sejarah nasioanal indonesia 3
DESCRIPTION
Membahas Sejarah Akhir abad ke 18 hingga akhir abad ke 19.TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang.
Masa penjajahan Belanda di Indonesia dapat dibagi dalam dua periode
abad ke 18 dan 19 yaitu periode tahun 1602 sampai 1799, dan periode tahun 1800
sampai 1942.Periode pertama abad ke 18 yaitu antara tahun 1602 sampai 1799,
Indonesia di bawah persekutuan dagang Belanda Persekutuan dagang itu dibentuk
tahun 1602, dan merupakan hasil penyatuan atau merger beberapa serikat dagang
di Belanda.Serikat dagang ini bernama Verenigde Oost-Indische Compagnie
(VOC). Kepada serikat dagang ini, pemerintah Belanda memberikan hak-hak
istimewa. Setelah berjalan lebih dari satu setengah abad, ternyata keuntungan
yang diperolehsemakin kecil , kasnya semakin menipis, sedang anggaran belanja
VOC semakin besar. Keadaan tersebut tidak semakin bertambah baik tetapi justru
semakinmerosot. Itulah sebabnya VOC akhir abad ke 18 membubarkan dirinya
pada tanggal 31 Desember 1799.
Setelah VOC bubar, Indonesia diserahkan kepada pemerintah Belanda
(Republik Bataaf). Pegawai-pegawai VOC menjadi pegawai pemerintah kolonial
Belanda tersebut. Hutang VOC juga menjadi tanggungan pemerintah Belanda.
Dengan demikian sejak 1 Januari 1800 (awal abad ke 19) Indonesia dijajah
langsung oleh negeri Belanda. Sejak saat itu Indonesia disebut Hindia Belanda.Di
abad ke 19 banyak terjadi pergantian kekuasaan.Masa pemerintahan Daendels dan
Raffles membuat rakyat semakin sengsara.Sehingga banyak terjadi perlawanan
rakyat kepada pemerintah kolonial di berbagai daerah.
Periode akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 merupakan suatu
babakan penting dalam sejarah Indonesia, karena pada periode tersebut mulai
muncul manusia-manusia dengan kesadaran baru yang menginginkan suatu
kehidupan yang pantas bagi bangsanya
1
1.2.Rumusan Masalah
Pokok masalah dalam pembahasan makalah ini, adalah “Sejarah Indonesia
akhir abad ke 18 – Awal abad ke 20” Dari pokok masalah di atas, dijabarkan ke
dalam empat sub masalah sebagai batasan pembahasan makalah ini, yaitu:
1.Bagaimana kondisi akhir abad ke 18 runtuhnya VOC saat di Indonesia?
2. Bagaimana kondisi Indonesia saat Pembentukan Negara Jajahan pada Abad ke
19 ?
3.Apa saja Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap Pemerintahan Kolonial Hindia
Belanda pada Abad 19?
4.Bagaimana Kondisi Masyarakat Indonesia menjelang awal abad ke 20?
1.3.Tujuan Masalah
Sesuai dengan rumusan permasalahan sebagaimana yang telah
dikemukakan, maka tujuan adalah sebagai berikut :
1.Untuk mengetahui Sejarah tentang kondisi Indonesia pada akhir abad ke 18 saat
runtuhnya VOC .
2.Untuk mengetahui Sejarah tentang kondisi Indonesia saat Pembentukan Negara
Jajahan pada Abad ke 19
3.Untuk mengetahui sejarah Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap Pemerintahan
Kolonial Hindia Belanda pada Abad 19
4.Untuk mengetahui Sejarah tentang Kondisi Masyarakat Indonesia menjelang
awal abad ke 20
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Masa runtuhnya VOC akhir abad ke 18.
Sejak dahulu, bangsa-bangsa di dunia tertarik untuk mengusai Indonesia,
terutama bangsa-angsa Barat. Hal itu disebabkan oleh letak Indonesia yang sangat
strategis dan kekayaan alamnya berlimpah-limpah. Dikatakan strategis karena
Indonesia berada di persimpangan dua samudera dan dua benua. Selain itu
Indonesia juga terletak di jalur perdagangan dunia. Di samping tanahnya sangat
subur, Indonesia juga mempunyai kandungan alam yang banyak, seperti minyak.
emas, dan tembaga.
Di antara bangsa-bangsa Barat yang datang di Indonesia, Belanda lah yang
paling bernafsu menguasai Indonesia. Untuk melaksanakan tekadnya itu Belanda
mendirikan VOC. VOC adalah kongsi dagang Belanda yang mencari keuntungan
yang sebesar-besarnya di Indonesia. Oleh karena itu, mereka tidak menghiraukan
kemajuan Indonesia.Setelah satu abad malang melintang di Indonesia, pada tahun
1799 VOC dibubarkan. Adapun sebab-sebab jatuhnya VOC antara lain karena
korupsi yangmerajalela di kalangan para pegawainya.Selain itu, banyak
pegawainya yang tidak cakap. Hal ini menyebabkan pengendalian monopoli
perdagangan tidak berjalansebagaimana mestinya. Sebab lain adalah VOC banyak
menanggung hutang. Hutang tersebut akibat peperangan yang dilakukan baik
dengan rakyat Indonesia maupun dengan Inggris dalam memperebutkan
kekuasaan di bidang perdagangan. Selain itu terjadi kemerosotan moral di
kalangan para pegawai akibat sistem keungan yang dinilai kurang transparan.
Keserakahan VOC membuat penguasa lokal tidak bersungguh-sungguh
membantu VOC dalam perdagangan. Akibatnya, rempah-rempah yang diperoleh
VOC tidak seperti yang diharapkan. Penyebab terakhir adalah tidak jalannya
Verplichte leverantien (penyerahan paksa) dan Preangerstelsel (aturan Priangan)
karena korupsi dan biaya pengeluaran yang terlalu besar. Kedua aturan itu
dimaksudkan untuk mengisi kas VOC yang kosong. Verplichte leverentien
mewajibkan penduduk menyerahkan hasil bumi berupa lada, kayu, kapas, beras,
3
nila, dan gula kepada VOC dengan tarif yang ditentukan VOC. Preangerstelsel
mewajibkan rakyat menanam kopi lalu menyerahkannya kepada VOC dengan
tarif yang ditentukan VOC.
Peperangan-peperangan Napoleon di Eropa mengakibatkan perubahan
pemerintahan di Nederland. Pada saat itu ternyata VOC sudah tidak dapat lagi
melunasi hutangnya dan sedang porak-poranda pula. Hutangnya berjumlah 134
juta gulden. Akibatnya pada tanggal 31 Desember 1799 VOC pun dibubarkan.
Kekuasaan terhadap semua tanah jajahannya diambilalih oleh Kerajaan Belanda.
Setelah VOC bubar, Indonesia diserahkan kepada pemerintah Belanda ( Republik
Bataaf).Pegawai-pegawai VOC menjadi pegawai pemerintah kolonial Belanda
tersebut. Hutang VOC juga menjadi tanggungan pemerintah Belanda. Dengan
demikian sejak 1 Januari 1800 Indonesia dijajah langsung oleh negeri Belanda.
Sejak saat itu Indonesia disebut Hindia Belanda.Sejak itu di Indonesia
berlangsung masa kolonialisme.1
2.1.Pembentukan Negara Jajahan pada Abad ke 19 (1800-1899)
Setelah Indonesia menjadi Hindia Belanda, maka pemerintah Belanda
mengangkat seorang Gubernur Jenderal di Hindia Belanda, yaitu van Overstraten.
Ia berhasil menangkis serangan Inggris yang dipimpin Admiral Ball. Hal ini
berkat bantuan raja-raja Jawa.
-----------------------------------------------------------------------------
Dewi Setyawati,Amanda Dewi Marcelinna,Arni Apriani, dan Wiwin Draini
adalah Para Mahasiswi yang sedang belajar pada Program Studi Pendidikan
Sejarah,FKIP-Universitas Sriwijaya Palembang 1Kolonialisme adalah sistem di mana suatu negara menjalankan politik
pendudukan atau penjajahan. terhadap wilayah negara lain. Istilah ini muncul
pada abad ke-20, ketika (terutama karena pengaruh maxisme) terjadi pengagungan
kembali terhadap sistem kolonial. Namun istilah tersebut mengandung pengertian
yang kurang baik: mengingatkan pada manipulasi ekonomis suatu wilayah oleh
pemerintah kolonial.
4
Namun ancaman Inggris semakin meningkat. Kalau kepentingan-
kepentingan Belanda pada masa VOC terbatas pada kepentingan perdagangan,
maka dalam periode ini Belanda mulai mengutamakan kepentingan politik.
Belanda merebut supremasi perdagangan dari orang-orang Portugis, teristimewa
perdagangan monopoli rempah-rempah.
Kepentingan agama dan ekonomi membawa orang-orang Portugis ke
dunia Timur, tetapi tidak lama kemudian kepentingan perdagangan menjadi lebih
utama daripada kepentingan agama, dan dengan kedatangan orang-orang Belanda
perdagangan itu menjadi tujuan yang utama.Keinginan akan monopoli mendorong
VOC melakukan penaklukan-penaklukan untuk merebut perdagangan rempah-
rempah. Tujuan utama mengkonsentrasi perdagangan rempah-rempah itu lambat
laun bergeser menjadi mengembangkan perkebunan- perkebunan besar yang
hasilnya sangat laku di pasaran Eropa, seperti kopi, teh, gula, lada dan lain-lain.
A. Masa Politik Kolonial Liberal (1800-1811)
Politik kolonial liberal digelar sejak 1 Januari 1800, dijalankan oleh
gubernur Jenderal van Straten dan Gubernur Jenderal Daendels. Pada tahun 1800,
Negeri Belanda berada di bawah penjajahan Perancis. Perancis di bawah
Napoleon berhasil merebut Belanda, sehingga secara tidak langsung Indonesia
dijajah Perancis.Kerajaan Belanda dilebur menjadi Republik Bataaf yang dikuasai
oleh partai.Patriot yang dipimpin Daendels. Oleh Napoleon, Daendels diangkat
menjadi panglima perang.Kemudian Negeri Belanda diubah menjadi kerajaan
lagi. Rajanya adalah Louis Napoleon, adik Napoleon Bonaparte, yang bercita-cita
menguasai seluruh Eropa dengan pimpinan keluarganya sendiri2
----------------------------------------------------------2Napoleon Bonaparte lahir di Ajaccio, Corsica, pada tanggal 15 Agustus 1769,
dan meninggal dunia di P. Sint Helena pada tanggal 5 Mei 1821.
5
Perang Perancis-Inggris membahayakan Indonesia, karena Inggris
berusaha merebut daerah-daerah VOC. Louis Napoleon mengirim Daendels
sebagai Gubernur Jenderal ke Indonesia. Tugas utama Daendels di Indonesia
adalah mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris. Tugas lainnya adalah
memperbaiki nasib rakyat selaras dengan cita-cita Revolusi Perancis.3
Dalam menjalankan tugasnya itu, Daendels memberantas sistem feodal
yang sangat diperkuat oleh VOC. Untuk mencegah penyalah-gunaan kekuasaan,
serta hak-hak bupati mulai dibatasi, terutama yang menyangkut penggunaan tanah
dan pemakaian tenaga rakyat. Baik wajib tanam maupun wajib kerja hendak
dihapuskannya. Hal ini tidak hanya akan mengurangi pemerasan oleh para
penguasa tetapi juga lebih selaras dengan prinsip kekebasan berdagang.
Kondisi pada waktu itu menjadi hambatan pokok bagi pelaksanaan ide-ide
bagus tersebut. Hal ini disebabkan karena pada saat itu keadaan masih berlaku
zaman VOC ialah bahwa para bupati dan penguasa daerah lainnya masih
memegang peranan dalam perda-gangan. Sebagai perantara mereka memperoleh
keuntungan, antara lain berupa prosenan kultur. Hadiah tersebut berupa presentasi
dari harga tafsiran penyerahan wajib dan kontingen yang dipungut dari rakyat.
Sistem itu membawa akibat bahwa pasaran bebas tidak berkembang dan tidak
muncul suatu golongan pedagang, suatu unsur sosial yang lazim berperan penting
dalam proses liberalisasi masyarakat feodal atau tertutup.
------------------------------------------------------------------3Daendels dilahirkan di Hattem, Negeri Belanda, tanggal 21 Oktober 1762.
Gubernur di Hindia Timur (Hindia Belanda) 1808-1811. Ia diangkat oleh raja
Belanda Louis Napoleon (adik Napoleon Bonaparte). Semula menjadi pengacara
di kota kelahirannya. Tahun 1794 sebagai brigader jenderal menggabungkan diri
pada tentara Perancis yang masuk ke Negeri Belanda. Ia memerintah Indonesia
dengan tangan besi, dan terkenal dengan nama sindiran Marsekal Besi, Tuan
Besar Guntur, atau Mas Galak. Akibatnya ia ditarik dari Indonesia (1811) dan
meninggal di St. George d’Elmina tahun 1818.
6
Faktor penghambat kedua adalah bahwa dalam struktur feodal itu
kedudukan bupati sangat kuat, sehingga setiap tindakan perubahan tidak dapat
berjalan tanpa kerjasama mereka. Kepemimpinannya berakar kuat dalam
masyarakat sehingga tidak mudah menggeser kedudukannya, apalagi mengurangi
kekuasaan dan wewenangnya.Adapun faktor ketiga terdapat dalam tugas
pemerintahan Daendels sendiri yaitu untuk mempertahankan Pulau Jawa terhadap
serangan Inggris.Untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris,
Daendels memperkuat angkatan darat, angkatan laut dan melakukan perbaikan
keuangan pemerintah.
Dalam rangka memperkuat angkatan darat, Daendels meningkatkan
jumlah tentaranya. Ia mengangkat orang-orang Indonesia terutama orang
Minahasa dan Madura. Demikian juga para budak dibebaskan untuk dijadikan
prajurit. Dalam waktu singkat Daendels memiliki 20 ribu prajurit Untuk
kelengkapan prajurit tersebut, didirikan pabrik senjata di Semarang dan Surabaya.
Demikian pula, agar pemindahan tentara di pantai utara Jawa bisa dilakukan
dengan cepat, Daendels membuat jalan raya dari Anyer sampai Penarukan
sepanjang 1000 km dengan kerja rodi (paksa). Jalan raya itu disebut Jalan Raya
Pos (Grote Postweg).
Untuk keperluan pembangunan raksasa itu dibutuhkan tenaga rakyat,
maka dari itu wajib kerja (verplicte diensten) dipertahankan. Di samping itu wajib
penyerahan juga masih berlaku yaitu pajak hasil bumi (kontingenten). Ia juga
mengadakan pinjaman paksa dan monopoli beras, serta menjual sebagian tanah
gubernemen (pemerintah) kepada kaum pengusaha (partikelir atau swasta).
Dengan demikian pada masa pemerintahan Daendels sebenarnya sistem
tradisional masih berjalan terus. Sejalan dengan prinsip-prinsip kebijaksanaannya
Daendels membatasi kekuasaan para raja, antara lain hak mengangkat penguasa
daerah diatur kembali, termasuk larangan untuk menjual-belikan jabatan itu.
Karena mengadakan pemberontakan atau menentang kebijaksanaan Daendels
maka kesultanan Banten dihapuskan.Dengan dibangunnya Jalan Raya Pos,
ternyata bukan hanya kepentingan militer saja yang terlayani, tetapi jalan tersebut
juga sangat penting untuk pengembangan
7
sosial, ekonomi dan politik. Ini berarti bahwa jalan tersebut tidak hanya berperan
dalam bidang transportasi, tetapi juga dalam bidang administrasi pemerintahan
dan mobilitas sosial. Daendels dikenal memiliki sifat gila hormat, gila kuasa dan
keras kemauannya.Karena sifat-sifatnya itu ia dijuluki Tuan Besar Bledeg (Tuan
Besar Guntur), sehingga mengundang kebencian rakyat dan para pegawainya.
Louis Napoleon yang merasa bertanggung jawab atas baik-buruknya
pemerintahan di Indonesia, merasa tersinggung kehormatannya atas sikap
Daendels itu. Karena itu pada tahun 1811 ia dipanggil ke Eropa dan diganti oleh
Jansens. Setelah dicopot dari jabatannya, ia menjadi opsir tentara Perancis dan
ikut menyerang Rusia pada tahun 1812. Ketika Napoleon jatuh pada tahun 1814,
Daendels kembali ke Negeri Belanda dan diangkat menjadi Gubernur di Guinea
Afrika (Afrika Barat) sampai meninggal pada tahun 1818.
B.Masa Pemerintahan Liberal 1811-1816
Tidak lama setelah Daendels diganti Jansens, tentara Inggris di bawah
pimpinan Lord Minto menyerang Jawa. Inggris mendapat simpati raja-raja di
Jawa, sehingga akhirnya dengan mudah dapat merebut Batavia. Pada tahun 1811
itu pula Jansens menyerah tanpa syarat kepada Inggris di Tuntang, sehingga
terjadi rekapitulasi.Tuntang yang berisi (1) seluruh kekuatan militer Belanda di
Asia Tenggara harus diserahkan kepada Inggris, (2) hutang pemerintah Belanda
tidak diakui oleh Inggris, dan (3) Pulau Jawa, Madura, dan semua pangkalan
Belanda di luar Jawa menjadi milik Inggris.
Ini berarti bahwa Belanda menyerahkan semua daerah jajahannya di Asia
Tenggara kepada Inggris. Dalam perkembangannya semua bekas jajahan Belanda
di Asia Tenggara itu oleh Inggris dibagi empat, yaitu Sumatera Barat, Malaka,
Maluku, dan Jawa serta daerah sekitarnya. Seluruhnya dikuasai oleh Gubernur
Jenderal EIC (East Indian Company), Lord Minto yang berkedudukan di Calcutta
(India). Pulau Jawa diserahkan kepada Thomas Stamford Raffles selaku wakil
Lord Minto di Pulau Jawa dengan pangkat Letnan Gubernur.
8
Untuk melancarkan pemerintahannya, Raffles membagi Pulau Jawa
menjadi 16 keresidenan (pada masa Daendels hanya dibagi menjadi 8 prefektur).
Tiap-tiap keresidenan dibentuk badan pengadilan (landraad).4
Karena ancaman musuh tidak ada, maka tugas utama Raffles adalah
memperbaiki nasib rakyat. Dalam rangka memperbaiki nasib rakyat, pajak hasil
bumi (kontingen) dan leveransi paksa dihapus diganti pajak tanah (landrente).
Dengan pengertian bahwa semua tanah milik Gubernur sehingga rakyat wajib
membayar rente atau sewa. Pajak tanah ditetapkan sebesar 2/5 hasil panen, boleh
dibayar dengan hasil bumi atau uang.
Di samping itu, Raffles juga menjual tanah Gubernemen kepada orang-
orang swasta.Raffles juga melarang perdagangan budak dan pandelingschap
(membayar hutang dengan tenaga). Raflles juga mengadakan monopoli garam. Di
samping menganbil kebijakan dalam bidang politik dan ekonomi, Raffles juga
memperhatikan bidang kebudayaan. Raffles menulis buku History of Java pada
tahun 1817. Dengan giat Raffles membantu lembaga Betawi untuk kesenian dan
pengetahuan. Ia juga memberi bantuan kepada ahli-ahli pengetahuan seperti
Horsfield, Crewford, dan Mackensie, untuk meneliti sejarah Indonesia kuno.
---------------------------------------------------------------------4Sir Thomas Stanford Raffles, lahir di Yamaica, 6 Juli 1781. Pejabat kolonial
Inggris yang mendirikan Singapura (1819). Karyawan East India Company (EIC)
sejak usia 14 tahun. Menjabat pembantu sekretaris EIC untuk Penang (Malaya)
pada tahun 1805. Karena dinilai cakap oleh atasannya, maka ia diberi tugas ikut
memimpin invasi Inggris ke Hindia Belanda, dan menjabat letnan gubernur Jawa
dan daerah seberang (1811-1816). Karena dianggap berpihak pada kaum pribumi,
maka ia dipanggil ke London (1816). Kembali ke Hindia Belanda (1818), dan
bertugas di pos kecil di Bangkahulu (Bengkulu). Atas anjurannya, Inggris
membeli Singapura dari Sultan Johor (1819) dan membangunnya menjadi Bandar
yang strtageis, baik ekonomi maupun militer. Ia meninggal di Barnet,Inggris pada
tanggal 5 Juli 1826.
9
Setelah kedudukannya kuat, Raffles lalu mengambil berbagai tindakan terhadap
raja-raja di Indonesia, misalnya:
1. Sultan Banten dan sultan Cirebon dijadikan sultan-sultan yang digaji.
2. Sultan Hamengku Buwono II dari Yogyakarta diasingkan ke Pulau Penang dan
puteranya dipaksa menggantinya sebagai Hamengku Buwono III.
3. Beberapa daerah kesultanan Yogyakarta pada tahun 1813 diserahkan kepada
Pangeran Notokusumo, yang bergelar Paku Alam I di Pakualaman.
4. Paku Buwono IV harus menyerahkan Banyumas dan Madiun kepada Inggris.
Ide dasar politik kolonial Raffles sebenarnya bertolak dari ideologi liberal dan
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan memberikan
kebebasannya. Akibat pelaksanaan politik liberal itu, maka struktur tradisional
dan feodal dirombak dan diganti dengan sistem baru yang didasarkan pada prinsip
legalrasional.
Untuk melaksanakan politiknya, Raffles dihambat oleh unsur feodal yang
sangat kuat kedudukannya dan sistem ekonomi yang masih bersifat tertutup
sehingga pembayaran pajak belum dapat dilakukan sepenuhnya dengan uang,
tetapi in natura (hasil bumi). Dengan demikian, politik kolonial berdasarkan
liberalisme tidak cocok dan tidak realistis.
Setelah Napoleon jatuh tahun 1814, Inggris dan Belanda mengadakan
Tarktat London I (1814). Traktat tersebut menyatakan bahwa semua daerah
jajahan Belanda yang direbut Inggris, dikembalikan kepada Belanda, kecuali
Kaapkoloni dan Sri Lanka.Keputusan itu mengecewakan Raffles. Ia tidak mau
menyerahkan Indonesia kepada Belanda. Karena dipaksa, maka Raffles
mengundurkan diri dan diganti John Fendall.Pada tahun 1816 John Fendall
menyerahkan Indonesia kembali kepada Belanda.
C.Masa Komisi Jenderal (1816-1819).
Setelah Traktat London I ditandatangani (1814), maka pemerintah Belanda
membentuk suatu komisi yang akan menerima kembali semua jajahannya di Asia
Tenggara dari pemerintah Inggris di Indonesia. Walaupun Raffles selalu
menghalang halangi pengembalian daerah jajahan Belanda itu, namun usaha
10
tersebut hanya bisa menunda waktu penyerahan, karena akhirnya dikembalikan
juga. Raffles yang tidak setuju pengembalian daerah jajahan tersebut, terutama
Pulau Jawa, maka setelah menyerahkan jabatannya kepada Jansens, ia lalu pergi
ke Bangkahulu dan menjadi Gubernur di daerah itu. Tetapi tindakan Raffles itu
ditentang Muntinghe (penguasa Belanda di Palembang). Akhirnya Raffles pergi
ke Selat Malaka. Sewaktu melewati bukit Barisan ia menemukan bunga Rafllesia,
yaitu bunga yang terbesar di dunia. Dari situ akhirnya Raffles berhasil mendirikan
kota Singapura untuk menyaingi dan menutup pelabuhan Belanda di Batavia.
Sementara itu komisi yang dibentuk Belanda untuk menerima
kembaliIndonesia dari Inggris dinamakan Komisi Jenderal. Adapun anggota
komisi tersebut adalah Cornelius Theodore Elout, A. A. Buyskes dan Baron van
der Capellen. Dalam tahun 1816 komisi ini datang ke Indonesia. Dalam tahun itu
juga Letnan Gubernur Inggris, John Fendall menyerahkan Indonesia kepada
Belanda.
Di samping bertugas menerima Indonesia dari tangan Inggris, komisi tersebut
juga mempunyai kewajiban-kewajiban yang lain yaitu:
a. Menyusun pemerintahan baru.
b.Mengusahakan ketenteraman dan perbaikan nasib penduduk Indonesia,
misalnya
penduduk harus dilindungi dari perlakuan sewenang-wenang, perdagangan dan
pertanian (penanaman) harus bebas, kecuali tanaman kopi, rempah-rempah dan
candu.
c. Menyusun angkatan darat dan laut.
d. Menyusun peraturan-peraturan sebagai pedoman pemerintahan Belanda di
Indonesia.
11
Berdasarkan hak dan kewajiban Komisi Jenderal, akhirnya berhasil disusun
suatu pedoman pemerintahan yang benar-benar bersifat liberal5, yaitu:
a.Pajak tanah yang dibuat oleh Raffles dilanjutkan, hanya lebih disempurnakan
agar peraturan-peraturan yang bersifat sewenang-wenang tidak terjadi lagi.
b. Pajak tersebut dapat dibayar dengan uang kontan atau dengan barang-barang.
Peraturan ini bertujuan untuk menghindarkan rakyat dari para peminjam uang,
serta agar lebih memudahkan bagi mereka yang memiliki uang.
c. Pajak kepala tidak dipungut secara perorangan tetapi dibayar oleh desa. Cara ini
menyimpang dari tujuan, namun merupakan pendekatan yang lebih realistis.
Namun sistem ini bisa mengurangi banyaknya petugas, serta mengatasi kesulitan
tanah-tanah yang belum diukur secara renci.
d. Besarnya pajak harus disetujui oleh kerajaan dan desa yang bersangkutan.
e. Rakyat tidak boleh disuruh kerja paksa. Orang-orang yang datang bekerja
dengan sendirinya harus dibayar sesuai dengan bidang garapnya.
-----------------------------------------------------------------------------5Istilah liberal dalam arti luas adalah usaha perjuangan menuju kebebasan. Di satu
pihak dibedakan antara liberalisme politik dan rohaniah, di lain pihak liberalisme
ekonomi. Liberalisme politik dan rohaniah berdasar pada keyakinan bahwa semua
sumber kemajuan terletak dalam perkembangan kepribadian manusia yang bebas,
di mana masyarakat dapat menarik keuntungan sepenuhnya dari daya cipta
manusia. Langkah pertama menuju emansipasi perseorangan dilakukan oleh
gerakan Reformasi (1517). Dalam abad ke-18 dan 19 timbul perlawanan terhadap
absolutisme dan perjuangan menuju kebebasan jiwa dan bernegara. Sedangkan
istilah liberalisme sendiri baru digunakan pada abad ke-19. Bentuk negara yang
diidamkan adalah demokrasi parlementer dengan persamaan hak bagi seluruh
rakyat di depan hukum dan penghormatan terhadap apa yang disebut hak-ahak
asasi manusia. Melalui sistem liberal itu diharapkan segala perbedaan asal-usul
dapat dilebur. Dengan demikian aturan liberal di Indonesia diharapkan sebagai
aturan yang tidak membedakan antara penjajah dan rakyat terjajah.
12
f. Penanaman wajib bagi tanaman-tanaman tertentu diteruskan guna mendapatkan
devisa negara, misalnya kopi di Priangan. Pengawasan tanaman model pelayaran
Hongi di Maluku, dihapuskan.
g. Perlu ada penambahan pegawai, pegawai yang buruk dipecat. Pegawai pribumi
diperlakukan dengan hormat, dan digaji dengan uang (bukan tanah atau memeras
rakyat).
h. Sistem pemerintahan tidak langsung dihidupkan kembali, pengadilan dibentuk,
dengan sistem dua lapis. Perkara yang menyangkut orang Eropa dan pribumi
hendaklah diadili dalam pengadilan yang berbeda, dan dipimpin oleh hakim
bukan juri.
i. Pembaruan Raffles yang menghormati hak asasi manusia dan penghapusan
perbudakan diteruskan dan diabadikan.
Rencana undang-undang yang dibuat oleh Komisi Jenderal tersebut
akhirnya disahkan pada tahun 1819. Melihat roh undang-undang baru itu jelaslah
bahwa pemerintah Belanda akan menguntungkan rakyat Indonesia akan
diberlakukan, terutama di Jawa. Jika undang-undang itu dilaksanakan secara jujur,
maka rakyat Indonesia akan terbebaskan dari pemerintahan yang kejam yang telah
dirasakan selama ini.
Dalam pada itu Belanda juga akan mendapat faedah yang besar.
Nampaknya undang-undang yang bersifat liberal ini benar-benar akan
dilaksanakan sungguh-sungguh sebab salah seorang anggota Komisi Jenderal,
yakni Gourdet A. Baron van der Capellen tinggal di Indonesia sebagai Gubernur
Jenderal yang baru, sekaligus yang akan melaksanakan undang-undang yang
liberal itu.
D.Masa van der Capellen (1819-1825)
Pada tahun 1819 tugas Komisi Jenderal dinilai sudah selesai, sehingga
Elout dan Buyskes kembali ke Nederland sedangkan van der Capellen tinggal di
Indonesia sebagai Gubernur Jenderal. Karena van der Capellen ikut menyusun
undang-undang yang akan diterapkan di Indonesia setelah wilayah itu kembali
kepada Belanda.
13
Karena itu pengangkatannya sebagai gubernur jenderal karena dia
dianggap yang paling megetahui bagaimanaundang-undang itu dilaksanakan.
Tetapi apa yang dijalankan oleh van der Capellen ternyata tidak seperti yang
direncanakan.Adapun alasan van der Capellen melakukan penyimpangan tersebut
adalah karena undang-undang itu ternyata tidak dapat dilaksanakan dalam kondisi
di Indonesia saat itu. Menurut van der Capellen, tugas yang paling penting adalah
mengumpulkan uang untuk menjalankan pemerintahan yang baru itu.
Jika peraturan yang liberal dalam regerings-reglement tahun 1819 itu
diterapkan sepenuhnya, maka tidak akan memperoleh dana. Dengan alasan
tersebut, van der Capellen ingin mencari jalan pintas. Oleh karena itu,beberapa
peraturan ditangguhkan, sedangkan aturan-aturan yang menguntungkan
pemerintah dilakukan. Karena tindakannya itu, Clive Day menyebut van der
Capellen adalah Gubernur Jenderal yang reaksioner.
Pendapat tersebut juga sejalan kritik-kritik yang dilakukan berbagai pihak
kepada van der Capellen. Menurut Clive Day, van der Capellen selama tujuh
tahun pemerintahannya, mengabaikan undang-undang yang berlaku. Ia dengan
perlahan-lahan kembali kepada sistem lama.Dengan demikian peraturan
pemerintah kolonial menjadi undang-undang yang beku. Meskipun demikian,
Cornelius Elout yang ikut membuat undang-undang itu ikut mempertahankan van
der Capellen tetapi betapa perlunya ia bersikap reaksioner dalam kondisi
Indonesia saat itu. Walau bagaimana pun, zaman pemerintahan van der Capellen
itu mengakibatkan membengkaknya anggaran belanja, sehingga ia dikecam keras
oleh Raja dan orang-orang Belanda. Sementara di Indonesia terus berlangsung
peperangan. Semua ini semakin meyakinkan banyak orang bahwa praktek
pemerintahan liberal itu telah gagal.
Di antara pembaruan-pembaruan yang dicoba oleh van der Capellen
adalah pembaruan sistem perdagangan yang akhirnya mengundang kemarahan
orang-orang Eropa (terutama orang Belanda) terhadapnya. Dalam tahun 1821 van
der Capellen mengeluarkan undang-undang yang melarang segala bentuk
perdagangan Eropa di daerah kopi (Priangan), kecuali dengan izin khusus. Ia
melakukan hal tersebut dengan harapan untuk melindungi orang-orang Indonesia
14
agar tidak ditipu oleh para pedagang Eropa serta untuk memperbesar hasil bagi
pemerintah Belanda. Tindakan lain yang juga mengundang kemarahan orang
Eropa adalah peraturan yang dikeluarkan tahun 1823. Dalam pembaruan itu dia
melarang orang-orang Eropa menyewa tanah rakyat. Peraturan ini juga untuk
melindungi orang pribumi. Orang-orang Eropa (terutama Belanda) yang merasa
paling dirugikan adalah yang menyewa tanah di Surakarta dan Yogyakarta.
Mereka sudah membayar uang muka yang besar, sehingga sewaktu peraturan itu
turun, maka mereka menuntut pengembalian uang muka yang sudah habis
dibelanjakan oleh orang-orang pribumi.
Akibatnya orang-orang pribumi itu, terutama para pegawai dan peladang
merasa kecewa terhadap pemerintah Belanda. Anggaran belanja negara semasa
pemerintahan van der Capellen senantiasa menunjukkan defisit, sehingga Negeri
Belanda harus menutupnya. Dalam keadaan kesulitan keuangan yang dialami
Negeri Belanda sendiri pada waktu itu, maka suatu koloni yang tak dapat
mencukupi keperluan sendiri adalah sesuatu yang tak ada gunanya. Karenanya
keadaan itu tidak dapat dipertahankan lagi, sehingga pada tahun 1825 Pemerintah
Belanda memanggil Gubernur Jenderal van der Capellen kembali ke negeri
Belanda.
E.Kebijakan Pemerintahn Kolonial Hindia-Belanda (1811-1900)
Setelah perjanjian London ditandatangani,pemerintah kolonial Hindia-
Belanda menghadapi persoalan kebijakan politik seperti apakah yang tepat
diterapkan di Indonesia.Kebijakan polotik apapun yang di pilih harus dapat
memberikan keuntungan besar bagi Belanda.
Pada masa pemerintahan Komisariat Jenderal,John Fendall,Baron Van der
Capllen,dan Bukes kebijakan politik yang di jalankan di Indonesia (Hindia-
Belanda) cenderung pada kebijakan Liberal.Namun kebijakan ini tidak bertahan
lama berjalan hanya sampai pemerintahan Gubernur Jenderal Van der
Capellen.Kebijakan Liberal ini mulai bergeser ke arah kebijakan Konservatif dan
lama kelamaan di tinggalkan.Adapun penyebabnya adalah sebagai berikut:
15
1) Kebijakan politik liberal banyak mengalami hambatan karena tidak
sesuai dengan sistem Feodal yang berlaku dim Indonesia,terutama di
Pulau Jawa.
2) Pemerintah sulit berhubungan langsung dan bebas dengan rakyat
akibat ikatan tradisional yang terlalu terbelit-belit.Untuk berhubungan
dengaan rakyat,pemerintah harus melalului perantaran para pengusa
setempat.Mereka ini cenderung menutupi fakta yang sebenarnya
terjadi.
3) Hasil perdangan dari sektor ekspor belum memuaskan karena kalah
bersaing dengan Inggris.
4) Pemerintah mengalami defisit keuangan semakin besar akibat Perang
Diponogoro yang memakan dengan Inggris.
5) Kesulitan ekonomi itu bertambah besar dengan terjadinya pemisahan
Belgia pada tahun 1830.Akibatnya,Belanda kehilangan industrinya
sehingga tidak mampu menyaingi Inggris dalam ekspor hasil industri
ke Indonesia.
Kebijakan Liberal membawa pemerintah Belanda kepada Kebangkrutan.Akhirnya
pada tahun 1830,Pemerintah Belanda mengangkat Gubernur Jenderal Van den
Bosch untuk menyelamatkan ekonomi Belanda.
Gubernur Jenderal Johanes Van den Bosh mengeluarkan gagasan yang terkenal
dengan nama Cultuurstelsel atau sistem tanam paksa.Gagasan ini bertujuan
memperoleh keuntungan sebanyak mungkin dari Indonesia dalam waktu yang
singkat.Selain pemerintah Belanda berharap dapat mengumpulkan sejumlah
tanaman yang akan didistribusikan ke pasaran eropa atau Amerika.Jenis tanaman
yang diusahakan harus mengikuti ketentuan pemerintah kolonial.
Untuk melaksanakan sistem tanam paksa ini,Pemerintah Belanda
mengeluarkan aturan-aturan yang di muat dalam lembaran negara (Staat Bald)
nomor 22 tahun 1934.
16
Aturan tersebut berbunyi sebagai berikut :
rakyat harus menanami 1/5 dari tanah yang dimilikinya dengan tanaman
ekspor seperti kopi, tebu, teh dan tembakau,
hasil tanaman harus dijual kepada pemerintah dengan harga yang
ditetapkan pemerintah,
tanah yang ditanami tanaman ekspor tersebut bebas dari pajak tanah,
kaum petani tidak boleh disuruh bekerja lebih keras daripada bekerja
untuk penanaman padinya,
rakyat yang tidak memiliki tanah dikenalkan kerja rodi selama 65 hari
setiap tahun di tanah milik pemerintah,
kerusakan tanaman menjadi tanggungan pemerintah, apabila itu bukan
karena kesalahan rakyat.
Pelaksanaan Tanam Paksa
Melalui sistem itu, Belanda memperoleh hasil yang besar dengan modal
yang kecil. Pelaksanaan tanam paksa diserahkan kepada kepala-kepala daerah
yang mendapat Cultuur Procenten atau hadiah menurut banyaknya hasil. Oleh
karena itu, rakyat diperas oleh kepala-kepala daerah bangsa sendiri dengan
harapan akan mendapatkan Cultuur Procenten dari Belanda.
Sepintas peraturan tanam paksa ini tidak begitu berat dirasakan oleh rakyat
kalau dibandingkan dengan peraturan kerja rodi pada zaman Daendels, dan
peraturan pajak pada zaman Raffles. Bahkan hal ini dirasakan oleh para petani
merupakan suatu keuntungan karena akan mendapat keringanan dan akan
menerima uang tunai meskipun dengan harga murah. Akan tetapi dalam
prakteknya semua peraturan tersebut dilanggar. Pertama, bukan 1/5 dari tanah
petani yang ditanami, tetapi 1/4, 1.3, bahkan setengah dari tanah milik petani
digunakan untuk tanaman ekspor. Bahkan penanaman tersebut memilih tanah-
tanah yang dubur. Kedua, tanah yang dipakai untuk keperluan penanaman
tanaman ekspor tersebut tetap dikenakan pajak. Ketiga, para petani harus
17
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengerjakan tanaman pemerintah,
sehingga tidak ada waktu untuk menggarap sawahnya sendiri. Keempat, para
kepala daerah merasa tergiur dengan cultuur procenten, akibatnya mereka mulai
berlomba-lomba mengusahakan daerahnya agar memberikan hasil sebanyak
mungkin. Ulah mereka itu mengakibatkan rakyat semakin menderita. Kelima,
kegagalan panen akibat hama atau banjir pada kenyataannya menjadi beban
petani. Keenam, bukan 65 hari lamanya rakyat harus bekerja rodi, melainkan
menurut keperluan pemerintah.
Dampak Sistem Tanam Paksa
Rakyat sangat menderita, kelaparan terjadi dimana-mana akibatnya jumlah
kematian meningkat. Orang yang menentang kerja paksa disiksa. Demikianlah
penderiataan rakyat pulau Jawa akibat tanam paksa yang diciptakan oleh Van den
Bosch. Belanda memperoleh keuntungan besar, sedangkan keuangannya menjadi
normal kembali. Pembangunan di negeri Belanda dibiayai dari hasil tanam paksa.
Tanam paksa terutama dilakukan di pulau Jawa sebab daerahnya subur untuk
ditanami tanaman ekspor yang dikehendaki pemerintah, di samping itu
penduduknya padat.
Tanam paksa dengan cara sewenang-wenang itu berjalan hampir setengah abad
dari tahun 1830 sampai 1870. Dapat kita bayangkan betapa besar kesengsaraan
yang diderita rakyat, tertama di Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Meskipun tanam paksa sudah menyimpang dari teori yang diciptakan Van den
Bosch, pemerintah Belanda tidak mau peduli sebab tanam paksa telah
memberikan keuntungan yang sangat besar.
Reaksi Terhadap Sistem Tanam Paksa
Pelaksanaan tanam paksa itu ternyata banyak mengandung reaksi dari kalangan
bangsa Belanda sendiri, antara lain:
18
Baron van Hoevel, secara terang-terangan mengutuk peraturan tanam
paksa. Sebagai bekas pendeta, ia berani menggambarkan penderitaan
rakyat Indonesia setelah ia kembali ke Netherland.
Douwes Dekker, bekas Asisten Residen di Lebak, Banten. Sejak berada di
Indonesia, Douwes Dekker menaruh simpati atas penderitaan rakyat
Indonesia. Ia dituduh sebagai penentang pemerintah Belanda karena
terbukti berusaha melindungi rakyat Lebak. Dengan jiwa besar, ia
menerima pengusiran dari negera kelahirannya sendiri. Dan akhirnya, ia
meningga dunia dalam kemiskinan di Nieder Ingelheim, Jerman pada
tanggal 19 Februari 1887.
Undang-Undang Agraria 1870
Secara garis besarnya, Undang-Undang Gula 1870 menghapus tanam
paksa bagi tebu, dengan pengurangan yang berangsur-angsur sebesar 1/13 bagian
tiap tahunnya. Sedangkan Undang-Undang Agraria bertujuan melindungi hak
milik petani atas tanah agar tidak dikuasai bangsa asing. Namun pengusaha swasta
dapat menyewanya langsung dari petani.
Setelah mengeluarkan Undang-Undang Agraria, usaha-usaha yang
bermodalkan swasta mulai berkembang di Indonesia. Meskipun telah diatur dalam
Undang-Undang Agraria dalam perjanjian sewa menyewa masih terdapat
ketentuan-ketentuan lain yang harus ditaati, seperti untuk tanah milik negra yang
tidak menjadi hak milik pribumi (tanah Domein) dapat disewa oleh kaum
pengusawa swasta selama 75 tahun. Demikian juga tanah milik penduduk pribumi
dapat disewa untuk jangka waktu 3 sampai 30 tahun dengan tarif yang rendah.
Berbagai bidang usaha segera berkembang pesat. Perkebunan-pekebunan
diperluas. Perhubuangan laut dikuasai oleh KPM (Koninklijke Paketvaart
Maathappij), yaitu suatu perusahaan pengangkutan Belanda. Setelah Terusan
Suez dibuka, peluang utuk merai keuntungan bagi Belanda terbuka lebar, karena
Indonesia kini terbuka bagi siapa saja, tidak hanya bagi Belanda tetapi bangsa-
bangsa lain pun diperkenankan untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
19
2.3.Perlawanan Rakyat Indonesia terhadap Pemerintahan Kolonial Hindia
Belanda pada Abad 19.
Masa pemerintahan kolonial Belanda membuat rakyat semakin
sengsara.Sehingga banyak terjadi perlawanan rakyat kepada pemerintah kolonial
di berbagai daerah.
A. Perang Maluku (Patimura)
Perang Pattimura terjadi di Maluku pada tahun 1817.
1. Sebab Umum
- Penindasan dan penghisapan oleh bangsa Belanda terhadap penduduk
Maluku.
- Ketidakpuasan rakyat terhadap peraturan gubernur Maluku seperti
kewajiban menyediakan perahu dan menebang kayu.
- Aturan monopoli dagang yang keras. Misalnya dengan adanya
pelayaran hongi dan ekstirpasi.
- Pengawasan terhadap keamanan yang terlalu ketat.
2. Sebab Khusus
Penolakan Residen Van Den Berg terhadap tuntutan rakyat untuk
membayar harga perahu yang dipesan dengan harga sebenarnya.
3. Strategi yang digunakan dalam perang
Rakyat Maluku berperang dengan cara perang gerilya dan
mengumpulkan perahu-perahu untuk menyerang Benteng Durstede di
Saparua. Sedangkan pihak kolonial menggunakan pasukan besar-
besaran untuk menguasai kembali benteng yang telah direbut.
4. Tokoh-tokoh yang berperan.
A. Dari Pihak Rakyat Maluku.
Thomas Matulesi (Patimura), Ulupaha, Paulus Tiahahu, Cristina
Martha Tiahahu, Anthony Reebok, Philipe Latumahina, dan Said
Parinta.
B. Dari pihak kolonial.
Residen Van den berg, Mayor Beetjes, dan Letkol Groot.
20
5. Medan perang.
Medan perangnya adalah di kepulauan Maluku yang terpusat di
sekitar Benteng Durstede Saparua.
6. Akhir perang.
Belanda melancarkan politik adu domba atau devide et intera kepada
raja-raja dan pendeta di Maluku sehingga para pemimpin perang dapat
ditangkap dan dihukum gantung di Benteng Niew Victoria Ambon
sehingga berakhirlah perjuangan rakyat Maluku.
7. Akibat perang.
- Bidang Politik.
Semakin kokohnya penguasaan Belanda atas wilayah Maluku.
- Bidang Ekonomi.
Monopoli Belanda terhadap rempah-rempah dan pembuatan perahu
semakin merajalela.
B. Perang Padri (1821-1837)
Perang Padri pada awalnya adalah perang antara kaum ulama yang ingin
memurnikan kembali ajaran Islam di Sumatra Barat terhadap Kaum adat yang
menentangnya.
1. Sebab-sebab Umum.
- Adanya pertentangan paham antara golongan Wahabi yang ingin
memurnikan ajaran agama islam dengan para golongan Tasawuf yang
terdiri dari kaum bangsawan dan pemangku adat.
- Ada kebiasaan buruk yang disahkan oleh kaum adat seperti minum
minuman keras, menyabung ayam, berjudi, merokok, dll.
- Adanya pertentangan antara hukum adat dengan hukum di agama
Islam. Yaitu diantaranya pada hukum adat menganut sistem
kekerabatan Matrilineal sedangkan di Islam Patrilineal.
- Terjadi perebutan pengaruh antara kaum adat dengan ulama.
- Adanya campur tangan bangsa barat dalam perebutan kekuasaan
tersebut yaitu Inggris dan Belanda.
21
2. Sebab khusus
Pertemuan antara kaum adat dengan ulama untuk menyelesaikan semua
persoalan selama ini di Kototangah. Karena usaha itu tidak berhasil, kaum
adat di serang oleh kaum ulama kemudian kaum adat meminta bantuan kepada
Belanda di Padang pada tahun 1821.
3. Strategi Perang.
Pada tahun 1821-1825 perang terjadi antara kaum ulama dengan kaum
adat yang dibantu oleh Belanda. Kaum ulama menyerang benteng-benteng
Belanda sehingga Belanda mengajak berdamai pada tahun 1825 karena untuk
memusatkan perhatian pada perang di Jawa. Kemudian pada tahun 1830-1837
berkecamuk lagi perang di Minangkabau yang kini kaum ulama bersatu
dengan kaum adat untuk melawan Belanda. Perang dilakukan dengan perang
gerilya dan bertahan di benteng pertahanan.
4. Tokoh-tokoh.
a. Dari rakyat Minangkabau.
Tuanku lintau, Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Gapuk, Tuanku Hitam,
Tuanku Nan Cerdik, dan Tuanku Tambusay.
b. Dari pihak kolonial.
Kolonel Stuers,
5. Medan pertempuran.
Medan pertempuran hampir di semua wilayah Sumatra Barat, misalnya di
Padang, Bukit Tinggi, Pariaman, dll.
6. Akhir perang.
Setelah menghadapi tekanan-tekanan berat dari pihak belanda, akhirnya
Tuanku Imam Bonjol bersedia untuk melakukan perundingan dengan Belanda.
Perundingan gagal karena pihak Belanda telah melakukan persiapan untuk
menyerang dan mengepung benteng tempat Imam Bonjol bertahan. Karena
perang yang berlarut-larut dan ketimpangan kekuatan, akhirnya Tuanku
Imambonjol menyerah beserta sisa pasukannya pada tanggal 25 Oktober 1837
kemudian beliau dibuang ke Menado dan wafat di sana.
22
7. Akibat perang.
a. Bidang politik.
Semakin jelas dan kokohnya kekuasaan Belanda atas daerah Sumatra
Barat.
b. Bidang Ekonomi.
Monopoli semakin kuat terutama monopoli garam dan lada di Sumatra
Barat.
C. Perang Diponegoro (1825-1830)
Perang Diponegoro terjadi di daerah jawa tengah dan timur yang dipimpin
oleh seorang anak selir Sultan Hamengkubuwono III yaitu Pangeran
Diponegoro.
1. Sebab umum.
Terjadi banyak kemerosotan dalam bidang kehidupan di sekitar kesultanan
Mataram.
- Daerah pesisir di utara Jawa diambil alih oleh Belanda.
- Makin menyempitnya wilayah kerajaan dan kekuasaannya pula.
- Adanya perpecahan di kalangan keluarga Mataram sehingga
melemahkan kerajaan dan memperkuat Belanda.
- Merosotnya martabat kerajaan sebagai akibat campur tangan Belanda
dalam urusan pemerintahan.
- Adanya kebiasaan minum minuman keras di kalangan bangsawan dan
rakyat sehingga menimbulkan kekhawatiran umat.
- Rakyat semakin berat bebannya setelah Kerajaan mengizinkan sewa
tanah kepada perusahaan-perusahaan asing.
- Ketikpuasan para bangsawan pada keputusan gubernur jenderal karena
tidak boleh menyewakan tanah mereka kepada pengusaha swasta.
2. Sebab Khusus.
Kemarahan Pangeran Diponegoro ketika Belanda memasang patok jalan
kereta api yang akan melewati tanah makam leluhurnya di Tegal Rejo
yang tanpa seizin Pangeran Diponegoro.
23
3. Strategi Perang.
Dari pihak Pangeran Diponegoro, beliau menggunakan tehnik perang
gerilya yang tiba-tiba menyerang pasukan Belanda kemudian menghilang.
Markas serangan gerilya itu terdapat di Go’a Selarong.
Sedangkan strategi Belanda adalah:
- Mengangkap kembali sultan Sepuh (HB II) menjadi sultan Mataram.
- Membentuk pasukan kontra gerilya yang anggotanya adalah orang
Indonesia sendiri yang telah berkianat dengan bayaran.
- Menjalankan Devide Et Intera kepada anak buah Pangeran Diponegoro
dan dengan mengimingi hadiah bagi yang dapat menangkap Pangeran
Diponegoro hidup atau mati.
- Menjalankan siasat benteng stelsel. Yaitu dengan cara mendirikan
benteng-benteng di setiap daerah yang telah dikuasai dan jalan-jalan
yang menghubungkan antar benteng tersebut sehingga wilayah gerilya
Pangeran Diponegoro semakin sempit.
4. Tokoh-tokoh.
a. Dari rakyat Indonesia.
Pangeran Diponegoro, Pangeran Suryo Atmojo, Adipati Kertodirjo,
Pangeran Serang, Karto Pengalasan, Pangeran Suryo Mataram, Aryo
Prangwadono, Pangeran Notoprojo, Sentot Alibasah Prawirodirjo,
Pangeran Joyokusumo, Arya papak, dan Kiyai Mojo.
b. Dari pihak kolonial.
Gubernur jenderal Van der Capelen dan Jenderal De Kock.
5. Medan pertempuran.
Yaitu di daerah Jawa tengah dan timur yang diantaranya Pacitan,
Purwodadi, Banyumas, Pekalongan, Semarang, Rembang, dan Madiun.
6. Akhir perang.
Karena telah banyaknya pengikut P. Diponegoro yang menyerah dan
menyusutnya kekuataan, akhirnya P. Diponegoro bersedia untuk
berunding dengan Belanda di Rumah Residen Kedua pada tanggal 28
Maret 1830. Pada tawaran itu, Belanda berjanji jika perundingan gagal
24
maka P. Diponegoro dapat kembali ke medan perang. Tetapi Belanda
mengingkarinya dan P. Diponegoro Ditangkap yang kemudian di buang ke
Menado dan kemudian Makasar. Beliau wafat pada tanggal 8 Januari 1855
di Benteng Rooterdam Makasar.
7. Akibat perang.
a. Bidang politik.
- Kekuasaan dan wilayah kasultanan Yogyakarta dan kasultanan
Solo menjadi berkurang.
- Dihapuskannya peraturan yang merugikan rakyat. Misalnya
dihapuskannya gerbang cukai di Yogyakarta dan Solo.
b. Bidang Ekonomi.
Belanda memperoleh daerah Yogyakarta dan Solo yang kemudian
dijadikan daerah tanam paksa.
c. Bidang sosial.
Adanya kerugian besar baik jiwa maupun harta yang kira-kira ada 8000
orang Belanda yang meninggal dan 7000 orang Jawa yang meninggal.
Biaya yang dihabiskan tidak kurang dari 20.000.00,00 Gulden.
D. Perang Bali (1846-1909)
Perang Bali adalah perang antara kerajaan-kerajaan yang ada di pulau Bali
dengan bangsa kolonial Belanda. Perang ini terjadi karena kerajaan-kerajaan
tersebut tidak ingin dikuasai oleh bangsa asing.
1. Sebab umum.
- Belanda hendak memaksakan kehendaknya untuk menghapuskan hak-
hak kekuasan kerajaan-kerajaan di Bali atas daerahnya.
- Raja-raja Bali dipaksa mengakui kedaulatan pemerintah Hindia
Belanda dan mengizinkan pengibaran bendera Belanda di wilayah
kerajaannya.
- Adat agama sute yang dianggap Belanda tidak berprikemanusiaan akan
dihapus oleh Belanda.
25
2. Sebab khusus.
Belanda menolak hak Raja Buleleng yaitu hak Tawan karang yang
menyatakan kapal asing yang terdampar di pantai kerajaan tersebut akan
dirampas kapal beserta isinya.
3. Strategi Perang.
Pemerintah kolonial Hindia Belanda mengirimkan ekspedisi pasukannya
ke Bali untuk membuat raja-raja Bali takluk. Ekspedisi pertama tidak
berhasil kemudian Belanda mengirimkan pasukannya yang lebih besar
lagi. Karena kalahnya jumlah dan teknologi senjata, rakyat Bali hanya
tinggal bertahan di Benteng-benteng pertahanan sambil sedikit-sedikit
menyerang dan juga dengan menjalankan perang Puputan. Yaitu perang
suci sampai tetes darah penghabisan.
4. Tokoh-tokoh.
a. Dari rakyat Bali.
I Gusti ktut Jelantik dan Raja Buleleng.
b. Dari kolonial Belanda.
Jenderal Micheles.
5. Medan Perang.
Medan perang hampir seluruh pulau Bali yang meliputi Klungkung,
Buleleng, karang Asem, gianyar, dll.
6. Akhir perang.
Jatuhnya Buleleng ke tangan Belanda, mempengaruhi raja-raja lain untuk
bersikap lunak terhadap Belanda. Akibatnya sebagian besar kerajaan di
Bali dapat ditaklukan Belanda pada akhir abad ke-19. Pada tahun 1906
Belanda menyerang Bali selatan yang di sana mendapatkan perlawanan
yang sengit yang diikuti dengan perang Puputan. Baru pada tahun 1909
seluruh Bali dapat di kuasai oleh Belanda.
7. Akibat-akibat perang.
a. Bidang politik.
26
-Dikuasainya seluruh pulau Bali oleh Belanda.
-Berkurangnya kekuasaan raja pada kerajaannya bahkan raja dapat
dikatakan menjadi bawahan Belanda.
b. Bidang ekonomi.
- Dikuasainya monopoli perdagangan di Bali karena Bali merupakan
daerah yang sangat strategis yang banyak dikunjungi bangsa asing.
c. Bidang sosial.
- Banyaknya tatanan sosial yang dirobah oleh Belanda termasuk
dihapuskannya adat Sute pada upacara ngaben.
E. Perang Banjar (1859-1863).
Perang Banjar terjadi di kerajaan Banjar daerah Kalimantan Selatan sekarang.
1. Sebab umum.
- Rakyat tidak senang dengan merajalelanya Belanda yang mengusahakan
perkebunan dan pertambangan di Kalimantan Selatan.
- Belanda terlalu banyak campur tangan dalam urusan intern kerajaan.
- Belanda bermaksud menguasai daerah Kalimantan Selatan karena
daerah ini ditemukan tambang Batubara.
2. Sebab Khusus.
Karena Pangeran Hidayatullah yang seharusnya menjadi Sultan Banjar
tidak disetujui oleh Belanda yang kemudian mengangkap Tamjidilah
sebagai Sultan yang tidak berhak menjadi Sultan. Kemudian setelah
Belanda mencopot Tamjidilah dari kursi Sultan, Belanda membubarkan
Kerajaan Banjar.
3. Strategi Perang.
Pangeran hidayatullah dan Pangeran Antasari menggunakan strategi
perang gerilya dengan membuat kerajaan baru di pedalaman dan
membangun benteng-benteng pertahanan di hutan-hutan.
4. Tokoh-tokoh.
a. Dari rakyat Banjar.
27
Pangeran Hidayatullah, Pangeran Antasari, Aling, Tumenggung
Antaludin, Tumenggung Suropati, Demang Leman, dan Muhammad
Seman.
b. Dari pihak kolonial Belanda.
5. Medan Perang.
Daerah pertempuran berada di daerah Kalimantan Seltan hampir
seluruhnya. Termasuk di daerah sungai barito.
6. Akhir perang.
Setelah Pangeran Hidayatullah tertangkap dan Pangeran antasari wafat,
perjuangan tetap berlanjut yang di pimpin oleh Gusti Mat Seman, Gusti
Acil, Gusti Arsat, dan Antung Durahman. Oleh pemimpin-pemimpin
tersebut, rakyat masih bergerilya dengan se-sekali melakukan serangan
kepada Belanda sampai awal abad ke-20.
7. Akibat perang.
a. Bidang politik.
- Daerah Kalimantan selatan dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah
kolonial Belanda.
- Dibubarkannya kerajaan Banjar.
b. Bidang ekonomi.
- Dikuasainya tambang batubara dan perkebunan di daerah Kalimantan
Selatan.
F. Perang Aceh (1873-1904).
Perang Aceh merupakan perang terlama yang bersifat kedaerahan di
Indonesia.
1. Sebab umum.
- Adanya perbedaan atas kedudukan atau status daerah-daerah Sumatra
Timur.
- Aceh menjadi penting dalam pelayaran internasional karena pembukaan
terusan suez.
28
- Semakin berkembangnya imperalisme moderen di mana bangsa-bangsa
imperialis makin giat mendapatkan tanah jajahan untuk dijadikan
sebagai sumber bahan industri dan daerah pemasaran.
- Adanya politik Ekspansi Belanda ke luar Jawa dalam usahanya
memwujudkan Pax Netherlandica. Sebab dalam Treaty of sumatra
Inggris berjanji tidak menghalangi Belanda.
2. Sebab khusus.
Aceh yang mau mempertahankan kedaulatannya menolak tuntutan
Belanda untuk tidak berhubungan dengan negara asing dan mengakui
Belanda sebagai yang dipertuan.
3. Strategi perang.
Dalam perang yang bersifat nasional, rakyat Aceh menggunakan strategi:
- Mau berkompromi dengan Belanda agar kedudukannya dalam
pemerintahan dan masyarakat tidak hilang.
- Juga siasat untuk mendapatkan persenjataan dari Belanda untuk gerilya
berjalan lancar (menandatangani perjanjian pendek).
Untuk perjuangan yang sifatnya keagamaan strategi perangnya adalah:
- Tidak mau berkompromi dan tidak mau menyerah dengan Belanda.
- Melakukan perang Jihad yang didasarkan ajaran agama.
Kolonial Belanda melakukan strategi sebagai berikut:
- Penyerangan besar-besaran terhadap suatu objek yang diserang.
- Sistem konsentrasi stelsel.
- Melakukan sistem pendekatan yaitu dengan mengirim ahli agama Islam
yaitu Dr. Snock Hurgronje yang menganjurkan untuk melakukan sistem
devide et intera antara kaum bangsawan dengan ulama.
4. Tokoh-tokoh.
a. Dari rakyat Aceh.
Sultan Daud Syah, Tengku Umar, Panglima Polim, Tengku Cik di tiro,
Tengku Baet, Cut nyak dien, Tengku cik ditero,
b. Dari pihak pemerintah kolonial Belanda.
29
Jenderal Cohler, Letjen Van Suiten, Kolonen Pell, Mayjen Van der
heiden, dan Van der hoven.
5. Medan Peperangan.
Medan peperangan yaitu terjadi di seluruh Aceh yang termasuk daerah
hutannya untuk bergerilya. Daerah Aceh yang berhutan dan
berpegunungan, memudahkan untuk melaksanakan perang gerilya.
6. Akhir perang.
Karena banyak meninggalnya para pemimpin yang tangguh menyebabkan
kedudukan Belanda semakin kuat di Aceh. Juga karena Belanda mematuhi
saran dari Dr. Hurgronje, sehingga rakyat aceh ada yang membelot ke
Belanda sehingga memudahkan Belanda untuk memecahbelah rakyat
Aceh.
7. Akibat perang.
a. Bidang politik.
- Dikuasainya secara penuh wilayah Aceh.
- Sultan Aceh dipaksa oleh Belanda untuk menandatangani Plakat
pendek yang bunyinya mengakui Belanda sebagai yang dipertuan di
Aceh.
b. Bidang ekonomi.
Monopoli perdagangan di Aceh yang memiliki letak yang sangat strategis
yaitu di selat Malaka
G. Perang Tapanuli (1878-1907).
Perang ini dipimpin oleh Si singamangaraja ke-XII.
1. Sebab umum.
- Adanya tantangan raja Batak Tapanuli yang masih menganut agama
Batak kuno (Animisme dinamisme) atas penyebaran agama Kristen di
Tapanuli.
- Adanya siasat Belanda dengan menggunakan gerakan Zending untuk
menguasai daerah Tapanuli.
- Alasan yang digunakan Belanda untuk menindas pejuang Padri dan
pemimpin-pemimpin Aceh banyak melarikan diri ke daerah Tapanuli.
30
2. Sebab Khusus.
Penolakan Raja Si Singamangaraja ke-XII atas penyebaran agama Kristen
di daerah Tapanuli.
3. Strategi perang.
Belanda melakukan serangan ke benteng pertahanan Si Singamangaraja,
setelah terdesak Si singamangaraja menyingkir ke hutan untuk melakukan
perjuangan gerilya.
4. Tokoh-tokoh.
a. Dari rakyat Tapanuli.
Raja Si singamangaraja ke-XII.
b. Dari pemerintah kolonial belanda.
Van Dai Lent dan Kapten Cristopher.
5. Medan Perang.
Medan pertempuran berada di seluruh Sumatra Utara sekitar Medan dan
Danau Toba.
6. Akhir perang.
Pada tanggal 17 Juni 1907 Si singamangaraja ke-XII tewas dalam
pertempuran sehingga berakhirlah perang Tapanuli. Karena seperti perang
kedaerahan lainnya, jika pemimpinnya meninggal atau tertangkap, maka
perang yang bersangkutan juga akan berakhir.
7. Akibat perang.
a. Bidang Politik.
Seluruh daerah Tapanuli dapat dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah
kolonial Hindia Belanda.
b. Bidang ekonomi.
Dikuasainya monopoli perdagangan di sana terutama hasil
perkebunannya seperti tembakau.
c. Bidang sosial.
Tersebarnya agama kristen di Tapanuli secara meluas yang menyebabkan
berubahnya keyakinan masyarakat sebelumnya.
31
2.4.Kondisi Masyarakat Indonesia menjelang abad ke 20 (1900-1942)
Periode akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 merupakan suatu
babakan penting dalam sejarah Indonesia, karena pada periode tersebut mulai
muncul manusia-manusia dengan kesadaran baru yang menginginkan suatu
kehidupan yang pantas bagi bangsanya.
Dari beberapa kebijakan yang di terapkan oleh pemerintahan kolonial
Belanda,baik tanam paksa maupun Liberal,pada kenyataannya saat merugikan
rakyat Hindia-Belanda.Meningkatnya produktivitas perkebunan dan pertanian itu
pesat.Namun,hal itu hanya menguntungkan satu pihak saja dengan mengorbankan
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat yang makin lama makin terpuruk
keaadaannya.
Menjelang abad ke 20,kondisi tersebut menggugah kaum politisi Belanda
untuk memberikan tekanan agar politik kolonial yang diberlakukan oleh
pemerintah Belanda tidak semata-mata untuk kepentingan ekonomi saja,tetapi
juga didasarkan oleh perbaikan nasib penduduk pribumi,serta mendidik mereka
agar lebih sejahtera.Berkaitan dengan hal tersebut,pada tahun 1899 muncul ide
mengenai politik etis yang diprakarsai oleh Van Deventer.Ia mempunyai pengaruh
besar terhadap politik etis tersebut berkaitan dengan Karangannya “Hutang
Kehormatan”. 6
Gagasan politik Etis ini dilatarbelakangi oleh adanya artikel karya C. Th.
van Deventer, seorang ahli hukum yang pernah tinggal di Hindiaselama tahun
1800-1897, yang berjudul “Een Eereschuld” (Suatu hutangkehormatan) di dalam
de Gids, majalah berkala Belanda. Namun tujuan awal politik etis ialah membalas
budi terhadap penduduk Hindia-Belanda,tetapi pada pelaksanaannya ternyata
menyimpan maksud tertentu dari pemerintah kolonial.
-------------------------------------------------------------------6Politik etis adalah politik balas budi yang diterapkan pemerintah Belanda
terhadap Indonesia dan menitikberatkan kebijakan tersebut pada bidang perbaikan
irigasi,edukasi,dan imigrasi.Lihat Sartono Kartodirjo,Marwati Djoened
Poesponegoro,dan Nugroho Notosusanto,Sejarah Nasional Indonesia Jilid V,hal
35-38.
32
Dengan kata lain,politik etis hanyalah upaya pemerintah kolonila untuk
mendapatkan simpati rakyat dengan tujuan memperkuat kedudukannya di Hindia
Belanda.Pemerintah Belanda yang bertindak sebagai penguasa Hindia Belanda
terus mempertahankan politik pintu terbukanya untuk menghadapi persaingan
besar dalam mencari daerah jajahan dengan negara-negara besar lainnya.
Pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintah kolonial Belanda pada
dasarnya bertujuan untuk menjadikan warga negara yang mengabdi kepada
kepentingan penjajah.Dengan kata lain,pendidikan dimaksudkan untuk
menghasilkan tenaga-tenaga yang dapat digunakan sebagai alat untuk
memperkuat kedudukan Belanda di Indonesia.Isi dari pendidikan tersebut hanya
mengajarkan pengetahuan yang dapat membantu Belanda mempertahankan
kedudukan di Indonesia.
33
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan.
34
DAFTAR PUSTAKA
Ricklefs,M.C.2011.Sejarah Indonesia Modern.Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Poesponegoro,Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto.1990.Sejarah
Nasional Indonesia Jilid V.Jakarta : Balai Pustaka
35