semina asinal ahunan i asil penelitian peikanan dan ... · semnaskan_ugm / penyakit ikan dan...

12
Semnaskan_UGM / Penyakit Ikan dan Kesehatan Lingkungan (PK-09) - 37 Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014 POTENSI TANAMAN ASOSIASI MANGROVE YANG BERASAL DARI BEBERAPA DAERAH DI SULAWESI SELATAN SEBAGAI ANTI Vibrio parahaemolyticus PENYEBAB PENYAKIT PADA UDANG WINDU Penaeus monodon Muliani*, Nurbaya, Endang Susianingsih Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros *e-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi tanaman asosiasi mangrove dari beberapa daerah pertambakan di Sulawesi Selatan sebagai penghasil anti V. parahaemolyticus penyebab penyakit pada udang windu Penaeus monodon. Penelitian dilakukan di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros dari Februari-Mei 2013. Penelitian terdiri dari beberapa tahapan meliputi: 1) pengadaan tanaman; 2) pengeringan tanaman; 3) pembuatan simplisia; 4) ekstraksi herbal; 5) uji aktivitas antibakteri; dan 6) uji Minimum Inhibition Concentration (MIC). Sebanyak 89 sampel tanaman asosiasi mangrove dikumpulkan dari beberapa lokasi di Sulawesi Selatan. Hasil uji bioassay menunjukkan bahwa 76 (85,39%) sampel positif mengandung anti V. parahaemolyticus yang terdiri dari 28 sampel berasal dari Kab. Maros, 37 sampel berasal dari Kab Pangkep, 6 sampel berasal dari Kab. Luwu Timur, 2 sampel dari Kab. Takalar, dan 3 sampel dari Kab. Bone. Hasil Analisis Minimum Inhibition Concentration (MIC) menunjukkan bahwa sebanyak 27 sampel memperlihatkan aktivitas anti V. parahaemolyticus paling tinggi dengan nilai MIC terendah yaitu 0,1 mg/l, selanjutnya 2 sampel dengan nilai MIC 1 mg/l, 4 sampel dengan nilai MIC 10 mg/l, 7 sampel dengan nilai MIC 100 mg/l dan 6 sampel dengan nilai MIC 1000 mg/l. Aktivitas anti V. parahaemolyticus paling rendah adalah 30 sampel dengan nilai MIC 10.000 mg/l. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman asosiasi mangrove dari beberapa daerah di Sulawesi Selatan sangat potensial sebagai sumber anti V. parahaemolyticus penyebab penyakit pada udang windu (P. monodon). Kata kunci: anti V. parahaemolyticus, bioassay, herbal, HTS, MIC, penyakit, tanaman asosiasi mangrove, udang windu Pengantar Penyakit vibriosis yang disebabkan oleh beberapa jenis bakteri vibrio seperti Vibrio harveyi, V. parahaemolytiucus, V. alginolyticus, V. fischeri sampai saat ini masih merupakan kendala utama pada usaha budidaya udang, baik pada tambak pembesaran maupun pada panti perbenihan. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga di negara-negara tetangga seperti Malasyia, Thailand dan Filipina (Karunasagar et al., 1994; Alapide-Tendencia and Dureza, 1997). Bakteri ini juga dilaporkan menyerang beberapa spesies ikan, kekerangan dan karang. Beberapa spesies Vibrio berpendar seperti V. cholerae (biotype albensis), V. fischeri, V. harveyi, V . leognthei, V . splendidus, V . mediterranei, V. orientalis, Photobacterium leiognathi dan Photobacterium phosphoreum diketahui berhubungan erat dengan beberapa kejadian penyakit pada lingkungan pembenihan dan pembesaran hewan budidaya. Penyakit vibriosis pada budidaya udang biasanya terjadi pada saat terjadinya pergantian musim dari musim kemarau ke musim penghujan, atau sebaliknya serta pada saat terjadinya musin bediding, dimana suhu air sangat rendah pada malam hari dan sangat tinggi pada siang hari. Pada kondisi seperti ini populasi vibrio berpendar meningkat hingga 10 4 CF/ml dan pada saat itu biasanya diikuti oleh serangan WSSV (Kannapiran et al., 2009). Pencegahan penyakit vibriosis sejauh ini masih mengandalkan penggunaan antibiotik, padahal pemerintah sudah tidak membenarkan lagi penggunaan antibiotik dan melarang keras penggunaannya karena banyak menyebabkan kerusakan lingkungan akibat akumulasi bahan kimia terhadap lingkungan. Alternatif pencegahan telah banyak dilakukan namun hasilnya belum memuaskan. Pemanfaatan bahan alam yang ramah lingkungan dan mudah terurai merupakan alternatif lain untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit udang. Penggunaan tanaman herbal sebagai alternatif penanggulangan penyakit pada budidaya perikanan mulai dikembangkan diantaranya penanggulangan penyakit WSSV (Balasubramanian et al., PK-09

Upload: truongdang

Post on 28-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Semnaskan_UGM / Penyakit Ikan dan Kesehatan Lingkungan (PK-09) - 37

Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014

POTENSI TANAMAN ASOSIASI MANGROVE YANG BERASAL DARI BEBERAPA DAERAH DI SULAWESI SELATAN SEBAGAI ANTI Vibrio parahaemolyticus PENYEBAB PENYAKIT

PADA UDANG WINDU Penaeus monodon

Muliani*, Nurbaya, Endang Susianingsih

Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros*e-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi tanaman asosiasi mangrove dari beberapa daerah pertambakan di Sulawesi Selatan sebagai penghasil anti V. parahaemolyticus penyebab penyakit pada udang windu Penaeus monodon. Penelitian dilakukan di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros dari Februari-Mei 2013. Penelitian terdiri dari beberapa tahapan meliputi: 1) pengadaan tanaman; 2) pengeringan tanaman; 3) pembuatan simplisia; 4) ekstraksi herbal; 5) uji aktivitas antibakteri; dan 6) uji Minimum Inhibition Concentration (MIC). Sebanyak 89 sampel tanaman asosiasi mangrove dikumpulkan dari beberapa lokasi di Sulawesi Selatan. Hasil uji bioassay menunjukkan bahwa 76 (85,39%) sampel positif mengandung anti V. parahaemolyticus yang terdiri dari 28 sampel berasal dari Kab. Maros, 37 sampel berasal dari Kab Pangkep, 6 sampel berasal dari Kab. Luwu Timur, 2 sampel dari Kab. Takalar, dan 3 sampel dari Kab. Bone. Hasil Analisis Minimum Inhibition Concentration (MIC) menunjukkan bahwa sebanyak 27 sampel memperlihatkan aktivitas anti V. parahaemolyticus paling tinggi dengan nilai MIC terendah yaitu 0,1 mg/l, selanjutnya 2 sampel dengan nilai MIC 1 mg/l, 4 sampel dengan nilai MIC 10 mg/l, 7 sampel dengan nilai MIC 100 mg/l dan 6 sampel dengan nilai MIC 1000 mg/l. Aktivitas anti V. parahaemolyticus paling rendah adalah 30 sampel dengan nilai MIC 10.000 mg/l. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman asosiasi mangrove dari beberapa daerah di Sulawesi Selatan sangat potensial sebagai sumber anti V. parahaemolyticus penyebab penyakit pada udang windu (P. monodon).

Kata kunci: anti V. parahaemolyticus, bioassay, herbal, HTS, MIC, penyakit, tanaman asosiasi mangrove, udang windu

Pengantar

Penyakit vibriosis yang disebabkan oleh beberapa jenis bakteri vibrio seperti Vibrio harveyi, V. parahaemolytiucus, V. alginolyticus, V. fischeri sampai saat ini masih merupakan kendala utama pada usaha budidaya udang, baik pada tambak pembesaran maupun pada panti perbenihan. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tapi juga di negara-negara tetangga seperti Malasyia, Thailand dan Filipina (Karunasagar et al., 1994; Alapide-Tendencia and Dureza, 1997). Bakteri ini juga dilaporkan menyerang beberapa spesies ikan, kekerangan dan karang. Beberapa spesies Vibrio berpendar seperti V. cholerae (biotype albensis), V. fischeri, V. harveyi, V. leognthei, V. splendidus, V. mediterranei, V. orientalis, Photobacterium leiognathi dan Photobacterium phosphoreum diketahui berhubungan erat dengan beberapa kejadian penyakit pada lingkungan pembenihan dan pembesaran hewan budidaya.

Penyakit vibriosis pada budidaya udang biasanya terjadi pada saat terjadinya pergantian musim dari musim kemarau ke musim penghujan, atau sebaliknya serta pada saat terjadinya musin bediding, dimana suhu air sangat rendah pada malam hari dan sangat tinggi pada siang hari. Pada kondisi seperti ini populasi vibrio berpendar meningkat hingga 104 CF/ml dan pada saat itu biasanya diikuti oleh serangan WSSV (Kannapiran et al., 2009). Pencegahan penyakit vibriosis sejauh ini masih mengandalkan penggunaan antibiotik, padahal pemerintah sudah tidak membenarkan lagi penggunaan antibiotik dan melarang keras penggunaannya karena banyak menyebabkan kerusakan lingkungan akibat akumulasi bahan kimia terhadap lingkungan. Alternatif pencegahan telah banyak dilakukan namun hasilnya belum memuaskan. Pemanfaatan bahan alam yang ramah lingkungan dan mudah terurai merupakan alternatif lain untuk pencegahan dan penanggulangan penyakit udang.

Penggunaan tanaman herbal sebagai alternatif penanggulangan penyakit pada budidaya perikanan mulai dikembangkan diantaranya penanggulangan penyakit WSSV (Balasubramanian et al.,

PK-09

38 - Semnaskan_UGM / Muliani, dkk

Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014

2007dan 2008; Kumaran et al., 2010; Sudheer et al., 2012; Velmurugan et al., 2012; Chakraborty et al., 2013), pertumbuhan dan penanggulangan penyakit bakteri pada ikan mas (Ahilan et al., 2010; Grandiosa, 2010) dan ikan hias (Dhayanithi et al., 2013), sebgai immunostimulan dan antibakteri pada ikan nila (Yin et al., 2008), sebagai immunostimulan pada udang windu (Supamattaya et al., 2005; Sankar et al., 2011, Rajeswari et al., 2012), Immunostimulan pada ikan (Maqsood et al., 2011, Govind et al., 2012), penanggulangan penyakit V. harveyi pada udang windu (Saptiani et al., 2012), penanggulangan penyakit VNN pada ikan kerapu (Amelia et al, 2012), penanggulangan penyakit V. parahaemolyticus pada udang windu (Rajasekar et al, 2011), sebagai antibakteri pada ikan (Laith et al., 2012; Madhuri et al., 2012) dan pada udang putih (Velmurugan et al., 2010). Wahyuningrum et al, (2007) telah menggunakan campuran daun sambiloto, daun jambu biji dan daun sirih untuk pencegahan penyakit pada ikan lele dumbo, sedangkan Grandiosa (2010) telah menggunakan jintan hitam untuk penanggulangan penyakit bakteri Aeromonas hydrophyla pada ikan mas.

Tanaman mangrove yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan telah diketahui mengandung bakterisida (Turker et al., 2009; Arivuselvan et al., 2011; Shelar et al., 2012; Mulyani et al., 2013) diantaranya adalah species Rhizophora mucronata (Baskaran dan Mohan, 2012). Telah dilaporkan bahwa pada konsentrasi 100 mg/l sampai 300 mg/l ekstrak daun mangrove Rhizophora apiculata mampu menghambat pertumbuhan bakteri V. parahaemolyticus. Diameter zona hambatan yang dihasilkan pada konsentrasi 100 mg/l rata-rata sebesar 6,73 mm, sedangkan pada konsentrasi 200 mg/l sebesar 7,17 mm dan pada konsentrasi 300 mg/l sebesar 8,53 mm (Setyaningrum, 2011). Hasil pemurnian dan penapisan dari 28 spesies tanaman mangrove yang dapat mereduksi penyakit pada budidaya udang windu khususnya penyakit vibriosis antara lain antara lain Avicenia alba, Acanthus ilicifolius, Carbera manghas, Clerodendron inerme, Euphatorium inulifolium, Exoecaria agalocha, Osbornia octodonta dan Soneratia caseolaris (Suryati et al., 2002; 2006; 2007).

Salah satu tanaman asosiasi mangrove yang keberadaannya perlu dilestarikan adalah tanaman kopasanda, Euphatorium inolifolium. Tanaman ini tersebar luas di daerah daratan rendah sampai pada daerah-daerah estuarin dan tumbuh berasosiasi dengan tanaman mangrove. Ekstrak daun kopasanda dapat berfungsi sebagai bakterisida terhadap bakteri vibrio. Muliani et al., (2005.) melaporkan, bahwa ekstrak kopasanda pada konsentrasi 1000 mg/l dapat menurunkan populasi V. harveyi pada wadah pemeliharaan larva udang windu hingga 1,32 x 101 CFU/m, dengan sintasan pascalarva udang windu tertinggi sebesar 74,37%.

Asosiasi daun mangrove lainnya seperti daun baru-baru Osbornia octodanta juga diketahui mengandung bahan aktif 2 heptanamin-6methylamino-6 methylin yang aktif menghambat pertumbuhan V. harveyi (Suryati et al., 2002; Muliani et al., 2005). Melihat potensi tanman asosiasi mangrove sebagai alternatif pencegahan penyakit vibriosis, maka dilakukan skreening terhadap aktivitas anti V. parahaemolyticus pada tanaman asosiasi mangrove dari beberapa lokasi di Sulawesi selatan. Sebelumnya juga telah dilaporkan efektivitas beberapa tanman asosiasi mangrove terhadap V. harveyi penyebab penyakit pada udang windu (Muliani et al., 2013). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi tanaman asosiasi mangrove yang berasal dari beberapa daerah di sulawesi selatan sebagai anti V. parahaemolyticus penyebab penyakit pada udang windu P. monodon.

Bahan dan Metode

Pengumpulan Tanaman Asosiasi Mangrove dan Preparasi Bahan HerbalTanaman asosiasi mangrove dikumpulkan dari beberapa daerah pertambakan di Sulawesi Selatan yaitu; Kabupaten Maros, Pangkep, Luwu Timur, Takalar, dan Bone. Tanaman asosiasi mangrove yang diambil merupakan tanaman perdu, tanaman berupa pohon, tanaman yang hidup merambat dan melilit pada tanaman mangrove dan tanaman yang hidup di pematang tambak. Bagian tanaman yang diambil meliputi daun, bunga, buah, tangaki daun, batang, kulit batang, dan akar. Bagian-bagian tanaman diambil menggunakan gunting tanaman, parang, kampak. Tanaman dimasukkan dalam kantong plastik hitam dan selanjutnya dibawah ke Laboratorium Kesehatan ikan dan Lingkungan BPPBAP untuk proses selanjutnya. Tanaman asosiasi mangrove yang sudah dikumpulkan dari berbagai lokasi, selanjutnya dibersihkan dan dipisahkan berdasarkan bagian-bagiannya, seperti, daun, bunga, buah, tangkai, daun, batang, kulit batang, dan akar, tergantung tanaman yang dikoleksi. Daun taman yang lebar terlebih dahulu diiris kecil-kecil, buah dan bunga dipisahkan, dipotong dan diiris, demkian pula

Semnaskan_UGM / Penyakit Ikan dan Kesehatan Lingkungan (PK-09) - 39

Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014

dengan kulit batang terlebih dahulu diiris kecil-kecil sebelum dikeringkan (Gambar 1).

Gambar 1. Preparasi tanaman asosiasi mangrove sebelum dikeringkan, (A) Sebelum dipisahkan, (B) Pemisahan bagian tanaman dan (C) buah dan daun yang telah dipisahkan.

Pengeringan TanamanBagian tanaman yang telah dipisahkan diletakkan pada baki palstik dan diberi kode (nomor secara berurut). Selanjutnya dikering-anginkan selama 2 minggu atau hingga kering tergantung jenis sampelnya. Biasanya bagian daun lebih cepat kering dibanding bagian lainnya, seperti buah, dan kulit batang (Gambar 2).

Gambar 2. Pengeringan tanaman, (A) Daun, (B) Buah, dan (C) Tangkai daun dari tanaman asosiasi mangrove.

Pembuatan Simplisia Setelah tanaman kering selanjuntnya dibersihkan dari kotoran yang menempel dan diiris kecil atau diremas-remas sehingga daun atau bagian tanaman yang lain lebih mudah untuk dihaluskan. Setelah itu herbal kemudian dihaluskan menggunakan blender dan kemudian diayak menggunakan ayakan/saringan santan. Tepung yang sudah halus, selanjutnya dimasukkan dalam kantong plastik klip yang sebelumnya telah diberi label atau kode seusai nomor urut tanaman pada saat pertama dikoleksi (Gambar 3).

Gambar 3. Pembuatan simplisia, (A) herbal diblender, (B) tepung diayak, dan (C) Tepung disimpan ke dalam plastik klip.

Ekstraksi Bahan HerbalSimplisia yang sudah tersedia ditimbang sebanyak 5 g dimasukkan dalam gelas piala. Selanjutnya diberi larutan methanol 80% dan diaduk dengan batang pengaduk sehingga seluruh permukaan simplisia terendam. Rendaman tersebut ditutup dengan aluminium foil dan didiamkan selama 24 jam, selanjutnya disaring dengan kain saringan sehingga semua ampasnya tertahan dan yang lolos hanya cairan metanol yang sudah membawa bahan-bahan yang terlarut. Perendaman dilakukan selama selama 3 kali 24 jam dan setiap 24 jam dialkukan penyaringan atau tergantung tingkat kekeruhan rendaman, jika rendaman sudah terlihat jernih maka perendaman dihentikan. Hal ini dimaksudkan untuk memaksimalkan penarikan bahan-bahan aktif tanaman oleh metanol. Hasil penyaringan tersebut kemudian ditampung dalam botol duran dan disaring menggunakan kertas filter.

B CA

B

B

C

CA

A

40 - Semnaskan_UGM / Muliani, dkk

Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014

PengkisatanHasil ekstraksi herbal asosiasi mangrove dalam larutan metanol selanjutnya dikisat dengan menggunakan rotatory evaporator. Larutan metanol diuapkan hingga tersisa bahan padatan dari biaoktif yang terkandung dalam tanaman. Jika pada saat dikeluarkan dari labu evaporator, masih tersisa larutan metanol (belum terlu kering) maka pengauapan dilanjutkan secara manual yaitu dengan cara botol yang beriisi bahan aktif dengan ditutup dengan tissu, sehingga masih ada rongga udara dan metanol dapat mengauap secara otomatis. Hal ini dilakukan hingga hasil pengkisatan benar-benar kering dan tidak ada lagi larutan metanol.

Uji Bioassay terhadap V. parahaemolyticusAktifitas antibakteri dari ekstrak metanol tanaman asosiasinya mangrove dilakukan dengan teknik “High Throughput Screening” (Langfield et al., 2004; Mishra et al, 2008; Karuppusamy and Rajasekaran, 2009;Wang et al., 2010). Ekstrak metanol dari tanaman asosiasi mangrove ditimbang sebanyak 10 mg, selanjutnya dilarutkan dalam 100 ml DMSO 10%. Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode mikrowellpalte assay menggunakan mikroplae 96 well. Pada uji bioassay ini disertakan beberapa kontrol diantaranya antibiotik sebagai kontrol positif, biakan V parahaemoliticus tanpa ekstrak herbal sebagai kontrol negatif, media kulktur sebagai kontrol kontaminan, dan larutan DMSO 10% sebagai kontrol pelarut (Kasanah dan Isnansetyo, 2013).

Uji Minimum Inhibition Concentration (MIC)Sampel yang memiliki aktifitas antibakteri V. pahaemolyticus berdasarkan uji bioassay dilanjutkan dengan uji MIC menggunakan metode mikrowellpalte assay yaitu dengan menggunakan mikroplate 96 well. (Kasanah dan Isnansetyo, 2013).

Hasil dan Pembahasan

Sebanyak 89 sampel tanaman asosiasi mangrove telah dikumpulkan dari Kab. Maros, Pangkep, Luwu Timur, Takalar, dan Bone. Hasil uji bioassay menunjukkan bahwa 76 (85,39%) sampel dari 98 sampel tersebut, positif mengandung anti V. parahaemolyticus yang terdiri dari 28 sampel berasal dari Kab. Maros (Tabel 1), 37 sampel berasal dari Kab Pangkep (Tabel 2), 6 sampel berasal dari Kab. Luwu Timur (Tabel 3), 2 sampel dari Kab. Takalar (Tabel 4), dan 3 sampel dari Kab. Bone (Tabel 5).

Uji Bioassay dan uji MIC Tanaman Mangrove dan Asosiasinya dari Kab. MarosSebanyak 35 sampel herbal asosiasi mangrove yang dikumpulkan dari daerah pertambakan di Kab. Maros, dan setelah diuji biossay terlihat bahwa dari 35 sampel tersebut, 28 (80%) diantaranya positif mengandung anti V. parahaemolyticus (Tabel 1). Hasil penelitian sebelumnya menujukkan bahwa potensi anti V. harveyi dari ke 35 sampel tersebut lebih rendah, hal ini dapat dilihat dari prosentase sampel yang mengandung anti V. harveyi jauh lebih rendah yaitu hanya 9 (25,7%) sampel dari 35 sampel yang dianalisis mengandung anti V. harveyi (Muliani et al., 2013). Hasil analisis nilai MIC terhadap sampel yang mengandung anti V. parahaemolyticus dan anti V. harveyi menunjukkan bahwa nilai MIC terhadap V. parahaemolyticus jauh lebih kecil (0,1 mg/l-10.000 mg/l) dibanding terhadap V. harveyi (100 mg/l-10.000 mg/l), hal ini menunjukkan bahwa tanaman asosiasi mangrove yang digunakan lebih potensial sebagai anti V. parahaemolyticus dibading sebagai anti V. harveyi. Tanaman asosiasi mangrove yang digunakan dalam penelitian ini, didominasi oleh tanaman perdu dan tanaman merambat dan melilit di sela-sela pohon bakau. Selain itu juga tanaman asosiasi mangrove terdiri dari rerumputan yang banyak tumbuh disela pohon bakau atau di sekitar pematang tambak. Pada umumnya tanaman tersebut tidak memiliki batang dan tangkai daun, memiliki daun yang kecil-kecil, buah/bunga yang berwarna kuning, putih dan keunguan (Muliani et al., 2013).

Semnaskan_UGM / Penyakit Ikan dan Kesehatan Lingkungan (PK-09) - 41

Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014

Tabel 1. Hasil uji aktifitas anti V. parahaemolyticus dan uji MIC herbal asosiasi mangrove yang berasal dari Kab. Maros.

No. No. Isolat Aktivitas Anti V. parahaemolyticus

Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) (mg/L)

1. 5 Negatif -2. 9 Negatif -3. 10 Negatif -4. 11 Positif 10.0005. 12 Positif 1006. 13 Positif 10.0007. 14 Positif 10008. 15 Positif 0,19. 16 Positif 10.000

10. 17 Positif 0,111. 18 Positif 10012. 19 Positif 10.00013. 20 Positif 0,114. 21 Positif 0,115. 22 Positif 0,116. 25 Positif 100017. 26 Positif 0,118. 27 Positif 10.00019. 28 Negatif -20. 29 Positif 0,121. 30 Positif 0,122. 31 Positif 10023. 32 Positif 10024. 33 Positif 0,125. 36 Positif 10.00026. 37 Positif 10.00027. 38 Positif 0,128. 39 Positif 0,129. 40 Positif 1.00030. 42 Negatif -31. 45 Negatif -32. 46 Negatif -33. 47 Positif 10.00034. 48 Positif 10.00035. 49 Positif 10.000

Hasil uji MIC menunjukan bahwa dari 28 sampel yang positif mengandung anti V. parahaemolyticus, 11 (39,26%) sampel memiliki aktivitas yang cukup tinggi dengan nilai MIC 0,1 mg/l, 4 (14,26%) sampel yang memiliki nilai MIC 100 mg/l, 3 (10,71%) sampel dengan nilai MIC 1000 mg/l, dan 10 (35,71%) sampel memiliki 10.000 mg/l (Gambar 4).

42 - Semnaskan_UGM / Muliani, dkk

Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014

Gambar 4. Hasil uji Minimum Inhibition Concentration (MIC) herbal asosiasi mangrove dari Kab. Maros.

Uji Bioassay dan Uji MIC Herbal Asosiasinya dari Kab. PangkepSebanyak 40 sampel herbal asosiasi mangrove yang telah dikumpulkan dari Kab Pangkep, 37 (92,5%) diantaranya positif mengandung anti V. parahaemolyticus berdasrkan hasil analisis bioassay secara mikrowellpalte (Tabel 2). Hasil penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa dengan sampel yang sama tetapi menggunakan indikator V. harveyi persentanse sampel yang memiliki aktivitas anti V. harveyi jauh lebih kecil yaitu 22 (55%). Demikian pula nilai MIC terhadap V. parahaemolyticus cenderung lebih kecil (0,1 mg/l sebanyak 12 isolat, 1 mg/l sebanyak satu isolat, 10 mg/l sebanyak dua isolat dan selebihnya 100mg/l, 1.000 mg/l dan 10.000 mg/l) dibanding terhadap V. harveyi (10 mg/l satu isolat, dan selebihnya 100 mg/l, 1.000 mg/l, dan 10.000 mg/l). Hal ini menunjukkan bahwa herbal asosiasi mangrove yang diambil dari Kab. Pangkep lebih potensial sebagai pengahsil anti V. parahaemolyticus dibanding anti V. harveyi (Muliani et al., 2014). Babuselvam et al. (2012) melaporkan bahwa Salicornia brchiata lebih potensial terhadap V. parahaemolyticus dengan daya hambat 15 mm dibanding terhadap V. alginolyticus dengan daya hambat 14 mm. Hal ini menunjukkan bahwa potensi antibakteri dari suatu jenis herbal berbeda terhadap setiap jenis bakteri (patogen), meskipun itu berasal dari satu genus.

Tabel 2. Hasil uji aktifitas anti V. parahaemolyticus dan uji MIC herbal asosiasi mangrove yang berasal dari Kab. Pangkep.

No. No. Isolat Aktivitas Anti V. parahaemolyticus

Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) (mg/L)

1. 54 Positif 0,12. 55 Positif 0,13. 56 Positif 0,14. 57 Positif 0,15. 58 Positif 0,16. 59 Positif 10.0007. 60 Positif 18. 61 Positif 10.0009. 63 Positif 10

10. 64 Positif 10.00011. 65 Positif 10.00012. 66 Positif 10.00013. 67 Positif 10.00014. 68 Positif 0,115. 69 Positif 0,116. 70 Positif 10.00017. 74 Positif 0,1

Semnaskan_UGM / Penyakit Ikan dan Kesehatan Lingkungan (PK-09) - 43

Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014

No. No. Isolat Aktivitas Anti V. parahaemolyticus

Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) (mg/L)

18. 75 Positif 0,119. 76 Positif 1.00020. 77 Positif 10.00021. 78 Positif 10022. 79 Positif 10.00023. 80 Positif 10024. 81 Positif 0,125. 85 Negatif -26. 86 Positif 10.00027. 87 Positif 10.00028. 88 Positif 0,129. 89 Positif 10.00030. 90 Positif 10.00031. 91 Positif 1.00032. 92 Positif 10.00033. 93 Positif 10.00034. 94 Positif 10.00035. 95 Negatif -36. 96 Negatif -37. 114 Positif 10.00038. 115 Positif 0,139. 116 Positif 10.00040. 117 Positif 1.000

Hasil uji MIC menunjukan bahwa dari 37 sampel yang mengandung anti V. parahaemolyticus, 12 (32,45%) sampel menunjukkan aktifitas yang cukup tinggi dengan nilai MIC 0,1 mg/l, 1 (2,70%) sampel memiliki nilai MIC 1 mg/l, 1 (2,70%) sampel memiliki nilai MIC 10 mg/l, 2 (5,41%) sampel yang memiliki nilai MIC 100 mg/l, 3 (8,11%) sampel dengan nilai MIC 1000 mg/l dan 18 (48,65%) sampel memiliki 10.000 mg/l (Gambar 5).

Gambar 5. Hasil uji Minimum Inhibition Concentration (MIC) tanaman asosiasi mangrove dari Kab. Pangkep.

Uji Bioassay dan uji MICTanman Mangrove dan Asosiasinya dari Kab. Luwu TimurSebanyak 9 sampel tanaman asosiasi mangrove yang telah dikumpulkan dari Kab Luwu Timur, dan enam (66,67%) diantaranya positif mengandung antibakteri V. parahaemolyticus berdasrkan hasil analisis bioassay secara mikrowellpalte (Tabel 3). Hasil analisis MIC menunjukkan bahwa dari 6 (enam) sampel tersebut, 2 (dua) sampel (nomor 132 dqn 133) memiliki aktivitas anti V. parahaemolyticus paling tinggi dengan nilai MIC 0,1 mg/l, 1 (satu) sampel (nomor 134) memiliki nilai MIC 10 mg/l, 1 (satu) sampel (nomor 125) memiliki nilai MIC 100 mg/ml, dan 2 (dua) sampel (nomor 126 dan 143) memiliki nilai MIC 10.000 mg/l.

44 - Semnaskan_UGM / Muliani, dkk

Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014

Tabel 3. Hasil uji aktivitas anti V. parahaemolyticus dan uji MIC herbal asosiasi mangrove yang berasal dari Kab. Luwu Timur.

No No. Isolat Aktivitas Anti V. parahaemolyticus

Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) (mg/L)

1. 125 Positif 1002. 126 Positif 10.0003. 132 Positif 0,14. 133 Positif 0,15. 134 Positif 106. 135 Negatif -7. 136 Negatif -8. 137 Negatif -9. 143 Positif 10.000

Uji Bioassay dan uji MICTanman Mangrove dan asosiasinya dari Kab. TakalarDari 2 (dua) sampel (nomor isolat 149 dan 150) tanaman asosiasi mangrove yang diambil dari Kab. Takalar, keduanya positif mengandung antibakteri V. paraeholytiucus. Hasil analisis MIC menunjukkan bahwa tanaman asosiasi mangrove yang berasal dari Kab. Takalar sangat potensial sebagai penghasil anti V. parahaemolyticus, karena memiliki aktivitas anti V. parahaemolyticus yang sangat tinggi dengan nilai MIC yaitu 0,1 mg/l (tabel 4). Hasil penelitian sebelumnya menujukkan bahwa ke dua sampel tersebut memiliki aktivitas anti V. harveyi yang lebih rendah dengan nilai MIC lebih tinggi yaitu masing-masing 10 mg/l untuk nomor isolat 150, dan 10.000 mg/l untuk nomor isolat 149 (Muliani et al., 2013). Hal ini menunjukkan bahwa tanaman asosiasi mangrove yang diambil dari Kab. Takalar lebih potensial sebagai penghasil anti V. parahaemolyticus dibanding sebagai pengahasil anti V. harveyi. Namun demikian isolat nomor 150 masih potensial sebagai anti V. parahaemolyticus karena memiliki MIC masih dibawah 500 mg/l. Abed et al., (2013) melaporkan bahwa jika nilai MIC lebih kecil 500 µg/ml (500 mg/l) aktivitas antibakteri tergolong kuat. Tanaman asosiasi mangrove ini berupa pohon yang banyak tumbuh di sekitar tambak dan bahkan banyak dijumpai tumbuh dipematang tambak.

Tabel 4. Hasil uji aktifitas anti V. parahaemolyticus dan uji MIC herbal asosiasi mangrove yang berasal dari Kab. Takalar.

No No. Isolat Aktivitas Anti V. parahaemolyticus

Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) (mg/L)

1. 149 Positif 0,12. 150 Positif 0,1

Uji Bioassay dan Uji MIC Tanaman Mangrove dan Asosiasinya dari Kab. BoneTanaman asosiasi mangrove yang diambil dari Kab. Bone sebanyak 3 (tiga) sampel semua mnenujukkan aktivitas anti V. parahaemolytiucus yang cukup tinggi (Tabel 4). Hasil uji MIC menujukkan bahwa ketiga sampel tersebut cukup potensial sebagai sumber anti V. parahaemolyticus, hal ini dapat diketahui dari nilai MIC yang cukup yang cukup rendah yaitu 1mg/l untuk nomor isolat 175 dan masing-masing 10 mg/l untuk nomor isolat 176 dan 177. Hasil peneltian sebelumnya dilaporkan bahwa nomor isolat 176 dan 177 tidak memiliki aktivitas anti V. harveyi, sedangkan nomor isolat 175 memiliki aktivitas anti V. harveyi namun lebih rendah yaitu nilai MIC 100 mg/l. Namun jika menurut Balasubramanian et al., (2007) nilai MIC 100 mg/l nomor isolat 175 terhadap V. harveyi masih tergolong kuat. Dilaporkan bahwa jika nilai MIC 500 mg/l aktivitas antibakteri tergolong kuat, MIC600-1500 mg/l aktivitas antibakteri tergolong sedang, dan nilai MIC di atas 1600 mg/l aktivitas antibakteri tergolong lemah. Dengan demikian ketiga sampel ini potensial sebagai pengahsil anti V. parahaemolyticus maupn anti V. harveyi, namun lebih potensial sebagai anti V. parahaemolyticus dibanding sebagai anti V. harveyi (Muliani et al., 2013).

Semnaskan_UGM / Penyakit Ikan dan Kesehatan Lingkungan (PK-09) - 45

Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014

Tabel 5. Hasil uji aktifitas anti V. parahaemolyticus dan uji MIC herbal asosiasi mangrove yang berasal dari Kab. Bone.

No No. Isolat Aktivitas Anti V. parahaemolyticus

Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) (mg/L)

1. 175 Positif 12. 176 Positif 103. 177 Positif 10

Kesimpulan

- Tanaman assosiasi mangrove dari beberapa lokasi di Sulawesi Selatan memiliki potensi yang cukup tinggi sebagai penghasil anti V. parahaemolyticus.

- Minimum Inhibition Concentration (MIC) tanaman asosiasi mangrove terendah adalah 0,1 mg/l dan tertinggi 10.000 mg/l.

- Tanaman assosiasi mangrove potensial sebagai sumber antibakteri penyebab penyakit pada udang windu (P. monodon).

Daftar Pustaka

Abed, S. A., H. M. Sirat & M. Taher. 2013. Total phenolic, antioxidant, antimicrobial activities and toxicity study of gynotroches axillaris blume (rhizophoraceae). EXCLI journal. 12: 404-412.

Ahilan, B., A. Nithiyapriyatharshini & K. Ravaneshwaran. 2010. Influence of certain herbal additives on the growth, survival and disease resistance of goldfish, Carassius auratus (linnaeus). Tamilnadu J. Veterinary & Animal Sciences 6 (1): 5-11.

Alapide-Tendencia, E. V. & L. A. Dureza. 1997. Isolation of Vibrio spp. from Penaeus monodon (fabricius) with red disease syndrome. Aquaculture 154:107–114.

Amelia, N. & S.B. Prayitno. 2012. Pengaruh ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava) untuk menginaktifkan viral nervous necrosis (vnn) pada ikan kerapu bebek (Epinephelus fuscoguttatus. Jour. Of Aqua. Manag.and Tech. 1 (1): 264-278.

Arivuselvan, N., D. Jagadeesan, T. Govindan, K. Khatiresan & T. Anantharaman. 2011. In vitro antibacterial activity of leaf and bark extracts of selected mangroves against fish and shrimp pathogens. Global Journal of Pharmacology 5 (2): 112-116.

Babuselvam, M., K. A. M. Farook, S. Abideen, M. P. Mohamed & M. Uthiraselvam. 2012. Screening of antibacterial activity of mangrove plant exract against fish and shrimp patogens. International Journal of Applied Miocrobiology Science 1 (3): 20-25.

Balasubramanian, G., M. Sarathi, S. R. Kumar & A.S.S. Hameed. 2007. Screening the antiviral activity of indian medicinal plants against white spot syndrome virus in shrimp. Aquaculture 263:15-19.

Balasubramanian, G., M. Sarathi, C. Venkatesan, J. Thomas & A. S. S. Hameed. 2008. Oral administration of antiviral plant extract of Cynodon dactylon on large scale production againts white spot syndrome virus (wssv) in Penaeus monodon. Aquaculture 279: 2-5.

Baskaran, R. & P. M. Mohan. 2012. In vitro antibacterial activity of leaf extracts of Rhizophora mucronata L. against multi drug resisten Vibrio spp. isolated from marine water lobster’s larvae hatcheries. Indian Journal of Geo-Marine Science. 41 (3): 218-222.

Chakraborty, S & U. Ghosh. 2013. Pharmaceutical and phytochemical evaluation of a novel anti – white spot syndrome virus drug derived from marine plants. International Journal of Natural Products Research, 3(4): 82-91.

46 - Semnaskan_UGM / Muliani, dkk

Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014

Dhayanithi, N.B., T.T.A. Kumar, T. Balasubramanian & K. Tissera. 2013. A study on the effect of using mangrove leaf extracts as a feed additive in the progress of bacterial infections in marine ornamental fish. Journal of Coastal Life Medicine, 1(3): 217-224.

Govind, P., S. Madhuri & A.K. Mandloi. 2012. Immunostimulant effect of medical plants on fish. IRJP. 3 (3):112-114.

Grandiosa, R. 2010. Efektivitas penggunaan larutan filtrat jintan hitam (Nigella sativa) dengan konsentrasi berbeda terhadap pertumbuhan bakteri Aeromonas hydrophila secara in-vitro dan uji toksisitasnya terhadap ikan mas (Cyprinus carpio). Laporan Hasil Penelitian Mandiri. Universitas Padjadjaran. 16 hal.

Kannapiran, E., J. Ravindran, R. Chandrasekar & A. Kalalarasi. 2009. Studies on luminous, Vibrio

harveyi associated with shrimp culture system rearing Penaeus monodon. J Environ. Biol. 30 (5):791-795.

Kasanah, N. & A. Isnansetyo. 2013. High throughput screening dan bioassay dalam penemuan senyawa bioaktif dari alam. Materi Workshop dan Pelatihan Bioprospekting Bahan Alam Kelautan II. Laboratorium Hidrobiologi. Jurusan Perikanan. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada. 22 hlm.

Karunasagar, I., R. Pai, G.R. Malathi & I. Karunasagar. 1994. Mass mortality of Penaeus monodon larvae due to antibiotic-resistant V. harveyi infection. Aquaculture 128:203–209.

Karuppusamy, S. & K.M. Rajsekaran. 2009. High throughput antibacterial screening of plant extracts by resazurin redox with special reference to medical plant of western ghats. Global Journal of Pharmacology, 3 (2):63-68.

Kumaran, T., M.M. Babu, I. Selfvraj, S. Albindhas & I. Citaru. 2010. Production of anti wssv igy edible using herbal immunoajuvand Asparagus racemosus and its immunological influence againts wssv infection in Penaeus monodon. Journal of Aquaculture Feed Science and Nutrition. 2 (1):1-5.

Laith, A. A., M. Najiah, S. M. Zain, S. H. M. A.W. Effendy, T. Sifzizul, M. Nadirah & M. Habsah. 2012. Antimocrobial activities of selected mangrove plants on fish patogenic bacteria. Journal of Animal and Veterinary advances. 11 (2):234-240.

Langfield, R.D., F.J. Scarano, M.E. Heitzman, M. Konodo, G.B. Hammond & C.C. Neto. 2004. Use of modified microplate bioassay method to investigate antibcaterial activity in the peruvian medicinal plant Peperomia galioides. Journal of Ethnophrmacology, 94:279-281.

Madhuri, S., A.K. Mandloi, P. Govind & Y.P. Sahni. 2012. Antimicrobial activity of some medicinal plants against fish pathogen. International Research Journal of Pharmacy. 3 (4):28-30.

Maqsood, S., P. Singh, M.H. Samoon & M. Munir. 2011. Emerging role of immunostimulants in combating the disease outbreak in aquaculture. Int Aquat Res (3): 147-163.

Mishra, K.P., L. Ganju, M. Sairam, P.K. Banerjee & R.C. Sawhney. 2008. A review of high throughput technology for the screening of natural products. Biomedicine and Pharmacotherapy, 62:94-98.

Muliani, E. Suryati, A. Tenriulo & Nurbaya. 2005. Pengaruh penggunaan ekstrak daun kopasanda Euphatorium Inulifolium terhadap populasi V. harveyi dan sintasan pascalarva udang windu Penaeus monodon. Prosiding konferensi Nasional Akuakultur.

Muliani, Nurbaya & E. Suryati. 2013. Potensi tanaman asosiasi mangrove sebagai penghasil antibakteri penyebab penyakit pada udang windu (Penaeus monodon). Hal 193-201 dalam Sudraja, A.,

Semnaskan_UGM / Penyakit Ikan dan Kesehatan Lingkungan (PK-09) - 47

Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014

S. Masengi, C. Nainggolan, P. Raharjo & Y.H. Sipahutas (eds). Prosiding seminar nasional perikanan indonesia: hasil penelitian perikanan dan kelautan tahun 2013. Pusat Penelitian dan Pengabdian Mansyarakat, Sekolah Tinggi Perikanan. Balai Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Muliani, B. R. Tampangalllo & Nurhidayah. 2014. Aktivitas antibakteri V. hraveyi tanaman asosiasi mangrove yang berasal dari beberapa lokasi pertambakan di Sulawesi Selatan. JRA in Press. 16 hal.

Mulyani, Y., E. Bachtiar & A. M. U. Kurnia. 2013. Peranan senyawa metabolit sekunder tumbuhan mangrove terhadap infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan mas (Cyprinus carpio L). Jurnal Akuatika 4 (1): 1-9.

Rajasekar, T., J. Usharani, M. Sakthivel & B. Deivasigamani. 2011. Immunostimulatory effects of Cardiospermum halicacubum against V. parahaemolyticus on tiger shrimp Penaeus monodon. Chem. Pharm. Res. 3(5):501-513.

Rajeswari, P. R., S. Velmurugan, M. Babu, S. Dhas, K. Kesavan & T. Citasaru. 2012. A study on the influence of selected indian herbal active principles on enhancing the immune system in Fenneropenaeus indicus against V. harveyi infection. Aquaculture International (20):1009-1020.

Saptiani, G., S. B. Prayitno & S. Anggoro. 2012. The effectiveness of Acanthus ilicifolius in protecting tiger prawn (Penaeus monodon f.) from V. harveyi infection. Journal of Coastal Development, Vol 15 (2): 217 – 224.

Sankar, G., A. Elavarasi, K. Sakkaravarthi & K. Ramamoorthy. 2011. Biochemical changes and growth performance of black tiger shrimp larvae after using Ricinus communis extract as feed additive. International Journal of Pharm Tech Res. 3 (1): 201-208.

Shelar, P. S., V. K. Reddy, G. S. Shelar & G. V. S. Reddy. 2012. Medicinal value of mangroves and its antimicrobial properties – a review. Continental J. Fisheries and Aquatic Science 6 (1): 26 – 37.

Sudheer, N. S., R. Hilip, I. S. B. Singh. 2012. Anti–white spot syndrome virus activity of Ceriops tagal aqueous extract in giant tiger shrimp Penaeus monodon. Arch Virol 157: 1665–1675.

Supamattaya, K., S. Kiriratnikom, M. Boonyaratpalin & L. Borowitzka. 2005. Effect of a dunaliella extract on growth perfermance, health condition, immune response and disease resistance in black tiger shrimp (Penaeus monodon). Aquaculture 248: 207-216.

Suryati, E. & Y. Hala. 2002. Isolasi bioaktif hydrozoan Lytocarpus philippinus sebagai bakterisida pada udang. Marina Chimica Acia, Vol 1 (1): 4-8.

Suryati, E. Gunarto & Sulaeman. 2006. Analisis bioaktif tanaman mangrove yang efektif mereduksi penyakit bakteri pada budidaya udang windu. Jurnal Riset Akuakultur 1 (1): 96-104.

Suryati, E. & Rosmiati, Tenrulo, A. 2007. Penanggulangan penyakit bakteri pada udang windu (Penaeus monodon) menggunakan bioaktif tanaman mangrove Avicenia alba. Marina Chimica Acta. Vol. 2 (2):19-23.

Turker, H., A.B. Yildirim & F.P. Karakas. 2009. Sensitivity of bacteria isolated from fish to some medicinal plant. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 9:181-186

Velmurugan, S., M.M. Babu, S.M.J. Punitha, V.T. Viji & T. Citarasu. 2012. Screening and characterization of antiviral compounds from Psidium guajava linn. root bark against white spot syndrome virus. Indian Journal of Natural Products Resources. 3 (2):208-214.

48 - Semnaskan_UGM / Muliani, dkk

Seminar Nasional Tahunan XI Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan, 30 Agustus 2014

Wahjuningrum, D., Tarono & S.L. Angka. 2007. Efektifitas rebusan campuran sambiloto Andrographis paniculata (burn.f. ness), daun jambu biji (Psidium guajava L.) dan daun sirih (Piper betle L.) untuk pencegahan penyakit mas (motil aeromonas seticaemia) pada ikan lele dumbo (Clarias sp.). Jurnal Akuakultur Indonesia, 6:122-133.

Wang, H., H. Cheng, F. Wang, D. Wei & X. Wang. 2010. An improved 3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyl tetrazolium bromide (mtt) reduction assay for evaluating the viability of Escherichia coli cells. Journal of Microbilogical methods, 82:330-333.

Yin, G., L. Ardo, Z. Jeney, P. Xu & G. Jeney. 2008. Chinese herbs (Lonicera japonica and Ganoderma lucidum) enhance non-specific immune response of tilapia, Oreochromis niloticus and protection against Aeromonas hydrophila, pp. 269-282. In Bondad-Reantaso, M.G., C.V. Mohan, M. Crumlish & R.P. Subasinghe (eds.). Diseases in asian aquaculture vi. Fish Health Section, Asian Fisheries Society, Manila, Philippines. 505 pp.

Tanya Jawab

Pertanyaan : Apakah dari ratusan sampel tersebut berasal dari asosiasi yang berbeda atau tidak?Jawaban : Dari ratusan sampel tersebut, 89 sampel merupakan asosiasinya. Dilakukan screening

lanjut untuk hasil yang lebih bagus.