seikat puisi ulang tahun

5
SEBUNDEL PUISI ULANG TAHUN Oleh NN Sebundel puisi ulang tahun dapat dipesan di para pengrajin di tepian jalan malioboro yogyakarta bersebelahan dengan dagangan anyaman dan cindera matawarna warni Pagi ini kupesan puisi ulang tahun seikat pengrajin itu mengambil kertas mulai mencoba bekerja tapi ia gagal karena ia mencoba membuat puisi ulang tahun yang dialamatkan kepada puisi itu sendiri akhirnya ia hanya bisa membuat prolog jadi mari kita ganti judul puisi ini menjadi prolog puisi ulang tahun sebundel pula itupun kalau boleh satu lagi boleh tidak boleh akan kutambahkan di baris terakhir selamat ulang tahun nuni renzani , 12 maret 2005 Sekular barat berkata, “Waktu adalah dollar di dalam kantung”

Upload: fahmy-khoerul-huda

Post on 05-Nov-2015

27 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

puisi

TRANSCRIPT

SEBUNDEL PUISI ULANG TAHUNOleh NN

Sebundel puisi ulang tahundapat dipesan di para pengrajindi tepian jalan malioboro yogyakartabersebelahan dengan dagangan anyaman dan cindera matawarna warni

Pagi ini kupesan puisi ulang tahun seikatpengrajin itu mengambil kertas mulai mencoba bekerja tapi ia gagal

karena ia mencoba membuat puisi ulang tahunyang dialamatkan kepada puisi itu sendiriakhirnya ia hanya bisa membuat prolog

jadi mari kita ganti judul puisi inimenjadi prolog puisi ulang tahunsebundel pulaitupun kalau boleh

satu lagiboleh tidak bolehakan kutambahkan di baris terakhirselamat ulang tahun nuni renzani

, 12 maret 2005

Sekular barat berkata,Waktu adalah dollar di dalam kantungNamun Hasan Al-Bana berkata,Waktu adalah pedang, potong atau terpotong.

Waktu..Alam terus menari dalam simfoninyaWaktu..Umur manusia didikte olehnyaWaktu.. setiap detaknyamemakukan kita di persimpangan jalanjalan Tuhan atau jalan setan

Rentang waktu..semoga tak melalaikan kitatuk terus berjalan di jalan-Nya---------

Matahari pagi, cahayamu membuatku lebih dapat menikmati sunyi dengan cara yang kepedihan sukai. Aku membaca malam yang bungkam, ketika lelap telah menanti di ujung gelap yang kaugenggam. Aku hanyalah cahaya tipis yang mencoba memberi hangat di langitmu setelah gerimis. Semakin aku ingin melupa, semakin ramah kenangan itu menyapa. Oranye senja mekar di pelupuk matamu. Seperti warna yang telah mengelupas di hati. Diperlukan satu alinea lagi. Mungkin di sana kebahagiaanmu berhasil kutuliskan. Di atas kesederhanaan, bahagia datang dari keikhlasan. Kala sanubari dijejali kerumitan. berusaha menjelma jadi rindu yang kau mau, tapi sejenak kemudian aku tersadar, ini semua samar. Aku terkunci di sudut matamu. Itulah kenapa saat air matamu mengalir, akulah yang paling sedih di muka bumi. Salah satu dari kita akan merasakan gerimis, ketika waktu mengulang kisah yang dulu teramat manis. Malam pekat bergulat dengan rinai hujan. Di bawah bau basahnya, rindu jadi kota-kota mati tak bertuan. Biar diorama makin menjelaskan bahwa kita ini bukan sepatu yang disepasangkan. Karena hatimu cahaya malam, berkibar benderang seanggun bulan, taman langit pun akan layu, tanpa siraman dari parasmu yang ayu. Delusi!. Sore ini, matamu saja cukup mewakili cokelatnya senja. Mata yang biasa menabur debar ketika kelopaknya kaukedipkan. Sepertinya lelah ini tak butuh direbahkan, ketika hasratku tiba-tiba tumbuh, diracuni aroma yang kuunduh dari wangi dadamu. Beri tempat untuk rasa sakit. Tanpanya, bahagia takkan terasa. Sepinya waktu merantai hati, melingkar menyesak malam, menjerit lirih dalam diam, hanya nafas rindu menjadi obrolan. Langit begitu luas terbentang sampai seberang samudra tanpa batas , adakah kau lihat langit yang sama disana ? ~. Aku mengingatmu ketika aku melihat langit sore hari. Jingga pada awan di sana serupa rona wajahmu yang memesona. seorang perempuan melambaikan tangannya, di ujung sajak. sejak itu, di desaku, hujan hanya turun, dari mata yang terluka. Dengar, aku adalah sungai kering, dan kaulah lautan. Cinta kita hanya saling sapa saat musim penghujan. Bisakah kau membungkam debar tanpa menyesakan dada, pagi ini aku memenuhi rongga dada dengan doa. Menjelmalah menjadi apa saja, tubir cangkir kopi atau remahan roti, itu sudah cukup bagiku tuk habiskan pagi. Lalu angin membelai wajahmu di beranda itu, adakah kauingat aku, sebagai tangan doa tak nampak, membelai menimang rindumu. setiap pagi: embun adalah lelehan air mata kerinduan, yang tak mampu lagi diterjemahkan menjadi sebuah pertemuan. Sunyi selalu memaksaku berkarib dengan dentam jam. Satu hal kupelajari, bahwa saat kita hanya mampu diam, ia terus berjalan. Mentari sudah sedemikian terang membasuh pagi, namun rindu masih berkalut mendung dalam ruang-ruang semu di hati. seorang membisikkan sebuah kalimat ke dalam hujan. setelah reda: pohon-pohon bernyanyi dan kita jadi gema. pagi: cuma kabut, gerimis, dan mimpi, yang masih mengenalmu. Selaut sabar dan segunung tegar yang menghampar di semesta hatimu, membuatku nyaman menuangkan segenap persoalan yang menyesak dada.~ aku bermimpi berada di antara langit dan bumi. di sana, kutemukan lautan dengan ombak lembut dan buih-buih menggumamkan namamu. Kita adalah sepasang musuh yang romantis, hati saling bunuh dengan wajah yang manis, cinta memaksa kita pandai bersandiwara. tak ada yang mengetahui kemana perginya matahari pagi ini, selain seorang perempuan, yang menciptakan mendung dari lambaian tangannya. lengan menganyam hangat selimut cinta. : kau takkan menemukanku dalam sajak yg kutulis, aku hanya kata, yg mengintip kebahagiaanmu dari balik senja. seorang menuruni bukit, malam menawarkan keabadian. dan kita terdiam di suatu meja; bisu dalam perih masing-masing. seekor kupu-kupu berpetualang ke dalam pikirannya sendiri, demi mencari setangkai mawar, yang pernah mekar, di jantungku. setangkai bunga jatuh dari langit matamu. kupu-kupu di lukaku, pergi mengepakkan sayap, meski harus melawan perihnya. Sore ini aku tak mampu menebak seperti apa warna senja itu. Yang aku ingat, pernah ada warna terbaik yang kurekam dari tatapan matamu. telah kubuatkan untukmu, mahkota dari daun-daun, berasal dari 70 ranting pohon yang tumbuh di antara langit dan bumi. Senja juga termasuk dongeng, yang belum sempat kauceritakan sebelum aku lelap, memejam tabah memimpikan pulangmu. di tebing itu, kuteriakkan namamu; tak ada gema yg kembali, hanya ada lambaian tanganmu, dari arah terbenamnya matahari. Terpujilah pagi ini. Aroma surga terhembus, dari asap kopi buatan perempuan yang mendoakan lelakinya sebelum berangkat kerja. Rapalkan harap di atas langit pagi yang masih bersemangat. Di sampingmu, aku mengamini segala doa baik tersebut. Lantas aku harus bicara kepada siapa jika kepedihanmu terus saja membisu, bukankah cinta berawal dari mata yang saling bicara?. Pada pagi yang masih dini. Ingatanku merapalkan namamu. Mataku memejam melukis rupamu. Semoga asaku sampai pada jantungmu. Di puisiku, kau adalah rahasia yang menampung kenangan. Di matamu, rindu terlampau ranum untuk dikisahkan. Ketika hujan ini reda, jadilah apa saja dalam hangatku. Sebab engkau; dingin yang tak mampu terukur suhu tubuhku. Sayang, pagi ini doa tercekik diantara bantal kenang, bengal gigil memaksa air mata melebur banjir, dan sajadahku masih basah tentangmu. Pada wajah kopi, pagi ialah kamu--yang kupaksa bertamu, segerombolan cangkir nyengir menertawakan takdir yang semakin nyinyir. Pada perempuanku yang bernama sunyi, ialah dia pesolek wajah basah, di sekujur air mata kekeringan melanda rasa. Jatuh cinta itu seperti menjilat eskrim. Dan sajak ini, caraku membersihkan lumernya, yang terserak di bibirmu. Semua cahaya di langit dinyalakannya, malam sedang berbunga-bunga seolah dia sedang jatuh cinta. Lelaplah, istirahatkan lelah. Sementara doaku, menyusup pada gelisah nyamuk yang mengitari lampu kamarmu. Di negeri insomnia, meneguk kopi ialah menjaga pagi, dan ampasnya ialah harapan-harapan agar mata yang layu segera ditidurkan. Aku ingin berkali-kali mati seperti para syuhada mencium harum maut, di matamu, di relung rindu yang ditilawatkan puisi. Barangkali, embun-embun pagi diciptakan agar rindu-rindu diterjemahkan sebagai basah kesejukkan. sebab sepi kerap merupa rindu yang kaubenamkan ke bantalmu. Campurkan air mata, jika kau ingin tenggelam, lalu binasa.Malam sedang hujan, Diambang resah, kau serupa bangkai semut yang mengambang di arus air mataku mengalir sebagai rindu.Tersenyum di depanmu kujadikan cara untuk berkata, Jatuh cinta adalah rasa jenaka yang diambil dari bahasa para dewa

Satu Alinea Lagi