sampul
TRANSCRIPT
MAKALAH
PROBLEMATIKA PELAKSANAAN SERTIFIKASI GURU
Oleh : Halimah Tusa’diah NIM : 06022681318011
Mata Kuliah Landasan Pendidikan
Dosen PembimbingProf.Dr.H.M. Djahir Basir,M.Pd
Dr. Rusdi A. Siroj,M.Pd
Program Magister Pendidikan MatematikaFakultas Keguruan dan Ilmu PendidikanUniversitas Sriwijaya
1
Jl. Padang Selasa No.524. Palembang. Sumatera SelatanKATA PENGANTAR
Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan segala
kemudahan sehingga pembuat makalah ini dan dapat menyelesaikan makalah
tentang Problematika dalam Pelaksanaan Sertifikasi Guru.
Makalah ini disusun secara sistematis tentang Problematika pendidikan Dan
makalah ini diharapkan dapat menjadi media informasi dan edukasi untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai sertifikasi guru mahasiswa
khususnya dan masyarakat pada umumnya.
Pembuat makalah telah berusaha menyajikan materi pada makalah ini dengan
sebaik-baiknya, tetapi kekurangan dan kesalahan pasti ada. Seperti kata pepatah “
tak ada gading yang tak patah”. Semua yang ada dibumi ini tidak ada yang
sempurna. Yang sempurna itu adalah kesempurnaan itu sendiri. Atas dasar
kenyataan tersebut, saran dan kritik yang bersifat membangun agar makalah ini
menjadi lebih baik, sangat diharapkan dan diterima tim penyusun dengan tangan
terbuka. Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah
wawasan dan pengetahuan. Amin
Pagaralam, November 2013
Halimah Tusa’diah. S.Pd.
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL iKATA PENGANTAR iiDAFTAR ISI iii
BAB.I PENDAHULUAN 11.1 Latar Belakang 11.2 Rumusan masalah 31.3 Tujuan Makalah 3
BAB II. PEMBAHASAN 42.1 Pengertian Sertifikasi Guru 42.2 Landasan Hukum Pelaksanaan Sertifikasi Guru 52.3 Prinsip Sertifikasi Guru 62.4 Persyaratan untuk Sertifikasi Guru 72.5 Tujuan dan Manfaat Sertifikasi Guru 82.6 Kompetensi Guru Profesional 92.7 Problematika Pelaksanaan Sertifikasi Guru 132.8 Dampak Sertifikasi Guru 162.8.1 Dampak Positif Sertifikasi Guru 162.8.2 Dampak Negatif Sertifikasi Guru 16
BAB III. PENUTUP 183.1 Kesimpulan 183.2 Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20
3
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan Sertifikasi Guru merupakan salah satu implementasi dari
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Agar sertifikasi
guru dapat direalisasikan dengan baik perlu pemahaman bersama antara berbagai
unsur yang terlibat, baik di pusat maupun di daerah. Oleh karena itu, perlu ada
koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan sertifikasi agar pesan Undang-Undang
tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan harapan. Dan berdasarkan amanat UU
No. 20 Tahun 2003 Pasal 42 dan 61, UU No. 14 Tahun 2005 Pasal 8, dan PP
No.19 Tahun 2005 Pasal 29, guru pada jenis dan jenjang pendidikan anak usia
dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah wajib memiliki kualifikasi
akademik minimal S1 atau D IV sesuai dengan bidang tugasnya, sehat jasmani
dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Di samping persyaratan tersebut, seorang guru harus memiliki
kompetensi sebagai agen pembelajaran yang meliputi kompetensi pedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Keempat
kompetensi tersebut tercermin secara integratif dalam kinerja guru dan dibuktikan
dengan sertifikat pendidik yang diperoleh melalui uji kompetensi. Sertifikasi
pendidik bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui penilaian portofolio dan
jalur pendidikan.
Penetapan peserta sertifikasi melalui penilaian portofolio berdasarkan pada
urutan prioritas masakerja sebagai guru, usia, pangkat/golongan, beban mengajar,
tugas tambahan, dan prestasi kerja. Dengan persyaratan tersebut diperlukan waktu
yang cukup lama bagi guru muda yang berprestasi untuk mengikuti sertifikasi.
Oleh karena itu, perlu dilaksanakan sertifikasi guru dalam jabatan yang mampu
mengakomodasi guru-guru muda berprestasi yaitu melalui jalur pendidikan.
Pelaksana sertifikasi melalui jalur pendidikan ini adalah LPTK yang ditunjuk
sesuai keputusan Mendiknas No. 122/P/2007.
4
Mengingat pelaksanaan program sertifikasi guru dalam jabatan melalui
jalur pendidikan ini melibatkan berbagai institusi terkait dan dalam upaya
melakukan penjaminan mutu maka diperlukan pedoman penyelenggaraan.
Pengakuan bahwa profesi guru merupakan pekerjaan profesional-sebagaimana
pekerjaan seorang dokter, lawyer, pilot, dan bukan sembarang orang bisa menjadi
guru-kemudian dipertegas dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen. Penegasan ini tersurat dalam pasal 2 ayat (1) yang
menyatakan “Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada
jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini
pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.”
Keberadaan Undang-Undang Guru dan Dosen ini merupakan keharusan
sebagai dasar legitimasi tentang status guru yang selama ini dipandang sebelah
mata bahkan terkadang tidak dipandang oleh satu matapun sebagai pekerjaan yang
inferior. Setidaknya terdapat empat jaminan kepastian kepada guru melalui
undang-undang tersebut. Pertama, kepastian jaminan kesejahteraan, hal ini
mengingat bahwa untuk membentuk tenaga yang profesional diperlukan jaminan
kelayakan hidup yang memadai. Bagaimanapun juga guru adalah manusia yang
harus menghidupi keluarga dan dirinya sendiri. Kepastian dan kemapanan
kehidupan keluarga secara finansial memiliki signifikansi dalam menumbuhkan
ketenangan, konsentrasi, dan dedikasi dalam bekerja. Kedua, kepastian jaminan
sosial, termasuk di dalamnya asuransi kesehatan bagi dirinya dan keluarganya,
serta status sosial di masyarakat. Ketiga, kepastian jaminan keselamatan, terutama
keselamatan jiwa dan raga bagi mereka yang bertugas di daerah konflik ataupun
dalam perjalanan tugas dinas. Hal ini mengingat bahwa belum adanya jaminan
hukum bagi mereka apabila jiwa dan raganya terenggut ketika melaksanakan
tugas (kill in action). Ini tentunya berbeda bagi profesi seperti kepolisian dan
tentara yang mendapat jaminan hukum bagi dirinya dan keluarga. Keempat,
kepastian jaminan hak dan kewajiban. Sudah selayaknya bahwa sebagai profesi
memperoleh jugdement dan legitimasi keprofesiannya, terutama akan hak dan
kewajibannya. Kewajiban guru merujuk segala apa yang harus dilakukan oleh
guru, di sini termasuk tugas pengetahuan dan kemampuan profesioanl, personal,
5
dan sosial. Sedangkan hak, merujuk pada apa yang seharusnya didapatkan dari
apa yang telah dilakukan (kewajiban). Sehingga antara hak dak kewajiban harus
sinergis, seimbang dan konstruktif
Permasalahan yang kemudian muncul, apakah guru sudah benar-benar
profesional? Sebagaimana pengakuan yang telah diberikan kepadanya. Pada titik
inilah “genderang perang” benar-benar harus ditabuh dengan kencang. Keluarnya
berbagai undang-undang dan peraturan yang mengakui guru sebagai pekerjaan
profesional hanyalah tanda akan meletusnya “perang” ini. Perang sesungguhnya
adalah pembuktian diri guru bahwa dirinya adalah tenaga profesional yang
memenuhi segala kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan.
I.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Sertifikasi Guru?
2. Apa dasar hukum pelaksanaan Sertifikasi Guru?
3. Apa saja prinsip Sertifikasi Guru?
4. Apa saja persyaratan untuk Sertifikasi Guru?
5. Apa tujuan dan manfaat Sertifikasi Guru?
6. Apa saja kompetensi guru profesional?
7. Bagaimana Problematika Pelaksanaan Sertifikasi Guru?
8. Bagaimana Dampak Sertifikasi Guru?
I.3 Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diambil dari penulisan ini ialah penyusun dan
pembaca dapat:
1. mengetahui program Sertifikasi Guru dengan lebih jelas
2. dapat mengetahui bagimana problematika pelaksanaan sertifikasi guru
3. Untuk mengetahui dampak dari sertifikasi guru
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sertifikasi Guru
Sertifikasi dapat diartikan sebagai surat keterangan (sertifikat) dari lembaga
berwenang yang diberikan kepada profesi, dan sekaligus sebagai pernyataan
(lisensi) terhadap kelayakan profesi untuk melaksanakan tugas. Sertifikasi pada
dasarnya mengacu pada sebuah proses pemberian pengakuan terhadap suatu
profesi tertentu sebagai bukti kelayakan yang bersangkutan untuk melakukan
praktik profesinya. Bagi pendidik, maka sertifikasi merupakan pengakuan
terhadap profesi pendidik sekaligus pemberian ijin untuk melaksanakan praktik
mendidik. Menurut definisi National Commission on Educational Services
(NCES), “certification is a procedure whereby the states evaluates and reviews a
teacher candidate’s credentials and provides him or her a license to teach.”
Dalam hal ini, sertifikasi diartikan sebagai prosedur untuk menentukan apakah
seorang calon guru layak diberikan ijin dan kewenangan untuk mengajar.
Secara yuridis, sertifikasi adalah “proses pemberian sertifikat pendidik untuk
guru dan dosen.” Sertifikat pendidik itu sendiri merupakan bukti formal sebagai
pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga profesional.
Sertifikasi pendidik hanya diberikan kepada guru yang telah memenuhi
persyaratan tertentu, yakni memiliki kualifikasi pendidikan minimal dan
mempunyai kompetensi yang diharapkan. Maka, sertifikasi guru adalah proses
untuk memberikan sertifikat kepada guru yang telah memenuhi standar kualifikasi
dan standar kompetensi.
7
2.2 Landasan Hukum Pelaksanaan Sertifikasi Guru
Peraturan mengenai sertifikasi bagi guru dalam jabatan memang telah
mengalami amandemen. Pada pembahasan kali ini kami mengkaji
Permenbaruyakni Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 05 Tahun
2012 atas perubahan permendiknas No. 11 Tahun 2011. Berdasarkan pada
Permendikbud No. 05 Tahun 2012 yang menjadi dasar hukum sebagai
pertimbangan dari Permendikbud No. 05 tahun 2012 mengenai sertifikasi bagi
guru dalam jabatan diantaranya :
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4586);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4496);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran
Negara Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4941);
5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan
Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011;
6. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan
Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi
Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011;
7. Peraturan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai Pembentukan Kabinet
Indonesia Bersatu II sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 59/P Tahun 2011;
8
2.3 Prinsip Sertifikasi Guru
Prinsip-Prinsip dalam pelaksanaan Sertifikasi guru:
1. Dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel
Objektif yaitu mengacu kepada proses perolehan sertifikat
pendidik yang impartial, tidak diskriminatif, dan memenuhi standar
pendidikan nasional. Transparan yaitu mengacu kepada proses sertifikasi
yang memberikan peluang kepada para pemangku kepentingan
pendidikan untuk memperoleh akses informasi tentang proses dan hasil
sertifikasi. Akuntabel merupakan proses sertifikasi yang
dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan pendidikan secara
administratif, finansial, dan akademik.
2. Berujung pada peningkatan mutu pendidikan nasional melalui
peningkatan guru dan kesejahteraan guru.
Sertifikasi guru merupakan upaya Pemerintah dalam meningkatkan
mutu guru yang disertai dengan peningkatan kesejahteraan guru. Guru
yang telah lulus uji sertifikasi guru akan diberi tunjangan profesi sebesar
satu kali gaji pokok sebagai bentuk upaya pemerintah dalam
meningkatkan kesejahteraan guru. Tunjangan tersebut berlaku, baik bagi
guru yang berstatus pegawai negeri sipil (PNS) maupun bagi guru yang
berstatus non-pegawai negeri sipil (non PNS/swasta). Dengan
peningkatan mutu dan kesejahteraan guru maka diharapkan dapat
meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia
secara berkelanjutan.
3. Dilaksanakan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan
Program sertifikasi pendidik dilaksanakan dalam rangka memenuhi
amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
9
4. Dilaksanakan secara terencana dan sistematis
Agar pelaksanaan program sertifikasi dapat berjalan dengan efektif
dan efesien harus direncanakan secara matang dan sistematis. Sertifikasi
mengacu pada kompetensi guru dan standar kompetensi guru. Kompetensi
guru mencakup empat kompetensi pokok yaitu kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial, dan profesional, sedangkan standar kompetensi guru
mencakup kompetensi inti guru yang kemudian dikembangkan menjadi
kompetensi guru TK/RA, guru kelas SD/MI, dan guru mata pelajaran.
Untuk memberikan sertifikat pendidik kepada guru, perlu dilakukan uji
kompetensi melalui penilaian portofolio.
5. Jumlah peserta sertifikasi guru ditetapkan oleh pemerintah
Untuk alasan efektifitas dan efisiensi pelaksanaan sertifikasi guru
serta penjaminan kualitas hasil sertifikasi, jumlah peserta pendidikan
profesi dan uji kompetensi setiap tahunnya ditetapkan oleh pemerintah.
Berdasarkan jumlah yang ditetapkan pemerintah tersebut, maka
disusunlah kuota guru peserta sertifikasi untuk masing-masing Provinsi
dan Kabupaten/Kota. Penyusunan dan penetapan kuota tersebut
didasarkan atas jumlah data individu guru per Kabupaten/ Kota yang
masuk di pusat data Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan
Tenaga Kependidikan.
2.4 Persyaratan Untuk Sertifikasi Guru
Persyaratan ujian sertifikasi dibedakan menjadi dua, yaitu persyaratan
akademik dan nonakademik.
Adapun persyaratan akademik adalah sebagai berikut:
1. Bagi guru TK/RA , kualifikasi akademik minimum D4/S1, latar belakang
pendidikan tinggi di bidang PAUD, Sarjana Kependidikan lainnya, dan
Sarjana Psikologi.
2. Bagi guru SD/MI kualifikasi akademik minimum D4/S1 latar belakang
pendidikan tinggi di bidang pendidikan SD/MI, kependidikan lain, atau
psikologi.
10
3. Bagi guru SMP/MTs dan SMA/MA/SMK, kualifikasi akademik minimal
D4/S1 latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang
sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan.
4. Bagi guru yang memiliki prestasi istimewa dalam bidang akademik, dapat
diusulkan mengikuti ujian sertifikasi berdasarkan rekomendasi dari kepala
sekolah, dewan guru, dan diketahui serta disahkan oleh kepala cabang
dinas dan kepala dinas pendidikan.
Persyaratan nonakademik untuk ujian sertifikasi dapat didentifikasi sebagai
berikut:
1. Umur guru maksimal 56 tahun pada saat mengikuti ujian sertifikasi.
2. Prioritas keikutsertaan dalam ujian sertifikasi bagi guru didasarkan pada
jabatan fungsional, masa kerja, dan pangkat/golongan.
3. Bagi guru yang memiliki prestasi istimewa dalam nonakademik, dapat
diusulkan mengikuti ujian sertifikasi berdasarkan rekomendasi dari kepala
sekolah, dewan guru, dan diketahui serta disahkan oleh kepala cabang
dinas dan kepala dinas pendidikan.
4. Jumlah guru yang dapat mengikuti ujian sertifikasi di tiap wilayah
ditentukan oleh Ditjen PMPTK berdasarkan prioritas kebutuhan
2.5 Tujuan Dan Manfaat Sertifikasi Guru
Secara umum tujuan sertifikasi guru adalah untuk meningkatkan mutu dan
menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen
pembelajaran dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan meningkatkan
kompetensi peserta agar mencapai standar kompetensi yang ditentukan. Secara
khusus program ini bertujuan sebagai berikut.
1. Meningkatkan kompetensi guru dalam bidang ilmunya.
2. Memantapkan kemampuan mengajar guru.
3. Menentukan kelayakan kompetensi seseorang sebagai agen pembelajaran.
4. Sebagai persyaratan untuk memasuki atau memangku jabatan professional
sebagai pendidik.
11
5. Mengembangkan kompetensi guru secara holistik sehingga mampu
bertindak secara profesional.
6. Meningkatkan kemampuan guru dalam kegiatan penelitian dan kegiatan
ilmiah lain, serta memanfaaatkan teknologi komunikasi informasi untuk
kepentingan pembelajaran dan perluasan wawasan.
Adapun manfaat ujian sertifikasi guru dapat diperikan sebagai berikut.
1. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang
dapat merusak citra profesi guru.
2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak
berkualitas dan profesional.
3. Menjadi wahana penjaminan mutu bagi LPTK , dan kontrol mutu dan
jumlah guru bagi pengguna layanan pendidikan.
4. Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan (LPTK) dari keinginan
internal dan tekanan eksternal yang menyimpang dari ketentuan-ketentuan
yang berlaku.
5. Memperoleh tujangan profesi bagi guru yang lulus ujian sertifikasi.
2.6 Kompetensi Guru Profesional
Menurut PP RI No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal
28, pendidik adalah agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis
kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.
Dalam konteks itu, maka kompetensi guru dapat diartikan sebagai kebulatan
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diwujudkan dalam bentuk perangkat
tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang guru untuk
memangku jabatan guru sebagai profesi. Keempat jenis kompetensi guru yang
dipersyaratkan beserta subkom- petensi dan indikator esensialnya diuraikan
sebagai berikut:
1. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang
mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Secara rinci setiap
12
elemen kepribadian tersebut dapat dijabarkan menjadi subkompetensi dan
indikator esensial sebagai berikut:
a. Memiliki kepribadian yang mantap dan stabil.
Bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma
sosial; bangga sebagai pendidik; dan memeliki konsistensi dalam
bertindak sesuai dengan norma
b. Memiliki kepribadian yang dewasa.
Menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan
memiliki etos kerja sebagai pendidik.
c. Memiliki kepribadian yang arif
Menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik,
sekolah, dan masyarakat dan menunjukkan keterbukaan dalam berpikir
dan bertindak.
d. Memiliki kepribadian yang berwibawa.
Memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan
memiliki perilaku yang disegani.
e. Memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan.
Bertindak sesuai dengan norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka
menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik
2. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan
pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan
dialogis. Secara substantif kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman
terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi
hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan
berbagai potensi yang dimilikinya.
Secara rinci masing-masing elemen kompetensi pedagogik tersebut
dapat dijabarkan menjadi subkompetensi dan indikator esensial sebagai
berikut :
13
a. Memahami peserta didik. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial:
memamahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip
perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan
prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidenti- fikasi bekal-ajar awal peserta
didik.
b. Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidik-an
untuk kepentingan pembelajaran. Subkompetensi ini memiliki indikator
esensial: menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi
pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang
ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran
berdasarkan strategi yang dipilih.
c. Melaksanakan pembelajaran. Subkompetensi ini memiliki indikator
esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan
pembelajaran yang kondusif.
d. Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran. Subkompe-tensi ini
memiliki indikator esensial: melaksanakan evaluasi (assess-ment) proses
dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode;
menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk menentukan
tingkat ketuntasan belajar (mastery level); dan memanfaatkan hasil
penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran
secara umum.
e. Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimilikinya. Subkompetensi ini memiliki indikator esensial:
memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi
akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengem-bangkan
berbagai potensi nonakademik.
3. Kompetensi Profesional
Kompetensi professional merupakan kemampuan yang berkenaan
dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan
mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum
14
matapelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi
kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru.
Secara rinci masing-masing elemen kompetensi tersebut memiliki
subkompetensi dan indikator esensial sebagai berikut :
a. Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: memahami materi ajar
yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan
metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar;
memahami hubungan konsep antarmata pelajaran terkait; dan menerapkan
konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk me-nambah
wawasan dan memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
4. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial berkenaan dengan kemampuan pendidik sebagai
bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif
dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali
peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki
subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut :
Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik.
Subkompetensi ini memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif
dengan peserta didik.
a. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik
dan tenaga kependidikan.
b. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali
peserta didik dan masyarakat sekitar.
15
2.7 Problematika Pelaksanaan Sertifikasi Guru
Berikut merupakan sekelumit permasalahan di lapangan yang timbul dari
diadakannya program sertifikasi guru dalam jabatan.
1. Pemalsuan ijazah sebagai syarat kelengkapan kualifikasi akademik
Sertifikasi guru mempersyaratkan agar mereka yang dapat disertifikasi
adalah guru yang memiliki kualifikasi akademik minimal S1 atau D-IV. Agaknya,
syarat ini sangat berat untuk dipenuhi oleh beberapa guru di Indonesia meskipun
syarat ini sebenarnya sudah merupakan keharusan dan kewajaran. Keberatan
sebagian guru yang tidak memenuhi kualifikasi akademik mencerminkan
kenyataan bahwa banyak guru yang belum memiliki kualifikasi minimal. Sumber
Balitbang tahun 2004, sebagaimana disajikan oleh Trianto & Tutik berikut ini
menggambarkan kondisi kualifikasi akademik guru di Indonesia:
Tabel IKualifikasi Guru Menurut Ijazah Tertinggi Tahun 2003/2004
No Pendidikan Jumlah Guru
Ijazah Tertinggi (dalam %)<D1 D2 D3 S1/D-IV S2/S3
1 TK 137.069 90,57 5,55 - 3,88 -2 SLB 8.304 47,58 - 5,62 46,35 0,453 SD 1.243.927 49,33 40,14 2,17 8,30 0,054 SMP 466.748 11,23 21,33 25,10 42,03 0,315 SMA 230.114 1,10 1,89 23,92 72,75 0,336 SMK 147.559 3,54 1,79 30,18 64,16 0,33
Data di atas meski menyajikan kondisi tahun 2003/2004, Melihat
kenyataan ini otomatis masih banyak guru yang belum memenuhi persyaratan
kualifikasi akademik untuk dapat ikut sertifikasi. Para guru yang jujur dan benar-
benar ingin meningkatkan mutu diri pasti akan segera sadar dan mengikuti
program perkuliahan penyetaraan agar dapat memenuhi syarat. Tetapi guru yang
malas dan ingin cepat lulus sertifikasi akan melakukan segala cara untuk dapat
memiliki ijazah sarjana, meski dengan cara memalsu atau membeli ijazah asli tapi
palsu. Kenyataan ini bukan fitnah, telah banyak pihak penyelenggara sertifikasi
yang melaporkan kecurangan oknum peserta karena melakukan pemalsuan ijazah,
dan bahkan hingga ditangani oleh pihak kepolisian.
2. Pemalsuan karya ilmiah
16
Kenyataan di lapangan ternyata tidak hanya ijazah yang ditemukan palsu,
tapi ternyata banyak karya ilmiah sebagai persyaratan kelengakan portofolio juga
ditemukan palsu. Dilaporkan bahwa Universitas Negeri penyelenggara sertifikasi
di Jawa Timur telah melakukan penyelidikan terhadap empat orang guru yang
diduga melakukan pemalsuan karya ilmiah. Menurut pengakuan guru yang
memalsukan karya ilmiah tersebut, mereka memesannya dari rental komputer. Hal
yang sama ternyata juga ditemukan di salah satu universitas di Sulawesi. Badan
Penyelenggara Sertifikasi Guru (BPSG) Rayon 15 Universitas Negeri Malang
(UM), sebagai penyelenggara sertifikasi menemukan ratusan dari sekitar 12.000
lebih portofolio yang dipastikan palsu, diantaranya pemalsuan hasil Penelitian
Tindakan Kelas (PTK).
3. Pemalsuan sertifikat dan piagam
Kalau saja ijazah dan karya ilmiah bisa dipalsukan, tentu untuk
memalsukan sertifikat dan piagam penghargaan dapat dilakukan lebih mudah lagi.
Abdul Sidiq Notonegoro, dosen Universitas Muhammadiyah Gresik
memperingatkan untuk mewaspadai munculnya berbagai sertifikat atau piagam
kegiatan, tetapi sesungguhnya kegiatan tersebut “tidak ada” atau guru yang
bersangkutan tidak mengikutinya. Dengan kata lain, sertifikat/piagam tersebut
“asli tapi palsu” (aspal). Sang guru tersebut hanya meminjam sertifikat/piagam
orang lain yang kemudian nama orang tersebut dihapus dan diganti dengan
namanya sendiri. Celakanya, ada kecurangan yang terbongkar akibat
“ketidakprofesional” guru dalam memalsukan berkas, karena ditemukannya
berkas asli yang dipalsukan dengan foto pemalsu yang masih ditempelkan di
berkas asli dan siap difotokopi, tapi ikut terjilid bersama berkas lain dan ikut
dikumpulkan.
4. Munculnya konflik horizontal
Ketimpangan lain dari pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan adalah
implikasinya yang luar biasa dalam relasi sosial guru dalam kehidupan sehari-hari.
Karena sertifikasi guru akan berpotensi menimbulkan konflik horisontal antar
guru di sekolah. Sebab guru akan terpecah menjadi dua, yaitu guru yang sudah
mendapatkan sertifikat akan memperoleh tunjangan profesi, sementara sebagian
lain belum. Padahal kewajiban guru untuk melaksanakan proses pembelajaran
17
adalah sama. Budhi Samantha, pemerhati pendidikan di Klaten, memberi
komentar atas dampak sertifikasi guru, “Tidak saja menimbulkan kecemburuan
sosial, namun juga mengakibatkan penurunan kinerja sejumlah guru sekolah.”
Namun dampak ini belum akan muncul selama pemerintah belum memberikan
tunjangan profesi.
5. Tersendatnya tunjangan profesi guru
Bukan lagi rahasia umum kalau salah satu pendorong semangat guru agar
dapat lulus sertifikasi adalah janji pemerintah yang akan memberikan tunjangan
profesi sebesar satu kali gaji pokok bagi guru yang lulus sertifikasi. Namun,
dalam kenyataannya sampai makalah ini ditulis belum semua guru yang lulus
sertifikasi telah memperoleh tunjangan profesi. Berdasarkan wawancara penulis
dengan Kepala Cabang Dinas Pendidikan Kecamatan Bangil, Kabupaten
Pasuruan, Jawa Timur, Bapak Mispono, diperoleh data bahwa guru-guru yang
telah lulus sertifikasi di wilayah setempat masih belum menerima tunjangan
profesi sepeser pun. Meski demikian surat keputusan (SK) penetapan besaran
tunjangan profesi telah diberikan kepada guru yang telah lulus. “Bulan depan
mungkin sudah turun,” janji Kacabdin Bangil tersebut.
2.8 Dampak Sertifikasi Guru
2.8.1 Dampak Positif Sertifikasi Guru
Sertifikasi guru sangat bermanfaat bagi perkembangan pendidikan di
sekolah-sekolah. Manfaat uji sertifikasi antara lain sebagai berikut:
1. Melindungi profesi guru dari praktik layanan pendidikan yang tidak
kompeten sehingga dapat merusak citra profesi guru itu sendiri.
2. Melindungi masyarakat dari praktik pendidikan yang tidak berkualitas dan
professional yang akan menghambat upaya peningkatan kualitas
pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia di negeri ini.
3. Menjadi wahana penjamin mutu bagi Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK) yang bertugas mempersiapkan calon guru dan juga
berfungsi sebagai kontrol mutu bagi pengguna layanan pendidikan.
4. Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan dari keinginan internal dan
eksternal yang potensial dapat menyimpang dari ketentuan yang berlaku.
18
2.8.2 Dampak Negatif Sertifikasi Guru
Pelaksanaan program sertifikasi tujuan dasarnya adalah untuk
meningkatkan mutu pendidikan. Karena dengan meningkatnya kualitas
pendidikan, maka akan dapat pula mendongkrak kualitas pendidikan bangsa
Indonesia saat ini. Meski proses sertifikasi guru sudah memasuki periode
keempat, bukan berarti kendala dan permasalahan yang menyertai sertifikasi guru
sirna. Adapun dampak negative dari sertifikasi guru berbasis portofolio terhadap
kinerja dan kompetensi guru adalah:
a. Menjadi Sosok yang Certificate-Oriented
Ternyata implementasi sertifikasi guru dalam bentuk penilaian
portofolio ini kemudian menimbulkan polemik baru. Banyak para
pengamat pendidikan yang menyangsikan keefektifan pelaksanaan
sertifikasi dalam rangka meningkatkan kinerja guru. Bahkan ada yang
berhipotesis bahwa sertifikasi dalam bentuk penilaian portofolio tak akan
berdampak sama sekali terhadap peningkatan kinerja guru, apalagi
dikaitkan dengan peningkatan mutu pendidikan nasional. Hal ini berkaitan
dengan temuan-temuan dilapangan bahwa adanya indikasi kecurangan
dalam melengkapi berkas portofolio oleh para guru peserta sertifikasi.
“Kecurangan dengan memalsukan dokumen portofolio itu memang ada.
b. Miskin Keterampilan dan Kreatifitas
Guru bukanlah bagian dari sistem kurikulum, tetapi keberhasilan
pelaksanaan kurikulum akan bergantung pada kemampuan, kemauan, dan
sikap professional tenaga guru (Soedijarto, 1993:136). Kalau dikaitkan
persyaratan professional seorang guru yang sesuai dengan Standar
Nasional Pendidikan yaitu, mampu merencanakan, mengembangkan,
melaksanakan, dan menilai proses belajar secara relevan dan efektif maka
seorang guru yang professional akan dengan mudah lolos sertifikasi
berbasis portofolio tanpa harus memanipulasi berkasnya.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sertifikasi merupakan upaya yang penting dilakukan untuk menjamin
kualitas tenaga kerja. Jaminan kualitas kompetensi tenaga kerja lulusan Sekolah
Menengah Kejuruan atau lembaga pelatihan lainnya dilakukan dengan Sertifikasi
Kompetensi Kerja yang dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi di bawah
koordinasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi. Peningkatan kesejahterann guru
dalam kaitannya dengan sertifikasi harus dipahami dalam kerangka peningkatan
mutu pendidikan nasional , baik dari segi proses (layanan) maupun hasil (luaran)
pendidikan.
Dengan adanya sertifikasi, diharapkan kompetensi guru sebagai agen
pembelajaran akan meningkat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru. Sertifikat pendidik ini
diberikan kepada guru yang memenuhi standar profesional guru. Standar
profesioanal guru tercermin dari uji kompetensi. Uji kompetensi dilaksanakan
dalam bentuk penilaian portofolio. tulisan ini bahwa pelaksanaan sertifikasi ada
baiknya dilakukan dengan tidak hanya mengandalkan penilaian portofolio sebagai
bentuk uji kompetensi. Harus disinergikan dengan metode lain agar terwujud
qualitative assessment yang dapat menggambarkan kondisi kompetensi dan
profesionalitas guru yang sesungguhanya secara komprehensif. Terlepas dari pro-
kontra yang mungkin mencuat atas gagasan yang ditawarkan penulis ini, tidak ada
salahnya untuk dicoba dipraktikan
20
3.2 Saran-Saran
1. Kepada pemerintah agar mengkaji ulang sertifikasi guru berbasis portofolio
sehubungn dengan banyaknya kecurangan dan manipulasi berkas portofolio
dalam sertifikasi.
2. Kepada tim pengawas sertifikasi atau tim asesor agar meningkatkan
pengawasan dan ketelitian dalam mensertifikasi, Serta mensosialisasikan
program sertifikasi tersebut bersama dengan Dinas Pendidikan setempat.
3. kepada pemerintah agar meningkatkan program up grading para guru. Hal ini
bertujuan memfasilitasi para guru agar mudah dalam proses sertifikasi dengan
jalan yang benar.
21
DAFTAR PUSTAKA
Ambarrukmi, Santi. Ditemukan Kecurangan Dalam Dokumen Portofolio. 2008
(http://sertifikasiguru.org/index.php?
mact=News,cntnt01,detail,0&cntnt01articleid=74&cntnt01origid=15&cntnt
01returnid=63)
Anonim. “Sertifikasi Dirombak, Menyusul Maraknya Pemalsuan Piagam dan
Plagiat,” Surya, 22 Desember 2007
(http://www.surya.co.id/web/index2.php?
option=com_content&do_pdf=1&id=30032)
Anonim. Kriteria, Persyaratan, dan Rekrutmen Peserta Sertifikasi Guru. 2008
(http://sertifikasiguru.org/uploads/File/panduan/faq04.pdf)
Anonim. Pengertian, Tujuan, Manfaat, dan Dasar Hukum Pelaksanaan Sertifikasi
Guru. 2008 (http://sertifikasiguru.org/uploads/File/panduan/faq01.pdf)
http://math070017.blogspot.com/2012/01/makalah-guru.htmlhttp://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&ved=0CEIQFjAD&url=http
%3A%2F%2Fkreatifpangkalpintar.files.wordpress.com
%2F2012%2F06%2Fmakalah-
4.docx&ei=YKGBUo28GYiTrge13oHgBA&usg=AFQjCNGipHvahtBfgsj
q3TbWnbeX8fIaRA&bvm=bv.56146854,d.bmk
22