seminar nasional teknologi terapan 2016 ... sntt 2016...prosiding seminar nasional teknologi terapan...

12
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016 | i SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI TERAPAN 2016 SEKOLAH VOKASI UNIVERSITAS GADJAH MADA “Peran dan Tantangan Pendidikan Vokasi dalam Pengembangan SDM Terampil di Indonesia” Yogyakarta, 19 November 2016 SEKOLAH VOKASI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2016 PROSIDING SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI TERAPAN (SNTT 2016)

Upload: others

Post on 28-Oct-2020

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI TERAPAN 2016 ... SNTT 2016...Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016 | iii SUSUNAN PANITIA PenanggungJawab Ir. Hotma Prawoto S., M. T. IP-MD

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016 | i

SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI TERAPAN 2016

SEKOLAH VOKASI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

“Peran dan Tantangan Pendidikan Vokasi dalam Pengembangan SDM Terampil di Indonesia”

Yogyakarta, 19 November 2016

SEKOLAH VOKASI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2016

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI TERAPAN (SNTT 2016)

Page 2: SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI TERAPAN 2016 ... SNTT 2016...Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016 | iii SUSUNAN PANITIA PenanggungJawab Ir. Hotma Prawoto S., M. T. IP-MD

ii | Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016

PROSIDING

SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI TERAPAN (SNTT 2016)

ISBN 978-602-1159-18-7

2016 oleh:

SekolahVokasi

Universitas Gadjah Mada

Hak Publikasi dilindungi oleh Undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian

maupun seluruh isi prosiding ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis penerbit.

Page 3: SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI TERAPAN 2016 ... SNTT 2016...Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016 | iii SUSUNAN PANITIA PenanggungJawab Ir. Hotma Prawoto S., M. T. IP-MD

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016 | iii

SUSUNAN PANITIA

PenanggungJawab

Ir. Hotma Prawoto S., M. T. IP-MD (Direktur Sekolah Vokasi)

Ma’un Budiyanto, S.T., M., T (Wakil Direktur Bidang Penenlitian, Pengabdian Masyarakat, dan

Kerja)

Wikan Sakarinto, S.T., M. Sc., Ph.D. (Wakil Direktur Bidang Akademik dan Kemahasiaan)

Ir. Heru Budi Utomo, M.T. (Wakil Direktur Bidang SDM dan Keuangan)

Tim Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Sekolah Vokasi UGM 2016

1. Paramita Her Astuti, S.E., M.Sc.

2. Rina Widiastuti, S.S., M.A.

3. Nuryati, S.Far., M.P.H

4. Edi Kurniadi, S.T., M.T

5. Ir. F. Eko Wismo Winarto, M.Sc. Ph.D

6. Galih Kusuma Aji, STP., M.Agr

7. M. Iqbal Taftazani, S.T., M.Eng

8. Budi Sumanto, S. Si., M. Eng

9. Prima Asrama Sejati, S. T., M. Eng

KetuaPanitia

Budi Sumanto, S. Si., M. Eng

Tim Pelaksana

Koordinator Panitia : Joni Iskandar

Sekertaris : Imandini Anggimelya Putri

Bendahara : Shinta Dewi Novitasari

DDD & Editing : Rosmawarda Yunarya

Perlengkapan : Swatika Adjie Hogantara

Acara & Tim Kreatif : Dwi Cahyo Ramadhan

Humas : Lailatul Isnaeni

Akomodasi & Transport : Raka Trialviano Bagus

Eko Afrizal

Page 4: SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI TERAPAN 2016 ... SNTT 2016...Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016 | iii SUSUNAN PANITIA PenanggungJawab Ir. Hotma Prawoto S., M. T. IP-MD

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016 | 1511

PERAN PEMERINTAH

DAERAH KULON PROGO DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI

PARIWISATA : PARIWISATA BERBASIS ALAM Anggi Rahajeng

Prodi Ekonomika Terapan Departemen Ekonomika dan Bisnis SV UGM

Email : [email protected]

ABSTRAK

Pembangunan pariwsata memerlukan peran pemerintah baik pusat maupun daerah. Peran pemerintah

pusat maupun daerah dalam pembangunan ekonomi dapat dilihat pada aspek perencanaan, kebijakan,

regulasi dan pembangunan fasilitas publik yang mendukung industri pariwisata. Kabupaten Kulon Progo

memiliki beberapa destinasi wisata berbasis alam yang potensial untuk dibangun dan dikembangkan

namun belum optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Pemerintah Kabupaten Kulon

Progo dalam membangun ekonomi pariwisata agar optimal di daerahnya dengan memperhatikan isu

lingkungan. Kajian ini menggunakan triangulasi baik data maupun metode yang digunakan. Pendekatan

teoritis yang digunakan adalah ekonomi kelembagaan berdasarkan model Williamson. Hasil kajian ini

menunjukkan bahwa peran pemerintah pusat maupun daerah Kabupaten Kulon Progo di bidang

pembangunan ekonomi pariwisata mencakup pembangunan pengembangan terhadap aspek destinasi

wisata, pemasaran pariwisata, industri pariwisata dan kelembagaan cukup besar dan sinkron. Penetapan

destinasi prioritas oleh pemerintah pusat 2017 diikuti dengan penetapan 5 zonasi destinasi/kawasan

strategis pariwisata (KSPD) di Kulon Progo. Kebijakan di sektor pariwisata juga diikuti dengan kebijakan

investasi terutama infrastruktur melalui perbaikan iklim investasi dan pembangunan mega proyek di Kulon

Progo (Pemerintah pusat-propinsi) untuk memantik pembangunan ekonomi dan sektor pariwisata.

Program kegiatan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo melalui Dinas Pariwisata Pemuda

dan Olah raga bidang pariwisata diharapkan dapat mempengaruhi perilaku/mindset pelaku wisata untuk

lebih paham dan sadar wisata sebagai antisipasi adanya perubahan matapencaharian sebagian besar

penduduk Kulon Progo (non sektor pariwisata berubah ke sektor pariwisata). Pemerintah perlu mengawasi

dan mengendallikan pembangunan destinasi wisata agar lestari (sustainable) dengan memperhatikan isu

kapasitas, daya dukung dan kelestarian lingkungan terutama untuk kawasan/destinasi wisata yang

berbasis alam.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Industri pariwisata Indonesia tumbuh secara

signifkan (Kementerian Pariwisata dan Bappenas,

2016). Berdasarkan data Kementerian Pariwisata,

jumlah wisatawan mancanegara 9.7 juta pada tahun

2015 bahkan data per Desember 2015 tercatat

wisatawan mancanegara mencapai 10 juta meningkat

dari tahun sebelumnya yang hanya 9.4 juta. Sektor

pariwisata mendatangkan devisa Rp 150 Triliun (kurs

Rp 12,000) pada tahun 2015. Kontribusi pariwisata

terhadap PDB nasional pada tahun 2014 sebesar 4.01%

sehingga pariwisata menjadi salah satu penggerak

pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sejalan dengan

kondisi pariwisata secara nasional, di tingkat daerah

sektor pariwisata di Provinsi D.I Yogyakarta

memberikan kontribusi yang relatif signifikan bagi

perekonomian Yogyakarta. Jumlah wisatawan yang

berkunjung ke DIY dari tahun 2010-2014 mengalami

peningkatan.

jumlah wisatawan yang berkunjung ke DIY

mengalami peningkatan sebesar 12% pada tahun 2013.

Pada tahun 2013 sebanyak 2.837.962 wisatawan yang

terdiri dari wisatawan nusantara 2.602.074 orang dan

wisatawan mancanegara 235.888 orang. Jumlah

wisatawan mancanegara meningkat menjadi

300,000 orang pada tahun 2015. Sektor pariwisata

memiliki kontribusi yang cukup besar bagi

perekonomian Yogyakarta yang dapat dilihat dari

kontribusi sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

(PHR) terhadap PDRB DIY. Pada tahun 2013 kontribusi

sektor PHR mengalami pertumbuhan sebesar 6.20%

dalam PDRB DIY dan menempati peringkat teratas

dalam pembentukan struktur PDRB DIY tahun 2013.

Pertumbuhan di sektor PHR diantaranya didorong oleh

peningkatan kunjungan wisatawan dan banyaknya

kegiatan di DIY sepanjang tahun 2013.Otonomi daerah

di Indonesia lebih fokus pada Kabupaten/Kota

dibandingkan Provinsi. Berdasarkan data PAD Sub

Sektor Pariwisata Kabupaten/Kota di DIY, Kabupaten

Kulon Progo paling rendah dan relatif stagnan. PAD

Sub Sektor Pariwisata Kabupaten Kulon Progo hanya

berkisar Rp 2 Miliar saja selama 3 tahun terakhir (2012-

2014).

Kontribusi Kulon Progo terhadap total PAD Sub

Sektor Pariwisata Kabupaten/Kota se-DIY sangat kecil

dibandingkan daerah lainnya (sekitar 1%) tahun 2012-

2014. Angka ini relatif timpang dibandingkan kontribusi

Kabupaten Gunung Kidul (7% pada tahun 2014) dan

Kabupaten Bantul (6% pada tahun 2014). Jumlah

wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Kulon Progo

masih sangat relatif sedikit dibandingkan dengan daerah

lainnya di DIY.

Page 5: SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI TERAPAN 2016 ... SNTT 2016...Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016 | iii SUSUNAN PANITIA PenanggungJawab Ir. Hotma Prawoto S., M. T. IP-MD

1512 |Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016

Beberapa tahun ini Kabupaten Kulon Progo juga

menjadi daerah yang kondisi perekonomiannya relatif

tertinggal dibandingkan dengan daerah lainnya di DIY.

Padahal Kabupaten Kulon Progo memiliki beberapa

destinasi wisata berbasis alam yang potensial untuk

dikembangkan menjadi potensi unggulan yang dapat

mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Pariwisata

dapat menjadi salah satu sumber pendapatan bagi

pemerintah daerah dan memiliki multilplier effect yang

dapat mendatangkan manfaat bagi pembangunan

ekonomi lokal (Javier dan Elazigue, 2011).

Oleh karena itu untuk mengembangkan ekonomi

pariwisata di Kabupaten Kulon Progo secara optimal

khususnya pariwisata berbasis alam yang berkelanjutan

diperlukan peran pemerintah. Peran pemerintah dalam

pembangunan ekonomi pariwisata dapat diwujudkan

dalam bentuk perencanaan, kebijakan, regulasi dan

pembangunan fasilitas publik yang mendukung industri

pariwisata. Kabupaten Kulon Progo sebagai salah satu

daerah di Indonesia tentu saja segala perencanaan,

kebijakan dan regulasi yang dibuat oleh Pemerintah

Daerah Kabupaten Kulon Progo tidak lepas dari

pemerintah Indonesia (pemerintah pusat). Permasalahan

kajian ini adalah perencanaan, kebijakan dan regulasi

yang dibuat oleh Pemerintah terkadang muncul setelah

terjadinya penurunan jumlah wisatawan maupun

pendapatan daerah yang berasal dari sektor pariwisata.

Namun ketika jumlah wisatawan meningkat

muncul isu keterkaitan dampak ekonomi-sosial dan

lingkungan dan isu koordinasi perencanaan-strategi di

tiap level pemerintahan (pemerintah pusat-

provinsikabupaten/kota). Pemerintah daerah seringkali

dikritik karena relatif kurang tanggap terhadap isu

pembangunan ekonomi pariwisata yang berkelanjutan.

Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman

pemerintah daerah tentang industri pariwisata beserta

kebutuhannya dan peran pemerintah yang besar dalam

menyediakan kebijakan dan strategi pembangunan

ekonomi pariwisata yang berkelanjutan terutama bagi

pariwisata yang berbasis alam.

B. Rumusan Masalah

Jumlah kunjungan wisatawan dan pendapatan daerah

yang berasal dari sektor pariwisata Kabupaten Kulon

Progo relatif paling rendang dibandingkan dengan

Kabupaten/Kota lainnya di Yogyakarta

C. Tujuan

Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini

bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi kebijakan pemerintah baik pusat

maupun daerah di bidang pembangunan ekonomi

pariwisata.

2. Mengidentifikasi konsistensi antar dokumen

perencanaan pemerintah provinsi DIY dan

Kabupaten Kulon Progo di bidang pembangunan

ekonomi pariwisata.

3. Mendeskripsikan keterlibatan pemerintah

Kabupaten Kulon Progo dalam pengelolaan dan

pembangunan ekonomi pariwisata Kulon Progo.

Temuan dalam kajian ini adalah assessment

terhadap pelaksanaan dan review opsi ke depan untuk

perencanaan dan pengelolaan ekonomi pariwisata yang

lebih terintegrasi dan berkelanjutan di Kulon Progo.

D. Tinjauan Pustaka

Pengalaman negara United Kingdom (UK)

mencatat bahwa pariwisata memberikan kontribusi yang

signifikan terhadap perekonomian negara dari segi

skala, penciptaan lapangan pekerjaan, investasi dan

sebagainya (UK Government, 2011). Pemerintah UK

memprediksi selain sektor jasa keuangan dan bisnis

serta konstruksi, sektor pariwisata akan menjadi sektor

utama yang tumbuh pesat hingga tahun 2020 .

Sumber data yang kredibel untuk menjelaskan data

permintaan dan penawaran industri pariwisata baik di

tingkat nasional maupun regional adalah Tourism

Satellite Account (TSA) atau Neraca Satelit Pariwsata

Nasional (Nesparnas). Data Nesparnas 2010-2014

menurut Kementerian Pariwisata 2014, rata-rata

dampak kepariwisataan terhadap PDB Nasional tahun

2011– 2014 sebesar 3,99%.

Sektor pariwisata memiliki dampak terhadap

ekonomi makro Indonesia secara siginifikan, jika dilihat

dari penyerapan tenaga kerja, sektor pariwisata telah

menyerap tenaga kerja sebesar 9% (10.32 juta orang)

terhadap total kesempatan kerja yang ada tahun 2014.

Selain dampak terhadap ekonomi makro baik

nasional maupun daerah, pariwisata juga memiliki

dampak terhadap perekonomian dan kesejahteraan

masyarakat lokal/komunitas lokal. Kegiatan pariwisata

atau industri pariwisata tidak hanya berpengaruh positif

terhadap perekonomian dan kesejahteraan

masyarakat/komunitas lokal tetapi juga membawa

pengaruh negatif (Buzinde, Kalavar dan Melubo, 2014).

Contoh pengaruh positif antara lain peningkatan

pendapatan keluarga, status ekonomi yang meningkat,

kebahagiaan karena membaiknya perekonomian

keluarga, sedangkan pengaruh negatif dari industri

pariwisata antara lain lunturnya nilai-nilai dan kegiatan

tradisi, adat, dan norma masyarakat/komunitas lokal.

Oleh karena itu diperlukan peran pemerintah

dalam pembangunan dan pengembangan ekonomi

pariwisata. Pendekatan kebijakan yang dilakukan

UNWTO untuk sektor pembangunan pariwisata adalah

top-down artinya pengambilan kebijakan oleh

pemerintah pusat maupun daerah, meskipun demikian

pendekatan bottom-up juga diperlukan untuk

mengakomodasi keterlibatan dan partisipasi

masyarakat/komunitas lokal (Boukas dan Ziakas, 2015).

Hal ini dilakukan untuk memastikan alokasi

penggunaan sumber daya dapat dilakukan dengan

optimal misalnya kelestarian heritage dan budaya (Kelly

dan Becker, 2000) dan kemudian memasukkannya ke

dalam perencanaan nasional maupun daerah (Sofield,

2003).

Peran pemerintah juga diperlukan dalam

mempromosikan investasi di sektor pariwisata seperti

yang dilakukan oleh negara-negara di Mediterania.

Kajian dilakukan salah satunya di negara Kroasia

menunjukkan bahwa peran aktif pemerintah sangat

penting dalam menarik dan mengendalikan permintaan

investasi di sektor pariwisata. Sektor swasta sangat

tertarik untuk melakukan investasi di sektor pariwisata

karena trend pariwisata yang terus meningkat akan

sangat menguntungkan secara bisnis namun sektor

swasta relatif seringkali mengabaikan dampak sosial

dan lingkungan (Kunst, 2011). Petrevska (2012)

menyatakan pentingnya peran pemerintah dalam

pembangunan pariwisata seperti proses privatisasi,

Page 6: SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI TERAPAN 2016 ... SNTT 2016...Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016 | iii SUSUNAN PANITIA PenanggungJawab Ir. Hotma Prawoto S., M. T. IP-MD

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016 | 1513

membuat peraturan perundang-undangan, promosi

pariwisata dan kebijakan fiskal dalam bentuk insentif.

Peran pemerintah menjadi syarat tercapainya proses

perencanaan yang mapan dan berkelanjutan. Kebijakan

pariwisata dilakukan untuk memastikan pelayanan yang

diberikan kepada pengunjung optimal dengan cara

memaksimalkan keuntungan yang diterima oleh

stakeholder dan meminimalkan dampak negatif, biaya

dan akibat yang ditimbulkan destinasi yang sukses

berkembang (Goeldner dan Ritchie, 2006). Dokumen

perencanaan dan strategi untuk pembangunan ekonomi

menjadi salah satu cara atau mekanisme yang penting

untuk menilai prioritas pembangunan termasuk

pembangunan pariwisata (Hall, 2005).

Terkait perencanaan, kebijakan, peraturan dan

penegakan merupakan salah satu elemen dalam teori

ekonomi kelembagaan menurut Williamson (2000).

Berdasarkan teori ekonomi kelembagaan, kelembagaan

didefinisikan sebagai aturan informal dan formal yang

mempengaruhi tata kelola ((governance) dan

membentuk struktur insentif (North, 2000, Williamson,

2000 dalam Jaya, 2010). McLennan.,et.al (2014)

menemukan bahwa industri pariwisata yang maju

menjadi lebih cerdas, adaptive dan mengalami

transformasi.

Kajian ini menggunakan teori ekonomi pariwisata

dan ekonomi kelembangaan untuk menjelaskan

keterkaitan antara pariwisata-ekonomi dan peran

pemerintah. Pariwisata menurut John Urry (1990).

Gilbert (1990) mendefinisikan pariwisata sebagai salah

satu bagian dari rekreasi yang melibatkan perjalanan ke

suatu destinasi atau komunitas dalam jangka pendek

yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan konsumen

terhadap satu dan atau kombinasi kegiatan. Perjalanan

yang dimaksud adalah perjalanan diluar normal places

yang biasanya dikunjungi.

Wisatawan adalah Pengunjung sementara yang

paling sedikit tinggal selama 24 jam di negara yang

dikunjunginya sedangkan pelancong/pengunjung adalah

pengunjung sementara yang tinggal kurang dari 24 jam

di negara yang dikunjungi.Seperti halnya Gilbert

(1990), Vanhoe (2005) juga memberikan karakteristik

pariwisata yang sama hanya Vanhoe menggunakan

istilah inbound dan outbound tourism, internal dan

international tourism. Berdasarkan tipe dan kategori

pariwisatamaka aspek ekonomi muncul akibat dari

konsumsi, pengeluaran yang dikeluarkan pengunjung

dalam melakukan kegiatan wisata.

Pariwisata merupakan sektor yang mempunyai

kontribusi ekonomi yang cukup penting bagi

pembangunan. Selain itu, pariwisata juga mempunyai

dampak spasial yang positif dalam menciptakan daya

dukung bagi daerah sekitarnya dalam meningkatkan

kesejahteraan ekonomi (Bahar & Tambaru, 2012). Oleh

karena itu, teori ekonomi digunakan untuk

mendeskripsikan dan memberikan pendekatan baru

dalam bidang pariwiwisata dan dengan menunjukkan

potensi ekonomi yang dimiliki dapat menjelaskan dan

memprediksi fenomena pariwisata yang terjadi.

Metododologi dan analisis ekonomi digunakan

untuk memberikan kontribusi materi baru tentang

aktivitas utama dan bagaimana pariwisata dapat

meningkatkan kepentingan ekonomi/kesejahteraan

(Sinclair&Stabler, 1997). Pariwisata menjadi penting

bagi perekonomian negara/daerah karena skalanya yang

besar, menciptakan lapangan pekerjaan, salah satu

sumber yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi

negara/daerah melalui pendapatan yang diperoleh dan

pengeluaran yang dikeluarkan oleh turis, meningkatkan

persaingan usaha, bahkan mendatangkan investasi dan

peluang usaha ekonomi lainnya (UK Government,

2011). Demikian pentingnya pariwisata maka perlu

peran pemerintah sebagai regulator agar pembangunan

pariwisata optimal, mendatangkan manfaat ekonomi

yang optimal bagi masyarakat dan memastikan kegiatan

pariwisata dapat berkelanjutan dengan memperhatikan

isu kelestarian lingkungan.

Peran pemerintah dilihat dari teori kelembagaan

dapat dijelaskan melalui model Williamson. Williamson

(2000) mengemukakan model empat level analisis sosial

menuju teori kelembagaan mulai dari aturan informal

seperti norma, adat dan kebiasaan (level pertama).

Ekonomi kelembagaan baru (NIE) mulai pada level 2

dan 3 dimana pada level tersebut semua lembaga/pelaku

dalam suatu organisasi seperti industri ekonomi

pariwisata terlibat seperti eksekutif (pemerintah baik

pusat maupun daerah-provinsi dan kabupate/kota),

legislatif (DPR-DPRD), judisial (lembaga penegak

hukum), dan birokrasi pemerintah. Dalam NIE, definisi

dan penegakan hak milik dan hukum kontrak antar agent

menjadi penting.

Sumber: Williamson, 2000

Gambar. Williamson The New Institutional

Economics (NIE) Ekonomi Kelembagaan, Empat

Level Analisis Sosial

Level 2 dan 3 merupakan peran dari aturan formal

seperti peraturan perundang-undangan, kebijakan,

strategi, mekanisme, tata kelola dan dokumen

perencanaan yang dibuat oleh pemerintah baik pusat

maupun daerah mengenai pembangunan dan

pengelolaan ekonomi pariwisata.

E. Metodologi

Penelitian ini menggunakan pendekatan riset

kualitatif-triangulasi. Triangulasi merupakan salah satu

pendekatan yang menggabungkan beberapa metode dan

data. Metode/teknis analisis yang digunakan dalam

kajian ini adalah deskriptif yang diperoleh dari studi

literatur, survei dan wawancara terstruktur. Triangulasi

data biasanya menggabungkan sumber yang berbeda

misalnya informan kunci (key informant), expert

judgement dan grup (multiple group). Triangulasi

metode merupakan metode yang tepat untuk

menjelaskan fenomena. Fenomena tunggal yang dilihat

dari berbagai sudut pandang yang berbeda dalam hal ini

Page 7: SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI TERAPAN 2016 ... SNTT 2016...Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016 | iii SUSUNAN PANITIA PenanggungJawab Ir. Hotma Prawoto S., M. T. IP-MD

1514 |Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016

sudut pandang Pemerintah Pusat (diwakili oleh

Bappenas), Pemerintah Kabupaten Kulon Progo

(diwakili oleh Dinas Pariwisata Kulon Progo),

pengelola dan pelaku usaha wisata alam (Pantai Glagah

dan Pantai Congot Kulon Progo) dan wisatawan (di

beberapa lokasi wisata pantai di Kulon Progo). Denkin

dan Lincoln (2008) menjeaskan bahwa pendekatan

triangulasi merupakan pendekatan yang

mengkombinasikan lebih dari satu metode untuk

mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut

pandang dan perspektif yang berbeda untuk

mendapatkan hasil yang komprehensif.

Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data

primer dan data sekunder. Triangulasi data yang akan

digunakan diperoleh melalui studi literatur, survei dan

wawancara terstruktur. Data primer yang diperoleh

melalui studi literatur Peraturan Perundang-Undangan

dan Dokumen Perencanaan Sektor Pariwisata baik pusat

maupun daerah

Data primer diperoleh melalui survei dan

wawancara terstruktur dengan berbagai pihak antara

lain:Pemerintah Pusat (diwakili oleh Bappenas),

Pemerintah Kabupaten Kulon Progo (diwakili oleh

Dinas Pariwisata Kulon Progo), pengelola dan pelaku

usaha wisata alam (Pantai Glagah dan Pantai Congot

Kulon Progo sebagai key informan, expert judgement)

dan wisatawan (di beberapa lokasi wisata pantai di

Kulon Progo) sebagai multiple grup sources

.

II. PEMBAHASAN

A. Kebijakan Pemerintah (Pusat-Daerah) Terkait

Pariwisata

Pariwisata merupakan industri yang banyak

dikembangkan di negara-negara berkembang

(developing country) pada tiga dekade terakhir karena

dianggap memiliki peran yang besar dalam rangka

meningkatkan pendapatan nasional maupun

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini jelas

terlihat dari banyaknya tempat wisata yang dibangun,

dikembangkan, dan dipromosikan secara besar-besaran

melalui berbagai media dan alat promosi oleh negara-

negara berkembang. Masing-masing negara dengan

berbagai strategi saling berlomba untuk memenangkan

persaingan dalam mendatangkan wisatawan ke

destinasi-destinasi pariwisata yang dimiliki.Bagi

Indonesia, industri pariwisata merupakan suatu

komoditi prospektif yang di pandang mempunyai

peranan penting dalam pembangunan nasional.

Kebijakan pemerintah yang terbaru tentang pariwisata

tercantum dalam UU No. 10 Tahun 2009 tentang

pariwisata yang menyatakan bahwa kepariwisataan

merupakan bagian integral dari pembangunan nasional

dan harus dilakukan secara sistematis, berencana,

terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab dengan

tetap memberikan kepada perlindungan terhadap nilai-

nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat,

kelestarian dan mutu lingkungan hidup serta

kepentingan nasional. Berdasarkan UU No. 10 Tahun

2009, pemerintah baik pusat maupun daerah diwajibkan

untuk membuat dokumen perencanaan pembangunan

pariwisata (RIPPARNAS, RIPPARDA).

Berdasarkan visi pariwisata secara nasional

dimana pada tahun 2016 diharapkan kontribusi

pariwisata baik secara makro maupun mikro dapat

meningkat.Kontribusi sektor pariwisata dalam PDB

Nasional diharapkan naik menjadi 11% di tahun 2016

dan dapat menyumbang devisa sebesar Ro 172,8 Triliun

atau naik ekitar 30 triliun rupiah dari tahun 2015. Target

kenaikan devisa negara yang diperoleh sejalan dengan

fokus pemerintah untuk mendatangkan wisatawan

mancanegara sebanyak 12 juta wisatawan di tahun 2016.

Jumlah wisatawan nusantara selama ini mendominasi

dibandingkan jumlah wisatawan asing oleh karena itu

pemerintah mencoba untuk mulai fokus menarik minat

wisatawan asing berkunjung ke Indonesia. Pemerintah

juga mentargetkan kenaikan indeks daya saing dapat

naik terus setiap tahunnya.

Untuk mencapai target dan visi sektor

pariwisata tahun 2016-2019 maka pemerintah

menetapkan strategi pengembangangan pariwisata.

Strategi pertama untuk mengembangkan pariwisata

adalah menyiapkan masterplan pengembangan kawasan

strategis pariwisata nasional, artinya pemerintah

merencanakan mengembangkan pariwisata per wilayah.

Kedua, pemerintah memfokuskan akselerasi

pembangunan infrastruktur yang mendukung kawasan

strategis pariwisata nasional melalui Kementerian

PUPR. Berdasarkan data Travel and Tourism

Competitiveness Report WEF, 2015, Ketersediaan

infrastruktur pariwisata seperti konektivitas, dengan

ilustrasi, daya saing infrastruktur pariwisata Indonesia

menduduki peringkat 101, sementara Malaysia

peringkat 68 dan Thailand 21. Kualitas sumber daya

manusia dan tenaga kerja di sektor pariwisata Indonesia

berada pada peringkat 53 relatif jauh tertinggal dengan

negara tetangga seperti Singapura peringkat 3, Malaysia

30, dan Thailand 29 oleh karena itu strategi terakhir

adalah mengembangkan institusi, SDM dan UKM

kawasan strategis pariwisata nasional.

Untuk mengembangkan destinasi pariwisata baik

nasional maupun regional maka pemerintah membuat

roadmap/masterplan pengembangan strategis

pariwisata nasional. Masterplan merupakan suatu

susunan ataupun rencana yang tersusun secara

sistematis yang nantinya akan digunakan sebagai dasar

dan pedoman dalam mengembangkan pariwisata

sehingga pelaksanaannya sesuai dengan kebijakan dan

aturan yang ada. Penyiapan masterplan yang telah

disusun sebagai pedoman dalam pengembangan

kawasan strategis pariwisata nasional, dimana terdapat

lima rencana utama untuk membuat konsensus

stakeholder yang kemudian dilanjutkan untuk

menentukan objek dan tujuan prioritas pariwisata.

Selain itu juga diperlukan adanya identifikasi kebutuhan

dari infrastruktur, juga optimalisasi kapasitas kawasan

untuk turis asing sangat perlu diperhatikan sehingga

dapat disusun suatu masterplan untuk kawasan terpadu

untuk kawasan strategis pariwisata.

RIPPARNAS merupakan dokumen Perencanaan

pembangunan pariwisata nasional selama 15 tahun

terhitung sejak tahun 2010- 2025 yang nantinya akan

diacu oleh pemerintah daerah melalui dokumen

RIPPARDA.Arah Kebijakan dan Strategi Pembangunan

Pariwisata Jangka Menengah Nasional secara garis

besar digambarkan dalam RIPPARNAS.

1. Arah kebijakan pembangunan sektor pariwisata

adalah pengembangan tujuan wisata agar memiliki

Page 8: SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI TERAPAN 2016 ... SNTT 2016...Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016 | iii SUSUNAN PANITIA PenanggungJawab Ir. Hotma Prawoto S., M. T. IP-MD

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016 | 1515

daya tarik dan berdaya saing di dalam dan luar

negeri dengan beberapa strategi

2. Pemasaran pariwisata nasional diarahkan untuk

3. Arah kebijakan sektor pariwisata salah satunya

dengan pembangunan industri pariwisata

4. Pembangunan kelembagaan pariwisata diarahkan

untuk membangun SDM Pariwisata dan organisasi

kepariwisataan nasional

Selain itu, sektor pariwisata menjadi salah satu

dimensi pembangunan sektor unggulan dalam RKP

(Rencana Kerja Pembangunan) 2017. Dalam

pengembangan destinasi wisata diperlukan koordinasi

dan peran aktif dari pemerintah pusat dalam hal ini

Kemenpar bekerjasama dengan pemerintah daerah.

Pengembangan destinasi wisata, pemerintah telah

menetapkan 10 destinasi prioritas yang akan

dikembangkan di tahun 2017.Peran pemerintah daerah

dalam menyiapkan destinasi antara lain penyiapan objek

wisata kemudian diikuti dengan pembangunan sarana

dan prasarana transportasi bekerjasama dengan

Kementerian PUPR dan Kemenhub. Selain itu

pemerintah daerah juga harus berpartisipasi dalam

pembangunan fasilitas umum dalam kawasan dan

meyiapkan memperkuat kelembangaan pengembangan

destinasi bersama Kemenpar, Kemen BUMN, dan

Kemenkeu.Meskipun tidak ada satupun objek wisata di

Kulon Progo yang termasuk 10 destinasi wisata prioritas

pemerintah pusat 2017 namun lokasi Borobudur yang

berada di Kabupaten Magelang berbatasan dengan

wilayah Kulon Progo. Oleh karena itu penunjukan

Borobudur sebagai salah satu destinasi wisata prioritas

menjadi peluang besar bagi Kulon Progo untuk dapat

memperoleh manfaat dengan mengembangkan wisata

Kulon Progo. Sesuai dengan arah kebijakan pemerintah

pusat yang tertuang dalam RPJMN, RIPPARNAS

maupun RKP 2017 di bidang pariwisata maka

Pemerintah DIY juga melakukan hal yang serupa dan

diteruskan kepada Kabupaten/Kota yang ada termasuk

Kabupaten Kulon Progo. Pemerintah DIY memberikan

saran dan permintaan kepada Pemerintah Kabupaten

Kulon Progo fokus pada pengembangan sektor yang

mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan

yaitu pertanian, pariwisata dan perdagangan.

Arah kebijakan dan strategi pembangunan

destinasi pariwisata daerah Kabupaten Kulon Progo

tertuang dalam RIPPARDA 2015-2025. Sejalan dengan

arah kebijakan dan strategi pariwisata pemerintah pusat

dan provinsi, Kabupaten Kulon Progo juga membuat

zonasi destinasi/kawasan strategis pariwisata (KSPD).

KSPD yang dibentuk antara lain:

1. Suroloyo-Sendangsono dan sekitarnya: tema

budaya alam pegunungan dan desa wisata, dengan

segmen wisatawan minat khusus,

2. Sermo-Clereng-Wates dan sekitarnya: tema alam

tirta, perkotaan dan desa wisata, dengan segmen

wisatawan minat khusus.

3. Pantai Selatan dan sekitarnya bertema wisata alam,

pantai, dan konservasi, dengan segmen wisatawan

massal,

4. Kiskendo-Gunung Kelir dan sekitarnya bertema

alam, budaya, agro, dan desa wisata dengan segmen

wisatawan minat khusus,

5. Sentolo-Sidorejo dan sekitarnya bertema desa

wisata dan industri kreatif.

Rencana pembangunan mega proyek bandara

internasional yang dilakukan pemerintah pusat-daerah

di Kulon Progo (637 hektare) di daerah Temon,

pembangunan lanjutan Pelabuhan Ikan Adikarto (16,7

hektare) pembangunan pabrik besi baja (2,962 hektare),

dan pengembangan Kawasan Industri Sentolo dan

Lendah di atas tanah seluas 4.700 hektare diharapkan

dapat membangun Kulon Progo dan mendukung

pembangunan pariwisata daerah-nasional. Dalam

rangka optimalisasi dan linkange arah kebijakan

pembangunan pariwisata maka juga akan dibangun jalan

dan penaiktarafan status jalan dari bandara menuju

Candi Borobudur, yang dikenal dengan Bedah Menoreh.

Hal ini tentu saja sejalan dengan penetapan Borobudur

sebagai salah satu destinasi prioritas oleh pemerintah

pusat.

Pembangunan pengembangan pariwisata daerah

harus sinkron dengan pusat. Sinkronisasi pembangunan

pengembangan pariwisata nasional-daerah tercermin

dalam dokumen perencanaan. Pembangunan

pengembangan pariwisata Kulon Progo harus sejalan

dengan Provinsi dan Nasional. Analisis

sinkronisasi/konsistensi yang dilakukan dengan

membandingkan dokumen Perencanaan secara umum

dengan sektor Pariwisata (RPJMN, RPJMD DIY,

RPJMD Kulon Progo, RIPPARNAS, RIPPARDA DIY,

dan RIPPARDA Kulon Progo).

B. Isu-Isu Strategis

Isu strategis merupakan kondisi atau sesuatu yang

harus diperhatikan atau diprioritaskan dalam

perencanaan pembangunan karena dampaknya yang

signifikan bagi entitas (daerah/masyarakat) di masa

datang. Suatu kondisi/kejadian yang menjadi isu

strategis apabila tidak diantisipasi, akan menimbulkan

kerugian yang lebih besar dan atau menimbulkan idle

tidak mendatangkan manfaat sehingga dapat

menghilangkan peluang untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang. Isu-isu

strategis pembangunan sektor pariwisata yang dihadapi

oleh Kabupaten Kulon Progo sebagai berikut:

1. Pengembangan produk wisata/daya tarik wisata

berbasis wisata alam dan budaya relatif cenderung

stagnan

2. Destinasi wisata belum didukung dengan fasilitas

utama dan fasilitas pendukung yang berkualitas dan

terstandar (masih relatif jauh dari pelayanan prima)

3. Kurangnya aksebilitas. Kurang memadainya dan

rendahnya kualitas jaringan aksesibilitas dari titik

simpul distribusi menuju lokasi daya tarik wisata

4. Rendah kualitas SDM dan pengelola desa wisata

maupun destinasi wisata yang berbasis komunitas

dalam mengelola destinasi wisata. Pengelolaan

masih bersifat konvensional dan belum optimal

5. Aksebilitas dan amenitas (fasilitas wisata lainnya)

di desa/ kampung wisata masih belum mencukupi

6. Kuantitas dan kualitas pemasaran (informasi &

promosi) relatif masih sangat kurang

7. Pemahaman dan pelaksanaan sadar wisata dan

sapta pesona sebagian masyarakat pelaku wisata

masih belum optimal. Sebagian besar masyarakat

tidak memiliki background dalam sektor

pariwisata. Isu livelihood change.

Page 9: SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI TERAPAN 2016 ... SNTT 2016...Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016 | iii SUSUNAN PANITIA PenanggungJawab Ir. Hotma Prawoto S., M. T. IP-MD

1516 |Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016

8. Kelembagaan. Kelembagan dari beberapa destinasi

yang berbasis masyarakat belum terbentuk dengan

baik.

9. Kurangnya minat investasi terhadap pembangunan

dan pengembangan destinasi wisata di Kulon

Progo.

Peran pemerintah diperlukan untuk menjawab isu

strategis yang muncul dalam pembangunan dan

pengembangan pariwisata Kulon Progo dalam bentuk

kebijakan, program kegiatan. Pembangunan dan

pengembangan wisata Kulon Progo perlu

mempertimbangkan kearifan lokal (local wisdom) dan

isu kelestarian lingkungan untuk mendukung visi

Kulon Progo mewujudkan daerah yang lebih maju,

mandiri, sejahtera lahir dan batin.

C. Peran Pemerintah Dalam Pengembangan

Pariwisata

Berdasarkan dinamika perkembangan sektor

pariwisata baik di level nasional maupun daerah (Kulon

Progo) yang mulai menjadi sektor prioritas untuk

mendukung pembangunan ekonomi maka muncul isu

mengenai perubahan ekonomi-sosial masyarakat

maupun “arah kebijakan” pemerintah. Williamson

(2000) menyatakan bahwa perubahan ekonomi-sosial

dapat berjalan dengan baik manakala proses

transformasi kelembangaan sosial masyarakat-

pemerintah berjalan dengan baik. Dalam bidang

pariwisata, pemerintah bertanggung jawab atas empat

hal utama yaitu; perencanaan (planning) daerah atau

kawasan pariwisata, pembangunan (development)

fasilitas utama dan pendukung pariwisata, pengeluaran

kebijakan (policy) pariwisata, dan pembuatan dan

penegakan peraturan (regulation).

Pemunculan objek-objek wisata di Kulon Progo

seringkali diinisiasi oleh masyarakat/komunitas. Objek

wisata dimunculkan oleh masyarakat, dikelola oleh

masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat inilah yang

seringkali dikenal dengan community-based tourism.

Pemunculan objek wisata yang dikelola masyarakat

menimbulkan isu livelihood change karena sebagian

besar masyarakat tidak memiliki background dalam

sektor pariwisata sebelumnya. Sebagian besar penduduk

Kulon Progo bekerja di sektor primer (pertanian,

peternakan) oleh karena itu pemahaman maupun

pelaksanaan sadar wisata, sapta pesona dan pelayanan

terhadap wisatawan yang dilakukan oleh sebagian

masyarakat pelaku wisata masih belum optimal.

Perubahan ini sangat berkaitan dengan informal

institutions, budaya/adat/kebiasaan, pola pikir

(Williamson level 1). Menurut Williamson (2000),

perubahan informal institutions menjadi sangat penting

namun memerlukan waktu yang lama (100-1000 tahun)

sehingga perlu dilakukan terus menerus dan dibantu

dengan rekayasa kebijakan pemerintah.

Sumber: Data diolah

Level 2 dari Williamson, untuk membangunkan

dan mengembangkan pariwisata pemerintah Kabupaten

Kulon Progo perlu melakukan identifikasi potensi,

kebutuhan, problem, karakteristik berdasarkan

wilayah/zonasi objek wisata yang ada bersama dengan

perguruan tinggi/akademisi. Hal ini dilakukan agar

pembangunan pariwisata dilakukan berdasarkan data,

fakta dan riset sebagai bahan dalam pembuatan formal

rules baik kebijakan, perencanaan, dan regulasi.

Perencanaan dilakukan dengan berbagai pendekatan

seperti teknokratik (ilmiah berdasarkan data/fakta –

evidence based dibantu oleh akademisi), politik, bottom

up dan partisipatif. Pendekatan bottom up dan

partisipatif artinya ada keterlibatan dan peran

masyarakat dalam menentukan perancanaan dan

menyusun prioritas bersama pemerintah.

Tata kelola menjadi penting dalam proses

pengembangan pariwisata Kulon Progo (level 3). Tata

kelola sektor pariwisata yang baik harus berdasarkan

komitmen-aggreement antara pemerintah dan

masyarakat, isu enforcement terhadap peraturan,

regulasi, dan koordinasi menjadi penting dan

memerlukan kerjasama antara pemerintah dan

masyarakat/komunitas. Level 1-3 merupakan fokus dari

bidang ilmu ekonomi kelembangan (NIE). Isu

kelembagaan sektor pariwisata menjadi penting karena

jika tidak diperhatikan mengakibatkan biaya ekonomi

yang tinggi bagi pembangunan dan pengembangan

sektor pariwisata

Level 4 mengenai alokasi sumber daya, insentif

dan harga, tenaga kerja merupakan fokus pada bidang

ilmu ekonomi neoklasikal yang cenderung lebih pada

peran pasar.Pada level ini peran pemerintah melalui

anggaran APBN/APBD untuk melakukan membiaya

pembangunan seperti fasilitas utama dan fasilitas

pendukung destinasi wisata yang saat ini masih

terkendala baik kuantitas maupun kualitas. Peran

pemerintah dalam level 4 ini untuk menjawab beberapa

isu seperti kurangnya infrastruktur yang mendukung

aksebilitas. Kurang memadainya dan rendahnya kualitas

jaringan aksesibilitas transportasi termasuk jalan dari

titik simpul distribusi menuju lokasi daya tarik wisata.

Pembangunan tempat dan amenities destinasi

wisata (toilet bersih, air bersih, jaringan komunikasi,

faskes) pemasaran (informasi & promosi) yang relatif

masih sangat kurang. Jika bergantung pada anggaran

pemerintah tidak mencukupi, karena anggaran

pemerintah sangat terbatas oleh karena itu peran swasta

sangat diperlukan dalam bentuk investasi. Oleh karena

itu perbaikan iklim investasi di Kulon Progo mutlak

diperlukan untuk menarik investasi. Perbaikan iklim

investasi dapat dilakukan dengan berbagai strategi dan

Page 10: SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI TERAPAN 2016 ... SNTT 2016...Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016 | iii SUSUNAN PANITIA PenanggungJawab Ir. Hotma Prawoto S., M. T. IP-MD

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016 | 1517

kerjasama antar level pemerintahan (kabupaten/kota-

provinsi-pusat). Reformasi birokrasi untuk

mempercepat dan menyederhanakan proses pengadaan

tanah, pembenahan iklim ketenagakerjaan agar menarik

dan tidak memberatkan dunia usaha. Investasi sangat

penting dalam pembiayaan pembangunan sehingga

pembangunan tidak hanya mengandalkan sumber dana

APBN/D semata. Penglibatan sektor swasta dalam

bentuk investasi juga merupakan penerapan konsep

pentahelik dalam pembangunan bersama masyarakat

dan akademisi sehingga pembangunan Indonesia

menjadi milik bersama.

Peran pemerintah Kabupaten Kulon Progo dalam

pembangunan sektor pariwisata Kulon Progo dapat

dilihat dari program kegiatan yang dilakukan. Beberapa

program untuk mendukung pengembangan pariwisata

yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Kulon

Progo yang tertuang dalam Renja SKPD Dinas

Pariwisata Pemuda dan Olah Raga Bidang Pariwisata

2015 antara lain Pengembangan Destinasi Pariwisata,

Pengembangan Pemasaran Pariwisata dan

Pengembangan Kemitraan.Pemerintah Kabupaten

Kulon Progo secara kelembagaan telah membentuk

Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) untuk

mengembangkan potensi yang ada di di setiap

kecamatan. Tujuan dibentuknya POKDARWIS adalah

untuk mengelola dan mengembangkan potensi

pariwisata baik pengelolaan wilayah maupun sarana dan

prasarana.

Pemerintah Kulon Progo memiliki banyak

program untuk mengembangkan pariwisata Kulon

Progo, namun belum semua wilayah di Kulon Progo

menjadi prioritas pemerintah untuk dikembangkan

karena keterbatasan sumber daya. Prioritas kebijakan

maupun program kegiatan di sektor pariwisata perlu

dikomunikasikan dengan baik kepada

masyarakat/komunitas. Menurut beberapa key

informant dari berbagai pengelola destinasi wisata di

Kulon Progol, sosialisasi dan komunikasi antara

pemerintah-masyarakat/komunitas perlu ditingkatkan

terkait program prioritas sehingga masyarakat pun dapat

memahami daerah mana saja dan apa yang menjadi

alasan pemerintah untuk memprioritaskan wilayah-

wilayah tertentu saja sehingga masyarakat/komunitas

tidak merasa terabaikan peranananya.

III. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian di atas maka dapat

disimpulkan bahwa potensi, peluang dan tantangan

pembangunan sektor pariwisata Kulon Progo cukup

besar. Jumlah wisawatan baik nusantara maupun asing

ke Kulon Progo masih relatif rendah jika dibandingkan

dengan kabupaten/kota lainnya di Daerah Istimewa

Yogyakarta sehingga meskipun pendapatan daerah yang

diperoleh dari sektor pariwisata terus meningkat dari

tahun ke tahun namun jika dibandingkan dengan

kabupaten/kota lain di DIY hasil yang dicapai Kulon

Progo belum optimal. Kebijakan yang dilakukan

pemerintah pusat maupun daerah di bidang

pembangunan ekonomi pariwisata mencakup

pembangunan pengembangan terhadap aspek destinasi

wisata, pemasaran pariwisata, industri pariwisata dan

kelembagaan. Kebijakan tersebut tercantum dalam

dokumen perencanaan sektor pariwisata RIPPARNAS-

RIPPARDA. Penetapan destinasi prioritas oleh

pemerintah pusat 2017 diikuti oleh Pemerintah

Kabupaten Kulon Progo dengan penetapan 5 zonasi

destinasi/kawasan strategis pariwisata (KSPD).

Kebijakan di sektor pariwisata juga diikuti dengan

kebijakan investasi terutama infrastruktur melalui

perbaikan iklim investasi dan pembangunan mega

proyek di Kulon Progo (Pemerintah pusat-propinsi)

untuk memantik pembangunan ekonomi dan sektor

pariwisata.

Kebijakan sektor pariwisata yang tercermin dalam

dokumen perencanaan perencanaan sektor pariwisata

RIPPARNAS-RIPPARDA menunjukkan bahwa

perencanaan sektor pariwisata yang dilakukan oleh

pemerintah Kabupaten Kulon Progo konsisten dengan

Provinsi DIY dan pemerintah pusat. Konsistensi

tersebut terlihat jelas dari visi pembangunan sektor

pariwisata untuk mewujudkan destinasi pariwisata yang

berdaya saing,berkelanjutan, mandiri dan mampu

mendorong pembangunan daerah dan meningkatkan

kesejahterakaan masyarakat.

Isu strategis dalam pembangunan sektor pariwisata

(kualitas SDM, pengembangan destinasi wisata,

kelembagaan, dan promosi) memerlukan rekayasa dan

intervensi pemerintah. Rekayasa pemerintah/intervensi

pemerintah dilakukan dengan kebijakan, program dan

kegiatan. Program kegiatan yang dilakukan Pemerintah

Kabupaten Kulon Progo melalui Dinas Pariwisata

Pemuda dan Olah raga bidang pariwisata diharapkan

dapat mempengaruhi perilaku/mindset pelaku wisata

untuk lebih paham dan sadar wisata sebagai antisipasi

adanya perubahan matapencaharian sebagian besar

penduduk Kulon Progo (non sektor pariwisata berubah

ke sektor pariwisata).

Peran dan keterlibatan pemerintah dalam

mengawal proses transformasi matapencaharian yang

diikuti dengan transformasi kelembagaan di sektor

pariwisata mutlak diperlukan. Peran pemerintah dan

swasta juga diperlukan dalam pembangunan

infrastruktur utama destinasi wisata maupun

infrastruktur pendukung. Pemerintah perlu mengawasi

dan mengendallikan pembangunan destinasi wisata agar

lestari (sustainable) dengan memperhatikan isu

kapasitas, daya dukung dan kelestarian lingkungan

terutama untuk kawasan/destinasi wisata yang berbasis

alam.

B. Saran

Kebijakan regulasi dan perencanaan

pembangunan sektor pariwisata baik di level

pemerintah pusat-daerah terutama Kabupaten Kulon

Progo secara dokumen relatif sudah sangat bagus

namun pemerintah perlu memperkuat aspek

kelembagaan, perubahan sosial-ekonomi-budaya

masyarakat, koordinasi antar stakeholder, law

enforcement dan isu lingkungan terutama untuk

destinasi wisata berbasis alam. Pemerintah perlu terus

memperhatikan perubahan sosial-ekonomi-budaya

masyarakat di sekitar destinasi wisata agar tidak

menimbulkan dampak yang sangat negatif terhadap

lingkungan alam dan mengawal proses transformasi

sosial ekonomi-budaya masyarakat agar lancar dalam

jangka panjang sehingga masyarakat Kabupaten Kulon

Progo tidak latah dalam mengembangkan sektor

pariwisata.

Page 11: SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI TERAPAN 2016 ... SNTT 2016...Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016 | iii SUSUNAN PANITIA PenanggungJawab Ir. Hotma Prawoto S., M. T. IP-MD

1518 |Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016

IV. DAFTAR PUSTAKA

1. Ali, D. 2004."Pemanfaatan Potensi Sumberdaya

Pantai sebagai Obyek Wisata dan TIngkat

Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Lokasi Wisata",

thesis

2. Bahar, A & R. Tambaru. 2012. "Analisis

Kesesuaian dan Daya Dukung Kawasan Wisata

Bahari di Kabupaten Polewali Mandar," –

3. Baum, Tom. 2015. Human resources in tourism:

Still waiting for change?eA2015 Reprise. Tourism

Management 50 pg 204-212

4. Boukas Nikolaos, Ziakas Vassilios. 2015.

“Tourism Policy And Residents' Well-Being In

Cyprus: Opportunities And Challenges For

Developing An Inside-Out Destination

Management Approach”. Journal Of Destination

Marketing & Management

5. Brokaj Rezarta. 2014. “Local government`s Role

in The Sustainable Tourism Development of A

Destination”. European Scientific Journal

November 2014 Edition vol.10, No.31

6. Bungin, Burhan. 2010. Penelitian Kualitatif:

Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, Dan

Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana

7. Buzinde, C. N., Kalavar, J. M., & Melubo, K.

2014. “Tourism and community well-being: The

case of the Maasai in Tanzania”. Annals of

Tourism Research, 44, 20–35

8. Denzin, N. K., & Lincoln Y. S. (Eds.). 2008.

Collecting And Interpreting Qualitative Materials

(3rd Ed.) Thousand Oaks, CA: Sage.

9. Dwyer Larry, Forsyth Peter, Spurr Raymond.

2016. “Tourism Economics And Policy Analysis:

Contributions And Legacy Of The Sustainable

Tourism Cooperative Research Centre. Journal Of

Hospitality And Tourism Management Xxx (2016)

10.

Elliott James. 1997. Tourism Politics and Public Sector

Management. Routledge: London and New York

11. Goeldner, C. R. & Ritchie, J. R. B. 2006. Tourism:

Principles, Practices, Philosophies. John Wiley &

Sons Inc., New Jersey

12. Hall, M. C. 2005. The Future Of Tourism

Research. In: Ritchie, B. (Ed.) Tourism Research

Methods: Integrating Theory With Practice, CABI

Publishing, Pp.: 221-231

13.

Javier Aser B and Elazigue Dulce B. 2011.

“Opportunities and Challenges in Tourism

Development Roles of Local Government Units in

the Philippines”. Presented in Annual Conference

of the Academic Network of Development Studies

in Asia (ANDA). Skills Development for New

Dynamism in Asian Developing Countries under

Globalization. March 5-7, 2011 Symposion Hall,

Nagoya University Japan. Japan Society for the

Promotion of Science (JSPS) and Nagoya

University

14.

Jaya, Wihana Kirana. 2010. “Kebijakan Desentralisasi

di Indonesia dalam Perspektif Teori Ekonomi

Kelembagaan”. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru

Besar dalam Ilmu Ekonomi UGM. Yogyakarta

15. Joanne Connell, Stephen J. Page and Tim Bentley.

2009. Towards sustainable tourism planning in

New Zealand: Monitoring local government

planning under the Resource Management Act.

Tourism Management 30 pg 867–877

16. Kelly, E. D., & Becker, B. 2000. Community

Planning: An Introduction To The Com-

Prehensive Plan. Washington, DC: Island Press

17. Kementerian Pariwisata Indonesia. 2014. Laporan

Kinerja Kementerian Pariwisata 2014.

Kementerian Pariwisata Indonesia

18. Kementerian Pariwisata. 2014. Neraca Satelit

Pariwisata Nasional (NESPARNAS) 2010 – 2014.

Kementerian Pariwisata Indonesia

19. Kunst Ivo. 2011. “The Role Of The Government In

Promoting Tourism Investment In Selected

Mediterranean Countries - Implications For The

Republic Of Croatia”.Tourism And Hospitality

Management, Vol. 17, No. 1,Pp. 115-130

20. Maria D. Alvarez and Bengi Ertuna. 2016. Barriers

to stakeholder involvement in the planning of

sustainable tourism: the case of the Thrace region

in Turkey. Journal of Cleaner Production 111

pg.306-317

21. Mclennan Char-Lee J, Ritchie Brent W, Ruhanen

Lisa M and Moyle Brent D. 2014. “An Institutional

Assessment Of Three Local Government-Level

Tourism Destinations At Different Stages Of The

Transformation Process”. Tourism Management

41 (2014) 107-118

22. Moustakas, C. 1994. Phenomenological Research

Methods. Thousand Oaks, CA: Sage

23. North, Douglass C. 1995. “Institutions and the

Performance of Economies Over Time” in:

Menard, Claude and Mary M. Shirley (2005).

Handbook of New Institutional Economics.

Springer-Verlag. Berlin

24. Petrevska Biljana. 2012. “The Role Of

Government In Planning Tourism Development In

Macedonia”.Innovative Issues And Approaches In

Social Sciences, Vol. 5, No. 3, IIASS – Vol. 5, No.

3, September 2012

25. Sinclair M. Thea and Stabler Mike, 1997. The

Economics of Tourism. Routledge: London and

New York

26. Smith, Stephen L.J and Nunkoo, Robin. Robin

Nunkoo. 2013. Political economy of tourism: Trust

in government actors, political support, and their

determinants. Tourism Management 36 pg 120-

132

27. Sofield, T. H. 2000. Empowerment For

Sustainable Tourism Development. Oxford:

Elsevier

28. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif

dan Kualitatif. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta

29. UK Government. 2011. Government Tourism

Policy (Report). United Kingdom

30. Vanhove Norbert. 2005. The Economics of

Tourism Destinations. Elsevier

31. Vincentia Reni Vitasurya. 2016. Local

Wisdom for Sustainable Development of Rural

Tourism, Case on Kalibiru and Lopati Village,

Province of Daerah Istimewa Yogyakarta.

Page 12: SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI TERAPAN 2016 ... SNTT 2016...Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016 | iii SUSUNAN PANITIA PenanggungJawab Ir. Hotma Prawoto S., M. T. IP-MD

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Terapan SV UGM 2016 | 1519

Procedia - Social and Behavioral Sciences 216

pg 97 – 108

32. Williamson, Oliver E. 2000. “The New

Instituitional Economics: Taking Stock,

Looking Ahead”. Journal of Economic

Literature. Vol. XXXVIII