senin, 7 maret 2011 | media indonesia mengemas hiburan ... filejika tidak, proses lobi ... ia...

1
AMAHL SHARIF AZWAR S EPARUH dinding ru- ang kantor bernuansa putih itu dipenuhi core- tan spidol hitam. Brain- storming, menurut pria pemi- lik ruangan tersebut, dapat dilakukan kapan pun dan di mana pun. Termasuk di ruang kerjanya sambil--bila perlu-- mencorat-coret tembok. Ia memang tengah berada di dunia yang tak mengenal kerja lelet dan berleha-leha. Saat memboyong diva pop Janet Jackson, misalnya, Dino Hamid beserta tim Berlian En- tertainment Indonesia hanya punya waktu 18 hari untuk mempersiapkan sponsorship, tiket, dan semua urusan lain- nya. “Tapi, justru itu tantangan- nya. Saya memang suka tan- tangan,” ujar pria yang lahir di Jakarta, 17 Oktober 1976 ini. Dino pun sudah cukup ma- kan asam garam dalam meng- hadapi syarat-syarat khusus dari manajemen klien mereka untuk konser di Indonesia. Mulai faktor teknis seperti panggung sampai permintaan- permintaan ‘ajaib’ di pengina- pan mereka. Selama memungkinkan, penggemar es kopi ini akan memenuhi seluruh persyaratan tersebut. Jika tidak, proses lobi pun tidak bisa dihindari. “Namun, mereka terbuka, kok. Selama tidak jauh dari spesikasi yang mereka minta, mereka tidak ada masalah,” imbuhnya. Ia mengaku pemastian artis kelas dunia bertandang ke In- donesia membutuhkan analisis pasar yang tidak gampang. Pertama, tim promotor musik harus memastikan seberapa be- sar animo publik terhadap artis tersebut. Riset pun berlanjut pada dukungan dari brand un- tuk menggelar konser sampai dengan rekam jejak atau track record artis tersebut. “Lebih ke karakter artis dan manajemennya. Ada juga yang mood-mood-an. Ada juga yang tidak begitu suka sama situasi Indonesia. Kuncinya, ya, riset,” sambung Dino yang meng- gunakan jejaring sosial Twitter dan Facebook sebagai media risetnya. Kondisi sosial dalam negeri memainkan peranan besar dalam mengembangkan bisnis promotor musik di Indonesia. Dino berpandangan kedatang- an Presiden AS Barack Obama pada 9-10 November 2010 turut memberikan kelegaan bagi artis-artis ‘Negeri Paman Sam’ seperti Ne-Yo, NERD, sampai Janet Jackson. Sejauh ini, Berlian Enter- tainment juga sukses menda- tangkan Kula Shaker beserta Ian Brown, musikus Kanada David Foster, Tommy Lee, dan DJ Aero pada malam pergan- tian 2010-2011. Perusahaan yang dibentuk pada 2007 itu juga mendukung pertunjukan musikal Onrop! karya sineas Joko Anwar pada November 2010. “Bisnis seperti ini memang bergantung pada proyek. Jadi, rencana bisnis saya 60% tetap di event, 40% untuk jasa kon- sultan. Itu memang untuk menjaga cash ow,” tegas Dino yang sejauh ini sudah menjadi konsultan untuk Bata, Nescafe, dan Combiphar. Melankolis Salah satu prinsip Dino di dalam mengejar kesuksesan Berlian Entertainment ada- lah pengemasan dari produk hiburan. Bagaimanapun, hiburan merupakan bentuk produk yang lebih bermain emosi ketimbang pemikiran rasional. Semua orang, entah itu orang susah, senang, kelas atas, atau kelas paling bawah sekalipun butuh dihibur. Pertanyaannya adalah bagaimana membuat kemasan yang berkarakter agar dapat dinikmati. “Pasar Indonesia sangat luas. Saya lihat pasar Indonesia itu sangat melankolis,” tutur suami Inge Hamid ini. Ia memberi contoh proyek konser akbar band Kahitna yang dijadwalkan pada September 2011 diberi judul Cerita Cinta 25 Tahun Kahitna: Kebahagiaan, Cinta dan Perselingkuhan. Bahkan, sebelumnya, Berlian Entertainment selaku promotor berencana menerbitkan novel yang terinspirasi oleh lagu- lagu hit Kahitna yang memang melankolis. Ke depan, Dino berencana membidik pengemasan dari hiburan-hiburan lain di luar musik. Festival-festival dunia yang mengusung tema ter- tentu, mulai kuliner sampai seni melukis tato pun, apabila dikemas secara matang, akan dapat diterima masyarakat. “Ada promotor yang mau- nya cukup di satu genre musik. Saya malah tidak cuma di musik. Kami lebih kepada ori- entasi pasar. Selama pasar bu- tuh A, kita akan coba suplai,” tandas ayah Nairo Nagata ini. Dino menekankan kekhasan suatu perusahaan hiburan tidak harus mentok pada aliran yang diusung. Ia mencontoh- kan perusahaan film papan atas seperti Columbia Pictures atau Universal Studios yang tidak punya genre lm khusus, tetapi terus dapat menciptakan box ofce. Begitu pun dalam hal per- saingan dalam industri pro- motor musik, ia menilai bisnis akan lebih menguntungkan dengan konsolidasi ketimbang terus bersaing. Ia sangat sadar bahwa perkembangan bisnis promotor musik belakangan ini semakin dinamis. Pada 1990-an, citra promo- tor musik lebih melekat pada Setiawan Djody dengan AIRO Production yang pernah men- datangkan band rock Metallica. Kemudian, ada Adrie Subono dengan Java Musikindo serta Peter F Gontha yang sukses membangun Java Jazz Festival. Sekarang, ada Trilogy Live dan Mahkota Promotion yang juga semakin meramaikan daftar promotor musik di Tanah Air. Meski persaingan bagus, sekali lagi Dino mengatakan konsolidasi akan jauh lebih menguntungkan. Menurutnya, perseteruan dalam mempere- butkan artis, misalnya, hanya akan membuat biaya semakin melambung. “Kalau harga tiket terlalu tinggi, percuma. Secara bisnis juga tidak rasional. Kita mesti ukur daya beli pasar juga,” cetusnya. Manajer kampanye Pada bagian lain, ia juga ber- cerita pengalamannya menjadi seorang manajer kampanye dari Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas. Dino mengatakan putra bungsu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu me- mang pernah meminta dia menjadi manajer kampanye. Kedekatan pun berlanjut dalam hubungan pertemanan dan untuk mitra konsultasi. “Saya belajar ilmu-ilmu yang saya tidak tahu, seperti ilmu politik, ya, saat menjadi mana- jer kampanye,” aku Dino. Hingga Ibas eksis di dunia politik sampai menjadi anggota DPR Fraksi Partai Demokrat pun, Dino mengaku masih menjalin komunikasi. Mak- lum, kedekatan mereka telah terjalin lama, ketika cikal bakal Berlian Entertainment yang merupakan kumpulan maha- siswa-mahasiswa Indonesia di Australia pada 2000-an sering mengadakan konser musik di ‘Negeri Kanguru’, Ibas adalah salah satunya. (E-2) [email protected] SENIN, 7 MARET 2011 | MEDIA INDONESIA Mengemas Hiburan yang Berkarakter Mendatangkan artis kelas dunia ke Indonesia membutuhkan analisis pasar yang tidak gampang. Kunci kesuksesannya kekuatan riset. Ada promotor yang maunya cukup di satu genre musik. Saya malah tidak cuma di musik. Kami lebih kepada orientasi pasar. Selama pasar butuh A, kita akan coba suplai.” MI/ADAM DWI C EO TALKS 16 Nama: Dino Hamid Lahir : Jakarta, 17 Oktober 1976 Pekerjaan : CEO of Berlian Entertainment Pendidikan : SMP Al Azhar Kemang, Jakarta SMA Al Azhar Kemang, Jakarta D-1 IBMI, Jakarta S-1 komunikasi BIODATA

Upload: phamlien

Post on 28-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SENIN, 7 MARET 2011 | MEDIA INDONESIA Mengemas Hiburan ... fileJika tidak, proses lobi ... Ia memberi contoh proyek ... cerita pengalamannya menjadi seorang manajer kampanye dari Edhie

AMAHL SHARIF AZWAR

SEPARUH dinding ru-ang kantor bernuansa putih itu dipenuhi core-tan spidol hitam. Brain-

storming, menurut pria pemi-lik ruangan tersebut, dapat dilakukan kapan pun dan di mana pun. Termasuk di ruang kerjanya sambil--bila perlu--mencorat-coret tembok.

Ia memang tengah berada di dunia yang tak mengenal kerja lelet dan berleha-leha. Saat memboyong diva pop Janet Jackson, misalnya, Dino Hamid beserta tim Berlian En-tertainment Indonesia hanya punya waktu 18 hari untuk mempersiapkan sponsorship, tiket, dan semua urusan lain-nya.

“Tapi, justru itu tantangan-nya. Saya memang suka tan-tangan,” ujar pria yang lahir di Jakarta, 17 Oktober 1976 ini.

Dino pun sudah cukup ma-kan asam garam dalam meng-hadapi syarat-syarat khusus dari manajemen klien mereka untuk konser di Indonesia. Mulai faktor teknis seperti panggung sampai permintaan-permintaan ‘ajaib’ di pengina-pan mereka.

Selama memungkinkan, penggemar es kopi ini akan memenuhi seluruh persyaratan tersebut. Jika tidak, proses lobi pun tidak bisa dihindari.

“Namun, mereka terbuka, kok. Selama tidak jauh dari spesifi kasi yang mereka minta, mereka tidak ada masalah,” imbuhnya.

Ia mengaku pemastian artis kelas dunia bertandang ke In-donesia membutuhkan analisis pasar yang tidak gampang. Pertama, tim promotor musik harus memastikan seberapa be-sar animo publik terhadap artis tersebut. Riset pun berlanjut pada dukungan dari brand un-tuk menggelar konser sampai dengan rekam jejak atau track record artis tersebut.

“Lebih ke karakter artis dan manajemennya. Ada juga yang mood-mood-an. Ada juga yang tidak begitu suka sama situasi Indonesia. Kuncinya, ya, riset,” sambung Dino yang meng-gunakan jejaring sosial Twitter dan Facebook sebagai media risetnya.

Kondisi sosial dalam negeri memainkan peranan besar dalam mengembangkan bisnis promotor musik di Indonesia. Dino berpandangan kedatang-an Presiden AS Barack Obama pada 9-10 November 2010 turut memberikan kelegaan bagi artis-artis ‘Negeri Paman Sam’ seperti Ne-Yo, NERD, sampai Janet Jackson.

Sejauh ini, Berlian Enter-tainment juga sukses menda-tangkan Kula Shaker beserta Ian Brown, musikus Kanada David Foster, Tommy Lee, dan DJ Aero pada malam pergan-tian 2010-2011. Perusahaan yang dibentuk pada 2007 itu juga mendukung pertunjukan musikal Onrop! karya sineas Joko Anwar pada November 2010.

“Bisnis seperti ini memang bergantung pada proyek. Jadi, rencana bisnis saya 60% tetap di event, 40% untuk jasa kon-sultan. Itu memang untuk menjaga cash fl ow,” tegas Dino yang sejauh ini sudah menjadi konsultan untuk Bata, Nescafe, dan Combiphar.

MelankolisSalah satu prinsip Dino di

dalam mengejar kesuksesan Berlian Entertainment ada-lah pengemasan dari produk

hiburan. Bagaimanapun, hiburan merupakan bentuk produk yang lebih bermain emosi ketimbang pemikiran rasional.

Semua orang, entah itu orang susah, senang, kelas atas, atau kelas paling bawah sekalipun butuh dihibur. Pertanyaannya adalah bagaimana membuat kemasan yang berkarakter agar dapat dinikmati.

“Pasar Indonesia sangat luas. Saya lihat pasar Indonesia itu sangat melankolis,” tutur suami Inge Hamid ini.

Ia memberi contoh proyek konser akbar band Kahitna yang dijadwalkan pada September 2011 diberi judul Cerita Cinta 25 Tahun Kahitna: Kebahagiaan, Cinta dan Perselingkuhan. Bahkan, sebelumnya, Berlian Entertainment selaku promotor berencana menerbitkan novel yang terinspirasi oleh lagu-lagu hit Kahitna yang memang

melankolis. Ke depan, Dino berencana

membidik pengemasan dari hiburan-hiburan lain di luar musik. Festival-festival dunia yang mengusung tema ter-tentu, mulai kuliner sampai seni melukis tato pun, apabila dikemas secara matang, akan dapat diterima masyarakat.

“Ada promotor yang mau-nya cukup di satu genre musik. Saya malah tidak cuma di musik. Kami lebih kepada ori-

entasi pasar. Selama pasar bu-tuh A, kita akan coba suplai,” tandas ayah Nairo Nagata ini.

Dino menekankan kekhasan suatu perusahaan hiburan tidak harus mentok pada aliran yang diusung. Ia mencontoh-kan perusahaan film papan atas seperti Columbia Pictures atau Universal Studios yang tidak punya genre fi lm khusus, tetapi terus dapat menciptakan box offi ce.

Begitu pun dalam hal per-saingan dalam industri pro-motor musik, ia menilai bisnis akan lebih menguntungkan dengan konsolidasi ketimbang terus bersaing. Ia sangat sadar bahwa perkembangan bisnis promotor musik belakangan ini semakin dinamis.

Pada 1990-an, citra promo-tor musik lebih melekat pada Setiawan Djody dengan AIRO Production yang pernah men-datangkan band rock Metallica.

Kemudian, ada Adrie Subono dengan Java Musikindo serta Peter F Gontha yang sukses membangun Java Jazz Festival. Sekarang, ada Trilogy Live dan Mahkota Promotion yang juga semakin meramaikan daftar promotor musik di Tanah Air.

Meski persaingan bagus, sekali lagi Dino mengatakan konsolidasi akan jauh lebih menguntungkan. Menurutnya, perseteruan dalam mempere-butkan artis, misalnya, hanya akan membuat biaya semakin melambung. “Kalau harga tiket terlalu tinggi, percuma. Secara bisnis juga tidak rasional. Kita mesti ukur daya beli pasar juga,” cetusnya.

Manajer kampanyePada bagian lain, ia juga ber-

cerita pengalamannya menjadi seorang manajer kampanye dari Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas. Dino mengatakan

putra bungsu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu me-mang pernah meminta dia menjadi manajer kampanye.

Kedekatan pun berlanjut dalam hubungan pertemanan dan untuk mitra konsultasi. “Saya belajar ilmu-ilmu yang saya tidak tahu, seperti ilmu politik, ya, saat menjadi mana-jer kampanye,” aku Dino.

Hingga Ibas eksis di dunia politik sampai menjadi anggota DPR Fraksi Partai Demokrat pun, Dino mengaku masih menjalin komunikasi. Mak-lum, kedekatan mereka telah terjalin lama, ketika cikal bakal Berlian Entertainment yang merupakan kumpulan maha-siswa-mahasiswa Indonesia di Australia pada 2000-an sering mengadakan konser musik di ‘Negeri Kanguru’, Ibas adalah salah satunya. (E-2)

[email protected]

SENIN, 7 MARET 2011 | MEDIA INDONESIA

Mengemas Hiburan yang BerkarakterMendatangkan artis kelas dunia ke Indonesia membutuhkan analisis pasar yang tidak

gampang. Kunci kesuksesannya kekuatan riset.

Ada promotor yang maunya cukup di

satu genre musik. Saya malah tidak cuma di musik. Kami lebih kepada orientasi pasar. Selama pasar butuh A, kita akan coba suplai.”

MI/ADAM DWI

CEO TALKS16

Nama:Dino Hamid

Lahir : Jakarta, 17 Oktober 1976

Pekerjaan : CEO of Berlian Entertainment

Pendidikan :SMP Al Azhar Kemang, JakartaSMA Al Azhar Kemang, JakartaD-1 IBMI, JakartaS-1 komunikasi

BIODATA