sekilas perkembangan perkawinan mixta religio

8
Lidya Kandaou – Jamal Mirdad Lydia Kandou menikah dengan Jamal Mirdad pada tahun 1986. Peristiwa ini menjadi begitu kontroversial, karena perbedaan agama. Lydia Kandou yang beragama kristen dan Jamal Mirdad yang beragama Islam. Namun pasangan Jamal Mirdad dan Lydia Kandou nekad menikah di Indonesia dan memperjuangkan status mereka mati-matian di Pengadilan Negeri. Upaya awal yang ditempuh Jamal Mirdad dan Lydia Kandou ialah mengajukan permohonan ke Kantor Urusan Agama namun upaya itu ditolak oleh KUA, sehingga Kantor Catatan Sipil dituju sebagai jalan tengah tak pula bisa dilalui mereka dengan lancar,namun upaya Jamal Mirdad & LydiaKandou tidak berhenti sampai disitu mereka menempuh jalur pengadilan, dari hal itu Hakim EndangSri Kawuryan mengizinkan mereka menikah Dengan izin itu, pada 30 Juni 1986, Jamal dan Lydia resmi menikah. Setelah 27 tahun bersama, keduanya bercerai pada 4 Juli 2013 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dedy Corbuzier – Kalina Pasangan pesulap ini menikah pada Kamis, 24 Februari 2005. Keduanya menjalani pernikahan dengan dua cara. Pertama, akad nikah dilakukan sesuai tata cara Islam, agama yang dianut Kalina. Usai menikah secara Islam, Deddy dan Kalina menikah secara negara, mencatatkannya ke Kantor Catatan Sipil. Pernikahan mereka berakhir pada 31 Januari 2013, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai seorang anak, Azkanio Nikola Corbuzier.

Upload: yustinatyas

Post on 28-Jan-2016

104 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Kerohanian

TRANSCRIPT

Page 1: Sekilas Perkembangan Perkawinan Mixta Religio

Lidya Kandaou – Jamal Mirdad

Lydia Kandou menikah dengan Jamal Mirdad pada tahun 1986. Peristiwa ini menjadi

begitu kontroversial, karena perbedaan agama. Lydia Kandou yang beragama kristen

dan Jamal Mirdad yang beragama Islam.

Namun pasangan Jamal Mirdad dan Lydia Kandou nekad menikah di Indonesia dan

memperjuangkan status mereka mati-matian di Pengadilan Negeri. Upaya awal yang

ditempuh Jamal Mirdad dan Lydia Kandou ialah mengajukan permohonan ke Kantor

Urusan Agama namun upaya itu ditolak oleh KUA, sehingga Kantor Catatan Sipil dituju

sebagai jalan tengah tak pula bisa dilalui mereka dengan lancar,namun upaya Jamal

Mirdad & LydiaKandou tidak berhenti sampai disitu mereka menempuh jalur

pengadilan, dari hal itu Hakim EndangSri Kawuryan mengizinkan mereka menikah

Dengan izin itu, pada 30 Juni 1986, Jamal dan Lydia resmi menikah.

Setelah 27 tahun bersama, keduanya bercerai pada 4 Juli 2013 di Pengadilan Negeri

Jakarta Selatan.

Dedy Corbuzier – Kalina

Pasangan pesulap ini menikah pada Kamis, 24 Februari 2005. Keduanya menjalani

pernikahan dengan dua cara. Pertama, akad nikah dilakukan sesuai tata cara Islam,

agama yang dianut Kalina.

Usai menikah secara Islam, Deddy dan Kalina menikah secara negara,

mencatatkannya ke Kantor Catatan Sipil. Pernikahan mereka berakhir pada 31 Januari

2013, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai

seorang anak, Azkanio Nikola Corbuzier.

Tamara Bleszynski dan Mike Lewis

Pada 2 Februari 2010, Tamara resmi menikah dengan Mike Lewis di Villa Bayuh

Sabbha, Uluwatu, Jimbaran, Bali. Keduanya melangsungkan pernikahan beda agama.

Page 2: Sekilas Perkembangan Perkawinan Mixta Religio

Bagi Tamara, pernikahan ini adalah yang kedua setelah bercerai dari Teuku Rafly

Pasya.

Pernikahan ini terkesan jauh dari publikasi karena memang hanya keluarga dan orang

terdekat saja yang hadir. Pada 22 Desember 2010, Tamara melahirkan bayi laki-laki,

Kenzou Leon Blezynski Lewis. Pada awal 2012, Tamara Bleszynski mengajukan

gugatan perceraian di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan akhirnya dikabulkan

melalui putusan pengadilan pada 28 Mei 2012.

Sekilas perkembangan perkawinan mixta religio (kawin campur)Dalam masa Gereja Awal ada larangan umum bagi yang dibaptis (katolik) untuk melangsungkan

perkawinan dengan bidaah atau heretik (penganut ajaran sesat). Bersamaan dengan munculnya perpecahan dalam Gereja Katolik, larangan itu diperluas; agar orang katolik tidak melangsungkan perkawinan dengan anggota Gereja skismatik (orang yang dibaptis dan tidak dalam kesatuan penuh dengan Gereja Katolik Roma). Secara khusus, ada larangan pula bagi orang yang dibaptis katolik melangsungkan perkawinan dengan orang Yahudi. Lalu pemahaman baru secara menyeluruh dan mendasar tentang perkawinan dan perkawinan mixta religio, terjadi dalam Konsili Vatikan II (1959 – 1965). Pertimbangan pokok yang melandasinya meliputi:

Realitas sosiologis. Maraknya gerakan-gerakan ekumenis. Ajaran Gereja tentang kebebasan beragama. Eklesiologi yang berubah dari Gereja sebagai Persekutuan Sempurna (Societas perfecta) menjadi

Umat Allah.

Kawin / Pernikahan campur dari sudut pandang Negara dan Gereja :

Kawin campur dalam konteks Undang-Undang Perkawinan Negara Republik Indonesia menunjuk pada perkawinan yang dilangsungkan di Indonesia antara WNI dan WNA. Bersama dengan beberapa aturan lain yang mendukungnya, kawin campur yang demikian ditempatkan dalam pasal 57-63 Undang-Undang Perkawinan No. 1 / 1974.Lalu, Gereja memberi kemungkinan untuk perkawinan campur karena membela dua hak asasi, yaitu hak untuk menikah dan hak untuk memilih pegangan hidup (agama) sesuai dengan hati nuraninya. Gereja Katolik sendiri mengakui adanya dua macam kawin campur, yakni: 

a. Perkawinan campur beda gereja / mixta religio (seorang baptis Katolik menikah dengan seorang baptis non-Katolik) perkawinan ini membutuhkan ijin.

b. Perkawinan campur beda agama / disparitas cultus (seorang dibaptis Katolik menikah dengan seorang yang tidak dibaptis) untuk sahnya  dibutuhkan dispensasi (ijin dari Gereja Katolik untuk pernikahan beda agama. Dispensasi utk Katolik non Kristiani (islam, buddha, hindu) adalah: Disparitas Cultus sedangkan untuk Katolik - Protestan/Orthodox adalah Mixta Religio)

Page 3: Sekilas Perkembangan Perkawinan Mixta Religio

Dalam Kitab Hukum Kanonik 1917 maupun 1983 yang disebut kawin campur adalah perkawinan Beda Gereja. Perkawinan beda agama tidak masuk dalam kawin campur. Hanya saja, persyaratan yang dituntut untuk memperoleh dispensasi atasnya sama dengan yang dituntut untuk memperoleh lisensi atau izin dalam kawin campur.

Syarat untuk melakukan pernikahan beda agama di Gereja Katolik:

1. Mengikuti KURSUS PERNIKAHAN ( sertifikat yang didapat sesudahnya berlaku 6 bulan)2. Mendapatkan surat DISPENSASI

Mengenai Perkawinan Campur ini, kita mengacu kepada Kitab Hukum Kanonik 1983, yaitu demikian:

Perkawinan beda agama dianggap oleh Gereja sebagai halangan yang menggagalkan ( impedimentum dirimens). Karena itu, perkawinan itu tidak sah. Demikian Kitab Hukum Kanonik 1983 kan. 1086 berbunyi:

1. Perkawinan antara dua orang, yang diantaranya satu telah dibaptis dalam Gereja katolik atau diterima didalamnya, sedangkan yang lain tidak dibaptis, adalah tidak sah.

2. Dari halangan itu janganlah diberikan dispensasi, kecuali telah dipenuhi syarat-syarat yang disebut dalam kan. 1125 dan 1126.

3. Jika satu pihak pada waktu menikah oleh umum dianggap sebagai sudah dibaptis atau baptisnya diragukan, sesuai norma kan. 1060 haruslah diandaikan sahnya perkawinan, sampai terbukti dengan pasti bahwa satu pihak telah dibaptis, sedangkan pihak yang lain tidak dibaptis

Ketidakabsahan perkawinan beda agama dan pelarangan kawin campur merupakan wujud dari upaya Gereja Katolik untuk melindungi hak dan kewajiban anggotanya. Kedua macam perkawinan itu diyakini Gereja Katolik sebagai ancaman serius bagi pihak katolik dalam memperoleh hak dan menjalankan kewajiban untuk menghayati iman katoliknya, membaptis anak, dan mendidik anak secara katolik.Selain itu, kedua macam perkawinan itu dinilai Gereja Katolik akan dapat mengganggu atau bahkan menghalangi penghayatan akan arti perkawinan sebagai persekutuan seluruh hidup. Iman biasanya merupakan landasan, acuan, dan panduan dalam hidup pribadi baik secara individual maupun sosial. Dengan menjalani perkawinan itu berarti dengan sengaja dari awal meletakkan penghalang atau pengganggu yang sangat potensial di tengah jalan untuk sampai pada kesatuan dua pribadi menjadi satu daging (bdk. Mat 19, 5). Dalam hal ini harus diakui bahwa setiap agama mengandung ajaran, ritus, dan pengungkapan yang berbeda dengan agama lain. Berhubungan dengan Agama Kristen dapat dikatakan bahwa Kristus yang diyakini sama tetapi ajaran, ritus, dan pengungkapannya tidak sama dengan Agama Katolik. Praktek dalam hidup sehari-hari menunjukkan hal itu.Hal lain yang juga menjadi pertimbangan atas kedua macam perkawinan itu adalah pandangannya tentangindissolubilitas (sifat tak-dapat-diputuskan). Dalam teori ada agama bukan katolik yang meyakini dan mengajarkan sifat tak-dapat-diputuskan itu, tetapi dalam praktek hal itu tidak sungguh-sungguhdiperjuangkan. Kenyataan yang kita tangkap menunjukkan yang sebaliknya. Karena hal itu diyakini sebagai garansi positif dan sesuai dengan keyakinan setiap orang yang melangsungkan

Page 4: Sekilas Perkembangan Perkawinan Mixta Religio

perkawinan, Gereja Katolik tidak pernah dapat menerima adanya perceraian dengan apa pun alasannya, kecuali kematian (kan. 1141).

KHK 1124    Perkawinan antara dua orang dibaptis, yang diantaranya satu dibaptis dalam Gereja Katolik atau diterima didalamnya setelah baptis dan tidak meninggalkannya dengan tindakan formal, sedangkan pihak yang lain menjadi anggota Gereja atau persekutuan gerejawi yang tidak mempunyai kesatuan penuh dengan Gereja katolik, tanpa izin jelas dari otoritas yang berwenang, dilarang.KHK 1125    Izin semacam itu dapat diberikan oleh Ordinaris wilayah, jika terdapat alasan yang wajar dan masuk akal; izin itu jangan diberikan jika belum terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 

pihak katolik menyatakan bersedia menjauhkan bahaya meninggalkan iman serta memberikan janji yang jujur bahwa ia akan berbuat segala sesuatu dengan sekuat tenaga, agar semua anaknya dibaptis dan dididik dalam Gereja katolik;

mengenai janji-janji yang harus dibuat oleh pihak katolik itu pihak yang lain hendaknya diberitahu pada waktunya, sedemikian sehingga jelas bahwa ia sungguh sadar akan janji dan kewajiban pihak katolik;

kedua pihak hendaknya diajar mengenai tujuan-tujuan dan ciri-ciri hakiki perkawinan, yang tidak boleh dikecualikan oleh seorang pun dari keduanya.

 KHK 1127§ 1 Mengenai tata peneguhan yang harus digunakan dalam perkawinan campur hendaknya ditepati ketentuan-ketentuan  Kanon 1108; …..[di hadapan Ordinaris wilayah atau pastor paroki atau imam atau diakon, yang diberi delegasi oleh salah satu dari mereka itu, yang meneguhkannya, serta di hadapan dua orang saksi]§ 2 Jika terdapat kesulitan-kesulitan besar untuk menaati tata peneguhan kanonik, Ordinaris wilayah dari pihak katolik berhak untuk memberikan dispensasi dari tata peneguhan kanonik itu dalam tiap-tiap kasus, tetapi setelah minta pendapat Ordinaris wilayah tempat perkawinan dirayakan, dan demi sahnya harus ada suatu bentuk publik perayaan; Konferensi para Uskup berhak menetapkan norma-norma, agar dispensasi tersebut diberikan dengan alasan yang disepakati bersama.§ 3 Dilarang, baik sebelum maupun sesudah perayaan kanonik menurut norma § 1, mengadakan perayaan keagamaan lain bagi perkawinan itu dengan maksud untuk menyatakan atau memperbarui kesepakatan nikah; demikian pula jangan mengadakan perayaan keagamaan, dimana peneguh katolik dan pelayan tidak katolik menanyakan kesepakatan mempelai secara bersama-sama, dengan melakukan ritusnya sendiri-sendiri.Jika kedua berstatus liber atau bebas, silakan diperiksa surat baptis pasangan Anda itu, diberikan oleh gereja mana. Lalu konsultasikan dengan Romo paroki setempat, apakah baptisan gereja itu sah menurut Gereja Katolik (sesuai dengan forma dan materia yang disyaratkan dan sesuai dengan intensi Pembaptisan menurut Gereja Katolik). Jika ya, maka perkawinan yang akan dilakukan, adalah perkawinan campur beda gereja, sedangkan kalau baptisan tidak sah, disebut perkawinan beda agama.

Pada prinsipnya perkawinan dengan pihak non- Katolik sesungguhnya tidak diperbolehkan, namun jika

terpaksa dilakukan dan dikarenakan adanya pengakuan akan hak setiap orang untuk menikah (bdk. Kan.219) dan pertimbangan lain seperti yang disebut di awal, maka pernikahan dapat dimintakan

izin (untuk perkawinan beda gereja) / lisensi ). Lisensi di sini adalah izin yang dinyatakan dengan jelas oleh Kuasa Gereja yang berwenang, yakni Ordinaris Wilayah (Uskup diosesan, Vikaris Jenderal,

Page 5: Sekilas Perkembangan Perkawinan Mixta Religio

atau Vikaris Episkopal). Tanpa lisensi itu, perkawinan yang dilangsungkan dianggap sah tetapi tidak licit (non licet), yang artinya: tidak sepenuhnya memenuhi aturan gerejawi. Tentang kuasa memberi lisensi, Uskup dapat mendelegasikannya kepada Vikaris lain atau Pastor Paroki.Seorang yang dibaptis katolik dapat pula melangsungkan perkawinan dengan seorang yang tidak dibaptis setelah memperoleh dispensasi dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan (kan. 1129). Dispensasi adalah pembebasan terhadap seorang katolik dari kewajibannya untuk memenuhi peraturan Gereja Katolik oleh Kuasa Gereja yang berwenang, yakni Ordinaris Wilayah. Kuasa untuk memberikan dispensasi dapat didelegasikan kepada Vikaris (dapat pula diberikan kepada Pastor Paroki tetapi jarang terjadi). Tanpa dispensasi, perkawinan yang dilangsungkan tidak sah.Untuk memperoleh lisensi dan dispensasi, kanon 1125 menetapkan beberapa ketentuan sebagai berikut. Dalam memberikan lisensi dan dispensasi, Uskup diosesan harus memiliki alasan yang dinilainya masuk akal dan memadai. Alasan yang masuk akal dan memadai tersebut misalnya: perjaka atau perawan yang sudah berumur, kesulitan mendapatkan jodoh yang seagama, duda atau janda dengan anak kecil yang memerlukan bapak atau ibu, pihak katolik yang beriman cukup kuat sehingga tidak akan berpindah agama, pihak bukan katolik yang kemungkinan besar akan menjadi katolik, dll. Syarat yang harus dipenuhi oleh pihak katolik untuk mendapatkan lisensi atau dispensasi adalah janji yang formulasinya (perumusannya) ditentukan Konferensi Para Uskup setempat. Janji tersebut berisi pernyataan bahwa ia bersedia (1) menjauhkan bahaya meninggalkan iman katoliknya, (2) berusaha melakukan segala sesuatu dan sekuat tenaga untuk membaptis anak, dan (3) mendidik anak secara katolik. Perlu ditekankan di sini bahwa janji ini langsung terkait dengan usaha dan bukan hasil. Karena itu, pihak katolik tidak dapat dipersalahkan apabila tidak berhasil memenuhi janjinya, asalkan telah sungguh-sungguh berusaha melakukan segala sesuatu yang dapat dilakukannya.Dalam hal ini pihak bukan katolik tidak terikat hukum atau peraturan gerejawi, sehingga ia tidak dituntut untuk berjanji dan melakukan sesuatu seperti pihak katolik. Kepadanya tidak dituntut untuk melepaskan hak dan kewajiban sesuai dengan agamanya. Satu-satunya hal yang diharapkan darinya adalah mengetahuijanji dan kewajiban pihak katolik. Dalam hal ini, dianggap cukup apabila pihak bukan katolik diberitahu dan sadar akan hal itu. Bentuk formal yang ditetapkan oleh Konferensi Para Uskup Indonesia dalam hal itu adalah keterangan Pastor yang menyatakan bahwa pihak tidak katolik telah diberitahu mengenai janji pihak katolik dan pihak tidak katolik telah mengetahuinya.Syarat lain yang perlu dipenuhi adalah bahwa kedua pihak diajar tentang tujuan dan karakteristik pokok perkawinan katolik. Tujuan perkawinan meliputi kebaikan suami-isteri, kelahiran anak, dan pendidikan anak(kan. 1055 § 1). Sedangkan karakteristik pokok perkawinan adalah unitas (kesatuan) dan indissolubilitas(sifat tak-dapat-diputuskan (kan. 1056).

Untuk perkawinan beda agama, dapat dimintakan dispensasi kepada pihak Tribunal Keuskupan, tempat di mana perkawinan akan diteguhkan (mungkin di keuskupan Anda, sebab Andalah yang Katolik). Mohon menghubungi Romo Paroki setempat (yaitu paroki di mana Anda berdomisili) agar membantu Anda memperoleh keterangan lebih lanjut untuk memohon izin ataupun dispensasi tersebut, dan memperoleh keterangan lainnya sehubungan dengan persyaratan ataupun ketentuan lainnya untuk persiapan perkawinan. ijin dapat diberikan oleh Ordinaris wilayah kepada pasangan (Katolik dan Kristen non- Katolik) yang akan menikah asalkan pihak Katolik berjanji berjuang untuk tetap Katolik dan membaptis dan mendidik anak- anak secara Katolik; dan pihak yang non- Katolik mengetahui akan janji ini.

Page 6: Sekilas Perkembangan Perkawinan Mixta Religio