seni rakyat

21
TUGAS: SOSIOLOGI SENI Dosen: Prof. Dr. T. Slamet Suparno, S.Kar. M.S “The Defferentiation of Art According to Cultural Strata”, sub “Folk Art” oleh : ISA ANSHORI (NIM. 494/S2/KS/11) PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT SENI INDONESIA

Upload: isa-anshori

Post on 02-Oct-2015

44 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

folk culture

TRANSCRIPT

TUGAS: SOSIOLOGI SENIDosen: Prof. Dr. T. Slamet Suparno, S.Kar. M.S

The Defferentiation of Art According to Cultural Strata, sub Folk Art

oleh :ISA ANSHORI(NIM. 494/S2/KS/11)

PROGRAM PASCASARJANAINSTITUT SENI INDONESIASURAKARTA2012KESENIAN RAKYAT

Tidaklah cukup untuk menyebutkan nilai permasalahan tentang penciptaan karya seni yang berada pada pertengahan antara seni luhur dan seni elit, seni yang dibuat-buat dan seni yang tidak berhubungan dengan jenis seni tersebut.Kita memiliki banyak pertanyaan tentang validitas kemurnian estetik dari karya seni yang naif atau tanpa melalui prinsip-prinsip dan pendekatan kritis. Penciptaan kesenian rakyat dilakukan masyarakat pedesaan yang biasanya tidak berpendidikan, dan untuk kebutuhan mereka sendiri tanpa ada contoh sebelumnya. Kesenian rakyat erat kaitannya dengan pola kepercayaan dan keyakinan kepada Yang Maha Kuasa. Bentuk kesenian berupa rasa syukur dan penggambaran menyelaraskan dengan alam.Misalnya Dadung Awuk, Ande-Ande Lumut, Rodadan, Kobrasiswo, yang semuanya termasuk dalam jenis seni Salawatan. Kesenian yang sudah jarang ditemukan di daerah perkotaan ini, ternyata masih dapat ditemui daerah Sleman. Meski tidak diketahui secara rinci keadaan dan aktivitas bermain jenis-jenis kesenian ini, namun berita tentang masih hadirnya jeni-jenis kesenian semacam itu tentunya cukup menggembirakan.Pendekatan deskriptif dilakukan terhadap objek penelitian dengan fenomena yang memiliki ciri khas tertentu. Seperti kesenian Angguk dengan fenomena keadaan trance (ndadi) pada pemainnya saat klimaks pementasan. Keadaan ndadi merupakan bukti jelas adanya hubungan yang erat antara kesenian dengan sistem kepercayaan suatu masyarakat yang umumnya berisi keyakinan tentang hal-hal yang bersifat supernatural dan sulit dijelaskan dengan nalar biasa. Hadirnya unsur sistem kepercayaan pada kesenian merupakan salah satu ciri kesenian-kesenian yang hidup dalam masyarakat-masyarakat yang masih sederhana.Kemajuan teknologi di satu pihak membuka kesempatan baru bagi perkumpulan kesenian yang kuat, namun di pihak lain kemajuan tersebut juga dirasa merugikan, sebab dengan adanya radio dan televisi, jumlah pengunjung tempat-tempat pertunjukan Ketoprak, Ludruk, ataupun Wayang Orang jadi berkurang. Selain karena alasan keamanan dan kenyamanan juga disebabkan factor lebih mahal (harus beli tiket), dan kurang praktis (perlu waktu dan tenaga untuk sampai ke tempat pertunjukan).Seperti halnya tulisan Soepomo dan Soeprapto dalam Buku Ketika Orang Jawa Nyeni, kontekstualitas yang ditampilkan oleh memang terasa kuat, sehingga mengalahkan nuansa kesejarahnnya. Hal ini bermula dari kurangnya deskripsi yang lebih rinci mengenai cirri-ciri yang ada dalam pertunjukan jenis-jenis kesenian inii di masa lalu, dan ini mungkin terkait dengan sulitnya memperoleh data semacam ini jika peneliti tidak menonton sendiri pertunjukannya di masa lampau. Sementara itu data mengenai keadaan dan pertunjukan jenis kesenian-kesenian tersebut di masa kini jauh lebih mudah didapat, sehingga deskripsinya juga dapat lebih lengkap.Teater tradisional Sleman didefinisikan sebagai seni pertunjukan yang berakar pada tata kehidupan kerakyatan serta memiliki bentuk dan jiwa yang relatif masih asli dan lahir dari spontanitas kehidupan masyarakatnya. Ciri utama pada teater tradisional ini yaitu adanya susunan cerita, pola permainan, dialog yang diucapkan bersifat improvisatoris dan spontan. Pertunjukan teater tradisional seringkali dikaitkan dengan upacara atau kegiatan adat istiadat, bahkan acapkali sebagai media penyaluran kritik sosial terhadap kepincangan-kepincangan yang terjadi dalam masyarakat. Kehadiran teater ini bukan saja berfungsi untuk hiburan, tetapi sudah menjadi bagian dari kehidupan itu sendiri.Pementasan teater tradisonal begitu akrab dan intim. Intim jiwa dan raganya sehingga penonton tidak sempat menganalisis apa yang mereka saksikan karena hanyut terbawa arus irama permainan. Batas atau jarak antara penonton dan tonotonan hampir tidak ada. Kadang, pemain adalah penonton yang sedang bermain, kadang pula penonton menjadi bagian dari pertunjukan itu sendiri.Cerita atau lakon yang dimainkan mengenai legenda, sejarah, dongeng yang diadaptasikan dengan citarasa leingkungannya secara jujur. Sebagian besar pemain pendukungnya adalah para petani, sehingga pementasan banyak dilakukan di malam hari. Bagi mereka, berkesenian merupakan bagian dari hobi bukan merupakan profesi, dan ini tenunta berpengaruh pada perkembangan teater, baik segi artistik, maupun usaha pewarisannya kepada generasi berukutnya. Jikalau berkesenian dipandang sebagai profesi, maka kehidupan teater tradisional tidak perlu kita khawatirkan lagi.

WayangDalam bahasa Jawa, wayang artinya bayangan. Jika ditinjau dari arti filsafatnya wayang dapat diartikan sebagai bayangan atau pencerminan dari sifat-sifat yang ada dalam jiwa manusia seperti angkara murka, kebajikan, serakah, dan lain-lain.Wayang dimainkan oleh dalang dibantu beberapa orang penabuh gamelan dan satu atau dua orang waranggana sebagai vokalisnya. Dalang berfungsi mengatur jalannya pertunjukan secara keseluruhan. Dialah yang memimpin seluruh crew nya luluh dalam alur cerita yang disajikan. Dalang dituntut menghayati masing-masing karakter dalam pewayangan juga mendalami gending (lagu).Desain lantai berupa garis lurus. Dalam memainkan wayang, dalang dibatasi oleh alas yang dipakai untuk menancapkan wayang, yang terbagi menjadi sisi kanan dan kiri dari dalang. Set kanan merupakan kumpulan dari tokoh-tokoh satria, pembela kebenaran dan kebajikan. Sedangkan set kiri untuk tokoh-tokoh angkara murka.Pertunjukan wayang bisa dilakukan pada siang atau malam hari. Lama pertunjukan untuk satu lakon sekitar 7 sampai 8 jam.Instrumen musik yang digunakan adalah gamelan Jawa pelog dan slendro. Tetapi bila tidak lengkap biasa digunakan jenis slendro saja. Vokalis putri disebut waranggono, bisa satu orang atau lebih. Vokalis putra disebut penggerong atau wirasuara yang jumlahnya 4 sampai 6 orang yang mengiringi waranggono dengan suara koor. Penggerong bisa disediakan khusus atau dirangkap oleh penabuh gamelan, sehingga penabuh gamelan sekaligus sebagai penggerong.Dalam menentukan lakon yang akan disajikan, dalang dibatasi oleh beberapa faktor, diantaranya: (1) jenis wayang yang digunakan; (2) kepercayaan masyarakat sekitar; (3) keperluan diadakannya pertunjukan tersebut.Seperangkat wayang kulit hanya dapat dipakai untuk memainkan cerita-cerita dari Mahabarata dan Ramayana. Wayang kulit tidak dapat digunakan untuk menampilkan babad Menak. Perangkat wayang golek tidak dapat digunakan untuk pementasan lakon Mahabarata. Ini dikarenakan tokoh-tokoh yang ada dalam wayang-wayang tersebut memang sudah dibuat untuk pementasan lakon-lakon tertentu.Dalam suatu masyarakat pedesaan, yang masih patuh pada tradisi dan adat istiadat peninggalan leluhurnya, banyak dijumpai pantangan atas suatu lakon tertentu untuk pertunjukan wayang. Misalnya, lakon Bharatayuda tabu dipentaskan pada upacara perkawinan. Apabila pantangan ini dilanggar, orang yakin bahwa keluarga tersebut akan mengalami kemalangan. Pada upacara bersih desa, yaitu selamatan sesudah panen, lakon yang harus dipertunjukkan adalah Kondure Dewi Sri (Pulangnya Dewi Sri), sedangkan untuk upacara Ngruwat lakonnya adalah Batara Kala. Selain batasan-batasan ini, lakon wayang seringkali juga ditentukan oleh permintaan penanggap (orang yang meminta dipentaskannya pertunjukan wayang).

Wayang Kulit/PurwaWayang kulit terbuat dari kulit binatang (Kerbau, sapi, kambing). Wayang kulit memeragakan lakon-lakon dari Babad Purwa, yaitu Mahabarata dan Ramayana. Sehingga disebut juga sebagai wayang purwa.Sebagai pedoman dalam menyajikan pertunjukan wayang kulit biasanya seorang dalang akan menggunakan pakem pedalangan berupa buku pedalangan. Namun ada juga dalang yang menggunakan catatan dari dalang-dalang tua yang pengetahuannya siperoleh lewat keturunan. Meskipun demikian, seorang dalang diberi kesempatan untuk berimprovisasi, karena pakem pedalangan tersebut berisi pokok ceriteranya saja. Untuk lebih menghidupkan suasana dan membuat pertunjukan menjadi lebih menarik, improvisasi dan kreativitas dalang sangat diperlukan.Warna rias wajah pada wayang kulit memiliki makna simbolis, akan tetapi tidak ada ketentuan umum di sini. Warna rias merah untuk wajah misalnya sebagian menunjukkan sifat angkara murka, akan tetapi tokoh Setyaki yang memiliki warna rias muka merah bukanlah tokoh angkara murka. Jadi karakter wayang tidaklah ditentukan oleh warna rias muka saja, tapi juga ditentukan oleh unsur lain seperti bentuk (patron) wayang itu sendiri. Tokoh Arjuna, baik yang mempunyai muka warna hitam ataupun kuning, adalah tetap Arjuna dengan sifat-sifatnya yang kita kenal. Perbedaan warna rias muka menunjukkan batas ruang dan waktu pemunculannya. Arjuna dengan warna muka kuning menunjukkan dia sedang berada di dalam keraton. Sedangkan Arjuna dengan warna muka hitam menunjukkan dia sedang berada dalam perjalanan.

Wayang KlithikWayang Klithik terbuat dari kayu, bentuknya pipih menyerupai wayang kulit. Pertunjukan wayang berfungsi sebagai tontonan biasa yang didalamnya sering diselipkan informasi dan penerangan dari pemerintah. Setting panggung sedikit berbeda dengan wayang kulit. Wayang Klithik tidak menggunakan layar, dan untuk menancapkan wayang menggunakan bambu yang telah dilubangi.Ceritera yang ditampilkan diambilkan dari ceritera babad, dan umumnya hanya diambilkan dari Babad Majapahit, mulai dari masuknya Damarwulan menjadi abdi hingga menjadi raja. Dalang-dalang wayang klithik umumnya memperoleh pengetahuan dari orang tua mereka yang juga seorang dalang wayang Klithik. Lembaga pendidikan untuk wayang ini tidak ada karena memang kurang populer.

Wayang GolekWayang Golek juga terbuat dari kayu, tetapi memiliki bentuk tiga dimensi seperti boneka. Bentuknya realis menyerupai badan manusia dan mengenakan kostum yang terbuat dari kain. Lakon yang dimainkan berasal dari babad Menak yaitu sejarah tanah Arab menjelang kelahiran Nabi Muhammad SAW yang dikarang oleh Pujangga Ronggowarsito.Warna rias muka wayang Golek meliputi: (1) warna merah untuk watak keangkaramukaan, (2) warna putih untuk watak baik dan jujur, (3) warna merah jambu untuk watak setengah-tengah, (4) warna hijau untuk watak tulus, (5) warna hitam untuk kelanggengan.Kostum wayang juga menunjukkan status dan peranannya. Misalnya kostum topong untuk peran raja, kostum jangkangan untuk peran ksatria, kostum jubah untuk pendeta, kostum rompi untuk peran cantrik, kostum serban untuk adipati. Pendidikan wayang Golek berasal dari pengalaman atau ajaran orang tua yang juga dalang.

Wayang OrangWayang orang merupakan perwujudan dari wayang kulit yang dimainkan oleh manusia. Bedanya wayang orang ini bisa bergerak dan berdialog sendiri. Sebagaimana pada wayang kulit, lakon yang dibawakan pada pementasan wayang orang juga bersumber dari Babad Purwa, yaitu Mahabarata dan Ramayana.Kesenian wayang orang yang berkembang saat ini dibedakan atas gaya Surakarta dan gaya Yogjakarta. Perbedaan terdapat pada intonasi dialog, tari, dan kostum. Dialog wayang orang gaya Surakarta lebih bersifat realis sesuai dengan tingkatan emosi dan suasana yang terjadi. Dalam wayang gaya Yogjakarta dialog distilasi atau digayakan sedemikian rupa dan memiliki pola monoton.Untuk menyelenggarakan pertunjukan wayang orang secara lengkap, biasanya dibutuhkan 35 personel yang terdiri dari 20 orang pemain (pria dan wanita), 12 orang sebai penabuh gamelan merangkap wiraswara, 2 orang wiranggana, dan 1 orang dalang.Dalang wayang orang bertindak sebagai pengatur perpindahan adegan yang ditandai dengan suara suluk atau monolog. Dalam dialog yang diucapkan pemain, sedikit sekali campur tangan dalang. Dalang hanya memberikan petunjuk garis besarnya saja. Selanjutnya pemain sendiri yang harus berimprovisasi dengan dialognya sesuai dengan alur cerita yang telah diberikan oleh dalang. Pola kostum dan make up disesuaikan dengan bentuk (patron) wayang kulit, sehingga tidak kita temukan pada pola kehidupan sehari-hari.

Langen Mondro WanoroAdalah kesenian tradisional yang menyerupai wayang orang, akan tetapi berbeda dalam dialog dan tariannya. Cerita yang dipentaskan bersumber pada kitab Ramayana dan satu pertunjukan hanya mengambil bagian-bagian tertentu saja dari kitab tersebut, misalnya Rahwana Gugur, Anggodo Duto dan sebagainya. Kesenian ini biasanya untuk upacara perkawinan, memperingati hari besar dan lain-lain yang sekarang mengalami perubahan dan bentuk dan penyajiannya.Jumlah pemain sebanyak 45 orang yang terdiri dari 30 orang pemain, 13 orang penabuh gamelan, 1 orang waranggana, 1 orang dalang. Kostum dam make up mengikuti patron wayang orang. Dialog dilakukan dengan nembang (menyanyi), aktivitas di panggung dalam bentuk tarian dengan berdiri di atas lutut (jengkeng). Konsep pentas berbentuk arena dan biasanya dilakukan di pendopo. Sebagai alat penerang menggunakan petromak. Alat musik yang digunakan adalah gamelan Jawa lengkap.

KetoprakMerupakan bentuk teater rakyat paling populer di Yogyakarta. Menurut Wijaya dan Sucipto (1977) perkembangan kesenian ketoprak dibagi menjadi beberapa tahap: (1) tahun 1925-1926; babakan ketoprak Lesung; (2) tahun 1927; babakan ketoprak peralihan; (3) tahun sekarang; babakan ketoprak Gamelan. Periodesasi ini didasarkan pada instrumen musik yang dipakai dalam pertunjukan.Pada mulanya ketoprak adalah permainan yang merupakan hiburan santai di waktu senggang di kalangan pedesaan. Dengan alat-alat seadanya mereka mengkombinasikan bunyi yang dihasilkan dengan tarian yang bersifat improvisasi. Dialog sebagai alat menyampaikan pesan kepada penonton. Dalam pertunjukan ketoprak juga terdapat dalang, tapi sebatas sebagai pengatur laku dan adegan-adegan dalam pertunjukan. Selama permainan berlangsung, cerita sepenuhnya dimainkan oleh pemain. Ada dua macam ketoprak yang masih berkembang hingga saat ini, yaitu Ketoprak Lesung dan Ketoprak Gamelan. Sesuai dengan namanya, Ketoprak Lesung menggunakan alat berupa lesung, terbang, dan seruling. Cerita yang dibawakan adalah kisah-kisah rakyat berkisar kehidupan Pak Tani dan Mbok Tani yang membicarakan penanggulangan hama yang melanda desa mereka. Kostum yang dipakai seperti pakaian pada kehidupan sehari-hari, ditambah dengan make up yang realis.Ketoprak ini membutuhkan 22 pemain pendukung, yaitu 15 orang pria atau wanita dan 7 orang pemain musik. Dalam pertunjukan ini tidak dikenal adanya vokalis khusus atau waranggana. Vokal pengiring musik dimainkan bersama oleh pemusik dan pemain. Pertunjukan ini menggunakan pentas berupa arena dengan desain lantai bentuk lingkaran. Alat penerangan berupa obor, namun ada pula yang menggunakan lampu.Salah satu yang membedakan Ketoprak Lesung dengan Ketoprak Gamelan yaitu adanya unsur tari. Pada Ketoprak Lesung, saat keluar dan masuk panggung, pemain melakukannya dengan tarian yang bersifat improvisasi. Lama pertunjukan Ketoprak Lesung ini tergantung kebutuhan. Jika diminta bermain semalam suntuk atau setengah malam, maka akan dipilih lakon cerita yang sesuai. Pertunjukan ketoprak ini hanya dilakukan pada malam hari.Jenis ketoprak kedua yaitu Ketoprak Gamelan. Alat musik yang digunakan berupa gamelan Jawa lengkap, pelog dan slendro, atau sendro saja. Jumlah pemain kurang lebih 34 orang yang terdiri dari pemain, penabuh gamelan, waranggana, dan dalang. Ketoprak Gamelan merupakan perkembangan lebih lanjut dari Ketoprak Lesung. Hanya saja cerita yang dimainkan dalam ketoprak Gamelan banyak diambilkan dari cerita babad kerajaan-kerajaan di Jawa.Jumlah pemain kurang lebih 34 orang yang terdiri dari pemain, penabuh gamelan, waranggana dan dalang. Lama pertunjukan selama 7 sampai 8 jam, bisa dilakukan siang ataupun malam hari. Para pemain mengenakan kostum dan make up yang realis sesuai dengan peran dan waktu ketika tampil. Tempat pertunjukan berupa pentas berbentuk panggung dengan dekorasi yang bersifat realis.

SruntulSruntul adalah kesenian tradisional berupa drama tari yang biasanya dipentaskan pada acara perkawinan, khitanan, atau hanya sekadar tontonan biasa. Lakon yang dimainkan berupa cerita-cerita rakyat, baik yang pernah terjadi maupun yang carangan.Pemain pendukung sebanyak 18 orang, yaitu 10 orang sebagai pemain (pria atau wanita), 6 orang pemusik, dan 2 orang sebagai waranggana. Kostum yang digunakan ala kadarnya sesuai dengan lakon yang dimainkan. Kostum ini merupakan pakaian sehari-hari mereka dibalut dengan make up yang bersifat realis. Pertunjukan dilakukan malam hari selama 5 hingga 6 jam.Pentas yang digunakan berupa arena dengan penerang pada mulanya berupa obor, kini banyak menggunakan petromak. Alat-alat musik yang digunakan adalah angklung, terbang, kendang, demung atau saron, dan gong.

Ande-Ande LumutAnde-Ande Lumut termasuk jenis drama tari, sebab dalam pementasannya ceritera dibawakan dengan tarian. Lakon yang dimainkan ceritera-ceritera Panji yang diambilkan dari kisah Ande-Ande Lumut.Jumlah pemain pendukung kurang lebih 39 orang, terdiri dari 25 orang menjadi pemain, 12 orang penabuh gamelan, 2 orang waranggana. Dialog dalam pementasan disampaikan dengan irama yang monoton, seperti dalam Langen Mondro Wanoro atau wayang orang orang gaya Yogyakarta. Dan Alat musik yang digunakan adalah gamelan Jawa lengkap pelog dan slendro, atau slendro saja. Kostum yang digunakan seperti dalam petunjukan wayang orang, tetapi mahkota yang digunakan para pemain berbeda dan make up bersifat realis.Pertunjukan ini dilakukan di malam hari selama kira-kia 6 jam. Dulu pementasannya banyak dilakukan di pendhapan dengan alat penerangan lampu minyak atau triom. Sekarang pementasan dilakukan di panggung dengan penerangan petromak.

SrandulKesenian ini termasuk jenis drama tari. Dilihat dari ceritera yang biasa dipentaskan terdapat perbedaan antara daerah satu dengan daerah lain. Di suatu daerah tertentu tidak terbatas pada kisah-kisah tokoh tertentu, sedangkan di daerah lain hanya terbatas pada tokoh Dadung Awuk saja, sehingga hampir mirip dengan kesenian Dadung Awuk. Meskipun demikian, alat musik dan penyajiannya sama.Pemain pendukung berjumlah 15 orang, terdiri dari 6 orang pemusik dan 9 orang pemain. Kostum yang dipakai adalah pakaian sehari-hari dengan make up realis. Dialog di atas pentas seperti dalam kehidupan sehari-hari. Alat musik berupa angklung, terbang, dan kendang.Pementasan dilakukan pada malam hari dengan lama pertunjukan sesuai permintaan. Srandul menggunakan arena dengan alat penerangan yang tetap dilestarikanhingga sekarang, yaitu obor.

Dadung AwukKesenian ini termasuk jenis drama tari dengan pola pementasan dan alat musik seperti Srandul. Ceritera yang dimainkan berasal dari kisah seorang tokoh yang bernama Dadung Awuk. Ceritera terdiri dari beberapa serial, mulai dari masa mudanya hingga ia mengabdi ke Kerajaan Demak dan bertemu dengan Jaka Tingkir. Jumlah pemain kurang lebih sebanyak 30 orang terdiri dari 9 orang sebagai pemusik dan vokalis serta 21 orang sebagai pemain yang terdiri dari pria semua. Peran wanita dimainkan oleh pria. Kostum yang dipakai bersifat realis sesuai dengan tokoh yang dimainkan, ditambah dengan make up realis pula. Dalam membawakan ceritera, aktivitas pemain dilakukan dengan tarian, tetapi dialog yang diucapkan realis, seperti pembicaraan sehari-hari. Alat-alat musik yang digunakan hampir sama dengan Srandul yaitu angklung, kendang, dan terbang. Pertunjukan berlangsung selama 7 jam dengan diawali dengan pra tonotonan berupa tetabuhan. Pentas yang digunakan dahulu berbentuk arena atau pendapan, namun sekarang sudah banyak menggunakan panggung. Jika pertunjukan di arena halaman, maka alat penerangannya adalah obor. Namun bila diadakan di panggung atau pendapa, alat penerangannya berupa petromak atau lampu listrik.

TayubKesenian ini berasal dari pusat-pusat kerajaan Jawa jaman dahulu. Pada hakekatnya merupakan bagian dari rangkaian upacara keselamatan atau syukuran bagi para pimpinan pemerintahan yang akan mengemban jabatan baru, misalnya dalam jumenengan (wisuda), pemberangkatan panglima ke medan perang dan lain-lain.Tayub merupakan tari pergaulan tetapi dalam bentuk perwujudannya bisa bersifat romantis dan bisa pula erotis. Dinas P & K Daerah Istimewa Yogyakarta (1977) menyatakan: Pada mulanya pelaksanaan Tayuban tidak lebih dari kontes atau pameran keluwesan dan ketrampilan menari berpasangan tanpa meninggalkan unggah-ungguh atau sopan santun ketimuran. Namun dalam penyebarannya di masyarakat kemudian telah terjadi penyimpangan sehingga cenderung untuk menimbulkan anggapan bahwa tayub merupakan bentuk kesenian yang menjurus kepada perbuatan yang kurang susila.Tayub umumnya diselenggarakan dalam rangkaian upacara bersih desa, yaitu angsur dahar kepada Kyai Tunggul Wulung untuk keselamatan desa tersebut. Kyai Tunggul Wulung adalah tokoh Tayub dari desa Tengahan, Yogyakarta. Upacara bersih desa dilaksanakan setahun sekali, biasanya sehabis panen. Pada jaman dahulu tarian Tayub di Desa (Tengahan) diadakan pada malam hari, tetapi karena pertimbangan kesusilaan kini diadakan pada malam hari. Selain sebagai rangkaian upacara adat, Tayub juga berfungsi sebagai hiburan. Pendukung kesenian Tayub berjumlah sekitar 17 orang dengan pemain pokok dua orang penari (ledhek), dua orang vokalis wanita (waranggana) dan seorang pria (wirosworo). Penari Tayub mengenakan kostum yang realistis yaitu rambut di sanggul gaya Jawa, kain biasa dan kain selendang sebagai penutup dada (kemben=Jawa), dan selendang (sampur) untuk menari. Para tamu yang akan menjadi pengibing, yang istilahnya ketiban sampur, berpakaian Jawa lengkap memakai blangkon, baju surjan, kain, stagen, dan kamusnya sebagai pengikat, beserta keris/pendok. Para pengibing adalah pria dewasa yang berumur antara 30 60 tahun. Setiap pengibing menggunakan teknik tari Jawa gagah atau halus dengan gaya-gaya improvisasi. Makin kaya gerak yang dikuasainya akan membuat adegan duet makin meriah.Pertunjukan Tayub diadakan pada siang hari selama 6 jam, dari jam 10.00 hingga 16.00. Dari jam 10.00 hingga 12.00 diisi dengan klenengan sebagai pra tontonan sebelum pertunjukan Tayub yang sebenarnya dimulai. Pentas Tayub menggunakan konsep arena lantai berupa lingkaran, lurus, dan sering pula garis-garis lengkung. Instrumen musik yang digunakan adalah gamelan Jawa lengkap.

Jatilan dan ReogJatilan adalah salah satu jenis tarian rakyat yang bila ditelusur latar belakang sejarahnya termasuk tarian yang paling tua di Jawa. Tari ini dilengkapi dengan property berupa kuda kepang. Tarian ini lazimnya dipertontonkan sampai klimaks, yaitu keadaan tidak sadar diri pada salah seorang penarinya. Penari Jatilan dahulu hanya berjumlah 2 orang, tetapi kini bisa dilakukan oleh lebih banyak orang dengan formasi berpasangan. Tarian Jatilan menggambarkan peperangan dengan naik kuda dan bersenjatakan pedang. Selain penari berkuda juga terdapat penari tidak berkuda tapi mengenakan topeng, diantaranya adalah penthul, bejer, cepet, gendruwo, dan barongan.Jaman sekarang Reog dan Jatilan fungsinya hanya sebagai hiburan. Berbeda dengan fungsinya pada zaman dahulu selain untuk tontonan juga sebagai pengawal yang memeriahkan iring-iringan temanten atau anak yang dikhitan, juga untuk melepas nadzar. Pada tarian Jatilan, penari kadang mengalami keadaan trance, sedang pada Reog tidak bisa mengalami trance. Arena pertunjukan Jatilan menggunakan tempat yang tetap, sedangkan pada Reog tidak terpaku pada satu tempat yang tetap.Jatilan bisa dilakukan pada malam hari, namun biasanya dimainkan pada siang hari. Jumlah pemain pendukungnya tergantung banyak sedikitnya anggota. Biasanya terdiri dari 35 orang laki-laki, dengan rincian: penari 20 orang, penabuh instrumen 10 orang, 4 orang penjaga keamanan, dan 1 orang pawang atau pemimpin pertunjukan.

Musik PopulerAda tiga faktor penting yang mempengaruhi apresiasi masyarakat warga masyarakat terhadap musik populer, yakni: (1) derajat pengenalan, (2) pembiasaan, dan (3) identitas pergaulannya dengan musik populer. Derajat pengenalan adalah persentuhan orang dengan suatu produk musik populer tertentu. Pembiasaan merupakan frekuensi persentuhan orang dengan suatu produk musik populer tertentu. Adapun identitas pergaulan yang dimaksud adalah pengetahuan yang lebih mendasar mengenai aspek-aspeknya serta keterlibatan (baik secara kuantitatif maupun kualitatif) dalam kegiatan yang mempergunakan musik populer sebagai salah satu sarana pokok. Dua sifat yang mewarnai musik populer adalah komersialitas dan kepraktisannya. Produk musik populer yang dimaksud di sini antara lain berupa: (1) rekaman musik populer (berbentuk kaset atau piringan hitam), (2) pementasan musik populer (live-show) yang komersial, dan (3) penyajian musik populer melalui televisi.