selasa, 13 juni 2017 utama mendikbud: siswa tidak di ...gelora45.com/news/sp_2017061303.pdf ·...

1
[JAKARTA] Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menegaskan, konsep sekolah delapan jam sehari atau yang populer dengan sekolah seha- ri penuh (full day school/ FDS) tidak berarti siswa terus-me- nerus berada di sekolah. Pembelajaran bisa dilakukan di luar sekolah, sesuai materi penguatan pendidikan karak- ter yang menjadi tujuan utama konsep FDS. Oleh karenanya, sekolah dimungkinkan beker- ja sama dengan lembaga pendidikan luar sekolah, ter- masuk tempat ibadah dan lembaga pendidikan keaga- maan. “Dalam konsep sekolah delapan jam sehari ini, pendi- dikan karakter mendapat porsi 70% untuk pendidikan dasar, SD dan SMP. Ini tidak meng- ganggu K13 (Kurikulum tahun 2013), bahkan ini complement , menyempurnakan, yaitu ada- nya kegiatan yang sifatnya kokurikuler dan ekstrakuriku- ler. Karena sifatnya kokuriku- ler dan ekstrakurikuler itulah, maka pelaksanaannya tidak harus ada di kelas, bisa di luar sekolah,” tegasnya, Selasa (13/6) pagi. Mendikbud mengungkap- kan, peraturan menteri terkait sekolah delapan jam sehari dan lima hari dalam sepekan tersebut terbit pada Selasa (13/6). Selain itu, ada juga Peraturan Pemerintah (PP) 19/2017 tentang atas Perubahan PP 74/2008 tentang Guru. PP tersebut mengatur waktu kerja guru dan kepala sekolah, yakni 40 jam per pekan dengan waktu istirahat sekitar 30 menit per hari. Dengan demikian, waktu kerja aktif 37,5 jam per pekan. Penguatan Karakter Muhadjir kembali menekankan, konsep sekolah delapan jam sehari ini meni- tikberatkan pada penguatan pendidikan karakter siswa. Ada lima nilai utama yang hendak ditanamkan, yakni religius, nasionalis, gotong royong, mandiri, dan integritas. Dijelaskannya, penguatan karakter tersebut tidak berarti siswa akan belajar selama delapan jam di kelas. Namun, siswa akan didorong melakukan aktivitas yang menumbuhkan budi pekerti serta keterampilan sesuai dengan perkembangan zaman. Aktivitas dimaksud bisa dilakukan di lingkungan tempat ibadah, fasilitas olahraga, sanggar budaya dan sanggar seni, serta tempat- tempat lain yang dapat menjadi sumber belajar. Untuk itu, kegiatan guru menyampaikan materi di kelas harus dikurangi, digantikan dengan aktivitas positif, termasuk mengikuti madrasah diniyah, bagi siswa muslim. “Guru wajib mengetahui dan memastikan di mana dan bagaimana siswanya mengikuti pelajaran agama sebagai bagian dari pengua- tan nilai relijiusitas. Guru wajib memantau siswanya agar terhindar dari pengajaran sesat atau yang mengarah kepada intoleransi,” tegasnya. Untuk itu, kekhawatiran sebagian pihak jika kebijakan delapan jam belajar di sekolah dapat menggerus fungsi madrasah diniyah, dinilai tidak tepat. Sebab, madrasah diniyah justru dapat diintegrasikan dengan pembentukan karakter. “Madrasah diniyah justru diuntungkan karena akan tumbuh dijadikan sebagai salah satu sumber belajar yang dapat bersinergi dengan sekolah dalam menguatkan nilai kar- akter religius,” jelasnya. Dalam konsep tersebut, dia mengakui peran guru sangat vital dalam penguatan pendidikan karakter di sekolah. Dalam hal ini, guru bukan hanya instruktur atau pengajar, tetapi juga penghubung sum- ber-sumber belajar. “Guru juga perlu menjadi gate keepers yang mampu membantu siswa menyaring pengaruh negatif seperti radikalisme dan narkoba. Dan guru juga harus menjadi katalisator yang bisa mengubah potensi anak didik,” terangnya. Ditambahkan, penerapan kebijakan delapan jam belajar dengan lima hari sekolah akan dilaksanakan secara bertahap, disesuaikan dengan kapasitas sekolah. Staf Ahli Mendikbud bidang Pendidikan Karakter Arie Budiman mengatakan, kurikulum pendidikan didesain untuk lebih difokuskan pada pendidikan karakter. Skemanya, untuk tingkat SD, pendidikan karakter mendapat porsi 70% dan 30% pengetahuan umum (70:30), dan di tingkat SMP 60:40. Ari menambahkan, dengan konsep delapan jam belajar di sekolah, maka tugas pekerjaan rumah (PR) yang selama ini menjadi beban siswa, akan ditiadakan. “Semua tugas dikerjakan di sekolah. Di rumah anak sepenuhnya dibimbing oleh orang tua. Untuk itu, guru dan orang tua harus saling berkomunikasi agar perkem- bangan anak diketahui ber- sama,” jelasnya. Sementara itu, Staf Khusus Mendikbud bidang Komunikasi Publik, Nasrullah mengung- kapkan, pagu sekolah yang ditargetkan bisa menerapkan sistem FDS sekitar 1.200-1.500 sekolah. “Namun, yang men- daftar dan siap menerapkannya mencapai sekitar 10.000 sekolah, baik negeri maupun swasta,” ujar Nasrullah. Menanggapi konsep FDS, Direktur Eksekutif Maarif Institute M Abdullah Darraz menilainya bisa untuk melawan radikalisme yang seringkali dilakukan di luar jam sekolah. Diharapkan, sekolah bisa meminimalisasi peran kelom- pok radikal. “Benteng sekolah bisa diperkuat untuk menghalau kelompok radikal dengan memperkaya kehidupan seko- lah dengan kegiatan-kegiatan siswa yang positif dan bera- gam,” jelasnya. Kekhawatiran sebagian pihak harus disikapi dengan pembuktian bahwa implemen- tasi FDS yang tetap memenu- hi hak-hak dan kreativitas anak, termasuk pelibatan lingkungan sekitar sekolah dalam proses pembelajaran. “Adapun asum- si-asumsi penolakan yang dilontarkan sebagian pihak terhadap kebijakan ini hendak- nya dapat didialogkan secara konstruktif,” imbuh dia. Beban Orangtua Namun, bagi pakar pendi- dikan dari UGM, Wuryadi, konsep FDS justru akan menambah beban orangtua siswa. Sebab dengan bertam- bahnya waktu di sekolah, orangtua tentu harus menam- bah uang saku siswa, seperti untuk makan siang. “Orangtua tentunya akan bertambah bebannya. Apakah sekolah akan menyediakan makan siang? Tentu orangtua juga yang harus menanggung- nya,” ucapnya. Jika mengacu pada seko- lah-sekolah yang terlebih dulu menerapkan FDS, Mendiknas harus berpikir ulang. Sebelum diterapkan, harus diperhitung- kan berapa sekolah yang telah memenuhi syarat untuk program tersebut. “Jangan sampai sekolah dipaksa,” tegasnya. [FAT/ARS/YUS/152] 3 Suara Pembaruan Selasa, 13 Juni 2017 Utama Mendikbud: Siswa Tidak di Sekolah Sehari Penuh [JAKARTA] Konsep sekolah sehari penuh (full day school/FDS) yang akan diterapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dinilai hanya cocok di perkotaan. Di wilayah perdesaan, di mana tumbuh nilai-nilai lokal anak membantu orangtua bekerja sepulang sekolah, konsep tersebut tidak bisa berjalan. Kalaupun Kemdikbud ingin menambah materi pembelajaran, harus disesuaikan dengan kebutu- han warga setempat. Pendidikan kewirausahaan dinilai lebih tepat diberikan kepada anak didik di perdesaan. Demikian disampaikan pakar pendidikan Indra Charismiadji. “Gagasan FDS memang paling tepat dilaksanakan di daerah perkotaan, di mana rata-rata orangtua bekerja 5 hari seminggu dan 8 jam per hari,” jelasnya, Selasa (13/6). Untuk daerah perdesaan konsep ini tentu akan menyulitkan orangtua yang bertani, menjadi nelayan, atau berternak, apalagi yang mem- butuhkan bantuan anak-anaknya. “Nilai plus FDS adalah semua kegiatan anak didik akan terkon- sentrasi di satu titik. Ini memu- dahkan dari sisi pola pendidikan- nya. Minusnya tidak semua daerah cocok diterapkan konsep ini,” katanya. Menurutnya dalam penerapan FDS, kegiatan nonakademik harus dipersiapkan matang. Selain itu, kesiapan guru dalam berbagai kondisi pun sangat menentukan berjalannya konsep ini. “Sehingga tidak semua daerah, seperti perde- saan, cocok diterapkan FDS. Harus disesuaikan daerahnya. Pengembangan kewirausahaan mungkin cocok di perdesaan. Sedangkan, Wakil Wali Kota Malang Sutiaji mengingatkan, berbagai fasilitas penunjang harus dilengkapi agar konsep tersebut bisa berjalan efektif. Fasilitas yang dibutuhkan sekolah dimaksud tentu mengikuti alur dan model pem- belajaran yang ditetapkan. Begitu juga dengan kebutuhan bantuan operasional sekolah (BOS) harus diperhitungkan kembali. Sebab konsep FDS membutuhkan tambahan anggaran. Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang Zubaidah menambahkan, fasilitas tambahan yang dibutuhkan adalah untuk menunjang semua aktivitas siswa termasuk untuk mengerjakan tugas dari guru. “Sebab sistem FDS tidak diperkenankan adanya pekerjaan rumah bagi siswa. Jadi tentu perlu sarana penunjang bagi siswa untuk mengerjakan semua tugas dari guru,” ujarnya. Dia juga menyarankan, berba- gai keluhan dan masukan banyak pihak, terutama orangtua yang menghendaki anak-anaknya mem- bantu mencari nafkah selepas sekolah, juga perlu dipertimbang- kan Kemdikbud. Secara terpisah, Bupati Bandung Dadang M Naser ber- harap konsep tersebut segera diterapkan. Dia menegaskan, siswa SMP di wilayahnya sudah siap melaksanakannya. “Saya harap sekolah full day segera terwujud, agar proses be- lajar efektif. Bukan saja belajar akademik, namun bisa mempela- jari hal yang lainnya yang bisa dilakukan di alam terbuka, bahkan dengan padatnya kegiatan belajar, siswa bisa diliburkan setiap hari Sabtu dan Minggu,” tuturnya, Senin (12/6). Terkait hal tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Asep Hilman menambahkan, pihaknya telah mendorong konsep tersebut pada tujuh sekolah. “Sudah dianggarkan dan sudah dua seko- lah di Lembang dan Tanjungsari yang berjalan,” ujar Asep. [R-15/ARS/YUS/153] Full Day School Hanya Tepat di Perkotaan DOK SP Muhadjir Effendy ANTARA/FIQMAN SUNANDA Kondisi sebuah sekolah di di Poso, Sulawesi Tengah yang masih berlantai tanah dan berdinding kayu. Konsep sekolah delapan jam sehari dan lima hari sepekan, belum bisa dilaksanakan secara menyeluruh dan serentak. Sebab, konsep tersebut memerlukan fasilitas penunjang kegiatan belajar-mengajar yang lebih baik.

Upload: dotuyen

Post on 29-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

[JAKARTA] Men te r i Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menegaskan, konsep sekolah delapan jam sehari atau yang populer dengan sekolah seha-ri penuh (full day school/FDS) tidak berarti siswa terus-me-nerus berada di sekolah. Pembelajaran bisa dilakukan di luar sekolah, sesuai materi penguatan pendidikan karak-ter yang menjadi tujuan utama konsep FDS. Oleh karenanya, sekolah dimungkinkan beker-ja sama dengan lembaga pendidikan luar sekolah, ter-masuk tempat ibadah dan lembaga pendidikan keaga-maan.

“Dalam konsep sekolah delapan jam sehari ini, pendi-dikan karakter mendapat porsi 70% untuk pendidikan dasar, SD dan SMP. Ini tidak meng-ganggu K13 (Kurikulum tahun 2013), bahkan ini complement, menyempurnakan, yaitu ada-nya kegiatan yang sifatnya kokurikuler dan ekstrakuriku-ler. Karena sifatnya kokuriku-ler dan ekstrakurikuler itulah, maka pelaksanaannya tidak harus ada di kelas, bisa di luar sekolah,” tegasnya, Selasa (13/6) pagi.

Mendikbud mengungkap-kan, peraturan menteri terkait sekolah delapan jam sehari dan lima hari dalam sepekan tersebut terbit pada Selasa (13/6). Selain itu, ada juga Peraturan Pemerintah (PP) 19/2017 tentang atas Perubahan PP 74/2008 tentang Guru.

PP tersebut mengatur waktu kerja guru dan kepala sekolah, yakni 40 jam per pekan dengan waktu istirahat sekitar 30 menit per hari. Dengan demikian, waktu kerja aktif 37,5 jam per pekan.

Penguatan KarakterM u h a d j i r k e m b a l i

menekankan, konsep sekolah delapan jam sehari ini meni-tikberatkan pada penguatan pendidikan karakter siswa. Ada

lima nilai utama yang hendak ditanamkan, yakni religius, nasionalis, gotong royong, mandiri, dan integritas.

Dijelaskannya, penguatan karakter tersebut tidak berarti siswa akan belajar selama delapan jam di kelas. Namun, siswa akan didorong melakukan aktivitas yang menumbuhkan budi pekerti serta keterampilan sesuai dengan perkembangan zaman. Aktivitas dimaksud bisa dilakukan di lingkungan tempat ibadah, fasilitas olahraga, sanggar budaya dan sanggar seni, serta tempat-tempat lain yang dapat menjadi sumber belajar.

Untuk itu, kegiatan guru menyampaikan materi di kelas harus dikurangi, digantikan dengan aktivitas positif, termasuk mengikuti madrasah diniyah, bagi siswa muslim. “Guru wajib mengetahui dan memastikan di mana dan b a g a i m a n a s i s w a n y a mengikuti pelajaran agama sebagai bagian dari pengua-tan nilai relijiusitas. Guru wajib memantau siswanya agar terhindar dari pengajaran sesat atau yang mengarah kepada intoleransi,” tegasnya.

Untuk itu, kekhawatiran sebagian pihak jika kebijakan delapan jam belajar di sekolah dapat menggerus fungsi madrasah diniyah, dinilai tidak tepat. Sebab, madrasah diniyah justru dapat diintegrasikan dengan pembentukan karakter.

“Madrasah diniyah justru diuntungkan karena akan tumbuh dijadikan sebagai salah satu sumber belajar yang dapat bersinergi dengan sekolah dalam menguatkan nilai kar-akter religius,” jelasnya.

Dalam konsep tersebut, dia mengakui peran guru sangat vital dalam penguatan pendidikan karakter di sekolah. Dalam hal ini, guru bukan hanya instruktur atau pengajar, tetapi juga penghubung sum-ber-sumber belajar. “Guru juga perlu menjadi gate keepers yang mampu membantu siswa menyaring pengaruh negatif seperti radikalisme dan narkoba. Dan guru juga harus menjadi katalisator yang bisa mengubah potensi anak didik,” terangnya.

Ditambahkan, penerapan kebijakan delapan jam belajar dengan lima hari sekolah akan dilaksanakan secara bertahap, disesuaikan dengan kapasitas sekolah.

Staf Ahli Mendikbud

bidang Pendidikan Karakter Arie Budiman mengatakan, kurikulum pendidikan didesain untuk lebih difokuskan pada pendidikan karakter. Skemanya, untuk tingkat SD, pendidikan karakter mendapat porsi 70% dan 30% pengetahuan umum (70:30), dan di tingkat SMP 60:40.

Ar i menambahkan , dengan konsep delapan jam belajar di sekolah, maka tugas pekerjaan rumah (PR) yang selama ini menjadi beban siswa, akan ditiadakan. “Semua tugas dikerjakan di sekolah. Di rumah anak sepenuhnya dibimbing oleh orang tua. Untuk itu, guru dan orang tua harus saling berkomunikasi agar perkem-bangan anak diketahui ber-sama,” jelasnya.

Sementara itu, Staf Khusus Mendikbud bidang Komunikasi Publik, Nasrullah mengung-kapkan, pagu sekolah yang ditargetkan bisa menerapkan sistem FDS sekitar 1.200-1.500 sekolah. “Namun, yang men-

daftar dan siap menerapkannya mencapai sekitar 10.000 sekolah, baik negeri maupun swasta,” ujar Nasrullah.

Menanggapi konsep FDS, Direktur Eksekutif Maarif Institute M Abdullah Darraz menilainya bisa untuk melawan radikalisme yang seringkali dilakukan di luar jam sekolah. Diharapkan, sekolah bisa meminimalisasi peran kelom-pok radikal.

“Benteng sekolah bisa diperkuat untuk menghalau kelompok radikal dengan memperkaya kehidupan seko-lah dengan kegiatan-kegiatan siswa yang positif dan bera-gam,” jelasnya.

Kekhawatiran sebagian pihak harus disikapi dengan pembuktian bahwa implemen-tasi FDS yang tetap memenu-hi hak-hak dan kreativitas anak, termasuk pelibatan lingkungan sekitar sekolah dalam proses pembelajaran. “Adapun asum-si-asumsi penolakan yang dilontarkan sebagian pihak

terhadap kebijakan ini hendak-nya dapat didialogkan secara konstruktif,” imbuh dia.

Beban OrangtuaNamun, bagi pakar pendi-

dikan dari UGM, Wuryadi, konsep FDS justru akan menambah beban orangtua siswa. Sebab dengan bertam-bahnya waktu di sekolah, orangtua tentu harus menam-bah uang saku siswa, seperti untuk makan siang.

“Orangtua tentunya akan bertambah bebannya. Apakah sekolah akan menyediakan makan siang? Tentu orangtua juga yang harus menanggung-nya,” ucapnya.

Jika mengacu pada seko-lah-sekolah yang terlebih dulu menerapkan FDS, Mendiknas harus berpikir ulang. Sebelum diterapkan, harus diperhitung-kan berapa sekolah yang telah memenuhi syarat untuk program tersebut. “Jangan sampai sekolah dipaksa,” tegasnya. [FAT/ARS/YUS/152]

3Sua ra Pem ba ru an Selasa, 13 Juni 2017 Utama

Mendikbud: Siswa Tidak di Sekolah Sehari Penuh

[JAKARTA] Konsep sekolah sehari penuh (full day school/FDS) yang akan diterapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dinilai hanya cocok di perkotaan. Di wilayah perdesaan, di mana tumbuh nilai-nilai lokal anak membantu orangtua bekerja sepulang sekolah, konsep tersebut tidak bisa berjalan.

Kalaupun Kemdikbud ingin menambah materi pembelajaran, harus disesuaikan dengan kebutu-han warga setempat. Pendidikan kewirausahaan dinilai lebih tepat diberikan kepada anak didik di perdesaan.

Demikian disampaikan pakar pendidikan Indra Charismiadji. “Gagasan FDS memang paling tepat dilaksanakan di daerah

perkotaan, di mana rata-rata orangtua bekerja 5 hari seminggu dan 8 jam per hari,” jelasnya, Selasa (13/6).

Untuk daerah perdesaan konsep ini tentu akan menyulitkan orangtua yang bertani, menjadi nelayan, atau berternak, apalagi yang mem-butuhkan bantuan anak-anaknya. “Nilai plus FDS adalah semua kegiatan anak didik akan terkon-sentrasi di satu titik. Ini memu-dahkan dari sisi pola pendidikan-nya. Minusnya tidak semua daerah cocok diterapkan konsep ini,” katanya.

Menurutnya dalam penerapan FDS, kegiatan nonakademik harus dipersiapkan matang. Selain itu, kesiapan guru dalam berbagai kondisi pun sangat menentukan

berjalannya konsep ini. “Sehingga tidak semua daerah, seperti perde-saan, cocok diterapkan FDS. Harus d i s e s u a i k a n d a e r a h n y a . Pengembangan kewirausahaan mungkin cocok di perdesaan.

Sedangkan, Wakil Wali Kota Malang Sutiaji mengingatkan, berbagai fasilitas penunjang harus dilengkapi agar konsep tersebut bisa berjalan efektif. Fasilitas yang dibutuhkan sekolah dimaksud tentu mengikuti alur dan model pem-belajaran yang ditetapkan.

Begitu juga dengan kebutuhan bantuan operasional sekolah (BOS) harus diperhitungkan kembali. Sebab konsep FDS membutuhkan tambahan anggaran.

Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang Zubaidah

menambahkan, fasilitas tambahan yang dibutuhkan adalah untuk menunjang semua aktivitas siswa termasuk untuk mengerjakan tugas dari guru. “Sebab sistem FDS tidak diperkenankan adanya pekerjaan rumah bagi siswa. Jadi tentu perlu sarana penunjang bagi siswa untuk mengerjakan semua tugas dari guru,” ujarnya.

Dia juga menyarankan, berba-gai keluhan dan masukan banyak pihak, terutama orangtua yang menghendaki anak-anaknya mem-bantu mencari nafkah selepas sekolah, juga perlu dipertimbang-kan Kemdikbud.

Secara terpisah, Bupati Bandung Dadang M Naser ber-harap konsep tersebut segera diterapkan. Dia menegaskan,

siswa SMP di wilayahnya sudah siap melaksanakannya.

“Saya harap sekolah full day segera terwujud, agar proses be- lajar efektif. Bukan saja belajar akademik, namun bisa mempela-jari hal yang lainnya yang bisa dilakukan di alam terbuka, bahkan dengan padatnya kegiatan belajar, siswa bisa diliburkan setiap hari Sabtu dan Minggu,” tuturnya, Senin (12/6).

Terkait hal tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Asep Hilman menambahkan, pihaknya telah mendorong konsep tersebut pada tujuh sekolah. “Sudah dianggarkan dan sudah dua seko-lah di Lembang dan Tanjungsari yang berjalan,” ujar Asep. [R-15/ARS/YUS/153]

Full Day School Hanya Tepat di Perkotaan

dok sp

Muhadjir Effendy

ANTARA/FiqmAN suNANdA

Kondisi sebuah sekolah di di Poso, Sulawesi Tengah yang masih berlantai tanah dan berdinding kayu. konsep sekolah delapan jam sehari dan lima hari sepekan, belum bisa dilaksanakan secara menyeluruh dan serentak. sebab, konsep tersebut memerlukan fasilitas penunjang kegiatan belajar-mengajar yang lebih baik.