sektor publik by asep effendi r usb ypkp bandung
DESCRIPTION
sektor publik, pengendalian intern, kinerja, pertanggungjawaban, pengawasan, otonomi daerah,administrasi publikTRANSCRIPT
1
A. MEMAHAMI TATAKELOLA PEMERINTAHAN (GOVERNANCE)
1. ARTI PENTING TATAKELOLA PADA ORGANISASI BESAR
satu triger ( pemicu ), yang mempercepat berbagai perubahan di era reformasi
adalah perkembangan yang semakin pesat dalam bidang teknologi informasi. Perubahan
dimaksud mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk perubahan yang tidak
dapat dihindarkan dalam tatanan pemerintahan dan pembangunan.
Kondisi pemerintah, diberbagai negara di seluruh dunia, baik dinegara
berkembang maupun negara maju, sejak awal abad ke 20, memuncak kondisi kritis, yang
salah satunya ditandai dengan adanya kesenjangan antara tuntutan masyarakat di satu sisi
yang semakin tinggi, sedangkan disisi lain, kemampuan pemerintah untuk memenuhi
tuntutan tersebut semakin terbatas. Pemerintah tidak terkecuali Indonesia dewasa ini
tengah berada pada batas kapasitasnya, dimana setiap penambahan beban baru
penyelenggaraan pemerintah, maka hal termaksud akan berarti mengurangi kemampuan
dan kapasistas kinerja pemerintah pada bidang yang lainnya. Hasil penelitian yang
dilakukan Booz-Allen dan Hamilton tahun 1998 menunjukkan bahwa indeks good
corporate governance Indonesia adalah yang paling rendah di negara-negara Asia Timur
lainnya, Indeks GCG Indonesia adalah 2,88 , Malayasia 7,72 , Thailand 4,89, Singapura
8,92 , dan Jepang 9,17 sedangkan Hasil survei Mc Kinsey & Company yang dilakukan
di tahun 2001 juga masih menunjukkan bahwa tingkat kualitas corporate governance
Indonesia paling rendah, yaitu nilainya, 1,1 ( dari skala 1-5 point), dibawah Malaysia
( 1,3-1,7), Thailand (1,5-1,8), Korea (1,8-2,2 ),Taiwan (2,3-2,6 ) dan Jepang (2,2-2,8).
2
Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tata cara
penyelengaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya
berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme yang sulit diberantas, masalah
penegakkan hukum yang sulit berjalan, monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas
pelayanan kepada masyarakat yang buruk.
Masalah tersebut menghambat proses pemulihan ekonomi Indonesia, sehingga sejumlah
pengangguran semakin meningkat, jumlah penduduk makin meningkat, tingkat kesehatan
menurun, dan munculnya berbagai konflik antar daerah yang menganggap persatuan dan
kesatuan negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, good governance perlu segera
dilakukan agar permasalah yang timbul dapat segera dipecahkan dan juga proses
pemulihan ekonomi dapat dilaksnakan dengan baik dan lancar.
Pemerintahan Daerah merupakan organisasi yang sangat besar, bahkan mungkin
yang paling besar diantara organisasi–organisasi yang ada di daerah. Organisasi besar
mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan masyarakat luas, memperkerjakan
jumlah staff yang banyak, dan menguasai aset, infrastruktur, dan dana publik dalam
jumlah yang besar. Pemerintah daerah juga memiliki kewajiban kepada masyarakat untuk
accountable (bertanggungjawab) dan transparan atas semua kegiatan operasionalnya.
Kegagalan dalam mengelola organisasi yang besar akan memiliki dampak terhadap
masyarakat luas, mempengaruhi banyak karyawan, dan dapat menimbulkan kerugian
besar terhadap aset dan dana publik. Kegagalan pengelolaan organisasi pemerintah
daerah juga akan dengan segera mengundang perhatian dan penelaahan oleh masyarakat
dan lembaga publik lainnya.
3
2. DEFINISI GOVERNANCE (TATAKELOLA) PEMERINTAHAN DAERAH
Tatakelola (governance) pada pemerintah daerah adalah prinsip, pendekatan dan
cara bagaimana pemerintah daerah menjalankan kegiatannya agar dapat mencapai
tujuannya dan memenuhi tanggungjawabnya. Dengan governance yang baik, pemerintah
daerah dapat menghindari kegagalan pengelolaan yang berdampak besar seperti tersebut
di atas.
Governance mencakup keterkaitan bagaimana pemerintah daerah, perwakilan
masyarakat (DPRD), organisasi publik lainnya, dan mitra-mitra yang terkait menjalankan
peran dan tanggungjawabnya, dan mencapai tujuan untuk melayani masyarakat dan
pemakai layanan secara ekonomis, efisien, efektif, dan sesuai kaidah etika yang baik.
Good governance mendorong terciptanya manajemen publik yang baik, kinerja
pemerintahan yang baik, pengelolaan dana publik yang lebih baik, pelibatan partisipasi
masyarakat yang lebih baik, dan pada gilirannya mendorong tersedianya hasil dan
outcome yang baik bagi warga daerah maupun pemakai layanan pemerintah daerah
(CIPFA,2006).
B. PRINSIP TATAKELOLA PEMERINTAHAN
1. PRINSIP TATAKELOLA PEMERINTAHAN DAERAH MENURUT CIPFA
(INGGRIS)
Organisasi profesi auditing, akuntansi, dan keuangan sektor publik di Inggris,
CIPFA (The Chartered Institute of Public Finance & Accountancy), merumuskan enam
prinsip dasar dari good governance (tatakelola yang baik) dalam The Good Governance
Standards for Public Services, sebagai berikut:
4
(i) Fokus pada tujuan pemerintah daerah, dan pada outcomes bagi masyarakatnya, serta
menciptakan dan menerapkan visi yang jelas bagi masyarakat daerahnya;
(ii) Kerjasama antara eksekutif dan legislatif untuk mencapai tujuan bersama, dengan
pembagian peran dan fungsi yang jelas;
(iii) Mempromosikan nilai-nilai dasar pemerintahan daerah, dan menunjukkan
pentingnya good governance melalui kata-kata dan tindakan;
(iv) Mengambil keputusan secara transparan, berdasarkan informasi dan pengelolaan
risiko yang baik, dan terbuka bagi penelaahan oleh publik;
(v) Mengembangkan kemampuan dan kapasitas eksekutif dan legislatif;
(vi) Melibatkan masyarakat daerah dan stakeholders lainnya agar tercipta akuntabilitas
yang kokoh.
a. Fokus pada tujuan, outcomes, dan visiGovernance yang baik memberi kepastian bahwa
pemerintah daerah dapat mencapai visi dan tujuannya, dapat menghasilkan outcomes
yang tepat bagi masyarakat dan pemakai jasanya, dan beroperasi secara efisien, efektif
dan etis. Tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh pemerintah daerah harus disusun secara
jelas dan fokus. Hal ini akan menjadi pedoman untuk semua komponen pemerintahan dan
termasuk masyarakat di dalam bertindak.
Fokus berarti memastikan bahwa kualitas pelayanan terbaiklah yang
diterima oleh masyarakat. Prinsip ini mencakup tiga komponen, yaitu (1) memahami
dengan jelas akan tujuan/misi organisasi, dan outcomes yang akan diberikan kepada
masyarakat; (2) memastikan bahwa masyarakat menerima layanan dengan kualitas
terbaik; dan (3) memastikan bahwa masyarakat menerima manfaat yang paling baik
(value for money). Prinsip ini mencakup pula perlunya pemerintah daerah untuk
5
menciptakan dan menerapkan visi bagi daerahnya. Komponen pertama menuntut
daerah agar mampu menyatakan dengan jelas visi, misi dan tujuan-tujuan pemerintah
daerah sebagai dasar untuk penyusunan perencanaan daerah. Tujuan yang jelas dan
dikomunikasikan dengan baik akan dapat menuntun tindakan dan keputusan semua aparat
pemerintah daerah, dan pihak lain yang terkait, menuju penyelenggaraan pemerintahan
yang efektif. Selain visi/tujuan yang jelas, prinsip ini juga menuntut pemerintah daerah
untuk menetapkan outcomes apa yang ingin diberikan kepada masyarakat dan pemakai
jasanya. Secara reguler, pemerintah daerah harus mereviu keputusan-keputusan yang
telah diambil dalam rangka memastikan bahwa keputusan dan tindakan tersebut
mengarah pada pencapaian tujuan organisasi dan menyumbang terhadap terciptanya
outcomes yang ingin diberikan kepada masyarakat dan pemakai jasanya. Dalam modul
ini, penetapan visi, misi dan tujuan organisasi dibahas dalam Bab selanjutnya,
Perencanaan Stratejik. Komponen kedua dan ketiga menuntut pemerintah daerah
memastikan bahwa masyarakat menerima layanan secara berkelanjutan dan berkualitas
dengan mendengarkan masukan dan informasi dari masyarakat. Kualitas layanan
merupakan ukuran yang sangat penting untuk menentukan seberapa efektif suatu
organisasi bekerja. Pemerintah daerah harus memiliki pernyataan visi dan tujuan yang
jelas sebagai dasar penyusunan rencana daerah
Pemerintah daerah harus menetapkan bagaimana kualitas layanan akan diukur,
dan harus memastikan bahwa pemerintah memiliki informasi yang cukup untuk
mengevaluasi kualitas pelayanannya secara teratur. Pemerintah daerah melakukan
perbandingan dan analisis mengenai pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah
lainnya. Perbandingan
6
mengenai kualitas pelayanan meliputi efisiensi, efektifitas dan kualitas
pelayanan. Dalam modul ini, pembahasan lebih lanjut mengenai
komponen ini terdapat dalam Bab 3, Pengukuran Kinerja.
Box berikut ini memberikan contoh penerapan prinsip ini di pemerintah
daerah :
Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik 04
PENYUSUNAN VISI DAN MISI SECARA PARTISIPATIF
DI KOTA SAWAHLUNTO
Permasalahan
Selama ini boleh dikatakan visi dan misi kota Sawahlunto yang ada
dirumuskan atas keinginan dan milik Pemerintah Daerah, sehingga visi kota
yaitu “Sawahlunto Kota Idaman” (Indah Damai Aman dan Nyaman) hanya
merupakan slogan indah belaka yang tidak jelas kemana arahnya dan
usaha-usaha apa yang akan diwujudkan untuk mencapai visi tersebut. Ada
opini yang dibangun melalui studi oleh Lembaga Studi ITB tentang potensi
wisata di Kota Sawahlunto berupa peninggalan bangunan peninggalan
Belanda dan gedung-gedung yang pernah digunakan sebagai bangunan
tambang batu bara.
Strategi
Strategi yang kemudian dilakukan untuk mengarahkan pengembangan Kota
Sawahlunto adalah dengan mengganti visi kota yang lama dengan
merumuskan visi misi baru. Hal ini dilakukan pemerintah daerah bersama-sama
dengan masyarakat, yang melibatkan juga pendapat tenaga ahli/pakar.
7
Untuk merumuskan visi baru yang lebih realistis dengan melibatkan partisipasi
masyarakat, diadakanlah lokakarya visi misi kota. 300 orang yang terdiri
dari semua unsur yang ada di Kota Sawahlunto diundang untuk menghadiri
lokakarya ini. Lokakarya ini diawali dengan penjelasan teknis penyusunan
visi misi oleh pihak BUILD yang selanjutnya disepakati karakteristik visi
yang bersifat spesifik, ada rentang waktu, realita berorientasi pada
kesejahteraan masyarakat dan ada komitmen bersama.
Penjelasan ini dimaksudkan sebagai proses penyamaan persepsi. Para
undangan lokakarya juga dilampirkan konsep visi misi Kota Sawahlunto
yang telah disusun oleh tim Pemkot, yaitu KOTA IDAMAN, agar peserta
dapat mempelajari dan menyampaikan tanggapannya pada lokakarya. Dalam
pelaksanaan lokakarya, visi misi kota tersebut diatas ditolak oleh komponen
PRINSIP TATAKELOLA PEMERINTAHAN DAERAH MENURUT LGA
(AUSTRALIA)
Standar good governance (tatakelola pemerintah yang baik) di Australia
berpegang kepada lima prinsip: Akuntabilitas, Nilai-nilai dasar, Leadership,
Tranparansi, dan Pelibatan masyarakat.
a. Akuntabilitas
Akuntabilitas berarti mengedepankan sikap keterbukaan, kejujuran, dan
kesediaan menerima tanggung jawab atas keputusan yang diambil, dan
atas kinerja yang dicapai.
Untuk memenuhi prinsip akuntabilitas ini, pemimpin dan aparat pemerintah
daerah harus :
8
Memahami akuntabilitas secara formal di dalam ketatapemerintahan�
maupun secara informal kepada masyarakat
Mengambil langkah-langkah aktif untuk membangun dialog dan�
mengembangkan akuntabilitas kepada masyarakat
Terlibat secara efektif dengan berbagai � stakeholder daerah
b. Nilai-nilai dasar
Mengedepankan dan menunjukkan sikap melalui perilaku yang tepat
dan etis. Untuk memenuhi prinsip akuntabilitas ini, pemimpin dan aparat
pemerintah daerah harus :
Menanamkan, mengartikulasikan dan mempraktekkan nilai-nilai yang�
dianut oleh pemerintah daerah
Memastikan bahwa nilai-nilai yang dianut oleh pemerintah daerah�
dijalankan dengan efektif
Memastikan bahwa praktek kepemimpinan yang dijalankan menganut�
standar nilai yang tinggi
c. Kepemimpinan
Menanamkan visi, arah serta peran pemerintahan daerah secara jelas
Untuk memenuhi prinsip akuntabilitas ini, pemimpin dan aparat pemerintah
daerah harus :
Jelas di dalam memilah peran dan tanggung jawab individu maupun�
kolektif untuk menjamin pelaksanaan tugas yang berkualitas dan
pengukuran kinerja pemerintah daerah
Jelas di dalam membangun hubungan/relasi dan memahami apa�
9
yang dapat diharapkan dari setiap hubungan yang dibangun
Memastikan terbangunnya hubungan kerja yang konstruktif dengan�
pihak-pihak, termasuk dengan legislatif daerah (DPRD)
15
Jelas di dalam mengkomunikasikan tujuan, visi dan hasil yang
diharapkan untuk masyarakat
Memahami batas-batas kegiatan dan tanggung jawab umum yang�
ditetapkan secara hukum serta menggunakannya untuk kepentingan
masyarakat.
d. Transparansi
Menginformasikan secara transparan atas keputusan-kuputusan dan
pengelolaan resikonya. Untuk memenuhi prinsip akuntabilitas ini, pemimpin
dan aparat pemerintah daerah perlu:
Tepat, tegas dan terbuka terkait dengan bagaimana keputusan dibuat,�
mendengar dan bertindak secara seksama terhadap hasil-hasil
keputusan
Memiliki dan menggunakan informasi, saran-saran serta dukungan�
untuk memastikan bahwa layanan telah diberikan secara efektif
dengan menyeimbangkan antara keinginan dan prioritas kebutuhan
masyarakat
10
Memastikan sistem manajemen resiko yang efektif telah dibuat,�
dilaksanakan dan dikaji ulang secara rutin.
e. Pelibatan Masyarakat
Melibatkan berbagai lapisan masyarakat berarti mewujudkan akuntabilitas
Untuk memenuhi prinsip akuntabilitas ini, pemimpin dan aparat pemerintah
daerah perlu:
Menjalankan kepemimpinan secara efektif melalui pelibatan dan�
pengembangan hubungan yang konstruktif dengan masyarakat.
Mengambil peran aktif di dalam melakukan pendekatan dan dialog�
dengan masyarakat untuk memastikan bahwa masyarakat telah
mendapatkan layanan yang tepat dan efektif.
Mempertimbangkan penggunaan sumber daya (anggaran) secara�
terencana dan dapat dipertanggungjawabkan.
3. PRAKARSA DI INDONESIA
Sekretariat Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahan
yang Baik, BAPPENAS, dan Local Governance Support Program (LGSP)
memprakarsai identifikasi penerapan prinsip tatakelola pemerintahan yang
baik di Indonesia, dan merumuskan sepuluh prinsip sebagai berikut.
1. Wawasan kedepan (Visionary)
2. Keterbukaan dan transparansi (openness and transparency)
3. Partisipasi masyarakat (participation)
11
19
Setelah mempelajari bagian ini, diharapkan pembaca dapat :
Menjelaskakan arti penting perencanaan strategis (renstra) sebagai�
fondasi tata kelola pemerintahan daerah.
Menerangkan perlunya � Good Governance dan Reinventing Government.
Menjelaskan makna dan manfaat perencanaan strategis bagi instansi�
pemerintah.
Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor Publik
Sistem otonomi daerah mengamanatkan agar Pemerintah daerah
(Pemda) dapat mengatur dan mengurus sendiri kegiatan pemerintahan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan
daya saing daerah. Hal ini baru dapat dicapai apabila terwujud Good Governance
yang merupakan cita-cita negara dan bangsa Indonesia, sebagaimana
diamanatkan melalui Inpres 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah.
Membangun tatakelola kepemerintahan yang baik (Good Governance)
tidak semata-mata dengan memperbaiki institusi pemerintah saja, namun juga
melibatkan unsur masyarakat dan pihak swasta karena ketiga pilar itulah yang
secara kait mengait dapat membangun Good Governance sebagaimana
gambar dibawah ini :
2
12
2.1.3. Tata Kelola Pemerintahan
Salah satu triger ( pemicu ), yang mempercepat berbagai perubahan di era
reformasi adalah perkembangan yang semakin pesat dalam bidang teknologi informasi.
Perubahan dimaksud mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk perubahan
yang tidak dapat dihindarkan dalam tatanan pemerintahan dan pembangunan.
Kondisi pemerintah, diberbagai negara di seluruh dunia, baik dinegara
berkembang maupun negara maju, sejak awal abad ke 20, memuncak kondisi kritis, yang
salah satunya ditandai dengan adanya kesenjangan antara tuntutan masyarakat di satu sisi
yang semakin tinggi, sedangkan disisi lain, kemampuan pemerintah untuk memenuhi
tuntutan tersebut semakin terbatas. Pemerintah tidak terkecuali Indonesia dewasa ini
tengah berada pada batas kapasitasnya, dimana setiap penambahan beban baru
penyelenggaraan pemerintah, maka hal termaksud akan berarti mengurangi kemampuan
dan kapasistas kinerja pemerintah pada bidang yang lainnya. Hasil penelitian yang
dilakukan Booz-Allen dan Hamilton tahun 1998 menunjukkan bahwa indeks good
corporate governance Indonesia adalah yang paling rendah di negara-negara Asia Timur
lainnya, Indeks GCG Indonesia adalah 2,88 , Malayasia 7,72 , Thailand 4,89, Singapura
8,92 , dan Jepang 9,17 sedangkan Hasil survei Mc Kinsey & Company yang dilakukan
di tahun 2001 juga masih menunjukkan bahwa tingkat kualitas corporate governance
Indonesia paling rendah, yaitu nilainya, 1,1 ( dari skala 1-5 point), dibawah Malaysia
( 1,3-1,7), Thailand (1,5-1,8), Korea (1,8-2,2 ),Taiwan (2,3-2,6 ) dan Jepang (2,2-2,8).
Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tata cara
penyelengaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya
berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme yang sulit diberantas, masalah
13
penegakkan hukum yang sulit berjalan, monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas
pelayanan kepada masyarakat yang buruk.
Masalah tersebut menghambat proses pemulihan ekonomi Indonesia, sehingga sejumlah
pengangguran semakin meningkat, jumlah penduduk makin meningkat, tingkat kesehatan
menurun, dan munculnya berbagai konflik antar daerah yang menganggap persatuan dan
kesatuan negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, good governance perlu segera
dilakukan agar permasalah yang timbul dapat segera dipecahkan dan juga proses
pemulihan ekonomi dapat dilaksnakan dengan baik dan lancar.
Kaitan dengan konsepsi Tata Kelola Pemerintahan (good governance), maka
secara konseptual pengertian ”good” dalam istilah kepemeritahan yang baik,
mengandung 2 ( dua ) pemahaman ; pertama , nilai yang menjunjung tinggi keinginan/
kehendak rakyat dan nilai – nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam
pencapaian tujuan ( nasional ) kemandirian , pembangunan berkelanjutan dan keadilan
sosial. Kedua, aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam
pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut.
Pengertian good governance, adalah wujud penyelenggaraan pemerintahan negara
yang solid dan bertangung jawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga kesinergian
interaksi yang konstruktif diantara domain negara, sektor swasta dan masyarakat. (LAN,
2000 )
Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000, merumuskan arti good governance
adalah kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip
profesionalitas, akuntabilitas, supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh
masyarakat.
14
Berikutnya UNDP (1997), mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip yang
harus dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan kepemerintahan yang
baik, meliputi : 1. Participation (partisipasi ), 2. Rule of law ( aturan hukum ), 3.
Tranparancy ( transparansi ), 4. Responsiveness ( daya tanggap), 5. Consensus
orientation ( berorientasi pada konsensus ), 6. Equity ( berkeadilan ), 7. Effectiveness
and efficiency ( efektivitas dan efisiensi), 8. Accountability
( akuntanbilitas), 9. Strategic vision ( visi strategis).
Dari telusuran keberagaman wacana good governance, terdapat sekumpulan nilai-
nilai yang sebenarnya telah diterapkan di Indonesia sebagai nilai-nilai yang sebenarnya
telah tertanam hidup diakar budaya masyarakat Indonesia. Empat belas karakteristik
yang dapat terhimpun dari telusuran wacana good governance, yaitu :
1. Berwawasan kedepan ( visi strategis)
2. Terbuka ( transparan )
3. Cepat tanggap ( responsif )
4. Bertanggung jawab/ bertanggung gugat ( akuntabel)
5. Profesional dan kompeten
6. Efisiensi dan efektif
7. Desentralistis
8. Demokratis
9. Mendorong partisipasi masyarakat
10. Menjunjung supremasi hukum
11. Mendorong kemitraan dengan swasta dan masyarakat
12. Berkomitmen pada pengurangan kesenjangan
13. Berkomitmen pada tuntutan pasar
14. Berkomitmen pada lingkungan hidup (Tim Pengembangan Good Public
Governance, Bapenas 2000)
15
Dalam Konfrensi Nasional Kepemerintahan Daerah, pada bulan Oktober 2001
telah disepakati sepuluh prinsip Kepemerintahan Daerah oleh seluruh anggota Asosiasi
Pemerintahan Kabupaten seluruh Indonesia (APKASI), Asosiasi Pemerintah Kota
Seluruh Indonesia (APEKSI), Asosiasi DPRD Kabupaten seluruh Indonesia (ADKASI)
dan Asosiasi DPRD Kota seluruh Indonesia (ADEKSI), menetapkan prinsip-prinsip
pemerintahan , sebagai berikut :
1. Prinsip Partisipasi
2. Prinsip Penegakan hukum
3. Prinsip Transparansi
4. Prinsip Kesetaraan
5. Prinsip Daya Tanggap
6. Prinsip Wawasan kedepan
7. Prinsip Akuntabilitas
8. Prinsip Pengawasan
9. Prinsip Efisiensi dan efiktivitas
10. Prinsip Profesionalisme
Prinsip- prinsip good governance dalam praktek penyelenggaraan negara
dituangkan dalam 7 (tujuh ) asas - asas umum penyelenggaraan negara sebagaimana
dimaksud dalam UU No 28 tahun 1999, tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan
bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Asas – asas tersebut meliputi :
1. Asas Kepastian hukum
2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara
3. Asas Keterbukaan
4. Asas Proporsionalitas
5. Asas Profesionalitas
6. Asas Akuntabilitas
16
Keseluruhan prinsip good governance tersebut saling memperkuat, terkait, dan
tidak dapat berdiri sendiri, yang kemudian dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 ( empat)
unsur/ prinsip utama yang dapat memberi gambaran administrasi publik yang berciri
kepemerintahan yang baik, yaitu : Akuntabilitas, adanya kewajiban bagi aparatur
pemerintah untuk bertindak selaku penanggung jawab dan penanggung gugat segala
tindakan dan kebijakan yang ditetapkannya. Transparansi, Kepemerintahan yang baik
akan bersifat transaparan terhadap masyarakatnya, baik tingkat pusat maupun daerah.
Keterbukaan, menghendaki terbukanya kesempatan bagi rakyat untuk mengajukan
tanggapan dan kritik terhadap pemerintah yang dinilai tidak transparan. Aturan hukum,
adanya jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat terhadap setiap kebijakan
publik yang ditempuh.
Dengan demikian , untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik pada dasarnya
harus melibatkan unsur-unsur dalam kepemerintahan ( Governance Stakeholders ) yang
dikenal dengan 3 (tiga ) pilar, yaitu : Negara/ Kepemerintahan, konsepsi kepemerintahan
pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan, yang melibatkan sektor swasta dan
kelembagaan masyarakat. Sektor swasta, pelaku sektor swasta mencakup perusahaan
swasta yang aktif dalam interaksi sistem pasar. Masyarakat, kelompok masyarakat dalam
konteks kenegaraan yang pada dasarnya berada diantara pemerintah dan perorangan,
yang mencakup baik perorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara
sosial, politik dan ekonomi.
Berdasarkan hal tersebut diatas, untuk mewujudkan good governance, diperlukan
manajemen penyelenggaraan pemerintah yang baik dan handal, yakni manajemen yang
17
kondusif, responsif dan adaptif, sehingga dapat menciptakan sistem administrasi publik
dengan pendekatan pelayanan publik yang relevan bagi masyarakat.
Dalam kaitannya dengan reformasi pemerintahan yang sedang berjalan di
Indonesia , perubahan paradigma memiliki relevansi yang signifikan, khususnya dalam
rangka mengembalikan kepercayaan masyarakat, meningkatkan partisipasi masyarakat,
serta upaya pencegahan dan pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Agar
kepemerintahan yang baik dapat direalisasikan, maka dibutuhkan komitmen dari semua
pihak, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat, dengan mengadakan kemitraan yang
baik, integritas, profesionalisme dan etos kerja serta moral yang tinggi.
2.1.3. Fraud
Sebenarnya apakah yang dimaksud dengan fraud atau kecurangan
tersebut ?.Tindakan atau kegiatan apa sajakah yang dikategorikan sebagai fraud ?
Secara harfiah arti kata fraud adalah kecurangan, namun pengertian ini
telah dikembangkan lebih lanjut sehingga mempunyai cakupan yang luas. Black’s Law
Dictionary fraud menguaraikan pengertian fraud mencakup segala macam yang dapat
dipikirkan manusia, dan yang diupayakan oleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan
dari orang lain dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan mencakup semua
cara yang tidak terduga, penuh siasat, licik, tersembunyi, dan setiap cara yang tidak jujur
yang menyebabkan orang lain tertipu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa fraud adalah
perbuatan curang (cheating) yang berkaitan dengan sejumlah uang atau properti.
Pengertian fraud dikemukakan juga oleh the Institute of Internal Auditors
(IIA), yaitu ” An array of irregularities and illegal acts characterized by intentional
18
deception “; sekumpulan tindakan yang tidak diijinkan dan melanggar hukum yang
ditandai dengan adanya unsur kecurangan yang disengaja.
Menurut Mark R Simmons, suatu tindakan dianggap sebagai suatu fraud
jika memenuhi empat kriteria, berikut :
1. tindakan tersebut dilakukan oleh pelaku secara sengaja.
2. terdapat korban yang menganggap, karena tidak tahu keadaan
sebenarnya, bahwa tindakan pelaku adalah wajar dan benar. Pelaku
dan korban dapat berupa individu, kelompok, atau organisasi.
3. korban percaya dan bertindak atas dasar tindakan pelaku.
4. korban dirugikan oleh tindakan pelaku.
Salah satu tindakan yang memenuhi kriteria diatas, yang cukup kerap
terjadi di banyak organisasi adalah kecurangan dalam proses pengadaan. Pelaku biasanya
adalah orang atau kelompok dalam perusahaan yang menerima imbalan dari salah satu
rekanan yang terlibat dalam proses pengadaan tersebut. Orang dalam tersebut bertindak
sedemikian rupa sehingga rekanan yang memberi imbalan dapat memenangkan proses
pengadaan walaupun harga yang ditawarkan lebih besar dari yang sewajarnya, jika pihak
manajemen tidak mengetahui tindakan pelaku maka menganggap bahwa proses
pengadaan telah dilakukan dengan semestinya sesuai dengan aturan yang ada. Atas
kepercayaan kepada pelaku maka manajemen akan menyetujui mengadaan tersebut dan
ini akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan.
Pelaku fraud dalam sebuah organisasi dapat berasal dari berbagai
tingkatan, mulai dari level bawah, pihak menajemen, hingga pemilik organisasi. Pelaku
fraud biasanya menjalankan aksinya dalam tiga langkah. Pertama, melakukan tindakan
(act) yang tidak sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Misalnya, menerima
19
imbalan dari rekanan yang terlibat dalam proses pengadaan dan berusaha memenangkan
rekanan tersebut. Kedua, melakukan penyembunyian ( concealment) atas tindakannya.
Misalnya, dengan membuat perkiraan ( owner estimation, ”OE”) yang disesuaikan
dengan harga yang akan ditawarkan oleh rekanan, walaupun lebih besar dari yang
sewajarnya. Dengan perkiraan tersebut, penawaran rekanan akan memenuhi kriteria
untuk memenangkan proses pengadaan dan disetujui oleh manajemen. Ketiga ,
memperlakukan sesuatu yang bukan haknya sebagai milik sendiri ( conversion).
Misalnya, menggunakan uang imbalan yang diterima dari rekanan untuk kepentingan
pribadi, walaupun sebenarnya uang tersebut bukan haknya dan telah diperhitungkan oleh
rekanan dalam menentukan harga yang harus dibayar oleh perusahaan.
Contoh diatas adalah salah satu contoh fraud yang dilakukan oleh
individu/kelompok dari dalam dan dari luar organisasi tersebut. Masih banyak contoh
tindakan fraud yang dilakukan oleh individu/ kelompok dari dalam organisasi atau dari
luar organisasi, diantaranya ; penggelapan asset, mengalihkan transaksi yang
menguntungkan kepada pihak luar, menyembunyikan atau menyajikan secara keliru suatu
kejadian atau data tertentu, mengajukan klaim atas barang atau jasa fiktif pada organisasi,
dan lain-lain. Selain motif untuk memperoleh keuntungan individu, terdapat pula kondisi
dimana fraud dilakukan untuk keuntungan organisasi. Contoh fraud yang dilakukan untuk
kepentingan organisasi diantaranya : menyembunyikan informasi penting untuk
memperbaiki penyajian laporan keuangan organisasi, memberikan suap, sogokan, atau
hadiah kepada pihak tertentu, penggelapan pajak, melakukan kegiatan bisnis yang
melanggar hukum, dan lain-lain.
20
Apa yang menyebabkan orang atau sekelompok orang melakukan
tindakan fraud ?. Pertanyaan ini telah sering dilontarkan dan menggoda para ahli untuk
menyelidikinya. Salah satu teori yang disampaikan Donald Cressey menjelaskan bahwa
fraud dilakukan karena adanya tiga hal (fraud triangle), yaitu motif atau tekanan,
kesempatan, dan rasionalisasi atau kecenderungan pelaku untuk membenarkan
tindakannya.
Gambar 2.2, Fraud Triangle
Motif dan tekanan pada diri orang atau kelompok untuk melakukan
tindakan fraud berupa dorongan yang dapat disebabkan oleh berbagai macam keadaan.
Misalnya adanya kebutuhan keuangan yang mendesak, keinginan yang belum terpuaskan,
ketidak puasan terhadap organisasi sehingga melakukan balas dendam, atau adanya
tekanan dari pihak lain seperti atasan untuk melakukan kecurangan.
Insentif/tekanan (Incentive/pressure)Manajemen atau karyawan memiliki insentif atau tekanan yang menjadi motivasi terjadinya fraud
Rasionalisasi/ Sikap(Rationalization/Attitude )mereka yang terlibat dalam fraud
dapat melakukan pembenaran bahwa fraud konsisten dengan kode
etik pribadi mereka. Beberapa individu memiliki sikap, karekter
atau nilai etika yang memungkinkan faud
Peluang (Opportunity )
Keadaan mendukung yang memberikan peluang
terjadinya fraud
21
Adanya motif dan tekanan pada seseorang atau kelompok akan membuat
individu atau kelompok tersebut mencari kesempatan melakukan fraud. Kesempatan
biasanya muncul akibat lemahnya pengendalian internal di organisasi tersebut.
Terbukanya kesempatan ini juga dapat menggoda individu atau kelompok yang
sebelumnya tidak memiliki motif atau tekanan untuk melakukan fraud, seperti ungkapan
yang sering dilontarkan ; ” kejahatan timbul bukan saja karena adanya niat tetapi juga
karena adanya kesempatan ”.
Rasionalisasi adalah kecenderungan seseorang untuk membenarkan
tindakannya. Pada umumnya para pelaku fraud meyakini atau merasa tindakannya bukan
merupakan suatu kecurangan tetapi adalah sesuatu yang memang merupakan haknya
bahkan kadang pelakunya merasa telah berjasa karena telah berbuat banyak untuk
organisasinya. Dalam beberapa kasus lainnya terdapat pula kondisi dimana pelaku
tergoda untuk melakukan fraud karena merasa kerjanya juga melakukan yang sama dan
tidak menerima sanksi atas tindakan fraud tersebut.
Dari ketiga penyebab fraud tersebut , dua diantaranya berasal dari faktor
internal diri seseorang , yaitu motif atau tekanan, dan rasionalisasi pelaku. Untuk
mengurangi kedua faktor internal tersebut, organisasi dapat melakukan beberapa hal.
Misalnya dengan melakukan investigasi terhadap lata belakang setiap anggota yang akan
direkrut atau dipromosikan, mengembangkan budaya yang etis dalam organisasi,
mendorong setiap anggota untuk memberikan contoh atau teladan yang baik,
menciptakan hubungan yang baik dan harmonis antar sesama anggota, menciptakan jalur
komunikasi yang efektif, dan usaha lainnya. Memang tidak mudah untuk melakukan hal-
22
hal tersebut, namun jika usaha ini dapat diterapkan dengan baik, maka peluang terjadinya
fraud akan dapat dikurangi.
Pemeriksaan Internal
Whittington ( 2001 : 776 ) dan Boynton William C ( 2001 : 980 )
mengemukakan penjelasan mengenai audit intern dalam suatu organisasi adalah
sebagai berikut :
Internal Auditing is an independen, objective assurance and consulting activity
designed to add value and improve and organization’s operations. It help an
organizations accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplin
approach ( to control, and governance process ).
Dari pendapat tersebut diatas dapat diketahui bahwa audit intern
membantu organisasi mencapai tujuan melalui perancangan yang memberi nilai
tambah, serta meningkatkan kegiatan atau operasi organisasi, aktivitas independen
, objektif, pemberian jaminan keyakinan dan konsultasi serta memberikan suatu
pendekatan disiplin yang sistematis untuk mengevaluasi dan meningkatkan
efektifitas manajemen , pengendalian dan proses pangaturan serta pengelolaan
organisasi.
Sejalan dengan pendapat Whittington dan Boynton C ,tersebut the Institute
of Internal Auditor (IIA 1995 : 3 ), mengemukakan bahwa :
“ Audit intern adalah suatu fungsi penilaian uang independen dalam suatu
organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi sebagai jasa yang
diberikan kepada organisasi tersebut. Kegiatan penilaian meliputi penilaian
23
keuangan, operasional serta penilaian pengendalian, pengelolaan dan
pelaksanaannya pada organisasi yang bersangkutan serta memberikan saran-saran
perbaikannya”.
Lebih lanjut , the Institute of Internal Audit (IIA, 1995 : 29 ) menayatakan
bagaimana seharusnya ruang lingkup audit intern :
“The scope of internal auditing should encopass the examination and evaluation
of the adequency and effectiviness of the organization’s system of internal control
and the quality of performance in carrying out designed responsibilities “.
Dari lingkup perjalanan auditor internal yang dikecualikan oleh The Instite
of Internal Auditors, maka cakupan pekerjaan auditor internal meliputi audit dan
evaluasi terhadap cukup memadai dan efektifnya sistem pengendalian intern dan
kualitas kinerjanya dalam pelaksaaan tanggung jawab yang ditetapkan.
Sejalan dengan yang telah dikemukakan diatas, maka The Institute of
Chartered Acoountants in Australia (ICAA , 1994 :76), tentang ruang lingkup
audit intern mengemukakan :
“The scope and objectives of internal audit vary widley and are dependent upon
the size and structure of the entity and the requirements of its management.
Normally however internal audit operates in one or more of the following areas :
(a) Review of accounting system and related internal controls;(b) Examination for
management of financial and operating information ; (c) Examination of
economy, efficiency and effectiveness of operations including non- fianancial
controls of organization.”
24
Dengan demikian ruang lingkup dan tujuan audit intern sangat luas
tergantung pada besarnya organisasi dan permintaan audit dari pimpinan
organisasi yang bersangkutan, namun umumnya berkaitan dengan :
(a) mengkaji sistem akuntansi dan pengendalian intern;
(b) pemeriksaan atas pengelolaan informasi keuangan dan operasi
organisasi;
(c) pemeriksaan atas ekonomis-tidaknya, efisiensi, efektivitas operasi
termasuk pengendalian non finansial dari organisasi.
Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) sebagai auditor intern dalam suatu
pemerintah daerah (Pemda) terbentuk karena adanya kebutuhan pemda
sehubungan adanya rentang kendali yang semakin luas yang dihadapi oleh
pimpinan Pemda sebagai akibat semakin banyaknya jumlah Dinas/Badan/Satker/
Bagian yang dibentuk pada struktur organisasi Pemda. Disamping hal tersebut
juga karena adanya kebutuhan sehubungan audit ekstern yang dilakukan oleh
BPK/BPKP/Inspektorat Jendral Depdagri/Akuntan Publik.
Di Indonesia, tugas auditor intern sebagain besar masih terbatas pada audit
kepatuhan ( Wahyudi Prakarsa, 1993 ; 38) pada serangkaian pengecekan intern
untuk memastikan ketaatan terhadap berbagai prosedur dan peraturan yang
berlaku. Status Bawasda masih sekedar hanya untuk menangani masalah
penyimpangan yang terjadi, atau menjadi semacam “polisi militer” Pemda dan
belum dapat berperan sebagai konsultan pengendalian intern bagi pimpinan
Pemda.
25
Bawasda pada Pemda disamping memberikan jasa utama melakukan
audit, dapat memberikan jasa tambahan yang berkenaan dengan audit, antara lain
membantu pimpinan Pemda dalam mencegah terjadinya penyimpangan,
melaksanakan penyelidikan atas penyimpangan yang terjadi, mengelola hubungan
dengan para auditor eksternal (BPK,BPKP, Inspektorat Jendral Departemen
Dalam Negeri, dan Akuntan Publik), membantu pimpinan Pemda merancang dan
melaksanakan pengawasan.
Dengan demikian untuk dapat melaksanakan fungsinya, Bawasda sebagai
auditor intern harus profesional dalam melaksnakan tugas kewajibannya, untuk itu
harus memenuhi beberapa kriteria untuk dapat disebut profesional, yaitu antara
lain : telah mempunyai organisasi profesi, standar perilaku profesional, kode etik
profesi, dan sertifikasi sebagai auditor internal.
Untuk dapat disebut profesional terdapat dua kriteria, yaitu :
Pertama, pekerjaan tersebut secara teknik sulit, untuk itu dibutuhkan tingkat
pengetahuan yang cukup memadai melalui proses belajar yang sistematik dan
pelatihan yang lama.
Kedua, para auditor profesional harus memahami profesinya dan harus mencapai
tingkat kecakapan yang memadai.
Bawasda sebagai auditor profesional harus menjunjung tinggi nilai-nilai
moral tertentu dan perhatian mereka harus ditujukan pada hal-hal di luar mengejar
keuntungan. Mereka harus mempersembahkan dirinya kepada kepentingan Pemda
sebagai kliennya dan layanan jasanya merupakan atribut penting.
26
Pemda membutuhkan jasa dari seorang ahli yang dapat dipercaya yang
mampu menangani masalah mereka dengan keyakinan, dan obyektivitas serta
mampu mempertahankan standar profesional dalam pekerjaannya. Sawyer, at,al,
( 2003 ;18), mengemukakan kriteria untuk menilai kualitas profesionalitas
pekerjaannya, yaitu meliputi : (1) Service to public ; (2) Long, specialized
training for entrants ; (3) Subcription to a code of ethics ; (4) membership in an
association and attendance and meeting ; (5) Publication of journals aimed and
upgradiy a board.ng practice ; (6) Examination to test entrans knowledge ; (7)
Licensure by the state or certification board
Dengan demikian seorang profesional harus memiliki atribut yang
membedakan karya mereka dengan pekerjaan orang lain. Pelayanan yang
diinginkan oleh seorang kepala daerah dapat diberikan seorang profesional
dengan memuaskan, disamping itu pemberian jasa profesional harus merupakan
proses balajar, pelatihan, pengalaman dan pendidikan profesional berkelanjutan.
Keahlian auditor pemerintahan telah diisyaratkan dalam Standar Audit
Pemerintahan (BPK, 1995 : 17 ), yaitu :” Staf yang ditugasi untuk melaksanakan
audit harus secara kolektif memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk
tugas yang disyaratkan”, dan (BPK, 1995 : 25 ), “Dalam pelaksanaan audit dan
penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya
secara seksama”.
Selain itu, Bawasda pada Pemerintah Daerah juga wajib memahami dengan baik
proses manajemen yang ada dalam Pemerintah Daerah, agar dapat membantu
Pimpinan Daerah yang bersangkutan dalam rangka laporan kinerja
27
pertanggungjawaban kepala daerah kepada rakyatnya. Hal ini mengingat ruang
lingkup pekerjaan dari audit intern adalah menguji dan menilai kecukupan dan
efektifitas pengendalian intern (IAI, 1994 ).
Dengan demikian untuk dapat melaksanakan tugasnya Bawasda pada
Pemda harus menempatkan dirinya sebagai fungsional auditor dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya. Untuk itu berdasarkan Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) No. 19 Tahun 1996 dibentuk
Jabatan Fungsional Auditor (JFA) yang pelaksanaannya diatur oleh Keputusan
Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara , Sekretaris Jendral Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) No. 10 Tahun 1996,
49/SK/S1996, dan KEP-386/K/1996 serta beberapa keputusan pelaksanaanya,
antara lain mengatur mengenai jabatan fungsional auditor, dalam :
Auditor Trampil :1. Auditor Pelaksana 2. Auditor Pelaksana Lanjutan 3. Auditor Penyelia
Auditor Ahli :1. Auditor Ahli Pertama 2. Auditor Ahli Muda 3. Auditor Ahli Madya 4. Auditor Ahli Utama
Dalam melekasanakan tugasnya auditor Bawasda akan
menghadapi keadaan dimana tidak mungkin untuk independen sepenuhnya.
Auditor akan menghadapi gangguan yang bersifat pribadi, hal tersebut dinyatakan
dalan Standar Audit Pemerintahan (BPK , 195 : 22) :
a. Hubungan dinas, profesi pribadi atau keuangan yang mungkin dapat
menyebabkan seorang auditor membatasi tugasnya untuk meminta
28
keterangan, membatasi pengungkapan temuan audit, memperlemah atau
membuat temuan auditnya menjadi berat sebelah, dengan cara apapun ;
b. Prasangka terhadap perorangan, kelompok , organisasi atau tujuan suatu
program yang dapat membuat pelaksanaan audit menjadi berat sebelah ;
c. Pada masa sebelumnya mempunyai tanggung jawab dalam pengambilan
keputusan atau pengelolaan suatu entitas, yang berdampak pada
pelasanaan atau program entitas yang sedang berjalan atau sedang audit ;
d. Kecenderungan untuk memihak, karena keyakinan politik dan sosial,
sebagai akibat hubungan antara pegawai, kesetian kelompok, organisasi
atau tingkat pemerintah tertentu ;
e. Pelaksanaan audit oleh seorang auditor , yang sebelumnya pernah
sebagai pejabat yang menyetujui faktur, daftar gaji, klaim, dan
pembayaran yang diusulkan oleh suatu entitas dalam program yang
diaudit ;
f. Pelaksanaan audit oleh seorang auditor, yang sebelumnya pernah
menyelenggarakan catatan akuntansi resmi atas lembaga/ unit kerja atau
program yang diaudit ; dan
g. Kepentingan keuangan secara langsung atau kepentingan
keuangan yang besar, meskipun tidak secara langsung, pada entitas atau
program yang diaudit.
2.1.2. Pengendalian Intern
29
Standar Pekerjaan Lapangan yang kedua menyebutkan (IAI, 2001 :150.1)
dan Boyton dan Kell , 2001 ;322) :
”Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk
merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian
yang akan dilakukan”.
Pengendalian intern sebagai suatu sarana yang diciptakan oleh dan untuk
kepentingan organisasi sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Committe
on Auditing Procedure dari American Institute of Certified Public Accountants
(AICPA) pada tahun 1949 (Sawyer, 2003 : 81) sebagai berikut :
”Internal Control comprises the plan of organization on and all of
coordinate methods and measures adopted within a business to safeguard
its asstes, check the accuracy and reliability of its accounting data,
promote operasional effeciency, and encourage to prescribed managerial
policies ”.
Sementara itu Ikatan Akuntan Imdonesia dalam SPAP (2001:19.2), memberikan
definisi Pengendalian intern , sebagai berikut :
“ Suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan
personal lain entitas yang di desain untuk memberikan keyakinan
memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini : (a)
keandalan laporan keuangan, (b) efektivitas dan efesiensi operasi, dan (c)
kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku”.
30
Konrath (2002:205), mengutip AICPA Profesional Standards,
mendefinisikan internal control dalam pengertian yang agak berbeda sebagai
berikut :
“ The process effected by an entity’s board of directors, management,
and other personel designed to provide reasonable assurance regarding the
achievement of objectives in the following categories :
Operations Controls-relating to the effective and efficiency use of the
entity’s resources;
Financial reporting controls- relating to the preparation of reliable
published financial statement ; and
Compliance Control- relating to the entity’s compliance with
applicable laws and regulations”.
Definisi tersebut dapat diartikan sebagai berikut :
Pengendalian intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh direksi,
manajemen, dan personal lainnya yang didesain untuk memberikan keyakinan
memadai tentang pencapaian golongan tujuan berikut ini : (a) Pengendalian
operasi- berkaitan dengan penggunaan secara efektif dan efisien sumber daya
perusahaan, (b) Pengendalian Pelaporan Keuangan – berkaitan dengan
penyusunan laporan keuangan yang andal, dan (c) Pengendalian Ketaatan –
berkaitan dengan kepatuhan perusahaan terhadap perundang-undangan dan
peraturan yang berlaku.
Menurut SPAP (IAI ,2001:319.2) pengendalian intern terdiri dari
lima komponen yang saling terkait berikut ini :
31
a. Lingkungan Pengendalian menetapkan corak suatu organisasi,
mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya. Lingkungan
pengendalian merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian
intern, menyediakan disiplin dan struktur.
b. Penaksiran resiko adalah identifikasi entitas dan analisis terhadap resiko
yang relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar untuk
menentukan bagaimana resiko harus dikelola.
c. Aktivitas Pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu
menjamin bahwa arahan manajemen dilaksankan.
d. Informasi dan Komunikasi adalah mengidentifikasikan, penangkapan, dan
pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan waktu yang
memungkinkan orang melaksanakan tanggung jawab mereka.
e. Pemantauan adalah proses menentukan kualitas kinerja pengendalian
intern sepanjang waktu.
Unsur-unsur pengendalian intern dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut :
Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu organisasi dan
mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya. Lingkungan pengendalian
merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian intern yang lain,
menyediakan disiplin dan struktur. Lingkungan pengendalian mencakup berikut ini :
(a). Integritas dan etika ,(b) Komitmen terhadap kompetensi, (c) Partisipasi dewan
komisaris atau komite audit, (d) Struktur organisasi, (e) Pemberian wewenang dan
tanggungjawab, (f) Kebijakan dan praktik sumber daya manusia.
32
Penaksiran Resiko
Resiko yang relevan dengan pelaporan keuangan mencakup peristiwa dan
keadaan intern maupun ekstern yang dapat terjadi dan secara negatif mempengaruhi
kemampuan entitas untuk mencatat, mengolah, meringkas dan melaporkan data
keuangan konsisten dengan asersi manajemen dalam laporan keuangan. Resiko dapat
timbul atau berubah karena keadaan berikut ini : (a) Perubahan dalam lingkungan
operasi, (b) Personal baru, (c) Sistem informasi yang baru atau yang diperbaiki, (d)
Teknologi baru, (e) Lini produk, produk atau aktivitas baru (f) Restrukturisasi
korporasi, (g) operasi luar negeri dan (h) Standar akuntansi baru.
Aktivitas Pengendalian
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang membantu
memastikan bahwa arahan manajemen dilaksanakan. Aktivitas tersebut membantu
memastikan bahwa tindakan yang diperlukan untuk menanggulangi resiko dalam
pencapaian tujuan entitas telah dilaksanakan.
Aktivitas pengendalian mempunyai berbagai tujuan dan diterapkan
diberbagai tingkat organisasi dan fungsi. Umumnya aktivitas pengendalian yang
mungkin relevan dengan audit dapat digolongkan sebagai kebijakan dan prosedur
yang berkaitan dengan hal-hal berikut ini : (a) Review terhadap kinerja, (b)
Pengolahan informasi, (c) Pengendalian fisik, dan (d) Pemisahan tugas.
Informasi dan Komunikasi
Sistem informasi yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan , yang
meliputi sistem akuntansi, terdiri dari metode dan catatan yang dibangun untuk
33
mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan transaski entitas ( baik peristiwa
maupun kondisi ) dan untuk memelihara akuntabilitas bagi aktiva , hutang dan
ekuitas yang bersangkutan.
Kualitas informasi yang dihasilkan dari sistem tersebut berdampak pada
kemampuan manajemen untuk membuat keputusan semestinya dan mengendalikan
aktivitas entitas dan menyiapkan laporan keuangan yang handal.
Komunikasi mencakup penyediaan suatu pemahaman tentang peran dan
tanggung jawab individual berkaitan dengan pengendalian intern terhadap laporan
keuangan.
Auditor harus memperoleh pengetahuan memadai tentang sistem
informasi yang relevan dengan pelaporan keuangan untuk memahami (a) Golongan
transaksi dalam operasi entitas yang signifikan bagi laporan keuangan ; (b)
Bagaimana transaksi tersebut dimulai : (c) Catatan akuntansi, informasi pendukung,
dan akun tertentu dalam laporan keuangan yang tercakup dalam pengolahan dan
pelaporan transaksi, (d) Pengolahan transaksi yang dicakup sejak saat transaksi
dimulai sampai dengan dimasukan dalam laporan keuangan , termasuk alat
elektronik ( seperti komputer dan electronic data intrechenge) yang digunakan untuk
mengirim, memproses, memelihara , dan mengakses informasi.
Pemantauan.
Pemantauan adalah proses penentuan kualitas kinerja pengendalian intern
sepanjang waktu. Pemantauan ini mencakup penentuan desain dan operasi
pengendalian tepat waktu dan pengambilan tindakan koreksi. Proses ini dilaksanakan
34
melalui kegiatan yang berlangsung secara terus menerus, evaluasi secara terpisah,
atau dengan berbagai kombinasi keduanya.
Diberbagai entitas, auditor intern atau personal yang melakukan pekerjaan
serupa memberikan kontribusi dalam memantau aktivitas entitas. Aktivitas
pemantauan dapat mencakup penggunaan informasi dari komunikasi dengan pihak
luas seperti keluhan costumer dan komentar dari badan pengatur yang dapat
memberikan petunjuk tentang masalah atau bidang yang memerlukan perbaikan.
Sementara itu AICPA Profesional Standards, seperti yang dikutif Kontrath
( 2001:205-206) mengidentifikasi lima komponen internal control yaitu :control
environment, risk assessment, information and communication, control activities and
monitoring. Komponen pertama, control environment, merupakan fondasi dari
keempat komponen lainnya seperti yang digambarkan berikut ini :
35
Gambar : 2.1 Komponen Pengendalian Intern
Sumber : Konrath, 2002 ; 207
Dokumentasi Pemahaman
Auditor harus mendokumentasikan pemahamannya tentang komponen
pengendalian intern entitas yang diperoleh untuk perancanaan audit. Bentuk dan isi
dokumentasi dipengaruhi oleh ukuran dan kompleksitas entitas, serta sifat
pengendalian entitas. Sebagai contoh, dokumentasi pemahaman tentang
pengendalian intern entitas yang besar dan kompleks dapat mencakup bagan alir
(flowchart ) atau kuesioner. Namun, untuk entitas yang kecil, dokumen dalam bentuk
memorandum sudah memadai. Umumnya, semakin kompleks pengendalian intern
RISK ASSESSMENT
CONTROLACTIVITIES
INFORMATION ANDCOMMUNICATION
CONTROL ENVIRONMENT(FOUNDATION)
MONITORING(ON GOING)
36
semakin luas prosedur yang dilaksanakan , seharusnya semakin luas dokumentasi
yang dilakukan auditor.
Keterbatasan Pengendalian Intern Entitas
Terlepas dari bagaimana desain dan operasinya, pengendalian intern hanya
dapat memberikan keyakinan memadai bagi manajemen dan dewan komisaris
berkaitan dengan pencapaian tujuan pengendalian intern entitas. Kemungkinan
pencapaian tersebut dipengaruhi oleh keterbatasan bawaan yang melekat dalam
pengendalaian intern. Hal ini mencakup kenyataan bahwa pertimbangan manusia
dalam pengambilan keputusan dapat salah dan bahwa pengendalian intern dapat
rusak karena kegagalan yang bersifat manusiawi tersebut, seperti kekeliruan atau
kesalahan yang sifatnya sederhana. Disamping itu pengendalian dapat tidak efektif
karena adanya kolusi dua orang atau lebih atau manajemen mengesampingkan
pengendalian intern.
Faktor lain yang membatasi pengendalian intern adalah biaya
pengendalian intern entitas tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari
pengendalian intern tersebut. Meskipun hubungan manfaat dan biaya merupakan
kriteria utama yang harus dipertimbangkan dalam mendesain pengendalian intern,
pengukuran secara tepat biaya dan manfaat umumnya tidak mungkin dilakukan. Oleh
karena itu, manajemen melakukan estimasi kualitatif dan kuantitatif serta
pertimbangan dalam menilai hubungan biaya dan manfaat.
2.1.3. Tata Kelola Pemerintahan
Salah satu triger ( pemicu ), yang mempercepat berbagai perubahan di era
reformasi adalah perkembangan yang semakin pesat dalam bidang teknologi
37
informasi. Perubahan dimaksud mempengaruhi berbagai aspek kehidupan,
termasuk perubahan yang tidak dapat dihindarkan dalam tatanan pemerintahan
dan pembangunan.
Kondisi pemerintah, diberbagai negara di seluruh dunia, baik dinegara
berkembang maupun negara maju, sejak awal abad ke 20, memuncak kondisi
kritis, yang salah satunya ditandai dengan adanya kesenjangan antara tuntutan
masyarakat di satu sisi yang semakin tinggi, sedangkan disisi lain, kemampuan
pemerintah untuk memenuhi tuntutan tersebut semakin terbatas. Pemerintah tidak
terkecuali Indonesia dewasa ini tengah berada pada batas kapasitasnya, dimana
setiap penambahan beban baru penyelenggaraan pemerintah, maka hal termaksud
akan berarti mengurangi kemampuan dan kapasistas kinerja pemerintah pada
bidang yang lainnya. Hasil penelitian yang dilakukan Booz-Allen dan Hamilton
tahun 1998 menunjukkan bahwa indeks good corporate governance Indonesia
adalah yang paling rendah di negara-negara Asia Timur lainnya, Indeks GCG
Indonesia adalah 2,88 , Malayasia 7,72 , Thailand 4,89, Singapura 8,92 , dan
Jepang 9,17 sedangkan Hasil survei Mc Kinsey & Company yang dilakukan di
tahun 2001 juga masih menunjukkan bahwa tingkat kualitas corporate governance
Indonesia paling rendah, yaitu nilainya, 1,1 ( dari skala 1-5 point), dibawah
Malaysia ( 1,3-1,7), Thailand (1,5-1,8), Korea (1,8-2,2 ),Taiwan (2,3-2,6 ) dan
Jepang (2,2-2,8).
Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tata
cara penyelengaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik.
Akibatnya berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme yang sulit
38
diberantas, masalah penegakkan hukum yang sulit berjalan, monopoli dalam
kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat yang buruk.
Masalah tersebut menghambat proses pemulihan ekonomi Indonesia, sehingga
sejumlah pengangguran semakin meningkat, jumlah penduduk makin meningkat,
tingkat kesehatan menurun, dan munculnya berbagai konflik antar daerah yang
menganggap persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia. Oleh karena itu,
good governance perlu segera dilakukan agar permasalah yang timbul dapat
segera dipecahkan dan juga proses pemulihan ekonomi dapat dilaksnakan dengan
baik dan lancar.
Kaitan dengan konsepsi Tata Kelola Pemerintahan (goodgovernance),
maka secara konseptual pengertian ”good” dalam istilah kepemeritahan yang
baik, mengandung 2 ( dua ) pemahaman ; pertama , nilai yang menjunjung tinggi
keinginan/ kehendak rakyat dan nilai – nilai yang dapat meningkatkan
kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan ( nasional ) kemandirian ,
pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua, aspek fungsional dari
pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk
mencapai tujuan tersebut.
Pengertian good governance, adalah wujud penyelenggaraan
pemerintahan negara yang solid dan bertangung jawab, serta efisien dan efektif, dengan
menjaga kesinergian interaksi yang konstruktif diantara domain negara, sektor swasta dan
masyarakat. (LAN, 2000 )
Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000, merumuskan arti good
governance adalah kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-
39
prinsip profesionalitas, akuntabilitas, supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh
masyarakat.
Berikutnya UNDP (1997), mengemukakan bahwa karakteristik atau
prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan
kepemerintahan yang baik, meliputi : 1. Participation (partisipasi ), 2. Rule of law
( aturan hukum ), 3. Tranparancy ( transparansi ), 4. Responsiveness ( daya tanggap), 5.
Consensus orientation ( berorientasi pada konsensus ), 6. Equity ( berkeadilan ), 7.
Effectiveness and efficiency ( efektivitas dan efisiensi), 8. Accountability
( akuntanbilitas), 9. Strategic vision ( visi strategis).
Dari telusuran keberagaman wacana good governance, terdapat
sekumpulan nilai-nilai yang sebenarnya telah diterapkan di Indonesia sebagai nilai-nilai
yang sebenarnya telah tertanam hidup diakar budaya masyarakat Indonesia. Empat belas
karakteristik yang dapat terhimpun dari telusuran wacana good governance, yaitu :
15. Berwawasan kedepan ( visi strategis)
16. Terbuka ( transparan )
17. Cepat tanggap ( responsif )
18. Bertanggung jawab/ bertanggung gugat ( akuntabel)
19. Profesional dan kompeten
20. Efisiensi dan efektif
21. Desentralistis
22. Demokratis
23. Mendorong partisipasi masyarakat
24. Menjunjung supremasi hukum
25. Mendorong kemitraan dengan swasta dan masyarakat
26. Berkomitmen pada pengurangan kesenjangan
27. Berkomitmen pada tuntutan pasar
40
28. Berkomitmen pada lingkungan hidup (Tim Pengembangan Good Public
Governance, Bapenas 2000)
Dalam Konfrensi Nasional Kepemerintahan Daerah, pada bulan Oktober
2001 telah disepakati sepuluh prinsip Kepemerintahan Daerah oleh seluruh anggota
Asosiasi Pemerintahan Kabupaten seluruh Indonesia (APKASI), Asosiasi Pemerintah
Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Asosiasi DPRD Kabupaten seluruh Indonesia
(ADKASI) dan Asosiasi DPRD Kota seluruh Indonesia (ADEKSI), menetapkan prinsip-
prinsip pemerintahan , sebagai berikut :
1. Prinsip Partisipasi
2. Prinsip Penegakan hukum
3. Prinsip Transparansi
4. Prinsip Kesetaraan
5. Prinsip Daya Tanggap
6. Prinsip Wawasan kedepan
7. Prinsip Akuntabilitas
8. Prinsip Pengawasan
9. Prinsip Efisiensi dan efiktivitas
10. Prinsip Profesionalisme
Prinsip- prinsip good governance dalam praktek penyelenggaraan negara
dituangkan dalam 7 (tujuh ) asas - asas umum penyelenggaraan negara sebagaimana
dimaksud dalam UU No 28 tahun 1999, tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan
bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Asas – asas tersebut meliputi :
1. Asas Kepastian hukum
2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara
3. Asas Keterbukaan
4. Asas Proporsionalitas
5. Asas Profesionalitas
41
6. Asas Akuntabilitas
Keseluruhan prinsip good governance tersebut saling memperkuat,
terkait, dan tidak dapat berdiri sendiri, yang kemudian dapat disimpulkan bahwa terdapat
4 ( empat) unsur/ prinsip utama yang dapat memberi gambaran administrasi publik yang
berciri kepemerintahan yang baik, yaitu : Akuntabilitas, adanya kewajiban bagi aparatur
pemerintah untuk bertindak selaku penanggung jawab dan penanggung gugat segala
tindakan dan kebijakan yang ditetapkannya. Transparansi, Kepemerintahan yang baik
akan bersifat transaparan terhadap masyarakatnya, baik tingkat pusat maupun daerah.
Keterbukaan, menghendaki terbukanya kesempatan bagi rakyat untuk mengajukan
tanggapan dan kritik terhadap pemerintah yang dinilai tidak transparan. Aturan hukum,
adanya jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat terhadap setiap kebijakan
publik yang ditempuh.
Dengan demikian , untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik pada
dasarnya harus melibatkan unsur-unsur dalam kepemerintahan ( Governance
Stakeholders ) yang dikenal dengan 3 (tiga ) pilar, yaitu : Negara/ Kepemerintahan,
konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan, yang melibatkan
sektor swasta dan kelembagaan masyarakat. Sektor swasta, pelaku sektor swasta
mencakup perusahaan swasta yang aktif dalam interaksi sistem pasar. Masyarakat,
kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan yang pada dasarnya berada diantara
pemerintah dan perorangan, yang mencakup baik perorangan maupun kelompok
masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi.
Berdasarkan hal tersebut diatas, untuk mewujudkan good governance,
diperlukan manajemen penyelenggaraan pemerintah yang baik dan handal, yakni
42
manajemen yang kondusif, responsif dan adaptif, sehingga dapat menciptakan sistem
administrasi publik dengan pendekatan pelayanan publik yang relevan bagi masyarakat.
Dalam kaitannya dengan reformasi pemerintahan yang sedang berjalan di
Indonesia , perubahan paradigma memiliki relevansi yang signifikan, khususnya dalam
rangka mengembalikan kepercayaan masyarakat, meningkatkan partisipasi masyarakat,
serta upaya pencegahan dan pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Agar
kepemerintahan yang baik dapat direalisasikan, maka dibutuhkan komitmen dari semua
pihak, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat, dengan mengadakan kemitraan yang
baik, integritas, profesionalisme dan etos kerja serta moral yang tinggi.
2.1.3. Fraud
Sebenarnya apakah yang dimaksud dengan fraud atau kecurangan
tersebut ?.Tindakan atau kegiatan apa sajakah yang dikategorikan sebagai fraud ?
Secara harfiah arti kata fraud adalah kecurangan, namun pengertian ini
telah dikembangkan lebih lanjut sehingga mempunyai cakupan yang luas. Black’s Law
Dictionary fraud menguaraikan pengertian fraud mencakup segala macam yang dapat
dipikirkan manusia, dan yang diupayakan oleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan
dari orang lain dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan mencakup semua
cara yang tidak terduga, penuh siasat, licik, tersembunyi, dan setiap cara yang tidak jujur
yang menyebabkan orang lain tertipu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa fraud adalah
perbuatan curang (cheating) yang berkaitan dengan sejumlah uang atau properti.
Pengertian fraud dikemukakan juga oleh the Institute of Internal Auditors
(IIA), yaitu ” An array of irregularities and illegal acts characterized by intentional
43
deception “; sekumpulan tindakan yang tidak diijinkan dan melanggar hukum yang
ditandai dengan adanya unsur kecurangan yang disengaja.
Menurut Mark R Simmons, suatu tindakan dianggap sebagai suatu fraud
jika memenuhi empat kriteria, berikut :
5. tindakan tersebut dilakukan oleh pelaku secara sengaja.
6. terdapat korban yang menganggap, karena tidak tahu keadaan
sebenarnya, bahwa tindakan pelaku adalah wajar dan benar. Pelaku
dan korban dapat berupa individu, kelompok, atau organisasi.
7. korban percaya dan bertindak atas dasar tindakan pelaku.
8. korban dirugikan oleh tindakan pelaku.
Salah satu tindakan yang memenuhi kriteria diatas, yang cukup kerap
terjadi di banyak organisasi adalah kecurangan dalam proses pengadaan. Pelaku biasanya
adalah orang atau kelompok dalam perusahaan yang menerima imbalan dari salah satu
rekanan yang terlibat dalam proses pengadaan tersebut. Orang dalam tersebut bertindak
sedemikian rupa sehingga rekanan yang memberi imbalan dapat memenangkan proses
pengadaan walaupun harga yang ditawarkan lebih besar dari yang sewajarnya, jika pihak
manajemen tidak mengetahui tindakan pelaku maka menganggap bahwa proses
pengadaan telah dilakukan dengan semestinya sesuai dengan aturan yang ada. Atas
kepercayaan kepada pelaku maka manajemen akan menyetujui mengadaan tersebut dan
ini akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan.
Pelaku fraud dalam sebuah organisasi dapat berasal dari berbagai
tingkatan, mulai dari level bawah, pihak menajemen, hingga pemilik organisasi. Pelaku
fraud biasanya menjalankan aksinya dalam tiga langkah. Pertama, melakukan tindakan
(act) yang tidak sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Misalnya, menerima
44
imbalan dari rekanan yang terlibat dalam proses pengadaan dan berusaha memenangkan
rekanan tersebut. Kedua, melakukan penyembunyian ( concealment) atas tindakannya.
Misalnya, dengan membuat perkiraan ( owner estimation, ”OE”) yang disesuaikan
dengan harga yang akan ditawarkan oleh rekanan, walaupun lebih besar dari yang
sewajarnya. Dengan perkiraan tersebut, penawaran rekanan akan memenuhi kriteria
untuk memenangkan proses pengadaan dan disetujui oleh manajemen. Ketiga ,
memperlakukan sesuatu yang bukan haknya sebagai milik sendiri ( conversion).
Misalnya, menggunakan uang imbalan yang diterima dari rekanan untuk kepentingan
pribadi, walaupun sebenarnya uang tersebut bukan haknya dan telah diperhitungkan oleh
rekanan dalam menentukan harga yang harus dibayar oleh perusahaan.
Contoh diatas adalah salah satu contoh fraud yang dilakukan oleh
individu/kelompok dari dalam dan dari luar organisasi tersebut. Masih banyak contoh
tindakan fraud yang dilakukan oleh individu/ kelompok dari dalam organisasi atau dari
luar organisasi, diantaranya ; penggelapan asset, mengalihkan transaksi yang
menguntungkan kepada pihak luar, menyembunyikan atau menyajikan secara keliru suatu
kejadian atau data tertentu, mengajukan klaim atas barang atau jasa fiktif pada organisasi,
dan lain-lain. Selain motif untuk memperoleh keuntungan individu, terdapat pula kondisi
dimana fraud dilakukan untuk keuntungan organisasi. Contoh fraud yang dilakukan untuk
kepentingan organisasi diantaranya : menyembunyikan informasi penting untuk
memperbaiki penyajian laporan keuangan organisasi, memberikan suap, sogokan, atau
hadiah kepada pihak tertentu, penggelapan pajak, melakukan kegiatan bisnis yang
melanggar hukum, dan lain-lain.
45
Apa yang menyebabkan orang atau sekelompok orang melakukan
tindakan fraud ?. Pertanyaan ini telah sering dilontarkan dan menggoda para ahli untuk
menyelidikinya. Salah satu teori yang disampaikan Donald Cressey menjelaskan bahwa
fraud dilakukan karena adanya tiga hal (fraud triangle), yaitu motif atau tekanan,
kesempatan, dan rasionalisasi atau kecenderungan pelaku untuk membenarkan
tindakannya.
Gambar 2.2, Fraud Triangle
Motif dan tekanan pada diri orang atau kelompok untuk melakukan
tindakan fraud berupa dorongan yang dapat disebabkan oleh berbagai macam keadaan.
Misalnya adanya kebutuhan keuangan yang mendesak, keinginan yang belum terpuaskan,
Insentif/tekanan (Incentive/pressure)Manajemen atau karyawan memiliki insentif atau tekanan yang menjadi motivasi terjadinya fraud
Rasionalisasi/ Sikap(Rationalization/Attitude )mereka yang terlibat dalam fraud
dapat melakukan pembenaran bahwa fraud konsisten dengan kode
etik pribadi mereka. Beberapa individu memiliki sikap, karekter
atau nilai etika yang memungkinkan faud
Peluang (Opportunity )
Keadaan mendukung yang memberikan peluang
terjadinya fraud
46
ketidak puasan terhadap organisasi sehingga melakukan balas dendam, atau adanya
tekanan dari pihak lain seperti atasan untuk melakukan kecurangan.
Adanya motif dan tekanan pada seseorang atau kelompok akan membuat
individu atau kelompok tersebut mencari kesempatan melakukan fraud. Kesempatan
biasanya muncul akibat lemahnya pengendalian internal di organisasi tersebut.
Terbukanya kesempatan ini juga dapat menggoda individu atau kelompok yang
sebelumnya tidak memiliki motif atau tekanan untuk melakukan fraud, seperti ungkapan
yang sering dilontarkan ; ” kejahatan timbul bukan saja karena adanya niat tetapi juga
karena adanya kesempatan ”.
Rasionalisasi adalah kecenderungan seseorang untuk membenarkan
tindakannya. Pada umumnya para pelaku fraud meyakini atau merasa tindakannya bukan
merupakan suatu kecurangan tetapi adalah sesuatu yang memang merupakan haknya
bahkan kadang pelakunya merasa telah berjasa karena telah berbuat banyak untuk
organisasinya. Dalam beberapa kasus lainnya terdapat pula kondisi dimana pelaku
tergoda untuk melakukan fraud karena merasa kerjanya juga melakukan yang sama dan
tidak menerima sanksi atas tindakan fraud tersebut.
Dari ketiga penyebab fraud tersebut , dua diantaranya berasal dari faktor
internal diri seseorang , yaitu motif atau tekanan, dan rasionalisasi pelaku. Untuk
mengurangi kedua faktor internal tersebut, organisasi dapat melakukan beberapa hal.
Misalnya dengan melakukan investigasi terhadap lata belakang setiap anggota yang akan
direkrut atau dipromosikan, mengembangkan budaya yang etis dalam organisasi,
mendorong setiap anggota untuk memberikan contoh atau teladan yang baik,
menciptakan hubungan yang baik dan harmonis antar sesama anggota, menciptakan jalur
47
komunikasi yang efektif, dan usaha lainnya. Memang tidak mudah untuk melakukan hal-
hal tersebut, namun jika usaha ini dapat diterapkan dengan baik, maka peluang terjadinya
fraud akan dapat dikurangi.
2.1.4. Kinerja Pemerintah Daerah
Kehidupan suatu pemerintah daerah selalu dihadapkan pada perubahan
yang berkesinambungan. Salah satu tugas utama pimpinan daerah adalah memimpin
pemerintah daerah sesuai dengan bidangnya agar selalu dapat menyesuaiakan dengan
perubahan baik perubahan intern maupun perubahan ekstern serta mampu mengantisipasi
perubahan yang akan terjadi. Dengan demikian pimpinan daerah diharapkan dapat
memimpin proses integrasi intern, yaitu memanfaatkan sebaik mungkin dan mendapatkan
yang terbaik dari sumber daya yang dimiliki pemerintah daerah untuk menghasilkan
kinerja yang baik, yaitu laporan kinerja dan laporan pertanggungjawaban (LKPJ)
Pemerintah Daerah.
Pada umumnya program kerja pemerintah daerah yang penting adalah
dapat menyediakan pelayanan terbaik bagi masyarakat ( sebagai stakeholder ) dan
menggali potensi PADS sebanyak-banyaknya untuk membiayai anggaran belanja yang
dituangkan dalam Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD).
Selanjutnya RAPBD tersebut sebelum dilaksanakan terlebih dahulu mendapat
pengesahan oleh Dewan Perwakilan Daerah untuk menjadi APBD. Proses penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar : 2.3. Proses Penyusunan APBD
48
MEKANISME PENYUSUNAN ARAH & MEKANISME PENYUSUNAN ARAH & KEBIJAKAN UMUM APBDKEBIJAKAN UMUM APBD
..Kebijakan PemerintahAtasan
Renstrada/DokumenLain
Data Historis
Pokok 2 PikiranDPRD
Arah & KebijakanUmum APBDPEMDA
Masyarakat :Tokoh, LSM, Ormas,
Asosiasi Profesi, PT, dll
DPRD
PA PA
Sumber : Kep. Mendagri No. 13 tahun 2006, tentang pengelolaan keuangan daerah
(diolah kembali )
Implementasi dari mekanisme penyusunan arah dan kebijakan umum
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, digambarkan dalam gambar sebagai berikut :
Gambar : 2.4 Implementasi dan mekanisme serta kebijakan umum APBD
49
22
PROSES PENYUSUNAN APBD
PROPINSI/KABUPATEN/KOTA
MASYARAKATTokoh Masyarakat, LSM, Ormas, Asosiasi Profesi,
Perguruan Tinggi dan lain-lain
PEMDA DPRD
Renstrada
Arahan, mandat dan pembinaandari Pemerintah Pusat
UNIT KERJA
Juklak & Juknis Plafon Anggaran Tolok Ukur Kinerja Unit Kerja
Pengajuan RAPBD Klarifikasi & Ratifikasi RAPBD
SK P
ENG
AN
GK
ATA
N(P
END
ELEG
ASIA
N
WEW
EN
AN
G)
TIM ANGGARAN EKSEKUTIF
Arah & KebijakanUmum APBD
1
Penjaringan Aspirasi Penjaringan Aspirasi
Data Historis
PANITIA ANGGARAN LEGISLATIF
Pokok-pokokPikiran DPRD
MASY. PEMERHATI
Strategi & PrioritasAPBD
2
Forum Kabupaten/ Kota
Forum Kecamatan
Rencana Program4
Pra R A P B D6
RASK5
SuratEdaran
3
Perda APBD8
R A P B D7
MASY. PEMERHATI
Renstra UK
STAF AHLI
Kesepakatan
Sumber : Kep. Mendagri No. 13 tahun 2006, tentang pengelolaan keuangan daerah (diolah kembali )
Setelah pelaksanaan APBD selama tahun anggaran yang bersangkutan,
maka Pemda membuat pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD yang
berkaitan dengan akuntabilitas kinerja dan pertanggungjawaban keuangan untuk diteliti
dan dilakukan penilaian. Atas kinerja kepala daerah tersebut, DPRD dapat menerima
penuh, menerima dengan catatan, tidak menerima atau menolaknya..
Pandangan masyarakat termasuk DPRD, terhadap pertanggungjawaban
Kepala daerah dapat berbeda satu dengan lainnya sesuai dengan tingkat kepentingan
masing-masing. Masyarakat akan menilai pertanggungjawaban Kepala daerah sebagai
50
hasil kegiatan Pemerintah Daerah dengan membandingkannya pada standar atau
harapannya.
Pimpinan Pemda berdasarkan sumber dana dan sumber daya yang ada
melaksanakan kegiatannya berupa pelayanan kepada masyarakat dan birokrat dengan
menyusun rencana stratejik (Renstra ), rencana kerja, dan APBD berbasis kinerja.
Penyusunan kegiatan tersebut diimplementasikan dalam sistem akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah (SAKIP) dan sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD) serta
pertanggungjawabannya dalam laporan keuangan daerah (LKPJ) Kepala daerah atau
laporan kinerja kepala daerah berupa AKIP sesuai Inpres No.7 tahun 1999 dan LPJ
keuangan sesuai dengan PP No. 108 tahun 2000, bagan sistem pengelolaan keuangan
daerah dapat digambarkan sebagai berikut :
51
Gambar : 2.5 Sistem pengelolaan keuangan daerah
3
PerencanaanPerencanaan
SISTEM SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAHPENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
Pelaksanaan Evaluasi danPengendalian
Input Proses Output/Input Proses Output/Input Proses Output
Arah & Kebijakan Umum
RASK
APBD
AkuntansiAkuntansiLaporan
PelaksanaanAPBD
EvaluasiKinerja/PrestasiKerja
Hasil
Evaluasi
•Renstrada•Dokumen
PerencanaanLainnya
•Jaring Asmara• Kinerja Masa
Lalu• Kebijakanpemerintah
atasan
•Unit Organisasi•Fungsi
•Program•Kegiatan
•Jenis Belanja•Target Kinerja•Standar Biaya
• Standar AnalisaBelanja
• Perda APBD
• Dokumen
•Catatan
• Triwulanan/Semesteran
•Akhir Tahun (LPJ)
Strategi & Prioritas
Sumber : Inpres No.7 tahun 1999 dan PP No. 108 tahun 2000, diolah kembali
Sebagaimana telah dikemukakan diatas bahwa laporan kinerja pemerintah
daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota ) di Indonesia terdiri dari :
a. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP), berdasarkan
Instruksi Presiden (Inpres ) No. 7 tahun 1999.
b. Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) keuangan, berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 105/108 tahun 2000, terdiri atas :
a). Neraca c). Laporan Perhitungan APBDb). Aliran Kas d). Nota Perhitungan APBD
52
Tim Studi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (TSAKIP) BPKP dalam
salah satu penerbitannya berjudul “Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah “
(2000 : 1 ) mengemukakan mengenai LAKIP sebagai berikut :
“ LAKIP adalah media akuntanbilitas yang dapat dipakai oleh instansi pemerintah
dalam melaksanakan kewajiban untuk menjawab kepada pihak lain yang
memerlukan “.
Media akuntabilitas yang dimaksud dibuat secara periodik serta memuat
informasi yang dibutuhkan oleh pihak yang memberi amanah atau pihak yang
memberikan delegasi wewenang. Melalui media inilah secara formal dapat dilakukan
pertanggungjawaban dan bahan untuk menjawab berbagai permasalahan yang diminta
oleh pihak-pihak terkait (stakeholder).
Sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres ) No. 7 tahun 1999, organisasi
yang berkewajiban menyusun LAKIP adalah unit – unit eselon II ke atas dengan
pertimbangan bahwa LAKIP pada unit-unit itu sudah layak memberikan akuntanbilitas
kepada publik. Oleh karena itu mereka harus siap jika sewaktu-waktu diharuskan untuk
menjawab sesuatu permasalahan yang terkait dengan pertanggungjawabannya. Laporan
tersebut tidak hanya diperlukan sebagai bahan jawaban kepada atasannya atau pemberi
wewenang, akan tetapi juga kepada publik nantinya sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Berkaitan dengan pengukuran kinerja pemerintah daerah. TSAKIP BPKP
dalam salah satu terbitannya berjudul “ Pengukuran Kinerja” (2000 :1), mengemukakan
mengenai pengukuran kinerja sebagai berikut :
53
“ Pengukuran kinerja merupakan proses pengukuran untuk mengetahui apakah
program yang ditetapkan sesuai dengan misinya melalui penyediaan produk, jasa
pelayanan atau proses yang dilakukan “.
Pengukuran kinerja digunakan untuk penilaian atas keberhasilan /
kegagalan pelaksanaan program atau kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang
telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan misi dan visi instansi pemerintah.
Pengukuran kinerja mencakup penetapan indikator kinerja dan penetapan capaian
indikator kinerja, dengan pola pengukuran kinerja sebagai berikut :
Gambar : 2.6 Pola pengkuran kinerja
Sumber : BPKP, Pengukuran Kinerja ,TSAKIP, 2006
Selanjutnya dilakukan evaluasi kinerja dengan cara menghitung nilai
capaian kinerja dari pelaksanaan kegiatan atau program yang telah ditetapkan. Kemudian,
untuk menilai pertanggungjawaban pencapaian tujuan dan sasaran yang ditetapkan
VISI
MISI
TUJUAN
SASARAN
STRATEGI
-Nilai (Values)-Lingkungan (Environment )-Faktor kunci keberhasilan (Critical Success Factor )
Kinerja (Performance)Pemerintah Daerah
54
berdasarkan hasil perencanaan strategik masing-masing instansi pemerintah, dilakukan
pula analisis pencapaian kinerja yang menggambarkan keberhasilan/ kegagalan instansi
pemerintah dalam melaksanakan misinya.
Berikut ini dikemukakan urutan pengukuran dan evaluasi kinerja sebagai berikut :
A. Kerangka Pengukuran Kinerja : a. Penetapan indikator kinerja
b.Penetapan capaian kinerja, dan
c. Formulir pengukuran kinerja
B. Evaluasi kinerja, menggunakan : a. Evaluasi Kinerja Kegiatan
b. Eavaluasi Kinerja Program, dan
c. Evaluasi Kinerja Kebijaksanaan
C. Membuat kesimpulan hasil evaluasi, dan
D. Analisis pencapaian akuntabilitas kinerja
Lembaga Administrasi Negara RI dalam buku Pedoman Penyusunan
Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (1993 : 3) mengemukakan
pengertian akuntabilitas sebagai berikut :
” Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau
untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/
pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak dan
berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban”.
Governmental Accounting Standards Board (GASB) dalam Concepts
Statemen No. I tentang objectives of Financial Reporting menyatakan bahwa
akuntabilitas merupakan dasar dari pelaporan keuangan di pemerintahan. Akuntabilitas
55
adalah tujuan tertinggi dalam pelaporan keuangan di pemerintah. GASB (1999 : 56 )
menjelaskan keterkaitan akuntabilitas dan pelaporan keuangan sebagai berikut :o
“Accountability recuires government to answere to the citizenry to justify the
raising of public resources and the purposes for which the are used
governmental accountability is based on the belief that the citizenry has a “right
to know”, right to receive openly declared facts that may lead to public debate by
the citizens and their elected representatives. Dinancial reporting plays a mayor
role in fulfilling government’s duty to be publicly accountable in a democratic
society”.
Dari pengertian diatas tampak bahwa akuntabilitas tersebut merupakan
suatu kewajiban untuk mewujudkan pertanggungjawaban dalam pelaksanaan suatu
organisasi baik organisasi pemerintah ataupun organisasi lainnya, yang melaporkan
keberhasilan atau kegagalan misi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-
sasaran yang telah ditetapkan. Pertanggungjawaban organisasi tersebut harus melalui
media yang dilaksanakan secara periodik yang dalam hal ini telah dibakukan.
Selanjutnya dikemukakan pula bahwa manajemen organisasi dapat sudah
akuntabel apabila dalam pelaksanaan kegiatannya telah menentukan tujuan (goal) yang
jelas dan tepat, mengembangkan standar yang dibutuhkan untuk pencapaian tujuan
tersebut, secara efektif mempromosikan penerapan pemakaian standar, dan
mengembangkan standar organisasi serta operasi secara ekonomis dan efesien.
Akuntabilitas berkenaan dengan pertanggungjawaban keberhasilan atau
kegagalan pencapaian misi organisasi atau akuntabilitas mempertanggungjawabkan
pelaksanaan wewenang atau amanah tersebut.
56
Syahrudin Rasul (2003 :8 ) mendefinisikan akuntabilitas kinerja sebagai
berikut :
“Akuntabilitas kinerja adalah perwujudan kewajiban suatu penyelenggaraan
pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan maupun kegagalan
pelaksanaan misi organisasi dalam pencapaian tujuan dan sasaran periodik yang
diukur dengan seperangkat indikator kinerja non keuangan (performance
indicators)”.
Sistem akuntabilitas kinerja menyediakan kerangka kerja untuk mengukur
berhasil tidaknya proses atau beban kerja dan mengorganisasikan informasi sehinga dapat
digunakan secara efektif oleh para pemimpim, pengambil keputusan ,dan manajer
program. Sistem ini memberikan informasi kepada pembuat kebijakan dan manajer
program, sehingga mereka dapat mencapai keberhasilan. Sistem ini juga menyediakan
informasi yang berguna bagi penyedia program, konsumen, dan publik.
Berkaitan dengan LPJ keuangan, sebagaimana yang ditentukan PP No.
108 tahun 2000, LPJ keuangan terdiri atas :
a. Neraca Daerah, yaitu salah satu bentuk pertanggungjawaban keuangan
daerah , merupakan pengamanan dalam pengelolaan aset daerah serta
hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan.
b. Aliran kas, yaitu aliran kas selama periode tahun anggaran tertentu
dengan memberikan alasan mengenai perubahan kas tersebut dengan
menunjukkan sumber-sumber kas masuk dan penggunaannya.
57
c. Laporan Perhitungan Anggaran , yaitu laporan yang menunjukkan
perbandingan antara realisasi anggaran dengan anggaran dan
realisasinya serta prosentase kenaikan atau penurunannya.
d. Nota Perhitungan Anggaran, yaitu penjelasan-penjelasan mengenai
kenaikan atau penurunan anggaran sebagaimana Laporan Perhitungan
Anggaran.
Penilaian terhadap LPJ keuangan terutama diarahkan kepada hasil
penilaian dari auditor ekstern, dalam hal ini mulai tahun anggaran 2001 dilaksanakan
oleh BPK yang memberikan pendapat dengan alternatif sebagai berikut : Wajar Tanpa
Pengecualian / WTP (unqualified Opinion) ; Wajar Dengan Pengecualian /WDP
(Qualified Opinion ) ; Pendapat Tidak Wajar /PTW (Adverse Opinion ) ; dan Tidak
Memberikan Pendapat/TMP ( Disclaimer of Opinion).
58