sik
DESCRIPTION
sikTRANSCRIPT
Dasar Hukum Sistem Informasi Kesehatan
Dasar hukum pengembangan sistem informasi kesehatan di Indonesia:
1. Kepmenkes Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 tentang kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan
Desentralisasi pelayanan publik merupakan salah satu langkah strategis yang cukup populer dianut oleh negara-negara di Eropa Timur dalam rangka mendukung terciptanya good governance. Salah satu motivasi utama diterapkan kebijaksanaan ini adalah bahwa pemerintahan dengan sistem perencanaan yang sentralistik seperti yang telah dianut sebelumnya terbukti tidak mampu mendorong terciptanya suasana yang kondusif bagi partisipasi aktif masyarakat dalam melakukan pembangunan. Tumbuhnya kesadaran akan berbagai kelemahan dan hambatan yang dihadapi dalam kaitannya dengan struktur pemerintahan yang sentralistik telah mendorong dipromosikannya pelaksanaan strategi desentralisasi.
2. Kepmenkes RI Nomor 511 tahun 2002 tentang Kebijakan Strategi Pengembangan Sistim Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) dan Kepmenkes Nomor 932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang petunjuk pelaksanaan pengembangan sistem laporan informasi kesehatan kabupaten/kota
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 837 tahun 2007 tentang Pengembangan Jaringan Komputer Online Sistem Informasi Kesehatan Nasional
Ketiga Keputusan Menteri Kesehatan tersebut dikembangkan menjadi berbagai strategi, yaitu:
1. Integrasi dan simplifikasi pencatatan dan pelaporan yang ada2. Penetapan dan pelaksanaan sistim pencatatan dan pelaporan3. Fasilitasi pengembangan sistim-sistim informasi kesehatan daerah4. Pengembangan teknologi dan sumber daya5. Pengembangan pelayanan data dan informasi untuk manajemen dan pengambilan
keputusan6. Pengembangan pelayanan data dan informasi untuk masyarakat7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 837 tahun 2007 tentang Pengembangan
Jaringan Komputer Online Sistem Informasi Kesehatan Nasional
Berdasarkan keputusan tersebut, direncanakan beberapa indikator pencapaian setiap tahunnya, yaitu:
1. Terselenggaranya jaringan komunikasi data integrasi antara 80% dinas kesehatan kabupaten/kota, dan 100% dinas kesehatan provinsi dengan Kementerian Kesehatan
2. Terselenggaranya jaringan komunikasi data online terintegrasi antara 90% dinas kesehatan kabupaten/kota, 100% dinas kesehatan provinsi, 100% rumah sakit pusat, 100% Unit Pelaksana Teknis Pusat dengan Kementerian Kesehatan
3. Terselenggaranya jaringan komunikasi data online terintegrasi antara seluruh dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, Rumah Sakit dan UPT Pusat dengan Kementerian Kesehatan
1
Dari beberapa hal tersebut, maka pemerintah berupaya mengembangkan sistim informasi kesehatan yang sesuai dengan keunikan dan karakteristiknya. Pengembangan sistim informasi kesehatan daerah melalui perangkat lunak atau website, seperti: SIMPUS, SIMRS, SIKDA, dsb.
Pengertian Sistem Informasi Kesehatan
Pengertian Sistem Informasi Kesehatan (SIK) adalah gabungan perangkat dan prosedur yang digunakan untuk mengelola siklus informasi (mulai dari pengumpulan data sampai pemberian umpan balik informasi) untuk mendukung pelaksanaan tindakan tepat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kinerja sistem kesehatan.
Sistem informasi kesehatan adalah integrasi antara perangkat, prosedur dan kebijakan yang digunakan untuk mengelola siklus informasi secara sistematis untuk mendukung pelaksanaan manajemen kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam kerangka pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Dalam literature lain menyebutkan bahwa SIK adalah suatu sistem pengelolaan data dan informasi kesehatan di semua tingkat pemerintahan secara sistematis dan terintegrasi untuk mendukung manajemen kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Menurut WHO, Sistem Informasi Kesehatan merupakan salah satu dari 6 “building block” atau komponen utama dalam sistem kesehatan di suatu negara. Keenam komponen (building block) sistem kesehatan tersebut adalah:
1. Service delivery (pelaksanaan pelayanan kesehatan)2. Medical product, vaccine, and technologies (produk medis, vaksin, dan teknologi
kesehatan)3. Health worksforce (tenaga medis)4. Health system financing (sistem pembiayaan kesehatan)5. Health information system (sistem informasi kesehatan)6. Leadership and governance (kepemimpinan dan pemerintah)
Sedangkan di dalam tatanan Sistem Kesehatan Nasional, SIK merupakan bagian dari sub sistem ke 6 yaitu pada sub sistem manajemen, informasi dan regulasi kesehatan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi kesehatan merupakan sebuah sarana sebagai penunjang pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat. Sistem informasi kesehatan yang efektif memberikan dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan di semua jenjang, bahkan di Puskesmas atau Rumah Sakit kecil sekalipun. Bukan hanya data, namun juga informasi yang lengkap, tepat, akurat, dan cepat yang dapat disajikan dengan adanya sistem informasi kesehatan yang tertata dan terlaksana dengan baik.
III. Tujuan Sistim Informasi Kesehatan
Tujuan dari dikembangkannya sistim informasi kesehatan adalah:
2
1. Sistim informasi kesehatan (SIK) merupakan subsistem dari Sistim Kesehatan Nasional (SKN) yang berperan dalam memberikan informasi untuk pengambilan keputusan di setiap jenjang adminisratif kesehatan baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota atau bahkan pada tingkat pelaksana teknis seperti Rumah Sakit ataupun Puskesmas
2. Dalam bidang kesehatan telah banyak dikembangkan bentuk-bentuk Sistem Informasi Kesehatan (SIK), dengan tujuan dikembangkannya berbagai bentuk SIK tersebut adalah agar dapat mentransformasi data yang tersedia melalui sistem pencatatan rutin maupun non rutin menjadi sebuah informasi.
IV. Manfaat Sistim Informasi Kesehatan
World Health Organisation (WHO) menilai bahwa investasi sistem informasi kesehatan mempunyai beberapa manfaat antara lain:
1. Membantu pengambil keputusan untuk mendeteksi dan mengendalikan masalah kesehatan, memantau perkembangan dan meningkatkannya
2. Pemberdayaan individu dan komunitas dengan cepat dan mudah dipahami, serta melakukan berbagai perbaikan kualitas pelayanan kesehatan
Adapun manfaat adanya sistim informasi kesehatan dalam suatu fasilitas kesehatan diantaranya:
1. Memudahkan setiap pasien untuk melakukan pengobatan dan mendapatkan pelayanan kesehatan
2. Memudahkan fasilitas kesehatan untuk mendaftar setiap pasien yang berobat3. Semua kegiatan di fasilitas kesehatan terkontrol dengan baik (bekerja secara terstruktur)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem informasi kesehatan merupakan suatu pengelolaan informasi di seluruh
seluruh tingkat pemerintah secara sistematis dalam rangka penyelengggaraan pelayanan
kepada masyarakat. Parturan perundangundangan yang menyebutkan sistem informasi
kesehatan adalah Kepmenkes Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 tentang kebijakan dan strategi
desentralisasi bidang kesehatan dan Kepmenkes Nomor 932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang
petunjuk pelaksanaan pengembangan sistem laporan informasi kesehatan kabupaten/kota.
Hanya saja dari isi kedua Kepmenkes mengandung kelemahan dimana keduanya hanya
memandang sistem informasi kesehatan dari sudut padang menejemen kesehatan, tidak
3
memanfaatkan state of the art teknologi informasi serta tidak berkaitan dengan sistem
informasi nasional. Teknologi informasi dan komunikasi juga belum dijabarkan secara detail
sehingga data yang disajikan tidak tepat dan tidak tepat waktu. Perkembangan Sistem
Informasi Rumah Sakit yang berbasis komputer (Computer Based Hospital Information
System) di Indonesia telah dimulai pada akhir dekade 80’an. Salah satu rumah sakit yang
pada waktu itu telah memanfaatkan komputer untuk mendukung operasionalnya adalah
Rumah Sakit Husada. Departemen Kesehatan dengan proyek bantuan dari luar negeri, juga
berusaha mengembangkan Sistem Informasi Rumah Sakit pada beberapa rumah sakit
pemerintah dengan dibantu oleh tenaga ahli dari UGM. Namun, tampaknya komputerisasi
dalam bidang per-rumah sakit-an, kurang mendapatkan hasil yang cukup memuaskan
semua pihak. Ketidakberhasilan dalam pengembangan sistem informasi tersebut, lebih
disebabkan dalam segi perencanaan yang kurang baik, dimana identifikasi faktor-faktor
penentu keberhasilan (critical success factors) dalam implementasi sistem informasi
tersebut kurang lengkap dan menyeluruh. Perkembangan dan perubahan yang cepat dalam
segala hal juga terjadi di dunia pelayanan kesehatan. Hal ini semata-mata karena sektor
pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sistem yang lebih luas dalam masyarakat dan
pemerintahan dalam suatu negara, bahkan lebih jauh lagi sistem yang lebih global.
Perubahan-perubahan di negara lain dalam berbagai sektor mempunyai dampak terhadap
sistem pelayanan kesehatan. Dalam era seperti saat ini, begitu banyak sektor kehidupan
yang tidak terlepas dari peran serta dan penggunaan teknologi komputer, terkhusus pada
bidang-bidang dan lingkup pekerjaan. Semakin hari, kemajuan teknologi komputer, baik
dibidang piranti lunak maupun perangkat keras berkembang dengan sangat pesat, disisi lain
juga berkembang kearah yang sangat mudah dari segi pengaplikasian dan murah dalam
biaya. Solusi untuk bidang kerja apapun akan ada cara untuk dapat dilakukan melalui media
komputer, dengan catatan bahwa pengguna juga harus terus belajar untuk mengiringi
kemajuan teknologinya. Sehingga pada akhirnya, solusi apapun teknologi yang kita pakai,
sangatlah ditentukan oleh sumber daya manusia yang menggunakannya. Departemen
Kesehatan telah menetapkan visi Indonesia Sehat 2010 yang ditandai dengan penduduknya
yang hidup sehat dalam lingkungan yang sehat, berperilaku sehat, dan mampu menjangkau
4
pelayanan kesehatan yang bermutu yang disediakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat
sendiri, serta ditandainya adanya peran serta masyarakat dan berbagai sektor pemerintah
dalam upaya upaya kesehatan. Dalam upaya mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan
tersebut, infrastruktur pelayanan kesehatan telah dibangun sedemikian rupa mulai dari
tingkat nasional, propinsi, kabupaten dan seterusnya sampai ke pelosok. Setiap unit
infrastruktur pelayanan kesehatan tersebut menjalankan program dan pelayanan kesehatan
menuju pencapaian visi dan misi Depkes tersebut. Setiap jenjang tersebut memiliki sistem
kesehatan yang yang saling terkait mulai dari pelayanan kesehatan dasar di desa dan
kecamatan sampai ke tingkat nasional. Jaringan sistem pelayanan kesehatan tersebut
memerlukan sistem informasi yang saling mendukung dan terkait, sehingga setiap kegiatan
dan program kesehatan yang dilaksanakan dan dirasakan oleh masyarakat dapat diketahui,
dipahami, diantisipasi dan di kelola dengan sebaik-baiknya. Departemen Kesehatan telah
membangun sistem informasi kesehatan yang disebut SIKNAS yang melingkupi sistem
jaringan informasi kesehatan mulai dari kabupaten sampai ke pusat. Namun demikian
dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, SIKNAS belum berjalan sebagaimana
mestinya. Dengan demikian sangat dibutuhkan sekali dibangunnya sistem informasi
kesehatan yang terintegrasi baik di dalam sektor kesehatan (antar program dan antar
jenjang), dan di luar sektor kesehatan, yaitu dengan sistem jaringan informasi pemerintah
daerah dan jaringan informasi di pusat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Manajemen Sistem Informasi Kesehatan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) adalah
integrasi antara perangkat, prosedur dan kebijakan yang digunakan untuk mengelola siklus
informasi secara sistematis untuk mendukung pelaksanaan manajemen kesehatan yang
terpadu dan menyeluruh dalam kerangka pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dalam
literature lain menyebutkan bahwa SIK adalah suatu sistem pengelolaan data dan informasi
kesehatan di semua tingkt pemerintahan secara sistematis dan terintegrasi untuk
mendukung manajemen kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan kepada
5
masyarakat. Informasi kesehatan selalu diperlukan dalam pembuatan program kesehatan
mulai dari analisis situasi, penentuan prioritas, pembuatan alternatif solusi, pengembangan
program, pelaksanaan dan pemantauan hingga proses evaluasi terhadap pelaksanaan
program-program kesehatan. Sistem informasi kesehatan merupakan suatu pengelolaan
informasi di seluruh seluruh tingkat pemerintah secara sistematis dalam rangka
penyelengggaraan pelayanan kepada masyarakat. Peraturan perundang-undangan yang
menyebutkan sistem informasi kesehatan adalah Kepmenkes Nomor
004/Menkes/SK/I/2003 tentang kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan dan
Kepmenkes Nomor 932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang petunjuk pelaksanaan
pengembangan sistem laporan informasi kesehatan kabupaten/kota. Hanya saja dari isi
kedua Kepmenkes mengandung kelemahan dimana keduanya hanya memandang sistem
informasi kesehatan dari sudut padang menejemen kesehatan, tidak memanfaatkan state
of the art teknologi informasi serta tidak berkaitan dengan sistem informasi nasional.
Teknologi informasi dan komunikasi juga belum dijabarkan secara detail sehingga data yang
disajikan tidak tepat dan tidak tepat waktu.
Berikut adalah beberapa definisi dari system informasi manajemen, yaitu :
1. Sistem informasi manajemen merupakan suatu sistem yang biasanya diterapkan dalam
suatu organisasi untuk mendukung pengambilan keputusan dan informasi yang
dihasilkan dibutuhkan olehsemua tingkatan manajemen (Kristianto,2003).
2. SIM adalah sebuah system manusia atau mesin yang terpadu (integrated) untuk
menyajikan informasi guna mendukung fungsi operasi, manajemen dan pengambilan
keputusan dalam sebuah organisasi (Davis, 2002).
3. SIM adalah sekumpulan subsistem yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama
dan membentuk satu kesatuan, saling berinteraksi dan bekerjasama antara satu bagian
dengan lainnya menggunakan cara tertentu untuk melakukan fungsi pengolahan data,
menerima masukan (input) berupa data-data, kemudian mengolahnya (processing) dan
menghasilkan keluaran (output) berupa informasi sebagai dasar pengambilan keputusan
yang berguna danmempunyai nilai nyata yang dapat dirasakan akibatnya baik pada saat
6
itu juga maupun dimasa mendatang, mendukung kegiatan operasional, manajerial, dan
strategis organisasi dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dantersedia
bagi fungsi tersebut guna mencapai tujuan (Sutanta,2004)
2.2 Peranan Manajemen Sistem Informasi Kesehatan
Menurut WHO, sistem informasi kesehatan merupakan salah satu dari 6 “building
block” atau komponen utama dalam sistem kesehatan di suatu Negara. Keenam komponen
(building block) sistem kesehatan tersebut adalah:
1. Service delivery (pelaksanaan pelayanan kesehatan).
2. Medical product, vaccine, and technologies (produk medis, vaksin, dan teknologi
kesehatan).
3. Health worksforce (tenaga medis).
4. Health system financing (system pembiayaan kesehatan).
5. Health information system (sistem informasi kesehatan).
6. Leadership and governance (kepemimpinan dan pemerintah) Informasi kesehatan
selalu diperlukan dalam pembuatan program kesehatan mulai dari analisis situasi,
penentuan prioritas, pembuatan alternatif solusi, pengembangan program,
pelaksanaan dan pemantauan hingga proses evaluasi.
Subsistem dalam system informasi kesehatan secara umum meliputi :
a. Survailans epidemiologis (untuk penyakit menular dan tidak menular, kondisi
lingkungan dan factor resiko)
b. Pelaporan rutin dari puskemas, rumah sakit, laboratorium kesehatan daerah, gudang
farmasi, praktek swasta.
c. Pelaporan program khusus, seperti TB, lepra, malaria, KIA, imunisasi, HIV/AIDS, yang
biasanya bersifat vertical
d. System administrative, meliputi system pembiayaan, keuangan, system kepegawaian,
obat dan logistic, program pelatihan, penelitian dan lain-lain
e. Pencatatan vital, baik kelahiran, kematian maupun imigrasi Jika dicermati, komponen
tersebut tidak hanya tanggung jawab sector kesehatan semata, tetapi juga lintas sector
7
lainnya seperti statistic vital kependudukan, data kelahiran, data kematian. System
pelaporan informasi kesehatan rutin dari fasilitas kesehatan pun tidak berjalan dengan
baik. Teknologi informasi memberi berbagai kemudahan dalam proses manajemen di
segala bidang. Dengan teknologi Informasi, data dan informasi dapat diolah dan
didistribusikan secara lebih mudah, cepat, akurat, dan fleksibel. Hal ini mendorong
semakin dibutuhkannya pemanfaatan teknologi informasi dalam berbagai kegiatan.
World Health Organization menilai bahwa investasi system informasi menuai
beberapa keuntungan, antara lain :
a. Membantu pegambil keputusan untuk mendeteksi dan mengendalikan masalah
kesehatan, memantau perkembangan dan meningkatkannya.
b. Penguatan evidence based dalam mengambil kebijakan yang efektif, evaluasi, dan
inovasi melalui penelitian.
c. Perbaikan dalam tata kelola, memobilisasi sumber baru dan akuntabilitas, cara yang
digunakan Data yang diperlukan dalam system informasi kesehatan yang
komprehensif berkisar dari data kelahiran, morbiditas, dan mortalitas untuk jenis
dan lokasi tenaga kesehatan, dengan jenis dan kualitas pelayanan klinis yang
diberikan di tingkat nasional dan sub-nasional dan akhirnya dengan indokator
penduduk, seperti sebaai demografi dan status social ekonomi.
Sebagaimana gambar diatas, informasi kesehatan dapat dibagi menjadi lima
domain yang berbeda, yaitu :
1. Penentu kesehatan, yang meliputi factor risiko, perilaku, keturunan, lingkungan,
social ekonomi dan demografi.
2. Input system kesehatan, yang meliputi kebijakan, pembiayaan, sumber daya,
dan organisasi.
3. Output system kesehatan meliputi, informasi kemampuan pelayanan dan
kualitas.
4. Hasil system kesehatan meliputi, pemanfaatan pelayanan.
5. Status kesehatan meliputi, angka kematian, kesakitan atau ketidakmampuan,
dan kesejahteraasn. Sedangkan di dalam tatanan Sistem Kesehatan Nasional,
8
SIK merupakan bagian dari sub sistem ke 6 yaitu pada sub sistem manajemen,
informasi dan regulasi kesehatan. Sub sistem manajemen dan informasi
kesehatan merupakan subsistem yang mengelola fungsi-fungsi kebijakan
kesehatan, administrasi kesehatan, informasi kesehatan dan hokum kesehatan
yang memadai dan mampu menunjang penyelenggaraan upaya kesehatan
nasional agar berhasil guna, berdaya guna, dan mendukung penyelenggaraan
ke-6 subsistem lain di dalam SKN sebagai satu kesatuan yang terpadu. Adapun
sub sistem dalam Sistem Kesehatan Nasional Indonesia, yaitu:
1. Upaya kesehatan
2. Penelitian dan pengembangan kesehatan
3. Pembiayaan kesehatan
4. Sumber daya manusia (SDM) kesehatan
5. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan
6. Manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan
7. Pemberdayaan masyarakat.
Dalam pengembangan Sistem Informasi Kesehatan, harus dibangun komitmen
setiap unit infrastruktur pelayanan kesehatan agar setiap Sistem Informasi kesehatan
berjalan dengan baik dan yang lebih terpenting menggunakan teknologi komputer dalam
mengimplementasikan Sistem Informasi Berbasis Komputer (Computer Based Information
System). Melalui hasil pengembangan sistem informasi ini maka diharapkan dapa
menghasilkan hal-hal sebagai berikut :
1. Perangkat lunak tersebut dikembangkan sesuai dengan sesuai dengan standar yang
ditentukan oleh pemerintah daerah.
2. Dengan menggunakan open system tersebut diharapkan jaringan akan bersifat
interoperable dengan jaringan lain.
3. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mensosialisasikan dan mendorong
pengembangan dan penggunaan Local Area Network di dalam kluster unit pelayanan
kesehatan baik pemerintah dan swasta sebagai komponen sistem di masa depan.
9
4. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mengembangkan kemampuan dalam
teknologi informasi video, suara, dan data nirkabel universal di dalam Wide Area
Network yang efektif, homogen dan efisien sebagai bagian dari jaringan sistem
informasi pemerintah daerah.
5. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan merencanakan, mengembangkan dan
memelihara pusat penyimpanan data dan informasi yang menyimpan direktori materi
teknologi informasi yang komprehensif.
6. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan secara proaktif mencari, menganalisis,
memahami, menyebarluaskan dan mempertukarkan secara elektronis data/informasi
bagi seluruh stakeholders.
7. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan memanfaatkan website dan access
point lain agar data kesehatan dan kedokteran dapat dimanfaatkan secara luas dan
bertanggung jawab dan dalam rangka memperbaiki pelayanan kesehatan sehingga
kepuasan pengguna dapat dicapai sebaik-baiknya.
8. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan merencanakan pengembangan
manajemen SDM sistem informasi mulai dari rekrutmen, penempatan, pendidikan dan
pelatihan, penilaian pekerjaan, penggajian dan pengembangan karir.
9. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mengembangkan unit organisasi
pengembangan dan pencarian dana bersumber masyarakat yang berkaitan dengan
pemanfaatan dan penggunaan data/informasi kesehatan dan kedokteran.
10. Dapat digunakan untuk mengubah tujuan, kegiatan, produk, pelayanan organisasi,
untuk mendukung agar organisasi dapat meraih keunggulan kompetitif. 11. Mengarah
pada peluang-peluang strategis yang dapat ditemukan.
2.3 Konsep-Konsep Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan
Sistem informasi kesehatan harus dibangun untuk mengatasi kekurangan maupun
ketidakkompakan antar badan kesehatan. Dalam melakukan pengembangan sistem informasi
10
secara umum, ada beberapa konsep dasaryang harus dipahami oleh para pengembang atau
pembuat rancang bangun sistem informasi (designer). Konsep-konsep tersebut antara lain:
a. Sistem informasi tidak identik dengan sistem komputerisasi
Pada dasarnya sistem informasi tidak bergantung kepada penggunaan teknologi
komputer. Sistem informasi yang memanfaatkan teknologi komputer dalam
implementasinya disebut sebagai Sistem Informasi Berbasis Komputer (Computer Based
Information System). Pada pembahasan selanjutnya, yang dimaksudkan dengan sistem
informasi adalah sistem informasi yang berbasis komputer. Isu penting yang mendorong
pemanfaatan teknologi komputer atau teknologi informasi dalam sistem informasi suatu
organisasi adalah :
1) Pengambilan keputusan yang tidak dilandasi dengan informasi.
2) Informasi yang tersedia, tidak relevan.
3) Informasi yang ada, tidak dimanfaatkan oleh manajemen.
4) Informasi yang ada, tidak tepat waktu.
5) Terlalu banyak informasi.
6) Informasi yang tersedia, tidak akurat.
7) Adanya duplikasi data (data redundancy).
8) Adanya data yang cara pemanfaatannya tidak fleksibel.
b. Sistem informasi organisasi adalah suatu sistem yang dinamis.
Dinamika sistem informasi dalam suatu organisasi sangat ditentukan oleh dinamika
perkembangan organisasi tersebut. Oleh karena itu perlu disadari bahwa pengembangan
sistem informasi tidak pernah berhenti.
c. Sistem informasi sebagai suatu sistem harus mengikuti siklus hidup sistem
Seperti lahir, berkembang, mantap dan akhirnya mati atau berubah menjadi sistem
yang baru. Oleh karena itu, sistem informasi memiliki umur layak guna. Panjang pendeknya
umur layak guna sistem informasi tersebut ditentukan diantaranya oleh:
1) Perkembangan organisasi tersebut
11
2) Perkembangan teknologi informasi
d. Daya guna sistem informasi sangat ditentukan oleh tingkat integritas sistem informasi itu
sendiri.
Sistem informasi yang terpadu (integrated) mempunyai daya guna yang tinggi, jika
dibandingkan dengan sistem informasi yang terfragmentasi. Usaha untuk melakukan
integrasi sistem yang ada didalam suatu organisasi menjadi satu sistem yang utuh
merupakan usaha yang berat dengan biaya yang cukup besar dan harus dilakukan secara
berkesinambungan. Sinkronisasi antar sistem yang ada dalam sistem informasi itu,
merupakan prasyarat yang mutlak untuk dapat mendapatkan sistem informasi yang
terpadu. Sistem informasi, pada dasarnya terdiri dari minimal 2 aspek yang harus berjalan
secara selaras, yaitu aspek manual dan aspek yang terotomatisasi (aspek komputer).
Pengembangan sistem informasi yang berhasil apabila dilakukan dengan mengembangkan
kedua aspek tersebut. Sering kali pengembang sistem informasi hanya memfokuskan diri
pada pengembangan aspek komputernya saja, tanpa memperhatikan aspek manualnya. Hal
ini di akibatkan adanya asumsi bahwa aspek manual lebih mudah diatasi dari pada aspek
komputernya. Padahal salah satu faktor penentu keberhasilan pengembangan sistem
informasi adalah dukungan perilaku dari para pengguna sistem informasi tersebut, dimana
para pengguna sangat terkait dengan sistem dan prosedur dari sistem informasi pada aspek
manualnya.
e. Keberhasilan pengembangan sistem informasi sangat bergantung pada strategi yang dipilih
untuk pengembangan sistem tersebut.
Strategi yang dipilih untuk melakukan pengembangan sistem sangat bergantung
kepada besar kecilnya cakupan dan tingkat kompleksitas dari sistem informasi tersebut.
Untuk sistem informasi yang cakupannya luas dan tingkat kompleksitas yang tinggi
diperlukan tahapan pengembangan seperti: Penyusunan Rencana Induk Pengembangan,
Pembuatan Rancangan Global, Pembuatan Rancangan Rinci, Implementasi dan
Operasionalisasi.
12
f. Pengembangan Sistem Informasi organisasi harus menggunakan pendekatan fungsi dan
dilakukan secara menyeluruh (holistik).
Pada banyak kasus, pengembangan sistem informasi dilakukan dengan
menggunakan pendekatan struktur organisasi dan pada umumnya mereka mengalami
kegagalan, karena struktur organisasi sering kali kurang mencerminkan semua fungsi yang
ada didalam organisasi. Sebagai pengembang sistem informasi hanya bertanggung jawab
dalam mengintegrasikan fungsi-fungsi dan sistem yang ada didalam organisasi tersebut
menjadi satu sistem informasi yang terpadu. Pemetaan fungsi-fungsi dan sistem ke dalam
unit-unit struktural yang ada di dalam organisasi tersebut adalah wewenang dan
tanggungjawab dari pimpinan organisasi tersebut.
g. Informasi telah menjadi aset organisasi.
Dalam konsep manajemen modern, informasi telah menjadi salah satu aset dari
suatu organisasi, selain uang, SDM, sarana dan prasarana. Penguasaan informasi internal
dan eksternal organisasi merupakan salah satu keunggulan kompetitif (competitive
advantage),
h. Penjabaran sistem sampai ke aplikasi menggunakan struktur hirarkis yang mudah dipahami.
Dalam semua kepustakaan yang membahasa konsep sistem, hanya dikenal istilah
sistem dan subsistem. Hal ini akan menimbulkan kesulitan dalam melakukan penjabaran
sistem informasi yang cukup luas cakupannya.
2.4 Aplikasi Manajemen Sistem Informasi Kesehatan di Rumah Sakit
Sistem informasi rumah sakit tidak dapat lepas kaitannya dengan system informasi
kesehatan karena sistem ini merupakan aplikasi dari system informasi kesehatan itu sendiri.
Untuk itu, perlu kita mengetahui sedikit tentang sistem informasi rumah sakit yang ada di
Indonesia, mulai dari rancang bangun (desain) sistem informasi rumah sakit hingga
pengembangannya. Dalam melakukan pengembangan SIRS, pengembang haruslah bertumpu
dalam 2 hal penting yaitu “kriteria dan kebijakan pengembangan SIRS” dan “sasaran
13
pengembangan SIRS” tersebut. Adapun kriteria dan kebijakan yang umumnya dipergunakan
dalam penyusunan spesifikasi SIRS adalah sebagai berikut:
a. SIRS harus dapat berperan sebagai subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional dalam
memberikan informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu.
b. SIRS harus mampu mengaitkan dan mengintegrasikan seluruh arus informasi dalam jajaran
Rumah Sakit dalam suatu sistem yang terpadu.
c. SIRS dapat menunjang proses pengambilan keputusan dalam proses perencanaan maupun
pengambilan keputusan operasional pada berbagai tingkatan.
d. SIRS yang dikembangkan harus dapat meningkatkan daya-guna dan hasil-guna terhadap
usaha-usaha pengembangan sistem informasi rumah sakit yang telah ada maupun yang
sedang dikembangkan.
b. SIRS yang dikembangkan harus mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap perubahan
dan perkembangan dimasa datang.
c. Usaha pengembangan sistem informasi yang menyeluruh dan terpadu dengan biaya
investasi yang tidak sedikit harus diimbangi pula dengan hasil dan manfaat yang berarti
(rate of return) dalam waktu yang relatif singkat.
d. SIRS yang dikembangkan harus mampu mengatasi kerugian sedini mungkin.
e. Pentahapan pengembangan SIRS harus disesuaikan dengan keadaan masing-masing
subsistem serta sesuai dengan kriteria dan prioritas.
f. SIRS yang dikembangkan harus mudah dipergunakan oleh petugas, bahkan bagi petugas
yang awam sekalipun terhadap teknologi komputer (user friendly).
g. SIRS yang dikembangkan sedapat mungkin menekan seminimal mungkin perubahan, karena
keterbatasan kemampuan pengguna SIRS di Indonesia, untuk melakukan adaptasi dengan
sistem yang baru.
h. Pengembangan diarahkan pada subsistem yang mempunyai dampak yang kuat terhadap
pengembangan SIRS.
Atas dasar dari penetapan kriteria dan kebijakan pengembangan SIRS tersebut di atas,
selanjutnya ditetapkan sasaran pengembangan sebagai penjabaran dari Sasaran Jangka Pendek
Pengembangan SIRS, sebagai berikut:
14
1) Memiliki aspek pengawasan terpadu, baik yang bersifat pemeriksaan atau pengawasan
(auditable) maupun dalam hal pertanggungjawaban penggunaan dana (accountable) oleh
unit-unit yang ada di lingkungan rumah sakit.
2) Terbentuknya sistem pelaporan yang sederhana dan mudah dilaksanakan, akan tetapi
cukup lengkap dan terpadu.
3) Terbentuknya suatu sistem informasi yang dapat memberikan dukungan akan informasi
yang relevan, akurat dan tepat waktu melalui dukungan data yang bersifat dinamis.
4) Meningkatkan daya-guna dan hasil-guna seluruh unit organisasi dengan menekan
pemborosan.
5) Terjaminnya konsistensi data.
6) Orientasi ke masa depan.
7) Pendayagunaan terhadap usaha-usaha pengembangan sistem informasi yang telah ada
maupun sedang dikembangkan, agar dapat terus dikembangkan dengan
mempertimbangkan integrasinya sesuai Rancangan Global SIRS. SIRS merupakan suatu
sistem informasi yang, cakupannya luas (terutama untuk rumah sakit tipe A dan B) dan
mempunyai kompleksitas yang cukup tinggi. Oleh karena itu penerapan sistem yang
dirancang harus dilakukan dengan memilih pentahapan yang sesuai dengan kondisi masing-
masing subsistem, atas dasar kriteria dan prioritas yang ditentukan. Kesinambungan antara
tahapan yang satu dengan tahapan berikutnya harus tetap terjaga. Secara garis besar
tahapan pengembangan SIRS adalah sebagai berikut: a. Penyusunan Rencana Induk
Pengembangan SIRS, b. Penyusunan Rancangan Global SIRS, c. Penyusunan Rancangan
Detail/Rinci SIRS, d. Pembuatan Prototipe, terutama untuk aplikasi yang sangat spesifik, e.
Implementasi, dalam arti pembuatan aplikasi, pemilihan dan pengadaan perangkat keras
maupun perangkat lunak pendukung. f. Operasionalisasi dan Pemantapan.
2.5 Aplikasi Manajemen Sistem Informasi Kesehatan di Pusekesmas
Penyelenggara layanan kesehatan masyarakat melalui puskesmas merupakan kegiatan
yang dibutuhkan suatu system informasi yang dapat menangani berbagai macam kegiatan
operasional puskesmas mulai dari pengelolaan registrasi pasien, data rekam medis pasien,
15
farmasi, keuangan, hingga berbagai laporan bulanan, tribulanan, dan tahunan. Berbagai laporan
eksekutif yang dihasilkan oleh puskesmas dengan bantuan system informasi sangat dibutuhkan
dalam penentuan kebijakan kualitas layanan kesehatan masyarakat. Secara umum , SIMPUS
terdiri dari beberapa subsistem sebagai berikut :
a. Registrasi Pasien Registrasi merupakan subsistem yang menangani data registrasi kunjungan
pasien, baik kunjungan pemeriksaan umum, gigi,, gizi, KIA, imunisasi, KB. Kegiatannya
meliputi :
1) Pengolahan data pasien
2) Pengolahan data registrasi kunjunan pasien, terdapat beberapa macam klasifikasi
registrasi yaitu, pemeriksaan umum, pemeriksaan gigi, kunjungan gizi, kunjungan
imunisasi, kegiatan KIA, kegiatan KB, pemeriksaan laboratorium
b. Pemeriksaan/Pemberian Tindakan Medis Hal ini merupakan subsistem yang menangani
data yang terkait dengan keiatan pemeriksaan/pemberian tindakan terhadap pasien oleh
tenaga kesehatan. Berdasarkan jenis pemeriksaannya, subsistem ini diklasifikasin menjadi
pemeriksaan umum, pemeriksaan gigi, kunjungan gizi, kunjungan imunisasi, kegiatan KIA,
kegiatan KB, pemeriksaan laboratorium. Kegiatannya meliputi :
1) Pengolahan data kondisi pasien
2) Pengolahan data anamnesis
3) Pengolahan data diagnosis
4) Pengolahan data terapi
5) Pengolahan data pemeriksaan/tindakan medis/penggunaan lab.
6) Pengolahan data obat
7) Pengolahan data rujukan
c. Farmasi Farmasi merupakan subsistem yang menangani data yang terkait dengan obat.
Fungsionalitasnya meliputi :
1) Pengolahan data master obat
2) Pengolahan data stok obat baru
3) Pengolahan data persediaan obat
4) Pengolahan data pelayanan/pemberian resep pasien
16
d. Pemantaun Data Register Pemantauan data register merupakan pemantauan data yang
terjadi di puskesmas secara harian/bulanan maupun periode tertentu. Kegiatannya meliputi
:
1) Register pemeriksaan umum
2) Register pemeriksaan gigi
3) Register pemeriksaan gizi
4) Register pemeriksaan imunisasi
5) Register pemeriksaan KIA
6) Register pemeriksaan KB
e. Laporan Laporan merupakan subsistem untuk membuat laporan/ rekapitulasi. Laporan
manajemen ini meliputi:
1) Laporan kunjungan pasien
2) Laporan 10 penyakit terbanyak
3) Laporan pengguanaan obat
4) Laporan tindakan medis terbanyak
5) Laporan metode pembayaran oleh pasien
6) Laporan billing
f. Pemetaan Pemetaan wilayah meliputi kunjungan pasien, penyakit terbanyak, penggunaan
obat, riwayat KLB, dan lain sebagainya. Akan tetapi mapping data kesehatan sangat jarang
dilakukan.
2.6 Sistem Kesehatan dan Sistem pelayanan Kesehatan pada Individu dan Masyarakat
Sistem kesehatan (health system) adalah tatanan yang bertujuan tercapainya derajat
kesehatan yang bermutu tinggi dan merata, melalui upaya-upaya dalam tatanan tersebut yang
dilaksanakan secara efisien dan berkualitas serta terjangakau.
Sistem pelayanan kesehatan terdiri atas dua bagian yang merupakan subsistemnya,
yaitu system pelayanan kesehatan (Healht Service Delivery System) dan system pendanaan
kesehatan (Health Financing System). System pendanaan mendanai system pelayanan.
17
System pelayanan kesehatan terdiri atas dua bagian yang merupakan Subsystemnya,
yaitu system pelayanan kesehatan perorangan (medical service atau pelayanaan medis) dan
system pelayanan kesehatan masyarakat (public health service).
Dalam system pelayanan kesehatan perorangan terdapat berbagai upaya untuk
peningkatan kesehatan perorangan (selanjutnya disebut upaya kesehatan perorangan /UKP),
yaitu mulai dari promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan kecacatan deteksi dini
penyakit/kecacatan dan penanganannya yang lebih tepat agar tidak terjadi komplikasi lebih
lanjut atau kecacatan.
Dalam upaya pelayanan kesehatan masayarakat juga dikenal upaya health promotion
dan specific protection yang dilaksanakan pada masyarakt secara keseluruhan.
Dari gambaran diatas terlihat bahwa upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya
kesehatan perorangan UKP) menjadi satu kesatuan upaya passa health promotion dan specific
protection. Dilihat dari sudut pathogenesis penyakit, maka upaya-upaya health promotion dan
specific protection ini adalah upaya pada masa “prepathogenesis”. Sedangkan upaya-upaya
early detection ang prompt treatment, disability limitation, rehabilitation adalah upaya-upaya
pada masa “pathogenesis”.
Dalam system pendanaanya, produk pelayanan kesehatan masyarakt umumnya
merupakan public goods sehingga didanai oleh pemerintah. Produk pelayanan kesehatan
perorangan bisa didanai oleh pemerintah (kalau dianggap public goods misalnya, pengobatan
penderita ppenyakit TBC sebagai bagian dari upaya pemberantasan penyakit TBC), bisa didanai
oleh perorangan sendiri (murni merupakan privat goods yang bisa langsung out of pocket
ataupun melalui asuransi pribadi/privat insurance). Pembiayaan pelayanan juga bisa campur
antara pemerintah dan masyarakat (public-privat mix).
SISTEM KESEHATAN DAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN
UPAYA PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN (UKP)
Dalam subsistem pelayanan kesehatan perorangan dalam kerangka keseluruhan system
kesehatan, terdapat berbagai upaya kesehatan perorangan (UKP) terdapat UKP yang
18
diselenggarakan dengan objek utama adalah penanganan pada periode “pre pathogenesis” dan
UKP dengan objek utama penanganan pada periode “pathogenesis”. UKP pertama lebih
menekankan upaya promosi kesehatan perorangan /health promotion(misalnya mengajarkan
pola hidup sehat pada pasien dan keluarga pasien stroke/pasien penyakit jantung. Upaya
kesehatan ini banyak diselenggarakan oleh perorangan secara mandiri (self care), oleh keluarga
(family care) atau kelompok anggota masyarakat (misalnya, perkumpulan jantung sehat).
UKP kedua lebih menekankan pada pelayanan periode “pathogenesis” (disability limitation,
rehabilitation). Upaya ini dilaksanakan di institusi pelayanan kesehatan yang disebut rumah
sakit.
Untuk penyakit yang banyak terjadi di masyarakat (common diseases) pelayanan
dilaksanakan di rumah sakit rujukan awal (primary hospital system) dimana penanganan secara
satu disiplin ilmu dapt dilaksanakan dengan baik.
Untuk penyakit yang penanganannya membutuhkan penanganan yang multidisiplin sederhana,
pelayanan dilaksanakan dirumah sakit rujukan lanjutan (secondary hospital system).
Untuk penyakit yang penanganannya membutuhkan penanganan multidisiplin
kompleks, pelayanan dilaksanakan dilaksanakan dirumah sakit rujukan lanjut (tertiary hospital
system).
Untuk Negara yang sangat maju ada pelayanan yang diutamakan dalam rangka pengembangan
ilmu (dengan pelayanan yang tetap berbasis pada kebutuhan pasien, bukan berbasis pada
pengembangan ilmu), pelayanan dilaksanakan dirumah sakit untuk pengembangan ilmu
(quaternary hospital).
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Perorangan di Indonesia dan Lingkungannya
seperti telah diutarakan diatas, pelayanan kesehatan perorangan (medical service, pelayanan
medic) dapat dikategorikan dalam 4 kategori :
a. Pelayanan medic mandiri (self care and family medical care)
Yang dilaksanakan oleh pribadi kelompok masyarakat; aktifitas ini bisa dilaksanakan oleh
masing-masing individu, bisa secara berkelompok; aktifitas ini bisa dilaksanakan sebelum
19
orang menderita sakit (misalnya, dalam klub jantung sehat), bisa juga setelah orang
menderita penyakit atau kecacatan (misalnya, klub stroke).
b. Pelayanan medic dasar/primer (essential medical care and basic speciality care,
Ada yang menyebutnya preventife medical care atau primary medical care) Pelayanan ini
diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta/kelompok masyarakat. Idealnya pelayanan
ini dilaksanakan oleh dokter keluarga yang merupakan gate keeper dari pelayanan rujukan.
Pelayanan medic dasar ini dilaksanakan di puskesmas pemerintah, balkesmas swasta serta
dokter praktek perorangan swasta.
c. Pelayanan medic skunder/rujukan awal
Pelayanan ini dilaksanakan dirumah sakit dengan kemampuan nonspesialistik/spesialiatik
dasar (dulu dikenal dengan sebutan rumah sakit tipe D), sampai kerumah sakit dengan
kemampuan pelayanan spesialistik empat dasar( dikenal dengan nama rumah sakit tipe C)
ataupun dirumah sakit dengan kemampuan pelayanan lebih dari empat spesialisme plus
beberapa spesialisme dasar (dikenal dengan nama rumah sakit tipe B-awal). Rumah sakit
rujukan awal ini biasanya ada di ibu kota kabupaten dan kota madya.
d. Pelayanan medic tersier/rujukan lanjut
Pelayanan ini dilaksanakan dirumah sakit dengan kemampuan pelayanan semua spesialisme
plus beberapa subspesialisme(dikenal dengan nama rumah sakit tipe-B lanjut atau dirumah
sakit dengan kemampuan semua spesialisme dengan seluruh subspesialismenya(rumah
sakit tipe A). diindonesia rumah sakit rujukan lanjut ini semuanya berfungsi sebagai rumah
sakit pendidikan.
Upaya keseluruhan pada butir-butir diatas yang saling berhubungan (saling berkaitan,
saling berpengaruh, saling bergantung) satu sama lain, diselengarakan dalam satu daerah/
kabupaten/kota dalam satu system kesehatan daerah.
Keseluruhan stakeholders dalam system kesehatan tersebut dapat dilihat pada bagan.
20
Bagan 1.2. Upaya kesehatan perorangan/Rumah sakit dan Berbagai Stakeholder dan
lingkungan-Strateginya.
Rumah Sakit Sebagai Satu Sistem dalam Pencapaian EEQ
System adalah suatu kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian (yang dinamakan
subsistem), bagian tersebut saling berkaitan (interelasi) saling berpengaruh (interaksi), serta
saling bergantung (interdependensi) satu sama lain. “system” yang sempurna adalah tubuh
kita. Subsistem syaraf otak mengindra sesuatu yang menakutkan mengakibatkan tubuh
bereaksi terhadapnya. Reaksi berupa “lari”, yang dilaksanakan oleh system musculoskeletal,
sambil orang tersebut lari terkencing-kencing diakibatkan oleh subsistem urogenital, dan
sebagainya.
Dari sudut operasional rumah sakit sebagai satu system, dikenal subsistem pelayanan
(instalasi rawat jalan, rawat inap, bedah pusat, dan lain-lain), dan subsistem manajemen/
administrasi pelayanan. Dari sudut kewenangan (power), dikenal sub system pemilik, subsistem
professional kesehatan dan subsistem manajemen. Kewenangan yang dimiliki pemilik adalah
merupakan kewenangan yang diberikan olegh kekuasaan birokrasi. Kewenangan tersebut
21
dinamakan kewenangan birokrasi dan ditandai oleh adanya SK (surat keputusan) dari birokrasi
diatasnya.
Kewenangan birokrasi yang dimiliki pemilik dilaksanakan secara operasional oleh satu
intitas birokrasi yang dibentuk oleh pemilik melalui satu surat keoutusan (SK). Kewenangan
yang dimiliki profesi didapat melalui pendidikan yang terstruktur, berjenjang (sarjana
kedokteran, dokter umum, dokter spesialis, dokter subspesialis, dan seterusnya) dan
kewenangan tersebut ditandai dengan sertifikasi kopetensi oleh asosiasi profesi/kolegium
kedokteran bidang ilmu terkait.
Secara operasional komite medic (Depkes,1999) melaksanakan tugas professional
governance dalam masalah yang berkaitan dengan profesi dan profesionalisme, misalnya :
a. Pengelolaan tumpang tindih kewenangan profesi yang bekerja dirumah sakit.
b. Pengelolaan penggunaan antibiotic oleh semua spesialisasi.
c. Melakukan seleksi para professional yang akan bekerja dirumah sakit, untuk menilai
kemampuan profesionalnya (credentialing).
d. Melaksanakan monitoring dan evaluasi mengenai kinerja profesi para professional yang
bekerja diumah sakit.
e. Dan lain-lainnya baik yang murni berkaitan hanya dengan keprofesian, maupun yang
berkaitan dengan hal-hal diluar profesi.
Sebagai contoh, dalam pengelolaan profesi dirumah sakit, maka sebagai satu system,
ketergantungan dan saling berpengaruh antara satu subsistem dengan subsistem lain dalam
system rumah sakit pasti terjadi.
Contoh lain, diluar negeri yang gencar tuntunan hukum terdapat profesi dokter, maka tindakan
profesi yang tidak benar akan berdampak pada keuangan ruumah sakit. Itulah sebabnya resiko
kesakitan ataupun resiko kematian perlu dikaitkan juga dengan resiko keuangan rumah sakit.
Keseluruhan tata cara pengelolaan yang berlaku dirumah sakit ini ditetapkan bersama-sama
oleh unsure profesi dengan unsure birokrasi, yang dibanyak rumah sakit ketentuan dinamakan
hospital by law.
Manajemen Rumah Sakit di Indonesia dan Kebutuhan Data serta Informasinya
22
Manajemen rumah sakit berkembang dai waktu ke waktu. Pada sesudah perang dunia
ke-2, manajemen rumah sakit dilaksanakan dengan sangat murni sebagai lembaga social
(philanthrop). Pengambilan keputusan manajerial tidak pernah dilaksanakan dengan memakai
asas ekonomi, seperti membandingkan produksi dan biaya(efisiensi). Sitem informasi yang
berkembang dirumah sakit hanyalah berorientasi pada pelayanan mediknya saja.
Perkembangan IPTEK kedokteran dan kesehatan berkembang pesat, biaya pelayanan
kesehatan yang dibiayai pemerintah naik dengan tajam. Ini menyebabkan pemerintah tidak
berkemampuan untuk mendanai pelayanan kesehatan secara penuh, sehingga diharapka
masyarakat ikut mendanai pelayanan kesehatan. Hal ini dimungkinkan karena pada pelayanan
medic khususnya dirumah sakit, komponen privat goods cukup besar sehingga bila dikelola
menurut asas ekonomi (yang tetap bersifat social) akan mengakibatkan masyarakat dapat ikut
mendanai pelayanan rumah sakit. Manajemen rumah sakit kemudian berkembang menjadi sifat
sosio-ekonomis. Muncullah sistilah “rumah sakit swadana” yang system informasinya mulai
membandingkan produksi dengan biaya produkasi. System informasi rumah sakit juga
berkembang, tidak saja bertujuan “membelanjakan uang untuk pelayanan”’ tetapi dihitung
biaya satuan dari tiap-tiap produkasi pelayanan.
Dalam pengelolaan perusahaan, maka sisa hasil usaha atau yang dalam usaha nonsosial
disebut sebagai “profit”, menjadi salah satu tujuan dan ini juga berkaitan dengan tujuan
efisiensi rumah sakit.
Secara keseluruhan, system informasi pelayanan profesi dirumah sakit dengan system
informasi administrasi pelayanan profesi harus dikuasai secara terpadu oleh profesi yang
bekerja dibidang manajemen informasi kesehatan (di indonesia bernaung dibawah organisasi
PORMIKI).
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit dalam Sistem Informasi
Kesehatan Nasional dan Tantangan Masa Depan
System informasi manajemen rumah sakit merupakan salah satu bagian dari system
informasi upaya pelyanan kesehatan perorangan dan SI-UKP ini merupakan bagian dari system
23
informasi pelayanan kesehatan, yang kemudian merupakan bagian dari system informasi
kesehatan (SIK), (Sudarmono,2001).
Dengan berlakunya UU otonomi daerah, keter paduan system informasi kesehatan
didaerah otonom dengan system informasi dipusat merupakan syarat mutlak bagi keterpaduan
Visi, Misi, strategi dibidang kesehatan didaerah dengan visi, misi dan strategi tingkat nasional
(Sudarmono, 2000).
Dengan berlakunya UU praktek kedokteran 2004, maka tindakan para dokter harus bias
dipertanggung jawabkan secara hukum disamping dipertanggung jawabkan secara profesi (hal
terakhir ini sudah dilaksanakan para dokter sebelum UU tersebut). Pertanggungjawaban
penyelengaraan profesi secara hukummemeerlukan bukti-buki hukum tertulis, dan bagian yang
sangat inti dari penyelenggaraan profesi ini ada dalam Remkam Medik.
Menghadapi tiga hal tersebut (globalisasi, otonomi daerah dan perkembangan teknologi
informasi), disamping diperlukan kesatuan Visi dan Misi (Sudarmono,2000).
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
A. Latar Belakang
Dalam menjalankan fungsi pembinaan upaya kesehatan, Kementerian Kesehatan
membutuhkan informasi yang handal, tepat, cepat dan terbarukan (up to date) untuk
mendukung proses pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan secara tepat.
Sebagai salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan, Rumah Sakit sering mengalami kesulitan dalam pengelolaan informasi baik untuk
kebutuhan internal maupun eksternal. sehingga perlu diupayakan peningkatan pengelolaan
informasi yang efisien, cepat, mudah, akurat, murah, aman, terpadu dan akuntabel. Salah satu
bentuk penerapannya melalui sistem pelayanan dengan memanfaatkan teknologi informasi
melalui penggunaan sistem Sistem Informasi berbasis komputer.
24
Sistem Informasi dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pelayanan data dan informasi
dengan lebih produktif, transparan, tertib, cepat, mudah, akurat, terpadu, aman dan efisien,
khususnya membantu dalam memperlancar dan mempermudah pembentukan kebijakan dalam
meningkatkan sistem pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang penyelenggaraan Rumah
Sakit di Indonesia.
Pemanfaatan teknologi informasi menggunakan sistem yang baik merupakan solusi
paling tepat dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan, koordinasi, efisiensi,
responsibilitas, pengawasan serta penyediaan informasi secara cepat, tepat dan akurat.
Kebutuhan Sistem Informasi pada Rumah Sakit bahkan telah ditetapkan sebagai suatu
kewajiban, seperti yang tertuang pada Undang-Undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit, pasal 52 ayat 1: “Setiap Rumah Sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan tentang
semua kegiatan penyelenggaraan Rumah Sakit dalam bentuk Sistem Informasi Manajemen
Rumah Sakit”
Berdasarkan hal tersebut di atas, Direktorat Jenderal yang menyelenggarakan urusan di
bidang Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan memandang perlunya membangun
kerangka acuan kerja (framework) dan perangkat lunak (software) aplikasi sistem informasi
Rumah Sakit yang bersifat sumber terbuka umum (open source generic) untuk Rumah Sakit di
Indonesia. Dengan adanya software aplikasi open source generik ini diharapkan Rumah Sakit di
Indonesia dapat menggunakan, mengembangkan, mengimplementasi dan memelihara sendiri.
Sehingga akan terdapat keseragaman data yang dikirim kepada Kementerian Kesehatan.
B. Strategi
Tata kelola sistem informasi yang baik harus selaras dengan fungsi, visi, misi dan strategi
organisasi. Secara umum sistem informasi Rumah Sakit harus selaras dengan bisnis utama (core
bussines) dari Rumah Sakit itu sendiri, terutama untuk informasi riwayat kesehatan pasien atau
rekam medis (tentang indentitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan
lain yang diberikan kepada pasien), informasi kegiatan operasional (termasuk informasi sumber
daya manusia, material, alat kesehatan, penelitian serta bank data.
25
Keberhasilan implementasi sistem informasi bukan hanya ditentukan oleh teknologi
informasi tetapi juga oleh faktor lain, seperti proses bisnis, perubahan manajemen, tata kelola
IT dan lain-lainnya. Karena itu bukan hanya teknologi tetapi juga kerangka kerja secara
komprehensif sistem informasi Rumah Sakit.
C. Proses Bisnis
1. Pelayanan Utama (Front Office)
Setiap Rumah Sakit memiliki prosedur yang unik (berbeda satu dengan lainnya), tetapi
secara umum/generik memiliki prosedur pelayanan terintegrasi yang sama yaitu proses
pendaftaran, proses rawat (jalan atau inap) dan proses pulang (seperti pada gambar berikut).
Data yang dimasukan pada proses rawat akan digunakan pada proses rawat dan pulang. Selama
proses perawatan, pasien akan menggunakan sumber daya, mendapat layanan dan tindakan
dari unit-unit seperti farmasi, laboratorium, radiologi, gizi, bedah, invasive, diagnostic non
invasive dan lainnya. Unit tersebut mendapat order/pesanan dari dokter (misalnya berupa
resep untuk farmasi, formulir lab dan sejenisnya) dan perawat.
Jadi dokter dan perawat sebagai aktor/SDM inti pada proses bisnis Rumah Sakit (seluruh order
berasal dari mereka). Karena itu kami menyebutkan inti sistem ini sebagai order communation
system.
2. Pelayanan Administratif (Back-Office)
Rumah Sakit merupakan unit yang mengelola sumber daya fisik (manusia, uang, mesin/alat
kesehatan/aset, material seperti obat, reagen, alat tulis kantor, barang habis pakai dan
sejenisnya). Walaupun proses bisnis setiap Rumah Sakit unik tapi tetap terdapat proses umum,
diantaranya perencanaan, pembelian/pengadaan, pemeliharaan stok/inventory, pengelolaan
Aset, pengelolaan SDM, pengelolaan uang (hutang, piutang, kas, buku besar dan lainnya).
Proses back office ini berhubungan/link dengan proses pada front office, digambarkan berikut
ini.
Proses bisnis data tidak terstruktur
26
Proses-proses bisnis tersebut di atas yang melibatkan data-data terstruktur, yang dapat dikelola
dengan relational database management system, selain itu terdapat proses bisnis yang
melibatkan data yang tidak terstruktur seperti alur kerja, surat diposisi, email, manajemen
proyek, kolaborasi, team work, manajemen dokumen dan sejenisnya.
D. Arsitektur Infrastruktur
Kebutuhan infrastruktur jaringan komputer kedepan bukan hanya untuk kebutuhan Sistem
informasi RS saja, tetapi juga harus mampu digunakan untuk berbagai hal, se
perti jalur telepon IP, CCTV, Intelegent Building, Medical Equipment dan lain-lain.
Untuk mendukung pelayanan tersebut, maka infrastruktur jaringan komunikasi data yang
disyaratkan adalah:
1. meningkatkan unjuk kerja dan memudahkan untuk melakukan manajemen lalu lintas data
pada jaringan komputer, seperti utilisasi, segmentasi jaringan, dan security.
2. membatasi broadcase domain pada jaringan, duplikasi IP address dan segmentasi jaringan
menggunakan VLAN (virtual LAN) untuk setiap gedung dan atau lantai.
3. memiliki jalur backbone fiber optik dan backup yang berbeda jalur, pada keadaan normal
jalur backup digunakan untuk memperkuat kinerja jaringan/redudant, tapi dalam keadaan
darurat backup jaringan dapat mengambil alih kegagalan jaringan.
4. Memanfaatkan peralatan aktif yang ada, baik untuk melengkapi ke kurangan sumber daya
maupun sebagai backup.
5. dianjurkan pemasangan oleh vendor jaringan yang tersertifikasi (baik perkabelan maupun
perangkat aktif).
6. dokumentasi sistem jaringan lengkap (perkabelan, konfigurasi, uji coba, dan sejenisnya)
baik hardcopy maupun softcopy.
7. mengingat penggunaan jaringan yang komplek kedepan, maka perangkat aktif
mengharuskan pengelolaan bertingkat, seperti adanya:
a. core switch yang merupakan device vital dalam local area network di Rumah Sakit dimana
core switch ini sebagai bacbone lan dan sentral switch yang berperan dalam prosessing semua
paket dengan memproses atau men-switch traffic secepat mungkin).
27
b. distribution switch yang merupakan suatu device antara untuk keperluan pendistribusian
akses antar core switch dengan access switch pada masing-masing gedung, dimana antara
sebaiknya distribution switch dan core switch terhubung melalui fiber optic.
c. acces switch yang merupakan suatu device yang menyediakan user port untuk akses ke
network.
E. Arsitektur Data
Untuk menghindari pulau-pulau aplikasi dan memudahkan Kementerian Kesehatan
mengolah data yang homogen, maka perlu dibuat arsitektur data yang baik, untuk
mengakomodir kebutuhan informasi para pengguna. Beberapa aspek harus diperhatikan dalam
membangun arsitektur data:
1. Kodefikasi
Kodefikasi selain keharusan untuk otomatisasi/komputerisasi, juga diperlukan untuk
integrasi dan penglolaan lebih lanjut seperti statistik.
2. Mapping
Karena sering berbeda keperluan kodefikasi data, maka diperlukan mapping data untuk
integrasi dan pengelolaan lebih lanjut, misalnya mapping kodefikasi antara tarif dengan kode
perkiraan/chart of account, mapping kode kabupaten/kota dengan provinsi dan sejenisnya.
3. Standar pertukaran data antar aplikasi
Beberapa software aplikasi yang terpisah, membutuhkan standard pertukaran data agar
dapat berkomunikasi satu aplikasi dengan lainnya. Seperti Heath Level 7 (HL7), DICOM, XML
dan sejenisnya.
4. Database
Desain struktur database, sebaiknya mengacu pada best practice database Rumah Sakit
dan mengambil dari sumber terbuka serta mempertimbangkan kebutuhan informasi
stakeholder terkait.
F. Arsitektur Aplikasi
Mengingat kompleksnya proses bisnis pada Rumah Sakit, berikut ini g
ambaran arsitektur minimal SIMRS yang dapat mengakomodir kebutuhan informasi.
28
1. Front Office
Data yang dimasukan pada proses rawat akan digunakan pada proses rawat dan pulang. Selama
proses perawatan, pasien akan menggunakan sumber daya, mendapat layanan dan tindakan
dari unit-unit seperti farmasi, laboratorium, radiologi, gizi, bedah, invasive, diagnostic non
invasive dan lainnya. Unit tersebut mendapat order/pesanan dari dokter (misalnya berupa
resep untuk farmasi, formulir lab dan sejenisnya) dan perawat.
Jadi dokter dan perawat sebagai aktor/SDM inti pada proses bisnis Rumah Sakit (seluruh order
berasal dari mereka). Karena itu kami menyebutkan inti sistem ini sebagai order communation
system.
Front office meliputi:
• ANTRIAN REGISTRASI
• MODUL APPOINTMENT
• REGISTRASI
• PELAYANAN INFORMASI
• PENGADUAN
• PANEL INFORMASI PUBLIK
(dalam simrs.net), Bagian Front Office meliputi:
1) Unit Customer Service (pusat informasi)
2) Unit pendaftaran pasien rawat inap
3) Unit pendaftaran pasien rawat jalan
4) Unit pendaftaran pasien rawat darurat
5) Unit pendaftaran pasien di Unit Penunjang
2. Back Office
Rumah Sakit merupakan unit yang mengelola sumber daya fisik (manusia, uang,
mesin/alat kesehatan/aset, material seperti obat, reagen, alat tulis kantor, barang habis pakai
dan sejenisnya). Walaupun proses bisnis setiap Rumah Sakit unik tapi tetap terdapat proses
umum, diantaranya perencanaan, pembelian/pengadaan, pemeliharaan stok/inventory,
pengelolaan Aset, pengelolaan SDM, pengelolaan uang (hutang, piutang, kas, buku besar dan
lainnya). Proses back office ini berhubungan/link dengan proses pada front office,
29
Back Office meliputi:
1) Medical record (unit rekam medik pusat)
2) Akuntansi keuangan (termasuk UKPPK/Klaim pihak ketiga)
3) Remunerasi (jasa pelayanan dan jasa dokter)
4) Mobilisasi dana (general cashier)
5) Unit binatu dan sterilisasi
6) Inventory medik dan non medik
7) Kepegawaian dan penggajian
8) Unit pemeliharaan sarana medik
9) Unit PDE / SIMRS, yang meliputi fungsi2:
a. Pusat konsultasi (Help Desk)
b. Trainer / Supervisor Data
c. Network Operation Centre
d. Administrasi server (Administrator)
e. Manajemen Data
3. Komunikasi dan Kolaborasi
a. Komunikasi
1. Interoperabilitas
Interoperabilitas adalah dimana suatu aplikasi bisa berinteraksi dengan aplikasi lainnya melalui
suatu protokol yang disetujui bersama lewat bermacam-macam jalur komunikasi diantaranya
dapat terjadi komunikasi data dengan aplikasi berikut:
A. Standarisasi SIMAK BMN (untuk Rumah Sakit milik pemerintah)
Minimal pengkodean barang mengunakan kode yang terdapat pada SK BMN, jika tidak
harus di buat mapping antara SK BMN dengan pengkodean Rumah Sakit tersebut.
B. Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)
30
Dapat terjadi komunikasi data antara SIMRS dengan Kementerian Kesehatan untuk
pelaporan SIRS.
C. Sistem Casemix (khusus yang melaksanakan program Jaminan Kesehatan Nasional)
Dapat terjadi komunikasi data antara SIMRS dengan Kementerian Kesehatan untuk
pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional.
D. Aplikasi yang lainnya yang mendukung Kinerja Rumah Sakit
2. One Medic – One Solutions for Health Information System
One Medic – One Solutions for Health Information System merupakan suatu aplikasi piranti
lunak yang telah dikembangkan sejak tahun 2008. Protocol komunikasi yang tersedia telah
dilengkapi dengan system keamanan sehingga dapat menekan berbagai tindakan cyber crime
oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Desain aplikasi SIMRS One Medic berbasis Web dimana pengguna dapat melakukan integrasi
dengan pihak-pihak internal maupun eksternal secara online’. Manfaat Intergasi secara Online
bertujuan untuk mengantisipasi pengulangan pekerjaan administrasi yang dapat memicu
terjadinya human error sehingga potensi kerugian Rumah Sakit dapat ditekan. Fitur-fitur SIMRS
One Medic sebagai solusi untuk menjawab tantangan masa depan industri pelayanan medik:
1. Security system: modul ini dapat mengatur informasi dan data yang diperbolehkan untuk
diaksesbaik oleh pihak internal maupun eksternal. Pengaturan tersebut dilakukan selain untuk
melindungi kerahasiaan data pasien juga untuk menghindari penyalahgunaan informasi penting
lainnya oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
2. MPI server solutions: adalah sistim komunikasi online yang dirancang untuk
menjembatani komunikasi antar sistem. Aplikasi MPI server solutions dapat digunakan sebagai
alat konfirmasi hak-hak pasien terhadap jenis tindakan medis dan obat-obatan yang dapat
diberikan oleh Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan Pihak Penjamin.a
3. Billing records system: seluruh data tindakan medik dan obat-obatan yang diberikan pada
pasien otomatis terekam secara online dan dapat diatur sesuai dengan format penagihan yang
ditetapkan oleh Pihak Penjamin. Feature ini dapat mempersingkat proses pekerjaan
administrasi penagihan sehingga dapat menekan angka piutang.
31
Untuk media komunikasi informasi antara unit dapat digunakan media komputer yang sudah
terintegrasi dengan jaringan LAN dengan menggunakan aplikasi Messenger atau chating, selain
itu juga sudah ada nya telepon lokal yang membantu hubungan komunikasi antar unit.
Sedangkan untuk akses komunikasi ke luar instansi menggunakan akses internet yang
terintegrasi melalui jaringan Pemerintah Kota.
b. Kolaborasi
Dari aspek pembiayaan bahwa Rumah Sakit memerlukan biaya operasional dan investasi
yang besar dalam pelaksanaan kegiatannya, sehingga perlu didukung dengan ketersediaan
pendanaan yang cukup dan berkesinambungan. Apalagi jika Rumah Sakit akan melakukan
investasi dalam bidang teknologi informasi, dimana perubahan teknologi merupakan hal yang
pasti terjadi setiap saat, sehingga investasi tersebut baik dalam bidang perangkat lunak
(Software), perangkat keras (hardware)maupun tenaga SDM pelaksana (Brainware) akan
menjadi investasi yang mahal dan berkelanjutan. Oleh karena itu, Rumah Sakit berada di dua
sisi, yaitu harus menerapkan teknologi informasi dalam bentuk SIMRS baik Hardware,
Softwaremaupun Brainware, sementara Rumah Sakit juga harus selalu up-to-date baik dari segi
teknologi maupun bisnis proses/kebijakan yang terangkum dalam bentuk software.
Kerjasama dalam bentuk Kerjasama Operasional (KSO) atau Built Operational Transfer (BOT)
merupakan salah satu solusi untuk penerapan teknologi informasi, sehingga resiko investasi
(Hardware, Software dan Brainware) dan resiko pelaksanaan sistem akan berada di pihak
konsultan. Sehingga Rumah Sakit tidak perlu melakukan investasi yang besar serta akan dijamin
keberhasilan pelaksanaan SIMRS tersebut.
Kerjasama Operasional (KSO) adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana masing-
masing sepakat untuk melakukan suatu usaha bersama dengan menggunakan aset dan atau
hak usaha yang dimiliki dengan menanggung keuntungan dan kerugian secara bersama-sama.
KSO didasarkan atas waktu kerjasama (by time), sehingga masa berakhirnya KSO adalah setelah
masa kerjasama yang disepakati berakhir, bukan pada Break Event Point (BEP) dari besarnya
investasi yang ditanamkan oleh investor. Dan prinsip KSO berbeda dengan pola “Cicilan/Kredit”
maupun “Leasing/Sewa Pakai”
Bentuk Bangun, Serah, Kelola (Build, Transfer, and Operate/BTO).
32
Investor membangun aset dan mencatatnya sebagai “Aset KSO pada Kas/Hutang.”
Kemudian menyerahkan aset yang telah dibangunnya ke Pemilik Aset dan mencatatnya sebagai
“Hak Bagi Pendapatan pada Aset KSO” (Nominal Base) dan aset diamortisasi selama masa
Konsensi. Selama masa Konsensi, investor menerima bagi hasil dari pemilik aset dan
mencatatnya sebagai “Kas/Piutang pada Pendapatan KSO.”
Pemilik Aset dapat menyerahkan aset dan dicatat sebagai “Aset KSO pada
Kas/Hutang/Aset Tetap” kemudian Pemilik Aset menggelola Aset KSO secara Periodik membagi
pendapatan dan mencatat sebagai “Beban KSO pada Kas/Hutang.” Dan Pemilik Aset bisa
mendapatkan seluruh aset (Sesuai Perjanjian) dari Investor diakhir masa Konsensi.
Bentuk tersebut bisa dikombinasikan dengan Perjanjian Bagi Hasil (PBH) atau Perjanjian
Bagi Pendapatan (PBP) dengan cara tertentu. Hak milik aset yang digunakan untuk Kerjasama
Operasional (KSO) adalah Hak milik Penyerta aset selama periode perjanjian KSO. Aset yang
disetrakan dalam KSO tidak terkena transaksi jual-beli, sehingga tidak dipungut PPN. Aset
tersebut juga disusutkan berdasarkan masa manfaatnya. Pada akhir masa Konsensi (masa KSO)
aset dapat dipindah tangankan merujuk pada perjanjian kedua belah pihak.
Aset yang diserahkan pemilik aset untuk diusahakan dalam perjanjian Kerjasama Operasi
(KSO) harus dicatat oleh pemilik aset sebagai aset KSO sebesar biaya perolehannya. Apabila
yang diserahkan untuk diusahakan dalam perjanjian KSO adalah hak penyelenggaraan usaha
yang tidak memiliki biaya perolehan, maka pemilik aset hanya perlu mengungkapkan
keberadaan transaksi tersebut.
4. Infrastruktur
Konsep sistem infrastruktur yang ditawarkan untuk memperbaiki dan penyempurnakan sistem
infrastruktur yang telah dimiliki oleh Rumah Sakit, yaitu berupa penambahan pada sistem
Network Operational Center / Data Center
Konsep yang ditawarkan dalam memperbaiki dan menyempurnakan sistem infrastruktur
Rumah Sakit meliputi perbaikan dan penyempurnaan pada :
• Konfigurasi Sistem Server
• Konfigurasi sistem LAN (Local Area Network)
33
• Konfigurasi sistem WLAN (Wireless LAN)
• Konfigurasi sistem back up co-location
Sistem Informasi Kesehatan Puskesmas
Pengertian SIK di puskesmas
Proses pengolahan data kesehatan menjadi informasi yang nantinya akan digunakan untuk
penyusunan program dan kegiatan.
Dalam upaya mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Provinsi
mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) Puskesmas yang berbasis Teknologi
Informasi. Prototipe SIK yang dikembangkan mengacu kepada kebutuhan informasi untuk
pengelolaan klien dan unit pelayanan di tingkat puskesmas, SP2TP, Indikator SPM dan Indikator
Indonesia Sehat 2010.
Dengan dikembangkannya Sistem Informasi Kesehatan Puskesmas yang dapat menyajikan
informasi secara cepat, tepat dan dapat dipercaya sehingga informasi yang disajikan puskesmas
dapat dipakai untuk pengambilan keputusan di berbagai tingkat sistem kesehatan dan berbagai
jenis manajemen kesehatan baik untuk manajemen pasien, unit dan sistem kesehatan sehingga
dapat meningkatkan mutu pelayanan Dinas Kesehatan kepada masyarakat. Dengan demikian
maka pelayanan kesehatan yang diberikan dapat lebih fokus dan spesifik untuk suatu daerah.
Hal ini akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari kerja puskesmas. Untuk itu perlu
ditingkatkan kevalidan data yang terdapat pada masukan input dimana hasil yang diinginkan
nantinya dapat terjamin kevalidannya sehingga keputusan yang diambil oleh para pengambil
keputusan dapat tepat pada sasaran.
Tujuan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan (SIK)
Puskesmas adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui sistem informasi
yang terintegrasi di semua unit pelayanan Puskesmas sehingga dapat meningkatkan kecepatan
proses pada pelayanan, mempermudah akses data, pelaporan dan akurasi data sehingga
menjadi lebih baik.
34
Manfaat Pengembangan Sistem Informasi Puskesmas (SIK)
Puskesmas adalah dapat meningkatkan Pelayanan Kesehatan kepada Masyarakat melalui
penerapan Sistem informasi Kesehatan Puskesmas yang terintegrasi dari semua unit pelayanan.
Demikian pula dapat menyajikan informasi secara cepat, tepat dan dapat dipercaya sehingga
informasi yang disajikan puskesmas dapat dipakai untuk pengambilan keputusan di berbagai
tingkat sistem kesehatan dan berbagai jenis manajemen kesehatan baik untuk manajemen
pasien, unit dan sistem kesehatan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan Dinas
Kesehatan kepada masyarakat.
Prototipe SIK Puskesmas terdiri dari 7 Sub Sistem yaitu :
-Sub Sistem Kependudukan, yang berfungsi untuk mengelola data kependudukan terdiri dari
family folder, pencatatan mutasi lahir, mutasi wafat dan mutasi pindah.
-Sub Sistem Ketenagaan, yang berfungsi untuk mengelola data ketenagaan. Data yang diolah
adalah data pribadi, anak, riwayat kepangkatan, riwayat jabatan, riwayat pendidikan, riwayat
penjenjangan, riwayat latihan teknis/fungsional, data riwayat penghargaan serta data
penugasan pegawai.
-Sub Sistem Sarana dan Prasarana, yang berfungsi mengelola data sarana dan prasarana,
seperti peralatan medis, kendaraan, gedung, tanah dan peralatan lainnya.
-Sub Sistem keuangan, yang berfungsi untuk mengelola data keuangan secara garis besar saja
yaitu mencakup besar pembiayaan menurut kegiatan dan sumber biaya.
-Sub Sistem Pelayanan Kesehatan, yang berfungsi mengelola data pelayanan kesehatan,
terdiri dari pelayanan dalam gedung yaitu sub sistem rawat jalan yang meliputi pelayanan dasar
(BP,GIGI, KIA,Imunisasi, Laboratorium) dan pelayanan puskesmas keliling, rawat inap, rekam
medis dan manajemen obat. Pelayanan luar gedung meliputi sub sistem KIA dan GIZI, Kesling
dan TTU, Pemberantasan Penyakit Menular, PKM, PSM, dan PERKESMAS.
-Sub Sistem Pelaporan, yang berfungsi untuk menyediakan laporan-laporan, meliputi laporan
SP2TP (LB1, LB2, LB3 dan LB4) dan laporan program.
35
-Sub Sistem Penunjang, yang menyediakan layanan penunjang sistem seperti: membuat
backup dan restore data, data recovery, user list and right assignment, user shortcut, short
message over network.
Hambatan-hambatan penerapan SIK (Sistem Informasi Kesehatan) di Indonesia.
Melihat Sistem Informasi Kesehatan yang ada di Indonesia, maka kita bisa menilai bahwa
penerapannya masih cukup kurang. Khususnya untuk Surveilans yang berfungsi untuk
menggambarkan segala situasi yang ada khususnya perkembangan penyakit sehingga
berpengaruh terhadap derajat kesehatan setiap individu di dalam populasi yang ada.
Sebagai contoh misal gambaran Sistem Informasi Pada Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Timur,
Propinsi Kalimantan. Timbul berbagai permasalahan tetrkait penerapan Sistem Informasi
kesehatan, disana digambarkan bahwa masih ditemukannya beberapa puskesmas yang tidak
sesuai dalam proses pencatatan dan pendataan. Terbukti dengan masih adanya 5 Puskesmas
yang tidak menggunakan komputer dari 19 Puskesmas yang ada.
Tidak hanya masalah tersebut saja, yang menjadi penghambat atas penerapan SIK (Sistem
Informasi Kesehatan) di Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan.
Melainkan masih banyak sekali masalah yang timbul, yaitu :
a. Untuk mengakses data sulit karena terpisah antara program.
b. Adanya perbedaan data antar bagian dengan data yang sama, misalnya jumlah bayi.
c. Sulitnya menyatukan data karena format laporan yang berbeda-beda.
d. Adanya pengambilan data yang sama berulang-ulang dengan format yang berbeda-beda
dari masing-masing bagian.
e. Waktu untuk mengumpulkan data lebih lama, sehingga pengolahan dan analisis data
sering terlambat.
f. Pimpinan sulit mengambil keputusan dengan cepat dan akurat karena data berbeda dan
keterlambatan laporan.
36