sam ratu langie, 1913, serikat islam

18
SERIKAT ISLAM oleh Gerungan S.S.J. RATULANGIE BAARN HOLLANDIA DRUKKERIJ 1913

Upload: lani-ratulangi

Post on 16-Mar-2016

229 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Tulisan Sam RatuLangie di Holland selaku mahasiswa berumur 23 tahun

TRANSCRIPT

Page 1: Sam Ratu Langie, 1913, SERIKAT ISLAM

SERIKAT ISLAM

oleh

Gerungan S.S.J. RATULANGIE

BAARN

HOLLANDIA – DRUKKERIJ

1913

Page 2: Sam Ratu Langie, 1913, SERIKAT ISLAM

Kita berdiri pada titik-balik sejarah Kolonial.

Jaman kini memprihatinkan.

Dalam pidatonya yang diadakan pada audiensi 1 September y.b.I.

sebagai jawaban Tuan JACOBS, penyambung-lidah kelompok ke-12 dan para

‘praticulieren’, Gubernur Jendral Idenburg mulai dengan kata-kata:

“Kekuatan-kekuatan terlelap bangun, keinginan-keinginan tersembunyi

menjadi nyata. Dimana-mana ada penyadaran diri, dan akibatnya orang

mempertanyakan buah-buah budaya Barat kita.”

Memang, orang hanya perlu membaca koran-koran Hindia, untuk

mengakui dasar kata-kata ini : perserikatan-perserikatan muncul, benturan-

benturan terjadi antara berbagai bangsa atau antara bagian-bagian masyarakat

hindia yang terpisah oleh hukum, dan akibatnya yang tak terelakkan,

muncullah konflik-konflik antara rakyat dan penguasa.

Yang berada paling depan dalam “bangunnya kekuatan-kekuatan yang

terlelap” itu pastilah organisasi Serikat Islam, baik oleh jumlah penganut yang

diperolehnya, maupun oleh cakupan tujuan luas yang dikejarnya: yaitu

perbaikan keadaan ekonomi masyarakat pribumi dan peningkatan hidup

beragamanya. Namun orang terutama patut berhati-hati dalam menilai fakta-

fakta berita yang membanjiri kita dari Hindia. Sulit mencatat dengan tepat

kejadian-kejadian yang merugikan atau yang menguntungkan S.I., karena pers

Eropa di Hindia tak mungkin tidak memihak sama sekali. Kepentingan

pertamanya sedikit banyak adalah menentang aliran-aliran politik di dunia

pribumi Hindia-Belanda; lewat sensor peraturan percetakan pers Hindia yang

ketat, kebanyakan di antara mereka ini terbawa bersikap kurang lunak terhadap

serikat-senikat politik di sana. Bukankah hal ini suatu kenyataan dalam

perlawanan Partai Hindia; orang tak berhenti sebelum lembaga yang dianggap

membahayakan Negara dan kekuatan Eropa itu dibinasakan. Seluruh pers

Eropa mempersatukan diri demikian eratnya, sekalipun dalam keadaan lebih

tenang mereka sering bertengkar, untuk mematikan Expres yang baru saja

terbit di Bandung.

Hal ini tidak mengherankan kita, karena “pers agung” yang dikuasai

orang Eropa (kecuali Bataviaasch Nieuwsblad), merasa kehilangan dasarnya

karena propaganda I.P. melalui Expres. Sekalipun begitu, juga bagi pers Eropa,

kebenaran tidak selalu dapat diingkari atau ditutupi dan fakta-faktanya

memang terlalu jelas. Itu sebabnya kami sangat terkesan oleh pertentangan

semu dari berita-berita yang dikandung koran-koran Hindia tentang gerakan-

gerakan disana. Sekiranya kita mendalami hakekat masalahnya, dapatlah kita

mengembalikan semuanya kepada satu sebab, yang saya sebut saja: jiwa baru,

yang telah merasuki masyarakat Hindia, sebagai lawan dari mana yang begitu

gemar digunakan jurnalistik Hindia sebagai sanggahan: jiwa DOUWES

DEKKER. Sebab, bahwa di Hindia kita berurusan dengan jiwa rakyat, terbukti

dan kejadian-kejadian dan juga kini disadari Pemerintah, sebagaimana ternyata

dari kutipan kata-kata Gubernur Jenderal itu.

Lagipula, terlalu naif untuk mengira bahwa seorang saja mampu

memasukkan ide-ide yang baru sama sekali, apabila massa itu sendiri tidak

sudah memiliki suatu predisposisi untuk menerimanya.

Bila orang ingin rnenyanggah saya, bahwa ‘kekuatan kata-kata’ itu

faktor besar, dan memperlihatkan kepadaku contoh-contoh dari sejarah purba

dimana satu orang dapat menguasai kumpulan rakyat, dapatlah saya katakan

bahwa tiada cara yang lebih sederhana daripada mengirim seorang orator ke

Hindia untuk meyakinkan rakyat akan hal yang berlawanan dengan apa yang

mereka pikirkan kini disana, - sebagaimana dapat kita tarik dari fakta-faktanya

- untuk mencegah badai. Sengaja saya berhenti sejenak pada pembicaraan

Indische Partij sebelumnya. Karena saya sendiri yakin bahwa serikat ini dan

Serikat Islam dua organisasi yang tak mungkin terpisahkan satu dan yang lain.

Antara kedua organisasi ini terdapat hubungan sebab akibat yang jelas terlihat

jika dipandang lebih dalam. Keduanya itu hasil dari keadaan-keadaan yang

sama; bahwa yang satu mengusung ‘islam” dalam benderanya hanyalah bukti,

bahwa yang lain berpijak pada dasar-dasar yang lebih liberal. Namun satu di

antara kedua organisasi ini adalah hasil dari yang lain kalau saja pemikiran ini

tidak terlalu gila dan terlampau gegabah, saya akan memprotesnya.

Apa saja alasan-alasannya, yang membuat ide-ide baru itu muncul di

segala lapisan masyarakat, sulit digambarkan secara singkat. Lagipula. apabila

kita harus melacak semua faktor yang langsung dan tidak langsung telah

mengarahkan jalannya keadaan, kita harus kembali ke jaman sejarah lampau,

Page 3: Sam Ratu Langie, 1913, SERIKAT ISLAM

bahkan lebih jauh lagi sekiranya kita mengikuti rangkaian kejadian dan sebab-

musababnya.

Cukuplah yang berikut ini. Ketika hubungannya terbina, ketika

penduduk pribumi diposisikan secara kurang menguntungkan terhadap orang

asing. ketika itu orang sudah dapat meramalkan, bahwa suatu saat cepat atau

lambat, pada lanjutan perkembangan jiwa kaum pribumi, kerusuhan-kerusuhan

sekarang ini akan menjadi kenyataan. Masyarakat pribumi kini tak dapat lagi

bergerak dalam kerangka undang-undang yang usang; ia mengejar ruang gerak

lebih luas, dan dalam keadaan berlanjut yang sangat lazim seperti ini tak bisa

tidak ia akan berbenturan dengan lembaga-lembaga usang, dan kelompok-

kelompok penduduk yang menikmati keuntungan lebih banyak, bila hubungan-

hubungan seperti itu dipertahankan. Dan hal ini dapat kita lihat dalam

halaman-halaman berikut ini: bahwa partai anti revolusioner di Hindia harus

dicari di antara orang Eropa asli dan kaum bangsawan pribumi.

Marilah sekarang kita ikuti kejadian-kejadian yang pertama-tama

mengungkapkan “keinginan-keinginan terselubung” itu, agar dengan

memandang cetusan-cetusannya itu, kita dapat memperoleh gambaran tentang

hakekatnya. Pertama kali orang menjadi agak sadar tentang hal ini ketika tujuh

delapan tahun lalu oleh mahasiswa STOVIA (Sekolah Kedokteran di

Weltevreden) ide-ide baru dilontarkan ke dunia, yang menemukan

perwujudannya dalam “Boedi Oetomo” yang bagaikan sengatan listrik

menyambar lapisan-lapisan atas masyarakat. Setelah dipandang penuh

kecurigaan, gerakan ini melalui ketekunan para pendirinya segera

memenangkan kepercayaan golongan Priyai dan Pemerintah. Bagaimanapun

orang kemudian dalam perumusan tujuannya mengedepankan perbaikan

ekonomi dan pendidikan, untuk menutup-nutupi hakekat Boedi Oetomo yang

sebenarnya, kenyataannya tak teringkari: gerakan ini muncul dari kesadaran

diri orang Jawa dan merupakan endapannya. Kehidupan Hindia telah

memasuki era baru, dan sudah berlalu bahwa Ia menyerah kepada keadaan

berdasarkan pikiran: dura lex, sed lex, bahwa rasa nasionalisme sudah

berbicara, bahkan nasionalisme yang ketat, dapat kita simpulkan dan fakta

bahwa hanyalah orang Jawa yang dapat memasuki organisasi ini sebagai

anggota. Maka serikat itu dengan tepatnya menamakan diri “Jong Javanen

Bond”. Harapan-harapan tinggi, yang dimiliki terhadap Boedi Oetomo, sedikit

banyak meleset, ketika pejabat-pejabat tinggi pemerintah pribumi menduduki

jabatan dalam Pemerintah pusat. Orang lalu mengkhawatirkan suatu tekanan

dari atas, yaitu pengaruh Pemerintah, yang bekerja agresif terhadap kehidupan

berserikat. Kekhawatiran tsb, ternyata bukannya tak ada dasarnya: di bawah

pimpinan pengurus yang mundur tahun ini, organisasi ini hanya menjadi suatu

bayangan lemah dari ide para pendirinya. Karena, di samping atau sebelum

menjadi pengurus oraganisasi nasionalis ini mereka itu abdi Gubernemen. Dan

bahwa antara Gubernemen dan B.Oe. tak selalu ada kedamaian merupakan

suatu akibat tak terelakkan dari keadaannya. Orang dapat saja berdalih

sebanyak-banyaknya, suatu organisasi seperti B.Oe. dalam keputusannya harus

terarah menentang jiwa pemerintah yang ada. Karena akhirnya syarat-syarat

berdirinya yang pertama, justeru adalah kekosongan dalam kehidupan bersama,

yang tidak dapat atau tidak rnau diisi Pemerintah. Apabila hubungan sosial

sesuai dengan kehendak rakyat Hindia, organisasi seperti itu tak punya dasar,

bahkan tidak pernah dilahirkan. Kedudukan hukum yang tak sama antara orang

Eropa dan orang pribumi, yang sering tak rnenguntungkan yang disebut

terakhir, merupakan batu sandungan pertama bagi banyak kaum pribumi yang

sudah sadar akan pembedaan itu. Pada titik ini B.Oe. saja sudah berlawanan

dengan Pemerintah, sekurang-kurangnya di masa itu. Masalah ini mungkin di

masa depan tidak lagi memberi alasan untuk saling berbenturan, karena apabila

kita menganggap ucapan dalam Pidato mahkota Hindia sebagai suatu janji,

akan terjadi suatu awal dalam persamaan masalah hukum. Namun sekalipun

hal ini dibereskan sepenuhnya, masih saja ada kasus-kasus yang menempatkan

kepentingan Pemerintah jauh berseberangan dengan perjuangan B.Oe.

Namun, kekosongan ini mungkin juga terjadi oleh kekurangan intern,

oleh kekurangan yang lekat pada masyarakat pribumi sendiri yang sebenarnya

dapat saja ditiadakan. Hal ini dapat saya akui sepenuhnya, dan saya tahu juga

bahwa B.Oe. sampai sekarang hanya bekerja ke arah itu, namun hal ini sama

sekali tidak meniadakan kemungkinan tentang apa yang saya sebut di atas ini.

Orang juga menunjuk kepada kemungkinan, agar melalui

penggabungan tsb., orang dapat melawan masuknya semakin jauh ke

pedalaman orang Cina, yang menguasai perdagangan kecil dan industri kecil,

Page 4: Sam Ratu Langie, 1913, SERIKAT ISLAM

dan dengan ketrampilan melebihi ketrampilan pekerja Jawa, hampir menggeser

mereka dan pasar kerja, sehingga dengan demikian dapat menguasai

perjuangan di bidang sosial ekonomi.

Namun, bagaimanakah semestinya sikap seorang pegawai pemerintah

dalam hal ini? Bukankah ia berada antara dua titik api, apabila Ia mau

mendengar suara hatinya?

Masalah nasional menuntut agar ia menjauhi kaum Cina sekuat

tenaganya, namun sebagai abdi negara seharusnya Ia bersikap netral, karena

sebagai warga masyarakat yang tertib dan jujur mereka mencari nafkahnya.

Bahwa pukulan politik akhirnya harus dijatuhkan, disadari oleh

sejumlah orang. Saya ingat ump. bahwa dalam masa pendiriannya, orang

penuh kekhawatiran rnenyelidiki kalau-kalau organisasinya berpolitik atau

tidak. Orang begitu khawatir terhadap apa saja yang berbau politik, karena

organisasi-organisasi politik itu dilarang.

Lama orang timbang-menimbang, ketika seorang muda Jawa naik

panggung, lalu mengambil keputusan dengan kata-kata: “B.Oe. akan menjadi

serikat sosial, tapi demi tercapainya tujuan, jika perlu akan menggunakan cara-

cara politik.” Dengan demikian tercapailah perdamaian: jadi bukan oraganisasi

politik!

Sampai sekarang memang, B.Oe. senantiasa bekerja di bidang sosial

dengan mendirikan toko-toko koperasi, sekolah-sekolah, dst. Tapi kalau begitu,

apakah aksi yang dilancarkan B.Oe. dapat dikembalikan kepada perjuangan

kelas yang biasa? Pasti bukanlah dernikian, karena B.Oe. bukan organisasi dari

suatu kelas kaum pribumi, melainkan mencakup keseluruhan kehidupan

pribumi. Lagipula, dapatkah digambarkan dengan tajam pemisahannya: mana

batas antara perjuangan kelas dan propaganda politik?

Terutama di Hindia dengan hubungan-hubungan yang aneh, dimana

rendah dirinya orang pribumi dijunjung sebagai dalil tak terbantahkan, setiap

langkah maju bagi kontingen pribumi, berarti mundurnya wibawa moral

bangsa kulit putih; dan setiap perbaikan sosial orang pribumi, membuka

perspektif dari konsekuensi politis.

Meskipun anggota-anggota B.Oe. semata-mata harus dicari di antara

kaum terpelajar, program kerjanya seperti yang sudah kita lihat, menyebar ke

seluruh rakyat; terutama diusahakan perlindungan terhadap mereka yang lemah

morilnya dengan meningkatkan taraf moral rakyat. Namun dimana satu

golongan rakyat itu memperkuat diri, di situ bagian-bagian lainnya harus

dipersulit dalam pekeijaannya, sekalipun hanya dengan persaingan. Dan karena

orang perorangan berkonsentrasi ke dalam satu badan, yang kriteria

keanggotaannya adalah kebangsaan dan bukan kelas, dengan sendirinya aksi

B.Oe. dibatasi dan dapatlah kita lihat dengan jelas, pertentangan antar suku.

Demi rasa kemanusiaan, pemerintah harus menghadapinya dengan netral,

mengapa begitu sulit keanggotaan pimpinan dari serikat yang nasionalis ini,

dapat digabungkan dengan suatu jabatan dalam pemerintahan luar negeri.

Dalam Bataviaasch Nieuwsblad, hal ini juga disadari DOUWES DEKKER,

ketika itu redaktur surat kabar tsb., dan saya menemukan bagian kalimat

berikut ini: “Kesalahan pertama yang dibuat perserikatan yang muda itu adalah

memilih regent Karanganyar menjadi ketua.”

Penulis bukan menolaknya karena regent itu tidak siap untuk tugas tsb.,

sebaliknya pegawai Pemerintah tsb terkenal karena sifat-sifatnya yang baik

sekali, dan berasal dari rakyat (ia sebelumnya guru), andaikan saja ia tidak

memiliki prasangka-prasangka bangsawan kuno dan lebih memahami

kebutuhan rakyat. Tetapi dalam prinsipnya penulis menentang masuknya

pegawai tinggi pemerintah ke dalam B.Oe. Dalam hal ini ia tidak salah; karena

betapa kemudian pegawai-pegawai Pemerintah yang lebih tinggi, meminta

sampai memalukan pendapat residen yang bersangkutan dulu, sebelum mereka

berurusan dengan B.Oe.; bagaimana kemudian ternyata “Regenten

vereeniging” mengembangkan diri sebagai kelompok reaksioner dalam

masyarakat pribumi.

Dan ini kembali dapat dijelaskan dengan baik; karena apabila ide baru

ini diterima dimana-mana, tamatlah hak-hak istimewa kaum bangsawan;

hilanglah rasa hormat yang hampir kekanak-kanakan, - yang dimiliki rakyat

terhadap pemimpin-pemimpinnya, yang membuat mereka ini hidup cukup

nyaman, - untuk diganti dengan rasa sederajat. Tidak mengherankan bahwa

kaum bangsawan penuh keprihatinan memandang majunya proletariaat,

perlahan tapi pasti.

Page 5: Sam Ratu Langie, 1913, SERIKAT ISLAM

Perjuangan ini sarna dengan yang diperlihatkan Eropa pada bangkitnya

burgerij dalam abad pertengahan, bedanya rakyat di Hindia sering masih

mendapat dukungan Pemerintah. Karena itu gerakan yang sedang

mereorganisir diri di Jawa sedikit-banyak mendapat perlawanan dari anggota-

anggota bangsawan, termasuk kaum berada.

Sesudah B.Oe., banyak perserikatan lokal didirikan, namun kebanyakan

lebur ke dalam organisasi besar atau menjadi cabang-cabangnya.

Bersama semua tanda-tanda pertuasan kekuatan rakyat pribumi, tak

bisa tidak, orang Indo-Eropa, si “Indo” terancam akan terjepit. Di satu pihak

orang Eropa asli, di pihak lain orang pribumi, kedua kekuasaan itu dapat

menjepitnya apabila ia sendiri tidak bertindak ekspansif pada waktunya, dan

memasang kuda-kuda.

Sebagai pengimbang B.Oe, oleh kaum muda Indo-eropa didirikan

“Bond van Jong indo’s”. Sayang, di bawah pimpinan yang sangat buruk.

Serikat itu dipimpin orang-orang muda yang berdarah panas, yang dalam

dokumen-dokumen propaganda lebih banyak mengumbar kata-kata bualan

daripada memperlihatkan pemahaman dan sikap taktis. Temperamen blasteran

mempermainkan serikat itu sehingga cepat mati akibat kehebihan vitalitas.

Setelah diumumkan dengan hebohnya, 5 tahun lamanya orang tidak mendengar

apa-apa lagi, sampai belum lama lalu muncul kembali, dalam bentuk Indische

Partij yang dimurnikan dan dibersihkan. Azas-azas dan Bond van Jong Indo’s

dan dari Indische Partij berbeda; Yang pertama tidak mengijinkan

keanggautaan orang pribumi, yang disebut terakhir, mengijinkannya. Namun

apa saja bukti akhirnya? Tidak lain dan penyesuaian diri yang terakhir ini

terhadap situasi. atau lebih tepat dikatakan, mereka belajar dari praktek

Indobond.

Azas penggabungan para Indo dilepaskan, dengan tepat, maka

terwujudlah gagasan agung: tak ada pembedaan dalam hal kebangsaan, tiada

pembedaan antara kulit putih, cokelat dan kuning.

Apa pun yang dapat orang bebankan kepada lndische Partij, di atas

segala tuduhan, tak terbantahkan oleh keluhuran hakekatnya, adalah prinsipnya

yang patut diterirna demi peri kemanusiaan: yaitu kesatuan di Hindia.

Dalam rapat-rapat B.Oe. dan organisasi-organisasi kecil lainnya,

gagasan tentang kebersamaan itu disebarkan di tengah rakyat Hindia, hal mana

juga didorong pers pribumi. Yang ini (pers pribumi di Jawa) harus kita bagi

dua: yang pentama dipimpin orang Jawa dan berorientasi Jawa; sedangkan

yang kedua di bawah pimpinan orang Minahasa atau Ambon (seperti Khabar

Perniagaan dan Warna Warta) dan digerakkan dengan modal Cina.

Dengan sendirinya, jenis koran terakhir ini tidak terlalu rajin ikutserta

dalam membangun suku Jawa namun menyerahkan hal ini kepada yang

pertama.

Suku Jawa dibangunkan; mereka didorong menjadi lebih ekonomis;

penganiayaan orang pribumi oleh orang Eropa (yang sering terjadi oleh

opzichter Eropa di perkebunan atau dalam karya-karya pemerintah) dikecam

keras. Orang tidak segan-segan bersusah-.payah dan menempuh segala upaya.

untuk membangun perasaan dalam diri orang pribumi bahwa ia lebih dan

sekedar ‘kuda beban”. Yang turut-serta memajukan penyadaran diri ini adalah

fakta bahwa sejumlah dokter pribumi di Eropa meraih gelar kedokteran

Belanda, dan sehubungan dengan ini dapat dibaca dalam koran-koran pribumi,

artikel-artikel dengan tendensi: lihatlah, kita juga bisa, bukan’. Siapa mis. tidak

mengenal narna MAS ASMAOEN? Sangatlah menarik contoh berikut ini;

Seorang wartawan lndo duduk dalam sebuah bendi ketika sang kusir

mengejutkannya dengan kata-kata: “Toean, apakah Mas Asmaoen sudah

doktor?” sang Indo tidak tahu siapa yang dimaksud.

Sebelumnya, seorang muda pribumi tidak berani bergerak di kalangan

rekan-rekan Eropanya, takut akan perlakuan yang tidak begitu baik. Betapa

beberapa tahun lalu kata Inlander diucapkan dengan penghinaan tak terbatas..

Dan masa itu masih tersisa ungkapan: “Sungguh inlands”.untuk segala hal

yang buruk. Berbohong itu inlands, mencuri itu inlands, semua sifat jahat itu

inlands, semua sifat baik itu Eropa, sekurang-kurangnya di Hindia. Betapa

asing pun bunyinya untuk telinga Eropa, hal ini memang benar. Dan atas azas

inilah, dipandang-entengnya orang pribumi secara a priori itu, didasarkan

ketentuan yang pada lembaga-lembaga Pemerintah disebut “cabang-cabang

dinas”, - kaum pribumi mempunyai suatu traktemen yang kira-kira setengah

dan yang dipunyai rekan Eropa sepekerjaannya dengan syarat-syarat yang

Page 6: Sam Ratu Langie, 1913, SERIKAT ISLAM

sama. Yang saya maksudkan disini terutama Perkereta apian Negara, namun

ada lebih banyak lagi, yang menjalankan sistem memalukan tentang ‘rate of

wages’ yang ganda itu. Dapat dimengerti bahwa hal seperti itu mengakibatkan

komplikasi yang paling gila; jika ump. seorang pribumi mendapat bawahan

orang eropa yang lebih muda yang traktemennya dua kali sebanyak traktemen

dirinya. Atas dasar apa dapat dibenarkan bahwa seorang dokter pribumi dalam

dinas Gubernemen untuk perjalanannya mendapat ganti-rugi f. 2,- sehari.

seorang klerk atau kondektur, kalau orang Eropa atau disamakan dengan orang

Eropa, f.5,-?!.

Betapa rendahnya pendapatan para guru pribumi dibandingkan dengan

klerk Eropa dsb., yang pada umumnya lebih rendah tingkat perkembangan

moril dan intelektualnya. Keadaan semacam ini pasti tidak memupuk rasa puas

di kalangan masyarakat pribumi yang intelektual pada umumnya. Orang jangan

terkecoh oleh pikiran bahwa orang pribumi menyerah dalam hal ini dengan

ketakwaan yang menjadi sifatnya, dan jangan lupa, bahwa orang pribumi

intelektual ini dengan senangnya didengar oleh rakyat, oleh massa, yang

merekam kata-kata mereka bagaikan ramalan-ramalan. Orang mesti mengamati

kehidupan di desa dan kampung untuk dapat menyadari daya cakup para guru

pribumi dan kaum terdidik Iainnya yang terpancar dari mereka terhadap rakyat.

Ketika tinggal selama beberapa minggu di salah satu stasiun kecil di Perkereta-

apian Priangan, saya melihat setiap malam bahwa ada heberapa orang pria dan

desa mendatangi kepala stasiun untuk bercakap-cakap. Namun percakapannya

terutama terdiri atas berbicaranya sang kepala stasiun tanpa hentinya dan yang

lain hanya berkata “semoehoen” belaka. Dan pria ini masih berdiri di luar

hubungan desa; ia bukan guru dan bukan kepala atau ‘adjie’. Betapa mudahnya

ketidak-puasan ini beralih kepada rakyat. Dan kejadian-kejadian yang baru

saja, mernbuktikan bahwa hal itu terjadi.

Orang dapat merasakan pada umumnya di dunia pribumi bahwa

pertandingan dimulai dengan suatu rintangan disebabkan posisi kurang

menguntungkan terhadap orang kulit putih. Kesadaran ini meresapi segala

lapisan masyarakat dan mempersiapkan rakyat untuk kerjasama nasional Jawa.

Pada saat yang tepat diperdengarkanlah jeritan di Solo, panggilan untuk

berhimpun dibawah bendera Serikat Dagang Islam. Penyebab langsung

dilahirkannya serikat itu sudah diketahi: orang mau menjalin suatu ikatan

melawan perdagangan kecil Cina. Kata Islam menarik dunia Islam, pada saat

yang tepat ketika tersebar kerusuhan dan ketidak-puasan.

Namun kini terjadi suatu keanehan, suatu pertanyaan yang harus

dijawab. Kebetulankah bahwa awal politik pengkristenan berlangsung pada

saat yang sama dengan bersatunya unsur Islam, ataukah yang terakhir ini suatu

akibat dari yang pertama? Dalam pendirian dan dalam propaganda tidak

mungkin dapat kita temukan apa yang merujuk kepada agitasi melawan politik

dari rejim sebelumnya, namun arus kuat para anggota untuk perserikatan ini

pastilah juga suatu reaksi islam terhadap kecamuknya kristianisasi, yang

mengancam juga daerah-daerah Islam, namun yang kini ditiadakan, demikian

harapan kita. Bagaimana pengkristenan semacam itu mencapai justru hal

sebaliknya dari yang dituju, terbukti dari kata-kata seorang Jawa yang berdiam

di Nederland berikut ini: “Kami berterimakasih kepada IDENBURG atas

pemerintahan kristennya, karena Ia telah membangunkan kami dan membuat

kami merasa bahwa kami, orang Islam, bersatu.” Suatu permainan kata yang

sama sekali tidak kosong, di Hindia dikenakan pada S.I. Nama ‘S.I.’ mestinya

diartikan: “Salahnya Idenburg”.

Di salah satu tempat di Jawa, dengan lingkungan islam, didirikan

sekolah kristen yang oleh Pemerintah disubsidi, d.k.l. ditunjang dengan

pembayaran pajak juga oleh kaum islam. Ketika di tempat yang sama

dimintakan subsidi untuk sekolah Islam, permohonan itu ditolak. Mestikah

orang Jawa dengan ini tidak merasa, bahwa agamanya dianak-tirikan? Tiada

yang lebih berbahaya dan ada menimang diri sendiri hingga tertidur dengan

kata-kata Dr. FOKKER, lndolog Amsterdam: “Dimana-mana Islam menderita

bangkroet” jadi di Hindia juga demikian. Tidak, Islam di Hindia tidak akan

menderita bangkrut, Islam yang dengan kurang kekerasan tapi dengan

perkembangan berangsur-angsur menapaki jalannya menuju lebih dari

30.000.000 penganutnya. (prof. SNOUCK HURORONJE, Nederland en de

Islam). Dan hasil apa telah diberi karya zending sejak satu abad? Dalam 1814

oleh zendeling BRUECKNER dari Nederlandse Zendingsgenootschap

disebarkan Perjanjian Baru dalam bahasa Jawa rendah dan bahasa Melayu

sebanyak beberapa ribu, suatu bukti bahwa ketika itu Zending sudah bekerja

Page 7: Sam Ratu Langie, 1913, SERIKAT ISLAM

keras. Dan hasilnya, bahwa jumlah orang pribumi kristen dalam tahun 1902

terdiri dari 19000 orang, termasuk tentara Ambon dan Manado (v.

DEVENTER, Overzicht van den economischen toestand van de Inl.

Bevolking op Java en Madoera). yaitu satu banding 500 orang Islam.

Bukankah ini bukti suatu kekalahan dari zending? Dan bila kita mengikuti

tanda-tanda jaman, maka urusan zending bahkan di Minahasa, bentengnya

zending, tidak seberapa baik posisinya.

Orang Jawa itu, hakekatnya Budhis, animis? Mungkin saja, namun itu

tidak diketahui mereka yang bersangkutan. Mereka yakin, bahwa mereka

Muslim sejati. Mereka samasekali tidak menyadari bahwa seluruh kehidupan

rohaninya lebih condong ke kerohanian Budhis daripada ke kerohanian Islam.

Hal ini terbukti dari prakteknya: ziarah ke Mekah yang setiap tahun terlaksana

oleh jutaan orang, sesungguhnya tidak akan tenjadi kalau bukan sentimen

keagamaan membuat mereka demikian. Dan, kemana pun suatu

pengelompokan terjadi dengan warna Islam, kesanalah mereka bergerak.

Itu sebabnya saya berkata, bahwa memperlakukan kekristenan lebih

baik dari Islam merupakan suatu langkah kelewat berani pada papan percaturan

politik. Dengan cara demikian. orang Islam akhirnya ditantang. yang akibatnya

tidak menguntungkan.

Jumlah anggota di Solo dalam waktu singkat menanjak sedemikian

rupa, sehingga Pemerintah demi kelancarannya rnenganggap penting untuk

membubarkan serikat itu. Namun, dengan demikian jiwa rakyat tidak musnah

dan di Surabaya muncul di bawah nama yang diubah; kata “dagang”

dihilangkan dan serikat baru itu bernama Serikat Islam. Sekali menerima

dorongan, gerakan itu berkembang, dan seperti dikatakan suatu koran Hindia:

“Bagaikan monster berkepala banyak muncullah S.I. dimana-mana.”

Memang, bagaikan jamur muncullah cabang-cabang, kendati usaha-

usaha Pemerintah untuk membinasakan akar-akarnya. Di Parungkuda, sebuah

halte pada jalur kereta-api di Priangan, kereta-api kereta-api tak mampu

memuat orang-orang yang mau ke Bogor untuk mendaftarkan diri di tempat

yang ada cabang S.I.-nya. Bulan Juli y.l. jumlah anggotanya sudah melampaui

500.000 tersebar di seluruh Jawa, dan masih terus bertambah. Gerakan itu juga

telah benpindah ke Sumatra, bagaimanapun di Palembang sudah berdiri sebuah

cabang S.I. Apakah akan berkembang terus menyusuri pantai Timur Sumatra

sampai ke Aceh yang penuh pergolakan, akan ditentukan masa depan. Hal ini

bukan tidak mungkin: di antara pengontrak-pengontrak Deli mudah sekali

terdapat seorang penganut S.I. yang mau membuat propagnda untuk

serikatnya.

Atas pertanyaan, apa hubungan antara Boedi Oetomo dan Serikat Islam,

harus saya jawab kembali: hubungan sebab-akibat. Namun bukan hanya dalam

sebab sebabnya, namun juga dalam akibat-akibatnya, dalam arah kerjanya

ditemukan titik-titik persamaan antara kedua serikat ini; keduanya berjuang ke

arah perbaikan sosial bagi orang pribumi pada umumnya, namun kalau B.Oe.

mencakup sebagai anggotanya kelas-kelas terdidik (priayi, guru, pedagang),

S.I. meliputi keseluruhan masyarakat pribumi. Jadi kita dapat memandang

B.Oe. sebagai perintis. pembuka jalan bagi SI. dan sangatlah mungkin, saya

hampir mau katakan: pastilah bahwa kedua serikat itu dalam waktu dekat akan

saling lebur menjadi satu Bond Jawa-nasional (atau Hindia-nasional). B.Oe.

otaknya, SI. daya rakyatnya, merupakan kombinasi yang sempurna. Bahwa hal

ini juga disadari pemimpin-pemimpin gerakan Jawa, telah dibuktikan TJIPTO

MANGOENKOESOEMO, yang dalam salah satu artikel-artikelnya

memperjuangkan a.l.: (saya mengutip di luar kepala): :“Daripada

memperlakukan organisasi rakyat yang muda itu (SI.) penuh kecurigaan,

patutlah kita mencermati perkembangannya agar pada waktunya dapat

membanting stir, apabila terancam penyelewengan.”

Lapisan-lapisan terdidik rupanya telah mendengarkan kata-kata ini, dan

tidak hanya telah mengikuti S.I. dalam perkembangannya, tetapi ikutserta

secara aktif, dan memasukinya sebagai anggota serikat. Bahkan bangsawan

tertinggi pun memasuki serikat itu, dan kami temukan dalam S.I. suatu

pertemuan yang menguntungkan dan bangsawan dan rakyat, sungguh suatu

unicum dalam masyarakat Jawa dengan tradisinya yang bertahan benabad-

abad lamanya hingga terbentuk hukum-hukum yang tak tergoyahkan. Putera

mahkota Solo adalah pelindung serikat dan rupanya telah mendorong kaum

bangsawan untuk mengenakan S.I. Apakah kerjasama kaum bangsawan

pribumi dengan S.I. merupakan langkah tergesa-gesa, dan orang menyadari

telah membuat tindakan berani dan telah menghancurkan diri sendiri apabila

Page 8: Sam Ratu Langie, 1913, SERIKAT ISLAM

ternyata serikat ini memang akan sukses? Rupa-rupanya demikian. dan hanya

dilihat dari sisi ini, dapat diterangkan bahwa Soesoehoenan dari Solo

mengeluarkan suatu larangan bagi bawahannya untuk menjadi anggota S.I.,

padahal sebelumnya senikat sudah mengharapkan perkenanan tahta Solo.

Bagaimana pun juga, hal ini hanya membuktikan pendirian saya, bahwa

setiap aliran baru dalam masyarakat Jawa akan menemukan perlawanan dari

kaum bangsawan negeri itu, terutama sejauh gerakan ini memiliki karakter

demagogis. yang rnenyebabkan hak-hak yang dinikmati kaum bangsawan

berabad-abad lamanya harus dibinasakan. Kaum bangsawan akan senantiasa

menjadi partai reaksioner apabila suatu waktu perang politik dan kelas pecah di

Hindia, sekalipun ada juga partai-partai yang berhaluan lain; suatu pantulan

sejati dan perjuangan di Eropa.

Sudah berkali-kali diajukan pertanyaan apakah S.I. suatu organisasi

agama, dan oleh kebanyakan ini diingkari. Dalam salah satu pembicaraan

malam harinya, Mr. DOUWES DEKKER yang sebenarnya tahu tentang

keadaan Hindia, menyinggung masalah ini dalam arti tsb. Namun seperti

kebanyakan orang, ia telah menempatkan dirinya sepihak, dengan menguji

serikat ini dengan suatu esai umum tanpa memperhatikan keadaannya, Kita

hanya perlu rneninjau situasinya selayang pandang untuk meyakini hal yang

sebaliknya.

Rakyat Hindia-Belanda dapat kita bagi seperlunya ke dalam dua

kelompok : Kaum muslimin sejumlah kira-kira 30.000.000 dan yang bukan

Muslim (orang Kristen, orang kafir, orang Budhis, dsb.) kira-kira 7.000.000.

S.I. bermaksud membawa kelompok pertama ke dalam satu badan; namun

ungkapan kebersamaan semacam ini di kalangan rakyat islam, mau tak mau

menumbuhkan perlawanan di kelompok-kelompok lain.

Ini sering kita lihat di Hindia; panggilan Jong-Java ke B.Oe. oleh orang

lndo Eropa dijawab dengan pendirian Bond van Jong Indo yang sayangnya

mati muda. Dari pihak rakyat Cina, kita lihat reaksi dalam serikat-serikat Cina.

(saya tahu juga bahwa yang terakhir ini merupakan pantulan dari evolusi Cina

sendiri), namun ini tidak meniadakan sebab-sebab di Hindia sendiri yang telah

mendorongnya dan bahwa orang baru sesudah B.Oe. membuat propaganda

yang kuat untuknya.

Juga suku-suku lain dan rakyat asli, tidak berdiam diri dan tergoncang

oleh B.Oe, bersatu. orang Ambon, Minahasa, Melayu. Sepuluh tahun terakhir,

di Hindia bergolaklah nafsu berserikat. Akhirnya kita menyaksikan bahwa

pada waktu bersamaan bangkit Serikat Islam, lndische Partij (oleh inisiatif

Hindia dan Indo) dan orang Minahasa yang berdiam di Batavia.

B.Oe. menetapkan sebagai syarat kepada anggotanya, kebangsaan

Jawa; S.I. lebih jauh lagi menetapkan batas-batasnya lebih luas dan menuntut

anggotanya harus Muslim. Dan sejauh S.I. benjuang untuk rakyat Muslim,

sejauh itu ia segera berbenturan dengan yang bukan Muslim, yang

kepentingannya kadang-kadang langsung bertolak-belakang dengan

kepentingan yang disebut sebelumnya; maka situasi yang kita peroleh: Islam

lawan bukan-Islam.

Lagipula, faktanya sudah mengandung antitesenya bahwa anggotanya

hanyalah orang muslim belaka. “Orang tidak mengadakan propaganda,”

katanya. “Karena itu S.I. bukan perserikatan agama”. Memang sulit diadakan

propaganda untuk Islam di tanah Islam; lalu apakah propaganda suatu conditio

sine qua non untuk serikat agama? Bukankah masih ada cara-cara lain untuk

mengungkapkan ciri keagamaan?

Hal ini dapat kita lihat dengan jelas: dimana serikat itu beragitasi

keluar, oleh situasi luar biasa dan suasana kini di kalangan kaum pribumi,

aksinya terarah melawan orang non-Islam.

Bagaimana suasananya dapat kita simpulkan dan berbagai benturan

antara orang Eropa dan Cina di satu pihak dan kaum S.I. di pihak lain.

Lagipula, S.I. menganjurkan anggotanya untuk berpegang pada Kur’an.

Apabila S.I. berjuang secara sosial, mengapa tidak dikotbahkan boikot

melawan benalu tengkulak-tengkulak Arab dan kaum kolportir. Rukankah

putranya HADRAMAUTH sudah pasti penghisap darah besar bagi kehidupan

hersarna pribumi, dan belum lagi disebut hakekat haji. Mengapa S.I. tidak

berjuang rnematahkan pengaruh para haji ini? Pasti bukanlah derni

kepentingan orang pribumi, individu-individu ini berkeliaran di desa-desa dan

memiliki kehidupan yang enak bertumpu pada kepercayaan polos orang-orang

desa itu? Tetapi memang sulit, karena kedua kategori ini Muslim juga dan

perlu dilindungi oleh bendera S.I.

Page 9: Sam Ratu Langie, 1913, SERIKAT ISLAM

Bagaimanapun juga, hanya keadaan, - dari pihak-pihak yang

bersangkutan yang satu Muslim dan yang lain tidak, - membuat kita tidak

menolak kemungkinan bahwa dalam hal ini kita tetap berurusan dengan

organisasi keagamaan.

Sekali lagi yang berikut ini: untuk memasuki organisasi. para calon

harus mengangkat sumpah setia kepada Kur’an dan anggaran dasar

organisasinya.

Sumpah ini tentu saja harus diangkat sesuai tuntutan dunia Muslim: di

tangan seorang imam (rohaniwan).

Jadi sudah sulit sekali di Hindia memisahkan kerja sosial dan politik,

dan kedua ini saling melebur satu ke dalam yang lain, sehingga tri-sila ini

disempurnakan oleh fakta bahwa Kur’an tidak mengenal pemisahan antara

agama dan politik.

Apabila orang Muslim ingin berpegang erat pada peraturan-peraturan

Kur’an, maka setiap penganut agama lain adalah musuhnya. bahkan ia tak

boleh mengakui raja yang bukan Muslim.

Dengan menerima nama Islam, para pendiri pasti harus bertanggung-

jawab atas konsekuensi-konsekuensinya yang mengalir dan hal ini. Namun

orang tidak boleh mengabaikan satu faktor besar: kesadaran diri masyarakat

pribumi, dan dapat kita lihat juga dalam S.I. suatu gerakan nasional yang kuat;

ini ungkapan suatu bangsa yang, setelah mencapai fase tertentu, ingin didengar

apabila ada yang perlu diputuskan tentang dirinya.

Bukanlah tendensi nasional melalui agama kita temukan dalam S.I,

melainkan rasa kebangsaan dengan agama. Inilah sebabnya saya berpendapat

bahwa Serikat Islam dalam perkembangannya harus bersifat baik politik

maupun agama: sekalipun para pemimpinnya memberi penjelasan yang lain,

bagian terbesar para anggotanya memandang serikatnya bukan saja sebagai

yang memperjuangkan kepentingan-kepentingan sosial, melainkan juga (dan

terutama) sebagai yang bertendensi agama.

Saya tak berkata, bahwa S.I. itu salah satu cabang dan Gerakan Pan

Muslim. bahkan mengejar tujuannya. Namun kemungkinannya bukan tidak

ada, bahwa organisasi ini sesudah waktu tertentu akan mengejar cita-cita yang

lebih jauh dan yang kini dimilikinya, dan akan memperoleh warna

internasional. Karena. bahwa orang Muslim dan Hindia-Belanda memang

terbuka untuk Pan Islamisme, sekali ia berkenalan dengan gerakan besar ini,

dan bahwa ia telah ditaklukkan bagi keraaan Muslim yang akbar ini, kalau para

promotor memalingkan pandangan mereka ke Hindia, - sudah ternyata dan

suatu perkara hukum di Medan, dimana seorang Turki diadili, yang dengan

alasan-alasan menyesatkan menarik uang dari kaum pribumi dengan

menceriterakan bahwa Sultan Turki mengutusnya untuk mengabari kaum

Muslim di Hindia-Belanda, agar dia membebaskan mereka dan beban Belanda,

bila setiap orang membayarnya f.40,-. Banyak orang dengan cara itu tertipu,

dan telah menyetor uangnya; dan deretan korban akan semakin panjang apabila

Pemerintah tidak menemukan penipuan itu.

Adakah uang itu mengalir ke saku orang Turki itu, sekiranya orang

tidak memilih di atas kekuasaan Belanda, kekuasaan sultan Turki? Hal ini telah

terjadi pada orang Melayu, namun pada orang Jawa ini pun mungkin terjadi.

Selanjutnya saya tahu, dan raja-raja kerajaan Muslim kecil di Sulawesi

Utara yang kebetulan pernah saya kenal, bahwa beberapa di antara mereka

pernah berpikir (apakah sekarang masih demikian, saya tak tahu) untuk

mengirim putera-putera mereka untuk pendidikan ke Turki, ke Istambul,

karena pendidikan di hoofdenschool di Tondano menurut mereka tidak cukup

dan karena pengaruh kristen terlalu mereka rasakan.

Menyangkut orang Jawa:, orang sebaiknya jangan merasa aman soal ini

karena berpikir, bahwa ia sebenarnya bukan Muslim secara rohani, karena

sekali lagi, orang Jawa tidak menyadari hal ini; Ia sendiri yakin bahwa ia

Muslim sejati. Dan sekiranya ada yang meragukannya, para haji yang

berkepentingan bahwa umatnya itu Muslim sejati, akan menjamin bahwa

kekhawatiran ini tidak menjalar. Di kalangan keturunan orang buangan Jawa di

Tondano, saya mengamati, bagaimana mereka menentang terhadap kepala-

kepala distrik (kristen), begitu patuhnya mereka terhadap seorang Said yang

juga dikucilkan, yang baru datang.

Bila kita lebih jauh meneliti tindakan-tindakan S.I. maka kita melihat

bahwa mereka pun di jantung masyarakat pribumi, berjuang melawan

kekurangan-kekurangan rakyat.

Page 10: Sam Ratu Langie, 1913, SERIKAT ISLAM

Perjuangan ini tidaklah baru, karena beberapa tahun lalu oleh murid-

murid Landbouw en Veeartsenschool di Bogor didirikan suatu perserikatan

bertujuan memerangi kejahatan-kejahatan rakyat. Serikatnya menyandang

nama 7 M yang adalah huruf-huruf pertama kata-kata maling, madat, main,

minurn, modon, mangan. Namun sesudah pendiriannya serikat ini sedikit

sekali kabarnya. Selain surnpah waktu masuk, para anggota harus berikrar

memerangi berbagai kejahatan dalam diri sendiri maupun dalam diri orang

lain. Bahwa S.I. kuat memegang ikrar ini, dan bahwa ia terpandang oleh

anggotanya, dapat disimpulkan dari kejadian-kejadiannya. Menurut koran-

koran Hindia, kabarnya di daerah-daerah yang sudah dimasuki S.I., pencurian

dan perampokan berkurang dari sebelumnya. Dan dengan bantuan S.I.

Pemerintah berhasil memberi penerangan tentang berbagai kejahatan yang

dilakukan, hal mana tidak mungkin sebelumnya. Karena itu begitu berbahaya

untuk begitu saja menerima semua kejahatan-kejahatan yang oleh koran-koran

Hindia dikenakan kepada S.I., karena sebagaimana seorang di antara mereka

harus mengakui: sebenarnya hubungan dengan kerusuhan-kerusuhan tidak

dapat di buktikan samasekali bahwa S.I. yang melakukannya. Apa yang kita

ketahui pasti, selalu bagus bunyinya. Tanpa segera mengingkari ungkapan ini

harus juga kita akui bahwa, dimana S.I. langsung terlibat dalam

pemberontakan, hal ini sering terpancing oleh kecurigaan yang dimiliki dan

ditunjukkan Pemerintah dan penduduk Eropa terhadap SI. Dimana Pemerintah

rnenyarnbutnya secara terbuka, kita lihat dia senantiasa bersedia bekerja-sama

dengan baik. Ketika pemerintah rnemintanya, cabang S.I. di Batavia, telah

menyerahkan brosur-brosur, yang oleh komite Bandung dikirim kepadanya

untuk disebarkan. Betapa mudah cabangnya berpura-pura mengatakan bahwa

brosur-brosur tsb. sudah tersebar.

Di Bandung, tempat S.I. tidak menemukan perlawanan dan pihak

Pemerintah, Ia beragitasi dengan sukses terhadap kehidupan concubinaat

wanita-wanita pribumi dengan orang Eropah.

Bahwa dogma-dogma agama harus digunakan (kabarnya Kur’an

melarang untuk hidup seperti itu dengan orang Kristen), dapat dirnengerti.

Bukankah harus ditemukan caranya untuk menyadarkan orang pribumi akan

situasi yang tidak diinginkan seperti ini: tujuan menghalalkan cara.

Karena concubinaat di Hindia,-yang oleh sering terjadinya di kalangan

orang Eropa yang tidak menikah - yang hampir menjadi suatu kebiasaan

umum, telah kehilangan sengatnya. Betapa sedikitnya orang muda Eropa dan

Indo-Eropa terutama di pedalaman, memiliki keteguhan moral yang mampu

menolak kebiasaan bejad seperti ini.Untuk memperlihatkan kepada wanita

pribumi kedudukannya yang miring sebagai concubine, orang terpaksa harus

mengacu kepada ajaran agama, karena keberatan-keberatan etis oleh keadaan

telah kehilangan segala daya meyakinkan.

Selanjutnya ini suatu bukti tambahan bahwa S.I. bukanlah tidak

merniliki ciriciri agama, terutama bila kita melihat bahwa mis. di Priangan,

menurut Pemimpin Redaksi Javabode kunjungan ke mesjid-mesjid sangat

meningkat sesudah didirikannya S.I.

Apa yang paling utama terkesan di S.I. adalah solidaritas anggotanya;

orang cenderung membandingkanya dengan suatu camora Italia, sekiranya ia

tidak bekerja terbuka dan mengejar suatu tujuan luhur dan indah yang tak

terbantahkan. Solidaritas semacam ini mungkin diperlihatkan kepada orang

Eropa dengan cara tidak terlalu rnenyenangkan, namun tetap suatu bukti yang

menggembirakan dari bangkitnya kemampuan beladiri orang pribumi

menentang kekuasaan rohani Cina dan Eropa, dan sekaligus suatu jarninan,

agar orang Eropah kurangi agresifitas dalam pembasmian fisik kaum pribumi.

Sangatlah menentang rasa keadilan. dan bila orang adalah pribumi, sengsara

dan terhina, untuk melihat bagaimana mis. Opzichter Eropa dalam kesalahan

sekecil apa pun menghukum seorang pekerja pribumi dengan ‘rammeling’

sambil menetahui bahwa dia tak akan membela diri 1), dan tak seorang pun

akan mengetahuinya. Jika keadaan memuncak, bila orang akhirnya teah

melukai orang pribumi dalam perasaannya yang terdalam, dan dia akhirnya

mengambil pisau, maka dalam koran-koran disebut bahwa politik etislah yang

menanggung segala kesalahan, dan lembaga penyelamat: arbeids inspectie

yang masih belum cukup keras tindakannya, diserang.

Seringkali berita-berita dari Hindia sampai kepada kami tentang

asisten-asisten yang diserang kuli-kuli di perkebunan-perkebunan. Namun

secara mutlak dapat dipastikan bahwa selalu dalam berita itu muncul kalimat

ini: “tuan H baru 2 minggu (atau dua bulan, sebulan, dsb.) di sini”. Jadi suatu

Page 11: Sam Ratu Langie, 1913, SERIKAT ISLAM

pemberitahuan bahwa yang diserang itu bagaimana pun baru saja di Hindia.

Bukankah segera muncul pertanyaan, dan bukankah pertanyaan itu wajar:

“:Tidakkah mungkin, bahwa bukan nafsu membunuhnya orang Jawa,

melainkan kasarnya orang kulit putih yang tidak mengenal adat setempat,

penyebab pembunuhan itu?”

Mengapa opzichter Indo jarang berkonflik dengan pekerja-pekerjanya;

ia pun tahu bahkan lebih tahu menguasai rakyatnya, dan juga keras? Tidakkah

kejadian-kejadian di Hindia suatu petunjuk, untuk tidak lagi memandang Deli

dsb. sebagai tempat pembuangan bagi tenaga-tenaga Belanda yang berlebihan

atau tak terpakai? Di Hindia cukup banyak orang muda lndo-Eropa atau

pribumi yang dapat rnengerjakan tugas seorang asisten perkebunan jauh lebih

baik dan orang muda Belanda; mereka mengenal rakyat pribumi dan tahan

terhadap iklirn Hindia. Maka orang tidak perlu lagi di Deli menantikan penuh

kecemasan datangnya SI. Namun sayang, warna kulit dan kelahiran mereka

biasanya suatu halangan tak teratasi untuk jabatan-jabatan tsb.

Pertanyaan apakah Serikat Islam suatu ungkapan kehendak rakyat dan

memenuhi suatu kebutuhan yang dirasakan, sudah terjawab lewat fakta-

faktanya. Di seluruh Jawa anggota-anggota telah melapor untuk S.I., baik

orang Madura dan Sunda, yang hampir tidak ada persamaannya dalam sifat-

sifat rakyatnya, dan yang rasa kepentingan bersamanya sampal sekarang masih

terpendarn bahkan di bidang agama.

Namun kebersamaan ini dibangunkan pertama-tama oleh propaganda

S.I. dan kedua oleh politik kristen yang terlalu kuat dan Pemerintah di tahun-

tahun terakhir. Sebagai bukti untuk yang terakhir ini saya ingatkan, bagaimana

sesudah “Zondagsrustcirculatie” di Hindia timbul suatu kemarahan baru yang

tertekan di kalangan pegawai negeri Muslim, terutama di perkereta-apian:

“Mengapa” tanya mereka, “hari istirahat kami tidak dihormati, dan karni

dipaksa merayakan hari Minggu bersama orang kristen.” Bahkan dalam koran

melayu “Chabar Perniagaan” yang dimodali Cina: ketika itu, orang merujuk

kepada sebuah artikel dan Peraturan Pemerintah yang menurutnya kepercayaan

setiap orang harus dihormati Pemerintah.

Tindakan kristen melampaui batas apa saja dapat terjadi di Hindia,

terbukti dan kejadian-kejadian berikut: “Seorang residen yang baru diangkat

mengadakan perjalanan kelilingnya yang pertama di daerah kristen; secara

kebetulan ia harus merayakan hari Minggu di tempat yang juga didiami orang

Muslim, yang bahkan memiliki pemimpin rakyatnya (burgervader) sendiri.

Sang residen pagi itu ingin ke gereja, kejadian besar itu diumumkan kepada

para kepala-kepala daerah. Para kepala distrik lalu mengirim surat resmi

kepada kepala-kepala desa agar masuk gereja berpakaian seragam. Kepala

muslim kita pun berseragam lengkap, duduk mendengarkan penolong pendeta

Minggu pagi itu.”

Bersamaan dengan rasa kebersamaan islam-jawa itu, masuk pula

faham-faham antifeodal ke dalam rakyat Jawa. Tidak bisa tidak; saat

bangkitanya proletariat. ide-ide barn ini harus memasuki rakyat: jiwa ini

terungkap dalam S.I. sebagai kekuatan rakyat yang mendesak ke atas, yang

jalannya masih dapat diubah pemimpin-pemimpinnya dalam hal-hal kecil,

namun mengubahnya secara menyeluruh mereka tidak mampu.

Jika kita mengikuti laporan-laporan tentang penghitungan rakyat oleh

S.I. di Kali-Wungu, kita semakin yakin, bahwa S.I. mengarah kepada

demagogi. Sebagai pembicara terhormat rnuncullah tuan TJOKROAMINOTO,

Redaktur koran S.I.: Oetoesan Hindia. yang ternyata seorang pembicara

rakyat yang ulung, dan yang dalam pidatonya menyatakan dengan jelas warna

demokratisnya S.I.

Dalam replik dan duplik antara dirinya dan seorang jaksa dari salah satu

tempat di daerah itu, yang terakhir ini membela mati-matian lembaga-lembaga

seusia berabad-abad melawan serangan-serangan yang semakin rnernenangkan

demokrasi. yang menemukan wakil yang tiada tandingannya dalam tuan

TJOKROAMINOTO. Bahwa para pemimpinnya sangat menyadari kekuatan

yang mendukung mereka, dapat kita lihat dan kata-kata benikut dalam pidato

tsb,: “Harapan kita bahwa otonitas yang sah membuat kita mengerti apabila

terjadi kesalahan, sebab kita dengan senang hati akan rnenyesuaikan diri”.

Lewat surat terbuka dalam Oetoesan Hindia, redaksi berpaling kepada

Pemerintah sambil mengungkapkan ketidakpuasannya tentang cara kerjanya

pegawai Eropa (a.l. seorang asisten residen), dengan mengungkapkan harapan

agar pemerintah memperingatkan pegawai-pegawai itu atas tidak pantasnya

cara kerja mereka.

Page 12: Sam Ratu Langie, 1913, SERIKAT ISLAM

Betapa berwibawa gaya surat itu, nadanya begitu tegas sehingga kita

dapat memandang dokumen itu sebagai koreksi terhadap kebijakan pemerintah.

Sejauh ini untuk pertama kali, serikat pribumi berpaling dengan bertanya

langsung kepada pejabat Pemerintah tertinggi,

Apa pula yang dapat dikatakan tentang seorang pemimpin cabang S.I.

yang menolak seorang kontrolir B.B. untuk menyerahkan dua anggota S.I.

yang sesudah rnernbunuh, lari menyembunyikan diri ke rumahnya, sebelum

mengadakan pembelaan dengan komite sentral.

Sekali lagi, bukanlah maksud para pemimpin, bahwa S.I. melawan

Pemerintah sekalipun dalam suatu tindakan yang cukup beralasan, namun yang

disebut di atas ini rnenggambarkan makna, hakekat, yang dikenakan orang

pniburni kepada serikatnya. terutama kepada pemimpinnya. Sidang yang

dipilih rakyat pribumi dan yang lahir darinya yang sebagai pelindung

berhadapan dengan gubernernen Belanda. ini salah satu contoh dan banyak

lainnya.

Dan peraturan-peraturan pemerintah dalam bulan-bulan terakhir, amat

sangat bersifat sedemikian, sehingga mengesankan bagi orang pribumi bahwa

S.I. sepantasnyalah melawan pemerintah; mereka hanya memperlemah

posisinya terhadap rakyat. Ketentuan-ketentuan seperti di Besuki mis, bahwa

apabila empat anggota S.1. terlihat bersarna-sama mereka segera dapat

ditangkap, tak dapat tidak membuat orang tertawa belaka.

Mengapa ketakutan itu, kecurigaan dari orang Eropa? Di Besuki

perkebunan tebu telah memiliki senjata-senjata. Itukah suatu pengakuan, suatu

pengakuan terpaksa bahwa apabila memang kemarahan rakyat meletus, para

kepala perkebunanlah jatuh sebagai korban-korban pertama? Sekali lagi

adakah ini suatu pengakuan terpaksa, dan kebenaran fakta-fakta yang ditulis

dalam “Het Boek Van Siman, den Javaun”?

Nah, ubahlah keadaan kerja wong tani, maka tak akan ada lagi alasan

bagi pemilik-pemilik pabrik gula dan petani tabak untuk membentengi diri

dalam rumah-rumahnya. Namun bukan cuma swasta, pemerintah pun - yang

(lihat pidato mahkota Gubernur Jenderal) tahu bahwa S.I. menguasai seluruh

keadaan, - memperlihatkan kecurigaan dan kekhawatiran terhadap S.I. yang

bekerja tak rnenguntungkan prestisenya. Ketika putera mahkota Solo naik

kapal di Tanjung Priok untuk berlayar ke Eropa, wakil-wakil S.I. ingin

menyapanya sebagai pelindung serikat, Namun dihalangi polisi. Mengapa

rakyat harus dilarang menjalankan penghormatan spontan ini? Mengapa

perbuatan picik terhadap suatu kenyataan sederhana, sehingga tindakan ini

membawa kepada salah tafsir?

Dan masa meyakini pendapat ini meskipun salah, karena tuan

TJOKROAMINOTO menganggap perlu mengatakan dalam pidato yang sudah

sering disebut-sebut: “Sumpah yang kami minta sebagai syarat, hanyalah suatu

janji kesetiaan terhadap statuta; tak ada yang dituntut menentang pemerintah.

Ada yang mengatakan bahwa S.I. mernpunyai rahasia. Ah, ada saja rahasia-

rahasia di luar organisasi. Kalau pimpinan merasa kekurangan tenaga untuk

mempertahankan statuta, Si. akan minta bantuan pemerintah.” Apabila

gambaran yang salah itu belum masuk, mengapa ahli pidato ini menekankan

kesepakatan yang harus ada antara S.I. dan pemerintah? Jiwa serikat rupanya

telah menyimpang jauh dari maksud para pendiri sehingga mereka

rnenganggap perlu menguraikan pendirian mereka dalam suatu pernyataan

hukum: mereka menjelaskan keyakinannya:

a. Bahwa sejarah kelahiran Serikat Islam tidak ada hubungannya

dengan apa yang berkali-kali dikemukakan dalam koran-koran Hindia. seakan-

akan dari pihak pemerintah diadakan tekanan pada berpindahnya orang Muslim

kepada agama Kristen;

b. bahwa mereka dalam lingkungannya tidak menemukan bahwa usaha-

usaha yang dimaksud itu (jika ada) telah menyebabkan rasa tidak senang di

kalangan pribumi.

c. bahwa kaum pribumi tidak dihalang-halangi dalam pelaksanaan

kewajiban-kewajiban agama Muslimnya, dan secara hakiki juga tidak mau

dihalangi, tetapi bahwa dapat dipastikan S.I. tidak didirikan sebagai pertahanan

terhadap agama kristen atau terhadap agama-agama lain apa pun;

d. bahwa masalahnya lain samasekali, terutama untuk memperoleh

hubungan-hubungan ekonomi yang lebih baik oleh kerjasama, sehingga orang

Jawa, Madura, Sunda dan Melayu, masing-masing sesuai kemampuannya

bekerjasama demi kemajuan yang dalam tahun-tahun larnpau di Hindia tak

dapat diingkari, juga untuk menarik keuntungan daripadanya.

Page 13: Sam Ratu Langie, 1913, SERIKAT ISLAM

e. bahwa bangsa-bangsa di Timur di tahun-tahun terakhir dimana-mana

telah maju, sehingga juga sebagian besar kaum pribumi di Jawa terbangun dan

memahami bahwa hanya dengan kerja-sama (semua terikat oleh satu ikatan)

dapat diharapkan hasil-hasil kemajuan;

f. bahwa serikat mengenakan nama Islam karena para pendiri mengerti,

bahwa ini paling berkesan dan dengan dernikian mencapai ‘ikatan yang

diperlukan” sementara selain kepentingan materiiil kaum pribumi (Muslim R.),

serikat bertujuan meningkatkan kehidupan beragama di kalangan pribumi

Muslim tanpa perlu bersikap bermusuhan.

Namun marilah kita tinjau lebih dekat pernyataan ini.

Dalam a dijelaskan bahwa sejarah kelahiran dsb. dsb. Betul,

sebagaimana saya sudah kemukakan lebih dulu: bukan pendiriannya melainkan

dibanjirinya serikat, harus dipandang sebagai reaksi atas semangat

kepemerintahan.

Dalam b. orang berhati-hati dari menjelaskan bahwa mereka di

lingkungannya tidak menemukan rasa tidak senang terhadap tekanan (jika

memang ada) untuk membuat kaum pribumi beralih ke agama kristen.

Bagaimana keadaan di luar lingkungan mereka, tidak disebut-sebut, Namun

bila memang diadakan tekanan dalam hal itu. pastilah terdapat rasa tidak

senang, hal mana memang sangat mudah difahami.

Dalam c. pernyataan yang pasti bahwa orang pribumi dalam

menunaikan kewajiban-kewajiban agamanya tidak mau dihalangi, namun

segera sesudahnya kepastian bahwa S.I. bukan pertahanan terhadap agama

kristen.

Dalam d. juga upaya menenangkan dan pernyataan puas kepada

pemerintah dengan mengernukakan kemakmuran rakyat dan diperkuat

dalam e. yang juga menyatakan bahwa karena kemakmuran inilah,

timbul kebangkitannya.

Dalam f. suatu penjelasan tentang motif-motif mengapa kata Islam

diambil, dan pengingkaran bahwa tujuan-tujuan keagamaan menjadi dasarnya;

namun hal ini segera dibantah oleh pemberitahuan pada akhirnya: bahwa

tujuan yang dikejarnya adalah peningkatan hidup keagamaan orang Muslim

tanpa fanatisme terhadap yang beragama lain.

Namun dengan demikian pertanyaan tidak terjawab: apabila tujuan

utama serikatnya adalah perbaikan hubungan-hubungan sosial, kepentingan

materiil kaum pribumi, mengapa dibuat antitese dalam pernyataan iman,

sehingga bagian besar dan penduduk asli diasingkan?

Bagaimana menafsirkan pernyataan ini? Dengan mengujinya pada

kejadian-kejadian, saya beranggapan bahwa para penanda-tangan mempunyai

berbagai motif.

Pertama, karena khawatir bahwa kendali penguasa atas kekuatan-

kekuatan terpendam yang dibangunkannya, perlahan-lahan akan terlepas,

mereka berkehendak dengan pernyataan otentik jelas-jelas membatasi

tanggung-jawabnya, dan jelas tidak rnau dimintai pertanggung-jawabannya

atas kejadian-kejadian yang tidak langsung mengalir dari tujuan-tujuan

tertulisnya.

Kedua: Pemerintah kini ingin mereka ampuni atas tuduhan bahwa SI.

oleh anutan politik pemerintah yang menyebabkan turunnya nilai rohani

organisasi dengan berubahnya arah politik hal ini harus dicegah: di atas

segalanya, di bawah kekuasaan klerikal kristen atau liberal, S.I. harus dapat

mempertahankan dirinya sebagai perwujudan kehendak rakyat terlepas dan

sernangat kepemerintahan.

Ketiga: memperlihatkan kepada kita S.I. dalam bentuknya yang paling

murni, yaitu yang diterangi pencerahan cita-cita para pendiri. Namun, fakta-

fakta jelas tampak bagi kita, dan realitas kita lihat menyimpang dan cita-

citanya.

Akhirnya apa gunanya bagi kita maksud-maksud sejumlah pribadi,

apabila massa lain pendapatnya? Dan, sebagaimana TJOKROAMINOTO

sendiri akui dalam pidatonya bahvva para pemimpin tidak akan mampu

mengarahkan serikat ke tujuan lain apabila dikehendakinya sendiri, demi

pandangan yang benar, kita jangan terlalu memandang serius penjelasan

sejumlah pemimpin. sekurang-kurangnya jangan memakai pernyataan ini

sebagai suatu penilaian obyektif dan dengan demikian memandang lebih

rendah gerakannya.

Karena dari pengakuan itu sendiri, dan pengakuan tentang ketidak-

mampuan diri sendiri untuk menghalangi atau mernbalikkan kehendak rakyat,

Page 14: Sam Ratu Langie, 1913, SERIKAT ISLAM

dapat ditarik kesimpulan, bahwa jiwa serikat tidak dapat dinilai menurut ide-

ide sejumlah pemimpin, Namun menurut pengungkapan-pengungkapannya.

Masalah lain adalah pertanyaan: sejauh mana para pemimpin itu

bersalah, bahwa mereka kini tidak lagi menguasai keseluruhan gerakan yang

mereka awali itu, sehingga kadang-kadang para anggota telah kehilangan

pandangan atas statuta, dan berbenturan dengan pemerintah.

Bila kita mengikuti kejadian-kejadiannya. kadang-kadang rupanya para

pemimpin tidak bersalah; bahwa mereka sekurang-kurangnya baik dalam

pidato maupun dalam tulisan mendesak para anggotanya agar menjaga

ketenangan dan ketertihan dalam negeri, Namun sering tindakan gegabah para

pegawai Pemerintah atau berpegangnya terlalu keras pada kebiasaan lama

orang Eropa atau Cina, memancing perlawanan dari atau benturan dengan S.I.

Kita juga tidak boleh lupa, bahwa pers Hindia berdaya-upaya untuk

menyoroti SI. secara negatif.

Bagaimana mis. tentang pembunuhan massal yang dalam bulan

Agustus dilancarkan anggota S.I. di Batavia? Orang menjadi khawatir, dan

Javabode dengan agitasi berlebihan, menulis tgl. 19 Agustus:

“Semangat kaum pribumi, dipanasi kegilaan agama, ingin

mengungkapkan diri dalam menjalankan pembunuhan massal terhadap orang

Eropa. Bedebah-bedebah yang berspekulasi atas fanatisme sesamanya,

bersembunyi di balik S.I. itu ingin mengadakan pembunuhan-pembunuhan

demi hasil jarahan. Para saudara harus didahulukan karena S.I. dan agama

Kristen dan sesudah membicarakan ketentuan-ketentuan Pemerintah, disertai

pernyataan bahwa sejumlah pasukan akan siap-siaga lengkap dengan senjata,

menyusul pernyataan untuk menenagkan penduduk Batavia: “Jadi tidak ada

alasan sedikit pun untuk khawatir, (sic.R). Orang jangan takut untuk kejadian

yang akan datang. Bayangan-bayangan yang sudah terlontar sudah memancing

ketetapan-ketetapan yang sangat ketat.”

Setelah begitu dihebohkan, sekurang-kurangnya dapat dinantikan

adanya bentrokan-bentrokan antara militer dan S.I.

Namun, tak terjadi apa-apa, bahkan tak ditulis apa-apa lagi tentang hal

itu. Seluruh ancaman ternyata khayalan belaka; orang berusaha mengumpulkan

bahan untuk incrimineren S.I.

Tgl. 29 Maret y.l. oleh Pimpinan Pusat S.I. dalam suatu audiensi,

diserahkan kepada Gubernur Jenderal statuta untuk rnemperoleh hak pendirian,

yang ditolak Gubernur Jenderal. yang berpendapat bahwa sebelum diberi hak

berdirinya. para pemimpin harus menunjukkan sungguh-sungguh mampu

menguasai gerakannya.

Mungkin saja pendirian tentang hal ini yang diambil pemerintah dapat

dibenarkan berdasarkan hukum-hukum yang ada, tetapi dan sudut-pandang

taktik tidak demikian.

Berdasarkan kenyataan bahwa organisasi ini suatu ungkapan dan jiwa

rakyat, mestinya mereka sambut secara terbuka. Tidaklah dapat diingkari,

bahwa penolakan ini menimbulkan kekecewaan di antara para anggota, dan

dilihat sebagai sikap bermusuhan terhadap setiap emansipasi rakyat pribumi.

Semoga pada permohonan berikut Pemerintah berubah pendapat, sebab

pemberian hak berdiri akan membawa dua akibat langsung: 1.kewibawaan

moril para pemimpin diperkuat, yang mernampukan mereka lebih kuat

menuntut diturutinya statuta; 2. pemerintah tidak menunjukkan sikap

bermusuhan dan juga tidak takut terhadap kebangkitan rakyat pribumi.

Jalan tengah untuk memberi hak berdiri kepada organisasi-organisasi

lokal dan tidak kepada satu organisasi besar menurut saya akan memperlemah

posisi pemerintah.

Seperti halnya setiap gerakan di negara-negara lain akan muncul

pribadi-pribadi yang menginginkan lebih cepat jalannya keadaan. Orang-orang

yang jiwanya mendahului masanya, Namun tetap harus hadir untuk

melempangkan jalan bagi massa, yang mengikutinya. Di antara pribadi-pribadi

semacam itu saya masukkan orang-orang Jawa yang sudah banyak

diperbincangkan seperti TJIPTO MANGOENKOESOEMO, dan R.M.

SOEWARDI SOERJANINGRAT. Yang terakhir ini adalah Ketua S.I. di

Bandung. Orang-orang terpandang dengan sikap kritis, memberontak terhadap

pandangan-pandangan keliru dan hubungan-hubungan yang salah di negerinya.

Maka ketika pesta-pesta kemerdekaan Belanda dirayakan dengan begitu

menyinggung perasaan orang pribumi, terbentuklah di Bandung suatu komite

terdiri dari orang-orang pribumi yang menyebarkan brosur geincrimmeerde:

“Jika saya orang Belanda....” Dapatlah dimengerti dan dimaafkan terhadap

Page 15: Sam Ratu Langie, 1913, SERIKAT ISLAM

seorang anak bangsa yang tidak memiliki kemerdekaannya. Tulisan ini

mestinya tidak boleh menjadi alasan bagi ditawannya kedua orang tsb. yang

memiliki keberanian untuk berjuang demi cita-citanya. Lagipula dalam

keseluruhan dokumen itu tak ada bekas ‘rassenhaat”. Justitie di Hindia yang

mau memerangi ‘rassenhaatwekkende’ tulisan telah alpa dalam memusatkan

perhatiannya terhadap artikel dalam Preangerbode: “Jika saya orang pribumi”

Bodoh dan lebih menghina lagi dari lawannya, tulisan itu mencerminkan cara

yang tak dapat dipercaya sebagaimana orang Eropa rata-rata yang oleh

pengaruh panasnya matahari tropis bertindak terhadap rakyat pribumi.

Terpaku pada kewibawaan Barat di masa ini, baginya segala yang

sifatnya Hindia, rendah dan ia lupa (bahkan tidak tahu samasekali) bahwa

Timur juga memiliki budaya yang sangat dihargai orang-orang Barat terhormat

dan termasyur.

Dalam pamflet: “Bila saya pribumi” satu penghinaan ditumpukkan atas

yang Iainnya dan berakhir dengan: “Apabila saya orang pribumi ... saya ingin

menjadi orang Belanda.”

Perlakuan merendahkan yang sudah dikenakan pada orang pribumi,

terlalu dikenal untuk dibicarakan lebih lanjut. Namun apabila seorang pribumi

bereaksi mengamuk, ía disebut: “orang Jawa yang tidak matang, setengah

masak” atau “anak tropen tanpa keseimbangan dalam pikiran dan perasaan”,

sebagaimana dirumuskan redaksi Soerabaiasche Handeishlud.

Bagi saya lebih dapat dimengerti bahwa pengejaran itu dilembagakan

karena jiwa lndische Partij berhembus dalam brosurnya. Kalau demikian, ini

satu bukti lagi bahwa sekalipun resmi sudah dibubarkan., l.P. masib tetap ada.

sekurang-kurangnya ikatan jiwa yang mengikat anggota-anggota partai

sehingga pada suatu hari bangkit dalam bentuk yang lain.

Betapa kelirunya akibat hukuman itu, dapat kita baca dalam Expres.

TJIPTO MANGOEN KOESOEMO menulis:

“Ada rangsangan untuk menantang penguasa (Pemerintah) yang

mengerahkan tenaganya sedemikian rupa untuk mengecilkan kami. Semakin

kuat aksinya, seimbang pula kekuatan kita.”

Naif tak bertanggungjawablah para penguasa di Nederland untuk

memandang TJIPTO dan SOEWARDI terpisah sama sekali dari massa rakyat

Jawa, sebagai dua “true ayes” yang pikiran-pikirannya terlalujauh terpisah dan

orang Jawa biasa, untuk diperhitungkan. Hal ini juga dilihat sejumlah koran

hindia; Locomotief a.l. berkata: “Setiap permainan pemberontakan hanya akan

bermuara pada sejumlah salvo. Atau bila rnenghendaki basil paling baik, pada

munculnya penguasa yang lain..” Kemungkinan ketiga tidak dibicarakannya :

Bagaimana pun juga orang mengakui bahwa ide-ide TJIPTO dan SUWARDI,

tersebar luas di berbagai kalangan. yang dapat menjadi alasan bagi suatu

“permainan pemberontakan.”

Bukan, kita jangan melihat dalam kedua orang Jawa ini orang-orang

sesat secara rohani di tengah hutan-rimba ide-ide Barat yang dimasuki berbagai

orang Hindia yang bangkit, bukan, mereka adalah bentara-bentara yang diutus

mendahului arak-arakan panjang yang akan datang. Apa tujuan akhirnya;

kemana arah arakarakan itu? Menurut saya ini tidak bisa diragukan lagi.

Mungkin tidak disadari, perjuangan S.I. akhirnya akan dibimbing menurut

arahan yang dikehendaki TJIPTO dan SUWARDI, betapa menghancurkan pun

pandangan pers dan masyarakat.

Dalam koran Locomotief kita membaca: “Sungguh amat sangat

disayangkan karena ini sangat merugikan penduduk pribumi. ini ikut

merugikan suatu serikat yang murni dan berguna.”

Bahwa kedua idealis, sebab memang demikianlah mereka, Iebih

merugikan daripada menguntungkan diri mereka sendiri, sudah pasti. tetapi

bahwa mereka telah merugikan kepentingan S.I. tidaklah jelas. Justeru oleh

selingan yang kurang menyenangkan ini dalam kehidupan politik, mereka telah

memberi pelajaran kepada pemimpin-pemimpin S.I. untuk berhati-hati.

Bagaimana para pemimpin menanggapi isyarat ini baru kita tahu kemudian.

Namun bahwa evolusi S.I. kini sudah dibatasi, kenyataannya

didiamkan. Saat-saat yang sulit akan dihadapi wakil-wakil penguasa Belanda

di Hindia.: politik kolonial telah memasuki tahap yang baru. Di samping

pandangan dan keinginannya, Pemerintah kini juga harus rnempertimbangkan

pandangan rakyat Hindia, yang diwakili pimpinan S.I. Pada pandangan

pertama kesannya situasi tidak sehat berupa “adanya negara dalam negara”,

pada tiniauan selanjutnya sebenarnya ini langkah besar maju menuju

“Parlemen Hindia”, jadi sangat rasional.

Page 16: Sam Ratu Langie, 1913, SERIKAT ISLAM

Pada akhir usahanya, saya tak dapat tidak memberi sekedar pandangan

alas aliran-aliran pada urnumnya yang muncul di Hindia.

Kini bukan pertanyaan lagi apakah Hindia matang untuk pemerintahan

sendiri, soalnya hanya apakah Hindia berhak atas pemerintahan sendiri. Dan

jawabannya tak bisa tidak ya; juga politisi Belanda yang punya wibawa

beranggapan, bahwa satu-satunya kewajiban yang dipikul Belanda adalah:

mendidik Hindia untuk berdiri sendiri sebagai bangsa. Jadi sekiranya hak

otonomi bagi Hindia suatu fakta yang tak terbantahkan maka haruslah

diperjuangkan setiap upaya yang mendorong hal tsb.

Dan begitu “disayangkan” bahwa pemerintah bersikap sangat tidak

bersahabat terhadap lndische Partij; ketika ungkapan partai itu penuh gejolak,

mestinya diredakan; karena dengan pembubaran I.P. telah diadakan pemilihan

di kalangan pribumi dan Indo terhadap pemerintah. Terutama yang terakhir ini,

merasa dilupakan oleh tanah air. Siapa yang meragukannya, carilah saja suatu

karya ilmiah tentang “Masalah Indo.”

Bila professor SNOUCK HURGONJE dalam serangkaian ceramah

membahas masalah Islam, pantaslah orang memberi lebih banyak perhatian

terhadap soal yang sama pentingnya: masalah Indo. Praktek telah

membuktikan bahwa hal ini patut diperhatikan, bahwa sang Indo tak mesti

disisihkan bagaikan Jumlah yang boleh diabaikan dalam politik kolonial, dan

bahwa dalam perlakuan keliru unsur Indo masih lebih berbahaya dan yang

pribumi, karena sang Indo tidak memiliki kesabaran dan ketakwaan seperti

yang dimiliki orang Jawa.

Dalam suatu artikel Gids berkatalah tuan VAN DEVENTER merujuk

kepada masalah Islam: “Hendaknya Belanda diperingati dan bangun, sebelum

terlambat”. Kata-kata ini ingin juga saya terapkan pada masalah Indo.

Bermimpi tentang suasana berpikir di Hindia kini, amat sangat optirnis.

Telah muncul semangat ketidak-puasan orang tidak puas dengan ketertiban

yang ada tidak puas dengan tanah air, dan :kerusuhan serta permainan revolusi

merupakan pendahuluan dan hal-hal yang akan datang, kecuali tangan besi

membanting stir dan mengarahkan kepal politik kolonial ke pelabuhan yang

aman.

Karena, sekalipun tuan NOTOSOEROTO menulis dalam salah satu

tulisannya bahwa nada dasar dan perasaan kaum pribumi di Nederland itu:

‘simpati terhadap Belanda dan orang Belanda”, apa artinya jumlah kecil itu

ketimbang jutaan di Hindia sana.

Selama situasi disana tidak diperbaiki, bukan saja untuk sejumlah kaum

intelektual namun bagi semua orang yang terlahir dalam perjuangan hidup dan

menggulati prasangka dan posisi hukum yang tak menguntungkan, selama itu

tetap ada ketidakpuasan.

Bukanlah di Belanda harus terlaksana perbaikan terhadap penyakitnya,

bukan saja upaya melancarkan aliran orang Hindia ke Belanda yang akan

membelokkan bahaya (sebelum tercapai Jumlah secukupnya disini, mungkin

sudah terlambat), Namun di Hindia sendiri orang harus mulai dengan

perubahan mendasar yang menuntut kepatutan.

Disana, bahan bakar harus dijauhi dan apinya; orang harus membasmi

hal-hal yang bisa menjadi penyebab arak-arakan yang diumumkan dua bentara

agar dapat lewat bagaikan mimpi buruk yang menakutkan bagi rakyat Hindia

dan Belanda.

Bahwa kelak akan tiba waktunya bahwa Hindia berdiri sendiri sebagai

bangsa, sudah pasti. Sejarah tak dapat membuktikan adanya satu bangsa pun

yang dikuasai secara abadi.

Semoga perpisahan yang tak terelakkan itu bersahabat sifatnya, agar

sesudahnya tetap berlangsungjalinan unsur-unsur budaya yang nyaman antara

Hindia dan Belanda yang berabad-abad lamanya pernah dipersatukan oleh

sejarah.

AMSTERDAM, November 1913.

Page 17: Sam Ratu Langie, 1913, SERIKAT ISLAM

DAFTAR KATA-KATA BAHASA ASING

Kata-kata Bahasa Hal.

adie Jawa kepala 8

arae ayes Latin 25

arbeids inspectie Belanda dinas pekerjaan

umum

17

bataviaasch niewuwshlad Belanda harian batavia 1,6

bond van jong Indo’s Belanda nama serikat orang

indo

6.7

Burgerij Belanda rakyat biasa 6

camora Italia 16

concubide Belanda pasangan hidup

bersamadi luar

perkawinan

16

concuhinaat Belanda hidup di luar

perkawinan

16

conditio sine qua non Latin syarat mutlak 13

demagogis Belanda agitatif 11

expres Belanda nama harian di

hindia belanda

1

gids Belanda nama hmedia di

belanda

26

hoofdeiischool Belanda sekolah pemimpin 14

incriminasi Belanda inkriminasi 23

indischie partij Belanda partai hindia 2.7

inlander Belanda orang pribumi 7

inlands Belanda bersifat pribumi 7

Javabode Belanda nama media di jawa 16

Justitie Belanda pengadilan 24

klerk Belanda tenaga tata usaha 8

kolperteur Belanda penjaja 13

landbouw en

veeartsenschool

Belanda sekolah pertanian

dan peternakan

15

locomotife Belanda nama harian 25

monster Belanda monster 10

opzichter Belanda mandor 7.16

praticulieren Belanda kaum swasta 1

preangerbode Belanda nama media di jawa

barat

24

proletariaat Belanda proletariat 6

rammeling Belanda pukulan 16

rate of wages Inggris skala gaji 8

regent Belanda bupati 5

regenten vereeniging Belanda persatuan bupati 6

semoehoen Belanda ya 8

soerabaiasch handelsblad Belanda nama media di

surabaya

25

stovia Belanda sekolah tinggi

kedokteran

3

traktement Belanda traktemen 8

unicum Belanda keunikan 11

wong Belanda orang 19

zendeling Belanda utusan 9

zending Belanda perutusan 9

zendingsgenootschap Belanda misi 9

zondagsrustchirculatie Belanda peraturan hari

minggu

17

Page 18: Sam Ratu Langie, 1913, SERIKAT ISLAM

DAFTAR KATA-KATA

BAHASA ASING

Kata-kata Bahasa Hal.

adie Jawa kepala 8

arae ayes Latin 25

arbeids inspectie Belanda dinas pekerjaan

umum

17

bataviaasch niewuwshlad Belanda harian batavia 1,6

bond van jong jndo’s Belanda nama serikat orang

indo

6.7

Burgerij Belanda rakyat biasa 6

camora Italia 16

concubine Belanda pasangan hidup

bersamadi luar

perkawinan

16

concubinaat Belanda hidup di luar

perkawinan

16

conditio sine qua non Latin syarat mutlak 13

demagogis Belanda agitatif 11

expres Belanda nama harian di

hindia belanda

1

gids Belanda nama hmedia di

belanda

26

hoofdeiischool Belanda sekolah pemimpin 14

incriminasi Belanda inkriminasi 23

indischie partij Belanda partai hindia 2.7

inlander Belanda orang pribumi 7

inlands Belanda bersifat pribumi 7

Javabode Belanda nama media di jawa 16

Justitie Belanda pengadilan 24

klerk Belanda tenaga tata usaha 8

kolperteur Belanda penjaja 13

landbouw en

veeartsenschool

Belanda sekolah pertanian

dan peternakan

15

locomotief Belanda nama harian 25

monster Belanda monster 10

opzichter Belanda mandor 7.16

praticulieren Belanda kaum swasta 1

preangerbod Belanda nama media di jawa

barate

24

proletariaat Belanda proletariat 6

rammeling Belanda pukulan 16

rate of wages Inggris skala gaji 8

regent Belanda bupati 5

regenten vereeniging Belanda persatuan bupati 6

semoehoen Belanda ya 8