setangkai cinta tak termiliki

93
Setangkai Cinta Tak Termiliki Di bawah Rintik Hujan Matahari begitu semangat membentangkan sayapnya di atas puncak Gunung Pangrango, kilauan sinarnya yang hangat mulai menyisir setiap sudut pegunungan indah itu. Burung-burung mulai bersenandung kidung puji-pujian. Langit mulai menunjukkan keperkasaan usai malam menyembunyikannya dengan kegelapan. Evan masih mendekap Raisa yang tertidur pulas dipelukannya. Tak sedetikpun dia melepaskan gadis yang terkulai lemah, menanti Sang Malaikat menjemputnya. Sel-sel darah putih dalam tubuhnya mulai mengganas, menyerang semua seisi tubuh, jiwanya, dan harapannya. Raisa tampak pucat sekali setelah seharian kemarin dia berusaha untuk mendaki gunung itu sebagai permintaan terakhirnya pada Evan. Udara dingin menusuk kulitnya hingga tubuhnya menggigil. Evan dan teman-teman lainnya berusaha untuk menyemangatinya agar bisa bertahan. Entah apa yang ada dipikiran gadis bermata coklat itu, di penghujung hidupnya dia ingin sekali melakukan pendakian bersama orang yang penting di hidupnya. Selama pendakian dia berada dalam gendongan Evan, meski tak harus sampai ke puncak gunung setidaknya dia ingin bersama melakukan pendakian itu. Dengan penuh kesabaran Evan menuntun Raisa yang keadaanya mulai melemah. Hari ini mereka akan turun gunung dan akan secepatnya membawa Raisa ke rumah sakit. Di raihnya tubuh Raisa, dan kemudian Evan menggendongnya seperti menggendong anak kecil. Dua buah jaket membalut tubuh pucat yang lemas itu. Raisa menyandarkan wajahnya di pundak Evan. 1

Upload: kotok31

Post on 24-Nov-2015

103 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

dhdhd

TRANSCRIPT

Setangkai Cinta Tak Termiliki

Di bawah Rintik Hujan

Matahari begitu semangat membentangkan sayapnya di atas puncak Gunung Pangrango, kilauan sinarnya yang hangat mulai menyisir setiap sudut pegunungan indah itu. Burung-burung mulai bersenandung kidung puji-pujian. Langit mulai menunjukkan keperkasaan usai malam menyembunyikannya dengan kegelapan. Evan masih mendekap Raisa yang tertidur pulas dipelukannya. Tak sedetikpun dia melepaskan gadis yang terkulai lemah, menanti Sang Malaikat menjemputnya. Sel-sel darah putih dalam tubuhnya mulai mengganas, menyerang semua seisi tubuh, jiwanya, dan harapannya. Raisa tampak pucat sekali setelah seharian kemarin dia berusaha untuk mendaki gunung itu sebagai permintaan terakhirnya pada Evan. Udara dingin menusuk kulitnya hingga tubuhnya menggigil. Evan dan teman-teman lainnya berusaha untuk menyemangatinya agar bisa bertahan. Entah apa yang ada dipikiran gadis bermata coklat itu, di penghujung hidupnya dia ingin sekali melakukan pendakian bersama orang yang penting di hidupnya. Selama pendakian dia berada dalam gendongan Evan, meski tak harus sampai ke puncak gunung setidaknya dia ingin bersama melakukan pendakian itu. Dengan penuh kesabaran Evan menuntun Raisa yang keadaanya mulai melemah. Hari ini mereka akan turun gunung dan akan secepatnya membawa Raisa ke rumah sakit. Di raihnya tubuh Raisa, dan kemudian Evan menggendongnya seperti menggendong anak kecil. Dua buah jaket membalut tubuh pucat yang lemas itu. Raisa menyandarkan wajahnya di pundak Evan. Sementara teman-teman lainnya mengiringi mereka dari arah depan dan belakang.kakak, makasih ya maap aku sudah merepotkanmu.ujar Raisa dengan lemasiyah.jawab Evan sedihkak..kalau nanti Raisa pergi, kakak lupain Raisa ya biar gak bikin kakak susah lagi.katanya lirihkamu pasti sembuh kok Sa.jawab Evan menguatkanRaisa berdoa terus semoga di kehidupan yang akan datang Raisa milikin kak Evan.katanyaaamiin.jawab Evan, dan tanpa terasa air matanya mulai menetes.kak Vina beruntung yah bisa milikin kakak, gak kaya Raisa hanya bisa menyusahkan.ucap Raisa sambil menangishm.jawab Evan singkatmaaf ya dulu aku sering nyakitin kakak, gak bisa ngertiin perasaan kakak, Raisa juga salah udah nyalahin kakak atas semua ini. Evan hanya terdiam membisu, dia sudah tak sanggup lagi untuk menjawab semua pertanyaan gadis itu. Hatinya sakit bak teriris sembilu. Mereka berdua memang punya masa lalu yang sama, sama-sama tak bisa saling memiliki. Mereka saling mencintai namun tak mampu untuk mengungkapkan. Bagi Raisa Evan adalah segalanya, laki-laki pertama yang mampu menciptakan gempa dalam hatinya.

**17 Agustus 2007, masih ingat dengan jelas perkenalan pertamanya dengan Evan Afandi. Seorang lelaki yang kemudian akan selalu menjadi bagian dari hatinya. Sejak perkenalan lewat sms itu hubungan mereka menjadi dekat. Raisa seperti memiliki seorang kakak laki-laki. Sosok Evan yang selalu menjadi tempatnya berkeluh kesah, tempat ia menyandarkan segala cerita hari-harinya. Evan adalah sosok yang bisa mendamaikan. Dia seorang pendengar dan penasihat yang baik. Maklumlah waktu itu Raisa masih berumur 18 tahun, masa transisi yang teramat riskan dan Evan berumur 23 tahun. Raisa adalah seorang gadis yang biasa saja tak ada yang spesial dalam dirinya. Dia tidak cantik, dia tidak kaya, dia seperti gadis biasanya. Tapi ada satu hal yang membuat dia bisa berbeda dari gadis yang lain, dia seorang supel yang tomboy, selalu ceria tapi berhati melankolis.Hari demi hari, bulan demi bulanpun berganti, kedekatan mereka semakin akrab. Raisa merasa nyaman dengan Evan, Evan begitu sempurna di matanya. Hingga tiba saat itu, saat hujan gerimis mengguyur kota Bandung sejak tadi siang. Raisa masih berkumpul dengan sahabat-sahabat karibnya setelah ujian akhir berakhir baru kali ini mereka kembali bertemu di sekolah yang menjalin persaudaraan di antara mereka. Raisa memiliki empat sahabat terbaik yang selalu setia mendengar cerita-ceritanya, tulisan-tulisan puisi cintanya, dan tentunya laki-laki yang selama ini menjadi obsesinya, Indra Firmansyah. Mereka tak pernah bosan mendengar semua celotehan Raisa tentang Indra walaupun mereka tahu Indra tak akan pernah Raisa miliki, tapi setidaknya mereka kagum atas kebesaran hati Raisa menjadi seorang pengagum rahasia. Beeeeppp...Ponsel Raisa berdering, ada pesan masuk, ternyata Evan memberi kabar kelanjutan pertemuan dengannya.hujan pesan yang dikirim Evan padanya, itu seperti sebuah sinyal kalau pertemuan itu sepertinya akan batal. Raisa mengerti apa yang harus dia lakukan, lagi pula kalaupun batal ia tak akan kecewa toh dia tidak sia-sia datang ke sekolah, karena bertemu dengan 4 sahabat karibnya Anna, Dewi, Anggi, dan Tiara.kalau kakak mau batalin gak apa-apa kok, mungkin lain waktu kita bisa bertemu lagi n_n. Balas Raisakakak usahain datang, tapi telat kayanya gak apa-apa kan kalau Raisa nunggu? balas Evandah gak apa-apa kok kak, ga usah maksain,lain waktu aja kasian kakak kalau harus ujan-ujanan.kamu tunggu kakak aja!balasnyaItu pesan terakhir yang dikirim Evan, tak ada pesan lagi, itu artinya pertemuan itu akan tetap terjadi walau hujan mulai deras tapi itu tak akan jadi penghalang pertemuan kami. Sambil menunggu Evan Raisa kembali melanjutkan cerita dengan teman-temannya yang sejak tadi pagi tak lelah menceritakan pengalaman barunya usai lulus SMA. Dari empat orang temannya itu Anna adalah sahabat yang paling Raisa percaya, apapun yang terjadi padanya Anna lah orang yang pertama dia beri tahu. Gadis manis berlesung pipit dengan tubuh mungil, berkaca mata, kulitnya agak sedikit hitam, tapi Anna benar-benar gadis yang manis. Tak heran jika banyak laki-laki yang suka padanya. Anna tahu semua isi hatinya, semua tentang puisinya untuk Indra, semua tentang kedekatannya dengan Evan, semua yang terjadi kepadanya kini, semuanya Anna tahu. Anna bak buku diary bagi Raisa, semua hal yang dia alami tertumpah dalam semua telinga Anna, termasuk pertemuan yang akan dia hadapi jam 3 sore nanti. Raisa memang belum pernah pacaran semasa hidupnya. Pertama kali jatuh cinta hanya kepada Indra Firmansyah, namun sayangnya itupun harus bertepuk sebelah tangan karena Indra sudah punya pacar. Maka dari itu Raisa cukup bahagia walaupun dia harus menjadi pengagum rahasianya, walaupun Indra tahu semuanya. Karena Raisa tahu dia tak akan pernah memilki Indra, dia asyik dengan dunia tulisannya, setidaknya dia bisa menuliskan apa yang dia mau, tentang Indra, karena dalam dunia tulisan dia bisa memiliki Indra yang dia mau. Kakak udah di depan gerbang sekolah, gak mau masuk malu jadi kamu yang harus keluar. Pesan dari Evan.Evan mungkin malu untukk masuk ke sekolah, sudah pasti para guru, staf, penjaga sekolah mengenalinya. Karena dia sudah merelakan tubuhnya di makan hujan, akhirnya Raisa yang sekarang berkorban untuk meninggalkan teman-temannya, dan menerobos hujan, untuk menemui sosok Evan yang selama ini diam-diam dia mengaguminya.Sorry banget nih teman, aku gak bisa lanjutin obrolnnya.kataku Lho, kenapa Sa? Ada janji yah?tanya DewiIyah, aku ada janji kakakku mau nganter nyari kado buat ceweknya? jawabku berbohong.Anna hanya tersenyum kecil menatapku, senyumnya itu seperti sebuah isyarat bahwa dia menyemangatiku. Dengan pelukan, Raisa mengakhiri reuni kecil mereka. Raisa langsung keluar dari kantin sekolah berjalan menerobos rintik hujan yang akan menemaninya bertemu dengan Evan. Ada perasaan aneh yang menyelimuti hatinya, dengan sedkit berlari dia berjalan melewati gerbang pertama sekolahnya menuju Evan yang tengah mennunggunya. Ini dalah kopi darat yang ketiga bagi Raisa, setelah dua kali sebelumnya dia pernah mendapat sms nyasar dan berujung pertemuan. Namun dua pertemuan sebelumnya tidak ada yang istimewa bagi Raisa, dan entah kenapa untuk pertemuan kali ini cukup membuat jantungnya berdegup dengan kencang. Entah apa yang membuat pertemuan ini begitu sangat diharapkannya, mungkinkah karena dia benar-benar telah jatuh hati terhadap Evan, tapi bagaimana bisa melihat wajahnya pun tidak pernah, bagaimana mungkin bisa jatuh cinta. Untuk mengagumi Indra saja, harus melewati pertemuan yang akan selalu dikenangnya. Pertemuan dengan Indra terjadi saat Raisa asyik mengobrol dengan Dewi dalam perjalanan menuju kelas. Dia begitu semangat bercerita hingga tak memperhatikan jalan, dan hasilnya dia menabruk Indra yang kebetulan datang dari arah berlawanan. Meski tak sampai jatuh terperosok, tapi kejadian itu cukup menjadi bahan ledekan para siswa di sekitar TKP, dan yang paling penting adalah Raisa menabrak sang Pangeran yang hingga kini selalu dikaguminya.Hujan mulai berbaik hati, tiba di depan gerbang sekolah dia berhenti seolah-olah memberikan ijin untuk pertemuan yang akan menjadi sebuah kenangan yang tak terlupakan seumur hidup Raisa. Sesampainya di depan gerbang, tak tampak seorang asing di sana,ada beberapa orang teman seangkatanku yang sedang menunggu bis untuk pulang usai menghadiri acara di sekolah tadi.. Raisa mengeluarkan handphonenya, dan mengirim pesan untuk Evan.

To : EvanKakak dmn?

Raisa.... sapa Sekar hai Kar, belum pulang?tanyakudari tadi bisnya penuh, makanya aku masih di sini, mau pulang Sa?

Evan: Kamu udah di depan? Yang mana?Raisa : aku pake baju warna orange kak, kakak dimana?Evan: oh ya, aku lihat kamu kok?Raisa: dimana emang?Evan: aku disebrang jalan, arah pukul satu dari tempat kamu berdiri, pke topi coklat, jaket hitam. Kamu yang ke sini ya,malu...heheheRaisa : oh ya, aku lihat. Ya sudah aku ke situiyah, nunggu kakak aku kata mau jemput.

Kar, maap nih,aku duluan yah, kakakku udah datang.kataku pamitiyah, hati-hati yah Sa. See you later balas sekarDengan sebuah pelukan akupun pamit pada Sekar. Mobil dan motor masih berlalu lalang di depanku, mencoba merintangiku untuk bertemu sosok misterius yang mampu menggetarkan hatiku. Sempat terlintas ketakutan dalam benakku. Apakah Evan benar kakak kelasku? Atau ini hanya sebuah rekayasa penculikan? Semua pertanyaan negatif berkecamuk dalam benakku. Menerka-nerka apa sebenarnya yang akan terjadi setelah aku bertemu dengan lelaki itu. Lelaki yang hanya ku kenal lewat handphone, tapi bagaimanaa mungkin dia penculik bukannya aku tahu no HP nya dari teman sekelasnya dulu. Rintik hujan mulai turun lagi hingga aku sampai di sebrang jalan itu. Ada perasaan ragu apakah harus ku teruskan, atau aku menstop angkot dan kabur saja. Tapi jantungku terus berdetak kencang seperti alat pelacak yang berhasil menemukan frekuensi gelombang buruannya. Aku berjalan menghampiri sosok lelaki bertubuh tinggi, kekar, memakai jaket hitam, dan bertopi coklat. Oh Tuhan sepertinya gempa sedang mengguncang hatiku, tapi aku tak pernah tahu sebenarnya apa yang akan terjadi jika aku benar-benar jatuh hati. Pikiranku terus melayang jauh apa reaksi Evan jika tahu akulah Raisa yang selama ini menjadi teman hari-harinya, yang aku sadari aku banyak kekurangannya mungkin itulah alasan kenapa Indra tak bisa memilihku. Tampaknya lelaki itu larut dalam buku Habiburrahman El Shirazy yang sedang dibacanya, sehingga dia tak sadar Raisa berjalan menghampiri dan memperhatikanya. Sejenak langkah Raisa terhenti dan memperhatikan dengan seksama mahluk yang sekarang ada di depannya. Laki-laki yang bertubuh kekar dengan kulit sawo matang yang nampak tenggelam dalam rangkaian pena sang penulis ternama itu, apakah benar Evan Afandi?maa..aapp..Kak Evan ya? tanyaku terbataRaisa ya. Jawabnya sambil mengulurkan tanganya padaku.iyah balasku sambil menyambut tangannya.Darahku sepertinya mengalir dengan derasnya, pembuluh ini rasanya sudah berubah ukuran diameternya sebesar diameter pipa air, deras terasa mengalir hingga memicu jantungku berdetak lebih kencang, mungkin saja bisa jebol seperti bendungan air di hantam banjir bandang. Kehangatan senyumnya, genggaman tanganya, seolah memberi kendali pada semua darahku untuk bisa menjebol benteng hatiku hingga aku harus benar-benar merasakan jatuh cinta. Padahal dengan Indra dulu tak terjadi apa-apa dalam hatiku. Aku masih tertegun melihat Evan. Tirus wajahnya mengguratkan bahwa dia seorang yang dewasa persis seperti apa yang aku bayangkan sewaktu aku belum bertemu dengannya, rambutnya ikal bergelombang, tapi sepertinya dia tipe orang yang susah ku tebak isi hatinya. Dia berbeda dari Indra, kendatipun aku tahu Indra tak bisa aku miliki, aku tetap akan menjadi pengagum rahasianya untuk bisa mendapatkan inspirasi dalam semua tulisanku. Dan sepertinya posisinya akan tergesar dengan mahluk yang sekarang tepat berdiri di hadapanku. Mahluk yang setidaknya tidak sedingin Indra, mahluk yang ramah padaku, mahluk yang mau mendengarkan semua celotehanku, mahluk yang mampu menciptakan gempa dalam hatiku, mahluk yang aku impikan dalam novelku, dan sekarang mahluk itu menjadi nyata, yah dia, Evan Afandi. Hey, kok bengong Sa?tanyanya membuyarkan lamunankueeuuhh...gak apa-apa kok kak?jawabku kikuk.jadi mau kemana, tapi shalat ashar dulu yah?tanyanyaiyah, mau shalat dimana?tanyakukarena ujan nyari yang deket sini aja, tapi jangan balik ke sekolah yah..katanya sambil terkekeh.ya sudah mesjid BPN saja yuk, kak. JawabkuAkhirnya Raisa dan Evan pergi ke mesjid di area sebuah Gedung pemerintahan tak jauh dari tempat mereka bertemu. Berjalan berdua di temani senandung rintik hujan seolah memberi isyarat untuk suatu kedekatan yang tak akan pernah terlupakan seumur hidup Raisa. Raisa masih berusaha untuk mengatur frekuensi detak jantungnya, dia mencoba untuk tidak membayangkan hal-hal yang beurusan dengan hati. Raisa seharusnya belajar banyak untuk tidak mudah jatuh hati, apalagi Evan adalah orang yang baru pertama kali dilihatnya. Tapi, rasa canggung seperti orang pertama bertemu itu hilang, semuanya terasa akrab, tak ada satupun yang berbeda dari Evan yang Raisa kenal di telepon, dewasa dan begitu menenangkan.ada acara apa emang tadi?tanya EvanCuma pengambilan ijazah saja kak, sekalian ngumpul-ngumpul seangkatan.jawabku Aku berharap ini hanya sebuah perasaan biasa, tak ada permainan hati dalam hal ini. Evan terlalu sempurna untukku. Tapi aku merasakan sesuatu yang aneh, kami bukan seperti orang yang pertama kali bertemu. Kami seperti orang yang pernah dekat, kemudian kami berpisah, dan sekarang kami bertemu kembali. Aku seperti menemukan ketenangan dan kedamaian saat aku menatap jernihnya mata itu. Senyuman bak bunga merekah yang selalu Evan berikan tatkala ia berbicara padaku. Tangannya yang selalu mengacak-ngacak rambutku, seolah aku ini seorang bocah yang manja. Aku tak pernah merasakan itu semua dari Indra. Dan aku tak harus berburu kursi kantin tiap jam 10 untuk menangkap senyuman yang berterbangan. Bahkan aku sempat berpikir mengapa Evan tak muncul dari dulu, sehingga indahnya cinta pada pandangan pertama bisa aku jatuhkan padanya. Setidaknya kendatipun aku harus merasakan cinta bertepuk sebelah tangan, aku masih bisa merasakan kehangatan jalinan persahabatan, jalinan kedekatan seorang adik dan kakak. Evan Afandi yang sekarang duduk disebelahku, bisakah aku memilikinya??Pertemuan ini terasa indah bagiku, aku terasa seperti hidup kembali, setelah cinta mematikan aku dengan sebilah pedangnya. Aku memang dianugerahi untuk mencintai tapi Tuhan belum menyempurnakannya dengan memilki. Masih ingat kata-kata yang diucapkan oleh Shahruk Khan di film Kuch-kuch Hota hai yang amat tekenal waku itu, hidup ini hanya sekali, jatuh cinta hanya sekali menikah juga sekali. Untuk hidup aku memang percaya tak akan ada reinkarnasi, untuk jatuh cinta, aku masih belum tahu jatuh cinta seperti apa yang terjadi dalam sekali, bagaimana mungkin terjadi? Manusia tak hanya sekali saja jatuh cinta, bisa dua, tiga, atau bahkan berkali-kali jatuh cinta. Jadi jatuh cinta seperti apa yang terjadi hanya sekali?Untuk menikah, otakku belum sampai untuk menalar tentang hal ini, ini terlalu sakral untuk ku bayangkan, yang aku tahu hanyalah aku memang ingin menikah sekali dalam seumur hidupku bersama orang yang kucintai dan mencintaiku. Ada sesuatu yang berbeda dalam diri Evan, dia memang tak setampan Indra, tapi Evan yang memberi kehangatan untuk hati yang telah lama membeku. Gerimis masih belum berhenti hingga kami mengakhiri pertemuan yang menurutku indah. Dan aku semakin yakin, inilah sebuah definisi jatuh cinta, saat dia memakaikan jaket hitamnya ke tubuhku getaran itu semakin terasa di sekujur tubuhku. Dia ingin sekali melindungiku dari serbuan rintik hujan yang akan membuat basah. Tapi aku takut untuk menerjemahkan puzzle-puzle yang mulai tersusun dalam hatiku tentang makna mencintai.**

Sentuhan Pertama

Ujian akhir telah terlewati dengan baik, gegap gempita mulai di rasakan angkatan 2003, lebih tepatnya angkatan kelas Indra, kakak kelas Raisa. Pada upacara bendera pagi ini, Kepala sekolah memberikan pengumuman itu. Semua kakak kelas 3 bersuka cita menyambut kelulusan itu, di ujung barisan anak kelas 2, tampak sebuah senyuman kecil tersimpul dalam raut wajah Raisa. Dalam hatinya dia bersyukur jika semua siswa kelas 3 dinyatakan lulus semua, itu artinya sekolahnya masih bisa mempertahankan prestasi yang baik di kota Bandung. Tapi di sisi lain, itu pertanda perpisahan dengan orang yang dikaguminya selama ini, lebih tepatnya dia akan kehilangan sosok Indra, yang selama ini menjadi inspirasi bagi semua puisi-puisinya. Indra adalah bintang di sekolah itu, wajahnya memang tak terlalu tampan, tapi dia memiliki senyum yang menawan. Bola matanya selalu memancarkan sinar kharisma yang dimilikinya. Raisa memang aneh, sebenarnya apa yang dia harapkan dari seorang Indra. Raisa tahu Indra tak akan memperdulikannya, kendatipun seribu puisi cinta ia kirimkan setiap hari, ia tempel di mading sekolah dengan inisial nama yang dituju. Indra tak pernah akan bisa membalas semuanya meskipun dengan senyuman khasnya yang membuat Raisa selalu menunggunya di kantin tepat pukul 10.00.Hap...blug.....blug...maap, tolong minggir ya, buru-buru nih. Kataku melewati semua orang dengan setengah berlari.Jam menunjukkan pukul 09.55, itu artinya butuh waktu lima menit untuk aku duduk di kantin belakang sekolah, kalau tidak hari ini aku tak akan mendapatkan senyuman itu. Aku berlari untuk berburu kursi tempat aku duduk menantikan apa yang aku nantikan. Semoga saja kantin belum ramai.pikirkuDengan nafas terengah-engah aku duduk pada posisi seperti biasanya, dan kulihat Indra belum datang. Ini adalah jam di mana Indra selalu berdiskusi bersama teman-teman ekskulnya, membicarakan semua agenda kegiatan yang akan dilakukan, kebetulan ini adalah jam istirahat pertama bagi semua siswa, jadi aku harus berburu cepat untuk berburu kursi yang strategis agar aku bisa mendapatkan apa yang aku mau. Seperti biasanya, dia datang bersama tiga orang teman lelakinya dan 4 orang teman wanita, semuanya anak angkatan 2003. Indra tepat duduk mengarah ke arah mejaku yang terhalang lima meja, kita duduk saling berhadapan.gatcha...!!! aku bersorak dalam hatiBeberapa kali aku melihat senyum yang merekah itu, senyum sang ketua OSIS yang begitu ramah pada semua orang, tapi tidak akan menjadi senyum yang istimewa khusus buatku. Hanya segelintir orang yang tahu bahwa aku adalah pemuja rahasianya, tapi mungkin teman-teman dekatnya tahu akulah orang yang selalu memuat puisi cinta untuknya di mading sekolah. Indra memang tidak terlalu tampan, tapi bagiku dia mempunyai kharisma yang kuat seperti vokali band Peter Pan. Perawakannya tinggi semampai, mungkin karena dia ketua club basket disekolah. Wajahnya putih memancarkan rona keemasan, lesung pipinya menjadi daya tarik tersendiri sebagai pemanis dalam setiap rekahan senyuman. Matanya selalu berbinar, jernih, bak intan yang memantulkan cahaya. Siluet wajahnya memancarkan garis ketegasan, keramahan, dan kharisma yang begitu kuat. Wajar saja jika dia terpilih menjadi ketua OSIS dan banyak disanjung oleh semua perempuan di sekolah ini. Aku mungkin hanya segelintir kerikil kecil yang bisa menghancurkan harinya. Pernah aku berbicara berhadapan dengannya, tapi binar matanya itu telah melemahkanku sehingga aku harus tertunduk dan mengontrol setiap detak jantungku agar berjalan normal. alamak dia benar-benar sempurna, wajar saja banyak wannita yang menyukainya. Itupun tak pernah bertahan lama, hanya beberapa menit saja kemudian aku tertunduk dan bergegas pergi meninggalkannya.Hari ini aku hanya mengantongi sembilan senyumannya, biar ku simpan dalam memori otak kananku sehingga akan terlahir untai-untaian nada indah untuk menemani penaku menari. Entah sudah berapa buku yang ku habiskan untuk membuat puisi cinta untuknya, tapi tak ada satupun yang bisa meluluh lantahkan hatinya, mungkin karena aku tak secantik kekasihnya. hari ini dapat berapa Sa?tanya Annahehehe....cuma sembilan An.jawabku senangada yah orang gila kaya kamu Sa, tiap hari kerjanya nangkepin senyuman orang...hahahaha.ledek Annaini bukan senyuman sembarangan An, tapi ini sangat berarti buat pena dan buku aku.jawabkulah aku saja Sa, senyumku juga manis, kaya gak ada inspirasi lain aja.sindir Anna.nanti An, belum saatnya aku mengganti dia sebagai tokoh utama...suatu saat An, suatu saat mungkin itu akan terjadi, dan Indra takkan pernah berarti lagi.aku meyakinkan Anna, pikiranku menerawang jauh berharap ssat itu akan segera tibajadi sebenarnya perasaan kamu itu gimana sih? Anna mulai skeptisrahasia dooonnggg...yang jelas aku hanya mengagumi bukan mencintai, Indra tak mampu menciptakan gempa dalam hatiku, seandainya Rian bisa membuat gempa dalam hatiku, akan ku rebut dia dari kamu An.aku mulai baik meledek Anna.kalau itu terjadi, aku akan menjadi musuhmu.tukas Anna ketus.Kami tertawa bersama, tak ada yang mampu kusembunyikan dari sahabat baikku ini. Anna sangat berharga untukku lebih dari seorang kakak bagiku, dia bisa menjadi teman, kakak, bahkan bisa menjadi sosok ibu untukku. Aku memang mengagumi tapi bukan mencintai, nyatanya memang tak pernah terjadi gempa yang mampu mengguncangkan hatiku saat aku berhadapan dengan Indra. Hanya sebuah obsesi karena aku ingin menciptakan sosok dalam novelku. Maka dari itu aku tak pernah peduli apakah Indra memperhatikan aku atau tidak, aku hanya ingin sebuah sensasi yang mendorong otak kananku untuk berimajinasi dengan orang populer di sekolah ini. Meski aku harus beradu mulut dengan teman-temannya, bahkan mungkin akan dipandang sinis oleh kekasihnya, aku...tak pernah mau peduli. Hati dan cinta ini memang bukan untuknya. Dan suatu saat.....aku pasti menemukan orang yang mampu menciptakan gempa dihatiku.**Tinggal beberapa hari lagi siswa kelas 3 akan diwisuda, pesta perpisahan akan segera digelar. Raisa ikut andil menjadi panitia perpisahan itu. Terlintas dalam benaknya untuk mengadakan pesta kecil merayakan hari terakhir bersama orang yang dikaguminya. Dia akan membawakan sebuah lagu di atas panggung perpisahan itu. Rencana ini sudah jauh-jauh hari dia persiapkan, dia mulai sering berlatih bernyanyi sambil bermain gitar, satu puisi pun sudah dia persiapakan untuk merayakan pesta perpisahan itu. Entahlah apa yang merasuki pikirannya hingga dia nekat untuk melakukan hal itu.Hingga tiba saat pesta perpisahan itu, semua siswa asyik berpesta mendengarkan nyanyian-nyanyian dari band-band amatir perwakilan kelas masing-masing. Ada yang berjingkrak-jingkrak, ada yang hanya duduk saja sambil melambaikan tangan ikut bernyanyi. Sementara mereka yang punya hajat duduk di kursi yang sudah dipisahkan oleh panitia, para wisudawan dan wisudawati benar-benar diperlakukan seperti raja dan ratu. Semua makanan dan minuman tersedia di sekitar mereka, ada beberapa toko studio foto amatiran mulai ikut andil meramaikan suasana riuh pesta ini. Raisa masih duduk terdiam bersama gitarnya di ruang panitia. Dia memandangi gitarnya, seolah ingin mundur dan melarikan diri dari hal yang akan membuatnya terlihat konyol di depan Indra nanti.Kamu baik-baik saja kan Sa? tanya TiaraIyah..kenapa?aku balik bertanyakeliatannya kamu gugup banget Sa, kalau setidaknya kamu gak siap mendingan di batalin aja ya.jawab Tiara menenangkanTenang aja kawan, kapan lagi aku berbuat hal konyol lagi setelah kejadian 2 minggu lalu kita membuat onar di Lab kimia.candakuterserah kau sajalah Sa, toh yang malu nanti kamu kan...hahahaha..Dewi menimpali.semua akan baik-baik saja anggap saja aku sedang menguji adrenalin.jawabku dalam hati. Dan akhirnya tiba saatnya Raisa harus menunjukan kemampuannya di atas panggung. Dengan langkah gontai dan penuh keraguan dia berjalan menaiki anak tangga satu persatu.Dug..dug...dug...Detak jantungnya semakin berdegup kencang, tubuhnya gemetar melihat ribuan pasang mata tertuju ke arahnya. Dengan berjalan perlahan dia menarik kursi yang ada di panggung untuk dia duduki, membenahi posisi gitarnya dan menarik mikrophone ke dekat mulutnya. Ini memang bukan pertama kalinya ia tampil di depan umum. Acara wisuda tahun kemarin dia sempat menampilkan sebuah lagu rock, namun terjadi insiden kecil di atas panggung, saat dia mulai berjingkrak, kakinya terlilit kabel, alhasil mikrophonenya terjatuh dan membuat kegaduhan. Gelak tawapun tak terelakan lagi, malu memang tapi bukan Raisa jika dia tak bisa mengembalikan keadaan seperti semula.Test...Okay, saya Raisa dari kelas 2 kimia 3, lagu yang saya bawakan dari Radiohead Creep,buat seseorang yang membuatku selalu mengaguminya, selamat jalan dan sampai bertemu di batas waktu.Tanpa ragu Raisa mulai memainkan gitarnya, dengan suara yang lantang dia menyanyikan lagu favoritnya. Lagu yang selalu menjadi inspirasinya sebagai pengagum rahasia, yang tak pernah bisa memiliki pujaan hatinya.

When you were here before...Couldnt look you in the eye...Youre just like an angel.....Youre skin makes me cry....Youre float like a feather, ina beautiful worldI wish a was special....Youre so fuckin specialBut Im a creep..Im a wierdo...What the hell am I doing here?I dont belong here

Usai lagu itu dinyanyikan, Raisa mulai mengubah nada gitarnya dalam sebuah petikkan. Dia begitu menjiwai setiap petikkan dari dawai-dawai gitarnya. Petikan dawai itu mengiringi puisinya untuk orang yang dikaguminya.

Teruntuk Jiwaku.....Tolong sampaikan salamku pada musim semi yang meremajakan bumi...Pada musim panas yang meronakan kemegahan matahari...Pada musim gugur yang menghadiahkan buah dari kerja keras..Dan pada musim dingin yang mengembalikan kedahsyatan alam melalui badainya...Terima kasih untuk kedamaian yang telah kau persembahkan untuk ketentraman hatiku...Kendati senantiasa dikangkangi kepahitan...Untuk setiap senyum yang selalu melumpuhkan hatiku..Dengan ketajam belati yang terselip disudut bibirmu duhai Sang Indraaaaaaaaa......Dan dengarlah duhai sang penabur cinta...Aku menggunakan hatiku ini hanya untuk menyembunyikan pedang tajam...Tentang memori-memori masa depanku dalam hal cinta..Yang akan mebahagiakanku sekaligus melukaiku diriku sendiri..Karena ketidaktahuanku tentang anak-anak panah tajam beracun yang terselip dalam setiap helai sayapnya....Cakrawala tak bisa sembunyikan jingga dari sore...Begitupun kepecundanganku tak bisa memalingkan diriku dari setiap senyumanmu..Meski aku hanya mampu menatapmu..Tapi namamu akan selalu bersemi di ladang hati....

Lewat lagu dan syair itu Raisa seolah ingin menyampaikan semua perasaannya, meskipun dia tak pernah mengerti apakah itu cinta atau hanya sekedar rasa kagum. Dia tak menyangka bahwa tak ada seorang pun yang meledeknya, semuanya bertepuk tangan atas apresiasinya di atas panggung tadi. Tanpa dia sadari, usai dia bernyanyi dan mendeklamasikan puisinya, Indra sudah ada di bawah panggung. Sontak saja dia kaget, kikuk sendiri dibuatnya.oh Tuhan, apa yang dia lakukan di sini, mengapa dia berdiri di sini?gerutuku dalam hati. Dengan rasa gugup Raisa memboyong gitarnya menuruni anak tangga satu persatu, seolah-olah tak menganggap Indra yang sedang berdiri di situ. Indra mulai melemparkan senyum padanya, dan mencegah Raisa yang berusaha menghindarinya. Kemudian Indra menarik pergelangan tangan Raisa. Ini adalah kali pertama Raisa menyentuh tangan sang Indra, dalam 2 tahun sejak dia memproklamirkan sebagai secret admirer bagi Indra. Jangankan untuk menyentuh tangannya, menatap atau sekedar mengobrol lama-lama saja tidak pernah. Bahkan pernah beberapa kali Raisa satu bis dengan Indra, tapi tak pernah ada sepatah katapun terucap dari bibir keduanya, padahal hanya untuk sekedar saling menyapa saja tak pernah dilakukannya. Begitu dia berdiri di dekatnya memang tak terjadi gempa dahsyat dalam hatinya, tapi entahlah rasa apa yang dialaminya. Raisa menyadari kekagumannya hanya sebatas untuk memuji bukan untuk memiliki, karena dia begitu menyadari dia tak pernah menjadi yang teristimewa meskipun dia berharap menjadi yang paling istimewa. Tuhan memang penuh misteri, Raisa dikaruniai segudang bakat menulis puisi cinta, tapi tak disertai dengan Arjuna dalam wujud nyata. Dia tak lebih dari seorang Roman Picisan belaka. Bahkan bisa dibilang kisahnya seperti sang Maestro Kahlil Gibran idolanya, hanya bisa mengagumi tanpa bisa memiliki. Apakah memang harus begitu Sa?Indra menarik tangan Raisa dengan halus, dia mengajak Raisa ke tempat sepi, di taman belakang dekat laboratorium fisika. Dengan berjalan terpapah-papah Raisa mengikuti kemauan Indra, tak peduli beratnya gitar yang masih menempel di tangannya.Hei, mau kemana ini?tanyaku sedikit memberontakNamun Indra hanya melemparkan senyum dan tetap fokus pada tujuannya membawa Raisa ke taman belakang. Hingga akhirnya mereka tiba di taman itu, dan Indra mulai melepaskan genggaman tangannya dari pergelangan tangan Raisa.hei, maksud kamu apa?tanya Raisa sambil membenarkan posisi gitarnyakamu memang berbakat Sa, selamat ya.kata Indra sambil tersenyum menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan.eeehhhh....iyah, makasih Kak.balasku dengan sedikit gemetar.oh ya, ini ada sesuatu buat kamu. Kata Indra seraya memberikan sebuah kado kepada Raisa.hhhmmm...apa ini?tanyaku terima kasih ya.balas Indrauntuk?tanyaku skeptisIndra hanya melemparkan senyum, dan pergi meninggalkan Raisa tanpa sepatah katapun. Raisa memandangi kado itu, dan mulai berpikir apa maksud dari semua ini, dan tanpa dia sadari Indra berjalan meninggalkannya. dia belum mengucapkan terima kasih untuk kadonya dan ucapan selamat atas kelulusannya.Hai,tunggu aku belum bilang apa-apa!aku sedikit berteriakIndra berpaling dan menatap Raisa, seperti biasanya tanpa sepatah kata, dia hanya tersenyum, merapatkan jari telunjuk dan tengahnya disekitar alisnya, dan melambaikannya pada Raisa kemudian berlalu.Raisa tertegun menatap kado itu, bingung bercampur bahagia kini melanda hatinya. Raisa kemudian pergi ke ruang panitia dan menyembunyikan kado itu dari teman-teman panitia yang lain.Raisa masih tak percaya dengan apa yang di alaminya, Indra memegang tangannya, dan memberikannya sebuah kado. Masih tertegun kosong dalam hingar bingar pesta perpisahan yang belum usai hingga mentari kembali keperaduannya. Hatinya masih pada sebuah tanda tanya tentang sebuah sentuhan pertamanya. Puzzle pertama adalah sentuhan angin, dan mulai ia letakkan dalam hatinya.**

Sepucuk Surat untuk Raisa

Masih terbayang jelas kejadian dua hari lalu di pesta perpisahan itu. Pagi itu Raisa masih belum beranjak dari kamarnya. Sudah dua hari dia mengisi liburan akhir semester dengan berdiam diri di kamarnya. Dan ternyata kado pemberian Indra belum dibukanya. Dia masih memperhatikan kado itu, dia pindahkan dari tangan yang satu ke tangan satunya. Masih terasa sentuhan tangan halus itu menyeretnya hingga dia bertemu dua pasang mata berbinar menatap ke arahnya. Dia tak pernah menyangka dengan apa yang dia alami, benarkah Indra?mungkinkah selama ini dia tahu?dengan sedikit keberanian perlahan dia membuka kado itu. Ada sepucuk surat yang dililit pita putih, di bawahnya sebuah kaset tape recorder Ari Lasso, album Selalu Ada. Oh My God, bagaimana dia tahu aku menyukai penyanyi yang satu ini?tanyaku heranRaisa tersenyum menatap kaset itu, dan tiba saatnya dia membuka surat itu. Di bacanya perlahan-lahan dengan penuh rasa was-was takut Indra akan memaki-makinya dalam surat ini.

Bandung, Juli 2007

Untuk Raisa......

Banyak sekali yang ingin aku sampaikan sama kamu, tapi mungkin akan menghabiskan berlembar-lembar seperti semua puisi yang kau tuliskan untukku. Awalnya aku memang gak pernah tahu siapa yang sering menyelipkan kertas bertuliskan puisi cinta dibuku yang sengaja di taruh di atas mejaku, dan mungkin tak pernah mau tahu karena menganggapnya ulah orang iseng. Tapi kenapa harus setiap hari, bahkan sampai dari aku kelas 2. Akhirnya aku penasaran untuk mencari tahu pelakunya. Dan setiap aku membaca semua tulisan-tulisanmu di mading, ternyata ada kemiripan gaya bahasa dan penulisannya. Hanya kamu yang bisa membuat syair dengan gaya yang sama seperti yang tertulis untukku. Aku mulai mengintrograsi teman-temanmu, dan semuanya kompak menjawab kamu adalah pelakunya. Terima kasih ya untuk semua kekagumanmu kepadaku, semua senyuman yang kamu tangkap jangan sampai lepas ya.... Maap aku tak bisa membalas atas semua kekagumanmu. Aku memang bukan seorang dewa cinta seperti yang kamu bilang, bukan juga seorang malaikat yang turun dari langit yang bisa membuatmu selalu tersenyum. Aku juga tak bisa menjadi bintang yang bersinar terang menerangi gelapmu, karena kaupun tahu aku telah termiliiki. Aku tak mungkin untuk melepaskan semuanya. Aku memang tak tahu perasaan yang kamu miliki terhadapku, tapi aku hanya bisa mengucapkan terima kasih atas semua yang telah kamu lakukan buat aku. Indah.....benar-benar memukau jiwaku, betapa aku begitu berharga untukmu....sempat tersirat untuk memilikimu juga tapi aku tak bisa melukai salah satunya, aku harap kamupun mengerti bahwa cinta tak selamanya memilki. Aku sudah bisa mencintaimu tapi ku tak bisa memilikimu. Kau terlalu indah untuk ku miliki. Aku hanya bisa mendoakanmu, semoga ada seseorang yang benar-benar bisa menciptakan gempa dalam hatimu, seperti yang teman-temanmu bilang.....Di lagu ke tiga album Ari Lasso itu, aku mencoba ungkapkan perasaan aku. Maaf Raisa, aku tak sempat membuatmu bahagia...waktu belum memihak kita.Selalu tersenyum ya Raisa, jangan pernah bersedih dalam hal apapun...masih banyak ruang hati yang membutuhkan kehangatanmu. Aku percaya suatu saat nanti kamu akan hati yang baru, yang bisa memiliki dan menjagamu...Aku simpan semua puisi-puisimu untukku, aku tak akan pernah melupakanmu..

Indra

Bahagia bercampur haru mulai merasuki jiwa-jiwa Raisa. Didekapnya surat itu, meskipun bukan Indra dalam wujud nyata, setidaknya Raisa pernah memiliki hatinya walaupun tak untuk selamanya.oh Tuhan, rupanya memang bukan Indra pemilik hati ini, tapi setidaknya aku tak pernah menyesal mengagumi keindahan yang Kau berikan padanya. Aku memang tak pernah menyangka bahwa dia ternyata mempedulikanku, dia pernah mencintaiku. Aku tahu sejak awal aku memang bukan ingin memilikinya, aku hanya kagum, dan semua pesanku tersampaikan. Tak perlu khawatir Indra, aku tak akan memaksakan apa yang tersirat dalam hati kendatipun itu cinta, aku bahagia aku bisa mengagumimu. Meski kau belum bisa menciptakan gempa dalam hatiku, tapi kau bisa menciptakan pelangi di kedua mataku.terima kasih untuk kedamaian yang pernah kau berikan untukku.Dengan segera ku ambil walkmanku, ku buka kaset itu dan mulai kunyalakan, kupercepat hingga aku dapatkan lagu ketiga Seandainya. Ku tatap jendela kamarku, langit mulai menitikkan air hujan. Gerimis di sore hari menemaniku mendengarkan makna di setiap liriknya. Alunan suara bening Ari Lasso mulai bersimphoni bersama rintik hujan yang begitu halus menyapa jendela kamarku. Puzzle kedua adalah bunga merekah, meskipun bunga itu tak pernah termiliki, tapi bunga itu bisa menjadi tempat persembunyian embun pagi dari garangnya matahari.**

Sepotong Hati Yang Hilang

jangan pernah menyanjung cinta, bila tak pernah mengerti makna mencinta. Satu terindah dalam hidupmu kini ada di jiwaku. Ku inginkan cerita cinta terindah bagaikan dalam dongeng......... Lirik lagu itu sepertinya menjadi sebuah isyarat untuk Raisa. Raisa...raisa..kamu tak pernah jera untuk menyanjung cinta sebagaimana kau tulis dalam semua puisi-puisi cintamu. Usai pertemuan itu kedekatan antara Raisa dan Evan semakin akrab. Raisa menyadari ini bukanlah perasaan biasa, ini perasaan istimewa yang ingin dia ungkapkan untuk Evan. Entahlah apakah Evan memiliki perasaan yang sama, yang jelas apapun yang terjadi Raisa tak pernah bisa mengungkapkan semua perasaannya., dia tak mungkin jadi yang pertama, dia hanya bs menunggu. Memang gempa telah melanda hatinya, tapi dia belum bisa menerjemahkan setiap puing-puing yang mengguncang hatinya. Hanya sebatas kagum, dulu Raisa pernah memiliki cinta Indra meski tak pernah memilki raganya. Apakah kejadian yang dulu harus terulang lagi dengan Evan?Pertemuannya dengan Evan tiga bulan yang lalu semakin membuat benih cinta itu mulai mengakar kuat di ladang hatinya. Evan tak pernah tahu apa yang tengah Raisa rasakan saat ini, entah pura-pura tak tahu atau tak mau tahu. Dan saat itu telah, saat dimana Raisa pernah berucap akan ada seseorang yang bisa menciptakan gempa dalam hatinya dan mengganti posisi Indra sebagai inspirator bagi semua tulisannya. Saat itu adalah saat sekarang, saat dia bertemu dan jatuh cinta kepada Evan Afandi. Usai pertemuan itu hubungan mereka semakin akrab, bisa dibilang lebih dari sekedar akrab. Memang tak pernah ada proklamasi cinta diantara keduanya, tapi setidaknya Raisa sudah merasa nyaman bila Evan di dekatnya. Hingga hari buruk itu meruntuhkan semua harapannya.Tuuuuuutttttt....ttttuuuuuuttttt....(tak ada jawaban)ada apa Van...?????gumam RaisaSudah beberapa kali Raisa mencoba menguhubungi Evan lewat ponsel nya, tapi tak pernah ada jawaban. Pesan singkat yang biasa setiap hari ia kirim untuk sekedar menanyakan kabar, dan have nice day, sekarang tak pernah ada balasan lagi. Raisa tak pernah tahu apa yang sedang menimpa Evan, kenapa dia tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Sudah hampir sebulan lamanya mereka tak berkomunikasi seperti biasanya. Dalam kurun waktu sebulan itu Evan pernah mengiriminya pesan singkat entah itu memang salah kirim atau memang disengaja. Pesan itu berisi Evan akan menjemput seorang wanita di tempat biasa. Hal itu seperti mengisyaratkan untuk Raisa agar tak menggantungkan harapannya untuk meyusun semua puing yang telah dilanda gempa menjadi satu hati yang utuh, hati yang akan termiliki seperti yang diimpikannya. Sudah tiga kali Evan mengirim pesan salah alamat itu ke inbok Raisa, dengan nama wanita yang sama Lia. Entahlah siapa dia, yang jelas itu cukup membuat Raisa kecewa. Ingin membenci tapi ia tak kuasa untuk melakukannya.Dalam benak Raisa adalah berusaha kembali mengumpulkan energi, fokus terhadap kuliahnya. Biarlah jika memang dia harus berpisah dengan Evan, toh tak pernah ada ikatan yang mengikat diantaranya keduanya. Tapi setidaknya, kenapa tak ada penjelasan sedikitpun untuk menenangkan Raisa. Tak ada lagi pesan yang bisa menyemangatinya, tak ada lagi pendengar dalam setiap celotehannya, semuanya tak seperti hari kemarin. Hari dia mengenal dan bertemu Evan. Andai saja Evan tahu yang sebenarnya, Raisa sudah merekam semua isi hatinya dalam sebuah tulisannya.

Belum ada yang mampu untuk menciptakan gempa dalam hatiku, kecuali dengannya..Belum ada yang bisa untuk menguatkanku di kala sedih, kecuali dengannya...Belum ada yang bisa membuat aku membuka hatiku, kecuali dengannya...Belum ada yang bisa membuatku berbagi tentang semua kisahku, kecuali dengannya...Bersamanya disini hilangkan semua penat..Bersamanya disini hilangkan semua sepi...Bersamanya disini hilangkan semua kebimbangan...Dia yang menciptakan semua harapan ini...Dia yang membuat aku bertanya tentang gempa yang melanda hati ini..Dia yang membuat aku mencari tentang rasa yang tak pernah ku mengerti...Bilakah kamu???Bilakah aku bisa mengungkapkan semuanya...Sesungguhnya rasa ini adalah cinta..Yang mulai mengakar dan mengekang jiwa itu untuk berbuah dan mereguk semua hasratnya..Bilakah setiap senyumku itu terbaca oleh hatimu???

Tuuuuttttt...ttttuuuuuutttt.....please untuk sekali ini saja, angkat Van.gumam RaisaHalo..sapa Evan dari seberang sanakenapa?tanyaku risauapanya yang kenapa? Evan balik menanyakan maksud pertanyaan Raisaada yang salah denganku?kataku dengan sangat tegasgak ada apa-apa kok.jawab Evantrus kenapa kakak berubah?tanyakutak ada yang berubah masih sama seperti yang dulu.Evan berkelitkalau aku berbuat sesuatu yang salah dan melukai hati kakak, aku minta maap. Sebenarnya aku gak mau kakak menjauh, aku ingin kakak yang dulu, kecuali kalau kakak sekarang ada yang melarang, mungkin aku gak bisa maksa lagi.ujarkuDeeegggg.....kenapa aku jadi ngomong yang aneh-aneh.pikirku dalam hatitak ada yang salah kok, kakak hanya ingin sendiri saja, semua ini bukan salah kamu Sa, ada sesuatu yang salah dengan pertemuan kita kemarin. Kakak juga belum bisa menjelaskan sama Raisa, mengapa akhirnya kakak bersikap seperti ini. Kakak juga bingung. Jawabnyamaksudnya?tanyakusudahlah gak usah di bahas lebih jauh, kakak juga gak ngerti mengapa harus kaya gini. Udah ya Sa, maap kakak lagi sibuk banget. Bye.tapi....Tuuuuuuttttt..tttuuuuutttt...Belum selesai aku berbicara, Evan sudah memutuskan teleponnya. Ada apa ini sebenarnya, mengapa aku gampang sekali terbodohi oleh perasaan. Apakah Evan benar-benar orang jahat? Tapi kenapa dia begitu tega menggantungkan semua perasaanku terhadapnya?aku bukan anak kecil yang cengeng, aku Raisa?Tak ada hari-hari penuh tawa dan semangat lagi, semuanya telah hilang ditelan bumi, menguap bak etanol yang kupaparkan dalam kaca arloji dan ku taruh dalam teriknya matahari. Tak ada yang tersisa semuanya hilang, hanya sepotong hati yang hilang masih harus tertatih-tatih mencari potongannya dan menyusunnya kembali menjadi satu bagian yang utuh. Entah itu kapan, dimana, dan dengan siapa. Evan tak pernah memberi jawaban yang bisa membuat Raisa mengambil tindakan yang pasti, mungkinkah ia harus benci? Semua harapannya kini hanya menggantung di langit-langit kamarnya, tak beranjak naik, namun tak bisa kembali ke titik datar. Biarlah aku terus berjalan hingga aku menemukan kepingan hati yang telah di bawanya. Ingin rasanya aku memintanya untuk jangan pergi, temani aku mengarungi hari seperti yang dulu. Aku tak sanggup bila rindu harus seperti alergen yang akan membuat tubuhku memerah, pingsan, bahkan mungkin mati, karena obatnya adalah senyummu Van. Dan potongan puzzle ketiga adalah sepotong hatinya adalah hilang.

**Hujan Tanpa Awan

18 Agustus 2008

Raisa mulai menjalani kisah cinta yang sebenarnya tak diingininya dengan seorang lelaki yang dia kenal dari teman kostnya. Reza namanya, lelaki ini seharusnya tak asing baginya, meskipun dia tak pernah bertemu dengannya, tapi Reza pernah satu almamater dengan Raisa 3 tahun di atas Indra, 1 tahun di bawah Evan Afandi. Raisa tak pernah bisa melupakan atas semua yang pernah menimpanya. Rasa kehilangan itu masih membekas dihatinya. Awalnya hanya sebuah perkenalan biasa, kebetulan Raisa memiliki hobi yang sama dengan Reza, gitar, ya...sebuah nada yang mempertemukan mereka. Tapi apapun yang terjadi, Raisa selalu menganggapnya tak berarti. Tak ada sinyal yang akan bisa membuat gempa untuk yang kedua kalinya setelah jiwa-jiwa Evan mengguncang taman hatinya. Semuanya datar, tak ada yang teristimewa. Tak ada yang bisa menghapus nama Evan Afandi di hati Raisa, dengan cara apapun Reza tak akan pernah bisa menggantikan posisi Evan Afandi. Bhakan untuk memiliki Raisa, Reza rela memintanya dari Evan. Reza tetap bukanlah Evan. Evan adalah Evan, masih sama seperti yang dulu, tak pernah hilang dari setiap ingatan Raisa, sepertinya Evan sudah berikatan kuat dengan semua reseptor yang ada dalam tubuh Raisa. Tak ada yang bisa menggantikan ikatan itu. sampai kapan Sa, kamu bisa melupakannya?tanya Rezaentahlah aku tidak tahu, dia terlalu berarti untuk ku lenyapkan dari otakku.jawabkuaku sudah gak tahu dengan cara apalagi Sa, bisa kamu hargai perasaan aku.ucap Rezajangan pernah paksa aku untuk bisa mencintaimu, kamu yang memilihku, jika kamu tak suka silakan pergi dari kehidupanku.tegaskuVan....jika kamu pemilik hati ini, tolong bebaskan aku.lirihkuRaisa......meski sepotong hatinya telah rapuh tersapu prahara, dia masih bisa menyimpan belahannya dengan sangat baik. Meskipun mungkin Evan telah melupakannya, mungkin bagi Evan tak pernah ada kenangan tentang Raisa.Hari demi hari telah terlewati, yang ia berikan untuk Reza hanya cinta semu, cinta sebatas kasihan, dan hal itu yang telah menjeratnya, untuk selalu setia bertahan bersama Reza. Masa lalu dan impian masa depan Reza yang membuatnya bertahan menjalani semuanya. Semua komitmen yang Reza lontarkan untuknya, segalanya hanyalah untuk Raisa. Raisa mungkin terenyuh tapi dia tetap tak bisa membohongi apa yang telah tertulis dalam hatinya. Sudah berbagai cara dia coba untuk bisa belajar mencintai Reza, hatinya tetap tak bisa berpaling. Sedikit terlupakan memang, karena Reza selalu ada mengisi harinya. Raisa cukup bahagia, ketika ia dicintai dan dimiliki sepenuh hati, meski dia belum bisa mencintai sepenuh hati. Dan malam itu, hati Raisa kembali diuji. Ada sebuah telepon dari seorang yang membuatnya hatinya harus menentukan pilihan.halo Assalamualaikum...waalaikum salam....jawabku,suara ini, mungkinkah dia Tuhan?tapi ini dari nomor tak dikenal, Evan tak pernah mengganti nomor handphonenya, aku harap memang bukan.gumamku dalam hatiApa kabar Sa?tanyanyaAlhamdulillah baik, maap siapa?tanyaku balikaku Cuma pengen tahu kabar kamu saja.jawab Evan. kak Evan....katakuiyah...kamu baik-baik saja kan Sa.jawab Evan.oh Tuhan, mengapa dia harus hadir kembali diantara kami, aku bisa menerima Reza apa adanya kendatipun dia tak seperti Evan, duhai cinta....jangan kau hukum aku dengan cinta ini. Lirihkukemana saja?tanyaku terbataada, lama yah aku gak hubungi kamu, dengan siapa kamu sekarang?tanyanyaIngin sekali ku katakan semuanya Van, aku sudah memiliki hati yang baru bersama Reza, aku ingin mengembalikan kepingan yang rusak, aku ingin kamu tahu aku tersiksa dalam semua kebisuanmu, mungkin dengan cara menerima Reza aku bisa melupakanmu Van...melupakanmu.....masih sendiri.ucapku berbohongoohhh...aku pikir kamu sudah pacar.jawabnyakenapa kakak tanya begitu?tanyaku memancingaahhh..Cuma pengen tahu saja memang laki-laki yang dulu sering kamu ceritakan belum ada yang berhasil menciptakan gempa dalam hatimu ya jawabnya terkekeheeehhhmmm...gak ada yang bisa, masih untuk seseorang.katakuIndra...?tanyanyaeeehhhmm...iyaah.jawabku ragubukan...bukan Indra Van, tapi kamu, kamu Evan Afandi pemilik hati ini, jadi aku mohon jangan membuat aku semakin tersiksa . mengapa kamu menghilang tanpa sepatah kata, apakah karena tak pernah ada ikatan diantara kita. Aku tak mendengar lagi suaramu, tak ada secarik berita apapun darimu Van, maap kalau aku harus berbohong, aku harus menyembunyikan hubunganku ini Van, aku masih mengharapkanmu. Kenapa baru sekarang Van? Kau datang dan pergi sesuka hatimu, seolah-olah aku ini tak pernah berarti?dan kini bilakah aku harus berharap lagi?hebat yah Indra.ujarnyaiyah.jawabku dinginBanyak hal kami bicarakan lewat pembicaraan itu, kami seperti yang dulu lagi, tertawa bersama menghabiskan malam dalam sebuah telpon seolah-olah Evan tak pernah menghilang, hari-hari hilangnya Evan kemarin seolah tak pernah terjadi. Evan membuka jalan kembali , dia datang di saat kemarau panjang melanda hati, meski dia datang bagai hujan tanpa awan seperti kalimat para pujangga, bagi paranormal dia datang bagai jelangkung. Ku berdoa agar kau tetap di sini dan jangan pernah hilang lagi Van...paling tidak hingga aku tahu perasaanmu yang sebenarnya.Bingung dengan apa yang harus aku lakukan, aku masih mencintai Evan, dan cinta ini memang untuknya, bukan untuk Reza ataupun yang lain. Tapi tegakah aku jika aku harus mengubur impian Reza untuk mencintai dan memilikiku?bukankah aku begitu keji jika itu benar-benar aku lakukan terhadap Reza. Bukankah Evan juga tak pernah mengungkapkan perasaannya kepadaku?apa yang harus aku lakukan Oh Sang Maha Cinta???Waktu boleh saja berlalu, hari boleh berganti, meski itu tanpa harus aku sadari. Senyum terakhir di bawah rintik hujan itu yang membuat memori otakku menjadi penuh sudah tak bisa diisi oleh data apapun lagi. Aku tak pernah mencoba untuk menggantikannya, meskipun aku tak pernah merasakan memilikinya, aku tak akan pernah mencoba mengisi ruang kosong dalam hati ini untuk orang lain, hanya untuk seorang Evan Afandi dengannya aku akan berbagi hati, biarlah ruang hampa ini ku genggam sendiri meski tanpa hadirnya, meski aku telah bersama orang lain.Aku tak bisa mengerti dengan apa yang sebenarnya aku rasakan sekarang, tentang hati dan kegelisahan yang melandanya kini. Ragaku memang bersama Reza, tapi hatiku masih selalu merindukan dan mengharapkan Evan. Aku tak pernah bisa untuk menggantikan Evan dalam hatiku, kendatipun Reza memberiku semua yang dia miliki. Aku tak pernah sanggup untuk bisa berpaling dari perasaanku terhadap Evan, aku masih mencintainya...meskipun Evan pernah pergi, tapi dia akan selalu ada. Cinta...katakan padanya selamanya Evan adalah kekasih bagiku, pemilik hatiku sampai kapanpun, hanya untuk Evan...Seiring waktu berjalan mungkin Evan akan tahu tentang rasa ini, aku hanya mampu untuk menunggu kata cintanya, dan mungkin akan ku tinggalkan Reza karena aku tak bisa mecundangi diriku sendiri. Potongan puzzle keempat adalah merangkai puing yang telah lama hilang, meski tak pernah tahu bilakah menjadi untaian bermakna.

**

Ku Tunggu Kata Cintamu

Jangan dikira cinta datang dari keakraban yang lama dan karena pendekatan yang tekun. Cinta adalah kecocokan jiwa dan jika itu tidak pernah ada, cinta takkan pernah tercipta dalam hitungan tahun bahkan abad. Kahlil Gibran- Ratusan hari sudah Raisa lewati bersama Reza, tapi dia tak pernah mengatakan kebersamaannya itu kepada Evan. Raisa masih mengharapkan Evan, meskipun dia tak pernah tahu perasaan Evan terhadapnya. Raisa tahu Reza mencintainya, dia tahu Reza akan melakukan apapun agar Raisa bisa melupakan Evan, dia ingin hanya dia yang mengisi hatinya. Di depan Reza mungkin Raisa mampu menyembunyikannya, tapi tetap saja hati tak bisa berpaling. Kutipan cinta di atas benar-benar Raisa pegang, bahwa cinta mungkin tak akan pernah datang tanpa kecocokan dua jiwa, bukan karena keakraban yang lama dan pendekatan yang tekun. Sore itu langit tampak gelap, sepertinya hujan akan mengguyur kota Bandung. Aku pulang ke rumah usai bergelut dengan ujian semester yang begitu menguras otakku. Evan masih menjaga jarak denganku, meskipun kedekatan kami tak seperti dulu lagi. Evan terkadang begitu dekat tapi suatu waktu dia akan terasa amat jauh. Tapi aku tak pernah bisa melepaskannya apalagi mencoba untuk membencinya, meskipun Reza selalu mengatakan hal-hal yang buruk tentangnya. Aku tahu hatiku tak pernah berdusta kepada siapa aku mencintai. Krrrrriiiinnnnngggg......Bunyi ponselku mulai menyadarkanku dari lamunan panjang.Hallo....bisa kita ketemu Sa?tanya suara diseberang sanaada apa?aku bertanya skeptisaku tunggu kamu di alun-alun kota yah, jam 3 sore, jangan lupa.jawabnyaiyah tapi......Tuuuutttt...ttttuuuutttt....Van......!!!!aku sedikit berteriakBelum selesai aku menjawab, Evan mematikan ponsel, langsung saja ku kirim pesan singkat padanya, dia hanya membalas pokoknya aku tunggu kamu yah.... aku mencintai orang yang penuh dengan misteri, dia terkadang baik tapi dia tekadang jahat, seolah aku ini adalah boneka mainannya. Langit ternyata tak memberi ijin untuk ku sambangi pujaan hatiku. Rintik hujan mulai menghalangiku, di tambah lagi Reza tak pernah berhenti meneleponku. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 15.00, aku masih tak beranjak dari meja belajarku. Masih menatap ke arah jendela yang terbasahi gelembung-gelembung air hujan. Jika aku pergi, aku pasti tak akan diijinkan, hujan begitu lebat. Tapi di sana Evan sedang menungguku?oh Tuhan apa yang harus aku lakukan?Ku coba untuk menelepon Evan, tapi tak ada jawaban, ku kirim pesan singkat, ku kabari dia bahwa aku tak bisa menemuinya. Sudah hampir 30 menit, tapi tak ada jawaban apapun. Hati ini mulai tak karuan, bingung apa yang harus ku lakukan. Sampai akhirnya ku terima balasan dari Evan kok gitu...aku tunggu deh gak apa-apa telat juga. Ku bantingkan diriku di tempat tidur. Ku pandangi langit-langit kamarku yang putih. Ku pejamkan mata berharap aku bisa langsung berada di sisinya kini. Beeeppp.....ada pesan masuk lagi ke ponselku, itu dari Reza.Raisa, I love you........Aku langsung terdiam memandingi layar handphone, ku baca lagi tiga kata itu. Oh Tuhan apa yang harus aku lakukan kini??lirihku.Aku tak mungkin mengkhianati kekasihku meskipun aku tak pernah mencintainya, tapi disana di bawah derasnya hujan orang yang paling aku cintai sedang menunggu kedatanganku. Apa yang harus ku lakukan?Tak lama Reza meneleponku, kata hatinya seolah-olah tahu dan dia menahan aku untuk pergi. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 5 sore, hujan pun mulai berhenti. Aku bergegas mengambil jaketku dan mengambil kunci motor kakakku. Aku akan mengikuti kata hatiku, aku ingin bertemu Evan.bang, aku pinjam motornya sebentar yah.katakumau kemana?tanya kakakkuada perlu sebentar saja kok.jawabku sambil menghidupkan mesin motor dan kemudian tancap gas meninggalkan rumah. Aku pacu sepeda motor dengan kecepatan biasa, jalan licin jadi aku takut jika aku harus tancap gas. aku harap kamu masih di sana Van.doaku dalam hati. Aku sudah tak memperhatikan pesan atau telepon masuk ke ponselku, yang aku inginkan hanyalah segera tiba di alun-alun kota dan bertemu dengannya. Langit memang belum mendengar doaku, baru saja aku memarkirkan motor ku buka handphoneku, pesan masuk dari Evan.maap ya Sa, aku gak bisa nunggu lama-lama lagi, hujan deras banget jadi kuputuskan untuk pulang.Ingin rasanya ku bantingkan handphoneku, ku bantingkan juga motorku, bahkan kalau itu perlu aku membantingkan tubuhku. Dari pesan itu tersirat Evan begitu kecewa, aku seperti mempermainkannya. Aaahhhh...3 kata dari Reza telah membuat harapanku pergi, seandainya ku terobos hujan tadi mungkin aku bisa bertemu dengannya dan aku tahu apa maksud dari pertemuan ini.Seminggu dari kejadian itu, aku memutar otakku agar aku bisa bertemu dengan Evan. Tak mungkin jika aku langsung to the point ngajak Evan langsung ketemuan, egoku masih tinggi. Akhirnya aku menemukan ide yang baik ku ajak temanku masuk dalam ide jahatku. Aku akan mengatur pertemuanku dengan Indra, yang Evan tahu adalah aku mencintai Indra. Aku menyuruh temanku untuk menjadi Indra, ku edit nomornya dan ku ganti dengan nama Indra. aku langsung menghubungi Evan untuk memintanya menemani aku karena Indra akan datang bersama kekasihnya abadinya.kak, besok ada waktu luang gak?tanyakuiyah kenapa.jawabnyabisa nemenin aku taman kota?tanyakuada acara apa?tanyanyauuummmhhh...gini, aku mau bertemu Indra kebetulan dia bareng istrinya, jadi aku gak mungkin datang sendiri kan?kataku sambil mengernyitkan dahi berharap Evan setujuohh...Indra yah, jam berapa?katanyahhhmmmm..jam 8.katakuaduh gimana ya Sa, besok kakak harus ke Bekasi kayanya terus mau langsung antar berkas ke Tangerang, maap yah.jawabnyao gitu yah...ya udah gak apa-apa kak, biar Raisa pergi sendiri.kataku kecewaGagal sudah rencana yang telah ku buat, padahal tinggal beberapa hari lagi aku di Bandung. Tak pernah ada lagi kesempatan untuk bertemu dengan Evan. Aku melanjutkan hidupku di Tangerang, Evan di Bekasi. Padahal sebenarnya jika aku memilikinya jarak itu tak pernah berarti apa-apa. Asalkan aku bisa mendapatkan ketenangan dari setiap ucapannya yang sehalus beludru. Belum lama aku kecewa, pesan singkat dari Evan masuk ke ponselku.urusan ke Bekasi masih rancu, nanti aku kabari jam 6 ya.Ku berjingkrak seperti anak kecil yang baru saja dibelikan mainan. Rasanya tak sabar menunggu hari esok, bertemu dengan sang pujaan hati yang mampu menciptakan gempa dalam hatiku itu. Duhai malam cepatlah berlalu, aku ingin mentari segera menyambutku.Tepat pukul 6, aku masih duduk memandangi handphoneku yang kubiarkan tergeletak di meja belajarku. Belum ada telpon atau pesan apapun dari Evan, apa dia lupa atau memang dia tak mau menemaniku. Akhirnya ku putuskan untuk menghubunginya.hallo..jawabnyamaap ganggu ya kak, jadi nganter Raisa gak kak?tanyaku raguAstaga...aku lupa, maaf ya, jam 8 kan?katanyaiyah.jawabkukita ketemu dimana?tanyanyadi depan kompleks aja ya.katakuya sudah tunggu ya.jawabnya.Kali ini langit benar-benar memihakku, akhirnya aku bisa pergi dengannya dan sejenak melupakan Reza. Aku memakai baju berwarna merah muda dengan jaket hitam, ku buat agak sedikit feminim memang. Aku berdiri di depan kompleks rumahku menunggu sang pujaan hati datang menjemputku. Evan datang dengan sepeda motor berwarna abu-abu. Ini adalah pertemuanku yang ke dua sejak beberapa bulan yang lalu aku bertemu dengannya di bawah rintik hujan itu. Tak ada yang berubah darinya. Rambut ikalnya, tubuh kekarnya, kacamatanya, dan tentunya dengan sikapnya yang selalu menganggapku seperti anak kecil. Dia memegang kepalaku sambil tersenyum, kemudian dia memakaikan helm untukku. Ini adalah getaran yang ke dua saat aku menatap mata berbinar yang terbiaskan oleh kacamatanya. Ingin sekali ku lingkarkan ke dua tanganku di perutnya, tapi aku sangat takut dia akan marah. Dan akhirnya ku pendam semua keinginanku, kami saling terdiam dalam perjalanan itu. Lidahku kelu tak mampu untuk merangkai kata apapun agar bisa mengobrol dengannya. Evan tak melepaskan earphone dari telinganya, dia terdiam, matanya fokus memperhatikan jalan seolah-olah aku tak ada dibelakangnya. Aku tak bisa membaca dan menebak apa yang sebenarnya dia rasakan. apa mungkin Evan masih marah dengan kejadian yang lalu?pikirku. Aku biarkan kebisuan ini menjadi teman sepanjang kami melaju menuju taman kota. Hingga tiba di sana Evan masih saja diam, dan mengajakku duduk di salah satu kursi kosong.jadi, dimana Indra?tanyanya memulai pembicaraangak tahu belum ada kabar.katakumasih mengharapkannya Sa?tanya Evanmemang kenapa?aku balik bertanyasudahlah apa yang mau diharapkan lagi Sa, dia sudah tak mungkin kamu miliki dia sudah terikat.tegasnyatapi aku mencintainya kak, aku rela kok kalau harus jadi yang ke dua.jawabku sambil tertawalah kan ada Yogi, trus ada Arif, terus ada siapa tuh yang suka ngejar-ngejar kamu itu?tanyanyaReza.kataku sambil tersenyumyah itu Reza, kenapa kamu gak sama dia aja?Evan mulai mengorek-ngorekengga ah, aku masih setia sama seseorang.tatapanku mulai kosong menatap ke arahnya. Ingin sekali ku ungkapkan cinta ini untuk siapa, hanya untukmu Evan Afandi, bukan Indra ataupun Reza, hanya kamu.Disela percakapan mereka, dan atas instruksi Raisa teman Raisa yang berperan sebagai Indra mulai mengirimkan pesan ke ponsel Raisa. Pesan itu mengabarkan bahwa Indra dan istrinya tidak jadi datang untuk bertemu Raisa karena ada keperluan mendadak. Raisa langsung menunjukkan pesan itu kepada Evan dengan memasang wajah kecewa. Evan mulai merapatkan tubuhnya disisi Raisa. Dia merangkulnya dan menaruh kepalanya Raisa di pundaknya.yaaaaah kok gak jadi yah.kata Raisa dengan sedikit bersedihya udahlah Sa, kalau menurut kakak mending lupain aja udah gak mungkin lagi kamu milikin masih ada kok laki-laki yang mencintai kamu.jawab Evan dengan tegasaaaaaaaahhhhhhh Raisa...seandainya kamu tahu laki-laki itu adalah aku, aku mencintaimu Sa, aku ingin memilikimu walaupun aku tahu kamu udah jadian sama Reza, sempat terlintas untuk merebut kamu dari Reza karena aku tahu kamu nggak cinta sama Reza, tapi aku gak bisa jadi Indra buat kamu Sa aku gak bisa nerima kalau kamu masih mencintai masa lalu kamu.ucap Evan dalam hatiRaisa semakin merasakan sentuhan tangan Evan yang kekar di kepalanya. Hatinya semakin berguncang hebat, gempa itu kembali melanda dengan kekuatan yang lebih dahsyat melebihi gempa bumi yang konon bisa mendatangkan tsunami. Gempa itu mampu memporak-porandakan hati dan jiwanya jika dia kembali pergi dan menghilang tanpa jejak lagi. Van....yang aku cintai cuma kamu, bukan Indra, mengertilah setiap degupan jantung ini, semoga kamu bisa baca pikiran dan hati aku, semua ini aku lakukan untuk menunggu kata cintamu Van. Aku mohon katakan laki-laki yang mencintai aku adalah kamu, kamu Evan Afandi. Aku tunggu kata itu Van. mulut Raisa berkomat-kamit menatap ke tanah.Diantara mereka tak ada yang mampu untuk mengutarakan perasaan masing-masing. Lirih-lirih hati mereka hanya mampu untuk terbang ke langit ketujuh, berharap malaikat bersayap akan menangkapnya dan membawanya ke kerajaan Tuhan, dan berharap tanganNya yang bisa mempersatukan lirih hati mereka menjadi dawai-dawai cinta yang menyatu. Keduanya terdiam dan sibuk berdoa untuk harapan yang diinginkan. hey adik kecil, udah ah jangan sedih aja.Evan mulai memecah keheninganiyah. Kata Raisa memanja sambil melepaskan kepalanya dari cengkraman tangan Evankita-kita jalan aja, temenin kakak nyari kaset aja yah.ujar Evan iyah.jawab Raisa dengan tersenyumKeduanya beranjak dari tempat duduknya, mulai berjalan menyusuri taman kota Bandung yang begitu ramai sekali. Raisa tampak kecewa karena ternyata rencananya tidak berhasil. Evan sudah berjalan jauh di depannya, sementara Raisa asyik dalam kekecewaannya karena tak mendapatkan kata cinta itu.hei...kok di belakang jalannya, sini jalan di samping kakak.ujar EvanEvan lalu meraih tangan kanan Raisa, menuntunnya dan tak dilepaskannya genggaman tangan itu. Gempa di hati Raisa terus bergetar, ini adalah kedua kalinya tangan itu digenggam oleh laki-laki yang mewarnai hatinya. Sentuhan pertama adalah tangan Indra lelaki yang dikaguminya waktu dia selesai bernyanyi di acara perpisahan Indra. Sentuhan yang kedua oleh Evan Afandi, lelaki yang dicintainya dan ingin dimilikinya tapi dia tak berani untuk mengutarakannya. Ingin sekali Raisa mengungkapkan isi hatinya tapi dia takut Evan akan menolaknya dan bilang kalau Raisa sudah dianggap seperti adik perempuannya. Saat itu Raisa belum siap jika penolakkan itu terjadi, bagi Raisa itu artinya sama saja dengan gempa yang menimbulkan tsunami, bukan getaran yang akan indah tapi akan menjadi bencana buat hidupnya. Mereka menghabiskan waktu berdua hingga petang tiba. Urusan Evan ke Bekasi hanyalah akal bulusnya untuk menolak mengantar Raisa menemui Indra yang jelas itu akan membuatnya sakit hati. Potongan puzzle kelima adalah diam yang menghempaskan sebuah jawaban.Langit masih belum mendengar lirih hati kedua anak manusia ini. Mereka hanya bisa membiarkan perasaan mereka seperti air yang mengalir entah di muara mana air itu akan berhenti mengalir.

**

Purnama di kota Bekasi

aku mengakui hati dan cinta ini untukmu, aku selalu merindukan indah binar matamu, kamu selalu ada di dalam hatiku, tapi aku tak bisa memilikimu dengan melukai hatinya.....

Sepenggal kalimat yang Raisa tulis dalam hatinya, tentang kesempatan yang kesekian kalinya untuk mendapatkan cinta Evan Afandi. Saat itulah kesetiaanya di pertaruhkan di meja cinta yang hanya memiliki dua pasang mata dadu sebagai eksekutor, antara memiliki dan melukai. Raisa tahu cinta ini hanya untuk Evan Afandi tapi hubungannya dengan Reza menjadi benteng pemisah cinta itu. Raisa tak pernah mampu untuk menduakan Reza, walau dia tak pernah mencintainya. Sejak kejadian di taman kota itu Evan kembali menghilang dari kehidupan Raisa. Evan menghubungi Raisa hanya sesekali saja tidak seperti dahulu. Raisa memang merasa kehilangan tapi dia harus menghadapi kenyataan bahwa di depannya saat ini adalah Reza bukan Evan. Reza yang harus mulai mengisi kekosongan hatinya yang selalu ditinggalkan Evan. Dengan perlahan namun tak pasti Raisa harus sedikit demi sedikit melemahkan hasratnya terhadap Evan.

April 2009Raisa mendapatkan undangan dadakan untuk menghadiri Seminar di salah satu universitas di Bekasi pagi esok. Raisa sempat meminta Reza untuk mengantarkannya ke kota asing tersebut, namun Reza tidak bisa memenuhi permintaannya karena dia tidak bisa meninggalkan pekerjaannya secara mendadak. Hal yang menjadi permasalahan adalah jika dia pergi sore ini acara besok tidak akan membuatnya terburu-buru, tapi dia harus mencari tempat untuk menginap. Jika dia berangkat di pagi hari dia akan terburu-buru dan pastinya kemacetan ibu kota akan mengurungnya. Raisa mulai menghubungi salah seorang kerabat sepupunya yang tinggal di daerah Cikarang, agar Raisa bisa ikut menginap barang sehari dan minta dijelaskan rute menuju kampus tersebut. Alhasil saudaranya itu bersedia untuk menerima Raisa menginap. Raisa agak sedikit tenang, artinya dia harus berangkat sore itu juga. tiba-tiba terlintas dalam benaknya untuk menghubungi Evan.bukankah Evan kerja di Bekasi, mungkin dia bersedia untuk mengantarkanku ke tempat kerabatku itu.pikir Raisa. Keraguan mulai mengusik hatinya, jika dia menelepon Evan itu akan menimbulkan kesan bahwa dia akan mengganggunya, dan pastinya Evan tidak akan mau lagi disusahkannya, apalagi sejak kejadian itu Evan jarang sekali menghubunginya. Akhirnya Raisa putuskan untuk mengirim pesan singkat saja, kalau Evan membalas itu pertanda baik, namun jika Evan tidak menggubrisnya itu berarti pertanda bahwa memang Raisa sedikit demi sedikit harus melupakanya.

To : Evankak..maap ganggu, besok aku harus ada di bekasi jam 9 pagi di jalan chairil anwar, tau daerah itu gak?

Cukup lama pesan itu terkirim, hingga beberapa jam kemudian Evan langsung membalasnya dengan telepon.Sa, memang ada acara apa besok?kata Evan di telponaku ada seminar penting di sana memang kakak tahu daerahnya.jawabkutau lah semua penjuru Bekasi udah kakak jelajah.katanya sambil tertawabagus dong...berarti nanti aku bisa tanya-tanya rutenya.kataku bahagiaaduh kenapa harus besok sih, gak bisa lusanya atau minggu depan gitu kakak harus ke Tangerang paginya kalau besok pagi jadi gak bisa ngater Raisa?tanya Evangak bisalah kak, diundangannya jelas-jelas besok, yah kalau kakak gak bisa gak apa-apa tapi nanti Raisa tanya-tanya rutenya aja ya.kataku memelaskamu pergi kapan?tanyanyarencananya sore ini, cuma Raisa takut kemaleman tapi ada saudara sih di Cikarang, kalau hari ini pulang dari kampus sore kayanya besok subuh aja Raisa berangkat.jawabku sambil berharap Evan akan menawarkan diri untuk mengantarnyasore ini saja kamu berangkat, gak apa-apa malam juga nanti aku yang jemput kamu.tegas Evanooohhhh...baiklah kalau gitu, makasih sebelumnya ya kakakku, maap selalu merepotkanmu.candakuUsai percakapan di telepon itu Raisa langsung bergegas pulang dari kampusnya menuju tempat kostnya. Membawa beberapa baju dan perlengkapan lain yang ia butuhkan. Dia langsung naik bis ke arah terminal Kali Deres. Rasa was-was mulai menyelimutinya, khawatir dia tidak bertemu Evan dan akan tersesat di kota besar itu. Dari terminal dia mencari bis yang ke arah Bekasi Timur sesuai petunjuk Evan. Nasib baik memihak kepadanya, dia masih bisa mendapatkan bisa yang terakhir menuju kota Bekasi. Sepanjang perjalanan Evan terus memantau Raisa, agar dia bisa mengira-ngira pukul berapa Raisa bisa sampai di pintu tol Bekasi timur. Entah kenapa hati yang coba Raisa lemahkan untuk Evan kini menguat kembali. Gempa itu kembali muncul, rasa itu tumbuh kembali secepat kilat menyambar. Ada perasaan bahagia terpancar di wajahnya, dia akan bertemu Evan kembali. Malam mulai mengurung keperkasaan Langit, bis terus melaju membawa hati Raisa menuju pemiliknya. **Pukul 22:00, bis Mayasari bakti menurunkan Raisa di gerbang pintu tol bekasi timur. Gelapnya malam semakin membuat Raisa was-was, khawatir dia tersesat di kota asing itu. Dia berjalan mencari tempat yang bisa dijadikan patokan agar Evan bisa menemukannya. Raisa berdiri di sebuah jembatan di papan iklan yang besar, matanya tak pernah lepas dari ponselnya menunggu kabar dari Evan. Bulan purnama memancarkan auranya meluluhkan hati sang malam, sinarnya mulai memercik di langit seolah menemani aku yang sedang menunggu sang pemilik hatiku. Dan akhirnya sang pujaan hati yang ditunggupun datang. Evan masih menggunakan pakaian kantornya, dengan perasaan bahagia karena tak tersesat dia menghampiri Evan. Evan sudah melemparkan senyum manisnya, di pakaikannya helm ke kepala Raisa, hal yang sama yang dia lakukan sewaktu mengantar Raisa bertemu Indra. Evan mengajak Raisa makan di warung pecel ayam di pinggir jalan tak jauh dari pintu tol itu. jadi rencana kamu sekarang ke mana Sa?tanya Evan memulai percakapanke cikarang ke tempat saudaraku kak.jawabku dari sini ke cikarang itu jauh Sa, bisa nyampe sejam, apalagi sekarang udah malem banget pasti gak ada kendaraan.kata Evan menjelaskanbukannya Cikarang itu masih Bekasi?tanyaku skpetisbedalah adikku sayang, itu dua nama tempat berbeda.jawabnya sambil mengelus kepalakuterus gimana dong?tanyaku paniknginep di tempat kost kakak aja yah.katanya dengan tenanghahhhhh....gak boleh lah kak, masa cewek nginep di tempat cowok!tegaskueeeiiittt tenang dulu non, di tempat kakak itu ada tiga ruangan kamu boleh tidur di kamar kakak, lagipula ada teman kakak juga kok nanti aku tidur diruang tamu, lagipula ketempat seminar besok jaraknya lebih dekat.katanya menenangkankuyakin nih..takut ah.katakukamu aman kok Sa, aku gak bakal ngapa-ngapain kamu, percaya kan?Evan kembali menenangkanjanji ya.katakuAkhirnya aku memberi kabar kepada kerabatku kalau aku tak jadi menginap di tempat mereka. Aku yakinkan dan percaya seutuhnya kepada Evan. Evan bukan orang jahat, dan aku yakin aku aman bersamanya.pikirkuUsai menyantap makan malam itu, kami langsung melaju menuju ke tempat kost Evan. Memang benar tempat itu terdiri dari tiga ruangan. Ruangan yang paling depan adalah ruang tamu, terhalang oleh satu pintu adalah ruang tengah itu adalah kamarnya, dan ruangan terakhir adalah dapur dan kamar mandi. Tempat itu memang cukup luas, Evan tinggal bersama temannya Galuh. Kebetulan malam itu Galuh sedang shif 3 jadi memang hanya kita berdua di tempat itu. Usai membereskan diri aku duduk di samping Evan yang tengah asyik menonton televisi. Akhirnya kami berbincang tentang acara televisi tersebut. masih sedih?tanyanya padakusedih kenapa?aku balik bertanyagak ketemu Indra.katanya sambil tertawaheeeeehhh...lupain aja.katakuEvan merapatkan tubuhnya ke tubuhku, dirangkulnya aku dan di cengkramannya kepalaku di pundaknya, persis seperti kejadian di taman waktu itu. Sontak saja aku kaget dibuatnya, satu sisi aku bahagia tapi di sisi lain aku takut Evan bakal melakukan hal-hal aneh. Aku sempat melepaskan tangannya tapi dia mencegahnya dan mengambilkan kepalaku ke posisi semula. Aku memang mencintainya tapi aku takut jika ada hal-hal buruk yang harus ikut mewarnai cinta ini. Ku lepaskan kepalaku dari pelukannya, bukannya aku menampik, tapi aku takut tak kuasa untuk menahan cinta yang begitu besar ini. Akhirnya kami saling terdiam, tak ada yang memecah kebisuan itu, hingga Evan meraih tanganku dan menggenggamnya. Tak ada sepatah kata yang dia ucapkan padaku. Dia hanya memandangi wajahku sambil terseyum, kemudian dia menghela nafas panjang. Tatapan matanya mulai kosong, aku semakin tak karuan dibuatnya, aku pun bingung untuk membuka suatu percakapan. Dia tak melakukan hal-hal buruk memang, dia hanya menggenggam tanganku dan menatap ke arah wajahku. Aku tak tahu maksud dari apa yang Evan lakukan kepadaku. Ingin sekali aku ungkapkan perasaanku ini kepadanya. Aku ingin menjadi miliknya, menjadi kekasihnya, bahkan menjadi pendampingnyapun aku sangat bersedia. Tapi kebisuannya itu terlalu abstrak untuk aku artikan, apa arti dari semua ini. Dan satu hal yang membuat aku tak bisa membalas kehangatan genggam tangan itu adalah Reza. Aku tak bisa berbahagia di atas luka orang yang juga mencintaiku. Meskipun jiwa dan hatiku hanya untuk mahluk indah yang ada di hadapanku ini. Bayangan wajah Reza seolah menjadi hantu yang menjadi tembok pemisah di antara aku dan Evan, meskipun aku tak pernah tahu perasaan Evan yang sebenarnya kepadaku.setialah Raisa..jangan sakiti Reza.bisik hatikuIngin sekali ku dekap tubuh Evan, memeluknya dengan erat dan mengatakan aku cinta kamu Van..., tapi aku tak bisa, tubuhku seolah-olah seperti patung tak mampu untuk melakukan hal itu. Lidahku pun kelu untuk ucapkan tiga kata itu. Mata yang berbinar, senyum yang hangat dari Evan membuatku semakin merasa bersalah terhadap Reza jika aku membalasnya dan ku ungkapkan perasaanku ini, padahal ini adalah kesempatan emas untuk aku mengungkapnya, dimana hati kami sudah saling bertemu, hanya kami berdua, dan purnama menjadi saksi kebisuan itu. Aku masih berharap ada malam lain selain malam ini untuk aku bisa memilikinya. Tapi untuk malam ini aku tak bisa untuk melukai seseorang, aku harus mengorbankan cintaku yang sekarang tengah menatap wajahku. Sesak mulai menyudutkan dadaku, aku mencoba untuk menguatkan hatiku untuk tidak melepaskan hasratku yang sebenarnya. maapkan aku Van....aku harus memilih Reza.lirihku dalam hati.Aku mencintaimu van....aku selalu merindukan semua tentangmu, matamu, senyummu, sentuhan tanganmu, bayanganmu van....aku begitu mencintaimu sehingga aku tak kuasa untuk memilikimu, aku tak bisa memilikimu Van....aku takut..aku takut melukai hati orang lain, aku tak mungkin menuruti keegoisanku. Oh Tuhan mengapa di saat ini aku tak bisa mengungkapkan semuanya, aku tak bisa memilikinya, kenapa Tuhan? Dia begitu aku cintai dengan segenap jiwa-jiwaku, tapi kenapa aku seolah-olah tak boleh untuk memilikinya, kenapa wajah Reza menghalangi pandangan hatiku terhadap cintaku. Apakah gerangan ini Tuhan?kak..bisa tinggalkan aku sendiri, sudah larut malam, besok aku harus bangun pagi.kataku membuyarkan tatapannyaiyah..maap.katanya dengan nada menyesal.Evan kemudian melepaskan genggaman tangannya dan beranjak pergi meninggalkan Raisa di kamarnya. Dia berjalan menuju ruang tamu, dan menutup pintu kamar itu. Raisa masih terdiam membisu, mencoba untuk menahan air matanya. Tapi ternyata rasa sesak itu mulai menjebol bendungan air matanya. Ia menangis lirih, ingin sekali dia keluar dari kamar itu mengejar, memeluk, dan mengatakan aku mencintaimu Van. Tapi bayangan kesetiaan seolah-olah terus menghantuinya. Bagai dua sisi mata uang, di sisi lain ia teramat ingin menjaga hati Reza, tapi di sisi lain, inilah kesempatan untuk mengungkapkan semua isi hati yang selama ini tertahankan, tak peduli Evan akan menyambutnya atau menolaknya. Dia tak bisa berada di keduanya, Raisa harus menentukan pilihan, di sisi mana hatinya akan menjatuhkan pilihan.ada apa ini, mengapa semua ini harus terjadi kepadaku?Malam semakin meninggi, Raisa terlarut dalam kegelisahan yang menjadi selimut tidurnya. Nampaknya perang hati mulai berkecamuk mengganggu jiwanya. Malam itu terasa panjang baginya, jika saja dia bisa mengungkapkan semua isi hatinya mungkin malam itu akan menjadi malam terindah untuknya. Potongan Puzzle keenam dalam hatinya adalah sebuah penyesalan sebagai isyarat bahwa ia tak bisa memiliki Evan Afandi.

**

Selamanya Cinta

Bis akan segera pergi meninggalkan kota Bekasi yang telah menjadi kenangan tersendiri bagi Raisa. Dia masih memandangi ke arah luar jendela, Evan masih berdiri tersenyum menanti bis itu meninggalkannya. Masih ada sesuatu yang mengganjal hati Raisa, rasanya ia ingin turun dan memeluk Evan dengan erat dan kembali ke tempat semalam. Raisa ingin mengulang kembali kejadian semalam, keberanian sedikit demi sedikit mulai berdatangan dalam hatinya. Tapi waktu tak pernah berpihak atas cinta itu, bis sudah mulai bergerak meninggalkan kota Bekasi. Evan melambaikan tangannya sambil tersenyum. Raisa membalasnya dengan senyuman yang pahit bagi dirinya. Perpisahan kali ini seolah-olah menjadi pertanda bahwa ia akan terpisah jauh dari Evan. Pikiran-pikiran aneh mulai merasuki otaknya, tapi dia coba untuk menghempaskan semua pikiran buruk itu. Earphone mulai ia jejali ke telinganya, sebuah lagu yang mewakili perasaan hatinya ia putar sebagai pengantar tidurnya. Dawai gitar lagu Selamanya Cinta yang dulu di bawakan Yana Yulio mulai membuka relung hatinya untuk bercerita apa yang kini tengah ia rasakan. Dalam bagian ini, Raisa akan mengisahkan tentang hatinya.

Di kala hati resah seribu ragu datang memaksaku....Rindu semakin menyerang....Kalaulah aku dapat membaca pikiranmu..Dengan sayap pengharapanku ingin terbang jauh....Biar,,,Awanpun gelisah, daun-daun jatuh berguguran...Namun cintamu kasih terbit laksana bintang..Yang bersinar cerah menerangi jiwaku...Andaikan ku dapat mengungkapkan perasaanku..Hingga membuat kau percaya...Akan kuberikan seutuhnya rasa cintakuRasa cinta yang tulus dari dalam lubuk hatiku..Tuhan....Jalinkanlah cinta bersama selamanya...Selamanya...selamanya......

Dear Evan....Sejak awal aku menatap mata berbinar itu, telah terjadi gempa dalam hatiku. Mungkin karena aku wanita yang mencundangi diriku terhadap sesuatu yang orang bilang itulah cinta. Inlah pertama kalinya aku jatuh cinta dan mungkin aku tak akan pernah merasakannya lagi, kendati sekarang aku telah dicintai orang lain. Bunga yang tumbuh tanpa bantuan musim telah tumbuh di hatiku. Aku telah ikhlas menerima pergantian musim yang silih berganti menjenguk ladang hati, yang satu datang dan yang lain akan pergi. Aku tidak tahu kapan bunga itu bersemi tatkala hatiku mengalami musim gugur yang memilukan hati. Kau telah mendengarkan bunga-bungaku berbisik pada telinga jiwamu. Dan hal inilah yang membuatku tampak bodoh menunggu kenyataan manis tentang cinta yang tersambut, tapi ternyata mungkin aku hanya akan terus bermimpi. Kau telah memberi senyuman seperti air jernih yang mengalir memekarkan bunga itu, walau aku tak pernah mengetahui isi hatimu yang sebenarnya. Atau mungkin ini hanyalah seonggok bunga liar yang tak kau kehendaki.Aku menyadari sepenuhnya anugerah yang Dia berikan untukku melalui cinta ini, adalah suatu keindahan tersendiri bagi hatiku. Cinta ini yang menjadi penghiburku satu-satunya, yang menyanyikan lagu-lagu kebahagiaan untukku, yang mengungkap makna hidup dari rahasia alam jiwaku. Kau memang tak setampan Yusuf, tak sebijak Ibrahim, tak seberani Musa, dan tak semulia Muhammad. Tapi kau adalah sosok ajaib yang mampu menciptakan gempa dalam hatiku. Wajahmu memancarkan sinar keemasan. Mata yang berbinar seperti purnama dalam pekatnya malam yang menggelapi semesta. Bibirmu ibarat Zamrud khatulistiwa nan indah. Bila kau tersenyum dan ku lihat mutiara berjejer di mulutmu, saat itulah aku merasakan ketenangan akan dirimu. Semua yang ada padamu seolaah-olah sebuah kesempurnaan yang tak bisa kulukiskan dalam kata-kata atau bahkan sejuta puisi sekalipun. Banyak kata yang tak mampu kuungkapan kepadamu, kau memang Mahakarya Sang Pencipta yang mampu menciptakan ketenangan bagi hatiku. Tapi....wujudku terlalu lemah untuk memiliki karya itu. Seribu ragu berdatangan memaksa hatiku untuk mengubur semua rasa ini, kendati rindu mulai menjalar disekujur tubuhku. Aku seperti seekor burung yang telah patah sayapnya sehingga tak mampu menahan terangnya sinar matahari. Aku tak bisa menahan kehendak cintaku untuk memilikimu. Meski aku telah mencoba menahan sang waktu untuk menahan rasa ini, bahkan aku ingin melenyapkannya. Aku menyadari sepenuhnya apa yang telah tersirat dan tersurat untukku. Aku mungkin tak bisa memiliki semua yang ada pada dirimu, hanya setiap senyuman yang mungkin masih bisa aku nikmati untuk menentramkan setiap getaran gempa dalam hatiku. Andai saja aku seorang laki-laki, mungkin aku akan berani untuk mengungkapkan semua rasa ini padamu. Andai saja aku tak memilih setia dengan cinta yang lain, mungkin kau yang akan ku miliki. Tapi mengapa kau tak membiarkan aku mendengarkan semua isi hatimu kendatipun itu akan sangat menyakitkan untukku tapi setidaknya aku tahu apa yang telah kau rasakan padaku. Dan hal itu yang membuat aku takut, aku takut untuk memulainya, aku begitu takut untuk kau hempaskan dari kehidupanmu. Aku begitu takut tak bisa melihat wajah dan senyuman itu lagi. Aku takut sekali Van....aku takut semuanya akan lenyap begitu saja. Biar ku nikmati permainan ini walau kau tak pernah tahu isi hatiku, mungkin pula tak ingin memilikiku, tapi paling tidak aku masih bisa untuk menikmati setiap lekuk wajahmu yang indah karena senyumanmu. Biarlah rasa ini ku pendam sendiri. Tak peduli apapun yang kulakukan, baik ataupun buruk hal itu tetap indah bagiku. Kau yang membuat aku merasa menjadi orang hebat karena aku punya penasehat sepertimu, walaupun aku punya Reza, kau tetap menjadi yang terindah dalam hariku. Kau akan tetap menjadi bintang hatiku, dan cinta ini selamanya hanyalah untukmu. Sebuah nama dan sebuah cerita yang akan terus terukir indah di hatiku. Semua tentangmu akan tetap indah Evan Afandi........................Ungkapan perasaan itu mulai menggema di sekujur tubuh Raisa, hanya bisa berharap takdir yang akan membawanya untuk bisa memiliki Evan Afandi kendati jalan terjal dan berliku harus dia lalui. Senja mulai menyembunyikan matahari, bis terhenti dan menurunkan Raisa di sebuah halte di kota Tangerang. Reza menyambut kedatangannya dengan sebuah senyuman hangat, tapi senyuman itu tak pernah berarti bagi Raisa. masih terus terngiang dalam benaknya tentang kejadian malam itu di Bekasi. Hatinya terus berdoa semoga masih ada kesempatan untuk bisa mengungkapkan semua perasaanya kepada Evan Afandi. Potongan puzzle ketujuh adalah sebuah kesempatan yang mungkin bisa membawanya agar bisa menyerahkan hatinya hanya untuk Evan Afandi

**

Ungkapan Hati yang Bisu

Mimpi adalah sebuah media yang baik, dimana dua hati yang tak bisa saling memiliki bisa bertemu dan mengungkap semua rahasia hati yang selama ini hanya bisa membisu mencari sebuah kepastian tentang siapa yang akan memiliknya. Sudah beberapa bulan terlewati, Evan Afandi seolah menghilang kembali dari kehiduapan Raisa. ini bukanlah kali pertama Evan menghilang tanpa sejak. Raisa sudah terbiasa dengan hal itu. Dia masih terus mencoba membangun cinta yang kini ada dihadapannya, kendatipun harus dengan tertatih-tatih karena hatinya selalu menolak untuk meberi cinta itu pada Reza. Hati itu hanya ingin pemilik sebenarnya, Evan Afandi yang seharusnya memiliki hati ini. Berkali-kali ku lihat layar di ponselku, berharap ada secarik kabar berita tentang Evan. Aku selalu memikirkannya namun aku juga tak boleh terlalu berharap padanya. Perasaan dan angan ini terlalu menyita waktuku, aku ingin melupakannya, tapi aku tak bisa. Satu hal yang mungkin bisa membuatku benci hanyalah kebisuannya dan caranya menghilang. Hal itu yang selalu membuat aku menjadi orang tersakiti oleh perasaanku sendiri. Ketika dia ada aku merasa nyaman, aku merasa menjadi orang yang paling berbahagia, tapi ketika dia pergi menjauh tanpa kabar berita seolah-olah dia telah mempermainkan hatiku. Adakah yang salah dengan perasaan ini?aku ini seorang wanita yang menungu kata cintanya bukan mengungkapkannya, karena itu ku biarkan rasa ini mengalir tanpa arah yang pasti mau dibawa kemana sebenarnya cinta ini. Hubunganku dengan Reza seperti sayur tanpa garam, terasa hambar saat aku menjalani hari bersamanya. Hatiku tak bisa berpaling dari sebuah nama, Evan Afandi. Tapi sudah yang kesekian kalinya dia menghilang, kemudian dia datang bagai hujan tanpa awan. Terkadang melemahkan cintaku tapi terkadang menguatkan cinta ini untuk memilikinya. Gila...sungguh hal ini membuatku gila. Reza selalu menjejali otakku dengan hal-hal buruk tentang Evan, dan mungkin sekarang aku sedikit teracuni oleh setiap kata-katanya. Setiap detik yang ku lalui bersama dengan Reza racun itu mulai ia minumkan ke dalam kerongkonganku. Evan Afandi yang selalu menjadi bahan pertengkaran antara aku dan Reza. Reza memang kekasihku, tapi dia tak bisa memiliki hatiku seutuhnya. Itulah sebabnya jika aku mulai bosan dengan segala sikap kekanak-kanakannya bahkan meminta putus darinya, nama Evan yang selalu mencuat menjadi kambing hitamnya. Dia tak akan pernah berhenti menjelek-jelekan Evan hingga aku mengalah dan menarik setiap kata putusku. Reza tahu kelemahanku hanyalah Evan, aku takut dia akan melakukan hal-hal buruk kepada Evan. Aku tahu laki-laki yang aku hadapi sekarang, luka yang digoreskan di hatinya akibat perceraian kedua orang tuanya begitu menyakitkan baginya. Jika akupun berani meninggalkan luka di hatinya dan pergi memilih Evan Afandi, entahlah apa yang akan terjadi padanya. Dalam setiap diamku aku selalu mempertahankan hubungan kosong ini. Ku biarkan waktu yang menjawab dengan siapa aku bersanding dan menjadi istri yang paling berbahagia.Evan hilang lagi kan?tanya Reza sinissudah biasa.jawabku datartolong kamu hargain persaan aku Sa.tegasnyakalau aku tak menghargaimu, mungkin aku sudah tak lagi bersamamu dan memilih dengannya.jawabkualaaaahhh..dia itu cuma mau mempermainkan kamu Sa, kalau dia cinta kenapa dia gak pernah ngomongin cintanya sama kamu. Buktinya dia datang dan pergi sesuka hatinya, kalau dia benar-benar cinta kenapa dia tak memperjuangkanmu kaya aku.tukas Reza dengan banggaiyah aku tahu Za, itulah alasan kenapa aku setia sama kamu.ucapku berbohongEvan...dan Evan lagi yang selalu menjadi kambing hitam dalam pertengkaran kami. aku sudah tidak mau menyeret nama Evan lagi dalam pertengkaran ini. Aku tak ingin dia tersudutkan meskipun hanya namanya yang menggaung diantara kami. ku biarkan Reza mengolok-olok perasaanku ini. Racun keraguan yang diminumkannya setiap hari untukku mulai bereaksi, ditambah lagi kebisuan Evan tentang apa yang dirasakanya seolah-olah membuat aku semakin menjauh darinya. Mungkinkah dia hanya mempermainkan aku saja?pikirku. sikapnya yang aneh, membuatku perlahan harus mempercayai omongan Reza, dan kenyataannya Evan tak pernah mengungkapkan perasaannya, sekalipun dia mengirim pesan pasti salah kirim dan itu ditujukan untuk perempuan lain, dan kini dia menghilang, dan mungkin suatu saat dia akan muncul lagi dan membuat aku jatuh bangun untuk menguatkan cinta ini lalu melupakannya. Sedkit-demi sedikit keraguan itu mulai muncul, virus-virus kebencian Reza mulai menancapkan senjatanya di tubuhku. Ku pejamkan mata ini, dan ku biarkan otakku menghapus semua kenangan tentangnya, meski hati ini terus meronta. Hingga datanglah sebuah pesan dari Evan, kini datang kembali dan mengungkapkan semua perasaanya padaku.

Bersediakah kau menjadi istrimu untuk istrimu?

Pesan itu membuat Raisa heran, dia tak tahu maksud dari pesan itu, dia berpikir Evan mungkin salah kirim lagi. tapi pesan itu cukup menganggu Raisa, dalam ketenangan jiwa yang ingin melupakan semua tentang Evan hatinya kembali terusik.

Maksud kamu apa?Kamu mau permainkan hatiku ya??

Melihat jawaban yang dikirim Raisa, tentu saja membuat Evan sedikit tersinggung, tak lama kemudian dia menelepon Raisa yang hatinya telah teracuni keraguan. Raisa benar-benar sudah tidak tahan dengan sikap Evan yang datang dan pergi sesuka hatinya.maksud aku apa?tanya Evan dengan sedikit meninggiiyah, apa maksud kamu sekarang Van, kamu datang terus kamu hilang, kadang kirim sms nyasar, sekarang aku tanya sama kamu apa maksud semua itu?jawab Raisa dengan geram, tak ada lagi panggilan kakak untuk Evanaku gak punya maksud yang buruk tentang kamu Sa, dari semenjak kita bertemu.jawab Evan tenangkalau kamu gak punya maksud buruk, trus kenapa kamu seolah-olah mainin perasaan aku Van?jawabku kerasmainin, hati kamu? Siapa yang sebenarnya mainin perasaan ini aku tau kamu Sa?tanyaapa lagi maksud kamu?tanyaku semakin bingungdengar Sa, sejak awal kita ketemu, aku sudah jatuh hati sama kamu, kebaikan kamu, senyum kamu, perhatian kamu, semuanya telah membuat aku mempunyai perasaan lebih dari seorang kakak. Itu alasan aku kenapa aku menghilang sejak pertama kita ketemu Sa, aku gak mau mengecewakan kamu, aku tahu kamu juga cinta sama aku, makanya aku menghindar, aku gak mau kamu kecewa kalau kamu tahu seperti apa aku yang sebenarnya.jawabnyakamu gak pernah buruk di mataku, seperti apapun kamu pasti aku terima.jawabkusebenarnya aku muak dengan rasa ini Sa, aku ingin membuangnya jauh-jauh, aku tahu semuanya tentang kamu Sa, aku tahu kamu sudah berhubungan Reza, aku tahu itu meski kamu menyembunyikannya dari aku, inget kejadian di taman kota itu Sa, saat itu aku ingin merebut kamu dari Reza, aku tahu kamu gak cinta sama Reza,aku tahu aku yang kamu cintai. Tapi kata-katamu tentang Indra membuat aku kembali mengurungkan niatku.ujar Evan dengan nada menyesalindra?tanyakuiyah, kamu inget saat aku bilang masih ada laki-laki yang cinta sama kamu Sa, andai kamu bisa baca pikiran dan hati aku, laki-laki itu aku Sa, aku yang mencintai kamu. Kenapa kamu gak pernah sadar Sa, kenapa kamu bilang Indra yang terus kamu cintai bahkan kamu rela dijadikan yang kedua andai itu terjadi. Sakit Saaaaa......andai kamu tahu dari awal kau meminta aku buat nganter kamu ketemu Indra, aku ingin menolaknya dengan alasan ada urusan di Bekasi, masih ingatkan Sa? tapi ku biarkan perasaan cintaku mengalah hanya untuk membuat kamu bahagia Sa, itulah alasan kenapa aku terdiam saat mengantarmu. Kenapa kamu gak pernah bisa ngertiin hati aku.jawab Evan dengan sangat tegaskalau kamu cinta sama aku kenapa kamu gak bilang aja waktu itu, aku ini perempuan aku gak mungkin ngungkapin persaan aku duluan?tanyaku dengan penuh penyesalanaku sudah menarik hatiku Sa, aku tak ingin dibandingkan dengan Indra yang selalu sempurna di mata kamu. Kalaupun aku bisa menyatakan perasaanku dan aku milikin kamu, aku gak bisa menjalani hubungan dengan perempuan yang masih mengingat masa lalunya, aku gak mau Sa!tegasnyaoh Tuhaaaaannnnn apa yang telah aku lakukan padanya, seandainya dia tahu yang sebenarnya hanya dia yang aku cintai hingga detik ini.lirihku dalam hatikejadian malam itu di Bekasi, aku mencoba lagi untuk mengungkapkan perasaan aku dengan sikapku padamu, aku ingin kamu bisa baca pikiran aku Sa, aku ingin milikin kamu malam itu, aku genggam tangan kamu berharap kamu bisa mengerti apa yang sedang aku rasakan, kamu menghindari aku Sa, sakit Sa....cintaku seperti bertepuk sebelah tangan. Itulah alasan kenapa aku menghilang lagi dari kehidupan kamu.ujarnyaterus kenapa kamu datang lagi, kenapa kamu gak pergi aja dari kehidupan aku, ini membuat aku tersiksa Van.kataku sambil menangisaku ga bisa lupain kamu Sa, itulah kenapa aku kadang-kadang datang lagi dal