nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...portland sehingga...

48

Upload: phamhanh

Post on 02-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang
Page 2: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang
Page 3: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang
Page 4: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

UNDERNEATH THE STARS

oleh D. Wijaya

© D. Wijaya

Desain sampul oleh D. Wijaya

322 halaman

Diterbitkan melalui:

www.nulisbuku.com

Page 5: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

Untuk kalian yang belum melepaskan,

yang sudah melepaskan,

dan yang masih belajar untuk melepaskan.

Page 6: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang
Page 7: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

“Beri aku satu kesempatan lagi,” kata Cath.

Gadis kecil itu membalas, “Aku sudah memberimu dua.”

“Satu lagi. Kumohon...”

“Kau belum mengerti juga? Kau tidak akan melangkah ke mana-mana.”

“Jadi, apa yang harus kulakukan?”

“Maafkanlah. Kemudian terimalah.”

—Change My Past

Page 8: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang
Page 9: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

1

1

NTUK sementara, dari ruang tamu ini hanya terdengar

suara keriang-keriut kipas angin yang berputar lambat di

langit-langit. Alasan penting kenapa kipas angin itu sampai

dihidupkan adalah karena musim panas sedang membakar kota

Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September

nanti, Portland yang biasanya hampir tidak mendapat jatah sinar

matahari akan menjadi kota yang kering dan berlimpah sinar

matahari. Suhunya sulit diprediksi dan hari ini suhu mencapai kira-

kira 28 derajat Celcius.

Selain kipas angin itu—yang memang mendatangkan banyak

angin, tapi tidak banyak membantu dalam mengusir gerah, ruang

tamu dijejali dengan satu set sofa dan sebuah meja kopi. Bibi

Marla meletakkan dua gelas jus jeruk di atas meja itu dan berkata,

“Kau harus melakukan sesuatu, Drew. Buatlah perubahan.”

Aku meraih salah satu gelas dan menandaskan isinya.

Kemudian aku mendaratkan punggungku yang berkeringat ke

sandaran. “Aku baik-baik saja.”

“Hidup seperti sebatang ranting kering dengan ranting-ranting

lain berada di luar radius minimal sepuluh meter tidaklah sehat

dilihat dari segi mana pun. Itu artinya kau tidak baik-baik saja.”

U

Page 10: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

2

“Tidak seburuk itu.”

“Oh, ya?” Paman Luke datang dengan seember cat dinding,

dua kuas rol, dan beberapa lembar koran bekas. “Kalau benar

tidak seburuk itu,” kata Paman sambil meninggalkan ember di

lantai, “coba ceritakan kepada kami apa saja yang sudah

kaulakukan untuk mengisi liburan musim panasmu sebulan

belakangan.”

Aku merasa tertantang. “Aku menonton film.”

“Sendirian,” timpal Bibi.

“Membaca buku.”

“Sendirian.”

“Lihatlah,” kata Paman, “betapa banyak teman yang sudah

kaudapatkan selama liburan musim panas tahun ini.”

Paman menghampiri meja kopi dan menyambar gelas yang

satunya. Ia minum dan mendesah puas. Aku terdiam dan menekuk

bibir.

“Omong-omong, perasaanku saja atau kau memang tidak pergi

ke pesta ulang tahun temanmu? Siapa namanya sekali lagi?” Bibi

bertanya.

“Sarah. Dan tidak, aku memang tidak pergi.”

“Nah...”

“Ayolah, Bi. Dia mengundangku cuma karena dia ingin

menyombong dengan mengundang sebanyak mungkin orang yang

bisa dia undang. Aku bahkan tidak benar-benar mengenalnya.”

“Kau tahu, Drew,” ujar Paman, “pikiran seperti itulah yang

membuatmu tertahan di sini, membantu kami membersihkan

gudang dan mengecat ruang tamu alih-alih menghabiskan waktu

Page 11: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

3

mudamu yang menyenangkan di perkemahan musim panas entah

apa dan mencoba berteman.”

“Bukannya kami tidak suka kau berdiam diri terus di rumah,”

sambung Bibi. (Paman dan Bibi melakukan ini kadang-kadang—

menyambung perkataan satu sama lain. Seperti pikiran mereka

saling terkoneksi. Aku penasaran bagaimana rasanya menyambung

perkataan orang lain dan membiarkan orang lain menyambung

perkataanmu; bagaimana rasanya terkoneksi dengan seseorang?)

“Tapi, cobalah cari teman. Kau sudah tujuh belas tahun. Kau

punya hak yang sama seperti semua remaja umur-tujuh-belas-

tahun lainnya untuk menikmati hidup.”

Menikmati hidup. Itu hal yang asing buatku.

“Ikutilah saran kami,” kata Paman. “Cobalah sekolah asrama.”

Aku mendesah. Ide itu lagi.

Kami sudah pernah membahas ini sebelumnya. Menurut

mereka, aku tidak punya teman di sekolah biasa mungkin karena

aku hanya bertemu dengan “teman-teman” sekolahku selama

beberapa jam dan itu hanya di sekolah. (Aku tidak terlalu ingin

bertemu dengan mereka di luar sekolah.) Sementara jika di sekolah

asrama, aku tidak hanya akan bertemu dengan “teman-teman”

sekolahku di sekolah, tapi juga di asrama. Jadi, mungkin itu bisa

membantu.

Pertama kali mereka mencetuskan gagasan itu, aku nyaris

mengkritik betapa kesimpulan itu diambil dengan begitu mudah

dan hampir menjurus ke percobaan untuk membodoh-bodohiku.

Tapi, sungguh, ketika aku mulai mempertimbangkan gagasan itu,

aku bukannya berhasil dibodoh-bodohi. Aku hanya merasa telah

Page 12: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

4

berutang banyak kepada mereka, dan jika pergi ke sekolah asrama

bisa membuat mereka senang dan berhenti—atau menjadi lebih

sedikit—mencemaskanku (karena sepertinya mereka tidak akan

pernah berhenti mencemaskanku), aku bersedia saja

melakukannya.

Lagi pula, aku ini tidak antisosial—aku tidak separah itu walau

Bibi bilang aku separah itu. Sama seperti orang banyak, aku juga

ingin memiliki teman. Tidak perlu banyak, cukup beberapa teman

dekat saja. Tapi, setiap kali aku berada dalam sebuah lingkaran

pertemanan, aku selalu merasa tidak pantas berada di sana. Mereka

tidak mengatakannya, hanya saja aku yang terlalu sadar diri.

Mereka punya banyak hal yang bisa dibagi: cerita-cerita lucu, masa

lalu yang seru dan menyenangkan, sementara kehidupanku tidak

menyisakan apa-apa untuk dibagi. Pada akhirnya, aku akan

menarik diri dan keluar dari lingkaran itu. Kemudian aku mencoba

masuk ke lingkaran lain dan merasakan hal yang sama. Lingkaran

lain, lalu menarik diri lagi. Sampai aku enggan mencoba lagi karena

lelah merasa tidak pantas berada di lingkaran mana pun.

“Drew...” Bibi memanggil.

“Kalau aku pergi ke sekolah asrama, kalian harus janji tidak

akan memaksaku mengunjungi Mom untuk waktu yang sangat

lama.”

Bibi Marla menatapku. Air mukanya berubah. Aku menyesal

telah menyebut-nyebut Mom.

“Ayolah, Bi. Jangan menatapku dengan tatapan kasihan seperti

itu.”

Page 13: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

5

Bibi menipiskan bibirnya. Ia mendekat dan memelukku. Semua

yang aku pikirkan waktu itu adalah betapa pelukan itu sangat tidak

menentramkan.

Bibi mendesah. “Kau masih terlalu muda...”

“Kami janji,” kata Paman.

Bibi menguraikan pelukannya. “Tapi, Luke—“

“Kita tidak bisa terus-menerus memaksanya,” sela Paman.

Bibi tidak membalas.

Selama beberapa saat tidak ada yang bersuara. Kemudian aku

berdiri, mengambil kuas rol, dan mencelupkannya ke dalam cairan

kental berwarna biru pastel. “Satu lagi. Aku tidak mau ada pesta

perpisahan. Kalau aku akan berpisah dengan „teman-teman‟ dari

sekolah lamaku, hal terakhir yang aku inginkan adalah menghabis-

kan waktu bersama mereka di sebuah pesta perpisahan yang

konyol dan membosankan.”

Aku berbalik. Paman dan Bibi menatapku, tapi tidak

mengatakan apa-apa. Kipas angin di langit-langit masih berkeriang-

keriut.

“Aku serius.”

Lalu mereka tertawa.

Page 14: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

6

2

ADI, ini dia daftar sekolah asrama yang Paman dan Bibi

serahkan lima menit setelah aku setuju akan pergi ke sekolah

asrama tahun ini. (Mereka sudah menyiapkan daftar ini dari jauh-

jauh hari.)

1. Walters High School di Portland

2. Lewis Preparatory High School di Beaverton

3. Rockburgh High School di Hillsboro

4. Sprucebrook Boarding High di Seattle

5. Clovepath High di Nebraska (Nebraska? Mereka pasti

bercanda.)1

6. Pinewell High School di Minnesota (Minnesota? Mereka

benar-benar bercanda.)2

7. Autumnmont Preparatory High di Florida3

“Florida?!” Aku menatap Paman dan Bibi bergantian. “Kalian

mau mengusirku dari Portland, ya?”

1 Kira-kira 1.500 mil dari Portland (23 jam perjalanan darat) 2 Kira-kira 1.800 mil dari Portland (28 jam perjalanan darat) 3 Kira-kira 3.000 mil dari Portland (45 jam perjalanan darat)

J

Page 15: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

7

Paman terkekeh.

Bibi menjawab, “Sesungguhnya, itulah yang terbaik di antara

enam yang lain. Autumnmont fokus mempersiapkanmu agar kau

bisa masuk ke universitas.”

Aku meletakkan daftar itu di atas meja. “Ada banyak sekolah

yang bisa mempersiapkanku tanpa aku harus terbang ke Florida. Ya

ampun, Bi. Portland ke Florida itu kan dari ujung ke ujung.”

“Well, kami kan tidak memaksamu terbang ke Florida. Ada

tujuh pilihan di kertas itu.”

Aku mendengus. “Aku pilih—”

“Tapi, Autumnmont benar-benar bagus.”

“Aku tidak butuh sekolah yang benar-benar bagus dan aku

tidak butuh Florida.”

“Kau yakin?”

“Bi...”

“Baiklah, baiklah... Terserah kau saja.”

“Aku pilih Walters.”

Paman tiba-tiba tertawa.

Aku menaikkan alis. “Apa?”

Bukannya menjawab pertanyaanku, Paman malah menoleh ke

Bibi. “Sayang...”

Bibi bangkit dari sofa dan meninggalkan ruang tamu. Ia

kembali sebentar kemudian dan menyerahkan lima puluh dolar

kepada Paman sambil agak bersungut.

Aku mengernyit. “Ada apa?”

“Jadi, begini, Drew,” kata Paman seraya mengantongi lima

puluh dolarnya. “Kami berdua sepakat jika kau memutuskan untuk

Page 16: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

8

menarik satu langkah menuju perubahan besar dengan pergi ke

sekolah asrama, maka kemungkinannya cuma dua: kau akan pergi

ke sekolah asrama yang terdekat atau terjauh dari Portland.

Sebenarnya kami berdua sama-sama yakin kau akan memilih yang

terdekat. Tapi, karena kami ingin bertaruh dan kami tidak bisa

bertaruh untuk satu pilihan yang sama, maka kami melakukan undi

dengan koin, yang berakhir dengan bibimu bertaruh untuk „yang

terjauh‟ sementara aku untuk „yang terdekat‟. Dan tentu saja—

bahkan bibimu sendiri yakin—akulah yang bakal memenangkan

taruhan.”

Paman terkekeh. Aku bersumpah, mereka memang sudah

seperti ini sejak aku mengenal mereka. Sebagian dari diri mereka

masihlah remaja laki-laki dan perempuan usia belasan tahun.

Mungkin akan selalu begitu.

“Apa mungkin kau berubah pikiran dan membuatku

memenangkan taruhan?” tanya Bibi berharap.

“Tidak.”

Bibi cemberut. Itu membuat Paman tertawa lagi.

Aku beralih ke daftar sekolah tadi dan menatap pilihan nomor

satu dengan lekat, seolah-olah hurufnya bakal bergerak sendiri

untuk membentuk sesuatu yang lain, seperti anagram.

Walters High School.

Aku bertanya-tanya apakah ini keputusan yang tepat?

Page 17: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

9

3

ABTU itu adalah hari keberangkatanku.

Paman dan Bibi sudah menunggu di halaman depan saat

aku keluar rumah dengan menyeret dua koper besar. Paman

membantuku menaikkan koper-koper itu ke bagasi mobil.

“Mau menemui ibumu dulu sebelum berangkat?” tanya Bibi.

“Bi, kita sudah membicarakan ini.”

“Aku tahu. Aku tidak memaksamu. Aku cuma bertanya.”

“Tidak.”

Bibi tampak tidak setuju, tapi tidak mengatakan apa-apa.

Aku berputar dan memandangi rumah Paman yang tidak

banyak berubah semenjak aku pindah ke sini tujuh tahun yang lalu.

Tinggal bersama Paman dan Bibi membuatku merasa lebih baik.

Sebelum itu, malam-malamku adalah malam-malam yang penuh

dengan tangisan dan mimpi buruk.

“Drew...” Paman memanggil.

Aku memandangi rumah itu beberapa detik lagi. Kemudian aku

masuk ke dalam mobil.

Bibi mengenakan sabuk pengaman. Paman menyalakan mesin.

Sebentar kemudian, wagon hitam Paman pun menjadi satu-satunya

kendaraan yang membelah Northeast Avenue 54.

S

Page 18: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

10

Aku membalikkan badan. Rumah Paman mengecil dengan

perlahan, lalu hilang di antara jajaran pohon amur maackia dan

tiang-tiang listrik.

Dua puluh menit berlalu dan hanya butuh sekitar empat puluh

menit untuk tiba di Walters High School. Aku menempelkan

kepala ke kaca jendela. Getaran mesin mobil menggelitik pelipisku.

Pepohonan yang mengapit jalanan melesat semu ke belakang,

daun-daunnya bergoyang ditiup angin, pertanda musim panas akan

segera berakhir sebagaimana seharusnya di bulan September.

Dua puluh menit lagi dan aku akan selangkah lebih dekat

menuju perubahan besar yang dibicarakan Paman.

Perubahan besar.

Dan sementara Paman dan Bibi mengobrol di antara lagu yang

mengalun samar-samar dari radio, aku bertanya-tanya sebesar apa

perubahan yang akan aku dapatkan?

Di hadapanku Walters High School tampak seperti gedung

berbentuk huruf U siku yang terbalik. Berdiri di halamannya,

terkepung oleh bangunannya dari depan, sayap kiri serta sayap

kanan, aku mendongak dan menyaksikan betapa Walters memiliki

gedung yang tinggi dan kokoh. Dindingnya tersusun atas jutaan

batu bata berwarna oranye kecokelatan yang dibiarkan telanjang

tanpa lapisan semen dan cat.

“Kau yakin tidak mau kami antar ke asrama?” tanya Bibi.

Aku menggeleng. “Aku jalan kaki saja. Sekalian mau lihat-

lihat.”

Page 19: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

11

Bibi mengangguk. “Salam perpisahan, kurasa?”

Aku tersenyum kecil. “Aku akan merindukan kalian.”

Bibi memberiku pelukan singkat. “Kami juga.”

Paman menepuk pundakku, tersenyum membenarkan.

“Kau bisa telepon kami kapan pun kau mau. Ada telepon

umum di asrama,” beritahu Bibi untuk yang ke... entahlah, aku

tidak ingat. Meski begitu, aku tetap mengangguk.

Siswa Walters dilarang membawa telepon genggam. Aku tidak

masalah dengan itu karena (1)aku tidak sering menggunakan

telepon genggam, (2)isi telepon genggamku tidak ada yang

sebegitu pentingnya sampai menuntut untuk dibawa ke mana-

mana, (3)tidak akan ada “teman” yang menghubungiku, sehingga

secara keseluruhan (4)telepon genggam agak tidak berguna bagiku.

“Kau akan pulang untuk Thanksgiving, kan?” tanya Bibi.

“Ya.”

Bibi tersenyum.

“Baiklah,” kata Paman. “Asrama siswa ada di belakang gedung

ini. Nanti kau akan melihat dua gedung asrama. Asramamu yang

sebelah kiri. Pembagian kamarnya ada di papan pengumuman di

lantai satu.” Paman yang mengurusi pendaftaranku dan semuanya.

Aku mengangguk mengerti, lalu mulai menyeret kedua

koperku.

“Drew...”

Aku berhenti dan berputar menatap Bibi.

“Bertemanlah,” katanya.

Aku mengangguk.

Bibi melambaikan tangannya. Paman masuk ke dalam mobil.

Page 20: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

12

Aku kembali berjalan. Sejenak kemudian aku mendengar deru

halus mesin mobil. Saat aku menoleh ke belakang, wagon hitam

Paman telah melaju melewati gerbang, lalu hilang ditelan persim-

pangan.

Kupandangi gedung sekolah baruku sekali lagi.

Selamat datang di perubahan besar, Drew.

Setelah menarik puluhan langkah—dan kini gedung sekolah ada di

belakangku, aku mendapati padang rumput terbentang luas di

hadapanku. Rumputnya hijau dan tingginya tidak sampai mata kaki

sehingga untuk membayangkan seperti apa padang rumput yang

aku bicarakan ini, kau bisa membayangkan sebuah lapangan sepak

bola, minus gawang dan garis-garis putih itu, lalu bayangkan

luasnya dikali dua—kira-kira begitulah.

Dari kejauhan aku bisa melihat dua asrama yang dibicarakan

Paman. Keduanya identik dan saling berhadapan. Dindingnya juga

berupa susunan batu bata tanpa lapisan semen dan cat.

Aku melintasi padang rumput dan menuju gedung asrama yang

sebelah kiri. Ketika aku sampai di depan pintu, kedua lenganku

yang kurus sudah pegal-pegal padahal kerjanya cuma menyeret

koper. Suasananya masih sepi meski besok adalah tenggat waktu di

mana semua siswa sudah harus berada di asrama.

Aku masuk dan langsung menghampiri papan pengumuman di

dekat pintu. Aku sudah mendapatkan kunci kamarku, tapi aku

belum tahu kamarku yang mana. Jadi, aku membaca salah satu dari

dua selebaran panjang yang berisi informasi pembagian kamar.

Page 21: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

13

Selebaran itu dipenuhi coretan pen dengan gaya tulisan dan tingkat

kesulitan untuk dibaca yang bervariasi.

Di kamar 103 ada Chloe Wright dan Ella Allen. Nama Chloe

Wright dicoret satu kali. Di atasnya ada tulisan yang kecil-kecil dan

miring: “Jangan dia lagi!”. Nama Ella Allen pun tercoret. Tulisan di

atasnya berbunyi: “Mimpi buruk!”.

Di kamar 106 ada Jayden Powell dan Riley Hood. Kedua nama

itu tidak tercoret. Jadi, mungkin mereka teman sekamar yang akur

tahun lalu. Mungkin juga mereka separah Chloe dan Ella dan

alasan kenapa mereka belum mencoret nama satu sama lain adalah

karena mereka belum tiba di asrama. Mungkin juga mereka murid

baru, sama sepertiku.

Aku suka memikirkan “mungkin”.

Aku mencari namaku, berusaha mengabaikan tulisan-tulisan

yang lain, sebab jika tidak, aku akan berdiri menghadap papan

pengumuman sampai kira-kira setengah jam ke depan, membaca

tulisan-tulisan mengerikan itu sambil menerka-nerka seperti apa

hubungan mereka sebagai teman sekamar tahun lalu, yang

sebenarnya tidak berguna bagiku.

Agak sulit menemukan namaku karena namaku ternyata sudah

dicoret dan diberi catatan: “Akhirnya dapat teman sekamar!”.

Teman sekamarku bernama Ethan Russell. Sepertinya ia tidak

berbagi kamar tahun lalu. Kami menempati kamar 301 di lantai

tiga. Aku menyeret koper dan naik ke sana.

Tidak ada siapa-siapa di kamar saat aku masuk. Aku

menyisihkan waktu sebentar untuk mengedar pandangan dan

menilai kamar baruku.

Page 22: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

14

Tidak terlalu luas. Ada dua ranjang berukuran single yang

masing-masing diletakkan menempel ke sudut kanan dan kiri

kamar. Sebuah meja belajar ditempatkan di antara kedua ranjang

itu, menghadap jendela, sementara meja belajar yang lain

diposisikan di ujung ranjang sebelah kanan. Dua lemari pakaian

didempetkan di ujung ranjang sebelah kiri. Kamar mandi ada di

sebelah kiri dekat pintu masuk dan kulkas ada di sebelah kanan.

Sebuah tas tergeletak di atas ranjang sebelah kanan. Itu berarti

Ethan Russell sudah sampai dan mengklaim ranjang itu sebagai

miliknya sampai setidaknya satu tahun ke depan. Jadi, aku menuju

ranjang sebelah kiri.

Aku mengempaskan bokong ke ranjang, lalu merenggangkan

lenganku yang sesungguhnya butuh sedikit tambahan massa otot.

Aku baru akan berbaring dan mencoba kasurnya saat pintu kamar

mengayun terbuka.

Seorang remaja laki-laki berdiri tepat di bawah gawang pintu.

“Drew Olson, benar?” tanyanya.

Aku mengangguk.

“Siswa baru, benar?”

Aku mengangguk lagi.

Remaja itu menyegir seperti kuda. Giginya putih dan berderet

rapi. “Aku Ethan Russell. Kita teman sekamar. Dan kalau kau

cukup pintar dan sekilas kulihat kau memang cukup pintar, dari

catatan manis yang aku berikan untuk namamu, kau pasti bisa

menebak kalau aku ini anak Walters sejak tahun lalu. Jadi, kurasa

aku perlu mengucapkan ini: Selamat datang di Walters! Tadi

kulihat kau berjalan ke sini—tidak ada mobil mahal. Jadi, kurasa

Page 23: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

15

aku juga harus mengucapkan ini: Selamat bergabung di kelompok

anak biasa! Aku mau mencari Emma. Katanya dia tiba hari ini.

Mau ikut?”

(Ya Tuhan, kapan anak ini mengambil napas?!)

“Tidak.” Pertama, aku tidak tahu siapa Emma itu. Kedua—aku

menunjuk koperku dengan dagu—“Aku mau beres-beres dulu.”

Ethan mengangguk. “Lemarimu yang sebelah kanan.”

Kemudian, wush, ia pergi.

Aku menarik salah satu koper mendekat. Aku baru akan

membuka risletingnya saat tiba-tiba saja perkataan Bibi terngiang-

ngiang dalam kepalaku.

Bertemanlah... Bertemanlah... Bertemanlah...

Seperti mantra hipnotis.

Aku bangkit dan beranjak ke pintu. “Hei,” aku berseru kepada

Ethan yang sudah lumayan jauh.

Ia berhenti dan berbalik.

“Aku ikut.”

Ia menyengir. “Kau boleh memanggil namaku atau menjuluki-

ku. Terserah kau,” katanya saat aku berdiri di sampingnya.

Aku menilainya sebentar. Ethan sedikit lebih tinggi dariku. Aku

bisa menjulukinya “Si Tinggi”. Atau “Si Cokelat” karena kulitnya

berwarna cokelat, mungkin hasil dipanggang musim panas. Bisa

juga “Si Bengkok” karena hidungnya mancung dan sedikit

bengkok. Tapi, aku sudah memutuskan. “Ethan saja.”

Ethan mengangguk. “Ethan Saja bagus juga.”

Page 24: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

16

4

THAN dan aku berbelok berkali-kali. Berjalan bersamanya

membuatku capek—tunggu, kami bahkan tidak benar-benar

berjalan bersama—karena (1)kami sepertinya berbelok di setiap

persimpangan koridor yang ada dan (2)selain punya kemampuan

bicara-panjang-tanpa-kehabisan-napas, ternyata Ethan juga punya

kemampuan keren berjalan-tanpa-menapak-lantai sehingga, (3)

setiap kali aku berhasil menyejajarkan langkah dengannya, dua

detik kemudian ia sudah melesat sekitar empat langkah di depan-

ku. Jadi, ketika akhirnya ia berhenti di depan pintu nomor 308, aku

perlu menarik lima langkah lagi sebelum benar-benar berdiri di

dekatnya.

Ethan mengetuk pintu di depan kami dua kali. Ketika aku

berpikir ia berhenti sampai sana, ia mengetuk sekali lagi. Tidak

butuh waktu lama sampai pintu itu berderit terbuka.

“Hai, Kelly. Emma sudah sampai?” Ethan bertanya pada gadis

kurus-tinggi yang membukakan pintu.

“Belum,” sahut Kelly. Ia menoleh padaku.

“Ah, ya, kenalkan,” kata Ethan, “Ini Drew.” Ia meletakkan

sebelah tangannya di pundakku. “Drew, ini Kelly.”

“Kelly Harper,” ujar Kelly tanpa mengulurkan tangan.

E

Page 25: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

17

“Drew Olson.” Aku juga tidak mengulurkan tangan.

“Kalau tidak ada lagi yang lain, tolong tinggalkan aku sendiri.

Aku perlu waktu untuk merenung kenapa aku belum juga

memutuskan untuk keluar dari sekolah membosankan ini.”

Dengan berkata seperti itu, bahkan tanpa menunggu Ethan dan

aku membuka mulut (tapi, tentu saja aku tidak akan membuka

mulut), Kelly membanting pintu kamarnya di depan kami dan

meninggalkan suara bedebam yang menjalar ke sepanjang koridor.

Ethan menoleh ke arahku. “Punya sedikit gangguan mental, dia

itu. Kita tunggu Emma di luar saja. Dia pasti tiba sebentar lagi.”

Ethan kembali mengerahkan kemampuan berjalan-tanpa-

menapak-lantai miliknya. Kami turun ke lantai dasar. Ethan

menyapa beberapa orang saat melewati papan pengumuman. Aku

diam saja.

Kami menunggu di luar pintu masuk asrama.

Berbeda dengan beberapa saat yang lalu ketika aku tiba, kini

ada sekumpulan remaja laki-laki di depan pintu masuk asrama

seberang. Mereka tinggi-tinggi dan mengenakan pakaian yang

bagus-bagus. Seorang siswa melintas di depan mereka sambil

menyeret koper, tapi, eh, seseorang dari kumpulan remaja itu

menjegal kakinya sampai siswa itu terjatuh. Kumpulan remaja itu

tertawa.

“Collin,” gumam Ethan.

“Apa?”

“Anak yang dijegal itu, namanya Collin. Dia mengalami masa

yang berat tahun lalu gara-gara tinggal di asrama seberang. Tahun

Page 26: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

18

ini tampaknya tidak akan lebih baik. Sebagian besar anak keren

tinggal di asrama seberang.”

“Anak keren?”

“Kaulihat kumpulan anak laki-laki di sana?”

Aku mengangguk.

“Merekalah anak keren. Yang pakaiannya bagus-bagus, yang

diantar ke mana-mana dengan mobil mahal, yang punya rumah

besar untuk pulang setiap liburan.

“Di sini siswa-siswinya terbagi atas dua kelompok: anak biasa

dan anak keren. Kelompok anak biasa terbagi lagi: anak biasa yang

diganggu oleh anak keren dan anak biasa yang tidak atau belum

diganggu oleh anak keren.

“Sampai saat ini aku termasuk dalam kelompok anak biasa yang

tidak atau belum diganggu. Aku sedikit bersyukur untuk itu. Bukan

karena aku takut diganggu atau apa. Aku cuma begitu membenci

mereka sampai-sampai aku tidak mau berurusan dengan mereka

sedikit pun. Dan sebagai orang yang sudah melewatkan satu tahun

di sini tanpa diganggu oleh mereka, saranku adalah jika kau tidak

ingin diganggu, bersembunyilah dari mereka, jauh-jauh dari radar

mereka.”

Aku mengangguk. Satu hal mengenai diriku: aku ahli dalam

“bersembunyi”. Saking ahlinya, tahun lalu, ada tiga orang di kelas

Biologi yang tidak bakal sadar mereka punya teman sekelas

bernama Drew Olson kalau saja tidak ada tugas yang

menempatkan kami dalam satu kelompok. Bibi menyebut itu

sebagai bencana. Andai Bibi tahu keahlian “bersembunyi”-ku

ternyata akan berguna di sini.

Page 27: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

19

Kami sudah menunggu agaknya sepuluh menit, dan kumpulan

anak keren itu masih ada di seberang saat sebuah SUV hitam

berhenti di tengah halaman. Seorang remaja laki-laki keluar dari

kursi penumpang. Kumpulan anak keren tadi menghampirinya.

“Biru,” kata Ethan.

“Hah?”

“Dia dijuluki Biru. Anak keren, tapi satu-satunya anak keren

yang tidak—belum—berengsek.”

“Kenapa dijuluki Biru?”

“Kau bakal tahu sendiri.”

Aku memandangi Biru dari tempatku berdiri. Untuk tiga detik

yang singkat, ia balik memandangiku. Kemudian Ethan

mengajakku untuk menunggu Emma di dalam saja.

“Jauh-jauh dari radar mereka,” Ethan mengingatkan.

Ethan berjalan sambil menyanyikan refrain lagu Cool Kids. Ia

mengganti lirik yang seharusnya:

I wish that I could be like the cool kids

Cause all the cool kids, they seem to fit in

I wish that I could be like the cool kids

Like the cool kids

menjadi:

I wish that I could be like the cool kids

Cause all the cool kids easy to kick ass

I wish that I could be like the cool kids

Want to kiss ass

Page 28: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

20

Dua puluh menit kemudian Emma yang ditunggu-tunggu

akhirnya tiba. Ia memperkenalkan diri sebagai Emma Morrison. Ia

adalah gadis manis dengan bintik-bintik kecokelatan di hidung dan

pipinya. Seperti bintang-bintang di langit malam, hanya saja tanpa

konstelasi.

Page 29: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

21

5

ALAM pertamaku di asrama, Ethan keluar dari kamar

mandi hanya dengan mengenakan celana pendek. Aku

sedang memindahkan isi koperku bergantian ke lemari pakaian dan

meja belajar. (Aku dapat meja belajar yang menghadap jendela.)

Ethan meraih cutter yang kuletakkan di atas meja. Aku merebut

cutter itu darinya dan melemparkan benda itu ke dalam laci. Ethan

mengangkat bahu, lalu berbaring di ranjangnya. Aku meneruskan

memindahkan isi koperku.

M

Page 30: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

22

6

AHUN ajaran baru di Walters resmi dimulai hari ini.

Pagi ini, ketika aku bangun, setelah mengucek mata

sambil menguap panjang, aku mendapati Ethan sudah menghilang,

meninggalkan selimut yang bergulung kusut di ujung ranjang.

Aku beringsut dan menurunkan kedua kakiku sampai menyen-

tuh lantai. Aku punya kaki yang panjang. Bibi mengatakan dari

sanalah aku mendapatkan tinggiku yang 174 sentimeter. Aku

melirik jam beker di atas meja belajar. Delapan lewat dua atau tiga

menit. Aku masih punya kira-kira dua puluh lima menit sebelum

menghadiri kelas pertamaku di Walters.

Aku mendapatkan jadwal kelasku kemarin. Di periode pertama

hari ini aku ada kelas Geometri, lalu kosong di periode kedua.

Periode ketiga adalah kelas pilihan dan aku memilih Pemrograman

Komputer. Periode keempat Biologi. Kemudian setelah makan

siang, ada dua kelas berturut-turut: Sejarah Dunia dan Bahasa

Jerman.

Menguap sekali lagi, aku turun dari ranjang dan berjalan

menuju kamar mandi, berulang-ulang memastikan pintu sudah

terkunci sebelum melucuti semua pakaianku. Kamar mandinya

mengenaskan bahkan untuk ukuran kamar mandi sekolah asrama

T

Page 31: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

23

sekalipun. Ruangannya sempit, dinding dan lantainya dilapisi

keramik biru yang beberapa sudah retak. Bentuk kemewahan di

kamar mandi itu hanyalah sebuah pancuran yang terkesan sudah

terlalu lama dipakai, sebuah kloset, dan sebuah wastafel, lengkap

dengan cermin di atasnya.

Aku menghabiskan sekitar lima menit di bawah pancuran dan

satu menit di depan wastafel untuk gosok gigi. Karena aku

menolak keluar kamar mandi hanya dengan handuk yang melilit di

pinggang, maka aku memakai pakaian tidurku kembali. Aku

menyambar hoodie dan celana jins dari lemari, lalu kembali ke

kamar mandi untuk berganti pakaian.

Aku merapikan tempat tidur, lalu duduk di atasnya, tidak yakin

apakah aku sedang membunuh waktu karena belum siap untuk

kelas pertama atau aku sedang menunggu Ethan kembali karena

(1)aku tidak melihat pakaian tidurnya di mana pun. Jadi, (2)besar

kemungkinan ia menghilang masih dengan mengenakan pakaian

tidur sehingga ia bakal kembali untuk berganti pakaian (ia tidak

mungkin masuk kelas dengan pakaian tidur, kan?). Dan (3)aku

setengah berharap kami akan ke kelas bersama-sama (aku satu

kelas Geometri dengannya). Ingat, misiku: berteman.

Tapi, setelah menunggu beberapa saat, sudah pukul delapan

lima belas dan Ethan belum juga kembali, aku akhirnya meraih tas

dan berangkat.

Kau tidak akan tahu seberapa banyak populasi siswa Walters

sampai tahun ajaran baru benar-benar dimulai dan orang-orang

Page 32: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

24

keluar dari asrama untuk melintasi padang rumput menuju gedung

sekolah seperti kerumunan semut. Dan jika kaupikir kau sudah

mendapat gambaran tentang berapa banyak populasi siswa Walters

hanya dengan melihat mereka melintasi padang rumput, tunggu

sampai kau melewati pintu masuk utama Walters yang masif itu

dan melihat betapa siswa-siswi tumpah ruah di atrium. Banyaknya

sungguh di luar perkiraan. Mereka berjalan sambil mengobrol dan

suara mereka terdengar seperti dengungan lebah di telingaku.

Aku menarik kerudung hoodie-ku sampai menutupi kepala dan

berjalan di antara mereka menuju deretan loker. Setelah

memindahkan buku Pengantar Biologi dari tas ke dalam loker, aku

melihat-lihat tetangga lokerku tanpa tujuan yang jelas. Yang di

sebelah kanan milik seseorang yang bernama Tyler Cook. Sebelah

kiri milik Noah Mitchell.

Aku tidak kenal mereka dan itu tidak terlalu mengherankan.

Yang mengherankan adalah, dari dua nama yang tidak kukenal itu,

hanya nama Noah Mitchell yang terus beresonansi dalam

kepalaku, seperti mantra Buddha yang diulang-ulang, bahkan

setelah aku meninggalkan loker itu di belakangku.

Berhari-hari kemudian, aku baru tahu kalau saat itu alam

semesta sedang berkonspirasi memberiku pertanda bahwa siapa

pun Noah Mitchell itu, ia akan menjadi bagian dari perubahan

besar yang disebut-sebut oleh Paman. Juga bagian dari ketakutan

terbesarku.

Beruntung aku bertemu dengan Emma yang muncul dari salah

satu simpangan koridor karena kalau tidak, aku sudah pasti akan

Page 33: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

25

terlambat masuk kelas—dan catat ini: terlambat masuk kelas di

pertemuan pertama adalah musibah karena sang guru akan

langsung menandai wajahmu (tidak secara harfiah) dengan tanda

silang merah dan mencapmu sebagai siswa bermasalah walaupun

sebenarnya kau alergi berat terhadap masalah—karena menghabis-

kan terlalu banyak waktu untuk mencari letak kelas 311. Ada

terlalu banyak koridor terkutuk di sekolah ini dan jika mereka

bilang keterampilan navigasi spasial laki-laki lebih baik daripada

perempuan, maka sudah pasti aku adalah pengecualian.

“Kelas pertamamu apa?” Emma bertanya. Ia berjalan tepat di

samping kananku. Ia mengenakan kaus oranye, cardigan tipis

berwarna cokelat, dan rok selutut bermotif kotak-kotak.

“Geometri. Kau?”

“Fisika.”

Aku mengangguk. Kelas Fisikaku ada di hari Selasa dan Jumat.

“Kau satu kelas dengan Ethan, kau tahu? Dia juga ada kelas

Geometri di 311. Dia memberikanku salinan jadwalnya setiap

tahun. Katanya agar aku mudah mencarinya.”

“Aku tahu. Ethan memberitahuku kemarin.”

“Aku tidak percaya dengan rumor itu, tentang dia mengencani

Paris Watkins,” ujar Emma tiba-tiba.

Aku menoleh. Pandangan Emma tertumbuk pada sosok remaja

yang berada beberapa langkah di depan kami.

“Biru?”

Emma menoleh sambil menaikkan alis. “Kau kenal dia?”

Aku menggeleng. “Ethan cuma bilang julukannya Biru.”

Page 34: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

26

“Dia cukup populer di sini. Banyak siswi Walters yang suka

padanya dan lima puluh persen di antaranya hobi berhalusinasi

sedang berkencan dengannya, termasuk Paris, kurasa.”

“Kau termasuk di antaranya?”

“Eh,” Emma terkesiap. “Tidak, tidak. Kurasa dia bukan, kau

tahu, tipeku.” Emma menatapku sebentar, lalu menunduk.

Kami berjalan melewati Biru. Ketika aku berbalik beberapa

langkah kemudian, ia masih belum beranjak dari tempatnya, masih

mengobrol dengan tiga orang dari kumpulan anak keren yang

kulihat tempo hari.

“Baiklah, Drew,” kata Emma, “kelasku yang ini.” Ia

mengedikkan kepala ke ruang kelas. “Kau tinggal berjalan sampai

ujung koridor, lalu belok ke kiri.”

Aku mengangguk. “Terima kasih.”

Emma tersenyum. “Sampai jumpa,” ujarnya, yang aku balas

dengan, “Sampai jumpa.”

Ia berbalik dan melenggang masuk kelas. Aku kembali berjalan,

belok ke kiri di ujung koridor, dan akhirnya menemukan kelas 311.

Aku masuk dan menempati meja-kursi di baris ketiga.

Ethan muncul tepat sebelum bel berbunyi. Penampilannya

membuat mataku terbelalak. Ingat ketika aku bilang ia tidak

mungkin masuk kelas dengan pakaian tidurnya? Nah, sekarang

coret kata “tidak”-nya karena, coba tebak, ia masih mengenakan

pakaian tidurnya. Serius, anak ini sungguh ajaib!

“Pakaian tidur?”

Page 35: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

27

Ethan menyelipkan tubuhnya ke meja-kursi di belakangku dan

menyegir. “Percayalah, teman sekamar, aku pernah lebih buruk

dari ini.”

Aku mengernyit saat menyadari tubuhnya basah dan bau

keringat. “Dari mana?”

“Gym. Hal terbaik yang dimiliki Walters.”

“Gym?”

Ethan mengambil napas panjang, lalu bersandar. “Anggap saja

aku sebegitu miskinnya sampai-sampai tidak mampu membeli

barbel sehingga untuk mengangkat barbel paling ringan sekalipun,

aku harus menunggu sampai tahun ajaran baru dimulai karena di

sini aku tidak perlu membayar untuk mengangkat barbel.

Sesungguhnya, aku memang semiskin itu.”

Aku tidak sempat membalas karena suasana kelas yang tadinya

riuh mendadak hening. Aku menghadap ke depan dan seorang

pria sudah berdiri di belakang meja guru. Ia memakai kacamata

dan rambutnya telah rontok lebih banyak dari yang seharusnya

terjadi di usianya yang kutaksir berada di angka empat puluhan.

Pria itu memperkenalkan diri sebagai Seth Garrett Richards dan

kami bisa memanggilnya Mr. Richards. Tapi, Ethan mencondong-

kan tubuhnya ke depan dan berbisik padaku, “Mr. PHK, dia itu.”

“PHK?”

Sementara Mr. Richards menceritakan pengalaman mengajar-

nya, Ethan menjelaskan, “Pemberi Harapan Kosong. Yang aku

dengar, tiap tahun menjelang akhir semester, dia selalu berkata

„mungkin ini tahun terakhirku mengajar di sini‟. Omong kosong,

semua itu. Karena dia akan muncul lagi di tahun ajaran baru untuk

Page 36: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

28

mengecewakan mereka yang benar-benar berharap dia tidak akan

kembali lagi. Tahun lalu dia juga berkata seperti itu dan lihat, dia

muncul lagi seakan-akan dia tidak pernah mengatakan apa-apa.

Aku juga berharap dia tidak akan kembali. Tidak ada yang benar-

benar suka padanya.”

Selama empat puluh menit, Mr. Richards mengoceh, mencoret

whiteboard, mengoceh sambil mencoret whiteboard, duduk sambil

mengoceh, dan semua itu dilakukannya nyaris tanpa jeda. Ketika

kelas usai, wajah kami semua tampak lebih tua dua tahun

sementara wajah Mr. Richards tampak berseri-seri seolah ia puas

telah membuat kami tampak menua dengan menjejali otak kami

dengan teori absurd mengenai sudut-sudut dan segitiga kongruen.

“Sekarang kau tahu, kan kenapa tidak ada yang suka padanya?”

tanya Ethan.

Sekembali kami dari kantin setelah makan malam, aku langsung

berbaring di tempat tidurku sementara Ethan duduk menghadap

meja belajarku. Aku memejamkan mata dan merasakan untuk

pertama kalinya, setelah dua malam, betapa nyamannya tempat

tidurku. Oke, sebetulnya tidak senyaman itu. Hanya saja, jika kau

akhirnya mendapatkan kesempatan untuk berbaring setelah

memaksa tubuhmu menghadapi rutinitas sekolah kembali padahal

kau berharap musim panas bisa berlangsung selama dua belas

bulan dalam satu tahun, berbaring di atas tempat tidur yang diisi

dengan batu pun akan terasa nyaman.

“Orangtuamu?”

Page 37: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

29

Aku membuka mata. Ethan sedang mengangkat sebuah bingkai

foto dari meja belajarku. Kupandangi foto di balik bingkai itu.

Foto itu diambil tepat satu bulan sebelum Dad mengalami

kecelakaan dan meninggal seketika. Kami sedang mengecat ulang

ayunan tua di halaman belakang ketika Mom tiba-tiba berinisiatif

untuk mengambil foto kami bertiga. Kami semua tersenyum ke

arah kamera. Itu, kurasa, kali terakhir aku dan Mom benar-benar

tersenyum.

“Drew?”

Aku mengerjap. “Ya.”

Ethan menatap foto itu. “Kau mirip sekali dengan ayahmu,”

komentarnya. “Beruntung kau.”

“Beruntung?”

Ethan mengangguk. “Karena kau tidak perlu capek-capek

meyakinkan orang-orang kalau kau itu anak orangtuamu. Tidak

sepertiku. Aku tidak mirip dengan ayah maupun ibuku. Benar-

benar menyusahkan karena aku jadi punya semacam kewajiban

untuk meyakinkan orang-orang kalau aku benar adalah anak

orangtuaku, bukan anak pungut.”

Aku baru akan membalas ketika seseorang menggedor pintu

kamar. Aku bangkit dan membukakan pintu. Siswa yang mengge-

dor pintu menatapku dan ia tampak tidak senang.

“Yang mana Drew Olson?” tanyanya tidak ramah.

“Aku.”

Pria itu memiringkan bibirnya. “Ada telepon untukmu.”

Aku mengangguk, lalu berjalan melewatinya menuju telepon

umum yang terpasang di koridor dekat kamar. Samar-samar aku

Page 38: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

30

mendengar pria itu mengolok, “Dasar anak manja. Baru hari

pertama sudah minta ditelepon.”

Yang ingin kulakukan saat itu: berbalik dan mengatakan

padanya (1)aku bukan anak manja, (2)ini bukan hari pertamaku di

asrama, ini hari ketigaku, (3)aku tidak minta untuk ditelepon! Tapi,

yang kulakukan: terus berjalan dan berpura-pura kalau ia cuma

buang angin.

Aku meraih gagang telepon yang dibiarkan menggantung nyaris

menyentuh lantai. “Halo?”

“Drew...” Bibi Marla.

“Ya, Bi. Ada apa?”

“Tadi sore kami pergi menemui Hannah. Aku dan pamanmu

berpikir, mungkin ada sesuatu dengan Hannah.” Bibi berhenti

sebentar dan saat itu perasaanku mulai tidak enak. “Saat kami

memberitahunya kau pergi ke sekolah asrama tahun ini, dia

bertanya kenapa Charles harus pergi ke sekolah asrama. Drew,

kenapa dia memanggilmu Charles?”

Aku mengulum bibir dan menggenggam gagang telepon

dengan terlalu erat.

“Drew...”

“Tidak usah dipikirkan. Bibi tahu sendiri kondisi Mom. Bibi

ada di sana ketika Dokter Quinn menjelaskannya. Mom memang

membaik, tapi ada saatnya dia tidak sadar apa yang dia katakan.”

Aku bicara dengan Bibi selama beberapa saat lagi.

Saat sambungan telepon akhirnya terputus, aku mengembuskan

napas dan bersandar ke tembok.

Aku tidak seberuntung yang dikatakan Ethan.

Page 39: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

31

7

ARI ini aku kosong di periode pertama.

Aku mengurung diri di kamar selama setengah jam

sambil membaca tiga puluh halaman pertama Pengantar Biologi

seperti yang ditugaskan oleh Miss Lindsay, seorang wanita yang

menjadi bukti hidup kalau memakai kacamata yang tepat akan

membuatmu tampak lebih cantik dan pintar—itu perkataan Ethan,

omong-omong, saat kemarin ia bertanya siapa yang mengajar kelas

Biologiku, yang kujawab dengan “Miss Lindsay.”

Aku selesai membaca sembilan belas halaman sebelum

meninggalkan kamar, pergi ke kantin, dan mencomot sepotong

sandwich kalkun untuk sarapan, lalu masuk ke kelas Literatur

Bahasa Inggris di periode kedua. Aku menghabiskan empat puluh

menit di sana sambil mendengarkan Mr. Vang berceloteh tentang

buku The Great Gatsby yang sepertinya merupakan buku wajib di

kelas Literatur Bahasa Inggris se-Oregon.

Ethan menyamperiku setelah periode kedua berakhir. Saat itu

aku sedang duduk di salah satu anak tangga yang membentuk

piramida di depan pintu masuk Walters, membaca Pengantar

Biologi.

“Aku ada kelas Aljabar II setelah ini. Kau?”

H

Page 40: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

32

“Aku kosong. Setelah itu ada kelas Seni Kehidupan.”

Sebenarnya itu semacam kelas Filosofi. Hanya saja di Walters kami

menyebutnya Seni Kehidupan.

“Aku juga ada kelas Seni Kehidupan hari ini. Kau di kelas?”

“205.”

“Hebat. Kita bertiga satu kelas.”

Aku menoleh. “Bertiga?”

“Kau, aku, dan Emma,” kata Ethan. Ia membuatnya terdengar

seolah-olah kami bertiga sudah berteman sejak lama. “Aku tidak

banyak satu kelas dengan Emma. Cuma satu kali di kelas Seni

Kehidupan. Siapa pun yang menyusun jadwal tahun ini, dia itu

sangat payah.” Ia mendesah panjang. “Baiklah, aku mau melem-

parkan buku Sejarah Dunia mematikan ini ke dalam loker,”

putusnya sambil mengangkat sebuah buku yang sangat tebal.

Ethan bangkit berdiri. Aku membaca lagi. Beberapa detik

berlalu dan aku masih bisa melihat ujung sepatu Ethan lewat sudut

mata. Belakang leherku terasa panas. Aku menoleh ke kanan

sambil mendongak. Ethan menatapku lurus-lurus.

“Apa?”

“Angkat bokongmu yang menyedihkan itu dan lemparkan

buku terkutuk itu ke dalam loker. Ini bahkan masih minggu

pertama, Drew. Jangan terlalu menyiksa diri.” Ethan berdecak saat

aku bergeming. “Demi Tuhan, Drew, ayolah.”

Mengembuskan napas, aku menutup Pengantar Biologi, lalu

bangkit berdiri. Ketika kami sampai di deretan loker, Ethan

membuka lokernya dan benar-benar melemparkan buku Sejarah

Dunia sampai menimbulkan suara gedebuk keras. Aku membuka

Page 41: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

33

loker dan sesuatu yang basah dan berlendir langsung menyembur

wajahku dengan kecepatan seekor cheetah. Mataku terpejam rapat,

orang-orang di sekitarku ber-“oh!” tertahan, dan aku mendengar

Ethan berseru, “Demi para penghuni Surga!”

Aku mengusap lendir dari wajahku dan membuka mata dengan

perlahan. Hal pertama yang aku lihat adalah lokerku sudah

berlumuran lendir. Warnanya kuning menjijikkan seperti feses

manusia. Meskipun bau lendir ini tidak semenjijikkan rupanya,

rasanya aku tetap mau muntah.

Aku mengusap wajahku lagi, mengerjap, lalu menunduk. Kaus

putih yang aku pakai jadi tampak seperti lukisan abstrak yang

hanya berwarna kuning. Ethan menyambar sticky note yang

tertempel di pintu loker sebelah dalam, yang ajaibnya tidak terkena

semburan lendir feses berkecepatan tinggi.

“Lihat ini.” Ia menyerahkan kertas itu kepadaku.

Aku menerima dan membacanya.

Kejutan Natal untuk anak manja.

Salam dari Paman Santa.

Oh, iya, belum Natal, ya?

“Kau tahu kira-kira siapa yang melakukannya?” Ethan

bertanya.

“Yang menggedor kamar kita kemarin malam.”

“Jason McFarland. Anak keren.”

“Mulai sekarang namanya Santa Lendir.” Aku menutup loker

dengan sedikit membanting.

Page 42: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

34

“Apa yang akan kaulakukan, Drew?” tanya Ethan begitu kami

kembali ke kamar.

Aku langsung masuk ke kamar mandi. Ethan bersandar ke

gawang pintu kamar mandi. “Mencuci muka dan berganti baju,

kurasa.”

Ethan meringis. “Maksudku, terhadap si Santa Lendir itu.”

Aku menghidupkan keran wastafel dan membasuh wajah.

“Mengadukannya ke kepala sekolah?”

“Tidak,” balas Ethan. “Belum pernah ada yang melaporkan

anak keren ke guru apalagi ke kepala sekolah. Kau dididik di sini

agar menjadi pelajar, Drew, bukan pengadu.”

“Mungkin itu sebabnya.” Aku membasuh wajah sekali lagi, lalu

mematikan keran. “Mereka jadi begitu karena tidak ada yang

mengadukan mereka.”

Ethan menggeleng. “Mereka itu ular berbisa, Drew. Dan kau

tahu apa yang terjadi kalau kau mengganggu ular berbisa? Kau

akan dipatuk dan sekarat.”

Aku menatap Ethan lewat cermin di atas wastafel. “Tapi, aku

tidak mengganggunya. Dia menyalahkanku atas sebuah panggilan

telepon yang berada di luar kendaliku.” Aku berbalik. “Maksudku,

siapa yang bisa mencegah sebuah telepon umum berdering?”

“Masalahnya adalah mereka itu ular berbisa yang punya otak,

tapi tidak tahu cara menggunakannya. Jika kau ada di satu koridor

dengan salah satu dari mereka dan di koridor itu cuma ada kalian

berdua dan tiba-tiba ada bola air yang meluncur ke mukanya, dia

Page 43: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

35

akan tetap menyalahkanmu walaupun jelas-jelas bukan kau yang

melemparkan bola air itu. Karena apa? Karena cuma ada kalian

berdua di koridor itu dan dia tidak tahu cara menggunakan

otaknya.”

Ethan menyilangkan tangan di depan dada. “Kali ini kau cuma

sekarat, Drew. Tapi, kalau kau mengadukan dia, kau akan dipatuk

lagi dan tamat.”

“Baiklah.” Aku berjalan melewatinya. “Sebenarnya aku tidak

benar-benar ingin mengadu.”

Aku mengambil kaus baru dari lemari, lalu kembali ke kamar

mandi. Ketika aku hendak menutup pintu, Ethan menahan daun

pintu dengan kakinya dan bertanya dengan nada tidak percaya,

“Serius, nih? Kau mau menutup pintu hanya karena akan berganti

kaus?”

Aku mengangkat alis. “Ada yang salah?”

“Ya, ampun, Drew. Ini Portland, tempat kau bisa menyaksikan

orang-orang bersepeda sambil telanjang bulat dan kau mau

menutup pintu hanya untuk berganti kaus? Dari mana asalmu

sekali lagi?”

“Portland.”

“Itu lebih parah lagi. Aku dari Nebraska, tapi aku tahu tentang

Portland. Jadi, berkelakuanlah seperti orang Portland. Tidak perlu

menutup pintu. Aku tidak akan bernafsu jika itu yang

kautakutkan.”

Aku mencibir. “Kau memang bisa melihat orang-orang

bersepeda sambil telanjang bulat di Portland dan aku tetap mau

berganti kaus di ruang tertutup. Tapi, bukan karena aku takut kau

Page 44: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

36

bernafsu. Jadi, permisi.” Kutendang kaki Ethan, lalu kututup pintu

kamar mandi.

Beberapa saat kemudian, aku membuka pintu kamar mandi dan

Ethan belum beranjak dari tempatnya. “Apa kau selalu

mempermasalahkan hal remeh semacam ini?”

“Aku bukannya mempermasalahkan keinginanmu untuk

berganti kaus di ruang tertutup, tapi aku mempermasalahkan

sikapmu yang kelewat kaku. Rilekslah sedikit.”

“Kau tidak masuk kelas?” Aku melirik jam beker. Ethan sudah

terlambat sepuluh menit untuk kelas Aljabar II.

“Tenang saja. Aku dapat Mr. Atkinson untuk Aljabar II. Dia

guru terbaik kedua setelah Mr. Jefferson yang akan mengajar di

Seni Kehidupan nanti. Mr. Atkinson senang memberi toleransi.

Aku bisa saja muncul sepuluh menit sebelum kelas bubar,

beralasan aku menderita mulas parah, dan dia akan tetap

mengizinkan aku masuk.”

Tiba-tiba aku tertawa.

Ethan mengerutkan kening. “Apa yang begitu lucu?”

“Apa ini benar-benar terjadi? Maksudku, aku tidak percaya

hanya butuh satu panggilan telepon untuk mengubah statusku dari

anak biasa yang tidak atau belum diganggu oleh anak keren

menjadi anak biasa yang diganggu oleh anak keren.”

Ethan menepuk bahuku. “Baguslah kau bisa tertawa. Artinya

kau baik-baik saja. Aku masuk kelas dulu.”

Aku bertemu lagi dengan Ethan di kelas Seni Kehidupan. Dia

duduk di sebelah kiriku sementara di sebelah kananku ada Emma.

Page 45: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

37

“Aku sudah dengar soal lendir itu dari Ethan,” kata Emma

dengan nada prihatin.

“Bukan masalah besar selama aku tidak mengadu ke kepala

sekolah.”

Ethan menimpal, “Tepat.”

“Nanti kita bersihkan lokermu,” tawar Emma murah hati.

Aku mengangguk.

Lalu aku melihat Santa Lendir masuk kelas bersama dengan

empat anak keren lain, salah satunya adalah Biru. Biru berjalan

santai dengan earbuds di lubang telinga. Ia duduk di kursi paling

depan dan paling kiri, dekat jendela. Santa Lendir duduk di

belakangnya, menoleh ke arahku, dan tersenyum miring. Ia punya

alis mata yang tebal dan tajam sehingga wajahnya tampak marah

permanen.

Kemudian Mr. Jefferson memasuki kelas. Dengan sekali lihat

saja aku langsung bisa menangkap perbedaan guru ini dengan

guru-guru yang lain. Jika guru lain mengenakan kemeja dan celana

panjang formal untuk mengajar, maka Mr. Jefferson hadir dengan

mengenakan kaus polo dan celana jins. Pembawaannya santai.

Mungkin itu sebabnya ia tampak seperti pria berusia dua puluhan

padahal sesungguhnya, kata Mr. Jefferson, ia sudah berusia tiga

puluh satu tahun.

“Jika kalian mengira karena namanya Seni Kehidupan, maka

kita akan belajar tentang macam-macam seni seperti seni musik,

seni rupa, dan lain sebagainya, kusarankan pada kalian agar segera

membuang pikiran itu dari kembang kol ajaib yang ada di dalam

kepala kalian,” kata Mr. Jefferson sambil menopangkan pinggulnya

Page 46: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

38

di meja guru. “Kita tidak akan membahas karya Mozart atau

Picasso. Kita akan membahas tentang kehidupan; apa yang

membentuk kehidupan itu sendiri dan bagaimana menjalaninya

dengan lebih baik.

“Kita menyebutnya Seni Kehidupan karena sama halnya seperti

menciptakan lagu atau melukis, menjalani hidup ini adalah seni,

tidak ada ilmu pastinya. Maka, sebenarnya di kelas ini saya tidak

akan mengajari kalian. Kita akan saling berbagi pandangan

mengenai hidup. Dan karena tidak ada ilmu pasti untuk menjalani

hidup, maka saya tidak akan memaksa kalian untuk menerapkan

semua yang saya bagikan di kelas ini dalam kehidupan kalian.

Sesungguhnya, saya sendiri juga tidak bisa menerapkan semua yang

saya bagikan dalam kehidupan saya sendiri. Berbicara itu selalu

lebih mudah daripada mewujudkan. Itulah sebabnya mulut kita

cuma ada satu sementara tangan dan kaki kita ada dua.

“Bersikaplah yang baik, maka kalian akan disegani. Berusahalah

sebaik mungkin, maka kalian akan dihargai. Jika kalian

menancapkan dua kalimat itu di kembang kol kalian, mendapatkan

nilai bagus di kelas ini tidak akan sulit.”

Mr. Jefferson mengakhiri kelasnya tiga puluh menit kemudian

dengan merekomendasikan sebuah buku berjudul Change My Past

bagi mereka yang ingin bacaan bermutu di akhir pekan.

“Ini satu-satunya mata pelajaran yang tidak butuh pemerasan

kembang kol secara berlebihan,” gumam Ethan saat menyelinap

keluar kelas. Emma terkikik. Saat kami akan membersihkan

lokerku, kami tidak melihat ada lendir kuning sedikit pun.

“Siapa yang membersihkannya?” tanya Emma.

Page 47: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

39

Aku mengangkat bahu.

Rasanya hari Sabtu datang lebih lambat pekan ini. Jadi, ketika hari

Sabtu yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, semua penghuni asrama

tampak berseri-seri seakan wajah mereka baru saja dikeluarkan dari

mesin cuci yang diberi terlalu banyak cairan pembersih nomor

satu.

Sejak bangun tidur, Ethan telah menyanyikan lagu It’s A

Beautiful Day setidaknya sembilan belas kali. Beruntunglah suaranya

bagus, jadi aku tidak terlalu terganggu. Begini-begini, Ethan

ternyata anggota paduan suara Walters. Aku baru tahu dua hari

yang lalu saat aku, Ethan, Emma, dan Kelly mengerjakan tugas

bersama di ruang santai asrama.

Ethan bernyanyi.

Kelly: “Kau boleh bernyanyi sampai pita suaramu rusak di paduan suara

konyolmu itu. Tapi, jangan di sini. Tidak sekarang, ketika aku sedang

mengerjakan tugas sialan ini. Suaramu membuat otakku tidak bisa

bekerja.”

Ethan berhenti bernyanyi.

Aku: “Paduan suara?”

Kelly: “Untuk satu alasan yang tidak jelas, mereka memasukkan dia

ke paduan suara. Aku bisa terima mereka memberinya beasiswa. Tapi,

tempat di paduan suara? Sama sekali tidak masuk akal.”

Ethan tersenyum bangga ke arahku dan kembali bernyanyi. Emma

terkikik pelan.

Page 48: nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/7bf86f16971dc9bac499320358370...Portland sehingga sampai awal atau pertengahan bulan September ... Selain kipas angin itu —yang

40

Kelly: “Aku menyerah!”

Ethan keluar dari kamar mandi. “Kau ada rencana apa hari

ini?” ia bertanya setelah menyelesaikan It’s A Beautiful Day untuk

yang kedua puluh kalinya. Aku jadi hapal lagu itu di luar kepala.

“Aku mau ke toko buku dekat sini. Mau ikut?”

Ethan melemparkan handuknya ke ranjang, berbaring di atas

lantai, dan melakukan sit-up dengan bertelanjang dada. “Aku mau

sih, Drew. Hanya saja aku tidak biasa belanja di toko buku. Aku

mencuri baca dan menghapalnya. Tapi, ini akhir pekan. Aku

sedang malas menghapal.”

Aku meringis. “Jadi, apa rencanamu? Sit-up sambil bernyanyi

It’s A Beautiful Day sepanjang hari?”

“Dua belas... Tiga Belas... Ide yang bagus.”

“Yang benar saja.”

Ethan terkekeh dan melanjutkan hitungannya. Aku pergi ke

toko buku.

Butuh waktu yang cukup lama bagiku untuk menemukan Change

My Past yang direkomendasikan oleh Mr. Jefferson. Aku mengu-

lurkan tangan untuk meraih buku itu, namun alih-alih menyentuh

buku itu, tanganku justru menyentuh tangan lain di atas buku itu.

Aku dan pemilik tangan itu menarik tangan di saat yang

bersamaan. Aku menoleh sembari berkata—pemilik tangan itu

juga berkata, “Aku duluan.”