scene

68
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Blok Neuromuskuloskeletal adalah blok ke-8 pada semester 3 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang. Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis memaparkan kasus yang diberikan mengenai seorang anak berumur 10 hari, dibawa ibunya berobat ke balai pengobatan dengan keluhan kaki yang menekuk ke arah medial secara berlebihan. Keadaan selanjutnya dari pasien, akan dijelaskan pada Skenario dibawah. 1.2 Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu : 1.Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

Upload: yola-febriyanti

Post on 29-Sep-2015

241 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

mm

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangBlok Neuromuskuloskeletal adalah blok ke-8 pada semester 3 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. Penulis memaparkan kasus yang diberikan mengenai seorang anak berumur 10 hari, dibawa ibunya berobat ke balai pengobatan dengan keluhan kaki yang menekuk ke arah medial secara berlebihan. Keadaan selanjutnya dari pasien, akan dijelaskan pada Skenario dibawah.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu :

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario ini.BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutorial Skenario D

Tutor

: Dr. Safyudin, M.Biomed

Moderator

: Joas Visensus Davian

Notulis

: Annisa Karamina

Sekretaris

: Zahra Kamilah

Waktu

: Senin, 10 Oktober 2011

Rabu, 12 Oktober 2011

2.2 Skenario

A mother brought her 10 days old boy to the outpatient clinic. She noticed that both of her boys foot looks exessively turned inward since her was born. There is no abnormality ot other part of his body. She had normal delivery with normal weight birth. She never suffered from any kind of illness and never got any medical prescriptions during pregnancy. She had already brought him to a traditional bone setter but there was no improvement.

Physical Examination

General examinationwithin normal limit

Extremity examination : at foot region there are abnormalities : 1. Equinus foot, 2. Varus of the foot.

2.3 Paparan

2.3.1 Klarifikasi Istilah

a. Outpatient Clinic:Balai pengobatan untuk diagnosis klinis namun tidak memerlukan rawat inap.b. Excessively Turned inward :Kaki yang menekuk ke arah medial secara berlebihan.c. Traditional bone setter:Tukang Urut.d. GE within normal limit:Pemeriksaan fisik dan vital secara umum normal.e. Equinus foot:Deformitas pada kaki dalam posisi plantar flexi.f. Varus of the foot:Deformitas pada kaki dalam posisi inversi.

2.3.2 Identifikasi Masalah

1. Seorang Ibu membawa anaknya yang berumur 10 hari berobat dengan keluhan kaki yang menekuk ke arah medial secara berlebihan, padahal tidak ditemukan kelainan lain pada bagian tubuh anaknya dan juga pada proses kerhamilan dan persalinan.

2. Ibunya membawa anaknya ke tukang urut tradisional, tetapi masih tidak ada perubahan.

3. Pemeriksaan ekstremitas ditemukan ada ketidaknormalan di daerah kaki berupa equinus foot dan varus of the foot.

2.3.3 Analisis Masalah

1. Seorang Ibu membawa anaknya yang berumur 10 hari berobat dengan keluhan kaki yang menekuk ke arah medial secara berlebihan, padahal tidak ditemukan kelainan lain pada bagian tubuh anaknya dan juga pada proses kerhamilan dan persalinan.

a. Termasuk dalam kategori usia apa umur 10 hari dalam kehidupan?

Pada kasus ini, kategori usia anak ini adalah neonatal periode lanjut yaitu 8-28 harib. Bagaimana hubungan kategori usia diatas dengan proses kehamilan dan persalinan? Disini terdapat hubungan, dimana kemungkinan terjadi gangguan pada bulan ke dua proses perkembangan kaki (kaki berbentuk equinus). Selain itu juga berdasarkan riwayat kehamilan yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan fetus.c. Apa saja kelainan kelainan anatomi pada regio ekstremitas inferior yang mungkin terjadi pada kategori usia diatas? Talipes Equinovarus congenital Talipes Kalkaneus Valgus

Pseudoarthritis Tibia Hemimelia Tulang Panjang Dislokasi patella congenital Polydactyl Ektrodaktil (oligodaktil)

Knee Hyperextension Leg Length Discrepancy atau Perbedaan Panjang Tungkai Metatarsus adductus (atau varus) Flat Feet High Arch feetd. Bagaimana anatomi dari ekstremitas inferior khususnya di regio cruz pedis? Sintesis.

e. Bagaimana anatomi secara patologis pada kasus ini? Penderita CTEV mengalami pemanjangan pada ligamen di bawah maleollus literalis yakni ligamen calcaneofibulare, sehingga sendi diantara tulang-tulang tarsal tidak bisa bergerak seperti seharusnya dan tulang-tulang pedis mengalami deformitas.f. Apakah keputusan ibu untuk membawa si anak pada saat berusia 10 hari ke klinik sudah tepat? Keputusan tersebut sudah tepat, pengobatan sebaiknya dilakukan pada waktu bayi baru lahir atau kurang dari tiga minggu setelah lahir.2. Ibunya membawa anaknya ke tukang urut tradisional, tetapi masih tidak ada perubahan.

Apakah tindakan tukang urut bisa memperburuk kondisi si anak? Kemungkinan dapat memperburuk kondisi anak, karena tukang urut tidak mengetahui kondisi patologi anatomi serta terapi yang sesuai prosedur.

3. Pemeriksaan ekstremitas ditemukan ada ketidaknormalan di daerah kaki berupa equinus foot dan varus of the foot.

a. Bagaimana interptasi dari pemeriksaan fisik? Kaki tidak normal.b. Bagaimana mekanisme terjadinya abnormalitas pada kaki si anak? Ada hubungan dengan proses pertumbuhan embrionik kaki anak, dimana pada bulan 2 (tahap pertama) posisi kaki masih dalam 90o equinus (plantarfleksi) dan adduksi (varus) sesuai dengan gambaran kaki anak pada kasus ini. Terdapat factor-faktor / etiologi / hambatan sehingga perkembangan kaki pada masa embrionik ini berhenti.4. Diagnosis terhadap kasus.

a. Apa diagnosis banding pada kasus ini? Diagnosis bandinng: 1) Postural clubfoot, disebabkan oleh posisi fetus dalam uterus. Kaki dapat dikoreksi secara manual oleh pemeriksa. Mempunyai respon yang baik dan cepat terhadap serial casting dan jarang akan kambuh kembali.

2) Metatarsus adductus (atau varus), adalah deformitas pada metatarsal saja. Kaki bagian depan mengarah ke bagian medial dari tubuh. Dapat dikoreksi dengan manipulasi dan mempunyai respon terhadap serial casting.3) Dislokasi pergelangan kaki kongenitalPada keduanya, kaki tampak seperti clubfoot. Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosa adalah:

Palpasi secara teliti hubungan anatomik hindfoot dengan maleolus lateral dan medial

Pemeriksaan radiografi.b. Apa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk kasus ini? Pemeriksaan Radiologi ( dengan menghitung sudut pada kaki) dan MRIc. Bagaimana cara menegakkan diagnosis untuk kasus ini?

Cara penegakan diagnosis pada kasus ini adalah dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisisk serta pemeriksaan penunjang untuk memperkuat diagnosis. Ketiga cara ini akan dijelaskan lebih lanjut pada sintesis.

d. Apa WD untuk kasus ini? Congenital Talipes Equino Varus (CTEV). Kelainan ini mudah didiagnosis, dan biasanya terlihat nyata pada waktu lahir (early diagnosis after birth). Pada bayi yang normal dengan equinovarus postural, kaki dapat mengalami dorsifleksi dan eversi hingga jari-jari kaki menyentuh bagian depan tibia.e. Apa etiologi dari penyakit yang dialami si anak? Penyebab utama CTEV tidak diketahui. Terdapat berbagai macam teori penyebab terjadinnya CTEV antara lain : Teori kromosomal

Teori embrionik

Teori otogenik

Teori fetus

Teori neurogenic Teori amiogenikf. Apa epidemiologi dari penyakit si anak?

1 kasus dalam 1000 kelahiran hidup Perbandingan laki-laki:perempuan 2:1. Insiden akan meningkat 2,9 % bila saudara kandung menderita CTEV. g. Bagaimana gambaran klinis dari penyakit pada kasus ini? Deformitas ini mudah dikenali dan terlihat nyata pada waktu lahir. Kaki terputar dan terbelit sehingga telapak kaki menghadap posteromedial.h. Bagaimana Patofisiologi dari penyakit si Anak? Patofisiologi untuk kasus ini adalah multifaktorial, terdapat beberapa kemungkianan, penjelasan lebih lanjut dijelaskan pada sintesis

i. Bagaimana penatalaksanaan untuk kasus ini? Untuk kasus ini, dilakukan terlebih dahulu terapi konservatif namun apabila terapi konservatif gagal, maka perlu dilakukan terapi operatif. (Penjelasan lebih lanjut dibahas di sintesis)j. Apa komplikasi untuk kasus ini? Pada kasus ini, belum dilakukan terapi, sehingga belum diketahui komplikasi yang dapat terjadi.tetapi ada beberapa kemungkinan komplikasi bedasarkan terapi yang dilakukan, yaitu :

Pada terapi konservatif mungkin dapat terjadi maslah pada kulit, dekubitus oleh karena gips, dan koreksi yang tidak lengkap. Sedang pada terapi operatif dapat terjadi infeksi pasca operasi dan kemungkinan terjadi kerusakan pada pembuluh darah atau saraf karena ukurannya yang sangat kecil pada kaki bayi.k. Bagaimana prognosis kasus ini?

Menurut kelompok kami, penderita pada kasus ini memiliki prognosis dubia et bonam (kearah baik)

l. Apa KDU untuk kasus ini?

Tingkat kemampuan satu, yaitu mengetahui gambaran klinis dan kemudian merujuk ke dokter spesialis orthropedi.

2.3.4 Hipotesis

Seorang bayi berumur 10 hari mengalami kelainan equinus foot dan varus of the foot karena menderita CTEV ( congenital talipes equino varus)

2.3.5 Kerangka Konsep

2.3.6 Keterbatasan Pengetahuan dan Learning Issue

BAB III

SINTESIS

3.1 Periode Tumbuh Kembang Anak

Tumbuh-Kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan dan berkesinambungan yang dimulai sejak konsepsi sampai dewasa. Tumbuh kembang anak terbagi dalam beberapa periode. Berdasarkan beberapa kepustakaan, maka periode tumbuh kembang anak adalah sebagai berikut:1. Masa prenatal atau masa intra uterin (masa janin dalam kandungan).

Masa ini dibagi menjadi 3 periode, yaitu :a. Masa zigot/mudigah, sejak saat konsepsi sampai umur kehamilan 2 minggu. b. Masa embrio, sejak umur kehamilan 2 minggu sampai 8/12 minggu.

Ovum yang telah dibuahi dengan cepat akan menjadi suatu organisme, terjadi diferensiasi yang berlangsung dengan cepat, terbentuk sistem organ dalam tubuh.c. Masa janin/fetus, sejak umur kehamilan 9/12 minggu sampai akhir kehamilan.

Masa ini terdiri dari 2 periode yaitu: Masa fetus dini : sejak umur kehamilan 9 minggu sampai trimester ke-2 kehidupan intra uterin.

Pada masa ini terjadi percepatan pertumbuhan, pembentukan jasad manusia sempurna. Alat tubuh telah terbentuk serta mulai berfungsi. Masa fetus lanjut : trimester akhir kehamilan. Pada masa ini pertumbuhan berlangsung pesat disertai perkembangan fungsi-fungsi. Terjadi transfer Imunoglobin G (Ig G) dari darah ibu melalui plasenta. Akumulasi aasam lemak esensial seri Omega 3 (Docosa Hexanic Acid) dan Omega 6 (Arachidonic Acid) pada otak dan retina.Periode yang paling penting dalam masa prenatal adalah trimester pertama kehamilan. Pada periode ini pertumbuhan otak janin sangat peka terhadap pengaruh lingkungan janin. Gizi kurang pada ibu hamil, infeksi, merokok dan asap rokok, minuman beralkohol, obat-obat, bahan-bahan toksik, pola asuh, depresi berat, faktor psikologis seperti kekerasan terhadap ibu hamil, dapat menimbulkan pengaruh buruk bagi pertumbuhan janin dan kehamilan. Pada setiap ibu hamil, dianjurkan untuk selalu memperhatikan gerakan janin setelah kehamilan 5 bulan. 2. Masa bayi (infancy) umur 0 sampai 11 bulan.

Masa ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu :a. Masa neonatal, umur 0 sampai 28 hari.

Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi perubahan sirkulasi darah, serta mulainya berfungsi organ-organ.

Masa neonatal dibagi menjadi 2 periode: Masa neonatal dini, umur 0 - 7 hari. Masa neonatal lanjut, umur 8 - 28 hari.b. Masa post (pasca) neonatal, umur 29 hari sampai 11 bulan. Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat dan proses pematangan berlangsung secara terus menerus terutama meningkatnya fungsi sistem saraf. 3. Masa anak dibawah lima tahun (anak balita, umur 12-59 bulan).

Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik (gerak kasar dan gerak halus) serta fungsi ekskresi.Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah pada masa balita. Pertumbuhan dasar yang berlangsung pada masa balita akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Setelah lahir terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel-sel otak masih berlangsung; dan terjadi pertumbuhan serabut serabut syaraf dan cabang-cabangnya, sehingga terbentuk jaringan syaraf dan otak yang kompleks. Jumlah dan pengaturan hubungan-hubungan antar sel syaraf ini akan sangat mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar berjalan, mengenal huruf, hingga bersosialisasi.Pada masa balita, perkembangan kemampuan bicara dan bahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian anak juga dibentuk pada masa ini, sehingga setiap kelainan/penyimpangan sekecil apapun apabila tidak dideteksi apalagi tidak ditangani dengan baik, akan mengurangi kualitas sumber daya manusia dikemudian hari.4. Masa anak prasekolah (anak umur 60-72 bulan).

Pada masa ini, pertumbuhan berlangsung dengan stabil. Terjadi perkembangan dengan aktivitas jasmani yang bertambah dan meningkatnya ketrampilan dan proses berfikir.Memasuki masa prasekolah, anak mulai menunjukkan keinginannya, seiring dengan pertumbuhan & perkembangannya.3.2 Embriology Ekstremitas

Periode embrionik terbagi menjadi 23 horizon atau tingkatan. Tiap horizon atau tingkatan, berhubungan dengan tingkatan perkembangan dari embrio. Bentuk kaki yang bulat mulai terlihat pada horizon ke 17, pada minggu ke 5 fase embrionik. Permukaan lempeng kaki berada pada bidang transversal dan permukaan ventral, dan permukaan plantar menghadap ke kepala. Bila dilihat dari aspek ventral dari embrio, rotasi dari lempeng kaki kiri adalah berlawanan dengan arah jarum jam, dan rotasi kaki kanan searah jarum jam, segmen tungkai bawah berperan dalam perubahan rotasi ini dan secara morfologi belum tampak jari-jari kaki pada lempeng kaki. Dua hari kemudian, minggu ke 6 fase embrionik, rotasi kedalam tungkai bawah terus berjalan. Permukaan medial dari lempeng kaki lebih mengarah ke bidang median dari batang tubuh 37.

Perubahan dari lempeng kaki lebih terlihat jelas strukturnya pada horizon ke 20 dan pada horizon ke 21, minggu ke 7 fase embrionik. Horizon ke 23 menandakan akhir dari fase embrionik dan berhubungan dengan akhir dari minggu ke 8 fase embrionik. Kaki bersentuhan antara satu dengan lainnya, dan telapak berada pada posisi berdoa. Pada periode janin, perubahan rotasi yang penting terjadi, awalnya telapak kaki berhadapan, pada posisi equinus relatif terhadap tungkai kaki. Terjadi rotasi internal yang progresif dari bagian paha, dan kaki berada pada posisi equinus, supinasi, dan external rotasi relative terhadap tungkai kaki. Yang pada akhirnya dorsiflexi dan pronasi kaki mengarah pada posisi netral kaki pada orang dewasa. (Sadler,2006)

Beberapa fase perkembangan embrio kaki berdasarkan morfologi:

1. Bulan ke-2: Kaki pada posisi 90 equinus dan adduksi.

2. Awal bulan ke-3: Kaki pada posisi 90 equinus, adduksi, dan terlihat supinasi

3. Pertengahan bulan ke-3): Kaki dorsifleksi pada ankle, tetapi masih sedikit tampak beberapa derajat equinus. Dan supinasi masih ada. Metatarsal pertama tetap adduksi.

4. Awal bulan ke-4): Kaki pronasi dan sampai pada posisi midsupinasi. Dan masih tampak sedikit metatarsus varus. Equinus sudah tidak tampak. Pronasi berlanjut selama fase pertumbuhan dan tetap belum sempurna saat bayi baru lahir.

Keempat tingkatan perkembangan morfologi kaki dapat memberikan gambaran yang jelas, walau pada kenyataannya, perubahan yang terjadi tidak selalu sesuai dengan tingakatan perkembangan yang ada, tetapi perubahan terjadi secara bertahap dan berkesinambungan.

Perkembangan Embriologi Extremitas Bawah

Manifestasi pertama extremitas bawah sebagai paddle-shape bud pada dinding ventrolateral tubuh selama minggu 4-5 gestasi. Limb bud ini akan berkembang bentuknya dengan adanya migrasi dan proliferasi dari jaringan mesenkim yang berdifrensiasi. Dengan berakhirnya minggu ke 6, limb bud terus berkembang 38 membentuk lempengan terminal (plate) dari tangan dan kaki (termasuk membentuk pola digiti) serta membentuk eksternal awal dari tungkai.

Tepatnya minggu ke 7, axis longitudinal dari upper dan lower limb buds adalah parallel. Komponen pre-axial menghadap ke dorsal dan post-axial menghadap ke ventral. Pada periode ini posisi limb bud dibanding trunk tidak mengalami perubahan yang berhubungan dengan aktivitas otot namun dipastikan akan mengalami torsion pada tulang-tulangnya.

Jari-jari dibentuk penuh pada minggu ke 8 embrio, permukaan plantar yang berlawanan disebut posisi praying feet, segera setelah itu lower limb berputar ke medial membawa ibu jari ke midline dari posisi post-axial pada awalnya.

Selanjutnya secara mekanik intrauterine, terbentuklah ekstremitas bawah fetus, kemudian femur atau upper limb bud berotasi ke eksternal dan tibia atau lower

limb bud berotasi ke internal. Postur kaki terus tumbuh dan dipastikan femur berotasi ke lateral dan tibia ke medial.

Dalam studi computer tomografi (CT) tibial torsion selama masa pertumbuhan fetus, telah ditemukan bahwa ada peningkatan eksternal tibial torsion pada stadium awal dari kehidupan fetus namun kemudian secara bertahap menurun pada saat bayi lahir, tibial akan torsion ke arah internal. Setelah lahir tibia berotasi ke arah eksternal dan rata-rata version tibia pada tulang matur adalah 15.

Hubungan Bahan Teratogenik dan Kecacatan pada Bayi Bahan teratogenik adalah bahan-bahan yang dapat menimbulkan terjadinya kecacatan pada janin selama dalamkehamilan ibu. Ada banyak bahan yang mampu menimbulkan kecacatan janin. Ibu yang melahirkan bayi-bayi dengan berbagai cacat saat bayi dilahirkan. Hanya sedikit dari ibu hamil yang tahu bahwa cacat janin dapat disebabkan oleh berbagai bahan atau zat dibumi ini. Bahan-bahan yang secara kedokteran dikenal mampu memberikan efek gangguan pada janin dan menimbulkan kecacatan dikenal sebagai bahan teratogenik.

Bahan teratogenik adalah berbagai bahan di alam ini yang menyebabkan terjadinya cacat lahir / cacat fisik pada bayi yang terjadi selama bayi dalam kandungan. Bahan teratogenik dapat menimbulkan bayi lahir dengan cacat lahir berupa cacat fisik yang nampak maupun tidak nampak. Contoh kecacatan fisik yang nampak misalnya bibir sumbing, keanehan bentuk anggota gerak, kelainan bentuk kepala, tubuh maupun organ lain yang nampak dari luar. Sedangkan cacat lahir yang tidak nampak misalnya kelainan otak, penurunan kecerdasan/IQ, kelainan bentuk jantung, pembentukan sekat jantung yang tidak sempurna, gangguan reaksi metabolisme tubuh, kelainan ginjal atau bahkan kelainan organ reproduksi.

Adanya kecacatan pada bayi secara fisik dapat menyebabkan bayi tumbuh tidak sempurna, gangguan pada masa pertumbuhan, kecacatan, dan bahkan kematian. Bila bayi dapat tumbuh dewasa, kecacatan yang dibawanya sejak lahir tentu akan memperngaruhi performa dirinya, misalnya kecerdasan lebih rendah, kurang berprestasi, kurang percaya diri dan bahkan ketergantungan mutlak kepada orang lain.

Gangguan Proses Pembentukan Organ Tubuh

Selama kehamilan, janin akan tumbuh dan berkembang dari hanya satu sel menjadi banyak sel. Proses pembentukan jaringan dan organ tubuh selama janin dalam kandungan dikenal dengan istilah organogenesis. Proses ini berlangsung terutama pada saat kehamilan trisemester pertama dan akan selesai pada awal trisemester ke dua atau sekitar 16 minggu. Adanya bahan-bahan yang bersifat teratogenik akan menimbulkan gangguan pada sel-sel tubuh janin yang sedang melakukan proses pembentukkan organ tersebut. Akibat adanya gangguan tersebut, maka sel tidak dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana seharusnya dan menimbulkan berbagai cacat lahir yang dapat terjadi pada organ luar maupun organ dalam.

Bahan teratogenik tidak hanya dapat menyebabkan kecacatan fisik. Bahan tersebut juga dapat menimbulkan kelainan dalam hal psikologis dan kecerdasan. Hal ini berhubungan dengan adanya gangguan pada pembentukan sel-sel otak bayi selama ia dalam kandungan.Bila bayi terlahir dengan cacat fisik yang nampak dan mungkin diperbaiki atau diterapi dengan cara pembedahan (misalnya bibir sumbing dan kelainan katub jantung) maka mungkin kecacatan anak dapat tertutup begitu anak menginjak dewasa dan mencegah terjadinya gangguan-gangguan yang mungkin muncul saat bayi dewasa. Namun hingga kini belum ditemukan cara untuk membalikkan gangguan yang terjadi pada sel-sel otak, maupun kelainan pada metabolisme anak sehingga bila sudah terjadi gangguan otak atau gangguan metabolisme maka akan sulit bagi bayi untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.

Kelainan Kelainan Kongenital

Kategori usia anak dalam kasus ini adalah neonatus, kelainan anatomi pada neonatus biasanya disebabkan karena kelainan congenital. Deformitas/malformasi bawaan (congenital) itu sendiri adalah kelainan atau defek yang bisa terjadi, ketika di dalam kandungan dan terlihat pada waktu lahir dan dapat pula terjadi dalam perkembangan anak di kemudian hari. Berikut ini beberapa Kelainan bawaan (congenital) yang bersifat local, khusus di anggota gerak bawah (ekstremitas inferior) :

Talipes Equinovarus congenital ; deformitas congenital yang dapat menyerang secara unilateral atau bilateral. Kaki yang terserang biasanya akan terlihat rotasi ke dalam pada ankle. Berbentuk varus (inversi), equinus (plantarfleksi) dan supinasi.

Talipes Kalkaneus Valgus congenital ; berlawanan dengan talipes ekuinovarus congenital, dimana kaki mengalami eversi dan dorsofleksi. biasanya disebabkan karena kelainan postural dalam masa kehamilan.

Pseudoarthritis Tibia ( Terjadinya sendi semu pada tibia. Pada rontgen, terlihat tulang tibia seperti fraktur menjadi 2 bagian. Penyebab tidak diketahui biasanya karena neurofibromatosis.

Pseudoarthritis pada anak 4 bulan

Hemimelia Tulang Panjang ( Absensi congenital yang biasanya mengenai tibia, fibula dan femur. Yang paling sering adalah absensi congenital yang mengenai fibula. Absensi ini disebabkan karena adanya pemendekan atau hilang secara total tulang panjang saat kehamilan. Pada manusia, gangguan itu bisa dideteksi dengan USG, lalu akan dilakukan penatalaksanaan berupa amputasi setelah lahir atau operasi pemanjangan tulang kompleks. Amputasi biasanya terjadi pada 6-bulan dengan penghapusan bagian dari kaki ke retro disesuaikan dengan fungsi prostetik.

Fibular Hemimelia

Tibial Hemimelia

Dislokasi patella congenital ( Dislokasi congenital patella adalah kondisi tidak biasa yang bias terjadi pada isolasi ataupun terkait dengan sindroma, seperti kuku-patella sindrom atau down sindom. Keadaan ini digambarkan dengan genu yang membentuk genu valgum (x).

Pada gambar sebelah kiri, seharusnya patella berada di panah merah. Jadi penatalaksaannya dengan dipasang pen seperti gambar kanan.

Polydactyl ( jumlah jari > 5 (biasanya ditemani dengan barisan metatarsal). Jarang terjadi di daerah kaki, lebih sering terjadi di tangan.

Ektrodaktil (oligodaktil) ( jari-jari berkurang dari biasanya (1 atau lebih)

Knee HyperextensionIni biasanya disebabkan posisi abnormal janin, hipermobilitas sendi, fixed equinus, injury cakram pertumbuhan, dan malunion patah tulang. Keadaan ini menurut Ferry biasanya sudah bisa dideteksi secara jelas saat bayi baru lahir karena posisi kaki bayi seperti ini sangatlah tidak normal. Leg Length Discrepancy atau Perbedaan Panjang TungkaiKeadaan ini bisa disebabkan kelainan lahir (hemihipertrofi, DDH, PFFD), kelumpuhan (polio, CP), infeksi, tumor, injury (setelah patah tulang). Dampak jangka panjangnya, kelak anak akan mengalami kesulitan berjalan, scoliosis, hingga nyeri punggung bawah. Metatarsus adductus (atau varus)- adalah deformitas pada metatarsal saja. Kaki bagian depan mengarah ke bagian medial dari tubuh. Dapat dikoreksi dengan manipulasi dan mempunyai respon terhadap serial casting.

Flat Feet adalah telapak kaki yang datar. High Arch feet adalah telapak kaki dengan lengkung kaki yang tinggi.3.3 Anatomi Ekstremitas Bawah

1. Tungkai atas ( paha )

Tulang : os femur

Otot : m. sartorius, m. iliacus, m.psoas, m. pectineus, dan m.quadriceps femoralis, m. rectus femoris, m. vastus lateralis,m.vastus medialis, m. vastud intermedius, m. gracilis

Perdarahan : a. Femoralis

Persarafan : n. Femoralis

2. Tungkai bawah

Tulang : os patella, os tibia, os fibula

Otot : m. tibialis anterior, m. ekstensor digitorum longus, m. peroneus tertius, m. ekstensor hallucis longus, m. Peroneus longus, m. peroneus brevis, m. gastrocnemius, m. soleus Perdarahan : a. Tibialis anterior, cabang-cabang a. Peronea, a.tibialis posterior

Persarafan : n.peroneus profundus, n.peroneus auperficialis, n.tibialis

3. Pedis

Tulang tulang penyusun Pedis

Cal calcaneus

Os Naviculare

Os cuboideum

Os cuneiforme medial

Os cuneiforme intermesium

Os cuneiforme laterale

Os cuboideum

Os metatarsa (I-V)

Os digitorum phalanges (I-V)

Os phalanx proximal (I-V)

Os phalanx media

Os phalanx distalis

Adapun sendi-sendi yang berada pada Brevis :

A. tarsometatarsales & intermetatarsales

Sendi sinovial dengan jenis plana dan dihubungkan oleh ligamentum dorsalis plantaris dan interossei

A. metatarsophalangeal dan interphalange

Dihubungkan oleh ligamentum transversum profundasendi-sendi dan kelima jari kaki

Pedis dibagi 2 yakni plantar Pedis dan Dorsal Pedis sebagai berikut:

1) Plantar Pedis

Otot otot telapak kaki ada 4 lapisan

Lapisan 1, yakni m. abducotr hallucis, m.flexor digitorum brevis, m.abductor digiti minimi.

Lapisan 2, yakni m.qudratus plantae, mm. lumbricales, tendo m. flexor digitorum longus, tendo m.flexor hallucis longus.

Lapisan 3, yakni m.flexor hallucis brevis, m.abductor hallucis, m.flexor digiti minim brevis.

Lapisan 4, yakni mm. interossei, tendo m.peroneus longus, tendo m.tibialis posterior

2) Dorsum Pedis

Otot-otot Dorsum Pedis

M.Extensor Digitorum Brevis dipersyarafi oleh N. peroneus profundus yang fungsinya untuk ektensio jari pertama, kedua, ketiga serta keempat pada articulatio interphalangea dan metatarophalangea. Arteria Dorsum Pedis

Arteri dorsalis pedis mulai di depan sendi pergelangan kaki sebagai lanjutan dari arteri tibialis posterior. Nadi ini dapat diraba dengan mudah. Adapun cabang cabangnya adalah :a. A. tarsalis ateralis yang menyilang dorsum oedis teoata di bawah sendi

b. A. Arcuata yang berjalan ke lateral di bawah tendo ekstensor berhadapan dengan basis osis metatarsi

c. A. metatarsalis dorsalis I yang memperdarahi kedua sis ibu jari kaki3.4 Patoanatomi pada CTEV

Penderita CTEV mengalami pemanjangan pada ligamen di bawah maleollus literalis yakni ligamen calcaneofibulare,sehingga sendi diantara tulang-tulang tarsal tidak bisa bergerak seperti seharusnya dan tulang-tulang pedis mengalami deformitas.Pada otot : Atrofi otot-otot kaki, khususnya pada kelompok peroneal (m. fibularis brevis). Jumlah serat-serat otot normal, namun terjadi pengecilan.

Triceps surae, m. tibialis posterior, m. flexor digitorum longus (FDL), and m. flexor hallucis longus (FHL) berkontraksi.

Betis bagian belakang mengalami pengecilan, hal ini tidak dapat dikoreksi, aka nada selama panderita hidup.

Gambaran Anatomi Penderita CTEV

Bentuk dari kaki sangat khas. Kaki bagian depan dan tengah inversi dan adduksi. Ibu jari kaki terlihat relatif memendek. Bagian lateral kaki cembung, bagian medial kaki cekung dengan alur atau cekungan pada bagian medial plantar kaki. Kaki bagian belakang equinus. Tumit tertarik dan mengalami inversi, terdapat lipatan kulit transversal yang dalam pada bagian atas belakang sendi pergelangan kaki. Atrofi otot betis, betis terlihat tipis, tumit terlihat kecil dan sulit dipalpasi. Pada manipulasi akan terasa kaki kaku, kaki depan tidak dapat diabduksikan dan dieversikan, kaki belakang tidak dapat dieversikan dari posisi varus. Kaki yang kaku ini yang membedakan dengan kaki equinovarus paralisis dan postural atau positional karena posisi intra uterin yang dapat dengan mudah dikembalikan ke posisi normal. Luas gerak sendi pergelangan kaki terbatas. Kaki tidak dapat didorsofleksikan ke posisi netral, bila disorsofleksikan akan menyebabkan terjadinya deformitas rocker-bottom dengan posisi tumit equinus dan dorsofleksi pada sendi tarsometatarsal. Maleolus lateralis akan terlambat pada kalkaneus, pada plantar fleksi dan dorsofleksi pergelangan kaki tidak terjadi pergerakan maleoulus lateralis terlihat tipis dan terdapat penonjolan korpus talus pada bagian bawahnya. Tulang kuboid mengalami pergeseran ke medial pada bagian distal anterior tulang kalkaneus. Tulang navicularis mengalami pergeseran medial, plantar dan terlambat pada maleolus medialis, tidak terdapat celah antara maleolus medialis dengan tulang navikularis. Sudut aksis bimaleolar menurun dari normal yaitu 85 menjadi 55 karena adanya perputaran subtalar ke medial. Terdapat ketidakseimbangan otot-otot tungkai bawah yaitu otot-otot tibialis anterior dan posterior lebih kuat serta mengalami kontraktur sedangkan otot-otot peroneal lemah dan memanjang. Otot-otot ekstensor jari kaki normal kekuatannya tetapi otot-otot fleksor jari kaki memendek. Otot triceps surae mempunyai kekuatan yang normal. Tulang belakang harus diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya spina bifida. Sendi lain seperti sendi panggul, lutut, siku dan bahu harus diperiksa untuk melihat adanya subluksasi atau dislokasi. Pmeriksaan penderita harus selengkap mungkin secara sistematis seperti yang dianjurkan oleh R. Siffert yang dia sebut sebagai Orthopaedic checklist untuk menyingkirkan malformasi multiple.

3.5 Congenital Talipes Equino Varus

A. Definisi

Congenital talipes equinovarus (CTEV) atau sering disebut congenital club foot (kaki gada) adalah suatu kelainan kongenital bentuk kaki dan pergelangan kaki yang berupa equinus (plantar fleksi), varus (inversi) dan adduksi. Kata talipes sendiri berasal dari bahasa Latin yang terdiri dari kata talus yang berarti kaki dan pes yang berarti pergelangan kaki. Kata equinus atau horse foot menggambarkan posisi jari-jari kaki lebih rendah daripada tumit karena tumit terangkat keatas, sedangkan varus berarti kaki memutar ke dalam dimana bagian distal ekstremitas terputar menuju garis tengah tubuh.B. Etiologi

Penyebab utama CTEV tidak diketahui. Adanya berbagai macam teori penyebab terjadinnya CTEV menggambarkan betapa sulitnya membedakan antara CTEV primer dengan CTEV sekunder karena suatu proses adaptasi.

Beberapa teori mengenai penyebab terjadinya CTEV:

1) Teori kromosomal, antara lain defek dari sel germinativum yang tidak dibuahi dan muncul sebelum fertilisasi.

2) Teori embrionik, antara lain defek primer yang terjadi pada sel germinativum yang dibuahi (dikutip dari Irani dan Sherman) yang mengimplikasikan defek terjadi antara masa konsepsi dan minggu ke-12 kehamilan.

3) Teori otogenik, yaitu teori perkembangan yang terhambat, antara lain hambatan temporer dari perkembangan yang terjadi pada atau sekitar minggu ke-7 sampai ke-8 gestasi. Pada masa ini terjadi suatu deformitas clubfoot yang jelas, namun bila hambatan ini terjadi setelah minggu ke-9, terjadilah deformitas clubfoot yang ringan hingga sedang. Teori hambatan perkembangan ini dihubungkan dengan perubahan pada faktor genetic yang dikenal sebagai Cronon. Cronon ini memandu waktu yang tepat dari modifikasi progresif setiap struktur tubuh semasa perkembangannya. Karenanya, clubfoot terjadi karena elemen disruptif (lokal maupun umum) yang menyebabkan perubahan faktor genetic (cronon).

4) Teori fetus, yakni blok mekanik pada perkembangan akibat intrauterine crowding.

5) Teori neurogenik, yakni defek primer pada jaringan neurogenik.6) Teori amiogenik, bahwa defek primer terjadi di otot.Dari beberapa etiologi diatas, kami menyingkirkan teori neurogenik sebagai etiologi untuk kasus ini.

C. Epidemiologi

Pada tahun 1971, Sharrard menyatakan bahwa congenital talipes equinovarus (CTEV) merupakan abnormalitas kongenital pada kaki yang paling sering dijumpai. Menurut Wynne-Davies, 1964, insiden di negara Amerika Serikat dan Inggris adalah 1 kasus dalam 1000 kelahiran hidup, dengan perbandingan laki-laki:perempuan 2:1. Insiden akan meningkat 2,9 % bila saudara kandung menderita CTEV. Insiden pada kaukasia adalah 1,12; Oriental: 0,57; sedangkan yang tertinggi adalah pada suku Maori, yaitu 6,5-7 per 1000 kelahiran. Hal ini menunjukkan bahwa ras juga mempunyai efek terhadap resiko CTEV.

D. Diagnosis Banding

1) Postural clubfoot, disebabkan oleh posisi fetus dalam uterus. Kaki dapat dikoreksi secara manual oleh pemeriksa. Mempunyai respon yang baik dan cepat terhadap serial casting dan jarang akan kambuh kembali.

2) Metatarsus adductus (atau varus), adalah deformitas pada metatarsal saja. Kaki bagian depan mengarah ke bagian medial dari tubuh. Dapat dikoreksi dengan manipulasi dan mempunyai respon terhadap serial casting.3) Dislokasi pergelangan kaki kongenitalPada keduanya, kaki tampak seperti clubfoot. Pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosa adalah:

Palpasi secara teliti hubungan anatomik hindfoot dengan maleolus lateral dan medial

Pemeriksaan radiografi.E. Penegakan Diagnosis

Penegakan diagnosis untuk kasus ini (pada bayi) dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu

1. AnamnesaBeberapa poin yang ditanyakan pada pasien yang pada kasus ini adalah ibu bayi, antara lain :

Keadaan kehamilan ibu (masa dalam kandungan)

Riwayat persalinan

Bayi pada saat lahir menangis atau tidak

Berat badan dan panjang badan bayi

Riwayat penyakit menurun baik dari pihak ayah atau ibu

Perkembangan anak2. Pemeriksaan Fisik1) Look

Memperlihatkan keadaan anatomi, perhatikan anak dalam posisi pasif, bayi tiduran telanjang di meja operasi, dilihat mulai dari kepala sampai dengan anggota bawah (kaki).

Pada pemeriksaan ini, bagian bagian yang dilihat antala lain, kepala, leher, punggung, ekstremitas atas, dan ekstremitas bawah. Untuk kasus ini, yang terjadi kelainan pada ektremitas bawah sehingga yang lebih ditekankan adalah pemeriksaan untuk ekstremitas bawah. Yang dilihat antara lain perbedaan panjang dan bnetuk serta gerakan gerakan aktif, adakah perbedaan antara sisi kanan dan kiri bila terdapat selisih panjang.

2) Feel

Diperiksa sekaligus melihat fungsi serta raba benjolan.

3) Move

Memeriksa gerakan gerakan pada kaki (untuk kasus ini).

Pada waktu bayi telungkup (pronase) sekaligus perhatikan keadaan sendi panggul dengan memperhatikan daerah bokong dan perineum (simetri atau jarak melebar), lipatan kulit paha, dan pajang kedua ekstremitas.

Panggul diperiksa bersama kanan dan kiri untuk membandingkan gerak kanan dan kiri dengan memegang paha bayi.

Paha dan lutut, posisi normal adalah flexi dan tidak bisa ekstensi maksimal.

3. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Radiologis

Tiga komponen utama pada deformitas dapat terlihat pada pemeriksaan radiologi.

Equinus kaki belakang adalah plantar flexi dari kalkaneus anterior (serupa dengan kuku kuda) seperti sudut antara axis panjang dari tibia dan axis panjang dari kalkaneus (sudut tibiocalcaneal) lebih dari 90

Pada varus kaki belakang, talus terkesan tidak bergerak terhadap tibia. Pada penampang lateral, sudut antara axis panjang talus dan sudut panjang dari kalkaneus (sudut talocalcaneal) adalah kurang dari 25, dan kedua tulang mendekati sejajar dibandingkan posisi normal.

Pada penampang dorso plantar, sudut talocalcaneal adalah kurang dari 15, dan kedua tulang tampak melampaui normal. Juga axis longitudinal yang melewati talus bagian tengah (midtalar line) melewati bagian lateral ke bagian dasar dari metatarsal pertama, dikarenakan bagian depan kaki terdeviasi kearah medial.

Pada penampang lateral, tulang metatarsal tampak menyerupai tangga.

X-Ray

Diperlukan terutama untuk evaluasi terapi

Posisi AP diambil dengan kaki 30 plantar flexi & tabung (beam) membentuk sudut 30.

Tarik garis melalui axis memanjang talus sejajar batas medial & melalui axis memanjang calcaneus sejajar tepi lateral. Normal sudut talocalkaneal 20.

Pada Clubfoot normal sejajar

Posisi lateral diambil dengan kaki dalam forced dorsi flexi. Garis ditarik melalui axis mid longitudinal talus dan tepi bawah calcaneus. Normalnya 40

F. Gambaran Klinis

Deformitas ini mudah dikenali dan terlihat nyata pada waktu lahir. Kaki terputar dan terbelit sehingga telapak kaki menghadap posteromedial. Gejala-gejala lokalnya adalah sebagai berikut:

Inspeksi : Palpasi : Saat digerakkan : Rntgen :betis terlihat kurus, deformitas berupa equinus pada pergelangan kaki, varus pada hindfoot/tumit dan adduksi dan supinasi pada forefootpemeriksaan palpasi tidak memiliki banyak arti

deformitas terfiksir dan tidak dapat dikoreksi secara pasif.

Meskipun kaki pada bayi normal dapat terlihat dalam posisi equinovarus, tetapi dapat didorsofleksikan sampai jari - jari menyentuh bagian depan tungkai bawahnya.

Tehnik pemotretan sangat penting agar kaki dapat dinilai secara akurat. Beatson dan Pearson mendeskripsikan suatu metoda untuk memperoleh roentnogram posisi AP dan lateral yang sederhana dan mudah dilakukan.Cara: sendi panggul anak fleksi 90 dan lutut fleksi 45-60. Untuk posisi AP, ke-2 kaki dipegang berdekatan dan taruh pada posisi plantarfleksi 30 di atas film. Posisi lateral, kaki harus plantarfleksi 35 and tabung sinar-x dipusatkan pada pergelangan kaki dan hindfoot.

Hasil foto menunjukkan bentuk dan posisi talus yang berguna untuk penilaian penanganan. Pusat osifikasi pada talus, calcaneus dan cuboid terhambat dan mungkin naviculare tidak tampak sampai tahun ketiga.

Biasanya deformitas ini disertai adanya torsi tibia.

Kasus deformitas bilateral terjadi pada sepertiga-separuh kasus. Pada kasus bilateral, salah satu kaki biasanya mempunyai deformitas lebih berat daripada kaki lainnya. Pada kasus unilateral, kaki yang sakit lebih kecil dan kurang berkembang dibandingkan kaki lainnya dan biasanya kaki kanan lebih sering terkena daripada kiri.

Pada anak yang sudah dapat berdiri maka berat badan akan ditumpukan pada basis metatarsal V. Kadang-kadang terdapat kavus. Jika deformitas berat, kaki yang terkena tampak lebih kecil dari kaki lainnya. Tumit biasanya kecil dan kurang berkembang, betis kurang berkembang dan kurus. Talus terlihat menonjol dan dapat teraba pada permukaan dorsal kaki. Kulit sisi medial berkerut, sedangkan sisi lateral teregang. Ibu jari mungkin terabduksi, terpisah dengan jari-jari lainnya. Derajat inversi dan adduksi dilihat dari sisi plantar dimana kaki terlihat melengkung dan berbentuk seperti bentuk buah pisang .

Deformitas ini dapat terjadi pada bayi normal, tetapi kadang-kadang juga disertai anomali kongenital lain seperti dislokasi sendi panggul, arthroghyposis multipleks kongenital atau myelomeningocele, absensi tibia kongenital dan spina bifida. Atau menjadi bagian dari suatu sindroma developmental generalisata. Karena itu penting untuk memeriksa tubuh penderita secara keseluruhan.

Anomali ini sering ditemukan pada arthroghyposis multipleks kongenital, oleh karena itu sendi panggul, lutut, siku dan bahu penderita perlu diperiksa dengan teliti untuk mencari adanya subluksasi atau dislokasi. Periksa juga LGS sendi-sendi perifer, kontraktur yang menyebabkan fleksi atau ekstensi abnormal. Yang khas pada arthroghyposis multipleks kongenital adalah penurunan massa otot dan fibrosis.

G. Patofisiologi

Patofisiologi untuk kasus ini adalah multifaktorial, ada beberapa kemungkinan yaitu :

1) Teori kromosomal, antara lain defek dari sel germinativum yang tidak dibuahi dan muncul sebelum fertilisasi.Pada teori ini, kemungkinan terjadi defek pada kromosom 18 sehingga pertumbuhan kaki bayi tidak normal.2) Teori embrionik, antara lain defek primer yang terjadi pada sel germinativum yang dibuahi (dikutip dari Irani dan Sherman) yang mengimplikasikan defek terjadi antara masa konsepsi dan minggu ke-12 kehamilan.Pada bulan ke 3 kehamilan, posisi kaki dorsifleksi pada ankle, tetapi masih sedikit tampak beberapa derajat equinus. Dan supinasi masih ada. Metatarsal pertama tetap adduksi. Kemungkinan terjadi kelainan pada proses kehamilan bulan ke 3 yang berakibat kaki bayi tidak kembali ke posisi normal pada pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.3) Teori otogenik, yaitu teori perkembangan yang terhambat, antara lain hambatan temporer dari perkembangan yang terjadi pada atau sekitar minggu ke-7 sampai ke-8 gestasi. Pada masa ini terjadi suatu deformitas clubfoot yang jelas, namun bila hambatan ini terjadi setelah minggu ke-9, terjadilah deformitas clubfoot yang ringan hingga sedang. Teori hambatan perkembangan ini dihubungkan dengan perubahan pada faktor genetic yang dikenal sebagai Cronon. Cronon ini memandu waktu yang tepat dari modifikasi progresif setiap struktur tubuh semasa perkembangannya. Karenanya, clubfoot terjadi karena elemen disruptif (lokal maupun umum) yang menyebabkan perubahan faktor genetic (cronon).

4) Teori fetus, yakni blok mekanik pada perkembangan akibat intrauterine crowding.Pada teori ini, cairan ketuban kurang dari normal (oligohidroamnion) sehingga bayi tidak dapat bergerak dengan bebas. Kemungkinan teori ini terjadi pada bulan ke dua kehamilaan dimana posisi kaki bayi equinus 90 derajat, dan posisi ini tidak kembali ke posisi normal sehingga bayi lahir lahir dengan kelainan kongenital club foot.5) Teori neurogenik, yakni defek primer pada jaringan neurogenik.6) Teori amiogenik, bahwa defek primer terjadi di otot.H. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan talipes equinovarus adalah:1. Mencapai dan mempertahankan kesegarisan konsentrik yang normal dari sendi talokalkaneonavikular, kalkaneokuboid dan pergelangan kaki yang tergeser.

2. Membentuk keseimbangan normal antara otot-otot evertor, invertor kaki dan dorso fleksi, plantar fleksi kaki dan pergelangan kaki.

3. Menghasilkan kaki dengan fungsi dan daya tanggung beban yang normal.

Prinsip penatalaksanaan

Peregangan manipulatif untuk memanjangkan jaringan lunak dan kulit yang terkontraksi (Manipulative stretching and retention in cast-splint), diikuti dengan retensi dalam gips. Peregangan manipulatif dan serial cast biasanya dilakukan selama 3 sampai 5 minggu.

Reduksi terbuka pembukaan posteromedial, lateral, plantar dan subtalar.

Pemeliharaan reduksi dan restorasi mobilitas sendi kaki dan tungkai dengan splinting dan latihan aktif dan pasif.

Penatalaksanaan masalah, seperti kekambuhan deformitas, supinasi kaki bagian depan dan metatarsus varus.Manipulative stretching and retention in cast-splint Langkah pertama adalah latihan peregangan untuk memanjangkan jaringan lunak dan kulit yang mengalami kontraksi. Lakukan selalu dengan lembut. Lempeng pertumbuhan dan kartilago sendi bayi masih sangat lunak, berbeda dengan ligament-ligamen dan kapsul yang terkontraksi, sehingga kaku. Hindari manipulasi yang memaksa.

Beberapa hari setelah dipulangkan dari rumah sakit, kaki dimanipulasi sebagai berikut: Tricep surae, kapsul posterior sendi pergelangan kaki, sendi-sendi subtalar dan ligamen kalkaneofibular direntangkan dengan menarik tumit ke bawah dan mendorong kaki bagian tengah keatas menjadi dorsofleksi. Hati-hati jangan sampai menyebabkan deformitas rocker bottom. Hitung sampai 5 kemudian lepaskan. Ulangi tindakan ini sampai 20 kali. Otot tibilais posterior dan ligamen-ligamen tibiokalkaneal medial diregangkan dengan mengangkat kaki bagian belakang dan tengah. Rentangkan jaringan lunak plantar dengan mendorong tumit dan kaki depan ke atas. Hitung sampai 5 lalu lepaskan. Ulangi tindakan ini sampai 20 kali.Setelah manipulasi, kaki diwarnai dengan menggunakan cairan benzoin dan above knee cast dipasang untuk mempertahankan peregangan jaringan lunak. Gips dilepas dalam 5 sampai 7 hari, manipulasi diulang kemudian gips diapasang lagi.Retention of elongation of the soft tissues and skin Setelah pelepasan gips yang terakhir, sebuah splint plastik dipakai dimalam hari, yang terdiri dari orthosis posterior ankle dan kaki, dengan kaki dalam posisi dorso fleksi, tumit dalam posisi eversi, kaki bagian depan dan tengah pada posisi abduksi maksimal.

Splint plastik dipakai pada malam hari dan sebagian siang hari, latihan aktif dan pasif dilakukan untuk memperkuat otot dan mempertahankan ruang gerak sendi pergelangan kaki, sendi-sendi subtalar dan midtarsal

Reduksi terbuka sendi talokalkaneonavikular dan kalkaneokuboidDalam hal ini penentuan waktu pembedahan terbuka sangatlah penting. Dalam pembedahan semua elemen deformitas harus dikoreksi. Susunan artikular konsentrik harus tercapai dan dipertahankan dengan fiksasi interna, pin melintasi sendi talonavikular dan bilamana perlu pada sendi kalkaneokuboid dan talokalkaneal. Jangan sampai terjadi koreksi berlebihan.

Berikut adalh struktur- struktur yang tercakup dalam reduksi terbuka: Posterior: tendon achilles, otot tibialis posterior, fleksor jari, kapsul posterior sendi pergelangan kaki, sendi subtalar, ligament kalkaneofibular, talofibular posterior, dan bagian posterior ligamen deltoid superfisialis, tapi tidak yang profunda.

Medial: kapsul tibionavikular, ligament tibionavikular anterior kapsul medial sendi subtalar, selubung fibrosa knot Henry, dan abduktor halusis.

Plantar: fascia plantar, otot fleksor brevis jari, kalkaneonavikular plantar dan ligamen-ligamen kalkaneokuboid.

Lateral: kapsul kalkaneokuboid. Sendi kalkaneokuboid harus tersusun normal.

Subtalar: ligament interoseus talokalkaneal diseksi total atau sebagian jika puntiran medial subtalar gagal terkoreksi.

Pada mulanya kaki ditempatkan pada postur equinus untuk memungkinkan penyembuhan kulit, setelah sembuh 10-14 hari pasca pembedahan, kaki dimanipulasi ke dorso fleksi. Pin dilepas 3-5 minggu pasca bedah. Imobilisasi total dengan gips dilakukan 6-8 minggu.

Pemeliharaan reduksi dan restorasi gerak sendi dan kekuatan otot Sesudah gips dilepas, bayi dipakaikan ortosis ankle-kaki dengan tumit 5eversi, ankle 5dorso fleksi, dan kaki bagian depan dan tengah 5-10abduksi dan sedikit eversi.

Kaki bayi yang gemuk mungkin memerlukan above knee splint dengan lutut pada posisi 45 fleksi untuk mencegah tumit bergeser keluar dari splint.

Alat ini dipakai untuk malam hari. Latihan pasif dilakukan 3-4 kali sehari untuk membentuk ruang dorso fleksi, plantar fleksi dan sendi pergelangan kaki eversi, inversi sendi subtalar dan kaki bagian depan, serta abduksi, eversi kaki bagian tengah.

Terapi konservatif ( 3 4 bulan)1. Sesegera mungkin

2. Manipulasi dan casting (manipulasi selama 1-3 menit)

3. Plaster cast pada minggu pertama( dari ujung jari kaki sampai sepertiga tengah bagian paha, posisi lutut flexi 90)

4. Casting diganti 1-2 minggu sekali

5. Casting dilakukan sebanyak 5-6 kali selama 3 bulan pertama.

6. Pemeliharaan dengan menggunakan Denis Browne pada 3-6 bulan setelah casting (atau dengan sepatu (outflair shoes, reve rse Thomas heel)

Boot splint

Denis browne

Straight BootsTerapi operatifTerapi operatif dilakukan bila terapi konservatif tidak berhasil dan usia anak sebisa mungkin kurang dari 1 tahun atau sebelum anak berjalan. Ada hal hal yang perlu diperhatikana pada terapi ini, antara lain:1. Pemasangan casting tetap dilakukan setelah operatif

2. Casting dan pin dibuka setelah 4-6 minggu post operasi

3. Splint sebaiknya digunakan setelah dilakukan operasi.

Ada beberapa pilihan lain terapi dalam penatalaksanaan kaki CTEV. Banyak ahli bedah memilih menggunakan casting dari bahan fiberglass yang lembut daripada menggunakan gips yang digunakan pada metode Ponseti. Manipulasi dan casting berlanjut hingga derajat koreksi tercapai.

Penatalaksanaan komplikasi Deformitas talipes equinovarus bias kambuh karena berbagai alasan:

Patologi primer: kemiringan plantar medial kaput dan kolum talus yang tidak terkoreksi dengan baik melalui pembedahan karena osteotomi kolum talus tidak dilakukan.

Fibrosis serta kontraktur ligament-ligamen dan kapsul pada aspek medial plantar kaki dan posterior sendi pergelangan kaki. Jaringan kolagen pada talipes equinovarus abnormal d an cendeung membentuk parut.

Ketidakseimbangan dinamik otot-otot yang mengendalikan kaki dan sendi pergelangan kaki. Post operatif, harus dijelaskan kepada orang tua penderita bahwa kecenderungan untuk kambuh tetap ada karena faktor-faktor patogen diatas. Ketidakseimbangan antara otot tibialis anterior yang kuat dan peroneal yang lemah bisa menyebabkan supinasi kaki bagian depan.

Evaluasi hasil koreksi dilakukan setelah 2-3 bulan penatalaksanaan dengan evaluasi klinis dan radiologis. Kriteria keberhasilan koreksi adalah: Kaki plantigrade, Minimal varus, Dorso fleksi dengan keterbatasan ringan dan Kaki bagian depan sedikit abduksi dan cukup lentur ata tidak ada peningkatan deformitas

PREVENTIF

Beberapa kelainan bawaan tidak dapat dicegah, tetapi ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya kelainan bawaan:

1. Tidak merokok dan menghindari asap rokok

2. Menghindari alcohol

3. Menghindari obat terlarang

4. Memakan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin prenatal

5. Melakukan olah raga dan istirahat yang cukup

6. Melakukan pemeriksaan prenatal secara rutin

7. Mengkonsumsi suplemen asam folat

8. Menjalani vaksinasi sebagai perlindungan terhadap infeksi

9. Menghindari zat-zat yang berbahaya.

Upaya yang Dapat Dilakukan:

Menghimdari Paparan dengan Bahan

Hingga kini belum ditemukan cara untuk mengobati efek yang timbul akibat paparan bahan teratogenik pada ibu hamil.Oleh karena itu, satu-satunya jalan yang dapat dilakukan oleh ibu hamil dalam mencegah efek bahan teratogenik adalah dengan menghindari paparan bahan tersebut pada dirinya. Untuk itu perlu bagi ibu hamil untuk mengetahui dan memahami bahan-bahan apa saja yang dapat memberikan efek teratogenik.

Umumnya bahan teratogenik dibagi menjadi 3 kelas berdasarkan golongan nya yakni bahan teratogenik fisik, kimia dan biologis. Bahan tertogenik fisik adalah bahan yang bersifat teratogen dari unsur-unsur fisik misalnya Radiasi nuklir, sinar gamma dan sinar X (sinar rontgen). Bila ibu terkena radiasi nuklir (misal pada tragedi chernobil) atau terpajan dengan agen fisik tersebut, maka janin akan lahir dengan berbagai kecacatan fisik. Tidak ada tipe kecacatan fisik tertentu pada paparan ibu hamil dengan radiasi, karena agen teratogenik ini sifatnya tidak spesifik karena mengganggu berbagai macam organ.

Dalam menghindari terpajan agen teratogen fisik, maka ibu sebaiknya menghindari melakukan foto rontgen apabila ibu sedang hamil. Foto rontgen yang terlalu sering dan berulang pada kehamilan kurang dari 12 minggu dapat memberikan gangguan berupa kecacatan lahir pada janin.Bahan teratogenik kimia adalah bahan yang berupa senyawa senyawa kimia yang bila masuk dalam tubuh ibu pada saat saat kritis pembentukan organ tubuh janin dapat menyebabkan gangguan pada proses tersebut. Kebanyakan bahan teratogenik adalah bahan kimia. Bahkan obat-obatan yang digunakan untuk mengobati beberapa penyakit tertentu juga memiliki efek teratogenik.

Alkohol merupakan bahan kimia teratogenik yang umum terjadi terutama di negara-negara yang konsumi alkohol tinggi.

Konsumsi alkohol pada ibu hamil selama kehamilannya terutama di trisemester pertama, dapat menimbulkan kecacatan fisik pada anak dan terjadinya kelainan yang dikenal dengan fetal alkoholic syndrome . Konsumsi alkohol ibu dapat turut masuk kedalam plasenta dan memperngaruhi janin sehingga pertumbuhan otak terganggu dan terjadi penurunan kecerdasan/retardasi mental. Alkohol juga dapat menimbulkan bayi mengalami berbagai kelainan bentuk muka, tubuh dan anggota gerak bayi begitu ia dilahirkan.

Paparan rokok dan asap rokok pada ibu hamil terutama pada masa organogenesis juga dapat menimbulkan berbagai kecacatan fisik. Ada baiknya bila ibu berhenti merokok (bila ibu seorang perokok) dan menghindarkan diri dari asap rokok. Ada baiknya bila sang ayah yang perokok tidak merokok selama berada didekat sang ibu dalam kehamilannya.

Asap rokok bila terpapar pada janin-janin yang lebih tua (lebih dari 20minggu) dapat menyebabkan bayi lahir dengan berat badan lahir rendah, atau bayi kecil.

Obat-obatan untuk kemoterapi kanker umumnya juga bersifat teratogenik. Beberapa jenis obat anti biotik dan dan penghilang rasa nyeri juga memiliki efek gangguan pada janin. Obat-obatan yang menimbulkan efek seperti narkotik dan obat-obatan psikotropika bila dikonsumsi dalam dosis besar juga dapat menimbulkan efek serupa dengan efek alcohol pada janin. Untuk itu ada baiknya bila selama kehamilan terutama trisemester pertama agar ibu berhati-hati dalam mengkonsumsi obat dan hanya mengkonsumsi obat-obatan yang dianjurkan oleh dokter.

Beberapa polutan lingkungan seperti gas CO, senyawa karbon dan berbagai senyawa polimer dalam lingkungan juga dapat menimbulkan efek teratogenik. Oleh karena itu ada baiknya bila ibu membatasi diri dalam bepergian ke tempat tempat dengan tingkat polusi tinggi atau dengan mewaspadai konsumsi makanan dan air minum tiap harinya. Hal ini karena umumnya bahan tersebut akan mengendap dan tersimpan dalam berbagai makanan maupun dalam air minum harian.

Agen teratogenik biologis adalah agen yang paling umum dikenal oleh ibu hamil. Istilah TORCH atau toksoplasma, rubella, cytomegalo virus dan herpes merupakan agen teratogenik biologis yang umum dihadapi oleh ibu hamil dalam masyarakat. Infeksi TORCH dapat menimbulkan berbagai kecacatan lahir dan bahkan abortus sampai kematian janin.

Selain itu, beberapa infeksi virus dan bakteri lain seperti penyakit sifilis/raja singa juga dapat memberikan efek teratogenik.Ada baiknya bila ibu sebelum kehamilannya melakukan pemeriksaan laboratorium pendahuluan untuk menentukan apakah ia sedang menderita infeksi TORCH, infeksi virus atau bakteri lain yang berbahaya bagi dirinya maupun kehamilannya. Bila dari hasil dinyatakan positif, ada baiknya bila ibu tidak hamil lebih dulu sampai penyakitnya disembuhkan dan telah dinyatakan fit untuk hamil.Program Rehabilitasi Medik Paska Operasi

1. Ortotik prostetik

Ortose

Pemasangan long leg cast/above knee cast dengan lutut ekstensi selama 2-3 minggu. Saat cast diganti, luka diperiksa, jahitan diangkat, koreksi posisi, pasang kembali short leg cast selama 3 minggu. Total imobilisasi kaki adalah 6 minggu. Selanjutnya pasang splint Dennis Browne.

Jika dilakukan prosedur wedge dengan bonegraft maka perlu waktu 10 minggu, untuk konsolidasi bonegraft, sebelum weight bearing. Karena jika weight bearing terlalu dini akan terjadi kolaps graft dan koreksi menjadi berubah.

Dilakukan follow-up tiap bulan. Jika anak sudah dapat berdiri dan berjalan, dipasang sepatu biasa atau sepatu sudut membuka keluar dengan thomas heel terbalik.

Sepatu Koreksi

Pada dasarnya maksud pemberian sepatu koreksi adalah untuk membantu kaki memperbaiki keseimbangan pada waktu berdiri dan berjalan dengan cara antara lain modifikasi sepatu:

Outflare last

High shoes

High and long lateral counter

Heel and sole modification

2. Fisioterapi

Dilakukan stretching tendo achilles secara hati-hati.I. Komplikasi

1) Pada terapi konservatif mungkin dapat terjadi masalah pada kulit, dekubitus oleh karena gips, dan koreksi yang tidak lengkap.

2) Sedangkan beberapa komplikasi mungkin didapat selama dan setelah operasi. Masalah luka dapat terjadi setelah operasi dan dikarenakan tekanan dari cast. Ketika kaki telah terkoreksi, koreksi dari deformitas dapat menarik kulit menjadi kencang, sehinggga aliran darah menjadi terganggu. Ini membuat bagian kecil dari kulit menjadi mati.

3) Infeksi dapat terjadi pada beberapa tindakan operasi. Infeksi dapat terjadi setelah operasi kaki clubfoot. Ini mungkin membutuhkan pembedahan tambahan untuk mengurangi infeksi dan antibiotik untuk mengobati infeksi.4) Kaki bayi sangat kecil, strukturnya sangat sulit dilihat. Pembuluh darah dan saraf mungkin saja rusak akibat operasi. Sebagian besar kaki bayi terbentuk oleh tulang rawan. Material ini dapat rusak dan mengakibatkan deformitas dari kaki. Deformitas ini biasanya terkoreksi sendir dengan bertambahnya usia.J. Prognosis

Bila terapi dimulai sejak lahir, deformitas sebagian besar selalu dapat diperbaiki. Walaupun demikian, keadaan ini tidak dapat sembuh sempurna dan sering kambuh, sehubungan dengan tipenya, terutama pada bayi yang disertai dengan kelumpuhan otot yang nyata atau disertai penyakit neuromuscular.Prognosis ditentukan oleh beberapa faktor utama dan penunjang, antara lain:

1. Deformitas yang terjadi

2. Kapan mulai dilakukan.

Penatalaksanaan: semakin dini dilakukan semakin baik

3. Orang tua penderita.

Peran orang tua sangat penting. Faktor-faktor yang diperlukan adalah faktor kesabaran, ketelatenan dan pengertian.

Untuk kasus ini, kelompok kami menyimpulkan prognosisnya adalah kearah baik (dubia et bonam).

K. Kompetensi Dokter Umum

Kompetensi dokter umum untuk kasus ini yaitu pada tingkat kompetensi 1, dokter umum dapat mengenali dan menempatkan gambaran-gambaran klinik sesuai penyakit ini ketika membaca literatur. Dalam korespondensi, ia dapat mengenal gambaran klinik ini, dan tahu bagaimana mendapatkan informasi lebih lanjut. Level ini mengindikasikan overview level. Bila menghadapi pasien dengan gambaran klinik ini dan menduga penyakitnya, Dokter segera merujuk. Untuk kasus ini pasien dirujuk ke dokter spesialis orthropedi.

DAFTAR PUSTAKAPabs and Puts. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi 22. Jakarta. ECG Apley E. Graham, Solomon Louis. Apleys System of Orthopaedics and Fractures. 7th ed. Ed Bahasa Indonesia, Jakarta: Widya Medika, 1993:200-202.

Campbell Suzanna K. Physical Therapy in Children. Philadelphia: W.B. Saunders Company, 1995: xi-xii.

Crenshaw AH. Campbells Operative Orthopaedics, 7th ed. Missouri: Mosby Co., 1987: 288-292.

Powell Mary. Orthopaedic Nursery and Rehabilitation 9th ed, Great Britain: The Bath Press, Avon, 1986: 292-297

http://cpddokter.com/home/index.php?option=com_content&task=view&id=1620&Itemid=38

Diakses pada 11 Oktober 2011

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&tl=id&u=http%3A%2F%2Femedicine.medscape.com%2Farticle%2F1237077-overview&anno=2

Diakses pada 11 Oktober 2011

Anonim. 21 Febuari 2010. Diagnosis Orthropedi, diakses pada 11 Oktober 2011

http://DIAGNOSIS%20ORTHOPEDI%20%20Welcome%20To%20My%20Blog.htm

Multifaktorial

Teori Kromosomal

Teori Fetus

Teori Embrionik

Teori Amiogenik

Teori Otogenik

Gangguan perkembangan embrionik pada +- 2 bulan intrauteri

Kelainan Kongenital

Equinus Foot

CTEV (

Varus Foot