sekolah tinggi ilmu kesehatan binawanrepository.binawan.ac.id/268/1/k3 - wahyudi - 2018...

87
Karakteristik perawat terkait persepsi perawat tentang penerapan pendokumentasian sesuai standar asuhan keperawatan di ruang ICU RSUD Tarakan Jakarta DISUSUN OLEH: Puji astuti 011521065 SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINAWAN Jalan Raya Kalibata No. 25-30 Jakarta 13630 Telp. : (021) 80880882 8011777 Fax : (021) 80880883. E-mail : stikes@binawan- ihs.ac.id

Upload: others

Post on 12-Aug-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

penerapan pendokumentasian sesuai standar asuhan
keperawatan di ruang ICU RSUD Tarakan Jakarta
DISUSUN OLEH:
Puji astuti
Jalan Raya Kalibata No. 25-30 Jakarta 13630
Telp. : (021) 80880882 – 8011777 Fax : (021) 80880883. E-mail : stikes@binawan-
dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Puji Astuti
pendokumentasian sesuai standar asuhan keperawatan di ruang ICU RSUD
Tarakan Jakarta
Telah disetujui dan disahkan untuk dipertahankan di depan Dewan Penguji Sidang
.
iv
pendokumentasian sesuai standar asuhan keperawatan di ruang ICU RSUD
Tarakan Jakarta
Inquiry pada Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Binawan.
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : Juli 2017
(Aliana Dewi, SKp, MN)
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik STIKes Binawan, saya yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama : Puji Astuti
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
STIKes Binawan Hak Bebas Royalti Noneksklusif (None-exlusive Rolalty Free Right)
atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Karakteristik perawat terkait persepsi perawat tentang penerapan
pendokumentasian sesuai standar asuhan keperawatan di ruang ICU RSUD
Tarakan Jakarta
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
/Noneksklusif ini maka STIKes Binawan berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Puji syukur penulis haturkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Karakteristik perawat terkait persepsi perawat tentang penerapan
pendokumentasian sesuai standar asuhan keperawatan di ruang ICU RSUD
Tarakan Jakarta. Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan dalam
menyelesaikan mata ajar di sekolah tinggi ilmu kesehatan binawan jakarta. Dalam
proses penyusunan laporan ini penulis mendapatkan bimbingan, doa dan dukungan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kepada ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayat serta
karunia –Nya kepada penulis
2. Dr. Sofyan Hawadi sebagai ketua STIKes Binawan Jakarta
3. Aliana Dewi S.Kp., MN selaku Ketua Jurusan Keperawatan STIKes Binawan
Jakarta
5. Djuariah Chanafie S.Kp .,M.Kep selaku pembimbing I
6. Kepada seluruh staff dosen dan karyawan Jurusan Keperawatan STIKes
Binawan.
7. Kepada keluargaku tercinta suamiku dan anak-anaku atas doa dan dukungnya
8. Terima kasih untuk teman satu bimbingan yang selalu menyemangati selama
dalam proses pembuatan skripsi
angkatan RSUD Tarakan Jakarta
10. Kepada semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu untuk doa
dan dukungannya
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN STIKES BINAWAN JAKARTA Riset keperawatan, Juli 2017 Puji Astuti faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan motivasi perawat terhadap pendokumentasian asuhan keperawatan di ruang ICU RSUD Tarakan Jakarta X + 60 halaman + 15 tabel + 2 bagan + 4 lampiran.
ABSTRAK
Dokumentasi keperawatan merupakan bukti otentik yang dituliskan dalam format yang sudah
baku dan harus di sertakan dengan tanda tangan dan nama perawat dengan jelas,
pendokumentasian merupakan suatu bentuk kerja perawat dalam melakukan aktivitasnya
sehari-hari pendokumentasian bersifat legal yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya
dalam hal ini peneliti ingin meneliti mengenai faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan
motivasi perawat terhadap pendokumentasian asuhan keperawatan di ruang ICU RSUD
Tarakan Jakarta, Penelitian ini bersifat descriptive dengan metode crossectional dengan
menggunakkan sample sebanyak 30 responden perawat, hasil penelitiannya sebagai berikut
hubungan jenis kelamin terhadap dokumentasi asuhan keperawatan didapatkan nilai p-value
sebesar = 0,00, hubungan lama kerja terhadap dokumentasi asuhan keperawatan didapatkan
nilai p-value sebesar = 0,00 dan hubungan status terhadap dokumentasi asuhan keperawatan
didapatkan nilai p-value sebesar = 0,000. Artinya semua variable saling berhubungan dengan
pendokumentasian asuhan keperawatan memang erat dengan factor-faktor yang
mempengaruhinya, pendokuemntasian yang baik akan selalu dikerjakan dengan baik oleh
perawat setiap harinya oleh karena itu, perawat perlu meningkatkan pengetahuan mengenai
penerapan asuhan keperawatan yang terbaru dengan begitu pelayana asuhan keperawatan dapat
terus berkembang di RS
vii
3.1 Kerangka penelitian ....................................................................................... 43
3.2 Definisi operasional ....................................................................................... 44
4.5 Instrument Penelitian ..................................................................................... 50
4.8 Pengumpulan data .......................................................................................... 52
BAB V HASIL PENELITIAN
BAB VI PEMBAHASAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 pasal 1 Rumah Sakit adalah
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Tugas rumah sakit umum adalah
melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan
mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara
serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta
melaksanakan rujukan.selain itu rumah sakit merupakan tempat pelayanan
keperawatan berdasarkan UU keperawatan No 38 tahun 2014 Pelayanan
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat
Keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat,
baik sehat maupun sakit.
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik
di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan (UU keperawatan No 38 tahun 2014 )
dan Tugas dan wewenang perawat menurut undang-undang keperawatan no 38
pasal 29 tahun 2014 adalah sebagai berikut: pemberi asuhan keperawatan,
2
keperawatan, pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang, dan/atau
pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu. Selain itu tugas perawat
menurut Martini, (2007) ialah memberikan asuhan keperawatan antara lain
mengkaji kebutuhan pasien, menegakkan diagnose keperawatan, merencanakan
tindakan keperawatan, melaksanakan rencana tindakan, mengevaluasi hasil
asuhan keperawatan, mendokumentasikan asuhan keperawatan, berperan serta
dalam melakukan penyuluhan.
Dokumentasi keperawatan merupakan bukti otentik yang dituliskan dalam format
yang sudah baku / sudah di sediakan dan harus di sertakan dengan tanda tangan
dan nama perawat dengan jelas ( tidak menggunkan paraf ) dan harus menyatu
dengan status rekam medis pasien. Dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
memerlukan pendokumentasian mulai dari tahap pengkajian , penentuan
diagnosa keperawatan , intervensi , implementasi dan evaluasi keperawatan di
mana semua itu harus di dokumentasikan. ( Setiyarini , 2010 ). Dalam upaya
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan seorang perawat harus mampu
melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan standar yang sudah ada. (
Kancil Jogja 2010).
memperhatikan mutu dan karekteristik data pendokumentasian. Setiadi (2004:39)
menguraikan mutu dan karekteristik data dalam pendokumentasian dibagi
3
menjadi 3 jenis yaitu; 1) Lengkap adalah seluruh data yang diperlukan untuk
mengidentifikasi masalah keperawatan klien dicatat dengan terperinci dimana
data yang terkumpul harus lengkap, guna membantu mengatasi masalah klien
yang adequat. 2) Akurat dan nyata adalah dalam pengumpulan data ada
kemungkinan terjadi salah paham. Untuk mencegah hal tersebut, maka perawat
harus berfikir akurasi dan nyata untuk membuktikan benar tidaknya apa yang
telah didengar, dilihat, diamati dan diukur melalui pemeriksaan ada tidaknya
validasi terhadap semua data yang sekiranya meragukan. 3) Relevan adalah
pencatatan data yang komprehensif biasanya banyak sekali data yang harus
dikumpulkan, sehingga menyita waktu perawat untuk mengidentifikasi.
Penelitian yang dilakukan Isnaini (2010) menunjukkan bahwa pendokumentasian
asuhan keperawatan pada aspek pengkajian 84,38%, aspek diagnosa 91,68%,
aspek perencanaan 97,29%, aspek tindakan 100%, dan aspek evaluasi 95,83%
dinyatakan lengkap di RS PKU Muhammadiyah Surakarta. Penelitian lain yang
dilakukan Anonim RSUD Pandanarang Boyolali pada tahun 2011 prosentase
kelengkapan pendokumentasian asuhan ke perawatan untuk pengkajian 55 %,
diagnosa 53,3 %, perencanaan 65 %, pelaksanaan 40 %, evaluasi 50 %. Hasil
rata-rata didapatkan 53,21%. Hasil pengamatan, pelaksanaan pendokumentasian
dilakukan perawat dengan cara mengisi lembar pengkajian, diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
4
Ruang rawat inap dan ruang rawat khusus merupakan salah satu ruang yang
melakukan pendokumentasian setiap harinya, bagi seorang perawat
pendokumentasian merupakan hal yang sangat penting mengingat
pendokumentasian merupakan catatan dari setiap tindakan yang dilakukannya
setiap harinya. Pendokumentasi asuhan keperawatan juga merupakan aspek
penting dalam memberikan asuhan keperawatan karena pendokumentasian dapat
dijadikan sebagai salah satu indikator akuntabilitas perawat atau tanggung gugat
perawat yaitu perawat dapat digugat secara hukum. Kegiatan pendokumentasian
asuhan keperawatan merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan di rumah
sakit tetapi pada pelaksanaan pendokumentasian yang dilakukan perawat masih
banyak belum terisi dengan berbagai kendala berupa motivasi yang kurang,
jumlah tenaga yang kurang, beban kerja yang berat dan pengontrolan yang
kurang.
RSUD Tarakan merupakan salah satu Rs dijakarta yang memiliki ruang rawat
inap yang cukup banyak selain itu memiliki kurang lebih 500 tenaga keperawatan
baik rawat inap maupun rawat jalan, salah satu ruang rawat yaitu ruang rawat
ICU dimana ruang rawat ICU merupakan ruang khusus bagi pasien yang
membutuhkan alat khusus, di ICU pencatatan dokumentasi sangat penting
mengingat pasien yang diberi asuhan keperawatan sangat banyak berbeda
dengan ruang rawat inap lainnya, di ruang ICU RSUD Tarakan memiliki 25
orang perawat terdiri dari 3 orang berpendidikan S1 dan 22 orang berpendidikan
D3 keperawatan. Dalam hal ini penelitian ini peneliti ingin melihat. Persepsi
5
pendokumentasian asuhan keperawatan di ruang ICU RSUD Tarakan Jakarta.
1.2 Tujuan Penelitian
1.2.1 Tujuan Umum
tentang penerapan pendokumentasian sesuai standar asuhan
keperawatan di ruang ICU RSUD Tarakan Jakarta.
1.2.2 Tujuan Khusus
pelaksana terhadap pendokumentasian asuhan keperawatan di
ruang ICU RSUD Tarakan Jakarta
b. Mengetahui kaitan jenis kelamin perawat terhadap persepsi
perawat pelaksana terhadap pendokumentasian asuhan
keperawatan di ruang ICU RSUD Tarakan Jakarta
c. Mengetahui kaitan status perawat terhadap persepsi perawat
pelaksana terhadap pendokumentasian asuhan keperawatan di
ruang ICU RSUD Tarakan Jakarta
d. Mengetahui kaitan lama kerja perawat terhadap persepsi
perawat pelaksana terhadap pendokumentasian asuhan
keperawatan di ruang ICU RSUD Tarakan Jakarta.
6
persepsi perawat pelaksana terhadap pendokumentasian
asuhan keperawatan di ruang ICU RSUD Tarakan Jakarta
1.3 Manfaat Penelitian
1. Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi Rumah sakit
terutama pelayanan keperawatan mengetahui permasalahan yang
menyebabkan pendokumentasian tidak dilakukan dan akan bermanfaat bagi
manajerial rumah sakit terkait peningkatan kualitas asuhan keperawatan
serta memberi masukan untuk meningkatkan pada perawat dalam
melakukan pendokumentasian askep di rawat inap rumah sakit.
2. Pengembangan Pendidikan Keperawatan
untuk pengembangan penelitian terkait dengan faktor-faktor yang
berhubungan dengan pelaksanaan pendokumentasi di Rumah Sakit.
3. Pengembangan Ilmu Keperawatan
konsep penelitian dan meningkatkan ilmu pengetahuan peneliti serta
menerapkan ilmu-ilmu hasil studi yang telah peneliti terima di bangku kuliah
khususnya tentang pentingnya kelengkapan dokumentasi keperawatan dan
7
pengetahuan akan pentingnya dilaksanakan pendokumentasian.
9
Menurut UU keperawatan No 38 tahun 2014 Pelayanan Keperawatan adalah
suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat Keperawatan
ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat, baik sehat
maupun sakit lalu.
Sedangkan pengertian Perawat dalam Keputusan Mentri Kesehatan Nomor
1239/MenKes/SK.XI.2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat maka pada
pasal 1 ayat 1 yang berbunyi “Perawat adalah seseorang yang telah lulus
pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Perawat adalah
seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di dalam
maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan (UU keperawatan No 38 tahun 2014)
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat dan memiliki
kemampuan serta kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan
bidang keilmuan yang dimilki dan memberikan pelayanan kesehatan secara
holistik dan profesional untuk individu sehat maupun sakit, perawat
berkewajiban memenuhi kebutuhan pasien meliputi bio-psiko-sosial dan
spiritual (Asmadi, 2008, Konsep Dasar Keperawatan).
10
Berdasarkan 5 definisi di atas, maka peneliti menyimpulkan, perawat adalah
seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam negeri maupun di
luar negeri, yang memiliki kemampuan dan kewenangan tindakan keperawatan
dalam bidang keilmuan yang dimiliki dan memberikan pelayanan kesehatan
secara holistik dan profesional untuk individu sehat maupun sakit.
2.1.2. Peran perawat
Peran menurut Kozier Barbara, (1995), (dalam Wahid & Nurul, Ilmu Kesehatan
Masyarakat, 2009.64), adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh
orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu sistem. Peran
dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat
stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada
situasi sosial tertentu.
Perawat atau Nurse berasal dari bahasa latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti
merawat atau memelihara.. Fungsi itu sendiri adalah suatu pekerjaan yang
dilakukan sesuai dengan perannya. Fungsi dapat berubah disesuaikan dengan
keadaan yang ada. Sedangkan fungsi perawat dalam melakukan pengkajian pada
Individu sehat maupun sakit dimana segala aktifitas/ kegiatan yang dilakukan
oleh perawat dalam keseharian dilakukan berguna untuk pemulihan
kesehatan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, aktifitas ini dilakukan
dengan berbagai cara untuk mengembalikan kemandirian pasien secepat mungkin
dalam bentuk Proses Keperawatan yang terdiri dari tahap Pengkajian, Identifikasi
masalah (Diagnosa Keperawatan), Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi.
11
Saat ini perawat memiliki peran yang lebih luas dengan penekanan pada
peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, juga memandang klien secara
komprehensif.Perawat kontemporer menjalankan fungsi dalam kaitannya dengan
berbagai peran pemberi perawatan, pembuat keputusan klinik dan etika, pelindung
dan advokat bagi klien, manajer kasus, rehabilitator, komunikator dan pendidik
(Wahid & Nurul, Ilmu Kesehatan Masyarakat, 2009.65).
Tugas dan wewenang perawat menurut undang-undang keperawatan no 38 pasal
29 tahun 2014 adalah sebagai berikut:
1. Pemberi Asuhan Keperawatan
3. pengelola Pelayanan Keperawatan
6. pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu
Beberapa peran perawat professional antara lain care giver, client advocate,
counselor, educator, collaborator, coordinator, change agent, consultan, dan
interpersonal process.
Peran ini diharapkan perawat mampu menerapkan hal-hal berikutini.
1) Memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok
atau masyarakat sesuai diagnosa masalah yang terjadi melalui dari masalah
yang bersifat sederhana sampai pada masalah yang kompleks.
2) Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan klien, perawat
harus memperhatikan klien berdasarkan kebutuhan signifikan dari klien
12
keperawatan, mulai dari masalah fisik sampai psikologis.
b. Clien Advocate (Pembela Klien)
Perawat juga berperan sebagai advokat atau pelindung klien, yaitu membantu
untuk mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan mengambil
tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan melindungi klien dari efek
yang tidak diinginkan yang berasal dari pengobatan atau tindakan diagnostik
tertentu. Peran inilah yang belum tampak pada sebagian besar institusi kesehatan
di Indonesia, perawat masih sebatas menerima delegasi dari profesi kesehatan
yang lain tanpa mempertimbangkan akibat dari tindakan yang akan dilakukannya
apakah aman atau tidak bagi kesehatan klien.
Manajer kasus juga merupakan salah satu peran yang dapat dilakoni oleh perawat,
disini perawat bertugas untuk mengatur jadwal tindakan yang akan dilakukan
terhadap klien oleh berbagai profesi kesehatan yang ada di suatu rumah sakit
untuk meminimalisasi tindakan penyembuhan yang saling tumpang tindih dan
memaksimalkan fungsi terapeutik dari semua tindakan yang akan dilaksanakan
terhadap klien.
Adapun tugas perawat perawat sebagai pembela klien adalah sebagai berikut :
1) Bertanggung jawab membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam
memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan
(inform concern) atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya.
2) Mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, harus dilakukan karena
klien yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak
13
petugas kesehatan. Perawat adalah anggota tim kesehatan yang paling lama
kontak dengan klien, sehingga diharapkan perawat harus mampu membela
hak-hak klien.
Seorang pembela klien adalah pembela dari hak-hak klien. Pembelaan termasuk
didalamnya peningkatan apa yang terbaik untuk klien, memastikan kebutuhan
klien terpenuhi dan melindungi hak-hak klien (Disparty, 1998).
Hak-Hak Klien antara lain :
3) Hak atas privasi
5) Hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian tindakan.
Hak-Hak Tenaga Kesehatan antara lain :
1) Hak atas informasi yang benar
2) Hak untuk bekerja sesuai standart
3) Hak untuk mengakhiri hubungan dengan klien
4) Hak untuk menolak tindakan yang kurang cocok
5) Hak atas rahasia pribadi
6) Hak atas balas jasa
c. Conselor (konseling)
Konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan mengatasi tekanan
psikologis atau masalah sosial untuk membangun hubungan interpersonal yang
baik dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang. Didalamnya diberikan
dukungan emosional dan intelektual.
1) Mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat
sakitnya.
untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya.
keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan
pengalaman yang lalu.
d. Educator (Pendidik)
Mengajar adalah merujuk kepada aktifitas dimana seseorang guru membantu
murid untuk belajar. Belajar adalah sebuah proses interaktif antara guru dengan
satu atau banyak pelajar dimana pembelajaran obyek khusus atau keinginan untuk
merubah perilaku adalah tujuannya. (Redman, 1998).Inti dari perubahan perilaku
selalu didapat dari pengetahuan baru atau keterampilan secara teknis.Inti dari
perubahan perilaku selalu didapat pengetahuan baru atau keterampilan secara
teknis.Selama pelaksanaan perawat menerapkan strategi pengajaran dan selama
evaluasi perawat menilai hasil yang telah didapat.Saat ini ada kecendrungan baru
untuk peningkatan dan penjagaan kesehatan dari pada pelayanan. Sebagai
akibatnya, masyarakat ingin memperoleh banyak pengetahuan dibidang
kesehatan, (Wahit dan Nurul, Ilmu Kesehatan Masyarakat, 2009:67)
15
Pada peran ini perawat diharapkan mampu melakukan hal-hal berikut:
1) Dapat dilakukan kepada klien atau keluarga, tim kesehatan lain, baik
secara spontan pada saat berinteraksi maupun formal.
2) Membantu klien meningkatkan pengetahuan dalam upaya meningkatkan
kesehatan, gejala penyakitnya sesuai kondisi dan tindakan yang spesifik.
3) Dasar pelaksanaan peran adalah intervensi dalam proses keperawatan.
e. Kolaborasi (Collaborator)
Perawat sebagai kolaborasi dapat dilaksanakan dengan cara berkerja sama
dengan tim kesehatan yang lain, baik perawat dengan dokter, perawat dengan ahli
gizi, perawat dengan ahli ragiologi, dan lintas sektoral dalam masyarakat dalam
kaitannya membantu mempercepat penyembuhan klien serta kesehatan
masyarakat.
menerima pelayanan dari banyak profesional .
g. Change Agent (pembawa Perubahan)
Pembawa perubahan adalah seseorang yang mempunyai inisiatif membantu orang
membuat perubahan pada dirinya atau pada sistem (Kemp,1986).
Mengidentifikasi masalah, mengkaji motivasi pasien dan membantu klien untuk
berubah, menunjukan alternative, menggali kemungkinan hasil dari alternative,
mengkaji sumber daya menunjukan peran membantu, membina dan
mempertahankan hubungan membantu, membantu selama fase dari proses
perubahan dan membimbing klien melalui fase ini (Marriner Torney).
16
Perawat berperan sebagai tempat konsultasi bagi pasien terhadap masalah yang
dialami atau tindakan keperawatan yang tepat dan tempat konsultasi terhadap
masalah atau tindakan keperawatan yang diberikan.Peran ini dilakukan atas
permintaan klien terhadap informasi pelayanan keperawatan yang diberikan.
2.2 Tinjauan Umum tentang Pelaksanaan Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan secara umum diartikan sebagai pendekatan dalam
pemecahan masalah yang sistematis untuk memberikan asuhan keperawatan
terhadap setiap orang (Zaidin, 2008).
Standar praktek keperawatan nasional merupakan pedoman bagi perawat
Indonesia, baik generalis maupun spesialis diseluruh tatanan pelayanan
kesehatan (rumah sakit, puskesmas, dan lai-lain) dalam melakukan asuhan
keperawatan melalui proses pendekatan keperawatan. Standar praktek
keperawatan di Indonesia, sebagaimana telah dijabarkan oleh PPNI, mengacu
pada tahapan dalam proses keperawatan yakni terdiri dari 5 standar antara lain:
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi
(Nursalam, 2008):
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistimatis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara akurat,
menyeluruh, singkat, dan berkesinambungan.
catatan klien lainnya).
2. Sumber data terdiri dari sumber data primer dan sekunder. Sumber data
primer berasal dari pengkajian langsung terhadap klien dengan metode
IPPA (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi). Sedangkan sumber
data sekunder berasal selain dari klien, misalnya: keluarga atau orang
terkait, tim kesehatan, rekam medis, dan catatan lainnya.
3. Data yang dikumpulkan, berfokus untuk mengidentifikasi:
a. Status kesehatan klien dimasa lalu
b. Status kesehatan klien saat ini
c. Status fisiologis-psikologis-sosial-spiritual
2.2.2 Standar II: Diagnosa Keperawatan
Diagnosis data adalah suatu pernyataan dari pasien yang nyata maupun
potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan, yang pemecahannya
dapat dilakukan dalam batas kewenangan perawat untuk melakukannya.
Masalah nyata adalah masalah yang sudah ada pada waktu pengkajian.
Sedangkan masalah potensial/resiko merupakan masalah yang mungkin
timbul bila pemecahannya tidak dilaksanakan. Untuk menghidari
18
berfokus pada keadaan patologis/pengobatan dan penyembuhan penyakit,
sedangkan diagnosis keperawatan berfokus pada respon pasien terhadap
penyakit atau factor lain yang mempengaruhi.
Perawat melakukan analisis terhadap data-data yang dikumpulkan selama
pengkajian untuk menegakkan Diagnosa Keperawatan.
Kriteria proses:
indentifikasi masalah klien, dan perumusan diagnosa keperawatan
b. Komponen diagnosa keperawatan terdiri
dari: P (Problem) atau masalah
E (Etiology) atau penyebab Akan tertapi terkadang hanya dari P dan E
saja.
1. Actual, yaitu diagnosa keperawatan yang menjelaskan masalah
nyata yang sudah ada pada saat pengkajian dilakukan
2. Potensial, yaitu diagnosis keperawatan yang menjelaskan
masalah nyata akan terjadi bila tindakan keperawatan tidak
dilakukan
dan berusaha untuk dekat dengan klien atau petugas kesehatan lain
e. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa keperawatan
berdasarkan data terbaru.
keperawatan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosis
keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan
pasien. Tujuan perencanaan keperawatan adalah sebagai alat komunikasi
antar teman sejawat dan tenaga kesehatan lain, dan meningkatkan
keseimbangan asuhan keperawatan. Perawat membuat rencana tindakan
keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien.
Kriteria proses:
2. Tujuan dan Kriteria hasil
3. Rencana tindakan
Mendokumentasikan rencana keperawatan
kesehatan dengan mengikutsertakan pasien dengan keluarganya. Perawat
mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam asuhan
keperawatan.
kesehatan lain
klien
tanggung jawabnya
6. mencapai tujuan perawatan.
fasilitas pelayanan kesehatan yang ada
8. Memberikan pendidikan kepada klien dan keluarga mengenai konsep
keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi
lingkungan yang digunakan
berdasarkan respon klien.
rencana keperawatan. Evaluasi keperawatan dilakukan secara periodik,
sistematis dan terencana untuk menilai perkembangan pasien setelah
pelaksanaan tindakan keperawatan. Perawat mengevaluasi kemajuan klien
terhadap tindakan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar serta
perencanaan.
21
komprehensif, tepat waktu dan terus menerus
b. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur
perkembangan kearah pencapaian tujuan
c. Memvalidasi dan menganalisa data baru dengan teman sejawat dan
klien
rencana asuhan keperawatan
( Suriadi, Yuliani R,2007).
Menurut Deswani (2011) dokumentasi adalah sesuatu yang ditulis atau
dicetak, kemudian diandalkan sebagai catatan bukti bagi orang yang
berwenang, dan merupakan bagian dari praktik professional.
Dokumentasi keperawatan merupakan informasi tertulis tentang status
dan perkembangan kondisi klien serta semua kegiatan asuhan
keperawatan yang dilakukan oleh perawat (Setiadi, 2012).
2.3 MOTIVASI
2.3.1 Pengertian
Motivasi berasal dari bahasa Latin yang berarti to move.Secara umum
mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang menggerakkan kita untuk
berprilaku tertentu. Oleh karena itu, dalam mempelajari motivasi kita
22
(Notoatmodjo, Promosi Kesehatan teori dan aplikasi, 2010).
Motivasi adalah karakteristik psikologis manusia yang memberikan
konstribusi pada tingkat komitmen seseorang. Hal ini termasuk faktor-
faktor yang menyebabkan, menyalurkan dan mempertahankan tingkah
laku manusia dalam arah tekad tertentu (Stoner dan Freeman,1995:143
dalam Nursalam, Manajemen Keperawatan, 2011:85)
Motivasi adalah segala suatu yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu (Ngalim Purwanto, 2000:60 dalam Nursalam,
Manajemen Keperawatan ,2011:85), Motivasi adalah perasaan atau
pikiran yang mendorong seseorang melakukan pekerjaan atau
menjalankan kekuasaannya, (Nursalam, Manajemen Keperawatan,
2011:86).
Dari berbagai macam definisi motivasi, menurut Stanford ada tiga hal
penting dalam pengertian motivasi, yaitu hubungan antara kebutuhan,
dorongan, dan tujuan.Kebutuhan muncul karena seseorang merasakan
sesuatu yang kurang, baik fisiologis maupun psikologis.Dorongan
merupakan arahan untuk memenuhi kebutuhan, sedangkan tujuan adalah
akhir dari satu siklus motivasi
Motivasi adalah proses manajemen untuk memengaruhi tingkah laku manusia
berdasarkan pengetahuan mengenai apa yang membuat orang tergerak (Stoner dan
Freeman, 1995:134 dalam Nursalam, Manajemen Keperawatan , 2011:86).
Menurut bentuknya motivasi terdiri atas :
1) Motivasi Intrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari dalam diri individu.
23
2) Motivasi Ekstrinsik, yaitu motivasi yang datangnya dari luar individu.
3) Motivasi terdesak, yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit secara
serentak dan menghentak dengan cepat sekali.
2.3.2 Berbagai Teori Motivasi
Ada dua aliran teori motivasi, yaitu motivasi yang dikaji dengan mempelajari
kebutuhan-kebutuhan, atau content theory, dan ada yang mengkaji dengan
mempelajari prosesnya atau disebut sebagai process theory (wood et all, 1998).
Content theory: Teory-teori ini mengajukan cara untuk menganalisis kebutuhan
yang mendorong seseorang untuk bertingkah laku tertentu, sedangkan process
theory berusaha memahami proses berpikir yang ada yang dapat mendorong
seseorang untuk berperilaku tertentu, (Notoatmodjo, Promosi Kesehatan teori dan
aplikasi, 2010).
Landy dan Becker mengelompokan banyak pendekatan modern pada teori dan
praktik menjadi empat kategori yaitu :
1) Teori kebutuhan
seseorang untuk memenuhi kebutuhannya. Menurut teori kebutuhan, motivasi
dimilki seseorang pada saat belum mencapai tingkat kepuasan tertentu dalam
kehidupannya. Kebutuhan yang telah terpuaskan tidak akan lagi menjadi
motivator. Teori-teori yang termasuk dalam kebutuhan adalah :
a) Teori hierarki Kebutuhan menurut Maslow.
Teori ini dikembangkan oleh Abraham Maslow, yang terkenal dengan kebutuhan
FAKHA (Fisiologis, Aman, Kasih Sayang, Harga Diri, dan Aktualisasi Diri) di
24
mana Maslow memandang kebutuhan manusia sebagi lima macam hierarki, mulai
dari kebutuhan yang paling mendasar sampai kebutuhan tertinggi, yaitu
aktualisasi diri. Menurut Maslow, individu akan termotivasi untuk memenuhi
kebutuhan yang paling menonjol atau paling kuat bagi mereka pada waktu
tertentu.
b) Teori ERG
Teori ERG adalah teori motivasi yang menyatakan bahwa orang bekerja keras
untuk memenuhi kebutuhan tentang eksistensi (Existence, kebutuhan mendasar
dari Maslow), kebutuhan keterkaitan (Relatedness, kebutuhan hubungan antara
pribadi) dan kebutuhan pertumbuhan (Growth, kebutuhan akan kreativitas pribadi,
atau pengaruh produktif). Teori ERG menyatakan bahwa jika kebutuhan yang
lebih tinggi mengalami kekecewaan, kebutuhan yang lebih rendah akan kembali,
walau sudah terpuaskan.
c) Teori Tiga Macam Kebutuhan
John W. Atkinson, mengusulkan ada tiga macam dorongan mendasar dalam diri
orang termotivasi, kebutuhan untuk mencapai prestasi (need for achivement),
kebutuhan kekuatan (need of power), dan kebutuhan untuk berafiliasi atau
hubungan dekat dengan orang lain (need for affiliation).
Penelitian McClelland juga menyatakan bahwa manajer dapat mencapai tingkat
tertentu, menaikan kebutuhan untuk berprestasi dari karyawan dengan
menciptakan lingkungan kerja yang memadai.
d) Teori Motivasi Dua faktor.
Teori ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg di mana Herzberg menyakini
bahwa karyawan dapat dimotivasi oleh pekerjaannya sendiri didalamnya terdapat
25
menyimpulkan bahwa ketidakpuasan dan kepuasan dalam bekerja muncul dari
dua faktor yang terpisah.
pekerjaan yang dilakukan.Faktor yang paling penting adalah kebijakan perusahaan
yang dinilai oleh banyak orang sebagai penyebab utama ketidak efensienan dan
ketidak efektifan.Penilaian positif terhadap berbagai faktor ketidakpuasan ini tidak
menyebabkan kepuasan kerja tetapi hanya menghilangkan ketidakpuasan.Secara
lengkap, beberapa faktor yang membuat ketidakpuasan adalah kebijakan
perusahaan dan administrasi, supervisi, hubungan dengan supervisor, kondisi
kerja, gaji, hubungan dengan rekan sejawat, kehidupan pribadi, hubungan dengan
bawahan, statur dan, keamanan.
pengakuan, tanggung jawab, dan kemajuan, semua berkaitan dengan isi pekerjaan
dan imbalan prestasi kerja. Berbagai faktor lain yang membuat kepuasan yang
lebih besar, yaitu: berprestasi, pengakuan, bekerja sendiri, tanggung jawab,
kemajuan dalam pekerjaan, dan pertumbuhan.
2) Teori Keadilan
Teori keadilan didasarkan pada asumsi bahwa faktor utama dalam motivasi
pekerjaan adalah evaluasi individu atau keadilan dari penghargaan yang diterima.
Individu akan termotivasi jika hal yang mereka dapat seimbang dengan usaha
yang mereka kerjakan.
3) Teori Harapan
26
Teori harapan ini menyatakan cara memilih dan bertindak dari berbagai alternatif
tingkah laku berdasarkan harapan (apakah ada keuntungan yang diperoleh dari
tiap tingkah laku). Teori harapan terdiri atas dasar sebagai berikut.
a) Harapan hasil prestasi
bertingkah laku.
b) Valensi
Hasil dari suatu tingkah laku mempunyai valensi atau kekuatan untuk bermotivasi.
Valensi ini bervariasi dari satu individu ke individu yang lain.
c) Harapan prestasi usaha
Harapan orang mengenai tingkah keberhasilan mereka dalam melaksanakan tugas
yang sulit akan berpengaruh pada tingkah laku. Tingkah laku seseorang sampai
tingkat tertentu akan bergantung pada tipe hasil yang diharapkan. Beberapa hasil
berfungsi sebagai imbalan intrinsik yaitu imbalan yang dirasakan langsung oleh
orang yang bersangkutan. Imbalan ekstrinsik (misal: bonus, pujian, dan promosi)
diberikan oleh pihak luar seperti supervisor atau kelompok kerja.
4) Teori Penguatan
Teori ini dikaitkan oleh ahli psikologi B. F. Skinner dengan teman-temannya,
menunjukan bagaimana konsekuensi tingkah laku di masa lampau akan
mempengaruhi tindakan di masa depan dalam proses belajar siklus.
Dalam pandangan ini tingkah laku sukarela seseorang terhadap suatu situasi atau
peristiwa merupakan penyebab dari konsekuensi tertentu.Teori penguatan
27
respon pada rangsangan terhadap pola tingkah laku yang konsisten sepanjang
waktu.
2.3.3 Pengukuran Motivasi
Bagaimana cara mengukur motivasi seseorang, dan apakah ada suatu alat baku
untuk mengukur mengukur motivasi. Motivasi tidak dapat diobservasi secara
langsung namun harus diukur.Pada umumnya, yang banyak diukur adalah
motivasi sosial dan motivasi biologis. Ada beberapa cara untuk mengukur
motivasi, yaitu dengan 1) tes proyektif, 2) kuesioner, dan 3) observasi perilaku.
(Notoatmodjo, Promosi Kesehatan teori dan aplikasi, 2010).
a. Tes proyektif
Apa yang kita katakan merupakan cerminan dari apa yang ada dalam diri kita.
Dengan demikian untuk memahami apa yang dipikirkan orang, maka kita beri
stimulus yang harus diinterpretasikan. Salah satu teknik proyektif yang banyak
dikenal adalah Thematic perception Test (TAT). Dalam tes tersebut kita diberikan
gambar dan klien diminta untuk membuat cerita dari gambar tersebut.Dalam teori
Mc Leland dikatakan, bahwa manusia memiliki tiga kebutuhan yaitu kebutuhan
untuk berprestasi (n-ach), kebutuhan untuk power (n-power), kebutuhan untuk
berafilisasi (n_aff).Dari isi cerita tersebut kita dapat menelaah motivasi yang
mendasari diri klien berdasarkan konsep kebutuhan di atas.
b. Kuesioner
Salah satu cara untuk mengukur motivasi melalui kuesioner adalah dengan
meminta klien untuk mengisi kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang
dapat memancing motivasi klien. Sebagai contoh adalah EPPS (Edward’s
28
untuk memilih salah satu dari kedua pertanyaan tersebut yang lebih
mencerminkan dirinya.Dari pengisian kuesioner tersebut kita dapat melihat dari
ke 15 jenis kebutuhan yang yang ada dalam tes tersebut, kebutuhan mana yang
paling dominan dalam diri kita. Contohnya antara lain, kebutuhan untuk
berprestasi, kebutuhan akan keteraturan, kebutuhan untuk berafiliasi dengan orang
lain, kebutuhan untuk membina hubungan dengan lawan jenis, bahkan kebutuhan
untuk bertindak agresif.
c. Observasi Perilaku
Cara lain untuk mengukur motivasi adalah dengan membuat situasi sehingga klien
dapat memunculkan perilaku yang mencerminkan motivasi. Misalnya, untuk
mengukur keinginan untuk berprestasi, klien diminta untuk memproduksi origami
dengan batas waktu tertentu.Perilaku yang diobservasi adalah, apakah klien
menggunakan umpan balik yang diberikan, mengambil keputusan yang beresiko
dan mementingkan kualitas dari pada kuantitas kerja.
2.3.4 Cara Meningkatkan Motivasi
dimotivasi dapat melakukan apa yang harus dilakukan.
29
sesuatu harapan yang memberikan motivasi.
c) Memotivasi dengan identifikasi (motivating by identification on
egoinvoiremen), yaitu cara memotivasi dengan menanamkan
kesadaran. (Sunaryo, 2006).
Menurut Siagian (2002) faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang
dapat diketahui berdasarkan karakteristik dari individu yang bersifat khas yang
terdiri dari delapan faktor yaitu :
1. Karakteristik Biografi yang meliputi :
a) Usia, hal ini penting karena usia mempunyai kaitan yang erat dengan
berbagai segi kehidupan organisasional. Misalnya kaitan usia dengan
tingkat kedewasaan teknis yaitu ketrampilan tugas.
b) Jenis Kelamin, karena jelas bahwa implikasi jenis kelamin para pekerja
merupakan hal yang perlu mendapat perhatian secara wajar dengan
demikian perlakuan terhadap merekapun dapat disesuaikan sedemikian
rupa sehinggamereka menjadi anggota organisasi yang bertanggung
jawab terhadappekerjaannya.
c) Status perkawinan, dengan status ini secara tidak langsung dapat
memberikan petunjuk cara, dan teknik motivasi yang cocok digunakan
bagi para pegawaiyang telah menikah dibandingkan dengan pegawai
yang belum menikah.
d) Jumlah tanggungan, dalam hal ini jumlah tanggungan seorang seorang
pencari nafkah utama keluarga adalah semua orang yang biaya idupnya
tergantung pada pencari nafkah utama tersebut, tidak terbatas hanya ada
istri atau suami
dan anak–anaknya.
e) Masa kerja, dalam organisasi perlu diketahui masa kerja seseorang
karena masa kerja seseorang merupakan satu indikator kecenderungan
para pekerja dalamberbagai segi organisasional seperti ; produktivitas
kerja dan daftar kehadiran.Karena semakin lama seseorang bekerja ada
kemungkinan untuk mereka mangkir atau tidak masuk kerja disebabkan
karena kejenuhan.
karena kepribadian sebagai keseluruhan cara yang digunakan oleh seseorang
untuk bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain.
3.Persepsi
sekitarnyaakan sangat berpengaruh pada perilaku yang pada gilirannya
menentukan faktor – faktor yang dipandangnya sebagai faktor
organisasional yang kuat.
Belajar adalah proses yang berlangsung seumur hidup dan tidak terbatas
pada pendidikan formal yang ditempuh seseorang diberbagai tingkat
lembaga pendidikan. Salah satu bentuk nyata dari telah belajarnya seseorang
31
dalam tindakan.
Sistem nilai pribadi seseorang biasanya dikaitkan dengan sistem nilai sosial
yang berlaku di berbagai jenis masyarakat dimana seseorang menjadi
anggota.
tertentu, orang tertentu atau peristiwa tertentu. Artinya sikap merupakan
pencerminan perasaan seseorang terhadap sesuatu.
7. Kepuasan kerja
kehidupan organisasionalnya.
8. Kemampuan
Kemampuan dapat digolongkan atas dua jenis yaitu kemampuan fisik dan
kemampuan intelektual. Kemampuan fisik meliputi kemampuan seseorang
dalam menyelesaikan tugas–tugas yang bersifat teknis, mekanistik dan
repetatif, sedangkan kemampuan intelektual meliputi cara berfikir dalam
menyelesaikan masalah.
berwenang, dan merupakan bagian dari praktik professional.Dokumentasi
keperawatan merupakan informasi tertulis tentang status dan perkembangan
kondisi klien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh
perawat (Fisbach, 1991 dalam Setiadi, 2012).
2.4.2. Tujuan Dokumentasi Keperawatan
keperawatan adalah untuk memfasilitasi pemberian perawatan pasien yang
berkualitas, memastikan dokumentasi kemajuan yang berkenan dengan hasil
yang berfikus pada pasien, memfasilitasi konsistensi antardisiplin dan
komunikasi tujuan dan kemajuan pengobatan.
Sedangkan menurut Setiadi (2012), tujuan dari dokumentasi keperawatan yaitu :
a. Sebagai sarana komunikasi : dokumentasi yang dikomunikasikan secara
akurat dan lengkapdapat berguna untuk membantu koordinasi asuhan
keperawatan yang diberikan oleh tim kesehatan, mencegah informasi yang
berulang terhadap pasien atau anggota tim kesehatan atau mencegah
tumpang tindih, bahkan sama sekali tidak dilakukan untuk mengurangi
kesalahan dan meningkatkan ketelitian dalam memberikan asuhan
33
waktu sebaik-baiknya.
b. Sebagai Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat : sebagai upaya untuk
melindungi klien terhadap kuallitas pelayanan keperawatan yang diterima
dan perlindungan terhadap keamanan perawat dalam melaksanakan
tugasnya maka perawat diharuskan mencatat segala tindakan yang
dilakukan terhadap klien.
sarana, prasarana dan teknis.
dilaksanakan secara baik dan benar akan membantu para siswa
keperawatan maupun siswa kesehatan lainnya dalam proses belajar
mengajar untuk mendapatkan pengetahuan dan membandingkannya, baik
teori maupun praktik lapangan.
dokumentasi dapat digunakan sebagai sumber data penelitian. Hal ini sarat
kaitannya dengan yang dilakukan terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan sehingga melalui penelitian dapat diciptakan satu bentuk
pelayanan keperawatan yang aman, efektif dan etis.
f. Sebagai Jaminan Kualitas Pelayanan Kesehatan : melalui dokumentasi
yang dilakukan dengan baik dan benar, diharapkan asuhan keperawatan
yang berkualitas dapat dicapai, karena jaminan kualitas merupakan bagian
dari program pengembangan pelayanan kesehatan. Suatu perbaikan tidak
34
dapat diwujudkan tanpa dokumentasi yang kontinu, akurat, dan rutin baik
yang dilakukan oleh perawat maupun tenaga kesehatan lainnya.
g. Sebagai Sumber Data Perencanaan Asuhan Keperawatan Berkelanjutan :
dengan dokumentasi akan didapatkan data yang aktual dan konsisten
mencakup seluruh kegiatan keperawatan yang dilakukan melalui tahapan
kegiatan proses keperawatan.
dokumentasi asuhan keperawatan yang dapat dipertanggungjawabkan dari kedua
aspek ini berkaitan erat dengan aspek manajerial, yang disatu sisi melindungi
pasien sebagai penerima pelayanan (konsumen) dan disisi lain melindungi
perawat sebagai pemberi jasa pelayanan dan asuhan keperawatan (Hidayat, 2002)
Nursalam (2011) menerangkan bahwa dokumentasi keperawatan mempunyai
makna yang penting dilihat dari berbagai aspek seperti aspek hukum, kualitas
pelayanan, komunikasi, keuangan, pendidikan, penelitian, dan akreditasi.
Penjelasan mengenai aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut :
a. Hukum
bernilai hukum.Bila menjadi suatu masalah (misconduct) yang
berhubungan dengan profesi keperawatan, di mana sebagai pemberi jasa
dan klien sebagai pengguna jasa, maka dokumentasi dapat dipergunakan
35
bukti di pengadilan.
b. Kualitas Pelayanan
kemudahan bagi perawat dalam membantu menyelesaikan masalah klien.
Dan untuk mengetahui sejauh mana masalah klien dapat teratasi dan
seberapa jauh masalah dapat diidentifikasi dan dimonitor melalui
dokumentasi yang akurat. Hal ini akan membantu meningkatkan kualitas
(mutu) pelayanan keperawatan.
yang berkaitan dengan klien. Perawat atau profesi kesehatan lain dapat
melihat dokumentasi yang ada dan sebagai alat komunikasi yang dijadikan
pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan.
d. d. Keuangan
belum, sedang, dan telah diberikan didokumentasikan dengan lengkap dan
dapat dipergunakan sebagai acuan atau pertimbangan dalam biaya
keperawatan bagi klien.
kronologis dari kegiatan asuhan keperawatan yang dapat dipergunakan
sebagai bahan atau referensi pembelajaran bagi peserta didik atau profesi
keperawatan.
36
didalamnya mengandung informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan
atau objek riset dan pengembangan profesi keperawatan.
h. Akreditasi
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan mengenai tingkat
keberhasilan pemberian asuhan keperawatan yang diberikan guna
pembinaan dan pengembangan lebih lanjut.
2.4.4. Prinsip-prinsip Dokumentasi
yaitu :
b. Mudah dibaca, sebaiknya menggunakan tinta warna biru atau hitam.
c. Akurat, menulis catatan selalu dimulai dengan menulis tanggal, waktu dan
dapat dipercaya secara faktual.
d. Ringkas, singkatan yang biasa digunakan dan dapat diterima, dapat
dipakai.
e. Pencatatan mencakup keadaan sekarang dan waktu lampau.
f. Jika terjadi kesalahan pada saat pencatatan, coret satu kali kemudian tulis
kata “salah” diatasnya serta paraf dengan jelas. Dilanjutkan dengan
37
jika ada penghapusan.
g. Tulis nama jelas pada setiap hal yang telah dilakukan dan bubuhi tanda
tangan.
h. Jika pencatatan bersambung pada halaman baru, tanda tangani dan tulis
kembali waktu dan tanggal pada bagian halaman tersebut.
i. Jelaskan temuan pengkajian fisik dengan cukup terperinci. Hindari
penggunaan kata seperti “sedikit” dan “banyak” yang mempunyai tafsiran
dan harus dijelaskan agar bisa dimengerti.
j. Jelaskan apa yang terlihat, terdengar terasa dan tercium pada saat
pengkajian.
k. Jika klien tidak dapat memberikan informasi saat pengkajian awal, coba
untuk mendapatkan informasi dari anggota keluarga atau teman dekat yang
ada atau kalau tidak ada catat alasannya.
2.5 Persepsi
dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di sekitarnya. Persepsi
mengandung pengertian yang sangat luas, menyangkut intern danekstern.
Berbagai ahli telah memberikan definisi yang beragam tentang persepsi,
walaupun pada prinsipnya mengandung makna yang sama. Persepsi menurut
Kamus Bahasa Indonesia, persepsi berarti tanggapan (penerimaan) langsung hal
melalui pancainderanya (Depdiknas, 2002:). Menurut Chaplin, persepsi adalah
proses mengetahui atau mengenal objek dan kejadian objektif dengan bantuan
38
diantaranya menurut Walgito, persepsi adalah mengelompokkan benda-benda
yang berdekatan atau serupa, dapat memfokuskan perhatiannya pada satu objek,
sedangkan objek-objek lain disekitarnya dianggap sebagai latar belakang.
Kemampuan untuk membedakan, mengelompokkan, memfokuskan dan
sebagainya itu, yang selanjutnya dinterpretasi (Walgito ,2004:86).
Menurut Sugihartono, dkk (2007: 8) mengemukakan bahwa persepsi adalah
kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk
menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Persepsi
manusia terdapat perbedaan sudut pandang dalam penginderaan. Ada yang
mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi yang positif maupun persepsi
negatif yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang tampak atau nyata.
Bimo Walgito (2004) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan suatu proses
pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh
organisme atau individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan
aktivitas yang integrated dalam diri individu. Respon sebagai akibat dari
persepsi dapat diambil oleh individu dengan berbagai macam bentuk. Stimulus
mana yang akan mendapatkan respon dari individu tergantung pada perhatian
individu yang bersangkutan.
pengalaman yang dimiliki individu tidak sama, maka dalam mempersepsi
sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antar individu satu
dengan individu lain. Setiap orang mempunyai kecenderungan dalam melihat
benda yang sama dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut bisa
39
dan sudut pandangnya. Persepsi juga bertautan dengan cara pandang seseorang
terhadap suatu objek tertentu dengan cara yang berbeda-beda dengan
menggunakan alat indera yang dimiliki, kemudian berusaha untuk
menafsirkannya. Persepsi baik positif maupun negatif ibarat file yang sudah
tersimpan rapi di dalam alam pikiran bawah sadar kita. File itu akan segera
muncul ketika ada stimulus yang memicunya, ada kejadian yang membukanya.
Persepsi merupakan hasil kerja otak dalam memahami atau menilai suatu hal
yang terjadi di sekitarnya (Waidi, 2006: 118).
2.5.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi
Persepsi seseorang tidak timbul begitu saja tetapi ada faktor-faktor yang
mengetahuinya, faktor- faktor inilah yang menjadi dua orang yang melihat sesuatu
yang sama akan memberikan interprestasi yang berbeda tentang yang dilihat itu.
Adapun faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Faktor fungsional persepsi
Yang dimaksud faktor fungsional persepsi adalah faktor yang timbul dari
orang yang mempersepsi kebutuhan, sikap (suara hati), kepentingan,
pengalaman dan tahapan dalam mempengaruhi tanggapan seseorang
terhadap sesuatu.
muncul dari apa yang akan dipersepsi, misalnya hal-hal baru seperti
40
gerakan, tindak-tanduk dan ciri-ciri yang tidak biasa akan turut juga
dalam menentukan persepsi orang yang melihatnya.
c. Faktor situasi persepsi
memakai pakaian renang di tempat yang tidak ada hubungannya dengan
olahraga renang tentunya akan mempengaruhi persepsi yang dilihatnya.
d. Faktor personal persepsi
motivasi, kepribadian. (Subur, 2003 )Sedangkan menurut Menurut
Miftah Toha (2003: 154), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
seseorang adalah sebagai berikut :
keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik,
gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi.
2) Faktor eksternal
pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan,
pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu
objek.
41
disimpulkan bahwa faktor situasi dan sasaran lebih bersifat objektif. Artinya
individu mempunyai kecenderungan yang sama terhadap objek yang akan
dipersepsi sedangkan faktor pelaku lebih objektif karena individu banyak
dipengaruhi untuk keadaan psikisnya.
2.5.3 Proses Terjadinya Persepsi
Individu mengenali suatu objek dari dunia luar dan ditangkap melalui inderanya.
Bagaimana individu menyadari, mengerti apa yang diindera ini merupakan suatu
proses terjadinya persepsi. Proses terjadinya persepsi dapat dijelaskan sebagai
berikut:
Maksudnya adalah tanggapan tersebut dimulai dengan objek yang
menimbulkan stimulus dan akhirnya stimulus itu mengenai alat indera atau
reseptor.
b. Proses fisiologis
Yang dimaksud dengan proses fisiologis yaitu stimulus yang diterima oleh alat
indera kemudian dilanjutkan oleh syarat sensorik ke otak.
c. Proses psikologis
Yang dimaksud dengan proses psikologis adalah proses yang terjadi dalam
otak sehingga seseorang dapat menyadari apa yang diterima dengan reseptor
42
Dokumentasi
Keperawatan :
1. Pengkajian
2. Diagnosa
3. Intervensi
4. Implementasi
5. Evaluasi
Factor-faktor yang
mempengaruhi motivasi :
1. Karakteristik biografi : - Usia - Jenis kelamin - Status - Jumlah tanggungan - Masa kerja
2. Kepribadian
3. Persepsi
Sumber : diadaptasi dari : Siagian 2002.
itu sebagai suatu akibat dari stimulus yang diterimanya. (Walgito, 2010 : 90-
91). Jadi proses terjadinya persepsi itu berawal dari
objek yang menimbulkan stimulus kemudian stimulus itu mengenai alat indera,
kemudian dilanjutkan oleh syaraf sensorik ke otak, dalam otak stimulus itu
diproses sehingga seseorang dapat menyadari apa yang diterima dengan
reseptor itu.
3.1 Kerangka penelitian
Jakarta
1 Usia Jumlah tahun
demografi
mulai bekerja
3.3 Hipotesis
1) Ada kaitan antara usia dengan persepsi motivasi perawat pelaksana dalam
mendokumentasikan asuhan keperawatan di ruang ICU RSUD Tarakan.
2) Ada kaitan antara jenis kelamin dengan persepsi motivasi perawat pelaksana
dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan di ruang ICU RSUD Tarakan.
3) Ada kaitan antara status dengan persepsi motivasi perawat pelaksana dalam
mendokumentasikan asuhan keperawatan di ruang ICU RSUD Tarakan.
4) Ada kaitan antara lama kerja dengan persepsi motivasi perawat pelaksana
dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan di ruang ICU RSUD Tarakan.
46
5) Ada kaitan antara jumlah tangungan dengan persepsi motivasi perawat
pelaksana dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan di ruang ICU
RSUD Tarakan.
bertujuan untuk melihat gambaran fenomena (termasuk kesehatan)
yang terjadi di dalam suatu populasi tertentu (Notoatmodjo, 2010,).
Metode penelitian diskriptif ini dilakukan dengan pendekatan Cross
Sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi
antara faktor-faktor beresiko dengan efek, dengan cara pendekatan,
observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat
(Notoatmodjo, 2010). Pada penelitian ini, peneliti melakukan
penelitian dengan menyebarkan kuesioner kepada responden dalam
waktu yang bersamaan. Penelitian ini ingin melihat faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi motivasi perawat pelaksana dalam terhadap
pendokumentasian asuhan keperawatan di ruang ICU RSUD Tarakan
Jakarta.
(Setiadi, 2013). Populasi penelitian ini adalah perawat yang bekerja di
ICU RSUD Tarakan Jakarta.
populasi yang terjangkau yang dapat digunakan sebagai subyek
penelitian melalui sampling. Sedangkan sampling adalah proses yang
menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang
ada (Nursalam, 2008). Banyak rumus pengambilan sampel penelitian
yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah sampel penelitian.
Pada prinsipnya penggunaan rumus-rumus penarikan sample
penelitian digunakan untuk mempermudah teknis penelitian. Sebagai
misal, bila populasi penelitian terbilang sangat banyak atau mencapai
jumlah ribuan atau wilayah populasi terlalu luas, maka penggunaan
rumus pengambilan sample tertentu dimaksudkan untuk memperkecil
jumlah pengambilan sampel atau mempersempit wilayah populasi
agar teknis penelitian menjadi lancar dan efisien.
Kriteria inklusi :
- Perawat yang bersedia menjadi responden
- Perawat yang dalam kondisi sehat
kriteria ekslusi :
- Perawat yang tidak bersedia menjadi responden
- Perawat yang dalam kondisi sakit
- Perawat yang sedang melanjutkan pendidikan.
49
Jadi jumlah perawat di ICU dan ICCU RSUD Tarakan dijadikan sample
sebanyak 30 orang , teknik total sampling dimana keseluruhan populasi
dijadikan sample (Sugiyono,2009)
Tempat : Sekolah di Ruang ICU DAN ICCU RSUD Tarakan Jakarta,
Waktu penelitian : Januari-Desember 2016
4.5 Prosedur Pengumpulan Data
berikut :
program studi keperawatan.
pendidikan ke Direktur RSUD Tarakan Jakarta
3. Melakukan pendekatan kepada calon responden dan memberikan
penjelasan tentang maksud dan tujuan dari penelitian
4. Memberikan angket/kuisioner kepada calon rsponden dan
menjelaskan maksud dari setiap pernyataan
5. Mempersilahkan responden mengisi kuisioner, sementara peneliti
tidak meninggalkan tempat agar responden dapat bertanya tentang
pernyataan yang kurang dimengerti.
50
peneliti dilakukan analisa.
4.6 Instrumen penelitian
kuantitatif. Pengujian secara kuantitatif dilakukan melalui pengolahan data
menggunakan paket program komputer. Uji coba kuesioner bertujuan untuk
mengetahui ketepatan alat ukur yang digunakan, konsistensi, dan
pemahaman responden terhadap pernyataan yang terdapat dalam kuesioner.
Uji coba kuesioner merupakan salah satu upaya untuk memenuhi syarat
validitas dan reliabilitas instrumen yang digunakan. Menurut Hastono
(2007), variabel dikatakan valid apabila nilai r hitung lebih besar dari r
tabel. Sedangkan reliabilitas kuesioner dapat diketahui dengan melihat nilai
cronbach alpha. Variabel dikatakan reliabel apabila nilai cronbach alpha 0, 5.
4.7 Uji Coba Instrumen
kuesioner bertujuan untuk mengetahui ketepatan alat ukur yang digunakan,
konsistensi, dan pemahaman responden terhadap pernyataan yang terdapat
dalam kuesioner. Uji coba kuesioner merupakan salah satu upaya untuk
memenuhi syarat validitas dan reliabilitas instrumen yang digunakan.
Menurut Hastono (2007).
Hasil uji validitas yang telah dilakukan terhadap 40 soal pendokumentasian
didapatkan nilai cronbha alpha 0,917 dengan nilai r-table 0,514 akan tetapi
ada beberapa nomor soal yang tidak valid yaitu pada soal nomor
2,3,6,9,10,16,17,22,28,31,32,37,39 dan 40 kemudian peneliti melakukan
penyebaran kembali dengan 25 soal yang yang bernilai valid setelah
melakukan penyebaran dan dilakukan uji didapatkan nilai alpha cronbha
sebesar 0,962 dengan nilai item diatas nilai r-table 0,514. Lalu peneliti
melakukan bimbingan kembali dengan pembimbing dan akhirnya disetujui
dengan 25 pertanyaan soal untuk melakukan penelitian.
4.8 Validasi dan reabilitas
tersebut, apakah sudah baik dari segi konstruksi pernyataan maupun dari
segi tatanan bahasanya. Setelah mendapat masukan dari pembimbing
skripsi, peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas pada 20 responden
yang representatif dengan populasi (Notoatmodjo, 2010).
Rumus Cronbach’s adalah sebagai berikut :
r = Koefisien realibilitas yang dicari
o i2 = Jumlah butir pertanyaan
o 2 = Variance butir pertanyaan
k = Variance skor tes
4.9 Alat pengumpulan data
instrument sebagai alat pengumpulan data. Instrumen berupa kuisioner
yang diberikan kepada perawat. Kuisioner adalah pertanyaan atau
pernyataan terstruktur dimana responden dapat memberikan jawaban
sesuai petunjuk yang ada, kuisioner yang pertama kuisioner A yang
berisi data demografi perawat : usia, jenis kelamin, status, lama kerja
dan jumlah tanggungan dan kuisioner B yang berisi mengenai
persepsi perawat mengenai dokumentasi. Pada kuisioner B terdapat
pertanyaan positif dan negatif , untuk pertanyaan posistif untuk
jawaban sangat setuju bernilai 4, setuju 3, kurang setuju 2 dan tidak
setuju 1 sebaliknya jika pernyataan negatif maka tidak setuju bernilai
4, kurang setuju 3, setuju 2 dan sangat setuju 1.
Alpha Tingkat Reliabilitas
>0,20 – 0,40 Agak Reliabel
>0,40 – 0,60 Cukup Reliabel
(1,4,5,7,8,11,12,13,14,17,18,19,22,24,27,28,31,32,33,34,38). Pada
(2,3,6,9,10,15,16,20,21,25,26, 29,30,35,36,37,39,40)
a. Pengolahan data
pengecekan data (editing), pemberian kode (coding), memasukkan
data (prosessing) dan pembersihan data (cleaning) (Notoatmojo,
2010).penelitian ini menggunakkan program SPSS yang membantu
peneliti untuk mengolah data.
1) Editing yaitu proses awal dari pengolahan data dimulai dengan
pemeriksaan data dari lapangan, kemudian peneliti memastikan
bahwa data yang diperoleh baik, artinya data tersebut telah terisi
semua, konsistensi, relevan, dan dapat dibaca dengan baik. Hal
ini dilakukan dengan meneliti tiap lembar kuesioner yang ada.
2) Coding yaitu data yang diperoleh dari sumber data yang sudah
diperiksa kelengkapannya dilakukan pengkodean sebelum diolah
dengan komputer, dengan mengacu pada kode yang telah
disusun.
namun peneliti sekecil mungkin mengindari kesalahan.
Kemudian data tersebut dimasukan kedalam komputer.
54
frekuensi untuk memeriksa konsistensi variable satu dengan
yang lain, terutama untuk pertanyaan yang berhubungan.
5) Analizing yaitu proses menganalisa data.
b. Analisa data
bivariat, yaitu sebagai berikut :
masing-masing variabel yang ada yaitu faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya hipertensi
dalam menganalisis data, sering hanya disebut rata-rata atau
mean.
variable dependen dan variable independen. Untuk membuktikan
bahwa kedua variable memiliki hubungan maka dilakukan uji Chi
Square. Hasil dari uji Chi square dapat mengetahui ada tidakknya
hubungan yang bermakna secara statistik dengan menggunakan
rumus :
55
distribusi Chi Square untuk tingkat signifikan tertentu sesuai
dengan derajat kebebasan. Derajat kebebasan didapatkan dengan
menggunakan rumus :
arah two tail. Hipotesis ini menyatakan tampak melihat apakah hal
yang satu lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan hal yang
lainnya. Prosedur pengujian Chi Square diawali dengan membuat
hipotesis yaitu Ho dan Ha. Langkah selanjutnya memasukan
frekuensi observasi ke dalam tabel silang lalu hitung eskpetasi dari
tiap sel. Bila sudah didapat nilai E, maka menghitung X2 dan p
value yang dilakukan dengan membandingkan X2 dengan tabel Chi
Square. Langkah terakhir adalah membuat keputusan. Apabila Ho
Df = (B-1) (K-1)
bermakna (signifikan) dan Ho gagal ditolak menyatakan bahwa
data sample tidak mendukung adanya perbedaan.
Analisis bivariat dalam penelitian ini adalah melakukan analisa
terhadap variable independen dan variable dependen. Analisis
dilakuakan untuk melihat kemaknaan hubungan antara independen
dan dependen. Uji yang digunakan adalah uji Chi Square dengan
tingkat kepercayaan 95% atau tingkat kemaknaan sebesar 5%. Bila
nilai p value ≤ 0, 05 berarti hasil perhitungan statistik bermakna
dan apabila nilai p value ≥ 0, 05 berarti hasil perhitungan statistik
tidak bermakna.
variable yaitu variable dependent dengan variable independent
Jenis data berupa kategorik maka hasil deskriptif disajikan dalam bentuk distribusi
frekuensi dengan ukuran presentasenya.
Tabel 5.1 Frekuensi jenis kelamin responden
Di RSUD Tarakan Jakarta
Jenis kelamin Frekuensi Persen
Laki-laki 11 36,7%
Perempuan 19 63,3%
Total 30 100%
Dilihat dari hasil analisa yang telah dilakukan terhadap 30 orang responden
didapatkan responden laki-laki sebanyak 36,7 % dan responden perempuan sebanyak
63,3%.
58
Di RSUD Tarakan Jakarta
Dilihat dari hasil analisa yang telah dilakukan didapatkan responden dengan, usia
responden kategori remaja akhir sebesar 6,7% kategori dewasa awal sebesar 83,3%
dan kategori dewasa akhir 10 %
3. Frekuensi lama kerja responden
Tabel 5.1 Frekuensi lama kerja responden
Di RSUD Tarakan Jakarta
lama kerja Frekuensi Persen
< 5 tahun 1 3,3%
≥ 5 tahun 29 96,7%
Total 30 100%
Dilihat dari hasil analisa yang telah dilakukan didapatkan responden dengan lama
kerja < 5 tahun sebanyak 3,3% dan responden yang bekerja ≥ 5 tahun sebanyak
96,7%
59
Di RSUD Tarakan Jakarta
Dilihat dari hasil analisa yang telah dilakukan didapatkan responden dengan status
lajang sebanyak 10% dan yang berstatus menikah sebanyak 90%
5. Persepsi perawat mengenai dokumentasi keperawatan
tabel 5.6 Frekuensi dokumentasi keperawatan
Di RSUD Tarakan Jakarta
Dilihat dari hasil analisa yang telah dilakukan didapatkan responden yang
pendokumentasian asuhan keperawatan kategori cukup sebanyak 80% dan responden
yang pendokumentasian asuhan keperawatan kategori baik sebanyak 20%.
60
Tabel 5.7
jenis kelamin
0,00
Berdasarkan data analisis diatas dapat dilihat responden perempuan yang melakukan
dokumentasikan asuhan keperawatan secara baik sebanyak 15,8% dan responden laki-laki yang
melakukan dokumentasikan asuhan keperawatan secara baik sebanyak 27,3% lalu dilihat dari
hubungan jenis kelamin terhadap dokumentasi asuhan keperawatan didapatkan nilai p-value
sebesar = 0,00 < nilai alpha (0,005) yang artinya ada hubungan jenis kelamin terhadap
dokumentasi asuhan keperawatan.
Tabel 5.8
Usia
Dokumentasi
0,00
Total 24 80% 6 20% 30 100%
Berdasarkan data analisis diatas dapat dilihat responden yang usia dewasa awal yang melakukan
asuhan keperawatan secara baik sebanyak 24%. lalu dilihat dari hubungan usia terhadap
dokumentasi asuhan keperawatan didapatkan nilai p-value sebesar = 0,00 < nilai alpha (0,005)
yang artinya ada hubungan usia terhadap dokumentasi asuhan keperawatan.
5.2.3 Analisa hubungan lama kerja terhadap pendokumentasi asuhan
keperawatan
Lama kerja
0,000
Total 24 80% 6 20% 30 100%
Berdasarkan data analisis diatas dapat dilihat responden yang lama kerja < 5 tahun dan
melakukan asuhan keperawatan dengan cukup sebanyak 100% sebesar 87,5% lalu responden
62
yang bekerja ≥ 5 tahun dan melakukan asuhan keperawatan dengan baik sebanyak 20,7%,
kemudian dilihat dari hubungan lama kerja terhadap dokumentasi asuhan keperawatan
didapatkan nilai p-value sebesar = 0,000 < nilai alpha (0,005) yang artinya ada hubungan lama
kerja terhadap dokumentasi asuhan keperawatan.
5.2.4 Analisa hubungan status terhadap pendokumentasi asuhan keperawatan
Tabel 5.10
Status
Dokumentasi
0,000
Berdasarkan data analisis diatas dapat dilihat responden dengan berstatus lajang dan melakukan
dokumentasi dengan kategori cukup sebanyak 100% dan responden yang berstatus menikah dan
mendokumentasikan asuhan keperawatan secara baik sebanyak 22,2%, kemudian dilihat dari
hubungan pengetahuan terhadap dokumentasi asuhan keperawatan didapatkan nilai p-value
sebesar = 0,000 < nilai alpha (0,005) yang artinya ada hubungan status terhadap dokumentasi
asuhan keperawatan.
PEMBAHASAN
Pada bab ini di uraikan tentang pembahasan hasil penelitian dan keterbatasan
penelitian. Interprestasi dan diskusi dari hasil penelitian ini berfokus pada data yang
telah terkumpul dan dibandingkan dengan hasil penelitian orang lain dan teori-teori
yang ada, pembahasan meliputi variabel independen dan variabel dependen.
6.1 Pembahasan uni variat
6.1.1 Gambaran jenis kelamin responden
Dilihat dari hasil analisa yang telah dilakukan terhadap 30 orang responden
didapatkan responden laki-laki sebanyak 36,7 % dan responden perempuan
sebanyak 63,3%.
berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki
memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan
secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan
biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat
dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan
perempuan.
65
Jenis kelamin adalah istilah yang mengacu pada status biologis seseorang,
terdiri dari tampilan fisik yang membedakan antara pria dan wanita, misalnya
struktur genetik ( cromosom sex), hormon sex, organ kelamin interna dan
genitalia ekterna. Aspek psikologis seperti kepribadian, tingkat kecerdasan,
dan prilaku peran jenis kelamin ditentukan oleh struktur genetika mereka
(Christine, 2005). Dikatakan dunia keperawatan identik dengan ibu atau
wanita yang lebih dikenal dengan mother instinc, sehingga untuk mencari
perawat yang berjenis kelamin laki-laki sangat terbatas dan ditambah lagi
output perawat perempuan yang dihasilkan dari perguruan tinggi lebih
banyak, (Jusuf 2007, dalam penelitian Resfi, Rahmalia dan Jumaini 2011).
Penelitian yang dilakukan oleh Yahyo (2007) menjelaskan responden perawat
rata rata berjenis kelamin perempuan sebanyak 47% dan responden laki-laki
sebanyak 53%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Bara dan Suryati (2014)
menjelaskan responden perawat rata rata berjenis kelamin perempuan
sebanyak 91,25% dan responden laki-laki sebanyak 8,75%. Penelitian lain
yang dilakukan oleh Retyaningsih (2012) menjelaskan responden perawat
rata rata berjenis kelamin perempuan sebanyak 83% dan responden laki-laki
66
menjelaskan rata-rata perawat .
laki karena keperawatan masih diidentikkan dengan pekerjaan yang cocok dan
sesuai dengan sifat perempuan yang lebih sabar, lemah lembut, dan peduli.
Selain itu pekerjaan perawat merupakan pekerjaan yang membutuhkan
kesabaran tinggi dalam bekerja oleh karenanya perempuan yang mempunyai
kesabaran lebih baik daripada laki-laki
6.1.2 Gambaran usia responden
Dilihat dari hasil analisa yang telah dilakukan didapatkan responden dengan,
usia responden kategori remaja akhir sebesar 6,7% kategori dewasa awal
sebesar 83,3% dan kategori dewasa akhir 10 %.
Penelitian yang dilakukan oleh Bara dan Suryati (2014) menjelaskan
responden perawat rata rata berusia < 30 tahun sebanyak 50% dan responden
yang berusia > 30 tahun sebanyak 50%. Penelitian yang dilakukan oleh
Yahyo (2007) menjelaskan responden perawat rata rata berusia 20-25 tahun
sebanyak 53%, responden yang berusia 26-30 tahun sebanyak 41% dan yang
berusia 31-35 tahun sebanyak 6%.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Martini (2007) memaparkan bahwa
responden yang paling sedikit adalah kelompok usia > 45 tahun ( 19,7%),
67
sedangkan kelompok usia 20 – 30 tahun sebanyak (41,0%) hamper seimbang
dengan kelompok usia 31 – 45 tahun. Rata rata usia responden 35,36 tahun.
Umur adalah usia individu yang dihitung mulai dari dilahirkan sampai saat
sekarang ini. Umur sangat erat hubungannya dengan pengetahuan seseorang
karena dengan semakin bertambahnya umur, maka semakin banyak juga
pengetahuannya (Notoatmodjo, 2007).
Perkembangan orang dewasa bahwa setengah bagian pertama dari kehidupan
orang dewasa muda adalah pencarian kopentensi diri, kebahagiaan dalam
masa ini utamanya dicari melalui kinerja dan pencapaian kemampuan.
Setengah bagian yang kedua begitu seorang menjadi semakin dewasa ia mulai
mengukur waktu yang tersisa, kebutuhanya berubah menjadi integritas, nilai –
nilai dan keberadaan diri.
pertumbuhan dan perkembangan seseorang pada titik tertentu akan terjadi
kemunduran akibat factor degeneratip.
Usia berpengaruh terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola
pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada
usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan
kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya
upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan
68
intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal.
Dari hasil penelitian bahwa karakteristik seorang perawat berdasarkan umur
sangat berpengaruh terhadap kinerja dalam praktik keperawatan, dimana
semakin tua umur perawat makan dalam menerima sebuah pekerjaan akan
semakin bertanggung jawab dan berpengalaman. Usia yang semakin
meningkat akan meningkat pula kebijaksanaan kemampuan seseorang dalam
mengambil keputusan, berpikir rasional, mengendalikan emosi, dan
bertoleransi terhadap pandangan orang lain, sehingga berpengaruh terhadap
peningkatan kinerjanya.
Dilihat dari hasil analisa yang telah dilakukan didapatkan responden dengan
lama kerja < 5 tahun sebanyak 3,3% dan responden yang bekerja ≥ 5 tahun
sebanyak 96,7%
Penelitian yang dilakukan oleh Yahyo (2007) menjelaskan responden perawat
rata rata bekerja 2 tahun sebanyak 46,7%, bekerja selama 3 tahun sebanyak
26,6%, bekerja selama 4 tahun sebanyak 20% dan yang bekerja selama 5
tahun 6,7%, lalu Penelitian yang dilakukan oleh Bara dan Suryati (2014)
menjelaskan responden perawat rata rata bekerja < 3 tahun sebanyak 25 %,
responden yang bekerja 3-10 tahun sebanyak 53,75% dan responden yang
bekerja > 10 tahun sebanyak 21,25%.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Martini (2007) memaparkan bahwa
responden memiliki masa kerja antara 1 – 10 tahun ( 53,6%), sedangkan
69
terkecil memiliki masa kerja > 20 tahun ( 17,8). Masa kerja responden paling
sedikit 1 tahun, dengan rata – rata masa kerja 10,7 tahun.
Masa kerja biasanya dikaitkan dengan waktu mulai bekerja, dimana
pengalaman kerja juga ikut menentukan kinerja seseorang. Semakin lama
masa kerja maka kecakapan akan lebih baik karena sudah menyesuaikan diri
dengan pekerjaanya. Seseorang akan mencapai kepuasan tertentu bila sudah
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Semakin lama individu bekerja
mereka cenderung lebih terpuaskan dengan pekerjaan mereka . Para individu
yang relatip baru cenderung kurang terpuaskan karena berbagai pengharapan
yang lebih tinggi.
Di RSUD Tarakan sendiri rata-rata lama kerja perawat kategori cukup lama
dilihat rata-rata masa keja diatas 5 tahun, dimana masa kerja yang sudah
diatas 5 tahun dianggap sudah mampu mengusai pekerjaan dengan baik dan
dianggap mengerti menegnai berbagai hal yang menyangkut hal keperawatan
di ruang ICU itu sendiri.
6.1.4 Gambaran status responden
Dilihat dari hasil analisa yang telah dilakukan didapatkan responden dengan
status lajang sebanyak 10% dan yang berstatus menikah sebanyak 90%
Penelitian yang dilakukan oleh Yahyo (2007) menjelaskan responden perawat
rata rata yang sudah menikah sebanyak 40% dan responden perawat yang
belum menikah sebanyak 60%.
Penelitian yang dilakukan oleh Eka (2014) menjelaskan responden perawat
rata rata yang sudah menikah sebanyak 84,8% dan responden perawat yang
belum menikah sebanyak 15,2%.
Di RSUD Tarakan rata rata sudah menikah yang melajang hanya beberapa
orang saja, dengan demikian motivasi bekerja di ruang ICU akan semakin
baik karena diberikan semngata oleh keluarganya untuk mencari penghasilan.
6.1.5 Gambaran dokumentasi keperawatan
Dilihat dari hasil analisa yang telah dilakukan didapatkan responden yang
pendokumentasian asuhan keperawatan kategori cukup sebanyak 80% dan
responden yang pendokumentasian asuhan keperawatan kategori baik
sebanyak 20%.
berwenang, dan merupakan bagian dari praktik professional.Dokumentasi
keperawatan merupakan informasi tertulis tentang status dan perkembangan
kondisi klien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh
perawat. Penelitian yang dilakukan oleh Bara dan Suryati (2014) menjelaskan
pendokumentasian kategori baik sebanyak 51,25% dan pendokumentasian
kategori kurang baik sebanyak 48,75%.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Fresilia, dkk (2012) menjelaskan
documentasi asuhan keperawatan di ruang rawat inap umum RSK Dr. Sitan
ala Tangerang. Sebesar 83.3% yang berarti 5 dari 6 ruangan sudah memiliki
dokumentasi cukup. Sebesar 16.7% yang berarti 1dari 6 ruangan memiliki
71
enam ruangan sebesar 59.79 % dikategorikan cukup.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Hermailin (2013) menjelaskan hasil
analisis kelengkapan pendokumentasian dilakukan perawat sebagian besar
kurang dari 85% artinya sebagian besar masih belum lengkap 71,6%,
sedangkan yang sudah lengkap hanya 28,4%. Persentase pendokumentasian
yang dilakukan perawat meliputi paling besar pengkajian dan paling sedikit
catatan perkembangan 66%. Rerata kegiatan pendokumentasian yang
dilakukan perawat sebesar 77%.
dapat dipertanggungjawabkan, baik dari aspek etik maupun aspek hukum.
Artinya dokumentasi asuhan keperawatan yang dapat dipertanggungjawabkan
dari kedua aspek ini berkaitan erat dengan aspek manajerial, yang disatu sisi
melindungi pasien sebagai penerima pelayanan (konsumen) dan disisi lain
melindungi perawat sebagai pemberi jasa pelayanan dan asuhan keperawatan
(Hidayat, 2002). Menurut Nursalam (2011) menerangkan bahwa dokumentasi
keperawatan mempunyai makna yang penting dilihat dari berbagai aspek
seperti aspek hukum, kualitas pelayanan, komunikasi, keuangan, pendidikan,
penelitian, dan akreditasi.
Dokumentasi keperawatan merupakan suatu dokumen yang berisi data yang
lengkap, nyata dan tercatat yang memuat seluruh data dari proses keperawatan
72
evaluasi keperawatan yang disusun secara sistematis, valid dan dapat
dipertanggung jawabkan secara moral dan hukum. Di RSUD Tarakan sendiri
pendokumentasian dikategorikan cukup baik dilihat dari keseharian perawat
cukup baik dengan melengkapi catatan keperawatannya sebelum mereka
pulang
nilai alpha (0,005) yang artinya ada hubungan jenis kelamin terhadap
dokumentasi asuhan keperawatan.
hubungan jenis kelamin dengan pendokumntasian didapatkan nilai p-value
0,264 yang artinya tidak ada hubungan jenis kelamin dengan
pendokumentasian keperawatan. Penelitian yang dilakukan oleh Rizki (2012)
memaparkan bahwa hubungan jenis kelamin terhadap dokumentasi asuhan
keperawatan didapatkan nilai p-value sebesar = 0,001 < nilai alpha (0,005)
yang artinya ada hubungan jenis kelamin terhadap dokumentasi asuhan
keperawatan.
73
perawat laki-laki dengan perawat perempuan. Perbedaan ini disebabkan
perbandingan jumlah perawat yang terlalu besar di ruangan dengan jumlah
perawat yang diteliti oleh Zalecha. Peneliti berasumsi bahwa perawat
diruangan di dominasi perempuan. Sehingga persaingan di ruangan lebih
terlihat pada perawat perempuan, upaya untuk mengurangi kesenjangan
tersebut adalah dengan memberikan tanggung jawab dan beban kerja yang
sama bagi semua perawat di ruangan.
Rata rata perawat yang bekerja di ruang ICU RSUD Tarakan berjenis kelamin
perempuan, biasanya perempuan bekerja dengan lebih rapih, hati-hati dan
lebih tekun sehingga pendokumentasian asuhan keperawatan di ruang ICU
dikategorikan cukup baik sehingga pendokumentasian asuhan keperawatan
cukup lengkap.
nilai alpha (0,005) yang artinya ada hubungan usia terhadap dokumentasi
asuhan keperawatan.
usia terhadap dokumentasi asuhan keperawatan didapatkan nilai p-value
74
sebesar = 0,002 < nilai alpha (0,005) yang artinya ada hubungan usia
terhadap dokumentasi asuhan keperawatan.
artinya tidak ada hubungan usia dengan pendokumentasian keperawatan.
Pendapat Robbins dan Shader, menyatakan bahwa usia adalah karakteristik
individu yang mempengaruhi motivasi. Ada suatu keyakinan yang meluas
bahwa produktivitas merosot sejalan dengan makin tuanya usia seseorang.
Tetapi hal ini tidak terbukti, karena banyak orang yang sudah tua tapi masih
energik. karakteristik usia perawat dengan motivasi perawat dalam
pelaksanaan . Memang diakui bahwa pada usia muda seseorang lebih
produktif dibandingkan ketika usia tua. Peneliti berasumsi bahwa usia perawat
bukanlah faktor penentu tinggi atau rendahnya produktifitas dalam bekerja,
tetapi lebih disebabkan pengaruh lingkungan kerja di ruangan yang lebih
banyak didominasi oleh perawat yang masih muda, sehingga persaingan
perawat yang muda lebih kompetitif. Upaya yang dapat dilakukan untuk
menyeimbangkan peran dan tugas perawat di ruangan adalah dengan
membagi tugas yang adil dan merata kesemua perawat tersebut, seperti jumlah
pasien yang menjadi tanggungjawab dibagi secara rata, sehingga setiap
perawat mempunyai tanggungjawab yang sama.
Di ruang ICU RSUD Tarakan sendiri rata-rata sudah cukup dewasa mereka
akan melakukan tugasnya dengan baik, selain itu mereka juga sudah
75
keperawatan di ruang ICU sehingga pencatatanya dalam kategori cukup baik,
karena jika pencatatan nya kurang baik maka akan terjadi
ketidaksinambungan antara dinas pagi siang dan malam.
6.2.3 Analisa hubungan lama kerja terhadap dokumentasi asuhan
keperawatan
dokumentasi asuhan keperawatan didapatkan nilai p-value sebesar = 0,000 <
nilai alpha (0,005) yang artinya ada hubungan lama kerja terhadap
dokumentasi asuhan keperawatan.
keperawatan.
dengan kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan (p= 0,033; α=
0,05). Indiyah (2001) menyatakan bahwa semakin lama seorang bekerja maka
semakin terampil orang yang bekerja. Begitu juga Hidayat (2000) mengatakan
bahwa masa seseorang mempengaruhi kualitas pekerjaannya, semangat yang
76
dimiliki dapat meningkatkan keterampilan, dan motivasi yang kuat, yang akan
berdampak pada perubahan yang lebih baik.
Menurut pendapat peneliti, semakin lama seseorang bekerja maka akan
mendukung kemampuannya dalam melakukan suatu pekerjaan. Begitu pula
dengan semakin lama perawat bekerja, maka kemampuannya dalam
melaksanakan pendokumentasian akan lebih baik. Ketidaksesuaian antara
teori dengan hasil penelitian ini dimungkinkan karena proporsi perawat lama
(> 5 tahun) lebih banyak dari perawat yang baru (1-5 tahun) tidak seimbang
sehingga tidak dapat dianalisis dan disimpulkan. Namun, perbedaan hasil ini
tidak jauh berbeda sehingga peneliti berpendapat bahwa perawat dengan masa
kerja > 5 tahun lebih kemungkinan dipengaruhi oleh beban tambahan karena
jumlah pasien yang banyak, fungsi supervisi, pembimbingan, sumber fungsi
pengarahan belum optimal sedangkan perawat baru perlu di evaluasi kembali
program orientasi.
Peneliti menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan
dari beberapa penelitian yang didapatkan bahwa lama kerja seseorang dapat
mempengaruhi pengetahuan mengenai pendokumentasian asuhan
keperawatan karena dengan lama kerja seseorang pengalamannya akan terus
bertambah dan kemampuan dalam memberikan pendokumentasian asuhan
keperawatan juga meningkat dengan hal demikian perawat yang telah lama
kerja kan menerapkan pendokumentasian asuhan keperawatan kepada pasien .
di ruang ICU RSUD Tarakan sendiri lam kerja perawat rata-rata diatas 5
77
asuhan keperawatan di ruang ICU sehingga pencatatanya kategori cukup baik
6.2.4 Analisa hubungan status terhadap dokumentasi asuhan keperawatan
Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan didapatkan bahwa hubungan
status terhadap dokumentasi asuhan keperawatan didapatkan nilai p-value
sebesar = 0,000 < nilai alpha (0,005) yang artinya ada hubungan pengetahuan
terhadap dokumentasi asuhan keperawatan.
terhadap dokumentasi asuhan keperawatan didapatkan nilai p-value sebesar =
0,018 < nilai alpha (0,005) yang artinya ada hubungan status terhadap
pendokumentasi asuhan keperawatan.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh pendapat Nursalam (2007), Veithzal &
Deddy, (2011), bahwa motivasi yang kuat untuk bekerja bagi perawat yang
sudah menikah biasanya lebih tinggi, karena perawat tersebut sudah memiliki
tanggungjawab terhadap keluarganya, sebaliknya perawat yang belum
menikah mempunyai motivasi yang rendah dalam pelaksanaan
pendokumentasian asuhan keperawatan, dengan yang belum menikah. Hasil
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pernikahan dapat meningkatkan
motivasi seseorang dalam bekerja, mungkin disebabkan pekerjaan adalah
sesuatu yang sangat berarti bagi mereka, sehingga pernikahan tidak hanya
78
produktifitas kerja, tetapi lebih dari itu bahwa pekerjaan yang sekarang
digelutinya merupakan tumpuan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan
hidup mereka.
Di ruang ICU RSUD Tarakan sendiri rata-rata sudah menikah sehingga
mereka mempunyai semangat dan dorongan dari keluarga mereka untuk
bekerja, sehingga dalam bekerja mereka melakukannya dengan baik , tidak
hanya itu pencatatan pendokumentasian asuhan keperawatan juga ditulis
dengan baik sehingga jarang terjadi miscommunication dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan pasien ICU.
6.3 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini masih perlu penyempurnaan dalam hal isi maupun pembahasan,oleh
karena penyempurnaan dapat dilakukan dalam penelitian berikutnya, adapun masih
banyak keterbatasan yang masih dialami, keterbatasan tersebut meliputi :
6.3.1 Keterbatasan Responden penelitian
Peneliti hanya meneliti di ruang lingkup RSUD Tarakan Jakarta saja,di lain waktu
peneliti akan menggunakkan responden di 2 tempat Rs yang berbeda.
6.3.2 Keterbatasan lembar instrument
teori dan beberapa jurnal sehingga quisioner yang dipakai belum sempurna,
akan lebih baik jika menggunakkan kuisioner yang sudah baku
80
7.1 Kesimpulan
Pada bab ini peneliti akan membuat beberapa kesimpulan yang telah dilakukan
pada variable dependent dan variable independent hasilnya sebagai berikut ini :
1. Rata-rata responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 63,3%.
2. Rata-rata usia berada pada usia dewasa awal sebanyak 83,3%.
3. Mayoritas bekerja > 5 tahun sebanyak 96,7%.
4. Mayoritas perawat sudah menikah sebanyak 90%.
5. Rata-rata perawat melakukan pendokumentasian asuhan keperawatan
dalam kategori cukup baik sebanyak 80%
6. hubungan jenis kelamin terhadap dokumentasi asuhan keperawatan
didapatkan nilai p-value sebesar = 0,00 < nilai alpha (0,005) yang artinya
ada hubungan jenis kelamin terhadap dokumentasi asuhan keperawatan.
7. hubungan usia terhadap dokumentasi asuhan keperawatan didapatkan
nilai p-value sebesar = 0,00 < nilai alpha (0,005) yang artinya ada
hubungan usia terhadap dokumentasi asuhan keperawatan.
8. hubungan lama kerja terhadap dokumentasi asuhan keperawatan
didapatkan nilai p-value sebesar = 0,00 < nilai alpha (0,005) yang artinya
ada hubungan lama kerja terhadap dokumentasi asuhan keperawatan.
81
nilai p-value sebesar = 0,000 < nilai alpha (0,005) yang artinya ada
hubungan status terhadap dokumentasi asuhan keperawatan.
7.2 Saran
7.2.2 Institusi Pelayanan Kesehatan
merancang kebijakan pelayanan keperawatan dalam menentukan standar
asuhan keperawatan