sejarah pereko indonesia
DESCRIPTION
EkonomiTRANSCRIPT
SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas perekonomian Indonesia tahun
akademik 2014/2015
Disusun oleh :
1. Sheila Anatera (14.11.0011)
2. Tjia Michael Wijaya Minanda (12.02.0009)
3. Ardisa Dwiki F.A (13.02.0038)
JURUSAN AKUNTANSI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI WIDYA MANGGALA
SEMARANG
2015
i
DAFTAR ISI
Halaman Judul .....................................................................................................i
Daftar Isi ...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Tujuan Penulisan 2
1.3 Rumusan Masalah 2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3
2.1 Masa Pasca Oil Boom (1983 - 1987) 3
2.2 Kegiatan Ekonomi Memanas / Overheated (1990) 4
2.3 Masa Kegiatan Ekonomi Indonesia Menjadi Overloaded
(1995/1996) 5
2.4 Krisis Moneter dan Krisis Ekonomi (1997/1998) 6
2.5 Krisis Kenaikan harga BBM (2005 - 2008) 7
BAB III PENUTUP...............................................................................................11
3.1 Kesimpulan 11
Daftar Pustaka .....................................................................................................12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia terletak di posisi geografis antara benua Asia dan Eropa
serta samudra Pasifik dan Hindia, sebuah posisi yang strategis dalam jalur
pelayaran niaga antar benua.Salah satu jalan sutra, yaitu jalur sutra laut,
ialah dari Tiongkok dan Indonesia, melalui selat Malaka ke India.Dari sini
ada yang ke teluk Persia, melalui Suriah ke laut Tengah, ada yang ke laut
Merah melalui Mesir dan sampai juga ke laut Tengah (Van Leur).
Sejarah perkembangan perekonomian Indonesia pada dasarnya di
mulai seiring dengan industri perbankannya, karena kinerja dari
perekonomian Indonesia secara dinamis bergantung pada sumber
pembiayaan dari sektor perbankan. Dimana keadaan perekonomian
Indonesia tersebut dikenal dengan sebutan bank – based economy . Dalam
hal ini, peranan sektor perbankan dapat dikatakan sebagai fasilitas pemacu
untuk perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan karya tulis ini adalah
untuk mengetahui tentang Sejarah Perekonomian Indonesia dari tahun 1983
hingga tahun 2008.
1.3 Rumusan Masalah
Pada karya tulis ini, penulis membatasi pembahasan pada lingkup :
1. Masa Pasca Oil Boom (1983 -1987)
2. Kegiatan Ekonomi Memanas / Overheated (1990)
3. Masa Kegiatan Ekonomi Indonesia Menjadi Overloaded (1995/1996)
4. Krisis Moneter dan Krisis Ekonomi (1997/1998)
5. Tahap (2005 - 2008)
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Masa Pasca Oil Boom (1983 - 1987)
Harga minyak mencapai US$ 35.00/ per barrel (1981 – 1982),
menurun lagi menjuadi US$ 29.53/ barrel (1983 – 1984) dan tahun-tahun
berikutnya harga berfluktuasi tidak menentu. Sejak tahun 1983
perekonomian Indonesia memasuki masa Pasca Oil Boom (Pasca Bonanza
Minyak)
Tahun 1986 terjadi goncangan ekonomi akibat merosotnya harga
minyak sampai titik terendah US$ 9,83/ barrel. Program refromasi ekonomi
(pemulihan) mulai menampakkan hasil pada tahun 1998.
a. Masalah-masalah yang dihadapi
Merosotnya harga minyak di pasar internasional sepanjang
tahun 1983 – 1987 menimbulkan masalah berat bagi perekonomian
Indonesia karena penerimaan sektor migas menurun; defisit transaksi
berjalan dan defisit APBN meningkat.
Dampak turunnya harga minyak :
1) Penerimaan migas dari hasil ekspor menurun 2,0% menjadi US$
14.449 juta (1983/1987) dan menurun lagi 44,0% menjadi US$
6.966 juta (1986/1987).
2) Defisit transaksi berjalan meningkat dari US$2..888 juta menjadi
US$4.151 juta (1983/1984) dan meningkat lagi dari US$1.832 juta
menjadi US$ 4.051 juta (1986/1987).
3) Defisit APBN meningkat dari Rp 1.938 triliun menjadi Rp 2.742.
triliun (1983/1984) dan meningkat lagi dari Rp 3.571 triliun menjadi
Rp 3.589 triliun (1986/1987). Sedangkan anggaran pembangunan
berkurang Rp 2.777 triliun atau 23,7% dibanding tahun yang lalu
karena pada tahun 1986/1987 banyak proyek yang ditunda/
dipangkas. (angka-angka diolah kembali dari laporan BI tahun yang
bersangkutan).
2
b. Rencana dan Kebijaksanaan Pemerintah
Masa Pasca Oil Boom terjadi pada tahun ke-5 PELITA III
(1983/1984) sampai tahun ke-3 PELITA IV (1986/1987).
Kebijaksanaan tahun 1983 – 1984 :
a. Devaluasi Rupiah terhadap US Dollar (US$ 1 = Rp 702 menjadi
US$ = Rp 970) untuk memperkuat daya saing.
b. Menekan pengeluaran pemerintah dengan pengurangan subsidi
dan penangguhan beberapa proyek pembangunan
c. Kebijaksanaan moneter perbankan 1 Juni 1983 (PAKJUN
1983):
Kebebasan menentukan suku bunga deposito dan pinjaman
bagi bank-bank pemerintah
Pemerintah menerbitkan SBI (Sertifikat Bank Indonesia)
sejak Pebruari 1984 dan memberikan fasilitas diskonto
keapada bank-bank umum yang mengalami kesulitan
likuiditas (SBPU mulai digunakan Pebruari 1985).
d. Kebijaksanaan perpajakan : memberlakukan seperangkat
Undang-undang Pajak Nasional (Laporan tahunan B.I.
1983/1984).
Kebijaksanaan Reformasi Ekonomi 1986 – 1987 :
Kebijaksanaan ini terutama diarahkan untuk mencegah
memburuknya neraca pembayaran, mendorong ekspor non migas,
mendorong penanaman modal dan meningkatkan daya saing produk
ekspor (non migas) di pasar dunia (Laporan tahunan B.I.
1986/1987).
a) Sektor Fiskal/ Moneter :
1) Pemerintah melakukan penghematan antara lain dengan
mengurangi subsidi; meningkatkan penerimaan melalui
intensiftikasi dan ekstensifikasi pemungutan pajak.
2) Devaluasi rupiah terhadap US Dollar sebesar 31% (dari US$
1 = Rp 970 menjadi US$ 1 = Rp 1.270)
3
3) Tidak menaikkan suku bunga instrumen moneter untuk
mendorong kegiatan ekonomi dan pengerahan dana serta
memperbaiki posisi neraca pembayaran.
4) Pemerintah menghapus ketentuan pagu swap ke Bank
Indonesia untuk mendoirong pemasukan modal asing dan
dana dari luar negeri (Laporan Tahunan B.I. 1986/ 1987).
b) Sektor Riil (struktural) :
i) PAKMI – 1986 (6 Mei 1986) menyangkut ekspor:
kemudahan tata niaga, fasilitas pembebasan dan
pengembalian bea masuk, pembentukan kawasan berikat.
ii) PAKTO – 1986 ( 25 Oktober 1986) menyangkut impor:
mengganti “sistem non tarif” dengan “sistem tarif” untuk
mencegah manipulasi harga barang. Penyempurnaan bea
masuk dan bea masuk tambahan.
iii) PAKDES – 1986 (29 Desember 1986) : memberi
kemudahan-kemudahan kepada perusahaan-perusahaann
industri strategis tertentu. (Laporan Tahunan B.I.
1986/1987).
Program penyesuaian ekonomi struktural dan reformasi ekonomi
yang dilakukan pemerintah Indonesia sejak anjloknya harga minyak di
pasar dunia pada pertengahan tahun 1980-an mencakup empat katagori
besar, yaitu :
Pengaturan nilai tukar rupiah (exchange rate management)
Kebijakan fiskal
Kebijakan moneter dan keuangan
Kebijakan perdagangan dan deregulasi atau reformasi di sektor riil
dan moneter. (Tulus Tambunan, 1996).
Beberapa hasil Reformasi Ekonomi 1986 – 1987 :
I. Laju pertumbuhan ekonomi meningkat dari 4,9% (1987) menjadi
5,8% (1988)
4
II. Nilai total ekspor meningkat dari US$ 17.206 juta (1987) menjadi
US$ 19.509 juta (1988). Prosentasi ekspor non migas meningkat dari
50,2% (1987) menjadi 59,8% (1988).
III. Defisit transaksi berjalan menurun : US$2.269 juta (1987) menjadi
US$1.552 juta (1988).(Statistik Keuangan 1991/1992, BPS)
Meskipun adanya perbaikan dalam lingkungan ekonomi eksternal,
termask pemulihan harga minyak, telah membantu Indonesia dalam proses
penyesuaiannya, usaha dan tindakan setelah tahun1986 berupa
kebijaksanaan-kebijaksanaan struktural dan finansial yang tepat telah
memainkan peranan penting. Kebijaksanaan-kebijaksanaan penyesuaian
yang dijalankan sejak tahun 1986 telah memperkuat kemampuan ekonomi
Indonesia untuk berdaya tahan terhadap goncangan yang merugikan
(Rustam Kamaluddin, 1989).
2.2 Kegiatan Ekonomi Memanas / Overheated (1990)
Ekspansi kegiatan ekonomi selama tahun-tahun 1989-1991 ada
sangkut pautnya dengan kebijaksanaan deregulasi pemerintah, yang sudah
mulaid ilaksanakan secara bertahap sejak tahun 1983. Rangkaian tindakan
deregulasi di atas memberi dorongan kuat terhadap kegiatan dunia swasta,
yang beberapa tahun terakhir ini telah menjadi faktor penggerak dalam
ekspansi ekonomi.
Ekspansi ekonomi di atas telah disertai oleh ekspansi moneter yang
besar, sebagai akibat naiknya permintaan domestik (domestic demand)
yang mencakup tingkat investasi maupun tingkat konsumsi. Ekspansi
ekonomi yang ditandai oleh laju pertumbuhan pesat selama tiga tahun
berturut-turut ini dianggap terlalu panas (overheated) dari sudut kestabilan
keuangan moneter (Soemitro Djojokusumo, 1993).
a. Masalah-masalah yang dihadapi
Kecenderungan terjadinya ekspansi ekonomi berbarengan
dengan ekspansi moneter, sehingga ekonomi memanas (overheated) jika
dibiarkan berlangsung terus akan membahayakan kestabilan ahrga
5
dalam negeri dan melemahkan kedudukan negara kita dalam hubungan
ekonomi internasional (khususnya dibidang neraca pembayaran luar
negeri).
Indikator Ekspansi Ekonomi
o Laju pertumbuhan ekonomi yang meningkat : 5,8% (1988),
7,5% (1989), 7,1 (1990)
o Investasi dunia swasta yang meningkat : 15% (1983), 17%
(1991). Pangsa investasi asing berkisar 25% dari total nilai
investasi swasta domestik.
Indikator Ekspansi Moneter
o Jumlah uang beredar meningkat : 40% (189), 44% (1990)
o Kredit perbankan meningkat : 48% (1989), menjadi 54% (1991)
o Laju inflasi meningkat : 5,5% (1988), 6,0% (1989) 9,5% (1990-
1991)
o Defisit tahun berjalan meningkat : US$1.6 miliar (1989),
US$3.7 miliar (1990) dan US$4.5 miliar (1991). (Soemitro
Djojohadikusumo, 1993).
b. Rencana dan Kebijaksanaan Pemerintah
Berlangsungnya proses pemulihan ekonomi sampai kegiatan
ekonomi meningkat cepat sehingga memanas (overheated) berlangsung
selama tahun ke 4, ke 5 pelaksanaan PELITA IV dan tahun ke 1
PELITA V (1987/1988 – 1989/1990) dan ekonomi memanas ini
berlangsung terus sepanjang PELITA V (1989/1990 – 1993/1994).
Kondisi ekonomi yang memanas ini perlu didinginkan dengan
kebijaksanaan uang ketat.Kebijaksanaan Uang Ketat (TMP = Tight
Money Policy) adalah kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang
yang beredar untuk “mendinginkan” kondisi ekonomi yang terlalu
panas
Dampak TMP : pertumbuhan ekonomi menurun dari 6,6%
(1991) menjadi 6,3% (1992) dan inflasi menurun dari 9,5% (1991)
menjadi 4,9% (1992). (Soemitro Djojohadikusumo, 1993: angka-
angka : Nota Keuangan dan Rancangan APBN 1994/1995).
6
2.3 Masa Kegiatan Ekonomi Indonesia Menjadi Overloaded (1995/1996)
Pertumbuhan jumlah uang beredar , meningkatnya inflasi, investasi,
kredit bank dan kuatnya arus modal luar negeri, terutama yang bersumber
dari hutang swasta luar negeri serta defisit transaksi berjalan yang makin
membengkak, menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi Indonesia
berlangsung melampaui daya dukung (kemampuan) yang ada (Laporan
tahunan B.I. 1995/1996).
Hal ini menunjukkan, bahwa kondisi ekonomi yang overheated
sejak tahun 1990, mulai tahun 1995/1996 menjadi overloaded, karena :
1. Meningkatnya permintaan domestik tidak diimbangi dengan
kemampuan menambah penawaran, sehingga harga-harga meningkat
2. Maraknya kegiatan investasi maupun konsumsi, mendorong permintaan
kredit perbankan yang tidak diimbangi pertambahan dana bank
menyebabkan naiknya tingkat suku bunga pinjaman.
3. Melebarnya selisih suku bunga dalam dan luar negeri, mendorong
masuknya modal luar negeri terutama hutang swasta, sehingga beban
angsuran hutang luar negeri meningkat.
4. Bersamaan dengan meningkatnya impor non migas yang tidak
diimbangi dengan peningkatan ekspor non migas, menyebabkan defisit
transaksi berjalan makin membengkak.
A. Masalah-masalah yang dihadapi
Meningkatnya permintaan domestik, baik permintaan untuk
konsumsi maupun investasi, yang tidak disertai dengan meningkatnya
penawaran yang memadai, menimbulkan tekanan pada gangguan
keseimbangan internal dan keseimbangan eksternal (Laporan Tahunan
B.I. 1995/1996).
a) Gangguan Keseimbangan Internal :
i. Meningkatnya pendapatan nasional dari Rp 300,6 triliunmenjadi
Rp 323,5 triliun dan pengeluaran konsumsi rumah tangga dari
Rp 194,1 triliun menjadi Rp 206,3 triliun, yang tidak diimbangi
7
dengan meningkatnya penawaran, menyebabkan inflasi
meningkat menjadi 8,9%.
ii. Meningkatnya investasi dari 15,3% menjadi 16,4%, laju
kenaikan kredit rata-rata 24,8% (1993/1994 – 1995/1996)
melebihi kenaikan dana bank rata-rata sebesar 23,9% per tahun.
Akibatnya suku bunga pinjaman meningkat dari 15,3% menjadi
16,4%.
b) Gangguan keseimbangan eksternal
i. Impor non migas mengalami pertumbuhan sampai 19,8%,
sedangkan ekspor non migas hanya meningkat 13,9%. Terjadi
tekanan pada Neraca pembayaran, sehingga defisit transaksi
berjalan meningkat rationya terhadap PDB dari 2% menjadi 3%.
Akibatnya sektor luar negeri menjadi faktor pengurang pada
pembentukan PDB.
ii. Meningkatnya kebutuhan investasi yang tidak diimbangi
pergambahan dana bank dan adanya perbedaantingkat suku
bunga dalam negeri (lebih tinggi) dengan suku bungan di luar
negeri, menyebabkan surplus lalu lintas modal meningkat dari
US$ 4,8 miliar menjadi US$11.4 miliar, dimana sektor
pemerintah defisit US$0,2 miliar sedangkan sektor swasta
surplus US$11.6 miliar, terutama dari hutang swasta ke luar
negeri (laporan Tahunan, B.I. 1995/1996).
iii. Memperhatikan perkembangan ekonomi sebagaimana yang
ditunjukkan oleh indikator-indikator ekonomi di atas, maka
dapat kita simpulkan bahwa sebenarnya fundamental ekonomi
Indonesia pada tahun1995/1996 sudah lemah. Hal ini
bertentangan dengan pernyataan pejabat resmmi yang selalu
meyakinkan masyarakat, bahwa masyarakat tidak perlu khawatir
karena fundamental ekonomi masih ”kuat”.
8
B. Rencana dan Kebijaksanaan Pemerintah
Hingga awal tahun 1997 dapat dikatakan bahwa hampir semua
orang, di Indonesia maupun dari badan-badan dunia seperti Bank
Dunia, IMF dan ABD tidak menduga bahwa beberapa negara di Asia
akan mengalami suatu krisis moneter atau ekonomi yang yang sangat
besar sepanjang sejarah dunia sejak akhir perang dunia kedua.
Walaupun sebenarnya sejak tahun 1995 ada sejumlah lembaga
keuangan dunia (IMF dan Bank Dunia) sudah beberapa kali
memperingati Thailand dan Indonesia bahwa ekonomi kedua negara
tersebut sudah mulai memanas (overheating economy) kalau dibiarkan
terus (tidak segera didinginkan) akan berakibat buruk (Tulus
Tambunan, 1998).
Kebijaksanaan Tahun 1995 – 1996
a) Kebijaksanaan moneter : diarahkan untuk mengendalikann
sumber-sumber ekspansi M2, khususnya meningkatnya kredit
bank dan arus modal luar negeri melalui :
i. Mekanisme operasi pasar terbuka (OPT) dengan instrumen
SBI dan SBPU
ii. Merubah ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) menjadi
3%.
iii. Merubah ketentuan kewajiban penyediaan modal minimum
(KPMM) secara bertahap mencapai 12%.
b) Kebijaksanaan Valuta Asing/ Devisa : diarahkan untuk
mengurangi dorongan masuknya modal asing, terutama yang
berjangka pendek dengan cara :
i. Meningkatkan fleksibelitas nilai tukar rupiah melalui
pelebaran spread kurs jual dan kurs beli rupiah terhadap
Dollar Amerika
ii. Menerapkan penggunaan batas kurs intervensi (perbedaan
batas atas dan batas bawah sebesar Rp 66,00)
iii. Melakukan kerja sama bilateral dengan otoritas moneter
Malaysia, Singapura, Thailand, Hong Kong, Philipina
9
melalui transaksi repurchases agreement (repo) surat-surat
berharga.
iv. Kebijaksanaan sektor Riil 4 Juni 1996 ; dalam rangka
meningkatkan efisiensi dan ketahanan ekonomi serta
meningkatkan efisiensi dan ketahanan ekonomi serta
meningkatkan daya saing produksi nasional, meliputi bidang
impor (penyederhanaan tata niaga impor), bidang ekspor
(penghapusan pemeriksaan barang ekspor oleh surveyor),
dan iklim
2.4 Krisis Moneter dan Krisis Ekonomi (1997/1998)
Tidak mudah menentukan apa faktor-faktor utama penyebab krisis
ekonomi di Indonesia, karena setiap gejolak ekonomi dapat disebabkan oleh
faktor-faktor yang langsung (direct factors) dan faktor-faktor yang tidak
langsung (indirect factors) yang mempengaruhinya. Selain itu dapat pula
dibedakan adanya faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal, yang
mempengaruhi terjadinya krisis ekonomis, baik yang bersifat ekonomi
maupun yang bersifat non-ekonomis.
Selain faktor-faktor internal dan eksternal, ada tiga teori alternatif
yang dapat juga dipakai sebagai basic framework untuk menganalisis
faktor-faktor penyebab terjadinya krisis ekonomi di Asia (Tulus Tambunan,
1998).
A. Faktor-faktor Internal
Fundamental ekonomi nasional yang merupakan penyebab krisis
ekonomi di Indonesia adala fundamental makro misalnya pertumbuhan
ekonomi, pendapatan nasional, tingkat inflasi, jumlah uang beredar,
jumlah pengangguran, jumlah investasi, keseimbangan neraca
pembayaran, cadangan devisa dan tingkat suku bunga.
Dilihat dari fundamental ekonomi makro, bukan hanya sektor
moneter tapi juga sektor riil mempunyai kontribusi yang besaar
terhadap terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, karena dua alasan:
10
Perkembangann sektor moneter sebenarnya sangat tergantung dari
perkembangan sektor riil, karena uang (valas) sudah menjadi
komoditas yang diperdagangkan seperti produk-produk dari sektor
riil.
Perubahan cadangan valas sangat sensitif terhadap perubahan
sektor riil (perdagangan luar negeri) dan salah satu penyebab
depresiasi nilai tukar rupiah yang menciptakan krisis ekonomi di
Indonesia adalah karena terbatasnya cadangan valas di Bank
Indonesia.
B. Faktor-faktor eksternal
Jepang dan Eropa Barat mengalami kelesuan pertumbuhan
ekonomi sejak awal dekade 90-an dan tingkat suku bunga sangat
rendah. Dana sangat melimpah yang sebagian besar arus modal swasta
mengalir ke negara-negara Asia Tenggara dan Timur, akhirnya
membuat krisis.
Daya saing Indonesia di Asia yang lemah, sedang nilai tukar
rupiah terhadap dollar AS terlalu kuat (overvalued). (Tulus Tambunan,
1998).
C. Teori-teori Alternatif
1. Teori konspirasi, krisis ekonomi sengaja ditimbulkan oleh negara-
negara maju tertentu, khususnya Amerika, karena tidak menyukai
sikap arogansi ASEAN selama ini.
2. Teori contagion, yaitu karena adanya contagion effect; menularnya
amat cepat dari satu negar ake negara lain, disebabkan investor
asing merasa ketakutan.
3. Teori business cycle (konjungtur), karena proses ekonomi
berdasarkan mekanisme pasar (ekonomi kapitalis) selalu
menunjukkan gelombang pasang surut dalam bentuk naik turunnya
variabel-variabel makro (Tulus Tambunan, 1998).
11
D. Faktor-faktor non-ekonomi
1. Dampak psikologis dari krisis di Indonesia adalah merebaknya
fenomena kepanikan, sehingga para pemilik modal internasional
memindahkan modal mereka dari Indonesia secara tiba-tiba.
2. Kepanikan ini kemudian diikuti oleh warga negara di Indonesia,
sehingga sekelompok orang (spekulan) berusaha meraih keuntungan
dengan cara menukar sejumlah besar rupiah terhadap dollar AS.
(Tulus Tambunan, 1998).
E. Kontraksi ekonomi 1998 dan masalah-masalah yang dihadapi
setelahnya.
Krisis yang terjadi di Indonesia tidak saja telah memaksa rupiah
terdepresiasi sangat tajam tapi juga menimbulkan kontraksi ekonomi
yang sangat dalam.Proses terjadinya kontraksi ekonomi awal mulanya
berasal dari penurunan nilai tukar ruiah yang tajam disertai dengan
terputusnya akses ke sumber dana luar negeri menyebabkan turunnya
produksi secara drastis dan berkurangnya kesempatan kerja.
Pada saat yang sama, kenaikan laju inflasi yang tinggi dan
penurunan penghasilan masyarakat menyebabkan merosotnya daya beli
sehingga kesejahteraan masyarakat menurun drastis dan kantong-
kantong kemiskinan semakin meluas.
Persoalan penting yang kemudian terjadi bagi Indonesia adalah
menyangkut biaya krisis atau besarnya “pengorbanan” yang harus
dibayar akibat krisis dan lamanya pengorbanan itu harus dipikul.
Setelah setahun krisis berlangsung, ternyata biaya krisis yang harus
dibayar masyarakat Indonesia lebih besar dibandingkan di Thailand,
Korea Selatan atau Malaysia.
Permasalahan sosial yang dialamimeliputi : kerusuhan di mana-
mana sejak black May 1998,banyak orang kekurangan gizi, anak putus
sekolah meningkat, kriminalitas makin tinggi.
Permasalahan ekonomi yang dialami meliputi : pendapatan per
kapita anjlok secara drastis, laju pertumbuhan PDB menjadi negatif,
12
jumlah pengangguran dan kemiskinan meningkat, bencana kelaparan di
banyak lokasi, hiperinflasi, dan dengan defisit anggaran pemerintah
dan neraca pembayaran yang membengkak. (Tulus Tambunan, 1998).
F. Rencana dan program pemulihan ekonomi
a. Menurut Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/ Kepala
Bappenas, Boediono, pemerintah telah menetapkan tempat tahapan
strategis :
1. Tahap penyelematan (1 – 2 tahun sejak 1998/1999)
2. Tahap pemulihan yang sifatnya tumpang tindih dengan tahap
sebelumnya (2 tahun)
3. Tahap pemantapan (1-2 tahun) setelah selelsai tahap
penyelamatan.
4. Tahap pembangunan yang dapat dimulai kembali apabila
saluran krisis dapat ditanggulangi.
(Kompas, 18 September 1998)
b. Program pemulihan dan kebijaksanaan ekonomi
Setelah menyadari bahwa merosotnya nilai tukar rupiah terhadap
dollar AS tidak dapat dibendung lagi dan cadangan dollar AS di BI
sudah menipis, maka bulan Nopember 1997 Indonesia minta
bantunan IMF untuk mendapat bantuan dana (Tulus Tambunan,
1998) :
1) Pinjaman tahap pertama 3 miliar dollar AS untuk memperkuat
dan menstabilkan nilai rupiah, diterima bulan Nopember 1997.
2) Bulan Januari 1998 ditanda tangani nota kesepakatan atau letter
of inten (I) yang memuat 50 point/ ketentuan: kebijaksanaan
ekonomi makro (fiskal-moneter) restrukturisasi keuangan dan
reformasi struktural.
3) Bulan Maret 1998 dilakukan perundingan baru lagi dan bulan
April 1998 ditanda tangani memorandum tambahan atau letter of
inten (II)
Ada lima memorandum tambahan yang disepakati :
13
1) Program stabilisasi pasar uang dan mencegah hiperinflasi.
2) Restrukturisasi perbankann dalam rangka penyehatan sistem
perbankan nasional.
3) Reformasi struktur yang mencakup upaya-upaya dan sasaran
yang telah disepakati (letter of inten-II)
4) Penyelesaian utang luar negeri swasta (corporate debt).
5) Bantuan untuk rakyat kecil (kelompok ekonomi lemah)
2.5 Krisis Kenaikan harga BBM (2005 - 2008)
Pada tahun 2005 kenaikan harga BBM pertama kali dilakukan pada 1 Maret 2005 dari Rp1.810/liter menjadi Rp2.400/liter. Tujuh bulan kemudian pada 1 Oktober 2005, pemerintah kembali menaikkan harga BBM sebesar 87,5%dari Rp2.400/liter menjadi Rp4.500 per liter. Saat itu pada 30 Desember 2005, crude oil price ditutup diharga USD 61,04/barel. Karena itu pada tahun 2005 inflasi mencapai level 17,11% dan untuk menahan tingginya inflasi, maka Bank Indonesia menaikan suku bunga acuan dari bulan Juli-Desember dari 8,50% ke level 12,25%. Saat itu inflasi impor juga meningkat seiring pergerakan kurs Rupiah terhadap US Dollar yang melemah dari Rp9.090 ke level Rp9.803,92 pada akhir tahun 2005, sehingga terlihat adanya capital flight akibat pertumbuhan inflasi yang terlalu tinggi. cadangan devisa sepanjang tahun 2005 menurun dari USD 36 miliar ke USD 34,723 miliar di akhir tahun 2005. Meskipun setiap kali kenaikan harga BBM subsidi selalu memberikan pengaruh negatif ke Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) namun jika kita perhatikan sepanjang tahun 2005 IHSG tetap menunjukan kenaikan dari 1000,88 ke level 1162,64 (+16,16%) pada akhir tahun 2005.Pada tahun 2008, tepatnya 24 Mei 2008 pemerintah kembali menaikkan harga BBM dari Rp4.500/liter ke hargaRp6.000/liter karena pada tanggal 23 Mei 2008, crude oil price mencapai harga maksimumnya di harga USD 132,19/barel sehingga menyebabkan peningkatan inflasi kembali mencapai double digit ke 11,06% dan akhirnya kembali Bank Indonesia menggunakan haknya untuk mengintervensi pasar dengan menaikan suku bunga acuan dari 8% ke 9,25% pada akhir tahun 2008. Sepanjang tahun 2008 kurs Rupiah melemah dengan drastis terhadap US Dollar dari Rp9.433,96 ke level Rp11.235,96 pada akhir tahun 2008. Jika kita ingat, Tahun 2008 adalah saat dimana terjadinya krisis ekonomi global yang disebabkan masalah subprime mortgage di Amerika yang akhirnya menular ke negara-negara lainnya. Kembali kenaikan harga minyak menyebabkan kurs Rupiah melemah dengan drastis yang kembali disebabkan capital flight karena jelas investor asing mulai merasakan depresiasi asset Rupiah dengan pertumbuhan inflasi yang sebesar itu sehingga tidak heran adanya oversold di bursa saham yang menyebabkan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) melemah tajam dari 2715,06 ke level 1355,41 (-50,08%) pada akhir tahun 2008. cadangan devisa sepanjang tahun 2008 menurun dari USD 55,999 miliar ke USD 51,639 miliar di akhir tahun 2008.5 Dampak kenaikan harga BBM bagi rakyat miskin
14
Pemerintah memastikan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akan diberlakukan. Pemerintah memberi bocoran mengenai kenaikan harga BBM bersubsidi.Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Nasional Armida Alisjahbana mengatakan pemerintah memastikan harga premium akan dinaikkan sebesar Rp 2.000 per liter menjadi Rp 6.500 dan harga solar juga dinaikkan sebesar Rp 1.000 per liter menjadi Rp 5.500."Iya, premium Rp 2.000, solar Rp 1.000. nanti persisnya besok ya. Kan ini masih finalisasi pemerintah baru nanti dibahas lagi di DPR," ujar Armida yang ditemui di Kementerian Koordinator Perekonomian, Lapangan Banteng, Jakarta.Guna menjaga tingkat inflasi pasca kenaikan harga BBM bersubsidi, pemerintah menyiapkan dana sebagai kompensasi kepada masyarakat. Besarannya diperkirakan mencapai Rp 14 triliun."Sekitar Rp 13-14 triliun, tergantung masa pemberian apakah 3 atau 4 bulan," ungkap Menko Kesra Agung Laksono di Kantor Presiden, Jakarta.Dana tersebut diambil dari APBN-P 2013 mendatang di mana terdapat potensi penghematan sebesar Rp 37 triliun. Dari jumlah itu, seluruhnya diberikan untuk memberikan proteksi bagi rakyat miskin berbentuk BLSM, beasiswa dan program kesejahteraan lainnya."Kemudian pembangunan infrastruktur juga tetap diadakan. Sisanya untuk menekan 2 hal, terutama menekan defisit anggaran yang sudah di atas 3,8 persen, kita harus tekan di bawah 3 atau 2,5 persen," paparnya.Berdasarkan data yang sudah disusun Badan Pusat Statistik (BPS) yang dimuktahirkan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), jumlah penerima BLSM diperkirakan mencapai 15,5 juta rumah tangga sasaran (RTS)."Atau ekuivalen dengan 62 atau 65 juta jiwa, atau sekitar 25-30 persen penduduk Indonesia yang berpenghasilan rendah," tandasnya.Pengamat energi Kurtubi menegaskan kenaikan harga BBM bersubsidi ini akan mencederai kehidupan masyarakat kecil. Dana kompensasi yang dijanjikan, menurutnya, diperkirakan juga tidak maksimal membantu masyarakat karena rawan akan benturan kepentingan politik menjelang pemilihan umum."Maka dari itu saya tidak setuju jika harga BBM dinaikkan saat ini," ujarnya pada merdeka.com di Jakarta, Senin (13/5) malam.Setidaknya terdapat lima alasan mengapa kenaikan harga BBM sangat memberatkan kehidupan masyarakat kecil. Berikut merdeka.com akan merangkumnya.Diantaranya adalah :1. Harga barang semakin mahalKenaikan BBM merupakan kenaikan yang sangat berpengaruh terhadap bahan pokok dalam ekonomi, karena bbm yang naik akan mempengaruhi semua harga bahan pokok. Itulah penyebab “tercekiknya” rakyat kecil2. Daya beli masyarakat menurunKenaikan harga BBM yang disertai dengan peningkatan harga barang berimplikasi pada menurunnya daya beli masyarakat. Ini akan semakin memberatkan masyarakat kecil di saat momen kenaikan harga BBM berdekatan dengan hari raya Lebaran dan masa liburan sekolah.
15
3. Kemiskinan bertambahMeski pemerintah berjanji untuk memberikan kompensasi pada masyarakat kecil namun dampaknya dinilai tidak akan signifikan.Kompensasi yang bertujuan sebagai jaring pengaman agar masyarakat miskin tidak semakin jatuh ke jurang kemiskinan justru berpotensi dimanfaatkan oleh agenda politik. Pasalnya, dalam waktu dekat Indonesia akan memasuki masa pemilihan umum (pemilu)."Orang miskin akan semakin bertambah karena ada kepentingan politik untuk pencitraan. Kompensasi justru mencederai demokrasi4. Pengangguran bertambahHal ini menimbulkan pengusaha mengurangi beban usaha salah satunya dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).PHK tentunya akan menimbulkan angka pengangguran meningkat. Apalagi, tambahnya, rencana pembatasan konsumsi BBM yakni sebesar 0,7 liter per motor per hari dan 3 liter per mobil per hari akan membuat kondisi semakin parah.5. Usaha kecil semakin terpukulUsaha kecil menjadi sektor yang paling terpukul akibat dampak kenaikan harga BBM ini. Sektor ini mengalami penambahan beban produksi terbesar.Dengan modal secukupnya ditambah beban produksi yang bertambah diyakini akan membuat sektor usaha kecil gulung tikar. "Usaha kecil banyak yang gunakan kendaraan untuk kendaraan operasional seperti antar barang. Itu akan membuat ongkos naik. Ini menjadi dilema bagi usaha kecil. Pasalnya, jika usaha kecil berniat membebankan ongkos produksi pada produknya maka akan membuat volume penjualan menurun.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Karier adalah jabatan atau pekerjaan yang seseorang miliki dan
tangani semasa dirinya memiliki kehidupan kerja.
Perencanaan karier adalah proses melalui mana seseorang memilih
sasaran karier, dan jalur ke sasaran tersebut. Sedangkan pengembangan
karier sendiri adalah peningkatan-peningkatan pribasi yang dilakukan
sseorang untuk mencapai suatu rencana karier.
Adapun manfaat perencanaan karier yaitu meluruskan strategi dan
syarat-syarat karyawan internal; mengembangkan karyawan yang dapat
dipromosikan; memudahkan penempatan ke luar negeri; membantu di
dalam keanekaragaman tenaga kerja; dll.
Sedangkan manfaat dari pengembangan karier adalah menjamin bakat
yang diperlukan tersedia, meningkatkan kemampuan organisasi untuk
menarik dan mempertahankan personil yang memiliki bakat yang tinggi,
memastikan personil mendapatkan kesempatan untuk berkembang, dan
mengurangi kefrustasian personil.
Dalam tahap-tahap pengembangan suatu karier dapat diwujudkan
melalui pengembangan pribadi karyawan secara individual juga tahap-tahap
pengembangan karier yang difasilitasi oleh organisasi / perusahaan.
17
DAFTAR PUSTAKA
http://elvinaassadam.blogspot.co.id/2012/05/sejarah-perekonomian-indonesia-
bagian-3.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_moneter
18