ruu tembakau kastratwil 2

Upload: bayu-fs

Post on 09-Jan-2016

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

RUU

TRANSCRIPT

RUU PERTEMBAKAUAN DAN INDONESIABy : Bidang Kajian dan Strategi ISMKI Wilayah 2 Periode 2014-2015#TOGETHERWERESTRONGER

Indonesia adalah negara berkembang yang sampai saat ini masih terus melakukan pengembangan dan perbaikan di setiap sektor nya. Dalam proses pengembangan tersebut, tentunya salah satu focus pemerintah adalah taraf hidup dan kesehatan masyarakat Indonesia. Berkaitan dengan hal ini, kami mengambil contoh kecil yang ada dalam kehidupan kita sehari hari yaitu tembakau.Seperti yang telah kita ketahui, hasil industri tembakau adalah penyumbang cukai terbesar untuk Indonesia dan berperan besar dalam penyediaan lapangan kerja untuk masyarakat. Namun pada sisi lain, keberadaan tembakau ini mempengaruhi taraf hidup dan tingkat kesehatan masyarakat yang sejatinya sangat bertolak belakang dengan kejayaan yang diberikan dari cukai tembakau tersebut. Fakta yang bisa kita lihat sehari hari bahwa kaum masyarakat menengah ke bawah cenderung menganggarkan biaya untuk rokok lebih tinggi daripada untuk kebutuhan pokok sehari hari. Jika diambil contoh setiap kepala keluarga tersebut mengonsumsi rokok secara rutin, maka akan ada kebutuhan pokok rumah tangga yang tidak dapat ia penuhi. Belum lagi jika di dalam keluarga tersebut ada anak balita yang dalam usia ini membutuhkan gizi untuk pertumbuhan yang optimal. Hal ini otomatis berakibat kepada tingkat kesehatan sang anak.Menteri Kesehatan RI, Nafsiah Mboi, SpA, M.P.H. meluncurkan Global Adult Tobacco Survey (GATS) Indonesia tahun 2011 di Jakarta. Hasil GATS menunjukkan bahwa Indonesia menduduki posisi pertama dengan prevalensi perokok aktif tertinggi, yaitu 67,0 % pada laki-laki dan 2,7 % pada wanita jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang melaksanakan GATS (16 low and middle income coutries) seperti India, (2009): laki-laki 47.9% dan wanita 20.3 %; Filipina (2009): laki-laki 47,7 % dan wanita 9,0%; Thailand (2009): laki-laki 45,6% dan wanita 3,1%; Vietnam (2010): 47,4% laki-laki dan 1,4% wanita; Polandia (2009): 33,5% laki-laki dan 21.0% wanita.

Angka tersebut bukan muncul begitu saja tanpa ada faktor pemicu yang membuat mereka tergerak untuk membeli barang tersebut. Iklan dan promosi rokok yang sangat marak di masyarakat dengan aneka merk, rasa, dan warna yang elegan sukses membuat masyarakat tergoda dan terpengaruh olehnya dan bersedia untuk mengeluarkan uangnya untuk membeli. Tidak adanya control di kalangan masyarakat terhadap barang tersebut, membuat anak usia sekolah bisa mendapatkannya dengan mudah. Tidak heran bahwa sebuah penelitian mengatakan bahwa penyakit stroke kini dapat menyerang usia 30 45 tahun, di saat angka tersebut masih tergolong muda. Namun, beberapa fakta ini nampaknya tidak digubris oleh Pemerintah dalam proses perbaikan dan pengembangan sektor di Indonesia. Padahal, kesehatan masyarakat adalah modal utama tercipta nya bangsa yang kuat, dan siap menghadapi tantangan global di masa depan. Bagaimana mungkin suatu bangsa dapat membangun negeri nya, di kala kondisi tubuhnya sudah terpapar 4000 zat kimia beracun? Bagaimana mungkin generasi muda dapat membuat perubahan yang berarti jika di usia 30 tahun dirinya sudah terkena penyakit berbahaya akibat rokok?Meskipun begitu, Pemerintah sudah mengeluarkan peraturan untuk pengendalian tembakau terhadap dampak kesehatan melalui UU no. 36 tahun 2009 dan PP 109 tahun 2012. Pada kenyataannya, pasal pasal dalam peraturan tersebut tinggal lah tulisan pada puluhan kertas. yang apabila diterapkan, alangkah damainya negeri ini melihat masyarakatnya hidup sehat dan generasi muda nya menuntut ilmu di sekolah. Belum lagi hal ini terealisasikan secara optimal, muncul lah sebuah RUU Pertembakauan yang rumusannya bertolak belakang dengan tujuan yang dipaparkan pada UU no. 36 tahun 2009 dan PP 109 tahun 2012.Kejanggalan dalam peraturan tersebut kami coba paparkan dengan membandingkan isi dari peraturan tersebut dengan RUU Pertembakauan ini.Bertolak belakangnya UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan dengan RUU pertembakauan.Setiap undang-undang yang dibuat dan disahkan memiliki kepentingan bersama untuk membangun negeranya sendiri. Tidak ada UU yang dibuat untuk kepentingan individual. Masyarakt yang terdiri dari banyak profesi memiliki kepentingan dalam membentuk RUU.

Tetapi, jika RUU itu bertolak belakang dengan HAM maka RUU tersebut patut dipertanyakan.Pada tahun 2013, RUU Pertembakauan merupakan salah satu rancangan dari 70 RUU yang masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2013. Dan ini mencengkang kan berbagai pihak. Karena, semua anggota DPR yakin bahwa RUU pertembakaun tidak masuk kedalam prolegnas 2013. Berbagai komunitas antirokok dan ormawa profesi kesehatan berang akan hal ini. Mendadak dan secara tiba-tiba.Banyak yang berpendapat, RUU pertembakuan ditunggangi oleh industry rokok. sehingga banyak yang berpikir, diluar mengatasnamakan Petani Tembakau tetapi didalamnya menguntungkan pihak industry rokok.Tembakau merupakan zat adiktif, yang sudah jelas tercantum di pasal 115 ayat 2 yang berbunyi.Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau, padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat sekelilingnya.

Jika RUU ini disahkan. Maka banyak sekali hak-hak kesehatan masyrakat yang tidak terpenuhi. Berdasarkan pasal 1 ayat 11-13, pasal 3, pasal 4, pasal 6, pasal 9, pasal 10, pasal 46 pada UU no 36 tahun2009 tentang Kesehatan, saya mengambil kesimpulan bahwa, setiap rakyat Indonesia memiliki hak sehat yaitu dengan memiliki taraf kesehatan yang setinggi-tingginya dengan mendapatkan tindakan promotif dan preventif terhadap hal-hal yang membahayakan dirinya. Dan dari pasal dan ayat tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa pemerintah dan semua rakyat Indonesia berkewajiban dan atau berupaya dalam meningkatkan taraf kesehatan manusia dengan upaya-upaya kesehatan yang ada.Mengapa RUU Pertembakauan bertolak belakang dengan UU Kesehatan no 36 tahun 2009? padahal didalam RUU pertembakauan sudah cukup jelas hanya mementingkan aspek

Tembakau dan indsutri. Tidak jelas akan aspek pembelaan para petani tembakau dan didalam RUU Pertembakauan tidak menyangkut aspek kesehatan yang merupakan aspek pentiing dalam membangunroda perekonomian dunia.RUU ini muncul begitu saja tidak berdasarkan Prolegnas sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 101 ayat 1 pada tata tertib DPR.Jika kita membandingkannya dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, mungkin sedikit tidak pas karena ketidaksederajatnya posisi hukum antara RUU dengan Peraturan Pemerintah. Namun perlu diketahui bahwa PP ini dibuat untuk memperjelas ketentuan Pasal 116 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jadi bukan tidak mungkin kalau banyak kesamaan yang terkait. Selain itu, jika kita menelaah kontennya lebih dalam, maka akan ditemukan banyak keganjilan yang akan kita bahas satu per satu.1. Pada PP No. 109 Thn. 2012 bab IV bagian kedua mengenai produksi dan impor, dimulai dari pasal 14 sampai pasal 18 mengenai kewajiban produsen produk tembakau untuk mencantumkan gambar dan tulisan yang mengandung peringatan kesehatan tercetak menjadi satu dengan Kemasan Produk Tembakau. Sangat lengkap jika harus dibandingkan dengan RUU Pertembakauan pasal 37 yang hanya menyatakan bahwa pelaku usaha wajib mencantumkan peringatan kesehatan dengan huruf yang jelas, mudah dibaca, dan proporsional. Artinya, apabila RUU ini disahkan, terdapat penurunan ketentuan peringatan kesehatan yang seharusnya tercantum pada produk tembakau sejelas-jelasnya, baik dengan gambar maupun tulisan.2. Pada pasal 24 ayat 2 PP No. 109 Thn. 2012 mengenai larangan penggunaan kata-kata pencitraan yang mengindikasikan kualitas sepertinya sudah sangat menyimpang, 3. dikarenakan hampir semua kata-kata larangan yang disebutkan telah ramai, bahkan telah menjadi ciri khas jargon dari masing-masing produk tembakau. Namun lebih disayangkan kembali kalau RUU Pertembakauan tidak membahas itu sama sekali.

4. Pada bab IV bagian ketiga mengenai peredaran, terutama pada pasal 26 ayat 1 di PP No. 109 Thn. 2012 yang menyebutkan bahwa pemerintah melakukan pengendalian Iklan Produk Tembakau rasanya sedikit disangsikan kenyataannya. Konkretnya, lihat saja berapa jumlah iklan yang hadir di layar kaca setiap harinya, yang terpampang di papan-papan billboard besar, dan media lainnya dibandingkan dengan control positif dari Pemerintah itu sendiri. Namun, apabila RUU Pertembakauan itu sendiri disahkan, maka akan makin bebaslah semua iklan-iklan cerdik para produsen tembakau dikarenakan di RUU ini tidak dibahas satupun mengenai peran Pemerintah terhadap pengendalian iklan produk tembakau. Ironisnya pada pasal 35 di RUU Pertembakauan menyebutkan bahwa setiap orang dapat melakukan iklan, promosi, dan sponsor produk tembakau. Tanda tanya besar dimana letak Pemerintah dalam fungsi kontrol.5. Pada pasal 32 di PP No. 109 Thn. 2012 bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyelenggarakan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya menggunakan Produk Tembakau. Pertanyaannya: Iklan secanggih apa lagi? Memangnya Pemerintah mau mengeluarkan biaya yang cukup mahal untuk kegiatan preventif? Rasanya Pemerintah tidak berusaha memutar otak untuk mengalahkan ide-ide kreatif para produsen rokok. Bahkan jarang sekali terlihat kontribusi intervensi Pemerintah yang seharusnya serius menangani ini. Mungkin Pemerintah belum menganggap ini sebuah ancaman. Sama halnya dengan pasal 42 di RUU Pertembakauan yang menyatakan bahwa Pemerintah akan melindungi warganya terhadap dampak produk tembakau hanya dengan sosialisasi.6. Pada pasal 42 di PP No. 109 Thn. 2012 mengenai perlindungan anak dan perempuan hamil terhadap dampak produk tembakau dengan cara memberikan pemahaman kepada anak dan perempuan hamil mengenai dampak buruknya. Dewasa ini, edukasi sudah dapat ditingkatkan dimana-mana, baik melalui media sosial maupun media elektronik lainnya. Namun tanpa disadari, yang seharusnya diintervensi untuk melakukan pencegahan tidaklah hanya dalam satu arah saja. Mungkin seorang ibu yang tengah hamil telah aware akan bahaya rokok yang ia hirup. Namun bagaimana jika di sekelilingnya banyak perokok? Salah fokus jika kita harus membidik para korban produk termbakau dengan hanya memberikan pemahaman. Lebih disayangkan lagi apabila RUU

Pertembakauan disahkan. Karena di dalamnya tidak terdapat rincian jelas bagaimana Pemerintah akan melindungi anak maupun perempuan hamil terhadap dampak produk tembakau.7. Pada pasal 50 di PP No. 109 Thn. 2012 mengenai Kawasan Tanpa Rokok, terdapat tujuh tempat yang termasuk Kawasan Tanpa Rokok. Namun ada dua tempat yang hilang jika kita membandingkannya pada RUU Pertembakauan. Pasal 40 pada RUU Pertembakauan menghapuskan tempat proses belajar mengajar dan tempat umum lainnya yang ditetapkan. Alhasil, apabila RUU ini disahkan, sudah jelaslah bahwa akan banyak acara-acara menarik nan keren lainnya yang hadir di sekolah maupun kampus. Banyak pula generasi muda yang mulai tertarik dengan iklan-iklan rokok yang berkeliaran di sekitaran tempatnya belajar. Bukan tidak mungkin kalau insiden merokok telah meninggi dimulai dari orang itu duduk di bangku sekolahan.Keenam poin tersebut hanya sedikit poin yang dapat dikaji. Pada intinya, ada beberapa ketidaksinergisan yang harus dititik beratkan.Pertanyaan besar kenapa RUU Pertembakauan yang notabene-nya hadir dengan illegal tanpa masuk dalam Prolegnas, dan dengan konten yang mengulang bahkan cenderung menurun kualitasnya jika dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012. Apakah ada suatu desakan yang berarti? Ataukah ada kepentingan lain?RUU PERTEMBAKUAN RUSAK GENERASI BANGSAMungkin kawan semua sudah tidak aneh mendengar nama Aldi Rizal Suganda,bocah berusia 2,5 tahun yang menghebohkan dunia maya, karena dirinya yang di video sedang asik menikmati rokok. Aldi mulai merokok sejak usia 11 bulan dan sehari bisa menghabiskan 3 bungkus rokok dalam sehari. Ketika kita bercermin pada cuplikan cerita di atas, Apakah benar-benar pemerintah berkomitmen melindungi rakyatnya dari bahaya rokok ? saya pikir tidak Permasalahan merokok pada anak sudah mencapai taraf yang sangat memprihatinkan. 62,5% perokok mulai merokok saat remaja sebelum usianya mencapai 19 tahun (Riskesdas 2010). Sementara itu Global Youth Tobacco Survey menunjukkan peningkatan prevalensi perokok

remaja usia 13-15 tahun yang selama kurun waktu 3 tahun naik lebih dari 1 kali lipat yaitu dari 12,6% tahun 2006 menjadi 20,3% tahun 2009: laki-laki dari 24% menjadi 41% dan perempuan dari 2,3% menjadi 3,5% pada periode sama. Padahal rokok adalah zat adiktif [footnoteRef:1] yang mengandung 7000 bahan kimia, 70 diantaranya bersifat karsinogenik (Surgeon General, USA, 2010) dan merokok merupakan penyebab kematian yang utama terhadap 7 dari 8 penyebab kematian terbesar di dunia.[footnoteRef:2] [1: Undang Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 113 ayat (2)] [2: WHO Report on The Global Tobacco Epidemic, M-Power Package, 2008, hal 153. Rancangan undang-undang republik Indonesia tentang Pertembakauan Pasal 25 ayat (1,2,3) dan pasal 53]

Secara rinci Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) selama sepuluh tahun terakhir ini memberikan gambaran trend perokok pemula remaja usia 10-14 naik hampir 2 kali lipat, dimana pada tahun 2001 prevalensi perokok usia 10-14 tahun sebanyak 9,5% meningkat menjadi 17,5% pada tahun 2010. sementara kelompok usia 15-19 tahun naik dari 58,9% tahun 2001 menjadi 63,7% tahun 2004.

Peningkatan jumlah perokok muda tidak lepas dari massive-nya an suksesnya para industri rokok dalam mengiklankan rokok. Tentunya Hal tersebut merupakan bagian dari rangkaian sistematis dalam strategi pemasaran industri rokok yang bertujuan menjerat perokok pemula, yaitu anak dan remaja. Kawan semua mungkin tahu bahwa mulai 24 juni 2014 nanti akan ada penggunaan gagalnya Pictorial health warning (PHW) /larangan rokok bergambar pada bungkus rokok dan memang di yakini hal ini dapat mengurangi jumlah perokok. Namun, liciknya industri rokok mereka berusaha menggagalkan itu semua, salah satunya dengan di rumuskanya UU pertembakauan yang saat ini sudah masuk sebagai dalam agenda prolegnas 2014.Berikut salah satu isi RUU pertembakauan 3:

Pasal 25(1) Setiap kemasan produk tembakau wajib mencantumkan label mengenai:a. informasi tentang jenis kandungan dan emisi; b. peringatan kesehatan; danc. kode produksi.(2)Informasi tentang jenis kandungan dan emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi paling sedikit nikotin dan tar sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium yang terakreditasi Pemerintah.

(3)Peringatan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa tulisan merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin.

Pasal 53Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku,semua peraturan perundang-undangan yang mengatur atau berkaitan dengan pertembakauan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini.Jika anda cermati pada RUU pertembakauan nantinya peringatan larangan merokok akan tetap mgeenggunakan tulisan dan tentunya akan berdampak pada gagalnya Pictorial health warning (PHW) pada produk rokok. Kita sadar juga bahwa tahun 2012 lalu kita baru mensahkan PP 109 tahun 2012 tentang pengamanan zat adiktif. Kemungkinan besar pula PP 109 tersebut akan tidak berguna ketika RUU pertembakauan tersebut di sahkna menjadi UU. Apakah ini semua yang kita harapkan ? ketika bangsa dan generasi muda semakin di rusak oleh produk rokok. Jika anda semua masih memiliki kepedulian dan pola pikir yang rasional. Tentunya anda semua akan berteriak untuk #TOLAKRUUPERTEMBAKAUAN. Masalah Pertembakauan, FCTC dan Kebijakan NegaraMasalah rokok dan RUU Pertembakauan merupakan polemik yang memanas pada saat ini. Masyarakat Indonesia mulai sadar akan bahaya dan ancaman yang diakibatkan oleh

produk tembakau. Produk tembakau mengancam hampir di setiap sisi, mulai dari kesehatan, pendapatan dan keuangan, sosial dan moral serta lain sebagainya. Seluruh masyarakat dunia sudah menyadari akan bahayanya produk tembakau ini dengan mulai membentengi negara mereka dari ancaman tembakau, mulai dari menaikkan cukai, larangan iklan rokok, sampai masyarakat di negara lain menegakkan pandangan bahwa perokok adalah kaum minoritas yang tidak patut dicontoh dan selayaknya dikucilkan. Kapan negara kita melakukan hal yang sama?Keinginan masyarakat adalah tugas pemerintah negaranya, keseriusan negara dalam permasalahan ini tercermin dari kebijakan-kebijakan yang muncul dari pemegang kekuasaan, dan sayang Indonesia masih berdiri di barisan kecil negara yang dengan ramah mempersilakan rokok menggerogoti hidup masyarakatnya. Hal ini tercermin dari berbagai fakta sebagai berikut: Jumlah perokok di seluruh dunia kini mencapai 1,2 milyar orang dan 800 juta diantaranya berada di negara berkembang. Indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah Cina dan India1. Saat ini 50% kematian akibat rokok berada di negara berkembang.2 Bila kecenderungan ini terus berlanjut, sekitar 650 juta orang akan terbunuh oleh rokok,3 yang setengahnya berusia produktif dan akan kehilangan umur hidup (lost life) sebesar 20 sampai 25 tahun.4 Negara dirugikan sekitar 220 triliun rupiah tiap tahunnya akibat konsumsi rokok, biaya kesehatan dan menurunnya produktivitas dan kualitas angkatan kerja akibat rokok.Upaya Pemerintah dalam Mengurangi Dampak Tembakau di IndonesiaSebenarnya sudah ada berbagai regulasi yang mengatur tentang dampak produk pertembakauan dan ini dinilai sebagai salah satu usaha pemerintah untuk memerangi dampak negatif tembakau terhadap masyarakat, sebagai contoh: UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan rokok sebagai zat adiktif, PP No.109 Tahun 2012 tentang Tembakau, berisi regulasi mengenai pembatasan iklan rokok dan Permenkes No.7 tahun 2011 mengenai Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok serta regulasi lainnya ditingkat daerah.

Namun regulasi yang ada sekarang dipandang lemah dan jauh bila dibandingkan dengan negara lain. Iklan rokok merajalela dimana-mana, rokok dijual hampir disetiap warung, perusahaan rokok yang bebas menyelenggarakan acara besar yang menarik massa, bahkan yang lebih miris remaja kita masih dapat bebas membeli rokok dan menghisap racun ini di berbagai tempat. Dan ini benar-benar kontras bila kita berkunjung ke negara lain.Bahkan RUU Pertembakauan yang dicanangkan pihak legislatif negara kita dianggap berbagai golongan dari masyarakat tidak urgen untuk dibahas karena tidak kuatnya substansi mengenai perlindungan kesehatan terhadap dampak tembakau, hal ini menegaskan negara kita tidak begitu serius memandang dampak tembakau dibidang kesehatan.Menjadi sebuah pertanyaan, apakah ada hal yang dilakukan negara lain terhadap permasalahan tembakau? Jawabannya jelas ada! Kemudian, mengapa mereka bisa menekan tembakau dengan baik sedangkan kita tidak? Salah satu jawabannya ada di permasalahan ratifikasi FCTC.Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) telah mengeluarkan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang merupakan perjanjian internasional, efektif berlaku sejak tanggal 27 Februari 2005. FCTC bertujuan untuk melindungi generasi saat ini dan yang akan datang dari kehancuran kesehatan, konsekuensi sosial, lingkungan dan ekonomi yang diakibatkan oleh rokok dan paparan asapnya.5 FCTC bersifat "International Legally Binding Instrument" yaitu mengikat setiap negara yang meratifikasinya. Dengan diserapnya FCTC kedalam legislasi suatu negara, hal ini akan menjadi tembok utama dalam menghilangkan pengaruh buruk produk tembakau di masyarakat. Saat ini FCTC telah menjadi perjanjian internasional dengan 178 negara yang telah meratifikasinya (lebih dari 90% negara anggota WHO), dan Indonesia adalah satu dari 9 negara (satu-satunya di Asia Pasifik) yang belum meratifikasi kesepakatan FCTC. Secara garis besar, FCTC mewajibkan pemerintah yang ikut meratifikasi/negara para pihak untuk melindungi masyarakatnya melalui:

1. Pasal 6 : Peningkatan Harga dan Cukai Peningkatan cukai secara langsung akan mengurangi ekspansi industri tembakau, menurunkan produksi serta memberikan keuntungan bagi negara para pihak. 2. Pasal 13: Larangan Iklan secara MenyeluruhNegara pihak wajib melaksanakan kebijakan tentang pelarangan iklan, promosi dan sponsor di media massa atau bentuk lainnya melalui peraturan perundang-undangan nasional. Hal ini akan membantu menurunkan konsumsi rokok oleh masyarakat3. Pasal 8: Perlindungan terhadap Asap Rokok Orang Lain dan Penerapan Kawasan Tanpa Rokok :Melalui Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, negara para pihak wajib melindungi masyarakat dari ancaman asap perokok aktif di tempat umum, angkutan umum dan ditempat-tempat lainnya.4. Pasal 11: Peringatan kesehatan berbentuk gambar dan pelabelan :Negara para pihak wajib melarang pelabelan yang menyesatkan seolah-olah rokok adalah aman, kemasan harus disertai peringatan tentang bahaya merokok dalam pesan yang tepat, berbentuk gambar dengan luas 50% atau lebih dari sisi kemasan.Dengan menyadari efek buruk dari produk tembakau serta isi yang dicanangkan dalam FCTC, adalah masuk akal bila negara lain ikut meratifikasi perjanjian ini dan mulai menyusun peraturan perundang-undangan sesuai amanat FCTC.

Bagaimana dengan status Indonesia saat ini bila dibandingkan dengan poin-poin FCTC? Berikut dijabarkan dalam tabel: Pokok Pokok isi FCTC dan Persandingannya dengan Status Indonesia Saat Ini

WHO FRAMEWORK CONVENTION ON TOBACCO CONTROL (WHO FCTC)STATUS INDONESIA SAAT INI

Pasal dalam FCTCRingkasan PasalStatus Indonesia Saat Ini

5.3 Perlindungan kebijakan pengendalian tembakau dari pengaruh industri tembakauPara Pihak harus melindungi kebijakan pengendalian tembakau dari tujuan komersil dan kepentingan lain industri tembakau sesuai UU.Pengaruh industri tembakau: Tidak ada regulasi / peraturan pemerintah untuk melindungi pengendalian tembakau dari pengaruh industri tembakau. Industri tembakau telah menyusun peta masa depan industri tembakau di Indonesia, yang juga mencantumkan komponen kesehatan.

Sumber: www.ino.searo.who.int/LinkFiles/Tobacco_Initiative_Bab_5_Kebijakan_Pengendalian_Tembakau

WHO FRAMEWORK CONVENTION ON TOBACCO CONTROL (WHO FCTC)STATUS INDONESIA SAAT INI

Pasal dalam FCTCRingkasan PasalStatus Indonesia Saat Ini

6. Harga dan Cukai untuk mengurangi permintaan terhadap tembakauPara pihak harus mempertimbangkan tujuan Kesehatan nasional dalam menetapkan kebijakan pajak dan harga produk tembakau, termasuk penjualan bebas pajak dan cukai, serta melaporkan tingkat pajak dan kecenderungan konsumsi dalam pertemuan berkala

Tarif cukai seharusnya mencapai 2/3 dari harga jual eceran. Rata-rata cukai rokok saat ini adalah 37% dari harga jual eceran. Pajak pertambahan nilai (PPN) adalah 8,4% dari harga jual eceran. Peraturan Menteri Keuangan No. 203/PMK.011/2008 yang berlaku efektif 1 Februari 2009 memasukkan tarif cukai yang berkisar antara Rp.80 Rp.290 perbatang/gram untuk rokok kretek dan rokok putih serta Rp.40 Rp.200 untuk kretek linting dengan HJE terendah Rp.217 perbatang/gram dan HJE tertinggi lebih dari Rp.660 perbatang/gram untuk rokok kretek dan rokok putih. Sedangkan HJE terendah Rp.234 perbatang/gram dan HJE tertinggi lebih dari Rp.590 perbatang/gram untuk kretek linting. Batasan jumlah produksi pabrik lebih dari 2 milyar batang (gol.I); tidak lebih dari 2 milyar batang (gol.II) untuk rokok kretek, rokok putih dan kretek linting serta tidak lebih dari 500 juta batang (gol.III) kretek linting.

8. Perlindungan terhadap paparan asap rokokPara pihak harus memberlakukan dan menerapkan peraturan Kawasan Tanpa Asap Rokok di wilayah hukum masing-masing dan menyebar luaskan peraturan ini ke wilayah hukum lainnya di perkantoran, tempat-tempat umum tertutup, dan transportasi umum. Menurut PP 19/2003: ruang publik, tempat pelayanan kesehatan, perkantoran, tempat pendidikan, ruang bermain anak, tempat ibadah serta transportasi umum dinyatakan sebagai daerah bebas asap rokok.Tetapi, peraturan ini tidak diterapkan secara efektif. Pengelola ruang publik (tempat-tempat umum) dan perkantoran yang menyediakan ruang khusus merokok diwajibkan memasang ventilasi udara untuk menghindari gangguan kesehatan pada non perokok, walaupun sebenarnya ventilasi ini tidak efektif. Transportasi umum bisa menyediakan tempat khusus untuk perokok yang secara fisik terpisah serta dilengkapi dengan ventilasi udara yang sesuai dengan persyaratan dari Departemen Perhubungan.

WHO FRAMEWORK CONVENTION ON TOBACCO CONTROL (WHO FCTC)STATUS INDONESIA SAAT INI

Pasal dalam FCTCRingkasan PasalStatus Indonesia Saat Ini

11. Kemasan dan label produk tembakauPara pihak harus menerapkan peraturan termasuk persyaratan penempatan label peringatan kesehatan (health warnings) secara bergantian serta pesan-pesan lainnya yang sesuai pada kemasan produk tembakau. Peringatan kesehatan meliputi sedikitnya 30% (secara ideal adalah 50% atau lebih) dari luas tampilan utama dan mencantumkan gambar atau piktogram, serta mencegah kemasan dan label yang salah, menyesatkan atau menipu. Peringatan kesehatan dalam bentuk kalimat harus dicantumkan pada kemasan: Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan membahayakan kehamilan serta perkembangan janin. Peringatan kesehatan dalam bentuk kalimat dicetak di bagian belakang kemasan rokok dengan pinggiran selebar 1mm dalam warna yang kontras antara huruf dan warna dasar, dengan ukuran minimal 3 mm. Tidak ada peraturan mengenai istilah-istilah yang menyesatkan seperti low tar, light, ultra light, mild.

13. Iklan, promosi dan sponsorship dari industri rokokPara pihak harus menerapkan pelarangan yang komprehensif terhadap seluruh iklan, promosi dan sponsorship dari produk tembakau. Iklan, sponsorship dan promosi rokok diperbolehkan di media elektronik, cetak dan luar ruang. Semua bentuk iklan harus mencantumkan peringatan kesehatan (health warnings). Iklan di media elektronik dilarang dari pukul 05.00 21.30. Iklan tidak boleh memperlihatkan kemasan rokok, orang merokok, gambar atau kalimat yang terkait dengan anak-anak, remaja dan wanita hamil serta menampilkan merek produk. Pemberian produk gratis (free sample) atau hadiah dalam bentuk rokok atau produk lain yang menampilkan merek dagang dilarang.

Sumber: www.ino.searo.who.int/LinkFiles/Tobacco_Initiative_Bab_5_Kebijakan_Pengendalian_TembakauAlasan Pemerintah Belum Meratifikasi FCTC

"Sampai sekarang ratifikasi FCTC belum kami terima dan tidak benar bahwa Bapak Presiden telah meratifikasi FCTC dari Kemenkes dan Kemenko Kesra, banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum meratifikasi FCTC. Selain pertimbangan nasib petani tembakau, pemerintah menerima pemasukan senilai Rp 110 triliun dari cukai tembakau dan total penerimaan negara Rp 150 triliun dari PPH dan pajak daerah"6- Meneteri Sekretaris Kabinet, Dipo Alam. Di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Jumat (7/3).Pemerintah terkesan menggunakan devisa negara serta kemakmuran petani sebagai alasan untuk menolak FCTC, padahal menurut data Depkes tahun 2004, total biaya konsumsi atau pengeluaran untuk tembakau adalah Rp 127,4 triliun. Biaya itu sudah termasuk biaya kesehatan, pengobatan dan kematian akibat tembakau. Bahkan pada tahun 2010, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan kerugian negara akibat rokok adalah Rp 231,7 Triliun7

RekomendasiDari tulisan diatas, sudah seharusnya pemerintah yang berwenang ,untuk segera meratifikasi FCTC dan ikut bersama negara lain dibarisan melawan dampak buruk tembakau.Dengan adanya FCTC, negara kita akan memiliki arah untuk membentuk peraturan perundangan yang dapat melindungi masyarakat dari ancaman produk tembakau yang diresahkan masyarakat. Sumber:1. WHO, Report on Global Tobacco Epidemic, 20082. WHO. The Tobacco Atlas (2002) in FCA. Tobacco Facts. Fact Sheet.3. WHO. World Health Report: Shaping the Future (2003) in FCA. Tobacco Facts. Fact Sheet.4. World Bank. Curbing The Epidemic: Government and the economics of Tobacco Control (1999) in FCA. Tobacco Fact. Fact Sheet.5. WHO Framework Convention on Tobacco Control, Fifty-Sixth World Health Assembly, 21 May 20036. http://www.beritasatu.com/ekonomi/170046-alasan-presiden-belum-ratifikasi-fctc.html. Diakses pada tanggal 7 Maret 20147. http://poskotanews.com/2013/01/17/kerugian-kesehatan-akibat-tembakau-rp23127-triliun/. Diakses pada tanggal 18 April 2014