Dzubyani

sebelumnya, diketahui bahwa ia termasuk ke dalam kategori penyair kerajaan yang

kehidupannya ia habiskan untuk mondar-mandir antara dua kerajaan besar yaitu Hîrah

dan Ghassan. Menurut para sejarawan, sebagian dari raja Hirah memeluk agama

Nasrani. Dan Ghassan menurut para sejarawan adalah pintu masuk agama Kristiani di

Jazirah Arab.319 Berdasarkan hal tersebut, bukanlah suatu hal yang mustahil bila ternyata

al-Nabighah al-Dzubayani banyak mengenal ajaran-ajaran Nasrani, meskipun ia tidak

menobatkan dirinya sebagai seorang penganut agama Nasrani, namun ia banyak bergaul

dengan para penganut agama Nasrani terutama di kalangan pembesar kerajaan. Dan

sebagai seorang penyair komersil, ia harus benar-benar memahami apa yang diinginkan

318 Al-Nu’man adalah gelar raja pada kerajaan Hirah di zaman Pra Islam.319 Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, hal. 31

105

Page 111: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

oleh para penguasa saat itu, sehingga ketika ia menggubah syairnya, mengenai sasaran

dengan tepat.

Syair lainnya yang menggunakan lafaz Allah sebagai alat pujian, tampak dalam

bait-bait berikut ini:

ملكألم تر أن الله أعطاك سورة نل ك ترى

دونها يتذبذبTidakkah engkau menyadari bahwa Allah telah memberimu kekuasaanDengan itu engkau melihat setiap raja di bawah kekuasaanmu terguncang

تت لم يبدفإنك شمس والملوك كواكب إذا طلع

320منهن كوكب

Engkau itu ibarat matahari, dan raja-raja itu adalah bintangJika matahari muncul, maka tak satupun bintang yang tampak

الجودلهم شيمة لم يعطها الله غيرهم من

والحلم غير عوازبMereka memiliki sifat mulia yang tidak dimiliki orang lainKedermawan dan kecerdasan

قويم فما يرجونمجلتهم ذاتا الله ودينهم

321غير العواقب

Kitab sucinya berasal dari Tuhan dan agama merekaLurus, dan mereka tidak berharap selain pahala

Pada bait syair yang pertama dan kedua, lafaz Allah jelas digunakan oleh

penyair sebagai alat untuk memuji penguasa. Namun pada bait keempat yaitu:

320 ‘Abbas Abd al-Satir (Penghimpun dan pensyarah), Diwan al-Nabighah al-Dzubyani, hal.27-28

321 Diwan al-Nabighah al-Dzubyani, hal. 32

106

Page 112: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

قويم فما يرجونمجلتهم ذاتا الله ودينهم

322غير العواقب

Kitab sucinya berasal dari Tuhan dan agama merekaLurus, dan mereka tidak berharap selain balasan

Tampak dalam bait tersebut istilah tertentu yang menunjuk pada sebuah simbol

keagamaan. Kata majallah dalam syair tersebut dalam syarah diwan al-Nabighah

dijelaskan bahwa yang dimaksud adalah kitab suci para penguasa. Dan sebagaimana

disebutkan sebelumnya bahwa para penguasa tempat al-Nabighah mencari nafkah

beragamakan Nasrani. Meskipun dalam syair tersebut, entah dengan alasan apa tidak

disebutkan secara jelas kitab sucinya, namun mengisyaratkan bahwa ada kitab suci yang

dianut oleh bangsa Arab Jahiliyah terutama kaum Nasrani.

Simbol agama lainnya adalah kata din yang berarti keyakinan atau agama yang

dianut. Hal penting yang patut dicermati adalah baik pada penyebutan majallah (kitab

suci) maupun din (agama), penyair menggabungkannya dengan dhamir (kata ganti

orang) هم yang artinya mereka. Hal ini menunjukkan bahwa Sang penyair dalam hal

ini al-Nabighah menganut keyakinan di luar keyakinan yang dianut oleh para penguasa

di mana ia berada, atau dengan kata lain ia bukanlah seorang Nasrani, namun demi

kepentingan profesi ia banyak mengenal ajaran Nasrani.

Dalam syair yang sama, penyair juga menyebutkan kata العواقب yang kami

artikan dengan balasan atau pahala. Bentuk tunggal dari kata adalah العواقب

.yang artinya akibat atau balasan dari suatu perbuatan عاقبة Dalam syair tersebut

dinyatakan bahwa mereka tidak mengharapkan selain pahala. Konotasi dari ungkapan

tersebut adalah mereka dalam melakukan segala hal hanya dilandasi oleh keyakinan

pada sang Maha kuasa (Allah) dan hanya mengharap balasan dariNya. Dan keyakinan

ini hanya ada pada penganut agama Samawi, atau dalam hal ini lebih tepatnya penganut

322 Diwan al-Nabighah al-Dzubyani, hal. 32

107

Page 113: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

agama Kristiani yang sudah meyakini akan adanya Tuhan melalui wahyu yang dalam

syair tersebut diistilahkan dengan kata majallah. Dan masih banyak lagi syair-syair al-

Nabighah yang menyebutkan lafaz Allah di dalamnya. Dan hampir semua lafaz Allah

yang ia sebutkan dalam syairnya berhubungan dengan keyakinan para penguasa atau

raja-raja di sekitarnya, yaitu raja-raja dari kerajaan Hirah dan Gassaniah yang menurut

para sejarawan beragama Nasrani. Di dalam syair-syairnya, al-Nabighah tidak pernah

menisbatkan kata Allah untuk keyakinannya sendiri, melainkan selalu dirangkai dengan

ungkapan-ungkapan lain terutama pujian untuk para pembesar kerajaan.

Itulah beberapa ungkapan syair tentang ketuhanan yang ada pada masa Jahiliyah

yang di dalamnya menggunakan lafaz Allah.

Selain kata Allah, kata lainnya yang terkait dengan keyakinan pada masa

Jahiliyah adalah kata rabb (نب Namun apakah kata ini sebagaimana diyakini oleh .(ر

kaum Muslimin berarti sama dengan Tuhan, ataukah pada masa Jahiliyah memiliki

konotasi lain, atau menjadi simbol selain symbol Tuhan.

Kata Rabb نب) (ر oleh Ibnu Manzhur diartikan sebagai Allah SWT (الله)

pemiliknya, memiliki sifat memiliki terhadap seluruh ciptaannya, tidak ada sekutu

baginya, dan dia adalah الله. Kata Rabb khusus bagi Allah, namun kata al-Rabb (نب (الر

tanpa alif dan lam digunakan untuk selain Allah. Pada masa Jahiliyah istilah ini sering

digunakan untuk Raja atau para pembesar lainnya.323

Berikut ini beberapa syair yang menggunakan kata rabb di dalamnya:

أربابنالجللها فتمايلت ربهاسجدتا تعظم

324العظماء

Ia (Ablah)325 bersujud mengagungkan Tuhannya, dan karenakeaggunannya itu para penguasa kami yang agung berpaling

323 Ibnu Manzhur, Lisan al-Arab, hal. 398-399324 ‘Abdul al-Mun’im ‘Abd al-Rauf Syulma (Tahqiq) dan Ibrahim al-Abyari, Syarah Diwan

‘Antarah, hal. 6325 Ablah adalah nama perempuan yang sangat dicintai oleh Antarah ibnu Abi Syaddad

108

Page 114: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Dalam syair tersebut kata rabb disebutkan sebanyak dua kali, yang pertama

dalam bentuk mufrad (tunggal) yaitu kata rabb sendiri, dan yang kedua dalam bentuk

jamak yaitu kata arbâb. Dalam kamus bahasa Arab, kata rabb diartikan dengan pemilik

atau penguasa. Untuk itu dalam al-Qur’an ditegaskan bahwa Allah adalah penguasa

sekalian alam (rabb al-‘Alamin). Dalam syair di atas, kata rabb dalam bentuk tunggal

diartikan dengan Tuhan, hal ini berdasarkan pada konteks kalimat yang menyertainya

yaitu kata sajadat yang artinya bersujud. Dalam bentuk jamak kami artikan sebagai

makna aslinya yaitu para penguasa, hal ini terkait dengan keanggunan atau kecantikan

yang dimiliki oleh Ablah, perempuan yang ada dalam syair tersebut sebagaimana

digambarkan oleh penyair.

Dalam syair berikutnya tampak makna rabb yang sesungguhnya:

نت نباإذا كن تعر نقلوص ل تد رفيقك يمشى لل

326خلفها غير راكب

Jika kamu mengaku sebagai pemilik unta tersebutJangan biarkan kawanmu berjalan di belakangmu, tanpa ikut mengendarainya

Dalam masyarakat Arab Jahiliyah, Hatim al-Tha’i dikenal sebagai pribadi yang

sangat dermawan dan memiliki rasa solidaritas yang sangat tinggi. Hal ini lahir dari

latar belakang kehidupannya sebagai seorang sha’alik. Ia tidak membedakan antara

yang kaya dengan yang miskin. Hal ini tampak pada syairnya di atas, yang melarang

seseorang mengendarai kendaraannya (unta), sedangkan orang lain berjalan di

belakangnya dengan kelelahan. Kata rabb di atas jelas-jelas mengandung makna

pemilik sesuatu yang dalam hal ini adalah pemilik unta yang masih muda dan kuat (al-

qalûsh).

Kata rabb yang terkait erat dengan makna ketuhanan tampak dalam bait-bait

syair berikut ini:

326 Diwan Hatim al-Tha’i, hal. 9

109

Page 115: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

ظت ل أرسو ولإلههم ربى وربى إلههم فأقسم

نعد 327أتم

Tuhan mereka adalah Tuhanku, juga Tuhanku adalah Tuhan merekaUntuk itu aku bersumpah akan tetap seperti ini dan tidak akan memakai pakaian khusus

نب عليه الله أحسن صنعه وكان له علىور328البرية ناصرا

Allah memelihara ciptaan terbaikNyaDan Dia adalah penolong bagi manusia

Kata rabb dalam kedua bait syair di atas terkait erat dengan simbol keyakinan

terhadap Tuhan. Pada bait pertama kata rabb disandingkan dengan kata ilah. Dalam

syair tersebut, penyair menyampaikan keyakinannya bahwa manusia di mata Tuhan

adalah sama. Untuk itu, ia tidak akan memperlakukan seseorang secara khusus dengan

berpenampilan di luar kebiasaannya. Pada bait pertama, kata rabb sudah memiliki

makna khusus yaitu sama dengan ilâh (Tuhan), dan pada bait kedua, kata rabb terkait

erat dengan fungsi ketuhanan yaitu menjaga, memelihara, dan menolong makhlukNya.

Makna dari kata rabb lainnya yang juga digunakan oleh masyarakat Arab

Jahiliyah tampak dalam syair berikut ini:

خيرنزور يزيد وعبد المسيح هم وقيسا

329أربابها

Kami mengunjungi Yazid, Abdul Masih, dan QaisMereka para pemimpin terbaik kami

Dalam syair tersebut, penyair menggunakan kata arbâb sebagai bentuk jamak

dari rabb. Makna Arbâb dalam syair tersebut jelas merujuk pada para penguasa yang

327 Diwan Hatim al-Tha’i, hal. 16328 Diwan al-Nabighah al-Dzubyani, hal.45 dan 48329 Diwan al-‘A’sya al-Kabir, hal.30

110

Page 116: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

disebutkan oleh penyair. Pengagungan yang sangat luar biasa terhadap para penguasa,

membuat masyarakat Arab pada masa Jahiliyah banyak menggunakan kata rabb sebagai

simbol penguasa yang mengatur kehidupan mereka.

Berdasarkan hal tersebut, Allah SWT menegaskan dalam al-Qur’an surat al-

Fatihah dengan pernyataaNya: Alhamdulillah Rabb al-Alamin. Bahwa Allahlah

pengatur dan penguasa seluruh alam. Ayat tersebut berisikan penegasan Tuhan tentang

eksistensiNya. Yang pertama adalah pengakuan mutlak akan namaNya yakni melalui

kata Allah, dan yang kedua menegaskan tentang sifat dann fungsinya. Sehingga makna

yang tepat adalah segala puji bagi Allah, Penguasa sekalian Alam.

Adapun simbol keyakinan lainnya yang dianut oleh bangsa Arab pada masa

Jahiliyah adalah kepercayaan pada hal-hal ghaib seperti terdapat dalam fakhr330 Antarah

berikut ini:

الرأسوكم من فارس أضحى بسيفى هشيم

مخضوب اليدينBerapa banyak prajurit yang kubunuh dengan pedangkuDengan kepala yang remuk dan tangan terpenggal

حولهيحوم عليه عقبان المنايا ظجل وتح

331غربان بين

Ia dikelilingi rajawali kematian Dan sekelilingnya berlalu lalang gagak-gagak kematian

Dalam syair di atas, terlihat kepercayaan lain dari masyarakat Arab pada masa

Jahiliyah, yaitu kepercayaan pada tanda-tanda yang tampak oleh mata yang dalam hal

ini kepercayaan pada burung gagak. Burung gagak dalam hal ini diyakini sebagai

330 Fakhr adalah jenis syair yang digubah untuk tujuan membanggakan diri, nasab, keluarga,maupun kabilah, serta sifat-sifat istimewa yang mereka miliki. Di dalam sastra dunia dikenal denganistilah narsisisme (narcissism), yaitu kekaguman yang berlebihan akan sifat fisik atau watak diri sendiri.Narcissus adalah nama pemuda dalam mitologi Barat klasik yang tertarik sekali pada bayangannyasendiri dalam sebuah kolam. Kamus Istilah Sastra, hal. 54

331 Syarh Dîwan ‘Antarah ibn Syaddâd, hal. 172-173

111

Page 117: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

symbol kematian bagi seseorang. Kepercayaan seperti ini, sepertinya sama saja dengan

kepercayaan yang dianut sebagian masyarakat Indonesia dulu dan sekarang yang tetap

percaya pada tanda-tanda atau ramalan-ramalan tentang sesuatu.

Selain itu juga, ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa bangsa Arab

juga meyakini matahari, bintang dan benda-benda lainnya sebagai kekuatan yang

disembah. Namun berdasarkan pengamatan terhadap beberapa syair Jahailiyah,

tampaknya istilah-istilah syams (matahari), kaukab (planet atau benda angkasa lainnya),

nujum (bintang), dan lain-lain yang terdapat dalam syair Jahiliyah, bukanlah sebuah

bentuk penyembahan terhadap benda-benda tersebut, namun lebih pada simbol

kekaguman pada hal-hal yang dikagumi, seperti perempuan, pemimpin, orang tua, dan

lain sebagainya. Sebagai contoh tampak dalam syair al-Nabighah al-Dzubyani berikut

ini:

تت لم يبدفإنك شمس والملوك كواكب إذا طلع

332منهن كوكب

Engkau itu ibarat matahari, dan raja-raja itu adalah bintangJika matahari muncul, maka tak satupun bintang yang tampak

Atau dalam syair Antarah ibn Syaddad berikut ini:

نرتا أوان العيد بين نواهد الشموسم مثل

لحاظهن ظباءDi hari raya, ia berlalu di antara gadis-gadis bagai mentari-mentari, kerlingan mereka bagai kijang

نمه ظت البدر ليلة ت تتا فقل نمهاوبد نجو ظه تت نلد ق فقد

الجوزاءIa (Ablah) pun muncul, lalu aku katakan, rembulan saat purnama

332 ‘Abbas Abd al-Satir (Penghimpun dan pensyarah), Diwan al-Nabighah al-Dzubyani, hal.27-28

112

Page 118: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Bintang kejorapun melingkari bintang-bintangnya

Dalam syair di atas, ada beberapa simbol alam yang disebutkan oleh penyair,

yaitu syams (matahari), kaukab (planet), badr (bulan purnama), nujum (bintang-bintang)

dan al-jauza (bintang kejora). Kata syams pada syair al-Nabighah digunakan untuk

memuji (madh) orang yang dikaguminya yakni al-Nu’mân al-Mundzir raja dari kerajaan

Hirah. Ia menggunakan kata syams sebagai perumpamaan (tasybih) orang yang

dipujinya. Adapun kata kaukab ia gunakan sebagai perumpamaan bagi raja-raja kecil

yang tunduk di bawah kekuasaan al-Nu’man, sehingga ketikan matahari muncul dengan

sinarnya yang sangat terang dan kuat, benda-benda angkasa seperti bulan, bintang dan

planet lainnya (kaukab) yang semula terlihat, jadi tidak tampak.

Pada syair Antarah, kata al-syumûs yang merupakan jamak dari syams adalah

simbol perumpamaan dari perempuan-perempuan cantik. Dan al-badr (bulan purnama)

adalah simbol dari kekasih hatinya yang bernama Ablah. Oleh karena itu, kata al-badr

ia rangkai dengan kata nujûm dan al-jauzâ. Al- jauzâ adalah bintang yang paling terang

di antara bintang-bintang yang lainnya atau biasa diterjemahkan dengan bintang kejora.

Bintang ini biasanya tampak mencolok dibandingkan dengan bintang-bintang lainnya

yang ada di sekitarnya. Semua simbol-simbol alam tersebut oleh penyair dijadikan

sebagai perumpamaan bagi perempuan-perempuan cantik yang dikaguminya.

Dari contoh-contoh tersebut, maka pendapat yang menyatakan bahwa bangsa

Arab pada masa Jahiliyah adalah penyembah matahari, bulan, bintang dan lain

sebagainya diragukan, sebab simbol-simbol tersebut lebih banyak digunakan sebagai

bentuk kekaguman terhadap sesuatu, dan kagum bukan berarti menyembah. Maka

ketika ada nama yang disandarkan pada simbol-simbol tersebut, mungkin saja hanya

berupa kekaguman pada benda tersebut karena memberikan manfaat yang sangat luar

biasa dalam kehidupan mereka.

C. Simbol-simbol Agama dalam Syair Nasrani a. Asal-usul Agama Nasrani di Jazirah Arab

Agama Nasrani adalah satu di antara agama yang berkembang pada masa

Jahiliyah di Jazirah Arab. Agama Nasrani pertama kali muncul di Palestina pada

113

Page 119: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

pertengahan abad ke-1 Masehi. Dari Palestina, agama ini menyebar ke Yunani dan

Italia, melalui para penyebar agama. Pada mulanya, penganut agama Nasrani terdiri dari

lapisan masyarakat fakir miskin. Kemudian lapisan atas ikut memeluk agama ini,

termasuk para pembesar Negara. Salah satu alas an kenapa kaum papa memeluk agama

Nasrani adalah karena agama ini mengajarkan kasih dan damai di dalamnya.333

Pada awal abad ke-4 M, imperium Palestina memproklamirkan agama Nasrani

sebagai agama resmi Negara. Mulailah agama Nasrani yang semula sebagai agama yang

dianut oleh golongan tertindas menjadi institusi yang digunakan oleh kaum imperium

untuk bertindak sesuai dengan kemauan mereka atas nama agama.334

Berdasarkan catatan sejarah agama Yahudi masuk ke Jazirah Arab melalui

imigrasi dan perdagangan, sedangkan agama Nasrani masuk ke Jazirah Arab melalui

misionaris, pedagang dan budak, terutama yang diimpor dari wilayah Binzantium dan

Sasaniah. Hal ini terkait erat dengan ambisi imperium Romawi dan Sasaniah untuk

melebarkan kekuasaannya ke wilayah Arabia Timur yang pada mulanya terkonsentrasi

pada Iran dengan misi untuk menguasai perdagangan sutra. Salah satu upaya yang

mereka lakukan agar tercapai misinya adalah dengan cara mengirim para misionaris dan

mengirim berbagai bantuan guna mendirikan geraja yang megah seperti yang terdapat

di Aden dan Hormuz.335

Pada akhirnya Nasrani menemukan jalan di antara Arabia, Syam dan Irak,

sehingga agama ini kemudian muncul di Ghassaniah, Bahra, dan Taghlib. Syam sendiri

saat itu berada di bawah kekuasaan Binzantium, dan Nasrani menjadi agama resmi di

wilayah tersebut. Untuk itu, penduduk Syam ikut menyebarkan agama Nasrani di

kalangan masyarakat yang berada di bawah kekuasaan Binzantium maupun di luar itu.

Orang Syam menganut Nasrani yang beraliran Monofizi (Monofisit), yaitu aliran alam

(kodrat) yang satu (esa). Aliran ini mengatakan bahwa Isa al-Masih itu esa, dan al-

Masih itu sendiri adalah Allah. Di sisi lain, sebagian orang Hirah memeluk aliran al-

Nasthuriyah (Nestorian), yang dinisbahkan kepada Nestorius seorang patriakh (kepala

333 Tim Penyusun, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,2002), hal. 30

334 Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, hal. 30335 Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, hal. 30

114

Page 120: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

agama) untuk wilayah Konstantinopel yang hidup pada tahun 428-451 M. Aliran ini

mengatakan bahwa al-Masih adalah dua karakter yang berbeda yang terpisah satu

dengan yang lainnya, yang satu karakter Ilahiyah (ketuhanan) dan yang kedua karakter

basyariyah (kemanusiaan).336

Menurut para sejarawan, sebagian dari raja Hirah memeluk agama Nasrani,

dengan alasan di Hirah terdapat gereja. Di antara penganut agama tersebut adalah Hani

bin Qabisyah al-Syaibani, salah seorang pemuka Bani Syaiban. Ia meninggal sebagai

penganut Nasrani. Di Irak salah satu penganut agama Nasrani adalah Bani Ajam bin

Lujaim dari kabilah Bakr bin Wail. Pemimpin suku ini adalah Handalah bin Tsa’labah

bin Sayyar al-Ajali. Agama Nasrani kemudian menyusup ke Jazirah Arabia melalui

Syam, Irak, dan Ethiopia melalui misionaris, pedagang, para kafilah baik di darat

maupun di laut yang memeluk Nasrani. Di antara tempat yang memungkinkan untuk

menjadi jalan ke Arabia adalah Ailah dan Dumat al-Jandal. Mayoritas penduduk Dumat

al-Jandal adalah dari Bani Suhun dan Bani Kalb yang mayoritas beragama Nasrani.337

Di Yatsrib yang kemudian dinamakan Madinah, terdapat sejumlah kecil pemeluk

agama Yahudi. Mereka terdiri dari Bani Nadhîr, Bani Qainuqâ, dan Bani Quraizhah.

Mereka menempati kota Madinah bersama-sama dengan suku Aus dan Khazraj.

Hubungan mereka terkadang bersahabat, namun juga terkadang bermusuhan.338

Sedangkan di Mekah terdapat sejumlah besar penganut agama Nasrani, terutama di

kalangan budak. Budak-budak ini diimpor dari Ethiopia untuk bekerja bagi kepentingan

saudagar Mekah. Di antara penganut Nasrani dari kalangan Mekah ialah sebagian suku

quraisy dari Bani Asad bin abdul ‘Uzza. Di Thaif terdapat beberapa orang budak yang

menganut agama Nasrani. Di daerah Najed, suku Ta’I dan Kindah tercatat oleh sejarah

sebagai pemeluk agama Nasrani. Kemudian agama inipun berhasil masuk ke Yamamah,

daerah yang sangat terkenal dengan kemajuan pertanian dan industrinya, juga peradaban

penduduknya yang relative tinggi. 339

336 Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, hal. 31337 Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, hal. 31338 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-

Jâhili, hal. 26339 Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, hal. 31

115

Page 121: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Salah satu suku yang menempati wilayah Yamamah dan menganut ajaran

Nasrani menjelang kedatangan Islam adalah Bani Hanifah. Dalam syair al-A’sya salah

seorang penyair pada masa itu disebutkan beberapa bait syair yang mengandung pujian

terhadap Hamzah bin Ali al-Hanafi salah seorang pemuka kabilah Bani Hanifah yang

juga memeluk agama Nasrani.340

Berdasarkan hal ini, untuk memudahkan proses penelitian tentang simbol-

simbol keagamaan pada masa Jahiliyah terutama yang berhubungan dengan ajaran

Nasrani, penulis mengambil sampel dari bait-bait syair yang digubah oleh al-A’sya al-

Kabir salah seorang penyair Nasrani yang hidup pada masa Jahiliyah menjelang

kelahiran agama Islam. Selain al-A’sya, penulis juga memberikan contoh dari syair-

syair Hatim al-Tha’I yang meskipun tidak didaulat sebagai penyair Nasrani, namun dari

latar belakang sejarahnya, ia banyak mengenal ajaran Nasrani.

b. Simbol-simbol agama Nasrani

Sebagaimana disebutkan dalam kategorisasi syair Jahiliyah di atas, bahwa pada

masa Jahiliyah muncul beberapa penyair madzhab Nasrani341 atau penyair-penyair

keagamaan Nasrani, seperti ‘Iddi ibn Zaed dan Umayyah ibn al-Shult. Di samping

kedua penyair tersebut, penyair lainnya yang juga dikenal sebagai penganut Nasrani

adalah al-A’sya al-Kabir. Bila melihat pada latar belakang kehidupan Al-A’sya al-

Kabir342, sebenarnya ia lebih tepat masuk pada katergori penyair kerajaan sebagaimana

dikategorikan oleh kitab al-Mujaz. Namun berdasarkan latar belakang agama yang

340 Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, hal. 31341 Istilah yang digunakan dalam kitab al-Mujaz fi al-Adab al-‘Arabi; al-Adab al-Jahili, hal.

191342 Nama lengkapnya Maimun ibnu Qais ibn Jandal ibn Syarahabil ibn ‘Auf ibn Sa’ad ibn

Dhabi’ah ibn Qais ibn Tsa’labah. Lahir di sebuah kampung bernama Manfûhah di wilayah Yamamah. Iadikenal dengan nama al-A’sya sebagai julukannya, karena keterbatasannya dalam penglihatan, hinggapada akhirnya mengalami kebutaan. Gambaran tentang kondisi fisik dirinya ini dapat ditemukan dalambeberapa bait syairnya, seperti:

حوارى منى بسامع يراهوليس شيئا بمبصر ظت فلسAku tidak melihat sesuatupun yang ia lihatDan ia juga tidak mendengar apa yang saya perbincangkanAtau dalam bait lainnya:

الوافديـ غائب رجل تتا ضريرا رأ أعشى الخلق مختلف نIa melihat seorang laki-laki yang kehilangan penglihatanMakhluk yang berbeda, A’sya yang buta

116

Page 122: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

dianutnya, tidak ada salahnya kalau dalam kajian ini dimasukkan dalam kategori

penyair religi. Selain itu, dalam syair-syairnya pun ia banyak menggunakan simbol-

simbol keagamaan, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan analisis. Berdasarkan hal

tersebut, penulis menganalisis simbol-simbol agama Nasrani yang ada pada masa

Jahiliyah berdasarkan pada simbol-simbol yang terdapat dalam syair al-A’sya al-Kabir

berikut ini:

1. Simbol-simbol Keyakinan

Sebagai penganut agama Kristiani dan juga sebagai penyair kerajaan,

merupakan sebuah kewajaran bila al-A’sya memiliki banyak informasi dan juga

wawasan yang lebih dari yang lainnya. Sebab sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bagi

bangsa Arab penyair dianggap bagai dewa yang tahu segalanya. Hal ini pun tampak

pada syair al-A’sya yang banyak berbicara tentang informasi keagamaan yang pernah

ada sebelum Nabi Isa diutus. Seperti yang terdapat dalam syair berikut ini:

تبر بيـ ةة بحسن كتابهاأولن ترى فى الز نTidakkah kau lihat segala penjelasan yang ada pada kitab ZaburDengan segala kebaikan Kitabnya

نق عذابهاإن القرى يوما ستهـ نلك قبل ح

Bahwa kota ini suatu hari akan musnah,Sebelum azab yang sebenarnya datang

يوما لمر خرابهاوتصير بعد عمارة Lalu (kota) itu yang semula ramaiMenjadi hancur

لتا حكيمة ولما بهاأولم ترى حجرا – وأنـTidakkah kamu melihat kota HijrDan kamu adalah seorang pemimpin di sana

117

Page 123: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Pada mashra’343 pertama, penyair dengan jelas menyebutkan kata al-Zubr (تبر ظز (ال

yang kemudian ia tegaskan dengan mashra’ yang kedua dengan kata Kitab pada

ujungnya. Dari rangkaian bait tersebut, makna al-zubr berorientasi pada kitab suci yang

dikenal dengan nama Zabur. Zabur sebagaimana yang disebutkan dalam bait syair al-

A’sya adalah sebuah nama kitab suci yang diberikan kepada nabi Daud as. Zabur

berasal dari kata zabûr yang diambil dari kata kerja (fi’il) zabara-yazburu-zabr (-نر نب ز

تبرا- ز ظبر Secara etimologi kata zabur dalam bentuk .(يز mufrad (tunggal), berarti kitab

tertulis. Jamak dari kata zabur adalah zubur. Dalam al-Qur’an kata zabur dan jamaknya

zubur disebutkan pada sembilan ayat, sedangkan yang disebutkan mufradnya saja

terdapat dalam tiga ayat.344 Berdasarkan hasil analisa, ayat yang merujuk pada kitab

Zabur yang diturunkan Tuhan pada Nabi Daud as, ternyata hanya yang berbentuk

mufradnya (tunggal). Sedangkan dalam bentuk zamak, istilah zabur lebih merujuk pada

seluruh kitab suci yang diwahyukan pada nabi-nabi terdahulu. Adapun Zabur dengan

arti kitab yang diwahyukan kepada Nabi Daud as, dalam bahasa Arab disebut dengan

mazmûr (مزمور) dan jamaknya mazâmîr (مزامير). Mazmur dalam bahasa Ibrani disebut

Mizmor, dalam bahasa Suriani disebut Mazmor, dan dalam bahasa Ethiopia disebut

mazmûr.345

Berdasarkan hal tersebut, Zabur Nabi Daud as adalah kumpulan mazmur,

nyanyian rohani yang dianggap suci346 yang berasal dari Nabi Daud as. Zabur Nabi

Daud as berisikan nyanyian rohani yang berkaitan dengan pengalaman hidupnya, dosa-

dosanya, kejatuhannya, pengampunan dosanya oleh Allah, sukacita kemenangannya

atas musuh Allah, dan kemuliaa Mesiah yang akan datang. Zabur yang merupakan

mazmur berisikan lima macam nyanyian, yaitu, nyanyian liturgi untuk memuji Tuhan,

nyanyian perorangan sebagai rasa syukur, ratapan-ratapan jemaat, ratapan dan do’a

individu, serta nyayian untuk raja.347

343 Bagian pertama dalam bait344 Nama-nama surat dan ayatnya yang mengandung kata zabur dan jamaknya zubur lihat di

Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), jilid. 5, hal. 219345 Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam, hal. 219346 Kumpulan nyanyian rohani dalam bahasa Inggris disebut dengan Psalms.347 Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam, hal. 219

118

Page 124: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Berdasarkan pada penjelasan di atas, syair di atas menggunakan kata Zabur

dalam bentuk tunggal, sehingga makna yang diinginkan lebih dekat pada kitab Zabur

yang diturunkan pada Nabi Daud as. Hal ini juga ditegaskan oleh bait berikutnya yang

menjelaskan sebagian isi dari kitab Zabur tentang ramalannya terhadap kota –pada bait

selanjutnya kota ini disebutkan namanya yaitu Hijr- yang ditempatinya, bahwa kota

tersebut suatu hari akan musnah, sebelum azab yang sesungguhnya datang. Artinya

kehancuran kota Hijr sudah di ambang pintu yang diakibatkan oleh ulah mereka sendiri,

bukan diakibatkan oleh azab yang sudah dijanjikan Tuhan. Berdasarkan hal ini, maka

dapat dipastikan bahwa kaum Nasrani pada masa Jahiliyah telah mengenal kitab Zabur,

sebagai salah satu kitab suci agama Samawi sebelum agama Nasrani. Penyebutan kata

Zabur pada syair tersebut menjadi simbol, bahwa umat Nasrani pada masa Jahiliyah

telah mengenal ajaran-ajaran Samawi melalui kitab Zaburnya, penyebutan kitab Zabur

dalam syair tersebut juga menunjukkan akan adanya sistem keyakinan terhadap kitab

suci yang dianutnya.

Hal menarik lainnya dalam rangkaian bait syair di atas adalah disebutkannya

kata Hijr, nama sebuah kota yang juga disebutkan dalam al-Qur’an:

نذب أصحاب الحجر المرسلين ولقد كDan sungguh, penduduk negeri Hijr itu telah mendustakan para Rasul.

Ramalan yang ada dalam kitab Zabur, sebagaimana disebutkan dalam syair al-

A’sya tidak jauh berbeda dengan apa yang disebutkan dalam al-Qur’an. Tentang

pendustaan kaum Hijr terhadap para utusan Tuhan di negeri tersebut. Penyebutan kata

Hijr dalam syair tersebut menjadi simbol akan adanya pengingkaran terhadap ajaran

agama yang disampaikan oleh para utusan Tuhan yang dilakukan oleh kaum terdahulu,

yang mungkin juga dilakukan oleh kaum setelahnya yang kemudian menjadi penyebab

kehancuran suatu bangsa. Hijr adalah simbol pengingkaran manusia masa lalu terhadap

Tuhan yang dijelaskan baik dalam kitab Zabur, maupun ayat al-Qur’an. Berita tentang

kaum Hijr hanyalah salah satu symbol keyakinan tentang berita masa lalu yang diyakini

oleh penyair.

119

Page 125: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

2. Peralatan ritus dan upacara

Simbol lainnya yang terkait dengan kehidupan beragama kaum Nasrani tampak

pada peralatan ritus yang digunakan saat itu. Hal ini tampak pada bait syair berikut ini:

نن فى محرابهاإن الثعالب بالضحى يلعبDi pagi hari, orang Bani Tsa’labah 348 bermain-main Di mihrabnya

349من وقتها وحسابهافخل لذلك ما خل

Untuk itu ia berkhalwat (mengasingkan diri)Menghindar dari saatnya dan hisabnya

Dalam bait syair yang pertama, terdapat kata mihrab, sebuah istilah yang identik

dengan tempat beribadat, baik dalam agama Nasrani, Yahudi, maupun Islam. Tempat ini

biasanya menjadi arah kiblat dalam beribadah, atau tempat imam berdiri saat memimpin

jama’ah. 350 Mihrab dalam syair tersebut merupakan simbol ritus agama Nasrani.

Adapun simbol upacara atau tata cara peribadatan penganut agama Nasrani

tampak pada syair berikutnya:

ظحبش فى محرابهاوالجن تعزف حولها كالDan Jin bernyanyi di sekelilingnyaSeperti kaum Habasyah di Mihrabnya

Syair ini merupakan lanjutan bait sebelumnya. Pada bait sebelumnya penyair

menggambarkan ritual yang dilakukan oleh Bani Tsa’labah di mihrab. Dalam bait ini,

tampak penyair menggambarkan situasi ritual di dalam mihrab tersebut, di mana di

348 Kata tsa’alib adalah jamak dari tsa’labah. Dalam bahasa kamus kata ini diartikan dengankancil, namun selain kata tersebut dalam sejarah bangsa Arab dikenal juga nama Bani Tsa’labah, sebuahnama kabilah yang ada di Jazirah Arab. Arti yang kedua mungkin lebih dekat, penegasan kata ini dapatkita lihat pada bait setelahnya:

قبابها حول بعد سعــد بن نة ثعلب وجميعsedangkan semua Bani Tsa’labah, setelah ituDi sekeliling kubah-kubahnya

349 Mahdi Muhammad Nashiruddin (penyusun dan pensyarah), Diwan al-‘A’sya al-Kabir,(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1987 M/1407 H), hal. 16

350 Lois Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-‘Alam, hal. 124-125

120

Page 126: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

dalamnya para jin ikut bernyanyi. Namun hal penting dari bait syair tersebut adalah

perumpamaan (tasybih) yang digunakan penyair untuk menggambarkan ritual kaum

Habasyah yang notabene beragama Nasrani dengan ibadat yang dilakukan oleh para jin

dari Bani Tsa’labah, yaitu sama-sama menyanyi (تعزف) yang mungkin kita kenal

dengan istilah nyanyian kebaktian.

Simbol ritus dan ajaran Nasrani lainnya dapat dilihat dalam syair berikut ini:

نة بن سعـ ـد بعد حول قبابهاوجميع ثعلبsedangkan semua Bani Tsa’labah, setelah ituDi sekeliling kubah-kubahnya

نء ما اسـ نزا ظت منمن شربها الم ـتبطن

إشرابهاSambil meminum khamr (arak) yang aku sendiriTak ingin meminumnya351

ظت أن الله عمـ نسها وأرى بهاوعلم 352ـدا ح

Sebab aku tahu bahwa Allah telah dengan sengaja menetapkan hina (najis) pada arak itu

Selain kata Mihrab, simbol peralatan ritual lainnya yang juga ada hubungannya

dengan mihrab adalah kata qibbab yang merupakan jamak dari qubbah. Dalam kamus

kata tersebut diartikan dengan kata yang sama yaitu kubah, sebuah atap bangunan

berbentuk bundar dan melengkung. Berdasarkan syair di atas, kubah ini dijadikan

sebagai tempat berkumpul masyarakat Arab saat itu, sambil berpesta minuman arak.

351 Kandungannya syair ini sangat bertentangan dengan kebiasaan al-A’sya yang menurutbeberapa riwayat adalah orang yang gemar mabuk. Hal ini bisa dipahami, karena ia adalah seorangpenyair kerajaan yang banyak bergaul dengan kalangan atas yang menjadikan minum arak sebagai sebuahtradisi. Namun demikian, syair di atas bisa dipahami bila berbicara berbicara dalam konteks agama yangmelarang umatnya untuk meminum arak.

352 Diwan al-‘A’sya al-Kabir, hal. 18-19

121

Page 127: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Berkaitan dengan minum arak, penyair sebagai penganut agama Nasrani dengan

tegas menyatakan bahwa ia sendiri tidak meminumnya. Alasan ketidakikutsertaan

penyair dalam minum arak sangat jelas termaktub dalam syairnya, “Sebab aku tahu

bahwa Allah telah dengan sengaja menetapkan hina (najis) pada arak itu”. Landasan

keyakinan akan agama yang dianutnya jelas menjadi alasan penyair untuk tidak

meminum arak. Ungkapan ini juga menjadi simbol salah satu ajaran Nasrani yang

mengharamkan umatnya untuk meminum minuman keras yang dalam syair disebut

dengan istilah syurb al-muza ( نء شرب نزا الم ).

س ناقتى ولماوردتا على سعيد بن قيـ

بهاUntaku datang pada Sa’id bin QaisDengan segala tujuannya353

ةف نك مسك على أنصابهافإذا عبيد عTiba-tiba seorang ahli ibadah (pendeta)melarang memberikan apapun pada berhala-berhalanya

Pada bait-bait syair di atas terdapat banyak simbol keagamaan nasrani, baik

yang bersifat materi maupun dalam bentuk ajaran agama. Sebagai contoh pada bait

pertama terdapat kata ‘abîd (عبيد) yang dirangkai dengan ‘ukkaf (عكف). Keduanya

menunjukkan simbol keagamaan, sebab ‘abid bila diartikan adalah seorang ahli ibadah

atau dalam agama Nasarani lebih tepatnya pendeta. Kata ‘ukkaf diambil dari suku kata

‘a-ka-fa yang artinya beri’tikaf atau berdiam diri dengan sengaja di tempat ibadah untuk

untuk beribadah. Kata ‘ukkaf sendiri merupakan isim fa’il (pelaku) dari I’tikaf. Kedua

kata tersebut berarti ahli ibadah yang sedang beribadah. Dari kedua kata ini muncul

symbol lain yang berbentuk ajaran Nasrani. Ajaran ini tampak pada apa yang dilakukan

oleh ahli ibadah Nasrani tersebut yang terlihat dalam ungkapan mumsik ‘ala anshabiha

353 Dhamir (kata ganti) nya dalam syair tersebut adalah untuk tokoh perempuan yang bernamaSulma yang ada dalam syair al-A’sya sebagaimana yang terdapat dalam muqadimah syairnya.

122

Page 128: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

(مسك عـلـى أنـصـابها) yang dalam syarah diwan al-A’sya diartikan dengan

seseorang yang melarang orang lain dari memberi makanan atau sesaji pada berhala-

berhala. Dari syair di atas, tampak jelas bahwa agama Nasrani pada saat itu telah

berupaya untuk menghilangkan tradisi bangsa Arab yang suka menyembah berhala.

Anshab atau berhala sebagaimana digambarkan dalam syair tersebut jelas menjadi salah

satu peralatan ritus bangsa Arab pada masa Jahiliyah.

3. Simbol Keyakinan

Selain simbol-simbol yang berbentuk fisik dan ajaran, dalam syair al-A’sya juga

terdapat simbol-simbol keyakinan yang tampak dalam konteks syairnya seperti berikut

ini:

فلله هذاشباب وشيب وافتقار وثروة

نددا الدهر كيف ترMuda dan Tua, miskin dan kayaSemua (masa) itu milik Allah, bagaimana engkau bisa ragu

ظت أبغى المال مذ أنا يافع وليدا وكهلوما زل

ظت وأمردا حين شبAku akan tetap mencari harta (bekerja), selagi masih mudaKetika rambut bercampur uban maka aku telah tua (tak mampu bekerja)

Dalam syair tersebut terlihat simbol-simbol keyakinan yang dianut oleh penyair,

bahwa segala hal yang terjadi pada manusia, baik masa muda, menjadi tua, keadaan

miskin, maupun kaya, pada hakekatnya adalah takdir Tuhan dan kehendaknya yang

tidak boleh diragukan lagi. Namun demikian, meskipun semua yang disebutkan tersebut

adalah kehendak Tuhan, bukan berarti manusia harus berpangku tangan tanpa usaha.

Untuk itu ia tegaskan dengan bait “Selagi masih muda, Aku akan tetap mencari harta

(bekerja), dan ketika rambut bercampur uban itu berarti aku telah tua (tak mampu

123

Page 129: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

bekerja lagi)”. Berdasarkan syair tersebut, kita tentu ingat apa yang dikatakan oleh

Rasulullah SAW pada umat Islam:

لخيرتكاعمل لدنياك كأنك تعيش أبدا واعمل

كأنك تموتا غداBekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanyaDan berbuatlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu akan mati esok hari

Berdasarkan hal tersebut, maka tampak persamaan ajaran antara kedua agama

Samawi, Islam dan Nasrani.

Al-A’sya adalah penyair Nasrani Jahiliyah, namun sempat mengalami hidup

semasa dengan Rasulullah SAW.354 Bahkan dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa

ia sempat hendak memeluk Islam, namun dihalangi oleh kaum kafir Quraisy, sehingga

ia memutuskan untuk tidak meneruskan keinginannya tersebut. Namun demikian, ia

mengakui akan kebenaran ajaran Muhammad SAW.355 Beberapa pengakuannya terhadap

kebenaran ajaran Islam dapat kita saksikan dalam syair-syairnya berikut ini:

تريحىمتى ما تناخى عند باب ابن هاشم

وتلقى من فواضله يدا

Kapan saja kamu memohon keberkahan di depan pintu Ibnu Hasyim (Muhammad Saw)Pasti kamu merasa damai dan memperoleh keberkahan tangannya.

ني يرى ما لترون وذكره نعمرىنب أغار، ل

فى البلد وأنجداSeorang Nabi yang dapat melihat apa yang tidak dapat kalian lihat dan –demi agamaku- menyebut-nyebutnya adalah sebuah kemuliaan di kota ini

354 Al-A’sya al-Kabir wafat pada tahun 629 M, sedangkan Nabi Muhammad SAW wafat padatahun 632 M.

355 Diwan al-‘A’sya al-Kabir, hal. 8

124

Page 130: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

بب ونائل وليس عطاء اليومله صدقاتا ما تغ

مانعه غداShadaqahnya tak pernah berhentiMemberi hari ini tidah menghalanginya untuk bersedekah esok hari

ندك لم تسمع وصاة محمد ني اللهأج نب

حين أوصى وأشهداSungguh engkau belum mendengar ajaran MuhammadSeorang Nabi Allah ketika ia berwasiat dan bersaksi

نت لم ترحل بزاد من التقى نت بعدإذا أن ولقي

نودا الموتا من قد تزJika kamu hidup tidak berbekal takwaLalu setelah mati berjumpa dengan orang yang bertakwa

نت على أن تكون كمثله وأنك لم ترصدندم

لما كان أرصداKamu pasti menyesal karena tidak seperti diaDan kamu tidak bersiap-siap seperti yang ia lakukan

منها تن سهمافإيك والميتاتا ل تأكل ول تأخذ

حديدا لتفصداJauhilah bangkai dan janganlah kamu sekali-kali memakannyaDan jangan pula melempar panah besi untuk mengundi nasib

125

Page 131: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

منه ظتنسك ول تعبد الوثانوذا النصب المنصوب ل

والله فاعبداPatung yang disembah-sembah itu, janganlah kamu sembahDan janganlah menyembah berhala, namun sembahlah Allah

نياتا والضحى مل على حين العش ول تحمدوص

356الشيطان والله فاحمدا

Shalatlah pada waktu malam dan siang hariDan janganlah memuji Syetan, pujilah Allah

Dalam rangkaian syair madah (pujian) yang ditujukan pada Nabi Muhammad

SAW tersebut, terdapat beberapa simbol keagamaan yang ia utarakan, seperti kemuliaan

dan keistimewaan Nabi Muhammad SAW, pengakuan akan kenabian Muhammad SAW,

keistimewaan sedekah, anjuran untuk hidup berbekal takwa, larangan memakan bangkai

dan mengundi nasib (judi), larangan menyembah berhala, dan keharusan untuk

menyembah Allah SWT, perintah untuk menjalankan shalat dan memuji Tuhan, serta

larangan untuk memuji syetan. Dari syair tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa

semua hal yang diungkapkan penyair, pada dasarnya adalah simbol-simbol ajaran Islam

yang mungkin ia yakini kebenarannya, sebab pada prinsipnya adalah sama.

Dari keyakinan tersebut, sebagaimana terdapat dalam syair-syair Jahiliyah yang

lain, al-A’sya pun sebagai penyair Nasrani terbiasa menggunakan sumpah atas nama

Allah untuk menegaska sesuatu yang diyakininya. Hal ini membuktikan bahwa tradisi

bersumpah dengan nama Allah sudah menjadi budaya masyarakat Jahiliyah. Hal

tersebut dapat kita saksikan dalam contoh syair berikut ini:

تنزلوا ظت نل، يمين الله حتى من رأس شاهقةك

إلينا "السودا"356 Diwan al-‘A’sya al-Kabir, hal. 50-51

126

Page 132: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Ingatlah, Demi Allah, hingga kalian melepaskan “Aswad” 357dari ketinggian

تت نيل من لمنلنقاتلنكم على ما خ ولنجعل

نردا 358بغى وتم

Akan kuperangi kalian, seperti yang dibayangkanKuperuntukkan bagi yang menentang dan melawan

Kata الله dalam syair يمين di atas adalah salah satu gaya bahasa dalam

bersumpah yang biasa dilakukan oleh masyarakat Arab di samping wallahi, tallahi,

halaftu billahi, dan lain sebagainya. Persoalannya apakah lafaz Allah tersebut, berasal

dari bahasa Arab atau diadopsi dari bahasa Agama sebelumnya, hal ini perlu

argumentasi yang lebih banyak lagi.

Simbol keyakinan pada Yang Maha pemberi rizki tampak dalam syair di bawah

ini:

رزقا تضمنه لناوجعل الله طعامنا فى مالنا

359لن ينفدا

Allah telah menjadikan makanan dalam harta kitaSebagai rizki yang tak pernah salah

وقيسا هم خيرنزور يزيد وعبد المسيح

360أربابها

Kami mengunjungi Yazid dan Abdul MasihJuga Qais, mereka semua pemimpin kami yang terbaik

357 Dalam Diwan al-‘A’sya al-Kabir dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan al-Aswad adalahsaudara kandung Haufzan yang sedang ditawan oleh Kisra (raja).

358 Diwan al-‘A’sya al-Kabir, hal.54359 Diwan al-‘A’sya al-Kabir, hal.54360 Diwan al-‘A’sya al-Kabir, hal.30

127

Page 133: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Syair pertama menyatakan adanya keyakinan pada Sang pemberi rizki dengan

menyandarkannya pada lafaz Allah, sedangkan pada bait kedua, menjadi bukti adanya

keyakinan umat Nasrani atas ketuhanan Isa al-Masih. Hal ini terbukti dari nama yang

disebut oleh penyair yaitu Abd al-Masih yang artinya hamba al-Masih, dan al-Masih

adalah nama lain dari nabi Isa as. Dalam bahasa Arab, pengidhafatan (penyandaran)

kata abd (hamba) biasanya dirangkai dengan sesuatu yang dianggap sakral dan suci atau

memiliki makna penyembahan, seperti Abdullah yang artinya hamba Allah, abd al-

syams (hamba matahari), abd al-Uzza (hamba Uzza/berhala bernama Uzza), dan lain

sebagainya.

Selain al-A’sya al-Kabir yang sudah dikenal sebagai penganut Nasrani, simbol-

simbol agama Kristiani juga tampak pada bait-bait syair yang digubah oleh Hatim al-

Tha’i361. Hatim al-Tha’I, memang dalam buku-buku sejarah Sastra Arab tidak

dikategorikan sebagai penyair religi, namun demikian sebagaiman disebutkan di atas

bahwa suku Tha’i dan Kindah yang terletak di daerah Najed, tercatat sebagai pemeluk

agama Nasrani. Hatim sebagaimana julukan populernya al-Tha’I, adalah penyair

kelahiran Najed dari suku Tha’i yang mayoritas adalah pemeluk agama Nasrani. Hal ini

juga diperkuat dengan bukti sejarah lainnya yang mengatakan ia juga tinggal di wilayah

Syam karena menikah dengan Mawiyah binti Hajar seorang putrid dari kerajaan

Sasaniah (Ghasaniah). Dan Syam sebagaimana disebutkan di atas salah satu pusat

perkembangan agama Kristiani. Untuk itu, besar kemungkinan Hatim telah banyak

mengenal ajaran-ajaran Kristiani dan menjadi salah seorang penganutnya. Hal ini

tampak dalam beberapa bait syairnya yang mengandung jaran-ajaran agama:

بهفلو كان ما يعطى رياء لمسكت

ظتا اللوم يجذبنه جذبا جنباAndai apa yang diberikan ini sebuah bentuk keriyaan (pamer), maka sesungguhnya celaan itu akan menahannya dengan kuat

361 Nama lengkapnya Hatim ibn Abdillah ibn Sa’ad ibn al-Hasyraj al-Tha’I al-Qahthani.Seorang penyair Jahiliyah yang terkenal dengan kedrmawannya.

128

Page 134: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Yakni apabila seseorang memberikan sesuatu hanya untuk tujuan riya (pamer),

maka yang ia dapatkan sesungguhnya hanyalah sebuah kehinaan.

فأعط فقدولكنما يبغى به الله وحده

نت فى البيعة الكسبا 362أربح

Akan tetapi hendaklah berbuat karena Allah semata(Jika sudah berniat seperti itu), berikanlah, maka engkau sesungguhnya telah beruntung dalam perniagaan.

Bila diperhatikan, sungguh erat kaitannya antara penyebutan kata Allah pada

bait kedua dengan sikap riya pada bait sebelumnya. Sikap riya dalam berderma

sepertinya sangat ditentang oleh penyair, bahkan pada bait selanjutnya ia tegaskan

bahwa segala perbuatan khususnya berderma hendaknya hanya karena Allah semata dan

mencari keridhaanNya. Syair tersebut menjadi simbol bahwa agama Nasrani pada

hakekatnya telah mengajarkan nilai-nilai keikhlasan dalam beramal sebagaimana juga

yang diajarkan oleh agama Islam.

Bait syair ini sungguh mengingatkan kita pada ajaran-ajaran Islam tentang nilai-

nilai shadaqah. Sebuah ajaran yang sama-sama mengajarkan kasih dan keikhlasan

dalam beramal. Istilah الله به yang يبغى berarti berbuat sesuatu karena Allah,

dalam al-Qur’an disebutkan secara berulang-ulang, dengan berbagai ungkapan, seperti

يبتغون فضل من الله , لتبتغوا فـضـل ـمـن ربـكـم , ابتـغـاء وـجـه الـلـه

الله مرضاة dan ,ابتغاء masih banyak lagi yang semuanya menunjukkan pada

makna perbuatan yang hanya dilakukan atas nama Allah dan hanya mencari

keridhaanNya.

فإن علىكلوا الن من رزق الله وأيسروا

363الرحمان رزقكم غدا

362 Ahmad Rasyad (Penghimpun dan pesyarah), Diwan Hatim al-Tha’i, (Beirut: Dar al-Kutubal-Ilmiyah), 1986 M/1406 H), hal. 9

363 Diwan Hatim al-Tha’i, hal. 18

129

Page 135: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Nikmatilah rizki Allah saat ini, dan permudahlahKarena sang Maha pengasihlah yang akan memberi kalian rizki esok Hari

Sebuah konsep keyakinan yang biasa diyakini oleh pemeluk agama Samawi

bahwa Allahlah pemberi rizki makhluknya, sekarang dan esok hari. Tidak perlu ada ada

rasa ketakutan akan lapar yang akan menimpa esok hari, karena rizki itu di atur oleh

sang Maha kasih (al-Rahman). Nama al-Rahman sebagaimana yang kita ketahui adalah

salah satu Nama Allah yang ada dalam al-asma al-husna (Nama-nama Allah yang baik).

Selain yang terkait dengan ajaran-ajaran di atas, lafaz Allah juga seperti

penduduk Arab lainnya, dalam syair Hatim juga digunakan untuk bersumpah.

Bersumpah dengan menggunakan lafaz Allah sepertinya sudah menjadi kebiasaan

masyarakat Arab Jahiliyah dan menjadi retorika dalam percakapan bahasa Arab.

Terbukti sumpah-sumpah dengan diidhafatkan pada nama Allah dilakukan oleh semua

kalangan masyarakat Arab pada masa itu, seperti halnya juga dilakukan oleh penganut

agama Nasrani seperti dalam syair Hatim al-Tha’i beirikut ini:

ةة نية غدو ند القر تت باللهوتواعدوا ور وحلف

نبس ظنح العزيز لMereka saling berjanji di sebuah sumur air di pagi hariDan aku bersumpah atas nama Allah yang Maha Agung, kami akan menahan diri

طرف الجريضوالله يعلم لو أتى بسلفهم

ةم مشكس مل يو 364لظ

Dan Allah tahu, jika datang para pembawa kehancuran dengan membawa arak-arak mereka Hari-hari akan terus dalam kesulitan

Sungguh menarik syair Hatim al-Tha’i ini, dan hal ini semakin membuat kita

yakin kalau ia adalah seorang yang religius. Maka tidak salah jika ia kemudian

364 Diwan Hatim al-Tha’i, hal. 33

130

Page 136: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

dimasukkan dalam kategori penyair religi Nasrani. Dalam syairnya tersebut ia

bersumpah atas nama Allah bahwa ia akan menahan diri dari minum-minuman keras

yang ia sebut dengan nama sulâf,365 meskipun di tempat pertemuan yang ia sebut

dengan wird al-qaryah semua orang meminum arak. Larangan meminum khamr

tersebut, sangat jelas dinyatakan oleh Hatim al-Thai’I bahwa landasannya adalah

agama, meski tidak dinyatakan secara inplisit bahwa agama Nasranilah yang

melarangnya. Dari caranya menyandarkan sebuah ajaran atau prinsip hidup dengan atas

nama Allah adalah sebuah bukti bahwa meminum khamr bukan hanya dilarang bagi

umat Islam, namun juga sudah dilarang oleh agama sebelum Islam, terutama oleh

agama samawi seperti agama Nasrani. Dalam syair tersebut juga jelas disebutkan akibat

yang akan terjadi jika mereka tetap tidak berhenti meminum-minuman keras, yakni

akan muncul berbagai kesulitan yang ia namakan dengan kata musykis.

معاذ اللهأأفضح جارتى وأخون جارى

ظت 366أفعل ما حيي

Apakah aku pantas membuka aib tetangga perempuanku dan menghianati tetangga laki-lakikuAku berlindung pada Allah dari melakukan hal seperti itu

Selain ajaran tentang larangan meminum arak, dalam syairnya, Hatim juga

mengucapkan kata ma’adzallah ( الله yang artinya aku mohon perlindungan dari (معاذ

Allah. Kata tersebut ia ucapkan sebagai permohonan kepada Allah agar ia tidak pernah

menyebarkan aib seseorang atau juga menghianatinya. Dua ajaran moral yang juga

menjadi ajaran Nabi Muhammad SAW yang sangat ditekankan, bahkan dalam al-

Qur’an dinyatakan bahwa siapapun yang menyebarkan aib orang lain, ibarat memakan

bangkai saudaranya sendiri. Dan perintah untuk selalu menjaga amanat dan larangan

untuk tidak melanggar perjanjian, dalam al-Qur’an ditekankan secara berulang-ulang,

begitu pula dalam berbagai hadis Nabi Muhammad SAW. Jika semua ini syair di atas

365 Dalam Diwan Hatim al-Tha’I disebutkan bahwa yang dimaksud dengan sulâf adalahkhamrah atau arak.

366 Diwan Hatim al-Tha’i, hal. 10

131

Page 137: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

adalah sebuah kebenaran, maka sesungguhnya ajaran agama Samawi pada hakekatnya

satu.

Menurut Prof. Dr. Koetjaraningrat yang dikutip oleh Rusmin Tumanggor, ada

beberapa komponen yang terkait dengan sistem religi, yaitu (1) emosi keagamaan, (2)

sistem keyakinan, (3) sistem ritus dan upacara, (4) peralatan ritus dan upacara, dan (5)

umat beragama.367 Dari simbol-simbol agama yang telah disebutkan di atas, maka

Nasrani pada masa Jahiliyah sudah memenuhi semua persyaratan untuk menjadi sebuah

agama karena di dalamnya sudah tercermin emosi keagamaan, keyakinan, ritus dan

peratalannya, serta penganut agama itu sendiri

367 Heny Narendrany, Psikologi Agama, hal. 6

132

Page 138: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

D. Simbol-simbol keagamaan dalam syair Yahudi

a. Latar Belakang Sejarah Agama Yahudi pada Masa Jahiliyah

Yahudi adalah salah satu agama Samawi yang berkembang di Jazirah Arab.

Penganut agama Yahudi yang masuk ke Jazirah ini berasal dari Suriah, Paletina, dan

Irak. Agama yahudi akhirnya mendapatkan penganut yang kuat di Yaman. Perpindahan

orang Yahudi ke Yaman ini disebabkan oleh adanya peperangan yang terus-menerus di

Pelastina pada abad pertama Masehi. Hal tersebut mendorong pindahnya orang Yahudi

dari tanah air mereka untuk menyelamatkan diri. Meskipun demikian, di Yaman mereka

juga mendapatkan kesulitan karena Yaman tetap menjadi ajang pertikaian antara dua

kekuatan besar, yakni Binzantium yang beragama Nasrani dan Sasaniah yang beragama

Zoroaster. Kedua imperium ini menggunakan agama sebagai alat pembenaran bagi

ekspansi mereka ke Yaman, wilayah yang memiliki sumber alam potensial.368

Di samping Yaman, daerah yang menjadi tujuan pengikut Yahudi ialah Madinah,

Lembah al-Qura’, Khaibar dan Taima. Penganut agama Yahudi juga terdapat di Bahrein.

Ketika Nabi Muhammad SAW mengajak penduduk wilayah ini untuk masuk Islam,

ternyata mereka beragama Yahudi. Pengikut Yahudi bekerja di sektor perdagangan,

pertanian, dan industri, di samping sebagai rentenir di kalangan masyarakat miskin. Di

Nejran sebuah wilayah pertanian yang subur, para penganut Yahudi mendirikan

pemukiman dan tempat tinggal bersama penduduk Arab asli yang menyembah berhala,

dan pemeluk agama Nasrani. Berbeda dengan orang Nasrani, orang Yahudi tidak

menekankan bimbingan agama untuk sesama Yahudi atau menyebarkan agamanya bagi

masyarakat lain. Mereka juga tidak memiliki fasilitas khusus untuk kepentingan agama

Yahudi. Oleh karena itu, orang Yahudi biasanya hanya mendiami tempat-tempat yang

dapat dijangkau transportasi. Mereka lebih mementingkan pengumpulan harta

sebanyak-banyaknya.369

Hal yang paling penting yang perlu diketahui bahwa meskipun kaum Yahudi itu

lebih mementingkan materi, namun demikian berkat tangan mereka, pemikiran tentang

368 Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, hal. 30369 Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, hal. 30

133

Page 139: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

ketuhanan, termasuk ajaran-ajaran tentang kejadian alam, kebangkitan, perhitungan

amal di akhirat, surga, neraka, setan dan iblis di Jazirah Arab mulai dikenal.370

Kaum Yahudi pada masa Jahiliyah tidak mengembangkan karakteristik tertentu

dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu, nama orang, keluarga, maupun kabilah diambil

dari nama-nama Arab. Dan syair yang digubah oleh penyair Yahudi pun memiliki cirri-

ciri khas Arab pada masa itu.Begitu juga halnya dalam kehidupan sosial politik, tidak

terdapat perbedaan yang menonjol antara kaum Yahudi dengan bangsa Arab pada

umumnya. Untuk itu, banyak orang Arab yang memeluk agama Yahudi, sehingga istilah

Yahudi pada saat itu lebih berkonotasi agama.371

b. Simbol-simbol Agama dalam syair Umayyah Ibn Abi al-Shult372

Agama Yahudi adalah agama yang sempat berkembang pada masa Jahiliyah,

seperti halnya agama Kristen. Pemeluk agama Yahudi menempati kota Yatsrib yang

kemudian dinamakan Madinah. Mereka terdiri dari Bani Nadhîr, Bani Qainuqâ, dan

Bani Quraizhah. Mereka menempati kota Madinah bersama-sama dengan suku Aus dan

Khazraj. Hubungan mereka terkadang bersahabat, namun juga terkadang bermusuhan.

Sebagaimana agama Samawi lainnya, simbol-simbol keagamaan dalam kehidupan

mereka tampak jelas. Sebagai contoh syair religi yang digubah oleh Umayyah ibn Abi

al-Shult Penyair Yahudi berikut ini:

نحنا ظمصب ظممسانا و صبحناالحمد لله بالخير

نسنا نبى وم رSegala puji bagi Allah di pagi hari dan sore hariWahai Tuhanku, berikan kami kebajikan di pagi dan sore hari

370 Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, hal. 30371 Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, hal. 30372 Umayyah ibn Abi al-Shult ibn Abi Rabi’ah berasal dari suku Qais ‘Ailan. Ia banyak

mempelajari kitab-kitab kuno terutama Taurat. Untuk itu ia termasuk penyair yang sangat religius, bahkantermasuk seorang zahid.

134

Page 140: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

نب الحنيفة لم تنفذ خزائنها طبقر مملوءة

الفاق سلطانا Tuhan (pemilik agama) Hanif yang kekayaannya tidak pernah habis Kuasanya meliputi seluruh lapisan cakrawala

Pada bait pertama, tampak nyata simbol keyakinan yang dianut oleh penyair,

yaitu keyakinan pada Allah SWT yang mengatur roda kehidupan alam ini. Silih

bergantinya siang dan malam, adalah sebuah bukti akan kekuasaan Allah yang harus

disyukuri. Dalam syair tersebut juga terselip sebuah doa pada Allah agar senantiasa

memberikan kebaikan dari setiap pergantian masa, baik pagi hari maupun sore hari.

Sebagai seorang muslim, mungkin hapal atau miminimal pernah mendengar doa dari

Rasulullah berikut ini:

اللـهـم ـبـك أـصـبحنا وـبـك أمـسـينا وـبـك نحـيـا وـبـك

نموتا وإليك النشورYa Allah bersamaMu kami jalani pagi ini dan bersamaMu pula kami jalani sore

inibersamaMu hidup dan mati kami, dan padaMulah kami kembali

Inti dari do’a tersebut hampir sama dengan syair Umayyah Ibn Abi al-Shult

sebelumnya, bahkan dari segi bahasa ada beberapa kemiripan antara keduanya, yaitu

pada kata pagi dan sore hari yang dirangkai dengan permohonan pada Tuhan untuk

mendapat kebaikan di dalamnya. Hal yang membedakan antara keduanya terletak pada

penambahan kata akhir sebagai penyempurna do’a bagi umat Islam, yaitu pada kata

denganMu hidup dan mati kami, serta padaMu kami kembali.

Pada bait berikutnya, kata hanifah yang terdapat dalah syair tersebut adalah

simbol agama samawi. Hanifah secara bahasa berarti condong ke jalan yang lurus

(benar). Yakni sikap yang berpihak pada kebenaran yang datang dari Allah SWT

melalui ajaran agama Islam yang dibawa Nabi Ibrahim as dan Nabi Muhammad SAW.

135

Page 141: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Di dalam al-Qur’an terdapat 12 kata hanif dan kata-kata lain yang berasal dari

derivasi yang sama. Dari syair Abu al-Shult di atas, terbukti bahwa istilah hanif sudah

dikenal sejak zaman pra Islam. Memang dalam bait tersebut tidak disebutkan apakah

yang ia maksudkan dengan kata hanifah adalah agama Nabi Ibrahim as atau bukan,

namun dari mashra’ berikutnya dapat diketahui bahwa ada sebuah keyakinan agung

dari sang penyair akan adanya penguasa yang menguasai jagat raya ini, sebagaimana

keyakinan agama hanif yang dibawa oleh Nabi Ibrahim as. Sebagaimana terdapat dalam

bait syair:

يي لنا منا فيخبرنا منأل نب غايتنا بعد ما رأس محيانا

(ingatlah Ia telah mengutus) Seorang Nabi dari (golongan) kita untuk kita, untuk memberitahukan kita, tentang tujuan akhir kehidupan kita.

نبنا آباءنا هلكوا الولدبينا يرب تقتنى وبينما افنانا

Apa yang diajarkan oleh nenek moyang kita pasti hancurDan apa yang didapat oleh anak-anak akan berkembang

يلحقوقد علمنا لو أن العلم ينفعنا سوف أن 373أخرانا بأولنا

Kita tahu, bahwa ilmu itu bermanfaat (dengan itu pasti kita juga tahu), bahwa kehidupan akhir adalah awalperjumpaan dengan kehidupan awal lainnya.

Dari bait-bait syair di atas, tampak jelas bahwa kata rabb al-hanifah (Tuhan

pemiliki agama yang lurus), terkait erat dengan kata nabi yang diutus untuk umat

manusia yang berasal dari kelompoknya masing-masing. Untuk itu perlu diperhatikan

syair ini:

يي لنا منا فيخبرنا رأسأل نب من غايتنا بعد ما

محيان373 Al-Mujaz fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 202

136

Page 142: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

(ingatlah Ia telah mengutus) Seorang Nabi dari (golongan) kita untuk kita, untuk memberitahukan kita, tentang tujuan akhir kehidupan kita.

Kata nabi pada bait syair tersebut tidak ditujukan pada satu nama nabi, tidak

Ibrahim, tidak Isa, tidak juga Muhammad. Hal ini terlihat dari kata Nabi yang

menggunakan isim nakirah bukan ma’rifah.374 Hal ini sudah ditegaskan dalam syair

sebelumnya bahwa rabb al-hanifah (Tuhan pemilik agama yang hanif), Dialah yang

mengutus Nabi kepada setiap umat yang akan menyampaikan ajaran-ajaran Tuhan yang

sebenarnya, yang akan memberitahukan tentang akhir tujuan hidup ini.

Pada bait selanjutnya disebutkan:

يلحقوقد علمنا لو أن العلم ينفعنا سوف أن 375أخرانا بأولنا

Kita tahu, bahwa ilmu itu bermanfaat (dengan itu pasti kita juga tahu), bahwa kehidupan akhir adalah awalperjumpaan dengan kehidupan awal lainnya.

Syair ini menunjukkan adanya keyakinan pada penyair tentang adanya

kehidupan lain setelah kehidupan di dunia ini yang dinyatakan dengan kata ukhrâna dan

ulâna. Yang pertama berarti akhir dari kehidupan (dunia) dan yang kedua awal dari

kehidupan (akhirat).

Pada syair berikutnya, Abu al-Shult menyebutkan berbagai simbol keyakinan

seperti terdapat pada bait-bait berikut ini:

الله وملئاكته

أعلىلك الحمد والنعماء والملك ربنا شيء فل

ظد منك مجدا وأمجWahai Tuhan kami, bagiMu segala puji, kenikmatan dan kekuasaan

374 Nakirah adalah isim (kata benda) yang belum pasti, biasanya ditandai dengan tanwin padaakhir katanya, sedangkan ma’rifah adalah isim yang sudah jelas. Dalam bahasa inggris nakirah biasanyaditandai dengan artikel a atau an, sedangkan untuk ma’rifah diberi tanda artikel the.

375 Al-Mujaz fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 202

137

Page 143: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Tak ada sesuatu pun yang lebih tinggi dan mulia dari-Mu

ةة أقدامهم تحت عرشه اللهوملئك لول بكفيه

نلوا وأبلدوا ك

Di bawah ArsyNya kaki-kaki MalaikatDemi kedua telapak tanganNya, jika bukan karena Allah, mereka pasti letih danlemah

ةم على القدام عانين تحته فرائصهمقيا

من شدة الخوف ترعد

Tampak nyata berdiri dengan kaki di bawah ArasyTubuhnya bergetar karena sangat takut376

يصيخونوسبط صفوف ينظرون قضاءه

مكد ظر بالسماع للوحي Berbaris dengan rapi, menunggu keputusannyaMendengarkan wahyu dengan tenang

تدس جبريل فيهم ةن لوحي الق ذوأمي ظل وميكا

ظد ند ني المس الروح القوYang dapat dipercaya untuk (mengemban) wahyu yang suci, di antara mereka Jibril dan Mikail yang memiliki ruh yang sangat kuat lagi benar

376 Fara’ish jamak dari farishah artinya bagian tubuh (daging) antara bahu dan ketiak. Ungkapan ini digunakan untuk ketakutan atau keterkejutan yang hebat.

138

Page 144: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

نراس أبواب السمواتا دونهم ظح عليهاو قيام

ظد نص 377بالمقاليد ر

Dan para Malaikat penjaga pintu-pintu langit di bawahnyaBerdiri di atasnya, mengawasi dengan cermat

Pada syair di atas, selain menyebutkan keyakinan penyair terhadap adanya

Tuhan dan kekuasaanNya, penyair juga menyebutkan simbol lainnya yang terkait

dengan keyakinan, terutama keyakinan pada hal-hal yang bersifat gaib, seperti

keyakinan akan adanya malaikat dan tugas-tugasnya serta Arsy (singgasana Tuhan). Ada

dua nama malaikat yang secara jelas dinyatakan dalam syair tersebut, yaitu Jibril dan

Mikail. Adapun di antara tugas malaikat disebutkan di antaranya sebagai penopang

Arsy, melaksanakan titah Tuhan, mendengarkan wahyu-wahyu Tuhan, serta menjaga

pintu-pintu langit dan mengawasinya.

Menurut Fazlur Rahman sebagaimana dikutip oleh Ensiklopedi Islam, malaikat

yang sering dinyatakan dalam al-Qur’an adalah makhluk-makhluk langit yang

mengabdi kepada Allah SWT. Mereka melakukan berbagai kewajiban, dari mencabut

nyawa hingga memikul arsy Allah SWT. Di dalam ensiklopedi Islam juga disebutkan

bahwa di antara ciri-ciri malaikat adalah tidak pernah mengingkari Allah SWT atau

berbuat dosa kepadanya, mereka juga hanya mengerjakan apa yang diperintahkan tanpa

ada inisiatif untuk berbuat yang lain, dan mereka secara khusus diciptakan Allah untuk

melakukan tugas-tugas tertentu.378 Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan penyair

di atas bahwa ada malaikat yang secara khusus memikul singgasana Allah SWT yang

karena kuasa-Nya tidak merasa letih dan lelah, setia mendengarkan titah-titah-Nya

(wahyu), serta selalu takut pada-Nya.

Dalam ajaran Islam, percaya akan adanya malaikat adalah salah satu rukun

Iman. Sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur’an: Kebaktian itu bukanlah

menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat, namun kebaktian yang sebenarnya

377 Tim Penyusun, al-Mujaz fi al-Adab al-Arabi wa Tarikhuhu: al-Adab al-Jahili, hal. 202378 Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam, Jilid 3, hal. 135

139

Page 145: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

adalah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi,

…(QS.2:177). Sebagaimana agama samawi lainnya, istilah malaikat dalam agama

Yahudi telah sangat dikenal pada masa Jahiliyah. Hal ini terbukti dengan disebutkannya

di dalam syair dua nama malaikat yang juga sangat dikenal dalam ajaran Islam, yaitu

Jibril dan Mikail.

Jibril dan Mikail sebagaimana disebutkan dalam syair, adalah dua dari sepuluh

malaikat yang wajib diimani keberadaannya dalam agama Islam. Jibril, sebagaimana

diyakini oleh umat Islam selain bertugas mengepalai seluruh malaikat, ia juga bertugas

menyampaikan wahyu pada para nabi. Tugasnya berakhir hingga kenabian Muhammad

SAW. Adapun malaikat Mikail adalah malaikat yang bertugas membagi rizki pada

seluruh makhluk, memberi makanan, minuman, dan menurunkan hujan.379 Dalam al-

Qur’an kedua malaikat ini disebutkan secara berulang kali, terutama malaikat Jibril

yang bertugas menyampaikan wahyu Allah SWT melalui lisan Nabi Muhammad SAW.

Simbol agama lainnya yang terdapat dalam syair Jahiliyah yang juga sangat

familier di telinga umat Islam adalah kata arasy. Kata Arasy secara bahasa berarti

singgasana. Di dalam al-Qur’an banyak ditemukan kata arsyuhu yang artinya

singgasana Tuhan. Para ulama sepakat bahwa arasy atau singgasana Tuhan itu tidaklah

sama dengan singgasana apapun yang dipunyai makhlukNya. Namun demikian,

sebagian ulama meyakini bahwa arasy yang dimaksud terkait dengan kekuasaan Tuhan,

sehingga Rabb al-arsy al-azhim diartikan dengan pengatur kerajaan yang agung. 380

Namun melihat pada apa yang diungkapkan dalam syair Abu al-Shult penyair Yahudi di

atas, tampak jelas bahwa istilah arasy bukanlah semata-mata milik umat Islam dan

hanya diinformasikan pada kaum Muslimin. Sebab sangat jelas dalam syair tersebut,

bahwa kaum Yahudi pun sebagai penganut agama samawi telah terlebih dahulu

mengetahui informasi tentang arasy Tuhan dengan segala hal yang ada di sekitarnya,

persis sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam al-Qur’an. Berdasarkan fakta

tersebut, maka dari segi ideologi tidak tampak perbedaan antara Islam dan Yahudi.

379 Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam, Jilid 3, hal. 136380 Tim Penulis, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), hal. 126

140

Page 146: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Yahudi sebagai sebuah agama, tampak telah menganut suatu kepercayaan

kepada wujud supranatural (Tuhan) dan berbagai hal gaib lainnya, serta telah memiliki

nilai-nilai emosi keagamaan seperti pengagungan pada yang Maha Kuasa, keyakinan

akan adanya kehidupan setelah ini, dan lainnya. Sayangnya, karena berbagai

keterbatasan, penulis belum sempat menyajikan secara menyeluruh simbol-simbol

lainnya yang pada dasarnya masih banyak lagi.

Berdasarkan pada penjelasan-penjelasan sebelumnya, terlihat jelas bahwa pada

masa Jahiliyah, sebagian dari ajaran agama Nasrani maupun Yahudi pada dasarnya telah

sampai ke Jazirah Arab, sayangnya, karena berbagai hal, ajaran kedua agama ini masih

belum menyentuh bagian dalam masyarakat Arab terutama masyarakat badawi. Untuk

itu Allah SWT mengutus nabi Muhammad SAW yang berasal dari golongan mereka

sendiri untuk menyampaikan wahyu-wahyu Ilahi sebagai pesan dari langit yang disebut

dengan agama hanif (agama yang lurus)

Berdasarkan fakta yang terdapat dalam syair-syair di atas, maka apa yang

dinyatakan dalam Ensiklopedi Dunia Islam bahwa masyarakat Arab sesungguhnya telah

memiliki bentuk kepercayaan asli yang bersifat sederhana, sesederhana kehidupan

mereka381 adalah benar. Hanya saja sampai sejauh mana keyakinan sederhana tersebut,

sebagiannya tampak pada syair-syair yang telah disebutkan di atas.

Demikianlah beberapa fakta tentang simbol-simbol keagamaan yang ada pada

masa Jahiliyah yang terungkap dari syair-syair Jahiliyah. Karena keterbatasan penulis,

data tersebut mungkin hanya sebagian kecil saja, sebab masih banyak simbol-simbol

keagamaan lainnya yang masih belum terungkap ke permukaan.

BAB VI

PENUTUP

Sudah menjadi kayakinan umum, bahwa bangsa Arab Jahiliyah adalah sebuah

bangsa yang tidak begitu mengenal Tuhan dengan baik. Namun berdasarkan

381 Tim Penyusun, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,2002), hal. 27

141

Page 147: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

pembahasan sebelumnya, beberapa syair Jahiliyah terbukti menggunakan simbol-simbol

agama dalam-syair-syairnya. Dalam syair Badawi, ada beberapa simbol agama yang

digunakan yaitu kata Allah, rabb, qadha, qadar, nabi Sulaiman, majallah, dîn, dan

awâqib. Kata Allah dalam syair Jahiliyah digunakan dalam berbagai konteks kalimat,

seperti dijadikan alat sumpah, berdoa, mencerca, memuji, sumber kepasrahan, dan lain

sebagainya. Sedangkan kata rabb, selain digunakan sebagai makna lain dari Allah, juga

digunakan dalam makna asalnya yaitu pemilik, dan juga pemimpin. Dua istilah yang

juga menjadi rukun iman bagi umat Islam, yakni kata qadhâ dan qadar juga telah

diyakini adanya oleh bangsa Arab Jahiliyah, meski dengan makna yang sama yakni

ketentuan Tuhan yang tidak bisa dirubah. Penyebutan nama nabi Sulaiman dalam syair

Jahiliyah adalah simbol bahwa telah sampai pada mereka berita kenabian pada masa

lalu. Sedangkan istilah majallah digunakan oleh penyair sebagai simbol kitab suci yang

diyakini penganut agama saat itu. Selain itu, mereka juga sudah mengenal istilah dîn

yaitu keyakinan tertentu yang biasanya mengacu pada agama samawi. Simbol agama

lainnya yang juga terkait dengan keyakinan adalah kata awâqib yang berarti balasan

atau pahala dari Tuhan. Semua simbol keagamaan tersebut hanya dapat dipahami dari

konteks kalimat yang terdapat dalam syair.

Jika yang dinamakan agama itu adalah terpenuhinya unsur-unsur seperti; emosi

keagamaan, sistem keyakinan, sistem ritus dan upacara, peralatan ritus dan upacara, dan

penganut agama itu sendiri, maka masyarakat Arab Badawi baru berada pada tahap

emosi keagamaan yakni sikap-sikap emosional terhadap kekuatan ghaib dan keyakinan

pada kekuatan ghaib itu sendiri.

Lafaz Allah yang sering mereka ucapkan sepertinya hanyalah sebuah simbol

bahasa yang mereka gunakan untuk wujud supranatural yang dianggap memberikan

kekuatan pada mereka, atau bila melihat dari aspek sejarah, lafaz Allah sepertinya telah

familier di telinga mereka dengan telah masuknya agama Yahudi dan Nasrani di

wilayah Jazirah Arab. Hal ini lebih diperkuat lagi dengan kenyataan bahwa pasar Ukazh

sebagai pasar sastra adalah tempat bertemunya semua sastrawan Arab dan juga

masayarakat lainnya pada masa Jahiliyah. Hal ini tidak menutup kemungkinan adanya

142

Page 148: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

unsur keterpengaruhan dalam penggunaan bahasa, sehingga beberapa symbol agama

samawi yang notabene adalah wahyu telah sampai ke hadapan mereka, meski tidak

menjadikan mereka sebagai penganutnya. Di sisi lain, para penyair biasanya adalah

manusia luar biasa yang memiliki wawasan yang lain dari yang lain, sehingga mereka

pada dasarnya lebih mudah beradaptasi dengan sesuatu hal yang baru. Selain itu,

pergaulan mereka juga lebih luas, dan hal ini memudahkan mereka terkontaminasi

dengan keyakinan-keyakinan baru yang sering mereka lihat.

Sedangkan pada syair Nasrani, selain lafaz Allah, juga ditemukan simbol-simbol

keagamaan lainnya yang cukup banyak, seperti kata zabur, Hijr, mihrab, nyanyian

kebaktian (al-‘azf), qubbah, pengharaman khamr, ‘abîd, ‘ukkaf, anjuran untuk selalu

berusaha dan bekerja, ibn Hasyim (Muhammad), keistimewaan Muhammad, makna

taqwa, larangan untuk riya, sifat Tuhan sebagai al-Rahman, dan lain sebagainya.

Dari simbol-simbol agama yang ditemukan dalam syair Jahiliyah, maka Nasrani

pada masa Jahiliyah pada dasarnya sudah memenuhi semua persyaratan untuk menjadi

sebuah agama karena di dalamnya sudah tercermin emosi keagamaan, keyakinan, ritus

dan peratalannya, serta penganut agama itu sendiri.

Dalam syair-syair karya penyair Yahudi, simbol-simbol agama pada dasarnya

tidak kalah banyak dari syair Badawi dan Nasrani, namun karena keterbatasan waktu,

penulis hanya menyajikan sedikit dari simbol-simbol tersebut, seperti penggunaan lafaz

Allah yang dihubungkan dengan kehidupan ghaib lainnya seperti malaikat, arasy,

akhirat, dan lainnya. Dalam syair-syair Yahudi, gaya bahasa yang mengandung simbol-

simbol agama tampak lebih tegas dan jelas dibandingkan dengan syair-syair Nasrani.

Dari penelitian ini, kami meyakini bahwa sesungguhnya lafaz Allah pada

hakekatnya adalah wahyu bukan persoalan bahasa. Adapun sebagian masyarakat Arab

sebelum Islam sudah menggunakan istilah tersebut, kemungkinannya adalah karena

mereka sudah mendengar dari kaum Nasrani dan Yahudi hidup dan bergaul bersama

mereka dan selalu mengucapkan lafaz Allah untuk keyakinan mereka terhadap wujud

supranatural. Fakta sejarah ini semakin mengukuhkan firman-Nya bahwa sesungguhnya

Aku adalah Allah. Yang artinya penamaan diri Tuhan dengan Allah adalah sebuah

143

Page 149: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

wahyu Ilahi. Demikian kesimpulan akhir dari penelitian ini. Wallâhu a’lam bi al-

Shawâb!!!!

144

Page 150: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’ân al-Karîm dan Terjemahnya, Departemen Agama RI, 1989

Abdullah, Muhammad Hasan, Muqaddimah fi al-Naqd al-Adabi, ttp: Dâr al-Buhûts al-

Ilmiyah, tth.

Abd Al-Bâqi, Zaedan, Qawâid al-Bahtsi al-Ijtimâ’i, Kairo: Mathba’ah al-Sa’âdah, 1980

M/1400 H, cet. 3

Abu al-Khasab, Ibrâhîm ‘Ali dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-

Jâhili, tp: al-Bayân al-‘Arabi, 1961

Abd al-Lathîf al-Sahratî, Mushtafâ, Dirâsât Naqdiyyah fi al-Adab al-Mu`âshir, Mesir:

al-Hai’at al-Mishriyat al-`Âmah li al-Kitâb, 1979

`Abd al-Ra’ûf Syulmâ, `Abd al-Mun`im, dan Ibrâhîm al-Ibyâri, Syarh Dîwân `Antarah

ibn Syaddâd, Beirut: Dâr al-Kutub al-`Ilmiyyah, 1400 H / 1980 M, cet. 1

`Abd al-Sâtir, `Abbâs, Dîwân al-Nâbighah al-Dzubyâni, Beirut: Dâr al-Kutub al-

`Ilmiyyah, 1416 H/1996 M, cet. 3

‘Ali al-Shabbah, Muhammad, ‘Antarah ibn Syaddâd; Hayâtuhu wa Syi’ruhu, (Beirut:

Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 1411 H/1990 M

‘Abd al-Syafi’, Musthafa, Diwan Imri al-Qais, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, tth

Allen, Roger, An Introduction to Arabic Literature, Cambridge: University Press, 2000

Amîn, Ahmad, al-Naqd al-Adabi, Kairo: Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyah, 1972,

cet. 4

Anshari, Endang Saefuddin, Wawasan Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1993

Al-Asad, Nâshir al-Dîn, Mashâdir al-Syi`r al-Jâhili wa Qîmatuhâ al-Târikhiyah, Beirut:

Dâr al-Jail, 1988, cet. 8

`Athwân, Husein, Muqaddimah al-Qashîdah al-`Arabiyah fi al-Syi`r al-Jâhili, Mesir:

Dâr al-Ma`ârif, tth

Atmazaki, Ilmu Sastra Teori dan Terapan, Padang: Angkasa Raya, 1990

Bahtiar, Amsal, Filsafat Agama, Ciputat: Logos, 1999

145

Page 151: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Bennet, Andrew and Royle, Nocholas, Literature, Criticism and Theory, Longman:

Pearson, 2004

Chaer, Abdul, Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2003

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve,

1999

Djoko Damono, Sapardi, Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas, Jakarta: Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, 1984

Dlaif, Syauqi, Târikh al-Adab al-Arabi; al-‘Ashr al-Jâhili, tp: Dâr al-Ma’ârif, 1965

Endraswara, Suwardi, Metodologi Penelitian Sastra; Epistemologi Model, Teori, dan

Aplikasi, Yogyakarta: Pustaka Widyatama 2003

al-Fakhûrî, Hannâ, Târikh al-Adab, (Beirut: Maktabah al-Buhutsiyah, 1965

Farkhan, Muhammad, An Introduction To Linguistik, Jakarta: UIN Press, 2006

Farran, Yusuf, Zuhair ibn Abi Sulma; Hayâtuhu wa Syi’ruhu, (Beirut: Dâr al-Kutub al-

Ilmiyah, 1411 H/1990 M

Fâ`ûr, `Ali Hasan (syarah), Dîwân Zuhair ibn Abî Sulmâ, Beirut: Dâr al-Kutub al-

`Ilmiyyah, 1408 H/ 1988 M, cet. 1

Hamid, Ismail, Arabic and Islamic Literary Tradition, Kuala Lumpur: Tass Sdn Bhn,

1982

Al-Hamid, Abdullah, al-Syi`r al-Islâmi fi Shadr al-Islâm, (penerbit pribadi, 1980)

Hamka, Sejarah Umat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1975

Harahap, Syahrin, dan Hasan Bakti Nasution (Editor), Ensiklopedi Aqidah Islam,

Jakarta: Kencana: 2003

Al-Hâsyimi, Ahmad, Jawâhir al-Balâghah fi al-Ma’âni wa al-Bayân wa al-Badî’,

(Indonesia: Maktabah Dâr Ihyâ’ al-Kutub al-‘Arabiyah, 1379 H/ 1960 M

Al-Haufi, `Abd al-Salâm, Dîwan al-Khansâ, Beirut: Dâr al-Kutub al-`Ilmiyah, 1405

H/1985 M

http://id.wikipedia.org/wiki/Agama

Hendropuspito, Sosiologi Agama, Yogyakarta: Kanisius, 2000

146

Page 152: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Hidayat, Komaruddin, Memahami Bahasa Agama; Sebuah Kajian Hermeneutik,

Hidayati, Heny Narendrany dan Andri Yudiantoro, Psikologi Agama, Jakarta: UIN

Press, 2007

Hitti, Philip K., History of the Arabs, (terjemah), Jakarta: Serambi, 2006, cet. 1

Husein, ibnu Muhammad ibnu Sa’id, al-Adab al-Arabi wa Tarikhuhu, al-Mamlakah al-

Arabiyah al-Su’udiyah: Jami’ah al-Imam Muhammad ibnu Su’ud al-Islamiyah,

1410 H

Kamil, Sukron, Teori Kritik Sastra Arab Klasik dan Modern, Jakarta: Rajawali Pers,

2009, cet. 1

Ibrâhîm, Rajab ‘Abd al-Jawâd, Fi al-Dilâlah wa al-Mu’jam, Kairo: Maktabah al-Adab,

2001

Al-Iskandari, Ahmad, dkk., al-Mufashshal fi Târikh al-Adab al-‘Arabî, tp: Maktabah al-

adab, tth

Al-Iskandari, Ahmad dan Mushtafa ‘Inâni, al-Wasîth fi al-Adab al-Arabi wa Târikhihi,

Mesir: Dâr al-Mâ’arif , tth

Kahmad, Dadang, Sosiologi Agama, Bandung: Rosdakarya, 2002

Kamil, Sukron, Teori Kritik Sastra Arab, Jakarta: Rajawali Pers, 2009

Khalîf, Yûsuf, al-Syu’arâ al-Sha’âlîk fi al-‘Ashr al-Jâhili, Mesir: Dâr al-Ma’ârif, 1966

------, Dirâsat fi al-Syi`r al-Jâhili, Kairo: Maktabah Gharib, tth

Kuper, Adam dan Jessica Kuper, Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta: Pt Raja

Grafindo, 2000

Lajnah (Tim Penulis), al-Mûjaz fi al-Adab al-Arabi wa Tarikhuhu, Libanon: Dâr al-

Ma’arif, 1962, jilid 1-6

Lois & Ferdinand, al-Munjid fi al-Lughah wa al-‘A’lâm, Beirut: Dâr al-Masyriq, 1992

Nabilah Lubis, al-Mu’în fi al-Adab al-‘Arabi wa Târikhihi, Jakarta: Kuliyyat al-Adab

wa al-‘Ulûm al-Insâniyah Jâmiah Syarîf Hidâyatullah, 2005

Mahhana, Abd, Mu’jam al-Nisâ’ al-Syâirât fi al-Jâhiliyah wa al-Islâm, Beirut: Dâr al-

Kutub al-Ilmiyah, 1990 M/1410 H

147

Page 153: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Mahayana, Maman S., Ekstrinsikalitas Sastra Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo

Persada, 2007

Mahmud Khalil, Ibrahim, al-Naqd al-Hadits min al-Muhakah ila al-Tafkik, Oman: Dar

al-Masira, 1424 H/ 2003 M

Manuaba, Petura, Hermeneutika dan Interpretasi Sastra, FSU: in the Limelight Vol. 8,

No. 1, Juli 2001

al-Mazhur, Ibnu, Lisan al-Arab, (Beirut: Dar Shadir, tth Marwah, Muhammad Ridla,

Umru al-Qais; al-Malik al-Dlillîl, Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 1411 H/

1990 M

Muhammad, Asmâ’ Abu Bakr, Dîwan ‘Urwah ibn al-Ward; Amîr al-Shâ’alîk, (Beirut:

Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 1412 H/1992 M

Muzakki, Akhmad, Kontribusi Semiotika dalam Memahami Bahasa Agama, Malang:

UIN Malang Press, 2007

Narendra Hidayati, Heny dan Andri Yudiantoro, Psikologi Agama, Jakarta: UIN Press,

2007

Nâshif, Mushthafâ, Dr., Dirâsat al-Adab al-Arabî, Kairo: al-Dâr al-Qawmiyah, tth

Nâshir al-Dîn, Mahdi Muhammad, Dîwan Tharfah ibn al-`Abd, (Beirut: Dâr al-Kutub

al-Ilmiyah, 1407 H/1987 M

Nashr, Muhammad Ibrahim, al-Naqd al-Adabi fi al-`Ashr al-Jâhili wa Shadr al-Islâm,

Riyadh: Dâr al-Fikr al-‘Arabi, 1398 H

Al-Nawaihi, Muhammad, al-Syi’r al-Jahili; Manhaj fi Dirâsatihi wa Taqwîmihi, Kairo:

al-Dar al-Qaumiyah li al-Thaba’ah wa al-Nasyr, tth.

Nottingham, Elizabeth K, (terjemah Abdul Muis Naharong), Agama dan Masyarakat,

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994

Nurdin, Amin, dan Ahmad Abrori, Mengerti Sosiologi, Jakarta: UIN Press, 2006

Pedoman Akademik Program Magister dan Doktor Kajian Islam 2007/2008, Sekolah

Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007

Pateda, Mansoer, Sosiolinguistik, Bandung: Angkasa, 1992

148

Page 154: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Rahardjo, Mudjia, Hermeneutika Gadamerian; Kuasa Bahasa dalam Wacana Politik

Gus Dur, Malang: UIN-Malang Press, 2007

Sa’ad ibnu Husain, Muhammad, al-Adab al-‘Arabi wa Tarikhihi, al-Mamlakah

al-‘Arabiyah al-Su’udiyah: Wuzarat al-Ta’lim al-‘Ali, 1410 H

Salâm, Zaghlûl, Atsâr al-Qur’an fi Tathawwur al-Naqd al-Arabi ila Âkhir al-Qarn al-

Râbi’ al-Hijri, (Mesir: Dâr al-Ma’ârif , 1961

Semi, Atar, Kritik Sastra, Bandung: Angkasa, tth

------, Metode penelitian Sastra, Bandung: Angkasa, tth

Shihab, Quraish M., Membumikan al-Qur'an, Bandung: Mizan, 1993

Sudjiman, Panuti, Kamus Istilah Sastra, Jakarta: UI-Press, 1990

Sumaryono, E., Hermeneutik; sebuah Metode Filsafat, Yogyakarta: Kanisius, 2003

Thabâbah, Badawi, Dirâsat fi al-Naqd al-Adabî, Kairo: Maktabah al-Enjelo al-

Mishriyah, 1965

Thohir, Mudjahirin, Agama dan Simbol, Posted on April 19th, 2009

Tim Penulis, al-Ritsâ, ttp: Dâr al-Ma’ârif, tth

Tim penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta:

Djambatan, 1992

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan: Balai Pustaka, 1995, edisi ke-2, cet. 5

Tim Penyusun, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam; Akar dan Awal, Jakarta: PT Ichtiar

Baru Van Hoeve, 2002

Wâfî, `Alî Abd al-Wâhid, al-Lughah wa al-Mujtama`, Kairo: Dâr al-Nahdlah Mashra`

al-Mathba` wa al-Nasyr, 1971

Herman J. Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, ttp: Erlangga, 1995

Wattimena, Reza Antonius, Definisi Hermeneutika,

rezaantonius.multiply.com./jurnal/item/46

Wellek, Renne dan Austin Warren, Teori kesusastraan, Jakarta: Gramedia, 1995

WM, Abdul Hadi, Hermeneutik, Estetika, dan Religiusitas, Yogayakarta: Matahari,

2004

149

Page 155: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995, cet.

3

Yusuf Farran, Muhammad, Zuhair ibn Abi Sulma; Hayâtuhu wa Syi’ruhu, Beirut: Dâr

al-Kutub al-Ilmiyah, 1411 H/1990 M

Al-Zauzani, Ibn `Abdillah al-Husein, Syarh al-Mu`allaqât al-Sab`, Beirut: Dâr al-Kutub

al-`Ilmiyah

Al-Zayyât, Ahmad Hasan, Târikh al-Adab al-‘Arabi, Beirut: Dâr al-Ma’rifah, 1422 H /

2001 M

Zaedân, Jurzi, al-`Arab Qabla al-Islâm, Kairo: Dâr al-Hilâl, tth

150

Page 156: SIMBOL-SIMBOL KEAGAMAAN DALAM - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/... · dari aspek sejarah, ... Semit paling awal dan primitif

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Cahya Buana, lahir di desa Sirnasari kecamatan Agrabinta kabupaten Cianjur

pada tanggal 30 Juni 1975 dari seorang ayah berprofesi guru dan ibu petani. SDN

Sirnasari adalah pendidikan formal pertama yang dikecap oleh penulis antara tahun

1982-1988. Pada tahun yang 1988 penulis melanjutkan pendidikan tingkat menengah di

MTsN Tanggeung yang masih terletak di kabupaten Cianjur dan menjadi alumni pada

tahun 1991. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di pondok pesantren Daarul

Ulum Bantar Kemang Bogor selama empat tahun dan menjadi alumni pada tahun 1995.

Pada tahun 1995, penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Adab IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta jurusan Bahasa dan Sastra Arab dan menyelesaikan studi selama 8

semester atau tepatnya hingga tahun 1999 dengan predikat terbaik fakultas. Pada tahun

2001, penulis melanjutkan ke tingkat Magister (S2) di Pascasarjana UIN Syairif

Hidayatullah Jakarta dengan konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab hingga tahun 2003.

Pada tahun 2003 pula penulis mulai mengajar sebagai tenaga honorer di Fakultas Adab

dan Humaniora dan pada akhir tahun 2003 diangkat menjadi CPNS di fakultas yang

sama. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan studi Doktoral (S3) di Sekolah Pasacasarja

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan konsentrasi yang sama selama 5 semester dan

lulus pada tahun 2009 sebagai mahasiswa tercepat studi. Saat ini penulis aktif sebagai

salah seorang pengajar dan Sekretaris Jurusan Bahasa dan Sastra Arab di Fakultas Adab

dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

303