sekolah murobbi

26
Menggairahkan Perjalanan Halaqah Apakah halaqah Anda saat ini terasa kaku, monoton, atau membosankan? Apakah sebagian peserta halaqah Anda kadang tidak datang tanpa udzur yang jelas? Apakah halaqah Anda tidak juga meningkatkan kualitas ruhiyah dan tsaqafah Islam? Dan halaqah Anda tidak dapat melahirkan halaqah baru? Jika hal pertama dan kedua yang terjadi, itu berarti halaqah Anda tidak dinamis. Namun jika yang terjadi persis dengan pertanyaan ketiga dan keempat, berarti halaqah Anda tidak produktif. Halaqah (kadang disebut usrah, kadang disebut liqa' tarbawi, mentoring dan lain-lain), yang saat ini marak di mana- mana -baik di kampus, sekolah, kantor, maupun perumahan- merupakan hal yang patut kita syukuri. Karena itu mengindikasikan ghirah keislaman umat yang semakin menguat, serta jumlah masyarakat yang memiliki kesadaran berislam semakin meningkat. Namun jika dalam perjalanan halaqah terjadi hal-hal seperti pertanyaan awal pada tulisan ini, itu merupakan problem yang tidak saja mengganggu perjalanan halaqah tetapi juga bisa mengancam keberlangsungannya. Karenanya perlu ada solusi yang tepat agar halaqah sukses (muntijah). Halaqah muntijah baru terpenuhi jika halaqah itu dinamis sekaligus produktif. Satria Hadi Lubis melalui buku Menggairahkan Perjalanan Halaqah ini

Upload: rusmanaprilyana

Post on 24-Jan-2015

4.207 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Sekolah murobbi

Menggairahkan Perjalanan Halaqah

Apakah halaqah Anda saat ini terasa kaku, monoton, atau membosankan?

Apakah sebagian peserta halaqah Anda kadang tidak datang tanpa udzur yang jelas?

Apakah halaqah Anda tidak juga meningkatkan kualitas ruhiyah dan tsaqafah Islam?

Dan halaqah Anda tidak dapat melahirkan halaqah baru? Jika hal pertama dan kedua

yang terjadi, itu berarti halaqah Anda tidak dinamis. Namun jika yang terjadi persis

dengan pertanyaan ketiga dan keempat, berarti halaqah Anda tidak produktif.

Halaqah (kadang disebut usrah, kadang disebut liqa' tarbawi, mentoring dan

lain-lain), yang saat ini marak di mana-mana -baik di kampus, sekolah, kantor, maupun

perumahan- merupakan hal yang patut kita syukuri. Karena itu mengindikasikan ghirah

keislaman umat yang semakin menguat, serta jumlah masyarakat yang memiliki

kesadaran berislam semakin meningkat.

Namun jika dalam perjalanan halaqah terjadi hal-hal seperti pertanyaan awal pada

tulisan ini, itu merupakan problem yang tidak saja mengganggu perjalanan halaqah

tetapi juga bisa mengancam keberlangsungannya. Karenanya perlu ada solusi yang

tepat agar halaqah sukses (muntijah). Halaqah muntijah baru terpenuhi jika halaqah itu

dinamis sekaligus produktif. Satria Hadi Lubis melalui buku Menggairahkan

Perjalanan Halaqah ini berupaya memberikan solusi itu.

Urgensi Halaqah

Buku Menggairahkan Perjalanan Halaqah ini diawali terlebih dulu dengan

menjelaskan urgensi halaqah. Jika definisi halaqah adalah kelompok kecil muslim

(3-12 orang) yang secara rutin mengkaji ajaran Islam dengan kurikulum (manhaj)

tertentu, maka urgensi halaqah terdiri dari 5 hal berikut:

1. Melaksanakan perintah Allah SWT untuk belajar seumur hidup (tarbiyah madal

hayah)

2. Mengikuti sunnah Rasul dalam membina para sahabat dengan sistem halaqah

Page 2: Sekolah murobbi

3. Sarana efektif untuk mengembangkan kepribadian islami (syakhsiyah islamiyah)

4. Melatih amal jama'i demi mempertahankan eksistensi jamaah Islam

5. Jalan yang handal untuk membentuk umat (takwinul ummah) yang islami

Halaqah Muntijah

Seperti dikemukakan di atas, halaqah muntijah adalah halaqah yang memiliki 2

kriteria; tercapainya dinamisasi sehingga halaqah berjalan dengan menggairahkan

(tidak menjemukan) dan tercapainya produktifitas sehingga tujuan halaqah terwujud

dengan baik.

Dari sini halaqah bisa diklasifikasikan menjadi 5 kelompok; (1) halaqah muntijah, yakni

halaqah yang faktor dinamisasinya tinggi sekaligus produktifitasnya juga tinggi, (2)

halaqah tipe paguyuban, yakni halaqah yang faktor dinamisasinya tinggi namun

produktifitasnya rendah; (3) halaqah tipe sedang, yakni jika halaqah tersebut memiliki

faktor dinamisasi dan produktifitas sedang, (4) halaqah tipe jenuh, yakni halaqah yang

produktifitasnya tinggi namun faktor dinamisasinya rendah, dan (5) halaqah tipe

rendah, yakni halaqah yang faktor dinamisasinya rendah sekaligus faktor

produktifitasnya rendah pula.

Kadang-kadang dua faktor penentu ini tidak diperhatikan. Padahal kesuksesan

halaqah ditentukan dari sana; dinamis sebagai prosesnya dan produktif sebagai

tujuannya. Dalam dunia manajemen hal ini disebut sebagai management by process

dan management by objective. Istilah terkahir ini dalam bahasa dakwah lebih dikenal

dengan sebutan at-tarbiyah bil ahdaf.

Tidak terperhatikannya kedua faktor itu sehingga berujung halaqah tidak muntijah

seringkali disebabkan oleh murabbi karena:

1. Terjebak rutinitas, bahwa halaqah adalah kegiatan rutin pekanan saja

2. Sibuk dengan aktifitas dakwah ammah yang lebih "gegap gempita"

3. Kesibukan urusan duniawi

4. Terpesona dengan jumlah (kuantitas)

Page 3: Sekolah murobbi

5. Merasa bahwa halaqahnya tidak ada masalah

6. Kurangnya motivasi dan pengingatan dari jamaah atau ikhwah di sekelilingnya

7. terlena dengan nostalgia masa lalu

Halaqah Dinamis

Halaqah dinamis adalah halaqah yang selalu berproses dan bergerak secara

berubah-ubah (tidak monoton) sehingga menimbulkan kegairahan dan menghilangkan

kejenuhan. Karena halaqah dilakukan sepanjang hayat, maka dinamisasi ini sangat

perlu sekaligus menjadi sesuatu hal yang cukup sulit dilakukan.

Jika halaqah dinamis maka manfaat yang bisa didapatkan adalah: (1) kepuasan

beraktifitas (job satisfaction), seluruh peserta halaqah menikmati halaqah itu, (2)

kehadiran yang rutin, (3) semangat yang tinggi, (4) tanggung jawab besar, (5)

mempercepat pencapaian tujuan, (6) meningkatkan kreatifitas, (7) menghindari

kemaksiatan karena kegairahan halaqah membawa kegairahan beribadah, (8)

memperkecil munculnya konflik/masalah, dan (9) merasakan manisnya ukhuwah.

Kejenuhan dalam halaqah sebagai lawan dari halaqah dinamis bisa disebabkan oleh

dua faktor: intern dan ekstern. Faktor intern adalah kurangnya keikhlasan, maksiat,

dan kurangnya pemahaman. Sedangkan faktor ekstern bisa disebabkan karena

suasana yang monoton, ketiadaan keteladanan, kurangnya upaya saling memotivasi,

dan konflik berkepanjangan.

Sedangkan ciri halaqah dinamis adalah halaqah yang suasananya inovatif, ada

komentar-komentar "kerinduan", ingin berlama-lama dalam halaqah, kehadiran dan

yang rutin.

Halaqah Produktif

Halaqah produktif adalah halaqah yang mampu mencapai tujuan-tujuan yang telah

direncanakan. Semakin banyak tujuan yang tercapai, semakin produktif sebuah

halaqah. Produktifitas di sini bisa dilihat dari dua sisi: kuantitas dan kualitas. Tujuan

Page 4: Sekolah murobbi

(sasaran) halaqah dalam konteks produktifitas ini setidaknya ada tiga: tercapainya

muwashafat/kenaikan jenjang, tercapainya pembentukan murabbi baru, dan

tercapainya pengembangan potensi.

Jika halaqah produktif maka manfaat yang bisa didapatkan adalah: (1) munculnya

perasaan "berhasil" yang menumbuhkan kepercayaan diri dalam membina bagi

murabbi, (2) peserta/mutarabbi menjadi kader-kader Islami yang tangguh, (3)

akselerasi peningkatan kualitas jamaah dan umat.

Tidak tercapainya halaqah produktif juga disebabkan dua faktor: internal dan

eksternal. Faktor internal meliputi murabbi yang tidak memahami tujuan halaqah,

terlena dengan proses, kurangnya semangat bersaing, dan salah dalam memahami

takdir. Sedangkan faktor eksternal meliputi kurangnya motivasi baik murabbi maupun

mutarabbi, dan kurangnya penjelasan tentang tujuan halaqah.

Rumus Meningkatkan Dinamisasi Halaqah

Satria Hadi Lubis dalam buku Menggairahkan Perjalanan Halqah ini telah

memformulasikan rumus dinamisasi halaqah sehingga lebih mudah dipahami dan

"dikuantitatifkan".

D = n(Pb) (I + K + T)

D = Dinamisasi

n (Pb) = Jumlah variasi perubahan

I = Keikhlasan

K = Keteladanan

T = Semangat mencapai tujuan

Sedangkan kejenuhuan halaqah dirumuskan sebagai berikut :

J = n (Pt) / n (Pb) – (I + K + T)

Page 5: Sekolah murobbi

J = Kejenuhan

n (Pt) = Jumlah pertemuan

n (Pb) = Jumlah variasi perubahan

I = Keikhlasan

K = Keteladanan

T = Semangat mencapai tujuan

Variasi perubahan bisa terjadi dalam sistem belajar, metode penyampaian, media

belajar, materi, agenda acara, waktu pertemuan, tempat pertemuan, dan komposisi

peserta halaqah.

Rumus Meningkatkan Produktifitas Halaqah

Rumus peningkatan produktifitas halaqah dalam buku Menggairahkan Perjalanan

Halaqah tidak dibuat sama seperti dinamisasi halaqah. Satria Hadi Lubis membuatnya

dalam bentuk piramida sebagai berikut:

Pada dasar piramida, ada tujuan yang porsinya paling besar. Tiga tujuan halaqah

(tercapainya muwashafat/kenaikan jenjang, tercapainya pembentukan murabbi baru,

dan tercapainya pengembangan potensi) menjadi dasar dari pencapaian halaqah.

Tujuan ini berfungsi untuk melakukan langkah berikutnya, yaitu membuat

"kemenangan-kemenangan kecil" dan melakukan evaluasi. Kemenangan kecil adalah

Page 6: Sekolah murobbi

tujuan/sasaran antara yang perlu dicapai secara bertahap untuk mencapai tujuan

halaqah yang sebenarnya. Sedangkan evaluasi adalah membandingkan antara tujuan

yang ditetapkan dengan realita yang ada. Jika tercapai berarti halaqah berhasil, jika

belum harus ada analisa sebab kegagalan dan solusinya.

Banyak Tips yang Harus Dibaca dalam Buku ini

Ya. Banyak sekali tips dan kiat-kiat yang dikemukakan Satria Hadi Lubis dalam buku

Menggairahkan Perjalanan Halaqah ini. Mulai dari kiat meningkatkan variasi

perubahan yang dilakukan dalam halaqah, kiat meningkatkan nilai keikhlasan,

keteladanan, semangat mencapai tujuan, dan lain-lain. Dalam buku ini juga ada tes

halaqah muntijah untuk mendeteksi halaqah Anda melalui pengisian kuisioner, tabel

contoh penerapan tiga langkah produktifitas halaqah dan lampiran contoh aktifitas

untuk mendinamiskan halaqah.

Motivasi menjadi murobbi

Aga Sekamdo pernah mengkomparasikan pertumbuhan kader Ikhwanul Muslimin di

Mesir dan Partai Keadilan di Indonesia. Keduanya memiliki sistem kaderisasi yang

serupa; halaqah. Pada tahun 1954 (sekitar dua dasawarsa efektif kaderisasi) anggota

Ikhwan telah mencapai 3 juta kader. Sedangkan pertumbuhan PK (kini PKS) jauh di

bawah itu. Lalu, ia menyimpulkan: ada masalah dengan kaderisasi harakah di

Indonesia ini.

Salah satu permasalahan serius kaderisasi dengan sistem halaqah adalah murabbi.

Jika sebuah harakah hendak mencapai pertumbuhan kader yang tinggi dengan sistem

ini, ia harus menyediakan murabbi dalam jumlah yang signifikan. Rekrutmen yang

masif tidak akan berarti banyak jika setelahnya tidak di-follow up-i dengan halaqah

karena kurangnya Murabbi. Tapi inilah permasalah yang menggejala hingga kini.

Usia tarbiyah yang lama bukan jaminan bahwa seorang kader siap menjadi murabbi.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak kader lama yang tidak kunjung

siap menjadi murabbi. Ada pula yang terpaksa dalam ketidaksiapan. Jika kemudian ia

Page 7: Sekolah murobbi

belajar tentu akan menjadi lain ceritanya. Namun keterpaksaan itu sering berujung

pada "pembubaran halaqah".

Buku Menjadi Murabbi Itu Mudah yang ditulis oleh Muhammad Rosyidi berusaha

menyajikan solusi untuk menjawab permasalahan di atas. Judulnya yang menarik,

mengajak kita optimis bahwa menjadi murabbi itu tidak sesulit yang dibayangkan.

Dengan persepsi awal yang mencerahkan ini, diharapkan kader dakwah siap

diamanahi menjadi murabbi, siap memulai halaqah, dan sambil berjalan diharapkan

terus meningkatkan kafaah-nya sebagai murabbi agar halaqahnya berjalan efektif.

Mengapa Tidak Menjadi Murabbi?

Ada enam alasan mengapa kader dakwah ragu untuk menjadi murabbi yang direkam

dalam buku Menjadi Murabbi Itu Mudah. Alasan-alasan itu adalah merasa belum

siap, merasa belum pantas, merasa tidak cocok, belum mendapatkan kelompok

binaan, sibuk, atau trauma pengalaman.

Alasan yang pertama bisa dijawab dengan langsung menjadi murabbi, tanpa

membayangkan hal yang belum terjadi. Action! Untuk ketidaksiapan teknis ketika

mengisi halaqah, Muhammad Rosyidi memberikan tips: cermati murabbi mengisi

halaqah dari awal sampai akhir, jiplak saja. Selebihnya konsultasikan ke murabbi.

Alasan kedua, merasa tidak pantas, harus segera diatasi. Pertama, pahamkan diri

bahwa seorang yang berdakwah tidak harus menunggu sempurna. Sambil terus

memperbaiki diri. Para sahabat Nabi langsung mendakwahkan apa yang mereka

terima dari Rasulullah, tanpa menunggu semua surat Al-Qur'an turun lengkap. Kedua,

buat target kapan pantas jadi murabbi. Kekurangan yang telah disadari harus dibenahi

dalam tenggang waktu tertentu. Jika tak ada waktu yang bisa dijadikan batasan

sampai pantas, barangkali alasan yang sebenarnya adalah ketidakmauan atas nama

ketidakpantasan.

Merasa tidak cocok biasanya menimpa kader yang nervous bicara di depan orang

Page 8: Sekolah murobbi

banyak, atau kurang menguasai materi. Banyak juga keraguan ini menimpa mereka

yang pernah gagal menjadi murabbi. Saran dalam buku Menjadi Murabbi itu Mudah

adalah dengan memberanikan diri menjadi murabbi. Jangan pernah merasa tidak

cocok kalau hanya pernah gagal satu atau dua kali. Sambil terus meng-up grade diri

sebagai langkas antisipasi.

Alasan keempat bisa dijawab secara personal, kelompok tarbawi, atau struktur. Secara

personal berarti meningkatkan kemampuan rekrutmen, berupaya melakukan dakwah

fardiyah. Secara kelompok, ini bisa disikapi dengan menggelar rekrutmen yang

difasilitasi murabbi. Tentu adanya peran struktur menjadi solusi yang lebih baik.

Misalnya dengan adanya bursa murabbi dan mutarabbi di samping secara berkala

menggelar acara-acara rekrutmen.

Untuk alasan sibuk, justru murabbi adalah tugas yang biasa dijalankan dengan baik

oleh mereka yang terbiasa sibuk. Kesulitan waktu bisa diatasi dengan

mengkomunikasikan kepada struktur sehingga murabbi yang bisa di satu waktu

dipertemukan dengan mutarabbi yang bisanya juga di waktu itu.

Sedangkan trauma pengalaman biasanya dialami oleh mereka yang pernah

"ditinggalkan" mutarabbi. Bisa jadi karena sikapnya yang berbeda dalam masalah

khilafiyah. Seharusnya kegagalan tidak menjadikan kader trauma untuk memegang

halaqah lagi. Justru dengan banyaknya pengalaman ia akan menjadi expert. Maka

solusinya adalah, lakukan. Do it!

Karena Menjadi Murabbi itu Luar Biasa

Motivasi itu penting. Dan motivasi berangkat dari pemahaman yang benar. Menjadi

murabbi itu luar biasa. Banyak keutamannya. Kesiapan kader untuk menjadi murabbi

akan semakin kokoh jika ia memiliki motivasi tinggi di samping keberhasilannya

menepis keraguan-keraguan di atas.

Pada bab 3 dan 5 Menjadi Murabbi Itu Mudah, Muhammad Rosyidi menguraikan

Page 9: Sekolah murobbi

bahan motivasi itu. Bahwa kita perlu memahami status murabbi dan untungnya

menjadi murabbi. Keduanya bahkan diletakkan sebelum alasan tidak menjadi murabbi

Setidaknya, ada hal yang dijelaskan dalam buku Menjadi Murabbi Itu Mudah terkait

status Murabbi. Pertama, murabbi itu menyambung mata rantai dakwah. Tanpa

murabbi dakwah akan terputus. Dan jangan sampai kita termasuk pemutus mata rantai

itu. Kedua, menjadi murabbi berarti berkontribusi bagi dakwah. Kontribusi yang teramat

besar nilainya bagi seorang kader dakwah. Kontribusi spesial. Apapun amanah kader

di dalam struktur atau wajihah, menjadi murabbi adalah amanah utama yang tidak

boleh dikesampingkan. Ketiga, tidak adaoutsorcing dalam menjadi murabbi. Jadi

seorang ikhwah tidak boleh berpikir; saya merekrut saja, biar orang lain yang

membina. Saya di struktur saja, atau mengisi taklim saja, biar saya wakilkan halaqah

kepada ikhwah lainnya.

Sedangkan untungnya menjadi murabbi diuraikan dalam bab 5 sebagai berikut:

memperoleh pahala sebagai dai, mendapatkan multi level pahala, menjadi lebih

memahami tarbiyah, termotivasi untuk terus meningkatkan amal, menjadi sarana

pendewasaan diri, dan aplikasi taawun.

Segera Menjadi Murabbi, Siapkan Mental, Pilih Gaya Sendiri!

Cara terbaik menjadi murabbi adalah memulainya. Maka motivasi yang telah ada

harus segera menemukan krannya. Action. Bisa jadi halaqah itu murni baru, bisa jadi

ia lanjutan dari taklim rutin yang di-khas-kan, atau yang lainnya. Sambil jalan murabbi

baru perlu mensetting mentalnya. Bahwa murabbi itu pantang menyerah, bersikap

tenang, dan bijak menyikapi realitas binaan. Tidak menyerah meski hujan datang,

tetap datang. Tidak menyerah meski lelah. Tetap tenang meskipun barangkali ada

tetangga yang bertanya ada cara apa. Tetap tenang meskipun ada peserta yang di

awal halaqah bertanya yang menyulitkan. Bijak menyikapi realitas binaan yang

berbeda latar belakang maupun sangat tidak ideal dalam Islam. Murabbi perlu bijak,

karena mereka masih baru.

Dalam menyampaikan materi, kita bisa memilih gaya kita sendiri. Bisa gaya tekstual

Page 10: Sekolah murobbi

dengan cara membacakan materi halaqah. Bisa gaya multimedia dengan membawa

laptop dan menyajikan materi dalam bentuk powerpoint. Bisa gaya mengkaji kitab,

dengan membaca kitab lalu menguraikan sendiri penjelasannya. Atau gaya paparan

dengan cukup menuliskan rasmul bayan lalu menjelaskannya.

PERAN MUROBBI

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta

alam” (QS. 21 : 107).

Misi keberadaan kita di dunia ini tiada lain kecuali menjadi rahmat bagi semesta alam.

Rahmat dalam pengertian menebarkan kasih sayang dan memberikan manfaat yang

sebesar-besarnya bagi masyarakat. Misi tersebut tak bisa tidak mengharuskan kita

hidup dalam jalan dakwah. Mengapa? Sebab hanya dakwah yang membuat seorang

muslim konsisten mengajak orang lain ke arah kebaikan dan kasih sayang. Sedang

jalan selain dakwah adalah jalan yang penuh ketidakpastian dan keraguan untuk

merealisasikan misi keberadaan manusia muslim tersebut. Jalan yang seringkali

menggelincirkan seseorang kepada sikap egois dan hanya mementingkan diri sendiri.

Itulah sebabnya Allah mewajibkan setiap muslim berdakwah, agar mantap

merealisasikan misi keberadaannya di muka bumi. Kewajiban tersebut bahkan sudah

kita sandang sejak akil baligh. “Hai anakku, dirikanlah sholat dan suruhlah (manusia)

mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan

bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu

termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)” (QS. 31 : 18).

Dakwah adalah jalan orang-orang yang mulia sepanjang masa. Saking mulianya jalan

tersebut, Allah SWT sampai menyebutnya sebagai jalan “yang terbaik”. “Siapakah

yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,

mengerjakan amal shaleh dan berkata: “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang

yang berserah diri?” (QS. 41 : 33).

Karena itu, amat ironis jika ada seorang muslim yang secara sadar meninggalkan jalan

dakwah.

Page 11: Sekolah murobbi

Untuk berdakwah, kita perlu memahami tahapan dakwah. Secara umum, ada dua

tahapan dakwah, yakni dakwah umum (‘ammah) dan dakwah khusus (khossoh).

Dakwah ‘ammah adalah dakwah yang ditujukan kepada masyarakat umum tanpa

adanya hubungan yang intensif antara da’i (orang yang berdakwah) dengan mad’u

(orang yang didakwahi). Sebagian besar fenomena dakwah yang ada di masjid-masjid

dan media massa adalah dakwah ‘ammah. Follow up (kelanjutan) dari dakwah ‘ammah

adalah dakwah khossoh. Yakni dakwah kepada orang-orang terbatas yang ingin

bersungguhsungguh mengamalkan Islam. Hubungan antara da’i dan mad’u

berlangsung intensif pada dakwah khossoh. Umumnya, mad’u pada dakwah tahapan

khusus ini dikumpulkan dalam

kelompok-kelompok kecil berjumlah 3-12 orang yang disebut dengan halaqah

(lingkaran). Di beberapa kalangan halaqah juga disebut dengan pengajian kelompok,

mentoring, ta’lim, usroh, liqo’, dan lain-lain. Di dalam halaqah inilah murobbi (pembina)

berada.

Pengertian murobbi

Murobbi adalah seorang da’i yang membina mad’u dalam halaqah. Ia bertindak

sebagai qiyadah (pemimpin), ustadz (guru), walid (orang tua), dan shohabah (sahabat)

bagi mad’unya. Peran yang multifungi itu menyebabkan seorang murobbi perlu

memiliki berbagai keterampilan, antara lain keterampilan memimpin, mengajar,

membimbing, dan bergaul. Biasanya, keterampilan tersebut akan berkembang sesuai

dengan bertambahnya pengetahuan dan pengalaman seseorang sebagai murobbi.

Peran murobbi berbeda dengan peran ustadz, muballigh atau penceramah pada

tataran dakwah ‘ammah. Jika peran muballigh titik tekannya pada penyampaian

materimateri Islam secara menarik dan menyentuh hati, maka murobbi memiliki peran

yang lebih kompleks daripada muballigh. Murobbi perlu melakukan hubungan yang

intensif dengan mad’unya. Ia perlu mengenal “luar dalam” mad’unya melalui hubungan

yang dekat dan akrab. Ia juga memiliki tanggung jawab untuk membantu

permasalahan mad’unya sekaligus bertindak sebagai pembina mental, spritual, dan

(bahkan) jasmani mad’unya. Peran ini relatif tidak ada pada diri seorang muballigh.

Page 12: Sekolah murobbi

Karena itulah, mencetak murobbi sukses lebih sulit daripada mencetak muballigh

sukses.

Dalam skala makro, keberadaan murobbi sangat penting bagi keberlangsungan

perjuangan Islam. Dari tangan murobbilah lahir kader-kader dakwah yang tangguh dan

handal memperjuangkan Islam. Jika dari tangan muballigh lahir orang-orang yang

“melek’ terhadap pentingnya Islam dalam kehidupan, maka murobbi melajutkan kondisi

“melek” tersebut menjadi kondisi terlibat dan terikat dalam perjuangan Islam. Urgensi

murobbi dalam perjuangan Islam bukan hanya retorika belaka, tapi sudah dibuktikan

dalam sejarah panjang umat Islam. Dimulai oleh Nabi Muhammad saw sendiri ketika

beliau menjadi murobbi bagi para sahabatnya.

Kemudian dilanjutkan dengan para ulama salaf (terdahulu) dan khalaf (terbelakang),

sampai akhirnya dipraktekkan oleh berbagai harakah (gerakan) Islam di seluruh

belahan dunia hingga saat ini. Tongkat esatafeta perjuangan Islam tersebut dilakukan

oleh para murobbi yang sukses membina kaderkader dakwah yang tangguh.

Pada intinya, umat Islam tak mungkin mencapai cita-citanya jika dari tubuh umat Islam

itu sendiri belum lahir sebanyak-banyaknya murobbi handal yang ikhlas mengajak

umat untuk memperjuangkan Islam.

Keutamaan murobbi Mengingat begitu pentingnya peran murobbi dalam

keberlangsungan eksistensi umat dan dakwah, sudah seharusnya kita memiliki

keseriusan untuk mencetak murobbi-murobbi sukses. Namun ternyata mencetak

murobbi sukses bukanlah hal yang mudah. Ada berbagai kendala yang menghadang.

Kendala tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga bagian.

1. Kendala kemauan

Yakni kendala berupa belum munculnya kesadaran dan motivasi yang tinggi dari

sebagian kita untuk menjadi murobbi. Mungkin disebabkan belum tahu pentingnya

murobbi, belum percaya diri untuk menjadi murobbi, atau karena tidak menganggap

prestisius peran murobbi dalam masyarakat.

2. Kendala kemampuan

Yakni kendala berupa minimnya pengetahuan dan pengalaman menjadi murobbi.

Memang, menjadi murobbi membutuhkan berbagai kemampuan yang perlu terus

ditingkatkan. Beberapa kemampuan yang perlu dimiliki, misalnya pengetahuan agama,

Page 13: Sekolah murobbi

dakwah, pendidikan, organisasi, manajemen, psikologi, dan lain-lain. Kemampuan ini

masih terbatas dimiliki oleh kebanyakan umat.

3. Kendala kesempatan

Yakni kendala ketiadaan waktu dan kesempatan untuk menjadi murobbi. Kehidupan

dunia yang penuh godaan materi ini membuat orang terlena untuk mengejarnya,

sehingga tak punya waktu untuk memikirkan hal-hal yang strategis. Termasuk di

dalamnya tak punya waktu untuk serius menjadi murobbi. Padahal keberlangsungan

eksistensi umat sangat tergantung pada keberadaan murobbi-murobbi handal.

Mestinya, berbagai kendala tersebut dapat diatasi dengan kekuatan iman dan taqwa

kepada Allah swt. Tanpa kekuatan iman dan taqwa, obsesi menjadi murobbi sukses

menjadi musykil dilakukan.

Selain dengan iman dan taqwa, untuk mengatasi berbagai kendala itu kita juga perlu

menyadari beberapa keutamaan menjadi murobbi, diantaranya :

1. Melaksanakan kewajiban syar’i.

Menuntut ilmu wajib hukumnya dalam Islam. Apalagi jika yang dituntut itu ilmu Islam.

Cara yang paling efektif menuntut ilmu Islam adalah dengan halaqah, seperti yang

dicontohkan Nabi Muhammad saw. Menurut kaidah fiqih, jika pelaksanaan kewajiban

membutuhkan sarana, maka sarana itu menjadi wajib

untuk diadakan. Logikanya, jika menuntut ilmu Islam itu wajib dan cara yang paling

efektif menuntut ilmu Islam adalah halaqah, maka halaqah menjadi wajib untuk

diadakan.

Halaqah tidak akan berjalan efektif tanpa adanya dua pihak, pembina (murobbi) dan

peserta (mad’u). Karena itu, menjadi murobbi dan mad’u menjadi wajib juga.

Allah berfirman : “..Hendaklah kamu menjadi orang-orang robbani, karena kamu selalu

mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya” (QS. 3 :79).

Pada ayat tersebut, Allah menyuruh setiap muslim menjadi murobbi (mengajarkan Al

Kitab) dan menjadi mad’u (mempelajari Al Kitab). Tidak boleh hanya mau menjadi

mad’u saja, tapi tidak mau menjadi murobbi. Jadi kesimpulannya, setiap muslim wajib

mengupayakan dirinya untuk menjadi murobbi.

2. Menjalankan sunnah rasul.

Rasulullah saw telah membina sahabat-sahabatnya dalam majelis zikir atau halaqah.

Page 14: Sekolah murobbi

Rasulullah membina halaqah selama hidupnya, baik ketika di Mekah (contohnya di

Darul Arqom) maupun di Madinah (contohnya majelis ta’lim di Masjid Nabawi). Jadi,

menjadi murobbi berarti melaksanakan sunnah rasul

(kebiasaan Rasulullah saw). “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat

Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang

membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan

kepadamu Al Kitab dan hikmah (Sunnah Rasul), serta mengajarkan

kepada kamu apa yang belum kamu ketahui” (QS. 2 : 151).

3. Mendapatkan pahala yang berlipat ganda.

Barangsiapa yang mengajarkan Islam kepada orang lain maka ia akan mendapatkan

pahala. Semakin efektif sarana pengajarannya, semakin berlipat ganda pahala yang

akan didapatkan. Halaqah adalah sarana yang paling efektif untuk mengajar Islam.

Karena itu, menjadi murobbi akan mendapatkan pahala

yang berlipat ganda.

4. Mencetak pribadi-pribadi unggul

Nabi Muhammad saw adalah murobbi yang telah berhasil mencetak generasi terbaik

sepanjang masa. Oleh sebab itu, menjadi murobbi berarti turut membina pribadi-

pribadi unggul harapan umat dan bangsa. Sangat aneh jika seorang muslim tidak mau

menjadi murobbi padahal ia sebenarnya sedang melakukan

tugas yang besar dan penting bagi masa depan umat dan bangsa.

5. Belajar berbagai keterampilan

Dengan membina, seorang murobbi akan belajar tentang berbagai hal. Misalnya, ia

akan belajar tentang bagaimana cara meningkatkan kepercayaan diri, komunikasi,

bergaul, mengemukakan pendapat, mempengaruhi orang lain, merencanakan sesuatu,

menilai orang lain, mengatur waktu, mengkreasikan

sesuatu, mendengar pendapat orang lain, mempercayai orang lain, dan lain

sebagainya. Pembelajaran tersebut belum tentu didapatkan di sekolah formal.

Padahal manfaatnya begitu besar, bukan hanya akan meningkatkan kualitas

pembinaan selanjutnya, tapi juga bermanfaat untuk kesuksesan hidup seseorang.

6. Meningkatkan iman dan taqwa.

Dengan menjadi murobbi, seseorang akan dapat meningkatkan iman dan taqwanya

Page 15: Sekolah murobbi

kepada Allah SWT. Secara psikologis, orang yang mengajarkan orang lain akan

merasa seperti menasehati dirinya sendiri. Ia akan berupaya meningkatkan iman dan

taqwanya kepada Allah seperti yang ia ajarkan kepada

orang lain. Dampaknya, hidupnya akan menjadi tenang karena dekat dengan Allah dan

terhindar dari kemaksiatan.

7. Merasakan manisnya ukhuwah

Untuk mencapai sasaran-sasaran halaqah, murobbi dituntut mampu bekerjasama

dengan peserta halaqah. Kerjasama tersebut akan berbuah pada manisnya ukhuwah

Islamiyah di antara murobbi dan mad’u. Betapa banyak orang Islam yang tidak dapat

merasakan manisnya ukhuwah. Namun dengan menjadi murobbi, seorang muslim

akan berpeluang untuk merasakan manisnya ukhuwah.

Dengan mengetahui berbagai keutamaan murobbi tersebut, tak alasan lagi bagi kita

untuk mengelak menjadi murobbi. Kita harus berupaya sekuat tenaga untuk

menjadikan diri kita sebagai murobbi yang sukses membina mad’u. Inilah pekerjaan

besar yang masih banyak “lowongannya”. Inilah tugas besar yang menanti kita untuk

meresponnya.

Kembali ke Manhaj Da’wah

Dakwah tidak mengenal udzur. Anas bin Malik mengatakan tentang Abdullah bin Ummi

Maktum yang secara kondisi fisik buta. Tapi pada perang Yarmuk, Abdullah bin Ummi

Maktum hadir di tengah para mujahidin di medan perang, memakai baju besi,

memegang bendera. Anas bin Malik bertanya, wahai Abdullah bin Ummi Maktum,

bukankah Rasulullah saw telah memberi udzur kepadamu? Ia menjawab, “Ya betul,

memang dalam Al Quran telah diberikan udzur kepada orang buta. Tetapi

sayamenginginkan dengan kehadiran saya di sini, di medan perang, paling tidak dapat

menambah jumlah tentara Islam.” Alhamdulillah sekarang kita banyak. Coba kalau

hanya tiga orang, tidak semangat.

Diceritakan lagi ketika tentara Holagu masuk ke kota Baghdad, terdapat seorang

ulama yang juga buta. Dia menghadang tentara dengan mengayunkan pedang ke

kanan dan ke kiri barangkali ada musuh yang kena. Secara logika, apa yang bisa

dilakukan oleh orang yang dalam kondisi seperti itu? Barangkali kalau dia duduk di

Page 16: Sekolah murobbi

rumah dia tidak dosa dan tidak ada pertanggung jawabannya di sisi Allah. Tapi

masalahnya, ia ingin berkontribusi, ingin aktif, paling tidak ingin mati syahid. Dan benar

ia mati syahid.

Kisah kisah semacam ini banyak dalm kisah tabiin. Yang kita inginkan dalam tarbiyah

adalah para kader dakwah seperti itu. Meskipun sudah udzur tetap saja bersemangat

berjuang, berjuang, berjuang. Menurut Ahmad bin Hambal kepada muridnya, “mataa

yajidul abdu tha’marrahah?” kapan seseorang bisa beristirahat?” Ia menjawab,

“Indamaa yatha’u ihda qadamaihi fil jannah” ketika salah satu kakinya menginjak

surga. Artinya sebelum mati, tidak ada waktu untuk senang senang istirahat. Laa

rahata li du’at illa ba’dal mamaat. Itu kata Syaikh Ahmad Rasyid. Jadi barangsiapa

yang mau istirahat silahkan mati. Meskipun setelah itu juga belum tentu bisa istirahat

karena tidak ada amal.

Untuk memenangkan dakwah di era siyasah seperti sekarang, setidaknya kuncinya

ada 8 (delapan) yaitu :

1. Kita harus pastikan sepakat bahwa kita harus menerapkan manhaj tarbiyah

Apalagi kalau kita mengakui kita adalah partai kader, di mana modal utama kita adalah

kader. Kita untuk msalah dana, sarana, fasilitas masih sangat terbatas dibanding yang

lain. Tapi kelebihan kita, keistimewaan kita adalah mesin dakwah kita yang dijalankan

oleh kader. Untuk melahirkan kader yang berkualitas, yang tidak mengenal udzur,

bahkan paling tidak Allah swt mengingatkan paling tidak perbandingan kapasitas kader

kita 1 banding 10 dibanding aktifis lain. Sampai rasionya bisa satu banding seribu.

Ketika Umar bin Khattab diminta mengirimkan pasukannya ke Mesir, ia hanya

mengirim 1000 personil ditambah 4 orang. Di mana satu dari empat orang itu rasionya

satu banding seribu. Itu hanya bisa dilakukan dengan tarbiyah, yang sistemik,

terstruktur, terorganisir, dengan menggunakan manhaj.

Ikhwah sekalian,

Barangkali berdasarkan pengalaman, ketika berhalaqah, sebagai naqib atau sebagai

Page 17: Sekolah murobbi

a’dha, atau sebagai murabbi mengelola halaqah, apakah kita komitmen pada manhaj

yang dikenal dengan manhaj 1427? Pedomannya itu atau feeling? Kembali pada

manhaj, saya yakin betul ini bisa menjamin keberhasilan dakwah. Ini harus kembali

pada manhaj. Bagaimana peran para kader.. bisa dilihat dalam manhaj. Untuk tamhidi

misalnya, sudah harus punya kesadaran untuk menyebarkan fikrah. Dalam bahasa kita

dilatih untuk direct selling. Kalau muayid sudah pada kewajiban berdakwah.

Barangkali ada keluhan halaqah kering tandus, permasalahannya di mana? Itu karena

kita tidak komitmen kepada manhaj. Bukankah tentang ruhiyah, fikriyah, amaliyah,

masalah akhlak, keluarga, semuanya ada dalam manhaj dan terpenuhi dalam manhaj.

Maka itulh yang disebut kembali pada asholah manhaj. Kita punya manhaj tarbiyah,

yang waktu, pikiran, energinya, dipersiapkan lebih dari 10 tahun. Jihaz tarbawi alami,

sudah bertahun-tahun. Di Indonesia juga bertahun-tahun. Lalu kita anggap seperti

koran atau disimpen di lemari. Ini sangat urgen, kita harus kembali pada manhaj.

2. Fokus pada muwashofat yang berkait langsung terkait dengan pemenangan

pemilu.

Ada banyak muwashofat dan saya usul ada muwashofat yang harus fokus pada

pemenangan pemilu.

Artinya, dalam kondisi bebeapa bulan ini, menjelang pemilu, halaqah tidak lagi

disibukkan pada menghafal. Itu tetap perlu, tapi ditunda dulu. Harus lebih hal-hal yang

sifatnya operasional. Yakni, muwashofat matinul khuluq dan muwashofat nafi’un

lighairihi. Barangkali dalam kondisi normal kita melihat semua ini penting, tapi dalam

kondisi mendesak seperti sekarang, fokus pada dua

muwashofat itu.

3. Komitmen pada sarana halaqah sebagai sarana tarbiyah asasi.

Dalam manhaj disebutkan, al halaqah wasilatun ula wal aula... laisat badiilah anhaa...

tidak bisa diganti, tidak ada alternatif lain. Kalau kita ingin, jamaah ini, partai ini solid,

maka ukuran soliditas partai adalah pada halaqah. Kalau halaqahnya bermasalah,

halaqah hanya sekedar menyimpan badan, setor muka, menunggu taklimat, titik

Page 18: Sekolah murobbi

krusialnya di sini. Jangan juga seperti orang yang teriak teriak tarbiyah menyimpang,

tidak ashalah, sementara dia tidak tarbiyah dan tidak halaqah.

4. Disiplin dengan baramij halaqah.

5. Memprioritaskan aspek tarbiyah amaliyah, harakiyah.

6. Menggunakan sarana tarbawi selain halaqah yang efektif.

7. Melakukan evaluasi tarbawi secara berkala

8. Evaluasi tarbawi berbasis kinerja dan kontribusi kader pada pemenangan

pemilu.

Artinya kita harus modifikasi form mutaba’ah. Yang simpel yang singkat, yang

berdampak langsung

pada pemenangan pemilu. Form yang dibikin BPK bukan wahyu. Silahkan lakukan

modifikasi sesuai kebutuhan lapangan.