sabtu, 11 desember 2010 | media indonesia pemerintah ... · untuk memperingati hari hak asasi...

1
2 | Politik & HAM SABTU, 11 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Harum di Awal POLITIK sabun, jelang pemilu harumnya semerbak mewangi, setelah pemilu tinggal busanya saja. Jie Funk Pilihan Tepat BAGUS, partai sementara, budaya masa depan. Tepat pilihan- nya. Sidrawan Irwan Langkah Tepat BENAR kuwi.... Harusnya memang begitu. Yogyakarta itu me- mang istimewa. Muh Rusdiarto Ayo Mundur Semua TIDAK berubah. Kalau punya malu, wakil rakyat di DPR yang dari Yogyakarta mestinya mundur. Contohnya Gusti Roy Suryo yang masih kerabat Paku Alaman. Terus Gandung Pardjiman yang dulu sewaktu kampanye mengikrarkan referendum untuk Yogyakarta. Dimaz Gerah SOALNYA di Demokrat ‘gerah’. Ya wajar .... Chaerul Anwar Sejarah Memalukan ZAMAN Soekarno dan zaman Pak Harto, tidak ada yang berani mengubah DIY. Sekarang zamannya baru berkuasa saja sudah membuat sejarah yang sangat memalukan. Mengubah sejarah bangsa Indonesia sekarang, bukan DIY tapi DTY yakni daerah terpencil Yogyakarta. Sungguh memalukan. Riva Kurniawan Kacang Lupa Kulit ORANG seperti itu ibarat kacang lupa kulitnya. Seperti itu kok dipermasalahkan. Kok seperti anak playgroup. Sugar Ray Ayo Ramai-Ramai Mundur INTERUPSI Selengkapnya di mediaindonesia.com PENGANTAR SEJUMLAH elite Partai Demokrat DI Yogyakarta, termasuk Ketua DPD Partai Demokrat DIY Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Prabukusumo, mengundurkan diri dari partai. Pengunduran diri itu sebagai bentuk penolakannya atas garis politik partai yang mengusung usulan pemilihan umum kepala daerah di DIY. Langkah Prabukusumo itu juga diikuti oleh dua pejabat teras DPD Partai Demokrat lainnya. Atas masalah itu, sejumlah tanggapan pembaca mengalir ke Mediaindonesia.com, Facebook Harian Umum Media Indonesia, dan [email protected]. Pemerintah Abaikan HAM Korban Lapindo P ELANGGARAN hak asasi manusia (HAM) terhadap puluhan ribu jiwa korban lum- pur Lapindo di Sidoarjo, Jatim, menjadi sorotan utama Komnas HAM atas ketidakseriusan pe- merintah terhadap hak dasar manusia itu. Komnas HAM mencatat sedikitnya 18 pelang- garan HAM yang sama sekali tidak disentuh pemerintah. “Rekomendasi pelanggaran HAM kasus Lapindo ini sudah disampaikan Komnas HAM ke Presiden dan DPR. Namun, hingga kini belum ditindaklan- juti,” ujar Komisioner Komnas HAM Syafruddin Ngulma Simeulue dalam Catatan Akhir Tahun Komnas HAM untuk memperingati Hari HAM Se- dunia di Jakarta, kemarin. Pemerintah, menurut Syaf- ruddin, sesuai UU No 39/1999 tentang HAM seharusnya me- nindaklanjuti setiap rekomen- dasi yang disampaikan Kom- nas HAM. Untuk kasus lumpur Lapindo, pemerintah, baik pusat maupun daerah, bertang- gung jawab memulihkan 18 hak para korban, seperti yang telah direkomendasikan Kom- nas HAM. Sejumlah hak itu di antaranya perumahan, keseha- tan, rasa aman, pendidikan, pekerjaan, hak anak, dan hak perempuan. “Pemerintah harusnya cepat memulihkan hak-hak itu, tanpa menunggu pembuktian peng- adilan. Namun, pemulihan hak tak perlu menunggu proses hukum dahulu,” tukasnya. Tidak cuma kasus lumpur Lapindo, Komnas HAM juga mencatat pengabaian terhadap ratusan rekomendasi yang di- sampaikan. Untuk 2010, dari sekitar seribu rekomendasi yang diserahkan, pemerintah hanya merespons separuhnya. Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim memaparkan, sepanjang tahun ini Komnas menerima 4.306 aduan terkait dengan tin- dak kekerasan. Aduan tertinggi adalah kasus yang terkait pe- langgaran hak atas rasa aman. Berdasarkan catatan sepan- jang Januari hingga November 2010, terdapat 2.539 aduan atau 59% dari total aduan, yang berhubungan dengan peme- nuhan hak atas rasa aman. “Kalau kita bicara dari sudut political will, ada keinginan pe- merintah untuk meningkatkan pembangunan di bidang HAM. Yang menjadi masalah adalah pelaksanaan dari political will tersebut. Kasus-kasus yang menjadi perhatian masyarakat hingga kini masih ada di Ke- jagung, tapi tidak ditindaklan- juti,” ujar Ifdhal. Kerja keras Di tempat terpisah, Wakil Presiden (Wapres) Boediono mengakui pemerintah masih harus bekerja keras dalam upa- ya penegakan HAM. “Masalahnya sekarang kita masih bekerja untuk menegak- kan HAM di Tanah Air. (Masalah penegakan HAM) ini bukan hanya kita, di negara- negara maju juga penegakan HAM-nya belum seperti yang kita harapkan, karena ada be- berapa isu mendasar,” ujarnya dalam peringatan Hari HAM Sedunia di Jakarta, kemarin. Boediono menambahkan, semua pihak harus mendorong dan menumbuhkan pelaksana- an HAM di seluruh segi ke- hidupan berbangsa dan berne- gara. Salah satunya adalah pendekatan kepada masyarakat untuk memiliki kewajiban asasi manusia untuk menghar- gai HAM. Approach (pendekatan) itu akhirnya kembali ke manusia. Itu barangkali tidak perlu menunggu aturan sempurna,” tuturnya seraya menambahkan penegakan HAM juga membu- tuhkan demokrasi yang stabil. (*/P-2) [email protected] Gembar-gembor penghormatan terhadap HAM oleh pemerintah menjadi lip service belaka saat tidak dibarengi langkah nyata. PERINGATI HARI HAM SEDUNIA: Massa dari berbagai elemen melakukan aksi berjalan dari Bundaran Hotel Indonesia menuju Istana Merdeka untuk memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia 2010, di Jakarta, kemarin. Dalam aksi itu, mereka menganggap pemerintah gagal memenuhi HAM seluruh rakyat Indonesia dan mendesak pengusutan tuntas pelanggaran HAM masa lalu. WAWANCARA Ada Sesuatu antara Pak SBY dan Sultan MUNDURNYA Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Pra- bukusumo, adik Sultan Ha- mengku Buwono X, dari jabat- an Ketua DPD Partai Demokrat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kian memanaskan pole- mik kepemimpinan di DIY. Kesultanan Ngayogyokarto Hadiningrat seperti ingin mem- beri pesan tegas kepada peme- rintah untuk mulai saling ber- hadap-hadapan soal status Sultan yang selama ini tidak pernah diutak-atik selaku kepala daerah. Seperti apa persisnya proses pengunduran dirinya itu. Beri- kut kutipan penjelasannya ke- pada Ardi Teristi Hardi dari Media Indonesia. Bagaimana perasaan Anda setelah menyerahkan kartu anggota dan keluar dari Partai Demokrat? Lega sekali. Jadi, malam waktu saya mau mengumum- kan pengunduran diri sampai jam setengah satu ngobrol- ngobrol sama teman-teman wartawan. Ya, saya sudah plong. Jadi, saya tidak kejepit sana-sini. Prosesnya seperti apa pengun- duran diri A n d a itu? Jadi, saya melihat situasi awal ada se- suatu yang berbeda, antara prinsip-prinsip yang ada di dalam pikiran saya tentang RUU Keistimewaan DIY, khu- susnya yang terkait dengan sejarah amanat Maklumat 5 September 1945. Itu kan suatu pengorbanan harga diri ayah- anda saya. Di dalam amanat itu kan jelas sekali bahwa ada klausul yang menyampaikan bahwa ayah saya menyerahkan kedaulatan negari dalam Kraton Ngayog- yokarto Hadiningrat kepada NKRI dengan bergabung. Arti- nya di situ, bapak saya mengor- bankan harga dirinya, yang tadinya berkuasa penuh, begitu masuk NKRI hanya jadi bagian, hanya jadi provinsi, setingkat provinsi. Draf RUU kan belum bergu- lir ke DPR, mengapa Anda mundur lebih dulu? Saya melihat berhari-hari ini kok tidak ada iktikad baik dari pemerintah, tidak mengarah ke pemahaman saya. Harusnya, amanat Maklumat 5 September 1945 itu pangkal dari segala- nya. Yang namanya Sultan de- ngan institusi keraton itu terkait erat. Alasan kemunduran saya dipercepat karena, yang perta- ma karena Ruhut Sitompul (dalam acara Jakarta Lawyers Club) yang mengatakan ‘darah biru, kapan rakyat bisa jadi gu- bernur?’ Kalimat itu kan ambisi politik, emosi politik yang tidak menghargai sejarah, tidak pa- ham sejarah. Kami sangat ter- singgung sekali karena kami kan tidak tahu lahir di mana. Kedua, ucapan Amir Syam- suddin. Kalau saya tarik kesim- pulan dalam acara Jakarta Lawyers Club itu, tetap ada penetapan kepala daerah, tetapi kepala pemerintahannya atau gubernurnya dipilih rakyat. Saya langsung pegang (ucapan Amir) karena beliau ini lawyer kemudian mantan sekjen. Beliau juga mengatakan ka- lau sebagai gubernur harus mengikuti aturan nasional. Itu artinya menyinggung kakak saya, yang mungkin sering menyinggung-nyinggung Pak SBY. Ini berarti ada sesuatu antara Pak SBY dan Sultan. Satu hal lagi, ketika ada pertemuan di Cikeas, saya tidak diundang. Di situ dibahas RUU Keis- timewaan DIY sementara saya tidak tahu- menahu dan selama ini tidak pernah diajak bicara apa pun tentang RUU itu walaupun saya ketua di sini, termasuk teman-teman DPC. Karena saya tidak dipanggil, ya saya merasa sudah tidak dibutuhkan di situ. Saya in- trospeksi diri dan saya secepat- nya akan mengundurkan diri. Daripada saya kedahuluan dipecat, saya lebih baik meng- undurkan diri. Kalau saya masih punya kartu anggota, artinya saya tidak bisa me- nyampaikan secara frontal yang bertentangan dengan ke- bijakan partai yang tidak arif. Kemarin mundurnya ber- sama dengan dua orang, apa sudah dibicarakan sebelum- nya? Saya juga kaget karena yang mundur itu sebelumnya saya sendiri. Saya dengar di diskusi di Facebook, ada beberapa lagi yang akan keluar. (P-2) Dwi Tupani G MI/RAMDANI MI/ARDI TERISTI HARDI GBPH Prabukusumo Mantan Ketua DPD Partai Demokrat DIY MI/M IRFAN

Upload: trinhtruc

Post on 23-Jul-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SABTU, 11 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Pemerintah ... · untuk memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia 2010, di Jakarta, kemarin. Dalam aksi itu, mereka menganggap pemerintah

2 | Politik & HAM SABTU, 11 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

Harum di AwalPOLITIK sabun, jelang pemilu harumnya semerbak mewangi, setelah pemilu tinggal busanya saja.

Jie Funk

Pilihan TepatBAGUS, partai sementara, budaya masa depan. Tepat pilihan-nya.

Sidrawan Irwan

Langkah TepatBENAR kuwi.... Harusnya memang begitu. Yogyakarta itu me-mang istimewa.

Muh Rusdiarto

Ayo Mundur SemuaTIDAK berubah. Kalau punya malu, wakil rakyat di DPR yang dari Yogyakarta mestinya mundur. Contohnya Gusti Roy Suryo yang masih kerabat Paku Alaman. Terus Gandung Pardjiman yang dulu sewaktu kampanye mengikrarkan referendum untuk Yogyakarta.

Dimaz

GerahSOALNYA di Demokrat ‘gerah’. Ya wajar....

Chaerul Anwar

Sejarah MemalukanZAMAN Soekarno dan zaman Pak Harto, tidak ada yang berani mengubah DIY. Sekarang zamannya baru berkuasa saja sudah membuat sejarah yang sangat memalukan. Mengubah sejarah bangsa Indonesia sekarang, bukan DIY tapi DTY yakni daerah terpencil Yogyakarta. Sungguh memalukan.

Riva Kurniawan

Kacang Lupa KulitORANG seperti itu ibarat kacang lupa kulitnya. Seperti itu kok dipermasalahkan. Kok seperti anak playgroup.

Sugar Ray

Ayo Ramai-Ramai Mundur

INTERUPSI

Selengkapnya di mediaindonesia.com

PENGANTAR

SEJUMLAH elite Partai Demokrat DI Yogyakarta, termasuk Ketua DPD Partai Demokrat DIY Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Prabukusumo, mengundurkan diri dari partai. Pengunduran diri itu sebagai bentuk penolakannya atas garis politik partai yang mengusung usulan pemilihan umum kepala daerah di DIY. Langkah Prabukusumo itu juga diikuti oleh dua pejabat teras DPD Partai Demokrat lainnya. Atas masalah itu, sejumlah tanggapan pembaca mengalir ke Mediaindonesia.com, Facebook Harian Umum Media Indonesia, dan [email protected].

PemerintahAbaikan HAM Korban Lapindo

PELANGGARAN hak asasi manusia (HAM) terhadap puluhan ribu jiwa korban lum-

pur Lapindo di Sidoarjo, Jatim, menjadi sorotan utama Komnas HAM atas ketidakseriusan pe-merintah terhadap hak dasar manusia itu. Komnas HAM mencatat sedikitnya 18 pelang-garan HAM yang sama sekali tidak disentuh pemerintah.

“Rekomendasi pelanggaran HAM kasus Lapindo ini sudah disampaikan Komnas HAM ke Presiden dan DPR. Namun, hingga kini belum ditindaklan-juti,” ujar Komisioner Komnas HAM Syafruddin Ngulma Simeulue dalam Catat an Akhir Tahun Komnas HAM untuk memperingati Hari HAM Se-dunia di Jakarta, kemarin.

Pemerintah, menurut Syaf-ruddin, sesuai UU No 39/1999 tentang HAM seharusnya me-nindaklanjuti setiap rekomen-dasi yang disampaikan Kom-nas HAM. Untuk kasus lumpur Lapindo, pemerintah, baik pusat maupun daerah, bertang-gung jawab memulihkan 18 hak para korban, seperti yang telah direkomendasikan Kom-

nas HAM. Sejumlah hak itu di antaranya perumahan, keseha-tan, rasa aman, pendi dikan, pekerjaan, hak anak, dan hak perempuan.

“Pemerintah harusnya cepat memulihkan hak-hak itu, tanpa menunggu pembuktian peng-adilan. Namun, pemulihan hak tak perlu menunggu proses hukum dahulu,” tukasnya.

Tidak cuma kasus lumpur Lapindo, Komnas HAM juga mencatat pengabaian terhadap ratusan rekomendasi yang di-sampaikan. Untuk 2010, dari sekitar seribu rekomendasi yang diserahkan, pemerintah hanya me respons separuhnya.

Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim memaparkan, sepanjang tahun ini Komnas menerima 4.306 aduan terkait dengan tin-dak kekerasan. Aduan tertinggi adalah kasus yang terkait pe-langgaran hak atas rasa aman.

Berdasarkan catatan sepan-jang Januari hingga November 2010, terdapat 2.539 aduan atau 59% dari total aduan, yang berhubungan dengan peme-nuhan hak atas rasa aman.

“Kalau kita bicara dari sudut political will, ada keinginan pe-merintah untuk meningkatkan pembangunan di bidang HAM. Yang menjadi masalah adalah

pelaksanaan dari political will tersebut. Kasus-kasus yang menjadi perhatian masyarakat hingga kini masih ada di Ke-jagung, tapi tidak ditindaklan-juti,” ujar Ifdhal.

Kerja kerasDi tempat terpisah, Wakil

Presiden (Wapres) Boediono mengakui pemerintah masih harus bekerja keras dalam upa-ya penegakan HAM.

“Masalahnya sekarang kita masih bekerja untuk menegak-kan HAM di Tanah Air. (Masalah penegakan HAM) ini bukan hanya kita, di negara-negara maju juga penegakan HAM-nya belum seperti yang kita harapkan, karena ada be-berapa isu mendasar,” ujarnya dalam peringatan Hari HAM Sedunia di Jakarta, kemarin.

Boediono menambahkan, semua pihak harus mendorong dan menumbuhkan pelaksana-an HAM di seluruh segi ke-hidupan berbangsa dan berne-gara. Salah satunya adalah pendekatan kepada masyarakat untuk memiliki kewajiban asasi manusia untuk menghar-gai HAM.

“Approach (pendekatan) itu akhirnya kembali ke manusia. Itu barangkali tidak perlu menunggu aturan sempurna,” tuturnya seraya menambahkan penegakan HAM juga membu-tuhkan demokrasi yang stabil.(*/P-2)

[email protected]

Gembar-gembor penghormatan terhadap HAM oleh pemerintah menjadi lip service belaka saat tidak dibarengi langkah nyata.

PERINGATI HARI HAM SEDUNIA: Massa dari berbagai elemen melakukan aksi berjalan dari Bundaran Hotel Indonesia menuju Istana Merdeka untuk memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia 2010, di Jakarta, kemarin. Dalam aksi itu, mereka menganggap pemerintah gagal memenuhi HAM seluruh rakyat Indonesia dan mendesak pengusutan tuntas pelanggaran HAM masa lalu.

WAWANCARA

Ada Sesuatu antara Pak SBY dan SultanMUNDURNYA Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Pra-bukusumo, adik Sultan Ha-mengku Buwono X, dari jabat-an Ketua DPD Partai Demokrat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kian memanaskan pole-mik kepemimpinan di DIY. Kesultanan Ngayogyokarto Hadiningrat seperti ingin mem-beri pesan tegas kepada peme-rintah untuk mulai saling ber-hadap-hadapan soal status Sultan yang selama ini tidak pernah diutak-atik selaku kepala daerah.

Seperti apa persisnya proses pengunduran dirinya itu. Beri-kut kutipan penjelasannya ke-pada Ardi Teristi Hardi dari Media Indonesia.

Bagaimana perasaan Anda setelah menyerahkan kartu anggota dan keluar dari Partai Demokrat?

Lega sekali. Jadi, malam waktu saya mau mengumum-kan pengunduran diri sampai jam setengah satu ngobrol-ngobrol sama teman-teman war tawan. Ya, saya sudah plong. Jadi, saya tidak kejepit sana-sini.

Prosesnya seperti apa p e n g u n -duran diri A n d a itu?

Jadi, saya

melihat situasi awal ada se-suatu yang berbeda, antara prinsip-prinsip yang ada di dalam pikiran saya tentang RUU Keistimewaan DIY, khu-susnya yang terkait dengan se ja rah amanat Maklumat 5 September 1945. Itu kan suatu pengorbanan harga diri ayah-anda saya.

Di dalam amanat itu kan jelas sekali bahwa ada klausul yang menyampaikan bahwa ayah saya menyerahkan kedaulatan negari dalam Kraton Ngayog-yokarto Hadiningrat kepada NKRI dengan bergabung. Arti-nya di situ, bapak saya mengor-bankan harga dirinya, yang tadinya berkuasa penuh, begitu masuk NKRI hanya jadi bagian, hanya jadi provinsi, setingkat

provinsi.Draf RUU kan belum bergu-

lir ke DPR, mengapa Anda mundur lebih dulu?

Saya melihat berhari-hari ini kok tidak ada iktikad baik dari pemerintah, tidak mengarah ke pemahaman saya. Harusnya, amanat Maklumat 5 September 1945 itu pangkal dari segala-nya. Yang namanya Sultan de-ngan institusi keraton itu terkait erat.

Alasan kemunduran saya dipercepat karena, yang perta-ma karena Ruhut Sitompul (dal am acara Jakarta Lawyers Club) yang mengatakan ‘darah biru, kapan rakyat bisa jadi gu-bernur?’ Kalimat itu kan ambisi politik, emosi politik yang tidak menghargai sejarah, tidak pa-ham sejarah. Kami sangat ter-singgung sekali karena kami kan tidak tahu lahir di mana.

Kedua, ucapan Amir Syam-suddin. Kalau saya tarik kesim-pulan dalam acara Jakarta Lawyers Club itu, tetap ada penetapan kepala daerah, tetapi kepala pemerintahannya atau gubernurnya dipilih rakyat. Saya langsung pegang (ucapan Amir) karena beliau ini lawyer kemudian mantan sekjen.

Beliau juga mengatakan ka-lau sebagai gubernur harus mengikuti aturan nasional. Itu artinya menyinggung kakak saya, yang mungkin sering menyinggung-nyinggung Pak SBY. Ini berarti ada sesuatu antara Pak SBY dan Sultan.

Satu hal lagi, ketika ada pertemuan di Cikeas, saya tidak diundang. Di situ

dibahas RUU Keis-timewaan DIY sementara saya

t idak tahu-menahu dan se lama in i

tidak pernah diajak bicara apa pun tentang RUU itu walaupun saya ketua di sini, termasuk teman-teman DPC.

Karena saya tidak dipanggil, ya saya merasa sudah tidak dibutuhkan di situ. Saya in-trospeksi diri dan saya secepat-nya akan mengundurkan diri.

Daripada saya kedahuluan dipecat, saya lebih baik meng-undurkan diri. Kalau saya masih punya kartu anggota, artinya saya tidak bisa me-nyampaikan secara frontal yang bertentangan dengan ke-bijakan partai yang tidak arif.

Kemarin mundurnya ber-sama dengan dua orang, apa sudah dibicarakan sebelum-nya?

Saya juga kaget karena yang mundur itu sebelumnya saya sendiri. Saya dengar di diskusi di Facebook, ada beberapa lagi yang akan keluar. (P-2)

Dwi Tupani G

MI/RAMDANI

MI/ARDI TERISTI HARDI

GBPH Pra bukusumoMantan Ketua DPD Partai Demokrat DIY

MI/M IRFAN