selasa, 20 desember 2011 dari yogyakarta untuk si kera pintar filepeliharaan itulah sifat-sifat asli...

1
ARDI TERISTI HARDI S ATU jam sudah Par- jono, 24, berada di samping dua orang utan bernama Joko dan Ucok. Pisang, mangga, se- mangka, hingga madu sudah disodorkan, tapi dua kera be- sar itu tetap ogah pindah dan membiarkan Parjono member- sihkan kandang. “Mereka cerdik, tidak bisa dibujuk pindah dengan cara yang sama,” ujar Parjono, Jumat (16/12). Jika godaan makanan sudah tidak berha- sil, ia harus lebih keras putar otak untuk membujuk orang utan tersebut. Lebih dari itu, Parjono dan petugas lainnya juga harus selalu waspada. Lima orang utan yang ada di tempat itu tidak lincah seperti gambaran umum hewan de- ngan 97% gen mirip manusia tersebut. Saat bergelantungan, mereka kerap jatuh. Tempat konservasi orang utan itu memang bukan tempat konservasi di Sumatra atau Ka- limantan yang kerap menjadi tujuan orang utan yang baru diselamatkan dari pemburu atau kebakaran hutan. Malah tempat ini berada jauh dari habitat asli tersebut, yakni di Jogja Orangutan Centre (JOC) yang berada di Desa Sendang- sari Village, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Orang utan yang dipelihara di situ rata-rata sudah lama terpisah dari habitatnya dan menjadi peliharaan perorang- an. Selama menjadi hewan peliharaan itulah sifat-sifat asli orang utan berubah atau bahkan hilang. Joko dan Ucok, misalnya, awalnya tidak mau makan buah karena selama dipeli- hara seorang pengusaha asal Solo selalu diberi makan nasi. “Agar mau makan buah, porsi nasinya kita kurangi berta- hap,” tutur Humas JOC, Rosa- lia Setiawati. Kini, setelah enam bulan tinggal di JOC, orang utan yang masing-masing berusia 8 dan 10 tahun itu sudah mau makan buah meski belum ma- hir bergelantungan. Selain melanggar UU No 5 Tahun 1990, memelihara o- rang utan nyatanya memang membawa dampak buruk yang panjang. Hilangnya naluri hewan akan membuat orang utan sulit bertahan hidup jika dilepaskan lagi ke habitatnya (dilepasliarkan). Tingginya interaksi orang utan dengan manusia juga dihindari. Karena itu, di JOC pun hanya dua orang yang bisa berinteraksi langsung dengan tiap orang utan, yakni sang penjaga ( animal keeper ) dan dokter hewan. Pembatasan interaksi de- ngan manusia itu juga bertu- juan meminimalkan penularan penyakit. Dokter hewan JOC, Dian Tresno Wikanti, mengata- kan orang utan dapat tertular penyakit manusia seperti u, hepatitis, ataupun AIDS. Praktik pemeliharaan hewan yang dilindungi itu nyatanya tidak hanya terjadi di Solo. Sebagaimana hasil penyela- matan JOC, kegiatan ilegal itu juga terjadi di Semarang dan Muntilan. Manajer Operasional JOC Ferry Ardianto mengatakan keberadaan JOC dirasa makin mendesak karena konservasi orang utan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Di Kalimantan, pusat re- habilitasi telah penuh dengan ratusan ekor orang utan. Di sisi lain, menurut Ferry, keberadaan konservasi orang utan di Jawa merupakan kon- sekuensi penegakan hukum terhadap orang utan. Penam- pungan orang utan yang disita di wilayah itu harus dipikir- kan. Kubah raksasa Namun, masalah belum usai dengan penyelamatan dan pe- mulihan perilaku orang utan. Makin sempitnya habitat asli membuat pelepasliaran jadi dilema. Apalagi, banyak orang utan yang cacat atau sudah tua hingga sulit hidup di alam be- bas, terlebih dengan tekanan pemburu dan perusahaan perkebunan. Dari situlah program yang diinisiasi Yayasan Konservasi Alam Yogyakarta (YKAY) itu memperbesar aktivitas mereka. YKAY yang dipimpin Gusti Kanjeng Ratu Pembayun se- bagai ketua dewan pembina pun merencanakan JOC se- bagai tempat habitat untuk orang utan yang tidak bisa dilepasliarkan. Untuk memenuhi kebutuhan akan habitat yang alami, JOC akan membuat pulau dan kubah yang akan berdiri terpi- sah. “Akan ada empat sampai lima pulau, yang masing- masing bisa menampung em- pat sampai lima orang utan,” jelas Ferry. Pulau dan kubah tersebut juga akan berada di tempat sekarang ini, yakni di lahan Pusat Penyelamatan Satwa Jog- jakarta (PPSJ) yang mencapai 14 hektare. Ferry menjelaskan dua kubah akan dibangun de- ngan ukuran 14 x 14 meter dan tinggi 8 meter. Tiap kubah bisa menampung delapan sampai 12 orang utan. Selain itu, akan ada kubah superbesar berdiamater 125 meter berbentuk lingkaran dengan ketinggian 25 meter. Di bagian tengah kubah superbe- sar ini dibangun pohon-pohon buatan yang terbuat dari padu- an beton dan ranting asli. Pembangunan pulau akan dimulai tahun depan dan diperkirakan menghabiskan dana Rp100 juta. Pemba- ngunan kubah membutuhkan dana Rp15 miliar. “Pemba- ngunan ini dilakukan agar orang utan bisa hidup natural seperti hidup di habitat me- reka,” kata Ferry. Di luar soal rencana kerja JOC, Ferry mengatakan sudah semestinya berbagai pihak mendukung kelestarian o- rang utan, termasuk perusa- haan-perusahaan perkebunan. Pasalnya, keberadaan orang utan sebenarnya sangat me- mengaruhi perkembangbiakan tanaman. Orang utan dapat meme- cahkan 400 jenis biji tanaman. “Malah 30%-nya (biji) hanya mampu dipecahkan oleh orang utan,” terangnya. (M-5) [email protected] SELASA, 20 DESEMBER 2011 15 P OP LINGKUNGAN Banyak orang utan tidak bisa dilepasliarkan lagi. Sebuah yayasan di Yogyakarta pun bertekad membuatkan rumah baru yang serupa habitat si pintar itu. Dari Yogyakarta untuk si Kera Pintar RUMAH KUBAH: JOC berencana membangun pulau dan kubah- kubah untuk tempat hidup orang utan. MI/ARDI T. HARDI BELAJAR BERGELANTUNG: Penjaga mengamati orang utan yang dirawat di Jogja Orangutan Centre (JOC). Naluri orang utan bekas hewan peliharaan itu harus dilatih lagi, termasuk cara bergelantung. DOK. JOGJA ORANGUTAN CENTRE

Upload: vunga

Post on 17-Aug-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SELASA, 20 DESEMBER 2011 Dari Yogyakarta untuk si Kera Pintar filepeliharaan itulah sifat-sifat asli orang utan berubah atau bahkan hilang. Joko dan Ucok, misalnya, awalnya tidak mau

ARDI TERISTI HARDI

SATU jam sudah Par-jono, 24, berada di samping dua orang utan bernama Joko dan

Ucok. Pisang, mangga, se-mangka, hingga madu sudah disodorkan, tapi dua kera be-sar itu tetap ogah pindah dan membiarkan Parjono member-sihkan kandang.

“Mereka cerdik, tidak bisa dibujuk pindah dengan cara yang sama,” ujar Parjono, Jumat (16/12). Jika godaan makanan sudah tidak berha-sil, ia harus lebih keras putar otak untuk membujuk orang

utan tersebut. Lebih dari itu, Parjono dan petugas lainnya juga harus selalu waspada.

Lima orang utan yang ada di tempat itu tidak lincah seperti gambaran umum hewan de-ngan 97% gen mirip manusia tersebut. Saat bergelantungan, mereka kerap jatuh.

Tempat konservasi orang utan itu memang bukan tempat konservasi di Sumatra atau Ka-limantan yang kerap menjadi tujuan orang utan yang baru diselamatkan dari pemburu atau kebakaran hutan. Malah tempat ini berada jauh dari habitat asli tersebut, yakni di Jogja Orangutan Centre (JOC) yang berada di Desa Sendang-sari Village, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.

Orang utan yang dipelihara di situ rata-rata sudah lama terpisah dari habitatnya dan menjadi peliharaan perorang-an. Selama menjadi hewan peliharaan itulah sifat-sifat asli orang utan berubah atau bahkan hilang.

Joko dan Ucok, misalnya, awalnya tidak mau makan buah karena selama dipeli-hara seorang pengusaha asal Solo selalu diberi makan nasi. “Agar mau makan buah, porsi nasinya kita kurangi berta-hap,” tutur Humas JOC, Rosa-lia Setiawati.

Kini, setelah enam bulan tinggal di JOC, orang utan yang masing-masing berusia 8 dan 10 tahun itu sudah mau makan buah meski belum ma-hir bergelantungan.

Selain melanggar UU No 5 Tahun 1990, memelihara o-rang utan nyatanya memang membawa dampak buruk yang panjang. Hilangnya naluri hewan akan membuat orang

utan sulit bertahan hidup jika dilepaskan lagi ke habitatnya (dilepasliarkan).

Tingginya interaksi orang utan dengan manusia juga dihindari. Karena itu, di JOC pun hanya dua orang yang bisa berinteraksi langsung dengan tiap orang utan, yakni sang penjaga (animal keeper) dan dokter hewan.

Pembatasan interaksi de-ngan manusia itu juga bertu-juan meminimalkan penularan penyakit. Dokter hewan JOC, Dian Tresno Wikanti, mengata-kan orang utan dapat tertular penyakit manusia seperti fl u, hepatitis, ataupun AIDS.

Praktik pemeliharaan hewan yang dilindungi itu nyatanya tidak hanya terjadi di Solo. Sebagaimana hasil penyela-matan JOC, kegiatan ilegal itu

juga terjadi di Semarang dan Muntilan.

Manajer Operasional JOC Ferry Ardianto mengatakan keberadaan JOC dirasa makin mendesak karena konservasi orang utan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ada. Di Kalimantan, pusat re-habilitasi telah penuh dengan ratusan ekor orang utan.

Di sisi lain, menurut Ferry, keberadaan konservasi orang utan di Jawa merupakan kon-sekuensi penegakan hukum terhadap orang utan. Penam-pungan orang utan yang disita di wilayah itu harus dipikir-kan.

Kubah raksasaNamun, masalah belum usai

dengan penyelamatan dan pe-mulihan perilaku orang utan.

Makin sempitnya habitat asli membuat pelepasliaran jadi dilema.

Apalagi, banyak orang utan yang cacat atau sudah tua hingga sulit hidup di alam be-bas, terlebih dengan tekanan pemburu dan perusahaan perkebunan.

Dari situlah program yang diinisiasi Yayasan Konservasi Alam Yogyakarta (YKAY) itu memperbesar aktivitas mereka. YKAY yang dipimpin Gusti Kanjeng Ratu Pembayun se-bagai ketua dewan pembina pun merencanakan JOC se-bagai tempat habitat untuk orang utan yang tidak bisa dilepasliarkan.

Untuk memenuhi kebutuhan akan habitat yang alami, JOC akan membuat pulau dan kubah yang akan berdiri terpi-

sah. “Akan ada empat sampai lima pulau, yang masing-masing bisa menampung em-pat sampai lima orang utan,” jelas Ferry.

Pulau dan kubah tersebut juga akan berada di tempat sekarang ini, yakni di lahan Pusat Penyelamatan Satwa Jog-jakarta (PPSJ) yang mencapai 14 hektare. Ferry menjelaskan dua kubah akan dibangun de-ngan ukuran 14 x 14 meter dan tinggi 8 meter. Tiap kubah bisa menampung delapan sampai 12 orang utan.

Selain itu, akan ada kubah superbesar berdiamater 125 meter berbentuk lingkaran dengan ketinggian 25 meter. Di bagian tengah kubah superbe-sar ini dibangun pohon-pohon buatan yang terbuat dari padu-an beton dan ranting asli.

Pembangunan pulau akan dimulai tahun depan dan diperkirakan menghabiskan dana Rp100 juta. Pemba-ngunan kubah membutuhkan dana Rp15 miliar. “Pemba-ngunan ini dilakukan agar orang utan bisa hidup natural seperti hidup di habitat me-reka,” kata Ferry.

Di luar soal rencana kerja JOC, Ferry mengatakan sudah semestinya berbagai pihak mendukung kelestarian o-rang utan, termasuk perusa-haan-perusahaan perkebunan. Pasalnya, keberadaan orang utan sebenarnya sangat me-mengaruhi perkembangbiakan tanaman.

Orang utan dapat meme-cahkan 400 jenis biji tanaman. “Malah 30%-nya (biji) hanya mampu dipecahkan oleh orang utan,” terangnya. (M-5)

[email protected]

SELASA, 20 DESEMBER 2011 15POP LINGKUNGAN

Banyak orang utan tidak bisa dilepasliarkan lagi. Sebuah yayasan di Yogyakarta pun bertekad membuatkan rumah baru yang serupa habitat si pintar itu.

Dari Yogyakarta untuk si Kera Pintar

RUMAH KUBAH: JOC berencana membangun pulau dan kubah-kubah untuk tempat hidup orang utan.

MI/ARDI T. HARDI

BELAJAR BERGELANTUNG: Penjaga mengamati orang utan yang dirawat di Jogja Orangutan Centre (JOC). Naluri orang utan bekas hewan peliharaan itu harus dilatih lagi, termasuk cara bergelantung.

DOK. JOGJA ORANGUTAN CENTRE