senin, 4 maret 2013 orang miskin bisa...

1
T AK tanggung-tanggung dana yang dikucurkan buat mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) untuk beasiswa. Sepanjang tahun 2012 saja Rp 55,8 miliar lebih dialirkan. Dana yang diberikan kepada 6.442 maha- siswa penerima itu berasal dari berbagai pihak dengan skema yang berbeda pula. Yang paling banyak, baik jumlah peneri- ma maupun besaran yang diterima, tentu saja Bidikmisi. Dari beasiswa full study dari Kementerian Pendidiikan dan Kebudayaan ini, tercatat 3.600 mahasiswa telah meneri- manya. Mereka berasal dari angkatan 2010, 2011, dan 2012. Jika nanti ditambah kuota 2013 sebanyak 1.750 paket, total mahasiswa Universitas Konservasi yang menerima bea- siswa ini 5.350 orang (bandingkan dengan total mahasiswa sebuah universitas swasta). Setiap penerima Bidikmisi selama delapan semester atau empat tahun kuliah bisa mem- bawa pulang Rp 600.000 per bulan sebagai bantuan biaya hidup. Dengan bantuan sebesar itu, mereka tak perlu membayar biaya apa pun selama kuliah. Selain Bidikmisi, beasiswa dengan jumlah penerima tergolong banyak adalah Program Peningkatan Beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) untuk 1.000 mahasiswa dan Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) bagi 1.390 orang. Beasiswa lainnya berasal dari Bank BRI (75), Bank BNI (25), Bank Indonesia (40), Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri/BPKLN (30), Supersemar (53), Badan Usaha Milik Negara (81), dan Program IM- Here, dan Beasiswa Unggulan untuk maha- siswa asal Madagaskar (2). Ya, beasiswa tersebar di mana-mana. Tak mengherankan jika kemudian memunculkan fenomena baru, yakni tidak sedikit mahasiswa yang mengadu peruntungan dengan mengaku ”mendadak miskin”. ”Namun kami punya mekanisme untuk menguji validitas data diri yang mereka suguhkan,” kata Alamsyah, staf ahli Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan Unnes. (33) B erbagai langkah dilakukan Universitas Negeri Semarang (Unnes) menyediakan tempat bagi mahasiswa dari keluarga miskin. Selain meng- optimalkan beasiswa yang tersedia, Universitas Konservasi ini juga mengambil kebijakan khusus membebaskan biaya kuliah. Rektor Unnes Sudijono Satroatmodjo bahkan kerap harus berkunjung dari rumah ke rumah untuk memastikan beasiswa telah diterima oleh pihak yang berhak. Dengan home visit , Rektor ingin mengetahui kondisi keluarga dan kondisi rumah mahasiswanya. Dari rumah penerima itu tergambar benar, kekurangan ekonomi senantiasa mengimpit mereka. "Harapan anak-anak muda potensial untuk memperoleh pendidikan tinggi tak boleh padam gara-gara biaya," kata Rektor suatu ketika. Ungkapan senada itu muncul dalam sebuah focus group discussion para rektor se-Kota Semarang itu, beberapa waktu lalu. Secara berseloroh, Rektor Undip Prof Sudharto P Hadi mengatakan, pada saat pendaftaran mahasiswa baru, berderet-deret orang antre di kantornya untuk menyatakan siap membayar berapa pun biaya kuliah asalkan anaknya diterima. "Namun kondisi berkebalikan saat registrasi maha- siswa baru. Memang berderet-deret orang mengantre di kan- tor saya, tapi mereka minta keringanan, bahkan pembebe- san biaya kuliah," katanya. Gambaran itu tentu tak hanya terjadi di Undip, tetapi juga di perguruan tinggi lain, tak terkecuali Unnes. Terlalu banyak anak muda yang ingin melanjutkan studinya hingga ke jen- jang pendidikan tinggi, tapi mereka terpaksa gigit jari lantaran bangku kuliah untuk kantung mereka tak "terbeli". Tingginya biaya kuliah di satu sisi dan rendahnya daya beli akibat beli- tan kemiskinan merupakan penyebab utamanya. Kondisi tersebut tak urung makin mencitrakan terjadinya komersialisasi perguruan tinggi. Seolah-olah perguruan ting- gi, termasuk yang berstatus negeri, tiada bedanya dari lem- baga bisnis yang melulu bicara soal untung-rugi. Sesungguhnya perguraun tinggi bukannya tak pernah beru- paya untuk menepis citra seperti itu lewat berbagai upaya nyata. Salah satunya lewat penyediaan beasiswa, peringanan biaya, bahkan pembebasan. Begitu juga penun- daan pembayaran. Namun itu saja dianggap masih belum cukup. Perlu ada payung hukum yang lebih menjamin kepastian bagian mere- ka yang berasal dari keluarga tidak mampu secara ekonomi untuk bisa mengakses pendidikan tinggi. Sebab jika tidak, agak sulit diharapkan terjadinya mobilitas secara vertikal bagi kaum seperti ini. 20 Persen Angin segar bertiup. Setahun lalu, terbit Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. PP ini mewajibkan semua perguruan tinggi negeri menampung 20% mahasiswa miskin yang mempunyai kompetensi akademik memadai. Mendikbud Prof Dr M Nuh mengingat- kan perlunya PTN segera mewujudkan amanat PP itu. Jika tidak, akan mendapatkan sanksi. "Sanksi dapat berupa pengurangan anggaran keuangan dari pemerintah kepada peguruan tinggi negeri serta sanksi sosial dari masyarakat," ujarnya kepada wartawan. Menurut mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh November ini, kebijakan tersebut berdasarkan fakta di lapangan terkait dengan jumlah mahasiswa dari keluarga miskin yang kuliah. "Tahun 2003, jumlah mahasiswa miskin di seluruh Indonesia hanya 0,98%, tahun 2008 sebanyak 3%, dan 2009 meningkat menjadi 6%," katanya. Jumlah tersebut, lanjut Mendikbud, masih sangat kecil dibandingkan dengan jumlah mahasiswa yang berasal dari keluarga menengah atas yang berkesempatan kuliah di per- guruan tinggi negeri. Dalam forum pertemuan Badan Kerja Sama (BKS) Perguruan Tinggi Negeri-Kopertis, di Semarang, para rektor bersepakat untuk membebaskan 20% mahasiswa barunya, yang notabene berasal dari kelu- arga tidak mampu secara ekonomi, dari pembayaran SPP. Itu tak lain sebagai respons terhadap PP tersebut. Ya, semacam sebagai awalan, mengingat hampir semua PTN belum siap secara finansial jika harus membebaskan 100% biaya kuliah buat mereka. Persoalannya, SPP hanyalah salah satu elemen yang mesti dibayarkan oleh mahasiswa. Masih ada sejumlah ele- men lain, yang jika dihitung, jumlahnya bisa beberapa kali lipat dari SPP. Itu belum termasuk biaya hidup atau ngekos selama mereka kuliah. Dengan begitu, pembebasan SPP belumlah "terasa" untuk mengentaskan mereka dari beban berat biaya kuliah. Di Unnes Bagaimana di Unnes? Apakah Unnes telah memenuhi amanat itu? Berbekal beasiswa Bidikmisi, jalan yang dibangun untuk mewujudkan amanat konstitusi itu tampak begitu lempang. Pada tahun akademik 2012 lalu, misalnya, 1.750 mahasiswa barunya bebas dari segala macam biaya kuliah. Merekalah mahasiswa pene- rima beasiswa Bidikmisi. Atas komitmen itu, oleh Museum ekor Indonesia (Muri), Unnes diganjar dengan catatan rekor sebagai pelopor penyedia bangku kuliah gratis untuk warga miskin. Langkah itu akan dilanjutkan tahun 2013 ini. Dari 6.680 mahasiswa yang bakal diterima, dipastikan 1.750 di antaranya akan menerima Bidikmisi. Itu artinya, 27% total mahasiswa baru bisa menikmati pendidikan di Unnes tanpa harus dibebani biaya. Mereka bahkan akan meneri- ma bantuan biaya hidup Rp600.000 per bulan sekaligus berhak mengikuti berbagai program pembinaan. Rektor Unnes, dalam sebuah pertemuan dengan Dewan Pertimbangan Unnes, mengutarakan akan terus menyedikan akses bagi calon mahasiswa tidak mampu. Gayung bersambut. Ternyata dewan yang terdiri atas bebe- rapa kalangan itu menyatakan kesediaan masing-masing untuk membantu Rektor mewujudkan targetnya. "Peran Dewan Pertimbangan sekaligus menjadi embrio bagi kelahiran beasiswa Dana Setia Kawan Masyarakat. Kita buka rekening khusus untuk menopang ini sekaligus me- ngelolanya secara akuntabel," kata Rektor. Ini tentu saja bukan langkah dadakan. Sebab, jauh hari sebelumnya Unnes juga telah menyediakan beasiswa bagi mahasiswanya. Beasiswa berasal dari pemerintah, lembaga mitra, juga perusahaan melalui program corporate social responsibility (CSR). Eko Prasetyo, penulis buku Orang Miskin Dilarang Sekolah, saat itu barangkali benar jika menyatakan orang miskin kesulitan mengakses biaya pendidikan. Namun, kini kondisi telah berubah. Jika dia tahu fakta itu, barangkali ia akan membuat judul baru: Orang Miskin Boleh Kuliah atau Orang Miskin Harus Kuliah. (33) Kesempatan orang miskin untuk kuliah kini terbuka lebar. Di Universitas Negeri Semarang (Unnes) saja, tahun ini lebih dari 5.350 mahasiswa tak mampu secara ekonomi bakal kuliah tanpa mengeluarkan biaya serupiah pun. Orang Miskin Bisa Kuliah! Setahun Beasiswa, Rp 55,8 Miliar Terkucurkan Penanggung Jawab: Amir Machmud NS, Gunawan Permadi. Kepala Proyek: Triyanto Triwikromo. Editor: Sucipto Hadi Purnomo, Dyah Irawati. Penulis: Kunadi Ahmad, Surahmat, Dhoni Zustiyantoro. Desain: Putut Wahyu Widodo, Toto Tri Nugroho. Fotografer: Sihono, Lintang Hakim. Tata Letak: Moch Buhono, Abdul Munif. Grafis: Iwan, Sigit. Penyusun Tak Ada Kata Rugi untuk Kuliah Gratis D SENIN, 4 MARET 2013

Upload: tranhanh

Post on 02-May-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SENIN, 4 MARET 2013 Orang Miskin Bisa Kuliah!unnes.ac.id/wp-content/uploads/01SM04C13bidik-YES.pdf · pendidikan tinggi tak boleh padam gara-gara biaya," kata Rektor suatu ketika

TAK tanggung-tanggung dana yangdikucurkan buat mahasiswaUniversitas Negeri Semarang (Unnes)untuk beasiswa. Sepanjang tahun 2012

saja Rp 55,8 miliar lebih dialirkan. Dana yang diberikan kepada 6.442 maha-

siswa penerima itu berasal dari berbagai pihakdengan skema yang berbeda pula.

Yang paling banyak, baik jumlah peneri-ma maupun besaran yang diterima, tentu sajaBidikmisi. Dari beasiswa full study dariKementerian Pendidiikan dan Kebudayaanini, tercatat 3.600 mahasiswa telah meneri-manya.

Mereka berasal dari angkatan 2010, 2011,dan 2012. Jika nanti ditambah kuota 2013

sebanyak 1.750 paket, total mahasiswaUniversitas Konservasi yang menerima bea-siswa ini 5.350 orang (bandingkan dengantotal mahasiswa sebuah universitas swasta).

Setiap penerima Bidikmisi selama delapansemester atau empat tahun kuliah bisa mem-bawa pulang Rp 600.000 per bulan sebagaibantuan biaya hidup. Dengan bantuan sebesaritu, mereka tak perlu membayar biaya apa punselama kuliah.

Selain Bidikmisi, beasiswa dengan jumlahpenerima tergolong banyak adalah ProgramPeningkatan Beasiswa Peningkatan PrestasiAkademik (PPA) untuk 1.000 mahasiswa danBantuan Belajar Mahasiswa (BBM) bagi 1.390orang.

Beasiswa lainnya berasal dari Bank BRI(75), Bank BNI (25), Bank Indonesia (40), BiroPerencanaan dan Kerjasama LuarNegeri/BPKLN (30), Supersemar (53), BadanUsaha Milik Negara (81), dan Program IM-Here, dan Beasiswa Unggulan untuk maha-siswa asal Madagaskar (2).

Ya, beasiswa tersebar di mana-mana. Takmengherankan jika kemudian memunculkanfenomena baru, yakni tidak sedikit mahasiswayang mengadu peruntungan dengan mengaku”mendadak miskin”. ”Namun kami punyamekanisme untuk menguji validitas data diriyang mereka suguhkan,” kata Alamsyah, stafahli Pembantu Rektor Bidang KemahasiswaanUnnes. (33)

Berbagai langkah dilakukan Universitas NegeriSemarang (Unnes) menyediakan tempat bagimahasiswa dari keluarga miskin. Selain meng-optimalkan beasiswa yang tersedia,Universitas Konservasi ini juga mengambilkebijakan khusus membebaskan biaya kuliah.

Rektor Unnes Sudijono Satroatmodjo bahkan kerapharus berkunjung dari rumah ke rumah untuk memastikanbeasiswa telah diterima oleh pihak yang berhak. Denganhome visit, Rektor ingin mengetahui kondisi keluarga dankondisi rumah mahasiswanya. Dari rumah penerima itutergambar benar, kekurangan ekonomi senantiasamengimpit mereka.

"Harapan anak-anak muda potensial untuk memperolehpendidikan tinggi tak boleh padam gara-gara biaya," kataRektor suatu ketika.

Ungkapan senada itu muncul dalam sebuah focus groupdiscussion para rektor se-Kota Semarang itu, beberapawaktu lalu. Secara berseloroh, Rektor Undip Prof Sudharto PHadi mengatakan, pada saat pendaftaran mahasiswa baru,berderet-deret orang antre di kantornya untuk menyatakansiap membayar berapa pun biaya kuliah asalkan anaknyaditerima. "Namun kondisi berkebalikan saat registrasi maha-siswa baru. Memang berderet-deret orang mengantre di kan-tor saya, tapi mereka minta keringanan, bahkan pembebe-san biaya kuliah," katanya.

Gambaran itu tentu tak hanya terjadi di Undip, tetapi jugadi perguruan tinggi lain, tak terkecuali Unnes. Terlalu banyakanak muda yang ingin melanjutkan studinya hingga ke jen-jang pendidikan tinggi, tapi mereka terpaksa gigit jari lantaranbangku kuliah untuk kantung mereka tak "terbeli". Tingginya

biaya kuliah di satu sisi dan rendahnya daya beli akibat beli-tan kemiskinan merupakan penyebab utamanya.

Kondisi tersebut tak urung makin mencitrakan terjadinyakomersialisasi perguruan tinggi. Seolah-olah perguruan ting-gi, termasuk yang berstatus negeri, tiada bedanya dari lem-baga bisnis yang melulu bicara soal untung-rugi.Sesungguhnya perguraun tinggi bukannya tak pernah beru-paya untuk menepis citra seperti itu lewat berbagai upayanyata. Salah satunya lewat penyediaan beasiswa,peringanan biaya, bahkan pembebasan. Begitu juga penun-daan pembayaran.

Namun itu saja dianggap masih belum cukup. Perlu adapayung hukum yang lebih menjamin kepastian bagian mere-ka yang berasal dari keluarga tidak mampu secara ekonomiuntuk bisa mengakses pendidikan tinggi. Sebab jika tidak,agak sulit diharapkan terjadinya mobilitas secara vertikal bagikaum seperti ini.20 Persen

Angin segar bertiup. Setahun lalu, terbit PeraturanPemerintah (PP) Nomor 66 Tahun 2010 tentangPengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. PPinimewajibkan semua perguruan tinggi negeri menampung20% mahasiswa miskin yang mempunyai kompetensiakademik memadai. Mendikbud Prof Dr M Nuh mengingat-kan perlunya PTN segera mewujudkan amanat PPitu. Jikatidak, akan mendapatkan sanksi.

"Sanksi dapat berupa pengurangan anggaran keuangandari pemerintah kepada peguruan tinggi negeri serta sanksisosial dari masyarakat," ujarnya kepada wartawan.

Menurut mantan Rektor Institut Teknologi SepuluhNovember ini, kebijakan tersebut berdasarkan fakta di

lapangan terkait dengan jumlah mahasiswa dari keluargamiskin yang kuliah. "Tahun 2003, jumlah mahasiswa miskindi seluruh Indonesia hanya 0,98%, tahun 2008 sebanyak3%, dan 2009 meningkat menjadi 6%," katanya.

Jumlah tersebut, lanjut Mendikbud, masih sangat kecildibandingkan dengan jumlah mahasiswa yang berasal darikeluarga menengah atas yang berkesempatan kuliah di per-guruan tinggi negeri. Dalam forum pertemuan Badan KerjaSama (BKS) Perguruan Tinggi Negeri-Kopertis, diSemarang, para rektor bersepakat untuk membebaskan20% mahasiswa barunya, yang notabene berasal dari kelu-arga tidak mampu secara ekonomi, dari pembayaran SPP.Itu tak lain sebagai respons terhadap PPtersebut. Ya,semacam sebagai awalan, mengingat hampir semua PTNbelum siap secara finansial jika harus membebaskan 100%biaya kuliah buat mereka.

Persoalannya, SPPhanyalah salah satu elemen yangmesti dibayarkan oleh mahasiswa. Masih ada sejumlah ele-men lain, yang jika dihitung, jumlahnya bisa beberapa kalilipat dari SPP. Itu belum termasuk biaya hidup atau ngekosselama mereka kuliah. Dengan begitu, pembebasan SPPbelumlah "terasa" untuk mengentaskan mereka dari bebanberat biaya kuliah.Di Unnes

Bagaimana di Unnes? Apakah Unnes telahmemenuhi amanat itu? Berbekal beasiswa Bidikmisi,jalan yang dibangun untuk mewujudkan amanat konstitusiitu tampak begitu lempang. Pada tahun akademik 2012lalu, misalnya, 1.750 mahasiswa barunya bebas darisegala macam biaya kuliah. Merekalah mahasiswa pene-rima beasiswa Bidikmisi. Atas komitmen itu, oleh Museum

ekor Indonesia (Muri), Unnes diganjar dengan catatanrekor sebagai pelopor penyedia bangku kuliah gratisuntuk warga miskin.

Langkah itu akan dilanjutkan tahun 2013 ini. Dari 6.680mahasiswa yang bakal diterima, dipastikan 1.750 diantaranya akan menerima Bidikmisi. Itu artinya, 27% totalmahasiswa baru bisa menikmati pendidikan di Unnestanpa harus dibebani biaya. Mereka bahkan akan meneri-ma bantuan biaya hidup Rp600.000 per bulan sekaligusberhak mengikuti berbagai program pembinaan.

Rektor Unnes, dalam sebuah pertemuan dengan DewanPertimbangan Unnes, mengutarakan akan terusmenyedikan akses bagi calon mahasiswa tidak mampu.Gayung bersambut. Ternyata dewan yang terdiri atas bebe-rapa kalangan itu menyatakan kesediaan masing-masinguntuk membantu Rektor mewujudkan targetnya.

"Peran Dewan Pertimbangan sekaligus menjadi embriobagi kelahiran beasiswa Dana Setia Kawan Masyarakat. Kitabuka rekening khusus untuk menopang ini sekaligus me-ngelolanya secara akuntabel," kata Rektor.

Ini tentu saja bukan langkah dadakan. Sebab, jauh harisebelumnya Unnes juga telah menyediakan beasiswa bagimahasiswanya. Beasiswa berasal dari pemerintah, lembagamitra, juga perusahaan melalui program corporate socialresponsibility (CSR).

Eko Prasetyo, penulis buku Orang Miskin DilarangSekolah, saat itu barangkali benar jika menyatakan orangmiskin kesulitan mengakses biaya pendidikan. Namun, kinikondisi telah berubah. Jika dia tahu fakta itu, barangkali iaakan membuat judul baru: Orang Miskin Boleh Kuliah atauOrang Miskin Harus Kuliah. (33)

Kesempatan orang miskin untuk kuliah kini terbuka lebar. Di Universitas Negeri Semarang(Unnes) saja, tahun ini lebih dari 5.350 mahasiswa tak mampu secara ekonomi bakal kuliah

tanpa mengeluarkan biaya serupiah pun.

Orang Miskin Bisa Kuliah!

Setahun Beasiswa, Rp 55,8 Miliar Terkucurkan

Penanggung Jawab: Amir Machmud NS, Gunawan Permadi. Kepala Proyek: Triyanto Triwikromo. Editor: Sucipto Hadi Purnomo, Dyah Irawati. Penulis: KunadiAhmad, Surahmat, Dhoni Zustiyantoro. Desain: Putut Wahyu Widodo, Toto Tri Nugroho. Fotografer: Sihono, Lintang Hakim. Tata Letak: Moch Buhono, Abdul Munif.Grafis: Iwan, Sigit.

Penyusun

Tak Ada Kata Rugi

untukKuliah Gratis

D

SENIN, 4 MARET 2013