sik

52
Dasar Hukum Sistem Informasi Kesehatan Dasar hukum pengembangan sistem informasi kesehatan di Indonesia: 1. Kepmenkes Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 tentang kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan Desentralisasi pelayanan publik merupakan salah satu langkah strategis yang cukup populer dianut oleh negara-negara di Eropa Timur dalam rangka mendukung terciptanya good governance. Salah satu motivasi utama diterapkan kebijaksanaan ini adalah bahwa pemerintahan dengan sistem perencanaan yang sentralistik seperti yang telah dianut sebelumnya terbukti tidak mampu mendorong terciptanya suasana yang kondusif bagi partisipasi aktif masyarakat dalam melakukan pembangunan. Tumbuhnya kesadaran akan berbagai kelemahan dan hambatan yang dihadapi dalam kaitannya dengan struktur pemerintahan yang sentralistik telah mendorong dipromosikannya pelaksanaan strategi desentralisasi. 2. Kepmenkes RI Nomor 511 tahun 2002 tentang Kebijakan Strategi Pengembangan Sistim Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) dan Kepmenkes Nomor 932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang petunjuk pelaksanaan pengembangan sistem laporan informasi kesehatan kabupaten/kota 3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 837 tahun 2007 tentang Pengembangan Jaringan Komputer Online Sistem Informasi Kesehatan Nasional Ketiga Keputusan Menteri Kesehatan tersebut dikembangkan menjadi berbagai strategi, yaitu: 1. Integrasi dan simplifikasi pencatatan dan pelaporan yang ada 2. Penetapan dan pelaksanaan sistim pencatatan dan pelaporan 3. Fasilitasi pengembangan sistim-sistim informasi kesehatan daerah 4. Pengembangan teknologi dan sumber daya 5. Pengembangan pelayanan data dan informasi untuk manajemen dan pengambilan keputusan 6. Pengembangan pelayanan data dan informasi untuk masyarakat 1

Upload: aulina-refri-rahmi

Post on 08-Dec-2015

22 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

sik

TRANSCRIPT

  Dasar Hukum Sistem Informasi Kesehatan

Dasar hukum pengembangan sistem informasi kesehatan di Indonesia:

1. Kepmenkes Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 tentang kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan

Desentralisasi pelayanan publik merupakan salah satu langkah strategis yang cukup populer dianut oleh negara-negara di Eropa Timur dalam rangka mendukung terciptanya good governance. Salah satu motivasi utama diterapkan kebijaksanaan ini adalah bahwa pemerintahan dengan sistem perencanaan yang sentralistik seperti yang telah dianut sebelumnya terbukti tidak mampu mendorong terciptanya suasana yang kondusif bagi partisipasi aktif masyarakat dalam melakukan pembangunan. Tumbuhnya kesadaran akan berbagai kelemahan dan hambatan yang dihadapi dalam kaitannya dengan struktur pemerintahan yang sentralistik telah mendorong dipromosikannya pelaksanaan strategi desentralisasi.

2. Kepmenkes RI Nomor 511 tahun 2002 tentang Kebijakan Strategi Pengembangan Sistim Informasi Kesehatan Nasional (SIKNAS) dan Kepmenkes Nomor 932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang petunjuk pelaksanaan pengembangan sistem laporan informasi kesehatan kabupaten/kota

3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 837 tahun 2007 tentang Pengembangan Jaringan Komputer Online Sistem Informasi Kesehatan Nasional

Ketiga Keputusan Menteri Kesehatan tersebut dikembangkan menjadi berbagai strategi, yaitu:

1. Integrasi dan simplifikasi pencatatan dan pelaporan yang ada2. Penetapan dan pelaksanaan sistim pencatatan dan pelaporan3. Fasilitasi pengembangan sistim-sistim informasi kesehatan daerah4. Pengembangan teknologi dan sumber daya5. Pengembangan pelayanan data dan informasi untuk manajemen dan pengambilan

keputusan6. Pengembangan pelayanan data dan informasi untuk masyarakat7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 837 tahun 2007 tentang Pengembangan

Jaringan Komputer Online Sistem Informasi Kesehatan Nasional

Berdasarkan keputusan tersebut, direncanakan beberapa indikator pencapaian setiap tahunnya, yaitu:

1. Terselenggaranya jaringan komunikasi data integrasi antara 80% dinas kesehatan kabupaten/kota, dan 100% dinas kesehatan provinsi dengan Kementerian Kesehatan

2. Terselenggaranya jaringan komunikasi data online terintegrasi antara 90% dinas kesehatan kabupaten/kota, 100% dinas kesehatan provinsi, 100% rumah sakit pusat, 100% Unit Pelaksana Teknis Pusat dengan Kementerian Kesehatan

3. Terselenggaranya jaringan komunikasi data online terintegrasi antara seluruh dinas kesehatan kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, Rumah Sakit dan UPT Pusat dengan Kementerian Kesehatan

1

Dari beberapa hal tersebut, maka pemerintah berupaya mengembangkan sistim informasi kesehatan yang sesuai dengan keunikan dan karakteristiknya. Pengembangan sistim informasi kesehatan daerah melalui perangkat lunak atau website, seperti: SIMPUS, SIMRS, SIKDA, dsb.

Pengertian Sistem Informasi Kesehatan

Pengertian Sistem Informasi Kesehatan (SIK)  adalah gabungan perangkat dan prosedur yang digunakan untuk mengelola siklus informasi (mulai dari pengumpulan data sampai pemberian umpan balik informasi) untuk mendukung pelaksanaan tindakan tepat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kinerja sistem kesehatan.

Sistem informasi kesehatan  adalah integrasi antara perangkat, prosedur  dan kebijakan yang digunakan untuk mengelola siklus informasi secara sistematis untuk mendukung pelaksanaan manajemen kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam kerangka pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Dalam literature lain menyebutkan bahwa SIK adalah suatu sistem pengelolaan data dan informasi kesehatan di semua tingkat pemerintahan secara sistematis dan terintegrasi untuk mendukung manajemen kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Menurut WHO, Sistem Informasi Kesehatan merupakan salah satu dari 6 “building block” atau komponen utama dalam sistem kesehatan di suatu negara. Keenam komponen (building block) sistem kesehatan tersebut adalah:

1. Service delivery (pelaksanaan pelayanan kesehatan)2. Medical product, vaccine, and technologies (produk medis, vaksin, dan teknologi

kesehatan)3. Health worksforce (tenaga medis)4. Health system financing (sistem pembiayaan kesehatan)5. Health information system (sistem informasi kesehatan)6. Leadership and governance (kepemimpinan dan pemerintah)

Sedangkan di dalam tatanan Sistem Kesehatan Nasional, SIK merupakan bagian dari sub sistem ke 6 yaitu pada sub sistem manajemen, informasi dan regulasi kesehatan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi kesehatan merupakan sebuah sarana sebagai penunjang pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat. Sistem informasi kesehatan yang efektif memberikan dukungan informasi bagi proses pengambilan keputusan di semua jenjang, bahkan di Puskesmas atau Rumah Sakit kecil sekalipun. Bukan hanya data, namun juga informasi yang lengkap, tepat, akurat, dan cepat yang dapat disajikan dengan adanya sistem informasi kesehatan yang tertata dan terlaksana dengan baik.

III.  Tujuan Sistim Informasi Kesehatan

Tujuan dari dikembangkannya sistim informasi kesehatan adalah:

2

1. Sistim informasi kesehatan (SIK) merupakan subsistem dari Sistim Kesehatan Nasional (SKN) yang berperan dalam memberikan informasi untuk pengambilan keputusan di setiap jenjang adminisratif kesehatan baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota atau bahkan pada tingkat pelaksana teknis seperti Rumah Sakit ataupun Puskesmas

2. Dalam bidang kesehatan telah banyak dikembangkan bentuk-bentuk Sistem Informasi Kesehatan (SIK), dengan tujuan dikembangkannya berbagai bentuk SIK tersebut adalah agar dapat mentransformasi data yang tersedia melalui sistem pencatatan rutin maupun non rutin menjadi sebuah informasi.

 IV.   Manfaat Sistim Informasi Kesehatan

World Health Organisation (WHO) menilai bahwa investasi sistem informasi kesehatan mempunyai beberapa manfaat antara lain:

1. Membantu pengambil keputusan untuk mendeteksi dan mengendalikan masalah kesehatan, memantau perkembangan dan meningkatkannya

2. Pemberdayaan individu dan komunitas dengan cepat dan mudah dipahami, serta melakukan berbagai perbaikan kualitas pelayanan kesehatan

Adapun manfaat adanya sistim informasi kesehatan dalam suatu fasilitas kesehatan diantaranya:

1. Memudahkan setiap pasien untuk melakukan pengobatan dan mendapatkan pelayanan kesehatan

2. Memudahkan fasilitas kesehatan untuk mendaftar setiap pasien yang berobat3. Semua kegiatan di fasilitas kesehatan terkontrol dengan baik (bekerja secara terstruktur)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem informasi kesehatan merupakan suatu pengelolaan informasi di seluruh

seluruh tingkat pemerintah secara sistematis dalam rangka penyelengggaraan pelayanan

kepada masyarakat. Parturan perundangundangan yang menyebutkan sistem informasi

kesehatan adalah Kepmenkes Nomor 004/Menkes/SK/I/2003 tentang kebijakan dan strategi

desentralisasi bidang kesehatan dan Kepmenkes Nomor 932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang

petunjuk pelaksanaan pengembangan sistem laporan informasi kesehatan kabupaten/kota.

Hanya saja dari isi kedua Kepmenkes mengandung kelemahan dimana keduanya hanya

memandang sistem informasi kesehatan dari sudut padang menejemen kesehatan, tidak

3

memanfaatkan state of the art teknologi informasi serta tidak berkaitan dengan sistem

informasi nasional. Teknologi informasi dan komunikasi juga belum dijabarkan secara detail

sehingga data yang disajikan tidak tepat dan tidak tepat waktu. Perkembangan Sistem

Informasi Rumah Sakit yang berbasis komputer (Computer Based Hospital Information

System) di Indonesia telah dimulai pada akhir dekade 80’an. Salah satu rumah sakit yang

pada waktu itu telah memanfaatkan komputer untuk mendukung operasionalnya adalah

Rumah Sakit Husada. Departemen Kesehatan dengan proyek bantuan dari luar negeri, juga

berusaha mengembangkan Sistem Informasi Rumah Sakit pada beberapa rumah sakit

pemerintah dengan dibantu oleh tenaga ahli dari UGM. Namun, tampaknya komputerisasi

dalam bidang per-rumah sakit-an, kurang mendapatkan hasil yang cukup memuaskan

semua pihak. Ketidakberhasilan dalam pengembangan sistem informasi tersebut, lebih

disebabkan dalam segi perencanaan yang kurang baik, dimana identifikasi faktor-faktor

penentu keberhasilan (critical success factors) dalam implementasi sistem informasi

tersebut kurang lengkap dan menyeluruh. Perkembangan dan perubahan yang cepat dalam

segala hal juga terjadi di dunia pelayanan kesehatan. Hal ini semata-mata karena sektor

pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sistem yang lebih luas dalam masyarakat dan

pemerintahan dalam suatu negara, bahkan lebih jauh lagi sistem yang lebih global.

Perubahan-perubahan di negara lain dalam berbagai sektor mempunyai dampak terhadap

sistem pelayanan kesehatan. Dalam era seperti saat ini, begitu banyak sektor kehidupan

yang tidak terlepas dari peran serta dan penggunaan teknologi komputer, terkhusus pada

bidang-bidang dan lingkup pekerjaan. Semakin hari, kemajuan teknologi komputer, baik

dibidang piranti lunak maupun perangkat keras berkembang dengan sangat pesat, disisi lain

juga berkembang kearah yang sangat mudah dari segi pengaplikasian dan murah dalam

biaya. Solusi untuk bidang kerja apapun akan ada cara untuk dapat dilakukan melalui media

komputer, dengan catatan bahwa pengguna juga harus terus belajar untuk mengiringi

kemajuan teknologinya. Sehingga pada akhirnya, solusi apapun teknologi yang kita pakai,

sangatlah ditentukan oleh sumber daya manusia yang menggunakannya. Departemen

Kesehatan telah menetapkan visi Indonesia Sehat 2010 yang ditandai dengan penduduknya

yang hidup sehat dalam lingkungan yang sehat, berperilaku sehat, dan mampu menjangkau

4

pelayanan kesehatan yang bermutu yang disediakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat

sendiri, serta ditandainya adanya peran serta masyarakat dan berbagai sektor pemerintah

dalam upaya upaya kesehatan. Dalam upaya mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan

tersebut, infrastruktur pelayanan kesehatan telah dibangun sedemikian rupa mulai dari

tingkat nasional, propinsi, kabupaten dan seterusnya sampai ke pelosok. Setiap unit

infrastruktur pelayanan kesehatan tersebut menjalankan program dan pelayanan kesehatan

menuju pencapaian visi dan misi Depkes tersebut. Setiap jenjang tersebut memiliki sistem

kesehatan yang yang saling terkait mulai dari pelayanan kesehatan dasar di desa dan

kecamatan sampai ke tingkat nasional. Jaringan sistem pelayanan kesehatan tersebut

memerlukan sistem informasi yang saling mendukung dan terkait, sehingga setiap kegiatan

dan program kesehatan yang dilaksanakan dan dirasakan oleh masyarakat dapat diketahui,

dipahami, diantisipasi dan di kelola dengan sebaik-baiknya. Departemen Kesehatan telah

membangun sistem informasi kesehatan yang disebut SIKNAS yang melingkupi sistem

jaringan informasi kesehatan mulai dari kabupaten sampai ke pusat. Namun demikian

dengan keterbatasan sumberdaya yang dimiliki, SIKNAS belum berjalan sebagaimana

mestinya. Dengan demikian sangat dibutuhkan sekali dibangunnya sistem informasi

kesehatan yang terintegrasi baik di dalam sektor kesehatan (antar program dan antar

jenjang), dan di luar sektor kesehatan, yaitu dengan sistem jaringan informasi pemerintah

daerah dan jaringan informasi di pusat.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Manajemen Sistem Informasi Kesehatan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) adalah

integrasi antara perangkat, prosedur dan kebijakan yang digunakan untuk mengelola siklus

informasi secara sistematis untuk mendukung pelaksanaan manajemen kesehatan yang

terpadu dan menyeluruh dalam kerangka pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dalam

literature lain menyebutkan bahwa SIK adalah suatu sistem pengelolaan data dan informasi

kesehatan di semua tingkt pemerintahan secara sistematis dan terintegrasi untuk

mendukung manajemen kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan kepada

5

masyarakat. Informasi kesehatan selalu diperlukan dalam pembuatan program kesehatan

mulai dari analisis situasi, penentuan prioritas, pembuatan alternatif solusi, pengembangan

program, pelaksanaan dan pemantauan hingga proses evaluasi terhadap pelaksanaan

program-program kesehatan. Sistem informasi kesehatan merupakan suatu pengelolaan

informasi di seluruh seluruh tingkat pemerintah secara sistematis dalam rangka

penyelengggaraan pelayanan kepada masyarakat. Peraturan perundang-undangan yang

menyebutkan sistem informasi kesehatan adalah Kepmenkes Nomor

004/Menkes/SK/I/2003 tentang kebijakan dan strategi desentralisasi bidang kesehatan dan

Kepmenkes Nomor 932/Menkes/SK/VIII/2002 tentang petunjuk pelaksanaan

pengembangan sistem laporan informasi kesehatan kabupaten/kota. Hanya saja dari isi

kedua Kepmenkes mengandung kelemahan dimana keduanya hanya memandang sistem

informasi kesehatan dari sudut padang menejemen kesehatan, tidak memanfaatkan state

of the art teknologi informasi serta tidak berkaitan dengan sistem informasi nasional.

Teknologi informasi dan komunikasi juga belum dijabarkan secara detail sehingga data yang

disajikan tidak tepat dan tidak tepat waktu.

Berikut adalah beberapa definisi dari system informasi manajemen, yaitu :

1. Sistem informasi manajemen merupakan suatu sistem yang biasanya diterapkan dalam

suatu organisasi untuk mendukung pengambilan keputusan dan informasi yang

dihasilkan dibutuhkan olehsemua tingkatan manajemen (Kristianto,2003).

2. SIM adalah sebuah system manusia atau mesin yang terpadu (integrated) untuk

menyajikan informasi guna mendukung fungsi operasi, manajemen dan pengambilan

keputusan dalam sebuah organisasi (Davis, 2002).

3. SIM adalah sekumpulan subsistem yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama

dan membentuk satu kesatuan, saling berinteraksi dan bekerjasama antara satu bagian

dengan lainnya menggunakan cara tertentu untuk melakukan fungsi pengolahan data,

menerima masukan (input) berupa data-data, kemudian mengolahnya (processing) dan

menghasilkan keluaran (output) berupa informasi sebagai dasar pengambilan keputusan

yang berguna danmempunyai nilai nyata yang dapat dirasakan akibatnya baik pada saat

6

itu juga maupun dimasa mendatang, mendukung kegiatan operasional, manajerial, dan

strategis organisasi dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada dantersedia

bagi fungsi tersebut guna mencapai tujuan (Sutanta,2004)

2.2 Peranan Manajemen Sistem Informasi Kesehatan

Menurut WHO, sistem informasi kesehatan merupakan salah satu dari 6 “building

block” atau komponen utama dalam sistem kesehatan di suatu Negara. Keenam komponen

(building block) sistem kesehatan tersebut adalah:

1. Service delivery (pelaksanaan pelayanan kesehatan).

2. Medical product, vaccine, and technologies (produk medis, vaksin, dan teknologi

kesehatan).

3. Health worksforce (tenaga medis).

4. Health system financing (system pembiayaan kesehatan).

5. Health information system (sistem informasi kesehatan).

6. Leadership and governance (kepemimpinan dan pemerintah) Informasi kesehatan

selalu diperlukan dalam pembuatan program kesehatan mulai dari analisis situasi,

penentuan prioritas, pembuatan alternatif solusi, pengembangan program,

pelaksanaan dan pemantauan hingga proses evaluasi.

Subsistem dalam system informasi kesehatan secara umum meliputi :

a. Survailans epidemiologis (untuk penyakit menular dan tidak menular, kondisi

lingkungan dan factor resiko)

b. Pelaporan rutin dari puskemas, rumah sakit, laboratorium kesehatan daerah, gudang

farmasi, praktek swasta.

c. Pelaporan program khusus, seperti TB, lepra, malaria, KIA, imunisasi, HIV/AIDS, yang

biasanya bersifat vertical

d. System administrative, meliputi system pembiayaan, keuangan, system kepegawaian,

obat dan logistic, program pelatihan, penelitian dan lain-lain

e. Pencatatan vital, baik kelahiran, kematian maupun imigrasi Jika dicermati, komponen

tersebut tidak hanya tanggung jawab sector kesehatan semata, tetapi juga lintas sector

7

lainnya seperti statistic vital kependudukan, data kelahiran, data kematian. System

pelaporan informasi kesehatan rutin dari fasilitas kesehatan pun tidak berjalan dengan

baik. Teknologi informasi memberi berbagai kemudahan dalam proses manajemen di

segala bidang. Dengan teknologi Informasi, data dan informasi dapat diolah dan

didistribusikan secara lebih mudah, cepat, akurat, dan fleksibel. Hal ini mendorong

semakin dibutuhkannya pemanfaatan teknologi informasi dalam berbagai kegiatan.

World Health Organization menilai bahwa investasi system informasi menuai

beberapa keuntungan, antara lain :

a. Membantu pegambil keputusan untuk mendeteksi dan mengendalikan masalah

kesehatan, memantau perkembangan dan meningkatkannya.

b. Penguatan evidence based dalam mengambil kebijakan yang efektif, evaluasi, dan

inovasi melalui penelitian.

c. Perbaikan dalam tata kelola, memobilisasi sumber baru dan akuntabilitas, cara yang

digunakan Data yang diperlukan dalam system informasi kesehatan yang

komprehensif berkisar dari data kelahiran, morbiditas, dan mortalitas untuk jenis

dan lokasi tenaga kesehatan, dengan jenis dan kualitas pelayanan klinis yang

diberikan di tingkat nasional dan sub-nasional dan akhirnya dengan indokator

penduduk, seperti sebaai demografi dan status social ekonomi.

Sebagaimana gambar diatas, informasi kesehatan dapat dibagi menjadi lima

domain yang berbeda, yaitu :

1. Penentu kesehatan, yang meliputi factor risiko, perilaku, keturunan, lingkungan,

social ekonomi dan demografi.

2. Input system kesehatan, yang meliputi kebijakan, pembiayaan, sumber daya,

dan organisasi.

3. Output system kesehatan meliputi, informasi kemampuan pelayanan dan

kualitas.

4. Hasil system kesehatan meliputi, pemanfaatan pelayanan.

5. Status kesehatan meliputi, angka kematian, kesakitan atau ketidakmampuan,

dan kesejahteraasn. Sedangkan di dalam tatanan Sistem Kesehatan Nasional,

8

SIK merupakan bagian dari sub sistem ke 6 yaitu pada sub sistem manajemen,

informasi dan regulasi kesehatan. Sub sistem manajemen dan informasi

kesehatan merupakan subsistem yang mengelola fungsi-fungsi kebijakan

kesehatan, administrasi kesehatan, informasi kesehatan dan hokum kesehatan

yang memadai dan mampu menunjang penyelenggaraan upaya kesehatan

nasional agar berhasil guna, berdaya guna, dan mendukung penyelenggaraan

ke-6 subsistem lain di dalam SKN sebagai satu kesatuan yang terpadu. Adapun

sub sistem dalam Sistem Kesehatan Nasional Indonesia, yaitu:

1. Upaya kesehatan

2. Penelitian dan pengembangan kesehatan

3. Pembiayaan kesehatan

4. Sumber daya manusia (SDM) kesehatan

5. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan

6. Manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan

7. Pemberdayaan masyarakat.

Dalam pengembangan Sistem Informasi Kesehatan, harus dibangun komitmen

setiap unit infrastruktur pelayanan kesehatan agar setiap Sistem Informasi kesehatan

berjalan dengan baik dan yang lebih terpenting menggunakan teknologi komputer dalam

mengimplementasikan Sistem Informasi Berbasis Komputer (Computer Based Information

System). Melalui hasil pengembangan sistem informasi ini maka diharapkan dapa

menghasilkan hal-hal sebagai berikut :

1. Perangkat lunak tersebut dikembangkan sesuai dengan sesuai dengan standar yang

ditentukan oleh pemerintah daerah.

2. Dengan menggunakan open system tersebut diharapkan jaringan akan bersifat

interoperable dengan jaringan lain.

3. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mensosialisasikan dan mendorong

pengembangan dan penggunaan Local Area Network di dalam kluster unit pelayanan

kesehatan baik pemerintah dan swasta sebagai komponen sistem di masa depan.

9

4. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mengembangkan kemampuan dalam

teknologi informasi video, suara, dan data nirkabel universal di dalam Wide Area

Network yang efektif, homogen dan efisien sebagai bagian dari jaringan sistem

informasi pemerintah daerah.

5. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan merencanakan, mengembangkan dan

memelihara pusat penyimpanan data dan informasi yang menyimpan direktori materi

teknologi informasi yang komprehensif.

6. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan secara proaktif mencari, menganalisis,

memahami, menyebarluaskan dan mempertukarkan secara elektronis data/informasi

bagi seluruh stakeholders.

7. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan memanfaatkan website dan access

point lain agar data kesehatan dan kedokteran dapat dimanfaatkan secara luas dan

bertanggung jawab dan dalam rangka memperbaiki pelayanan kesehatan sehingga

kepuasan pengguna dapat dicapai sebaik-baiknya.

8. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan merencanakan pengembangan

manajemen SDM sistem informasi mulai dari rekrutmen, penempatan, pendidikan dan

pelatihan, penilaian pekerjaan, penggajian dan pengembangan karir.

9. Sistem informasi kesehatan terintegrasi ini akan mengembangkan unit organisasi

pengembangan dan pencarian dana bersumber masyarakat yang berkaitan dengan

pemanfaatan dan penggunaan data/informasi kesehatan dan kedokteran.

10. Dapat digunakan untuk mengubah tujuan, kegiatan, produk, pelayanan organisasi,

untuk mendukung agar organisasi dapat meraih keunggulan kompetitif. 11. Mengarah

pada peluang-peluang strategis yang dapat ditemukan.

2.3 Konsep-Konsep Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan

Sistem informasi kesehatan harus dibangun untuk mengatasi kekurangan maupun

ketidakkompakan antar badan kesehatan. Dalam melakukan pengembangan sistem informasi

10

secara umum, ada beberapa konsep dasaryang harus dipahami oleh para pengembang atau

pembuat rancang bangun sistem informasi (designer). Konsep-konsep tersebut antara lain:

a. Sistem informasi tidak identik dengan sistem komputerisasi

Pada dasarnya sistem informasi tidak bergantung kepada penggunaan teknologi

komputer. Sistem informasi yang memanfaatkan teknologi komputer dalam

implementasinya disebut sebagai Sistem Informasi Berbasis Komputer (Computer Based

Information System). Pada pembahasan selanjutnya, yang dimaksudkan dengan sistem

informasi adalah sistem informasi yang berbasis komputer. Isu penting yang mendorong

pemanfaatan teknologi komputer atau teknologi informasi dalam sistem informasi suatu

organisasi adalah :

1) Pengambilan keputusan yang tidak dilandasi dengan informasi.

2) Informasi yang tersedia, tidak relevan.

3) Informasi yang ada, tidak dimanfaatkan oleh manajemen.

4) Informasi yang ada, tidak tepat waktu.

5) Terlalu banyak informasi.

6) Informasi yang tersedia, tidak akurat.

7) Adanya duplikasi data (data redundancy).

8) Adanya data yang cara pemanfaatannya tidak fleksibel.

b. Sistem informasi organisasi adalah suatu sistem yang dinamis.

Dinamika sistem informasi dalam suatu organisasi sangat ditentukan oleh dinamika

perkembangan organisasi tersebut. Oleh karena itu perlu disadari bahwa pengembangan

sistem informasi tidak pernah berhenti.

c. Sistem informasi sebagai suatu sistem harus mengikuti siklus hidup sistem

Seperti lahir, berkembang, mantap dan akhirnya mati atau berubah menjadi sistem

yang baru. Oleh karena itu, sistem informasi memiliki umur layak guna. Panjang pendeknya

umur layak guna sistem informasi tersebut ditentukan diantaranya oleh:

1) Perkembangan organisasi tersebut

11

2) Perkembangan teknologi informasi

d. Daya guna sistem informasi sangat ditentukan oleh tingkat integritas sistem informasi itu

sendiri.

Sistem informasi yang terpadu (integrated) mempunyai daya guna yang tinggi, jika

dibandingkan dengan sistem informasi yang terfragmentasi. Usaha untuk melakukan

integrasi sistem yang ada didalam suatu organisasi menjadi satu sistem yang utuh

merupakan usaha yang berat dengan biaya yang cukup besar dan harus dilakukan secara

berkesinambungan. Sinkronisasi antar sistem yang ada dalam sistem informasi itu,

merupakan prasyarat yang mutlak untuk dapat mendapatkan sistem informasi yang

terpadu. Sistem informasi, pada dasarnya terdiri dari minimal 2 aspek yang harus berjalan

secara selaras, yaitu aspek manual dan aspek yang terotomatisasi (aspek komputer).

Pengembangan sistem informasi yang berhasil apabila dilakukan dengan mengembangkan

kedua aspek tersebut. Sering kali pengembang sistem informasi hanya memfokuskan diri

pada pengembangan aspek komputernya saja, tanpa memperhatikan aspek manualnya. Hal

ini di akibatkan adanya asumsi bahwa aspek manual lebih mudah diatasi dari pada aspek

komputernya. Padahal salah satu faktor penentu keberhasilan pengembangan sistem

informasi adalah dukungan perilaku dari para pengguna sistem informasi tersebut, dimana

para pengguna sangat terkait dengan sistem dan prosedur dari sistem informasi pada aspek

manualnya.

e. Keberhasilan pengembangan sistem informasi sangat bergantung pada strategi yang dipilih

untuk pengembangan sistem tersebut.

Strategi yang dipilih untuk melakukan pengembangan sistem sangat bergantung

kepada besar kecilnya cakupan dan tingkat kompleksitas dari sistem informasi tersebut.

Untuk sistem informasi yang cakupannya luas dan tingkat kompleksitas yang tinggi

diperlukan tahapan pengembangan seperti: Penyusunan Rencana Induk Pengembangan,

Pembuatan Rancangan Global, Pembuatan Rancangan Rinci, Implementasi dan

Operasionalisasi.

12

f. Pengembangan Sistem Informasi organisasi harus menggunakan pendekatan fungsi dan

dilakukan secara menyeluruh (holistik).

Pada banyak kasus, pengembangan sistem informasi dilakukan dengan

menggunakan pendekatan struktur organisasi dan pada umumnya mereka mengalami

kegagalan, karena struktur organisasi sering kali kurang mencerminkan semua fungsi yang

ada didalam organisasi. Sebagai pengembang sistem informasi hanya bertanggung jawab

dalam mengintegrasikan fungsi-fungsi dan sistem yang ada didalam organisasi tersebut

menjadi satu sistem informasi yang terpadu. Pemetaan fungsi-fungsi dan sistem ke dalam

unit-unit struktural yang ada di dalam organisasi tersebut adalah wewenang dan

tanggungjawab dari pimpinan organisasi tersebut.

g. Informasi telah menjadi aset organisasi.

Dalam konsep manajemen modern, informasi telah menjadi salah satu aset dari

suatu organisasi, selain uang, SDM, sarana dan prasarana. Penguasaan informasi internal

dan eksternal organisasi merupakan salah satu keunggulan kompetitif (competitive

advantage),

h. Penjabaran sistem sampai ke aplikasi menggunakan struktur hirarkis yang mudah dipahami.

Dalam semua kepustakaan yang membahasa konsep sistem, hanya dikenal istilah

sistem dan subsistem. Hal ini akan menimbulkan kesulitan dalam melakukan penjabaran

sistem informasi yang cukup luas cakupannya.

2.4 Aplikasi Manajemen Sistem Informasi Kesehatan di Rumah Sakit

Sistem informasi rumah sakit tidak dapat lepas kaitannya dengan system informasi

kesehatan karena sistem ini merupakan aplikasi dari system informasi kesehatan itu sendiri.

Untuk itu, perlu kita mengetahui sedikit tentang sistem informasi rumah sakit yang ada di

Indonesia, mulai dari rancang bangun (desain) sistem informasi rumah sakit hingga

pengembangannya. Dalam melakukan pengembangan SIRS, pengembang haruslah bertumpu

dalam 2 hal penting yaitu “kriteria dan kebijakan pengembangan SIRS” dan “sasaran

13

pengembangan SIRS” tersebut. Adapun kriteria dan kebijakan yang umumnya dipergunakan

dalam penyusunan spesifikasi SIRS adalah sebagai berikut:

a. SIRS harus dapat berperan sebagai subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional dalam

memberikan informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu.

b. SIRS harus mampu mengaitkan dan mengintegrasikan seluruh arus informasi dalam jajaran

Rumah Sakit dalam suatu sistem yang terpadu.

c. SIRS dapat menunjang proses pengambilan keputusan dalam proses perencanaan maupun

pengambilan keputusan operasional pada berbagai tingkatan.

d. SIRS yang dikembangkan harus dapat meningkatkan daya-guna dan hasil-guna terhadap

usaha-usaha pengembangan sistem informasi rumah sakit yang telah ada maupun yang

sedang dikembangkan.

b. SIRS yang dikembangkan harus mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap perubahan

dan perkembangan dimasa datang.

c. Usaha pengembangan sistem informasi yang menyeluruh dan terpadu dengan biaya

investasi yang tidak sedikit harus diimbangi pula dengan hasil dan manfaat yang berarti

(rate of return) dalam waktu yang relatif singkat.

d. SIRS yang dikembangkan harus mampu mengatasi kerugian sedini mungkin.

e. Pentahapan pengembangan SIRS harus disesuaikan dengan keadaan masing-masing

subsistem serta sesuai dengan kriteria dan prioritas.

f. SIRS yang dikembangkan harus mudah dipergunakan oleh petugas, bahkan bagi petugas

yang awam sekalipun terhadap teknologi komputer (user friendly).

g. SIRS yang dikembangkan sedapat mungkin menekan seminimal mungkin perubahan, karena

keterbatasan kemampuan pengguna SIRS di Indonesia, untuk melakukan adaptasi dengan

sistem yang baru.

h. Pengembangan diarahkan pada subsistem yang mempunyai dampak yang kuat terhadap

pengembangan SIRS.

Atas dasar dari penetapan kriteria dan kebijakan pengembangan SIRS tersebut di atas,

selanjutnya ditetapkan sasaran pengembangan sebagai penjabaran dari Sasaran Jangka Pendek

Pengembangan SIRS, sebagai berikut:

14

1) Memiliki aspek pengawasan terpadu, baik yang bersifat pemeriksaan atau pengawasan

(auditable) maupun dalam hal pertanggungjawaban penggunaan dana (accountable) oleh

unit-unit yang ada di lingkungan rumah sakit.

2) Terbentuknya sistem pelaporan yang sederhana dan mudah dilaksanakan, akan tetapi

cukup lengkap dan terpadu.

3) Terbentuknya suatu sistem informasi yang dapat memberikan dukungan akan informasi

yang relevan, akurat dan tepat waktu melalui dukungan data yang bersifat dinamis.

4) Meningkatkan daya-guna dan hasil-guna seluruh unit organisasi dengan menekan

pemborosan.

5) Terjaminnya konsistensi data.

6) Orientasi ke masa depan.

7) Pendayagunaan terhadap usaha-usaha pengembangan sistem informasi yang telah ada

maupun sedang dikembangkan, agar dapat terus dikembangkan dengan

mempertimbangkan integrasinya sesuai Rancangan Global SIRS. SIRS merupakan suatu

sistem informasi yang, cakupannya luas (terutama untuk rumah sakit tipe A dan B) dan

mempunyai kompleksitas yang cukup tinggi. Oleh karena itu penerapan sistem yang

dirancang harus dilakukan dengan memilih pentahapan yang sesuai dengan kondisi masing-

masing subsistem, atas dasar kriteria dan prioritas yang ditentukan. Kesinambungan antara

tahapan yang satu dengan tahapan berikutnya harus tetap terjaga. Secara garis besar

tahapan pengembangan SIRS adalah sebagai berikut: a. Penyusunan Rencana Induk

Pengembangan SIRS, b. Penyusunan Rancangan Global SIRS, c. Penyusunan Rancangan

Detail/Rinci SIRS, d. Pembuatan Prototipe, terutama untuk aplikasi yang sangat spesifik, e.

Implementasi, dalam arti pembuatan aplikasi, pemilihan dan pengadaan perangkat keras

maupun perangkat lunak pendukung. f. Operasionalisasi dan Pemantapan.

2.5 Aplikasi Manajemen Sistem Informasi Kesehatan di Pusekesmas

Penyelenggara layanan kesehatan masyarakat melalui puskesmas merupakan kegiatan

yang dibutuhkan suatu system informasi yang dapat menangani berbagai macam kegiatan

operasional puskesmas mulai dari pengelolaan registrasi pasien, data rekam medis pasien,

15

farmasi, keuangan, hingga berbagai laporan bulanan, tribulanan, dan tahunan. Berbagai laporan

eksekutif yang dihasilkan oleh puskesmas dengan bantuan system informasi sangat dibutuhkan

dalam penentuan kebijakan kualitas layanan kesehatan masyarakat. Secara umum , SIMPUS

terdiri dari beberapa subsistem sebagai berikut :

a. Registrasi Pasien Registrasi merupakan subsistem yang menangani data registrasi kunjungan

pasien, baik kunjungan pemeriksaan umum, gigi,, gizi, KIA, imunisasi, KB. Kegiatannya

meliputi :

1) Pengolahan data pasien

2) Pengolahan data registrasi kunjunan pasien, terdapat beberapa macam klasifikasi

registrasi yaitu, pemeriksaan umum, pemeriksaan gigi, kunjungan gizi, kunjungan

imunisasi, kegiatan KIA, kegiatan KB, pemeriksaan laboratorium

b. Pemeriksaan/Pemberian Tindakan Medis Hal ini merupakan subsistem yang menangani

data yang terkait dengan keiatan pemeriksaan/pemberian tindakan terhadap pasien oleh

tenaga kesehatan. Berdasarkan jenis pemeriksaannya, subsistem ini diklasifikasin menjadi

pemeriksaan umum, pemeriksaan gigi, kunjungan gizi, kunjungan imunisasi, kegiatan KIA,

kegiatan KB, pemeriksaan laboratorium. Kegiatannya meliputi :

1) Pengolahan data kondisi pasien

2) Pengolahan data anamnesis

3) Pengolahan data diagnosis

4) Pengolahan data terapi

5) Pengolahan data pemeriksaan/tindakan medis/penggunaan lab.

6) Pengolahan data obat

7) Pengolahan data rujukan

c. Farmasi Farmasi merupakan subsistem yang menangani data yang terkait dengan obat.

Fungsionalitasnya meliputi :

1) Pengolahan data master obat

2) Pengolahan data stok obat baru

3) Pengolahan data persediaan obat

4) Pengolahan data pelayanan/pemberian resep pasien

16

d. Pemantaun Data Register Pemantauan data register merupakan pemantauan data yang

terjadi di puskesmas secara harian/bulanan maupun periode tertentu. Kegiatannya meliputi

:

1) Register pemeriksaan umum

2) Register pemeriksaan gigi

3) Register pemeriksaan gizi

4) Register pemeriksaan imunisasi

5) Register pemeriksaan KIA

6) Register pemeriksaan KB

e. Laporan Laporan merupakan subsistem untuk membuat laporan/ rekapitulasi. Laporan

manajemen ini meliputi:

1) Laporan kunjungan pasien

2) Laporan 10 penyakit terbanyak

3) Laporan pengguanaan obat

4) Laporan tindakan medis terbanyak

5) Laporan metode pembayaran oleh pasien

6) Laporan billing

f. Pemetaan Pemetaan wilayah meliputi kunjungan pasien, penyakit terbanyak, penggunaan

obat, riwayat KLB, dan lain sebagainya. Akan tetapi mapping data kesehatan sangat jarang

dilakukan.  

2.6 Sistem Kesehatan dan Sistem pelayanan Kesehatan pada Individu dan Masyarakat

Sistem kesehatan (health system) adalah tatanan yang bertujuan tercapainya derajat

kesehatan yang bermutu tinggi dan merata, melalui upaya-upaya dalam tatanan tersebut yang

dilaksanakan secara efisien dan berkualitas serta terjangakau.

Sistem pelayanan kesehatan terdiri atas dua bagian yang merupakan subsistemnya,

yaitu system pelayanan kesehatan (Healht Service Delivery System) dan system pendanaan

kesehatan (Health Financing System). System pendanaan mendanai system pelayanan.

17

System pelayanan kesehatan terdiri atas dua bagian yang merupakan Subsystemnya,

yaitu system pelayanan kesehatan perorangan (medical service atau pelayanaan medis) dan

system pelayanan kesehatan masyarakat (public health service).

Dalam system pelayanan kesehatan perorangan terdapat berbagai upaya untuk

peningkatan kesehatan perorangan (selanjutnya disebut upaya kesehatan perorangan /UKP),

yaitu mulai dari promosi kesehatan, pencegahan penyakit dan kecacatan deteksi dini

penyakit/kecacatan dan penanganannya yang lebih tepat agar tidak terjadi komplikasi lebih

lanjut atau kecacatan.

Dalam upaya pelayanan kesehatan masayarakat juga dikenal upaya health promotion

dan specific protection yang dilaksanakan pada masyarakt secara keseluruhan.

Dari gambaran diatas terlihat bahwa upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya

kesehatan perorangan UKP) menjadi satu kesatuan upaya passa health promotion dan specific

protection. Dilihat dari sudut pathogenesis penyakit, maka upaya-upaya health promotion dan

specific protection ini adalah upaya pada masa “prepathogenesis”. Sedangkan upaya-upaya

early detection ang prompt treatment, disability limitation, rehabilitation adalah upaya-upaya

pada masa “pathogenesis”.

Dalam system pendanaanya, produk pelayanan kesehatan masyarakt umumnya

merupakan public goods sehingga didanai oleh pemerintah. Produk pelayanan kesehatan

perorangan bisa didanai oleh pemerintah (kalau dianggap public goods misalnya, pengobatan

penderita ppenyakit TBC sebagai bagian dari upaya pemberantasan penyakit TBC), bisa didanai

oleh perorangan sendiri (murni merupakan privat goods yang bisa langsung out of pocket

ataupun melalui asuransi pribadi/privat insurance). Pembiayaan pelayanan juga bisa campur

antara pemerintah dan masyarakat (public-privat mix).

SISTEM KESEHATAN DAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN

UPAYA PELAYANAN KESEHATAN PERORANGAN (UKP)

Dalam subsistem pelayanan kesehatan perorangan dalam kerangka keseluruhan system

kesehatan, terdapat berbagai upaya kesehatan perorangan (UKP) terdapat UKP yang

18

diselenggarakan dengan objek utama adalah penanganan pada periode “pre pathogenesis” dan

UKP dengan objek utama penanganan pada periode “pathogenesis”. UKP pertama lebih

menekankan upaya promosi kesehatan perorangan /health promotion(misalnya mengajarkan

pola hidup sehat pada pasien dan keluarga pasien stroke/pasien penyakit jantung. Upaya

kesehatan ini banyak diselenggarakan oleh perorangan secara mandiri (self care), oleh keluarga

(family care) atau kelompok anggota masyarakat (misalnya, perkumpulan jantung sehat).

UKP kedua lebih menekankan pada pelayanan periode “pathogenesis” (disability limitation,

rehabilitation). Upaya ini dilaksanakan di institusi pelayanan kesehatan yang disebut rumah

sakit.

Untuk penyakit yang banyak terjadi di masyarakat (common diseases) pelayanan

dilaksanakan di rumah sakit rujukan awal (primary hospital system) dimana penanganan secara

satu disiplin ilmu dapt dilaksanakan dengan baik.

Untuk penyakit yang penanganannya membutuhkan penanganan yang multidisiplin sederhana,

pelayanan dilaksanakan dirumah sakit rujukan lanjutan (secondary hospital system).

Untuk penyakit yang penanganannya membutuhkan penanganan multidisiplin

kompleks, pelayanan dilaksanakan dilaksanakan dirumah sakit rujukan lanjut (tertiary hospital

system).

Untuk Negara yang sangat maju ada pelayanan yang diutamakan dalam rangka pengembangan

ilmu (dengan pelayanan yang tetap berbasis pada kebutuhan pasien, bukan berbasis pada

pengembangan ilmu), pelayanan dilaksanakan dirumah sakit untuk pengembangan ilmu

(quaternary hospital).

Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Perorangan di Indonesia dan Lingkungannya

seperti telah diutarakan diatas, pelayanan kesehatan perorangan (medical service, pelayanan

medic) dapat dikategorikan dalam 4 kategori :

a. Pelayanan medic mandiri (self care and family medical care)

Yang dilaksanakan oleh pribadi kelompok masyarakat; aktifitas ini bisa dilaksanakan oleh

masing-masing individu, bisa secara berkelompok; aktifitas ini bisa dilaksanakan sebelum

19

orang menderita sakit (misalnya, dalam klub jantung sehat), bisa juga setelah orang

menderita penyakit atau kecacatan (misalnya, klub stroke).

b. Pelayanan medic dasar/primer (essential medical care and basic speciality care,

Ada yang menyebutnya preventife medical care atau primary medical care) Pelayanan ini

diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta/kelompok masyarakat. Idealnya pelayanan

ini dilaksanakan oleh dokter keluarga yang merupakan gate keeper dari pelayanan rujukan.

Pelayanan medic dasar ini dilaksanakan di puskesmas pemerintah, balkesmas swasta serta

dokter praktek perorangan swasta.

c. Pelayanan medic skunder/rujukan awal

Pelayanan ini dilaksanakan dirumah sakit dengan kemampuan nonspesialistik/spesialiatik

dasar (dulu dikenal dengan sebutan rumah sakit tipe D), sampai kerumah sakit dengan

kemampuan pelayanan spesialistik empat dasar( dikenal dengan nama rumah sakit tipe C)

ataupun dirumah sakit dengan kemampuan pelayanan lebih dari empat spesialisme plus

beberapa spesialisme dasar (dikenal dengan nama rumah sakit tipe B-awal). Rumah sakit

rujukan awal ini biasanya ada di ibu kota kabupaten dan kota madya.

d. Pelayanan medic tersier/rujukan lanjut

Pelayanan ini dilaksanakan dirumah sakit dengan kemampuan pelayanan semua spesialisme

plus beberapa subspesialisme(dikenal dengan nama rumah sakit tipe-B lanjut atau dirumah

sakit dengan kemampuan semua spesialisme dengan seluruh subspesialismenya(rumah

sakit tipe A). diindonesia rumah sakit rujukan lanjut ini semuanya berfungsi sebagai rumah

sakit pendidikan.

Upaya keseluruhan pada butir-butir diatas yang saling berhubungan (saling berkaitan,

saling berpengaruh, saling bergantung) satu sama lain, diselengarakan dalam satu daerah/

kabupaten/kota dalam satu system kesehatan daerah.

Keseluruhan stakeholders dalam system kesehatan tersebut dapat dilihat pada bagan.

20

Bagan 1.2. Upaya kesehatan perorangan/Rumah sakit dan Berbagai Stakeholder dan

lingkungan-Strateginya.

Rumah Sakit Sebagai Satu Sistem dalam Pencapaian EEQ

System adalah suatu kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian (yang dinamakan

subsistem), bagian tersebut saling berkaitan (interelasi) saling berpengaruh (interaksi), serta

saling bergantung (interdependensi) satu sama lain. “system” yang sempurna adalah tubuh

kita. Subsistem syaraf otak mengindra sesuatu yang menakutkan mengakibatkan tubuh

bereaksi terhadapnya. Reaksi berupa “lari”, yang dilaksanakan oleh system musculoskeletal,

sambil orang tersebut lari terkencing-kencing diakibatkan oleh subsistem urogenital, dan

sebagainya.

Dari sudut operasional rumah sakit sebagai satu system, dikenal subsistem pelayanan

(instalasi rawat jalan, rawat inap, bedah pusat, dan lain-lain), dan subsistem manajemen/

administrasi pelayanan. Dari sudut kewenangan (power), dikenal sub system pemilik, subsistem

professional kesehatan dan subsistem manajemen. Kewenangan yang dimiliki pemilik adalah

merupakan kewenangan yang diberikan olegh kekuasaan birokrasi. Kewenangan tersebut

21

dinamakan kewenangan birokrasi dan ditandai oleh adanya SK (surat keputusan) dari birokrasi

diatasnya.

Kewenangan birokrasi yang dimiliki pemilik dilaksanakan secara operasional oleh satu

intitas birokrasi yang dibentuk oleh pemilik melalui satu surat keoutusan (SK). Kewenangan

yang dimiliki profesi didapat melalui pendidikan yang terstruktur, berjenjang (sarjana

kedokteran, dokter umum, dokter spesialis, dokter subspesialis, dan seterusnya) dan

kewenangan tersebut ditandai dengan sertifikasi kopetensi oleh asosiasi profesi/kolegium

kedokteran bidang ilmu terkait.

Secara operasional komite medic (Depkes,1999) melaksanakan tugas professional

governance dalam masalah yang berkaitan dengan profesi dan profesionalisme, misalnya :

a. Pengelolaan tumpang tindih kewenangan profesi yang bekerja dirumah sakit.

b. Pengelolaan penggunaan antibiotic oleh semua spesialisasi.

c. Melakukan seleksi para professional yang akan bekerja dirumah sakit, untuk menilai

kemampuan profesionalnya (credentialing).

d. Melaksanakan monitoring dan evaluasi mengenai kinerja profesi para professional yang

bekerja diumah sakit.

e. Dan lain-lainnya baik yang murni berkaitan hanya dengan keprofesian, maupun yang

berkaitan dengan hal-hal diluar profesi.

Sebagai contoh, dalam pengelolaan profesi dirumah sakit, maka sebagai satu system,

ketergantungan dan saling berpengaruh antara satu subsistem dengan subsistem lain dalam

system rumah sakit pasti terjadi.

Contoh lain, diluar negeri yang gencar tuntunan hukum terdapat profesi dokter, maka tindakan

profesi yang tidak benar akan berdampak pada keuangan ruumah sakit. Itulah sebabnya resiko

kesakitan ataupun resiko kematian perlu dikaitkan juga dengan resiko keuangan rumah sakit.

Keseluruhan tata cara pengelolaan yang berlaku dirumah sakit ini ditetapkan bersama-sama

oleh unsure profesi dengan unsure birokrasi, yang dibanyak rumah sakit ketentuan dinamakan

hospital by law.

Manajemen Rumah Sakit di Indonesia dan Kebutuhan Data serta Informasinya

22

Manajemen rumah sakit berkembang dai waktu ke waktu. Pada sesudah perang dunia

ke-2, manajemen rumah sakit dilaksanakan dengan sangat murni sebagai lembaga social

(philanthrop). Pengambilan keputusan manajerial tidak pernah dilaksanakan dengan memakai

asas ekonomi, seperti membandingkan produksi dan biaya(efisiensi). Sitem informasi yang

berkembang dirumah sakit hanyalah berorientasi pada pelayanan mediknya saja.

Perkembangan IPTEK kedokteran dan kesehatan berkembang pesat, biaya pelayanan

kesehatan yang dibiayai pemerintah naik dengan tajam. Ini menyebabkan pemerintah tidak

berkemampuan untuk mendanai pelayanan kesehatan secara penuh, sehingga diharapka

masyarakat ikut mendanai pelayanan kesehatan. Hal ini dimungkinkan karena pada pelayanan

medic khususnya dirumah sakit, komponen privat goods cukup besar sehingga bila dikelola

menurut asas ekonomi (yang tetap bersifat social) akan mengakibatkan masyarakat dapat ikut

mendanai pelayanan rumah sakit. Manajemen rumah sakit kemudian berkembang menjadi sifat

sosio-ekonomis. Muncullah sistilah “rumah sakit swadana” yang system informasinya mulai

membandingkan produksi dengan biaya produkasi. System informasi rumah sakit juga

berkembang, tidak saja bertujuan “membelanjakan uang untuk pelayanan”’ tetapi dihitung

biaya satuan dari tiap-tiap produkasi pelayanan.

Dalam pengelolaan perusahaan, maka sisa hasil usaha atau yang dalam usaha nonsosial

disebut sebagai “profit”, menjadi salah satu tujuan dan ini juga berkaitan dengan tujuan

efisiensi rumah sakit.

Secara keseluruhan, system informasi pelayanan profesi dirumah sakit dengan system

informasi administrasi pelayanan profesi harus dikuasai secara terpadu oleh profesi yang

bekerja dibidang manajemen informasi kesehatan (di indonesia bernaung dibawah organisasi

PORMIKI).

Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit dalam Sistem Informasi

Kesehatan Nasional dan Tantangan Masa Depan

System informasi manajemen rumah sakit merupakan salah satu bagian dari system

informasi upaya pelyanan kesehatan perorangan dan SI-UKP ini merupakan bagian dari system

23

informasi pelayanan kesehatan, yang kemudian merupakan bagian dari system informasi

kesehatan (SIK), (Sudarmono,2001).

Dengan berlakunya UU otonomi daerah, keter paduan system informasi kesehatan

didaerah otonom dengan system informasi dipusat merupakan syarat mutlak bagi keterpaduan

Visi, Misi, strategi dibidang kesehatan didaerah dengan visi, misi dan strategi tingkat nasional

(Sudarmono, 2000).

Dengan berlakunya UU praktek kedokteran 2004, maka tindakan para dokter harus bias

dipertanggung jawabkan secara hukum disamping dipertanggung jawabkan secara profesi (hal

terakhir ini sudah dilaksanakan para dokter sebelum UU tersebut). Pertanggungjawaban

penyelengaraan profesi secara hukummemeerlukan bukti-buki hukum tertulis, dan bagian yang

sangat inti dari penyelenggaraan profesi ini ada dalam Remkam Medik.

Menghadapi tiga hal tersebut (globalisasi, otonomi daerah dan perkembangan teknologi

informasi), disamping diperlukan kesatuan Visi dan Misi (Sudarmono,2000).

Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit

A. Latar Belakang

Dalam menjalankan fungsi pembinaan upaya kesehatan, Kementerian Kesehatan

membutuhkan informasi yang handal, tepat, cepat dan terbarukan (up to date) untuk

mendukung proses pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan secara tepat.

Sebagai salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya

kesehatan, Rumah Sakit sering mengalami kesulitan dalam pengelolaan informasi baik untuk

kebutuhan internal maupun eksternal. sehingga perlu diupayakan peningkatan pengelolaan

informasi yang efisien, cepat, mudah, akurat, murah, aman, terpadu dan akuntabel. Salah satu

bentuk penerapannya melalui sistem pelayanan dengan memanfaatkan teknologi informasi

melalui penggunaan sistem Sistem Informasi berbasis komputer.

24

Sistem Informasi dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pelayanan data dan informasi

dengan lebih produktif, transparan, tertib, cepat, mudah, akurat, terpadu, aman dan efisien,

khususnya membantu dalam memperlancar dan mempermudah pembentukan kebijakan dalam

meningkatkan sistem pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang penyelenggaraan Rumah

Sakit di Indonesia.

Pemanfaatan teknologi informasi menggunakan sistem yang baik merupakan solusi

paling tepat dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan, koordinasi, efisiensi,

responsibilitas, pengawasan serta penyediaan informasi secara cepat, tepat dan akurat.

Kebutuhan Sistem Informasi pada Rumah Sakit bahkan telah ditetapkan sebagai suatu

kewajiban, seperti yang tertuang pada Undang-Undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah

Sakit, pasal 52 ayat 1: “Setiap Rumah Sakit wajib melakukan pencatatan dan pelaporan tentang

semua kegiatan penyelenggaraan Rumah Sakit dalam bentuk Sistem Informasi Manajemen

Rumah Sakit”

Berdasarkan hal tersebut di atas, Direktorat Jenderal yang menyelenggarakan urusan di

bidang Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan memandang perlunya membangun

kerangka acuan kerja (framework) dan perangkat lunak (software) aplikasi sistem informasi

Rumah Sakit yang bersifat sumber terbuka umum (open source generic) untuk Rumah Sakit di

Indonesia. Dengan adanya software aplikasi open source generik ini diharapkan Rumah Sakit di

Indonesia dapat menggunakan, mengembangkan, mengimplementasi dan memelihara sendiri.

Sehingga akan terdapat keseragaman data yang dikirim kepada Kementerian Kesehatan.

B. Strategi

Tata kelola sistem informasi yang baik harus selaras dengan fungsi, visi, misi dan strategi

organisasi. Secara umum sistem informasi Rumah Sakit harus selaras dengan bisnis utama (core

bussines) dari Rumah Sakit itu sendiri, terutama untuk informasi riwayat kesehatan pasien atau

rekam medis (tentang indentitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan

lain yang diberikan kepada pasien), informasi kegiatan operasional (termasuk informasi sumber

daya manusia, material, alat kesehatan, penelitian serta bank data.

25

Keberhasilan implementasi sistem informasi bukan hanya ditentukan oleh teknologi

informasi tetapi juga oleh faktor lain, seperti proses bisnis, perubahan manajemen, tata kelola

IT dan lain-lainnya. Karena itu bukan hanya teknologi tetapi juga kerangka kerja secara

komprehensif sistem informasi Rumah Sakit.

C. Proses Bisnis

1. Pelayanan Utama (Front Office)

Setiap Rumah Sakit memiliki prosedur yang unik (berbeda satu dengan lainnya), tetapi

secara umum/generik memiliki prosedur pelayanan terintegrasi yang sama yaitu proses

pendaftaran, proses rawat (jalan atau inap) dan proses pulang (seperti pada gambar berikut).

Data yang dimasukan pada proses rawat akan digunakan pada proses rawat dan pulang. Selama

proses perawatan, pasien akan menggunakan sumber daya, mendapat layanan dan tindakan

dari unit-unit seperti farmasi, laboratorium, radiologi, gizi, bedah, invasive, diagnostic non

invasive dan lainnya. Unit tersebut mendapat order/pesanan dari dokter (misalnya berupa

resep untuk farmasi, formulir lab dan sejenisnya) dan perawat.

Jadi dokter dan perawat sebagai aktor/SDM inti pada proses bisnis Rumah Sakit (seluruh order

berasal dari mereka). Karena itu kami menyebutkan inti sistem ini sebagai order communation

system.

2. Pelayanan Administratif (Back-Office)

Rumah Sakit merupakan unit yang mengelola sumber daya fisik (manusia, uang, mesin/alat

kesehatan/aset, material seperti obat, reagen, alat tulis kantor, barang habis pakai dan

sejenisnya). Walaupun proses bisnis setiap Rumah Sakit unik tapi tetap terdapat proses umum,

diantaranya perencanaan, pembelian/pengadaan, pemeliharaan stok/inventory, pengelolaan

Aset, pengelolaan SDM, pengelolaan uang (hutang, piutang, kas, buku besar dan lainnya).

Proses back office ini berhubungan/link dengan proses pada front office, digambarkan berikut

ini.

Proses bisnis data tidak terstruktur

26

Proses-proses bisnis tersebut di atas yang melibatkan data-data terstruktur, yang dapat dikelola

dengan relational database management system, selain itu terdapat proses bisnis yang

melibatkan data yang tidak terstruktur seperti alur kerja, surat diposisi, email, manajemen

proyek, kolaborasi, team work, manajemen dokumen dan sejenisnya.

D. Arsitektur Infrastruktur

Kebutuhan infrastruktur jaringan komputer kedepan bukan hanya untuk kebutuhan Sistem

informasi RS saja, tetapi juga harus mampu digunakan untuk berbagai hal, se

perti jalur telepon IP, CCTV, Intelegent Building, Medical Equipment dan lain-lain.

Untuk mendukung pelayanan tersebut, maka infrastruktur jaringan komunikasi data yang

disyaratkan adalah:

1. meningkatkan unjuk kerja dan memudahkan untuk melakukan manajemen lalu lintas data

pada jaringan komputer, seperti utilisasi, segmentasi jaringan, dan security.

2. membatasi broadcase domain pada jaringan, duplikasi IP address dan segmentasi jaringan

menggunakan VLAN (virtual LAN) untuk setiap gedung dan atau lantai.

3. memiliki jalur backbone fiber optik dan backup yang berbeda jalur, pada keadaan normal

jalur backup digunakan untuk memperkuat kinerja jaringan/redudant, tapi dalam keadaan

darurat backup jaringan dapat mengambil alih kegagalan jaringan.

4. Memanfaatkan peralatan aktif yang ada, baik untuk melengkapi ke kurangan sumber daya

maupun sebagai backup.

5. dianjurkan pemasangan oleh vendor jaringan yang tersertifikasi (baik perkabelan maupun

perangkat aktif).

6. dokumentasi sistem jaringan lengkap (perkabelan, konfigurasi, uji coba, dan sejenisnya)

baik hardcopy maupun softcopy.

7. mengingat penggunaan jaringan yang komplek kedepan, maka perangkat aktif

mengharuskan pengelolaan bertingkat, seperti adanya:

a. core switch yang merupakan device vital dalam local area network di Rumah Sakit dimana

core switch ini sebagai bacbone lan dan sentral switch yang berperan dalam prosessing semua

paket dengan memproses atau men-switch traffic secepat mungkin).

27

b. distribution switch yang merupakan suatu device antara untuk keperluan pendistribusian

akses antar core switch dengan access switch pada masing-masing gedung, dimana antara

sebaiknya distribution switch dan core switch terhubung melalui fiber optic.

c. acces switch yang merupakan suatu device yang menyediakan user port untuk akses ke

network.

E. Arsitektur Data

Untuk menghindari pulau-pulau aplikasi dan memudahkan Kementerian Kesehatan

mengolah data yang homogen, maka perlu dibuat arsitektur data yang baik, untuk

mengakomodir kebutuhan informasi para pengguna. Beberapa aspek harus diperhatikan dalam

membangun arsitektur data:

1. Kodefikasi

Kodefikasi selain keharusan untuk otomatisasi/komputerisasi, juga diperlukan untuk

integrasi dan penglolaan lebih lanjut seperti statistik.

2. Mapping

Karena sering berbeda keperluan kodefikasi data, maka diperlukan mapping data untuk

integrasi dan pengelolaan lebih lanjut, misalnya mapping kodefikasi antara tarif dengan kode

perkiraan/chart of account, mapping kode kabupaten/kota dengan provinsi dan sejenisnya.

3. Standar pertukaran data antar aplikasi

Beberapa software aplikasi yang terpisah, membutuhkan standard pertukaran data agar

dapat berkomunikasi satu aplikasi dengan lainnya. Seperti Heath Level 7 (HL7), DICOM, XML

dan sejenisnya.

4. Database

Desain struktur database, sebaiknya mengacu pada best practice database Rumah Sakit

dan mengambil dari sumber terbuka serta mempertimbangkan kebutuhan informasi

stakeholder terkait.

F. Arsitektur Aplikasi

Mengingat kompleksnya proses bisnis pada Rumah Sakit, berikut ini g

ambaran arsitektur minimal SIMRS yang dapat mengakomodir kebutuhan informasi.

28

1. Front Office

Data yang dimasukan pada proses rawat akan digunakan pada proses rawat dan pulang. Selama

proses perawatan, pasien akan menggunakan sumber daya, mendapat layanan dan tindakan

dari unit-unit seperti farmasi, laboratorium, radiologi, gizi, bedah, invasive, diagnostic non

invasive dan lainnya. Unit tersebut mendapat order/pesanan dari dokter (misalnya berupa

resep untuk farmasi, formulir lab dan sejenisnya) dan perawat.

Jadi dokter dan perawat sebagai aktor/SDM inti pada proses bisnis Rumah Sakit (seluruh order

berasal dari mereka). Karena itu kami menyebutkan inti sistem ini sebagai order communation

system.

Front office meliputi:

• ANTRIAN REGISTRASI

• MODUL APPOINTMENT

• REGISTRASI

• PELAYANAN INFORMASI

• PENGADUAN

• PANEL INFORMASI PUBLIK

(dalam simrs.net), Bagian Front Office meliputi:

1) Unit Customer Service (pusat informasi)

2) Unit pendaftaran pasien rawat inap

3) Unit pendaftaran pasien rawat jalan

4) Unit pendaftaran pasien rawat darurat

5) Unit pendaftaran pasien di Unit Penunjang

2. Back Office

Rumah Sakit merupakan unit yang mengelola sumber daya fisik (manusia, uang,

mesin/alat kesehatan/aset, material seperti obat, reagen, alat tulis kantor, barang habis pakai

dan sejenisnya). Walaupun proses bisnis setiap Rumah Sakit unik tapi tetap terdapat proses

umum, diantaranya perencanaan, pembelian/pengadaan, pemeliharaan stok/inventory,

pengelolaan Aset, pengelolaan SDM, pengelolaan uang (hutang, piutang, kas, buku besar dan

lainnya). Proses back office ini berhubungan/link dengan proses pada front office,

29

Back Office meliputi:

1) Medical record (unit rekam medik pusat)

2) Akuntansi keuangan (termasuk UKPPK/Klaim pihak ketiga)

3) Remunerasi (jasa pelayanan dan jasa dokter)

4) Mobilisasi dana (general cashier)

5) Unit binatu dan sterilisasi

6) Inventory medik dan non medik

7) Kepegawaian dan penggajian

8) Unit pemeliharaan sarana medik

9) Unit PDE / SIMRS, yang meliputi fungsi2:

a. Pusat konsultasi (Help Desk)

b. Trainer / Supervisor Data

c. Network Operation Centre

d. Administrasi server (Administrator)

e. Manajemen Data

3. Komunikasi dan Kolaborasi

a. Komunikasi

1. Interoperabilitas

Interoperabilitas adalah dimana suatu aplikasi bisa berinteraksi dengan aplikasi lainnya melalui

suatu protokol yang disetujui bersama lewat bermacam-macam jalur komunikasi diantaranya

dapat terjadi komunikasi data dengan aplikasi berikut:

A. Standarisasi SIMAK BMN (untuk Rumah Sakit milik pemerintah)

Minimal pengkodean barang mengunakan kode yang terdapat pada SK BMN, jika tidak

harus di buat mapping antara SK BMN dengan pengkodean Rumah Sakit tersebut.

B. Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)

30

Dapat terjadi komunikasi data antara SIMRS dengan Kementerian Kesehatan untuk

pelaporan SIRS.

C. Sistem Casemix (khusus yang melaksanakan program Jaminan Kesehatan Nasional)

Dapat terjadi komunikasi data antara SIMRS dengan Kementerian Kesehatan untuk

pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional.

D. Aplikasi yang lainnya yang mendukung Kinerja Rumah Sakit

2. One Medic – One Solutions for Health Information System

One Medic – One Solutions for Health Information System merupakan suatu aplikasi piranti

lunak yang telah dikembangkan sejak tahun 2008. Protocol komunikasi yang tersedia telah

dilengkapi dengan system keamanan sehingga dapat menekan berbagai tindakan cyber crime

oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Desain aplikasi SIMRS One Medic berbasis Web dimana pengguna dapat melakukan integrasi

dengan pihak-pihak internal maupun eksternal secara online’. Manfaat Intergasi secara Online

bertujuan untuk mengantisipasi pengulangan pekerjaan administrasi yang dapat memicu

terjadinya human error sehingga potensi kerugian Rumah Sakit dapat ditekan. Fitur-fitur SIMRS

One Medic sebagai solusi untuk menjawab tantangan masa depan industri pelayanan medik:

1. Security system: modul ini dapat mengatur informasi dan data yang diperbolehkan untuk

diaksesbaik oleh pihak internal maupun eksternal. Pengaturan tersebut dilakukan selain untuk

melindungi kerahasiaan data pasien juga untuk menghindari penyalahgunaan informasi penting

lainnya oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

2. MPI server solutions: adalah sistim komunikasi online yang dirancang untuk

menjembatani komunikasi antar sistem. Aplikasi MPI server solutions dapat digunakan sebagai

alat konfirmasi hak-hak pasien terhadap jenis tindakan medis dan obat-obatan yang dapat

diberikan oleh Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan Pihak Penjamin.a

3. Billing records system: seluruh data tindakan medik dan obat-obatan yang diberikan pada

pasien otomatis terekam secara online dan dapat diatur sesuai dengan format penagihan yang

ditetapkan oleh Pihak Penjamin. Feature ini dapat mempersingkat proses pekerjaan

administrasi penagihan sehingga dapat menekan angka piutang.

31

Untuk media komunikasi informasi antara unit dapat digunakan media komputer yang sudah

terintegrasi dengan jaringan LAN dengan menggunakan aplikasi Messenger atau chating, selain

itu juga sudah ada nya telepon lokal yang membantu hubungan komunikasi antar unit.

Sedangkan untuk akses komunikasi ke luar instansi menggunakan akses internet yang

terintegrasi melalui jaringan Pemerintah Kota.

b. Kolaborasi

Dari aspek pembiayaan bahwa Rumah Sakit memerlukan biaya operasional dan investasi

yang besar dalam pelaksanaan kegiatannya, sehingga perlu didukung dengan ketersediaan

pendanaan yang cukup dan berkesinambungan. Apalagi jika Rumah Sakit akan melakukan

investasi dalam bidang teknologi informasi, dimana perubahan teknologi merupakan hal yang

pasti terjadi setiap saat, sehingga investasi tersebut baik dalam bidang perangkat lunak

(Software), perangkat keras (hardware)maupun tenaga SDM pelaksana (Brainware) akan

menjadi investasi yang mahal dan berkelanjutan. Oleh karena itu, Rumah Sakit berada di dua

sisi, yaitu harus menerapkan teknologi informasi dalam bentuk SIMRS baik Hardware,

Softwaremaupun Brainware, sementara Rumah Sakit juga harus selalu up-to-date baik dari segi

teknologi maupun bisnis proses/kebijakan yang terangkum dalam bentuk software.

Kerjasama dalam bentuk Kerjasama Operasional (KSO) atau Built Operational Transfer (BOT)

merupakan salah satu solusi untuk penerapan teknologi informasi, sehingga resiko investasi

(Hardware, Software dan Brainware) dan resiko pelaksanaan sistem akan berada di pihak

konsultan. Sehingga Rumah Sakit tidak perlu melakukan investasi yang besar serta akan dijamin

keberhasilan pelaksanaan SIMRS tersebut.

Kerjasama Operasional (KSO) adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana masing-

masing sepakat untuk melakukan suatu usaha bersama dengan menggunakan aset dan atau

hak usaha yang dimiliki dengan menanggung keuntungan dan kerugian secara bersama-sama.

KSO didasarkan atas waktu kerjasama (by time), sehingga masa berakhirnya KSO adalah setelah

masa kerjasama yang disepakati berakhir, bukan pada Break Event Point (BEP) dari besarnya

investasi yang ditanamkan oleh investor. Dan prinsip KSO berbeda dengan pola “Cicilan/Kredit”

maupun “Leasing/Sewa Pakai”

Bentuk Bangun, Serah, Kelola (Build, Transfer, and Operate/BTO).

32

Investor membangun aset dan mencatatnya sebagai “Aset KSO pada Kas/Hutang.”

Kemudian menyerahkan aset yang telah dibangunnya ke Pemilik Aset dan mencatatnya sebagai

“Hak Bagi Pendapatan pada Aset KSO” (Nominal Base) dan aset diamortisasi selama masa

Konsensi. Selama masa Konsensi, investor menerima bagi hasil dari pemilik aset dan

mencatatnya sebagai “Kas/Piutang pada Pendapatan KSO.”

Pemilik Aset dapat menyerahkan aset dan dicatat sebagai “Aset KSO pada

Kas/Hutang/Aset Tetap” kemudian Pemilik Aset menggelola Aset KSO secara Periodik membagi

pendapatan dan mencatat sebagai “Beban KSO pada Kas/Hutang.” Dan Pemilik Aset bisa

mendapatkan seluruh aset (Sesuai Perjanjian) dari Investor diakhir masa Konsensi.

Bentuk tersebut bisa dikombinasikan dengan Perjanjian Bagi Hasil (PBH) atau Perjanjian

Bagi Pendapatan (PBP) dengan cara tertentu. Hak milik aset yang digunakan untuk Kerjasama

Operasional (KSO) adalah Hak milik Penyerta aset selama periode perjanjian KSO. Aset yang

disetrakan dalam KSO tidak terkena transaksi jual-beli, sehingga tidak dipungut PPN. Aset

tersebut juga disusutkan berdasarkan masa manfaatnya. Pada akhir masa Konsensi (masa KSO)

aset dapat dipindah tangankan merujuk pada perjanjian kedua belah pihak.

Aset yang diserahkan pemilik aset untuk diusahakan dalam perjanjian Kerjasama Operasi

(KSO) harus dicatat oleh pemilik aset sebagai aset KSO sebesar biaya perolehannya. Apabila

yang diserahkan untuk diusahakan dalam perjanjian KSO adalah hak penyelenggaraan usaha

yang tidak memiliki biaya perolehan, maka pemilik aset hanya perlu mengungkapkan

keberadaan transaksi tersebut.

4. Infrastruktur

Konsep sistem infrastruktur yang ditawarkan untuk memperbaiki dan penyempurnakan sistem

infrastruktur yang telah dimiliki oleh Rumah Sakit, yaitu berupa penambahan pada sistem

Network Operational Center / Data Center

Konsep yang ditawarkan dalam memperbaiki dan menyempurnakan sistem infrastruktur

Rumah Sakit meliputi perbaikan dan penyempurnaan pada :

• Konfigurasi Sistem Server

• Konfigurasi sistem LAN (Local Area Network)

33

• Konfigurasi sistem WLAN (Wireless LAN)

• Konfigurasi sistem back up co-location

Sistem Informasi Kesehatan Puskesmas

Pengertian SIK di puskesmas

Proses pengolahan data kesehatan menjadi informasi yang nantinya akan digunakan untuk

penyusunan program dan kegiatan.

Dalam upaya mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Provinsi

mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) Puskesmas yang berbasis Teknologi

Informasi. Prototipe SIK yang dikembangkan mengacu kepada kebutuhan informasi untuk

pengelolaan klien dan unit pelayanan di tingkat puskesmas, SP2TP, Indikator SPM dan Indikator

Indonesia Sehat 2010.

Dengan dikembangkannya Sistem Informasi Kesehatan Puskesmas yang dapat menyajikan

informasi secara cepat, tepat dan dapat dipercaya sehingga informasi yang disajikan puskesmas

dapat dipakai untuk pengambilan keputusan di berbagai tingkat sistem kesehatan dan berbagai

jenis manajemen kesehatan baik untuk manajemen pasien, unit dan sistem kesehatan sehingga

dapat meningkatkan mutu pelayanan Dinas Kesehatan kepada masyarakat. Dengan demikian

maka pelayanan kesehatan yang diberikan dapat lebih fokus dan spesifik untuk suatu daerah.

Hal ini akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari kerja puskesmas. Untuk itu perlu

ditingkatkan kevalidan data yang terdapat pada masukan input dimana hasil yang diinginkan

nantinya dapat terjamin kevalidannya sehingga keputusan yang diambil oleh para pengambil

keputusan dapat tepat pada sasaran.

Tujuan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan (SIK)

Puskesmas adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui sistem informasi

yang terintegrasi di semua unit pelayanan Puskesmas sehingga dapat meningkatkan kecepatan

proses pada pelayanan, mempermudah akses data, pelaporan dan akurasi data sehingga

menjadi lebih baik.

34

Manfaat Pengembangan Sistem Informasi Puskesmas (SIK)

Puskesmas adalah dapat meningkatkan Pelayanan Kesehatan kepada Masyarakat melalui

penerapan Sistem informasi Kesehatan Puskesmas yang terintegrasi dari semua unit pelayanan.

Demikian pula dapat menyajikan informasi secara cepat, tepat dan dapat dipercaya sehingga

informasi yang disajikan puskesmas dapat dipakai untuk pengambilan keputusan di berbagai

tingkat sistem kesehatan dan berbagai jenis manajemen kesehatan baik untuk manajemen

pasien, unit dan sistem kesehatan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan Dinas

Kesehatan kepada masyarakat.

Prototipe SIK Puskesmas terdiri dari 7 Sub Sistem yaitu :

-Sub Sistem Kependudukan, yang berfungsi untuk mengelola data kependudukan terdiri dari

family folder, pencatatan mutasi lahir, mutasi wafat dan mutasi pindah.

-Sub Sistem Ketenagaan, yang berfungsi untuk mengelola data ketenagaan. Data yang diolah

adalah data pribadi, anak, riwayat kepangkatan, riwayat jabatan, riwayat pendidikan, riwayat

penjenjangan, riwayat latihan teknis/fungsional, data riwayat penghargaan serta data

penugasan pegawai.

-Sub Sistem Sarana dan Prasarana, yang berfungsi mengelola data sarana dan prasarana,

seperti peralatan medis, kendaraan, gedung, tanah dan peralatan lainnya.

-Sub Sistem keuangan, yang berfungsi untuk mengelola data keuangan secara garis besar saja

yaitu mencakup besar pembiayaan menurut kegiatan dan sumber biaya.

-Sub Sistem Pelayanan Kesehatan, yang berfungsi mengelola data pelayanan kesehatan,

terdiri dari pelayanan dalam gedung yaitu sub sistem rawat jalan yang meliputi pelayanan dasar

(BP,GIGI, KIA,Imunisasi, Laboratorium) dan pelayanan puskesmas keliling, rawat inap, rekam

medis dan manajemen obat. Pelayanan luar gedung meliputi sub sistem KIA dan GIZI, Kesling

dan TTU, Pemberantasan Penyakit Menular, PKM, PSM, dan PERKESMAS.

-Sub Sistem Pelaporan, yang berfungsi untuk menyediakan laporan-laporan, meliputi laporan

SP2TP (LB1, LB2, LB3 dan LB4) dan laporan program.

35

-Sub Sistem Penunjang, yang menyediakan layanan penunjang sistem seperti: membuat

backup dan restore data, data recovery, user list and right assignment, user shortcut, short

message over network.

Hambatan-hambatan penerapan SIK (Sistem Informasi Kesehatan) di Indonesia.

Melihat Sistem Informasi Kesehatan yang ada di Indonesia, maka kita bisa menilai bahwa

penerapannya masih cukup kurang. Khususnya untuk Surveilans yang berfungsi untuk

menggambarkan segala situasi yang ada khususnya perkembangan penyakit sehingga

berpengaruh terhadap derajat kesehatan setiap individu di dalam populasi yang ada.

Sebagai contoh misal gambaran Sistem Informasi Pada Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Timur,

Propinsi Kalimantan. Timbul berbagai permasalahan tetrkait penerapan Sistem Informasi

kesehatan, disana digambarkan bahwa masih ditemukannya beberapa puskesmas yang tidak

sesuai dalam proses pencatatan dan pendataan. Terbukti dengan masih adanya 5 Puskesmas

yang tidak menggunakan komputer dari 19 Puskesmas yang ada.

Tidak hanya masalah tersebut saja, yang menjadi penghambat atas penerapan SIK (Sistem

Informasi Kesehatan) di Dinas Kesehatan Kabupaten Kutai Timur, Propinsi Kalimantan.

Melainkan masih banyak sekali masalah yang timbul, yaitu :

a. Untuk mengakses data sulit karena terpisah antara program.

b. Adanya perbedaan data antar bagian dengan data yang sama, misalnya jumlah bayi.

c. Sulitnya menyatukan data karena format laporan yang berbeda-beda.

d. Adanya pengambilan data yang sama berulang-ulang dengan format yang berbeda-beda

dari masing-masing bagian.

e. Waktu untuk mengumpulkan data lebih lama, sehingga pengolahan dan analisis data

sering terlambat.

f. Pimpinan sulit mengambil keputusan dengan cepat dan akurat karena data berbeda dan

keterlambatan laporan.

36