sebaran spasial lokasi pedagang kuliner di...
TRANSCRIPT
SEBARAN SPASIAL LOKASI PEDAGANG KULINER
DI KECAMATAN BOGOR TENGAH
KOTA BOGOR
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
Siti Rohaya
NIM 1113015000046
PROGRAM STUDI TADRIS ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
i
ABSTRAK
Siti Rohaya (NIM: 1113015000046), Sebaran Spasial Lokasi Pedagang
Kuliner Di Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persebaran lokasi usaha
pedagang kuliner, jenis kuliner yang dijual dan kesesuaian penyebaran spasial
lokasi pedagang kuliner pada tata ruang Kota Bogor di Kecamatan Bogor Tengah,
Kota Bogor.
Metode penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif.
Variabel penelitian ini meliputi persebaran lokasi usaha pedagang kuliner, jenis
kuliner yang dijual, kesesuaian lokasi pedagang kuliner dengan Peraturan
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor. Data dikumpulkan dengan
menggunakan metode observasi dan wawancara dan dianalisa dengan
menggunakan teknik analisis deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah
pedagang kuliner yang tersebar di wilayah Kecamatan Bogor Tengah dengan
sampel 91 titik lokasi. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive
sampling.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa persebaran pedagang kuliner yang
berada di Kecamatan Bogor Tengah membentuk pola memanjang mengikuti jalan
utama Kota Bogor. Ada tiga lokasi pedagang kuliner yang dizonasikan, untuk
zona ke-1 berlokasi berdekatan dengan pasar, sementara untuk zona ke-2
berdekatan dengan taman kota, sedangakan zona ke-3 berdekatan dengan pasar.
Jenis kuliner yang dijual di Kecamatan Bogor Tengah bermacam-macam.
Kesesuaian lokasi usaha pedagang kuliner dengan peta pola ruang dari Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor mayoritas sudah sesuai dengan
peruntukannya yaitu dari total 91 titik terdapat 62 pedagang (68%) yang sudah
sesuai dan sebanyak 29 pedagang (32%) yang tidak sesuai. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa sebaran lokasi pedagang kuliner dengan tata ruang Kota
Bogor sudah sesuai yang mayoritas berada pada kawasan perdagangan dan jasa.
Kata Kunci : Sebaran Spasial, Pedagang Kuliner, Lokasi Pedagang Kuliner
ii
ABSTRACT
Siti Rohaya (NIM: 1113015000046), Spatial Distribution of Location of
Culinary Traders in Bogor Tengah Subdistrict, Bogor City.
This research aims to know the spread of the business location of culinary
traders, types of food for sale and the conformity of spatial spread of culinary at
the merchant location floorplan Bogor City, with locations in Subdistrict, Bogor
Tengah, Bogor City.
The method of this research is a descriptive quantitative research types.
This research includes the location of the distribution variables, types of cuisine
culinary merchants were sold, the merchant location suitability for culinary rules
spatial plan area (RTRW) Bogor City. The population in this research is the
Central Bogor Subdistrict culinary traders with 91 sample point locations.
Purposive sampling method sampling.
The results of this study indicate that the distribution of culinary traders in
Central Bogor Regency forms a longitudinal pattern following the main road of
Bogor City. There are three locations for culinary traders that are categorized,
for zone 1 it is located adjacent to the market, while for zone 2 it is adjacent to the
city park, while the third zone borders the market. The types of food sold in Bogor
Tengah Regency vary. The suitability of the culinary merchant business location
with a map of the spatial pattern layout of the Bogor City Spatial Plan (RTRW) is
in accordance with its designation, namely from a total of 91 traders (68%) who
match and 29 traders (32%) who do not. Thus it can be concluded that the
distribution of the location of culinary traders with the spatial layout of the city of
Bogor is in accordance with the majority in the area of trade and services.
Keywords: Spatial Distribution, Culinary Traders, Location of Culinary Traders
iii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT yang telah memberi nikmat dan rahmat serta kemudahan sehingga penulis
dapat menyelesaikan dengan baik dan lancar skripsi yang berjudul “Sebaran
Spasial Lokasi Pedagang Kuliner di Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor”.
Shalawat serta salam juga tak lupa penulis curahkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga-Nya, sahabat-Nya dan para pengikutnya
sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan
lancar bukan merupakan hasil dari diri pribadi sepenuhnya, namun berkat ridho
Allah SWT dan bantuan dari semua pihak yang telah turut berkontribusi dalam
memberikan bantuan berupa do’a, motivasi, moral dan materil. Oleh karena itu,
dalam kesempatan baik ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu yaitu kepada:
1. Dr. Sururin, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Iwan Purwanto, M.Pd sebagai Ketua Program Studi Tadris IPS yang
mengajarkan makna kesabaran serta seluruh dosen yang telah menjadi
fasilitator dalam memperoleh ilnu selama belajar di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Syaripulloh, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Tadris Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu membimbing
Mahasiswa/I Tadris IPS.
4. Didin Syafruddin, M.A, Ph.D selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah
mendampingi penulis selama menjalankan proses perkuliahan serta
memberikan nasehat-nasehat kepada penulis perihal pencapaian akademik.
iv
5. Dr. Sodikin, S.Pd, M.Si dan Tri Harjawati, S.Pd, M.Si, selaku Dosen
Pembimbing yang dengan tulus ikhlas telah meluangkan waktunya guna
memberikan bimbingan, saran dan dorongan yang sangat berharga kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Naswan dan Ibunda Rumsiah yang telah
mencurahkan cintanya serta selalu memberikan kasih sayang, nasihat dan do’a
hingga saat ini, serta kakakku Abdul Halim yang telah memberikan motivasi,
moril dan materil selama perkuliahan berlangsung.
7. Bapak Agustian Syah selaku Camat Bogor Tengah beserta staff dan Bapak
Syamsul Bahri selaku Kepala Seksi Pengawasan PKL Dinas Koperasi dan
UKM Kota Bogor beserta staff yang telah mengizinkan dan mempermudah
penulis dalam melakukan penelitian.
8. Sahabat Muslimah-Ku (Hiazatul Fauziah, Usriatun Hasanah, Nisrina Malihah
dan Nur Ismawati) yang telah meluangkan waktu dan memberikan saran-saran
berharga kepada penulis dalam penulisan skripsi ini serta teman-temanku yang
telah membantu dan mengajari dalam hal pembuatan peta yaitu (Nita Inopianti
dan Iqbal Maulana) juga teman-teman kelac C konsentrasi Geografi dan Prodi
Tadris IPS angkatan 2013. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan skrips ini.
Penulis berharap semoga Allah SWT memberi balasan pahala kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Semoga penelitian
ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait khususnya, dan bagi seluruh
pembaca pada umumnya. Semoga Allah meridhoi, Amiin.
Jakarta,
Penulis
Siti Rohaya
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI SIDANG
ABSTRAK ..................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ...................................................................... 4
C. Pembatasan Masalah ..................................................................... 5
D. Rumusan Masalah ......................................................................... 5
E. Tujuan Penelitian .......................................................................... 5
F. Manfaat Penelitian ........................................................................ 6
1. Manfaat Teoritis ...................................................................... 6
2. Manfaat Praktis ....................................................................... 6
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Teori .................................................................................. 8
1. Persebaran ............................................................................... 8
2. Spasial ..................................................................................... 9
3. Letak atau Lokasi .................................................................... 11
vi
a. Konsep Lokasi .................................................................. 11
b. Klasifikasi Lokasi Berdasarkan Ruang ............................. 13
4. Teori Lokasi Industri .............................................................. 16
a. Teori Lokasi Industri Dari August Losch ......................... 17
b. Teori Lokasi Industri Dari Alfred Weber ......................... 17
c. Teori Tempat yang Sentral Dari Walter Christaller .......... 19
5. Sistem Informasi Geografis ................................................... 20
a. Pengertian Sistem Informasi Geografis ........................... 20
b. Komponen Sistem Informasi Geografis ............................ 21
1) Perangkat Keras (Hardware) ...................................... 21
2) Perangkat Lunak (Software) ....................................... 21
3) Brainware ................................................................... 21
6. Sektor Informal ....................................................................... 22
a. Pengertian Sektor Informal ............................................... 22
b. Sektor Informal Di Indonesia ............................................ 22
7. Pedagang Kuliner .................................................................... 24
a. Pengertian Pedagang ......................................................... 24
b. Kuliner .............................................................................. 25
1) Pengertian Kuliner ...................................................... 25
2) Ruang Lingkup Pengembangan Kuliner ..................... 27
3) Ruang Lingkup Industri Kuliner ................................. 28
4) Kebijakan Pengembangan Kuliner ............................. 31
c. Jenis-jenis Kuliner ............................................................ 34
8. Kota ......................................................................................... 35
a. Pengertian Kota ................................................................. 35
b. Asal-usul Kota dan Perkembangannya ............................. 39
B. Penelitian Relevan ........................................................................ 40
C. Kerangka Berfikir ......................................................................... 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 47
vii
1. Lokasi Penelitian ..................................................................... 47
2. Waktu Penelitian ..................................................................... 48
B. Metode Penelitian ......................................................................... 48
C. Populasi dan Sampel Penelitian .................................................... 49
D. Alat dan Bahan Penelitian ............................................................. 50
E. Variabel Penelitian ........................................................................ 51
F. Sumber Data .................................................................................. 52
1. Data Primer ............................................................................. 52
2. Data Sekunder ......................................................................... 52
G. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 52
H. Teknik Analisis Data ..................................................................... 56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kecamatan Bogor Tengah ............................... 57
1. Kondisi Geografis ................................................................... 58
a. Ketinggian Wilayah Kelurahan dari Permukaan Laut ...... 58
b. Tingkat Kemiringan Daerah Menurut Kelurahan ............. 59
c. Kedalaman Efektif Lahan Menurut Kelurahan ................. 60
d. Kepekaan Tanah Terhadap Erosi Menurut Kelurahan ...... 61
e. Tekstur Tanah Menurut Kelurahan ................................... 62
f. Kondisi Geologi Menurut Kelurahan ................................ 62
g. Kondisi Hidro Geologi Menurut Kelurahan ..................... 63
h. Luas Lahan Menurut Kelurahan ....................................... 64
i. Jumlah Curah Hujan Per Kelurahan .................................. 65
2. Kependudukan ........................................................................ 66
a. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan
Penduduk Menurut Kelurahan .......................................... 66
b. Penduduk Menurut Kelompok Umur ................................ 67
3. Struktur Organisasi Pemerintahan .......................................... 68
4. Keadaan Sosial ........................................................................ 69
B. Hasil Penelitian ............................................................................. 70
viii
1. Observasi ................................................................................. 70
2. Hasil Wawancara .................................................................... 72
C. Analisis dan Pembahasan .............................................................. 75
1. Persebaran Lokasi Pedagang Kuliner di Kecamatan
Bogor Tengah .......................................................................... 75
2. Jenis Kuliner yang Dijual ........................................................ 84
3. Kesesuaian Lokasi Pedagang Kuliner dengan Peta Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor Tahun 2011-2031 98
D. Keterbatasan Penelitian ................................................................. 104
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................... 105
B. Saran ............................................................................................. 106
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 107
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Jenis Kuliner Kota Bogor ........................................................ 34
Tabel 2.2 Penelitian Relevan ................................................................... 43
Tabel 3.1 Rencana Penyusunan Skripsi ................................................... 48
Tabel 3.2 Alat Penelitian ......................................................................... 50
Tabel 3.3 Bahan Penelitian ...................................................................... 51
Tabel 3.4 Panduan Observasi .................................................................. 53
Tabel 3.5 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara ............................................... 54
Tabel 3.6 Dokumen yang Diperlukan ..................................................... 55
Tabel 4.1 Ketinggian Wilayah Kelurahan dari Permukaan Laut di
Kecamatan Bogor Tengah ....................................................... 58
Tabel 4.2 Tingkat Kemiringan Daerah Menurut Kelurahan di
Kecamatan Bogor Tengah ...................................................... 59
Tabel 4.3 Kedalaman Efektif Lahan Menurut Kelurahan di Kecamatan
Bogor Tengah .......................................................................... 60
Tabel 4.4 Kepekaan Tanah Terhadap Erosi Menurut Kelurahan di
Kecamatan Bogor Tengah ....................................................... 61
Tabel 4.5 Tekstur Tanah Menurut Kelurahan di Kecamatan Bogor
Tengah ..................................................................................... 62
Tabel 4.6 Kondisi Geologi Menurut Kelurahan di Kecamatan Bogor
Tengah ..................................................................................... 63
Tabel 4.7 Kondisi Hidro Geologi Menurut Kelurahan di Kecamatan
Bogor Tengah 64
Tabel 4.8 Luas Lahan Menurut Kelurahan di Kecamatan Bogor Tengah 64
Tabel 4.9 Jumlah Curah Hujan Per Kelurahan di Kecamatan
Bogor Tengah .......................................................................... 65
Tabel 4.10 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk
Menurut Kelurahan di Kecamatan Bogor Tengah .................. 66
Tabel 4.11 Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
di Kecamatan Bogor Tengah ................................................... 67
x
Tabel 4.12 Daftar Nama dan Jabatan Pegawai Kecamatan Bogor Tengah 68
Tabel 4.13 Banyaknya Sekolah, Guru dan Murid Menurut Jenjang
Pendidikan di Kecamatan Bogor Tengah ................................ 69
Tabel 4.14 Pedagang Kuliner Menurut Ruang Aktivitasnya ..................... 71
Tabel 4.15 Jenis Kuliner di Kecamatan Bogor Tengah ............................. 85
Tabel 4.16 Usia Pedagang Kuliner ............................................................ 86
Tabel 4.17 Lama Usaha Pedagang Kuliner ............................................... 87
Tabel 4.18 Lama Waktu Aktivitas Pedagang Kuliner ............................... 88
Tabel 4.19 Izin Penggunaan Lokasi Usaha Dari Pemerintah Daerah ....... 89
Tabel 4.20 Pedagang Kuliner Menurut Ruang Aktivitasnya ..................... 91
Tabel 4.21 Luas Ruang Aktivitas Pedagang Kuliner ................................ 92
Tabel 4.22 Jarak Lokasi Berdagang Dengan Tempat Tinggal
Pedagang Kuliner .................................................................... 94
Tabel 4.23 Alasan Pemilihan Lokasi Berdagang ...................................... 95
Tabel 4.24 Kesesuaian Lokasi Usaha Pedagang Kuliner .......................... 101
Tabel 4.25 Ketidaksesuaian Lokasi Usaha Pedagang Kuliner .................. 103
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Continum Nilai Nearest Neighbor Statistic T .......................... 9
Gambar 2.2 Segitiga Webber ...................................................................... 18
Gambar 2.3 Kerangka Berfikir .................................................................... 46
Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian ............................................................. 47
Gambar 4.1 Peta Administrasi Kecamatan Bogor Tengah ......................... 57
Gambar 4.2 Piramida Penduduk Kecamatan Bogor Tengah ....................... 68
Gambar 4.3 Peta Sebaran Pedagang Kuliner Kecamatan Bogor Tengah ... 76
Gambar 4.4 Peta Zona Sebaran Pedagang Kuliner Kecamatan
Bogor Tengah .......................................................................... 78
Gambar 4.5 Peta Zona 1 Sebaran Lokasi Pedagang Kuliner ...................... 79
Gambar 4.6 Peta Zona 2 Sebaran Lokasi Pedagang Kuliner ...................... 81
Gambar 4.7 Peta Zona 3 Sebaran Lokasi Pedagang Kuliner ...................... 82
Gambar 4.8 Zona Pedagang Kuliner Binaan ............................................... 84
Gambar 4.9 Peta Kesesuaian Lokasi Pedagang Kuliner dengan Peta
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor Tahun
2011-2031 ............................................................................... 99
Gambar 4.10 Peta Kesesuaian Sebaran Lokasi Pedagang Kuliner
Kecamatan Bogor Tengah dengan Tata Ruang Kota Bogor ... 100
Gambar 4.11 Peta Ketidaksesuaian Sebaran Lokasi Pedagang Kuliner
Kecamatan Bogor Tengah dengan Tata Ruang Kota Bogor ... 102
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Observasi
Lampiran 2 Pedoman Wawancara
Lampiran 3 Transkrip Wawancara Pedagang Kuliner
Lampiran 4 Hasil Observasi
Lampiran 5 Koordinat UTM Lokasi Pedagang Kuliner dan Data Hasil
Penelitian Jenis Kuliner, Lokasi Pasar, Lokasi Sekolah dan Lokasi
Taman Kota
Lampiran 6 Foto Dokumentasi
Lampiran 7 Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 8 Surat Izin Permohonan Penelitian
Lampiran 9 Surat Izin Penelitian dari Kesbangpol
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dikenal dengan negara yang kaya akan kuliner. Kuliner
merupakan hasil olahan yang berupa masakan. Masakan tersebut berupa lauk
pauk, makanan dan minuman. Sedangkan wisata kuliner sendiri adalah
kegiatan yang dilakukan banyak orang dalam bidang kebutuhan makanan,
untuk hiburan.
Kuliner terbagi menjadi kuliner tradisional dan kuliner modern.
Kuliner dapat berupa makanan dan minuman, termasuk makanan jajanan serta
bahan campuran yang digunakan secara tradisional dan telah lama
berkembang secara spesifik di daerah atau masyarakat Indonesia. Biasanya
kuliner lokal diolah dari resep yang telah dikenal oleh masyarakat setempat
dengan bahan-bahan yang diperoleh dari sumber lokal yang memiliki citarasa
yang relatif sesuai dengan selera masyarakat setempat. Dengan demikian yang
perlu dipahami disini terkait dengan istilah makanan lokal yaitu pada bahan
baku lokal, cara pengolahan, resep, dan citarasa yang sesuai dengan
masyarakat setempat serta telah diwariskan secara turun temurun (Departemen
Pertanian, 2002).
Kuliner bukan hanya dijadikan sebagai tempat membeli makan atau
sekedar membeli minum, tetapi juga dapat dijadikan sebagai tempat rekreasi
maupun sebagai tempat mengobrol bersama kerabat atau keluarga. Bogor
memiliki beragam aneka kuliner yang enak. Pedagang kuliner pun tersebar
hampir di sepanjang jalan kota Bogor. Mulai dari harga yang relatif murah
sampai dengan yang harganya relatif cukup mahal.
Kehidupan perkotaan membuat masyarakat lebih memilih untuk
membeli makan di luar rumah dibandingkan dengan makanan rumah ataupun
buatan sendiri. Dengan demikian, masyarakat mengunjungi atau mendatangi
tempat-tempat kuliner di sekitarnya. Permintaan masyarakat perkotaan yang
2
semakin tinggi terhadap makanan jadi membuat gerai-gerai kuliner tersebar di
setiap wilayah kota. Salah satunya di Kota Bogor provinsi Jawa Barat.
Indonesia terdiri dari berbagai macam pulau dan daerah. Dimana setiap
daerah memiliki ciri khas tersendiri salah satunya adalah kota Bogor. Kota
Bogor merupakan salah satu kota yang menyediakan kuliner atau yang di
sebut dengan surganya kuliner karena memiliki berbagai macam kuliner yang
jarang ditemukan di daerah lain. Sebagai kota yang dijuluki dengan surganya
kuliner, terdapat tempat-tempat kuliner yang tersebar di seluruh kota Bogor.
Berdasarkan penelitian dalam jurnal yang berjudul identifikasi wisata kuliner
di Kota Bogor, pola sebaran kuliner di Kota Bogor lebih dominan sebarannya
kepusat kota.1
Namun terjadi beberapa permasalahan yang berkaitan dengan kuliner
di kota Bogor, yaitu salah satunya menurut informasi dari artikel bahwa
trotoar kerap kali dipergunakan bagi pedagang kaki lima untuk berjualan.
Yayat Supriatna selaku pakar tata ruang kota mengatakan bahwa penggunaan
trotoar sebagai lintasan pengendara motor dan PKL memang sering terjadi di
kota-kota besar yang rawan kemacetan. Beliau juga menuturkan bahwa hal
tersebut juga sudah menjadi budaya.2 Selain itu diperoleh informasi juga
bahwa di kota Bogor terdapat beberapa permasalahan mendasar yang dihadapi
dalam penanganan PKL masih belum beranjak dari kondisi perekonomian
yang belum memungkinkan sektor formal optimal menampung angkatan
kerja. Kemudian jumlah PKL yang relatif banyak dan keberadaannya masih
terkonsentrasi di pusat-pusat keramaian, serta lahan relokasi PKL yang sangat
terbatas.3
Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan salah satu dari berbagai jenis
pedagang. Perdagangan di dalam Al-Qur‟an disebutkan bahwa perdagangan
1 Teddy Gunawan, “Identifikasi Wisata Kuliner Kota Bogor,” Jurnal Online Mahasiswa
(JOM) Bidang Perencanaan Wilayah & Kota, Vol 1, no. 1 (2016) 2 Felix Nathaniel, Hak Pejalan Kaki di Trotoar yang Sering Terabaikan, dari
http://tirto.id/hak-pejalan-kaki-yang-sering-terabaikan-csNh, diakses pada 26 Juli 2017. 3 Pemerintah Kota Bogor, “Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kota Bogor
Tahun 2013”, http://kotabogor.go.id/index.php/page/detail/105/penyelenggaraan-pemerintah-
daerah#.WXtW5kGxqc0, diakses pada 22 Juli 2017.
3
atau perniagaan merupakan jalan yang diperintahkan oleh Allah untuk
menghindarkan manusia dari jalan yang bathil. Seperti yang tercantum dalam
Surat An-Nisa‟ ayat 29 :
Artinya :
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar),
kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas suka sama suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh,
Allah Maha Penyayang kepadamu.”4
Dalam melakukan perniagaan, Allah juga telah mengatur adab tentang
perniagaan, bahwa manusia tidak boleh berlebihan dalam melakukan
perdagangan. Allah berfirman dalam Surat At-Taubah ayat 24 berikut :
Artinya :
“Katakanlah, “jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-
saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai
daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka
tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.” Dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.”5
4 Litequran.net, 2019, (https://litequran.net/an-nisa).
5 Litequran.net, 2019, (https://litequran.net/at-taubah).
4
Telah dijelaskan mengenai perdagangan atau perniagaan dalam Al-
Qur‟an Surat An-Nisa‟ ayat 29 dan Surat At-Taubah ayat 24. Selain itu dalam
hadits pula dijelaskan tentang keutamaan berdagang.
ما أكل أحد طعاما قط خيرا مه أن يأكل مه عمل يده ، وإن وبى الله
ه يد يأكل مه عملكان –عليه السالم – داود
Artinya :
“Tidaklah seseorang mengkonsumsi makanan yang lebih baik dari
makanan yang dihasilkan dari jerih payah tangannya sendiri. Dan
sesungguhnya nabi Daud „alaihissalam dahulu senantiasa makan
dari jerih payahnya sendiri.”6
Dari penjelasan di atas, maka peneliti ingin mengkaji lebih dalam
mengenai permasalahan kaitannya dengan belum maksimalnya penataan ruang
kota yang menimbulkan kemacetan yang diakibatkan PKL yang berjualan di
lokasi yang tidak semestinya. Maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti
lebih jauh kaitannya dengan pedagang kuliner ini dengan judul “Sebaran
Spasial Lokasi Pedagang Kuliner di Kecamatan Bogor Tengah Kota
Bogor”
B. Identifikasi Masalah
Faktor-faktor yang mempengaruhi banyaknya pedagang kuliner adalah
salah satunya karena Kota Bogor merupakan salah satu kota yang terkenal
kulinernya dan Kota Bogor juga merupakan kota yang memiliki banyak
destinasi wisata. Sebagai destinasi wisata, tak dapat di pungkiri dapat
memunculkan para pedagang, baik itu pedagang kuliner maupun pedagang
lainnya. Maka identifikasi masalah adalah sebagai berikut :
1. Banyaknya para pedagang yang menggunakan bahu jalan (trotoar) sebagai
lokasi berjualan.
6 Muhammad Washito Abu Fawaz, “Hadits-Hadits Shohih Tentang Keutamaan Perniagaan
dan Pengusaha Muslim”, 2017, (https://abufawaz.wordpress.com/2012/04/10/hadits-hadits-shohih-
tentang-keutamaan-perniagaan-dan-pengusaha-muslim/).
5
2. Masih adanya tata ruang PKL yang tidak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
3. Terbatasnya lahan untuk relokasi bagi PKL.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan pada permasalahan yang muncul pada identifikasi
masalah diatas, maka peneliti membatasi masalah tentang masih adanya tata
ruang PKL yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Adapun kuliner
yang termasuk dalam penelitian ini adalah jenis kuliner tradisional dan kuliner
modern, baik berupa makanan utama maupun jajanan.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
pertanyaan penelitian yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana persebaran lokasi usaha pedagang kuliner di wilayah
Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor ?
2. Apa jenis kuliner yang dijual oleh pedagang kuliner di wilayah Kecamatan
Bogor Tengah Kota Bogor ?
3. Bagaimana kesesuaian penyebaran spasial pedagang kuliner pada tata
ruang Kota Bogor ?
E. Tujuan
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Mengetahui persebaran lokasi usaha pedagang kuliner di wilayah
Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor.
2. Mengetahui jenis kuliner yang dijual oleh pedagang kuliner di wilayah
Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor.
3. Mengetahui kesesuaian penyebaran spasial pedagang kuliner pada tata
ruang Kota Bogor.
6
E. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Sebagai salah satu karya ilmiah maka penelitian ini dapat
memberikan kontribusi bagi perkembangan mengenai kuliner di Kota
Bogor provinsi Jawa Barat. Adapun dalam bidang pendidikan, dapat
dijadikan sebagai bahan atau media pembelajaran pada mata pelajaran
Geografi.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah :
a. Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan serta pengalaman serta dapat
mengaplikasikan ilmu-ilmu yang sudah di peroleh selam aberada di
bangku perkuliahan serta dapat meningkatkan pengetahuan mengenai
kuliner.
b. Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pemahaman mengenai persebaran kuliner bagi pembaca.
c. Bagi Masyarakat Umum
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan masyarakat
dapat mengetahui bagaimana pola persebaran pedagang kuliner di
Kota Bogor dan memudahkan masyarakat untuk memilih berkunjung
ke tempat kuliner sesuai dengan yang diinginkan.
d. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian diharapkan berguna sebagai bahan bandingan bagi
penelitian mengenai persebaran kuliner yang sudah ataupun akan
dilakukan, penulis juga berharap bahwa penelitian ini dapat menjadi
salah satu referensi dalam penelitian lain yang relevan.
e. Pemerintah Setempat
Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan dan
memperkuat regulasi terkait penempatan pedagang kuliner dalam
7
penyebarannya di Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor. Dengan
penelitian ini, sedikit mengevaluasi dan hasilnya diharapkan bagi
pemerintah setempat mampu memperkuat informasi dan regulasi
terkait penyebaran kuliner di Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Persebaran
Konsep persebaran adalah keberadaan suatu fenomena di suatu
ruang.1 Keberadaan suatu gejala di suatu wilayah dapat memusat di salah
satu tempat, misalnya dekat dengan ibu kota kecamatan atau memanjang
di pinggir jalan, atau berada di semua desa dari kecamatan itu. Dengan
kata lain persebaran suatu gejala dapat memusat, memanjang, tersebar
merata atau tidak merata.2 Adapun prinsip persebaran menyatakan bahwa
fenomena atau gejala geografis di permukaan bumi ini tidak merata karena
perbedaan berbagai unsur geografi.3
Menurut Petter Hagget dalam Saraswati, pola persebaran
permukiman ada 3 tipe pola yaitu seragam (uniform), acak (random),
mengelompok (clustered).4 Pola persebaran ini dapat diberi ukuran yang
bersifat kuantitatif sehingga perbandingan antara pola persebaran dapat
dilakukan dengan baik, bukan saja dari segi waktu tetapi juga dapat segi
ruang (space). Pendekatan ini disebut analisis tetangga terdekat. Analisis
seperti ini memerlukan data tentang jarak antara satu obyek dengan obyek
tetangganya yang terdekat. Sehubungan dengan hal ini tiap objek dianggap
sebagai sebuah titik dalam ruang. Pada hakekatnya analisis tetangga
terdekat ini adalah sesuai untuk hambatan alamiah yang belum dapat
teratasi.5
Pola persebaran terdiri dari mengelompok, random dan seragam.
Dimana dari tiap pola persebaran tersebut memiliki Kategori Indeks
1 Gunardo R.B, Geografi Transportasi, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014), h. 10.
2 Ibid., h. 41.
3 Ibid., h. 27.
4 Dian Ayu Saraswati, “Analisis Perubahan Luas dan Pola Persebaran Permukiman (Studi
Kasus: Kecamatan Tembalang, Kecamatan Banyumanik, Kecamatan Gunungpati, Kecamatan
Mijen Kota Semarang Jawa Tengah)”, Jurnal Geodesi Undip, Vol. 5, 2016, h. 157. 5 Moch. Choirurrozi, “Pola Persebaran Permukiman di Kecamatan Prambanan Kabupaten
Klaten Tahun 2008,” Skripsi pada Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Surakarta, 2009, h. 6, tidak dipublikasikan.
9
Persebaran (T).6 Berikut ini adalah Kategori Indeks Persebaran (T)
tersebut, yaitu:
I = Nilai T dari 0 – 0,7 adalah pola mengelompok atau bergerombol
(Cluster Pattern).
II = Nilai T dari 0,8 – 1,4 adalah pola acak atau tersebar tidak merata
(Random Pattern).
III = Nilai T dari 1,5 – 2,15 adalah pola seragam atau tersebar merata
(Uniform /Dispersed Pattern).
Gambar 2. 1 Continum nilai nearest neighbor statistic T (Hagget, 1975
dalam Saraswati)7
2. Spasial
Menurut Achmadi dalam Kartika Kirana, istilah spasial dalam
perkembangan penggunaannya, selain bermakna ruang maupun waktu,
juga bermakna segala macam makhluk hidup maupun benda mati di
dalamnya, seperti iklim, suhu, tofografi, cuaca dan kelembaban.
Sedangkan menurut Rahardjo, spasial berarti sesuatu yang dibatasi oleh
ruang, waktu serta komunikasi atau transportasi.8
Pengertian ruang menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1992
Tentang Perumahan dan Permukiman menyebutkan bahwa, Ruang adalah
6 Maychard Ryantirta Pelambi, dkk., “Identifikasi Pola Sebaran Permukiman Terencana di
Kota Manado, Jurnal pada Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Jurusan Arsitektur
Universitas Sam Ratulangi, h. 58. 7 Dian Ayu Saraswati, “Analisis Perubahan Luas dan Pola Persebaran Permukiman (Studi
Kasus: Kecamatan Tembalang, Kecamatan Banyumanik, Kecamatan Gunungpati, Kecamatan
Mijen Kota Semarang Jawa Tengah)”, h. 157. 8 Kartika Kirana, “Analisis Spasial Faktor Lingkungan Pada Kejadian Demam Berdarah
Dengue Di Kecamatan Genuk,” Skripsi pada Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri
Semarang, Semarang, 2016, h. 39, tidak dipublikasikan.
10
wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
hidupnya.9
Pendekatan keruangan menekankan analisisnya pada variasi
distribusi dan lokasi dari gejala-gejala atau kelompok gejala-gejala di
permukaan bumi. Contoh yang dikemukan oleh Petter Hagget misalnya
studi variasi kepadatan penduduk, studi variasi penggunaan lahan, studi
variasi tentang kemiskinan di pedesaan. Faktor-faktor yang menyebabkan
pola-pola distribusi keruangan yang berbeda-beda dan bagaimana pola-
pola keruangan yang ada dapat diubah sedemikian rupa sehingga
distribusinya menjadi lebih efektif. Pendekatan keruangan menyangkut
pola, proses dan struktur dikaitkan dengan dimensi waktu maka
analisisnya bersifat horizontal.10
Selain menekankan analisisnya pada variasi distribusi dan lokasi,
pendekatan keruangan juga menekankan eksistensi (keberadaan) ruang
sebagai penekanannya. Menurut Hagget dalam Marhadi dijelaskan bahwa,
“Analisis keruangan mempelajari perbedaan lokasi mengenai sifat-sifat
penting atau serangkaian sifat-sifat penting.” Dalam analisis keruangan
terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu pertama, penyebaran
penggunaan ruang yang telah ada dan kedua, penyediaan ruang yang akan
digunakan untuk berbagai kegunaan yang dirancang.11
Pendekatan keruangan ini merupakan satu dari tiga pendekatan
utama dalam ilmu geografi, yaitu (1) pendekatan keruangan (spatial
approach), (2) pendekatan ekologis (ecological approach), dan (3)
pendekatan kompleks wilayah (regional complex approach). Menurut
Yunus dalam Pelambi disebutkan bahwa, pendekatan keruangan dapat di
definisikan sebagai suatu metode yang menggunakan variabel ruang dalam
setiap analisanya untuk memahami gejala tertentu agar mempunyai
9 Pelambi dkk., “Identifikasi Pola Sebaran Permukiman Terencana Di Kota Manado”, h. 56.
10 Gunardo R.B, Geografi Politik, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014), h. 23.
11 Marhadi S.K, Pengantar Geografi Regional, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014), h. 21.
11
pengetahuan yang lebih mendalam melalui media ruang.12
Adapun pola
ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang
untuk fungsi budidaya.13
Dalam Riva Hidayatur Rokhmah, Subekhan mengemukakan
bahwa persebaran adalah posisi lokasi yang terletak di suatu area atau
tempat dalam keadaan tertentu.14
Klasifikasi pola persebaran permukiman
ada 3 tipe pola yaitu seragam (uniform), acak (random), mengelompok
(clustered).15
Adapun pengertian spasial menurut Yunus dalam Rokhmah
dijelaskan bahwa spasial berarti keruangan yang dimana istilah ruang
(space) dapat diartikan sebagai bagian tertentu dari permukaan bumi yang
mampu megakomodasikan berbagai bentuk kegiatan manusia dalam
memenuhi kebutuhan kehidupannya.16
Dari penjabaran tersebut dapat
disimpulkan bahwa sebaran spasial adalah persebaran yang menekankan
pada keruangan atau ruang.
3. Letak atau Lokasi
a. Konsep Lokasi
Lokasi menunjukkan tempat atau wilayah gejala itu terjadi
dengan batas-batas yang jelas, luas cakupannya dan posisi gejala pada
gejala yang lebih besar serta arti pentingnya gejala tersebut di kaji.17
Konsep lokasi atau letak merupakan konsep utama yang sejak awal
perkembangan geografi telah menjadi ciri khusus ilmu geografi.
Unsur-unsur letak sangat penting dalam geografi terutama berkaitan
12
Pelambi, dkk., “Identifikasi Pola Sebaran Permukiman Terencana di Kota Manado”, h.
56. 13
Ibid., h. 57. 14
Riva Hidayatur Rokhmah, “Distribusi Spasial dan Kontribusi Obyek Wisata Pada
Pendapatan Rumah Tangga Di Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang,” Skripsi pada
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang, Semarang, 2013, h. 12, tidak dipublikasikan. 15
Dian Ayu Saraswati, “Analisis Perubahan Luas dan Pola Persebaran Permukiman (Studi
Kasus: Kecamatan Tembalang, Kecamatan Banyumanik, Kecamatan Gunungpati, Kecamatan
Mijen Kota Semarang Jawa Tengah)”, h. 157. 16
Riva Hidayatur Rokhmah, “Distribusi Spasial dan Kontribusi Obyek Wisata Pada
Pendapatan Rumah Tangga Di Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang,” h. 12. 17
Gunardo, Geografi Politik, h. 28.
12
dengan telaah regional atau kajian wilayah secara garis besar telah
dapat dibedakan menjadi:
1) Letak fisiografis
Letak fisiografis adalah letak suatu tempat terhadap alam,
artinya letak suatu tempat terhadap tempat-tempat dengan tipe
tertentu. Letak fisiografis meliputi:
a) Letak astronomis menunjuk letak berdasarkan garis
lintang dan garis bujur (misalnya Indonesia terletak di
antara 950 Bujur Timur – 141
0 Bujur Timur dan 6
0
Lintang Utara – 110 Lintang Selatan).
b) Letak klimatologis berdasarkan tipe iklim tertentu
(misalnya Indinesia terletak di tipe iklim tropis dengan
ciri curah hujan tinggi, panas sepanjang tahun dan
mempunyai 2 musim yaitu musim penghujan dan
musim kemarau).
c) Letak maritim adalah letak terhadap lautan (Indonesia
berbatasan dengan Lautan Hindia di selatan dan barat
serta Lautan Pasifik di timur dan utara).
d) Letak kontinental berdasarkan letaknya terhadap benua
(Indonesia terletak di antara Benua Asia dan Benua
Australia).
e) Letak geomorfologis berdasarkan letaknya terhadap
gejala alam (misalnya Indonesia terletak di daerah
tumbukan lempeng Eurasia dengan lempeng Samudera
Hindia). Akibatnya Indonesia terletak di daerah cincin
api (ring of fire) yang mempunyai gejala tektonik
seperti gempa bumi dan gunung api.
2) Letak sosiogeografis
Letak sosiogeografis berdasarkan pada kondisi kegiatan
manusia di berbagai bidang. Letak sosiogeografis meliputi:
a) Letak sosial berdasarkan pada kondisi sosial suatu
wilayah (misalnya Indonesia terletak di antara negara
yang tingkat kesehatan dan pendidikannya belum
maju).
b) Letak ekonomis berdasarkan pada kondisi ekonomi
suatu wilayah (Indonesia terletak di negara-negara
dengan pendapatan menengah).
c) Letak politis berdasarkan pada kondisi politik suatu
wilayah (Indonesia terletak di antara negara-negara
demokratis).
13
d) Letak kultural berdasarkan pada kondisi bidaya suatu
wilayah (Indonesia terletak di antara negara-negara
tradisional dan negara maju).18
b. Klasifikasi Lokasi Berdasarkan Ruang
Secara umum letak suatu tempat dapat memiliki arti strategis.
Lokasi yang berkaitan dengan kondisi sekitarnya dapat memberi arti
menguntungkan dapat pula merugikan.19
Adapun lokasi ditinjau dari
kajian geografi nasional terdiri dari letak absolut atau letak astronomis
dan letak relatif atau letak geografis.20
Lokasi dalam ruang, dapat
dibedakan antara lokasi absolut dengan lokasi relatif, sebagaimana
dijelaskan sebagai berikut:
1) Lokasi absolut
Lokasi absolut suatu tempat atau suatu wilayah, yaitu lokasi
yang berkenaan dengan posisinya menurut garis lintang dan garis
bujur atau berdasarkan jaring-jaring derajat. Lokasi absolut suatu
tempat atau suatu wilayah, dapat dibaca pada peta.21
Dengan dinyatakan lokasi absolut suatu tempat atau suatu
wilayah, karakteristik tempat yang bersangkutan sudah dapat
diabstraksikan lebih jauh. Sekurang-kurangnya, posisi dan
iklimnya sudah dapat dihitung.22
Letak absolut atau mutlak juga disebut dengan letak
astronomis. Letak astronomis mendasarkan pada kedudukan suatu
tempat dimuka bumi yang bulat bagaikan bola menurut garis
lintang dan garis bujurnya, yaitu garis-garis khayalan yang
melingkari bumi yang pertama kali ditemukan atau direka oleh
Eratosthenes untuk dapat menunjukkan letak suatu tempat di bumi
yang bulat.
18
Ibid., h. 13-14. 19
Ibid., h. 15. 20
Suharyono, Dasar-dasar Kajian Geografi Regional, (Yogyakarta: Penerbit Ombak,
2013), h. 36. 21
Nursid Sumaatmadja, Studi Geografi: Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan,
(Bandung: Penerbit Alumni, 1981), h. 118. 22
Ibid., h. 119.
14
Letak astronomis disebut dengan letak absolut karena
mendasarkan koordinatnya pada garis pangkal atau sumbu yang
tetap, yaitu garis ekuator atau katulistiwa yang menjadi pangkal
hitungan derajat lintang atau garis lintang nol derajat (kedua kutub
bumi sebagai garis lintang 90 derajat utara dan selatan) dan garis
meridian nol yang melalui kota Greenwich dekat London yang
menjadi pangkal hitungan derajat bujur, meskipun pada masa
gencar-gencarnya gerakan pembebasan Amerika dari kekuasaan
Eropa orang pernah mengusulkan agar meridian nol (prime
meridian) tidak dihitung dari garis (lingkaran) meridian yang
melalui London tetapi dari garis lingkaran meridian yang melalui
salah satu ibu kota di Amerika Latin.23
Sebutan letak astronomis muncul karena penentuannya
didasarkan pada hasil pengamatan (pengukuran) posisinya atau
kedudukannya terhadap benda langit (bintang atau matahari).
Sebagian orang menyebut juga letak menurut derajat lintang dan
bujur sebagai letak geografis karena berpengaruh pada kondisi
geografis tempat atau wilayah yang bersangkutan, antara lain
berkaitan dengan keadaan iklim, ukuran dan perbedaan waktu
(kalau ukuran rentang bujurnya cukup besar).24
Sistem garis lintang yang dikembangkan oleh Ptolomaeus
merupakan garis lintang yang berkaitan dengan adanya zona-zona
iklim matahari. Hal yang demikian disebabkan oleh kedudukan
matahari dalam menyinari bumi yang berputar pada sumbunya
yang “miring” terhadap bidang peredarannya dalam gerakan bumi
mengelilingi matahari. Hal tersebut menjadi penyebab timbulnya
dengan apa yang disebut dengan iklim tropik, sub-tropik, iklim
sedang dan seterusnya serta adanya empat musim di wilayah-
wilayah di luar daerah tropik. Oleh sebab perputaran bumi pada
23
Suharyono, Dasar-dasar Kajian Geografi Regional, h. 36. 24
Ibid., h. 36-37.
15
sumbunya dan pemanasan atmosfer bumi yang tidak sama, maka
timbul pula sistem sirkulasi udara umum di muka bumi yang
menghasilkan sistem atau pola aliran udara baik vertikal maupun
horisontal. Secara vertikal terdapat zona-zona masa udara naik
(tekanan udara rendah, basah) di sekitar ekuator dan lintang
sedang, serta zona-zona massa udara turun (tekanan udara tinggi,
kering) di sekitar 300 dan kutub utara/selatan. Sedang secara
horisontal terdapat pola angin pasat di lintang rendah, angin barat
di lintang sedang, dan angin timur di lintang tinggi.25
2) Lokasi relatif
Letak relatif yang dapat juga disebut letak geografis
merupakan letak atau kedudukan suatu tempat atau wilayah dalam
hubungannya dengan keadaan atau kondisi lingkungan di
sekitarnya, baik keadaan ekonomi, kehidupan sosial politik dan
budaya, wilayah perairan atau daratan yang memberikan arti
penting dan sebagainya. Karena itu muncul pula sebutan-sebutan
letak sosial, letak ekonomis, letak kultural, letak strategis dan
sebagainya. Disebut letak relatif karena keadaannya dapat berubah
sejalan dengan berubahnya kondisi lingkungan sekitar.26
Meskipun letak astronomis yang bersifat absolut telah
mendasari berbagai kemungkinan kondisi lingkungan alam yang
berlainan bagi kehidupan manusia, dalam kajian geografi letak
relatif lebih banyak menjadi perhatian para geografiwan dalam
telaah dan analisisnya. Hal ini berkaitan dengan kondisi
lingkungan sekitar yang terus berubah oleh sebab pertumbuhan
penduduk, kemajuan perkembangan perekonomian, pengetahuan
dan teknologi yang dihasilkan manusia. Karena itu sejak abad 19
orang telah menghasilkan berbagai teori tentang letak atau lokasi
yang diawali dengan munculnya teori zona usaha pertanian Von
25
Ibid., h. 37-38. 26
Ibid., h. 39.
16
Thunen di Jerman dan disusul kemudian dengan munculnya
macam-macam teori lokasi yang lain (lokasi industri, lokasi tempat
yang sentral, pusat dan pinggiran, ekonomi aglomerasi dan
sebagainya).27
Lokasi relatif suatu tempat atau suatu wilayah, yaitu lokasi
tempat atau wilayah yang bersangkutan berkenaan dengan
hubungan tempat atau wilayah itu dengan faktor alam atau faktor
budaya yang ada di sekitarnya. Jadi, lokasi relatif ini ditinjau dari
posisi suatu tempat atau suatu wilayah terhadap kondisi wilayah-
wilayah yang ada sekitarnya.
Lokasi relatif sesuatu tempat, memberikan gambaran
tentang keterbelakangan, perkembangan, dan kemajuan wilayah
yang bersangkutan bila dibandingkan dengan wilayah lain yang
ada di sekitarnya, dan dapat mengungkapkan pula mengapa
kondisinya demikian.28
Dari penjelasan diatas, dapat di simpulkan bahwa lokasi absolut
merupakan suatu letak yang dimana pengamatan atau pengukurannya
dilihat menurut garis lintang dan garis bujur atau berdasarkan jaring-jaring
derajat. Sedangkan lokasi relatif atau letak geografis dapat ditinjau dari
posisi suatu tempat atau suatu wilayah terhadap kondisi wilayah-wilayah
yang ada sekitarnya.
4. Teori Lokasi Industri
Pada dasarnya dalam teori lokasi terdapat suatu prinsip yang
memberikan masukan bagi penentuan lokasi optimum, yaitu lokasi yang
terbaik dan menguntungkan secara ekonomi. Berikut ini merupakan
penjelasan mengenai teori lokasi industri.
1) Teori lokasi industri optimal (Theory of optimal industrial location)
dari August Losch
27
Ibid., h. 40. 28
Sumaatmadja, Studi Geografi: Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan, h. 119.
17
Pada tahun 1954 Losch melalui bukunya berjudul The
Economics of location menghaluskan teori Crishtaller yang disusun
pada tahun 1930 di Jerman Selatan. Ia juga menggunakan wilayah
pedalaman agraris (hinterland) berbentuk heksagonal, tetapi tidak
mengasumsikan tersebarnya penduduk secara merata.29
Teori ini didasarkan pada permintaan (demand), teori ini
diasumsikan bahwa lokasi optimal dari suatu industri yaitu apabila
dapat menguasai wilayah pemasaran yang luas, sehingga dapat
dihasilkan pendapatan paling optimal. Untuk membangun teori ini,
Losch juga berasumsi bahwa pada suatu tempat yang topografinya
datar atau homogen, jika disuplai oleh pusat industri volume penjualan
akan membentuk kerucut. Semakin jauh dari pusat industri semakin
berkurang volume penjualan barang karena harganya semakin tinggi,
akibat dari naiknya ongkos transportasi. Berdasarkan teori ini, setiap
tahun pabrik akan mencari lokasi yang dapat menguasai wilayah pasar
seluas-luasnya. Selain itu, teori ini tidak menghendaki wilayah
pasarannya akan terjadi tumpang tindih dengan wilayah pemasaran
milik pabrik lain yang memproduksi barang yang sama, karena dapat
mengurangi pendapatannya di daerah itu. Karena itu, pendirian pabrik-
pabrik biasanya dilakukan secara merata dan saling bersambungan
membentuk heksagonal.30
2) Teori lokasi industri (Theory of industrial location) dari Alfred Weber
Teori ini dimaksudkan untuk menentukan lokasi industri
dengan mempertimbangkan resiko biaya transportasi termurah atau
yang paling minimum, dengan syarat:
a) Wilayah yang akan dijadikan tempat atau lokasi industri
homogen, baik itu topografinya, iklim cuacanya, serta
penduduknya.
29
N. Daldjoeni, Geografi Kota dan Desa, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014), h. 152. 30
Junanto Wibowo, “Pola Persebaran Sentra Industri Batik di Kota Pekalongan Berbasis
Sistem Informasi Geografi,” Skripsi pada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang,
Semarang, 2014, h. 20-21, tidak dipublikasikan.
18
b) Sumber daya alam tersedia cukup memadai.
c) Ada upah baku yang ditetapkan di daerah tersebut, seperti
upah minimum regional (UMR).
d) Terdapat kompetisi antar industri untuk memperoleh pasar
maupun keuntungan.
e) Manusia di daerah tersebut berpikir rasional.31
Pada prinsipnya unit yang merupakan hubungan fungsional
dengan biaya serta jarak yang harus ditempuh dalam pengangkutan itu
memiliki biaya yang sama atau tetap. Disini dapat diasumsikan bahwa
harga satuan angkutan kemana-mana sama, sehingga perbedaan biaya
angkutan hanya disebabkan oleh berat barang dan jarak yang
ditempuh.
Apabila persyaratan tersebut terpenuhi, Weber menggunakan
teori lokasi industri yang biasa disebut dengan Segitiga Weber. Weber
menggunakan tiga variabel penentu yaitu, titik material, titik
komsumsi, dan titik tenaga kerja.32
Berikut gambar untuk lebih
jelasnya.
Gambar 2.2 Segitiga Webber
Keterangan :
M : Pasar
P : Lokasi biaya terendah
R1, R2 : Bahan baku
Gambar pertama : apabila biaya angkut berdasarkan pada jarak
Gambar kedua : apabila biaya angkut bahan baku lebih mahal dari
pada hasil industri
31
. Ibid., 18-19. 32
Ibid., h. 19.
19
Gambar ketiga : apabila biaya angkut bahan baku lebih murah dari
pada hasil industri.
3) Teori tempat yang sentral (theory of cental place) dari Walter
Christaller
Teori ini didasarkan pada konsep range (jangkauan) dan
threshold (ambang). Range (jangkauan) adalah jarak tempuh yang
diperlukan untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan masyarakat,
sedangkan threshold (ambang) adalah jumlah minimal anggota
masyarakat yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan suplai
barang. Menurut teori ini, tempat yang sentral secara hierarki dapat
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
a) Tempat sentral yang berhierarki 3 (K = 3), merupakan pusat
pelayanan berupa pasar yang senantiasa menyediakan barang-
barang bagi daerah sekitarnya, atau disebut juga kasus pasar
optimal.
b) Tempat sentral yang berhierarki 4 (K = 4), merupakan situasi lalu
lintas yang optimum. Artinya, daerah tersebut dan daerah
sekitarnya yang terpengaruh tempat sentral itu senantiasa
memberikan kemungkinan jalur lalu lintas yang paling efisien.
c) Tempat sentral yang berhierarki 7 (K = 7), merupakan situasi
administratif yang optimum. Artinya, tempat sentral ini
mempengaruhi seluruh bagian wilayah-wilayah tetangganya.33
Dalam menggunakan teori ini, ada beberapa persyaratan yaitu
sebagai berikut:
a) Keadaan topografi relatif sama atau seragam, tidak ada gangguan
yang dapat mengganggu jalur transportasi.
b) Tingkat ekonomi penduduk relatif homogen dan tidak
memungkinkan adanya produksi primer yang menghasilkan padi-
padian, kayu, dan batubara.34
33
Ibid., h.22-23. 34
Ibid., h. 23.
20
5. Sistem Informasi Geografis
a. Pengertian Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis atau dalam bahasa Inggris dikenal
dengan Geographic Information System (GIS) adalah sistem informasi
khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial
(bereferensi keruangan); atau dalam arti yang lebih sempit, adalah
sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun,
menyimpan, mengelola dan menampilkan informasi bereferensi
geografis, misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam
sebuah basis data.35
Adapun menurut BAKORSURTANAL (Badan Koordinasi
Survei dan Pemetaan Nasional) yang saat ini berubah menjadi BIG
(Badan Informasi Geospasial) menjabarkan SIG sebagai kumpulan
yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data
geografi, dan personal yang didesain untuk memperoleh, menyimpan,
memperbaiki, memanipulasi menganalisis, dan menampilkan semua
bentuk informasi yang bereferensi geografi.36
Menurut Burrough P.A,
“Sistem Informasi Geografis adalah suatu sistem perangkat yang dapat
melakukan pengumpulan, penyimpanan, pengambilan kembali
pengubahan (transformasi), dan penayangan (visualisasi) dari data
keruangan (spasial) untuk kebutuhan tertentu.”37
b. Komponen Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis memiliki komponen pendukung.
Komponen tersebut terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak
untuk keperluan masukan, penyimpanan, pengolahan, analisis, dan
terampil informasi.
35
Hadwi Soendjojo dan Akhmad Riqqi, Kartografi, (Bandung: Penerbit ITB, 2012), h, 203. 36
Sodikin, Sistem Informasi Geografis & Penginderaan Jauh (Teori dan Praktek dengan Er
Mapper dan ArcGIS 10), (t.p.: tt.p, 2016), Cet. II, h. 200. 37
Ferad Puturuhu, Mitigasi Bencana dan Penginderaan Jauh, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2015), Cet. I, h. 10.
21
1) Perangkat Keras (Hardware)
Yaitu perangkat fisik yang merupakan bagian dari sistem komputer
yang dapat mendukung analisis geografis dan pemetaan. Perangkat
keras tersebut antara lain:
a) Digitizer, adalah alat yang digunakan untuk mengubah
data teristris menjadi data digital.
b) Plotter, adalah alat yang digunakan untuk mencetak
peta yang lebar (besar).
c) Printer, adalah alat yang digunakan untuk mencetak
data maupun peta dalam ukuran relatif kecil.
d) CPU (Central Processing Unit) adalah pusat
pemrosesan data digital.
e) VDU (Visual Display) adalah komponen yang
digunakan sebagai layar monitor untuk menayangkan
hasil pemroresan CPU.
f) Disk drive adalah bagian CPU yang mampu
menghidupkan suatu program.
g) Tape drive adalah bagian CPU yang mampu
menyimpan data hasil pemroresan.
2) Perangkat Lunak (Software)
Yaitu komponen SIG yang berupa program-program yang
mendukung kerja SIG, seperti input data, proses data, dan output
data, di samping program kerja seperti Mapinfo, ArcView,
ArcGIS, dan sebagainya.
3) Brainware
Yaitu pelaksana yang bertanggungjawab dalam proses
pengumpulan. proses, analisis, dan publikasi data geografis.38
6. Sektor Informal
a. Pengertian Sektor Informal
Lahirnya istilah sektor informal adalah hasil penelitian Keith
Hart seorang peneliti Inggris di Ghana pada tahun 1971; menulis
laporannya yang berjudul Informal income opportunies: an urban
employment in Gahan. Sejak itu istilah informal dipakai oleh para
38
Sodikin, Sistem Informasi Geografis & Penginderaan Jauh (Teori dan Praktek dengan Er
Mapper dan ArcGIS 10), h. 200-201.
22
ekonom di mana-mana baik di Negara maju maupun Negara sedang
berkembang.
Mengenai sektor pada tahun 1972 ILO (International Labour
Organization) mengemukakan delapan ciri-ciri, dengan demikian:
kegiatan usaha keluarga, bentuknya kecil-kecilan, bersifat inte tepat
innsif kerja, menggunakan terutama material pribumi, mudah
didapatkan oleh konsumen, menggunakan teknologi tepat guna
(appropriate technology), keterampilan dari yang bersangkutan bukan
hasil pendidikan sekolah, usaha pasaran yang tak diatur.39
Dalam
Daldjoeni, Sethuraman mendefiniskan sektor informal sebagai sektor
yang meliputi segala kegiatan komersial yang tak diatur dan kegiatan
non-komersial, yang sama-sama tak memiliki struktur organisasi dan
operasional. Termasuk di sektor informal juga; pasar gelap, pelacuran,
babu, koki sertas srabutan di rumah-rumah. Jika diperluas lagi menurut
Kleinpenning sektor informal juga mencakup dagang dagang
rombengan serta ekonomi tong sampah (mengumpulkan apa-apa yang
telah dibuang untuk dijual).40
b. Sektor Informal di Indonesia
Salah satu sektor informal yang merupakan kegiatan ekonomi
yang tidak terorganisasikan dan belum terjangkau oleh kebijakan
pemerintah adalah perdagangan kaki lima.41
Definisi operasional dari sektor informal sukar diberikan
karena ada bermacam-macam, bergantung kepada sudut pandangan
ilmu yang dipakai. Adapun dari kacamata ekonomi, sebutan sektor-
sektor informal menunjuk kepada aktivitas ekonomi yang berskala
kecil, padat karya, tak mementingkan kualifikasi formal, lekat dengan
39
Daldjoeni, Geografi Kota dan Desa, h. 188-189. 40
Ibid., h. 189. 41
Ibid., h. 190.
23
rasa kekeluargaan, fleksibilitas tinggi, tak stabil, dan tak teratur upah
rendah dan barangkali bebas proteksi.42
Peranan sektor informal di Indonesia penting sekali. Untuk
melacaknya dalam berbagai kegiatan masyarakat, dapat dilihat empat
segi, adalah sebagai berikut:
1) Menurut BPS, pada tahun 1978 angka pengangguran
terbuka di Indonesia besarnya 2,4% dan ini mencakup kota
dan desa. Rendahnya angka ini disebabkan karena sebagian
besar angkatan kerja pertanian dan jasa kemasyarakatan
tersalur ke sektor informal, yakni 73,2%. Adapun yang
formal (industri, perdagangan, dan pertambangan hanya
22,1%).
2) Sektor informal mampu menyumbang sebanyak 64,9% dari
nilai PDB (Produk Domestik Bruto), sedang yang formal
seperti industri, perdagangan, dan pertambangan hanya
22.1%)
3) Pertumbuhan penduduk Indonesia per tahunnya ada 2,3%,
sehingga angkatan kerja setiap tahunnya bertambah dengan
1.4 juta. Padahal sektor industri misalnya baru mampu
menampung 4,1% dari pertumbuhan angkatan kerja
Indonesia; begitu pula jenis-jenis yang lain masuk sektor
informal. Meningkatnya pengangguran terbuka
menimbulkan akses seperti penodongan, perampokan,
pembunuhan, pelacuran, dan lain-lain. Setidak-tidaknya
sehubungan itu sektor informal membantu banyak dalam
usaha pemecahan masalah pengangguran di negeri
Indonesia.
4) Kehadiran sektor Informal menguntungkan penduduk desa
dan kota sekaligus, meskipun nampaknya pelayanan
mereka itu berupa penjualan abu gosok, tukang patri,
pengeruk kakus, penambal ban, pembersih halaman,
pembantu rumah tangga, penjual bakso dan sebagainya.43
Akhir-akhir ini ILO mengembangkan suatu strategi kebutuhan
dasar untuk dicobakan di Dunia Ketiga. Dalam waktu satu generasi
misalnya kebutuhan kaum miskin di kota harus sudah dapat dipenuhi.
Para penguasa diharapkan memperhatikan sektor informal yang ciri-
42
Ibid. 43
Ibid., h. 190-191.
24
cirinya intensitas kerja rendah, produktivitas rendah, dan teknologinya
ditepatgunakan.
Dalam sektor informal ini masih terdapat banyak perbedaan; di
samping pertukangan dan perusahaan di rumah, masih ada penganggur
penuh dan setengah penganggur, tenaga terdidik dan tak terdidik.
Penanganan sektor informal oleh penguasa atau kaum elit cenderung
menguntungkan kepentingan kapitalisme lewat pemanfaatan tenaga
murahan.44
Dengan kata lain sektor informal dapat menguntungkan
bagi pihak tertentu.
7. Pedagang Kuliner
a. Pedagang
Istilah dagang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki
arti pekerjaan yang berhubungan dengan menjual dan membeli barang
untuk memperoleh keuntungan. Adapun pedagang memiliki arti orang
yang mencari nafkah dengan berdagang.45
Perdagangan juga memiliki
arti sebagai kegiatan usaha yang dilakukan secara terus menerus,
seperti tercantum dalam Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 5 Tahun
2009 Tentang Perizinan dan Pendaftaran di Bidang Perindustrian dan
Perdagangan, “perdagangan adalah kegiatan usaha jual beli barang
atau jasa yang dilakukan secara terus menerus, dengan tujuan
pengalihan pengalihan hak atas barang atau jasa dengan disertai
dengan imbalan atau kompensasi.”46
Sedangkan menurut Pasal 2
(lama) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dijelaskan
bahwa, “pedagang adalah orang yang melakukan perbuatan
perdagangan sebagai pekerjaan sehari-hari.”47
44
Ibid., h. 192. 45
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed. 3, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), cet. 3, h. 229. 46
Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 5 Tahun 2009, Tentang Perizinan dan Pendaftaran
di Bidang Perindustrian dan Perdagangan, Bogor, 2009. h. 93. 47
Farida Hasyim, Hukum Dagang, ed. 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), Cet. 5, h. 3.
25
Perdagangan atau perniagaan pada umumnya ialah pekerjaan
membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual
barang itu ditempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud
untuk memperoleh keuntungan. Dalam zaman yang modern ini
perdagangan adalah pemberian perantaraan kepada produsen dan
konsumen untuk membelikan dan menjualkan barang-barang yang
memudahkan dan memajukan pembelian dan penjualan itu.48
Dijelaskan lebih lanjut mengenai perdagangan atau perniagaan dalam
Pasal 3 (lama) KUHD, yaitu “membeli barang untuk dijual kembali,
dalam jumlah banyak atau sedikit, masih berupa bahan atau sudah jadi,
atau hanya untuk disewakan pemakaiannya.49
Perdagangan juga dapat
dikatakan sebagai suatu kegiatan jual beli yang bertujuan
menyampaikan barang atau jasa dari produsen (penghasil) kepada
konsumen (pemakai).50
Berdasarkan penjelasan diatas mengenai pengertian pedagang
dan perdagangan dapat ditarik kesimpulan bahwa pedagang adalah
sebuah pekerjaan yang dimana dalam pekerjaannya ini terdapat
aktivitas jual beli, sedangkan perdagangan adalah suatu usaha yang
dilakukan secara terus menerus dengan menyampaikan barang atau
jasa dari produsen kepada konsumen dan mendapat kompensasi.
b. Kuliner
1) Pengertian Kuliner
Istilah kuliner berasal dari bahasa Inggris yaitu culinary
yang berarti berhubungan dengan dapur atau masakan.51
Adapun
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata kuliner memiliki
48
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum Dagang
Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), Cet. 4, h. 15. 49
Farida Hasyim, Hukum Dagang, h. 3. 50
Eva Banowati, Geografi Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014), h. 191. 51
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 2005), Cet. 26, h. 159.
26
makna yang berhubungan dengan masak-memasak.52
Istilah
kuliner di Indonesia sendiri baru ada sejak tahun 2005. Dimana ada
sebuah acara atau tayangan televisi yang meliput tempat-tempat
makan unik dan sudah memiliki reputasi yang baik dan tayangan
tersebut bernama “Wisata Kuliner”. Sejak saat itu, kata kuliner
menjadi semakin popular dan menjadi sesuatu yang identik dengan
mencicipi berbagai jenis makanan dan minuman.53
Kuliner berkaitan erat dengan proses dalam menyiapkan
makanan atau memasak yang merupakan kegiatan dasar manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Beberapa antropolog
memercayai bahwa kegiatan memasak sudah ada sejak 250 ribu
tahun yang lalu pada saat tungku pertama kali ditemukan. Sejak
itu, teknik memasak terus mengalami perkembangan dan setiap
daerah di penjuru dunia memiliki teknik memasak dan variasi
makanan tersendiri. Hal tersebut menjadikan makanan sebagai
suatu hal yang memiliki fungsi sebagai produk budaya. Kemudian
dengan pemahaman tersebut, kuliner dijadikan sebuah komoditas
industri kreatif berbasis budaya.54
Menurut bahasa Melayu dalam Patimah, “kuliner adalah
hasil olahan yang berupa masakan, masakan tersebut berupa lauk-
pauk, makanan (panganan) dan minuman”.55
Kata kuliner berarti suatu seni mengolah bahan makanan
yang dimulai dari memilih bahan makanan dan mempersiapkan
bahan makanan dan peralatan yang digunakan, kemudian
diteruskan dengan memasak bahan makanan sampai cara
52
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, ed. 4,
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 753. 53
Mandra Lazuardi dan Mochamad Sandy Triady, Ekonomi Kreatif: Rencana
Pengembangan Kuliner Nasional 2015-2019, (tt.p.: PT Republika Solusi, 2015), Cet. I, h. 4. 54
Ibid. 55
Teddy Gunawan, dkk., “Identifikasi Wisata Kuliner Kota Bogor”, Jurnal Program Studi
Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik-Universitas Pakuan, h. 2.
27
menyajikan agar hidangan tampil menarik dan rasa yang lezat
sehingga dapat menggugah selera makan.56
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa
kuliner merupakan cara penyajian maupun seni dalam mengolah
makanan atau minuman yang di olah dari bahan-bahan tertentu dan
disajikan secara menarik agar dapat menggugah selera makan.
2) Ruang Lingkup Pengembangan Kuliner
Menurut laporan mengenai ekonomi kreatif yang
diterbitkan oleh Mississipi Development Authority menyatakan
bahwa ruang lingkup kuliner pada ekonomi kreatif merupakan
bagian dari industri pertanian dan industry makanan. Secara lebih
rinci ruang lingkup ini dibagi ke dalam empat kategori, yaitu:
a) Jasa penyedia makanan/restoran/jasa boga (caterers);
b) Toko roti (baked goods stores);
c) Toko olahan gula/permen/coklat (confectionery and nut
stores);
d) Toko produk makanan special (all other specialty foods
stores).57
Adapun ruang lingkup subsektor kuliner di Indonesia
sendiri dibagi ke dalam dua kategori utama, ditinjau dari hasil
akhir yang ditawarkan, yaitu jasa kuliner dan barang kuliner. Jasa
kuliner (foodservice) yang dimaksud adalah jasa penyediaan
makanan dan minuman di luar rumah. Ditinjau dari aspek
persiapan dan penyajiannya, hal ini dapat dibagi ke dalam dua
kategori umum, yaitu restoran dan jasa boga. Restoran adalah
tempat penyedia makanan dan minuman di mana konsumen datang
berkunjung, sedangkan jasa boga adalah penyedia makanan dan
minuman yang mendatangi lokasi konsumen.58
56
Munifa, dkk. Gizi Kuliner Dasar, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015), h. 1. 57
Lazuardi dan Triady, Ekonomi Kreatif: Rencana Pengembangan Kuliner Nasional 2015-
2019, h. 8. 58
Ibid., h. 9.
28
3) Ruang Lingkup Industri Kuliner
Kuliner merupakan subsektor baru yang di masukkan pada
industri kreatif, yaitu sekitar pada tahun 2011. Sesuai dengan
Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2009, ruang
lingkup subsektor kuliner adalah antara lain:
a) Restoran
Kelompok ini mencakup jenis usaha jasa pangan yang
bertempat di sebagian atau seluruh bangunan permanen yang
menjual dan menyajikan makanan dan minuman untuk umum
di tempat usahanya, baik dilengkapi dengan peralatan/
perlengkapan untuk proses pembuatan dan penyimpanan
maupun tidak dan telah mendapatkan surat keputusan sebagai
restoran/rumah makan dari instasi yang membinanya.
b) Warung Makan
Kelompok ini mencakup jenis usaha jasa pangan yang
bertempat di sebagian atau seluruh bangunan tetap (tidak
berpindah-pindah), yang menyajikan dan menjual makanan dan
minuman di tempat usahanya baik dilengkapi maupun tidak
dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan
maupun penyimpanan dan belum mendapatkan ijin dan surat
keputusan dari instalasi yang membinanya.
c) Kedai Makanan
Kelompok ini mencakup usaha perdagangan eceran
yang menjual dan menyajikan makanan siap dikonsumsi yang
melalui proses pembuatan di tempat tetap yang dapat dipindah-
pindahkan atau dibongkar pasang, biasanya dengan
menggunakan tenda, seperti kedai seafood, pecel ayam dan
lain-lain.
d) Penyediaan Makanan Keliling atau Tempat Tidak Tetap
Kelompok ini mencakup usaha perdagangan eceran
yang menjual dan menyajikan makanan siap dikonsumsi yang
29
didahului dengan proses pembuatan dan biasanya dijual dengan
cara berkeliling, seperti tukang bakso keliling, tukang gorengan
keliling dan lain-lain.
e) Jasa Boga Untuk Suatu Event Tertentu (Event Catering)
Kelompok ini mencakup penyediaan jasa makanan atas
dasar kontrak perjanjian dengan pelanggan, lokasi ditentukan
oleh pelanggan untuk suatu event tertentu. Kelompok ini
mencakup usaha penjualan makanan jadi (siap dikonsumsi)
yang terselenggara melalui pesanan-pesanan untuk kantor,
perayaan, pesta, seminar, rapat dan sejenisnya. Biasanya
makanan jadi yang dipesan diantar ke tempat kerja, pesta,
seminar, rapat dan sejenisnya berikut pramusaji yang akan
melayani tamu-tamu/peserta seminar atau rapat pada saat
pesta/seminar berlangsung.
f) Penyediaan Makanan Lainnya
Kelompok ini mencakup jasa katering yaitu jasa
penyediaan makanan atas dasar kontrak perjanjian dengan
pelanggan, untuk periode waktu tertentu. Kegiatannya
mencakup kontraktor jasa makanan (misalnya untuk perusahaan
transportasi), jasa katering berdasarkan perjanjian di fasilitas
olahraga dan fasilitas sejenis, kantin atau kafetaria (misalnya
untuk pabrik, perkantoran, rumah sakit atau sekolah) atas dasar
konsesi, jasa katering yang melayani rumah tangga. Termasuk
dalam kelompok ini jasa catering yang melayani tempat
pengeboran minyak dan lokasi penggergajian kayu. Misalnya
Aerowisata.
g) Bar
Kelompok ini mencakup usaha yang kegiatannya
menghidangkan minuman keras serta makanan kecil untuk
umum di tempat usahanya dan telah mendapatkan ijin dari
instansi yang membinanya.
30
h) Kelab Malam atau Diskotik Yang Utamanya Menyediakan
Minuman
Kelompok ini mencakup suatu usaha penyedikan jasa
pelayanan minum sebagai kegiatan utama di mana
menyediakan juga tempat dan fasilitas untuk menari dengan
diiringi musik hidup, atraksi pertunjukan lampu sebagai
layanan tambahan secara pramuria.
i) Rumah Minum atau Kafe
Kelompok ini mencakup jenis usaha jasa pangan yan
bertempat di sebagian atau seluruh bangunan permanen yang
menjual dan menyajikan utamanya minuman untuk umum di
tempat usahanya, baik dilengkapi dengan peralatan atau
perlengkapan untuk proses pembuatan dan penyimpanan
maupun tidak dan baik telah mendapatkan surat keputusan
sebagai rumah minum dari instansi yang membinanya maupun
belum.
j) Kedai Minuman
Kelompok ini mencakup usaha perdagangan eceran
yang menjual dan menyajikan utamanya minuman siap
dikonsumsi yang melalui proses pembuatan di tempat tetap
yang dapat dipindah-pindahkan atau dibongkar pasang,
biasanya dengan menggunakan tenda, seperti kedai kopi, kedai
jus dan minuman lainnya.
k) Rumah atau Kedai Obat Tradisional
Kelompok ini mencakup jenis usaha yang bertempat
disebagian atau seluruh bangunan permanen yang menjual dan
menyajikan minuman jamu atau obat tradisioanal untuk umum
di tempat usahanya, baik yang dilengkapi dengan
peralatan/perlengkapan untuk proses pembuatan dan
penyimpanan maupun tidak dan baik telah mendapatkan surat
keputusan sebagai rumah jamu dari instansi yang membinanya
31
maupun belum. Kelompok ini juga mencakup usaha
perdagangan eceran yang menjual dan menyajikan minuman
jamu siap dikonsumsi yang melalui proses pembuatan di tempat
tetap yang dapat dipindah-pindahkan atau dibongkar pasang,
biasanya dengan menggunakan tenda, seperti kedai jamu.
l) Penyediaan Minuman Keliling atau Tempat Tidak Tetap
Kelompok ini mencakup usaha perdagangan eceran
yang menjual dan menyajikan makanan dan minuman siap
dikonsumsi yang didahului dengan proses pembuatan dan
biasanya dijual dengan cara berkeliling, seperti tukang es doger,
tukang es cincau, tukang jamu gendong dan lain-lain.59
5) Kebijakan Pengembangan Kuliner
Beberapa kebijakan yang terkait dengan industri kuliner adalah:
1. Kebijakan izin usaha kuliner
Standardisasi lokasi usaha
Standardisasi operasional usaha
Standardisasi pelayanan usaha
Kebijakan izin usaha pada umumnya dikeluarkan oleh
institusi pemerintah tingkat daerah. Peraturan atau kebijakan
setiap daerah dapat berbeda-beda sesuai keadaan daerah
tersebut. Sebelum mendapatkan izin, pada umumnya terdapat
beberapa syarat terkait standardisasi sebuah usaha, terutama
usaha bidang kuliner, seperti standar pelayanan, kebersihan,
operasional, dan sebagainya.
Kebijakan izin usaha untuk usaha restoran diatur oleh
peraturan tingkat daerah sesuai lokasi usaha tersebut.
Contohnya, di DKI Jakarta, izin usaha rumah makan atau
restoran berada di bawah Peraturan Daerah Provinsi DKI
Jakarta Nomor 10 Tahun 2004 tentang Kepariwisataan, dimana
59
Ibid., h. 39-40.
32
usaha-usaha yang terkait seperti rumah makan, restoran,
catering, salon, hotel, usaha hiburan, dan jasa usaha pariwisata
harus memiliki Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) yang
berfungsi sebagai izin operasional usaha. Syarat untuk
mendapatkan TDUP diantaranya adalah salinan IMB yang
peruntukkannya untuk usaha atau kantor, Surat Keterangan
Domisili Usaha, dan beberapa kelengkapan lainnya.
Untuk produk kuliner yang berbentuk kemasan dan
akan dijual di pasar, maka harus memiliki izin edar, sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan. Dinyatakan dalam Pasal 91 bahwa Pelaku Usaha
Pangan wajib memiliki izin edar yang dikeluarkan oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), kecuali bagi produk
pangan olahan yang diproduksi oleh industri rumah tangga.
Untuk produk skala rumah tangga, izin edar cukup berupa
Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SPPIRT)
yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan tingkat
Kabupaten/Kota.
Selain izin usaha dan izin edar, terdapat aturan
mengenai standardisasi kebersihan rumah makan dan restoran
yang diatur melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1098 tahun 2003. Peraturan ini mengatur
persyaratan hygiene sanitasi rumah makan dan restoran dengan
tujuan untuk melindungi masyarakat dari makanan dan
minuman yang tidak memenuhi persyaratan hygiene sanitasi
yang dikelola rumah makan dan restoran agar tidak
membahayakan kesehatan. Pelanggaran terhadap peraturan ini
adalah sanksi administratif yang dapat berupa teguran lisan,
terguran tertulis, sampai dengan pencabutan sertifikat laik
hygiene sanitasi rumah makan dan restoran.
33
2. Kebijakan Sertifikasi
Kebijakan ini terkait sertifikasi dalam melakukan
operasional usaha di pasar. Sertifikasi yang sudah ada adalah
seperti sertifikasi halal. Di Indoensia, sertifikat halal
dikeluarkan oleh Lembaga Pengkajian dan Pengawasan Obat
dan Makanan Majelis Ulama (LPPOM MUI) dan Badan Halal
Nahdlatul Ulama (BHNU). Pada dasarnya sertifikat ini akan
memberikan jaminan halal terhadap produk pangan, obat, dan
kosmetika yang beredar dan dikonsumsi masyarakat. Sertifikat
halal ini harus diperbaharui setiap tiga tahun sekali.60
Tujuan dari sertifikat ini adalah untuk memberikan
jaminan mutu dan kualitas yang ditawarkan kepada konsumen
sudah sesuai dengan aturan halal. Sertifikat halal menjadi
faktor penting di Indonesia sebagai negara dengan mayoritas
penduduk beragama Islam. Untuk memberikan panduan
lengkap mengenai proses sertifikasi halal yang dapat digunakan
oleh pelaku usaha maupun konsumen, LPPOM MUI
menerbitkan HAS 2300 yang merupakan sebuah buku panduan
yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu HAS 23000:1 mengenai
Persyaratan Sertifikasi: Kriteria Sistem Jaminan Halal dan
HAS 23000:2 mengenai Persyaratan Sertifikasi Halal:
Kebijakan dan Prosedur.61
3. Kebijakan Pengembangan Usaha
Salah satu media pengembangan usaha pada bidang
kuliner dapat menggunakan konsep waralaba. Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2013 tentang
Pengembangan Kemitraan Dalam Waralaba Untuk Jenis Usaha
Jasa Makanan dan Minuman telah mengembangkan konsep
waralaba agar menciptakan lingkungan usaha dengan sistem
60
Ibid., h. 53. 61
Ibid., h. 54.
34
waralaba yang lebih kondusif, terutama untuk pengembangan
usaha kecil dan menengah. Peraturan ini dilatarbelakangi oleh
perkembangan dan pertumbuhan waralaba jenis usaha makanan
dan minuman yang signifikan. Peraturan ini pun diharapkan
mampu mempromosikan produk-produk domestik dengan
adanya penetapan kewajiban penggunaan bahan baku dan
peralatan dari dalam negeri.62
c. Jenis-jenis Kuliner
Bogor dikenal sebagai kota kuliner. Jenis-jenis kuliner seperti
disajikan pada Tabel 2.1
Tabel 2.1
Jenis Kuliner Kota Bogor63
No Kuliner
Jenis Tradisional Jenis Modern
1 Toge Goreng Bu Evon Brownnies Amanda Kukus
2 Soto Kuning Roti Unyil Venus Bakery
3 Doclang Mantarena Lapis Talas Arasari
4 Asinan Bogor -
5 Laksa Bogor -
6 Lapis Bogor -
7 Bumbu Desa -
8 Michelle Bakery -
9 Nasi Goreng Pete Guan Tjo -
10 Sate Gate Empang -
11 Sop Buntut Sapi -
12 Pondok Sate Kiloan -
13 Mie Ayam Sidomampir -
Sumber: Profil Bogor
62
Ibid. 63
Profil Bogor, Wisata Kuliner Bogor, 2016,
(http://direktori.kotabogor.go.id/index.php/situs/wisatakul).
35
Kuliner dalam pandangan Islam bukan hanya sekedar makanan
yang enak, lezat atau menggugah selera makan. Islam sendiri memiliki
aturan untuk umatnya tentang makanan yang halal (makanan yang
boleh dimakan) ataupun makanan yang haram (tidak boleh dimakan).
Selain halal, makanan tersebut juga harus baik.
Hal ini dijelaskan sebagaimana dalam Al-Qur’an surat Al-
Baqarah ayat 168.
Artinya:
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan
baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata
bagimu.”64
Dalam ayat lain dijelaskan perintah untuk memakan makanan
yang baik. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah swt, surat Al Baqarah
ayat 172.
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki
yang baik yang Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah
kepada Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.”65
8. Kota
a. Pengertian Kota
Arti kota terdiri dari dua aspek besar yang satu sama lain tidak
dapat dipisahkan. Kedua aspek tersebut yang pertama adalah aspek
64
Litequran.net, 2019, (https://litequran.net/al-baqarah). 65
Ibid.
36
fisik (terbangun dengan alam) sebagai wujud ruang dengan elemen
elemennya dan yang kedua adalah aspek manusia sebagai subyek
pembangunan dan pengguna ruang kota.66
Pengertian kota (city) yang sering dijadikan acuan di Indonesia
adalah tempat dengan konsentrasi penduduk lebih padat dari wilayah
sekitarnya karena terjadi pemusatan kegiatan fungsional yang
berkaitan dengan kegiatan atau aktivitas penduduknya. Definisi kota
menurut Ditjen Cipta Karya yaitu permukiman yang berpenduduk
relatif besar, luas areal terbatas, pada umumnya bersifat nonagraris,
kepadatan penduduk relatif tinggi, tempat sekelompok orang dalam
jumlah tertentu dan bertempat tinggal dalam suatu wilayah geografis
tertentu, cenderung berpola hubungan rasional, ekonomis, dan
individualistis.67
Menurut Sriartha, “kota merupakan suatu sistem jaringan
kehidupan manusia dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan
diwarnai pula dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan
coraknya yang materialistis.”68
Adapun 4 ciri-ciri kota menurut
Freeman dalam Koester meliputi: penyedia fasilitas untuk seluruh
warga; penyedia jasa (tenaga); penyedia jasa profesional (bank,
kesahatan, dan lain-lain); serta memiliki pabrik (industri). Kota
dianggap sebagai pusat pasar, sehingga perdagang merupakan basis
jaringan dalam suatu kota.69
Dari sudut ahli ekologi perkotaan, “perkotaan adalah masalah
kependudukan yang terpisah-pisah karena latar kemakmuran dan
kebudayaan.” Sedangkan dari sudut ekonomi, “kota merupakan pusat
produksi, perdagangan dan distribusi dengan basis kesatuannya ialah
66
Sugiono Soetomo, Urbanisasi dan Morfologi; Proses Perkembangan Peradaban dan
Wadah Ruangnya Menuju Ruang yang Manusiawi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), h. 19. 67
Nia K. Pontoh dan Iwan Kustiwan, Pengantar Perencanaan Perkotaan, (Bandung:
Penerbit ITB: 2008), h. 5. 68
I Gusti Ayu Adi Rahayuni, “Pola Penyebaran Pedagang Kaki Lima (PKL) di Kota
Singaraja”, Skripsi pada Jurusan Pendidikan Geografi FIS Undiksha, h. 2, tidak dipublikasikan. 69
Raldi Hendro Koestoer, dkk., Dimensi Keruangan Kota: Teori dan Kasus, (Jakarta: UI
Press, 2001), h. 10.
37
organisasi-organisasi ekonomi.” Adapun menurut Max Weber dalam
Purnawarman, ia memberikan pengertian bahwa “kota adalah suatu
permukiman yang mengutamakan kehidupan perdagangan dan
komersial dari pada pertanian. Dengan kata lain, bidang perdagangan
berperan besar di perkotaan yang dimana kota ini merupakan tempat
pasar atau sebuah permukiman pasar.70
Pengertian tentang kota juga dikemukan oleh Sirjamaki sebagai
berikut:
“Kota merupakan pusat-pusat komersial dan industri, kota-kota
juga merupakan sekumpulan penduduk dengan tingkat
pemerintahan sendiri yang di atur oleh pemerintah-pemerintah
kota. Kota juga merupakan pusat-pusat untuk belajar serta
tempat kemajuan peradaban. Dilihat dari segi sejarah, kota-kota
merupakan tempat kelahiran peradaban dunia, dan di kotalah
menjadi tempat bagi pembentukan peradaban yang lebih
tinggi.”71
Dalam UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang,
bahwa “Perkotaan atau kawasan perkotaan merupakan suatu wilayah
yang mempunyai kegiatan bukan pertanian dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan
distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi.”72
Kota memiliki fungsi bagi wilayah di sekitarnya. (1) kota
sebagai pusat pendidikan, kesehatan, dan budaya; (2) kota memiliki
fungsi jasa distribusi (jasa perdagangan/pemasaran, dan jasa
pengangkutan) bagi wilayah sekitarnya; dan (3) kota merupakan lokasi
industri pengolahan dan jasa. Menurut Adisasmita, keseluruhan fungsi
tersebut di atas harus dilihat dalam konteks bagaimana upaya yang
70
Purnawarman Basundoro, Pengantar Sejarah Kota, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2012),
h. 15. 71
Ibid., h. 16. 72
Gunawan, dkk., “Identifikasi Wisata Kuliner Kota Bogor”, h.1.
38
harus dilakukan untuk mewujudkan kota-kota tersebut secara efektif
dan efisien dalam melaksanakan fungsinya.73
Terdapat lima aspek untuk dapat dikatakan sebagai kota
menurut P.J.M. Nas, yaitu 1) suatu lingkungan maerial buatan
manusia, 2) suatu pusat produksi, 3) suatu komunitas sosial, 4) suatu
komunitas budaya, dan 5) suatu masyarakat terkontrol.74
Menurut Bintarto, “kota itu suatu sistem jaringan kehidupan
manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan
diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya
materialistis”. Ia juga juga mengatakan bahwa, “kota dapat diartikan
sebagai benteng budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan
non-alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar
dengan corak kehidupan yang sifatnya heterogen dan materialistis
dibandingkan dengan daerah belakangnya (hinterland).” Jika di
periksa dari udara maka kota nampak berupa aglomerasi bangunan
dikelilingi dan dibatasi oleh jalur-jalur jalan atau sungai-sungai yang
diselang-seling oleh pepohonan besar-kecil …”75
Hofmeister mencoba mengungkapkan definisi dari kota dalam
arti yang luas :
“Kota adalah suatu pemusatan keruangan dari tempat tinggal
dan tempat kerja manusia yang kegiatannya umum di sektor
sekunder dan tersier, dengan pembagian kerja ke dalam dan
arus lalu lintas yang beraneka antara bagian-bagiannya dan
pusatnya, yang pertumbuhannya sebagian besar disebabkan
oleh tambahan kaum pendatang dan mampu melayani
kebutuhan barang dan jasa bagi wilayah yang jauh letaknya.76
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kota adalah suatu
sistem kehidupan manusia yang padat penduduknya dimana dari
penduduk tersebut bekerja di sektor sekunder dan tersier serta dapat
memenuhi kebutuhan untuk wilayah yang jauh.
73
Ibid. 74
Basundoro, Pengantar Sejarah Kota, h. 18. 75
Daldjoeni, Geografi Kota dan Desa, h. 36. 76
Ibid., h. 42.
39
b. Asal-usul Kota dan Perkembangannya
Ada pendapat yang mengemukakan bahwa kota muncul sekitar
3500 SM atau 4000 SM. Kota tertua muncul di daerah Irak bagian
selatan. Munculnya kota biasanya dikaitkan desa, yaitu bahwa kota
merupakan konsekuensi logis dari perkembangan sebuah desa. Pada
awalnya kota merupakan desa dan tempat bermukim para petani. Kota
dianggap mewakili masyarakat modern.77
Dalam buku Pengantar Sejarah Kota, E.E. Bergel
mengemukakan beberapa istilah berkaitan dengan perkembangan suatu
wilayah menjadi sebuah kota. Beberapa istilah tersebut antara lain:
a) Village (desa), pada umumnya diartikan sebagai setiap
tempat peermukiman para petani, terlepas dari besar dan
kecilnya daerah tersebut. Ciri utama dari desa adalah bahwa
antara desa yang satu dengan desa yang lain tidak saling
mendominasi, tidak saling menguasai atau saling
mempengaruhi.
b) Town, diterjemahkan sebagai kota kecil, dan didefinisikan
sebagai suatu permukiman perkotaan yang mendominasi
lingkungan pedesaan dalam berbagai segi …
c) City, diartikan sebagai kota besar … beberapa ciri antara
lain: a) dalam beberapa hal perbedaan anatar city dengan
town ganya bersifat gradual, yaitu perbedaan jumlah
tingkatan, b) City lebih bersifat kompleks, c) memiliki
tingkat diferensiasi yang tinggi, d) city merupakan
cerminan paling lengkap dari konsentrasi manusia dalam
suatu ruang.
d) Metropolis (metro= hidup, polis= kota). Batasan metropolis
semula didasarkan oleh jumlah penduduk, yaitu kota yang
penduduknya lebih dari 1.000.000. Kemudian batasan ini
menjadi idak berguna lagi karena banyak kota yang
memiliki kualitas urban. Batasan yang dipakai kemudian
adalah kota yang memiliki arti internasional atau
supranasional.”78
77
Basundoro, Pengantar Sejarah Kota, h. 19. 78
Ibid., h. 20-21.
40
B. Penelitian Relevan
Penelitian tentang pedagang kuliner yang pernah dilakukan
sebelumnya, yaitu dilihat dari judul penelitian, metode dan hasil penelitian.
Mengenai penelitian sebelumnya akan dijabarkan sebagai berikut:
Stevira Stani (2012) dalam penelitiannya “Sebaran Pedagang Makanan
Kaki Lima di Segitiga Emas Jakarta”. Metode yang digunakan yaitu analisis
deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan persebaran dan
karakteristik PMKL di sekitar gedung perkantoran segitiga emas Jakarta.
Berdasarkan hasil observasi pada penelitian ini lama aktivitas berdagang
kelompok PMKL yaitu berkisar antara Sembilan sampai dengan sebelas
setengah jam. Waktu berdagang dimulai pada pukul 07:00 dan berakhir pada
pukul 17:00, namun pada kelompok PMKL 5, 6, 7 waktu mulai berdagang
pada pukul 06:30 dan kelompok PMKL 4 dan 5 berakhir pada pukul 16:00
dan 18:00. Rata-rata waktu yang digunakan kelompok PMKL untuk
berdagang hampir sama, yaitu 10 jam dalam satu hari. Fenomena persebaran
kelompok PMKL yang terjadi pada segitiga emas Jakarta terkonsentrasi pada
jalan utama yang dekat dengan persimpangan jalan dimana terdapat gedung
perkantoran dengan pola semakin banyak jumlah lantai perkantoran semakin
banyak jumlah PMKL. Jam operasional sebagaian PMKL dimulai sebelum
jam masuk kantor dan berakhir setelah jam keluar kantor.
Radika Indra Utama (2016) dengan judul penelitian “Interaksi Sosial
Antara Pedagang Kuliner Lokal dengan Wisatawan Kuliner Lokal dalam
Mengembangkan Wisata Kuliner Lokal di Kota Surakarta”. Metode penelitian
yang digunakan ialah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.
Hasil penelitian yang diperoleh dari interaksi sosial antara pedagang kuliner
lokal dengan wisatawan kuliner lokal dalam mengembangkan wisata kuliner
lokal di Kota Surakarta, didapatkan kesimpulan bahwa pedagang kuliner lokal
mengkomunikasikan produk kuliner lokalnya dengan menggunakan spanduk,
getok tular, dan internet. Pedagang kuliner lokal dalam memberikan
pelayanannya dengan cara ramah, bersih, dan cepat. Kerja sama antara
41
pedagang kuliner lokal dengan wisatawan kuliner lokal adalah pertukaran
sosial dengan proposisi sukses.
Ayu Herlina (2013) dengan judul penelitian “Perilaku Kewirausahaan
Pedagang Kuliner di Daerah Kampus Universitas Jember di Jalan Kalimantan
dan Jawa Kabupaten Jember”. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan
desktiptif kualitatif yang ditujukan untuk mengetahui perilaku kewirausahaan
pedagang kuliner kaki lima dengan mendeskripsikan aspek kepercayaan diri,
kesediaan menanggung resiko dan bertindak kreatif-inovatif. Hasil dari
peneliitian ini dapat disimpulkan bahwa Para pedagang kuliner kaki lima
dalam menjalankan usahanya selalu dihadapi yang intinya adalah tidak
lakunya dagangan atau dagangan tidak habis sehingga mengalami kerugian
atau untungnya berkurang, yang kedua umumnya bersikap optimis, percaya
diri dan berperilaku pantang menyerah, “tahan banting” untuk tetap berusaha
karena mereka umumnya memandang bahwa usaha yang kini dilakukan telah
memberikan peningkatan kesejahteraan dibandingkan sebelum mereka
melakukan usaha kuliner kaki lima, yang ketiga untuk dapat bertahan dan
berkembang usahanya, para pedagang kuliner kaki lima juga melakukan
kreatifitas dan inovasi misalkan seperti dalam meracik bumbu dan produknya.
Rivaldi Pragola (2010) dalam penelitiannya “Analisis Mekanisme
Harga Terhadap Etika Bisnis Pedagang Kuliner Pada Restourant Taman
Resto”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Hasil dari penelitian ini adalah etika yang berperan penting bagi pelaku
usaham, dimana asumsi ini adalah jalan singkat dari konsep marketing produk.
Seleksi publik, sebagai penjual dan pembeli harus jadi polisi yang menindak
dan menilai hal yang menjadi suatu motivasi bagi pengusaha untuk melihat
kembali secara mendetail rangkaian produksinya apakah melaksanakan etika
didalamnya. Standar ini yang menjadi ujung tombak dari bisnis yang
dibangun. Etika merupakan syarat utama yang sukses dan pemerintah sebagai
fungsi negara harus lebih melihat masalah tersebut sebagai masalah yang
besar, sehingga fungsi kontrol etik pada dunia usaha bisa kembali dijalankan.
42
Ganjar Utomo (2011) dengan judul “Distribusi Spasial Lokasi
Pedagang Kaki Lima Di Kelurahan Sragen Kulon Kecamatan Sragen
Kabupaten Sragen.” Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
termasuk dalam penelitian populasi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui persebaran lokasi usaha pedagang kaki lima di wilayah
Kecamatan Sragen Kabupaten Sragen, mengetahui jenis dagangan pedagang kaki
lima wilayah Kelurahan Sragen Kulon Kecamatan Sragen Kabupaten Sragen dan
mengetahui besarnya sumbangan pedagang kaki lima terhadap pendapatan
keluarga di wilayah Kelurahan Sragen Kulon Kecamatan Sragen Kabupaten
Sragen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) distribusi spasial lokasi
pedagang kaki lima di Kelurahan Sragen Kulon membentuk pola memanjang
mengikuti jalan utama Kota Sragen. Lokasi pedagang kaki lima sebagian besar
berada di Dukuh Beloran sebanyak 30 orang (56.6%) dari total 53 pedagang kaki
lima yang ada. (2) Jenis dagangan yang dijual oleh pedagang kaki lima di
Kelurahan Sragen Kulon didominasi oleh jenis dagangan makanan yaitu sebanyak
39 orang (73,6%), jenis dagangan non makanan sebanyak 7 orang (13,2%) dan
jasa pelayanan sebanyak 7 orang (13,2%). (3) Sumbangan pendapatan pedagang
kaki lima terhadap pendapatan keluarga sebesar 68,68 %. Rata-rata pendapatan
pedagang kaki lima perbulan adalah Rp 1.166.037,00.
43
Tabel 2.2
Penelitian yang Relevan
No Nama
Peneliti Judul Penelitian Persamaan dan Perbedaan
1 Stevira
Stani
(2012)
Sebaran Pedagang
Makanan Kaki Lima
di Segitiga Emas
Jakarta
Persamaan:
Meneliti mengenai pedagang kuliner atau
makanan
Perbedaan:
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui
hubungan aktivitas perkantoran dengan
aktivitas PMKL.
2 Radika
Indra
Utama
(2016)
Interaksi Sosial Antara
Pedagang Kuliner
Lokal dengan
Wisatawan Kuliner
Lokal dalam
Mengembangkan
Wisata Kuliner Lokal
di Kota Surakarta
Persamaan:
Meneliti mengenai pedagang kuliner
Perbedaan:
Meneliti pedagang kuliner dalam
mengembangkan wisata kulinernya
3 Ayu
Herlina
(2013)
Perilaku
Kewirausahaan
Pedagang Kuliner di
Daerah Kampus
Universitas Jember di
Jalan Kalimantan dan
Jawa Kabupaten
Jember
Persamaan:
Meneliti mengenai pedagang kuliner
Perbedaan:
Bertujuan untuk mengetahui perilaku
kewirausahaan pedagang kuliner kaki lima
dengan mendeskripsikan aspek kepercayaan
diri, kesediaan menanggung resiko dan
bertindak kreatif-inovatif.
4 Rivaldi
Pragola
(2010)
Analisis Mekanisme
Harga Terhadap Etika
Bisnis Pedagang
Kuliner Pada
Restourant Taman
Resto
Persamaan:
Meneliti tentang pedagang kuliner
Perbedaan:
Penelitian ini meneliti pedagang kuliner dari
sudut harga.
44
Tabel 2.2 (Lanjutan)
5 Ganjar
Utomo
(2011)
Distribusi Spasial
Lokasi Pedagang Kaki
Lima Di Kelurahan
Sragen Kulon
Kecamatan Sragen
Kabupaten Sragen
Persamaan:
Meneliti tentang pedagang kaki lima dan
bertujuan untuk mengetahui persebaran
lokasi pedagang
Perbedaan:
Bertujuan untuk mengetahui mengetahui
persebaran lokasi usaha pedagang kaki lima
di wilayah Kecamatan Sragen Kabupaten
Sragen, mengetahui jenis dagangan
pedagang kaki lima wilayah Kelurahan
Sragen Kulon Kecamatan Sragen Kabupaten
Sragen dan mengetahui besarnya
sumbangan pedagang kaki lima terhadap
pendapatan keluarga di wilayah Kelurahan
Sragen Kulon Kecamatan Sragen Kabupaten
Sragen.
C. Kerangka Berfikir
Pedagang Kuliner adalah orang yang melakukan perbuatan
perdagangan masakan atau olahan sebagai pekerjaan sehari-hari yang
berhubungan dengan menjual dan membeli barang untuk memperoleh
keuntungan. Setiap pedagang kuliner menjual makanan yang berbeda-beda
jenisnya. Adapun jenis-jenis kuliner diantaranya terdapat kuliner tradisonal
dan kuliner modern. Jenis dari kuliner tradisional antara lain, yaitu toge
goreng, soto kuning, doclang mantarena, asinan Bogor, laksa Bogor, lapis
Bogor, bumbu desa, michelle bakery, nasi goreng pete guan tjo, sate gate
empang, sop buntut sapi, pondok sate kiloan dan mie ayam sidomampir.
Sedangkan jenis kuliner modern antara lain, yaitu brownies Amanda kukus,
roti unyil venus bakery, dan lapis talas arasari.
Persebaran lokasi industri merupakan persebaran yang dapat
membentuk mengelompok, random (acak), dan seragam yang dimana lokasi
ini dapat memberikan keuntungan secara ekonomi. Diharapkan dengan
45
melalui persebaran lokasi industri ini bisa mengetahui bagaimana persebaran
pedagang kuliner apakah membentuk mengelompok, random (acak) atau
seragam.
Kesesuaian penyebaran spasial adalah suatu metode untuk melihat
bentuk dari persebaran pedagang kuliner yang dilihat dari kesesuaian atau
ketentuan yang berlaku. Dimana penyebaran spasial pedagang kuliner ini
dilihat secara keruangan. Industri kuliner yang berada pada lokasi keramaian
dan dapat menarik perhatian banyak orang dapat memberi keuntungan dalam
aspek ekonomi.
Dengan melakukan persebaran industri untuk jenis industri kuliner dan
melalui kesesuaian persebaran ini dilakukan dengan melalui tahapan plotting.
Dimana plotting dilakukan untuk mem-plott lokasi keberadaan pedagang
kuliner di Kecamatan Bogor Tengah melalui pembuatan gambar atau titik,
garis dan tanda-tanda tertentu di peta. Dimana hasil dari plotting tadi di
analisis secara spasial melalui GIS. Dimana maksud dari analisis spasial
adalah menggambarkan tingkatan atau pola dari sebuah fenomena spasial,
sehingga dapat dimengerti dengan lebih baik. Dengan melakukan analisis
spasial, diharapkan muncul informasi baru yang dapat digunakan sebagai
dasar pengambilan keputusan di bidang yang dikaji.79
Analisis spasial
dilakukan untuk menganalisis lokasi pedagang kuliner secara keruangan yang
dilakukan melalui GIS. Dimana GIS itu merupakan sistem informasi khusus
yang mengelola data yang memiliki informasi spasial. Dalam penelitian ini
GIS yang digunakan adalah Quantum GIS sehingga akan diperoleh peta
sebaran spasial pedagang kuliner yang ada di Kecamatan Bogor Tengah
sehingga dapat diketahui bentuk dari persebaran pedagang kuliner tersebut.
Hasil dari peta sebaran pedagang kuliner tersebut di analisis secara
deskripsi bagaimana persebarannya. Sedangkan overlay untuk melihat
kesesuaian lokasi pedagang kuliner. Analisis deskripsi ini digunakan untuk
mendeskripsikan jenis-jenis kuliner yang menjadi penelitian yang berada di
Kecamatan Bogor Tengah. Sedangkan overlay digunakan untuk mengetahui
79
Muh. Aris Marfai, Pemodelan Geografi, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2015), h. 55.
46
kesesuaian lokasi pedagang kuliner dengan ketentuan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kota Bogor. Overlay yaitu menganalisis dan
mengintegrasikan dua atau lebih data spasial yang berbeda.80
80
Sodikin, Sistem Informasi Geografis & Penginderaan Jauh (Teori dan Praktek dengan Er
Mapper dan ArcGIS 10), h. 205.
Pedagang Kuliner
Persebaran Lokasi
Industri
Jenis Kuliner Kesesuaian Penyebaran
Spasial
Plotting Keberadaan
Pedagang Kuliner
Analisis Spasial Melalui GIS
Peta Sebaran Spasial
Pedagang Kuliner
Analisis Deskripsi Overlay dengan RTRW
Kota Bogor
Kesesuaian Lokasi Kuliner
Gambar 2.3 Kerangka Berfikir
47
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor,
Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Bogor Tengah terdiri dari 11 kelurahan.
Kota Bogor membentang antara 106’ 48’ BT dan 6’ 26’ LS.1 Lokasi
penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1
Gambar 3.1
Peta Lokasi Penelitian
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember sampai
dengan bulan April, dengan perincian kegiatan penelitian berdasarkan
Tabel 3.1.
1 Pemerintah Kota Bogor, Letak Geografis Kota Bogor, 2017,
(http://kotabogor.go.id/index.php/page/detail/9/letak-geografis#.WggK0EGxqc0)
48
Tabel 3.1
Rencana Penyusunan Skripsi
No Jenis Kegiatan Des Jan Feb Mar Apr
1 Penyusunan Instrumen
2 Pengambilan Data Lapangan
3 Pengolahan Data
4 Penyusunan Bab IV & V
5 Kelengkapan Lampiran
6 Sidang Munaqosah
7 Revisi Skripsi
B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriptif kuantitatif adalah salah
satu jenis penelitian yang bertujuan mendeskripsikan secara sistematis,
faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi tertentu, atau mencoba
menggambarkan fenomena secara detail. Jadi, penelitian deskriptif kuantitatif
merupakan usaha sadar dan sistematis untuk memberikan jawaban terhadap
suatu masalah dan/atau mendapatkan informasi lebih mendalam dan luas
terhadap suatu fenomena dengan menggunakan tahap-tahap penelitian dengan
pendekatan kuantitatif.2
Adapun analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan persebaran
pedagang kuliner yang bersifat PKL di Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor.
Penelitian dilakukan langsung ke sumber data, dalam hal ini proses
merupakan hal yang penting dalam mendapatkan data. Data yang terkumpul
tidak hanya berupa angka tetapi juga berupa kata-kata.
2 A. Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, kualitatif, dan Gabungan, (Jakarta:
Prenamedia Group, 2014), h. 62.
49
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian peneliti dalam
suatu ruang lingkup dan waktu yang ditentukan. Jadi, populasi
berhubungan dengan data, bukan faktor manusianya. Jika setiap manusia
memberikan suatu data, maka banyaknya data atau ukuran populasi akan
sama dengan banyaknya manusia.3 Populasi dalam penelitian ini adalah
pedagang kuliner yang tersebar di wilayah Kecamatan Bogor Tengah.
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut.4 Sampel yang akan peneliti ambil dalam penelitian
ini adalah pedagang kuliner yang bersifat pedagang kaki lima yang berada
di Kecamatan Bogor Tengah.
Dalam penelitian ini untuk menentukan banyaknya sampel, peneliti
menggunakan rumus Slovin dengan tingkat kepercayaan 90% (tingkat
kesalahan 10%) dengan perhitungan rumus sebagai berikut:5
Keterangan:
n : Jumlah sampel
N : Jumlah populasi
d2 : tingkat kesalahan (presisi) ditetapkan 10% dengan tingkat
kepercayaan 90%
3 Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori - Aplikasi, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2007), h. 116. 4 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D),
(Bandung: Alfabeta, 2013), Cet. 18, h. 118. 5 Suryani dan Hendryadi, Metode Riset Kuantitatif: Teori dan Aplikasi Pada Penelitian
Bidang Manajemen dan Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Fajar Interpratama Mandiri, 2015), Cet. 1, h.
194.
50
Berdasarkan rumus diatas, untuk menentukan ukuran sampel
dengan jumlah populasi 1068 maka cara penghitungannya adalah sebagai
berikut:
Dari hasil penghitungan diatas diperoleh hasil 91,05 yang
kemudian dibulatkan menjadi 91. Maka sampel dalam penelitian ini
sebanyak 91 responden.
D. Alat dan Bahan
Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2
Alat Penelitian
No Alat/Perangkat Lunak Kegunaan
1 Laptop Untuk mengolah data
2 GPS Essentials Untuk plotting lokasi pedagang
kuliner yang diteliti.
3 Kamera/Handphone Untuk dokumentasi pedagang
kuliner.
4 Software ArcGIS 10.1 Untuk pengolahan data spasial
51
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 3.3.
Tabel 3.3
Bahan Penelitian
No Bahan Sumber Keterangan
1 Peta Administrasi
Kota Bogor
BAPPEDA Kota
Bogor
Untuk mengetahui batas
wilayah administrasi
Kecamatan Bogor
Tengah
2 Peta Kota Bogor Peta Kota Bogor shp Untuk digitasi peta
daerah lokasi penelitian
3 Peta RTRW Kota
Bogor BAPPEDA Kota
Bogor
Untuk meng-overlay
kesesuaian lokasi kuliner
4 Peta Administrasi
Kecamatan Peta Kecamatan shp
Untuk mengetahui lokasi
penelitian
E. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.6 Dalam
penelitian ini yang menjadi variabel penelitian adalah sebagai berikut:
1. Persebaran lokasi pedagang kuliner.
Dalam variabel ini peneliti menggunakan lokasi absolut, yaitu lokasi atau
tempat yang terletak berdasarkan pada garis lintang dan garis bujur dan
bersifat tetap. Lokasi absolut dapat diukur menggunakan GPS.
2. Jenis kuliner yang dijual oleh pedagang kuliner yang bersifat PKL
(Pedagang Kaki Lima).
3. Kesesuaian lokasi pedagang kuliner dilihat dari Peraturan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor.
6 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D),
h. 61.
52
F. Sumber Data
Sumber data dalam sebuah penelitian adalah subjek dari mana data
diperoleh. Data pada umumnya terdiri dati data primer dan data sekunder.
Adapun data primer dan data sekunder dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari masyarakat baik yang
dilakukan melalui wawancara, observasi, dan alat lainnya.7 Data primer
dalam penelitian ini meliputi data identitas pedagang kuliner, data lokasi
pedagang kuliner, dan jenis kuliner yang dijual.
2. Data sekunder
Sumber data ini adalah data yang diperoleh dari atau berasal dari
bahan kepustakaan.8 Dalam penelitian ini data sekunder yang dibutuhkan
adalah data jumlah pedagang kuliner seluruh Kecamatan Bogor Tengah
yang diperoleh dari Dinas Koperasi dan UMKM Kota Bogor dan data
penduduk Kecamatan Bogor Tengah yang dapat diperoleh dari BPS
Kecamatan Bogor Tengah.
G. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data pokok yang digunakan berupa data primer,
data primer diperoleh langsung di lapangan dengan cara observasi dan
wawancara. Adapun yang dimaksud dengan observasi dan wawancara adalah
sebagai berikut.
1. Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang
spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan
kuesioner. Kalau wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi dengan
7 P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta,
2011), h. 87. 8 Ibid, h. 88.
53
orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga obyek-obyek
alam yang lain.9
Dari penelitian tersebut dapat diperoleh suatu petunjuk bahwa
mencatat data observasi bukanlah sekedar mencatat, tetapi juga
mengadakan pertimbangan kemudian mengadakan penilaian ke dalam
suatu skala bertingkat.10
Metode observasi ini digunakan untuk melakukan plotting pada
pedagang kuliner yang di teliti. Hal-hal yang perlu di observasi antara lain:
a. Persebaran pedagang kuliner
b. Kondisi lingkungan pedagang kuliner
c. Jenis kuliner yang dijual oleh setiap pedagang yang diteliti.
d. Jenis ruang aktivitas yang digunakan.
Adapun aspek-aspek diatas digambarkan dalam Tabel 3.4
Tabel 3.4
Panduan Observasi
No Aspek yang diamati Deskripsi
1 Persebaran pedagang kuliner
2 Kondisi lingkungan pedagang
kuliner
3 Jenis kuliner yang dijual
4 Jenis ruang aktivitas yang digunakan
2. Wawancara
Wawancara atau interview merupakan salah satu bentuk teknik
pengumpulan data yang banyak digunakan dalam penelitian deskriptif
9 Ibid., h. 203.
10 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2013), Cet. 15, h. 272.
54
kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Wawacara dilakukan dengan cara lisan
dalam pertemuan tatap muka secara individual.11
Wawancara harus dilaksanakan dengan efektif, artinya dalam
kurun waktu yang sesingkat-singkatnya dapat diperoleh dari sebanyak-
banyaknya. Bahasa harus jelas, terarah. Suasana harus tetap rileks agar
data yang diperoleh data yang objektif dan dapat dipercaya.12
Wawancara dilakukan kepada pedagang kuliner untuk memperkuat
data penelitian. Wawancara yang digunakan adalah wawancara terstruktur
dengan mengacu pada daftar pertanyaan yang disusun dan dianggap sesuai
dengan lokasi pedagang kuliner.
Adapun kisi-kisi pertanyaan wawancara seperti terlihat pada Tabel
3.5
Tabel 3.5
Kisi-Kisi Pedoman Wawancara
Variabel
Penelitian Indikator Sub Indikator
Nomor Butir
Pertanyaan
Jenis Kuliner Karakteristik
aktivitas
pedagang
1. Jenis kuliner yang
dijual
2. Lama berdagang
3. Bentuk dan sarana
perdagangan
4. Pola pelayanan
aktivitas pedagang
1
2, 3
9, 10
11, 12
Kesesuaian
Lokasi
Pedagang
Kuliner
Karakteristik
lokasi
pedagang
5. Lokasi/tempat
aktivitas
6. Jarak lokasi usaha
dengan tempat
tinggal
4, 8
6
11 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2006), Cet. II, h. 216. 12
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, h. 271.
55
Tabel 3.5 (Lanjutan)
7. Luas ruang yang
digunakan
8. Alasan pemilihan
lokasi
5
7
3. Dokumentasi
Panduan dokumentasi berisi hal-hal yang berkaitan dengan
berkaitan dengan keadaan dan lokasi pedagang kuliner, seperti deskripsi
lokasi penelitian, data profil kecamatan, data jumlah pedagang kaki lima
dan arsip-arsip yang yang berkaitan dengan penelitian. Hal-hal yang perlu
di dokumentasikan antara lain:
Potret tata letak pedagang kuliner
Jumlah pedagang kaki lima kuliner yang berada di Kecamatan Bogor
Tengah
Data profil Kecamatan Bogor Tengah
Peta Tata Ruang Kota Bogor
Dokumen yang diperlukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 3.6
Tabel 3.6
Dokumen yang Diperlukan
No. Dokumen yang Diperlukan Sumber Data
1 Potret/gambar tata letak pedagang
kuliner Lokasi penelitian
2 Jumlah PKL Kuliner di Kecamatan
Bogor Tengah Dinas Koperasi dan UMKM
3 Data profil kecamatan Pemerintah Kota Bogor
4 Peta Tata Ruang Kota Bogor BAPPEDA Kota Bogor
56
H. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ada beberapa cara,
yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui persebaran lokasi pedagang kuliner dengan menggunakan
peta.
Untuk melakukan analisis persebaran persebaran lokasi pedagang
kuliner dilakukan dengan cara plotting. Plotting ini dilakukan di lokasi
yang dimana pedagang kuliner berjualan. Dengan mengetahui lokasi
berdagang pedagang kuliner, maka lokasi pedagang kuliner dapat
dipetakan. Data hasil plotting diolah dengan menggunakan software
Quantum GIS 2.18.
2. Mengetahui jenis kuliner yang dijual.
Untuk mengetahui hasil jawaban resonden dari hasil wawancara
dilakukan dengan mengklasifikasikan jawaban responden dari pedagang
kuliner. Metode ini digunakan untuk mengkaji data-data yang diperoleh
dari hasil jawaban responden dari pertanyaan dalam wawancara.
3. Mengetahui kesesuaian lokasi pedagang kuliner dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor
Kesesuaian lokasi pedagang kuliner dilihat pada RTRW Kota
Bogor yang dimana dalam peraturan tersebut terdapat pembagian beberapa
zona menjadi zona permukiman, zona kuliner dan sebagainya dengan cara
meng-overlay plot atau lokasi penyebaran pedagang dengan peta RTRW.
105
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa persebaran
pedagang kuliner di Kecamatan Bogor Tengah membentuk mengikuti jalan
utama dan jalan penghubung ke jalan utama. Dari total 91 titik lokasi, titik
terbanyak terdapat di Kelurahan Cibogor sebanyak 23 titik lokasi yang
tersebar di Jalan Mayor Oking, Jalan Nyi Raja Permas, Jalan Kapten Muslihat,
Jalan Dewi Sartika Depan, Jalan MA Salmun sedangkan di Kelurahan Gudang
dan Kelurahan Tegalega merupakan lokasi paling sedikit dengan jumlah
masing-masing 1 titik lokasi. Adapun di Kelurahan Gudang tersebar di Jalan
Surayakencana dan untuk di Kelurahan Tegalega tersebar di Jalan Ciheuleut.
Hal ini sesuai dengan teori dari August Lost yang berasumsi bahwa yang
mengatakan bahwa lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah
konsumennya. Semakin jauh dari pusat industri semakin berkurang volume
penjualan barang karena harganya semakin tinggi, akibat dari naiknya ongkos
transportasi. Dengan kata lain, makin jauh dari pasar, konsumen semakin
enggan untuk membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat
penjualan semakin mahal.
Jenis kuliner yang dijual oleh pedagang kuliner di wilayah Kecamatan
Bogor tengah yaitu antara lain asinan Bogor, ayam bakar dan nasi, ayam
gepuk, bakpau, bakso, bakso bakwan, bakso colok, sempol ayam, bakso
goreng, bakso isi telur, bubur ayam, bubur ayam, capucino cincau, cilor
gulung, cimol, cungkring, dendeng, es doger, es kelapa muda, es krim durian,
gemblong ketan, gorengan, kentang krispi, ketoprak, kripik singkong, kue
basah, lontong, lumpia basah, martabak keju, martabak manis, masakan
padang, mie ayam, mie rebus, minuman, nasi goreng, nasi uduk, otak-otak,
pecel lele, pisang aroma, pisang keju, roti bakar, roti cane, roti panggang,
rujak ulek, sate ayam madura, sate padang, sea food, siomay, soto ayam, soto
106
daging, soto kuning, soto mie Bogor, tahu, tapai singkong, telur cilung dan
telur gulung.
Kesesuaian lokasi pedagang kuliner dengan peta pola ruang dari
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor tahun 2011-2031 mayoritas sudah
sesuai dengan peruntukkannya. Hal ini dapat diketahui dari 91 titik lokasi
pedagang kuliner, terdapat 62 lokasi yang sudah sesuai dengan
peruntukkannya yaitu berada di zona perdagangan dengan dan jasa dengan
persentase sebesar 68% dan 29 lokasi tersebar di zona lainnya dengan
persentase sebesar 32%.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan, penulis dapat memberi
saran sebagai berikut:
1. Pedagang kuliner yang bersifat pedagang kaki lima masih harus diberikan
penyuluhan dan pengarahan tentang tempat-tempat yang diperbolehkan
untuk berdagang agar tidak mengganggu ketertiban.
2. Perlu adanya penambahan lahan untuk merelokasi pedagang kuliner.
3. Untuk pemerintah diharapkan tetap mempertahankan atau memperkuat
aturan lokasi pedagang kuliner.
4. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan meneliti pedagang kuliner yang
berdagang di malam hari.
107
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Banowati, Eva. Geografi Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014.
Basundoro, Purnawarman. Pengantar Sejarah Kota. Yogyakarta: Penerbit
Ombak, 2012.
Daldjoeni, N. Geografi Kota dan Desa. Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014.
Hasyim, Farida. Hukum Dagang. Jakarta: Sinar Grafika, Ed I, Cet. 5, 2014.
Kansil, C.S.T., dan Kansil, Christine S.T. Pokok-Pokok Pengetahuan Hukum
Dagang Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, Cet. 4, 2008.
Koestoer, Raldi Hendro., dkk., Dimensi Keruangan Kota: Teori dan Kasus.
Jakarta: UI Press, 2001.
Lazuardi, Mandra., dan Triady, Mochamad Sandy. Ekonomi Kreatif: Rencana
Pengembangan Kuliner Nasional 2015-2019. tt.p.: PT Republika Solusi,
Cet. I, 2015.
M. Echols, John., dan Shadily, Hassan. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, Cet. 26, 2005.
Marfai, Muh. Aris. Pemodelan Geografi. Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2015.
Munifa, dkk. Gizi Kuliner Dasar. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2015.
Nasional, Departemen Pendidikan. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, ed. 4, 2008.
Nasional, Departemen Pendidikan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, Ed. 3, Cet. III, 2005.
Pontoh, Nia K., dan Kustiwan, Iwan. Pengantar Perencanaan Perkotaan.
Bandung: Penerbit ITB, 2008.
Puturuhu, Ferad. Mitigasi Bencana dan Penginderaan Jauh. Yogyakarta: Graha
Ilmu, Cet. I, 2015.
R.B, Gunardo. Geografi Transportasi. Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014a.
----------------. Geografi Politik, Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014b.
S.K, Marhadi. Pengantar Geografi Regional. Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014.
108
Sodikin, Sistem Informasi Geografis & Penginderaan Jauh (Teori dan Praktek
dengan Er Mapper dan ArcGIS 10), t.p.: tt.p, Cet. II, 2016.
Soendjojo, Hadwi., dan Riqqi, Akhmad. Kartografi. Bandung: Penerbit ITB,
2012.
Soetomo, Sugiono. Urbanisasi dan Morfologi; Proses Perkembangan Peradaban
dan Wadah Ruangnya Menuju Ruang yang Manusiawi. Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2013.
Subagyo, P. Joko. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta, 2011.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D). Bandung: Alfabeta, Cet. 18, 2013.
Suharyono. Dasar-dasar Kajian Geografi Regional. Yogyakarta: Penerbit
Ombak, 2013.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, Cet. II, 2006.
Sumaatmadja, Nursid. Studi Geografi: Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan.
Bandung: Penerbit Alumni, 1981.
Suryani dan Hendryadi. Metode Riset Kuantitatif: Teori dan Aplikasi Pada
Penelitian Bidang Manajemen dan Ekonomi Islam. Jakarta: PT Fajar
Interpratama Mandiri, Cet. 1, 2015.
Yusuf, A. Muri. Metode Penelitian: Kuantitatif, kualitatif, dan Gabungan.
Jakarta: Prenamedia Group, 2014.
Zuriah, Nurul. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan Teori – Aplikasi.
Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Skripsi
Choirurrozi, Moch. “Pola Persebaran Permukiman di Kecamatan Prambanan
Kabupaten Klaten Tahun 2008,” Skripsi pada Fakultas Geografi Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2009. tidak dipublikasikan.
Kirana, Kartika. “Analisis Spasial Faktor Lingkungan Pada Kejadian Demam
Berdarah Dengue Di Kecamatan Genuk,” Skripsi pada Fakultas Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Semarang, 2016. tidak
dipublikasikan.
Rokhmah, Riva Hidayatur. “Distribusi Spasial dan Kontribusi Obyek Wisata Pada
Pendapatan Rumah Tangga Di Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten
109
Semarang,” Skripsi pada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang,
2013. tidak dipublikasikan.
Wibowo, Junanto. “Pola Persebaran Sentra Industri Batik di Kota Pekalongan
Berbasis Sistem Informasi Geografi,” Skripsi pada Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang, 2014. tidak dipublikasikan.
Jurnal
Gunawan, Teddy. Identifikasi Wisata Kuliner Kota Bogor. Jurnal Online
Mahasiswa (JOM) Bidang Perencanaan Wilayah & Kota. 1, 2016.
Pelambi, Maychard Ryantirta., dkk., “Identifikasi Pola Sebaran Permukiman
Terencana di Kota Manado, Jurnal pada Program Studi Perencanaan
Wilayah & Kota Jurusan Arsitektur Universitas Sam Ratulangi. t.t.
Rahayuni, I Gusti Ayu Adi. “Pola Penyebaran Pedagang Kaki Lima (PKL) di
Kota Singaraja”, Jurnal Jurusan Pendidikan Geografi FIS Undiksha, 2013.
Saraswati, Dian Ayu. “Analisis Perubahan Luas dan Pola Persebaran Permukiman
(Studi Kasus: Kecamatan Tembalang, Kecamatan Banyumanik, Kecamatan
Gunungpati, Kecamatan Mijen Kota Semarang Jawa Tengah)”. Jurnal
Geodesi Undip. 5, 2016.
Peraturan
Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Penataan Pedagang
Kaki Lima.
Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 5 Tahun 2009, Tentang Perizinan dan
Pendaftaran di Bidang Perindustrian dan Perdagangan.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2012
Tentang Pedoman Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima.
Website
Fawaz, Muhammad Washito Abu. “Hadits-Hadits Shohih Tentang Keutamaan
Perniagaan dan Pengusaha Muslim”, http://www.google.co.id/
amp/s/abufawaz.wordpress.com/2012/04/10/hadits-hadits-shohih-tentang-
keutamaan-perniagaan-dan-pengusaha-muslim/amp/, 22 Juli 2017.
Litequran.net, https://litequran.net/al-baqarah, 1 Maret 2019.
Litequran.net, https://litequran.net/an-nisa, 1 Maret 2019.
Litequran.net, https://litequran.net/at-taubah, 1 Maret 2019.
110
Nathaniel, Felix. “Hak Pejalan Kaki di Trotoar yang Sering Terabaikan”,
http://tirto.id/hak-pejalan-kaki-yang-sering-terabaikan-csNh, 26 Juli 2017.
Pemerintah Kota Bogor. “Letak Geografis Kota Bogor”,
http://kotabogor.go.id/index.php/page/detail/9/letakgeografis#.WggK0EGxq
c0, 23 Desember 2017.
Pemerintahan Kota Bogor, “Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kota
Bogor Tahun 2013”, http://kotabogor.go.id/index.php/page/detail/105/
penyelenggaraan- pemerintah-daerah#.WXtW5kGxqc0. 22 Juli 2017.
Profil Bogor. “Wisata Kuliner Bogor”, http://direktori.kotabogor.go.id/
index.php/situs/wisatakul, 23 Desember 2017.
Profil Umum Kecamatan Bogor Tengah, http://kotabogor.go.id/index.php
/profilwilayah/detail/6/kecamatan, 8 Februari 2018.
Wawancara
Agus. Wawancara. Bogor, 05 Januari 2018.
Ahmad. Wawancara. Bogor, 05 Januari 2018.
Asep. Wawancara. Bogor, 03 Januari 2018.
Ayu. Wawancara. Bogor, 03 Januari 2018.
Aziz. Wawancara. Bogor, 05 Januari 2018.
Dewi. Wawancara. Bogor, 03 Januari 2018.
Dian. Wawancara. Bogor, 03 Januari 2018
Jamal. Wawancara. Bogor, 05 Januari 2018.
Makmun. Wawancara. Bogor, 05 Januari 2018.
BIOGRAFI PENULIS
Siti Rohaya, lahir di Bogor, pada tanggal 10 Juli
1994. Bertempat tinggal di Kelurahan Duren Seribu,
Kecamatan Bojongsari, Kota Depok. Penulis merupakan
anak keempat dari Bapak Naswan dan Ibu Rumsiah.
Pendidikan formal yang ditempuh ialah mulai dari
sekolah dasar di MIS Ar-Rahman Duren Seribu,
melanjutkan ke sekolah menengah pertama di MTs Negeri 1 Kota Bogor,
melanjutkan ke sekolah menengah atas di MAN 1 Kota Bogor, dan melanjutkan
Perhuguruan Tinggi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Ilmu Pengetahuan
Sosial/Konsentrasi Geografi.
Penulis menyelesaikan rangkaian tugas akhir seperti Praktek Profesi
Keguruan Terpadu (PPKT) pada tahun 2017 di MTs Khazanah Kebajikan Pondok
Cabe serta melakukan penelitian untuk penyelesaian tugas akhir di Jurusan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) di Kecamatan Bogor Tengah dengan judul Sebaran
Spasial Lokasi Pedagang Kuliner Di Kecamatan Bogor Tengah Kota Bogor.