documents

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah terdapat penurunan/peningkatan ekspresi Interferon-gamma pada ginjal tikus pasca induksi Streptokinase? 2. Apakah terdapat kerusakan pada ginjal tikus pasca induksi Streptokinase? 1.3 Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini dibatasi pada : 1. Hewan coba yang digunakan adalah tikus (Rattus norvegicus) jantan strain wistar yang diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan (UPHP) Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Penggunaan hewan coba dalam penelitian ini telah mendapat

Upload: pascara-fajar

Post on 28-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DocumentS

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah terdapat penurunan/peningkatan ekspresi Interferon-gamma

pada ginjal tikus pasca induksi Streptokinase?

2. Apakah terdapat kerusakan pada ginjal tikus pasca induksi

Streptokinase?

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini dibatasi

pada :

1. Hewan coba yang digunakan adalah tikus (Rattus norvegicus) jantan

strain wistar yang diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan

Percobaan (UPHP) Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Penggunaan

hewan coba dalam penelitian ini telah mendapat persetujuan laik etik

oleh Komisi Etik Penelitian Universitas Brawijaya No. 132-KEP-UB

(Lampiran 5).

2. Streptokinase yang digunakan diinduksikan secara intravena pada vena

coccygea dengan dosis 1x 6000 IU/ekor, 2x 6000 IU/ekor dan 3x 6000

IU/ekor dengan interval pemberian 5 hari.

Page 2: DocumentS

3. Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah ekspresi Interferon-

gamma dengan teknik Imunohistokimia dan gambaran histopatologi

ginjal tikus dengan teknik pewarnaan Hemaktosilin-Eosin.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah :

1 Mengetahui adanya penurunan/peningkatan ekspresi Interferon gamma pada

ginjal tikus pasca induksi Streptokinase.

2 Mengetahui kerusakan ginjal tikus pasca induksi Streptokinase.

1.5 Manfaat Penelitian

1 Sebagai informasi penyiapan hewan model tikus (Rattus norvegicus) fibrosis

ginjal melalui induksi Streptokinase.

2 Sebagai bahan informasi dalam mempelajari patomekanisme fibrosis ginjal

sehingga dapat dipergunakan sebagai dasar pengembangan terapi penyakit ini.

Page 3: DocumentS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Organ Ginjal

Ginjal merupakan organ berjumlah sepasang, berbentuk seperti kacang

merah yang terletak retroperitoneal pada dinding posterior tubuh. Organ ginjal

berwarna merah kecoklatan dan beratnya kurang dari 1% berat tubuh.Unit

fungsional ginjal adalah nefron yang terdiri dari glomerulus, kapsula bowman,

tubulus proksimal, ansa henle dan tubulus ginjal. Fungsi utama ginjal ialah

mempertahankan komposisi dari cairan di dalam tubuh. Ginjal bekerja melalui

filtrasi glomerulus dan reabsorpsi dan sekresi tubulus ginjal.

Glomerulus merupakan anyaman pembuluh darah kapiler yang kompleks

yang merupakan cabang dari arteriol aferen. Pada permukaan luar kapiler

glomerulus menempel sel berbentuk spesifik dan memiliki penjuluran-penjuluran

yang disebut podosit. Antara sel-sel endotel kapiler dan podosit membentuk

struktur yang berlubang-lubang yang memisahkan darah yang terdapat dalam

kapiler dengan ruang kapsuler. Podosit berfungsi membantu filtrasi cairan

menjadi cairan ultra filtrat (urin primer). Cairan ultra filtrat ditampung di dalam

ruang urin yaitu ruang antara kapiler dengan dinding kapsula bowman dan

selanjutnya mengalir menuju tubulus kontortus proksimal.

Lapisan parietal kapsula bowman terdiri atas epitel selapis pipih. Ruang

kapiler kapsula bowman berfungsi menampung urine primer. Sel podosit, sel

epitel kapsula bowman memiliki spesialisasi untuk melakukan filtrasi cairan

Page 4: DocumentS

darah. Pada sel-sel endotel dan lamina kapiler glomerulus terdapat sel mesangial

yang berperan sebagai makrofag.

Tubulus renalis dibagi menjadi tiga bagian yaitu tubulus proksimal,

lengkung henle dan tubulus distalis. Sel tubulus proksimal memiliki brush border

yang ridak terdapat pada tubulus distal. Tubulus proksimal memiliki lumen yang

kecil daripada tubulus distal.

Lengkungan henle merupakan saluran dengan struktur berbentuk huruf U

yang terdiri atas dua bagian yaitu ruas tebal desenden yang strukturnya mirip

tubulus kontortus proksimal dan ruas tebal asenden yang strukturnya mirip

tubulus kontortus distal (Kuntantri, 2009). Cairan urin ketika berada dalam

lengkung henle bersifat hipotonik, tetapi setelah melewati lengkung henle menjadi

bersifat hipertonik. Hal ini dikarenakan bagian desenden sangat permeabel

terhadap pergerakan air, natrium dan klorida sedangkan bagian asenden tidak

permeabel terhadap air dan sangat aktif untuk transpor klorida.

2.2 Fibrosis Ginjal

Fibrosis ginjal terjadi akibat respon tubuh berupa perbaikan jaringan ginjal

setelah terjadi kerusakan atau trauma (Pinzani, 2008). Kondisi fibrosis ginjal

disebut kegagalan dari respon perbaikan karena trauma yang berkepanjangan.

Fibrosis ginjal merupakan manifestasi awal dari penyakit ginjal kronik.

Fibrosis ginjal akan ditemukan glomerusklerosis dan terdapat fibrosis pada

daerah interstisial tubulus, dimana kondisi tersebut akibat akibat penumpukan dari

ekstra seluler matriks yang berlebihan (Vergoulas, 2009)

Page 5: DocumentS

Studi mengenai histopatologi fibrosis ginjal pada hewan model memiliki

kesamaan yang terjadi pada manusia yaitu terdapat infiltrasi sel inflamasi,

proliferasi tubulus, EMT, akumulasi fibroblas, peningkatan ekstra seluler matriks

dan atropi tubulus (Bascand and Schanstra, 2005).

Epithelial to Mesenchymal Transition adalah proses diferensiasi sel epitel

normal menjadi sel fibroblas. Sel fibroblas merupakan komponen jaringan ikat

yang menghasilkan kolagen yang dapat menyebabkan terjadinya fibrosis pada

ginjal (Wati et al., 2013).

Kondisi makroskopik ginjal yang mengalami fibrosi adalah ukuran ginjal

menjadi lebih kecil dan lebih kasar jika dibandingkan dengan ginjal normal.

Secara mikroskopis yang tampak ialah penebalan glomerulus atau

glomerulosklerosis. Glomerulosklerosis ini terjadi akibat penumpukan ECM pada

jaringan glomerulus. Selain itu juga tampak fibrosis tubulointerstisial yang

ditandai dengan adanya jaringan fibrosis serta atropi tubulus ginjal. Efek dari

fibrosis ginjal adalah gangguan pada fungsi penyaringan karena rusaknya

glomerulus. Reabsorpsi urin melalui tubulus juga akan terganggu akibat kondisi

tubulus yang mengalami atropi (Schnapper, 2005).

2.3 Streptokinase

Streptokinase adalah produk protein ekstraseluler yang terdiri dari 414 asam

amino dengan berat molekul 46 kDa yang diproduksi oleh semua strain

Streptococcus b haemolytic (Pardede, 2009). Streptokinnase memiliki mekanisme

kerja sebagai aktivator plasminogen dan menginisiasi terjadinya fibrinolisis. Oleh

karena itu Streptokinase digunakan sebagai agen fibrinolisis untuk mengatasi

Page 6: DocumentS

penyakit sistem sirkulasi yang berkaitan dengan penyumbatan pembuluh darah

(Sacher, 2004 Keni). Namun aktivasi plasminogen yang berlebihan ternyata

memiliki sifat nefrotoksik pada ginjal dan menyebabkan akumulasi dan deposisi

dari matriks ekstra seluler. Kondisi ini akan menyebabkan peningkatan sel

fibroblas pada sel-sel ginjal sehingga terbentuk fibrosis ginjal (Hu, 2008).

Streptokinase berpotensi menyebabkan nefritis interstisial dimana terjadi

kondisi patologi pada ginjal dan ditemukannya leukosit dan eritrosit pada urin

(Guo and Nzerue, 2002). Kondisi ini menunjukkan potensi Streptokinase dalam

merusak jaringan ginjal. Mekanisme aktviasi plasminogen menjadi plasmin

berperan penting dalam patogenesis fibrosis ginjal karena plasmin mampu

mengaktivasi TGF-beta yang menyebabkan apoptosis dan EMT (Hu et al., 2008).

Plasmin juga mengaktivasi bradikinin (Inomata, 2012) melalui pelepasan sitokin

proinflamasi (Bockman and Pagelow, 2000).

2.4 Hewan coba tikus fibrosis ginjal

Hewan coba tikus adalah tikus yang dipelihara sedemikian rupa untuk

digunakan sebagai hewan model dalam mengembangkan dan mempelajari

berbagai macam penelitian. Keunggulan tikus adalah memiliki sistem

metabolisme, organ yang hampir serupa dengan manusia memudahkan penelitian.

Karakteristik tikus adalah rambut berwarna putih, mata berwarna merah, panjang

tubuh dewasa 440mm, panjang ekor 200 mm dan berat badan dewasa 100-150g.

Tikus yang digunakan sebagai hewan coba adalah Rattus norvegicus strain wistar

yang memiliki klasifikasi sebagai berikut

Kingdom : Animalia

Page 7: DocumentS

Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata

Klass : Mammalia

Ordo : Rodentia

Sub Ordo : Sciurognathi

Familia : Muridae

Sub Familia : Murinae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus strain Wistar

Tikus merupakan spesies ideal untuk uji toksikologi dan memiliki fisiologis

yang mirip dengan manusia (Kusumawati, 2004, Rizka). Hewan model fibrosis

ginjal telah dilakuakn melalui induksi Cyclosporine-A. Cyclosporine-A

merupakan obat yang mampu menginduksi fibrosis ginjal karena memiliki sifat

nefrotoksik. Pembuatan hewan model fibrosis ginjal dengan Cyclosporine

memerlukan waktu yang lama, menurut penelitian Bobadilla and Gerrando, 2007,

Rizka memerlukan waktu 28 hari untuk menginduksi hewan model fibrosis ginjal.

2.5. Interferon

Interferon-gamma (IFN-g) adalah sitokin yang disekresi oleh limfosit Th1, sel NK

dan limfosit Tc. Interferon- g akan disekresi setelah terjadi rangsangan oleh

antigen spesifik. Mekanisme perlindungan terhadap tubuh yang dilakukan IFN-g

terjadi melalui reseptor di membran sel dan dengan mengaktifkan gen yang

memacu sel untuk memproduksi protein antivirus. Interferon-g merupakan

Page 8: DocumentS

aktivator utama makrofag untuk memacu fagositosis, oxydative burst dan reactive

nitrogen intermediate (RNI) untuk intracellular killing.

Page 9: DocumentS

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

STREPTOKINASETIKUS

AKTIVASI PLASMINOGEN

PLASMIN

AKTIVASI TGF B BRADIKININ

TGF B

MAKROFAG

EMT

SITOKIN PRO INF

IFN GAMMA

AKTIVASI SEL INF

FIBROBLAS

ECM

INFLAMASI

RENAL FIBROSIS

Page 10: DocumentS

Streptokinase yang beredar sistemik akan berikatan dan mengubah

plasminogen dalam darah menjadi plasmin. Kemudian plasmin akan menginisiasi

pelepasan bradikinin yang selanjutnya akan mengakibatkan makrofag

mensekresikan sitokin proinflamasi seperti IFN-gamma. Kemunculan IFN-gamma

juga akan mengakibatkan terjadinya inflamasi yang berujung pada kerusakan

ginjal yaitu renal fibrosis.

Keberadaan plasmin dalam darah akan meningkat sitokin TGF-beta yang

merupaka sitokin proinflamatori dan profibrosis. Hal ini menyebabkan terjadinya

apoptosis dan EMT di jaringa ginjal. Apoptosis menyebabkan kerusakan jaringan

ginjal dan EMT menyebabkan menuculan sel fibroblas. Jumlah fibroblas yang

berlebih akan mengakibatkan menumpukan ECM. Kondisi inilah yang

menyebabkan terjadinya renal fibrosis. ECM yang terus meluas akan menumpuk

pada jaringan interstisial dan menekan seluruh tubulus ginjal dan glomerulus

ginjal

3.2 Hipotesis

1. Tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi Streptokinase mengalami

peningkatan ekspresi IFN-gamma pada jaringan ginjal.

2. Tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi Streptokinase mengalami

kerusakan jaringan ginjal dan fibrosi yang bisa

Page 11: DocumentS

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – Juni 2013 di Laboratorium

Biokimia, Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya Malang.

4.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bak pemeliharaan hewan

coba, pinset, scalpel handle, blade, gunting, pipet tetes, cawan petri, labu takar,

gelas ukur, mikro pipet, rak tabung reaksi, penangas air, eppendorf, lemari

pendingin, pH meter, penjepit, mikrotom, neraca analitik, oven, seperangkat alat

sentrifugasi, inkubator, vortex, mikroskop dan autoclave.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah hewan tikus (Rattus

norvegicus), Streptokinase (Streptase), akuades, NaCl-fisiologis 0,9%, Xylol,

etanol 70%, etanol 80%, etanol 90%, etanol 95%, etanol absolut, 3% H2O2,

antibodi primer E-cadherin rabbit polyclonal IgG, antibodi sekunder berlabel

biotin antirabbit IgG biotin labeled, DAB, SA-HRP, larutan PBS pH 7,4, larutan

PBS-azida, PFA 4%, Mayer Hematoxylen- Eosin, entellan dan parafin.

4.3 Tahapan Penelitian

4.4 Prosedur Kerja

4.4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian bersifat eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap.

Hewan coba dibagi menjadi empat kelompok yaitu kelompok A adalah kelompok

tikus kontrol, kelompok B adalah kelompok tikus yang diinduksi Streptokinase 1x

Page 12: DocumentS

6000 IU, kelompok C adalah kelompok tikus yang diinduksi Streptokinase 2x

6000 IU, dan kelompok D adalah kelompok tikus yang diinduksi Streptokinase 3x

6000 IU. Interval pemberian Streptokinase yang diulang adalah 5 hari. Adapun

variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah :

Variabel bebas : Pemberian Streptokinase dengan dosis berulang.

Variabel tergantung : Ekspresi IFN dan histopatologi ginjal.

Variabel kendali : Tikus (Rattus norvegicus) jantan.

Sampel penelitian menggunakan hewan coba tikus (Rattus norvegicus) jantan

strain wistar berumur 10 minggu. Berat badan tikus antara 150-200 g. Hewan

coba diaklimatisasi selama 7 hari untuk menyesuaikan dengan kondisi

laboratorium. Estimasi besar sampel dihitung berdasarkan rumus (Kusriningrum,

2008) :

P(n-1) ≥15

4(n-1) ≥15

4n-4 ≥ 15

4n ≥19

n ≥5

Berdasarkan perhitungan di atas, maka untuk 4 kelompok diperlukan jumlah

ulangan paling sedikit 5 kali dalam setiap kelompok, sehingga diperlukan 20 ekor

hewan coba.

4.4.2 Preparasi Streptokinase

Streptokinase 1.500.000 IU dilarutkan dengan ringer laktat sebanyak 2 ml

kemudian dihomogenkan (stok 1). Diambil 1ml dari stok 1 dan dilarutkan dengan

Keterangan :

p = jumlah kelompok( terdiri dari empat macam perlakuan)

n = jumlah ulangan yang diperlukan

Page 13: DocumentS

ringer laktat sampai 5 ml (stok 2). Selanjutnya diambil 1ml dari larutan dari stok 2

akhir diambil sejumlah 40 µl (stok 3). Stok 3 mengandung 6000 IU Streptokinase.

Kemudian ditambahkan ringer laktat sampai 100µl.

4.4.3 Induksi Streptokinase

Induksi dilakukan secara intravena pada vena coccygea. Induksi pertama

dilakukan pada hari pertama pada tikus kelompok B, C, dan D. Induksi kedua

dilakukan 5 hari berikutnya atau pada hari ke 6 pada tikus kelompok C dan D.

Induksi ketiga dilakukan 5 hari berikutnya atau pada hari ke 11 pada tikus

kelompok D (lampiran2).

4.4.4 Pembedahan dan Pengambilan Organ Ginjal

Pengambilan organ ginjal pada hewan coba tikus (Rattus norvegicus)

dilakukan 5 hari setelah induksi ketiga dilakukan. Langkah awal dilakukan

dislokasi leher tikus. Berikutnya tikus diletakkan posisi terlentang dan dilakukan

insisi pada bagian abdomen, kemudian diambil organ ginjalnya. Organ ginjal

mula-mula dibilas dengan NaCl-fisiologis 0,9% dan selanjutnya organ ginjal

dimasukkan ke dalam larutan PFA 4%.

4.4.5 Pembuatan Preparat Histopatologi

Langkah pertama dalam pembuatan preparat histologi adalah embedding

ginjal yaitu perendaman ginjal dalam larutan PFA 4% (1-7 hari). Kemudian

direndam dalam etanol 70% minimal 24 jam, dan dilanjutkan dengan etanol 80%

selama 2 jam. Direndam dalam etanol 90% dan 95% secara berurutan selama

Page 14: DocumentS

masing-masing 30 menit. Dilanjutkan perendaman sebanyak 3 kali dalam etanol

absolut selama 30 menit. Masing-masing dalam botol yang berbeda. Direndam

dalam xylol sebanyak 2 kali masing-masing 30 menit. Proses selanjutnya

dikerjakan dalam inkubator suhu 56-580C. Direndam dalam xylol sebanyak 3

kali, parafin sebanyak 3 kali, kemudian dilanjutkan dengan embedding dengan

mencelupkan ginjal dalam parafin cair yang telah dituang dalam wadah. Setelah

beberapa saat parafin akan memadat dan ginjal berada dalam blok parafin.

Tahap berikutnya ialah pembuatan preparat ginjal, langkah awal yang

dilakukan adalah ginjal pada blok parafin hasil embedding dimasukkan pada

penjepit mikrotom dan diatur kesejajaran permukaan potong dengan mata pisau

mikrotom. Ginjal diiris dengan ukuran 5 m. Hasil irisan dipindahkan dengan

kuas ke dalam air hangat 38-40oC untuk meluruskan kerutan halus yang ada.

Irisan yang terentang sempurna diambil dengan gelas obyek. Potongan terpilih

dikeringkan di atas hot plate 38-40oC sampai kering selanjutnya preparat

disimpan dalam inkubator suhu 38-40oC selama 24 jam.

Pewarnaan Hematoxylin-Eosin diawali dengan tahap deparafinisasi yakni

preparat dimasukkan dalam xylol bertingkat 1-3 masing-masing selama 5 menit.

Selanjutnya pada tahap rehidrasi preparat dimasukkan dalam etanol bertingkat

mulai dari etanol absolut, etanol 95%, 90% , 80% dan 70% masing-masing selama

5 menit. Selanjutnya direndam dalam aquades selama 5 menit. Tahapan

selanjutnya adalah pewarnaan. Preparat dimasukkan dalam zat pewarna

hematoxylen kurang lebih 10 menit. Selanjutnya dicuci dengan air mengalir,

kemudian dibilas dengan aquades. Setelah dibilas preparat dimasukkan pada

pewarna eosin alkohol selama 5 menit. Tahap berikutnya adalah dehidrasi dengan

Page 15: DocumentS

memasukkan preparat pada seri etanol bertingkat mulai dari 70%, 80%, 90%,

95% dan etanol absolut. Selanjutnya clearing dilakukan dengan memasukkan

preparat pada xylol dan dikeringanginkan. Selanjutnya dilakukan mounting

dengan entellan dan ditutup dengan cover glass.

4.4.6 Pengamatan Preparat Histopatologi

4.4.7 Menentukan IFN dengan Imunohistokimia

4.4.8 Analisis Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisa kuantitatif untuk

perubahan IFN. Data kuantitatif yang diperoleh akan dianalisis menggunakan

SPSS 16 for Windows dengan analisis ragam ANOVA. Apabila terdapat

perbedaan antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji BNJ α = 0.05.

Page 16: DocumentS

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 17: DocumentS

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

Page 18: DocumentS

DAFTAR PUSTAKA

Page 19: DocumentS

LAMPIRAN