sidik perfusi miokard

Upload: fitrie-desbassarie

Post on 10-Jan-2016

49 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kedokteran nuklir dapat digunakan untuk diagnostik.

TRANSCRIPT

CASE REPORT SESSION

SIDIK PERFUSI MIOKARD

Disusun Oleh:

Tiara Ayu Murti1301-1212-0641Fitrie Desbassarie 1301-1212-0550

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN NUKLIR RUMAH SAKIT DOKTER HASAN SADIKIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2014I. Anamnesa

KU : Sesak (+)

Pasien sesak sejak 1 minggu yll, nyeri dada (+) sejak 6 bln yll. Riwayat Hipertensi sejak 3 bln yll, Riw. DM (+) sejak 1 bln yll. Riw operasi jantung (-).

III. Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Kompos Mentis

BB

: 55 Kg

TB

: 150 cmTanda Vital

Tensi

: 170/110 mmHg

Nadi =HR

: 90 X / menit, reguler, equal, isi cukup Respirasi

: 28 x/menit

Suhu

: AfebrisStatus Generalis :

Kepala:

Konjungtiva tidak anemis

Sklera tidak ikterikLeher:

JVP tidak meningkat

KGB tidak teraba membesar

Thorax:

Bentuk dan gerak simetris

Batas jantung normal

Bunyi jantung S1 = S2

Murmur (-)

Pulmo sonor

VBS ki=ka

Ronchi (-)/(-)

Wheezing (-)/(-)Abdomen:

Datar, lembut

Hepar dan lien tidak teraba

BU (+) N

Nyeri tekan (-)Ekstremitas:

Edem (-)/(-)

Akral hangatIV. PEMERIKSAAN PENUNJANGFoto Thorax :

- Cor membesar ke kiri, apex tertanam, pinggang jantung agak menonjol.

- Sinuses dan diafragma normal.

- Pulmo : Hili tidak melebar, corakan paru normal, tidak tampak

kranialisasi/infiltrat.

- Fisura minor agak menebal.Kesan : Kardiomegali (dominan LVH) tanpa bendungan paru.- Pemeriksaan Laboratorium

Profil lemak

- Kolesterol

: 219*

- LDL Kolestrol direk: 164* (tinggi)Gula Darah

- GDP

: 130* (tinggi)

- Sidik Perfusi Miokardium

Deskripsi :

Sidik Perfusi Miokard dilakukan dalam 2 tahap, dalam 2 hari yang berbeda, yaitu dengan beban farmakologis (adenosin) dan saat istirahat. Adenosin diberikan secara intravena dengan dosis 140 mcg/kg/menit selama 6 menit. Radiofarmaka disuntikkan pada menit ke-6 setelah pemberian adenosin. Tekanan darah sebelum pemberian adenosin 170/110 mmHg dengan denyut jantung 102 x/menit, sedangkan tekanan darah pada akhir pemberian adenosin 170/110 mmHg dan denyut jantung 98 x/menit. Tidak ada keluhan yang spesifik selama dan setelah pemberian adenosin.

Dari pencitraan tampak dilatasi ventrikel kiri dengan distribusi radioaktivitas tidak rata.

Dari pencitraan saat beban, tampak penangkapan radioaktivitas yang minim pada apeks, segmensegmen apiko lateral, dan apiko inferior. Tampak pula penangkapan radioaktiviitas yang kurang pada apiko septal dan basal inferolateral

Dari pencitraan saat istirahat, tampak sedikit perbaikan penangkapan radioaktivitas pada sebagian apeks dan segmen-segmen apiko inferior dan apiko lateral (defek perfusi reversibel partial), sedangkan pada apiko septal dan basal inferolateral tidak tampak perbaikan.

Nilai fraksi ejeksi ventrikel kiri pada saat pembebanan dan istirahat berturut turut : 22% dan 18 %

Kesimpulan :

Gambaran demikian menunjukkan adanya infark miokard di apeks dan segmen-segmen apikoinferior serta apikolateral yang dikelilingi oleh iskemia miokard reversible partial pada segmen-segmen miokardium pada segmen apiko inferior, apiko septal, serta basal inferolateral.

V. DIAGNOSIS KERJA

Coronary Artery Disease dengan Left ventricle hypertrophyVI. USULAN PEMERIKSAAN EKG ECHOCARDIOGRAPHYVII. PROGNOSIS

Quo ad vitam

: dubia ad bonam Quo ad functionam : dubia ad bonamCORONARY ARTERY DISEASE

Dalam keadaan normal, terdapat keseimbangan antara suplai O2 oleh miokardium dan kebutuhan O2 dalam jaringan. Ada empat faktor yang mempengaruhi kebutuhan O2 miokardium yaitu frekuensi denyut jantung, daya kontraksi, massa otot dan tegangan dinding ventrikel. Apabila terjadi peningkatan kebutuhan O2 dalam jaringan maka aliran pembuluh darah koroner akan meningkat dengan melebarkan pembuluhnya. Rangsangan yang paling kuat untuk meningkatkan aliran pembuluh darah koroner adalah hipoksia jaringan. Apabila pembuluh darah mengalami stenosis atau gangguan sehingga tidak dapat melebar akan terjadi penurunan O2 dalam jaringan. Iskemia adalah suatu keadaan defisiensi O2 dalam jaringan yang bersifat sementara dan reversible. Iskemia yang berlangsung lama akan menyebabkan kematian sel (nekrosis). Secara klinis, nekrosis pada miokardium dikenal sebagai infark miokard.

Patogenesis

Penyebab penyakit arteri koronaria yang paling sering ditemukan adalah aterosklerosis pembuluh koroner. Aterosklerosis menyebabkan penimbunanlipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan mempengaruhi aliran darah miokardium.

Perubahan patologis yang terjadi pada pembuluh yang mengalami kerusakan yaitu :

1. Dalam tunika intima timbulendapan lemak dalam jumlah kecil yang tampak bagaikan garis lemak.

2. Penimbunan lemak, terutama beta-lipoprotein yang mengandungbanyakkolesterol pada tunika intima dan tunika media bagian dalam.

3. Lesi yang diliputi oleh jaringan fibrosa menimbulkan plak fibrosa.

4. Timbul ateroma atau kompleks plas aterosklerotik yang terdiri dari lemak, jaringan fibrosa, kolagen, kalsium, debris seluler dan kapiler.

5. Perubahan degeneratif dinding arteria.

Meskipun penyempitan lumen berlangsung progresif dan kemampuan vascular untuk memberikan respon juga berkurang, manifestasi klinis penyakit belum tampak sampai proses aterogenik sudah mencapai tingkat lanjut. Fase preklinis ini dapat berlangsung 20-40 tahun. Lesiyang bermakna secara klinis, yang dapat mengakibatkan iskemia dan disfungsi miokard biasanya menyumbat lebih dari 75% lumen pembuluh darah. Langkah akhir proses patologis yang menimbulkan gangguan klinis dapat terjadi sebagai berikut :

a. Penyempitan lumen progresif akibat pembesaran plak

b. Perdarahan padaplak ateroma

c. Pembentukan thrombus yang diawali agregasi trombosit

d. Embolisasi thrombus atau fragmen plak

e. Spasme arteria koronaria

Faktor-faktor RisikoI. Faktor yang tidak dapat diubah

1. Usia

Penyakit arteri koronaria merupakan penyakit degeneratif. Kerentanan terhadap penyakit ini akan meningkat seiring bertambahnya usia.

2. Jenis kelamin

Wanita relatif kebal terhadap penyakit ini sampai setelah meopause, dan kemudia menjadi sama rentannya seperti pria.

3. Riwayat keluarga

Adanya riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit ini.

4. Ras

Orang Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit putih. II. Faktor yang dapat diubah1. Hiperlipidemia

Lipid plasma yaitu kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan asam lemak bebas di dalam tubuh dapat berasal eksogen dari makanan maupun dari sintesis lemak endogen. Kolesterol dan trigliserida adalah dua jenis lipid yang relative mempunyai makna klinis yang penting sehubungan dengan aterogenesis. Karena lipid tak larut dalam plasma, untuk pengangkutannya dibutuhkan protein dalam bentuk komplek lipoprotein. Ada empat kelas utama lipoprotein yaitu : kilomikron, VLDL (Very Low Density Lipoprotein), LDL (Low Density Lipoprotein) dan HDL (High Density Lipoprotein). Dari keempat kelas lipoprotein yang ada, LDL yang paling tinggi kadarkolesterolnya, kilomikron dan VLDL kaya akan trigliserida dan HDL mengandung protein tinggi. Peningkatan LDL dihubungkan dengan meningkatnya risiko koronaria, sementara kadar HDL yang tinggi berperan sebagai pelindung terhadap penyakit arteri koronaria.

Terapi hiperlipidemia terutama ditujukan padaperbaikan penyebab yang mandasari. Bukti-bukti dari Lipid Research Clinics Primary Prevention menunjukkan bahwa setiap 1% penurunan kolesterol akan diikuti oleh 2% penurunan risiko kardiovaskuler.

2. Hipertensi

3. Merokok

Risiko merokok tergantung pada jumlah rokok yang diisap per hari, namuntidak pada lamnya merokok. Yang diduga menjadi penyebab adalah pengaruh nikotin terhadap pelepasan katekolamin oleh system saraf otonom.

4. Diabetes mellitus

Penderita diabetes cenderung memiliki prevalensi aterosklerosis yang lebih tinggi. Mekanismenya saat ini belum dapat dipastikan, tetapi kemungkinan akibat kelainan metabolisme lemak atau predisposisi terhadap degenerasi vaskuler yang berkaitan dnegan gangguan toleransi terhadap glukosa.

5. Gaya hidup

Aktivitas fisik yang kurang dan stres psikologis dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit arteri koronaria.

Patofisiologi

Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh yang terserang penyakit menyebabkan iskemia miokardium. Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversible pada tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi miokardium.

Berkurangnya kadar oksigen memaksa miokardium mengubah metabolisme yang bersifat aerob menjadi metabolisme anaerob. Hasil akhir metabolisme anaerob, yaitu asam laktat, akan tertimbun sehingga menurunkan pH sel.

Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia dan asidosis dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi miokardium berkurang, serabut-serabutnya memendek, dan daya serta kecepatannya berkurang. Selain itu, gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi abnormal; bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali ventrikel berkontraksi.

Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerak jantung mengubah hemodinamika. Perubahan hemodinamika bervariasi sesuai ukuran segmen yang mengalami iskemia, dan derajat respon reflekskompensasi system saraf otonom. Menurunnya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dengan berkurangnya curah sekuncup. Berkurangnya pengosongan ventrikel saat systole akan memperbesar volume ventrikel. Akibatnya, tekanan jantung kiri akan meningkat. Peningkatan tekanan diperbesar oleh perubahan daya kembang dinding jantung akibat iskemia.

Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah peningkatan ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Pola ini merupakan respon kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium. Dengan timbulnya nyeri sering terjadi perangsangan lebih lanjut oleh katekolamin. Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa miokardium yang terserang iskemia cukup luas atau merupakan suatu respon vagus. Gambaran EKG pada iskemia miokardium secara khas ditandai adanya gelombang T terbalik dan depresi segmen ST. Serangan iskemia biasanya mereda dalam beberapa menit apabila ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki. Perubahan metabolik, fungsional, hemodinamik dan elektrokardiografi yang terjadi semuanya bersifat reversibel.

Angina pektoris adalah nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium. Secara khas, nyeri digambarkan sebagai suatu tekanan substernal, kadang-kadang menyebar turun ke sisi medial lengan kiri. Umumnya, angina dipicu oleh aktivtas yang meningkatkan kebutuhan miokardium akan oksigen, seperti latihan fisik, dan hilang dalam beberapa menit dengan istirahat atau pemberian nitrogliserin.

Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel dan kematian sel atau nekrosis. Bagian miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup.Ukuran infark akhir tergantung dari nasib daerah iskemik tersebut. Bila pinggir daerah ini mengalami nekrosis maka besar daerah infark akan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah nekrosis.

Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark transmural mengenai seluruh tebal dinding miokardium, sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam miokardium. Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat terputusnya aliran darah regional. Dalam waktu 24 jam timbul edema pada sel-sel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung akan terlepas dari sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses degradasi jaringan dan pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relatif tipis. Kira-kira pada minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan penyambung fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu keenam parut sudah terbentuk dengan jelas.

Secara fungsional, infark miokardium akan menyebabkan perubahan-perubahan seperti :1. Daya kontraksi menurun

2. Gerakan dinding abnormal

3. Perubahan daya kembang dinding ventrikel

4. Pengurangan curah sekuncup

5. Pengurangan fraksi ejeksi

6. Peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel

7. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri Infark miokardium klasik disertai oleh trias diagnostik yang khas. Pertama, gambaran klinis khas yang terdiri dari nyeri dada yang berlangsung lama dan hebat, biasanya disertai mual, muntah dan keringat dingin. Tetapi, 20-60% kasus infark yang tidak fatal bersifat asimtomatik. Kedua, meningkatnya kadar enzim-enzim jantung yang dilepaskan oleh sel-sel miokardium yang nekrosis. Enzim-enzim yang dilepaskan terdiri dari kreatin fosfokinase (CK atau CPK), glutamat oksaloasetat transaminase (SGOT atau GOT) dan laktat dehidrogenase (LDH). Akan tetapi, peningkatan enzim yang terukur bukan merupakan indikator spesifik kerusakan miokardium; terdapat proses-proses lain yang juga dapat menyebabkan peningkatan enzim, sehingga dapat menyesatkan interpretasi. Pengukuran isoenzim, yaitu fraksi-fraksi enzim yang khas dilepaskan oleh miokardium yang rusak, meningkatkan ketepatan diagnosis. Pelepasan isoenzim MB-CK merupakan petunjuk enzimatik dari infark miokardium yang paling spesifik. Ketiga, Adanya perubahan pada elektrokardiografi, yaitu gelombang Q yang nyata, elevasi segmen ST dan gelombang T terbalik.

SIDIK PERFUSI MIOKARD

Perfusi miokardium tergantung pada keutuhan suplai darah melalui arteri koronaria. Bila diberikan beban fisik, kebutuhan metabolik berikut perfusi miokardium akan meningkat dibandingkan dengan pada keadaan istirahat/tanpa beban. Bila beban fisik diberikan pada pasien dengan penyempitan pembuluh darah jantung koroner, maka suplai darah ke miokardium regional tidak akan cukup untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik.

Radiofarmaka

Radiofarmaka yang ideal untuk menilai perfusi miokardium harus dapat diserap oleh miokardium dalam perbandingan linier terhadap jumlah aliran darah dan tidak dipengaruhi oleh perubahan metabolisme seluler. Bahan tersebut harus mempunyai daya ekstraksi tinggi dari darah pada aliran pertama melalui jantung, dan daya ekstraksi tersebut tidak boleh bervariasi terhadap aliran darah. Bahan tersebut harus stabil dalam miokardium selama periode penangkapan, namun kemudian cepat dieliminasi sebelum dilakukan pemeriksaan kembali dalam kondisi yang berbeda. Bahan tersebut tidak toksik, memiliki daya pelepasan foton yang tinggi terhadap sinar gama agar dapat dideteksi dengan kamera gama standar (140 keV), efek radiasi minimal terhadap pasien, persiapannya mudah, dan yang terakhir, murah. Sayangnya, belum ada satupun senyawa yang memenuhi semua syarat tersebut.

Radiofarmaka yang dapat digunakan dalam sidik perfusi miokard adalah,

1) Thallium-201(201TI)

Waktu paruhnya 73 jam. Dosis administrasi Thallium adalah 80-120 MBq intravena. Klirens Thallium cepat dan memiliki daya ekstraksi tinggi pada aliran pertama jantung (sampai 80%). Efisiensi ekstraksi berkurang pada keadaan asidosis dan hipoksemia, namun efek ini tidak terlalu signifikan sampai terjadi kematian sel. Setelah distribusi, Thallium tidak terus menetap di miokardium, namun dilepaskan secara progresif. Namun saat ini Thallium sudah banyak ditinggalkan karena memiliki keterbatasan yaitu:

waktu paruh yang cukup panjang, karakter pencitraan yang kurang, dan dosis tinggi, keterbatasan karena redistribusi Thallium yang cepat di mana pada penyakit akut yang membutuhkan pencitraan segera setelah injeksi radiofarmaka ketidakmampuan Thallium untuk memberikan evaluasi simultan terhadap perfusi dan fungsi miokardium.2) Technetium-labelled agents (99mTc-)Beberapa radiofarmaka berlabel Technetium sekarang tersedia untuk penggunaan klinis. Radiofarmaka tersebut dibagi menjadi 2 kelas, yaitu kation lipofilik dan senyawa netral. Dosis yang dapat diberikan pada puncak beban adalah 8 mCi dan saat istirahat 15 mCi disuntikkan intravena melalui three way connector dan wing needle.(a) Sestamibi

Klirens sestamibi dalam darah sangat cepat dengan waktu paruh beberapa menit, baik dalam keadaan istirahat maupun latihan beban. Sestamibi berdifusi secara pasif melalui membran kapiler. Permeabilitasnya lebih rendah daripada Thallium sehingga ekstraksinya lebih lambat. Sestamibi berakumulasi di mitokondria, di mana konsentrasinya mencapai 140 kali lebih tinggi daripada di darah. Bahan ini tetap terperangkap dalam sel hidup, dengan sedikit pelepasan sekunder. Redistribusi signifikan tidak terjadi dalam 3-4 jam, terutama karena aktivitas dalam darah menurun sangat cepat dengan eliminasi melalui hati dan ginjal. Sestamibi tidak dimetabolisme.

(b) Tetrofosmin

Beberapa kompleks Technetium diphosphine telah ditemukan untuk pencitraan miokard. Kompleks DMPE memiliki tangkapan jantung yang baik, namun tidak memberikan hasil yang bagus untuk pencitraan karena tingginya tangkapan oleh hati dan rendahnya klirens darah dan hati pada manusia. Kompleks difosfin seperti tetrofosmin memberikan hasil lebih memuaskan. Senyawa ini cepat dibersihkan dari darah. Distribusi ke miokard proporsional terhadap aliran darah, namun juga terakumulasi ke organ tubuh lain (hati, lien, ginjal, dan otot skelet). Terdapat sedikit redistribusi di miokard setelah 3 jam. Mekanisme uptake kemungkinan terjadi secara difusi dengan gradien elektropotensial, sama dengan sestamibi. Ekskresi melalui hepatobiliaris dan traktus urinarius.

Persiapan Latihan Beban dan Pemilihan Tipe Stres

Penggunaan obat-obatan kardioaktif harus dihentikan sebelum prosedur. Bagaimanapun, untuk evaluasi fungsional pada pasien yang penyakitnya diketahui dan pasien dengan kondisi tidak stabil, pemberhentian terapi tidak diindikasikan. Pasien juga harus menghindari minuman atau obat yang mengandung kafein atau derivat theophylline.

Pemberian beban dapat dilakukan dengan latihan fisik menggunakan treadmill atau sepeda statis, dapat pula diberikan dipyridamole atau adenosine sebagai substitusi latihan beban Pada pasien dengan keterbatasan latihan fisik.Indikasi dan kontraindikasi penggunaan treadmill

IndikasiKontraindikasi

Semua pasien yang akan menjalani SPM akan melakukan treadmill dengan protokol Bruce, kecuali apabila terdapat kontraindikasi.Pasien dapat melakukan latihan fisik sampai mencapai target nadi minimal 85% dari maksimum HR yg diprediksi

AMI atau unstable angina

LV outflow obstruction

Hipertensi berat

Kecacatan fisik/mental

LBBB and RBBB

Aritmia/ atrial fibrilation

Acute myocarditis/ pericarditis

Pacemaker insitu

Gagal jantung

DVT

Pulmonary embolism

Indikasi dan kontraindikasi pengunaan adenosine

Indikasi Kontraindikasi

Semua pasien yang tidak dapat melakukan beban treadmill akan diberikan beban farmakologis dengan adenosine kecuali bila terdapat kontraindikasi.Apabila pasien dapat melakukan latihan fisik dengan treadmill namun tidak maksimal, maka protokol kombinasi treadmill-adenosine dapat dilakukan (limited bruce, modified bruce)

Recent MI, unstable angina

Asma

Heart block > first degree

Sick sinus syndrome

Hipotensi (sistole < 90mmHg)

Hipersensitif terhadap adenosine

Penggunaan dipiridamole dalam 24 jam terakhir

Penggunaan xantine dalam 12 jam terakhir

Indikasi dan kontraindikasi penggunaan dobutamine

IndikasiKontraindikasi

Semua pasien yang tidak dapat melakukan beban treadmill namun kontraindikasi terhadap adenosineAMI atau unstable angina

LV outflow obstruction

Hipertensi berat

LBBB and RBBB

Aritmia/ atrial fibrilation

Pacemaker insitu

Gagal jantung

Injeksi diberikan pada puncak beban. Pasien harus melanjutkan latihan beban 1-2 menit setelah injeksi untuk memberikan kesempatan tangkapan radiofarmaka oleh miokard sebelum regresi akibat perubahan patologi sehubungan dengan latihan beban. Penghentian latihan beban hanya dilakukan pada pasien dengan beban yang sudah maksimal, ditandai dengan munculnya angina atau gejala klinis lain seperti aritmia, nafas yang memendek, atau hipotensi.

Dipyridamole diberikan intravena dengan dosis 0,56 mg/kgBB selama 4 menit. Terkadang dosis lebih tinggi diperlukan. Pemeriksaan dapat pula dilakukan dengan kombinasi pemberian dipyridamole dan latihan beban untuk meningkatkan sensitivitas, menurunkan efek samping obat, dan mempertahankan gradien aliran setelah latihan beban dihentikan. Injeksi radiofarmaka harus diberikan minimal 2 menit setelah infus dipyridamole berhenti.

Adenosine memiliki efek serupa dengan dipyridamole, tetapi kerja dan efek sampingnya lebih mudah dikontrol karena waktu paruh plasmanya kurang dari 10 detik. Diberikan melalui infus selama 6 menit dengan dosis 140 ug/kgBB/menit dan injeksi radiofarmaka setelah 4 menit.Pencitraan

Obyektif dari sidik perfusi adalah menggunakan prosedur yang sederhana dan cepat untuk mendeteksi, melokalisasi dan mengukur defek perfusi, serta menentukan reversibilitasnya. Sebagian besar senter memilih protocol satu hari.

Pemeriksaan dengan thallium harus dimulai dengan latihan beban, dikarenakan distribusi jaringan berubah dengan waktu, dan waktu paruh serta retensi di miokardium cukup lama. Thallium diinjeksikan pada puncak beban, pencitraan dimulai sesegera mungkin dan dilengkapi dalam waktu 30 menit untuk menghindari redistribusi. Pencitraan yang diperoleh segera setelah injeksi menunjukkan perfusi miokard selama stress, sedangkan pencitraan yang diperoleh beberapa jam kemudian menunjukkan distribusi miokard yang masih bekerja.

Pada penggunaan radiofarmaka berlabel technetium, prosedur diagnostik juga sebaiknya dimulai dengan latihan beban. Bila penyakit pada pasien diketahui, maka pemeriksaan dimulai dari keadaan istirahat untuk m encegah efek superimposisi latihan beban pada data istirahat. Penundaan pencitraan setelah injeksi harus diminimalisasi. SPECT (single-photon emission computes tomography) acquisitionSPECT ditampilkan dalam proyeksi 1800 (dari oblik posterior kiri ke oblik anterior kanan). Pada SPECT ini, minimal harus dikumpulkan30 proyeksi; 30-40 detik per proyeksi. Total waktu yang dibutuhkan bervariasi 10-30 menit, tergantung tipe kamera yang digunakan.

Rekonstruksi pencitraan ditampilkan dari set proyeksi dua-dimensi untuk memberikan data representative tiga-dimensi. Biasanya digunakan rekonstruksi tomografi dengan teknik back-projection. Pemilihan filter yang tepat menentukan resolusi akhir dan kontras imej.

Saat ini, SPECT lebih superior dari imej planar, terutama dengan penggunaan radiofarmaka berlabel technetium. Visualisasinya lebih baik dengan distribusi tiga-dimensi, dan lebih efektif dalam menentukan penyebaran penyakit.

Sidik Perfusi Miokardial dengan Tc-99m (Tc-99m Myocardial Perfusion Scintigraphy)

Dasar dari sidik perfusi miokardial adalah penilaian distribusi radiofarmaka bertanda Tc-99m seperti Tc-99m-sestamibi atau Tc-99m-tetrofosmin; penangkapan kedua radiofarmaka tersebut oleh miokardium dipengaruhi oleh aliran darah koroner yang mensuplainya. Sestamibi dan tetrofosmin merupakan dua senyawa kimia yang akan berikatan dengan protein intraseluler miokardium, sehingga proses redistribusi dan washout di dalam miokardium tersebut ssangat minim (berbeda dengan Tl-121). Mitokondria dan sarkolemma mempunyai peranan sangat penting dalam proses penangkapan rasioaktivitas oleh miokardium.

Pada pasien yang tidak dapat melakukan latihan beban fisik, misalnya karena kurang latihan atau proses degeneratif pada tungkai, maka sebagai gantinya dapat diberikan beban farmakologik.

Pemeriksaan dilakukan dalam 2 tahap dengan protocol satu hari. Yang pertama dilakukan adalah pencitraan dengan beban, diikuti 4 jam kemudian dengan pencitraan pada saat istirahat.

A. Indikasi

1. Penyakit jantung koroner

2. Infark miokard

3. Diagnosis dan evaluasi hipertrofi ventrikel kiri konsentris

4. Hipertrofi septum asimetrik

5. Hipertrofi ventrikel kanan

6. Deteksi penyakit jantung koroner pada LBBB

7. Stratifikasi dan prognosa penyakit jantung koroner

8. Penentuan viabilitas miokard

B. Radiofarmaka

1. Tc-99m-sestamibi

2. Tc-99m-tetrofosmin

Dosis radiofarmaka pada puncak beban adalah 8 mCi, dan saat istirahat adalah 15 mCi; disuntikkan intravena melalui three-way connector dan wing needle.

C. Persiapan

Obat-obatan golongan penyekat beta dihentikan 25-48 jam sebelum pemeriksaan.

Dianjurkan menggunakan pakaian olah raga.

D. Peralatan

Kamera gama

Kolimator low energy parallel hole

Energy setting: low energy (puncak 140 keV)

Window wide 20%

E. Tatalaksana

Posisi pasien telentang dengan kedua lengan ditempatkan di atas kepala.

Kedua detektor ditempatkan sedemikian rupa sehingga membentuk sudut 900, sedekat mungkin dengan dinding toraks dan jantung berada pada bagian tengah lapang pandang detector.

Penderita menjalani latihan fisik menggunakan ergocycle atau dengan beban farmakologik.

Radiofarmaka disuntikkan pada puncak beban dan latihan fisik dipertahankan sampai 1-2 menit kemudian; diupayakan agar pasien dapat mencapai sekurangnya 85% dari beban sasaran yang dapat diberikan sesuai dengan umurnya.

Beban fisik dihentikan bila pasien sudah mencapai paling kurang 85% dari beban sasaran, atau bila pasien mengeluh nyeri dada, pusing, keringat dingin, atau tidak sanggup lagi (kelelahan).

Pencitraan dilakukan segera setelah latihan fisik selesai.

Empat jam setelah latihan fisik, dilakukan pencitraan pada waktu istirahat. Satu jam sebelum pencitraan, pasien minum segelas susu dan 10 menit sebelum pencitraan disuntik dengan Tc-99m-sestamibi, dosis 10-15 mCi.

Akuisisi data : pencitraan dinamik; matriks 64 x 64; jumlah proyeksi : 32 proyeksi (180 derajat), 30 detik/proyeksi; sudut pencitraan : RAO 35 sampai LPO 215.

Waktu : latihan fisik dan pencitraan lebih kurang 1 jam dan pencitraan saat istirahat jam, jangka waktu antara pencitraan setelah beban dan istirahat sekitar 3-4 jam.

F. Penilaian

Dalam keadaan normal, distribusi radioaktivitas pada miokardium merata. Penilaian sidik perfusi miokard diarahkan untuk mencari daerah dengan penangkapan radioaktivitas kurang (defek perfusi) pada citra dengan beban dan istirahat. Defek perfusi yang menetap/ireversibel (matching defect) disebabkan adanya proses nekrosis atau jaringan parut pada miokardium. Sedangkan jika ditemukan mismatch defect, yaitu defek perfusi pada pencitraan dengan beban dan normal atau menjadi lebih baik pada pencitraan saat istirahat menunjukkan adanya iskemi miokard yang reversibel. Mismatch defect yang terbalik (reverse redistribution) yaitu penangkapan radioaktivitas dengan beban lebih baik dibandingkan dengan saat istirahat dapat disebabkan oleh penyakit jantung koroner yang berat disertai dengan kolateralisasi yang baik.

Catatan

Sensitivitas sidik perfusi miokard dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti :

Deteksi defek perfusi miokard akibat stenosis pada arteri left circumflex (LCX) lebih sulit dibandingkan dengan left anterior descendens (LAD) atau right coronary artery (RCA). Deteksi defek perfusi akibat stenosis pada percabangan arteri LAD atau LCX lebih sulit dibandingkan bagian proksimalnya.

Pemeriksaan menggunakan metode/kamera SPECT lebih akurat dibandingkan dengan kamera planar untuk mendeteksi stenosis pada arteri LCX dan percabangan arteri koronaria.

Sensitivitas dapat menurun pada pemakaian isosorbid dinitrat atau propanolol, penderita tidak dapat mencapai latihan fisik maksimal, atau denyut jantung kurang dari 90% target maksimal, serta telah timbul kolateral.

Spesifisitas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

Atenuasi oleh mammae kiri, superposisi diafragma, dan pembesaran ventrikel kanan dapat menyebabkan penangkapan radioaktivis pada dinding inferior berkurang.

Posisi jalan masuk dan keluar darah di ventrikel kiri.

LBBB dengan arteri koronaria normal dapat memberikan gambaran abnormal pada sidik perfusi miokard dengan beban.

Daftar Pustaka1. Masjhur, J.S., Kartamihardja, A.H.S. Buku Pedoman Tatalaksana Diagnostik dan Terapi Kedokteran Nuklir. Bandung : Bagian ilmu Kedokteran Nuklir Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin, 1999.2. McCance KL, Huether SE, Brashers VL, Rote NS. Pathophysiology and The Biological Basis of Disease in Adults and Children 1998. CV Mosby Company. 6th ed. 2010.3. Waikar SS, Bonventre JV. Harrison's Principles of Internal Medicine. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al., editors. 18th ed: McGraw-Hill; 2012.