seminar nasional

2
RUMUSAN HASIL SEMINAR NASIONAL Sistem Pembuktian Terbalik dan Transaksi Keuangan Non-Tunai Strategi Baru Pemberantasan Korupsi Kerjasama Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Dengan PT. Tambang Batubara Bukit`Asam (Persero) Tbk Palembang, 12 September 2011 I. Setelah membaca paper yang disajikan oleh : 1. Nur Chusniah (Biro Hukum KPK) dengan judul “Pembuktian Terbalik : Strategi Baru Pemberantasan Korupsi”; 2. Dr. Yunus Husein, S.H.,LL.M. (Kepala PPATK) yang berjudul “Tinjauan Pembatasan Transaksi Keuangan Tunai dan Penerapan Sistem Pembuktian Terbalik untuk Memperkuat Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi dan Tindak Pencucian Uang”; 3. Prof. Romli Atmasasmita (Guru Besar FH UNPAD), dengan judul “ Pembuktian Terbalik dalam Kasus Korupsi”; 4. Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D (Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, HAM dan Pemberantasan KKN) yang berjudul “Menolak Pesimisme Indonesia Lebih Baik”. II. Dengan memperhatikan garis besar pemikiran dari para narasumber seperti tersebut diatas dalam pemaparan yang telah disampaikan di hadapan para peserta; III. Didasari dengan menyimak dan meperhatikan diskusi dan tanya jawab antara para narasumber dengan peserta, serta jawaban-jawaban yang disampaikan para narasumber tehadap pertanyaan-pertanyaan, saran, dan masukan dari para peserta; Bertitik tolak dari hal-hal tsb diatas, maka dapat ditarik benang merah dari pokok-pokok pikiran dalam sminar ini, sbb : IV. KESIMPULAN : 1. Secara teori system pembuktian terbalik (ondering van het bewijsltst/ reversel burden of proof) mewajibkan beban pembuktian ada pada tersangka atau terdakwa. 2. Hal tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa tiap orang berhak memiliki harta kekayaan/ asset, sesuai dengan prinsip umum HAM dan jaminan konstitusional; 3. Pada system pembuktian terbalik, menitiberatkan pada pembuktian “ketidakbersalahan” mengenai perolehan dan asal-usul harta kekayaannya ; 4. Indonesia telah mengklarifikasi Kovensi PBB Anti Korupsi 2003 melalui UU no 7 Tahun 2006, yang menginginkan agar pemberlakuan pengaturan mengenai “pembalikan beban pembuktian” harus dilakukan sesuai dengan system hukum dan perundangan masing-masing Negara; 5. Dibanyak Negara (seperti Thailand dan Australia) penerapan system pembuktian terbalik dimaksudkan bukan untuk menghukum pelaku, tindak pidana, melainkan proses perdata untuk menyita harta kekayaan/asset untuk diserahkan kepada Negara. (fungsi rehabilitatif-restoratif); 6. Penerapan system pembuktian terbalik yang dimaksudkan untuk menghukum pelaku tindak pidana korupsi atau pencucian uang, justru dkhawatirkan dapat bertentangan dengan asas “presumption of innocence” dan “non-self incrimination” ; 7. Dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan pencucian uang, system pembuktian terbalik dimuat secara terbatas mealui UU no 31 Tahun 1999 Jo UU no

Upload: ardian-nugraha

Post on 08-Mar-2016

220 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

rumusan hasil

TRANSCRIPT

Page 1: Seminar Nasional

RUMUSAN HASIL SEMINAR NASIONALSistem Pembuktian Terbalik dan Transaksi Keuangan Non-Tunai

Strategi Baru Pemberantasan KorupsiKerjasama

Fakultas Hukum Universitas SriwijayaDengan

PT. Tambang Batubara Bukit`Asam (Persero) TbkPalembang, 12 September 2011

I. Setelah membaca paper yang disajikan oleh :1. Nur Chusniah (Biro Hukum KPK) dengan judul “Pembuktian Terbalik : Strategi Baru

Pemberantasan Korupsi”;2. Dr. Yunus Husein, S.H.,LL.M. (Kepala PPATK) yang berjudul “Tinjauan

Pembatasan Transaksi Keuangan Tunai dan Penerapan Sistem Pembuktian Terbalikuntuk Memperkuat Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi dan TindakPencucian Uang”;

3. Prof. Romli Atmasasmita (Guru Besar FH UNPAD), dengan judul “ PembuktianTerbalik dalam Kasus Korupsi”;

4. Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D (Staf Khusus Presiden Bidang Hukum,HAM dan Pemberantasan KKN) yang berjudul “Menolak Pesimisme Indonesia LebihBaik”.

II. Dengan memperhatikan garis besar pemikiran dari para narasumber seperti tersebutdiatas dalam pemaparan yang telah disampaikan di hadapan para peserta;

III. Didasari dengan menyimak dan meperhatikan diskusi dan tanya jawab antara paranarasumber dengan peserta, serta jawaban-jawaban yang disampaikan para narasumbertehadap pertanyaan-pertanyaan, saran, dan masukan dari para peserta;

Bertitik tolak dari hal-hal tsb diatas, maka dapat ditarik benang merah dari pokok-pokokpikiran dalam sminar ini, sbb :

IV. KESIMPULAN :

1. Secara teori system pembuktian terbalik (ondering van het bewijsltst/ reverselburden of proof) mewajibkan beban pembuktian ada pada tersangka atau terdakwa.

2. Hal tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa tiap orang berhak memiliki hartakekayaan/ asset, sesuai dengan prinsip umum HAM dan jaminan konstitusional;

3. Pada system pembuktian terbalik, menitiberatkan pada pembuktian“ketidakbersalahan” mengenai perolehan dan asal-usul harta kekayaannya ;

4. Indonesia telah mengklarifikasi Kovensi PBB Anti Korupsi 2003 melalui UU no 7Tahun 2006, yang menginginkan agar pemberlakuan pengaturan mengenai“pembalikan beban pembuktian” harus dilakukan sesuai dengan system hukum danperundangan masing-masing Negara;

5. Dibanyak Negara (seperti Thailand dan Australia) penerapan system pembuktianterbalik dimaksudkan bukan untuk menghukum pelaku, tindak pidana, melainkanproses perdata untuk menyita harta kekayaan/asset untuk diserahkan kepada Negara.(fungsi rehabilitatif-restoratif);

6. Penerapan system pembuktian terbalik yang dimaksudkan untuk menghukum pelakutindak pidana korupsi atau pencucian uang, justru dkhawatirkan dapat bertentangandengan asas “presumption of innocence” dan “non-self incrimination” ;

7. Dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan pencucian uang, systempembuktian terbalik dimuat secara terbatas mealui UU no 31 Tahun 1999 Jo UU no

Page 2: Seminar Nasional

20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi serta UU no 8 tahun2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, yangditerapkan pada level pemerikasaan di pengadilan.

8. Penerapan model sistem pembuktian terbalik dan negatif perlu memperhatikan“Keseimbangan kemungkinan” (balanced probability principle theory), yangmenempatkan harta kekayaan / aset seseorang pada level yang sangat rendah padasatu sisi serta pada saat yang bersamaan menempatkan kemerdekaan seseorang padalevel yang sangat tinggi dan tidak boleh dilanggar;

V. Rekomendasi

1. Disarankan agar kemungkinan pemberlakuan dan penerapan sistem pembuktianterbalik dalam sistem perundang-undangan di Indonesia sebagai strategi barupemberantasan korupsi, dikaji secara utuh dan sistemik dalam rangka revisi danoptimalisasi Undang-undang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi, Undang-undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, KUHAP,dsb;

2. Disarankan agar disosialisasikan secata intensif kepada seluruh lapisan masyarakatbahwa tindak pidana korupsi bukan semata-mata terkait dengan isu hukum,melainkan persoalan nilai, persepsi, sikap-tindak dan komitmen secara nasionaluntuk memberantasnya.

Palembang, 12 September 2011

Tim Perumus