serdadu kompi a gempur golkar
TRANSCRIPT
SERDADU KOMPI A GEMPUR GOLKAR
suharto
analis politik dan dosen ilmu komunikasi IAIN Palu
Partai Golkar baru dan paradigma baru tak lagi menjadi akar tunggang dari pohon
beringin rindang. tetapi, partai penguasa orde baru itu telah melahirkan jargon sejarah baru dari
dua lokasi wisata munas berbeda (bali dan ancol). dikatakan sejarah baru karena sepanjang
sepakterjang partai besutan merger 3 ormas (mkgr, soksi dan kosgoro) atau tri karya di medan
politik nasional, inilah kali pertama tercipta dualisme kepemimpinan. Sebelumnya, setinggi
apapun dinamika, sedalam apapun perbedaan, seberat apapun pergolakan dan seberapa
banyakpun faksi di dalamnya, politisi partai senior berpengalaman ini senantiasa
mengedepankan soliditas organisasi, menjunjung tinggi kepentingan partai dan semua dinamika
dapat terlewati dan tak memberikan ruang bagi kadernya untuk mendirikan rumah di dalam
rumah (dualisme).
Kepemimpinan pun silih berganti, dari masa ke masa, tensi politik di partai pemenang
pemilu 2004 mulai tampak ke permukaan sejak reformasi 1998 silam. itulah yang
bermetamorfosis menjadi gelombang dinamika beresiko tinggi (hight risk), pasang surut itu lalu
mulai membuncah setelah munaslub 1998 akbar tanjung berhasil mempecundangi jenderal edi
sudrajat pada perebutan ketua umum menggantikan harmoko. lalu akbar tandjung ditantang
wapres jusuf kalla tahun 2009 dan jk akhirnya yang terpilih, terakhir tatkala duel akbar-kalla
kembali terjadi pada munas 2009 tapi bukan dalam kapasitas kandidat, tetapi akbar dukung
aburizal bakrie dan kalla dukung surya paloh. dan akbar sebagai pemenangnya. hanya saja
rentetan gelombang ombak politik beberapa kali mengguncang rumah golkar, tetapi tidak
sedahsyat letusan gempa munas saat ini. lantaran selain partai beridentitas kuning ini dilanda
gempa dengan skala tinggi (akibat dari efek pemilu dan pilpres 2014), juga secara bersamaan
akar beringin pun menghadapi badai tsunami politik yang menukik langsung ke dalam akar
tunggangnya membuat aburizal cs tak kuasa membendung hempasan bencana tersebut, terlebih
lagi ichal tidak sekaya solusi dengan akbar dan tidak secerdas akbar dalam responsilitas dan
akurasi siasat-siasat untuk membuat skenario penanggulangan bencana politik. maka tak ayal di
masa akbar tidak pernah ada tenda pengunsi di dalam naungan tenda besar beringin. sang
jenderal berbintang empat yang juga mantan pangab edi sudrajat pun tak mampu mendirikan
tenda di dalam kuasa akbar, edi pun akhirnya mencari tempat baru untuk mendirikan rumah baru
yang bernama partai keadilan dan persatuan indonesia (pkpi), hal serupa yang dialami kalla di
masa kepemimpinannya, meskipun calonnya kalah (paloh) dari kubu akbar (ichal) tetapi, kalla
dan paloh bersikap dewasa meskipun harus menelan pil pahit kekalahan (sebagai incumbent)
tetapi sikap politik kalla tetap di golkar dan paloh memilih mengikuti jejak edi sudrajat mencari
ranah baru dan mendirikan rumah baru pula yang bernama ormas nasdem yang kemudian
bermetamorfosis juga menjadi partai nasdem.
Riuh riak ombak politik di partai runner up pemilu 1999 ini tak cukup di seteru akbar-
kalla, ichal-paloh, tetapi di tengah jalan tatkala golkar sedang meluapkan kegembiraannya karena
berhasil lolos dari jurang reformasi yang membuat golkar antara hidup atau mati (la yamutu
fikha wala yahya) akibat dari tuntutan pro reformasi agar golkar bubar seiring dengan jatuhnya
suharto mampu mengelola political interest conflict sebagai bagian dari dinamika golkar yang
sedang merekonstruksi kelembagaannya dengan semangat paradigma barunya. kerangka
paradigma baru itulah yang menghasilkan sistem rekruitmen calon presiden tercipta harus
melalui sistem konvensi. Awalnya banyak yang meragukan akbar mampu melakukan model
konvensi karena dianggap itu hanya akal-akalan akbar untuk memuluskan jalannya sebagai calon
presiden, apalagi akbar juga mendaftar sebagai kontestan. tetapi, bukan akbar kalo tidak mampu
meyakinkan orang. politisi ulung indonesia itu lalu menjalankan sistem barunya itu dan berhasil
merangsang senior-senior golkar untuk terlibat, berpartisipasi dan bahkan berkompetisi seperti
jenderal wiranto dan letnan jenderal prabowo subianto. di luar golkar, tokoh dan alumni hmi
yang juga senior akbar di pbhmi nur cholish madjid atau cak nur juga tergoda untuk mendekati
bahkan menceburkan dirinya di dalam arena politik golkar. Ketua pbhmi dua periode sebelum
akbar itu menuai kritikan karena dianggap terlalu nekad menodai "kesuciannya" sebagai figur
apolitis dan cendekiawan kondang masuk di kandang golkar yang nota bene partai "hitam" dan
musuh orang-orang reformis. Tapi, cak nur berpandangan lain, baginya model yang dipakai
golkar (konvensi) merupakan sistem baru dan sangat reformis, baginya di tangan akbar golkar
dulu beda dengan golkar sekarang sehingga ia tetap melanjutkan hajatannya untuk melakukan
sosialisasi ke seluruh indonesia dalam rangkai prosesi konvensi, meskipun tidak sampai ke
puncak perayaan konvensi akibat sakit yang dideritanya dan diharuskan dirawat di singapore
sampai akhirnya meninggal dunia.
Hasil konvensi akhirnya melahirkan realiatas politik yang kontraproduktif dengan orang-
orang yang pesimistis dengan akbar. yakni akbar tidak terpilih dan konvensi memutuskan bahwa
capres dari golkar adalah wiranto-solahuddin wahid. prabowo dan akbarpun tidak kecewa dan
menerima wiranto sebagai pemenang, sehingga tidak ada gerakan tambahan yang terjadi yang
dilakukan baik akbar maupun prabowo, semua menghormati keputusan partai. akbar tetap setia
memimpin golkar hingga selesai masa kepemimpinannya dan prabowo mencoba memulai hidup
baru berpolitik tanpa golkar dengan merambah jalan baru lalu menciptakan kendaraan baru yang
bernama partai gerakan indonesia raya (gerindra). pilpres 2004 selesai, wiranto-gus solah hanya
bertengger di urutan ketiga setelah mega-muzadi dan sby-jk yang harus bertarung di putaran
kedua. wiranto kecewa? pasti. tapi apakah wiranto bersikap seperti agung laksono? no, no!,
wiranto ikut jejak juniornya di militer (prabowo), ia pun mencoba melampiaskan talenta
berpolitiknya tak lagi bersama korps golkar, tetapi ia mencari medan latih baru dan membangun
batalyon baru yang bernama partai hati nurani rakyat (hanura).
Bagaimana dengan rentetan gempuran dari kelompok milisi bersenjata golkar di bawah
komando pemimpin oposisi mereka agung laksono dibantu oleh geng-geng militan anti ichal
seperti agun gunandjar sudarsa, agus gumiwang, yorrys raweyai dan para serdadunya yang terus
berupaya melakukan aksi-aksi pengambil-alihan markas utama golkar slipi?
Jika sejenak kita menoleh ke belakang, sekedar membuat perbandingan dalam melakukan
pemetaan asumsi-asumsi politik, maka mungkin jauh lebih berat beban akbar menghalau para
kelompok-kelompok yang tidak senang terhadapnya dan bahkan yang berposisi sebagai gengster
oposisi, atau tokoh sekaliber wiranto dan secerdik prabowo dan sejago edi sudrajad ketimbang
konflik bersaudara yang terjadi di masa ichal-marham kali ini. Milisi-milisi yang meronrong
kekuasaan ichal tidaklah sekuat dulu di era akbar. dengan kata lain bahwa para milisi itu
bukanlah lepasan taliban, jamaah islamiyah, bukan didikan abu sayap, bukan kader idiologis
osama bin laden ataupun bukan juga sekaliber fidel castro (kuba), aung san suu kyi di
myanmar.segerombolan pemberontak dari geng tripple "A" (agung, agun dan agus) bukan
setingkat batalyoan, tetapi masih setingkat kompi. makanya lebih cocok disebut pasukan kompi a
yang mencoba membuat perlawanan, seperti yang dilakukan sebagian kecil pasukan tentara
FEDERAL DEMOCRATIC TIMOR LESTE (FDTL) yang melakukan upaya pembunuhan
terhadap presiden ramos horta dan perdana menteri xanana gusmawo, yang pada akhirnya
pemimpin dan beberapa pasukannya tak berhasil mewujudkan missinya, malah berbalik mereka
yang harus pergi menghadap tuhannya lebih cepat karena kenekatannya tersebut.
Kondisi politik di golkar secara up to date, memang secara kasat mata terjadi perang
darat, tetapi itu hanya dilakukan oleh salah satu kompi dari puluhan kompi yang mendiami
batalyon golkar. cepat atau lambat, gencatan senjata akan berakhir, dengan prediksi bahwa kubu
oposisi berbasis kompi A itu akan tersungkur dan tak kuasa menahan kuatnya defensiif
pemimpin status quo Aburizal Bakrie.
Dinamika di golkar memang selalu menjadi tontotan menarik dan sarat pembelajaran
politik, makanya pergolakan-pergolakan seperti ini jangan sampai terlewatkan agar kita dapat
pelajaran politik baru. Akankah, Ichal dan kroninya mampu pertahankan kekuasaannya? ataukah
mampukan kompi A membuat sejarah baru di golkar? kita lihat saja nanti, sesi dramaturgi politik
itu belum end, baru mulai. so pasti ada side B ataupun serial lanjutannya. kapan?, Biarlah waktu
yang akan menjawabnya.... tapi mungkin tidak lamalah. Butuh kesabaran dan ketekunan saja
untuk ikuti perkembangannya.[]wallahu a’lam bissawwab.
Palu, 08 desember 2014
Tentang Penulis
Dosen Tetap di IAIN Palu
Alamat Perdos Untad Blok C6/6 Palu, Sulawesi Tengah
Email. [email protected]
HP. 082188022011 - 081245273777
Norek BCA 7325258977 an. suharto