sebuah hadits rasulullah shallallahu

4
Sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam yang sangat terkenal, yaitu yang diriwayatkan dari an- Nu’man bin Basyir, dia berkata, “Aku telah mendengar Rasululla h shallallahu ‘alihi wasallam bersabda, ‘Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas. Sedangkan di antara keduanya terdapat hal-hal yang samar (syubhat), tidak diketahui oleh banyak orang; siapa saja yang menjauhi syubhat tersebut, maka ia telah berlepas diri bagi agama dan kehormatannya, dan siapa saja yang terjerumus ke hal yang syubhat, maka berarti ia telah terjerumus ke dalam hal yang haram, ibarat seorang penggembala yang menggembala di seputar pagar larangan di mana hampir saja gembalanya memakan tumbuhan yang ada di dalamnya. Ketahuilah, sesungguhnya setiap raja memiliki pagar larangan. Ketahuilah bahwa pagar larangan Allah Subhannahu wa Ta’ala adalah hal-hal yang diharamkan nya. Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal daging; bila ia baik, maka baiklah seluruh jasad dan bila ia rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, bahwa ia adalah qalbu.” (Muttafaqun ‘alaih) Sesungguhnya dalam islam telah diberikan tuntunan yang sangat jelas dalam segala hal, termasuk tatacara mencari nafkah beserta adab dalam membelanjakan kebutuhan. Ketika sesuatu yang telah jelas diharamkan, maka tidak ada toleransi bagi muslim yang taat untuk menawar hal tersebut. Dengan kesadaran penuh, seorang muslim tidak akan mendekati jalan yang penuh keharaman untuk dipergunakan dalam berbisnis. Karena segala sesuatu yang diharamkan itu akan mendatangkan kemudhorotan lebih besar daripada manfaat yang diperoleh. Sebenarnya, tidaklah sulit dalam menghindari perkara haram. Hal tersebut dapat dilakukan apabila manusia bersifat seperti yang Rasullah contohkan. Dalam hal ini, Rasulullah mencontohkan sifat wara’ dalam perilaku keseharian. Yahya Ibnu Ma’adz mengatakan: ه تعالى قلبك سوا يدخل هو أن لباطن و لى وورع فى ا تعا يتحرك إ هو أن لظاهر و لى وجهين ورع فى ا ع الورعAl- wara’ adalah sikap seorang manusia yang telah dapat menjauhi masalah-masalah yang terkait dengan haram, dan syubhat (antara yang hala dan yang haram)=abu Bakar adalah contoh ideal pelaku wara’ dia tidak akan pernah makan makanan sebelum mengetahui secara jelas asal muasal makanan tersebut. Sifat wara’ tidak saja ditujukan kepada para consumer saja, melainkan juga kepada para produsen. Yang mana, sifat wara’ menjaga diri seorang produsen untuk menunaikan kewajibannya dengan adil tanpa merugikan pihak lainnya. Resep untuk dapat m enjadi Wara’ adalah membebaskan diri dari hak-hak orang lain (tidak mendzalimi orang lain). Semua perkara haram yang masuk ke dalam tubuh manusia akan menimbulkan dampak negative saja. Ketika dicerna, barang haram tersebut akan menjadi daging yang akan membakarnya dalam neraka. Selain itu, barang tersebut akan menimbulkan penyakit bagi hati manusia, maka timbullah perbuatan-perbuatan yang akan mendatangkan dosa selanjutnya. Dalam peraturan di Indonesia, terdapat sebuah undang-undang yang memberika n perlindungan kepada para konsumen. Hal tersebut muncul karena banyaknya praktek kecurangan yang dilakukan oleh para pelaku pasar yang dengan bebas memberikan informasi salah kepada para calon pembeli. Jika melihat undang-undang Republik Indonesia Nomor: 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, dan dikaitkan dengan studi kasus ini maka masalah tersebut telah menciderai pasal 4 c tentang “ha katas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi jaminan barang dan jasa”. Ketika PT Indomaret telah memasarkan sebuah produk biscuit yang mengadung unsur babi di dalamnya, maka secara hokum islam maupun hokum Negara telah jelas berada dalam posisi yang salah. Salah dalam artian di sini adalah salah karena memasarkan produk haram di daerah

Upload: mohamad-bastomii

Post on 07-Jul-2015

143 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sebuah hadits rasulullah shallallahu

Sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam yang sangat terkenal, yaitu yang diriwayatkan dari an-Nu’man bin Basyir, dia berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah

shallallahu ‘alihi wasallam bersabda, ‘Yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas. Sedangkan di antara keduanya terdapat hal-hal yang samar (syubhat), tidak diketahui oleh banyak

orang; siapa saja yang menjauhi syubhat tersebut, maka ia telah berlepas diri bagi agama dan kehormatannya, dan siapa saja yang terjerumus ke hal yang syubhat, maka berarti ia telah terjerumus ke dalam hal yang haram, ibarat seorang penggembala yang menggembala di seputar

pagar larangan di mana hampir saja gembalanya memakan tumbuhan yang ada di dalamnya. Ketahuilah, sesungguhnya setiap raja memiliki pagar larangan. Ketahuilah bahwa pagar

larangan Allah Subhannahu wa Ta’ala adalah hal-hal yang diharamkan nya. Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal daging; bila ia baik, maka baiklah seluruh jasad dan bila ia rusak, maka rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah, bahwa ia adalah qalbu.” (Muttafaqun

‘alaih) Sesungguhnya dalam islam telah diberikan tuntunan yang sangat jelas dalam segala hal,

termasuk tatacara mencari nafkah beserta adab dalam membelanjakan kebutuhan. Ketika sesuatu yang telah jelas diharamkan, maka tidak ada toleransi bagi muslim yang taat untuk menawar hal tersebut. Dengan kesadaran penuh, seorang muslim tidak akan mendekati jalan yang penuh

keharaman untuk dipergunakan dalam berbisnis. Karena segala sesuatu yang diharamkan itu akan mendatangkan kemudhorotan lebih besar daripada manfaat yang diperoleh.

Sebenarnya, tidaklah sulit dalam menghindari perkara haram. Hal tersebut dapat dilakukan apabila manusia bersifat seperti yang Rasullah contohkan. Dalam hal ini, Rasulullah mencontohkan sifat wara’ dalam perilaku keseharian. Yahya Ibnu Ma’adz mengatakan:

الورع على وجهين ورع فى الظاهر وهو أن ال يتحرك إال هللا تعالى وورع فى الباطن وهو أن ال يدخل قلبك سواه تعالى

Al-wara’ adalah sikap seorang manusia yang telah dapat menjauhi masalah-masalah yang terkait dengan haram, dan syubhat (antara yang hala dan yang haram)=abu Bakar adalah contoh ideal pelaku wara’ dia tidak akan pernah makan makanan sebelum mengetahui secara jelas asal muasal

makanan tersebut. Sifat wara’ tidak saja ditujukan kepada para consumer saja, melainkan juga kepada para

produsen. Yang mana, sifat wara’ menjaga diri seorang produsen untuk menunaikan kewajibannya dengan adil tanpa merugikan pihak lainnya. Resep untuk dapat menjadi Wara’ adalah membebaskan diri dari hak-hak orang lain (tidak mendzalimi orang lain).

Semua perkara haram yang masuk ke dalam tubuh manusia akan menimbulkan dampak negative saja. Ketika dicerna, barang haram tersebut akan menjadi daging yang akan

membakarnya dalam neraka. Selain itu, barang tersebut akan menimbulkan penyakit bagi hati manusia, maka timbullah perbuatan-perbuatan yang akan mendatangkan dosa selanjutnya.

Dalam peraturan di Indonesia, terdapat sebuah undang-undang yang memberikan

perlindungan kepada para konsumen. Hal tersebut muncul karena banyaknya praktek kecurangan yang dilakukan oleh para pelaku pasar yang dengan bebas memberikan informasi salah kepada

para calon pembeli. Jika melihat undang-undang Republik Indonesia Nomor: 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, dan dikaitkan dengan studi kasus ini maka masalah tersebut telah menciderai pasal 4 c tentang “ha katas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi

jaminan barang dan jasa”. Ketika PT Indomaret telah memasarkan sebuah produk biscuit yang mengadung unsur babi

di dalamnya, maka secara hokum islam maupun hokum Negara telah jelas berada dalam posisi yang salah. Salah dalam artian di sini adalah salah karena memasarkan produk haram di daerah

Page 2: Sebuah hadits rasulullah shallallahu

yang mayoritasnya muslim, salah karena tidak secara jelas memberikan kejelasan halal/ha ram produk impor dan salah karena tidak berhati-hati dalam mengontrol produk yang diimpornya.

Jika pihak PT Indomaret mengatakan bahwa pihak mereka tidak secara sengaja memasarkan produk tersebut, maka sudah selayaknya perusahaan tersebut dikenakan sanksi secara

tegas oleh pemerintah agar kasus serupa tidak akan terjadi di masa mendatang. Ketika kasus ini dilepaskan begitu saja, maka tidak menuntut kemungkinan akan muncul pelaku pasar nakal baru yang dengan berani akan memasarkan produk haram di Indonesia tanpa sepengetahuan pengawas

konsumsi rakyat Indonesia. Kasus tersebut muncul bukan karena kinerja pengawas perlindungan konsumen Indonesia

yang melakukan investigasi, melainkan seorang mahasiswa Indonesia yang sedang kuliah di Universitas Tokyo yang menghimbau warga Indonesia dalam mengonsumsi biscuit yang di jula Indomaret. Himbauan yang diuggah lewat akun social tersebut mendapat respon luar biasa

dikalangan masyarakat. Masyarakat muslim langsung melayangkan complain kepada Indomaret atas penjualan produk haram tersebut.

Dalam prinsip konsumsi islam, Indomaret telah menciderai tentang prinsip keadilan dan juga prinsip kebersihan. Keadilan hilang karena dengan tidak jujur perusahaan tersebut telah menjual prosuk haramnya dan juga kebersihan dalam hal kehalalan yang tidak

dipertimbangkannya. Ketika prinsip konsumsi telah dilanggar, maka dikhawatirkan akan merusak maqoshid syariah yang menjadi tujuan hidup sejahtera seorang muslim. Sesuai dengan dalil Quran

QS al-Baqarah 2:168: “Hai sekalian manusia, amaknla yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di dalam bumi,

janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah

musuh yang nyata bagimu”. Maka sudah jelas bahwa mengonsumsi makanan meskipun sedikit terdapat unsur haram,

tetap dihukumi haram untuk dikonsumsi. Perhatian islam terhadap kesehatan masyarakat tercermin pada ajaran-ajaran operasional syariat islam yang mengatur relasi antara sesama manusia. Yang mana sebuah tindakan manusia satu tidak boleh merugikan terhadap manusia

lainnya. Hal tersebut masuk dalam segala kegiatan kehidupan manusia, termasuk dalam bidang muamalah.

Moralitas islam senantiasa melekat pada tingkah laku pribadi muslim. Bahkan, ada beberapa ajaran yang menekankan keada ummatnya untuk selalu bersifat social mutualisme. Dengan demikian, islam bukanlah agama yang menutup diri dari budaya luar sepanjang tidak

berseberangan dengan prinsip-prinsip dasar islam, seperti halnya “La dlarar wa la dlirar” (tidak boleh membuat kerusakan pada diri sendiri dan juga orang lain), dan “La tazhlimun wa la

tuzhlamun” (tidak menzalimi orang lain dan tidak pula menjadi korban kezaliman). Itulah etika seorang muslim yang taat akan rambu-rambu agama. Ketika muncul sebuah

kasus Indomaret, maka perusahaan tersebut belum sepenuhnya menerapkan prinsip beretika bisnis

yang benar. Meskipun pemilik utama perusahaan tersebut orang asing, tetaplah mereka berkewajiban menjaga hak muslim dalam mengonsumsi barang halal. Perusahaan tersebut

terkesan dan terlihat melakukan berbagai upaya untuk mendapat keuntungan secara maksimal tanpa memerdulikan kemashlahatan para consumer islamnya. Benar jika keuntungan yang mereka peroleh akan tinggi, namun keuntungan tersebut akan berkurang seiring berkurangnya

kepercayaan masyarakat untuk membeli produk perusahaan itu lagi. Islam pada prinsipnya tidak melarang perdagangan, kecuali ada unsur-unsur kezaliman,

penipuan, penindasan dan mengarah kepada sesuatu yang dilarang oleh Islam. Misalnya

Page 3: Sebuah hadits rasulullah shallallahu

memperdagangkan arak, babi, narkotik, berhala, patung dan sebagainya yang sudah jelas oleh Islam diharamkan, baik memakannya, mengerjakannya atau memanfaatkannya.

Semua pekerjaan yang diperoleh dengan jalan haram adalah suatu dosa. Dan setiap daging yang tumbuh dari dosa (haram), maka nerakalah tempatnya. Orang yang memperdagangkan

barang-barang haram ini tidak dapat diselamatkan karena kebenaran dan kejujurannya. Sebab pokok perdagangannya itu sendiri sudah mungkar yang ditentang dan tidak dibenarkan oleh Islam dengan jalan apapun.

Pada suatu hari Rasulullah s.a.w. keluar ke tempat sembahyang, tiba-tiba dilihatnya banyak manusia yang sedang berjual-beli. Kemudian Rasulullah memanggil mereka: Hai para pedagang!

... Mereka pun lantas menjawab dan mengangkat kepala dan pandangannya. Maka kata Rasulullah: "Sesungguhnya pedagang kelak di hari kiamat akan dibangkitkan sebagai pendurhaka, kecuali orang yang takut kepada Allah, baik dan jujur." (Riwayat Tarmizi, Ibnu Majah dan Hakim. Kata

Tarmizi: hadis ini hasan sahih). Dari Watsilah bin al-Asqa' ia berkata: "Rasulullah pernah keluar menuju kami --sedang

kami adalah golongan pedagang maka kata beliau: 'Hai para pedagang, hati-hati kamu jangan sampai berdusta.'" (Riwayat Thabarani).

Untuk itu seorang pedagang harus berhati-hati, jangan sekali-kali dia berdusta, karena

dusta itu merupakan bahaya (lampu merah) bagi pedagang. Dan dusta itu sendiri dapat membawa kepada perbuatan jahat, sedang kejahatan itu dapat membawa kepada neraka.

Dari hadits diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa meskipun Rasulullah menganjurkan kepada ummatnya untuk berdagang dalam mencari rizki, namun Rasulullah juga mengingatkan kepada ummatnya untuk lebih berhati-hati dalam proses muamalahnya. Perdagangan dapat

membawa keberkahan kepada manusia apabila si penjual menunaikan kewajibannya kepada si pembeli dengan baik, namun akan membawa ancaman neraka apabila si penjual menciderai hak si

pembeli. Jika menengok pernyataan klarifikasi PT Indomaret yang mengatakan bahwa pihak nya

juga tidak tahu akan unsur babi yang terdapat pada biscuit yang mereka jual, merupakan sebuah

cerminan kelemahan control yang dilakukan dalam proses muamalah. Sehingga ada sebuah celah yang dapat disalah gunakan pelaku bisnis nakal untuk mengeruk keuntungan dari perbuatan

dzolimnya. Kita selaku muslim yang taat, tidak akan berani melakukan hal berbahaya di atas, karena

meskipun pelaku bisnis nakal dapat terlepas dari hokum Negara, namun kelak akan merasakan

hukum agama yang berlipat-lipat pedihnya. Pada zaman modrn seperti ini, kemajuan teknologi tidak dapat dibendung. Transformasi teknologi tersebut memperpendek antara jarak dan waktu,

sehingga barang yang ada di Negara ini bias jadi ada di Negara ujung sana. Sudah sepatutnya kita memegang prinsip untuk mengonsumsi segala kebutuhan yang sudah jelas kehalalannya tanpa ada rasa gengsi untuk mengonsumsi barang halal tersebut.

Sudah sepatutnya pihak perlindungan konsumen Indonesia lebih memperketat produk import yang masuk di Negara ini. Sungguh memalukan apabila temuan itu dapat diketahui oleh

seorang mahasiswa, dan tidak diketahui oleh pihak terkait. Dan sudah selayaknya PT Indomaret memberikan klarifikasi secara resmi didepan public beserta pemberian sanksi hukum apabila pihak terkait memang lalai dalam pengawasannya.

Selain itu, perlunya disempurnakan lagi produk-produk yang masuk kriteria halal, sehingga aka nada interkasi yang singkron antara BPOM dan MUI dalam menjaga hak perlindungan

konsumen secara maksimal. Control yang dilakukan oleh pihak terkait pun harus lebih diperketat,

Page 4: Sebuah hadits rasulullah shallallahu

tidak hanya pengecekan pada awal pendafaran produk saja, melainkan pada masa penjualan produk.

Jelas, etika menadapat posisi yang sangat penting dalam islam, terutama yang berkaitan dengan etika social-kemasyarakatan. Sebagaimana disebut dalam sebuah hadits , misi Nabi Saw

adalah untuk menyempurnakan moralitas dan etika yang baik (liutammima makarimal-akhlaq). Karena pentingnya etika bisnis ini, seorang muslim tidak cukup hanya mengikrarkan diri ber-islam dan beriman, tetapi haruslah dicapai dengan sebuah ihsan (kebajikan dan amal saleh dalam

kegiatan muamalahnya). Dengan demikian, produsen, konsumen, dan distributor merupakan sebuah tugas mulia karena berlandaskan akan keridhoan Allah.